PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEKERJAAN DI SEKTOR PERTANIAN PADI SAWAH DI DESA CILEUNGSI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR
YOSHINTA MEILINA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Remaja Terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah Di Desa Cileungsi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015 Yoshinta Meilina NIM 134070120
ABSTRAK YOSHINTA MEILINA. Persepsi Remaja Terhadap Pekerjaan di Sektor Pertanian Padi Sawah di Desa Cileungsi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh RATRI VIRIANITA. Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi alam yang mendukung untuk pertanian padi sawah. Remaja Desa Cileungsi sebagai salah satu orang dengan usia yang termasuk dalam angkatan kerja, akan diteliti persepsinya terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik remaja dan karakteristik lingkungan remaja di Desa Cileungsi, menganalisis persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah, dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei. Adapun hasil penelitian yang diperoleh yaitu faktor internal (tingkat pendidikan dan jenis kelamin) berhubungan dengan persepsi remaja Desa Cileungsi (dalam hal peranan dan kenyamanan kerja) terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Kata kunci: padi sawah, persepsi, remaja
ABSTRACT YOSHINTA MEILINA. Adolescent Perception of Lowland Rice Farming at
Cileungsi Village, Ciawi Subdistrict, Bogor Regency. Mentored by RATRI VIRIANITA. Cileungsi Village, Ciawi Subdistrict, Bogor Regency is one of the potential areas of lowland rice farming. Adolescent of Cileungsi Village as the age of the workforce will be observed for their perceptions in farming. This research aims to identify the characteristics of adolescents and their environment, to analyze adolescent perceptions of lowland rice farming and factors which related with the adolescent of Cileungsi Village perception. The method of this research is survey method. The result obtained by the internal factors (educational level and gender) related with adolescent of the village’s perception (role and work comfort) about lowland rice farming. Keyword: lowland rice, perception, adolescent
PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEKERJAAN DI SEKTOR PERTANIAN PADI SAWAH DI DESA CILEUNGSI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR
YOSHINTA MEILINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan PengembanganMayarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Persepsi Remaja terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah Di Desa Cileungsi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Nama
: Yoshinta Meilina
NIM
: I34070120
Disetujui oleh
Ratri Virianita, S.Sos, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah Persepsi Remaja Terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah Di Desa Cileungsi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Dalam penulisan skripsi ini penulis telah memperoleh bantuan, dorongan, semangat dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung atau secara tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik, karena tanpa bantuan dan dukungan dari mereka, mungkin penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ratri Virianita, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing atas kesabarannya membimbing, berdiskusi, dan memberikan saran agar skripsi ini segera terselesaikan. Ibu Kokom, Dewi, pihak Kelurahan Desa Cileungsi yang selalu memberikan informasi terkait dengan pertanian padi sawah di Desa Cileungsi, dan masyarakat Desa Cileungsi. Kedua orangtua, (Alm) Panahatan Sitorus dan Manur Marisi serta kedua kakak penulis, Renie Connie dan Daniel Panama, tercinta yang telah memberikan kesabaran, kasih sayang, doa, dukungan moril dan materil serta semangat kepada penulis. Mba Desi, Dorothy, Jeana, dan GP Sola Gratia lainnya yang mengasihi, memfasilitasi, dan mendukung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Temanteman “AADC” Rusunawa yang tak pernah bosan mengingatkan dan mendoakan penyelesaian skripsi ini. Hayako dan Tetet atas kesetiakawanannya. Keluarga besar SKPM 44 atas perhatian, kasih sayang, dan kebersamaannya sampai saat ini dan semua pihak, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu terselsaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015 Yoshinta Meilina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Kegunaan Penelitian
3
PENDEKATAN TEORITIS
4
Tinjauan Pustaka
4
Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis Penelitian
17
Definisi Operasional
17
METODE
20
Metode Penelitian
20
Lokasi dan Waktu
20
Teknik Sampling
20
Pengumpulan Data
21
Prosedur Analisis Data
21
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
23
Letak Geografis dan Keadaaan Alam Desa Cileungsi
23
Keadaan Demografi dan Sosial
23
Sarana dan Prasarana
25
Potensi Sumber Daya Alam
25
KARAKTERISTIK REMAJA DAN LINGKUNGAN DESA CILEUNGSI
27
Faktor Internal Responden Penelitian
27
Faktor Eksternal Responden Penelitian
29
PERSEPSI
REMAJA
TERHADAP
PERTANIAN PADI SAWAH
PEKERJAAN
DI
SEKTOR 32
Persepsi tentang Pendapatan
32
Persepsi tentang Peranan
33
Persepsi tentang Resiko Usaha
34
Persepsi tentang Kenyamanan Kerja
35
PERSEPSI REMAJA MENURUT FAKTOR INTERNAL REMAJA
37
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan
37
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengalaman Pribadi
38
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Jenis Kelamin
38
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Tingkat Pendidikan
38
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengalaman Pribadi
39
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Jenis Kelamin
39
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Tingkat Pendidikan
40
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengalaman Pribadi
40
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Jenis Kelamin
40
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Tingkat Pendidikan
40
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengalaman Pribadi
41
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Jenis Kelamin PERSEPSI REMAJA MENURUT FAKTOR EKSTERNAL REMAJA
42 43
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah
43
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengaruh Orang tua
44
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengaruh Teman Sebaya
44
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah
44
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengaruh Orang tua
45
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengaruh Teman Sebaya
45
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah
45
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengaruh Orang tua
46
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengaruh Teman Sebaya
46
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah
46
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengaruh Orang tua
47
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengaruh Teman Sebaya SIMPULAN DAN SARAN
47 48
Simpulan
48
Saran
49
DAFTAR PUSTAKA
50
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR TABEL 1. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Cileungsi, tahun 2012 2. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Cileungsi, tahun 2012 3. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang pendapatan pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah 4. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang peranan pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah 5. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang resiko usaha pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah 6. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang kenyamanan kerja pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah 7. Nilai signifikansi antara persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah dengan karakteristik remaja 8. Nilai signifikansi antara persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah dengan karakteristik lingkungan remaja
24 24 32 34 34 35 37 43
DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka pemikiran persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah 2. Distribusi remaja berdasarkan tingkat pendidikan 3. Distribusi remaja berdasarkan pengalaman pribadi 4. Distribusi remaja berdasarkan status kepemilikan sawah 5. Distribusi remaja berdasarkan pengaruh orang tua 6. Distribusi remaja berdasarkan pengaruh teman sebaya
16 27 28 29 30 31
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Lokasi Desa Cileungsi Kerangka Sampling Pengolahan Data Matriks Analisis Data
53 54 56 64
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat berperan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Dari ke empat sektor produksi yaitu pertanian, perindustrian, pertambangan dan perdagangan (jasa), yang jumlahnya 100 persen pada setiap tahun, maka peran sektor pertanian dalam PDB pada tahun 1939 adalah 61 persen, sedangkan peran atau kontribusi ke tiga sektor lainnya hanya 39 persen (Tarigan 2006). Selain itu, Mukhyi (2007) turut menambahkan “pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan negara terhadap impor atas komoditi pertanian”. Pada fase awal pembangunan ekonominya, penduduk Indonesia juga banyak menggantungkan pendapatan hidupnya pada sektor pertanian dan sebagian besar tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor pertanian karena sektor pertanian berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja dan tidak diperlukan keterampilan yang tinggi untuk mengerjakannya. Lambat laun kontribusi sektor pertanian terhadap PDB (Produksi Domestik Bruto) semakin menurun dari tahun ke tahun. Meskipun pembangunan pertanian ditetapkan menjadi prioritas dengan target peningkatan produktivitas pangan untuk mencapai swasembada beras, namun kenyataan menunjukkan gerakan industrialisasi mengalami perkembangan lebih pesat. Perubahan pekerjaan sektor pertanian ke sektor non-pertanian ini juga terlihat dalam arus migrasi desa ke kota. Mereka yang terjun ke dunia kerja, lebih senang mengadu nasib untuk bekerja di kota, dengan harapan akan mendapat kehidupan yang lebih baik. Telah terjadi fenomena penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 5, 04 juta rumah tangga dari 31,17 juta rumah tangga pada tahun 2003 (Sensus Pertanian 2003) menjadi 26,13 juta rumah tangga pada tahun 2013, yang berarti rata-rata penurunan per tahun sebesar 1,75 persen (BPS 2013). Penurunan jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian termasuk juga dari generasi muda. Penurunan jumlah petani usia muda tersebut disebabkan oleh keinginan pemuda desa yang sudah memudar untuk bekerja di sektor pertanian, dan lebih cenderung memilih pekerjaan di sektor luar pertanian, baik di daerah desa tempat tinggalnya maupun di daerah perkotaan. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1997, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk pada usia kerja berumur 15-64 tahun (menurut sensus penduduk tahun 1971). Oleh karena itu, usia remaja juga termasuk dalam usia angkatan kerja. Di beberapa daerah, terutama di pedesaan, anak usia remaja bahkan sudah dijadikan pekerja untuk menambah penghasilan orang tuanya, termasuk membantu dengan menjadi tenaga kerja di sektor pertanian. Sebelum mereka menentukan untuk memilih jenis pekerjaan yang akan mereka tekuni, mereka terlebih dahulu mempunyai suatu pandangan mengenai jenis pekerjaan tersebut. Remaja dapat menilai orang, dan membandingkan mereka satu dengan yang lainnya, berdasarkan patokan catatan abstrak tentang baik dan buruk (Calhoun dan Acocella 1995). Dalam hal ini, remaja desa mempunyai persepsi tersendiri mengenai pekerjaan di sektor pertanian. Persepsi merupakan pemahaman individu terhadap informasi lingkungan yang diperoleh melalui proses kognitif (Toha 1983
2
yang dikutip oleh Maria 2007). Proses pembentukan persepsi remaja dapat terbentuk karena dipengaruhi faktor internal sebagai faktor yang berasal dari dalam diri sendiri, dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri remaja tersebut. Penilaian tentang pekerjaan di sektor pertanian yang dilakukan oleh remaja berdasarkan pengamatan yang dilakukannya sendiri yang terkait dengan tingkat pendidikan, pengalaman, dan jenis kelamin. Penilaian tersebut juga berdasarkan proses sosialisasi yang dilakukan orang-orang di sekelilingnya, yaitu teman-teman dan keluarganya, juga berdasarkan status kepemilikan lahan sawah. Berdasarkan informasi dari BP3K (Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan), Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, merupakan salah satu daerah yang memiliki gabungan kelompok tani (gapoktan) yang tergolong maju. Para kelompok tani di Desa Cileungsi (Gapoktan Bina Sejahtera) termasuk kelompok petani yang dapat menjalankan program yang diberikan oleh pemerintah dengan baik dan cukup cepat dalam mengembangan usaha pertaniannya. Gapoktan ini juga mampu mengoptimalkan kinerja organisasi dan meningkatkan akumulasi dana keswadayaan dari anggotanya. Berdasarkan data monografi tahun 2010, Desa Cileungsi juga memiliki lahan persawahan yang cukup luas, yakni 160.309 hektar yang didominasi oleh tanaman pangan, sehingga tak heran jika komoditas yang paling besarnya ialah padi sawah. Sebagian besar penduduk Desa Cileungsi bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil penjajakan peneliti dengan pegawai kantor desa, hampir semua jumlah petani dan buruh tani yang terdapat di Desa Cileungsi ialah petani-petani yang tergolong tua. Peneliti ingin melihat apakah remaja di Desa Cileungsi tersebut akan mengikuti jejak para orang tua mereka yang bekerja sebagai petani, terkait dengan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, Desa Cileungsi menarik untuk diteliti persepsi remajanya terhadap pekerjaan di sektor pertanian, dalam hal ini sektor pertanian lebih difokuskan pada tanaman padi sawah.
Perumusan Masalah Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik remaja dan karakteristik lingkungan remaja di Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah? 3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik remaja dan karakteristik lingkungan remaja di Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. 3. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah.
3
1.
2.
3. 4.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur dan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya terkait dengan persepsi sosial. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terkait kebijakan-kebijakan dan perancangan program yang mempengaruhi pandangan terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dalam memahami kehidupan remaja desa terutama dalam hal persepsi mereka. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian.
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah Istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Pada pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi1. Secara sederhana pertanian diartikan sebagai turutnya campur tangan manusia dalam perkembangan tanaman atau hewan, agar dapat lebih baik memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kebutuhan dan memperbaiki kehidupan keluarga atau masyarakat (Pratomo 2010). Menurut Liu dan Madiono (2013), pertanian adalah kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan peternakan. Oleh karena itu dapat disimpulkan pekerjaan di sektor pertanian merupakan suatu kegiatan usaha di bidang tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan peternakan, agar dapat menghasilkan uang dan dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga atau masyarakat. Sub sektor tanaman pangan dan hortikultura itu sendiri mencakup komoditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, umbi-umbian, kacang tanah, kacang kedele, kacang-kacangan lainnya, sayur-sayuran, dan buahbuahan (Tarigan 2006). Dalam penelitian ini akan lebih difokuskan pada pertanian padi sawah. Siregar (1989) mengatakan “sejalan dengan keadaan atau kondisi tanah dimana padi itu dipertanamkan, menanam padi di tanah yang sengaja digenangi air, yaitu tanah sawah, usaha penanaman padi itu disebut “menyawah”. Varietas padi yang dipergunakan untuk tanah yang digenangi air disebut varietas padi sawah”. Adapun jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja sektor pertanian padi sawah, yaitu persemaian, pengolahan tanah, penanaman, penyulaman, pemupukan, pengendalian HPT, penyiangan, pengaturan air, dan panen (Jannah et al. 2013). Oleh karena itu dalam penelitian ini pekerjaan di sektor pertanian padi sawah lebih berfokus kepada kegiatan-kegiatan teknis di lahan pertanian, mulai dari persemaian sampai dengan pemanenan, dan bukan pekerjaan yang berhubungan dengan agribisnis, seperti halnya memasarkan produk pertanian. Nilai Kerja Paramagita (2008) merumuskan kerja sebagai aktivitas yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga baik bersifat fisik, mental, maupun sosial dengan imbalan berupa insentif ekonomi. Nilai merupakan pilihan moral yang berkaitan dengan apa yang dianggap baik atau buruk. Dengan demikian, nilai kerja dapat dirumuskan sebagai suatu persepsi atau penghargaan terhadap aktivitas yang menghasilkan suatu bentuk materi maupun non meteri yang dapat memberi kepuasan bagi keluarga (Herlina 2002 yang dikutip oleh Paramagita 2008). Menurut hasil penelitian Daulay (2006), keluarga buruh menganggap pekerjaan perkebunan memiliki nilai kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Paramagita (2008) yang membahas mengenai persepsi pemulung 1
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pekerjaan (diakses pada 14 Februari 2011, pukul 12:49)
5
terhadap nilai kerja dan harapannya, sebagian besar respondennya (pemulung yang didominasi usia muda) mempunyai persepsi positif terhadap nilai kerjanya dan menganggap memulung adalah suatu pekerjaan yang halal dan dapat memenuhi kebutuhan hidup. Di pedesaan masih berlaku norma tradisional yang umumnya mengharapkan peranan anak dalam membantu perekonomian keluarga. Anak-anak tersebut akhirnya terlatih melakukan pekerjaan yang ditekuni orang tuanya karena sudah disosialisasikan oleh orang tuanya. Sosialisasi nilai kerja pada anak-anak merupakan bagian dari kepatuhan terhadap tata karma (budaya) (Greenz 1983 yang dikutip oleh Daulay 2006). Daulay (2006) berpendapat faktor penting yang mempengaruhi perubahan sosialisasi nilai kerja buruh yaitu: (1) Ketergantungan keluarga buruh pada perusahaan yang dianggap dapat menjamin akses ekonomi keluarga. Ketergantungan tersebut membuat keluarga selalu berusaha menjaga hubungan dengan perusahaan, salah satu bentuknya yaitu melibatkan anak dalam proses produksi perkebunan; (2) Produksi tembakau yang semakin merosot dan luas lahan yang diusahakan semakin sempit. Keadaan ini mengakibatkan melorotnya semangat para mandor dan buruh perkebunan dalam bekerja; (3) Muncul kesempatan-kesempatan ekonomi di luar perkebunan yang dapat diakses oleh keluarga buruh. Hal ini membuat para pekerja mulai melirik pekerjaan di industriindustri atau pabrik-pabrik. Dari ketiga faktor tadi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sosialisasi nilai kerja di sektor pertanian, yaitu semakin menurunnya hasil produksi padi dan menyempitnya lahan sawah, serta munculnya kesempatan-kesempatan bekerja di luar sektor pertanian. Melalui hasil penelitiannya, Daulay (2006) juga menerangkan proses sosialisasi nilai kerja yang dilakukan keluarga buruh kepada anak-anaknya yaitu: 1. Tahap pengenalan. Pada tahap ini, anak-anak yang sudah berusia dua tahun dimana anak sudah bisa berjalan dan tahan terhadap sengatan matahari mulai dibawa ke tempat kerja orang tuanya. Meski belum dilibatkan dalam pekerjaan, paling tidak anak-anak sudah mengenal dan mempelajari bagaimana cara berkebun sehingga kegiatan tersebut akan membekas dalam pikiran anak-anak. 2. Tahap seleksi. Pada tahap ini, anak-anak dilibatkan dalam pekerjaan yang mudah. Jenis pekerjaan yang diajarkan kepada anak-anak sesuai dengan pembagian gender. Anak laki-laki lebih banyak dilibatkan dalam produksi di kebun, sedangkan anak perempuan lebih banyak bekerja di dalam rumah. 3. Tahap orientasi. Anak-anak diberi contoh melakukan pekerjaan yang sama dengan orang dewasa. Pada tahap ini anak-anak dipisah-pisahkan secara jelas antara anak yang akan menjadi buruh dan bekerja di luar dengan penanaman nilai kerja yang berbeda. 4. Tahap pemantapan. Keluarga telah memutuskan akan menjadikan anak sebagai pekerja. Sosialisasi semakin spesifik dan dilakukan secara intens melalui pelibatan kerja yang lebih banyak. Dari keempat tahap di atas, dapat berlaku juga pada RTP (RumahTangga Petani), dimana para orang tua sudah mengenalkan bertani pada anak-anaknya dari usia dini hingga melibatkan mereka pada saat mereka sudah beranjak dewasa.
6
Hasil penelitian Daulay (2006) menyatakan bahwa respon penolakan anak terhadap sosialisasi nilai kerja buruh yang diberikan orang tuanya dikarenakan anak-anak memandang pekerjaan di perkebunan sebagai pekerjaan yang tradisional, kotor, dan tidak menjanjikan. Hal ini wajar menurut Daulay (2006) karena: “kondisi pekerja anak sebagai individu yang masih enerjik, perjalanan hidup yang masih panjang, mobilitas yang masih tinggi, dan kaya dengan harapanharapan, menciptakan optimisme tertentu yang kontradiktif dengan apa yang dikenalinya sebagai sifat dan kriteria pekerjaan perkebunan” Begitu juga dengan pekerjaan di pertanian padi sawah yang bersentuhan langsung dengan tanah dan lumpur serta pendapatannya yang tidak tetap, dapat membentuk persepsi remaja desa akan pekerjaan pertanian padi sawah yang kotor dan tidak menjanjikan, sementara mereka selaku remaja yang mempunyai perjalanan hidup yang masih panjang dan mobilitas yang masih tinggi, masih mengharapkan pekerjaan yang lebih menjanjikan. Klasifikasi Petani Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk di gunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain2. Petani dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi pertanian. Menurut klasifikasi pertanian, petani dapat dibagi menjadi: (1) Petani tradisionil atau petani modern; (2) Petani sawah atau petani darat; dan (3) Petani spesialisasi atau petani diversifikasi. Petani juga dapat diklasifikasikan menurut jenis usahanya, yaitu: 1. Petani padi bila dia mengusahakan tanaman padi. 2. Petani padi dan jagung, dia menanam padi dan jagung. 3. Petani/pekebun karet, dia mengusahakan tanaman karet. 4. Petani ikan mas, dia mengusahakan/memelihara ikan mas. 5. Peternak sapi perah, dia memelihara sapi perah, dan lain-lain. Klasifikasi petani yang paling penting adalah menurut status sosial ekonominya di perdesaan, yang dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Petani tanpa lahan dan modal. Petani ini paling miskin, paling rentan, dia hanya memiliki tenaga kerja. Contohnya buruh-buruh, petani yang baru kena PHK dari perkotaan, petani yang dirundung malang sepanjang tahun, petani yang kena penggusuran dan sebagainya. 2. Petani punya lahan sempit tanpa modal. Petani ini hanya memiliki lahan tempat berdiri rumah/gubuknya. Dia tidak dapat mengusahakan tanaman secara memadai, mungkin dapat memelihara ayam/bebek sebanyak 2-5 ekor saja. Profil petani ini sama saja dengan profil petani pada nomor 1. Petani nomor 1 dan 2 ini dapat dikembangkan dengan penanganan khusus, serius dan konsisten. 2
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Petani (diakses pada 11 Januari 2011, pukul 12:14 WIB)
7
3. Petani punya lahan sedang tanpa modal. Petani ini masih rendah produksinya karena tanpa modal dia susah berusahatani karena tak ada modal. Petani semacam ini dapat dikembangkan dengan memberikan bantuan modal dan penyuluhan. 4. Petani punya lahan cukup/luas dan modal cukup/besar. Hanya jenis petani ini yang membutuhkan penyuluhan atau diberikan inovasi baru untuk mengembangkan usahataninya (Tarigan 2006). Dalam penelitian Chandra (2004), petani digolongkan berdasarkan status kepemilikan sawah menjadi petani yang mempunyai sawah, penggarap, dan buruh tani. Peranan dan Kendala Pada Sektor Pertanian Sektor pertanian di Indonesia adalah pemasok utama kebutuhan pangan nasional. Peningkatan produksi dan produktivitas pertanian menjadi penting karena pembangunan ekonomi akan mengalami kesulitan dan stagnasi apabila tidak ditunjang dari pembangunan pertanian itu sendiri. Sektor pertanian dapat digunakan untuk menutup kekurangan pertumbuhan perekonomian agar tidak negatif sebab sektor pertanian dapat lebih bertahan dibanding dengan sektorsektor lain. Sektor pertanian juga berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut Mukhyi (2007), pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut: (1) Ekspansi dari sektorsektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan; (2) Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya; (3) Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya; (4) Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa). Lambat laun kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Produksi Domestik Bruto semakin menurun dari tahun ke tahun. Sebagai contohnya pada tahun 1939 kontribusi pertanian terhadap sumbangan dalam PDB sebesar 61%, kemudian pada tahun 1985 menurun menjadi 24% (Pusat Data dan Informasi Pertanian 2002). Salim (2006) juga menyatakan walaupun PDB sektor pertanian pada masa krisis ekonomi mengindikasikan cukup baik, ternyata tidak diikuti oleh kenaikan investasi di sektor pertanian. Penyebab utama merosotnya kontribusi sektor pertanian karena pembangunan ekonomi Indonesia lebih diarahkan kepada pengembangan sektor industri. Dana-dana pembangunan yang cukup besar lebih banyak diinvestasikan ke sektor industri dan bangunan, investasi nasional yang terkonsentrasi pada sektor industri manufaktur dan bangunan inilah yang timpang dengan investasi pada sektor pertanian. Selain itu, menurut Lokollo et al. (2007), permasalahan yang terjadi pada sektor pertanian yaitu: (1) semakin meningkatnya RTP, sementara lahan pertanian relatif tetap, atau bahkan menurun akibat adanya konversi lahan ke non pertanian; (2) tenaga kerja pertanian didominasi oleh tenaga kerja usia tua, serta tenaga kerja muda dan berpendidikan tinggi semakin enggan bekerja di sektor pertanian; (3) kecenderungan penurunan penggunaan berbagai input produksi (pupuk dan
8
pestisida) disebabkan daya beli dan nilai tukar petani yang makin menurun; (4) produktivitas tenaga kerja pertanian relatif rendah dibanding sektor non-pertanian mengakibatkan pendapatan rumah tangga petani yang rendah; (5) peranan sektor pertanian pada PDB semakin turun, namun tidak diikuti menurunnya penyerapan tenaga kerja; (6) upaya-upaya peningkatan produksi masih menghadapi berbagai kendala. Setelah pertanian sudah cukup jenuh dan tidak dapat menyerap tenaga kerja dengan lebih cepat lagi, kelebihan angkatan kerja mencari nafkah di luar sektor pertanian yaitu industri. Sektor industri menjanjikan penghasilan yang lebih besar daripada di sektor pertanian. Selain itu, sektor industri bersifat tetap karena tidak terpengaruh musim paceklik seperti halnya di sektor pertanian. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun, terutama tenaga kerja dari generasi muda. Fenomena ini menunjukkan bahwa tenaga kerja usia muda mulai kurang tertarik bekerja di sektor pertanian. Faridah (2007) juga berpendapat beberapa alasan petani meninggalkan pekerjaan pertanian berdasarkan hasil penelitiannya yaitu: (1) Lahan pertanian yang semakin menyempit; (2) Desakan kekuatan pemilik modal terhadap petani kecil; (3) Meningkatnya jumlah penduduk; (4) Ingin mencari bayaran atau pendapatan yang lebih baik; (5) Jam kerja di luar pertanian lebih pendek; (6) Ketidakmungkinan mensupport kebutuhan keluarga dengan tanah milik yang kecil (Small Holding); (7) Kesulitan meningkatkan kenaikan sosial; (8) Kebijaksanaan pemerintah yang mendorong pertumbuhan industri di pedesaan; (9) Sedikit atau banyaknya terpaan informasi; (10) Pertanian tergantung sekali pada musim, sedangkan industri tali tambang tidak; (11) Meneruskan usaha orang lain. Remaja Masa remaja adalah masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. WHO menetapkan batas usia 1020 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono 1995). Kaplan & Sadock (1997) dalam bukunya Sinopsis Psikiatri, menyebutkan fase remaja terdiri atas remaja awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17 tahun), dan remaja akhir (17-20) tahun. Sementara F.J. Monks yang dikutip oleh Maria (2007) berpendapat bahwa secara global masa remaja berlangsung antara 12 – 21 tahun, dengan pembagian 12 – 15 tahun sebagai masa remaja awal; 15 – 18 tahun sebagai masa remaja pertengahan; dan 18 – 21 tahun sebagai masa remaja akhir. Menurut Ahmadi dan Sholeh (2005), masa remaja dibagi menjadi dua, yakni masa pra pubertas (12-14,0 tahun) dan masa pubertas (14-18,0). Masa pra pubertas yakni masa peralihan dari masa sekolah dan menuju masa pubertas, dimana seorang anak yang telah besar ini sudah ingin berlaku seperti orang dewasa tetapi dirinya belum siap termasuk kelompok orang dewasa. Pada masa pubertas, anak tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga mulai aktif mencapai kegiatan dalam rangka menemukan dirinya, serta mencari pedoman hidup, untuk bekal kehidupannya mendatang. Dari beberapa pendapat diatas dapat dibuat suatu batasan usia remaja adalah dimulai dari umur 10 – 20 tahun. Berdasarkan Undang-undang No. 25 tahun 1997, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk pada usia kerja berumur 15-64 tahun (menurut sensus penduduk tahun 1971). Oleh karena itu, remaja merupakan termasuk dalam angkatan kerja juga.
9
Seperti yang telah diketahui bahwa pada masyarakat desa umumnya sering digunakan tenaga kerja anak-anaknya. Mereka adalah anggota keluarga yang orang tuanya bertani, dan aktivitasnya adalah membantu orang tua dalam bertani (Tarigan 2006). Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang termasuk usia remaja desa dan dapat digolongkan sebagai tenaga kerja yaitu dari umur 15 – 20 tahun. Tentang tanda-tanda masa pubertas ini menurut Spranger yang dikutip oleh Ahmadi dan Munawar (2005), menyebutkan adanya tiga aktivitas yakni: (1) Penemuan aku; (2) Pertumbuhan pedoman kehidupan; (3) Memasukkan diri pada kegiatan kemasyarakatan. Muksin (2007) juga menambahkan bahwa anak muda dengan rentang usia terbut memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) Perkembangan kognitif: berpikir logis dan sudah dapat membentuk ide-ide masa depannya secara realistis, serta sudah dapat berpikir positif dan menentukan cita-cita yang tinggi; (2) Perkembangan afektif: terdapat emosi meninggi karena perubahan fisik, senang terhadap kepemilikan simbol bagi status diri (penampilan diri, pakaian, prestasi, uang, kemandirian); (3) Perkembangan psikomotorik: adanya perubahan jasmani dari tidak seimbang menuju kesimbangan; (4) Perubahan moral: tahu bahwa setiap orang punya arah dan jalan hidup sendiri-sendiri, keinginan melakukan aktivias yang bebas, dan mulai dapat bertanggung jawab; (5) Perubahan sosial: keinginan mengaktualisasikan dirinya, pilihan pekerjaan disebut periode realistis. Selain itu, kemampuan kecerdasan yang semakin tinggi menjadikan dirinya mampu mengorganisasikan banyak informasi yang berbeda-beda (Calhoun dan Acocella 1995). Persepsi Persepsi memiliki implikasi penting dalam perilaku seseorang, sehingga orang tersebut akan bersikap dan berinteraksi dengan obyek yang dipersepsi tersebut. Persepsi menurut Robbins (2002), adalah suatu proses yang ditempuh oleh setiap individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Toha (1983) yang dikutip oleh Maria (2007) mengatakan bahwa persepsi merupakan pemahaman individu terhadap informasi lingkungan yang diperoleh melalui proses kognitif. Selanjutnya Rakhmat (1986) yang dikutip oleh Maria (2007) juga mengemukakan persepsi adalah pengalaman terhadap objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menafsirkan dan menyimpulkan informasi. Menurut Tampubolon (2008), persepsi adalah gambaran seseorang tentang sesuatu obyek yang menjadi fokus permasalahan yang sedang dihadapi. Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah hasil dari suatu proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima indera sehingga stimulus tersebut dimengerti dan mempengaruhi tingkah laku selanjutnya. Dalam penelitian ini, objek yang dipersepsikan yaitu pekerjaan di sektor pertanian padi sawah dan subjek yang mempersepsikan ialah remaja desa. Penelitian ini juga ingin melihat apakah remaja desa akan menekuni pekerjaan di sektor pertanian padi sawah atau tidak. Oleh karena itu, persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah ialah proses pengorganisasian dan penginterpretasian yang dilakukan remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah yang akhirnya dapat mempengaruhi tingkah laku selanjutnya, yakni menekuni pekerjaan di sektor pertanian padi sawah atau tidak.
10
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Dalam penelitiannya, Rohmad (1998) menunjukkan bahwa faktor yang berada pada individu yang bersangkutan, disebut faktor internal, dan faktor yang berasal dari luar yang langsung mempengaruhi individu, disebut faktor eksternal. Faktor internal individu adalah kesatuan faktor yang mempengaruhi aktualisasi individu, dan faktor tersebut mendorong individu untuk bertindak. Faktor eksternal adalah faktor di luar individu yang langsung mempengaruhi individu (disebut sebagai faktor lingkungan sosial). Menurut Rochayah et al. (1996), persepsi seseorang dalam menangkap informasi dan peristiwa-peristiwa dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1) orang yang membentuk persepsi, 2) stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu, dan 3) stimulasi dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat, waktu maupun suasana. Calhoun dan Acocella (1995) juga turut mengemukakan bahwa komponen-komponen yang mempengaruhi persepsi ada tiga faktor, yaitu: 1. Pelaku persepsi. Apabila seorang individu memandang suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu sendiri, seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan. 2. Sasaran/objek. Karakteristik dari target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan, sasaran itu mungkin berupa orang, benda atau peristiwa. 3. Situasi. Unsur lingkungan sekitarnya bisa mempengaruhi persepsi. Jadi persepsi harus dilihat secara kontekstual, artinya dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu mendapat perhatian. Agustina (2011) mengatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pengetahuan dan pengalaman.Suprihanto et al. (2003) yang dikutip oleh Latifah (2007) menambahkan karakteristik individu yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, motivasi, pengalaman masa lampau, dan pengharapan. Latifah (2007) sendiri menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa penginderaan (alat indra), perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman masa lalu, kebutuhan, dan motivasi, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan individu yang meliputi lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Faktor eksternal meliputi stimulus, keadaan, penampilan yang terdapat pada objek yang dipersepsi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian adalah suatu aktivitas mental remaja desa dalam proses pengorganisasian dan penerjemahan kesan-kesan, penilaian, dan pendapat dalam merasakan serta menginterpretasikan pekerjaan di sektor pertanian padi sawah berdasarkan informasi yang diterima mengenai usaha-usaha di bidang pertanian. Dapat disimpulkan pula bahwa persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: (1) Faktor internal, yaitu terkait dengan karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu sendiri. Dalam hal ini, remaja desa memiliki karakteristik yang mempengaruhi persepsinya sendiri terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah, yaitu dilihat dari tingkat pendidikan, pengalaman yang dirasakan remaja, dan jenis kelamin.
11
(2) Faktor eksternal, yang terkait dengan situasi, yaitu dimana unsur lingkungan sekitarnya bisa mempengaruhi persepsi. Dalam hal ini, persepsi remaja desa diduga dipengaruhi melalui sosialisasi pekerjaan yang dilakukan oleh keluarga dan teman-teman sebayanya, maupun melalui situasi perekonomian keluarga yang diwakili oleh status kepemilikan lahan sawah orang tua remaja tersebut. Robbins (2002) yang dikutip oleh Mastari (2012) menambahkan pemikirannya tentang persepsi positif dan persepsi negatif, yaitu munculnya persepsi negatif seseorang disebabkan adanya ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya ketidaktahuan individu serta tidak adanya pengalaman inidvidu terhadap objek yang dipersepsikan dan sebaliknya, penyebab munculnya persepsi positif seseorang karena adanya kepuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya pengetahuan individu, serta adanya pengalaman individu terhadap objek yang dipersepsikan. Proses Terjadinya Persepsi Latifah (2007) menjelaskan proses terjadinya persepsi yakni sebagai berikut. Objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor, stimulus ini kemudian diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak dan terjadilah proses pengamatan yang dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat, sedangkan pengetahuan dan cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologi tersebut. Sekuler (1990) yang dikutip oleh Wisti (1995) mengemukakan beberapa aspek dalam proses persepsi sebagai berikut: a. Sistem sensorik dan sistem persyarafan organisme, b. Masukan rangsang-rangsang sensorik c. Tindakan-tindakan atau interpretasi dalam otak, dan d. Kemampuan intelektual untuk memberikan makna dalam melakukan interpretasi. Faktor Pembentuk Persepsi Remaja Desa terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Dalam melakukan penilaian dan pemaknaan terhadap suatu objek, terdapat beberapa hal yang mendorong atau mempengaruhi pandangan terhadap objek tersebut. Demikian halnya dengan persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang dapat mempengaruhi pembentukan persepsi remaja desa. Sosialisasi Lingkungan sosial mempunyai peranan besar terhadap perkembangan remaja. Pada masa remaja lingkungan sosial yang dominan antara lain dengan teman sebaya (Sumarni 2008). Dalam penelitiannya, Muksin (2007) juga mengatakan bahwa pemuda (yang seusia dengan remaja) lebih sering berinteraksi dengan temannya. Tingginya hubungan interpersonal pemuda (yang seusia dengan remaja) dengan temannya karena pada fase ini umumnya mereka lebih
12
memiliki kebutuhan perasaan untuk didengarkan dan pencarian jati diri. Hubungan persahabatan sangat kental pada masa usia ini. Dalam penelitiannya Muksin (2007), mengatakan “pemuda memiliki persepsi bahwa mengolah lahan atau sumberdaya lain dinilai belum menjadi kegiatan produktif dan tidak akan banyak menghasilkan uang. Persepsi semacam ini dipengaruhi oleh teman-teman sebaya yang sudah atau sedang bekerja di kota”. Jadi jika teman-temannya memiliki pandangan negatif atau positif terhadap suatu pekerjaan, maka remaja pun turut memiliki pandangan yang sama agar dapat diterima oleh temantemannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan persepsi remaja terhadap pekerjaan sektor pertanian turut dipengaruhi juga oleh teman-teman sebayanya. Sosialisasi perkerjaan pertanian bervariasi tergantung dari karakteristik asli daerah pedesaan. Terdapat dorongan dari orang tua agar anak-anaknya mencari pekerjaan yang “lebih baik” dan “lebih menjanjikan” di perkotaan (Muksin 2007). Orang tua memberikan sosialisasi yang kurang tepat terkait pesimisme orang tua atas pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan eksplorasi dan budidaya yang memanfaatkan sumberdaya alam. Nilai-nilai tersebut (seperti persepsi) diterima remaja dari orang tua mereka. Oleh karena itu, persepsi remaja mengenai pekerjaan di sektor pertanian juga dipengaruh oleh keluarga. Jika keluarga mendukung dan mensosialisasikan anaknya untuk bekerja di perkotaan (sektor non pertanian), maka hal itu dapat menyebabkan persepsi yang kurang baik terhadap pekerjaan sektor pertanian pada anak. Hasil penelitian Chandra (2004) juga menunjukkan bahwa: “sosialisasi pekerjaan pertanian kebanyakan diberikan oleh orang tua kepada pemuda, yaitu sebanyak 80 persen dan 20 persen yang tidak diajarkan oleh orang tuanya. Pemuda yang mendapat sosialisasi secara tinggi mempunyai persepsi yang lebih tinggi daripada pemuda yang mendapatkan sosialisasi rendah.” Lubis dan Soetarto yang dikutip oleh Chandra (2004) juga mengatakan bahwa pada golongan masyarakat kecil terdapat upaya orang tua dan kerabat untuk melibatkan anak laki-laki mengenal pekerjaan bertani. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa pengaruh keluarga juga menentukan persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian, karena remaja akan menilai suatu pekerjaan yang telah diajarkan oleh orangtuanya semenjak ia masih kecil. Lahan Di pedesaan umumnya mengalami permasalahan yang sama yakni kekurangan lahan dan kepadatan penduduk yang tinggi. Diduga bertambahnya penduduk dengan cepat membuat luasan tanah untuk bekerja di bidang pertanian semakin sempit. Sempitnya lahan pertanian ini diperparah dengan kecenderungan konversi lahan pertanian, bahkan lahan pertanian tersubur untuk pemakaian lain, khususnya di Jawa yang mengalami urbanisasi dan industrialisasi. Usaha di sektor pertanian tak heran lama-kelamaan mulai ditinggalkan dan masyarakat desa mulai beralih ke sektor non pertanian karena merasa situasi dan kondisi alam, dalam hal ini lahan, kurang mendukung untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun menurut hasil penelitian Muksin (2007), dengan banyaknya pemuda yang berpendapat bahwa sumberdaya alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
13
produktif, maka hal tersebut dapat memotivasi kelompok pemuda untuk menjadikan pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber penghasilan. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa ketersediaan sumberdaya alam, dalam hal ini lahan pertanian, juga mempengaruhi persepsi seseorang untuk menjadikan sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Dalam penelitiannya Herlina (2002) yang dikutip oleh Chandra (2004), mengatakan bahwa pemuda yang memiliki lahan akan menilai pekerjaan pertanian secara lebih baik daripada pemuda yang tidak memiliki lahan. Pemuda yang memiliki lahan menganggap usaha pertanian sebagai usaha yang mendatangkan investasi yang menguntungkan. Pemuda yang tidak mempunyai lahan beranggapan bekerja di sektor pertanian berarti bekerja sebagai buruh tani. Pekerjaan sebagai buruh tani dengan tingkat upah yang rendah, membuat pekerjaan tersebut berstatus sosial ekonomi rendah. Keadaan tersebut membuat pemuda desa lebih memilih bekerja di luar sektor pertanian. Hal serupa dapat terjadi pula pada remaja desa. Remaja yang keluarganya memiliki lahan akan menilai pekerjaan pertanian secara lebih baik daripada remaja yang keluarganya tidak memiliki lahan. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal di desa umumnya rendah, termasuk pendidikan para remajanya juga. Muksin (2007) mengutarakan pendapatnya mengenai pendidikan di pedesaan, yakni: “...tingkat pendidikan formal pemuda desa umumnya rendah karena persepsi terhadap pendidikan formal yang masih kurang positif dan pesimisme pada responden yang juga tersosialisasikan melalui orang tua bahwa tingginya pendidikan tidak menjamin seseorang mendapat pekerjaan yang layak”. Pendidikan juga mempengaruhi cara berpikir remaja yang nantinya dapat berperan pula dalam pembentukan persepsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Muksin (2007) juga menyatakan pendidikan formal merupakan proses belajar yang diharapkan mampu memberikan modal kemampuan berpikir dan keterampilan (soft and hard skills). Dapat dikatakan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan yang dapat dicapai, maka remaja menyadari betul semakin kecilnya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian yang secara umum dinilai lebih baik dan bergengsi, serta merasa kemampuan yang dipunya hanya cukup untuk menekuni pekerjaan di sektor pertanian. Hal ini juga didukung dengan adanya anggapan bahwa di sektor pertanian tidak diperlukan kualifikasi pekerja yang tinggi (Tarigan 2004). Begitu pun sebaliknya, remaja yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi mempunyai kecenderungan orientasi kerja keluar sektor pertanian. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Ilham et al. (2007) bahwa banyak petani menyekolahkan anaknya ke sekolah umum dengan tujuan dapat bekerja di kota.
Pengalaman Pribadi Pengalaman masa lalu, sebagai hasil dari proses belajar, akan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu. Menurut Karyana
14
(1999) yang dikutip oleh Reza (2007), pengalaman berusaha tani didefinisikan sebagai lamanya petani mengerjakan usaha padi sawah atau usahatani lahan kering lainnya. Lestari (1994) yang dikutip oleh Reza (2007) juga mendefinisikan pengalaman berusaha tani sebagai lamanya petani responden mulai membudidayakan padi sawah. Demikian juga dengan remaja desa, semakin lama bergerak di bidang usahatani, semakin banyak pengetahuan yang ia dapat dari pengalamannya itu. Pengalaman yang dirasakan remaja tentang bagaimana kehidupannya orang tuanya (beserta dirinya sendiri) ketika orang tuanya bekerja di sektor pertanian, baik pengalaman yang menyenangkan maupun tidak, akan menjadi informasi dan bahan dalam pembentukan persepsi remaja tersebut. Jenis Kelamin Selain itu, menurut Tarigan (2004), jenis kelamin juga turut menentukan orientasi kerja pemuda. Pekerjaan pertanian membutuhkan tenaga yang kuat dan dapat merusak penampilan karena ruang kerjanya berada di bawah terik matahari dan kotor sehingga lebih sesuai untuk kaum pria. Pekerjaan pertanian juga lebih banyak ditekuni oleh pria akibat tuntutan sebagai penanggung jawab ekonomi keluarga. Minat Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1995 yang dikutip oleh Sarwono, 2010). Sudarsono (2003) yang dikutip oleh Sarwono (2010) juga menyatakan bahwa minat merupakan bentuk sikap ketertarikan dalam atau sepenuhnya terlibat dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya atau bernilainya kegiatan tersebut. Pernyataan minat mengandung harapan-harapan, cita-cita, dan keinginan-keinginan yang merupakan dorongan seseorang untuk memilih suatu aktivitas (Wisti 1995). Dari beberapa uraian di atas, secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa minat terhadap pekerjaan di sektor pertanian merupakan suatu sikap ketertarikan remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian atas dasar pemenuhan kebutuhan hidup. Wisti (1995) juga mengatakan “minat dipengaruhi oleh informasi dari suatu aktivitas atau pekerjaan. Makin banyak diketahui seluk beluk/hal-hal tentang suatu aktivitas, makin besar perhatian terhadap aktivitas tersebut sehingga menjadi timbul minatnya”. Menurut hasil penelitiannya, Natalia (2010) mengatakan bahwa ”persepsi seesorang tentang kualitas produk akan berpengaruh terhadap minat membeli yang terdapat pada individu. Persepsi yang positif tentang kualitas produk akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang diikuti oleh perilaku pembelian”. Demikian juga menurut hasil penelitian Astuti et al. (2007) yang menyatakan bahwa ”semakin positifnya persepsi terhadap pembelajaran kontekstual akan diikuti dengan semakin kuatnya minat belajar matematika siswa”. Dalam hal ini dapat dikatakan juga bahwa baik persepsi positif maupun negatif terhadap pekerjaan di sektor pertanian ikut mempengaruhi minat remaja desa untuk bekerja di sektor pertanian
15
Kerangka Pemikiran Kontak kebudayaan antara desa dan kota diduga mampu memberi dampak perubahan perkembangan ekonomi dengan perubahan struktur ekonomi ke arah yang lebih non-agraris pada masyarakat desa. Perkembangan ekonomi menunjukkan peranan sektor industri dan jasa yang telah meningkat, sedangkan peranan pertanian secara relatif menurun dalam produk nasional. Perubahan ini juga terlihat dalam perubahan kemampuan sektor-sektor ini dalam menyerap tenaga kerja. Telah terjadi fenomena penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun, terutama tenaga kerja dari generasi muda. Penurunan jumlah petani usia muda tersebut disebabkan oleh keinginan pemuda desa yang sudah memudar untuk bekerja di sektor pertanian, dan lebih cenderung memilih pekerjaan di sektor luar pertanian di daerah perkotaan. Remaja merupakan termasuk dalam angkatan kerja generasi muda. Dalam hal ini, remaja desa mempunyai persepsi tersendiri mengenai pekerjaan di sektor pertanian. Pada penelitian ini, sektor pertanian lebih dipersempit menjadi pertanian padi sawah, sesuai dengan komoditas yang paling dominan di daerah lokasi penelitian. Persepsi berhubungan dengan beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Penelitian ini mengukur faktor internal dan faktor eksternal yang berhubungan dengan persepsi remaja namun dibatasi pada karakteristik tertentu. Seringkali persepsi dikaitkan dengan tingkat pendidikan, pengalaman pribadi remaja, dan jenis kelamin, dimana semua hal tersebut termasuk dalam karakteristik remaja. Tingkat pendidikan remaja desa yang pada umumnya rendah dapat mempengaruhi cara berpikir remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian yang dianggap tidak memerlukan keterampilan yang tinggi. Pengalaman remaja yang didapat dari pengalamannya sendiri melihat dan membantu pekerjaan orang tua dan masyarakat sekelilingnya yang rata-rata pernah atau masih menggeluti pekerjaan di sektor pertanian, membuat remaja melakukan perbandingan yang akhirnya dapat membentuk persepsi remaja mengenai pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Selain itu, pekerjaan pertanian juga membutuhkan tenaga yang kuat dan dapat merusak penampilan karena ruang kerjanya berada di bawah terik matahari dan kotor sehingga lebih sesuai untuk kaum pria. Pekerjaan pertanian juga lebih banyak ditekuni oleh pria akibat tuntutan sebagai penanggung jawab ekonomi keluarga. Faktor eksternal juga diduga berhubungan dengan persepsi remaja mengenai pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Faktor eksternal tersebut merupakan karakteristik lingkungan sekitar remaja yang terdiri dari pengaruh status kepemilikan lahan sawah, pengaruh teman-teman sebaya remaja, dan pengaruh dari keluarga. Status kepemilikan lahan sawah orang tua remaja turut berpengaruh terhadap persepsi remaja desa. Ketersediaan lahan sawah, baik itu luas maupun sempit, yang dimiliki orang tua remaja akan mempengaruhi positif atau negatifnya persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian, khususnya pertanian padi sawah. Selain itu, pandangan dari teman-teman sebaya mengenai suatu pekerjaan akan sangat berpengaruh bagi anak usia remaja, dimana pada masa usia ini remaja lebih sering berinteraksi dengan temannya, dan hubungan pertemanan dan persahabatan sangat kental. Pengaruh dari orang tua juga berperan dalam pembentukan persepsi remaja desa. Orang tua dan kerabat biasanya melibatkan
16
anak laki-laki untuk mengenal pekerjaan bertani, seperti mengajak ke sawah untuk membantu pekerjaan-pekerjaan di sawah yang ringan. Remaja akan menilai suatu pekerjaan yang telah diajarkan oleh orang tuanya semenjak ia masih kecil. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan baik faktor internal maupun faktor eksternal tersebut dapat mempengaruhi pembentukan persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Persepsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian nantinya akan berpengaruh terhadap minat remaja desa untuk menggeluti pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Faktor Internal Karakteristik Remaja: 1. Tingkat pendidikan 2. Pengalaman pribadi 3. Jenis kelamin
Persepsi terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian: 1. 2. 3. 4.
Pendapatan Peranan Resiko usaha Kenyamanan kerja
Minat Bekerja Di Sektor Pertanian
Faktor Eksternal Karakteristik Lingkungan Remaja: 1. Status kepemilikan lahan sawah 2. Pengaruh orang tua 3. Pengaruh teman sebaya Keterangan: berhubungan tidak diuji Gambar 1 Kerangka pemikiran persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah
17
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran, dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Karakeristik remaja desa berhubungan dengan persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. 2. Karakteristik lingkungan remaja berhubungan dengan persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Definisi Operasional Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Faktor internal dalam penelitian ini adalah karakteristik dalam diri remaja, seperti tingkat pendidikan, pengalaman pribadi, dan jenis kelamin. a. Tingkat pendidikan adalah pendidikan sekolah terakhir yang pernah diikuti oleh remaja. Tingkat pendidikan dikategorikan sebagai berikut: 1) SD/sederajat : diberi skor 1 2) SMP/sederajat : diberi skor 2 3) SMA/sederajat : diberi skor 3 4) Perguruan Tinggi : diberi skor 4 b. Pengalaman pribadi didapatkan melalui proses belajar remaja terhadap segala sesuatu yang pernah dirasakan dan dialaminya pada masa lalu terkait dengan pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Pengalaman pribadi diukur dari lamanya remaja terlibat dalam pekerjaan pertanian padi sawah dan bagaimana pengalaman yang didapat. Lamanya remaja terlibat dalam pekerjaan pertanian padi sawah dihitung dengan satuan tahun. Pada pertanyaan mengenai kesenangan bekerja di pertanian padi sawah, terdapat 3 pilihan jawaban: Pilihan a bernilai 1, berarti remaja desa merasa tidak senang dengan kegiatan bertani. Pilihan b bernilai 2, berarti remaja desa merasa biasa saja dengan kegiatan bertani. Pilihan c bernilai 3, berarti remaja desa merasa senang dengan kegiatan bertani. Gabungan dari 2 indikator di atas menunjukkan suatu nilai yang menggambarkan pengalaman remaja desa terhadap pekerjaan pertanian padi sawah. Untuk menentukan batas-batas nilainya, digunakan rumus sehingga didapatkan hasil yang dapat digolongkan menjadi: 1) Pengalaman negatif, bila total nilai 0 – 7 2) Pengalaman netral, bila total nilai 8 – 15 3) Pengalaman positif, bila total nilai 16 – 24
: diberi skor 1 : diberi skor 2 : diberi skor 3
c. Jenis kelamin adalah sifat fisik remaja sebagaimana yang dinyatakan dalam dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. 1) Laki-laki : diberi kode 1 2) Perempuan : diberi kode 2
18
2. Faktor eksternal merupakan karakteristik yang berasal dari lingkungan luar remaja yang mempengaruhi persepsi remaja, seperti status kepemilikan lahan sawah, pengaruh orang tua, dan pengaruh teman sebaya. a. Status kepemilikan lahan sawah adalah status kepunyaan lahan sawah dari orang tua remaja desa yang bekerja sebagai petani. Status kepemilikan lahan sawah dikategorikan menjadi 2, yakni: 1) Petani yang memiliki lahan sawah : diberi kode 1 2) Petani yang tidak memiliki lahan sawah (buruh tani) : diberi kode 2 b. Pengaruh orang tua adalah pengaruh yang diberikan orang tua remaja berupa kegiatan-kegiatan yang dapat mempengaruhi penilaian remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Pengaruh orang tua dapat dilihat dari: Pengenalan tentang hal-hal pertanian (terkait alat-alat produksi dan teknik pertanian). Pengenalan tentang hal-hal pertanian diukur dengan memberikan skor pada pertanyaan khusus pengenalan tentang hal-hal pertanian. Untuk jawaban “a” diberi skor 2, dan jawaban “b” diberi skor 1. Motivasi bekerja (dorongan dan arahan agar remaja bekerja di sektor pertanian atau non pertanian). Motivasi bekerja dari orang tua diukur dengan memberikan skor pada pernyataan khusus motivasi bekerja dari orang tua. Untuk jawaban “a” diberi skor 2, dan jawaban “b” diberi skor 1. Gabungan dari 2 indikator di atas menunjukkan suatu nilai yang menggambarkan pengaruh orang tua terhadap pekerjaan pertanian padi sawah. Untuk menentukan batas-batas skornya, digunakan rumus sehingga didapatkan hasil yang dapat digolongkan menjadi: 1) Lemah, bila total skor 10 – 14 2) Kuat, bila total skor 15 – 19
: diberi kode 1 : diberi kode 2
c. Pengaruh teman sebaya adalah pengaruh yang diberikan teman sebaya remaja yang dapat mempengaruhi penilaian remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Pengaruh teman sebaya diukur dengan memberikan skor pada pernyataan khusus pengaruh teman sebaya. Untuk jawaban “a” diberi skor 2, dan jawaban “b” diberi skor 1. Untuk menentukan batas-batas skornya, digunakan rumus
sehingga didapatkan hasil yang dapat digolongkan menjadi: 1) Lemah, bila total skor 10 – 14 : diberi kode 1 2) Kuat, bila total skor 15 – 19 : diberi kode 2
19
3. Persepsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian adalah penilaian remaja terhadap pekerjaan pertanian berdasarkan informasi yang didapat dari lingkungan, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pengukuran persepsi diukur dengan menggunakan skala likert, yaitu: Sangat tidak sesuai :1 Tidak sesuai :2 Tidak tahu :3 Sesuai :4 Sangat sesuai :5 Persepsi remaja dapat dilihat dari: (1) Persepsi terhadap pendapatan: penilaian remaja mengenai jumlah pendapatan yang di dapatkan dari hasil bekerja di sektor pertanian padi sawah. (2) Persepsi terhadap peranan sektor pertanian: penilaian remaja mengenai peranan sektor pertanian padi sawah bagi kehidupannya maupun lingkunganya. (3) Persepsi terhadap resiko usaha: penilaian remaja mengenai ketidaktentuan yang mungkin menimbulkan kerugian dalam berusaha tani (baik itu karena ketidakstabilan harga di pasaran, maupun karena wabah hama, serta mahalnya biaya produksi). (4) Persepsi terhadap kenyamanan kerja: penilaian remaja mengenai keadaan pada waktu bertani yang mempengaruhi kondisi remaja secara langsung.
METODE Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis data adalah metode kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan metode survai kepada responden. Survai mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendi 2008). Sementara data kualitatif diperoleh melalui wawancara kepada informan dan observasi di lapangan. Adapun data kualitatif digunakan untuk menggali informasi lebih dalam dan untuk menunjang dalam menginterprestasi data kuantitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini didapatkan dengan wawancara mendalam kepada responden berdasarkan pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner (lihat lampiran 3) maupun di luar kuesioner yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara mendalam kepada informan. Pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu Bapak Baban Subandi selaku Sekretaris Desa Cileungsi, Bapak Yahya selaku Ketua RT 01/05, Ibu Kokom selaku Ketua RT 02/05, Bapak Nasrudin selaku Ketua RT 03/05. Beberapa responden yang telah mengisi kuesioner juga dijadikan informan. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (lihat lampiran 1). Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Lokasi tersebut dipilih karena Desa Cileungsi memiliki gapoktan yang aktif dan maju, serta memiliki lahan persawahan yang cukup luas, sehingga didominasi dengan komoditas dari sektor tanaman pangan, yaitu padi sawah. Dengan kondisi geografis yang mendukung, ternyata tidak menambah jumlah tenaga kerja generasi muda di Desa Cileungsi, sehingga menarik untuk diteliti persepsi generasi muda (dalam hal ini remaja) terhadap pekerjaan di sektor pertanian, khususnya pertanian padi sawah. Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April 2011. Pada bulan April 2011 dilakukan pengumpulan informasi dan penjajagan mengenai Desa Cileungsi di kantor Kelurahan Desa Cileungsi. Pada bulan Oktober 2011 dilakukan pengambilan data dengan menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara kepada responden. Teknik Sampling Penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data primer (Singarimbun dan Effendi 2008). Pengambilan sampel responden dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik simple random sampling, yaitu sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Effendi 2008). Kriteria responden yang ditetapkan adalah remaja Desa Cileungsi dengan rentang usia 15-20 tahun, belum menikah, dan merupakan anak dari petani padi sawah. Setelah dilakukan pendataan, didapatkan kerangka sampling 155 remaja yang memenuhi kriteria (lihat lampiran 2). Kemudian
21
ditentukan sampel penelitian yang berjumlah 40 responden, yang terdiri dari 20 remaja perempuan dan 20 remaja laki-laki. Pengambilan responden tersebut dipilih karena responden yang diambil bersifat homogen, dimana mereka samasama sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Responden diambil dari RW 03 (Cileungsi) sampai dengan RW 05 (Ciherang Gede). Pada wilayah RW 01 (Tapos) dan RW 02 (Loji) tidak dilakukan pengambilan responden karena menurut informasi dari Sekretaris Desa Cileungsi (Pak Baban Subandi), hampir seluruh warga RW 01 dan 02 tidak bekerja sebagai petani maupun buruh tani padi sawah, melainkan bekerja di perkebunan, buruh pabrik, dan supir angkot. Pada saat pengambilan responden, beberapa nama responden yang terdapat di kerangka sampling (sesuai hasil pengundian) tidak dapat ditemui karena responden tersebut sudah tidak tinggal lagi di Desa Cileungsi, sehingga peneliti melakukan pengambilan responden sesuai dengan kedekatan lokasi (dengan asumsi responden yang diambil bersifat homogen). Penelitian mengenai persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah ini merupakan penelitian survai dengan tujuan explanatory. Metode survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data. Tipe penelitian explanatory merupakan penelitian yang sifat analisisnya menjelaskan hubungan antar variabel melalui uji hipotesis (Singarimbun dan Effendi 2008). Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer. Data sekunder adalah data yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain, misalnya dalam bentuk tabel maupun diagram (Umar 2004 yang dikutip oleh Tami 2013). Dalam penelitian ini, data sekunder (kuantitatif dan kualitatif) diperoleh dari data kelurahan desa, seperti potensi desa. Data sekunder ini digunakan untuk menunjang data primer yang digunakan. Dalam mengumpulkan data nama-nama responden, peneliti terlebih dulu melakukan penjajakan dengan Sekretaris Desa Cileungsi (Pak Baban Subandi) untuk memperoleh nama-nama Ketua RW (Rukun Warga) di Desa Cileungsi. Kemudian setelah itu, peneliti menghubungi masingmasing Ketua RW dan meminta data nama-nama responden tiap RW yang sesuai denga kriteria penelitian. Data primer menurut Umar (2004) yang dikutip oleh Tami (2013) adalah data yang didapatkan dari sumber pertama, baik secara individu atau perseorangan melalui wawancara, kuesioner, dan pengamatan langsung di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini, data primer kuantitatif dikumpulkan melalui wawancara terstruktur kepada 40 responden dengan menggunakan kuesioner. Data primer kualitatif dikumpulkan melalui wawancara kepada sejumlah informan yang diarahkan dengan panduan pertanyaan wawancara. Prosedur Analisis Data Data primer yang diperoleh dari hasil kuesioner diolah secara statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan data yang telah terkumpul (Riswar 2012). Selanjutnya data-data tersebut dipindahkan ke dalam Microsoft Excel 2007 yang telah disiapkan. Data-
22
data tersebut diolah menggunakan SPSS 17.0 for Windows. Data yang telah diolah kemudian dilakukan uji korelasi dengan menggunakan Chi Square dan Rank Spearman, untuk mengetahui apakah faktor internal dan eksternal berhubungan dengan persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah atau tidak. Faktor internal tersebut mencakup karakteristik remaja Desa Cileungsi seperti tingkat pendidikan, pengalaman pribadi, dan jenis kelamin, sedangkan faktor eksternal mencakup karakteristik lingkungan Desa Cileungsi seperti status kepemilikan lahan sawah, pengaruh orang tua, dan pengaruh teman sebaya. Pengujian hubungan antara persepsi mengenai pekerjaan di sektor pertanian (dalam hal pendapatan, peranan, resiko usaha, dan kenyamanan kerja) dengan karakteristik remaja (tingkat pendidikan dan pengalaman pribadi) dianalisis dengan menggunakan Rank Spearman (lihat lampiran 5). Sementara itu, untuk variabel karakteristik remaja seperti jenis kelamin dianalisis dengan menggunakan Chi Square. Pengujian hubungan antara persepsi mengenai pekerjaan di sektor pertanian (dalam hal pendapatan, peranan, resiko usaha, dan kenyamanan kerja) dengan karakteristik lingkungan remaja (pengaruh orang tua dan pengaruh teman sebaya) dianalisis dengan menggunakan Rank Spearman. Untuk variabel karakteristik lingkungan remaja seperti status kepemilikan lahan sawah dianalisis dengan menggunakan Chi Square. Untuk melihat keeratan hubungan suatu variabel maka dilihatlah nilai korelasinya. Hal ini dijelaskan oleh Hasan (2009) yang dikutip oleh Riswar (2012), bahwa koefisien korelasi adalah bilangan yang digunakan untuk mengukur derajat hubungan, meliputi kekuatan hubungan dan bentuk/arah hubungan. Untuk kekuatan hubungan, nilai korelasi berada di antara -1 dan +1. Untuk bentuk/arah hubungan, nilai koefisien korelasi dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-). Jika koefisien korelasi bernilai positif maka variabel-variabel berkorelasi positif, artinya jika variabel X naik/turun maka variabel Y juga naik/turun. Jika koefisien berkorelasi bernilai negatif maka variabel-variabel berkorelasi negatif, artinya jika variabel X naik/turun maka variabel Y akan turun/naik. Menurut Martono (2010), kriteria pengukuran koefisien korelasi dibagi menjadi tidak adanya hubungan atau sangat lemah (0,00-0,19), rendah atau lemah (0,20-0,39), sedang (0,40-0,59), tinggi atau kuat (0,60-0,79), sangat tinggi/sangat kuat (0,80-1,00). Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5 persen atau pada taraf nyata 0.05, dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Untuk menentukan apakah hubungan antara variabel nyata atau tidak, maka p-value dibandingkan dengan taraf nyata. Bila p-value lebih kecil dari 0.05 maka hubungan tersebut nyata, sedangkan bila p-value lebih besar dari 0.05 maka hubungan tersebut tidak nyata.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Keadaaan Alam Desa Cileungsi Desa Cileungsi merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Desa Cileungsi terdiri dari 5 RW dan 30 RT. Letak Desa Cileungsi berjarak sekitar 33 km dari ibu kota kabupaten dan dapat ditempuh selama 1, 5 jam dengan menggunakan kendaraan bermotor atau dengan 4 kali menaiki kendaraan umum. Secara geografis Desa Cileungsi berbatasan langsung dengan Desa Citapen di sebelah Barat, Desa Pancawati di sebelah Utara, Gunung Pangrango di sebelah Timur, dan Desa Ciderum di sebelah Selatan. Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Cileungsi Kecamatan Ciawi secara umum dapat berupa dataran dan persawahan yang berada pada ketinggian 500 mdl di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata harian berkisar antara 22 0C dan curah hujan 3500 mm per tahun. Desa Cileungsi meliputi wilayah seluas 268.766 hektar. Sebagian besar wilayah Desa Cileungsi merupakan persawahan dan perkebunan. Areal yang berfungsi untuk persawahan meliputi lahan seluas 160.309 hektar, sedangkan lahan perkebunan rakyat meliputi wilayah seluas 87.380 hektar. Kawasan permukiman penduduk meliputi kawasan seluas 16.000 hektar dan sisa lahan lainnya digunakan untuk prasarana umum lainnya, misalnya kawasan perkantoran, sekolah, pemakaman, jalan dan lain-lain. Dengan lahan untuk pertanian 160.309 hektar, Desa Cileungsi memiliki potensi terutama untuk komoditas padi sawah dan palawija yang sangat besar. Berdasarkan luas tanaman pangan menurut komoditas pada tahun 2012, Desa Cileungsi menghasilkan padi sawah sebanyak 125 ton/ha. Keadaan Demografi dan Sosial Penduduk Desa Cileungsi, hingga akhir tahun 2010 berjumlah 7467 jiwa yang terdiri atas 3897 orang laki-laki dan 3570 orang perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1892 KK. Penduduk berusia remaja yaitu usia 15 – 20 tahun terdapat 1013 orang atau 13,6 persen dari total jumlah penduduk. Sebagian besar penduduk termasuk dalam kelompok usia produktif yaitu 15 – 55 tahun. Penduduk yang tergolong dalam kelompok usia produktif berjumlah ± 4721 orang atau 63 persen dari total jumlah penduduk. Mayoritas penduduk Desa Cileungsi merupakan lulusan SD sebanyak 2350 orang. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 1.
24
Tabel 1 Jumlah dan presentasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Cileungsi, tahun 2012 Tingkat pendidikan
Jumlah (orang)
Tidak tamat SD 287 SD 2350 SMP/SLTP 410 SMA/SLTA 290 Akademi (D1-D3) 12 Sarjana (S1-S3) 61 Jumlah 3410 Sumber: Monografi Desa Cileungsi (2012)
Persentasi (%) 8,42 68,91 12,03 8,50 0,35 1,79 100
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir dan kualitas hidup seseorang. Berdasarkan Tabel 1, pendidikan terakhir yang memiliki angka tertinggi adalah SD, yakni 68,91 persen. Pendidikan yang rendah diakibatkan karena rendahnya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan serta pengaruh tingkat pendapatan yang relatif rendah, sehingga faktor biaya menjadi kendala untuk melanjutkan sekolah sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Mata pencaharian penduduk Desa Cileungsi berdasarkan data monografi kelurahan tahun 2012 terdiri atas berbagai macam mata pencaharian. Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa Cileungsi adalah buruh tani. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah dan presentasi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Cileungsi, tahun 2012 Pekerjaan
Jumlah (orang) 616 Petani 801 Buruh Tani 441 Buruh 600 Pegawai Swasta 38 Pegawai Negeri 12 Pengrajin/ Penjahit/ Jasa 353 Pedagang 341 Peternak 4 TNI/ POLRI 170 Tukang Kayu 170 Tukang Batu 74 Guru Swasta 320 Buruh Industri Kerajinan Jumlah 3.94 Sumber: Monografi Desa Cileungsi (2012)
Persentasi (%) 15,63 20,33 11,19 15,23 0,96 0,30 8,96 8,66 0,10 4,32 4,32 1,88 8,12 100
Mayoritas penduduk Desa Cileungsi mencari nafkah dalam bidang pertanian. Hal ini dapat terlihat dari jumlah petani (15,63 persen) dan buruh tani
25
(20,33 persen) yang tinggi dibandingkan dengan mata pencaharian yang lain. Tabel di atas juga menggambarkan tingginya minat penduduk dalam bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta yang berlokasi di Kampung Tapos. Pada kenyataannya, rata-rata penduduk yang bekerja di pertanian juga bekerja di bidang non pertanian. Pada musim menanam, penduduk bekerja menggarap lahan dan menanam padi di sawah, kemudian selagi menunggu masa panen tiba, penduduk tersebut bekerja lagi di bidang non pertanian, misalnya sebagai tukang ojek, supir angkot, dan sebagainya. Kalaupun yang masih bertahan menjadi buruh tani, biasanya hanya bertani pada saat musim menanam dan musim panen. Dilihat dari aspek kepemerintahan dan kemasyarakatan Desa Cileungsi memiliki beberapa struktur atau lembaga yaitu struktur pemerintahan Desa Cileungsi, struktur Badan Permusyawaratan Desa (BDP) Desa Cikarawang, struktur Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), struktur pertahanan sipil. Struktur badan atau lembaga lainnya yang ada di desa Cikarawang adalah PKK, kelompok tani yang terdiri dari dua yaitu Kelompok Bina Sejahtera dan Kelompok Tani Wanita/KWT. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana adalah salah satu penunjang yang sangat dominan dalam majunya pembangunan dalam suatu desa. Sarana dan prasarana yang ada di Desa Cileungsi dapat dilihat dari berbagai bidang, yaitu sebagai berikut: 1. Sarana Transportasi Umum a. Jalan Desa Jalanan seluruhnya yang ada di Desa Cileungsi kurang lebih berjumlah 138000 m dengan kondisi baik. b. Jalan Antar Desa/Kecamatan Jarak tempuh dari Desa Cileungsi ke ibu kota kabupaten dengan berjalan kaki atau kendaraan non motor yaitu 12 jam. orbitasi dari Desa Cikarawang menuju kecamatan kurang lebih 5 km dengan jarak tempuh 10 menit dan kondisi jalan dalam keadaan baik. Di Desa Cileungsi pun dilalui kendaraan umum yang menghubungkan Desa Cileungsi dengan ibu kota kabupaten. 2. Sarana Bidang Pendidikan Luas keseluruhan tanah Desa Cileungsi untuk bangunan sekolah yaitu 6000 ha/m2 dan di dalamnya terdapat sarana pendidikan formal, yaitu 5 buah TK, 5 buah SD/sederajat, 3 buah SMP/sederajat, dan 3 buah SMA/sederajat. Di Desa Cileungsi terdapat juga sarana pendidikan informal, yaitu 2 buah Ibtidayah, 1 buah Tsanawiyah, dan 5 buah Pondok Pesantren. 3. Prasarana Komunikasi dan Informasi Desa Cileungsi juga didukung oleh beberapa prasarana komunikasi dan informasi, yaitu 2 unit Wartel (Warung Telekomunikasi) dan 1 unit kantor pos pembantu. Potensi Sumber Daya Alam Desa Cileungsi memiliki beberapa potensi sumber daya alam unggulan. Dalam hal potensi sumber daya air, Desa Cileungsi memiliki debit air sungai dan
26
mata air yang sedang. Jumlah mata air yang tersedia sebanyak 6 unit, sumur gali sebanyak 400 unit, sumur pompa sebanyak 50 unit, dan hidran umum sebanyak 2 unit. Luas wilayah Desa Cileungsi yang digunakan untuk persawahan yakni seluas 160,309 hektar. Komoditas tanaman pangan yang dihasilkan Desa Cileungsi juga beragam, seperti jagung, kacang panjang, kacang merah, ubi kayu, ubi jalar, bawang merah, tomat, sawi, mentimun, buncis, terong, dan yang paling banyak dihasilkan yaitu padi sawah sebanyak 125 ton/hektar.
KARAKTERISTIK REMAJA DAN LINGKUNGAN DESA CILEUNGSI Faktor Internal Responden Penelitian Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik remaja yang terdiri dari tingkat pendidikan, pengalaman pribadi bertani, dan jenis kelamin. Berikut ini akan dibahas satu-persatu karakteritik remaja, dimulai dari tingkat pendidikan. Remaja dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang beragam. Tingkat pendidikan terakhir remaja dalam penelitian ini adalah SD, SLTP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Jika dilihat dari pie chart (Gambar 2), sebagian besar remaja memiliki tingkat pendidikan hingga SD, yaitu sebanyak 17 orang atau 42,5 persen dari total seluruhnya. Selebihnya terdapat 15 orang dengan tingkat pendidikan hingga SMP, 7 orang dengan tingkat pendidikan hingga SMA, dan hanya 1 orang yang tingkat pendidikannya mencapai Perguruan Tinggi. 2.5% 17.5% 42.5%
37.5%
SD SMP SMA PT
Gambar 2 Distribusi remaja berdasarkan tingkat pendidikan Berdasarkan data monografi Desa Cileungsi, secara keseluruhan tingkat pendidikan masyarakat Desa Cileungsi tergolong rendah, yaitu mencapai pendidikan hingga tingkat SD. Tingkat pendapatan yang relatif rendah dan kesadaran akan pentingnya pendidikan masih kurang, sehingga banyak dari penduduk Desa Cileungsi, khususnya remaja, yang hanya menamatkan sekolah sampai SD saja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Muksin (2007) yang mengutarakan mengenai pendidikan di pedesaan, yakni: “..tingkat pendidikan formal pemuda desa umumnya rendah karena persepsi terhadap pendidikan formal yang masih kurang positif dan pesimisme pada responden yang juga tersosialisasikan melalui orang tua bahwa tingginya pendidikan tidak menjamin seseorang mendapat pekerjaan yang layak”. Pengalaman pribadi remaja dalam bertani, dilihat dari lamanya remaja terlibat dalam pekerjaan pertanian padi sawah dan bagaimana pengalaman yang didapat. Pengalaman pribadi remaja dikategorikan menjadi 3, yaitu pengalaman yang negatif, netral, dan positif. Pada Gambar 3, terlihat bahwa lebih dari separuh responden mempunyai pengalaman pribadi yang negatif terhadap pekerjaan di
28
sektor pertanian padi sawah (52,5 persen). Hanya terdapat 10 persen atau 4 orang yang mempunyai pengalaman positif dengan bertani, sisanya adalah remaja dengan pengalaman yang netral. 10%
52,5% 37,5%
Negatif Netral Positif Gambar 3 Distribusi remaja berdasarkan pengalaman pribadi Sebagian besar remaja mengaku jarang membantu orang tuanya dalam bertani padi sawah. Ada pun kegiatan yang mereka lakukan lebih banyak membantu pada saat pemanenan sehingga tidak banyak kegiatan bertani lainnya yang mereka ketahui cara melakukannya. Salah seorang remaja menyatakan hal ini: “Kadang-kadang suka bantu bapak nyangkul-nyangkul di sawah, tapi lebih seringnya sih bantu ngagebot3 waktu panen. Terus bantu masukmasukin berasnya ke dalam karung dan merapikan sisa-sisa gabahnya. Kalau nanem-nanem gitu belum pernah” (STZ 17 tahun) Jarangnya remaja terlibat dalam kegiatan-kegiatan bertani lainnya disebabkan oleh kerumitan akan kegiatan bertani yang dirasakan para remaja. Melakukan pengolahan tanah, pemupukan, dan penanaman dirasa sangat menyusahkan bagi para remaja. Terdapat remaja (MRD 15 tahun) yang mengatakan bahwa penanaman dan perawatan tanaman tidak sebanding dengan hasil (panen) yang didapat. Kerumitan yang dirasakan para remaja tersebut mengurangi semangat mereka untuk terlibat dalam kegiatan bertani. Meskipun sebagian besar remaja turut juga membantu pada waktu pemanenan, namun hal itu tidak membuat pandangan mereka menjadi positif terhadap pengalaman mereka dalam bertani. Remaja yang lain (RJL 20 tahun) juga mengeluhkan akan lamanya masa panen itu datang. Selain itu, dalam pengolahan tanah, remaja harus mencangkul tanah sehingga hal itu dirasa berat oleh remaja tersebut. Bagi remaja yang punya pengalaman positif terhadap bertani, rata-rata mereka sudah cukup lama terlibat dalam kegiatan bertani sehingga semakin banyak pengetahuan yang mereka dapat dari pengalamannya itu. Pengalaman yang dirasakan remaja sendiri tentang bagaimana kehidupannya orang tuanya 3
Ngagebot merupakan kegiatan memisahkan bulir-bulir padi dari gabahnya dengan cara memukul-mukul tumpukan tanaman padi ke satu wadah khusus sehingga butir padi tersebut jatuh dan tertampung di dalam tempat khusus tersebut.
29
(beserta dirinya sendiri) ketika orang tuanya bekerja di sektor pertanian, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang tidak, akan menjadi informasi dan menjadi bahan dalam pembentukan persepsi remaja tersebut. Responden dalam penelitian ini ialah 40 remaja dengan 20 orang jenis kelamin laki-laki dan 20 orang jenis kelamin perempuan. Jumlah laki-laki dan perempuan sengaja dibuat sama oleh peneliti agar perbandingannya seimbang. Dibandingkan remaja perempuan, remaja laki-laki lebih sering turun ke sawah untuk bertani. Remaja perempuan umumnya hanya membantu dalam membawakan makanan saja untuk orang tua mereka pada siang hari. Faktor Eksternal Responden Penelitian Faktor eksternal dalam penelitian ini merupakan karakteristik lingkungan remaja yang terdiri dari status kepemilikan lahan sawah, pengaruh orang tua, dan pengaruh teman sebaya. Dalam subbab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum kepemilikan lahan sawah dari keluarga remaja tersebut dan gambaran umum mengenai lingkungan sosial remaja yang lebih menekankan kepada hubungan interaksi manusia, yaitu hubungan remaja dengan orang tua dan dengan teman-teman sebayanya.
24
25 16
20 15 10 5 0 Tidak Punya Lahan
Punya Lahan
Gambar 4 Distribusi remaja berdasarkan status kepemilikan sawah Status kepemilikan lahan sawah adalah status kepunyaan lahan sawah dari orang tua remaja desa yang bekerja sebagai petani. Status kepemilikan lahan sawah dikategorikan menjadi 2, yaitu punya lahan sawah dan tidak punya lahan sawah. Jika digambarkan dalam bar chart (Gambar 5), maka responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah remaja yang orang tuanya tidak memiliki lawah sawah (buruh tani), yaitu sebanyak 24 orang. Menurut monografi Desa Cileungsi 2012, jumlah penduduk Desa Cileungsi yang bermata pencaharian buruh tani (801 orang) memang lebih banyak daripada jumlah petani (616 orang). Semakin menurunnya jumlah petani disebabkan oleh meningkatnya jumlah petani yang menjual lahan sawahnya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya lalu memilih bekerja di bidang non pertanian.
30
“Penduduk yang punya lahan sawah di sini udah banyak yang ngejual lahannya ke pihak-pihak yang mau ngebangun pabrik di sini. Mereka (para petani) lebih suka jadi supir angkot, tukang ojek, tukang dagang, daripada bertani.” (Baban Subandi, Sekretaris Desa Cileungsi) Pengaruh orang tua terhadap remaja dalam hal pertanian, dapat dilihat dari pengenalan tentang hal-hal pertanian dan motivasi bekerja (dorongan dan arahan agar remaja bekerja di sektor pertanian atau non pertanian). Pengaruh orang tua dikategorikan menjadi dua, yaitu pengaruh yang lemah dan pengaruh yang kuat.
47,5% 52,5%
Lemah Kuat
Gambar 5 Distribusi remaja berdasarkan pengaruh orang tua Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa sebagian besar orang tua remaja memiliki kekuatan yang lemah dalam mempengaruhi remaja untuk bertani (52,5 persen). Mereka memang sudah mengenalkan pertanian pada anaknya dari sejak dini, namun hanya untuk membantu mereka saja, bukan berharap anak mereka kelak akan mengikuti jejak mereka sebagai petani. Para orang tua yang justru lebih mendorong anak-anaknya bekerja di perkotaan atau bekerja di sektor non pertanian, yang dianggap lebih menghasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Daulay (2006) yang mengatakan perubahan sosialisasi nilai kerja salah satunya dipengaruhi oleh munculnya kesempatan-kesempatan bekerja di luar sektor pertanian. Masuknya lapangan pekerjaan non pertanian di desa menjadi bahan pertimbangan bagi para orang tua, yang kemudian menyuruh anak-anaknya untuk bekerja di luar pertanian. Berikut ini merupakan pernyataan dari salah satu responden remaja: “Kalau disuruh bantuin kerja di sawah sih suka (sering), tapi kalau disuruh jadi petani mah engga. Kata orang tua malah saya disuruh kerja di supermarket aja karena gajinya lebih besar. Kalau bertani mah dapetnya (penghasilan) paling segitu-segitu aja.” (SBM, 20 tahun) Dalam hal pengaruh dari teman-teman sebaya, sebagian besar teman-teman sebaya remaja memiliki pengaruh yang kuat terhadap remaja mengenai pekerjaan di sektor pertanian. Pada Gambar 7 terlihat sebanyak 70 persen atau 28 orang remaja mempunyai pengaruh teman sebaya yang kuat, sedangkan pengaruh teman sebaya yang lemah mencapai 30 persen atau 12 orang. Salah seorang responden menyatakan:
31
“Penerimaan dari teman-teman penting sih buat saya. Soalnya tiap pulang sekolah pasti selalu bareng sama teman-teman, pergi kemanamana lebih sering sama teman-teman. Jadi kalau beda pendapat dari teman-teman tuh rasanya sangat ga nyaman, seperti dimusuhin aja.” (WWN 16 tahun)
30%
Lemah 70%
Kuat
Gambar 6 Distribusi remaja berdasarkan pengaruh teman sebaya Hubungan persahabatan sangat kental pada masa usia ini. Begitu pun dengan remaja di Desa Cileungsi ini yang sebagian besar merasa butuh pandangan dari teman-temannya, termasuk dalam hal pekerjaan. Pengaruh yang diberikan teman sebaya remaja dapat mempengaruhi penilaian remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Jadi jika teman-temannya memiliki pandangan negatif atau positif terhadap suatu pekerjaan, maka remaja pun turut memiliki pandangan yang sama agar dapat diterima oleh teman-temannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan persepsi remaja terhadap pekerjaan sektor pertanian turut dipengaruhi juga oleh teman-teman sebayanya.
PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEKERJAAN DI SEKTOR PERTANIAN PADI SAWAH Persepsi tentang Pendapatan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Persepsi adalah gambaran seseorang tentang sesuatu obyek yang menjadi fokus permasalahan yang sedang dihadapi (Tampubolon 2008). Dalam penelitian ini, objek yang dipersepsikan yaitu pekerjaan di sektor pertanian padi sawah dan subjek yang mempersepsikan ialah remaja desa. Berikut ini akan dijelaskan mengenai persepsi remaja tentang pendapatan, peranan, resiko usaha, dan kenyamanan kerja pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah secara keseluruhan. Tabel 3 Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang pendapatan pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Persepsi remaja tentang pendapatan pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Negatif Positif Jumlah
Jumlah (orang)
Persentasi (%)
11 29 40
27,5 72,5 100
Selama ini memang banyak anggapan bahwa mengolah lahan atau sumberdaya lain dinilai belum menjadi kegiatan produktif dan tidak akan banyak menghasilkan uang (Muksin 2007), namun Tabel 3 menunjukkan sebagian besar remaja Desa Cileungsi justru memiliki persepsi yang positif tentang pendapatan pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah, yakni 72,5 persen atau sama dengan 29 orang. Hal ini dikarenakan sebagian besar remaja Desa Cileungsi yang berpendapat bahwa bekerja sebagai petani cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (pangan, sandang, dan papan) serta cukup untuk membiayai sekolah. Salah seorang responden mengatakan: “Dari hasil bertani, bapak mampu untuk menyekolahkan saya sampai SMA. Meskipun udah ga terlalu diminati lagi sama anak-anak muda, tapi sebenarnya bertani cukup menjanjikan juga di sini (Desa Cileungsi). Tanah dan iklimnya cocok dengan pertanian. Jadi kalau panen, hasilnya lumayan banyak juga, minimal cukup lah untuk makan sendiri.” (SPW 20 tahun) Dalam kuesiner penelitian diajukan lima pernyataan terkait persepsi remaja mengenai pendapatan dalam bertani. Masing-masing pernyataan diberi skor yang sesuai dengan apa yang dirasakan remaja. Kelima pernyataan tersebut ialah: 1. Bekerja sebagai petani, dapat menghasilkan uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (pangan, sandang, dan papan).
33
2. Bekerja sebagai petani, dapat menghasilkan uang yang cukup untuk membiayai sekolah. 3. Bekerja sebagai petani, dapat menghasilkan uang yang memungkinkan untuk di tabung. 4. Kondisi cuaca dan musim yang kurang baik, tidak akan terlalu mempengaruhi penghasilan seorang petani. 5. Bekerja sebagai petani, dapat menghasilkan uang yang lama-kelamaan akan bertambah banyak. Dari kelima pernyataan tersebut, rata-rata remaja memberi skor tinggi pada pernyataan pertama dan kedua yaitu bekerja sebagai petani dapat menghasilkan uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (pangan, sandang, dan papan) serta dapat menghasilkan uang yang cukup untuk membiayai sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa bagi remaja, pekerjaan di sektor pertanian padi sawah masih dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, minimal untuk memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, dan papan). Walgito (2010) menerangkan bahwa pengalaman seseorang berperan dalam seseorang mempersepsi. Selain itu Walgito (2010) juga menambahkan persepsi itu tidak hanya ditentukan atau dipengaruhi oleh stimulus secar objektif, tetapi juga akan ditentukan atau dipengaruhi oleh keadaan diri orang yang mempersepsi. Hal ini juga yang dialami remaja Desa Cileungsi yang menurut pengalamannya, uang hasil bertani padi sawah itu (sebagai stimuli awal) dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (pangan, sandang, dan papan) serta cukup untuk membiayai sekolah (keadaan diri orang yang mempersepsi) sehingga terbentuklah persepsi yang positif. Persepsi tentang Peranan Berdasarkan Tabel 4, sebagian besar remaja Desa Cileungsi memiliki persepsi yang positif tentang peranan pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah, yaitu 75 persen atau setara dengan 30 orang. Latifah (2007) menjelaskan proses terjadinya persepsi yang dimulai dari objek yang menimbulkan stimulus, kemudian stimulus yang mengenai alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak dan terjadilah proses pengamatan yang dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Remaja Desa Cileungsi juga tentunya mengetahui informasi mengenai peranan pertanian padi sawah (yang merupakan objek stimuli) yang diperoleh dari pengalaman pribadinya dan pengetahuan yang berasal dari pendidikannya (faktor internal) serta proses belajar atau sosialisasi lingkungan sekitar (faktor eksternal) sehingga terciptalah suatu persepsi (dalam hal ini persepsi yang positif). Seperti halnya salah satu responden remaja yang menceritakan pengalaman bertaninya saat diwawancara: “Yang namanya orang kampung masa gatau nanem padi. Dari kecil udah bantu-bantu di sawah, pasti tau lah cara bertani. Kalau saya diajak bertani lagi, saya mah mau-mau aja. Bertani itu menyenangkan kok. Heran juga sama teman-teman yang dulu pernah bertani terus sekarang ga mau lagi. Padahal kalau ga ada orang yang bertani, mau dapat nasi darimana lagi?” (HHM 19 tahun)
34
Tabel 4
Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang peranan pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah
Persepsi remaja tentang peranan pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Negatif Positif Jumlah
Jumlah (orang)
Persentasi (%)
10 30 40
25 75 100
Terdapat lima pernyataan terkait persepsi remaja mengenai peranan dalam bertani yang terdapat pada kuesioner penelitian, yaitu: 1. Sektor pertanian merupakan sumber pemasukan yang diperlukan untuk pembangunan dan sumber pendapatan penduduk yang hidup di pedesaan. 2. Kegiatan ekonomi di sektor pertanian padi sawah yang menghasilkan produk dapat memenuhi kebutuhan pangan untuk keperluan sendiri (subsistence). 3. Kegiatan ekonomi di sektor pertanian padi sawah yang menghasilkan produk dapat memenuhi kebutuhan pasar di luar daerah (desa). 4. Sektor pertanian padi sawah dapat menampung tenaga kerja yang banyak dan tidak memerlukan keterampilan yang khusus. 5. Sektor pertanian padi sawah menghasilkan produk pertanian yang berguna sebagai bahan baku pada sektor industri. Sebagian besar remaja menjawab bahwa sektor pertanian berperan dalam hal sumber pendapatan penduduk yang hidup di pedesaan dan dapat menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan pangan untuk keperluan sendiri (subsistence) maupun kebutuhan pasar di luar daerah (desa). Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa persepsi sebagian besar remaja Desa Cileungsi mengenai peranan pekerjaan di sektor pertanian padi sawah ialah positif. Persepsi tentang Resiko Usaha Tabel 5 menunjukkan sebagian besar remaja Desa Cileungsi memiliki persepsi yang negatif tentang resiko usaha pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah, yakni 90 persen atau sama dengan 36 orang. Tabel 5 Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang resiko usaha pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Persepsi remaja tentang resiko usaha pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Negatif Positif Jumlah
Jumlah (orang)
Persentasi (%)
36 4 40
90 10 100
35
Pada kuesioner penelitian terdapat lima pernyataan terkait resiko usaha dalam bertani yang harus diberi skor oleh remaja sesuai dengan apa yang mereka rasakan, yakni: 1. Pekerjaan di sektor pertanian padi sawah dapat beresiko ketidakstabilan harga di pasaran. 2. Pekerjaan di sektor pertanian padi sawah dapat beresiko mahalnya biaya pengadaan sarana produksi. 3. Pekerjaan di sektor pertanian padi sawah dapat beresiko gagal panen (bergantung pada cuaca). 4. Pekerjaan di sektor pertanian padi sawah dapat beresiko terserang hama tanaman. 5. Pekerjaan di sektor pertanian padi sawah berarti perputaran uangnya lama (menunggu masa panen dulu). Sebagian besar remaja Desa Cileungsi berpendapat bahwa resiko usaha dalam bertani padi sawah yang paling mereka rasakan ialah pekerjaan di sektor pertanian padi sawah bergantung pada cuaca dan beresiko terserang hama tanaman. Salah satu responden remaja turut pula menceritakan pengalamannya: “Wah..dulu sawah bapak saya pernah terserang hama wereng. Banyak padi yang rusak, pelepah daun yang kena pada berwarna kekuningan, sehingga pada waktu itu hasil panen sempat turun drastis.” (MUL 20 tahun) Robbins (2002) yang dikutip oleh Mastari (2012) mengatakan bahwa munculnya persepsi negatif seseorang disebabkan adanya ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya. Dalam hal ini, remaja Desa Cileungsi memiliki persepsi negatif karena ketidakpuasan remaja terhadap resiko usaha dalam bertani. Para remaja merasa selama ini belum ada solusi untuk menanggulangi masalah resiko usaha di bidang pertanian padi sawah. Dengan kata lain, resiko usaha dari pekerjaan di sektor pertanian padi sawah tersebut telah membentuk persepsi yang negatif pada remaja Desa Cileungsi. Persepsi tentang Kenyamanan Kerja Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar remaja Desa Cileungsi memiliki persepsi yang negatif tentang kenyamanan kerja pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah, yaitu 62,5 persen atau setara dengan 25 orang. Tabel 6 Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang kenyamanan kerja pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Persepsi remaja tentang kenyamanan kerja pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Negatif Positif Jumlah
Jumlah (orang)
Persentasi (%)
25 15 40
62,5 37,5 100
36
Untuk mengetahui persepsi remaja terhadap kenyamanan kerja dalam bertani, diajukan lima pernyataan dalam kuesioner yang terkait dengan kenyamanan kerja dalam bertani, yang harus diberi skor sesuai dengan apa yang mereka rasakan. Pernyataan-pernyataan itu adalah: 1. Jam kerja sebagai petani lebih panjang/banyak dari pada jam kerja orang yang bekerja di luar sektor pertanian. 2. Bekerja sebagai petani berarti bekerja di tempat yang terbuka dan terkena matahari langsung. 3. Bekerja sebagai petani berarti melakukan pekerjaan yang sangat berat dan melelahkan. 4. Bekerja sebagai petani berarti melakukan pekerjaan yang kotor dan berlumpur. 5. Bekerja sebagai petani akan merusak penampilan fisik. Dari kelima pernyataan tersebut, skor tertinggi banyak diberikan pada pernyataan kedua, ketiga, dan keempat. Bagi para remaja, bekerja sebagai petani padi sawah berarti melakukan serangkaian kegiatan seperti pengolahan tanah, pemupukan, penanaman, sampai dengan pemanenan, yang bertempat di ruang terbuka dan terkena matahari langsung. Bekerja sebagai petani padi sawah juga berarti melakukan pekerjaan yang kotor dan berlumpur serta melelahkan, seperti mencangkul. Hal ini sesuai dengan yang diceritakan oleh salah satu responden: “Saya suka disuruh juga bantu bapak ke sawah, bantu memupuk dan tandur (menanam benih padi), tp capek ah ke sawah terus. Apalagi kalau siang-siang, panas. Belum lagi kalau disuruh nyangkulnyangkul, capek dan bikin pegal-pegal.” (SPY 17 tahun) Dari hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang kerja yang terbuka dan terkena matahari langsung, serta kegiatan fisik yang cukup berat membuat para remaja Desa Cileungsi menjadi tidak nyaman dan akhirnya membentuk persepsi yang negatif terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah.
PERSEPSI REMAJA MENURUT FAKTOR INTERNAL REMAJA Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Faktor internal yang diuji hubungannya dengan persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah, yaitu karakteristik remaja. Persepsi remaja (dalam hal pendapatan, peranan, resiko usaha, dan kenyamanan kerja) diuji hubungannya dengan 3 karakteristik remaja, yaitu tingkat pendidikan, pengalaman pribadi, dan jenis kelamin. Pengujian hubungan dilakukan dengan menggunakan Rank Spearman dan Chi Square. Tabel 7 Nilai signifikansi antara karakteristik remaja dengan persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Karakteristik remaja Tingkat pendidikan (r) Pengalaman pribadi (r ) Jenis kelamin (χ²)
Persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Pendapatan
Peranan
Resiko usaha
Kenyamanan kerja
0.23
0.163
0.822
.002*
0.834
0.344
0.066
0.326
0.059
.048*
0.278
0.344
Keterangan : *berhubungan nyata pada p<0.05
Tabel 3 menunjukkan hasil uji hubungan persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah dengan karakteristik remaja. Dapat dilihat dari hasil uji tersebut, terdapat dua variabel pada karakteristik remaja yang berhubungan nyata dengan persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Hubungan nyata dapat ditunjukkan pada variabel jenis kelamin dengan persepsi remaja dalam hal peranan pertanian dan variabel tingkat pendidikan dengan persepsi remaja dalam hal kenyamanan kerja. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang pendapatan dengan tingkat pendidikan ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 3 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman, yaitu nilai signifikan yang diperoleh sebesar .230. Nilai ini melebihi taraf nyata sebesar 0.05 sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang pendapatan dengan tingkat pendidikan. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan persepsi antara remaja yang berpendidikan sampai SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi mengenai pendapatan petani. Hubungan antara persepsi tentang pendapatan dengan tingkat pendidikan
38
menunjukkan nilai korelasi sebesar -.194 (lihat lampiran 4). Nilai negatif yang terdapat pada korelasi tidak menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengalaman Pribadi Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang pendapatan dengan pengalaman pribadi ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 3, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .834 dan nilai korelasi yang diperoleh sebesar -.034. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa baik remaja yang mempunyai pengalaman pribadi positif, netral, maupun negatif dalam hal bertani, tidak berbeda dalam hal persepsi tentang pendapatan petani. Mereka merasa bahwa dengan bertani pun masih cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membiayai sekolah. Bahkan bagi remaja yang punya pengalaman negatif pun dalam bertani masih berpersepsi positif terhadap pendapatan petani. Seperti misalnya remaja yang merasa mengolah tanah dan menanam padi itu sulit (MRD 15 tahun), namun tetap mengakui bahwa dengan bertani pun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membiayai sekolahnya. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Jenis Kelamin Hasil pengujian hipotesis antara persepsi tentang pendapatan dengan jenis kelamin ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 3, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh adalah .059. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Hal tersebut berarti baik remaja laki-laki maupun perempuan, tidak terdapat perbedaan persepsi terhadap pendapatan dalam bertani. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Tingkat Pendidikan Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang peranan dengan tingkat pendidikan ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Tabel 3 menunjukkan hasil nilai signifikan sebesar .163 dan nilai korelasinya sebesar .225. Nilai ini melebihi taraf nyata sebesar 0.05 sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang peranan dengan tingkat pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara remaja yang berpendidikan sampai SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi mengenai peranan sektor pertanian. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Muksin (2007) yang menyatakan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan yang dapat dicapai, maka remaja menyadari betul semakin kecilnya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian yang secara umum dinilai lebih baik dan bergengsi, serta merasa kemampuan yang dipunya hanya cukup untuk menekuni pekerjaan di sektor pertanian. Dengan begitu, sektor pertanian dianggap berperan dalam menampung tenaga kerja yang banyak dan tidak memerlukan keterampilan yang khusus, termasuk juga remaja dengan tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu, remaja dengan tamatan dari SD sampai Perguruan Tinggi juga sama-sama setuju akan peranan pertanian sebagai pemasok kebutuhan pangan keluarga sendiri maupun kebutuhan pasar.
39
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengalaman Pribadi Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang peranan dengan pengalaman pribadi ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 3, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .344 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar .154. Dapat disimpulkan bahwa baik remaja yang mempunyai pengalaman pribadi positif, netral, maupun negatif dalam hal bertani, tidak berbeda dalam hal persepsi tentang peranan sektor pertanian. Bagi remaja desa (termasuk remaja dengan pengalaman pribadi yang negatif), pertanian merupakan sumber pendapatan penduduk yang hidup di pedesaan. Meskipun sebagian remaja ada yang merasa pekerjaan di sektor pertanian itu rumit dilakukan, tetapi sebagian besar remaja tetap berpendapat bahwa dengan bertani padi sawah, maka keluarga mereka dapat menghasilkan kebutuhan pangan minimal untuk keluarga mereka sendiri. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Jenis Kelamin Hasil pengujian hipotesis antara persepsi tentang peranan dengan jenis kelamin ialah terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 3, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh adalah .048. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja laki-laki dan perempuan memiliki persepsi yang berbeda dalam hal peranan sektor pertanian. Remaja laki-laki lebih sering turun ke sawah untuk melakukan aktivitas pertanian daripada remaja perempuan, seperti menggarap sawah, tandur (menanam benih padi), memupuk, hingga memanen. Hal ini membuat lebih banyak remaja laki-laki yang merasakan sendiri peranan bertani dalam hidup mereka, yaitu untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri maupun untuk memenuhi kebutuhan pasar di luar desa. Sebagaimana dijelaskan juga oleh salah satu responden remaja laki-laki: “Yang namanya orang kampung masa gatau nanem padi. Dari kecil udah bantu-bantu di sawah, pasti tau lah cara bertani. Kalau saya diajak bertani lagi, saya mah mau-mau aja. Bertani itu menyenangkan kok. Heran juga sama teman-teman yang dulu pernah bertani terus sekarang ga mau lagi. Padahal kalau ga ada orang yang bertani, mau dapat nasi darimana lagi?” (HHM 19 tahun) HHM (19 tahun) berpendapat bahwa dengan kehadiran petani, maka bahan pangan pun akan terus diproduksi, sehingga kebutuhan pangan keluarga sendiri maupun kebutuhan pasar dapat terpenuhi. Lain lagi dengan jawaban salah satu responden remaja perempuan (SHL 15 tahun) yang lebih banyak menjawab tidak tahu akan peranan-peranan pekerjaan pertanian padi sawah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa persepsi remaja laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam hal peranan sektor pertanian.
40
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Tingkat Pendidikan Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang resiko usaha dengan tingkat pendidikan ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Tabel 3 menunjukkan hasil nilai signifikan sebesar .822 dan nilai korelasinya sebesar .037. Nilai ini melebihi taraf nyata sebesar 0.05 sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang peranan dengan tingkat pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara remaja yang berpendidikan sampai SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi terhadap resiko usaha dalam sektor pertanian. Hampir semua remaja berpandangan negatif terhadap resiko usaha bertani. Mereka merasa, bekerja dalam bidang sektor pertanian padi sawah beresiko rentannya tanaman padi terhadap hama. Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengalaman Pribadi Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang resiko usaha dengan pengalaman pribadi ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 3, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .066 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar -.293. Nilai signifikan yang melebihi taraf nyata (0.05) menandakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang resiko usaha di sektor pertanian dengan pengalaman pribadi remaja. Remaja dengan pengalaman pribadi negatif, netral, maupun positif dalam hal bertani, tidak berbeda dalam hal persepsi tentang resiko usaha sektor pertanian. Hampir seluruh remaja sepakat bahwa bertani padi sawah mempunyai resiko gagal panen dan terserang hama tanaman. Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Jenis Kelamin Hasil pengujian hipotesis antara persepsi tentang resiko usaha dengan jenis kelamin ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 3, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh adalah .278. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Hal tersebut berarti baik remaja laki-laki maupun perempuan, tidak terdapat perbedaan persepsi terhadap resiko usaha dalam bertani. Meskipun lebih banyak remaja lakilaki yang turun langsung ke sawah, tetapi tak membuat persepsi mereka tentang resiko usaha terhadap pertanian padi sawah menjadi positif. Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Tingkat Pendidikan Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang kenyamanan kerja dengan tingkat pendidikan ialah terdapat hubungan yang nyata. Tabel 3 menunjukkan nilai signifikan sebesar .002 dan hasil nilai korelasinya sebesar .476. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05 sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan antara persepsi tentang kenyamanan kerja dengan tingkat pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja yang berpendidikan sampai SD, SMP, SMA, maupun Perguruan
41
Tinggi memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam hal kenyamanan kerja di sektor pertanian. Berdasarkan kriteria pengukuran koefisien korelasi, maka nilai korelasi -.476 termasuk memiliki keeratan hubungan yang sedang. Nilai negatif yang terdapat pada korelasi menunjukkan hubungan yang tidak berbanding lurus. Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai oleh remaja, maka persepsi remaja dalam hal kenyamanan kerja di sektor pertanian pun makin negatif. Seperti halnya salah satu responden remaja yang pendidikan terakhirnya mencapai SMA (MKL 18 tahun) memberi skor tertinggi pada empat pernyataan di dalam kuesioner penelitian, yang terkait dengan persepsi terhadap kenyamanan kerja di sektor pertanian. MKL (18 tahun) merasa jam kerja sebagai petani lebih panjang daripada jam kerja orang yang bekerja di luar sektor pertanian. MKL (18 tahun) berpendapat jika bertani berarti bekerja di tempat yang kotor berlumpur dan terkena matahari langsung. Selain itu, MKL (18 tahun) juga menganggap bertani sebagai pekerjaan yang sangat berat dan melelahkan. Semakin rendah tingkat pendidikan yang dapat dicapai, maka remaja menyadari betul semakin kecilnya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian yang secara umum dinilai lebih baik dan bergengsi, serta merasa kemampuan yang dipunyai hanya cukup untuk menekuni pekerjaan di sektor pertanian (Muksin 2007), oleh karena itu remaja tersebut tidak mempermasalahkan kenyamanan kerja di sektor pertanian. Sebagai contoh, salah seorang remaja yang pendidikan terakhirnya mencapai SD (MHD 18 tahun), pada kuesioner penelitian memberi jawaban “sangat tidak sesuai” pada pernyataan “Jam kerja sebagai petani lebih panjang/banyak dari pada jam kerja orang yang bekerja di luar sektor pertanian”. MHD (18 tahun) juga memberikan skor yang rendah pada beberapa pernyataan mengenai kenyamanan kerja di sektor pertanian, seperti “Bekerja sebagai petani berarti melakukan pekerjaan yang sangat berat dan melelahkan” dan “Bekerja sebagai petani akan merusak penampilan fisik.” Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tingginya pendidikan yang dapat dicapai remaja memiliki hubungan dan bernilai negatif dengan persepsi remaja terhadap kenyamanan kerja di sektor pertanian. Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengalaman Pribadi Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang kenyamanan kerja dengan pengalaman pribadi ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 3, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .326 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar -.159. Nilai signifikan yang melebihi taraf nyata (0.05) menandakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang kenyamanan kerja di sektor pertanian dengan pengalaman pribadi remaja. Baik remaja yang mempunyai pengalaman pribadi positif, netral, maupun negatif, berpendapat bahwa bertani padi sawah itu merupakan pekerjaan yang sangat melelahkan. Meski ada remaja yang merasa bertani padi sawah itu menyenangkan, tetapi pada kenyataannya mereka tetap merasa bertani padi sawah itu cukup berat karena melakukan aktivitas yang cukup berat, salah satunya ialah mencangkul.
42
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Jenis Kelamin Hasil pengujian hipotesis antara persepsi tentang kenyamanan kerja dengan jenis kelamin ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 3, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh adalah .344. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Dapat disimpulkan bahwa baik remaja laki-laki maupun perempuan, tidak terdapat perbedaan persepsi terhadap kenyamanan kerja dalam bertani. Tarigan (2004) berpendapat bahwa jenis kelamin juga turut menentukan orientasi kerja pemuda. Pekerjaan pertanian lebih banyak ditekuni oleh pria akibat tuntutan sebagai penanggung jawab ekonomi keluarga. Pada kenyataannya remaja laki-laki Desa Cileungsi (yang kelak akan menjadi penanggung jawab ekonomi keluarga), sebagian besar mempunyai persepsi negatif tentang kenyamanan kerja di bidang pertanian padi sawah, meskipun mereka cukup sering terlibat dalam kegiatan bertani padi sawah. Hal ini disebabkan anak-anak usia remaja sudah dijadikan pekerja untuk menambah penghasilan orang tuanya, termasuk membantu dengan menjadi tenaga kerja di sektor pertanian, terlepas dari persepsi remaja yang positif atau negatif.
PERSEPSI REMAJA MENURUT FAKTOR EKSTERNAL REMAJA Penelitian ini menganalisis persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah menurut faktor eksternal remaja, yaitu karakteristik lingkungan remaja. Persepsi remaja (dalam hal pendapatan, peranan, resiko usaha, dan kenyamanan kerja) akan diuji hubungannya dengan 3 karakteristik lingkungan remaja, yaitu status kepemilikan lahan sawah, pengaruh orang tua, dan pengaruh teman sebaya. Pengujian hubungan dilakukan dengan menggunakan Rank Spearman dan Chi Square. Tabel 8 Nilai signifikansi antara karakteristik lingkungan remaja dengan persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Karakteristik lingkungan remaja Status Kepemilikan Lahan Sawah (χ²) Pengaruh Orang tua (r) Pengaruh Teman Sebaya (r)
Persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah Pendapatan
Peranan
Resiko usaha
Kenyamanan kerja
.441
.225
.610
.331
.468
.737
.091
.649
.491
.268
.837
.965
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah Hasil pengujian hipotesis antara persepsi tentang pendapatan dengan status kepemilikan lahan sawah ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh adalah .441. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Dapat disimpulkan bahwa baik remaja yang orang tuanya memiliki lahan sawah maupun yang tidak memiliki lahan sawah, tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan tentang pendapatan dalam bertani. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Herlina (2002) yang dikutip oleh Chandra (2004), yang menyatakan bahwa pemuda yang memiliki lahan akan menilai pekerjaan pertanian secara lebih baik daripada pemuda yang tidak memiliki lahan. Dalam penelitian tersebut, pemuda yang memiliki lahan menganggap usaha pertanian sebagai usaha yang mendatangkan investasi yang menguntungkan, sedangkan yang tidak mempunyai lahan beranggapan bekerja di sektor pertanian berarti bekerja sebagai buruh tani, yang dianggap memiliki tingkat upah yang rendah dan membuat pekerjaan
44
tersebut berstatus sosial ekonomi rendah. Perbedaan hasil penelitian tersebut disebabkan oleh sebagian besar para remaja Desa Cileungsi yang masih percaya bahwa bertani mempunyai nilai ekonomi. Selama masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama, maka bertani adalah hal yang cukup menjanjikan untuk membiayai makan sehari-hari dan bersekolah mereka. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengaruh Orang tua Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang pendapatan dengan pengaruh orang tua ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .468 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar .118. Nilai signifikan yang melebihi taraf nyata (0.05) menandakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang pendapatan di sektor pertanian dengan pengaruh orang tua remaja. Artinya baik remaja yang memiliki pengaruh orang tua yang kuat maupun yang lemah, tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan tentang pendapatan dalam bertani. Para orang tua remaja yang mempunyai pengaruh kuat terhadap remaja, meskipun mengenalkan pertanian dari sejak dini, ternyata sebenarnya tidak benar-benar menginginkan anaknya untuk meneruskan jejaknya sebagai petani, melainkan pekerjaan yang pendapatannya lebih tinggi. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengaruh Teman Sebaya Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang pendapatan dengan pengaruh teman sebaya ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .491 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar .112. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05 sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang pendapatan dengan pengaruh teman sebaya. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Muksin (2007) yang menyatakan “pemuda memiliki persepsi bahwa mengolah lahan atau sumberdaya lain dinilai belum menjadi kegiatan produktif dan tidak akan banyak menghasilkan uang. Persepsi semacam ini dipengaruhi oleh teman-teman sebaya yang sudah atau sedang bekerja di kota.” Sebagian besar teman-teman sebaya dari responden remaja memang memiliki pengaruh yang kuat terhadap responden remaja, namun hal itu tak berlaku dalam hal memilih pekerjaan. Responden remaja memiliki pandangannya tersendiri mengenai pendapatan dalam hal bertani, tanpa terpengaruh oleh teman-temannya. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang peranan dengan status kepemilikan lahan sawah ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh adalah .225. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Hal tersebut berarti baik remaja yang orang tuanya memiliki lahan sawah maupun yang tidak memiliki lahan sawah, tidak terdapat perbedaan persepsi terhadap
45
peranan dalam bertani. Sebagian besar remaja Desa Cileungsi orang tuanya tidak memiliki lahan sawah, namun hal itu tidak mempengaruhi pandangan remaja terhadap peranan bertani padi sawah dalam hidup mereka. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengaruh Orang tua Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang peranan dengan pengaruh orang tua ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .737 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar .055. Nilai signifikan yang melebihi taraf nyata (0.05) menandakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang peranan di sektor pertanian dengan pengaruh orang tua remaja. Sebagian besar remaja Desa Cileungsi memiliki pengaruh orang tua yang lemah dalam hal pemotivasian anak untuk bertani, namun hal itu tidak lantas membuat remaja tersebut memiliki persepsi yang negatif terhadap peranan pertanian padi sawah. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengaruh Teman Sebaya Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang peranan dengan pengaruh teman sebaya ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunaka dan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .268 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar -.179. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05 sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang peranan dengan pengaruh teman sebaya. Sebagian besar remaja Desa Cileungsi memiliki pengaruh teman sebaya yang kuat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sumarni (2008) yang mengatakan bahwa pada masa remaja lingkungan sosial yang dominan yaitu dengan teman sebayanya. Hubungan persahabatan yang erat ternyata tidak mempengaruhi persepsi remaja Desa Cileungsi mengenai pandangan akan suatu pekerjaan. Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang resiko usaha dengan status kepemilikan lahan sawah ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh adalah .610. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Hal tersebut berarti baik remaja yang orang tuanya memiliki lahan sawah maupun yang tidak memiliki lahan sawah, tidak terdapat perbedaan persepsi terhadap resiko usaha dalam bertani. Berbeda dengan itu, hasil penelitian Herlina (2002) yang dikutip oleh Chandra (2004), mengatakan bahwa pemuda yang memiliki lahan akan menilai pekerjaan pertanian secara lebih baik daripada pemuda yang tidak memiliki lahan. Pada kasus remaja Desa Cileungsi, remaja yang orang tuanya memiliki lahan sawah ataupun tidak, sama-sama memiliki persepsi yang cenderung negatif pada resiko usaha dalam bertani.
46
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengaruh Orang tua Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang resiko usaha dengan pengaruh orang tua ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .091 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar .270. Nilai signifikan yang melebihi taraf nyata (0.05) menandakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang resiko usaha di sektor pertanian dengan pengaruh orang tua remaja. Dorongan dan sosialisasi dari orang tua mengenai bertani padi sawah terhadap remaja, tidak mengubah persepsi mereka akan resiko usaha dalam bertani padi sawah. Meskipun pengaruh orang tuanya kuat untuk mengenalkan dan membiasakan dirinya untuk bertani, para remaja tersebut tidak terpengaruh untuk . Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Daulay (2006) yang menyatakan bahwa respon penolakan anak terhadap sosialisasi nilai kerja buruh yang diberikan orang tuanya dikarenakan anak-anak memandang pekerjaan di perkebunan sebagai pekerjaan yang tradisional, kotor, dan tidak menjanjikan. Begitu pun dengan remaja Desa Cileungsi yang sebagian besar memandang bertani padi sawah sebagai pekerjaan yang kotor dan tidak menjanjikan (karena terdapat beberapa resiko seperti gagal panen). Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengaruh Teman Sebaya Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang resiko usaha dengan pengaruh teman sebaya ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .837 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar .034. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05 sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang resiko usaha dengan pengaruh teman sebaya. Lemah atau kuatnya pengaruh teman sebaya terhadap remaja Desa Cileungsi ternyata tidak membuat perbedaan bagi remaja dalam mempersepsikan resiko usaha dalam bertani padi sawah. Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang kenyamanan kerja dengan status kepemilikan lahan sawah ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh adalah .331. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Hal tersebut berarti baik remaja yang orang tuanya memiliki lahan sawah maupun yang tidak memiliki lahan sawah, tidak terdapat perbedaan persepsi terhadap kenyamanan kerja dalam bertani. Para remaja Desa Cileungsi berpendapat bahwa dengan bertani padi sawah berarti bekerja di tempat yang terbuka dan terkena matahari langsung sehingga para remaja mempunyai persepsi yang cenderung negatif.
47
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengaruh Orang tua Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang kenyamanan kerja dengan pengaruh orang tua ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .649 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar -.074. Nilai signifikan yang melebihi taraf nyata (0.05) menandakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang kenyamanan kerja di sektor pertanian dengan pengaruh orang tua remaja. Hal ini berarti pengaruh orang tua yang lemah maupun yang kuat terhadap remaja, tidak menunjukkan perbedaan bagi remaja dalam mempersepsikan kenyamanan kerja di bidang pertanian padi sawah. Mereka cenderung mempunyai persepsi negatif mengenai kenyamanan kerja dalam bertani padi sawah, salah satunya yaitu bertani dapat merusak penampilan fisik. Persepsi negatif yang terbentuk merupakan wujud penolakan dari para remaja terhadap sosialisasi nilai kerja yang dilakukan orang tua remaja. Penolakan dari remaja tersebut merupakan hal wajar menurut Daulay (2006) karena (sesuai dengan penelitiannya yang terkait dengan sosialisasi nilai kerja buruh perkebunan): “kondisi pekerja anak sebagai individu yang masih enerjik, perjalanan hidup yang masih panjang, mobilitas yang masih tinggi, dan kaya dengan harapanharapan, menciptakan optimisme tertentu yang kontradiktif dengan apa yang dikenalinya sebagai sifat dan kriteria pekerjaan perkebunan” Begitu juga dengan pekerjaan di pertanian padi sawah yang bersentuhan langsung dengan tanah dan lumpur serta pendapatannya yang tidak tetap, dapat membentuk persepsi remaja desa akan pekerjaan pertanian padi sawah yang kotor dan tidak menjanjikan, sementara mereka selaku remaja yang mempunyai perjalanan hidup yang masih panjang dan mobilitas yang masih tinggi, masih mengharapkan pekerjaan yang lebih menjanjikan Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengaruh Teman Sebaya Hasil pengujian hipotesis hubungan antara persepsi tentang kenyamanan kerja dengan pengaruh teman sebaya ialah tidak terdapat hubungan yang nyata. Jika dilihat pada Tabel 4, angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Rank Spearman yaitu nilai signifikan sebesar .965 dan nilai korelasinya yang diperoleh sebesar .007. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05 sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang kenyamanan kerja dengan pengaruh teman sebaya. Lemah atau kuatnya pengaruh teman sebaya terhadap remaja Desa Cileungsi ternyata tidak membuat perbedaan bagi remaja dalam mempersepsikan kenyamanan kerja dalam bertani padi sawah. Para remaja Desa Cileungsi cenderung mempunyai persepsi negatif terhadap kenyamanan kerja dalam bertani padi sawah, salah satunya mengenai jam kerja orang yang bertani dianggap lebih panjang daripada jam kerja orang yang bekerja di luar sektor pertanian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Faridah (2007) mengenai beberapa alasan petani meninggalkan pekerjaan pertanian, salah satunya yaitu jam kerja di luar pertanian lebih pendek.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Remaja Desa Cileungsi memiliki beberapa karaktersitik individu yaitu tingkat pendidikan yang relatif rendah, mayoritas remaja yang memiliki pengalaman pribadi negatif tentang pertanian padi sawah, dan jumlah perbandingan remaja laki-laki dengan perempuan yang sama. Rendahnya tingkat pendidikan remaja disebabkan oleh tingkat pendapatan yang relatif rendah dan masih kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan sehingga sebagian besar remaja hanya menamatkan pendidikan hingga tingkat SD. Lebih dari separuh jumlah total responden memiliki pengalaman yang negatif terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Pengalaman yang negatif terbentuk karena beberapa kegiatan bertani seperti pengolahan tanah, pemupukan, penanaman, sampai dengan pemanenan dirasa sangat rumit dan menyusahkan bagi para remaja. Selain itu, remaja juga merasa kegiatan mencangkul tanah tersebut cukup berat sehingga turut membentuk pengalaman yang negatif terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Karaktersitik lingkungan yang terdapat pada remaja Desa Cileungsi, yaitu sebagian besar orang tuanya tidak memiliki lahan sawah, pengaruh orang tua yang sebagian besar lemah, dan pengaruh teman sebaya yang sebagian besar kuat. Sebagian besar orang tua remaja bekerja sebagai buruh tani karena banyak diantara mereka yang telah menjual lahan sawahnya. Orang tua para remaja pun memberikan pengaruh yang lemah dalam hal memperkenalkan dan memotivasi remaja akan pertanian karena mereka lebih ingin anak-anaknya bekerja di luar desa yang dianggap lebih menghasilkan. Berbeda dengan pengaruh dari orang tua, pengaruh teman-teman sebaya justru kuat pada sebagian besar remaja. Sebagian besar remaja Desa Cileungsi mempunyai persepsi yang positif dalam hal pendapatan dan peranan pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Pendapatan dari hasil bertani yang dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (pangan, sandang, dan papan) serta cukup untuk membiayai sekolah, merupakan pengalaman sekaligus keadaan diri remaja yang mendukung terciptanya persepsi yang positif. Peranan sektor pertanian dalam hal menjadi sumber pendapatan penduduk yang hidup di pedesaan, dan dapat menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan pangan sendiri (subsistence) maupun kebutuhan pasar di luar desa, merupakan bahan pertimbangan yang membentuk persepsi yang positif. Dalam hal resiko usaha dan kenyamanan kerja di sektor pertanian, sebagian besar remaja Desa Cileungsi mempunyai persepsi yang negatif. Pengalaman pribadi remaja yang menggambarkan ketergantungan hasil panen pada cuaca dan adanya resiko terserang hama tanaman, membuat sebagian besar remaja mempunyai persepsi yang negatif terhadap resiko usaha pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Bekerja di ruang terbuka dan terkena matahari langsung serta melakukan pekerjaan yang kotor, berlumpur dan melelahkan, membuat para remaja Desa Cileungsi mempunyai persepsi yang negatif terhadap kenyamanan kerja pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Terdapat beberapa karakteristik remaja yang berhubungan dengan persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah, yaitu tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Variabel tingkat pendidikan berhubungan nyata negatif dengan persepsi remaja terhadap kenyamanan kerja di sektor pertanian
49
padi sawah. Artinya, semakin tinggi pendidikan remaja, maka semakin negatif pula persepsi remaja terhadap kenyamanan kerja di sektor pertanian padi sawah, begitu pun sebaliknya. Hal ini dikarenakan remaja menyadari dengan tingkat pendidikan yang rendah maka peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian (yang secara umum dinilai lebih baik dan bergengsi) semakin kecil, sehingga remaja tidak mempermasalahkan kenyamanan kerja di sektor pertanian. Variabel jenis kelamin berhubungan nyata dengan persepsi remaja terhadap peranan pertanian padi sawah. Remaja laki-laki dan perempuan memiliki persepsi yang berbeda dalam hal peranan sektor pertanian. Remaja laki-laki lebih sering turun ke sawah untuk melakukan aktivitas pertanian sehingga lebih banyak remaja laki-laki yang merasakan sendiri peranan bertani dalam hidup mereka, yaitu peranan pertanian sebagai sumber pendapatan penduduk desa dan peranan pertanian dalam memenuhi kebutuhan pangan sendiri maupun pangan pasar di luar desa. Untuk karakteristik lingkungan remaja, tidak ada satu pun yang berhubungan dengan persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Hal ini dikarenakan para orang tua remaja, baik yang memiliki lahan sawah maupun yang tidak, masih meyakini bahwa bertani mempunyai nilai ekonomi sehingga selama masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama, maka bertani adalah hal yang cukup menjanjikan. Baik remaja yang memiliki pengaruh orang tua yang kuat maupun yang lemah, tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan dalam bertani. Meskipun para orang tua mengenalkan pertanian pada anaknya dari sejak dini, pada kenyataannya mereka tidak benar-benar menginginkan anaknya untuk meneruskan jejaknya sebagai petani, melainkan pekerjaan non pertanian yang penghasilanya lebih tinggi. Begitu juga dengan teman-teman sebaya dari remaja yang berpengaruh kuat maupun lemah pada remaja, tidak memberikan perbedaan bagi remaja untuk mempersepsikan pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Meskipun sebagian besar teman-teman sebaya berpengaruh kuat terhadap responden remaja, namun remaja memiliki pandangan tersendiri dalam hal memilih pekerjaan.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang diberikan adalah: 1. Menurut hasil penelitian ini, para remaja masih memiliki persepsi yang negatif terhadap resiko usaha dalam bertani, salah satunya ialah resiko gagal panen. Untuk itu perlu diterapkan lebih luas lagi kepada masyarakat, khususnya masyarakat desa mengenai asuransi pertanian yang berperan sebagai sistem pengelolaan resiko petani dalam melindungi panennya. 2. Adanya anggapan bahwa bekerja di bidang pertanian merupakan pekerjaan yang rumit, sangat berat, dan melelahkan untuk dilakukan, telah membuat persepsi yang negatif pada remaja. Oleh karena itu dibutuhkan penyuluhan pertanian, yang salah satunya membahas mengenai teknik-teknik pengolahan dan penanaman padi kepada petani-petani muda agar mereka tidak mengalami kesulitan lagi saat melakukan kegiatan pertanian tersebut. Selain itu, masyarakat desa juga perlu dibantu dalam hal pengadaan sarana produksi pertanian seperti traktor, agar lebih efisien dalam waktu dan tenaga.
DAFTAR PUSTAKA Agustina D. 2011. Persepsi dan Motivasi Berperan Serta dalam Program Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) (Kasus: Peserta Posdaya Mandiri Terpadu di RW 01, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ahmadi A, Sholeh M. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta (ID): PT Rineka Cipta. Astuti M, Siswati, Setyawan I. 2007. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pembelajaran Kontekstual Dengan Minat Belajar Matematika Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 18 Semarang. [Internet]. [10:15]. [diunduh 2011 Februari 14] Tersedia pada: http://eprints.undip.ac.id/24784/1/ JURNAL_ MUJI_A__M2A605053_.pdf. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik. Hasil Sensus Pertanian 2013 (Angka Sementara). Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Indonesia. Calhoun JF, Acocella JR. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang (ID): IKIP Semarang Press. Chandra D. 2004. Persepsi Pemuda Desa Terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian dan Minat Bekerja Di Kota [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Daulay P. 2006. Sekali Buruh Tetap Buruh: Studi Pembentukan Generasi Buruh di Perkebunan Tembakau Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Faridah K. 2007. Dari Ekonomi Pertanian Ke Ekonomi Industri (Sejarah Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kubangwungu Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes Tahun 1969-2000). [skripsi]. [Internet]. [10:15]. [diunduh 2011 Januari 3]. Tersedia pada: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHe11f. dir/doc.pdf Ilham N, Suradisastra K, Pranadji T, Agustian A, Hardono GS, Hastuti EL. 2007. Analisis Profil Petani dan Pertanian Indonesia. Makalah Seminar Hasil Penelitian. [Internet]. [13:17]. [diunduh 2010 Desember 30]. Tersedia pada: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/SHP_ NYK_2007.pdf Jannah M, Agustiyana E, Astarika AH, Hamdani F, Teresa SM. 2013. Peran Sektor Pertanian dalam Membangun Perekonomian Bangsa dan Peran Sumber Daya dalam Sektor Pertanian [laporan penelitian]. Malang (ID): Universitas Brawijaya Kaplan HI, Sadock BJ. Grebb JA. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid 1. Ed ke-7. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Latifah M. 2007. Persepsi dan Ekspektansi Terhadap Profesi Psikologi (Penelitian Deskriptif Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Semarang Tahun 2007). [skripsi]. [Internet]. [12:57]. [diunduh 2011 Januari 9]. Tersedia pada: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/ skripsi/archives/HASH0163/457d3398.dir/doc.pdf Leavit HJ. 1978. Psikologi Manajemen. Jakarta (ID): Erlangga. Liu MNS, Madiono E. 2013. Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Hortikultura pada PT. Horti Bima International. [Internet]. [10:00]. [diunduh 2015 Januari 9]. Tersedia pada:
51
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=194296&val=65 09&title=PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA HORTIKULTURA PADA PT. HORTI BIMA INTERNATIONAL Lokollo EM, Rusastra IW, Saliem HP, Supriyati, Friyatno S, Budi GS. 2007. Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan: Analisis Perbandingan Antar Sensus Pertanian. Makalah Seminar Hasil Penelitian. [Internet]. [13:17]. [diunduh 2010 Desember 30]. Tersedia pada: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/SHP_EML_2007.pdf Maria U. 2007. Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. [tesis]. [Internet]. [15:10]. [diunduh 2015 Januari 9]. Tersedia pada: http://www.damandiri.or.id/file/Tesis_Ulfah Maria.pdf Mastari. 2012. Gambaran Persepsi Masyarakat Kota Medan terhadap Pendidikan Inklusi. [skripsi]. [Internet]. [23:50]. [diunduh 2015 Januari 9]. Tersedia pada: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33613 Martono N. 2010. Statistik Sosial Teori dan aplikasi Program SPSS. Yogyakarta (ID): Gava Media Mukhyi MA. 2007. Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan Terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat : Pendekatan Analisis IRIO. [skripsi]. [Internet]. [14:04]. [diunduh 2011 Februari 21]. Tersedia pada: http://www.ebooklibs.com/view.php?file=http://repository.gunadarma .ac.id:8000/188/1/MA_Mukhyi.pdf Muksin. 2007. Kompetensi Pemuda Tani yang Perlu Dikembangkan di Jawa Timur [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Natalia L. 2010. Analisis Faktor Persepsi yang Memengaruhi Minat konsumen Untuk Berbelanja Pada Giant Hypermarket Bekasi. [skripsi]. [Internet]. [10:35]. [diunduh 2011 Februari 14]. Tersedia pada: http://www. ebooklibs.com/view.php?file=http://www.gunadarma.ac.id/library/arti cles/graduate/economy/2009/Artikel_10205725.pdf Paramagita A. 2008. Persepsi Pemulung terhadap Nilai Kerja dan Harapannya di Masa Depan (Kasus Pemukiman Pemulung di Kampung Sawah, Desa Sawah, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pratomo S. 2010. Analisis Peran Sektor Pertanian Sebagai Sektor Unggulan Di Kabupaten Boyolali Tahun 1998-2008. [skripsi]. [Internet]. [11:04]. [diunduh 2011 Februari 20]. Tersedia pada: http://digilib. uns.ac.id/upload/dokumen/169422109201009121.pdf Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2002. Buletin PDB Sektor Pertanian. 11(44). [Internet]. [12:51]. [diunduh 2010 Desember 29]. Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/buletin/ pdb/pdb0 402.pdf Reza F. 2007. Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Terpadu (Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Riswar R. 2013. Hubungan Keaslian Kampung Naga Dengan Pembentukan Identitas Masyarakat Adat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Robbins SP. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Erlangga.
52
Rochayah, Rochmah S, Djamil M. 1996. Individu Dalam Masyarakat: Buku Teks mengenai Psikologi Sosial. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rohmad Z. 1998. Peran Pemuda dalam Pembangunan Masyarakat Pedesaan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Salim I. 2006. Analisis Faktor-Faktor Ekonomi Makro Yang Mempengaruhi Investasi Pada Sektor Pertanian di IndonesiaPeriode Tahun 1984-2004. [skripsi]. [Internet]. [14:47]. [diunduh 2015 Januari 9]. Tersedia pada: http://www.scribd.com/doc/38514117/2008041812352701313057 Sarwono SW. 2010. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta (ID): Rajawali Pers. Singarimbun M, Effendi S. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES Indonesia. Siregar H. 1989. Budidaya Tanaman Padi Di Indonesia. Jakarta (ID): PT Sastra Hudaya. Sumarni DP. 2008. Hubungan antara Ketergantungan terhadap Teman Sebaya dengan Perilaku Antisosial Pada Remaja. [skripsi]. [Internet]. [12:47]. [diunduh 2011 Januari 9]. Tersedia pada: http://etd.eprints.ums.ac.id/2404/1/F100990135.pdf Tampubolon MP. 2008. Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior) Perspektif Organisasi Bisnis. Edisi Kedua. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Tarigan H. 2004. Representasi Pemuda Pedesaan Mengenai Pekerjaan Pertanian: Kasus Pada Komunitas Perkebunan Teh Rakyat di Jawa Barat. ICASERD Working Paper No.29. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Tarigan K. 2006. Esensi Ekonomi Pertanian. [Internet]. [12:47]. [diunduh 2010 Desember 29]. Tersedia pada: http://ocw.usu.ac.id/course/ download/3160000148-ekonomi-pertanian/textbook_2.pdf Walgito B. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Edisi Kelima. Yogyakarta (ID): ANDI OFFSET. Wisti NK. 1995. Hubungan Minat, Konsep Diri, dan Disiplin Diri Dengan Persepsi Kemampuan Memberikan Asuhan Kebidanan. [tesis]. [Internet]. [12:47]. [diunduh 2011 Februari 3]. Tersedia pada: http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/81440-T9702Hubungan%20minat-TOC.pdf
LAMPIRAN
53
Lampiran 1
Lokasi Desa Cileungsi
54
Lampiran 2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Kode Nama SDK SPD BHD DDN ASH YSP ALK NNT MYD YDT MYS RHY WDA SHR ALS SPW KMD SHL SRN SRH IRD MJL YYS AAW SST IIN HDJ AYM SSY ACG SLH DDN WYD ATK RDW SPL ANS IDS SPD WDY
Kerangka Sampling Jenis Kelamin L L L L P L L P L L L P P P L P L P P P L L P L P P P L P L L L L P L L P L L P
Usia
No
17 17 17 15 20 18 16 19 17 18 19 17 18 20 17 20 17 15 14 16 16 15 19 15 17 15 17 15 20 18 15 18 19 20 18 19 16 15 17 15
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Kode Nama JRH RHN RSL HLM YDY MUD SNS WLI MLH SSD UMR SLM SBD MHD SMH SHD HMD RHM STI MHD YSP MYS SNH MWH YDT FYN MFZ RHD HLW RIM HLS EMN ELH ELI EMD SRH RJL LNW HHM IAB
Jenis Kelamin P L L P P L L P P P L P L L P L P L P L L L P P L P L P P L P L P P L P L P L L
Usia 19 17 15 19 19 13 17 19 20 20 19 16 20 18 16 19 15 19 16 18 17 19 16 18 15 17 20 18 19 15 20 19 16 16 19 20 20 16 19 18
55
No 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Kode Nama ESL DSY HNI MKL ASP YDM TAV EML SBM FMN SNA MRM ASH WWN AJN SDY SIL IWS MKL SAS SNA AMT DNT AKM YAD WHY ZAB MRD ASN SRN RAP DHD STZ SPN SLI SPD SPY NHY NAI IQB RNH
Jenis Kelamin P P P P L L P L L L P L L P L P L L L P P L P L P L L L L P P P P L P L L P P L P
Usia 16 18 20 18 20 19 16 18 20 19 18 16 17 16 18 18 17 20 16 14 15 19 18 15 19 16 15 15 17 17 14 17 17 14 18 20 17 16 20 16 19
No 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155
Kode Nama RNZ MWY DDE AKD ERK RTM AAZ MLY MUL RHM SAY SRI MLY SMT SMM AWH SNS NSY MID RMA AAZ ARM SHN RNG NWW RDW RNI SMS SNR ASL SMY SSM KMR IPH Responden
Jenis Kelamin P L L L L L L L L L P P L L P L P P L P L L P L L L P P P L P P L P
Usia 16 20 19 17 19 17 16 15 20 17 19 15 16 20 15 18 16 20 17 15 20 20 19 16 20 18 16 20 17 20 19 17 15 20
56
Lampiran 3
Pengolahan Data
1. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan Correlations Pendapatan Spearman's rho
Pendapatan
Correlation Coefficient
1.000
-.194
.
.230
40
40
-.194
1.000
.230
.
40
40
Sig. (2-tailed) N Pendidikan
Correlation Coefficient
Pendidikan
Sig. (2-tailed) N
2. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengalaman Pribadi Correlations Pendapatan Pengalaman_Pribadi Spearman's rho Pendapatan
Correlation Coefficient
1.000
-.034
.
.834
40
40
-.034
1.000
.834
.
40
40
Sig. (2-tailed) N Pengalaman_Pribadi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
3. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Jenis Kelamin Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
12
.059
27.529
12
.006
.966
1
.326
20.476
40
a. 26 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
57
4. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Tingkat Pendidikan Correlations Peranan Spearman's rho
Peranan
Correlation Coefficient
1.000
-.225
.
.163
40
40
-.225
1.000
.163
.
40
40
Sig. (2-tailed) N Pendidikan
Correlation Coefficient
Pendidikan
Sig. (2-tailed) N
5. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengalaman Pribadi Correlations Peranan Spearman's rho Peranan
Correlation Coefficient
1.000
-.154
.
.344
40
40
-.154
1.000
.344
.
40
40
Sig. (2-tailed) N Pengalaman_Pribadi Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Pengalaman_Pribadi
N
6. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Jenis Kelamin Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
9
.048
21.080
9
.012
.323
1
.570
17.016
40
a. 20 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
58
7. Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Tingkat Pendidikan Correlations Resiko_Usaha Spearman's rho
Resiko_Usaha
Correlation Coefficient
1.000
-.037
.
.822
40
40
-.037
1.000
.822
.
40
40
Sig. (2-tailed) N Pendidikan
Pendidikan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
8. Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengalaman Pribadi Correlations Resiko_Usaha Pengalaman_Pribadi Spearman's rho Resiko_Usaha
Correlation
1.000
-.293
.
.066
40
40
-.293
1.000
.066
.
40
40
Coefficient Sig. (2-tailed) N Pengalaman_Pribadi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
9. Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Jenis Kelamin Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
9.816
a
8
.278
Likelihood Ratio
11.886
8
.156
4.364
1
.037
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
40
a. 18 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
59
10. Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Tingkat Pendidikan Correlations Kenyamanan_Kerja Pendidikan Spearman's rho Kenyamanan_Kerja
Correlation
1.000
-.476
**
Coefficient Sig. (2-tailed) N Pendidikan
Correlation
.
.002
40
40
**
1.000
.002
.
40
40
-.476
Coefficient Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
11. Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengalaman Pribadi Correlations Kenyamanan_Kerja Pengalaman_Pribadi Spearman's
Kenyamanan_Kerja
rho
Correlation
1.000
-.159
.
.326
40
40
-.159
1.000
.326
.
40
40
Coefficient Sig. (2-tailed) N Pengalaman_Pribadi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
12. Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Jenis Kelamin Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
9
.344
11.976
9
.215
1.891
1
.169
10.086
40
a. 20 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
60
13. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
df a
12
.441
15.875
12
.197
4.297
1
.038
12.059
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
Asymp. Sig. (2-sided)
N of Valid Cases
40
a. 26 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .40.
14. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengaruh Orang tua Correlations Pendapatan Pengaruh_Orangtua Spearman's rho Pendapatan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Pengaruh_Orangtua Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
.118
.
.468
40
40
.118
1.000
.468
.
40
40
15. Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengaruh Teman Sebaya Correlations Pendapatan Spearman's rho
Pendapatan
Correlation Coefficient
1.000
.112
.
.491
40
40
Correlation Coefficient
.112
1.000
Sig. (2-tailed)
.491
.
40
40
Sig. (2-tailed) N Pengaruh_Teman
Pengaruh_Teman
N
61
16. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
df a
9
.225
15.051
9
.090
1.152
1
.283
11.792
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
Asymp. Sig. (2-sided)
N of Valid Cases
40
a. 19 cells (95.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .40.
17. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengaruh Orang tua Correlations Peranan Spearman's rho Peranan
Correlation Coefficient
Pengaruh_Orangtua
1.000
-.055
.
.737
40
40
-.055
1.000
.737
.
40
40
Sig. (2-tailed) N Pengaruh_Orangtua Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
18. Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengaruh Teman Sebaya Correlations Peranan Spearman's rho
Peranan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Pengaruh_Teman
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Pengaruh_Teman
1.000
-.179
.
.268
40
40
-.179
1.000
.268
.
40
40
62
19. Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
df a
8
.610
7.731
8
.460
.427
1
.513
6.329
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
Asymp. Sig. (2-sided)
N of Valid Cases
40
a. 17 cells (94.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .40.
20. Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengaruh Orang tua Correlations Resiko_Usaha Pengaruh_Orangtua Spearman's rho Resiko_Usaha
Correlation
1.000
.270
.
.091
40
40
.270
1.000
.091
.
40
40
Coefficient Sig. (2-tailed) N Pengaruh_Orangtua
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
21. Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengaruh Teman Sebaya Correlations Resiko_Usaha Pengaruh_Teman Spearman's rho Resiko_Usaha
Correlation Coefficient
1.000
.034
.
.837
40
40
Correlation Coefficient
.034
1.000
Sig. (2-tailed)
.837
.
40
40
Sig. (2-tailed) N Pengaruh_Teman
N
63
22. Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Status Kepemilikan Lahan Sawah Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
df a
9
.331
11.953
9
.216
2.573
1
.109
10.248
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
40
a. 20 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .40.
23. Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengaruh Orang tua Correlations Kenyamanan_Kerja Pengaruh_Orangtua Spearman's
Kenyamanan_Kerja
rho
Correlation
1.000
-.074
.
.649
40
40
-.074
1.000
.649
.
40
40
Coefficient Sig. (2-tailed) N Pengaruh_Orangtua
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
24. Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengaruh Teman Sebaya Correlations Kenyamanan_Kerja Pengaruh_Teman Spearman's
Kenyamanan_Kerja
rho
Correlation
1.000
.007
.
.965
40
40
.007
1.000
.965
.
40
40
Coefficient Sig. (2-tailed) N Pengaruh_Teman
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
64
Lampiran 4
Matriks Analisis Data
No Variabel Pengaruh 1 Tingkat Pendidikan
2
Pengalaman Pribadi
3
Jenis Kelamin
4
Status Kepemilikan Lahan Sawah
5
Pengaruh Orang Tua
6
Pengaruh Teman Sebaya
Variabel Terpengaruh 1. Persepsi tentang Pendapatan 2. Persepsi tentang Peranan 3. Persepsi tentang Resiko Usaha 4. Persepsi tentang Kenyamanan Kerja 1. Persepsi tentang Pendapatan 2. Persepsi tentang Peranan 3. Persepsi tentang Resiko Usaha 4. Persepsi tentang Kenyamanan Kerja 1. Persepsi tentang Pendapatan 2. Persepsi tentang Peranan 3. Persepsi tentang Resiko Usaha 4. Persepsi tentang Kenyamanan Kerja 1. Persepsi tentang Pendapatan 2. Persepsi tentang Peranan 3. Persepsi tentang Resiko Usaha 4. Persepsi tentang Kenyamanan Kerja 1. Persepsi tentang Pendapatan 2. Persepsi tentang Peranan 3. Persepsi tentang Resiko Usaha 4. Persepsi tentang Kenyamanan Kerja 1. Persepsi tentang Pendapatan 2. Persepsi tentang Peranan 3. Persepsi tentang Resiko Usaha 4. Persepsi tentang Kenyamanan Kerja
Teknik Analisis 1. Spearmen 2. Spearmen 3. Spearmen 4. Spearmen
1. 2. 3. 4.
Spearmen Spearmen Spearmen Spearmen
1. 2. 3. 4.
Chi Square Chi Square Chi Square Chi Square
1. 2. 3. 4.
Chi Square Chi Square Chi Square Chi Square
1. 2. 3. 4.
Spearmen Spearmen Spearmen Spearmen
1. 2. 3. 4.
Spearmen Spearmen Spearmen Spearmen
65
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Yoshinta Meilina yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 1989. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, berasal dari pasangan (Alm) Panahatan Sitorus dan Manur Marisi. Penulis memiliki seorang kakak perempuan yang bernama Renie Connie, seorang kakak laki-laki bernama Daniel Panama, dan seorang adik laki-laki bernama Sadrach Eben Hezer. Penulis bertempat tinggal di Bogor tetapi sebelumnya pernah bertempat tinggal di Jakarta. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Kemuning tahun 1995, SD Satu Bakti tahun 2001, SLTP Negeri 4 Bogor tahun 2004 dan SMA Negeri 1 Bogor tahun 2007. Setelah itu pada bulan Juli 2007 diterima di Departeman Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti pendidikan formal, penulis pernah mengikuti berbagai macam organisasi, kepanitiaan, dan berbagai perlombaan pada tingkat sekolah. Adapun organisasi yang penulis ikuti di masa sekolah adalah Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sebagai koordinator sekbid VII dan ekstrakulikuler basket. Selain itu penulis juga pernah mengikuti Kejuaraan Daerah (Kejurda) kategori umur 16 tahun dan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) tingkat Jawa Barat pada waktu SLTP, dan masing-masing mendapat juara pertama. Pada masa kuliah, adapun kegiatan yang diikuti oleh penulis yaitu menjadi anggota dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Basket Agric, panitia Liga Bola Basket Mahasiswa (LIBAMA) Divisi 2 sebagai divisi acara, serta menjadi divisi logistik pada acara Masa Perkenalan Departemen tahun 2009.