ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR KB IUD DENGAN KEPUTIHAN DI BPM HJ.EET SUMIATI KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2016
LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : EVA VITRIYAH NIM. 13DB277107
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga Berencana menurut WHO (World Healt Organisation) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk : menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kelahiran, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, menentukan jumlah anak dalam keluarga (Meiliasari, 2012). Hasil penelitian Berenson all tahun 2013 di Amerika Serikat membuktikan bahwa 61,2% efek samping IUD dialami oleh wanita usia 15-24 tahun dan 22,6% dialami oleh usia 25-44 tahun, efek samping yang timbul berupa
dispareunia,disminorhoe,amenorea,polymenore,pendarahan
coital,erosi
portio,radang
panggul
dan
6,2%
mengalami
post
kegagalan
pemasangan berupa terjadinya kehamilan. Penelitian tersebut membuktikan bahwa akseptor KB IUD usia 15-24 tahun lebih rentan mengalami efek samping kontrasepsi IUD dibandingkan dengan usia 25-44 tahun. Keluarga yang berkualitas adalah yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Saifuddin, 2006). Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan dapat menerima paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional yang telah diubah visinya dari “mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Untuk dapat meningkatkan kualitas hidup bangsa, telah dilaksanakan secara bersamaan pembangunan ekonomi dan keluarga berencana Karena progam ini sangatlah penting untuk menekan pertumbuhan penduduk di Negara ini. ayat al-qur’an yang mendukung program keluarga berencana. Dalam al-qur’an dicantumkan beberapa ayat yang berkaitan dengan keluarga berencana, diantaranya :
1
2
َّللا َو ْل َيقُولُوا َ ش الَّذ َ َو ْل َي ْخ َ َّ ِين لَ ْو َت َر ُكوا مِنْ َخ ْلف ِِه ْم ُذرِّ ي ًَّة ضِ َعا ًفا َخافُوا َعلَي ِْه ْم َف ْل َي َّتقُوا َق ْو ًًل َسدِي ًدا “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.(Qs.An-Nisa : 9 ).
Ayat-ayat al-quran diatas menunjukan bahwa islam mendukung adanya keluarga berencana karena dalam QS. An-Nissa ayat 9 dinyatakan bahwa “hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah”. Anak lemah yang dimaksud adalah generasi penerus yang lemah agama, ilmu pengetahuan, sehingga KB menjadi upaya agar mewujudkan keluarga yang sakinah (Syara’wi, 2013). Indonesia menghadapi masalah jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan kelahiran 5.000.000 per tahun. Saat ini penduduk Indonesia berjumlah 253.609.643 Jiwa (DepDag,Biro Sensus A.S, 2014). Meningkat dari jumlah sebelumnya pada tahun 2013 yaitu 248.400.000 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2013). Dengan pertumbuhan penduduk 1,64 % dan total fertility Rate (TFR) 2,6. Dari segi kuantitas jumlah penduduk, ada di rangking ke 4 negara dengan jumlah penduduk terbanyak dari 193 negara di dunia (CIA World Factbook, 2013). Segi kualitas melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kondisi Indonesia sangat memprihatinkan karena dari 117 Negera, Indonesia ada di rangking 111 (Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa Bangsa, 2014). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zannah (2012). Yang meneliti tentang gambaran keluhan – keluhan akibat penggunaan alat kontrasepsi IUD, pada akseptor diwilayah kerja puskesmas sukajadi kota bandung menunjukan persentasi akseptor yang mengeluhkan perubahan siklus menstruasi sebanyak 3 akseptor (4,62), meningkatkan jumlah darah menstruasi 28 akseptor(43,08), spooting 18 akseptor(27,69%), dismenore 13 akseptor(20,00%), dan perubahan tekanan darah 49 akseptor(75,38%)
3
Program Keluarga Berencana (KB) kini menjadi prioritas utama untuk upaya mempercepat penurunan AKI yang mengacu pada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood”. Maka dari itu pemerintah menyediakan berbagai macam kontrasepsi yang dapat digunakan. Pilihan metode alat kontrasepsi antara lain: Metode sederhana, metode modern dan metode mantap (DepKes RI, 2012). Salah satu alat kontrasepsi jangka panjang yang popular digunakan saat ini yaitu IUD. IUD adalah cara pencegahan kehamilan yang sangat efektif, aman dan reversibel penggunaannya, terutama untuk wanita yang tidak terjangakit IMS (Infeksi Menular Seksual) maupun yang sudah pernah melahirkan. Minat pemakai kontrasepsi IUD sangat tinggi karena hanya memerlukan satu kali pemasangan, tidak menimbulkan efek sistemik, ekonomis dan cocok untuk penggunaan secara masal (Pendit, 2007). IUD mempunyai resiko terjadinya komplikasi dan efek samping yang dapat terjadi diantaranya adalah rasa nyeri, perforasi, pendarahan, ekspulsi, translokasi, dinfeksi. Keputihan merupakan istilah umum bagi keluarnya cairan yang berlebihan dari jalan lahir/vagina selain darah menstruasi. Warnanya bias jernih, putih, kekuning-kuningan, kehijauan, coklat, abu-abu sampai warna keruh, kadang berbau dan kadang terasa gatal (Manuaba, 2014). Keputihan merupakan keluhan yang sering ditemukan pada perempuan. Keputihan dapat terjadi dalam keadaan yang normal, tetapi dapat juga merupakan gejala dari suatu kelainan atau keadaan yang patologis (Rozanah, 2008). BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) di setiap daerah di Indonesia berfungsi sebagai Pengkaji dan penyusun kebijakan nasional di bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, fasilitator dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah, swasta dan masyarakat dibidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera kepada akseptor KB dan petugas pelayanan kesehatan Nasional. Hal ini untuk mencegah akseptor melakukan “drop out” atau pencabutan IUD. (DinKes Jabar, 2013) Pemerintah telah berupaya mengurangi efek samping dari penggunaan IUD dengan menjadwalkan pemeriksaan akseptor KB IUD ke petugas
4
kesehatan nasional sesuai jadwal yang telah ditentukan di setiap fasilitas kesehatan. Penjadwalan pemeriksaan KB IUD bertujuan untuk mengetahui lebih dini jika terdapat efek samping atau komplikasi, selanjutnya petugas dan Institusi Kesehatan melakukan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) secara lengkap kepada PUS dan WUS diseluruh fasilitas kesehatan nasional, Yang dimaksud dengan keputihan fisiologis adalah keputihan yang normal terjadi akibat perubahan hormonal, seperti menjelang atau setelah menstruasi, stres, kehamilan,
dan
penggunaan
kontrasepsi
dalam
rahim
(Intrauterine
Device/IUD). Sedangkan keputihan patologis adalah keputihan yang timbul akibat kondisi medis tertentu yang umumnya disebabkan oleh infeksi parasit/jamur/bakteri. Peserta KB baru secara Nasional 2014 untuk kontrasepsi IUD sebanyak 131.053 akseptor (7.70%), dari jumlah 9.388.374 akseptor (BKKBN,2014) Di Jawa Barat untuk kontrasepsi IUD 114.368 akseptor (8.90%), dari jumlah 1.285.034 akseptor KB (Dinkes Jawa Barat,2014). Berdasarkan data Survei Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya pada tahun 2015 penggunaan akseptor IUD sebanyak 10.653 akseptor (6.70%), dari jumlah 96.633 akseptor KB (Dinkes Kota Tasikmalaya, 2015) Sedangkan jumlah pengguna kontrasepsi IUD di BPM Hj Eet Sumiati dari bulan Januari sampai Desember 2015 sekitar 53 akseptor (2.73%), dari jumlah 226 akseptor KB. ( Bpm Hj Eet Sumiati) Keputihan merupakan keluhan yang sering ditemukan pada perempuan. Keputihan dapat terjadi dalam keadaan yang normal, tetapi dapat juga merupakan gejala dari suatu kelainan atau keadaan yang patologis (Rozanah, 2008). “Apabila keputihan ini tidak segera mendapat penanganan yang tepat dan berlangsung berkepanjangan akan menjadi infeksi vagina, vulvitis (peradangan pada vulva), vaginitis (peradangan pada vagina) dan bahkan menjadi vulvo vaginitis peradangan pada vulva dan vagina” (Egan,2007). Berhubung banyaknya volume keputihan dari pasien Ny.D setelah menggunakan alat kontrasepsi, Maka penulis tertarik untuk mengambil studi kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Akseptor KB IUD dengan Keputihan di BPM Hj.Eet Sumiati Kota Tasikmalaya Tahun 2016”
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
diatas
maka
permasalahan
yang
dirumuskan. “Bagaimana Asuhan Kebidanan secara komprehensif pada akseptor KB IUD dengan Keputihan di BPM Hj. Eet Sumiati dengan menggunakan manajemen varney?”.
C. Tujuan 1. Tujuan Umum mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan Secara Komprehensif Pada Akseptor KB IUD dengan Keputihan di BPM Hj. Eet Sumiati dengan menggunakan manajemen kebidanan menurut varney. 2. Tujun khusus a) Mampu melakukan pengumpulan data pada akseptor IUD dengan keputihan. b) Menentukan interpretasi data pada akseptor IUD dengan keputihan. c) Mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial pada akseptor IUD dengan keputihan. d) Mengidentifikasikan kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi pada akseptor IUD dengan keputihan. e) Merencanakan asuhan yang menyeluruh pada akseptor IUD dengan keputihan. f)
Melaksanakan rencana asuhan pada akseptor IUD dengan keputihan.
g) Mengevaluasi rencana asuhan pada akseptor IUD dengan keputihan
D. Manfaat 1. Bagi Institusi Pendidikan Dapat
menjadi
bahan
masukan
bagi
institusi
pendidikan
untuk
menghasilkan lulusan bidan yang profesional dan mandiri, juga menambah pengetahuan dan referensi mengenai asuhan kebidanan terutama pada akseptor IUD dengan keputihan.
2. Bagi Lahan Praktek
6
Diharapkan dapat mempertahankan pelayanan yang sudah maksimal dan dapat meningkatkan asuhan kebidanan kepada klien secara komprehensif, sehingga klien bisa merasa puas dan senang atas pelayanan yang sudah diberikan. 3. Bagi Penulis Lainya Dapat menambah wawasan dan pengetahuan, mampu memberikan asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny,D umur 35 tahun P3A0 Akseptor IUD dengan keputihan.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Keluarga Berencana 1. Keluarga berencana a. Pengertian Keluarga berencana adalah sebuah program yang di canangkan pemerintah dalam Keluarga
menekankan kepadatan penduduk.
Berencana menurut
UU
no
10
tahun
Pengertian
1992
(tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil bahagia, sejahtera. Keluarga
berencana
(family
planning/planned
parenthood)
merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi. Menurut WHO (Expert Committe, 1970), tindakan yang membantu individu/pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Sulistyawati, 2012). b. Tujuan Program KB Tujuan umunya adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan lain meliputi pengturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga (sulistyawati, 2012). 7
Namun dalam islam, keluarga berencana menjadi persoalan yang polemik karena ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa keluarga berencana dilarang tetapi ada juga ayat al-qur’an yang mendukung program keluarga berencana . Dalam al-qur’an dicantumkan beberapa ayat yang berkaitan dengan keluarga berencana , diantaranya :
َّللا َو ْل َيقُولُوا َق ْو ًل َسدِي ًدا َ ش الَّذ َ َو ْل َي ْخ َ َّ ِين لَ ْو َت َر ُكوا ِمنْ َخ ْلف ِِه ْم ُذرِّ ي ًَّة ضِ َعا ًفا َخافُوا َعلَي ِْه ْم َف ْل َي َّتقُوا “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.(Qs.An-Nisa : 9 ). Ayat-ayat al-quran diatas menunjukan bahwa islam mendukung adanya keluarga berencana karena dalam QS. An-Nissa ayat 9 dinyatakan bahwa “hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah”. Anak lemah yang dimaksud adalah generasi penerus yang lemah agama, ilmu pengetahuan, sehingga KB menjadi upaya agar mewujudkan keluarga yang sakinah (Syara’wi, 2013). 2. Akseptor Akseptor adalah orang yang menerima serta mengikuti (pelaksanaan) program Keluarga Berencana (Kemendikbud, 2012). B. Konsep Dasar Kontrasepsi 1. Pengertian Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti melawan atau mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah
8
terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. Menurut Ridwan AZ (2012) Kontrasepsi merupakan suatu cara atau metode yang bertujuan untuk mencegah pembuahan sehingga tidak terjadi kehamilan. Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar mendukung program kontraspesi untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk dan untuk meningkatkan kesejahteraaan keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia menyelenggarakan program Keluarga Berencana atau KB melalui pengaturan kelahiran. a. Syarat Kontrasepsi Menurut Mochtar (2011), syarat kontrasepsi adalah sebagai berikut : 1) Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya. 2) Tidak ada efek samping yang merugikan. 3) Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan. 4) Tidak mengganggu hubungan persetubuhan. 5) Tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya. 6) Cara penggunannya sederhana. 7) Harganya murah supaya dapat dijangkau masyarakat luas. 8) Dapat diterima oleh pasangan suami istri. b. Faktor-faktor yang berperan dalam pemilihan kontrasepsi Menurut Proverawati (2010), beberapa factor yang mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi antara lain sebagai berikut : 1) Faktor pasangan dan motivasi meliputi : a) Umur b) Gaya hidup c) Frekuensi senggama d) Jumlah keluarga yang diinginkan e) Pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu
9
2) Faktor kesehatan, meliputi : a) Status kesehatan b) Riwayat keluarga c) Pemeriksaan fisik dan panggul 3) Faktor metode kontrasepsi, meliputi : a) Efektifitas b) Efek samping c) Biaya c. Tujuan pelayanan kontrasepsi 1) Tujuan Umum Menyelenggarakan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas dan menuju tercapainya keluarga sejahtera dan produktif (Hartanto, 2010) 2) Tujuan Pokok Penurunan angka kematian yang bermakna guna mencapai tujuan tersebut
yaitu
menurunkan
angka
kelahiran,maka
ditempuh
kebijaksanaan dengan mengkategorikan 3 (tiga) fase untuk mencapai sasaran, menurut Hartanto (2004), yaitu : a) Fase Menunda atau Mencegah Kehamilan Fase menunda kehamilan di anjurkan bagi Pasangan Usia Subur (PUS) dengan usia istri kurang dari 20 tahun, fase ini meliputi : (1)
Alasan menunda kehamilan : (a) Umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai anak terlebih dahulu untuk berbagai alasan. (b) Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral, karena akseptor masih muda. (c) Pemasangan IUD mini bagi yang belum punya anak pada masa ini dapat dianjurkan terutama bagi calon peserta dengan kontra indikasi terhadap pil oral.
10
(d) Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena pasangan muda masih mempunyai frekuensi yang tinggi sehingga angka kegagalan tinggi. (2) Kontrasepsi yang cocok, meliputi : (a) Pil (b) IUD (c) Cara sederhana. b)
Fase Menjarangkan / Mengatur Kehamilan (1) Alasan menjarangkan kehamilan : (a) Umur antara 20-30 tahun merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan. (b) Segera setelah melahirkan anak pertama dianjurkan untuk memakai IUD sebagai pilihan pertama. (c) Kegagalan yang menyebabkan kehamilan cukup tinggi, namun disini tidak begitu berbahaya karena yang bersangkutan berada pada usia melahirkan yang baik. (2)
Kontrasepsi yang cocok, meliputi : (a) IUD (b) Suntik (c) Mini pil (d) Susuk (Implant) (e) Cara sederhana
c) Fase Menghentikan atau Mengakhiri Kesuburan (1) Alasan Mengakhiri kesuburan (a) Ibu dengan usia diatas 30 tahun dianjurkan untuk tidak hamil karena alasan medis. (b) Pilihan utama adalah kontrasepsi mantap. (c) Pil oral kurang dianjurkan karena usia ibu relatif tua dan kemungkinan timbul akibat sampingan.
11
(2) Kontrasepsi yang cocok, meliputi : (a) Kontasepsi mantap (Tubektomi dan Vasektomi) (b) IUD (c) Implant (d) Suntik (e) Pil (f)
Cara sederhana
d) Macam-macam kontrasepsi Menurut Hartanto (2010), macam-macam kontrasepsi antara lain : (1) Kontrasepsi Metode Sederhana (a) Tanpa Alat ((1)) KB alamiah terdiri dari pantang berkala, metode kalender, metode suhu basal, metode lendir cerviks. ((2)) Coitus Interuptus (b) Dengan Alat ((1)) Mekanis (barier), terdiri dari kondom pria, barier intravagina (diafragma, kap servik, spons, kondom). ((2)) Kimiawi yang berupa spermisid (vaginal cream, vagina foam, vagina jelly,vagina tablet dan vagina suble film). (2) Kontrasepsi Metode Modern (a) Kontrasepsi hormonal ((1)) Per-oral : Pil oral kombinasi dan mini pil ((2)) Suntikan atau injeksi KB : depoprovera setiap 3 bulan nongest setiap 10 minggu cyclofem setiap bulan. ((3)) Sub Kutis ( Implant) atau Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) yang meliputi implant dan norplant (b) IUD (Intra Uteri Device) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) : Copper T, Medusa, Seven Copper T.
(c) Metode kontrasepsi Mantap
12
((1)) Pada wanita : Metode Operatif Wanita (MOW) : Tubektomi. ((2)) Pada Pria : Metode Operatif Pria (MOP) : Vasektomi. e) Efektivitas / Daya Guna Efektivitas (daya guna) suatu cara kontrasepsi dapat dinilai pada 2 tingkat menurut Wiknjosastro (2006), yaitu : (1) Daya
guna
kemampuan
teoretis
(theoretical
effectiveness),
suatu cara kontrasepsi
yaitu
untuk mengurangi
terjadinya kehamilan yang tidak diingini, apabila cara tersebut digunakan terus-menerus dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan. (2) Daya guna pemakaian (use effectiveness), yaitu kemampuan suatu cara kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari di mana pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pemakai tidak hati-hati, kurang taat pada peraturan dan sebagainya.
C. IUD
1. Pengertian IUD/AKDR Yang dimaksud dengan AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektifitas) dengan berbagai bentuk, yang di pasangkan ke dalam Rahim untuk menghasilkan efek kontraseftif. Bentuk AKDR yang beredar di pasaran adalah spiral (lippes loop), huruf T (TCu380A, TCu200C dan Nova T), tulang ikan (MLCu250 dan 375) dan batang (Gynefix). Unsur tambahan adalah tembaga (cuprum) atau hormone (levonorgestrel). (Prawirohardjo, 2009). Definisi IUD IUD (Intra Uterine Divice) adalah bahan inest inthetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektivitas dengan berbagai bentuk yang dipasang ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontrasepsi (Saifuddin, 2009).
13
2. Jenis-jenis IUD Jenis alat kontrasepsi dalam rahim / IUD yang sering digunakan di Indonesia (Menurut Proverawati 2010), antara lain : a. Copper-T IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik.
Gambar 2.1 contoh Copper-T b.
Copper-7 IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertical 32 mm dan ditabahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2,fugsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T.
14
Gambar 2.2 contoh Copper-7
c. Multi load IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil), dan mini.
Gambar 2.3 contoh Multi load d.
Lippes loop AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Keuntungan lain dari spiral jenis ini ialah bila
15
terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastic
Gambar 2.4 contoh Lippes loop e.
Mekanisme Kerja IUD Menurut Manuaba (2010), mekanisme kerja local IUD sebagai berikut : 1) IUD merupakan benda asing dalam rahim sehingga menimbulkan reaksi benda asing dengan timbunan leukosit, makrofag dan limfosit. 2) IUD menimbulkan perubahan pengeluaran cairan, prostaglandin, yang menghalangi kapasitas spermatozoa. 3) Pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag dan limfosit menyebabkan blastokis mungkin dirusak oleh makrofag dan blastokis tidak mampu melaksanakan nidasi Ion Cu yang dikeluarkan IUD dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi
3. Efektivitas IUD Menurut Proverawati (2010), efektivitas IUD sangat tinggi yaitu berkisar antara 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan). Sedangkan menurut
16
Wiknjosastro (2007), efektivitas IUD untuk mencegah kehamilan cukup tinggi dalam jangka waktu yang lama. Angka kehamilan pada pemakaian IUD berkisar antara 1–3 per 100 wanita pada tahun pertama, dan angka tersebut menjadi lebih rendah pada tahun-tahun berikutnya.
4. Prosedur pemasangan AKDR (Menurut Sulistyawati, 2012). Pemasangan AKDR bervariasi untuk rincian tertentu disesuaikan dengan tipe AKDR dan alat untuk memasukannya. Anda harus mempelajari petunjuk tentang cara memasukan AKDR yang belum anda kenal. Namun, tanpa memperhatiakn AKDR yang digunakan, ada beberpa langkah yang harus diikuti untuk teknik memasukan AKDR. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: a. Dapatkan surat persetujuan yang telah ditandatangani oleh klien yang bersangkutan. b. Pastikan hasil pap smear dan pemeriksaan diagnosis untuk mendeteksi klamida dan gonorea yang dilakukanpada kunjungan pertama sebelum AKDR dipasang (meninjau kembali persetujuan pemasangan AKDR, riwayat penapisan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboraturium)
bernilai
negative
dan
nilai
hemoglobin/hematocrit serta pemeriksaan lain berada dalam batasan normal. c. Pastikan bahwa klien yang menginginkan pemasangan AKDR tidak sedang hamil melalui pemeriksaan fisik atau tes kehamilan. d. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan (pemeriksaan pelviks, speculum, tenakulum, dan pemasangan AKDR). e. Lakukan pemeriksaan bimanual, janagan memepercayai temuan pemeriksaan
bimanual
yang
dilakukan
orang
lain
sebelum
pemasangan AKDR, temuan spesifik yang berkaitan dengan pemasangan AKDR digunakan untuk alasan sebagai berikut. 1) Menyingkirkan kemungkinan kehamilan. 2) Menyingkirkan penyakit inflamasi serviks.
17
3) Menentukan posisi, ukuran dan bentuk uterus. f.
Masukan speculum dan sesuaikan untuk mendapat ruang pandang terluas sehingga memudahkan pemasangan AKDR.
g. Bersihkan serviks secara menyeluruh dengan cairan antiseptic untuk mengurangi resiko infeksi. Tanyakan kepada klien apakah ia alergi terhadap cairan antiseptic sebelum cairan digunakan. h. Masukan tenakulum kedalam serviks. 1) Masukan tenakulum kedalam serviks anterior pada arah jam 10 dan jam 2 kurang lebih 1,5-2 cm (sekitar ¾ inci) dari jarak tulang eksternal. 2) Buatlah sudut tenakulum dari arah atas kebawah sehingga penekanan tenakulum tidak terlalu dangkal, dan tidak menyobek serviks ketika tenakulum ditarik, atau terlalu dalam sehingga mengakibatkan obstruksi saluran serviks. 3) Anda dapat lebih mudah memanipulasi tenakulum bila anda menggunakan kedua tangan, dengan satu tangan berfungsi mengontrol kedua sisi tenakulum. 4) Tutplah tenakulum secara perlahan, selesaikan satu persatu. Beritahu klien bahwa ia akan meraskana nyeri tajam singkat pada saat ini. Apabila klien mengalami nyeri, tunggulah sampai nyeri tersebut hilang sebelum melanjutkan langkah berikutnya yaitu membuka uterus. 5) Tenakulum juga dapat berada pada arah jam 8 dan jam 4, bila tenakulum lebih mudah memasuki serviks posterior dari pada serviks anterior. 6) Tenakulum tidak boleh diletakan pada arah jam 3 atau jam 9 karena pada area tersebut terdapat pembuluh darah terutama yang menyuplai darah ke serviks dan dapat mengakibatkan perdarahan berlebihan.
18
i.
Lihatlah uterus menggunakan alat diagnostic untuk menentukan posisi uterus,
menyingkirkan
ostrusi
saluran
uterus,
dan
mengukur
kedalaman rongga uterus. 1) Informasikan kepada klien bahawa ia dapat merasa kram ketika alat periksa uterus melewati tulang serviks internal. 2) Peganglah sonde uterus diantara ibu jari dan dua jari pertama anda, seperti saat anda memegang sebuah pensil. Hal ini memungkinkan anda memiliki pengontrolan yang lebih sensitive dan halus. 3) Tariklah tenakulum dengan mantap dan kuat untuk meluruskan uterus. 4) Gunakan tekanan yang lembut, masukan sonde uterus kedalam saluran serviks sampai anda merasakan tahanan dalam tulang internal. j.
Masukan AKDR kedalam alat bantu pasangnya. Tindakan ini merupakan prosedur steril. Langkah ini dilakukan sejenak sebelum pemasangan AKDR karena alat yang terbuat dari plastic ini akan kehilangan kemampuan mempertahankan bentuknya sesaat setelah alat tersebut tertanam didalam uterus. Semakin sedikit waktu AKDR berada didalam alat bantu pemsangannya, maka kehilangan kemampuan yang akan terjadi semakin kecil sehingga AKDR dapat kembali kebentuknya semula ketika sudah berada didalam uterus.
k. Masukan AKDR kedalam rongga uterus. a) Beritahu klien bahwa klien dapat merasakan kram. b) Mula-mula, tariklah dengan perlahan dan mantap pada tenakulum untuk memperkuat kedua sisi uterus. Pertahankan tarikan ini sampai AKDR memasuki rongga uterus. c) Masukan AKDR kedalam alat bantu pemasangannya kedalam saluran serviks dan kedalam tulang internal. Masukan
AKDR
kedalam
rongga
uterus
dengan
cara
melepaskannya dari alat bantu kemudian lakukan pemasangan AKDR
19
dengan tepat. Pastikan prosedur yang telah dilakukan sesuai dengan AKDR yang digunakan. Beberapa alat AKDR menggunakan dorongan kedalam rongga uterus, sedangkan alat AKDR lain hanya diletakan didalam fundus dan kemudian alat bantunya ditarik keluar. Pemasukan alat dari alat bantu pemasangan AKDR harus dilakukan perlahan-lahan untuk
mengurangi
kemungkinan
sinkop
vasovagal.
Tekanan
berlebihan tidak diperlukan. Apabila tampaknya diperlukan tekanan berlebih, hentikan dan evaluasi kembali. jngan pernah mendorong paksa AKDR kedalam rongga uterus, karena tindakan ini beresiko bagi anda untuk mendorongnya kedalam dinding uterus. l.
Lepas alat bantu memasukan AKDR dan tenakulum sesuai prosedur yang tepat untuk AKDR yang digunakan.
m. Apabila benang akan dipotong, maka potonglah tidak lebih pendek dan kurang lebih 11/2-2 inci (3,75 sampai 5 cm) dari tulang srviks eksternal, tindakan ini akan menyisakan sedikit benang, AKDR telah kembali ke bentuk semula dan saat uterus berada pada posisinya semula (keduanya dapat menyebebkan beberapa benang tertarik ke atas, masuk kedalam uterus), masih ada sedikit benang yang terlihat dan dapat teraba. Apabila benang tersebut masih terlalu panjang pada kunjungan ulang pertama, benang tersebut dapat diperpendek. n. Lepaskan
tenakulum
apabila
terjadi
perdarahan
pada
area
pemasangan, beri tekanan dengan lidi kapas atau dengan kasa 4 × 4 pada cincin forcep sampai perdarahan berhenti. Beberapa klinisi tidak melakukan speculum, dinding vagina akan memberi cukup tekanan untuk menghentikan perdarahan. o. Lepaskan speculum. p. Bersihkan perineum. q. Beri kesempatan klien untuk beristirahat dan menyegarkan diri bila ia menginginkannya. r.
Beri pendidikan kesehatan tentang cara memeriksa keadaan AKDR.
20
s. Beri pembalut perineum setelah pemasangan AKDR dan biarkan klien mengenakan kembali pakaiannya. t.
Catatlah semua temuan yang didapat, tuliskan jenis AKDR yang dimasukan,
apakah
anda
menemukan
kesulitan
pada
saat
pemasangan AKDR, kedalaman rongga uterus, posisi uterus, dan panjang benang. u. Jawablah semua pertanyaan klien dan berikan petunjuk mengenai AKDR dan perawatan lanjutan.
5. Pemeriksaan lanjutan (follow-up) (Menurut Prawirohardjo, 2009). Pemeriksaan sesudah AKDR dipasang, dilakukan 1 minggu sesudahnya, pemeriksaan kedua 3 bulan kemudian, dan selanjutnya tiap 6 bulan. Tidak ada consensus berapa lama AKDR jenis lippes loop boleh ditinggalkan dalam uterus, akan tetapi demi efektifitasnya, AKDR Copper 7 atau Copper T sebaiknya diganti tiap 3 tahun.
6. Hal yang perlu diperhatikan saat tindak lanjut setelah pemasangan. a. Keluhan-keluhan:
perdarahan,
sakit
pinggang,
mules-mules,
keputihan, dan AKDR lepas (ekspulsi). b. Haid berlebih atau nyeri saat haid. c. Memastikan AKDR masih ada dalam Rahim (hal yang paling penting).
7. Cara mengeluarkan AKDR (Menurut Prawirohardjo, 2009). Menegluarkan AKDR biasanya dilakukan dengan jalan menarik benang AKDR yang keluar dari ostium uteri eksternum dengan dua jari, dengan pinset, atau dengan cunam. Kadang-kadang benang AKDR tidak tampak di ostium uteri eksternum. Tidak terlihatnya benang AKDR ini dapat disebabkan oleh 1) akseptor menjadi hamil; 2) perforasi uterus; 3) ekspulsi yang tidak disadari oleh rongga uterus, seperti ada mioma uterus.
21
1) Keuntungan IUD Menurut Manuaba (2010), keuntungan IUD adalah sebagai berikut: a) IUD dapat diterima masyarakat dunia termasuk Indonesia dan menempati urutan ketiga dalam pemakaian. b) Pemasangan tidak memerlukan medis tekhnis yang sulit. c) Kontrol medis yang ringan. d) Penyulit tidak terlalu berat. e) Pulihnya kesuburan setelah IUD dicabut berlangsung baik. 2) Kerugian kontrasepsi IUD menurut Manuaba (2010), antara lain: a) Masih terjadi kehamilan dengan IUD in situ. b) Terdapat pendarahan (spotting dan menometroragia). c) Leukorea, sehingga menguras protein tubuh dan liang senggama terasa lebih basah. d) Dapat terjadi infeksi. e) Tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan primer atau sekender dan kehamilan ektopik. f)
Tali IUD dapat menimbulkan perlukaan portio (erosi portio) dan mengganggu hubungan seksual.
8. Yang dapat menggunakan IUD (menurut prawirohardjo, 2012) a. Usia reproduktif. b. Keadaan nulipara. c. Menginginkan menggunakan kontarsepsi jangka panjang. d. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi. e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui banyinya. f.
Resiko rendah dari IMS.
g. Tidak menghendaki metode hormonal. h. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari. i.
Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama (lihat kontasepsi darurat).
22
9. Yang tidak diperkenankan menggunakan AKDR (Prawirohardjo, 2012). a. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil). b. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi). c. Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis, servistitis). d. Tiga bulan terakhir sedang, mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik. e. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak Rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri. f. Penyakit trovoblas yang ganas. g. Diketahui menderita TBC pelvik. h. Kanker alat genetalia. i. Ukuran rongga Rahim kurang dari 5 cm. Hal-hal penting yang harus diperhatiakn untuk IUD pascapersalinan adalah: a. Konseling AKDR seharusnya sudah diberiakn selama ibu hamil melakukan asuhan antenatal. b. Pelaksanaan pemasangan AKDR pascapersalinan harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan hal tersebut karena tingkat ekspulsi berhubungan erat dengan teknik insersi dan kompetensi petugas. c. Perlu dilakuakn control ulang (4-6 minggu) untuk memastikan AKDR masih ada di kavum uteri.
10. Waktu penggunaan (Menurut Prawirohardjo, 2012). a. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil. b. Hari pertama sampai ke-7 siklus haid. c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pascapersalinan; setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL). Perlu diingat, angka ekspulsi tinggi pada pemasangan segara atau selama 48 jam pascapersalinan. d. Setelah menderita abortus (segera atau dalm waktu7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi.
23
e. Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi.
11. Petunjuk bagi klien (Menurut Prawirohardjo, 2012). a. Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minngu pemasangan AKDR. b. Selama 4 bulan pertama menggunakan AKDR, periksalah benang AKDR secara rutin terutama setelah haid. c. Setelah bulan pertama pemasngan, hanya perlu memeriksakan keberadaan benang setelah haid apabila mengalami: 1) Kram/kejang di perut bagian bawah. 2) Perdarahan (spotting) di antara haid atau setelah senggama. 3) Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak nyaman selama melakukan hubungan seksual. 4) Opper T-380A perlu dilepaskan setelah 10 tahun pemasangan, tetapi dapat dilakukan lebih awal apabila diinginkan. 5) Kembali ke klinik apabila: 6) Tidak dapat meraba benang AKDR. 7) Merasakan bagian yang keras dari AKDR. 8) AKDR terlepas. 9) Siklus terganggu/meleset. 10) Terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang mencurigakan. 11) Adanya infeksi.
12. Larangan pemakaian IUD dalam pandangan fatwa islam IUD menurut pandangan Islam fatwa hukum dari ulama dan cendikiawan muslim di Indonesia dalam Musyawarah ulama terbatas mengenai “KB dipandang dari hukum syariat islam” pada bulan juni 1972 yang memutuskan bahwa,
“pemakaian IUD dan sejenisnya
tidak dapat dibenarkan, selama masih ada obat-obat dan alat-alat lain, karena untuk pemasanaganya atau pengontrolanya harus dilakukan dengan melihat aurot besar wanita, hal ini diharamkan dalam sariat islam, kecuali dalam keadaan dorurot”. Keterangan dalam kitab fathul qarib II/93.
24
َو َك َذا إِسْ ِتعْ َما ُل ْال َمرْ أَ ِة ال َّشيْ َء الَّ ِذيْ ُي ْبطِ ُئ ْال َح ْب َل َو َي ْق َط ُع ُه ِمنْ أَصْ لِ ِه َف ُي ْك َرهُ فِي ْاْلَوَّ ِل َو َيحْ ُر ُم فِي َّ ْ ض ان ر ُْوعِ َي أَعْ َظ ُم ُه َما َّ َوعِ ْندَ وُ ج ُْو ِد ال.الثانِي َ ار َ َإذا َت َع.ِضر ُْو َر ِة َف َعلَى ْال َقا عِ َد ِة ْال ِف ْق ِه َّية ِ ت ْال َم ْف َسدَ َت )٩۳/۲ب اَ َخ ِّف ِه َما َم ْف َس َد ًة (البا جوري على فتح القريب في كتاب النكاح ِ ض َرارً ا ِبارْ ِت َكا َ Demikian halnya wanita yang mempergunakan sesuatu (seperti alat kontrasepsi) yang dapat memperlambat kehamilan. Hal ini hukumnya makruh. Sedang memutus keturunan hukumnya haram. Dan ketika darurat maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah; jika ada dua bahaya saling mengancam maka diwaspadai yang lebih besar bahayanya dengan melaksanakan yang paling ringan bahayanya D. Keputihan 1. pengertian Keputihan merupakan istilah umum bagi keluarnya cairan yang berlebihan dari jalan lahir/vagina selain darah menstruasi. Warnanya bias jernih, putih, kekuning-kuningan, kehijauan, coklat, abu-abu sampai warna keruh, kadang berbau dan kadang terasa gatal (Manuaba, 2014). Flour albus adalah nama lain dari keputihan. Setiap waktu pasti pernah mengalami keputihan. Normalnya keputihan dialami sebelum atau sesudah menstruasi. Namun, banyak juga wanita yang mengalami keputihan abnormal. Yang dimaksud abnormal disini adalah keputihan menimbulkan rasa tak nyaman pada vagina. Perlu diingat bahwa keptuihan itu tak mengenal factor usia, biasa muda, biasa tua, bahkan bayi (Andira, 2010). Keputihan merupakan keluhan yang sering ditemukan pada perempuan. Keputihan dapat terjadi dalam keadaan yang normal, tetapi dapat juga merupakan gejala dari suatu kelainan atau keadaan yang patologis (Rozanah, 2008). Vagina yang normal selalu berada dalam kondisi lembab dan permukaannya basah oleh cairan atau lendir (selanjutnya disebut secret), seperti kondisi mulut yang senantiasa basah oleh liur. Secret yang diproduksi oleh kelenjar pada leher atau mulut Rahim (serviks), dinding 25
vagina dan kelenjar bartholini di bibir kemaluan, menyatu dengan sel-sel dinding vagina yang lepas serta penting dalam menjamin fungsi yang optimal dari organ ini. Cairan di jaringan vagina ini berfungsi sebagai system perlindungan alami, mengurangi gesekan dinding vagina saat berjalan dan saat melakukan hubungan seksual (Wisnhuwardani, 2009). Sifatnya dapat berubah sesuai dengan perubahan hormon yang terjadi dalam siklus haid. Pada masa pertenganhan pertama dari siklus haid, dengan pengaruh hormon estrogen, secret yang dikeluarkan tipis, bening dan elastis. Setelah ovulasi (pelepasan sel telur) pada pertengahan siklus haid, lendir yang diproduksi dengan pengaruh hormon progesterone berubah karakternya menjadi lendir yang kental, keruh seperti jell. Melalui pengamatan terhadap sifat secret yang keluar ini, dapat diketahui kapan terjadinya ovulasi atau masa subur. Keputihan dapat dikatakan normal bila tanpa gejala dan tanda lain yang menunjukan kemungkinan adanya kelainan (Wisnuwardani, 2009). Selain cairan, dijaringan vagina juga hidup kuman pelindung yaitu flora doderleins. Pada keadaan normal, jumlahnya cukup dominan dengan fungsi menjaga keseimbangan ekosistem vagina. Pada beberapa kondisi normal, keseimbangan itu terganggu misalnya stress, menjelang atau setelah
haid, kelalahan,
diabetes,
saat
terangsang,
hamil
atau
mengkonsumsi obat hormonal seperti pil KB. Gangguan hormonal inilah yang membuat cairan vagina yang keluar sedikit berlebihan. Inilah yang disebut keputihan (lokere atau flour albus) tetapi keputihan akibat gngguan hormonal biasanya masih dalam tahap keadaan normal karena tidak ada perubahan warna, bau atau rasa gatal (Anita, 2006). Flour albus (leukorea), walaupun tidak mengandung bahaya maut (keculai pada karsinoma servisis uteri), cukup mengganggu penderita, baik fisik maupun mental. Sifat dan bnyaknya keputihan dapat memberi petunjuk kearah etiologinya. Perlu ditanyakan sudah berapa lama keluhan itu, terus menerus atau pada waktu-waktu tertentu saja, banyaknya, warnanya, baunya, disertai rasa gata/nyeri atau tidak. Secara fisiologik
26
keluarnya getah yang berlebih dari vulva (biasanya lendir) dapat dijumpai pada waktu ovulasi, waktu menjelang dan setelah haid, rangsangan seksual dan dalam kehamilan. Akan tetapi, apabila merasa terganggu dirinya, berganti celana beberapa kali sehari, lebih-lebih apabila keputihan itu disertai rasa gatal dan/atau nyeri, maka pasti yang dihadapi itu suatu keadaan patologik, yang memerlukan pemeriksaan dan penanganan yang seksama. Flour albus karena trikomoniasis dan kandiasis hamper selalu disertai rasa gatal. Demikian pula halnya dengan flour albus karena diabetes mellitus, sedang vaginitis senilis disertai rasa nyeri. Adanya radang pelvis menahun dan infeksi virus dapat menimbulkan keputihan pula (Prawirohardjo, 2009). 2. Macam-macam keputihan a. Keputihan fisiologis Vagina yang normal selalu berada dalam kondisi lembab dan permukaan basah oleh cairan/lendir (selanjutnya disebut secret), dinding vagina dan bibir kemaluan, menyatu dengan sel-sel dinding vagina yang lepas serta bakteri yang normal berada dalam vagina, bersifat asam dan berperan penting dalam menjamin fungsi yang optimal dari organ ini (Wisnuwardani, 2009). Keputihan pada wanita sebenarnya merupakan reaksi yang keluar karena suatu rangsangan, seperti halnya pilek atau batuk atau gatal-gatal pada kulit. Banyak penyebab keputihan dari yang bersifat psikologis (stress) sampai yang bersifat organic (jamur, virus, bakteri) atau mungkin karena factor hormonal (menjelang/sesudah mens, masa subur) (Sangsara, 2007). Keputihan fisiologis juga disebut keputihan normal. Vagina mengeluarkan sejumlah cairan yang berguna untuk melindungi diri dari infeksi ditandai keluarnya lendir encer dan bening. Lendir ini tidak menimbulkan rasa gatal di sekitar vagina dan tidak menimbulkan bau anyir. Keputihan jenis ini pada umumnya pernah dialami wanita dan bersifat normal. Namun gangguan ini sedini mungkin harus dicegah.
27
Penyebabnya adalah pengaruh psikis misalnya terlalu lelah, cemas, stress, depresi dan biasanya timbul pada saat menjelang atau setelah menstruasi (Hembing, 2005). Kondisi normal yang dapat menyebabkan secret keluar berlebih adalah pada keadaan: 1) Bayi baru lahir hingga berusia kira-kira 10 hari, hal ini karena pengaruh estrogen dari ibunya. 2) Masa sekitar manarch atau pertama kali haid datang. Keadaan ini ditunjang oleh hormon estrogen. 3) Seorang wanita yang mengalami gairah seksual. Hal ini berkaitan dengan persiapan vagina untuk menerima penetrasi pada senggama. 4) Masa sekita ovulasi Karena produksi kelenjar-kelanjar mulut rahim. 5) Kehamilan yang mengakibatkan meningkatnya suplai darah ke daerah vagina ke mulut Rahim, serta penebalan dan melunaknya selaput lendir vagina. 6) Akseptor kontrasepsi pil dan akseptor IUD. 7) Pengeluaran lendir yang bertambah pada wanita yang sedang menderita penyakit kronik, atau pada wanita yang mengalami stress (Wisnuwardani, 2009). b. Keputihan patologis Biasanya keputihan patologis atau keputihan tidak normal ditandai dengan secret yang berbeda dengan menimbulkan gejala lain pada penderita. Beberapa perubahan yang dapat ditemukan misalnya: bau yang tidak enak, secret berwarna, keputihan bersemu darah atau keputihan yang menimbulkan rasa gatal, terasa perih atau panas pada kemaluan apalagi bila tersentuh air saat berkemih. Keputihan patologis perlu diwaspadai seperti cairan yang berbau, berwarna, dan gatal. Sedangkan banyanya atau sedikitnya cairan keputihan keluar, tergantung dari masing-masing. Sebab
28
semua orang berbeda penyebab keputihan yang abnormal adanya indikasi baik jamurn bakteri dan penyebablainnya, sperti tumor atau kanker Rahim. Tanda dan gejala keputihan patologis 1) Secret berlebihan, putih seperti susu dan menyebabkan bibir kemaluan gatal. Kemungkinan penyebab infeksi jamur candida. Sering terjadi pada kelamin dan pada pengobatan dengan antibiotic, penderita diabetes militus, dan akseptor KB pil. 2) Secret berlebih, warna putih kehijauan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap. 3) Keputihan disertai nyeri perut bagian bawah atau nyeri panggul bagian belakang, dan badan terasa sakit atau meriang. 4) Secret sedikit atau banyak, berupa nanah, rasa sakit seperti terbakar saat berkemih, terjadi beberapa waktu setelah hubungan seksual dengan pasangan yang sedang ada keluhan pada kemaluannya. 5) Secret kecoklatan seperti darah terjadi pada senggama. 6) Secret bercampur darah terjadi ditengah siklus haid atau setelah senggama. 7) Secret bercampur darah disertai bau yang khas akibat banyaknya sel-sel yang mati (Prayitno, 2014) 3. Patofisiologi keputihan Keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah sekitar vagina, karena keputihan bisa terjadi akibat PH vagina tidak seimbang. Sementara kadar keasaman vagina disebabkan oleh dua hal, factor intern dan ekstern. Faktor intern antara lain pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, IUD yang bisa menyebabkan bakteri, kanker, atau HIV positif, sedangkan factor ekstern antar lain kurangnya personal hygine (Maharani,2009). Secara umum keputihan bisa disebabkan oleh beberapa hal yang berhubungan dengan personal hygine diantaranya:
29
a. Penggunaan tisyu yang terlalu sering untuk membersihkan organ kewanitaan. Biasanya, hal ini dilakukan setelah BAK ataupun BAB. b. Mengenakan pakaian berbahan sintetis yang ketat, sehingga ruang yang ada tidak memadai. Akibatnya, timbulah iritasi pada organ kewanitaan. c. Sering kali menggunakan WC yang kotor, sehingga memungkinkan adanya bakteri yang dapat mengotori organ kewanitaan. d. Jarang mengganti panty liner. e. Sering kali bertukar celana dalam atau handuk dengan orang lain, sehingga kebersihannya tidak terjaga. f.
Kurangnya perhatian terhadap organ kebersihan kewanitaan.
g. Membasuh organ kewanitaan kearah yang salah yaitu arah basuhan yang dilakukan dari belakang ke depan. h. Tidak segera mengganti pembalut ketika menstruasi. i.
Menggunakan
sabun
pembersih
untuk
membersihkan
organ
kewanitaan secara berlebihan sehingga flora doderleins yang berguna menjaga tingkat keasaman didalam organ kewanitaan terganghu. j.
Tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang kotor (Bahari, 2012).
4. Pencegahan Keputihan a. Hindari pakaian dalam yang ketat Kelembaban dan hawa panas adalah kombinasi yang sempurna bagi pertumbuhan jamur. Berjemur dengan pakaina dalam yang basah dan terbuat dari nilon, pantyhose, leotard atau celana jins yang ketat hanya menimbulkan maslah. Paling baik adalah menggunakan baju-baju nyang longgar. b. Hindari makanan yang mengandung gula Terdapat sedikit sekali bukti ilmiah, namun sejumlah besar bukti yang bersifat anekdot menunjukan bahwa dengan maknan-makanan yang mengandung gula, wanita dapat mengurani kemungkinan untuk mendapatkan infeksi-infeksi jamur dengan alsan berkurangnya glikosa didalam vagina.
30
c. Perlakukan dengan hati-hati Segala sesuatu yang menimbulkan iritasi pada jaringan vagina mengakibatkan seorang wanita mudah terkena infeksi jamur. Hindari smprotan higienis pewangi untuk vagina, kertas toilet yang wangi, atau membersihkan vagina terlalu sering. d. Cobalah mengganti alat kontrasepsi Penelitian-penelitain telah menunjukan bahwa kontrasepsi oral, IUD, dan spermisidida yang dipakai di vagina dan spons kontrasepsi, dapat meningkatkan kecenderungan seorang wanita untuk terjangkit adanya infeksi jamur. 5. Pengobatan Keputihan Pengobatan
keputihan
yang
dilakukan
tergantung
pada
penyebabnya, bila karena infeksi diberi obat anti infeksi (antibiotic, anti jamur), bila karena psikologis dicari dan diselesaikan penyebabnya, kalu faktor hormonal selama tidak menimbulkan infeksi biasannya tidak perlu pengobatan (sangsara, 2007). Tujuan pengobatan flour albus pada dasarnya terdiri dari 3 tahap yaitu menghilangkan gejala, membrantas penyebab dan mencegah timbulnya kembali flour albus. Untuk itu upaya yang dilakukan adalah anamnesa,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
laboraturium
serta
pemeriksaan lainnya. Khusus untuk flour albus akibat infeksi maka pasangan seksual penderita harus diperiksa dan diobati. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi fenomena pingpong. Sesuai gejala dan tanda diatas kepastian diagnose perlu ditegaskan oleh dokter. a. Bila keputihan abnormal, jangan nambah permasalahn dengan menyiramkannya dengan air hangat atau pansa, di garuk, disabuni dengan menggosok secara berlebihan. Bersihkan dengan air dingin, pakai pakaian dalam katun yang agak longgar, jangan pakai stoking atau celana ketat.
31
b. Pemakaina jamu, berendam dengan air sirih dan lain-lain umumnya hanya mengurani gejala. Bila ada infeksi jamur kurangi konsumsi gula, cari pertolongan untuk kepastian diagnos f. Penatalaksanaan Keputihan Oleh Bidan KEPUTIHAN
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Oleh Bidan
→→ Berbau Berbuih → Encer atau gumpalan Bercampur darah Nyeri saat hubungan seks
Inspekulo Mengambil cairan untuk pemeriksaan (laboraturium, pap smear)
Penyebab Keputihan
Keganasan
Benda Asing
Pada anak, dikeluarkan.
Campuran darah Mulut Rahim berdengkul dan mudah berdarah
Inspeksi
Penyakit hubungan seks (gonore, kondiloma sifilis). Candida albikan (bergumpal, gatal) Trikomonas vaginalis (encer, berbau, gatal, pada vagina tampak gigitan nyamuk)
Tugas Bidan
Konsultasi ke puskesmas, dokter ahli, dan rumah sakit Sitology dan biopsi 32
E. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan 1. Pengertian asuhan kebidanan Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan, dan tanggung jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan/atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keleuarga berencana, kesehatan reproduksi wanita, dan pelayanan kesehatan masyarakat). 2. Tujuan asuhan kebidnan Tujuan
asuhan
kebidanan
adalah
menjamin
kepuasan
dan
keselamatan ibu dan bayinya sepanjang siklus reproduksi, mewujudkan keluarga bahagia dan berkualitas melalui pemberdayaan perempuan dan keluarganya dengan menimbulkan rasa percaya diri (Soepardan, 2008). F. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan 1. Pengertian manajemen kebidanan Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2006). 2. Manajemen Kebidanan dan Langkah-langkah Asuhan Kebidanan Menurut Varney (2006), manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yang berurutan, dimana setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses periodik dimulai dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk kerangka lengkap yang dapat menjadi langkah-langkah tertentu dan dapat berubah sesuai dengan keadaan pasien. Adapun pelaksanaan menggunakan manajemen kebidanan 7 langkah Varney tersebut adalah sebagai berikut :
33
a. Langkah Pertama : Pengumpulan dan Pengkajian Data Sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Varney, 2006). Tahap ini meliputi : 1) Data Subjektif Data subjektif adalah data yang dikatakan oleh pasien atau orang yang terdekat yang mencerminkan pikiran perasaan dan persepsi mereka sendiri (Nursalam, 2007). a) Biodata (1)
Nama
: Untuk mengetahuui nama pasien.
(2)
Umur
: Untuk mengenal faktor resiko dari umur pasien.
(3)
Agama
: Berguna untuk memberi motivasi pasien sesuai dengan kepercayaannya.
(4)
Suku/bangsa
: Untuk mengetahui adat dan kebiasaan pasien.
(5)
Pendidikan
: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam bidang kesehatan.
(6)
Pekerjaan
: Untuk mengetahui status sosial ekonomi dan aktifitas ibu sehari
(7)
Alamat
: Untuk
mendapatkan
gambaran
lingkungan tempat tinggal pasien. b) Keluhan utama Adalah mengetahui keluhan yang dirasakan saat pemeriksaan (Varney, 2006). Pada kasus KB IUD dengan keputihan keluhannya adalah pengeluaran perdarahan diluar haid, merasakan nyeri saat
34
berkemih dan keluar cairan yang berlebihan berwarna kecoklatan, berbau dan tak kunjung sembuh (Ferry, 2007).
c) Riwayat Menstruasi Untuk
mengetahui
kapan
mulai
menstruasi,
siklus
mentruasi,lamanya menstruasi, banyaknya darah menstruasi, teratur/tidak menstruasinya, sifat darah menstruasi, keluhan yang dirasakan sakit waktu menstruasi disebut disminorea (Estiwidani dkk., 2008). Pada kasus keputihan terajadi perubahan siklus haid,perdarahan antar menstruasi haid lebih lama dan banyak dan saat haid lebih sakit (Saifuddin, 2010). d) Riwayat Perkawinan Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin, berapa kali, usia menikah berapa tahun, dengan suami usia berapa,lama perkawinan, dan sudah mempunyai anak belum. Hal ini perlu diketahui seberapa perhatian suami kepada istrinya (Estiwidani dkk., 2008). e) Riwayat Kehamilan dan Nifas yang lalu Untuk
mengetahui
jumlah
kehamilan
dan
kelahiran
:
G
(gravidarum), P (para), A (abortus), H (hidup). Riwayat persalinan yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat kelahiran, lamanya melahirkan, dan cara melahirkan. Masalah/ gangguan kesehatan yang timbul sewaktu hamil dan melahirkan. Riwayat kelahiran anak, mencangkup berat badan bayi sewaktu lahir, adakah kelainan bawaan bayi, jenis kelamin bayi, keadaan bayi hidup/ mati saat dilahirkan (Estiwidani dkk., 2008). f)
Riwayat Keluarga Berencana Bila ibu pernah mengikuti KB perlu ditanyakan : jenis kontrasepsi, efek samping, keluhannya apa, alasan berhenti, (bila tidak memakai lagi),lamanya menggunakan alat kontrasepsi (Etiwidani dkk, 2008).
35
g) Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan untuk memastikan bahwa tidak ada kontra indikasi pemakaian KB IUD seperti penyakit jantung, diabetes militus dengan komplikasi. Tumor dan adanya perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya (Saifuddin, 2009). h) Kebiasaan sehari-hari Pola nutrisi
: Mengetahui seberapa banyak asupan nutrisi pada pasien dengan mengamati adakah penurunan berat badan atau tidak ada pada pasien (Susilawati, 2008).
Pola Eliminasi
: Untuk mengetahui perubahan siklus BAB dan BAK, apakah lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang (Susilawati, 2008).
Pola Istirahat
: Mungkin terganggu karena adanya rasa yang tidak nyaman (Susilawati, 2008).
Pola Hygiene
: Kebiasaan mandi setiap harinya (Susilawati, 2008).
Aktivitas
: Aktivitas akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah atau adanya nyeri akibat penyakit yang dialaminya (Susilawati, 2008).
Pola Seksualitas :
Untuk mengetahui kebiasaan hubungan seksual klien dengan suami dan adakah terdapat kelainan atau keluhan selama hubungan seksual (Susilowati, 2008). Pada kasus pola seksual ibu menurun (Hartanto, 2007).
i)
Riwayat Psikologis Dengan menggunakan pendekatan psikologis kesehatan maka akan diketahui gaya hidup orang tersebut dan pengaruh psikologi kesehatan terhadap gangguan kesehatan (UII, 2008). Pada kasus
36
keputihan ibu merasa cemas dengan keadaannya (Rachmawati, 2006). 2) Data Objektif Data objektif data yang dapat dilihat dan diobservasikan tenaga kesehatan (Priharjo, 2006). a) Pemeriksaan Fisik (1) Tekanan Darah
: Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi atau potensi dengan nilai satuannya mmHg. Keadaan sebaiknya sampai
antara 130/90
90
per
mmHg
60 atau
peningkatan sistolik tidak lebih dari 30 mmHg dan peningkatan diastolik tidak lebih dari 14 mmHg dari kedaan pasien normal pada atau paling sedikit pengukuran berturut-turut pada selisih 1 jam (Wiknjosastro, 2007). (2) Pengukuran Suhu
:
Suhu badan normal adalah 36˚C sampai 37˚C. Bila suhu tubuh lebih dari 38˚C harus dicurigai adanya
infeksi
(Wiknjosastro,
2002). (3) Nadi
:
Denyut nadi normal 70 x/menit sampai 88 x/menit (Perry&Potter, 2005).
(4) Pernafasan
:
Dinilai sifat pernafasan dan bunyi nafas
dalam
satu
menit
pernafasan kurang dari 40 kali
37
per menit atau lebih dari 60 kali per menit (Saifuddin, 2009 b) Inspeksi (1)
Rambut
: Untuk
menilai
warna,
ketebalan,
distribusidan karakteristik (Alimun, 2006). (2)
Muka
: Keadaan muka pucat atau tidak adakah kelainan adakah oedema ( Wiknjokosastro 2006).
(3)
Mata
: Conjungtivs anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak (Amirul, 2006).
(4)
Hidung
: Untuk mengetahui apakah ada polip atau tidak (Rachmawati, 2006).
(5)
Mulut
: Untuk mengetahui mulut bersih apa tidak, ada
caries
dan
karang
gigi
tidak
(Wiknjokosastro, 2006). (6)
Telinga
: Bagaimana keadaan daun telinga, liang telinga
dan
timpani,
ketajaman
pendengaran (Alimul, 2006). (7)
Leher
: Untuk megetahui pembesaran tyroid, nyeri atau kekakuan pada leher, keterbatasan gerak leher, pembesaran atau nyeri tekan pada kelenjar getah bening, kesimetrisan trakea. Hal ini untuk mengetahui adanya peradangan atau gngguan metabolisme tubuh (Varney, 2007).
(8)
Payudara
: Untuk mengetahui kesimetrisan, ukuran, massa, lesi jaringan perut pada struktur 38
dan dinding dada. Hal ini untuk mengetahui apakah ada tumor
atau kanker/tidak
(Varney, 2007). (9)
Abdomen
: Apakah ada jaringan perut atau bekas operasi, adakah nyeri tekan serta adanya massa (Alimul, 2006).
(10)
Ekstremitas
: Untuk
mengetahui
adanya
oedema,
varices (Wiknjosastro, 2006). c) Pemeriksaan Obstetri, terdiri dari : (1) Vagina Taucher : Untuk mengetahui apa ada nyeri sentuh, benjolan, meraba benang IUD, adakah leokorea (Varney, 2007). (2) Obstium uteri eksternum (OUE) : tertutup atau tidak, mengetahui adanya flour albus, perdarahan post coitus dan lendir berwarna kecoklatan (Ferry, 2008). (3) Inspekulo : seberapa banyak keputihan yang terjadi dan berwarna putih menyala (Varney, 2007). (4) Pada kasus erosi portio inspeculo fluor ada warna putih, tidak berbau, benang IUD tampak ± 3 cm di depan portio, tampak luka
kemerahan
di
sekitar
obstium
uteri
eksternum
(Rahmawati, 2006). 3) Pemeriksaan penunjang atau laboratorium Digunakan untuk mengetahui kondisi klien sebagai data penunjang yaitu dilakukan pemeriksaan pap smear (Manuaba, 2008). pada kasus keputihan
dilakukan untuk mengetahui adanya diagnosis dini
keganasan, perawatan ikutan dari keganasan, interpretasi hormonal wanita dan menentukan proses peradangan (Manuaba, 2005). b. Langkah Kedua : Interpretasi Data Data dasar yang sudah dikumpulkan, diinterpretasikan sehingga dirumsukan diagnosa, masalah dan kebutuhan. Diagnosa kebidanan 39
adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan (Varney, 2007). 1) Diagnosa kebidanan Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan (Estiwidani dkk., 2008). Diagnosa : Ny. X P… A… Akseptor KB IUD dengan keputihan. Dasar : a) Data Subyektif : (1) Adanya perdarahan di luar haid setelah pemakaian IUD. (2) Adanya perdarahan post coitus. (3) Keluar lendir berwarna kecoklatan. (Ferry, 2005). (4) Adanya pengeluaran darah bercampur sekret dan kadang juga bercampur dengan nanah (Varney, 2004). (5) Adanya rasa nyeri saat buang air kecil (Susilowati, 2008). b) Data Obyektif (1) Pemeriksaan TTV : suhu terjadi kenaikan 37º-38ºC, Nadi lebih dari 100 x/menit (Proverawati, 2010). (2) Pemeriksaan abdomen akseptor merasa nyeri pada perut bagian bawah (Fery, 2005). c. Pemeriksaan berbau,benang
obstetri IUD
:
ada
tampak
flour
berwarna
putih,
tidak
didepan
portio,
tampak
luka
kemerahan di sekitar obstium uteri eksternum (Rahmawati, 2006). 2) Masalah Masalah yang berkaitan dengan pengalaman pasien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa sesuai dengan keadaan pasien (Nursalam, 2004). Masalah yang sering ditemukan pada akseptor KB IUD dengan keputihan yaitu merasa cemas (Ferry, 2008). 3) Kebutuhan Kebutuhan meruapakan hal-hal yang dibutuhkan pasien, pasien dan yang belum teridentifikasi dalam diagnosa masalah yang didapatkan
40
dengan melakukan analisa data (Varney, 2006). Kebutuhan akseptor KB IUD antara lain : a) Penjelasan tentang efek samping dari IUD (Hartanto, 2007). b) Penjelasan tentang kebersihan (Vulva hygiene) (Hartanto, 2007). c) Pengobatan pada keputihan (Ferry, 2005).
c. Langkah Ketiga : Diagnosa Potensial Diagnosa
potensial
adalah
suatu
pernyataan
yang
timbul
berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini engidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila diagnosa atau masalah potensial ini benarbenar terjadi (Varney, 2006). Diagnosa potensial yang terjadi pada KB IUD dengan keputihan adalah terjadinya keganasan (Hartanto, 2007). d. Langkah Keempat : Antisipasi Pada langkah ini perlu diambil segera untuk mengantisipasi diagnosa potensial yang berkembang lebih lanjut dan menimbulkan komplikasi, sehingga dapat segera dapat segera dilakukan tindakan yang sesuai dengan diagnosa potensial yang muncul (Varney, 2004). Pada kontrasepsi IUD tindakan yang dilakukan oleh bidan adalah dengan pemberian metronidazol 500 mg/oral tiap 6 jam dan kalmetason 3 x 0,5 mg/oral selama 3 hari, pemberian nasehat Vulva hygiene (Hartanto, 2007). e. Langkah Kelima : Perencanaan Merupakan pengembangan rencana perawatan yang komprehensif ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini adalah sebuah perluasan dari mengidentifikasi masalah dan diagnosa yang telah diantisipasi dan yang terbaru dan juga melibatkan usaha untuk memperoleh bagian tambahan dari data apapun yang hilang (Varney, 2006).
41
Perencanaan asuhan yang menyeluruh berkaitan dengan diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan, maka perencanaan yang perlu dilakukan terhadap klien menurut BKKBN (2009), adalah : (1) Periksa keadaan umum dan kesadaran pada kunjungan ulang (2) Periksa tanda-tanda vital (3) Periksa pengeluaran pervaginam (4) Rawat vagina dengan albothyl konsentrasi 36% dengan cara mengusap vagina dengan kapas yang telah diberi albothyl 36%. (5) Beri informasi tentang personal hygiene daerah vagina dengan cara melakukan cebok dari arah depan ke belakang. (6) Anjurkan pada ibu untuk minum obat metronidazol 500 mg 3 x sehari dan kalmetason 0,5 mg x 3 sehari. (7) Anjurkan pada ibu untuk kontrol 3 hari sampai keputihan sembuh atau membaik. f.
Langkah Keenam : Implementasi Implementasi merupakan pelaksaan dari asuhan yang telah dierencanakan secara efisien dan aman. Pada kasus dimana bidan harus berkolaborasi dengan dokter, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan pasien adalah tetap bertanggung jawab terhadap pelaksanaan asuhan bersama yang menyeluruh (Varney, 2006). Pelaksanaan asuhan kebidanan pada akseptor KB IUD dengan keputihan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
g. Langkah Ketujuh : Evaluasi Merupakan langkah terakhir untuk menilai keaktifan dari rencana asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam masalah dan diagnosa (Varney, 2006). Evaluasi yang diharapkan pada akseptor KB IUD dengan keputihan menurut Hartanto (2007), yaitu : (1) Pasien mengatakan sudah tidak merasakan cemas. (2) Keadaan umum baik, kesadaran composmentis. (3) Inspekulo tidak ada sedikit fluor albus.
42
(4) Pasien bersedia melakukan kunjungan ulang 1 minggu lagi atau bila ada keluhan. (5) Ibu bersedia mengurangi frekuensi hubungan seksual dengan suami. 3. Data Perkembangan Menggunakan SOAP : Pendokumentasian data perkembangan asuhan kebidanan yang telah menggunakan SOAP S : Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa. O : Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien misalnya kesadaran, pucat,lemah dan menahan sakit. Pada pemeriksaan laboratorium misalnya pemeriksaan Hb, pemeriksaan pap smear dan secret vagina. A : Assesment / Analisa Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif dan obyektif dalam suatu indentifikasi P : Planning Menggambarkan pendokumentasian dari rencana evaluasi berdasarkan assessment. Memberikan konseling sesuai dengan permasalahan yang ada sebagai upaya untuk membangun pengobatan.
G. TUGAS DAN WEWENANG BIDAN 1. Tugas Bidan a Sebagai Pelaksana Sebagai pelaksana, bidan mempunyai tiga kategori tugas yaitu: 1) Tugas Mandiri a) Menerapkan manajeman kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan.
43
b) melakukan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pranikah dengan melibatkan klien. c) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal. d) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan klien/keluarga. e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir. f)
Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga.
g) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana. h) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan system reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium dan menopause. i)
Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan melibatkan keluarga.
2) Tugas Kolaborasi/Kerjasama a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. b) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi. c) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu pada masa persalinan dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien atau keluarga. d) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga,
44
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegaeatan yang memerlukan tindakan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. f)
memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan yang
mengalami
komplikasi
serta
kegawatdaruratan
yang
memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga. 3) Tugas Rujukan a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dankeluarga. b) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan kegawatdaruratan. c) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga. d) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas dengan penyulit tertentu dengan kegawatan dengan melibatkan klien dan keluarga. e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan keluarga. f)
Memberikan asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan klien dan keluarga.
4) Tugas sebagai Pengelola a) Mengembangakn pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan
untuk
individu,
keluarga,
kelompok
khusus
dan
masyarakat di wilayah kerja danengan melibatkan masyarakat/klien. b) Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan di sector lain wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan
45
duku5n bayi, kader kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya. 5) Tugas Sebagai Pendidik a) Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan pihak terkait kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana. b) Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan dan keperawatan serta membina dukun di wilayah atau tempat bekerjanya. 6) Tugas Sebagai Peneliti Melakukan penelitian atau investigasi dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun secara kelompok. a) Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan. b) Menyusun rencana kerja pelatihan. c) Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana. d) Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi. e) Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut f)
memanfaatkan
hasil
investigasi
untuk
meningkatkan
dan
mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan 2. Wewenang Bidan a. Permenkes No. 5380/IX/1963 Wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi petugas lain. b. Permenkes No. 623 tahun 1989 Wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan melaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan
dokter.
Pelaksanaan
dari
permenkes
ini,
melaksanakan praktik perorangan di bawah pengawasan dokter c. KepmenKes No. 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan
46
bidan
1)
Kompetensi ke 1, pengetahuan dan keterampilan dasar Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
2)
Kompetensi ke 2, Pra konsepsi, KB dan Ginekologi Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
3)
Kompetensi ke 3, Asuhan dan konseling kehamilan Bidan
memberi
asuhan
antenatal
bermutu
tinggi
untuk
mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi : deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu. 4)
Kompetensi ke 4, Asuhan selama Persalinan dan Kelahiran Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan persalinan
setempat yang
selama
bersih
dan
persalinan,
memimpin
selama
aman,
menangani
situasi
kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan ksehatan wanita dan bayi yang baru lahir. 5)
Kompetensi ke 5, Asuhan pada ibu nifas dan Menyusui Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
6)
Kompetensi ke 6, Asuhan pada Bayi Baru Lahir Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
7)
Kompetensi ke 7, Asuhan pada Bayi dan Balita Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada Bayi dan Balita sehat (1bulan-5 tahun).
8)
Kompetensi ke 8, Kebidanan Komunitas
47
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat. 9)
Kompetensi ke 9, Asuhan pada ibu/wanita dengan Gangguan Reproduksi. Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan
system reproduksi. Menurut Permenkes Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 pasal 9 bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : 1) Pelayanan kesehatan ibu. 2) Pelayanan kesehatan anak. 3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, Pasal 12 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk: 1. Memberikan
penyuluhan
dan
konseling
kesehatan
reproduksi
perempuan dan keluarga berencana. 2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom. Pasal 13 Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi : 1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim. 2. Memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit,pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih (Purwoastuti dan Walyani 2014).
48