perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011)
Skripsi Dimaksudkan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: ACHMAD KHABHIBI NIM. F 1110001
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sapa wruha yen wus dadi, ingsun weruh pesti nora, ngarani namanireki (Sunan Kalijaga) Dalam hidup nyata dan dalam perjuangan yg tak mudah, kita bukan tokoh dalam dongeng dan mitos yang gagah berani dan penuh sifat kepahlawanan. Kita,yang bukan tokoh mitos, yang punya anak istri dan keluarga, mengenal rasa takut.Tapi bahwa meskipun takut kita jalan terus, dan berani melompati pagar batas ketakutan tadi,mungkin disitu harga kita ditetapkan (Gus Dur)
Sabar berarti siap menderita (Mahatma Gandhi)
Hanya tahu saja tidak cukup, kita harus mempraktekkannya. Menginginkan saja tidak cukup, kita harus berusaha (Leonardo da Vinci) Lebih baik jadi motivator, walaupun kita belum bisa seperti motivasi yang kita berikan kepada orang lain. (Astutie Dessy Saputri) PERSEMBAHAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya. 2. Simbah Kakung & Putri terima kasih atas doanya. 3. Bapak & Ibu, terima kasih atas doa, dan pengorbanannya. 4. Semua keluarga serta saudaraku kartasura & solo terimakasih atas dukungannya. 5. Astutie Dessy Saputri terima kasih atas motivasinya. 6. Semua teman-teman KP 2007 dan EP 2010 terima kasih telah membantu. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karuniaNya sehingga penulis selalu diberikan petunjuk, kesabaran dan ketekunan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini dapat selesai berkat bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Guntur Riyanto, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmu dan bimbingan serta motivasi dengan sabar kepada penulis. 2. Bapak Drs. Wisnu Untoro, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 3. Bapak Drs.Sutanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 4. Bapak dan Ibu dosen serta para staf Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bimbingan dan ilmu selama penulis menuntut ilmu di Universitas Sebelas Maret. 5. Bapak & Ibu yang tak pernah lelah selalu berdoa dengan memberi perhatian dan dukungan yang terbaik sehingga penulis dapat semangat dalam perjuangan penyelesaian studi di Universitas Sebelas Maret. 6. Untuk Adek ku (Achmad Arif Husein / Genk) yang telah memberikan bantuan dukungan dan motivasi kepada penulis. 7. Simbah Kakung & Putri terimakasih wejangan dan doanya, serta SaudaraSaudara Kartasura dan Solo terimakasih atas perhatiannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Buat semua Sahabat-Sahabatku Mahasiswa Ekonomi Pembangunan transfer 2010 yang telah memberikan pelajaran berharga berupa solidaritas yang sangat erat dan berkesan serta game-game tentang canda tawa yang berawal dari rintisan kelas 207 (kelas paten) sejarah membuka meniti waktu dan tak pernah lekang oleh waktu di benak serta pikiranku, semuanya akan menjadi satu lagi Sahabat, setelah nama-nama kalian nanti terkenal dan terkenang sukses dalam mengarungi waktu. Hidup EP New Face in future!! 9. Untuk IPNU dan PMII ku, Jayalah selalu Engkau adalah buku pendewasaanku sampai saat ini. Jaya selalu IPNU! Tangan terkepal maju ke muka untuk PMII Ku! 10. Para sahabat-sahabat tercinta yang selalu ada dalam suka dan duka serta setia, Sadhu (sang maha guru), Topik (100% sudah control), Agha (sertifikasi playboy), Abdul (Gedhul), Arta (sudah kelar), Bang Jerri (guru cinta), Setyawan (Thengkleng pelipur lara), Widi, Alvian (gonjang ganjing), Nur Hadi (Tabis), Andre, Rinto, and the others. 11. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis ”Matur nuwun sanget”. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mengharapkan kritik dan saran demi kebaikan dan kesempurnaan dalam skripsi ini. Akhir kata penulis mohon maaf atas semua kesalahan baik disengaja maupun tidak dan semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Surakarta, Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii HALAMAN MOTTO ........................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv ABSTRAK ......................................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN .................................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................................
1
B. Perumusan Masalah
............................................................................. 11
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 13 D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 14 BAB II TINJUAN PUSTAKA .......................................................................... 15 A. Kemiskinan …………………………………………………………… 15 1.
Definisi Kemiskinan …………………………………………….. 15
2.
Sumber dan Sebab terjadinya Kemiskinan………………………… 17
3.
Ciri-Ciri Kemiskinan ……………………………………………… 19
4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan …………………. 21 1.
Definisi Pertumbuhan Ekonomi …………………………….. 22
2.
Hubungan Tingkat Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi………………………………………………………. 28
3.
Definisi Upah Minimum……………………………………… 29
4.
Definisi Pengangguran ………………………………………. 34
B. Penelitian Terdahulu
………………………………………………… 39
C. Kerangka Pemikiran Teoritis ………………………………………… 46 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Hipotesis Penelitian ………………………………………………….. 48 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 49 A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………………………… 49
B. Jenis dan Sumber Data
……………………………………………… 50
C. Metode Analisis Data ………………………………………………… 50 D. Pengujian Statistik……………………………………………………… 52 1.
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) …………… 52
2.
Uji Signifikansi Simultan (Uji F) …………………………………. 53
3.
Uji Koefisien Determinasi (
) ……………………………….. 55
E. Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik …………………………….. 57 1. Uji Multikolinearitas …………………………………………….. 56 2. Uji Heteroskedastisitas …………………………………………… 57 3. Uji Normalitas …………………………………………………….. 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………. 58 A. Deskripsi Objek Penelitian …………………………………………….. 58 B. Keadaan Geografis ……………………………………………………. 58 C. Kemiskinan …………………………………………………………… 59 D. Pertumbuhan Ekonomi ……………………………………………….. 63 E. Upah minimum ……………………………………………………….. 65 F. Pengangguran …………………………………………………………. 67 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Analisis Data dan Pembahasan ……………………………………….. 69 1.
Uji Pemilihan Model ……………………………………………… 69
2.
Uji Statistik………………………………………………………… 70
3.
Uji Asumsi Klasik ………………………………………………… 73
H. Interpretasi Ekonomi …………………………………………………. 74 BAB V PENUTUP ............................................................................................ 78 A. Kesimpulan ........................................................................................... 80 B. Saran
....................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 1.1 Tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 2010-2011........................
3
Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah menurut Daerah Tahun 2010–2011 ...................................
4
Tabel 1.3 Tingkat Kemiskinan di Pulau Jawa 2010-2011 (Persen) ................
6
Tabel 1.4 JumlahKabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Rata-Rata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tingkat Kemiskinan Tahun 2010-2011 ...........................................
7
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010- 2011 (persen) .............................................................
7
Tabel 1.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah Tahun 2010-2011 (Rupiah) .............................................................
10
Tabel 1.7 Tingkat Pengangguran terbuka di Jawa Tengah Tahun 2010-2011 (persen)...............................................................
10
Tabel 4.1 Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (persen) ........................................................................
62
Tabel 4.2 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (persen) ........................................................................
64
Tabel 4.3 Upah Minimum Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2011 (rupiah) ...............................................................
66
Tabel 4.4 Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (persen) ........................................................................
68
Tabel 4.5 Hasil Persamaan Regresi Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum dan Tingkat Pengangguran, Terhadap Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2011........................................
69
Tabel 4.6 Uji t .................................................................................................
70
Tabel 4.7 Uji F .................................................................................................
71
Tabel 4.8 Uji R² ...............................................................................................
72
Tabel 4.9 Uji Multikolonieritas ....................................................................... commit to user
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.10
Uji Glejser ...................................................................................
74
Tabel 4.11
Uji Kolmogrov – Smirnov ..........................................................
74
DAFTAR GAMBAR
Gambar Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Halaman …………………………………………
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAKSI
Achmad Khabhibi F1110001 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi (Y), Upah Minimum Kabupaten/Kota (U) dan tingkat pengangguran (P) terhadap tingkat kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Diduga secara parsial variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota dan tingkat pengangguran berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan dan variabel Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pembuktian dari sebuah hipotesis. Pengumpulan data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Sampel yang digunakan sebanyak 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dengan metode ordinary least square (OLS). Analisis data menggunakan pengujian statistik dengan bantuan program SPSS 18. Dalam menganalisis digunakan teknik analisis regresi linier berganda, dengan uji statistik (uji t, uji F, koefisien determinasi (R²), serta uji asumsi klasik (uji multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan normalitas). Hasil penelitian menunjukkan dengan uji terhadap koefisien regresi secara parsial (uji t) dengan α = 5% menunjukan dua variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota dan tingkat pengangguran, berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Hasil Uji F dengan α = 5% menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Kabupaten/Kota dan tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Kata Kunci
: Tingkat kemiskinan (K), Pertumbuhan Ekonomi (Y), Upah Minimum Kabupaten/Kota (U), tingkat pengangguran (P) ordinary least square (OLS).
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal dan selalu ada di setiap peradaban manusia. Oleh karena itu beralasan sekali bila mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia dalam setiap zamannya tidak pernah lepas dari orang-orang miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini (Samsubar Saleh, 2002). Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk 2008). Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers (dalam Chriswardani Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Dilihat dari sisi etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Jadi, seseorang dikatakan miskin jika pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan. Problematika kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah Indonesia sebagai sebuah negara. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Mengamati jumlah dan populasi di bawah garis kemiskinan penduduk miskin di Indonesia pada periode tahun 2010-2011 (Tabel 1.1) tingkat kemiskinan mengalami kecenderungan menurun. Berdasarkan laporan BPS, penduduk miskin tingkat nasional dalam periode 2010-2011 tingkat kemiskinan turun dimana pada tahun 2010 sekitar 13,33 persen dan pada tahun 2011 sekitar 12,49 persen. peristiwa seperti ini bisa menjadi tolak ukur bagi pemerintah, apakah realisasi dalam mengurangi kemiskinan berjalan dengan berkelanjutan atau tidak, walaupun fenomena tingkat kemiskinan setiap tahun menurun, pemerintah juga jangan merasa puas dengan hasil yang ada, tetapi berkelanjutan dalam mengatasi kemiskinan adalah penting, karena apabila harga barang-barang kebutuhan pokok naik di tahun mendatang maka akan terjadi inflasi dan berakibat kepada penduduk yang tergolong tidak miskin dengan penghasilan disekitar garis kemiskinan dan berakibat pergeseran posisi menjadi miskin.
commit to user 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1.1 Tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 2010-2011
2010
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) Kota + Kota Desa Desa 11.097,80 19.925,60 31.023,40
2011
11.046,75 18.972,18 30.018,93
Tahun
Persentase Penduduk Garis Kemiskinan Miskin (%) (rupiah) Kota + Kota + Kota Desa Kota Desa Desa Desa 9,87 16,56 13,33 253.016 213.395 233.740 9,23 15,72
12,49 232.988 192.354 211.726
Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) Tahun 2012, diolah
Dari hasil perhitungan di atas, usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan harus di upayakan terus secara berkelanjutan, agar supaya dapat di tekan lagi tingkat kemiskinan di Indonesia pada umumnya dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah khususnya. Menurut ukuran jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari periode tahun 2010-2011 (Tabel 1.2) yang terjadi juga mengalami kecenderungan menurun dimulai pada tahun 2010 dengan jumlah persentase penduduk miskin di Jawa Tengah sebesar 16,56 persen dan sampai pada tahun 2011 menjadi 16,21 persen. Keberhasilan Provinsi Jawa Tengah memperlihatkan pengaruh yang positif. Hal ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang mengalami pola yang menurun. Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah menurut Daerah Tahun 2010–2011
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) Kota + Kota Desa Desa
Persentase Penduduk Miskin Kota + Kota Desa Desa
2010
2.258,94
3.110,22
5.369,16
14,33
18,66
16,56
2011
2.175,82
3.080,17
5.255,99
14,67
17,50
16,21
Sumber BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, Tahun 2011
Deklarasi
Milenium
Bangsa‐Bangsa,
menyebutkan
tujuan–tujuan
Millenium
Development Goals (MDGs) di mana tujuannya itu adalah bahwa pada tahun 2015, 189 negara anggota Perserikatan Bangsa‐Bangsa untuk pertama, Memberantas commit berkomitmen to user 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemiskinan dan kelaparan. Kedua, Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (Ari muliana G. dan Rasbin, 2010). Dengan deklarasi Milenium Bangsa-Bangsa di atas, bisa digunakan sebagai motivasi pemerintah agar upaya penangggulangan kemiskinan di Jawa Tengah selalu di usahakan dan berkelanjutan, jadi dengan upaya itu, program lima pilar “Grand Strategy” bisa berjalan dengan baik dan berhasil. Pertama, perluasan kesempatan kerja, ditujukan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan. Kedua, pemberdayaan masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin kehormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar. Ketiga, peningkatan kapasitas, dilakukan untuk pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan. Keempat, perlindungan sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelomnpok rentan dan masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial. Kelima, kemitraan regional, dilakukan untuk pengembangan dan menata ulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional, dan internasional guna mendukung pelaksanaan ke empat strategi diatas (Bappeda Jateng, 2007). Tujuan provinsi Jawa Tengah dalam keberhasilan menanggulangi kemiskinan juga perlu ada perbandingan dengan Provinsi di Pulau Jawa yang lain, meskipun secara perhitungan dari tahun 2010 sampai pada tahun 2011 mengalami penurunan. terlihat dari commit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi, yaitu angka diatas 10 persen. Tabel 1.3 menunjukkan rata-rata tingkat kemiskinan di enam provinsi di pulau Jawa. Rata-rata tingkat kemiskinan Jawa Tengah masih tinggi dibanding dengan Provinsi lain di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah menempati peringkat kedua yaitu sebesar 16,38 persen. Peringkat pertama ditempati oleh DI Yogyakarta dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 16,45 persen. Tabel 1.3 Tingkat Kemiskinan di Pulau Jawa 2010-2011 (Persen) Provinsi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten
2010 3,48 11,27 16,56 16,83 15,26 7,16
2011 Rata-rata 3,75 3,61 10,65 10,96 16,21 16,38 16,08 16,45 14,23 14,74 6,32 6,74
Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2012, diolah
Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah merupakan tingkat kemiskinan agregat dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Tabel 1.4 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah masih tidak merata, dan sebagian besar tingkat kemiskinannya masih tinggi. Ada tiga Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat kemiskinan dibawah 10 persen, yaitu Kabupaten Kudus, Kota Salatiga dan Kota Semarang sedangkan yang lainya diatas 10 persen. Ini mengindikasikan usaha pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan belum merata ke seluruh Kabupaten/Kota. Untuk itu perlu dicari faktorfaktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan di seluruh Kabupaten/Kota, sehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi tiap Kabupaten/Kota dalam usaha mengatasi kemiskinan. commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut penelitian yang dilakukan (Ravi Dwi Wijayanto, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan adalah PDRB, pendidikan dan pengangguran. Dari ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang negatif terhadap kemiskinan. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Adit Agus Prasityo, 2010) selain faktor-faktor tersebut, masih terdapat faktor lain yaitu Upah Minimum Kabupaten/Kota (U). Tabel 1.4 JumlahKabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Rata-Rata Tingkat Kemiskinan Tahun 2010-2011 Rata-Rata Tingkat Kemiskinan 0%-10% 11%-20% 21%-30% 31%-40%
Jumlah Kabupaten/Kota 7 20 8 0
Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2011, diolah
Permasalahan kemiskinan harus selalu diupayakan solusi yang tepat karena proses pembangunan perlu memerlukan pendapatan nasional yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Pembangunan nasional dilaksanakan merata di seluruh tanah air dan tidak untuk satu golongan atau sebagian masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia, serta harus benar-benar dapat dirasakan seluruh rakyat, (Suparmoko, 2006). Pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan pendapatan (Wongdesmiwati, 2009).
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1.5 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Dan Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010- 2011 (persen) Tahun 2010 2011
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) 156.280.354 164.295.954
Pertumbuhan Ekonomi (Persen) 4,92 4,91
Sumber BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, Berbagai Tahun Terbitan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah memberikan gambaran kinerja pembangunan ekonomi dari waktu ke waktu. Produk Domestik regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan digunakan untuk menunjukan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun. Tabel 1.5 menunjukkan bahwa dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan dari 4,92 persen di tahun 2010 menjadi 4,91 persen di tahun 2011. Faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah Kebijakan upah minimum. Di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Gagasan upah minimum yang sudah dimulai dan dikembangkan sejak awal tahun 1970-an bertujuan untuk mengusahakan agar dalam jangka panjang besarnya upah minimum paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM), sehingga diharapkan dapat menjamin tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarga dan sekaligus dapat mendorong peningkatan produktivitas kerja dan kesejahteraan buruh (Sonny Sumarsono, 2003). Hal tersebut disebabkan karena pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya. Menurut (Mankiw, 2003), upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran. Selain itu, upah juga commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan kompensasi yang diterima oleh satu unit tenaga kerja yang berupa jumlah uang yang dibayarkan kepadanya. Penetapan tingkat upah yang dilakukan pemerintah pada suatu negara akan memberikan pengaruh terhadap besarnya tingkat pengangguran yang ada. Semakin tinggi besaran upah yang ditetapkan oleh pemerintah maka hal tersebut akan berakibat pada penurunan jumlah orang yang bekerja pada negara tersebut (Kaufman dan Hotchkiss, 1999). Menurut J.R. Hicks (dalam Kaufman dan Hotchkiss, 1999) Teori penetapan upah dalam suatu pasar bebas sebenarnya merupakan kasus khusus dan teori nilai umum. Upah adalah harga tenaga kerja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Asep Suryahadi, dkk, 2003), peningkatan pada upah minimum akan memiliki dampak yang buruk pada tenaga kerja sektor formal di perkotaan, kecuali pada pekerja ”white-collar”. Jika peningkatan dalam upah minimum mengurangi pertumbuhan tenaga kerja pada sektor modern di bawah pertumbuhan pada populasi angkatan kerja, maka akan semakin banyak pekerja yang tidak terampil akan dipaksa untuk menerima upah yang lebih rendah dengan kondisi kerja yang buruk dalam sektor informal. Di samping itu, peningkatan upah juga dapat menyebabkan bertambahnya pengangguran karena perusahaan mengambil kebijakan efisiensi pekerja. Perkembangan upah minimum di Jawa Tengah mengalami kecenderungan meningkat, dari 660.000 rupiah di tahun 2010 sampai 675.000 rupiah di tahun 2011.
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah Tahun 2010-2011 (Rupiah) Tahun 2010 2011
UMP 660.000 675.000
Sumber BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, Berbagai Tahun Terbitan
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah pengangguran. Besarnya tingkat pengangguran merupakan cerminan kurang berhasilnya pembangunan di suatu negara. Pengangguran dapat mempengaruhi kemiskinan dengan berbagai cara (Tambunan, 2001). Di Jawa Tengah besarnya tingkat pengangguran bergerak secara naik turun di berbagai tahun. Tetapi, dapat diketahui bahwa tingkat pengangguran cenderung mengalami penurunan. Tingkat pengangguran dari tahun 2010 sampai tahun 2011 menurun. Pada tahun 2011 sebesar 6,21 persen menjadi 5,93 persen pada tahun 2010. Tabel 1.7 Tingkat Pengangguran terbuka di Jawa Tengah Tahun 2010-2011 (persen) Tahun 2010 2011
pengangguran 6,21 5,93
Sumber BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, Berbagai Tahun Terbitan
Pada hakekatnya pembangunan daerah dianjurkan tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi saja namun juga mempertimbangkan bagaimana kemiskinan yang dihasilkan dari suatu proses pembangunan daerah tersebut. Menurut Esmara (dalam Deni Tisna, 2008) dalam ilmu ekonomi dikemukakan berbagai teori yang membahas tentang bagaimana pembangunan ekonomi harus ditangani untuk mengejar keterbelakangan. Sampai akhir tahun 1960, para ahli ekonomi percaya bahwa cara terbaik untuk mengejar keterbelakangan ekonomi adalah dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggitingginya, sehingga dapat melampaui tingkat penduduk. Dengan cara tersebut commitpertumbuhan to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
angka pendapatan per kapita akan meningkat sehingga secara otomatis terjadi pula peningkatan kemakmuran masyarakat. Dalam penelitian ini, tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah menjadi masalah yang akan diteliti, dimana diperlukan adanya analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
kemiskinan
35
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tersebut meliputi Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Tingkat Pengangguran. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, Provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat kemiskinan peringkat kedua di antara Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa. Rata-rata tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah selama periode tahun 2010-2011 sebesar 16,38 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi, yang ditunjukkan oleh nilai PDRB atas dasar harga konstan selama periode tahun 2010-2011 mengalami penurunan dari 4,92 persen pada tahun 2010 dan 4,91 persen pada tahun 2011. Namun, tingkat upah minimum provinsi mengalami kecenderungan naik dari mulai 660.000 rupiah pada tahun 2010, menjadi 675.000 rupiah pada tahun 2011. Tingkat pengangguran yang tinggi mempengaruhi tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, memiliki kecenderungan menurun mulai dari tahun 2010 sekitar 6,21 persen menjadi 5,93 persen pada tahun 2011.
B. Rumusan Masalah Kemiskinan merupakan salah satu tolok ukur sosio ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah di suatu daerah. Banyak sekali masalah-masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat meningkatnya kemiskinan. commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Di Provinsi Jawa Tengah pada periode tahun 2010-2011 menunjukkan bahwa penduduk miskin tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai 16,38 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa belum meratanya hasil usaha pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam mengatasi masalah kemiskinan di seluruh Kabupaten/Kota, padahal dampak kemiskinan sangat buruk terhadap perekonomian Indonesia. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan di seluruh Kabupaten/Kota,
sehingga
dapat
digunakan
sebagai
dasar
kebijakan
bagi
tiap
Kabupaten/Kota dalam usaha mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah. Atas dasar permasalahan diatas maka persoalan penelitian yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan secara parsial?
2.
Bagaimana pengaruh upah minimum kabupaten/kota terhadap tingkat kemiskinan secara parsial?
3.
Bagaimana pengaruh tingkat pengangguran terhadap kemiskinan secara parsial?
4.
Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum kabupaten/kota dan tingkat pengangguran secara bersama-sama?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan secara parsial.
commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Menganalisis pengaruh upah minimum kabupaten/kota terhadap tingkat kemiskinan secara parsial.
3.
Menganalisis pengaruh tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan secara parsial.
4.
Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum kabupaten/kota dan tingkat pengangguran secara bersama-sama.
D. Kegunaan penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada: 1.
Pengambil Kebijakan Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna di dalam memberikan informasi yang berguna di dalam memahami pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum kabupaten/kota dan tingkat pengangguran, serta menjadi bahan masukan untuk merumuskan berbagai kebijakan di masa yang akan datang.
2.
Ilmu Pengetahuan Secara umum hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunan. Manfaat khusus bagi ilmu pengetahuan yakni dapat melengkapi kajian mengenai tingkat kemiskinan dengan mengungkap secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhinya.
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemiskinan 1. Definisi Kemiskinan Secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan
dari
perspektif
kebutuhan
dasar.
Kemiskinan
didefinisikan
sebagai
ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan nonmakanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam ukuran kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lainnya seperti tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum. Pada umumnya terdapat dua indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan di suatu wilayah, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Mengukur kemiskinan dengan mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut, sedangkan konsep kemiskinan yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif (Tambunan, 2001).
commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut merupakan ketidakmampuan seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum yang diperlukan untuk hidup setiap hari. Kebutuhan minimum tersebut diterjemahkan dalam ukuran finansial (uang). Nilai minimum tersebut digunakan sebagai batas garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil, sehingga dapat ditelusuri kemajuan yang diperolah dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu. World bank menggunakan ukuran kemiskinan absolut ini untuk menentukan jumlah penduduk miskin. Menurut world bank, penduduk miskin adalah mereka yang hidup kurang dari US$1 per hari dalam dolar PPP (Purchasing Power Parity). Akan tetapi, tidak semua negara mengikuti standar minimum yang digunakan world bank tersebut, karena bagi negara-negara berkembang level tersebut masihlah tinggi, oleh karena itu banyak negara menentukan garis kemiskinan nasional sendiri dimana kriteria yang digunakan disesuaikan dengan kondisi perekonomian masing-masing negara. Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) menentukan kemiskinan absolut Indonesia merupakan ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum energi kalori (2.100 kilo kalori per kapita per hari) yang dipergunakan tubuh dan kebutuhan dasar minimum untuk sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan kebutuhan dasar lain.
commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencapai standar kehidupan yang ditetapkan masyarakat setempat sehingga proses penentuannya sangat subyektif. Mereka yang berada dibawah standar penilaian tersebut dikategorikan sebagai miskin secara relatif. Kemiskinan relatif ini digunakan untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan.
2. Sumber dan Sebab terjadinya Kemiskinan Menurut Nasikun dalam Chriswardani Suryawati (2005), beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu: a. Policy induces processes, yaitu proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan, diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan, b. Socio-economic dualism, negara bekas koloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor, c. Population growth, perspektif yang didasari oleh teori Malthus, bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur, sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung, d. Resaurces management and the environment, adalah unsur mismanagement sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas, e. Natural cycle and processes, kemiskinan terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal dilahan kritis, dimana lahan itu jika turun hujan akan terjadi banjir, akan tetapi jika commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
musim kemarau kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus, f. The marginalization of woman, peminggiran kaum perempuan karena masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang lebih rendah dari laki-laki, g. Cultural and ethnic factors, bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya pada pola konsumtif pda petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan, h. Exploatif intermediation, keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir, i. Internal political fragmentation and civil stratfe, suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, yang dapat menjadi penyebab kemiskinan, j. International processe, bekerjanya sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi miskin.
3. Ciri-Ciri Kemiskinan Menurut (Hartomo dan Aziz, 1997) mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu : a. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal maupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sendiri sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas, b. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan maupun modal usaha, sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kepada “lintah darat” yang biasanya meminta syarat yang berat dan memungut biaya yang tinggi, c. Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar. Waktu mereka habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar. Anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-adik di rumah, sehingga secara turuntemurun mereka terjerat dalam keterbelakangan garis kemiskinan, d. Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Banyak diantara mereka tidak memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar petani, karena pertanian bekerja dengan musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka kemudian bekerja sebagai “pekerja bebas”, berusaha apa saja. Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka dibawah garis kemiskinan, di dorong dengan kesulitan hidup di desa maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota, e. Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota di banyak negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa. Apabila di negaranegara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, maka urbanisasi di negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya perkembangan teknologi di kota justru menarik pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota dalam kantong-
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kantong kemelaratan. Menurut (Todaro, 1997) masyarakat miskin mempunyai beberapa ciri sebagai berikut : 1)
perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan,
2)
perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara yang berlainan,
3)
perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya,
4)
perbedaan peranan sektor swasta dan negara,
5)
perbedaan struktur industri,
6)
perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain,
7)
perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Pengaruh kemiskinan dengan beberapa aspek ekonomi terdiri dari tiga komponen utama sebagai penyebab kemiskinan masyarakat, faktor tersebut adalah tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB), upah minimum, tingkat pengangguran, pendidikan, kesehatan dan bukan hanya itu saja seperti Upah Minimum Kabupaten/Kota juga menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. penelitian yang dilakukan (Ravi Dwi Wijayanto, 2010) Dari ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang negatif terhadap kemiskinan. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Adit Agus Prasityo, 2010) selain faktor-faktor tersebut, masih terdapat faktor lain yaitu Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Salah satu unsur yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan/upah. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud. Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai. Semakin commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
turunnya tingkat kemakmuran akan menimbulkan masalah lain yaitu kemiskinan (Sadono Sukirno, 2003). a. Definisi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Prof. Simon Kuznets (dikutip dari Budiono, 1999) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Hal tersebut menjadikan pertumbuhan ekonomi dicirikan dengan 3 hal pokok, antara lain: 1) Laju pertumbuhan perkapita dalam arti nyata (riil), 2) Persebaran atau distribusi angkatan kerja menurut sektor kegiatan produksi yang menjadi sumber nafkahnya, 3) Pola persebaran penduduk. Menurut Todaro (dikutip dari Tambunan, 2001) sampai akhir tahun 1960, para ahli ekonomi percaya bahwa cara terbaik untuk mengejar keterbelakangan ekonomi adalah dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya sehingga dapat melampaui tingkat pertumbuhan penduduk. Dengan cara tersebut, angka pendapatan per kapita akan meningkat sehingga secara otomatis terjadi pula peningkatan kemakmuran masyarakat dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Akibatnya, sasaran utama dalam pembangunan ekonomi lebih ditekankan pada usaha-usaha pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akan tetapi, pembangunan yang dilakukan pada negara yang sedang berkembang sering mengalami dilema antara pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan commit toekonomi user mensyaratkan pendapatan nasional 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang lebih tinggi dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun yang menjadi permasalahan bukan hanya soal bagaimana cara memacu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melaksanakan dan berhak menikmati hasilnya. Robert Solow mengemukakan model pertumbuhan ekonomi yang disebut model pertumbuhan Solow. Model tersebut berangkat dari fungsi produksi agregat sebagai berikut: Y = A . F (K,L) Dimana Y adalah output nasional (kawasan), K adalah modal (kapital) fisik, L adalah tenaga kerja dan A merupakan teknologi. Faktor yang mempengaruhi pengadaan modal fisik adalah investasi. Y juga akan meningkat jika terjadi perkembangan dalam kemajuan teknologi yang terindikasi dari kenaikan A. Oleh karena itu pertumbuhan perekonomian nasional dapat berasal dari pertumbuhan input dan perkembangan kemajuan teknologi yang disebut juga pertumbuhan total faktor produktivitas. Model solow dapat diperluas sehingga mencakup sumberdaya alam sebagai salah satu input. Dasar pemikirannya yaitu output nasional tidak hanya dipengaruhi K dan L tapi juga dipengaruhi oleh lahan pertanian atau sumberdaya alam lainnya seperti cadangan minyak. Perluasan model solow lainnya adalah dengan memasukkan sumberdaya manusia sebagai modal (Human Capital). Dalam literatur, teori pertumbuhan seperti ini terkategori sebagai pertumbuhan endogen dengan pionirnya Lucas dan Romer. Lucas menyatakan bahwa akumulasi modal manusia, sebagaimana akumulasi modal fisik commit to user 20
perpustakaan.uns.ac.id
menentukan
pertumbuhan
digilib.uns.ac.id
ekonomi,
sedangkan
Romer
berpandangan
bahwa
pertumbuhan dipengaruhi oleh tingkat modal manusia melalui pertumbuhan teknologi. Secara sederhana dengan demikian fungsi produksi agregat dapat dimodifikasi menjadi sebagai berikut: Y = A . F (K,H,L) Pada persamaan diatas, H adalah sumberdaya manusia yang merupakan akumulasi dari pendidikan dan pelatihan. Menurut (Mankiw et. Al, 1992) kontribusi dari setiap input pada persamaan tersebut terhadap output nasional bersifat proporsional. Suatu negara yang memberikan perhatian lebih kepada pendidikan terhadap masyarakatnya ceteris paribus lebih baik daripada yang tidak melakukannya. Dengan kata lain, investasi terhadap sumberdaya manusia melalui kemajuan pendidikan akan menghasilkan pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Apabila investasi tersebut dilaksanakan secara relative merata, termasuk terhadap golongan berpendapatan rendah, maka kemiskinan akan berkurang. Sehingga dapat di simpulkan bahwa apabila pertumbuhan ouput meningkat yang dipengaruhi investasi terhadap sumberdaya manusia maka dapat menurunkan kemiskinan. (Kuncoro, 2004) menyatakan bahwa pendekatan pembangunan tradisional lebih dimaknai sebagai pembangunan yang lebih memfokuskan pada peningkatan PDRB suatu provinsi, kabupaten, atau kota. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Saat ini umumnya PDRB baru dihitung berdasarkan dua pendekatan, yaitu dari sisi sektoral / lapangan usaha dan dari sisi penggunaan. Selanjutnya PDRB juga dihitung berdasarkan harga berlaku dan commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
harga konstan. Total PDRB menunjukkan jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh penduduk dalam periode tertentu. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Badan Pusat Statistik (BPS) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedang Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar dimana dalam perhitungan ini digunakan tahun 1993. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (Sadono Sukirno, 2005), sedangkan menurut BPS Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku digunakan untuk menunjukkan besarnya struktur perekonomian dan peranan sektor ekonomi. Untuk lebih jelas dalam menghitung angka-angka Produk Domestik Regional Bruto ada tiga pendekatan yang cukup kerap digunakan dalam melakukan suatu penelitian : 1) Menurut pendekatan Produksi Dalam pendekatan produksi, Produk Domestik Regional Bruto adalah menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksikan oleh suatu kegiatan ekonomi di daerah tersebut dikurangi biaya antara masing-masing total produksi bruto tiap kegiatan sub sektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu. Nilai tambah merupakan
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
selisih antara nilai produksi dan nilai biaya antara yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi (Robinson Tarigan, 2005). 2) Menurut pendekatan Pendapatan Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto pada sektor pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Surplus usaha meliputi bunga yang dibayarkan neto, sewa tanah, dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa, tetapi tidak dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan. Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang dapat dipakai dalam mengukur nilai produksi dan biaya antara dari berbagai kegiatan jasa, terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya (Robinson Tarigan, 2005). 3) Menurut pendekatan Pengeluaran Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negri. Jika dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (investasi), perubahan stok dam ekspor neto. Cara penyajian Produk Domestik Regional Bruto disusun dalam dua bentuk, yaitu : 1) Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut BPS pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan yaitu jumlah nilai produksi atau pengeluaran atau pendapatan yang dihitung menurut harga tetap. Dengan cara menilai kembali atau mendefinisikan berdasarkan hargaharga pada tingkat dasar dengan menggunakan indeks harga konsumen. Dari perhitungan ini tercermin tingkat kegiatan ekonomi yang sebenarnya melalui Produk Domestik Regional Bruto riilnya. 2) Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku Pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut BPS adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Yang dimaksud nilai tambah yaitu merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya factor produksi dalam proses produksi. b. Hubungan Tingkat Kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan pembangunan
dan
ekonomi
merupakan
merupakan
syarat
indikator bagi
untuk
pengurangan
melihat
keberhasilan
tingkat
kemiskinan.
Pembangunan nasional dilaksanakan merata di seluruh tanah air dan tidak untuk satu golongan atau sebagian masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia, serta harus benar-benar dapat dirasakan seluruh rakyat, (Suparmoko, 2006). Pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi penurunan commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan pendapatan (Wongdesmiwati, 2009). Menurut (Sadono Sukirno, 2000), laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil. Selanjutnya pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur berdasarkan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar ke lapisan masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasil-hasilnya. Sehingga menurunnya PDRB suatu daerah berdampak pada kualitas dan pada konsumsi rumah tangga dan apabila tingkat pendapatan penduduk sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa merubah pola makanan pokoknya ke barang paling murah dengan jumlah barang yang berkurang. Menurut penelitian (Nurfitri Yanti, 2010) menyatakan bahwa PDRB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap kemiskinan. c. Definisi Upah Minimum Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu.
commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Teori Upah Minimum Dalam pasar tenaga kerja sangat penting untuk menetapkan besarnya upah yang harus dibayarkan perusahaan pada pekerjanya. Undang-undang upah minimum menetapkan harga terendah tenaga kerja yang harus dibayarkan (Mankiw, 2006). Menurut (Kaufman, 2000), tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 dan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003. Tujuan dari penetapan upah minimum adalah untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja tanpa menafikkan produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum. Menurut (Hasanuddin Rachman, 2005), Tujuan penetapan upah minimum dapat dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro tujuan penetapan upah minimum yaitu : (a) Sebagai jaring pengaman agar upah tidak merosot, (b) Mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan, (c) Meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah. Sedangkan secara makro, Secara makro tujuan penetapan upah minimum yaitu : (a) Pemerataan pendapatan, (b) Peningkatan daya beli pekerja dan perluasan kesempatan kerja, (c) Perubahan struktur biaya industri sektoral, commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(d) Peningkatan produktivitas kerja nasional, (e) Peningkatan etos dan disiplin kerja, (f) Memperlancar komunikasi pekerja dan pengusaha dalam rangka hubungan bipartite. Pada awalnya upah minimum ditentukan secara terpusat oleh Departemen Tenaga Kerja untuk region atau wilayah-wilayah di seluruh Indonesia. Dalam perkembangan otonomi daerah, kemudian mulai tahun 2001 upah minimum ditetapkan oleh masing-masing provinsi. Upah Minimum ini dapat dibedakan menjadi upah minimum regional dan upah minimum sektoral. (a) Upah Minimum Regional Upah Minimum Regional adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap bagi seorang pekerja tingkat paling bawah dan bermasa kerja kurang dari satu tahun yang berlaku di suatu daerah tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja : PER-01/MEN/1999 tentang upah minimum, upah minimum regional (UMR) dibedakan menjadi dua, yaitu Upah Minimum Regional Tingkat I (UMR Tk. I) dan Upah Minimum Regional Tingkat II (UMR Tk. II). Namun sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (KEP-226/MEN/2000) tentang perubahan pada pasal 1, 3, 4, 8, 11, 20 dan 21 PER-01/MEN/1999 tentang upah minimum, maka istilah Upah Minimum Regional Tingkat I (UMR Tk. I) diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Regional Tingkat I I (UMR Tk. II) diubah menjadi Upah Minimum Kabupaten /Kota (UM kab/kota). commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(b) Upah Minimum Sektoral Upah minimum sektoral adalah upah yang berlaku dalam suatu provinsi berdasarkan kemampuan sektor. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja : Per-01/MEN/1999 tentang upah minimum, upah minimum sektoral dibedakan menjadi Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I (UMSR Tk. I) dan Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I I (UMSR Tk. II). Dalam perkembangan selanjutnya sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (KEP-226/MEN/2000) tentang perubahan pada pasal 1, 3, 4, 8, 11, 20 dan 21 PER-01/MEN/1999 tentang upah minimum, maka terjadi perubahan istilah Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I (UMSR Tk. I) menjadi Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat II (UMSR Tk. II) diubah menjadi Upah Minimum Sektoral Kabupaten /Kota (UMS kab/kota). Variabel-variabel yang mempengaruhi upah minimum regional (UMR) Tingkat I dan II sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per01/Men/1999, adalah sebagai beriku : kebutuhan hidup minimum (KHM), indeks harga
konsumen
(IHK),
kemampuan,
perkembangan
dan
kelangsungan
perusahaan, tingkat upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah, kondisi pasar kerja, dan tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-17/Men/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak serta commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 88 (4) tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa besaran upah minimum antara lain didasarkan pada tahap pencapaian KHL, pertumbuhan PDRB, produktivitas, dan mempertimbangkan keberadaan
sektor
marjinal
(usaha
yang
paling
tidak
mampu).
Pada
pelaksanaannya, pertimbangan pada usaha tidak mampu ternyata belum dapat dioperasionalkan. 2) Hubungan Tingkat Kemiskinan Dengan Upah Minimum Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Penetapan tingkat upah yang dilakukan pemerintah pada suatu negara akan memberikan pengaruh terhadap besarnya tingkat pengangguran yang ada. Semakin tinggi besaran upah yang ditetapkan oleh pemerintah maka hal tersebut akan berakibat pada penurunan jumlah orang yang bekerja pada negara tersebut (Kaufman dan Hotchkiss, 1999). Menurut
(Mankiw,
2003),
upah
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi tingkat pengangguran dan pengangguran berpengaruh kepada kemiskinan. Selain itu, upah juga merupakan kompensasi yang diterima oleh satu unit tenaga kerja yang berupa jumlah uang yang dibayarkan kepadanya. d. Definisi Pengangguran Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan (Sadono Sukirno, 1999). Besarnya tingkat commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengangguran merupakan cerminan kurang berhasilnya pembangunan di suatu negara. Pengangguran dapat mempengaruhi kemiskinan dengan berbagai cara (Tambunan, 2001). Jenis-jenis pengangguran: 1) Jenis-Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya: a) Pengangguran Alamiah Pengangguran yang berlaku pada tingkat kesempatan kerja penuh. Kesempatan kerja penuh adalah keadaan dimana sekitar 95 persen dari angkatan kerja dalam suatu waktu sepenuhnya bekerja. Pengangguran sebanyak lima persen inilah yang dinamakan sebagai pengangguran alamiah. b) Pengangguran Friksional Suatu jenis pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seorang pekerja untuk meninggalkan pekerjaannya dan mencari kerja yang lebih baik atau lebih sesuai dengan keinginannya. c) Pengangguran Struktural Pengangguran yang diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi. Tiga sumber utama yang menjadi penyebab berlakunya pengangguran stuktural adalah: (1) Perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat permintaan barang dari industri yang memproduksi barang-barang yang kuno menurun dan akhirnya tutup dan pekerja di industri ini akan menganggur. Pengangguran ini disebut juga sebagai pengangguran teknologi. (2) Kemunduran yang disebabkan oleh adanya persaingan dari luar negeri atau daerah lain. Persaingan dari luar negeri yang mampu menghasilkan produk commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang lebih baik dan lebih murah akan membuat permintaan akan barang lokal menurun. Industri local yang tidak mampu bersaing akan bangkrut sehingga timbul pengangguran. (3) Kemunduran perkembangan ekonomi suatu kawasan sebagai akibat dari pertumbuhan yang pesat dikawasan lain. d) Pengangguran Konjungtur Penganguran yang melebihi pengangguran alamiah. Pada umumnya pengguran konjungtur berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat. Penurunan permintaaan agregat mengakibatkan perusahaan mengurangi jumlah pekerja atau gulung tikar, sehingga muncul pengangguran konjungtur. 2) Jenis-Jenis Pengangguran Berdasarkan Cirinya: a) Pengangguran Terbuka Pengguran ini tercipta sebagai akibat penambahan pertumbuhan kesempatan kerja yang lebih rendah daripada pertumbuhan tenaga kerja, akibatnya banyak tenaga kerja yang tidak memperoleh pekerjaan. Menurut Badan Pusat Stsatistik (BPS), pengangguran terbuka adalah adalah penduduk yang telah masuk dalam angkatan kerja tetapi tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, serta sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. b) Pengangguran tersembunyi Keadaan dimana suatu jenis kegiatan ekonomi dijalankan oleh tenaga kerja yang jumlahnya melebihi dari yang diperlukan. commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c) Pengangguran Musiman Keadaan pengangguran pada masa-masa tertentu dlam satu tahun. Penganguran ini biasanya terjadi di sektor pertanian. Petani akan mengganggur saat menunggu masa tanam dan saat jeda antara musim tanam dan musim panen. d) Setengah Menganggur Keadaan dimana seseorang bekerja dibawah jam kerja normal. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), di Indonesia jam kerja normal adalah 35 jam seminggu, jadi pekerja yang bekerja di bawah 35 jam seminggu masuk dalam golongan setengah menganggur. 3) Dampak Pengangguran: Salah satu faktor penting yang mementukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat tercapai. Penganguran berdampak mengurangi pendapatan masyarakat, sehingga akan menurunkan tingkat kemakmuran yang mereka capai. Ditinjau dari sudut individu, pengangguran menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya. Keadaan pendapatan menyebabkan para penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan social selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang (Sadono Sukirno, 2004).
commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Hubungan Tingkat Kemiskinan Dengan Pengangguran Menurut (Sadono Sukirno, 2004), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Menurut (Dian Octaviani, 2001) mengatakan bahwa sebagian rumah tangga di Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar atas pendapatan gaji atau upah yang diperoleh saat ini. Hilangnya lapangan pekerjaan menyebabkan berkurangnya sebagian besar penerimaan yang digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Lebih jauh, jika masalah pengangguran ini terjadi pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah (terutama kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan sedikit berada di atas garis kemiskinan), maka insiden pengangguran akan dengan mudah menggeser posisi mereka menjadi kelompok masyarakat miskin. Yang artinya bahwa semakin tinggi tingkat pengganguran maka akan meningkatkan kemiskinan. B. Penelitian Terdahulu a. Penelitian yang dilakukan (Ravi Dwi Wijayanto, 2010) dengan judul “Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2005-2008. Penelitian tersebut menganalisis bagaimana pengaruh PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan. commit to user Variabel independen dari penelitian 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini adalah PDRB, pendidikan dan pengangguran, metode yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah analisis panel data (kombinasi data cross section dan time series). Dari hasil penelitian tersebut didapat nilai koefisien regresi sebesar 0,968 yang berarti bahwa 96,8 persen variasi kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variasi tiga variabel independennya yakni PDRB, pendidikan dan pengangguran. Dari hasil uji f nilai fhitung> ftabel, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel independen secara simultan atau bersama – sama mempengaruhi variabel kemsikinan. Dari hasil uji t, variabel PDRB berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan, variabel pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. b. Penelitian yang dilakukan (Adit Agus Prayitno, 2010) dengan judul “Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2003-2007)”. Penelitian tersebut menganalisis bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan dan tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan. Variabel independen dari penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan dan tingkat pengangguran, metode yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah analisis panel data. Dari hasil penelitian tersebut didapat nilai koefisien regresi sebesar 0,9826 yang berarti bahwa 98,27 persen variasi tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variasi tiga variabel independennya yakni Pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan dan tingkat pengangguran. Dari hasil uji f nilai fhitung> ftabel, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel independen secara simultan atau bersama – sama commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mempengaruhi variabel kemsikinan. Dari hasil uji t, variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, variabel upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, variabel pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan serta variabel pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan. c. Penelitian yang dilakukan (Nurfitri Yanti, 2010) dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi Dan Tingkat Kesempatan Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 1999-2009. Penelitian tersebut menganalisis bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan. Variabel independen dari penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja, metode yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda adalah uji asumsi klasik. Dari hasil penelitian tersebut didapat nilai koefisien regresi sebesar 0,6407 yang berarti bahwa 64,07 persen variasi tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variasi tiga variabel independennya yakni pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja. Dari hasil uji f nilai fhitung> ftabel, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel independen secara simultan atau bersama – sama mempengaruhi variabel kemsikinan. Dari hasil uji t, variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan, variabel inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, serta variabel tingkat kesempatan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. d. Penelitian yang dilakukan oleh (Dian Octaviani, 2001) dengan judul “Inflasi, Pengangguran, dan Kemiskinan di Indonesia: Analisis Indeks Forrester Greer & commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Horbecke”. Tulisannya menganalisis tentang pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Model yang digunakan adalah modifikasi model ekonometri yang dikemukakan oleh (Cutler dan Katz, 1991), yaitu: Pt = β0 + β1 (P/Y)T + β2 ρT + β3 μt + β4 Gt + εt Dimana: Pt
= tingkat kemiskinan agregat pada tahun ke t diukur dengan indeks FGT
(P/Y)t
= rasio garis kemiskinan terhadap pendapatan rata-rata
ρT
= tingkat inflasi Gt = rasio gini
μt
= tingkat pengangguran εt = error term Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kenaikan angka pengangguran
mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan, sebaliknya semakin kecil angka pengangguran akan menyebabkan semakin rendahnya tingkat kemiskinan di Indonesia. e. Penelitian yang dilakukan oleh (Deny Tisna Amijaya, 2008) dengan judul “Pengaruh ketidakmerataan distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2003-2004”. Tulisannya meneliti tentang pengaruh ketidakmerataan distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran terhadap kemiskinan di Indonesia, dalam hal ini untuk seluruh Provinsi di Indonesia dari tahun 2003–2004. Analisis yang dilakukan adalah analisis Deskriptif dan ekonometrika dengan menggunakan metode Panel Data. Model yang digunakan adalah modifikasi model ekonometri sebagi berikut: MS
= f (GR, PDRB, PG)
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
Y it
digilib.uns.ac.id
= β0 + β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + Uit
dimana: MS
= jumlah kemiskinan.
GR
= variabel ketidakmerataan distribusi pendapatan.
PDRB
= variabel tingkat pertumbuhan ekonomi.
PG
= variabel tingkat pengangguran.
i
= cross section.
t
= time series.
Β0
= konstanta.
Β1, Β2, Β3 = koefisien. U
= error.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ketidakmerataan distribusi pendapatan berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan. f. Penelitian yang dilakukan oleh (Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2006) dengan judul “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin”. Tulisannya menganalisis tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Analisis yang dilakukan adalah analisis Deskriptif dan ekonometrika dengan menggunakan metode Panel Data. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kenaikan PDRB mengakibatkan penurunan atas angka kemiskinan, kenaikan Jumlah Penduduk mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan, kenaikan Inflasi mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan, commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kenaikan Share pertanian dan industry mengakibatkan penurunan atas angka kemiskinan, kenaikan tingkat pendidikan mengakibatkan penurunan atas angka kemiskinan. Dimana pengaruh tingkat pendidik SMP lebih besar daripada pengaruh share pertanian. Sedangkan kenaikan Dummy krisis mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan. g. Penelitian yang dilakukan oleh (Wongdesmiwati, 2009) dengan judul “Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan” Alat analisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan digunakan metode analisis regresi berganda (multiple regression) dengan menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi masing-masing fungsi tersebut. h. Penelitian yang dilakukan (Dadan Hudaya, 2009) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Indonesia”. Penelitian tersebut menganalisis bagaimana gambaran kemiskinan di Indonesia dan faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Variabel independen dari penelitian ini adalah persentase dan jumlah penduduk miskin menurut provinsi, pendapatan perkapita, angka melek huruf dan tingkat pengangguran, metode yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis panel data. Dari hasil penelitian tersebut didapat nilai koefisien regresi sebesar 0,999140 yang berarti bahwa 99,9587 persen variasi tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variasi empat variabel independennya yakni persentase dan jumlah penduduk miskin menurut provinsi, pendapatan perkapita, angka melek huruf dan tingkat pengangguran. Dari hasil uji f nilai
fhitung> ftabel,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel
independen secara simultan atau bersama – sama mempengaruhi variabel kemsikinan. commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari hasil uji t, variabel persentase dan jumlah penduduk miskin menurut provinsi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan, variabel pendapatan perkapita berpengaruh negatif dan signifikan, variabel angka melek huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, serta variabel tingkat pengangguran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. i. Penelitian yang dilakukan oleh (Harlem Siahaan, 1995) dengan judul “Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi: Pendekatan Teoritik Politik Indonesia 1945 – 1984”. Tulisannya menganalisis tentang pertumbuhan ekonomi yang cepat (dipercepat) pada umumnya berpotensi menciptakan berbagai bentuk kesenjangan dan permasalahan yang menghasilkan kontradiksi sosial-politik. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia maupun perbaikan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi untuk mengatasi krisis ekonomi tersebut, akan berpotensi menciptakan situasi dan fenomena politik yang tidak menentu karena masalah-masalah ekonomi termasuk pembangunan ekonomi tidaklah tepat jika dilihat dari sudut dan perspektif ekonomi. j. Penelitian yang dilakukan oleh (Rasidin K. Sitepul dan Bonar M. Sinaga, 2009) dengan judul “ Dampak Investasi Sumberdaya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia: Pendekatan Model Computable General Equilibrium”. Tulisannya menganalisis tentang Bagaimana pengaruh investasi sumberdaya manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan kombinasi model Komputasi Keseimbangan umum dan metode Foster-GreerThorbecke. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Peningkatan investasi sumberdaya manusia secara langsung berdampak pada peningkatan produktivitas tenaga kerja yang mendorong pada peningkatan Produk Domestik Bruto Riil, yang ditunjukkan oleh commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
peningkatan stok kapital, neraca perdagangan dan konsumsi rumah tangga. Investasi sumberdaya manusia untuk pendidikan dapat menurunkan poverty incidence, poverty depth dan poverty severity kecuali untuk rumah tangga bukan pertanian golongan atas di desa, bukan angkatan kerja di kota dan bukan pertanian golongan atas di kota. C. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bahwa kemiskinan dipengaruhi oleh tiga variabel antara lain pertumbuhan ekonomi, upah minimum kabupaten/kota dan tingkat pengangguran. Kemudian variabel-variabel tersebut sebagai variabel independen (bebas) dan bersama-sama, dengan variabel dependen (terikat) yaitu kemiskinan yang diukur dengan alat analisis regresi untuk mendapatkan tingkat signifikansinya. Dengan hasil regresi tersebut diharapkan
mendapatkan
tingkat
signifikansi
setiap
variabel
independen
dalam
mempengaruhi kemiskinan. Selanjutnya tingkat signifikansi setiap variabel independen tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran kepada pihak yang terkait mengenai penyebab kemiskinan di Jawa Tengah untuk dapat merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang dalam upaya pengentasan kemiskinan. Secara skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut pada gambar 2.1: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Ekonomi (Y)
Upah Minimum (U)
Kemiskinan (K)
Pengangguran (P)
commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa Menurut Prof. Simon Kuznets (dikutip dari Budiono, 1999) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan pendapatan (Wongdesmiwati, 2009). Menurut (Mankiw, 2003), upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran dan pengangguran berpengaruh kepada kemiskinan. Selain itu, upah juga merupakan kompensasi yang diterima oleh satu unit tenaga kerja yang berupa jumlah uang yang dibayarkan kepadanya. Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. Semakin meningkat tingkat upah minimum akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat dan sehingga terbebas dari kemiskinan (Kaufman dan Hotchkiss, 1999). Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan (Sadono Sukirno, 1999). Besarnya tingkat pengangguran merupakan cerminan kurang berhasilnya pembangunan di suatu negara. Pengangguran dapat mempengaruhi kemiskinan dengan berbagai cara (Tambunan, 2001). commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu pernyataan yang bersifat sementara tentang adanya suatu hubungan tertentu antara variabel-variabel yang digunakan. Sifat sementara pada hipotesis ini berarti bahwa hipotesis dapat diubah, diganti dengan hipotesis lain yang lebih tepat. Hal ini dimungkinkan karena hipotesis yang diperoleh tergantung pada masalah yang diteliti dan konsep yang digunakan. Hipotesis ini membahas pengaruh variabel independen yaitu tingkat kemiskinan terhadap variabel dependen yaitu pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pengangguran. Untuk pengujian hipotesis selengkapnya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Diduga Pertumbuhan Ekonomi mempunyai pengaruh positif terhadap kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011. 2. Diduga upah minimum kabupaten/kota mempunyai pengaruh negatif terhadap kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011. 3. Diduga tingkat pengangguran mempunyai pengaruh negatif terhadap kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011. 4. Diduga Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Kabupaten/Kota dan tingkat pengangguran secara bersama-sama mempunyai pengaruh negatif terhadap kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011.
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan konsep yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai untuk memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk memperjelas dan memudahkan terhadap variabel-variabel yang akan di teliti, dalam penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan tiga variabel independen (bebas). Variabel dependen yang digunakan yaitu Tingkat Kemiskinan (K). Sementara tiga variabel independen yang digunakan antara lain: Pertumbuhan Ekonomi (Y), Upah Minimum Kabupaten/Kota (U), dan Tingkat Pengangguran (P). 2. Definisi Operasional
Definisi opeasional merupakan langkah berikut setelah menspesifikasi variabel penelitian. Hal ini bertujuan agar variabel penelitian yang telah ditetapkan dapat dioperasionalkan, sehingga memberikan petunjuk tentang bagian suatu variabel dapat terukur. a. Tingkat kemiskinan (K) adalah persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskian di masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011 (dalam satuan persen), data diambil dari BPS. b. Pertumbuhan Ekonomi Regional (Y), adalah dinyatakan sebagai perubahan PDRB atas dasar harga konstan di masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011 (dalam satuan persen), data diambil dari BPS yang dihitung dengan menggunakan rumus: commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
X100%
Dimana: Yit
= Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/kota i, tahun t
PDRBtı = PDRB ADHK Kabupaten/kota i tahun t PDRBt = PDRB ADHK Kabupaten/kota i tahun t-1 c. Upah minimum kabupaten/kota (U) adalah upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota, yang diterima oleh pekerja per bulan (BPS, 2008). U yang digunakan dalam penelitian ini adalah upah minimum yang berlaku di masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011 (dalam satuan rupiah), data diambil dari BPS. d. Tingkat pengangguran terbuka (P) adalah persentase penduduk dalam angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan di masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011 yang diukur (dalam satuan persen), data diambil dari BPS.
B. Jenis dan Sumber Data Sumber data utama untuk penelitian ini adalah laporan, Badan Pusat Statistik (BPS). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data deret lintang (cross-section data) yang meliputi 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2011. Secara umum data-data dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Informasi lain bersumber dari studi kepustakaan lain berupa jurnal ilmiah dan buku-buku teks.
C. Metode Analisis Data
commit to user 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Studi ini menggunakan analisis uji Ordinary least square (OLS) sebagai alat pengolahan data. Analisis regresi adalah studi mengenai ketergantungan suatu variable dependen (tidak bebas) terhadap salah satu atau lebih variable independen (bebas atau penjelas) untuk mengestimasi dan atau meramalkan nilai‐nilai populasi variabel dependen berdasarkan nilai tetap variabel independen. Berdasarkan kerangka pikir analisis
yang dibangun dalam penelitian ini,
variabel‐variabel yang digunakan adalah tingkat kemiskinan sebagai variabel yang dijelaskan (dependen variabel), sedangkan variabel yang menjelaskan (explanatory variabels) adalah pertumbuhan ekonomi, upah minimum dan tingkat pengangguran. Analisis regresi berganda yang digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh terhadap perubahan suatu variabel lainnya yang ada hubungannya untuk menguji model tingkat kemiskinan 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang dapat dinotasikan dalam model umum yang akan dibangun dalam persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: K = β0 + β1 Y + β2 U + β3 P +μ Variabel-variabel Y, U, P adalah variabel bebas (variabel independen). Sedangkan variabel tidak bebas (variabel dependen) yang digunakan adalah K.
Dimana : K
= Tingkat Kemiskinan
Y
= Perumbuhan Ekonomi
U
= Upah Minimum Kabupaten/kota
P
= Tingkat Pengangguran
β0
= Konstanta commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
β1. . . . β3 μ
digilib.uns.ac.id
= Koefisien Variabel Bebas = Faktor Pengganggu
D. Pengujian Statistik 1. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji t pada dasarnya digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing – masing variabel independen terhadap variabel dependen. Tahapan dalam uji t adalah sebagai berikut : a.
Menentukan Hipotesis (berarti variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen) (berarti variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen)
b.
Menentukan nilai α Nilai α yang dipilih adalah 0,05
c.
Melakukan penghitungan nilai t 1) ttabel
Dimana : Α
=
derajat signifikasi
N
=
banyak data yang digunakan
K
=
Banyaknya parameter atau koefisien regresi commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
plus konstanta 2) thitung
Dimana =
Koefisien Regresi
=
Standar error koefisien regresi
d. Kriteria Pengujian Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut : 1)
diterima jika –ttabel< thitung< ttabel. Variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
2)
ditolak jika –ttabel> thitung atau thitung> ttabel Variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Uji f digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama – sama. Tahapan dalam uji F adalah sebagai berikut : 1) Menentukan Hipotesis (berarti variabel independen commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
secara
simultan
berpengaruh
tidak terhadap
variabel dependen) (berarti variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen) 2) Menentukan α Nilai α yang dipilih adalah 0,05 3) Melakukan penghitungan nilai a)
tabel
Dimana : Α
=
derajat signifikasi
N
=
banyak data yang digunakan
K
=
Banyaknya parameter atau koefisien regresi plus konstanta
b)
hitung
Dimana : =
Koefisien determinasi berganda commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
K
=
Jumlah seluruh variabel
N
=
Jumlah seluruh observasi
4) Kriteria pengujian Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut : a)
diterima jika
hitung<
tabel
Variabel independen secara bersama – sama tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan b)
ditolak jika
hitung>
tabel
Variabel independen secara bersama – sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan 3.
Uji Koefisien Determinasi (
)
Uji ini digunakan untuk mengetahui berapa persen variasi variable dependen dapat dijelaskan oleh variable independen. R2 yang digunakan adalah R2 yang telah memperhitungkan jumlah variable independen dalam suatu model regresi atau disebut dengan adjusted R2.
Rumusnya adalah :
Dimana : commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
=
Koefisien determinasi berganda
k
=
Jumlah seluruh variabel
N
=
Jumlah seluruh observasi
E. Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik Sebelum melakukan analisis data maka data diuji sesuai asumsi klasik, jika terjadi penyimpangan akan asumsi klasik digunakan pengujian statistik non parametrik sebaliknya asumsi klasik terpenuhi apabila digunakan statistik parametrik untuk mendapatkan model regresi yang baik, agar model regresi yang diajukan menunjukkan persaman hubungan yang valid atau BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), model tersebut harus memenuhi asumsiasumsi dasar klasik OrdinaryLeast Square (OLS). Asumsi-asumsi tersebut adalah: Pertama, tidak terjadi multikolinearitas. Kedua, tidak ada heteroskedastisitas (adanya variance yang tidak konstan dan variabel pengganggu). Ketiga, tidak terdapat autokorelasi (Gujarati, 2003). Karena ini tidak memakai data time-series maka tidak menggunakan uji autokorelasi. 1. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas timbul karena satu atau lebih variable independen berkorelasi secara linear dengan variable independen lainnya. Cara paling mudah untuk mendeteksi ada tau tidaknya multikolinearitas adalah dengan regresi auxiliary, yaitu dengan melihat nilai R dan nilai r. Apabila dari hasil pengujian statistic diperoleh r < R berarti tidak ada multikolinearitas. 2. Uji Heteroskedastisitas
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Uji Heteroskedasitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama, sehingga penaksir Ordinary Least Square (OLS) tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun besar. Salah satu cara untuk mendeteksi masalah heteroskedasitas adalah dengan Uji Glejser. Uji Glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolute residualterhadap variable independen lainnya dengan persamaan regresi :
Jika β signifikan, maka mengindikasikan terdapat heteroskedasitas dalam model. 3. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal, Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Apabila asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak berlaku. Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi residual antara lain Kolmogorov – Smirnov (KS) Test dan metode grafik. Uji KS dilakukan dengan hipotesis: H0 : Residual terdistribusi normal HA : Residual tidak terdistribusi normal
commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian Di dalam penelitian ini, objek yang digunakan adalah 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011. Pembahasan ini akan menggambarkan kondisi makro ekonomi 35 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah yang mencakup masalah tingkat kemiskinan, petumbuhan ekonomi, upah minimum kabupaten/kota dan tingkat pengangguran.
B. Keadaan Geografis Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Pulau Jawa letaknya diapit oleh dua provinsi besar yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara geografis letaknya antara 5040’ dan 8030’ Lintang Selatan dan antara 108030’ dan 110030’ Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 263 km dan dari utara ke selatan adalah 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Luas wilayah Jawa Tengah tercatat sebesar 3.254.412 hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa dan 1,70 persen dari luas Indonesia. Luas wilayah tersebut terdiri dari 991 ribu hektar (30,45 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,55 persen) bukan lahan sawah. Provinsi Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di Kota Semarang, secara administratif terbagi dalam 35 kabupaten/kota (29 kabupaten dan 6 kota) dengan 565 kecamatan yang meliputi 7872 desa dan 622 kelurahan. Secara administratif Provinsi Jawa Tengah berbatasan oleh : Sebelah Utara
: Laut Jawa
commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
Sebelah Timur
: Jawa Timur
Sebelah Selatan
: Samudera Hindia
Sebelah Barat
: Jawa Barat
digilib.uns.ac.id
C. Kemiskinan Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas. Chambers (dalam Chriswardani Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Masalah kemiskinan bagi provinsi Jawa Tengah merupakan isu strategis dan mendapatkan prioritas utama untuk ditangani. Hai ini terbukti dalam Rencana Strategis (Renstra) Jawa Tengah (Perda No. 11/2003), dan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Tengah tahun 2005-2025. Upaya penanggulangan kemiskinan telah diakukan melalui berbagai strategi.. Secara langsung diwujudkan dalam bentuk pemberian dana bantuan stimulant sebagai modal usaha kegiatan ekonomi produktif dan bantuan sosial. Bantuan secara tidak langsung dilakukan melalui penyediaan sarana dan prasarana pendukung kegiatan sosial ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Problematika kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah Indonesia sebagai sebuah negara. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerinyah Jawa Tengah program lima pilar “Grand Strategy” bisa berjalan dan berhasil dengan baik. Pertama, perluasan kesempatan kerja, ditujukan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.
Kedua,
pemberdayaan
masyarakat,
dilakukan
untuk
mempercepat
kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin kehormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar. Ketiga, peningkatan kapasitas, dilakukan untuk pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan. Keempat, perlindungan sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelomnpok rentan dan masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial. Kelima, kemitraan regional, dilakukan untuk pengembangan dan menata ulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional, dan internasional guna mendukung pelaksanaan ke empat strategi diatas. Dari Tabel 4.1 menunjukkan tingkat kemiskinan 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011, tingkat kemiskinan yang tertinggi adalah Kabupaten Wonosobo dengan persentase 24,21 persen dan Kabupaten Kebumen sekitar 24,06 persen. Sedangkan tingkat kemiskinan yang terendah di Jawa Tengah adalah Kota Semarang dengan persentase 5,68 persen dan Kota Salatiga sekitar 7,80 persen.
commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.1 Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (persen) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kabupaten/kota Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kab. Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
commit to user 55
2011 17,15 21,11 23,06 20,38 24,06 17,51 24,21 15,18 14,97 17,95 11,13 15,74 15,29 17,95 17,38 16,24 23,71 14,69 9,45 10,32 18,21 10,30 13,38 14,26 13,47 15,00 20,68 11,54 22,72 11,06 12,90 7,80 5,68 10,04 10,81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan pendapatan. Dari Tabel 4.2 menunjukkan pertumbuhan ekonomi dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011, hal ini diukur berdasarkan kenaikan PDRB non migas atas dasar harga konstan di masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Kabupaten Sragen memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa Tengah, sekitar 6,53 persen kemudian di ikuti Kota Semarang dengan persentase 6,41 persen. Sedangkan kabupaten yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling rendah adalah Kabupaten Klaten sekitar 1,96 persen dan Kabupaten Wonogiri dengan persentase 2,03 persen.
commit to user 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.2 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (persen) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kabupaten/kota Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kab. Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
commit to user 57
2011 5,78 5,86 6,07 4,92 4,88 5,02 4,52 4,27 5,28 1,96 4,59 2,03 5,50 6,53 3,59 2,59 4,40 5,43 4,21 5,49 4,48 5,69 4,65 5,99 5,26 4,77 4,83 4,81 4,97 5,48 6,04 5,52 6,41 5,45 4,58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Upah minimum Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2011, upah minimum kabupaten/kota di Jawa Tengah diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan mendorong produktivitas pekerja. Hal ini disebabkan karena kota Semarang merupakan ibu kota provinsi Jawa Tengah, dimana biaya hidup lebih tinggi, sehingga upah minimum juga lebih tinggi. Melihat upah minimum tertinggi dimiliki oleh kota Semarang sebesar 961.323 rupiah dan Kabupaten Semarang sebesar 880.000 rupiah. Sedangkan upah minimum terendah dimiliki oleh kabupaten Brebes sebesar 717.000 rupiah.
commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kabupaten/kota Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kab. Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
2011 718.666,67 750.000 765.000 730.000 727.500 755.000 775.000 802.500 800.500 766.022 790.500 730.000 801.500 760.000 735.000 816.200 757.600 769.550 840.000 758.000 847.987 880.000 779.000 843.750 805.000 810.000 725.000 725.000 717.000 795.000 826.252 843.469 961.323 810.000 735.000
commit to user 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Pengangguran Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan (Sadono Sukirno, 1999). Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011. Tingkat pengangguran kabupaten/kota di Jawa Tengah masih tinggi, kondisi ini menunjukkan usaha pemerintah dalam menurunkan tingkat pengangguran masih belum berhasil. Daerah yang tercatat memiliki tingkat pengangguran terbesar adalah Kabupaten Magelang sekitar 8,28 persen dan Kabupaten Pati sekitar 7,36 persen. Untuk daerah yang memiliki tingkat pengangguran terendah adalah Kabupaten Wonogiri sekitar 3,41 persen dan Kabupaten Purworejo 4,57 persen.
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (persen) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kabupaten/Kota Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kab. Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
commit to user 61
2011 6,52 4,95 5,54 5,57 5,18 4,57 5,74 5,98 5,24 6,21 5,48 3,41 5,51 5,69 5,20 6,11 5,92 7,37 6,21 6,26 5,70 6,12 5,24 5,59 5,91 6,12 6,33 6,89 6,63 8,28 6,36 6,39 6,92 7,29 7,14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Analisis Data dan Pembahasan 1. Uji Pemilihan Model Untuk menguji hipotesis dari penelitian ini digunakan analisis ordinary least square (OLS) atau regresi linier berganda , sehingga dapat mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (Y), Upah Minimum Kabupaten/Kota (U) dan Pengangguran (P) terhadap Kemiskinan (K). Berikut hasil penghitungan regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS 18 : Tabel 4.5 Hasil Persamaan Regresi PDRB, Upah Minimum dan Tingkat Pengangguran, Terhadap Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2011 Model
Koefisien Regresi
C
63,934
Y
0,308
U
-5,078
P
-1,676
Sumber : Data diolah, 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat diambil persamaan regresi sebagai berikut :
Dimana : K
=
Tingkat Kemiskinan
Y
=
Pertumbuhan Ekonomi
U
=
Upah Minimum Kabupaten/Kota
P
=
Tingkat Pengangguran commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Uji Statistik a.
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji statistik t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh masingmasing variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam regresi pengaruh PDRB, Upah Minimum Kabupaten/Kota dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2011. Tabel 4.6 Uji t Model
Sig.
Koefisien Regresi
C
0,000
63,934
Y
0,643
0,308
U
0,000
-5,078
P
0,041
-1,676
Sumber : Data diolah, 2013
1) Pengujian terhadap variabel Pertumbuhan Ekonomi Variabel Pertumbuhan Ekonomi mempunyai koefisien regresi sebesar 0,308 dengan probabilitas 0,643 yang berarti tidak signifikan terhadap α = 5 persen, variabel Pertumbuhan Ekonomi secara individual tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan dan memiliki hubungan positif.
2) Pengujian terhadap variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota Variabel U mempunyai koefisien regresi sebesar -5,078 dengan probabilitas 0,000 yang berarti signifikan terhadap α = 5 persen, variabel U secara
commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
individual berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan dan memiliki hubungan negatif. 3) Pengujian terhadap variabel Pengangguran Variabel P mempunyai koefisien regresi sebesar -1,676 dengan probabilitas 0,041 yang berarti signifikan terhadap α = 5 persen, variabel P secara individual berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan dan memiliki hubungan negatif. b. Uji signifikansi simultan (Uji F) Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model dapat dilakukan dengan uji simultan (uji F). Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Kabupaten/Kota dan tingkat pengangguran secara simultan atau bersama – sama mempengaruhi variabel dependen yaitu tingkat kemiskinan. Tabel 4.7 Uji F Nilai F
8,073
Sig.
0,000
Sumber : Data diolah, 2013
Hasil dari tabel uji F memberikan nilai F statistic 8,073 dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas dibawah 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. c.
Uji Koefisien Determinasi (Uji R²) commit to user 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Koefisien determinasi (R ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Tabel 4.8 Uji R² Uji R²
0,384
Sumber : Data diolah, 2013
Hasil tabel menunjukkan besarnya adjusted
sebesar 0,384, hal ini brarti
38,4 persen variasi tingkat kemiskinan dapat dijelaskan oleh variasi dari tiga variable independen, sedangkan sisanya sebesar 61,6 persen dijelaskan oleh sebab – sebab yang lain di luar model.
3. Uji Asumsi Klasik a.
Uji Multikoliniearitas Berikut hasil penghitungan uji asumsi klasik multikoliniearitas dengan menggunakan SPSS 18 :
commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.9 Uji Multikolonieritas Model
P
U
Y
Corelations P
1,000
-0,141
-0,266
U
-0,141
1,000
-0,217
Y
-0,266
-0,217
1,000
Sumber : Data diolah 2013
Berdasarkan pada hasil matriks korelasi, tidak ada pair-wise korelasi antar variable independen yang tinggi diatas 0,384, jadi dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas antar variable independen. b.
Uji Heteroskedastisitas Untuk menguji adanya Heteroskedastisitas dapat digunakan uji Glejser.
Tabel 4.10 Uji Glejser Model (constant)
Sig. 0,009
Y
0,098
U
0,128
P
0,782
Sumber : Data diolah, 2013
Hasil dari output tabel menunjukkan keempat variable independen tidak signifikan dengan 0.05, yang berarti tidak terdapat heteroskedastisitas. c.
Uji Normalitas Untuk menguji normalitas dapat digunakan uji Kolmogrov-Smirnov. commit to user 66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.11 Uji Kolmogrov – Smirnov Kolmogrov-Smirnov Z
0,477
Asymp. Sig. (2-tailed)
0,977
Sumber : Data diolah, 2013
Hasil dari output tabel 4.9 menunjukkan tingkat signifikan > 0,05 yang berarti terdistribusi secara normal.
H. Interpretasi Ekonomi 1. Pengaruh
Pertumbuhan
Ekonomi,
Upah
Minimum
Kabupaten/Kota
(U)
dan
Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Dalam regresi pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2011 dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), diperoleh nilai koefisien regresi untuk setiap variabel dalam penelitian, yang di tunjukkan tabel 4.5. Interpretasi dari hasil regresi pengaruh PDRB, upah minimum kabupaten/kota dan tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 adalah sebagai berikut : a.
Pengaruh variabel Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan Variabel Pertumbuhan Ekonomi menunjukkan tanda positif dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian commit to user 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini. Menurut (Wongdesmiwati, 2009) Pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan pendapatan. Selanjutnya menurut (Sadono Sukirno, 2000) mengungkapkan laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil. Selanjutnya pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur berdasarkan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar ke lapisan masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasil-hasilnya. Sehingga menurunnya PDRB suatu daerah berdampak pada kualitas dan pada konsumsi rumah tangga. Dan apabila tingkat pendapatan penduduk sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa merubah pola makanan pokoknya ke barang paling murah dengan jumlah barang yang berkurang. Menurut penelitian (Nurfitri Yanti, 2010) variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan. b. Pengaruh variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota terhadap Kemiskinan Dari hasil regresi ditemukan bahwa upah minimum memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dengan koefisien sebesar -5,078. Hal ini berarti kenaikan upah minimum sebesar 1 rupiah akan menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 5,07 persen. Semakin tinggi upah minimum akan memicu penurunan tingkat kemiskinan. Hasil ini sesuai dengan tujuan penetapan upah minimum yang commit to user 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
disampaikan (Mankiw, 2003), upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran dan pengangguran berpengaruh kepada kemiskinan. Selain itu, upah juga merupakan kompensasi yang diterima oleh satu unit tenaga kerja yang berupa jumlah uang yang dibayarkan kepadanya. Menurut penelitian (Adit Agus Prayitno, 2010) variabel upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. c.
Pengaruh variabel Pengangguran terhadap Kemiskinan Dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukan bahwa variabel pengangguran menunjukkan tanda negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah dengan koefisien -1,676. Hal ini berarti kenaikan tingkat pengangguran terbuka sebanyak 1 persen tidak menaikkan kemiskinan tetapi dari hasil penelitian ini malah akan menurunkan kemiskinan sebesar 1,67 persen. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut (Godfrey, 1993) yaitu bahwa
kemiskinan
mungkin
tidak
selalu
berhubungan
dengan
masalah
ketenagakerjaan. Selain itu juga diperkuat dengan pendapat (Lincolin Arsyad, 1997) yang menyatakan bahwa salah jika beranggapan setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedang yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Hal ini karena kadangkala ada pekerja di perkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian karena mereka mempunyai sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka. Menurut penelitian (Ravi Dwi commit to userberpengaruh negatif dan signifikan Wijayanto, 2010) variabel pengangguran 69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terhadap kemiskinan. Menurut penelitian (Dian Octaviani, 2001) menyimpulkan bahwa kenaikan angka pengangguran mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan, sebaliknya semakin kecil angka pengangguran akan menyebabkan semakin rendahnya tingkat kemiskinan di Indonesia. Selanjutnya menurut penelitian (dadan hudaya, 2009) variabel tingkat pengangguran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. Selain itu, bahwa tidak semua orang menganggur itu selalu miskin. Karena seperti halnya penduduk yang termasuk dalam kelompok pengangguran terbuka ada beberapa macam penganggur, yaitu mereka yang mencari kerja, mereka yang mempersiapkan usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang terakhir mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
commit to user 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian terhadap Tingkat kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dengan tingkat signifikasi 5 persen, variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh tidak signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh tidak signifikan terhadap kemiskinan, telah terbukti. 2. Dengan tingkat signifikasi 5 persen, variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa upah minimum kabupaten/kota berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, telah terbukti. 3. Dengan tingkat signifikasi 5 persen, variabel pengangguran berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa pengangguran berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa pengangguran berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, telah terbukti. 4. Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Kabupaten/Kota dan pengangguran secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, telah terbukti.
B. Saran 1. Upah minimum yang ditetapkan pemerintah juga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Untuk itu kebijakan penetapan upah minimum harus tetap dilakukan dan tingkat upahnya dinaikkan KHL (Kebutuhan Hidup Layak) untuk commitsesuai to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melindungi pekerja dari kemiskinan dengan catatan jangan terlalu memberatkan perusahaan. 2. Pengangguran berdasarkan hasil penelitian berpengaruh Negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, tetapi dengan hasil tersebut diharapkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah lebih memperluas kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat, program pemerintah (Inpres Daerah Tertinggal/IDT, Kredit Usaha Kecil/KUK, Kredit Modal Kerja Permanen/KMKP, PNPM Mandiri) dan kemitraan regional. Karena pengangguran dalam penelitian ini menggunakan data pengangguran terbuka, yang mana di dalamnya terdapat golongan masyarakat yang sedang dalam tahap menyiapkan usaha atau mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja yang dimasukkan dalam golongan pengangguran. Sehingga pentingnya peningkatan kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan regional untuk menekan kemiskinan di Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah.
commit to user 72