LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT UMKM AGRIBISNIS UNIT KREDIT KECIL PT. BNI (PERSERO),TBK CABANG KARAWANG
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh: MAMITA DERAMAYANG 105092002954
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Achmad Tjachja Nugraha,S.P, M.Si
Drs. Abdul Hamid Cebba,MBA,CPA
Mengetahui, Ketua Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis
Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si NIP. 19620617 198903 2 003
RINGKASAN Mamita Deramayang, Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit UMKM Agribisnis di Unit Kredit Kecil PT. BNI (Persero), Tbk Cabang Karawang. (Di bawah bimbingan Achmad Tjachja Nugraha dan Abdul Hamid Cebba).
Suatu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang sedang beroperasi seringkali membutuhkan pemberian kredit atau pinjaman dari pihak lain seperti perbankan sehingga dapat menambah jumlah modal usaha, mengembangkan usaha yang tengah berjalan dan meningkatkan laba usaha. Program Pemerintah dalam bidang pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat digulirkan dengan penyaluran kredit UMKM berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk internal bank, dalam hal ini BNI Wirausaha yang bertujuan menyalurkan kredit pada skala usaha UMKM khususnya sektor agribisnis yang berada di daerah Kabupaten Karawang. Berkenaan dengan upaya akselerasi penyaluran kredit, maka terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM antara lain character, capacity, capital, collateral, conditions dan constrain . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur penyaluran kredit UMKM sektor agribisnis yang dilakukan oleh Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang dan mengetahui faktor – faktor yang berpengaruh baik secara simultan maupun parsial terhadap penyaluran kredit UMKM sektor Agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor kredibilitas calon debitur merupakan variabel bebas dan penyaluran kredit merupakan variabel terikat. Faktor kredibilitas calon debitur yang diteliti adalah character (X1), capacity (X2), capital (X3), collateral (X4), conditions (X5) dan constrains (X6). Indikator yang digunakan untuk penyaluran kredit UMKM (Y) yaitu peraturan / regulasi BI, partisipasi pemerintah, nilai pagu kredit, penentuan legal lending limit. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang dan Sentra Kredit Kecil BNI Cabang Bekasi Barat, dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang. Analisis deskriptif untuk menggambarkan prosedur penyaluran kredit dan permasalahan yang timbul dalam teknis penyaluran kredit, sedangkan analisis data yang digunakan adalah regresi berganda untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat dan uji hipotesis dengan uji t dan uji F masing-masing untuk uji parsial dan uji simultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel faktor – faktor kredibilitas calon debitur secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel penyaluran kredit dan bersifat positif dengan nilai pengaruh sebesar 88,90% sedang sisanya sebesar 11,10% dipengaruhi oleh faktor di luar kredibilitas calon debitur seperti aspek hukum (yuridis), aspek manajemen, aspek produksi, aspek iv
pemasaran, jumlah unit usaha UMKM yang ada di daerah tersebut, tingkat suku bunga kredit yang berlaku dan sebagainya. Sedangkan secara parsial variabel faktor kredibilitas calon debitur berpengaruh signifikan terhadap variabel penyaluran kredit dengan nilai thitung variabel character sebesar 2,826, capacity sebesar 4,554, capital sebesar 3,468, collateral sebesar 4,017, conditions sebesar 2,599 dan constrains sebesar 4,349. Hasil pengujian hipotesis dengan Uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 17,290 > F tabel sebesar 2,92 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen (X1, X2, X3, X4, X5, X6) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu penyaluran kredit UMKM. Adapun saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebaiknya pihak BNI dapat meningkatkan lagi penyaluran kredit kepada sektor UMKM khususnya dalam hal ini bidang agribisnis dengan mempermudah akses penyaluran kredit dengan mempersingkat prosedur yang harus dijalani seperti BI Checking kemudian menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga dapat bersaing di kalangan bank penyalur di Kabupaten Karawang.
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peranan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) telah berhasil menyelamatkan perekonomian kita selama krisis ekonomi. Ketika banyak perusahaan skala besar (korporasi) yang ambruk karena beban hutang yang sangat besar, justru para pelaku UMKM bertindak sebagai katup pengaman perekonomian nasional. Sebagian besar diantara mereka mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang berkepanjangan sedang melanda negara kita. Padahal sektor ini memiliki akses yang minim dalam menerima penyaluran kredit maupun pembiayaan dari bank maupun lembaga keuangan lainnya. Menurut Sudarwanto (2008:52), akses terhadap dunia perbankan ini dapat dilihat dari indikator masih rendahnya tingkat penyaluran kredit ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Data yang tercatat selama Januari 2009 sampai dengan September 2009, kredit untuk skala UMKM yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat tumbuh 12,55% atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2008 yaitu 16,60%. Rendahnya penyaluran kredit pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ini menggambarkan masih belum sejalannya antara bank dengan UMKM. Di satu sisi, kalangan perbankan dianggap terlalu hati-hati dalam menerapkan prinsip prudential banking, sementara di sisi lain usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih belum mampu memenuhi persyaratan yang diminta kalangan perbankan.
1
Pemerintah menyadari akan arti pentingnya sektor usaha mikro, kecil dan menengah dalam menunjang stabilitas perekonomian nasional. Hal ini terlihat dalam upaya rangka pengembangan UMKM dimana pemerintah mengeluarkan program baru berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan sistem penjaminan. Melalui Inpres nomor 6/2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM maka dibuatlah nota kesepahaman antara pemerintah (Departemen Terkait) dengan Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU) Askrindo dan Bank BNI, BRI, Mandiri, BTN, Bukopin, BSM tentang penjaminan kredit/pembiayaan kepada UMKM serta koperasi. Sektor pertanian yang terkait dengan komoditas agribisnis yang dihasilkan adalah sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Agribisnis merupakan suatu cara lain melihat pertanian sebagai suatu sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antar sub sistem ini bertujuan untuk memandang kegiatan pertanian sebagai suatu kegiatan bisnis yang memiliki daya saing. Penekanan keterkaitan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan sistem agribisnis terletak pada hubungan dan integrasi vertikal antara beberapa subsistem agribisnis dalam satu sistem komoditas. Menurut Uno dalam Hari (2009:1), sektor agribisnis merupakan sektor paling potensial untuk bisa digunakan dalam bidang UMKM. Agribisnis merupakan sektor yang mempunyai nilai tambah yang paling banyak. Berkenaan dengan itu maka seharusnya sektor agribisnis ini bisa dimanfaatkan.
2
Melihat dari pemaparan yang ada, maka pemberdayaan kegiatan ekonomi kemasyarakatan yang direfleksikan kepada kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) khususnya bidang agribisnis di daerah Kabupaten Karawang akan menghasilkan suatu resultante yang dapat mendukung perekonomian negara Indonesia menjadi lebih baik. Program pemberdayaan kegiatan ekonomi kemasyarakatan ini tentunya tidak terlepas dari peran perbankan selaku mitra kerjasama usaha dalam bidang permodalan (kredit/pembiayaan). Melihat potensi proporsi UMKM yang cukup besar terutama dalam bidang agribisnis yang terkait pula dengan penyaluran kredit UMKM yang sekarang ini banyak digulirkan oleh pemerintah, maka diperlukan identifikasi lebih lanjut mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit UMKM Sektor Agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang”.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Bagaimanakah prosedur penyaluran kredit UMKM agribisnis yang dilakukan oleh Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang ? 2. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut dalam mempengaruhi penyaluran kredit UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang?
3
1.3 Tujuan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki tujuan yang hendak dicapai yaitu, sebagai berikut : 1. Mengetahui prosedur penyaluran kredit UMKM agribisnis yang dilakukan oleh Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang. 2. Menganalisis besar pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang : sebagai salah satu gambaran mengenai kondisi objektif penyaluran kredit pada segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam hal ini sektor agribisnis. Selain itu juga sebagai bahan masukan kepada pihak Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang dalam meningkatkan pelayanan kredit kepada debitur. 2. Bagi Peneliti : sebagai sarana untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai penyaluran kredit UMKM di bidang agribisnis sehingga dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama berada di bangku perkuliahan. Selain itu juga sebagai syarat kelulusan di tingkat Strata 1 (S-1) Jurusan Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 3. Bagi Pembaca : sebagai bahan informasi dan masukan bagi penelitian selanjutnya dalam cakupan bidang penyaluran kredit UMKM.
4
1.5 Pembatasan Penelitian Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah yang ada di tempat penelitian dalam hal ini pihak Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang, maka penulis akan membatasi permasalahannya sebagai berikut: 1. Penelitian ini dilakukan di Sentra Kredit Kecil cabang Bekasi Barat dan Unit Kredit Kecil BNI cabang Karawang, Jawa Barat. 2. Penelitian ini dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil BNI Cabang Karawang.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Gambaran Umum Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut Sudarwanto (2007:52), sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan basis ekonomi nasional yang kerap menunjukkan bukti memiliki kelenturan gerak usaha sehingga bisa beradaptasi terhadap perubahan lingkungan ekonomi global. Berkenaan dengan itu, maka sektor UMKM mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sesuai komoditi sehingga dapat menyerap tenaga kerja, menyumbang devisa, menghasilkan berbagai barang murah yang terjangkau oleh kekuatan ekonomi rakyat, dengan pendistribusian yang memancar luas melewati batas-batas teritorial dan sosial.
2.1.2 Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Cukup banyak definisi mengenai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dipahami baik dari lembaga lokal maupun asing, namun bagi pihak perbankan Indonesia definisi umum tentang UMKM adalah sesuai kesepakatan Menko Kesra dengan Bank Indonesia (BI). Menurut Adi (2007:12), definisi usaha mikro secara tidak langsung sudah termasuk dalam definisi Usaha Kecil berdasarkan UU nomor 9 tahun 1995, namun secara spesifik didefinisikan sebagai berikut: a. Usaha mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang bersifat tradisional dan informal dalam arti belum terdaftar, belum tercatat, dan belum
6
pula berbentuk badan hukum. Hasil penjualan tahunan bisnis tersebut sebesar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan milik warga negara Indonesia. b. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan tahunan sebanyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan milik warga negara Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2008 dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 dalam Nurlan (2008:69) telah disebutkan mengenai definisi dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) antara lain: a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang – undang ini. b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki maupun dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang – undang ini. c. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau
7
usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam undang – undang ini. Adanya krisis moneter yang berkepanjangan membuat bangsa indonesia mengubah paradigma dalam kebijakan ekonominya, yang tadinya berpihak pada para pengusaha besar dalam pertumbuhan ekonomi negara, sekarang berbalik arah berpihak
kepada
usaha
mikro,
kecil
dan
menengah
(UMKM)
untuk
menyelesaikan masalah pengangguran dan pengentasan kemiskinan melalui ekonomi kerakyatan terpadu. Adapun sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki visi dan misi yang erat kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi indonesia. Menurut Adi (2007:19), visi UMKM adalah menanggulangi kemiskinan sedangkan misi UMKM adalah peningkatan pendapatan penduduk miskin dengan memperluas kesempatan kerja dan usaha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian usaha mikro, kecil dan menengah adalah usaha ekonomi rakyat baik yang berskala kecil, tradisional dan memiliki tujuan ekonomi produktif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan pendapatan masyarakat.
8
2.1.3 Penggolongan Usaha Kecil Menengah Menurut Adi (2007:15), sekarang ini banyak ragam jenis usaha usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia, tetapi secara garis besar dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok antara lain: 1. Usaha perdagangan yang meliputi usaha di bidang keagenan seperti agen koran/majalah, sepatu, pakaian, dan lain-lain, pengecer minyak, kebutuhan pokok, buah-buahan, bidang ekspor-impor baik produk lokal dan internasional kemudian sektor informal seperti pengumpul barang bekas, pedagang kaki lima, dan lain-lain. 2. Usaha pertanian yang meliputi usaha di bidang perkebunan baik pembibitan dan kebun buah-buahan, sayur-sayuran, bidang peternakan antara lain ternak ayam petelur, susu sapi dan bidang perikanan seperti perikanan darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain. 3. Usaha industri yang meliputi usaha di bidang industri makanan/minuman, pertambangan, pengrajin, konveksi, dan lain-lain. 4. Usaha jasa yang meliputi usaha jasa antara lain mencakup jasa konsultan seperti perbengkelan, restoran, jasa konstruksi, jasa transportasi, jasa telekomunikasi, jasa pendidikan, dan lain-lain.
9
2.1.4 Gambaran Umum Bank Umum Nasional Menurut Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 dalam Hasibuan (2007:10), pengertian mengenai bank umum adalah bank yang melaksanakan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
2.1.5 Pengertian Bank Umum Nasional Menurut Adi (2007:30), berdasarkan konsep yang telah disusun oleh API (Arsitektur Perbankan Indonesia) dalam program API maka perbankan dikelompokkan dalam empat struktur permodalan, salah satunya adalah konsep mengenai bank umum nasional yang merupakan bank yang wilayah operasinya berada di seluruh kawasan Indonesia dengan modal yang disetor minimal sejumlah Rp. 10.000.000.000.000 (sepuluh trilyun rupiah) sampai dengan sejumlah Rp. 50.000.000.000.000 (lima puluh trilyun rupiah).
2.1.6 Gambaran Umum Penyaluran Kredit Perencanaan penyaluran kredit harus dilakukan secara realistis dan objektif, agar pengendalian dapat berfungsi dan tujuan tercapai. Perencanaan penyaluran kredit harus didasarkan pada keseimbangan antara jumlah, sumber, dan jangka waktu agar tidak menimbulkan masalah terhadap tingkat kesehatan dan likuiditas bank. Dalam rencana penyaluran kredit ini harus ada pedoman tentang prosedur, alokasi dan kebijaksanaannya.
10
2.1.7 Pengertian Kredit Menurut Hasibuan (2007:87), kredit berasal dari bahasa Italia yakni credere yang artinya kepercayaan. Hal ini berarti kepercayaan yang berasal dari kreditur bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Menurut Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1992 dalam Hermansyah (2005:30), mengenai perbankan pada pasal I ayat 12 menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Menurut Hasibuan (1997:10), kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, sedangkan menurut Kent dalam Hasibuan (1997:15), kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang- barang sekarang. Dalam tulisan Hermansyah (2005:57), salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. Adapun dalam pengertian yang berlaku dalam ekonomi islam terdapat definisi tentang qardh yang hampir sama dengan definisi kredit. Menurut Arifin
11
(2002:256), Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan antara bank syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Dalam definisi lain menyebutkan Menurut Antonio (2001:131), Al – Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Menurut Hermansyah (2005:58), dalam kredit terdapat unsur esensial yakni adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam atau debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain. Selain unsur kepercayaan, dalam permohonan dan pemberian kredit juga mengandung unsur lain, yaitu unsur waktu, unsur risiko dan unsur prestasi. Dalam pemberian kredit ditentukan juga mengenai unsur waktu. Unsur waktu ini merupakan jangka waktu atau tenggang waktu tertentu antara pemberian atau pencairan kredit oleh bank dengan pelunasan kredit oleh debitur. Lazimnya pelunasan kredit tersebut dilakukan melalui angsuran dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kemampuan debitur.
12
2.1.8
Fungsi dan Tujuan Kredit Menurut Hasibuan (2007:88), adapun fungsi dari kredit antara lain sebagai
berikut: 1.
Dapat menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan dan perekonomian.
2.
Dapat memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
3.
Dapat memperlancar arus barang dan arus uang.
4.
Dapat meningkatkan hubungan internasional seperti L/C, CGI dan lain-lain.
5.
Dapat meningkatkan produktivitas dana yang ada.
6.
Dapat meningkatkan daya guna (utility) barang.
7.
Dapat meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat.
8.
Dapat memperbesar modal kerja perusahaan.
9.
Dapat meningkatkan income per capita (IPC) masyarakat.
10. Dapat mengubah cara berpikir atau bertindak masyarakat supaya lebih ekonomis. Menurut Hasibuan (2007: 88), dijelaskan mengenai tujuan dari kredit, yang mencakup antara lain: 1. Untuk memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit. 2. Untuk memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada. 3. Untuk melaksanakan kegiatan operasional bank. 4. Untuk memenuhi permintaan kredit dari masyarakat. 5. Untuk memperlancar lalu lintas pembayaran. 6. Untuk menambah modal kerja perusahaan.
13
7. Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
2.1.9 Penggolongan Kredit Kredit yang berusaha disalurkan oleh pihak perbankan terdiri atas beberapa jenis yang telah dibedakan berdasarkan sudut pendekatan yang kita lakukan yaitu berdasarkan tujuan ataupun kegunaan, jangka waktu, macam, sektor perekonomian. Menurut Hasibuan (2007:89), terdapat beberapa jenis-jenis kredit antara lain: 1. Berdasarkan tujuan atau kegunaannya terdiri atas: a. Kredit konsumtif yaitu kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan sendiri bersama keluarganya seperti kredit rumah, atau mobil yang akan digunakan sendiri bersama keluarganya dimana kredit ini tidak bersifat produktif. Secara rinci didefinisikan bahwa Kredit konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan debitur yang bersangkutan. Kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan non bisnis, termasuk kredit kepemilikan rumah. b. Kredit modal kerja yaitu kredit yang akan dipergunakan untuk menambah modal usaha debitur dan kredit ini bersifat produktif. Secara rinci didefinisikan bahwa Kredit Modal Kerja yaitu kredit modal yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang
14
habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara pihak yang bersangkutan. c. Kredit investasi yaitu kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif akan tetapi baru dapat menghasilkan dalam jangka waktu yang relatif lama. Kredit ini biasanya diberikan pada grace period misalnya kredit untuk perkebunan sawit, dan lain-lain. Secara rinci didefinisikan bahwa Kredit investasi merupakan kredit jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali dan/atau pembuatan proyek baru. 2. Berdasarkan jangka waktu terdiri atas: a. Kredit jangka pendek yaitu kredit yang jangka waktunya paling lama satu tahun saja. b. Kredit jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya antara satu sampai tiga tahun saja. c. Kredit jangka panjang yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun saja. 3. Berdasarkan sektor perekonomian terdiri atas: a. Kredit pertanian adalah kredit yang diberikan kepada sektor perkebunan, peternakan, dan perikanan. b. Kredit perindustrian yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam industri kecil, menengah, dan besar.
15
c. Kredit pertambangan yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam pertambangan. d. Kredit ekspor-impor yaitu
kredit yang diberikan kepada eksportir dan
importir beraneka barang. e. Kredit koperasi yaitu kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi. f. Kredit profesi yaitu kredit yang diberikan kepada beragam profesi seperti dokter dan guru. Kemudian berdasarkan kesepakatan bersama Menko Kesra selaku ketua komite penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (nomor 11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 dan nomor 4/2/KEP.GBI/2002/ tanggal 22 April 2002) maka definisi mengenai kredit usaha mikro, kecil dan menengah diartikan sebagai berikut: a. Kredit usaha mikro adalah kredit yang diberikan kepada debitur usaha mikro, baik langsung maupun tidak langsung yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin dengan kriteria penduduk miskin. Menurut Badan Pusat Statistik dalam Sekretaris
Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah (2007: 50), kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Kredit usaha mikro ini memiliki nilai plafond kredit sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). b. Kredit usaha kecil adalah kredit yang diberikan kepada debitur usaha kecil, yang memiliki kekayaan bersih Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) di luar tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan maksimal
16
Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) per tahun, dengan plafond kredit maksimum sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). c. Kredit usaha menengah adalah kredit yang diberikan kepada pengusaha di luar usaha mikro dan usaha kecil atau kepada usaha pengusaha yang ditetapkan kemudian, plafond sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 5.000.000.000.0000 (lima miliar rupiah).
2.1.10 Pengertian Penyaluran Kredit Menurut
Hasibuan
(2007:87),
adapun
terdapat
beberapa
prinsip
penyaluran kredit yakni prinsip kepercayaan dan kehati-hatian. Indikator dari kepercayaan ini adalah kepercayaan moral, komersial, finansial, dan agunan. Kepercayaan itu sendiri dibedakan berdasarkan atas: a. Kepercayaan murni yakni jika kreditur memberikan kredit kepada debiturnya hanya atas kepercayaan saja, tanpa ada jaminan lainnya. Misalnya dalam hal ini yakni masyarakat yang menabungkan uangnya dalam bentuk deposito ataupun rekening koran (R/K) pada suatu bank hanya berdasarkan atas kepercayaan saja. Hal ini dikarenakan bank hanya memberikan tanda bukti berupa bilyet deposito, blanko buku cek, atau bilyet giro kepada penabungnya. Maka jika bank dilikuidasi, penabung hanya memiliki bilyet deposito atau blanko bilyet giro saja. b. Kepercayaan reserve yakni kreditor menyalurkan kredit atau pinjaman kepada debitur atas kepercayaan, akan tetapi kurang yakin sehingga bank selalu
17
meminta agunan berupa materi seperti BPKB dan lain-lain. Bahkan suatu bank dalam penyaluran kredit lebih mengutamakan atas agunan pinjaman tersebut. Menurut Hermansyah (2005:61), dalam melaksanakan pemberian suatu kredit atau suatu pembiayaan pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah sebagai debitur, maka terdapat beberapa ketentuan dan persyaratan umum yang berlaku antara lain terdiri dari 9 (sembilan) persyaratan yakni: 1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan konsultan terkait. 2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin
usaha misalnya akta
perusahaan, NPWP, SIUP, dan lain-lain. 3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu (grace period) maksimum 4 tahun. 4. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan agunan tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan melibatkan pejabat penilai (appraisal) independen untuk menentukan nilai agunan. 5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65% (enam puluh lima persen) dan self financing adalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen). 6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi proyek. Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk menentukan pengurus proyek. 7. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.
18
8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cashflow yang disusun berdasarkan analisis dalam feasibility study. 9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh kredit bank, seorang debitur harus melalui beberapa tahapan, yaitu dari tahap pengajuan aplikasi kredit sampai dengan tahap penerimaan kredit. Tahapan-tahapan tersebut merupakan suatu proses baku yang berlaku bagi setiap debitur yang membutuhkan kredit bank. Proses pemberian kredit oleh satu bank dengan bank lain tidak jauh berbeda. Proses pemberian kredit oleh bank secara umum dijelaskan sebagai berikut ini: 1.
Pengajuan permohonan/aplikasi kredit Tahap pertama yaitu mengajukan permohonan aplikasi kredit kepada bank
yang bersangkutan. Permohonan aplikasi kredit tersebut harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Dalam pengajuan permohonan/aplikasi kredit oleh perusahaan sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. Profil perusahaan beserta pengurusnya. b. Tujuan dan manfaat kredit. c. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit. d. Cara pengembalian kredit. e. Agunan atau jaminan kredit. Sedangkan untuk permohonan/aplikasi kredit tersebut dilampirkan dengan dokumen-dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu: 1. Akta pendirian perusahaan
19
2. Identitas para pengurus (KTP) 3. Tanda Daftar Perusahaan 4. NPWP 5. Neraca dan laporan rugi/laba 3 tahun terakhir 6. Fotokopi sertifikat yang dijadikan jaminan. Menurut Hasibuan (2007;91) dijelaskan bahwa secara prosedural, penyaluran kredit menjadi tugas dan tanggung jawab atau job description dari departemen (bagian) pemasaran suatu bank. Dalam prosedur penyaluran kredit, terdapat beberapa prosedur yang harus dijalani antara lain: 1.
Calon debitur menulis nama, alamat, agunan, dan jumlah kredit yang diinginkan pada formulir aplikasi permohonan kredit.
2.
Calon debitur mengajukan jenis kredit yang diinginkan.
3.
Analisis kredit dengan mengikuti azas 5C,7P, dan 3R dari permohonan kredit tersebut.
4.
Karyawan analis kredit menetapkan besarnya plafond kredit atau legal lending limit atau BMPKnya.
5.
Jika BMPK disetujui debitur, maka akad kredit (perjanjian kredit) ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Setelah prosedur penyaluran kredit telah disetujui dan dipahami maka
beranjak pada alokasi penyaluran kredit yang harus berpedoman pada ketetapan dan surat edaran otoritas moneter dan Bank Indonesia, yaitu sebagai berikut: a. Pemilik bank (pemegang saham) yang mendapatkan maksimal 20% dari jumlah kredit yang disalurkan oleh pihak yang bersangkutan.
20
b. Kredit Usaha Kecil atau Kredit Usaha Tani mendapatkan minimal 20% dari jumlah kredit yang disalurkan bank. c. Masyarakat (di luar poin a dan b) sebanyak 60% dari jumlah kredit yang diberikan, disalurkan, kepada sektor-sektor perekonomian seperti sektor pertanian, pertambangan dan perdagangan. d. Kredit rekening koran dan kredit berjangka. 2. Penelitian berkas kredit Setelah permohonan aplikasi kredit tersebut diterima oleh bank, maka bank melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap aplikasi kredit yang diajukan. Apabila dari hasil penelitian yang dilakukan itu, bank berpendapat bahwa berkas aplikasi tersebut telah lengkap dan memenuhi syarat, maka bank akan melakukan tahap selanjutnya yaitu penilaian kelayakan kredit. Sedangkan apabila ternyata berkas aplikasi kredit yang diajukan tersebut belum lengkap dan belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka bank akan meminta kepada pemohon kredit untuk melengkapinya. Proses kredit untuk usaha mikro tidak serumit usaha skala kecil dan menengah, mengingat untuk usaha mikro usahanya terbatas di suatu tempat tertentu (lebih bersifat lokal) dan biasanya sudah sangat dikenal oleh petugas lembaga keuangan setempat, sehingga tidak perlu legalitas yang formal, cukup dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Berikut disajikan proses kredit untuk skala usaha yang lebih besar, yang sudah memiliki kelengkapan secara bank teknis dan sudah bankable. Hal ini dimaksudkan agar para pihak yang terkait dengan sektor
21
UMKM semakin mengerti mengenai prosedur penyaluran kredit di lembaga keuangan. Berikut bagan proses kredit secara singkat yang digambarkan dalam diagram panah: Calon Peminjam
Petugas Administrasi
Permohonan Kredit
2. Proses Awal - Pengecekan legalitas Usaha -Kredit yang dilarang. -Dan Lain-lain
Petugas pemrakarsa kredit (AO) 5b. Pemberitahuan putusan diterima (surat penawaran) dan proses realisasi kredit
2b. Diterima
2a. Ditolak
Pejabat pemutus kredit 4a.Putusan ditolak
3b.Diterima
Petugas pemrakarsa kredit (AO) 3. Proses Lanjutan -analisa dan evaluasi - pengecekan lapangan - dan lain-lain
Petugas Administrasi Kredit
Gambar 1. Bagan Prosedur Kredit Sumber: Adi ( 2007: 114)
Menurut Adi (2007:51), kreditur dalam hal ini lembaga keuangan, sebelum menyetujui permohonan kredit terlebih dahulu akan memperhatikan syarat bank teknis dan bankable (menurut business english dictionary : bankable diartikan
22
which a bank will accept as security for a loan yaitu pemenuhan hal- hal yang disyaratkan bank dalam rangka pengamanan suatu kredit). Hal ini terkait dengan manajemen resiko yang harus diterapkan oleh pihak lembaga keuangan. Mengingat skala usaha debitur (peminjam) bervariasi meliputi usaha mikro, kecil dan menengah, bahkan korporasi, maka analisisnya pun berbeda sesuai dengan skala usahanya. Menurut Adi (2007:51), secara bank teknis permohonan kredit harus memenuhi kriteria 6C’s (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition, Constrain). Selanjutnya dilakukan analisis pemenuhan persyaratan bankable yang lain. Persyaratan bankable ini dilakukan untuk usaha yang sudah lebih besar yang sudah memenuhi syarat legal (memiliki izin usaha dan kelengkapan lain sesuai aturan hukum yang berlaku di negara Indonesia). Dengan demikian, untuk kredit mikro tidak diwajibkan dipersyaratkan analisis di atas, karena usaha skala mikro
rata-rata
belum
bankable,
umumnya
sebatas
usaha
tersebut
direkomendasikan oleh lurah atau kepala desa setempat, dan benar-benar warga desa di lokasi usaha tersebut. Menurut Adi (2007:52), berikut ini disajikan secara garis besar beberapa indikator analisis kualitatif kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai bagian proses kredit yang dilakukan oleh lembaga keuangan sebagai tambahan wacana. Indikator utama yang dipakai untuk analisis kualitatif usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) adalah kriteria 6 C’s, sebagai berikut:
23
1. Character (Karakter/Kepribadian) Karakter adalah watak atau sifat debitur (peminjam/pengusaha) UMKM, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaannya untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran, integritas serta itikad debitur dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanijian yang ditetapkan pihak bank. 2. Capacity (Kapasitas) Kapasitas adalah kemampuan debitur dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaannya untuk mengukur sampai sejauh mana nasabah mampu melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari kegiatan usahanya. 3. Capital (Modal) Capital
adalah
kemampuan
untuk
menyediakan
modal
sendiri.
Kegunaannya untuk melihat sejauh mana debitur mampu berbagi dari modal sendiri (tidak modal dengkul/tanpa modal) dalam mengelola usahanya. 4. Collateral (Jaminan/Agunan) Collateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai agunan terhadap kredit (pinjaman) yang akan diterima. Bentuknya dapat berupa jaminan utama (first way out) berupa usahanya dan jaminan tambahan (second way out) berupa jaminan kebendaan atau jaminan pihak ketiga. Umumnya nilai jaminan minimal 120% dari total jaminannya.
24
5. Condition (Kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan) Kondisi adalah situasi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi
keadaan
perekonomian
yang
kemungkinannnya
dapat
mempengaruhi kelancaran usaha debitur. 6. Constrain (batasan atau hambatan) Constrains adalah batasan atau hambatan yang tidak memungkinkan seseorang melakukan bisnis di suatu tempat di luar kriteria condition (kriteria ke5). Selain analisis kualitatif dengan menggunakan penilaian 6 C’s, juga terdapat penilaian terhadap aspek-aspek lain. Penilaian ini merupakan tindak lanjut penilaian terhadap kriteria 6 C’s, dimana lebih difokuskan pada aspek legalitas usaha, manajemen usaha, produksi, pemasaran dan aspek keuangan. Penilaian pada tahap ini untuk usaha yang sudah memiliki administrasi pembukuan yang tertib dan sudah bankable, sedangkan untuk skala mikro belum memerlukan analisis terhadap aspek ini, karena usahanya begitu kompleks. Berikut beberapa aspek – aspek penilaian kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang mencakup antara lain: 1. Aspek Legalitas Usaha Menurut Hermansyah (2005:70), yang dimaksud dengan aspek hukum adalah penilaian terhadap keaslian dan keabsahan dokumen – dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit. Penilaian terhadap dokumen – dokumen tersebut dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk itu.
25
Menurut Adi (2007:55), aspek kelengkapan secara legal (hukum) seperti perizinan maka untuk usaha skala mikro tidak diperlukan perizinan apapun. Hal ini berlaku selama calon debitur tersebut memiliki tempat tinggal yang jelas dan mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pada skala usaha yang lebih besar, seperti usaha kecil dan menengah yang telah berbadan hukum maka persyaratan yang perlu dilengkapi antara lain Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Gangguan (HO), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan lain-lain. Selain mengacu kepada aspek legal, maka perlu diperhatikan mengenai aspek moral hazard kepada pihak pengusaha UMKM. Sebagaimana dipaparkan Krisna dalam Adi (2007:112), dikarenakan terpusat pada modal, maka peran pemerintah cenderung menjadi pemodal bukan sebagai pelindung agar UMKM mendapatkan posisi tawar yang lebih baik. Oleh karena hanya terfokus kepada pemberian modal melalui kredit maka hal ini dapat melahirkan kecenderungan timbulnya moral hazard yang dapat dimanfaatkan bagi kalangan UMKM yang nakal. Berikut tabel perbandingan identifikasi moral hazard yang dilakukan dengan metode bagi hasil dari bank syariah dan metode penerapan sistem bunga oleh bank konvensional.
26
Tabel 1.Perbandingan Metode Bagi Hasil dan Bunga Pada Unsur Moral Hazard Debitur Metode Bagi Hasil
Metode Bunga
Moral Hazard Bank dapat langsung mengetahui Debitur tidak ada motivasi untuk masalah yang dihadapi oleh mudharib berbohong karena beban hutangnya dalam pemasaran (omzet penjualan tetap sama apakah ia berbohong atau maupun gejolak harga penjualan) tidak. Bila nasabah mengalami kegagalan Bank hanya akan memberikan sanksi usaha / panen maka akan dibayar pada bagi yang menunggak tanpa masa panen berikutnya sampai lunas memberikan insentif setiap kali pembayaran angsuran. Sumber : Mengapa Memilih Bank Syariah (2005:50).
2. Aspek Manajemen Menurut Hermansyah (2005:71), penilaian terhadap aspek manajemen ini adalah untuk menilai pengalaman dari perusahaan yang memohon kredit dalam mengelola kegiatan usahanya termasuk sumber daya manusia yang mendukung kegiatan usahanya tersebut. Menurut Adi (2007:55), aspek tata kelola manajemen mencakup lamanya pengusaha bergelut di bidang usaha yang akan dibiayai (semakin lama semakin bagus), struktur organisasi perusahaan dimana dikerjakan oleh satu orang atau melibatkan cukup orang, pencatatan pembukuan, jumlah Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas usaha dan sebagainya. 3. Aspek Produksi Menurut Adi (2007:55) dijelaskan bahwa aspek pemenuhan bahan baku, teknologi, dan sarana prasarana berkaitan dengan berlangsungnya proses produksi secara optimal. Ketersediaan bahan baku (apakah diperoleh dengan mudah, bahan lokal/impor, apakah harga bahan baku berfluktuasi tinggi), kondisi mesin (masih layak/tidak, kemampuan produksi sudah optimal/belum), sarana penunjang lain (tempat penyimpanan bahan baku dan barang jadi sudah ada atau belum, tempat
27
penyimpanan sudah layak atau belum, jumlah sumber daya manusia (SDM) cukup atau tidak, bagaimana pengaturan kerja), dan lain-lain. 4. Aspek Pemasaran Menurut Adi (2007:56), aspek pemasaran adalah aspek yang berkaitan dengan pemasaran hasil produksinya. Sistem pemasaran (direct selling atau dengan cara lain), daerah pemasaran (lokal/ekspor), tingkat persaingan (sudah jenuh/belum), antisipasi pemasaran ke depan, dan lain-lain. 5. Aspek Keuangan Menurut Hermansyah (2005:70), dalam aspek keuangan yang dinilai dengan menggunakan analisis keuangan adalah aspek keuangan perusahaan yang dilihat dari laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan laporan laba rugi yang dilampirkan dalam aplikasi kredit. Aspek tata kelola keuangan perusahaan tersebut mencakup pencatatan keuangan (sudah tertib/belum), cashflow keuangan perusahaan (apakah perputaran keuangan masih dapat memutar jalannya roda perusahaan, apakah masih ada kemampuan untuk mengangsur kredit), struktur aktiva-pasiva perusahaan (wajar atau tidak), dan lain – lain. 6. Aspek Sosial Ekonomi Menurut Hermansyah (2005:71), aspek sosial ekonomi digunakan untuk melakukan penilaian terhadap dampak dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan yang memohon kredit khususnya bagi masyarakat baik secara ekonomis maupun sosial.
28
7. Aspek AMDAL Menurut Hermansyah (2005:71), penilaian terhadap aspek AMDAL ini sangat penting karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk dapat beroperasinya perusahaan. Oleh karena kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan pasti mempunyai dampak terhadap lingkungan baik darat, air dan udara.
2.1.11 Pengertian, Fungsi dan Syarat Agunan Kredit Menurut Hasibuan (2007:109), agunan atau jaminan kredit adalah barangbarang dan atau surat- surat efek yang diserahkan debitur kepada bank dan menjadi syarat utama dalam menentukan besarnya plafond kredit. Agunan kredit harus memenuhi keabsahan hukum, mempunyai nilai ekonomi, dan akan disita untuk dijual sehingga dapat membayar kredit macet. Menurut Surat Keputusan direksi Bank Indonesia nomor 23/69/KEP/DIR , tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit pasal 2 ayat 1 dalam Hermansyah (2005:73), dinyatakan bahwa bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada siapapun tanpa adanya jaminan. Pentingnya jaminan atas pemberian kredit berkaitan dengan keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai perjanjian yang telah disepakati antara calon debitur dengan pihak bank. Adapun yang menjadi fungsi agunan kredit antara lain: 1. Untuk memenuhi persyaratan Bank Indonesia, setiap bank hanya boleh memberikan kredit jika ada jaminannya.
29
1) Agunan harus berupa barang dan atau surat berharga yang mempunyai nilai nyata seperti tanah dan bangunan. 2) Harga agunan harus lebih besar daripada kredit yang diberikan. 2. Untuk menjamin pembayaran kredit macet dengan menyita atau menjual agunan tersebut agar: 1) Keamanan dan keselamatan kredit akan lebih terjamin. 2) Pemberian kredit akan lebih selektif sehingga korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dihindari. 3) Debitur akan lebih berhati-hati mempergunakan kredit karena takut agunannya disita bank. 3. Untuk melindungi keamanan tabungan masyarakat pada bank dari pemberian kredit yang tidak wajar oleh manajer bank maka: 1) Pimpinan bank tidak dapat memberikan kredit seenaknya saja. 2) Agunan merupakan penjamin tabungan masyarakat karena bank menyita agunan jika kredit macet. Menurut Hasibuan (2007: 110), agunan kredit harus memenuhi baik aspek hukum (yuridis) maupun ekonomis dengan baik dan benar. Syarat-syarat yang termasuk ke dalam aspek hukum (yuridis) dan ekonomis adalah sebagai berikut: 1. Syarat – syarat hukum (yuridis) agunan a. Agunan harus mempunyai wujud yang nyata (tangible). b. Agunan harus merupakan milik debitur dengan bukti surat-surat autentiknya.
30
c. Jika agunan berupa barang yang dikuasakan, pemiliknya harus ikut menandatangani akad kredit. d. Agunan tidak sedang dalam proses pengadilan. e. Agunan bukan sedang dalam keadaan sengketa. f. Agunan bukan yang terkena proyek pemerintah. 2. Syarat – syarat ekonomis agunan a. Agunan harus mempunyai nilai ekonomis pasar. b. Nilai agunan kredit harus lebih besar daripada plafond kreditnya. c. Marketability, yaitu agunan harus mempunyai sasaran yang cukup luas atau mudah dijual. d. Ascertainability of value, yaitu agunan kredit yang diajukan oleh debitur harus mempunyai standar harga tertentu (harga pasar). e. Transferable, yaitu agunan kredit yang diajukan debitur harus mudah dipindahtangankan baik secara fisik maupun hukum.
2.1.12 Perjanjian Kredit Menurut Hermansyah (2005:71),
perjanjian adalah suatu peristiwa di
mana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing – masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian itu. Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah asessornya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil adalah
31
bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada debitur. Perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard contract). Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Ch. Gatot Wardoyo dalam Hermansyah (2005:72), perjanjian kredit mempunyai fungsi – fungsi sebagai berikut: a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok. b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan – batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur. c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
32
2.1.13 Pengertian Bunga Kredit Menurut Hasibuan (2007:18), bunga merupakan hal penting bagi suatu bank dalam penarikan tabungan dan pemberian kredit selalu dihubungkan dengan tingkat suku bunganya. Bunga bagi bank bisa menjadi biaya (cost of fund) dan bunga dapat juga merupakan pendapatan bank yang diterima dari debitur karena kredit yang diberikannya. Besarnya bunga ini adalah selisih yang dikembalikan dengan yang dipinjam (kredit) oleh debitur. Misalnya dipinjam dari bank sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) untuk kemudian dikembalikan sebesar Rp 525.000 (lima ratus dua puluh lima ribu rupiah). Jadi dapat disimpulkan bahwa besarnya nilai bunga adalah Rp. 500.000 - Rp. 525.000 = Rp. 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) atau sebesar 5% (lima persen). Untuk jelasnya, beberapa definisi mengenai pengertian bunga: a. Bunga adalah balas jasa atas pinjaman uang atau barang yang dibayar oleh debitur kepada kreditur. (Hasibuan, 1997:125) b. Rate of Interest adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. (Boediono, 1992:32). Kreditur meminta bunga atas uang yang dipinjamkannya kepada debitur dan bunga tersebut harus dibayar maka hal ini dapat dijelaskan menurut teori bunga yang dikenal antara lain teori nilai, teori pengorbanan, dan teori keuntungan.
33
a. Teori Nilai Teori ini didasarkan pada anggapan bahwa nilai sekarang (present value) lebih besar daripada nilai yang akan datang (future value). Menurut Keown (2004:13), uang yang kita terima pada saat ini akan jauh lebih berharga dibandingkan dengan uang yang akan kita terima tahun depan. Perbedaan nilai ini harus mendapat penggantian dari peminjam atau debitur sehingga dikaitkan dengan bunga. Secara teori, bunga adalah besarnya penggantian perbedaan antara nilai sekarang dengan nilai yang akan datang. Kita bisa mendapatkan bunga atas uang yang kita terima sekarang, sehingga kita suka menerimanya sekarang daripada kemudian. Menurut Bawerk dalam Antonio (2001:74), pendukung utama pendapat menurunnya nilai uang di waktu mendatang dibanding dengan nilai uang di waktu kini terdapat tiga alasan mengapa nilai barang di waktu yang mendatang akan berkurang, yaitu sebagai: 1.
Keuntungan di masa yang akan datang diragukan. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakpastian peristiwa serta kehidupan manusia yang akan datang, sedangkan keuntungan masa kini sangat jelas dan pasti.
2.
Kepuasan terhadap kehendak atau keinginan masa kini lebih bernilai bagi manusia daripada kepuasan mereka pada waktu yang akan datang. Pada masa yang akan datang, mungkin saja seseorang tidak mempunyai kehendak semacam sekarang.
34
3.
Kenyataannya, uang pada waktu kini lebih penting dan berguna. Dengan demikian uang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan barang – barang pada waktu yang akan datang. Alasan – alasan tersebut meyakinkan mereka bahwa keuntungan pasti masa
kini jelas diutamakan daripada keuntungan pada masa yang akan datang. Dengan demikian maka modal yang dipinjamkan kepada seseorang pada saat sekarang lebih bernilai dibanding uang yang akan dikembalikan beberapa tahun kemudian. Bunga menurut paham ini merupakan nilai lebih yang ditambahkan pada modal yang dipinjamkan agar nilai pembayarannya sama dengan nilai modal pinjaman semula. b. Teori Pengorbanan Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa pengorbanan yang diberikan seharusnya mendapatkan balas jasa berupa pembayaran. Teori ini mengemukakan bahwa jika pemilik uang meminjamkan uangnya kepada debitur, selama uangnya belum dikembalikan debitur atau bank, kreditur tidak dapat mempergunakan uang tersebut. Pengorbanan kreditur inilah yang harus dibayar debitur. Pembayaran inilah yang disebut bunga. c. Teori Laba Teori ini mengemukakan bahwa bunga ada karena adanya motif laba (spread profit) yang ingin dicapai. Bank dan para pelaku ekonomi mau dan bersedia membayar bunga didasarkan atas laba yang akan diperolehnya. Sedangkan untuk kondisi dimana bank yang menawarkan bunga simpanan yang lebih rendah otomatis akan ditinggalkan oleh nasabahnya. Di lain pihak,
35
bunga kredit yang tinggi jika dinaikkan lagi maka semakin menyengsarakan masyarakat karena pada akhirnya debitur sebagai produsen akan membebankan biaya tersebut kepada masyarakat. Penerapan metode bunga inilah yang sering menyebabkan perekonomian menjadi tidak stabil. Menurut Sjahdeini dalam Wibowo (2005:8), pada perekonomian yang tidak stabil akan berimplikasi kembali kepada bank, yaitu banyak bank konvensional yang mengalami negative spread. Hal itu disebabkan oleh tingkat bunga simpanan yang sangat tinggi, sedangkan bunga kredit hanya dapat ditentukan di bawah bunga simpanan karena kondisi riil dunia usaha yang masih lemah. Tentu saja pendapatan bank menjadi negatif karena uang yang harus dikeluarkan sebagai bunga simpanan kepada nasabah penyimpan dana lebih besar daripada penghasilan bunga kredit dari debitur. Bank akan semakin merugi jika memiliki banyak kredit yang semula tidak bermasalah berubah menjadi kredit bermasalah yang tidak menghasilkan bunga (non performing loan). Fenomena ini menggambarkan bahwa metode bunga tidak memberikan keseimbangan posisi di antara pelaku, yaitu nasabah penyimpan dana, bank dan debitur. Bahkan bank sebagai lembaga intermediary justru berada di pihak yang dirugikan. d. Teori Klasik Teori ini dikemukakan oleh John Maynard Keynes dalam teori liquidity preference. Teori ini menjelaskan bahwa semakin lama jangka waktu kredit maka suku bunga akan semakin besar. Hal ini disebabkan semakin singkat pinjaman maka orang merasa semakin likuid. teori ini pada dasarnya hanya dapat diterapkan dalam kondisi moneter dan perbankan yang normal.
36
Berikut ini merupakan rumus umum perhitungan bunga Bunga = pinjaman x hari 360
x
tingkat suku bunga 1
2.2 Penelitian Terdahulu Karina (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit Bank Umum terhadap usaha kecil di Indonesia” menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit Bank Umum terhadap usaha kecil di Indonesia adalah jumlah unit usaha, tingkat suku bunga kredit, kapasitas kredit, dan GDP pada periode kuartal sebelumnya memberikan pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 1 persen. Hasanah (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit pada Bank Syariah Mandiri” menyatakan Dari hasil regresi tersebut, dapat dilihat tingkat kelayakan (goodness of fit) suatu model, pertama dengan melihat nilai dari koefisien determinasi (R2) untuk faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit adalah sebesar 0,859 pada taraf 5 persen. Nilai ini berarti 85,9 persen variasi penyaluran pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition dan sisanya sebesar 14,1 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini di antaranya aspek hukum/yuridis, aspek manajemen, aspek produksi, aspek pemasaran, dan sebagainya. Sedangkan secara statistik, dari 5 variabel independen faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5 persen terhadap
37
penyaluran pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit adalah Capacity (X2), Capital (X3), dan Collateral (X4). Sedangkan sisanya yaitu Character (X1) dan Condition (X5) tidak berpengaruh nyata terhadap penyaluran pembiayaan usaha budidaya kelapa sawit.
2.3 Kerangka Pemikiran Dengan diberlakukannya Undang-undang tentang Bank Indonesia nomor 23 Tahun 1999, peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta pengembangan kelembagaan yang menunjang UMKM. Upaya-upaya Bank Indonesia tersebut dilakukan melalui: 1.
Pemberian bantuan teknis.
2.
Pengembangan kelembagaan.
3.
Kebijakan kredit perbankan.
4.
Kerjasama Bank Indonesia, pemerintah dan lembaga terkait lainnya. Meninjau pada poin 3 dalam upaya – upaya yang dilakukan oleh Bank
Indonesia yakni kebijakan kredit perbankan, pada dasarnya pemberian kredit dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang terwujud dalam bentuk bunga yang diterima. Namun, tujuan pemberian kredit disesuaikan juga dengan tujuan negara yaitu untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Pemberian kredit untuk usaha produktif diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi, pendapatan dan kesempatan kerja yang secara langsung dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
38
Menurut Ali (2009:6), hingga saat ini permodalan masih menjadi kendala utama bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai pelaku usaha terbesar di Tanah Air. Di sisi UMKM sebagai pelaku usaha maka permasalahan yang dihadapi antara lain adalah keterbatasan dalam mengakses sumber – sumber permodalan, dalam penyediaan agunan serta akses informasi mengenai produk – produk atau fasilitas kredit perbankan bagi UMKM. Menurut Muharram (2009: 11), dalam memberikan pembiayaan kita harus memilah antara sektor UMKM yang tidak layak dan belum bankable, sudah layak usaha tapi belum bankable dan sudah layak usaha tapi juga sudah bankable. Untuk kriteria pertama dan kedua, pendekatannya harus bantuan langsung yang sifatnya pemberdayaan. Sementara itu, untuk UMKM yang sudah layak dan bankable perlu ditingkatkan melalui dana bergulir dan perbankan. Layaknya saat ini pemerintah memang sedang berupaya mengatasi kendala pembiayaan atau permodalan bagi usaha mikro dan kecil. Adapun pemerintah mulai menggulirkan program penyaluran kredit skala UMKM dalam bentuk Kredit Tanpa Agunan (KTA), Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk kredit UMKM dari bank tersebut seperti halnya BNI yang menggulirkan program BNI Wirausaha (BWU). Menurut Pramiyanti (2002:11), usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM)
merupakan
salah
satu
kekuatan
pendorong
terdepan
dalam
pembangunan ekonomi. Gerak sektor UMKM amat vital untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UMKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Mereka juga
39
menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya, dan mereka juga memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. Untuk sebagian masyarakat Indonesia, sumber penghidupan amat bergantung pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sebagian besar usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang berjalan terkonsentrasi pada sektor perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen,kayu dan produk kayu serta produksi mineral nonlogam. Begitupun di daerah Kabupaten Karawang yang iklim usahanya terkenal dengan ciri khas pertanian dan agribisnis juga tak luput dari peran serta UMKM juga penyaluran kredit UMKM didalamnya. Maka diperlukan identifikasi lebih lanjut mengenai analisis faktor – faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM di daerah Kabupaten Karawang. Mengenai kredibilitas mengenai calon debitur pada skala UMKM dapat dilihat melalui Character (X1), Capacity (X2), Capital (X3), Collateral (X4), Condition (X5), Constrain (X6). Character dianggap memiliki pengaruh yang penting dalam penyaluran kredit UMKM. Pada variabel Character, diduga semakin baik karakter calon debitur maka akan berdampak pada semakin mudahnya mendapatkan pinjaman dari pihak perbankan kepada calon debitur. Capacity dianggap memliki pengaruh yang penting. Hal ini beralasan karena calon debitur dianggap memiliki pengalaman usaha yang cukup baik sehingga pihak perbankan menganggap tidak akan bermasalah dengan pengembalian pinjaman setiap bulannya.
40
Capital (Modal) juga dianggap memiliki pengaruh yang cukup penting. Capital (Modal) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah modal calon debitur sendiri dalam menjalankan usaha. Kredit UMKM yang diberikan kepada debitur memiliki ketentuan antara lain minimal calon debitur memiliki modal sekitar 35 % dari nilai kredit yang diajukan. Akan tetapi biasanya pihak perbankan meminta calon debitur untuk meningkatkan modal sendiri (self financing) sampai pada 65 % – 70 % dari nilai kredit yang diajukan. Collateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai agunan terhadap kredit (pinjaman) yang akan diterima. Bentuknya dapat berupa jaminan utama (first way out) berupa usahanya dan jaminan tambahan (second way out) berupa jaminan kebendaan atau jaminan pihak ketiga. Umumnya nilai jaminan minimal 120% dari total jaminannya. Collateral diduga memiliki pengaruh yang cukup penting. Hal ini dikarenakan pihak perbankan selaku kreditor yang menyalurkan kredit untuk membiayai usaha calon debitur, memerlukan jaminan dari calon debitur tersebut seperti yang telah dikatakan diatas berupa jaminan utama yakni usahanya maupun jaminan tambahan. Bentuk jaminan yang diberikan kepada bank biasanya terkait dengan barang usaha, tanah dan bangunan fisik yang nilainya setara dengan jaminan atau lebih tinggi. Jaminan memiliki peranan cukup penting terkait dengan tindakan antisipatif bila sewaktu – waktu calon debitur tersebut tidak dapat melunasi pinjaman dari perbankan sehingga jaminan tersebut dapat diuangkan. Condition dianggap memiliki pengaruh yang cukup penting. Hal ini terkait dengan situasi dan kondisi usaha dari debitur. Condition ini dapat
41
mencakup situasi politik, sosial, ekonomi baik makro maupun mikro dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinannnya dapat mempengaruhi kelancaran usaha debitur. Constrain secara definisi harfiah yakni batasan atau hambatan. Constrain diduga memliki pengaruh yang cukup penting terkait dengan batasan maupun hambatan debitur dalam melaksanakan usaha di tempat tersebut maupun jenis barang yang diusahakan oleh debitur. Hasil dari analisis ini maka diperoleh pengaruh faktor – faktor tersebut dalam penyaluran kredit UMKM Agribisnis sehingga dapat menjadi rekomendasi bagi pihak UKC BNI dalam rangka meningkatkan pelayanan dalam penyaluran kredit UMKM Agribisnis di Kabupaten Karawang. Berikut merupakan kerangka penelitian yang dilakukan mengenai penyaluran kredit UMKM Agribisnis di Kabupaten Karawang.
42
Program Penyaluran Kredit UMKM
Penyaluran Kredit UMKM di sektor Agribisnis Prosedur Penyaluran Kredit UMKM
Permasalahan yang timbul dalam penyaluran Kredit UMKM bidang Agribisnis Analisa Deskriptif Kualitatif
Faktor-Faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UKM: • • • • • •
Character (X1) Capacity (X2) Capital (X3) Collateral (X4) Condition (X5) Constrain (X6)
Analisis Regresi Berganda
Faktor – faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM sektor Agribisnis
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
43
2.4 Hipotesis Hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari atau yang ingin kita pelajari. Hipotesis adalah penyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya (Nazir, 2005:151). Hipotesis dalam penelitian ini mengacu pada variabel – variabel yang diduga mempengaruhi penyaluran kredit UMKM. Menurut Adi (2007:51), adapun variabel – variabel tersebut yang digunakan adalah indikator utama yang dipakai untuk analisis kualitatif Character
UMKM adalah kriteria 6 C’s antara lain adalah
(karakter/kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (modal),
Collateral (jaminan/agunan), Condition (kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan), Constrain (batasan atau hambatan) Berikut adalah hipotesis untuk penelitian ini yakni: 1. Diduga bahwa variabel Character (karakter/kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (modal), Collateral (jaminan/agunan), Condition (kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan), Constrain (batasan atau hambatan) secara parsial berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis di UKC BNI Cabang Karawang 2. Diduga bahwa variabel Character (karakter/kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (modal), Collateral (jaminan/agunan), Condition (kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan), Constrain (batasan atau hambatan) secara bersama -
44
sama berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis di UKC BNI Cabang Karawang.
45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang yang beralamat di Jl. Tuparev nomor 301 Karawang, Jawa Barat pada bulan Januari – Februari 2010. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lembaga keuangan tersebut telah melakukan penyaluran kredit pada jenis Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan BNI Wirausaha (BWU). Selain itu pemilihan lokasi didasarkan pula pada kondisi bisnis di daerah lokal yang sebagian besar memiliki karakteristik usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sektor agribisnis.
3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Kedua jenis data ini diperoleh dari sumber yang berbeda, antara lain : 1.
Data primer meliputi wawancara dan penyebaran kuisioner kepada karyawan relationship officer, kepala Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang dan Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang Bekasi Barat.
2.
Data sekunder meliputi dari dokumen perusahaan yang bersifat umum seperti dokumen perusahaan, makalah, jurnal dan literatur lain yang terkait dan relevan. Sumber data sekunder berasal dari studi literatur internet dan instansi pemerintah seperti Badan Pusat Statisik, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
46
3.3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur dan penyebaran kuisioner. Responden terdiri dari para pegawai bidang kredit (relationship officer) dan pimpinan bagian kredit yang terkait dengan ruang lingkup penelitian. Wawancara dan kuisioner dilakukan untuk mengetahui prosedur penyaluran kredit yang diterapkan oleh pihak bank dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM yang dilakukan oleh pihak Bank. Mengenai data sekunder diperoleh melalui makalah-makalah, literatur, dan data-data yang relevan dengan penelitian yang berasal dari instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), dan lain-lain. Pengumpulan data ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM agribisnis dari pihak Bank. Maka dari faktor - faktor tersebut, telah diketahui faktor – faktor yang dominan mempengaruhi, sehingga dapat ditangani secara efektif. Untuk mendapatkan informasi yang sesuai, maka dilakukan pertanyaan dan pengisian kuesioner kepada internal Bank yang melakukan penyaluran kredit pada sektor UMKM. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengenai 1) Character (X1), 2) Capacity (X2), 3) Capital (X3), 4) Collateral (X4), 5) Condition (X5) , 6) Constrain (X6).
47
3.4. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan metode sampel bertujuan (purposive sampling). Sampel responden yang diambil dalam penelitian ini adalah para karyawan bagian kredit pada Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI cabang Bekasi dan Unit Kredit Kecil (UKC) yang termasuk cakupan wilayah penyaluran Sentra Kredit Kecil (SKC) termasuk di dalamnya Unit Kredit Kecil (UKC) cabang Karawang. Responden terdiri atas kepala Sentra Kredit Kecil (SKC),Unit Kredit Kecil (UKC) dan relationship officer yang bertugas mengurusi penyaluran kredit dalam hal ini kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan BNI Wirausaha (BWU). Jumlah responden merupakan populasi dalam penelitian yang seluruhnya dijadikan sebagai sampel (Metode Sensus) dengan jumlah 20 responden. Hal ini dikarenakan oleh populasi yang sedikit dan sangat spesifik.
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.5.1 Analisis Kualitatif Hasil analisis kualitatif secara deskriptif meliputi gambaran umum penyaluran kredit UMKM, gambaran penyaluran kredit UMKM yang berada di sektor agribisnis dan prosedur penyaluran kredit UMKM di Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI. Analisis deskriptif digunakan menjelaskan informasi mengenai penyaluran kredit UMKM sektor Agribisnis 3.5.2 Analisis Kuantitatif Pengolahan data kuantitatif digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
dari variabel Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions,
48
Constrains terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Metode analisis kuantitatif yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda. Data kuantitaif yang telah diperoleh kemudian diolah dengan alat bantu Microsoft Excel 2007, Excel Methode Successive Interval (MSI) dan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) 15.0 For Windows .
3.5.2.1 Methode Succesive Interval (MSI) Menurut Salim (2010: 1), methode succesive interval merupakan skala pengukuran yang dipilih oleh peneliti berkaitan erat dengan teknik analisis data yang digunakan. Oleh karena itu setiap skala pengukuran yang tidak memenuhi syarat dilakukannya suatu teknik analisis tertentu, harus diubah atau dikonversi ke dalam skala pengukuran yang sesuai dengan teknik analisis yang akan digunakan. Salah satu metode konversi data yang sering digunakan oleh peneliti untuk menaikan tingkat pengukuran ordinal ke interval adalah methode succesive interval (MSI). Methode ini dapat diaplikasikan dengan menggunakan aplikasi program Excel MSI sehingga akan terlihat transformasi data dari data ordinal ke dalam data interval. Koding data hasil transformasi dari Excel MSI yang berbentuk data interval selanjutnya dimasukkan ke dalam olahan data Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) 15.0 For Windows sehingga akan diperoleh hasil akhir dan kemudian dilakukan interpretasi data keluaran (output). Data ditampilkan dalam bentuk uraian, tabel, dan gambar.
49
3.5.2.2 Analisis Regresi Berganda Menurut Nachrowi (2002 ; 117), model regresi yang digunakan untuk membuat hubungan antara satu variabel terikat dan beberapa variabel bebas disebut model regresi berganda. Model yang diduga, secara matematis dapat dituliskan dalam persamaan berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + ei di mana : Y
= Penyaluran kredit UMKM agribisnis
X1
= Pengaruh Character
X2
= Pengaruh Capacity
X3
= Pengaruh Capital
X4
= Pengaruh Collateral
X5
= Pengaruh Condition
X6
= Pengaruh Constrain
a
= Koefisien konstanta
b1 – b6 = Koefisien independent variabel ei
= error term
Pengujian hipotesis ini yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu program Statistical Program for Social Science (SPSS) baik uji F maupun uji t yaitu dengan melihat tingkat signifikansi (α) yaitu probabilitas kesalahan menolak hipotesis α = 5 persen pada selang kepercayaan 95 persen.
50
Untuk dapat memperoleh hasil regresi terbaik maka harus memenuhi kriteria statistik, sebagai berikut : a. Uji R2 (Koefisien Determinasi) Uji ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model regresi dapat menerangkan model regresi tersebut. Secara verbal, R2 merupakan besaran yang paling sering digunakan untuk mengukur goodness of fit (kesesuaian model) garis regresi. Koefisien determinasi mengukur persentase atau proporsi total varians dalam variabel endogen yang dijelaskan model regresi. Sifat dasar dari R2 adalah besaranya yang selalu bernilai positif namun lebih kecil dari satu, yang dirumuskan sebagai berikut (Irianto, 2004 : 206) :
SS R = b 2/a Σy 2
di mana : SSb/a
= Jumlah kuadrat regresi
Σy2
= Jumlah Kuadrat total
b. Uji F Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel bebas (independent) secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebas (dependent). Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan F hitung lebih besar dari F tabel (F
hitung
≥F
tabel),
hitung
dengan F
tabel.
Jika F
atau nilai signifikan lebih kecil
dari taraf signifikansi (sig < 0,05) maka H0 ditolak. Hal ini berarti variabel bebas (independent) secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis (variable dependent). Dan sebaliknya, F
hitung
tabel
atau sig
> 0,05 maka H0 diterima yang berarti variabel bebas (independent) secara
51
keseluruhan tidak berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Hipotesis untuk uji F dalam penelitian ini adalah : : bi = 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent)
H0
dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (dependent). H1
: bi ≠ 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent) dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (dependent) Uji statistik yang digunakan untuk pengujian ini menurut sebaran F, yaitu
(Irianto, 2004 : 207) : di mana :
Fhitung =
c.
R2 /k
R2
= Koefisien Determinasi
(1 − R 2 ) /(n − k −1)
n
= Jumlah Data
k
= Jumlah Koefisien Parameter
Uji t Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel
bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dengan menganggap variabel lain bersifat tetap. Uji t ini juga dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t
tabel.
Jika t
hitung
lebih besar dari t
tabel
(t
hitung
>t
tabel),
atau nilai
signifikan lebih kecil dari taraf signifikansi (sig < 0,05) maka H0 ditolak. Hal ini berarti variabel bebas (independent) berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis (variable dependent). Dan sebaliknya, t hitung < t tabel atau sig > 0,05 maka H0 diterima yang berarti variabel bebas (independent) tidak
52
berpengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Hipotesis untuk uji t dalam penelitian ini adalah : H0
: bi = 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent) dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (dependent).
H1
: bi ≠ 0, artinya bahwa masing-masing variabel bebas (independent) dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (dependent) Uji statistik yang akan dilakukan untuk pengujian ini adalah (Irianto,
2004 : 204) :
t hitung =
bi Sb i
Di mana : bi = koefisien b ke i Sbi = Standar error koefisien bi
3.6 Definisi Operasional Menurut Nazir (2005:126), definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. Definisi operasional yang dibuat dapat berbentuk definisi operasional yang diukur (measured) ataupun definisi operasional eksperimental. Berikut adalah definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
53
1. Bank umum nasional adalah bank umum adalah bank yang melaksanakan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. 2. Kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 3. Kredit UMKM Agribisnis adalah pemberian kredit pada ciri usaha pertanian yang meliputi perkebunan; pembibitan dan kebun buah-buahan, sayur-sayuran, dan lain-lain; peternakan: ternak ayam petelur, susu sapi; dan perikanan : darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain. 4. Analisis Regresi Berganda adalah model regresi yang digunakan untuk membuat hubungan antara satu variabel terikat dan beberapa variabel bebas disebut model regresi berganda.
54
BAB IV GAMBARAN PERUSAHAAN
4.1. Gambaran Umum Bank Negara Indonesia 4.1.1. Profil Bank Negara Indonesia 1. Nama Perusahaan
: Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang Bekasi Barat dan Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang .
2. Alamat Perusahaan : Jl. Ahmad Yani nomor 15 Bekasi 17141 dan Jl.Tuparev nomor 301 Karawang Jawa Barat 3. Telepon
: (62-21) 88855368 (Hunting)
4. Situs Web
: www.bni.co.id
5. Jumlah ATM
: 5 unit ATM
6. Jumlah Karyawan: 1. Karyawan Sentra Kredit Kecil (SKC) : 10 Orang Relationship Officer (RO), 3 Orang Administrasi Kredit (ADC), 1 orang Wakil Pemimpin, 1 Orang Pemimpin SKC. 2. Karyawan Unit Kredit Kecil (UKC) : 4 Orang Relationship Officer (RO), 2 Orang Administrasi Kredit, 1 Orang Pemimpin UKC.
55
4.1.2. Sejarah Singkat Bank Negara Indonesia Menurut BNI ’46 (2008:1), bank yang berdiri sejak 1946 dahulu dikenal sebagai Bank Negara Indonesia dan merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan alat pembayaran resmi pertama yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia, yaitu ORI atau Oeang Republik Indonesia tepat pada malam menjelang tanggal 30 Oktober 1946. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Keuangan Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada tanggal 5 Juli ditetapkan sebagai Hari Bank Nasional. Menyusul penunjukan De Javasche Bank yang merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, pemerintah membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank sentral. Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses langsung untuk transaksi luar negeri. Sehubungan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank Negara Indonesia diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan ini melandasi pelayanan yang lebih baik dan tuas bagi sektor usaha nasional. Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan mulai akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih dikenal sebagai 'BNI 46'. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah diingat - 'Bank BNI' - ditetapkan bersamaan dengan perubahaan identitas perusahaan tahun
56
1988.Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun 1996. Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan lingkungan, sosial-budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga menegaskan dedikasi dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja secara terus-menerus. Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai digunakan untuk menggambarkan prospek masa depan yang lebih baik, setelah keberhasilan mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan 'Bank BNI' dipersingkat menjadi 'BNI', sedangkan tahun pendirian - '46' - digunakan dalam logo perusahaan untuk meneguhkan kebanggaan sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berangkat dari semangat perjuangan yang berakar pada sejarahnya, BNI bertekad untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi negeri, serta senantiasa menjadi kebanggaan negara.
57
4.2. Visi dan Misi Bank Negara Indonesia 4.2.1 BNI Bank Negara Indonesia ’46 yang telah disingkat menjadi BNI ’46 dan sekarang biasa disebut dengan BNI, merupakan suatu bank umum nasional yang memiliki suatu visi dan misi perusahaan. Adapun visi dan misi dari BNI adalah sebagai berikut: a. Visi : Menjadi bank yang unggul,terkemuka dalam layanan dan kinerja. b. Misi : 1. Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada seluruh nasabah dan selaku mitra pilihan utama (the bank of choice). 2. Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor. 3. Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya dan berprestasi. 4. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan sosial. 5. Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang baik.
4.2.2 Sentra Kredit Kecil BNI Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit Kredit Kecil (UKC) BNI sebagai suatu bagian pengelolaan kredit dari BNI tentunya memiliki suatu visi dan misi perusahaan. Adapun visi, misi dan value dari Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit Kredit Kecil (UKC) BNI adalah sebagai berikut:
58
a. Visi : Menjadi unit bisnis pengelola kredit usaha kecil kebanggaan BNI yang unggul dalam layanan dan kinerja. b. Misi: Memberi kontribusi laba yang maksimal bagi BNI melalui pengelolaan, pengembangan dan pelayanan bisnis yang unggul kepada segmen usaha kecil. c. Value: Proses cepat kredit berkualitas.
4.3. Struktur Organisasi Bank Negara Indonesia Menurut Daniel (2009:1), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) tak lagi fokus pada portofolio kredit korporasi. Bank BUMN ini meningkatkan porsi penyaluran kreditnya ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sektor UMKM memiliki risiko kredit yang kecil dibanding sektor korporasi, yang sangat rentan terhadap kondisi perekonomian. Oleh karena itu untuk meningkatkan ekspansi kredit UMKM, BNI akan menyiapkan infrastruktur penunjang penyaluran kredit, seperti pembentukan Sentra Kredit Kecil dan Unit Kredit Kecil hingga tingkat Kecamatan. Sentra Kredit Kecil (SKC) merupakan unit yang terpisah dengan bagian Kantor Cabang Utama BNI. Sentra Kredit Kecil mempunyai struktur organisasi yang terpisah begitupun dengan operasional secara teknis di lapangan. Untuk divisi perkreditan di BNI, seperti yang terdapat pada lampiran 2, maka tingkatan paling atas yakni adalah divisi usaha kecil (USK) dimana biasanya berlokasi di kantor besar, kemudian bagian selanjutnya yaitu Sentra Kredit Kecil (SKC), dimana sampai saat ini telah terdapat 50 unit SKC yang tersebar di seluruh Indonesia (terlampir pada lampiran 5). Selanjutnya yang paling
59
bawah yakni Unit Kredit Kecil (UKC) yang biasanya berlokasi di kantor-kantor layanan maupun Kantor Cabang Utama. Secara struktural, Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang Bekasi Barat, membawahi 5 Unit Kredit Kecil (UKC), diantaranya adalah Unit Kredit Kecil (UKC) Pondok Gede, Unit Kredit Kecil (UKC) Jababeka, Unit Kredit Kecil (UKC) Cikampek, Unit Kredit Kecil (UKC) Karawang, Unit Kredit Kecil (UKC) Cikarang. Dalam susunan organisasi internal Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI Cabang Bekasi Barat seperti yang terdapat pada daftar pada lampiran 3, Sentra Kredit Kecil (SKC) dipimpin oleh seorang pemimpin Sentra Kredit Kecil (SKC) yang diaudit oleh pihak Quality Assurance (QA) dan berkoordinasi dengan pihak Risiko Kredit (RKC) atau yang sekarang disebut dengan unit Manajemen Resiko (MAR). Pihak pemimpin Sentra Kredit Kecil (SKC) berkoordinasi langsung dengan pihak wakil pimpinan, pihak Unit Kredit Kecil (UKC), pihak pemasaran (Relationship Officer), Pemasaran Bisnis Kecil dan Unit Kredit Sarana Program. Adapun pihak wakil pimpinan dalam hal ini memiliki tanggung jawab untuk memimpin Appraisal, Unit Kredit Khusus (KKS), dan ADC (Administrasi Kredit). Dalam struktur Sentra Kredit Kecil (SKC), juga terdapat bagian umum yang merupakan perpanjangan tanggung jawab dari Kantor Cabang Utama BNI. Mengenai struktur organisasi yang ada di Unit Kredit Kecil (UKC) Cabang BNI Karawang cukup sederhana. Pada lampiran 4, pucuk kepemimpinan di Unit Kredit Kecil (UKC) dipegang oleh penyelia Unit Kredit Kecil (UKC) yang membawahi staf administrasi dan relationship officer. Sama halnya seperti Sentra
60
Kredit Kecil (SKC) BNI, pihak Unit Kredit Kecil (UKC) pun memiliki sistem manajemen yang terpisah dengan Kantor Cabang Utama BNI.
61
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Umum Penyaluran Kredit UMKM di BNI Program penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang digulirkan pemerintah yakni Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk BNI Wirausaha (BWU) terus digalakkan untuk meningkatkan penghidupan masyarakat. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang feasible tapi belum bankable. Dalam pengertiannya usaha tersebut memiliki
prospek
bisnis
yang
baik
dan
memiliki
kemampuan
untuk
mengembalikan. Tujuan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yakni memperkuat kemampuan permodalan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui penerapan skim penjaminan kredit. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dilaksanakan secara serempak oleh BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, dan Bukopin. Dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) itu, pemerintah memberikan jaminan sebesar 70% melalui Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), dan PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Kredit Usaha Rakyat (KUR) bersumber dana perbankan dan disediakan untuk keperluan modal kerja dan investasi. Hal ini bertujuan agar usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang diharapkan dapat mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain pada sektor
62
pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat dilakukan secara langsung, dalam hal ini usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat langsung mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana. Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro, maka penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat juga dilakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui Lembaga Keuangan Mikro atau melalui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana. Produk kredit yang ditujukan untuk segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lainnya adalah BNI Wirausaha (BWU). Pelaksanaan produk ini berdasarkan keputusan rapat direksi tanggal 18 Oktober 2006 yang menyetujui kredit BNI Wirausaha (BWU) untuk dipasarkan oleh unit Operasional (OPR) yang mencakup Sentra Kredit Kecil (SKC), Standing Alone (STA), Unit Kredit Kecil (UKC) dan diradisi tanggal 22 Maret 2007 yang menyetujui beberapa revisi produk BNI Wirausaha (BWU). Adapun terdapat beberapa pertimbangan sebelum diluncurkannya produk BNI Wirausaha (BWU) ini antara lain: a.
Kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lebih dapat bertahan terhadap gejolak maupun krisis ekonomi yang terjadi.
b.
Upaya BNI meningkatkan komposisi penyaluran kredit kepada segmen usaha kecil dibanding ke korporasi.
63
c.
Keberpihakan kepada usaha kecil dan menengah untuk memperoleh kredit yang lebih mudah dan cepat. Adapun maksud, tujuan serta sasaran diadakannya program BNI Wirausaha
(BWU) ini antara lain adalah: a.
Maksud 1. Pemberian kredit BNI Wirausaha (BWU) berbasis komunitas (community lending) sehingga dalam memberikan kredit, pengelola kredit mampu memahami karakter dan mengenal debitur atau calon lebih mendalam dan komunikasi dan intensif agar pemantauan kredit dapat efektif dan efisien. 2. Memberikan pilihan dan kemudahan kepada debitur atau calon dalam memperoleh kredit dengan syarat lebih mudah dan proses cepat serta tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian berdasarkan penilaian karakter debitur, kelayakan usaha dan agunan.
b. Tujuan 1. Meningkatkan portepel kredit usaha kecil 2. Meningkatkan profitabilitas dan kolektibilitas portofolio kredit BNI c.
Sasaran 1. Kepada debitur atau calon yang berusaha di seluruh sektor ekonomi segmen usaha kecil. 2. Pemberian kredit untuk tujuan produktif baik untuk penggunaan tambahan modal kerja atau pengembangan usaha perorangan, badan hukum dan badan usaha.
64
Untuk lebih memahami mengenai produk kredit UMKM berikut adalah tabel perbandingan mengenai kredit yang mendukung sektor UMKM yakni program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan BNI Wirausaha (BWU) Tabel 2. Perbandingan Produk Kredit UMKM No
Call Name
Tingkat Bunga 12 – 16 %
Rentang Peminjaman Dana Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan sejumlah Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000
Bentuk dan Sifat Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Invetasi (KI) Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK) Aflopend
1
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
2
BNI Wirausaha (BWU) Cicilan Tetap
17 – 18 %
3
BNI Wirausaha (BWU) Investasi
17 – 18 %
Rp. 50.000.000 (lima puluh Kredit Investasi juta rupiah) sampai dengan (KI) Aflopend Rp. 1.000.000.000
4
BNI Wirausaha (BWU) Modal Kerja
17 – 18 %
Rp. 50.000.000 (lima puluh Kredit Modal juta rupiah) sampai dengan Kerja (KMK) Rp. 1.000.000.000 R/C (Rekening Koran terbatas dengan penarikan penuh), Kredit Modal Kerja (KMK) Aflopend
Sumber: Petunjuk Pelaksanaan BNI Wirausaha (2006: 30)
Berdasarkan tabel 2 dijelaskan bahwa besar kredit yang dapat disalurkan kepada peserta linkage program dengan bank umum sesuai kesepakatan, sedangkan dengan bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) diberikan rentang pinjaman mulai dari Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan maksimal Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Kemudian jenis kredit dan
65
jangka waktu permohonan sesuai kesepakatan dengan bank umum, sedangkan bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) jenis kredit diperuntukkan modal kerja dan jangka waktu maksimal tiga tahun, kemudian memberikan suku bunga kredit dengan bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) maksimal 16% per tahun efektif. Bagi produk kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dari pihak BNI sendiri yakni BNI Wirausaha (BWU), terdapat 3 bentuk produk kredit UMKM antara lain BNI Wirausaha (BWU) cicilan investasi, BNI Wirausaha (BWU) investasi tetap dan BNI Wirausaha (BWU) modal kerja. Tingkat bunga yang dikenakan pada BNI Wirausaha (BWU) adalah 17 – 18 % per tahun flat. Untuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR), selain model penyaluran antara bank umum dan calon debitur juga terdapat model linkage program Kredit Usaha Rakyat (KUR) antara bank umum dan koperasi dilakukan dalam tiga bentuk antara lain: 1.
Executing yaitu pinjaman yang diberikan oleh bank umum kepada koperasi dalam rangka pinjaman untuk disalurkan kepada anggota koperasi.
2.
Channeling dengan pinjaman yang diberikan bank umum kepada anggota koperasi melalui koperasi yang bertindak sebagai agen dan tidak mempunyai kewenangan memutus kredit kecuali mendapat surat kuasa dari bank umum. Pencatatan di bank umum sebagai pinjaman kepada anggota koperasi, sedangkan pencatatan di koperasi pada off balance sheet.
3.
Model joint financing, dimana pembiayaan bersama oleh bank umum dan koperasi terhadap anggota koperasi. Pencatatan outstanding kredit di bagian
66
umum dan bagian koperasi sebesar porsi pembiayaan kepada anggota koperasi.
5.1.1 Prosedur dan Ketentuan Penyaluran Kredit UMKM Menurut Marimbo (2008:15), perbankan mulai sadar bahwa peranan kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam menyehatkan kinerja keuangannya tidak boleh dipandang sebelah mata. Pada saat krisis, bank-bank yang memiliki porsi kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) cukup besar terbukti mampu menyelamatkan perahu bisnisnya. Belajar sejarah, bankbank akhirnya membalikkan porsi – porsi kredit mereka yang selama ini dikuasai oleh kredit buat pengusaha - pengusaha kakap namun terbukti membawa beban Non Performing Loan (NPL) yang tidak kecil bagi perbankan. Menurut Marimbo (2008:16) , Bank BNI yang banyak menyalurkan kredit ke sektor korporasi, kini menyediakan 60% dari total kreditnya untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Bank ini bahkan memperbanyak sentrasentra kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hingga ke pelosok daerah. Rupa – rupa produk dirancang oleh BNI yang disesuaikan dengan kebutuhan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tidak hanya itu, bank – bank lain juga menyalurkan kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam berbagai cara misalnya melalui mitra Linkage bersama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Koperasi. Penyaluran kredit untuk segmentasi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ada di BNI dapat menggunakan skim pinjaman berupa Kredit
67
Tanpa Agunan (KTA), Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk BNI sendiri yakni BNI Wirausaha (BWU). Baik Kredit Tanpa Agunan (KTA), Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun BNI Wirausaha memiliki jenis kredit modal kerja dan kredit investasi. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, secara umum dalam hal prosedur pengajuan kredit dan proses kredit tidak berbeda jauh dengan teori yang ada sebagaimana telah dipaparkan terlebih dahulu. Tahapan dalam prosedur penyaluran kredit antara lain dapat terbagi menjadi: 1. Pengajuan permohonan kredit yang mencakup Fotocopy Identitas diri calon debitur, izin usaha. 2. Prescreening yakni proses dimana petugas melakukan prescreening atau biasa disebut dengan pemeriksaan awal dalam proses penyaluran kredit. Pemeriksaan awal
ini
terkait
dengan
pemeriksaan
terhadap
dokumen atau informasi yang diberikan kemudian petugas mengambil kesimpulan untuk memutuskan proses pemberian kredit dilanjutkan atau tidak. 3. Permohonan kredit yang telah disetujui kemudian diproses yang dilakukan oleh pihak relationship officer dengan mengumpulkan data dan verifikasi on the spot atau komunikasi lain dengan pihak terkait. 4. Setelah itu dilakukan analisa dan penyiapan perangkat analisa kredit (PAK). 5. Kemudian diketahui bahwa Permohonan Kredit dapat disetujui atau ditolak. Bila ditolak, maka calon debitur menerima surat penolakan kredit dan bila diterima maka diterbitkan surat keputusan kredit yang kemudian persetujuan kredit.
68
Permohonan kredit (pemasaran SKC) 1. 2.
Persyaratan: Fotocopy Identitas diri Izin Usaha yang dimiliki
1
Pre-Screening Pemeriksaan awal : 1. BI Checking 2. Pemeriksaan dokumen lainnya.
Pengumpulan dan Verifikasi Data Data – data ini diperoleh lewat On the spot, call memo
3 Analisa Kredit
2 1. 2.
3.
4.
Memorandum pengusulan kredit (MPK) Laporan kunjungan (On (setempat 4) The Spot/OTS) Form berita acara taxasi agunan dan plotting jaminan Formulir penunjang lainnya seperti form call memo, dan form penunjang lain
4 Persetujuan Kredit Dokumen yang dikeluarkan: 1. Surat Keputusan Kredit 2. Perjanjian Kredit
5
Gambar 3. Bagan Prosedur Permohonan Kredit di BNI Sumber: Petunjuk Pelaksanaan BNI Wirausaha (2007: 25)
69
Dalam pelaksanaan secara teknis, prosedur kredit umumnya lebih banyak dilakukan oleh pihak analisa kredit (Relationship Officer). Mengenai prosedur analisis kredit ini menggunakan form dalam bentuk BNI Wirausaha (BWU) yang terdiri dari: 1.
Memorandum pengusulan kredit (MPK) Kredit BNI Wirausaha
2.
Laporan kunjungan setempat (On The Spot/OTS)
3.
Form berita acara taxasi agunan dan plotting jaminan (ditandatangani oleh penyelia Unit Kredit Kecil (UKC) untuk proses yang di Unit Kredit Kecil (UKC).
4.
Formulir penunjang lainnya seperti form call memo, dan form penunjang lain Pengelolaan BNI Wirausaha (BWU) dan BNI Kredit Usaha Rakyat (KUR)
oleh Relationship Officer di Sentra Kredit Kecil (SKC) atau Unit Kredit Kecil (UKC) atau Standing Alone (STA) adalah berisi fax sementara, kemudian selanjutnya dikelola oleh tenaga ASP (Analis Standar Program). Format perjanjian kredit menggunakan perjanjian kredit umum yang berlaku di BNI dimana komparisi perjanjian kredit tetap menggunakan pemimpin Sentra Kredit Kecil (SKC) atau Standing Alone (STA) tidak termasuk kewenangan putus kredit yang diberikan kepada pejabat di bawah pemimpin yaitu penyelia Unit Kredit Kecil (UKC). Hal penting dan belum terakomodasi dalam Perjanjian Kredit Umum dapat ditambahkan dalam Perjanjian Kredit tambahan. Dalam pelaksanaannya, terdapat biaya – biaya yang dikenakan selama masa pengurusan kredit baik Kredit Tanpa Agunan (KTA), Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun BNI Wirausaha (BWU) ini
70
antara lain terbagi menjadi biaya administrasi secara umum, biaya provisi, dan biaya appraisal. Umumnya biaya ini dikenakan kepada calon debitur baik dengan mengambil langsung biaya dari rekening debitur setelah pinjaman itu diberikan maupun secara tunai. Berikut rincian dari masing-masing biaya tersebut: a.
Biaya yang dibebankan selama masa pengurusan kredit meliputi biaya administrasi Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah), Biaya jasa pengurusan dokumen di notaris dimana besar biayanya relatif terkait dengan jenis surat tanah milik debitur dan proses pengurusan yang harus ditempuh, bea materai, asuransi kerugian, biaya denda, biaya jurnal dan rekening, beban-beban yang mencakup biaya premi asuransi jiwa.
b.
Biaya
Appraisal
Independent
ini
digunakan
sebagai
biaya
untuk
memperkirakan dan menentukan nilai agunan yang dilakukan oleh pihak appraisal independent yang telah ditunjuk dan bekerjasama dengan pihak yang bersangkutan. Untuk BNI Wirausaha (BWU), masih dikenakan biaya appraisal independent senilai kurang lebih Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk masing-masing titik agunan yang mana dalam hal ini biasanya agunan tersebut dalam bentuk tanah dan bangunan calon debitur.
71
5.1.2 Ketentuan dan Syarat Pemberian Kredit UMKM Produk kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dikaji dalam penelitian ini antara lain program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan BNI Wirausaha (BWU). Adapun syarat pemberian kredit BNI Wirausaha (BWU) antara lain: a. Legalitas usaha lengkap dan masih berlaku Pengajuan kredit maksimum di atas Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah), persyaratan legalitas misalnya ada surat keterangan berusaha dari kelurahan ataupun kecamatan, sedangkan pengajuan kredit maksimal lebih dari sebesar Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dengan legalitas usaha sesuai dengan ketentuan BNI. b. Identitas diri dan bukti kepemilikan jaminan yang masih berlaku. c. NPWP Pemohon kredit (perorangan dan perusahaan). d. Pengalaman di bidang usaha minimal 1 (satu) tahun. e. Tidak termasuk ke dalam daftar hitam BI dan tidak tercatat sebagai debitur yang macet dan bermasalah. f. Fotocopy rekening bank selama 6 (enam) bulan terakhir bila ada. Sedangkan mengenai ketentuan Pemberian kredit BNI Wirausaha (BWU) adalah sebagai berikut: a.
Maksimal sampai dengan Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah)
wajib aflopend BWU Cicilan tetap. Artinya maksimal pinjaman Rp. 150.000.000
72
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan kredit program dengan plafond Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) maka kredit program ini menggunakan subsidi melalui skema penjaminan sehingga pengusaha usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak perlu menyerahkan jaminan secara penuh. Pada program Kredit Usaha Rakyat (KUR), calon debitur cukup menyerahkan jaminan yang nilainya minimal hanya 30% dari jumlah kredit yang diajukan sehingga sisa nilai jaminan yang harus dipenuhi sebesar 70% telah ditutup oleh perusahaan penjaminan (Perum Sarana dan Askrindo), dengan premi penjaminan menjadi beban pemerintah. Untuk persyaratan legalitas usaha juga sangat ringan, yakni calon debitur yang belum memiliki SIUP,TDP, dan sebagainya cukup diganti dengan surat keterangan dari kantor kelurahan atau kecamatan setempat.
5.1.3 Kondisi Penyaluran Kredit UMKM Agribisnis di BNI Pada segmentasi untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pihak BNI sendiri juga telah memiliki space available yang terdapat pada lampiran 6 yang digunakan untuk segmentasi usaha kecil, termasuk diantaranya sektor pertanian. Pada BNI sektor pertanian terbagi menjadi beberapa unit sektor atau biasa disebut dengan sub sektor antara lain: a. Sektor pertanian itu sendiri yang mencakup tanaman pangan,tanaman perkebunan, perikanan dan peternakan.
73
b. Sektor kehutanan dan pemotongan kayu (logging) c. Sektor perburuan d. Sektor sarana pertanian. Untuk segmentasi usaha pertanian itu sendiri, kredit yang disalurkan melalui BNI berada pada mapping dark green yang artinya sektor ini masih diperbolehkan dalam segi penyaluran kredit. Bagi Kabupaten Karawang, penyaluran kredit UMKM potensial untuk pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah. Iklim usaha yang potensial ini membuat lembaga keuangan berproyeksi bahwa penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) akan menjadi suatu yang profitable. Dalam teknis penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), terdapat beberapa permasalahan mengenai kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan proses penyaluran kredit tersebut seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk BNI sendiri yakni BNI Wirausaha (BWU). Permasalahan yang ditinjau dari sisi perbankan selaku penyalur dana antara lain: a. Debitur merupakan debitur baru dan tidak sedang menerima kredit. b. Aksesibilitas penyaluran dana ke masyarakat di tingkat desa maupun kelurahan dirasakan masih kurang. c. Karakter masyarakat peminjam kredit yang lebih senang membayar tidak sekaligus, seperti : membayar Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah) per bulan lebih berat daripada sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) per hari.
74
d. Tingkat bunga yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan bank konvensional lain. Sistem Informasi Debitur (SID) yang dibuktikan dengan hasil BI Checking menyulitkan bagi bank mendapatkan debitur. Sebaliknya bagi debitur yang telah mendapatkan kredit baik dalam bentuk kredit konsumsi, kredit investasi dan kredit modal kerja) menjadi penghalang untuk permohonan Kredit Usaha Rakyat (KUR) padahal mereka sangat membutuhkan modal usaha. Selain itu definisi debitur baru telah menutup peluang bagi debitur yang sedang menerima kredit dari lembaga perbankan atau kredit program pemerintah untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau sehingga solusi yang dilaksanakan oleh pihak bank adalah memberikan skim pinjaman komersial lain kepada calon debitur tersebut. Selain permasalahan mengenai status calon debitur, masalah lain yakni mengenai aksesibilitas penyaluran dana ke masyarakat di tingkat Desa maupun Kelurahan masih kurang sehingga perlu dilakukan penambahan bank penyalur. Hal ini diperlukan mengingat jumlah bank penyalur yang ada sekarang dirasakan sangat terbatas bila menginginkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) lebih merakyat terutama dalam menjangkau calon debitur sektor pertanian dan perikanan. Keberadaan Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC) sebagian besar berada di kantor cabang BNI tingkat Kabupaten maupun Kecamatan. Oleh karena itu, masyarakat yang berada di Desa maupun Kelurahan kurang dapat terjangkau oleh pihak BNI. Lain halnya dengan aksesibilitas salah satu bank BUMN yang sudah lama dikenal oleh rakyat karena aksesnya yang merata hingga ke tingkat pedesaan. Bila
75
pihak BNI menambah Unit Kredit Kecil (UKC) untuk memenuhi kebutuhan penyaluran dana masyarakat, maka perlu ditinjau ulang mengenai urgensinya. Hal ini erat kaitannya dengan penambahan sumber daya manusia (SDM ) dan beban biaya yang akan dikeluarkan untuk operasionalisasi kantor tersebut. Adapun solusi yang ditawarkan untuk sementara waktu yakni dengan diadakannya kerja sama dengan pihak bank perkreditan rakyat yang dapat menjangkau hingga ke tingkat Desa dan Kelurahan. Selain itu perlu terus dilaksanakannya metode jemput bola kepada usaha – usaha usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang berada di tingkat pedesaan dan berpotensi untuk disalurkannya kredit kepada usaha tersebut. Permasalahan ketiga yakni mengenai karakter masyarakat peminjam yang lebih senang membayar secara rutin per hari dengan nominal yang lebih kecil dibandingkan pembayaran sekaligus per bulan. Mengingat karakter masyarakat daerah yang seperti itu, maka pihak perbankan hanya memaklumi sambil terus melakukan penagihan cicilan pinjaman dengan rutin setiap bulannya. Hal ini lebih efektif dibandingkan mengikuti karakteristik masyarakat untuk menagih setiap hari. Perlu diketahui bahwa batasan kemampuan pihak bank dalam penagihan dikarenakan sumber daya manusia dari tiap Unit Kredit Kecil yang terbatas. Pertimbangan akan tingkat bunga yang cukup tinggi juga menjadi permasalahan di kalangan perbankan. Dimana tingkat bunga dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berkisar 16% efektif dan BNI Wirausaha (BWU) sekitar 17 18% flat cukup tinggi dibandingkan tingkat bunga di bank lain yakni sekitar 12 % efektif. Tingkat bunga yang tinggi akan menyulitkan debitur dalam pengembalian
76
pinjaman terkait persaingan bisnis yang cukup ketat sehingga menekan perolehan laba. Oleh sebab itu pengenaan tingkat bunga kredit haruslah layak dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan dalam suatu usaha. Pada Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang, penyaluran kredit kepada sektor agribisnis tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan penyaluran kredit terkait dengan permohonan kredit itu sendiri. Penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM ) dari pihak BNI yang telah disalurkan antara lain mayoritas disalurkan ke sektor perdagangan umum. Sedangkan yang berkaitan dengan penelitian ini yakni untuk sektor agribisnis, kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang telah disalurkan oleh pihak BNI yakni kepada bidang perdagangan beras dan sarana produksi pertanian (saprotan). Secara umum dapat dilihat bahwa penyaluran kredit yang dilakukan oleh pihak BNI sebagian besar berasal dari pengajuan kredit dari calon debitur walaupun usaha untuk mencari prospek calon debitur pun tetap dilakukan dengan beberapa cara seperti menawarkan kredit dan partisipasi dalam pameran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) baik tingkat regional maupun nasional. Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan kredit program yang ditawarkan untuk koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan komposisi perbandingan penjaminan antara pemerintah dengan perbankan sebesar 70% : 30% dengan bunga maksimum 16% per tahun efektif serta jumlah kredit maksimum Rp. 500.000.000 (lima ratus ribu rupiah) per debitur. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) memang bukan produk satu institusi pemerintah saja.
77
Akibatnya, realisasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sangat bergantung pada koordinasi antarinstitusi. Saat ini penyaluran
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
terhambat dengan tidak sejalannya kebijakan antar institusi. Pengawasan pengusaha bermodal kecil tetap diperlakukan sama seperti investor kelas kakap. Salah satunya penerapan kebijakan baru BI yang mengatur mekanisme penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sementara itu dana-dana perbankan konvensional, yang memiliki likuiditas sangat cukup masih tetap kurang menarik bagi para pelaku bisnis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selain aspek formalitas yang masih sulit dipenuhi seperti aspek jaminan dan proposal kelayakan usaha, bunga kredit perbankan pun saat ini masih dianggap terlalu mewah. Menurunnya bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) di bawah 7% ternyata tidak serta-merta menurunkan bunga bank penyalur kredit di lapangan. Dengan demikian, likuiditas besar yang tersedia itu tidak mampu secara signifikan memberikan kontribusi pada perkembangan usaha para pelaku bisnis mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Indikasi rendahnya penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kepada sektor agribisnis cukup disayangkan mengingat potensi usaha UMKM di daerah Kabupaten Karawang sebagian besar masih berskala usaha rumah tangga dan pertanian masih menjadi tumpuan hidup sebagian besar pelaku usaha UMKM di daerah tersebut. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang berada di daerah Kabupaten Karawang umumnya berupa usaha penggilingan padi organik, usaha olahan herbal seperti jahe instan, temulawak instan, kunyit
78
instan, usaha makanan olahan seperti kue kering, tepung roti, rangginang, pengolahan escargot (olahan bekicot), kue semprong, usaha pengolahan telur asin, usaha pengolahan madu hutan, kerajinan tangan (handicraft) yang berupa kerajinan rotan dan pahatan kayu, usaha konveksi jaket, usaha pembuatan bola sepak dan kerajinan boneka anak. Sebagai bahan evaluasi dari perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Karawang adalah publisitas informasi produk UMKM yang baik sehingga produk UMKM Kabupaten Karawang dapat dikenal dengan baik dan meningkatkan kapasitas penjualan. Selain publisitas informasi produk UMKM, diperlukan juga pendekatan kerja sama antar daerah sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengalokasian sumber daya. Kerja sama antar daerah dalam pengembangan UMKM ini dapat menumbuhkan iklim usaha kondusif secara regional, mengelola pemasaran bersama, meningkatkan akses baik pembiayaan, informasi maupun teknologi bagi UMKM. Pendekatan kegiatan dapat dilakukan secara regional karena kekuatan kewilayahan dalam mengembangkan UMKM diperlukan untuk membentuk skala ekonomi yang besar dan tidak terpisah secara kedaerahan. Kerja sama beberapa Kabupaten/Kota yang tergabung dalam suatu daerah diharapkan mampu mengerahkan
seluruh
potensi
wilayah
dalam
semangat
kebersamaan
pengembangan UMKM.
79
5.2
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit UMKM Agribisnis Dalam melakukan penyaluran kredit UMKM, pihak perbankan biasanya
melakukan analisis kepada calon debitur yang mencakup Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions dan Constrains. Oleh karena itu, ke enam faktor di atas diduga memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam penyaluran kredit UMKM sektor agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI. Besar pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions dan Constrains terhadap penyaluran kredit UMKM agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI dapat dilihat di tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi penyaluran kredit UMKM Agribisnis No 1 2 3 4 5 6 7
Variabel Konstanta Character Capacity Capital Collateral Condition Constrains
R Square R Square (adj)
Koefisien Regresi
t hitung
Signifikan
13,638 0,381 -0,475 0,519 -0,508 0,324 0,653
2,451 2,826 4,554 3,468 4,017 2,599 4,349
0,029 0,014* 0,001* 0,004* 0,001* 0,022* 0,000*
0, 889 0, 837
F hitung Durbin-Watson
17,290 1,879
Keterangan : *) signifikan pada taraf 5 persen.
80
Berdasarkan Tabel 3 tersebut, maka dapat dibuat persamaan regresi berganda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM Agribisnis sebagai berikut : Y = 13,368 + 0,381 (X1) - 0,475 (X2) + 0,519 (X3) - 0,508 (X4) – 0,324 (X5) + 0,653 (X6)+ ei Pada model persamaan analisis regresi berganda tersebut, diperoleh nilai konstanta sebesar 13,368. Artinya bila faktor lain dianggap nol, maka penyaluran kredit UMKM sektor agribisnis di Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC) BNI sebesar 13,368 rupiah. Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien dari masing-masing variabel dalam model memiliki tanda yang sesuai dengan hipotesis dan ada pula yang memiliki tanda yang tidak sesuai dengan hipotesis. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM Agribisnis diantaranya adalah : a. Character (X1) Dari hasil regresi yang dilakukan, koefisien dari character bernilai positif sebesar 0,381. Angka ini menunjukkan hubungan yang searah dengan penyaluran kredit UMKM sektor agribisnis.Artinya apabila character debitur naik sebesar sepuluh ribu poin maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis akan naik sebesar Rp. 3.810 (tiga ribu delapan ratus sepuluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi sebaliknya. Hal ini berdampak dari semakin baiknya karakter debitur maka akan semakin meningkatkan penyaluran kredit, sehingga pihak perbankan akan cukup
81
merasa aman untuk menyalurkan kredit UMKM Agribisnis kepada debitur tersebut. b.
Capacity (X2) Koefisien regresi capacity bernilai negatif sebesar - 0,475 sehingga hal
ini berarti adanya penurunan yakni apabila capacity debitur turun sebesar sepuluh ribu rupiah maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis akan turun Rp. 4.750 (empat ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi sebaliknya. Hal ini dikarenakan jika capacity atau dalam hal ini kemampuan debitur dalam mengelola usaha dinilai oleh pihak perbankan cukup bagus dan dianggap mampu mengelola usaha sehingga penyaluran kredit UMKM kepada debitur dikurangi porsi peminjamannya. c. Capital (X3) Koefisien regresi dari capital yang diperoleh bernilai positif sebesar 0,519. Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan sebesar sepuluh ribu rupiah maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis itu akan naik sebesar Rp. 5.190 (lima ribu seratus sembilan puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi sebaliknya. Hal ini berdampak dari sermakin banyaknya modal yang dimiliki debitur mencerminkan bahwa debitur tersebut memang bersungguh – sungguh dalam menjalankan usaha sehingga semakin menjamin kepercayaan pihak perbankan terhadap debitur. Kepercayaan pihak perbankan tersebut akan dapat meningkatkan porsi penyaluran kredit UMKM Agribisnis .
82
d. Collateral (X4) Dari hasil regresi yang dilakukan koefisien dari collateral bernilai negatif yaitu sebesar - 0,508, nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan nilai jaminan sebesar sepuluh ribu rupiah maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis akan turun sebesar Rp. 5.080 (lima ribu delapan puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi sebaliknya. Hal ini terkait dikarenakan kredit yang diteliti adalah kredit yang digulirkan pada skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maka nilai jaminan atau agunan yang terlalu tinggi dapat memberikan kecurigaan terhadap calon debitur tersebut. Secara rasional bila jaminan yang dimiliki oleh debitur cukup tinggi maka akan memberikan asumsi pantas atau tidaknya calon debitur tersebut masih menerima kredit dikarenakan calon debitur tersebut dianggap mampu. e. Condition (X5) Dari hasil regresi yang dilakukan, koefisien dari variabel condition bernilai positif yaitu sebesar 0,324 . Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan pada condition sebesar sepuluh ribu poin maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis akan kenaikan sebesar Rp. 3.240 (tiga ribu dua ratus empat puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi sebaliknya. Hal ini dikarenakan semakin kondusif kondisi yang mendukung usaha debitur maka akan meningkatkan penyaluran kredit UMKM Agribisnis sehingga pihak perbankan mempercayai dan beranggapan bahwa usaha debitur tersebut aman serta berprospek cukup baik.
83
f.
Constrains (X6) Dari hasil regresi yang dilakukan, koefisien dari variabel constrains
bernilai positif yaitu sebesar 0,653 nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan pada constrains sebesar sepuluh ribu poin maka penyaluran kredit UMKM Agribisnis akan kenaikan sebesar Rp. 6.530 (enam ribu lima ratus tiga puluh rupiah) begitupun bila tanda koefisien terjadi sebaliknya. Hal ini terkait dengan pembatas – pembatas usaha yang ada dalam menjalankan usaha debitur tersebut. Semakin meningkatnya pembatas usaha maka akan semakin meningkatkan penyaluran kredit UMKM tersebut sebagaimana terlampir dalam lampiran 10.
5.2.1
Uji R2 (Koefisien Determinasi) Uji Koefisien Determinasi (R2) ini juga digunakan untuk melihat seberapa
kuat variabel Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions dan Constrains yang dimasukkan ke dalam model regresi dapat menerangkan model regresi tersebut. Secara verbal, R2 merupakan besaran yang paling sering digunakan untuk mengukur goodness of fit (kesesuaian model) garis regresi. Berikut nilai koefisien determinasi pada tabel 4. Tabel 4. Koefisien Determinasi R2
Model 1
R ,943
a
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
DurbinWatson
,889
,837
1,11303
1,879
84
Dari hasil regresi tersebut, maka dapat dilihat tingkat kelayakan (goodness of fit) suatu model, pertama dengan melihat nilai dari koefisien determinasi (R2) untuk faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit UMKM Agribisnis adalah sebesar 0,889 pada taraf 5 persen. Nilai ini berarti 88,9 persen variasi penyaluran kredit UMKM Agribisnis dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition dan Constrains sedangkan sisanya sebesar 11,1 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini di antaranya aspek hukum (yuridis), aspek manajemen, aspek produksi, aspek pemasaran, jumlah unit usaha UMKM yang ada di daerah tersebut, tingkat suku bunga kredit yang berlaku dan sebagainya.
5.2.2 Uji F (Uji Signifikansi Simultan) Uji F (Uji signifikansi simultan) dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen seperti Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions dan Constrains secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu kredit UMKM Agribisnis, maka perlu dilakukan pengujian terhadap F statistik. Uji F ini dilakukan dengan membandingkan nilai F
hitung
dengan F
tabel
atau dari perbandingan probabilitasnya (Sig dengan α ), dengan ketentuan: Ho
: ditolak, jika F hitung > F tabel, derajat bebas tertentu atau sig < α.
H1
: ditolak jika F hitung < F tabel, derajat bebas tertentu atau sig > α
85
Nilai F statistik (F
hitung
) yang lebih besar dari F
tabel
menyimpulkan tolak
H0 yang berarti secara bersama-sama variabel-variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Pada analisis regresi berganda yang dilakukan untuk menentukan faktor faktor yang dianggap berpengaruh nyata terhadap kredit UMKM Agribisnis ini digunakan tingkat kepercayaan 95 persen dengan tingkat alpha (α) sebesar 5 persen. Berdasarkan hasil regresi tersebut diperoleh Fhitung sebesar 17,290 sedangkan Ftabel pada α = 0,05 adalah 2,92. Dengan demikian, Fhitung > Ftabel (17,290 > 2,92) maka H0 ditolak. Hal ini berarti variabel independen dalam penelitian ini secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap kredit UMKM Agribisnis. Hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut dan untuk lebih jelas serta terperinci hasil output perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 15. Tabel 5. Uji Statistik F Sum of Squares 128,518
Df 6
Mean Square 21,420
Residual
16,105
13
1,239
Total
144,623
19
Model 1 Regression
F hitung 17,290
F tabel 2,92
Sig. ,000(a)
86
5.2.3 Uji t (Uji Regresi Parsial) Berdasarkan hasil regresi berganda dengan menggunakan selang kepercayaan 95% dengan α = 0.05, maka terdapat 2 variabel independen yang memiliki pengaruh nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis yakni variabel Character , Capital , Conditions dan Constrains
sedangkan empat
variabel independen lain yakni, Capacity, Collateral dan tidak memiliki pengaruh yang nyata. Uji ini dilakukan dengan membandingkan t
hitung
dengan t
tabel
(terima H0
jika t hitung < t tabel atau tolak H0 jika t hitung > t tabel) atau dari probabilitasnya (sig < α), yaitu serta masing – masing berdasarkan dua hipotesis yakni: H0
: tidak terdapat pengaruh variabel independen dengan penyaluran kredit UMKM Agribisnis
H1
: terdapat pengaruh variabel independen dengan penyaluran kredit UMKM Agribisnis
Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 6 berikut : Tabel 6. Uji Statistik t Variabel
Character Capacity Capital Collateral Condition Constrains
t hitung 2,826 4,554 3,468 4,017 2,599 4,349
Sig 0,014* 0,001* 0,004* 0,001* 0,022* 0,000*
Keterangan Berpengaruh berdasarkan Uji t Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh
Keterangan : *) berpengaruh pada perbandingan Uji t hitung dan t tabel
87
Berikut penjabaran mengenai pengujian masing - masing variabel independen terhadap variabel dependen yakni: 1. Pengujian character terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis Character ini merupakan watak atau sifat debitur (peminjam/pengusaha) UMKM, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaannya untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran, integritas serta itikad debitur dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanijian yang ditetapkan pihak bank. Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai signifikansi 0,014 dalam tabel 6. Nilai t
hitung
untuk character
adalah 2,826 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu 0, 014 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ; sig < α), yang berarti bahwa variabel character memiliki pengaruh nyata atau signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Hal ini cukup beralasan karena usaha – usaha
yang ditempuh untuk
memperoleh gambaran dari karakter debitur tersebut dapat melalui BI Checking yang akan menggambarkan karakter debitur dalam melakukan transaksi perbankan seperti kartu kredit maupun aktivitas peminjaman ke bank lain. Selain itu juga dapat mencari tahu reputasi debitur di lingkungan usahanya seperti kepada pelanggan maupun supplier barang dari usaha debitur. 2. Pengujian capacity terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis Kapasitas adalah kemampuan debitur dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaannya untuk mengukur sampai sejauh
88
mana debitur mampu melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari kegiatan usahanya. Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai signifikansi 0,001 dalam tabel 6. Nilai t
hitung
untuk capacity
adalah 4,554 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu 0,001 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ; sig < α), yang berarti bahwa variabel capacity memiliki pengaruh nyata dan signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Pendekatan yang dilakukan dalam menilai kemampuan capacity debitur meliputi pendekatan finansial (analisis neraca, L/R, likuiditas, solvabilitas, rentabilitas), pendekatan profesional (pendidikan dan pengalaman), pendekatan yuridis, pendekatan manajerial dan aspek teknis. Pengaruh variabel capacity tidak nyata dalam penyaluran kredit UMKM Agribisnis dikarenakan jika capacity atau dalam hal ini kemampuan debitur dalam mengelola usaha dinilai oleh pihak perbankan cukup bagus dan dianggap mampu mengelola usaha sehingga penyaluran kredit UMKM kepada debitur dikurangi porsi peminjamannya. Penyaluran kredit UMKM tersebut dialihkan kepada calon – calon debitur yang dinilai masih perlu dibantu dengan tingkat kemampuan mengelola usaha yang masih rendah. Hal ini pun terkait dengan sikap pihak perbankan sendiri yang senantiasa melakukan tindakan preventif kepada setiap debitur yang hendak melakukan pinjaman kredit.
89
Kekhawatiran penyalahgunaan hasil pinjaman kepada bank yang tidak tepat guna itulah yang mendorong pihak perbankan untuk selalu berjaga – jaga dalam proses pengguliran kredit kepada debitur, khususnya kepada skala UMKM yang memiliki kecenderungan budaya konsumsi yang lebih konsumtif ketika telah menerima pinjaman kredit yang cukup besar nilainya. 3. Pengujian capital terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis Upaya penilaian terhadap capital yang dilakukan pihak bank dapat diperoleh dengan menghitung jumlah dana atau modal yang dimiliki debitur yang tercermin dalam laporan keuangan, yaitu semakin besar modal yang dimiliki debitur maka semakin tinggi kesungguhan debitur dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai signifikansi 0,004 dalam tabel 6. Nilai t
hitung
untuk capital
adalah 3,468 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih kecil dari α yaitu 0,004 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ; sig < α), yang berarti bahwa variabel capital memiliki pengaruh nyata atau signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Capital dalam penelitian ini berhubungan dengan modal usaha yang dimiliki oleh debitur baik itu berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak yang ditujukan untuk usaha debitur tersebut. Semakin besar modal usaha yang dimiliki debitur, maka kredit pun dapat segera disalurkan oleh bank. Hal ini pun terkait dengan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh debitur pada saat mengajukan pembiayaan pada bank yaitu modal usaha yang dimiliki debitur (self
90
financing) adalah minimal sebesar 35 % dari nilai kredit yang diajukan atau lebih dari itu. 4. Pengujian collateral terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis Collateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai agunan terhadap kredit (pinjaman) yang akan diterima. Bentuknya dapat berupa jaminan utama (first way out) berupa usahanya dan jaminan tambahan (second way out) berupa jaminan kebendaan atau jaminan pihak ketiga. Umumnya nilai jaminan minimal 120% dari total jaminannya. Penilaian terhadap collateral ini dapat ditinjau dari 2 (dua) segi yaitu segi ekonomis yaitu nilai ekonomis dan segi yuridis yaitu apakah barang tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis sebagai agunan atau tidak. Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai signifikansi 0,001 dalam tabel 6. Nilai t
hitung
untuk collateral
adalah 4,017 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih kecil dari α yaitu 0,001 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ; sig < α), yang berarti bahwa variabel collateral memiliki pengaruh nyata dan signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel collateral memang memiliki pengaruh yang nyata terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis dan dibutuhkan sebagai syarat dalam memenuhi penyaluran kredit tersebut. Pengaruh variabel collateral memang memiliki pengaruh nyata, hal ini dikarenakan
jaminan atau agunan tersebut hanya sebagai syarat penyaluran
kredit. Begitupun dikarenakan kredit yang diteliti adalah kredit yang digulirkan
91
pada skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maka nilai jaminan atau agunan yang terlalu tinggi dapat memberikan kecurigaan terhadap calon debitur tersebut. Secara rasional bila jaminan yang dimiliki oleh debitur cukup tinggi maka akan memberikan asumsi pantas atau tidaknya calon debitur tersebut masih menerima kredit dikarenakan calon debitur tersebut dianggap mampu. 5.
Pengujian conditions terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis Kondisi adalah situasi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang
mempengaruhi
keadaan
perekonomian
yang
kemungkinannnya
dapat
mempengaruhi kelancaran usaha debitur. Penilaian terhadap condition ini dapat dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi secara agregat dari kondisi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan yang berkaitan dengan usaha yang dijalankan oleh debitur. Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai signifikansi 0,022 dalam tabel 6. Nilai t
hitung
untuk conditions
adalah 2,599 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu 0,022 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ; sig > α), yang berarti bahwa variabel conditions memiliki pengaruh nyata atau signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Hal ini dikarenakan semakin kondusif kondisi politik, semakin stabil iklim ekonomi, dan semakin baik kondisi sosial budaya, pertahanan serta keamanan yang mempengaruhi usaha debitur maka akan meningkatkan penyaluran kredit UMKM Agribisnis.
92
6.
Pengujian constrains terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis Konstrain adalah batasan atau hambatan yang tidak memungkinkan
seseorang melakukan bisnis di suatu tempat di luar kriteria condition (kriteria ke5). Berdasarkan hasil perhitungan olahan SPSS 15.0 pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai signifikansi 0,001 dalam tabel 6. Nilai t
hitung
untuk constrains
adalah 4,349 > t tabel = 1,792 atau tingkat signifikansinya lebih besar dari α yaitu 0,001 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak H0 (t hitung > t tabel ; sig < α), yang berarti bahwa variabel constrains memiliki pengaruh nyata atau signifikan secara statistik terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis. Hal ini terkait dengan pembatas – pembatas usaha yang ada dalam menjalankan usaha debitur tersebut. Semakin meningkatnya pembatas usaha maka akan semakin meningkatkan penyaluran kredit.
93
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Sebagai penutup, maka penulis akan mencoba untuk menyimpulkan dari uraian yang telah dijelaskan dalam bab-bab terdahulu sehingga mempermudah permasalahan yang ada dan akhirnya akan diberikan saran sebagai pendapat alternatif pemecahan yang akhirnya dapat membantu dalam pemecahan permasalahan. Mengambil inti dari uraian-uraian yang telah disajikan dalam babbab terdahulu maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara umum prosedur penyaluran kredit tersebut yang dilakukan oleh pihak BNI sudah sesuai dengan yang berlaku di teori penyaluran kredit. Adapun tahapan penyaluran kredit yang berlaku yakni dimulai dari Pengajuan permohonan kredit, Prescreening, Pemutusan proses pemberian kredit dilanjutkan atau tidak, Permohonan kredit yang telah disetujui kemudian diproses yang dilakukan oleh pihak relationship officer, kemudian dilakukan analisa dan penyiapan perangkat analisa kredit (PAK) selanjutnya diterbitkan surat keputusan kredit dan perjanjian kredit bagi debitur. 2. Dari hasil analisis regresi diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,889 hal ini berarti 88,9 persen variasi penyaluran kredit UMKM Agribisnis dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini dan sisanya sebesar 11,1 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini. Sedangkan secara statistik, dari 6 variabel independen faktor-faktor yang
94
berpengaruh nyata berdasarkan uji t hitung terhadap penyaluran kredit UMKM Agribisnis adalah Character (X1), Capacity (X2) , Capital (X3), Collateral (X5), Condition (X5), dan Constrains (X6),
6.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain: 1. Mengenai prosedur sebenarnya tidak terlalu rumit, hanya saja perlu diperhatikan BI Checking yang berfungsi untuk periksa silang mengenai status debitur. BI Checking merupakan kebijakan dari Bank Indonesia, tetapi pelaksanaannya agak sedikit menghambat Kredit Usaha Rakyat (KUR) sehingga diperlukan model penyaluran kredit dengan prosedur yang lebih sederhana agar usaha UMKM dapat tepat sasaran. Kemudian mengenai bunga kredit yang dikenakan untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebaiknya diturunkan, mengingat cukup tinggi untuk sektor UMKM dan dibandingkan dengan bank sejenis yang melakukan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga sekitar 12-14%. 2. Variasi penyaluran kredit UMKM Agribisnis dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yang mencakup variabel Character (X1), Capacity (X2), Capital (X3), Collateral (X4), Condition (X5), dan Constrains (X6). Sisanya sebesar 11,1 persen dijelaskan oleh variabel lain seperti aspek hukum (yuridis), aspek manajemen, aspek produksi, aspek pemasaran, jumlah unit usaha UMKM yang ada di daerah tersebut, tingkat suku bunga kredit yang berlaku dan
95
sebagainya. Melihat dari variabel yang berlaku di luar penelitian, maka variabel – variabel tersebut dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan kredit UMKM.
96
Lampiran 14 Succesive Detail
Freq 12.000 8.000 2.000 10.000 8.000 7.000 12.000 1.000 5.000 10.000 5.000 2.000 18.000 3.000 4.000 6.000 7.000 3.000 9.000 8.000 3.000 11.000 6.000 8.000 12.000 2.000 4.000 14.000 7.000 13.000 1.000 9.000 10.000 6.000 14.000 2.000 5.000 13.000 2.000 1.000 11.000 6.000
Prop 0.600 0.400 0.100 0.500 0.400 0.350 0.600 0.050 0.250 0.500 0.250 0.100 0.900 0.150 0.200 0.300 0.350 0.150 0.450 0.400 0.150 0.550 0.300 0.400 0.600 0.100 0.200 0.700 0.350 0.650 0.050 0.450 0.500 0.300 0.700 0.100 0.250 0.650 0.100 0.050 0.550 0.300
Cum Density 0.600 0.386 1.000 0.000 0.100 0.175 0.600 0.386 1.000 0.000 0.350 0.370 0.950 0.103 1.000 0.000 0.250 0.318 0.750 0.318 1.000 0.000 0.100 0.175 1.000 0.000 0.150 0.233 0.350 0.370 0.650 0.370 1.000 0.000 0.150 0.233 0.600 0.386 1.000 0.000 0.150 0.233 0.700 0.348 1.000 0.000 0.400 0.386 1.000 0.000 0.100 0.175 0.300 0.348 1.000 0.000 0.350 0.370 1.000 0.000 0.050 0.103 0.500 0.399 1.000 0.000 0.300 0.348 1.000 0.000 0.100 0.175 0.350 0.370 1.000 0.000 0.100 0.175 0.150 0.233 0.700 0.348 1.000 0.000
Z 0.253 -1.282 0.253 -0.385 1.645 -0.674 0.674 -1.282 -1.036 -0.385 0.385 8.161 -1.036 0.253 -1.036 0.524 -0.253 -1.282 -0.524 -0.385 -1.645 0.000 -0.524 -1.282 -0.385 -1.282 -1.036 0.524
Scale 4.000 5.610 3.000 4.333 5.721 3.000 4.504 6.121 3.000 4.271 5.542 4.000 5.950 2.000 2.868 3.554 4.613 3.000 4.214 5.520 3.000 4.346 5.713 4.000 5.610 2.000 2.894 4.252 4.000 5.628 3.000 4.405 5.861 4.000 5.656 3.000 3.975 5.325 2.000 2.602 3.547 4.914
Lampiran 14 (lanjutan) Succesive Detail Freq 9.000 10.000 1.000 4.000 2.000 8.000 6.000 8.000 12.000 5.000 15.000 1.000 10.000 9.000 3.000 5.000 12.000 3.000 17.000 10.000 10.000 2.000 14.000 4.000 1.000 7.000 12.000 1.000 8.000 7.000 4.000 13.000 7.000 1.000 18.000 1.000 16.000 4.000 17.000 3.000 17.000 3.000
Prop 0.450 0.500 0.050 0.200 0.100 0.400 0.300 0.400 0.600 0.250 0.750 0.050 0.500 0.450 0.150 0.250 0.600 0.150 0.850 0.500 0.500 0.100 0.700 0.200 0.050 0.350 0.600 0.050 0.400 0.350 0.200 0.650 0.350 0.050 0.900 0.050 0.800 0.200 0.850 0.150 0.850 0.150
Cum Density 0.450 0.396 0.950 0.103 1.000 0.000 0.200 0.280 0.300 0.348 0.700 0.348 1.000 0.000 0.400 0.386 1.000 0.000 0.250 0.318 1.000 0.000 0.050 0.103 0.550 0.396 1.000 0.000 0.150 0.233 0.400 0.386 1.000 0.000 0.150 0.233 1.000 0.000 0.500 0.399 1.000 0.000 0.100 0.175 0.800 0.280 1.000 0.000 0.050 0.103 0.400 0.386 1.000 0.000 0.050 0.103 0.450 0.396 0.800 0.280 1.000 0.000 0.650 0.370 1.000 0.000 0.050 0.103 0.950 0.103 1.000 0.000 0.800 0.280 1.000 0.000 0.850 0.233 1.000 0.000 0.850 0.233 1.000 0.000
Z -0.126 1.645 -0.842 -0.524 0.524 -0.253 -0.674 -1.645 0.126 -1.036 -0.253 -1.036 0.000 -1.282 0.842 -1.645 -0.253 -1.645 -0.126 0.842 0.385 -1.645 1.645 0.842 1.036 1.036
Scale 3.000 4.465 5.942 2.000 2.723 3.400 4.559 4.000 5.610 4.000 5.695 3.000 4.477 5.942 2.000 2.942 4.198 4.000 5.829 4.000 5.596 1.000 2.606 4.155 2.000 3.254 4.707 2.000 3.331 4.394 5.463 4.000 5.628 2.000 4.063 6.125 4.000 5.750 4.000 5.829 4.000 5.829