ANALISIS HARGA PANGAN DAN ZAT GIZI PADA TINGKAT PRODUSEN SAMPAI KONSUMEN DI DESA CIHIDEUNG ILIR KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR
FIBRY RETNANINGSIH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT FIBRY RETNANINGSIH. Analysis of Food and Nutrients Prices at The Level of Producers To Consumers in The Cihideung Ilir Village Ciampea Bogor . Supervised by Dadang Sukandar. This
study about
the
price of
food and nutrients at
the
level
of
producer to consumers in The Cihideung Ilir Village Ciampea Bogor . Purpose of this
study is
to analyze
the prices
of
food and nutrients
at
the
level
of consumers and producers, to analyze the trading system of channels and agencies. This study used survey method and data prosesed using Microsoft Excel. Food in this study such as rice, sweet corn, sweet potatoes, cassava, yam, cucumber, gold fish, tilapia fish, and pomfret fish. Result of these studies show that each food has a different channel trading system. Tract of rice trading system is from farmers – traders/middlemen – wholeseller – milling – retailers – consumers. Trading system of sweet corn, sweet potatoes, cassava, yam, cucumber, gold fish, and tilapia fish is farmers - traders/middlemen – wholeseller – small traders – retailers – consumers. Food each food.
prices from farmers to Rice
prices at the
consumers having different ranges
consumer
level reaches 2x the
of
price level
producers/farmers. Corn prices at the consumer level reached 3.7x at the farm level prices. Sweet potato prices at the consumer level reached 3.7x at the farm level prices. Prices of cassava at the level of consumer prices reached 6.6x at the farm level. Yam prices at the consumer level reached 2.1x at the farm level prices. Cucumber prices at the consumer level reached 4.6x at the farm level prices. Price gold fish at the level of consumer prices reached 1.3x at the level of farmers. Tilapia fish prices at the level of consumer prices reached 1.7x at the farmers level. Pomfret fish prices at the level of consumer prices reached 1.7x at farmers level.
Keyword: Food, nutrient, price, trading
RINGKASAN FIBRY RETNANINGSIH. Analisis Harga Pangan dan Zat Gizi pada Tingkat Produsen Sampai Konsumen di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009) rendahnya ketersediaan dan konsumsi pangan di tingkat rumah tangga dapat terjadi karena adanya masalah dalam distribusi dan akses ekonomi rumah tangga terhadap pangan. Distribusi pangan meliputi keterjangkauan, informasi dan data, biaya, sarana dan infrastruktur yang mendukung. Oleh karena itu harga pangan sangat ditentukan oleh faktor distribusi dan secara tidak langsung juga mempengaruhi harga zat gizi pangan. Tujuan umum penyusunan proposal ini adalah untuk mengetahui harga pangan dan zat gizi pada tingkat produsen sampai konsumen di Kecamatan Ciampea. Penelitian ini menggunakan menggunakan metode survey. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor pada bulan Desember 2010 – Februari 2011. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jalur distribusi pangan dan harga pangan. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi dan Zat Gizi Pangan. Data jalur distribusi dan harga pangan diperoleh melalui beberapa tahap. Tahap pertama yaitu pengambilan data yang dimulai dengan melakukan survey ke lokasi penelitian (Desa Cihideung Ilir), kemudian dipilih tempat yang banyak petani beras, jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, dan pembudidaya ikan air tawar seperti ikan bawal, ikan mujair, dan ikan mas yaitu di RW 01, RW 02, dan RW 03. Beras mempunyai enam saluran tataniaga, harga beras sampai dengan konsumen mencapai 2x harga pada tingkat petani. Setelah panen, umumnya petani menjual gabahnya ke tengngkulak atau ke penggilingan. Harga beras sampai dengan konsumen mencapai Rp 7000,- per Kg. Jagung mempunyai dua saluran tataniaga. Perbedaannya adalah dari pedagang kecil dapat menjual ke pedagang pengecer atau langsung ke konsumen. Petani jagung menjual jagung yang belum dibersihkan dengan harga Rp 1000,- sampai Rp 2500,- per Kg. dan sampai ke konsumen dengan harga Rp 4000,- per Kg. Jika jagung sudah dibersihkan dari kulit-kulit yang tidak perlu, harga jagung dapat mencapai Rp 7000,- sampai pada konsumen. Ubi jalar mempunyai tiga saluran tataniaga, yaitu pedagang besar dapat menjual ke pedagang kecil atau langsung ke konsumen dan dari pedagang kecil dapat menjual ke pedagang pengecer atau langsung ke konsumen. Harga ubi jalar di tingkat petani Rp 800 per Kg, harga ini sudah bersih karena biaya pencabutan dan kuli di tanggung oleh tengkulak. Harga ubi ditingkat konsumen mencapai Rp 3000,- per Kg.Ketela pohon mempunyai tiga saluran tataniaga seperti ubi jalar. Harga ketela pohon di tingkat petani antara Rp 300,sampai Rp 600,- per Kg. Harga ketela pohon di tingkat konsumen dapat mencapai Rp 2000,- per Kg. Bengkuang terdapat dua saluran tataniaga. Harga bengkuang di tingkat petani antara Rp 1700,- sampai Rp 2000,- per Kg. Harga di tingkat konsumen bervariasi dari harga Rp 3500,- sampai Rp 8000,- per Kg. Mentimun mempunyai dua saluran tataniaga. Harga di tingkat petani berkisar antara Rp 1000,- sampai Rp 1200,- per Kg. Harga di tingkat konsumen mencapai Rp 5000,- per Kg. Ikan mas mempunyai empat saluran tataniaga, yaitu petani dapat menjual ke tengkulak atau langsung ke pedagang besar dan dari pedagang besar dapat langsung ke konsumen atau melalui pedagang kecil dan pedagang pengecer
untuk sampai ke konsumen. Harga ikan mas di tingkat petani yaitu Rp 16000,sampai Rp 16500,- per Kg dan sampai pada konsumen mencapai Rp 22000,- per Kg. Ikan mujair mempunyai empat saluran tataniaga seperti ikan mas. Harga ikan mujair di tingkat petani yaitu Rp 8000,- sampai Rp 9000,- per Kg. Harga ikan mujair di tingkat konsumen mencapai Rp 16000,-. Ikan bawal mempunyai dua saluran tataniaga, yaitu petani dapat menjual ke tengkulak atau langsung ke pedagang besar. Harga jual ikan bawal di tingkat petani antara Rp 8500,- sampai Rp 10000,- per Kg, sedangkan harga di tingkat konsumen mencapai Rp 17000,per Kg. Harga energi di tingkat konsumen yang paling murah yaitu ketela pohon dengan harga Rp 129.9,-/100 Kal diikuti oleh beras Rp 196.1,-/100 Kal, ubi jalar Rp 340.9,-/100 Kal, jagung Rp 464.8,-/100 Kal, bengkuang Rp 649.7,-/100 Kal, ikan mujair Rp 1685.4,-/100 Kal, ikan bawal Rp 1714.3,-/100 Kal, ikan mas Rp 2558.1,-/100 Kal, dan yang paling mahal adalah mentimun Rp 6458.8,-/100 Kal. Harga protein di tingkat konsumen yang paling murah sampai yang paling mahal yaitu: ikan mujair, ikan bawal, beras, jagung, ikan mas, ketela pohon, bengkuang, ubi jalar, mentimun. Harga fosfor yang paling murah adalah pada mentimun dan yang paling mahal adalah pada ubi jalar.
Judul
Skripsi
:
Analisis Harga Pangan dan Zat Gizi pada Tingkat Produsen sampai Konsumen di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor
Nama
:
Fibry Retnaningsih
NIM
:
I14062860
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir Dadang Sukandar, M.Sc NIP. 19590725 198509 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhana WaTa’ala karena atas rahmat dan karunia-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan lancar. Penulis juga tidak lupa melimpahkan salam serta shalawat kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, beserta para pengikutnya yang selalu setia bersamanya. Selama pelaksanaan penelitian sampai dengan penyusunan tugas akhir ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu, yaitu: 1. Bapak Prof. Dr. Ir Dadang Sukandar, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan dan saran kepada penulis. 2. Dosen pemandu seminar sekaligus dosen penguji skripsi, Dr. Ir Dodik Briawan,
MCN
yang
telah
memberikan
saran
perbaikan
dalam
penyempurnaan skripsi. 3. Dr. Ir Budi Setiawan, MS selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, dan Dr. Ir Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing akademik. 4. Orang tua penulis H. M Suratno dan Nunik Wahyuningsih, adik penulis M Arif WS dan M Ikhsan RS yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. 5. Suami tercinta D Mitrasetio Pribadi, Amd.Kom, anak tersayang Silviani Putriningsih, Ir. R Sad Hutomo Pribadi M.Si dan Ani Suryanti selaku bapak dan ibu mertua penulis yang telah banyak membantu memberikan saran kepada penulis. 6. Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) dan rekan-rekan dan sahabat Gizi Masyarakat IPB angkatan 43, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Tak ada gading yang tak retak. Penulis memahami masih terdapat kekurangan dalam pembuatan tugas ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya karya yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Bogor, Juni 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Boyolali, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 3 Februari 1988. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari Ayahandayang bernama
Muhammad
Suratno
dan
Ibunda
yang
bernama
Nunik
Wahyuningsih.Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN Ngaru-aru II Boyolali dan dilanjutkan di SDN 07 Pagi Jakartapada tahun 2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP 247 Jakarta) dan selesai pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulismelanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA N 1 Boyolali) dan selesai pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis di terima di Program Sarjana IPB melalui jalurUSMI sebagai Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswi mayor Ilmu Gizi dan Minor Perkembangan Anak Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia dan selesai pada tahun 2011. Selama menjadi mahasiswi IPB, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti BEM IPB Bersatu tahun 2006, Koperasi Mahasiswa tahun 2006, Pramuka tahun 2006 dan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan seperti Program kreativitas mahasiswa. Pada tahun 2009 penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) dengan tema Program Sosial Ekonomi Produktif untuk pemihakan Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Rancamaya, Bogor. KKP dilaksanakan selama 5 minggu di bawah bimbingan dr Yekti H. Effendi S.Ked. Selain itu penulis melakukan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Pondok Kopi Jakarta pada bulan Mei-Juni 2010, dengan kajian mengenai Diet untuk penyakit Febrile Convultion, Diet untuk Penyakit Gagal Jantung, dan Diet untuk penyakit Chepalgia di bawah bimbingan Ir Yayat Heryatno, MPS.
i
DAFTAR ISI DATAR ISI .................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
v
PENDAHULUAN........................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................................
1
Perumusan Masalah .............................................................................
1
Tujuan Penelitian ..................................................................................
2
Kegunaan..............................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
3
Tataniaga Pertanian ..............................................................................
3
Sistem Pangan dan Gizi ........................................................................
5
Distribusi Pangan ..................................................................................
6
Komoditas Pangan ................................................................................
7
Saluran dan Lembaga Pemasaran ........................................................ 11 Marjin Tataniaga ................................................................................... 12 Harga dan Kebijakan Harga Pangan ..................................................... 13 Grading dan Standarisasi ...................................................................... 14 Pemanfaatan Lahan Pekarangan .......................................................... 15 KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................................... 16 METODE PENELITIAN.............................................................................. 17 Desain, Tempat, dan Waktu .................................................................. 17 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ....................................................... 17 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 18 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 21 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 21 Karakteristik Petani Responden ............................................................ 21 Karakteristik Pedagang Responden ...................................................... 23 Beras .................................................................................................... 24 Jagung Manis ........................................................................................ 29 Ubi Jalar ................................................................................................ 32 Ketela Pohon ........................................................................................ 37 Bengkuang ............................................................................................ 41 Mentimun .............................................................................................. 44
ii
Ikan Mas ............................................................................................... 48 Ikan Mujair ............................................................................................ 51 Ikan Bawal ............................................................................................ 55 Harga Pangan dan Gizi ......................................................................... 58 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 61
iii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Jenis dan cara pengumpulan data................................................... 18
2.
Komposisi
umur
petani/pembudidaya
responden
di
Desa
Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor ................... 21 3.
Tingkat pendidikan petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor ................... 22
4.
Luas sawah irigasi petani responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor ......................................... 22
5. Luas kolam pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor ......................................... 22 6. Komposisi umur pedagang responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor .............................................. 23 7. Tingkat pedagang responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor.................................................................... 23 8.
Harga beras (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi .......................... 28
9.
Harga zat gizi Beras di berbagai tingkat distribusi ........................... 29
10. Harga komoditas jagung di berbagai tingkat distribusi ..................... 32 11. Harga zat gizi jagung di berbagai tingkat distribusi .......................... 32 12. Harga komoditas ubi jalar di berbagai tingkat distribusi ................... 36 13. Harga zat gizi ubi jalar di berbagai tingkat distribusi ........................ 37 14. Harga komoditas ketela pohon di berbagai tingkat distribusi ........... 40 15. Harga zat gizi ketela pohon di berbagai tingkat distribusi ................ 41 16. Harga komoditas bengkuang di berbagai tingkat distribusi .............. 43 17. Harga zat gizi bengkuang di berbagai tingkat distribusi ................... 44 18. Harga komoditas mentimun di berbagai tingkat distribusi ................ 47 19. Harga zat gizi mentimun di berbagai tingkat distribusi ..................... 47 20. Harga komoditas ikan mas di berbagai tingkat distribusi ................. 51 21. Harga zat gizi ikan mas di berbagai tingkat distribusi ...................... 51 22. Harga komoditas ikan mujair di berbagai tingkat distribusi .............. 54 23. Harga zat gizi ikan mujair di berbagai tingkat distribusi ................... 55 24. Harga komoditas ikan bawal di berbagai tingkat distribusi ............... 57 25. Harga zat gizi ikan bawal di berbagai tingkat distribusi .................... 58 26. Harga pangan dan gizi komoditas pangan yang diteliti di tingkat konsumen pada bulan Februari 2010 di Bogor ................................ 58
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Sistem Pangan dan Gizi .................................................................. 6
2.
Bagan kerangka pemikiran .............................................................. 16
3.
Contoh pola saluran pemasaran / distribusi bahan pangan ............. 18
4.
Saluran Distribusi Komoditas Beras ................................................ 25
5.
Saluran Distribusi Komoditas Jagung .............................................. 30
6.
Saluran Distribusi Komoditas Ubi Jalar ........................................... 34
7.
Saluran Distribusi Komoditas ketela pohon ..................................... 38
8.
Saluran Distribusi Komoditas bengkuang ........................................ 42
9.
Saluran Distribusi Komoditas mentimun .......................................... 46
10. Saluran Distribusi Komoditas ikan mas ........................................... 49 11. Saluran Distribusi Komoditas ikan Mujair ........................................ 53 12. Saluran Distribusi Komoditas ikan bawal ......................................... 56
v
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Kuesioner ........................................................................................ 62
2.
Data pengolahan untuk harga pangan ............................................ 65
3.
Tabulasi harga pangan(Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi ........... 65
4.
Tabulasi harga zat gizi pangan di berbagai tingkat distribusi ........... 66
3
PENDAHULUAN Latar belakang Terpenuhinya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau oleh seluruh rumah tangga merupakan sasaran utama dalam pembangunan ekonomi setiap negara di dunia. Bagi Indonesia, rumusan mengenai definisi ketahanan pangan diformulasikan dalam UndangUndang (UU) Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan. Dalam implementasinya, GBHN 1999-2004 mengarahkan agar ketahanan pangan nasional dicapai dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, serta memperhatikan kesejahteraan para produsennya, yang pada umumnya adalah para petani, peternak, dan nelayan kecil. Peraturan pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2002, yang merupakan penjabaran dari UU no 7 tahun 1996, telah menetapkan peraturan perundangan yang terkait dengan perubahan strategi pembangunan ketahanan pangan. Secara operasional, implementasi PP No. 68 Tahun 2002 tersebut akan bertumpu pada usaha-usaha yang terkait : (a) peningkatan produksi dan produktivitas, (b) pengelolaan pemanfaatan produksi dalam negeri dan pemasukan/impor, (c) pengelolaan cadangan pangan, dan (d) distribusi pangan. Operasionalisasi keempat usaha pokok di atas akan menentukan pencapaian ketahanan pangan rakyat Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang. Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009) rendahnya ketersediaan dan konsumsi pangan di tingkat rumah tangga dapat terjadi karena adanya masalah dalam distribusi dan akses ekonomi rumah tangga terhadap pangan. Distribusi pangan meliputi keterjangkauan, informasi dan data, biaya, sarana dan infrastruktur yang mendukung. Oleh karena itu harga pangan sangat ditentukan oleh faktor distribusi dan secara tidak langsung juga mempengaruhi harga zat gizi pangan. Menurut Hardinsyah (1985) konsumsi gizi merupakan masukan esensial agar keluarga dapat mengembangkan dan menghasilkan sesuatu dengan baik, keputusan untuk mengkonsumsi gizi dipengaruhi oleh beragam faktor terutama harga dan pendapatan yang tersedia untuk dianokasikan. Oleh karena itu harga pangan dan khususnya harga zat gizi perlu dianalisis untuk memberikan informasi kepada keluarga atau masysrakat.
4
Perumusan Masalah Harga pangan dan zat gizi pada tingkat produsen sampai konsumen dapat berbeda, tergantung panjang atau pendeknya saluran distribusi yang terlibat. Untuk itu, penelitian ini akan mengkaji beberapa hal sebagai berikut: 1. Bagaimana saluran dan lembaga tataniaga pangan, meliputi serealia, unbi-umbian, sayur-mayur, dan ikan pada tingkat produsen sampai konsumen? 2. Berapa harga pangan meliputi serealia, unbi-umbian, sayur-mayur, dan ikan pada tingkat produsen sampai konsumen? 3. Berapa harga zat gizi pangan meliputi serealia, unbi-umbian, sayurmayur, dan ikan pada tingkat produsen sampai konsumen? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis harga pangan dan zat gizi pada tingkat produsen sampai konsumen di Kecamatan Ciampea. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut: Tujuan Khusus 1. Menganalisis saluran dan lembaga tataniaga pangan, meliputi serealia, unbi-umbian, sayur-mayur, dan ikan pada tingkat produsen sampai konsumen. 2. Menganalisis harga pangan meliputi serealia, unbi-umbian, sayur-mayur, dan ikan pada tingkat produsen sampai konsumen. 3. Menganalisis harga energi dan protein pada serealia, umbi-umbian, dan ikan, serta menganalisis harga energi dan phospor pada sayur-mayur pada tingkat produsen sampai konsumen. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi khususnya kepada keluarga atau rumah tangga atau individu untuk memilih pangan yang bergizi yang tidak bergantung dari mahalnya pangan tersebut, namun dari harga zat gizi yang diperlukan. Serta kepeda pihak pemerintah kabupaten Bogor dalam menetapkan kebijakan pangan dan gizi, serta perencanaan pangan dan gizi bagi masyarakat kabupaten Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA Tataniaga Pertanian Menurut Sudiyono (2002), tataniaga pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dengan melaksanakan satu atau lebih tataniaga. Tataniaga pertanian tidak hanya meliputi aliran komoditi pertanian yang terjadi setelah proses produksi pada usahatani, tetapi juga meliputi penyediaan input produksi untuk melakukan proses produksi. Limbong dan Sitorus (1985) mengungkapkan bahwa tataniaga pertanian mencakup semua kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen. Selain itu
termasuk
didalamya
kegiatan-kegiatan
tertentu
yang
menghasilkan
perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya
dan
memberikan
kepuasan
yang
lebih
tinggi
kepada
konsumennya. Khols dan Uhl (2002) mendefinisikan tataniaga sebagai suatu aktivitas bisnis yang didalamnya terdapat aliran barang dan jasa dari titik produksi sampai ke titik konsumen. Produksi adalah penciptaan kepuasan, proses membuat kegunaan barang dan jasa. Kepuasan dibentuk dari proses produktif yang diklarifikasikan menjadi kegunaan bentuk, tempat, waktu, dan kepemilikan. Pendekatan dalam tataniaga pertanian terbagi menjadi tiga, yaitu : pendekatan kelembagaan, pendekatan fungsi, dan pendekatan sistim. 1. Pendekatan kelembagaan Menurut
Limbong
dan
Sitorus
(1985)
pendekatan
kelembagaan
merupakan pendekatan pemasaran yang mempelajari masalah-masalah pemasaran melalui lembaga-lembaga pemasatan yang turut serta dalam proses penyaluran barang dan jasa mulai dari titik produsen hingga titik konsumen. Menurut Kols dan Uhl (2002) pendekatan ini menganalisis berbagai agen (pihak) dan struktur pasar yang terlibat dalam proses tataniaga.
Pendekatan
kelembagaan
ini
mencoba
menjawab
permasalahan yang berfokus pada “siapa”, dengan mempertimbangkan sifat dan karakter dari pedagang perantara (Middlemen Marketing), hubungan agen dan susunan/perlengkapan organisasi. Middlemen
4
Marketing
adalah
perantara
individu-individu
atau
yang
mengkonsentrasikan spesialisasi bisnis dalam pelaksanaan fungsi tataniaga, termasuk fungsi pembelian dan penjualan barang-barang dalam aliran produk dari produsen ke konsumen akhir. Macam-macam Middlemen Marketing diantaranya adalah sebagai berikut: a. Merchant
Middlemen
adalah
perusahaan
yang
memiliki
dan
memperdagangkan produk (menguasai dan memiliki) terdiri dari retailer dan wholesaler. b. Agent Middlemen adalah perusahaan yang mewakili pemilik dalam memperdagangkan produk, terdiri dari broker dan comissionmen. c. Speculative Middlemen adalah perusahaan yang mencari untung dari penjualan atau pembelian produk karena fluktuasi harga jangka pendek. d. Processors dan manufactures adalah organisasi yang melekukan aktifitas mengubah bentuk. e. Facilitative organization adalah organisasi yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses pemasaran tetapi membantu kelancaran proses pemasaran. 2. Pendekatan Fungsi Pendekatan fungsi merupakan pendekatan yang mempelajari masalahmasalah pemasaran dari segi kegiatan atau fungsi-fungsi yang dalakukan dari proses penyaluran barang dan jasa mulai dari titik produsen sampai titik konsumen (Limbong & Sitorus 1985). Melalui metode ini dapat diklarifikasikan kegiatan yang berlangsung dalam proses tataniaga dengan menjabarkan proses tersebut kedalam fungsi-fungsi tataniaga, yang diantaranya adalah sebagai berikut: a. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang atau jasa yang dipasarkan, yang terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. b. Fungsi fisik meliputi aktivitas penanganan, pergerakan, perubahan fisik dari suatu komoditi, yang meliputi fungsi penyimpanan, fungsi transportasi, dan fungsi pengolahan. c. Fungsi fasilitas yaitu fungsi yang memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik, yang terdiri dari fungsi standarisasi, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan resiko dan fungsi informasi pasar.
5
3. Pendekatan Sistim Proses
tataniaga
berubah
secara
kontinyu
dalam
kombinasi
kelembagaan dan fungsi, oleh karena itu diperlukan pendekatan sistim. Empat masalah utama diantaranya adalah sistim input-output, sistim kekuatan, sistim komunikasi, dan sistim tingkah laku untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Limbong dan Sitorus (1985) menyebut pendekatan ini sebagai pendekatan teori ekonomi,
yang
lebih
menitiberatkan
kepada
masalah-masalah
penawaran, permintaan, harga, bentuk-bentuk pasar dan lain-lain. Pendekatan ini harus terpusat pada koordinasi antar tingkat lembaga tataniaga. Limbong dan Sitorus (1985) juga mengungkapkan satu hal lagi terkait dengan pendekatan dalam pemasaran, yaitu pendekatan barang. Pendekatan ini adalah pendekatan yang melibatkan studi tentang bagaimana barang-barang tertentu berpindah dari titik produksi ke titik konsumen. Beberapa permasalahan yang sering ada yaitu mengenai kerusakan, kehilangan dan kesegaran. Selain itu juga muncul masalah yang timbul setelah komoditi itu dipanen. Menurut Mubyarto (1989) tataniaga di Indonesia merupkan bagian yang paling lemah dalam mata rantai perekonomian atau dalam aliran barang-barang. Artinya
bahwa
efisiensi
dibidang
tataniaga
masih
rendah,
sehingga
kemungkinannya untuk dipertinggi masih besar. Sistim tataniaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat: 1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan 2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu. Sistem Pangan dan Gizi Menurut Farida (2011) sistem pangan dan gizi adalah sistem yang mempunyai tujuan meningkatkan dan mempertahankan status gizi masyarakat dalam keadaan optimal. Terdapat empat komponen sistem pangan dan gizi, yaitu: penyediaan pangan, distribusi pangan, konsumsi pangan, dan utilisasi pangan. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan dan sangat berpengaruh dalam menentukan status gizi individu. Jika keempat komponen tersebut berjalan baik dan seimbang maka status gizi individu akan baik atau
6
normal dan sebaliknya jika ada satu atau lebih komponen sistem pangan dan gizi terganggu, maka status individu dapat menjadi kurang atau tidak normal. Komponen
distribusi
pangan
meliputi
transportasi,
penyimpanan,
pengolahan, pengemasan dan pemasaran. Pada distribusi pangan yang diteliti yaitu beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal pengamatan yang diteliti tidak mencakup pengolahan dan pengemasan, sehingga bahan pangan masih dalam keadaan mentah sampai ke tangan konsumen. Bahan pangan biasanya mengalami proses pengankutan atau transportasi, penyimpanan bila perlu, dan pemasaran. Sistem pangan dan gizi adalah suatu rangkaian masukan, proses, dan keluaran sejak pangan masih dalam tahap produksi (berupa bahan produk primer maupun olahan) sampai dengan tahap akhir, yaitu pemanfaatannya dalam tubuh manusia yang diwujudkan oleh status gizi (Baliwati YF & Roosita K 2004). Hal ini berarti dalam sistem tersebut terdapat serangkaian komponen atau subsistem, yaitu produksi/ketersediaan pangan, distribusi, konsumsi, dan gizi seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1.
Gambar 1 Sistem pangan dan gizi Distribusi Pangan Menurut Suryana (2003) distribusi mencakup akses fisik dan ekonomi antar wilayah. Akses pangan menunjukkan adanya jaminan bahwa setiap individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk mengakses kebutuhan pangan sesuai norma gizi (Sharma 1992). Akses fisik akan menentukan apakah sumber pangan yang dikonsumsi akan dapat ditemui dan mudah diperoleh. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang oleh tersedianya sarana fisik yang cukup untuk memperoleh pangan.
7
Penny (1990) mengungkapkan pasar adalah tempat para penjual dan pembeli bertemu untuk berdagang. Pasar timbul setelah terjadi proses ekonomi yang didasari oleh perencanaan yang bersifat kekeluargaan. Pasar pada saat ini berkembang jauh lebih luas dan lebih penting sebagai faktor penentu bagi produksi dan distribusi. Suatu wilayah dikatakan mempunyai akses pangan yang tinggi jika di wilayah tersebut terdapat pasar yang menjual bahan pangan pokok. Dikatakan mempunyai akses pangan yang sedang jika tidak terdapat pasar yang menjual bahan pangan pokok di wilayah tersebut, namun jarak pasar kurang dari sama dengan 3 km dari wilayah tersebut, dan dikatakan akses pangan rendah jika jarak pasar terdekat lebih dari 3 km (Deptan 2007). Mata pencaharian berhubungan erat dengan akses pangan meliputi produksi
rumah
tangga
dan
alat
untuk
memperoleh
pendapatan.
Matapencaharian meliputi suatu kemampuan rumah tangga, asset-aset dan aktivitas yang diperlukan untuk menjamin kebutuhan dasar (makanan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan pendapatan) (World Food Programme 2005). Fungsi dari akses terhadap sumber nafkah adalah daya beli rumah tangga, berarti akses pangan terjamin, seiring terjaminnya pendapatan dalam jangka panjang. Keterjangkauan pangan tergantung pada kesinambungan sumber nafkah. Jumlah orang miskin mencerminkan kelompok yang tidak punya akses yang cukup terhadap sumber nafkah yang produktif. Semakin besar jumlah orang miskin, semakin rendah daya akses terhadap panga dan semakin tinggi derajat kerawanan pangan di wilayah tersebut (Deptan dan WFP 2005). Komoditas Pangan 1. Beras Beras merupakan komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan pangan nasional (BPS 2008). Peningkatan produksi beras dalam negeri menjadi salah satu prioritas pembangunan pertanian nasional, salah satunya melalui revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan sejak bulan Juni 2005. Komposisi zat gizi beras per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 12 g air; 357 kkal energi; 8.4 g protein; 1.7 g lemak; 77.1 g KH; 0.2 g serat; 0.8 g abu; 147 mg kalsium; 81 mg fosfor; 1.8 mg besi; 27
8
mg natrium; 71 mg kalium; 0.1 mg tembaga; 0.5 mg seng; 0.2 mg tiamin; 2.6 mg niasin. Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa beras sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Secara kasar ditaksir kira-kira 30% produksi beras dalam negeri dijual oleh petani produsen dan sisanya untuk keperluan konsumsi petani sendiri. Untuk bagian yang masuk ke pasar ini kira-kira 80% diperdagangkan/disalurkan oleh usaha-usaha tataniaga swasta dan selebihnya oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), lembaga tataniaga pemerintah yang mempunyai cabang-cabang Depot Logistik sampai ke kota-kota kabupaten. Pada saluran swasta, petani menjual padi/gabah kepada para tengkulak atau pedagang kecil yang ada di desa-desa atau khusus dating dari kota. Pedagang-pedagang kecil ini kemudian menggilingkan padi/gabahnya pada huller kecil-kecil di desa setempat atau menjual langsung ke penggilingan padi besar. Bila padi/gabahnya digilingkan sendiri maka beras yang dihasilkan dibawa ke kota untuk dijual pada pedagang beras besar dan kemudian pedagang beras besar (wholeseller) ini menjualnya lagi kepada pedagang pengecer. Pedagangpedagang beras besar biasanya mempunyai penggilingan beras sendiri. Beras yang diperdagangkan melalui saluran pemerintah (BULOG) pada tingkat terbawah (desa, kecamatan, kabupaten) sebenarnya masih melalui pedagang swasta. BULOG hanya mengadakan kontrak pembelian minimum 5 ton dengan pedagang-pedagang beras kecil atau penggilingan padi di ibukota kabupaten atau propinsi. 2. Jagung Jagung manis berasal dari suku Indian, bernama Squnto, yang kemudian menyebar ke Eropa, Afrika, dan Asia. Di Indonesia jagung manis sangat digemari oleh hamper seluruh masyarakat dari segala lapisan. Kandungan gizi jagung manis sangat mudah rusak. Segera setelah dipetik, zat gulanya berangsurangsur berubah menjadi zat tepung. Cairan yang menyerupai susu dan manis di dalam biji sedikit-demi sedikit akan meleleh dan menjadi seperti bubur. Perubahan itu akan menyebabkan jagung manis yang mula-mula terasa manis lambat laun akan berubah menjadi hambar. Jagung manis akan kehilangan 50% atau separuh kandungan zat gulanya hanya dalam tempo satu hari (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999). Komposisi zat gizi jagung per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 61.8 g air; 147 kkal energi; 5.1 g protein; 0.7 g lemak;
9
31.5 g KH; 1.3 g serat; 0.9 g abu; 6 mg kalsium; 122 mg fosfor; 1.1 mg besi; 261 ug karoten total; 0.24 mg tiamin; 9 mg vitC. 3. Ubi Jalar Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999). Komposisi zat gizi ubi jalar per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 77.8 g air; 88 kkal energi; 0.4 g protein; 0.4 g lemak; 20.6 g KH; 4 g serat; 0.8 g abu; 30 mg kalsium; 10 mg fosfor; 0.5 mg besi; 2 mg natrium; 4 mg kalium; 0.1 mg tembaga; 0.2 mg seng; 13 ug bkaroten; 264 ug karoten total; 0.25 mg tiamin; 0.06 mg riboflavin; 36 mg vitC.
4. Ketela Pohon Ketela pohon (Manihot esculenta Crantz dahulu dikenal dengan nama Manihot utilisima Pohl), yang disebut pula ubi kayu, kaspe, budin, sampeu atau singkong, merupakan salah satu jenis makanan rakyat di Indonesia. Di jawa dan Madura tanaman ini menduduki tempat yang ketiga setelah padi dan jagung (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999). Komposisi zat gizi ketela pohon per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 61.4 g air; 154 kkal energi; 1 g protein; 0.3 g lemak; 36.8 g KH; 0.9 g serat; 0.5 g abu; 77 mg kalsium; 24 mg fosfor; 1.1 mg besi; 2 mg natrium; 394 mg kalium; 0.06 mg tiamin; 31 mg vitC. 5. Bengkuang Bengkuang berasal dari Amerika Tengah dan Mexico. Tanaman ini diperkenalkan ke Philipina oleh Spanyol melalui jalur Acapulco-Manila dan sampai ke Ambon pada akhir abad ke-17. Kini bengkuang dapat ditemukan hampir diseluruh daerah tropis dan subtropis. Daerah penghasil utama bengkuang adalah Asia Tenggara, Mexico, Amerika Tengah dan Hawai (Westphal and Jansen, 1993). Komposisi zat gizi bengkuang per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 85.1 g air; 59 kkal energi; 1.4 g protein; 0.2 g
10
lemak; 12.8 g KH; 0.5 g abu; 15 mg kalsium; 18 mg fosfor; 0.6 mg besi; 0.04 mg tiamin; 0.06 mg riboflavin; 20 mg vitC. 6. Mentimun Mentimun merupakan family Cucurbitaceae dengan nama lain cucumis sativus Mentimun dianggap berasal dari India, tempat tanaman ini ditanam selama ribuan tahun. Mentimun juga dikenal dibudidayakan oleh bangsa mesir dan Yunani. Buah mentimun mudah dimakan sebagai sayuran salad atau acar dan juga digunakan sebagai sayuran rebus (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999). Komposisi zat gizi mentimun per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 97.9 g air; 8 kkal energi; 0.2g protein; 0.2 g lemak; 1.4 g KH; 0.3 g serat; 0.3 g abu; 29 mg kalsium; 95 mg fosfor; 0.8 mg besi; 314 ug karoten total; 0.01mg tiamin; 0.7 mg vitC. 7. Ikan Mas Ikan mas (Cyprinus carpio) adalah ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia. Di Indonesia, ikan mas memiliki beberapa nama sebutan yakni kancra, tikeu, tombro, raja, rayo, ameh atau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya. Menurut Djoko Suseno (2000), di Indonesia pertama kali ikan mas berasal dari daratan Eropa dan Tiongkok yang kemudian berkembang menjadi ikan budi daya yang sangat penting. Komposisi zat gizi ikan mas per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 80 g air; 86 kkal energi; 16 g protein; 2 g lemak; 2 g abu; 20 mg kalsium; 150 mg fosfor; 2 mg besi; 45 ug retinol; 0.05 mg tiamin. 8. Ikan Mujair Komposisi zat ikan mujair per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 79.7 g air; 89 kkal energi; 18.7 g protein; 1 g lemak; 1.1 g abu; 96 mg kalsium; 209 mg fosfor; 1.5 mg besi; 6 ug retinol; 5 ug karoten total; 0.03 mg tiamin. 9. Ikan Bawal Bawal air tawar (Collosoma macropomum) memiliki nama dagang redfin pacu (paku). Awalnya, ikan ini disangka ikan piranha dan sempat menimbulkan kontroversi pembudidayaannya pada tahun 1999. Ikan ini pertama kali
11
dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1980. Pada perkembangannya, ikan yang bias tumbuh besar ini dipanen seukuran 100 g serupa dengan ukuran ikan bawal yang asli ikan laut. Oleh karena itu namanya menjadi bawal air tawar. perkembangan tubuh bawal air tawar juga cukup pesat. Berat ikan bawal air tawar pada umur 6 minggu sudah 3 g, 12 minggu mencapai 25 g, sedangkan setelah 6 bulan dapat mencapai 500 g. Ikan bawal air tawar adalah ikan pemakan segala (omnivore). Ikan ini makan dengan mencaplok pakannya. Beberapa penani memberinya pakan sampah pasar sebagai makanan utama (Susanto 2006). Komposisi zat ikan bawal per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 78 g air; 91 kkal energi; 19 g protein; 1.7 g lemak; 1.3 g abu; 20 mg kalsium; 150 mg fosfor; 2 mg besi; 45.45 ug retinol; 0.05 mg tiamin. Saluran dan Lembaga Pemasaran Saluran pemasaran merupakan rangkaian lembaga pemasaran yang dilalui oleh barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen, sehingga mengakibatkan jalur berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat di dalam kegiatan pemasaran, Saluran pemasaran adalah himpunan perusahaan atau perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang dan jasa tersebut, selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus 1985). Pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1985) adalah segala usaha kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barangbarang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang dituukan untuk lebih mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1983) panjang pendeknya saluran pemasaran tergantung pada: 1. Jarak antara produsen dan konsumen Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka makin panjang pola saaluran yang terjadi 2. Skala produksi
12
semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya. 3. Cepat tidaknya produk rusak Produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek karena harus segera diterima konsumen. 4. Posisi keuangan pengusaha Pedagang dengan posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran. Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur yang dapat di tempuh, serta dapat mempermudah mencari besarnya marjin yang diterima setiap lembaga yang terlibat. Marjin Tataniaga Marjin tataniaga adalah perbedaan harga ditingkat petani dengan harga ditingkat pengecer. Pengertian marjin tataniaga hanya mengacu pada perbedaan harga dan tidak
menyatakan jumlah produk yang dipasarkan (Dahl dan
Hammond 1977). Menurut Sudiyono (2002) komponen marjin tataniaga ini terdiri dari: 1) biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang disebut biaya tataniaga atau biaya fungsional dan 2) keuntungan lembaga tataniaga. Marjin tataniaga sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga diberbagai tingkat lembaga pemasaran di dalam sistim pemasaran. Pengertian marjin tataniaga sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani adanya kesenjangan (gap) antara pasar ditingkat petani dengan pasar ditingkat pengecer. Tomek dan Robinson (1990), memberikan dua alternative dari defisiensi marjin pemasaran, yaitu: 1. Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen. 2. Harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran jasa-jasa pemasaran tersebut. Limbong dan Sitorus (1985) mengungkapkan bahwa sifat umum dari marjin tataniaga yaitu: 1. Marjin tataniaga berbeda-beda antara satu komoditi pertanian dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan jasa yang
13
diberikan pada berbagai komoditi mulai dari pintu gerbang petani sampai ke tingkat pengecer untuk konsumen akhir. 2. Marjin tataniaga produk pertanian cenderung akan naik dalam jangka panjang dengan menurunnya bagian harga yang diterima petani. 3. Marjin tataniaga relatif stabil dalam jangka pendek terutama dalam hubungannya dengan berfluktuasinya harga-harga produk hasil pertanian. Besarnya marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran trtentu dapat dinyatakan sebagai jumlah daeri marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indicator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tata niaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang diterima konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase. Harga dan Kebijakan Harga Pangan Menurut Mubyarto (1989) salah satu gejala ekonomi yang sangat penting yang berhubungan dengan perilaku petani baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen adalah harga. Dalam aspek ekonomi pangan, harga merupakan salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian. Pentingnya harga pangan terutama ditingkat petani-produsen (dengan tetap malindungi konsumen) dilakukan oleh pemerintah diberbagai Negara melalui kebijakan intervensi. Secara umum kebijakan pemerintah dibidang harga pangan adalah untuk mencapai salah satu kombinasi dari beberapa hal berikut: (1) membantu meningkatkan pendapatan petani, (2) melindungi petani kecil untuk tetap memiliki insentif penghasilan pangan, (3) mencapai swasembada pangan dan mengurangi ketergantungan pangan, (4) menurunkan ketidakstabilan harga dan pendapatan petani, dan (5) memperhatikan daya beli konsumen agar kebutuhan pangan penduduk terpenuhi. Suatu barang mempunyai harga karena dua sebab yaitu: a. barang itu berguna, dan b. barang itu jumlahnya terbatas. Barang berguna bagi manusia dan jumlahnya terbatas ini disebut barang-barang ekonomi (Mubyarto 1989). Mengacu pada Hardinsyah (1985) harga zat gizi adalah harga yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu satuan zat gizi tertentu (Rp/satuan zat gizi).
14
Penetuan harga zat gizi juga harus memperhitungkan faktor BDD (Berat Dapat Dimakan). Perhitungan harga zat gizi adalah sebagai berikut :
atau
Menurut
Hardinsyah
(1985)
salah
satu
unsur
gizi
yang
perlu
diinformasikan kepada para pemeran-pemeran pengambil keputusan di rumah tangga adalah komposisi gizi dalam bahan makanan atau pangan dan hargaharga satuan zat gizidari setiap bahan pangan yang umum di pasar atau di lingkungannya, sehingga konsumen atau para pengambil keputusan konsumsi di rumah tangga dapat mempertimbangkan unsur gizi dalam makanan atau pangan yang akan dikonsumsinya. Dalam menjelaskan atau membandingkan harga zat gizi, pangan perlu dikelompokkan menurut sumber zat gizi utamanya. Secara ekonomi maksud pengelompokan pangan yaitu menurut sifat substitusinya. Sehingga pada masing-masing kelompok dapat dilihat keragaman harga zat gizi dan dapat disusun dari yang termurah sampai yang termahal. Dengan menggunakan daftar harga zat gizi dapat direncanakan susunan hidangan dengan biaya yang murah. Bila ini dipahami konsumen maka kondisi tertentu konsumsi pangan dan gizi dapat diperbaiki secara efektif tanpa meningkatkan pendapatan konsumen atau rumah tangga. Kebijakan komoditi beras di Indonesia dikenal kebijakan Pemerintah dalam hal penetapan harga dasar (floor price) dan harga atas (ceiling price). Kebijakan yang tepat dalam hal harga beras ini merupakan hal yang penting karena beras dihasilkan oleh hampir 60% petani kecil di pedesaan, beras dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk, bentuk kurva permintaanya inelastic, dan lebih dari itu semua bahwa harga beras berpengaruh besar terhadap keadaan social ekonomi masyarakat (Hardinsyah 1985). Grading dan Standarisasi Mubyarto (1985) menjelaskan bahwa berkembangnya teknologi dalam tataniaga, pengolahan, dan pengawetan hasil pertanian, maka makin menonjol peranan dari grading dan standarisasi. Grading adalah klasifikasi hasil-hasil pertanian ke dalam beberapa golongan mutu yang berbeda-beda, masingmasing dengan nama dan etiket tertentu.
15
Pemenfaatan Lahan Pekarangan Menurut Karyono (1985) dalam Khomsan A et al (2009) menyatakan bahwa lahan pekarangan adalah sebidang tanah sekitar rumah yang biasanya berpagar keliling, ditanami dengan berbagai jenis tanaman semusim dan tahunan. Menurut Khomsan A et al (2009) memanfaatkan pekarangan dengan tanaman-tanaman sayuran sesungguhnya bermanfaat untuk meningkatkan asupan gizi bahan makanan sumber vitamin/mineral. Selain itu, dengan memanfaatkan
lahan
pekarangan
maka
sebagian
uang
belanja
dapat
dialokasikan untuk keperluan yang lain. Potensi pekarangan (terutama di desadesa) harus dioptimalkan dengan melibatkan unsure-unsur dari Dinas Pertanian, sehingga masyarakat selalu tergugah untuk merawat tanaman pekarangannya.
KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini mengenai harga pangan dan zat gizi bahan pangan yaitu beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal di desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea. Masingmasing bahan pangan dianalisis jalur distribusi dari petani sampai ke tangan konsumen untuk mengetahui harga pangan sehingga dapat dianalisis harga pangan dan zat gizinya. Arus distribusi bahan pangan untuk sampai ke tangan konsumen dapat melalui beberapa lembaga tataniaga. Hal ini, dipengaruhi oleh jarak distribusi, biaya, dan volume penjualan. Analisis saluran dan lembaga tataniaga dilakukan untuk mengetahui pola distribusi masing-masing bahan pangan. Bahan Pangan
Petani
Analisis Struktur Pasar
Distribusi Lembaga pemasaran/tataniaga
Analisis Saluran Pemasaran
Konsumen
Keragaman Pasar
Analisis Harga Pangan
Analisis Harga Zat Gizi Pangan Ketahanan Pangan
Ketersedia an
Konsumsi Ket : : variabel yang tidak diteliti : variabel tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak
Gambar 2 Bagan kerangka pemikiran
diteliti
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan menggunakan metode survey. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Bogor karena terdapat banyak petani dan kelompok tani. Di kecamatan Ciampea juga banyak dijumpai petani beras, jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, dan pembudidaya ikan air tawar seperti ikan bawal, ikan mujair, dan ikan mas, sehingga peneliti memilih Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea untuk menjadi lokasi penelitian. Sedangkan untuk lokasi pedagang besar dan pedagang kecil yaitu di Pasar Anyar Bogor dan Pasar Induk Salabenda, penentuan lokasi pedagang besar dan pedagang kecil ini atas rekomendasi dari petani. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 – Februari 2011. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jalur distribusi pangan dan harga pangan. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi dan Zat Gizi Pangan. Data jalur distribusi dan harga pangan diperoleh melalui beberapa tahap. Tahap pertama yaitu pengambilan data yang dimulai dengan melakukan survei ke lokasi penelitian (Desa Cihideung Ilir), kemudian dipilih tempat yang banyak petani dan pembudidaya ikan air tawar, yaitu di RW 01, RW 02, dan RW 03. Terdapat tujuh pangan yang ditanam petani, dua pangan yang diusahkan peternak dan tiga ikan yang dibudidayakan. Pangan yang dibudidayakan yaitu padi/beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, pisang, ayam kampung, telur ayam kampung, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Penelitian ini hanya mengambil sembilan komoditas pangan yaitu padi/beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Sedangkan untuk pisang, ayam kampung, dan telur ayam kampung tidak diteliti karena data yang ada kurang mencukupi. Tahap kedua yaitu wawancara pada petani bahan pangan, peternak, dan petani budidaya ikan air tawar untuk menanyakan mengenai harga jual komoditas pangan yang diproduksi baik jika dijual langsung ke konsumen, maupun dijual ke tengkulak. Tahap ketiga adalah menanyakan harga pangan di tingkat pengumpul atas rekomendasi petani, peternak, dan petani budidaya ikan air tawar, yang biasa membeli bahan pangan mereka dalam jumlah yang besar.
18
Tahap keempat yaitu menanyakan harga jual di tingkat pedagang besar. pedagang kecil, dan terakhir adalah di tingkat konsumen. Data sekunder diperoleh dari data kantor desa Cihideung Ilir untuk data gambaran umum lokasi penelitian atau profil desa, sedangkan data zat gizi pangan diperoleh dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) PERSAGI 2005. Secara lengkap jenis dan cara pengambilan data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Instrumen
Cara Pengumpulan data
Petani
Kuesioner
Wawancara
Pengumpul
Kuesioner
Wawancara
Pedagang besar
Kuesioner
Wawancara
Pedagang kecil
Kuesioner
Wawancara
Konsumen
Kuesioner
Wawancara
Petani
Kuesioner
Wawancara
Jenis Data
Sumber/Responden
Primer -Harga pangan ditingkat petani/produsen -Harga pangan ditingkat pengumpul/tengkulak -Harga pangan ditingkat pedagang besar -Harga pangan ditingkat pedagang kecil - Harga pangan ditingkat konsumen -Luas lahan Sekunder -Profil desa -Zat GiziBahan Makanan
Desa Cihideung Ilir DKBM 2001
Pengolahan Dan Analisis Data Data-data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis. Proses pengolahan data yang dilakukan meliputi coding, entry, editing/cleaning, dan analisis. Analisis data diolah dengan menggunakan program computer Microsoft Office Excel. Data saluran dustribusi masing-masing komoditi dianalisis untuk mengetahui pola distribusi/pemasaran komoditi tersebut.
Petani
Pengumpul
Pedagang besar
Pedagang kecil
Konsumen
Gambar 3 Contoh saluran pemasaran/distribusi bahan pangan Data berupa harga pangan di berbagai tingkat distribusi kemudian dianalisis harga zat gizi dan terdapat pada Lampiran 2.
19
Dari tabel tersebut diolah berdasarkan masing- masing komoditi dan ditabulasikan. Tabulasi harga pangan dapat dilihat pada Lampiran 3. Harga zat gizi bahan pangan yaitu harga yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu satuan zat gizi tertentu (Rp/satuan zat gizi). Penetuan harga zat gizi juga harus memperhitungkan faktor BDD (Berat Dapat Dimakan). Perhitungan harga zat gizi adalah sebagai berikut :
Harga zat gizi pangan kemudian ditabulasikan dan dianalis berdasarkan kandungan zat gizi protein dan energi untuk beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Sedangkan mentimun dianalisis dari kandungan zat gizi phospor dan energi. Tabulasi harga zat gizi pangan ditunjukkan pada Lampiran 4. Definisi Operasional Harga: jumlah uang yang dibayar oleh konsumen untuk sebuah produk Pangan: Bahan yang dimakan guna memenuhi keperluan tubuh untuk tumbuh, bekerja, dan perbaikan jaringan. Harga Pangan: jumlah uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk mendapatkan suatu pangan dengan ukuran tertentu Gizi: mempunyai arti hubungan pangan dengan kesehatan dan proses-proses dimana organisme menggunakan pangan untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan, fungsi organ dan jaringan tubuh secara normal dan produksi energi. Zat gizi: Bahan makanan yang mengandung zat-zat gizi tertentu yang digunakan dalam metabolisme tubuh Harga zat Gizi: harga yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu satuan zat gizi tertentu (Rp/satuan zat gizi) Distribusi: Tindakan yang bertalian dengan pergerakan bahan pangan dari produsen ke tangan konsumen Petani: sejumlah orang yang menanam padi, jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, dan mentimun. Pembudidaya ikan air tawar: sejumlah orang yang membudidayakan ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal Tengkulak: pedagang yang melakukan pembelian dari petani maupun pembudidaya dan menyalurkan produk pada pedagang besar
20
Penggilingan: tempat untuk menggiling padi menjadi beras serta tempat untuk menampung penjualan gabah atau beras dari tengkulak Pedagang besar: pedagang yang menerima bahan pangan dari pedagang pengumpul Pedagang kecil: pedagang yang menerima bahan pangan dari pedagang besar dan terdapat di pasar Pedagang pengecer: pedagang yang menerima bahan pangan dari pedagang kecil dan terdapat di perkampungan dekat dengan konsumen
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m2, sedangkan luas seluruh Desa yaitu 182.5 ha/m2. Jumlah kepala keluarga yaitu 2490 KK dan berjumlah 10660 orang, terdapat 568 orang yang bekerja di sektor pertanian. Luas tanaman padi, jagung, dan umbi-umbian masing-masing adalah 15 ha, 5 ha, dan 25 ha. Hasil tanaman pangan umumnya dipasarkan atau dijual ke pasar, tengkulak, pengecer, atau tidak dijual. Saat penelitian dilakukan kondisi pertanian masyarakat Desa Cihideung Ilir dalam kondisi baik dan tidak terjadi paceklik atau serangan hama. Karakteristik Petani Responden Metode pengambilan data dilakukan secara sengaja yaitu petani yang sedang melakukan usahatani padi, jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, dan mentimun. Serta pada pembudidaya ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Petani/pembudidaya responden dipilih sebanyak 11 orang dengan masingmasing komoditas minimal terdapat 5 petani yang sedang bertani atau sedang membudidayakan ikan. Petani responden tidak hanya menanam padi atau jagung saja, tetapi juga pernah atau sedang menanam tanaman lain atau juga merangkap sebagai pembudidaya. Dari 11 petani/pembudidaya responden, terdapat 7 orang yang menanam padi, 6 orang menanam jagung, 8 orang menanam ubi jalar, 7 orang menanam ketela pohon, 7 orang menanam bengkuang, 5 orang menanam mentimun, 5 orang membudidaya ikan mas, 5 orang membudidaya ikan mujair, dan 5 orang membudidaya ikan bawal. Umur termuda petani/pembudidaya responden adalah 28 tahun dan umur tertua adalah 56 tahun. Seluruh responden berjenis kelamin laki-laki. Umur petani responden yang berusia 21-30 tahun sebanyak 1 orang atau 9.09 persen. Umur petani yang berusia 31-40 tahun sebanyak 2 orang atau 18.18 persen. Data mengenai umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi umur petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Kelompok Umur (Tahun) 21-30 31-40 41-50 51-60 Total
Jumlah (Orang) 1 2 4 4 11
Persentase (%) 9.09 18.18 36.36 36.36 100
22
Tingkat pendidikan petani/pembudidaya responden masih tergolong rendah
karena
persentase
terbesar
yaitu
45.45
persen
tamat
SD.
Petani/pembudidaya responden yang tamat SMP sebanyak 2 orang atau 18.18 persen dan petani/pembudidaya yang tamat SMA sebanyak 4 orang atau 36.36 persen. Data mengenai tingkat pendidikan responden di desa Cihideung Ilir dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Tingkat pendidikan petani/pembudidaya responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Total
Jumlah (Orang) 5 2 4 11
Persentase (%) 45.45 18.18 36.36 100
Petani responden yang memiliki luas lahan kurang dari 1000 m2 sebanyak 1 orang atau 12.50 persen dan petani yang memiliki lahan 1000-5000 m2 sebanyak 5 orang atau 62.50 persen. Luas lahan sangat menentukan efisiensi produksi dan keuntungan yang diterima petani dari komoditi pangan yang ditanam. Luas lahan yang dimiliki petani responden adalah sawah irigasi dengan status kepemilikan sendiri, sewa, ataupun bagi hasil. Data mengenai struktur luas lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Luas Sawah Irigasi Petani Responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor 2
Luas Sawah Irigasi (m ) ≤1000 1000-5000 >5000 Total
Jumlah (Orang) 1 5 2 8
Persentase (%) 12.50 62.50 25.00 100
Pembudidaya responden yang memiliki luas kolam 500-1000 m2 sebanyak 4 orang atau 80 persen dan pembudidaya yang memiliki kolam lebih dari 1000 m2 sebanyak 1 orang atau 20 persen. Luas kolam sangat menentukan efisiensi produksi dan keuntungan yang diterima pembudidaya dari ikan yang dibudidayakan. Luas kolam yang dimiliki pembudidaya responden status kepemilikannya adalah sendiri dan bagi hasil. Data mengenai struktur luas kolam petani responden dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Luas Kolam Pembudidaya Responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor 2
Luas Kolam (m ) 500-1000 >1000 Total
Jumlah (Orang) 4 1 5
Persentase (%) 80.00 20.00 100
23
Karakteristik Pedagang Responden Pedagang responden yang dipilih pada penelitian ini sebanyak 29 orang, yang terdiri dari 3 tengkulak, 5 penggilingan, 12 pedagang besar, 6 pedagang kecil, dan 3 pedagang pengecer. Dari 29 pedagang responden, terdapat 13 orang yang berdagang padi/beras, 8 orang berdagang jagung, 12 orang berdagang ubi jalar, 12 orang berdagang ketela pohon, 9 orang berdagang bengkuang, 9 orang berdagang mentimun, 13 orang berdagang ikan mas, 12 orang berdagang ikan mujair, dan 8 orang berdagang ikan bawal. Pedagang responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 orang atau 89.66 persen, sedangkan pedagang responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang atau 10.34 persen. Umur termuda pedagang responden adalah 17 tahun dan tertua adalah 60 tahun. Komposisi umur pedagang responden dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi Umur Pedagang Responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor Kelompok Umur (Tahun) ≤20 21-30 31-40 41-50 51-60 Total
Jumlah (Orang) 2 6 11 4 6 29
Persentase (%) 6.90 20.69 37.93 13.79 20.69 100
Tingkat pendidikan pedagang responden sebagian besar tamat SMP. Pedagang responden yang tamat perguruan tinggi hanya 1 orang, hal tersebut dikarenakan responden sudah pensiun dari pekerjaannya dan menjalani masa pensiunnya dengan menjadi pedagang pengecer. Data mengenai tingkat pendidikan pedagang responden ditunjukkan pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Tingkat pedagang responden di Desa Cihideung Ilir, Pasar Anyar, dan Pasar Induk Bogor Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) SD 8 27.59 SMP 12 41.38 SMA 8 27.59 Perguruan Tinggi 1 3.45 Total 29 100
24
Beras Saluran tataniaga Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yang terdiri dari tengkulak dan penggilingan, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Jenis padi yang ditanam oleh petani Cihideung Ilir salah satunya adalah jenis IR 64 dan merupakan jenis padi yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis IR 64. Sistem tataniaga beras di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda. Saluran tataniaga beras di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga, yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 2 : petani-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 3 : petani-penggilingan-pedagang besar-konsumen Saluran tataniaga 4 : petani-penggilingan-konsumen Saluran tataniaga 5 : petani-pedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 6 : petani-konsumen Saluran distribusi beras pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 4. Saluran Tataniaga 1 Saluran tataniaga satu merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-tengkulak-penggilingan-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Petani menjual padi kepada tengkulak masih dalam bentuk gabah basah. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa petani yang menjual gabahnya melalui tengkulak terdapat 1 dari 7 orang petani yang diwawancarai. Alasan petani menjual gabahnya kepada tengkulak dalam bentuk gabah adalah karena petani tidak perlu menjemur atau menggiling gabahnya, karena umumnya yang dijual petani adalah gabah basah. Harga jual gabah basah dari petani ke tengkulak antara Rp 2000,- sampai Rp 2200,- per Kg gabah basah atau Rp 3333,- sampai Rp 3667,- per Kg beras. Umumnya dari 100% gabah beras yang dihasilkan adalah 60% nya (Nursalim & Yetti 2007).
Gambar 4 Saluran distribusi komoditas beras 25
26
Umumnya petani yang menjual gabahnya ke tengkulak karena lokasi sawah atau rumahnya jauh dari penggilingan, sehingga jika menjual ke penggilingan diperlukan biaya tambahan berupa biaya transportasi untuk mengangkut gabah petani ke penggilingan padi. Tengkulak kemudian menjual gabah dari peteni ke penggilingan dan masih dalam bentuk gabah basah, gabah dari tengkulak ini dijual dengan harga Rp 2200,- sampai Rp 2500,- per Kg gabah atau setara dengan Rp 3667,- sampai Rp 4167,- per Kg beras. Dari penggilingan dijual kepada pedagang besar dalam bentuk beras dengan harga Rp 5600,- sampai Rp 6500,- per Kg beras. Pedagang .besar menjual beras yang telah dibelinya dari tengkulak kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 5400,- sampai Rp 5800,- per Kg beras. Perbedaan harga jual yang lebih murah atau lebih rendah dari harga beli disebabkan karena pedang besar tidak membeli beras dari penggilingan yang diteliti namun membeli berasnya dari luar kota dengan alasan harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan jika membeli dari pengilingan di Bogor. Kemudian pedagang pengecer menjual beras kepada konsumen dengan harga Rp 7000,- per Kg. Saluran tataniaga 2 Saluran tataniaga dua merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-pedagang
besar-pedagang
pengecer-konsumen.
Petani
menjual padi kepada penggilingan masih dalam bentuk gabah basah. Jenis tataniaga ini dilakukan oleh 1 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Petani umumnya menjual langsung gabah basahnya pada penggilingan karena petani tidak perlu menjemur atau menambah biaya untuk penggilingan. Jika petani menggilingkan padi di penggilingan, maka petani akan dikenakan biaya 10% dari beras yang dihasilkan atau petani harus membayar Rp 6000,- /10 Kg beras yang dihasilkan. Harga jual gabah basah dari petani ke penggilingan antara Rp 2300,sampai Rp 2500,- per Kg gabah basah atau Rp 3833,- sampai Rp 4167,- beras (setelah dikonversi dengan membagi 0.6). Sedangkan harga jual beras dari penggilingan ke pedagang besar adalah Rp 5600,- sampai Rp 6500,- per Kg beras. Saluran tataniaga 3 Saluran tataniaga tiga merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-pedagang besar-konsumen. Saluran tataniaga tiga ini hamper sama dengan saluran tataniaga dua yaitu petani menjual gabahnya ke
27
penggilingan, dan dari penggilingan dijual kepada pedagang besar dalam bentuk beras. Pedagang besar menjual berasnya kepada pedagang pengecer atau langsung menjualnya kepada konsumen. Menurut wawancara yang dilakukan peneliti, harga jual beras dari pedagang besar ke pedagang pengecer atau langsung kepaa konsumen tidak ada perbedaan harga, yaitu Rp 5400,- sampai Rp 5800,- per Kg beras. Saluran tataniaga 4 Saluran tataniaga empat merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-penggilingan-konsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran satu tingkat (one level channel) yaitu saluran yang menggunakan perantara. Dari petani ke konsumen hanya terdapat satu perantara yaitu penggilingan. Saluran tataniaga empat ini jarang terjadi, biasanya konsumen yang membeli beras langsung ke penggilingan adalah tetangga atau penduduk di Desa Cihideung Ilir yang dekat dengan penggilingan. Harga jual beras dari penggilingan ke konsumen adalah Rp 6500 – Rp 7000,- per Kg beras. Saluran tataniaga 5 Saluran tataniaga lima merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani-pedagang pengecer-konsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran satu tingkat (one level channel) yaitu saluran yang menggunakan perantara yang biasanya dalam pasar konsumsi disebut pengecer. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 4 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Petani setelah panen tidak langsung menjual gabahnya kepada tengkulak atau penggilingan, namun menggilingkan gabahnya ke penggilingan dengan biaya 10% dari beras yang dihasilkan. Petani akan menyimpan berasnya di lumbung untuk kebutuhan sehari-hari dan jika petani merasa berasnya berlebih, maka kelebihan berasnya akan dijual. Biasanya kelebihan beras ini oleh petani akan dijual kepada pedagang pengecer atau warung yang terdapat di Desa Cihideung Ilir, yang umumnya adalah tetangga, saudara, atau istri petani itu sendiri. Petani menjual berasnya kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 6500,- per Kg dan dijual kembali oleh pedagang pengecer dengan Harga Rp 7000,- per Kg beras. Saluran tataniaga 6 Saluran tataniaga enam adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanikonsumen, menurut Limbong dan Sitorus (1985) disebut dengan saluran nol tingkat (zero level channel) atau dinamakan juga saluran pesaran langsung.
28
Terdapat tiga cara utama dalam penjualan langsung yaitu door-to-door, mail order, dan toko milik pabrikan sendiri. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 1 dari 7 orang petani padi yang diwawancarai. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa cara penjualan yang paling banyak adalah melalui toko milik pabrikan sendiri, yaitu pada tetangga atau kerabat petani yang ingin membeli langsung dari petani dengan harga Rp 7000,- per Kg beras. Tabel 8 menyajikan harga komoditas beras diberbagai tingkat distribusi. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah harga dari
penggilingan
ke
pedagang
besar
dengan
nilai
coefficient
of
variance sebesar 0.08, Standar deviasi Rp 472.58/Kg, dan selisih antara minimum dam maksimal sebesar Rp 900,- per Kg beras, keberagaman harga ini diduga karena perbedaan kualitas beras yang dihasilkan dari gabah yang telah digiling dan perbedaan tempat pembelian atau perbedaan tempat penggilingan. Sedangkan harga dari petani ke pedagang kecil, petani ke konsumen, dan pedagang kecil ke konsumen sama atau tidak terdapat perbedaan, dengan coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Tidak adanya perbedaan harga di tingkat konsumen dan pedagang kecil disebabkan karena saat wawancara terjadi tidak terdapat pergolakan harga. Tabel 8 Harga beras (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Pembeli Petani Tengkulak Petani Penggilingan Petani Pedagang Kecil Petani Konsumen Tengkulak Penggilingan Penggilingan Pedagang Besar Penggilingan Konsumen Pedagang Besar Pedagang pengecer Pedagang Besar Konsumen Pedagang Kecil Konsumen
n 3 3 4 5 4 3 2 3 3 4
mean 3444 3944 6500 7000 3833 5967 6750 5667 5667 7000
SD
CV
min
max
192.55 192.45 0 0 235.78 472.58 353.55 230.94 230.94 0
0.06 0.05 0.00 0.00 0.06 0.08 0.05 0.04 0.04 0.00
3333 3833 6500 7000 3667 5600 6500 5400 5400 7000
3667 4167 6500 7000 4167 6500 7000 5800 5800 7000
Harga Zat Gizi Beras Harga energi beras tertinggi terdapat pada tingkat konsumen sebesar Rp 196.1,- per 100 Kal, sedangkan harga energi terendah sebesar Rp 96.5,- per 100 Kal terdapat pada tingkat tengkulak. Harga protein beras yang tertinggi sebesar Rp 83.3,- per g terdapat pada tingkat konsumen dan harga protein beras yang terendah sebesar Rp 41,- per g terdapat pada tingkat tengkulak. Harga zat gizi beras secara rinci disajikan pada Tabel 9.
29
Tabel 9 Harga zat gizi beras di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Petani Petani Petani Petani Tengkulak Penggilingan Penggilingan Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil
Harga
Pembeli Tengkulak Penggilingan Pedagang Kecil Konsumen Penggilingan Pedagang Besar Konsumen Pedagang Kecil Konsumen Konsumen
Harga (Rp/Kg) 3444 3944 6500 7000 3833 5967 6750 5667 5667 7000
Energi (Rp/100Kal) 96.5 110.5 182.1 196.1 107.4 167.1 189.1 158.7 158.7 196.1
Protein (Rp/g) 41.0 47.0 77.4 83.3 45.6 71.0 80.4 67.5 67.5 83.3
Jagung Manis Saluran tataniaga Jagung yang tanam oleh petani di desa Cihideung ilir merupakan jenis jagung manis atau sweet corn. Saluran tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda.Saluran tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir, yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecilpedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecilkonsumen Saluran distribusi jagung pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 5. Saluran tataniaga 1 Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang
besar-pedagang
kecil-pedagang
pengecer-konsumen.
Petani jagung tidak dapat menjual hasil panennya langsung kepada konsumen karena hasil panen jagung yang terlalu banyak serta petani tidak biasa menyimpan hasil panen. Setelah petani jagung panen, umumnya langsung dijual ke tengkulak dengan harga Rp 1000,- sampai Rp 2500,- per Kg jagung. Harga ini tergantung oleh harga yang berlaku saat panen dan tergantung pada jenis jagung yang ditanam, semakin bagus jenis jagung yang ditanam, maka semakin tinggi harganya.
Gambar 5 Saluran distribusi komoditas jagung manis
30
31
Setelah itu tengkulak menjual lagi jagung tersebut kepada pedagang besar di pasar atau biasa disebut tengkulak pasar dengan harga Rp 1500,sampai Rp 3000,- per Kg jagung. Lalu didiversikan pada pedagang kecil dengan harga Rp 2500,- per Kg. Saat jagung berada pada pedagang besar, jagung tidak di sortir atau dipilih-pilih. Pembelian jagung masih dalam bentuk karungan dan belum dibersihkan atau masih kotor, pensortiran terjadi pada pedagang kecil. Pedagang kecil dapat menjual jagung baik yang sudah dibersihkan atau belum dibersihkan kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 4000,- sampai Rp 6500,-. Harga Rp 4000 jika tidak dibersihkan dan harga Rp 6500,- jika jagung sudah dibersihkan. Biasanya pedagang pengecer membeli jagung yang sudah dibersihkan dengan harga Rp 6500,- per Kg jagung dan menjualnya ke konsumen dengan harga Rp 7000,- per Kg Jagung. Saluran tataniaga 2 Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Petani jagung menjual hasil panennya kepada tengkulak dan dijual kembali oleh tengkulak kepada pedagang besar. Pedagang besar kemudian menjualnya kepada pedagang kecil di pasar. Pada saluran tataniaga ini konsumen dapat membeli langsung jagung kepada pedagang kecil di pasar dengan harga Rp 3000- Rp 4000,- per Kg jagung. Pada pedagang kecil jagung dibersihkan dari kulit yang tidak perlu dan dijual kepada konsumen dengan harga Rp 4000,- dan bila jagung sudah dibersihkan dapat dijual dengan harga mencapai Rp 6500,- per Kg. Menurut hasil wawancara, konsumen membeli jagung manis di pasar dengan keadaan masih belum dibersihkan dengan tujuan harga yang ditawarkan relatif murah. Berdasarkan data harga jagung pada berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling bervariasi adalah harga dari petani kepada tengkulak dengan nilai coefficient of variance sebesar 0.32, hal ini disebabkan karena perbedaan kualitas dan perbedaan tengkulak yang membeli hasil panen jagung. Sedangkan harga relatif sama terdapat pada harga pedagang besar ke pedagang kecil dengan nilai coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Tidak adanya perbedaan ini diduga karena pedagang besar yang menjadi responden hanya dua orang sehingga di duga terdapat pedagang besar lain yang membeli jagung dari tengkulak dengan harga yang berbeda. Berdasarkan nilai standar deviasi yang tertinggi yaitu harga dari pedagang kecil ke pedagang pengecer
32
dengan nilai Rp 1204.16/Kg, hal ini diduga karena selisih minimum dan maksimum penjualan yang tinggi yaitu Rp 2500,- per Kg. Harga jual dan harga beli jagung dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Harga komoditas jagung di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Pembeli Petani Tengkulak Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer Pedagang Kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen
n
mean
SD
CV
min
max
6 5 2 3 2 3
1817 2200 2500 5300 3500 6833
587.93 543.14 0.00 1204.16 707.11 288.68
0.32 0.25 0.00 0.23 0.20 0.04
1000 1500 2500 4000 3000 6500
2500 3000 2500 6500 4000 7000
Harga Zat Gizi Jagung Manis Harga energi tertinggi jagung manis berada pada tingkat pedagang pengecer kepada konsumen sebesar Rp 464.8,- per 100 Kal, sedangkan harga energi terendah berada di tingkat tengkulak dengan harga Rp 123.6,- per 100 Kal. Harga protein tertinggi terdapat pada tingkat pedagang pengecer kepada konsumen dengan harga Rp 134,- per g dan harga protein terendah terdapat pada tingkat tengkulak dengan harga Rp 35.6,- per g. Harga zat gizi jagung manis secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Harga zat gizi jagung (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Petani Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer
Pembeli Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang pengecer Konsumen Konsumen
Harga (Rp/Kg) 1817 2200 2500 5300 3500 6833
Harga Zat Gizi Energi Protein (Rp/100Kal) (Rp/g) 123.6 35.6 149.7 43.1 170.1 49.0 360.5 103.9 238.1 68.6 464.8 134.0
Ubi Jalar Saluran tataniaga Ubi jalar mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan sepanjang tahun. Varietas ubi jalar sangat beragam. Dua kelompok ubi jalar yang umum dibudidayakan adalah jenis ubi jalar yang memiliki daging ubi keras (padat) , kering dan berwarna putih dan jenis ubi jalar dengan daging umbi lunak, kadar air tinggi dan warnanya kuning–oranye.
33
Ubi jalar yang tanam oleh petani di desa Cihideung ilir merupakan ubi jalar putih. Saluran tataniaga ubi jalar di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga jagung di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda . Saluran tataniaga ubi jalar di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecilpedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecilkonsumen Saluran tataniaga 3 : petani-tengkulak-pedagang besar -konsumen Saluran distribusi ubi jalar di berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 6. Saluran tataniaga 1 Saluran tataniaga satu yaitu saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang
besar-pedagang
kecil-pedagang
pengecer-konsumen.
Seperti halnya dengan jagung, para petani ubi tidak langsung menjual hasil panennya kepada konsumen. Biasanya para petani ubi setelah memasuki masa panen, akan menghubungi tengkulak untuk menjual hasil panennya. Kemudian tengkulak menyiapkan pegawai untuk mencabuti ubi dan ditimbang di rumah tengkulak, sehingga petani ubi tidak menanggung biaya untuk mencabuti ubi dan menerima laba bersih Rp 800,- Kg ubi jalar. Harga ini tergantung dari harga ubi yang berlaku saat panen. Desa cihideung Ilir merupakan desa penghasil ubi yang cukup besar karena hampir seluruh petani menanam ubi, hal ini dikarenakan menanam ubi lebih sedikit biaya perawatan dan ubi jalar mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering sehingga laba yang diperoleh lebih besar daripada jika menanam sayuran. Dari tengkulak kemudian dibawa dengan truk ke pedagang besar. Terdapat dua tempat yang dipilih tengkulak untuk menjual bahan pangan yang dibeli dari petani, yaitu pertama Pasar Anyar dan kedua Pasar Induk Salabenda Bogor.
Gambar 6 Saluran distribusi komoditas ubi jalar
34
35
Pilihan tempat penjualan ini didasarkan oleh langganan tengkulak sehingga mernurut Limbong dan Sitorus (1985) berlaku “the law of market” yang artinya yaitu : kalau petani bebas memilih pasar, dan petani tersebut memilih harga yang lebih tinggi daripada harga yang rendah, maka batas antara dua pasar yang bersaing akan berada pada suatu titik batas, dimana harga dikurangi ongkos transfer akan sama pada dua pasar yang bersaing tersebut. Dari Tengkulak dijual dengan harga Rp 1200,- sampai Rp 1400,- per Kg ubi kepada pedagang besar. Tengkulak menjual ubi jalar dengan harga Rp 1200,- kepada pedagang besar di Pasar Induk Salabenda Bogor dan menjual ubi jalar dengan harga Rp 1400,- per Kg ubi kepada pedagang besar di Pasar Anyar. Perbedaan harga ini disebabkan karena adanya jarak pasar yang berbeda, menurut Limbong dan Sitorus (1985) harga ditingkat petani akan jatuh bersamaan dengan bertambahnya jarak dari pasar. Pembeli pada pedagang besar di Pasar Induk Salabenda umumnya adalah tengkulak pasar, namun peneliti tidak sampai membahas kearah tersebut. Biasanya pedagang besar menjual ubi dengan harga Rp 1500,- sampai Rp 1800,- per Kg ubi. Harga ini berbeda antara pedagang besar satu dengan pedagang besar lain. Sedangkan jika dari pedagang besar di Pasar Anyar, langsung di jual kepada pedagang kecil yang ada di pasar dengan harga Rp 1300,- sampai Rp 1400,- per Kg ubi. Dari pedagang kecil kemudian di jual kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 2500,- per Kg ubi jalar, dan dijual kembali oleh pedagang pengecer dengan harga Rp 3000,- per Kg ubi jalar. Saluran tataniaga 2 Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang
besar-pedagang
kecil-konsumen.
Jenis
saluran
ini
umumnya dipakai jika konsumen datang langsung ke pasar untuk membeli ubi. Biasanya harga yang ditawarkan berwariasi mulai dari Rp 2500,- sampai Rp 3000,- per Kg ubi, tergantung dari besar kecilnya ubi. Pada pedangang kecil dilakukan pensortiran atau memilih antara ubi jalar yang besar atau yang kecil. Pemilihan ini dilakukan karena ubi jalar yang besar di hargai dengan harga yang tinggi yaitu mencapai Rp 3000,- per Kg ubi. Dari pengolahan harga ubi jalar di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa
harga
yang
beragam
yaitu
mempunyai
nilai
coefficient
of
variance sebesar 0.13 adalah harga dari pedagang besar ke pedagang kecil dan dari pedagang kecil ke konsumen. Perbedaan harga ini disebabkan karena
36
perbedaan tempat menjual ubi, yaitu di Pasar Induk Salabenda dan Pasar Anyar, serta pada pedagang kecil dilakukan pensortiran sehingga harga dapat berbeda. Harga jual dan harga beli ubi dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 12. Saluran tataniaga 3 Saluran tataniaga tiga adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang besar-konsumen. Pada saluran tataniaga ini terjadi pada pedagang besar di pasar Anyar. 1 dari 3 orang pedagang besar di pasar Anyar membuka warung untuk menjual langsung kepada konsumen, harga jualnya langsung kepada konsumen juga sama dengan pedagang kecil yaitu Rp 3000,per Kg Ubi jalar. Harga yang ditetapkan merupakan harga pasar yang berlaku saat itu, sehingga umumnya baik pedagang besar atau pedagang kecil menggunakan harga yang sama untuk menjual kepada konsumen. Berdasarkan data harga ubi jalar di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah pada pedagang besar kepada pedagang kecil dan dari pedagang kecil kepada konsumen dengan nilai coefficient of variance 0.13. Sedangkan tidak ada perbedaan harga di tingkat petani, pedagang besar kepada konsumen, pedagang kecil ke pedagang pengecer, dan dari pedagang pengecer ke konsumen dengan nilai coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Berdasarkan nilai standar deviasi yang tertinggi yaitu dari pedagang kecil ke konsumen dengan nilai Rp 353.55/Kg, hal ini diduga karena selisih minimum dan maksimum mencapai Rp 500/Kg. Harga jual dan harga beli ubi dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Harga komoditas ubi jalar (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Pembeli Petani Tengkulak Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Besar konsumen Pedagang Kecil Pedagang pengecer Pedagang Kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen
n mean SD 8 800 0.00 9 1244 88.19 5 1480 192.35 1 3000 0.00 3 2500 0.00 2 2750 353.55 3 3000 0.00
CV 0.00 0.07 0.13 0.00 0.00 0.13 0.00
min 800 1200 1300 3000 2500 2500 3000
max 800 1400 1800 3000 2500 3000 3000
Harga Zat Gizi Ubi Jalar Harga energi ubi jalar tertinggi sebesar Rp 340.9,- per 100 Kal berada pada tingkat konsumen, sedangkan yang terendah sebesar Rp 90.9,- per 100 Kal berada pada tingkat tengkulak. Harga protein ubi jalar yang tertinggi terdapat
37
pada tingkat konsumen dengan harga Rp 750,- per g dan terendah pada tingkat tengkulak dengan harga Rp 200,- per g. Harga energi dan protein ubi jalar sebanding dengan harga per Kg ubi jalar, semakin tinggi harga ubi jalar maka semakin tinggi pula harga energi dan protein ubi jalar. Secara lengkap harga energi dan protein ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Harga zat gizi ubi jalar di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Petani Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer
Pembeli Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil konsumen Pedagang pengecer Konsumen Konsumen
Harga (Rp/Kg) 800 1244 1480 3000 2500 2750 3000
Harga Energi Protein (Rp/100Kal) (Rp/g) 90.9 200.0 141.4 311.0 168.2 370.0 340.9 750.0 284.1 625.0 312.5 687.5 340.9 750.0
Ketela Pohon Saluran tataniaga Indonesia merupakan penghasil ketela pohon keempat terbesar di dunia pada tahun 2008 setelah Niger, Thailand, dan Brazil (Wikipedia 2011). Saluran tataniaga ketela pohon di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga ketela pohon di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda. Saluran tataniaga ketela pohon di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecilpedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecilkonsumen Saluran tataniaga 3 : petani-tengkulak-pedagang besar -konsumen Saluran distribusi ketela pohon pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Saluran distribusi komoditas ketela pohon
38
39
Saluran tataniaga 1 Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Seperti halnya dengan ubi jalar, ketala pohon juga biasa dijual kepada tengkulak dengan harga bervariasi dari Rp 300,- sampai Ro 600,- per Kg ketela pohon. Perbedaan harga ini disebabkan oleh perbedaan kualitas dan jenis ketela pohon dan jarak antara petani dengan tempat penjualan, namun paling banyak biasanya dengan harga Rp 500,- per Kg ketela pohon. Menurut Limbong dan Sitorus (1985) semakin jauh jarak dari pusat pasar maka harga yang diteriama petani akan semakin kecil. Hanya 1 dari 7 orang petani yang mengaku menjual dengan harga Rp 300,- per Kg ketela pohon, dan hanya 1 dari 7 orang petani pula yang mengaku menjualnya dengan harga Rp 600,- per Kg ketela pohon, ini diduga petani menjual kepada tengkulak yang berbeda. Setelah dari tengkulak ketela pohon di jual kepada pedagang besar. Pedagang besar pada ketela pohon juga terdapat dua tempat yang berbeda yaitu Pasar Induk Salabenda Bogor dan Pasar Anyar. Sebanyak 6 dari 9 tengkulak menjualnya dengan harga Rp 700,- per Kg ketela pohon, sedangkan 2 dari 9 tengkulak menjualnya dengan harga Rp 800,- per kg, dan 1 dari 9 orang tengkulak menjualnya dengan harga Rp 500,- per Kg. Pedagang besar menjual kembali ketela pohon dengan harga Rp 700,- sampai Rp 1000,- per Kg ketela pohon kepada pedagang kecil. Pedagang kecil menjual dengan harga Rp 1500,per Kg kepada pedagang pengecer, kemudian oleh pedagang pengecer dijual kepada konsumen dengan harga Rp 2000,- per Kg ketela pohon. Saluran tataniaga 2 Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Pada saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen datang langsung ke Pasar Anyar dan membeli ketela pohon dengan harga Rp 1500 per Kg. Saluran tataniaga 3 Saluran tataniaga tiga adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang besar –konsumen. Sebanyak 1 dari 5 pedagang besar yang membuka warung atau tempat yang dapat dibeli langsung oleh konsumen. Umumnya jika konsumen membeli dalam jumlah sedikit harga ketela pohon sama yaitu sekitar Rp 1500 per Kg.
40
Berdasarkan data harga ketela pohon di setiap distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah harga dari petani ke tengkulak dengan nilai nilai coefficient of variance
0.19. hal ini disebabkan karena perbedaan jenis
serta kualitas ketela pohon. Sedangkan harga yang cenderung stabil atau tidak terjadi perbedaan harga adalah pada tingkat pedagang besar ke konsumen, pedagang kecil dan pedagang pengecer ke konsumen dengan nilai coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Berdasarkan data standar deviasi yang paling tinggi yaitu dari pedagang besar ke pedagang kecil dengan nilai Rp 109.54/Kg diduga karena nilai selisih minimum dan maksimum mencapai Rp 300/Kg dan nilai rata-rata atau mean tinggi atau lebih tinggi dari tengkulak ke pedagang besar, walaupun dari tengkulak ke pedagang besar dan dari pedagang besar ke pedagang kecil mempunyai nilai coefficient of variance yang sama. Harga jual dan harga beli ketela pohon dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga ditunjukkan Tabel 14. Tabel 14 Harga komoditas ketela pohon di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Pembeli Petani Tengkulak Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Besar Konsumen Pedagang Kecil Pedagang pengecer Pedagang Kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen
n
mean
7 9 5 2 5 2 3
486 689 820 1500 1500 1500 2000
SD 89.97 92.80 109.54 0.00 0.00 0.00 0.00
CV
min
max
0.19 0.13 0.13 0.00 0.00 0.00 0.00
300 500 700 1500 1500 1500 2000
600 800 1000 1500 1500 1500 2000
Harga Zat Gizi Ketela Pohon Harga energi ketela pohon berkisar antara Rp 31.6,- sampai Rp 129.9,per 100 Kal, harga energi ketela pohon merupakan harga energi yang paling murah bila dibandingkan dengan harga energi pangan yang lain, yaitu beras, jagung, ubi jalar, bengkuang, mentimun, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal. Hal ini disebabkan karena harga ketela pohon yang lebih rendah dari pada pangan lainnya, namun energi yang dikandung ubi jalar cukup tinggi yaitu 154 Kal per 100 gram BDD (berat dapat dimakan) (Persagi 2005). Harga energi ketela pohon yang tertinggi berada di tingkat konsumen, dan harga energi yang paling rendah berada di tingkat tengkulak. Harga protein ketela pohon yang tertinggi berada di tingkat konsumen dengan harga Rp 200,- per g, sedangkan harga protein yang paling rendah berada di tingkat tengkulak dengan harga Rp 48.6,- per g. Harga energi dan protein ketela pohon secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 15.
41
Tabel 15 Harga zat gizi ketela pohon (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Petani Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer
Pembeli Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen Konsumen
Harga (Rp/Kg) 486 689 820 1500 1500 1500 2000
Harga Energi Protein (Rp/100Kal) (Rp/g) 31.6 48.6 44.7 68.9 53.2 82.0 97.4 150.0 97.4 150.0 97.4 150.0 129.9 200.0
Bengkuang Saluran tataniaga Saluran tataniaga bengkuang di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga bengkuang di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda. Saluran tataniaga bengkuang di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecilpedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecilkonsumen Saluran distribusi bengkuang pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 8. Saluran tataniaga 1 Saluran tataniaga satu yaitu saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak -pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen. Harga bengkuang di tingkat petani berkisar antara Rp 1700,- sampai Rp 2000,per Kg. Perbedaan ini karena perbedaan tengkulak yang membelinya, sebanyak 4 dari 7 petani menjual dengan harga Rp 1700,- per kg bengkuang dan 2 dari 7 petani menjual dengan harga Rp 2000,- per Kg dan hanya 1 orang yang menjual dengan harga Rp 1800,- per Kg bengkuang. Tengkulak kemudian menjual bengkuang kepada pedagang besar dengan harga Rp 2000,- sampai Rp 2300,per Kg bengkuang.
Gambar 8 Saluran distribusi komoditas bengkuang
42
43
Harga Rp 2300,- per Kg jika tengkulak menjual ke pasar Induk Jakarta dan harga Rp 2000,- per Kg dan jika dijual ke pedagang besar di pasar Anyar. Umumnya tengkulak lebih suka menjual di pasar Induk Jakarta dengan alasan berapapun jumlah yang dijual tidak masalah dan lebih cepat laku jika dijual ke Pasar Induk Jakarta. Pedagang besar menjual ke pedagang kecil dengan harga Rp 2400,- per Kg sampai Rp 2500,- per Kg bengkuang. Pedagang kecil kemudian menjual kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 3000,- per Kg. Pedagang pengecer menjual kembali dengan harga Rp 3500,- sampai Rp 4000,per Kg bengkuang. Saluran tataniaga 2 Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang
besar-pedagang
kecil-konsumen.
Jenis
saluran
ini
umumnya dipakai jika konsumen datang langsung ke pasar untuk membeli bengkuang. Biasanya harga yang ditawarkan berwariasi mulai dari Rp 3500,sampai Rp 8000,- per Kg bengkuang, tergantung dari besar kecilnya bengkuang. Berdasarkan harga bengkuang di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah harga dari pedagang kecil ke konsumen dengan nilai coefficient of variance 0.48 dan nilai standar deviasi yang tinggi yaitu Rp 2466.44/Kg. Perbedaan ini disebabkan karena pedagang kecil melakukan pensortiran untuk memilih bengkuang yang kecil atau besar dan juga disebabkan oleh harga yang diminta pedagang secara subjektif sehingga konsumen dapat mendapatkan harga lebih murah atau lebih mahal tergantung dari kemampuan konsumen untuk menawar. Harga yang tidak ada perbedaan adalah harga dari pedagang besar ke pedagang kecil dengan nilai coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Hal ini disebabkan karena peneliti hanya melakukan wawancara kepada dua orang pedagang besar di Pasar Anyar, dan untuk pedagang besar di Pasar Induk Jakarta peneliti tidak melakukan wawancara. Harga jual dan harga beli bengkuang dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Harga komoditas bengkuang (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Pembeli Petani Tengkulak Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer Pedagang Kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen
n 7 5 2 3 3 3
mean 1800 2140 2450 3000 5167 3833
SD 141.42 134.16 70.71 0.00 2466.44 288.68
CV 0.08 0.06 0.03 0.00 0.48 0.08
min 1700 2000 2400 3000 3500 3500
max 2000 2300 2500 3000 8000 4000
44
Harga Zat Gizi Bengkuang Harga energi bengkuang berkisar antara Rp 305.1,- sampai Rp 649.7,per 100 Kal. Perbedaan harga yang cukup tinggi disebabkan karena adanya pensortiran pada pedagang, hal tersebut membuat harga lebih tinggi dibandingkan harga dari petani. Pensortiran yang dilakukan seperti pembersihan bengkuang sehingga bengkuang tampak lebih menarik serta memilih antara bengkuang yang lebih besar dan bengkuang yang kecil-kecil. Harga energi bengkuang tertinggi berada pada tingkat pedagang kecil ke konsumen dengan harga Rp 649.7,- per 100 Kal. Hal ini umumnya memang terjadi pada konsumen yang membeli kepada pedagang kecil di pasar, karena pedagang kecil dapat menentukan harga setinggi-tingginya kepada konsumen yang tidak tahu harga bengkuang yang sedang berlaku. Harga protein tertinggi sebesar Rp 273.8,- per g berada di tingkat konsumen, sedangkan harga protein terendah berada di tingkat tengkulak sebesar Rp 128.6,- per g. Harga energi dan protein bengkuang secara lengkap terdapat pada Tabel 17. Tabel 17 Harga zat gizi bengkuang (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Petani Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer
Pembeli Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang pengecer Konsumen Konsumen
Harga (Rp/Kg) 1800 2140 2450 3000 5167 3833
Harga Energi Protein (Rp/100Kal) (Rp/g) 305.1 128.6 362.7 152.9 415.3 175.0 508.5 214.3 875.8 369.1 649.7 273.8
Mentimun Saluran tataniaga Saluran tataniaga mentimun di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga mentimun di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda . Saluran tataniaga ketela pohon di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecilpedagang pengecer-konsumen
45
Saluran tataniaga 2 : petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecilkonsumen Saluran distribusi mentimun pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 9. Saluran tataniaga 1 Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang
besar-pedagang
kecil-pedagang
pengecer-konsumen.
Harga jual mentimun di tingkat petani berkisar antara Rp 1000,- sampai Rp 1200,- per Kg. Perbedaan harga ini disebabkan karena petani menjual mentimun kepada tengkulak yang berbeda. Dari tengkulak ke pedagang besar antara Rp 1400,- sampai Rp 2000,- per Kg mentimun. Dari pedagang besar ke pedagang kecil seharga Rp 3000,- per Kg mentimun. Harga dari pedagang kecil ke pedagang pengecer sebesar Rp Rp 4000,- sampai 4500,- per Kg. Pedagang pengecer kemudian menjual mentimun kepada konsumen dengan harga Rp 5000,- sampai Rp 5500,- per Kg. Biasanya pedagang pengecer menjual mentimun perbuah yaitu dengan harga Rp 500 per buah mentimun, sedangkan berat satu buah mentimun sekitar 0.1 Kg. Saluran tataniaga 2 Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Petani setelah panen menjual mentimun kepada tengkulak dan dari tengkulak dijual kepada pedagang besar. Dari pedagang besar dijual ke pedagang kecil dan dijual langsung ke konsumen. Saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen datang langsung ke pasar dan membeli langsung dari pedagang kecil dengan harga Rp 3500,- sampai Rp 4000,- per Kg mentimun.
Gambar 9 Saluran distribusi komoditas mentimun
46
47
Berdasarkan data harga mentimun di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah pada tingkat tengkulak ke pedagang besar yaitu dengan nilai coefficient of variance 0.19 dan nilai standar deviasi yang tinggi yaitu Rp 328.63/Kg.. Hal ini disebabkan karena perbedaan harga beli di tingkat pedagang besar, 3 dari 6 pedagang besar menbeli denga harga Rp 1400,- per Kg mentimun sedangkan sisanya menbeli dengan harga Rp 2000,per Kg mentimun. Harga jual dan harga beli mentimun dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Harga komoditas mentimun (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Pembeli Petani Tengkulak Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer Pedagang Kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen
n 5 6 3 3 3 3
mean 1120 1700 3000 4167 3833 5167
SD 109.54 328.63 0.00 288.68 288.68 288.68
CV 0.10 0.19 0.00 0.07 0.08 0.06
min 1000 1400 3000 4000 3500 5000
max 1200 2000 3000 4500 4000 5500
Harga Zat Gizi Mentimun Harga energi mentimun berkisar antara Rp 1400,- sampai Rp 6458.8,- per 100 Kal. Harga energi mentimun berada di tingkat konsumen dan merupakan harga energi tertinggi dibandingkan dengan pangan lain yang diteliti, hal ini dikarenakan mentimun bukan merupakan sumber energi. Harga energi mentimun yang paling rendah berada di tingkat tengkulak. Harga Fosfor mentimun terendah sebesar Rp 1.2,- per mg dan berada di tingkat tengkulak, sedangkan harga fosfor tertinggi berada di tingkat konsumen dengan harga Rp 5.4,- per mg, harga tertinggi fosfor di tingkat konsumen ini merupakan harga fosfor termurah jika dibandingkan komoditas lain karena mentimun merupakan sumber fosfor. Harga energi dan fosfor mentimun secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 19. Tabel 19 Harga zat gizi mentimun di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Petani Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer
Pembeli Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang pengecer Konsumen Konsumen
Harga (Rp/Kg) 1120 1700 3000 4167 3833 5167
Harga Zat Gizi Energi Fosfor (Rp/100Kal) (Rp/mg) 1400.0 1.2 2125.0 1.8 3750.0 3.2 5208.8 4.4 4791.3 4.0 6458.8 5.4
48
Ikan Mas Saluran tataniaga Saluran tataniaga ikan mas di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga ikan mas di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda . Saluran tataniaga ikan mas di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga, yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecilpedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 2 : petani-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 3 : petani-pedagang besar-pedagang kecil -konsumen Saluran tataniaga 4 : petani-pedagang besar -konsumen Saluran distribusi ikan mas pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 10. Saluran tataniaga 1 Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang
besar-pedagang
kecil-pedagang
pengecer-konsumen.
Harga jualikan mas di tingkat petani berkisar antara Rp 16000,- sampai Rp 16500,- per Kg. Perbedaan harga ini disebabkan karena petani menjual ikan mas kepada tengkulak yang berbeda. Harga jual ikan mas dari tengkulak ke pedagang besar antara Rp 16500,- sampai Rp 18000,- per Kg ikan mas. Harga dari pedagang besar ke pedagang kecil seharga Rp 18000,- sampai 22000,- per Kg ikan mas. Harga dari pedagang kecil ke pedagang pengecer sebesar Rp Rp 21000,- per Kg ikan mas. Pedagang pengecer kemudian menjual ikan mas kepada konsumen dengan harga Rp 22000,- per Kg.
Gambar 11 Saluran distribusi komoditas ikan mas
49
50
Saluran tataniaga 2 Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanipedagang besar-pedagang kecil- pedagang pengecer-konsumen. Saluran tataniaga dua ini dilakukan oleh 2 dari 6 orang petani ikan mas. Saluran tataniga dua dipilih karena harga yang ditawarkan lebih tinggi Rp 2000,- per Kg jika dibandingkan jika petani menjual kepada tengkulak, namun konsekuensi yang ditanggung oleh petani adalah petani mengeluarkan biaya untuk biaya transportasi ikan mas ke pedagang besar. Dari pedagang besar ikan mas dijual ke pedagang kecil dan dijual kembali ke pedagang pengecer. Dari pedagang pengecer dijual kepada konsumen akhir. Saluran tataniaga 3 Saluran tataniaga tiga adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanipedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen datang langsung ke pasar untuk membeli ikan yaitu dengan harga Rp 20000,- sampai 24000,- per Kg ikan mas. Perbedaan harga ini dapat disebabkan karena perbedaan harga yang ditawarkan oleh pedagang kecil secara subjektif. Hal menarik yang peneliti ketahui dari hasil wawancara adalah bahwa pedagang kecil dapat membeli ikan mas yang tidak lagi segar kepada pedagang besar dengan setengah harga yaitu dengan harga Rp 9000,- sampai Rp 10000,- per Kg ikan Mas, sehingga pedagang kecil tidak akan rugi jika menjual harga ikan mas yang tidak lagi segar dengan harga yang sedikit lebih murah. Saluran tataniaga 4 Saluran tataniaga empat adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanipedagang besar-konsumen. Saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen membeli langsung ke pedagang besar yaitu dengan harga 18000,- sampai Rp 22000,- per Kg ikan mas. Perbedaan harga ini disebabkan karena perbedaan waktu peneliti melakukan wawancara, yaitu berjarak satu bulan, sehingga harga menjadi Rp 22000,- per Kg di tingkat pedagang besar. Berdasarkan data harga ikan mas di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah pada pedagang besar kepada konsumen dengan nilai coefficient of variance 0.10 dan ditunjukkan pula dengan nilai standar deviasi yang tinggi yaitu Rp 2000/Kg. Perbedaan harga ini disebabkan karena perbedaan waktu wawancara yang dilakukan peneliti, sehingga harga jauh berbeda. Sedangkan tidak ada perbedaan harga di tingkat petani ke pedagang besar, pedagang keci ke pedagang pengecer, dan dari
51
pedagang pengecer ke konsumen dengan nilai coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Harga jual dan harga ikan mas dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Harga komoditas ikan mas (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Pembeli Petani Tengkulak Petani Pedagang Besar Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang kecil Pedagang Besar Konsumen Pedagang Kecil Pedagang pengecer Pedagang Kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen
n mean 4 2 6 7 3 3 7 3
SD
CV
min
max
16125 250.00 0.02 16000 16500 18000 0.00 0.00 18000 18000 17583 664.58 0.04 16500 18000 19500 1607.28 0.08 18000 22000 20000 2000.00 0.10 18000 22000 21000 0.00 0.00 21000 21000 21000 1527.53 0.07 20000 24000 22000 0.00 0.00 22000 22000
Harga Zat Gizi Ikan Mas Harga energi ikan mas berkisar antara Rp 1875,- sampai Rp 2558.1,- per 100 Kal, harga energi ikan mas cukup mahal karena ikan mas bukan merupakan sumber energi. Harga protein ikan mas berkisar antara Rp 100.8,- sampai Rp 137.5 per g, harga protein ikan mas menduduki lima komoditas pangan termurah di tingkat konsumen setelah ikan mujair, ikan bawal, beras, dan jagung. Harga energi dan protein tertinggi berada ditingkat pedagang pengecer kepada konsumen, sedangkan harga energi dan protein terendah berada pada tingkat tengkulak. Harga energi dan protein ikan mas dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Harga zat gizi ikan mas (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Petani Petani Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer
Pembeli Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen Konsumen
Harga (Rp/Kg) 16125 18000 17583 19500 20000 21000 21000 22000
Harga Energi Protein (Rp/100Kal) (Rp/g) 1875.0 100.8 2093.0 112.5 2044.5 109.9 2267.4 121.9 2325.6 125.0 2441.9 131.3 2441.9 131.3 2558.1 137.5
Ikan Mujair Saluran tataniaga Saluran tataniaga ikan mujair di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga ikan mujair di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga
52
yang berbeda. Saluran tataniaga ikan mujair di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak -pedagang besar-pedagang kecilpedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 2 : petani-pedagang besar-pedagang kecil-pedagang pengecer-konsumen Saluran tataniaga 3 : petani-pedagang besar-pedagang kecil -konsumen Saluran tataniaga 4 : petani-pedagang besar -konsumen Saluran distribusi ikan mujairpada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 11. Saluran tataniaga 1 Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang
besar-pedagang
kecil-pedagang
pengecer-konsumen.
Harga jual ikan mujair di tingkat petani berkisar antara Rp 8000,- sampai Rp 9000,- per Kg ke tengkulak. Perbedaan harga ini disebabkan karena petani menjual ikan mas kepada tengkulak yang berbeda. Harga jual ikan mujair dari tengkulak ke pedagang besar adalah antara Rp 10000,- sampai Rp 13000,- per Kg ikan mujair. Harga dari pedagang besar ke pedagang kecil seharga Rp 12000,- sampai 14500,- per Kg ikan mujair. Harga dari pedagang kecil ke pedagang pengecer sebesar Rp Rp 14000,- per Kg ikan mas. Pedagang pengecer kemudian menjual ikan mujair kepada konsumen dengan harga Rp 15000,- per Kg. Saluran tataniaga 2 Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanipedagang besar-pedagang kecil- pedagang pengecer-konsumen. Saluran tataniaga dua ini dilakukan oleh 2 dari 6 orang petani ikan mujair. Saluran tataniga dua dipilih karena harga yang ditawarkan lebih tinggi Rp 3000,- sampai Rp 4000,- per Kg, jika dibandingkan apabila petani menjulal kepada tengkulak, namun konsekuensi yang ditanggung oleh petani adalah petani mengeluarkan biaya untuk ongkos transportasi ikan mujair ke pedagang besar. Harga jual ikan mujair dari petani ke pedagang besar adalah Rp 12000,- per Kg ikan mujair.
Gambar 11 Saluran distribusi komoditas ikan mujair
53
54
Saluran tataniaga 3 Saluran tataniaga tiga adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanipedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen datang langsung ke pasar untuk membeli ikan muajir yaitu dengan harga Rp 14000,- sampai 16000,- per Kg ikan mujair. Perbedaan harga ini dapat disebabkan karena perbedaan harga yang ditawarkan oleh pedagang kecil secara subjektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang kecil diketahui bahwa pedagang kecil dapat membeli ikan mujair yang tidak lagi segar kepada pedagang besar dengan setengah harga yaitu dengan harga Rp 6000,- sampai Rp 7000,- per Kg ikan mujair, sehingga pedagang kecil tidak akan rugi jika menjual harga ikan mujair yang tidak lagi segar dengan harga yang sedikit lebih murah. Saluran tataniaga 4 Saluran tataniaga empat adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanipedagang besar-konsumen. Saluran tataniaga ini terjadi jika konsumen membeli langsung ke pedagang besar yaitu dengan harga 16000,- per Kg ikan mujair. Berdasarkan data harga ikan mas di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah pada tengkulak ke pedagang besar dengan nilai coefficient of variance 0.12 dan standar deviasi yang tinggi yaitu Rp 1341.64/Kg. Perbedaan harga ini disebabkan karena perbedaan harga yang ditawarkan pedagang besar. Sedangkan tidak ada perbedaan harga di tingkat petani ke pedagang besar, pedagang besar ke konsumen, pedagang kecil ke pedagang pengecer dan dari pedagang pengecer ke konsumen dengan nilai coefficient of variance sama dengan 0 (nol). Harga jual dan harga ikan mujair dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Harga komoditas ikan mujair (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Pembeli Petani Tengkulak Petani Pedagang Besar Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang kecil Pedagang Besar Konsumen Pedagang Kecil Pedagang pengecer Pedagang Kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen
n
mean
SD
CV
min
max
4 2 5 6 2 3 6 3
8750 500.00 0.06 8000 9000 12000 0.00 0.00 12000 12000 11400 1341.64 0.12 10000 13000 13500 1000.00 0.07 12000 14500 16000 0.00 0.00 16000 16000 14000 0.00 0.00 14000 14000 14833 752.77 0.05 14000 16000 15000 0.00 0.00 15000 15000
55
Harga Zat Gizi Ikan Mujair Harga energi ikan mujair berkisar antara Rp 983.1,- sampai Rp 1685.4,per 100 Kal, sedangkan harga protein ikan mujair berkisar antara Rp 46.8,sampai Rp 80.2,- per g Energi dan protein terendah berada pada tingkat tengkulak, sedangkan harga energi dan protein tertinggi berada pada tingkat pedagang besar kepada konsumen. . Harga energi ikan mujair cukup mahal karena seperti halnya ikan mas dan mentimun, ikan mujair bukan merupakan sumber energi. Protein ikan mujair pada tingkat konsumen merupakan harga protein termurah jika dibandingkan dengan pangan lain yang diteliti. Harga energi dan protein secara lengkap disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Harga zat gizi ikan mujair di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Petani Petani Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer
Pembeli Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen Konsumen
Harga (Rp/Kg) 8750 12000 11400 13500 16000 14000 14833 15000
Harga Energi Protein (Rp/100Kal) (Rp/g) 983.1 46.8 1348.3 64.2 1280.9 61.0 1516.9 72.2 1797.8 85.6 1573.0 74.9 1666.6 79.3 1685.4 80.2
Ikan Bawal Saluran tataniaga Saluran tataniaga ikan bawal di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yaitu tengkulak, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga ikan bawal di desa Cihideung Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda. Saluran tataniaga ikan bawal di desa Cihideung Ilir terdapat beberapa saluran tataniaga , yaitu: Saluran tataniaga 1 : petani-tengkulak
-pedagang
besar-pedagang
kecil-
konsumen Saluran tataniaga 2 : petani-pedagang besar-pedagang kecil -konsumen Saluran distribusi ikan bawal pada berbagai lembaga tataniaga dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Saluran distribusi komoditas ikan bawal
56
57
Saluran tataniaga 1 Saluran tataniaga satu adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanitengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Harga jual ikan bawal di tingkat petani berkisar antara Rp 8500,- sampai Rp 10000,- per Kg ke tengkulak. Perbedaan harga ini disebabkan karena petani menjual ikan mujair kepada tengkulak yang berbeda. Harga jual ikan bawal dari tengkulak ke pedagang besar adalah antara Rp 10000,- sampai Rp 14000,- per Kg ikan bawal. Harga dari pedagang besar ke pedagang kecil seharga Rp 12000,- sampai 15000,- per Kg ikan bawal. Pedagang kecil kemudian menjual ikan mujair kepada konsumen dengan harga Rp 15000,- sampai Rp 17000,-per Kg. Saluran tataniaga 2 Saluran tataniaga dua adalah saluran tataniaga yang terdiri dari petanipedagang besar-pedagang kecil-konsumen. Saluran tataniaga dua ini dilakukan oleh 2 dari 6 orang petani ikan mujair. Saluran tataniga dua dipilih karena harga yang ditawarkan lebih tinggi Rp 1000,- sampai Rp 2000,- per Kg, jika dibandingkan apabila petani menjulal kepada tengkulak, namun konsekuensi yang ditanggung oleh petani adalah petani mengeluarkan biaya untuk ongkos transportasi ikan bawal ke pedagang besar. Harga jual ikan mujair dari petani ke pedagang besar adalah Rp 9000,- sampai Rp 10000 per Kg ikan bawal. Berdasarkan data harga ikan mas di berbagai tingkat distribusi diketahui bahwa harga yang paling beragam adalah pada tengkulak ke pedagang besar dengan nilai coefficient of variance 0.18 dan standar deviasi yang tinggi yaitu Rp 2061.55/Kg. Perbedaan harga ini disebabkan karena perbedaan harga yang ditawarkan pedagang besar. Harga jual dan harga ikan mujair dari petani sampai ke konsumen melalui lembaga tataniaga secara rinci dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Harga komoditas ikan bawal (Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Pembeli Petani Tengkulak Petani Pedagang Besar Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Konsumen
n
mean
4 2 4 5 5
9125 9500 11750 13800 15600
SD 629.15 707.11 2061.55 1303.84 894.43
CV
min
max
0.07 0.07 0.18 0.09 0.06
8500 9000 9000 12000 15000
10000 10000 14000 15000 17000
Harga Zat Gizi Ikan Bawal Harga energi ikan bawal berkisar antara Rp 1002.7,- sampai Rp 1714.3,per 100 Kal, sedangkan harga protein ikan bawal berkisar antara Rp 48,- sampai Rp 82.1,- per g. Harga energi dan protein tertinggi berda di tingkat konsumen,
58
sedangkan harga energi dan protein terendah berada pada tingkat tengkulak. Harga energi dan protein secara lengkap disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Harga zat gizi ikan bawal di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Petani Petani Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil
Pembeli Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Konsumen
Harga (Rp/Kg) 9125 9500 11750 13800 15600
Harga Energi Protein (Rp/100Kal) (Rp/g) 1002.7 48.0 1044.0 50.0 1291.2 61.8 1516.5 72.6 1714.3 82.1
Harga Pangan dan Gizi Data mengenai harga pangan dan gizi di tingkat konsumen disajikan pada table 26. Harga pangan termurah di tingkat konsumen per 100 gram BDD (berat dapat dimakan) adalah ketela pohon, yaitu Rp 266.7,-, sedangkan yang paling mahal yaitu ikan mas dengan harga Rp 2750,- per 100 gram BDD. Energi yang paling murah yaitu ketela pohon dengan harga Rp 129.9,- /100 Kal, disusul oleh beras giling Rp 196.0,-/100 Kal, ubi jalar Rp 340.9,-/100 Kal dan jagung Rp 464.8,- /100 Kal. Harga energi yang paling mahal adalah mentimun dengan harga Rp 6458.8,-/100 Kal, hal ini disebabkan karena mentimun bukan merupakan sumber energi. Tabel 26 Harga pangan dan gizi komoditas pangan yang diteliti di tingkat konsumen pada bulan Februari 2010 di Bogor. No
Pangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Beras giling Jagung Ubi jalar Ketela pohon Bengkuang Mentimun Ikan mas Ikan mujair Ikan bawal
Harga di tingkat konsumen (Rp) 100 g Energi Protein Fosfor BDD 100 Kal g mg 700.0 196.1 83.3 8.6 759.2 464.8 134.0 5.6 348.8 340.9 750.0 30.0 266.7 129.9 200.0 8.3 456.3 649.7 273.8 21.3 738.1 6458.8 2583.5 5.4 2750.0 2558.1 137.5 14.7 1875.0 1685.4 80.2 7.2 1950.0 1714.3 82.1 10.4
Harga protein termurah sampai yang paling mahal adalah ikan mujair Rp 80.2,-/g, ikan bawal Rp 82.1,-/g, beras giling Rp 83.3,-/g, jagung Rp 134,-/g, ikan mas Rp 137.5,-/g, ketela pohon Rp 200,-/g, bengkuang Rp 273.8,-/g, ubi jalar Rp 750,-/g, dan yang termahal adalah mentimun Rp 2583.5,-/g. Seperti halnya energi, protein mentimun merupakan yang paling mahal, sehingga mentimun bukan merupakan sumber energi maupun protein.
59
Harga fosfor yang paling murah sampai yang paling mahal adalah mentimun Rp 5.4,-/mg, jagung Rp 5.6,-/mg, ikan mujair Rp 7.2,-/mg, beras giling Rp 8.6,-/mg, ikan bawal Rp 10.4,-/mg, ikan mas Rp 14.7,-/mg, bengkuang Rp 21,3,-/mg, dan yang termahal adalah ubi jalar dengan harga Rp 30,-/mg. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mentimun bukan merupakan sumber energi dan protein yang baik karena harga gizinya mahal, namun mentimun merupakan sumber fosfor yang baik karena harganya yang paling murah diantara pangan lain yang diteliti. Energi yang paling murah adalah pada ketela pohon,
dan
protein
yang
paling
murah
adalah
pada
ikan
mujair.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saluran tataniaga pangan di desa Cihideung Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Saluran tataniaga beras meliputi petani - tengkulak – penggilingan - pedagang besar - pedagang pengecer – konsumen. Saluran tataniaga jagung, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, ikan mas, dan ikan mujair meliputi petani – tengkulak pedagang besar - pedagang kecil - pedagang pengecer – konsumen. Saluran tataniaga ikan bawal meliputi petani - tengkulak - pedagang besar - pedagang kecil – konsumen. Harga pangan dan zat gizi dari petani ke konsumen mempunyai rentang yang berbeda-beda setiap pangan. Harga beras di tingkat konsumen mencapai 2x harga ditingkat produsen atau petani. Harga jagung di tingkat konsumen mencapai 3.7x harga di tingkat petani. Harga ubi jalar di tingkat konsumen mencapai 3.7x harga di tingkat petani. Harga ketela pohon di tingkat konsumen mencapai 6.6x harga di tingkat petani. Harga bengkuang di tingkat konsumen mencapai 2.1x harga di tingkat petani. Harga mentimun di tingkat konsumen mencapai 4.6x harga di tingkat petani. Harga ikan mas di tingkat konsumen mencapai 1.3x harga di tingkat pembudidaya. Harga ikan mujair di tingkat konsumen mencapai 1.7x harga di tingkat pembudidaya. Harga ikan bawal di tingkat konsumen mencapai 1.7x harga di tingkat pembudidaya. Harga energi yang paling murah yaitu pada ketela pohon dengan harga Rp 129.9,- /100 Kal, harga protein yang paling murah terdapat pada ikan mujair dengan harga Rp 80.2,-/g, dan harga fosfor termurah terdapat pada mentimun dengan harga Rp 5.4,-/mg. Saran Berdasarkan penelitian ini maka saran yang dapat saya berikan adalah: 1. Revitalisasi program pemanfaatan pekarangan untuk pangan jagung, ubi jalar, ketela pohon, dan mentimun. 2. Semakin panjangnya jalur distribusi pangan melalui lembaga atau saluran tataniaga membuat harga di tingkat petani menjadi lebih rendah dan harga di tingkat konsumen menjadi lebih mahal sehingga disarankan memperpendek saluran tataniaga dengan cara membentuk gabungan kelompok tani (Gapoktan) sehingga akan lebih efisien.
DAFTAR PUSTAKA Baliwati YF & Roosita K. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya Dahl DC & Hammond JW. 1987. Market and Price Analisis the Agriculture Industry. New York: Mc Grawhill Book Company. Darjanto & Murjanti 1980. Ketela Pohon. Bogor: Yayasan Dewi Sri. Farida Ida. 2010. Sistem Pangan dan Gizi. http://ikmcendekia.wordpress.com/2010/06/01/sistem-pangan-dan-gizi/ [21 April 2011] Hardinsyah. 1985. Ekonomi Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid Ke-3. Jakarta:Yayasan Sarana Wana Jaya. Khomsan A et al. 2009. Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor dan Nestle Foundation. Kohls RL dan JN Uhl. 2002. Marketing of Agriculture Products. London:New York an Coller Macmillan Publishing. Limbong WH & P Sitorus. 1985. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES Persagi. 2005. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas. 1999. Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi, dan Gizi, jilid 3. Herison Catur [Penterjermah]. Bandung:Penerbit ITB. Sudiyono. 2002. Karakteristik Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya. Saefudin & Hanafiah. 1983. Siklus dan Skala Pemasaran.Jakarta:UI Pres. Susanto Heru. 2006. Budidaya ikan di Pekarangan. Jakarta: Penebar Swadaya. Westphal dan Jansen. 1993. Plant Resources of South-East : Basic List of Species and Commodity Grouping. Porsea, Bogor.www.repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/12192/F08fde. pdf Vaas K. F & A E Hofstede. 1952. Studies on Tilapia mossambica in Indonesia. Contr. Inl. Fish. Res. St. 1:1-88. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0044848675901015
LAMPIRAN
62
Lampiran 1 KUESIONER
Analisis Harga Pangan dan Zat Gizi Pada Tingkat Produsen Sampai Konsumen di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor
Nama Petani
: C1 ........................................................................................
RT
: C2 ........................................................................................
RW
: C3 ........................................................................................
Desa/Kelurahan
: C4........................................................................................
Kecamatan
: C5 ........................................................................................
Kabupaten
: C6 .......................................................................................
Tanggal Wawancara
: C7 ................................................................................................
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
63
Sheet 2: Sosek kel A. SOSIAL EKONOMI KELUARGA A1
A2 No. resp
No.
A3
Nama
A4 A51 Jenis Kelamin (L/P)
A52 Status dalam Klg
A6
A7
Umur Tahun Bulan
Pekerjaan Utama
Pend. Terakhir
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Sheet 3: Income B. PENDAPATAN B1
B2
No. Resp
B3B4B5B6 Anggota
Pendapatan:
Keluarga
Rp per Jenis Pekerjaan*)
Hari
Minggu
Bulan
Tahun
Jumlah Hari Kerja hari/ mgg/ bln/ mgg bln thn
1. Suami
2. Istri
3. Lainnya Keterangan: *) 1= tidak bekerja, 2=petani, 3=pedagang, 4=buruh tani, 5=buruh non tani, 6=PNS/ABRI/Polisi, 7=Jasa (tk. ojek, tk. cukur, calo), jika tidak termasuk ke dalam kode, maka sebutkan jenis pekerjaannya.
64
Sheet 4: Luas Lahan D. Aset Lahan Pertanian D1 No 1 2 3 4 5 6 7
D2
Jenis Lahan Sawah Irigasi Sawah ½ Irigasi Sawah Tadah Hujan Sawah Pasang Surut Ladang/Kebun Pekarangan Kolam/Empang
Luas (m3)
D3 Status Kepemilikan
Status Kepemilikan Lahan Pertanian : 1. Sendiri 2. Sewa 3. Lain-lain
Sheet 5: Usaha E. Usaha Komoditi yang dibudidayakan Varietas/Spesies Konsumen A.
Serelia 1. Padi 2. Jagung 3. Kacang Kedelai 4. Kacang Tanah 5. Kacang Panjang B. Umbi-Umbian 1. Ketela Pohon 2. Ubi Jalar 3. Umbi-Umbian Lain C. Sayuran 1. Cabe 2. Tomat 3. Mentimun 4. Buncis 5. Terong 6. Selada D. Buah-Buahan 1. Jeruk 2. Pepaya 3. Pisang 4. Jambu Air 5. Jambu Klutuk E. Ternak dan Ikan 1. Ayam Kampung 2. Ikan Bawal 3. Ikan Mas
Harga jual ke (Rp) Pedagang Pedagang kecil besar
Tengkulak
65
Lampiran 2 Data pengolahan untuk harga pangan Komoditi yang dibudidayakan Varietas/Spesies A.
Serelia 1. Padi 2. Jagung 3. Kacang Kedelai 4. Kacang Tanah 5. Kacang Panjang
B.
Umbi-Umbian 1. Ketela Pohon 2. Ubi Jalar 3. Umbi-Umbian Lain
C.
Sayuran 1. Cabe 2. Tomat 3. Mentimun 4. Buncis 5. Terong 6. Selada
D.
Buah-Buahan 1. Jeruk 2. Pepaya 3. Pisang 4. Jambu Air 5. Jambu Klutuk
E.
Ternak dan Ikan 4. Ayam Kampung 5. Ikan Bawal 6. Ikan Mas
Petani
Harga di Berbagai Tingkat Distribusi (Rp) Pengumpul Pedagang Pedagang besar kecil
Konsumen
Lampiran 3 Tabulasi harga pangan( Rp/Kg) di berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual Pembeli Petani Tengkulak Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer Pedagang Kecil Konsumen Pedagang pengecer Konsumen
n
mean
SD
CV
min
max
66
Lampiran 4 Tabulasi harga zat gizi pangandi berbagai tingkat distribusi Harga Dari Penjual
Pembeli
Petani Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang Kecil Pedagang pengecer
Tengkulak Pedagang Besar Pedagang Kecil Pedagang pengecer Konsumen Konsumen
Harga (Rp/Kg)
Harga Zat Gizi Energi Protein (Rp/Kal) (Rp/g)