ANALISIS KARAKTERISTIK DEBITUR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN KREDIT GUNA MENANGGULANGI TERJADINYA NON PERFORMING LOAN (NPL) (Studi kasus pada BRI Kantor Cabang Pembantu Sukun Malang)
JURNAL ILMIAH Disusun oleh :
Dandy Wahyu Bima Pradita 0710210082
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL Artikel Jurnal dengan judul : ANALISIS KARAKTERISTIK DEBITUR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN KREDIT GUNA MENANGGULANGI TERJADINYA NON PERFORMING LOAN (NPL) (Studi kasus pada BRI Kantor Cabang Pembantu Sukun Malang) Yang disusun oleh : Nama
:
Dandy Wahyu Bima Pradita
NIM
:
0710210030
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 29 Juli 2013.
Malang, 29 Juli 2013 Dosen Pembimbing,
Drs. Abidin Lating, MS. NIP. 19480424 197802 1 001
ANALISIS KARAKTERISTIK DEBITUR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN KREDIT GUNA MENANGGULANGI TERJADINYA NON PERFORMING LOAN (NPL) (Studi kasus pada BRI Kantor Cabang Pembantu Sukun Malang) Dandy Wahyu Bima Pradita, Abidin Lating Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRACT Micro, small, and medium enterprise sector is one which is much in demand by business people, because of the highly prospective sector to be better developed. Sector Micro, Small and Medium Enterprises in the national economy, has a pretty vital role, which is a proof of this sector is a sector that is able to withstand the global economic crisis that has engulfed the national and world economy today. This study aims to provide an alternative capital in the SME sector, which is generally seen as a sector that is still at risk of bad loans at the bank. This study also provides a solution to control the occurrence of non performing loans (NPL) to the Bank. This study used logistic regression to see the level of education, number of dependents, income, length of business, loan amount, repayment period, as the factors affecting loan repayment rate. The empirical results show that there are three things that a powerful influence on the occurrence of non performing loans (NPL) that education level, number of credits, and operating income Keywords: SMEs, education level, number of dependents, income, length of business, loan amount, repayment period, non performing loans (NPL) ABSTRAK Usaha mikro, kecil, dan menengah adalah salah satu sektor usaha yang banyak diminati oleh para pelaku usaha, karena sektor tersebut sangat prospektif untuk dikembangkan menjadi lebih baik. Sektor Usaha mikro, kecil, dan Menengah pada perekonomian nasional, memiliki peran yang cukup fital, yang menjadi bukti adalah sektor ini merupakan sektor yang mampu bertahan menghadapi hantaman krisis ekonomi global yang sedang melanda perekonomian nasional maupun dunia dewasa ini. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan alternatif permodalan pada sektor UMKM tersebut, yang pada umumnya masih dipandang sebagai sektor yang beresiko terjadinya kredit macet pada pihak bank. Penelitian ini juga memberikan solusi guna penanggulangan terjadinya kredit macet tersebut bagi pihak Bank. Penelitian ini menggunakan regresi logistik dengan melihat tingkat Pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, laba, lama usaha, jumlah pinjaman, Jangka waktu pengembalian kredit, sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit. Hasil empiris menunjukkan bahwa terdapat tiga hal yang berpengaruh kuat terhadap terjadinya kredit macet yaitu tingkat pendidikan, jumlah kredit, dan laba usaha Kata kunci: UMKM, tingkat Pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, laba, lama usaha, jumlah pinjaman, Jangka waktu pengembalian kredit, kredit macet
A. PENDAHULUAN Usaha mikro, kecil, dan menengah adalah salah satu sektor usaha yang banyak diminati oleh para pelaku usaha, karena sektor tersebut sangat prospektif untuk dikembangkan menjadi lebih baik. Sektor Usaha mikro, kecil, dan Menengah pada perekonomian nasional, memiliki peran yang cukup fital, yang menjadi bukti adalah sektor ini merupakan sektor yang mampu bertahan menghadapi hantaman krisis ekonomi global yang sedang melanda perekonomian nasional maupun dunia dewasa ini. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki peran penting bagi
kehidupan masyarakat. Bank adalah lembaga intermediasi diantara pemilik dana dan lembaga atau perorangan yang membutuhkan dana. Bank juga merupakan suatu badan usaha yang berfungsi untuk menghimpun dana yang dimiliki masyarakat dengan berbagai bentuk simpanan, kemudian menyalurkan lagi kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan permodalan dalam bentuk kredit. Bank yang terjabarkan disini adalah bank yang umum, yang berorientasi kepada laba perusahaan. Perkreditan adalah bisnis pokok dari bank komersial, dan dalam bidang inilah mereka memiliki pengalaman, keahlian, dan fleksibilitas yang memberikan kepada mereka keunggulan kompetitif dari semua lembaga keuangan lainnya. Sektor UMKM pada umumnya, yang juga mencakup sektor industri menengah, dewasa ini memang masih kurang diperhatikan oleh pihak bank dari sisi permodalan, hal ini dikarenakan bank menganggap sektor ini kurang memberikan keuntungan, hal utama yang mengakibatkannya adalah sektor ini dianggap beresiko tinggi. Salah satu masalah yang seringkali timbul pada kredit permodalan ini adalah kredit macet, atau Non Performing Loan (NPL), apabila ini terjadi dan jumlah nya cukup besar, maka akan berpengaruh terhadap kesehatan bank tersebut, dari segi kualitas aset bank, untuk menanggulangi resiko tersebut pihak bank melakukan analisa kredit berupa kelayakan usaha, dan karakteristik masing masing debitur. Karakteristik tersebut merupakan kondisi dari seseorang nasabah atau calon nasabah dan menjadi determinan bagi analis kredit untuk menentukan dana kredit UMKM yang layak diterima.
B. TELAAH PUSTAKA Definisi dan Ruang Lingkup Usaha Mikro Kecil, dan Menengah Sasaran utama program KMK ini adalah untuk memberdayakan kegiatan usaha sektor menengah, yang pada akhirnya pemberian kredit ini dapat mengatasi masalah yang sering timbul yaitu permodalan, sedangkan pada jangka panjang, akan membantu kelangsungan dan meningkatkan usahanya. Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah ini memiliki potensi untuk mengurangu tingkat pengangguran di Indonesia, karena daya serap tenaga kerjanya lebih banyak dibandingkan dengan industri lain yang berskala besar. Berikut ini merupakan penjabaran tentang usaha mikro, kecil, dan menengah tersebut : 1. Usaha Mikro Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, usaha mikro merupakan usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000 ( seratus juta rupiah) per tahunnya. Usaha mikro ini hanya dapat mengajukan kredit kepada bank, paling banyak sebesar Rp. 50.000.000 ( lima puluh juta rupiah). Sedangkan jumlah karyawan dalam sistem kerja usah mikro ini adalah kurang dari empat orang. Ditinjau dari kepentingan bank, usaha mikro merupakan pasar yang cukup menjanjikan untuk dilakukan pelayanan, sebagai bagian dari fungsi intermediasi. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, ciri-ciri usaha mikro adalah sebagai berikut : a. Jenis barang / komoditi usahanya tidak selalu tetap. b. Tempat usahanya tidak selalu menetap. c. Belum memiliki catatan atau manajemen keuangan yang sederhana sekalipun. d. Rata-rata sumber daya manusianya berpendidikan rendah. e. Pada umumnya tidak mengerti hal-hal yag menyangkut perkreditan perbankan, tetapi lebih mengenal rentenir atau tengkulak. 2. Usaha Kecil Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1995 yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria pendapatan bersih paling banyak sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah, dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1995 ciri-ciri usaha kecil adalah sebagai berikut : a. Jenis barang / komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap. b. Lokasi tempat usaha umumnya sudah tetap. c. Pada umumnya sudah memiliki manajemen keuangan yang masih sederhana dan neraca
usaha. d. Memiliki surat izin usaha dan persyaratan legalitas termasuk NPWP. e. Sumber daya manusianya rata-rata berpendidikan lebih tinggi daripada usaha mikro, yakni SMU / sederajat dan memiliki pengalaman usaha yang cukup. f. Sebagian usaha mulai mengenal dan berhubungan dengan perbankan dalam hal keperluan modal, namun sebagian besar belum dapat membuat rencana usaha, studi kelayakan, dan proposal kredit kepada bank. 3. Usaha Menengah Menurut Inpres No. 10 Tahun 1998, usaha menengah merupakan usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kelayakan usaha dan pendapatan bersih dari Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling besar yaitu Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha ini layak mendapatkan kredit dari bank mulai dari Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah ). Menurut Inpres No. 10 Tahun 1998, ciri-ciri usaha menengah adalah sebagai berikut : a. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas dari bagian ke bagian lainnya. b. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk melakukan audit penilaian oleh pihak perbankan. c. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada jamsostek, dan pemeliharaan kesehatan. d. Telah memiliki segala persyaratan legalitas, antara lain, izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, dan upaya pengelolaan lingkungan. e. Sering bermitra dan memanfaatkan fasilitas pendanaan dari perbankan. f. Sumber daya manusianya sudah lebih meningkat, banyak yang meraih gelar sarjana sebagai manajer, dan memiliki jiwa wirausaha yang cukup handal. Karakteristik UMKM Menurut Raffinaldy (2007) dalam tulisannya yang berjudul Memeta Potensi dan Karakteristik UMKM Bagi Penumbuhan Usaha Baru bahwa karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi fluktual yang melekat pada aktivitas usaha maupun perilaku pengusaha yang bersangkutan dalam menjalankan bisnisnya. Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar pelaku usaha sesuai dengan skala usahanya. Berdasarkan aspek komoditas yang dihasilkan, UMKM memiliki karakteristik tersendiri, yaitu : 1. Kualitasnya belum memenuhi standar, hal ini disebabkan karena sebagian besar UMKM belum memiliki teknologi yang seragam dan biasanya produk yang dihasilkan dalam bentuk handmade sehingga dari sisi kualitas relatif beragam. 2. Keterbatasan desain produk yang dimiliki oleh produk UMKM karena keterbatasan pengetahuan dan pengalamannya tentang produk karena selama ini UMKM bekerja didasarkan pada order, tidak banyak yang berani berkreasi dengan mencoba desain baru. 3. Terbatasnya jenis produk, biasanya UMKM hanya memproduksi sejenis atau terbatas sehingga apabila ada permintaan model baru dari buyer sulit untuk memenuhi karena kesulitan dalam penyesuaian dan waktunya biasanya sangat panjang untuk memenuhi order tersebut. 4. Terbatasnya kapasitas dan pricelist produknya, biasanya kapasitas produk yang sulit untuk ditetapkan dan harga yang tidak terukur dapat menyulitkan para pembeli atau konsumen.
Penyaluran Kredit Sebagai Penggerak Aktivitas Perekonomian Bank sebagai lembaga intermediasi memiliki fungsi penting yaitu menyalurkan kredit bagi masyarakat. Kredit dapat mengandung arti suatu kepercayaan dari satu pihak kepada pihak lain pada masa yang akan datang dengan memenuhi segala kewajiban yang telah disepakati sebelumnya. Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992, “ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lainnya mewajibkan pihak meminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Menurut Firdaus dan Ariyanti (2004:4) kredit yang disalurkan oleh bank (konvensional) merupakan bagian terbesar dari aset yang dimiliki bank yang bersangkutan, sehingga pendapatan yang berasal dari penerimaan bunga kredit juga merupakan sumber pendapatan terbesar bagi bank. Dalam kondisi normal, total kredit yang disalurkan bank dapat mencapai 90% dari aset bank. Dampak ini tentu akan mendorong pertumbuhan ekonomi serta pendapatan masyarakat. Kredit dalam kehidupan masyarakat tentu memiliki fungsi yang beragam. Kredit mampu memperlancar arus tukar barang dan jasa karena dengan adanya kredit masyarakat dapat meningkatkan konsumsi atau produksi barang dan jasa. Kredit juga dapat sebagai alat pengendali harga di masyarakat. Kita andaikan apabila pemerintah berupaya meningkatkan jumlah uang beredar, maka salah satu cara yang dapat dilakukan dengan cara memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses kredit melalui penurunan tingkat suku bunga, dengan demikian jumlah uang beredar di masyarakat akan meningkat. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Irving Fisher dimana uang beredar merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap harga, di implementasikan dalam rumus : MV = PT Dimana M adalah jumlah uang beredar, V adalah Velocity atau kecepatan peredaran uang, P adalah tingkat harga barang dan jasa, dan T adalah jumlah barang dan jasa yang diperdagangkan. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, kredit secara umum memiliki manfaat untuk meningkatkan potensi dalam masyarakat berupa tambahan modal yang dapat digunakan untuk konsumsi dan peningkatan produksi barang dan jasa. Berikut ini akan dijabarkan manfaat kredit dari pihak-pihak yang berkepentingan di dalamnya (Firdaus dan Ariyanti, 2009) : 1. Manfaat kredit bagi debitur : a. Untuk menungkatkan usahanya, dengan kredit debitu dapat meningkatkan pengadaan atau peningkatan faktor-faktor produksi, baik berupa tambahan modal kerja, mesin, bahan baku, maupun peningkatan sumber daya manusia, perluasan pasar, sumber daya alam dan teknologi. b. Dengan memperoleh kredit bank maka secara tidak langsung akan meningkatkan bonafiditas perusahaan sehingga debitur dapat memperoleh kesempatan untuk mendapat pelayanan fasilitas perbankan yang lainnya. c. Bank akan menjaga privasi atau kerahasiaan nasabahnya. d. Dalam meningkatkan usahanya, maka jangka waktu kredit dapat disesuaikan dengan kebutuhan. 2. Manfaat kredit bagi bank : a. Bank memperoleh pendapatan berupa bunga yang diterima dari debitur, sehingga akan meningkatkan laba bank. b. Dengan menyalurkan kredit, bank sekaligus dapat memasarkan produk-produk pelayanan perbankan lainnya. c. Bank memperoleh keuntungan di bidang sumber daya manusia khususnya dalam dunia kredit perbankan, sehingga di masa yang akan datang akan memiliki tenaga-tenaga perkreditan yang berkualitas. 3. Manfaat kredit bagi pemerintah atau negara : a. Kredit bank dapat digunakan untuk mendorong laju perekonomian nasional. b. Kredit dapat dijadikan alat pengendali moneter. c. Kredit dapat meningkatkan pendapatan negara melalui pajak dari bunga. 4. Manfaat kredit bagi masyarakat luas : a. Dengan adanya kredit akan meningkatkan perluasan lapangan kerja sehingga akan mengurangi pengangguran. b. Untuk kelompok masyarakat yang memiliki keahlian dan profesi tertentu dapat terlibat dalam proses pemberian kredit, misalnya sebagai konsultan dan lain-lain. Prinsip Penilaian Kredit Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali, keyakinan tersebut berasal dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk dapat keyakinan tentan nasabahnya, seperti melalui prosedur penilaian yang benar dan sungguhsungguh. 1. Prinsip 5 C Ketika penyedia uang memberikan kredit kepada nasabah, tentu saja mengharapkan
uangnya kembali. Karenanya, untuk memperkecil risiko (uangnya tidak kembali, sebagai contoh, dalam memberikan kredit, penyedia uang harus mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Hal-hal tersebut terdiri dari character (kepribadian), capacity (kapasitas), capital (modal), colateral (jaminan), dan condition of economy (keadaan perekonomian), atau sering disebut sebagai 5C (panca C). a. Character/ Kepribadian/Karakter Watak, sifat, kebiasaan debitur (pihak yang berutang) sangat berpengaruh pada pemberian kredit. Kreditur (pihak pemberi utang) dapat meneliti apakah calon debitur masuk ke dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk itu kreditur juga dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan usahanya. Informasi dari lingkungan usahanya dapat diperoleh dari supplier dan customer dari debitur. Selain itu dapat pula diperoleh dari informasi Bank Indonesia, namun tidak dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat umum, karena informasi tersebut hanya dapat di akses oleh pegawai Bank bidang perkreditan dengan menggunakan password dan komputer yang terhubung secara on-line dengan Bank sentral. b. Capacity / Kapasitas Kapasitas adalah berhubungan dengan kemampuan seorang debitur untuk mengembalikan pinjaman/kreditnya. Untuk mengukurnya, kreditur dapat meneliti kemampuan debitur dalam bidang manajemen, keuangan, pemasaran, dan lain-lain. c. Capital / Modal Melihat banyaknya modal yang dimiliki debitur atau melihat berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam usahanya, kreditur dapat menilai modal debitur. Semakin banyak modal yang ditanamkan, debitur akan dipandang semakin serius dalam menjalankan usahanya. d. Colateral / Jaminan Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak dapat mengembalikan pinjaman / kreditnya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah pinjaman. e. Condition / Kondisi ekonomi Keadaan perekonomian di sekitar tempat tinggal calon debitur juga harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi di masa datang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan agar kredit dapat berjalan baik antara lain masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku, pasar modal, dan lain sebagainya. 2. Resiko dan Kolektibilitas Kredit Dalam realita yang ada, tidak semua debitur mampu melaksanakan kewajiban untuk mengembalikan kredit mereka. Besaran tingkat kredit bermasalah disebut rasio Non Performing Loan (NPL). Rasio NPL merupakan rasio yang membandingkan antara jumlah kredit yang disalurkan dengan kategori tingkat kolektibilitas bermasalah, terhadap total kredit yang disalurkan oleh bank. NPL dapat menjadi gambaran untuk mengukur tingkat kesehatan bank, dimana pada dasarnya penilaian tingkat kesedhatan bank merupakan penilaian terhadap hasil usaha atau performance dalam kurun waktu tertentu dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Sejalan dengan prinsip prudential banking, maka Bank Indonesia menetapkan bahwa besarnya NPL suatu bank yang diperbolehkan adalah maksimal 5%, jika melebihi 5% maka akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan. Status NPL pada prinsipnya didasarkan pada ketetapan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajibannya, baik berupa pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat menanggulangi terjadinya NPL sekecil apapun. Dengan kata lain, tingginya NPL sangat dipengaruhi oleh kemampuan bank dalam menjalankan proses pemberian kredit dengan baik, maupun dalam hal pengelolaan kredit tersebut, termasuk kegiatan pemantauan setelah kredit disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun indikasi gagal bayar. Kolektibilitas kredit adalah kemampuan debitur untuk mengembalikan dana yang dipinjam dari bank, baik pinjaman pokok maupun bunga kreditnya pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. Penggolongan kolektibilitas kredit
dapat diukur melalui ketepatan pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan debitur baik ditinjau dari usaha maupun nilai agunan kredit yang bersangkutan. Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, menggolongkan kualitas kredit sebagai berikut : a. Kredit Lancar (L) Kredit lancar adalah kredit yang pelunasan angsuran pokok dan atau bunga dilakukan tepat waktu (tidak pernah terjadi penunggakan). b. Dalam Perhatian Khusus (DPK) Suatu kredit dikatakan dalam perhatian khusus apabila terdapat penunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang belum melampaui 90 hari. c. Kredit Kurang Lancar (KL) Kredit kurang lancar adalah kredit yang mengalami penunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari. d. Kredit Diragukan (D) Kredit yang diragukan merupakan kredit yang mengalami penunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari. e. Kredit Macet (M) Kredit macet adalah kredit yang mengalami penunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari. Kredit Modal Kerja PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kredit Modal kerja adalah fasilitas kredit yang disalurkan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk. Yang digunakan untuk membiayai operasional usaha termasuk kebutuhan untuk pengadaan bahan baku, proses produksi, piutang dan persediaan. Untuk kelancaran sistem kredit modal kerja ini PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk. memberikan fasilitas-fasilitas pembiayaan untuk kelancaran usaha debitur, fasilitas fasilitas tersebut adalah : 1. Permohonan pinjaman dapat diajukan ke Kantor Cabang BRI dan Kantor Cabang Pembantu BRI di Seluruh Indonesia. 2. Jangka waktu pinjaman 1 s/d 3 tahun dan dapat diperpanjang lagi sesuai dengan kebutuhan. 3. Limit Kredit Rp. 100 Juta. - sampai dengan Rp. 40 Milyar. 4. Kredit dalam bentuk Rupiah maupun Valas. 5. Dapat diberikan rekening koran atau dengan angsuran. 6. Dapat dipergunakan untuk refinancing. Syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapatkan pembiayaan pada sistem kredit KMK ini sesuai dengan ketetapan PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk. adalah : 1. Melampirkan legalitas usaha. a. NPWP. b. SIUP. c. SITU, TDP / Surat keterangan usaha. 2. Melampirkan dokumen identitas diri. a. KTP / SIM. b. Untuk badan usaha melampirkan Akte Pendirian dan perubahannya). 3. Melampirkan copy rekening koran atau rekening tabungan, 3 (tiga) bulan terakhir.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Faktor-faktor seperti tingkat pendidikan, lama usaha merupakan faktor yang diduga akan mempengaruhi kelancaran pembayaran kredit dan dianggap berperan aktif dalam pembentukan kepribadian debitur, terkait dengan niat dan kemauan debitur tersebut untuk membayar angsuran kreditnya tepat waktu yang tentunya akan sangat berpengaruh terhadap integritas debitur tersebut dalam memenuhi kewajibannya. Faktor laba usaha dan jumlah tanggungan keluarga diduga mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit karena berkaitan dengan kemampuan debitur mengelola bisnis sehingga mampu melunasi pokok pinjaman disertai bunga dan syarat lain sesuai perjanjian. Faktor lain seperti besarnya jumlah pinjaman, jangka waktu pengembalian angsuran kredit sehubungan dengan kepemilikan modal oleh debitur dan pengaruhnya terhadap perbandingan pembiayaan dari pinjaman dengan modal sendiri. Secara lebih rinci, faktor-faktor tersebut kemudian dibagi menjadi 6 karakteristik sebagai
berikut : 1. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat kelancaran anggsuran kredit karena fakor ini mampu mempengaruhi karakteristik debitur (character). Tingkat pendidikan akan memepngaruhi kematangan pola pikir dan pandangan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin luas wawasan berpikir dan semakn besar pula kemampuan berbisnis dan mengelola usaha (Thoha, 2000). Tingkat pendidikan yang rendah akan mengakibatkan daya serap pelaku UMKM terhadap informasi dan pasar semakin lamban, sehingga usaha-usaha yang mengarah pada peningkatan produksi dan pendapatan akan bergerak secara lamban pula. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah mereka menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga aklan meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan, dan angsuran kreditnya akan lancar. 2. Jumlah Tanggungan Keluarga Pengaruh jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat dari beberapa perspektif pandangan. Salah satunya adalah pendapat dalam penelitian Grootaert (dalam Akyuwen dan Wijaya, 2010) yang akan mengungkapkan bahwa setiap tambahan seorang kepala keluarga akan meningkatkan belanja rumah tangga perkapita sebesar 1,5 persen. Jumlah tanggungan keluarga semakin banyak (anggota keluarganya) akan semakin meningkat pula beban hidup yang harus dipenuhi. Hal ini disebabkan karena pengeluaran konsumsi yang semakin besar. Sehingga semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga maka akan semakin besar pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga sebagian besar dari jumlah pendapatan teralokasi untuk kebutuhan tersebut, bukan untuk memenuhi kewajiban membayar angsuran kredit. 3. Laba Usaha Pengertian laba secara umum adalah selisih dari pendapatan diatas biaya-biaya dalam jangka waktu (perioda) tertentu. Laba merupakan keuntungan yang diterima dari suatu usaha yang diperoleh dari pendapatan usaha dikurangi untuk pengenaan pajak, kebijakan deviden, pedoman investasi serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Harnanto, 2003:444). Semakin tinggi laba usaha menunjukkan kapabilitas yang semakin baik dalam mengelola usaha. Sehingga kemampuannya untuk membayar angsuran kredit meningkat. 4. Pengalaman Usaha Lama usaha berkaitan erat dengan pengalaman yang menunjang kegiatan usaha. Pengalaman usaha yang semakin lama akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengelola usaha dan menghindari resiko yang menyebabkan kegagalan. Pengalaman akan mempengaruhi ketrampilan dalam melaksanakan tugas juga membuat kerja lebih efisien. Dengan pengalaman seseorang dapat mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan, dan mencari penyebab munculnya kesalahan tersebut. Oleh sebab itu, lama usaha debitur diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan mengelola usaha sehingga mendukung keberhasilan usaha yang digeluti. Keberhasilan sebagai sumber biaya hidup dan memberikan peluang kemampuan pengembalian kredit secara lancar. 5. Jumlah Pinjaman Besarnya jumlah pinjaman yang diberikan oleh pihak bank hingga batas maksimum tergantung dari jumlah permintaan dan penilaian kemampuan pembayaran seorang debitur. Semakin besar jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank maka semakin besar beban yang harus ditanggung oleh debitur dalam pelunasannya sehingga pemberian jumlah pinjaman yang besar menimbulkan resiko terhambatnya pengembalian kredit oleh debitur. 6. Jangka Waktu Pengembalian Jangka waktu pengembalian kredit merupakan waktu jatuh tempo seorang debitur dalam membayar seluruh nilai pinjaman yang diberikan termasuk di dalamnya pembayaran bunga pinjaman. Jangka waktu pinjaman dapat mencerminkan besar kecilnya angsuran yang harus dibayar sebitur kepada bank setiap bulannya. Semakin lama jangka waktu pinjaman maka angsuran bulannya relatif lebih ringan. Di sisi lain, semakin langka jangka waktu pengembalian kredit ini akan menurunkan tingkat perputaran dana dan likuiditas bank sehingga pihak bank akan melakukan pertimbangan penuh dalam menentukan jangka waktu pengembalian tersebut.
C. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampelnya biasanya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis datanya bersifat statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah diterapkan (Sugiyono, 2004). Dalam penelitian mengenai Analisis Kualitas Angsuran Kredit Peserta Program Kredit Modal Kerja (KMK) penulis memilih lingkup penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. KCP Sukun Malang. Alasan pemilihan lokasi ini karena BRI. merupakan bank yang telah lama concern dalam pemberian kredit bagi usaha kecil dan menengah. BRI KCP Sukun Malang merupakan salah satu kantor yang program KMK nya berjalan cukup baik. Hal ini dikarenakan letaknya yang cukup strategis dan dekat dengan berbagai kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Juni 2012 dengan data yang digunakan berupa sampel nasabah peserta program KMK yang telah mengakses pinjaman minimal selama 6 bulan berjalan. Dalam penelitian, variabel menurut hubungannya dibedakan menjadi variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen seringkali disebut variabel bebas yang mana merupakan variabel mempengaruhi variabel dependen (terikat). Sementara, variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen (bebas). Berikut akan dijelaskan variabel apa saja yang menjadi variabel independen dan dependen dalam penelitian ini. Variabel bebas atau variabel independen Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik debitur yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan (X1) Yaitu jenjang pendidikan terakhir formal yang ditempuh oleh debitur. Variabel ini dihitung daiam satuan tahun, dimana dijelaskan sebagai berikut: a. SD = 6 tahun b. SMP = 9 tahun c. SMA= 12 tahun d. Perguruan Tinggi = 16 tahun 2. Jumlah tanggungan keluarga (X2) Yaitu banyaknya jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan debitur. Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keluarga inti yang terdiri dari kepala keluarga, ibu, dan anak. Dengan demikian yang menjadi tanggungan keluarga adalah istri dan anak diukur dengan satuan orang. 3. Jumlah pinjaman (X3) Yaitu banyaknya jumlah pinjaman yang diajukan oleh debitur, dengan satuan jutaan rupiah. 4. Jangka waktu angsuran (X4) Yaitu lamanya rentang waktu pengembalian pinjaman secara keseluruhan yang telah disepakati, diukur dengan satuan bulan. 5. Omzet usaha (X5) Yaitu keseluruhan penjualan dari usaha yang dijalankan oleh debitur rata-rata per bulannya, diukur dalam ribuan rupiah. 6. Laba usaha (X6) Yaitu keuntungan dari usaha yang diterima debitur setelah dikurangi biaya produksi dan biayabiaya lainnya rata-rata tiap bulannya, diukur dalam ribuan rupiah. Variabel Terikat atau Variabel Dependen (Y) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pengembalian angsuran KUR berupa probabilitas lancar atau menunggak. Kredit Lancar adalah kredit yang tidak mengalami penunggakan dalam pembayaran pokok pinjaman beserta bunga yang telah ditetapkan. Sementara, kredit tidak lancar atau menunggak adalah kredit yang pembayaran pinjaman beserta bunganya mengalami penundaan satu bulan lebih. Y = 1, jika angsuran kredit lancar Y = 0, jika angsuran kredit menunggak
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Hipotesis tentang pengaruh tingkat pendidikan debitur terhadap tingkat pengembalian kredit menunjukkan koefisien regresi positif dengan probabilitas kurang dari 5%, sehingga hipotesis dapat diterima. Tingkat pendidikan menunjukkan kepribadian dan sikap seseorang sehari-hari. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka wawasan dan pengetahunnya semakin luas serta akan lebih bijak dan rasional dalam bertindak. Sebab itu, tingkat pendidikan ini diharapkan berpengaruh positif terhadap kemampuan mengelola usaha dan memenuhi tanggung jawab termasuk dalam memenuhi angsuran kredit. Asumsi tersebut terpenuhi oleh hasil penelitian ini yaitu debitur dengan pendidikan lebih tinggi cenderung memahami tanggung jawab pengembalian kredit dibandingkan dengan debitur dengan tingkat pendidikan lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian kredit oleh debitur dengan pendidikan tinggi lebih lancar sehingga kualitas kredit tidak menurun. Koefisien variabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan searah dengan tingkat kelancaran pengembalian kredit. Semakin tinggi tingkat pendidikan debitur maka peluang pengembalian kredit dengan lancar semakin besar. Temuan penelitian ini sejalan dengan pendapat Thoha (2000) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang akan semakin memperluas wawasan berpikir, sehingga akan meningkatkan kemampuan berbisnis dan mengelola usaha. Pengaruh Tanggungan Keluarga terhadap Pengembalian kredit Hipotesis tentang pengaruh tanggungan keluarga terhadap pengembalian kredit menunjukkan koefisien regresi positif dengan probabilitas lebih dari 5%, sehingga hipotesis ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga calon debitur bukan merupakan beban yang secara signifikan mengurangi kemampuan ekonomis debitur, khususnya dalam pengembalian kredit. Secara asumtif ukuran keluarga seseorang biasanya menentukan besarnya pengeluaran hidup sehari-hari karena semakin besar jumlah tanggungan dalam keluarga kebutuhan hidup yang harus dipenuhi juga semakin banyak. Jumlah tanggungan dalam keluarga seringkali diasumsikan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam membayar angsuran kredit karena kewajiban tersebut biasanya terpenuhi setelah semua kebutuhan dalam keluarga terpenuhi. Temuan penelitian ini menunjukkan fakta yang berbeda dimana tanggungan keluarga calon debitur bukan menjadi faktor penentu kelancaran pengembalian angsuran. Hal tersebut berbeda dengan pendapat Grootaert (dalam Akyuwen, 2010) yang menyatakan bahwa setiap tambahan tanggungan bagi kepala keluarga (debitur) akan meningkatkan belanja rumah tangga. Artinya semakin banyak tanggungan dalam hal ini akan menghambat kelancaran pengembalian kredit. Jumlah Kredit Hipotesis tentang pengaruh jumlah kredit yang diterima terhadap pengembalian kredit menunjukkan koefisien regresi positif dengan probabilitas kurang dari 5%, sehingga hipotesis diterima. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kredit merupakan faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit oleh debitur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa debitur dengan jumlah pinjaman lebih kecil memiliki resiko ketidaklancaran pengembalian yang kecil. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammah (2008) yang menyatakan bahwa semakin besar jumlah pinjaman yang diberikan pihak bank akan memperbesar beban yang harus ditanggung debitur dalam pembayarannya. Dengan demikian semakin besarnya jumlah pinjaman akan menimbulkan resiko terhambatnya pengembalian kredit oleh debitur. Jangka Waktu Kredit Hipotesis tentang jangka waktu kredit terhadap tingkat pengembalian kredit menunjukkan koefisien regresi negatif dengan probabilitas lebih dari 5%, sehingga hipotesis ditolak. Jangka waktu kredit tidak signifikan terhadap tingkat pengembalian kredit. Dengan demikian jangka waktu kredit bukan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit oleh debitur.
Berdasarkan hasil analisis tersebut dalam sudut pandang bank, lama atau pendeknya jangka waktu pengembalian kredit tidak mempengaruhi resiko menurunnya kualitas kredit. Artinya asumsi bahwa jangka waktu kredit yang panjang akan meningkatkan kolektibilitas akibat rendahnya jumlah angsuran tidak terpenuhi dalam penelitian ini. Dengan demikian bank tetap berhadapan dengan resiko penurunan kualitas kredit meski telah ada antisipasi dengan memperpanjang jangka waktu kredit untuk memperkecil jumlah angsuran bulanan debitur. Pengaruh Omzet Usaha terhadap Pengembalian kredit Hipotesis tentang pengaruh omzet usaha terhadap pengembalian kredit menunjukkan koefisien regresi positif dengan probabilitas lebih dari 5%, sehingga hipotesis ditolak. Omzet usaha tidak signifikan terhadap pengembalian kredit. Dengan demikian nilai pendapatan usaha atau omzet usaha calon nasabah bukan merupakan faktor yang menentukan kelancaran pengembalian kredit. Omzet/pendapatan usaha menggambarkan produktifitas usaha yang dijalankan oleh calon nasabah. Omzet yang tinggi menunjukkan tingkat kinerja usaha yang tinggi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tingginya nilai omzet usaha calon nasabah tidak menjamin kualitas kredit menjadi lancar. Besar kecilnya omzet atau pendapatan usaha berdasarkan temuan penelitian ini bukan menjadi faktor signifikan bagi debitur berkaitan dengan pengembalian kredit. Pengaruh Laba Usaha terhadap Pengembalian kredit Hipotesis tentang pengaruh laba usaha terhadap pengembalian kredit menunjukkan koefisien regresi positif dengan probabilitas kurang dari 5%, sehingga hipotesis diterima. Laba usaha signifikan terhadap pengembalian kredit. Dengan demikian keuntungan bersih atau laba usaha debitur menjadi faktor yang menentuka tingkat pengembalian kredit. Besar kecilnya laba berdasarkan temuan penelitian ini menjadi faktor penting bagi debitur dalam pengembalian kredit. Semakin besar laba usaha debitur (dengan asumsi biaya yang tidak berubah) akan memperbesar laba bersih yang diperoleh sehingga meningkatkan kemampuan calon debitur dalam melunasi kewajiban yang jatuh tempo. Implikasi Hasil Penelitian Perkembangan dan kemajuan UMKM bergantung pada kapasitas kemampuan dan faktorfaktor lain yang berpengaruh terhadap eksistensi dan keberlangsungannya. Berbagai keterbatasan yang menjadi kendala bagi UMKM untuk melangsungkan aktivitas dan perkembangannya diantaranya adalah lemahnya permodalan, kurangnya kewirausahaan, teknik produksi masih sederhana, serta kemampuan manajemen dan pemasaran masih sangat terbatas. Lemahnya kemampuan modal sebagai salah satu dari sekian banyak faktor penghambat kemajuan UMKM yang seharusnya dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dengan adanya dukungan dari berbagai pihak seperti pemerintah dan lembaga keuangan disamping upaya dari pelaku UMKM sendiri. Pemerintah dan lembaga keuangan berperan penting dalam memberikan solusi praktis agar permodalan tidak lagi menjadi masalah bagi kegiatan usaha ini. Wujud solusi ini adalah pemberian kredit bagi UMKM sebagai sumber modal dalam menjalankan aktivitas usaha maupun pengembangannya. Salah satu lembaga keuangan yang dapat melakukan peran tersebut adalah bank. Tugas bank adalah semudah mungkin menciptakan kredit (Macleod dalam Simorangkir, 2004). Sebagai lembaga penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit, bank diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan permodalan khususnya bagi kegiatan produktif. Namun, masalah tidak selesai sampai di sini. Permasalahan kemudian timbul dalam penyaluran kredit (Kupedes) oleh BRI seperti halnya yang dialami lembaga perkreditan lainnya yaitu pengembalian kredit dari debitur (sebagai penerima kredit) tidak selalu lancar. Banyak terjadi kasus terhambatnya pengembalian kredit seperti penunggakan bahkan kemacetan pembayaran angsuran kredit. Hal ini sangat bertentangan dengan orientasi sebuah bank dimana bank berorientasi untuk memperoleh hasil atau laba dari uang yang dipinjamkannya. Selain itu, terhambatnya pengembalian kredit yang diberikan bank dapat menurunkan tingkat likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas bank itu sendiri yang pada akhirnya menyebabkan lemahnya kemampuan bank dalam membayar kewajibannya untuk memenuhi penarikan dari deposan (penabung) dan menghambat sirkulasi uang yang dapat menurunkan profitabilitas bank. Dengan demikian sangat penting bagi bank untuk melakukan kajian mendalam tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi kualitas kredit yang telah disalurkan. Penelitian ini mengangkat faktor-faktor yang terdiri atas tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah pinjaman, jangka waktu angsuran, omzet usaha, dan laba usaha sebagai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat pengembalian kredit oleh debitur. Secara umum hasil penelitian memberikan temuan bahwa faktor-faktor yang diteliti memberikan kontribusi sebesar 42,3% terhadap variabilitas pengembalian kredit, sedangkan 57,7% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model penelitian. Secara parsial temuan penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan, jumlah kredit, dan laba usaha berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian kredit atau kolektibilitas kredit. Sedangkan faktor-faktor lainnya yaitu jumlah tanggungan, jangka waktu, dan omzet usaha tidak signifikan. Faktor utama yang mempengaruhi tingkat pengembalian adalah laba usaha dengan koefisien regresi yang terbesar (0,127) dengan probabilitas (0,49). Hal ini menunjukkan bahwa laba usaha debitur menjadi faktor utama dalam pengembalian kredit. Usman (2009) menyatakan bahwa Sumber utama pembayaran kembali suatu pinjaman atau utang adalah berasal dari keberhasilan usaha debitor, yang tercermin dalam arus kas dan dapat direalisasikan, atau kemampuan usaha yang dapat bertahan sampai utang debitor lunas terbayar. Kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya merupakan jaminan utama bagi bank. Pendapat tersebut konsisten dengan temuan penelitian yang menunjukkan bahwa laba usaha yang mencerminkan kemampuan finansial debitur menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi tingkat kolektibilitas kredit. Hal tersebut dibuktikan dengan koefisien regresi yang menunjukkan pengaruh laba usaha terhadap pengembalian kredit secara parsial lebih besar dibandingkan dengan koefisien regresi faktor lain. Faktor berikutnya yang signifikan terhadap pengembalian kredit adalah tingkat pendidikan. Koefisien regresi sebesar 0,093 dengan probabilitas kurang dari 5% memberikan makna bahwa semakin tinggi pendidikan debitur maka semakin besar peluang tingkat pengembalian kredit. Thoha (2000) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin luas wawasan berpikirnya. Kondisi tersebut akan berdampak pada kemampuan bisnis dan pengelolaan usaha. Berkaitan dengan pelaku UMKM, tingkat pendidikan yang rendah cenderung memperlambat penyerapan informasi yang berimbas pada kemampuan manajerial yang rendah. Hasil penelitian ini konsisten dengan pendapat tersebut. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang dapat meminimalkan resiko ketidaklancaran pengembalian kredit. Faktor jumlah kredit juga menunjukkan hasil yang relatif sama yaitu mempengaruhi tingkat pengembalian kredit atau koletibilitas kredit. Jumlah pinjaman yang besar akan lebih membebani debitur dengan kewajiban pengembalian yang besar pula. Pinjaman dengan jumlah yang besar akan cenderung menimbulkan resiko terhambatnya pengembalian kredit oleh debitur. Sementara itu faktor tanggungan keluarga, jangka waktu pengembalian, dan omzet secara statistik tidak signifikan. Jumlah tanggungan memiliki koefisien regresi 0,242 dengan probabilitas lebih dari 5%. Artinya jumlah tanggungan keluarga tidak signifikan terhadap tingkat pengembalian kredit. Kredit kepada debitur dengan jumlah tanggungan keluarga yang lebih besar secara asumtif berpeluang meningkatkan resiko pengembalian kredit sebagaimana pendapat Grootaert (dalam Akyuwen, 2010), tetapi temuan penelitian ini memberikan bukti empiris yang sebaliknya. Hal yang sama juga berlaku pada faktor jangka waktu pengembalian dan omzet. E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor berkaitan dengan karakteristik debitur yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit pada BRI KCP Sukun Malang. Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor karakteristik debitur yang terdiri tingkat pendidikan, tanggungan keluarga, jumlah kredit, jangka waktu pengembalian, omzet usaha, dan laba usaha secara bersama-sama menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit pada BRI KCP Sukun. 2. Tingkat pendidikan, jumlah kredit, dan laba usaha secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian kredit pada BRI KCP Sukun. Laba usaha merupakan faktor tertinggi dan berikutnya adalah jumlah kredit dan tingkat pendidikan. Hal didasarkan pada analisis bahwa laba usaha merupakan ukuran kemampuan finansial debitur yang dapat
dijadikan tolok ukur kemampuan pengembalian kredit. Sedangkan jumlah kredit yang besar akan memperbesar pengeluaran debitur berkaitan dengan pengembalian kredit. Sementara itu pendidikan yang tinggi secara teknis menunjang kemampuan personal debitur dalam pengelolaan usaha. 3. Jumlah tanggungan keluarga, jangka waktu kredit, dan omzet usaha tidak signifikan terhadap pengembalian kredit oleh debitur pada BRI KCP Sukun. Dengan demikian ketiga faktor tersebut secara empiris tidak mempengaruhi tingkat pengembalian kredit oleh nasabah. Saran Saran yang didasarkan pada beberapa keterbatasan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Pengembalian kredit merupakan penentu kualitas kredit. Artinya tingkat pengembalian yang rendah akan menyebabkan bank menghadapi resiko kredit menjadi NPL. Oleh karena itu pihak bank perlu melakukan analisis mendalam untuk meminimalkan resiko tersebut. Berkaitan dengan hasil penelitian ini, pihak bank hendaknya memprioritaskan pengawasan kredit pada faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi tingkat pengembalian kredit 2. Bank perlu melakukan analisis yang bersifat prediktif untuk memperhitungkan kemampuan pengembalian pinjaman sehingga tidak hanya mendasarkan pada data yang bersifat historis.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Jawa Timur Dalam Angka 2010. Surabaya: Biro Pusat Statistik. Anonim. 2011. Madiun Dalam Angka 2011. Madiun : Biro Pusat Statistik. Audretsch, D.B ., Carree,M.A. & Thurik, A.R. 2001. Does entrepreneurship reduce unemployment? Tinbergen Institution Discussion Paper. Rotterdam : Centre for Economic Policy Research. Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : PT Bumi Aksara. Damarjati, A.G. 2010. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pendapatan di Propinsi Jawa Tengah. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang : Program Sarjana Universitas Diponegoro. Farahnita, Fitri. 2008. Analisis Faktor – Faktor Penyebab Persistensi Pengangguran Berdasarkan Perspektif Perusahaan. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor : Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Gunther, Schimid. 1998. Transitional labour markets : a new European employment strategy. Working Paper . Berlin : Wissenschaftszentrum Berlin fur Sozialforschung. Harfina, Dewi. 2009. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengangguran terselubung di pedesaan Jawa Tengah. Jurnal Kependudukan Indonesia , Vol. 4 , (No.1) : 15 – 32. Hansen, G.D. & Imrohoroglu, A. 1992. The role of unemployment insurancein an economy with liquidity constraints and moral hazard. Journal of Political Economy , Vol.100, (No.1) : 118 – 142. Hudaya, Dadan. 2009. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor : Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Jorgensen, S.L. & Domelen, J.V. 1999. Helping the poor manage risk better : the role of social funds. Social Protection Discussion Paper Series. Washington DC : The World Bank. Hasan, Iqbal. 2002,.Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomi Pembangunan : Teori , Masalah , dan Kebijakan. Yogyakarta : UPP STIM YKPN. Kurniawan, Roby.Cahyadi. Analisis Pengaruh Pdrb, Upah Minimum Kabupaten/Kota Dan Inflasi Terhadap Pengangguran Terbuka Di Kota Malang Tahun 1980-2011. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : Program Sarjana Universitas Brawijaya. Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rineka Cipta. Muhammad, Fadel. Tanpa Tahun. Pembangunan Daerah Fokus Pada Keunggulan Daerah, (Online), (www.fadelmuhammad.org), diakses tanggal 7 Maret 2010). Nagib, Laila & Prijono Tjiptoherijanto. 2006. Pengembangan SDM: diantara peluang dan tantangan. Yayasan Obor Indonesia. Nainggolan , I.O. 2009. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatra Utara. Tesis tidak diterbitkan. Medan : Program Pascasarjana Universitas Sumatra Utara.
Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Prasetya, Teguh Iman. 2008. Ketenagakerjaan di Indonesia. Prastyo, A.D. 2010. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan : Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang : Program Sarjana Universitas Diponegoro. Richard G. Lipsey. 1987. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Tenaga Kerja. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Salvatore, Dominick. 1989. Theory and Problems of Microeconomics .New Jersey : Prentice Hall International , Inc. Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus. 2004. Ilmu Makroekonomi. Edisi 17. (Gretta, Theresa Tanoto, Bosco Carvallo, dan Anna Elly). Jakarta: PT.Media Global Edukasi. Simanjuntak, Payaman, 1998, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Todaro, Michael. 1987. Teori Ekonomi Mikro. BPFE-UI. Jakarta. Todaro, M.P. 2005. A model of labour migration and urban unemployment in less developed countries. The American Economic Review , Vol.59, (No.1) : 138 – 148. Turner, J.B. 1995. Economic context and the health effects of unemployment. Journal of Health and Social Behaviour, Vol. 36, (No.3) : 213 – 229.