HUBUNGAN PERILAKU MENONTON ORANG PINGGIRAN DI TRANS 7 DENGAN EMPATI REMAJA DI DESA CIHIDEUNG ILIR KECAMATAN CIAMPEA BOGOR
ANDIKA SEFRI MULYA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Perilaku Menonton Orang Pinggiran di Trans 7 dengan Empati Remaja di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Andika Sefri Mulya NIM I34090082
ABSTRAK ANDIKA SEFRI MULYA. Hubungan Perilaku Menonton Orang Pinggiran di Trans 7 dengan Empati Remaja di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Bogor. Dibimbing oleh HADIYANTO Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor internal remaja dengan perilaku menonton, hubungan faktor eksternal remaja dengan perilaku menonton, dan hubungan perilaku menonton dengan empati remaja. Sampel penelitian ini adalah remaja Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Bogor yang pernah menonton program Orang Pinggiran di Trans 7. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan durasi menonton. Usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan kepemilikan televisi tidak berhubungan dengan perilaku menonton. Pada pengujian interaksi dengan keluarga dan interaksi dengan teman terdapat hubungan nyata dengan perilaku menonton. Terakhir, perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 tidak berhubungan nyata dengan empati remaja.
Kata kunci: faktor internal, faktor eksternal, perilaku menonton, empati
ABSTRACT ANDIKA SEFRI MULYA. Relationship Viewing Behavior of “Orang Pinggiran” in Trans 7 with Adolescence Empathy in Cihideung Ilir Village Ciampea District Bogor. Supervised by HADIYANTO This study aimed to analyze the correlation between internal factors adolescense with viewing behavior, the correlation between external factors adolescense with viewing behavior, and correlation viewing behavior with adolescense empathy. The research sample was adolescense in Cihideung Ilir Village Ciampea District Bogor who had seen the program in “Orang Pinggiran” Trans 7. The results of the study explain that the gender associated with the duration of the watch. Age, level of education, occupation, and television ownership was not associated with viewing behavior. On testing the interaction with family and interaction with friends wasreal associated with viewing behavior. Finally, the viewing behavior of “Orang Pinggiran” Trans 7 was not associated with adolescense empathy. Keywords: internal factors, external factors, viewing behavior, empathy
HUBUNGAN PERILAKU MENONTON ORANG PINGGIRAN DI TRANS 7 DENGAN EMPATI REMAJA DI DESA CIHIDEUNG ILIR KECAMATAN CIAMPEA BOGOR
ANDIKA SEFRI MULYA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Hubungan Perilaku Menonton Orang Pinggiran di Trans 7 dengan Empati Remaja di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Bogor Nama : Andika Sefri Mulya NIM : I34090082
Disetujui oleh
Ir. Hadiyanto, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: __________________
PRAKATA Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi berjudul Hubungan Perilaku Menonton Orang Pinggiran di Trans 7 dengan Empati Remaja di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Bogor. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Hadiyanto, MSi sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan rasa terimakasih kepada Ayahanda Mochammad Mulyono, Ibunda Dwi Manofriyanti, Nenek Kaminah, Wandita Nofri Mulya Ningsih, kakak tersayang, yang selalu memberi motivasi, semangat, doa, dukungan, dan semua pengorbanan dengan ikhlas kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat-sahabat terbaik di KPM 46, Adistya Artik, Tiara Triutami, Tyas Widyastini, Fadil Afrianto, Anggi Lestari, Faris Budiman, Elbie Yudha, Linda Dessy, Shitta Narendra, Lidya Agustina, Tiara Pridatika, Denissa Aryandi, Agustin, Gilang AP serta keluarga besar KPM 46 atas kebersamaannya selama di KPM. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman sebimbingan Fina Feryandes dan Ela yang selalu memberikan dukungan kepada penulis untuk merampungkan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua angkat yaitu ibu Novarita Dwisuryani Nasdian dan ibu Elfy Purna Djaja yang tidak pernah berhenti memberikan semangat dan motivasinya kepada penulis. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga dapat membangun ke arah yang lebih baik lagi. Bogor, April 2014
Andika Sefri Mulya
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka
5
Komunikasi Massa
5
Televisi sebagai Media Massa
7
Karakteristik Khalayak
8
Karakteristik Remaja
10
Perilaku MenontonTelevisi
11
Empati
11
Kerangka Pemikiran
13
Hipotesis Penelitian
14
Definisi Operasional
14
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian
17
Teknik Pengumpulan Data
17
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
18
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Desa Cihideung Ilir
21
Karakteristik Penduduk Desa Cihideung Ilir
21
GAMBARAN UMUM STASIUN TV TRANS 7 DAN PROGRAM ACARA ORANG PINGGIRAN Gambaran Umum Trans 7
25
Program Acara Orang Pinggiran
26
FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL REMAJA DI DESA CIHIDEUNG ILIR Faktor Internal Remaja
29
Usia
29
Jenis Kelamin
30
Tingkat Pendidikan
30
Jenis Pekerjaan
30
Kepemilikan Televisi
31
Faktor Eksternal Remaja
31
Interaksi dengan Keluarga
32
Interaksi dengan Teman
32
PERILAKU MENONTON TAYANGAN ORANG PINGGIRAN DI TRANS 7 DAN EMPATI REMAJA Frekuensi Menonton
33
Durasi Menonton
34
Empati Remaja
35
HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL REMAJA DENGAN PERILAKU MENONTON TAYANGAN ORANG PINGGIRAN DI TRANS 7 Hubungan Faktor Internal Remaja dengan Perilaku Menonton Tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 37 Hubungan Usia dengan Perilaku Menonton
37
Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Menonton
38
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Menonton
40
Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Perilaku Menonton
41
Hubungan Kepemilikan Televisi dengan Perilaku Menonton
43
Hubungan Faktor Eksternal Remaja dengan Perilaku Menonton Tayangan Orang Pinggiran di Trans 7
45
Hubungan Interaksi Keluarga dengan Perilaku Menonton
45
Hubungan Interaksi Teman dengan Perilaku Menonton
46
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN ORANG PINGGIRAN DI TRANS 7 DENGAN EMPATI REMAJA Hubungan Perilaku Menonton Tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 dengan Empati Remaja 49
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
53
Saran
53
DAFTAR PUSTAKA
55
LAMPIRAN
57
RIWAYAT HIDUP
77
xii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
7
8
9
10
11 12
13
14
15
16
17
Jumlah dan persentase penduduk di Desa Cihideung Ilir menurut kelompok usia dengan jenis kelamin tahun 2012 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan di Desa Cihideung Ilir tahun 2012 Jumlah dan persentase responden berdasarkan faktor internal remaja di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Jumlah dan persentase responden berdasarkan faktor eksternal remaja di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Jumlah dan persentase responden berdasarkan empati remaja di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Hasil uji statistik hubungan antara usia dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara jenis kelamin dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara jenis kelamin dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Hasil uji statistik hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara jenis pekerjaan dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara jenis pekerjaan dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara kepemilikan televisi dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara kepemilikan televisi dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Hasil uji statistik hubungan antara interaksi keluarga dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Hasil uji statistik hubungan antara interaksi teman dengan perilakun menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Tabulasi silang dan uji rank Spearman hubungan antara frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran dengan empati remaja di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Tabulasi silang dan uji rank Spearman hubungan antara durasi menonton tayangan Orang Pinggiran dengan empati remaja di Desa Cihideung Ilir tahun 2013
22
22
23
23
29 31
29
35
37
31
38
37
39
40
41
37
42
43
44
45
40
46
42
49
44
50
43
xiii
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Kerangka pemikiran Logo Trans 7 Logo Program Orang Pinggiran Persentase responden berdasarkan frekuensi menonton di Desa Cihideung Ilir tahun 2013. 5 Persentase responden berdasarkan durasi menonton di Desa Cihideung Ilir tahun 2013
13 26 27 33 34
DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor 2 3 4 5
Kerangka Sampling Kuesioner Hasil Uji Statistik Chi Square Hasil Uji Statistik rank Spearman
57 58 61 67 71
PENDAHULUAN Latar Belakang Peran media massa tidak hanya sekedar memberikan informasi dan hiburan semata, tetapi mengajak khalayak untuk melakukan perubahan perilaku melalui pembingkaian pesan melalui teks, gambar, dan suara (Tamburaka 2013). Salah satu jenis media massa yang ada di sekeliling kita yang cukup banyak diminati oleh khalayak adalah televisi. Sebanyak 91.68 persen penduduk yang berumur sepuluh tahun ke atas yang menonton televisi, sedangkan penduduk yang berumur sepuluh tahun ke atas yang mendengar radio sebanyak 18.57 persen (BPS 2012). Televisi merupakan media massa yang disukai dan banyak dimanfaatkan masyarakat dalam memperoleh informasi dan hiburan. Televisi telah menjadi fenomena besar di abad ini, perannya amat besar dalam membentuk pola dan pendapat umum, termasuk pendapat untuk menyenangi produk-produk tertentu, demikian pula perannya amat besar dalam pembentukan perilaku dan pola berpikir (Subroto 1994). Sebagaimana fungsi penyiaran pada UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 Pasal 4 ayat 1 adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol, dan perekat sosial. Pada ayat 2 dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan. Begitu banyak stasiun televisi yang ada di Indonesia menjadikan masingmasing stasiun televisi beramai-ramai membuat program acara yang kreatif dan berbeda dari yang lainnya. Program televisi yang ditayangkan membawa banyak dampak dalam kehidupan masyarakat, baik positif atau negatif. UU No 32 Tahun 2002 Pasal (36) telah mengatur bahwa isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan dan manfaat bagi pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi menonton televisi adalah karakteristik individu yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan lain lain. Penelitian Feberia (2012) menyebutkan bahwa semakin tua umur responden, maka semakin tinggi frekuensi menonton mereka, hal ini disebabkan karena mereka membutuhkan banyak hiburan sehingga mereka meluangkan banyak waktunya untuk menonton televisi. Penelitian Daisiwan (2007) menyebutkan bahwa remaja yang berjenis kelamin perempuan lebih sering menonton sinetron remaja untuk menghibur diri, mengisi waktu luang, menambah pengetahuan mengenai gaya hidup, pergaulan dan menambah bahan percakapan. Berbeda halnya dengan remaja laki-laki yang sangat jarang menonton sinetron remaja. Mereka memenuhi kebutuhan hiburan mereka dengan bertemu dengan teman atau berolahraga. Hasil penelitian Sandy (2012) menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka cenderung lebih selektif terhadap tayangan yang ingin mereka tonton. Selain itu responden yang berpendidikan tinggi bukan hanya
2 terdedah dengan televisi saja akan tetapi dengan media massa lain seperti koran, radio, dan internet. Menurut Pridatika (2013) karakteristik sosiologis tidak memiliki hubungan yang nyata dengan frekuensi menonton iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Sekarang ini program televisi swasta di Indonesia lebih banyak menayangkan acara sinetron, musik dan komedi yang pada umumnya berisi mengenai masalah percintaan, gaya hidup dan hiburan semata. Sinetron salah satu contoh acara dengan segmentasi remaja yang lebih banyak menonjolkan cerita kehidupan percintaan dengan masalah perselingkuhan, kebebasan hidup, seks bebas, narkoba, dan kekerasan pada remaja. Masalah ini tentunya akan memiliki dampak negatif terhadap perkembangan kehidupan remaja. Peran tokoh dan gaya hidup yang ditampilkan dalam sinetron kemungkinan besar akan ditiru oleh para remaja yang menonton tayangan tersebut, seperti model pakaian yang dikenakan, sifat konsumtif, bahkan dengan tayangan sinetron yang mengandung unsur kekerasan telah mengubah sikap remaja menjadi anarkis. Hasil penelitian Daisiwan (2007) menyebutkan bahwa sinetron remaja memberikan perubahan sikap pada diri remaja, semakin lama mereka menonton sinetron remaja maka pengetahuan mengenai gaya hidup menjadi bertambah dan hal itu mengarahkan remaja pada sikap konsumtif. Erikson dalam Hurlock (1990) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas, dimana identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru, mereka menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir. Diduga hal ini terjadi karena remaja berada pada masa transisi dimana mereka berusaha mencari identitas diri mereka masing-masing. Remaja perlu membuka pengetahuan mereka tentang lingkungan sosial yang ada di masyarakat dengan menonton tayangan yang mengandung informasi, mendidik dan unsur sosial. Sudah banyak program yang menonjolkan kehidupan sosial masyarakat menengah ke bawah, dimana banyak terdapat makna dalam setiap program yang diambil, salah satunya yaitu melalui program reality show yang bertemakan sosial. Acara televisi yang mengandung unsur sosial mampu menumbuhkan rasa empati terhadap remaja. Empati merupakan suatu aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain (Taufik 2012). Penelitian Rizkia (2010) menyebutkan bahwa tayangan “Jika Aku Menjadi” mampu menumbuhkan rasa empati remaja terhadap kemiskinan setelah menonton tayangan tersebut. Terpaan tayangan Jika Aku Menjadi, baik frekuensi maupun durasi menonton memiliki hubungan yang nyata dengan empati remaja terhadap kemiskinan. Penelitian mengenai empati remaja dengan melihat pengaruh dari tayangan televisi masih sangat sedikit. Menurut Rizkia (2010), program acara diharapkan bisa membangkitkan semangat bertoleransi dan solidaritas sosial dari masyarakat kelas atas terhadap masyarakat kalangan bawah. Kenyataannya adalah masih banyak masyarakat yang tidak peduli dan kurang berempati terhadap nasib orang yang kurang beruntung. Sekarang ini program acara yang bertemakan sosial sudah banyak ditayangkan di televisi. Salah satu program yang menjadi perhatian khalayak adalah program Orang Pinggiran di Trans 7.
3 Program Orang Pinggiran ditayangkan setiap hari Senin sampai Jumat pukul 17.15 dengan durasi tayang 45 menit. Orang Pinggiran merupakan program semi dokumenter dengan segmentasi kalangan remaja yang menceritakan mengenai perjuangan orang pinggiran untuk bisa bertahan hidup meskipun kehidupan mereka terus tergerus oleh perkembangan zaman. Tayangan ini menceritakan kehidupan mereka untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup meskipun dengan keterbatasan dan ketertinggalan. Semangat dan motivasi mereka dalam menjalani kehidupan menjadi inspirasi tersendiri bagi penonton. Mereka memiliki motivasi dan semangat untuk menjalani hidup dan mengatasi berbagai halangan yang ada dikehidupannya. Realita yang ditayangkan pada program Orang Pinggiran menunjukkan bahwa masih banyak orang-orang di sekitar yang kurang mampu, namun mereka tetap berusaha untuk mencari nafkah memenuhi kebutuhan hidup mereka. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 dengan empati remaja yang ada di desa. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian adalah apakah perilaku menonton Orang Pinggiran memiliki hubungan dengan empati remaja. Perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hubungan faktor internal remaja dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7? 2. Bagaimana hubungan faktor eksternal remaja dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7? 3. Bagaimana hubungan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran dengan empati remaja? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Menganalisis hubungan faktor internal remaja dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. 2. Menganalisis hubungan faktor eksternal remaja dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. 3. Menganalisis hubungan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran dengan empati remaja. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi beberapa pihak, yakni: 1. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi referensi penelitian lebih lanjut mengenai hubungan perilaku menonton terhadap sikap remaja.
4 2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam mengontrol perilaku menonton televisi berlebihan yang dilakukan remaja serta semakin selektif dalam memilih program acara yang layak untuk ditonton. 3. Bagi pihak stasiun televisi, khususnya Trans 7, penelitian ini menjadi masukan agar pihak stasiun televisi lebih kreatif lagi dalam membuat konsep program acara yang menghibur sekaligus mendidik remaja.
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Komunikasi Massa Pengertian komunikasi massa menurut Bungin (2008) adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan bentuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Pesanpesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar. Unsur-unsur penting yang ada dalam komunikasi massa menurut Bungin (2006) adalah: a. Komunikator, merupakan pihak yang mengandalkan media massa dengan teknologi telematika modern sehingga dalam menyebarkan suatu informasi, maka informasi ini dengan cepat ditangkap oleh publik. b. Media massa, merupakan media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal. c. Informasi (pesan) massa, merupakan informasi yang diperuntukkan kepada masyarakat secara massal, bukan informasi yang hanya boleh dikonsumsi pribadi. d. Gatekeeper, merupakan penyeleksi informasi. Sebagaimana diketahui bahwa komunikasi massa dijalankan oleh beberapa orang dalam organisasi media massa, mereka inilah yang akan menyeleksi setiap informasi yang akan disiarkan atau tidak disiarkan. e. Khalayak (publik), merupakan massa yang menerima informasi massa yang disebarkan oleh media massa, mereka ini terdiri dari publik pendengar atau pemirsa sebuah media massa. f. Umpan balik, dalam komunikasi massa umumnya bersifat tertunda sedangkan umpan balik pada komunikasi tatap muka bersifat langsung. Akan tetapi, konsep umpan balik tertunda dalam komunikasi massa telah dikoreksi karena semakin majunya media teknologi. Melihat pengertian dan unsur-unsur di atas, Cangara (1998) menjelaskan ciri-ciri komunikasi massa sebagai berikut : a. Proses komunikasi yang berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, surat kabar dan film. b. Sumber dan penerima dihubungkan oleh saluran yang telah diproses secara mekanik. Sumber merupakan suatu lembaga yang terdiri dari banyak orang sehingga penyampaian pesan lebih formal, terencana dan rumit. c. Pesan komunikasi massa berlangsung satu arah dan tanggapan baliknya lambat (tertunda) dan sangat terbatas. Namun dengan perkembangan
6 teknologi komunikasi maka umpan balik dari khalayak bisa dilakukan dengan cepat kepada penyiar. d. Sifat penyebaran pesan melalui media massa berlangsung begitu cepat, serempak dan luas. Ia mampu mengatasi jarak dan waktu, serta tahan lama bila didokumentasikan. Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal pula. Adapun fungsi komunikasi massa menurut Cangara (1998) adalah sebagai berikut: a. Informasi, yaitu kegiatan untuk mengumpulkan, menyimpan data, fakta dan pesan, opini dan komentar, sehingga orang bisa mengetahui keadaan yang terjadi diluar dirinya. b. Sosialisasi, yaitu menyediakan dan mengajarkan ilmu pengetahuan bagaimana orang bersikap sesuai nilai-nilai yang ada, serta bertindak sebagai anggota masyarakat secara efektif. c. Motivasi, yaitu mendorong orang untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang mereka baca, lihat, dan dengar lewat media massa. d. Bahan diskusi, yaitu menyediakan informasi sebagai bahan diskusi untuk mencapai persetujuan dalam hal perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang menyangkut orang banyak. e. Pendidikan, yaitu membuka kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal di sekolah maupun di luar sekolah. f. Memajukan kebudayaan, yaitu media massa menyebarluaskan hasil-hasil kebudayaan melalui pertukaran program siaran radio dan televisi, ataukah bahan tercetak seperti buku dan penerbit lainnya. Pertukaran ini akan memungkinkan peningkatan daya kreativitas guna memajukan kebudayaan nasional masing-masing negara. g. Hiburan, yaitu media massa telah menyita banyak waktu luang untuk semua golongan usia dengan difungsikannya sebagai alat hiburan dalam rumah tangga. h. Integrasi, yaitu untuk menjembatani perbedaan-perbedaan berdasarkan kepentingan-kepentingan tertentu karena perbedaan etnis dan ras sehingga dapat memupuk dan memperkokoh persatuan bangsa. Komunikasi massa memiliki proses yang berbeda dengan komunikasi tatap muka, karena sifat komunikasi massa yang melibatkan banyak orang, maka proses komunikasinya sangat rumit dan kompleks. Menurut McQuail dalam Bungin (2006) menjelaskan proses komunikasi massa terlihat berproses dalam bentuk: a. Melakukan distribusi dan penerimaan informasi dalam skala besar. b. Proses komunikasi massa juga dilakukan melalui satu arah, yaitu dari komunikator ke komunikan. c. Proses komunikasi massa berlangsung secara asimetris diantara komunikator dan komunikan yang menyebabkan komunikasi di antara mereka berlangsung datar dan bersifat sementara. d. Proses komunikasi massa juga berlangsung impersonal (non pribadi) dan tanpa nama. e. Proses komunikasi massa juga berlangsung berdasarkan pada hubunganhubungan kebutuhan di masyarakat.
7 Televisi sebagai Media Massa Televisi sudah bukan lagi menjadi barang mewah bagi sebagian besar masyarakat karena hampir diseluruh rumah memiliki televisi. Beragam stasiun televisi dengan aneka program siarannya yang disajikan dengan kualitas gambar dan tata suara yang apik menjadikan televisi sebagai sumber informasi, berita dan juga hiburan yang dibutuhkan kita semua. Televisi merupakan media komunikasi terpopuler dan digemari umat manusia saat ini yang telah mengubah medium interaksi manusia dengan benda di sekitarnya karena televisi adalah benda mati yang mampu “berinteraksi” dengan manusia, tidak sekedar melalui kognisi manusia, namun secara fisik manusia saling berinteraksi dalam program yang dirancang secara interaktif tanpa batas waktu dan tempat (Bungin 2008). Sekarang ini media massa terus mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu. Awal mula dimulai dari kemunculan surat kabar, majalah, radio, televisi, hingga internet. Sekarang ini dunia cetak perlahan-lahan mulai beralih ke dunia digital dan elektronik. Bila dibandingkan dengan media massa lainnya, televisi merupakan salah satu media massa yang paling menarik dan paling memiliki pengaruh dalam kehidupan manusia. Salah satu alasannya adalah karena televisi memiliki keunggulan pada karakteristiknya, yaitu televisi mampu menyajikan informasi secara audio visual. Effendy (2001) menyatakan bahwa televisi memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh media massa lain, adapun keunggulannya adalah sebagai berikut : a. Keunggulan karakteristik Televisi mampu menyampaikan pesan audio dan visual dalam waktu yang bersamaan. Penggunaan televisi melibatkan dua indera secara bersamaan, sehingga audience dapat mengolah pesan yang diterima dengan cepat. b. Menjangkau khalayak luas Televisi sekarang merupakan media yang hampir dimiliki oleh semua orang. Pesan yang disampaikan melalui televisi dapat diterima oleh khalayak karena kemampuan televisi dalam menjangkau khalayak dari wilayah perkotaan hingga ke wilayah pedesaan. Kemampuan menjangkau khalayak yang luas ini menjadikan televisi sebagai salah satu media yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi. Proses penyebaran informasi menggunakan media televisi menjadi lebih efektif karena karakteristiknya yang dapat memberikan informasi dalam bentuk audio dan visual kepada khalayak luas. Televisi berkembang begitu pesat sejalan dengan perkembangan teknologi elektronika, telah menjadi fenomena besar di abad ini, perannya amat besar dalam membentuk pola dan pendapat umum, termasuk pendapat untuk menyenangi produk-produk tertentu, demikian pula perannya amat besar dalam pembentukan perilaku dan pola berpikir (Subroto 1994). Televisi di Indonesia sudah berdiri sejak lima puluh tahun yang lalu yaitu pada tahun 1962. Televisi Nasional Indonesia yang pertama berdiri dan beroperasi adalah Televisi Republik Indonesia (TVRI). Menurut Hoffman (1999) pada tahun 1982 separuh dari penduduk Indonesia sudah biasa menonton televisi. Stasiun televisi di Indonesia juga mengalami perkembangan yang sangat cepat. Hal ini terbukti dengan munculnya stasiun televisi baru, baik stasiun televisi swasta maupun stasiun televisi lokal. Televisi swasta yang pertama muncul adalah RCTI kemudian muncul lagi SCTV,
8 Indosiar, Antv, dan TPI. Seiring bertambahnya kebutuhan masyarakat akan informasi, maka sekitar tahun 2000 muncul lima stasiun televisi swasta lainnya, yaitu Metro, Trans, TV7, Lativi, dan Global dan beberapa televisi daerah yang saat ini jumlahnya mencapai puluhan stasiun televisi lokal (Morissan 2009). Maraknya televisi swasta membawa banyak dampak dalam kehidupan masyarakat, baik positif atau negatif. Kehadiran mereka pun sering menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Pada satu sisi masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan merubah perilaku atas informasi yang diterima melalui programprogram yang disajikan oleh televisi. Televisi sebagai sebuah media massa yang memiliki pengaruh besar terhadap khalayaknya, mempunyai beberapa fungsi, yang dinyatakan oleh Hoffman (1999) mengenai teori lima fungsi dari televisi, yaitu: a. Pengawasan situasi masyarakat dan dunia. Fungsi ini sering disebut informasi. Fungsi televisi yang sebenarnya adalah mengamati kejadian di dalam masyarakat dan kemudian melaporkannya sesuai dengan kenyataan yang ditemukan. b. Menghubungkan satu dengan yang lain. Menurut Neil Postman dalam Hoffmann (1999) televisi tidak berkesinambungan. Akan tetapi televisi yang menyerupai mosaik dapat saja menghubungkan hasil pengawasan lain secara jauh lebih gampang daripada sebuah dokumen tertulis. Apabila televisi berfungsi sesuai dengan kepentingan masyarakat yang ditangkap oleh pembuat program, televisi sangat ampuh untuk membuka mata pemirsa. c. Menyalurkan kebudayaan. Fungsi ini dilihat sebagai fungsi pendidikan namun istilah “pendidikan” sengaja dihindari karena di dalam kebudayaan audio-visual tidak ada yang namanya kurikulum atau target tertentu yang dirancang oleh seorang pendidik. Kebudayaan yang diperkembangkan oleh televisi merupakan tujuan tanpa pesan khusus di dalamnya. d. Hiburan. Kebudayaan audio-visual paling sedikit memiliki unsur hiburan. Kalau tidak menghibur umumnya sebuah tayangan tidak akan ditonton. Sekarang ini hiburan semakin diakui sebagai kebutuhan manusia karena tanpa hiburan manusia tidak dapat hidup wajar. Hiburan ini merupakan rekreasi, artinya berkat hiburan manusia menjadi segar untuk kegiatan-kegiatan yang lain. e. Pengerahan masyarakat untuk bertindak dalam keadaan darurat. Fungsi ini mudah disalahgunakan oleh seorang penguasa akan tetapi dalam situasi tertentu ini cukup masuk akal. Misalnya kalau terjadi wabah penyakit di suatu daerah, televisi bisa saja memberitakan berdasarkan fungsinya sebagai pengawas. Berita ini kemudian dapat dihubungkan dengan keterangan tentang vaksinasi. Televisi harus proaktif memberi motivasi dan menganjurkan supaya orang mau dibantu secara preventif. Karakteristik Khalayak Khalayak menurut Cangara (1998) merupakan salah satu aktor dari proses komunikasi. Khalayak biasa disebut dengan istilah penerima, sasaran, audience, pemirsa atau komunikan. Morissan (2009) membagi khalayak menjadi empat segmentasi yaitu segmentasi demografis, segmentasi geografis, segmentasi
9 geodemografis, dan segmentasi psikodemografis. Salah satu segmentasi yang akan dijelaskan adalah mengenai segmentasi demografis. Segmentasi demografis pada dasarnya adalah segmentasi yang didasarkan kependudukan misalnya: a. Usia. Biasanya khalayak dibedakan menurut usia anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Lembaga rating media A.C Nielsen mengelompokkan khalayak berdasarkan usia menjadi: (a) 5-9 tahun, (b) 10-19 tahun, (c) 20-29 tahun, (d) 30-39 tahun, dan (e) 40+ tahun. Sementara itu, Biro Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan khalayak berdasarkan usia menjadi: (a) 0-14 tahun, (b) 15-20 tahun, (c) 20-29 tahun, (d) 30-39 tahun, dan (e) 40+ tahun. b. Jenis kelamin. Semua program belum tentu dapat dibedakan dengan menurut jenis kelamin. Program drama komedi jarang membedakan khalayak berdasarkan jenis kelamin, tetapi program-program tertentu seperti program olah raga (laki-laki), infotaiment (perempuan), sinetron (perempuan), program memasak (perempuan), dan program berita (laki-laki) dapat membedakan khalayak berdasarkan jenis kelaminnya. c. Pekerjaan. Khalayak umumnya juga memiliki selera yang berbeda dalam mengkonsumsi program. Kalangan eksekutif lebih menyukai program yang dapat mendorong daya pikir/membantu dalam mengambil keputusan misalnya program berita/film tertentu. Sementara itu, kalangan pekerja kasar lebih menyukai musik dangdut. d. Pendidikan. Khalayak dapat juga dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan yang juga dapat menentukan tingkat intelektualitas seseorang. Kemudian, tingkat intelektualitas tersebut pada akhirnya akan menentukan pilihan khalayak terhadap jenis program televisi yang diikutinya. e. Pendapatan. Pendapatan seseorang akan menentukan di kelas sosial mana dia berada dan kedudukan seseorang dalam kelas sosial akan mempengaruhi kemampuannya berakses pada sumber-sumber daya misalnya kepemilikan media komunikasi berupa televisi. Pendapatan biasanya dibagi ke dalam tiga kalangan yaitu kalangan berpendapatan tinggi, kalangan berpendapatan menengah, kalangan berpendapatan rendah. f. Agama. Segmentasi khalayak berdasarkan agama biasanya terkait dengan program-program tertentu misalnya sinetron religius, ceramah agama, dan sebagainya. g. Suku dan kebangsaan. Segmentasi khalayak berdasarkan suku dan kebangsaan biasanya terkait dengan program-program tertentu yang menyangkut keberagaman dalam hal kebiasaan dan ciri khas yang dimiliki masing-masing suku. Penelitan Toriza (2010) menyebutkan bahwa semakin rendah umur seseorang maka semakin rendah pula frekuensi dan durasi seseorang menonton suatu program untuk memenuhi kebutuhan kognitifnya seperti pada anak yang tergolong masih rendah. Hal ini disebabkan karena anak-anak umumnya menonton televisi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan semata. Penelitian Daisiwan (2007) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara perilaku menonton dengan jenis kelamin. Menurutnya remaja yang berjenis kelamin perempuan lebih sering menonton sinetron remaja untuk menghibur diri, mengisi waktu luang, menambah pengetahuan mengenai gaya hidup, pergaulan dan menambah bahan percakapan. Berbeda halnya dengan remaja laki-laki yang
10 sangat jarang menonton sinetron remaja. Mereka memenuhi kebutuhan hiburan mereka dengan bertemu dengan teman atau berolahraga. Hasil penelitian Sandy (2012) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan dengan perilaku menonton. Responden yang berpendidikan tinggi cenderung lebih selektif terhadap tayangan yang ingin mereka tonton. Mereka juga tidak hanya terdedah oleh televisi saja namun terdedah oleh media lain seperti koran, radio, dan internet. Toriza (2010) menjelaskan bahwa lingkungan sosial seperti keluarga dan teman memiliki hubungan dengan perilaku menonton televisi, baik frekuensi dan durasi menontonnya. Semakin tinggi keluarga mendukung terpaan media televisi maka semakin tinggi pula terpaan media televisi pada anak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sering suatu keluarga menonton televisi maka semakin sering pula anak menonton televisi. Sama halnya dengan teman, semakin sering teman mengajak menonton dan menceritakan kembali jalan cerita maka semakin tinggi pula kemungkinan seorang anak untuk menonton televisi. Karakteristik Remaja Erikson dalam Hurlock (1990) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas, dimana identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru, mereka menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang berusia 15-24 tahun dan belum menikah. Menurut Santrock (2003), sebagian besar ahli mengklasifikannya kembali menjadi dua tahapan, yaitu remaja awal dan remaja akhir. Remaja awal merupakan mereka yang tergolong dalam kategori usia 15-19 tahun, sedangkan remaja akhir 20-24 tahun. Karakteristik remaja menurut Haryanto (2011) terdiri dari delapan, yaitu : a. Perkembangan fisik psikologi remaja, terdiri dari perkembangan seks primer dan perkembangan seks sekunder. b. Perkembangan kognitif psikologi remaja, merupakan pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12-20 tahun secara fungsional berupa mulai dapat berpikir logis tentang gagasan abstrak, membuat keputusankeputusan serta memecahkan masalah, munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, memikirkan masa depan, dan wawasan berpikirnya semakin luas. c. Perkembangan emosi psikologi remaja,remaja mengalami puncak emosional dan emosi tingkat tinggi sehingga apabila berkembang di lingkungan yang kurang kondusif akan timbul sikap agresif dan lari dari kenyataan. d. Perkembangan moral psikologi remaja, remaja sudah mampu berperilaku yang hanya tidak mengejar kepuasan fisik saja, tetapi meningkat pada tatanan psikologis (rasa diterima, dihargai, dan penilaian positif dari orang lain). e. Perkembangan sosial psikologi remaja, suatu kemampuan untuk memahami orang lain dan menjalin persahabatan. Namun perkembangan sikap yang cukup rawan pada remaja adalah sikap comformity yaitu kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebaya berbuat.
11 f.
g.
Perkembangan kepribadian psikologi remaja, mereka akan sibuk dan heboh dengan masalah “siapa saya?” sehingga remaja risau mencari idola-idola dalam hidupnya yang dijadikan tokoh panutan dan kebanggaan. Perkembangan kesadaran beragama, mereka mulai membawa nilai-nilai agama ke dalam kalbu dan kehidupannya, tetapi mereka juga mengamati secarakritis kepincangan-kepincangan di masyarakat dengan gaya hidup yang kurang mempedulikan nilai agama, bersifat munafik, tidak jujur, dan perilaku amoral lainnya. Di sinilah idealisme keimanan dan spiritual remaja mengalami benturan-benturan dan ujian.
Perilaku MenontonTelevisi Perilaku menonton adalah tindakan yang dilakukan khalayak dalam menonton program acara televisi karena adanya dorongan dari dalam dirinya untuk menyaksikan program acara televisi. Menurut DeFleur dan Lowery (1994), perilaku menonton televisi mencakup tiga aspek yaitu: a. Durasi menonton, yaitu total waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi. Durasi menonton biasanya diukur dengan meminta khalayak untuk memperkirakan berapa banyak waktu “rata-rata” sehari yang digunakan untuk menonton televisi. Sandy (2012) menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin rendah durasi mereka dalam menonton tayangan tersebut. Artinya, responden yang cenderung berpendidikan tinggi lebih selektif terhadap tayangan yang ingin mereka tonton, mereka cenderung bukan hanya terdedah dengan televisi saja tetapi dengan media lain seperti radio, internet, dan handphone. b. Pilihan acara yang ditonton, biasanya diukur dengan meminta khalayak untuk membuat daftar acara favorit mereka. c. Frekuensi menonton, intensitas khalayak melihat suatu program secara berulang. Biasanya diukur dengan menanyakan khalayak mengenai programprogram yang memang disiarkan berulang pada setiap periode waktu tertentu seberapa sering mereka menyaksikannya. Sandy (2012) menjelaskan bahwa khalayak yang memiliki frekuensi menonton tinggi lebih banyak berasal dari responden yang bermata pencaharian pedagang dan wiraswasta. Mereka memiliki banyak kesempatan ditengah kesibukan mereka untuk menonton televisi. Berbeda halnya dengan responden yang memiliki pekerjaan sebagai PNS maupun karyawan swasta yang cenderung memiliki waktu yang sedikit dalam menonton tayangan televisi. Hal ini dikarenakan responden yang bekerja sebagai karyawan swasta dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) hanya mempunyai sedikit waktu untuk menonton tayangan televisi. Empati Empati merupakan suatu aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh yang bersangkutan terhadap kondisi yang sedang dialami orang lain tanpa yang bersangkutan kehilangan kontrol dirinya (Taufik 2012). Menurut Baron dan Byrne (2003) menjelaskan empati sebagai berikut:
12 “Empati merupakan respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang lain. Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik, dan mencoba menyelesaikan masalah dengan mengambil perspektif orang lain. Interpersonal Reactivity Index (IRI) menurut Davis dalam Taufik (2012) digunakan untuk mengukur empati yang mengarah kepada pengukuran multidimensional dan disposisional. Melalui alat ukur ini empati terdiri atas seperangkat alat ukur yang terpisah, namun konstruknya saling terkait. Instrumen ini terdiri atas empat subskala item, yaitu : a. Perspective-Taking (PT) Terdiri atas item-item yang mengukur kecenderungan untuk memahami pandangan-pandangan dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Contoh dari item ini, “Saya kadang-kadang mencoba memahami temanteman saya secara lebih baik dengan cara membayangkan bagaimana sesuatu itu dipandang dari perspektif mereka.” b. Empathic Concern (EC) Subskala ini untuk mengukur kecenderungan terhadap pengalamanpengalaman yang berhubungan dengan “kehangatan”, “rasa iba”, dan perhatian terhadap kemalangan orang lain. Salah satu contoh dari item ini adalah “saya sering merasa kasihan terhadap orang-orang yang kurang beruntung dibandingkan dengan saya.” c. Personal Distress (PD) Item-item dalam subskala PD mengukur reaksi-reaksi emosional tertentu, di mana seseorang merasa tidak nyaman dengan perasaannya sendiri ketika melihat ketidaknyamanan pada emosi orang lain. Salah satu contoh dari item disubskala ini adalah “Saya takut berada pada situasi yang menegangkan.” d. Fantasy (FS) Item-item pada pengukuran ini cenderung untuk menempatkan diri sendiri ke dalam perasaan dan perilaku-perilaku dari karakter-karakter yang ada di dalam buku-buku cerita, novel, film, game, dan situasi-situasi fiksi lainnya. Sebagaimana diketahui seseorang sering mengidentifikasi dirinya sebagai tokoh tertentu dan melakukan imitasi terhadap karakter-karakter dan perilakuperilaku tokoh yang dikaguminya. Salah satu contoh dari item ini adalah “Saya benar-benar terinspirasi dengan karakter-karakter tokoh di dalam novel.” Penelitian Rizkia (2010) menjelaskan bahwa perilaku menonton televisi, baik berupa frekuensi dan durasi menonton dalam menyaksikan tayangan Jika Aku Menjadi memiliki hubungan yang nyata dengan empati remaja terhadap kemiskinan. Hasilnya menjelaskan bahwa semakin tinggi frekuensi menonton dan semakin lama durasi menonton tayangan Jika Aku Menjadi, responden menjadi lebih paham dan mengerti tentang empati, lebih mengerti tentang keadaan orangorang miskin yang ada disekitar mereka, respons mereka lebih positif terhadap orang lain dan mereka lebih peka terhadap apa yang dialami oleh orang lain
13 setelah menonton tayangan Jika Aku Menjadi, sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa perilaku menonton televisi dapat menimbulkan rasa empati seorang remaja terhadap kemiskinan. Kerangka Pemikiran Tayangan yang bertemakan sosial di televisi berpotensi memunculkan pengaruh yang positif terhadap remaja, salah satunya program acara Orang Pinggiran di Trans 7. Tayangan tersebut diduga dapat menimbulkan rasa empati pada diri remaja terhadap orang miskin. Empati remaja diduga memiliki hubungan dengan perilaku menonton Orang Pinggiran yang disinyalir banyak menampilkan informasi yang ditujukan untuk memberi pemahaman dan empati pada masyarakat. Perilaku menonton Orang Pinggiran dapat diukur dari frekuensi menonton dan durasi menonton. Perilaku menonton Orang Pinggiran diduga memiliki hubungan dengan faktor internal dan faktor eksternal dari remaja. Faktor internal remaja yang diteliti terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan kepemilikan media, sedangkan faktor eksternal yang diteliti terdiri dari interaksi dengan keluarga dan interaksi dengan teman. Hubungan antar variabel-variabel penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
1. 2. 3. 4. 5.
Faktor Internal Usia Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Jenis Pekerjaan Kepemilikan televisi
Perilaku menonton ‘Orang Pingiran’ : 1. Frekuensi Menonton 2. Durasi Menonton
Faktor Eksternal 1. Interaksi dengan Keluarga 2. Interaksi dengan Teman
: berhubungan
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Empati Remaja
14 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran dapat disusun hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal dengan perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7. 2. Diduga terdapat hubungan yang nyata antara faktor eksternal dengan perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7. 3. Diduga terdapat hubungan yang nyata antara perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7 dengan empati remaja. Definisi Operasional
1.
2. 3.
4.
5.
6.
7.
Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: Usia merupakan lamanya seseorang hidup yang dihitung semenjak ia lahir hingga penelitian ini dilakukan yang diukur dalam satuan tahun. Usia remaja dibagi menjadi dua, yaitu remaja awal (15-19 tahun) dan remaja akhir (20-24 tahun). Pengukuran data dilakukan mengikuti skala ordinal dengan dua kategori yaitu: Tinggi : usia 20-24 tahun Rendah : usia 15-19 tahun Jenis kelamin merupakan status biologis yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pengukuran data dilakukan mengikuti skala nominal. Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh dan telah memperoleh kelulusan. Pengukuran data dilakukan mengikuti skala ordinal dengan tiga kategori yaitu: Tinggi : SMA/MA/Sederajat dan Perguruan Tinggi (Diploma dan Sarjana) Sedang : SMP/MTS/Sederajat Rendah : Tidak lulus SD/MI/Sederajat dan SD/MI/Sederajat Jenis pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan individu sebagai pokok penghidupannya dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengukuran data dilakukan mengikuti skala nominal dengan tiga kategori yaitu bekerja, sekolah/kuliah, serta tidak bekerja dan tidak sekolah/kuliah. Kepemilikan televisi adalah televisi yang digunakan untuk menonton merupakan televisi milik pribadi atau milik bersama. Pengukuran data dilakukan mengikuti skala nominal dengan dua kategori yaitu kepemilikan pribadi dan kepemilikan bersama Interaksi dengan Keluarga merupakan tingkat keseringan dalam menceritakan aktivitas yang dilakukan bersama dan kebiasaan menonton televisi dengan keluarga. Pengukuran data dilakukan mengikuti skala ordinal dengan tiga kategori yaitu: Tinggi : 15-18 Sedang : 11-14 Rendah : 7-10 Interaksi dengan Teman merupakan tingkat keseringan dalam menceritakan aktivitas yang dilakukan bersama dan kebiasaan menonton televisi dengan
15 teman. Pengukuran data dilakukan mengikuti skala ordinal dengan tiga kategori yaitu: Tinggi : 14-17 Sedang : 10-13 Rendah : 6-9 8. Frekuensi menonton merupakan berapa kali responden menonton tayangan ‘Orang Pinggiran’ dalam waktu satu minggu terakhir saat penelitian dilakukan, karena program ini tayang setiap hari Senin sampai Jumat (1 minggu = 7 hari, jadi total tayangan 5 kali penayangan dalam satu minggu). Pengukuran data dilakukan mengikuti skala ordinal dengan dua kategori yaitu: Tinggi : 3-5 kali Rendah : 1-2 kali 9. Durasi menonton merupakan waktu rata-rata yang digunakan responden untuk menonton tayangan ‘Orang Pinggiran’ dalam sekali penayangan.Sekali penayangan program ‘Orang Pinggiran’ adalah 45 menit. Pengukuran data dilakukan mengikuti skala ordinal dengan dua kategori yaitu: Tinggi : ≤ 30 menit Rendah : > 30 menit 10. Empati remaja merupakan kemampuan seorang remaja untuk merasakan keadaan emosional orang lain dengan cara memahami pandangan-pandangan dengan orang lain (Perspective Taking), pengalaman yang berhubungan dengan kehangatan, rasa iba dan perhatian (Empathic Concern), reaksi emosional seseorang (Personal Distress), dan menempatkan diri sendiri ke dalam perasaan dan perilaku-perilaku dari karakter yang ada di dalam film (Fantasy). Pengukuran data dilakukan mengikuti skala ordinal dengan tiga kategori yaitu: Tinggi : 69-78 Sedang : 59-68 Rendah : 49-58
17
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) sesuai dengan kebutuhan penelitian. Lokasi penelitian ini dipilih dengan pertimbangan bahwa dilokasi jumlah remaja cukup banyak, sebagian besar masyarakat sudah memiliki pesawat televisi, sinyal Trans 7 sudah terjangkau, dan ada remaja yang pernah menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. Lokasi ini diharapkan mampu mewakili dalam menjelaskan empati remaja dan perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7. Pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan pada bulan AprilSeptember 2013. Pengolahan data dan hasil pembahasan laporan selanjutnya dilakukan pada bulan September 2013-Januari 2014. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif yang didukung data kualitatif. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara dengan responden sebagai pelengkap data pada kuesioner. Data yang diperoleh selanjutnya dijelaskan dalam bentuk penelitian deskriptif dan korelasi karena menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat langsung dari responden melalui kuesioner serta wawancara dan data sekunder yang didapat dari Kantor Desa Cihideung Ilir mengenai gambaran umum desa, Kantor Stasiun TV Trans 7 untuk mengetahui profil program acara Orang Pinggiran di Trans 7, dan website Trans 7 untuk mengetahui profil Trans 7. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah semua penduduk Desa Cihideung Ilir yang tergolong remaja, yaitu pada rentang usia 15-24 tahun dan belum menikahyang merupakan penduduk asli. Populasi remaja yang ada di Desa Cihideung Ilir sebanyak 1.789 orang. Ruang lingkup penelitian, saya persempit kedalam dua Rukun Warga (RW), yaitu RW 01 dengan jumlah remaja sebanyak 213 orang dan RW 02 dengan jumlah remaja sebanyak 480 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukanmelalui tahapan sebagai berikut: (1) Seluruh remaja RW 01 dan RW 02 Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor akan diberikan angket sederhana berisikan data diri dan kebiasaan menonton program Orang Pinggiran di Trans 7. Hal ini dilakukan karena peneliti belum mengetahui profil populasi. (2) Dari hasil angket tersebut, diperoleh 231 remaja yang menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 yang kemudian dijadikan sampling frame secara purposive (Lampiran 2).
18 (3) Dari sampling frame tersebut, dipilih 70 responden di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dengan menggunakan teknik simple random sampling (sampel acak sederhana). Jumlah responden pada RW 01 sebanyak 23 orang dan pada RW 02 sebanyak 47 orang. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan tiga langkah, yaitu pertama, melakukan pengkodean kemudian memasukkan data ke dalam kartu atau berkas data. Kedua, membuat tabel frekuensi atau tabel silang. Ketiga, mengedit yakni mengoreksi kesalahankesalahan yang ditemui setelah membaca tabel frekuensi atau tabel silang (Singarimbun dan Effendi 2008). Data yang diperoleh akan dianalisis dengan beberapa teknik, antara lain: 1. Tabel frekuensi, untuk menjelaskan data faktor internal, faktor eksternal, perilaku menonton, dan empati remaja. 2. Tabulasi silang, untuk menjelaskan hubungan antar variabel dengan metode analisa sederhana, yaitu hubungan antara faktor internal seperti jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan kepemilikan media dengan perilaku menonton seperti frekuensi dan durasi menonton. 3. Uji Chi Square untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan data nominal, yaitu hubungan jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kepemilikan media dengan perilaku menonton. Menurut Singarimbun dan Effendi (2008), rumus Kai Kuadrat atau Chi Square (χ2) adalah
Di mana: χ² : Nilai koefisien Chi Square fo : Frekuensi yang diperoleh atau diamati ft : Frekuensi yang diharapkan 4. Uji korelasi rank Spearman untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan data ordinal, yaitu usia, tingkat pendidikan, interaksi dengan keluarga, dan interaksi dengan teman dengan perilaku menonton, dan perilaku menonton dengan empati remaja. Menurut Sugiyono (2010), rumus korelasi rank Spearman adalah sebagai berikut: ∑
Di mana: rs: koefisien korelasi rank Spearman bi: determinan n : jumlah data atau sampel
19 Keeratan hubungan antar dua variabel dapat diketahui dengan menggunakan koefisien kontingensi (Singarimbun dan Effendi 2008) sedangkan koefisisen korelasi adalah bilangan yang digunakan untuk mengukur derajat hubungan yang meliputi kekuatan hubungan dan bentuk/arah hubungan (Hasan 2009). Kekuatan hubungan untuk nilai korelasi biasanya berada di antara -1 dengan +1 dan arahnya dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-). Jika nilai koefisien korelasi positif, maka variabel yang berkorelasi juga positif yang artinya jika variabel X naik/turun, maka variabel Y naik/turun. Namun, jika nilai koefisien korelasi negatif, maka variabel-variabel yang berkorelasi juga negatif yang artinya jika variabel X naik/turun, maka variabel Y akan turun/naik. Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5 persen atau pada taraf nyata α 0.05, yang berarti memiliki tingkat kepercayaan 95 persen karena untuk mengetahui suatu hipotesis dapat diterima atau ditolak, secara statistik dapat dihitung biasanya menggunakan α 0.10, α 0.05, atau α 0.01 (Nasution 2003). Penentuan kriteria pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai alpha dengan nilai uji statistiknya. Hipotesis nol (Ho) diterima jika nilai uji statistiknya berada di luar nilai alpha. Hipotesis nol (Ho) ditolak jika nilai uji statistiknya berada dalam nilai alpha (Hasan 2009). Pengolahan data statistik dilakukan dengan Statistik Program for Social Sciences (SPSS version 16.0) untuk memperoleh hasil data kuesioner.
21
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Desa Cihideung Ilir Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 182,25 ha dan ketinggian 610 m di atas permukaan laut. Desa Cihideung Ilir memiliki bentuk wilayah yang datar yang terbagi dalam dua Dusun, lima Rukun Warga (RW), dan 24 Rukun Tetangga (RT). Kondisi sarana dan prasarana yang ada di Desa Cihideung Ilir dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain adalah sarana dan prasarana ekonomi yang sudah tergolong maju, karena sudah banyak beberapa toko sembako, warung makanan, dan toko jajanan. Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Cihideung Ilir, yaitu PAUD (Pendidikan Usia Dini), TK (Taman Kanak-Kanak), SD (Sekolah Dasar), SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), dan Pondok Pesantren. Sarana dan prasarana lainnya di Desa Cihideung Ilir di antaranya adalah fasilitas kesehatan, perhubungan dan sarana transportasi. Dilihat dari segi sarana dan prasarana pada transportasi masih tergolong kurang memadai karena posisi Desa Cihideung Ilir yang letaknya agak menjorok dan masih jarang transportasi umum yang melintasi wilayah desa sehingga sebagian besar penduduk yang tidak memiliki kendaraan menggunakan ojek sebagai sarana transportasi utama mereka. Sarana dan prasarana perhubungan (jalan desa) sudah sangat memadai dimana jalan yang membelah Desa Cihideung Ilir juga bisa menghubungkan antara Desa Cibanteng, Cihideung Udik, Kecamatan Dramaga dan desa-desa lain yang berdekatan. Kondisi yang cukup memprihatinkan terlihat pada jalan lingkungan atau jalan gang di dusun-dusun yang kondisinya rusak berlubang. Jalan setapak masih banyak yang belum diperkeras (semen) sehingga saat hujan sangat becek/licin dan kurang mendukung pengembangan ekonomi produktif. Karakteristik Penduduk Desa Cihideung Ilir Jumlah penduduk Desa Cihideung Ilir sampai akhir bulan Desember tahun 2012 tercatat sebanyak 10 186 jiwa. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
22 Tabel 1 Jumlah dan persentase penduduk di Desa Cihideung Ilir menurut kelompok usia dan jenis kelamin tahun 2012 Jumlah Jiwa Laki-laki Perempuan 1. 310 302 2. 310 298 3. 339 400 4. 505 359 5. 517 407 6. 432 380 7. 514 319 8. 524 307 9. 290 233 10. 275 236 11. 280 313 12. 317 295 13. 354 228 15. 366 214 16. 274 188 Jumlah 5 607 4 479 Sumber : Profil Desa Cihideung Ilir Tahun 2012 No.
Kelompok Usia (tahun) 00-04 05-09 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70+
Jumlah (jiwa) 612 608 739 864 924 812 833 831 523 511 593 612 582 580 462 10 086
Presentase (%) 6.07 6.03 7.33 8.57 9.16 8.05 8.26 8.24 5.19 5.07 5.88 6.07 5.77 5.75 4.58 100.00
Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan yaitu laki-laki sebanyak 55.59 persen dan perempuan sebanyak 44.41 persen. Kemudian, penduduk di Desa Cihideung Ilir paling banyak berada dikelompok usia 20-24 tahun sebanyak 9.16 persen. Penduduk laki-laki di Desa Cihideung Ilir paling banyak ada pada kelompok usia 35-39 tahun, sedangkan pada penduduk perempuan paling banyak berada pada kelompok usia 20-24 tahun. Jumlah kelompok usia remaja (15-24 tahun) adalah sebesar 17.73 persen. Pemilihan lokasi di RW 01 dan RW 02 Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini dengan pertimbangan bahwa kedua RW tersebut memiliki komposisi jumlah remaja (15-24 tahun) dan belum menikah terbanyak dibanding RW lainnya di Desa Cihideung Ilir, yang sesuai dengan karakteristik responden yang dibutuhkan. Jumlah penduduk RW 01 Desa Cihideung Ilir yang tergolong remaja, yaitu berada pada rentang usia 15-24 tahun dan belum menikah, adalah sebanyak213 jiwa. Sementara itu, jumlah penduduk yang tergolong remaja di RW 02, yaitu berada pada rentang usia 15-24 tahun dan belum menikah adalah sebanyak 480 jiwa. Sebagian besar warga di kedua tempat tersebut sudah memiliki pesawat televisi dan memiliki kebiasaan menonton yang tinggi. Tingkat pendidikan penduduk di Desa Cihideung Ilir juga beragam. Berikut data lengkap tingkat pendidikan di Desa Cihideung Ilir pada Tabel 2.
23
Tabel 2 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan di Desa Cihideung Ilir tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6
Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD/Sederajat Tamat SD/Sederajat Tamat SLTP/Sederajat Tamat SMA//Sederajat Tamat D3/S1/Pasca Sarjana Jumlah Putus Sekolah Jumlah
Jumlah (jiwa) 2 203 2 438 2 094 1 852 1 282 317 10 186
Presentase (%) 21.63 23.93 20.56 18.18 12.59 3.11 100.00
Sumber: Profil Desa Cihideung Ilir Tahun 2012
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Cihideung Ilir yang paling banyak hanya sebatas tamat SD/sederajat sebanyak 23.93%. Namun, beberapa penduduk Desa Cihideung Ilir juga sudah ada yang mencapai tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 12.59%. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk Desa Cihideung Ilir dapat dikaitkan dengan minimnya sarana dan prasarana pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Mata pencaharian penduduk Desa Cihideung Ilir terutama adalah petani, tukang ojek dan buruh pabrik, selain itu juga cukup banyak karyawan swasta, PNS dan wiraswasta. Selain penduduk yang memiliki mata pencaharian tetap, saat ini juga banyak penduduk terutama laki-laki usia produktif yang tidak memiliki pekerjaan tetap (serabutan) ataupun menganggur. Kelompok ini biasanya akan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan jangka pendek misalnya menjadi buruh bangunan atau berkebun di lahan yang sempit di sekitar tempat tinggalnya.
24
25
GAMBARAN UMUM STASIUN TV TRANS 7 DAN PROGRAM ACARA ORANG PINGGIRAN Gambaran Umum Trans 7 Sejarah Berdirinya Trans 7 Trans 7 dengan komitmen menyajikan tayangan berupa informasi dan hiburan, menghiasi layar kaca di ruang keluarga pemirsa Indonesia. Berawal dari kerja sama strategis antara Para Group dan Kelompok Kompas Gramedia (KKG) pada tanggal 4 Agustus 2006, Trans 7 lahir sebagai sebuah stasiun swasta yang menyajikan tayangan yang mengutamakan kecerdasan, ketajaman, kehangatan penuh hiburan serta kepribadian yang aktif. Trans 7 yang semula bernama TV7 berdiri dengan izin dari Departemen Perdagangan dan Perindustrian Jakarta Pusat dengan Nomor 809/BH.09.05/III/2000. Keberadaan TV7 diumumkan dalam Berita Negara Nomor 8687 sebagai PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh. Kemudian, melalui kerjasama strategis antara Para Group dan KKG, TV7 melakukan re-launching pada 15 Desember 2006 sebagai Trans 7 dan menetapkan tanggal tersebut sebagai hari lahirnya Trans 7 di bawah naungan PT. Trans Corpora yang merupakan bagian dari manajemen Para Group yang saat ini telah berubah nama menjadi CT Corp. Akhir tahun 2012 bersama dengan Trans TV dan Detik.com dalam media CT Corp di bawah payung TRANSMEDIA, Trans 7 diharapkan dapat menjadi televisi yang maju, dengan program-program in-house production yang bersifat informatif, kreatif, dan inovatif. Visi dan Misi Trans 7 Stasiun televisi Trans 7 memiliki visi yaitu “dalam jangka panjang, Trans 7 menjadi stasiun televisi terbaik di Indonesia dan di ASEAN dan Trans 7 juga berkomitmen selalu memberikan yang terbaik bagi stakeholders dengan menayangkan program berkualitas dan mempertahankan moral serta budaya kerja yang dapat diterima stakeholders.” Sementara itu, misi yang dimiliki oleh Trans 7 adalah “Trans 7 menjadi wadah ide dan aspirasi guna mengedukasi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, serta Trans 7 berkomitmen selalu memberikan yang terbaik untuk menjaga keutuhan bangsa serta nilai-nilai demokrasi dengan memperbaharui kualitas tayangan bermoral yang dapat diterima masyarakat dan mitra kerja.” Logo Trans 7 Logo Trans 7 membentuk empat sisi persegi panjang yang merefleksikan ketegasan, karakter yang kuat, serta kepribadian bersahaja yang akrab dan mudah beradaptasi. Birunya yang hangat tetapi bersinar kuat melambangkan keindahan batu safir yang tak lekang oleh waktu, serta menempatkannya pada posisi di antara batu-batu berlian lainnya. Perpaduan nama yang apik dan mudah diingat, diharapkan membawa Trans 7 ke tengah masyarakat Indonesia. Logo Trans 7 dapat dilihat pada Gambar 2.
26
Gambar 2Logo Trans 7
Program Acara Orang Pinggiran Program reality show Orang Pinggiran merupakan program semi dokumenter yang bercerita mengenai perjuangan orang pinggiran untuk bisa bertahan hidup meskipun kehidupan mereka terus tergerus oleh perkembangan zaman. Program Orang Pinggiran ditayangkan setiap hari Senin sampai Jumat pukul 17.15 dengan durasi tayang 45 menit. Segmentasi dari tayangan Orang Pinggiran adalah kalangan remaja dimanatayangan ini menceritakan kehidupan narasumber yang merupakan kaum orang pinggiran atau orang miskin yang tetap bertahan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup meskipun dengan keterbatasan dan ketertinggalan. Semangat dan motivasi mereka dalam menjalani kehidupan menjadi inspirasi tersendiri bagi penonton. Mereka memiliki motivasi dan semangat untuk menjalani hidup dan mengatasi berbagai halangan yang ada dikehidupannya. Realita yang ditayangkan pada program Orang Pinggiran menunjukkan bahwa masih banyak orang-orang di sekitar yang kurang mampu, namun mereka tetap berusaha untuk mencari nafkah memenuhi kebutuhan hidup mereka. Secara usia tokoh dalam program ini tak terbatas. Tidak hanya orang tua, anak-anak, remaja namun secara fisik,orang yang memiliki kondisi yang tidak sempurna pun bisa menjadi tokoh dalam program Orang Pinggiran. Program ini menggambarkan bagaimana perjuangan seseorang yang memiliki kekurangan dalam hidupnya. Meretas kemiskinan yang membelit hidupnya, sehingga kisah perjuangan mereka bisa menjadi inspirasi hidup bagi para pemirsanya. Format program ini akan banyak bertutur tentang ungkapan hati sang tokoh, dijelaskan dengan narasi orang ketiga yang sesuai fakta yang terjadi dan mudah untuk dimengerti. Program Orang Pinggiran ditayangkan pertama kali pada tanggal 13 Desember 2010 setiap Senin sampai dengan Jumat pukul 17.30 dengan durasi tayang 30 menit. Namun semenjak bulan Desember 2012 jam tayangan Orang Pinggiran mengalami penambahan selama 15 menit. Penambahan jam tayangan dikarenakan banyaknya pemirsa yang menyukai tayangan ini, dapat dilihat melalui kritik dan saran secara langsung oleh pemirsanya melalui akun resmi jejaring sosial twitter dan facebook program ini. Penayangan pada hari Senin sampai Jumat pukul 17.15 adalah saat penelitian dilakukan yaitu pada bulan September 2013. Program Orang Pinggiran sekarang ini mengalami perubahan jam tayang pada mulai tanggal 25 Desember 2013 yaitu setiap pukul 15.45 dengan durasi 30 menit.
27 Tokoh dalam program orang pinggiran akan membawa pemirsa untuk ikut merasakan apa yang di alami oleh mereka. Tidak hanya kondisi kemiskinannya, melainkan bagaimana cara ia bekerja dan mendapat rejeki. Selain itu, latar belakang keluarga juga akan membuat cerita semakin komplek. Logo program Orang Pinggiran dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Logo Program Orang Pinggiran
29
FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL REMAJA DI DESA CIHIDEUNG ILIR Faktor Internal Remaja Faktor internal remaja merupakan salah satu faktor yang dapat menjelaskan perbedaan setiap responden yang dapat dilihat hubungannya dengan perilaku menonton. Faktor internal remaja dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan kepemilikan televisi. Data selengkapnya mengenai faktor internal remaja pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
No
1 2 3
4
5
Tabel 3 Jumlah dan persentase responden berdasarkan faktor internal remaja di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Faktor Jumlah Persentase Internal Kategori (orang) (%) Remaja Usia Remaja Awal (15-19 tahun) 64 91.4 Remaja Akhir (20-24 tahun) 6 8.6 Jenis Laki-laki 25 35.7 Kelamin Perempuan 45 64.3 Tingkat Rendah (Lulus SD/Sederajat) 8 11.5 Pendidikan Sedang (Lulus SMP/Sederajat) 47 67.1 Tinggi (Lulus SMA/ Sederajat/ 15 21.4 Diploma/ Sarjana) Pekerjaan Tidak Sekolah/Tidak bekerja 18 25.7 Sekolah 46 65.7 Bekerja 6 8.6 Kepemilikan Bersama 66 94.3 Televisi Pribadi 4 5.7
Usia Responden dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu remaja awal (15-19 tahun) dan remaja akhir (20-24 tahun) yang belum menikah. Tabel 3 menunjukkan bahwa didapatkan data sebanyak 91.4 persen termasuk ke dalam kategori remaja awal dan 8.6 persen termasuk ke dalam kategori remaja akhir. Mayoritas remaja yang ada di Desa Cihideung Ilir adalah remaja awal yang proporsinya jauh melebihi golongan remaja akhir. Hal ini dikarenakan remaja awal yang pada umumnya masih bersekolah lebih tertarik kepada tayangantayangan televisi, khususnya program Orang Pinggiran di Trans 7 sehingga pada sore harinya mereka memanfaatkan waktu luangnya untuk beristirahat di rumah dengan menonton televisi. Berbeda dengan remaja akhir yang aktivitasnya lebih
30 padat dan sibuk bekerja sehingga mereka memanfaatkan waktu luangnya untuk beristirahat tidak dengan menonton televisi melainkan digunakan untuk tidur. Jenis Kelamin Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase yang terlibat dalam penelitian adalah sebanyak 64.3 persen remaja berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 35.7 persenremaja berjenis kelamin laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas remaja yang dilibatkan dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan. Proporsi tersebut hampir seimbang antara laki-laki dan perempuan namun perempuan menempati porsi yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hal ini karena mayoritas responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak memanfaatkan waktu luangnya di dalam rumah dibandingkan dengan responden laki-laki yang biasanya memanfaatkan waktu luangnya di luar rumah. Remaja perempuan di Desa Cihideung Ilir memiliki perhatian yang lebih terhadap tayangan-tayangan televisi sehingga waktu luang mereka lebih banyak digunakan untuk menonton televisi di rumah. Berbeda dengan remaja laki-laki yang lebih sedikit memanfaatkan waktu luang untuk menonton televisi karena mereka lebih suka bermain atau berkumpul dengan teman-teman sebayanya diluar rumah. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh dan telah memperoleh kelulusan. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori yaitu tingkat pendidikan rendah, tingkat pendidikan sedang dan tingkat pendidikan tinggi. Tabel 3 menunjukkan bahwa di Desa Cihideung Ilir, mayoritas remaja memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu sebanyak 67.1 persen. Sisanya adalah 11.5 persen yang tingkat pendidikan rendah dan 21.4 persen yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Hal ini dikarenakan mayoritas remaja masih menempuh pendidikan di tingkat SMA. Beberapa di antaranya ada yang putus sekolah karena jarak sekolah yang ditempuh cukup jauh dari rumah. Remaja yang putus sekolah pada umumnya merasa bahwa pendidikan memerlukan biaya yang cukup tinggi sehingga akan menyulitkan orang tua. Fakta tersebut didukung oleh pernyataan responden berikut ini. “sebenernya kepingin lanjut sekolah lagi ke SMA tapi jauh sekolahnya. Biaya ongkosnya mahal karena ga punya kendaraan sendiri, jadi mending bantuin ibu di rumah.” (HB/P, 16 tahun) Jenis Pekerjaan Berdasarkan jenis pekerjaan, penelitian ini membaginya menjadi tiga kategori yaitu tidak bekerja dan tidak kuliah, sekolah, dan bekerja. Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas remaja adalah tergolong sekolah, yaitu sebesar 65.7 persen. Sebagian besar remaja masih bersekolah dijenjang SMA karena mereka masih tergolong ke dalam kategori usia remaja awal (15-19 tahun). Sementara itu, remaja yang tergolong bekerja sebanyak 8.6 persen dan sisanya sebanyak 25.7 persen tergolong tidak bekerja dan tidak sekolah. Hal ini berarti, mayoritas remaja yang tergolong masih sekolah lebih menyukai menonton televisi di tengah aktivitasnya sebagai pelajar yang harus
31 belajar untuk mengisi waktu luang mereka. Persentase terendah terdapat pada remaja yang tergolong tidak bekerja, mereka lebih menyempatkan waktunya untuk mencari pekerjaan ketimbang harus menonton televisi. Kepemilikan Televisi Kepemilikan televisi adalah televisi yang digunakan untuk menonton merupakan televisi milik pribadi atau milik bersama. Tabel 3 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya kepemilikan televisi adalah secara bersama-sama, yaitu sebanyak 94.3 persen, sedangkan sisanya adalah 5.7 persen dengan kepemilikan televisi bersifat pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing remaja hanya memiliki satu televisi saja di dalam rumahnya sehingga mereka menonton televisi secara bersama-sama dengan anggota keluarga. Mereka merasa lebih senang apabila menonton televisi bersama-sama dengan anggota keluarga yang lainnya. Berbeda halnya dengan kepemilikan pribadi, mereka memiliki televisi lebih dari satu sehingga seringnya mereka menonton masing-masing di dalam kamar. Fakta tersebut didukung oleh pernyataan responden berikut ini. “saya lebih senang menonton bersama keluarga karena lebih nyaman dan asik.” (S/P, 15 tahun). “saya sangat senang nonton bareng keluarga karena bisa kumpul sama keluarga.” (HF/L, 16tahun) “seringnya sih nonton tvnya di dalam kamar soalnya di rumah punya tv dua jadi ga pernah nonton bareng keluarga.” (MN/L, 18 tahun) Faktor Eksternal Remaja Faktor eksternal remaja merupakan kekuatan-kekuatan dari luar individu yang dapat mempengaruhi dalam berperilaku. Faktor eksternal remaja dibagi menjadi dua yaitu interaksi dengan keluarga dan interaksi dengan teman sepermainan. Data selengkapnya mengenai faktor eksternal remaja pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah dan persentase responden berdasarkan faktor eksternal remaja di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Faktor Eksternal Kategori Jumlah Persentase (orang) (%) Interaksi dengan Keluarga Tinggi (skor 15 sampai 18) 8 11.4 Sedang (skor11 sampai 14) 43 61.5 Rendah (skor 7 sampai 10) 19 27.1 Interaksi dengan Teman Tinggi (skor 14 sampai 17) 19 27.1 Sedang (skor 10 sampai 13) 31 44.3 Rendah (skor 6 sampai 9) 20 28.6
32
Interaksi dengan Keluarga Interakasi dengan keluarga merupakan tingkat keseringan dalam menceritakan aktivitas yang dilakukan bersama dan kebiasaan menonton televisi dengan keluarga. Interaksi keluarga dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan tingkat interaksinya, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tabel 4 menunjukkan bahwa didapatkan data sebanyak 11.4 persen termasuk ke dalam kategori tinggi, 61.5 persen termasuk ke dalam kategori sedang, dan 27.1 persen termasuk ke dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas remaja memiliki tingkat interaksi dengan keluarga yang tergolong sedang. Remaja di Desa Cihideung Ilir disibukkan dengan aktivitas di luar rumah. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas formal seperti sekolah, maupun aktivitas non formal seperti kumpul dengan teman atau tetangga. Aktivitas tersebut menyebabkan interaksi dengan keluarga seperti menceritakan aktivitas yang dilakukan bersama dan kebiasaan menonton televisi bersama hanya bisa dilakukan pada pagi hari dan sore hari menjelang malam atau pada hari libur saat mereka memiliki waktu senggang di rumah. Fakta tersebut didukung oleh pernyataan responden berikut ini. “palingan kalo nonton sama keluarga malem, karena biasanya sekolah terus sorenya main sama temen. Kalo hari libur biasanya yang sering terus lama ngumpul sama keluarganya.” (SS, 16 tahun) Interaksi dengan Teman Interakasi dengan teman merupakan tingkat keseringan dalam menceritakan aktivitas yang dilakukan bersama dan kebiasaan menonton televisi dengan teman. Interaksi dengan teman dibedakan menjadi tiga kategori berdasarkan tingkat interaksinya, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tabel 4 menunjukkan bahwa didapatkan data sebanyak 27.1 persen termasuk ke dalam kategori tinggi, 44.3 persen termasuk ke dalam kategori sedang, dan 28.6 persen termasuk ke dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas remaja memiliki tingkat interaksi dengan teman yang tergolong sedang. Hal ini karena sebagian remaja di Desa Cihideung Ilir lebih suka melakukan aktivitas lain seperti olah raga atau bermain ketimbang menonton televisi bersama. Aktivitas lain yang biasanya dilakukan bersama-sama adalah saat sekolah. Selain itu, responden laki-laki biasanya lebih banyak berinteraksi dengan teman sepermainannya saat berlangsung acara sepak bola di televisi. Mereka lebih suka menonton bersamasama pertandingan sepak bola sehingga hanya waktu tertentu saja yang membuat mereka berinteraksi bersama. Fakta tersebut didukung oleh pernyataan responden berikut ini. “kita paling sering ngumpul kalo ada pertandingan bola, paling seru kalau nontonnya rame-rame sama temen. Kalau nonton sendirian biasanya kurang seru.” (RS, 15 tahun)
33
PERILAKU MENONTON TAYANGAN ORANG PINGGIRAN DI TRANS 7 DAN EMPATI REMAJA Perilaku menonton adalah tindakan yang dilakukan khalayak dalam menonton program acara televisi khususnya tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 karena adanya dorongan dari dalam dirinya sendiri untuk menyaksikan program acara tersebut. Perilaku menonton dalam penelitian ini adalah tindakan yang dilakukan oleh khalayak dalam menyaksikan tayangan acara Orang Pinggiran di Trans 7. Perilaku menonton tersebut dilihat dari frekuensi menonton dan durasi menonton. Frekuensi Menonton Frekuensi menonton dalam penelitian ini adalah tingkat keseringan responden dalam menonton program acara Orang Pinggiran di Trans 7 selama satu minggu terakhir. Program acara Orang Pinggiran ditayangkan setiap hari Senin sampai dengan Jumat. Frekuensi menonton dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu frekuensi tinggi (3-5 kali dalam satu minggu terakhir) dan frekuensi rendah (1-2 kali menonton dalam satu minggu terakhir) berdasarkan total frekuensi tayang program acara Orang Pinggiran di Trans 7 sebanyak lima kali dalam seminggu. Distribusi responden berdasarkan frekuensi menonton Orang Pinggiran di Trans 7 pada Gambar 4.
Rendah 25,7%
Tinggi 74,3%
Gambar 4 Persentase responden berdasarkan frekuensi menonton di Desa Cihideung Ilir tahun 2013. Gambar 4 menunjukkan bahwa remaja memiliki frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 tergolong tinggi. Hal ini terlihat sebesar 74.3 persen yang memiliki frekuensi menonton tinggi dibandingkan remaja yang memiliki frekuensi menonton rendah sebesar 25.7 persen. Remaja memiliki
34 frekuensi menonton tinggi karena program tersebut tayang setiap hari yaitu Senin sampai dengan Jumat sehingga banyak kesempatan untuk menontonnya. Waktu tayang pada sore hari merupakan waktu luang bagi remaja untuk menonton televisi. Selain itu dari segi isi acaranya yang menarik dan mudah dipahami oleh remaja sehingga menimbulkan antusias remaja untuk menonton. Berbeda halnya dengan frekuensi menonton yang rendah, hal ini disebabkan karena banyak pilihan acara yang menjadikan remaja lebih sering mengganti program acara yang tayang bersamaan dengan tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. Fakta tersebut didukung oleh pernyataan responden berikut ini. “acaranya menarik bikin terharu karena kita bisa tau orang-orang yang di luar sana banyak yang kurang mampu.” (HB, 16 tahun) “saya nontonnya selewat-selewat karna ada yang lebih seru acaranya dibanding dengan Orang Pinggiran yang di Trans 7” (AP, 17 tahun) Durasi Menonton Durasi menonton dalam penelitian ini adalah lamanya waktu yang digunakan oleh responden dalam menyaksikan tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 dalam satu kali tayang yang disaksikan oleh responden, yaitu dari pukul 17.15 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. Durasi menonton dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu durasi tinggi (> 30menit) dan durasi rendah (≤ 30menit) berdasarkan total durasi tayang program acara Orang Pinggiran selama 45 menit dalam satu kali tayang. Distribusi responden berdasarkan durasi menonton Orang Pinggiran di Trans 7 pada Gambar 5.
Rendah 44,3% Tinggi 55,7%
Gambar 5 Persentase responden berdasarkan durasi menonton di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Gambar 5 menunjukkan bahwa remaja memiliki durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 yang tinggi. Hal ini terlihat sebesar 55.7 persen yang memiliki durasi menonton tinggi dan tidak jauh berbeda persentase remaja yang
35 memiliki durasi menonton rendah, yaitu sebesar 44.3 persen. Remaja memiliki durasi menonton tinggi karena pada jam tersebut mereka sedang menikmati waktu luang sambil menunggu adzan maghrib. Remaja menyukai kemasan acaranya sehingga timbul perasaan sedih atau haru melihat tokoh yang ditayangkan. Hal tersebut yang membuat remaja selalu penasaran dengan akhir cerita acara tersebut. Berbeda halnya dengan remaja dengan durasi menonton rendah yang tidak jauh berbeda jumlahnya. Alasannya adalah responden sering mengganti dengan program acara yang lain ketika sedang iklan sehingga banyak terlewatkan untuk menonton kembali tayangan Orang Pinggiran di Trans 7.
Empati Remaja Empati menurut Taufik (2012) merupakan suatu aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain terhadap kondisi yang sedang dialami orang lain. Adapun alat ukur yang digunakan untuk mengukur empati menurut Davis dalam Taufik (2012) adalah kemampuan seorang untuk merasakan keadaan emosional orang lain dengan cara memahami pandanganpandangan dengan orang lain (Perspective Taking), pengalaman yang berhubungan dengan kehangatan, rasa iba dan perhatian (Empathic Concern), reaksi emosional seseorang (Personal Distress), dan menempatkan diri sendiri ke dalam perasaan dan perilaku-perilaku dari karakter yang ada di dalam film (Fantasy). Data selengkapnya mengenai empati remaja pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan empati remaja di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Empati Remaja Jumlah Persentase (orang) (%) Tinggi (skor 69 sampai 78) 31 44.3 Sedang (skor 59 sampai 68) 27 38.6 Rendah (skor 49 sampai 58) 12 17.1 Total 70 100.0 Data yang tersaji pada Tabel 5 menunjukkan bahwa remaja memiliki empati yang tinggi terhadap kemiskinan. Terlihat bahwa sebesar 44.3 persen remaja memiliki empati yang tinggi, tidak jauh berbeda dengan remaja yang memiliki empati sedang sebesar 38.6 persen, danremaja yang memiliki empati rendah sebesar 17.1 persen. Hal ini disebabkan karena dalam setiap tayangan Orang Pinggiran, terdapat nilai-nilai atau hikmah yang bisa diambil oleh remaja yang menontonnya. Empati yang tinggi juga dapat dilihat dari kemampuan remaja dalam merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh dalam setiap tayangannya. Menurut mereka tayangan Orang Pinggiran tidak membutuhkan proses yang mendalam untuk memahami isi dari tayangan tersebut, situasi-situasi dalam tayangan tersebut dianggap mudah dipahami karena cerita yang ditayangkan berdasarkan kisah nyata dari hidup seseorang. Perasaan emosional seperti rasa iba, kehangatan dan perhatian terhadap orang lain muncul setelah menonton tayangan Orang Pinggiran. Mereka juga dapat menempatkan diri mereka pada posisi tokoh
36 yang ditayangkan sehingga timbul ketakutan akan mengalami hal yang sama dengan apa dialami oleh tokoh di setiap tayangannya. Hal-hal tersebut membuat tingkat kepekaan remaja semakin tinggi sehingga tingkat empati mereka tergolong tinggi. Penelitian ini didukung oleh Rizkia (2010), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa timbul rasa empati yang tinggi pada kognitif dan afektif remaja. Hal ini terjadi karena remaja menganggap bahwa tayangan Jika Aku Menjadi secara nyata menimbulkan rasa empati pada responden terhadap kemiskinan. Berbeda halnya dengan remaja yang masih memiliki empati yang rendah, yaitu sebanyak 17.1 persen. Hal ini terjadi karena responden belum sepenuhnya tertarik dalam menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. Mereka tidak bisa ikut merasakan apa yang sedang orang lain alami dan remaja masih merasa mereka tidak pernah mengalami hal-hal tersebut. Hasil penelitian berbeda dengan Rizkia (2010), tidak ditemukan remaja yang memiliki empati yang rendah karena melalui tayangan Jika Aku Menjadi, remaja bisa paham tentang bagaimana cara berempati terhadap orang lain. Hal ini terjadi karena adanya alur cerita, kemasan, dan gambar di dalam tayangan Jika Aku Menjadi yang mampu membuat remaja memahami apa yang orang lain rasakan, yaitu kesusahan dan penderitaan yang dialami tokoh dalam tayangan tersebut.
37
HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL REMAJA DENGAN PERILAKU MENONTON TAYANGAN ORANG PINGGIRAN DI TRANS 7 Hubungan Faktor Internal Remaja dengan Perilaku Menonton Tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 Perilaku menonton biasanya memiliki hubungan dengan faktor internal remaja. Setiap responden biasanya akan memiliki perilaku menonton yang berbeda-beda berdasarkan karakteristiknya. Subbab ini membahas mengenai hubungan faktor internal remaja yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan kepemilikan televisi dengan perilaku menonton berupa frekuensi dan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7.
Hubungan Usia dengan Perilaku Menonton Hubungan antara usia dengan perilaku menonton dilakukan dengan uji statistik rank Spearman. Perilaku menonton diukur dengan indikator frekuensi dan durasi menonton. Hasil uji korelasi rank Spearman tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji statistik hubungan antara usia dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Hasil uji statistik Perilaku Menonton Rs P Frekuensi menonton -0.053 0.661 Durasi menonton 0.068 0.579 Keterangan : Rs: nilai rank Spearman (koefisien korelasi) p-Value : nilai Sig. (2-tailed)
Tabel 6 menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk frekuensi menonton = 0.661 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara usia dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terlihat perbedaan frekuensi menonton pada remaja yang termasuk ke dalam kategori remaja awal dan remaja akhir. Hasil uji korelasi rank Spearman pada variabel durasi menonton diperoleh p-value untuk durasi menonton = 0.579 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara usia dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terlihat perbedaan durasi menonton pada remaja yang termasuk ke dalam kategori remaja awal dan remaja akhir. Setiap khalayak memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh informasi dan hiburan meskipun mereka berbeda usia. Hasil penelitian ini juga dapat dikaitkan dengan isi tayangan program Orang Pinggiran di Trans 7 yang segmentasi khalayaknya untuk usia remaja dan kisah yang disampaikan mudah
38 untuk dipahami dan dimengerti, sehingga semakin meningkatnya usia tidak diikuti juga dengan frekuensi maupun durasi menonton yang meningkat juga. Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Sandy (2012) yang menyebutkan bahwa usia dengan frekuensi tidak berhubungan nyata karena banyak masyarakat yang berusia tua bukan hanya suka nonton televisi akan tetapi mereka lebih senang membaca koran dan majalah. Sama halnya hubungan usia dengan durasi yang tidak berhubungan nyata karena masyarakat yang berusia tua tidak selalu menonton televisi dengan durasi lama, masyarakat yang berusia tua cenderung menonton tayangan sampai selesai apabila merekamemiliki kesempatan waktu untuk menonton televisi, Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Menonton Jenis kelamin terbukti tidak berhubungan nyata dengan frekuensi menonton di Desa Cihideung Ilir. Hubungan antara jenis kelamin dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara jenis kelamin dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total
Frekuensi Menonton Rendah (1-2 kali) Tinggi (3-5 kali) 24.0 76.0 (6) (19) 27.0 73.0 (12) (33) 26.0 74.0 (18) (52) 2 p-Value
Total 100.0 (25) 100.0 (45) 100.0 70 0.060 0.807
Keterangan : χ²: nilai Chi Square p-Value : nilai Sig. (2-tailed)
Tabel 7 menunjukkan bahwa baik remaja laki-laki dan perempuan di Desa Cihideung Ilir memiliki frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 yang tergolong tinggi. Jumlah remaja laki-laki yang memiliki frekuensi menonton tinggi adalah sebanyak 76.0 persen dan responden perempuan yang memiliki frekuensi menonton tinggi adalah sebanyak 73.0 persen. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas remaja di Desa Cihideung Ilir baik laki-laki maupun perempuan sering menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 dikarenakan waktu tayang yang tepat pada sore hari dimana kebanyakan remaja disana sedang menikmati waktu luang mereka sehingga mereka memanfaatkannya dengan menonton televisi. Hubungan antara jenis kelamin dengan frekuensi menonton dilakukan dengan uji statistik Chi Square. Hasil uji menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk frekuensi menonton = 0.807 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara jenis kelamin dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja laki-laki maupun perempuan tidak
39 memiliki perbedaan dalam hal frekuensi menonton, karena tujuan mereka menonton Orang Pinggiran hanya untuk mengisi waktu luang disore hari disaat mereka sedang beristirahat. Hasil berbeda dapat dilihat pada penelitian Daisiwan (2007) yang menyebutkan terdapat hubungan yang nyata antara jenis kelamin dengan frekuensi menonton sinetron remaja. Remaja yang berjenis kelamin perempuan lebih sering menonton sinetron remaja untuk menghibur diri, mengisi waktu luang, menambah pengetahuan mengenai gaya hidup, pergaulan dan menambah bahan percakapan. Berbeda halnya dengan remaja laki-laki yang sangat jarang menonton sinetron remaja. Mereka memenuhi kebutuhan hiburan mereka dengan bertemu dengan teman atau berolahraga. Jenis kelamin terbukti berhubungan nyata dengan durasi menonton di Desa Cihideung Ilir. Hubungan antara jenis kelamin dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 disajikan dalam Tabel 8 Tabel 8 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara jenis kelamin dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Jenis kelamin Laki-Laki Perempuan Total
Durasi menonton Rendah (≤ 30menit) Tinggi (≥ 30menit) 28.0 72.0 (7) (18) 53.0 47.0 (24) (21) 44.0 56.0 (31) (39) 2 p-Value
Total 100.0 (25) 100.0 (45) 100.0 (70) 4.180* 0.041
Keterangan : χ²: nilai Chi Square p-Value : nilai Sig. (2-tailed) * : berhubungan nyata pada p < 0.05 (taraf nyata)
Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 antara remaja laki-laki dan perempuan di Desa Cihideung Ilir. Persentase yang tertinggi pada durasi menonton adalah remaja laki-laki yang tergolong pada durasi menonton tinggi yaitu sebanyak 72.0 persen danremaja perempuan yang tergolong pada durasi menonton rendah yaitu sebanyak 53.0 persen. Hal ini berarti bahwa remaja laki-laki lebih lama menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 setiap harinya dibandingkan dengan remaja perempuan dikarenakan remaja laki-laki merasa banyak mengambil pelajaran dari setiap tayangan sehingga dapat memotivasi mereka untuk bekerja keras dalam menjalani kehidupannya. Hubungan antara jenis kelamin dengan durasi menonton dilakukan dengan uji statistik Chi Square. Hasil uji menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk durasi menonton = 0.041 < taraf nyata = 0.05. Artinya ada hubungan nyata antara jenis kelamin dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa remajalaki-laki lebih sering memanfaatkan istirahatnya di rumah dengan menonton televisi pada saat sore menjelang malam hari, sedangkan
40 remaja perempuan biasa pada sore menjelang malam lebih banyak membantu orang tua di dapur, sehingga terlihat perbedaan durasi menonton Orang Pinggiran yang terjadi pada remaja laki-laki dengan remaja perempuan. Hasil berbeda diperoleh dari penelitian Daisiwan (2007) bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara jenis kelamin dengan durasi menonton sinetron remaja. Hal ini terjadi karena baik laki laki atau perempuan rata-rata menonton sinetron remaja hanya untuk mengisi waktu luang atau memenuhi kebutuhan hiburan mereka saja. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Menonton Hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku menonton dilakukan dengan uji statistik rank Spearman. Perilaku menonton diukur dengan indikator frekuensi dan durasi menonton. Hasil uji korelasi rank Spearman tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9
Hasil uji statistik hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Hasil uji statistik Perilaku Menonton Rs P Frekuensi menonton -0.019 0.879 Durasi menonton 0.103 0.396 Keterangan : Rs: nilai rank Spearman (koefisien korelasi) p-Value : nilai Sig. (2-tailed)
Tabel 9 menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk frekuensi menonton = 0.879 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara tingkat pendidikan dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran. Hasil tersebut menunjukkan bahwa baik remaja yang memiliki tingkat pendidikan rendah, sedang, maupun tinggi memiliki kesempatan yang sama dalam menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. Hasil uji korelasi rank Spearman pada variabel durasi menonton diperoleh p-value untuk durasi menonton = 0.396 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara tingkat pendidikan dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran. Hasil tersebut menunjukkan bahwa baik remaja yang memiliki tingkat pendidikan rendah, sedang, maupun tinggi memilikikesempatan yang sama dalam menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. Dilihat dari frekuensi dan durasi remaja dalam menonton tayangan Orang Pinggiran, mereka yang memiliki pendidikan tinggi, sedang maupun rendah tidak membuat frekuensi dan durasi menonton meningkat. Remaja pada semua kategori tingkat pendidikan memiliki frekuensi dan durasi menonton yang tidak berbeda. Remaja di Desa Cihideung Ilir ingin mengisi waktu luangnya dengan menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 sekaligus menambah informasi dan pengetahuan mereka. Hasil berbeda terlihat pada penelitian Sandy (2012) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang nyata dengan perilaku menonton baik frekuensi maupun durasinya. Menurutnya masyarakat yang
41 berpendidikan tinggi cenderung lebih selektif terhadap tayangan yang ingin mereka tonton. Mereka juga tidak hanya terdedah oleh televisi saja namun terdedah oleh media lain seperti koran, radio, dan internet. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Perilaku Menonton Jenis pekerjaan terbukti tidak berhubungan nyata dengan frekuensi menonton di Desa Cihideung Ilir. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara jenis pekerjaan dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Jenis Pekerjaan Tidak sekolah/tidak bekerja Sekolah Bekerja Total
Frekuensi Menonton Rendah (1-2 kali) Tinggi (3-5 kali) 28.0 72.0 (5) (13) 24.0 76.0 (11) (35) 33.0 67.0 (2) (4) 26.0 74.0 (18) (52) 2 p-Value
Total 100.0 (18) 100.0 (46) 100.0 (6) 100.0 (70) 0.301 0.860
Keterangan : χ²: nilai Chi Square p-Value : nilai Sig. (2-tailed)
Tabel 10 menunjukkan bahwa baik remaja yang tidak bekerja/tidak sekolah, sekolah dan bekerja di Desa Cihideung Ilir memiliki frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 yang tergolong tinggi. Jumlah remaja yang tidak bekerja/tidak sekolah memiliki frekuensi menonton tinggi yaitu sebanyak72.0 persen, remaja yang sekolah memiliki frekuensi menonton tinggi yaitu sebanyak 76 persen, dan remaja yang bekerja memiliki frekuensi menonton tinggi yaitu sebanyak 67 persen. Hal ini berarti mayoritas remaja di Desa Cihideung Ilir yang tidak bekerja/tidak sekolah, sekolah dan bekerja sering menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 dikarenakan waktu tayang yang tepat pada sore hari dimana kebanyakan remaja disana sedang menikmati waktu luang mereka sehingga mereka memanfaatkannya dengan menonton televisi. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan frekuensi menonton dilakukan dengan uji statistik Chi Square. Hasil uji menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk frekuensi menonton = 0.860 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara jenis pekerjaan dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran. Perbedaan status pekerjaan cenderung tidak membedakan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. Remaja yang memiliki pekerjaan, tidak bekerja, bersekolah, maupun tidak bersekolah sama-sama ingin mengisi waktu luangnya
42 dengan menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 sekaligus menambah informasi dan pengetahuan mereka. Hasil penelitian diperkuat dengan temuan Sandy (2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara jenis pekerjaan dengan frekuensi menonton tayangan ”Talas Bogor” di Megaswara Tv. Menurutnya semua jenis pekerjaan yang berbeda memiliki kesempatan yang sama untuk menonton televisi. Jenis pekerjaan terbukti tidak berhubungan nyata dengan durasi menonton di Desa Cihideung Ilir. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara jenis pekerjaan dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Jenis Pekerjaan Tidak sekolah/tidak bekerja
Sekolah Bekerja Total
Durasi menonton Rendah (≤ 30menit) Tinggi (≥ 30menit) 33.0 67.0 (6) (12) 43.0 57.0 (20) (26) 83.0 17.0 (5) (1) 44.0 (31)
56.0 (39) 2 p-Value
Total 100.0 (18) 100.0 (46) 100.0 (6) 100.0 (70) 4.595 0.101
Keterangan : χ²: nilai Chi Square p-Value : nilai Sig. (2-tailed)
Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 antara remaja yang tidak bekerja/tidak sekolah, sekolah dan bekerja di Desa Cihideung Ilir. Remaja yang memiliki durasi menonton tinggi adalah remaja yang tidak bekerja/tidak sekolah yaitu sebanyak 67.0 persen dan remaja yang sekolah yaitu sebanyak 57.0 persen, sedangkan remaja yang bekerja, memiliki durasi menonton yang rendah yaitu sebanyak 83.0 persen. Hal ini berarti bahwa remaja yang tidak bekerja/tidak sekolah dan remaja yang sekolah lebih lama menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 setiap harinya dibandingkan dengan remaja yang bekerja. Disebutkan bahwa remaja yang tidak bekerja/tidak sekolah dan sekolah memanfaatkan waktu luangnya untuk menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 sehingga mereka menonton secara lengkap atau sampai habis. Berbeda halnya dengan remaja yang sudah bekerja, mereka menonton Orang Pinggiran tidak secara lengkap karena waktu seharian mereka gunakan untuk bekerja, sehingga mereka memanfaatkan waktu luangnya untuk beristirahat. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan durasi menonton dilakukan dengan uji statistik Chi Square.
43 Hasil uji menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk durasi menonton = 0.101 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara jenis pekerjaan dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran, maka hipotesis hubungan antara jenis pekerjaan dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran ditolak. Perbedaan status pekerjaan cenderung tidak membedakan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. Remaja yang memiliki pekerjaan, tidak bekerja, bersekolah, maupun tidak bersekolah sama-sama ingin mengisi waktu luang dengan menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 sekaligus menambah informasi dan pengetahuan mereka. Hasil penelitian diperkuat dengan temuan Sandy (2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara jenis pekerjaan dengan durasi menonton tayangan ”Talas Bogor” di Megaswara Tv. Menurutnya responden yang bekerja sebagai buruh tidak memiliki kesempatan waktu untuk menonton televisi sama halnya dengan yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Hubungan Kepemilikan Televisi dengan Perilaku Menonton Kepemilikan televisi terbukti tidak berhubungan nyata dengan frekuensi menonton di Desa Cihideung Ilir. Hubungan antara kepemilikan televisi dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Tabulasi silang dan uji Chi Square hubungan antara kepemilikan televisi dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Kepemilikan Televisi Bersama Pribadi Total
Frekuensi Menonton Rendah (1-2 kali) Tinggi (3-5 kali) 27.0 73.0 (18) (48) 0 100.0 (0) (4) 26.0 74.0 (18) (52) 2 p-Value
Total 100.0 (66) 100.0 (4) 100.0 (70) 1.469 0.226
Keterangan : χ²: nilai Chi Square p-Value : nilai Sig. (2-tailed)
Tabel 12 menunjukkan bahwa baik remaja yang kepemilikan televisi bersama dan kepemilikan pribadi di Desa Cihideung Ilir memiliki frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 yang tergolong tinggi. Jumlah remajayang kepemilikan televisi bersama memiliki frekuensi menonton tinggi adalah sebanyak 73.0 persen dan remaja yang kepemilikan televisi pribadi memiliki frekuensi menonton tinggi sebanyak 100.0 persen. Hal ini berarti mayoritas remaja di Desa Cihideung Ilir yang kepemilikan televisinya bersama dan pribadi sering menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 dikarenakan waktu tayang yang tepat pada sore hari dimana kebanyakan remaja disana sedang menikmati waktu luang mereka sehingga mereka memanfaatkannya dengan
44 menonton televisi.Orang tua mereka juga lebih sering menyarankan untuk menonton tayangan yang mendidik sehingga saat menonton bersama-sama dengan anggota keluarga, orang tua lebih mengarahkan untuk menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 ketimbang program acara lain. Hubungan antara kepemilikan televisi dengan frekuensi menonton dilakukan dengan uji statistik Chi Square. Hasil uji menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk frekuensi menonton = 0.226 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara kepemilikan televisi dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran. Perbedaan kepemilikan televisi pada remaja di Desa Cihideung Ilir cenderung tidak membedakan frekuensi dalam menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. Hal ini disebabkan karena keduanya memiliki akses menonton tayangan Orang Pinggiran yang sama. Remaja yang menonton televisi bersama cenderung memiliki pilihan untuk memilih tayangan televisi yang sama yaitu Orang Pinggiran di Trans 7. Kepemilikan televisi terbukti tidak berhubungan nyata dengan durasi menonton di Desa Cihideung Ilir. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Tabulasi silang dan uji Chi Squarehubungan antara kepemilikan televisi dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Kepemilikan Televisi Bersama Pribadi Total
Durasi menonton Rendah (≤ 30menit) Tinggi (≥ 30menit) 44.0 56.0 (29) (37) 50.0 50.0 (2) (2) 44.0 56.0 (31) (39) 2 p-Value
Total 100.0 (66) 100.0 (4) 100.0 (70) 0.056 0.813
Keterangan : χ²: nilai Chi Square p-Value : nilai Sig. (2-tailed)
Tabel 13 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang cukup banyak antara durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 dengan kepemilikan televisi baik pribadi maupun kepemilikan televisi bersama. Remaja yang lebih tinggi durasi menonton adalah remaja yang memiliki kepemilikan televisi bersama yaitu sebanyak 56 persen, sedangkan remaja dengan kepemilikan bersama yang memiliki durasi menonton yang rendah adalah sebanyak 50 persen. Hal ini berarti bahwa remaja yang memiliki kepemilikan televisi bersama lebih lama dalam menonton tayangan Orang Pinggiran. Hal ini dikarenakan mereka merasa senang bisa berkumpul dengan keluarga saat menonton televisi dan orang tua bisa lebih memberikan pengarahan dan contoh kepada remaja saat menonton tayangan Orang Pinggiran sehingga durasi menonton mereka tergolong tinggi saat menonton bersama-sama. Hubungan antara kepemilikan televisi dengan durasi menonton dilakukan dengan uji statistik Chi Square.
45 Hasil uji menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk durasi menonton = 0.813 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara kepemilikan televisi dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran. Perbedaan kepemilikan televisi pada responden cenderung tidak membedakan durasi dalam menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. Berdasarkan data yang dijelaskan di atas, maka hipotesis penelitian (H1) pertama yang menyebutkan “diduga terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal dengan perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7,” diterima untuk peubah jenis kelamin dengan durasi menonton. Hubungan Faktor Eksternal Remaja dengan Perilaku Menonton Tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 Perilaku menonton biasanya dipengaruhi oleh faktor eksternal remaja. Setiap responden biasanya akan memiliki perilaku menonton yang berbeda-beda berdasarkan lingkungannya. Subbab ini akan membahas mengenai hubungan faktor eksternal remaja yang meliputi interaksi keluarga dan interaksi teman dengan perilaku menonton berupa frekuensi dan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7.
Hubungan Interaksi Keluarga dengan Perilaku Menonton Hubungan antara interaksi keluarga dengan perilaku menonton dilakukan dengan uji statistik rank Spearman. Perilaku menonton diukur dengan indikator frekuensi dan durasi menonton. Hasil uji korelasi rank Spearman tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14
Hasil uji statistik hubungan antara interaksi keluarga dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Hasil uji statistik Perilaku Menonton Rs P Frekuensi menonton 0.289* 0.015 Durasi menonton 0.308* 0.009 Keterangan : Rs: nilai rank Spearman (koefisien korelasi) p-Value : nilai Sig. (2-tailed) *: berhubungan nyata pada p < 0.05
Tabel 14 menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk frekuensi menonton = 0.015 < taraf nyata = 0.05. Artinya ada hubungan nyata antara interaksi keluarga dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran. Berdasarkan hasil nilai koefisien korelasi yang positif maka interaksi dengan keluarga memiliki hubungan yang searah dengan frekuensi menonton Orang Pinggiran. Artinya semakin tinggi tingkat interaksi dengan keluarga maka semakin tinggi juga frekuensi menonton Orang Pinggiran di Trans 7. Hasil uji korelasi rank Spearman pada variabel durasi menonton diperoleh p-value untuk durasi menonton = 0.009 < taraf nyata = 0.05. Artinya ada hubungan nyata antara interaksi keluarga dengandurasi menonton tayangan Orang
46 Pinggiran. Berdasarkan hasil nilai koefisien korelasi yang positif maka interaksi dengan keluarga memiliki hubungan yang searah dengan durasi menonton Orang Pinggiran. Artinya semakin tinggi tingkat interaksi dengan keluarga maka semakin tinggi juga durasi menonton Orang Pinggiran di Trans 7. Terlihat dalam hasil pengamatan di lapang bahwa semakin sering remaja dengan keluarga menonton televisi bersama-sama sambil mendiskusikan hal yang ditonton maka frekuensi menonton dan durasi menonton semakin tinggi pula. Adanya kebiasaan bersama-sama dengan keluarga menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 dikarenakan jam tayang yang sesuai dengan waktu berkumpul keluarga sehingga mereka lebih sering menonton Orang Pinggiran dengan durasi yang lama. Hasil ini didukung dengan penelitian Kurniasih (2006) yang menyatakan bahwa lingkungan keluarga berhubungan nyata dengan terpaan media karena ketika menonton televisi biasanya anak didampingi oleh orang tua atau keluarga. Oleh karena ituterpaan media televisi pada anak tidak dapat dilepaskan dari peran orang tua. Namun berbeda halnya dengan hasil penelitian Pridatika (2013) yang menyebutkan bahwa interaksi dengan kelompok primer atau keluarga tidak memiliki hubungan yang nyata dengan frekuensi menonton tayangan iklan masyarakat tentang Keluarga Berencana. Hal ini karena Keluarga Berencana merupakan hal yang bersifat lebih pribadi sehingga tidak ada kaitannya dengan aktivitas keluarga dan masyarakat. Hubungan Interaksi Teman dengan Perilaku Menonton Hubungan antara interaksi keluarga dengan perilaku menonton dilakukan dengan uji statistik rank Spearman. Perilaku menonton diukur dengan indikator frekuensi dan durasi menonton. Hasil uji korelasi rank Spearman tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15
Hasil uji statistik hubungan antara interaksi teman dengan perilaku menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Hasil uji statistic Perilaku Menonton Rs P Frekuensi menonton 0.251 0.036* Durasi menonton 0.372 0.002* Keterangan : Rs: nilai rank Spearman (koefisien korelasi) p-Value : nilai Sig. (2-tailed) *: berhubungan nyata pada p < 0.05
Tabel 15 menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk frekuensi menonton = 0.036 < taraf nyata = 0.05. Artinya ada hubungan nyata antara interaksi teman denganfrekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran. Berdasarkan hasil nilai koefisien korelasi yang positif maka interaksi dengan teman memiliki hubungan yang searah dengan frekuensi menonton Orang Pinggiran. Artinya semakin tinggi tingkat interaksi dengan teman maka semakin tinggi juga perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7.
47 Hasil uji korelasi rank Spearman pada variabel durasi menonton diperoleh p-value untuk durasi menonton = 0.002 < taraf nyata = 0.05. Artinya ada hubungan nyata antara interaksi teman dengan durasi menonton tayangan Orang Pinggiran. Berdasarkan hasil nilai koefisien korelasi yang positif maka interaksi dengan teman memiliki hubungan yang searah dengan durasi menonton Orang Pinggiran. Artinya semakin tinggi tingkat interaksi dengan teman maka semakin tinggi juga perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7. Terlihat dalam hasil pengamatan di lapang bahwa semakin sering remaja menceritakan acara yang mereka tonton dengan teman-teman maka frekuensi menonton dan durasi menontonmereka semakin tinggi pula. Hal-hal yang diceritakan mengenai isi acara Orang Pinggiran di Trans 7 dengan sesama teman membuat mereka penasaran dengan tayangan selanjutnya yang akan ditayangkan sehingga frekuensi responden dalam menonton menjadi sering dengan durasi menonton yang lama. Mereka merasa mendapat banyak pelajaran, hikmah dan inspirasi tersendiri setelah menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7. Hasil ini didukung dengan penelitian Kurniasih (2006) yang menyatakan bahwa lingkungan teman berhubungan nyata dengan terpaan media karena menurutnyalingkungan teman juga menyebabkan seseorang untuk tertarik menonton tayangan tertentu misalnya melalui cerita-cerita dengan teman sepermainan. Namun berbeda halnya dengan hasil penelitian Pridatika (2013) yang menyebutkan bahwa interaksi dengan kelompok sekunder atau teman tidak memiliki hubungan yang nyata dengan frekuensi menonton tayangan iklan masyarakat tentang Keluarga Berencana. Remaja jarang membicarakan topiktopik Keluarga Berencana dan perencanaan keluarga. Oleh karena itu, perbedaan tingkat interaksi remaja dengan sekunder tidak memberi perbedaan terhadap frekuensi menonton iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Berdasarkan data yang dijelaskan di atas, maka hipotesis penelitian (H1) pertama yang menyebutkan “diduga terdapat hubungan yang nyata antara faktor eksternal dengan perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7,” diterima untuk semua peubah.
49
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN ORANG PINGGIRAN DI TRANS 7 DENGAN EMPATI REMAJA
Hubungan Perilaku Menonton Tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 dengan Empati Remaja Perilaku menonton adalah tindakan yang dilakukan khalayak dalam menonton program acara televisi khususnya tayangan Orang Pinggiran di Trans 7karena adanya dorongan dari dalam dirinya sendiri untuk menyaksikan program acara tersebut. Perilaku menonton dalam penelitian ini adalah tindakan yang dilakukan oleh khalayak dalam menyaksikan tayanganOrang Pinggiran di Trans 7. Perilaku menonton tersebut dilihat dari frekuensi menonton dan durasi menonton.Hubungan antara perilaku menonton dengan empati remaja dilakukan dengan uji statistik rank Spearman. Perilaku menonton diukur dengan indikator frekuensi dan durasi menonton. Hubungan antara empati remaja dengan frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran di Trans 7 disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Tabulasi silang dan uji rank Spearman hubungan antara frekuensi menonton tayangan Orang Pinggiran dengan empati remaja di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Frekuensi Menonton Tinggi (3-5 kali) Rendah (1-2 kali) Total
Tinggi 44.0 (23) 44.0 (8) 44.0 (31)
Empati Remaja Sedang Rendah 39.0 17.0 (20) (9) 39.0 17.0 (7) (3) 39.0 17.0 (27) (12) Rs p-Value
Total 100.0 (52) 100.0 (18) 100.0 (70) -0.004 0.971
Keterangan : Rs: nilai rank Spearman (koefisien korelasi) p-Value : nilai Sig. (2-tailed)
Tabel 16 menunjukkan bahwa empati remaja tergolong tinggi pada frekuensi menonton tinggi maupun frekuensi menonton rendah. Empati tinggi dengan frekuensi menonton tinggi yaitu sebanyak 44.0 persen dan empati tinggi dengan frekuensi menonton rendah yaitu sebanyak 44.0 persen. Hal ini menunjukkan bahwa remaja di Desa Cihideung Ilir pada dasarnya sudah memiliki empati yang tergolong tinggi. Walaupun remaja hanya menonton tayangan Orang Pinggiran satu kali, tapi mereka sudah bisa ikut merasakan apa yang dialami oleh tokoh yang ditayangkan pada acara Orang Pinggiran di Trans 7. Hubungan antara frekuensi menonton Orang Pinggiran dengan empati remaja dilakukan dengan uji statistik rank Spearman.
50 Hasil uji menjelaskan bahwa diperoleh p-value untuk empati remaja = 0.971 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara frekuensi menonton Orang Pinggiran dengan empati remaja.Hasil tersebut menunjukkan bahwa banyak atau sedikitnya frekuensi dalam menonton tayangan Orang Pinggiran tidak memiliki dampak secara langsung untuk menimbulkan rasa empati dari dalam diri remaja di Desa Cihideung Ilir. Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh Cronbach dan Hogan dalam Taufik (2012) bahwa empati bersifat being artinya dimiliki oleh manusia secara kodrati sebagai pemberian dari Allah SWT atau secara genetis diturunkan oleh para orangtua kepada anak-anaknya. Setiap remaja seharusnya sudah memiliki rasa empati dalam diri masing-masing tanpa harus menonton tayangan-tayangan televisi yang bertemakan sosial karena secara kodrati mereka sudah memilikinya. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Rizkia (2010) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara frekuensi menonton tayangan Jika Aku Menjadi dengan empati remaja terhadap kemiskinan. Semakin frekuensi menontonnya tinggi dalam menonton tayangan ’Jika Aku Menjadi’ maka mereka merasa lebih mengerti tentang keadaan orang-orang di sekitarnya dan memiliki respon yang lebih positif terhadap orang lain. Mereka juga lebih peka terhadap apa yang dialami orang lain serta dapat merespon dengan positif terhadap kesusahan yang dialami orang lain di sekitar mereka, terutama orang miskin. Durasi menonton Orang Pinggiran terbukti tidak berhubungan nyata dengan empati remaja di Desa Cihideung Ilir. Hubungan antara durasi menonton tayangan Orang Pinggiran dengan empati remaja disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Tabulasi silang dan uji rank Spearman hubungan antara durasi menonton tayangan Orang Pinggiran dengan empati remaja di Desa Cihideung Ilir tahun 2013 Durasi Menonton Tinggi (≥ 30menit) Rendah (≤ 30menit) Total
Tinggi 46.0 (18) 42.0 (13) 44.0 (31)
Empati Remaja Sedang Rendah 39.0 15.0 (15) (6) 39.0 19.0 (12) (6) 39.0 17.0 (27) (12) Rs p-Value
Total 100.0 (39) 100.0 (31) 100.0 (70) 0.053 0.662
Keterangan : Rs: nilai rank Spearman (koefisien korelasi) p-Value : nilai Sig. (2-tailed)
Tabel 17 menunjukkan bahwa empati remaja tergolong tinggi pada durasi menonton tinggi maupun durasi menonton rendah. Empati tinggi dengan durasi menonton tinggi yaitu sebanyak 46.0 persen dan empati tinggi dengan durasi menonton rendah yaitu sebanyak 42.0 persen. Hal ini menunjukkan bahwa remaja di Desa Cihideung Ilir pada dasarnya sudah memiliki empati yang tergolong tinggi. Remaja yang menonton tayangan Orang Pinggiran dari awal saja ataupun
51 di akhir tayang saja, mereka sudah bisa ikut merasakan apa yang dialami oleh tokoh yang ditayangkan pada acara Orang Pinggiran di Trans 7. Hubungan antara durasi menonton Orang Pinggiran dengan empati remaja dilakukan dengan uji statistik rank Spearman. Hasil uji korelasi rank Spearman pada variabel durasi menonton diperoleh p-value untuk durasi menonton = 0.662 > taraf nyata = 0.05. Artinya tidak ada hubungan nyata antara durasi menonton tayangan Orang Pinggiran denganempati remaja. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lama atau sebentar durasi dalam menonton tayangan Orang Pinggiran tidak memiliki dampak secara langsung untuk menimbulkan rasa empati dari dalam diri responden Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh Cronbach dan Hogan dalam Taufik (2012) bahwa empati bersifat being artinya dimiliki oleh manusia secara kodrati sebagai pemberian dari Allah SWT atau secara genetis diturunkan oleh para orangtua kepada anak-anaknya. Setiap remaja seharusnya sudah memiliki rasa empati dalam diri masing-masing tanpa harus menonton tayangan-tayangan televisi yang bertemakan sosial karena secara kodrati mereka sudah memilikinya. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Rizkia (2010) yang menjelaskan durasi dalam menonton tayangan Jika Aku Menjadi memiliki hubungan yang nyata dengan empati remaja terhadap kemiskinan. Semakin tinggi durasi menonton tayangan Jika Aku Menjadi maka semakin tinggi pula empatiremaja terhadap kemiskinan. Mereka akan merasa lebih mengerti tentang keadaan orangorang di sekitar mereka, terutama orang-orangmiskin yang ada disekitarnya. Berdasarkan data yang dijelaskan di atas, maka hipotesis penelitian (H1) pertama yang menyebutkan “diduga terdapat hubungan yang nyata antara perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7 dengan empati remaja,” ditolak untuk semua peubah.
53
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Faktor internal remaja yang berhubungan dengan perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7 adalah jenis kelamin yang berhubungan dengan durasi menonton. 2. Faktor eksternal berupa interaksi dengan keluarga dan interaksi dengan teman berhubungan dengan perilaku menonton, baik frekuensi menonton maupun durasi menontonnya. Semakin tinggi tingkat interaksi dengan keluarga dan interaksi dengan teman maka semakin tinggi juga frekuensi dan durasi menonton Orang Pinggiran di Trans 7 . 3. Perilaku menonton Orang Pinggiran di Trans 7 baik frekuensi menonton maupun durasi menonton tidak berhubungan dengan empati remaja. Data yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menonton Orang Pinggiran di Trans 7 memiliki frekuensi menonton, durasi menonton, dan empati yang tinggi, namun tidak ditemukan adanya hubungan antara perilaku menonton Orang Pinggiran baik frekuensi menonton maupun durasi menonton dengan empati remaja. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan: 1. Bagi pihak stasiun televisi Trans 7 khususnya program acara Orang Pinggiran, sebaiknya meningkatkan durasi acara karena tayangan tersebut dapat menjadikan motivasi bagi kalangan remaja agar bisa terus berjuang untuk masa depan mereka bisa lebih baik dari sekarang. 2. Bagi masyarakat sebaiknya memberi perhatian lebih banyak terhadap tayangan-tayangan yang bertemakan sosial karena banyak pelajaran yang bisa diambil pada setiap episode yang ditayangkan sehingga khalayak dapat mengambil pelajaran yang bisa diambil dari tayangan tersebut. 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mengkaji lebih dalam mengenai efek media massa pada media lain selain televisi seperti surat kabar dan radio sehingga dapat menjadi masukan bagi lembaga-lembaga yang membutuhkan.
55
DAFTAR PUSTAKA Ardianto E, Komala L, Karlinah S. 2009. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung (ID): Simbiosa Rekatama Media. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Indikator sosial budaya tahun 2003, 2006 dan 2009. Jurnal Berita Resmi Statistik. [Internet]. [diunduh 2013 Februari 19]. Dapat diunduh di: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_sub yek=27¬ab=36. Baron RA, Byrne D. 2003. Psikologi Sosial. Edisi Ke-10. Jilid I. Jakarta (ID): Erlangga. Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Ed ke-1. Jakarta (ID): Kencana. _____________. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa; Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen serta Kritik terhadap Peter L. Berger&Thomas Luckmann. Ed ke-1. Jakarta (ID): Kencana. Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Daisiwan, Naida Leilani. 2007. Hubungan antara tayangan sinetron remaja dengan sikap konsumtif remaja (Kasus: SMUN 5 Bogor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. DeFleur ML, Lowery SA. 1994. Milestones in Mass Communication Research Media Effect. 3rd Ed. USA (US): Longman Publisher. Desa Cihideung Ilir. 2012. Profil Desa Cihideung Ilir 2012. Bogor (ID): Kelurahan Cihideung Ilir. Effendy, Onong Uchjana. 2001. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya. Feberia, Pradiana. 2012. Efek program siaran “Bentang Parahyangan” Bandung TV terhadap khalayaknya (Kasus: RW 04 Kelurahan Cigending, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung dan RW 12 Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung). [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Hariyanto. 2011. Perkembangan psikologi remaja [Internet]. [diunduh 2014 Februari 13]. Dapat diunduh dari http://belajarpsikologi.com/perkembangan-psikologi-remaja/. Hasan I. 2009. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Hoffman R. 1999. Dasar-dasar Apresiasi Program Televisi. Jakarta (ID): PT. Grasindo. Hurlock EB. 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ed ke-5. Jakarta (ID): Erlangga. Kurniasih, Eko. 2006. Hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius dengan sikap remaja terhadap agama islam (Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan
56 Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta). [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Morissan MA. 2009. Manajemen Media Penyiaran: Srategi Mengelola Radio dan Televisi. Edisi Pertama. Jakarta (ID): Kencana. Nasution S. 2003. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Pridatika T. 2013. Efektivitas iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu pada remaja di Desa Ciomas Bogor. [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Rizkia P. 2010. Pengaruh terpaan tayangan “Jika Aku Menjadi” terhadap empati remaja (kasus siswa SMA Negeri 1 Dramaga, Bogor). [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Sandy KF. 2012. Hubungan keterdedahan penonton dengan efek tayangan “Talas Bogor” Megaswara Tv (Mgs Tv). [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Santrock WJ. 2003. Perkembangan Remaja. Edisi ke-6. Shinto BA, Sherly S, penerjemah; Wisnu CK. Yati S, editor. Jakarta (ID): Erlangga. [Judul asli: Adolescence]. Singarimbun M, Effendi S. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES. Subroto DS. 1994. Produksi Acara Televisi. Yogyakarta (ID). Duta Wacana University Press. Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta. Tamburaka A. 2013. Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa. Jakarta (ID). Rajawali Pers. Taufik. 2012. Empati Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta (ID). Rajawali Pers. Toriza, Viora. 2010. Hubungan terpaan media televisi dengan belajar kognitif pada anak (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat). [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Trans7. Profil Trans7 [Internet]. [diunduh 2014 Februari 13]. Dapat diunduh dari http://www.trans7.co.id/?halaman=profil. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran [Internet]. [diunduh 2013 Februari 19]. Dapat diunduh dari http://www.kpi.go.id/index.php/2012-05-03-16-16-23/undang-undang. Watson DL.1984. Psychology Science And Application. Illionis: Scott Foresman and Company.
57
LAMPIRAN Lampiran 1 Peta Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor pada Skala 1 : 10000
58 Lampiran 2 Kerangka Sampling No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Nama Kris Rifki Andre Nurdin Ramdan Irman Sulaeman Rian Khaerani Rafitri Ervin Siti E Ikbal Solaeman Siti K Yogi Nani Sulistiawati Ade R Muhammad R Devi Nurdin M Muhammad I Rina Siti N Abdurahman Haerudin Kusnandar Mulya Ageng Ahmad S Muhammad J Ahmad A Rudi Riana D Abdulloh Rahmi Erdi Ridwan
No 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79
Nama Halimi Sindi Selfiana Erna Kartinah Fahril Dewi Kurnia Ilham Astari Adinda Desiyana Wa ode Arif S Rita Eliyana Yogi Herpi Mulyadi Murni Nung Amar R Wanti Santi Mansah Regi Nurya Ikbal Ayu Mila Muharam Rosadi Dede Teguh Hijri Abdul Sarah S Tresna Siti M
59 80
40 No
Yoga A
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Sari Ulfah Yenih M.Supriyanto Najarudin Wahyudi Siti Badriah Asep A Zarkasih Elis Ina Ramdani Halfa B Aisah Y Agus A Encih Komarudin Muhammad N Ade A Badriah Siti Jawinah Mulyana Andri Maulana Roganuri Adi. S Fauziah Sindy S Fina A Holil Deniar Nana Andini D M. Abdul W Resta W Fahrul M. Ramdanu Wahyudin Bondan Lulu Deden
Nama
No 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160
Idis Nama Ade I Isma Maulana Regina P Kurdiawan Susmita S M Imron Safitri Sopian Andriansyah M. Alamsyah Asmaul H Suryani Neli A M. Anjar Nurul I Zaenal A Ilham A Desiana Asep S Abidin Nurlita Herudin Elmania Septi Ramdani Siti D Siri N Siti M Siti A Euis K Ves kurnia Suryana Gurah Royani Siti S Risna E Dina Rapiah Herdiansyah Fitri
60 No 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200
Nama Andrih T Sopian Herman I Indah P Siti S M. Diki Hendi J Usriya Rohim Janah Rijal Arman Bakri M. Isro Nia d Lina Ajat Derajat Usman Entis S Moh. Arif Asep S Gusti P Ahyar A Wulan S Yuliawati Mukhlis Haerudin Moh. Dodi Nurhasanah Desi A Tia Guruh Aah Rahmawati Memey Asep Samsul Firda Firli Dika
No 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231
Nama Mamay Tian A Ica L Aldi T Ebit Engkat S Usman Entis S Moh. Arif Asep S Zuriyah Dewi S Sandra P M . Rizki Mukhlis Haerudin Santi Nurhasanah Desi A Dian M. Suryani Zaiyunita A Yogi M. Goni Anggi Pertiwi Sri Sunarti Jamaludin Siti F Hendriansyah Rio P
61 Lampiran 3 Kuesioner KUESIONER Nomor Kuesioner Tanggal Pengisian
: :
Saya Andika Sefri Mulya, mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, sedang menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan studi. Saya mengharapkan kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas dan jawaban anda dijamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi ini saja. Atas bantuan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih. Data Diri Responden Nama
: ..................................................................
Alamat Rumah
: .................................................................. .................................................................. No. ........ RT ......... RW .........
No. HP / telepon
: ..................................................................
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor 2013
62 Faktor Internal Jawablah pertanyaan yang diajukan dengan mengisi titik-titik atau dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang Anda pilih. 1. Berapa usia Anda saat ini? ...... tahun 2. Sebutkan jenis kelamin Anda: L
P
3. Apa jenjang pendidikan formal yang Anda tempuh saat ini? SD/MI/Sederajat SMP/MTS/Sederajat SMA/MA/Sederajat Diploma Sarjana Lainnya,sebutkan: ………………… 4. Apa jenjang pendidikan formal terakhir yang Anda tempuh dan telah memperoleh kelulusan? SD/MI/Sederajat SMP/MTS/Sederajat SMA/MA/Sederajat Diploma Sarjana Lainnya,sebutkan: ………………… 5. Apakah Anda sedang mengikuti pendidikan non-formal/kursus saat ini? a. Ya
b. Tidak
Jika Ya, apa pendidikan non-formal/kursus yang anda ikuti saat ini? .................................................................................................. 6. Apa Anda sudah bekerja? a. Ya
b. Tidak
Jika Ya, apa pekerjaan anda saat ini? Karyawan swasta Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pedagang Petani Buruh Lainnya,sebutkan……………….
63
7. Berapa jumlah televisi yang anda miliki di rumah? ............ buah 8. Apakah anda sering menonton televisi bersama-sama anggota keluarga lainnya? a. Ya
b. Tidak
Hasil Wawancara :
Faktor Eksternal Berilah tanda centang (√) pada kolom yang mewakili jawaban Anda! N Tidak Sangat Pernyataan/Pertanyaan Jarang Sering No Pernah Sering 1. Frekuensi waktu bertemu dengan teman. 2. Kebiasaan menceritakan kembali acara yang kita tonton dengan teman. 3. Frekuensi anda belajar bersama dengan teman. 4. Frekuensi menonton televisi bersama teman 5. Kebiasan mengajak teman untuk menonton televisi 6. Frekuensi anda belajar ditemani oleh keluarga. 7. Keluarga menyarankan menonton beberapa program televisi. 8. Keluarga menemani saat menonton televisi. 9. Keluarga bersama anda mendiskusikan apa yang ditonton. 10. Keluarga bersama anda menghubungkan apa yang ditonton dengan kehidupan sehari-hari.
64
Hasil Wawancara :
Perilaku Menonton ‘Orang Pinggiran’ di Trans 7 1. Acara apa saja yang Anda sering tonton selama kurun waktu satu minggu? ............................................................................................................ 2. Berapa lamakah rata-rata waktu yang Anda pergunakan untuk menonton acara-acara tersebut? .................. menit 3. Berapa kali Anda menonton program Orang Pinggiran di Trans 7 selama kurun waktu satu minggu? ........... kali 4. Berapa lamakah rata–rata waktu yang Anda pergunakan untuk menonton
program
7?...........................menit Hasil Wawancara :
‘Orang
Pinggiran’
di
Trans
65 Empati Remaja Berilah tanda centang (√) pada kolom yang mewakili jawaban Anda! Keterangan : SS : Sangat Setuju S : Setuju TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju Setelah menonton tayangan ‘Orang Pinggiran’ di Trans 7, apakah Anda merasakan hal-hal seperti ini : N Pertanyaan SS S TS STS No 1. Saya dapat ikut merasakan penderitaan yang dirasakan oleh orang miskin di lingkungan sekitar saya 2. Saya lebihmerasa peduli dengan kesusahan yang dihadapi orang miskin di lingkungan sekitar saya 3. Saya memahami bahwa orang miskin yang ada di lingkungan sekitar saya hidupnya serba kekurangan 4. Saya merasa bahwa orang miskin yang ada di lingkungan sekitar saya memiliki tingkat kesabaran yang tinggin dalam menjalani kehidupannya 5. Saya memahami perjuangan orang miskin yang ada di lingkungan sekitar saya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari 1 Saya merasa sedih jika melihat orang miskin 6. yang ada di lingkungan sekitar saya 1 Saya merasa iba terhadap penderitaan orang 7. miskin di lingkungan sekitar saya 1 Saya merasa kasihan apabila melihat 8. kehidupan orang miskin di lingkungan sekitar saya 1 Saya merasa iba terhadap perjuangan orang 9. miskin yang ada di lingkungan sekitar saya dalam bertahan hidup 10. Saya merasa prihatin terhadap perjuangan orang miskin dalam mempertahankan hidupnya 11. Saya ikut merasa sedih ketika melihat kesedihan yang dirasakan oleh orang miskin yang ada di lingkungan sekitar saya 12. Saya takut berada pada situasi yang dialami oleh orang miskin yang ada di lingkungan sekitar saya
66 13. 14.
15.
16.
17. 18. 19. 20.
Saya akan lebih menghargai orang miskin yang ada di lingkungan sekitar saya Saya merasakan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh orang miskin yang ada di lingkungan sekitar saya Saya merasakan beratnya perjuangan yang dilakukan oleh orang miskin yang ada dilingkungan saya Saya merasa termotivasi dengan melihat kondisi orang miskin yang ada di lingkungan sekitar saya Saya merasa lebih bersyukur dengan kondisi kehidupan yang saya alami Saya akan lebih menghormati orang miskin yang ada di lingkungan sekitar saya Saya terinspirasi setelah melihat cerita tentang kehidupan orang miskin Saya terdorong untuk menolong orang miskin yang ada yang ada di lingkungan sekitar saya Hasil Wawancara :
-TERIMA KASIH-
67 Lampiran 4 Hasil Uji Statistik Chi Square Hubungan jenis kelamin dengan frekuensi menonton
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.807
.000
1
1.000
.060
1
.806
.060 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association
.059
b
N of Valid Cases
1
.522
.808
70
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,43. b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
Approx. Sig.
.029
N of Valid Cases
.807
70
Hubungan jenis kelamin dengan durasi menonton Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.041
3.217
1
.073
4.294
1
.038
4.180 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.048 4.121
1
.042
70
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,07. b. Computed only for a 2x2 table
.035
68
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
Approx. Sig.
.237
N of Valid Cases
.041
70
Hubungan jenis pekerjaan dengan frekuensi menonton Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.860
Likelihood Ratio
.291
2
.865
Linear-by-Linear Association
.002
1
.967
Pearson Chi-Square
.301
N of Valid Cases
70
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,54.
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
Approx. Sig.
.065
N of Valid Cases
.860
70
Hubungan jenis pekerjaan dengan durasi menonton Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.101
Likelihood Ratio
4.818
2
.090
Linear-by-Linear Association
3.389
1
.066
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases a.
4.595
70
2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,66.
69
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
Approx. Sig.
.248
N of Valid Cases
.101
70
Hubungan kepemilikan televisi dengan frekuensi menonton Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.226
.388
1
.533
2.461
1
.117
1.469 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.566
Linear-by-Linear Association
1.448
b
N of Valid Cases
1
.229
70
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,03. b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Approx. Sig.
.143 70
.226
.295
70
Hubungan kepemilikan televisi dengan durasi menonton Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.813
.000
1
1.000
.056
1
.813
.056 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association
.055
b
N of Valid Cases
1
.814
70
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,77. b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Approx. Sig.
.028 70
.813
.601
71 Lampiran 5 Hasil Uji Statistik rank Spearman Hubungan usia dengan frekuensi menonton Correlations Frekuensi Usia Spearman's rho
Usia
Correlation Coefficient
1.000
-.053
.
.661
70
70
-.053
1.000
.661
.
70
70
Sig. (2-tailed) N Frekuensi Menonton
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Menonton
N
Hubungan usia dengan durasi menonton Correlations Usia Spearman's rho
Usia
Correlation Coefficient
1.000
.068
.
.579
70
70
Correlation Coefficient
.068
1.000
Sig. (2-tailed)
.579
.
70
70
Sig. (2-tailed) N Durasi Menonton
Durasi Menonton
N
72 Hubungan tingkat pendidikan dengan frekuensi menonton Correlations Frekuensi Pendidikan Spearman's rho
Pendidikan
Correlation Coefficient
1.000
-.019
.
.879
70
70
-.019
1.000
.879
.
70
70
Sig. (2-tailed) N Frekuensi Menonton
Correlation Coefficient
Menonton
Sig. (2-tailed) N
Hubungan tingkat pendidikan dengan durasi menonton
Correlations Pendidikan Spearman's rho
Pendidikan
Correlation Coefficient
1.000
.103
.
.396
70
70
Correlation Coefficient
.103
1.000
Sig. (2-tailed)
.396
.
70
70
Sig. (2-tailed) N Durasi Menonton
Durasi Menonton
N
73 Hubungan Interaksi keluarga dengan frekuensi menonton Correlations
Spearman's rho
Interaksi dg Keluarga
Correlation Coefficient
Interaksi dg
Frekuensi
Keluarga
Menonton .289
.
.015
70
70
Sig. (2-tailed) N Frekuensi Menonton
*
1.000
Correlation Coefficient
.289
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.015
.
70
70
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hubungan interaksi keluarga dengan durasi menonton Correlations Interaksi dg Keluarga Spearman's rho
Interaksi dg Keluarga
Correlation Coefficient
Durasi Menonton
1.000
Sig. (2-tailed) N Durasi Menonton
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
.308
**
.
.009
70
70
**
1.000
.009
.
70
70
.308
74 Hubungan interaksi teman dengan frekuensi menonton Correlations
Spearman's rho
Interaksi dg Teman
Interaksi dg
Frekuensi
Teman
Menonton
Correlation Coefficient
.251
.
.036
70
70
Sig. (2-tailed) N Frekuensi Menonton
Correlation Coefficient
.251
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.036
.
70
70
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hubungan interaksi teman dengan durasi menonton Correlations Interaksi dg Teman Spearman's rho
Interaksi dg Teman
Correlation Coefficient
Durasi Menonton
1.000
Sig. (2-tailed) N Durasi Menonton
*
1.000
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
.372
**
.
.002
70
70
**
1.000
.002
.
70
70
.372
75 Hubungan frekuensi menonton dengan empati remaja Correlations Frekuensi Empati Remaja Spearman's rho
Empati Remaja
Correlation Coefficient
1.000
-.004
.
.971
70
70
-.004
1.000
.971
.
70
70
Sig. (2-tailed) N Frekuensi Menonton
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Menonton
N
Hubungan durasi menonton dengan empati remaja Correlations Empati Remaja Durasi Menonton Spearman's rho
Empati Remaja
Correlation Coefficient
1.000
.053
.
.662
70
70
Correlation Coefficient
.053
1.000
Sig. (2-tailed)
.662
.
70
70
Sig. (2-tailed) N Durasi Menonton
N
77
RIWAYAT HIDUP
Andika Sefri Mulya dilahirkan di Banyumas pada 3 September 1991. Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara yang terlahir dari pasangan Mochammad Mulyono dan Dwi Manofriyanti. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi pada tahun 1996-1997. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Cikawung pada tahun 1997-2003, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Pekuncen pada tahun 2003-2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah 1 Purwokerto pada tahun 2006-2009. Kemudian penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan, baik unit kegiatan mahasiswa (UKM) maupun kegiatan kepanitiaan. Penulis pernah tergabung dalam UKM Koran Kampus sebagai Fotografer pada tahun 2009 dan UKM Gentra Kaheman (GK) pada tahun 2010. Penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa, yaitu Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) pada tahun 2011-2012. Selama kepengurusan HIMASIERA, penulis aktif menjadi anggota divisi Photography and Cinematography. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan dalam beberapa event di IPB antara lain dalam kepanitiaan Himasiera Olah Talenta pada tahun 2012, kepanitiaan Masa Perkenalan Departemen Sains Komunikasi pada tahun 2011, kepanitiaan INDEX (Indonesian Ecology Expo) pada tahun 2011 yang diadakan oleh FEMA, kepanitiaan Hari Pelepasan Sarjana Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2011, kepanitiaan Pamitran Gentra Kaheman pada tahun 2010, kepanitiaan Konser Amal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada tahun 2010, kepanitiaan Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru angkatan 47 Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010, dan kepanitiaan IPB’s Dedication for Education (IDEA) pada tahun 2010. Pengalaman kerja penulis adalah sebagai team management pada salah satu event organizer di Bogor yang bernama EMBRIO Event Organizer pada tahun 2012.