ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN SISA PLASENTA DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI. BD. HJ. SITI FATIMAH KOTA TASIKMALAYA
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : SANTY RIMBAYANI RAHAYU 13DB277082
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS P1A0 2 JAM POS PARTUM DENGAN SISA PLASENTA DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI BIDAN Hj SITI FATIMAH KOTA TASIKMALAYA
Santy rimbayani rahayu2Tantri Desiyanti3Rudi Kurniawan4
INTISARI Sisa plasenta merupakan penyebab angka kematian di indonesia adalah perdarahan angka kematian ibu di indonesia sebanyak 359 per 100.000 kelahiran hidup kematian ibu jauh melonjok dibandingkan tahun 2007. Maka peran bidan untuk kasus ini melakukan observasi keadaan umum, melakukan eksplorasi dan memberikan antibiotic. Tujun penyusun laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalamanya dalam melaksnakannya asuhan kebidanan pada sisa plasenta dengan menggunakan pendekatan proses menejmen kebidanan. Asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan sisa plasenta ini dilakukan 4 hari di BPM Hj Siti fatimah kota tasikmalaya. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu hamil mengenai sisa plasenta.kesimpulan dari hasil pemeriksaan asuhan kebidanan pada ibu nifas kasus dengan sisa plasenta di BPM Hj. Siti Fatimah kota tasikmalaya dilaksanakan dengan baik. Kata Kunci
: Sisa plasenta, Ibu Nifas
Kepustakaan : 33 Reperensi (2006-2016) Halaman 1
:i-ix, 57 halaman, 9 lampiran
Judul Penulisan ilmiah2Mahasiswa STIKes MuhammadiyahCiamis 3Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012 angka kematian ibu menunjukkan 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu ini jauh melonjak dibandingkan hasil SDKI tahun 2007 yang mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. AKI di Jawa Barat sebesar 109,2 per 100.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2012). Angka tersebut masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs) yang ke-4 yaitu meningkatkan kesehatan ibu. Target pencapaian MDG pada tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut. Walaupun pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih cukup tinggi, beberapa faktor seperti risiko tinggi pada saat kehamilan dan aborsi perlu mendapat perhatian. Penyebab kematian ibu yang paling utama adalah
perdarahan
sekitar 60-70%, dibandingkan sebab-sebab lain seperti pre-eklamsia dan eklamsia 10-20%, infeksi 20-30% (Manuaba, 2008). Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Dengan demikian asuhan pada masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya (Saefudin, 2011). Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia terbilang cukup memprihatinkan. Pada 2012 mencapai 5.118 orang. Sedangkan wilayah
1
2
yang paling banyak terdapat angka kematian ibu adalah Jawa Barat sebanyak 837 orang. Sebagian dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan. Dua pertiga dari semua kasus perdarahan pasca persalinan terjadi pada ibu tanpa faktor risiko yang diketahui sebelumnya, dua pertiga kematian akibat perdarahan tersebut adalah dari jenis retensio plasenta, dan tidak mungkin memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri maupun perdarahan (WHO, 2008). Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak lebih dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan postpartum sendiri dapat dibagi atas perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setalah kelahiran bayi (Sarwono, 2008).
Artinya : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan……… (QS. Al-Ahqaf : 15) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmin (2013) mengenai faktor determinan kejadian perdarahan postpartum di RSUD Majene Kabupaten Majene diperoleh hasil bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa umur dari 35 tahun memiliki resiko 3,1 kali lebih besar dari pada ibu yang berumur 20 – 35 tahun (95% Cl: 1,3 – 7,5). Paritas < 1 atau paritas > 3 memiliki resiko 6.1 kali lebih besar dibandingkan dengan paritas 2-3 (95% Cl : 1,6 – 22,,6). Riwayat persalinan buruk memiliki resiko 3.1 kali lebih besar dibandingkan
3 dengan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan buruk (95% Cl : 1,6 – 22,6). Partus lama memiliki resiko 3.5 kali lebih besar dari pada ibu dengan partus normal terhadap kejadian perdarahan post partum (95% Cl : 1,5 – 8,3). Ibu dengan anemia memilik resiko 2.9 kali lebih besar terhadap kejadian perdarahan post partum (95 % Cl ; 1,2 – 6,8), walaupun tidak signifikan. Disimpulkan bahwa umur, paritas, riwayat persalinan, partus lama merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan post partum. Perdarahan, khususnya perdarahan post partum yang disebabkan karena sisa plasenta dimana tertinggalnya sisa plasenta atau selaput plasenta didalam rongga rahim yang mengakibatkan perdarahan post partum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Apabila pada pemeriksaan USG diperoleh kesimpulan adanya sisa plasenta tahap pertama bisa dilakukan eksplore digital (jika servik terbuka) atau mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan kuretase. Bidan dapat kolaborasi dengan dokter untuk melakukan kuretase (Sarwono, 2008). Menurut Ibnu Taimiyah, “Manakala seorang wanita mendapati darah yang disertai rasa sakit sebelum masa (minimal) itu, maka tidak dianggap sebagai nifas. Namun jika sesudah masa minimal, maka ia tidak shalat dan puasa. Kemudian apabila sesudah kelahiran ternyata tidak sesuai dengan kenyataan (bayi belum berbentuk manusia-pen) maka ia segera kembali mengerjakan kewajiban. Tetapi kalau ternyata demikian (bayi sudah berbentuk manusia-pen), tetap berlaku hukum menurut kenyataan sehingga tidak perlu kembali mengerjakan kewajiban” (kitab Syarhul Iqna’).
4
Berdasarkan data studi pendahuluan yang diperoleh di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya kejadian perdarahan karena sisa plasenta di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya memang mengalami peningkatan, perdarahan karena sisa plasenta di ruang 7 (nifas) pada tahun 2014 adalah sebanyak 80 kasus perdarahan karena sisa plasenta (3,31%) dari 2416 persalinan dan pada tahun 2015 adalah sebanyak 99 kasus perdarahan karena sisa plasenta (3,38%) dari 2933 persalinan serta tidak ada yang mengalami komplikasi dari akibat sisa plasenta tersebut. Pada bulan Januari sampai dengan Maret 2016 terdapat kejadian perdarahan karena sisa plasenta sebanyak 40 kasus (3,78%) dari 1057 persalinan. Berdasarkan uraian masalah di atas penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin dengan sisa plasenta di Bidan Praktek Mandiri Bd. Hj. Siti Fatimah Kota Tasikmalaya”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:”Bagaimana asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan sisa plasenta di BPM. Bd. Hj. Siti Fatimah Kota Tasikmalaya. C. Tujuan Studi Kasus 1. Tujuan Umum Penulis
mampu
memberikan
dan
melaksanakan
asuhan
kebidanan pada ibu bersalin dengan sisa plasenta di BPM. Bd. Hj. Siti Fatimah Kota Tasikmalaya.
5
2. Tujuan Khusus a. Melaksanakan pengkajian pada ibu nifas Ny. S dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta b. Menginterprestasikan data dan merumuskan diagnosa kebidanan masalah dan kebutuhan pada ibu nifas Ny. S dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta c. Mengidentifikasi masalah atau masalah potensial pada ibu nifas Ny. S dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta d. Menetapkan kebutuhan tindakan segera pada ibu nifas Ny. S dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta e. Menyusun rencana asuhan kebidanan secara menyeluruh pada ibu nifas Ny. S dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta f.
Melaksanakan rencana asuhan keidanan yang telah diberikan pada ibu nifas Ny. S dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta.
g. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keidanan yang telah diberikan pada ibu nifas Ny. S dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta. D. Manfaat 1. Bagi Penulis Dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perdarahan postpartum karena sisa plasenta 2. Bagi Profesi Dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama pelayanan kebidanan pada ibu nifas dengan sisa plasenta.
6
3. Bagi Ibu Bersalin Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan peningkatan pengetahuan bagi ibu, keluarga dan masyarakat tentang faktor resiko perdarahan sisa plasenta pada ibu nifas sehingga komplikasi pada ibu nifas dapat ditangani dengan cepat dan tepat oleh petugas kesehatan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Nifas Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu. Nifas dibagi dalam 3 periode menurut (Saifuddin, 2009). Antara lain: 1. Puerperium Dini yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam +dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lama 6-8 minggu. 3. Remote puerperium adalah waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulan atau tahunan
B. Perdarahan Post Partum 1. Definisi Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih 1000 ml setelah persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang
7
8
telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik <90 mmHg, denyut nadi >100x/menit, kadar Hb < 8g/dL. (Nugroho, 2012a). Perdarahan post partum adalah perdarahan yang berlebihan selama masa nifas, termasuk periode 24 jam pertama setelah kala tiga persalinan selesai (Maryunani, 2013). Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastic di Negara-negara berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana mana. (Nugroho, 2012b). Definisi perdarahan post partum saat ini belum dapat ditentukan secara pasti. Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah persalian vaginal atau lebih dari 1000 ml setelah persalinan abdominal. Perdarahan dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder (Nugroho, 2012). 2. Jenis-Jenis Perdarahan Post Partum Jenis-jensi pendarahan post partum menurut Nugroho (2012) adalah:
9
a. Perdarahan post partum dini atau perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) : perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III. b. Perdarahan masa nifas atau perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) : perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (peurperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III. (Nugroho, 2012). 3. Etiologi Perdarahan Postpartum Berdasarkan dari laporan-laporan baik di Negara maju maupun berkembang
angka
kejadian
berkisar
antara
5%
sampai
15%
berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut (Nugroho, 2012) : a. Kelainan darah 0,5-08% Kausal PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat
pernah
mengalami
hal
yang
sama
pada
persalinan
sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, atau suntikan perdarahan dari gusi rongga hidng dan lain-lain. (Prawihardjo, 2010). b. Laserasi jalan lahir 4-5% Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
10
belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomy, robekan spontan perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstrasi. (Prawihardjo ,2010). c. Retensio plasenta 16-17% Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta inkreta apabila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut plasenta prekerta bila vili korialis sampai menembus perineum. d. Sisa plasenta 23-24% Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang terjadi akibat tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit ketuban yang mengganggu kontraksi uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus sehingga mengakibatkan perdarahan (Winkjosastro, 2008) e. Atonia uteri 50-60% Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi lahir. (Prawihardjo, 2010) 4. Penilaian Klinik Tabel 2.1 Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok) Volume Kehilangan Tekanan Darah Gejala dan Derajat Syok Darah (sistolik) Tanda 500-1000 mL (10- Normal Palpasi, Terkompensasi 15%) takikardia, pusing
11
1000-1500 mL (15- Penurunan 25%) ringan (80-100 mmHg) 1500-2000 mL Penurunan (25-35%) sedang (70-80 mmHg) 2000-3000 mL Penurunan (35-50%) tajam (5070mmHg) Sumber : Nugroho,(2012a)
Lemah, Ringan takikardia, berkeringat Gelisah, pucat, Sedang oliguria Pingsan , Berat hipoksia anuria
Tabel 2.2 Penilain Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdaraha Post Partum Gejala dan Tanda Uterus tidak berkontraksi dan Perdarahan segera setelah anak lahir
lembek.
Darah segera mengalir segera setelah bayi lahir uterus berkontraksi dank eras plasenta lengkap Plasenta belum lahir setelah 30 menit perdarhan segera uterus berkontraksi dan keras
Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap perdarahan segera Uuterus tidak teraba lumen vagina terisi massa tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Sub-involusi uterus nyeri tekan perut bawah dan pada uterus perdarahan sekunder
Penyulit Syok bekuan darah pada serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar Pucat, lemah menggigil
Diagnosis Kerja Atonia uteri
Tali pusat putus akibat berlebihan inversion uteri tarikan perdarahan lanjutan
Retensio plasenta
traksi akibat
Robekan jalan lahir
Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang Neurogenik syok pucat dan limbung
Retensi sisa plasenta
Anemia demam
Endometritis atau sisafragmen plasenta (terinfeksi atau tidak
Inversion uteri
Sumber : Nugroho, (2012b) 5. Kriteria Diagnosis Sisa Plasenta, (Nugroho, 2012) yaitu : a. Pemeriksaan fisik: Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus-menerus. b. Pemeriksaan obstetri: Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir. c. Pemeriksaan ginekologi: Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.
12
6. Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum Pasien dengan pedarahan postpartum harus ditangani dalam dua komponen, (Nugroho, 2012a) yaitu : a. Resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik b. Identifikasi
dan
penanganan
penyebab
terjadinya
perdarah
postpartum. 7. Pencegahan Bukti dan penelitian menunjukan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan isidensi dan tingkat keparahan perdarahan postpartum. Penanganan
aktif
merupakan
kombinasi
dari
hal-hal
berikut
(Nugroho, 2012b). : a. Pemberian uterotonic (dianjurkan oksitosin) segera bayi dilahirkan. b. Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat. c. Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi dengan baik.
C. Perdarahan Sisa Plasenta 1. Definisi Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang terjadi akibat tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit ketuban yang mengganggu kontraksi uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus sehingga mengakibatkan perdarahan (Winkjosastro, 2008).
13
Tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder (Sujiyatini, 2011). Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan manual plasenta atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perarahan di ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau curettage dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberikan transfuse sesuai dengan keperluannya. (Prawihardjo, 2010). Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang melebihi 500 cc setelah bayi lahir karena tertinggalnya sebagian sisa plasenta termasuk selaput ketuban (Saifudin, 2010). Sangat sulit memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah seringkali bercampur dengan cairan ketuban atau mungkin teresap handuk, kain, atau
urine dan
sarung. Tak mungkin meniali
kehilangan darah secara akurat melalui penghitungan jumlah darah disarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin sarung telah ddiganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Meletakan wadah atau pispot di bokong pasien atau mengumpulkan darah bukan lah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan darah dan bukan cerminan asuhan sayang ibu, karena beraring diatas wadah atau pispot sangat
14
tidak nyaman dan menyulitkan pasien untuk memegang dan menyusui bayinya. Satu cara untuk meniilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol,artinya pasien 250 ml darah dan seterusnya. Memperkirakan kehilngan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi pasien. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan dan gejala tekanan darah. Apabila pendarahan menyebabkan pasien lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistol menurun lebih dari 10 mmHg dari
kondisi
sebelumnya, maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. bila pasien mengalami syok hipovolemik maka pasien telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah (2000-2500 ml). penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah pasien selama kala IV melalui pemeriksaan tanda vital, jumlah darah yang keluar, dan kontraksi uterus. (Sulistyawati, 2012;183). 2. Etiologi Faktor penyebab utama perdarahan baik secara primer maupun sekunder menurut (Rukiyah,Yeye dan Yulianti 2010;323). a. Paritas Merupakan faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum primer berikut adalah klasifikasi paritas :
15
1) Primipara Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak yang cukup besar untuk hidup diluar. Pada primipara dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi komplikasi selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Menurut Manuaba (2008) pada paritas yang rendah (paritas 1), menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Perdarahan sisa plasenta dapat terjadi pada paritas beresiko (primipara), hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah pada plasenta sebagai akibat dari komplikasi
asupan
berfungsinya
organ
nutrisi,
anemia
reproduksi.
atau
Pada
karena
kehamilan
belum pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta belum
sempurna, yang makin
sempurna pada
kehamilan
berikutnya. 2) Multipara Multipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari satu kali sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah hingga besar resiko terjadi perdarahan. Pada
multipara
terjadi
kemunduran
dan
cacat
pada
endometrium yang mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas
16
implantasi plasenta pada persalinan sebelumnya, sehingga vaskularisasi menjadi berkurang (Benson, 2009) Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pasca persalinan dibandingkan dengan ibuibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan menjadi lebih besar. (Benson, 2009) Selain itu juga, pada multipara terjadi penurunan elastisitas uterus sehingga miometrium tidak dapat berkontraksi dan beretraksi dengan maksimal yang mengakibatkan terjadinya retensio plasenta. 3) Grandemultipara Grandemultipara
adalah
seorang
wanita
yang
telah
melahirkan 5 anak orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan. Ibu yang pernah melahirkan 5 orang anak atau lebih baik hidup ataupun mati akan mengalami resiko selama kehamilan ataupun persalinannya, salah satu
komplikasi
yang
terjadi
pada
saat
persalinan
yaitu
perdarahan pada saat melahirkan yang disebabkan oleh otot uterus tempat implantasi plasenta digantikan oleh jaringan baru yang
tidak
memiliki
susunan
jaringan
otot
sama
seperti
sebelumnya sehingga mengurangi kemampuan uterus untuk berkontraksi (Rukiyah, 2010;323).
17
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
pasca
persalinan
yang
dapat
mengakibatkan
kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Sama halnya dnegan multipara, pada persalinan grande terjadi penurunan elastisitas uterus sehingga miometrium tidak dapat berkontraksi dan beretraksi dengan maksimal yang mengakibatkan terjadinya sisa plasenta. b. Persalinan pendek kurang dari 2 tahun Jarak anak terakhir dengan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun. Alat reproduksi memerlukan waktu untuk dapat berfungsi dengan sempurna. Waktu yang diperlukan untuk masa pemulihan ini minimal 2 tahun. Jika persalinan kurang dari 2 tahun maka alat reproduksi belum berfungsi secara sempurna sehingga kemungkinan terjadi perdarahan (Rukiyah, 2010;323) Pada kehamilan dengan jarak < 2 tahun keadaan endometrium mengalami perubahan, perubahan ini berkaitan dengan persalinan sebelumnya yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat
implantasi
plasenta.
Adanya
kemunduran
fungsi
dan
berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium pada bagian korpus uteri mengakibatkan daerah tersebut kurang subur sehingga kehamilan dengan jarak < 3 tahun dapat menimbulkan kelainan yang berhubungan dengan letak dan keadaan plasenta. Meurut Benson (2009) Ibu yang hamil lagi sebelum 2 tahun sejak kelahiran yang terakhir sering kali mengalami komplikasi dalam
18
persalinan. Sementara dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Namun apabila ibu melahirkan secara berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik dan organ reproduksi ibu belum pulih secara sempurna. Sehingga pada saat persalinan berikutnya, uterus ibu tidak dapat berkontraksi dengan baik maka bagian-bagian plasenta yang dikeluarkan tersebut tidak lengkap dan dapat mengakibatkan perdarahan sisa plasenta. c. Pertolongan kala uri sebelum waktunya. Dikatakan bahwa faktor ini tetap menjadi penyebab perdarahan pascapartum yang paling sering. Gesekan fundus atau manipulasi uterus dapat mencetuskan terjadinya kontrakrsi aritmik sehingga plasenta hanya sebagian terpisah dan kehilangan retraksi (Rukiyah, 2010;323) Hal ini disebabkan oleh pemijatan rahim yang tidak merata. Pijatan sebelum plasenta lepas, pemberian uterotonika dan lain-lain. a. Tindakan pengeluaran plasenta dengan cara Brandt Andew 1) Hal ini disebabkan karena tarikan pada tali pusat pada saat melahirkan plasenta (Achadiat, 2007). 2) Karena cara menekan dan mendorong uterus yang terlalu dalam sedangkan plasenta belum terlepas dari uterus. (Wiknjosastro, 2008). b. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta (Wiknjosastro, 2008) 1) Kotiledon atau selaput plasenta tersisa Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan eksplorasi dari cavum uteri.
19
2) Plasenta akreta parsialis Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Istilah plasenta akkreta digunakan untuk menyatakan
setiap
implantasi plasenta
dengan
perlekatan
plasenta yang kuat dan abnormal pada dinding uterus. Sebagai akibat dari infusiensi parsial atau total desidua basalis dan pertumbuhan fibrinosid yang tidak sempurna (lapisan Nitabuch) vili korialis akan melekat pada miometrium. (Manuaba dkk (2006:176) Adanya perdarahan sisa plasenta karena plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya (plasenta membranacea, plasenta anularis), dan ukurannya (palsenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive. Plsenta inkreta vili benar-benar menginvasi ke dalam miometrium dan akhirnya pada plasenta prekerta vili menembus pada seluruh miometrium. (Cuningham, 2006). 3. Tanda dan Gejala Sisa Plasenta Tanda dan gejala sisa plasenta menurut Anggraini (2010), adalah sebagai berikut, yaitu : a. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap. b. Terjadi perdarahan rembesan atau mengucur, saat kontraksi uterus keras, darah berwarna merah muda, bila perdarahan hebat timbul syok, pada pememriksaan inspekulo terdapat sisa plasenta. c. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
20
4. Faktor Predisposisi Menurut Manuaba (2008), faktor predisposisi perdarahan postparum dengan sisa plasenta adalah sebagai berikut: a. Hamil dengan anemia Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr%.Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar haemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2. Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara
fisiologis,
pengenceran
darah
ini
untuk
membantu
meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan. Bahaya persalinan pada ibu yang mengalami anemia adalah gangguan His (kekuatan mengejan), kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat, diikuti retensio plasenta, perdarahan
21
postpartum karena atonia uteri dan plasenta rest, kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri juga plasenta rest. Hasil pemeriksaan Hb, dapat digolongkan sebagai berikut: 1) Hb 11 gr% : Tidak anemia 2) Hb 9-10 gr% : Anemia ringan 3) Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang 4) Hb < 7 gr% : Anemia berat Kurangnya
kadar
haemoglobin
menyebabkan
jumlah
oksigen yang diikat dalam darah juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Anemia
dalam
kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas.
Perdarahan postpartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serat-serat
myometrium
terutama
yang
berada di sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Adanya perdarahan karena sisa plasenta terjadi
saat myometrium tidak dapat berkontraksi secara
adekuat (Wiknjosastro, 2010). Anemia
menjadi
salah
satu
pemicu
terjadinya
sisa
plasenta, karena jumlah oksigen yang diikat dalam darah kurang. Sehingga jumlah oksigen yang dikirim ke uterus pun kurang. Hal ini
menyebabkan
adekuat
otot -otot
sehingga
perdarahan postpartum.
uterus tidak
berkontraksi
dengan
plasenta tidak lepas yang mengakibatkan
22
b. Hamil dengan kekurangan gizi/malnutrisi Malnutrisi adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relative atau absolut satu atau lebih zat gizi ditandai dengan LILA nya kurang dari 23,5 cm. Proses terjadinya KEK merupakan akibat dari faktor lingkungan dan faktor manusia yang didukung oleh kekurangan asupan zat-zat gizi,maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama maka simpan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan Kurang energi kronik pada saat kehamilan dapat berakibat pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya. 1) Terhadap ibu: Dapat menyebabkan resiko dan komplikasi antara lain: anemia, perdarahan, berat badan tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi. 2) Terhadap
persalinan:
Pengaruhnya
pada
persalinan
dapat
mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), perdarahan. 3) Terhadap janin: Menimbulkan keguguran/abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Kurangnya asupan nutrisi pada saat kehamilan menyebabkan intake (masukan) makanan atau gizi menjadi rendah. Ketika tuntunan dan
beban
fisik
terlalu
tinggi
mengakibatkan
wanita
tidak
mempunyai waktu untuk mengembalikan kekuatan diri dari tuntutan gizi. Rendahnya asupan nutrisi dapat menyebabkan plasenta sukar
23
untuk berkontraksi dan beretraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding uterus akan tetap terbuka. Hal inilah yang dapat meningkatkan insidensi perdarahan postpartum (Wiknjosastro, 2010). c. Hidramnion Hidramnion merupakan keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari normal atau lebih dari dua liter.dimana normal air ketuban itu adalah 500-1500 ml. (Wiknjosastro, 2010) Penyulit tersering pada ibu yang disebabkan oleh hidramnion adalah
solusio
plasenta,
disfungsi
uterus,
dan
perdarahan
postpartum. Pemisahan dini plasenta yang luas kadang-kadang terjadi setelah air ketuban keluar dalam jumlah besar kerena berkurangnya luas bagian uterus di bawah plasenta. (Wiknjosastro, 2010) Hidramion menyebabkan miometrium menjadi sangat teregang sehingga menjadi kurang efisien (Cuningham, 2011). Dengan kondisi uterus yang terlalu regang dapat menyebabkan pertumbuhan implantasi plasenta yang agak luas. Uterus yang terlalu regang akan kehilangan elastisitasnya yang kemudian berdampak miometrium tidak dapat berkontraksi dan retraksi dengan maksimal. Kondisi adanya kontraksi dan retraksi yang tidak maksimal menyebabkan pertumbuhan plasenta sulit lepas dari tempat implantasinya. d. Gameli Gamely atau hamil ganda merupakan kehamilan yang terdiri dari dua janin atau lebih.Tonus uterus yang buruk akibat distensi yang
24
berlebihan
atau
aktivitas
hipotonik
cenderung
menyebabkan
terjadinya perdarahan (Fraser, 2011). Keregangan uterus pada kehamilan ganda menyebabkan melemahnya kontraksi uterus sebagai mekanisme utama untuk mengontrol
pelepasan
plasenta.
Insersia
uteri
terjadi
karena
kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta sehingga pada kehamilan ganda dapat menyebabkan retensio plasenta (Nugroho, 2012). Sulistyowati (2009) mengungkapkan bahwa uterus yang terlalu regang akan kehilangan elastisitasnya yang kemudian berdampak miometrium tidak dapat berkontraksi dan retraksi dengan maksimal. Kondisi
adanya
kontraksi dan
retraksi yang
menyebabkan
pertumbuhan
plasenta
sulit
implantasinya.
Keregangan
uterus
pada
tidak
lepas
maksimal
dari
tempat
kehamilan
ganda
menyebabkan melemahnya lontraksi uterus sebagai mekanisme utama untuk mengontrol pelepasan plasenta. 5. Diagnosa a. Untuk mengkaji adanya sisa plasenta perlu dilakukan palpasi uterus b. Memeriksa kontraksi uterus, jika terdapat perdarahan dengan indikasi sisa plasenta uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang c. Perdarahan segera setelah persalinan primer
25
d. Untuk mengkaji adanya sisa plasenta perlu dilakukan penilaian klinik yaitu dengan memeriksa kelengkapan plasenta (Saifuddin, 2002) e. Perdarahan pasca persalinan 500 ml selama 24 jam pertama f.
Ditemukan tanda tanda syok.
g. Dilakukan pemeriksaan inspekulo (Wirakusumah, 2002)
D. Penatalaksanaan 1. Tindakan Penanganan a. Pasang infus b. Berikan antibiotik adekuat c. Berikan uterotonika : oksitosin atau metergin d. Tindakan definitif : kuretase dan diperiksakan Sp. OG. 2. Menurut Nugroho (2010) penatalaksanaan sisa plasenta yaitu a. Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan pendarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan pendarahan setelah beberapa hari pulang kerumah dan subinpolusi uterus. b. Berikan antibiotik karena pendarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotik yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 gr IV dilanjutkan 3 x 1gr oral di kombinasi dengan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral. c. Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh
26
instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase d. Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah Bila kadar Hb > 8 gr/dL, berikan Sulfas Ferrous 600 mg/hari selama 10 hari. 3. Menurut Achadiat, 2004 penatalaksaaan sisa plasenta, yaitu bila hanya sisa
plasenta
(rest
placentae),
pengeluaran
dilakukan
secara
digital/manual ataupun dengan menggunakan kuret besar dan tajam secara hati-hati. 4. Menurut buku Obgynacea, 2009 penatalaksanaan retensi sisa plasenta, yaitu : a. Berikan antibiotika kombinasi : 1) Ampisilin 1 gr IV, dilanjutkan dengan ampisilin 3×1 gr per oral 2) Metronidazol 1 gr suppositoria, dilanjutkan Metronidazol 3×500 mg per oral b. Jika serviks terbuka : lakukan eksplorasi digital untuk mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Jika serviks hanya dapat dilalui instrumen : lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AVM atau kuretase c. Jika kadar Hb <8 gr% → berikan transfusi darah Jika kadar Hb ≥8 gr% → Sulfas Ferrous 600 mg/hari per oral selama 10 hari. 5. Menurut Saifuddin, 2002 penatalaksanaan sisa plasenta yaitu : a. Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.
27
b. Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum atau kuret besar. Catatan : jaringan yang melekat dengan kuat, mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi uterus, yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi. c. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan
uji
pembekuan
darah
sederhana.
Kegagalan
terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya bekuan darah yang lunan yang mudah hancur menunjukkan adanya kemungkinan koagulopati.
E. Manajemen Kebidanan 1. Manajemen Kebidanan 7 langkah Varney a. Definisi Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan,dalam rangkaian tahapn logis untuk pengambilan keputusanyang berfokus kepada klien (Simatupang, 2006) b. Proses Manajemen Kebidanan Dalam penyusunan studi kasus ini penulis mengacu pada penerapan manajemen kebidanan kesehatan reproduksi secara komperhensif pada kasus Kista Ovarium menurut 7 langkah varney karena metode dan pendekatannya sistematik dan analitik sehingga
28
memudahkan dalam pengarahan pemecahan masalah terhadap klien. Dalam proses ke tujuh langkah tersebut dimulai dari pengumpulan data dasar berakhir dengan evaluasi, yaitu : 2.
Langkah-langkah Manjemen Asuhan Kebidanan Langkah-langkah manajemen asuhan kebidanan (Soepardan, 2007) adalah a. Langkah I : Tahap Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama diikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan cara : 1)
Anamnesis. Dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas, bio-psiko-soiso-spiritual, serta pengetahuan klien.
2)
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi : Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi).
b. Langkah II : Intepretasi Data Dasar Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah bedasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan
29
hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis. c. Langkah III : Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganannya Pada langkah ketiga kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah diidentifikasi.
Langkah
ini
membutuhkan
antisipasi,
bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis/masalah potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis tersebut tidak terjadi. Langkah ini bersifat antisipasi yang rasional/logis. d. Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah konsultasi, kolaborasi, dan melakukan rujukan. e. Langkah V : Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis
30
yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan mempunyai pedoman antisipasi untuk klien. Pedoman antisipasi ini mencakup perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah masalah terkai sosial, ekonomi, kultural, atau psikologis dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien; agar dapat dilaksanakan secara efektif. Semua asuhan yang telah disepakati dikembangkan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan ini bersifat rasional dan valid yang didasarkan pada pengetahuan, teori terkini, dan sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien. f.
Langkah VI : Implementasi Pada langkah keenam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dana aman. Pelaksanaan ini dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya, namun tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya memastikan
bahwa
langkah
tersebut
telah
terlaksana)
.Penatalaksanaan yang efisien dan berkualitas akan berpengaruh pada waktu serta biaya.
31
g. Langkah VII : Evaluasi Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yag menguntungkan
atau
menghambat
keberhasilan
asuhan
yang
diberikan. Evaluasi ini meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar telah terpenuhi sebagaimana diidentifikasi didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika bener efektif dalam pelaksanaannya. Dalam praktiknya, langkah-langkah asuhan kebidanan, ditulis dengan menggunakan SOAP. 3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP), Menurut Helen Varney, alur berfikir bidan saat menghadapi klien meliputi tujuh langkah, agar diketahui orang lain apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir sistematis, maka dilakukan pendokumentasian dalam bentuk SOAP, (Salamah, 2006), yatu : a. Subjektif. Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien dan keluarga melalui anamnesia sebagai langkah I Varney. b. Objektif. Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, dan diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney c. Assesment atau Analisa Data. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam satu identifikasi: Diagnosa masalah, antisipasi diagnosa/ masalah potensial, perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2,3 dan 4 Varney
32
d. Planning atau Penatalaksanaan. Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan Implementasi (I) dan Evaluasi (E) berdasarkan assessment sebagai langkah 5,6,dan 7 Varney 4. Kerangka konsep manajemen asuhan kebidanan Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Alur pikir bidan
Pencatatan dari asuhan kebidanan
Proses Manajemen kebidanan
Dokumentasi kebidanan
7 Langkah Varney
5 langkah kompetensi bidan
Pengumpulan data dasar
Data
SOAP NOTES
Subjektif Objektif
Interprestasi data dasar Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Analisa data Assessment atau diagnosis
Merencanakan asuhan yang komprehensif atau menyeluruh
Perencanaan
Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
Evaluasi
Penatalaksanan: Konsul Tes diagnostik/Lab Rujukan Pendidikan/ Konseling Follow up
Gambar 2.1 : Langkah-langkah asuhan kebidanan Varney dan SOAP (Wildan dan Hidayat, 2008)
33
F. Asuhan Kebidanan pada ibu nifas dengan sisa plasenta Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan, dan tanggung jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi wanita, dan pelayanan kesehatan masyarakat). (Soepardan, 2008). Dalam asuhan Kebidanan pada ibu bersalin dengan sisa plasenta ada beberapa asuhan yang harus dilakukan, hal tersebut meliputi: S=
Pada kasus ibu bersalin dengan sisa Plasenta didapatkan ibu melahirkan anaknya yang pertama pada tanggal 18 Maret 2016 Pukul 10.00 merasakan nyeri pada luka jahitan, mengeluh lemah dan mengantuk, mengeluarkan darah dari jalan lahir serta 4-5 kali ganti pembalut.
O=
Data Objektif adalah data yang diperoleh dari pemeriksaan (Rukiyah dkk, 2013). Pada kasus ibu bersalin dengan sisa plasenta pengumpulan data objektif terdiri dari : a. Pemeriksaan umum meliputi keadaan umum, kesadaran pasien, kesadaran emosional. b. Memperhatikan tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan. c. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan HB d. terdapat perdarahan± 500 cc e. Pasang infuse RL f. memberikan injeksi oksitosin/metergin, 10 U pitocin yang dilautkan dengan 20 cc melalui IV
34
A=
Analisa Daata yaitu hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan. (Wildan dan Hidayat, 2008). Untuk menegakan diagnose sisa plasenta. Harus dilihat dengan pemeriksaan secara berklala dan teraturUntuk menegakan diagnosa sisa plasenta. Diagnosa potensial adalah mengidentifikasi masalah atau yang sudah diidentifikasikan (Wildan dan Hidayat, 2008). Antisipasi adalah mengidentifikasi dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosis dan masalahditegakan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah konsultasi, kolaborasi, dan melakukan rujukan (wildan dan Hidayat, 2008).
P=
Langkah ini merupakan kelanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi dan diantisipasi. Pada penatalaksanaan ini terdapat perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Rukiyah dkk, 2013). Menurut (Eni, 2009). Pada kasus ibu bersalin dengan sisa plasenta : a. Memberitahukan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan bahwa
perdarahan
yang
telah
dialami
karena
masih
tertinggalnya sisa plasenta. b. Memberikan dukungan moril pada ibu supaya ibu tetap merasakan tenang dengan apa yang dialaminya sekarang.( ibu mengerti). c. Meminta keluarga menandatangi informed consent. d. Melakukan kateterisasi. e. Menyiapkan kuretase dan melakukan kuretase. f.
Memberikan oksigen 2 liter/menit.
g. Kolaborasi dengan bidan untuk pemasangan infus RL, drip oksitosin 20 IU
35
Langkah ini merupakan kelanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi
dan
diantisipasi.
Pada
penatalaksanaan
ini
terdapat
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Rukiyah dkk, 2013). a. Therapy: Dengan perlindungan antibiotik sisa plasenta dikeluarkan secara digital atau dengan kuret besar. Jika ada demam ditunggu dulu sampai suhu turun dengan pemberian antibiotik dan 3-4 hari kemudian rahim dibersihkan, namun jika perdarahan banyak, maka rahim segera dibersihkan walaupun ada demam (Saleha, 2009). b. Keluarkan sisa plasenta dengan cunam ovum atau kuret besar. Jaringan yang melekat dengan kuat mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk melepas plasenta terlalu kuat melekatnya dapat mengakibatkan perdarahan hebat atau perforasi uterus yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi (Prawirohardjo, 2010). c. Tindakan penanganan 1) Pasang infuse 2) Berikan antibiotika adekuat 3) Berikan uterotonika: Oksitosin/metergin 4) Tindakan definitif: Kuretase dan diperiksakan Sp.OG Sedangkan menurut Nugroho 2010 penatalaksanaan sisa plasenta yaitu: 1) Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
36
2) Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 gr IV dilanjutkan 3x1 gr oral dikombinasi dengan metronidazol 1 gr supositoria dilanjutkan 3x500 mb/oral 3) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilakukan oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase 4) Bila kadar HB <8gr/dl, berikan selfas ferrous 600mg/hari selama 10 hari. Penatalaksanaan ibu dengan perdarahan postpartum di rumah sakit umum kota banjar sesuai dengan SOP yang dilakukan oleh bidan maupun dokter di Rumah Sakit Umum Kota Banjar adalah : 1) Pengertian: Terjadinya perdarahan pervaginam > 500 cc setelah melahirkan sampai 2 jam postpartum. 2) Tujuan: Mencegah morbiditas, mortalitas ibu dan stabilisasi keadaan ibu 3) Kebijakan: Dilakukan oleh bidan sesuai kemampuan, kolaborasi dengan dokter kandungan 4) Prosedur : a) Lakukan eksplorasi jika sudah terbukti bahwa plasenta tidak lengkap b) Pasang infus jika pasien tidak di infus c) Berikan oxitocin 2 ampul dan metergin 1 ampul drip kedalam infusan untuk mengehentikan perdarahan .
37
d) Jika perdarahan masih berlanjut berikan uterotonika/misoprostol perektal e) Lakukan USG untuk memastikan ada sisa plasenta f)
Rencanaa kuretase jika plasenta tidak dapat di eksplorasi
G. Tugas dan wewenang Bidan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: 1. Kewenangan normal: a. Pelayanan kesehatan ibu b. Pelayanan kesehatan anak c.
Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah 3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi: 1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit 2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter) 3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan 4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
38
5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah 6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas 7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya 8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi 9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an. Al Mursalaat, Ayat 21-23 Achadiat CM. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. p. 94-7. Achadiat, M. C. 2007, Dinamika Etika, & Hukum Kedokteran, Jakarta : EGC Anid, (2011). Infeksi post partum. [internet] tersedia dalam http://www.aladokter.com [diakses 16 Mei 2016] Anggraini, (2010). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Pustaka Rihama. Jogjakarta Cunningham, F. G. (2006). Obstetri Williams. Jakarta: EGC. Cunningham, F G, Gant, N F, Leveno, K J, Gilstrap-III, L C, Haulth, J C, Wenstrom, K D. 2006. Obstetri Williams Volume I. Jakarta: EGC Darmin, dkk. (2013. Faktor determinan Kejadian perdarahan pst partum di RSUD Majene Kabupaten Majene. Dinas Kesehatan Jawa Barat. (2011). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. [Internet] Diakses pada tanggal 24 Juni 2016 dari http://diskes.jabarprov.go.id.
Eni. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita; Kanker Rahim, Kanker Indung Telur, Kanker Leher Rahim, Kanker Payudara. Edisi 1. Penerbit Andi: Jakarta Fraser & Cooper. 2011. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta : EGC. Kemenkes, (2011). Angka Kematian bayi di Indonesia. [internet] tersedia dalam http://www.kemenkes.go.id. [ diakses 16 Mei 2016] Kurniawaty. (2009). Obgynacea (Buku Saku Obstetri dan Ginekologi). Yogyakarta Tosca Enterprise. Manuaba, dkk, (2006). Buku Ajar Patalogi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC Manuaba, Ida Ayu dkk. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EG. Maryunani. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta : Trans Info Medika
Mochtar. (2010). Sinopsis Obstetri. Buku Kedokteran Jakarta: EGC.. Oxorn, Harry dan Forte, William R. (2010) Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Andi, YEM. Paranata,
(2011)
Infeksi
Postpartum.
[internet]
tersedia
dalam
http://clickmedicas.com [di akses 16 Mei 2016] Prawihardjo, S. (2008) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta YBP-SP. Prawihardjo, S. (2013). Ilmu Kebidanan. Jakarta YBP-SP. Rukiyah, Yeyeh dan Yuliant L. 2010. Asuhan Kebidanan IV. Jakarta : TIM. Rukiyah, Yeyeh dan Yuliant L. 2013. Asuhan Kebidanan V. Jakarta : TIM. Saleha, Sitti. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika. Saifudin, A. B (2010) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Salmah, dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Pada Antenatal. Jakarta: EGC. Sarwono. (2008). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Simatupang E.J, (2006), ”Penerapan Unsur-Unsur Manajemen”, Awan Indah, Jakarta. Sugiono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV ALFABETA. Sulistyawati, Ari. (2009). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas, Yogyakarta: Andi Sulistyawati. (2010). Asuhan Ibu Bersalin. Jakarta : EGC. Sujiyatini dkk. (2011). Catatan Asuhan Ibu Nifas. Yogyakarta: Nuha medika Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi 1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka. Wiknjosastro.( 2008). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR Wildan, Moh dan Hidayat, A. Aziz Alimul 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika Wirakusumah. (2002). Cara Aman dan Efektif Untuk Menurunkan Berat Badan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Varney Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC.