ANALISIS PRODUKTIVITAS TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT. PAGILARAN, BATANG, JAWA TENGAH
Oleh DHIAN SARASWATI A34104066
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DHIAN SARASWATI. Analisis Produkivitas Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di PT. Pagilaran, Batang, Jawa Tengah. (Dibimbing oleh ISKANDAR LUBIS dan SUPIJATNO). Produktivitas teh Indonesia saat ini masih tergolong rendah yaitu mencapai sekitar 1 900 – 2 000 kg teh kering per hektar per tahun pada tahun 2007. Skala tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan produktivitas negara penghasil teh lainnya, seperti Kenya yang mencapai 3 000 kg teh kering per hektar per tahun. Bahkan pada tahun 2006 produktivitas nasional hanya mencapai 1 478 kg teh kering per hektar (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007). Hal inilah yang menyebabkan menurunnya kinerja ekspor teh Indonesia, sehingga dibutuhkan analisis faktor yang mempengaruhi produktivitas. Kegiatan magang ini dilakukan untuk memperluas wawasan mengenai aspek budidaya tanaman teh khususnya produktivitas, sehingga mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas teh. Kegiatan magang ini diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan melalui penerapan ilmu, menjadikan wahana latihan kerja dengan membandingkan ilmu yang didapat di kampus dengan kenyataan di lapangan. Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu mulai tanggal 11 Februari 2008 sampai 10 Juni 2008. Kegiatan magang telah dilaksanakan di Perkebunan Pagilaran, Batang, Jawa Tengah. Metode yang digunakan dalam kegiatan magang adalah dengan bekerja sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor dan pendamping asisten afdeling masing-masing satu bulan. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan staf perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki perusahaan, seperti produksi pucuk, jumlah tenaga pemetik, populasi tanaman, ketinggian tempat, curah hujan, umur tanaman, masing-masing selama sepuluh tahun terakhir (Januari 1998 sampai dengan Desember 2007).
Pengelolaan Kebun Pagilaran secara keseluruhan sudah cukup baik, walaupun masih kurang optimal dalam beberapa hal. Seperti dalam pemeliharaan kebun juga masih kurang intensif. Hal ini dilihat dalam pemberian pupuk yang masih banyak terdapat kesalahan yang menyebabkan kurang efisien dan efektif dalam pemberian pupuk. Selain itu kurangnya pelakanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap kepala bagian kebun. Faktor yang mempengaruhi produktivitas teh adalah ketinggian tempat, curah hujan, umur tanaman, asal bahan tanam, serta tenaga pemetik. Ketinggian optimum untuk pertumbuhan tanaman teh adalah 800 – 1 200, selain itu tanaman teh tidak membutuhkan curah hujan yang tinggi. Penggunaan bahan tanam stek dapat meningkatkan produktivitas teh basah. Tanaman yang berumur tua masih tetap dapat berproduksi dengan baik. Tenaga pemetik laki-laki menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada tenaga perempuan, akan tetapi dalam kualitas pekerja perempuan lebih tinggi daripada pekerja laki-laki. Selain faktorfaktor tersebut pengelolaan kebun yang baik juga akan meningkatkan produktivitas tanaman teh.
ANALISIS PRODUKTIVITAS TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT. PAGILARAN, BATANG, JAWA TENGAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Dhian Saraswati A34104066
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : ANALISIS PRODUKTIVITAS TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT. PAGILARAN, BATANG, JAWA TENGAH Nama : DHIAN SARASWATI NRP
: A34104066
Menyetujui Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr Ir Iskandar Lubis, MS NIP 131 471 380
Ir Supijatno, MSi NIP 131 578 789
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat pada tanggal 31 Agustus 1985 dari pasangan Bapak Suratno dan Ibu Subiyanti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis masuk pendidikan Taman Kanak-kanak Pertiwi Semarang, Jawa Tengah pada tahun 1990. Sekolah Dasar pada tahun 1992 di SDN Kabluk 03-04 Semarang, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1998. Lulus dari SMPN 2 Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2001. Lulus dari SMA Kesatrian 1 Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Penulis mengikuti organisasi mahasiswa yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat Fakultas Pertanian (BEM A) selama dua tahun berturut-turut yaitu 2005/2006 berada di departemen kesekretariatan dan 2006/2007 berada di departemen pendidikan.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat, Hidayat, dan Kasih Sayang-Nya yang begitu besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik dan lancar yang berjudul “ANALISIS PRODUKTIVITAS TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT. PAGILARAN, BATANG, JAWA TENGAH”. Analisis ini didasari adanya penurunan ekspor teh Indonesia ke negara lain yang semakin menurun tiap tahunnya. Skripsi merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Program Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi produktivitas teh di PT Pagilaran, Batang, Jawa Tengah. Akhirnya penulis hanya dapat bermohon kepada Allah SWT, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang memerlukan. Bogor, September 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS, dan Ir. Supijatno, MSi sebagai pembimbing I yang telah memberikan nasehat, perhatian, dan masukan kepada penulis sehingga memperlancar penyelesaian skripsi ini.
2.
Ani Kurniawati, SP., MSi, sebagai pembimbing akademik.
3.
Ir. Heni Purnamawati, MSc.Agr sebagai dosen penguji.
4.
Bapak, Ibu, Duto, Ira tanpa kalian aku tidak akan sampai disini. Kalian adalah segalanya.
5.
Direksi PT. PAGILARAN yang telah berkenan memberikan ijin magang kepada penulis di PT. PAGILARAN, Unit Produksi Pagilaran, Batang, Jawa Tengah.
6.
Ibu Ketut dan Bapak Harsoyo yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis.
7.
Ir. H. Tentrem Raharjo, selaku Pimpinan Kebun PT. Pagilaran, Unit Produksi PT. Pagilaran, Batang, Jawa Tengah.
8.
Bapak Haryoso Setiyo Utomo, Bapak Ujang Mahidi dan Bapak Eko Purwadi selaku Kepala Bagian Kebun Pagilaran, Andongsili dan Kayulandak yang dengan sabar selalu memberikan arahan kepada penulis di kebun.
9.
Supriyono, SP. selaku Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan PT. PAGILARAN, Batang, Jawa Tengah.
10.
Bapak Subito, Bapak Riyadi, Bapak Purwanto, Bapak Sutunut, Bapak Wiyanto, Ibu Sri Rahayu dan seluruh staf Bagian Litbang PT Pagilaran yang sangat membantu penulis dalam melakukan magang.
11.
Pak Nurhan dan keluarga, Ibu Ratmi, Mak surip dan keluarga, Pak Sungkowo dan keluarga, Pak Girman, Pak Siwit, Pak Santo dan seluruh
warga Pagilaran atas keramahaanya dan kebaikannya penulis selama penulis tinggal di Pagilaran. 12.
Seluruh karyawan Pagilaran yang telah membantu penulis dalam melakukan praktek di kebun.
13.
Mbak Restu dan Hendro (Pagilaran-ers) teman seperjuangan selama kita melakukan magang dalam suka maupun duka.
14.
Indah (UNSOED), Ida (UNSOED), Ixa (UNISRI) dan Risdy (UNISRI) walaupun sejenak kita kenal, tetapi serasa telah lama kenal.
15.
Indra, Mudi, Diah (UNPAD 2003), Gita, Dhini, Enunk dan Rika (Q-erz) yang pernah ada dalam empat tahunku.
16.
Sari dan Rika (H4-ers) yang selalu bersama selama tiga tahun terakhir.
17.
Nani, Nandini, Asti, Vv, Q-erz dan H4-ers (D’ Gandenkz) yang selalu membuat hari-hariku tertawa.
18.
Agronomi’41 yang memberikan arti teman kepada penulis.
19.
Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv PENDAHULUAN Latar Belakang........................................................................................ 1 Tujuan..................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh ............................................................................. Syarat Tumbuh ...................................................................................... Budidaya Tanaman Teh ......................................................................... Pengolahan dan Produktivitas Teh .........................................................
4 5 6 8
METODOLOGI Waktu dan Tempat.................................................................................. 10 Metode Pelaksanaan ............................................................................... 10 KEADAAN UMUM Sejarah .................................................................................................... 12 Wilayah Administrasi, Tanah dan Iklim................................................. 13 Luas Areal dan Tata Guna Lahan ........................................................... 14 Bidang Usaha.......................................................................................... 15 PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN Pembibitan ............................................................................................. 17 Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) ........................... 22 Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM) ......................................... 27 Pemetikan .............................................................................................. 35 Pengolahan ............................................................................................. 38 Pemeriksaan Teh .................................................................................... 46 PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEBUN Struktur Organisasi ................................................................................. 51 Fasilitas dan Kesejahteraan Karyawan ................................................... 53 Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Staf ................................................. 54 Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Non Staf ......................................... 54 HASIL DAN PEMBAHASAN Ketinggian Tempat ................................................................................. 60 Curah Hujan............................................................................................ 62 Umur Tanaman ....................................................................................... 65 Bahan Tanaman ...................................................................................... 67 Jenis Klon ............................................................................................... 68 Tenaga Kerja .......................................................................................... 68 Populasi Tanaman................................................................................... 71 Produktivitas Antar Bagian Kebun ........................................................ 72
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................ 77 Saran ...................................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79 LAMPIRAN..................................................................................................... 81
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1.
Pembagian Areal Perkebunan PT Pagilaran dan Pemanfaatannya .....
14
2.
Jumlah dan Fungsi Alat Penggilingan serta Sortasi Basah .................
40
3.
Spesifikasi Produk Teh Hitam PT Pagilaran........................................
44
4.
Densitas Teh Hitam PT Pagilaran........................................................
44
5.
Hasil Rata-Rata Analisis Pucuk Halus dan Kasar Bulan Februari 2008 PT Pagilaran.......................................................
47
Hasil Rata-Rata Analisis Pucuk, Batang dan Tingkat Kerusakan Bulan Februari 2008 PT Pagilaran .......................
47
7.
Jumlah Tenaga Kerja Unit Produksi PT. Pagilaran .............................
53
8.
Produktivitas Teh Basah Selama 10 Tahun di PT Pagilaran ...............
59
9.
Perbandingan Produktivitas Teh Kering dan Basah PT Pagilaran.......
60
10. Analisis Deskriptif Produktivitas Teh Basah Selama 10 Tahun (1998-2007) PT Pagilaran....................................................................
60
11. Hubungan Ketinggian Tempat dengan Produktivitas Teh Basah ........
61
12. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan Produktivitas Teh Basah per Tahun Selama 10 Tahun Terakhir................................
63
13. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan Produktivitas Rata-rata Teh Basah per Bulan Selama 10 Tahun Terakhir.................
64
14. Hubungan Umur Tanaman dengan Produktivitas Teh Basah per Tanaman Teh .................................................................................
65
15. Hubungan Tahun Tanam dan Bahan Tanam dengan Produktivitas Teh Basah Rata-rata per Tahun Selama 10 Tahun...............................
66
16. Hubungan Tenaga Kerja Pemetik dan Produktivitas Teh Basah Bagian Kebun Pagilaran Bulan Desember Selama 7 Tahun................
69
17. Hubungan Produktivitas Teh Basah dengan Populasi Tanaman Teh ..
71
18. Produktivitas Teh Basah Antar Bagian Kebun Selama 10 Tahun Terakhir...................................................................
73
19. Perbedaan Faktor Produktivitas Teh Basah Tiap Blok Selama 10 Tahun.................................................................
74
20. Perbedaan Faktor Klon dan Tahun Tanam Setiap Bagian Kebun. ......
75
6.
Nomor
Halaman
Lampiran 1.
Jurnal harian Kegiatan Magang di PT Pagilaran .................................
82
2.
Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM) dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Pagilaran ...........................
86
Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM) dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Kayulandak.......................
89
Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM) dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Andongsili ........................
90
5.
Hubungan Klon dengan Rata-rata Produksi Teh Basah per Tahun .....
91
6.
Curah Hujan di Kebun Pagilaran dari Tahun 1997 - 2007 .................
94
3. 4.
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1.
Bekong untuk Bibit Stek .............................................................
18
2.
Naungan dan Sungkup di Pembibitan .........................................
19
3.
Single Node Cutting ....................................................................
19
4.
Penataan Stek pada Bekong ........................................................
20
5.
Stek Berumur 4 Bulan Masa Adaptasi ........................................
20
6.
Jarak Tanam double row .............................................................
25
7.
Pemupukan Daun ........................................................................
30
8.
Lahan yang Telah Dipangkas ......................................................
31
9.
Pangkasan Jambul .......................................................................
33
10. Withering Trough ........................................................................
38
11. PCR (Press Cup Roller) ..............................................................
40
12. OTR (Open Top Roller) ..............................................................
40
13. Skema Alur Penggilingan............................................................
41
14. Contoh PGL-Form-10-01............................................................
50
15. Grafik Hubungan antara Populasi dengan Produktivitas Teh Basah..............................................................
72
Lampiran 1.
Peta Perkebunan PT Pagilaran ....................................................
95
2.
Struktur Organisasi Unit Produksi PT Pagilaran.........................
96
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman teh termasuk genus Camellia yang memiliki sekitar 82 spesies, terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada daerah diantara 30º lintang utara dan 30º lintang selatan (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 1997). Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) dikonsumsi sebagai minuman penyegar karena mengandung zat katekin dan kafein seperti halnya kopi. Tanaman teh berasal dari pegunungan Assam, daerah pegunungan India yang berbatasan dengan Republik Rakyat Cina dan Burma (Siswoputranto, 1978). Produktivitas teh di Indonesia mencapai sekitar 1 900 – 2 000 kg teh kering per hektar per tahun pada tahun 2007. Hasil produktivitas tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan produktivitas negara penghasil teh lainnya, seperti Kenya yang mencapai 3 000 kg teh kering per hektar per tahun. Bahkan pada tahun 2006 produktivitas nasional hanya mencapai 1 478 kg teh kering per hektar (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007). Hal inilah yang menyebabkan menurunnya kinerja ekspor teh Indonesia. Berdasarkan data Dirjen Perkebunan Indonesia Departemen Pertanian, pada tahun 2001 ekspor teh Indonesia ke mancanegara masih sebesar 107 144 ton, dengan nilai ekspor mencapai US$ 112.5 juta. Namun pada 2002, volume dan nilai ekspor tersebut turun masing-masing menjadi 100 184 ton dan US$ 103.4 juta. Begitu pula yang terjadi ditahun berikutnya, volume ekspor teh nasional hanya mencapai 88 894 ton dengan nilai ekspor US$ 95 juta. Pada tahun 2004 keadaan membaik dengan kenaikan volume menjadi 98 572 ton dan nilai ekspor US$ 116 juta. Prestasi serupa juga dialami pada tahun 2005 dengan volume 102 389 ton (US$ 121.7). Tetapi pada tahun 2006 ekspor teh mengalami penurunan kembali menjadi 90 000 ton, dengan nilai ekspor dibawah US$ 100 juta (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007). Rendahnya produktivitas Indonesia disebabkan lambatnya peremajaan tanaman dan tidak optimalnya pengelolaan perkebunan teh. Akibatnya, mutu tanaman teh Indonesia kalah bersaing dengan produk teh yang diekspor dari sejumlah negara kompetitor, dengan demikian itu perlu meningkatkan
produktivitas teh Indonesia melalui pemahaman yang lebih baik terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas teh. Agar Indonesia dapat memegang posisi penting dalam komoditi teh di dunia (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007).
Tujuan Kegiatan magang ini dilakukan untuk memperluas wawasan mengenai aspek budidaya tanaman teh khususnya produktivitas, sehingga mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas teh. Dengan kegiatan magang ini mahasiswa agar mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan melalui penerapan ilmu, menjadikan wahana latihan kerja dengan membandingkan ilmu yang didapat di kampus dengan kenyataan di lapangan.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi koleksi tanaman Kebun Raya di Bogor, dan pada tahun 1827 ditanam di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Jenis Teh yang masuk ke Indonesia (Jawa) Assam berasal dari Sri Lanka (Ceylon). Masuknya teh Assam tersebut ke Indonesia, secara berangsur tanaman teh China diganti dengan teh Assam, dan sejak itu pula perkebunan teh di Indonesia berkembang semakin luas. Pada tahun 1910 mulai dibangun perkebunan teh di daerah Simalungan, Sumatra Utara (Pusat Penelitian Pekebunan Gambung, 1992). Tanaman teh dapat tumbuh mulai dari pantai sampai pegunungan. Di Pegunungan Assam, teh ditanam pada ketinggian lebih dari 2 000 m dpl. Perkebunan teh umumnya dikembangkan di daerah pegunungan yang beriklim sejuk, meskipun dapat tumbuh subur di dataran rendah, tanaman teh tidak akan memberikan hasil dengan mutu baik. Semakin tinggi daerah penanaman teh semakin tinggi mutunya (Siswoputranto, 1978). Teh diperoleh dari pengolahan daun tanaman teh. Tanaman teh umumnya dapat dipetik daunnya secara terus menerus setelah umur 5 tahun. Pemeliharaan yang baik tanaman teh dapat memberi hasil daun teh yang cukup besar selama 40 tahun. Oleh karena itu perkebunan teh selalu memperoleh pemupukan secara teratur, bebas serangan hama penyakit tanaman, memperoleh pangkasan secara baik, mendapat curah hujan yang cukup. Perkebunan teh perlu diremajakan setelah tanaman-tanaman tehnya berumur 40 tahun keatas. Cara pemetikan daun dapat mempengaruhi jumlah hasil teh dan mutu teh yang dihasilkan (Siswoputranto, 1978). Faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi produktivitas teh kering yang dihasilkan. Perolehan hasil daun yang tinggi, perkebunan teh kini mengutamakan hanya tanaman-tanaman teh klon-klon unggul. Klon merupakan bahan tanaman vegetatif yang digunakan untuk pembiakan dengan cara stek (Setyamidjaja, 2000). Klon mampu memberi hasil berlipat dibanding dengan tanaman teh ‘asli’ yang berasal dari biji. Pada berbagai negara telah dilakukan usaha untuk menemukan
klon-klon unggul, untuk meningkatkan produktivitas teh. Misalnya di India pada tahun 1934 – 1938 hasil yang dicapai sekitar 580 kg/ha. Hasil ini kemudian ditingkatkan mencapai 960 kg/ha (tahun 1955 – 1957), dan kini mencapai hasil rata-rata sekitar 1 125 kg/ha. Di Sri langka hasil dari 460 kg/ha menjadi 760 kg/ha, dan sekarang mencapai 900-950 kg/ha dan masih banyak lagi negara yang menggunakan penelitian mutakhir (Siswoputranto, 1978).
Botani Tanaman Teh Tanaman Teh dengan nama latin Camellia sinensis, yang masih termasuk keluarga Camelia. Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang sejak lama telah dikenal dalam peradaban manusia. Dalam botani teh termasuk akar, daun, bunga, dan buah (Puslitbun Gambung, 1992) . Tanaman teh secara umum berakar dangkal, peka terhadap keadaan fisik tanah, dan cukup sulit untuk dapat menembus lapisan tanah. Kebanyakan perdu mempertahankan akar tunggang sedalam 90 cm – 150 cm dengan diameter sekitar 7.5 cm. Pertumbuhan akar lateral, penyebarannya dibatasi oleh perdu di dekatnya. Perdu yang ditanam dengan jarak 120 cm, dipangkas dan dipetik, setelah 4 tahun ujung akarnya saling bertemu (Setyamidjaja, 2000). Pertumbuhan daun pada semaian (seedling) atau stek (cutting) dimulai dari poros utama dan duduk secara filotaksis berselang seling. Ranting dan daun-daun baru, tumbuh dari tunas pada ketiak daun tua. Daun selalu berwarna hijau, berbentuk lonjong, ujungnya runcing, tepinya bergerigi. Daun-daun baru yang mulai tumbuh setelah pemangkasan, lebih besar daripada daun-daun yang terbentuk sesudahnya. Besarnya daun berkisar antara 2.5 cm-25 cm, tergantung varietasnya. Pucuk dan ruas daun tanaman teh berambut. Daun tua bertekstur seperti kulit, permukaan atasnya berkilat dan berwarna hijau kelam (Setyamidjaja, 2000). Perkembangan bunga mengikuti tahap pertumbuhan daun. Bunga teh sebagian besar self steril, dan biji yang berasal dari bunga yang menyerbuk sendiri menghasilkan tanaman yang tumbuh merana. Bunga sempurna mempunyai putik (calyx) dengan 5-7 mahkota (sepal). Daun bunga (petal) berjumlah sama dengan mahkota, berwarna putih halus berlilin. Daun bunga berbentuk lonjong cekung.
Tangkai sari panjang dengan benang sari (anthera) kuning bersel kembar, menonjol 2 mm – 3 mm ke atas. Putik mempunyai rambut 3 – 5 helai. Hanya sekitar 2 % dari keseluruhan bunga pada sebuah pohon, berhasil membentuk biji. Penyerbukan buatan (artificial pollination) hanya meningkatkan jumlah buah sampai 14 % (Setyamidjaja, 2000). Buah yang masih muda, berwarna hijau, bersel tiga, dan berdinding tebal. Mula-mula berkilat, tetapi semakin tua bertambah suram dan kasar. Bijinya berwarna cokelat beruang tiga, berkulit tipis, berbentuk bundar di satu sisi dan datar di sisi lain. Biji berbelah dua dengan kotiledon (cotyledone) besar, yang jika dibelah akan secara jelas memperlihatkan embrio akar dan tunas. Biji mengandung minyak dengan kadar yang tinggi (20 % berat biji) (Setyamidjaja, 2000).
Syarat Tumbuh Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) berasal dari daerah subtropis, karena itu di Indonesia teh lebih cocok ditanam di daerah pegunungan. Lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan teh adalah iklim dan tanah. Faktor iklim sangat berkaitan erat dengan tinggi tempat (elevasi). Suhu udara yang baik bagi tanaman teh ialah suhu harian yang berkisar antara 13º - 25 º C yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang 70% (Pusat Penelitian Gambung, 1992). Menurut Setyamidjaja (2000) curah hujan tahunan yang diperlukan untuk tanaman teh adalah 2 000 mm – 2 500 mm, dengan jumlah curah hujan pada musim kemarau rata-rata tidak kurang dari 100 mm/bulan. Tanaman teh merupakan tanaman yang tidak tahan pada kekeringan. Sinar matahari berpengaruh pada pertumbuhan tanaman teh karena sinar matahari mempengaruhi suhu, makin banyak sinar matahari maka suhu udara makin tinggi. Daerah pertanaman tanaman teh umumnya pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas permukaan air laut (dpl). Di Indonesia, pertanaman teh dilakukan pada ketinggian antar 400 m sampai 1 200 m dpl. Perkebunan teh yang terletak pada ketinggian di atas 1 500 meter dpl, sering mengalami kerusakan karena terjadinya embun beku
(night frost). Berdasarkan ketinggian tempat tanaman teh dibedakan menjadi dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 800 m dpl, dataran sedang dengan ketinggian 800-1 200 m dpl dan dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1 200 m dpl. Menurut Setyamidjaja (2000) tanah yang baik dan sesuai dengan kebutuhan tanaman teh adalah tanah yang cukup subur dengan kandungan bahan organik cukup, tidak bercadas, serta mempunyai derajat keasaman (pH) antara 4.5 – 6.0. Sifat-sifat fisik tanah yang cocok untuk tanaman teh adalah: solum cukup dalam, tekstur lempung ringan atau sedang, atau debu, keadaan gembur sedalam mungkin, mampu menahan air, memiliki kandungan hara yang cukup. Di Indonesia jenis utama yang digunakan untuk perkebunan teh adalah tanah Andosol (di pulau Jawa pada ketinggian 800 m dpl.) dan tanah Podsolik (Sumatra). Pemupukan nitrogen sebaiknya menggunakan pupuk ZA, sehingga tanah tetap dalam kondisi asam. Unsur hara dalam abu daun teh yang terdapat dalam jumlah yang besar (makro) adalah: kalium 1.75% - 2.25%, fosfor 0.30% - 0.50%, kapur 0.40% - 0.50%, magnesium 0.20% dan belerang 0.10% - 0.30% dari berat kering.
Budidaya Tanaman Teh Menurut Ghani (2002) dalam sistem budidaya teh, pengelolaan pembibitan merupakan titik kritis yang menentukan proses selanjutnya. Sekali salah dalam menentukan jenis atau klon yang ditanam maka perlu waktu puluhan tahun untuk menggantinya karena umumnya tanaman teh diremajakan setelah berumur 50 tahun. Penyediaan bahan tanaman (pembibitan) pada budidaya teh dapat dilaksanakan dari biji dan stek. Pembibitan asal stek telah demikian populer, karena merupakan cara yang paling cepat untuk memenuhi kebutuhan bahan tanam (bibit) dalam jumlah banyak. Bibit dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur 2 tahun yang mempunyai ukuran batang lebih besar dari pensil (Pusat Penelitian Gambung). Pada saat di pembibitan dilakukan pemeliharaan intensif seperti pemupukan pemberantasan hama penyakit, penyiraman dan penyiangan. Pada pelaksanaan penanaman bibit teh, hal-hal yang harus diperhatikan adalah penentuan jarak tanam yang tepat, pengajiran, pembuatan lubang tanam,
teknik penanaman dan penanaman tanaman pelindung yang diperlukan. Jarak tanam antar barisan tanaman 120 cm, dan jarak tanam dalam barisan beragam 60 cm – 90 m. Pengajiran adalah memasang ajir pada tempat-tempat yang akan ditanami bibit teh, sesuai dengan jarak tanam yang telah ditentukan. Ukuran lubang tanam untuk bibit asal stump biji adalah 30 cm × 30 cm × 40 cm, sedangkan untuk bibit stek dalam Polybag adalah 20 cm × 20 cm × 40 cm. Tanaman pelindung atau pohon naungan pertanaman teh terdiri atas pohon pelindung sementara seperti Theprosia sp. atau Crotalaria sp. dan pohon pelindung tetap seperti Gliricidia maculata (Setyamidjaja, 2000). Budidaya selanjutnya seperti pemeliharaan diantaranya pemangkasan, pemupukan, pengelolaan dan pengawetan tanah, pengendalian hama dan penyakit serta pengendalian gulma. Pemangkasan dilakukan untuk meningkatkan produksi, memperbaiki bidang petik dan memperbaiki kondisi tanaman yang terserang hama dan penyakit. Gilir pangkas adalah jangka waktu antara pemangkasan yang terdahulu dengan pemangkasan berikutnya. Gilir pangkas dibedakan berdasarkan ketinggian tempat yaitu pada dataran rendah dilakukan 3 tahun sekali sedangkan dataran tinggi dilakukan 4 tahun sekali. Waktu pangkasan yang baik adalah pada saat kandungan pati lebih dari 12 %. Waktu terbaik untuk pemangkasan perkebunan di pulau jawa adalah bulan April-Mei (akhir musim hujan) dan Sepetember-Oktober (awal musim hujan) (Tobroni dan Adimulya, 1997). Jenis pangkasan yang sering dilakukan diantaranya pangkasan kepris yaitu menurunkan dan meratakan bidang petik, pangkasan bersih yaitu menurunkan bidang petik dan memangkas semua cabang dengan diameter lebih dari 1 cm, pangkasan jambul merupakan pangkasan yang menyisakan 2 cabang yang berdaun 50-100 lembar. Selain itu juga jenis pangkasan lainnya yaitu pangkasan indung merupakan pangkasan pertama, pangkasan bentuk dengan tujuan membentuk bidang petik agar lebar, pangkasan tengah bersih hampir sama dengan pangkas bersih tapi hanya bagian tengah saja, pangkasan dalam adalah memperbaiki dan memperbaharui bidang petik yang kurang baik, pangkasan leher akar yaitu pangkasan berat yang dilakukan pada leher akar atau disebut dengan pangkasan rejuvenasi (Tobroni dan Adimulya, 1997).
Ranggas (cabang sisa pangkasan) diletakkan diatas bekas luka pangkasan untuk mengurangi sengatan matahari secara langsung pada cabang yang terbuka selama 3-5 hari (Vadumencum Budidaya teh, 1993). Setelah itu ranggas dibenamkan ke dalam tanah, dan dilakukan gosok lumut agar tidak menghambat pertumbuhan tunas baru (Tobroni dan Adimulya, 1997). Pemetikan merupakan ujung tombak produksi, dalam budidaya teh. Keberhasilan pemetikan merupakan kunci kesuksesan dalam bisnis teh secara keseluruhan.
Menurut
Setyamidjaja (2000) pemetikan adalah pekerjaan
memungut sebagian dari tunas-tunas teh beserta daunnya yang masih muda, untuk kemudian diolah menjadi produk teh kering yang merupakan komoditi perdagangan. Jenis pemetikan diantaranya petikan jendangan, gendesan dan produksi. Petikan jendangan dilakukan pertama setelah pangkasan sekitar 3-4 bulan setelah pangkas. Tujuan dari petikan jendangan adalah membentuk daun pemeliharaan. Petikan gendesan dilakukan sebelum tanaman dipangkas sekitar 1-2 minggu. Tujuan dari petikan ini adalah untuk mengurangi kehilangan produksi akibat pemangkasan. Petikan produksi merupakan pemetikan yang dilakukan untuk produksi. Petikan ini dilakukan terus menerus dengan daur petik tertentu dan jenis petikan tertentu sampai tanaman dipangkas kembali. Menurut Tobroni dan Adimulya (1997) daur petikan merupakan jangka waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya, dihitung dalam hari. Daur petik juga disebut gilir petik dipengaruhi oleh umur pangkas, ketinggian tempat, iklim dan kesehatan tanaman. Berdasarkan ketinggian gilir petik dibagi menjadi dua yaitu dataran tinggi dengan gilir petik 10-12 hari dan dataran rendah dengan gilir petik 9-10 hari.
Pengolahan dan Produktivitas Teh Pucuk teh adalah bahan baku dalam pengolahan teh. Pengolahan daun teh dimaksudkan mengubah komposisi kimia daun teh segar secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang dapat memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna, rasa dan aroma yang baik dan disukai. Bahan kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari tiga kelompok
yaitu substansi bukan fenol (pectin, resin, vitamin dan mineral), substansi aromatik dan enzim-enzim. Pengolahan daun teh menghasilkan tiga jenis teh yang berbeda dan tidak dapat dicampurkan satu dengan lainnya dalam pemasarannya. Tiga jenis teh tersebut ialah : teh hitam, teh hijau dan teh oolong (Siswoputranto, 1978). Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem orthodox (orthodox murni dan orthodox rotorvane) serta sistem CTC (Crushing Tearing Curling). Sistem orthodox yang banyak dilakukan adalah sistem Orthodox rotorvane yang terdiri dari beberapa tingkat kegiatan yaitu : penyediaan pucuk daun segar, pelayuan, penggilingan, sortasi basah, fermentasi, pengeringan, sortasi kering, serta pengemasan. Sedangkan untuk teh hitam sistem CTC terdiri dari penyediaan bahan baku, pelayuan, ayakan pucuk layu, gilingan persiapan, gilingan CTC, fermentasi, pengeringan, sortasi kering dan pengemasan (Setyamidjaja, 2000). Pengolahan teh hijau lebih sederhana dari teh hitam. Teh hijau merupakan pucuk daun muda tanaman teh yang diolah tanpa melalui proses fermentasi. Tahapan-tahapan kegiatan berikut : pelayuan, penggulungan, pengeringan, sortasi dan pengemasan (Setyamidjaja, 2000). Teh oolong dapat digolongkan sebagai mutu antara teh hijau dan teh hitam, karena memperoleh sedikit proses fermentasi. Berbeda dengan proses pengolahan teh hitam, untuk menghasilkan teh oolong daun-daun teh yang telah dilayukan kemudian dipanaskan dengan menggunakan panas api atau udara panas, difermentasikan terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke mesin-mesin pengiling dan akhirnya dikeringkan (Siswoputranto, 1978).
METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu mulai tanggal 11 Februari 2008 sampai 10 Juni 2008, di Perkebunan Pagilaran, Batang, Jawa Tengah.
Metode Pelaksanaan Metode yang digunakan dalam kegiatan magang adalah dengan bekerja sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor dan pendamping asisten afdeling masing-masing satu bulan. Kegiatan yang dilakukan oleh penulis selama menjadi KHL adalah pekerjaan
pembibitan,
penanaman,
pemeliharaan,
pengendalian
gulma,
pemupukan, pemanenan dan pekerjaan lain yang ditugaskan oleh pihak perkebunan. Selain itu selama menjadi KHL juga melaksanakan hal-hal sebagai berikut : menghitung prestasi kerja, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan bahan, serta target luasan yang akan dikerjakan oleh pekerja. Pekerjaan yang dilakukan oleh penulis pada saat berstatus sebagai pendamping mandor adalah melakukan kegiatan pengelolaan pekerjaan yang meliputi pengawasan, menghitung prestasi kerja, tenaga kerja yang dibutuhkan serta mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan. Pada saat menjadi pendamping asisten afdeling bertugas dan bertanggung jawab membantu mengelola dan mengawasi tenaga kerja tingkat afdeling, membuat laporan asisten afdeling, mempelajari pembuatan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), mempelajari manajerial tingkat kebun dan membuat jurnal harian. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan staf perusahaan. Data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki perusahaan, seperti produksi pucuk, jumlah tenaga pemetik, populasi tanaman, ketinggian tempat, curah hujan, umur tanaman, masing-masing selama sepuluh tahun terakhir (Januari 1998 sampai dengan Desember 2007). Tabel data curah hujan disajikan
pada Tabel Lampiran 6. Data sekunder dari perusahaan tersebut kemudian diolah untuk kemudian dianalisis. Pemilihan faktor-faktor yang dianalisis berdasarkan kelengkapan data yang tersedia di kebun. Selain dari perusahaan, data sekunder juga diperoleh dari bahan pustaka baik dari perusahaan maupun instansi yang terkait, seperti Biro Statistik dan PPTK Gambung.
KEADAAN UMUM Sejarah Seorang warga Belanda bernama E. Blink merintis pembukaan hutan di daerah Pagilaran pada tahun 1840 yang digunakan untuk budidaya kopi dan kina. Ternyata daerah ini tidak cocok untuk tanaman kopi dan kina menyebabkan kedua tanaman tersebut mulai diganti dengan tanaman teh pada tahun 1880. Keadaan iklim dan lingkungan yang cocok menyebabkan teh dapat tumbuh subur dan menghasilkan produksi yang lebih baik daripada kopi dan kina. Perkembangan perkebunan ini dikelola oleh sebuah maskapai Belanda yang berkedudukan di Semarang. Perusahaan ini mulai berkembang sangat pesat dan perluasan areal pun terus dilakukan. Tahun 1920 terjadi kebakaran besar yang menghancurkan pabrik sehingga Belanda mengalami bangkrut. Tahun 1922 perkebunan ini dibeli dan dibangun kembali oleh pemerintahan Inggris di bawah perusahaan yang bernama P & T Land's (Pamanukan and Tjiasements Lands). Sejak saat itu mulai digunakan sarana kabel untuk mempermudah pengangkutan pucuk teh dari kebun produksi ke pabrik. Saat Jepang menguasai Indonesia, pabrik dan sebagian besar perkebunan teh di Pagilaran dirusak kemudian ditanami dengan tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan tentara Jepang saat perang Asia Timur Raya. Tahun 1945 Indonesia dapat menguasai perkebunan teh tersebut, tetapi pengelolaan pabriknya masih dilakukan oleh pemerintahan Inggris sampai berakhirnya Hak Guna Usaha (HGU) pada tahun 1964 dan kembali diambil alih oleh pemerintahan Indonesia. Tanggal 23 Mei 1964 oleh pemerintah Indonesia perkebunan diserahkan kepada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada dengan tujuan ikut melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian) dan statusnya diubah menjadi PN Pagilaran oleh Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria dengan No. SK/II/6/Ka-64 tanggal 8 Februari 1964. Tanggal 1 Januari 1973 PN Pagilaran diubah statusnya menjadi PT Pagilaran Perusahaan Perkebunan, Perindustrian dan Perdagangan Pagilaran
dengan seluruh sahamnya dimilki oleh Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta. Tanggal 5 Mei 1977 mendapat tambahan areal Segayung Utara dengan SK. No. 14/HGU/DA/77. PT Pagilaran sebagai perusahaan swasta yang bergerak dibidang perkebunan menjadi tempat penelitian ilmiah bagi mahasiswa dan dosen serta pengemban misi melaksanakan pembangunan subsektor perkebunan yang ditetapkan pada tanggal 28 Juni 1983 dengan SK No. 15/HGU/DA/83,
selanjutnya
Menteri
Pertanian
dengan
surat
No.
KB.340/97/Mentan/1985, menugaskan kepada PT Pagilaran untuk menjadi Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Lokal Teh Jawa Tengah pada tanggal 21 Januari 1985.
Wilayah Administrasi, Tanah dan Iklim PT Pagilaran berlokasi di lereng pegunungan Kemulan, yaitu di sebelah utara pengunungan Dieng, ± 36 km tenggara kota Batang, tepatnya di Desa Keteleng, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang, Propinsi Jawa Tengah. Perkebunan ini terletak pada ketinggian 700-1 600 meter dpl, dengan topografi berbukit-bukit sehingga untuk meminimalkan terjadinya erosi yang berakibat terkikisnya lapisan top soil maka di perkebunan ini perlu dilakukan terasering. PT Pagilaran terletak di Dukuh Pagilaran ini berjarak + 1.5 km dari Desa Keteleng dan + 10 km dari Kecamatan Blado dan jarak dengan kota Kabupaten + 40 km serta jarak dengan Ibukota Propinsi Jawa Tengah (Semarang) + 100 km. Perkebunan ini termasuk dalam wilayah Kelurahan Keteleng, Kecamatan Blado, Kawedanan Bandar, Kabupaten Batang, Karesidenan Pekalongan. Batas-batas wilayah PT Pagilaran, yaitu: Sebelah utara adalah Desa Kalisari, Dukuh Njono, Dukuh Prejengan. Sebelah timur yaitu Desa Ngadirejo, Dukuh Pringombo, Dukuh Wonokerto dan Desa Plecet. Sedangkan sebelah selatan adalah Desa Sijeruk, Dukuh Kayulandak. Dan sebelah Barat adalah Dukuh Andongsili, Desa Kembang Langit. Jenis tanah di kebun pada ketinggian 1 000 meter dpl ke atas didominasi tanah Andosol, sedangkan pada ketinggian kurang dari 1 000 meter dpl didominasi tanah latosol. Tanah Andosol berwarna kekuning-kuningan, dengan tekstur geluh dan berstruktur lemah, lunak atau sangat halus sehingga mempunyai
daya mengikat air yang tinggi, tanah gembur dan ketahanan struktur tinggi, mudah diolah, permeabilitas (peresapan air) tinggi dan pH tanah yang rendah (4.5 – 6). PT Pagilaran mempunyai pos pengamatan curah hujan tapi hanya satu yaitu di afdeling Pagilaran. Dulu PT Pagilaran juga memiliki stasiun pengamatan suhu dan kelembaban, akan tetapi stasiun ini hilang karena dicuri warga sekitar. Data curah hujan selama 10 tahun terakhir (1998-2007) dapat dilihat pada Tabel Lampiran 6. Curah hujan 3 000-6 000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan sebanyak 280-300 hari/tahun. Suhu udara di sekitar perkebunan berkisar antara 15-28oC, dengan kelembaban udara yang cukup tinggi yaitu 70-98%. Luas Areal dan Tata Guna Lahan Luas areal perkebunan unit produksi Pagilaran secara keseluruhan adalah ± 1 115.038 ha dengan 3 afdeling : Kebun Pagilaran, Kebun Kayulandak dan Kebun Andongsili. Pemanfaatan lahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Kebun pagilaran merupakan kebun paling luas diantara 3 kebun yaitu 534.591 ha. Tabel 1. Pembagian Areal Perkebunan PT Pagilaran dan Pemanfaatannya. No 1
2.
3.
Pemanfaatan Lahan Tanaman Teh TM TBM Kebun Penelitian Kebun Poliklonal Jumlah Aneka Tanaman Kopi Cengkeh Tanaman Percobaan Kina Jumlah Lain – Lain Hutan belukar Jurang/Alur Lapangan Emplasment, pabrik dan poliklinik Emplasement Bak air Makam Jalan Produksi Jumlah Jumlah Total
Pagilaran (ha)
Kayulandak (ha)
Andongsili (ha)
428.072 2.170 2,500 432.742
219.263 8.750 228.013
303.594 6.500 310.094
953.099 15.250 2.170 2.500 970.849
7.980 58.060 2.170 68.210
7.250 10.550 17.800
-
15.230 58.060 2.170 10.550 86.010
8.019 1.174
1.540 1.000
6.290 0.816
14.309 1.540 2.990
18.896
-
-
18.896
2.500 3.050 33.639 534.591
3.330 0.100 0.750 3,470 10.190 256.003
2.844 2.000 2.400 14.350 324.444
6.174 0.100 5.250 8.920 61.839 1 115.038
Sumber : Laporan bulanan tiap bagian kebun, April 2008
Jumlah(ha)
Areal konsesi dibagi menjadi 2 yaitu yang pertama adalah areal tanaman teh dengan luas 970.849 ha dan areal aneka tanaman dengan luas 86.010 ha, selain itu terdapat areal emplasemen dan lain-lain dengan luas 61.839 ha. Pemanfaatan areal PT Pagilaran dapat dilihat pada Tabel 1.
Bidang Usaha PT Pagilaran memilliki beberapa bidang usaha antara lain Perkebunan teh, coklat, kopi, cengkeh, kina dan kelapa dan perdagangan teh hitam dan teh hijau ekspor maupun lokal. PT Pagilaran juga bergerak sebagai biro konsultasi dalam penelitian dan pengembangan perkebunan dan bergerak dalam usaha pengadaan bibit tanaman perkebunan (teh, kakao dan kopi). PT Pagilaran berperan serta sebagai kebun inti dalam pelaksanaan proyekproyek pemerintahan dalam pengembangan perkebunan melalui pola PIR. Salah satunya sebagai kebun inti dalam melaksanakan proyek PIR Lokal Teh Jawa Tengah yang mencakup areal 3 000 ha. Selain itu juga sebagai kebun inti dalam pelaksanaan KIK-Plasma-PIR-Kakao-Kelapa Hibrida di Kabupaten Batang yang meliputi areal 1 000 ha. PT Pagilaran juga berperan sebagai kebun inti dalam pengembangan perkebunan teh rakyat di Kabupaten Kulon Progo dan pengembangan perkebunan Kakao rakyat di Kabupaten Wonogiri, pengembangan perkebunan kopi Arabika di Kabupaten Wonosobo dan pengembangan perkebunan teh rakyat di Kabupaten Kendal. Terdapat juga sebagai kebun inti dalam pelaksanaan KIK-Plasma-PIR-Kakao-Banpres di Kabupaten Gunung Kidul yang meliputi areal 3 000 ha. Pada tahun 2003 PT Pagilaran memulai Pengembangan Agrowisata yang meliputi pemandangan dan pesona hamparan kebun teh di ketinggian 700-1 600 meter dpl, melihat proses pembuatan teh, paket kesenian daerah, fasilitas penginapan dan transportasi keliling kebun, ruang sidang dan ruang pertemuan dengan kapasitas 400 orang, lapangan olahraga tenis, badminton, sepakbola, bola volley dan bilyard. Pengolahan teh hitam dan teh hijau setelah pengolahan hasil kebun lainnya, di PT Pagilaran mempunyai beberapa pabrik, yaitu: Pabrik Pagilaran,
Pabrik Kaliboja, Pabrik Sidoharjo, Pabrik Jatilawang, Pabrik Samigaluh dan Segayung Utara. Pabrik Pagilaran mengolah pucuk teh menjadi teh hitam dan teh hijau. Pengolahan teh hitam maupun teh hijau untuk keperluan ekspor maupun lokal dengan kapasitas 2 500 ton teh hitam per tahun dan 500 ton teh hijau per tahun. Lokasi pabrik berada di Pagilaran, Kecamatan Blado Kabupaten Batang. Pabrik Kaliboja mengolah pucuk teh segar menjadi teh hitam. Pabrik ini mengolah pucuk dari kebun plasma dengan kapasitas 2 400 ton teh hitam per tahun. Lokasi pabrik ini di Kaliboja, Kecamatan Paninggaran Kabupaten Pekalongan. Pabrik Sidoharjo mengolah teh hitam. Pabrik ini juga mengambil pucuk dari kebun plasma Pengolahan pucuk berkapasitas 1 000 ton teh hitam per tahun dan berlokasi di Sidoharjo, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang. Pabrik Jatilawang dengan pengolahan teh hitam. Pengolahan pucuk plasma dengan kapasitas 1 000 ton teh hitam per tahun dengan lokasi di Jatilawang, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara. Pabrik Samigaluh mengolah pucuk teh menjadi teh hijau ekspor. Pengolahan pucuk plasma dengan kapasitas 1 000 ton teh hijau per tahun dengan lokasi di Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. Terakhir adalah pabrik Segayung Utara, yaitu pengeringan biji coklat dengan kapasitas 150 ton per tahun dengan lokasi di Sumbang jati Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang.
PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN Pembibitan Pembibitan di PT. Pagilaran hanya terdapat di Afdeling Pagilaran. Sedang di Afdeling Kayulandak dan Andongsili tidak terdapat areal pembibitan. Dengan demikian seluruh bibit diambil dari Afdeling Pagilaran. Luas areal pembibitan yaitu 1 000 m². Kegiatan pembibitan dilakukan dengan dua teknik yaitu dengan menggunakan stek dan menggunakan biji. Pada saat penulis melakukan kerja praktek, terdapat kegiatan pembibitan. Upah yang diberikan pekerja merupakan upah harian yaitu 5 jam kerja Rp 13 500. Kegiatan pertama yang dilakukan pada pembibitan adalah persiapan lahan. Penentuan lahan pembibitan sesuai dengan syarat lahan layak seperti dekat dengan sumber air dan lahan induk. Lokasi pembibitan dekat dengan lahan induk agar pengangkutannya lebih mudah. Selain itu untuk posisi kemiringan lebih baik miring ke timur agar dapat memperoleh cahaya yang cukup, akan tetapi dapat juga miring ke segala arah kecuali arah barat. Kegiatan selanjutnya adalah pembuatan bedengan dengan ukuran (90 cm – 100 cm) × 120 cm. Ukuran bedengan sebenarnya rata-rata tiga contoh bedeng 82 cm × 817 cm. Persiapan pohon induk perlu dilakukan untuk memperoleh bahan tanam yang baik, yaitu pemangkasan dan kerik lumut . Hasil pangkasan dibenamkan di sekitar tanaman. Selain itu kegiatan selanjutnya adalah membersihkan sekitar tanaman dengan diameter sekitar 2 m (bokoran). Kemudian tanah di sekitar tanaman digemburkan dengan menggunakan garpu. Setelah itu bahan stek dapat diambil 4 – 5 bulan setelah perlakuan tersebut. Persiapan media tanam dilakukan untuk menunggu proses tumbuhnya stek di pohon induk. Media tanam terdiri dari top soil, sub soil, tawas (KAl(SO4)2.12H2O), KCl, TSP dan Dithane M-45. Komposisi untuk campuran top soil adalah tawas 600 gr/m³, KCl 500 gr/m³, TSP 500 gr/m³ dan Dithane M-45 400 gr/ m³. Sedangkan campuran sub soil adalah tawas 800 – 1 200 gr/m³ dan Dithane M-45 300 gr/m³. Berdasarkan pengamatan penulis, sebelumnya top soil dan sub soil diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 1 cm. Prestasi kerja
pekerja pengayakan tanah di pembibibitan untuk top soil 2 m³/orang dan sub soil 1 m³/orang, sedangkan penulis top soil mendapat ¼ m³ dan sub soil 1/8 m³. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam polibag ukuran 12 × 15 cm. Akan tetapi berdasarkan pengukuran penulis ukuran sebenarnya polibag adalah10 × 16 cm. Takaran top soil 2/3 pada lapisan bawah, dan sub soil 1/3 pada lapisan atas. Polibag yang berisi komposisi tersebut dinamakan bekong. Bekong kemudian disusun di bedengan (Gambar 1). Ukuran bekong yang sudah disusun di bedengan berdiameter 6.4 cm dan tinggi 12.6 cm. Ukuran ini berdasarkan pengamatan penulis selama melakukan magang. Jarak antar bedengan 60 cm agar memudahkan pemeliharaan. Setiap bedengan terdapat sekitar 1 820 polibag. Prestasi kerja Pekerja mendapat 500 polibag/orang, sedangkan penulis mendapat 176 polibag.
Gambar 1. Bekong untuk Bibit Kegiatan selanjutnya adalah membuat sungkup dari plastik (Gambar 2). Kerangka dibuat dengan tinggi 40 cm dengan panjang plastik 180 cm. Naungan dibuat dari ayaman bambu kemudian diikatkan dengan paku andam (Glicinia liniaris), dengan tinggi naungan 180 cm. Naungan ini menghasilkan intensitas cahaya sekitar 25 – 30 %. Paku andam paling baik digunakan untuk naungan karena memiliki daya tahan terhadap angin, hujan, dan waktu kering dan rontok cocok untuk bibit menyesuaikan lingkungan. Tunas-tunas baru yang akan digunakan untuk bahan stek akan tumbuh, setelah 4 – 5 bulan pohon induk dipangkas. Pembuangan pucuk dilakukan sebelumnya, agar menghasilkan batang dan daun yang kuat. Setelah pembuangan
pucuk, pohon induk dibiarkan selama 2 minggu kemudian baru diambil bahan stek sekitar 10 daun. Pengambilan 10 ruas daun ini harus memenuhi syarat diantaranya pangkal batang sudah berwarna coklat dan daun menengadah ke atas. Setelah itu dipotong tiap stek satu daun, jadi terdapat 10 stek dengan bentuk Single Node Cutting (Stek satu buku) (Gambar 3). Ketika dipotong sudah disiapkan ember yang berisi air untuk menjaga kelembaban bahan stek. Kemudian stek direndam dalam larutan Dithane M-45 (bahan aktif Mankozeb 80 %) dengan dosis 2 gram / liter air selama kurang lebih 1-2 menit. Hal ini dilakukan untuk menghambat pertumbuhan jamur pada bibit.
Gambar 2. Naungan dan Sungkup di
Gambar 3. Single Node Cutting
Stek ditanam di polibag dengan satu daun, tetapi apabila daun terlalu besar dipotong setengahnya agar tidak tumpuk antar daun. Arah daun harus sama agar tidak berantakan (Gambar 4). Bibit disungkup dengan plastik selama 4 bulan tanpa perlakuan, kecuali bila kering disiram.
Penyulaman dilakukan apabila
terdapat stek yang mati atau membusuk, dengan mengusahakan pembukaan sungkup secepat dan sekecil mungkin. Kelembaban dalam sungkup harus dijaga yaitu sekitar 80 %. Setelah 4 bulan dilakukan adaptasi dengan lingkungan dilakukan tiap 2 minggu dengan penambahan pembukaan sungkup selama 2 jam. Misalnya 2 minggu pertama sungkup dibuka selama 2 jam, 2 minggu berikutnya dibuka selama 4 jam dan seterusnya. Pada minggu ke 10 dibuka selama 12 jam dan dibuka seterusnya.
Gambar 4. Penataan Stek pada Pemeliharaan dilakukan pada saat pembukaan bertahap seperti penyiangan yang dilakukan 3 hari sekali, pemberantasan hama penyakit 2 hari sekali, dan penyiraman 3 hari sekali. Selain itu juga dilakukan pemupukan tanah dan pemupukan dengan pupuk daun. Pemupukan tanah menggunakan campuran urea, KCL, dan TSP dengan dosis masing-masing 0.5 g/polibag. Pupuk tanah ini diberikan setiap setengah bulan sekali pada bibit yang sudah dibuka dari sungkup. Cara pemupukan adalah dengan menabur pupuk diatas bekong kemudian dibersihkan dari daun-daun teh dengan dedaunan atau ranting dan disiram agar pupuk tidak menempel di daun. Pupuk daun diberikan seminggu sekali dengan pupuk organik Super Max. Pupuk tersebut merupakan pupuk cair organik berwarna hitam dengan komposisi 15.2 % N; 6.1 % P; 7.14 % K dan unsur lainnya dan pupuk dicairkan setiap 10 cc dengan air 15 liter.
Gambar 5. Stek Berumur 4 Bulan Masa Adaptasi Saat penulis melakukan kegiatan magang terdapat bibit stek yang berumur 4 bulan yang sedang dalam masa pembukaan sungkup. Bibit ini mempunyai daya pertumbuhan sekitar 80 %. Selain itu juga terdapat bibit stek yang berumur
sebulan yang sedang disungkup. Bibit ini mempunyai daya pertumbuhan 48 %, karena terdapat yang terkena jamur dan kemudian mati. Bibit stek dapat dipindahkan ke lapang setelah berumur 8 bulan atau yang disebut dengan bibit siap salur. Bibit siap salur terdapat kelas bibit yaitu kelas A , kelas B dan kelas C. Kelas A merupakan bibit yang mempunyai tinggi lebih dari 30 cm dan mempunyai 6 helai daun, kelas B tinggi 20-30 cm dan kelas C tinggi kurang dari 20 cm. Kelas bibit yang sudah siap salur adalah kelas A (tinggi 25 cm dan jumlah daun 6 daun). Bibit yang termasuk dalam kelas B harus dipelihara kembali dan kelas C harus disungkup kembali. Perkebunan Pagilaran selain mempunyai lahan pembibitan juga terdapat kebun poliklonal. Kebun poliklonal merupakan kebun biji yang terdiri dari dua macam atau lebih klon yang ditanam dalam bentuk kombinasi barisan, segiempat atau segitiga ganda (double triangle) (Tarlan dan Adimulya, 1997). Luasnya kebun poliklonal Pagilaran 2.5 ha dan telah berumur 31 tahun. Kebun ini ditanami tujuh jenis klon teh unggulan, diantaranya Malabar 2, SA 40, PS 1, TRI 2025, Cinuruan 143, SKM 118, dan Kiara 8. Diantara 7 klon tersebut TRI 2025 merupakan klon paling unggul karena produktivitasnya paling tinggi yaitu 3 ton/ha teh kering atau sekitar 15 ton/ha teh basah, agak tahan terhadap cacar dibandingkan TRI 2024, dan mudah tumbuh. Jarak tanam di kebun polilonal adalah 6 m × 6 m dengan bentuk segitiga ganda. Kebun poliklonal juga dilakukan pemeliharaan diantaranya pemupukan, penyiangan,
pemangkasan
dan
pemberantasan
hama
penyakit
tanaman.
Pemupukan dilakukan satu tahun dua kali dengan dosis 100 gram Urea, 40 gram TSP dan 40 gram KCl setiap pohonnya. Penyiangan dilakukan 3-4 kali dalam setahun. Pemangkasan dilakukan hanya sekali selama penanaman yaitu pada tahun 2001, dengan tinggi pangkasan 3 m dari tanah. Pengandalian hama penyakit dilakukan apabila pohon poliklonal terserang penyakit dalam skala besar. Pembibitan dengan menggunakan biji juga dilakukan di perkebunan Pagilaran. Biji yang digunakan adalah biji yang illegitum yaitu induk betina yang diketahui dari kebun poliklonal. Terdapat dua cara pembibitan biji di kebun ini yaitu langsung di tanah (konvesional) dan menggunakan polibag.
Cara konvesional adalah mengambil biji yang sudah masak tapi belum berkecambah. Biji kemudian dikupas dan segera dimasukan ke dalam air untuk memisahkan biji yang baik dan yang kurang baik. Biji yang yang digunakan adalah biji yang tenggelam (biji yang baik). Biji tersebut kemudian disemai langsung di tanah di sebuah bedengan. Bedengan ini terletak diantara pohonpohon poliklonal. Jarak persemaian antar biji 10 × 10 cm. Pada pelaksanaannya tidak dilakukan penyungkupan dan pemberian naungan. Pembibitan dalam polibag menggunakan biji berasal dari kebun poliklonal yang jatuh kemudian berkecambah, sehingga sebelumnya dicari biji yang berkecambah di bawah pohon-pohon teh. Biji berkecambah ditanam di polibag dengan tanah tanpa pemberian perlakukan sebelumnya. Bibit ini hanya digunakan untuk menyulam kebun yang berasal dari bibit biji. Setelah bibit dari biji ini berumur 5 bulan, dipindahkan ke lapangan untuk menyesuaikan lingkungannya. Selain itu dilakukan seleksi antara bibit yang mati dan sehat. Bibit mati disulam kembali dan yang sehat dikumpulkan. Setelah 7 bulan bibit sehat tersebut dikelompokkan berdasarkan klon yang dilihat dari bentuk daun. Klon yang sama dikumpulkan dan diseleksi kembali kebenaran klon tersebut. Bibit asal biji dapat dipindahkan ke lapang setelah 2 tahun.
Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Unit Produksi Perkebunan Pagilaran mempunyai areal tanaman teh belum menghasilkan (TBM). TBM merupakan tanaman teh muda dan berumur di bawah dua tahun serta belum diambil produksinya (Tobroni dan Adimulya, 1997). Areal ini terdapat pada bagian afdeling Andongsili dan Kayulandak, sedangkan bagian afdeling pagilaran hanya sedikit areal tanaman belum menghasilkan. Setiap bagian afdeling berbeda dalam pengelolaan tanaman belum menghasilkan.
Kebun Pagilaran Tanaman belum menghasilkan (TBM) di Kebun pagilaran merupakan konversi lahan dari kopi menjadi teh, sehingga luas lahan TBM Pagilaran belum dicantumkan ke dalam areal Perkebunan PT Pagilaran (Tabel 1). Jenis klon yang ditanam adalah Pagilaran 4 (PGL 4) dan Pagilaran 11 (PGL 4). Sebelumnya lahan
ini dibuat teras terlebih dahulu dengan tujuan agar tanah lebih tahan lama dan tidak terjadi erosi. Selain itu dibuat saluran drainase yang buntu untuk menampung air atau yang disebut got buntu. Pada Perkebunan Pagilaran TBM yang berumur 3 bulan dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk tablet. Pupuk ini merupakan campuran antara pupuk primer yaitu Urea, SP-36, dan KCl. Pupuk ini diberikan dengan cara membuat dua lubang dengan tugal di samping tanaman. Dosis pupuk tiap tanaman adalah 6 gram atau enam tablet karena bobot satu tablet 1 gram. Jadi tiap lubang diberi
tablet, lalu ditutup kembali dengan tanah. Standar pekerja satu orang
adalah 1 000 m².
Kebun Andongsili Pada kebun Andongsili luas areal tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu 6.5 ha. Umur tanaman pada saat ini sekitar 3 tahun, dan masih ada penyulaman. Klon yang ditanam adalah TRI 2025. Pertumbuhan tanaman tidak seragam karena waktu penanaman tidak bersamaan. Bibit teh yang ditanam pada bulan kemarau mengalami kegagalan, sehingga memerlukan penyulaman. Sedangkan bibit yang ditanam pada akhir kemarau tumbuh dengan subur. Pemeliharaan yang dilakukan di TBM antara lain pemupukan, penyiangan, penggemburan, penanaman pohon pelindung sementara dan pembentukan bidang petik. Pemupukan yang dilakukan pada awal tanam dan 3 bulan setelah tanam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk dengan kandungan NPK 5:1:3. Dosis yang diberikan setiap tanaman adalah 20 gram. Pemeliharaan selanjutnya adalah pengendalian gulma yang dilakukan secara intensif yaitu dengan cara manual dan kimiawi. Penyiangan secara manual dilakukan oleh para pekerja dengan menggunakan sabit. Gulma yang telah disiangi, dikumpulkan di tempat yang terbuka. Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida dilakukan apabila tidak hujan. Herbisida yang digunakan adalah Round up dengan bahan aktif Glyphospate yang dapat aktif apabila tidak terkena air minimal 2 jam. Pada saat penulis melakukan kegiatan magang, tidak dilakukan pengendalian gulma dengan herbisisda, karena musim hujan sedang berlangsung.
Penggemburan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul, untuk meningkatkan kesuburan tanah. Sebelum menanam tidak diberi pupuk kompos dan tidak dibuat terasiring, sehingga diperlukan penggemburan. Pembuatan rorak sudah dilakukan akan tetapi karena hujan, rorak menjadi rusak dan hilang. Penanaman pohon pelindung dilakukan, setelah teh ditanam. Pohon pelindung yang ditanam adalah Puhli (Theprosia sp.). Tanaman ini hanya bertahan selama satu tahun, dan akan mati dengan sendirinya. Jarak tanaman tidak ditentukan, dan ditanam secara acak. Pembentukan bidang petik dilakukan setelah tanaman berumur 3-4 bulan setelah bibit ditanam di lapang. Cara yang digunakan antara lain Centering, Bending atau kombinasi keduanya. Cara yang lebih banyak yang digunakan adalah Centering, yaitu dengan memotong batang utama setinggi 15 – 20 cm dari tanah. Cara ini memiliki beberapa kelebihan yaitu batang samping yang tumbuh lebih kuat, tahan lama tidak mudah membusuk akan tetapi pertumbuhannya lambat. Selain cara Centering juga dilakukan dengan cara Bending yaitu dengan melengkungkan batang samping dengan bantuan ranting. Setelah dua bulan ranting dilepas dan batang samping tidak tegak lagi, cabang-cabang baru akan muncul di atas batang samping tersebut. Cara ini lebih cepat menutup serta cepat tumbuh dan dapat dipetik pada umur tiga tahun. Akan tetapi pertanaman tidak tahan lama hanya sekitar 15 – 20 tahun karena pangkal batang mudah membusuk.
Kebun Kayulandak Bagian Kebun Kayulandak mempunyai kebun TBM dengan luas 8.75 ha, dan umur tanaman tersebut 4 tahun dengan tahun penanaman 2004. Penanaman TBM ini dilakukan dalam upaya peremajaan tanaman teh yang sudah tidak produktif. Klon yang ditanam dalam satu blok ini bermacam-macam antara lain klon Gambung 7, Gambung 9, MPS dan masih banyak lagi, tetapi yang lebih didominankan klon Gambung 7. Pemeliharaan di TBM Kayulandak antara lain penyulaman,
penggemburan,
penyiangan,
pembentukan
bidang
petik,
pemangkasan awal, pemupukan, pembuatan rorak, pembuatan got panjang dan penanaman pohon pelindung sementara.
Penyulaman hingga saat ini masih dilakukan untuk mengganti tanaman yang gagal tumbuh. Tanaman banyak yang gagal tumbuh disebabkan oleh lahan yang berbatu dan serangan hebat hama. Hama yang menyerang adalah hama penggerek batang (Zeuzela coffeae) yang menyebabkan daun kuning, kemudian rontok dan mati. Penyulaman selain dengan menggunakan bahan stek, juga dilakukan dengan bahan tanam dari hasil cangkok. Bahan tanam dari cangkok ini digunakan sebagai percobaan. Berdasarkan pengamatan penulis di lapang hasil cangkok tidak sekuat bahan tanam stek karena batangnya mudah membusuk. Awal penanaman dilakukan penggemburan dan pembuatan teras. Setiap teras minimal satu baris tanaman apabila lahan sangat curam. Lebar dari teras juga harus mengacu pada jarak tanam. Semakin lebar jarak tanam maka semakin lebar pula teras yang dibuat. Pada tanah datar jarak tanam yang digunakan pada lahan TBM ini adalah double row seperti Gambar 6.
120
60
Gambar 6. Jarak Tanam double row Kegiatan rutin yang harus dilakukan pada lahan TBM adalah penggemburan tanah. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki struktur tanah. Pengemburan dilakukan setahun 3 kali, dengan menggunakan cangkul dan garpu. Pengendalian gulma di kebun Kayulandak menggunakan cara manual, sedangkan penggunaan herbisida jarang dilakukan. Cara penyiangan dengan menggunakan cara manual dilakukan 4 kali setahun. Standar penyiangan, pekerja harus menyelesaikan 2.25 patok per hari. Upah yang diberikan kepada pekerja penyiangan Rp 6 500.00/patok.
Penanaman tanaman pelindung sementara bertujuan untuk melindungi tanaman dari cahaya matahari karena tanaman masih belum bisa menyesuaikan dengan cahaya matahari. Selain itu juga melindungi tanah dari erosi. Tanaman pelindung sementara yang digunakan pada kebun Kayulandak sama dengan kebun Andongsili yaitu Theprosia sp. Tanaman ini juga dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan mengikat nitrogen bebas, karena mengandung bintil akar yang bersimbiosis dengan Rhizobium. Tanaman ini digunakan sebagai tanaman pelindung hingga tanaman teh dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungan. Tanaman ini sendiri dapat hidup selama 3 tahun. Apabila tanaman teh sudah dapat menyesuaikan dengan cahaya matahari kurang dari 3 tahun maka tanaman pelindung sementara ditebang. Tanaman pelindung sementara ditanam selang setengah bulan setelah penanaman teh. Setiap empat tanaman teh ditanam satu tanaman pelindung sementara. Pembentukan bidang petik banyak digunakan teknik Centering. Teknik ini dimulai pada saat tanaman teh berumur tiga bulan setelah tanam. Dipotong setinggi maksimal 20 cm dari tanah, semakin rendah tanaman yang dihasilkan semakin kuat. Selanjutnya dilakukan selama enam kali hingga teh berumur 18 bulan. Apabila sudah tumbuh tunas dipotong pada batas tunas yang memiliki arah keluar minimal dua arah telah terisi. Centering lebih efisien dibandingkan dengan Bending, karena teknik Centering menggunakan alat gunting sehingga satu orang pekerja dapat mengerjakan 1 ha per hari. Sedangkan Bending membutuhkan kayu untuk menyangga cabang yang dilekungkan, sehingga pekerjaan kurang efisien. Pemupukan dilakukan setahun empat kali dengan menggunakan pupuk NPK. Dosis yang digunakan adalah 8 gram/perdu, dengan perbandingan NPK yaitu 2 : 2 : 1. Cara aplikasinya dengan membuat bokoran berdiameter 20 cm dari perdu disekitar tanaman dengan cangkul. Pembuatan rorak dilakukan pada umur 3 bulan dan dibuat satu tahun sekali. Rorak ini bertujuan untuk membuang sarasah hasil penyiangan. Serasah tersebut dimasukan dalam rorak, agar menjadi kompos sehingga menyuburkan tanah. Rorak ini dibuat dengan ukuran panjang 200 cm, lebar 40 cm dan dalam 60 cm, serta jarak antar rorak 400 cm. Selain untuk menyuburkan tanah rorak juga untuk menyimpan air dengan mengendapkan air.
Pembuatan got panjang bertujuan untuk pembuangan air agar tidak terjadi erosi dan pencucian hara. Selain untuk menyimpan air pada saat musim hujan dan mengalirkannya pada saat musim kemarau. Ukuran got panjang yaitu lebar 60 cm, dalam 60 cm dan panjang sesuai dengan panjangnya teras. Setiap patok dibuat 2 got panjang. Pembuatan ini dipilih teras yang cukup untuk lebar got panjang.
Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM) Pemeliharaan kebun yang dilakukan oleh PT. Pagilaran diantaranya adalah pemangkasan, penyiangan, penyulaman dan pemupukan. Kegiatan lainnya merupakan kegiatan berurutan setelah pemangkasan adalah kubur ranggas, kerik lumut, dan penggarpuan. Seharusnya urutan kegiatan setelah pangkas adalah kerik lumut, kubur ranggas dan penggarpuan. Akan tetapi urutan ini tidak efektif dilakukan di lapang.
Pengendalian Gulma Gulma yang dominan di kebun Pagilaran adalah Ageratum conizoides, Clydemia hirta, Centrocema pubescens, Cromellina diffusa, Cynodon dactilon, Oplisminus compesitus, Paspalum conjugatum. Penyiangan dilakukan 3-4 bulan sekali dengan cara manual. Alat yang digunakan adalah sabit atau arit. Standar yang digunakan tiap pekerja adalah 2 patok, sedangkan penulis mendapat 80 m². Upah yang diberikan tiap patoknya adalah Rp 7 500 akan tetapi dapat berubah tergantung kesepakatan dari pekerja dan mandor besar. Pengendalian gulma juga dilakukan berdasarkan umur pangkas. Tanaman yang berumur satu tahun setelah pemangkasan dilakukan penyiangan 4 kali dalam setahun. Tanaman yang berumur dua tahun setelah pangkas dilakukan 3 kali dalam setahun. Untuk tanaman berumur tiga tahun setelah pangkas dilakukan 2-3 kali setahun. Sedangkan untuk tanaman berumur empat tahun setelah pangkas atau hampir dipangkas penyiangan dilakukan 2 kali setahun. Pada saat ini terdapat pengurangan residu penggunaan bahan kimia termasuk herbisida. Untuk itu Penggunaan herbisida hanya dilakukan setahun sekali untuk tiap blok, dan hanya dilakukan pada tanaman yang berumur setahun setelah pangkas. Hal ini dilakukan karena tanaman belum menutup tanah sehingga pertumbuhan gulma yang terlalu
besar, sehingga sulit dilakukan secara manual. Herbisida yang digunakan adalah Round Up, dengan dosis 3.5 liter/ha. Setelah penggunaan herbisida biasanya dilakukan kegiatan garpu ekstra. Herbisida Round Up merupakan herbisida sistemik tidak selektif dengan bahan aktif Gliphospat. Heribisida ini mempunyai daya berantas yang luas, selain untuk memberantas jenis-jenis gulma berdaun lebar juga dapat digunakan untuk jenis gulma berdaun sempit dan teki-tekian. Herbisida ini bekerja secara sistemik, sehingga dapat mematikan gulma sampai ke perakarannya. Oleh sebab itu baik digunakan untuk memberantas jenis-jenis gulma berdaun sempit maupun berdaun lebar tahunan yang berkembang biak secara vegetatif (Pusat Penelitian Perkebunan Indonesia, 1997). Pada afdeling Andongsili lebih sulit melakukan penyiangan, karena gulma yang tumbuh lebih banyak dan lebih lebat. Hal ini dikarenakan kelembaban yang lebih tinggi dan tenaga kerja yang kurang. Keadaan lahan yang lebih terjal dan tidak dibuat teras sehingga membuat pekerja sulit melakukan penyiangan. Jadi untuk menentukan upah pekerja tergantung dari keadaan kebun. Apabila keadaan sulit maka upah kerja lebih mahal. Upah pekerja bekisar Rp 10 000 – Rp 12 000. Hasil penyiangan secara manual dikumpulkan pada bagian yang sudah dibersihkan yang nanti akan dibalik pada saat penggarpuan. Di Kayulandak penyiangan dilakukan 2-3 kali setahun dengan cara manual. Dibandingkan tanaman TBM, penyiangan pada tanaman dewasa lebih jarang karena tanah yang sudah tertutup perdu teh sehingga tidak banyak gulma yang tumbuh. Pemakaian herbisida dilakukan setiap dua tahun sekali dengan menggunakan Round Up, terutama pada saat akan dilakukan penggarpuan. Setelah kegiatan penyiangan dilakukan pembuatan rorak (got buntu) dengan ukuran panjang 200 cm, lebar 60 cm dan tinggi 60 cm, dengan jarak antar rorak 4 m (400 cm) yang diukur dengan tombak. Peletakan rorak berselang-seling, dengan jumlah 16 rorak dalam satu patok (400 m3). Pembuatan rorak ini bertujuan untuk menimbun hasil penyiangan tetapi tidak ditutup. Sehingga gulma yang ditimbun tersebut akan membusuk dan dapat menambah kesuburan tanah serta mencegah erosi. Standar pembuatan rorak seorang pekerja adalah satu patok (16 rorak).
Pemupukan Pemupukan di kebun Pagilaran dilakukan dua kali dalam setahun awal dan akhir musim hujan, berarti enam bulan sekali. Akan tetapi hanya dilakukan apabila biaya memadai. Pupuk seharusnya diberikan antar bulan Maret hingga Mei atau September hingga November. Pada saat ini terjadi keterlambatan dalam pengiriman pupuk. Pemupukan pada tahun ini hanya dilakukan sekali setahun. Hal ini dikarenakan kurangnya biaya pemeliharaan. Pemupukan dilakukan apabila terdapat pengiriman pupuk. Pupuk yang dikirim hanya dapat memupuk sekitar 15 blok untuk masing-masing kebun. Seharusnya yang dipupuk 20-40 blok. Pupuk yang digunakan pupuk kimia yaitu campuran urea, SP-36, dan KCl. Dosis yang digunakan 45 gram per perdu, sehingga seharusnya dalam satu karung dengan berat 25 kg dapat diberikan 555 perdu Kebutuhan pupuk dalam satu hektar lahan teh adalah 360 kg. Dalam sehari luas areal yang dipupuk sekitar 8 ha dengan kebutuhan 83 karung atau 2.75 ton. Pupuk yang digunakan dalam bentuk tablet yang melepaskan hara secara perlahan, sehingga kegiatan pemupukan kembali dibutuhkan waktu yang lama. Cara pemberian pupuk dengan membuat lubang di sekitar perdu teh (jarak dari perdu 15 cm) dengan kedalaman kira-kira 8 cm, kemudian dimasukan pupuk sesuai takaran yang diberikan. Dalam satu hektar lahan teh membutuhkan tujuh orang pekerja. Pemupukan dengan bahan organik juga dilakukan, tetapi hanya jika bahan pupuk tersedia. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang, dengan kebutuhan 10 ton/ha. Pembagian kegiatan pemupukan tiap pekerja adalah tiga orang membawa pupuk dari tempat penurunan pupuk ke pekerja yang akan memberikan pupuk ke pemupuk, satu orang memberikan pupuk kepada pemupuk, satu orang mengumpulkan karung, dan sisanya berpasangan sebagai pembuat lubang dan pemberi pupuk (pemupuk) sekaligus menutup lubang. Standar pekerja pemupukan adalah 1 250 m²/orang, sedangkan penulis mendapat 240 m². Upah yang diberikan merupakan upah harian 5 jam yaitu Rp 13 500. Dalam pelaksanaan kegiatan pemupukan memerlukan pengawasan yang intensif karena banyak terjadi penyimpangan. Pada pengamatan yang dilakukan penulis dalam pemberian pupuk, seharusnya satu karung (25 kg) untuk 555 perdu
dengan menggunakan takaran yang sudah diperkirakan bahwa berat satu takaran tersebut 45 gram/perdu. Akan tetapi pada pelaksanaannya satu perdu mendapat 81 gram/perdu atau satu karung pupuk untuk 307 perdu tanaman teh, sehingga pemberian pupuk ini tidak efisien. Selain itu juga dalam penutupan pupuk terdapat 25 % yang tidak ditutup dan sekitar 35 % perdu yang tterlewat tidak dipupuk. Pemupukan pada daun juga dilakukan dengan yang menggunakan pupuk Super Max yang sudah dijelaskan kandungannya dalam pembibitan. Untuk tanaman menghasilkan dosis yang digunakan satu liter pupuk daun cair untuk luasan satu hektar. Berdasarkan pengamatan penulis, pupuk sebelumnya diencerkan dengan air dengan konsentrasi 3 cc per liter air dan dicampur dengan urea yang dicairkan (konsentrasi 0.1 %). Urea digunakan sebagai bahan perekat pupuk dengan daun. Campuran pupuk dimasukkan ke dalam alat penyemprot. Alat yang digunakan adalah Knapsack Sprayer (Gambar 7) dengan kapasitas 15 liter yang digunakan untuk 1.5-2 patok. Dosis pupuk daun yang dilakukan di lahan hanya 0.75 liter per hektar, karena ada penambahan larutan urea.
Gambar 7. Pemupukan Daun Kegiatan sebelum melakukan pemupukan, terlebih dahulu mempersiapkan air sehari sebelum pelaksanaan, karena pengangkutan air membutuhkan waktu yang lama. Pemberikan pupuk ini tidak boleh terkena air hujan minimal 4 jam. Pupuk ini diberikan pada tanaman yang berumur pendek pada tanaman belum menghasilkan, seperti klon PS yang berumur 2 tahun sudah dipetik. Pemberian
pupuk daun ini dimaksudkan untuk menambah ketebalan daun. Standar pemupukan daun setiap pekerja mendapat 0.5 ha. Pemangkasan Pemangkasan dilakukan empat tahun sekali, berarti perkebunan Pagilaran menggunakan gilir pangkas empat tahun. Sehingga dalam setahun luas lahan yang dipangkas seperempat dari seluruh luas kebun. Misalnya luas kebun Pagilaran kira-kira 428.072 ha, sehingga dalam setahun luas lahan yang dipangkas 107.018 ha, dengan target selama 6 bulan sudah dilakukan pemangkasan seluas 60.211 ha (60 % dari luas yang akan dipangkas). Pemangkasan ini biasanya dimulai bulan Maret atau April. Luas ini dibagi kembali per blok kebun, dan per blok pemangkasan dilakukan selama sebulan, yang seharusnya dapat dilakukan selama setengah bulan. Satu blok kebun terdapat 16 pekerja, yang setiap pekerja diberikan satu patok dengan luas kira-kira 400 m². Pada kebun Andongsili pekerja yang ada sekitar 12 orang, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memangkas satu blok (14.5 ha) adalah 45 hari. Tinggi pemangkasan dari tanah bertahap dari 40 hingga 70. Apabila tahun ini pemangkasan 40 cm maka pemangkasan selanjutnya 65 cm, setiap gilir pangkas naik 5 cm. Apabila sudah sampai 70 cm maka kembali diturunkan 45 cm dan seterusnya. Semakin tinggi pangkasan semakin cepat pucuk tumbuh. Presentasi tanaman mati akibat pangkasan hanya kurang dari 5 %.
Gambar 8. Lahan yang Telah Dipangkas
Sebelum pemangkasan dilakukan petikan gendesan, yaitu mengambil semua pucuk sebelum dipangkas. Akan tetapi sebaiknya sebelum dipangkas pucuk dibiarkan selama 2 bulan untuk mengumpulkan pati di dalam akar. Kadar pati ini dapat dilihat dari bekas potongan pada batang yang mengeluarkan cairan. Para mandor pemangkasan membuat contoh terlebih dahulu, sebelum pemangkasan dilakukan oleh pekerja. Kemudian dilakukan kesepakatan dengan pemborong dengan harga yang cocok. Pemangkasan hanya bisa dilakukan oleh para pekerja yang mahir pemangkasan. Tinggi pohon yang akan dipangkas diukur terlebih dahulu, misalnya 55 cm menggunakan kayu. Kemudian kayu ini digunakan untuk menjadi patokan di kebun. Tetapi hanya satu saja yang diukur kemudian yang lain mengikuti tanaman yang telah diukur tadi. Hal ini agar hasil pangkasan terlihat rata, sehingga tidak semua tanaman diukur. Hasil pangkasan yang berupa ranting-ranting (ranggas) diletakkan di atas tanaman teh yang telah dipangkas, hal ini untuk mengurangi penguapan pada batang teh yang terbuka. Apabila cuaca baik, hasil pangkasan dapat dipetik lagi pada umur 2.5-3 bulan. Sebaliknya apabila cuaca tidak mendukung, seperti saat ini dimana hujan terlampau sering, hasil pangkasan dapat dipetik kembali setelah berumur lebih dari 3 bulan. Pangkasan harus dipotong miring (45°) untuk menghindarkan pembusukan akibat dari masuknya air hujan. Potongan yang miring akan mengalirkan air ke bawah, apabila potongan datar akan menampung air hujan, sehingga batang menjadi busuk. Selain itu pisau pangkas harus tajam agar batang tidak pecah yang mengakibatkan tanaman menjadi busuk. Pemangkasan di Kayulandak juga terdapat pemangkasan jambul (Gambar 9). Pangkas jambul adalah pangkasan yang meninggalkan daun kurang lebih 100 lembar daun. Hal ini dilakukan karena jenis tanaman teh yang ditanam tidak tahan terhadap panas sehingga diperlukan pelindung. Klon ini adalah jenis PS yang tidak tahan panas. Setelah pemetikan jendangan sisa jambul dipotong. Pada kebun Kayulandak setelah pemangkasan dibuat got panjang dengan ukuran lebar 60 cm, tinggi 60 cm dan panjang menyesuaikan panjang lahan teras. Pembuatan got panjang ini bertujuan untuk menyimpan air dan mengalirkan air yang berlebih.
Gambar 9. Pangkasan Jambul Kubur Ranggas Kegiatan selanjutnya setelah pemangkasan adalah kubur ranggas atau belet ranggas. Ranggas merupakan ranting-ranting sisa pemangkasan. Kubur ranggas berarti membenamkan ranting-ranting sisa pangkasan ke dalam tanah. Hal ini dilakukan disela-sela tanaman teh. Kubur ranggas dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan unsur hara ke tanah, kemudian digunakan kembali oleh tanaman teh. Kegiatan ini dilakukan seminggu setelah pemangkasan, karena untuk menghilangkan gas beracun yang dikeluarkan dari sisa-sisa ranting tersebut. Seharusnya sampai ranting benar- benar kering, akan tetapi untuk memberikan pekerjaan pada pekerja supaya tidak menganggur maka dilakukan seminggu setelah pemangkasan. Kegiatan ini tidak selalu dilakukan setelah pemangkasan dapat pula dilakukan setelah kerik lumut seperti pada kebun bagian Andongsili.
Kerik Lumut Kegiatan ini dilakukan setengah bulan setelah kubur ranggas. Tujuan dari kerik lumut adalah untuk membersihkan lumut dan tumbuhan yang menempel pada batang teh. Batang teh terdapat pada kondisi yang lembab akibat dari ternaungnya daun teh, sehingga banyak lumut dan tumbuhan yang menempel pada batang teh. Selain itu tujuan dari kerik lumut adalah menghilangkan hama dan penyakit yang menempel pada lumut di batang teh sehingga pertumbuhan tunas tidak terhambat. Alat yang digunakan adalah karung bekas tempat teh diangkut, karung beras, atau alat lain yang mempunyai permukaan kasar. Bahkan rantingranting teh pun dapat digunakan. Tidak terdapat alat khusus dalam kegiatan ini.
Cara kerik lumut tinggal menggosok-gosokan alat ke batang teh. Prestasi pekerja dalam sehari 400 m² (satu patok) dengan upah antara Rp 14 000-Rp 15 500. Untuk setiap patoknya tergantung kebersihan pohon teh dari lumut, sedangkan penulis mendapat 100 m². Pada Kebun Andongsili kerik lumut dilakukan sebelum kubur ranggas. Hal ini dikarenakan pekerja yang kurang. Keadaan tanaman teh yang mempunyai lumut yang lebih tebal dan banyak, juga akan memperlambat pekerja dalam melakukan kegiatan kerik lumut. Hal ini menyebabkan tanaman teh terlalu lama dibiarkan, sehingga akan segera bertunas. Akan tetapi tunas yang tumbuh akan terhambat karena adanya lumut dan tumbuhan lain yang menempel pada tanaman teh. Proses kegiatan kerik lumut dilakukan setelah menyingkirkan rantingranting (ranggas) yang terdapat di atas tanaman teh. Pada pelaksanaan kerik lumut bagian bawah tanaman dibersihkan, dan kerik lumut dimulai dari tanaman bagian bawah terlebih dahulu. Bagian tunas yang akan tumbuh harus bersih dari lumut agar tunas tumbuh dengan baik. Setelah selesai kerik lumut, ranggas dikembalikan ke atas tanaman teh atau langsung dilakukan kegiatan kubur ranggas.
Penggarpuan Penggarpuan
dilakukan
setelah
kerik
lumut.
Sebelum
dilakukan
penggarpuan, dilakukan pembersihan gulma terlebih dahulu. Tujuan dari penggapuan ini adalah mengemburkan tanah dengan membalik tanah, menjaga aerasi tanah dan memutuskan sebagian akar teh karena teh merupakan tanaman yang membutuhkan regenerasi akar. Alat yang digunakan adalah garpu, dan tidak menggunakan cangkul karena dapat terjadi pemutusan akar yang besar sehingga dapat merusak akar. Selain itu juga dilakukan garpu ekstra ketika tanaman berumur satu tahun setelah pangkas. Garpu ekstra ini biasanya dilakukan setelah pengendalian
gulma
dengan
menggunakan
herbisida.
Prestasi
pekerja
penggarpuan 400 m² selama 5 jam kerja, sedangkan penulis mendapat 4 m². Upah seorang pekerja Rp 14 500/patok. Penggarpuan di kebun Andongsili lebih sulit dilakukan karena keadaan kebun yang terjal, gulma yang tinggi, dan tidak terdapat terasering. Selain itu
barisan yang tidak teratur. Penggarpuan di kebun ini sering terlambat, hal ini dikarenakan gulma yang terlalu banyak dan kurangnya pekerja.
Pemetikan Pemetikan adalah pemungutan hasil pucuk tanaman teh yang memenuhi syarat-syarat pengolahan. Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Tobroni dan Adimulya, 1997). Pemetikan yang dilakukan di PT Pagilaran adalah pemetikan jendangan, produksi dan gendesan. Setiap mandor membawahi 40 orang pemetik. Untuk pemetikan tidak ditentukan luasan yang harus dipetik. Akan tetapi setelah penulis melakukan pengamatan dalam sehari rata-rata seorang pemetik memetik dengan luas 134.6 m² dengan hasil pucuk 60 kg. Pada bagian kebun Kayulandak penulis memetik selama 5 jam mendapat 14 kg. Sejak tahun 1975 pemetikan banyak menggunakan gunting, walaupun sudah diketahui kualitas petikan menggunakan tangan lebih baik, tetapi masih digunakan gunting. Hasil petikan dengan menggunakan gunting lebih kaku dan luka yang ditinggalkan lebih lama kering daripada petikan dengan tangan. Akan tetapi dengan menggunakan gunting hasil produksi lebih besar daripada menggunakan tangan Tujuan dari pemetikan adalah mengambil pucuk untuk produksi di pabrik yang berkisenambungan. Untuk itu diperlukan kecermatan dalam pemetikan agar pada saat gilir petik selanjutnya masih berproduksi tinggi, serta memperhatikan pucuk yang diambil, dibuang dan dibiarkan.. Pemetikan produksi digunakan gilir petik 10 hari. Rumus petikan yang digunakan adalah medium dengan daun muda yang masih menggulung yaitu maksimal p + 3m. Pemetikan disini lebih mementingkan kuantitas yang maksimal, bukan kualitas. Cara pemetikan produksi di PT Pagilaran gabungan antar petikan ringan, sedang dan berat. Petikan ringan dilakukan apabila daun yang ditinggalkan pada perdu satu atau dua di atas kepel (k + 1 atau k + 2). Petikan sedang yaitu daun yang ditinggalkan di atas perdu tidak ada (k + 0), tetapi dipinggir perdu ditinggalkan satu (k + 1). Dan petikan berat adalah pemetikan yang tidak meninggalkan daun sama sekali di perdu (k + 0).
Pucuk yang diambil sesuai standar yaitu bidang petik. Untuk burung harus dipetik dengan rumus b + 1m. Apabila tidak dipetik maka akan muncul pucuk kembali sekitar 100 hari. Sedangkan apabila burung dipetik maka muncul pucuk kembali 54 hari. Untuk pucuk yang berada di pinggir-pinggir perdu sebaiknya jangan diambil, agar dapat menyatu dengan tanaman yang ada disebelahnya, sehingga dapat menutupi tanah. Untuk cakar ayam apabila berada diatas bidang petik harus dipetik karena dapat mengambat pertumbuhan pucuk, sedangkan yang berada dibawah bidang petik sebaiknya jangan dibuang terlebih dahulu karena dapat membuat lubang di perdu. Pemetikan jendangan adalah pemetikan yang dilakukan pada tahap awal setelah tanaman dipangkas. Pada Perkebunan Pagilaran pemetikan jedangan dilakukan setelah 2.5 bulan setelah pemangkasan, dan dilakukan 6-10 kali. Pemetikan ini dilakukan apabila pucuk memenuhi syarat untuk dipetik yaitu ketika muncul p + 3, berada diatas bidang petik dan berwarna kuning kehijauan (manjing). Pemetikan jedangan dilakukan memotong minimal 4 daun diatas daun kepel, sehingga daun yang ditinggal mempunyai rumus k+0. Tetapi untuk meratakan bidang petik tidak semua menggunakan rumus k+0, dapat juga k+1. Pemetik jendangan rata-rata mendapat 35-40 kg/hari, sedangkan penulis mendapat 3 kg. Tinggi bidang petik jendangan terhadap bidang pangkasan tergantung pada tinggi rendahnya pangkasan. Apabila tinggi pangkasan 55 cm dari tanah maka petikan jedangan 10-15 cm dari luka pangkas. Semakin tinggi pangkasan dari tanah maka semakin pendek petikan jedangan. Petikan ini dilakukan kembali sesuai dengan gilir petik yaitu sekitar 10 hari. Hasil dari petikan jedangan sekarang digunakan untuk produksi. Pada bagian Kayulandak pemetikan jendangan benar-benar diperhatikan. Ketinggian pucuk yang diambil agar menghasilkan bidang petik yang rata. Selain itu pemetik hanya terdapat 2-4 orang untuk 1 ha luas kebun. Hal ini dilakukan agar pengawasan lebih mudah. Pada bagian kebun Kayulandak dalam sehari pemetik jendangan mendapatkan pucuk 90 kg. Setyamidjaja
(1997)
menyatakan
pemetikan
gendesan
merupakan
pemetikan yang dilakukan pada kebun yang akan dipangkas. Pada Perkebunan
Pagilaran petikan gendesan dilakukan setengah bulan sebelum pemangkasan. Pada pemetikan ini, semua pucuk yang memenuh syarat untuk diolah akan dipetik tanpa memperhatikan daun yang tinggalkan. Petikan ini bertujuan untuk mengurangi hasil produksi akibat pemangkasan. Harga pucuk teh yang diberikan untuk pemetik adalah Rp 390/kg. Setiap mandor diberikan target luas lahan yang harus dipetik selama gilir petik. Misalnya setiap mandor harus memetik pucuk teh 1 blok (18 ha), dan gilir petik 10 hari, sehingga untuk setiap hari harus memetik seluas 2 ha. Hasil ini diperoleh dari 18 ha dibagi 9 hari, karena pada hari ke 10 sudah pindah ke blok lain. Apabila dalam 9 hari tersebut terdapat hari libur maka harus menambah luasanya misalnya menjadi 2.5 ha. Jenis kelamin pemetik mempengaruhi hasil pemetikan. Pemetik wanita mendapat pucuk lebih halus daripada pemetik pria tetapi berdasarkan kuantitas pemetik pria lebih banyak daripada pemetik wanita. Bagian Afdeling Andongsili mempunyai ketinggian tempat lebih dari Afdeling Pagilaran yaitu 1 200 m dpl, sehingga gilir petiknya lebih lama yaitu 12 hari. Luas kebun Andongsili sekitar 310 ha, dengan 30 blok yang memiliki luasan yang berbeda-beda. Setiap blok memiliki patok dan untuk luasan 1 ha memiliki 28 patok, sehingga satu patok mempunyai luas sekitar 360 m. Pemetikan menggunakan tangan akan meninggalkan cakar ayam di bidang petik. Cakar ayam merupakan bentuk pertumbuhan tunas lebih dari 2 buah dari ketiak daun. Tunas tersebut berukuran kecil dan biasanya cepat menjadi burung. Cakar ayam ini harus segera dibuang dan dipetik dengan cara yang benar. Pemetikan dengan menggunakan gunting dapat mengurangi cakar ayam, selain itu fermentasi dini pada pucuk dapat terhindar. Evaluasi analisis pucuk yang didapat oleh para mandor dilakukan setiap setengah bulan sekali. Analisis pucuk dilakukan oleh pegawai pabrik, sedangkan analisis petik dilakukan oleh mandor. Selain itu juga dilakukan evaluasi dari perdu yang telah dipetik. Penilaian yang dilakukan oleh para mandor adalah jumlah cakar ayam yang ditinggal, daun yang masih ditinggal, bidang petik, pucuk yang harus ditinggal dan pucuk burung yang masih tertinggal. Kemudian hasil yang didapat adalah jumlah persentasi dari pengamatan mandor.
Pengolahan Pengolahan di Unit Produksi Pagilaran adalah pengolahan teh hitam Orthodox Rotorvane. Rangkaian kegiatan dimulai dari pelayuan, penggilingan dan sortasi basah, Oksidasi enzimatis (fermentasi), pengeringan, sortasi kering, dan pengepakan. Pengolahan oleh PT Pagilaran berdasarkan keinginan pelanggan.
Pelayuan Proses pelayuan terdapat beberapa yang perlu diperhatikan yaitu peralatan, bahan baku, dan tenaga kerja. Tujuan dari pelayuan adalah memudahkan proses berikutnya, mengurangi kadar air, dan menciptakan rasa. Peralatan terdiri dari palung pelayuan/ Withering Trough (22 buah) (Gambar 10) yang berkapasitas 1 500-2 000 kg pucuk/palung, Blower (25 buah) dengan kecepatan 1 460 rpm, Hitter/kompor yang berbahan baku kayu dan BBM tetapi lebih banyak menggunakan kayu (2 buah), peti angkut (6 buah) yang berkapasitas 100 kg, timbangan (4), penyekat, kotak pelayuan, alat pengukur suhu. Bahan bakunya pucuk teh p + 3. Tenaga kerja dipelayuan terdapat 18 orang dengan pembagian 3 waktu kerja masing-masing 6 orang.
Gambar 10. Withering Trough Tahap – tahap pelayuan dimulai dengan mengalirkan udara segar tiap palung sebelum pucuk diletakan di palung. Fungsi dari mengalirkan udara ini adalah membersihkan debu dan kotoran. Pucuk yang sudah ditimbang dan dianalisis diletakan di palung sesuai dengan kasar dan halusnya. Kemudian diberi udara segar selama kurang lebih 18 jam sampai layu. Setelah 3 jam pucuk diletakkan, kemudian diberi udara panas dengan suhu tergantung dari suhu
lingkungan (ruangan). Perbandingan suhu kompor dan suhu ruangan adalah 4 : 3 (Dry/Wet). Kemudian 3 – 4 jam selanjutnya balik wiwir yaitu pemerataan agar pucuk tidak menggumpal dan dilakukan 4 – 5 kali/palung (tempo 3 – 4 jam). Cara balik wiwir yaitu pucuk di dalam palung diambil 1 peti angkut kemudian diletakan paling ujung agar rata. Untuk mengetahui yang sudah balik wiwir atau belum dengan menggunakan papan penyekat. Proses pelayuan ini dilakukan bertahap atau yang disebut dengan layu bertahap, karena kapasitas giling teh hanya 1 000 – 1 700 kg. Ciri – ciri daun yang telah layu adalah pucuk lentur dan lemas, warna kuning kehijauan, berbau harum, terjadi penyusutan volume ± 50 – 52 % maksimal 55 %. Pucuk yang lentur dan lemas adalah pucuk yang apabila digenggam tidak patah dan membentuk gumpalan serta apabila dilepaskan kembali seperti semula. Hal – hal yang mempengaruhi pelayuan adalah pucuk, kondisi alam, peralatan, dan tenaga kerja. Pucuk yang kasar lebih cepat layu daripada yang halus. Pucuk yang kering dari kebun lebih cepat layu daripada yang basah. Dan ketebalan dipalung lebih tipis lebih cepat layunya. Kondisi alam sangat mempengaruhi pelayuan, musim kemarau pucuk lebih cepat layu walau tanpa kompor dibandingkan musim hujan dengan kompor. Pada musim hujan sulit membuat penyusutan volume hingga 52 %.
Penggilingan dan sortasi basah Alat yang digunakan pada PT Pagilaran adalah OTR (Open Top Roller) PCR (Press Cup Roller), RRB (Rotary Roll Breaker), RV (Rotor Vane), Kereta bubuk (bak penampung bubuk), Hygrometer dan Thermometer. Masing-masing alat mempunyai fungsi dan jumlah yang berbeda. Fungsi-fungsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Proses terbentuknya bubuk basah ini dimulai dengan memasukkan pucuk yang telah layu kedalam OTR (Gambar 12) dengan kapasitas 300-350 kg dan kecepatan 1 460 rpm. Setelah kurang lebih 40 menit, hasil dari OTR dikeluarkan. Kemudian hasil bubuk OTR dimasukkan RRB I yang terdapat 5 corong. 4 corong merupakan tempat lolosnya RRB I yang kemudian menjadi bubuk I dan langsung menuju ke kamar fermentasi. Untuk corong kelima atau terakhir, bubuk
dimasukkan RV I dan dilanjutkan oleh RRB II. Kegiatan sama seperti RRB I akan tetapi RRB II akan menghasilkan bubuk II. Selanjutnya RV II dan RRB III yang menghasilkan bubuk III. Kemudian dilanjutkan oleh RV III dan RRB IV yang menghasilkan bubuk IV dan badag. Pada corong kelima RRB IV digiling kembali oleh PCR dan dimasukan kembali ke RV III dan RRB IV. Untuk bubuk yang tidak lolos RRB IV yang sudah masuk PCR dikategorikan sebagai badag. Program penggilingan terdapat tiga jenis yaitu program BOP, program Dust, serta program BOP dan Dust. Skema ketiga program tersebut dapat dilihat pada Gambar 13. Tabel 2. Jumlah dan Fungsi Alat Penggilingan serta Sortasi Basah No 1. 2.
3.
4. 5.
Alat OTR
Jumlah 6 buah
Fungsi menggulung, meremas, mememarkan dan memotong pucuk yang telah dilayukan. PCR 3 buah mengulung, memotong hasil gulungan dan mengeluarkan cairan sel semaksimal mungkin, karena adanya tekanan yang diberikan dari bobot pucuk dan tekanan yang dikehendaki. RRB 6 buah Memisahkan bubuk 1,2,3,4 dan badag hasil dari OTR dan PCR maupun dari Rotor Vane melalui ayakan pada RRB dan untuk menurunkan suhu bubuk yang keluar dari mesin serta membantu proses fermentasi. RV 4 buah Mengecilkan ukuran partikel dan menyeragamkan ukuran partikel. Kereta Bubuk 13 buah Memindahkan bubuk teh hasil penggilingan dari OTR ke RRB, dari RRB ke PCR, dari RRB ke RV dan sebaliknya. Sumber : Bagian Pabrik, 2008
Gambar 11. PCR (Press Cup
Gambar 12. OTR (Open Top Roller)
Program BOP
UK I
UK III
UK IV
FERMEN
Program BOP dan DUST
UK I
PENGE
m
UK III
UK IV
FERMEN
Program DUST
UK I
DAG UK IV
DAG UK IV PENGE
m
UK III
UK IV
FERMEN
DAG UK IV PENGE
m
Gambar 13. Skema Alur Penggilingan Saat ini pengolahan sedang melaksanaan program Dust. Berdasarkan data yang diambil tiga hari secara acak presentasi bubuk yang dihasilkan adalah 20 % bubuk I, 36 % bubuk II, 24 % bubuk III, 9 % bubuk IV dan 11 % badag. Selama proses tersebut terjadi perubahan suhu, yaitu pada saat keluar OTR suhu bubuk 28º C, saat keluar RRB suhu turun menjadi 23º C. Bubuk yang keluar RV suhu naik menjadi 30º C, dan kembali 23º C ketika keluar RRB. Akan tetapi pada saat keluar PCR suhu menjadi 27º C. Perubahan suhu ini akan mempengaruhi proses oksidasi enzimatis (fermentasi). Bubuk sebaiknya jangan lebih dari 30º C atau optimal 26.5º C, untuk itu dilakukan penguraian yang dilakukan oleh alat pemecah gumpalan pada tiap alat. Kadar air pada bubuk basah berkisar 50-60%.
Oksidasi enzimatis (Fermentasi) Oksidasi enzimatis atau fermentasi dilakukan untuk menciptakan warna, rasa, dan aroma pada teh hitam. Proses ini berlangsung sejak pucuk masuk ke proses penggilingan hingga masuk ke kamar oksidasi (kamar fermentasi). Untuk itu pada tempat penggilingan dan sortasi basah dilengkapi dengan Humidifier yang menghembuskan uap air ke seluruh ruangan. Suhu ruangan penggilingan dan sortasi basah kurang lebih 22º C - 23º C dan kelembaban 82 % - 92 %. Setelah proses penggilingan dan sortasi basah selesai, bubuk basah diletakkan pada baki fermentasi sesuai dengan jenis bubuknya. Baki-baki tersebut ditempatkan di troli dan kemudian diletakan di ruang fermentasi dengan suhu 21° C dan kelembaban 95 %. Keadaan tersebut dipertahankan dengan maksimal suhu 25° C dan kelembaban diatas 90 %. Lama fermentasi rata-rata 140 menit dengan ketebalan bubuk dibaki rata-rata 7 cm. Kapasitas troli masing-masing 10 baki, dengan bobot bubuk setiap baki rata-rata 5 kg, sehingga bobot setiap troli 50 kg. Suhu masing-masing bubuk pada waktu dimasukan dalam ruang fermentasi dan setelah keluar ruang fermentasi atau siap untuk dilakukan pengeringan mengalami penurunan sekitar 1-2° C. Setiap bubuk juga mempunyai suhu yang berbeda-beda. Bubuk II dan badag mempunyai suhu lebih tinggi sekitar 25º C, dibandingkan bubuk III dan IV dengan suhu sekitar 23° C. Untuk bubuk I mempunyai suhu paling rendah 21° C. Hal ini dikarenakan perbedaan dalam proses pada penggilingan.
Pengeringan Setelah proses oksidasi selesai bubuk dikeringkan dengan alat pengering atau dilakukan proses penggorengan. Proses pengeringan bertujuan untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis dan menurunkan kadar air sehingga teh tahan lama disimpan. Mesin pengering yang digunakan adalah Endless Chain Pressure Dryer (ECP Dryer). Terdapat empat buah mesin ECP di pabrik Pagilaran akan tetapi pada saat ini hanya dua mesin yang masih dapat bekerja, dua mesin lainnya mengalami kerusakan. Masing-masing mesin berkapasitas 240 kg/jam. Suhu masuk (inlet) ECP yaitu 95°-100° C, sedangkan untuk suhu keluar (outlet) 45°-50° C. Keadaan tersebut harus dipertahankan agar tidak merusak
mutu teh. Bahan bakar mesin menggunakan kayu bakar, hanya satu mesin yang menggunakan bahan bakar BBM. Hal ini dikarenakan harga BBM yang terlalu mahal. Penggunaan kayu bakar, panas yang dihasilkan kurang merata sehingga perlu dilakukan pengecekan setiap saat. Setiap bubuk dipisah dalam proses pengeringan. Apabila empat mesin tersebut dapat bekerja seluruhnya maka pembagian berdasarkan bubuk. Masingmasing mesin 1, mesin 2 dan mesin 3 secara berurutan untuk mengeringkan bubuk 1, bubuk 2, bubuk 3, sedangkan mesin 4 untuk bubuk 4 dan badag. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses sortasi kering. Akan tetapi pada saat ini hanya dua mesin yang beroperasi, maka pembagian kerja untuk mesin 1 mengeringkan bubuk 1, 2 dan 3. Sedangkan mesin 2 untuk mengeringkan bubuk 4 dan badag. Bubuk teh masuk ke dalam alat pengeringkan selama kurang lebih 20 menit atau hingga kadar air 2.5 %-3.5%.
Sortasi kering Tujuan dari sortasi kering adalah menghilangkan serat, menyeragamkan bubuk dan berat jenis. Alat yang digunakan adalah Vibro screen, Chotta, Crusher, Theewan (Tea Winnower), Cutter, dan Tea Breaker. PT Pagilaran menghasilkan beberapa jenis teh hitam sesuai dengan gradenya, masing-masing grade memiliki ciri yang membedakan dengan grade yang lain. Adapun spesifikasi produk akhir teh hitam yang dihasilkan PT Pagilaran dilihat dari gradenya, dapat dilihat pada Tabel 3. Berat jenis teh hitam yang dihasilkan oleh pabrik PT Pagilaran Batang, berbeda-beda sesuai dengan gradenya. Grade yang memiliki berat jenis terbesar adalah BOP sedangkan berat jenis paling kecil adalah dust. Densitas masingmasing teh hitam secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. Secara mendasar kerja sortasi kering dimulai dari Vibro terasan yang berfungsi menghilangkan serat, Chotta yang berfungsi menyeragamkan ukuran, Theewan yang betugas memisahkan bubuk teh berdasarkan berat jenis, dan terakhir Vibro Finishing. Akan tetapi sortasi memisahkan setiap bubuk teh secara terpisah sehingga alur sortasi menjadi lebih komplek. Setiap alat memiliki 4 corong, dengan masing-masing corong ditentukan gradenya yaitu corong 1 untuk
grade Dust, corong 2 untuk grade PF, corong 3 untuk grade BOPF, corong 4 untuk grade BOP. Tabel 3. Spesifikasi Produk Teh Hitam PT Pagilaran Bentuk
Warna
Tip
Tekstur
Bau
Serat
Benda asing
BOP
Keriting
Kehitaman
Tidak ada
Tidak rapuh
Normal
Tidak ada
Tidak ada
BOPF
Keriting
Kehitaman
Ada sedikit
Tidak rapuh
Normal
Tidak ada
Tidak ada
PF
Butiran
Kehitaman
Jarang ada
Padat berisi
Normal
Tidak ada
Tidak ada
DUST
Butiran
Kehitaman
Tidak ada
Padat berisi
Normal
Tidak ada
Tidak ada
FI
Butiran
Kehitaman
Tidak ada
Padat ringan
Normal
Tidak ada
Tidak ada
BT
Flaky
Kehitaman
Tidak ada
Ringan
Normal
Sedikit
Tidak ada
Choppy
Hitam kecoklatan
Tidak ada
Berat keras
Normal
Tidak ada
Tidak ada
BOP II
Keriting
Kecoklatan
Tidak ada
Tidak rapuh
Normal
Sedikit
Tidak ada
F II
Butiran
Kecoklatan
Jarang ada
Padat ringan
Normal
Jarang ada
Tidak ada
BT II
Flaky
Kecoklatan
Tidak ada
Ringan
Normal
Ada sedikit
Tidak ada
DUST II
Butiran
Kecoklatan
Tidak ada
Ringan
Normal
Ada sedikit
Tidak ada
BOHEA
Serat Panjang
Merah
Tidak ada
Ringan
Normal
Banyak
Tidak ada
Mutu
BP
Sumber : Bagian Sortasi Kering Pabrik Teh PT Pagilaran, 2008 Tabel 4. Densitas Teh Hitam PT Pagilaran Mutu
Densitas/100 gram
BOP
340-350
BOPF
330-335
PF
290-295
DUST
250-255
BT
410-420
BP
245-250
BOP II
340-350
PF II
280-290
BT II
340-350
DUST II
240-245
BP II
250-260
Sumber : Bagian Sortasi Kering Pabrik Teh PT Pagilaran, 2008
Bubuk 1 dan 2 setelah dari pengering, masuk ke Vibro yang mempunyai corong atas (6 buah) dan corong bawah (6 buah). Corong bawah merupakan bubuk yang telah lolos Mesh pada Vibro dan hasilnya merupakan First Grade. Corong 1 – 4 langsung menuju ke Chota lalu Thewaan kemudian ke Vibro Finishing dan langsung ke pengepakan. Sedangkan corong 5 dan 6 menuju ke Crusher untuk dipotong kembali dan alur kembali ke Chotta selanjutnya sama seperti pada alur corong 1-4. Corong atas merupakan serat dan yang tidak lolos Mesh Vibro sehingga digunakan sebagai Second Grade yang masuk ke Crusher terlebih dahulu kemudian menuju Chotta, Theewan dan Vibro Finishing. Hasil Second Grade ditandai dengan tanda II disetiap grade seperti BOP II, PF II dan seterusnya. Bubuk 3 dan 4 sortasi kering hampir sama dengan bubuk 1 dan 2. Setelah masuk Vibro masuk ke Crusher dan langsung masuk Chotta. Lalu akan diayak kembali dengan Chotta selanjutnya yang sebelumnya dimasukan kedalam Tea Breaker untuk memperkecil ukuran. Selajutnya proses sama dengan bubuk 1 dan 2. Untuk badag lebih banyak dimasukkan ke Crusher dan Cutter, untuk memperhalus bubuk.
Pengepakan Pengepakan dimaksudkan untuk menjaga agar bubuk teh yang telah melewati proses sortasi kering dapat meminimalisasi penurunan kualitas. Bubuk teh bersifat higroskopis sehingga dengan pengemasan dapat mencegah bertambahnya kadar air. Alat yang digunakan antara lain adalah Tea Bulker, Tea Packer, mesin penggetar, Tea Bin dan Pallet. Tea Bulker berfungsi untuk mencampur beberapa bubuk teh yang sama jenisnya tetapi berbeda waktu pembuatannya. Tea Bulker mempunyai 8 kamar. Pada bagian bawah berbentuk kerucut dan terdapat empat pintu sebagai tempat untuk mengeluarkan campuran bubuk. Pintu ini dilengkapi dengan klep untuk mengatur pengeluaran. Pengisian ke dalam bulker menggunakan conveyor. Tea Packer berfungsi memasukkan bubuk teh kering ke dalam kemasan dengan kepadatan yang merata sesuai dengan yang diinginkan. Prinsip Kerja dari Tea Packer adalah Setelah Tea Bulker penuh, Klep pengeluaran dibuka sehingga
bubuk akan menuju konveyor dan masuk ke dalam Tea Packer. Paper Sack disiapkan pada corong pengeluaran Tea Packer dan Klepnya dibuka. Setelah penuh, kemudian teh kering dalam kemasan ditimbang. Tea Bin (peti miring) berfungsi menyimpan bubuk teh kering hasil sortasi sebelum pengepakan dilakukan. Peti ini berbentuk miring, dimaksudkan untuk memudahkan dalam pengambilan (pengeluaran) bubuk dari dalam peti. Pemasukan bubuk dilakukan lewat pintu atas dan dikeluarkan lewat pintu bawah. Sedangkan Pallet berfungsi untuk meletakkan teh kering yang sudah dikemas, baik dalam paper sack maupun karung plastik. Pallet terbuat dari kayu yang dibuat persegi dengan susunan kayu tidak rapat yang berfungsi untuk sirkulasi udara selama penyimpanan dan supaya bahan tidak bersentuhan langsung dengan lantai. Spesifikasi ukuran pallet adalah 112 × 112 cm dengan tinggi 15 cm, dan kapasitas per pallet adalah 20 Paper Zack. Di PT Pagilaran kemasan yang digunakan adalah Paper Zack, karung plastik dan karton. Paper Zack mempunyai empat lapisan yaitu tiga lapis kertas dan satu lapis Alumunium Foil. Kapasitas dari Paper Zack adalah 50 – 55 kg. Paper Zack ditumpuk di gudang penyimpanan dengan dialasi Paper Zack ditumpuk maksimal dengan ketinggian 210-220 cm karena tinggi pintu Container 227.4 cm, sehingga dalam satu Pallet ditumpuk 20 Paper Zack. Gudang penyimpanan dari teh yang sudah dikemas harus dijaga kelembabannya yaitu sekitar 60 %.
Pemeriksaan Teh Pemeriksaan pucuk segar di PT Pagilaran dimulai dari pucuk tiba di pabrik yaitu dengan analisis pucuk, selanjutnya pengujian kadar air bubuk basah dan kering dan pada akhir pengolahan dilakukan uji organoleptik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menjaga kualitas teh.
Analisis Pucuk Analisis pucuk merupakan pemisahaan pucuk berdasarkan tingkat mudanya pucuk atau tingkat pemenuhan syarat pengolahan. Di PT Pagilaran analisis pucuk di kepala seorang mandor analisis pucuk dan enam orang pekerja
yang seluruhnya adalah wanita. Pembagian kerja sebagai berikut : dua orang mengambil pucuk secara acak dari waring pengangkutan kemudian mengambil contoh dari tiap mandor, satu orang penimbangan, dua orang melakukan pemisahan berdasarkan rumus pucuk, dan satu orang menimbang hasil pemisahan dan mencatat. Analisis pucuk dilakukan tiap mandor. Dari penerimaan pucuk diambil 100 gram pucuk teh dari tiap-tiap mandor. Setelah itu dipisahkan berdasarkan rumus petik yaitu p+2, p+3, b+1m, b+2m, b+3m dan lembaran daun muda yang kemudian dijumlahkan sebagai pucuk halus. Sedangkan b+2t, b+3t, b+4t dan lembaran tua yang dikelompokan sebagai pucuk kasar. Hasil dari pengelompokan tersebut di hitung persentasi pucuk halus dan pucuk kasar. Dari analisis yang didapat pucuk halus lebih dari 50 %, maka mandor telah bekerja dengan baik dan harus mempertahankan keadaan pucuk tersebut. Apabila pucuk halus kurang dari 50 % atau maksimal 46 % maka mandor tersebut mendapat peringatan dari mandor besar. Kegiatan ini dilakukan dua kali setiap hari, karena pemetikan dilakukan dua kali dalam sehari. Tabel 5. Hasil Rata-Rata Analisis Pucuk Halus dan Kasar Bulan Februari 2008 PT Pagilaran Afdeling
p+2 p+3
Kayulandak 3.8 Pagilaran 3.9 Andongsilih 4.5
5.6 6.6 6.8
Analisis Halus (gram) b+1 b+2 b+3 m m m 3.3 15 9 3.7 15 9 3.4 15 8
Analisis Kasar (gram) lm
Jml
b+2t b+3t b+4t
lt
Jml
Jml Besar
4 4 4
40.7 42.2 41.7
7.3 6.8 7.3
41 41 41
59.3 57.8 58.3
100 100 100
9 8 8
2 2 2
Sumber : Bagian Pabrik, 2008 Tabel 6. Hasil Rata-Rata Presentase Pucuk, Batang dan Tingkat Kerusakan Bulan Februari 2008 PT Pagilaran Afdeling
Pucuk
Batang
Kayulandak 86.58 Pagilaran 85.83 Andongsilih 85.94 Sumber : Bagian Pabrik, 2008
13.42 14.17 14.06
Rusak Berat 9.02 8.74 8.94
Rusak Ringan 9.02 9.05 9.04
Analisis halus yang dihasilkan dari jumlah pucuk p+2, p+3, b+1m, b+2m, b+3m dan lm (lembaran muda) antara 40 – 42 gram (Tabel 5). Sedangkan untuk
analisis kasar yang merupakan jumlah pucuk b+2t, b+3t, b+4t dan lt (lembaran tua) berjumlah antara 58-60 gram. Batang rusak berat dan rusak ringan masih tergolong rendah yaitu antara 8-9 gram (Tabel 6). Dari hasil Tabel 5 dan 6 kualitas pucuk yang dipetik belum memenuhi syarat karena pucuk halus yang dihasilkan hanya 40%-42% kurang dari 50%.
Organoleptik Organoleptik merupakan pengujian mutu teh dengan menggunakan organ manusia. Seluruh organ dikerahkan untuk pengujian ini kecuali pendengaran. Diantaranya penciuman, perasaan dan penglihatan. Kegiatan ini dilakukan dua kali dalam sehari dan dilakukan setiap grade yang dihasilkan baik teh basah maupun teh kering. Pengujian ini diantaranya rasa, warna, aroma seduhan dan penampakan. Tujuan dari pengujian ini selain pengujian mutu juga untuk mengetahui keadaan alat pengolahan serta waktu dan suhu fermentasi. Syarat ruangan yang digunakan untuk organoleptik adalah tenang, nyaman, jauh dari bau yang menyengat dan sinar matahari tidak langsung masuk kedalam ruangan. Peralatan yang digunakan antara lain : 1. Kompor gas/listrik 2. Mangkok pencoba (bowl) harus berwarna putih dan terbuat dari porselen, karena porselen tidak menyerap panas 3. Gelas seduhan 4. Neraca 5. Timer 6. Sendok pencicip 7. Tempolong penampung ludah 8. Saringan 9. Kaca bening Tata cara untuk penampakan seduhan adalah 1. Timbang contoh uji sebanyak 5.68 gram, kemudian masukkan ke dalam gelas seduhan
2. Didihkan air murni diatas kompor, kemudian tuang air ke dalam gelas seduhan sebanyak 280 ml 3. Diamkan selama 6 menit, dengan memasang timer 4. Setelah 6 menit saring kemudian hasil seduhan tuang ke dalam mangkuk pencoba usahakan tidak ada ampas yang tertinggal 5. Lakukan pengamatan warna, rasa dan aroma dari air seduhan Ampas dari hasil diatas letakkan diatas kaca dengan berdampingan antar contoh. Kemudian ditutup kembali dengan kaca, lalu diamati penampakan dari ampas. Hasil penilaian dari pengujian diatas, penampakan teh kering yang diuji adalah warna, bentuk , bau, tekstur dan benda asing. Warna dinyatakan dengan kehitaman, kecoklatan, kemerahan atau keabu-abuan. Bentuk dinyatakan dengan tergulung, tidak tergulung, keriting atau tidak keriting. Bau dinyatakan dengan normal, tidak normal atau berbau asing. Tekstur dinyatakan dengan rapuh, tidak rapuh, padat atau tidak padat. Benda asing dinyatakan dengan ada atau tidak ada. Penilaian terhadap tip juga dilakukan yaitu meliputi warna, jumlah dan keadaan tip. Tip adalah bagian dalam pucuk peko yang masih berbentuk tunas. Warna tip dinyatakan dengan keemasan atau keperakan. Jumlah tip dinyatakan dengan banyak (Tippy), sedang (Some Tips) dan sedikit (Few Tip). Keadaan tip dinyatakan sesuai hasil pengamatan seperti cerah, hidup dan berambut rapat. Rangkuman dari penilaian penampakan teh kering merupakan gabungan dari kombinasi dari unsur-unsur penilaian antara lain warna, bau, aroma, tekstur, keragaman ukuran dan benda asing.dengan nilai sebagai berikut: A = sangat baik (Well Made) B = baik (Good) C = sedang (Fair Made) D = kurang baik (Unsatisfactory) E = tidak baik (Bad) Warna seduhan dinyatakan dengan memberikan nilai/score angka dari 2 sampai 5. Nilai 5 apabila air seduhan berwarna merah dan sangat cerah (Very bright and coloury). Nilai 4 apabila air seduhan merah dan cerah (bright and
coloury). Nilai 3 apabila air seduhan merah dan terang (light and bright). Bila ditemukan air seduhan teh yang berwarna kusam atau dull, maka dikategorikan dengan nilai 2. Penilaian rasa air seduhan meliputi unsur-unsur kesegaran (Briskness), kekuatan (Strength), aroma (Flavour) dan rasa asing. Kesegaran dapat dilihat seduhan air teh yang segar, yang didapat dari proses fermentasi dan pengeringan yang tepat. Kekuatan adalah kombinasi antara kepekatan, rasa sepet yang mengigit dan segar tetapi tidak pahit. Aroma adalah kombinasi antara rasa dan bau yang spesifik yang dimiliki oleh kebun teh tertentu. Rasa asing adalah rasa yang menyimpang dari khas teh seperti Tainted (tercemar). Penilaian rasa dinyatakan dengan memberikan nilai ganjil dari angka 20 sampai 50. Nilai 21 sampai 29 apabila unsur-unsur penilaian dinyatakan tidak enak (Bad) sampai kurang enak (Unsatisfactory). Nilai 31 sampai 39 apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan sedang (Fair Good) sampai enak (Good). Nilai 41 sampai 49 apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan enak (Good) sampai sangat enak dan memuaskan (Very Good). Penilaian kenampakan ampas seduhan dinyatakan dari kerataan warna ampas seduhan, yang dapat dinyatakan dengan memberikan nilai dengan huruf a, b, c, d dan e. nilai a apabila ampas seduhan berwarna sangat cerah dan seperti tembaga (Very Bright and Coppery). Nilai b apabila ampas seduhan berwarna cerah dan seperti tembaga (Bright and Coppery). Hasil dari pengujian tersebut dicatat dalam formulir PGL-Form-10-01 (Gambar 14). Kemudian dilaporkan kepada kepala bagian pengolahan. Sebelum melakukan pengujian di perusahaan, penguji (Tester) melakukan penyeragaman rasa dengan penguji lainnya.
Gambar 14. Contoh PGL-Form-10-
PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEBUN Struktur Organisasi Setiap perusahaan harus memiliki struktur organisasi yang jelas. Struktur organisasi merupakan kerangka hubungan kerja yang mengatur wewenang dan kegiatan pengaturan kerja supaya segala sesuatu yang menjadi tujuan organisasi akan dapat tercapai dengan efisien. Stuktur organisasi yang digunakan oleh PT. Pagilaran adalah struktur organisasi garis. Organisasi garis merupakan organisasi sederhana dengan ciri mata rantai vertikal, antara berbagai tingkatan organisasi menerima perintah melalui rantai komando. Struktur organisasi PT. Pagilaran Batang terdiri dari berbagai badan organisasi. Badan organisasi tertinggi di PT. Pagilaran adalah Dewan Guru tetap yaitu Yayasan Pembina Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Dewan Guru Tetap menunjuk Direktur Utama, kemudian Direktur Utama menunjuk Direktur Umum dan Komersial, Direktur Produksi dan Pimpinan Kebun (Kepala Unit Perkebunan). Di PT. Pagilaran, pemegang kekuasaan tertinggi terletak pada Pimpinan kebun yang bertanggungjawab langsung kepada Direksi yang berdomisili di Yogyakarta. Pimpinan kebun ini membawahi beberapa bagian PT. Pagilaran Batang terdiri dari 8 bagian, yaitu : Bagian Pabrik, Bagian Teknik, Bagian Penelitian dan Pengembangan, Bagian Kantor Induk, Bagian Kebun Pagilaran, Bagian Kebun Andongsili, Bagian Kebun Kayulandak dan Bagian Agrowisata. Kepala Unit Produksi bertanggungjawab semua keadaan kebun terutama mengenai produksi dan pengolahannya, memberi petunjuk kepada bawahannya dan mengawasi pekerjaan kebun dan bertanggungjawab kepada direksi. Kepala bagian kantor induk bertugas melayani tata usaha umum, administrasi, produksi dan keuangan serta membawahi balai pengobatan, gudang persediaan bahan bakar. Selain itu juga bertanggungjawab kepada kepala unit produksi. Kepala Bagian Kebun bertugas mengawasi keadaan kebun, mengatur jalannya produksi dan mengadakan pemeliharaan tanaman dan pemanenan hasil dan bertanggungjawab kepada Kepala Unit Produksi. Dalam menjalankan
tugasnya kepala bagian kebun dibantu oleh pengawas kebun, mandor besar pemetikan dan mandor besar pemeliharaan. Kepala Bagian Pabrik bertanggungjawab terhadap kelancaran pengolahan dan pengiriman produksi dan bertanggungjawab kepada Kepala Unit Produksi. Kepala Bagian Teknik bertanggungjawab terhadap transportasi, instalasi listrik dan mesin-mesin pengolahan dan bertanggungjawab kepada Kepala Unit Produksi Kepala Bagian Litbang bertugas mengamati perubahan iklim dan cuaca, melakukan pemuliaan tanaman. Selain itu juga mengadakan pencegahan dan pemberantasan hama penyakit dan mengadakan penelitian dan memberikan alternatif-alternatif yang dapat meningkatkan produksi teh. Kepala Bagian Agrowisata bertanggungjawab terhadap pengelolaan obyek dan paket wisata, bertanggungjawab terhadap pengelolaan akomodasi dan konsumsi, serta bertanggungjawab kepada kepala unit produksi. Status tenaga kerja di perkebunan PT. Pagilaran terbagi atas 4 jenis golongan yaitu staf, pegawai, karyawan harian tetap dan karyawan harian kontan. Karyawan staf dan pegawai diangkat oleh pihak direksi dan diberi gaji setiap bulannya pada tanggal 10 dengan jumlah yang sudah ditetapkan. Karyawan harian tetap diangkat oleh pimpinan kebun dan diberi gaji berdasarkan jumlah hari kerja dalam sebulan dan diberikan 2 kali setiap tanggal 10 dan 25. Karyawan harian kontan merupakan karyawan yang bekerja atas tanggungan mandor besar dengan pemberian upah setiap tanggal 5 dan 20. Data karyawan per tanggal 31 Januari 2008 yaitu meliputi: jumlah Kepala Bagian 8 orang, jumlah pegawai 102 orang, jumlah karyawan harian tetap 215 orang dan jumlah karyawan harian kontan 1 570 orang, sehingga total tenaga kerja di PT Pagilaran kebun inti Pagilaran Batang berjumlah 1 895 orang. Perincian jumlah karyawan di PT Pagilaran dapat dilihat pada Tabel 7. Hari kerja karyawan yaitu selama 6 hari dalam seminggu yaitu dari hari senin sampai hari sabtu, kecuali karyawan pabrik. Jam kerja karyawan kebun yaitu 5 jam dan 1 jam istirahat dari pukul 07.00-12.00, sedangkan karyawan kantor 7 jam dan 1 jam istirahat yaitu dari pukul 07.00-15.00. Pada hari jum’at jam kerja kebun dari pukul 07.00-11.00, sedangkan jam kerja kantor pukul 07.0012.00. Jam kerja pegawai pabrik menggunakan sistem pergantian menurut jam.
Tabel 7. Jumlah Tenaga Kerja Unit Produksi PT. Pagilaran No.
Bagian
Staff
Pegawai
Harian Tetap
Harian Kontan L P 19 1
Jumlah
1.
Kantor
L 1
P 1
L 5
P 7
L 5
P 1
2.
Pabrik
1
-
10
4
41
18
102
95
154
3. 4.
Teknik Penelitian Kebun Pagilaran Kebn Andongsili Kebun Kayulandak Agrowisat a
1 -
-
6 5
-
20 -
1
36 15
63 20
1
-
21
3
10
26
183
1
-
15
4
10
50
124
1
-
14
3
7
26
108
16 42 1 24 8 18 9
1
-
2
3
-
-
13
5. 6. 7. 8.
215 150 130
P 10 11 7 17 45 0 30 2 21 8
40 251 63 37 665 452 348
16
3
19
97 778 0 Sumber : Bagian Kantor Induk Pabrik PT. Pagilaran, 2008
11 17
1895
Jumlah
7
1
78
24
93
122
600
-
L 30
Total
Fasilitas dan Kesejahteraan Karyawan Pihak perusahaan PT Pagilaran sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan, yaitu dengan memberikan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan karyawan, yaitu fasilitas kesejahteraan karyawan dan fasilitas umum. Fasilitas kesejahteraan karyawan antara lain perumahan (emplasmen), pemberian tunjangan hari tua, pemberian cuti pada karyawan, pemberian tunjangan hari raya, pemberian biaya kesehatan. Sedangkan fasilitas umum antara lain sarana pendidikan (TK sampai SLTP), sarana angkutan bagi anak sekolah, sarana peribadatan, sarana olah raga dan sarana kesehatan. Demi kesejahteraan karyawan perusahaan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengikuti berbagai pelatihan, penataran, studi banding dan lainnya. Perumahan (emplasmen) yang diberikan dilengkapi listrik dan air secara terbatas untuk karyawan. Pemberian cuti bagi karyawan harian tetap selama 12 hari dalam setahun dan tetap masih mendapatkan gaji. Pemberian tunjangan hari tua bagi karyawan yang sudah pensiun dan telah mengabdi selama 55 tahun. Pemberian kesempatan libur bagi karyawan. Selain itu pemberian THR (Tunjangan Hari Raya).
PT. Pagilaran Selain menyediakan fasilitas dan kesejahteraan bagi karyawan, juga menyediakan fasilitas-fasilitas umum yang terdiri dari : Sarana pendidikan dari TK sampai SLTP, Sarana peribadatan berupa masjid dan gereja, Sarana angkutan bagi anak sekolah SLTP dan SMU, angkutan belanja dan lelayu. Sarana kesenian dan olah raga meliputi peralatan musik, lapangan bulutangkis, bola voli dan bilyard. Pada bagian Agrowisata menyediakan berbagai fasilitas. Terdapat tempat penitipan anak bagi karyawan dan sarana ekonomi seperti koperasi dan pasar umum. Sarana keamanan berupa hansip, satpam dan siskamling kampung.
Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Staf Tenaga tingkat staf di PT Pagilaran dimulai Kepala bagian dan jabatan di atasnya. Kepala kebun terdiri dari kantor induk, penelitian dan pengembangan, masing-masing bagian kebun, pabrik dan agrowisata. Tugas dan masing-masing tanggung jawab kepala kebun telah dijelaskan diatas. Secara keseluruhan tugas kepala bagian adalah melakukan perencanaan, pengaturan dan bertanggungjawab atas pelakasanaan pekerjaan dibidang tanaman, mulai dari pengolahan tanah sampai dengan panen, yang hasilnya diantar ke pabrik. Selain itu juga melakukan monitoring pembinaan dan bimbingan untuk para petani peserta kemitraan. Kepala bagian juga dapat menyampaikan, mengajukan masukan, pendapat dan saran kepada Kepala Unit Produksi mengenai peningkatan, perbaikan dan penyempurnaan pengelolaan tanaman. Kepala Bagian mempunyai wewenang untuk mengatur pelaksanaan secara efektif dan efisien, termasuk melakukan koordinasi dengan bagian lain. Kepala bagian bertanggungjawab kepada Kepala Unit Produksi. Sedangkan yang bertanggungjawab kepada Kepala Bagian adalah pengawas, mandor besar dan mandor setiap bagian.
Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Non-Staf Tenaga kerja tingkat non-staf adalah pengawas, mandor besar, mandor pemeliharaan dan karyawan.
Pengawas PT Pagilaran saat ini hanya mempunyai seorang pengawas, yaitu di bagian kebun Pagilaran. Sedangkan bagian kebun Andongsili dan Kayulandak belum mempunyai pengawas karena belum mempunyai pengganti setelah pengawas sebelumnya pensiun. Pengawas
mempunyai
tugas
membantu
Kepala
Bagian
dalam
mengkoordinasikan mandor besar. Secara singkat tugas pengawas diantaranya melakukan perencanaan, mengkoordinir dan bertanggungjawab atas pelaksanaan dan pengawasan dalam mengelola bagian tugas kewajibannya. Selain itu juga dapat menyampaikan dan mengajukan masukan, pendapat dan saran kepada Kepala Bagian mengenai upaya peningkatan, perbaikan atau penyempurnaan pengelolan bagian.
Mandor Besar PT Pagilaran mempunyai mandor besar yang terdiri dari dua bagian yaitu mandor besar pemeliharaan yang mengkoordinasikan para mandor pemeliharaan. Sedangkan mandor besar pemetikan yang mengkoordinasikan para mandor pemetikan. Secara singkat tugas dari mandor besar adalah melakukan perencanaan, mengkoordinir,
melaksanakan,
mengawasi
dan
bertanggungjawab
dalam
mengelola bagian yang menjadi tugas kewajibannya. Pelaksanaan tugas ini harus sesuai dengan prosedur, norma, ketentuan (peraturan) yang telah disahkan. Mandor besar mempunyai wewenang pelaksanaan tugas pekerjaannya secara efektif
dan
efisien,
termasuk
melaksanakan
koordinasi.
Mandor
besar
bertanggungjawab kepada Kepala Bagian.
Mandor Setiap bagian terdapat mandor, dan para mandor bertanggungjawab terhadap mandor besar.
Mandor pemeliharaan Mandor pemeliharaan terdiri dari mandor pemangkasan, kerik lumut, penggarpuan, pengendalian gulma dan pemupukan. Tugas mandor pemeliharaan antara lain pengawasan terhadap pekerja, membuat perencanaan, membuat laporan bulanan dan mengevaluasi hasil kegiatan. Mandor pemeliharaan dapat bergantian bertugas dengan mandor pemeliharaan yang lain. Sehingga antar mandor pemeliharaan dapat merangkap berbagai kegiatan pemeliharaan. Mandor pemangkasan tidak dapat digantikan dengan mandor pemeliharaan lainnya. Hal ini dikarenakan mandor pemangkasan memerlukan keahlian khusus akan tetapi mandor pemangkasan dapat menggantikan tugas mandor pemeliharaan lainnya. Setiap mandor bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilakukan pekerjanya masing-masing yang terdiri dari pekerja harian dan borongan. Pekerja harian merupakan pekerja yang mendapat upah per hari atau selama jam kerja. Pekerja yang melakukan lima jam kerja mendapat upah Rp 13 500, sedangkan pekerja yang melakukan tujuh jam kerja mendapat Rp 18 000. Pekerja yang termasuk dalam pekerja harian adalah pemupuk dan tukang penembang kayu. Pekerja borongan merupakan pekerja yang mendapat upah berdasarkan prestasi kerjanya. Prestasi kerja ini ditentukan berdasarkan luas lahan yang dikerjakan. Luas lahan ini ditandai dengan sebuah patok, dengan satu patok mempunyai luas sekitar 400 m². Satu patok dihargai berkisar Rp 6 500 sampai Rp 12 000 tergantung jenis pekerjaan yang dilakukan dan kesepakatan awal dengan pekerja. Mandor kerik lumut dan penggarpuan biasanya dilakukan oleh satu mandor karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang beriringan dan rangkaian kegiatan dari pemangkasan. Akan tetapi luas kebun yang terlalu besar sehingga membutuhkan lebih banyak pekerja, maka kegiatan kerik lumut dan penggarpuan dipimpin masing-masing satu orang mandor. Absensi mandor dilakukan terlebih dahulu di kantor kebun, sebelum melaksanakan kegiatan di kebun. Mandor juga melakukan absensi pekerjanya. Kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan instruksi dari mandor besar pemeliharaan. Mandor pemeliharaan mendapat perintah dari kepala bagian kebun. Sebelum hari pelaksanaan kegiatan dilakukan pembuatan rencana berdasarkan instruksi dari mandor besar.
Mandor pengendalian gulma mempunyai tanggung jawab dan pelaksanaan sama seperti mandor kerik lumut dan penggarpuan. Setelah mendapat perintah dari mandor besar, mandor pengendalian gulma membuat rencana yang harus dikerjakan sebelum hari pelaksanaan kegiatan. Mandor pengendalian gulma juga berasal mandor pemangkasan, jika tidak terdapat kegiatan pemangkasan. Mandor pemupukan mendapat tugas apabila terdapat pupuk yang telah dikirim dari direksi. Sebelumnya membuat rencana blok yang harus dipupuk terlebih dahulu. Pemupukan menggunakan pekerja harian sehingga memerlukan pengawasan yang ketat agar kegiatan pemupukan dilakukan dengan optimal. Pekerja pemupukan dapat diambil dari pekerja pengendaian gulma, kerik lumut atau penggarpuan. Tetapi apabila pekerja hanya sedikit dapat diambil dari luar yang disebut sebagai pekerja musiman. Pembagian kegiatan tiap pekerja adalah 3 orang membawa pupuk dari tempat penurunan pupuk ke pekerja yang akan memberikan pupuk ke pemupuk, 1 orang memberikan pupuk kepada pemupuk, satu orang mengumpulkan karung, dan sisanya berpasangan sebagai pembuat lubang dan pemberi pupuk (pemupuk) sekaligus menutup lubang. Mandor pemangkasan tidak dapat digantikan oleh mandor lainnya. Tetapi dapat menjadi mandor selain pemangkasan. Mandor pemangkasan telah mendapat pelatihan khusus memangkas, sehingga hanya orang tertentu saja yang menjadi mandor pemangkasan. Sebelum pekerja melakukan kegiatan pemangkasan, mandor pemangkasan memberikan contoh terlebih dahulu hasil pangkasan. Kemudian membuat kesepakatan harga dengan pekerja untuk setiap patoknya.
Mandor Pemetikan Mandor pemetikan tidak dapat berganti dengan mandor pemeliharaan atau sebaliknya. Mandor pemetikan bertanggungjawab terhadap mandor besar pemetikan. Tugas dari mandor pemetikan antara lain mengabsen pemetik, pengawasan pemetik, membuat rencana, menentukan hanca (areal yang harus dipetik), membuat laporan bulanan berupa hasil pucuk teh per hari, memperbaiki bidang petik. Kegiatan perbaikan bidang petik yang dilakukan mandor antara lain mengambil pucuk burung dan cakar ayam yang tertinggal dan meratakan perdu.
Setiap mandor petik bertanggungjawab dua sampai tiga blok. Setiap harinya ratarata seorang mandor harus memetik seluas 2.25 ha (satu hanca). Setiap mandor bertanggungjawab atas sekitar 10-20 pemetik dan harus memenuhi target yang diberikan direksi tiap tahunnya. Selain itu mandor juga harus meningkatkan analisis pucuk dari pabrik. Apabila analisis kurang dari 45% mendapat peringatan dari mandor besar dan harus memperbaikinya. Apabila analisis pucuk lebih dari 50% lebih dari setengah bulan, maka mandor mendapat premi sebesar Rp 15 000 per bulan. Pemetik merupakan pekerja borongan yang mendapat upah berdasarkan prestasi kerjanya. Harga pucuk yang diberikan PT Pagilaran adalah Rp 390/Kg. Tidak terdapat premi yang diberikan pemetik apabila analisis pucuknya baik, sehingga pemetik dapat memetik sebanyak-banyaknya. Karyawan yang bekerja di PT Pagilaran terdapat dua status yaitu karyawan harian tetap dan karyawan harian kontan (lepas). Keduanya terdapat beberapa macam perbedaan. Diantaranya jika harian tetap mendapat gaji walaupun tidak masuk atau hari libur, sedangkan harian kontan apabila tidak masuk dan hari libur tidak mendapat upah. Selain itu harian tetap mendapat jaminan sosial sedangkan harian kontan tidak. Apabila telah pensiun karyawan harian tetap mendapat tunjangan pensiun yang merupakan gaji selama sembilan bulan yang masingmasing bulan mendapat Rp 400 000 sehingga mendapat Rp 3 600 000. Sedangkan untuk karyawan harian kontan mendapat empat bulan sehingga mendapat Rp 1 600 000.
HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas berkaitan dengan produksi (kg) pucuk yang dihasilkan per satuan luas (ha). Produktivitas dapat menggambarkan potensi pucuk di lapangan. Sedangkan, produktivitas tanaman teh dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Perangin-angin (2000) faktor yang mempengaruhi produktivitas komoditas teh adalah curah hujan, ketinggian tempat, umur pangkas, tanah dan kesehatan tanaman. Sedangkan menurut Adimulya (2006) selain faktor tersebut jumlah populasi dan jumlah tenaga pemetik juga berpengaruh terhadap produktivitas teh. Data
sepuluh
tahun
terakhir
(1998-2007)
menunjukkan
bahwa
produktivitas PT Pagilaran berfluktuasi baik setiap tahun maupun setiap bulan. Tabel 8 menunjukkan produktivitas teh basah PT Pagilaran secara keseluruhan selama 10 tahun terakhir. Produktivitas tertinggi tercapai pada tahun 2007 yaitu 10 192 kg/ha, sedangkan produktivitas terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu 8 019 kg/ha. Tabel 8. Produktivitas Teh Basah Selama 10 Tahun di PT Pagilaran Tahun
Produktivitas kg/ha/tahun
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008
9 778 7 736 8 068 8 970 9 503 8 019 9 597 9 737 7 280 10 192
Rata-rata perbandingan antara teh kering dan basah selama lima tahun (2003-2007) PT Pagilaran adalah 22 % (Tabel 9). Hal ini berarti PT Pagilaran telah memenuhi standar rasio penyusutan bobot kering dan basah yang ditetapkan yaitu 1 : 5 atau 20 %. Penyusutan bobot teh menjadi sekitar 20 % diduga terjadi pada saat proses pengolahan. Pada saat proses pelayuan, bobot teh menyusut 50 % dan pada proses pengeringan kadar air teh kering menjadi 2-3 %.
Tabel 9. Perbandingan Produktivitas Teh Kering dan Basah PT Pagilaran Tahun Kering (kg/ha) Basah (kg/ha) 2003 2 136 265 8 709 304 2004 1 830 224 8 651 184 2005 1 823 709 8 693 087 2006 1 455 461 6 924 759 2007 1 906 165 8 936 738 Rata-rata 1 830 365 8 383.014 Sumber : Direksi PT Pagilaran, 2008
% kering/basah 25 21 21 21 21 22
Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa tingkat produktivitas ratarata di PT Pagilaran dari 96 blok (N) adalah sekitar 8 701.292 kg/ha (Tabel 9). Produktivitas PT Pagilaran telah melebihi dari produktivitas nasional yaitu sekitar 7 310 kg/ha. Produktivitas terendah mencapai 4 265 kg/ha, sedangkan produktivitas tertinggi mencapai 12 838 kg/ha (Tabel 10). Tabel 10. Analisis Deskriptif Produktivitas Teh Basah Selama 10 Tahun (1998-2007) PT Pagilaran Rata-rata produktivitas Valid N (listwise)
N 96 96
Minimum 4 265.00
Maximum 12 838.00
Mean 8 701.2917
Berdasarkan penjelasan di atas, produktivitas tanaman teh dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor produktivitas akan dianalisis berdasarkan data yang diperoleh penulis dalam kegiatan magang di PT Pagilaran. Faktor-faktor tersebut antara lain ketinggian tempat setiap blok, curah hujan (1998-2007), umur tanaman, asal bahan tanam, jenis klon, serta jenis kelamin dan pendidikan tenaga pemetik.
Ketinggian Tempat Menurut Setyamidjaja (2000) tanaman teh dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan ketinggian tempatnya yaitu dataran rendah (< 800 meter di atas permukaan laut (m dpl)), dataran sedang (800-1 200 m dpl) dan dataran tinggi (> 1 200 m dpl). Hal ini yang mendasari pengkatagorian ketinggian tempat, untuk
memudahkan analisis hubungan ketinggian tempat dengan produktivitas teh per tahun. Tabel 11 menunjukkan produktivitas teh tidak terlalu berbeda pada ketiga ketinggian tempat. Akan tetapi produktivitas terbesar berada pada ketinggian antara 800-1 200 m dpl yaitu 8 811.10 kg/ha/tahun. Produktvitas terendah yaitu 7 690.81 kg/ha/tahun berada pada ketinggian kurang dari 800 m dpl. Tabel 11. Hubungan Ketinggian Tempat dengan Produktivitas Teh Basah Rata-rata produktivitas teh basah (kg/ha/tahun) < 800 7 690.81 800-1 200 8 811.10 > 1 200 8 578.05 Sumber : Pengamatan dan Setiap Bagian Kebun PT Pagilaran, 2008 Ketinggian (m dpl)
Pada dasarnya ketinggian tempat bukan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman teh, sepanjang iklim dan tanahnya serasi bagi tanaman teh. Hal ini terlihat pada Tabel 11 bahwa produktivitas teh tidak terlalu berbeda pada ketiga ketinggian tempat. Akan tetapi perbedaan elevasi berkaitan dengan perbedaan suhu yang mempengaruhi sifat tumbuh, yang akhirnya berpengaruh terhadap perbedaan mutu jadi teh (Kartawijaya, 1997). Menurut Syamsulbahri (1996) ketinggian paling baik pertumbuhan tanaman teh adalah 900-1 100 m dpl. Bila tanaman teh ditanam pada ketinggian kurang dari 800 m dpl maka pertumbuhan tanaman akan terganggu perkembangannya. Pada ketinggian lebih dari 1 200 m dpl, sinar matahari kurang dan pada malam hari temperatur akan turun yang berakibat buruk terhadap proses fisiologis tanaman. Ketinggian tempat berkaitan dengan unsur iklim yaitu suhu udara. Menurut Eden (1976) suhu yang tinggi akan menyebabkan proses transpirasi yang berlebihan sehingga menyebabkan turunnya poduksi. Sedangkan suhu yang terlalu rendah pada tempat yang terlalu tinggi menyebabkan penyakit mudah menyerang tanaman teh. Semakin rendah ketinggian tempat maka suhu semakin tinggi. Sehingga pohon naungan dibutuhkan tanaman teh dataran rendah. Akan tetapi, seluruh
lahan Kebun Pagilaran ditanami pohon naungan yang sangat rapat, baik dataran rendah maupun dataran tinggi. Naungan pada dataran tinggi akan menyebabkan kelembaban lebih tinggi dan suhu lebih rendah. Sehingga ini juga akan menghambat pertumbuhan pucuk teh. Menurut Siswoputranto (1978) tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah dengan ketinggian 200-2 000 meter di atas permukaan laut (m dpl). Di daerahdaerah yang rendah umumnya tanaman kurang dapat memberi hasil yang cukup tinggi dan semakin tinggi letak daerah untuk penanaman teh umumnya dapat diperoleh hasil yang lebih baik mutunya. Pada perkebunan Pagilaran semakin meningkatnya ketinggian tempat, tidak diikuti oleh peningkatan produktivitas. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam pelakasanaan pemeliharaan kebun untuk setiap blok kebun. Pada daerah dataran tinggi (> 1 200 m dpl) keadaan tanaman lebih tidak terawat dibandingkan tanaman teh di dataran sedang rendah. Hal ini disebabkan kurangnya pemeliharaan, sehingga tanaman teh menjadi terlalu tinggi dan pertumbuhan gulma yang tinggi. Oleh karena itu, pemetik mengalami kesulitan dalam melakukan pemetikan, dan produksi yang dihasilkan menjadi rendah.
Curah Hujan Salah satu penentu ketersediaan air bagi tanaman perkebunan yang tidak menggunakan sistem irigasi adalah curah hujan. Data yang diambil untuk analisis hubungan produktivitas dengan curah hujan, hanya data bagian kebun Pagilaran selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini dikarenakan pada bagian kebun lainnya, alat pengukur curah hujan mengalami kerusakan. Berdasarkan data curah selama 10 tahun terakhir, iklim perkebunan Pagilaran merupakan tipe A menurut Schmidth-Fergusson (Tabel Lampiran 6). Iklim tipe A merupakan iklim daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika. Sehingga dareah ini cocok untuk tanaman perkebunan seperti teh. Curah hujan Pagilaran sangat tinggi yaitu berkisar 3 500 - 7 000 mm per tahun (Tabel 12). Curah hujan tersebut berfluktuasi setiap tahun selama 10 tahun terakhir. Curah hujan minimum berjumlah 3 527 mm dengan hari hujan 181 hari, menghasilkan produktivitas 10 192 kg/ha pada tahun 2007. Produktivitas
minimum yaitu 7 280 kg/ha, terdapat pada tahun 2006 dengan curah hujan 4 131 mm dan hari hujan 189 hari. Tabel 12. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan Produktivitas Teh Basah per Tahun Selama 10 Tahun Terakhir Tahun
CH (mm)
HH (hari)
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
6 413 5 751 5 660 6 595 6 546 5 396 4 764 4 669 4 131 3 527
275 246 231 246 205 198 228 255 189 181
Produktivitas kg/ha/tahun 9 778 7 736 8 068 8 970 9 503 8 019 9 597 9 737 7 280 10 192
Sumber : Bagian kebun Pagilaran, 2008 Peningkatan curah hujan belum tentu diikuti dengan meningkatnya produktivitas. Hal ini terlihat pada tahun 2007 curah hujan yang minimum (3 527 mm) memberikan produktivitas tertinggi (10 192 kg/ha). Sehingga curah hujan yang melimpah tidak selalu meningkatkan produktivitas. Menurut Iskandar (1988) tidak hanya jumlah curah yang terpenting, melainkan curah hujan yang harus merata sepanjang tahun. Hal ini dapat terlihat pada tahun 1998 dan 2007 hujan hampir merata sepanjang tahun (Tabel Lampiran 6), sehingga produktivitas yang dihasilkan optimum. Pengelolaan air dibutuhkan untuk mengatasi kelebihan dan kekurangan air. Pengelolaan air pada perkebunan teh Pagilaran telah dilakukan dengan membuat saluran drainase. Saluran drainase digunakan untuk menyimpan air yang berlebih dan mengalirkan kembali pada saat musim kemarau. Saluran drainase ini berupa got panjang dengan ukuran lebar 60 cm, dalam 60 cm dan panjang sesuai dengan panjangnya teras. Tabel 13 menunjukkan curah hujan dan hari hujan per bulan tertinggi berada pada bulan Januari dengan curah hujan 741 mm dan hari hujan 25 hari, bulan Februari dengan curah hujan 716 mm dan hari hujan 25 hari serta bulan Desember dengan curah hujan 597 dan hari hujan 25 hari. Akan tetapi
produktivitas per bulan tertinggi terjadi pada bulan Mei, Juni dan Oktober yaitu masing-masing 812.70 kg/ha, 830.07 kg/ha dan 870.88 kg/ha. Pada bulan tersebut hari hujan sekitar 13 -18 hari dengan curah hujan antara 200-450. Produktivitas rendah sekitar 600 kg/ha terjadi Januari (801 mm), Februari (710 mm) dan Juli (180 mm). Tabel 13. Hubungan Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan Produktivitas Rata-rata Teh Basah per Bulan Selama 10 Tahun Terakhir Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Rata-rata CH (mm) 741 716 603 618 445 253 197 86 174 359 598 597
Rata-rata HH (hari) 25 25 25 24 18 13 12 7 11 18 26 25
Rata-rata Produktivitas (kg/ha) 664.91 626.87 701.42 749.39 812.70 830.07 697.69 774.81 702.72 870.88 767.13 773.36
Sumber : Bagian kebun Pagilaran, 2008 Curah hujan rata-rata per bulan juga berpengaruh terhadap produktivitas. Hal ini berkaitan dengan musim yang terjadi di Indonesia. Produktivitas tinggi terjadi pada bulan Mei, Juni dan Oktober yang merupakan bulan pergantian musim. Bulan Mei dan Juni merupakan pergantian musim hujan menjadi kemarau, sedangkan bulan Oktober merupakan pergantian musim kemarau menjadi musim hujan. Musim dimana pertumbuhan pucuk yang tinggi pada bulan Mei, Juni dan Oktober tersebut, disebut dengan musim flush. Musim kemarau pada bulan Juni menyebabkan persediaan air dalam tanah menjadi turun. Sehingga akan mengganggu proses fotosintesis tanaman teh. Jumin (1992) menjelaskan, kekurangan air pada saat proses fotosintesis berakibat pada kecepatan fotosintesis. Hal tersebut sebagai akibat dari menutupnya stomata, meningkatkan resistensi mesofil yang akhirnya memperkecil efisiensi fotosintesis. Sebaliknya ketersediaan air yang cukup akan meningkatkan kecepatan fotosintesis. Selain itu, menurut Kartawijaya (1997) tanaman teh tidak tahan
terhadap kekeringan dan jumlah hujan tahunan sebaiknya tidak kurang dari 2 000 mm. Crabe dan Paul B (1996) menjelaskan pada saat musim kemarau pucuk mengalami masa dorman kemudian dipecahkan oleh butiran air yang datang pada musim hujan. Sehingga pucuk dapat tumbuh aktif pada saat pergantian musim kemarau menjadi musim hujan. Hal ini yang menyebabkan produktivitas tinggi pada saat bulan Oktober. Curah hujan yang tinggi pada saat musim hujan (bulan Januari dan Februari) dapat meningkatkan aktivitas cendawan penyebab cacar daun, sehingga akan mengakibatkan penurunan produksi. Selain itu juga menurunkan intensitas cahaya sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis dan produksi pucuk menurun. Pucuk akan kembali tumbuh dengan baik ketika hujan mulai berkurang, yaitu saat pergantian musim hujan menjadi musim kemarau. Sehingga produksi pucuk kembali tinggi pada saat pergantian musim tersebut. Hal ini yang menyebabkan produktivitas menjadi tinggi pada bulan Mei dan Juni.
Umur Tanaman Menurut Adimulya (2006) umur tanaman teh dapat mencapai 100 tahun. Penurunan produksi bisa disebabkan umur tanaman yang sudah tua. Sedangkan Siswoputranto (1978) menjelaskan dengan pemeliharaan yang baik tanaman teh dapat memberikan hasil daun teh cukup besar selama 40 tahun. Peremajaan dilakukan saat kebun teh telah berumur lebih dari 40 tahun. Tabel 14. Hubungan Umur Tanaman dengan Produktivitas Teh Basah per Tanaman Teh Umur (Tahun) 81 82 92 97 102 107 108
Produktivitas (kg/tanaman) 1.471 1.235 1.204 1.310 1.309 1.247 1.214
Sumber : Bagian kebun Andongsili, 2008
Data yang diambil pada Tabel 14, berdasarkan blok yang memiliki kesamaan klon, ketinggian dan pemeliharaan. Hal ini dilakukan, agar lebih memperlihatkan hubungan umur dengan produktivitas tanpa pengaruh faktor lainnya. Sehingga data yang digunakan adalah data bagian kebun Andongsisli. Tanaman teh di PT Pagilaran mempunyai umur tanaman yang sangat tua. yaitu sekitar 100 tahun. Bahkan umur tanaman teh paling tua mencapai umur 108 tahun. Produktivitas tinggi terdapat pada umur 81 tahun yaitu 1.471 kg/pohon. Sedangkan produktivitas rendah terdapat pada umur 92 dan 108 tahun yaitu masing-masing 1.204 kg/pohon dan 1.214 kg/pohon. Sehingga dari hasil Tabel 14 menunjukkan bahwa umur tanaman semakin muda, maka produktivitas semakin tinggi. Selain itu, walau tanaman teh sudah tua, tetapi tetap dapat menghaslkan produksi yang tinggi. Tabel 15 menunjukkan tahun tanam 1961-1980 mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tahun 1921-1940. Begitu pula dengan tahun 1921-1940 produtivitas lebih tinggi dibandingkan tahun 1890-1920. Secara keseluruhan hasil menunjukkan tahun tanam mempengaruhi produktivitas, walaupun pada tahun 1981-2000 mengalami penurunan. Tabel 15. Hubungan Tahun Tanam dan Bahan Tanam dengan Produktivitas Teh Basah Rata-rata per Tahun Selama 10 Tahun. Tahun Tanam 1890-1920 1921-1940 1961-1980 1981-2000
Rata-rata Produktivitas (kg/ha/Tahun)
8 038.40 8 295.99 9 391.60 9 234.85 Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008
Bahan Tanam Biji Stek 77% 23% 99% 1% 73% 27% 2% 98%
Semakin muda tanaman teh, semakin tinggi produktivitasnya. Sebaliknya semakin tua tanaman teh, maka semakin rendah produktivitasnya. Hal ini memberikan dugaan bahwa semakin tua tanaman, fungsi jaringan semakin melemah. Sehingga proses fotosintesis menjadi tidak optimal dan hasilnya menjadi berkurang. Hal ini yang menyebabkan produksi pucuk menjadi rendah pada tanaman yang sudah tua.
Usaha peningkatan produksi tanaman teh yang berumur tua perlu dilakukan. Salah satunya adalah pemeliharaan yang lebih intensif, seperti pemberian pupuk yang lebih optimal. Selain itu juga perlu dilakukan dengan peremajaan tanaman, yaitu dengan mengganti tanaman teh yang sudah tua dengan tanaman teh baru.
Bahan Tanam Bahan tanam di perkebunan Pagilaran sebagian besar berasal dari biji yang merupakan warisan dari Belanda. Tabel 15 menunjukkan pada bagian tahun 19211940 bahan tanam biji 99 % sedangkan sisanya berasal dari stek (1%), dengan produktivitas teh mencapai 8 295.99 kg/ha/tahun. Sedangkan pada tahun 19812000 bahan tanam dari stek 98 % dan biji 2 % menghasilkan produktivitas 9 234.85 kg/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa bahan tanam yang sebagian besar dari stek mempunyai produktivitas lebih besar dari pada bahan tanam biji. Potensi produksi tanaman asal stek lebih tinggi dibandingkan tanaman asal biji. Hal ini dikarenakan perbanyakan bahan tanaman secara vegetatif dengan stek merupakan salah satu cara mempertahankan sifat-sifat baik tanaman induk, karena dengan perbanyakan secara vegetatif tidak terjadi perubahan sifat genotip. Sedangkan tanaman asal biji merupakan hasil persilangan yang dapat menimbulkan perubahan sifat pada keturunannya. Selain itu pembibitan teh dengan menggunakan stek lebih cepat dibandingkan dengan biji (Setyamidjaja, 2000) Penggunaan bahan tanam biji di perkebunan Pagilaran masih dilakukan. Hal ini dikarenakan bahan tanam biji memiliki beberapa kelebihan. Tanaman asal biji di kebun Pagilaran memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi, hal ini terlihat dari ketahanan terhadap penyakit lebih baik daripada bahan tanam stek. Hal ini dikarenakan bahan tanam biji memiliki akar lebih kuat dibandingkan tanaman asal stek. Tanaman asal biji mempunyai akar tunggang sedangkan pada tanaman asal stek mempunyai akar serabut, sehingga tanaman teh yang berasal dari stek mudah dicabut dan mudah roboh dibandingkan tanaman asal biji (Tarlan dan Adimulya, 1997). Oleh karena itu tanaman asal biji lebih tahan lama dibandingkan tanaman asal stek.
Jenis Klon Analisis hubungan jenis klon dan produktivitas pada perkebunan Pagilaran sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan, selain sebagian besar berasal dari biji, setiap blok juga terdiri bermacam-macam klon. Astika (1997) menyatakan untuk mendapatkan kualitas yang baik, jumlah klon yang ditanam dalam suatu perkebunan teh hendaknya berkisar antara 3 – 5 klon. Di samping itu, setiap klon hendaknya ditanam dalam blok-blok yang terpisah, untuk memudahkan pemeliharaan. Hal tersebut belum dilakukan di perkebunan Pagilaran, karena masih terdapat banyak klon bahkan dalam satu blok ditanam bermacam-macam klon. Klon merupakan bahan tanaman vegetatif yang digunakan untuk pembiakan dengan cara stek (Setyamidjaja, 2000). Hasil data secara keseluruhan menunjukkan klon TRI 2025 mempunyai produktivitas terbesar (Tabel Lampiran 5). Klon TRI 2025 memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan klon lainnya, yaitu mempunyai daya adaptasi yang tinggi, sehingga dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Walaupun klon TRI 2025 memiliki kekurangan seperti peka terhadap serangan hama dan cendawan, tetapi masih dapat menghasilkan produksi yang tinggi dibandingkan dengan klon lainnya (Malabar 2, SA 40, PS 1, Cinyiruan 143, SKM 118, dan Kiara 8).
Tenaga Kerja Data yang diperoleh hanya data berasal dari bagian kebun Pagilaran selama 7 tahun terakhir. Tabel 16 menunjukkan tenaga pemetik meningkat setiap tahun hingga tahun 2004. Pada tahun 2005 terjadi penurunan tenaga kerja hingga tahun 2007. Sebagian besar tenaga pemetik berjenis kelamin perempuan dan berpendidikan SD. Sedangkan tenaga pemetik perempuan tertinggi yang bekerja pada tahun 2002 yaitu 521 orang dengan produktivitas 956.55 kg/ha. Tabel 16 juga memperlihatkan Indeks Tenaga Kerja (ITK) yang merupakan rasio tenaga kerja dengan luas areal tanaman teh. ITK tertinggi terjadi pada tahun 2004 yaitu 1.33 dengan produktivitas 1 048.86 kg/ha. Tahun 2007 terlihat ITK terendah dengan produktivitas 927.48 kg/ha. Selain itu kapasitas
pemetik Pagilaran tahun 2007 mencapai 0.89 ha/orang. Kapasitas ini dihitung dari areal pemetikan per hari dibagi total tenaga pemetik dengan gilir petik 10 hari. Sebelum tahun 2004 jumlah tenaga kerja terus meningkat setiap tahunnya. Hingga tahun 2004 merupakan puncak dari jumlah tenaga kerja. Hal ini dikarenakan adanya pergantian pimpinan kebun, yang menyebabkan kebijakan perkebunan berubah. Kebijakan tersebut adalah tidak adanya penerimaan tenaga kerja, akan tetapi dilakukan pengurangan tenaga kerja. Sehingga pada tahun berikutnya jumlah pekerja menurun, walaupun pada tahun 2007 kembali terjadi peningkatan jumlah pekerja. Tabel 16. Hubungan Tenaga Kerja Pemetik dan Produktivitas Teh Basah Bagian Kebun Pagilaran Bulan Desember Selama 7 Tahun No Tahun 1 2 3 4 5 6 7
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Jenis Kelamin L P 23 510 24 521 43 517 65 513 65 508 53 464 47 442
Pendidikan SD SMP SMA 523 10 523 19 3 546 12 2 554 21 3 549 21 3 493 21 3 466 21 2
Jumlah
ITK
533 545 560 578 573 517 489
1.22 1.25 1.29 1.33 1.32 1.19 1.12
Kapasitas Pemetik (ha/org) 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.09
Produktivitas kg/ha 739.40 956.55 1 094.33 1 048.86 1 005.88 762.94 927.48
Sumber : Bagian Kebun Pagilaran, 2008 Jumlah tenaga kerja pemetik semakin tinggi, maka semakin tinggi pula produktivitas yang dihasilkan. Hal ini dapat terlihat dari ITK tertinggi pada tahun 2004 menghasilkan produktivitas yang tinggi pula. ITK merupakan kebutuhan tenaga kerja per satuan luas (ha). ITK pada perkebunan Pagilaran (1.12) berarti dalam 1 ha luas areal petikan membutuhkan pekerja sebanyak 11 – 12 orang untuk setiap harinya dengan gilir petik 10 hari. Kapasitas Pemetik kebun Pagilaran cukup tinggi dengan rata-rata antara 0.08-0.09 ha/orang. Kapasitas ini lebih tinggi dari standar pemetik pekebunan teh yang hanya mencapai 0.04 ha/orang. Hal ini dikarenakan para pemetik teh di kebun pagilaran sudah menggunakan alat gunting untuk memetik teh. Kekurangan tenaga kerja mengakibatkan kesulitan dalam mengalokasikan tenaga pemetik, terutama pada saat musim flush. Akibatnya banyak kebun dalam
keadaan kaboler (pucuk yang terlalu tinggi). Usaha perkebunan Pagilaran dalam mencukupi kebutuhan tenaga pemetik dilakukan dengan mendatangkan pemetik dari blok lain atau dengan lintas antar blok. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan menambah jam kerja. Tenaga pemetik di PT Pagilaran sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Walau demikian Tabel 16 menunjukkan semakin besar jumlah pekerja laki-laki, semakin besar pula produktivitas pucuk. Hal ini berarti pekerja laki-laki lebih baik dalam hal kuantitas dibandingkan pekerja perempuan. Akan tetapi dalam hal kualitas pekerja perempuan lebih baik daripada pekerja laki-laki. Pendidikan sebagian besar pekerja pemetik di PT Pagilaran adalah SD. Tabel 16 menunjukkan pendidikan tidak terlalu berpengaruh pada jumlah produktivitas pucuk teh. Sehingga, pekerjaan sebagai pemetik teh relatif tidak membutuhkan tingkat pendidikan formal yang tinggi, tetapi membutuhkan keterampilan. Selain itu, tingkat pendidikan formal tidak dipermasalahkan oleh pihak manajemen perkebunan. Manajemen dalam pengelolaan tenaga kerja mempengaruhi proses tenaga kerja melakukan kegiatan di kebun. Pengelolaan tenaga pemetik di PT Pagilaran belum sepenuhnya optimal, hal ini dikarenakan biaya tenaga kerja yang kecil. Upah yang diberikan sering mengalami keterlambatan dan tanpa ada premi untuk pemetikan yang melebihi bobot standar pemetik. Hal inilah yang menyebabkan tenaga kurang bekerja dengan baik. Selain itu pengadaan bahan-bahan pemeliharaan kebun dari direksi sering mengalami keterlambatan, sehingga mengganggu proses pengelolaan pemeliharaan di lapang. Peran Pimpinan Kebun berhubungan dengan manajemen pengelolaan kebun. Pimpinan kebun dibantu dengan para kepala masing-masing kebun harus mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapka oleh direksi. Tapi dalam kenyataannya belum sepenuhnya dilaksanakan oleh setiap kepala bagian kebun. Hanya bagian Kayulandak yang hampir mendekati pelaksanaan SOP. Untuk itulah bagian Kayulandak memiliki manajemen yang lebih baik dibandingkan dengan bagian kebun lainnya.
Populasi Tanaman Peningkatan populasi diikuti dengan peningkatan produktivitas per hektar (Tabel 17). Populasi tanaman tertinggi yaitu antara 13 001 pohon/ha – 14 000 pohon/ha, dengan produktivitas tertinggi pula yaitu 10 672.68 kg/ha/tahun. Populasi terendah yaitu antara 4 000-5 000 pohon/ha dengan produktivitas 8 050.38 kg/ha/tahun. Tabel 17. Hubungan Produktivitas Teh Basah dengan Populasi Tanaman Teh Populasi (pohon/ha) 4 000-5 000 5 001-6 000 6 001-7 000 7 001-8 000 8 001-9 000 9 001-10 000 10 001-11 000 11 001-12 000 12 001-13 000 13 001-14 000
Rata-rata Produktvitas (kg/ha/tahun) 8 050.38 8 304.51 7 504.92 8 155.57 8 542.57 8 751.83 9 537.66 9 613.26 10 359.20 10 672.68
Rata-rata Produktivitas (kg/pohon/tahun) 1.723 1.473 1.125 1.094 0.997 0.914 0.943 0.838 0.831 0.791
Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008 Gambar 15 menunjukkan bahwa populasi tanaman mempengaruhi produktivitas per hektar (garis biru). Semakin tinggi populasi, semakin tinggi pula produktivitasnya. Wanyoko dan Owour (1995) menjelaskan bahwa kerapatan tanaman berpengaruh terhadap produksi. Areal tanaman yang kerapatan yang lebih tinggi maka akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Semakin banyak pohon teh maka semakin banyak jumlah pucuk yang dapat dipetik dan semakin tinggi nilai produktivitas yang dapat dicapai. Gambar 15 juga menunjukkan bahwa produktivitas per pohon berbanding terbalik dengan jumlah populasi. Semakin tinggi populasi maka semakin rendah produktivitas per pohon (garis merah). Populasi tertinggi menghasilkan populasi per pohon terendah yaitu 0.791 kg/pohon. Sedangkan populasi terendah menghasilkan produktivitas tertinggi untuk setiap pohonnya yaitu 1.723 kg/pohon.
Tidak seperti halnya produktivitas per hektar, populasi yang tinggi dapat menurunkan produktivitas tanaman teh per pohon. Penurunan ini diduga adanya persaingan hara, sehingga menyebabkan turunnya produksi setiap individu tanaman. Akan tetapi jumlah tanaman yang tinggi menyebabkan produktivitas akan tetap tinggi, walaupun produktivitas per pohon rendah.
Gambar 15. Grafik Hubungan antara Populasi dengan Produktivitas Teh Jumlah populasi per ha dipengaruhi oleh jarak tanam. Jarak tanam yang digunakan di kebun Pagilaran tidak dapat diketahui secara jelas. Seperti yang dikatakan di depan bahwa tanaman teh tersebut merupakan warisan dari pemerintahan Belanda yang tidak pernah dilakukan peremajaan kecuali dengan pemangkasan. Sehingga populasi tanaman teh dalam satu hektar sangat kecil. Apabila jarak tanam standar 120 cm x 60 cm dengan populasi tanaman berjumlah 13 888 pohon/ha. Sedangkan populasi di kebun Pagilaran masih dibawah standar. Populasi minimal berjumlah 4 404 pohon/ha dan populasi maksimal berjumlah 13 600 pohon/ha (Tabel Lampiran 1, Tabel Lampiran 2 dan Tabel Lampiran 3).
Produktivitas Antar Bagian Kebun Tabel 18 menunjukkan produktivitas masing-masing bagian kebun berfluktuasi setiap tahun. Bagian Pagilaran produtivitas tertinggi yaitu 10 191.85 kg/ha/tahun terjadi pada tahun 2007. Produktivitas tertinggi Kayulandak yaitu 11 021.23 kg/ha/tahun pada tahun 2003. Tahun 1998 bagian kebun Andongsili
mencapai produktivitas tertinggi yaitu 9 480.61. Produktivitas rendah di seluruh bagian kebun terjadi pada tahun yang sama yaitu tahun 2006. Rata-rata produktivitas tertinggi berada pada bagian kebun Kayulandak yaitu 9 131.84 kg/ha, kemudian diikuti oleh bagian kebun Pagilaran yaitu 9 131.84 kg/ha/tahun. Rata-rata produktivitas terendah berada pada bagian Andongsili yaitu 7 873.09 kg/ha/tahun. Tabel 18. Produktivitas Teh Basah Antar Bagian Kebun Selama 10 Tahun Terakhir Produktivitas Bagian Kebun (kg/ha) Tahun Pagilaran Kayulandak Andongsili 1998 9 777.92 10 250.94 9 480.61 1999 7 735.67 8 360.33 7 918.19 2000 8 068.19 8 188.33 6 816.20 2001 8 970.29 9 045.68 7 421.16 2002 9 503.21 10 349.97 7 268.86 2003 8 019.02 11 021.23 8 921.48 2004 9 596.66 9 137.70 7 864.18 2005 9 736.59 9 004.36 7 896.72 2006 7 279.99 7 330.26 6 840.37 2007 10 191.85 8 629.57 8 303.12 Rata-rata 8 887.94 9 131.84 7 873.09 Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008
Produktivitas teh basah yang berfluktuasi setiap tahunnya, disebabkan oleh adanya faktor yang mempengaruhi produktivitas dan perbedaan teknik pemeliharaan. Faktor produktivitas tersebut diantaranya ketinggian tempat, curah hujan, populasi, jenis klon dan tahun tanam. Perbedaan teknik pemeliharaan disebabkan adanya ketersediaan biaya pemeliharaan setiap tahunnya. Ketinggian tempat dan populasi tanaman tidak berubah setiap tahun, sedangkan curah hujan berubah setiap tahun (Tabel 19). Untuk ketinggian, Kayulandak mempunyai tempat tertinggi yaitu 1 090-1 470 m dpl sedangkan Andongsili berada pada urutan kedua dengan ketinggian 930-1 300 m dpl. Pagilaran mempunyai ketinggian tempat terendah yaitu antara 700-1 100 dpl. Untuk populasi tertinggi terdapat pada kebun Pagilaran yaitu 9 410 pohon/ha, Sedangkan Kayulandak urutan kedua dengan populasi 8 978 pohon/ha. Populasi terendah terdapat pada kebun Andongsili yaitu 6 972 pohon/ha. Selanjutnya curah
hujan setiap bagian kebun tidak berbeda, akan tetapi berubah setiap tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu 6 595 mm/tahun dan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu 3 527 mm/tahun.
Tabel 20 menunjukkan perbedaan klon dan tahun tanam setiap bagian kebun dengan luas lahan. Pagilaran sebagian besar ditanam beberapa jenis klon dalam satu blok, sehingga merupakan campuran dari berbagai klon. Sedangkan bagian Kayulandak jenis tanaman teh yang ditanam adalah biji dan klon PS (Pasir Sarongge). Untuk jenis biji banyak ditanam pada bagian kebun Andongsili. Tabel 19. Perbedaan Faktor Produktivitas Teh Basah Tiap Blok Selama 10 Tahun Ketinggian Tempat (m dpl)
Tahun
P
K
Populasi (pohon/ha)
Curah Hujan (mm/tahun)
A
P
K
A
P
K
A
1998
700-1 100 1 090-1 470
930-1 300
9 410
8 978
6 972
6 413
6 413
6 413
1999
700-1 100 1 090-1 470
930-1 300
9 410
8 978
6 972
5 751
5 751
5 751
2000
700-1 100 1 090-1 470
930-1 300
9 410
8 978
6 972
5 660
5 660
5 660
2001
700-1 100 1 090-1 470
930-1 300
9 410
8 978
6 972
6 595
6 595
6 595
2002
700-1 100 1 090-1 470
930-1 300
9 410
8 978
6 972
6 546
6 546
6 546
2003
700-1 100 1 090-1 470
930-1 300
9 410
8 978
6 972
5 396
5 396
5 396
2004
700-1 100 1 090-1 470
930-1 300
9 410
8 978
6 972
4 764
4 764
4 764
2005
700-1 100 1 090-1 470
930-1 300
9 410
8 978
6 972
4 669
4 669
4 669
2006
700-1 100 1 090-1 470
930-1 300
9 410
8 978
6 972
4 131
4 131
4 131
2007
700-1 100 1 090-1 470
930-1 300
9 410
8 978
6 972
3 527
3 527
3 527
Sumber : Setiap bagian kebun PT Pagilaran, 2008 Keterangan : P : Blok Pagilaran K : Blok Kayulandak A : Blok Andongsili
Tahun tanam setiap kebun hampir sama yaitu antara tahun 1894 hingga 1999. Tahun tanaman pada Tabel 20 dibagi menjadi dua yaitu 1899 – 1950 (tanaman tua) dan 1951 – 2000 (tanaman muda) dengan luas lahan masing-masing tahun tanam. Tanaman tua banyak terletak di bagian kebun Andongsili yaitu luas lahan 305.510 ha dan hanya 12.750 ha yang ditanam tanaman muda. Sedangkan tanaman muda banyak ditanam di bagian kebun Pagilaran yaitu luas lahan 354.652 ha dan tanaman tua seluas 68.420 ha. Bagian Kayulandak sebagian besar merupakan tanaman tua dengan luas tanam 160.410 ha dan tanaman muda seluas 58.852 ha.
Tabel 20. Perbedaan Faktor Klon dan Tahun Tanam Setiap Bagian Kebun. Bagian Kebun
Faktor Produksi Tahun Tanam (Luas Lahan ) • 1899 – 1950 (68.420 ha) • 1951 – 2000 (354.652 ha)
Pagilaran
Klon Klon Campuran
Kayulandak
Biji dan PS
• •
1899 – 1950 1951 – 2000
(160.410 ha) (58.852 ha)
Andongsili
Biji
• •
1899 – 1950 1951 – 2000
(305.510 ha) (12.750 ha)
Sumber : Setiap Bagian Kebun PT Pagilaran, 2008 Kayulandak mempunyai rata-rata produktivitas paling tinggi diantara bagian lainnya, walaupun jenis yang ditanam merupakan jenis campuran antara biji dan klon PS, serta memiliki tanaman yang tua. Ketinggian tempat tertinggi terletak pada bagian kebun Kayulandak, dengan curah hujan yang tinggi pula sehingga dapat mendatangkan cendawan cacar daun. Klon PS merupakan klon yang mudah beradaptasi dan mempunyai bulu peko yang banyak, sehingga cendawan penyebab cacar tidak dapat menempel pada peko. Hal inilah yang memberikan dugaan bahwa tanaman teh tetap berproduksi dengan baik, sehingga produktivitas tertinggi terletak pada bagian kebun Kayulandak. Pemeliharaan
kebun
juga
sangat
mempengaruhi
produktivitas.
Berdasarkan pengamatan penulis, pemeliharaan pada kebun Kayulandak sangat intensif dibandingkan dengan bagian lainnya. Jumlah pekerja juga mencukupi dalam proses pelaksanaan pemeliharaan kebun. Selain itu peraturan juga sangat ditegakkan di kebun Kayulandak, sehingga para pekerja bekerja secara disiplin dalam melaksanakan kegiatan kebun. Kebun Pagilaran merupakan kebun terluas (428.072 ha) diantara ketiga kebun. Hampir seluruh bagian telah ditanami tanaman teh yang bahan tanamnya berasal dari jenis klon dan tanaman muda, sehingga seharusnya kebun pagilaran mempunyai produktivitas tertinggi. Akan tetapi setiap blok pada bagian kebun Pagilaran ditanam berbagai macam jenis klon, sehingga menjadi campuran klon dalam satu blok. Hal inilah yang menyebabkan produktivitas Pagilaran lebih rendah dari Kayulandak. Selain itu proses pemeliharan kebun di bagian kebun
Pagilaran tidak memiliki disiplin yang tinggi di antara pekerja, sehingga peraturan yang berlaku tidak dijalankan dengan baik. Produktivitas tinggi pada bagian kebun Pagilaran tahun 2007 diduga, disebabkan oleh populasi yang tinggi pada ketinggian yang rendah, sehingga hanya memerlukan sedikit curah hujan. Populasi yang tinggi menyebabkan kerapatan yang tinggi pula, sehingga air hilang akibat evaporasi tanah cukup rendah. Jadi, air dalam tanah dapat disimpan dengan baik dan persediaan air cukup untuk pertumbuhan tanaman teh. Menurut Jones (1992) evaporasi dapat menghilangkan air dalam tanah, akan tetapi dapat diatasi dengan adanya penutup tanah. Tanah pada kebun Pagilaran ditutup dengan kanopi tanaman teh yang memiliki kerapatan yang tinggi. Andongsili memiliki produktivitas terendah, karena hampir keseluruhan kebun ditanami tanaman yang berasal dari biji dengan sebagian besar lahan merupakan tanaman tua. Hanya 3 blok dari 30 blok yang ditanami jenis klon. Produksi biji lebih rendah dibandingkan produksi jenis klon. Populasi rendah pada bagian kebun Andongsili juga menyebabkan produksi menurun. Andongsili pada tahun 1998 mengalami produktivitas tertinggi. Pada tahun tersebut curah hujan relatif tinggi dengan populasi terendah dibandingkan bagian yang lain. Populasi yang rendah menyebabkan tingginya proses evaporasi dan persediaan air tanah berkurang. Curah hujan yang tinggi dapat mengembalikan air hilang akibat proses evaporasi, sehingga tanaman teh tetap berproduksi secara optimal. Bentuk topografi pada bagian kebun Andongsili sangat terjal dan yang banyak mengandung batu, sehingga menyulitkan pekerja dalam pengelolaan kebun. Sehingga mengakibatkan pekerja tidak dapat bekerja secara optimal dan lambat serta membutuhkan penambahan jumlah pekerja. Hal ini menyebabkan keadaan kebun Andongsili menjadi sangat tidak kondusif untuk pertumbuhan tanaman teh, sehingga produktivitas teh Andongsili menjadi rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kegiatan magang yang dilakukan penulis di PT Pagilaran telah memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman kerja. Melalui kegiatan sebagai tenaga kerja, penulis berlatih untuk meningkatkan keterampilan teknis dan kemampuan manajerial sesuai tingkat deskripsi tugas masing-masing manajer. Selain itu juga memberi pelajaran kepada penulis untuk bisa bersosialisasi dengan masyarakat. Pengelolaan Kebun Pagilaran secara keseluruhan sudah cukup baik, walaupun masih kurang optimal dalam beberapa hal. Seperti dalam pemeliharaan kebun juga masih kurang intensif. Hal ini dilihat dalam pemberian pupuk yang masih banyak terdapat kesalahan yang menyebabkan kurang efisien dan efektif dalam pemberian pupuk. Selain itu kurangnya pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap kepala bagian kebun. Faktor yang mempengaruhi produktivitas teh adalah ketinggian tempat, curah hujan, umur tanaman, asal bahan tanam, serta tenaga pemetik. Ketinggian optimum untuk pertumbuhan tanaman teh adalah 800 – 1 200, selain itu tanaman teh tidak membutuhkan curah hujan yang tinggi. Penggunaan bahan tanam stek dapat meningkatkan produktivitas teh basah. Tanaman yang berumur tua masih tetap dapat berproduksi dengan baik. Tenaga pemetik laki-laki menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada tenaga perempuan, akan tetapi dalam kualitas pekerja perempuan lebih tinggi daripada pekerja laki-laki. Selain faktorfaktor tersebut pengelolaan kebun yang baik juga akan meningkatkan produktivitas tanaman teh.
Saran Untuk mencapai pengelolaan yang lebih optimal perlu dilakukan pelatihan kepada para mandor secara rutin, agar para mandor lebih memahami tugasnya di kebun. Dalam hal ini perlu adanya optimalisasi peran serta dari pimpinan kebun dan kepala masing-masing kebun. Peremajaan tanaman teh yang sudah berumur terlalu tua, dan pengaturan jarak tanam yang lebih teratur perlu diterapkan
sehingga menghasilkan populasi yang optimal. Penanaman klon yang seragam dalam satu blok juga akan sangat memudahkan dalam pemeliharaan. Selain pengelolan kebun diatas, untuk dapat meningkatkan produktivitas perlu lebih mengoptimalkan faktor-faktor yang mempengaruhi Pagilaran.
produktivitas di kebun
DAFTAR PUSTAKA Adimulya, V. 2006. Analisis Produksi Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Kebun Jolotigo, PTPN IX, Pekalongan, Jawa Tengah. Skripsi. Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 80 hal. (Tidak dipublikasikan) Adisewojo, R. S. 1992. Bercocok Tanam Teh. Sumur Bandung. Bandung. 224 hal. Astika I. G. P. W. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal. Bambang, K. 1994. Petunjuk Kultur Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung. 154 hal. Crabe, J. and B. Paul. 1996. A New Conceptual Approach to Bud Dormancy in Woody Plants in Plant Dormancy Physiology Biochemistry and Molecular Biologi. Editor G. A. Lang. Cab International. Uk. Hal 83-106 Darmawijaya, M. I. 1997. Keserasian Tanah dan Kemampuan Lahan Teh. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh . PPTK Gambung. Bandung. 147 hal. Direktorat Jendral Perkebunan. 2007. Standar Ekspor Teh Indonesia (seri online). URL http://www.disbun.jabarprov.go.id/. Diakses pada 20 Juli 2008-08-27 Eden, T. 1976. Tea. Third edition. Lowe and Brydone (Printers) Ltd, Thetford, Norfolk: Great Britain. 215 p. Ghani, M. A. 2002. Buku Pintar Mandor : Dasar-Dasar Budi Daya Teh. Penebar Swadaya. Jakarta. 134 hal. Heru, C.N. 2003 . Dari Belanda ke Kampus. Koran Tempo (seri online).URL:http://www.korantempo.com/news/2003/2/27/Nasional/62.html . Diakses pada 2 November 2007. Iskandar, S. H. 1988. Budidaya Tanaman Teh. Jurusan Budaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 40 hal Jones, H. 1992. Plant and Microclimate. Second Edition. The Press Sydicate of The University of Cambidge. Australia. 123 p. Jumin, H.B. 1992. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis. Rajawali Pers. Jakarta. 162 hal. Kertawijaya, W. S. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal.
Martosupono, M. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal. Nazaruddin. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Penebar Swadaya. Jakarta. 198 hal. Perangin-angin, M. D. 2000. Pengelolaan Pemetikan Pucuk Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di PTP Nusantara VIII, Kebun Ciater, Subang, Jawa Barat. Skripsi. Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.73 hal. (Tidak dipublikasikan) PT Perkebunan XI. 1993. Vademecum Budidaya Teh. PT Perkebunan XI. Jakarta. 140 hal. Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. 1992. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia (Eds 1). Gambung. 136 hal. Rachmiati, Y. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung. 151 hal. Sanusi, M dan S. Adimulya. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat Penelitian Teh dan Kina.Gambung . 151 hal. Setyamidjaja, D. 2000. Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen Tanaman Teh. Kanisius. Yogkarta. 154 hal. Siswoputranto, P.S. 1978. Perkembangan Teh Kopi Cokelat Internasional. PT Gramedia.. Jakarta. 125 hal. Suhargyanto, K. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung. 151 hal. Suryatmo, F. A. 1994. Petunjuk Kultur Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina.Gambung. 154 hal. Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 318 hal Tarlan, S dan S. Adimulya. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal. Tobroni, M dan S. Adimulya. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung . 151 hal. Wanyoko, J. K. and P. O. Owour. 1995. Effect of Plantensities and Nitrogen Fertilize Rates on The Yield of Mature Seedling Kenya Tea. Tea, 16 (1) : 14-20
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Jurnal harian Kegiatan Magang di PT Pagilaran No
1
Status
Umum
Tanggal 12-Feb-08 13-Feb-08 14-Feb-08 15-Feb-08 16-Feb-08
2
KHL
18-Feb-08 19-Feb-08 20-Feb-08 21-Feb-08 22-Feb-08 23-Feb-08 25-Feb-08 26-Feb-08 27-Feb-08 28-Feb-08 29-Feb-08 01-Mar08 03-Mar08 04-Mar08 05-Mar08 06-Mar08 07-Mar08 10-Mar08 11-Mar08
Uraian kegiatan Orientasi pembibitan Orientasi kantor induk Pengukuran Curah hujan dan Orientasi Pabrik Orientasi teknik Orientasi kebun pagilaran Pembibitan membuat bekong membuat bekong mengayak tanah melubangi polibag mencampur tanah dengan pupuk dan dithane M-45 mengayak sub soil mengangkut dan memasukkan top soil menyiapkan polibag memasukkan top soil ke polibag mengangkut dan memasukkan sub soil ke polibag memasukkan sub soil menyeleksi bibit praktek pemangkasan awal praktek pemangkasan
Lokasi
Prestasi kerja (satuan/ HOK) Standar Penulis
Pembibitan
-
-
kantor induk
-
-
Kebun dan Pabrik
-
-
Bag Teknik
-
-
Kantor Kebun
-
-
50 Bekong
10 Bekong
Kebun bibit
5 jam kerja
5 jam kerja
Kebun bibit
-
-
Kebun bibit
0.5 m³
0.125 m³
Kebun bibit
500
168
Kebun bibit
500
70
Kebun bibit
500
205
Kebun bibit
5 jam kerja
5 jam kerja
Kebun bibit Kebun bibit Kebun bibit
Kebun bibit Kebun bibit Kebun Pagilaran
5 jam kerja 5 jam kerja
5 jam kerja 5 jam kerja
-
-
Blok Kebun Jati
400 m²
18 pohon
kerik lumut
Blok Beji II
400 m²
6 m²
penggarpuan dan penyiangan
Blok Beji II
400 m²
-
kubur ranggas
Blok Beji II
400 m²
-
pemangkasan
Blok Kebun jati
400 m²
-
Pengenalan pemetikan
Blok Garjito II
-
-
Tabel Lampiran 1. (Lanjutan) No
Status
Tanggal 12-Mar08 13-Mar08 14-Mar08 15-Mar08 16-Mar08 17-Mar08 18-Mar08 19-Mar08 20-Mar08 24-Mar08 25-Mar08 26-Mar08 27-Mar08 29-Mar08 30-Mar08 31-Mar08
Uraian kegiatan
Lokasi
Prestasi kerja (satuan/ HOK) Standar Penulis
pemetikan
Blok Garjito II
35-40 kg
1.8 kg
pemetikan
Blok Garjito II
40 kg
3 kg
pemupukan TBM
Pagilaran
1 ha
Pemetikan
Blok Garjito II
35-40 kg
3 kg
Blok Garjito II
-
-
Blok Gondang
5 jam kerja
5 jam kerja
-
-
-
-
-
-
Blok Jrakah II
-
-
Blok Jrakah II
-
-
pemetikan
Blok Kayulandak II
-
-
pemetikan
Blok kemulan
-
-
Pemupukan TM
Blok Sirebut II
-
-
Pemupukan TM
Blok Sirebut II
-
-
Pemupukan daun
Blok Sirebut II
-
-
01-Apr-08
Analisa pucuk
Pabrik
02-Apr-08
Analisa pucuk
Pabrik
03-Apr-08
Supervisi
Pabrik
5 jam kerja 5 jam kerja -
04-Apr-08
Pabrik
-
-
Pabrik
-
-
Kebun bibit
-
-
Pabrik
-
-
Pabrik
-
-
10-Apr-08
pelayuan pelayuan (pengamatan) Pembibitan. penanaman stek Penggilingan dan sortasi basah Penggilingan dan sortasi basah Pengeringan
Pabrik
-
-
11-Apr-08
Pengeringan
Pabrik
-
-
12-Apr-08
sortasi kering
Pabrik
-
-
14-Apr-08
sortasi kering
Pabrik
-
-
05-Apr-08 07-Apr-08 08-Apr-08 09-Apr-08
penyiangan gulma Penggarpuan dan pemetikan Penyiangan dan TBM kerik lumut pemetikan pemeliharaan TBM pemeliharaan TBM
Blok karang sari I Blok karang sari I Blok gondang IA
5 jam kerja 5 jam kerja -
Tabel Lampiran 1. (Lanjutan) No
Status
Tanggal
Pendamping Mandor
sortasi kering
Pabrik
-
-
16-Apr-08
pengepakan uji organoleptik teh pembibitan pengamatan HPG pengamatan HPG Pengamatan Pucuk Klon pengukuran ketinggian
Pabrik
-
-
Pabrik
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
23-Apr-08
29-Apr-08
pemetikan
30-Apr-08 01-Mei08 02-Mei08 05-Mei08 06-Mei08
Pemupukan Pengukuran Ketinggian pengukuran ketinggian Prosedur Gudang
Kebun bibit Kebun Pagilaran Kebun Pagilaran Blok Sanderan II Kebun Pagilaran blok pagilaran II Blok Beji II Kebun Pagilaran Kebun Pagilaran Kantor Gudang
Pemetikan
Gondang III
24-Apr-08 25-Apr-08 26-Apr-08 28-Apr-08
4
Pendamping Kepala Afdeling
Lokasi
15-Apr-08 17-Apr-08 3
Uraian kegiatan
Prestasi kerja (satuan/ HOK) Standar Penulis
07-Mei08
Pemupukan
08-Mei08 09-Mei08 10-Mei08 12-Mei08 13-Mei08 14-Mei08
pengukuran ketinggian pengukuran ketinggian Penggarpuan dan Babat pengukuran ketinggian pengukuran ketinggian Pemetikan Jendangan
15-Mei08
Pemetikan
16-Mei08 17-Mei08 19-Mei08 20-Mei08 21-Mei08
Pemeliharaan Pembukaan Lahan Pembibitan Kontrol Kebun Proses RKT kepala bagian
Blok Pekandangan IB Kebun Andongsili Kebun Andongsili Blok Dawuhan II Kebun Kayulandak Kebun Kayulandak Blok Sirebut IA Blok Pagergunung IA Blok Kayulandak Blok Kayulandak Penelitian dan Pengembangan Kebun Pagilaran Kebun Pagilaran
Tabel Lampiran 1. (Lanjutan) No
Status
Tanggal
Uraian kegiatan
22-Mei08 26-Mei08
Pengumpulan data Tugas Kepala Bagian Pengambilan Contoh Tanah dan daun Pengambilan Contoh Tanah dan daun Pengambilan Contoh Tanah dan daun Penanaman perdana Prosedur Tugas Pengawas Pembuatan Laporan Sementara
27-Mei08 28-Mei08 29-Mei08 30-Mei08 31-Mei08 1-10 Juni 08
Lokasi Kantor Pagilaran Kebun Andongsili
Prestasi kerja (satuan/ HOK) Standar Penulis -
-
-
-
Kebun Andongsili
-
-
Kebun Andongsili
-
-
Kebun Kayulandak
-
-
-
-
-
-
-
-
Kebun Kayulandak Kebun Kayulandak Bagian Penelitian
Tabel Lampiran 2. Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM) dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Pagilaran I. Kebun Produksi Blok Kebun
No
Luas (ha) 18.79
Tahun Tanam
Populasi/ ha
469.75
1978/ 1998
9 908
Patok
Klon Campur (biji. Kiara 8, TRI, PSI) TRI
Ketinggian m dpl
1
Garito II
2
Garito IIIB
3.180
79.75
1987
9 900
3
Gamblok I
7.270
181.75
1976
7 922
257.00
1976
7 422
133.00
1972
10 000
Biji/Kloon
820
266.50
1973/ 1990
6 858
Biji
820
246.50
1974
8 717
780
463.25
1973/ 1990
9 257
Biji Campur (Biji. TRI, Kiara 8, PSI)
129.25
1987/ 1999
9 697
290.75
1976/ 1977
8 324
1977
9 800
0
10.28 4
Gamblok II
5
Pecundukan IIIA
6
Pecundukan IV
7
Kebunjati I
8
Pulosari III
9
Pulosari I
0 5.320 10.66 0 9.860 18.52 6 5.170 11.63
10
Gamblok III
11
Sijanggel
8.500
212.50
12
Karangdadi I / II
9.093
254.75
13
Karangdadi III
7.500
187.50
0
1962/ 1977 1975/ 1976/ 1998
Pecundukan I
15
Kebunjati II
16
Pulosari II
17
Pecundukan II
18
Pecundukan IIIB
0
7.833
Campur (Biji. TRI, Kiara 8, PSI) Campur (Biji. TRI, Kiara 8, PSI)
880 860
730 780 880
875
Biji
890
8 772
Biji, Klon Campuran
880
TRI, PSI, Biji Tanaman lama 1 ha Campur (Biji. TRI2024, 2025, PSI.Kiara)
860
310.00
1987
7 375
307.50
1974
8 739
196.00
1974/ 1975
8 550
Biji, Kiara
700
285.50
1925
7 000
Biji
840
115.75
1972
10 000
Biji
840
12.30 0
TRI
875
8 325
12.40 14
Biji Campur (biji. Kiara 8, TRI, PSI)
850
730
11.42 0 4.630
Tabel Lampiran 2. (Lanjutan) No
Blok Kebun
19
Drejeg
20
Sanderan IV
Luas (ha)
Patok
6.210
155.25
12.190
304.75
Tahun Tanam 1980/ 1990 1961/ 1985/ 1988
21
Garjito I
4.520
113.00
1989/ 1999
22
Sanderan II
3.360
84.00
1999
23
Beji I
4.142
116.00
24
Beji II
15.205
425.75
25
Kejawen IA
11.870
27
Keteleng
28
Populasi/ ha
Klon
Ketinggian m dpl
10 045
TRI
860
8 767
TRI
900
8 836 1 1008
296.75
1899/ 1912 1899/ 1912 1992
13.151
368.25
1925
5 476
Sanderan III
7.000
175.00
10 005
29
Sukowero
8.010
200.25
1984 1977/ 1978
30
Kwarasan I
13.000
325.00
1978
9 477
31
Kwarasan II
15.666
391.75
1979
12 000
32
Jemanen II
15.314
383.00
1979
13 300
33
Garjito IIIA
4.070
101.75
1980
9 392
34
Pagilaran III
4.440
111.00
1988
35
Depok IA
11.580
289.50
860 870
7 322
Biji
1 055
5 884
Biji
1 045
8 316
1 000
9 418
TRI Biji, TRI 2 ha TRI Biji. TRI 2 ha Campur (biji. Kiara 8, TRI, PSI) Campur (TRI,PSI, Kiara 8) TRI, SKM Kiara 8, PSI, Kiara TRI
1991
11 500
TRI
1 050
156.25
1992
11 500
TRI
920
1993 1980/ 1998 1979/ 1980 1979/ 1980 1980 1899/ 1953 1899/ 1953/1 999
12 525
TRI
1 100
8 995
TRI, Biji
985
13 600
Biji, SKM
1 000
13 600
TRI, Biji
1 030
9 300
TRI
1 075
7 400
Biji
940
11 015
Biji, MPS 7, GPPS, PS
915
36
Sanderan IA
6.250
37
Depok IIA Karangnong ko
11.070
276.75
13.182
329.75
39
Kejawen II
10.000
250.00
40
Giyanti IA
9.000
225.00
41
Sirebut IIIA
14.268
356.75
42
Pagilaran I
12.690
355.50
43
Pagilaran II
11.812
330.75
Jumlah
428.07 2
10901. 50
38
Campur (biji 0.43ha. TRI 3.23 ha) Gambung 7. 8 GPPS 1
9 887
1 050 920 955 955 955 990 860 900
Tabel Lampiran 2. (Lanjutan) II.
Kebun Penelitian Luas ha
Tahun Tanam
Populasi/ha
29.25
1925
7.00
1.000
25.00
1999
11.08
2.170
54.25
430.242
10 955.75
No
Blok Kebun
1
Pecundukan II
1.170
2
Sanderan II Jumlah Jumlah Total
Patok
Sumber : Bagian Kebun Pagilaran, 2008
Klon Aneka Kloon Gambung 7, 8, GGPS I
Ketinggian m dpl 840 885
Tabel Lampiran 3. Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM) dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Kayulandak I. Kebun Dewasa
1
Pagergunung IA
Luas (ha) 15.715
2
Pagergunung IB
3
No
Blok Kebun
Tahun Tanam
Populasi/ ha
Klon
8 630
Biji
16.143
1905/1923 1905/1923
8 586
Biji/PS
Pager pelah IA
7.000
1894/1914
9 240
Biji
4
Pager pelah II
9.143
1894/1914
9 144
Biji
5
Pager pelah IB
13.000
1894/1915
9 240
Biji/PS
6
Kemulan IA
15.179
1903/1991
8 059
Biji/PS
7
Kemulan IB
12.750
1903/1991
10 064
Biji/PS
8
Jrakah I
14.392
1903/1914
7 457
Biji/PS
9
Jrakah III
3.538
1990
11 281
Klon
10
Jrakah II
3.678
1990
11 231
Klon/PS
11
Kayulandak I
4.893
1904/1915
10 013
Biji
12
Kayulandak II
14.500
1904/1915
8 960
Biji/RB
13
Sirebut IA
12.766
1901/1912
7 730
Biji
14
Depok IIB
8.786
1900/1909
8 195
Biji
15
Keteleng II
6.000
1925
8 160
Biji
16
Depok IB
3.250
1900/1909
7 180
Biji
17
Plantongan IA/I
7.950
1991
10 429
TRI
18
Plantongan IB
11.822
1906/1910
7 978
Biji
19
Plantongan IA
9.000
1906/1909
7.180
Biji
20
Sirebut III
13.287
1981
12 427
TRI
21
Sirebut II
2.750
1901/1912
4 404
Biji
22
Sirebut IB
11.250
1901/1912
9 720
Biji/PS
23
Giyanti II
2.470
1991
11 189
JUMLAH
219.263
II.
Kebun Belum Menghasilkan
No
Blok Kebun
1
Jrakah II Jumlah total
Luas (ha) 8.75
Ketinggian m dpl 1 240 1 240 1 205 1 260 1 270 1 470 1 390 1 460 1 340 1 285 1 270 1 260 1 160 1 190 1 170 1 200 1 140 1 170 1 170 1 200 1 205 1 185 1 090
TRI
Tahun Tanam
Populasi /ha
Klon
Ketinggian m dpl
2003/2004
13 059
Gambung 7, 9, 11
1 290
228.013
Sumber : Bagian Kebun Kayulandak, 2008
Tabel Lampiran 4. Keadaaan Tanaman Teh Dewasa / Tanaman Menghasilkan (TM) dan Ketinggian Tiap Blok Bagian Kebun Andongsili No
Blok Kebun
1 Dawuhan IA 2 Dawuhan IB 3 Dawuhan II A
Kebun Belum Menghasilkan
Luas(ha) Populasi/ha 8.50 12.00 7.00
5 568 5 620 5 560
Tahun Tanam 1925 1925 1925
Ketinggian m dpl 1 060 1 050 1 070
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Dawuhan II B Andong Silih Karang Sari I Karang Sari IIA Karang Sari II B Cikalong Gondang Ia Gondang Ib Gondang IIA Gondang IIB Gondang III Gondang IV Tenggung Karangmego IA Karangmego IB Karangmego II Pekandangan IA Pekandangan IA/1 Pekandangan IB Pekandangan IB/1 Pekandangan II Sitogog Bismo IA Bismo II Karangsari III Bismo III Bismo IB Jumlah
12.00 12.25 14.50 10.25 11.00 15.25 8.50 8.00 9.50 7.834 4.76 7.25 14.00 10.75 6.75 15.00 16.50
5 986 7 340 6 564 6 000 5 320 5 612 5 912 6 592 5 560 5 560 4 772 5 864 7 200 6 380 6 432 7 436 8 700
1925 1915 1915 1915 1915 1905 1926 1926 1926 1926 1926 1926 1900 1905 1905 1905 1899
1 125 1 160 1 070 1 020 1 010 1 300 1 120 1 030 1 080 1 040 1 020 1 050 1 105 1 220 1 210 1 290 1 280
11.50 8.00
9 560 8 850
1899 1899
1 300 1 215
13.00 8.50 6.00 6.25 8.25 11.75 11.25 11.75 303.594
9 196 5 200 7 800 7 040 4 940 11 500 11 500 11 500
1899 1899 1900 1910 1910 1915 1900 1990
1 195 1 115 1 250 1 145 1 020 1 000 930 1 135
Sumber : Bagian Kebun Andongsili. 2008 Kebun Belum Menghasilkan No
Blok Kebun
1 Gondang III Jumlah total
Tahun Luas Populasi/ha Tanam (ha) 6.25 11 500 2004 310.094
Sumber : Bagian Kebun Andongsili. 2008
Ketinggian m dpl 1 020
Tabel Lampiran 5. Hubungan Klon dengan Rata-rata Produktivitas Teh Basah per Tahun Klon TRI 2025, TRI 2024 Biji/Kloon TRI TRI. Biji TRI TRI TRI TRI 2025 TRI TRI TRI TRI. SKM Campur (biji. Kiara 8. TRI. PSI) Biji. TRI 2 Ha Biji Campur (Biji. TRI2024.2025. PSI.Kiara) Campur (Biji. TRI. Kiara 8. PSI) biji Campur (TRI. PSI. Kiara 8) Klon/PS Biji. TRI 2 Ha Biji. SKM Biji Biji Biji Biji TRI Biji Campur (Biji. TRI. Kiara 8. PSI) TRI Biji Biji TRI Biji biji Biji/RB Campur (biji. Kiara 8. TRI. PSI) Biji Biji Klon
Rata-rata produktivitas (kg/ha) 12 838.68 12 245.78 12 084.24 11 779.48 11 542.19 11 290.34 11 199.95 10 940.24 10 799.76 10 649.39 10 564.15 10 545.34 10 448.30 10 437.05 10 268.57 10 102.02 10 089.17 10 026.92 9 990.47 9 837.38 9 824.90 9 693.22 9 689.41 9 602.51 9 563.50 9 548.48 9 518.44 9 499.60 9 408.01 9 392.95 9 350.42 9 334.69 9 304.97 9 273.59 9 183.59 9 169.65 9 137.83 9 096.22 9 079.22 9 016.68
Tabel Lampiran 5. (Lanjutan) Klon Biji Biji Biji/PS Biji Biji Biji Biji. Kloon Campuran TRI. Biji Biji Biji Kiara 8. PSI. Kiara Campur (biji. Kiara 8. TRI. PSI) TRI TRI Biji/PS Biji Biji Biji Biji/PS Biji Biji/PS Biji Biji Biji Biji Biji Biji/PS Biji Biji Biji Biji Biji Biji Campur (biji 0.43 Ha. TRI 3.23 Ha) Biji TRI TRI. PSI. Biji Tanaman lama 1 Ha Biji/PS Biji Biji Biji. MPS 7. GPPS. PS TRI
Rata-rata produktivitas (kg/ha) 8 976.83 8 921.02 8 878.08 8 861.08 8 827.73 8 794.58 8 757.26 8 687.06 8 677.81 8 663.15 8 648.95 8 645.66 8 597.63 8 582.64 8 526.25 8 520.49 8 466.64 8 458.86 8 391.31 8 373.88 8 362.00 8 357.82 8 328.17 8 308.04 8 269.13 8 200.82 8 129.37 8 089.85 8 004.42 7 995.53 7 978.94 7 924.13 7 885.07 7 829.32 7 726.38 7 641.09 7 571.01 7 545.63 7 378.88 6 900.88 6 854.41 6 727.68
Tabel Lampiran 5. (Lanjutan) Klon Campur (Biji. TRI. Kiara 8. PSI) Biji Biji. Kiara Biji Biji Biji Biji Biji Gambung 7. 8 GPPS 1 Biji Biji Biji TRI TRI 2025. TRI 2024
Sumber : Setiap Bagian Kebun, 2008
Rata-rata produktivitas (kg/ha) 6 686.85 6 492.71 6 324.87 6 185.15 6 174.75 6 097.66 6 050.00 5 835.61 5 721.40 5 589.48 5 192.40 5 188.28 5 071.76 2 687.23
Tabel Lampiran 6. Curah Hujan di Kebun Pagilaran dari Tahun 1998 - 2007 1998
Bulan Januari
CH 681
Februari
1999
HH
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata
28
CH 794
HH 30
CH 1146
HH 29
CH 741
HH 27
CH 1018
HH 27
CH 407
HH 17
CH 536
HH 25
CH 385
HH 21
CH 1208
HH 28
CH 496
HH 18
CH 741
HH 25
538
27
843
26
227
17
688
28
1419
26
1167
24
736
25
465
26
556
26
524
26
716
25
Maret
655
29
492
23
475
25
637
22
1004
28
840
27
480
22
586
24
225
20
632
26
603
25
April
576
25
472
25
703
27
667
24
1068
23
260
20
699
23
699
23
490
26
548
21
618
24
Mei
613
17
386
14
496
21
545
12
261
16
348
16
685
24
332
16
413
21
370
26
445
18
Juni
453
19
340
17
230
9
298
19
117
7
266
9
107
10
292
23
108
9
323
12
253
13
Juli
504
25
211
14
224
11
357
14
118.5
12
19
2
305
17
193
14
8
3
27
4
197
12
Agustus
260
17
119
10
157
8
72
5
50
5
92
5
0
0
54
11
2
2
0
0
86
7
September
399
13
90
5
218
18
323
14
50
4
179
14
105
16
352
19
3
2
53
6
174
11
Oktober
524
25
569
24
598
27
916
27
50
5
231
9
159
15
378
23
43
12
21
3
359
18
November
640
26
856
30
976
29
831
28
454
26
837
25
326
22
393
24
252
20
120
14
598
26
Desember
570
24
579
28
210
10
520
26
938
26
752
30
626
29
540
31
823
20
413
25
597
25
6413
275
5751
246
5660
231
6595
246
6546
205
5396
198
4764
228
4669
255
4131
189
3527
181
5345
225
Jumlah BB
12
11
12
11
9
10
11
11
8
8
10.3
BK
0
0
0
0
3
1
1
1
4
4
1.4
BL
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0.3
Sumber : Bagian Penelitian dan Pengembangan PT Pagilaran. Februari 2008 Keterangan : BB BK BL
: Bulan Basah (≥ 100 mm) : Bulan Kering (≤ 60 mm) : Bulan Lembab (60 – 100 mm)
Q
: Rata-rata Bulan Kering × 100 % Rata-rata Bulan Basah : (1.4/10.6) × 100% :13.6 % (termasuk iklim sangat basah tipe A menurut Schmidth-Fergusson)
Gambar Lampiran 1. Peta Perkebunan PT Pagilaran
Mandor Besar Pengolahan
Kepala Bagian Pabrik
Pengawas
Kepala TU MandorBesar BesarMesin Sortasi+ dan Mandor Pengepakan Kendaraan Kepala TU
Kepala Bagian Teknik
Pengawas Mandor Besar Kontruksi & Listrik Mandor Besar Penelitian
Kepala Bagian Penelitian dan Antan
Pengawas
Kepala TU Mandor Besar Antan
Korkam
Kepala Unit Pagilaran (Pimpinan Kebun)
Kepala Bagian Kantor Induk
Pengawas
Sie Kesehatan
Mandor Besar Pemeliharaan
Kepala Bagian Kebun Kayulandak
Pengawas
Kepala TU Mandor Besar Petik Mandor Besar Pemeliharaan
Kepala Bagian Kebun Pagilaran
Pengawas
Kepala TU Mandor Besar Petik
Mandor Besar Pemeliharaan
Kepala Bagian Andongsili
Pengawas
Kepala TU Mandor Besar Petik
Kepala Bagian Agrowisata
Sumber : Kantor Induk PT Pagilaran. 2008
Gambar Lampiran 2. Struktur Organisasi Unit Produksi PT Pagilaran