e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017)
ANALISIS PENERAPAN RESTRUKTURISASI KREDIT DALAM UPAYA PENYELAMATAN NON PERFORMING LOAN (NPL) PADA PT BPR NUSAMBA TEGALLALANG 1
I Wayan Suartama,1Ni Luh Gede Erni Sulindawati,2Nyoman Trisna Herawati Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected][email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan restrukturisasi kredit dalam upaya penyelamatan non performing loan di PT BPR Nusamba Tegallalang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kulitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui pengumpulan data, reduksi data, display data, dan verifikasi dan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan restrukturisasi kredit yang dilakukan PT BPR Nusamba Tegallalang melalui tahap-tahap yaitu penelitian berkas kredit, mengirim surat teguran, melakukan negosiasi, putusan restrukturisasi, dan monitoring. Adapun pola atau tindakan restrukturisasi yang dilakukan kepada debitur antara lain perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga/denda, dan penambahan fasilitas kredit. Kata kunci: Restrukturisasi, Kredit, Non Performing Loan. Abstract The purpose of this research was to know the implementation of credit restructuring in order to save non performing loan at PT ‘Incorporated’ BPR Nusamba Tegallalang. This research was a descriptive qualitative research. The sources of data used were primary data and secondary data. The data collection techniques used in this study were through observation, interviews, and documentation techniques. The data analysis technique in this research was conducted through data collection, data reduction, data display, and verification and conclusion. The results of this study indicated that the implementation of credit restructuring conducted by PT BPR Nusamba Tegallalang was through the stages of investigating credit files, sending warning letter, negotiating, making restructuring decisions, and monitoring. The pattern or restructuring actions performed to the debtors included extentions of time period, redution of interest arrears/fines, and additional credit facilities Keywords: Restructuring, Credit, Non Performing Loan.
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) PENDAHULUAN Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Semua sektor usaha baik sektor industri, perdagangan, pertanian, perkebunan, jasa dan yang bersifat non keuangan lainnya sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam mengembangkan usahanya. Salah satu peranan bank adalah memberikan kredit kepada nasabahnya baik berbentuk kredit modal kerja maupun kredit investasi, kelancaran pemberian kredit sangat bergantung kepada peranan bank itu sendiri dan kesadaran pihak nasabah untuk menyelesaikan kredit sebagaimana yang telah disepakati. Di Indonesia hanya dikenal dua jenis bank, dimana dalam Pasal 5 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Baik Bank Umum maupun BPR secara garis besar mempunyai fungsi yang sama dalam melaksanakan tugasnya yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, hal ini sesuai dengan fungsi utama perbankan Indonesia yang disebutkan dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Yang membedakan antara Bank Umum dan Bank Perkerditan Rakyat adalah bahwa Bank Perkreditan Rakyat dilarang melakukan usaha sebagai berikut (1) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;(2) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;(3) Melakukan penyertaan modal;(4) Melakukan usaha perasuransian; dan(5) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha. Meskipun memiliki perbedaan, baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat dalam menjalankan kegiatan usahanya di dalam memberikan kredit wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Hal ini dimaksudkan supaya setiap kredit yang diberikan harus memuat prinsip kehatihatian (Prudential Principle) karena
sumber dana kredit berasal dari simpanan masyarakat baik dalam bentuk tabungan maupun deposito. Pengertian mengenai perbankan dapat kita temukan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan pengertian perbankan sebagai berikut : “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”. Sedangkan pengertian mengenai bank tersurat dalam Pasal 1 angka 2 sebagai berikut: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan asing bagi masyarakat kita. Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat di kotakota besar, tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat popular. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan (truth atau faith), oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Sedangkan menurut Menurut Kasmir (2012:102) definisi kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pemberian kredit merupakan suatu bentuk usaha yang dilakukan oleh bank untuk mengolah modal yang dimiliki dan simpanan nasabah untuk memberikan pinjaman kepada nasabah lain dengan mengambil keuntungan pembayaran bunga dari nasabah atau debitur atas pemberian kredit. Adapun PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusamba Tegallalang merupakan lembaga keuangan yang bergerak dalam usaha jasa perbankan yang memberikan pelayanan jasa pada nasabah dalam
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) berbagai bentuk. Salah satu pelayanan yang diberikan oleh bank tersebut adalah dalam bentuk pemberian fasilitas kredit. Peningkatan pemberian kredit oleh bank dapat mengakibatkan laba yaitu berupa bunga atas pinjaman yang diberikan kepada nasabah dan juga akan
menaikkan jumlah piutang pada banktersebut. Berikut adalah data jumlah kredit yang disalurkan PT. BPR Nusamba Tegallalang dari tahun 2014 sampai dengan 2016 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Kredit yang Disalurkan (Dalam Ribuan Rupiah)
No Tahun Jumlah Kredit 1 2014 29,888,482 2 2015 36,456,540 3 2016 49,881,265 Sumber : Neraca Publikasi PT. BPR Nusamba Tegallalang, 2017 Berdasarkan data pada tabel 1 besarnya jumlah kredit yang disalurkan mengalami peningkatan. Dimana terjadi peningkatan pada tahun 2015 yaitu Rp. 36,456,540,000 dari sebelumnya yaitu Rp. 29,888,482,000di tahun 2014. Sehingga peningkatan jumlah kredit sangat menguntungkan bagi pihak bank karena pemberian kredit merupakan sumber utamapenghasilan bank. Walaupun kredit merupakan penghasilan terbesar bank tetapi kredit merupakan sumber risiko bisnis terbesar.Karena dalam memberikan kredit tersebut hampir setiap bank mengalami kredit bermasalah atau dengan kata lain nasabah tidak mampu lagi untuk melunasi kreditnya dan hal ini menimbulkan kerugian bagi pihak bank, terjadinya kredit bermasalah (Non Performing Loan) dapat diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya, nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu, atau hal tersebut dapat juga diakibatkan
karena nasabah tidak sengaja misalnya, akibat terjadinya bencana alam. Oleh karena itu, setiap bank harus mengendalikan kreditnya dengan baik, selalu memantau perkembangan kreditnya dan melakukan penyelamatan atau penyelesaian terhadap kredit yang digolongkan bermasalah. Begitu juga pada PT. BPR Nusamba Tegallalang, menurut data yang diperoleh dari hasil observasi awal, pada PT. BPR Nusamba Tegallalangdalam pemberian kredit juga dihadapkan pada risiko kredit, yaitu kredit yang telah disalurkan beserta bunganya tidak dapat kembali sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh debitur dan kreditur atau disebut dengan kredit bermasalah(net performing loan). Berikut adalah data kredit bermasalah (NPL) pada PT. BPR Nusamba Tegallalang selama periode 2014 sampai 2016 dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Data Jumlah Kredit Bermasalah (Dalam Ribuan Rupiah) Tahun
Jumlah 29,888,482
(0,7%) 312,655
(1,03%) 36,465,540
(98,87%) (0,2%) (0,23%) (0,7%) 48,659,970 277,461 11,802 896,104 2016 (97,84%) (0,4%) (0,02%) (1,74%) Sumber : Neraca Publikasi PT. BPR Nusamba Tegallalang, 2017
(1,13%) 49,881,337 (2,16%)
2015
Kurang Lancar 50,025
(98,97%) 35,983,582
(0,16%) 73,058
Kolektibilitas Diragukan 50,946
Macet 215,455
2014
Lancar 29,572,056
(0,17%) 87,245
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) Berdasarkan data pada tabel 2 dapat dilihat bahwa terus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar kredit yang diberikan oleh PT. BPR Nusamba Tegallalang kepada nasabahnya adalah kredit pada sektor pertanian, kerajinan, dan perkebunan, kenaikan tunggakan kredit tersebut diduga karena pergerakan harga jual komoditas perkebunan, kerajinan, dan pertanian yang harga jualnya semakin menurun, sehingga berdampak pula terhadap pendapatan para nasabah dan kemampuan nasabah untuk membayar atau melunasi kreditnya semakin kecil. Maka dari itu penting bagi bank untuk melakukan analisis kredit terlebih dahulu. Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat membahayakan bank. Cakupan analisis yang digunakan dalam pemberian kredit adalah paling tidak harus memuat Prinsip 5C dan 7P yang merupakan standar minimal yang lazim digunakan dikalangan perbankan. Oleh karena itu, analisis pemberian kredit sangatlah penting bagi kelangsungan BPR kedepannya. Apabila debitur banyak yang tidak melakukan kewajibannya tentu saja akan berdampak serius yaitu krisis terhadap sektor perkreditan yang ditunjukan dengan besarnya non performance loan (NPL) pada bank tersebut. Tingginya non performance loan (NPL) tentunya akan sangat membahayakan kesehatan dari bank tersebut. Menurut Ismail (2010:224) Non performing loan (NPL) merupakan suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.Sebagai upaya mengatasinya Bank Indonesia (BI) menetapkan arah kebijakan agar setiap bank secara bertahap dapat menurunkan NPL sampai dengan tingkat tidak lebih dari 5%. Dalam hal ini bank-bank dibebaskan menentukan atau memilih cara untuk menurunkan rasio NPL tersebut, apakah melalui penagihan langsung, melalui jalur hukum atau melalui restrukturisasi kredit. Dari data pada tebal 2 atau hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat diketahui persentase kredit bermasalah yang terjadi di BPR Nusamba
Tegallalang darri tahun 2014 sampai dengan 2016 adalah 1,03 persen, 1,13 persen, dan 2,16 persen. Oleh BPR Nusamba Tegallalang, kredit bermasalah ini diselesaikan melalui dua tahap, yaitu tahap penyelamatan kredit melalui restrukturisasi, sedangkan untuk kredit yang tidak bisa diselesaikan melalui tahap penyelamatan lebih lanjut dilakukan melalui tahap penyelesaian kredit yaitu penyelesaian melalui Agunan Yang Diambil Alih (AYDA). Namunfokus dari penilitian yang dilakukan oleh penulis adalah lebih ke tindakan penyelematan kredit bermasalah yaitu dengan melakukan restrukturisasi. Restrukturisasi kredit merupakan suatu terminologi keuangan yang banyak digunakan dalam bidang perbankan untuk menyelamatkan kredit bermasalah. Menurut Hasibuan (2010:116), Restrukturisasi atau penataan ulang adalah perubahan syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank, konversi sebagian/seluruh tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, atau konversi sebagian/seluruh kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner lain untuk menambah penyertaan. Restrukturisasi adalah program bank sebagai suatu upaya perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibanya. Kebijakan mengenai restrukturisasi kredit pertama kali diatur dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit yang kemudian diubah menjadi Peraturan Bank Indonesia No. 2/15/PBI/ 2000 tentang Restrukturisasi Kredit. Pada mulanya restrukturisasi kredit dapat dilakukan dengan 7 (tujuh) cara yakni melalui(1) penurunan suku bunga; (2) pengurangan tunggakan bunga kredit; (3) pengurangan tunggakan pokok kredit; (4) perpanjangan jangka waktu kredit; (5) penambahan fasilitas kredit; (6) pengambilalihan aset debitur sesuai ketentuan yang berlaku; dan (7) konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur. Berdasarkanlatar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) penelitian yaitu bagaimanapenerapan dan hambatan restrukturiasi kredit dalam upaya penyelamatanNon Performing Loan (NPL) pada PT. BPR Nusamba Tegallalang ? METODE Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan restrukturisasi kredit dalam upaya penyelamatan kredit di PT. BPR Nusamba Tegallalang. Pada penelitian ini, data yang diperlukan adalah data kualitatif, yaitu berupa gambaran mengenai perusahaan serta uraian lain mengenai topik yang dibahas. Penelitian kualitatif (Qualitative Research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas social, sikap, kepercayaan, persepsi pemikiran orang secara individual maupun kelompok (Moleong, 2014). Sumber data dari penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang bersumber langsung dari obyek penelitian, yang dalam hal ini diperoleh melalui wawancara. Sedangkan data sekunder adalah Data Sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek penelitian, berupa data dari dokumen yang dimiliki PT. BPR Nusamba Tegallalang Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi dan wawancara langsung dengan Kepala Bidang Kredit PT. BPR Nusamba Tegallalang, I Nyoman Arnata, BA, Kepala Pembina dan Pengawas Kredit PT. BPR Nusamba Tegallalang, Cokorda Agung Noviana, SH, dan Debitur A (Nama Disamarkan). Selain observasi dan wawancara pengumpulan data juga dilakukan dengan teknik dokumentasi, dimana dalam memperoleh data dilakukan dengan mengumpulkan data yang sudah ada dan terkait dengan obyek yang sudah diteliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui pengumpulan data, reduksi data, display data, dan verifikasi dan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN PT. BPR Nusamba Tegallalang adalah salah satu Bank Perkreditan Rakyat yang terletak disebelah utara daerah pariwisata Ubud, Gianyar, Bali tepatnya di Desa Sapat, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. PT BPR Nusamba Tegallalang didirikan pada tanggal 29 September 1989 berdasarkan akta nomor 117 dari notaris Abdul Latief, SH di Jakarta dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dengan surat keputusan No. C2.10268.HT.01.01.TH’89. Perubahan Anggaran Dasar yang terakhir didasarkan pada Akta Nomor 68 tanggal 28 Maret 2013 oileh Notaris Ny. Djumini Setyoadi, SH, Mkn di Jakarta yang berisi tentang Persetujuan pengangkatan kembali seorang Direksi dan mengangkat seorang anggota Direksi Perseroan yang baru serta mengangkat kembali anggota dewan komisaris.Dan sampai saat ini PT BPR Nusamba Tegallalang memiliki 8 unit jaringan kantor, yakni 1 Unit Kantor Pusat, 6 Unit Kantor Kas yang tersebardi beberapa Kecamatan di Kabupaten Gianyar dan 1 Unit Kantor Cabang yang berada di Kabupaten Bangli. PT. BPR Nusamba Tegallalang, menurut data yang diperoleh dari hasil observasi awal, pada PT. BPR Nusamba Tegallalangdalam pemberian kredit juga dihadapkan pada risiko kredit, yaitu kredit yang telah disalurkan beserta bunganya tidak dapat kembali sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh debitur dan kreditur atau disebut dengan kredit bermasalah(net performing loan). Persentase kredit bermasalah yang terjadi di BPR Nusamba Tegallalang darri tahun 2014 sampai dengan 2016 adalah 1,03 persen, 1,13 persen, dan 2,16 persen. Berdasarkan hasil wawancara dengan Cokorda Agung Noviana. SH selaku Kepala Pembina dan Pengawas Kredit, menyatakan bahwa : “Kredit bermasalah itu terjadi, salah satunya dikarenakan adanya hal-hal yang tidak terduga, yaitu pergerakan harga jual komoditas perkebunan seperti beras, kerajinan dan hasil kebun yang harga jualnya semakin menurun, sehingga berdampak pula terhadap pendapatan para nasabah dan kemampuan nasabah untuk
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) membayar atau melunasi kredit nya semakin kecil. Selain itu kredit bermasalah tersebut juga terjadi karena adanya penggunaan persyaratan pemberian kredit yang kurang diperhatikan pihak bank dan juga kelalaian petugas bank dalam melakukan analisis kredit kepada para nasabahnya, dalam hal ini kelalaian yang dimaksudkan adalah kelalaian dalam menganalisis karakter nasabah tersebut. Dan hal ini mengakibatkan nasabah sering mengundur atau memperlama dengan sengaja waktu pengembalian kreditnya kepada bank, sehingga pihak bank sering kali menegur nasabahnya untuk segera melakukan pembayaran kredit sesuai dengan waktu yang telah disepakati sebelumnya, dan diharapkan agar dibayar sebelum jatuh tempo pembayarannya. Kemudian hal lain yang juga menyebabkan kredit bermasalah juga dikarenakan karena kelalaian petugas bank dalam menilai jaminan yang diberikan nasabah terkadang jaminan yang diberikan nasabah lebih kecil dari pada jumlah kredit yang dimohonkan nasabah untuk dicairkan”. Oleh PT. BPR Nusamba Tegallalang, kredit bermasalah ini diselesaikan melalui dua tahap, yaitu tahap penyelamatan kredit melalui restrukturisasi, sedangkan untuk kredit yang tidak bisa diselesaikan melalui tahap penyelamatan lebih lanjut dilakukan melalui tahap penyelesaian kredit. Dimana berdasarkan wawancara dengan Cokorda Agung Noviana, SH. Kepala Pembina dan Pengawas Kredit PT. BPR Nusamba Tegallalang menyatakan : “Jika upaya-upaya penyelamatan terhadap Non Performing Loan atau kredit bermasalah dengan restrukturisasi ini tidak berhasil dan nasabah masih membandel, maka Bank dapat melakukan upaya terakhir yaitu penyelesaian dengan Agunan Yang Diambil Alih (AYDA)”.
Penerapan Restrukturisasi Kredit Dalam Upaya Penyelamatan Non Performing Loan (NPL) di PT. BPR Nusamba Teagallalang Upaya bank dalam usaha menyelamatkan dan menyelesaikan kredit macet akan beraneka ragam tergantung kepada kondisi kredit macet tersebut. Misalnya apakah debitur kooperatif dalam usaha menyelesaikan kredit macet itu. Bila debitur kooperatif dalam mencari penyelesaian kreditnya dan masih memiliki prospek usaha yang baik maka dilakukan restrukturisasi kredit Berdasarkan hasil wawancara dengan I Nyoman Arnata, Kepala Bidang Kredit PT. BPR Nusamba Tegallalang menyatakan : ”Pihak PT BPR Nusamba Tegallalang selalu mengupayakan suatu kredit bermasalah dapat diselesaikan dengan terlebih dahulu melakukan penyelamatan kredit melalui restrukturisasi karena hal ini dinilai lebih menguntungkan pihak bank daripada bentuk penyelesaian yang lainnya. Dengan dilakukannya restrukturisasi dan berhasil, maka akan mampu membuat koletibilitas suatu kredit menjadi membaik”. Adapun Tahap-tahapan dalam melakukan Restrukturisasi kredit oleh PT. BPR Nusamba Tegallalang yaitu : 1. Penelitian Berkas Kredit Untuk debitur yang mengalami kesulitan pembayaran kredit atau tergolong sebagai debitur yang bermasalah dalam menyelesaikan kewajiban kreditnya, akan dilakukan penelitian kembali terhadap berkasberkas kredit oleh pihak Bank. Dalam hal ini hal yang perlu diperhatikan dan diamati oleh pihak Bank yaitu : a. Melihat kondisi kredit dan mengklasifikasikan kembali baik dari segi kolektibilitas, jenis usaha maupun lokasi debitur. b. Meneliti kembali berkas Agnan, baik kelengkapannya maupun keaslian Agunan. c. Melakukan penilaian kembali terhadap kondisi akhir nilai Agunan, termasuk dilakukannya peninjauan kelapangan untuk
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017)
2.
3.
4.
5.
melihat kembali keberadaan harta yang dijaminkan oleh nasabah. Mengirim Surat Teguran Berdasarkan data yang ada pada klasifikasi tunggakan kredit, kepada nasabah yang bersangkutan dikirimkan surat teguran. Surat teguran ini dimaksudkan untuk mengingatkan nasabah bahwa ia telah menunggak, dan diminta untuk segera melunasi atau membayar tunggakan tersebut. Surat teguran disampaikan bersamaan dengan pendekatan yang dilakukan terhadap nasabah di lapangan. Melakukan negosiasi Pihak bank melakukan negosiasi dengan menawarkan rekstrukturisasi kredit sesuai dengan kebijakan internal Bank dan pada akhirnya penawaran restrukturisasi kredit ini disetujui oleh debitur. Proses rekstrukturisasi yang telah dilaksanakan Bank yaitu: a. Debitur mengajukan permohonan restrukturisasi. b. Melakukan kunjungan kepada usaha debitur untuk mengetahui secara pasti dan langsung tentang kondisi usaha yang dikelola oleh debitur. Setelah itu, petugas Bank membuat laporan kunjungan nasabah (LKN) c. Membuat Berita Acara Negosiasi (BAN) d. Melakukan analisis kembali atau disebut juga dengan 5C. Putusan Restrukturisasi Putusan restrukturisasi kredit diatur oleh pihak Bank, Secara umum putusan restrukturisasi kredit dilakukan oleh Direktur Utama. Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Nyoman Arnata, Ketua Bidang Kredit PT. BPR Nusamba Tegallalang, secara garis besar menjelaskan materi putusan restrukturisasi kredit terhadap debitur yaitu : a. Perpanjangan Jangka Waktu Kredit b. PenguranganTunggakan Bunga/Denda c. Penambahan Fasilitas Kredit Dokumentasi Restrukturisasi Dokumentasi yang harus ada dalam restrukturisasi kredit pada PT. BPR Nusamba Tegallalang, meliputi:
1. Asli surat permohonan debitur Debitur mengajukan permohonan restrukturisasi kredit kepada PT. BPR Nusamba Tegallalang. 2. Copy laporan kunjungan kepada nasabah Setelah diterimanya permohonan restrukturisasi, maka pihak bank melakukan kunjungan kepada usaha debitur untuk mengetahui secara pasti dan langsung tentang kondisi usaha yang dikelola oleh debitur. Petugas membuat laporan kunjungan tersebut dalam bentuk Laporan Kunjungan Nasabah (LKN). 3. Copy Berita Acara Negosiasi (BAN) dengan debitur Negosiasi merupakan gambaran awal serta persepsi mengenai rencana restrukturisasi oleh debitur dengan pihak bank, selanjutnya dibuat berita acara negosiasi (BAN). 4. Copy hasil pemeriksaan dan penilaian agunan saat ini (dalam rangka restrukturisasi kredit) + foto usaha dan agunan. Petugas memeriksa dan menilai agunan milik debitur serta memeriksa prospek usaha debitur, dimana petugas melihat usaha debitur memiliki prospek usaha yang masih cukup baik, selanjutnya dibuat laporan hasil pemeriksaan dan penilaian agunan saat ini. 6. Monitoring Pengawasan restrukturisasi kredit dilakukan oleh Kepada Bidang Pembinaan dan Pengawasan Kredit (P2K) secara berkala dan bank diwajibkan melakukan pemantauan secara terus menerus antara lain dalam bentuk penyusunan laporan bulanan perkembangan usaha debitur, mewajibkan debitur untuk menyampaikan laporan keuangan yang diperlukan bank dalam rangka pemantauan kondisi usaha dan keuangan debitur. Beberapa alternatif yang ditempuh PT BPR Nusamba Tegallalang dalam penyelamatan kredit bermasalah setelah mendapat persetujuan pada tahap putusan restrukturisasi adalah dengan
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) melakukan upaya restrukturisasi dan penyelesaian, pola-pola restrukturisasi kredit adalah sebagai berikut : 1. Perpanjangan Jangka Waktu Kredit Jangka waktu kredit merupakan cerminan dari risiko kredit yang mungkin muncul. Semakin panjang jangka waktu kredit semakin tinggi risiko yang mungkin muncul, maka bank akan membebankan bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan kredit jangka pendek. Perpanjangan jangka waktu kredit merupakan bentuk restrukturisasi kredit yang bertujuan memperingan debitur untuk memenuhi kewajibannya. Dengan adanya perpanjangan jangka waktu memberikan kesempatan kepada debitur untuk melanjutkan usahanya. Pendapatan usaha yang seharusnya digunakan untuk membayar utang yang jatuh tempo dapat digunakan untuk memperkuat usaha dan dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi seluruh utangnya. Debitur A (Nama Disamarkam), merupakan nasabah perorangan yang mempunyai usaha Argo Wisata “Ceking Sari Luwak Coffe” di Dekat Objek Wisata Ceking, Tegallalang, dengan nilai pinjaman kredit Rp.200.000.000 berjangka waktu 4 tahun, Setelah berjalan 2 tahun masih menyisakan kewajiban Rp.113.000.000. Hal ini terjadi karena sedikitnya kunjungan wisatawan dan adanya keperluan lain sehingga hasil penjualan kopi luwak dan produk tidak cukup untuk menutupi kewajiban. Langkah yang diambil oleh pihak bank adalah dengan memperpanjang jangka waktu pembayaran. Dengan kewajiban yang masih tersisa Rp.113.000.000, diperpanjang dari 4 tahun menjadi 6 tahun Hasil wawancara dengan Debitur A (Nama Disamarkan), nasabah PT. BPR Nusamba Tegallalang, menyatakan bahwa : “Saya telah berupaya untuk melaksanakan pembayaran, namun karena adanya keperluan biaya untuk ngaben, keperluan lain dan menurunnya kunjungan wisatawan asing mengakibatkan omzet usaha
menurun, sehingga saya tidak mampu melakukan pembayaran tepat pada waktunya. Untuk itu saya mengajukan restrukturisasi kredit karena tidak mampu membayar kredit sesuai dengan jumlah yang ditentukan bank”. Inisiatif dari nasabah sangat menentukan persetujuan restrukturisasi kredit, karena restrukturisasi kredit hanya dapat diajukan atas permintaan debitur. Debitur A, nasabah PT. BPR Nusamba Tegallalang, mengajukan permohonan restrukturisasi perpanjangan jangka waktu dan penambahan fasilitas kredit, walaupun yang disetujui hanyalah perpanjangan jangka waktu kredit saja. Hal itu disebabkan karena usaha debitur yang mengalami penurunan, sehingga penambahan fasilitas tidak dapat diberikan agar tidak memberatkan debitur dikemudian hari. Oleh sebab itu, nasabah harus memiliki pengetahuan dan informasi mengenai hak untuk mengajukan restrukturisasi kredit apabila mengalami kesulitan membayar. 2. Pengurangan Tunggakan Bunga/Denda Pengurangan tuggakan bunga kewajiban adalah pemberlakuan pembayaran dibawah jumlah yang seharusnya atas sejumlah nilai total pembayaran tunggakan bunga yang Sedangkan belum dipenuhi. pengurangan denda adalah pemberlakuan kewajiban pembayaran dibawah jumlah yang seharusnya atas sejumlah nilai total pembayaran denda yang belum dipenuhi. Langkah ini diberikan kepada debitur yang mengalami ketidak mampuan untuk membayar tunggakan baik disebabkan karena adanya bencana alam maupun keluarga debitur yang mengalami musibah sehingga memerlukan biaya ekstra. Pemberian keringanan ini diberikan sesuai dengan perhitungan matrik sebelumnya dan debitur yang akan diberikan keringanan belum pernah mendapatkan keringanan tunggakan bunga dan /atau denda sebelumnya sehingga debitur hanya
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) berhak mendapatkan keringanan sebanyak 1 (satu) kali. 3. Penambahan Fasilitas Kredit Penambahan kredit dilakukan dengan harapan usaha debitur akan berjalan kembali dan berkembang sehingga dapat menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk mengembalikan utang lama dan tambahan kredit baru. Untuk memberikan tambahan fasilitas kredit harus dilakukan analisa yang cermat, akurat dan dengan perhitungan yang tepat mengenai prospek usaha debitur karena debitur menanggung utang lama dan utang baru. Usaha debitur harus mampu menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk melunasi utang lama dan tambahan kredit baru dan masih mampu mengembangkan usaha ke depan. Contoh : Nasabah C, nasabah perorangan dengan bidang usaha perkebunan jeruk yang berlokasi di Kintamani, dengan nilai pinjaman kredit Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) berjangka waktu 10 tahun, setelah melewati masa tenggang 3 tahun, namun mengalami gagal bayar dikarenakan kelapa sawit yang ditanam diserang hama. Langkah yang diambil oleh pihak bank adalah dengan memberi suntikan dana baru sebesar Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah). Akan tetapi dalam hal pelaksanaan restrukturisasi sendiri, tidak semua jenis-jenis dari restrukturisasi ini dilakukan. Dilihat terlebih dahulu kepada masalah seperti apa yang dihadapi oleh debitur serta melihat juga kepada prospek usaha debitur. Namun dalam hal ini tidak menutup kemungkinan apabila terjadi kombinasi antara tiap jenis restrukturisasi yang terdiri dari dua atau lebih jenis yang ada. Menurut Sutojo (2008) bahwa penyelesaian kredit bermasalah dapat dilakukan melalui : 1. Organisasi intern bank 2. Proses pengadilan (Litigasi) 3. Proses di luar pengadilan (Non Litigasi)
a. Penjadwalan kembali (rescheduling) b. Peninjauan kembali isi perjanjian kredit (reconditioning) c. Penataan kembali (reorganization and recapitalization) 4. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) 5. Jasa pengacara Begitu juga pada kasus kredit bermasalah yang terjadi di PT. BPR Nusamba Tegallalang seperti yang telah diuraikan di atas, penanganan atas kredit bermasalah tersebut dilakukan terlebih dahulu dengan melaksanakan penyelamatan kredit melalui restrukturisasi baru kemudian jika melalui restrukturisasi tidak menghasilkan penyelesaian yang optimal dilakukan dengan melaksanakan penyelesaian kredit melalui penyelesaian secara damai atau penyelesaian melalui Agunan Yang Diambil Alih (AYDA). Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Nyoman Arnata, BA. Kepala Bidang Kredit PT. BPR Nusamba Tegallalang menyatakan: “penyelesaian melalui jalur litigasi jarang bahkan tidak pernah dipergunakan karena dinilai tidak menguntungkan baik pihak bank maupun pihak debitur oleh sebab biaya untuk proses litigasi cukup tinggi, membutuhkan waktu cukup lama, dan preventif untuk kelengkapan berkas” Hambatan Dalam Pernerapan Restrukturisasi di PT. BPR Nusamba Tegallalang. Kredit yang diberikan kreditur kepada debitur sebenarnya mengandung risiko untuk tidak dapat dikembalikan oleh debitur yang dikenal dengan kredit macet. Untuk menghindari terjadinya kredit macet, bank sebenarnya telah melakukan pengamanan secara preventif yaitu dengan melakukan analisis terhadap kelayakan usaha debitur termasuk juga analisis dari segi hukumnya, misalnya mengenai legalitas usaha debitur, kewenangan orang bertindak mewakili perusahaan, keabsahan hukum dari barang-barang yang dijadikan jaminan
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) serta kewenangan orang yang bertindak mewakili perusahaan. Meskipun pengamanan secara preventif telah dilakukan, namun ada juga debitur yang tidak mampu menyelesaikan kewajibannya (kredit) pada waktu yang sesuai dengan perjanjian kredit sehingga menjadikan kredit macet. Macetnya suatu kredit dapat dikarenakan berbagai sebab, antara lain karena debitur memang tidak sanggup lagi membayar kewajibannya kepada bank dengan alasan usaha mengalami kemunduran, maupun karena debitur memamng tidak ada kemauan (beritikad buruk) untuk membayar kewajibannya. Adanya kredit macet akan menjadi beban pihak bank, baik beban pikiran, tenaga, biaya, dan juga waktu karena kredit macet menjadi salah satu faktor dan indikator penentu kinerja sebuah bank. Dengan adanya kredit macet menuntut bank untuk (1) penyelesaian yang cepat, tepat dan akurat serta segera mengambil tindakan hukum jika sudah tidak ada jalan lain penyelesaian melalui restrukturisasi. Untuk menjaga agar kredit yang telah diberikan kepada debitur memiliki kualitas tidak bermasalah (performing loan) maka harus dilakukan pemantauan dan pengawasan untuk mengetahui secara dini bila terjadi deviasi (penyimpangan) dan langkah-langkah untuk memperbaikinya; (2) Dilakukan penilaian ulang (review) secara berkala agar dapat diketahui sedini mungkin mengenai potensi timbulnya masalah sehingga bank dapat mengambil langkah-langkah pengamanannya (action program); (3) Dilakukan penyelamatan dan penyelesaian segera, bila kredit menunjukkan bermasalah (non performing loan). Secara umum ada beberapa hambatan (kendala) yang dihadapi dalam proses restrukturisasi kredit, antara lain (1) tidak adanya keterbukaan antara kreditur dan debitur. Hal demikian tidak lepas dari sifat hubungan yang antagonistik antara keduanya. Pihak kreditur, dalam hal ini bank, dalam praktiknya menempatkan persyaratan yang lebih mencerminkan besarnya kerugian yang dapat ditolerinya serta kepastian pembayaran sesegera mungkin
tanpa memperhatikan kondisi bisnis dan keuangan debiturnya. Pada sisi yang lain, pihak debitur selalu berupaya memperoleh keringanan yang maksimal dengan menyerahkan angunan seminimal mungkin; (2) adanya keterbatasan baik financial maupun tenaga staf yang ahli dibidang restrukturisasi pada lembagalembaga fasilitator seperti satgas maupun prakarsa Jakarta, smentara pada sisi yang lain debitur maupun kreditur terlalu berharap banyak pada lembaga tersebut yang secara fakta sbenarnya juga tidak mempunyai kekuatan memaksa; dan (3) kurangnya koordinasi antara lembaga yang terlibat sebagai fasilitator dalam restrukturisasi, karena masing-masing lembaga tersebut mempunyai agenda atau prioritas yang berbeda satu dengan yang lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan I Nyoman Arnata, BA. Kepala Bidang Kredit PT. BPR Nusamba Tegallalang menyatakan : “Hambatan-hambatan dalam penerapaan restrukturisasi kredit bermasalah di PT. BPR Nusamba Tegallalang antara lain sebagai berikut (1) Debitur sangat sulit untuk diajak bekerjasama saat restrukturisasi mulai dilakukan oleh bank, yaitu ketika bank melakukan pemanggilan terhadap debitur dan mengajukan peringatan atau pemberitahuan penagihan. Dalam tahap ini, bahwa debitur tidak beritikad baik dapat dilihat dari debitur tidak mau memenuhi panggilan pihak bank apabila pihak bank memanggil debitur;(2) Debitur tidak kooperatif dan tidak adanya keterbukaan dari debitur, syarat, dan type kredit, namun debitur tetap menunjukkan sikap yang tidak kooperatif; (3) Debitur dengan sengaja tidak menyelesaikan masalah kreditnya atau dengan sengaja menghindar; (4) Keputusan restrukturisasi yang telah disepakati bersama oleh pihak bank dan debitur yaitu seperti kewajiban angsuran bulanan terhadap debitur yang telah direstrukturisasi tidak dibayarkan; (5) Monitoring, karena dalam hal ini bank tidak dapat melakukan pengawasan maupun pendekatan selama 1 x 24 jam
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) terusmenerus meninjau mengawasi perkembangan
dan
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Dari pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Tahapan dalam penerapan restrukturisasi kredit dalam upaya penyelamatan non performing loan (NPL) di PT. BPR Nusamba Tegallalang adalah sebagai berikut (1) Penelitian berkas kredit; (2) Mengirim surat teguran; (3) Melakukan negosiasi; (4) Putusan restrukturisasi; dan 5) Monitoring. Beberapa alternatif yang ditempuh PT BPR Nusamba Tegallalang dalam penyelamatan kredit bermasalah adalah dengan melakukan upaya restrukturisasi dan penyelesaian, polapola restrukturisasi kredit adalah sebagai berikut (1) Perpanjangan jangka waktu kredit; (2) Pengurangan tunggakan bunga/denda; dan (3) Penambahan fasilitas kredit. Apabila upaya-upaya penyelesaian terhadap Non Performing Loan atau kredit bermasalah secara persuasif dan secara maksimal telah dilakukan namun tidak berhasil, maka Bank dapat melakukan upaya terakhir yaitu penyelesaian dengan Agunan Yang Diambil Alih (AYDA), dalam melakukan pengambilalihan agunan harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana kebijakan dan prosedur Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) diantaranya adalah (1) Kualitas kredit dalam kondisi macet; (2) Upaya-upaya penyelesaian secara persuasif telah dilakukan Bank secara maksimal.; dan (3) Agunan yang diambilalih dapat dilakukan melalui pelelangan, atau diluar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan surat kuasa untuk menjual lelang dari pemilik agunan. 2. Hambatan-hambatan dalam penerapaan restrukturisasi kredit bermasalah di PT. BPR Nusamba Tegallalang antara lain sebagai berikut (1) Debitur sangat sulit untuk diajak bekerjasama saat restrukturisasi mulai
dilakukan oleh bank, yaitu ketika bank melakukan pemanggilan terhadap debitur dan mengajukan peringatan/pemberitahuan penagihan. Dalam tahap ini, bahwa debitur tidak beritikad baik dapat dilihat dari debitur tidak mau memenuhi panggilan pihak bank apabila pihak bank memanggil debitur; (2) Debitur tidak kooperatif dan tidak adanya keterbukaan dari debitur, syarat, dan type kredit, namun debitur tetap menunjukkan sikap yang tidak kooperatif; (3) Debitur dengan sengaja tidak menyelesaikan masalah kreditnya atau dengan sengaja menghindar; (4) Keputusan restrukturisasi yang telah disepakati bersama oleh pihak bank dan debitur yaitu seperti kewajiban angsuran bulanan terhadap debitur yang telah direstrukturisasi tidak dibayarkan; dan (5) Monitoring, karena dalam hal ini bank tidak dapat melakukan pengawasan maupun pendekatan selama 1 x 24 jam terusmenerus meninjau dan mengawasi perkembangan. DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 1998. Ketentuan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif (kredit). ----------------. 2012. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Bab VI Pasal 5214/15/PBI/2012 paragraf 52-58 Tentang Prosedur, Syarat-Syarat dan Ketentuan Sebelum Dilakukan Restrukturisasi Kredit. Hasibuan. 2010. Dasar-Dasar Perbankan, Edisi Pertama. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Ismail.
2010. Manajemen Perbankan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Kasmir.
2012. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) Moleong, Lexy J. 2014. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. Republik Indonesia. 1998. Undangundang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan ----------------. 1992. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ----------------. 2012. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perbankan. Sutojo, Siswanto. 2008, Menangani Kredit Bermasalah. Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka