ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN KREDIT OLEH UMKM (Studi Kasus Nasabah Kupedes PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk (Persero) Unit Cigudeg, Cabang Bogor)
Oleh : EKA NUR MUHAMMAMAH A14104068
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN EKA NUR MUHAMMAMAH. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit oleh UMKM (Studi Kasus Nasabah Kupedes PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk (Persero) Unit Cigudeg, Cabang Bogor). (Di bawah bimbingan IMAN FIRMANSYAH). UMKM merupakan unit-unit usaha yang menjadi mayoritas di Indonesia sehingga eksistensi dan aktivitasnya sangat menyokong perekonomian bangsa. Salah satu kelemahan UMKM ini adalah keterbatasan modal sebagai sumber pembiayaan maupun pengembangannya. Hal ini dapat dipecahkan dengan adanya bantuan kredit bank untuk membantu permodalan UMKM. Permasalahan yang sering timbul dari penyaluran kredit ini adalah banyaknya kasus penunggakan pengembalian kredit yang dapat mengganggu likuiditas dan profitabilitas bank pemberi bantuan kredit. Masalah penunggakan tersebut khususnya terkait dengan debitur UMKM karena suatu kegiatan usaha bersifat dinamis dan terkadang sulit untuk diprediksi keberhasilannya. Hal ini juga terjadi di BRI unit Cigudeg, cabang Bogor. Besarnya nilai tunggakan kredit Umum Pedesaan (Kupedes) oleh debitur UMKM yang terjadi di BRI unit Cigudeg dirasa sebagai suatu masalah bagi pihak bank karena hal tersebut juga menjadi tolak ukur penilaian kinerja dari aparat BRI unit Cigudeg khususnya yang menangani bidang perkreditan. Banyaknya kasus penunggakan kredit ini diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor khususnya dari sisi debitur yaitu karakteristik personal terdiri atas usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan dalam keluarga; karakteristik usaha terdiri atas omzet usaha dan lama usaha serta karakteristik kredit terdiri atas nilai plafond, jangka waktu pengembalian dan frekuensi peminjaman. Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik debitur yang berstatus lancar dan menunggak dalam pengembalian Kupedes dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi dan memiliki keterkaitan dengan tingkat pengembalian Kupedes serta bagaimana pengaruh dan keterkaitan tersebut. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi karakteristik debitur yang berstatus lancar dan menunggak dalam pengembalian Kupedes dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan memiliki keterkaitan dengan tingkat pengembalian Kupedes serta pengaruh dan keterkaitan tersebut. Kupedes merupakan pinjaman kredit dari BRI yang difokuskan untuk masyarakat kecil yang ada di pedesaan dan membutuhkan bantuan modal baik untuk keperluan konsumtif maupun usaha (produktif) sehingga Kupedes hanya ada di tingkat unit. Sasaran penerima Kupedes ini digolongkan menjadi dua yaitu Golongan Berpenghasilan Tetap (GBT) dan komersil (UMKM). Penelitian ini dilakukan pada debitur UMKM Kupedes BRI unit cigudeg. Pengambilan data dilakukan bulan Maret 2008 dengan menggunakan sampel purpossive sebanyak 65 debitur. Semua faktor yang diduga berpengaruh dan memiliki keterkaitan dengan tingkat pengembalian Kupedes oleh debitur UMKM dianalisis dengan menggunakan analisis Deskriptif, Regresi Logistik dan Korelasi. Sebagai variabel respon dalam analisis tersebut yaitu tingkat pengembalian kredit
(Y) dimana Y=1 jika lancar dan Y=0 jika menunggak. Variabel-variabel prediktornya terdiri atas X1=usia (tahun); X2=jenis kelamin (1=wanita; 0=pria); X3=tingkat pendidikan (tahun); X4=tanggungan keluarga (orang); X5=omzet usaha (ribu rupiah); X6=lama usaha (tahun); X7=nilai plafond (juta rupiah); X8=jangka waktu pengembalian (bulan) dan X9=frekuensi peminjaman (kali). Berdasarkan hasil analisis deskriptif, karakteristik sebagian besar debitur UMKM Kupedes yaitu (1) Sebagian besar debitur yang lancar dalam mengembalikan kredit memiliki usia 25 – 44 tahun, jenis kelamin pria, tingkat pendidikan SD, jumlah tanggungan keluarga sebanyak tiga hingga lima orang, kisaran omzet usaha ≤Rp 6 juta dan >Rp 30 juta per bulan dengan sebaran omzet yang relatif berimbang antara kelas omzet terendah (≤Rp 6 juta) dan kelas omzet tertinggi (>Rp 30 juta), lama usaha lebih dari sembilan tahun, nilai plafond >Rp 3 juta – Rp 15 juta, jangka waktu pengembalian 12 – 18 bulan dan frekuensi peminjaman sebanyak dua kali dan lebih dari lima kali. (2) Sebagian besar debitur yang menunggak dalam mengembalikan kredit memiliki usia 35 – 54 tahun, jenis kelamin pria, tingkat pendidikan SD – SMP, jumlah tanggungan keluarga sebanyak tiga hingga empat orang, kisaran omzet usaha ≤Rp 6 juta per bulan (sebaran omzet mengumpul pada kelas omzet terendah), lama usaha lebih dari satu hingga tiga tahun dan lebih dari sembilan tahun, nilai plafond >Rp 3 juta – Rp 15 juta, jangka waktu pengembalian 12 – 18 bulan dan frekuensi peminjaman sebanyak satu hingga tiga kali. Berdasarkan analisis regresi logistik dan korelasi, faktor-faktor yang mempengaruhi dan memiliki keterkaitan yang nyata dengan tingkat pengembalian Kupedes adalah omzet usaha dan frekuensi peminjaman dengan pengaruh yang positif. Artinya, semakin tinggi omzet usaha dan frekuensi peminjaman debitur maka semakin tinggi pula peluang dan kecenderungannya untuk dapat mengembalikan kredit dengan lancar dan sebaliknya. Sedangkan faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, nilai plafond dan jangka waktu pengembalian kredit tidak berpengaruh ataupun memiliki keterkaitan dengan tingkat pengembalian kredit. Pihak BRI unit Cigudeg disarankan agar lebih selektif dalam memutuskan calon debitur yang akan menerima pinjaman (Kupedes) dengan mempertimbangkan berbagai hal khususnya omzet usaha yang dimiliki calon debitur dan frekuensi dalam memperoleh pinjaman kredit. Kondisi usaha calon debitur pada masa yang akan datang harus diprediksi karena ada kemungkinan keberhasilan atau kegagalan usaha di masa yang akan datang dan hal tersebut berpengaruh pada omzet usaha sebagai salah satu tolak ukur kemampuan pembayaran kredit. Sebaiknya pihak BRI memprioritaskan pemberian pinjaman kepada calon debitur yang memiliki catatan baik di masa lalu dalam memenuhi kewajiban angsuran kredit. Sedangkan debitur yang belum pernah memperoleh pinjaman hendaknya lebih dicermati kembali kemampuan dan kesungguhannya dalam membayar angsuran kredit sebelum mengabulkan permohonan kredit. Selain itu, diharapkan bagi penelitian lanjutan untuk dapat menemukan solusi agar UMKM penerima kredit dapat mengembalikan kreditnya dengan baik sehingga terjadi simbiosis mutualisme antara UMKM dan lembaga pemberi pinjaman kredit (bank) agar terjalin kerjasama yang baik antara bank dan UMKM serta kedua belah pihak saling diuntungkan dengan adanya pinjaman kredit tersebut.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN KREDIT OLEH UMKM (Studi Kasus Nasabah Kupedes PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk (Persero) Unit Cigudeg, Cabang Bogor)
Oleh : EKA NUR MUHAMMAMAH A14104068
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
: Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Tingkat
Pengembalian Kredit oleh UMKM (Studi Kasus Nasabah Kupedes PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk (Persero) Unit Cigudeg, Cabang Bogor) Nama
: Eka Nur Muhammamah
NRP
: A14104068
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Drs. Iman Firmansyah, M.Si NIP. 131 760 851
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
TINGKAT
PENGEMBALIAN KREDIT OLEH UMKM” (Studi Kasus Nasabah Kupedes PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk (Persero) Unit Cigudeg, Cabang Bogor) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.
SAYA
JUGA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
INI
ATAUPUN BAGIAN DALAM SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN
KECUALI
SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN
YANG
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2008
Eka Nur Muhammamah A14104068
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Bangkalan pada tanggal 24 Nopember 1985 dan terlahir sebagai putri tunggal dari pasangan suami istri yaitu Bapak M. Syaiful Muluk dan Ibu Mas’odah. Penulis memulai aktivitas belajar di lembaga pendidikan formal yaitu Taman Kanak-Kanak Dharma Wanita 02 Blega (1991–1992). Kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 01 Blega (1992–1998). Jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh oleh penulis di SMP Negeri 01 Blega (1998–2001) dan dilanjutkan dengan Pendidikan Menengah Atas di SMA Negeri 01 Bangkalan (2001–2004). Tahun 2004, penulis berhasil lulus dari SMA dan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama masa perkuliahan, penulis sempat aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan dan lembaga lainnya seperti GASISMA (2004–2006), Rohis Kelas AGB (pengurus bidang Syiar, 2004–2006), KOPMA (staf Keuangan, 2006/2007), MISETA (pengurus bidang Pengabdian Masyarakat, 2007/2008), Lembaga Bimbingan Belajar MSC (staf pengajar, 2007/2008) dan PRIMAGAMA (staf pengajar, 2007/2008).
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit oleh UMKM (Studi Kasus Nasabah Kupedes PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk (Persero) Unit Cigudeg, Cabang Bogor)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pemilihan topik dalam skripsi ini pada awalnya didasarkan pada minat penulis di bidang perbankan dan rasa ingin tahu tentang bidang tersebut dan setelah melalui berbagai studi penjajagan ternyata masalah kredit macet di lembaga keuangan ini senantiasa menjadi permasalahan yang sering terjadi. Banyaknya kasus penunggakan kredit yang terjadi di BRI unit Cigudeg menjadikan
pentingnya
penelitian
tentang
faktor-faktor
yang
diduga
mempengaruhi tingkat pengembalian kredit sehingga diharapkan agar hasil dari penelitian ini bisa memberikan masukan yang dapat berguna untuk menekan dan memecahkan masalah penunggakan kredit yang terjadi di BRI unit Cigudeg. Dalam
menyusun
skripsi
ini
penulis
menghadapi
berbagai
kendala/hambatan di antaranya sulitnya data yang dapat diperoleh dan letak lokasi penelitian yang cukup jauh dan memakan waktu yang relatif lama untuk sampai di tempat tersebut, kesulitan memperoleh bahan referensi dan sebagainya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan karena penulis sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan koreksi untuk perbaikan di masa mendatang. Bogor, Mei 2008 Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur Ahamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya penelitian dan penulisan skripsi ini yang tentunya berkat rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyadari bahwa semua ini dapat tercapai tidak terlepas dari bantuan segala pihak yang turut serta mendukung dan membantu kelancaran penelitian dan penulisan skripsi ini. Sebab itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Ibunda dan Ayahanda (Eboe’, Ramah, Ema’ dan Bapa’) yang telah banyak berjasa dalam kehidupan penulis dan sebagai motivasi terbesar bagi penulis serta terimakasih pula atas semua kasih sayang dan doa yang diberikan. 2. Semua keluarga dan kerabat dekat penulis atas kasih sayang dan perhatiannya. 3. Drs. Iman Firmansyah, M.Si yang telah setia membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini serta terimakasih atas kesediaan waktunya. 4. Ir. Burhanuddin, M.M selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis atas segala koreksi, masukan dan sarannya. 5. Ir. Joko Purwono, M.S selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan (Komdik) pada ujian sidang penulis atas koreksi dan masukannya. Terimakasih pula atas bimbingannya selama ini sebagai pembimbing akademik penulis selama masa perkuliahan. 6. Ir. Harmini, M.S yang telah memberikan banyak masukan dan referensi serta bersedia meluangkan waktu bagi penulis untuk berkonsultasi. 7. Bapak Hidayat Sofyan selaku Kepala BRI unit Cigudeg, cabang Bogor yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di BRI unit Cigudeg. 8. Bapak Beni, Mas Marcel, Mas Dery, Ibu Linda dan Bapak Edi selaku staf BRI unit Cigudeg yang telah banyak membantu penulis dalam mengakses data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
9. Semua staf BRI unit Cigudeg lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 10. Bapak Elmi Empujang, Ibu Endah dan Mbak Sinta selaku personil BRI cabang Bogor yang telah memberikan izin penelitian di BRI unit Cigudeg dan membantu kelancaran penelitian ini. 11. Seseorang yang cukup spesial bagi penulis (Mas Yani) yang telah banyak memberikan perhatian, motivasi dan doa. 12. Teman seperjuangan penulis yaitu Melly Kusumawardhani yang selalu bersama selama ini dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 13. Mbak Dini, Mbak Wulan, Mbak Puri dan Mbak Eka, Mas Eka, Mas Martin dan semua personil di Primagama atas segala masukan dan dukungannya. 14. Adik-adik penulis yang selama ini hidup bersama satu atap di podok indah ”Assalamah” yaitu Niken, Intan, Ventry dan Novi atas kebersamaannya selama ini dan banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis berdoa semoga kalian sukses. 15. Teman-teman penulis yaitu Nova, Sriwl, Cimay, Nana, Agung, Agus yang telah membantu penyelenggaraan seminar dan ujian sidang serta memberikan semangat bagi penulis. 16. Teh Ida, Mbak Dian dan Mbak Dewi selaku staf Departemen Agribisnis, IPB atas semua dukungannya. 17. Teman-teman ’sekampung’ (Irwan, Retno, Iink, Yayan, Yudi dan semuanya) atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini. 18. Semua teman-teman AGBers ’41 sebagai rekan seperjuangan penulis atas segala kebersamaannya selama ini, semoga silaturahmi tetap terjaga dan kita semua menjadi manusia yang sukses dan berguna, Amien....!!!
Bogor, Mei 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xv
I. PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latar Belakang ................................................................................. Rumusan Masalah .......................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................ Manfaat Penelitian ........................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................
1 5 9 9 10
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Ruang Lingkup Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ......................................................................................... 2.2. Definisi dan Unsur-Unsur Kredit .................................................... 2.3. Tujuan dan Fungsi Kredit ................................................................ 2.4. Jenis-Jenis Kredit ............................................................................. 2.5. Permohonan Kredit ......................................................................... 2.6. Pertimbangan Kredit ........................................................................ 2.7. Pencairan Kredit .............................................................................. 2.8. Pengawasan Kredit ........................................................................... 2.9. Pelunasan Kredit ............................................................................. 2.10. Penambahan Kredit .......................................................................... 2.11. Lembaga Keuangan Bank ................................................................ 2.11.1. Jenis-Jenis dan Produk Bank ............................................... 2.11.2. Bank Umum dan Aktivitasnya ............................................ 2.12. Kajian terhadap Penelitian Terdahulu ............................................. 2.12.1. Penelitian Mengenai Kredit ................................................. 2.12.2. Penelitian Mengenai Bank Rakyat Indonesia (BRI) ...........
11 13 15 16 19 21 23 23 24 24 25 26 29 30 30 32
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual...................................................... 3.1.1. Kekuatan dan Kelemahan UMKM ...................................... 3.1.2. Peran Kredit bagi UMKM ................................................... 3.1.3. Siklus Kredit ....................................................................... 3.1.4. Kredit Bermasalah ................................................................ 3.1.5. Bank Rakyat Indonesia (BRI) ............................................. 3.1.5.1. Sejarah BRI ............................................................ 3.1.5.2. Produk-Produk Unggulan BRI .............................. 3.1.6. Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) ..................................... 3.1.6.1. Sasaran Kupedes ................................................... 3.1.6.2. Jenis Kupedes ........................................................ 3.1.6.3. Syarat dan Ketentuan Kupedes .............................
37 37 39 39 40 43 43 44 45 45 46 46
3.1.6.4. Jangka Waktu dan Pola Angsuran Kupedes .......... 3.1.6.5. Keistimewaan Kupedes ......................................... 3.1.6.6. Pembinaan Nasabah Kupedes ............................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................
47 47 47 48
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 4.3. Populasi ............................................................................................ 4.4. Metode Penentuan Sampel .............................................................. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 4.5.1. Analisis Kualitatif ............................................................... 4.5.2. Analisis Kuantitatif ............................................................. 4.5.2.1. Analisis Regresi Logistik ...................................... 4.5.2.2. Analisis Korelasi ................................................... 4.6. Definisi Operasional .......................................................................
55 55 55 56 57 57 57 58 61 63
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.I. Gambaran Umum BRI Unit Cigudeg .............................................. 5.1.1. Sejarah dan Letak BRI Unit Cigudeg .................................. 5.1.2. Struktur Organisasi BRI Unit Cigudeg ............................... 5.1.3. Produk-Produk BRI Unit Cigudeg ...................................... 5.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit .............................................................................................. 5.2.1. Perbandingan Karakteristik Personal Responden ............... 5.2.2. Perbandingan Karakteristik Usaha Responden ................... 5.2.3. Perbandingan Karakteristik Kredit Responden ................... 5.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit .............................................................................................. 5.3.1. Analisis Pengaruh Karakteristik Personal terhadap Tingkat Pengembalian Kredit ............................................. 5.3.2. Analisis Pengaruh Karakteristik Usaha terhadap Tingkat Pengembalian Kredit ............................................. 5.3.3. Analisis Pengaruh Karakteristik Kredit terhadap Tingkat Pengembalian Kredit ............................................. 5.4. Analisis Korelasi Antara Karakteristik Personal, Karakteristik Usaha dan Karakteristik Kredit dengan Tingkat Pengembalian Kredit .....
65 65 65 66 69 70 75 77 82 83 89 92 96
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 99 6.2. Saran ................................................................................................ 100 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 102 LAMPIRAN .................................................................................................... 105
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
1. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Skala Usaha Tahun 2005 – 2006 ............................................................................................... 2. Perbandingan Sebaran Usia Responden per Kategori ............................... 3. Perbandingan Sebaran Jenis Kelamin Responden per Kategori ............... 4. Perbandingan Sebaran Tingkat Pendidikan Responden per Kategori ....... 5. Perbandingan Sebaran Jumlah Tanggungan dalam Keluarga Responden per Kategori ........................................................................... 6. Perbandingan Sebaran Omzet Usaha Responden per Kategori ................ 7. Perbandingan Sebaran Lama Usaha Responden per Kategori .................. 8. Perbandingan Sebaran Nilai Plafond Kredit Responden per Kategori ..... 9. Perbandingan Sebaran Jangka Waktu Pengembalian Kredit Responden per Kategori ............................................................................ 10. Perbandingan Sebaran Frekuensi Peminjaman Kredit Respoden per Kategori ..................................................................................................... 11. Nilai-Nilai Statistik Variabel Prediktor ..................................................... 12. P-Value dan Nilai Koefisien Korelasi Masing-Masing Variabel ..............
1 70 71 72 74 75 77 78 79 81 96 98
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Halaman
1. Proporsi Nilai Pinjaman Kupedes per Sektor di BRI Unit Cigudeg Tahun 2006 – 2008 ................................................................................... 2. Nilai Tunggakan Riil Kupedes oleh UMKM di BRI Unit Cigudeg Tahun 2006 – 2008 ................................................................................... 3. Aktivitas Utama Bank Umum ................................................................... 4. Siklus Perkreditan ..................................................................................... 5. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................. 6. Struktur Organisasi BRI Unit Cigudeg .....................................................
5 7 29 40 54 66
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5.
Teks
Halaman
Kuesioner Wawancara terhadap Debitur Responden................................. Data Debitur Responden Berdasarkan Variabel-Variabel Observasi ........ Output Analisis Regresi Logitik (Minitab) ................................................ Output Analisis Korelasi (Minitab)............................................................ Data Pinjaman Kupedes Masing-Masing BRI Unit, Cabang Bogor Bulan Desember 2007 ................................................................................ 6. Dokumentasi Kantor BRI Unit Cigudeg ................................................... 7. Dokumentasi Wawancara terhadap Debitur Responden ............................ 8. Dokumentasi Beberapa Jenis Usaha Debitur Responden .........................
106 107 109 110 111 112 113 114
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia
merupakan
negara
berkembang
yang
sebagian
besar
perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat Indonesia yang terbatas dalam mendirikan dan mengelola usaha menyebabkan kegiatan usaha yang menjadi mayoritas di negara ini berskala mikro, kecil dan menengah yang sering disingkat dengan UMKM. Eksistensi dan peran usaha kecil dan menengah ini pada tahun 2006 mencapai 48,93 juta unit usaha dan merupakan 99,9 persen dari pelaku usaha nasional (Departemen Koperasi, 2007). Meskipun terdapat pula sejumlah usaha berskala besar, namun proporsinya tidak seberapa dibandingkan dengan jumlah UMKM yang ada tersebut. Demikian
banyaknya
UMKM
ini
sehingga
cukup
mendukung
pertumbuhan pendapatan nasional dan penyerapan tenaga kerja yang mampu meredam meningkatnya angka pengangguran akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi (meskipun angka pengangguran tetap tinggi). Hal ini dapat ditunjukkan oleh tabel berikut:
Tabel 1. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Skala Usaha Tahun 2005 – 2006 Jumlah Tenaga Kerja (orang) Skala Usaha 2005 2006 Usaha Kecil dan Menengah 85.416.493 83.233.793 o Usaha Kecil 78.994.872 80.933.384 4.238.921 4.438.109 o Usaha Menengah Usaha Besar 3.212.033 3.388.462 Total 86.445.826 88.804.955 Sumber: Departemen Koperasi, 2007
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa usaha kecil merupakan unit usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan penyerapan tenaga kerja tersebut meningkat dari tahun 2005 hingga 2006 sebesar 2,5 persen. Hal ini juga menunjukkan bahwa usaha skala ini semakin berkembang. Penyerapan tenaga kerja terbesar kedua adalah oleh usaha dengan skala menengah, namun jumlah penyerapannya masih di bawah usaha kecil. Pada tahun 2005 persentase penyerapan tenaga kerja oleh usaha kecil dan menengah sebesar 96,3 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada dan sebesar 96,2 persen pada tahun 2006 dan sisanya diserap oleh usaha skala besar. Usaha dengan skala sangat terbatas ini mencakup berbagai sektor usaha, baik sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, jasa dan sebagainya sehingga dapat dikatakan bahwa kemajuan UMKM berkontribusi dalam pertumbuhan berbagai sektor tersebut.
Sebab itu, unit usaha ini perlu mendapat perhatian
khusus dalam perkembangan dan kemajuannya karena perannya sangat penting bagi perekonomian. Perkembangan dan kemajuan UMKM sangat ditentukan oleh stakeholder UMKM sendiri, tapi dukungan dari pihak eksternal tetap berperan penting karena adanya keterbatasan kapasitas kemampuan dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap eksistensi dan keberlangsungannya. Berbagai keterbatasan yang menjadi kendala bagi UMKM untuk melangsungkan aktivitas dan perkembangannya diantaranya adalah lemahnya permodalan, kurangnya kewirausahaan, teknik produksi masih sederhana, serta kemampuan manajemen dan pemasaran masih sangat terbatas. Lemahnya kemampuan modal sebagai salah satu dari sekian banyak faktor penghambat
kemajuan UMKM yang seharusnya dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dengan adanya dukungan dari berbagai pihak seperti pemerintah dan lembaga keuangan disamping upaya dari pelaku UMKM sendiri. Pemerintah dan lembaga keuangan berperan penting dalam memberikan solusi praktis agar permodalan tidak lagi menjadi masalah bagi kegiatan usaha ini. Wujud solusi ini adalah pemberian kredit bagi UMKM sebagai sumber modal dalam menjalankan aktivitas usaha maupun pengembangannya. Salah satu lembaga keuangan yang dapat melakukan peran tersebut adalah bank. Tugas bank adalah semudah mungkin menciptakan kredit (Macleod dalam Simorangkir, 2004). Sebagai lembaga penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit, bank diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan permodalan khususnya bagi kegiatan produktif. Hal ini harus didukung dengan kebijakan yang tepat dari pemerintah. Bantuan bank dalam permodalan UMKM dapat menyokong kegiatan produktif yang dilakukannya. Bantuan modal dalam bentuk kredit ini tentunya diharapkan
dapat
dimanfaatkan
sebaik
mungkin
untuk
meningkatkan
produktivitas UMKM. Peningkatan produktivitas tersebut mencerminkan bahwa bantuan kredit yang diberikan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk tujuan produktif. Salah satu indikator peningkatan produktivitas ini adalah adanya peningkatan pendapatan yang diterima UMKM. Peningkatan pendapatan ini dapat menjadi tolak ukur seberapa besar peranan dan kontribusi kredit terhadap pendapatan UMKM.
Sebuah bank pemerintah tertua dan menjadi pelopor dalam pemberian kredit adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). BRI sebagai bank ’rakyat’ tentunya dituntut untuk mewujudkan keberpihakannya terhadap rakyat kecil. Hal tersebut ditunjukkan oleh BRI dengan menyelenggarakan bantuan kredit kepada UMKM sebagai unit usaha masyarakat golongan ekonomi lemah. Pemberian kredit ini dinamakan Kupedes, kepanjangan dari Kredit Umum Pedesaan. Hingga akhir tahun 2004 BRI telah berhasil menyalurkan Kupedes sebesar Rp 19,188 trilyun di seluruh Indonesia (Hermawan, 2007). Namun, masalah tidak selesai sampai di sini. Permasalahan kemudian timbul dalam penyaluran kredit (Kupedes) oleh BRI seperti halnya yang dialami lembaga perkreditan lainnya yaitu pengembalian kredit dari debitur (sebagai penerima kredit) tidak selalu lancar. Banyak terjadi kasus terhambatnya pengembalian kredit seperti penunggakan bahkan kemacetan pembayaran angsuran kredit. Hal ini sangat bertentangan dengan orientasi sebuah bank dimana bank berorientasi untuk memperoleh hasil atau laba dari uang yang dipinjamkannya. Selain itu, terhambatnya pengembalian kredit yang diberikan bank dapat menurunkan tingkat likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas bank itu sendiri yang pada akhirnya menyebabkan lemahnya kemampuan bank dalam membayar kewajibannya untuk memenuhi penarikan dari deposan (penabung) dan menghambat sirkulasi uang yang dapat menurunkan profitabilitas bank.
1.2. Rumusan Masalah BRI unit Cigudeg cabang Bogor sebagai salah satu dari sekian banyak kantor unit yang dibuka oleh BRI untuk melayani masyarakat termasuk di dalamnya dalam memberikan bantuan kredit (Kupedes) baik bagi sektor UMKM maupun golongan berpenghasilan tetap (GBT). Diantara unit-unit BRI cabang Bogor, BRI unit Cigudeg juga memiliki peluang penyaluran Kupedes yang besar terhadap sektor komersil (UMKM) karena banyaknya unit kegiatan usaha di daerah ini yang pada umumnya berskala mikro, kecil dan menengah serta letak kantor BRI unit Cigudeg yang bersebelahan dengan pasar tradisional sebagai salah satu pusat perdagangan semakin mendukung penyaluran Kupedes bagi sektor tersebut. Hal ini semakin terlihat jelas dengan besarnya proporsi penyaluran Kupedes terhadap sektor UMKM dibandingkan GBT. Kondisi tersebut dapat dilihat pada diagram berikut:
4,500,000,000 4,000,000,000
Nilai (rupiah)
3,500,000,000 3,000,000,000 2,500,000,000 2,000,000,000
UMKM
1,500,000,000
GBT
1,000,000,000 500,000,000 0 Feb '06
Mei '06
Agt '06
Nop '06
Feb '07
Mei '07
Agt '07
Nop '07
Feb '08
Bulan
Gambar 1. Proporsi Nilai Pinjaman Kupedes per Sektor di BRI Unit Cigudeg Tahun 2006 – 2008 Sumber: BRI Unit Cigudeg, 2008 (diolah)
Berdasarkan diagram di atas, dari waktu ke waktu selama dua tahun terakhir proporsi terbesar nilai pinjaman Kupedes diakses oleh UMKM yang mencerminkan banyaknya unit-unit usaha rakyat di wilayah kerja BRI unit Cigudeg. Bahkan proporsi nilai pinjaman oleh GBT tidak sampai mencapai setengah kali dari nilai pinjaman oleh UMKM. Nilai pinjaman tersebut semakin meningkat hingga Agustus 2007 sebesar Rp 4.260.028.050,- dan sedikit mengalami penurunan hingga Februari 2008 menjadi Rp 3.760.073.300,-. Pemanfaatan
Kupedes
oleh
UMKM
juga
diharapkan
mampu
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka sehingga pihak BRI juga merasa puas karena sasarannya dalam membantu peningkatan produktivitas UMKM bisa tercapai. Besarnya peluang penyaluran Kupedes ini khususnya bagi UMKM tentunya juga memperbesar peluang pengembalian kredit yang tidak lancar (tunggakan) karena kegiatan usaha bersifat dinamis dan tidak dapat dipastikan kemungkinan untung atau rugi. Adakalanya suatu usaha mengalami keuntungan dan adakalanya mengalami kerugian bahkan kepailitan. Selain itu, adanya penyimpangan dalam pemanfaatan kredit dapat menjadi faktor penyebab tidak lancarnya pengembalian kredit. Permasalahan pengembalian kredit yang tidak lancar di BRI unit Cigudeg juga menjadi persoalan yang perlu dipecahkan karena pihak manajemen memiliki harapan dan target untuk menekan bahkan menghilangkan permasalahan ini. Perkembangan kasus penunggakan Kupedes pada sektor komersil/UMKM masih cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh gambar berikut ini:
Nilai Tunggakan (rupiah)
300,000,000 250,000,000 200,000,000 150,000,000 100,000,000 50,000,000 0 Feb '06 Mei '06 Agt '06 Nop '06 Feb '07 Mei '07 Agt '07 Nop '07 Feb '08
Bulan
Gambar 2. Nilai Tunggakan Riil Kupedes oleh UMKM di BRI Unit Cigudeg Tahun 2006 – 2008 Sumber: BRI Unit Cigudeg, 2008 (diolah) Berdasarkan grafik tersebut, nilai tunggakan riil (biasa disebut dengan Non Performing Loan/NPL) Kupedes oleh UMKM di BRI unit Cigudeg berkisar Rp 160 juta hingga lebih dari Rp 250 juta. Perkembangan nilai tunggakan ini cenderung fluktuatif, sejak Februari 2006 hingga Mei 2007 cukup mengalami penurunan, namun mulai meningkat kembali hingga Agustus 2007. Penurunan nilai tunggakan kembali terjadi hingga Nopember 2007. Dalam beberapa bulan terakhir ini nilai tunggakan tersebut kembali meningkat hingga bulan Februari 2008. Inilah yang harus diantisipasi oleh pihak bank agar peningkatan tidak berlanjut bahkan diharapkan dapat menurun kembali. Besar NPL Kupedes oleh UMKM pada Februari 2008 senilai Rp 182.036.550,- atau sebesar 4,8 persen dari nilai sisa pinjaman. Sedangkan jumlah debitur UMKM penunggak sebanyak 94 nasabah atau sebesar 18,5 persen dari debitur Kupedes sektor UMKM. Persentase NPL tersebut masih dinilai cukup besar oleh pihak BRI unit Cigudeg sehingga mereka berharap dan berupaya menekan kembali nilai tersebut di masa yang akan datang.
Nilai tunggakan tersebut masih belum memperhitungkan nilai tunggakan kredit yang berstatus dalam pengawasan khusus (DPK) dan daftar hitam (DH). Kupedes yang berstatus DPK juga tergolong tidak lancar dalam pengembaliannya tapi dengan waktu penunggakan yang lebih pendek dibandingkan status tunggakan lainnya. Sedangkan Kupedes dalam DH merupakan golongan debitur penunggak yang sudah melakukan penunggakan lebih dari 270 hari yang benarbenar sulit untuk diharapkan pengembaliannya. Kondisi ini tentunya menjadi dilematis bagi pihak bank, di satu sisi BRI ingin membantu masyarakat lemah yang membutuhkan modal dalam menjalankan usahanya, sedangkan di sisi lain BRI juga berharap adanya keuntungan dari pemberian kredit ini untuk membiayai keberlangsungan usaha BRI itu sendiri. Banyaknya
kasus
pengembalian
kredit
bermasalah
ini
tentunya
dipengaruhi faktor-faktor tertentu dari sisi nasabah (debitur). Hal tersebut menyebabkan perlunya penelitian untuk mengetahui sebab-sebab tidak lancarnya pengembalian kredit Kupedes BRI sehingga diharapkan dapat menyusun strategi yang lebih baik lagi dalam menyeleksi calon debitur agar angka kredit bermasalah dapat ditekan. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat pengembalian kredit yaitu: 1.
Karakteristik Personal terdiri atas usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan dalam keluarga.
2.
Karakteristik Usaha terdiri atas omzet usaha dan lama usaha.
3.
Karakteristik Kredit terdiri atas nilai plafond, jangka waktu pengembalian dan frekuensi peminjaman.
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang dirumuskan dan akan dianalisis dalam penelitian ini terfokus pada UMKM sebagai debitur Kupedes BRI unit Cigudeg yaitu: 1.
Bagaimana karakteristik debitur yang berstatus lancar dan menunggak dalam pengembalian Kupedes?
2.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi dan memiliki keterkaitan dengan tingkat pengembalian Kupedes dan bagaimana pengaruh dan keterkaitan tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dideskripsikan di atas, tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk: 1.
Mengidentifikasi karakteristik debitur yang lancar dan menunggak dalam pengembalian Kupedes.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan memiliki keterkaitan dengan tingkat pengembalian Kupedes serta pengaruh dan keterkaitan tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian dan penulisan laporan hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi pihak BRI unit Cigudeg, bagi pembaca maupun bagi penulis yaitu: 1.
Bagi pihak BRI, diharapakan dapat menjadi bahan evaluasi dan strategi untuk menentukan kebijakan khususnya terkait dengan rencana penyaluran
kredit agar dapat mengurangi bahkan mencegah adanya kasus penunggakan pengembalian kredit (kredit bermasalah). 2.
Bagi pembaca, mudah-mudahan dapat memberikan masukan dan menjadi bahan referensi dalam melakukan kajian dan penelitian terkait.
3.
Bagi penulis, semoga dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh di masa perkuliahan, sebagai bekal yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja serta pengalaman berharga dalam konvergensi teori-teori ilmiah dengan fenomena di lapangan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki batasan ruang lingkup yaitu debitur Kupedes BRI unit Cigudeg yang akan diteliti adalah UMKM (sebagai salah satu golongan penerima Kupedes) yang masih aktif sebagai nasabah hingga bulan Februari 2008 dan telah menerima kredit minimal enam bulan ke belakang sejak Februari 2008.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Ruang Lingkup Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) UMKM merupakan suatu unit usaha yang banyak memiliki keterbatasan dibandingkan perusahaan besar. Keterbatasan ini paling tampak dalam hal skala usaha sesuai dengan namanya yaitu usaha ”mikro, kecil dan menengah” yang sangat jelas mencerminkan ruang lingkup usahanya yang cukup terbatas. Pada umumnya usaha ini belum memiliki legalitas usaha yang sah sehingga sektor usaha ini sering disebut dengan sektor informal. Definisi mengenai sektor informal ini pun bermacam-macam, salah satunya adalah definisi menurut S.V. Sethuraman dalam Wibowo, 2002 yaitu ”Sektor informal terdiri dari unit-unit usaha berskala kecil yang memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing dan dalam usahanya sangat dibatasi faktor modal dan keterampilan”. Ciri-ciri dari sektor informal antara lain tidak mempunyai badan hukum, tidak tercatat dalam daftar resmi, menciptakan kegiatan sendiri, tidak mempunyai jenis organisasi yang formal, jenis dan tempat usaha tidak permanen, untuk melakukan kegiatan usaha tidak memerlukan keahlian dan keterampilan berdasarkan pendidikan formal dan lain sebagainya. Batasan atau ruang lingkup UMKM sangat beragam bergantung pada pihak-pihak yang berkepentingan. Ditinjau dari batasan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menyangkut usaha yang dapat dikategorikan kecil yaitu:
Pengusaha/perusahaan yang memiliki kekayaan bersih di bawah Rp 40 juta untuk bidang usaha perdagangan dan jasa serta bidang-bidang lain di luar industri dan konstruksi, dimana dalam kekayaan tersebut tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati.
Pengusaha/perusahaan yang memiliki kekayaan bersih di bawah Rp 100 juta untuk bidang usaha industri dan konstruksi, tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati.
Nilai penjualan hasil usahanya rata-rata dalam satu bulan tidak melebihi Rp 15 juta. Sedangkan batasan usaha menurut lembaga-lembaga lainnya adalah
Departemen Perindustrian menetapkan batasan mengenai industri kecil yaitu industri dengan investasi modal mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp 70 juta ke bawah dan investasi per tenaga keja sebesar Rp 625 ribu ke bawah. Departemen Pertanian menetapkan sebagai kriteria usaha golongan ekonomi lemah yaitu usaha perorangan yang dalam bidang pertanian, peternakan, perikanan dan perdagangan. Mengenai bidang perikanan ditetapkan modal yang dimiliki sebesar Rp 20 juta dan modal kerjanya sebesar Rp 5 juta dengan mesin kapal sebesar lebih kurang 22 PK ke bawah dan tenaga kerja antara enam hingga 60 orang. Departemen Perdagangan menganggap suatu perusahaan dapat dianggap kecil jika modal kekayaan bersihnya di bawah Rp 25 juta, tidak berbadan hukum, dikelola sendiri atau bersama dengan keluarganya dan keuntungannya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Departemen Keuangan menetapkan bahwa yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha dengan modal sebesar Rp 10 juta. Sedangkan untuk keperluan perpajakan ditetapkan bahwa usaha kecil adalah usaha yang memiliki omzet kurang dari Rp 60 juta per tahun. Berbeda lagi menurut Departemen Koperasi yang menetapkan batasan yaitu usaha mikro adalah usaha dengan total kekayaan maksimum sebesar Rp 100 juta; usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan total Rp 200 juta dengan pendapatan per tahun maksimum sebesar Rp 1 milyar; dan usaha menengah adalah usaha dengan total kekayaan lebih besar dari Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar (Departemen Koperasi dalam Sari, 2007).
2.2. Definisi dan Unsur-Unsur Kredit Kredit merupakan salah satu solusi dari pemecahan masalah yang banyak dihadapi oleh UMKM khususnya dalam membantu pembiayaan perusahaan tersebut. Kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere yang berarti kepercayaan. Kepercayaan yang dimaksud dalam hal ini adalah kepercayaan antara pemberi kredit yang biasa disebut kreditur dengan penerima kredit atau debitur. Seseorang atau lembaga yang memberikan kredit mengabulkan permintaan kredit dengan dasar keyakinan bahwa penerima kredit mampu dan akan membayar sejumlah pinjaman yang diberikan sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati kedua belah pihak (Simorangkir, 2004). Dalam kegiatan ekonomi, kredit diartikan sebagai lalu lintas pembayaran dan penukaran barang dan jasa dimana pihak yang satu (pemberi kredit/kreditur) memberikan prestasi baik berupa uang, barang, jasa atau prestasi lainnya pada
pihak lain (penerima kredit/debitur), sedangkan imbangan prestasi (kontraprestasi) akan diterima kemudian. Kredit sebagai alat yang ampuh bagi perkembangan ekonomi karena dapat memproduktifkan modal yang beku untuk selanjutnya disalurkan pada sektor perniagaan dalam arti luas. Laba yang diperoleh perusahaan karena adanya kredit menghasilkan peningkatan daya beli dalam masyarakat sehingga terjadi peningkatan produksi dan konsumsi dalam masyarakat. Dalam kamus Ensiklopedia, Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai Pokok-Pokok Perbankan, pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga. Seseorang akan dikenakan beban bunga apabila ia menggunakan jasa kredit. Jadi, kredit merupakan bentuk kegiatan yang bermotif saling mendapatkan keuntungan antara kedua belah pihak (kreditur dan debitur) dimana pihak kreditur akan mendapat keuntungan dari penagihan bunga periodik kepada debitur, sedangkan debitur mendapat keuntungan dari manfaat modal yang diperoleh dari kredit. Selain saling menguntungkan, kredit juga memberikan konsekuensi penanggungan resiko bersama baik oleh kreditur maupun debitur. Resiko yang mungkin ditanggung oleh kreditur adalah apabila jasa kredit yang diberikan
mempunyai masalah dalam pengembaliannya, sedangkan resiko yang mungkin ditanggung oleh debitur adalah jika ia tidak mampu membayar lunas kredit yang ia terima sesuai dengan perjanjian jatuh tempo maka debitur dapat dituntut dan akan kehilangan agunan yang menjadi jaminan dalam pemberian kredit. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam kredit yaitu: 1. Kepercayaan, keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan, baik dalam bentuk uang, barang, ataupun jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalm jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 2. Waktu, yaitu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang diterima pada masa yang akan datang. Dalam hal ini terkandung nilai waktu dari uang yang mencerminkan sejumlah uang dengan nominal tertentu nilainya akan lebih besar pada waktu sekarang dibandingkan dengan nilai pada waktu yang akan datang. 3. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang dihadapi akibat jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima di masa yang akan datang. Semakin lama jarak waktu tersebut maka tingkat resikonya semakin tinggi. Adanya resiko inilah yang menimbulkan perlunya jaminan dalam pemberian kredit.
2.3. Tujuan dan Fungsi Kredit Pemberian kredit khususnya oleh bank sebagai lembaga keuangan formal memiliki tujuan dan fungsi. Tujuan pemberian kredit yaitu (Simorangkir, 2004):
1. Turut
menyukseskan
program
pemerintah
di
bidang
ekonomi
dan
pembangunan. 2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin kebutuhan masyarakat. 3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya. Tujuan di atas mencerminkan bahwa peranan kredit tidak semata-mata menguntungkan pihak kreditur maupun debitur, tapi juga bermanfaat bagi masyarakat luas. Adapun fungsi kredit perbankan dalam perekonomian dan perdagangan di antaranya:
Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.
Meningkatkan lalu lintas peredaran uang.
Meningkatkan daya guna dan peredaran barang.
Kredit sebagai salah satu instrumen stabilitas ekonomi.
Meningkatkan kegairahan usaha.
Meningkatkan pemerataan pendapatan.
Kredit merupakan alat untuk meningkatkan hubungan internasional.
2.4. Jenis-Jenis Kredit Adapun jenis-jenis kredit dibedakan berdasarkan kriteria dan macamnya yaitu menurut tujuan dan jangka waktunya. Menurut tujuannya, kredit digolongkan menjadi kredit konsumtif dan kredit produktif.
Kredit konsumtif adalah kredit yang tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, sedangkan kredit produktif adalah kredit yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan produksi. Hal ini menjelaskan bahwa kredit konsumtif lebih ditujukan pada penggunaan manfaat suatu barang atau jasa sedangkan kredit produktif lebih menekankan pada penciptaan manfaat dari suatu barang atau jasa. Menurut waktunya, kredit dibedakan menjadi kredit jangka pendek, kredit jangka menengah dan kredit jangka panjang. Perbedaan jenis kredit ini pada jangka waktu pengembalian kredit (jatuh tempo). Simorangkir dalam Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan NonBank, 2004 mengklasifikasikan jenis-jenis kredit yaitu: 1. Kredit Rekening Koran Bebas. Pemberian kredit kepada nasabah (debitur) dimana nasabah dapat menariknya sesuai keinginan dan tidak melebihi fasilitas kredit yang diberikan. Fasilitas kredit dalam hal ini adalah jumlah maksimum kredit yang disediakan oleh bank bagi nasabah sebagaimana tercantum dalam akad kredit yang bersangkutan. 2. Kredit Rekening Koran Terbatas. Kredit ini diberikan kepada nasabah dengan dibatasi sejumlah tertentu dalam menarik uang melalui rekeningnya. Nasabah tidak diizinkan untuk menarik fasilitas kredit sekaligus, tapi bertahap sesuai dengan kebutuhannya. 3. Revolving Credit. Disebut juga kredit berputar dimana penarikan kredit jenis ini sama dngan penarikan jenis kredit rekening koran bertahap. Jika jumlah kredit pada suatu saat berkurang maka secara otomatis jumlah kredit pada saat berikutnya ditambah dengan sejumlah kredit yang berkurang sehingga jumlah
kredit seluruhnya menjadi sama besarnya dengan jumlah sesuai dengan perjanjian yangh seharusnya pada saat itu. 4. Kredit Kelayakan. Pengertian jenis kredit ini tercantum dalam Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 12/72/Kep/DIR/UPK Tanggal 03 Nopember 1979 Pasal 1 yaitu : ”Yang dimaksud dengan pemberian kredit atas dasar kelayakan dengan keringanan jaminan dan bagian pembiyaan nasabah menurut surat keputusan ini ialah pemberian kredit yang lebih ditekankan pada pertimbangan kelayakan usaha dan tidak dititikberatkan pada tersedianya tambahan jaminan”. Suatu usaha/proyek dikatakan layak jika:
Memberikan manfaat kepada masyarakat dan sesuai dengan kebijakan prioritas pemerintah.
Mampu untuk hidup dan berkembang.
Mampu memberikan keuntungan yang wajar, mengembalikan utang pokok dan membayar bunga serta biaya-biaya lain dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
5. Kredit Investasi. Kredit ini sebagai fasilitas pinjaman yang diberikan dalam jangka pendek, menengah dan panjang untuk membiayai capital goods, seperti pendirian pabrik, perluasan, perbaikan perusahaan dan pembelian mesin. 6. Kredit Antisipasi kepada Emiten. Kredit ini berupa uang muka yang diberikan oleh bank komersial kepada emiten. Pelunasan uang muka tersebut diperoleh dari hasil penjualan saham atau obligasi. 7. Kredit Ekspor. Merupakan pembiayaan dari bank kepada nasabah untuk membiayai kebutuhan modal kerja dalam rangka memproduksi barang-barang yang akan diekspor.
8. Kredit Sindikasi. Kredit yang diberikan oleh dua atau lebih bank dengan persyaratan tersendiri kepada pihak ketiga, yang dilaksanakan dengan menunjuk seorang manajer atau kelompok dari co manager dari bank-bank yang terlibat.
2.5.Permohonan Kredit Seorang nasabah yang ingin memperoleh bantuan kredit harus mengajukan permohonan kredit yang kemudian akan diseleksi oleh petugas bank apakah kredit yang diajukan dapat dikabulkan atas pertimbangan banyak hal. Seleksi untuk menerima atau menolak pengajuan kredit ini disebut dengan analisis pendahuluan (Simorangkir, 2004). Proses seleksi ini membutuhkan waktu yang relatif lama, namun pada bank yang relatif kecil dengan jumlah nasabah yang tidak banyak, proses tersebut lebih cepat. Analisis pendahuluan ini mencakup: a) Kondisi perusahaan terkait dengan manajemen, pengurus dan kejadian suatu perkara. b) Permohonan
kredit
yang
diajukan
sejalan
atau
tidak
dengan
peraturan/kebijakan bank. c) Ketersediaan dana bank untuk memenuhi kredit yang diajukan, jangka waktu yang dapat disetujui, ketersediaan jaminan yang sesuai dari calon debitur dan sebagainya. Jika calon debitur digolongkan layak dalam analisis pendahuluan, maka akan diseleksi ke tahap berikutnya yaitu pengisian formulir permohonan kredit yang dilengkapi dengan wawancara. Informasi yang ingin diketahui dalam
pengisian formulir pengajuan kredit diantaranya jenis usaha, produksi, pemasaran, laporan keuangan, jaminan dan sebagainya. Apabila bank menilai baik atas permohonan kredit tersebut maka permohonan tersebut akan dikabulkan dengan mengeluarkan surat persetujuan prinsip yang berisi berbagai syarat. Dalam surat persetujuan ini umumnya mencakup:
Tingkat bunga dan cara pembayarannya.
Laporan-laporan yang diminta.
Besarnya pinjaman dan cara pembayarannya kembali.
Barang jaminan yang diminta dan cara pengikatnya.
Syarat-syarat lain seperti pembatasan pinjaman dan pembatasan investasi. Tahap selanjutnya adalah bank melakukan analisis terinci terkait aspek
yuridis seperti akta usaha, izin usaha dan lain-lain. Hasil analisis terinci (detail) tersebut kemudian diberikan kepada pejabat yang berwenang untuk memutuskan pemberian kredit. Pada bank besar, keputusan ini sering diserahkan pada kepada beberapa pejabat bank yang disebut dengan panitia pinjaman (loan commitee). Kemudian pemohon menerima perjanjian kredit tersebut dengan ketentuan syarat yang ditetapkan oleh bank untuk selanjutnya dibuatkan akta oleh notaris mengenai kesahan pinjaman secara hukum. Setelah semua dokumen lengkap, bank mengeluarkan surat perintah pembayaran yang disebut disbursement instruction.
2.6.Pertimbangan Kredit Ada berbagai faktor yang menjadi pertimbangan bagi pihak bank dalam melakukan seleksi pengajuan kredit. Dua jenis prinsip yang biasa diterapkan
dalam mempertimbangkan pengajuan kredit (analisis kredit) yaitu prinsip ’6C’ dan prinsip ’6A’. Prinsip ’6C’ (Dendawijaya, 2001) meliputi: 1. Character (kepribadian), yaitu menyangkut sifat, kepribadian dan citra calon debitur dalam masyarakat. Hal ini terkait dengan kemauan dan kesungguhan membayar angsuran kredit (willingness to pay) yang tentunya sangat berpengaruh terhadap integritas dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit dan pemanfaatan pemberian kredit dengan benar. 2. Capital (modal), merupakan kepemilikan terhadap modal dan kemampuan nasabah (pengusaha) dalam membiayai perusahaannya. Perbandingan besarnya pembiayaan dari bank dengan modal sendiri dapat dinilai melalui debt to equity ratio. Hal ini dapat dilihat berdasarkan laporan keuangan perusahaan atau ditinjau langsung oleh petugas kredit. 3. Capacity (kemampuan), terkait dengan kesanggupan dan kemampuan calon debitur untuk melunasi pokok pinjamannya disertai bunga dan syarat-syarat lain dalam perjanjian. Kemampuan ini diukur antara lain dari kondisi usaha, pendapatan/omzet usaha yang dapat mencerminkan tingkat likuiditas dan profitabilitas
usaha.
Semakin
likuid
dan
semakin
tinggi
tingkat
profitabilitasnya maka kemampuan membayar kembali pinjaman dan kewajiban lain semakin besar. 4. Condition of economy (kondisi ekonomi), pertimbangan atas situasi ekonomi yang sedang terjadi dalam suatu wilayah atau negara yang tentunya berpengaruh terhadap usaha calon debitur dan pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan dan pengembalian kredit. Contohnya, sektor usaha
yang sedang booming akan berprospek bagus dalam pemberian kredit demikian sebaliknya. 5. Collateral (agunan), berupa ketersediaan jaminan yang sesuai dan seimbang dengan jumlah kredit yang diberikan sehingga pihak bank tidak perlu merasa khawatir ketika terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman (kredit) karena agunan tersebut dapat menjadi pengganti pengembalian kredit yang macet. 6. Constarints
(keterbatasan),
merupakan
faktor-faktor
yang
menjadi
penghambat atau pembatas berupa faktor-faktor sosial psikologis dalam suatu wilayah tertentu yang menyebabkan suatu proyek/usaha tidak memungkinkan untuk dijalankan. Sedangkan prinsip ’6A’ mencakup: 1. Aspek yuridis (hukum), bertujuan untuk mengkaji ketentuan-ketentuan legalitas perusahaan calon penerima kredit 2. Aspek pasar dan pemasaran, mengkaji kemungkinan pangsa pasar yang dapat diraih bagi produk/jasa perusahaan yang akan dibiayai oleh kredit serta meneliti tentang strategi pemasaran yang akan dilakukan pengusaha dalam menghadapi persaingan yang kompetitif. 3. Aspek teknik, bertujuan untuk menilai seberapa jauh kemampuan pengusaha dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembangunan proyek/usaha serta seberapa besar kesiapan teknik dalam menjalankan operasi usahanya nanti sebagai suatu business entity. 4. Aspek manajemen, mengukur kemampuan dan kecakapan dalam mengelola usaha atau manajemen perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya.
5. Aspek keuangan, bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola keuangannya. 6. Aspek sosial ekonomi, suatu kajian terhadap value added yang dimiliki perusahaan dari sudut pandang sosial dan makroekonomi terutama manfaat sosial ekonomi yang diterima oleh pemerintah maupun masyarakat seperti perluasan lapangan kerja dan pendapatan pajak pemerintah.
2.7. Pencairan Kredit Pencairan kredit akan dilakukan oleh pihak bank setelah debitur memenuhi berbagai persyaratan yang ditentukan dalam perjanjian kredit dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang disahkan notaris. Pencairan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu langsung dikirim ke rekening debitur ataupun dikirim ke rekening perusahaan yang menjadi rekan nasabah.
2.8. Pengawasan Kredit Pengawasan (monitoring) setelah pencairan kredit akan dilakukan oleh pihak bank sebagai salah satu upaya menghindari kredit bermasalah di kemudian hari. Pengawasan ini meliputi beberapa aspek, yaitu:
Adanya administrasi kredit yang memadai.
Kewajiban debitur menyampaikan laporan-laporan usaha yang dibutuhkan.
Kewajiban bagi pihak bank (wira kredit/account officer) untuk melakukan kunjungan sewaktu-waktu ke perusahaan/proyek yang dibiayai oleh kredit.
Adanya konsultasi yang terstruktur antara pihak bank dengan debitur.
Adanya suatu sistem peringatan.
2.9. Pelunasan Kredit Bank sebagai kreditur tentunya mengharapkan kondisi ideal dalam penyaluran kreditnya yaitu semua nasabah (debitur) selalu dapat melunasi kredit dan kewajibannya sesuai dengan perjanjian sehingga tidak terjadi kemacetan dalam pengembalian kredit (kredit bermasalah). Apabila debitur sudah melunasi kewajibannya sesuai perjanjian maka bank harus mengembalikan agunan yang semula dikuasakan ke bank sebagai jaminan.
2.11. Penambahan Kredit Seorang debitur yang berhasil dalam menjalankan usahanya dan mampu melunasi kewajiban pengembalian kredit dengan baik sesuai dengan perjanjian maka akan memiliki peluang untuk mendapatkan kredit lagi karena pihak bank selaku kreditur sudah mempercayainya dan integritas debitur tidak diragukan lagi. Proses analisis dalam kelayakan pemberian kredit ini akan diulang lagi seperti seleksi permohonan kredit yang pertama. Biasanya kredit tambahan yang diberikan berupa adendum yang dilekatkan pada perjanjian kredit yang pertama. Pengajuan tambahan kredit ini juga menggembirakan pihak bank karena merupakan bukti bahwa proyeksi kredit yang pertama berjalan dengan baik dan sukses, sebagai kesempatan bagi pihak bank untuk memperoleh tambahan income dari bunga kredit yang diberikan, dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi pihak bank yang dapat digunakan untuk tujuan promosi kepada masyarakat dalam memasarkan produk-produk perbankannya.
2.11. Lembaga Keuangan Bank Lembaga keuangan merupakan suatu lembaga yang bertugas memberikan layanan menyangkut keuangan termasuk di dalamnya pemberian jasa bantuan permodalan atau pembiayaan. Lembaga keuangan ini dibedakan menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan nonbank. Bank merupakan salah satu institusi yang menyediakan jasa keuangan. Kata ’bank’ berasal dari bahasa Italia yaitu banca yang artinya adalah uang. Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai dan perluasan kredit. Biasanya bank menghasilkan untung dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan bunga dari pinjaman. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannnya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Simpanan merupakan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Prof. G.M. Verryn Stuart dalam Dendawijaya, 2001 mendefinisikan bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang berupa uang giral.
Bank sebagai lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, melayani penyimpanan uang dalam benruk tabungan, perantara pembayaran dari statu transaksi dan sebagainya.
2.11.1. Jenis-Jenis dan Produk Bank Jenis-jenis bank dapat digolongkan menjadi beberapa macam berdasarkan formalitas undang-undang, kepemilikan, penekanan kegiatan usaha, dan pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha (Dendawijaya dalam Manajemen Perbankan, 2001). Jenis bank berdasarkan formalitas undang-undang dilandaskan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu ada dua jenis bank: bank umum dan bank perkreditan rakyat. Jenis bank berdasarkan kepemilikannya dibedakan menjadi lima jenis yaitu bank milik negara (BUMN), bank milik pemerintah daerah (BUMD), bank milik swasta nasional, bank milik swasta campuran (nasional dan asing) dan bank milik asing (cabang atau perwakilan). Penggolongan jenis bank berdasarkan penekanan kegiatan usahanya yaitu bank retail, bank korporasi, bank komersial, bank pedesaan, bank pembangunan dan lain-lain. Sedangkan jenis bank berdasarkan pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha dibedakan menjadi bank konvensional yang menetapkan bunga sebagai biaya modal dalam penyetoran simpanan serta penyaluran kredit dan bank berdasarkan prinsip syariah yang menerapkan konsep bagi hasil dalam penyetoran simpanan serta pemberian kredit.
Produk bank merupakan bentuk kegiatan jasa yang dihasilkan oleh bank. Produk bank dipisahkan ke dalam dua sisi, yaitu sisi pasiva dan sisi aktiva. Produk-produk bank dari sisi pasiva meliputi: 1. Giro. Merupakan simpanan dari pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, surat perintah pebayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. 2. Tabungan. Adalah simpanan dari nasabah kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut ketentuan atau syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan/atau lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. 3. Deposito. Merupakan simpanan dari nasabah kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan bank yang bersangkutan. Produk-produk bank dari sisi pasiva ini biasa dikenal dengan sebutan kredit pasif. Produk-produk bank dari sisi aktiva atau yang biasa disebut kredit aktif meliputi : 1. Kredit modal kerja. Pemberian kredit dari bank (kreditur) kepada nasabah (debitur) untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan debitur. 2. Kredit investasi. Kredit yang digunakan untuk membeli barang modal (investasi). 3. Kredit off shore. Fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur domestik dalam bentuk valuta asing dan dilaksanakan melalui cabang bank yang bersangkutan di luar negeri.
4. Kredit on shore. Fasilitas kredit yang diberikan oleh unit kredit dalam negeri (kantor wilayah, cabang, atau divisi korporasi) yang diberikan kepada debitur dalam negeri dalam bentuk valuta asing. 5. Kredit cash collateral. Merupakan kredit khusus yang diberikan kepada pemegang deposito berjangka bank yang bersangkutan, bank pemerintah, atau bank asing/swasta nasional yang bonafid dan pemegang tabungan bank yang bersangkutan. 6. Kredit profesi. Kredit yang diberikan oleh bank dalam rangka membantu para profesional (dokter, akuntan publik, pengacara, konsultan dan sebagainya) untuk mengembangkan profesinya. 7. Kredit konsumsi. Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk keperluan membeli barang-barang konsumsi yang dibutuhkannya. 8. Kredit sindikasi. Kredit yang diberikan bank kepada debitur (biasanya nasabah korporasi atau perusahaan) secara bersama-sama dengan bank lain berdasarkan kesepakatan bersama atas beberapa ketentuan, seperti porsi volume kredit dan agunan masing-masing bank, tingkat suku bunga, dan lainlain. 9. Kredit-kredit program. Berbagai jenis kredit yang diberikan oleh bank dalam rangka memenuhi ketentuan untuk mengikuti suatu program pemerintah seperti kredit candak kulak, kredit uasaha kecil (KUK) dan sebagainya. Selain berbagai jenis produk yang dihasilkan bank di atas, bank juga memberikan berbagai layanan jasa yang mencakup jasa perbankan dalam negeri dan luar negeri seperti transfer (pemindahbukuan), surat keterangan bank, delegasi kredit dan lain sebagainya.
2.11.2. Bank Umum dan Aktivitasnya Bank umum merupakan jenis bank yang melaksanakan kegiatan perbankan secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah serta memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Adanya layanan jasa dalam arus pembayaran serta beberapa bentuk kredit pasif inilah yang membedakan bank umum dengan bank perkreditan rakyat. Aktivitas bank umum pada dasarnya digolongkan dalam enam macam seperti digambarkan dalam bagan di bawah ini:
Bank Umum
Marketing Perkreditan
Operations Treasurry
Audit MSDM
Gambar 3. Aktivitas Utama Bank Umum Sumber: Dendawijaya, 2001 Keterangan:
Perkreditan merupakan rangkaian kegiatan utama bank umum yang berupa pemberian dana pinjaman kepada nasabah (debitur) dengan jangka waktu dan syarat-syarat tertentu.
Marketing (pemasaran) yang dilakukan oleh bank umum lebih diarahkan pada penghimpunan dana (kredit pasif) karena produk bank dari sisi aktiva (kredit aktif) sangat tergantung dari ketersediaan dana yang mampu dihimpun oleh bank.
Treasurry (pendanaan) oleh bank umum lebih diutamakan pada pengelolaan dana oleh para ekskutif bank. Hal tersebut dimaksudkan agar kinerja bank menjadi optimal dalam memperoleh dana serta memaksimalkan alokasi dana pada aktiva produktif.
Operations merupakan kegiatan unit-unit dalam bank yang bersifat membantu kegiatan unit utama bank lainnya.
MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) merupakan segala bentuk pengelolaan yang menyangkut sumber daya manusia sebagai pelaku bank.
Audit (pengawasan) ditujukan untuk mengevaluasi dan mengontrol kinerja bank yang dilakukan secara intern oleh bank itu sendiri, secara ekstern oleh akuntan publik dan audit yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
2.12. Kajian terhadap Penelitian Terdahulu 2.12.1. Penelitian Mengenai Kredit Penelitian-penelitian menyangkut kredit telah banyak dilakukan di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Asih (2007) mengenai faktor-faktor yang berpengaruh pada pengembalian kredit pengusaha kecil dalam program kemitraan Corporate Social Responsibility (studi kasus pada PT. Telkom Divre II Jakarta). Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengembalian kredit adalah jumlah pinjaman, tingkat suku bunga, penghasilan bersih usaha, pengalaman usaha, usia, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, bencana, dan penghasilan lain di luar usaha. Dengan menggunakan teknik analisis model binary (probit) diperoleh hasil penelitian bahwa hanya ada dua faktor yang berpengaruh positif terhadap
pengembalian kredit yaitu jumlah pinjaman dan penghasilan bersih usaha. Sedangkan yang terbukti berpengaruh negatif terhadap pengembalian kredit adalah tingkat suku bunga, bencana dan penghasilan di luar usaha. Subkhi (2007) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Perbaikan Mutu Kredit Program Usaha Kecil dan Menengah (studi kasus pada PT. Bank Bukopin Pondok Gede, Bekasi). Alat analisis yang digunakan adalah Quality Function Deployment (QFD) dan Matriks House of Quality (HOQ) dan diperoleh kesimpulan bahwa perbaikan kinerja dalam persyaratan konsumen bank Bukopin yang membutuhkan usaha besar adalah proses pencairan kredit dengan cepat. Sedangkan usaha yang paling kecil dalam memperbaiki kinerja adalah penetapan denda yang kecil, adanya jaminan keamanan rahasia keuangan usaha debitur, kebersihan dan kerapian petugas dalam berpenampilan. Selain itu diperoleh hasil bahwa semua persyaratan konsumen bersifat menolong dalam penjualan produk kecuali persyaratan adanya jaminan keamanan rahasia keuangan usaha debitur oleh bank. Prioritas perbaikan persyaratan teknik yang ingin diperbaiki adalah evaluasi terhadap resiko pengembalian kredit dan perbaikan teknologi dan jaringan. Sedangkan persyaratan teknik yang masih dipertahankan adalah evaluasi terhadap biaya. Mirdianingsih (2006) melakukan penelitian mengenai penyaluran dan pengembalian kredit dana bergulir raksa desa sebagai model pendanaan usaha mikro di wilayah pembangunan Bogor Barat. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase perguliran dana dari tahun ke tahun mengalami penurunan dan jauh dari harapan pemerintah. Faktor yang diduga berpengaruh
terhadap keberlanjutan program ini di antaranya sosialisasi (penyuluhan), MSDM dan seleksi penerima kredit. Sebagian responden mengemukakan adanya masalah yang sering terjadi adalah fasilitator pendampingan yang tidak selalu hadir ketika dibutuhkan oleh anggota peminjam (debitur). Sedangkan variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit dana bergulir adalah umur, pengalaman usaha, pendapatan usaha, besar kredit yang diperoleh dan jangka waktu pencairan kredit (realisasi kredit). Hanya sedikit dari responden yang berhasil mengakses kredit tersebut dari lembaga keuangan formal karena dinilai tidak dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak bank.
2.12.2. Penelitian Mengenai Bank Rakyat Indonesia (BRI) Penelitian yang mengambil kasus di BRI juga banyak dilakukan di ataranya oleh Wicaksono (2007) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pertanian oleh Bank BRI di Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut (berdasarkan data tahun 2002-2006) menyimpulkan bahwa proporsi kredit pertanian terhadap total kredit yang disalurkan BRI tumbuh secara fluktuatif dengan trend yang semakin menurun dibandingkan dengan kredit nonpertanian. Selain itu ditemukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyaluran kredit oleh BRI adalah produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian dan pengembalian kredit bermasalah dalam sektor pertanian di BRI. Secara tidak langsung kesimpulan ini menunjukkan bahwa PDB sektor pertanian semakin menurun dan kredit bermasalah/macet di sektor pertanian. semakin banyak pula.
Sari
(2007)
melakukan
penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi permintaan kredit Kupedes di wilayah pedesaan dan perkotaan (kasus di BRI unit Ciampea dan Citereup). Ia menganalisis dengan menggunakan model regresi linear berganda terhadap 120 responden dan diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap permintaan Kupedes adalah pendapatan, aset keluarga, pengalaman kredit, agunan dan modal usaha. Sedangkan faktor yang berpengaruh nyata dan negatif terhadap permintaan Kupedes adalah aset usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor yang sebelumnya diduga berpengaruh terhadap permintaan kredit yaitu jarak rumah debitur dengan kantor BRI dan lama usaha tidak berperan dalam menentukan besarnya permintaan kredit. Penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kredit serta penilaian kredit bank yang ideal pernah dilakukan oleh Gani (2007). Ia menyatakan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan kredit oleh industri kecil dan kerajinan rumah tangga di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat adalah tingkat suku bunga dan agunan. Tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap permintaan kredit sedangkan ketersediaan agunan berpengaruh positif terhadap permintaan kredit. Atribut kredit bank yang ideal bagi perusahaan tersebut adalah tingkat suku bunga rendah, prosedur yang cepat dan mudah, syarat agunan yang mudah, hari buka bank yang sering, sistem pelayanan dan kinerja karyawan baik, periode angsuran sedang, lokasi strategis dan teknologi yang canggih. Selain itu bank BRI
dinilai sebagai lembaga keuangan paling ideal karena merupakan lembaga bank tertua sehingga dekat dengan masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2007) tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya Kupedes pada nasabah BRI unit Ciampea, Bogor menggunakan model analisis regresi linear berganda menghasilkan kesimpulan bahwa karakterisitik debitur tidak menunjukkkan pola yang erat terhadap pengembalian kredit, sedangkan besarnya kredit dipengaruhi oleh nilai agunan, tingkat pendidikan, frekuensi pinjaman dan pengaruhnya positif. Karakteristik yang tidak berpengaruh terhadap besarnya kredit adalah aset uasaha, aset rumah tangga, pendapatan usaha dan jarak rumah debitur dengan kantor BRI. Alamsyah (2007) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet pada kredit usaha pedesaan (Kupedes) dalam sektor agribisnis di BRI unit Ciomas, Bogor mengemukakan hasilnya yaitu faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet Kupedes adalah jumlah tanggungan keluarga, jarak rumah debitur dengan Bank dan omzet usaha yang dihasilkan. Semakin banyaknya jumlah tanggungan keluarga dan semakin jauhnya jarak rumah dengan bank serta semakin kecilnya omzet usaha yang diperoleh maka kemungkinan timbulnya kredit macet semakin besar. Model analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah model regresi logistik (logit). Hermawan
(2007)
dengan
judul
penelitian
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Keberhasilan Pengembalian Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kabupaten Bogor (kasus di BRI unit Leuwiliang). Dengan menggunakan model analisis regresi logistik biner (logit
biner), ia menyimpulkan bahwa karakteristik individu yang berpengaruh nyata dan negatif terhadap pengembalian Kupedes adalah jarak rumah debitur dengan BRI. Sedangkan berdasarkan analisis deskriptif diketahui bahwa pengembalian kredit bermasalah paling banyak terjadi pada tingkat usia tertentu. Karakteristik usaha yang berpengaruh nyata dan positif terhadap pengembalian Kupedes adalah omzet, pengalaman kredit dan jangka waktu pinjaman. Berdasarkan analisis deskriptif disimpulkan bahwa pengembalian kredit bermasalah terjadi pada nasabah yang mempunyai nilai agunan di bawah nilai tertentu. Analisis pengelolaan resiko kredit dengan metode creditrisk+potofolio diteliti oleh Marsaulina (2006) pada nasabah Kupedes BRI unit desa Cipanas, Jawa Barat. Kesimpulan yang diperoleh adalah strategi mitigasi resiko yang efektif adalah penjadwalan ulang dan restrukturisasi, penggunaan metode creditrisk+portofolio dan pembentukan cadangan penghapusan piutang. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya selain lokasi penelitian yang masih tergolong baru dan belum pernah ada yang meneliti di BRI unit Cigudeg juga dalam penelitian ini menambahkan variabel jenis kelamin sebagai salah satu faktor yang diduga berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit. Variabel ini dipilih karena berdasarkan pengalaman di lapangan terdapat jawaban dari beberapa responden yang membuat penulis berkesimpulan bahwa wanita lebih loyal dan lebih dapat menjaga kepercayaan yang diberikan oleh bank dalam membayar angsuran kredit.
Disamping itu, dalam penelitian ini juga dilengkapi dengan analisis deskriptif yang membandingkan karakteristik debitur responden yang tergolong lancar dan menunggak dalam mengembalikan kreditnya.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Kekuatan dan Kelemahan UMKM UMKM sebagai unit usaha yang memiliki keterbatasan skala tentunya tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan besar yang memiliki banyak kekuatan seperti halnya kemampuannya dalam mencapai skala ekonomis dalam aktivitas produksinya. Untuk mengatasi hal tersebut, umumnya perusahaan kecil ini memiliki strategi tersendiri yaitu dengan membuat produk yang khusus, unik dan spesial (Wibowo dkk, 2002). Inilah yang justru menjadi salah satu kelebihan UMKM. Disamping itu, kecilnya usaha dari UMKM menyebabkan ruang lingkup pemasarannya tidak terlalu luas sehingga mampu memahami dengan benar sifat/tabiat dari konsumen/pelanggannya. Proses komunikasi dengan konsumen berlangsung dengan cepat dan sering terjadi hubungan interpersonal yang lebih akrab. Hal ini menyebabkan unit usaha kecil ini umumnya lebih luwes dan fleksibel dibandingkan perusahaan besar. Biasanya, perusahaan besar dengan jangkauan pemasaran yang luas dan jauh tidak memiliki hubungan langsung dengan para konsumen/pelanggannya sehingga mustahil terjadi kedekatan antara konsumen dengan pemilik/pelaku perusahaan besar. Kekuatan usaha kecil tersebut dapat menjadi alat dalam mencapai keberhasilan usaha. Selain beberapa kekuatan di atas, UMKM juga memiliki berbagai kelemahan diantaranya menyangkut keorganisasian, keuangan (permodalan), administrasi, pembukuan dan pemasaran.
UMKM yang dikenal juga sebagai sektor usaha informal tidak memiliki struktur organisasi yang jelas dengan kata lain organisasinya masih bersifat sederhana tanpa adanya aturan baku baik menyangkut status dan pembagian tugas karyawan, sistem pengupahan dan lain-lain. Mengenai hal keuangan, kelemahan khususnya menyangkut kemampuan permodalan baik dalam membiayai aktivitas operasional usaha maupun pengembangan usaha. Mengenai bidang administrasi dan pembukuan, umumnya usaha kecil tidak mampu dan tidak mau melakukan penganggaran dan pencatatan yang memadai terkait dengan pendapatan dan pengeluaran usaha sehingga pemilik usaha terkadang tidak mengetahui pasti besarnya laba yang diperoleh. Selain itu, tidak adanya pemisahan antara aset pribadi dengan aset usaha menjadikan profitabilitas usaha yang dijalankan oleh seorang pelaku UMKM semakin tidak jelas. Kelemahan dalam pemasaran antara lain kurangnya kemampuan promosi, posisi pasar dan mengatasi persaingan antar perusahaan kecil. Salah satu kelemahan UMKM yang telah dijelaskan tersebut adalah masalah permodalan. Dalam permasalahan ini, solusi nyata yang dapat diterapkan yaitu adanya pembiayaan dari luar usaha (eksternal) dalam bentuk kredit. Lembaga yang dapat memberikan bantuan kredit tersebut terdiri dari lembaga keuangan formal dan informal. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan formal yang menjadi solusi sumber pembiayaan/permodalan yang baik agar pelaku UMKM tidak terjerumus
pada rentenair sebagai salah satu lembaga keuangan informal dengan beban bunga kredit yang tinggi.
3.1.7. Peran Kredit bagi UMKM Kredit merupakan suatu alternatif yang baik dalam mengatasi keterbatasan modal UMKM. Pemberian kredit bagi unit usaha ini juga dapat mendukung kelancaran arus barang/jasa sebagai sektor riil dan meningkatkan produktivitas dalam masyarakat asalkan penyaluran kredit tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk kegiatan produktif dan berguna. Peningkatan nilai guna suatu produk tidak terlepas dari peran UMKM sebagai bagian dari sektor riil. Menurut Nuryantono (2005) dalam Sukendar (2007), ”Dampak penting dari akses kredit khususnya daerah pedesaan dapat meningkatkan kesejahteraan manusia melalui penggunaan teknologi baru yang menambah tingginya produktivitas, peningkatan pendapatan, konsumsi dan kalori serta human capital dengan menyediakan pendidikan yang lebih baik”. Secara umum, pemberian kredit kepada masyarakat khususnya golongan ekonomi lemah yang identik dengan rakyat desa (meskipun tidak jarang pula masyarakat perkotaan yang tergolong ekonomi kelas bawah) memberikan manfaat yang meluas dalam perbaikan kehidupan masyarakat, tidak hanya dalam dunia usaha tapi juga hal-hal lain menyangkut kesejahteraan dan kualitas hidup.
3.1.8. Siklus Kredit Siklus perkreditan dimulai sejak pengajuan permohonan kredit hingga realisasi kredit yang telah disetujui berdasarkan berbagai pertimbangan, proses
pengawasan dan pelunasan kredit. Siklus tersebut dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini:
Kredit Bermasalah
Permohonan Kredit Analisis Kredit
1
7C 7B
Tambahan
2
Kredit
Persetujuan
7A
6
Kredit
3
Pelunasan Kredit Pengawasan Kredit
5
4
Pencairan
Perjanjian
Kredit
Kredit
Gambar 4. Siklus Perkreditan Sumber: Dendawijaya, 2001 3.1.9. Kredit Bermasalah Pemberian kredit oleh bank akan menjadi tidak menyenangkan dan mengecewakan apabila ternyata debitur tidak bisa membayar angsuran dan kewajiban bunga dengan baik. Hal ini dapat merugikan pihak bank karena menurunkan likuiditas dan profitabilitas bank. Perputaran uang di bank menjadi terhambat dan laba menjadi turun akibat nasabah yang bermasalah dalam pengembalian atau pengangsuran kredit. Banyak faktor yang menyebabkan permasalahan bahkan kegagalan dalam pemberian kredit di antaranya (Muljono, 1987):
1. Faktor-Faktor Intern Bank Adanya self dealing atau tindak kecurangan dari aparat pengelola kredit. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan para pengelola kredit Lemahnya oraganisasi dan manajemen bank bersangkutan. Tidak adanya kebijakan perkreditan yang baik pada bank tersebut. Pengawasan yang kurang dari pihak bank terhadap debitur/nasabah penerima kredit. Adanya sikap ceroboh atau lalai dari pihak bank dalam mengelola kredit. 2. Faktor-Faktor Ekstern Bank
Kegiatan ekonomi makro atau kebijakan pemerintah yang tidak dapat diperkirakan oleh bank.
Adanya bencana dan kejadian-kejadian lain di luar dugaan.
Adanya keraguan terhadap itikad baik debitur.
Persaingan yang tajam antar lembaga bank.
Adana tekanan-tekanan dari berbagai kekuatan politik di luar bank.
Kesulitan/kegagalan dalam proses likuidasi dari perjanjian kredit yang telah disepakati antara bank dengan nasabah debitur. Berdasarkan tingkat kelancaran dalam pengembalian kredit, Bank
Indonesia menggolongkan kredit ke dalam empat kategori yaitu: 1. Kredit lancar, yaitu kredit yang tidak mengalami penundaan dalam pembayaran pokok pinjaman dan bunga. 2. Kredit kurang lancar, merupakan kredit yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya telah megalami penundaan selama tiga bulan dari waktu yang diperjanjikan.
3. Kredit diragukan, kredit yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya telah mengalami penundaan selama enam bulan atau dua kali dari jadwal yang telah diperjanjikan. 4. Kredit macet, yaitu kredit yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya telah mengalami penundaan lebih dari satu tahun sejak jatuh tempo berdasarkan jadwal yang telah diperjanjikan. Implikasi dari adanya kredit bermasalah bagi bank (Dendawijaya, 2001) adalah:
Hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan (income).
Rasio kualitas aktiva produktif (bad debt ratio) menjadi semakin besar.
Bank harus menyisihkan cadangan aktiva produktif yang lebih besar sehingga menurunkan modal bank.
Menurunnya return on assets (ROA)
Pada akhirnya menurunkan tingkat kesehatan bank. Timbulnya kredit bermasalah tersebut mendorong bank untuk melakukan
upaya antisipasi/penyelamatan yaitu: 1. Rescheduling (penjadwalan kembali), adalah upaya pertama yang dilakukan bank dalam menyelamatkan kredit yang diberikan kepada debitur dengan cara menyusun ulang jadwal pelunasan pinjaman beserta bunga oleh debitur. 2. Reconditioning (pengondisian kembali), yaitu mengubah sebagian atau seluruh persyaratan yang semula disepakati dalam perjanjian seperti besarnya bunga, agunan dan sebagainya. 3. Restructuring (restrukturisasi), yaitu mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit.
4. Kombinasi 3-R, merupakan gabungan dari ketiga cara
di atas yaitu
rescheduling-reconditioning, rescheduling-restructuring atau reschedulingreconditioning dan restructuring sekaligus. 5. Eksekusi, merupakan cara terakhir jika keempat cara di atas tidak dapat menyelesaikan persoalan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyerahkan kewajiban kepada Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) atau menyerahkan perkara ke pengadilan negeri sebagai kasus perdata.
3.1.10. Bank Rakyat Indonesia (BRI) 3.1.5.1. Sejarah BRI BRI adalah salah satu bank tertua dan terbesar di Indonesia. Lembaga keuangan berbadan hukum milik negara ini awalnya didirikan tanggal 16 Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari kelahiran BRI. Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 (setelah masa kemerdekaan Indonesia) menjadikan BRI sebagai bank pemerintah pertama di negara ini. aktivitas BRI sempat vakum dalam beberapa waktu di masa perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, dalam kondisi darurat itu tidak memungkinkan bagi BRI untuk melanjutkan aktivitasnya. BRI kemudian mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat.
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 1968 ditetapkanlah tugastugas pokok BRI sebagai bank umum. Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas (PT). Hingga saat ini PT. BRI (Persero) tetap berkomitmen untuk concern pada pelayanan terhadap rakyat kecil (golongan ekonomi lemah) yang tentunya sangat membutuhkan bantuan keuangan, di antaranya dengan memberikan fasilitas kredit kepada golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal ini antara lain tercermin pada perkembangan penyaluran KUK (Kredit Usaha Kecil) sejak tahun 1994 hingga 1999. Seiring berjalannya waktu dan pesatnya perkembangan dunia perbankan, BRI semakin melebarkan sayapnya dengan memperbanyak unit-unit kerja. Hingga saat ini BRI memiliki 4.447 unit kerja yang terdiri dari satu Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor Inspeksi/SPI, 170 Kantor Cabang (dalam negeri), 145 Kantor Cabang Pembantu, satu Kantor Cabang Khusus, satu New York Agency, satu Caymand Island Agency, satu Kantor Perwakilan Hongkong, 40 Kantor Kas Bayar, enam Kantor Mobile Bank, 193 P.POINT, 3.705 BRI unit dan 357 Pos Pelayanan Desa (Wikimedia, 2007).
3.1.5.2. Produk-Produk Unggulan BRI Seperti halnya bank-bank lain, BRI juga memberikan pelayanan jasa perbankan yang mencakup penghimpunan dana dalam bentuk tabungan atau deposito, penyaluran dana berupa kredit dan jasa lainnya. Ada beberapa produk yang diunggulkan oleh BRI sebagai pelayanan jasa keuangan yaitu (BRI, 2004):
Britama, merupakan pelayanan tabungan sistem real on line di seluruh Indonesia yang memungkinkan nasabah menyetor dan menarik uangnya di BRI manapun dan dilengkapi kartu Britama Prime Card. Selain itu, produk ini juga dilengkapi fasilitas transfer otomatis antar rekening BRI, asuransi kecelakaan diri (personal accident) dan undian berhadiah.
Kartu kredit, produk yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi tanpa harus membayar dengan uang tunai sehingga memberikan kemudahan dalam berbelanja ataupun transaksi lainnya.
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan pemberian kredit kepada nasabah (debitur) untuk tujuan membeli/membangun rumah.
Kredit Umum Pedesaan (Kupedes), pemberian kredit bagi masyarakat golongan ekonomi lemah khususnya di daerah pedesaan karena layanan ini hanya diberikan oleh BRI tingkat unit yang berada di desa/kecamatan.
3.1.11. Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Kupedes merupakan salah satu produk BRI dalam penyaluran kredit khususnya kepada masyarakat kecil yang ditangani oleh BRI tingkat unit untuk membantu permodalan usaha dan peningkatan kesejahteraan golongan ekonomi lemah.
3.1.11.1.Sasaran Kupedes Sasaran penyaluran Kupedes adalah para pemilik usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dianggap layak (eligible) dan golongan masyarakat berpenghasilan tetap (Golbertap) seperti pegawai negeri sipil dengan pangkat ld
ke bawah dan bukan pejabat, anggota TNI pangkat pembantu letnan I ke bawah dan bukan pejabat, pegawai perusahaan daerah, pensiunan dari pegawai berpenghasilan tetap dan lain-lain. Sedangkan para pemilik UMKM bisa dari berbagai sektor usaha yang meliputi sektor pertanian, perindustrian, perdagangan dan sektor jasa.
3.1.11.2.Jenis Kupedes Adapun jenis Kupedes yang disalurkan digolongkan ke dalam dua jenis berdasarkan tujuan penggunaan, yaitu: 1. Kupedes modal kerja, merupakan pemberian kredit (Kupedes) yang ditujukan untuk membiayai aktivitas operasional usaha bagi UMKM dan untuk keperluan konsumtif atau produktif bagi Golbertap/GBT. 2. Kupedes Investasi, penyaluran Kupedes untuk keperluan pembelian barangbarang modal (investasi) seperti pembelian mesin bagi UMKM dan pembelian rumah bagi GBT dan barang-barang lainnya yang tergolong barang modal.
3.1.11.3.Syarat dan Ketentuan Kupedes Penyaluran Kupedes dibatasi oleh plafond yang telah ditetapkan oleh BRI yaitu plafond minimal Rp 25 ribu dan maksimum Rp 25 juta serta pemberian Kupedes bisa dua jenis sekaligus dalam waktu bersamaan selama jumlahnya belum mencapai maksimum Rp 25 juta. Tahun 2002 penetapan plafond maksimum berubah menjadi Rp 50 juta. Kemudian tahun 2006 terjadi perubahan kebijakan kembali mengenai nilai plafond maksimum yang berubah menjadi Rp 100 juta.
3.1.11.4.Jangka Waktu dan Pola Angsuran Kupedes Nasabah penerima Kupedes dapat melakukan pembayaran angsuran minimal tiga bulan dan maksimal dua puluh empat bulan. Sedangkan untuk Kupedes modal kerja dan investasi, pembayaran angsuran dilakukan dalam tiga puluh enam bulan dengan pola angsuran bulanan ataupun pola bulanan dengan grace periode tiga, empat dan enam bulan.
3.1.6.5. Keistimewaan Kupedes Debitur penerima Kupedes yang melakukan pembayaran angsuran tepat waktu selama periode tertentu akan diberikan insentif pembayaran tepat waktu (IPTW) sebesar seperempat dari besarnya suku bunga.
3.1.6.6. Pembinaan Nasabah Kupedes Pembinaan nasabah Kupedes merupakan ”segala tindakan yang dilakukan oleh pejabat/petugas BRI unit untuk memajukan atau menyelamatkan usaha nasabah sejak permohonan Kupedes diajukan sampai dengan Kupedes yang dinikmatinya lunas” (BRI, 1995). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fokus pembinaan adalah upaya untuk mengembangkan usaha nasabah yang sedang berjalan atau berupaya menyelamatkan usaha nasabah yang mengalami kesulitan/kerugian sehingga petugas yang berkewajiban melakukan pembinaan harus mampu membimbing dan berperan sebagai konsultan yang harus menguasai aspek-aspek dalam usaha seperti pemasaran, teknik, manajemen, keuangan, hukum dan aspek sosial dan ekonomi.
Pembinaan tersebut sangat mendukung keberhasilan usaha dari nasabah yang akhirnya memperlancar pelunasan kredit. Jadi, kegiatan pembinaan ini juga dimaksudkan agar pihak bank tidak mengalami kerugian karena adanya kredit bermasalah atau macet.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Penyaluran kredit oleh BRI melalui Kupedes yang dioperasikan di tingkat unit diharapkan mampu membantu masyarakat pedesaan yang membutuhkan bantuan modal baik dalam menjalankan usaha maupun untuk memenuhi kebutuhannya. Akses Kupedes oleh UMKM ini dapat memperlancar dan meningkatkan produktivitas usahanya. Salah satu cerminan peningkatan produktivitas ini adalah peningkatan pendapatan yang diterima pelaku UMKM setelah memperoleh kredit. Selain itu, kredit ini dapat mengembangkan UMKM sehingga dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi. Secara umum, bantuan kredit (Kupedes) yang dimanfaatkan dengan benar dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat pedesaaan. Hal tersebut merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan penyaluran Kupedes oleh BRI. Disamping keberhasilan yang diharapkan dari penyaluran Kupedes ini, permasalahan seringkali timbul yaitu keterhambatan pengembalian/pelunasan kredit yang dipengaruhi oleh faktor-faktor dari sisi nasabah. Pengembalian kredit bermasalah atau menunggak akan merugiakan pihak bank, modal bank menjadi beku dan menurun serta berkurangnya pendapatan yang semestinya diperoleh dari hasil pemberian kredit. Untuk itu penelitian mengenai kelancaran pengembalian
kredit
ini
perlu
dilaksanakan
khususnya
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya. Pengembalian
kredit
(Kupedes)
ini
digolongkan
lancar
apabila
pembayaran angsuran dan bunga dilakukan tepat waktu dan pelunasan kredit tidak mengalami penundaan berdasarkan perjanjian. Sedangkan kredit digolongkan tidak lancar (menunggak) dalam pengembaliannya jika pembayaran angsuran dan bunga mengalami penundaan dari waktu yang diperjanjikan. Pengembalian kredit yang tidak lancar (menunggak) ini digolongkan lagi ke dalam lima tingkatan/status oleh BRI yaitu (1) DPK (dalam pengawasan khusus), status ini diberikan pada debitur yang menunda pembayaran angsuran Kupedes selama satu minggu hingga 60 hari dari tanggal yang ditentukan. (2) Kurang lancar, yaitu pembayaran angsuran oleh debitur sedikit terhambat karena ada kecenderungan usaha nasabah mulai mengalami kesulitan, namun tingkat kesulitan tersebut masih tergolong ringan dan menyangkut salah satu aspek usaha saja. Status ini diberikan pada debitur yang menunggak pembayaran angsuran Kupedes selama lebih dari 60 hari hingga 90 hari. (3) Meragukan, terhambatnya pengembalian kredit diindikasikan dengan kemerosotan yang tajam dalam usahanya dan biasanya permasalahan yang terjadi mencakup berbagai aspek usaha. Status ini diberikan pada debitur yang menunggak selama lebih dari 90 hari hingga 120 hari. (4) Macet, status ini dikenakan kepada debitur yang tidak dapat membayar angsuran dan bunga kredit dalam jangka waktu yang lama antara lebih dari 120 hari hingga 270 hari. (5) Pengembalian kredit yang termasuk dalam datar hitam (DH) yaitu debitur yang benar-benar sudah tidak mampu membayar pelunasan kredit karena usahanya sudah bangkrut dan kemungkinan asetnya tidak dapat dicairkan atau
tidak ada sama sekali dan batasan seorang nasabah dimasukkan ke dalam daftar hitam (DH) adalah ketika pelunasan kreditnya mengalami penundaan lebih dari 270 hari. Faktor-faktor
yang
diduga
mempengaruhi
tingkat
kelancaran
pengembalian kredit (Kupedes) dan membedakan kelompok debitur yang tergolong lancar dan menunggak dalam pengembalian kredit tersebut diduga terdiri faktor usia, jenis kelamin sebagai variabel dummy, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan dalam keluarga yang merupakan karakteristik personal. Sedangkan karakteristik usaha yang diduga berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian Kupedes meliputi pendapatan/omzet usaha dan lama usaha. Selain itu, karakteristik kredit meliputi nilai plafond kredit, jangka waktu pengembalian dan frekuensi peminjaman. Pemilihan semua faktor/variabel yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit tersebut berdasarkan hasil diskusi dengan pihak manajemen yang menangani bidang perkreditan dan kepala BRI
unit
Cigudeg
serta
didukung
oleh
referensi
dari
penelitian
sebelumnya/terdahulu. Secara terinci mengenai pengaruh yang diduga berasal dari ketiga karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Karakteristik personal Usia diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Semakin tinggi usia debitur maka kematangan berpikir dan kebijaksanaan dalam bertindak semakin baik dan kemampuan pengelolaan usaha semakin baik pula sehingga peluang penunggakan pengembalian kredit semakin kecil, dengan kata lain pengembalian kredit diharapkan lebih lancar.
Jenis kelamin, wanita diduga memiliki peluang pengembalian kredit dengan lancar lebih besar daripada pria karena diduga bahwa wanita memiliki loyalitas yang lebih besar dan lebih mampu menjaga kepercayaan yang diberikan bank dalam memenuhi kewajiban angsuran kredit (Kupedes BRI unit Cigudeg) dibandingkan pria. Tingkat pendidikan diduga bepengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena berdasarkan penuturan dari pihak manajemen yang menangani kredit di BRI unit Cigudeg, semakin tinggi tingkat pendidikan debitur maka mereka akan semakin berani dalam melakukan penunggakan pengembalian kredit. Jumlah tanggungan dalam keluarga diduga berpengaruh negatif dalam kelancaran pengembalian kredit. Asumsinya, semakin banyak tanggungan dalam keluarga maka semakin besar pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
sehari-hari
sehingga
menghabiskan
sejumlah
besar
proporsi
pendapatannya. Hal ini menyebabkan adanya peluang ketidakmampuan debitur yang memiliki jumlah tanggungan keluarga banyak dalam pengembalian kredit. 2. Karakteristik usaha Pendapatan/omzet usaha debitur diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena semakin besar pendapatan usaha maka kemampuan membayar angsuran dan beban bunga semakin besar sehingga peluang pengembalian kredit secara lancar juga semakin besar. Lama usaha debitur diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam mengelola usaha sehingga
mendukung keberhasilan usaha yang digeluti. Keberhasilan usaha tersebut dapat menjamin perolehan pendapatan/keuntungan sebagai sumber biaya hidup dan memberikan peluang kemampuan pengembalian kredit secara lancar. 3. Karakteristik kredit Nilai plafond kredit diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena semakin besar nilai plafond kredit yang diterima akan memperbesar beban angsuran dan bunga yang harus dibayar debitur sehingga menurunkan peluang pengembalian kredit secara lancar. Jangka waktu pengembalian kredit diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit, asumsinya semakin lama jangka waktu pengembalian kredit maka tanggungan angsuran semakin kecil sehingga beban debitur dalam pelunasan kredit menjadi lebih ringan dibandingkan dengan jangka waktu yang lebih cepat dengan besar pinjaman yang sama. Jadi semakin panjang jangka waktu pelunasan kredit maka semakin berpeluang bagi nasabah untuk mengembalikan kredit dengan baik/lancar. Frekuensi peminjaman diduga berpengaruh positif dalam kelancaran pengembalian kredit karena debitur yang telah berpengalaman meminjam kredit sebelumnya atau dengan kata lain semakin sering debitur memperoleh pinjaman kredit sebelumnya menunjukkan bahwa kredibilitas debitur tersebut tidak diragukan lagi dalam memenuhi angsuran kredit sehingga pihak bank juga tidak ragu dalam memberikan pinjaman kembali. Semua karakteristik di atas diperkirakan memiliki pengaruh yang nyata terhadap perbedaan tingkat kelancaran pengembalian kredit (Kupedes) sehingga pihak bank (BRI) perlu memperhatikan karakteristik nasabah dalam mengabulkan
suatu permohonan kredit. Kebijakan mengenai penyaluran Kupedes perlu direncanakan dan ditetapkan dengan baik agar hal itu dapat menjadi simbiosis mutualisme bagi debitur dan pihak BRI. Di lain sisi pihak debitur merasa diuntungkan dengan adanya bantuan modal dalam menyokong keberhasilan usahanya dan di sisi lain, pihak BRI memperoleh keuntungan dari pendapatan bunga kredit yang diberikan dan pengembalian kredit dari debitur berjalan lancar tanpa adanya kasus penunggakan apalagi kemacetan. BRI tidak hanya berharap dan berupaya menekan angka kredit bermasalah, tapi juga berupaya untuk sebisa mungkin penyaluran Kupedes dapat mencapai tujuan yang diharapkan yaitu dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka meningkatakan produktivitas dan pengembangan usaha rakyat kecil (UMKM) di pedesaan. Untuk menjamin bahwa kredit yang diberikan kepada debitur dimanfaatkan sebagaimana mestinya, pihak BRI juga melakukan pengawasan kepada debitur tersebut khususnya menyangkut aktivitas usaha debitur. Kerangka pemikiran operasional yang telah diuraikan di atas dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:
BRI Cabang Bogor BRI Unit Cigudeg
Kupedes UMKM Penunggakan Kredit (Kredit Bermasalah)
Karakteristik personal
Usia Jenis kelamin Tingkat pendidikan Jumlah tanggungan dalam keluarga
Karakteristik usaha Pendapatan/omzet usaha Lama usaha
Karakteristik kredit Nilai plafond kredit Jangka waktu pengembalian Frekuensi peminjaman kredit
Tingkat Pengembalian kredit Lancar
Menunggak
Analisis Kualitatif (Deskriptif) Analisis Kuantitatif (Regresi Logistik) dan Korelasi Output: Karakteristik debitur yang lancar dan menunggak dalam mengembalikan kredit (Deskriptif) Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi dan memiliki keterkaitan terhadap tingkat pengembalian kredit (Regresi Logistik dan Korelasi) Bahan evaluasi dan pertimbangan dalam penyusunan strategi dan kebijakan kredit (Kupedes) BRI Unit Cigudeg pada masa mendatang Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kantor BRI unit Cigudeg dan tempat tinggal debitur (nasabah) yang menjadi responden. Pelaksanaan penelitian berlangsung bulan Maret 2008 sedangkan upaya persiapan/prapenelitian dan penjajagan mulai dilakukan sejak bulan Desember 2007.
4.2. Jenis dan Sumber Data Adapun jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil wawancara dengan debitur/nasabah Kupedes dengan bantuan kuesioner agar pertanyaan dalam wawancara lebih sistematis dan diskusi dengan pihak manajemen BRI unit Cigudeg. Sedangkan data sekunder bersumber dari data terkait debitur UMKM dan laporan BRI unit Cigudeg menyangkut kredit, data dari BRI cabang Bogor, data-data dari lembaga terkait seperti BPS, Deptan, BI dan sebagainya serta studi pustaka dari literatur-literatur yang bersangkutan.
4.3. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua UMKM yang menjadi debitur Kupedes BRI unit Cigudeg dan masih tergolong aktif hingga bulan Februari 2008 dan telah memperoleh pinjaman Kupedes sekurang-kurangnya enam bulan berjalan. Jumlah anggota populasi ini sebanyak 520 debitur yang terbagi dalam dua subpopulasi yaitu debitur dengan pengembalian lancar sebanyak 426 orang dan debitur dengan pengembalian tidak lancar sebanyak 94 orang.
4.4. Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja dan disproporsional (purposive and unproportional sampling) sehingga semua anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel dan jumlah sampel yang mewakili kelompok-kelompok dalam populasi tidak bersifat proporsional. Pemilihan sampel secara sengaja dan tidak proporsional ini dilakukan karena keterbatasan jangkauan terhadap debitur yang tempat tinggalnya cukup jauh sehingga debitur sampel yang diambil adalah yang mudah dijangkau. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 65 orang yang berdasarkan pada metode Gay dalam Novitasari (2006) yang menyatakan bahwa jumlah responden yang dinilai cukup mewakili kesuluruhan populasi yaitu minimal 10 persen dari total populasi. Jumlah sampel yang diambil tersebut sudah memenuhi syarat tersebut bahkan lebih dari 10 persen dari total populasi (10%x520=52). Sedangkan jumlah sampel untuk masing-masing subpopulasi yaitu 39 orang mewakili subpopulasi debitur yang lancar dalam mengembalikan kredit dan 26 orang mewakili subpopulasi yang menunggak. Penentuan jumlah subsampel ini mengikuti pendapat dari Joseph F. Hair (1998) bahwa terdapat beberapa kesamaan antara analisis Diskriminan dengan analisis Regresi Logistik di antaranya adalah populasi terbagi menjadi kelompok-kelompok tertentu dan untuk dapat mewakili masing-masing kelompok dibutuhkan minimal 20 observasi sebagai sampel dari masing-masing kelompok tersebut.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perangkat digital komputer dengan aplikasi program software Excel dan Minitab 14. Analisis data yang akan dilakukan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
4.5.1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif berupa deskripsi dari karakteristik pengusaha UMKM sebagai debitur Kupedes yang didukung penyajian data dalam bentuk tabulasi dengan menggunakan pendekatan pemusatan proporsi untuk mengetahui perbedaan karakteristik antara debitur yang lancar dan menunggak dalam mengembalikan kreditnya.
4.5.2. Analisis Kuantitatif Analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh pada kelancaran pengembalian Kupedes menggunakan model analisis Regresi Logistik (Logit Biner) sehingga dapat diketahui variabel-variabel prediktor (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, omzet usaha, lama usaha, nilai plafond, jangka waktu pengembalian dan frekuensi peminjaman) yang secara nyata berpengaruh atau tidak terhadap tingkat kelancaran pengembalian Kupedes sebagai variabel respon. Selain itu, analisis lanjutan berupa analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui kecenderungan atau keeratan hubungan antara variabel-variabel (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, omzet usaha, lama usaha, nilai plafond, jangka waktu pengembalian
dan
frekuensi
peminjaman)
dengan
tingkat
kelancaran
pengembalian Kupedes. Analisis korelasi ini dilakukan untuk mendukung hasil analisis regresi logistik sebelumnya.
4.5.2.1. Analisis Regresi Logistik 1. Penentuan Variabel
Variabel respon Y = 1 : Jika pengembalian kredit lancar Y = 0 : Jika pengembalian kredit menunggak
Variabel prediktor o Karakteristik personal X1 = Usia (tahun) X2 = Jenis kelamin, sebagai variabel dummy (1=wanita dan 0=pria) X3 = Tingkat pendidikan (tahun) X4 = Jumlah tanggungan dalam keluarga (orang) o Karakteristik usaha X5 = Pendapatan/omzet usaha (ribu rupiah) X6 = Lama usaha (tahun) o Karakteristik kredit X7 = Nilai plafond kredit (juta rupiah) X8 = Jangka waktu pengembalian (bulan) X9 = Frekuensi peminjaman (kali)
2. Estimasi Fungsi Regresi Logistik Regresi Logistik merupakan suatu model analisis untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel prediktor yang berskala metrik (kontinyu) atau kategorik(nominal) terhadap variabel respon yang berskala kategorik. Estimasi model tersebut yaitu (Sharma, 1996):
⎡ p ⎤ Li = ln ⎢ ⎥ = β0 + β1X1 + β2X2 + ........ + βkXk ⎣1 − p ⎦
Keterangan: Li
= Variabel respon, dalam hal ini tingkat kelancaran pengembalian kredit (1=lancar, 0=menunggak)
β0
= Konstanta
β1
= Koefisien variabel prediktor ke-1
βk
= Koefisien variabel prediktor ke-k
X1 = Variabel prediktor ke-1 Xk = Variabel prediktor ke-k
3. Uji Kelayakan Model
Pengujian terhadap kelayakan model menggunakan statistik G yang merupakan nisbah kemungkinan maksimum untuk mengetahui peran variabelvariabel prediktor dalam model secara simultan/bersama-sama. Rumus uji G yaitu: ⎡l ⎤
G = -2 ln ⎢ 0 ⎥ ⎣ l1 ⎦
Keterangan: l0 = Likelihood tanpa variabel prediktor l1 = Likelihood dengan variabel prediktor Hipotesis:
H0 = β1 = β2 = ... = βk = 0 H1 = Minimal ada satu nilai β ≠ 0
Jika nilai G > X2p(α) atau p-value dari statistik G lebih kecil dari taraf nyata (α = 0,050) maka keputusannya adalah menolak H0, artinya setidak-tidaknya ada satu variabel prediktor yang berpengaruh nyata terhadap variabel respon.
4. Uji Kebaiksuaian Model
Uji kebaiksuaian (goodness of fit) model dilakukan dengan memperhatikan nilai sebaran chi-square dari metode Pearson, Deviance dan Hosmes & Lemeshow. Hipotesis: H0 = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai prediksi oleh model H1 = Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai prediksi oleh model Jika p-value dari ketiga statistik tersebut lebih besar dari taraf nyata (α = 0,050) maka keputusannya adalah menerima H0 yang artinya model tersebut cukup layak untuk digunakan dalam prediksi.
5. Uji Signifikansi Variabel Prediktor Secara Individu
Pengujian terhadap signifikansi masing-masing variabel prediktor secara individu dilakukan dengan uji Wald (Wj), dengan rumus:
Wj =
^ β ^ ^ SE (βk)
Keterangan: ^ β = Penduga β ^ SE = Penduga standard error dari β βk = Koefisien variabel prediktor ke-k Hipotesis:
H 0 = βk = 0 H1 = βk ≠ 0, k=1,2,...,k
Statistik Wj mengikuti sebaran normal (Z), jika nilai Wj > Zα/2 atau twotailed p-value dari statistik Wj lebih kecil dari taraf nyata (α = 0,050) maka keputusannya adalah menolak H0, artinya variabel prediktor ke-k tersebut berpengaruh secara nyata/signifikan terhadap variabel respon.
4.5.2.2. Analisis Korelasi
Analisis korelasi merupakan analisis menngenai hubungan atau keterkaiatan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Analisis ini ditujukan untuk mengetahui apakah antara variabel yang satu dengan variabel yang lain ada keterkaitan atau hubungan dan bagaimana tingkat keeratan hubungan tersebut.
Ukuran korelasi yang sering digunakan adalah koefisien korelasi contoh (Walpole, 1982) dengan rumus:
n ⎞ ⎛ n ⎞⎛ n∑ x i y i −⎜ ∑ x i ⎟⎜⎜ ∑ y i ⎟⎟ i =1 ⎝ i =1 ⎠⎝ ⎠
r= ⎡ n 2 ⎛ n ⎞2 ⎤ ⎡ n 2 ⎛ n ⎞2 ⎤ ⎢n ∑ x i − ⎜ ∑ xi ⎟ ⎥ ⎢n ∑ y i − ⎜ ∑ y ⎟ ⎥ ⎝ i =1 ⎠ ⎦⎥ ⎢⎣ i =1 ⎝ i =1 ⎠ ⎦⎥ ⎣⎢ i =1
Keterangan: n = jumlah observasi xi = nilai variabel x pada observasi ke-i yi = nilai variabel y pada observasi ke-i
Dua variabel dikatakan berhubungan secara nyata jika p-value dari koefisien korelasinya lebih kecil dari taraf nyata (α=0,050). Kekuatan hubungan atau korelasi antar variabel tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi yaitu hubungan dinyatakan kuat jika nilai koefisien korelasinya mendekati satu dan dinyatakan memiliki hubungan yang lemah jika nilai koefisien korelasinya mendekati nol. Tanda dari nilai koefisien korelasi menunjukkan arah hubungan antara kedua variabel tersebut. Tanda positif dari nilai koefisien korelasi menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang searah, sedangkan tanda negatif dari nilai koefisien korelasi menunjukkan bahwa antara kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang berlawanan arah.
4.6. Definisi Operasional
Kredit lancar yaitu kredit yang tidak mengalami penundaan/penunggakan dalam pembayaran pokok pinjaman dan bunga dari waktu yang ditetapkan.
Kredit tidak lancar (menunggak) yaitu kredit yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya telah megalami penundaan selama satu minggu atau lebih.
Usia yaitu umur debitur (responden) sejak lahir hingga proses wawancara dilakukan.
Jenis kelamin yaitu jenis kelamin dari debitur penerima kredit sekaligus pengelola usaha (1=wanita, 0=pria)
Tingkat pendidikan yaitu tingkat pendidikan formal yang pernah dijalani oleh debitur, dihitung dalam satuan tahun (tidak lulus SD = 0, lulus SD = 6, lulus SMP = 9, lulus SMA = 12, lulus D3 = 15, lulus S1 = 16, lulus S2 = 18).
Jumlah tanggungan dalam keluarga yaitu banyaknya orang yang menjadi tanggungan debitur responden dalam keluarganya (termasuk debitur sendiri), dihitung dalam satuan orang.
Pendapatan/omzet usaha yaitu jumlah penerimaan kotor rata-rata per bulan dari hasil usaha debitur, dihitung dalam satuan rupiah yang dapat dirumuskan sebagai berikut: TR = P x Q
, dimana: TR : Total revenew/total pendapatan (rupiah) P : Harga produk yang dijual (rupiah)
Q : Jumlah produk yang terjual (unit)
Lama usaha yaitu lama usaha yang digeluti debitur, dihitung dalam satuan tahun.
Nilai plafond kredit yaitu nilai nominal pinjaman kredit (Kupedes) yang diterima debitur.
Jangka waktu pengembalian kredit yaitu lama pengembalian/pelunasan kredit (Kupedes) yang telah disepakati dalam perjanjian.
Frekuensi peminjaman yaitu berapa kali debitur telah memperoleh pinjaman Kupedes di BRI unit Cigudeg.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Umum BRI Unit Cigudeg 5.1.1. Sejarah dan Letak BRI Unit Cigudeg
BRI unit Cigudeg mulai berdiri sekitar tahun 1973 ketika sedang gencarnya penyelenggaraan program Bimbingan Massal (Bimas) kepada petani penerima kredit oleh BRI. BRI unit Cigudeg merupakan salah satu unit BRI cabang Bogor yang beroperasi untuk melayani masyarakat pedesaan. Kantor BRI unit Cigudeg ini terletak di Jalan Raya Cigudeg dengan wilayah kerja mencakup tiga kecamatan dari 34 desa yaitu kecamatan Sukajaya, kecamatan Nanggung dan kecamatan Cigudeg. Lokasi kantor yang bersebelahan dengan pasar tradisional baru Cigudeg sebagai salah satu pusat kegiatan usaha masyarakat Cigudeg sangat mendukung salah satu produk BRI unit Cigudeg yaitu penyaluran kredit bagi usaha kecil untuk membantu kelancaran dan kemajuan usahanya. Selain itu, tidak adanya pesaing dalam menjalankan operasi jasa keuangan di daerah ini menyebabkan BRI unit Cigudeg semakin menjadi idola dalam memberikan pelayanan jasa keuangan bagi masyarakat setempat.
5.1.2. Struktur Organisasi BRI Unit Cigudeg
Organisasi BRI unit ini dipimpin oleh seorang Kepala Unit yang berperan sebagai penanggug jawab keseluruhan kinerja dari BRI unit Cigudeg. Di bawah kepala unit ada dua orang Mantri yang bertanggung jawab atas kelancaran penyaluran dan pengembalian kredit termasuk di dalamnya melakukan pemantauan dan pembinaan kepada nasabah penerima kredit (debitur).
Selain Mantri, ada dua orang yang menduduki posisis Deskman yaitu bertugas sebagai analis pertama dalam menilai kelayakan calon penerima kredit (debitur). Seorang Teller yang bertugas menangani pelayanan tabungan, transfer/pemindahbukuan, penarikan tabungan dan jasa lainnya. Di samping karyawan inti tersebut BRI unit Cigudeg juga memiliki seorang staf keamanan dan seorang staf bantu. Stuktur inti dari organisasi BRI unit Cigudeg tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:
Kepala Unit
Mantri 2
Mantri 1
Deskman 1
Teller
Deskman 2
Gambar 6. Struktur Organisasi BRI Unit Cigudeg
5.1.3. Produk-Produk BRI Unit Cigudeg
Seperti halnya BRI unit yang lain, pada dasarnya produk-produk yang ditawarkan oleh BRI unit Cigudeg meliputi: 1. Kredit Pasif (Tabungan) yang terdiri atas: a) Simpanan Pedesaan (Simpedes) Simpedes merupakan pelayanan tabungan biasa yang tidak dibatasi jumlah maupun jangka waktu penarikannya dengan pemberian bunga yang bertingkat berdasarkan jumlah tabungan yaitu, nilai saldo tabungan hingga Rp 100 ribu tidak mendapatkan bunga; lebih dari Rp 100 ribu hingga Rp 5 juta diberikan bunga sebesar dua persen; lebih dari Rp 5 juta hingga Rp 10
juta diberikan bunga sebesar 2,5 persen dan di atas Rp 10 juta diberikan bunga sebesar tiga persen. b) Giro Desa Giro Desa merupakan jenis tabungan yang dilengkapi sarana penarikan dalam bentuk cek. Penetapan bunga atas jenis tabungan ini yaitu, saldo tabungan hingga Rp 5 juta tidak diberikan bunga; lebih dari Rp 5 juta hingga Rp 25 juta diberikan bunga sebesar 1,5 persen; lebih dari Rp 25 juta hingga Rp 100 juta diberikan bunga sebesar dua persen; lebih dari Rp 100 juta hingga Rp 1 milyar diberikan bunga sebesar 2,5 persen dan di atas Rp 1 milyar diberikan bunga sebesar tiga persen. c) Deposito Deposito merupakan pelayanan tabungan dengan ketetapan jangka waktu penarikan sesuai dengan perjanjian sehingga nasabah tidak bisa menarik tabungannya dengan bebas melainkan hanya bisa menarik tabungannya pada waktu yang telah disepakati sebelumnya. Besarnya bunga yang diberikan atas tabubungan deposito ini lebih besar dibandingkan jenis tabungan lainnya yaitu sebesar 6,25 persen dalam jangka waktu satu hingga 24 bulan. 2. Kredit Aktif Kredit aktif BRI unit Cigudeg yaitu pemberian jasa kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Golongan Berpenghasilan Tetap (GBT) yang dikenal dengan nama Kredit Umum Pedesaan (Kupedes). Kupedes mulai diselenggarakan sekitar tahun 1985-an setelah berakhirnya
program Bimas. Sasaran penerima Kupedes adalah para pelaku usaha (komersil) dan GBT. Kredit yang ditujukan untuk masyarakat pedesaan yang umumnya merupakan golongan ekonomi menengah ke bawah ini memiliki ketentuan persyaratan yaitu, usia debitur berkisar 18 tahun hingga 75 tahun, adanya agunan sebagai jaminan baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti tanah, bangunan, motor dan sebagainya. Bagi debitur komersil disyaratkan telah memiliki usaha yang sudah berjalan minimal satu tahun, tapi persyaratan lama usaha tersebut tidak mutlak dengan mempertimbangkan alasan lain. Pembebanan bunga pada debitur Kupedes digolongkan menjadi dua, yaitu bunga sebesar dua persen dikenakan pada debitur dengan nilai plafond kredit di bawah Rp 25 juta dan bunga sebesar 1,67 persen dikenakan pada debitur dengan nilai plafond kredit Rp 25 juta dan di atasnya. Sejak Maret 2008, pemberian pinjaman/kredit dengan plafond maksimal lima juta rupiah digolongkan ke dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) sehingga penyaluran Kupedes ditujukan untuk plafond pinjaman minimal di atas lima juta rupiah. Persyaratan KUR ini lebih ringan dibandingkan dengan Kupedes yaitu tidak diperlukan agunan dalam memperoleh kredit tersebut dan bagi debitur komersil (usaha) minimal sudah menjalankan usaha selama enam bulan, sedangkan persyaratan lainnya sama dengan Kupedes. 3. Jasa Perbankan Lainnya Jasa ini di antaranya meliputi pelayanan transfer/pemindahbukuan, pembayaran kredit kendaraan, pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB)
dan sebagainya yang dapat menambah pendapatan BRI unit Cigudeg dari hasil pungutan biaya atas layanan jasa tersebut (Kepala BRI Unit Cigudeg, 2008).
5.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit
Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam pengembalian kredit Kupedes diidentifikasi berdasarkan variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit, meliputi karakteristik personal, karakteristik usaha dan karakteristik kredit.
Karakteristik personal
terdiri atas usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan dalam keluarga. Karakteristik usaha mencakup omzet usaha dan lama usaha. Sedangkan karakteristik kredit meliputi jumlah plafond/pinjaman, jangka waktu pelunasan dan frekuensi peminjaman. Berdasarkan karakeristik personal, tingkatan usia nasabah yang menjadi responden berkisar antara 21 tahun hingga 66 tahun, sebagian besar berjenis kelamin pria (41 orang pria dan 24 orang wanita) dan jumlah tanggungan dalam keluarga antara satu orang hingga 13 orang. Berdasarkan karakteristik usaha, kisaran omzet usaha responden antara Rp 1,5 juta hingga Rp 75 juta per bulan dengan lama usaha antara 0,5 tahun hingga 38 tahun. Sedangkan berdasarkan karakreistik kredit, nilai plafond debitur responden antara Rp 2 juta hingga Rp 100 juta, jangka waktu pelunasan kredit antara 12 bulan hingga 24 bulan dan frekuensi peminjaman antara satu kali hingga delapan kali.
5.2.1. Perbandingan Karakteristik Personal Responden
Seluruh responden dari masing-masing kategori kelancaran pengembalian kredit diidentifikasi karakteristik personalnya berdasarkan variabel usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan dalam keluarga sebagai berikut:
a) Usia Usia seseorang identik dengan tingkat kedewasaannya. Umumnya, semakin tinggi usia seseorang maka semakin dewasa pula sikap dan perilakunya. Tingkatan usia mempengaruhi kematangan berpikir dan kebijakan dalam mengambil keputusan atau bertindak karena dengan bertambahnya usia biasanya pengalaman hidup dalam menghadapi dan memecahkan suatu permasalahan semakin banyak. Sejalan dengan peningkatan usia juga meningkatkan pengalaman mengelola usaha sehingga keberhasilan usaha kemungkinan lebih terjamin.
Tabel 2. Perbandingan Sebaran Usia Responden per Kategori Lancar Menunggak Total Usia Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi (tahun) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) ≤ 24 1 2,56 0 0,00 1 1,54 25 – 34 10 25,64 3 11,54 13 20,00 35 – 44 15 38,46 13 50,00 28 43,08 45 – 54 8 20,51 6 23,08 14 21,54 ≥ 55 5 12,82 4 15,38 9 13,85 Total 39 100,00 26 100,00 65 100,00
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada kisaran usia 35 tahun hingga 54 tahun sebanyak 64,62 persen (43,08%+21,54%). Sedangkan kisaran usia sebagian besar responden dari masing-
masing kategori pengembalian kredit (lancar dan menunggak) yaitu responden yang lancar memiliki kisaran usia 25 tahun hingga 44 tahun sebanyak 64,10 persen (25,64%+38,46%) dan responden yang menunggak memiliki kisaran usia 35 tahun hingga 54 tahun sebanyak 73,08 persen (50,00%+23,08%). Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan sebaran usia sebagian besar responden antara yang lancar dan menunggak dalam pengembalian kredit. Debitur responden yang tergolong menunggak umumnya memiliki kisaran usia yang lebih tua dibandingkan debitur yang lancar.
b) Jenis Kelamin Perbedaan gender terkadang melatarbelakangi prilaku dan tindakan seseorang. Tidak jarang seorang wanita lebih mengedepankan perasaan daripada pikiran dalam melakukan suatu tindakan, sedangkan seorang pria sebaliknya. Kaitannya dengan pengembalian kredit (Kupedes BRI unit Cigudeg) diduga bahwa perilaku pengembalian kredit ini (lancar maupun menunggak) berkaitan dengan perbedaan gender tersebut.
Tabel 3. Perbandingan Sebaran Jenis Kelamin Responden per Kategori
Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Lancar Jumlah Proporsi (orang) (%) 26 66,67 13 33,33 39 100,00
Menunggak Jumlah Proporsi (orang) (%) 16 61,54 10 38,46 26 100,00
Total Jumlah Proporsi (orang) (%) 42 64,62 23 35,38 65 100,00
Jenis kelamin responden secara keseluruhan didominansi oleh pria sebanyak 64,62 persen dan sisanya adalah wanita. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya pria merupakan kepala keluarga yang bertanggung jawab dalam
memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya sehingga pengelola usaha sebagai debitur penerima Kupedes sebagian besar adalah pria. Masing-masing kategori pengembalian kredit baik yang lancar ataupun menunggak juga didominansi oleh pria (66,67 persen dan 61,54 persen) seperti yang tampak pada tabel tersebut. Hal ini mencerminkan bahwa karakteristik debitur yang mampu mengembalikan kredit dengan baik/lancar dan menunggak tidak dapat dibedakan berdasarkan perbedaan gender/jenis kelamin.
c) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang tercermin dalam tindakan dan perilakunya sehari-sehari. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya lebih berdisiplin dan bertanggung jawab dalam menjalankan kewajibannya. Kaitannya dengan pengembalian kredit, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan semakin berdisiplin dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban membayar angsuran kredit. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan dan wawasannya semakin bertambah sehingga akan mendukung kemampuan mengelola usaha dengan baik.
Tabel 4. Perbandingan Sebaran Tingkat Pendidikan Responden per Kategori Lancar Menunggak Total Pendidikan Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) Tidak 1 2,56 0 0,00 1 1,54 Sekolah SD 20 51,28 12 46,15 32 49,23 SMP 10 25,64 8 30,77 18 27,69 SMA 7 17,95 5 19,23 12 18,46 Diploma 1 2,56 0 0,00 1 1,54 Sarjana 0 0,00 1 3,85 1 1,54 Total 39 100,00 26 100,00 65 100,00
Berdasarkan tabel tersebut, sebagian besar responden berpendidikan SD hingga SMP yaitu sebanyak 76,92 persen (49,23%+27,69%). Tingkat pendidikan sebagian besar debitur responden antara yang lancar dan menunggak dalam mengembalikan kredit sedikit berbeda yaitu responden yang tergolong lancar berpendidikan memiliki SD sebanyak 51,28 persen, sedangkan responden yang tergolong menunggak berpendidikan SD hingga SMP sebanyak 76,92 persen (46,15%+30,77%). Terdapat sedikit perbedaan tingkat pendidikan antara debitur responden yang lancar dan menunggak dalam mengembalikan kredit dimana debitur yang menunggak memiliki kisaran pendidikan yang lebih tinggi daripada debitur yang lancar. Tingkat pendidikan sebagian besar responden yang masih tergolong rendah ini karena Cigudeg merupakan wilayah pedesaan yang tingkat pendidikan penduduknya masih relatif rendah dibandingkan dengan penduduk perkotaan yang umumnya sudah menyadari pentingnya menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
d) Jumlah Tanggungan dalam Keluarga Jumlah anggota dalam keluarga yang harus ditanggung kebutuhan hidupnya oleh seorang kepala keluarga mempengaruhi besarnya pengeluaran dalam keluarga tersebut. Asumsinya, semakin banyak tanggungan dalam keluarga otomatis kebutuhan hidup semakin besar sehingga biaya yang harus dikeluarkan juga semakin besar. Semakin besar jumlah tanggungan dalam keluarga maka akan semakin besar pula proporsi pendapatan yang harus dibelanjakan. Hal tersebut dapat mengurangi kemampuan seseorang dalam membayar angsuran kredit.
Tabel 5. Perbandingan Sebaran Jumlah Tanggungan dalam Keluarga Responden Per Kategori
Jumlah Tanggungan (orang) 1 2 3 4 5 >5 Total
Lancar Jumlah Proporsi (orang) (%) 3 7,69 6 15,38 7 17,95 11 28,21 6 15,38 6 15,38 39 100,00
Menunggak Jumlah Proporsi (orang) (%) 0 0,00 5 19,23 10 38,46 7 26,92 3 11,54 1 3,85 26 100,00
Total Jumlah Proporsi (orang) (%) 3 4,62 11 16,92 17 26,15 18 27,69 9 13,85 7 10,77 65 100,00
Sebagian besar jumlah tanggungan keluarga dari keseluruhan responden sebanyak tiga orang hingga empat orang dengan proporsi 53,84 persen (26,15%+27,69%). Berdasarkan jumlah tanggungan keluarga tersebut, terdapat perbedaan antara debitur yang lancar dan menunggak dalam mengembalikan kredit yaitu sebagian besar responden yang lancar memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga sebanyak tiga orang hingga lima orang dengan proporsi 61,54 persen (17,95%+28,21%+15,38%), sedangkan responden yang menunggak memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga sebanyak tiga orang hingga empat orang dengan proporsi 65,38 persen (38,46%+26,92%). Berdasaran hal tersebut dapat dikatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga responden yang tergolong lancar dalam mengembalikan kredit memiliki jumlah tanggungan keluarga yang cenderung lebih banyak dibandingkan jumlah tanggungan keluarga responden yang tergolong menunggak dalam mengembalikan kredit.
5.2.2. Perbandingan Karakteristik Usaha Responden
Karakteristik usaha responden baik dengan kategori pengembalian lancar maupun menunggak diklasifikasikan berdasarkan nilai omzet/pendapatan usaha per bulan dan lama usaha yang digeluti yaitu:
a) Omzet Usaha Omzet/pendapatan usaha merupakan suatu sumber pemenuhan kebutuhan hidup bagi pelaku usaha dan keluarganya. Semakin tinggi pendapatan usaha seseorang maka semakin tinggi pula kemampuannya dalam membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan kata lain, pendapatan seseorang berkorelasi positif dengan tingkat kemakmurannya. Kaitannya dengan pengembalian kredit, pendapatan usaha seorang debitur dapat mencerminkan kemampuannya dalam memenuhi kewajiban pengembalian kredit dengan baik/lancar karena pendapatan tersebut sebagai sumber dalam membayar angsuran kredit. Semakin besar pendapatan usaha debitur maka kemampuannya dalam melunasi kredit semakin terjamin.
Tabel 6. Perbandingan Sebaran Omzet Usaha Responden per Kategori Lancar Menunggak Total Omzet Usaha Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi ( Rp.000) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) ≤ 6.000 11 28,21 16 61,54 27 41,54 > 6.000-12.000 7 17,95 3 11,54 10 15,38 > 12.000-18.000 6 15,38 3 11,54 9 13,85 > 18.000-24.000 4 10,26 1 3,85 5 7,69 > 24.000-30.000 2 5,13 3 11,54 5 7,69 > 30.000 9 23,08 0 0,00 9 13,85 Total 39 100,00 26 100,00 65 100,00
Omzet usaha sebagian besar responden berada pada kisaran ≤Rp 6 juta hingga Rp 12 juta per bulan dengan proporsi 56,92 persen (41,54%+15,38%). Sebaran omzet usaha sebagian besar responden yang lancar berada pada dua kelas yang sangat berbeda yaitu ≤Rp 6 juta dan >Rp 30 juta per bulan sebanyak 51,29 persen (28,21%+23,08%), sedangkan responden yang menunggak sebagian besar memiliki kisaran omzet usaha ≤Rp 6 juta per bulan dengan proporsi 61,54 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sebaran omzet usaha responden antara yang lancar dan menunggak dalam mengembalikan kredit yaitu sebaran omzet usaha responden yang tergolong lancar relatif berimbang antara kisaran terkecil (≤Rp 6 juta) dan kisaran terbesar (>Rp 30 juta) dari seluruh omzet usaha responden. Sedangkan responden yang tergolong menunggak memiliki sebaran omzet usaha yang mengumpul pada satu kisaran yaitu kisaran omzet terkecil dari seluruh responden (≤Rp 6 juta).
b) Lama Usaha Lama usaha dapat menunjukkan keandalan seseorang dalam menjalankan usahanya. Semakin lama pengalaman seseorang dalam berusaha maka kemampuannya dalam mengelola usaha akan semakin baik. Lama usaha juga mencerminkan kemapanannya dalam bidang usaha yang digelutinya. Harapannya, semakin lama usaha yang digeluti seorang debitur maka peluang keberhasilan usahanya
semakin
besar
pula
pengembalian kredit oleh debitur.
sehingga
dapat
menjamin
kemampuan
Tabel 7. Perbandingan Sebaran Lama Usaha Responden per Kategori
Lama Usaha (tahun) ≤1 >1–3 >3–5 >5–7 >7–9 >9 Total
Lancar Jumlah Proporsi (orang) (%) 0 2,56 6 15,38 5 12,82 5 12,82 3 7,69 20 51,28 39 100,00
Menunggak Jumlah Proporsi (orang) (%) 4 15,38 8 30,77 3 11,54 0 0,00 0 0,00 11 42,31 26 100,00
Total Jumlah Proporsi (orang) (%) 4 6,15 14 21,54 8 12,31 5 7,69 3 4,62 31 47,69 65 100,00
Seperti yang terlihat pada tabel bahwa sebagian besar responden telah menjalankan usahanya lebih dari satu hingga tiga tahun dan lebih dari sembilan tahun dengan proporsi 69,23 persen (21,54%+47,69%). Demikian juga debitur dengan kategori pengembalian kredit menunggak, sebagian besar telah menjalani usahanya lebih dari satu hingga tiga tahun dan lebih dari sembilan tahun sebanyak 73,08 persen (30,77%+42,32%). Sedangkan sebagian besar responden yang tergolong lancar dalam mengembalikan kredit telah menggeluti usahanya lebih dari sembilan tahun dengan proporsi 51,28 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa sebaran lama usaha reponden antara yang lancar dan menunggak berbeda.
5.2.3. Perbandingan Karakteristik Kredit Responden
Perbandingan karakteristik kredit masing-masing responden diidentifikasi berdasarkan
nilai
plafond
kredit
yang
diperoleh,
jangka
waktu
pelunasan/pengembalian kredit dan frekuensi peminjaman kredit di BRI unit Cigudeg:
a) Nilai Plafond Kredit Besarnya plafond kredit yang diberikan oleh bank tergantung dari jumlah permintaan dan penilaian kemampuan pembayaran seorang debitur. Usaha yang cukup berhasil dan memberikan pendapatan yang besar berpeluang untuk memperoleh plafond dengan jumlah yang besar pula. Namun, jumlah plafond yang besar juga akan menimbulkan beban angsuran yang besar pula bagi debitur. Semakin besar jumlah plafond kredit yang diberikan oleh bank maka semakin besar beban yang harus ditanggung oleh debitur dalam pelunasannya sehingga pemberian plafond kredit yang besar menimbulkan resiko terhambatnya pengembalian kredit oleh debitur (menunggak). Nilai plafond kredit yang biasa diberikan oleh BRI unit Cigudeg antara Rp 1 juta hingga Rp 100 juta.
Tabel 8. Perbandingan Sebaran Nilai Plafond Kredit Responden per Kategori Lancar Menunggak Total Nilai Plafond Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi (Rp.000.000) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) ≤3 4 10,26 4 15,38 8 12,31 > 3 – 15 21 53,85 16 61,54 37 56,92 >15 – 25 12 30,77 5 19,23 17 26,15 >25 – 50 1 2,56 1 3,85 2 3,08 >50 – 100 1 2,56 0 0,00 1 1,54 Total 39 100,00 26 100,00 65 100,00
Sebagian besar responden memperoleh plafond kredit antara >Rp 3 juta hingga Rp 15 juta yaitu sebanyak 56,92 persen. Sebagian besar responden yang tergolong lancar maupun menunggak dalam pengembalian kredit juga memperoleh plafond dengan kisaran nilai tersebut (>Rp 3 juta hingga Rp 15 juta) yaitu sebanyak 53,85 persen dari responden yang lancar dan 61,54 persen dari responden yang menunggak. Ini menunjukkan bahwa debitur yang lancar dan
menunggak tidak dapat dibedakan berdasarkan nilai plafond kredit yang diperolehnya.
b) Jangka Waktu Pengembalian Kredit Jangka waktu pengembalian kredit merupakan waktu jatuh tempo seorang debitur dalam membayar seluruh nilai pinjaman yang diberikan termasuk pembayaran bunganya. Semakin panjang jangka waktu tersebut maka beban debitur dalam membayar angsuran akan semakin longgar/ringan. Umumnya, BRI memberikan jangka waktu jatuh tempo pelunasan kredit dalam 12 bulan, 18 bulan dan 24 bulan. Pemberian jangka waktu ini disesuaikan antara permintaan debitur dengan penilaian bank terhadap kemampuan pembayaran angsuran oleh debitur tersebut.
Tabel 9. Perbandingan Sebaran Jangka Waktu Pengembalian Kredit Responden per Kategori
Jangka Waktu (bulan) 12 18 24 Total
Lancar Jumlah Proporsi (orang) (%) 19 48,72 12 30,77 8 20,51 39 100,00
Menunggak Jumlah Proporsi (orang) (%) 10 38,46 13 50,00 3 11,54 26 100,00
Total Jumlah Proporsi (orang) (%) 29 44,62 25 38,46 11 16,92 65 100,00
Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar responden mengakses pinjaman kredit dengan jangka waktu pengembalian 12 hingga 18 bulan yaitu sebanyak 83,08 persen (44,62%+38,46%). Demikian juga dari masing-masing kelompok responden baik yang lancar mapun menunggak sebagian besar memperoleh kredit dengan jangka waktu pengembalian 12 hingga 18 bulan dengan proporsi 79,49
persen (48,72%+30,77%) dari responden yang tergolong lancar dan 88,46 persen (38,46%+50,00%) dari responden yang tergolong menunggak. Jadi, debitur responden yang lancar dan menunggak tidak dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu pengembalian kredit.
c) Frekuensi Peminjaman Kredit Frekuensi peminjaman kredit merupakan intensitas debitur dalam memperoleh pinjaman kredit dari BRI unit Cigudeg. Pihak BRI akan memberikan kepercayaan lebih pada debitur yang telah melunasi seluruh pinjaman kreditnya dengan lancar pada masa lalu sehingga petugas BRI tidak segan-segan memberikan pinjaman kembali. Sedangkan bagi debitur yang pernah melakukan tunggakan kredit di masa lalu akan sulit untuk memperoleh pinjaman kembali karena kredibilitas debitur tersebut sudah diragukan dan pihak bank tidak mau mengambil resiko dengan memberikan
pinjaman
kepada
debitur
yang
pernah
bermasalah
dalam
mengembalikan kreditnya. Hal ini meyebabkan debitur yang tidak pernah bermasalah dalam mengembalikan kreditnya akan semakin sering mendapatkan pinjaman dari bank dan sebaliknya bagi debitur yang pernah bermasalah dalam mengembalikan kreditnya.
Tabel 10. Perbandingan Sebaran Frekuensi Peminjaman Kredit Respoden per Kategori Lancar Menunggak Total Frekuensi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi (kali) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) 1 3 7,69 6 23,08 9 13,85 2 9 23,08 8 30,77 17 26,15 3 7 17,95 6 23,08 13 20,00 4 5 12,82 1 3,85 6 9,23 5 0 0,00 2 7,69 2 3,08 >5 15 38,46 3 11,54 18 27,69 Total 39 100,00 26 100,00 65 100,00
Sebagian besar dari keseluruhan responden telah memperoleh pinjaman kredit dari BRI unit Cigudeg sebanyak dua kali dan lebih dari lima kali dengan proporsi 53,84 persen (26,15%+27,69%). Demikian juga debitur responden yang tergolong lancar dalam mengembalikan kreditnya telah memperoleh pinjaman sebanyak dua kali dan lebih dari lima kali dengan proporsi 61,54 persen (23,08%+38,46%), sedangkan debitur yang tergolong menunggak umumnya memperoleh pinjaman sebanyak satu hingga tiga kali dengan proporsi 76,93 persen (23,08%+30,77%+23,08%). Hal
tersebut
menunjukkan
bahwa
terdapat
perbedaan
frekuensi
peminjaman antara debitur responden yang lancar dan menunggak dalam mengembalikan kredit. Hanya sedikit responden yang tergolong menunggak memperoleh pinjaman lebih dari tiga kali, sedangkan responden yang lancar tidak jarang telah memperoleh pinjaman lebih dari lima kali. Kondisi ini mendukung kenyataan bahwa pihak bank lebih mempercayai debitur yang terbukti tidak bermasalah dalam pengembalian kredit dimasa lalu sehingga semakin sering seorang debitur memperoleh pinjaman kredit dari BRI unit Cigudeg maka
kredibilitasnya semakin dipercaya dan semakin berpeluang untuk memperoleh pinjaman kredit kembali.
5.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit (Kupedes) di BRI unit Cigudeg ini terdiri dari sembilan faktor/variabel yang diklasifikasikan ke dalam tiga karakteristik, yaitu: 1. Karakteristik Personal yang terdiri dari faktor usia, jenis kelamin, pendidikan dan jumlah tanggungan dalam keluarga. 2. Karakteristik Usaha yang terdiri dari faktor omzet/pendapatan usaha dan lama usaha. 3. Karakteristik Kredit yang terdiri dari faktor nilai plafond, jangka waktu pengembalian kredit dan frekuensi peminjaman kredit. Berdasarkan output hasil olahan Minitab dengan selang kepercayaan 95 persen (taraf nyata (α) = 0,050) nilai uji statistik G sebesar 19,673 dengan p-value sebesar 0,020. Hal ini menunjukkan bahwa p-value lebih kecil daripada α (0,050) sehingga cukup bukti untuk menolak H0 bahwa tidak ada satu pun variabel prediktor yang berpengaruh nyata terhadap variabel respon. Artinya, setidaktidaknya ada satu variabel prediktor yang berpengaruh nyata terhadap variabel respon. Kesimpulannya bahwa dari semua faktor yang diduga mempengaruhi tingkat kelancaran pengembalian kredit, terdapat satu atau lebih faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Selanjutnya, untuk mengetahui kebaiksuaian model (goodness of fit) dapat dilihat dari nilai uji chi-square metode Pearson, Deviance dan Hosmer-
Lemeshow. Nilai uji chi-square dari ketiga metode tersebut masing-masing
57,2975; 67,8185 dan 10,1839 dengan p-value masing-masing sebesar 0,390; 0,115 dan 0,252. Nilai p-value dari ketiga metode tersebut menunjukkan lebih besar dari taraf nyata (α = 0,050) sehingga keputusannya adalah menerima H0 yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai obervasi dengan nilai prediksi dari model. Artinya, model tersebut cukup layak/baik dalam memprediksi faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Pengujian yang lebih spesifik difokuskan pada signifikansi masing-masing variabel prediktor dalam mempengaruhi variabel respon secara individu dengan menggunakan nilai uji statistik Z. Nilai statistik Z dari masing-masing variabel prediktor dengan p-value yang lebih kecil dari taraf nyata (α = 0,050) menunjukkan cukup bukti untuk menolak H0 bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap variabel respon, dengan kata lain akan menerima H1 bahwa variabel tersebut cukup signifikan dalam mempengaruhi variabel respon (tingkat kelancaran pengembalian kredit).
5.3.1. Analisis Pengaruh Karakteristik Pengembalian Kredit
Personal
terhadap
Tingkat
Karakteristik personal yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit (Kupedes) terdiri dari faktor/variabel usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan dalam keluarga. Berdasarkan output hasil olahan Minitab, pengaruh masing-masing variabel tersebut diuraikan sebagai berikut:
a) Usia Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tindakan dan kematangan berpikir seseorang. Semakin tinggi usia seseorang maka pengalaman hidupnya semakin bertambah dan pada umumnya usia seseorang yang semakin dewasa tersebut semakin menjadikan dirinya lebih bijak dalam menentukan sikap sehingga usia diduga akan berpengaruh positif terhadap kemampuan pengelolaan usaha dan kemauan memenuhi kewajiban angsuran kredit. Nilai uji statistik Z dari variabel usia sebesar -1,07 dengan p-value 0,286 (p-value>α). Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel usia tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Jika dikaitkan dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya, hasil analisis regresi ini cukup berbeda dimana berdasarkan analisis deskriptif sebaran usia debitur reponden antara yang lancar dan menunggak berbeda yaitu sebagian besar responden yang lancar memiliki usia antara 25 hingga 44 tahun, sedangkan yang menunggak memiliki usia antara 35 hingga 54 tahun. Nilai koefisien variabel usia yang bertanda negatif menunjukkan bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit (semakin tinggi usia maka peluang mengembalikan kredit dengan lancar semakin kecil). Nilai odds ratio sebesar 0,96 mempunyai arti bahwa kenaikan usia satu satuan (satu tahun) menyebabkan penurunan peluang menjadi 0,96 kali dari semula (sebelum peningkatan usia) dalam mengembalikan kredit secara lancar. Seorang debitur dengan usia lebih tinggi satu tahun daripada debitur lain akan berpeluang lebih kecil dalam mengembalikan kredit secara lancar yaitu
peluangnya menjadi 0,96 kali dari peluang debitur yang lebih muda satu tahun tersebut.
b) Jenis Kelamin Seorang wanita umumnya memiliki perasaan yang lebih sensitif dibanding pria sehingga diduga bahwa wanita lebih besar perasaan malunya dibanding pria ketika melakukan hal-hal yang kurang baik. Hal ini menjadikan alasan untuk menduga bahwa seorang wanita kemungkinan besar memiliki loyalitas dan mampu menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya khususnya dalam kesungguhan membayar angsuran kredit. Sebagai variabel dummy, jenis kelamin diberi nilai 1 atau 0. Berdasarkan pengalaman di lapang yang membuat penulis menduga bahwa wanita lebih loyal dan dapat menjaga kepercayaan yang diberikan pihak bank dalam hal memenuhi kewajiban angsuran kredit sehingga variabel dummy ini diberi nilai 1 untuk jenis kelamin wanita yang artinya mendukung kelancaran pengembalian kredit dan diberi nilai 0 untuk jenis kelamin pria. Berdasarkan output hasil olahan, ternyata variabel dummy ini tidak memiliki pengaruh yang nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Hal ini ditunjukkan dengan p-value dari statistik Z yang lebih besar dari taraf nyata (α = 0,050) yaitu sebesar 0,898. Kesimpulan ini didukung oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa sebagian besar debitur baik yang lancar ataupun menunggak adalah pria sehingga tidak ada perbedaan jenis kelamin dari sebagian besar debitur dari masing-masing kategori pengembalian kredit tersebut.
Koefisien variabel ini positif yang artinya jenis kelamin wanita (bernilai 1) berbanding positif dalam mendukung kelancaran pengembalian kredit sebagai variabel respon. Nilai odds ratio sebesar 1,09 mengartikan bahwa wanita berpeluang lebih besar 1,09 kali dalam mengembalikan kredit secara lancar dibandingkan pria.
c) Tingkat pendidikan Idealnya, tingkat pendidikan menunjukkan kepribadian dan sikap seseorang sehari-hari. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka wawasan dan pengetahunnya semakin luas serta akan lebih bijak dan rasional dalam bertindak. Sebab itu, tingkat pendidikan ini diharapkan berpengaruh positif terhadap kemampuan mengelola usaha dan memenuhi tanggung jawab termasuk dalam memenuhi angsuran kredit. Namun berdasarkan hasil diskusi dengan petugas bagian kredit di BRI unit Cigudeg, tidak jarang debitur dengan pendidikan yang lebih tinggi lebih berani dalam melakukan penunggakan pengembalian kredit. Sedangkan debitur dengan pendidikan lebih rendah umumnya memiliki rasa takut yang besar dan perasaan mereka yang merasa dirinya inferior sering menjadi hambatan untuk melakukan penunggakan. Tingkat pendidikan yang diduga berpengaruh terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit ternyata memberikan hasil yang berbeda. Nilai satistik Z sebesar -1,34 memiliki p-value sebesar 0,181 yang lebih besar daripada α (0,050) mengindikasikan bahwa variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Kesimpulan ini agak berbeda dengan
hasil analisis deskriptif bahwa sedikit terdapat perbedaan tingkat pendidikan dari sebagian besar respponden antara yang lancar dan menunggak yaitu responden yang tergolong menunggak cenderung memiliki pendidikan yang sedikit lebih tinggi yaitu SD hingga SMP dibandingkan responden yang tergolong lancar yang sebagian besar berpendidikan SD. Koefisien variabel tersebut yang negatif menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat kelancaran pengembalian kredit. Semakin tinggi tingkat pendidikan debitur maka peluang mengembalikan kredit dengan lancar semakin kecil. Nilai odds ratio sebesar 0,85 artinya bahwa peningkatan pendidikan satu satuan (satu tahun) mengurangi peluang lancarnya pengembalian kredit menjadi 0,85 kali. Seorang debitur dengan tingkat pendidikan lebih tinggi satu tahun dari pada debitur lain mengurangi peluang pegembalian kredit secara lancar menjadi 0,85 kali dari peluang debitur yang tingkat pendidikannya lebih rendah satu tahun tersebut.
d) Jumlah Tanggungan dalam Keluarga Ukuran keluarga seseorang biasanya menentukan besarnya pengeluaran hidup sehari-hari karena semakin besar jumlah tanggungan dalam keluarga kebutuhan hidup yang harus dipenuhi juga semakin banyak, meskipun hal tersebut juga tergantung dari gaya hidup masing-masing keluarga yang terkadang ada keluarga yang cenderung boros dan bergaya hidup mewah dan ada pula keluarga yang menerapkan pola hidup hemat. Jumlah tanggungan dalam keluarga tersebut diduga mempengaruhi kemampuan seseorang dalam membayar angsuran kredit
karena kewajiban tersebut biasanya terpenuhi setelah semua kebutuhan dalam keluarga terpenuhi. Nilai uji statistik Z dari variabel jumlah tanggungan dalam keluarga sebesar 1,20 dengan p-value 0,231 yang lebih besar daripada α (0,050). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah tanggungan dalam keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Berbeda dengan hasil analisis deskriptif bahwa terdapat perbedaan jumlah tanggungan keluarga sebagian besar debitur antara yang lancar dan menunggak yaitu debitur yang tergolong lancar dalam mengembalikan kredit sebagian besar memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak tiga hingga lima orang, orang sedangkan debitur yang menunggak sebagian besar memiliki jumlah tanggungan keluarga tiga hingga empat orang. Nilai koefisien variabel ini bertanda positif artinya bahwa jumlah tanggungan dalam keluarga ini berpengaruh positif terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga debitur maka peluang untuk mengembalikan kredit dengan lancar semakin besar. Nilai odds ratio sebesar 1,27 artinya terjadi peningkatan peluang pengembalian kredit secara lancar menjadi 1,27 kali jika jumlah tanggungan dalam keluarga bertambah satu satuan (satu orang). Jika seorang debitur memiliki tanggungan keluarga lebih banyak satu orang dibandingkan dengan debitur lain maka peluangnya untuk mengembalikan kredit dengan lancar menjadi 1,27 kali dari peluang debitur yang jumlah tanggungan keluarganya lebih sedikit tersebut.
5.3.2. Analisis Pengaruh Pengembalian Kredit
Karakteristik
usaha
Karakteristik
yang
diduga
Usaha
terhadap
berpengaruh
terhadap
Tingkat
tingkat
pengembalian kredit (Kupedes) terdiri dari faktor/variabel omzet usaha per bulan dan lama usaha. Berdasarkan output hasil olahan, pengaruh masing-masing variabel tersebut yaitu:
a) Omzet Usaha Kemampuan seorang debitur dalam membayar angsuran kredit ditentukan pula dari penghasilan yang diperolehnya. Dalam hal ini, debitur sebagai pelaku usaha maka tentunya penghasilannya tersebut berasal dari usaha yang digelutinya. Semakin besar omzet usaha debitur maka penghasilan bersih yang diperolehnya akan semakin besar pula sehingga kemampuannya dalam membayar kewajiban angsuran kredit semakin baik. Selain itu, omzet usaha ini juga menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan sejumlah nilai plafond kredit yang akan diberikan oleh bank. Nilai statistik Z variabel ini sebesar 2,18 dengan p-value sebesar 0,030 menyimpulkan bahwa variabel omzet usaha berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit karena p-value lebih kecil dari taraf nyata (α = 0,050). Kesimpulan ini didukung oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa ada perbedaan omzet usaha sebagian besar debitur respnden antara yang lancar dan menunggak dalam mengembalikan kredit yaitu sebagian besar debitur responden yang lancar memiliki kisaran omzet berimbang antara ≤ Rp 6 juta dan lebih dari Rp 30 juta per bulan. Sedangkan sebagian besar debitur responden yang menunggak memiliki kisaran omzet usaha yang cenderungmengumpul pada kelas
omzet terendah yaitu ≤ Rp 6 juta dan tidak satupunn dari debitur tersebut yang memiliki omzet usaha lebih besar dari Rp 30 juta per bulan. Nilai koefisien omzet usaha bertanda positif yang mencerminkan bahwa omzet usaha ini memiliki pengaruh yang positif terhadap peluang pengembalian kredit secara lancar. Artinya, semakin besar omzet usaha debitur maka peluang mengembalikan kredit dengan lancar akan semakin besar pula. Nilai odds ratio sebesar 1,00 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti dalam hal peluang pengembalian kredit secara lancar jika omzet usaha meningkat satu satuan (Rp 1.000,-). Tidak akan ada peningkatan peluang pengembalian kredit secara lancar jika peningkatan omzet usaha debitur hanya sebesar Rp 1.000,-. Maksudnya, debitur dengan omzet usaha yang lebih besar daripada debitur lain akan memberikan peluang yang lebih besar dalam mengembalikan kredit secara lancar asalkan selisih omzet tersebut cukup besar (sekian kali lipat dari Rp 1.000,-). Hal tersebut juga didukung oleh nilai koefisien variabel omzet usaha yang sangat kecil yaitu 0,0022714 sehingga tidak memberikan efek berarti jika perubahan omzet hanya sedikit.
b) Lama Usaha Pengalaman usaha seseorang sering menentukan keberhasilan usaha yang digelutinya. Umumnya, semakin lama seseorang menjalani usaha maka semakin handal dalam mengelola usahanya sehingga semakin besar pula kemungkinan keberhasilan usaha meskipun tidak hanya hal itu yang menentukan keberhasilan usaha seseorang. Keberhasilan usaha tersebut juga akan menentukan tingkat
keuntungan yang akan diperolehnya yang pada akhirnya menentukan pula kemampuannya dalam membayar angsuran kredit. Ini menjadi alasan untuk menduga
bahwa
lama
usaha
berpengaruh
positif
terhadap
kelancaran
pengembalian kredit. Berdasarkan hasil analisis ternyata variabel lama usaha tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Hal ini dibuktikan dengan p-value statistik Z yang lebih besar dari taraf nyata (α = 0,050) yaitu sebesar 0,745. Kesimpulan ini agak berbeda dengan hasil analisis deskriptif bahwa ada sedikit perbedaan lama usaha dari sebagian besar debitur yang lancar dan menunggak. Sebagian besar debitur responden yang lancar telah menggeluti usahanya lebih dari sembilan tahun, sedang debitur responden yang menunggak umumnya sudah menjalani usaha lebih dari satu tahun hingga tiga tahun dan lebih dari sembilan tahun. Nilai koefisien variabel ini bertanda negatif yang menunjukkan bahwa lama usaha memiliki pengaruh yang negatif terhadap peluang kelancaran pengembalian kredit. Semakin lama usaha yang digeluti seorang debitur maka semakin kecil peluangnya untuk dapat mengembalikan kredit secara lancar. Nilai odds ratio sebesar 0,91 artinya peningkatan lama usaha sebesar satu satuan (satu tahun) akan menurunkan peluang pengembalian kredit dengan lancar menjadi 0,91 kali dari sebelumnya. Seorang debitur yang telah menjalani usaha lebih lama satu tahun daripada debitur lain maka peluangnya mengembalikan kredit dengan lancar menjadi lebih kecil yaitu 0,91 kali dari peluang debitur lain tersebut.
5.3.3. Analisis Pengaruh Pengembalian Kredit
Karakteristik
Kredit
terhadap
Tingkat
Karakteristik kredit yang diduga mempengaruhi tingkat pengembalian kredit (Kupedes) terdiri dari faktor/variabel nilai plafond, jangka waktu pengembalian dan frekuensi peminjaman kredit di BRI unit Cigudeg. Masingmasing variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a) Nilai Plafond Kredit Nilai plafon kredit merupakan sejumlah nominal pinjaman yang diberikan oleh bank. Besarnya nilai pinjaman ini biasanya tergantung pada permintaan debitur yang disesuaikan dengan pendapatannya. Semakin besar nilai pinjaman ini otomatis akan menjadikan beban angsuran yang harus dibayar juga semakin besar sehingga nilai plafond kredit diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit oleh debitur. Nilai plafond yang diduga berpengaruh terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit ternyata memberikan hasil yang berbeda. Nilai satistik Z sebesar -1,38 dengan p-value sebesar 0,168 (p-value>α (0,050)) mengindikasikan bahwa variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Jika dikaitkan dengan analisis deskriptif sebelumnya, kesimpulan ini sesuai karena berdasarkan analisis deskriptif bahwa tidak ada perbedaan nilai plafond dari sebagian besar debitur responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam pembayaran kredit. Nilai plafond sebagian besar debitur dari kedua kategori tersebut berkisar lebih dari Rp 3 juta hingga Rp 15 juta. Koefisien variabel tersebut yang negatif menunjukkan bahwa nilai plafond memiliki pengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Semakin
besar nilai plafond yang diterima debitur maka peluangnya untuk dapat mengembalikan kredit dengan lancar semakin kecil. Nilai odds ratio sebesar 0,95 artinya peningkatan nilai plafond kredit sebesar satu satuan (Rp 1 juta) akan menurunkan peluang lancarnya pengembalian kredit menjadi 0,95 kali dari semula (sebelum terjadi peningkatan nilai plafond). Seorang debitur yang memperoleh nilai plafond kredit lebih besar Rp 1 juta daripada debitur lain maka peluangnya untuk mengembalikan kredit secara lancar menjadi lebih kecil yaitu 0,95 kali dari peluang debitur yang nilai plafondnya lebih kecil Rp 1 juta.
b) Jangka Waktu Pengembalian Kredit Penentuan jangka waktu pengembalian/pelunasan kredit ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan debitur. Kesepakatan tersebut berdasarkan permintaan debitur yang disesuaikan dengan pertimbanganpertimbangan lain oleh pihak bank. Bagi pihak bank, semakin lama jangka waktu pengembalian ini akan meringankan beban angsuran yang harus dibayar debitur per bulannya sehingga memperkecil resiko penunggakan kredit. Di sisi lain, semakin lama jangka waktu pengembalian kredit ini akan menurunkan tingkat perputaran dana dan likuiditas bank sehingga pihak bank benar-benar penuh pertimbangan dalam menentukan jangka waktu pengembalian kredit tersebut. Jangka waktu pengembalian kredit diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit oleh debitur. Berdasarkan hasil analisis, nilai satistik Z variabel jangka waktu pengembalian ini sebesar 0.33 dengan p-value
0.738 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel ini tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit karena p-value lebih besar dari taraf nyata (α = 0,050). Hal ini sesuai dengan hasil analisis deskriptif bahwa terdapat tidak terdapat perbedaan jangka waktu pengembalian kredit sebagian besar debitur responden antara yang lancar dan menunggak. Sebagian besar debitur responden dari kedua kategori tersebut mengakses kredit dengan jangka waktu pengembalian 12 hingga 18 bulan. Nilai koefisien jangka waktu pengembalian kredit bertanda positif yang artinya variabel ini berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Semakin lama jangka waktu pengembalian tersebut maka peluang lancarnya pengembalian kredit semakin besar. Odds ratio sebesar 1,03 artinya peningkatan jangka waktu pengembalian
kredit sebesar satu satuan (satu bulan) akan meningkatkan peluang lancarnya pengembalian kredit menjadi 1,03 kali dari semula (sebelum terjadi peningkatan jangka waktu pengembalian kredit). Seorang debitur memiliki jangka waktu pengembalian kredit lebih lama satu bulan daripada debitur lain maka peluangnya mengembalikan kredit dengan lancar menjadi 1,03 kali dari peluang debitur lain tersebut. Dalam kenyataannya, selisih jangka waktu pengembalian antara debitur yang satu dengan debitur yang lain adalah enam bulan atau 12 bulan karena hanya ada tiga pilihan jangka waktu pengembalian kredit yaitu 12 bulan, 18 bulan dan 24 bulan.
c) Frekuensi Peminjaman Kredit Frekuensi peminjaman adalah berapa kali debitur telah berpengalaman memperoleh kredit dari BRI unit Cigudeg. Umumnya debitur yang berulang kali memperoleh kredit berarti debitur tersebut telah mendapat kepercayaan dari bank dan
kredibilitasnya
dalam
memenuhi
kewajiban
angsuran
kredit
juga
kemungkinan besar terjamin sehingga pihak bank tidak akan ragu untuk memberikan pinjaman kredit kembali. Hal ini menyebabkan frekuensi peminjaman kredit diduga mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit. Semakin sering debitur memperoleh pinjaman kredit, harapannya semakin besar pula peluang pengembalian kredit secara lancar. Frekuensi peminjaman kredit memiliki nilai statistik Z sebesar 1.98 dengan p-value sebesar 0.048 membuktikan bahwa variabel ini berpengaruh secara nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit karena p-value lebih kecil dari α (0,050). Jika dikaitkan dengan analisis deskriptif sebelumnya, hal tersebut sesuai karena berdasarkan hasil analisis deskriptif terdapat perbedaan yang signifikan dari frekuensi peminjaman kredit sebagian besar debitur responden antara yang lancar dan menunggak dalam mengembalikan kredit. Sebagian besar debitur yang mampu mengembalikan kredit dengan baik/lancar telah memperoleh pinjaman dua kali dan lebih dari lima kali, sedangkan debitur yang tergolong menunggak memperoleh pinjaman sebanyak satu hingga tiga kali. Nilai koefisien variabel tersebut bertanda positif artinya frekuensi peminjaman kredit memiliki pengaruh yang positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Semakin sering debitur memperoleh pinjaman kredit artinya
semakin dipercaya untuk dapat melakukan pembayaran angsuran dengan baik sehingga peluang lancarnya pengembalian kredit semakin besar. Odds ratio senilai 1,49 menunjukkan jika frekuensi peminjaman kredit
meningkat satu satuan (satu kali) akan meningkatkan peluang pengembalian kredit dengan lancar menjadi 1,49 kali dari semula (sebelum frekuensinya bertambah). Seorang debitur yang lebih banyak satu kali intensitas peminjamannya daripada debitur lain maka peluangnya mengembalikan kredit dengan lancar menjadi 1,49 kali dari debitur lain tersebut. Dari semua faktor/variabel yang berpengaruh nyata atau tidak nyata yang telah diuraikan di atas dapat dilihat nilai koefisien, statistik Z, p-value dan odds ratio-nya pada tabel berikut:
Tabel 11. Nilai-Nilai Statistik Variabel Prediktor
Variabel
Koefisien Usia -0,0367310 Jenis Kelamin 0,0860259 Tingkat Pendidikan -0,164962 Tanggungan Keluarga 0,241221 Omzet Usaha 0,0022714 Lama Usaha -0,0131662 Nilai Plafond -0,0495324 JangkanWaktu 0,0254639 Frekuensi Peminjaman 0,396885 * Nyata/signifikan pada taraf 0,050
Statistik Z -1,07 0,13 -1,34 1,20 2,18 -0,32 -1,38 0,33 1,98
P-Value 0,286 0,898 0,181 0,231 0,030* 0,745 0,168 0,738 0,048*
Odds Ratio 0,96 1,09 0,85 1,27 1,00 0,99 0,95 1,03 1,49
5.4. Analisis Korelasi Antara Karakteristik Personal, Karakteristik Usaha dan Karakteristik Kredit dengan Tingkat Pengembalian Kredit
Berdasarkan hasil analisis korelasi, hanya ada dua variabel yang berhubungan secara nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit dari sembilan variabel yang mewakili ketiga karakteristik debitur (karakteristik personal: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tanggungan dalam keluarga; karakteristik
usaha: omzet usaha dan lama usaha; karakteristik kredit: nilai plafond, jangka waktu pengembalian dan frekuensi peminjaman). Kedua variabel yang berhubungan secara nyata tersebut adalah omzet usaha dan frekuensi peminjaman yang ditunjukkan oleh p-value yang lebih kecil daripada taraf nyata (α=0,050) masing-masing 0,008 dan 0,011. Hubungan/keterkaitan antara omzet usaha dan frekuensi peminjaman dengan tingkat pengembalian kredit bersifat searah/positif karena koefisien korelasinya memiliki nilai yang positif yaitu 0,326 dan 0,314. Hal tersebut mendukung/sesuai dengan hasil analisis regresi logistik sebelumnya. Hubungan antara omzet usaha dan frekuensi peminjaman dengan tingkat pengembalian kredit relatif lemah yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi yang lebih mendekati nol dari masing-masing nilai koefisien korelasi tersebut. Sedangkan ketujuh variabel lainnya (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, lama usaha, nilai plafond dan jangka waktu pengembalian) tidak memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat pengembalian kredit karena memiliki nilai p-value lebih besar dari α (0,050) yaitu masingmasing senilai 0,678; 0,532; 0,385; 0,150; 0,160; 0,337; dan 0,946. P-value dan nilai koefisien korelasi dari semua variabel (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, omzet usaha, lama usaha, nilai plafond, jangka waktu pengembalian dan frekuensi peminjaman) terhadap tingkat pengembalian kredit ditunjukkan oleh tabel berikut ini:
Tabel 12. P-Value dan Nilai Koefisien Korelasi Masing-Masing Variabel Variabel P-Value Koefisien Korelasi Usia 0.532 -0.079 Jenis Kelamin 0.678 -0.053 Tingkat Pendidikan 0.385 -0.110 Tanggungan dalam Keluarga 0.150 0.180 Omzet Usaha 0.008* 0.326 Lama Usaha 0.160 0.176 Nilai Plafond 0.337 0.121 Jangka Waktu Pengembalian 0.946 -0.009 Frekuensi Peminjaman 0.011* 0.314 * Nyata/signifikan pada taraf 0,050
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Karakteristik debitur Kupedes yang menjadi responden dengan kategori pengembalian lancar dan menunggak yaitu: a) Debitur Responden dengan Tingkat Pengembalian Lancar: Karakteristik Personal: Sebagian besar berusia 25 hingga 44 tahun,
berjenis kelamin pria, tingkat pendidikan SD, jumlah tanggungan keluarga tiga hingga lima orang. Karakteristik Usaha: Sebagian besar memiliki omzet usaha ≤Rp 6 juta
dan lebih dari Rp 30 juta per bulan (sebaran omzet relatif berimbang antara kelas omzet terendah dan kelas omzet tertinggi dari semua responden) dan lama usaha lebih dari sembilan tahun. Karakteristik Kredit: Sebagian besar memperoleh kredit dengan plafond
lebih dari Rp 3 juta hingga Rp 15 juta, jangka waktu pengembalian 12 hingga 18 bulan dan frekuensi peminjaman sebanyak dua kali dan lebih dari lima kali. b)
Debitur Responden dengan Tingkat Pengembalian Menunggak: Karakteristik Personal: Sebagian besar berusia 35 hingga 54 tahun,
berjenis kelamin pria, tingkat pendidikan SD hingga SMP, jumlah tanggungan keluarga tiga hingga empat orang. Karakteristik Usaha: Sebagian besar memiliki omzet usaha ≤Rp 6 juta
(sebaran omzet mengumpul pada kelas omzet terendah dari semua
responden) dan lama usaha lebih dari satu hingga tiga tahun dan lebih dari sembilan tahun. Karakteristik Kredit: Sebagian besar memperoleh kredit dengan plafond
lebih dari Rp 3 juta hingga Rp 15 juta, jangka waktu pengembalian 12 hingga 18 bulan dan frekuensi peminjaman sebanyak satu hingga tiga kali. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata dan memiliki keterkaitan secara nyata terhadap tingkat pengembalian Kupedes (lancar atau menunggak) adalah omzet usaha dan frekuensi peminjaman kredit. Omzet usaha dan frekuensi peminjaman memiliki pengaruh dan keterkaitan yang positif dengan tingkat pengembalian kredit. Artinya, semakin tinggi omzet usaha dan frekuensi peminjaman debitur maka peluang dan kecenderungannya untuk dapat mengembalikan kredit dengan lancar semakin tinggi dan sebaliknya.
6.2. Saran
Pihak BRI unit Cigudeg diharapkan lebih selektif dalam memutuskan calon
debitur
yang
akan
menerima
pinjaman
(Kupedes)
dengan
mempertimbangkan berbagai hal khususnya omzet usaha yang dimiliki calon debitur dan frekuensi/intensitasnya dalam memperoleh pinjaman kredit. Kondisi usaha calon debitur pada masa yang akan datang harus diprediksi karena ada kemungkinan keberhasilan atau kegagalan usaha di masa yang akan datang dan hal tersebut berpengaruh pada nilai omzet usaha yang menjadi salah satu tolak ukur kemampuan pembayaran kredit. Sebaiknya pihak BRI memprioritaskan pemberian pinjaman kepada calon debitur yang memiliki catatan
baik di masa lalu dalam memenuhi kewajiban angsuran kredit. Artinya, debitur yang pernah memperoleh pinjaman di masa lalu dan tidak pernah melakukan penunggakan pembayaran angsuran hendaknya diprioritaskan dalam pemberian pinjaman kredit. Sedangkan debitur yang tergolong baru dan belum pernah memperoleh pinjaman di masa lalu hendaknya lebih dicermati kembali kemampuan dan kesungguhannya dalam membayar angsuran kredit sebelum mengabulkan permohonan kredit. Semua pertimbangan tersebut diharapkan dapat menekan bahkan menghilangkan kasus penunggakan kredit (kredit bermasalah) agar kinerja, likuiditas dan profitabilitas bank menjadi lebih baik. Selain itu, diharapkan bagi penelitian lanjutan untuk dapat menemukan solusi agar UMKM penerima kredit dapat mengembalikan kreditnya dengan baik sehingga terjadi simbiosis mutualisme antara UMKM dan lembaga pemberi pinjaman kredit (bank) agar terjalin kerjasama yang baik antara bank dan UMKM serta kedua belah pihak saling diuntungkan dengan adanya pinjaman kredit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Taufik. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Macet pada Kupedes Sektor Agribisnis (Kasus PT. BRI Ciomas, Bogor). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Asih, Mukti. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Pengusaha Kecil pada Program Kemitraan Corporate Social Responsibilty. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bank Rakyat Indonesia. 1995. Kredit Umum Pedesaan: Pembinaan Nasabah, Pemberantasan Tunggakan dan Cara Mengevaluasinya. Jakarta. Dendawijaya, Lukman. 2001. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Gani, Wahyuli Riza. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit serta Penilaian Kredit Bank yang Ideal. (Kasus pada Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga di Kabupaten Tanah Datar, Sumbar). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Gujarati, Damodar. 1978. Basic Econometrics. Alih Bahasa Sumarno Zain. Jakarta: Erlangga. Hair, Joseph F., et al.1998. Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Hermawan, Achmad Rudi. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengembalian Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lubis, Indah Kencana. 2005. Efektivitas Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis Pendapatan Petani Pengguna Kredit. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Malhotra, Naresh K..2004. Marketing Research. Alih Bahasa Soleh Rusyadi Maryam. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia. Marsaulina. 2007. Analisis Pengelolaan Resiko Kredit Nasabah Kupedes dengan Metode Creditrisk+Portofolio. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Mirdianingsih. 2006. Analisis Penyaluran dan Pengembangan Kredit Dana Bergulir Raksa Desa Sebagai Model Pendanaan Usaha Mikro di Wilayah
Pembangunan Bogor Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Muljono, Teguh Pudjo. 1987. Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil. Yogyakarta: BPFE. Nasir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Novitasari. 2006. Analisis Kinerja dan Dampak Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Safitri, Ilwah. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besar Kupedes pada Nasabah BRI Unit Ciampea, Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sari, Gustianti Wulan. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kupedes di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sharma, Subhash. 1996. Applied Multivariate Techniques. New York: John Wiley & Sons, Inc. Simamora, Bilson. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Simorangkir, O.P.. 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank. Bogor: Ghalia Indonesia. Subkhi. 2007. Analisis Perbaikan Mutu Kredit Program Usaha Kecil dan Menengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sugiarto, Eko.2007. Panduan Menulis Skripsi. Yogyakarta: Media Pressindo Sukendar, Ujang jaya. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat terhadap Layanan Kredit PT. BPR ”X”. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Supranto, J. 2000. Statistik: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga. Walpole, Ronald E. 1982. Introduction to Statistics. Alih Bahasa Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wibowo, Singgih, dkk. 2002. Pedoman Mengelola Perusahaan Kecil. Jakarta: Penebar Swadaya.
Wicaksono. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pertanian oleh BRI di Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Situs http://www.bi.go.id. [Januari 2008] Situs http://www.bri.go.id. [Januari 2008] Situs http://www.depkop.go.id. [Februari 2008] Situs http://www.google.com. [Maret 2008]
Lampiaran 1. Kuesioner Wawancara terhadap Debitur Responden ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN KREDIT OLEH UMKM (Kasus: Nasabah Kupedes BRI Unit Cigudeg, Cabang Bogor) DATA KARAKTERISTIK RESPONDEN A.
Identitas Diri Nama Alamat
: ................................................................................. : .................................................................................
B.
Karakteristik Personal Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita Usia : ........................................................................ tahun Tingkat Pendidikan : a. Tidak Sekolah b. SD c. SMP/Sederajat d. SMA/Sederajat e. Diploma f. Sarjana g. Lainnya, ....................................................... Status : a. Menikah b. Belum Menikah Tanggungan Keluarga : ........................................................................ orang
C.
Karakteristik Usaha Jenis Usaha : ................................................................................. Lama Berusaha : .................................. tahun ........................... bulan Pendapatan/Omzet Usaha Rata-Rata per Hari (dalam bulan terakhir) : .................................................................................rupiah Pernahkah Usaha Anda Mengalami Penurunan/Kerugian?
D.
Karakteristik Kredit Besarnya Pinjaman Kredit yang Diperoleh : ........................................ rupiah Memperoleh Kredit : bulan.....................tahun............. Masa Pelunasan Kredit : .......................................... bulan Status Sebagai Nasabah BRI Cigudeg (Saat Mengajukan Kredit) : a. Baru b. Lama Pengalaman Menerima Kredit di BRI Cigudeg : ....................................... kali Kredit yang Anda Peroleh Digunakan Untuk : a. Usaha b. Biaya Hidup Keluarga c. Biaya Anak Sekolah d. Lainnya, ........................................................ Pernahkah Anda Menunggak dalam Membayar Angsuran Kredit ? a. Ya b. Tidak Jika Ya, Berapa Kali Anda Melakukan Penunggakan ? ............................. kali Apa Alasan Anda Melakukan Penunggakan ?...................................................
Lampiran 2. Data Debitur Responden Berdasarkan Variabel-Variabel Observasi OBSER V
KOLEK T
JN KLM
USI A
PEND D
TANG G
OMZE T
1
1
0
45
6
9
45000
2
1
1
43
9
1
13500
3
1
0
40
12
4
75000
4
1
1
30
12
4
5
1
0
55
6
8
6
1
0
39
12
2
7
1
1
50
9
8
1
1
40
6
9
1
0
42
10
1
0
11
1
12
1
13
LM USH
PLAFO N
JK WKT
FRE K
22
15
12
15
10
18
4
8
100
24
8
60000
6
25
18
6
15000
20
10
12
3
18000
10
50
24
8
13
4500
15
3
12
4
7
37500
23
10
18
7
6
8
12000
12
20
18
6
35
6
2
21000
7
10
18
2
0
42
6
5
2250
5
6
18
2
1
50
9
2
3000
5
12
24
8
1
1
38
6
3
6000
5
4
18
2
14
1
1
38
6
3
12000
7
7
24
2
15
1
0
34
6
4
30000
5
6
18
3
16
1
0
26
12
1
10800
2
8
12
2
17
1
0
47
0
4
3600
10
20
12
6
18
1
0
55
6
5
60000
30
10
12
6
19
1
1
30
6
5
21000
3
7
12
2
20
1
0
31
12
2
60000
10
7
12
2
21
1
0
43
12
5
15000
19
20
18
3
22
1
0
39
12
4
45000
8
25
18
7
23
1
0
60
9
7
120000
38
25
24
6
24
1
0
56
6
3
15000
38
15
18
3
25
1
0
51
6
5
3000
17
5
12
1
26
1
0
21
9
3
6000
10
4
18
3
27
1
1
30
9
4
4500
6
11
12
3
28
1
1
29
6
2
9000
3
3
12
1
29
1
0
38
6
2
6000
12
2
12
1
30
1
0
35
6
4
6000
8
3
12
2
31
1
0
32
9
3
21000
15
20
24
4
32
1
0
53
6
4
24000
12
12
12
3
33
1
0
52
3
4
6000
2
20
12
7
34
1
0
60
6
3
7500
10
20
12
6
35
1
1
30
15
1
60000
4
20
12
4
36
1
0
52
9
3
27000
30
25
24
7
37
1
0
39
6
5
9000
3
12
12
4
38
1
1
34
8
4
15000
7
25
12
6
39
1
1
39
9
4
9750
1.5
13
24
2
40
0
0
25
9
3
22500
5
9
18
2
41
0
1
48
6
2
3600
0.5
5
18
1
42
0
0
45
9
3
30000
26
25
12
3
43
0
0
38
12
4
4500
3
8
12
2
44
0
0
28
6
3
15000
17
6.5
18
3
45
0
0
65
9
5
2250
3
3
24
1
46
0
1
44
12
2
6000
1
4
18
1
47
0
0
66
6
3
30000
20
22
12
6
48
0
1
55
12
5
4500
3
6
24
2
49
0
1
35
6
3
9000
2
7.5
18
3
50
0
1
36
9
3
7500
12
6
18
2
6
51
0
0
49
16
2
6000
2
20
24
52
0
0
30
6
3
18000
15
15
18
5
53
0
1
39
12
3
3000
4
15
18
3
54
0
1
38
6
3
30000
12
50
12
2
55
0
0
36
9
4
6000
18
10
12
3
56
0
1
36
6
3
3000
1
8
18
1
57
0
0
50
6
4
9000
10
12
18
3
58
0
0
45
6
4
1800
2
15
18
2
59
0
0
46
6
6
1800
0.5
3
12
2
60
0
1
43
6
2
1500
5
3
12
1
61
0
0
40
9
5
4500
2
3
12
2
62
0
0
44
9
4
15000
14
20
18
6
63
0
1
36
6
2
2250
27
25
18
7
64
0
0
57
12
4
1500
1.5
10
12
1
65
0
0
36
9
4
6000
18
10
12
4
Keterangan: Jenis kelamin, 1=wanita; 0=pria Kolektibilitas, 1=lancar; 0=menunggak
5
Lampiran 3. Output Analisis Regresi Logistik (Minitab) Binary Logistic Regression: KOLEKT versus USIA, PENDD, ... Link Function: Logit Response Information Variable KOLEKT
Value 1 0 Total
Count 39 26 65
(Event)
Factor Information Factor JN KLM
Levels 2
Values 0, 1
Logistic Regression Table Predictor Constant USIA PENDD TANGG OMZET LM USH PLAFON JK WKT FREK JN KLM 1
Coef 0.324785 -0.0367310 -0.164962 0.241221 0.0022714 -0.0131662 -0.0495324 0.0254639 0.396885
SE Coef 2.03629 0.0344204 0.123198 0.201498 0.0010436 0.0405224 0.0359096 0.0760689 0.200902
Z 0.16 -1.07 -1.34 1.20 2.18 -0.32 -1.38 0.33 1.98
P 0.873 0.286 0.181 0.231 0.030 0.745 0.168 0.738 0.048
0.0860259
0.670582
0.13
0.898
Odds Ratio
95% CI Lower Upper
0.96 0.85 1.27 1.00 0.99 0.95 1.03 1.49
0.90 0.67 0.86 1.00 0.91 0.89 0.88 1.00
1.03 1.08 1.89 1.00 1.07 1.02 1.19 2.20
1.09
0.29
4.06
Log-Likelihood = -33.909 Test that all slopes are zero: G = 19.673, DF = 9, P-Value = 0.020 Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow Brown: General Alternative Symmetric Alternative
Chi-Square 57.2975 67.8185 10.1839
DF 55 55 8
P 0.390 0.115 0.252
2.0334 0.5266
2 1
0.362 0.468
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Group Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total 1 Obs 0 3 2 6 2 5 4 4 6 7 39 Exp 1.1 2.1 2.4 3.4 3.2 4.6 4.4 5.6 5.4 6.9 0 Obs 6 4 4 1 4 2 2 3 0 0 26 Exp 4.9 4.9 3.6 3.6 2.8 2.4 1.6 1.4 0.6 0.1 Total 6 7 6 7 6 7 6 7 6 7 65 Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 800 211 3 1014
Percent 78.9 20.8 0.3 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.58 0.58 0.28
Lampiarn 4. Output Analisis Korelasi (Minitab)
Correlations: KOLEKT, JN KLM, USIA, PENDD, TANGG, OMZET, LM USH, PLAFON,….
KOLEKT -0.053 0.678
JN KLM
USIA
-0.079 0.532
-0.225 0.071
PENDD
-0.110 0.385
0.059 0.642
-0.134 0.286
TANGG
0.180 0.150
-0.127 0.314
0.310 0.012
-0.182 0.147
OMZET
0.326 0.008
-0.129 0.305
0.034 0.791
0.228 0.068
0.125 0.320
LM USH
0.176 0.160
-0.269 0.030
0.298 0.016
-0.161 0.200
0.241 0.054
0.436 0.000
PLAFON
0.121 0.337
-0.120 0.343
0.045 0.723
0.220 0.078
-0.065 0.610
0.469 0.000
0.174 0.166
JK WKT
-0.009 0.946
0.104 0.410
0.075 0.552
0.288 0.020
-0.143 0.257
0.133 0.291
0.026 0.840
0.269 0.030
0.314 0.011
-0.140 0.266
0.170 0.175
0.038 0.763
0.146 0.246
0.414 0.001
0.394 0.001
0.585 0.000
JN KLM
FREK
USIA
PENDD
TANGG
OMZET
LM USH
PLAFON
JK WKT
0.230 0.065
Lampiran 5. Data Pinjaman Kupedes Masing-Masing BRI Unit, Cabang Bogor Bulan Desember 2007
NILAI PINJAMAN BULAN DESEMBER 2007 BRI UNIT KANTOR CABANG BOGOR NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
BRI UNIT JML PINJAMAN (Rp) JML DEBITUR CIBINONG 28.302.956.315 2.276 SEMPLAK 18.054.762.865 1.626 HARJASARI 15.646.410.895 1.261 CIOMAS 12.288.347.886 1.399 KEDUNGHALANG 12.108.720.423 1.544 GUNUNG PUTRI 11.047.012.157 1.206 PARUNG 10.045.114.500 1.148 CILEUNGSI 9.199.441.060 1.406 PURBASARI 9.095.769.971 1.131 CIAMPEA 8.182.300.349 811 LEUWILIANG 8.166.930.503 1.130 WARUNG JAMBU 7.882.346.282 795 CIPAYUNG 7.519.078.689 987 CITEUREUP 7.414.865.981 881 CIJERUK 7.227.314.954 973 CISARUA 6.953.798.151 1.019 JONGGOL 6.948.761.960 815 BOJONG GEDE 6.621.266.935 855 CARIU 5.934.703.400 994 CIBUNGBULANG 5.909.028.950 780 SAWANGAN 5.302.093.169 681 CIGUDEG 4.762.963.400 725 JASINGA 4.709.906.250 654 CIGOMBONG 3.474.784.000 235 CIMANGGU 3.160.429.900 214 TLAJUNG UDIK 1.567.015.400 163 TOTAL 227.526.124.345 25.679 Sumber: BRI Cabang Bogor, Januari 2008
Lampiran 6. Dokumentasi Kantor BRI Unit Cigudeg
Lampiran 7. Dokumentasi Wawancara terhadap Debitur Responden
Lampiran 8. Dokumentasi Beberapa Jenis Usaha Debitur Responden