ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA
MHD. HABIBI PULUNGAN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Mhd. Habibi Pulungan NIM H14120019
ABSTRAK MHD. HABIBI PULUNGAN. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh M. PARULIAN HUTAGAOL. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dan merumuskan kebijakan yang efektif untuk mengurangi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari BPS Sumatera Utara dari tahun 2007 sampai 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah data panel menggunakan software Ms. Excel dan Eviews 6. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang signifkan mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara adalah kepadatan penduduk, jumlah penduduk, PDRB, tenaga kerja sektor jasa dan tingkat pengangguran terbuka. Ada dua faktor berbeda pengaruh terhadap kemiskinan, yaitu: (1) kepadatan penduduk, jumlah penduduk dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) berpengaruh negatif dan signifikan meningkatkan kemiskinan dan (2) variabel PDRB dan tenaga kerja sektor jasa berpengaruh positif dan signifikan mengurangi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Kata Kunci: Kemiskinan, panel data, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, PDRB, TPT, tenaga kerja sektor jasa.
ABSTRACT MHD. HABIBI PULUNGAN. Analysis of Factors Influencing the Rate of Poverty in the Province of North Sumatera. Supervised by M. PARULIAN HUTAGAOL. The objectives of this study are to identify factors influencing poverty and to formulate effective policy to reduce poverty in North Sumatera. Data used in this study is secondary data from BPS North Sumatera from 2007 to 2014. Methods used in this study is panel data using MS. Excel and Eviews 6. The results showed that the factors which significantly influence poverty in North Sumatera are population density, number of population, Gross Domestic Regional Product (GDRP) , workforce of service sector, and open unemployment rate. Those factors impact differently to poverty rate: (1) Number of population, population density and open unemployment rate influence negatively and significant to increase poverty rate and (2) Gross Domestic Regional Product and workforce in service sector influence positively and significant to decrease poverty rate. Keywords: Data panel, GDRP, Number of population, Open unemployment rate, Population density, Poverty, Workforce in service sector
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA
MHD. HABIBI PULUNGAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS selaku pembimbing yang telah memberikan banyak saran baik secara teknis maupus secara teori untuk perbaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan banyak terimakasih kepada Ibu Dr. Wiwiek Rindayati, M.Si sebagai penguji utama dan Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si sebagai penguji dari Komisi Pendidikan yang telah memberikan banyak saran terkait skripsi ini. Ungkapan banyak terimakasih juga Penulis ucapkan kepada kedua orangtua yaitu Umak Amna Sari Marbun dan Ayah Naro Pulungan yang telah mendukung Penulis selama ini dalam mengarjakan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan banyak terimakasih kepada Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi. Keluarga besar Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan angkatan 49 khususnya teman-teman satu bimbingan Rizki Adhtiya dan Ratri Dinda AR serta keluarga besar Asrama Sylvapinus IPB khususnya angkatan SAWI Prio, Andi H, Andi S, Cecep, Dedy S, Ardi, Fikri, Gugus, Indra, Dedi, Jepri, Yohan, Ruslan, Habib, Markis, Saeful, Ubai, dan Razaq. Penulis juga menyampaikan terimakasih banyak kepada Sri Lutfiyah Pasaribu yang telah mendukung dan memberi semangat kepada Penulis dalam mengerjakan Skripsi ini. Penulis berharap semoga Skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2016 Mhd. Habibi Pulungan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA (OPSIONAL)
5
Defenisi Kemiskinan
5
Teori Lingkaran Kemiskinan
6
Ukuran Kemiskinan
7
Program-Program Pemerintah dalam Menurunkan Kemiskinan
8
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan
9
Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis Penelitian
16
METODE
17
Jenis dan Sumber Data
17
Metode Analisis Data
17
Pengujian Kesesuain Model
19
Pengujian Kriteria Ekonometrika
19
Model Penelitian
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum
21 21
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara 30 Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Terhadap Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara 35 Rumusan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara 36
SIMPULAN DAN SARAN
38
Simpulan
38
Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
41
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia 2 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara 2 Jenis dan sumber data 17 Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 22 5 Persentase subsektor tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara 29 6 Hasil estimasi data panel Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara 31
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lingkaran lemiskinan menurut G. Myrdall 6 Kerangka pemikiran 16 Grafik jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara 21 Grafik persentase penduduk miskin per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara 22 Grafik jumlah penduduk per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara 24 Grafik Kepadatan Penduduk per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara 24 Grafik rata-rata lama sekolah di Provinsi Sumatera Utara 25 Grafik panjang jalan dalam kondisi baik dan panjang jalan keseluruhan di Provinsi Sumatera Utara 26 Grafik PDRB Atas Dasar Harga Berlaku per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara 28 Grafik Tingkat Pengangguran Terbukan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara 30
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Hasil estimasi FEM Hasil uji Chow Hasil uji Hausman Uji Heteroskedastisitas Korelasi antar Variabel Uji Kenormalan
41 41 39 42 42 43
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan adalah salah satu permasalahan mendasar di dunia. Khususnya di negara berkembang, standar hidup dari sebagian penduduknya cenderung sangat rendah. Standar hidup yang rendah diakibatkan oleh tingkat pendapatan yang sangat rendah (Todaro 2004) dan mengakibatkan tingkat kemiskinan semakin meningkat. Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan dalam berbagai keadaan hidup. Perkembangan kondisi kemiskinan di suatu negara secara ekonomis merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan kesejahteraan masyarakat, sehingga dengan semakin menurunnya angka kemiskinan dapat disimpulkan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Negara-negara di dunia menghadapi permasalahan kemiskinan yang berbedabeda, sehingga kemiskinan menjadi perhatian dunia untuk segera mencari solusi dan kebijakan dalam menanggulanginya. Kepedulian dunia untuk mengurangi tingkat kemiskinan tertera dalam Deklarasi Millenium (Millenium Declaration) tahun 2000. Deklarasi ini diikuti oleh 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia. Dalam deklarasi tersebut, ada beberapa tujuan yang disepakati, yaitu:(1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan,(2) mencapai pendidikan dasar untuk semua kalangan,(3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,(4) menurunkan angka kematian anak,(5) meningkatkan kesehatan ibu,(6) mengurangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya,(7) memastikan keberlanjutan lingkungan hidup, dan (8) membangun kemitraan global untuk pembangunan. Penanggulangan kemiskinan dan kelaparan menjadi tujuan utama target pembangunan dalam MDGs. Target yang ingin dicapai dalam MDGs ini adalah 50 % angka kemiskinan bisa dikurangi di dunia (Bappenas 2015). Keseriusan dalam mengurangi tingkat kemiskinan di dunia diikuti juga oleh keseriusan Pemerintah Indonesia untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Keseriusan Pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan terlihat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 dengan tujuan mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia menjadi 8-10% pada akhir tahun 2014. Dari data Badan Pusat Statistik tahun 2015 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia masih di atas 10% (Tabel 1). Artinya, kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan masih kurang efektif. Kemiskinan di Indonesia dari tahun 2007 sampai tahun 2014 mengalami penurunan. Tahun 2007 penduduk miskin di Indonesia mencapai 37.1 juta jiwa dan tahun 2014 mencapai 27.7 juta jiwa dengan persentase 16.58% tahun 2007 dan tahun 2014 sebesar 10,9% (BPS 2015). Jumlah penduduk Indonesia tahun 2014 dari data BPS sebesar 254.9 juta jiwa. Artinya, dengan tingkat kemiskinan masih di atas 10% dari total penduduk Indonesia, Pemerintah masih perlu membuat solusi yang terbaik untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Pada tahun 2005 sampai 2013 tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan, namun masih
2 terdapat beberapa provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan yang masih tinggi terutama pada wilayah timur Indonesia (Rahmadani 2014). Tabel 1 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 2007-2014 Jumlah Penduduk Persentase Tahun Miskin (juta jiwa) Kemiskinan (%) 2007 37.1 16.5 2008 34.9 15.4 2009 32.5 14.1 2010 31.0 13.3 2011 29.8 12.3 2012 28.6 11.6 2013 28.5 11.4 2014 27.7 10.9 Sumber : BPS
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan di Provinsi di Sumatera Utara masih tergolong tinggi. Tabel 2 menunjukkan jumlah penduduk miskin dan persentase kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2007-2014. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara terus mengalami penurunan. Tahun 2007 persentase penduduk miskin sebesar 13.9% dan tahun 2014 sebesar 9.8% (BPS Sumut 2015). Tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat ke-17 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia tahun 2014 dan belum termasuk Provinsi Kalimantan Utara (BPS 2015). Bila dibandingkan dengan Provinsi tetangga Sumatera Utara, seperti Provinsi Riau dan Sumatera Barat, persentase kemiskinannya lebih besar dibandingkan dua provinsi tersebut. Pada tahun 2014 kemiskinan di Provinsi Riau sebesar 7.9% dan Provinsi Sumatera Barat sebesar 6.8% (BPS 2015). Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007-2014 Jumlah Penduduk Persentase Penduduk Tahun Miskin (Ribu Jiwa) Miskin (%) 2007 1,768.5 13.9 2008 1,613.8 12.5 2009 1,499.7 11.5 2010 1,490.9 11.3 2011 1,436.4 10.8 2012 1,400.4 10.4 2013 1,416.4 10.3 2014 1,360.6 9.8 Sumber : BPS Sumatera Utara
Permasalahan kemiskinan yang ada di Provinsi Sumatera Utara tidak lepas tingginya tingkat pengangguran. Pengangguran yang tinggi diakibatkan oleh kurangnya lapangan kerja dan kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang rendah.
3 Rendahnya kualitas sumberdaya manusia diakibatkan oleh kualitas pendidikan yang rendah. Peningkatan kualitas dan partisipasi sekolah penduduk Sumatera Utara tentunya harus diimbangi dengan penyediaan sarana fisik pendidikan maupun tenaga guru yang memadai. Sehingga ketika pendidikan penduduk Sumatera Utara sudah baik, maka kualitas tenaga kerjanya juga akan lebih baik. Akan tetapi, pada tahun 2014 angkatan kerja di Sumatera Utara sebagian besar adalah berpendidikan SMA ke bawah. Persentase yang berpendidikan di bawah SMA mencapai 35.48% dan angkatan kerja setara SD sebesar 33.05% dan setara SMP sebesar 22.20% sedangkan sisanya sebesar 9.27% berpendidikan SMA ke atas (BPS Sumut 2015). Jika dilihat dari pekerjaannya, penduduk Provinsi Sumatera Utara masih lebih besar di sektor pertanian yaitu 42.52% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 20.08% serta selebihnya disektor lain (BPS Sumut 2015). Artinya, angkatan kerja di Sumatera Utara masih kurang dari segi kualitas dikarenakan pekerjaan masih tinggi di sektor pertanian. Sektor pekerjaan berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, sehingga yang bekerja sebagai petani maupun buruh mendapatkan pendapatan yang lebih rendah. Akhirnya, dengan pendapatan yang rendah bisa menimbulkan tingkat kemiskinan yang lebih besar. Kemiskinan menjadi masalah yang harus dituntaskan di Provinsi Sumatera diakibatkan oleh beberapa keadaan di atas, seperti kurangnya kesempatan kerja sehingga menimbulkan pengangguran, kualitas pendidikan yang rendah, dan pendapatan yang rendah. Pendapatan penduduk yang rendah mengakibatkan akses untuk pendidikan dan kesehatan akan semakin rendah. Akibatnya, kualitas sumberdaya manusianya akan rendah. Maka, kemiskinan merupakan penderitaan yang dihadapi oleh masyarakat. Sehingga perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Perumusan Masalah Berbagai kebijakan dan program telah dilakukan oleh Pemerintah dalam upaya mengurangi tingkat kemiskinan. Upaya yang dilakukan melalui percepatan pertumbuhan ekonomi dan implementasi program dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan secara terintegrasi, terarah atau tepat sasaran dan bersinergi antar program. Strategi yang dilakukan oleh Pemerintah melalui pembangunan ekonomi bertumpu pada triple track strategy yaitu pro growth, pro job, dan pro poor serta secara nyata telah dilaksanakan sejak tahun 2005. Program untuk mendukung pro growth yang dilakukan oleh Pemerintah seperti perbaikan kinerja investasi dan ekspor, dan ditopang oleh pertumbuhan konsumsi penduduk. Sedangkan untuk program pro poor dilakukan dengan meningkatkan sasaran dan alokasi dana kemiskinan melalui program bantuan dana sosial. Presiden Indonesia telah mengeluarkan Perpres No. 15 tahun 2010 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan, yang bertujuan untuk mepercepat penurunan angka kemiskinan hingga 8% sampai 10% pada akhir tahun 2014. Strategi yang dilakukan untuk mengurangi kemiskinan yaitu: (1) menyempurnakan program perlindungan sosial, (2) peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar (kesehatan dan pendidikan), (3) pemberdayaan masyarakat , dan (4) pembangunan yang inklusif. Program-program yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan untuk mendukung strategi mengurangi kemiskinan adalah Jamkesmas, Program keluarga harapan, raskin,
4 Bantuan Siswa Miskin (BSM), PNPM mandiri dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendukung usaha rakyat. Dengan adanya program tersebut, diharapkan tingkat kemiskinan bisa dikurangi di Indonesia. Kondisi nyata yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2007 sampai 2013 menunjukkan bahwa kemiskinan masih di atas 10% dan pada tahun 2014 sebesar 9.8% serta pada tahun 2015 kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara sebesar 10.7% (BPS Sumut 2015). Provinsi Sumatera Utara adalah peringkat ke-17 untuk jumlah penduduk miskin terbesar di Indonesia dari 33 Provinsi kecuali Kalimantan Utara. Artinya, dari tahun 2014 ke tahun 2015 terjadi peningkatan persentase kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Peningkatan jumlah dan persentase kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara ini diakibatkan oleh inflasi kebutuhan dasar masyarakat, nilai tukar petani mengalami penurunan dan tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan (BPS 2015). Artinya, Pemerintah masih gagal dalam mengaplikasikan program-program yang telah dilakukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Maka, perlunya mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Mengingat pentingnya studi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara periode tahun 2007-2014, maka penulis mencoba meneliti beberapa variabel sosial-ekonomi dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu dianalisis tentang kemiskinan yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara? 2. Kebijakan apa yang dibutuhkan, sehingga bisa lebih efektif menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. 2. Merumuskan kebijakan yang efektif menurunkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran keadaan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara selama periode analisis yang dilakukan. Hasil dari penelitian ini mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dapat digunakan untuk menentukan kebijakan yang tepat dalam menangani penurunan tingkat kemiskinan dan kebijakan dalam mensejahterakan masyarakat dan penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti, mahasiswa dan instanti pemerintahan dalam melakukan penelitian tentang kemiskinan.
5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan dibatasi dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007-2014 dengan 26 Kabupaten/Kota. Penelitian akan menjelaskan kondisi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kemiskinan Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya dalam mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang lebih baik. Woryati (2013) menjelaskan bahwa kemiskinan merupakan masalah multi dimensional yang ditandai dengan ketidakberdayaan individu dalam memenuhi kebutuhan hidup dasar standar atas tiga masalah kehidupan. Pertama, masalah kekurangan materi yang mencakup kebutuhan atas pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kedua adalah masalah kebutuhan sosial dalam masyarakat seperti keterbelakangan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam bermasyarakat. Ketiga, masalah yang paling sering dijumpai dalam masyarakat yaitu kurangnya pendapatan dan kekayaan materi yang memadai. Kemiskinan terbagi menjadi atas kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, kemiskinan struktural, kemiskinan dengan pendekatan pendapatan/pengeluaran, kemiskinan dengan pendekatan rata-rata per kapita, dan kemiskinan dengan pendekatan BKKBN (Sudantoko dan Hamdani 2009). Todaro (2006) juga menjelaskan bahwa kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan (poverty line). Konsep yang berdasarkan garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut, sedangkan konsep yang berdasarkan pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah ketidakmampuan pemenuhan sumberdaya pokok untuk kesejahteraan, seperti makanan, air, perumahan, tanah, kesehatan, dan pendidikan. Kondisi yang disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau masyarakat secara merata sehingga mengakibatkan ketimpangan distribusi pendapatan disebut kemiskinan relatif. Harniati (2010) menjelaskan dimensi kemiskinan yang bersifat kompleks dan mengklasifikasikannya dalam tiga jenis kemiskinan, yaitu : 1. Kemiskian alamiah, merupakan kemiskinan yang diakibatkan oleh kualitas sumberdaya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang rendah. 2. Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang terkait dengan sikap seseorang atau kelompok dalam masyarakat yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki kehidupannya, walaupun ada usaha untuk memperbaiki dari pihak yang akan membantunya. Kemiskinan ini dapat pula disebabkan oleh sebagian sistem
6 dalam tradisi masyarakat yang berkontribusi dalam menyebabkan terjadinya kemiskinan di masyarakat. Misalnya sistem waris dalam pembagian harta. 3. Kemiskinan struktural, kemiskinan yang secara langsung atau tidak disebabkan oleh tatanan kelembagaan atau struktur sosial dalam masyarakat. Tatanan kelembagaan atau struktur sosial dapat diartikan sebagai tatanan organisasi atau aturan permaianan yang dilakukan. Misalnya kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah yang seringkali menyebabkan sebagian kelompok dalam masyarakat mengalami kemiskinan. Teori Lingkaran Kemiskinan Permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh negara-negara di dunia memiliki hubungan antara beberapa permasalahan, sehingga mengakibatkan suatu lingkaran kemiskinan (circle of poverty). Menurut Kuncoro (2000) penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut : 1. Ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, sehingga penduduk miskin hanya memiliki sumber daya yang terbatas dan kualitas yang rendah. 2. Kemiskinan diakibatkan oleh perbedaan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas sumber daya manusia yang rendah mengakibatkan produktivitas yang rendah juga, sehingga akan mendapatkan upah yang rendah. 3. Kemiskinan muncul karena adanya akses modal yang kecil. Dengan modal yang kecil, masyarakat miskin akan sulit untuk mengembangkan suatu usaha untuk memperbaiki perekonomian mereka. Ketiga penyebab kemiskinan ini berawal pada lingkaran kemiskinan (circle of poverty). Dengan adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Produktivitas yang rendah akan mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima. Sehingga pendapatan yang rendah akan berimplikasi terhadap rendahnya tabungan dan investasi masyarakat miskin. Produktvitas Penduduk Rendah
Pendapatan Penduduk Rendah
Kualitas Kesehatan Penduduk Rendah
Negara Miskin
Kualitas Gizi Penduduk Rendah
Pendapatan Rendah
Sumber : Damanhuri, 2010
Gambar 1 Lingkaran Kemiskinan menurut G. Myrdall Permasalahan kemiskinan juga dijelaskan dalam teori lingkaran kemiskinan yang dikembangkan oleh G. Myrdall dan Nurke dan membagi dalam beberapa
7 konsep yang berbeda. Lingkaran kemisikan (circle of poverty) merupakan suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sehingga menimbulkan keadaan suatu negara akan tetap miskin. Teori lingkaran kemiskinan Nurke ini menjelaskan bahwa lingkaran kemiskinan yang terpenting adalah keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan dalam pembentukan modal yang tinggi. Menurut Nurke ada dua jenis lingkaran kemiskinan yang menghalangi negara-negara berkembang untuk mencapai tingkat pembangunan yang pesat, yaitu dari sisi penawaran modal dan sisi permintaan modal (Damanhuri 2010). Teori lingkaran kemiskinan menurut G. Myrdall sangat bertentangan dengan teori yang dijelaskan oleh Nurke. Menurut Myrdall kemiskinan bukan terletak pada persoalan modal semata, namun lebih dikarenakan lewat kurangnya gizi, pendidikan dan kebutuhan dasar lainnya. Myrdall menjelaskan bahwa kondisi kemiskinan itu diawali dari pendapatan yang rendah mengakibatkan gizi yang buruk, sehingga menyebabkan kesehatan yang juga buruk. Hal ini tentu akan menyebabkan rendahnya produktivitas yang juga akan berdampak lagi kepada pendapatan yang rendah, dan akhirnya menyebabkan kemiskinan seperti pada Gambar 2. Pemikiran Myrdall ini pun menjadi strategi pemenuhan kebutuhan dasar (basic need strategy) yang diterapkan oleh ILO (International Labour Organization) untuk memecahkan masalah kemiskinan di negara berkembang. Ukuran Kemiskinan Indikator kemiskinan umumnya menggunakan kriteria garis kemiskinan (poverty line) untuk mengukur kemiskinan absolut. Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara-negara di dunia berbeda-beda yang diakibatkan oleh standar kebutuhan hidup dan lokasi yang berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS 2015). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2,100 kalori per hari. Sedang pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. BPS menggunakan dua pendekatan dalam mengukur kemiskinan di Indonesia, yaitu : (1) pendekatana kebutuhan dasar (basic need approach) dan (2) head count index. Pendekatan yang sering digunakan oleh BPS adalah pendekatan kebutuhan dasar. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan head count index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah suatu batas garis kemiskinan yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan garis kemiskinan nonmakanan (nonfood line). Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari dua komponen yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan nonmakanan (nonfood line). Rumus perhitungan untuk medapatkan garis kemiskinan adalah sebagai berikut: GK = GKM+GKNM Dimana: GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makanan
8 Selain head count index terdapat juga indikator lain yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, yaitu: (1) indeks keparahan kemiskinan (distributionally sensitive index) dan (2) indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index). Head count index merupakan jumlah persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Semakin kecil angka HCI maka hal ini menunjukkan semakin berkurangnya jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Demikian sebalinya, jika angka HCI semakin meningkat maka menunjukkan tingginya jumlah persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskin. Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Angka ini memperlihatkan jurang (gap) antara pendapatan rata-rata yang diterima penduduk miskin dengan garis kemiskinn. Semakin kecil angka ini menunjukkan secara rata-rata pendapatan penduduk miskin sudah semakin mendekati garis kemiskinan. Semakin tinggi angka ini maka semakin besar kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau denga nkata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Angka ini memperlihatkan sensitivitas distribusi pendapatan antar kelompok miskin. Semakin kecil angka ini menunjukkan distribusi pendapatan di antara penduduk miskin semakin merata. Program-Program Pemerintah dalam Menurunkan Kemiskinan Pemerintah memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan yang terintegrasi mulai dari penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan sosial, program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat dan program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha kecil, yang kemudian dijalankan oleh berbagai elemen Pemerintah baik pusat maupun daerah (TNP2K 2010). Untuk meningkatkan efektifitas upaya mengurangi kemiskinan, Presiden telah mengeluarkan Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, yang bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan hingga 8% sampai 10% pada tahun 2014. Terdapat empat strategi dasar yang telah ditetapkan dalam melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan oleh Pemerintah Indonesia, yaitu: (1) Menyempurnakan program perlindungan sosial, (2) Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar, (3) Pemberdayaan masyarakat, dan (4) Pembangunan inklusif. Terkait hal tersebut, Pemerintah sudah menetapkan instrumen panggulangan kemiskinan yang dibagi berdasarkan tiga klaster, yaitu: 1. Klaster I- Program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga Program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus pemenuhan hak dasar ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin untuk kehidupan lebih baik, seperti pemenuhan hak atas pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan. Jenis program pada klaster I ini adalah Jamkesmas, Program Keluarga Harapan, Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin), dan BSM (Bantuan Siswa Miskin). 2. Klaster II- Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat
9 Upaya penanggulangan kemiskinan tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan secara langsung pada masyarakat miskin karena penyebab kemiskinan tidak hanya disebabkan oleh aspek-aspek yang bersifat materialistik semata, akan tetapi juga karena kerentanan dan minimnya akses untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat miskin. Pendekatan pemberdayaan dimaksudkan agar masyarakat miskin dapat keluar dari kemiskinan dengan menggunakan potensi dan sumberdaya yang dimilikinya. Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah tahap lanjut dalam proses penanggulangan kemiskinan. Pada tahap ini, masyarakat miskin mulai menyadari kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk keluar dari kemiskinan. Pendekatan pemberdayaan sebagai instrumen dari program ini dimaksudkan tidak hanya melakukan penyadaran terhadap masyarakat miskin tentang potensi dan sumberdaya yang dimiliki, akan tetapi juga mendorong masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam skala yang lebih luas terutama dalam proses pembangunan di daerah. Karakteristik program pada klaster ini ada empat, yaitu: (1) menggunakan pendekatan partisipatif, (2) penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat, (3) pelaksanaan berkelompok kegiatan oleh masyarakat secara swakelola dan berkelompok, dan (4) perencanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penerima Kelompok program berbasis pemberdayaan masyarakat adalah kelompok masyarakat yang dikategorikan miskin. Kelompok masyarakat miskin tersebut adalah yang masih mempunyai kemampuan untuk menggunakan potensi yang dimilikinya walaupun terdapat keterbatasan. Jenis progra pada klaster II ini adalah PNPM Mandiri. 3. Klaster III- Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil adalah program yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Aspek penting dalam penguatan adalah memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk dapat berusaha dan meningkatkan kualitas hidupnya. Ada tiga karakteristik dalam program klaster III ini, yaitu: (1) memberikan bantuan modal atau pembiayaan dalam skala mikro, (2) memperkuat kemandirian berusaha dan akses pada pasar, dan (3) meningkatkan keterampilan dan manajemen usaha. Penerima manfaat dari kelompok program berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil adalah kelompok masyarakat hampir miskin yang kegiatan usahanya pada skala mikro dan kecil. Penerima manfaat pada kelompok program ini juga dapat ditujukan pada masyarakat miskin yang belum mempunyai usaha atau terlibat dalam kegiatan ekonomi. Jenis program klaster III ini adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Beberapa faktor yang dinilai adalah penyebab dari kemiskinan menurut Handayani (2001) antara lain : (1) kesempatan kerja, artinya seseorang miskin karena menganggur, sehingga tidak memperoleh penghasilan atau jika tidak bekerja
10 penuh, baik dalam ukuran hari, minggu, bulan, maupun tahun, (2) upah gaji di bawah minimum, (3) produktivitas kerja yang masih rendah, (4) ketiadaan aset, (5) diskriminasi, (6) tekanan harga yang selalu berubah-ubah, dan (7) penjualan tanah. Kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran agama, kejujuran dan keadilan (Suryaditingrat 2003). Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari adanya keengganan bekerja dan berusaha, kebodohan, motivasi yang rendah, tidak memiliki rencana jangka panjang, budaya kemiskinan dan pemahaman keliru terhadap kemiskinan. Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain tercermin dari ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat ketidak pedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang kurang mampu dan kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin. Mawardi (2004) menyebutkan ada enam kategori yang mengakibatkan kemiskinan, yaitu: 1. Ketidakberdayaan Faktor ketidakberdayaan merupakan faktor di luar kendali masyarakat miskin, yang mencakup aspek ketersediaan lapangan pekerjaan, tingkat biaya/harga (baik barang konsumsi, sarana produksi, maupun harga jual produksi), kebijakan pemerintah, sistem adat, lilitan hutang, keamanan, dan takdir/kodrat. Aspek takdir ini merupakan bentuk kepasrahan dari masyarakat miskin karena kondisi kemiskinan yang mereka alami sudah sedemikian rupa sehingga timbullah sikap apatis dan mereka menganggap bahwa hanya mukjizat Tuhan yang bisa mengubah keadaan. 2. Kekurangan materi Yang termasuk dalam kategori kekurangan materi adalah kepemilikan atau tidak memiliki berbagai macam aset, seperti rumah, tanah, modal kerja, warisan, serta rendahnya penghasilan karena upah atau hasil panen yang rendah. Faktor kekurangan materi merupakan faktor penyebab kemiskinan yang dominan selain faktor ketidakberdayaan. 3. Keterkucilan Faktor keterkucilan terkait dengan hambatan fisik dan nonfisik dalam mengakses kesempatan meningkatkan kesejahteraan, antara lain karena lokasi yang terpencil, prasarana transportasi yang buruk, tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, akses terhadap kredit, pendidikan, kesehatan, irigasi dan air bersih tidak ada/kurang memadai. 4. Kelemahan fisik Yang termasuk dalam faktor kelemahan fisik antara lain: kondisi kesehatan, kemampuan kerja, kurang makan dan gizi, dan masalah sanitasi. Pada umumnya kondisi kesehatan yang buruk dianggap lebih penting sebagai penyebab kemiskinan dibandingkan faktor ketidakmampuan bekerja. 5. Kerentanan Yang termasuk dalam faktor kelemahan fisik antara lain: kondisi kesehatan, kemampuan kerja, kurang makan dan gizi, dan masalah sanitasi. Pada umumnya kondisi kesehatan yang buruk dianggap lebih penting sebagai penyebab kemiskinan dibandingkan faktor ketidakmampuan bekerja. 6. Sikap dan perilaku
11 Kebiasaan buruk atau sikap yang cenderung menghambat kemajuan masuk dalam kategori ini. Didalamnya mencakup kurangnya upaya untuk bekerja, tidak bisa mengatur uang atau boros, masalah ketidakharmonisan keluarga, serta kebiasaan berjudi/mabuk. Beberapa penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di berbagai daerah di Indonesia menunjukkan adanya faktor yang signifikan dan tidak signifikan mempengaruhi kemiskinan. Secara umum faktorfaktor yang mempengaruhi kemiskinan di indonesia adalah pertumbuhan ekonomi (Siregar dan Wahyuniarti 2008), pengangguran (Prastyo 2010), kependudukan (Wongdesmiwati 2009) dan kesehatan (Myrdall 2000), dan infrastruktur (Wahyuni 2011). Kependudukan Penduduk adalah orang yang sebagai diri pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, dan himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah negara pada waktu tertentu (Purba Jonny 2005). Sedangkan menurut UUD 1945 pasal 26 ayat (2), penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Sementara yang bukan penduduk adalah orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat berdasarakan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik. Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan akan konsumsi rumah tangga. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka beban suatu rumah tangga dan akan mempengaruhi produktivitas kepala keluarga. Berdasarkan penelitian Nasir, et all (2006) menyatakan jumlah nggota rumah tangga berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Itu artinya adanya hubungan jumlah penduduk dengan kemiskinan. Semakin tinggi jumlah penduduk, apabila tidak diimbangi dengan produktivitas dan pendapatan yang layak maka kemiskinan akan semakin meningkat. Karena kebutuhan akan konsumsi juga ikut meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2012) di Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa jumlah penduduk signfikan meningkatkan tingkat kemiskinan, maka perlu adanya program penggiatan Keluarga Berencana (KB) untuk mengendalikan laju pertumbuhan. Pendidikan Pendidikan merupakan sarana untuk memperoleh wawasan, ilmu pengetahuan dan keterampilan agar peluang kerja lebih terbuka dan upah yang didapat juga lebih tinggi. Pendidikan berfungsi sebagai daya penggerak transformasi masyarakat untuk mengurangi dan memutus rantai kemiskinan. Pendidikan menurut World Bank (2005) dapat membantu penurunan kemiskinan melalui efeknya pada produktivitas tenaga kerja dan melalui jalur manfaat sosial, maka pendidikan merupakan suatu tujuan pembangunan yang penting bagi suatu negara. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) kualitas pendidikan suatu negara dapat diukur melalui angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan angka partisipasi sekolah. Todaro dan Smith (2006) juga menjelaskan bahwa pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang sangat mendasar. Karena pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk kemampuan suatu masyarakat dalam menyerap
12 teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar terciptanya pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan, sehingga kemiskinan bisa dikurangi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmadhani (2015) bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Namun indikator pendidikan yang sangat mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah rata-rata lama sekolah dan angka partisipasi sekolah. Pengangguran Terbuka Pengangguran menurut Todaro (2005) adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum memperolehnya. Masalah pengangguran dapat mengakibatkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kesejahteraan masyarakat tidak tercapai. Tingkat kemakmuran dan tingkat pendapatan nasional merupakan masalah pokok makro ekonomi yang paling utama. Pengangguran adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian yang secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya (Sukino 2004). International Labor Organization (ILO) memberikan defenisi pengangguran, yaitu pengangguran terbuka dan setengah pengangguran terpaksa. Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk dalam kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan. Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh karyawan dan pekerja mandiri (usaha sendiri) dan selama periode tertentu secara terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, masih mecari pekerjaan lain atau masih bersedia mencari pekerjaan lain. Pengangguran terbuka sendiri adalah pengangguran yang tercipta karena pertumbuhan kesempatan kerja tidak sejalan dengan pertumbuhan tenaga kerja, akbibatnya banyak tenaga kerja yang tidak memperoleh pekerjaan. Badan Pusat Statistik juaga mendefenisikan pengangguran terbuka adalah penduduk yang telah masuk dalam angkatan kerja tetapi tidak memiliki pekerjaa dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, serta sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Berdasarkan penyebab terjadinya pengangguran, maka pengangguran dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu : a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang kehidupan perekonomian atau siklus ekonomi. b. Pengangguran struktural (Structural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran ini bisa diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti permintaan yang berkurang, kemajuan teknologi, dan kebijakan pemerintah. c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini juga sering disebut sebagai pengangguran sukarela. d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang diakibatkan oleh pergantian musim. Pengangguran ini juga dibagi atas dua macam, yaitu : 1. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan atau pergantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin dalam industri.
13 2. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang terjadi akibat menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran ini diakibatkan oleh kurangnya permintaan masyarakat. Pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai cara (Tambunan 2001), antara lain : (1) jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat mempengaruhi tingkat pendapatan penduduk miskin. (2) jika rumah rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. Hubungan antara pengangguran dengan tingkat kemiskinan juga didukung oleh teori lingkaran kemiskinan versi Nurkse yang menggambarkan rendahnya produktivitas sebagai salah satu penyebab kemiskinan. Hal ini karena seorang penganggur tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyebabkan tingkat kemiskinan semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Hudaya (2009) menyatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka signifikan berpengaruh positif terhadap peningkatan kemiskinan di Indonesia. Artinya, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia harus dikurangi. Ketenagakerjaan Tenaga kerja menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 2 mengatakan bahwa setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa untuk pemenuhan kebutuhan hidup sendiri maupun masyarakat (Handoyo 2013). Menurut Badan Pusat Statistik, yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah penduduk yang berumur dalam batas usia kerja dan di Indonesia batas dunia kerja itu adalah 15 tahun. Pengertian tenaga kerja secara mikro adalah orang yang tidak saja mampu bekerja, tapi secara nyata dapat menyumbangkan potensi kerja yang dimilikinya kepada lingkungan kerjanya dan menerima imbalan. Tenaga kerja di Indonesia masih banyak disektor pertanian. Terbukti dengan tahun 2008 data dari BPS menunjukkan bahwa 40 % angkatan kerja nasional masih melakukan aktivitas ekonomi di sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian utama bagi sebagian penduduk yang tinggal di daerah pedesaan di Indonesia. Seiring berkembangnya teknologi dan industri mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian, sehingga lahan pertanian semakin kecil. Akibatnya tenaga kerja di sektor pertanian setiap tahunnya mengalami penurunan. Semakin berkurangnya lahan pertanian maka produktivitas dan output pertanian juga bisa menurun, sehingga menurunkan pendapatan petani. Produktivitas dari sektor pertanian semakin rendah adalah akibat dari tingkat pendidikan para petani yang rendah. Menurut teori pertumbuhan endogen, pendidikan merupakan pendorong meningkatnya produktivitas para pekerja sehingga output yang dihasilkan lebih besar. Nurkse dalam Arsyad (2010) menjelaskan mengenai lingkaran kemiskinan, menyebutkan bahwa timbulnya lingkaran kemiskinan disebabkan akses modal yang kecil. Lembaga keuangan yang ada di Indonesia masih kurang dalam menjangkau petani kecil. Sehingga kurangnya modal mengakibatkan petani kecil sulit untuk mengembangkan usahanya. Akibatnya, kemiskinan di sektor pertanian cenderung sulit untuk dikurangi.
14 Infrastruktur Defenisi infrastruktur tidak hanya merujuk kepada infrastruktur fisik jalan, sekolah, jembatan dan lain-lain, tetapi infrastruktur memiliki pengertian yang lebih luas dalam perekonomian. Bank Dunia membagi infrastruktur menjadi tiga komponen, yaitu: (1) infrastruktur ekonomi, (2) infrastruktur sosial, dan (3) inftrastruktur administrasi. Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur yang ditujukan untuk menunjang perekonomian, yaitu meliputi public utilities (seperti listrik, telekomunikasi, air, sanitasi dan gas), public work (seperti jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase, dan sektor transportasi (seperti rel kereta api, pelabuhan, dan lapangan terbang). Sedangkan infrastruktur sosial meliputi pendidikan , kesehatan dan perumahan. Infrastruktur administrasi sendiri merupakan penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi. Salah satu yang disebutkan dalam infrastruktur ekonomi adalah jalan. Jalan merupakan penghubung antarkegiatan perekonomian. Infrastruktur jalan yang baik dapat meningkatkan mobilitas penduduk dan barang yang menghubungkan satu pusat aktivitas dengan pusat aktivitas lain di tempat yang berbeda. Jalan memiliki arti penting bagi suatu daerah karena tanpa adanya jalan yang baik, roda perputaran kegiatan perekonomian akan terhambat. Wahyuni pada tahun 2011 pernah melakukan penelitian tentang peran infrastruktur jalan dalam mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur. Penelitian tersebut didasari fakta bahwa penduduk miskin pada umumnya terkonsentrasi di pedesaan dan cendrung terisolasi dengan daerah lainnya, sehingga mobilitas mereka terbatas untuk melakukan kegiatan perekonian dan akibatnya mereka tidak dapat berpartisipasi dalam proses mobilitas perekonomian. Dalam penelitian yang dilakukan Wahyuni (2011) menyatakan bahwa infrastrktur jalan sangat berpengaruh mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia Bagian Timur. Agar kontribusi jalan terhadap peningkatan output dan penurunan kemiskinan semakin meningkat maka pemerintah perlu lebih menggiatkan pembangunan jalan terutama di daerah-daerah terpencil di Indonesia dan pedalaman yang biasanya pendorong kemiskinan. Ketersediaan infrastruktur jalan yang memadai merupakan prasyarat utama karena akan lebih memudahkan penduduk untuk mengakses pelayanan kesehatan, pendidikan, informasi dan pasar. Dengan kondisi jalan yang semakin baik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pada gilirannya akan mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dariah (2007) di Jawa Barat menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Jawa Barat. Artinya, ketersediaan infrastruktur jalan mendukung sekali dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, sehingga pendapatan masyarakat bisa bertambah dan kemiskinan bisa dikurangi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi yang ada di dalam indikator ekonomi suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Terdapat tiga pendekatan yang dilakukan dalam menghitung PDRB, yaitu:
15 (1) pendekatan produksi, (2) pendekatan pendapatan, dan (3) pendekatan pengeluaran. PDRB dengan pendekatan produksi merupakan jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit atau sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Ada sembilan sektor perekonomian dalam pendekatan produksi, yaitu: (1) pertanian, (2) pertambangan dan galian, (3) industri, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan transportasi, (8) keuangan, dan (9) jasa. PDRB dengan pendekatan pendapatan merupakan balas jasa yang diterima oleh faktorfaktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa yang diterima adalah berupa gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. PDRB dengan pendekatan pengeluaran sendiri adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori dan ekspor bersih (ekspor dikurangi impor). Ketiga pendekatan ini nantinya akan menghasilkan angka yang sama besar. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah indikator yang digunakan dalam melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan salah satu syarat dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alkautsar (2014) bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) signifikan dalam mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Artinya, kenaikan PDRB dapat mengurangi tingkat kemiskinan sehingga sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat termasuk golongan ekonomi rendah. Kerangka Pemikiran Tujuan suatu negara tidak selalu pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi (PDRB) harus ditandai dengan keberhasilan pembangunan, ketersediaan lapangan pekerjaan, rendahnya tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan yang rendah dengan tujuan akhir kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dari tahun 2010 sampai 2014 masih di atas 5% (BPS 2015), tetapi ketimpangan pendapatan masih tergolong tinggi. Ketimpangan pendapatan di Indonesia harus sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi supaya kemiskinan juga bisa dikurangi secara mikro. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dari tahun 2010 sampai 2014 masih di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan data BPS Sumatera Utara tahun 2015. Hal ini menunjukkah bahwa perekonomian Provinsi Sumatera Utara masih tergolong baik. Tetapi, ketimpangan pendapatan dan ketimpangan antar daerah masih tergolong tinggi. Hal tersebut mengakibatkan implikasi terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara, dibuktikan dengan masih tingginya persentase kemiskinan dan kemiskinan masih lebih tinggi di pedesaan. Kemiskinan yang terjadi di berbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara memiliki perbedaan faktor-faktor yang mempengaruninya. Mulai dari data ekonomi dan kebijakan secara regional yang berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2010-2014 dengan variabel sosial-ekonomi, yaitu: (1) Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku, (2) Persentase pengangguran terbuka, (3) Jumlah penduduk, dan (4) Kepadatan penduduk, (5)
16 Rata-rata lama sekolah, (6) Tenaga kerja sektor pertanian, (7) Tenaga kerja sektor Industri, (8) Tenaga kerja sektor jasa, dan (9) infrastruktur panjang jalan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk diagram alur sebagai berikut:
Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara
Analisis Deskriptif
Analisis Regresi Data Panel
Kondisi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk Kepadatan penduduk Rata-rata lama sekolah Tenaga kerja sektor pertanian Tenaga kerja sektor jasa Tenaga kerja sektor industri Panjang jalan Pengangguran terbuka PDRB
Implikasi Kebijakan
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan sementara yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang diajukan oleh peneliti yang sebenarnya harus diuji secara empiris. Maka akan diajukan hipotesis yang mempengaruhi faktorfaktor tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut: 1. Jumlah penduduk berpengaruh positif meningkatkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. 2. Kepadatan penduduk berpengaruh positif meningkatkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. 3. Rata-rata lama sekolah berpengaruh negatif mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara.
17 4. Tenaga kerja sektor pertanian berpengaruh positif meningkatkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. 5. Tenaga kerja sektor jasa berpengaruh negatif menurunkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. 6. Tenaga kerja sektor industri berpengaruh negatif menurunkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. 7. Infrastruktur panjang jalan dalam kondisi baik berpengaruh negatif mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. 8. Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh positif meningkatkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. 9. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku berpengaruh negatif mengurangi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara.
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dan diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Datanya yang digunakan berupa data cross section yang terdiri dari 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara serta data time series dari tahun 2007 sampai 2014. Sumber pendukung lainnya didapatkan dari BPS, Bank Indonesia, dan internet yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3 Jenis dan sumber data No. Jenis Data Sumber 1 Jumlah penduduk miskin (jiwa) BPS Sumut 2 Jumlah penduduk (jiwa) BPS Sumut 2 3 Kepadatan penduduk (km ) BPS Sumut 4 Tenaga kerja sektor pertanian (%) BPS Sumut 5 Tenaga kerja sektor industri (%) BPS Sumut 6 Tenaga kerja sektor jasa (%) BPS Sumut 7 Rata-rata lama sekolah (%) BPS Sumut 8 Infrastruktur jalan (km) BPS Sumut 9 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) BPS Sumut 10 PDRB ADHB (miliar Rp) BPS Sumut
Metode Analisis Data Analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif dalam penelitian akan digunakan dalam mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran data dalam bentuk tabel atau grafik. Analisis kuantitatif digunakan untuk melihat pengaruh beberapa variabel makro perekonomian yang ada di Provinsi Sumatera Utara dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan. Analisis kuantitif yang digunakan adalah analisis panel data, yaitu
18 berupa cross section dengan 26 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara dan time series dari tahun 2007 sampai tahun 2014. Metode analisis kuantitatif data panel digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007-2014. Pengolahan data panel menggunakan software Ms. Excel dan Eviews 6. Gujarati (2005) mengatakan bahwa data panel (pooled data) merupakan gabungan antara data time series dan cross section. Data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap satu individu dan data cross section merupakan data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu. Penggunaan data panel dapat mengendalikan heterogenitas data individual, dapat menyajikan data yang lebih informatif, bervariasi, memiliki kolineritas antar variabel yang kecil, memiliki derajat kebebasan yang lebih besar, dan lebih efisien. Data penel juga lebih unggul dalam mengindentifikasi dan mengestimasi efek yang tidak terdeteksi secara sederhana pada model time series dan cross section. Data panel ini lebih sesuai untuk menguji model perilaku yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section dan model time series (Baltagi 2005). Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi data panel, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect dan Random Effect (Gujarati 2003). 1. Metode Pooled Least Square (PLS) Metode PLS adalah metode yang paling sederhana yang memiliki intersep dan slope konstan. Model PLS didefinisikan sebagai berikut : Yit = αi + βXit + Uit dimana i merupakan kabupaten/kota yang akan diobservasi dalam data cross section dan t merupakan periode tahun pada time series. Metode ini memiliki keterbatasan, karena intersep dan slope dari setiap variabel diasumsikan konstan untuk setiap data yang diobservasi. 2. Fixed Effect Model (FEM) Pada metode Fixed Effect Model (FEM), intersep dibedakan antar individu karena setiap individu dianggap memiliki karakteristik sendiri dalam membedakan intersepnya, dapat menggunakan peubah dummy, sehingga metode ini dikenal dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV). Persamaan model sebagai berikut : Yit = β0i + β1X1it + β2X2it + ...+ βnXnit + Uit dimana β0i merupakan intersep dan β1, β2 merupakan slope. Diasumsikan bahwa slope konstan tetapi intersep berbeda untuk setiap individu, i menggambarkan intersep berbeda antar kabupaten/kota namun intersep masing-masing kabupaten/kota tidak berbeda antar waktu. 3. Random Effect Model (REM) Pada metode Random Effect Model (REM), intersep tidak lagi dianggap konstan, melainkan dianggap sebagai peubah random. Nilai intersep dari masingmasing individu didefinisikan sebagai berikut : β 0i = β0 + ei ; dengan i = 1,2,..n
19 dimana ei merupakan sisaan acak (error term) dengan rata-rata = 0 dan ragam = σ2 . Sehingga persamaan dalam model sebagai berikut : Yit = β0 + β1X1it + β2X2it + eit + Uit Pengujian Kesesuaian Model Untuk memilih metode yang akan digunakan, maka perlu dilakukan uji kesesuain model sebagai berikut : 1. Chow Test Uji Chow digunakan untuk memilih model yang akan digunakan antara model Pooled Least Square (PLS) atau model Fixed Effect Model (FEM). Hipotesis uji Chow sebagai berikut : H0 : Model Pooled Least Square (Restricted) H1 : Model Fixed Effect (Unrestricted) Sebagai dasar penolakan H0 dapat digunakan perbandingan statistik Hausman dengan Chi-square atau dengan melihat p-value. Apabila nilai p-value lebih kecil dari nilai α = 5%, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model Fixed Effect. 2. Hausman Test Setelah melakukan uji Chow, maka untuk memilih model fixed effect atau random effect yang akan digunakan dalam penelitian, dengan asumsi terdapat atau tidak korelasi antara regressor dan efek individu, dilakukan uji Hausman. Hipotesis uji Hausman sebagai berikut : H0 : Random Effect Model (REM) H1 : Fixed Effect Model (FEM) Sebagai dasar penolakan H0 dapat digunakan perbandingan statistik Hausman dengan Chi-square atau denga melihat p-value. Apabila nilai p-value lebih kecil dari nilai α = 5%, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). Pengujian Kriteria Ekonometrika 1. Multikolineritas Suatu model yang terbebas dari multikolineritas artinya tidak ada hubungan linear antara variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Salah satu cara untuk memastikan ada atau tidaknya multikolineritas adalah dengan melihat koefisien korelasi antar peuabh bebas dalam model. Jika nilai masing-masing koefisien korelasinya lebih besar dari rule of thumb (0,8) R2 maka model tersebut memiliki masalah multikolineritas. 2. Heteroskedastisitas Model dapat dikatakan terbebas dari masalah heteroskedastisitas artinya variant dari error bersifat konstan atau bersifat homoskedastisitas. Gujarati (2006) mengatakan apabila masalah heteroskedastisitas terjadi maka pengujian hipotesis tidak bisa diandalkan karena memungkinkan penarikan kesimpulan yang
20 menyesatkan. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk melihat ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dengan menggunakan metode GLS Weight Crosssection. Apabila nilai Sum Square Resid Weighted lebih kecil dibandingkan dengan nilai Sum Square Resid Unweighted, maka dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. 3. Autokorelasi Model dapat dikatakan terbebas dari masalah autokorelasi apabila pengamatan satu dan pengamatan lainnya tidak memiliki keterkaitan atau bersifat saling bebas. Uji yang akan dilakukan untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan uji Durbin-Watson. Nilai statistik Durbin-Watson yang diperoleh dari hasil estimasi pada program Eviews dibandingkan dengan nilai DW pada tabel. Model dikatakan terbebas dari masalah autokorelasi apabila nilai statistik Durbin-Watson berada di area non-autokorelasi. Selang statistik Durbin-Watson adalah sebagai berikut : 0 < DW < DL : ada autokorelasi positif DL < DW < DU : tidak ada keputusan 4 - DU
21 LnRRLSEKit TKSEKPERit TKSEKJASit TKSEKINDit LnPJLNit TPTit LnPDRBit β0 β1, β2, β3, ..., β9 Uit
: rata-rata lama sekolah Kab./Kota ke-i pada tahun ke-t (tahun) : tenaga kerja sektor pertanian Kab./Kota ke-i pada tahun ke-t (%) : tenaga kerja sektor jasa Kab./Kota ke-i pada tahun ke-t (%) : tenaga kerja sektor industri Kab./Kota ke-i pada tahun ke-t (%) : panjang jalan Kab./Kota ke-i pada tahun ke-t (km) : tingkat pengangguran terbuka Kab./Kota ke-i pada tahun ke-t (%) : pertumbuhan ekonomi Kab./Kota ke-i pada tahun ke-t (miliar Rp) : Intersep : Koefisien regresi variabel bebas : Komponen error
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2007-2014 mengalami penurunan dari jumlah dan persentasenya. Pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin tercatat 1.76 juta orang dengan persentase 13.9% (BPS Sumut 2015) dan mengalami penurunan kembali tahun 2008 dengan jumlah 1.61 juta orang atau setara 12.55% dari jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2012 ke tahun 2013 penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari segi jumlah, yaitu dari 1.40 juta jiwa menjadi 1.41 juta jiwa. Akan tetapi, persentase penduduk miskin mengalami penurunan dari tahun 2012 ke tahun 2013. Peningkatan jumlah penduduk miskin ini diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara 2012-2013, yaitu tahun 2012 sebesar 13.21 juta jiwa dan tahun 2013 sebesar 13.32 juta jiwa (BPS Sumut 2015). Tahun 2014, penduduk miskin di Provinsi Sumatera mengalami penurunan dari segi jumlah dan persentasenya (Gambar 3). Jumlah Penduduk Miskin (100000jiwa)
17,68 13,9
2007
16,14
15,00
12,55
2008
11,51
2009
14,91 11,31
2010
Persentase Penduduk Miskin (%)
14,36 10,83
2011
14,00 10,41
2012
14,16 10,39
2013
13,61 9,85
2014
Sumber: BPS Sumut 2015
Gambar 3 Grafik Jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007-2014
22
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhanbatu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara Sibolga Tanjungbalai Pematangsiantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
Persentase Penduduk Miskin (%)
Perbadingan persentase penduduk miskin per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2007 sampai 2014 menunjukkan fluktuatif. Data persentase penduduk miskin yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 menunjukkan Kabupaten/Kota yang paling besar persentase penduduk miskinnya adalah Kabupaten Nias dan Nias Selatan, yaitu sebesar 31.75% dan 33.84% dan Kabupaten/Kota yang paling kecil persentase penduduk miskinnya adalah Kota Binjai dan Kota Deli Serdang dari 26 Kabupaten/Kota (BPS Sumut 2015).
2007
2011
2014
Sumber: BPS Sumut 2015
Gambar 4 Grafik Persentase penduduk miskin per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2007,2011 dan 2014 Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Ada dimensi lain yang harus diperhatikan dalam kemiskinan, yaitu tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain harus mampu menurunkan jumlah penduduk miskin, kebijakan yang menyangkut kemiskinan juga harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode tahun 2011-2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan naik turun (fluktuatif). Artinya, apabila terjadi penurunan pada kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin berkurang. Tabel 4 Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinana (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2015 Garis Indeks Kedalaman Indeks Keparahan Tahun Kemiskinan Kemiskinan (P1) Kemiskinan (P2) 2011 263,209 1.80 0.47 2012 271,738 1.82 0.50 2013 311,063 1.72 0.46 2014 330,663 1.71 0.45 2015 366,137 1.89 0.52 Sumber: BPS Sumut 2016
23 Tabel 4 menunjukkan bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan di tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2015 mengalami peningkatan. Indeks Kedalaman Kemiskinan tahun 2011 sebesar 1.80 dan tahun 2015 sebesar 1.89, sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan tahun 2011 sebesar 0.47 dan tahun 2015 0.52. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara tahun 2015 lebih jauh dari garis kemiskinan dibandingkan dengan tahun 2011, begitu juga tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di tahun 2015 lebih lebar dibandingkan dengan tahun 2011. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di tahun 2015 lebih buruk dibandingkan dengan tahun 2011. Dari tabel 4 juga menunjukkan bahwa tahun 2014 nilai Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, artinya tingkat kemiskinan di tahun 2014 lebih baik dibanding tahun sebelumnya dan lebih baik dibandingkan tahun 2015 di Provinsi Sumatera Utara. Perkembangan Kependudukan Pada penelitian ini variabel yang akan direpresentasikan dalam hal kependudukan di Provisi Sumatera Utara adalah jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Dalam pembangunan suatu daerah, penduduk dijadikan sebagai titik sentral yaitu sebagai subyek pembangunan dan sebagai obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan, penduduk adalah motor penggerak bagi proses pembangunan, sedangkan sebagai obyek pembangunan adalah hasil-hasil pembangunan harusnya bisa dinikmati oleh penduduk. Jumlah penduduk yang besar adalah modal modal pembangunan jika penduduknya berkualitas, sedangkan jika penduduk yang besar tidak berkualitas maka akan jadi beban bagi pembangunan. Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 sebesar 12.83 juta jiwa dan tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 12.98 juta jiwa. Pada tahun 2014, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara juga mengalami peningkatan menjadi 13.77 juta jiwa (BPS Sumut 2015). Pada level Kabupaten/Kota juga terjadi peningkatan jumlah penduduk. Pada grafik (Gambar 5) ditunjukkan bahwa Kabupaten/Kota yang paling besar jumlah penduduknya berada di kota-kota besar yang ada di Provinsi Sumatera Utara seperti Deli Serdang dan Medan. Karena dua kota besar ini lah yang paling besar dan pesat perkembangan perekonomiannya, dibuktikan dengan PDRB kedua kota inilah yang paling tinggi diantara Kabupaten/kota yang lain.
2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0
Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhanbatu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara Sibolga Tanjungbalai Pematangsiantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
Jumlah Penduduk (jiwa)
24
Tahun 2007
Tahun 2011
Tahun 2014
Sumber: BPS Sumut 2015
Gambar 5 Grafik jumlah penduduk per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, 2011 dan 2014
9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhanbatu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara Sibolga Tanjungbalai Pematangsiantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
Kepadatan Penduduk (km2)
Persebaran penduduk di Provinsi Sumatera Utara masih belum merata antar Kabupaten/Kota. Dari grafik kepadatan penduduk (Gambar 6) menunjukkan bahwa Kabupaten/Kota yang paling padat penduduknya berada di kota-kota yang merupakan pusat perekonomian dan kota tersebut relatif kecil luasnya serta kotanya sudah lama dibentuk. Sehingga kepadatan penduduknya sangat besar dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang lain yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Terlihat dari grafik (Gambar 6) juga kepadatan penduduk selalu meningkat setiap tahun, sehingga jumlah penduduk juga semakin meningkat.
Tahun 2007
Tahun 2011
Tahun 2014
Sumber: BPS Sumut 2015
Gambar 6 Grafik kepadatan penduduk per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara 2007, 2011 dan 2014 Rata-Rata Lama Sekolah Rata-rata lama sekolah melihat tingginya pendidikan yang dicapai oleh penduduk suatu daerah. Menurut Tobing dalam Hastarini (2005), orang yang
25
12 10 8 6 4 2 0
Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhanbatu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara Sibolga Tanjungbalai Pematangsiantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
Rata-rata lama sekolah (tahun)
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, diukur dengan lamanya waktu untuk sekolah akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang pendidikannya lebih rendah. Rata-rata lama sekolah penduduk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 adalah 8.6 tahun dan pada tahun 2014 terjadi peningkatan menjadi 8.9 tahun. Walaupun rata-rata lama sekolah Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan, namun hal tersebut belum sesuai dengan target pemerintah yaitu wajib belajar sembilan tahun.
Tahun 2007
Tahun 2011
Tahun 2014
Sumber: BPS Sumut 2015
Gambar 7 Grafik Rata-rata lama sekolah di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, 2011 dan 2014 Dari grafik di atas menunjukkan rata-rata lama sekolah setiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, 2011 dan 2014. Grafik tersebut menunjukkan hanya beberapa kabupaten/kota saja yang memenuhi target Pemerintah dalam program wajib belajar sembilan tahun. Pada tahun 2007, ratarata lama sekolah yang diatas sembilan tahun adalah Sibolga, Pematangsiantar, Tebing Tinggi, Medan, Binjai dan Padangsidimpuan. Rata-rata lama sekolah pada tahun 2011 yang di atas sembilan tahun adalah Labuhanbatu, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, Sibolga, Pematangsiantar, Tebing Tinggi, Medan, Binjai, Padangsidimpuan. Artinya, rata-rata lama sekolah dibeberapa Kabupaten/Kota mengalami peningkatan. Tahun 2014, rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan juga dibeberapa Kabupaten/Kota. Sedangkan rata-rata lama sekolah yang paling rendah adalah Nias dan Nias Selatan. Rendahnya rata-rata lama sekolah ini diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu sulit terjangkau pendidikan akibat permasalahan infrastruktur, rendahnya minat masyarakat akan pendidikan, rendahnya dana pemerintah, dan lain-lain. Perkembangan Infrastruktur Jalan Infrastruktur merupakan faktor penting dalam memajukan kondisi sosial dan ekonomi suatu wilayah. Ketersediaan infrastruktur sangat dibutuhkan oleh suatu wilayah untuk melakukan aktivitas ekonomi dan mobilitas penduduknya. Suatu wilayah akan lebih cepat maju jika didukung oleh kuantitas dan kualitas
26 infrastruktur yang memadai. Namun sebaliknya, suatu wilayah akan terisolasi dari wilayah lainnya jika infrastruktur daerahnya memiliki keterbatasan. Keterisolasian ini mengakibatkan roda perekonomian daerah sulit bergerak dan penduduknya akan sulit dalam melakukan aktivitas perekonomian sehingga akan mengakibatkan kemiskinan. Panjang jalan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 mencapai 36,966.47 km yang terbagi atas jalan negara 2,098.05 km, jalan provinsi 2,752.50 km dan jalan kabupaten/kota 32,115.92 km. Pada tahun 2014, panjang jalan di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari tahun 2007 menjadi 38,751.04 km, yang terdiri atas jalan negara 2,294.64 km, jalan provinsi 3,048.50 km dan jalan kabupaten/kota 33,452.90 km. Peningkatan kuantitas jalan belum tentu diikuti oleh kualitas jalan yang baik di Provinsi Sumatera Utara. Terbukti dari data yang dikeluarkan oleh BPS Sumut tahun 2007, jalan di Provinsi Sumatera Utara yang dalam kondisi baik hanya 29%, kondisi sedang 24%, kondisi rusak 22% dan kondisi rusak berat 17%. Pada tahun 2014, kondisi jalan yang dalam kondisi baik mengalami peningkatan menjadi 36.09%, kondisi sedang 24.33%, kondisi rusak mengalami penurunan menjadi 20.36% dan kondisi rusak berat semakin meningkat menjadi 19.10% (BPS Sumut 2015).
Panjang jalan (km)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhanbatu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara Sibolga Tanjungbalai Pematangsiantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
0
Tahun 2007
Tahun 2011
Tahun 2014
Panjang jalan keseluruhan 2014
Sumber: BPS Sumut 2015
Gambar 8 Grafik panjang jalan kondisi baik dan panjang jalan keseluruhan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, 2011 dan 2014 Pada grafik di atas menunjukkan perbandingan kondisi jalan yang kondisi baik dengan panjang jalan yang seharusnya di Provinsi Sumatera Utara per Kabupaen/Kota. Dapat dilihat bahwa tahun 2007, 2011 dan 2014 kondisi jalan yang dalam kondisi baik cenderung meningkat di beberapa Kabupaten/Kota dan beberapa Kabupaten/Kota cenderung fluktuatif. Apabila dibandingkan dengan jumlah panjang jalan yang sebenarnya tahun 2014, kondisi jalan yang baik masih sangat rendah di Provinsi Sumatera Utara terlihat dari Gambar 8. Padahal jalan merupakan infrastruktur pendukung mobilitas perekonomian masyarakat seharihari. Apabila kondisi kualitas jalan di Provinsi Sumatera Utara masih terus seperti
27 ini, maka perekonomian masyarakat bisa terganggu dan pendapatan bisa berkurang sehingga mengakibatkan rantai kemiskinan. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB menunjukkan tingkat kemakmuran suatu daerah. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Total PDRB Provinsi Sumatera Utara baik PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) maupun PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dari tahun 2007-2014 mengalami peningkatan. PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2007 sebesar Rp 181.81 triliun. Sektor industri sebagi kontributor utama dengan peranan mencapai 25.04%. selanjutnya diikuti oleh sektor pertanian (22.56%) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (19.17%). Sementera sektor lain memberikan kontribusi sebesar 33.23% terhadap perekonomian Sumatera Utara (BPS Sumut 2008). PDRB riil Sumatera Utara tahun 2007 sebesar 99.79 triliun. PDRB riil ini digunakan untuk melihat produktivitas ekonomi. PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2014 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari tahun 2007. PDRB ADHB Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 menjadi Rp 523.77 triliun. Kontributor utama yang paling besar adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan mencapai 23.18%. Selanjutnya diikuti oleh sektor industri sebesar 19.90% dan perdagangan sebesar 17.11%. Sementara itu, kategori total kontribusi sektor lainnya sebesar 39.81%. Untuk melihat produktivitas perekonomian Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat dari PDRB riil (PDRB Atas Dasar Harga Konstan). PDRB riil Sumatera Utara tahun 2014 mengalami peningkatan yang signifikan juga menjadi Rp 419.65 triliun (BPS Sumut 2015). Artinya, dari tahun 2007 sampai tahun 2014 sektor pertanian dan sektor industri masih berperan penting dalam menyumbang perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Grafik PDRB (Gambar 9) Atas Dasar Harga Berlaku per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan sangat fluktuatif dari tahun 2007-2014. Ada beberapa Kabupaten/Kota yang PDRB ADHB-nya tinggi dan beberapa sangat rendah. PDRB ADHB yang paling tinggi didominasi oleh kota-kota besar yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang sektor perekonomiannya di topang oleh sektor industri dan pertanian yang lebih maju seperti Kota Medan dan Kota Deli Serdang. Kedua Kota ini merupakan kota terbesar dan termaju perekonomiannya dilihat dari PDRB ADHB-nya dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang lain yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Sektor industri dan sektor pertanian yang lebih maju masih sangat kurang diberbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara. Sehingga perlunya peningkatan sektor industri dan pertanian yang lebih modren di daerahdaerah bukan hanya di kota besar saja. Dengan peningkatan kedua sektor ini, sehingga kemiskinan bisa dikurangi dan lapangan pekerjaan baik sektor industri dan pertanian lebih banyak. Hal ini akan membuat pendapatan masyarakat akan lebih tinggi dan pengangguran bisa berkurang di Provinsi Sumatera Utara.
28
Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhanbatu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara Sibolga Tanjungbalai Pematangsiantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
160.000,00 140.000,00 120.000,00 100.000,00 80.000,00 60.000,00 40.000,00 20.000,00 0,00
Tahun 2007
Tahun 2011
Tahun 2014
Sumber: BPS Sumut 2015
Gambar 9 Grafik PDRB Atas Dasar Harga Berlaku per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, 2011 dan 2014 Perkembangan Ketenagakerjaan Pada penelitian kali ini akan dipilih tiga sektor yang paling besar menyumbang tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2007-2014. Tiga sektor tersebut adalah sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa. Ketiga sektor ini merupakan sektor yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara, sehingga diharapkan hal tersebut sejalan dengan banyaknya tenaga kerja yang terserap dalam sektor tersebut. Angkatan kerja di Provinsi Sumatera Utara sebagian besar masih berpendidikan SD ke bawah. Persentase angkatan kerja yang berpendidikan SD pada tahun 2007 mencapai 41.47%, berpendidikan SMP 23.42%, dan berpendidikan SMA ke atas 6.17% (BPS Sumut 2008). Dengan masih rendahnya pendidikan angakatan kerja memungkinkan produktivitasny juga masih belum optimal. Jika dilihat dari status pekerjaanya, sepertiga (32.10%) penduduk yang bekerja di Provinsi Sumatera Utara adalah buruh atau karyawan. Penduduk yang berusaha dengan dibantu oleh anggota keluarganya mencapai 19.78%, sedangkan penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga mencapai 17.78% dan 2.62% penduduk Provinsi Sumatera Utara yang menjadi pengusaha yang mempekerjakan buruh tetap/bukan anggota keluarganya pada tahun 2007 (BPS Sumut 2008). Pada tahun 2014, kondisi angkatan kerja di Provinsi Sumatera Utara sebagian besar masih berpendidikan SMA ke bawah. Tenga kerja yang berpendidikan setara SMA mencapai 9.27%, berpendidikan setara SD mencapai 33.05%, dan berpendidikan setara SMP mencapai 22.20% (BPS Sumut 2015). Penduduk yang bekerja sebagi buruh/karyawan mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2014 sebesar 6.85% menjadi 38.95% dan penduduk yang menjadi pengusaha yang mempekerjakan buruh tetap hanya 3.55% (BPS Sumut 2015).
29 Tabel 5 Persentase subsektor tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007-2014 Subsektor Tenaga Kerja (%) Tahun Sektor Pertanian Sektor Jasa Sektor Industri 2007 47.60 39.42 12.98 2008 47.41 39.13 13.46 2009 46.72 38.79 14.49 2010 46.94 40.00 13.06 2011 43.90 41.58 14.52 2012 43.40 48.92 7.68 2013 42.41 37.39 20.20 2014 42.52 42.38 15.09 Sumber: BPS Sumut 2015
Jumlah angkatan kerja tahun 2007 sebanyak 5.65 juta jiwa yang terdiri atas penduduk yang bekerja sebanyak 5.08 juta jiwa dan pengangguran sebanyak 0.57 juta jiwa. Sedangkan di tahun 2014, jumlah angkatan kerja mengalami peningkatan dan penduduk yang bekerja meningkat serta penganggurannya juga menurun. Jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja tahun 2014 sebanyak 6.27 juta jiwa yang terdiri dari 5.88 juta jiwa yang berkerja dan 0.39 juta jiwa yang sebagai pengangguran. Tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian sendiri mencapai 47.60%, sektor jasa sebesar 12.90%, dan sektor industri sebesar 7.60% pada tahun 2007. Tahun 2014, tenaga kerja disektor pertanian mengalami penurunan menjadi 42.52%, tenaga kerja disektor jasa mengalami peningkatan menjadi 15.39%, dan tenaga kerja yang bekerja disektor industri juga mengalami peningkatan menjadi 7.84% (BPS Sumut 2015). Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun 2007 ke tahun 2014, angkatan kerja yang bekerja disektor pertanian mulai ditinggalkan penduduk Provinsi Sumatera Utara. Perkembangan Pengangguran Terbuka Dilihat dari aspek ketenagakerjaan bahwa jumlah penduduk yang besar pada dasarnya merupakan potensi sumberdaya yang sangat berharga. Potensi ini apabila tidak digunakan dengan optimal akan berdampak besar terhadap perekonomian. Apabila terjadi kelebihan tenaga kerja akan menimbulkan pengangguran yang berakibat terhadap pendapatan masyarakat, sehingga hal ini bisa mengakibatkan kemiskinan. Indikator yang sering digunakan dalam menilai keberhasilan pembangunan dibidang ketenagakerjaan adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Sumatera Utara dari 2007-2014 yang menunjukkan tren yang menurun yaitu tahun 2007 sebesar 10.10%, tahun 2010 sebesar 7.43% dan tahun 2014 sebesar 6.23% (BPS Sumut 2015). Gambar 10 menunjukkan persentase Tingkat Pengangguran Terbuka per Kabupaten/Kota tahun 2007, 2011 dan 2014. Grafik tersebut menunjukkan bahwa beberapa daerah masih fluktuatif Tingkat Pengangguran Terbukanya. Tahun 2007, Tingkat Pengangguran Terbuka tertinggi berada di Kota Sibolga sebesar 14.8% dan di bawahnya adalah Kota Medan dengan persentase 13.49%. Beberapa Kabupaten/Kota yang penduduknya lebih banyak memiliki persentase Tingkat
30
16 14 12 10 8 6 4 2 0
Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhanbatu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara Sibolga Tanjungbalai Pematangsiantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
Pengangguran Terbuka lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya lapangan pekerjaan di Provinsi Sumatera Utara.
Tahun 2007
Tahun 2011
Tahun 2014
Sumber: BPS Sumut 2015
Gambar 10 Grafik tingkat pengangguran terbuka per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, 2011 dan 2014 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara Analisis data panel yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan data cross section 26 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara dan dengan kurun waktu (time series) 2007 sampai 2014. Pemilihan model regresi terbaik dilakukan untuk mendapatkan hasil estimasi yang baik. Proses yang dilakukan ada dua tahap, yaitu membandingkan pooled least square (PLS) dengan fixed effect model (FEM) kemudian dilanjutkan dengan membandingkan fixed effects model dengan random effect model (REM). Tahap pertama yang dilakukan adalah membandingkan PLS dengan FEM menggunakan uji Chow dan tahap kedua dengan membandingkan FEM dengan REM menggunakan uji Hausman. Hasil uji Chow yang dilakukan menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa cukup bukti untuk menyatakan tolak H0 sehingga model yang digunakan adalah FEM. Hasil uji Hausman menunjukkan bahwa nilai probabilitas sebesar 0.0000 lebih kecil dari taraf nyata 5%, artinya cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan dalam penelitian ini adalah FEM. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan bahwa nilai koefisien determinasi (goodness of fit) sebesar 0.981185, artinya bahwa sekitar 98.11% keragaman faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang ada, sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor di luar model. Setelah dilakukan estimasi pendekatan model terbaik, yaitu didapatkan model fixed effect maka akan dilanjutkan dengan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik ini dilakukan untuk mendapatkan model yang
31 terbebas dari masalah asumsi klasik seperti uji normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinieritas. Uji kenormalan dapat dilihat dengan melakukan nilai Jarque-Bera dan nilai probabilitas yang dapat dilihat pada histogram-normality test. Berdasarkan uji kenormalan didapatkan nilai Jarque-Bera sebesar 11.44746, nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa cukup bukti untuk menyatakan data tersebut menyebar normal. Uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas dapat diabaikan karena hasil estimasi menggunakan model FEM yang telah diboboti. Uji multikolinieritas dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antar variabel. Pada hasil estimasi model, terdapat nilai koefisien korelasi yang lebih besar dari 0.8, sehingga mengindikasikan adanya asumsi klasik multikolinieritas. Akan tetapi, model bisa dikatakan terbebas dari asumsi klasik multikolinieritas dengan membandingkan nilai R-square dengan nilai koefisien korelasi yang lebih besar dari 0.8. Dari hasil estimasi model menunjukkan bahwa nilai R-square lebih besar dari 0.8, yaitu nilai R-square sebesar 0.98 sehingga model terbebas dari asumsi klasik multikolinieritas. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh nilai-nilai koefisien penduga faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Berikut merupakan tabel hasil estimasi panel data menggunakan fixed effect dengan pembobotan cross section weighted. Tabel 6
Hasil estimasi panel data faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara Variabel Koefisien Probabilitas LN_LSEK 0.072904 0.6595 LN_KPDDK 0.089576 0.0007* LN_JPDDK 0.048806 0.0709** LN_PDRB -0.169848 0.0000* LN_PJLN 0.004635 0.8203 TKSEKIND -0.00328 0.2984 TKSEKJAS -0.004926 0.0573** TKSEKPER -0.00235 0.1884 TPT 0.019631 0.0002* C 10.88246 0.0000 Catatan : **) signifikan pada taraf nyata 10%; *) signifikan pada taraf nyata 5%
dimana: LN_LSEK LN_KPDDK LN_JPDDK LN_PDRB LN_PJLN TKSEKIND TKSEKJAS TKSEKPER TPT
: Rata-rata lama sekolah (%) : Kepadatan penduduk (km2) : Jumlah penduduk (jiwa) : Produk Domestik Regional Bruto ADHB (miliar Rp) : Panjang jalan dalam kondisi baik (km) : Persentase tenaga kerja sektor industri (%) : Persentase tenaga kerja sektor jasa (%) : Persentase tenaga kerja sektor pertanian (%) : Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
32 Ada beberapa variabel yang tidak signifikan dalam penelitian ini, yaitu variabel rata-rata lama sekolah, panjang jalan dalam kondisi baik, tenaga kerja sektor industri, dan tenaga kerja sektor pertanian. Pertama, rata-rata lama sekolah di Provinsi Sumatera Utara tidak signifikan mengurangi kemiskinan dan justru menambah tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan rata-rata lama sekolah di Provinsi Sumatera Utara tidak sesuai dengan teori mengurangi tingkat kemiskinan. Dari data rata-rata lama sekolah yang dikeluarkan oleh BPS Sumut tahun 2007 dan 2014, rata-rata lama sekolah belum mencapai target pemerintah yaitu wajib belajar sembilan tahun. Pada tahun 2007, rata-rata lama sekolah Provinsi Sumatera Utara adalah 8.6 tahun dan tahun 2014 adalah 8.9 tahun (BPS Sumut 2015). Grafik rata-rata lama sekolah (Gambar 7) hanya beberapa Kabupaten/Kota yang sampai sembilan tahun rata-rata lama sekolahnya. Masih banyak daerah-daerah yang tertinggal dari segi pendidikan di Provinsi Sumatera Utara. Artinya, perlunya peran Pemerintah Daerah dan Pusat dalam mendukung wajib belajar sembilan tahun, baik dari kualitas guru dan infrastruktur pendidikan yang memadai di Provinsi Sumatera Utara. Lama sekolah tidak lagi mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara bisa diakibatkan oleh kualitas pendidikan yang rendah. Banyak sarjana yang menganggur yang diakibatkan oleh tidak adanya kualitas SDM atau tidak adanya daya saing dalam mencari kerja. Dengan pendidikan yang tinggi, spesifikasi kerja yang sesuai juga susah didapatkan di Provinsi Sumatera Utara, sehingga sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Hal ini mengindikasikan bahwa lama sekolah tidak lagi mempengaruhi kemiskinan dan semakin meningkatkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Kedua, panjang jalan dalam kondisi baik tidak signifikan mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dan tidak sesuai teori mengurangi tingkat kemiskinan. Infrastruktur jalan yang baik seharusnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan, karena dapat membantu mobilitas perekonomian masyarakat setiap hari. Data BPS Sumut tahun 2007 menunjukkan panjang jalan dalam kondisi baik hanya 29% dan tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 36.09% dari seluruh total panjang jalan yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Infrastruktur jalan yang baik masih lebih banyak di kota-kota besar yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yaitu Kota Medan dan Kota Deli Serdang (Gambar 8). Artinya, adanya ketimpangan kondisi jalan yang baik antar daerah di Provinsi Sumatera Utara. Sehingga perekonomian masyarakat terganggu akibat akses jalan yang rusak, akibatnya pendapatan mereka berkurang dan menyebabkan kemiskinan. Variabel yang ketiga yaitu variabel tenaga kerja sektor industri. Tenaga kerja sektor industri tidak signifikan mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini diakibatkan oleh industri-industri belum merata di Provinsi Sumatera Utara dan industri hanya berpusat di kota-kota besar seperti Kota Medan dan Deli Serdang. Dibuktikan dengan data yang dikeluarkan oleh BPS Sumut tahun 2007 dan 2014 bahwa sektor industri adalah kontributor utama penyumbang PDRB Provinsi Sumatera Utara, yaitu sebesar 25.04% dan 19.90%. Akan tetapi, sektor industri ini hanya berkembang di Kota Medan dan Deli Serdang, sehingga tenaga kerja sektor ini hanya menyerap tenaga kerja di daerah tersebut saja. Tenaga kerja sektor industri hanya menyerap 15.09% (BPS 2015) tenaga kerja yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Pemerintah perlu mengundang investor ke daerah-daerah
33 untuk membuat lapangan kerja baru dan bisa mengurangi pengangguran yang ada di daerah sehingga kemiskinan bisa dikurangi. Keempat adalah variabel tenaga kerja sektor pertanian tidak signifikan mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara tetapi sesuai dengan teori. Pada tahun 2007 dan 2014, sektor pertanian merupakan salah kontributor penyumbang terbesar bagi PDRB Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 22.56% dan 23.18%. Artinya, pertanian masih penyumbang lapangan pekerjaan terbesar bagi masyarakat Provinsi Sumatera Utara. Data dari BPS Sumut tahun 2007 menunjukkan tenaga kerja disektor pertanian sebesar 47.60% dan mengalami penurunan di tahun 2014 menjadi 42.52%. Akan tetapi, tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara masih banyak lulusan SD dan SMP. Pada tahun 2007, tenaga kerja yang berpendidikan SD sebesar 41.47% dan tahun 2014 menurun menjadi 33.05%. Artinya, kualitas tenaga kerja disektor pertanian masih sangat kurang dan perlunya peningkatan kualitas SDM para pekerja disektor pertanian, sehingga pertanian bisa lebih modern dan pendapatan masyarakat bisa lebih besar serta kemiskinan bisa dikurangi. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara memiliki koefisien 0.0895 yang berarti variabel tersebut memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara pada taraf nyata 5% (probabilitas 0.0007 < 0.05). Ketika terjadi peningkatan kepadatan penduduk di Provinsi Sumatera Utara sebesar 1% maka akan meningkatkan jumlah kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara sebesar 0.08% (cateris paribus). Artinya, Perlunya pemerataan penduduk di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulia (2016) yaitu meneliti tentang faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Banten. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara memiliki koefisien 0.0488 yang berarti variabel tersebut memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara pada taraf nyata 10% (probabilitas 0.0709 < 0.10). Ketika terjadi peningkatan jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara sebesar 1% maka akan meningkatkan jumlah kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara sebesar 0.04% (cateris paribus). Artinya, pengaruh positif dari jumlah penduduk terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk tidak diimbangi dengan perbaikan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Hasil penelitan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Amelia (2012) dan Wahyuni (2011). Tenaga Kerja Sektor Jasa Tenaga kerja sektor jasa di Provinsi Sumatera memiliki koefisien -0.0046 yang artinya variabel tersebut memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara pada taraf nyata 10% (probabilitas 0.0573 < 0.10). Ketika terjadi peningkatan persentase tenaga kerja sektor jasa di Provinsi Sumatera Utara sebesar 1% maka akan menurunkan jumlah kemiskinan sebesar 0.004% (cateris paribus). Artinya, sektor jasa bisa dikembangkan dan mendukung perekonomian masyarakat, sehingga kemiskinan bisa dikurangi di Provinsi Sumatera Utara.
34 Tingkat Pengangguran Terbuka Tingkat pengangguran terbuka menunjukkan jumlah penduduk yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, dan penduduk yang merasa tidak mendapatkan pekerjaan. Tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Sumatera Utara memiliki koefisien 0.0196 yang berarti variabel tersebut memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara pada taraf nyata 5% (probabilitas 0.0002 < 0.05). Ketika terjadi peningkatan persentase pengangguran terbuka di Provinsi Sumatera Utara sebesar 1% maka akan meningkatkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sebesar 0.01% (cateris paribus). Artinya, ada keterkaitan antara pengangguran terbuka dengan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Seorang pengangguran tidak akan menghasilkan pendapatan dalam seharihari, tetapi mereka setiap hari mengeluarkan biaya guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hal ini akan membuat seorang pengangguran bertumpu kepada mereka yang bekerja, sehingga pendapatan perkapita seorang pekerja akan berkurang untuk memenuhi kebutuhan seorang pengangguran. Jika pendapatan perkapita seseorang menurun akibatnya tingkat kesejahteraan akan menurun dan kemiskinan akan meningkat. Pengangguran mengakibatkan lingkaran kemiskinan yang sulit diputuskan. Karena pengangguran akan mempengaruhi generasi berikutnya. Jika dalam satu keluarga memiliki banyak pengangguran dan memiliki gaji yang rendah, maka keluarga tersebut akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan seharihari. Kondisi seperti ini akan membuat mereka terikat dalam kemiskinan. Akibatnya, mereka akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi setiap hari dan pendidikannya juga akan terganggu. Hal ini akan membuat kualitas kesehatan dan pendidikan mereka rendah. Akibatnya, keluarga tersebut akan sulit bersaing dalam dunia kerja ke depannya. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Hudaya (2009) dan Amelia (2012) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia dan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Provinsi Sumatera Utara memiliki koefisien sebesar -0.1698 yang berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara pada taraf nyata 5% (probabilitas 0.0000 < 0.05). Ketika PDRB atas dasar harga konstan Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara akan menurun sebesar 0.16% (cateris paribus). Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alkautsar (2014) yang meneliti pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap pendidikan dan kemiskinan.
35 Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Terhadap Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi semua negara di dunia. Negara-negara miskin di dunia menghadapi masalah klasik, yaitu masalah pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Isu mendasarnya adalah peningkatan PDB hanya disumbang oleh orang-orang kaya saja, sedangkan masyarakat miskin tidak ikut dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (PDB). Sehingga yang menikmati hasil pertumbuhan ekonomi hanya orang-orang tertentu saja. Itulah masyalah yang dihadapi negara-negara sedang berkembang di dunia khususnya Indonesia. Banyak negara-negara berkembang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sedangkan ketimpangan pendapatan masih tinggi, sehingga kemiskinan juga tidak ikut berkurang. Permasalahan kemiskinan yang terjadi di Indonesia tidak lepas dari permasalahan kependudukan. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang setiap tahunnya semakin bertambah, kebutuhan akan sandang, pangan dan papan akan selalu bertambah. Artinya, tren pertumbuhan penduduk di Indonesia harus diikuti oleh ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak, pendapatan yang cukup, sehingga kebutuhan setiap hari bisa terpenuhi dan tidak terjadi pengangguran yang semakin bertambah. Berdasarkan hasil uji analasis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa masalah kependudukan berpengaruh positif dan signifikan mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Permasalahan kependudukan yaitu jumlah penduduk dan kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor yang menyumbang kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jumlah penduduk Sumatera Utara tahun 2007 adalah 12.83 juta jiwa dengan persentase penduduk yang tinggal di pedesaan adalah 54.63% dan di perkotaan adalah 45.37% (BPS Sumut 2008). Sedangkan pada tahun 2014 jumlah penduduk Sumatera Utara mengalami peningkatan menjadi 13.76 juta jiwa dengan persentase penduduk yang tinggal di pedesaan sebesar 50.74% dan di perkotaan sebesar 49.26% (BPS Sumut 2015). Artinya, terjadi pertumbuhan jumlah dan kepadatan penduduk di daerah perkotaan. Permasalahan penduduk yang semakin bertambah mengakibatkan kebutuhan akan lapangan kerja juga akan semakin bertambah. Apabila terjadi kekurangan lapangan pekerjaan, maka akan mengakibatkan pengangguran semakin meningkat. Artinya, perlu keseimbangan antara lapangan kerja dengan penawaran tenaga kerja. Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa lapangan kerja sektor pertanian dan sektor industri tidak signifikan mengurangi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sektor ini tidak berpengaruh banyak terhadap perekonomian penduduk Sumatera Utara secara merata. Dengan lapangan kerja yang sedikit akan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan kerja yang layak dan sesuai dengan keahliannya. Sehingga akan mengakibatkan pengangguran semakin meningkat. Berdasarkan data BPS Sumut tahun 2014 rata-rata lama sekolah penduduk Sumatera Utara sebesar 8.9 tahun, belum mencapai target pemerintah wajib belajar sembilan tahun. Walaupun pendidikan penduduk Sumatera Utara rata-rata SMA, tapi pekerjaan mereka masih
36 banyak disektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa untuk bekerja di sektor pertanian biasa tidak membutuhkan pendidikan yang terlalu tinggi. Dengan data rata-rata lama sekolah Sumatera Utara menunjukkan bahwa pendidikan tidak mempengaruhi sektor pekerjaan mereka. Artinya, banyak lulusan-lulusan SMA yang tidak sesuai pekerjaannya dengan keahlianya di Provinsi Sumatera Utara, mengakibatkan pendapatan mereka masih rendah. Hal ini akan mengakibatkan rantai kemiskinan sulit diputuskan di Provinsi Sumatera Utara. Kekurangan lapangan pekerjaan yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara mengakibatkan pengangguran semakin meningkat, sehingga akan meningkatkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Karena dari hasil estimasi menunjukkan pengangguran terbuka mengakibatkan peningkatan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Sehingga pemerintah Provinsi Sumatera Utara perlu melakukan kebijakan yang lebih tepat dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Peluang sektor lapangan pekerjaan yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan pengangguran adalah sektor jasa. Sektor ini signifikan mengurangi kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa sektor jasa sangat potensial di Provinsi Sumatera untuk dikembangkan, sehingga penyerapan tenaga kerja bisa lebih banyak dan pengangguran bisa berkurang. Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara bisa berkurang dan bisa menopang perekonomian masayarakat dan pendapatan Provinsi Sumatera Utara (PDRB). Sehingga yang menyumbang perekonomian Provinsi Sumatera Utara bukan hanya orang-orang kaya saja, tetapi orang miskin juga ikut berpartisipasi supaya pembangunan bisa dinikmati semua kalangan. Rumusan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara Kependudukan Permasalahan kependudukan yang sampai saat masih ada adalah tingginya pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk yang tidak merata antar daerah di Provinsi Sumatera Utara. Penduduk yang paling padat dan banyak penduduknya berada di daerah kota-kota besar yang ada di dekat Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengatasi jumlah penduduk yang banyak, maka Pemerintah harus lebih ketat dan terus mendorong program Keluarga Berencana (BKKBn), supaya masyarakat bisa ikut mendukung program tersebut. Pada tahun 2014, Provinsi Sumatera Utara memiliki klinik KB yang tersebar di Seluruh daerah Kabupaten/Kota sebanyak 1,573 unit (BPS Sumut 2015). Artinya, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara perlu menambahkan jumlah klinik KB tersebut. Karena jumlah penduduk semakin banyak signifikan meningkatkan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Program KB ini harus melibatkan penduduk miskin dan mereka harus mengikuti program maksimal dua anak serta penduduk miskin diberikan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Selain jumlah penduduk yang semakin hari semakin banyak, kepadatan penduduk juga signifikan meningkatkan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Daerah yang paling padat penduduknya di Provinsi Sumatera Utara berada di kota-kota besar, daerahnya memiliki luas yang relatif kecil dan kota di sekitar Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, yaitu Kota Medan. Kota-kota yang memiliki kepadatan paling padat adalah Kota Sibolga, Tanjungbalai, Pematangsiantar,
37 Medan, Tebing Tinggi, dan Binjai. Maka untuk mengurangi kepadatan penduduk yang semakin padat Pemerintah harus melakukan program migrasi antar Kabupaten/Kota. Karena dengan adanya program migrasi antar Kabupaten/Kota pemertaan penduduk bisa dilakukan dan pembangunan bisa lebih merata antar daerah. Kebijakan migrasi antar daerah ini diharapkan dapat meningkatkan pembangunan daerah asal maupun daerah tujuan. Tenaga Kerja Sektor Jasa Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja sektor jasa signifikan dalam mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Persentase tenaga kerja sektor jasa di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 adalah sebesar 42.38%. Artinya, penyerapan tenaga kerja disektor jasa sangatlah mendukung dan hampir menyerupai penyerapan tenaga kerja disektor pertanian. Pemerintah harus ikut mengembangkan usaha-usaha dibidang jasa seperti jasa kesehatan, perhotelan, tenaga kependidikan dan lain-lain. Hal ini sangat mendukung pengurangan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Maka dari hal tersebut kualitas SDM masyarakat yang bekerja di bidang jasa harus lebih ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan yang lebih murah, sehingga kualitas SDM nya bisa lebih bersaing. Tingkat Pengangguran Terbuka Hasil estimasi menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh signifikan dalam meningkatkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Solusi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran terbuka adalah dengan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan, membuka peluang usaha dengan melakukan pelatihan-pelatihan guna melatih sumberdaya manusia yang berkualitas dan mempermudah masyarakat dalam melakukan peminjaman ke lembaga keuangan, sehingga masyarakat bisa mendirikan usaha sendiri. Dengan seperti pendapatan masyarakat akan bertambah dan pengangguran akan bisa dikurangi dan kemiskinan bisa dikurangi di Provinsi Sumatera Utara. Produk Domestik Regional Bruto Dari hasil estimasi, peningkatan PDRB akan menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Agar peningkatan PDRB lebih dirasakan oleh penduduk miskin, maka kebijakan yang seharusnya dilakukan adalah meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dengan sebagian besar penduduk miskin bisa terserap jadi tenaga kerja. Peningkatan sektor-sektor ekonomi diharapkan bisa mengurangi tingkat pengangguran dan pendapatan masyarakat bisa bertambah sehingga kemiskinan bisa berkurang. Sektor yang paling dominan untuk dikembangkan adalah sektor pertanian, industri dan perdagangan. Karena ketiga sektor ini merupakan penyumbang terbesar bagi perekonomian (PDRB) Provinsi Sumatera Utara tahun 2007-2014. Sektor pertanian adalah sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara. Usaha yang dapat dilakukan adalah mengembangkan usaha agroindustri. Karena dengan adanya usaha agroindustri akan meyerap tenaga kerja lebih banyak lagi dan nilai tambahnya juga lebih besar. Usaha agroindustri
38 baik berupaka makanan maupun nonmakanan. Agroindustri makanan akan menambah pendapatan rumahtangga dan besar peranannya dalam penyerapan tenaga kerja dan usaha agroindustri nonmakanan akan berdampak terhadap peningkatan output, nilai tambah dan dapat mengurangi kemiskinan (Susilowati 2007). Sektor industri merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Untuk meningkatkan sektor ini, maka Pemerintah Daerah harus mengundang investor yang lebih banyak ke daerahdaerah yang masih rendah industrinya. Semakin banyaknya investasi yang masuk ke Provinsi Sumatera Utara, maka peluang lapangan kerja semakin terbuka bagi masyarakat sehingga pengangguran bisa dikurangi dan industri di daerah-daerah Kabupaten/Kota lebih merata. Hal ini akan membuat perekonomian Provinsi Sumatera Utara lebih maju dan kemiskinan bisa dikurangi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini: 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara adalah kepadatan penduduk dan jumlah penduduk. Kedua variabel ini saling berhubungan dan saling meningkatkan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Semakin tingginya jumlah dan kepadatan penduduk dengan lapangan pekerjaan yang tidak seimbang maka akan mengakibatkan peningkatan pengangguran, sehingga akan berimplikasi terhadap kemiskinan. 2. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penyebab kemiskinan adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Pertumbuhan penduduk yang semakin hari semakin banyak, maka akan membutuhkan lapangan kerja yang lebih banyak. Apabila terjadi kekurangan permintaan lapangan kerja, maka akan meningkatkan pengangguran sehingga kemiskinan semakin besar. Saran 1. Permasalahan kependudukan yang terjadi adalah semakin tingginya jumlah penduduk dan padatnya jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara. Untuk permasalahan jumlah penduduk yang semakin tinggi, maka Pemerintah harus lebih ketat dan terus mendorong program keluarga berencana (BKKBn) bagi penduduk miskin dan penambahan klinik KB di daerah-daerah serta penduduk miskin diberikan fasilitas yang lebih memadai dari segi kesehatan dan pendidikan. Solusi untuk kepadatan penduduk, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dapat melakukan migrasi antar daerah supaya pemerataan penduduk lebih merata dan masyarakat lebih merasakan yang namanya pembangunan, sehingga kemiskinan bisa dikurangi. 2. Permasalahan ketenagakerjaan seperti pengangguran terbuka, solusi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan lapangan pekerjaan, membuka peluang
39 usaha dengan melakukan pelatihan-pelatihan guna melatih sumberdaya manusia yang berkualitas dan mempermudah masyarakat dalam melakukan peminjaman kelembaga keuangan, sehingga masyarakat mudah dalam mendirikan usaha sendiri. 3. Pemerintah juga perlu menambah penyerapan tenaga kerja dibidang jasa melalui pengembangan usaha-usaha dibidang jasa seperti kesehatan, perhotelan dan tenaga kependidikan dan lain-lain. Karena sektor jasa kedua terbesar menyerap tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara.
DAFTAR PUSTAKA Amelia. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur [Skripsi]. Bogor (ID): IPB Press. Arsyad. 2010. Ekonomi Pembangunan (Edisi 5). Yogyakarta (ID): AMP YPKN. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia dari tahun 2010-2014 [diunduh Mei 2016]. Tersedia pada: http: //www.bps.go.id. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2010-2014 [diunduh Januari 2016]. Tersedia pada : http: //www.sumutbps.go.id. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Sumatera Utara Dalam angka tahun 2015. Sumatera Utara (ID): BPS Sumut. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Sumatera Utara Dalam angka tahun 2014. Sumatera Utara (ID): BPS Sumut. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Sumatera Utara Dalam angka tahun 2013. Sumatera Utara (ID): BPS Sumut. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Sumatera Utara Dalam angka tahun 2012. Sumatera Utara (ID): BPS Sumut. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Sumatera Utara Dalam angka tahun 2011. Sumatera Utara (ID): BPS Sumut. Baltagi. 2005. Panel Data Methods. New York (USA): Texas A&M University. Cahyono. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005-2009[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dariah. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Terhadap Degradasi Lingkungan di Jawa Barat[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Febriana E. 2010. Teori tentang kemiskinan [diakse Mei 2016]. Tersedia pada: http://www.lib.ui.ac.id/file=digital/131538-Strategi%20untuk...pdf. Firdaus. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gujarati . 2005. Basic Econometrics fourt edition. New York (USA): McGraw-Hill. Gujarati. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika (Terjemahan). Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
40 Hudaya. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Juanda B, Junaidi. 2012. Ekonometrika Deret waktu (teori dan aplikasi). Bogor (ID): IPB Press. [Kemenkeu] Kementerian Keuangan. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 [diakses Mei 2016]. Tersedia pada: http://www. www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/perpres2010_5.pdf. Kuncoro. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Malio. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan dan Kebijakan Pengentasannya di DKI Jakarta [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2015. Millenium Development Goals. Jakarta (ID): Bappenas. Rahmadhani. 2015. Analisis Peran Pendidikan dan Distribusi Pendapatan dalam Mengurangi Tingkat Kemiskinan di Indonesia[Skripsi]. Bogor (ID): IPB. [TNP2K] Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2016. ProgramProgram Pemerintah dalam Menurunkan Kemiskinan [diakses Mei 2016]. Tersedia pada: http: //www.tnp2k.go.id. Todaro. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta (ID): Jakarta. Setyawan. 2011. Analisis Pengaruh Pertanian dan Sektor Industri Pengolahan Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah. Bandung (ID): Universitas Padjajaran. Siregar. 2009. Makro-Mikro Pembangunan (Kumpulan Makalah dan Esai). Bogor (ID): IPB Press. Wahyuni. 2011. Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangannya di Kawasan Barat dan Timur Indonesia [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
41
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Estimasi FEM Variable LN_LSEK LN_KPDDK LN_JPDDK LN_PDRB LN_PJLN TKSEKIND TKSEKJAS TKSEKPER TPT C
Coefficient 0.072904 0.089576 0.048806 -0.169848 0.004635 -0.003280 -0.004926 -0.002350 0.019631 10.88246
Std. Error 0.165185 0.026087 0.026858 0.029782 0.020366 0.003145 0.002574 0.001780 0.005219 0.609952
t-Statistic
Prob.
0.441349 0.6595 3.433733 0.0007* 1.817139 0.0709** -5.702981 0.0000* 0.227564 0.8203 -1.042901 0.2984 -1.913656 0.0573** -1.320443 0.1884 3.761383 0.0002* 17.84151 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.981185 0.977488 0.225785 265.3511 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
18.99844 9.863308 8.819323 1.213944
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.923155 10.59313
Mean dependent var Durbin-Watson stat
10.52745 0.715484
Catatan : **) signifikan pada taraf nyata 10% *) signifikan pada taraf nyata 5%
Lampiran 2 Hasil Uji Chow Effects Test Cross-section F
Statistic 32.715959
d.f.
Prob.
(25,173)
0.0000
Hasil uji Chow dari Model FEM memiliki nilai prob. 0.0000 < alpha 5%, maka menunjukkan tolak H0 artinya model FEM yang terpilih.
42 Lampiran 3 Hasil Uji Hausman Test Summary
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
104.320583
9
0.0000
Cross-section random
Hasil uji Hausman dari Model REM memiliki nilai prob. 0.0000 < alpha 5%, maka menunjukkan tolak H0 artinya model FEM yang terpilih. Lampiran 4 Uji Heteroskedastisitas 3
2
1
0
-1
-2
-3 25
50
75
100
125
150
175
200
Standardized Residuals
Lampiran 5 Korelasi Antar Variabel
LN_MISKIN LN_LSEK LN_KPDDK LN_JPDDK LN_PDRB LN_PJLN TKSEKIND TKSEKJAS TKSEKPER TPT
LN_MISKIN
LN_LSEK
1.000000 -0.176342 0.030411 0.800933 0.733802 0.490383 0.249887 -0.046051 -0.049670 0.133423
-0.176342 1.000000 0.500403 0.064761 0.181188 0.111537 0.385311 0.627512 -0.600034 0.399272
LN_KPDDK LN_JPDDK LN_PDRB LN_PJLN TKSEKIND TKSEKJAS TKSEKPER 0.030411 0.500403 1.000000 0.116674 0.285240 -0.114938 0.582077 0.898315 -0.885225 0.698809
0.800933 0.064761 0.116674 1.000000 0.760467 0.555097 0.403548 0.096642 -0.213010 0.161355
0.733802 0.490383 0.249887 -0.046051 0.181188 0.111537 0.385311 0.627512 0.285240 -0.114938 0.582077 0.898315 0.760467 0.555097 0.403548 0.096642 1.000000 0.572369 0.537364 0.286366 0.572369 1.000000 0.243445 -0.095835 0.537364 0.243445 1.000000 0.576499 0.286366 -0.095835 0.576499 1.000000 -0.385185 0.007114 -0.753445 -0.960559 0.183832 -0.120882 0.484132 0.734452
-0.049670 -0.600034 -0.885225 -0.213010 -0.385185 0.007114 -0.753445 -0.960559 1.000000 -0.728626
TPT 0.133423 0.399272 0.698809 0.161355 0.183832 -0.120882 0.484132 0.734452 -0.728626 1.000000
43 Lampiran 6 Uji Kenormalan 28
Series: Standardized Residuals Sample 2007 2014 Observations 208
24 20 16 12 8 4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-8.01e-19 -0.023138 0.597494 -0.578314 0.206411 0.405832 3.813672
Jarque-Bera Probability
11.44746 0.003267
0 -0.6
-0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
0.6
Nilai Jarque-Bera 11.44746 > 5% maka diasumsikan menyebar normal.
44
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Huta Bargot, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara pada tanggal 15 September 1993 dari ayah Naro Pulungan dan Ibu Amna Sari Marbun. Penulis adalah anak ke-13 dari 13 bersaudara. Tahun 20002006 penulis sekolah dasar di SD Negeri Siundol Jae dan tahun 2006-2009 SMP di SMP Negeri 4 Kota Padang Sidempuan. Penulis melanjutkan SMA di SMA Negeri 4 Kota Padang Sidempuan tahun 2009-2012. Pada tahun 2012 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama kegiatan perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan seperti organisasi. Penulis pernah aktif sebagai pengajar Ekonomi Umum di Tutorial Bidik Misi IPB tahun 2013. Tahun 2014, penulis juga aktif di BEM FEM IPB sebagai ketua divisi Kesejahteraan Sosial dan aktif sebagai bendahara Asrama Sylvapinus IPB. Penulis juga aktif sebagai ketua Asrama Sylvapinus IPB tahun 2015. Selama perkuliahan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Economics Contest 2014, politik ceria 2014, Bina Desa FEM 2014, dan Bogor Green Sounds for The Earth (BGSE) 2013 dan 2015. Penulis adalah penerima beasiswa Bidik Misi IPB.