PERSEPSI PEMUDA PENCARI KERJA TERHADAP PEKERJAAN SEKTOR PERTANIAN DAN PILIHAN PEKERJAAN DI DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR
MEZIRIATI HENDRI
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Pemuda Pencari Kerja terhadap Pekerjaan Pertanian dan Pilihan Pekerjaan di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Insititut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014 Meziriati Hendri
NIM I34100008
ABSTRAK MEZIRIATI HENDRI. Persepsi Pemuda Pencari Kerja terhadap Pekerjaan Pertanian dan Pilihan Pekerjaan di Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi pemuda pencari kerja terhadap pekerjaan di sektor pertanian dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta menganalisis pekerjaan yang menjadi pilihan bagi pemuda Desa Cihideung Udik. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yang diperkuat dengan data kualitatif. Responden terdiri dari 40 orang pemuda pencari kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor internal pencari kerja seperti: berjenis kelamin perempuan, memiliki keterampilan dan memiliki pengalaman kerja, dan faktor-faktor eksternal seperti status sosial ekonomi rendah, tingkat kosmopolitan rendah dan sosialisasi pekerjaan non pertanian mempengaruhi persepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian. Para pemuda pencari kerja desa penelitian lebih memilih pekerjaan di luar pertanian seperti di industri atau pabrik yang berada di daerah Bogor atau Jakarta. Kata-kata kunci: persepsi, pencari kerja, pemuda desa, pekerjaan pertanian, pekerjaan non pertanian
ABSTRACT MEZIRIATI HENDRI. Perception on Agriculture Jobs and and Job Preference Among Youth Unemployed in Cihideung Udik, Ciampea District, Bogor Regency. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI This research aim to analyse the perception on agricultural employment, and to analyse job preferences among rural youth unemployed in Cihideung Udik village. This research was conducted using quantitative research approach enhanced with qualitative data. The number of respondents were 40 youth job seekers. The research result shows that job seekers internal factors, such as, women, have some skills and some job experience, as well as, external factors such as, low socio economic level, less cosmopolitant, and no agricultural employment experiences tend to have negative perceptions on agricultural employment. Rural youth unemployed in this village prefer to work in non agricultural sectors, such as in manufacturing sector in area around Bogor and Jakarta. Keywords : perception, unemployment, rural youth, agricultural employment, non agricultural employment
iv
PERSEPSI PEMUDA PENCARI KERJA TERHADAP PEKERJAAN SEKTOR PERTANIAN DAN PILIHAN PEKERJAAN DI DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR
MEZIRIATI HENDRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
v
Judul Skripsi
Nama NIM
: Persepsi Pemuda Pencari Kerja terhadap Pekerjaan Pertanian dan Pilihan Pekerjaan di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor : Meziriati Hendri : I 34100008
Disetujui oleh Dosen Pembimbing
Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Pengesahan : -----------------------
Judu} Skripsi
Persepsi Pemuda Pencari Kerja terhadap Pekerjaan Pertanian dan Pilihan Pekerjaan di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Meziriati Hendri 134100008
Nama NIM
Disetujui oleh
Dosen Pembimbing
Dr Ir E
Tanggal Pengesahan
,
~
--
2 7 JA ~l 201(
-~--
m MS
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi Pemuda Pencari Kerja terhadap Pekerjaan Pertanian dan Pilihan Pekerjaan di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor”dengan baik. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dariberbagai pihak yang mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran serta kritik yang membangun hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr Nurmala K. Pandjaitan, MS.DEA dan Ir Siti Sugiah M. Mugniesyah, MS selaku dosen penguji utama dan dosen penguji akademik dalamujian kelulusan yang telah berkenan untuk memberikan arahan, saran dan kritik yang membangun untuk penulisan skripsi ini. 3. Keluarga tersayang, Papa dan Mama (Papa Yanizulhendri dan Mama Resita Eliza), abang Bobi Hendri, adek Rihhadatul Aisy Hendri, yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil, doa, kasih sayang, dan kesabaran 4. Keluarga Haders tercinta, Ayu, Lola, Indah, Yani, Amel, Mira, Deni, Wilda dan 414 tersayang Sekar, Ika, Tita, yang selalu memberikan semangat, bantuan, kebahagiaan dan arti sahabat, saudara dan keluarga bagi penulis 5. Keluarga FORCES 8 dan Minang Vaganza 2013 yang telah mengajarkan arti persahabatan, persaudaraan, dan profesionalitas bagi penulis 6. Sahabat-sahabat penulis yaitu Hermin Rahayu Pertiwi, Vina Rahmadhini, Oktaviola, Rahmy, Natrisya Sekar Arum, Mutmainna, Dinasti, Sara Endarwati, dan kelompok KKP Cisalada Sahda, Puput, Yoga, Desti, Husna, Yunus, serta sahabat sejak SMA Putri dan Jansen yang senantiasa mendukung dalam proses pembelajaran, memberi semangat dan motivasi bagi penulis. 7. Cita, Pak Misnan dan keluarga, beserta warga Desa Cihideung Udik yang senantiasa membantu dalam proses penelitian ini sehingga penulis dapat melakukan penelitian dengan lancar. 8. Teman-teman SKPM angkatan 47 yang telah bersama-sama berproses dalam belajar pengembangan masyarakat dan komunikasi. 9. Semua pihak yang telah memberikan semangat dan motivasi, terima kasih.
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL PENDAHULUAN Latar belakang Masalah penelitian Kegunaan Penelitian
ix 1 1 3 4
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Kerangka Pemikiran Hipotesis penelitian Definisi Operasional
5 5 13 14 15
PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Teknik Pengumpulan Data Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Sampling Teknik Pengolahan dan Analisis Data
17 17 17 17 18 18
GAMBARAN UMUM LOKASI Kondisi Geografis Demografi Pendidikan Agama Sarana Kesehatan Sarana dan Prasarana Ekonomi Situasi Ketenagakerjaan
21 21 21 23 24 24 25 25
GAMBARAN UMUM RESPONDEN Karakteristik pribadi Riwayat Pekerjaan Ikhtisar
27 27 28 33
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI TERHADAP PEKERJAAN PERTANIAN Persepsi terhadap pekerjaan pertanian Faktor internal Hubungan faktor internal dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian Faktor Eksternal Hubungan faktor eksternal dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian Ikhtisar
35 35 39 41 44 55 58
PILIHAN PEKERJAAN PEMUDA DESA Pekerjaan pertanian
59 59
viii
Pekerjaan di sektor non pertanian Daerah pilihan bekerja Harapan pendapatan Ikhtisar
61 63 64 65
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
67 67 67
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
69 73 85
ix
DAFTAR TABEL 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Luas dan persentase pola penggunaan tanah di Desa Cihideung Udik tahun 2009 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cihideung Udik berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur, Agustus 2013 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cihideung Udik yang sekolah berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2002 dan tahun 2012 Jumlah sarana pendidikan di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Jumlah sarana kesehatan di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Jumlah sarana dan prasarana ekonomi di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Jumlah penduduk Desa Cihideung Udik yang bekerja menurut jenis pekerjaan, tahun 2012 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis sekolah menengah Jumlah dan persentase pemuda berdasarkan kegiatan Jumlah dan persentase responden yang langsung mencari pekerjaan setelah lulus sekolah Jumlah dan persentase responden berdasarkan lamaran yang pernah lolos Jumlah dan persentase responden berdasarkan lamaran pekerjaan yang diajukan Jumlah dan persentase sumber informasi lowongan pekerjaan responden Jumlah dan persentase persepsi pemuda Desa Cihideung Udik terhadap pekerjaan pertanian Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin Jumlah dan persentase responden yang memiliki keterampilan Jumlah dan persentase pengalaman bekerja yang dimiliki responden Jumlah dan persentase persepsi pekerjaan pertanian berdasarkan faktor internal responden Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan lahan Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan orangtua
21 22
23 24 24 25 25 27 28 29 29 30 30 31 38 39 39 40 41 45 46
x
22. Jumlah dan persentase responden berdasarkan ketetapan pekerjaan 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.
kepala keluarga Jumlah dan persentase responden berdasarkan total pendapatan orangtua perbulan Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan orangtua Jumlah dan persentase pemuda berdasarkan status sosial ekonomi keluarga Jumlah dan persentase responden berdasarkan topik yang disukai ketika mengakses internet dan televisi Jumlah dan persentase responden berdasarkan waktu yang dihabiskan untuk mengakses media massa dalam sehari Jumlah responden berdasarkan kota yang pernah dikunjungi Jumlah responden berdasarkan tujuan mengunjungi kota Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah kota yang pernah dikunjungi Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kosmopolitan Jumlah dan presentase responden berdasarjan jenis pekerjaan yang diharapkan orangtua Jumlah dan persentase persepsi pekerjaan pertanian berdasarkan faktor eksternal responden Jumlah dan persentase minat bekerja pemuda Desa Cihideung Udik Jumlah dan persentase persepsi terhadap pekerjaan sektor pertanian berdasarkan minat bekerja responden Jumlah dan persentase responden berdasarkan pilihan pekerjaan Jumlah dan persentase responden berdasarkan harapan pendapatan
46 47 48 48 49 50 51 51 52 52 54 55 59 61 62 65
xi
DAFTAR GAMBAR
Penurunan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian dari tahun 2008-2012 2. Kerangka Pemikiran 3. Persentase daerah lamaran pekerjaan responden 4. Persentase alasan berhenti bekerja responden 5. Proporsi upah yang didapatkan responden per bulan ketika bekerja 6. Persentase penilaian pemuda terhadap tingkat kelelahan bekerja di pertanian 7. Persentase penilaian pemuda tentang orang yang cocok bekerja di pertanian berdasarkan umur 8. Persentase penilaian pemuda mengenai orang yang cocok bekerja di pertanian dari segi pendidikan 9. Jenis pekerjaan yang pernah dimasuki responden yang memiliki pengalaman bekerja 10. Responden yang diperkenalkan dan diharapkan bekerja di pertanian 11. Daerah pilihan bekerja responden
1.
2 14 31 32 33 35 37 37 41 53 63
DAFTAR LAMPIRAN
1. 2. 3. 4. 5.
Kuesioner Panduan Wawancara Mendalam Kerangka Sampling Hasil Olah data SPSS Pelaksanaan Penelitian Tahun 2013
73 79 80 81 83
1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk di Indonesia saat ini yaitu mencapai 237,6 juta jiwa (BPS 2010) dan dari keseluruhan total penduduk tersebut 34 persen merupakan pemuda yaitu penduduk yang berumur 15-35 tahun. Umur tersebut merupakan umur yang sangat prima bagi manusia dan pada umur tersebutlah biasanya orang mulai masuk ke dalam dunia kerja. Permasalahan yang belum kunjung terselesaikan dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia yaitu masalah pengangguran. Pengangguran adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan (BPS 2013). Sejalan dengan hal tersebut, Depnakertrans (2012) menyatakan bahwa jumlah pengangguran terbuka atau penduduk yang sedang mencari kerja di Indonesia tergolong tinggi yaitu sebanyak 7.244.956 jiwa dan 40 persen diantaranya merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas atau sederajat. Pendidikan masyarakat di Indonesia saat ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini terlihat dengan peningkatan angka partisipasi pendidikan masyarakat Indonesia yang tidak hanya di daerah perkotaan, akan tetapi juga sudah mulai merata sampai ke daerah pedesaan. Tentunya hal ini menjadi suatu nilai tambah yang bagus dengan meningkatnya kualitas sumber daya manusia di negeri ini. Simanjuntak (1985) berpendapat bahwa pendidikan tidak hanya meningkatkan pengetahuan, tetapi juga keterampilan dan produktivitas kerja yang nantinya akan meningkatkan penghasilan yang didapatkan. Terutama untuk daerah pedesaan yang sebagian besar masih berada oleh sektor primer. Hal ini seharusnya akan semakin meningkatkan produktifitas dan hasil dari berbagai sektor primer yang ada di desa, salah satunya seperti bidang pertanian. Akan tetapi hal yang ditemukan saat ini yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang semakin menurunkan minatnya ke arah pertanian. Fenomena ini semakin diperkuat oleh data penduduk yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2008-2012 ini, data tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah masyarakat yang bekerja di sektor ini secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir (Gambar 1). Prihatmoko (2013) menyatakan bahwa berdasarkan data BPS jumlah tenaga kerja di sektor pertanian merosot tajam dari 42,28 juta orang pada Februari 2011 hingga sebanyak 39,96 juta orang pada Februari 2013.Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kerja di Indonesia mulai banyak beralih ke sektor di luar pertanian.
2 41 40
Persentase
39 38 37 36 35 34 33 32 2008
2009
2010
2011
2012
Tahun
Sumber: Diolah dari data Depnakertrans 2008-2012 Gambar 1 Penurunan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian dari tahun 2008-2012 Peningkatan pendidikan yang mereka miliki mendorong mereka untuk lebih cenderung mencari pekerjaan yang lebih baik. Raharjo (2004) mengemukakan hasil penelitian di Missouri (AS) yang mendapatkan kenyataan bahwa pemuda yang mempunyai tingkat pendidikan atau kecakapan terbaik telah meninggalkan daerah sektor pertanian dan beranjak ke daerah non pertanian seperti kota. Dalam kata lain, pemuda desa saat ini terutama yang telah berpendidikan minimal SMA sederajat cenderung untuk tidak berminat lagi dan memiliki persepsi kurang baik terhadap pekerjaan pertanian walaupun masih berada di lingkungan daerah pertanian. Dewasa ini telah terdapat beberapa penelitian yang melihat pandangan atau persepsi pemuda terhadap pekerjaan di sektor pertanian, seperti penelitian yang dilakukan oleh Herlina (2002) yang meneliti tentang orientasi nilai kerja pemuda pada keluarga petani perkebunan, penelitian yang dilakukan oleh Anshori (2011) mengenai persepsi dan minat pemuda terhadap pekerjaan pertanian, kemudian penelitian Chandra (2004) yang meneliti mengenai persepsi pemuda desa terhadap pekerjaan di pertanian dan minat bekerja di kota. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, Chandra (2004) merekomendasikan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang persepsi pemuda desa yang sudah tidak bekerja di sektor pertanian terhadap pekerjaan pertanian untuk memperkuat hasil penelitiannya. Penelitian mengenai persepsi pemuda terhadap pekerjaan pertanian ini pada umumnya masih terfokuspada pemuda secara keseluruhan (umur 15-35 tahun) dengan beragam tingkat pendidikan dan bekerja disektor pertanian. Namun demikian ditengah peningkatan pendidikan hingga ke pedesaan dan banyaknya pemuda pencari kerja saat ini, masih jarang terlihat penelitian mengenai persepsi pemuda pencari kerja yang berpendidikan terhadap pekerjaan pertanian.Rakhmat (2003) mengatakan bahwa persepsi seseorang mengenai suatu hal akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap hal tersebut. Pemuda desa saat ini telah banyak yang meninggalkan pekerjaan pertanian, terlihat dengan usaha mereka untuk melamar di berbagai sektor pekerjaan lain dan mengalami beberapa kali pergantian pekerjaan di luar sektor pertanian. Pemuda yang melakukan hal ini
3
masih berada pada wilayah dengan sektor pertanian yang menjadi mayoritas pekerjaan penduduk. Hal ini seperti yang ditemukan pada pemuda di Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Melihat fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan sebenarnya bagaimanakah persepsi pemuda pencari kerja yang berpendidikan terhadap sektor pertanian saat ini? Masalah penelitian Desa Cihideung Udik merupakan daerah pertanian dan sebagian besar masyarakatnya masih bertani. Hal ini tentu memberikan penilaian tersendiri bagi pemuda desa yang lahir dan hidup di lingkungan pertanian tersebut.Penilaian atau interpretasi seseorang tentang bagaimana memandang atau mengartikan sesuatu yang ditangkap oleh alat indranya disebut dengan persepsi (Leavit 1978). Persepsi seseorang tentang sejauh mana lingkungan memuaskan dan mengecewakan akan mempengaruhi perilaku orang tersebut dalam lingkungan itu (Rakhmat 2003). Pemuda pencari kerja yang berada pada lingkungan pertanian ini telah meninggalkan pekerjaan pertanian dan berlomba mencari pekerjaan di luar sektor pertanian. Melihat fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimanakah persepsi pemuda desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian di Desa Cihideung Udik? Semakin meningkatnya pendidikan termasuk hingga ke pedesaan membuat masyarakat desa khusunya pemuda yang telah berpendidikan saat ini mulai memikirkan pekerjaan-pekerjaan lain yang berada di luar sektor pertanian. Melihat fenomena tersebut, menimbulkan pertanyaan bagaimanakah pilihan pekerjaan pada pemuda pencari kerja di Desa Cihideung Udik? Persepsi atau pandangan pemuda terhadap pekerjaan sektor pertanian tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yunita (2011) menjelaskan faktor yang mempengaruhi pandangan dan pengetahuan seseorang terhadap sesuatu adalah karakteristik yang ada di setiap individu tersebut, yang terbagi atas dua kelompok besar yaitu yang berasal dari diri individu itu sendiri (internal) maupun faktor yang berasal dari luar diri individu (eksternal). Untuk itu, perlu diketahui apakah faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pemuda pencari kerja berpendidikan terhadap pekerjaan di sektor pertanian di Desa Cihideung Udik? Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis persepsi pemuda desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian. 2. Menganalisis pilihan pekerjaan pada pemuda pencari kerja di Desa Cihideung Udik. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap pekerjaan sektor pertanian pada pemuda pencari kerja di Desa Cihideung Udik
4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan. Bagi akademisi penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya mengenai kondisi tenaga kerja muda di desa secara umunya dan pilihan pekerjaan pemuda desa saat ini secara khususunya. Selain itu, bagi pemerintah diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan meningkatkan perhatian terhadap kondisi pemuda dan ketenagakerjaan pertanian di desa. Kemudian bagi masyarakat diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai fakta tentang kondisi tenaga kerja muda di bidang pertanian saat ini.
5
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka Pemuda Pada publikasi penyajian informasi Kementerian Pemudadan Olahraga Tahun 2006 dan 2007, yang disebut dengan pemuda adalah penduduk yang berumur 15-35 tahun. Namun, berdasarkan Rancangan Undang-Undang Kepemudaan Tahun 2008, penyebutan pemuda ditujukan untuk penduduk yang berumur 18-35 tahun. Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 disebutkan secara jelas bahwa umur di bawah 18 tahun dikategorikan sebagai anak. Sehingga definisi pemuda yang digunakan pada publikasi tahun 2008 tidak memasukkan anak (15-17 tahun) sebagai bagian dari pemuda (Kemenpora 2008). Berdasarkan definisi pemuda yang disebutkan sebelumnya, posisi pemuda yaitu berada diatas masa anak-anak dan remaja. Rohmad (1998) mengatakan pemuda merupakan suatu masa transisidari masa remaja kepada masa dewasa. Pemuda telah dapat dikategorikan ke dalam angkatan kerja karena melihat umur pemuda yang digolongkan mulai dari 16 tahun menurut Undang-Undang nomor 40 tahun 2009 dan 18 tahun menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak walaupun umur tersebut masih termasuk ke dalam umur sekolah. Ada berbagai faktor yang menyebabkan pemuda memasuki angkatan kerja. Salah satunya karena sudah tidak bersekolah lagi, baik sukarela maupun terpaksa. Sukarela, misalnya apabila seseorang telah menamatkan jenjang pendidikan tertentu, sedangkan yang terpaksa, misalnya karena alasan ekonomi seseorang memilih putus sekolah sementara masih berkeinginan untuk melanjutkan sekolah, dengan kondisi tersebut terpaksa harus bekerja/mencari pekerjaan. Yulianto (1997) mengemukakan bahwa pemuda anak petani banyak yang mempunyai keinginan bekerja di luar sektor pertanian. Apalagi untuk mereka yang telah mencapai pendidikan setingkat SMU, mereka cenderung untuk memilih pekerjaan sendiri di luar sektor pertanian karena dirasa mampu bekerja pada suatu bidang pekerjaan tertentu, hal ini juga disebabkan oleh kesesuaian dengan tingkat pendidikan yang telah dicapainya. Pemuda yang bekerja sebagai staf atau buruh industri bekerja hanya karena status. Artinya mereka merasa malu dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya harus tetap bekerja sebagai petani. Rohmad (1997) mengatakan bahwa orientasi pemuda saat ini dapat dilihat dari beberapa sifat yaitu cara hidup yang terlalu berorientasi kekinian, pandangan hidup yang terlalu berorientasi pada status, sehingga sikapnya lebih berorientasi pada status daripada fungsi atau prestasi, serta pemuda saat ini lebih percaya pada koneksi daripada kompetisi secara terbuka.
6
Herlina (2002) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa pemuda mempersepsikan pekerjaan pertanian sebagai bidang yang tidak memiliki masa depan. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan pertanian yang sangat tergantung dengan kondisi alam (cuaca) sehingga sangat sulit untuk diprediksi. Faktor ketidakpastian dalam pekerjaan ini menjadi unsur kekhawatiran utama bagi mereka. Pencari kerja Dalam pendekatan labour force, angkatan kerja yaitu seseorang yang aktif secara ekonomi (mencari pekerjaan) dengan dua kemungkinan, yaitu mendapatkan pekerjaan yang digolongkan dengan bekerja (employed person) dan yang tidak atau belum mendapatkan pekerjaan yang digolongkan sebagai pengangguran (unemployed person) (Rusli 2012). Tenaga kerja (manpower) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (labor force) terdiri dari golongan yang bekerja, golongan menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lain-lain (penerima pendapatan). Ketiga golongan dalam kelompok angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering juga dinamakan sebagai potential labor force. Sumarsono (2003) mengungkapkan bahwa pencari kerja yaitu penduduk yang menawarkan tenaga kerja tapi belum berhasil memperoleh pekerjaan dianggap terus mencari pekerjaan . Kementrian Pertanian (2012) mengemukakan mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang pada saat survei orang tersebut sedang mencari pekerjaan, seperti mereka yang : a. belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan b.sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan. c.bekerja atau mempunyai pekerjaan, tetapi karena sesuatu hal masih berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lain. Usaha mencari pekerjaan ini tidak terbatas pada seminggu sebelum pencacahan, jadi mereka yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan dan yang permohonannya telah dikirim lebih dari satu minggu yang lalu tetap dianggap sebagai mencari pekerjaan asalkan seminggu yang lalu masih mengharapkan pekerjaan yang dicari ( BPS 2012). Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mencari pekerjaan. Setiawan (2007), Adi (2011) dan Suroso (2012) menemukan bahwa umur, harapan pendapatan, pendidikan, jenis SLTA, keterampilan, pengalaman bekerja dan jenis kelamin berpengaruh terhadap pilihan dan lama mencari kerja. Umur yaitu lama atau waktu yang telah dihabiskan untuk hidup. Umur memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap lama mencari kerja. Suroso (2012) mengatakan bahwa umur yang semakin tua akan semakin sulit untuk mencari kerja. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin lama waktu mencari pekerjaan terkait dengan tingginya aspirasi untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dan sebanding dengan return biaya pendidikannya. Pencari kerja dengan harapan pendapatan yang lebih tinggi akan memiliki waktu mencari kerja yang lebih lama (Setiawan 2007). Hal ini terkait dengan
7
pertimbangan bahwa dengan upah yang lebih tinggi pencari kerja akan cenderung menginginkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih layak sehingga ada kecenderungan akan mencari pekerjaan yang terbaik sehingga memakan waktu yang lebih lama. Selanjutnya pencari kerja yang mempunyai pengalaman kerja akan memiliki waktu mencari kerja yang lebih cepat dibanding pencari kerja yang tidak memiliki pengalaman pekerjaan sebelumnya Keterampilan adalah suatu kecekatan, kemampuan, dan keahlian seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dikuasainya. Setiawan (2007) mengungkapkan bahwa pengangguran terutama pada golongan yang terdidik terlihat relatif tinggi disebabkan oleh kurangnya keterampilan, terutama bagi mereka yang baru lulus dari pendidikannya. Tenaga kerja yang memiliki keterampilan kerja didukung tingkat pendidikan yang tinggi, maka tenaga kerja akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan yang tinggi dan didukung dengan kepemilikan keterampilan akan semakin memudahkan seseorang mendapatkan pekerjaan. Pilihan pekerjaan Desa di Indonesia dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu seperti desa pertanian, nelayan, pariwisata, dan lain-lain. Akan tetapi, desa yang paling banyak merupakan desa pertanian (Raharjo 2004). Hayami dan Kikuchi (1987) dalam Prabowo (2012) menyatakan bahwa ketika terjadi fragmentasi lahan di desa dan sektor pertanian tidak dapat lagi diharapkan sebagai sumber mata pencaharian, maka masyarakat akan menyiasati dengan berpartisipasi di kegiatan non pertanian. Dengan demikian terdapat dua pilihan pekerjaan secara garis besar yaitu pekerjaan sektor pertanian dan di luar sektor pertanian. Kementrian pertanian (2012) mengemukakan pekerjaan yang termasuk ke dalam sektor pertanian yaitu pertanian bercocok tanam, kehutanan dan perburuan serta perikanan. Pekerjaan non pertanian akan menjadi lebih luas karena banyaknya pilihan pekerjaan saat ini yang diluar sektor pertanian. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, mengklasifikasikan sektor non-pertanian sebagai sektor yang terdiri atas:(1) sektor pertambangan dan penggalian, (2) industri pengolahan, (3) sektor listrik, air, dan gas, (4) konstruksi, (5) perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi, (6) transportasi, pergudangan dan telekomunikasi, (7) lembaga keuangan, real estate, (8) jasa kemasyarakat, sosial dan perorangan. Belum berkembangnya agroindustri di perdesaan, sehingga usaha tani masih dominan di aspek produksi on farm dengan tingkat pendapatan yang relatif kecil dan belum berkembangnya usaha jasa pelayanan permodalan, dan teknologi, mengakibatkan citra petani dan pertanian lebih sebagai aktivitas sosial budaya tradisional, bukan sosial ekonomi yang dinamis dan menantang. Kondisi ini pada akhirnya kurang menarik minat generasi muda di perdesaan untuk bekerja dan berusaha di bidang pertanian, terlebih bagi mereka yang telah mengikuti pendidikan sekolah menengah ke atas (Kementrian Pertanian 2012). Apalagi bagi pemuda dewasa ini yang telah memiliki pendidikan, Rozany (1999) dalam Tarigan (2004) menyatakan dalam penelitiannya di Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Jawa Timur menemukan bahwa tenaga kerja muda bujangan dan terdidik lebih memilih pekerjaan non pertanian karena menjanjikan
8
pendapatan yang lebih tinggi dan merasa lebih terhormat. Akhirnya sebagai bentuk penolakan terhadap pekerjaan pertanian, banyak angkatan kerja pedesaan yang bermigrasi ke kota. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi pilihan pekerjaan pemuda desa saat ini .Malau (2011) yang mengungkapkan bahwa terjadi lonjakan jumlah tenaga kerja di sektor industri dan konstruksi pada bulan Agustus 2011. Tercatat, jumlah tenaga kerja di sektor industri naik sebesar 840 ribu orang, sedangkan pada sektor konstruksi peningkatakan jumlah tenaga kerja sebesar 750 ribu orang. Sejalan dengan hal tersebut, Rinihastuti (2010) menyatakan dalam hasil penelitiannya di Desa Sidoleren bahwa penyebab pemuda desa lebih memilih bekerja di sektor industri kecil dan rumah tangga adalah pandangan tentang pekerjaan di sektor industri itu lebih menyenangkan, santai, mendapatkan gaji yang tetap setiap bulannya dengan jumlah yang lebih besar. Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam memilih pekerjaan. Prabowo (2012) menemukan bahwa faktor pendidikan merupakan faktor yang paling mempengaruhi terhadap pilihan pekerjaan pemuda desa. Lain lagi halnya dengan yang ditemukan Sumarsono (2003) yang menyatakan bahwa pilihan pekerjaan dipengaruhi oleh upah, keterampilan, jam kerja dan pengalaman bekerja. Persepsi bekerja di sektor pertanian Khairani (2013) mengemukakan pengertian dari persepsi yaitu proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Ina (2012) menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Sejalan dengan hal tersebut, Rakhmat (2003) mengatakan bahwa persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal yaitu karakteristik orang yang memberikan respons terhadap stimuli dan faktor situasional merupakan situasi yang berada di luar diri orang tersebut. Leavit (1978) berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu penilaian atau interpretasi seseorang tentang bagaimana memandang atau mengartikan sesuatu yang ditangkap oleh alat indranya. Selain itu, menurut Kayam (1985) dalam Puspasari (2010) persepsi juga merupakan pandangan seseorang terhadap suatu objek sehingga individu tersebut memberikan reaksi tertentu yang dihasilkan dari kemampuan mengorganisasikan pengamatan yang berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. Pada dasarnya, persepsi merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Menurut Young (1951) dalam Yunita (2011) persepsi merupakan aktivitas mengindra, mengintegrasikan dan memberi penilaian pada objek fisik maupun sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan sosial yang ada di sekitarnya. Hal-hal yang ada di lingkungan akan diolah bersama dengan hal yang telah dipelajari sebelumnya baik itu berupa harapan, nilai dan sikap, ingatan, dan lain-lain.
9
Yunita (2011) menjelaskan faktor yang mempengaruhi persepsi adalah karakteristik yang ada di setiap individu tersebut, yang terbagi atas dua kelompok besar yaitu : 1. Karakteristik internal yang merupakan kondisi atau keadaan spesifik individu yang berkaitan langsung dengan dirinya yang meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan 2. Karakteristik eksternal yang merupakan kondisi atau keadaan seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungannya dan mempengaruhi persepsi atau penilaian seseorang, seperti lingkungan sosial budaya, interaksi antar individu, dan media komunikasi. Tidak jauh berbeda dengan Yunita (2011), Toha (2003) menyakatan bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terbangun dalam fikirannya dan berbeda beda satu dengan yang lainnya yaitu : 1. Faktor internal, berupa kondisi perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan, minat dan motivasi. 2. Faktor eksternal, berupa latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebudayaan sekitar, keberlawanan, pengulangan gerakan, hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan terhadap suatu objek. Faktor yang mempengaruhi persepsi pekerjaan sektor pertanian Chandra (2004) mengemukakan dalam penelitian yang dilakukannya di Desa Jambudipa bahwa pemuda desa secara keseluruhan memiliki persepsi yang baik terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya pemuda bekerja sebagai penggarap daripada buruh tani. Lain lagi halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Anshori (2011) di Desa Slamet Kabupaten Malang, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persepsi generasi muda pedesaan mengenai pekerjaan di sektor pertanian masih cukup baik, walaupun banyak pemuda yang tidak mau bekerja di sektor pertanian. Yunita (2011) mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi pandangan atau persepsi terhadap sesuatu terbagi atas dua kategori yaitu internal dan eksternal. Begitupun halnya dengan persepsi pemuda terhadap pekerjaan di sektor pertanian, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Chandra (2004) mengungkapkan faktor internal yang mempengaruhi persepsi pemuda terhadap pekerjaan di sektor pertanian yaitu umur, status pernikahan, dan tingkat pendidikan. Kemudian faktor eksternal yaitu tingkat kosmopolitan dan sosialisasi pekerjaan. Sejalan dengan Chandra (2004), Herlina (2002) menyatakan umur, jenis kelamin, status pernikahan dan tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi pemuda terhadap persepsi kerja sektor pertanian. Faktor eksternal yang berpengaruh yaitu kontak dengan media, sosialisasi dan sumberdaya lahan. Hal ini agak sedikit berbeda dengan yang dikemukakan Chandra (2004) dan Herlina (2002), Anshori (2011) mengungkapkan bahwa faktor pengalaman bekerja di sektor pertanian, luas kepemilikan lahan dan sosialisasi keluarga memiliki hubungan positif dengan persepsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian,
10
sedangkan pendidikan, pendapatan keluarga, upah diluar sektor pertanian, informasi dari luar desa tidak mempunyai hubungan dengan persepsi generasi muda terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Berdasarkan faktor – faktor yang dikemukakan di atas, dapat dilihat bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi pekerjaan pemuda dapat di bagi atas dua kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari keadaan spesifik individu yang berkaitan langsung dengan dirinya yang meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. Dalam kasus pemuda pencari kerja ini, keterampilan dan pengalaman bekerja dimasukkan ke dalam faktor internal karena hal yang berhubungan dengan diri individu dalam mencari pekerjaan. Jenis kelamin Jenis kelamin mempengaruhi persepsi seseorang terhadap pekerjaan di sektor pertanian hal ini seperti yang diungkapkan Herlina (2002) dalam penelitiannya bahwa berdasarkan pandangan masyarakat, anak perempuan yang belum menikah tidak pantas masuk ke sektor pertanian karena akan merusak penampilan dan melelahkan. Perempuan yang belum menikah lebih cenderung mempersepsikan pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan yang kurang baik dan kurang pantas untuknya karena pekerjaan pertanian identik dengan bekerja kasar dan keras yang membutuhkan tenaga yang kuat sehingga dinilai lebih cocok untuk laki-laki. Hal ini membuat mereka selalu menghindari pekerjaan pertanian. Umur Chandra (2004) menjelaskan bahwa di Desa Jambudipa, sebagian besar penduduk yang bekerja di sektor pertanian merupakan mereka yang berumur lanjut (40 tahun ke atas), sedangkan pemuda cenderung bekerja di sektor lain. Ketika dihubungkan dengan persepsi, pemuda mempunyai persepsi lebih rendah atau kurang baik terhadap pekerjaan pertanianjika dibandingkan dengan mereka yang berumur lebih tua (40 tahun ke atas). Pemuda lebih memilih bekerja di kota dengan alasan banyak pengalaman baru yang lebih menarik sedangkan pekerjaan di desa hanya untuk menyenangkan hati orang tua atau hanya untuk mencari rokok. Hampir sama dengan hasil penelitian Herlina (2002) yang mengatakan bahwa pemuda mempersepsikan pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan yang rumit dan melelahkan dan menilai pekerjaan pertanian kurang prospektif bagi masa depan mereka. Tingkat pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Tobing (1994) dalam Setiawan (2007) menyatakan bahwa semakin terdidik seseorang, harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan juga semakin tinggi. Hal tersebut membuat pemuda terdidik lebih suka
11
memilih menganggur daripada mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Dalam hasil penelitiannya, Herlina (2002) mengemukakan bahwa pemuda yang memiliki pendidikan lebih rendah cenderung untuk memiliki penilaian yang lebih baik terhadap pekerjaan pertanian karena keterbatasan mereka untuk masuk ke pekerjaan sektor lain yang membutuhkan persyaratan pendidikan dan keterampilan khusus. Berbeda dengan pemuda yang memiliki pendidikan lebih tinggi, mereka cenderung untuk memilih bekerja di luar sektor pertanian karena dinilai memiliki status sosial tinggi jika dibandingkan dengan pekerjaan pertanian. Pekerjaan seperti menjadi pegawai pabrik dan swalayan dinilai lebih baik karena tidak hanya menggunakan tenaga semata, tapi sedikit banyak membutuhkan pikiran. Status pernikahan Herlina (2002) mengatakan bahwa pemuda yang belum menikah, belum memiliki tanggung jawab yang besar, ia pun masih bisa meminta kepada orang tua untuk keperluan sehari-hari. Hal ini mengakibatkan tekanan untuk bekerja masih kecil sehingga masih selektif dalam pekerjaan. Lain halnya dengan pemuda yang telah menikah, tekanan ekonomi menjadi faktor utama dalam mencari pekerjaan, persepsinya dalam mencari pekerjaan adalah sumber uang, sehingga walaupun pekerjaan tersebut tidak diminatinya, ia akan tetap dikerjakan. Keterampilan Ketika seorang pemuda tidak memiliki keterampilan untuk bekerja di sektor formal maka ia akan cenderung untuk memiliki persepsi positif terhadap pekerjaan pertanian (Prambudi 2011). Keterampilan adalah suatu kecekatan, kemampuan, dan keahlian seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dikuasainya. Setiawan (2007) mengungkapkan bahwa pengangguran terutama pada golongan yang terdidik terlihat relatif tinggi disebabkan oleh kurangnya keterampilan, terutama bagi mereka yang baru lulus dari pendidikannya. Tenaga kerja yang memiliki keterampilan untuk bekerja di sektor formal dan didukung tingkat pendidikan yang tinggi, akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan yang tinggi dan didukung dengan kepemilikan keterampilan akan semakin memudahkan seseorang mendapatkan pekerjaan. Keberadaan keterampilan di luar pertanian ini berarti sebuah persiapan untuk memasuki lapangan pekerjaan di luar pertanian. Pengalaman bekerja Setiawan (2007) mengungkapkan bahwa variabel pengalaman kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap lama mencari kerja. Pencari kerja yang mempunyai pengalaman kerja akan memiliki waktu mencari kerja yang lebih cepat dibanding pencari kerja yang tidak memiliki pengalaman kerja. Terutama bagi mereka yang telah memiliki pengalaman bekeja di luar sektor pertanian. Ia akan cenderung untuk mencari pekerjaan di luar sektor pertanian dan
12
menghindari pekerjaan sektor pertanian karena dirasa pekerjaan di luar pertanian lebih enak dan memiliki pendapatan yang pasti. Dalam hal ini terlihat bahwa faktor internal yang mempengaruhi persepsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian dan pilihan pekerjaan yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, keterampilan dan pengalaman bekerja, namun untuk keperluan penelitian yang difokuskan kepada pemuda lulusan SMA dalam empat tahun terakhir yang sedang mencari pekerjaan, maka faktor internal dibatasi menjadi jenis kelamin, keterampilan, dan pengalaman bekerja, Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu, kondisi atau keadaan seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam hal pemilihan pekerjaan maupun persepsi pemuda desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian ini, faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu status sosial ekonomi keluarga, sosialisasi pekerjaan dan tingkat kosmopolitan Status sosial ekonomi keluarga Status atau kedudukan menurut Prasodjo dan Panjaitan (2003) merupakan tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Yulisanti (2000) dalam Lestarini (2007) mengungkapkan status sosial ekonomi ditentukan oleh pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilannya maka akan semakin tinggi pula status sosial ekonomi seseorang. Basrowi dan Juariyah (2010) mengungkapkan status sosial ekonomi berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi itu sendiri yaitu posisi individu dan kelompok yang berkenaan dengan ukuran rata-rata yang berlaku umum tentang pendidikan, pemilikan barang-barang, dan patisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Sementara itu, menurut Sudibyo (1996) kondisi sosial ekonomi adalah keadaan seseorang atau sekelompok orang yang dapat dilihat dari faktor tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat pendapatan, kekayaan, pemilikan barang barang berharga serta kedudukannya di tengah tengah masyarakat. Pada desa agraris, lahan merupakan barang berharga. Kepemilikan lahan mengindikasikan bahwa suatu rumah tangga akan menjadi lebih baik dan dapat terlibat dalam aktivitas ekonomi pertanian. Selain itu, kepemilikan lahan juga dapat menjadi indikasi kesejahteraan rumah tangga sehingga anggota rumah tangga dapat mengambil keuntungan dengan berpartisipasi di kegiatan non pertanian. Dalam hubungannya dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian Chandra (2004) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki lahan cenderung memiliki persepsi yang lebih baik terhadap pekerjaan sektor pertanian. Cartmel (2000) mengungkapkan bahwa keluarga sangat menentukan dalam proses mendapatkan pekerjaan. Suyanto dan Sudarso (2004) menyatakan mereka yang sudah berada pada lapisan atas yaitu yang memiliki kedudukan di suatu masyarakat, pada umumnya berusaha untuk mempertahankan status yang sudah ada, sehingga mereka juga tidak akan membiarkan anaknya memiliki pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi kehidupannya. Pekerjaan merupakan aspek pelapisan sosial yang penting karena begitu banyak segi kehidupan lainnya
13
yang berhubungan pekerjaan. Apabila jenis pekerjaan seseorang diketahui, maka akan mudah untuk menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar hidup, teman, jam kerja dan kebiasaan sehari-hari keluarga orang ini (Setiadi dan Kolip 2010) . Sosialisasi pekerjaan Sosialisasi yaitu proses seseorang memperoleh pengetahuan, nilai dan sikap. Suyanto dan Narwoko (2011) mengungkapkan bahwa sosialisasi adalah proses belajar dan pengembangan budaya dari generasi tua kepada generasi muda. Melalui sosialisasi individu masyarakat belajar mengetahui dan memahami tingkah dan tindakan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan. Herlina (2002) menemukan fakta dalam penelitiannya bahwa orangtua telah mensosialisasikan agar anaknya tidak bekerja pada sektor pertanian, para orang tua memberikan pandangan kalau bekerja di sektor pertanian itu capek, dipandang rendah, dan masa depannya tidak terjamin. Hal ini menyebabkan pemuda desa memiliki pandangan atau penilaian yang kurang baik terhadap pekerjaan pertanian sehingga mencoba untuk keluar dari sektor pertanian tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Chandra (2004) menemukan bahwa semakin baik sosialisasi pekerjaan pertanian maka akan semakin baik persepsi pemuda terhadap pekerjaan pertanian tersebut. Tingkat kosmopolitan Menurut Murtiyanti (2005) kekosmopolitan adalah keterbukaan seseorang terhadap informasi dengan melakukan kunjungan ke kota atau desa lainnya untuk mendapatkan berbagai informasi. Tingkat kosmopolitan dapat diukur dari perkembangan sumber inovasi baru, antara lain media elektronik (TV, radio, telepon), media cetak (surat kabar, tabloid, majalah) dan bepergiannya keluar daerah tempat tinggal mereka atau keluar desa (Parlina 2012). Selain itu, Chandra (2004) menambahkan tingkat kosmopolitan dapat juga dilihat dari keterdedahan dengan media massa. Tingkat kosmopolitan ini memiliki hubungan negatif dengan pekerjaan pertanian, ketika tingkat kosmopolitan pemuda rendah maka ia akan cenderung untuk memiliki persepsi yang tinggi atau lebih baik terhadap pekerjaan pertanian. Kerangka Pemikiran Jumlah tenaga kerja di bidang pertanian mengalami penurunan di setiap tahunnya, terlihat dari tahun 2008-2012 tenaga kerja pertanian menurun sebesar 6 persen (Depnakertrans 2012). Meningkatnya pendidikan dewasa ini hingga ke daerah pedesaan merubah pandangan pemuda terhadap pekerjaan sektor pertanian dan mulai memasuki pekerjaan di luar sektor pertanian. Rakhmat (2003) mengatakan bahwa persepsi seseorang mengenai suatu hal akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap hal tersebut. Persepsi yang negatif terhadap pekerjaan pertanian menyebabkan banyaknya pemuda yang berlomba-lomba untuk bekerja di luar sektor pertanian. Pilihan pekerjaan pemuda desa menjadi semakin luas dan peluang untuk pekerjaan pertanian pun semakin kecil di mata pemuda. Persepsi
14
pemuda desa terhadap pekerjaan pertanian dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Yunita 2011). Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri individu dan menjadi karakterisik individu tersebut yang meliputi : keterampilan, jenis kelamin, dan pengalaman bekerja. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari lingkungan individu atau berasal dari luar diri individu, seperti : status sosial ekonomi keluarga, tingkat kosmopolitan, dan sosialisasi pekerjaan (Gambar 2). Faktor Internal • • •
Jenis kelamin Keterampilan Pengalaman bekerja
Persepsi terhadap pekerjaan pertanian
Faktor Eksternal • • •
Status sosial ekonomi keluarga Sosialisasi pekerjaan Tingkat kosmopolitan
Pilihan Pekerjaan
Pertanian
Non pertanian
Keterangan : Mempengaruhi Mempengaruhi tapi tidak diuji Terdiri dari Gambar 2 Kerangka Pemikiran
Hipotesis penelitian Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka hipotesis dari penelitian ini yaitu diduga : 1. Faktor internal seperti berjenis kelamin perempuan, memiliki keterampilan, pengalaman bekerja dan tidak memiliki lahan akan memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan pertanian, serta faktor eksternal yang meliputi status sosial ekonomi keluarga tinggi, tingkat kosmopolitan tinggi, dan sosialisasi pekerjaan di sektor non pertanian memiliki persepsi negatif terhadap pekerjaan sektor pertanian. 2. Pemuda yang memiliki persepsi negatif terhadap sektor pertanian akan memilih pekerjaan di luar sektor pertanian.
15
Definisi Operasional 1. Persepsi yaitu suatu penilaian atauinterpretasi seseorang terhadap sesuatu, yang dalam hal ini pekerjaan di sektor pertanian. Persepsi ini dibedakan atas dua kategori, yaitu positif dan negatif. Persepsi terhadap pekerjaan sektor pertanian ini diukur dengan memberikan skor terhadap pertanyaan khusus persepsi pekerjaan pertanian. Berdasarkan pemberian skor tersebut, maka tingkat persepsi berada pada interval 8-24. Persepsi yang negatif berada pada interval 8-16, dan persepsi positif berada pada interval 17-24. 2. Pilihan pekerjaan yaitu pekerjaan utama yang menjadi pilihan untuk bekerja. Terdiri dari pekerjaan pertanian dan pekerjaan non pertanian. 3. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari keadaan spesifik individu yang berkaitan langsung dengan dirinya. Faktor internal ini dilihat dari : 1. Jenis kelamin yaitu ciri seksual responden, yang terdiri dari dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. 2. Pengalaman bekerja yaitu suatu keadaan yang memberikan informasi apakah responden pernah memiliki sumber pendapatan sebelumnya di luar sektor pertanian. Hal ini terbagi atas memiliki pengalaman bekerja dan tidak memiliki pengalaman pekerjaan. 3. Keterampilan yaitu suatu keahlian yang dimiliki seseorang. Hal ini ada atau tidaknya keterampilan yang dimiliki oleh seseorang yang berfokus pada keterampilan di luar sektor pertanian. Keterampilan dibagi menjadi dua kategori yaitu tidak memiliki keterampilan dan memiliki keterampilan. 4. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu atau lingkungannya. Faktor eksternal ini dilihat dari : 1. Status sosial ekonomi di sini merujuk kepada posisi seseorang atau sekelompok orang yang membaginya ke dalam kelompok tertentu secara vertikal. Status sosial ekonomi ini dibagi atas status sosial ekonomi tinggi dan rendah. Hal ini dilihat dari kategori keluarga responden, yang dapat diamati dari unsur kepemilikan lahan, pekerjaan, pendapatan dan pendidikan. • Kepemilikan lahan yaitu ada atau tidaknya lahan pertanian yang dimiliki keluarga responden, yang dilihat dari luas lahan yang dimiliki, dikelompokkan menjadi memiliki lahan > 0,5 Ha diberi skor 2, dan memiliki lahan ≤ 0,5 Hadiberi skor 1.
•
Pekerjaan yaitu usaha yang dilakukan atau dijalankan seseorang yang menjadi sumber penghasilan. Pekerjaan di sini dilihat dari pekerjaan kepala keluarga responden. Dalam hal pekerjaan ini dilihat dari ketetapan pekerjaan yang dimiliki responden. BPS (2013) menjelaskan pekerja tetap yaitu pekerja yang dibayar tetap pada suatu periode tertentu dan tidak tergantung pada hari masuk kerjanya, sedangkan pekerja tidak tetap adalah pekerja yang dibayar sesuai dengan hari masuk kerjanya. Pekerja kontrak/pekerja diperbantukan dimasukkan pada pekerja tidak tetap.Pekerja tetap diberi skor 2 dan pekerja tidak tetap diberi skor 1
16
•
Pendapatan yaitu penerimaan atau uang yang dihasilkan seseorang karena pekerjaan yang dilakukannya dalam satu bulan. Pendapatan di sini dilihat berdasarkan rata-rata seluruh pendapatan orangtua responden, rata-rata pendapatan orangtua responden yaitu Rp.2.045.000,- dengan demikian pendapatan ini dikelompokkan menjadi > Rp. 2.045.000: diberi skor 2 dan ≤ Rp. 2.045.000,- : diberi skor 1 • Pendidikan yaitu jenjang pendidikan terakhir yang pernah ditamatkan oleh orang tua. Dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu minimal SMA diberi skor 3, SMP diberi skor 2 dan SD/tidak lulus/tidak sekolah: diberi skor 1 2. Sosialisasi pekerjaan yaitu perkenalan dan pembinaan tentang suatu pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda. Dalam sosialisasi pekerjaan ini dilihat jenis pekerjaan yang disosialisasikan. Jenis pekerjaan yang disosialisasikan terbagi atas pekerjaan pertanian dan non pertanian. 3. Tingkat kosmopolitan yaitu keterbukaan seseorang terhadap informasi yang datang dari luar. Hal ini dilihat dari : 1.Keterdedahan terhadap media massa a) jumlah media massa yang dilihat dalam sehari, dibagi atas dua bagian yaitu >2 diberi skor 2 dan ≤2 diberi skor 1 b) durasi akses media tersebut dalam sehari dapat dilihat atas dua kelompok yaitu >7 jam diberi skor 2 dan ≤ 7 jam diberi skor 1 2.Kontak terhadap kota a) Jumlah kota yang dikunjungi dalam tahun ini, dibagi dua yaitu >2 diberi skor 2 dan ≤2 diberi skor 1 b) Frekuensi ke kota dalam tahun ini yaitu jumlah mengunjungi kota dalam tahun ini, yang diukur dengan memberi skor berikut pada masing-masing kota <5 kali diberi skor 1 5-10 kali diberi skor 2 >10 kali diberi skor 3
17
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Hal ini dilakukan untuk memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti (Singarimbun 1989).Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian kuantitatif adalah teknik penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Informasi yang dikumpulkan dalam penelitian survei adalah informasi dari responden dengan menggunakan kuesioner. Unit analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah individu.
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Singarimbun (1989) menyatakan bahwa dalam upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diamati, terdapat usaha untuk menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif. Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data kuantitatif adalah kuesioner. Sementara untuk pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui observasi, serta wawancara mendalam kepada beberapa informan. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari wawancara kuesioner, wawancara mendalam, serta observasi langsung ke desa tersebut. Sementara data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui literatur berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan topik penelitian, profil dan data monografi Desa Cihideung Udik, serta data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan daerah pertanian dan banyaknya jumlah pemuda di desa iniyang berpendidikan sampai SMA sederajat yang sedang mencari pekerjaan di luar sektor pertanian Penelitian dilakukan dari Oktober 2013 hingga Desember 2013 yang dimulai dari proses observasi awal, pendekatan dengan masyarakat setempat, penentuan responden, pengumpulan data, pengolahan data dan berakhir dengan penulisan hasil penelitian ( Lampiran 5).
18
Teknik Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemuda pencari kerja lulusan SMA yang ada di desa Cihideung Udik, Kabupaten Bogor. Kerangka sampling dari penelitian ini adalah pemuda Desa Cihideung Udik yang sedang mencari pekerjaan dan merupakan lulusan SMA sederajat dalam empat tahun terakhir. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, didapatlah 68 orang pemuda yang menjadi kerangka sampling. Responden didefinisikan sebagai bagian dari kerangka sampling yang sebelumnya telah ditentukan. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 40 orang. Teknik penentuan responden dilakukan melalui teknik simple random sampling, yaitu dengan mengundi secara acak seluruh kerangka sampling hingga didapatlah 40 responden. Selain responden, terdapat juga informan untuk melengkapi data secara kualitatif. Informan yang dipilih adalah pihak-pihak yang memiliki informasi yang diperlukan seperti informasi pertanian yang akan ditanyakan langsung kepada petani yang ada di desa tersebut, dan informasi mengenai profil desa dan dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat setempat yang akan ditanyakan kepada kepala desa, tokoh masyarakat, dan pihak lainnya yang dianggap memiliki informasi terhadap kasus yang diteliti.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data primer didapatkan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan kuesioner kepada responden. Data tersebut akan diedit terlebih dahulu. Proses editing dilakukan untuk membaca dan memberi koreksi pada setiap kuesioner yang telah diisi. Proses editing ini berguna untuk mengecek kelengkapan data dan logika urutan jawaban atas setiap pertanyaan dalam kuesioner. Setelah itu dilakukan pengkodean data dengan cara membuat buku kode pada Microsoft excel 2010, hal ini dilakukan dengan penyusunan secara sistematis data mentah (yang terdapat dalam kuesioner) kedalam bentuk yang mudah dibaca oleh komputer. Selanjutnya data tersebut dipindahkan ke software SPSS 16.0 untuk dianalisis lebih lanjut. Analisis data menggunakan beberapa alat analisis deskriptif berupa tabel frekuensi, tabulasi silang, gambar, dan grafik untuk melihat pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap persepsi terhadap pekerjaan pertanian. Selain itu, untuk melihat hubungan antar variabel digunakan uji statistik non-parametrik melalui uji Chi-Square dan Spearman. Kedua variabel dikatakan berhubungan apabila nilai hasil uji (nilai p) lebih kecil dari pada nilai α (alfa). Nilai alfa (α ) yang digunakan di sini yaitu 10 persen (0,1). Secara lebih rinci untuk melihat keterhubungan antar variabel dijelaskan sebagai berikut. Hipotesa : H0 : kedua variabel tidak berhubungan H1 : Kedua variabel berhubungan Kriteria uji : Tolak H0 jika nilai p < α Terima H0 jika nilai p > α
19
Ketika hasil nilai p lebih kecil dari alfa (α) maka tolak H0 artinya terima H1 yang berarti kedua variabel memiliki hubungan. Begitupun sebaliknya, ketika nilai p lebih besar dari alfa (α), maka H0 diterima yang artinya kedua variabel tidak berhubungan. Data pada kuesioner tersebut dikelompokkan dan diberi nilai sesuai dengan definisi operasional. Definisi operasional dari setiap variabel disusun berdasarkan teori dan mengacu kepada jawaban responden pada kuesioner. Definisi operasional yang mengacu pada jawaban responden yaitu seperti pendapatan, pemilikan lahan, dan perangkingan pada tingkat kosmopolitan dan status sosial ekonomi.Variabel tingkat pendapatan didapatkan dari rata-rata pendapatan seluruh responden. Pada kuesioner, kolom pendapatan diisi dengan pendapatan orangtua responden berdasarkan satuan waktu ia menerima pendapatan masing-masing, yaitu perhari, perminggu dan perbulan. Kemudian seluruhnya di konversikan menjadi satu satuan waktu yang sama yaitu menjadi pendapatan dalam waktu satu bulan untuk mempermudah membuat perbandingan. Setelah itu, barulah ditemukan rata-rata pendapatan perbulan, yaitu Rp. 2.045.000,-. Pendapatan yang berada di bawah atau sama dengan ratarata diberi skor 1 dan pendapatan yang berada di atas rata-rata diberi skor 2. Untuk perangkingan pada variabel status sosial ekonomi, dilihat berdasarkan luas lahan yang dimiliki, pekerjaan, pendapatan dan pendidikan orang tua responden yang penjelasannya terdapat pada bagian definisi operasional. Berdasarkan ketiga hal tersebut, didapatkanlah skor total dari rentang 5-12, dengan rata-rata 6. Skor yang berada di bawah atau sama dengan rata-rata dikategorikan sebagai rendah dan skor total yang berada di atas ratarata dikategorikan sebagai tinggi. Begitupun dengan perangkingan pada tingkat kosmopolitan. Tingkat kosmopolitan dilihat berdasarkan keterdedahan terhadap media massa yang dan kontak terhadap kota. Keterdedahan terhadap media massa dilihat lagi berdasarkan jumlah media yang diakses dalam sehari dan durasi mengakses media tersebut dalam satu hari. Kemudian untuk kontak terhadap kota dilihat berdasarkanjumlah kota yang dikunjungi dalam satu hari dan frekuensi total mengunjungi kota dalam satu tahun ini. Setelah melihat jumlah skor secara keseluruhan, jumlah skor yang didapatkan adalah antara 5-15. Berdasarkan nilai rata-rata, tingkat kosmopolitan dikatakan rendah apabila skor 5-10, dan dikatakan tinggi jika skor 11-15. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data secara kualitatif sebagai pendukung dengan mengutip hasil wawancara mendalam dengan responden atau informan guna mempertajam hasil penelitian.
20
21
GAMBARAN UMUM LOKASI Bab ini menjelaskan desa yang dijadikan tempat penelitian. Adapun informasi yang terdapat dalam bagian ini yaitu terdiri dari kondisi geografis, demografis, pendidikan, agama, dan situasi ketenagakerjaan, serta potensi ekonomi, wisata dan infrastruktur yang terdapat di lokasi tersebut. Kondisi Geografis Desa Cihideung Udik merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.Desa ini terbagi dalam 15 Rukun Warga (RW) dan 48 Rukun Tetangga (RT). Adapun untuk batas-batas wilayah Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogorini yaitu: sebelah utara : Desa Cihideung Ilir sebelah timur : Kecamatan Dramaga sebelah selatan : Kecamatan Tenjolaya sebelah barat : Desa Bojong Jengkol dan Kecamatan Tenjolaya Jarak Desa Cihideung Udik dari ibukota kecamatan yaitu sekitar 7 km, kemudian ke ibukota kabupaten yaitu 30 km dan ibukota propinsi adalah 130 km, serta ke ibukota negara berjarak 60 km. Desa Cihideung Udik memiliki luas wilayah 284 Ha dan berada pada ketinggian 600 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan 300–600 mm. Adapun pembagian penggunaan lahan di desa ini seperti yang terdapat pada Tabel1. Tabel 1 Luas dan persentase pola penggunaan tanah di Desa Cihideung Udik tahun 2009 No
Penggunaan Lahan
Luas wilayah (Ha/m2)
1 Pemukiman 2 Persawahan 3 Perkebunan 4 Kuburan 5 Pekarangan 6 Perkantoran 7 Prasarana umum lainnya Total luas Sumber: Desa Cihideung Udik (2009)
57,0 183,0 24,2 2,5 2,0 0,5 14,8 284,0
Persentase (%) 20,07 64,44 8,52 0,89 0,70 0,18 5,21 100,00
Demografi Desa Cihideung Udik memiliki jumlah penduduk yang cukup besar dibandingkan dengan desa lain yang ada di Kecamatan Ciampea. Berdasarkan data terakhir bulan Mei 2013 jumlah penduduk Desa Cihideung Udik adalah sebesar 14.134 jiwa yang terdiri dari 7.345 orang laki-laki dan 6789 orang
22
perempuan. Adapun jumlah kepala keluarga di Desa Cihideung Udik adalah 3.428 kepala keluarga. Melihat luas wilayah Desa Cihideung Udik dan jumlah penduduknya, maka dapat diketahui kepadatan penduduk Desa Cihideung Udik yaitu sebesar 50 jiwa/km2. Artinya setiap 1 km2wilayah Desa Cihideung Udik rata-rata terdapat penduduk berjumlah 50 jiwa. Penduduk Desa Cihideung Udik secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cihideung Udik berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur, Agustus 2013 No
Kelompok Umur (tahun)
Jumlah (jiwa) Laki-laki
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Perempuan
Total
0 - 4 848 690 1.538 5 - 9 660 595 1.255 10 - 14 754 618 1.372 15 - 19 674 585 1.259 20 - 24 624 581 1.205 25 - 29 468 438 906 30 - 34 495 483 978 35 - 39 436 473 909 40 - 49 426 415 841 50 - 54 377 422 799 55 - 59 423 419 842 60 - 64 300 253 553 65 - 69 352 321 673 70 - ke atas 508 496 1.004 Jumlah 7.345 6.789 14.134 Sumber: Data Monografi Desa Cihideung Udik, Agustus 2013
Persentase ( %) 10,88 8,88 9,71 8,91 8,53 6,41 6,92 6,43 5,95 5,65 5,96 3,91 4,76 7,10 100,00
Berdasarkan Tabel 2 diatas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk umur produktif (15-64 tahun) di Desa Cihideung Udik adalah 8.268 jiwa, sehingga Rasio Beban Tanggungan (RBT) penduduk Desa Cihideung Udik adalah 68,23 atau dibulatkan menjadi 68. Artinya setiap 100 orang penduduk umur produktif menanggung 68 orang penduduk umur non produktif. Desa Cihideung Udik memiliki wilayah yang cukup luas dibandingkan dengan desa lain yang ada di Kecamatan Ciampea. Letak antar RW di desa ini saling berdekatan dan memiliki masing-masing kampung dan jumlah RT yang berbeda. Lokasi tiap RW di Desa Cihideung Udik adalah sebagai berikut: RW 1 : Kampung Cinangneng 1 RW 2 : Kampung Cinangneng 1 RW 3 : Kampung Cinangneng 2 RW 4 : Kampung Cinangneng 2 RW 5 : Kampung Pabuaran RW 6 : Kampung Sinagar RW 7 : Kampung Sinagar RW 8 :Kampung Pasar Rebo
RW 9 : Kampung Cihideung Udik RW 10 : Kampung Cihideung Udik RW 11 : Kampung Cihideung Udik RW 12 : Kampung Cihideung Udik RW 13 : Kampung Cihideung Udik RW 14 : Dramaga Regensi II RW 15 : Taman Dramaga permai
23
Pendidikan Pendidikan masyarakat Desa Cihideung Udik mengalami peningkatan dalam beberapa tahun ini. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor desa terdapat peningkatan pendidikan masyarakat dari tahun 2002 sampai kepada tahun 2012. Pada tahun 2002 pendidikan masyarakat sebagian besar merupakan lulusan SD, sedangkan pada tahun 2012 pendidikan sudah mulai merata hingga lulusan SMA sederajat yang kemudian diikuti oleh mulai meningkatnya jumlah lulusan perguruan tinggi. Peningkatan jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cihideung Udik yang sekolah berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2002 dan tahun 2012 2002 Jumlah Persentase Jumlah (orang) (%) (orang) Tamat SD sederajat 7.243 79,02 4.800 Tamat SMP Sederajat 1.340 14,62 3.200 Tamat SMA sederajat 575 6,27 1.650 Tamat DI/DII/DIII 3 0,03 100 Tamat S1/S2/S3 5 0,05 395 Jumlah 9.166 100,00 10.145 Sumber: Data Monografi Desa Cihideung Udik (2012) Tingkat pendidikan
2012 Persentase (%) 47,31 31,54 16,26 0,99 3,89 100,00
Pada Tabel 3 terlihat peningkatan pendidikan masyarakat salam 10 tahun terakhir. BPS (2008) mengatakan bahwa mereka yang berpendidikan SLTA ke atas merupakan kelompok terdidik. Masyarakat Desa Cihideung Udik yang termasuk kelompok berpendidikan pada tahun 2012 sudah banyak dibandingkan dengan tahun 2002. Pada tahun 2012, masyarakat yang lulusan SMA sudah mencapai 16,26 persen dari hanya 6,26 persen saja pada tahun 2002. Begitupun dengan lulusan diploma, mengalami peningkatan walaupun tidak banyak yaitu mencapai 0,99 persen dari hanya 0,03 persen saja pada tahun 2002. Peningkatan pendidikan juga terlihat pada lulusan sarjana yang mencapai 3,89 persen dari hanya 0,05 persen saja pada tahun 2002. Peningkatan pendidikan masyarakat ini tentunya didukung oleh peningkatan kesadaran dan pembangunan sarana pendidikan di Desa Cihideung Udik sehingga mempermudah penduduk untuk mengakses pendidikan. Berkembangnya sarana pendidikan mulai dari pendidikan taman kanak-kanak hingga ke sekolah menengah membuat besarnya kesempatan masyarakat untuk menikmati pendidikan. Desa Cihideung Udik ini memiliki 8 unit TK/PAUD, 6 unit SD/MI, 2 unit SMP/MTs dan hanya ada 1 unit SMA sehingga kurang dapat menampung pelajar yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah /sederajat Hal ini membuat sebagian besar masyarakat mengakses pendidikan SMA/sederajat ke luar desa. Adapun sarana pendidikan yang ada di Desa Cihideung Udik secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.
24
Tabel 4 Jumlah sarana pendidikan di Desa Cihideung Udik tahun 2012 No Sarana pendidikan Jumlah (unit) 1 TK/PAUD 2 SD/MI 3 SMP/MTs 4 SMA/MA 5 Pondok pesantren 6 Pondok pesantren salapiah Sumber: Data monografi Desa Cihideung Udik ( 2012)
8 6 2 1 3 2
Agama Masyarakat Desa Cihideung Udik mayoritas beragama islam. Jumlah masyarakat yang beragama islam adalah 14.018 orang, kemudian juga terdapat agama lain seperti agama katolik 5 orang, protestan 6 orang serta agama budha 5 orang. Adapun untuk sarana peribadatan yang terdapat di Desa Cihideung Udik ini hanya ditemukan sarana peribadatan untuk umat islam saja yaitu berupa masjid sebanyak 12 unit dan mushollah sebanyak 21 unit. Hal ini disebabkan karena masyarakat pribumi atau masyarakat yang asli di daerah ini memang seratus persen beragama islam, kemudian semenjak dibangunnya perumahan di desa tersebut, barulah masuk pendatang yang beragama selain islam. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Cihideung Udik sudah cukup baik. Desa Cihideung Udik memiliki satu unit puskesmas yang beroperasi secara baik setiap harinya. Hal ini sangat membantu masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan dengan jaraknya yang dekat dan mudah dijangkau serta biaya yang murah. Selain itu Desa Cihideung Udik juga memiliki balai pengobatan/klinik sebanyak satu unit. Ditambah lagi dengan keberadaan 3 orang dokter serta 4 orang bidan, semakin memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan. Adapun untuk sarana kesehatanyang terdapat di Desa Cihideung Udik secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah sarana kesehatan di Desa Cihideung Udik tahun 2012 No Sarana kesehatan Jumlah 1 Puskesmas 2 Balai pengobatan/klinik 3 Dokter Umum 4 Posyandu 5 Pos KB Desa 6 Bidan 7 Petugas gizi keliling 8 Dukun bayi terlatih Sumber: Data monografi Desa Cihideung Udik (2012)
1 1 3 13 15 4 13 3
Satuan Unit Unit Orang Unit Orang Orang Orang Orang
25
Sarana dan Prasarana Ekonomi Desa Cihideung Udik memiliki beberapa industri rumah tangga yang menjadi salah satu mata pencaharian penduduk selain menjadi petani dan pedagang. Terdapat lebih kurang 78 industri rumah tangga di desa ini. Selain itu juga terdapat satu unit mini market yaitu Ceria Mart yang terdapat di RW 08 atau di Kampung Pasar Rebo. Adapun sarana dan prasarana ekonomi yang ada di Desa Cihideung Udik secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah sarana dan prasarana ekonomi di Desa Cihideung Udik tahun 2012 No Sarana kesehatan Jumlah (unit) 1 Koperasi Unit Desa 2 Pasar/ Mini market 3 Jasa lembaga keuangan 4 Industri rumah tangga 5 Perusahaan kecil 6 Perusahaan sedang 7 Perusahaan besar 8 Bank Sumber: Data Monografi Desa Cihideung Udik ( 2012)
2 ( tidak aktif) 1 1 78 1 2 -
Situasi Ketenagakerjaan Wilayah Desa Cihideung Udik sebagian besar terdiri dari daerah persawahan yaitu seluas 183 Ha atau sekitar 64,44 persen dari seluruh total wilayah. Oleh karena itu, mata pencaharian penduduk mayoritas masih berada pada bidang pertanian, baik itu petani maupun buruh tani. Jumlah petani dan buruh tani di Desa Cihideung Udik ini adalah masing-masing 543 orang dan 1.867 orang. Kemudian diikuti oleh pedagang sebanyak 1.230 orang, dan pekerjaan lainnya. Adapun pekerjaan masyarakat Desa Cihideung Udik secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Jumlah pendudukDesa Cihideung Udik yang bekerja menurut pekerjaan, tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7
jenis
Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) Petani 543 10,7 Buruh tani 1.867 36,7 Pedagang 1.230 24,2 Pegawai Negeri Sipil 107 2,1 TNI/Polri 5 0,1 Karyawan swasta 685 13,5 Wirausaha lainnya 655 12,9 Jumlah 5.092 100,0 Sumber: Data Monografi Desa Cihideung Udik ( 2012)
26
Jumlah penduduk yang bekerja biasanya dipandang mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada (Rusli 2012). Kesempatan kerja di Desa Cihideung Udik lebih banyak di sektor pertanian (46,7 persen) dan perdagangan (24,2 persen). Berdasarkan data monografi,terdapat 1.987 orang yang tidak memiliki pekerjaan atau 24 persen dari seluruh tenaga kerja di Desa Cihideung Udik. Akan tetapi tidak terdapat data secara rinci mengenai jumlah pencari kerja. Data yang tersedia yaitu hanya terbatas pada jumlah pencari kerja berdasarkan permintaan untuk membuat surat keterangan berkelakukan baik dari desa sebagai persyaratan untuk membuat kartu kuning pada dinas tenaga kerja dan tarnsmigrasi. Berdasarkan data tersebut, jumlah pencari kerja pada tahun 2013 terhitung dari bulan Januari hingga September sebanyak 366 orang. Selain itu, masih banyak terdapat pencari kerja yang tidak terdaftar di desa karena tidak pernah mengurus surat keterangan berkelakukan baik tersebut. Adapun untuk pencari kerja lulusan SMA sederajat dalam empat tahun terakhir berjumlah 68 orang pada hari dilakukan sensus oleh peneliti. Pencari kerja di sini dibuktikan dengan adanya paling tidak satu lamaran yang sedang diajukan dalam beberapa bulan terakhir. Lapangan pekerjaan yang ada di Desa Cihideung Udik, terbatas pada beberapa industri rumah tangga yang menyediakan peluang yang sangat sedikit untuk bekerja karena tidak semua industri rumah tangga menerima pekerja dari luar keluarganya. Beberapa industri rumah tangga yang menerima pekerja dari luar keluarganya biasanya hanya menerima satu orang saja. Selain itu terdapat industri kecil yang menerima 3-5 orang saja. Lapangan pekerjaan yang mensyaratkan pendidikan hanya terdapat pada penerimaan pegawai minimarket Ceria Mart dan pegawai Kampung Wisata Cinangneng di daerah kampung Cinangneng 1, sehingga tidak semua angkatan kerja yang bisa bekerja di sini.
27
GAMBARAN UMUM RESPONDEN
Karakteristik pribadi Karakteristik pribadi ini merupakan faktor yang berasal dari keadaan spesifik individu yang berkaitan langsung dengan dirinya. Hal ini dapat dilihat dari umur, dan pendidikan . Umur Responden dalam penelitian ini merupakan pemuda pencari kerja yang merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas atau sederajat dalam 4 tahun terakhir. Hal ini menyebabkan umur responden tidak jauh berbeda, hanya berkisar antara 18 tahun hingga 21 tahun. Tabe l8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur No 1 2 3 3 Total
Umur 18 19 20 21
Jumlah
Persentase (%) 14 11 8 7 40
35,0 27,5 20,0 17,5 100,0
Pemuda yang menjadi responden dalam penelitian ini mayoritas merupakan pemuda yang berumur 18 tahun yaitu sebesar 35 persen. Hal ini berarti sebagian besar pemuda lulusan SMA yang sedang mencari kerja di Desa Cihideung Udik ini merupakan lulusan SMA tahun ajaran 2013, atau baru saja lulus sekolah. Banyaknya lulusan SMA tahun ini disebabkanoleh mulai sadarnya masyarakat akan pendidikan. Hal ini seperti perkataan Sekretaris Desa Cihideung Udik yaitu Bapak Misnan, “Masyarakat di desa ini sudah mulai sadar akan pendidikan, sudah banyak orangtua yang mau menyekolahkan anaknya hingga ke pendidikan SMA sederajat, dalam dua tahun ini anak-anak lulusan SMA semakin banyak, apalagi yang kelas 3 SMA sekarang, sayangnya kami tidak mempunyai data tertulis di desa”. Berdasarkan Tabel 8 di atas juga terlihat semakin muda umur responden semakin banyak jumlah pencari kerja. Dalam arti kata pendidikan di Desa Cihideung Udik ini khususnya untuk sampai ke tingkat SMA sederajat mengalami peningkatan di setiap tahunnya.
28
Pendidikan Pendidikan responden dalam penelitian ini difokuskan kepada lulusan SMA atau sederajat. Hal yang akan dilihat di sini jenis sekolah menengah yang menjadi pendidikan terakhir respoden, SMA atau SMK. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis sekolah menengah No 1 2 Total
Sekolah Menengah SMA SMK
Jumlah
Persentase (%) 10 30 40
25 75 100
Pemuda di Desa Cihideung Udik lebih banyak lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Terlihat pada Tabel 9 pemuda yang lulusan SMK mencapai 75 persen dari total responden. Banyaknya mereka yang lebih memilih untuk mengambil SMK ini disebabkan oleh orientasi mereka untuk langsung bekerja setelah lulus SMK nanti. Pada umumnya mereka tidak mau lagi melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi seperti akademi ataupun universitas. Hal ni seperti yang diungkapkan Ahd (18) ketika ditanya mengapa lebih memilih masuk SMK, “Saya sih pengen langsung dapat kerja Teh, gak mau kuliah lagi, kalau masuk SMA kan gak ada keahlian, susah buat nyari kerja, jadi harus kuliah dulu”. Mereka yang lulusan SMK ini terdiri dari beragam jurusan. Kebanyakan dari mereka lebih memilih jurusan yang mengarah kepada pekerjaan sektor formal, seperti pemasaran dan perkantoran. Triputrajaya (2011) mengemukakan bahwa sektor formal adalah lapangan usaha yang secara sah terdaftar dan mendapat izin dari pejabat berwenang. Kegiatannya terhimpun dalam Instansi Pemerintah, bentuk badan usaha seperti BUMN, BUMS, dan koperasi. Sebagian besar dari responden yang lulusan SMK memiliki jurusan yang mengarah kepada pekerjaan sektor formal. Pemasaran menjadi jurusan terbanyak responden yang kemudian juga terlihat jurusan perkantoran dan administrasi. Hanya jurusan otomotif yang memiliki arah yang berbeda dengan kebanyakan jurusan responden. Selain jurusan tersebut diatas, terdapat beberapa jurusan lain seperti perhotelan, teknik komputer jaringan, listrik dan multimedia.
Riwayat Pekerjaan Responden merupakan pemuda Desa Cihideung Udik lulusan SMA sederajat dalam empat tahun terakhir dan sedang mencari pekerjaan saat ini. Pemuda yang memiliki pekerjaan atau kegiatan produktif secara ekonomi hanya 35 persen. Pekerjaan yang mereka lakukan tersebut seperti menjadi tukang ojek, ikut dalam pekerjaan bengkel, dan ikut bekerja di bangunan. Walaupun demikian kegiatan tersebut tidak dilakukannya secara terus-menerus, hanya ketika ada yang
29
mengajak saja. Tidak ada inisiatif sendiri dari mereka untuk melakukan pekerjaan tersebut (Tabel 10). Tabel 10 Jumlah dan persentase pemuda berdasarkan kegiatan Kegiatan Bekerja Tidak bekerja Jumlah
Jumlah
Persentase (%) 14 35 26 65 40 100
Pemuda Desa Cihideung Udik ini sebagian besar tidak memiliki kegiatan apapun (65 persen). Mereka hanya menunggu lamaran yang mereka ajukan diterima dengan menghabiskan waktu menonton televisi di rumah dan bermain bersama teman-teman sebaya setiap harinya. Tidak ada kegiatan yang produktif secara ekonomi yang dilakukan selama menunggu lamaran yang diajukan diterima, terutama untuk perempuan. Mereka hanya di rumah dan membantu pekerjaan rumah tangga. Pemuda Desa Cihideung Udik yang sedang mencari pekerjaan ini, tidak seluruhnya yang langsung mencari pekerjaan ketika menyelesaikan pendidikannya di SMA/SMK. Hanya 57 persen yang langsung mencari pekerjaan dan sisanya 43 persen tidak langsung mencari pekerjaan akan tetapi memilih untuk istirahat terlebih dahulu. Istirahat yang mereka maksud di sini yaitu tidak melakukan kegiatan apapun seperti halnya ketika liburan sekolah. Selain itu juga terdapat beberapa responden yang ijazahnya ditahan oleh pihak sekolah karena terkait dengan uang sekolah dan biaya lainnya (Tabel 11). Tabel 11 Jumlah dan persentase responden yang langsung mencari pekerjaan setelah lulus sekolah Langsung mencari pekerjaan Ya Tidak Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%) 23 57 17 43 40 100
Pada Tabel 11 terdapat 17 orang atau 43 persen pemuda yang tidak langsung mencari pekerjaan begitu lulus sekolah. Sebagian besar dari mereka mengemukakan alasan istirahat untuk melepas penat setelah 12 tahun sekolah. Pada umumnya mereka menghabiskan waktu 3-4 bulan untuk istirahat sebelum mencari pekerjaan. Informasi lamaran yang sedang diajukan Responden merupakan orang yang sedang mencari pekerjaan, untuk itu seluruh responden memiliki paling tidak satu lamaran yang sedang diajukan, dan dari seluruh responden tersebut terdapat 22 orang atau 55 persen responden yang lamarannya pernah lolos sampai tahap tertentu saja, sedangkan 45 persen lainnya menyatakan lamaran pekerjaan yang diajukan tidak pernah lolos tahap manapun (Tabel 12).
30
Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lamaran yang pernah lolos Lamaran yang pernah lolos Ya Tidak Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%) 22 55 18 45 40 100
Dari 22 orang pemuda yang lamarannya pernah lolos tersebut, terdapat 11 orang responden yang lamarannya pernah lolos sampai tahap akhir akan tetapi tidak diambil. Alasan responden tidak mengambil pekerjaan yang telah berhasil ia tembus tersebut yaitu terkait dengan izin dari orang tua karena pekerjaan terlalu jauh serta terdapat alasan ketidakcocokan upah dan alasan kesehatan. Ketidakcocokan upah di sini yaitu ketika lamaran pekerjaan dinyatakan diterima dan kemudian diketahui upah yang akan didapatkan dari pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan, mereka akan langsung mundur dan membatalkan bekerja di tempat tersebut. “Saya gak jadi ambil karena cuma digaji Rp.800.000,sebulan teh, kecil amat, mending saya cari yang lain dulu” ( RH 20 tahun). Pemuda Desa Cihideung Udik sebagian besar mengajukan lamaran pada industri/pabrik (50%), kemudian diikuti oleh lamaran ke supermarket atau mall, restoran dan toko-toko. Hal ini seperti yang dapat diamati pada Tabel 13. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lamaran pekerjaan yang diajukan Lamaran yang diajukan Industri/pabrik Swalayan/mall Restoran Toko Lainnya Jumlah
Jumlah (orang) 20 12 3 3 2 40
Persentase (%) 50,0 30,0 7,5 7,5 5,0 100,0
Pemuda saat ini cenderung untuk mengajukan lamaran ke industri/pabrik karena kemudahan dalam proses lamarannya. Selain itu industrilah yang paling sering terdengar kabar tentang adanya lowongan pekerjaan. Informasi tersebut didapatkan dengan mudah dari teman atau tetangga yang bekerja di industri yang bersangkutan. Hal ini semakin mempermudah para pemuda yang ingin bekerja di industri/pabrik yang sama karena cukup hanya dengan menitipkan lamaran tersebut kepada sumber informasi tadi. Mereka tidak perlu bersusah payah untuk datang ke tempat tersebut sebelum benar-benar ada panggilan dari industri yang bersangkutan. Selain industri/pabrik, tempat kedua yang disukai dan banyak dimasuki pemuda yaitu bekerja di swalayan atau di mall. Banyaknya swalayan yang buka hingga hampir ke dalam pelosok desa membuat pemuda sangat tergiur untuk bekerja di tempat tersebut. Di Desa Cihideung Udik pun terdapat satu swalayan yang berdiri dalam dua tahun belakangan ini. Swalayan tersebut menjadi tempat
31
rebutan untuk bekerja bagi pemuda setempat. Banyaknya pemuda yang ingin bekerja di swalayan (30%) disebabkan oleh tempat bekerja yang nyaman, dan pekerjaan yang tidak terlalu susah. Hal ini seperti terungkap oleh salah satu responden yang bernama At (18 tahun), “Kalau kerja di swalayan atau mall gitu enak teh, adem, tempat kerjanya pakai AC serta bersih lagi, kita juga berpakaian rapi kalau kerja.” Dalam mengajukan lamaran pekerjaan, pemuda Desa Cihideung Udik ini sebagian besar mengajukan pada lokasi yang hampir sama. Mereka cenderung untuk mencari pekerjaan yang dekat dengan desa mereka sehingga Kota Bogor menjadi lokasi utama untuk mencari pekerjaan (Gambar 3). 11% Bogor
31%
58%
Jakarta Lainnya
Gambar 3 Persentase daerah lamaran pekerjaan responden Berdasarkan data yang diolah dari responden, dari 78 lamaran yang diajukan, terdapat 45 lamaran atau sekitar 58 persen lamaran yang diajukan di Kota Bogor. Selain itu, Kota Jakarta menjadi tujuan kedua untuk bekerja bagi mereka. Pada bagian lainnya di Gambar 3 tersebut diisi oleh masing-masing Kota Bekasi, Karawang dan Tangerang, namun persentase tersebut sangatlah kecil karena pertimbangan jarak yang cukup jauh bagi responden untuk bekerja. Banyaknya lamaran yang diajukan responden ke berbagai tempat tentunya tidak terlepas oleh adanya bantuan dari sumber informasi. Apalagi di zaman serba cepat ini, sumber informasi yang sudah semakin banyak dan praktis semakin memudahkan seseorang untuk mencari informasi yang diinginkan begitupun informasi lowongan pekerjaan. Salah satunya yaitu internet yang menyediakan banyak sekali informasi yang tidak terbatas yang dapat diakses sesuai dengan kebutuhan. Hal ini tidak demikian adanya dengan pemuda di Desa Cihideung Udik, mereka cenderung mendapatkan informasi dari orang yang mereka kenal daripada media massa. Sumber informasi mengenai lowongan pekerjaan yang utama bagi mereka adalah teman mereka sendiri (69%) setelah itu barulah keluarga/kerabat, dan media massa. Adapun untuk sumber informasi lowongan pekerjaan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Jumlah dan persentase sumber informasi lowongan pekerjaan responden Sumber informasi Keluarga/kerabat Teman Orang lain Media massa Jumlah
Jumlah (orang) 21 54 1 2 78
Persentase (%) 27 69 1 3 100
32
Keluarga/kerabat menjadi sumber informasi kedua setelah teman, pada Tabel 14 terlihat bahwa responden cenderung mendapatkan informasi pekerjaan dari orang-orang yang berada di sekelilingnya. Ia tidak berusaha untuk mencari lowongan pekerjaan tersebut dari sumber lain seperti media massa. Padahal responden memiliki akses setiap hari terhadap media massa terutama internet, akan tetapi mereka tidak menggunakan media tersebut untuk mencari lowongan pekerjaan, media tersebut hanya digunakan untuk hiburan semata. Dalam hal ini terlihat responden lebih mengandalkan jaringan sosial yang ia miliki. Dari hal tersebut juga dapat dilihat bahwa teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan pemuda Desa Cihidueng Udik ini. Hal ini sejalan dengan Friedman dan Schustack ( 2006) yang mengatakan bahwa perilaku pemuda sangat dipengaruhi oleh orang yang berada di sekelilingya terutama teman sebaya. Pengalaman bekerja Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan, tidak semua responden telah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya. Responden yang memiliki pengalaman bekerja berjumlah 22 orang (55%), dan sisanya belum memiliki pengalaman bekerja sama sekali. Alasan utama bagi para responden untuk meninggalkan pekerjaan yang telah pernah ia masuki tersebut yaitu ketidakcocokan upah dan waktu kerja. Upah yang didapatkan pada pekerjaan yang sebelumnya sangatlah minim dan jauh dari Upah Minimum Regional (UMR) setempat. Selain itu, ada juga upah yang dirasa sudah mencukupi kehidupannya tapi jam kerja yang terlalu panjang membuat responden memutuskan untuk keluar dari pekerjaan tersebut. Jam kerja yang ia jalani dirasa tidak masuk diakal lagi karena menghabiskanjam yang seharusnya digunakan untuk beristirahat. Adapun alasan meninggalkan pekerjaan sebelumnya bagi responden dapat dilihat pada Gambar 4.
7%
14%
31% Jam kerja panjang .Gaji kecil
48%
Jauh lainnya
Gambar 4 Persentase alasan berhenti bekerja responden Gaji kecil dan jam kerja yang panjang merupakan alasan kebanyakan responden meninggalkan pekerjaan sebelumnya, akan tetapi terdapat alasan lain yang menyebabkan responden meninggalkan pekerjaan sebelumnya, yaitu karena faktor jarak atau jauhnya tempat bekerja dari tempat responden berdomisili. Hal
33
ini terutama terjadi pada perempuan. Orangtua responden pada umumnya sangat mempermasalahkan jarak tempat responden bekerja, jika jarak tersebut dirasa terlalu jauh, mereka akan langsung disuruh berhenti, dan disuruh untuk bekerja yang dekat dengan tempat tinggal mereka saja. Pada proporsi paling kecil, terdapat alasan lain selain alasan yang telah dikemukakan sebelumnya. Alasan tersebut yaitu diberhentikan, dan alasan kesehatan. Melihat alasan utama responden meninggalkan pekerjaan sebelumnya adalah gaji/upah yang kecil, maka perlu diketahui berapa upah yang kecil menurut responden tersebut. Ternyata, sebagian besar responden (66%) yang memiliki pengalaman bekerja sebelumnya diberi upah kurang dari Rp.1.000.000,perbulan. Padahal kebutuhan yang banyak saat ini ditambah lagi dengan harga barang yang semakin meningkat, membuat upah tersebut dirasa tidak cukup walaupun hanya untuk hidup sendiri. Rata-rata mereka hanya digaji Rp.600.000,hingga Rp.850.000,- perbulan, bahkan ada yang kurang dari Rp.500.000,perbulan.
10%
< Rp.1.000.000,-
24% 66%
Rp.1.000.000,- - Rp. 1.500.000,> Rp. 1.500.000,-
Gambar 5 Proporsi upah yang didapatkan responden per bulan ketika bekerja
Para responden merasa hal ini tidak sesuai dengan ijazah yang dimilikinya. Salah seorang responden, Ads (21 tahun) mengemukakan hal tersebut ketika bercerita tentang pengalaman bekerja nya, “Saya cuma digaji Rp.600.000,- per bulannya teh, padahal saya harus kerja dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore, saya merasa sama saja dengan orang yang lulus SD, padahal ijazah saya SMA”. Selain digaji kurang dari Rp.1.000.000,- perbulan, ada juga responden yang digaji lebih dari Rp.1.500.000,- bahkan ada yang sampai Rp. 2.000.000,- per bulan, tapi proporsinya sangat kecil (Gambar 5).
Ikhtisar Responden merupakan pemuda lulusan SMA sederajat dalam empat tahun terkahir, sehingga umur responden pun tidak jauh berbeda. Responden memiliki umur dalam rentang 18 tahun hingga 21 tahun, dengan mayoritas berumur 18 tahun (35 persen). Responden sebagian besar merupakan lulusan
34
SMK yaitu 75 persen dengan jurusan pemasaran, perkantoran, administrasi, otomotif dan lainnya. Responden paling banyak memiliki jurusan pemasaran. Responden banyak yang lebih memilih SMK daripada SMA dengan tujuan untuk langsung bekerja setelah lulus sekolah. Seluruh responden sedang mengajukan lamaran pekerjaan yang sebagian besar tertuju pada industri/ pabrik (50%), kemudian diikuti oleh lamaran ke supermarket ataupun mall, restoran dan tokotoko. Informasi mengenai adanya lowongan pekerjaan tersebut sebagian besar didapatkan dari teman (69 persen), kemudian barulah dari keluarga, orang lain seperti tetangga dan media massa. Sebagian besar responden telah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya, dan hal yang membuat mereka keluar dari pekerjaan tersebut disebabkan oleh kecilnya upah. Rata-rata mereka hanya mendapatkan upah dibawah Rp.1.000.000,- dalam satu bulan. Selain alasan upah juga terdapat alasan jam kerja yang terlalu panjang dan jarak yang jauh dengan rumah mereka.
35
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI TERHADAP PEKERJAAN PERTANIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai persepsi pemuda terhadap pekerjaan pertanian beserta faktor-faktor yang mempengaruhi. Leavit (1978) berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu penilaian atau interpretasi seseorang tentang bagaimana memandang atau mengartikan sesuatu yang ditangkap oleh alat indranya. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pemuda desa terhadap pekerjaan sektor pertanian ini terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ini merupakan bagian dari karakteristik pribadi responden seperti jenis kelamin, keterampilan, pemilikan lahan dan pengalaman bekerja. Faktor eksternal yang termasuk di sini yaitu status sosial ekonomi keluarga,sosialisasi pekerjaan dan tingkat kosmopolitan. Persepsi terhadap pekerjaan pertanian Persepsi terhadap pekerjaan pertanian di sini untuk melihat pandangan pemuda Desa Cihideung Udik terutama yang lulusan SMA dalam menilai pekerjaan di sektor pertanian. Hal ini dilihat dari serangkaian pertanyaan yang diberikan pada kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab persepsi responden ini terdiri dari pertanyaan yang melihat penilaian responden terhadap tenaga yang dihabiskan, jam kerja, pendapatan, modal, tingkat pendidikan dan umur berapa saja yang cocok untuk bekerja di sektor pertanian ini. Berdasarkan data yang didapatkan dari pemuda Desa Cihideung Udik, sebagian besar responden mengatakan bahwa bekerja di pertanian itu lebih melelahkan (63%). Hal ini karena menurut mereka ketika bekerja di sektor pertanian tersebut mereka harus bekerja di luar ruangan dengan bagaimanapun kondisi cuaca, baik itu panas maupun hujan. Apalagi ketika panas, mereka harus tetap bekerja dan pekerjaan tersebut mengeluarkan tenaga yang sangat besar karena harus mencangkul dan bersusah payah di sawah atau ladang dengan pekerjaan yang kasar. Hal ini juga mereka dapatkan ketika mereka harus bekerja di pabrik atau di tempat lain, hanya saja ketika bekerja di pabrik mereka bekerja di dalam ruangan yang tidak tersentuh kondisi cuaca. Hal inilah yang membuat penilaian mengapa bekerja di pertanian itu lebih melelahkan daripada bekerja di tempat lain.
Gambar 6 Persentase penilaian pemuda terhadap tingkat kelelahan bekerja di pertanian
36
Pada Gambar 6 terlihat bahwa masih ada yang memandang bekerja di sektor pertanian tersebut sama saja melelahkan dengan pekerjaan di sektor lain dan bahkan ada yang menilai lebih santai ketika bekerja di sektor pertanian (10%). Penilaian seperti ini mereka berikan dengan alasan bekerja di pertanian tersebut tidak harus pergi pagi serta pulang malam seperti bekerja di pabrik atau bekerja di tempat lain. Ketika dilihat latar belakang responden yang menilai pekerjaan pertanian ini lebih santai, ternyata mereka memiliki kesamaan yaitu berasal dari keluarga petani dan pernah merasakan hidup dari orang tua petani yang memiliki lahan sendiri, walaupun di antara mereka ada yang pekerjaan orangtuanya sudah beralih dari pertanian, akan tetapi mereka pernah melihat dan merasakan sendiri ketika orangtuanya masih bertani. Hal ini tampaknya memberi pandangan yang berbeda kepada mereka mengenai pekerjaan di sektor pertanian. Lain lagi dengan penilaian mereka mengenai pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan di sektor pertanian. Sebagian besar responden (55%) menilai pekerjaan pertanian itu menghasilkan pendapatan yang lebih besar jika dibandingkan dengan bekerja di tempat yang lain. Apalagi jika bekerja di pabrik, industri, atau bekerja di toko waralaba yang menghasilkan pendapatan yang sangat kecil. Berdasarkan pengalaman responden yang bekerja di pabrik, mereka hanya mendapatkan gaji Rp.1.200.000,- sampai dengan Rp. 1.800.000,- per bulan. Berbeda dengan bertani yang bisa menghasilkan lebih besar dari itu, walaupun demikian mereka tetap lebih memilih bekerja di luar pertanian karena kepastian pendapatan yang didapat setiap bulannya. Selain itu terdapat 40 persen atau sekitar 16 orang dari responden yang mengatakan bahwa penghasilan dari pertanian itu lebih kecil dari pendapatan di pekerjaan sektor non pertanian. Mereka melihat hal ini dari ketidakpastian penghasilan dari bertani. Pengaruh faktor cuaca dan hama yang selalu mengancam membuat mereka berpikir bahwa penghasilan dari bertani itu tidak pasti bahkan banyak yang terancam mengalami kerugian. Penilaian pemuda terhadap pekerjaan sektor pertanian juga dilihat dari umur yang cocok untuk bekerja di sektor pertanian. Hal ini seperti yang dapat diperhatikan pada Gambar 7. Berdasarkan data yang didapatkan dari pemuda Desa Cihideung Udik, sebagian besar (65%) menjawab orang yang cocok bekerja di sektor pertanian merupakan generasi tua atau mereka yang sudah berumur 40 tahun ke atas. Sementara untuk pemuda lebih baik bekerja dan mencari pekerjaan di luar sana karena masih banyak yang bisa dilakukan selain bertani ketika masih muda. Hal ini seperti diungkapkan oleh Znd (20 tahun) ketika ditanya mengapa harus generasi tua yang bekerja di pertanian, “kalau masih muda mah mending cari kerja kemana-mana dulu teh, masih banyak pekerjaan yang bagus dan enak di luar sana”. Gambar 7 memperlihatkan masih ada pemuda yang menilai siapa saja cocok untuk bekerja di sektor pertanian, tidak hanya golongan tua ataupun generasi muda. Pemuda yang menilai generasi muda lebih cocok untuk bekerja di sektor pertanian merupakan persentase yang paling sedikit, hanya 12 persen atau sekitar 5 orang saja. Tampaknya pemuda saat ini memang menilai generasi muda tidak pantas untuk bekerja di pertanian.
37
23% golongan tua
12%
65%
generasi muda siapa saja
Gambar 7 Persentase penilaian pemuda tentang orang yang cocok bekerja di pertanian berdasarkan umur Berbeda dengan pendapat Znd di atas, beberapa responden lain mengatakan kalau pemuda saat ini tidak cocok bekerja di pertanain karena kebanyakan sudah sekolah, banyak yang sudah sampai SMA sehingga sangat disayangkan kalau ijazah SMA hanya dibawa ke sawah saja. Sehubungan dengan alasan responden yang mengatakan bahwa pemuda saat ini sudah berpendidikan sehingga kurang cocok bertani, hal inipun sejalan dengan penilaian pemuda terhadap orang yang cocok bekerja di sektor pertanian dilihat dari segi pendidikannya. Terdapat 33 orang atau 85 persen responden yang mengatakan bahwa orang yang cocok untuk bertani adalah mereka yang tidak sekolah atau maksimal hanya sampai lulus SD saja. Hal ini seperti yang dipaparkan pada Gambar 8.
2%
13% tidak sekolah dan lulus SD lulus SMP
85%
Minimal lulus SMA
Gambar 8 Persentase penilaian pemuda mengenai orang yang cocok bekerja di pertanian dari segi pendidikan Pendidikan merupakan suatu tolak ukur yang penting bagi responden untuk menilai pekerjaan di sektor pertanian ini. Mereka mempertimbangkan usaha dan waktu yang telah dihabiskan bertahun-tahun hanya untuk sekolah sehingga ketika mereka merasa sia-sia sudah mencapai hingga ke sekolah menengah atas atau merampungkan pendidikan hingga 12 tahun kalau hanya untuk bertani kembali. Berdasarkan data yang didapatkan secara keseluruhan, pemuda desa Cihideung Udik cenderung memiliki persepsi yang rendah atau negatif terhadap pekerjaan sektor pertanian. Hal ini terlihat dengan sekitar 34 orang atau lebih
38
kurang 85% responden memiliki persepsi yang rendah terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Banyak dari responden menilai bekerja di pertanian tersebut merupakan hal yang sulit dijalani, menguras banyak tenaga, menghabiskan banyak waktu serta pendapatan yang tidak jelas. Pendapatan yang belum dapat dipastikan setiap kali panennya menjadi alasan mereka karena melihat keadaan cuaca dan lingkungan membuat pemuda menilai rendah pekerjaandi sektor pertanian. Selain semua hal yang disebutkan di atas, pendidikan menjadi salah satu faktor penting bagi responden dalam melihat suatu jenis pekerjaan. Ketika seseorang telah menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SMA, mereka dinilai sudah memiliki kapabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di suatu perusahaan atau industri, bukan untuk di sawah. Hal ini menjadi suatu sumbangan besar dalam membuat penilaian terhadap bagaimana pekerjaan di sektor pertanian di mata mereka. Adapun untuk tingkat persepsi pemuda Desa Cihideung Udik terhadap pekerjaan di sektor pertanian dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 15. Tabel 15 Jumlah dan persentase persepsi pemuda Desa Cihideung Udik terhadap pekerjaan pertanian No 1 2 Total
Persepsi Positif Negatif
Jumlah responden 7 33 40
Persentase (%) 17,5 82,5 100,0
Responden yang memiliki persepsi positif hanya berjumlah 7 orang saja atau lebih kurang mengambil bagian 17,5 persen dari semua responden. Angka yang sangat kecil dari total keseluruhan responden. Ini memperlihatkan pemuda Desa Cihideung Udik memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Hal ini sepertinya tidak sejalan dengan hasil penelitian Chandra (2004) yang menemukan bahwa persepsi pemuda desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian secara keseluruhan masih tinggi (positif). Latar belakang responden yang sebagian besar tidak berasal dari keluarga petani dan tidak memiliki lahan pertanian menjadi penyebab perbedaan hasil tersebut. Selain itu, tampaknya faktor pendidikan yang dimiliki responden juga berperan dalam membentuk penilaian pemuda desa terhadap pekerjaan pertanian ini. Herlina (2002) mengemukakan hal yang sama dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa pemuda yang berpendidikan rendah atau hanya lulus SD memiliki persepsi terhadap pekerjaan sektor pertanian lebih baik dari pada pemuda dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini seperti yang diungkapkan Tobing (1994) dalam Setiawan (2007) bahwa semakin terdidik seseorang, harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan juga semakin tinggi.
39
Faktor internal Jenis kelamin Responden pada penelitian ini mayoritas laki-laki yaitu 82,5 persen dari total seluruh responden. Hal ini disebabkan oleh selain masih sedikitnya pendidikan perempuan yang mencapai tingkat SMA sederajat, juga dipengaruhi oleh lebih mudahnya perempuan yang berpendidikan SMA sederajat mendapatkan pekerjaan di daerah tersebut. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin No 1 2 Total
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah
Persentase (%) 33 7 40
82,5 17,5 100,0
Dalam mencari pekerjaan, rata-rata perempuan di daerah ini cenderung untuk mencari pekerjaan yang dekat dengan daerah mereka seperti tetap di daerah Bogor. Akan tetapi, lapangan pekerjaan pun memang banyak yang menawarkan untuk perempuan di daerah Bogor dalam beberapa waktu terakhir ini, seperti pabrik garmen yang terdapat di daerah Dramaga, dan banyaknya pembukaan lowongan SPG (Sales Promotion Girl). Sr (18) salah seorang responden mengatakan bahwa “Bulan lalu banyak sekali lowongan untuk SPG teh, hanya saja saya telat memasukkan lamaran, dan katanya bulan depan ada lagi.” Keterampilan Keterampilan di sini yaitu meliputi keahlian khusus yang dimiliki responden di luar pendidikan yang ditempuhnya dalam jalur formal. Pemuda Desa Cihideung Udik yang memiliki keterampilan hanya sebesar 35 persen. Ini berarti bahwa hanya sejumlah kecil responden yang memiliki keterampilan (Tabel 17). Tabel 17 Jumlah dan persentase responden yang memiliki keterampilan Keterampilan Tidak memiliki keterampilan Memiliki keterampilan Jumlah
Jumlah (orang) 26 14 40
Persentase (%) 65 35 100
Setelah dilihat semua data responden yang ada, ternyata keterampilan yang dimiliki responden di sini berkisar pada perbengkelan, bangunan,dan komputer. Selain itu juga terdapat servis hp, sablon, serta bengkel dan komputer. Pada
40
umumnya responden yang memiliki keterampilan mendapatkan keterampilan dari orang lain yang ada di sekitar mereka, seperti tentangga. Ini terjadi sekitar 38 persen dari seluruh total responden, kemudian hal ini baru diikuti oleh kursus, diajarkan orang tua dan belajar sendiri. Keterampilan yang mereka dapatkan tersebut diharapkan dapat membantu mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik nantinya. Pengalaman bekerja Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengalaman bekerja responden. Pengalaman bekerja di sini yaitu pengalaman bekerja di luar sektor pertanian, yang dapat dilihat berdasarkan dua bagian, yaitu memiliki pengalaman bekerja dan belum pernah memiliki pengalaman bekerja (Tabel 18). Tabel 18 Jumlah dan persentase pengalaman bekerja yang dimiliki responden Jumlah pengalaman bekerja Memiliki pengalaman bekerja Tidak punya pengalaman bekerja Jumlah
Jumlah (orang) Persentase (%) 22 55 18 45 40 100
Sebagian besar responden telah pernah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya. Bahkan terdapat responden memiliki pengalaman bekerja lebih dari satu kali. Kebanyakan responden yang telah pernah bekerja tersebut, bekerja pada sektor industri/pabrik (34%). Sektor ini menjadi sasaran utama yang diminati pemuda untuk melabuhkan pekerjaannya karena kemudahan dalam memasuki sektor tersebut dan banyaknya pembukaan lapangan pekerjaan pada bidang ini. Selain itu, bekerja di industri/pabrik memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat di Desa Cihideung Udik, seperti pernyataan salah satu orangtua responden, Ibu St (34 tahun) “ kayak anak tetangga tuh neng, dia mah udah enak dapat kerja di pabrik, sudah aman lah.” Masyarakat menilai bekerja di industri/pabrik sudah memberikan suatu hal yang lebih baik untuk kehidupan di masa mendatang. Bekerja di pabrik dinilai menjadi suatu pekerjaan yang sudah layak untuk mereka yang telah mencapai pendidikan hingga SMA sederajat. Akan tetapi, bekerja pada sektor industri tidak selamanya menempatkan mereka pada bagian pabrik atau produksi saja, bahkan terdapat beberapa dari mereka yang ditempatkan sebagai office boy serta cleaning service. Selain sektor industri/pabrik, bekerja di restaurant merupakan pekerjaan yang banyak dimasuki pemuda (31%). Mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas untuk sektor yang satu ini, hanya saja mereka berkata bahwa sektor tersebut banyak membuka lapangan pekerjaan. Akan tetapi banyak juga yang tidak bertahan lama pada sektor ini. Menjadi pelayan di restoran membutuhkan tenaga yang ekstra dan jam kerja yang biasanya juga panjang. Rata-rata responden yang pernah bekerja di restaurant ini bertahan hanya 1-3 bulan saja.
41
7% 17%
industri/pabrik 35%
mall/supermarket restaurant
31%
toko 10%
lainnya
Gambar 9 Jenis pekerjaan yang pernah dimasuki responden yang memiliki pengalaman bekerja Pekerjaan yang pernah dimasuki responden selain hal yang telah disebutkan di atas yaitu bekerja di mall/supermarket yang ditempati oleh perempuan, kemudian ada juga yang menjadi penjaga toko dan bekerja lainnya seperti di bengkel (Gambar 9). Hubungan faktor internal dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa faktor internal pemuda Desa Cihideung Udik yaitu sebagian besar merupakan laki-laki, tidak memiliki keterampilan, tidak memiliki lahan dan memiliki pengalaman bekerja di luar sektor pertanian. Dalam hubungannya dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian, terlihat kecenderungan terhadap persepsi negatif (Tabel 19). Tabel 19 Jumlah dan persentase persepsi pekerjaan pertanian berdasarkan faktor internal responden
Faktor internal
Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
Jumlah Keterampilan
Tidak memiliki Memiliki keterampilan
Jumlah Pengalaman bekerja Jumlah
Tidak memiliki Memiliki pengalaman bekerja
Persepsi pekerjaan pertanian Jumlah Negatif Positif (orang) n % n % 26 78,8 7 100,0 33 7 21,2 0 0,0 7 33 100,0 7 100,0 40 21 63,6 5 71,4 26
Persen tase (%) 82,5 17,5 100,0 65,0
12 33 15
36,4 2 28,6 100,0 7 100,0 45,0 3 43,0
14 40 18
35,0 100,0 45,0
18 33
55,0 4 57,0 100,0 7 100,0
22 40
55,0 100,0
42
Jenis kelamin Responden pada penelitian ini mayoritas merupakan laki-laki, hanya terdapat 7 orang responden perempuan, dan seluruh responden perempuan tersebut memiliki persepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian. Rendahnya persepsi seluruh responden perempuan terhadap pekerjaan sektor pertanian disebabkan oleh orientasinya yang kuat terhadap pekerjaan lain, seperti manjadi SPG. Selain itu juga disebabkan oleh ketidaktahuan responden mengenai kondisi pekerjaan pertanian sesungguhnya saat ini. Berbeda dengan laki-laki yang masih memiliki persepsi positif terhadap pekerjaan pertanian. Hal ini disebabkan oleh responden laki-laki masih ada yang bekerja ke sawah membantu keluarga, serta masih ada yang berasal dari keluarga yang memiliki lahan pertanian yang luas, yang memang sumber mata pencahariannya berasal dari pertanian, dalam artian keluarga petani bukan keluarga buruh tani. Hal ini tampaknya memberi peniliaian yang sedikit berbeda kepada mereka. Berdasarkan data Tabel 19 tidak terlihat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan persepsi pekerjaan sektor pertanian tersebut ketika diuji menggunakan uji Chi-Square dengan SPSS yang dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil olah data SPSS ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel jenis kelamin dan persepsi terhadap pekerjaan pertanian, karena nilai p(0.180) >alpha 10 persen sehingga H0 diterima artinya tidak terdapat hubungan antara variabel persepsi terhadap pekerjaan pertanian dengan variabel jenis kelamin. Jenis kelamin tidak memiliki hubungan nyata dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian karena saat ini pemuda yang menjadi responden terutama perempuan sudah tidak pernah lagi bekerja ke sawah secara langsung. Mereka tidak tahu bagaimana bertani dan bahkan pendapatan yang dihasilkan oleh pertanian tersebut. Herlina (2002) yang menyatakan bahwa perempuan cenderung untuk mempersepsikan pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan yang kurang baik dan kurang pantas untuknya karena pekerjaan pertanian identik dengan bekerja kasar dan berat. Begitupun yang terjadi pada pemuda Desa Cihideung Udik, mereka hanya mengetahui kalau bertani itu melelahkan dan menguras banyak tenaga, selain itu tampilan dari petani yang identik dengan berkeringat dan kotor membuat mereka menjadi terdorong untuk mendapatkan pekerjaan apapun di luar pertanian. “Gak kenapa-napa sih teh, males aja soalnya kan bertani itucapek teh, panas,” ( Sr, 18 tahun). Keterampilan Berdasarkan Tabel 19, terlihat bahwa pemuda yang tidak memiliki keterampilan apapun cenderung untuk memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan sektor pertanian. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Prambudi (2011) yang menyatakan bahwa ketika seorang pemuda tidak memiliki keterampilan untuk bekerja di sektor formal maka ia akan cenderung untuk memiliki persepsi positif terhadap pekerjaan pertanian. Perbedaan hasil yang didapatkan ini dapat disebabkan oleh latar belakang pemuda Desa Cihideung Udik yang selain tidak memiliki keterampilan di sektor lain, juga tidak memiliki keterampilan dalam pertanian. Artinya mereka tidak memiliki keterampilan
43
apapun baik itu di bidang pertanian maupun di luar pertanian. Akan tetapi, ketika responden memiliki keterampilan di luar pertanian, berarti responden telah mempersiapkan diri untuk masuk ke luar sektor pertanian. Keahlian yang dimiliki tersebut tentu tidak akan dibiarkan sia-sia begitu saja, seperti yang dituturkan salah seorang responden, “Saya pernah les komputer biar bisa mahir komputer teh, jadi nanti bisa kerja di kantor-kantor” (Ads, 18 tahun). Untuk menguji adanya hubungan antara kedua variabel tersebut digunakan hasil dari olah data SPSS menggunakan uji Chi-square yang dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil olah data SPSS ini menunjukkan bahwa keterampilan sama sekali tidak memiliki hubungan dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian, karena nilai p (0.695) > alpha 10 persen sehingga H0 diterima artinya artinya tidak terdapat hubungan diantara variabel keterampilan dengan variabel persepsi terhadap pekerjaan pertanian tersebut. Tidak adanya hubungan antara variabel keterampilan dengan persepsi pekerjaan pertanian dapat disebabkan keterampilan yang dimiliki kebanyakan diperoleh secara tidak sengaja serta tidak merupakan keterampilan yang mendukung pekerjaan yang diinginkan responden. Hal ini disebabkan oleh orang tua memiliki usaha tersebut atau diajak tetangga untuk mengisi waktu kosong. Contohnya seperti terjadi pada Pbr (18 tahun) yang ayahnya mempunyai usaha sablon dengan pendapatan yang cukup besar, sehingga setiap hari ia membantu ayahnya dan terampil menyablon karena terbiasa, padahal ia merupakan lulusan SMK perhotelan dan ingin bekerja menjadi polisi. Begitupun dengan yang terjadi pada Yds (18 tahun) yang memiliki keterampilan dalam bangunan karena sering diajak tetangganya untuk membantu bekerja membangun rumah untuk mengisi waktunya sementara belum mendapatkan pekerjaan, sehingga ia pun memiliki keterampilan tersebut, padahal ia merupakan lulusan SMK dengan jurusan administrasi dan ingin bekerja di pabrik. Banyak terjadi kasus seperti itu, pemuda memiliki keterampilan yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang diharapkannya. Pengalaman bekerja Adanya pengalaman pekerjaan ini apalagi di luar sektor pertanian, memberi pengaruh sedikit banyaknya pada orientasi dan penilaian pemuda terhadap pekerjaan pertanian. Persespi negatif terhadap pekerjaan pertanian cenderung berada pada pemuda yang telah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya (Tabel 19). Mereka telah terkontaminasi dengan kehidupan bekerja di luar pertanian. Pergantian pekerjaan yang mereka lalui membuat mereka dapat belajar bagaimana pekerjaan yang baik dan menyenangkan. Pekerjaan yang menyaratkan pendidikan menjadikan mereka merasa lebih dihargai daripada pekerjaan yang bisa dimasuki oleh siapapun dari berbagai latar belakang pendidikan. Tabel 19 memperlihatkan persentase persepsi yang negatif terhadap pekerjaan pertanian tidak jauh berbeda antara pemuda yang memiliki pengalaman bekerja sebelumnya (55%) dengan pemuda yang belum memliki pengalaman bekerja sebelumnya (45%). Walupun persepsi negatif sebagian besar dimiliki oleh pemuda yang memiliki pengalaman bekerja, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut berdasarkan uji statistik korelasi
44
spearman yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil olah data SPSS ini menunjukkan bahwa pengalaman bekerja tidak memiliki hubungan dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian, karena nilai p (0.457) > alpha 10 persen sehingga H0 diterima artinya tidak terdapat hubungan diantara kedua variabel pengalaman bekerja dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian. Tidak adanya hubungan antara kedua variabel tersebut dapat disebabkan oleh pengalaman bekerja yang dimiliki responden sebagian besar hanya sebentar saja, terdapat beberapa responden yang pernah memiliki pengalaman bekerja hanya beberapa minggu. Selain itu,pengalaman bekerja yang dimiliki responden ini pada umumnya tidak membahagiakan. Banyak dari pemuda yang melakukan pergantian pekerjaan terkait dengan alasan mereka meninggalkan pekerjaan sebelumnya. Sebagian besar dari mereka meninggalkan pekerjaan sebelumnya karena gaji yang sangat kecil dan jam kerja yang terlalu panjang. Beberapa responden mengaku hanya diberi upah di bawah Rp.750.000,- bahkan ada yang digaji dibawah Rp. 500.000,-. Sementara jam kerja mereka sangat panjang yaitu mulai dari pagi sampai malam setiap hari kerja dalam satu minggu. Jika diperhatikan pada Tabel 19, persentase pemuda yang memiliki persepsi positif terhadap pekerjaan pertanian juga ditempati oleh pemuda yang memiliki pengalaman bekerja sebelumnya. Mereka mulai mengubah pandangan terhadap pekerjaan pertanian disebabkan oleh pengalaman bekerja yang tidak membahagiakan seperti yang dikemukakan pada alasan mereka meninggalkan pekerjaan sebelumnya. Faktor Eksternal Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu yang mempengaruhi persepsi pemuda terhadap pekerjaan sektor pertanian. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu status sosial ekonomi keluarga, sosialisasi pekerjaan dan tingkat kosmopolitan. Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi dalam hal ini dilihat dari kepemilikan lahan, pekerjaan,pendidikan, dan pendapatan kedua orangtua dalam satu bulan, atau dilihat juga dari orang yang menanggung hidup responden selain orang tuanya. Kepemilikan lahan di sini dilihat dari ada atau tidaknya lahan pertanian yang dimiliki oleh responden saat ini. Kepemilikan lahan dibagi atas beberapa kelompok yaitu mereka yang mempunyai lahan > 0,5 Ha, memiliki lahan ≤ 0,5 Ha, pernah memiliki lahan dan tidak memiliki lahan (Tabel 20).
45
Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan lahan Kepemilikan lahan Memiliki lahan > 0,5 Ha Memiliki lahan ≤ 0,5 Ha Pernah memiliki lahan Tidak memiliki Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%) 2 11 22 5 40
5,0 27,5 55,0 12,5 100,0
Sebagian besar orangtua pemuda tidak memiliki lahan pertanian namun pernah memiliki lahan pertanian dalam waktu 10 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar lahan tersebut dijual untuk kepentingan yang lain (63%). Apalagi di Desa Cihideung Udik saat ini ditemukan beberapa pembangunan perumahan oleh pihak swasta. Lahan yang dulunya pertanian telah banyak dikonversi menjadi perumahan. Selain dijual karena adanya pihak swasta yang membeli, keinginan untuk membuka usaha lain menjadi salah satu penyebab lahan pertanian tersebut dijual. Banyak dari orang tua yang berpikir bahwa pekerjaan pertanian sudah tidak begitu menguntungkan lagi sehingga menjual lahannya dan mencoba usaha baru seperti membeli angkot dan akhirnya menjadi supir angkot. Memiliki lahan ≤ 0,5 Ha merupakan persentase kedua setelah pernah memiliki lahan. Rata-rata lahan yang dimiliki tersebut hanya 0,25 Ha – 0,45 Ha saja. Sebagian keluarga pemuda memanfaatkan lahan tersebut untuk kebun, beberapa jenis sayur dan buah ditanam di lahan tersebut, tapi tidak untuk dijual, hanya konsumsi sendiri saja. Sebagian lain membiarkan lahan tersebut begitu saja, belum diolah kembali karena lahannya sempit. Pemuda yang keluarganya tidak memiliki lahan lebih banyak daripada yang memiliki lahan pertanian. Apalagi untuk responden yang memiliki lahan pertanian >0,5 Ha yang hanya terdapat 2 orang saja, dan keduanya berasal dari keluarga petani yang masih memiliki lahan lebih dari 1 Ha. Selain petani, orangtua responden terutama untuk ayah, sebagian besar bekerja sebagai buruh (33%). Buruh di sini yaitu terdiri dari buruh lepas, buruh tani, dan buruh pabrik dan setelah itu diikuti oleh pedagang. Banyak dari mereka berdagang keluar dari desa, seperti ke Kota Bogor dan bahkan ada yang sampai ke luar provinsi Jawa Barat yaitu ke Tangerang. Sementara untuk pekerjaan sebagai petani hanya berjumlah tiga orang saja. Mereka yang dulunya petani telah banyak yang beralih profesi menjadi buruh atau pedagang. Pak Asep (50) orangtua dari salah satu responden mengatakan bahwa “Tahun lalu saya masih bertani neng, tapi sekarang saya gak punya lahan lagi, sudah saya jual untuk modal, harganya lumayan bagus waktu itu”. Selain buruh dan berdagang juga terdapat pekerjaan sebagai supir (17%). Supir di sini umumnya merupakan supir angkot lintas kota dan Kabupaten Bogor. Pekerjaan orangtua pemuda ini tidak hanya terbatas sampai di situ saja, terdapat jenis pekerjaan lainseperti pegawai negeri sipil (PNS), penjahit, dan buka usaha sablon, seperti yang dapat diperhatikan pada Tabel 21. Pekerjaan ibu pemuda yang menjadi responden mayoritas merupakan ibu rumah tangga (83%). Selain juga terdapat pekerjaan ibu sebagai pedagang. Umumnya ibu dari responden ini berdagang di depan rumah mereka masing-
46
masing. Mereka membuka warung kecil, yang menjual bermacam ragam kebutuhan rumah tangga dan ada juga yang menjual nasi uduk. Hal ini mereka lakukan hanya untuk menambah pendapatan utama dari suami. Pada bagian lainnya, terdapat pekerjaan ibu sebagai penjahit dan mute jilbab. Pada Tabel 21 juga terlihat perbedaan total ayah dan ibu. Hal ini disebabkan oleh ada beberapa ayah dari responden yang sudah meninggal, sedangkan seluruh ibu dari responden masih hidup. Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan orangtua No 1 2 3 4 5 6
Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu Persentase Persentase Jenis (%) (%) Jumlah Jenispekerjaan Jumlah pekerjaan Buruh 12 33 Ibu Rumah Tangga 33 83 Pedagang 10 28 Buruh 1 3 Petani 3 8 Pedagang 3 8 Supir 6 17 Petani 1 3 Lainnya 5 14 Lainnya 2 5 Total 36 100 Total 40 100
Ketetapan pekerjaan kepala keluarga responden dilihat dari upah yang didapatkan dalam satuan waktu tertentu. Upah yang didapatkan berdasarkan hari masuk kerjanya dikategorikan sebagai pekerja tidak tetap (BPS 2013). Dalam hal ini sebagian besar kepala keluarga responden termasuk ke dalam golongan pekerja yang tidak tetap yaitu 78 persen. Sisanya merupakan pekerja tetap yang digaji per bulannya yaitu yang hanya berjumlah 9 orang atau 22 persen. Pekerjaan kepala keluarga responden yang menjadi pekerjaan tetap di sini yaitu seperti PNS, buruh pabrik, dan pegawai showroom mobil. ( Tabel 22) Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan ketetapan pekerjaan kepala keluarga No 1 2 Total
Ketetapan pekerjaan Pekerja tetap Pekerja tidak tetap
Jumlah (orang)
Persentase (%) 9 31 40
22 78 100
Pekerjaan orangtua responden ini dapat menggambarkan pendapatan yang dihasilkan. Terdapat beberapa keberagaman dalam pendapatan yang diterima oleh orangtua responden. Ada beberapa yang mandapatkan penghasilan perhari, ada juga yang perminggu, dan perbulan. Terutama untuk supir, rata-rata mempunyai penghasilan yang didapatkan perhari. Namun, dalam kasus ini dikonversikan dalam satuan perbulan secara keseluruhan. Pendapatan kedua orangtua responden ini perbulan terdapat pada rentang Rp.1.200.000,- sampai kepada Rp.5.000.000,Pendapatan orangtua responden dikatakan rendah jika berada di bawah rata-rata pendapatan seluruh orangtua responden yaitu Rp.2.045.000,-. Adapun untuk
47
rincian total pendapatan orangtua atau keluarga responden perbulan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan total pendapatan orangtua perbulan No 1 2 Total
Total pendapatan per bulan ≤ Rp.2.045.000,>Rp.2.045.000,-
Jumlah (orang)
Persentase (%) 25 15 40
63 38 100
Penghasilan orangtua pemuda perbulan sebagian besar tergolong rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh orangtua responden tersebut masih banyak yang belum mendapatkan hasil yang sesuai. Hal ini juga mendorong mereka untuk tidak termotivasi menyekolahkan anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka lebih cenderung menyuruh dan mangantarkan anak mereka untuk masuk dunia kerja sehingga dapat membantu penghasilan keluarga. Para orang tua responden ini juga memiliki pemikiran bahwa pendidikan yang sudah mencapai tingkat SMA merupakan suatu pencapaian yang tinggi, dan seharusnya anaknya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan dengan penghasilan yang lebih baik. Sejalan dengan pekerjaan dan penghasilan, pendidikan orangtua responden rata-rata juga masih tergolong rendah. Hal ini dapat diperhatikan pada Tabel 24. Hanya segelintir dari orangtua pemuda yang sudah mencapai pendidikan hingga tingkat SMA dan sarjana yaitu 12 persen untuk ayah, dan dari persentase yang sangat kecil ini hanya satu orang yang berhasil mencapai pendidikan hingga sarjana, selain itu hanya mencapai lulusan SMA saja, sementara untuk pendidikan ibu hanya 5 persen yang mencapai tingkat SMA dan tidak ada yang mencapai hingga sarjana. Rata-rata orangtua responden memiliki pendidikan hanya lulus SD yaitu 65 persen untuk ayah dan 68 persen untuk ibu. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sarana pendidikan dahulunya di desa tersebut, dan untuk mencapai sekolah di daerah lain pun cukup menguras tenaga karena belum adanya transportasi yang lancar seperti adanya sekarang ini, selain itu juga didukung oleh kurangnya kesadaran akan pendidikan masyarakat. Hal ini sedikit banyaknya memberikan pengaruh terhadap pandangan akan pentingnya pendidikan anak. Pada umumnya orangtua responden menilai bahwa pendidikan mencapai tingkat SMA sudah merupakan pendidikan yang tinggi. Hal ini seperti terungkap oleh Ibu Ei (41) salah satu orangtua dari responden yang mengatakan “sudah bisa sampai SMA aja udah tinggi banget neng, sudah bisa dapat kerja yang enak sama gaji yang besar.” Berdasarkan beberapa faktor diatas, dapat terlihat status sosial ekonomi keluarga responden. Basrowi dan Juariyah (2010) mengatakan bahwa semakin tinggi kondisi sosial ekonomi masyarakat maka semakin tinggi pula tingkat pendidikan yang bisa dicapai masyarakat, sebaliknya jika kondisi sosial ekonomi masyarakat rendah maka tingkat pendidikan yang dicapainya juga akan rendah. Melalui kondisi sosial ekonomi yang lebih baik masyarakat akan lebih mudah untuk memberikan kesempatan kepada anaknya untuk bersekolah setinggi yang
48
diinginkan dengan dukungan yang baik. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan kondisi sosial ekonomi yang baik akan menciptakan generasi yang berpendidikan lebih baik pula sehingga akan menghasilkan tenaga kerja dengan pendidikan yang lebih tinggi dan lebih produktif. Tabel 24 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan orangtua responden No
1 2 3
Pendidikan ayah Pendidikan ibu Persentase Persentase Tingkat Tingkat (%) (%) Jumlah Jumlah pendidikan pendidikan Maksimal Maksimal lulus lulus SD 26 65 SD 27 68 SMP 9 23 SMP 11 27 Minimal Minimal lulus lulus SMA 5 12 SMA 2 5 Total 40 100 Total 40 100
Berdasarkan data yang didapat dari hasil penelitian ini, sebagian besar pemuda berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah (62,5 persen). Hanya 37,5 persen dari mereka yang berasal dari status sosial ekonomi tinggi. Hal ini tentu kurang sesuai dengan pemaparan di atas, karena responden sudah termasuk mereka yang berpendidikan atau terdidik. BPS (2008) mengatakan bahwa mereka yang mencari pekerjaan dengan pendidikan minimal SMA termasuk ke dalam golongan terdidik. Dalam kata lain hasil penelitian Basrowi dan Juariyah (2010) kurang sesuai terutama apabila respondennya terfokus hanya kepada mereka yang berpendidikan SMA. Tabel 25 Jumlah dan persentase pemuda berdasarkan keluarga No 1 2 Total
Status ekonomi Rendah Tinggi
sosial
Jumlah (orang)
status sosial ekonomi Persentase (%)
25 15 40
62,5 37,5 100,0
Walaupun pendidikan SMA sudah termasuk terdidik akan tetapi belum sesuai dengan teori tersebut. Hal ini juga tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Simanjuntak (1985) yang mengemukakan bahwa tenaga kerja terdidik umumnya datang dari keluarga dengan kehidupan sosial ekonomi yang relative tinggi. Adapun status sosial ekonomi keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 25. Sebagian besar responden berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang tergolong rendah (62,5 persen), akan tetapi mereka bisa mencapai pendidikan hingga ke tingkat SMA yang sudah termasuk golongan terdidik atau berpendidikan.
49
Tingkat kosmopolitan Kekosmopolitan yaitu keterbukaan seseorang menerima informasi dari luar. Tingkat kosmopolitan di sini dilihat dari keterdedahan responden terhadap media massa dan kontak terhadap kota. Keterdedahan dengan media massa Pemuda saat ini lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengonsumsi media massa. Dalam hal keterdedahan dengan media massa ini akan dilihat jumlah media massa yag diakses dan total durasi mengakses media massa tersebut setiap harinya, selain itu juga dilihat topik apa yang disukai dan selalu dikonsumsi oleh pemuda desa. Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian pemuda Desa Cihideung Udik, media yang masih sering diakses yaitu televisi dan internet serta sedikit yang masih mendengarkan radio yaitu 14 orang saja. Responden yang masih mendengarkan radio tersebut hanya suka mendengarkan musik dan acara keagamaan. Tidak ada lagi pemuda saat ini yang masih membaca koran ataupun majalah. Hal ini disebabkan oleh tuntutan zaman yang semakin serba praktis, selain itu koran pun sudah sangat jarang ditemukan di Desa Cihideung Udik. Ini juga dipengaruhi oleh ketersediaan sarana yang saat ini lebih banyak berada pada media elektronik seperti televisi yang dimiliki oleh hampir setiap rumah dan semakin mudahnya mengakses internet yang lebih menarik bagi pemuda saat ini. Tabel 26 Jumlah dan persentase responden berdasarkan topik yang disukai ketika mengakses internet dan televisi Topik Acara Musik Drama Berita Olah raga Musik dan drama Musik dan berita Berita dan olahraga Jumlah
Televisi n % 4 10 17 42,5 2 5 7 17,5 5 2 3 40
Topik Games online Media sosial Info lowongan kerja Ilmu pengetahuan
12,5 Games online dan media sosial Media sosial dan info 5 lowongan keja 7,5 100 Jumlah
Internet n % 4 10 29 72,5 0 0 4 10 2
5
1
2,5
40
100
Pada Tabel 26 dapat diperhatikan bahwa pemuda desa saat ini cenderung untuk melihat hiburan saat ia mengakses media massa. Acara musik, drama (sinetron, film dan ftv) dan acara olahraga (pertandingan bola dan badminton) merupakan acara yang paling disukai pemuda saat ini. Begitupun saat mengakses internet. Sebagian besar responden hanya mengkases media sosial (72,5 %) dan games online. Hanya segelintir saja yang memanfaatkan internet untuk mencari
50
informasi lowongan pekerjaan. Padahal lowongan pekerjaan sangat banyak tersedia di internet, tidak hanya untuk lulusan perguruan tinggi saja, akan tetapi untuk lulusan SMA sederajatpun tersedia di internet. Namun pemuda Desa Cihideung Udik ini tidak memanfaatkan media tersebut untuk itu. Mereka mengatakan mencari info lowongan pekerjaan itu adalah hal yang sulit saat ini. Mereka cenderung untuk menerima lowongan pekerjaan dari orang-orang yang mereka kenal, seperti teman, keluarga atau tetangga. Alasannya karena info tersebut lebih jelas dan ada orang yang dikenal di tempat tersebut. Salah seorang responden yang bernama Rdw (19 tahun) mengatakan bahwa “sekarang nyari lowongan kerja susah teh, harus ada orang dalam atau didatengin langsung”. Hal ini sejalan dengan Rohmat (1997) yang menyatakan bahwa pemuda saat ini lebih percaya pada koneksi daripada kompetisi secara terbuka. Begitupun waktu yang dihabiskan responden untuk mengakses media massa yang sangat bervariasi, berkisar antara 3 jam hingga 18 jam dalam sehari. Rata-rata waktu yang dihabiskan untuk mengakses media massa dalam sehari yaitu sekitar 7 jam, hal ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 27. Tabel 27 Jumlah dan persentase responden berdasarkan waktu yang dihabiskan untuk mengakses media massa dalam sehari No 1 2 Total
Total Waktu ≤7 jam >7 jam
Jumlah (orang)
Persentase (%) 26 14 40
65 35 100
Jumlah responden yang mengakses media massa dibawah 7 jam dalam sehari lebih banyak daripada yang mengakses diatas 7 jam yaitu berjumlah 26 orang atau 65 persen dari seluruh total responden. Walaupun demikian, pada jumlah yang hanya 35 persen tersebut, terdapat beberapa responden yang benarbenat sangat lama mengakses media massa baik itu televisi maupun internet. Terdapat enam orang responden yang menghabiskan waktunya lebih dari 12 jam hanya untuk mengakses media massa. Dalam kasus ini, terlihat bahwa ketika pemuda tidak memiliki pekerjaan ataupun suatu pekerjaan yang tetap, mereka cenderung menghabiskan waktunya untuk mengakses media massa. Kontak dengan kota Kontak dengan kota menggambarkan banyaknya kota yang telah dikunjungi pemuda serta sesering apakah pemuda tersebut pergi ke kota. Dalam kasus pemuda di Desa Cihideung Udik ini, responden paling sedikitnya telah mengunjungi dua kota yaitu Kota Bogor dan Kota Jakarta dan paling banyak hanya mengunjungi empat kota. Kota yang dikunjungi tersebut hanya berada di sekitar Jabodetabek saja. Ini berarti bahwa pemuda Desa Cihideung Udik tidak terlalu suka meninggalkan desanyauntuk bepergian dalamjarak yang cukup jauh. Banyaknya pemuda yang mengunjungi Kota Bogor dan Jakarta ini disebabkan oleh faktor kedekatan dengan desa tempat mereka tinggal serta juga dipengaruhi oleh lancarnya transportasi yang membawa mereka ke daerah tersebut. Kota yang
51
paling sering dikunjungi oleh responden selain Kota Bogor dan Jakarta yaitu Kota Bekasi, Karawang dan Tangerang. Tabel 28 Jumlah responden berdasarkan kota yang pernah dikunjungi No
Nama Kota
1 2 3 4 5 6
Bogor Jakarta Bekasi Karawang Tangerang Lainnya
Jumlah responden yang pernah mengunjungi (orang) 40 37 7 3 5 3
Pada Tabel 28 terlihat kota yang dikunjungi responden rata-rata merupakan kota yang terdapat industri, pabrik dan perusahaan. Hal ini terkait dengan tujuan responden yang ingin mencari pekerjaan atau melamar pekerjaan ke daerah tersebut. Sebagian besar dari respoden, baru mengunjungi kota selain Kota Bogor ketika ia lulus SMA, dan hal tersebut dilakukannya karena melamar pekerjaan dan mencari lowongan pekerjaan. Pada bagian lainnya di Tabel 28 tersebut terdapat tiga kota berbeda yang masing-masing pernah dikunjungi oleh satu responden, yaitu Kota Bandung, Depok dan Pelembang. Umumnya mereka mengunjungi kota tersebut hanya untuk main dan bersilaturrahmi dengan keluarga jauh. Tabel 29 Jumlah responden berdasarkan tujuan mengunjungi kota Tujuan Mencari lowongan pekerjaan Main Silaturrahmi Lainnya Jumlah
Kota Bogor Jakarta Bekasi Karawang Tangerang Lainnya
7 31 0 2 40
15 13 1 8 37
3 2 0 1 6
2 1 0 0 3
4 0 1 0 5
0 2 1 0 3
Tabel 29 memperlihatkan bahwa seluruh responden pernah ke Kota Bogor, dan sebagian besar tujuan mereka hanya untuk bermain. Sementara untuk Kota Jakarta, responden lebih cenderung untuk mencari lowongan pekerjaan dibandingkan untuk bermain. Hal ini disebabkan oleh anggapan dari mereka bahwa lapangan pekerjaan di Jakarta itu selain banyak juga memiliki gaji yang lebih besar. Rata-rata responden mengunjungi paling sedikit dua kota dalam tahun ini. Adapun jumlah kota yang dikunjungi responden secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 30.
52
Tabel 30 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah kota yang pernah dikunjungi No 1 2 3 Total
Jumlah kota yang dikunjungi 2 3 4
Jumlah (orang)
responden Persentase (%) 28 8 4 40
70 20 10 100
Sebagian besar responden yaitu 70 persen hanya pernah mengunjungi dua kota dalam tahun 2013 ini, rata-rata kota tersebut adalah Kota Bogor dan Kota Jakarta yang notabenenya memiliki jarak terdekat dari tempat tinggal mereka. Selain itu, Jakarta memiliki faktor penarik yang kuat karena banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia di ibukota ini. Sejalan dengan hal tersebut untuk melihat kontak responden dengan kota, dilihat juga frekuensi responden untuk mengunjungi kota dalam satu tahun ini. Sebagian besar responden mengunjungi Kota Bogor hampir setiap minggu, atau setiap akhir pekan, bahkan ada yang mengunjungi Kota Bogor beberapa kali dalam satu minggu tersebut. Tingkat kosmopolitan secara keseluruhan dibagi dua menjadi tingkat kosmopolitan rendah dan tingkat kosmopolitan tinggi. Hal ini dilihat dari keterdedahan dengan media massa dan kontak dengan kota. Berdasarkan hasil perhitungan, tingkat kosmopolitan responden berada pada interval 8-14, dengan mengambil nilai mediannya, maka tingkat kosmopolitan rendah berada pada interval 6-8, dan tingkat kosmopolitan tinggi berada pada interval 9-14. Tingkat kosmopolitan pemuda Desa Cihideung Udik seperti dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kosmopolitan Tingkat kosmopolitan Tinggi Rendah Jumlah
Jumlah ( orang)
persentase (%) 18 22 40
45 55 100
Tingkat kosmopolitan pemuda Desa Cihideung Udik yang menjadi responden sebagian besar rendah (55 persen). Hal ini sebenarnya tidak memiliki perbedaan yang jauh dengan pemuda yang memiliki tingkat kosmopolitan yang tinggi. Pemuda Desa Cihideung Udik yang memiliki tingkat kosmopolitan tinggi yaitu 18 orang atau 45 persen dari total keseluruhan responden. Sosialisasi pekerjaan Pekerjaan yang diperkenalkan kepada anak semenjak kecil serta harapan pekerjaan dari orangtua tentunya akan mempengaruhi keputusan pemuda untuk memilih pekerjaan yang akan ia masuki. Desa Cihideung Udik ini masih
53
merupakan daerah petanian serta sebagian besar penduduknya masih bekerja di bidang pertanian, untuk itu akan dilihat apakah orangtua masih mensosialisasikan pekerjaan pertanian kepada responden. Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan, orangtua yang masih memperkenalkan pertanian kepada anaknya hanya 30 persen dari total seluruh responden. Hal ini dapat diamati seperti pada Gambar 10. 100 80 Persentase
diperkenalkandenga n pertanian
60 40
diharapkan bekerja di pertanian
20 0 ya
tidak
Gambar 10 Responden yang diperkenalkan dan diharapkan bekerja di pertanian Pada Gambar 10 terlihat bahwa tidak banyak lagi pemuda desa yang diperkenalkan dengan pertanian, baik itu oleh orang tua maupun orang lain yang berada di sekitar responden. Padahal, Desa Cihideung Udik merupakan desa pertanian dan mata pencaharian sebagian besar penduduknya di bidang pertanian. Hal ini disebabkan oleh sebagian pekerjaan orangtua pemuda yang menjadi responden bukan di bidang pertanian, kebanyakan dari mereka hanyalah buruh, baik itu buruh tani, buruh pabrik maupun buruh lepas Responden yang diperkenalkan dengan pertanian hanya 30 persen. Hal ini pun hanya sekedar diajarkan dengan mengajaknya dan mengajarkan cara menanam, tidak ada tuntutan pemuda tersebut untuk bisa bertani walaupun orang tua mereka merupakan seorang petani yang memiliki lahan cukup luas dan penghasilan utama keluarga dari bertani. Hal ini seperti yang dialami oleh Sfl (19) yang ayahnya memiliki sawah seluas 1,5 Ha serta memiliki kebun, ia sering diajak ke sawah dan kebunnya di waktu kecil tapi ia tidak disuruh untuk bertani. Ia malah di suruh untuk mencari kerja di Jakarta dan sekitarnya, hal ini seperti yang diungkapkannya “ kata ayah mah saya gak usah ke sawah teh, cukup cari kerja aja di Jakarta, sawah mah urusan ayah”. Responden yang berasal dari keluarga petani sekalipun tidak diharapkan untuk melanjutkan pekerjaan pertanian. Gambar 10 memperlihatkan persentase yang sangat kecil untuk harapan orangtua agar anaknya bekerja di pertanian. Hanya 5 persen dari seluruh responden yang diharapkan untuk bekerja di sektor pertanian dan ketika dilihat latar belakang keluarga yang mengharapkan anaknya bekerja di sektor pertanian tersebut memiliki kesamaan yaitu dahulunnya pernah menjadi petani yang berhasil. Akan tetapi, saat ini hanya satu orang yang keluarganya masih mengolah pertanian, walaupun tidak menjadi penghasilan utama, tapi masih tetap mengolah pertanian dengan pekerjaan utama menjual sayuran. Bapak Cp (47 tahun) merupakan orang tua dari responden yang masih mengaharapkan anaknya bekerja di sektor pertanian, ia mengatakan bahwa sebenarnya lebih enak menjadi petani daripada pedagang kalau punya lahan yang
54
cukup, “Sebenarnya lebih enak jadi petani kalau punya lahan mah, sekarang lahan saya sempit, jadi harus dagang ke pasar-pasar tiap hari”. Pada Gambar 10 terlihat bahwa 95 persen dari responden tidak diharapkan untuk bekerja di bidang pertanian. Terkait dengan hal tersebut, walaupun orangtua responden tidak mengharapkan anaknya untuk bekerja di bidang pertanian, akan tetapi mereka juga tidak mengharapkan anaknya bekerja di suatu bidang yang jelas, terdapat beberapa dari orangtua yang menyerahkan pilihan pekerjaan kepada apa yang diinginkan anaknya. Hal ini seperti dapat dilihat secara rinci pada Tabel 32. Tabel 32 Jumlah dan presentase responden berdasarkan jenis pekerjaan yang diharapkan orangtua No 1 2 3 4 5
Pekerjaan yang diharapkan Dagang Industri/pabrik PNS Ikut kemauan anak Pertanian Jumlah
Jumlah (orang) Persentase (%) 2 13 4 19 2 40
5,0 32,5 10,0 47,5 5,0 100,0
Pada saat ditanya harapan pekerjaan untuk anak, sebagian besar atau 47,5 persen orang tua tidak mengharapkan pekerjaan apapun pada anaknya. Mereka hanya memberikan kesempatan seluas-luas mungkin untuk menentukan pilihan pekerjaan kepada anak mereka sendiri. Akan tetapi, hal yang harus digarisbawahi di sini, sebagian besar orangtua tersebut mengharapkan anaknya tidak bekerja jauh-jauh dari desanya. Apalagi untuk perempuan, besar harapan mereka untuk tetap berada di Bogor, dan tidak mengizinkan untuk bekerja di luar Kota Bogor. Hal ini seperti yang diungkapkan Ibu St (34 tahun) salah seorang orangtua responden, “Kalau ibu mah terserah anak mau nya dimana, asalkan baik aja, dan tetap di Bogor, biar bisa tetap ngumpul.” Jika melihat Tabel 32, bekerja di pabrik merupakan harapan pekerjaan yang paling banyak dari orang tua pemuda di Desa Cihideung Udik. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pabrik yang membuka lowongan pekerjaan akhirakhir ini serta pendapatan yang diberikan pabrik tersebut tetap dan berkelanjutan, selain itu persyaratan untuk masuk pabrik yang mudah, hanya dengan membawa ijazah dan surat lamaran, mereka sudah bisa bekerja di pabrik, tanpa mengeluarkan modal apapun lagi. Berbeda dengan bertani atau berdagang yang membutuhkan sejumlah uang untuk modal. Hal ini semakin mendorong orangtua untuk mengharapkan anaknya bekerja di pabrik, agar bisa segera memiliki penghasilan dengan tidak mengeluarkan modal. Selain bekerja di pabrik, dagang dan bertani, masih terdapat 10 persen dari responden yang diharapkan untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Banyak dari orangtua tidak begitu mengharapkan anaknya menjadi PNS karena prosesnya yang terlalu rumit dan memakan waktu yang lama.
55
Hubungan faktor eksternal dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan mengenai faktor eksternal pemuda Desa Cihideung Udik yaitu memiliki status sosial ekonomi rendah, tingkat kosmopolitan rendah dan pekerjaan yang disosialisasikanmerupakan pekerjaan di luar sektor pertanian. Hubungan faktor eksternal tersebut dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Jumlah dan persentase persepsi pekerjaan pertanian berdasarkan faktor eksternal responden
Faktor eksternal Status sosial ekonomi Jumlah Tingkat kosmopolitan Jumlah Sosialisasi pekerjaan Jumlah
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Non Pertanian Pertanian
Persepsi pekerjaan pertanian Jumlah Persentase Negatif Positif (orang) (%) n % n % 21 64 4 57,1 22 62,5 12 36 3 42,9 18 37,5 33 100 7 100,0 40 100,0 19 58 3 42,9 22 55,0 14 42 4 57,1 18 45,0 33 100 7 100,0 40 100,0 24 73 3 42,9 27 67,5 9 27 4 57,1 13 32,5 33 100 7 100,0 40 100,0
Status sosial ekonomi Suyanto dan Sudarso (2004) mengungkapkan bahwa mereka yang sudah memiliki status sosial ekonomi yang baik akan berusaha mempertahankan kedudukannya dan tidak akan membiarkan anaknya memasuki pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi mereka. Adapun untuk pemuda di Desa Cihideung Udik ini, hubungan persepsi dengan status sosial ekonomi dapat dilihat pada Tabel 33.Persepsi terhadap pekerjaan sektor pertanian yang negatif lebih besar berada pada pemuda yang berasal dari status sosial ekonomi keluarga yang rendah yaitu 62,5 persen. Hal ini disebabkan oleh harapan akan pekerjaan yang lebih baik dari keluarga. Orangtua pemuda mengharapkan anaknya memiliki pendapatan yang jauh lebih baik dari orang tuanya saat ini, dan pekerjaan yang lebih baik tersebut menurut mereka berada pada sektor industri dan sektor lain di luar pertanian. Hal ini disebabkan oleh pertimbangan pendidikan yang telah dimiliki. Salah seorang orang tua responden yang tergolong kepada status sosial ekonomi rendah dan tidak pernah memiliki lahan pertanian mengatakan, “Kalau sudah SMA mah ngapain juga bertani lagi neng, sayang ijazah atuh.” (Bapak Ed, 50 tahun). Selain itu, tidak adanya lahan pertanian yang dimiliki oleh keluarga secara tidak langsung akan mempengaruhi pandangan pemuda terhadap pekerjaan pertanian. Petani berlahan akan memiliki pandangan lebih baik terhadap pekerjaan pertanian, sebaliknya mereka yang tidak memiliki lahan biasanya akan menjadi
56
buruh tani dengan bekerja kasar di lahan pertanian orang lain dan memiliki pandangan yang kurang baik terhadap pekerjaan pertanian (Chandra 2004). Pemuda desa Cihideung Udik yang sebagian besar tidak memiliki lahan pertanian ini hanya melihat buruh tani yang bekerja kasar dengan upah yang kecil sehingga pemuda menilai pekerjaan pertanian itu sebagai pekerjaan yang kurang baik untuk mereka sehingga akan dihindari. Pada Tabel 33tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi keluarga dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian. Hal ini didukung oleh hasil olahan data SPSS uji korelasi spearman yang dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil olah data SPSS ini menunjukkan bahwa status sosial ekonomi sama sekali tidak memiliki hubungan dengan persepsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian karena nilai p (0.903) > alpha 10 persen sehingga H0 diterima artinya tidak terdapat hubungan diantara kedua variabel tersebut. Orangtua saat ini baik yang berasal dari status sosial ekonomi rendah maupun tinggi akan selalu memberikan dorongan untuk tidak lagi bekerja di pertanian untuk anaknya. Tidak jauh berbeda dengan Bapak Ed, salah seorang orangtua responden yang merupakan seorang petani dengan luas lahan mencapai 2 Ha mengatakan hal yang sama mengenai harapan pekerjaan untuk anaknya. “Ya, kalau bagi Bapak mending cari kerja di kota sana, gak usah jadi petani kayak Bapak” (Bapak Ecp, 57 tahun).
Tingkat kosmopolitan Tingkat kosmopolitan pemuda Desa Cihideung Udik ini memiliki hubungan yang positif dengan persepsi pekerjaan di sektor pertanian. Pemuda yang memiliki persepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian cenderung memiliki tingkat kosmopolitan yang rendah. Begitupun sebaliknya, pemuda yang memiliki persepsi positif terhadap pekerjaan petanian cenderung memiliki tingkat kosmopolitan yang tinggi yaitu sebesar 57 persen. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Chandra (2004) yang menemukan bahwa semakin tinggi (positif) persepsi pemuda terhadap pekerjaan pertanian semakin rendah tingkat kosmopolitan pemuda tersebut. Perbedaan hasil yang didapatkan ini dapat disebabkan oleh perbedaan latar belakang responden penelitian. Chandra (2004) lebih cenderung meneliti pemuda yang masih bekerja di sektor pertanian dengan rata-rata pendidikan yang rendah yaitu SD dan SMP. Berbeda dengan penelitian ini yang fokus kepada pemuda pencari kerja dengan pendidikan telah mencapai SMA sederajat yang sebagian besar tidak bekerja di sektor pertanian.Walaupun demikian, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel status sosial ekonomi dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian ketika diuji dengan menggunakan uji korelasi Spearman yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil olah data tersebut menunjukkan bahwa tingkat kosmopolitan sama sekali tidak memiliki hubungan dengan persepsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian karena nilai p (0.477) > alpha 10 persen sehingga tidak cukup bukti untuk menolak H0 artinya tidak ada hubungan antara variabel tingkat kosmopolitan dengan variabel persepsi terhadap pekerjaan pertanian. Ini dapat disebabkan oleh akses terhadap media massa dan akses ke kota bukan merupakan hal yang tidak asing lagi di Desa Cihideung Udik saat ini. Selain itu pada
57
umumnya pemuda telah terkontaminasi oleh media massa terutama internet yang dapat diakses dimanapun saat ini. Walaupun hasil menunjukkan bahwa lebih banyak pemuda dengan tingkat kosmopolitan rendah, akan tetapi perbandingan antara responden dengan tingkat kosmopolitan tinggi dan rendah tersebut tidak berbeda jauh. Selain itu, pada umumnya pemuda yang mengakses media massa ini hanya mengakses untuk hiburan semata. Pada saat menonton televisi, acara seperti sinetron dan ftv merupakan acara yang paling mereka senangi. Hal ini sedikit banyaknya mempengaruhi cara berfikir mereka dan cara pandang mereka yang lebih berorientasi kepada apa yang mereka lihat tersebut. Suyanto dan Narwoko (2011) menyatakan bahwa media massa mempunyai peranan penting dalam proses transformasi nilai-nilai baru pada masyarakat. Tampaknya hal ini juga terjadi pada pemuda Desa Cihideung Udik yang sebagian besar hanya mengakses hiburan seperti sinetron, ftv dan acara musik ketika menonton televisi sehingga merubah nilai-nilai yang mereka anut menjadi lebih berorientasi kepada apa yang disaksikan setiap hari di sinetron. Kehidupan kota yang terlihat mewah, dan dimanjakan oleh berbagai fasilitas kota yang selalu ditampilkan di sinetron membuat mereka lebih berorientasi pada pekerjaan di kota dan hal ini mempengaruhi pandangan mereka tentang pekerjaan pertanian di desa.“Kalau di kota itu kan lebih enak teh, tempat kerjanya bagus, fasilitasnya juga lengkap” (Rmt 18 tahun ) Sosialisasi Pekerjaan Sosialisasi pekerjaan ini dibagi atas dua kategori, yaitu sosialisasi pekerjaan pertanian dan sosialisasi pekerjaan di luar sektor pertanian. Hubungan sosialisasi pekerjaan dengan persepsi pemuda terhadap pekerjaan sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 33. Persepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian cenderung dimiliki oleh pemuda yang tidak disosialisasikan pekerjaan pertanian. Begitupun sebaliknya, ketika pekerjaan yang disosialisasikan adalah pekerjaan pertanian persepsi pemuda terhadap pekerjaan sektor pertanian cenderung positif (57 persen). Hal ini sejalan dengan hasil yang ditemukan Chandra (2004) dalam penelitiannya di Desa Jambudipa yang mengatakan bahwa persepsi terhadap pekerjaan pertanian akan cenderung rendah ketika sosialisasi pekerjaan pertanian juga rendah. Akan tetapi hal ini tidak didukung oleh olah data menggunakan uji Chi-Square yang dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil olah data SPSS ini menunjukkan bahwa variabel sosialisasi pekerjaan dan persepsi terhadap pekerjaan pertanian tidak memiliki hubungan, karena nilai p (0.125) > alpha 10 persen sehingga tidak cukup bukti untuk menolak H0 artinya tidak ada hubungan antara variabel sosialisasi pekerjaan dengan persepsi terhadap pekerjaan. Hal ini dapat terjadi karena walaupun masih ada sejumlah orangtua yang mensosialisasikan pekerjaan pertanian kepada anaknya, akan tetapi mereka tidak lagi mengharapkan anaknya untuk bekerja di sektor pertanian tersebut. Para orang tua lebih cenderung untuk mengusahakan anaknya bekerja di sektor non pertanian, terutama banyak yang mengharapkan untuk bekerja di industri/pabrik yang dinilai pekerjaan yang sangat baik untuk anak mereka yang telah mencapai pendidikan hingga tingkat SMA ini.
58
Walaupun demikian, pada tabulasi silang dapat diperhatikan suatu kecenderungan yaitu responden yang disosialisasikan pekerjaan pertanian akan cenderung untuk memiliki persepsi positif terhadap pekerjaan pertanian dan responden yang tidak disosialisasikan pekerjaan pertanian memiliki persepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian. Dapat disimpulkan dari data tersebut bahwa variabel sosialisasi pekerjaan mempengaruhi pembentukan persepsi pemuda desa terhadap pekerjaan pertanian. Ikhtisar Pemuda Desa Cihideung Udik sebagian besar memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan pertanian. Hasil olah data menunjukkan responden perempuan seluruhnya memiliki persepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian. Begitupun dengan variabel kepemilikan keterampilan, responden yang memiliki keterampilan cenderung untuk memiliki persepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian.Pada pengalaman bekerja, pemuda yang telah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya cenderung memiliki persepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian. Hal yang sama dengan status sosial ekonomi, responden sebagian besar berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah (62,5 persen) dan cenderung untuk memiliki persepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian. Pemuda Desa Cihideung Udik memiliki tingkat kosmopolitan yang rendah (55 persen), dan terlihat suatu pola ketika dihubungkan dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian yaitu semakin tinggi tingkat kosmopolitan semakin positif persepsi terhadap pekerjaan pertanian. Sosialisasi pekerjaan terlihat memiliki hubungan negatif dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian pada tabulasi silang. Persepsi terhadap pekerjaan pertanian negatif ketika responden tersebut disosialisasikan pekerjaan non pertanian, dan begitupun sebaliknya, persepsi terhadap pekerjaan pertanian positif ketika pekerjaan yang disosialisasikan tersebut memanglah pekerjaan pertanian.
59
PILIHAN PEKERJAAN PEMUDA DESA Pemuda Desa Cihideung Udik ini tidak ada lagi yang memilih pertanian sebagai pekerjaan utama mereka. Seluruhnya (100 persen) memilih pekerjaan di luar pertanian. Hal ini disebabkan oleh persepsi mereka yang memang sudah negatif terhadap pekerjaan pertanian ini. Mereka lebih memilih pekerjaan lain asalkan tidak pekerjaan pertanian untuk menjadi pekerjaan utama mereka. Walaupun demikian, masih terdapat beberapa pemuda yang mau bekerja di pekerjaan pertanian ini. Akan tetapi tidak untuk menjadi pekerjaan utama, hanya sebagai pengisi waktu luang dan sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan. Raharjo (2004) menyatakan bahwa hasil penelitian di Missouri (AS) mendapatkan kenyataan bahwa pemuda yang mempunyai tingkat pendidikan atau kecakapan terbaik telah meninggalkan daerah sektor pertanian dan beranjak ke daerah non pertanian seperti kota.Hal ini juga terjadi pada pemuda Desa Cihideung Udik yang telah berpendidikan SMA sederajat, bahwa mereka tidak ada lagi yang memilih pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan mereka dan mulai beranjak ke daerah non pertanian seperti di kota. Selain itu, pada bab pilihan pekerjaan pemuda desa ini juga akan dianalisis pekerjaan pertanian pemuda desa, kemudian jenis pekerjaan yang diminati pemuda desa di luar sektor pertanian, daerah yang menjadi pilihan untuk bekerja bagi pemuda, serta harapan pendapatan. Pekerjaan pertanian Pada bagian pekerjaan pertanian ini dilihat berdasarkan minat bekerja di sektor pertanian yaitu kemauan atau apakah pemuda tersebut masih mau bekerja di sektor pertanian saat ini. Berdasarkan data yang didapatkan dari pemuda Desa Cihideung Udik, ternyata masih terdapat pemuda yang berminat bekerja di sektor pertanian yaitu sekitar 11 orang atau 28 persen dari seluruh responden. Sisanya yaitu 72 persen mengatakan kalau mereka tidak mau bekerja di sektor pertanian tersebut ( Tabel 34). Tabel 34 Jumlah dan persentase minat bekerja pemuda Desa Cihideung Udik No 1 2 Total
Minat bekerja Pertanian Non Pertanian
Jumlah (orang)
Persentase (%) 11 29 40
28 72 100
Masih terdapat pemuda Desa Cihideung Udik yang mau untuk bekerja di pertanian. Lamanya waktu yang mereka habiskan untuk menunggu mendapatkan pekerjaan membuat mereka mulai jenuh dan berfikir unruk mencoba pekerjaan lain. Salah satunya pekerjaan pertanian, akan tetapi mereka masih mau untuk bekerja di sektor pertanian ini untuk mengisi waktu luang.
60
“Saya pengen nyoba bertani teh, nanam sayur di ladang gitu, daripada gak ada pekerjaan yang jelas gini, yah buat ngisi waktu luanglah, sambil nunggu ada lamaran yang diterima, tapi sayangnya saya gak tau caranya bertani teh” ( Ads 21 tahun) Kebanyakan dari pemuda desa saat ini tidak tahu lagi bagaimana caranya bertani, hal ini terkait dengan sudah sangat jarang orangtua yang masih mengajarkan pertanian kepada anaknya. Pemuda Desa Cihideung Udik masih mau bekerja di sektor pertanian jika pertanian tersebut menjadi pekerjaan sampingan mereka, tidak menjadi pekerjaan utama. Pertanian dapat membantu menambah pemasukan sehari-hari, tapi tidak untuk penghasilan utama karena menurut mereka penghasilan dari pertanian belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun demikian, mereka masih mau bekerja di pertanian karena menilai bertani memiliki jam kerja yang lebih sedikit, tidak seperti bekerja di restauran atau pekerjaan lain yang pernah mereka alami yang memakan waktu dari pagi hingga malam. “Gak apa-apalah teh saya mau nyoba bertani, buat nambah penghasilan lumayan teh, lagian kerjaannya gak susah teh, tinggal nanam trus nunggu gak perlu capek-capek kerja dari pagi sampe malem kayak kerja di rumah makan atau toko” (Sfl 19 tahun) Lain halnya dengan pemuda yang tidak mau lagi bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar dari mereka (59%) mengemukakan alasan pendidikan yang telah mereka capai, ijazah SMA yang telah mereka dapatkan dengan perjuangan bersekolah selama lebih kurang 12 tahun menjadi alasan utama mereka tidak mau bertani lagi. Mereka menganggap bahwa ijazah mereka akan menjadi sia-sia jika hanya dipergunakan untuk bertani. Selain alasan pendidikan, terdapat juga alasan yang mengemukakan bekerja di pertanian tersebut sangatlah melelahkan. Hasil ini mendukung pernyataan Tobing (1994) dalam Setiawan (2007) yaitu semakin terdidik seseorang, harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan juga semakin tinggi. Hal tersebut membuat pemuda terdidik lebih suka memilih menganggur dan menunggu daripada mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai persepsi pemuda terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Ternyata pemuda desa saat ini, khususnya untuk yang berpendidikan setingkat SMA memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan sektor pertanian.Persepsi yang negatif terhadap sektor pertanian akan menyebabkan seseorang lebih memilih pekerjaan diluar sektor pertanian. Begitupun yang terjadi dengan pemuda Desa Cihideung Udik, mereka yang memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan sektor pertanian, cenderung untuk memilih pekerjaan di luar sektor pertanian (Tabel 35). Pemuda yang memiliki persepsi yang positif terhadap pekerjaan sektor pertanian, cenderung untuk masih mau bekerja di bidang pertanian.
61
Tabel 35 Jumlah dan persentase persepsi terhadap pekerjaan sektor pertanian berdasarkan minat bekerja responden Minat bekerja Non-pertanian Pertanian Jumlah
Persepsi pekerjaan pertanian Negatif Positif jumlah % jumlah % 26 79 3 43 7 21 4 57 33 100 7 100
Jumlah (orang)
Persentase (%)
29 11 40
73 28 100
Pada Tabel 35 terlihat 57 persen responden yang masih mau bekerja di sektor pertanian dengan persepsi positif. Pemuda yang berminat bekerja di sektor pertanian ini mengatakan tidak berarti mereka mau terjun seutuhnya di bidang pertanian. Mereka mau bekerja di pertanian jika pertanian ini tidak menjadi pekerjaan utama mereka. Dalam arti kata, mereka menjadikan pertanian hanya sebagai pekerjaan sampingan saja. Pemuda yang mengatakan tidak berminat lagi bekerja di sektor pertanian mengambil persentase yang sangat besar yaitu 73 persen secara keseluruhan. Walaupun demikian, sebenarnya responden yang memiliki minat bekerja di non pertanian ini masih mau bekerja di pertanian jika mereka memiliki keterampilan dalam bertani tersebut dan diberi lahan serta modal. Ketidaktahuan dalam cara bercocok tanam yang baik serta tidak adanya lahan yang cukup untuk bertani melemahkan minat mereka terhadap pertanian. Selain itu, bekerja secara berkelompok dalam bertani menjadi salah satu harapan pemuda desa jika tetap harus bekerja di pertanian sehingga pekerjaan pertanian yang sangat melelahkan menurut mereka tersebut dapat sedikit menjadi lebih ringan. Pekerjaan di sektor non pertanian Pilihan pekerjaan Pemuda yang menjadi responden merupakan pemuda dengan pendidikan yang relatif tinggi untuk masyarakat desa pada umumnya. Mereka semua merupakan lulusan SMA sederajat yang telah mengenyam pendidikan selama lebih kurang 12 tahun. Mereka berdomisili dan hidup sehari-hari dengan wilayah dan masyarakat yang masih bekerja pada sektor pertanian. Akan tetapi, mereka lebih memilih pekerjaan di luar sektor pertanian tersebut. Berdasarkan data yang didapatkan dari pemuda Desa Cihideung Udik yang menjadi responden untuk penelitian ini, pekerjaan yang menjadi pilihan saat ini yaitu bekerja di industri/pabrik, berwirausaha, PNS, bekerja kantoran dan menjadi pramuniaga/SPG ( Tabel 36).
62
Tabel 36 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pilihan pekerjaan Pilihan pekerjaan Industri/pabrik Wirausaha PNS Bekerja kantoran Pramuniaga/SPG Jumlah
Jumlah (orang) 20 6 3 5 6 40
Persentase (%) 50,0 15,0 7,5 12,5 15,0 100,0
Pekerjaan yang paling banyak menjadi pilihan responden yaitu bekerja di industri atau pabrik. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pembukaan lowongan pekerjaan dari pabrik/industri saat ini. Selain itu, informasi mengenai adanya lowongan pekerjaan di sektor ini sangat mudah didapatkan oleh responden melalui orang-orang yang berada di sekitarnya. Kepastian gaji yang akan didapatkan setiap bulannya serta kemudahan dalam proses memasuki sektor tersebut menjadi faktor yang membuat pemuda berlomba-lomba untuk mendapatkan pekerjaan di industri/pabrik ini. Hal ini sejalan dengan penelitian Rinihastuti (2010) tentang penilaian pemuda terhadap sektor industri, ia menemukan bahwa alasan rasional pemuda desa memilih pekerjaan di sektor industri adalah alasan ekonomi dan upah, alasan tingkat pendidikan, alasan keinginan belajar mandiri, alasan yang bersifat sosial seperti prestise dan jaringan sosial yang berhubungan dengan relasi pertemanan, terakhir yaitu alasan gaya hidup dan pergaulan pada kaum industri yang lebih modern. Selain sektor industri, khususnya untuk perempuan yang menjadi responden dalam penelitian ini, banyak yang lebih memilih pekerjaan sebagai SPG (Sales Promotion Girl). Mereka menilai pekerjaan ini lebih menarik dari pekerjaan apapun karena selain tempat kerja yang enak dan gaji yang pasti, mereka bisa tampil cantik selama bekerja. Lowongan untuk menjadi SPG ini dinilai banyak terbuka saat ini dan salah satu persyaratan untuk bisa melamar pekerjaan menjadi SPG ini adalah lulusan SMA sederajat. Adanya persyaratan pendidikan membuat pekerjaan ini menjadi lebih bernilai dan lebih berarti di mata para pemudi di Desa Cihideung Udik. Salah seorang responden menyatakan hal tersebut ketika ditanya alasan memilih pekerjaan SPG, “ Jadi SPG itu gak semua orang bisa masuk teh, hanya yang berpendidikan SMA aja, kerjaannya juga enak, cantik lagi kalau diliat” ( Sr, 18 tahun) Pilihan pekerjaan yang memiliki persentase sama dengan SPG tersebut yaitu menjadi wirausaha. Berwirausaha diartikan sebagai membuka usaha sendiri. Usaha yang ingin dibuka oleh responden ini bermacam-macam seperti ingin membuka toko baju berupa distro, membuka bengkel sendiri, membuka usaha service handphone dan usaha sablon. Rata-rata mereka memang memiliki minat dalam hal tersebut dan memiliki keterampilan untuk melakukan hal tersebut. Tfn (20 tahun) merupakan salah seorang responden lulusan SMA yang baru menerima ijazah satu tahun setelah ia lulus, akan tetapi ia terampil dalam memperbaiki handphone, keterampilan ini didapatkan dari tetangganya semenjak ia lulus SMA dua tahun yang lalu dan bekerja pada tetangganya tersebut hingga sekarang.
63
Persentase pilihan pekerjaan setelah wirausaha yaitu bekerja di kantoran. Hal ini dipengaruhi oleh pendidikan yang dimiliki oleh responden yang merupakan lulusan SMK dengan jurusan perkantoran. Bekerja di kantor bagi responden merupakan pekerjaan apa saja yang mengurusi administrasi suatu perusahaan atau instansi dan bekerja dalam ruangan. Dalam artian tidak mengeluarkan banyak tenaga dan tempat bekerja yang enak. Terakhir, pada Tabel 36 terlihat persentase terkecil yang menjadi pilihan pekerjaan pemuda desa saat ini, yaitu menjadi PNS. Padahal belum lama ini, pembukaan CPNS dilakukan di Indonesia dan ribuan pencari kerja berlomba-lomba untuk menjadi PNS. Walaupun demikian, pemuda Desa Cihideung Udik ini seakan tidak begitu tertarik dengan kesempatan bekerja tersebut. Menurut salah seorang responden, Ads (20 tahun) ia tidak mau mencoba melamar menjadi PNS karena persyaratan yang susah dan berbelit-belit. Ia harus mengurus berbagai macam surat untuk mendaftar CPNS serta harus ikut berbagai macam tes.
Daerah pilihan bekerja Daerah pilihan bekerja ini dilihat dari kota mana yang paling banyak diajukan lamaran pekerjaan oleh responden. Berdasarkan data yang diperoleh dari pemuda Desa Cihidueng Udik yang menjadi responden, daerah tempat mengajukan lamaran pekerjaan yaitu sekitar Bogor, Jakarta, Bekasi, Karawang, dan Tengerang ( Gambar11). 6% 1% 5% Bogor 30%
Jakarta 58%
Bekasi Karawang Tangerang
Gambar 11 Daerah pilihan bekerja responden Kota Bogor menjadi daerah destinasi mencari pekerjaan utama bagi responden. Faktor yang menjadi alasan utama responden yaitu karena tidak terlalu jauh dengan desa mereka, sehingga mereka masih bisa tinggal dan berkumpul bersama keluarga. Tidak hanya responden, orang tua dari responden pun berpendapat yang sama, apalagi jika anaknya perempuan, mereka berharap untuk tidak bekerja jauh-jauh dari rumah. Hal ini seperti yang diungkapkan Ibu St (34 tahun) salah seorang orangtua responden, “Kalau ibu mah terserah anak mau nya dimana, asalkan baik aja, dan tetap di Bogor, biar bisa tetap ngumpul.” Daerah kedua yang menjadi pilihan responden untuk bekerja yaitu Kota Jakarta. Ibukota negara ini memang selalu menjadi pilihan untuk mencari
64
pekerjaan bagi migran yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Kota Jakarta dinilai memiliki banyak lowongan pekerjaan yang selalu terbuka setiap saat. Selain itu transportasi yang lancar, fasilitas yang banyak ditawarkan kota Jakarta menjadi faktor penarik yang besar bagi pemuda untuk mencari pekerjaan di daerah tersebut. Selain kedua kota di atas, terdapat Kota Bekasi, Karawang,dan Tangerang yang menjadi tujuan bekerja responden. Hal ini disebabkan oleh kota tersebut merupakan kota industri. Banyak industri besar yang memproduksi barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari di daerah tersebut. Ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan pilihan pekerjaan pemuda yang telah dibahas sebelumnya, yang memperlihatkan sebagian besar pemuda lebih memilih pekerjaan di industri/pabrik. Alasan utama yang menyebabkan banyaknya responden memilih daerah Bogor sebagai pilihan untuk bekerja yaitu jaraknya yang dekat dengan rumah mereka. Hal ini ditemukan juga pada saat responden ditanyai minat bekerja di luar negeri. Hampir seluruh responden yaitu 95 persen responden menyatakan tidak mau bekerja di luar negeri sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Padahal menurut cerita Bapak Misnan, sekretaris Desa Cihideung Udik, terdapat sekitar 6 orang warga Desa Cihideung Udik yang menjadi TKI ke negara Arab dan Malaysia, dan hampir semuanya sukses di sana. Kesuksesan mereka terlihat dari lancarnya bantuan yang diberikan kepada keluarga di Desa Cihideung Udik ini, keluarga mereka yang di sini telah membeli banyak barang seperti barang elektronik, kendaraan, dan ada yang memperbaiki rumah ketika warga tersebut pulang.Hal ini tidak hanya diketahui oleh sekretaris desa saja, tapi sebagian besar warga mengetahui hal tersebut termasuk pemuda. Walaupun demikian, pemuda Desa Cihideung Udik tetap tidak mau bekerja menjadi TKI dengan alasan utama jauh. Harapan pendapatan Salah satu tujuan utama seseorang bekerja yaitu untuk mendapatkan imbalan berupa upah atau pendapatan. Sumarsono (2003) mengatakan upah yaitu sesuatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha/lembaga kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan yang diberikan dalam bentuk uang atas dasar kesepakatan. Harapan pendapatan yaitu upah yang diharapkan oleh seseorang sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang telah ia lakukan dalam satuan waktu tertentu. Harapan pendapatan yang dilihat pada pemuda Desa Cihideung Udik ini yaitu harapan pendapatanyang akan diterimanya dalam sebulan ketika medapatkan pekerjaan. Sebagian dari responden telah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya, dan alasan utama mereka meninggalkan pekerjaan tersebut adalah upah yang kecil. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, sebagian besar responden hanya diberi upah kurang dari Rp.1.000.000,-per bulan. Rata-rata mereka hanya digaji Rp.600.000,- hingga Rp.850.000,- per bulan, bahkan ada yang kurang dari Rp.500.000,Pemuda Desa Cihideung Udik ini mengharapkan pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan sesuai dengan standar. Seperti ungkapan salah seorang responden, Ads (21 tahun) yang sebelumnya telah memiliki pengalaman bekerja, “Saya juga nggak berharap tinggi-tinggi amat sih teh,yang
65
penting bisa memenuhi kebutuhan saya, ya kalau bisa lebih sih, sesuai standar lah”. Hal yang sama juga dikemukakan salah seorang responden yang belum pernah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya, “ Saya cuma mau sesuai standar atau UMR aja teh, saya juga nyadar cuma lulusan SMK” (Dd ,19 tahun). Berdasarkan pernyataan di atas, pemuda Desa Cihideung Udik berharap upah yang mereka terima dapat memenuhi kebutuhan hidup dan sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional) setempat. Harapan pendapatan responden secara rinci dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Jumlah dan persentase responden berdasarkan harapan pendapatan Harapan pendapatan (Rp) < 2.000.000 2.000.000-3.000.000 > 3.000.000 Jumlah
Jumlah (orang) 3 36 1 40
Persentase (%) 7,5 90,0 2,5 100,0
Tabel 37 memperlihatkan hampir seluruh responden yaitu 90 persen dari total keseluruhan responden memiliki harapan pendapatan pada rentang Rp.2.000.000- Rp. 3.000.000,-. Khususnya mereka hanya berharap mendapatkan upah Rp.2.000.000,- sesuai dengan UMR Kota dan Kabupaten Bogor. Bahkan, ada 7,5 persen dari responden mengaharapkan pendapatan di bawah UMR. Ikhtisar Pekerjaan yang menjadi pilihan pemuda Desa Cihideung Udik merupakan pekerjaan di industri atau pabrik. Hal ini karena kemudahan dalam proses lamaran pekerjaan dan kepastian pendapatan yang mereka dapatkan. Daerah yang menjadi pilihan tempat bekerja pemuda ini mayoritas adalah daerah Bogor. Alasan utama mereka yaitu karena faktor jarak yang dekat dengan rumah dan keluarga mereka. Alasan yang sama juga dikeluarkan ketika ditanyakan minat bekerja di luar negeri, walaupun terdapat beberapa warga desa yang telah sukses bekerja di luar negeri, hal ini tidak menjadikan mereka berminat, karena faktor utama yang mereka pertimbangkan yaitu jarak yang sangat jauh dengan rumah dan keluarga mereka. Untuk harapan pendapatan dalam bekerja, sebagianbesar responden (90 persen) mengharapkan mendapatkan pendapatan yang sesuai dengan standar UMR tempat mereka bekerja nantinya. Rendahnya persepsi terhadap pekerjaan pertanian membuat responden lebih memilih pekerjaan non pertanian. Akan tetapi masih terdapat responden yang mau bekerja di bidang pertanian sebesar 28 persen. Pada tabulasi silang terlihat hubungan antara persepsi terhadap pekerjaan pertanian dengan minat bekerja. Semakin tinggi persepsinya terhadap pekerjaan pertanian semakin besar pula minat untuk bekerja di pertanian dan begitupun sebaliknya, persepsi yang rendah terhadap pekerjaan sektor pertanian membuat responden semakin berminat pada pekerjaan non pertanian.
66
67
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Persepsi pemuda pencari kerja terhadap pekerjaan pertanian di Desa Cihideung Udik secara keseluruhan adalah negatif. Hal ini disebabkan oleh pemuda yang menjadi responden merupakan pemuda yang sedang mencari pekerjaan dengan pendidikan SMA sederajat. Selain itu juga disebabkan oleh latar belakang keluarga pemuda yang tidak lagi berasal dari keluarga petani dan tidak memiliki lahan pertanian. 2. Pemuda Desa Cihideung Udik lebih memilih bekerja di luar sektor pertanian yaitu sektor industri atau pabrik. Daerah pilihan bekerja pemuda tersebut sebagian besar di daerah Bogor dan Jakarta dengan alasan dekat dengan rumah dan keluarga. Dalam memilih pekerjaan pemuda di sini memiliki harapan pendapatan yang mereka terima sesuai dengan standar UMR daerah setempat. 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada variabel internal maupun eksternal ini ketika dilakukan uji statistik. Akan tetapi dapat dilihat beberapa informasi dari variabel tersebut. Seluruh responden perempuan memiliki persepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian. Pemuda akan memiliki persepsi negatif pada pekerjaan pertanian ketika tidak memiliki keterampilan atau keahlian di luar sektor pertanian. Begitupun dengan pemuda yang memiliki pengalaman bekerja di luar sektor pertanian cenderung untuk memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan sektor pertanian. Status sosial ekonomi rendah cenderung berpresepsi negatif terhadap pekerjaan pertanian. Semakin rendah tingkat kosmopolitan semakin negatif persepsi terhadap pekerjaan sektor pertanian. Sosialisasi pekerjaan non pertanian cenderung membuat persepsi pemuda terhadap pekerjaan pertanian negatif.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi minat bekerja di sektor non pertanian ini, saran yang dapat diberikan yaitu berupa rekomendasi untuk penelitian lanjutan yaitu : 1. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai persepsi dan minat pemuda desa yang telah berpendidikan lebih tinggi seperti sarjana untuk bekerja di sektor pertanian 2. Perlu dilihat dan diteliti lebih lanjut mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi pemuda desa untuk bekerja di sektor industri mengingat tingginya minat pemuda dan masyarakat desa untuk bekerja di industri.
68
69
DAFTAR PUSTAKA Anshori MYA. 2011. Persepsi generasi muda pedesaan untuk bekerja di sektor pertanian dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Studi di desa Slamet, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang).[skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk menurut umur dan jenis kelamin. [internet]. [Dikutip 25 Maret 2013]. Tersedia dari: http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/Tabel?tid=336&wid=0 [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2013. Istilah statistik . [internet]. [dikutip 5 Mei 2013]. Tersedia dari: http://bps.go.id/menutab.php?tab=4&Tabel=1&kat=1&id_subyek=06&ist =1&var=P Basrowi, Juariyah S. 2010. Analisis kondisi sosial ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringai, Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Ekonomi dan pendidikan. [internet].[dikutip 5 Mei 2013]. Tersedia dari: http://journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/ download/577/434 Chandra D. 2004. Persepsi pemuda desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian dan minat kerja di kota. [skripsi]. Bogor (ID): IPB Cartmel F, Furtlog A. 2000. Youth employment in rural areas. [internet]. [dikutip 25 Maret 2013]. 56 hal. Tersedia dari: http://www.jrf.org.uk/sites/files/jrf/1859353126.pdf [Depnakertrans] Departemen tenaga kerja dan transmigrasi. 2012. Penduduk yang bekerja menurut golongan umur dan lapangan usaha. [internet]. [dikuti tanggal 4 Oktober 2013]. Tersedia dari: pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=pyb&period=2012-0201#gotoPeriod Friedman HS, Schutack MW. 2006. Kepribadian, teori klasik dan riset modern.Widyasinta B, penerjemah. Hardani W, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Personality, classic theories and modern research. Ed ke-3. Herlina. 2002. Orientasi nilai kerja pemuda pada keluarga petani perkebunan. [tesis].[internet]. [Dikutip tanggal 4 Oktober 2013]. Tersedia dari: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/6810/2002her1.pdf ?sequence=4 Ina
M. 2012. Persepsi. [internet]. http://eprints.uny.ac.id/9686/3/bab%202.pdf
Dapat
diunduh
Leavitt HJ. 1978. Psikologi manajemen. Jakarta (ID): Erlangga Khairani M. 2013. Psikologi umum. Jogjakarta ( ID): Aswaja presindo.
dari:
70
[Kemenpora] Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga. 2008. Penyajian data dan informasi kementrian nasional pemuda dan olahraga. Jakarta (ID): Kementrian nasional pemuda dan olahraga. 163 hal. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2012. Perencanaan tenaga Kerja Sektor Pertanian tahun 2012-2014. [internet]. [Dikutip 1 Januari 2014]. Tersedia dari: http://www.deptan.go.id/pug/admin/file/GABUNGAN.pdf Malau A. 2011. Jumlah Angkatan Kerja di Sektor Industri naik Agustus 2011. [internet]. Dikutip tanggal 6 Oktober 2013. Tersedia dari: http://www.tribunnews.com/bisnis/2011/11/07/jumlah-tenaga-kerja-sektorindustri-naik-pada-agustus-2011 Murtiyanti. 2005. Karakteristik peternak domba/kambing dengan pemeliharaan digembala/angon dan hubungannya dengan tingkat adopsi inovasi teknologi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005.[internet]. [diunduh tanggal 25 November 2013] Tersedia dari : www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad= rja&ved=0CIABEBYwCQ&url=http%3A%2F%2Fdigilib.litbang.deptan.g o.id%2Frepository%2Findex.php%2Frepository%2Fdownload%2F6178% 2F6048&ei=9BNRUovqHMfTrQerz4GoCQ&usg=AFQjCNFIilurkBD92t D1468VZrMexHbs6g&sig2=SF11ifnI9LEc4fvhw26OQ&bvm=bv.53537100,d.bmk Nasrullah. 2008. Persepsi dan minat peternak tentang pengembangan usaha peternakan sapi perah (Kasus di KPSBU Lembang Kabupaten Bandung).[Skripsi]. [internet]. [diunduh tanggal 6 Desember 2013].Tersedia dari: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9965/2008nam.pdf ?sequence=2 Parlina FK. 2012. Hubungan tingkat kosmopolitan dengan tingkat adopsi terhadap sistem pertanian terpadu (Sistem Integrasi Padi-Ternak) Di Kabupaten Serdang Bedagai (Studi kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan).[skripsi].[internet].[dikutip tanggal Agustus 2013]. Dapat diunduh dari:http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34864 Prabowo H. 2012. Faktor yang mempengaruhi keputusan tenaga kerja desa untuk bekerja di luar sektor pertanian. [skripsi]. [internet]. [dikutip tanggal 27 Desember 2013]. Tersedia dari: http://eprints.undip.ac.id/26698/1/HARIS_PRABOWO_%28C2B006034 %29%28r%29.pdf Pemuda Langka Bekerja di Sektor Pertanian. 2011 September. Pikiran rakyat Online. [internet]. [Dikutip tanggal 5 Oktober 2013]. Tersedia dari: http://www.pikiran-rakyat.com/node/158222 Puspasari S. 2010. Persepsi dan partisipasi peladang berpindah dalam kegiatan pengembangan tanaman kehidupan model HTI terpadu di Kalimantan Barat. [skripsi]. [internet]. Tersedia dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47486
71
Prasodjo NW, Pandjaitan NK. 2003. Stratifikasi sosial. Dalam : Sosiologi umum. Tim Editor Sosiologi Umum, editor. Bogor [ID]. Pustaka Wirausaha Muda Bogor. 114 hal. Prihatmoko H.2013. Jumlah pekerja di sektor pertanian terus menurun. [internet]. [Dikutip tanggal 6 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari :http://www.bisnis.com/m/ketenagakerjaan-jumlah-pekerja-di-sektorpertanian-terus-menurun Raharjo. 2004. Pengantar sosiologi pedesaan dan pertanian.. Jogjakarta (ID): Gajah Mada University pres. 238 hal. Rakhmat J. 2003. Psikologi komunikasi. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya Rinihastuti D. 2010. Pemilihan pekerjaan di sektor industri kecil dan rumah tangga(Studi kasus pada Pemuda di Desa Sidoleren, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo). [skripsi]. [internet]. [diunduh tanggal 25 November 2013]. Tersedia dari: http://dglib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=showview&id=12684 Rohmad Z. 1997. Peran pemuda dalam pembangunan masyarakat pedesaan. [tesis]. [internet]. Tersedia dari: :http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/963 Rusli S. 2012. Pengantar ilmu kependudukan. Jakarta (ID): LP3ES. 239 hal. Setiawan SA. 2007.Pengaruh umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman kerja,dan jenis kelamin terhadap lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik di kota. [skripsi].[internet].[dikutip 5 Mei 2013]. Dapat diunduh dari: http://eprints.undip.ac.id/24451/1/Skripsi_Full_Text.pdf Simanjuntak PJ. 1985. Pengantar ekonomi sumber daya manusia. Depok (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 136 hal. Singarimbun M.1989.Metode penelitian survai. Singarimbun M, editor. Jakarta (ID):LP3S.
Effendi S,
Sumarsono S. 2003. Ekonomi manajemen sumber daya manusia dan ketenagakerjaan. Jogjakarta (ID): Graha Ilmu. 304 hal. Suroso KS. 2012.Analisis pengaruh pendidikan, keterampilan dan upah terhadap lama mencari kerja pada tenaga kerja terdidik di beberapa kecamatan di Kabupaten Demak. [skripsi]. [internet].[ Dikutip 5 Mei 2013]. Tersedia dari: http://eprints.undip.ac.id/32819/1/Skripsi_11.pdf Suyanto B, Sudarso. 2004. Sosiologi, teks pengantar dan terapan. Narwoko JD, Suyanto B, editor. Jakarta [ID] Kencana Prenada Media Group. 455 hal. Tarigan H. 2004. Representasi pemuda pedesaan mengenai pekerjaan pertanian. [working paper]. [internet]. [dikutip 25 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/WP_29_2004.pdf Thoha, M. 2007. Perilaku organisasi konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada
72
Triputrajaya AI. 2011. Preferensi pekerja dalam memilih pekerjaan sektor formal. ILTEK [internet].November 2013 [diunduh tanggal 25 November 2013]. 6 (12). Tersedia dari: http://iltekuim.org/jurnal/fileku/8.%20Ihsan%20.pdf Yulianto. 1997. Faktor yang mempengaruhi perilaku bekerja pemuda anak tani di pedesaan. [skripsi]. Bogor (ID):IPB Yunita. 2011. Strategi peningkatan kapasitas petani padi sawah lebak menuju ketahanan pangan rumah tangga di kabupaten Ogan Ilir dan Ogan komering Ilir provinsi Sumatera Selatan. [tesis].Bogor (ID): IPB.
73
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT Diisi oleh peneliti No Responden : Hari/tanggal pengisian :
KUISIONER PERSEPSI PEMUDA PENCARI KERJA TERHADAP PEKERJAAN SEKTOR PERTANIAN DAN PILIHAN PEKERJAAN DI DESA CIHIDEUNG UDIK, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Saya bernama Meziriati Hendri, merupakan mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini sedang menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan studi. Peneliti berharap Bapak/Ibu dan Saudara/i menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas dan jawaban dijamin kerahasiannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi.Terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu dan Saudara/i untuk menjawab kuesioner ini. A. KARAKTERISTIK PRIBADI RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama : Umur : Jenis kelamin : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. SMA 2.SMK Lulus tahun : Status Pernikahan : Apakah anda memiliki keterampilan selain dari pendidikan yang anda tempuh di jalur formal ? a) Ya b) tidak 9. Apakah keterampilan yang anda miliki tersebut mendukung pekerjaan yang anda inginkan ? a) Ya b) Tidak
74
10. Darimanakah anda mendapatkan keterampilan tersebut ? a) Kursus b) Diajarkan orangtua c) Diajarkan oranglain d) Lainnya... 11. Apa sajakah keterampilan yang anda miliki tersebut ? ( sebutkan) a)......... b)......... c)......... d)......... e)......... B. RIWAYAT PEKERJAAN 1. Apakah anda melamar pekerjaan saat ini ? a. Ya 2.
b. Tidak
Informasi lamaran yang diajukan Lamaran yang Sumber sedang diajukan informasi
Waktu mengajukan lamaran
Keterangan
.......... .......... ......... 3. Apakah lamaran anda pernah lolos ? a. Pernah b. belum pernah 4. Apakah lamaran anda pernah lolos sampai tahap tertentu saja ? a. Pernah b. tidak pernah 5. Apakah lamaran anda pernah lolos sampai tahap akhir tapi tidak anda ambil? a.pernah ( ke pertanyaan selanjutnya) b. Tidak pernah 6. Kenapa tidak anda ambil ? a. Ketidakcocokan (gaji/tempat/pendidikan) b. Resikonya tinggi c. Dilarang orang tua 7. Apakah anda memiliki pekerjaan saat ini ? a. Ya b. Tidak ( langsung ke no 24) 8. Apakah pekerjaan anda tersebut ? ....................................................... 9. Apakah kegiatan/aktivitas yang anda lakukan sehari-hari selama menunggu mendapatkan pekerjaan ? ................................................................................................ 10. Apakah keuntungan yang anda dapatkan dari kegiatan tersebut ? a. Mendapatkan uang b. Kesenangan/kepuasaan c. Lainnya, sebutkan ....... 11. Pengalaman Bekerja
75
Pekerjaan sebelumnya
Pendapatan
Kapan
Alasan berhenti bekerja
.......... .......... ......... 12. Harapan pendapatan : Rp. ............... 13. Apakah anda langsung mencari kerja ketika menyelesaikan pendidikan ? a. Ya b. Tidak, alasan.... C. Faktor Ekternal C.1. Status sosial ekonomi No Orang Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Tua (Rp) 1 Ayah 2 Ibu Total pendapatan 2. Apakah orangtua anda memiliki lahan pertanian? a. Ya ( ke nomor 3 dan 4) b. Tidak (langsung ke no 5) 3. Luas lahan : .......... 4. Dipergunakan untuk apakah lahan tersebut saat ini ? ............. 5. Jika tidak, apakah anda atau keluarga anda pernah punya lahan pertanian ? a. ya b. Tidak ( langsung ke pertanyaan tentang sosialisasi pekerjaan) 6. Kapan kah anda/keluarga anda masih mempunyai lahan tersebut ? a. < 1 tahun yang lalu b. 1-3 tahun yang lalu c. >5 tahun yang lalu 7. Mengapa anda tidak lagi mempunyai lahan tersebut ? a. Dibangun rumah b. Dijual c. Dibagi-bagi d. lainnya.... C.2.Sosialisasi pekerjaan 1. Apakah anda pernah diperkenalkan dengan pertanian oleh orangtua anda ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah anda diharapkan bekerja di bidang pertanian oleh orang tua anda ? a. Ya ( langsung no 4) b. Tidak ( ke nomor 3) 3. Pekerjaan seperti apakah yang diharapkan orangtua anda terhadap anda ? a. Dagang b. Industri/Pabrik
76
c. PNS d. lainnya,..... 4. Apakah anda pernah dipersiapakan untuk masuk pekerjaan tersebut ? a. Ya ( ke nomor 5) b. Tidak ( langsung ke nomor 6) 5. Persiapan seperti apa ? ..................... C.3 Tingkat Kosmopolitan Kontak dengan Kota 1. Informasi kota yang pernah dikunjungi No Nama Kota
Terakhir kali dikunjungi
Tujuan
Lama di Kota
Jumlah Keterangan ke kota dalam tahun ini
1
2
3
4
5
Keterdedahan dengan media massa 1. Apakah anda memiliki handphone ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah jenis handphone anda ? a. Smartphone b. Biasa 3. Apakah anda bisa mengakses internet lewat hp ? a. Ya b. Tidak 4. Apakah anda suka mengakses internet dari Hp ? a. Ya b. Tidak 5. .Media massa apakah yang anda lihat/baca /dengarkan dalam satu hari ? Media Topik Tempat Lama Keterangan yang mengakses mengakses disukai dalam sehari Koran Majalah
77
Radio televisi internet D. PERSEPSI TERHADAP PERTANIAN 1. Menurut pendapat anda, bagaimanakah pekerjaan di sektor jika dibandingkan dengan pekerjaan di sektor non pertanian ? a. lebih melelahkan b. sama-sama melelahkan c. lebih santai 2. Jika anda memiliki lahan pertanian, anda apakan lahan tersebut ? a. Garap sendiri b. Disewakan c. Tabungan 3. Menurut anda bagaimanakah hasil/pendapatan dari pertanian jika dibandingkan dengan hasil di luar pertanian ? a. pertanian lebih kecil b. pertanian lebih besar c. sama 4. Menurut anda, bagaimanakah modal sektor pertanian jika dibandingkan dengan modal di sektor non pertanian ? a. pertanian lebih kecil b. pertanian lebih besar c. sama 5. Apakah anda mengetahui berapa upah buruh tani perhari di desa anda ? a. Tahu b.kurang tahu c.Tidak tahu 6. Jika tahu, berapakah upah buruh tersebut ? ................................... 7. Menurut anda, siapakah yang cocok untuk bekerja di sektor pertanian ini ? a. Orang tua/ generasi tua b. generasi muda c. Siapa saja 8. Menurut anda, kalau dilihat dari segi pendidikan, orang seperti apakah yang cocok bekerja di sektor pertanian ini ? a. tidak sekolah/lulusan SD b. lulusan SMP c. minimal lulusan SMA 9. Menurut anda bagaimanakah pekerjaan di sektor pertanian jika dilihat dari waktu yang dicurahkan sehari jika dibandingkan dengan pekerjaan lain? a. pertanian lebih lama b. Pertanian lebih cepat c. sama PILIHAN PEKERJAAN 1. Pekerjaan seperti apa yang anda inginkan untuk menjadi pekerjaan utama anda a. Pertanian b. Non pertanian 2. Apakah anda masih mau bekerja di sektor pertanian ?
78
a. ya b. Tidak 3. Jika ya, mengapa ? ............................................. 4. Jika tidak, mengapa ? ............................................ 5. Jika anda tetap harus bekerja di sektor pertanian, apa harapan anda ? ( jawaban boleh lebih dari 1) a. mempunyai lahan sendiri b. tersedianya sarana produksi pertanian c. Adanya bantuan modal d. Adanya bantuan dalam pemasaran e. Lainnya, sebutkan ...... 6. Untuk pekerjaan diluar sektor pertanian, pekerjaan apakah yang anda inginkan? a. Bekerja di industri/pabrik b. Berdagang c. Bekerja di luar negeri (TKI) d. Membuka usaha sendiri e. Lainnya,.....
79
Lampiran 2 Panduan Wawancara Mendalam PROFIL DESA Pertanyaan untuk Kepala Desa dan tokoh masyarakat 1. Bagaimana perkembangan tingkat pendidikan di desa ini ? 2. Apakah pekerjaan masyarakat di desa ini ? 3. Bagaimanakah perkembangan pekerjaan masyarakat di desa ini dalam beberapa tahun terakhir ? 4. Dimana sajakah lapangan pekerjaan yang ada di desa ini ? 5. Menurut anda bagaimanakah kondisi lahan pertanian di desa ini dalam beberapa tahun terakhir ? 6. Bagaimanakah kondisi pertanian di desa ini dilihat dari produksi dan hasil pertanian yang paling potensial ? 7. Bagaimanakah menurut pendapat anda pekerjaan pemuda di desa ini ? 8. Bagaimanakah minat pemuda terhadap pekerjaan di sektor pertanian di desa ini ? 9. Apakah lembaga formal dan non formal mendukung pertanian dan tenaga kerja muda yang masuk pertanian di desa ini ? Dalam bentuk apa ?
PERTANIAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Ditanyakan kepada petani golongan tua dan petani muda 1. Menurut pendapat anda bagaimanakah kondisi pertanian di desa ini dilihat dari luas, hasil dan produktivitas? 2. Bagaimanakah pendapatan yang dihasilkan dari sektor pertanian saat ini ? 3. Apakah kendala atau masalah yang dihadapi dalam bertani saat ini ? 4. Bagaimanakah kondisi pekerjaan pemuda di desa ini ? Apakah masih banyak di bidang pertanian ? 5. Kalau menurut pendapat anda, mengapa pemuda sekarang tidak mau bertani lagi ? 6. Apakah anda mengharapkan anak melanjutkan pekerjaan di sektor pertanian ? 7. Pekerjaan seperti apakah yang anda harapkan untuk anak anda ?
80
Lampiran 3 Kerangka Sampling NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
NAMA Lt Adt Dd Hlm Ads St Ea Dyt Arf Eg Dr Yd Rt Sr Hr Br Jnd Tp Ad Ikb Us Kk Rdw Dn Cdr Hdr At Yd Ai Am Dv Rm Rw Dn
RW 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 4 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
NO 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
NAMA Rz Idr Agh Hlm Pbr Sms Ap Lo Rjl Ads Sp Rn Ft Mln Srm Ar Ind Rt Arj Znd Afr Dw Sfr Mg My Kml Er Rht Irf Sfl Mkr Es Ajr Rml
RW 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 10 10 10 10 11 11 11 11 11 12 13 13 13 13 13 13 13 13
81
Lampiran 4 Hasil Olah data SPSS 1. Jenis kelamin dan persepsi terhadap pekerjaan pertanian Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.180
.630
1
.427
2.992
1
.084
1.800 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.317
Linear-by-Linear Association
1.755
b
N of Valid Cases
1
Exact Sig. (1sided)
.229
.185
40
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,23. b. Computed only for a 2x2 table
Keterangan : alfa = 10 % 2. Keterampilan dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.695
.000
1
1.000
.158
1
.691
.154 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
1.000
Linear-by-Linear Association
.150
b
N of Valid Cases
1
.698
40
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,45. b. Computed only for a 2x2 table
Keterangan : alfa = 10 % 3. Pengalaman bekerja dengan persepsi pekerjaan pertanian Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df a
1.568 2.586 1.195
2 2 1
40
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,05.
Keterangan : alfa = 10 %
.457 .274 .274
Exact Sig. (1sided)
.529
82
4. Status sosial ekonomi dengan persepsi pekerjaan pertanian Correlations persepsi
Spearman's rho
status sosial ekonomi
Correlation Coefficient
status sosial
pekerjaan
ekonomi
pertanian
1.000
-.020
.
.903
40
40
-.020
1.000
.903
.
40
40
Sig. (2-tailed) N persepsi pekerjaan
Correlation Coefficient
pertanian
Sig. (2-tailed) N
Keterangan : alfa = 10 % 5. Tingkat kosmopolitan dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian Correlations persepsi pekerjaan pertanian Spearman's rho
persepsi pekerjaan pertanian Correlation Coefficient
1.000
.112
.
.490
40
40
Correlation Coefficient
.112
1.000
Sig. (2-tailed)
.490
.
40
40
Sig. (2-tailed) N tingkat kosmopolitan
tingkat kosmopolitan
N
6. Sosialisasi pekerjaan dengan persepsi terhadap pekerjaan pertanian
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.125
1.184
1
.276
2.213
1
.137
2.349 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.187 2.290
1
.130
40
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,28. b. Computed only for a 2x2 table
Keterangan : alfa = 10 %
Exact Sig. (1sided)
.139
83
Lampiran 5 Pelaksanaan Penelitian Tahun 2013 Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi
Juni
September Oktober November Desember Januari
84
85
RIWAYAT HIDUP Meziriati Hendri dilahirkan pada tanggal 14 Desember 1991 di Payakumbuh, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak kedua dari 3 orang bersaudara dari pasangan Yanizulhendri dan Resita Eliza. Penulis lulus Sekolah Dasar negeri 09 Ibuh pada tahun 2004 dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama 1 Kota Payakumbuh dan lulus pada tahun 2007, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Payakumbuh dan lulus tahun 2010. Setelah itu, penulis melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.Penulis sempat meraih beberapa prestasi selama di IPB seperti mendapat insentif dikti tahun 2010 pada Pekan Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM GT), Juara Harapan III lomba karya tulis mahasiswa pada Pekan Pendidikan Ilmiah tingkat Nasional di Universitas Negeri Surabaya tahun 2011, finalis Lomba Karya Tulis Kreatif pada Festival Ilmiah Mahasiswa, Studi Ilmiah Mahasiswa (SIM) Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2012 dan peserta International Energy Conference, Brunei Darussalam, November 2012 Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam beberapa Organisasi kampus, seperti Forum for Scientifict Studies (FORCES) IPB dan Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai direktur divisi Research and Development (RnD) serta di Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Payakumbuh (IKMP) sebagai sekretaris umum. Penulis juga aktif dalam kepanitian, seperti panitia Gebyar Inovasi Pemuda Indonesia (GIPI) (Januari 2011), Forces Fair, (Oktober 2011), Sosialisasi Bayer Young Enviromental Envoy (BYEE) tahun 2012, Seminar Menelusuri jejak Sang Penoreh (Mei 2012), Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Ekologi Manusia(Agustus 2012), Pelatihan CSR(Oktober 2012),International Scholarship and Student Expo (ISEE)(Oktober 2012), Pekan Inovasi Mahasiswa Pertanian Indonesia (PIMPI)(Oktober 2012) dan Seminar ‘Menelusuri Jejak Sang Penoreh’ : Prof.Sajogjo, serta Training Of CSR 2012.