ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN INERTIA UTERI HIPOTONIS DI BIDAN PRAKTIK MANDIRI BIDAN DESIH SUTIARSIH KABUPATEN CIAMIS
LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh: ISNA SOFIATUDDUHA NIM. 13DB277113
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN INERTIA UTERI HIPOTONIS DI BIDAN PRAKTIK MANDIRI BIDAN DESIH SUTIARSIH KABUPATEN CIAMIS1 Isna Sofiatudduha2Neli Sunarni3Yunia Rahmawati4
INTISARI Inertia uteri terjadi ketika proses persalinan, salah satu penyebabnya adalah his yang tidak normal, hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his normal. Hal ini dapat menyebabkan partus lama, ibu kelelahan dan dehidrasi, kemungkinan infeksi betambah. Dari kasus diatas merupakan salah satu penyebab angka kematian ibu. Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini, mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan inertia uteri hipotonis di BPM Bidan Desih Sutiarsih dengan metode SOAP. Penulis juga mampu melakukan pengkajian data subjektif,data objektif, mampu menganalisa dan menegakan diagnosis, mampu melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi asuhan kebidanan. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini didapatkan keadan umum ibu baik, dan bayi dapat lahir dengan inertia uteri hipotonis pada tanggal 06 Maret 2016, pukul 05.15 WIB, jenis kelamin perempuan, BB 2900 gram, PB 52 cm, LK 33 cm, LD 32 cm, LILA 11 cm, dan placenta lahir lengkap. Kesimpulan pada kasus ibu bersalin dengan inertia uteri hipotonis di Bidan Praktik Mandiri Bidan Desih Sutiarsih Kabupaten Ciamis dilaksanakan cukup baik, serta tidak ada kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan. Kata Kunci : Asuhan Kebidanan, Ibu Bersalin, Inertia Uteri Hipotonis Kepustakaan : 10 buku (2001-2013) Halaman : i-xi, 45 halaman, 12 lampiran 1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organisation (WHO) sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran yang terjadi di Negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran (WHO, 2011). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 AKI di Indonesia 228/100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan SDKI (2012) AKI mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Barat mencapai 83 per 100.000 kelahiran hidup dengan penyebab pendarahan (31,7%), hipertensi dalam kehamilan (29,3%), infeksi (5,6%), partus lama (0,64%), abortus (0,12%), lain-lain (32,5%) (Dinkes Jabar, 2013). Menurut Asniar, S (2013) AKI disebabkan oleh penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung dari AKI disebabkan oleh komplikasi pada masa hamil, bersalin dan nifas atau kematian yang disebabkan oleh suatu tindakan atau berbagai hal yang terjadi akibat tindakan tersebut yang dilakukan selama hamil, bersalin dan nifas. Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang dia kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung dan tidak langsung saat persalinan. Beberapa komplikasi persalinan salah satunya adalah persalinan lama (Depkes RI, 2007). Menurut Prawirohardjo (2010) persalinan lama disebut juga distosia, didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal/sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu kelainan tenaga (kelainan his), kelainan janin, kelainan jalan lahir. Menurut Manuaba (2008) berdasarkan SDKI 2007 terdapat 53% ibu tidak mengalami komplikasi selama persalinan, persalinan lama sebesar 37%, perdarahan berlebihan sebesar 9%, demam sebesar 7%, komplikasi kejang 2% dan KPD lebih dari 6 jam 17%.
1
2
Berdasarkan data dari Dinas Kabupaten Ciamis tahun 2015 terdapat AKI sebanyak 15 orang. Penyebab langsung kematian ibu yaitu pendarahan 5 orang, Eklampsia 6 orang, penyebab-penyebab lain 4 orang (Dinkes Ciamis, 2015). Inertia uteri adalah memanjangnya fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari kala pembukaan (Prawirohardjo, 2010). Faktor penyebab inertia uteri diantaranya 1) faktor umum seperti umur, paritas, anemia, ketidak
tepatan
penggunaan
analgetik,
pengaruh
hormonal
karena
kekurangan prostaglandin atau oksitosin, perasaan tegang dan emosional, 2) faktor lokal seperti overdistensi uterus, hidramnion, malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik, mioma uteri (Sastrawinata, 2005). Berbagai penyebab tersebut dapat dicegah dengan pendeteksian komplikasi persalinan secara dini, pengambilan keputusan secara cepat dan tepat serta penanganan yang tepat di tempat rujukan (Depkes RI, 2007). Berdasarkan studi awal pada bulan januari sampai desember 2015 di BPM Bd, Desih Sutiarsih didapatkan ibu bersalin 44 orang yang terdiri dari 37 orang persalinan normal, ibu bersalin patologis 7 orang, persalinan patologis meliputi: persalinan dengan ketuban pecah dini 3 orang, persalinan dengan presentasi bokong 1 orang, persalinan dengan indikasi IUFD 1 orang, dan persalinan dengan inertia uteri 2 orang. Pada awal januari sampai maret 2016 didapatkan ibu bersalin 18 orang yang terdiri dari 12 persalinan normal, ibu bersalin patologis 6 orang, persalinan patologi meliputi: persalinan dengan partus presipitatus 1 orang, persalinan dengan inertia uteri hipotonis 2 orang, ketuban pecah dini 1 orang dan partus dengan atonia uteri 2 orang. Walaupun kejadian partus dengan inertia uteri hipotonis kejadiaannya hanya sedikit namun memerlukan penanganan dengan tindakan kegawatdaruratan obstetrik khususnya ibu bersalin dengan inertia uteri hipotonis. Adapun ayat Al-Quran tentang persalinan, dimuat bersama-sama dengan ayat tentang kehamilan, antara lain terdapat dalam QS. Al-Lukman ayat 14:
3
Artinya: dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu. Ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu alasan Allah memberi wasiat pada manusia agar berbakti kepada kedua orang tua adalah karna proses persalinan yang dialami ibu merupakan suatu proses yang sangat berat. Oleh sebab itu seorang anak haruslah berbuat baik kepada kedua orang tuanya khususnya terhadap Ibu karena beliaulah yang mengadung selama 9 bulan dan mengorbankan hidupnya untuk melahirkan anaknya kedunia dan menyusuinya selama 2 tahun pula. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi mau lahir menyebabkan ibu merasakan kesakitan, bahkan dalam keadaan tertentu, dapat menyebabkan kematian. Karena perjuangan ibu ketika melahirkan dan risiko yang sangat berat yang ditanggung seorang ibu, maka sungguh sangat berdosa jika seorang anak yang tidak mematuhi perintah orang tuanya dan harus dilkukan upaya-upaya perlindungan, pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pada ibu pada masa-masa kehamilan dan melahirkan. Berdasarkan hasil pengkajian yang didapat di BPM (Bidan Praktik Mandiri), masih ada persalinan dengan inertia uteri hipotonis. Untuk menyelesaikan laporan tugas akhir yang berkaitan dengan INC yaitu pada ibu bersalin maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Inertia Uteri Hipotonis di Bidan Praktik Mandiri Bidan Desih Sutiarsih di Kabupaten Ciamis”
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian penjelasan latar belakang masalah di atas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Inertia Uteri Hipotonis di BPM Bidan Desih Sutiarsih?”
C. Tujuan Studi Kasus 1.
Tujuan Umum Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan inertia uteri hipotonis di BPM Bidan Desih Sutiarsih dengan metode SOAP
2.
Tujuan Khusus a.
Mampu melakukan pengkajian data subjektif.
b.
Mampu melakukan pengkajian data objektif.
c.
Mampu menganalisa dan menegakan diagnosis.
d.
Mampu melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi asuhan kebidanan.
D. Manfaat 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian kasus diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam memberikan asuhan kebidanan.
2.
Manfaat Praktis a.
Bagi Institusi Pendidikan Dapat menambah referensi bacaan untuk tambahan pustaka institusi pendidikan, terutama pengetahuan dibidang ilmu kesehatan khususnya pengetahuan tentang asuhan kebidanan patologi (inertia uteri hipotonis).
b.
Bagi Bidan Praktik Mandiri Dapat dijadikan sabagai acuan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya dalam pelaksanaan asuhan kebidanan.
5
c.
Bagi Peneliti Peneliti dapat mengaplikasikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan inertia uteri hipotonis sesuai dengan teori yang telah diberikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Inertia Uteri 1.
Pengertian Menurut Prawirohardjo (2010) persalinan lama disebut juga “distosia” didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal/ sulit. Sebabsebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan berikut: a.
Kelainan Tenaga (Kelainan his). His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
b.
Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
c.
Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa
menghalangi
kemajuan
persalinan
atau
menyebabkan
kemacetan. 2.
Jenis-jenis kelainan his Jenis-jenis kelainan his menurut Prawirohardjo (2010) : a.
His Hipotonik His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak normal, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu dan janin. Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his normal. Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu : 1)
Inersia uteri primer. Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan berlangsung lama dan terjadi pada kala I fase laten.
2)
Inersia uteri sekunder. Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama dan terjadi pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah. Dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian lama
6
7
sehingga dapat menimbulkan kelelahan uterus, maka inersia uteri sekunder ini jarang ditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan. b.
His Hipertonik His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 jam disebut
partus
presipitatus).
Partus
presipitatus
dapat
mengakibatkan kemungkinan : 1)
Terjadi persalinan tidak pada tempatnya.
2)
Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
3)
Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan dan inversio uteri. Tetania uteri juga menyebabkan asfiksia intra uterine sampai
kematian janin dalam rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi adalah terjadi perdarahan dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat. c.
His Yang Tidak Terkordinasi His yang tidak terkordinasi adalah his yang berubah-ubah. His jenis ini disebut Ancoordinat Hypertonic Uterine Contraction. Tonus otot meningkat diluar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
3.
Etiologi Menurut Prawirohardjo (2010) penyebab inertia uteri yaitu: a.
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua.
b.
Inersia uteri sering dijumpai pada multigravida.
c.
Faktor herediter mungkin memegang peranan pula dalam kelainan his ini.
8
d.
Sampai faktor emosi (ketakutan dan lain-lain).
e.
Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus, seperti pada kelainan letak janin atau pada disproporsi sefalopelvik.
f.
Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda
g.
Hidramnion
h.
Gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional. Akan tetapi pada sebagian kasus penyebab inertia utri tidak
diketahui. Menurut hasil penelitian Anasari (2012) Inersia uteri pada ibu bersalin dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor umum seperti umur, paritas, anemia, ketidaktepatan penggunaan analgetik, pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin, perasaan tegang dan emosional. 4.
Diagnosis Diagnosis inertia uteri paling sulit ditegakan pada masa laten. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk menjadi dasar utama diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai. Untuk sampai pada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks yakni pendataran atau pembukaan. Kesalahan yang sering dibuat ialah mengobati seorang pasien padahal persalinan belum dimulai (Prawirohardjo 2010).
5.
Komplikasi yang mungkin terjadi Shaleha (2011) penyulit yang mungkin terjadi: a.
Inertia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan
b.
Kemungkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian perinatal.
c.
Kehabisan tenaga dan ibu dehidrasi. Tanda-tandanya denyut nadi naik, suhu meninggi, asetonuria, nafas cepat, turgor berkurang. Infuse harus diberikan kalau partus lebih lama dari 24 jam, untuk
mencegah timbulnya gejala-gejala diatas. 6.
Penanganan inertia uteri hipotonis Dahulu sering diajarkan bahwa menunggu adalah sikap yang terbaik dalam menghadapi inertia uteri selama ketuban masih utuh. Pendapat ini dianut karena bahaya besar yang menyertai tindakan
9
pembedahan pada waktu itu. Sekarang kebenaran sikap menunggu itu ada batasnya, karena didasari bahwa menunggu terlalu lama dapat menambah bahaya kematian janin dan karena resiko tindakan pembedahan kini sudah lebih kecil daripada dahulu. Setelah diagnosis inertia ditetapkan, apabila ada disproporsi sefalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan seksio sesarea. Apabila tidak ada disproporsi sefalopelvik atau ada disproporsi ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan umum penderita sementara
itu
diperbaiki
dan
kandung
kencing
serta
rectum
dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan sederhana ini kadang-kadang menyebabkan his menjadi kuat dan selanjutnya persalinan berjalan lancar. Pada waktu pemeriksaan dalam ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung terlalu lama. Namun, tindakan tersebut dapat dibenarkan karena dapat merangsang his sehingga mempercepat jalannya persalinan (Prawirohardjo, 2010). Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010) penanganan inertia uteri : periksa keadaan serviks, presentasi dan kondisi janin, penurunan bagian terbawah janin dan keadaan panggul kemudian buat tindakan dan rencana, berikan oxytocin drips 5-10 satuan dalam Dextrosa 5% (12 tetes/menit) kemudian naikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes/menit, bila his tidak kuat oxytocin drips di stop kemudian berikan obat penenang : Valium 10 mg, bila disertai dengan disproporsi sefalopelvik tindakan SC, his kuat menyebabkan inertia uteri sekunder dengan KU ibu lemah dan partus telah berlangsung 24 jam primi dan 18 jam multi. Lakukan SC. Menurut Prawirohardjo, (2010) Maksud pemberian oxytocin ialah memperbaiki his sehingga serviks dapat membuka. Satu ciri khas oxytocin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak dalam waktu singkat. Oleh karena itu, tidak ada gunanya memberikan oxytocin berlarut-larut. Sebaiknya oxytocin diberikan beberapa jam saja. Kalau ternyata tidak ada kemajuan, pemberiannya dihentikan supaya penderita dapat beristirahat. Kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam. Kalau masih
10
tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio caesarea. Oksitosin merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan pemberian sekaligus dalam dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena kontraksi uterus terlalu kuat dan lama, dan dapat menyebabkan pula timbulnya rupture uteri. Pemberian intravena dengan jalan infuse (intravenous drip) yang memungkinkan masuknya dosis sedikit demi sedikit telah mengubah gambaran ini dan sudah pula dibuktikan bahwa oxytocin dengan jalan ini dapat diberikan dengan aman apabila penentuan indikasi, pelaksanaan, dan pengawasan dilakukan dengan baik. Menurut Prawirohardjo (2010) table diagnosis kelainan partus lama sebagai berikut: Tabel 2.1 Diagnosis kelainan partus lama Tanda dan Gejala Klinis Pembukaan serviks tidak membuka (kurang dari 3 cm) tidak didapatkan kontraksi uterus Pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam in partu Pembukaan serviks melewati garis waspada partograf: Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per 10 menit dan kurang dari 40 detik Secondary arrest of dilatation atau arrest of descent Secondary arrest of dilatation dan bagian terendah dengan kaput, terdapat moulase hebat, edema serviks, tanda rupture uteri imminens, fetal dan maternal distress Kelainan presentasi (selain vertex) Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi tak ada kemajuan penurunan Sumber : Prawirohardjo, (2010)
Diagnosis Belum in partu, fase labor Prolonged latent phase
Inertia Uteri Disproporsi sefalopelvik Obstruksi Malpresentasi Kala II lama (prolonge second stage)
Menurut hasil penelitian Putri, Serudji, Efrida (2015) Persalinan disfungsional dapat
disebabkan oleh anemia dalam
kehamilan.
Kekuatan kontraksi uterus atau his ibu hamil dengan anemia kurang dari normal, lemah dan dalam durasi yang pendek sehingga tidak cukup kuat untuk melahirkan janin dan ibu hamil akan cepat lelah, akibatnya persalinan dapat mengalami perlambatan atau terhenti. Semakin berat anemia, semakin berat manifestasi klinis yang muncul.
11
B. Teori Manajemen Kebidanan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor 938 tahun (2007) standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnose atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan. 1.
Standar I : Pengkajian a.
Pernyataan Standar Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
b.
Kriteria Pengkajian: 1) Data tepat, akurat dan lengkap 2) Terdiri dari data subjektif (hasil anamnesa, biodata, keluhan utama, riwayat obstetric, riwayat kesehatan, dan latar belakang sosial budaya) 3) Data
Objektif
(hasil
pemeriksaan
fisik,
psikologis
dan
pemeriksaan penunjang 2.
Standar II : Perumusan diagnose atau masalah kebidanan a.
Pernyataan standar Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakan diagnose dan masalah kebidanan yang tepat.
b.
Kriteria perumusan diagnosa atau masalah 1) Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan 2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien 3) Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan.
3.
Standar III : Perencanaan a. Pernyataan standar Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan masalah yang ditegakkan.
12
b. Kriteria perencanaan 1) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien, tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan secara komprehensif. 2) Melibatkan klien/ pasien dan atau keluarga. 3) Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien/ keluarga 4) Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien. 5) Mempertimbangkan
kebijakan
peraturan
yang
berlaku,
sumberdaya serta fasilitas yang ada. 4.
Standar IV : Implementasi a. Pernyataan standar Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. b. Kriteria : 1) Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosialspiritual-kultural. 2) Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien atau keluarganya (inform consent). 3) Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based. 4) Melibatkan klien dalam setiap tindakan. 5) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi 6) Mengikuti
perkembangan
kondisi
klien
secara
berkesinambungan. 7) Menggunakan sumberdaya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai. 8) Melakukan tindakan sesuai standar. 9) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan
13
5.
Standar V : Evaluasi a. Pernyataan standar Bidan
melakukan
evaluasi
secara
sistematis
dan
berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien. b. Kriteria evaluasi 1) Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien. 2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan dengan klien/ keluarga 3) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar. 4) Hasil evaluasi ditindak lanjut sesuai dengan kondisi klien. 6.
Standar VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan a. Pernyataan standar Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan jelas mengenai keadaan/ kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan. b. Kriteria pencatatan asuhan kebidanan 1) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (Rekam medis KMS/ Status pasien/ buku KIA) 2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP 3) S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa. 4) O adalah objektif, mencatat hasil pemeriksaan. 5) A adalah analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan. 6) P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan
yang
sudah
dilakukan
seperti
tindakan
antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi, dan rujukan.
14
C. Konsep Dasar Asuhan Persalinan 1.
Pengertian Persalinan Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) persalinan adalah proses dimana bayi, placenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya placenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks. Tanda dan Gejala In Partu : a. Penipisan dan pembukaan serviks b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit) c. Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina
2.
Tujuan Asuhan Persalinan Normal Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melauli upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal). Dengan pendekatan seperti ini, berarti bahwa setiap intervensi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan.
3.
Kebijakan Pelayanan Asuhan Persalinan Menurut Prawirohardjo, (2010) kebijakan pelayanan asuhan persalinan meliputi: a.
Semua persalinan harus dihadiri dan dipantau oleh petugas kesehatan terlatih.
b.
Rumah bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai untuk menangani kegawatdaruratan obstetri dan neonatal harus tersedia 24 jam.
15
c.
Obat-obatan esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh petugas terlatih.
4.
Tahapan persalinan a.
Kala I Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2008) Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. 1)
Fase laten pada kala I persalinan: a)
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.
b)
Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
c)
Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam
2)
Fase aktif pada kala satu persalinan a)
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/ memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih)
b)
Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan ratarata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara)
c)
Terjadi penurunan bagian terbawah janin
Rujuk ibu Apabila didapati salah satu atau lebih penyulit seperti berikut: 1)
Riwayat bedah sesar
2)
Perdarahan pervaginam
3)
Persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
4)
Ketuban pecah disertai dengan mekonium yang kental
5)
Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam)
16
6)
Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
7)
Ikterus
8)
Anemia berat
9)
Tanda atau gejala infeksi
10) Pre-eklampsia/ hipertensi dalam kehamilan 11) Tinggi fundus 40 cm atau lebih 12) Gawat janin 13) Primipara dalam fase aktif kala I persalinan dan kepala janin masih 5/5 14) Presentasi bukan belakang kepala 15) Presentasi ganda (majemuk) 16) Kehamilan ganda atau gamely 17) Tali pusat menumbung 18) Syok Menurut Prawirohardjo (2010) apabila seorang ibu hendak melahirkan, pengkajian awal perludilakukan untuk menentukan apakah persalinan sudah pada waktunya, apakah kondisi ibu dan kondisi bayinya normal. Pengkajian awal tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Rujukan Pengkajian Awal Tanda-tanda perdarahan, mekonium atau bagian organ yang lahir LIHAT Tanda bekas operasi sesar terdahulu Ibu yang warna kulitnya kuning atau kepucatan Kapan tanggal perkiraan kelahiran TANYA Menentukan ibu sudah waktunya melahirkan atau belum Tanda-tanda penting untuk hipertensi PERIKSA Detak jantung janin untuk bradikardi Sumber : Sarwono, (2010)
Jika menemukan satu dari tanda-tanda tersebut di atas, ibu perlu dikirim ke fasilitas yang sanggup memberikan asuhan kegawatdaruratan obstetrik.
17
Persiapan Asuhan Persalinan Menurut Departemen kesehatan Republik Indonesia (2008) 1)
Mempersiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi Persalinan dan kelahiran bayi mungkin terjadi di rumah (rumah ibu atau rumah kerabat), di tempat bidan, puskesmas, polindes atau Rumah Sakit. Pastikan ketersediaan bahanbahan
dan
sarana
yang
memadai.
Laksanakan
upaya
pencegahan infeksi (PI) sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 2)
Persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang diperlukan Pastikan kelengkapan jenis dan jumlah bahan-bahan yang diperlukan serta dalam keadaan siap pakai pada setiap persalinan dan kelahiran bayi. Ketidak mampuan untuk menyediakan semua perlengkapan, bahan-bahan dan obatobat esensial pada saat diperlukan akan meningkatkan risiko terjadinya penyulit pada ibu dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka
3)
Persiapan rujukan Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi penyulit, keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas yang sesuai dapat membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan/ perawatan yang telah diberikan dan semua hasil penilaian (termasuk partograf) untuk dibawa ke fasilitas rujukan.
4)
Memberikan asuhan sayang ibu Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk: a)
Memberikan dukungan emosional
b)
Membantu pengaturan posisi ibu
c)
Memberikan cairan dan nutrisi
d)
Keleluasan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur
e)
Pencegahan infeksi
18
Menurut Prawirohardjo, (2010) peran petugas kesehatan adalah memantau dengan seksama dan memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu, baik segi emosi/ perasaan maupun fisik. Tindakan yang dilakukan: Tindakan Deskripsi dan Keterangan Menghadirkan orang yang Dukungan yang dapat diberikan: dianggap penting oleh ibu Mengusap keringat seperti suami, keluarga Menemani atau membimbing jalan-jalan pasien atau teman dekat. (mobilisasi) Memberikan minum Merubah posisi dan sebagainya Memijat atau menggosok pinggang Mengatur aktivitas dan Ibu diperbolehkan melakukan aktivitas posisi ibu sesuai dengan kesanggupannya Posisi sesuai dengan keinginan ibu, namun bila ibu ingin di tempat tidur sebaiknya tidak dianjurkan tidur dalam posisi terlentang lurus Membimbing ibu untuk Ibu diminta menarik nafas panjang, tahan rileks sewaktu ada his nafas sebentar, kemudian dilepaskan dengan cara meniup sewaktu ada his Menjaga privasi ibu Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan, antara lain menggunakan penutup atau tirai, tidak menghadirkan orang lain tanpa sepengetahuan dan seijin pasien atau ibu Penjelasan tentang Menjelaskan kemajuan persalinan, kemajuan persalinan perubahan yang terjadi dalam tubuh ibu, serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan Menjaga kebersihan diri Membolehkan ibu untuk mandi. Menganjurkan ibu membasuh sekitar kemaluannya sesuai buang air kecil atau besar Mengatasi rasa panas Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak keringat, dapat diatasi dengan cara: Gunakan kipas angin atau AC dalam kamar Menggunakan kipas biasa Menganjurkan ibu untuk mandi Masase Jika ibu suka, lakukan pijatan atau masase pada punggung atau mengusap perut dengan lembut Pemberian cukup minum Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi Mempertahankan kandung Sarankan ibu untuk berkemih sesering kemih tetap kosong mungkin
19
Sentuhan
Disesuaikan dengan keinginan ibu, memberikan sentuhan pada salah satu bagian tubuh yang bertujuan untuk mengurangi rasa kesendirian ibu selama proses persalinan. Sumber : Prawirohardjo, S (2010)
b.
Kala II Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2008) Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi. 1) Gejala dan Tanda Kala II Persalinan Gejala dan tanda kala II persalinan adalah: a) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi b) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan atau vaginanya. c) Perineum menonjol d) Vulva vagina dan sfingter ani membuka e) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah 2) Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang hasilnya adalah: a) Pembukaan serviks telah lengkap, atau b) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina. 3) Penatalaksanaan Fisiologis Kala II Proses fisiologis kala II persalinan diartikan sebagai serangkaian peristiwa alamiah yang terjadi sepanjang periode tersebut dan diakhiri dengan lahirnya bayi secara normal (dengan kekuatan ibu sendiri). Gejala dan tanda kala dua juga merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah dimulai. Setelah terjadi pembukaan lengkap, beritahukan pada ibu bahwa hanya dorongan alamiah yang mengisyaratkan ia untuk meneran dan kemudian beristirahat di antara kontraksi.
20
a) Membimbing Ibu untuk Meneran Bila tanda pasti kala dua telah diperoleh, tunggu sampai ibu merasakan adanya dorongan spontan untuk meneran. Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi. Cara meneran : 1) Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiah selama kontraksi. 2) Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat meneran. 3) Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara kontraksi. 4) Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah untuk meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu ditempelkan ke dada. 5) Minta ibu untuk tidakmengangkat bokong saat meneran. 6) Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan pada fundus meningkatkan risiko distosia bahu dan rupture uteri. Peringatkan
anggota
keluarga
ibu
untuk
tidak
mendorong fundus bila mereka mencoba melakukan itu. Jika ibu adalah primigravida dan bayinya belum lahir atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah dua jam meneran maka ia harus segera dirujuk ke fasilitas rujukan. Lakukan hal yang sama apabila seorang multigravida belum juga melahirkan bayinya atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah satu jam meneran. b) Menolong Kelahiran Bayi 1)
Posisi Ibu saat melahirkan
2)
Melahirkan kepala
3)
Periksa lilitan tali pusat pada leher
4)
Melahirkan bahu
5)
Melahirkan seluruh tubuh bayi
21
c) Pemantauan selama kala II persalinan Kondisi ibu, bayi dan kemajuan persalinan harus selalu dipantau secaa berkala dan ketat selama belangsungnya kala II persalinan. c.
Kala III persalinan Kala tiga persalinan disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga dan empat persalinan merupakan kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) dan kala dua (kala pengeluaran bayi) persalinan. Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada kala tiga dan empat, sangat berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya. Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya placenta dan selaput ketuban. 1) Fisiologi persalinan kala III Menurut Rukiyah, Yulianti, Maemunah, dan Susilawati (2009) dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya placenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan lagi placenta dari dindingnya. Biasanya placenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. 2) Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) Tanda-tandalepasnya placenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini : a) Perubahan bentuk dan tinggi fundus Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan placenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan). b) Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
22
c) Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang placenta akan membantu mendorong placenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam placenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi placenta yang terlepas. 3) Manajemen Aktif kala III a) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir b) Melakukan penegangan tali pusat terkendali c) Masase fundus uteri 4) Keuntungan Manajemen Aktif Kala III a) Persalinan kala III yang lebih singkat b) Mengurangi jumlah kehilangan darah c) Mengurangi kejadian retensio placenta d.
Kala IV 1)
Fisiologi Kala IV Menurut Rukiah, Yulianti, Maemunah, dan Susilawati, (2009) Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran placenta dan berakhir 2 jam kemudian. Periode ini merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu, terutama kematian disebabkan
perdarahan.
Selama
kala
IV,
bidan
harus
memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering. 2)
Asuhan dan Pemantauan pada Kala IV Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2008) Setelah placenta lahir: a) Lakukan
rangsangan
taktil
(masase)
uterus
untuk
merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat. b) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan anda secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
23
c) Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan d) Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomy) perineum. e) Evaluasi keadaan umum ibu f)
Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV dibagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
3)
Memeriksa Perdarahan dari Perineum Perhatikan dan temukan penyebab perdarahan dari laserasi atau robekan perineum dan vagina.
4)
Derajat robekan/ laserasi Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia., World Health Organization (WHO)., Himpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia-Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (HOGSI-POGI)., Ikatan Bidan Indonesia (IBI)., Ikatan Dokter Indonesia (IDI)., Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), (2013) derajat robekan/ laserasi perineum : a) Derajat I : laserasi epitel vagina atau laserasi pada kulit perineum saja. b) Derajat II : melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum, tetapi tidak melibatkan kerusakan sfingter ani. c) Derajat III
: kerusakan otot sfingter ani.
d) Derajat IV
: robekan stadium 3 disertai robekan epitel
anus Adapun ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan persalinan yaitu terdapat dalam surat An-Nahl ayat 78 :
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
24
Pada Surah an-Nahl [16] ayat 78 ini Allah SWT. menyatakan bekal yang diberikannya kepada manusia untuk melaksanakan amanah yang mereka emban. Bekal itu adalah pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Sesosok bayi kecil terlahir dalam proses penciptaannya sebagai manusia. Makhluk kecil ini telah mendapat ilham keimanan kepada Allah SWT. Setelah terlahir di dunia ini, bayi itu tidak mengetahui suatu apa pun juga. Tidak ada setitik pengetahuan terlintas dalam pikirannya. Yang ada pada dirinya hanyalah ilham insting seorang bayi yang menangis kala lapar atau haus dan potensi untuk berkembang. Karena pengorbanan dan perjuangan ibu ketika melahirkan dan resiko yang sangat berat yang ditanggung seorang ibu maka perlu dilakukan upaya-upaya pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pada ibu pada masa kehamilan dan melahirkan.
D. Tugas dan Kewenangan Bidan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan. Pada pasal 10 Bidan dalam memberikan pelayanan berwenang untuk melakukan episiotomi, penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II, penanganan kegawat-daruratan dilanjutkan dengan perujukan, pemberian tablet Fe pada ibu
hamil,
pemberian
vitamin
A
dosis
tinggi
pada
ibu
nifas,
fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif, pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum, penyuluhan dan konseling, bimbingan pada kelompok ibu hamil, pemberian surat keterangan kematian, dan pemberian surat keterangan cuti bersalin. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
369/Menkes/SKIII/2007 tentang standar profesi bidan disebutkan pada kompetensi ke 4 bahwa Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama
persalinan
yang
bersih
dan
aman,
menangani
situasi
kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Surat Al-Lukman Ayat 14 Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 78 Anasari, T. (2012) Jurnal Involusi Kebidanan. Hubungan Paritas dan Anemia dengan Kejadian Inersia Uteri pada Ibu Bersalin di RSUD prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto, 2 (4), Juni, 23-32 Asniar, S (2013) Komplikasi Persalinan . tersedia http://keperawatanumi2011.wordpress.com/2013/06/03/komplikasipersalinan/ Data
dalam
AKI Dinas Kesehatan Jawa Barat 2013. Tersedia dalam http://www.diskes.jabarprov.go.id (diakses pada pukul 10.15 WIB, 8 April 2016)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008) Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan normal Asuhan Esensial Pencegahan dan Penanggulangan segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes. Profil Kesehatan Republik Http://www.depkes.go.id.
Indonesia.
2007.
Terdapat
pada
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia., World Health Organization (WHO)., Himpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia-Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (HOGSI-POGI)., Ikatan Bidan Indonesia (IBI)., Ikatan Dokter Indonesia (IDI)., Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2013) Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasardan rujukan. Jakarta: UNFPA UNICEF USAID Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SKIII/2007 (2007). Tersedia dalam http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0ahUKEwjsjbe4 9ePMAhUQT48KHdB7DSAQFggYMAA&url=http%3A%2F%2Fperpustakaa n.depkes.go.id%3A8180%2Fbitstream%2F123456789%2F560%2F4%2FB K2008G118.pdf&usg=AFQjCNHmUDGAWL_HvpDAtkTxYaQ3OaqVyQ&sig2=ZM HZYI1_CkQWidZuIHKlDg diakses pada tanggal 10 Mei 2016 jam 20.00 WIB Keputusan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor 938 tahun (2007) Standar Asuhan Kebidanan terdapat pada Http://Bit.Ly/1t7eedy Manuaba, et.al. (2008). Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tersedia dalam http://www.gizikia.depkes.go.id diakses pada tanggal 10 Mei 2016 jam 20.00 WIB Prawirohardjo, S (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina pustaka sarwono prawirohardjo. Ilmu Kebidanan, Jakarta, PT Bina pustaka sarwono prawirohardjo. Putri, MR., Serudji, J., Efrida (2015) Jurnal kesehatan andalas. Gambaran Kejadian Persalinan Disfungsional pada Pasien Anemia dalam Kehamilan di RSUP Dr. M. Djamil, 4 (2). Ridwan. (2003). Dasar-dasar Statistic. Bandung: Alfabeta. Rukiyah, AY., Yulianti, L. (2010) Asuhan kebidanan 4 patologi kebidanan. Jakarta: Trans Info Media. Rukiyah, AY., Yulianti, L., Maemunah., dan Susilawati, L. (2009) Asuhan Kebidanan II Persalinan. Jakarta: Trans Info Media. Sastrawinata, S, dkk. (2005). Obstetri patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta : EGC. Shaleha, N (2011) Asuhan Kebidanan pada Persalinan Patologis Inertia Uteri Sekunder terhadap Ny.S di Polindes Desa Purwokerto Kota Gajah. Tersedia dalam http://maphiablack.blogspot.co.id/2011/02/asuhankebidanan-pada-persalinan_2810.html (diakses pada 19 April 2016 jam 15.00 WIB) World Healt Organization (WHO). Tersedia dalam http://arummeongg.blogspot.com/2014/06/data-angka-kematian-ibu-hamilmenurut.html (diakses pada pukul 08.00 WIB, 05-03-2016)