HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN NEGATIF ORANG TUA DENGAN PERILAKU MEROKOK REMAJA DI DESA PURO KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN
NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana Keperawatan
Oleh: DIDIK NOTO SUSANTO J 210.101.011
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
HALAMAN PENGESAIIAN HUBUNGAII AI\TAITA DUKTINGAN NEGATIF ORANG TUA DENGAI\I PERILAKU MEROKOK REMAJA DI DESA PURO KECAMATAI\ KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN
Diajukan oleh:
DIDIK NOTO SUSANTO J 210,101,011
Telatr dipertatrankan di depan dewan penguji pada tanggal 12 Juni 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
- t ,.....%;
Susunan Dewan Penguji:
SKp.,M.Kes
1.
Bd. Sulastri,
2.
Dewi Listyorini, S.Kep., Ns
3. Arif Widodo, A.Kep.,
M.Kes
Surakarta 12 Juni 2013 Fakultas Ilmu Kesehatan diyah Surakana
Uniyerslt
(Arif Widodo, A.Kep., M.Kes.)
Hubungan Antara Dukungan Negatif Orang Tua Dengan Perilaku Merokok Remaja Di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Sragen (Didik Noto Susanto)
1
PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN NEGATIF ORANG TUA DENGAN PERILAKU MEROKOK REMAJA DI DESA PURO KECAMATAN KARANGMALANG SRAGEN
Didik Noto Susanto.* Bd. Sulastri, SKp.,M.Kes ** Dewi Listyorini, S.Kep., Ns ***
Abstrak Prevalensi perokok di negara berkembang adalah 48% pria dan 7% wanita, sedangkan pada negara maju prevalensi pria sebanyak 42% dan wanita sebanyak 24%. Meningkatnya prevalensi merokok menyebabkan masalah rokok menjadi masalah yang sangat serius. Lingkungan keluarga memiliki peran besar dalam membentuk kepribadian anak, karena dalam keluarga anak pertama kali mengenal dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan orang tua dengan perilaku merokok remaja di Desa Puro Karangmalang Sragen. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah 465 remaja laki-laki usia 15-20 tahun, sampel penelitian 82 remaja dengan teknik sampling adalah proportional random. Instrumen penelitian adalah kuesioner. Analisis data menggunakan uji Chi Square. Penelitian ini menyimpulkan: (1) tingkat dukungan negatif keluarga pada remaja laki-laki adalah sedang, (2) perilaku merokok pada remaja laki-laki sebagian besar adalah merokok, (3) ada hubungan antara tingkat dukungan keluarga dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen.
Kata kunci:
dukungan orang tua, perilaku merokok, remaja
Hubungan Antara Dukungan Negatif Orang Tua Dengan Perilaku Merokok Remaja Di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Sragen (Didik Noto Susanto)
2
RELATIONSHIP BETWEEN NEGATIVE PARENTS SUPPORT YOUTH SMOKING BEHAVIOR IN THE VILLAGE DISTRICT PURO KARANGMALANG SRAGEN
Didik Noto Susanto.* Bd. Sulastri, SKp.,M.Kes ** Dewi Listyorini, S.Kep., Ns ***
ABSTRACT The prevalence of smokers in developing countries was 48% male and 7% female, whereas in developed countries the prevalence of 42% men and 24% women. The increasing prevalence of cigarette smoking causes problems become a very serious problem. Family environment has a major role in shaping the personality of the child, because the child's family first came to know the world. This study aims to determine the relationship between parental supports to adolescent smoking behavior in the village of Puro Karangmalang Sragen. This research was quantitative research with cross sectional approach. The study population was 465 boys aged 15-20 years while the sample with as many as 82 teens are proportional random sampling technique. The research instrument was a questionnaire. The analysis using Chi Square test. The study concluded that: (1) the level of family support on adolescent boys was moderate, (2) smoking behavior in adolescent boys was permitted, (3) there relationship between the level of family support and smoking behavior in young men in the village of Puro Karangmalang Sragen district. Keywords: parents support, smoking behavior, adolescents
.
Hubungan Antara Dukungan Negatif Orang tua Dengan Perilaku Merokok Remaja Di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen (Didik Noto Susanto)
PENDAHULUAN Remaja merupakan asset bangsa yang perlu diperhatikan, sehingga perkembangan remaja perlu dipantau terutama hubungannya dengan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan kepribadian remaja. Masa remaja didominasi oleh keinginan untuk memperoleh kebebasan hidup, sehingga remaja cenderung memiliki sikap pemberontak dan menentak tatanan hidup di masyarakat. Santrock (2003) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak emosi dan ketidakseimbangan, dimana remaja mengalami kesulitan dalam menerima kekecewaan dan penderitaan, terjadinya peningkatan konflik, pertengangan-pertentangan dan krisis terhadap penyesuaian hidup, impian dan khayalan, pacaran dan percintaan, keterasingan dari kehidupan dewasa dan norma masyarakat. Ketidakseimbangan emosi tersebut menyebabkan remaja biasanya melakukan usahausaha untuk menyeimbangkannya, misalnya dengan merokok, mengkonsumsi minuman keras, atau bahkan bergaul bebas. Penelitian yang dilakukan oleh Indri (2007) tentang Perilaku Merokok Pada Remaja, menunjukkan perilaku merokok umumnya dimulai pada usia 11-13 tahun, selanjutnya perilaku merokok tersebut diawali olah rasa ingin tahu dan pengaruh lingkungan social, dan perilaku meniru orang lain (modeling agent) menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok. Pada negara-negara berpendapatan tinggi, terdapat delapan dari sepuluh perokok dimulai dari usia belasan tahun. Pada beberapa negara
berpendapatan rendah dan menengah, remaja mulai merokok pada awal usai duapuluhan tahun (Simamorang, 2010). Badan kesehatan PBB (World Health Organization) memperkirakan bahwa sepertiga dari penduduk dewasa sedunia adalah perokok dimana prevalensi pria sebanyak 47% dan wanita 12%. Prevalensi perokok di negara berkembang adalah 48% pria dan 7% wanita, sedangkan pada negara maju prevalensi pria sebanyak 42% dan wanita sebanyak 24%. Meningkatnya prevalensi merokok menyebabkan masalah rokok menjadi masalah yang sangat serius. Peningkatan jumlah perokok khususnya di negara berkembang seperti Indonesia menjadi masalah yang harus segera diatasi. Prevalensi perokok di Indonesia pada tahun 2007 adalah 34,2 dan meningkat menjadi 34,7 pada tahun 2010. (Depkes RI, 2010). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk perokok tertinggi ketiga setelah China dan India. Jumlah perokok Indonesia mencapai 65 juta penduduk, sementara China mencapai 390 juga dan India 144 juta perokok. Perilaku merokok tersebut lebih diperparah dengan bahwa perilaku merokok tersebut juga merambah pada kaum remaja, dimana pada tahun 2009 jumlah perokok remaja pria di Indonesia mencapai 24,1% dan remaja wanita mencapai 4,0%. (Endra, 2009) Mu’tadin (2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja antara lain pengaruh orang tua, pengaruh teman, faktor kepribadian dan pengaruh iklan. Lingkungan keluarga
memiliki peran besar dalam membentuk kepribadian anak, karena dalam keluarga anak pertama kali mengenal dunia. Anak mencontoh perilaku orang tua atau orang-orang dewasa di lingkungan keluarga. Pola asuh dan dukungan keluarga dalam memberikan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik kesehatan, sosial dan agama yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak untuk menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Orang tua adalah contoh dan model bagi remaja, namun bagi orang tua yang kurang tahu tentang kesehatan secara tidak langsung mereka telah mengajarkan perilaku atau pola hidup yang kurang sehat. Banyaknya remaja yang merokok salah satu pendorongnya adalah dari pola asuh orang tua mereka yang kurang baik, contohnya saja perilaku orang tua yang merokok dan perilaku tersebut dicontoh oleh anakanaknya secara turun temurun. Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, perilaku merokok tidak akan pernah surut dan tampaknya masih perlu yang dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini tampak kehidupan sehari-hari kita di rumah, dijalan-jalan, diangkutan umum atau pun di kantor, hampir setiap saat dijumpai dan disaksikan orang yang sedang merokok. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah usia mulai merokok yang setiap tahun semakin muda. Hasil observasi peneliti pada terhadap 20 remaja usia 15-20 tahun di Desa Puro Kecamatan Karangamalang Sragen diperoleh data bahwa 15 anak diantaranya merokok dan 5 lainnya tidak merokok. Pada anak yang merokok diperoleh fakta bahwa mereka
merokok disebabkan oleh adanya keinginan untuk mencoba, meniru teman, diajak teman dan ingin menunjukkan bahwa mereka telah dewasa. Selanjutnya ketika ditanyakan apakah orang tua tidak melarang, maka 10 orang diantaranya menyatakan bahwa orang tua tidak melarang perilaku merokok remaja, karena orang tua juga perokok. Data observasi peneliti di wilayah desa Puro Karangmalang Sragen menunjukkan sebagian besar orang tua khususnya laki-laki adalah perokok. Perilaku merokok bagi masyarakat desa Puro merupakan kebiasaan yang salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Desa Puro memiliki kondisi iklim yang relatif dingin dikarenakan letak geografis yang berdekatan dengan Gunung Lawu. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan antara dukungan orang tua dengan perilaku merokok remaja di Desa Puro Karangmalang Sragen”. LANDASAN TEORI Remaja Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian masyarakat dan budaya masa remaja umumnya dimulai pada usia 10 – 13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan Soetjiningsih (2004) mengemukakan masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual
yaitu antara 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. Remaja akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut (Soetjiningsih, 2004): a. Masa Pra-Pubertas Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak menjadi remaja (12-13 tahun). Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini terjadi perubahan, yang besar pada remaja yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja. Disamping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat juga terjadi pada fase ini. Akibatnya remajaremaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaannya tersebut. b. Masa Pubertas Masa ini disebut juga sebagai masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Usianya berkisar 14-16 tahun. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal ini menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari
perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual yang menjadi kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pria ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri atau gender dan seksualitasnya akan terganggu. Disamping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan dan gaya tarik seksual. Karena kebingungan mereka, ditambah labilnya emosional akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya. Perasaan sosial remaja dimasa ini semakin kuat dan mereka bergabung dalam kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan yang dipikirkannya sendiri. c. Masa akhir Pubertas Pada masa ini (17-18 tahun), remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka, masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sebelumnya. Namun
kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya. d. Periode Remaja Adoleneent Pada periode ini umumnya berumur 19-21 tahun dan mereka sudah mencapai kematangan yang sernpurna, baik segi fisik, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini. Karakteristik Remaja Menurut Mu’tadin (2002), berdasarkan ciri-ciri perkembangannya, maka secara umum remaja memiliki karakter dan kebutuhan : (a) Rasa ingin tahu yang benar Rasa ingin tahu bisa jadi membahayakan karena : (1) Melibatkan hal yang vital seperti : keberadaan Tuhan, bagaimana rasanya melakukan hubungan seks dan sebagainya. (2) Berkaitan dengan karakteristik remaja lain yaitu kebanggaan akan kemandirian yang mendorong ke arah tindakan untuk membuktikan rasa ingin tahu. (b) Rasa ingin tahu dan kebutuhan akan kemandirian akan mendorong kematangan. Menurut Schineider, kebutuhan
khas yang dimiliki remaja sesuai dengan perkembangannya. Merokok Menarut Lventhal & Clearly dalam Komalasari & Helmi (2006) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok : a. Tahap preparatory Seseorang mendapat gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. b. Tahap initiation Tahap initiation atau penitisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok. c. Tahap becoming a smoker Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang setiap hari maka mempunyai kecendungan menjadi perokok. d. Tahap maintenance of smoking Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. Remaja merokok dipengaruhi oleh (Subanda, 2004) a. Pengaruh orang tua Dalam sebuah penelitian, remaja merokok berasal dari keluarga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras sehingga lebih mudah untuk menjadi perokok dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang bahagia. Remaja yang berasal
dari keluarga konservatif yang menekankan nilia-nilai sosial dan agama dengan baik dengan tujuan dalam.jangka panjang lebih suli, untuk telibat dalam urusan rokok atau obat-obatan. Hal ini berbeda dengan keluarga yang permisif dengan penekanan pada falsafah ”kerjakan urusanmu sendirisendiri". Dan kejadian yang lebih berat sendiri yaitu jika orang tua sendiri menjadi contoh sebagai perokok berat sehingga kemungkinan besar anaknya akan menjadi perokok. Perilaku merokok didapati pula pada mereka yang tinggal dengan satu orang (single parent), remaja aka merokok jika ibu mereka merokok. Ini terjadi pada remaja putri. b. Pengaruh teman Berbagai fakta membuktikan jika semakin banyak remaja merokok maka semakin besar Kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan begitu juga sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yaitu remaja tadi terpengaruh oleh temantemannya atau bahkan teman-temannya dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat perokok dan juga remaja yang tidak merokok. c. Faktor kepribadian Orang mencoba merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik Mau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Satu sifat kepribadian bersifat prediktif pada penguna obat-obatan
(termasuk rokok) adalah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada suatu tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibanding dengan mereka yarg memiliki skor rendah. d. Pengaruh iklan Melihat iklan dimedia masa maupun elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja sering kali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. Dukungan Orang Tua Dukungan orangtua merupakan sistem dukungan sosial yang terpenting di masa remaja. Dibandingkan dengan sistem dukungan sosial lainnya, dukungan orangtua berhubungan dengan kesuksesan akademis remaja, gambaran diri yang positif, harga diri, percaya diri, motivasi dan kesehatan mental. Keterlibatan orangtua dihubungkan dengan prestasi sekolah dan emosional serta penyesuaian selama sekolah pada remaja (Yusuf, 2008). Dukungan orang tua dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu dukungan yang bersifat positif dan dukungan yang bersifat negatif. Dukungan positif adalah perilaku positif yang ditunjukkan oleh orangtua. Sedangkan dukungan yang bersifat negatif adalah perilaku yang dinilai negatif yang dapat mengarahkan pada perilaku negatif anak. Dukungan keluarga bersifat optimal ketika dukungan tersebut sesuai dengan harapan umur anak sehingga anak dapat mencapai kemandirian. Hasbullah (2004), mengemukakan tentang bentuk-
bentuk dukungan orang tua kepada remaja, antara lain: a. Dukungan Moral Dukungan moral dari orang tua kepada anak meliputi kasih sayang, keteladanan, bimbingan dan pengarahan, dorongan, menanamkan rasa percaya diri. b. Dukungan Material Dukungan material berupa pemenuhan kebutuhan fisik yaitu biaya pendidikan, fasilitas belajar, alat dan keperluan belajar, dan biaya hidup yang dibutuhkan oleh remaja. Potensi perkembangan anak dapat terlaksana dengan baik jika orang tua mampu memberikan dukungan material yang mampu menopang kegiatan remaja. Kerangka Konsep V. Bebas
Dukungan Orang tua
V. Terikat
Perilaku merokok remaja
Confounding faktor
1. Iklan 2. Kepribadian 3. Iklim
Gambar 1 Kerangka Konsep
Ha : terdapat hubungan antara dukungan negatif orang tua terhadap merokok pada remaja di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Sragen METODELOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif yaitu nilai-nilai yang dapat dinyatakan dalam angkaangka. Pendekatan penelian adalah cross sectional yaitu menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independent dan dependent hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2008). Rancangan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan antara dukungan orang tua terhadap perilaku merokok pada remaja di Desa Puro Kecamatan Karangamalang Sragen. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah 465 remaja laki-laki usia 1520 tahun di Desa Puro Kecamatan Karangamalang Sragen. Sampel penelitian adalah 82 remaja laki-laki usia 15-20 tahun di Desa Puro Kecamatan Karangamalang Sragen, dengan penentuan sampel menggunakan teknik proportional random sampling. Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Analisis Data
Hipotesis Ho : tidak terdapat hubungan antara dukungan negatif orang tua terhadap merokok pada remaja di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Sragen
Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik Chi Square pada tingkat signifikansi 5%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat Deskripsi Dukungan Orang Tua Tabel 1
No 1. 2. 3.
negatif
Deskripsi Dukungan negative orang tua pada Remaja laki-laki di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Sragen Bulan Februari 2013
Dokungan negatif Kurang Cukup Tinggi Total
Frek
%
37 45 0 82
45 55 0 100
Pada tabel 1 di atas menunjukkan bahwa tingkat dukungan responden sebagian besar adalah sedang yaitu sebanyak 45 responden (55%) dan sisanya berpengetahuan kurang sebanyak 37 responden. Deskripsi Perilaku Merokok Pada Remaja laki-laki Tabel 2 Deskripsi Perilaku Merokok pada Remaja laki-laki di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Sragen Bulan Februari 2013 No 1 2
Perilaku Merokok Merokok Tidak merokok Total
Frek 46 36 82
% 56 44 100
Pada tabel 2 di atas diketahui sebagian besar responden adalah merokok yaitu sebanyak 46 responden (56%) dan sisanya 36 responden (44%) tidak merokok. Analisis Bivariat Hubungan antara dukungan negatif orang tua dengan perilaku
merokok pada remaja laki-laki dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 3. Hubungan Dukungan negative Orang Tua Dengan Perilaku Merokok pada Remaja laki-laki di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Sragen Bulan Februari 2013 Dukungan negative orang tua Kurang Sedang Total 2 p-value
Perilaku Merokok Tidak merokok F % F % 16 43 21 57 30 67 15 33 46 56 36 44 = 4,523 = 0,033
Total f 37 45 82
% 100 100 100
Pada tabel 3 di atas menunjukkan pada responden dengan dukungan negative keluarga kurang sebagian besar tidak merokok yaitu sebanyak 21 responden (57%), sedangkan pada dukungan keluarga sedang sebagian besar merokok yaitu sebanyak 30 responden (67%), sehingga berdasarkan tabulasi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat kecenderungan semakin besar dukungan negative orang tua terhadap perilaku merokok remaja, maka remaja cenderung merokok. Hasil analisis dengan program SPSS 15.00 for Windows nilai statistik yang ditampilkan yaitu nilai 2 sebesar 4,523 dengan nilai probabilitas (p) 0,033. Karena probabilitas hitung kurang dari 0,05 atau 0,00 = 0,05, maka H0 penelitian ditolak, sehingga diputuskan terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku merokok pada remaja lakilaki di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen, dimana semakin tinggi dukungan keluarga terhadap perilaku merokok remaja, maka perilaku merokok remaja semakin tinggi.
PEMBAHASAN Dukungan negative orang tua Distribusi dukungan negative orang tua menunjukkan sebagian besar memiliki dukungan keluarga kategori sedang yaitu sebanyak 45 responden (55%) dan sisanya berpengetahuan kurang sebanyak 37 responden. Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa tingkat dukungan keluarga terhadap perilaku merokok responden adalah sedang, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pendidikan, pengetahuan, dan budaya masyarakat. Tingkat pendidikan masyarakat di desa Puro rata-rata relatif rendah, dimana sebagian besar warga dengan usia 30 tahun keatas berpendidikan SMP dan SD. Feuer Stein, et al dalam Niven, (2002) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional. Tingkat pendidikan keluarga yang rendah menyebabkan pemahaman mereka terhadap bahaya merokok juga rendah, sehingga mereka cenderung permisif atau membiarkan perilaku merokok anak-anak mereka. Faktor lain adalah budaya dimana masyarakat desa Puro sebagian besar menganggap bahwa merokok merupakan perilaku yang lumrah dan biasa dilakukan oleh masyarakat, khususnya bagi lakilaki. Adanya kebiasaan tersebut menyebabkan remaja menganggap bahwa perilaku merokok adalah hal yang wajar dan boleh mereka lakukan.
Perilaku Merokok Distribusi perilaku merokok menunjukkan sebagian besar responden merokok yaitu sebanyak 46 responden (56%) dan sisanya 36 responden (44%) tidak merokok. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulya perilaku merokok pada lelaki di desa Puro Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen antara faktor lingkungan pergaulan dan budaya merokok yang tinggi pada masyarakat setempat. Pada umumnya lelaki remaja laki-laki di Desa Puro, melakukan perilaku merokok awalnya dari cobacoba dan diajak teman. Ketika mereka mulai menikmati dan merasakan enak, maka mereka akan terus melanjutkan perilaku merokok tersebut. Disisi lain, ketika mereka mendapati bahwa perilaku merokok yang mereka lakukan tidak ditentang oleh orang tua karena faktor kebiasaan, maka mereka merasa bahwa perilaku merokok adalah hal yang boleh mereka lakukan. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Bandura (yang dikutip dalam Santrock, 2004) yang menyatakan bahwa perilaku merokok dewasa awal dapat terjadi secara biologis yang merupakan naluri pembawaan dan dapat dipelajari melalui observasi dan peniruan. Semakin sering mendapatkan penguatan misalnya dari contoh-contoh di sekitar dewasa awal, maka semakin besar terjadinya perilaku merokok. Perilaku merokok dapat dipelajari melakui observasi dan peniruan (imitasi), semakin sering mendapatkan penguatan semakin besar terjadinya perilaku merokok. Orang yang frustasi karena tujuannya terhambat oleh peristiwa yang menimbulkan stress, akan mengalami keterbangkitan emosional yang tidak
menyenangkan. Pengalaman tidak menyenangkan menimbulkan gangguan emosi yang cenderung meningkatkan perilaku merokok. Perilaku merokok pada dewasa awal mudah sekali ditularkan kepada temannya, salah satunya teman ditempat kerja. Hal tersebut sebagaimana pendapat Mu’tadin (2002), yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang sangat kuat mempengaruhi perilaku merokok dewasa awal adalah pengaruh teman. Perilaku dewasa awal dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka bergaul, mereka mempunyai hasrat mengikuti kelompok untuk sama dengannya dan ingin mencoba sesuatu yang dianggap menyenangkan. Menurut Komalasari & Helmi (2006), alasan mengapa seseorang merokok salah satunya karena faktor individu. Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Perilaku merokok tidak akan pernah surut dan tampaknya masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini tampak kehidupan sehari-hari kita di rumah, dijalan-jalan, diangkutan umum atau pun dikantor, hampir setiap saat dijumpai dan disaksikan orang yang sedang merokok. Meskipun informasi dan pengetahuan tentang bahaya merokok dan akibat negatif merokok bagi perokok maupun bagi lingkungan sekitarnya banyak dikumandangkan, namun tingkah laku merokok ini tetap saja dilakukan. Hal tersebut merupakan suatu realitas yang ada di masyarakat (Christanto, 2004). Kondisi ini perlu diwaspadai karena perilaku merokok merupakan pintu gerbang utama menjadi pecandu narkoba (Adiningsih, 2003). Keputusan seseorang untuk
menentukan merokok atau tidak merokok sangat tergantung pada pengetahuan ilmiah tentang merokok dan kaidah moral dari merokok yang dimiliki setiap orang. Miskinnya pengetahuan atau untuk membangun suatu sikap atau akan memiliki sikap yang cenderung lemah, pada akhirnya, sikap yang lemah ini dikhawatirkan dapat menyebabkan individu berperilaku yang tidak semestinya (Christanto, 2004). Hubungan Dukungan Negatif orang tua dengan Perilaku Merokok Hasil analisis Chi Square diperoleh nilai 2 sebesar 4,523 dengan nilai probabilitas (p) 0,033. Karena probabilitas hitung kurang dari 0,05 atau 0,00 = 0,05, maka H0 penelitian ditolak, sehingga diputuskan terdapat hubungan antara dukungan negatif orang tua dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen, dimana semakin tinggi dukungan negatif orangtua terhadap perilaku merokok remaja, maka perilaku merokok remaja semakin tinggi. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi dukungan negative orang tua yang diterima responden maka perilaku merokoknya semakin meningkat, namun dalam tabulasi silang hubungan dukungan keluarga dengan perilaku merokok ditemukan 16 responden yang memiliki dukungan keluarga kurang namun merokok, sebaliknya terdapat 15 responden dengan dukungan keluarga sedang namun tidak merokok. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku merokok seseorang selain faktor pengetahuan misalnya faktor
penguatan dan kondisi psikologis. Pelaku perokok mungkin saja memiliki dukungan keluarga yang kurang, dimana dukungan yang kurang tersebut seharusnya membuat perilaku merokoknya juga rendah, namun ketika adanya faktor penguat misalnya lingkungan pergaulan, imitasi dan kondisi psikologis misalnya dalam kondisi tertekan, mana faktor-faktor tersebut akan saling tarik menarik dengan dukungan keluarga yang dimiliki untuk menentukan perilaku mana yang akan dipilih oleh pelaku perokok tersebut. Perilaku merokok remaja dapat terjadi secara biologis yang merupakan naluri pembawaan dan dapat dipelajari melalui observasi dan peniruan (imitasi). Semakin sering mendapatkan penguatan misalnya dari contoh-contoh di sekitar remaja, maka semakin besar terjadinya perilaku merokok. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Bandura (dalam komalasari&Helmi, 2006), berpendapat bahwa munculnya suatu perilaku dihasilkan dua mekanisme utama yaitu dari penguatan (reinforcement) dan peniruan (modeling). Jika individu melakukan perilaku merokok kemudian tidak diberi sanksi atau hukuman maka individu tersebut akan mengulangi lagi. Perilaku merokok dapat dipelajari melakui observasi dan peniruan (imitasi), semakin sering mendapatkan penguatan semakin besar terjadinya perilaku merokok . Orang yang frustasi karena tujuannya terhambat oleh peristiwa yang menimbulkan stress, akan mengalami keterbangkitan emosional yang tidak menyenangkan. Pengalaman tidak menyenangkan menimbulkan gangguan emosi yang cenderung meningkatkan perilaku merokok.
Hasil penelitian ini ternyata sesuai dengan penelitian Amin dan Nanad (2010) tentang hubungan dukungan keluarga terhadap perilaku miras remaja Desa Sambirejo Kecamatan Plupuh Sragen. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku miras remaja, dimana semakin tinggi dukungan keluarga maka perilaku miras remaja semakin tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tingkat dukungan negative keluarga pada remaja laki-laki di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen adalah sedang. 2. Sebagian besar remaja laki-laki di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen adalah Perokok. 3. Ada hubungan antara tingkat dukungan negative orang tua dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki di Desa Puro Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen, dimana semakin tinggi dukungan keluarga terhadap perilaku merokok remaja, maka perilaku merokok remaja semakin tinggi. Saran 1. Instansi Dinas Kesehatan Sragen Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi Dinas Kesehatan dalam upaya menurunkan perilaku merokok masyarakat, yaitu dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan oleh perilaku merokok. Dinas
kesehatan setempat hendaknya aktif melakukan penyuluhanpenyuluhan kepada masyarakat baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan instansi pemerintah daerah, khususnya tentang penyakit yang ditimbulkan oleh perilaku merokok, sehingga dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang perilaku merokok, diharapkan menurunkan perilaku merokok masyarakat. 2. Bagi Perokok Perokok hendaknya lebih meningkatkan pengetahuan mereka tentang penyakit akibat perilaku merokok. Semakin baik pengetahuan mereka, maka perokok dapat mempertimbangkan bahaya resiko yang ditimbulkan oleh perilaku merokok mereka, dan akhirnya akan menurunkan minat mereka untuk merokok. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian yang ingin meneliti dengan objek sejenis, diharapkan untuk memperluas cakupan wilayah penelitian dan variabel yang berhubungan dengan perilaku merokok seperti pengetahuan, budaya, tingkat sosial ekonomi, dan pendidikan, sehingga dapat diketahui faktorfaktor apakah yang paling dominan berhubungan dengan perilaku merokok.
Amin S, Nanad TP. 2010. Dukungan Keluarga terhadap Perilaku Miras Remaja Desa Sambirejo, Kecamatan Plupuh, Sragen. Jurnal Penelitian.. Fikkes, Vol 3 No. 2, September 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Lidia, A. 2003. Hubungan Stres dan Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Penelitian. Malang: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Adiningsih, N.U. 2003. Renungan Peringatan Hari Perempuan Internasional. Diperoleh dari http://www.pelita.or.id/baca. php?id= 23845 (Diakses pada tanggal 24 Desember 2012).
Christanto, A. 2004. Merokok : Antara Ya dan Tidak (Suatu Kajian Filsafat Ilmu). http://www.mailarchive.com/dokter@yahoo groups.com/msg00486.htm l (Diakses pada tanggal 25 Desember 2012). Departemen Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Nasional (Rikesnas) Riset Kesehatan Tahun 2010. Endra, 2009. 10 Negara dengan Jumlah Perokok Terbesar Di Dunia. Diakses pada tanggal 7 Maret 2012. dari http://www.lintasberita.com. Hasbullah. 2004. Ayah Matikan Rokok. www. Muallaf. Com. Diakses tanggal 13 November 2012. Indri, K.N. 2007. Perilaku Merokok Remaja. Publikasi Penelitian. Medan: Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Komalasari, D dan Helmi, F. A. 2006. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Yogyakarta: UGM Press
Mu'tadin, Zainun. 2002. Remaja dan Rokok. http://www.epsikologi.com/remaja. Diakses tanggal 28 Juli 2012.
Niven,
N. 2002. Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat dan Profesional Kesehatan Lain Edisi 2. Alih Bahasa: Agung Waluyo. Editor Monica Ester. Jakarta; EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta PT. Rineka Cipta. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Dan Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Santrock, John W. 2003. Adolescence, Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Simamorang, Johan. 2010. Anda Stres? Obatnya Jangan Merokok. Diaskes tanggal 25 September 2012, dari http://health.indexarticles.c om. Soetjiningsih. 2004. Kembang Anak. EGC
Tumbuh Jakarta:
Subanda, I. B. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. Yusuf,
S. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
*Didik Noto Susanto: Mahasiswa S1 Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura ** Bd. Sulastri, SKp.,M.Kes: Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura. *** Dewi Listyorini, S.Kep., Ns: Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura