ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT Sang Hyang Seri)
Skripsi
FAISAL MAULANA AKBAR H34087017
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN FAISAL MAULANA AKBAR “Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani Penangkar Benih Padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT. Sang Hyang Seri) Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI). Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang paling mendasar, kebutuhan akan pangan akan terus meningkat seiring peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Produksi padi nasional pada tahun 2009 mengalami peningkatan produksi dari tahun 2008 sampai 2009 Peningkatan produksi tersebut diikuti dengan adanya peningkatan luas panen di Indonesia pada tahun 2009. Bersamaan dengan hal tersebut, Seiring dengan adanya peningkatan produksi padi nasional tentunya tidak terlepas dari banyaknya penggunaan benih bersertifikat yang digunakan oleh petani di Indonesia. Salah satu perusahaan milik pemerintah yang memproduksi benih padi diantaranya adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS). PT. SHS merupakan perintis dan pelopor usaha perbenihan di Indonesia serta satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai core bussines perbenihan pertanian. PT. SHS didalam produksi benih padi membagi lahan areal produksi kedalam lahan kerjasama dan swakelola. Lahan kerjasama merupakan suatu bentuk kerjasama produksi benih padi dengan para petani penangkar benih di dalam berproduksi dengan alasan bahwa keterbatasan sumberdaya manusia didalam mengelola lahan area produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar adalah penggunaan pupuk urea, pupuk TSP, pupuk NPK, obat-obatan, dan tenaga kerja. penggunaan pupuk urea dan pupuk NPK berada pada kondisi decreasing returns to scale. Apabila terus meningkatkan input produksi pupuk urea dan NPK, maka akan merugikan bagi petani. Penggunaan pupuk NPK seharusnya tidak digunakan apabila sudah menggunakan pupuk urea. Karna kandungan pupuk urea sudah terdapat didalam pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan didalam berproduksi. Sedangkan untuk penggunaan input produksi seperti pupuk TSP, obat-obatan, dan tenaga kerja berada pada kondisi increasing returns to scale. Penggunaan pupuk NPK seharusnya tidak digunakan didalam berproduksi apabila sudah menggunakan pupuk urea, dan pupuk TSP. Karna kandungan pupuk urea dan pupuk TSP sudah terdapat didalam kandungan pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan didalam berproduksi. Tenaga kerja merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap produksi benih padi yang dilakukan oleh para petani penangkar. Tenaga kerja yang digunakan tidak memiliki keahlian khusus didalam memproduksi dikarenakan tidak pernah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh PT. SHS, karna petani yang diberikan pelatihan hanyalah petani yang menjadi mitra PT. SHS, sedangkan tenaga kerja borongan hanya menerima perintah dari petani pengelola. Hasil total panen benih padi varietas ciherang adalah 8.999.532 Kg atau sebanyak ± 9.000 ton benih dengan produktivitas rata sebesar 5.425 Kg/ha atau sebesar 5,4 Ton/Ha. Hasil panen musim tanam 2010/2011 meningkat dari musim tanam sebelumnya. Peningkatan produktivitas dari musim tanam sebelumnya
adalah sebesar 2,6 Ton/Ha. Pendapatan bersih yang diperoleh oleh petani penangkar didalam memproduksi benih padi (pendapatan atas biaya total) dengan luas lahan rata-rata 1 Ha adalah sebesar Rp 2.979.756, sedangkan untuk luasan lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha hanya sebesar Rp 238.322. Pendapatan perbulan yang dimiliki petani penangkar benih rata-rata MXWDVDPSDL-XWDEXODQ Saat ini harga beli rata-rata PT. SHS di dalam membeli hasil panen benih sebar yang diproduksi oleh petani penangkar benih pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp 3.202 per Kg. Margin keuntungan rata-rata yang didapatkan oleh petani penangkar adalah sebesar Rp 464 per Kg. untuk luasan lahan rata-rata 1 Ha adalah sebesar Rp 517 per kg benih padi yang dihasilkan. Untuk luas lahan ratarata 1,1-1,5 Ha memiliki margin keuntungan yang didapatkan oleh petani penangkar sebesar Rp 35 per kg, kecilnya margin yang didapatkan dikarenakan banyaknya tenaga kerja yang digunakan bersifat borongan dan acuan penggunaan borongan masuk kedalam perhitungan borongan untuk luasan lahan 2,1 Ha apabila petani mengelola lebih dari 1 Ha. Sedangkan untuk margin keuntungan dengan luasan lahan rata-rata 1,6-2 Ha sebesar Rp 624 per kilogram, dan selisih margin keuntungan per kg untuk luasan lahan rata-rata 2,1 Ha adalah Rp 679. Karakteristik petani yang dapat mempengaruhi produksi adalah pelatihan, jumlah tanggungan, dan pendapatan. Para petani penangkar mengatakan bahwa mereka mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS dalam keadaan terpaksa, alasannya adalah apabila para petani penangkar tidak mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS maka para petani penangkar yang tidak mengikuti pelatihan untuk musim tanam berikutnya tidak diperbolehkan untuk mengelola area produksi. Banyaknya jumlah tanggungan yang dimiliki oleh petani ternyata menjadi beban bagi petani penangkar, mereka tidak maksimal didalam memproduksi. Para petani penangkar mengatakan bahwa seringkali biaya memproduksi benih terpakai untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya, sehingga penggunaan input produksi seringkali dikurangi porsi penggunaannya dikarenakan kekurangan modal untuk memproduksi. Perlu diadakannya pelatihan-pelatihan produksi dengan melibatkan karyawan PT. SHS, petani penangkar yang bermitra dengan PT. SHS, dan tenaga kerja borongan atau buruh yang diselenggarakan oleh dinas pertanian, badan karantina, dan BPSB guna meningkatkan kemampuan petani penangkar didalam memproduksi benih padi. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat usahatani berada pada kondisi increasing (daerah I) dan decreasing return to scale (daerah III). Harapan yang dapat dilakukan oleh PT. SHS bukan hanya sekedar memberikan pelatihan produksi semata, akan tetapi penggunaan faktor produksi secara tepat penggunaan dapat diberikan secara intensif dengan harapan dapat meningkatkan efisiensi produksi dapat tercapai.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT Sang Hyang Seri)
FAISAL MAULANA AKBAR H34087017
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Proposal : Analisis
Faktor-faktor
Produksi
dan
Pendapatan
Petani
Penangkar Benih padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT. Sang Hyang Seri) Nama
: Faisal Maulana Akbar
NIM
: H34087017
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP : 195 307 181 978 032 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadii, MS NIP : 195 809 081 984 031 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani Penangkar Benih padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT. Sang Hyang Seri) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Desember 2011
Faisal Maulana Akbar H34087017
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 05 Oktober 1986. penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Rochman dan Ibu Sri Nuryanah. Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 3 Karawaci Tangerang pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Islamic Centre dan lulus pada tahun 2001, kemudian penulis melanjutkan pada Sekolah Menengah kejuruan Negeri 1 Kuningan - Jawa Barat dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Lalu pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan strata satu pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah, penulis aktif dalam mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) antara lain : UKM Bola Basket, UKM Bela Diri Merpati Putih pada tahun 2010. Saat ini penulis bekerja di PT. BPR DPM Kredit Mandiri.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani Penangkar Benih padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT. Sang Hyang Seri) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar benih di PT. Sang Hyang Seri. Mengingat saat ini perlu adanya peningkatan terhadap ketersediaan benih bersertifikat yang berkualitas untuk dapat memenuhi kebutuhan peningkatan produksi padi secara nasional dengan acuan bahwa beras merupakan komsumsi utama masyarakat Indonesia. Berangkat dari hal tersebut, tentunya tanpa mengesampingkan pendapatan yang dimiliki para petani penangkar benih didalam memproduksi benih padi ciherang yang merupakan prioritas varietas yang dianjurkan oleh pemerintah didalam meningkatkan hasil produksi. Apabila tidak adanya perhatian yang memadai terhadap pendapatan yang dimiliki oleh para petani penangkar benih nantinya, tentunya hal ini akan dapat berdampak terhadap keinginan para petani didalam memproduksi benih apabila merasa dirugikan. Berangkat dari hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah adanya peningkatan produksi benih padi varietas ciherang agar dapat lebih ditingkatkan kembali dengan meminimalisir kendala-kendala yang dihadapi. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karna keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu penulis berusaha membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor,
Desember 2011
Faisal Maulana Akbar
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai suatu bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada : 1. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan, cinta, dan doa yang tak henti-hentinya yang telah diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku ketua departemen agribisnis yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di fakultas ekonomi dan manajemen, program studi manajemen agribisnis, IPB 3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 4. Ir. Netty Tinaprilia, MSi selaku dosen evaluator atas masukannya yang telah diberikan di dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini. 5. Ir. Dwi Rachmina, MS selaku dosen penguji atas masukan yang telah diberikan didalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini. 6. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji atas masukan dan sarannya kepada penulis di dalam penyempurnaan skripsi ini. 7. Seluruh staff dosen pengajar yang telah memberikan materi pembelajaran yang selama ini penulis peroleh. 8. Seluruh staff PT. Sang Hyang Seri RM I yang telah memberikan kesempatan, arahan, dan bimbingan kepada penulis di dalam melakukan penelitian ini. 9. Seluruh Staff sekretariat manajemen agribisnis yang telah membantu dan memberikan kemudahan kepada penulis selama menjalani kuliah dan penyusunan skripsi ini. 10. Seluruh teman mahasiswa ekstensi agribisnis yang telah memberikan dukungan dan bantuannya baik secara moril dan materiil kepada penulis didalam penyusunan skripsi ini.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian karena memiliki dampak yang secara langsung terhadap kebutuhan pokok dasar masyarakat di Indonesia. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang paling mendasar, kebutuhan akan pangan akan terus meningkat seiring peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Perkembangan jumlah penduduk Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun Penduduk (Jiwa) 2005 219.850.000 2006 222.735.400 2007 225.590.000 2008 228.454.500 2009 231.294.200 2010 237.556.363 n 2011* Sumber : BPS, 2011 Keterangan : *) = Angka Prediksi n = Data tidak tersedia
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa perkembangan jumlah penduduk Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa dengan peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2009 sebesar 6.262.163 jiwa. Mengingat hal tersebut, acuan dasar mengenai ketersediaan padi secara nasional tentunya dapat terlaksana di dalam meningkatan jumlah produksi padi secara nasional dan didukung oleh ketersediaan supply benih padi bermutu tinggi, serta memiliki keunggulan daya tumbuh, produktivitas, dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Produksi padi nasional pada tahun 2009 mencapai 64.389.890 ton atau mengalami peningkatan produksi dari tahun 2008 sampai 2009 sebanyak 4.063.965 ton atau sebesar 6,31 persen. Peningkatan produksi tersebut diikuti dengan adanya peningkatan luas panen di Indonesia pada tahun 2009 yaitu seluas 556.151 hektar penambahannya atau sebesar 4,32 persen dari tahun 2008. Bersamaan dengan hal tersebut, produktivitas tanaman rata-rata per hektar
mengalami peningkatan sebanyak 1.50 kuintal per hektar pada tahun 2009 atau sebesar 2,1 persen peningkatannya dari tahun 2008. peningkatan luas panen, produktivitas, dan produksi padi nasional dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Nasional No
Tahun
1 2 3 4 5
2005 2006 2007 2008 2009
Jenis Tanaman Padi Padi Padi Padi Padi
Luas Panen(Ha) 11.839.060 11.786.430 12.147.637 12.327.425 12.883.576
Produktivitas Produksi(Ton) (Ku/Ha) 45,74 54.151.097 46,20 54.454.937 47,05 57.157.435 48,94 60.325.925 49,99 64.398.890
Sumber : BPS, 2010
Peningkatan produksi padi tersebut terlihat dari kenaikan produksi benih padi bersetifikat yang cukup tinggi setiap tahunnya. Seiring dengan adanya peningkatan tersebut tentunya tidak terlepas dari banyaknya penggunaan benih bersertifikat yang digunakan oleh petani di Indonesia. Kebutuhan benih padi potensial dan total produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton) Tahun 2002-2008 Kebutuhan Benih Potensial Produksi Benih Total Tahun (Ton) (Ton) 2002 296.397 113.634 2003 295.808 114.540 2004 312.978 119.482 2005 310.246 120.375 2006 317.053 121.412 2007 n 147.524 2008 360.000 181.400 Sumber : Deptan, 2010 Keterangan : n = Data tidak tersedia
Berdasarkan Tabel 3, Volume produksi benih padi bersertifikat inbrida dan hibrida yang telah diproduksi baik oleh perusahaan swasta ataupun BUMN dengan total produksi sebesar 181.400 ton pada tahun 2008 atau kurang lebih separuh dari kebutuhan benih padi nasional yang mencapai 360.000 ton benih padi pada tahun 2008. Peningkatan volume produksi benih terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan lebih tinggi dari tahun 2007 dimana total benih
2
yang diproduksi pada tahun 2007 sebesar 147.524 ton dan terus mengalami peningkatan produksi benih padi pada tahun 2008 mencapai 181.400 ton, sebesar 22,96 persen (23 persen) peningkatannya dari tahun 2007 atau sebanyak 33.876 ton benih padi peningkatannya. Deptan (2007), mengatakan bahwa Departemen Pertanian pada tahun 2007 telah menghasilkan teknologi atau inovasi melalui pendekatan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang bertujuan untuk memacu peningkatan produktivitas usahatani padi dan peningkatan pendapatan petani. Komponen program yang digunakan di dalam program P2BN yang dijalankan antara lain adalah : (1) Penggunaan Varietas Unggul Baru, (2) Penggunaan Benih Bermutu, (3) Pengelolaan air. Benih padi Varietas unggul yang digunakan adalah Ciherang, Cilarang, Ciliwung, Cibogo, dan Memberamo. Kelima varietas tersebut merupakan varietas padi pengganti IR-64 yang sudah lama telah diaplikasikan oleh petani, kondisi benih varietas IR-64 saat ini sudah tidak tahan terhadap berbagai macam penyakit, oleh karena itu IR-64 diharapkan tidak dipergunakan kembali oleh para petani di dalam berproduksi. Adapun deskripsi kelima varietas benih padi yang digunakan pada P2BN dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Deskripsi Varietas Benih Padi Program P2BN Varietas
Ciherang
Ciliwung
Cibogo
Memberamo
Cilarang
Umur tanaman
116-125 hari
117-125 hari
115–125 hari
115-120 hari
n
Tinggi tanaman
107-115 cm
114-124 cm
100-120 cm
126-140 cm
n
Anakan produktif
14-17 batang
18-25 batang
12-19 batang
17-20 batang
n
Rata-rata hasil
6,0 t/ha
4,8 t/ha
7,0 t/ha
6,5 t/ha
n
Potensi hasil
8,5 t/ha
6,5 t/ha
8,1 t/ha
7,5 t/ha
n
Sumber : Balitpa, 2009 Keterangan : n = Data tidak tersedia
varietas yang menjadi pilihan pemerintah di dalam Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) adalah varietas ciherang menjadi pilihan utama untuk lebih banyak digunakan di dalam berproduksi karena varietas ciherang memiliki potensi hasil hingga mencapai 8,5 ton/ha 1. Salah satu perusahaan milik pemerintah yang memproduksi benih padi diantaranya adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS), yang mana telah memiliki 1
Wawancara dengan karyawan PT. SHS
3
fasilitas di dalam memproduksi benih padi dengan kapasitas produksi benih padi 25.000 ton benih per tahun. Regulasi mengenai perbenihan juga sangat mendukung pengembangan industri benih di dalam negeri, alasannya adalah menurut peraturan yang berlaku, importir benih sudah harus bisa memproduksi sendiri benih apabila sudah mengimpor benih selama dua tahun2. PT. SHS merupakan perintis dan pelopor usaha perbenihan di Indonesia serta satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai core bussines perbenihan pertanian (Widoyoko Y., Andibya B. W., Nugroho B., 2007). PT. SHS merupakan BUMN yang memproduksi benih padi, jagung, kacangkacangan dan sayuran. Kapasitas produksi benih padi yang dimiliki oleh PT. SHS adalah 25.000 ton per tahun diantaranya fasilitas baru berkapasitas 10.000 ton per tahun dengan sistem IRSPP (Integrated Rice Seed Processing Plant). Fasilitas produksi terbaru merupakan fasilitas terintergrasi dengan laboratorium basah (wet laboratory) dan laboratorium kering (dry labolatory) yang terletak di PT. SHS Regional Manager I Unit Bisnis Daerah (UBD) Khusus Sukamandi, Subang, Jawa Barat yang mulai dipergunakan pada tahun 2008 3. Dalam sektor formal industri perbenihan komersial, PT. SHS dan PT. Pertani merupakan BUMN yang telah mendominasi pasar benih padi di Indonesia, dan telah memasok lebih dari 50 persen produksi benih padi unggul. Penyediaan mengenai benih varietas unggul merupakan salah satu faktor penting untuk Pengembangan suatu industri benih yang berorientasi memproduksi benih unggul bermutu dan memiliki produktivitas tinggi dan dilakukan secara komersial4. PT. SHS memiliki fasilitas breeding center di Sukamandi. Breeding Center difungsikan sebagai tempat untuk menciptakan atau melahirkan plasma nutfah baru, baik merupakan hasil dari seorang peneliti yang dimiliki PT. SHS atau disebut sebagai Breeder, maupun hasil kerjasama dengan peneliti dari perusahaan benih di luar negeri. Varietas unggul lokal yang dimiliki PT. SHS memiliki karakteristik produk keunggulan seperti rasa nasi pulen, tahan hama dan 2
3 4
Indonesian Commerce Newsletter.april 2009. Perkembangan Industri Tanaman Pangan. http://icn.co.id . Senin, November 08, 2010 Indonesian Commerce Newsletter.april 2009. Perkembangan Industri Tanaman Pangan. http://icn.co.id . Senin, November 08, 2010 Universitas Muhammadiyah Malang.2003. Perumusan Kelembagaan Benih Padi Indonesia (Studi Kepustakaan atas Kebijakan Perbenihan. http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/15/jiptummpp-gdl-s1-2004-aguswahyud-734-Pendahuln.pdf . Senin, November 08, 2010
4
penyakit, namun memiliki umur yang panjang dan produksinya rendah. Sedangkan karakteristik benih padi dari luar memiliki keunggulan seperti produksinya tinggi, umurnya pendek, akan tetapi rasanya belum sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kombinasi tersebut, maka akan dibentuk kerjasama dengan perusahaan benih di luar negeri dan harapannya dapat memperoleh varietas yang umurnya pendek, produksinya tinggi, rasanya enak, dan tahan hama dan penyakit. PT. SHS menargetkan pada 2011 PT. SHS sudah dapat menghasilkan
varietas
produksi
benih
padi
hibrida
yang
memiliki
produktivitasnya tinggi. Oleh karena itu PT. SHS mulai tahun 2008 membentuk breeding center. Arintadisastra (1997), mengatakan bahwa guna mendukung peningkatan produktivitas melalui intensifikasi, maka perlu ditumbuh kembangkan petani penangkar benih dilokasi sentra produksi. Adapun salah satu Industri benih padi yang melakukan kerjasama dengan para petani penangkar benih yaitu PT. SHS. Kerjasama merupakan makna yang terkandung di dalam kemitraan, dimana Kerjasama merupakan adanya interaksi dua pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam hubungannya dengan perbenihan, kerjasama tersebut dilakukan antara industri perbenihan dengan petani penangkar benih, alasannya adalah karena tidak ada industri benih yang mengelola sendiri benihnya. Karena hal ini menyangkut lahan dan sumberdaya manusia5. 1.2.Perumusan Masalah Lahan yang digunakan oleh PT. SHS didalam produksi benih padi adalah lahan kerjasama dan swakelola. Lahan kerjasama adalah merupakan suatu bentuk kerjasama produksi benih padi dengan para petani penangkar benih di dalam berproduksi dengan alasan bahwa keterbatasan sumberdaya manusia didalam mengelola lahan area produksi. Lahan Swakelola merupakan lahan produksi yang dilakukan oleh karyawan PT. SHS dengan tujuan agar harga pokok produksi dapat lebih terkendali6
5 6
Sinar Tani.2008. Saham dan BUMP Solusi Peningkatan Kemitraan. http://sinartani.com . Senin, November 08, 2010 Wawancara dengan Asisten Manager Kebun Produksi Benih Padi Hibrida PT. SHS
5
Hafsah (1999) dalam Lestari (2009), menambahkan bahwa dalam kondisi ideal tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kerjasama kemitraan yaitu 1) meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat; 2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, 3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, 4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, Wilayah, dan nasional; 5) memperluas kesempatan kerja; 6) meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Banyaknya jumlah petani penangkar benih sebagai mitra dari PT. SHS dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Petani Penangkar Benih Padi PT. SHS Per Musim Tanam. Jumlah Petani (Orang) 1.469 1.491 1.482
Musim Tanam 2008/2009 2009 2009/2010 Sumber :
SHS, 2010 Keterangan : n = Data tidak tersedia
Berdasarkan Tabel 5, didapatkan bahwa Pada musim tanam 2009/2010, penggunaan lahan kerjasama untuk memproduksi benih padi menurun menjadi 2.274,63 Ha atau mengalami penurunan 1,13 Ha yang diikuti penurunan jumlah petani penangkar menjadi 1.482 atau mengalami penurunan jumlah petani penangkar benih sebanyak 9 orang petani dengan rata-rata penggunaan lahan pada musim tanam 2009/2010 adalah 1,53 Ha. Sebagian besar lahan yang dimiliki PT. SHS digunakan sebagai lahan kerjasama untuk memproduksi benih padi. Luas lahan kerjasama pada tahun 2010 ditetapkan seluas 2.274,63 Ha atau sebesar 72,20 persen dari total keseluruhan luasan. Adapun hasil produksi benih padi di PT. SHS dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produksi Benih Padi PT. SHS Musim Tanam
Tanam (Ha)
Swakelola Produksi Produktivitas (Kg) (Kg)
2008/2009 768.03 2.690.583 2009 736.77 1.907.785 2009/2010 736.77 2.967.872
3.503 2.589 4.028
Tanam (Ha)
Kerjasama Produksi Produktivitas (Kg) (Kg)
2.240,87 8.284.061 2.275,76 6.674.271 2.274,63 6.447.949
3.696 2.932 2.834
Sumber : SHS, 2010
Produksi benih padi tertinggi terjadi pada musim tanam 2008/2009 mencapai 8.284.061 Kg dengan total luas tanam pada lahan kerjasama seluas
6
2.240,87 ha dengan produktivitas 3.696 Kg/Ha. Namun hingga musim tanam 2009/2010 mengalami penurunan mengenai total hasil produksi benih padi pada lahan kerjasama seluas 2.274,63 Ha yaitu sebesar 6.447.949 Kg dengan produktivitas 2.834 Kg/Ha. Walaupun pada musim tanam 2008/2009 dengan status luasan lahan yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan luas lahan pada musim tanam 2009/2010, akan tetapi hasil produksi mengalami penurunan sebesar 1.836.112 Kg dari musim tanam 2008/2009. Adanya Penurunan produktivitas produksi benih yang dilakukan oleh petani penangkar pada lahan kerjasama mengalami kecenderungan menurun apabila dibandingkan dengan produktivitas produksi benih pada lahan swakelola yang dilakukan oleh karyawan PT. SHS. Input dan penggunaan teknologi yang diterapkan pada lahan kerjasama dari musim tanam 2008/2009 sampai musim tanam 2009/2010 tidak mengalami perubahan kecuali luasan lahan produksi, akan tetapi output hasil produksi benih padi berupa gabah kering panen (GKP) dalam kilo gram per Ha pada lahan kerjasama mengalami penurunan hasil apabila dibandingkan dengan musim tanam 2008/2009 dengan luasan lahan produksi lebih sedikit jika dibandingkan dengan luasan lahan produksi pada musim tanam 2009/2010. Melihat kondisi yang terjadi, hal tersebut akan berdampak kepada pendapatan yang diperoleh petani penangkar benih padi yang semakin menurun. Benih Padi inbrida yang menjadi prioritas utama untuk di produksi pada lahan kerjasama PT. SHS adalah varietas ciherang yang menempati urutan pertama, alasannya adalah varietas ciherang banyak diminati di pasaran oleh para petani pada umumnya karena produksinya tinggi dan dapat mencapai potensi hasil 8,5 ton/ha7. Dalam upaya peningkatan hasil produksi (output), diduga tergantung kepada penggunaan input (Faktor-faktor produksi) secara optimal. Rahim dan Hastuti (2008), menambahkan bahwa tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dimana harus mempunyai kualitas berfikir yang maju seperti para petani dapat mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama di dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang memiliki kualitas bagus sehingga memiliki nilai jual tinggi. 7
Wawancara dengan Koordinator Wilayah Kebun Kerjasama Produksi PT. SHS
7
Berdasarkan
uraian
diatas,
maka
dapat
dikemukakan
rumusan
permasalahannya dalam bentuk pertanyaan (Statement of Problem) sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar benih ? 2. Berapa tingkat pendapatan Usahatani para petani penangkar benih padi varietas ciherang? 3. Bagaimana Pengaruh karakteristik umum yang dimiliki petani penangkar benih terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang di PT. SHS ? 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan di dalam penelitian ini berdasarkan perumusan masalah diatas adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar benih. 2. Menganalisis pendapatan para petani penangkar benih padi varietas ciherang 3. Menganalisis pengaruh karakteristik umum petani penangkar benih terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang di PT. SHS. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun beberapa manfaat mengenai kajian penelitian ini dan dapat berguna bagi berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan Dengan adanya penelitian ini, diharapkan menjadi bahan masukan dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi PT. SHS khususnya, dan perusahaan benih di Indonesia pada umumnya. Harapan tersebut berupa keputusan kebijakan yang dapat menciptakan keharmonisan yang berkesinambungan dan multiplier effect positif yang berkelanjutan demi kekontinuitasan di dalam memproduksi benih dengan cara menjaga kerjasama dengan para petani penangkar benih, serta memperbaiki segala bentuk kekurangan yang dapat menjadikan penurunan produktivitas produksi benih padi, dan diharapkan dapat terus meningkatkan kinerja perusahaan di dalam menghasilkan benih-benih bermutu tinggi demi ketersediaan supply benih padi baik inbrida maupun
8
hibrida untuk memenuhi target kebutuhan nasional di dalam mendukung pencapaian ketahanan pangan di Indonesia. 2. Penulis Penelitian ini bermanfaat untuk menambah keragaman ilmu yang didapatkan, menjalin jaringan kerja (networking) yang lebih luas, serta dapat menyalurkan aspirasi para petani penangkar benih kepada perusahaan dan diharapkan kesejahteraan para petani dapat meningkat.
9
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih 2.1.1. Pengertian Benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan di dalam usaha tani, yang mana memiliki fungsi secara agronomis atau merupakan suatu komponen agronomi (Sadjad et al, 1975 dalam Kartasapoetra, 1986). BPSB VI Maros (1988), mengatakan bahwa varietas adalah merupakan bagian dari suatu jenis tanaman yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat membedakan dengan golongannya di dalam jenis yang sama. 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi Padi merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki bentuk rumput berumpun. Tanaman padi termasuk ke dalam pertanian kuno yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monotyledonae
Keluarga
: Gramineae (Poaceae)
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza spp. Terdapat 25 spesies padi yang dikenal adalah Oryza sativa dengan dua
subspecies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan air8.
8
Smk.2010. Mengenal Tanaman Padi Lebih Dekat. http://smk.nuruljadid.net/admin/files/MENGENAL TANAMAN PADI LEBIH DEKAT.doc. Rabu, Desember 15, 2010
10
2.3. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang Tanaman padi varietas ciherang termasuk ke dalam golongan padi cere, yang memiliki umur tanaman 116-125 hari setelah tanam dan memiliki anakan produktif sebanyak 14-17 batang dan memiliki potensi hasil panen sebanyak 8,5 Ton/Ha. Adapun mengenai karakteristik Tanaman padi varietas ciherang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang Uraian Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Indeks Glikemik Bobot 1000 butir Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap Anjuran tanam Dilepas tahun
Keterangan Padi Cere 116-125 hari setelah tanam Tegak 107-115 cm 14-17 batang Panjang ramping Kuning bersih Sedang Sedang Pulen 23% 54 28 g 6,0 Ton/Ha 8,5 Ton/Ha Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 m dpl 2000
Sumber : Balitpa, 2009
2.4. Kerjasama Kemitraan Dasar kerjasama kemitraan adalah kebutuhan bersama/yang bermitra, persoalan usaha, dan manfaat usaha. Pentingnya didalam membentuk suatu kemitraan adalah agar usaha kecil berorientasi pasar dan komersial, kendalakendala usaha terpecahkan, serta adanya kepedulian usaha menengah dan besar. Adapun peranan pelaku kemitraan yaitu dimana 1) pengusaha besar melakukan pembinaan, pengembangan, dan bimbingan sumber daya manusia, penyandang dana/penjamin kredit, bimbingan teknologi, saprodi, menjamin pembelian hasil produksi, dan promosi hasil produksi; 2) Pengusaha kecil menerapkan teknologi dan kesepakatan dengan pengusaha besar, kerjasama antar pengusaha kecil untuk mendukung pasokan produksi kepada pengusaha besar, dan pengembangan profesionalisme sumber daya manusia.
11
Pola kemitraan dapat dikatakan dengan pola kemitraan langsung dan tidak langsung. Pola kemitraan langsung merupakan pembinaan dimana terdapat kaitan yang secara langsung dengan kegiatan usahanya, sedangkan pola kemitraan tidak langsung merupakan pembinaan dimana tanpa ada kaitan dengan kegiatan usahanya. Pola kemitraan dapat dilihat sebagai vertikal dan horizontal. Pola kemitraan vertikal yaitu membagi risiko kepada unit dibawahnya. Adapun beberapa pola kemitraan vertical yaitu : a) Pola Inti Plasma Yaitu merupakan hubungan kerjasama kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra sebagai plasma. b) Pola Sub Kontrak Yaitu dimana dua kelompok mitra memproduksi kebutuhan pasar perusahaan besar (adanya kontrak bersama). c) Pola Dagang Umum Yaitu kontrak antar pedagang d) Pola Waralaba/keagenan Yaitu merupakan suatu hubungan kemitraan yang terjalin antara dua pihak atau lebih dimana kelompok mitra diberikan hak secara khusus untuk dapat memasarkan suatu barang/jasa usaha yang dimiliki oleh perusahaan mitra. Pola kemitraan horizontal merupakan pola kemitraan yang secara bersama-sama menghadapi persaingan dari luar walaupun mereka sendiri melakukan persaingan sehat9. 2.4.1. Kemitraan Petani Penangkar Benih Lestari (2009), mengatakan kemitraan adalah jalinan kerjasama di dalam menjalankan usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dengan mengandung prinsip saling menguntungkan. Alasannya adalah pada dasarnya kedua belah pihak atau lebih memiliki
9
http://www.scribd.com/doc/52115631/kemitraan-usaha -pertanian. Senin, Juni 06, 2011
12
kelemahan dan kelebihan, sehingga dengan adanya kemitraan yang terjalin tentunya akan saling melengkapi. Melihat definisi dasar tersebut, maka didapatkan bahwa Kemitraan petani penangkar benih adalah suatu ikatan perjanjian kerjasama antara petani sebagai penangkar benih dengan perusahaan benih milik pemerintah ataupun swasta lokal dan luar negeri di dalam memproduksi benih, dimana terkandung makna saling menguntungkan dan saling membutuhkan terkait keterbatasan lahan dan sumberdaya manusia. 2.5. Produksi Benih Padi Rahim dan Hastuti (2008), mengatakan bahwa produksi komoditas pertanian dapat dinyatakan sebagai suatu perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi di dalam menghasilkan komoditas berupa suatu kegiatan usahatani maupun usaha lainnya. Proses produksi komoditas pertanian atau disebut juga budidaya tanaman merupakan proses usaha bercocok tanam / budidaya di lahan untuk menghasilkan bahan segar (raw material), dimana bahan segar tersebut nantinya akan dijadikan bahan baku setengah jadi (work in process) atau barang jadi (finished product). Di dalam proses produksi di lahan, dapat menggunakan faktorfaktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, teknologi, dan manajemen. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa produksi benih padi adalah seperangkat proses kegiatan budidaya tanaman padi dengan menggunakan berbagai kombinasi input dan teknologi yang tersedia dengan menggunakan benih indukan (parent seed) berkualitas dan bermutu tinggi untuk menghasilkan output berupa benih padi bersertifikat sesuai dengan ketentuan standar mutu yang telah ditetapkan oleh BPSB. 2.6. Penelitian Terdahulu Lestari (2009), melakukan penelitian yang berkaitan terhadap pendapatan dan kepuasan peternak plasma didalam bermitra. Berdasarkan hasil mengenai karakteristik responden, didapatkan bahwa didapatkan mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki (94 persen), berusia 25-35 tahun (54 persen), menempuh pendidikan SMA (52 persen), jumlah tanggungan keluarga 1-2 orang
13
(42 persen), jumlah ternak yang dipelihara antara 2.000-10.000 ekor (84 persen), peternak memiliki pekerjaan diluar usaha ternak ayam (52 persen), pengalaman beternak kurang dari lima tahun (62 persen), status kepemilikan lahan milik sendiri (96 persen), alasan beternak ayam karena sebagai pekerjaan utama (44 persen), alasan bermitra dengan PT. X adalah untuk meningkatkan keuntungan (58 persen), lama bermitra dengan perusahaan PT. X selama satu tahun (36 persen), sumber informasi mengenai PT. X didapatkan langsung dari pihak perusahaan (48 persen), dan manfaat yang diperoleh dengan kemitraan adalah resiko usaha rendah (30 persen). Peternak yang memproduksi skala besar mendapatkan R/C rasio sebesar 1,066, sedangkan peternak yang memproduksi dalam skala sedang memperoleh nilai R/C rasio 1,069, maka didapatkan bahwa skala usaha tidak menjadi jaminan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Femina (2006), melakukan penelitian yang berkaitan dengan dampak kebijakan harga gabah terhadap produksi padi di pulau jawa. Penelitian tersebut menggunakan
persamaan
simultan
untuk
melihat
faktor-faktor
yang
mempengaruhi produksi padi di pulau jawa. Hasil penelitian yang dilakukan, maka didapatkanlah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi dimana memiliki variabel independen seperti harga dasar gabah, harga dasar pupuk urea, dan luas areal padi. Respon mengenai luas areal panen padi dalam jangka pendek inelastis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Disti (2006), melakukan penelitian dengan judul Analisa pendapatan dan efisiensi produksi usahatani program pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT). Hasil yang didapatkan bahwa berdasarkan evaluasi program PTT, maka teknologi yang masih digunakan oleh petani adalah penggunaan organic padat dan efisiensi penggunaan urea, SP36, dan phonska berdasarkan pupuk berimbang.
Berdasarkan hasil perbandingan tingkat pendapatan,
bahwa
penggunaan faktor produksi usahatani masih dapat ditingkatkan, alasannya adalah ditunjukkan oleh nilai R/C rasio atas biaya tunai lebih besar dibandingkan dengan biaya aktual. Rohela (2008), melakukan penelitian yang berjudul Dampak program peningkatan produksi beras nasional (P2BN) terhadap pendapatan petani. Hasil
14
penelitian yang dilakukan adalah apabila dilihat dari bilai R/C rasio yang didapatkan bahwa nilai R/C rasio petani program lebih tinggi apabila dibandingkan dengan petani non program. Berdasarjan hasil analisis pendapatan usahatani bahwa petani padi program P2BN lebih tinggi yaitu sebesar 5.757 kg/Ha. Dalam pengujian efektif tidaknya program P2BN dalam meningkatkan pendapatan petani maka dilakukan analsisi regresi berganda dalam mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani dengan variabel independen yang dimiliki antara lain adalah biaya tenaga kerja, biaya saprodi, hasil produksi. Harga jual. Variabel dependennya adalah pendapatan petani, dengan dummy D1 untuk petani yang berpendidikan SMP, D2 utnuk petani yang berpendidikan SMA, D3 untuk petani lahan sendiri, dan D4 untuk petani peserta program P2BN. Penelitian berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Benih Padi Varietas Ciherang (Studi Kasus : Petani Penangkar Benih PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional Manager (RM) I Unit Bisnis Daerah (UBD) Khusus Sukamandi, Subang – Jawa Barat memiliki persamaan dan perbedaan Persamaan dengan Lestari, Disti, dan Rohela adalah didalam menganalisa pendapatan yang didapatkan oleh petani, sedangkan persamaan dengan femina adalah didalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi. Persamaannya secara umum adalah terdapat beberapa kesamaan komoditi yang digunakan, menganalisis gambaran umum kemitraan, karakteristik responden, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah lebih spesifik terhadap produksi benih dengan spesifik penggunaan varietas ciherang dan masalah yang diteliti berbeda.
15
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari
cara-cara
petani
menentukan,
mengorganisasikan
dan
mengkoordinasikan didalam penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Soekartawi (2003), menambahkan bahwa tujuan dari usahatani antara lain dikategorikan menjadi dua yaitu maximum profit minimum profit, konsep maximum profit adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh maximum profit. Sedangkan konsep minimum profit adalah bagaimana menekan biaya produksi sekecilkecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Soekartawi et al (1986), mengatakan bahwa dalam usahatani, para petani memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkannya, serta memperhitungkan penerimaan yang diperoleh. Biaya atau pengeluaran total usahatani adalah semua nilai masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Biaya didalam usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani artinya adalah jumlah uang yang di bayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani dimana dapat berupa faktor produksi yang digunakan tanpa menggunakan biaya tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan bibit dari hasil produksi, dan penyusutan dari sarana produksi. Dilihat dari sifatnya, biaya produksi terdiri dari fixed cost dan variabel cost. Fixed cost adalah pengeluaran usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi, sedangkan variabel cost adalah merupakan pengeluaran usahatani yang digunakan untuk tanaman tertentu dan jumlahnya berubah seiring besarnya produksi yang dilakukan. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjuaan produk usahatani yang diproduksi. Pengeluaran tunai
16
usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai disebut dengan pendapatan tunai usaha tani. pendpatan kotor usahatani disebut sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Selisih antara pendapan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut sebagai pendapatan bersih tunai. Soeharjo dan Patong (1973) dalam Nadhwatunnaja (2008), mangatakan bahwa pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, alasannya adalah kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Hernanto (1989) dalam Purba (2008), menambahkan salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenuecost ratio atau R/C. Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani yang dilakukan berdasarkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila R/C > 1, maka penerimaan yang diperoleh lebih besar dari setiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Apabila R/C < 1, maka setiap unit yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh, dan apabila R/C = 1, maka kegiatan usaha impas (tidak untung/tidak rugi). Suratiyah (2006), mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangat kompleks, sehingga dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi biaya dan pendapatan terdiri dari 1) umur petani; 2) pendidikan; 3) pengetahuan; 4) pengalaman; 5) keterampilan; 6) luas lahan; 7) modal. Sedangkan untuk faktor eksternal yang memepengaruhi biaya dan pendapatan terdiri dari 1) ketersediaan input; 2) harga input; 3) permintaan output; 4) harga output. Adapun bagan mengenai faktor internal dan eksternal yang secara bersamaan mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani dapat dilihat pada Gambar 1.
17
Faktor Eksternal
Faktor Internal Umur Petani Pendidikan Pengetahuan Keterampilan Luas Lahan Modal
Input a. Ketersediaan b. Harga Output a. Permintaan b. Harga
Usahatani
Biaya dan Pendapatan
Gambar 1. Faktor Internal dan Eksternal Usahatani Sumber : Suratiyah (2006)
3.1.2. Teori Produksi Soekartawi (1990), mengatakan bahwa hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Nicholson (1999), mengatakan bahwa produksi adalah kegiatan dalam menghasilkan output dengan menggunakan kombinasi input produksi dan teknologi terbaik yang dimiliki. Soekartawi et al (1986), menambahkan bahwa input dalam produksi biasa disebut sebagai faktor produksi. 3.1.3. Faktor Produksi Soekartawi (1990), mengatakan bahwa faktor produksi disebut juga sebagai “korbanan produksi”, dimana faktor produksi atau disebut juga sebagai input di dalam berproduksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk yang dihasilkan (output). Dalam menghasilkan suatu produk, maka diperlukan adanya pengetahuan mengenai hubungan antara faktor input dan output. Hubungan antara input dan output disebut juga sebagai “factor relationship”. Produksi merupakan suatu proses di dalam menciptakan suatu produk yang dihasilkan (output). Hubungan mengenai faktor produksi dengan produksi, dimana hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk (output). Produksi di dalam bidang pertanian dapat bervariasi, yang mana disebabkan karena perbedaan kualitas, alasannya adalah karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang baik, dan dilaksanakan dengan baik, dan begitu pula sebaliknya. 18
3.1.4. Fungsi Produksi Lipsey (1995), mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan mengenai input yang digunakan di dalam proses produksi dengan kuantitas hasil output yang dihasilkan. Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dipengaruhi (Y sebagai dependent) dan variabel yang mempengaruhinya (X sebagai independent), dimana variabel Y dijelaskan berupa output di dalam produksi dan variabel X dijelaskan berupa input di dalam produksi. Soekartawi et al (1986), menambahkan bahwa variabel input di dalam produksi dapat berupa seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan lainlain yang dapat mempengaruhi besar kecilnya produksi, namun tidak semua input dipakai di dalam analisis, hal tersebut tergantung dari penting tidaknya pengaruh input yang digunakan terhadap produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut : Y = f ( X1, X2,.., Xn) Dimana : = Output / hasil produksi = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor di dalam produksi dengan hasil produksi X1, X2,.., Xn = input / faktor produksi Y f
Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Pengukuran tingkat produktivitas dari suatu produksi yang dilaksanakan memiliki dua tolak ukur yaitu produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). PM adalah tambahan satu-satuan input di dalam produksi (X) yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan output produksi yang dihasilkan (Y). rumus penulisan PM adalah sebagai berikut : ǻ୷
PM = οଡ଼
Dimana : οY = Perubahan hasil produksi οX୧ = Perubahan faktor produksi ke-i
19
Apabila PM konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit input (X) dapat menyebabkan setiap tambahan unit output (Y) secara proporsional. Apabila terjadi suatu penambahan satu-satuan unit input produksi (X), akan tetapi menyebabkan satu-satuan unit output produksi yang menurun (Y), maka peristiwa tersebut disebut sebagai the law of diminishing returns (kenaikan hasil yang semakin berkurang) dimana menyebabkan PM turun. PR adalah perbandingan antara produk total per jumlah input. Rumus PR dapat dituliskan sebagai berikut : ଢ଼
PR = ଡ଼
Dimana : Y Xi
= Hasil produksi = Jumlah faktor produksi Dalam mengukur perubahan yang terjadi dari produk total (PT) yang
diproduksi/dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi (input) yang digunakan di dalam berproduksi dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi (Ep). Ep adalah persentase perubahan dari produk yang dihasilkan (output) akibat persentase perubahan dari input produksi yang digunakan. Persamaan Ep dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : E୮ = PM .
1 PR
Dimana : Ep = Elastisitas Produksi PM = Produk Marginal PR = Produk Rata-rata Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Fungsi produksi berdasarkan nilai Ep terbagi menjadi tiga daerah yaitu : 1) Tahap I (increasing rate) dimana lebih dari satu (Ep > 1) yang artinya adalah bahwa produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. 2) Tahap II (decreasing rate) dimana nol kurang dari Ep dan Ep kurang dari satu (0 < Ep < 1) yang artinya adalah bahwa setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penambahan output paling tinggi sebesar satu persen dan 20
paling rendah nol persen. Daerah dua dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang menurun, dan pada daerah dua dicapai keuntungan maksimum dengan penggunaan faktor tertentu. 3) Tahap III (negative decreasing rate) dimana Ep kurang dari nol (Ep < 0) yang artinya adalah setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen, maka akan menyebabkan penurunan tambahan produksi sebesar nilai Ep. Adapun tahapan suatu proses di dalam produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
Y
PT
I
II
III
Ep>1
0<Ep <1
Ep<0
PM/PR
PR X1
X2
X
X3 PM
Gambar 2. Tahapan Suatu Proses Produksi Sumber : Soekartawi, 1990
Keterangan : PT PM PR Y X
= Produk total = Produk marginal = Produk rata-rata = Produksi = Faktor produksi
21
Berdasarkan gambar dua mengenai tahapan suatu proses produksi, maka Hubungan antara PM dan PT dapat dijelaskan bahwa : 1) Apabila PT meningkat, maka nilai PM akan positif 2) Apabila PT mencapai titik maksimum, maka PM akan berubah menjadi nol 3) Apabila PT mulai menurun, maka nilai PM akan negative Hubungan antara PM dan PR antara lain adalah : 1) Apabila PM > PR, maka PR masih berada dalam keadaan menaik 2) Apabila PM < PR, maka PR dalam keadaan menurun 3) Apabila PM = PR, maka PR dalam keadaan maksimum. Hubungan antara PM dan PT, PM dan PR dengan besar kecilnya nilai Ep adalah sebagai berikut : 1) Ep = 1, dimana PR akan mencapai kondisi maksimum apabila PR = PM, dan sebaliknya apabila PM = 0 dalam situasi PR keadaan menurun, maka E p = 0. 2) Ep > 1, dimana PT dalam keadaan menaik pada tahap increasing rate dan PR akan meningkat pada daerah I. 3) 0 < Ep < 1, dimana dalam kondisi tersebut maka setiap tambahan sejumlah input yang digunakan tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang dihasilkan. Hal tersebut terjadi pada daerah II (rasional), dimana PT akan menaik pada tahap decreasing rate. 4) Ep < 0, dimana terletak pada daerah irrasional III. Dalam kondisi tersebut, PT dalam keadaan menurun, nilai PM akan negatif, dan PR akan menurun. Apabila terus meningkatkan input produksi, maka akan tetap merugikan bagi petani yang berproduksi. Soekartawi (1990), menambahkan bahwa di dalam melakukan suatu kegiatan produksi, Returns to scale (RTS) perlu untuk diketahui dari kegiatan usaha produksi yang dilakukan dan disesuaikan dengan kaidah increasing, constant, atau decreasing returns to scale. RTS merupakan penjumlahan dari semua elastisitas faktor-faktor produksi, dimana terbagi menjadi tiga bagian yaitu : (1) decreasing returns to scale, dimana ȭܾ < 1, yang artinya bahwa proporsi penambahan input faktor produksi melebihi proporsi penambahan output produksi; (2) constant returns to scale, dimana ȭܾ = 1, yang artinya bahwa dalam 22
kondisi demikian setiap penambahan input faktor produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang dihasilkan; (3) increasing returns to scale, dimana ȭܾ > 1, yang artinya berarti setiap proporsi penambahan input faktor produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsinya lebih besar. 3.1.5. Model Fungsi Produksi Soekartawi et al (1986), mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam memilih fungsi produksi yaitu : 1) Fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan kegiatan budidaya yang sebenarnya terjadi. 2) Fungsi produksi yang digunakan dapat dengan mudah untuk diukur atau dihitung secara statistik. 3) Fungsi produksi dapat dengan mudah untuk di artikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. Model fungsi produksi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Soekartawi (1990), mengatakan bahwa model fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang dijelaskan biasa disebut dengan istilah dependent (Y) dan variabel yang menjelaskan biasa disebut dengan istilah independent (X). Soekartawi
(1990),
menambahkan
bahwa
penyelesaian
mengenai
hubungan antara variabel dependent dan independent dalam fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menaksir parameter-parameternya harus ditransformasikan kedalam double logaritme natural (ln) sehingga merupakan bentuk linear berganda (multiple linear) yang kemudian dianalisis menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Penyelesaian di dalam fungsi produksi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, dengan persyaratan : 1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, alasannya adalah karena logaritma dari nol adalah merupakan suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
23
2) Diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non neutral difference in the respective technologies), apabila fungsi CobbDouglas dipakai sebagai model di dalam pengamatan, dan bila diperlukan adanya analisis yang memerlukan model lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan tidak terletak pada slope model tersebut. 3) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah terkandung di dalam disturbance term. Pertimbangan dasar dalam penggunaan model fungsi produksi CobbDouglas berdasarkan kelebihan yang dimiliki antara lain : 1) Penyelesaian relatif lebih mudah, karena dapat dirubah ke dalam bentuk linear. 2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran nilai elastisitas. 3) Besaran nilai elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran returns to scale (RTS). Model fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa kelemahan yang dimiliki diantaranya yaitu : 1) Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan Ep bernilai negatif atau memiliki nilai terlalu besar atau memiliki nilai terlalu kecil. Spesifikasi variabel yang keliru dapat menimbulkan adanya multikolinearitas pada variabel independent (X) yang digunakan sebagai input faktor produksi. 2) Kesalahan di dalam pengukuran variabel dapat menyebabkan nilai besaran E p terlalu tinggi atau terlalu rendah. 3) Terjadi adanya multikolinearitas, dimana variabel X tidak mempunyai hubungan kuat di dalam mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X tersebut dipengaruhi oleh variabel X lainnya yang termasuk ke dalam input faktor produksi. Persamaan model fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut :
24
ୠ
ୠ
ୠ
ୠ
ୠ
Y = aXଵ భ X ଶమ Xଷ య … X୧ … X୬ e୳ Dimana : Y Xi a,b u e
= variabel dependent = variabel independent = besaran yang akan diduga = disturbance term (unsur sisa/galat) = logaritma natural (2,718) Berdasarkan beberapa kelemahan yang dimiliki model fungsi produksi
Cobb-Douglas, maka dalam mempermudah pendugaan terhadap persamaan tersebut diubah ke dalam bentuk double logaritme natural (ln) dengan cara melogaritmakan persamaan yang dimiliki di dalam penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut : ln Y = ln a + b 1 ln X1 + b2 ln X2 + b 3 ln X3 + … + bi ln Xi + … + bn ln Xn + u Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai b 1 sampai bn adalah tetap walaupun variabel X1 sampai Xn yang terlibat telah dilogaritmakan. Alasannya adalah karena b1 sampai bn pada model fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus sebagai Ep variabel Xn terhadap Y. Parameter dugaan dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah di transformasikan dalam bentuk double logaritme natural (ln) merupakan bentuk linear berganda (variabel independent lebih dari satu), yang kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Metode pendugaan OLS dapat dipakai apabila memenuhi beberapa asumsi diantaranya yaitu : 1) Variabel u adalah variabel acak yang riil dimana memiliki nilai tengah nol; E (u n) = 0 2) Homoskedastisitas, dimana ragam untuk setiap ui memiliki nilai sama untuk setiap pengamatan Xi; E (ui2) = ıଶ (varians konstan) 3) Tidak terdapat autokorelasi; E (uiu n) = 0, dimana i QFRY 4) Besaran ui menyebar secara normal; ui ~ N (0, ıଶ ) 5) Nilai u i dan Xi adalah independen; E (uiX1i) = E (uiX2i) = 0 6) Tidak terdapat multikolinearitas antar variabel Xi
25
3.2. Hubungan Karakteristik Petani Penangkar Benih Terhadap Produksi Suratiyah (2006), mengatakan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu unsur penentu bagi keberhasilan kegiatan usahatani. karakteristik yang dimiliki petani merupakan faktor penting yang dimiliki petani di dalam menjalankan usahataninya karna akan berdampak kepada biaya dan pendapatan pada akhirnya dalam mengelola usahataninya. Besarnya pendapatan yang diterima petani berdasarkan banyaknya hasil produksi benih yang dihasilkan pada satu satuan waktu produksi. Oleh karena itu karakteristik yang dimiliki petani memiliki hubungan terhadap hasil produksi yang akan dicapai. Suratiyah (2006), menambahkan bahwa apabila ditinjau dari segi usia, semakin tua umur petani maka akan semakin berpengalaman dan semakin baik dalam mengelola usahataninya, akan tetapi semakin tua umur petani maka akansemakin menurun kemampuan fisiknya sehingga memerlukan tenaga kerja tambahan dalam mengelola usahataninya. Pendidikan yang ditempuh oleh petani baik formal dan terutama non formal misalnya seperti adanya kursus yang diberikan oleh kelompok tani setempat, penyuluhan, atau studi banding yang pada akhirnya dapat membuka jalan fikiran petani dan menambah keterampilan dan pengalaman petani didalam mengelola usahatani yang dijalankannya. 3.3. Kerangka Operasional PT. SHS melakukan kerjasama kemitraan dengan para petani penangkar benih. Kerjasama kemitraan akan dapat berlangsung dengan adanya persetujuan dari PT. SHS selaku perusahaan inti dan pihak petani penangkar selaku plasma. Bagi PT. SHS kerjasama kemitraan tersebut berfungsi guna untuk memenuhi kebutuhan dan kekontinuitasan produksi yang berorientasi terhadap profit. Sedangkan bagi petani penangkar kerjasama kemitraan tersebut dapat membantu didalam memperoleh bantuan modal, jaminan pemasaran produk hasil produksi benih,dan pemberian pelatihan mengenai budidaya produksi benih padi yang baik. Produksi Benih padi PT. SHS sebagian besar memproduksi benih padi varietas ciherang. Adanya penurunan hasil produksi terjadi pada musim tanam 2008/2009 sampai dengan 2009/2010. Dengan memperhatikan kondisi diatas,
26
telah terjadi adanya penurunan produksi benih padi varietas ciherang dari para petani penangkar benih yang berkerjasama dengan PT. SHS. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan menurunnya produksi benih padi varietas ciherang yang di produksi oleh para petani penangkar benih, karakteristik umum petani penangkar benih dan kemitraan yang terjalin. Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk melihat banyaknya penerimaan yang didapatkan petani penangkar didalam memproduksi benih padi varietas ciherang. Korelasi antara atribut karakteristik umum petani penangkar benih terhadap produksi dianalisis menggunakan korelasi rank spearman dengan variable X yang terkandung adalah usia, pendidikan, pengalaman, pelatihan, jumlah tanggungan, dan pendapatan. Sedangkan variabel Y nya adalah hasil produksi. Alasan menggunakan korelasi rank spearman adalah data yang digunakan berbentuk data ordinal. Dari hasil analisis tersebut diatas dapat dilihat mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dimana penyelesaiannya mengenai hubungan antara
variabel dependen dan independen,
maka parameter-
parameternya harus ditransformasikan kedalam double logaritme natural (ln) sehingga merupakan suatu bentuk liniear berganda yang kemudian dianalisis menggunakan metode ordinary least square (OLS). Alasan menggunakan analisis OLS adalah karena data yang digunakan berbentuk rasio dan digunakan untuk menjelaskan mengenai hubungan antara variable X mempengaruhi Y. Bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3.
27
PT. Sang Hyang Seri
x x
PT. SHS melakukan kerjasama kemitraan dengan para petani penangkar benih untuk memproduksi benih padi pada lahan kerjasama Prioritas benih padi yang diproduksi yaitu varietas ciherang
Produktivitas produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar mengalami penurunan
Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi Benih varietas Ciherang
Analisis Pendapatan usahatani
Karakteristik umum petani penangkar benih terhadap produksi
Analisis Pendapatan R/C
Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Ordinary Least Square (OLS)
Uji Korelasi Rank Spearman
Rekomendasi kepada PT. SHS berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang agar dapat tercapai optimalisasi produksi benih padi varietas ciherang
Gambar 3. Bagan Kerangka Operasional
28
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Sang Hyang Seri (Persero) Unit Bisnis Daerah (UBD) Khusus Sukamandi, Subang – Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dimana teknik penentuan berdasarkan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut antara lain adalah 1). PT. SHS merupakan produsen benih padi terbesar di Indonesia yang menguasai 25 persen benih padi di Indonesia dengan kapasitas produksi benih padi 25.000 ton per tahun, 2). PT. SHS memiliki lahan sawah yaitu 3.150,65 hektar dalam satu lokasi dan berada dalam satu pengelolaan manajemen. Kegiatan pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai Mei 2011. 4.2. Metode Penentuan Sampel Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah menggunakan Stratified Sample. Metode tersebut digunakan jika populasi yang tidak homogen, maka populasi dibagi kedalam kelompok yang homogen lebih dahulu atau dalam strata, dan anggota sample ditarik dari setiap strata (Nazir, 2005). Adapun mengenai jumlah petani mitra berdasarkan luasan lahan kerjasama yang dikelola dapat dilihat pada Tabel 8. Jumlah Petani Mitra Berdasarkan Luasan Lahan Kerjasama yang Dikelola Musim 2010/2011 Luas Lahan (Ha) Jumlah Petani Persen (%) Jumlah Responden 1,00-1,50 574 48 48 1,51-2,00 521 44 44 > 2,00 89 8 8 Total 1184 100 100
Tabel 8.
Sumber : SHS, 2010 (Data Diolah)
Dalam
pengambilan
responden
dilakukan
dengan
menggunakan
convinience sampling yang artinya adalah kemudahan di dalam memperoleh responden untuk penelitian, dilakukan setelah jumlah responden telah ditentukan berdasarkan persentase proporsional pada setiap luasan lahan yang memproduksi benih padi varietas ciherang. Dalam penerapannya, penulis diperbantukan oleh setiap koordinator wilayah PT. SHS untuk bertemu dengan petani penangkar.
29
Alasannya adalah sulitnya didalam membedakan antara petani yang melakukan kemitraan dengan tenaga kerja atau buruh harian dikarenakan luasan lahan yang terlalu luas. Berdasarkan Tabel 8, didapatkan bahwa jumlah petani penangkar benih untuk dijadikan sebagai responden berjumlah 100 orang pada lahan kerjasama yang memproduksi benih varietas ciherang di PT. SHS. Penentuan jumlah tersebut dengan alasan jumlah petani mitra berdasarkan luasan lahan kerjasama yang dikelola oleh petani penangkar benih. 4.3. Jenis Data yang Dikumpulkan Data primer adalah sumber data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung di lapangan oleh seseorang yang akan melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya (Sugiyono, 2009). Data primer didapatkan secara langsung di lapangan, dimana berdasarkan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai karakteristik umum dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang oleh petani penangkar benih yang berkerjasama dengan PT. SHS. Selain itu, diperoleh juga mengenai data-data yang berkaitan dengan perusahaan. Sedangkan dari segi waktunya merupakan data cross section yang artinya adalah data yang diperoleh pada saat pengumpulan di lapang dan diambil dalam kurun waktu tertentu sesuai kebutuhan penelitian. Data sekunder adalah sumber data yang secara tidak langsung memberikan data kepada pengunpul data atau seseorang yang akan melakukan penelitian. Data sekunder diperoleh dari lembaga Departemen Pertanian (Deptan), Badan Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan LSI IPB, dan internet. 4.4. Metode Pengumpulan Data Sugiyono (2009), mengatakan metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama di dalam melaksanakan penelitian, alasan tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Adapun macam-macam teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, Kuesioner (Angket), trianggulasi/ gabungan tertera pada Gambar 4.
30
Obsevasi
Wawancara Teknik Pengumpulan Data Kuesioner (Angket)
Trianggulasi / Gabungan
Gambar 4. Macam-macam Teknik Pengumpulan Data Sumber : Sugiyono (2009)
Teknik pengumpulan data yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara Nazir (2005), mengatakan bahwa wawancara Yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab, sambil bertatap muka. 2. Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. 4.5. Metode Pengolahan Data Sugiyono (2009), mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi berdasarkan data yang ditemukan di lapangan. Penelitian kuantitatif adalah metode penelitian dimana data penelitian yang dimiliki berupa angka-angka dan dianalisis menggunakan statistik. Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dapat menggunakan statistik deskriptif, dimana digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya berdasarkan data yang didapatkan dilapangan. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif dapat menggunakan statistik inferensia yang artinya adalah
31
teknik statistik yang digunakan dalam menganalisis suatu data sampel, dan hasilnya akan diberlakukan untuk populasi sampel yang dimiliki. Statistik inferensia meliputi statistik parametris dan non parametris. Penelitian ini menggunakan uji statistik parametris dan non parametris. Uji statistik parametris merupakan pengujian yang memerlukan terpenuhi banyak asumsi dan statistik parametris dapat digunakan untuk data yang berbentuk interval dan rasio. Asumsi yang utama adalah dimana data yang akan di analisis harus berdistribusi normal. Statistik non parametris merupakan pengujian yang tidak memerlukan terpenuhinya banyak asumsi dan digunakan apabila datanya berbentuk nominal atau ordinal. Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif mengenai gambaran umum kemitraan yang dilaksanakan oleh PT. SHS dengan para petani penangkar benih. Karakteristik umum petani penangkar benih, dan Karakteristik Usahatani akan dianalisis secara deskriptif dengan bantuan dalam bentuk tabulasi frekuensi sederhana. Data kuantitatif akan digunakan untuk menganalisis pendapatan usahatani dengan menggunakan analisis R/C, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang akan dianalisis menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas yang diselesaikan menggunakan metode ordinary least square (OLS), dan menganalisis hubungan karakteristik petani penangkar terhadap produksi benih padi varietas ciherang dengan menggunakan alat analisis korelasi rank spearman. Pengolahan data primer menggunakan Microsoft Excel, dan SPSS 14, yang bertujuan untuk memperoleh hasil dan kesimpulan berdasarkan data yang telah terkumpul. 4.5.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi 4.5.1.1. Fungsi Produksi Cobb-Douglas Soekartawi (1990), mengatakan bahwa fungsi produksi adalah merupakan hubungan fisik antara variabel yang dipengaruhi/dijelaskan (Y) dan variabel yang mempengaruhi/menjelaskan (X). variabel Y berupa output produksi dan variabel X berupa input produksi.
32
Fungsi produksi yang digunakan adalah menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan menetapkan terlebih dahulu faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi benih padi varietas ciherang di PT. SHS RM I UBD Khusus Sukamandi, Subang-Jawa Barat, dan langkah selanjutnya adalah menyusun faktor produksi yang digunakan (input) kedalam suatu model fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menduga hubungan mengenai faktor produksi yang digunakan (input) dengan jumlah produksi yang dihasilkan (output). Rahim dan Hastuti (2008), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi komoditas pertanian yaitu lahan pertanian, tenaga kerja, modal (fixed cost, variabel cost), pupuk (urea, TSP, KCl), pestisida, benih/bibit, teknologi, dan manajemen. Soekartawi et al (1986), menambahkan bahwa input produksi seperti lahan, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi besar kecilnya output produksi yang diperoleh, namun tidak semua masukan tersebut digunakan dalam analisis yang dilakukan, hal tersebut tergantung dari penting atau tidaknya pengaruh input produksi terhadap output yang diperoleh. 4.5.1.2. Uji Asumsi Ordinary Least Square Metode pendugaan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan uji asumsi Ordinary Least Square, dan didalam penyelesaian penghitungan uji asumsi OLS dihitung menggunakan software minitab 14. Asumsi dalam ordinary least square yaitu model linier (dalam parameter), komponen error (menyebar acak & normal dengan nilai tengah 0), ragamnya homogen, dan terdapat autokorelasi, dan tidak terdapat multikolinear diantara variabel independent (X). Dengan mengacu kepada asumsi OLS, maka pengujian awal yang harus dilakukan agar pengujian OLS dapat digunakan adalah sebagai berikut : 1) Uji Normalitas Sugiyono (2009), mengatakan bahwa untuk menguji normalitas data yang berbentuk rasio dapat menggunakan statistik parametris. Iriawan dan Astuti (2006) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa residual di dalam model regresi telah menyebar mengikuti distribusi normal, dan nilai P-Value
33
uji normal residual pada grafik telah melebihi 15 persen. Pengujian hipotesis di dalam penelitian ini menggunakan statistik parametris karena data yang di uji berbentuk ratio dan akan di uji menggunakan Chi Kuadrat. 2) Homoskedastisitas Iriawan dan Astuti (2006) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa suatu model akan memenuhi asumsi homoskedastisitas, dimana memiliki kandungan error yang sama, yaitu nilai Y bervariasi dan memiliki satuan yang sama baik untuk nilai variabel X yang tinggi ataupun nilai variabel X yang rendah. Hal tersebut dilihat dari plot antara sisaan dengan nilai dugaan yang telah menunjukkan bahwa titik-titik tersebut telah menyebar secara acak dan tidak membentuk pola. 3) Multikolinearitas Soekartawi (2003) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa multikolinearitas merupakan situasi yang nilai-nilai pengamatan memiliki hubungan yang kuat, sehingga menyebabkan variabel X tidak begitu mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X dipengaruhi oleh variabel X. Dalam mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Varians Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF>10, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat adanya multikolinear diantara variabel Independent (X). 4) Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antar error satu dengan yang lainnya. Gujarati (1993) diacu dalam Nadhwatunnaja (2008), menambahkan bahwa autokorelasi merupakan suatu kondisi linier antara serangkaian anggota observasi, dimana berdasarkan waktu dan ruang. Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa masalah mengenai adanya autokorelasi pada umumnya terdapat pada data time series. Di dalam penelitian ini tidak dilakukan autokorelasi, alasannya adalah data yang digunakan di dalam penelitian ini bukan menggunakan data time series, akan tetapi menggunakan data cross section. Secara matematik model fungsi produksi Cobb-Douglas yang di transformasikan ke dalam bentuk linier dan dianalisis menggunakan uji asumsi Ordinary Least Square adalah sebagai berikut :
34
lnY = lnߚ + ߚଵ lnX1 + ߚଶ lnX2 + ߚଷ lnX3 + ߚସ lnX4 + ߚହ lnX5 + ߚ lnX6 + ߚ lnX7 + u
Dimana : lnY lnX1 lnX2 lnX3 lnX4 lnX5 lnX6 lnX7 lnߚ ߚଵ , ߚଶ , …ߚ୬ u
= Hasil Produksi per musim tanam (Kg) = Luas lahan (m2) = Benih (Kg) = Urea (Kg) = TSP (Kg) = NPK (Kg) = Obat-obatan (ml) = Tenaga Kerja (Rp) = Nilai Konstanta (Intercept) = Koefisien Regresi (Slope) = disturbance term (unsur sisa/galat)
Unsur error (u) di dalam model mewakili : x
Variabel yang tidak dimasukkan ke dalam model
x
Komponen Nonlinieritas hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent
x
Adanya salah ukur saat melakukan observasi
x
Kejadian yang sifatnya Random Dengan menggunakan Metode Ordinary Least Square, digunakan untuk
mencari Pendugaan Koefisien Regresi. untuk menguji hipotesis digunakan Uji-F dan Uji-T serta didukung dengan nilai Koefisien Determinasi (R2). x
R2 Gujarati (1993) dalam Nadhwatunnaja (2008), mengatakan bahwa
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur besarnya variabel variasivariasi variabel Dependen (Y) yang dapat dijelaskan oleh model (R2), sedangkan besarnya variabel-variabel Dependen yang tidak dapat dijelaskan di dalam model (1-R2) maka akan dijelaskan oleh komponen error (u). Nilai koefisien determinasi berkisar antara nilai nol (0) dan satu (1), apabila nilai koefisien determinasi semakin mendekati satu, maka semakin besar keragaan mengenai produktivitas yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya.
35
x
Uji-F Uji-F digunakan untuk melihat mengenai variabel independen (X) apakah
berpengaruh terhadap variabel tidak dependen (Y). Di dalam penelitian ini untuk melihat apakah model dugaan yang digunakan signifikan untuk menduga variabel X mempengaruhi variabel Y. Dari Tabel F, untuk taraf nyata = ן, V1 = k & V2 = (n-k-1), maka akan diperoleh nilai F( ןv1=k
& v2=(n-k-1)).
Kriteria ujinya adalah Bila Fhit > F( ןv1,
v2)
atau
apabila P < ן, maka dapat disimpulkan bahwa tolak H0 pada taraf nyata ן. Berdasarkan kriteria Uji-F, maka apabila Fhit > F ןatau P < ן, maka secara bersamaan variabel-variabel independen memiliki pengaruh yang nyata terhadap dependen (Y), maka tolak H0, dan sebaliknya apabila Fhit < F ןatau P > ן, maka terima H0, yang artinya adalah secara bersamaan variabel-variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Y). x
Uji-t Uji-t digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi dugaan dari
masing-masing variabel independen (Xi) berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen (Y). Uji statistik yang digunakan di dalam pengujian signifikansi masingmasing koefisien regresi dugaan menggunakan Uji-t adalah sebagai berikut :
thit =
ௌ
Dimana : bi Sbi
= Koefisien regresi ke-i = Standar Deviasi Koefisien Regresi ke-i Dari tabel T, untuk taraf nyata = & ןDF = (n-k-1), maka akan diperoleh
nilai t (ןିିଵ). Kriteria Uji-t adalah Bila |t ୦୧୲ | > t(ן/ଶ,ିିଵ) atau bila P < ן, maka dapat disimpulkan tolak H0 pada taraf nyata ( ןuji 2 arah). Apabila |t ୦୧୲ | < t(ן/ଶ,ିିଵ) atau bila P > ן, maka dapat disimpulkan terima H0 (uji 2 arah).
36
Berdasarkan kriteria Uji-t, maka dapat disimpulkan bahwa apabila b i memiliki tanda positif, maka dapat disimpulkan bahwa apabila Xi meningkat satu satuan Xi, maka diduga variabel dependen (Y) rata-rata akan meningkat sebesar b i satuan Y, Cateris paribus. Apabila b i memiliki tanda negatif, maka dapat disimpulkan bahwa apabila Xi meningkat satu satuan Xi, maka diduga variabel dependen (Y) rata-rata akan turun sebesar bi satuan Y, Cateris paribus. 4.5.1.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka diajukan hipotesis sebagai dasar pertimbangan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : o
Tolak H0, Bila |t ୦୧୲ | > t (ן/ଶ,ିିଵ)
o
Terima H0, Bila |t ୦୧୲ | < t (ן/ଶ,ିିଵ)
Kriteria Uji-t adalah sebagai berikut : H0 : Tidak memiliki hubungan nyata input produksi yang digunakan dapat mempengaruhi hasil produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh para petani penangkar benih. H1 : Adanya input produksi yang memiliki hubungan dalam mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh para petani penangkar benih. 4.5.2. Analisis Pendapatan Usahatani Dalam menganalisis pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan usahatani (total revenue) dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi. Penerimaan total usahatani merupakan nilai dari harga dikalikan dengan total produksi dalam periode tertentu. Total biaya pengeluaran merupakan semua nilai factor produksi yang dipergunakan didalam menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Pendapatan total usahatani adalah merupakan selisih antara penerimaan yang dikurangi dengan pengeluaran total. Adapun rumus pendapatan usahatani adalah sebagai berikut : TR = Y + L TC = (P + B + PE) + (TK + BL) ʌ= TR – TC 37
Dimana : TR = Total penerimaan (Total revenue) (Rp) TC = Total biaya (Total cost) (Rp) ʌ= Pendapatan (Rp) Y = Penerimaan dari penjualan hasil produksi benih (Rp) L = Penerimaan Lain-lain (Rp) P = Biaya Pupuk (Rp) B = Biaya Benih (Rp) PE = Biaya obat tanaman (Rp) TK = Biaya tenaga Kerja (Rp) BL = Biaya lain-lain Dengan kriteria sebagai berikut : x
Apabila TR > TC, maka usaha tersebut menguntungkan
x
Apabila TR = TC, maka usaha tersebut impas
x
Apabila TR < TC, maka usaha tersebut rugi
4.5.2.1. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) menggambarkan penerimaan yang diperoleh dari setiap satu-satuan biaya yang dikeluarkan didalam kegiatan usahatani. R/C digunakan untuk mengetahui mengenai tingkat keuntungan relative kegiatan usahatani yang dijalankan. Adapun rumus R/C antara lain adalah sebagai berikut : R/C =
ୖ େ
R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap satu satuan rupiah biaya yang dilakukan dalam periode tertentu. Rumus yang digunakan dalam R/C adalah apabila R/C > 1 maka usahatani tersebut menguntungkan untuk dijalankan, yang artinya adalah penerimaan yang diperoleh lebih besar dari setiap unit biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam periode produksi tertentu, dan apabila R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan, yang artinya adalah penerimaan yang diperoleh lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam periode produksi tertentu. 4.5.2.2. Pengujian Skala Usaha Pengujian skala usaha (return to scale) petani penangkar benih yang memproduksi benih padi varietas ciherang dilakukan menggunakan model regresi 38
yang terbatas (constraint regression), dimana dilakukan adanya pembatasan model berdasarkan kondisi skala hasil yang tetap (constant return to scale, E i = 1). Adapun hipotesis pengujian yang dilakukan didalam pengujian ini adalah : H0 : Ei = 1 (Constant Return to Scale) H1 : Ei WLGDNConstant Return to Scale) Uji statistik yang digunakan adalah :
F-Hitung =
(σୣమమ ିσୣభమ )/ σୣభమ /(ି)
Dimana :
σe12 σe22
= error sumsquare (ESS) dari regresi yang tidak dibatasi = error sumsquare (ESS) dari regresi yang dibatasi m = banyaknya pembatasan linear n = jumlah sampel k = banyaknya parameter dalam regresi yang tidak dibatasi (n-k) = derajat bebas (degree of freedom) Kriteria uji : Apabila F-Hitung < F-Tabel (m, n-k), maka terima H0 Apabila F-Hitung > F-Tabel (m, n-k), maka tolak H0
4.5.3. Analisis Korelasi Atribut Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih Padi Varietas Ciherang Terhadap Produksi Dalam
menganalisis
hubungan
karakteristik
terhadap
produksi
menggunakan alat analisis korelasi rank spearman dengan atribut karakteristik umum petani penangkar benih yaitu usia, pendidikan, pengalaman, pelatihan, jumlah tanggungan, dan pendapatan. Penyelesaian didalam menganalisis hubungan karakteristik terhadap produksi diselesaikan menggunakan software SPSS 19. Sugiyono (2009), mengatakan bahwa korelasi rank spearman digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variable yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data antar variable tidak harus sama. Nazir (2005), mengatakan bahwa Pengujian hipotesis korelasi rank spearman menggunakan statistik non parametrik, dimana pengukurannya berupa
39
respon kualitatif atau nilai-nilai pada skala ordinal dengan diberikan peringkat menurut urutan tertentu dan menganalisis peringkat-peringkat tersebut. Adapun rumus korelasi rank spearman adalah sebagai berikut : rୱ = 1 െ
6Ȉdiଶ nଷ െ n
Dimana : rs = Koefisien Korelasi Rank Spearman di = Selisih Besarnya Rank dari peubah X dan Y n = Banyaknya Contoh Besarnya nilai rs terletak antara -1 < rs < 1, yang artinya adalah : rs = 1, hubungan antara X dan Y sempurna positif (hubungan sangat kuat positif) rs = -1, hubungan X dan Y Sangat sempurna negative rs = 0, hubungan X dan Y bersifat lemah (tidak ada hubungan) Dalam menentukan kuat atau lemahnya korelasi antara X dan Y, maka digunakan ketentuan sebagai berikut : x
r mendekati 1, maka hubungan sangat kuat dan searah
x
r mendekati -1, maka hubungan sangat kuat tetapi tidak searah antara X dan Y
x
r memiliki nilai dibawah 0,5 atau -0,5 maka memiliki hubungan kurang kuat antara X dan Y. Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert
dengan ketentuan sebagai berikut : Sangat baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak baik
=4 =3 =2 =1
Alasan dalam menggunakan skala likert antara lain adalah untuk menghindari jawaban yang samar, artinya dengan menggunakan skala 4 tingkatan maka terdapat kepastian perbedaan yang jelas antar jawaban. 4.5.3.1. Hipotesis Penelitian Hipotesis
yang digunakan dalam
menganalisis hubungan atribut
karakteristik petani penangkar benih terhadap produksi, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
40
H0 = Tidak terdapat hubungan nyata atribut karakteristik petani penangkar benih terhadap produksi H1 = Terdapat hubungan nyata atribut karakteristik petani penangkar benih terhadap produksi . Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut : x
Tolak H0, apabila nilai signifikan > 0,05, artinya adalah terdapat hubungan nyata atribut karakteristik petani penangkar benih terhadap produksi
x
Terima H0, apabila nilai signifikan < 0,05, artinya adalah Tidak terdapat hubungan nyata atribut karakteristik petani penangkar benih terhadap produksi
4.5.4. Definisis Operasional 4.5.4.1. Usia Tingkat usia petani penangkar benih diukur berdasarkan tingkatan yang dibagi menjadi usia 17-27 tahun, usia 28-38 tahun, usia 39-49 tahun, usia > 50 tahun. 4.5.4.2. Pendidikan Tingkat pendidikan yang ditempuh oleh petani penangkar benih diukur berdasarkan beberapa tingkatan yaitu Tidak Sekolah, SD, SMP, dan SMA. 4.5.4.3. Pengalaman Pengalaman diukur berdasarkan lamanya petani penangkar benih memproduksi benih padi, dimana diukur berdasarkan beberapa tingkatan yaitu 1-5 tahun, 6-10 tahun, 11-15 tahun, dan > 16 tahun. 4.5.4.4. Pelatihan Pelatihan diukur berdasarkan banyaknya pelatihan yang diikuti oleh petani penangkar benih dalam memproduksi benih, yaitu 1 kali dalam setahun, 2 kali dalam setahun, 3 kali dalam setahun, dan > 4 kali dalam setahun. 4.5.4.5. Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan merupakan banyaknya anggota keluarga yang dibiayai seperti istri, anak, dan saudara. Jumlah tanggungan dianalisis berdasarkan beberapa tingkatan diantaranya yaitu 1-3 orang, 4-5 orang, 6-7 orang, dan > 8 orang. 41
4.5.4.6. Pendapatan Pendapatan dilihat dari mutu kehidupan para dimana merupakan gabungan pendapatan dari produksi benih padi varietas ciherang dan pendapatan di luar produksi benih per bulannya. Pendapatan petani penangkar benih dari produksi benih padi adalah banyaknya penerimaan yang didapatkan petani penangkar benih didalam memproduksi benih padi varietas ciherang, sedangkan pendapatan di luar produksi benih
merupakan penerimaan yang didapatkan oleh petani
penangkar benih dengan melakukan suatu pekerjaan atau usaha diluar produksi. Pendapatan diukur berdasarkan beberapa tingkatan yaitu MXWDEXODQ– 1,9 Juta/bulan, 2 – 2,9 Juta/bulan, -XWDEXODQ 4.5.4.7. Kerjasama Kemitraan Kerjasama kemitraan merupakan suatu jalinan kerjasama antara PPBPVC dengan PT. SHS selaku perusahaan inti didalam memproduksi benih padi varietas ciherang. 4.5.4.8. Produksi Produksi adalah kegiatan dalam menghasilkan output dengan menggunakan kombinasi input produksi dan teknologi terbaik yang dimiliki (Soekartawi et al, 1986). Pengukuran hasil output produksi dalam penelitian ini adalah menggunakan satuan Kilogram (Kg) per luasan lahan yang diproduksi. 4.5.4.9. Luas Lahan (X1) Luas lahan merupakan faktor produksi utama di dalam memproduksi benih padi. Satuan luasan yang digunakan untuk mengukur luas lahan yang dikelola adalah meter persegi (m2). Hipotesis yang digunakan adalah semakin luas lahan yang dikelola oleh petani penangkar benih, maka semakin tinggi produksi benih padi varietas ciherang. 4.5.4.10. Benih (X2) Benih merupakan salah satu input produksi utama di dalam memproduksi calon
benih dengan
menggunakan
parent seed
(benih
tetua/indukan).
Hipotesisnya adalah semakin banyak penggunaan benih parent seed yang digunakan berdasarkan kebutuhan benih per satuan luas lahan tanam berdasarkan
42
anjuran penggunaan, maka semakin tinggi produksi benih padi. Satuan yang digunakan untuk benih adalah Kilogram (Kg) 4.5.4.11. Urea (X3) Hadisuwito (2007), mengatakan bahwa Urea merupakan salah satu jenis pupuk tunggal dengan kandungan hara makro yang dibutuhkan bagi tanaman dengan kandungan unsur kimia Nitrogen (N). penggunaan pupuk urea dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Alasannya adalah tanaman yang kekurangan unsur N akan terus mengecil (kerdil), bahkan secara cepat berubah menjadi kuning karena N yang tersedia tidak cukup untuk membentuk protein dan klorofilselain itu, apabila tanaman kekurangan kekurangan klorofil maka akan menyebabkan kemampuan tanaman memproduksi karbohidrat menjadi berkurang. Hipotesisnya adalah penggunaan pupuk urea sesuai anjuran penggunaan, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Satuan yang digunakan untuk pupuk urea adalah Kilogram (Kg). 4.5.4.12. TSP (X4) Pupuk TSP merupakan salah satu jenis pupuk tunggal yang dibutuhkan bagi tanaman dengan kandungan unsur hara makro yang dibutuhkan bagi tanaman dengan kandungan unsur kimia Fosfor (P2O5). Penggunaan pupuk TSP dapat mendukung pertumbuhan tanaman, alasannya adalah unsur P2O5 merupakan zat yang penting sebagai sumber energy, oleh karena itu apabila tanaman kekurangan unsur P2O5, maka dapat menghambat pertumbuhan dan reaksi metabolism tanaman, sementara itu, kandungan fosfor pada tanaman dapat membantu dalam proses pertumbuhan bunga, buah, dan biji, serta mempercepat proses pematangan buah. Apabila tanaman kekurangan unsur P2O5, maka dapat menyebabkan daun dan batang tanaman menjadi kecil, daun tanaman berwarna hijau keabu-abuan, mengilap, dan terlihat pigmen merah pada daun bagian bawah daun dan akhirnya mati, pembentukan bunga terhambat dan berdampak kepada produksi buah atau bijinya kecil. Hipotesisnya adalah penggunaan pupuk TSP sesuai anjuran penggunaan, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Satuan yang digunakan untuk pupuk TSP adalah Kilogram (Kg).
43
4.5.4.13. NPK (X5) Pupuk NPK merupakan salah satu jenis pupuk majemuk yang dibutuhkan bagi tanaman dengan unsur kimia Nitrogen, Phospor, dan Kalium (N ,P2O5, K2O). fungsi kandungan yang dimiliki untuk nitrogen dan fosfor sama dengan penjelasan sebelumnya, dan kalium berfungsi dalam pembentukan protein dan karbohidrat, selain itu kalium berperan penting dalam pembentukan antibody tanaman untuk melawan penyakit yang menyerangnya. Apabila tanaman kekurangan kalium, maka daun tanaman akan tampak keriting dan mengkilap, lama-kelamaan daun akan menguning pada bagian pucuk dan pinggirannya. Hipotesisnya adalah penggunaan pupuk NPK sesuai anjuran penggunaan, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Satuan yang digunakan untuk pupuk KCl adalah Kilogram (Kg). 4.5.4.14. Obat-obatan (X7) Obat-obatan merupakan salah satu sarana input produksi baik berupa pestisida, herbisida, dan fungisida dimana penggunaan obat-obatan yang digunakan sesuai anjuran, maka akan mempengaruhi banyaknya produksi benih yang dihasilkan, karena obat-obatan dapat melindungi tanaman dari hama dan penyakit. Hipotesisnya adalah penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan dosis penggunaan pada saat terserang hama penyakit, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Satuan yang digunakan untuk pestisida adalah mililiter (ml). 4.5.4.15. Tenaga Kerja (X8) Tenaga Kerja merupakan salah satu input dalam memproduksi benih, dimana banyaknya tenaga kerja per hari yang digunakan tergantung berdasarkan luasan lahan yang dimiliki. Hipotesisnya adalah semakin banyak penggunaan tenaga kerja yang digunakan maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Satuan yang digunakan adalah Tenaga Kerja (Rp).
44
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Sejarah Perusahaan PT. Sang Hyang Seri (Persero) berdiri pada tahun 1971 dengan status perusahaan Umum (PERUM) di Sukamandi, Subang, Propinsi jawa Barat, mewarisi bekas perkebunan milik Inggris, Pamanukan dan Tjiasem Land yang bergerak dibidang usaha Tapioka dan Rosella, yang kemudian melalui proses nasionalisasi menjadi Yayasan Pembangunan Daerah Jawa Barat, kemudian Lembaga Sang Hyang Seri yang selanjutnya pada tahun 1971 menjadi Perum Sang Hyang Seri, melalui peraturan pemerintah No. 22 tahun 1971, dengan core bussines benih tanaman pangan yang pada tahap awal menitik beratkan pada komoditi benih padi dan beberapa palawija penting.
Gambar 5. PT. Sang Hyang Seri Regional Manager I Pendirian PT. Sang Hyang Seri (Persero) bersamaan dengan dibentuknya institusi perbenihan nasional yaitu Badan Benih Nasional (BBN), Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Sukamandi, sekarang menjadi Balai Penelitian Padi (BALITPA) Sukamandi, dan Dinas Pengawasan dan Sertifikasi Benih di Jakarta yang kini menjadi Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Kemudian secara berturut-turut PT. Sang Hyang Seri (Persero) mengembangkan wilayah pelayanannya yakni tahun 1973 mendirikan Distrik Benih di Malang Jawa Timur dengan 7 unit produksi benih (UPB) dan pada tahun 1982 mendirikan cabang di Luar Jawa, yaitu di Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat.
45
Pada tahun 1985 dasar pendirian perusahaan disempurnakan kembali melalui Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1985, selanjutnya pada tahun 1995 dengan memperluas core bussines menjadi benih pertanian dan usaha lain yang langsung menunjang usaha perbenihan yang dapat meningkatkan pendapatan dan kinerja perusahaan. PT. Sang Hyang seri (Persero) kurang lebih dapat dikatakan telah 34 tahun lamanya menggeluti bisnis benih bersertifikat yaitu sejak berdirinya tahun 1971, perkembangan komoditi yang ditangani pada awalnya hanya benih padi, kedelai dan jagung komposit. Pada tahun 1985 mengembangkan benih bersertifikat jagung hibrida, serta pada tahun 1997 PT. Sang Hyang Seri mulai mengembangkan benih hortikultura. Dengan demikian PT. Sang Hyang seri (Persero) sejak mulai berdirinya mempunyai fokus core bussines benih dan tidak menangani bisnis lain di luar komoditas bisnis benih, komoditas yang dominan sampai sekarang masih menitik beratkan pada benih padi bersertifikat. Dengan demikian PT. Sang Hyang Seri (Persero) merupakan perintis dan Pelopor usaha perbenihan di Indonesia serta satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai core bussines perbenihan pertanian. 5.2. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan PT. Sang Hyang Seri berlokasi di daerah Sukamandi desa Ciasem girang, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Dati II Subang Propinsi Dati I Jawa Barat, antara Jakarta – Cirebon km 115-123. Sukamandi terletak pada posisi 6,20° LS dan 107,39° BT, dengan jarak 3 sampai 15 km dari pantai utara pulau jawa dengan ketinggian tempat 10 mdpl. Letak daerah tertinggi yaitu pada daerah Patokbeusi, dimana pintu pemasukan air dari saluran irigasi waduk jatiluhur berada. PT. Sang Hyang Seri Sukamandi berbatasan dengan desa Sukahaji, desa Gempol sari dan desa Tambak sari di sebelah barat. Di sebelah timur berbatasan dengan desa Ciasem girang dan Ciasem tengah, sebelah utara berbatasan dengan desa Blanakan dan sebelah selatan berbatasan dengan desa Sukamandi Jaya. Kebun benbih PT. Sang Hyang Seri (Persero) Sukamandi berada di sebelah utara dan sebelag barat komplek perusahaan. Di wilayah kebun terdapat sungai yang berfungsi sebagai saluran pembuangan yaitu sungai Blanakan.
46
5.3. Struktur Organisasi PT. Sang Hyang seri (Persero) memiliki struktur organisasi tersendiri. Berdasarkan surat keputusan Direksi No 56/SHS.01/kept/IV/2000, manajemen PT. SHS menggunakan System Regional Manager (Kantor Wilayah). Setiap kantor wilayah akan membawahi beberapa Unit Produksi dan Pemasaran Benih (UPPB) pada cabang lain, mengelola, dan bertanggung jawab atas seluruh aktivitas yang dilaksanakan di setiap wilayah. UPPB khusus sukamandi merupakan cabang khusus PT. SHS karena memiliki areal produksi sendiri. PT. Sang Hyang Seri cabang Jawa Barat merupakan cabang terbesar yang berkedudukan di Sukamandi Subang Jawa Barat. PT. Sang Hyang Seri Sukamandi dipimpin oleh seorang kepala cabang yang membawahi beberapa kepala bagian yang meliputi : Bagian Sekretariat, Bagian Produksi Swakelola, Bagian Produksi Kerjasama dan UBD, Pengolahan Benih, Bagian Pemasaran, Bagian Keuangan dan Material. Setiap kepala bagian membawahi beberapa kepala seksi, struktur organisasi PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional Manager I dan struktur organisasi PT. Sang Hyang Seri cabang khusus Jawa Barat dapat dilihat pada Lampiran 18. 5.4. Bidang Usaha 1. Varietas Pelayanan Menangani komoditi benih dari varietas yang dititik beratkan untuk menunjang program pembangunan pertanian dalam arti luas di Indonesia dengan karakteristik low profit, high risk, bersifat musiman, masa kadaluarsa relatif singkat, mudah rusak, masa perputaran modal kerja rendah, produk substitusi, bersifat retail dan konsumen berdaya beli rendah yang menyebar di pedesaan. x
Benih Padi Volume usaha benih padi adalah terbesar dari core bussines perusahaan dengan jumlah varietas lebih dari 25 varietas. Selain itu juga melakukan pemurnian dan penjualan benih varietas lokal unggulan.
47
x Benih Jagung Usaha benih jagung terdiri dari 2 kelompok yaitu komposit, dengan jumlah 2 varietas jagung bersari bebas dan hibrida dengan jumlah 2 varietas, hasil kerja sama dengan mitra dalam negeri. x Benih Kacang-kacangan Produksi dan pemasaran benih kedelai dengan 5 varietas. Selain itu juga memproduksi dan memasarkan benih kacang hijau dan kacang tanah. 2. Varietas Komersial Menangani komoditi benih sayuran, buah tanaman hias/bunga, jagung dan padi hibrida serta kemitraan usaha yang terkait dengan benih unggul dan usaha hilirnya seperti pemasaran hasil konsumsi dan olahannya, dengan melibatkan mitra usaha strategis dan petani pelaksana sebagai plasma dengan pendekatan agribisnis. Benih Hortikultura : x
Benih sayuran Terdiri dari 2 kelompok benih yaitu impor dan produksi sendiri (SHS Selection). Adapun jenis tanaman yang ditangani untuk benih impor kurang lebih 26 jenis tanaman dan 110 varietas yaitu cabe, tomat, paprika, kubis, chinese cabbage, mustard, tsoi-sim, pak-choy putih, pak-choy hijau, selada, cauli flower, brokoli, lobak, ketimun, squash, bitterground, buncis, seledri, wortel, jagung manis, bawang, bawang daun dan bayam. Sedangkan SHS Selection kurang lebih 15 komoditi, 20 varietas terutama sayuran dataran rendah seperti cabe merah, cabe rawit, tomat, kangkung, mentimun, paria, terung, kacang panjang, oyong, labu, buncis, tsoi-sim, jagung manis, bayam, dan wortel.
x
Benih Buah-buahan Terdiri dari 12 varietas watermelon dan 2 varietas yang berasal dari impor. Varietas yang ditangani antara lain Sunlight, Yang-tse, Emerald, dan Dark sweet (seedles), Dragon giant, Sugar Dragon, Sugar Baby, Uranus, Long Dragon, King 999, dan Melon 2 varietas yaitu F1-Indo dan F1 Rockstar.
48
x
Benih Tanaman Hias/Bunga Terdiri dari 44 varietas yang semuanya dari impor antara lain Aster, Carnation, dan Sun flower.
x
Benih Perkebunan & Kehutanan - Benih tembakau Virginia, 4 varietas lokal dan impor. - Bibit Jati, berasal dari pengembangan secara kultur jaringan yang bekerjasama dengan mitra usaha dalam negeri. - Bibit Tebu uji coba 5 varietas impor dan pengembangan varietas lokal. - Bibit/benih lainnya.
Ɣ Benih Perikanan Pengembangan usaha benih ikan akan dilakukan dengan mitra usaha (Perguruan Tinggi & Swasta). 3. Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jenis usaha yang dibangun dengan pola kerjasama antara PT.Sang Hyang Seri dengan mitra strategis sebagai investor sekaligus pasar (off farm) dengan petani plasma (penangkar benih) sebagai pelaksana lapang (on farm). Adapun produk dan kegiatan yang ditangani saat ini adalah sebagai berikut : Ɣ
Pembeli dan penjual gabah konsumsi.
Ɣ
Produksi dan pemasaran beras (khusus, kepala, wangi, ketan) dengan merek PHITALOKA.
Ɣ
Jagung pipil/giling dan kedele konsumsi.
Ɣ
Memasarkan produk sarana produksi antara lain pupuk buatan / pupuk organik, PPC bioorganik, pestisida, dan lain-lain dengan merek SANG HYANG SERI / BIOSANG.
Ɣ
Pengembangan produksi & pemasaran pakan ternak.
Ɣ
Pengembangan Pusat Pelatihan Agribisnis.
4. Penelitian dan Pengembangan Aktivitas penelitian dan pengembangan yang dilakukan diarahkan kepada penelitian terapan yang menunjang usaha pokok dan pengembangan bisnis baru yang menguntungkan. Aktivitas yang dilaksanakan saat ini adalah :
49
Ɣ Program Benih Dasar dan Penelitian terapan, antara lain : - Pengadaanh produk / varietas baru melalui perakitan sendiri, perjanjian lisensi atas hak PVT dari dalam dan Luar Negeri serta kerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi. - Perbaikan dan pemurnian varietas unggul yang telah dirilis. - Pemantapan penyediaan benih sumber (NS/BS/FS) dan benih induk padi hibrida (CMS, restorer, maintainer). Ɣ Membangun Bank Benih (Germplasm Bank) : - Memelihara dan mempertahankan nucleous (NS) dan plasma nutfah lainnya. - Memelihara koleksi varietas. Ɣ Pengembangan Usaha : - Pemantapan jejaring perusahaan serta membangun brand image dan brand name perusahaan. - Pengujian agro-input lainnya untuk menunjang bisnis inti. - Penjajagan kerjasama dalam rangka pemberdayaan aset perusahaan. Ɣ Menyediakan informasi dan pelatihan dalam industri perbenihan. 5. Pusat Benih Sumber (P-BS) Merupakan suatu unit usaha ynag bergerak dalam bidang produksi dan pemasaran benih sunber kelas Benih Dasar (BD) dan kelas Benih Pokok (BP) baik untuk memenuhi institusi lain yang memerlukan.
50
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih Karakteristik umum yang dimiliki oleh petani penangkar benih berdasarkan hasil analisis di lapang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih Uraian Keterangan Usia 39-49 Tahun Jenis Kelamin Laki-laki Pendidikan SD Pengalaman Menjadi Petani >16 Tahun Pelatihan >10 Kali/Tahun Jumlah Tanggungan 4 sampai 5 Orang -XWDEXODQ Pendapatan 1,1 - 1,9 Juta/bulan
Jumlah 55 95 75 72 89 54 28 28
Persen 55 95 75 72 89 54 28 28
Berdasarkan Tabel 9 didapatkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 95 Orang dan perempuan sebanyak 5 orang. Dilihat dari sisi umur, sebagian besar responden berumur 39-49 tahun atau sebesar 55 persen dari total jumlah responden yang digunakan. Dalam memproduksi benih padi dibutuhkan adanya pengetahuan dan keterampilan khusus, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi petani penangkar yang memiliki pendidikan rendah untuk memproduksi benih. Alasannya adalah karena petani dapat belajar dari petani lainnya yang sudah terlebih dahulu memproduksi benih padi yang dilakukan di PT. SHS ataupun melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS melalui koordinator wilayah setiap daerah binaan yang bekerjasama dengan dinas pertanian dan BPSB setempat. Para petani penangkar benih yang menjadi responden pada umumnya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 75 orang atau sebesar 75 persen dari total jumlah petani penangkar yang dijadikan sebagai responden. Pengalaman yang dimiliki oleh petani petani penangkar benih berdasarkan hasil yang didapatkan memiliki pengaruh terhadap perkembangan usahataninya di dalam memproduksi benih, karena semakin berpengalaman dalam bidangnya 51
maka semakin tinggi kemampuan dan keterampilan yang dimiliki dalam mengelola usahataninya. Pengalaman responden menjadi petani pada umumnya memiliki pengalaman dalam bertani selama >16 tahun sebanyak 72 orang atau sebesar 72 persen dari total responden yang dimiliki. Pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para petani penangkar benih dalam mengelola usahataninya agar dapat mengoptimalkan produksinya dan diselenggarakan setiap musim tanam. Pelatihan tersebut diselenggarakan oleh PT. SHS yang dilaksanakan oleh koordinator wilayah binaan dan bekerjasama dengan dinas pertanian setempat serta BPSB setempat setiap tahunnya. Pelatihan yang diikuti oleh para petani penangkar benih setiap tahunnya pada umumnya adalah >10 kali/tahun, dimana rata-rata pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS dan instansi terkait setiap musim tanam adalah sebanyak empat kali. Mayoritas petani penangkar benih yang mengikuti pelatihan sebanyak >10 kali/tahun berjumlah 89 orang atau sebesar 89 persen. Jumlah tanggungan merupakan banyaknya jiwa yang tinggal dalam satu atap atau rumah dan masih di biayai atau menjadi tanggungan oleh setiap individu petani penangkar yang dijadikan responden. Jumlah tanggungan responden ratarata 4 sampai 5 orang yang masih harus di biayai dalam satu atap atau rumah oleh petani penangkar dimana total respondennya mencapai 54 orang atau sebesar 54 persen dari total petani penangkar yang dijadikan sebagai responden. Pendapatan yang dimiliki responden merupakan berasal dari keuntungan usahatani per musim tanam dan diluar usahatani setiap bulannya. Pendapatan ratarata per bulan yang dimiliki oleh petani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden yaitu sebesar Rp1.000.000 per bulan sebanyak 28 orang atau sebesar 28 persen, dan Rp1.100.000 – 1.900.000 sebanyak 28 orang atau sebesar 28 persen. 6.2. Karakteristik Usahatani Petani Penangkar Benih Rahim dan Hastuti (2008), mengatakan bahwa proses produksi atau lebih dikenal dengan istilah budidaya tanaman merupakan suatu proses dalam usaha bercocok tanam untuk menghasilkan raw material. Proses tersebut dimulai dari
52
persiapan lahan sampai kepada pemanenan. Adapun mengenai karakteristik usahatani petani penangkar benih dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Karakteristik Usahatani Petani Penangkar Benih Uraian Keterangan Jumlah Persen Luas Lahan 1-1.5 Hektar 48 48 Pekerjaan Bertani 96 96 Alasan Budidaya Benih Padi Pekerjaan Utama 100 100 Ingin Mendapatkan Jaminan 70 70 Alasan Melakukan Kemitraan Pasar Pengalaman Menjadi Petani >16 Tahun 72 72 Penangkar Benih 6.2.1. Luas Lahan Soekartawi (1990) mengatakan, bahwa Lahan pertanian dibedakan dengan tanah pertanian. Lahan pertanian diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan usahatani, namun tanah pertanian diartikan sebagai tanah yang belum tentu diusahakan dengan usaha pertanian. Ukuran lahan pertanian dinyatakan dengan hektar. Lahan pertanian yang diusahakan oleh para petani penangkar benih merupakan lahan yang disewakan kepada petani penangkar benih sebagai mitra dari PT. SHS dan sistem pembayaran sewa lahan menggunakan hasil produksi benih yang dihasilkan sebanyak 1200 kg/Ha. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa tingkat keasaman tanah rata-rata dengan pH 6,5-7, dengan ketinggian lokasi 10 meter diatas permukaan laut (mdpl). Adapun mengenai luas lahan yang di gunakan oleh petani penangkar yang dijadikan sebagai responden di dalam memproduksi benih yaitu rata-rata seluas 15.854 m2 atau seluas 1,58 Ha. Berdasarkan tinjauan lokasi didapatkan bahwa tingkat keasaman tanah rata-rata dengan pH 6,5-7, dengan ketinggian lokasi 10 meter diatas permukaan laut (mdpl). Adapun mengenai luas lahan yang di gunakan oleh petani penangkar yang dijadikan sebagai responden di dalam memproduksi benih yaitu rata-rata seluas 15.854 m2 atau seluas 1,58 Ha. Adapun mengenai lahan produksi PT. SHS dapat dilihat pada Gambar 6.
53
Gambar 6. Lahan Produksi PT. SHS 6.2.2. Pekerjaan Pekerjaan merupakan suatu mata pencaharian yang dilakukan oleh seseorang di dalam mendapatkan penghasilan berupa uang. Pekerjaan yang dilakukan oleh petani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden dibagi menjadi dua bagian, yaitu 1). Bertani dan 2). Bertani serta melakukan pekerjaan lain diluar aktivitas bertaninya. Adapun persentase berdasarkan hasil yang didapatkan mengenai status pekerjaan para petani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden dapat dilihat pada Gambar 7. Pekerjaan 4%
Bertani 96%
Selain Bertani
Gambar 7. Persentase Status Pekerjaan Petani Penangkar Benih Status pekerjaan yang digeluti oleh para petani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden mayoritas hanya bertani, dimana sebesar 96 persen atau sebanyak 96 orang petani penangkar benih yang hanya bertani saja tanpa melakukan pekerjaan lain diluar aktivitas bertaninya untuk mendapatkan penghasilan tambahan, dan hanya 4 orang atau 4 persen petani penangkar yang menjalani pekerjaan lain diluar aktivitas bertaninya didalam mendapatkan penghasilan tambahan. 54
6.2.3. Alasan Budidaya Benih Padi Budidaya Benih padi merupakan suatu kegiatan bercocok tanam yang menghasilkan output berupa benih padi yang bersertifikat. Adapun Persentase alasan para petani penangkar didalam melakukan budidaya benih padi dapat dilihat pada Gambar 8. Alasan Budidaya Benih Padi 0% 0%
Mudah Dibudidayakan Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan
100% Memperoleh Hasil Panen Yg Besar
Gambar 8. Persentase Alasan Petani Penangkar Budidaya Benih Padi Alasan utama menurut pengakuan dari para penangkar benih padi yang dijadikan sebagai responden mayoritas seluruhnya mengatakan bahwa alasan budidaya Benih padi yaitu merupakan pekerjaan utama mata pencaharian para petani penangkar dalam sehari-hari. 6.2.4. Alasan Melakukan Kemitraan Kemitraan petani penangkar benih merupakan suatu kemitraan yang terjalin antara petani penangkar dengan perusahaan benih. Adapun persentase alasan petani penangkar benih PT. SHS melakukan kemitraan dapat dilihat pada Gambar 9. Alasan Melakukan Kemitraan 12%
1% 17%
70%
Ingin Mendapat Bantuan Modal Ingin Menambah Pengetahuan Ingin Keuntungan Meningkat Ingin Mendapatkan Jaminan Pasar
Gambar 9. Persentase Alasan Melakukan Kemitraan
55
Alasan para petani penangkar benih didalam melakukan kemitraan dengan PT. SHS adalah ingin mendapatkan jaminan pasar mengenai hasil panen produksi milik para petani penangkar. 6.2.5. Pengalaman Menjadi Petani penangkar Benih Pengalaman di dalam menjadi petani penangkar benih merupakan lamanya seseorang
atau
individu
yang
melakukan
kegiatan
usahatani
didalam
menghasilkan output atau hasil panen berupa benih. Adapun persentase lamanya pengalaman para patani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden dapat dilihat pada Gambar 10. Pengalaman yang dimiliki responden menjadi petani penangkar benih umumnya selama >16 tahun atau sebanyak 72 orang petani penangkar atau sebesar 72 persen dari total responden yang dimiliki di dalam menjadi seorang petani penangkar benih. Pengalaman tersebut diperoleh oleh para petani penangkar benih di PT. SHS dengan melakukan kerjasama dengan PT. SHS. Pengalaman Menjadi Petani penangkar Benih 1% 9% 18% 72%
1 sampai 5 Tahun 6 sampai 10 Tahun 11 sampai 15 Tahun >16 Tahun
Gambar 10. Persentase Pengalaman Menjadi Petani Penangkar Benih 6.3. Kajian Kemitraan Petani Penangkar Benih PT. SHS Pola kemitraan petani penangkar benih merupakan pola kemitraan inti plasma yang merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan inti. Peranan petani penangkar benih selaku plasma yaitu mengelola unit bisnisnya hingga panen dan menjual seluruh hasil produksi benihnya kepada perusahaan inti (PT. SHS) didalam memenuhi kebutuhan perusahaan. Dalam hal ini PT. SHS menyediakan lahan sawah yang berupa lahan sawah irigasi, fasilitas kendaraan pengangkut hasil panen berupa truk dan traktor
56
pengangkut hasil panen, sarana produksi pertanian berupa benih, pupuk, dan obatobatan, pengawalan teknis dan pembinaan produksi melalui koordinator masingmasing
wilayah,
manajemen,
menampung dan mengolah hasil panen,
memasarkan hasil produksi yang telah melalui seperangkat proses pengolahan, memberikan pinjaman modal panen, dan menetapkan harga beli hasil panen calon benih berdasarkan harga yang berlaku di pasaran dan dinilai berdasarkan kadar air benih yang terkandung (persen) dan kotoran (persen). Secara sederhana mengenai penjelasan kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan para petani penangkar benih dapat digambarkan mengenai hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang tertera pada Tabel 11. Tabel 11. Hak dan Kewajiban Yang Tertera Di Dalam Perjanjian Kerjasama Kemitraan PT. SHS dan Petani Penangkar Benih. No 1
Uraian Kewajiban
2
Hak
PT. SHS x Melakukan pembinaan dan pengawala n teknis produksi.
Petani Penangkar Benih x Membayar benih pokok sebanyak 25 Kg/Ha/Musim. x Membayar bagi hasil sebesar 1.200 Kg/Ha/Musim x Membayar biaya operasional kerjasama sebesar Rp 130.000,-/Ha/Musim x Mengelola areal dengan baik dan tidak dipindah tangankan kepada orang lain maupun dijual belikan. x Mematuhi ataupun mentaati persyaratan dan ketentuan yang berlaku di PT. Sang Hyang Seri (Persero). x Berhak atas semua hasil panen dan memasukkan/menjual kepada PT. Sang Hyang Seri (Persero) apabila dibutuhkan setelah dipotong kewajiban bagi hasil.
Sumber : SHS, 2010
6.3.1. Pertimbangan Petani Penangkar Bermitra Dengan PT. SHS Pertimbangan yang dipilih oleh para petani penangkar benih merupakan pertimbangan yang diputuskan dan ditetapkan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Mayoritas pertimbangan utama dari petani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden di dalam menjalin hubungan kemitraan dengan PT. SHS karena tidak memiliki lahan untuk berproduksi. Hal tersebut yang menjadi alasan utama para petani penangkar menjalami kemitraan dengan PT. SHS. 6.3.2. Sumber Informasi Kemitraan PT. SHS Sumber penyampaian informasi yang didapatkan oleh para petani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden pada umumnya berasal langsung dari PT. SHS yaitu sekitar 76 orang atau sebesar 76 persen dari total
57
responden yang dimiliki. Adapun mengenai sumber informasi kemitraan PT. SHS yang didapatkan para petani penangkar didalam memproduksi benih dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sumber Informasi kemitraan Sumber Informasi Kemitraan Teman/Rekan Kerja Sesama Petani Keluarga Tahu Sendiri Langsung Dari PT. SHS Total
Jumlah Persen (%) 19 19 5 5 0 0 76 76 100 100
Sumber tersebut didapatkan langsung dari PT. SHS dengan cara mengikuti sosialisasi yang diselenggarakan langsung oleh PT. SHS dengan warga sekitar untuk menjadi petani penangkar benih PT. SHS. 6.3.3. Pemahaman Kontrak Kemitraan Pemahaman kontrak kemitraan yang telah dijalani oleh para petani penangkar benih adalah merupakan suatu pemahaman mengenai isi yang tertera mengenai kontrak perjanjian yang telah disepakati antara petani penangkar benih dengan PT. SHS baik mengenai isi surat kontrak kemitraan mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak. Adapun mengenai pemahaman mengenai kontrak kemitraan yang telah disepakati oleh para petani penangkar benih dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Pemahaman Kontrak kemitraan Pemahaman Kontrak Kemitraan Tidak Mengerti Mengerti Total
Jumlah Persen (%) 34 66 100
34 66 100
Pemahaman para petani penangkar benih pada umunya mengerti mengenai isi dari surat perjanjian kontrak kemitraan yang telah disepakati dengan PT. SHS, baik mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat. Pada umunya para petani penangkar memahami surat perjanjian kontrak kemitraan yang telah disepakati.
58
6.3.4. Penetapan Harga Benih Pokok Benih pokok merupakan benih yang ditanam dan menghasilkan output hasil panen berupa benih sebar (benih yang akan di komersilkan/dijual oleh PT. SHS). Harga benih pokok yang diberikan oleh PT. SHS yaitu Rp 7.500 per Kg. Per Ha lahan membutuhkan benih pokok sebanyak 25 Kg dengan pembayaran sesudah panen (Yarnen). 6.3.5. Penetapan Harga Beli Hasil Panen Penetapan harga beli hasil panen merupakan harga yang ditetapkan oleh PT. SHS dan disepakati bersama dengan para petani penangkar benih didalam membeli hasil panen para petani penangkar benih yang menjadi mitra dari PT. SHS. Penetapan harga mengikuti harga yang berlaku di pasaran berdasarkan tiga lokasi yang berdekatan dengan area yang dimiliki PT. SHS dan digunakan harga rata-rata berdasarkan hasil survey setiap minggunya pada saat musim panen. Adapun mengenai adanya penetapan harga beli hasil panen dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Penetapan harga Beli Penetapan Harga Beli Setuju Tidak Setuju Total
Jumlah Persen (%) 98 98 2 2 100 100
Penetapan harga beli yang telah ditetapkan oleh PT. SHS berdasarkan hasil kesepakatan dengan para petani penangkar benih sebagai mitra dari PT. SHS mengatakan kata sepakat (setuju) mengenai penetapan harga beli hasil panen yang telah ditetapkan secara objektif dan dimusyawarahkan terlebih dahulu kepada para petani penangkar benih PT. SHS. 6.3.6. Sistem Bagi Hasil Sistem bagi hasil merupakan salah satu cara pembayaran sewa lahan milik PT. SHS dalam bentuk calon benih sebanyak 1200 kg/Ha yang dipotong dari hasil panen yang dimiliki oleh para petani penangkar benih selaku mitra. Adapun pernyataan mengenai penetapan harga yang diberikan oleh PT. SHS dapat dilihat pada Tabel 15.
59
Tabel 15. Sistem Bagi Hasil (Imbal jasa) Sistem Bagi Hasil (Imbal Jasa) Setuju Tidak Setuju Total
Jumlah Persen (%) 100 100 0 0 100 100
Pernyataan para petani penangkar benih mengenai penetapan bagi hasil didapatkan bahwa setuju dengan sistem bagi hasil sebagai wujud pembayaran sewa lahan. 6.3.7. Penetapan Biaya Operasional Kemitraan Biaya Operasional Kemitraan merupakan biaya yang para petani penangkar wajib dibayarkan sesudah cair pembayaran hasil panen. Biaya operasional
diperuntukkan
untuk
pemeriksaan
lapang
pertama
sampai
pemeriksaan lapang ketiga, dimana dilakukan oleh petugas dari bagian pengawas mutu benih PT. SHS. Pemeriksaan lapang pertama dilakukan pada phase vegetative (satu bulan setelah tanam) dilakukan terhadap pangkal batang, muka daun, telinga daun, posisi daun, bentuk tanaman, dan warna lidah daun. Pemeriksaan lapang kedua dilakukan pada phase reproduktif (pertanaman berbunga lebih dari 80 persen) dilakukan terhadap warna ujung gabah dan posisi daun bendera dan keserempakan berbunga. Pemeriksaan ketiga dilakukan pada phase pemasakan (paling lambat satu minggu sebelum panen) dilakukan pada pemeriksaan bentuk gabah dan warna gabah. Pemeriksaan lapangan pertama dan kedua dapat dilakukan dua kali sampai pertanaman benar-benar telah memenuhi standar pemeriksaan, sedangkan pemeriksaan ketiga dilakukan hanya sekali. Apabila ketiga pemeriksaan telah dilakukan dan memenuhi syarat maka pertanaman dinyatakan lulus lapang. Adanya biaya pemeriksaan lapang sebesar Rp 130.000 per petani penangkar yang dibebankan tentunya bervariasi mengenai pernyataan mengenai besaran nilai rupiah yang harus dibayarkan. Adapun mengenai pernyataan para petani penangkar yang dijadikan sebagai responden dan selaku mitra dari PT. SHS dapat dilihat pada Tabel 16.
60
Tabel 16. Penetapan Biaya Operasional Kemitraan Penetapan Biaya Operasional Kemitraan Mahal Tidak Mahal Total
Jumlah Persen (%) 2 2 98 98 100 100
Pernyataan para petani penangkar benih mengenai biaya operasional kemitraan yang telah ditetapkan dimana mayoritas petani penangkar benih mengatakan mengenai biaya operasional yaitu sebanyak 98 orang atau sebesar 98 persen yang mengatakan “Tidak Mahal” dari total jumlah responden. 6.3.8. Penetapan Penggunaan Varietas Penetapan penggunaan varietas merupakan suatu keputusan yang telah ditetapkan oleh PT. SHS kepada petani penangkar benih di dalam memproduksi benih setiap musimnya dan penetapan tersebut dilakukan oleh PT. SHS berdasarkan keputusan manajemen setiap musim tanamnya. Adapun mengenai pernyataan yang dirasakan petani penangkar benih dengan adanya penetapan penggunaan varietas dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Penetapan Penggunaan Varietas Penetapan Penggunaan Varietas Setuju Tidak Setuju Total Pernyataan petani penangkar
Jumlah Persen (%) 2 2 98 98 100 100
benih mengenai adanya
penetapan
penggunaan varietas yang akan ditanam setiap musim tanamnya bahwa mayoritas para petani menyetujui mengenai adanya penetapan penggunaan varietas yang akan diproduksi oleh para petani penangkar benih. 6.3.9. Pendistribusian Benih Pokok Benih yang akan ditanam atau di produksi oleh petani penangkar benih berasal dari benih pokok milik PT. SHS. Dimana pada umumnya diberikan satu hari sebelum tanam. Pelayanan yang diberikan oleh PT. SHS kepada petani merupakan salah satu bagian penting di dalam kemitraan yang terjalin. Alasannya adalah ketepatan waktu tanam dapat mempengaruhi rencana panen yang sudah ditetapkan oleh manajemen. Adapun pernyataan yang dirasakan oleh petani
61
penangkar benih terhadap pelayanan yang diberikan PT. SHS didalam pendistribusian benih pokok dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Pendistribusian Benih Pokok Pendistribusian Benih Pokok Tepat Waktu Tidak Tepat Waktu Total
Jumlah Persen (%) 99 99 1 1 100 100
Pelayanan yang diberikan PT. SHS mengenai ketepatan waktu dalam penyediaan dan pendistribusian benih pokok yang akan digunakan oleh petani penangkar dirasakan memiliki pelayanan yang baik. Mayoritas petani penangkar benih sebanyak 99 orang atau 99 persen dari total responden mengatakan bahwa PT. SHS didalam penyediaan dan pendistribusian benih pokok selalu “Tepat Waktu”. 6.3.10. Fasilitas Dalam Kemitraan Fasilitas yang diberikan dalam kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan petani penangkar benih yaitu mobil pengangkutan hasil panen yang berjumlah 10 unit Traktor jektor dan 3 unit truk pengangkutan hasil panen dan karung untuk menampung hasil panen. Permasalahan yang terjadi adalah masih kurangnya unit kendaraan pengangkutan hasil panen yang dirasakan oleh para petani penangkar yang mengakibatkan hasil panen tidak dapat langsung dibawa ke pabrik pengolahan. Adapun mengenai kendaraan pengangkut hasil panen dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Kendaraan Traktor Jektor Angkutan Hasil Panen Dampak negatif yang petani penangkar rasakan adalah meningkatnya kadar air hasil panen lapang akibat belum terangkutnya hasil panen yang dapat
62
mempengaruhi harga yang diterima petani di dalam menjual hasil panennya, karena petani sebagai penerima harga dan yang menentukan harga beli yaitu PT. SHS. 6.3.11. Pengawalan Teknis Produksi Benih Pengawalan teknis produksi benih dilaksanakan oleh setiap koordinator wilayah setiap harinya. Jumlah koordinator wilayah berjumlah lima orang, dimana setiap koordinator wilayah memegang luasan lahan rata-rata 500 Ha. Pengawalan Rata-rata setiap musim tanam menurut pengakuan dari para petani penangkar yang dijadikan sebagai responden adalah 93 kali dalam satu kali musim tanam atau rata-rata lima sampai enam kali dalam satu minggu setiap koordinator wilayah melakukan pengawalan dalam berproduksi. 6.3.12. Pelatihan Produksi Benih Pelatihan produksi benih merupakan suatu pelatihan bagi para petani penangkar dalam memproduksi benih milik PT. SHS secara teknis di lapang. Rata-rata pelatihan produksi benih diselenggarakan dalam satu tahunnya adalah sebanyak 12 kali atau empat kali dalam satu musim tanam. Tujuan PT. SHS melakukan pelatihan rutin bagi para petani adalah agar para petani penangkar dapat meningkatkan produktivitas kerjanya sehingga dapat lebih professional di dalam memproduksi benih. Hasil pengakuan dari para petani penangkar bahwa apabila para petani penangkar tidak mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS, maka bagi para petani yang tidak mengikuti pelatihan akan dikenakan sangsi berupa tidak boleh menjadi petani mitra PT. SHS untuk musim tanam berikutnya sebagai peringatan yang diberikan oleh PT. SHS kepada para petani yang bermitra dengan PT. SHS. 6.3.13. Pinjaman Modal Panen Pinjaman modal panen yang diberikan PT. SHS kepada para petani penangkar benih selaku mitra yaitu sebesar Rp 1.500.000 per Ha. Pada umumnya para petani baru akan memanen hasil produksinya apabila modal panen sudah diberikan Modal panen diberikan kepada petani penangkar rata-rata satu sampai dua minggu sebelum panen. Pengembalian pinjaman modal panen petani
63
penangkar benih langsung dipotong pada saat pembayaran hasil panen setiap musim tanam. 6.3.14. Penanggungan Risiko Produksi Penanggungan risiko produksi di dalam kemitraan yang terjalin antara petani penangkar benih dengan PT. SHS yaitu risiko produksi langsung ditanggung sendiri oleh petani penangkar benih selaku mitra PT. SHS dan petani penangkar benih tetap harus membayarkan benih pokok, pupuk (apabila mengambil), obat-obatan (apabila mengambil), biaya operasional, pinjaman modal panen (apabila sudah meminjam), dan membayar sistem bagi hasil (imbal jasa) sebagai nilai untuk sewa lahan kepada PT. SHS (biasanya ada kebijakan dan dapat dibayarkan pada musim tanam selanjutnya apabila mengalami gagal panen dengan mengakumulasi imbal jasa musim selanjutnya). 6.3.15. Keluhan Kemitraan Dengan PT. SHS Keluhan dalam kemitraan yang terjalin merupakan suatu bentuk kekecewaan yang petani penangkar benih rasakan didalam kemitraan yang terjalin dengan PT. SHS. Kekecewaan yang sangat dirasakan oleh para petani penangkar benih didalam kemitraan yang terjalin adalah dimana 1). terkait mengenai selalu adanya keterlambatan didalam pembayaran hasil panen yang dapat mencapai ± satu bulan dan bahkan bisa lebih dari satu bulan didalam pembayaran hasil panen, 2). mengenai kurangnya mobil angkutan hasil panen di lapang yang saat ini berjumlah 10 unit traktor dan 3 unit truk dimana harus mengcover seluruh luas lahan produksi yang dimiliki PT. SHS. Hal tersebut mengakibatkan hasil panen para petani penangkar harus bermalam di lahan dan bahkan dapat mencapai berhari-hari (paling lama 1 minggu) yang mana nantinya dapat berdampak terhadap adanya kenaikan kadar air benih yang terkandung didalamnya karena benih dapat menyerap air, sehingga dapat mempengaruhi harga jual nantinya kepada PT. SHS. Kadar air panen yang ditetapkan oleh PT. SHS yaitu standar normal kadar air panen di lapang mencapai 25 persen dan kotoran sebesar dua persen. Besar harapan yang diinginkan para
64
petani penangkar benih agar pembayaran hasil panen dapat dipercepat dan angkutan hasil panen dapat ditambah. Keluhan yang dirasakan oleh petani penangkar benih selaku mitra PT. SHS seluruhnya merasakan kekecewaan mengenai keterlambatan pembayaran hasil panen dan kurangnya angkutan hasil panen. Pembayaran biasanya baru dilakukan paling cepat 1 bulan setelah panen. Alasan utama PT. SHS adalah proses pengajuan dana yang ditujukan ke kantor pusar PT. SHS untuk membayar hasil panen para petani penangkar tidak dapat langsung cair karena perlu adanya pemeriksaan kembali mengenai besaran dana yang akan digunakan untuk membayarkan hasil panen milik petani penangkar. 6.3.16. Manfaat Bermitra Dengan PT. SHS Manfaat yang didapatkan oleh para petani penangkar benih adalah memiliki penghasilan dari keuntungan yang didapatkan dalam memproduksi benih milik PT. SHS. Pengakuan Para petani penangkar benih mengatakan bahwa akan terus melakukan kemitraan agar terus memiliki penghasilan karena bertani merupakan pekerjaan utama. 6.4. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Benih Padi varietas Ciherang 6.4.1. Proses Budidaya Proses budidaya merupakan urutan proses produksi dari mulai persiapan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan sampai pemanenan. a. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan bertujuan untuk menciptakan struktur tanah yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang bertujuan agar tanaman dapat berproduksi secara maksimal. Pengolahan yang petani penangkar benih lakukan adalah pemecahan bongkahan-bongkahan tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus teksturnya. Selain membuat bongkahan tanah menjadi halus teksturnya juga ketersediaan mengenai kecukupan air perlu diperhatikan.
65
Pengolahan yang digunakan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang terdapat dua sistem pengolahan yaitu sistem Maximum Tillage dan Minimum Tillage. Maximum Tillage yaitu lahan diolah menggunakan alat berat pengolahan seperti Rome Flow yang dapat menghasilkan olahan tanah hingga kedalaman 30 cm. Sistem Maximum Tillage digunakan pada musim tanam peralihan, namun pada musim tanam berikutnya perusahaan mengambil kebijakan untuk tidak melakukan pengolahan dengan sistem Maximum Tillage karena biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Para petani penangkar benih menerapkan sistem Minimum Tillage atau Tanpa Olah Tanah (TOT) dalam melakukan pengolahan pada musim tanam berikutnya. Usaha untuk menunjang kesuburan tanah hanya dilakukan melalui pemupukan, baik pupuk organik maupun pupuk anorganik dan pencangkulan di sekitar tanaman pokok. Pengolahan tanah pada sistem Minimun Tillage tidak menggunakan pembajakan, akan tetapi menggunakan cara tradisional yaitu pencangkulan dengan melakukan pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya dan gulma yang terdapat pada lahan tersebut. Pencangkulan bagian atas bedengan dapat di lakukan setelah bedengan bersih. Lahan digenangi air dan dibiarkan selama seminggu setelah dibajak. Tenaga kerja yang digunakan oleh para petani penangkar benih padi varietas ciherang di dalam melakukan pengolahan tanah tahap awal dengan luasan lahan rata-rata 1,58 Ha yaitu menggunakan tenaga kerja borongan dengan biaya rata-rata sebesar Rp 755.812 dan dibayarkan secara tunai. b. Pembuatan Persemaian Pembuatan persemaian diperuntukkan untuk persiapan tempat untuk membibitkan benih pokok varietas ciherang yang akan ditanam dan dipersiapkan pada saat pengolahan lahan. Luas lahan untuk persemaian benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar benih untuk kebutuhan tanam berdasarkan luasan lahan rata-rata membutuhkan luasan seluas lima are (500 m2). Rata-rata tenaga kerja yang digunakan adalah lakilaki sebanyak dua orang dengan biaya rata-rata per orang Rp 48.950 perhari sudah termasuk uang makan dan rokok, dan dimulai dari jam tujuh pagi
66
sampai jam empat sore. Hari orang kerja rata-rata adalah selama satu hari didalam menyelesaikan pembuatan lahan untuk persemaian bibit yang akan ditanam. Pembayaran dilakukan secara tunai. c. Penampingan Penampingan merupakan tahap kedua di dalam membalikkan tanah dengan menggunakan cangkul dan langsung dibuatkan pematang/bedengan (galengan) lahan yang akan dipergunakan untuk memproduksi padi (benih sebar) varietas ciherang. Penampingan dilakukan setelah satu minggu lahan digenangi air. Tenaga kerja rata-rata yang digunakan adalah laki-laki sebanyak enam orang dengan hari orang kerja selama satu hari. Biaya tenaga kerja ratarata per orang yaitu sebesar Rp 48.535 per hari dan dimulai dari jam tujuh pagi sampai jam empat sore. Biaya per tenaga kerja sudah termasuk uang makan dan rokok. Pembayaran dilakukan secara tunai d. Pemopokan Pemopokan pematang/bedengan
merupakan (galengan),
tahap
ketiga
tujuan
didalam
pemopokan
merapihkan adalah
agar
pematang/bedengan (galengan) terlihat lebih padat dan rapih sebelum dilakukan penanaman yang bertujuan agar pada saat lahan digenangi air tidak terjadi kebocoran pada pematang/bedengan (galengan). Pemopokan yang dilakukan para petani penangkar benih padi varietas ciherang dilakukan satu hari setelah penampingan dilakukan. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk pemopokan yaitu laki-laki sebanyak enam orang dengan biaya tenaga kerja per hari rata-rata yaitu Rp 48.333 sudah termasuk uang makan dan rokok. Hari orang kerja didalam penyelesaian pemopokan rata-rata membutuhkan waktu selama satu hari, dimulai dari jam tujuh pagi sampai jam empat sore. Pembayaran tenaga kerja dilakukan secara tunai d. Peleleran Peleleran merupakan tahap akhir pada saat pengolahan lahan dimana bertujuan untuk meratakan tanah sawah agar siap
untuk ditanam
(menghaluskan tekstur tanah sawah agar menjadi lumpur yang sangat halus). Peleleran dilakukan setelah dua hari setelah dilakukan pemopokan dan
67
dibiarkan dengan air yang menggenang sampai bibit siap untuk ditanam. Ratarata penggunaan tenaga kerja untuk peleleran yaitu laki-laki sebanyak enam orang dengan biaya per tenaga kerja rata-rata yaitu sebesar Rp 48.100 per hari sudah termasuk uang makan dan rokok. Lamanya hari orang kerja dalam menyelesaikan peleleran yaitu selama satu hari. Pembayaran tenaga kerja dilakukan secara tunai. e. Penanaman Penanaman bibit padi varietas ciherang dilakukan pada saat umur bibit 18-21 hari pada saat dipersemaian, memiliki enam helai daun, tinggi bibit 25 cm, memiliki batang besar dan keras, dan bebas dari hama penyakit. Standar operasional prosedur Jarak tanam yang ditetapkan oleh PT. SHS adalah 20 cm x 20 cm, akan tetapi jarak tanam yang digunakan oleh para petani penangkar benih padi varietas ciherang pada umumnya adalah 25 cm x 25 cm. Rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk penanaman merupakan tenaga kerja borongan, akan tetapi pembayaran tidak dilakukan secara langsung, tapi akan diperhitungkan pada saat panen dengan pembayaran menggunakan benih yang dipanen dengan perhitungan 1 : 6 (sistem ceblok) berdasarkan banyaknya hasil panen lahan yang digarap oleh tenaga kerja untuk menanam padi. Rata-rata pembayaran sistem ceblok yang harus dibayarkan oleh petani penangkar benih adalah sebanyak 1.415 Kg benih dengan luasan lahan rata-rata 1,58 Ha. Sistem ceblok merupakan sistem pembayaran tenaga kerja menggunakan hasil panen benih, dimana tenaga kerja tersebut melakukan penanaman dan pengaritan saat panen pada lahan yang sama. f. Penyulaman Penyulaman yang dilakukan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang yaitu maksimal dua minggu setelah tanam yang bertujuan untuk mengganti tanaman padi varietas ciherang yang mati agar masaknya padi dapat serentak. Penyulaman dilakukan apabila tanaman padi tidak tumbuh setelah ditanam. Tanaman padi yang tidak tumbuh segera diganti atau disulam dengan tanaman padi dari persediaan yang telah disediakan sebanyak 10
68
persen. Tujuannya adalah agar umur tanaman untuk penyulaman tidak berbeda jauh saat di sulam maupun saat berproduksi. Rata-rata tenaga kerja yang digunakan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang adalah sebanyak 86 orang petani penangkar benih menggunakan tenaga kerja laki-laki, dan hanya 14 orang petani penangkar benih yang menggunakan tenaga kerja perempuan. Upah tenaga kerja antara laki-laki dan wanita tidak berbeda (disamakan). Banyaknya rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk penyulaman adalah sebanyak delapan orang tenaga kerja dengan upah rata-rata Rp 47.750 per hari. Rata-rata hari orang kerja dalam menyelesaikan penyulaman adalah selama satu hari dan pembayaran dilakukan tunai. g. Pemupukan Pupuk mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dengan konsentrasi relatif tinggi. Pupuk penting untuk memperkaya unsur hara tanah dan untuk mempertahankan produksi tinggi. Unsur hara yang disediakan oleh pupuk organik bagi tanah dalam jumlah sedikit, sehingga dengan penggunaan pupuk anorganik diharapkan dapat memenuhi kebutuhan unsur hara tanah yang cukup tinggi dan penggunaannya harus dengan dosis rendah (Irawan, 2001). Pemberian pupuk anorganik dilakukan oleh para petani penangkar benih padi varietas ciherang dengan menggunakan pupuk tunggal (Urea, dan TSP) maupun pupuk majemuk (NPK). Penggunaan pupuk anorganik yang diberikan dengan rata-rata luas lahan garapan para petani penangkar benih padi varietas ciherang seluas 1,58 Ha yaitu total pupuk tunggal urea (N) sebanyak 537 Kg, total pupuk tunggal TSP (P) sebanyak 157 Kg, dan total pupuk majemuk NPK sebanyak 115 Kg. Pemupukan urea rata-rata dilakukan sebanyak tiga kali pemupukan, TSP sebanyak satu kali pemupukan, dan NPK sebanyak satu kali pemupukan. Total rata-rata kebutuhan tenaga kerja yang digunakan untuk pemupukan sebanyak sembilan orang tenaga kerja laki-laki dengan upah per hari rata-rata yaitu Rp 49.750. pemupukan dilakukan tiga kali, dimana setiap kali pemupukan menggunakan tiga orang tenaga kerja laki-laki dan diselesaikan dalam kurun waktu satu hari untuk luasan lahan rata-rata 1,58 Ha.
69
Pembayaran tenaga kerja yang dilakukan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang adalah pembayaran tunai. g. Pemberian Obat-obatan Pemberian obat-obatan bertujuan untuk menjaga pertumbuhan tanaman padi varietas ciherang dari serangan hama dan penyakit yang dapat menyebabkan tanaman padi kerdil, dan produktivitas hasil panen benih varietas ciherang menurun. Para petani penangkar benih menggunakan pestisida untuk menanggulangi hama penyakit tanaman, dan herbisida bertujuan untuk menanggulangi rumput (gulma) yang tumbuh di area pertanaman padi varietas ciherang yang di produksi oleh petani penangkar benih. Total rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk pemberian obat-obatan yaitu sebanyak Sembilan orang tenaga kerja laki-laki dengan upah per tenaga kerja yaitu Rp 49.740 per hari. Total rata-rata pemberian obat-obatan yang dilakukan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang yaitu sebanyak tiga kali, dimana setiap aplikasi pemberian obat-obatan membutuhkan tiga orang tenaga kerja laki-laki dan diselesaikan dalam waktu satu hari untuk luasan lahan rata-rata 1,58 Ha. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai. h. Penyiangan Penyiangan dilakukan dengan tujuan agar pertumbuhan tanaman padi normal dengan mendapatkan hara yang cukup di dalam tanah, karena gulma dan tanaman-tanaman lain yang tumbuh di lahan pertanaman padi dapat menyebabkan perebutan unsur hara di dalam tanah dan tanaman padi tidak mendapatkan unsur hara yang cukup. Rata-rata 83 orang petani penangkar benih padi varietas ciherang menggunakan tenaga kerja perempuan untuk melakukan penyiangan, dan hanya 17 orang petani penangkar benih yang menggunakan tenaga kerja laki-laki untuk melakukan penyiangan. Rata-rata total kebutuhan tenaga kerja untuk penyiangan adalah sebanyak 20 orang tenaga kerja dengan biaya tenaga kerja per hari yaitu Rp 47.550. Rata-rata penyiangan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada umur satu bulan setelah tanam dan umur 55 hari setelah tanam, dimana setiap kali
70
melakukan penyiangan menggunakan 10 orang tenaga kerja. Pembayaran yang dilakukan oleh petani penangkar benih varietas ciherang yaitu pembayaran secara tunai. i. Pengairan Produksi benih padi varietas ciherang memerlukan ketersediaan air yang cukup pada saat pertumbuhan. Lahan yang digunakan para petani penangkar benih merupakan lahan sawah irigasi. Pengairan memiliki peranan sangat penting. Pasokan air irigasi sepenuhnya tergantung pada jaringan irigasi di lokasi penanaman. Jaringan saluran irigasi yang digunakan oleh para petani penangkar benih pada lahan kerjasama milik PT. SHS yaitu bekerjasama dengan PT. Jasa Tirta. Keunggulan para petani penangkar benih didalam memproduksi benih padi varietas ciherang yaitu musim tidak berpengaruh, alasannya adalah ketersediaan air untuk lahan yang digunakan selalu terjamin mengenai pasokan air irigasi dari PT. Jasa Tirta.
Gambar 12. Pintu Pengaturan Pengairan Lahan Produksi PT.SHS Pengairan lahan sawah yang dilakukan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang yaitu menggunakan ulu-ulu. Ulu-ulu merupakan seorang tenaga kerja laki-laki yang mengatur penyaluran air pada setiap blok lahan yang akan digenangi air. Deskripsi kerja ulu-ulu yaitu mengatur penyaluran air pada saat awal pertumbuhan, pembentukan anakan, pembungaan, masa bunting, dan melakukan pengeringan sawah. Pembayaran yang dilakukan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang yaitu pembayaran menggunakan benih pada saat panen. Rata-rata
71
pembayaran berupa benih yang dibayarkan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang berdasarkan luasan rata-rata 1,58 Ha yang dikelola oleh para petani penangkar yaitu sebanyak 39,64 Kg. j. Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan lapangan bertujuan untuk mensertifikasi tanaman agar kondisi tanaman benar-benar bebas dari varietas lain dan dilakukan. Pemeriksaan lapang pertama dilakukan pada phase vegetative (satu bulan setelah tanam) dilakukan terhadap pangkal batang, muka daun, telinga daun, posisi daun, bentuk tanaman, dan warna lidah daun. Pemeriksaan lapang kedua dilakukan pada phase reproduktif (pertanaman berbunga lebih dari 80 persen) dilakukan terhadap warna ujung gabah dan posisi daun bendera dan keserempakan berbunga. Pemeriksaan ketiga dilakukan pada phase pemasakan (paling lambat satu minggu sebelum panen) dilakukan pada pemeriksaan bentuk gabah dan warna gabah. Pemeriksaan lapangan pertama dan kedua dapat dilakukan dua kali sampai pertanaman benar-benar telah memenuhi standar pemeriksaan, sedangkan pemeriksaan ketiga dilakukan hanya sekali. Apabila ketiga pemeriksaan telah dilakukan dan memenuhi syarat maka pertanaman dinyatakan lulus lapang. Biaya operasional yang harus dibayarkan oleh petani penangkar benih varietas ciherang yaitu sebesar Rp 130.000 per musim tanam. k. Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah tanaman padi varietas ciherang mencapai umur 120 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara pengaritan tanaman padi yang akan menjadi calon benih (benih sebar). Setelah itu padi di lakukan pengayakan baik secara tradisional atau menggunakan teknologi (tresher), akan tetapi mayoritas petani penangkar benih lebih banyak menggunakan cara tradisional. Setelah padi dilakukan pengayakan, lalu dilakukan pengarungan dan pengikatan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang.
72
Gambar 13. Perontokkan Hasil Panen Benih Padi Tenaga kerja yang digunakan untuk pengaritan pada saat panen adalah rata-rata petani penangkar benih padi varietas ciherang menggunakan sistem ceblok untuk luasan rata-rata 1,58 Ha adalah sebanyak 1.415 Kg. tenaga kerja untuk pengayakan, pengarungan, dan pengikatan yang digunakan bersifat borongan dengan perhitungan rata-rata biaya per ton yaitu Rp 28.230, dengan total rata-rata hasil panen para petani penangkar benih dengan luasan rata-rata 1,58 Ha adalah 8,49 ton dan dibayarkan secara tunai. Tenaga kerja kuli panggul (kulpang) dibayarkan dengan sistem hitungan biaya perkarung rata-rata Rp 2.000. total rata-rata hasil panen yang sudah dikarungkan milik petani penangkar benih rata-rata berjumlah 100 karung dan dibayarkan secara tunai. Adapun mengenai tenaga kerja kuli panggul dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Tenaga Kerja Kuli Panggul
73
6.4.2. Analisis Fungsi Produksi Benih Padi varietas Ciherang Model yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan metode pendugaan OLS didalam penyelesaiannya. Adapun faktor-faktor yang digunakan di dalam model fungsi Cobb-Douglas antara lain adalah: Y = Produksi X1 = Luas Lahan X2 = Benih X3 = Urea X4 = TSP X5 = NPK X6 = Obat-obata X7 = Tenaga Kerja. Faktor tersebut merupakan peubah bebas yang akan digunakan untuk menduga produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh para petani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden. Data mengenai penggunaan faktor produksi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil pendugaan model dengan menggunakan fungsi produksi dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil pendugaan model tersebut terdapat adanya multikolinearitas dimana terdapat hubungan linier diantara peubah bebas (independent). Hal tersebut dapat diidentifikasi dengan melihat nilai VIF yang memiliki nilai lebih dari 10 (>10), dimana didapatkan bahwa nilai VIF untuk variabel bebas luas lahan (X1) yang memiliki nilai 15,5 dan variable bebas benih (X2) memiliki nilai 755219.9. Masalah multikolinearitas merupakan salah satu kelemahan yang dimiliki dari fungsi produksi Cobb-Douglas. Dengan demikian perlu
adanya
perbaikan
model
fungsi
produksi
untuk
menghilangkan
permasalahan didalam pengolahan data sehingga dapat memenuhi asumsi OLS yang digunakan. 6.4.3. Analisis Uji Asumsi Ordinary Least Square (OLS) Salah satu kelemahan yang dimiliki oleh fungsi produksi Cobb-Douglas yaitu mengenai masalah multikolinearitas. Untuk menghilangkan adanya korelasi yang terjadi pada fungsi produksi tersebut, maka faktor produksi yang memiliki nilai VIF > 10 dihilangkan dari model fungsi produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh para petani penangkar benih. Berdasarkan hasil
74
yang didapatkan setelah mengeluarkan variabel bebas yang menyebabkan terjadinya multikolinear, maka faktor produksi yang digunakan adalah urea (X3), TSP (X4), NPK (X5), obat-obatan (X6), dan tenaga kerja (X7). Adapun mengenai hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Hasil pendugaan yang diperoleh dari model yang didapatkan setelah dilakukan pengujian menggunakan uji asumsi OLS, maka pendugaan model yang diperoleh adalah sebagai berikut : ln Y = -3.35 – 0.0010 lnX3 + 0.0035 lnX4 - 0.0153 lnX5 + 0.0555 lnX6 + 0.778 lnX7 6.4.3.1. Koefisien Determinasi (R2) Hasil koefisien determinasi (R2-adj) yang didapatkan adalah sebesar 70,8 persen, yang artinya adalah variasi produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh para petani penangkar benih dapat diterangkan oleh model tersebut yang terdiri dari urea (X3), TSP (X4), NPK (X5), obat-obatan (X6), dan tenaga kerja (X7), sedangkan sisanya sebesar dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model. Hasil pengujian asumsi OLS fungsi produksi usahatani produksi benih padi varietas ciherang petani penangkar benih dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Uji Asumsi OLS Fungsi Produksi Usahatani Produksi Benih Padi Varietas Ciherang Petani Penangkar Benih Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Luas Lahan dan Benih Variabel Constant
Koefisien Regresi
P-Value
VIF
-3.348
lnX3
-0.00105
0.992
4,5
lnX4
0.00345
0.858
1,0
lnX5
-0.015304
0.105
1,2
lnX6
0.05551
0.212
1,5
lnX7
0.7784
0.000**
4,7
2
72.3%
2
70.8%
R
R -adj F-Hitung
49,10
P
0.000
Sumber : Data Diolah Keterangan : * = Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed)/95% ** = Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed)/99%
75
6.4.3.2. Uji Signifikansi Korelasi Ganda (Uji-F) Nilai F-hitung yang didapatkan adalah sebesar 49,10 berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen, yang artinya adalah bahwa variabel bebas X3 (urea), X4 (TSP), X5 (NPK), X6 (obat-obatan), dan X7 (tenaga kerja) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi benih varietas ciherang yang dilakukan oleh para petani penangkar benih pada selang kepercayaan 95 persen. hal tersebut dikarenakan penggunaan pupuk urea rata-rata penggunaan pupuk urea sebanyak 338 Kg/Ha yang mana seharusnya sesuai anjuran PT. SHS sebanyak 250 Kg/Ha. Hal yang sama terjadi didalam penggunaan pupuk NPK yang digunakan jauh dibawah ketentuan standar penggunaan yang ditetapkan oleh PT. SHS sebanyak 150 Kg/Ha, akan tetapi para petani hanya menggunakan sebanyak 80 Kg/Ha dan lebih banyak kearah penggunaan pupuk urea. sedangkan penggunaan pupuk TSP masih dapat ditingkatkan kembali penggunaannya. Adapun mengenai output pendugaan fungsi produksi dapat dilihat pada Tabel 25. 6.4.3.3. Uji Signifikansi Koefisien Regresi Dugaan (Uji-t) Pengujian variabel bebas secara parsial (sebagian) dilakukan dengan uji-t. adapun mengenai hasil pengujian yang dilakukan adalah bahwa hanya faktor X7 (tenaga kerja) yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen. Penggunaan tenaga kerja yang digunakan oleh petani penangkar bersifat borongan. Biaya yang dikeluarkan oleh petani penangkar benih lebih banyak pengalokasiannya dari mulai pengolahan lahan sampai dengan pemanenan. Tenaga kerja yang digunakan tidak memiliki keahlian khusus didalam memproduksi dikarenakan tidak pernah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh PT. SHS, karna petani yang diberikan pelatihan hanyalah petani yang menjadi mitra PT. SHS, sedangkan tenaga kerja borongan hanya menerima perintah dari petani pengelola. Hal tersebut dapat berdampak terhadap kemampuan tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi benih. Petani penangkar lebih cenderung mengikuti pola tradisional yang sering mereka gunakan dibandingkan dengan mengikuti anjuran penggunaan input produksi yang ditetapkan oleh PT.SHS sesuai standar penggunaan input produksi yang telah ditetapkan oleh PT. SHS. Hal tersebut yang menjadi perhatian penting
76
didalam mempengaruhi produksi, karna seluruh penggunaan input produksi akan dikelola oleh tenaga kerja, sehingga membutuhkan perhatian khusus mengenai hal tersebut. 6.4.3.4. Uji Normalitas dan Homoskedastisitas Analisis mengenai hasil normalitas yang didapatkan bahwa residual di dalam model regresi telah menyebar mengikuti distribusi normal, dan nilai PValue uji normal residual pada grafik telah melebihi 15 persen, dan plot antara sisaan dengan nilai dugaan yang telah menunjukkan bahwa titik-titik tersebut telah menyebar secara acak dan tidak membentuk pola. Adapun mengenai hasil uji normalitas dan homoskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 5 - 10. Berdasarkan hasil pada model yang diperoleh. Didapatkan bahwa nilai koefisien regresi pada masing-masing faktor produksi memiliki nilai negatif dan positif. Nilai negatif pada model menggambarkan bahwa pengaruh yang dimiliki faktor produksi tersebut tidak berbanding lurus, sedangkan untuk nilai koefisien regresi yang bernilai positif menggembarkan bahwa pengaruh yang dimiliki faktor produksi tersebut berbanding lurus. Besarnya pengaruh yang dimiliki oleh faktor produksi tersebut yang juga merupakan nilai elastisitas masing-masing peubah bebas pada fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut : a. Urea (X3) Koefisien regresi dari faktor urea sebesar -0.0010 yang artinya adalah bahwa penambahan penggunaan pupuk urea sebesar satu persen dapat menurunkan hasil produksi sebesar 0.0010 persen (cateris paribus). Nilai elastisitas faktor produksi urea sebesar 0.0010 menunjukkan bahwa urea yang digunakan berada pada daerah III, yaitu daerah irrasional karena memiliki nilai Ep< 0. Hipotesis yang digunakan adalah penggunaan pupuk urea sesuai anjuran penggunaan, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Namun berdasarkan hasil uji-t, urea tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar benih. Tidak berpengaruhnya penggunaan urea ini diduga berdasarkan hasil tinjauan di lapangan bahwa penggunaan pupuk urea yang digunakan oleh para peani
77
penangkar benih terlalu berlebihan dengan rata-rata penggunaan pupuk urea sebanyak 338 Kg/Ha. Alasannya adalah standar operasional prosedur penggunaan pupuk urea sebesar 250 Kg/Ha b. TSP (X4) Koefisien regresi dari faktor urea sebesar 0.0035 yang artinya adalah bahwa penambahan penggunaan pupuk TSP sebesar satu persen dapat meningkatkan
hasil produksi sebesar 0.0035 persen (cateris paribus). Nilai
elastisitas faktor produksi pupuk urea sebesar 0.0035 menunjukkan bahwa pupuk TSP yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena memiliki nilai yang berada diantara antara nol dan satu (0 <Ep < 1). Hipotesis yang digunakan adalah penggunaan pupuk TSP sesuai anjuran penggunaan, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Namun berdasarkan hasil uji-t, pupuk TSP tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar benih. Tidak berpengaruhnya penggunaan pupuk TSP ini diduga berdasarkan hasil tinjauan di lapangan bahwa penggunaan pupuk TSP yang digunakan oleh para peani penangkar benih hanya bersifat melengkapi saja dan tidak ada dalam standar operasional prosedur.pupuk TSP bukan merupakan prioritas pupuk yang digunakan walaupun berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa pupuk TSP masih dapat ditingkatkan penggunaannya untuk meningkatkan hasil produksi benih padi varietas ciherang, namun para petani penangkar benih lebih memprioritaskan pupuk urea yang digunakan. Rata-rata pupuk TSP yang digunakan petani penangkar adalah sebanyak 101 Kg/Ha. c. NPK (X5) Koefisien regresi dari faktor pupuk NPK sebesar -0.0153 yang artinya adalah bahwa penambahan penggunaan pupuk NPK sebesar satu persen dapat menurunkan hasil produksi sebesar 0.0153 persen (cateris paribus). Nilai elastisitas faktor produksi pupuk NPK sebesar 0.0153 menunjukkan bahwa pupuk NPK yang digunakan berada pada daerah III, yaitu daerah irrasional karena memiliki nilai Ep< 0. Hipotesisnya adalah penggunaan pupuk NPK sesuai anjuran penggunaan, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Namun berdasarkan hasil
78
uji-t, pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar benih. Tidak berpengaruhnya penggunaan pupuk NPK ini diduga berdasarkan hasil tinjauan di lapangan bahwa penggunaan pupuk NPK yang digunakan oleh para petani penangkar benih hanya sebagai pelengkap dan bukan merupakan prioritas pupuk yang digunakan. Walaupun standar operasional prosedur yang ditetapkan oleh PT. SHS adalah sebanyak 150 Kg/Ha, akan tetapi penggunaan pupuk NPK rata-rata yang dilakukan petani penangkar adalah sebanyak 80 Kg/Ha. d. Obat-obatan (X6) Koefisien regresi dari faktor obat-obatan sebesar 0.0555 yang artinya adalah bahwa penambahan penggunaan obat-obatan sebesar satu persen dapat meningkatkan
hasil produksi sebesar 0.0555 persen (cateris paribus). Nilai
elastisitas faktor produksi obat-obatan sebesar 0.0555 menunjukkan bahwa obatobatan yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena memiliki nilai yang berada diantara antara nol dan satu (0 <Ep < 1). Hipotesisnya adalah penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan dosis penggunaan pada saat terserang hama penyakit, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Namun berdasarkan hasil uji-t, obat-obatan tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar benih. Tidak berpengaruhnya penggunaan obatobatan ini diduga berdasarkan hasil tinjauan di lapangan bahwa obat-obatan yang telah digunakan oleh para petani, digunakan hanya untuk menjaga tanaman mereka saja sebelum terjadi adanya serangan hama penyakit yang dapat menyerang tanaman para petani penangkar benih padi varietas ciherang tanpa mempertimbangkan adanya serangan hama penyakit. Jadi, penggunaan obatobatan yang digunakan atas dasar ada atau tidaknya serangan hama penyakit yang menyerang tanaman padi varietas ciherang yang di produksi oleh petani penangkar benih akan tetap menggunakan obat-obatan untuk menjaga tanaman mereka. e. Tenaga Kerja (X7) Koefisien regresi dari faktor tenaga kerja sebesar 0.778 yang artinya adalah bahwa penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar satu persen dapat
79
meningkatkan
hasil produksi sebesar 0.778 persen (cateris paribus). Nilai
elastisitas faktor produksi tenaga kerja sebesar 0.778 menunjukkan bahwa tenaga kerja yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena memiliki nilai yang berada diantara antara nol dan satu (0 <Ep < 1). Hipotesisnya adalah semakin banyak penggunaan tenaga kerja yang digunakan maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Berdasarkan hasil uji-t, tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar benih pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja memiliki faktor positif terhadap hasil produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar benih, diduga berdasarkan keterampilan tenaga kerja yang dimiliki dan pengalaman yang dimiliki tenaga kerja tersebut didalam memproduksi benih padi varietas ciherang. 6.5. Analisis Skala Usaha (Return to Scale) Hasil pengujian skala usaha, didapatkan bahwa penggunaan pupuk urea dan pupuk NPK berada pada kondisi decreasing returns to scale (daerah III), artinya bahwa proporsi penambahan penggunaan pupuk urea sebesar 1 persen, maka akan menyebabkan penurunan tambahan produksi sebesar 0,001 persen, dan penambahan penggunaan pupuk NPK sebesar 1 persen, maka akan menyebabkan penurunan tambahan produksi sebesar 0,015 persen. Apabila terus meningkatkan input produksi pupuk urea dan NPK, maka akan merugikan bagi petani yang berproduksi. Penggunaan pupuk NPK seharusnya tidak digunakan didalam berproduksi apabila sudah menggunakan pupuk urea. Karna kandungan pupuk urea sudah terdapat didalam pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan didalam berproduksi. Sedangkan untuk penggunaan input produksi seperti pupuk TSP, obat-obatan, dan tenaga kerja berada pada kondisi increasing returns to scale (daerah I), artinya bahwa petani penangkar masih dapat ditingkatkan pemakaian input produksi seperti pupuk TSP, obat-obatan, dan tenaga kerja. 6.6. Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani menunjukkan struktur biaya
yang
dikeluarkan dan penerimaan yang didapatkan/diperoleh dari usahatani yang di 80
jalani oleh petani penangkar benih varietas ciherang. Adapun mengenai hasil panen total benih padi yang di produksi pada lahan kerjasama milik PT. SHS dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil Produksi Benih Padi Musim Tanam 2010/2011 di PT. SHS Nama Wilayah
Swakelola
Varietas Ciherang Inpari 1 Inpari 13 Inpago 3 SHS
Jumlah
Kerjasama
Ciherang Inpari 1 Situbagendit IR-64 Mekongga Inpara 3 Cigeulis
Jumlah Sumber :
Luas Lahan (Ha) 335.79 199.60 39.77 128.29 703.45 1.658,90 113.03 190.03 207.46 46.99 46.54 20.20 2.283,15
GKP (Kg)
Produktivitas
1.048.373 918.586 213.972 380.847 2.348,020 8.999.532 520,159 743,308 n n n n 10.262.999
3.122 4.602 5.380 2.969 5.425 4.602 3.912 n n n n
Data Diolah Keterangan : n = Belum Panen
Berdasarkan Tabel 19, diketahui bahwa total panen benih padi varietas ciherang adalah 8.999.532 Kg atau sebanyak ± 9.000 ton benih dengan produktivitas rata sebesar 5.425 Kg/ha atau sebesar 5,4 Ton/Ha. Hasil panen musim tanam 2010/2011 meningkat dari musim tanam sebelumnya. Peningkatan produktivitas dari musim tanam sebelumnya adalah sebesar 2,6 Ton/Ha. 6.6.1.
Analisis Penerimaan Usahatani Produksi Benih Padi Varietas Ciherang Penerimaan usahatani pada musim tanam 2010/2011 pada bulan maret
sampai bulan april 2011 di analisis untuk perhitungan satu kali musim tanam (empat bulan) dan luas lahan yang dipergunakan adalah luas lahan yang dibagi menjadi empat yaitu luas lahan 1 hektar, luas lahan rata-rata 1,1-1,5 hektar, luas lahan rata-rata 1,6-2 hektar, dan luas lahan rata-rata 2,1 hektar. Total produksi berdasarkan luasan lahan dikalikan dengan harga rata-rata yang berlaku pada bulan tersebut yang ditetapkan berdasarkan rata-rata harga yang berlaku di tiga titik lokasi daerah yang berdekatan dengan area PT. SHS sesuai harga pasaran setiap minggunya dan disepakati oleh kedua belah pihak yaitu petani penangkar benih dan PT. SHS. Adapun mengenai penerimaan
81
usahatani produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh para petani penangkar benih dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Penerimaan Usahatani Produksi Benih Padi Verietas Ciherang Oleh Petani Penangkar Benih Penerimaan Usahatani Petani Penangkar Benih Padi Varietas Ciherang Rata-rata Harga Rata-rata Margin Jumlah Pokok Harga/ Keuntungan Komponen Satuan Fisik Total Produksi per Kg (Rp) (Kg) (Rp) (Rp) Benih Padi Var. Ciherang dengan Luas Lahan rata-rata 5.762 2.685 3.202 517 1 Hektar Benih Padi Var. Ciherang dengan Luas Lahan rata-rata 6.796 3.167 3.202 35 1,1-1,5 Hektar Benih Padi Var. Ciherang dengan Luas Lahan rata-rata 10.965 2.578 3.202 624 1,6-2 Hektar Benih Padi Var. Ciherang 12.564 2.523 3.202 679 dengan Luas Lahan rata-rata 2,1 Hektar
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) 18.449.924
21.760.792
35.109.930 40.229.928
Harga beli rata-rata PT. SHS di dalam membeli hasil panen benih sebar yang diproduksi oleh petani penangkar benih pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp 3.202 per Kg benih sebar yang nantinya akan dijadikan sebagai calon benih yang dikomersialkan oleh PT. SHS. Margin keuntungan rata-rata yang didapatkan oleh petani penangkar adalah sebesar Rp 464 per Kg. Luasan lahan rata-rata 1 Ha mendapatkan margin keuntungan sebesar Rp 517 per Kg benih padi yang dihasilkan. Untuk luas lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha memiliki margin keuntungan yang didapatkan oleh petani penangkar sebesar Rp 35 per Kg, kecilnya margin yang didapatkan dikarenakan banyaknya tenaga kerja yang digunakan bersifat borongan dan acuan penggunaan borongan masuk kedalam perhitungan borongan untuk luasan lahan 2,1 Ha apabila petani mengelola lebih dari 1 Ha. Sedangkan untuk margin keuntungan dengan luasan lahan rata-rata 1,62 Ha sebesar Rp 624 per Kg, dan selisih margin keuntungan per kilogram untuk luasan lahan rata-rata 2,1 Ha adalah Rp 679. 6.6.2. Analisis Biaya Usahatani Produksi Benih Padi Varietas Ciherang Komponen biaya usahatani produksi benih padi varietas ciherang terbagi menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari tenaga kerja (pengolahan lahan, persemaian, penampingan, pemopokan, peleleran, penyiangan,
82
penyulaman, pemupukan, pemberian obat-obatan, panen), pupuk (urea, TSP, dan NPK), obat-obatan, dan biaya lain-lain. Sedangkan biaya diperhitungkan terdiri tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan nilai peralatan. Proporsi penggunaan biaya yang paling besar dilakukan oleh petani penangkar benih padi varietas ciherang adalah dari biaya tunai. Adapun mengenai analisis biaya usahatani dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Analisis Biaya Usahatani Produksi Benih Padi Verietas Ciherang Oleh Petani Penangkar Benih Berdasarkan Luasan Lahan Pendapatan Usahatani Petani Penangkar Benih Padi Varietas Ciherang
Komponen
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan 1 Ha
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan 1,1-1,5 Ha
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan 1,6-2 Ha
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan 2,1 Ha
5.762
6.796
10.965
12.564
PENERIMAAN Benih Padi (Fisik) Benih Padi (Rp)
18.449.924
21.760.792
35.109.930
40.229.928
Total Penerimaan
18.449.924
21.760.792
35.109.930
40.229.928
PENGELUARAN Biaya Tunai Tenaga Kerja
2.878.106
4.064.289
5.676.097
6.903.326
Pupuk
1.043.337
1.738.118
1.799.535
2.061.336
Obat-obatan
1.074.275
1.718.840
1.933.695
2.148.550
161.848
161.848
161.848
161.848
3.842.400
5.597.096
7.476.670
9.112.892
21.789
30.538
24.900
15.350
Biaya Lain-lain Sewa Lahan Penyusutan Alat Benih Pokok Penanaman dan Pemanenan Pengairan Biaya Operasional Kerjasama Biaya Modal Panen Total Biaya Tunai (Rp)
187.500
273.150
364.875
444.600
3.073.920
3.627.866
5.853.256
5.103.988
80.050
116.617
155.777
189.815
130.000
189.400
252.998
308.263
1.500.000
2.185.385
2.919.205
3.556.875
13.993.225
19.703.147
26.618.857
30.006.843
1.456.000
1.792,000
1,624,000
1.680.000
20.943
27.323
24,900
15.350
Biaya Diperhitungkan Tenaga Kerja dalam keluarga Penyusutan Alat Total Biaya Diperhitungkan (Rp)
1.476.943
1.819.323
1.648.900
1.695.350
15.470.168
21.522.470
28.267.757
31.702.193
Pendapatan atas Biaya Tunai (Rp)
4.456.699
2.057.645
8.491.073
10.223.085
Pendapatan atas Biaya Total (Rp)
Total Biaya
2.979.756
238.322
6.842.173
8.527.735
Nilai R/C atas Biaya Tunai
1.32
1.10
1.32
1.34
Nilai R/C atas Biaya Total
1.19
1.01
1.24
1.27
83
Adapun mengenai penyebab besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani terkait dengan komponen sewa lahan, tenaga kerja, dan biaya penanaman dan pemanenan. Biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh para petani penangkar benih untuk luasan lahan rata-rata 1 Ha adalah Rp 13.993.225, sedangkan biaya tunai akan terus meningkat seiring peningkatan luasan lahan. Hal tersebut terlihat berdasarkan adanya peningkatan penggunaan jumlah input produksi dengan total biaya tunai untuk luasan rata-rata 2,1 Ha adalah sebesar Rp 30.006.843. 6.6.3. Analisis Imbangan Biaya Penerimaan dan Biaya (R/C) Berdasarkan hasil analisis yang didapatkan bahwa pendapatan petani penangkar benih atas biaya tunai dengan luasan lahan rata-rata 1 Ha adalah sebesar Rp 4.456.999. pendapatan petani atas biaya tunai akan meningkat seiring meningkatnya luas area produksi yang dikelola. Hal tersebut terlihat bahwa pendapatan atas biaya tunai petani dengan luasan lahan rata-rata 2,1 Ha adalah sebesar Rp 10.223.086. Pendapatan bersih milik petani yang didapatkan didalam memproduksi benih padi (pendapatan atas biaya total) dengan luas lahan rata-rata 1 Ha adalah sebesar Rp 2.979.756, sedangkan untuk luasan lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha hanya sebesar Rp 238.322. hal tersebut dikarenakan para petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja yang terlalu berlebihan. Alasannya adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan bersifat borongan dan acuan penggunaan borongan masuk kedalam perhitungan borongan untuk luasan lahan rata-rata 2,1 Ha apabila petani mengelola lebih dari 1 Ha. Adapun mengenai analisis imbangan biaya penerimaan dan biaya dapat dilihat pada Tabel 23. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan maka diperoleh nilai Imbangan Biaya Penerimaan dan Biaya (R/C) tunai usahatani petani penangkar benih didalam memproduksi benih padi varietas ciherang adalah sebesar 1,32 untuk luasan lahan 1 Ha yang artinya adalah untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani penangkar benih sebesar Rp 1,- maka petani penangkar benih tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,32. Nilai R/C atas biaya tunai yang didapatkan meningkat seiring peningkatan luas area yang dikelola. Nilai imbangan biaya penerimaan dan biaya (R/C) total usahatani petani penangkar benih didalam memproduksi benih padi varietas ciherang adalah
84
sebesar 1,19 untuk luasan lahan rata-rata 1 Ha yang artinya adalah untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani penangkar benih sebesar Rp 1,- maka petani penangkar benih tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.19. nilai R/C atas biaya total akan terus meningkat seiring peningkatan luas area yang dikelola. Tabel 23. Analisis Imbangan Biaya Penerimaan dan Biaya Analisis Imbangan Biaya Penerimaan dan Biaya Komponen Penerimaan
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan 1 Ha
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan 1,1-1,5 Ha
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan 1,6-2 Ha
Rata-rata Nilai Produksi (Rp) Luas Lahan 2,1 Ha
18.449.924
21.760.792
35.109.930
40.229.928
13.993.225
19.703.147
26.618.856
30.006.842
1.476.943
1.819.323
1.648.900
1.695.350
15.470.168
21.522.470
28.267.756
31.702.192
4.456.699
2.057.645
8.491.074
10.223.086
2.979.756
238.322
6.842.174
8.527.736
Pengeluaran Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai (Rp) Pendapatan atas Biaya Total (Rp) Nilai R/C atas Biaya Tunai Nilai R/C atas Biaya Total
1.32
1.10
1.32
1.34
1.19
1.01
1.24
1.27
Berdasarkan hasil analisis kedua nilai imbangan biaya penerimaan dan biaya (R/C) memiliki nilai lebih dari 1 (>1), maka dapat disimpulkan bahwa usahatani para petani penangkar benih didalam memproduksi benih padi varietas ciherang tersebut layak untuk diusahakan. 6.7 Analisis Korelasi Atribut Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih Padi Varietas Ciherang Terhadap Produksi Atribut karakteristik umum yang dimiliki petani penangkar benih tersebut yaitu meliputi usia, pendidikan, pengalaman, pelatihan, jumlah tanggungan, dan pendapatan. Adapun mengenai hasil analisis korelasi atribut karakteristik umum petani penangkar benih padi varietas ciherang terhadap produksi dapat dilihat pada Tabel 23 Berdasarkan Tabel 24 didapatkan bahwa karakteristik umum yang dimiliki petani penangkar benih berupa pelatihan, jumlah tanggungan, dan pendapatan dapat mempengaruhi produksi benih yang dilakukan oleh petani penangkar benih,
85
sedangkan usia, pendidikan, dan pengalaman tidak berpengaruh terhadap produksi. Tabel 24. Analisis Korelasi Atribut Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih Padi Varietas Ciherang Terhadap Produksi Faktor Usia
Pendidikan
Pengalaman
Pelatihan
Jumlah tanggungan
Pendapatan Sumber : Data Diolah Keterangan :
PRODUKSI Keterangan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Nilai Korelasi 0.094 0.351 100 0.156 0.121 100 -0.055 0.587 100 -0.301** 0.002 100 -0.198* 0.049 100 0.709** 0.000 100
* = Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) ** = Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Banyaknya pelatihan yang diikuti oleh petani penangkar benih dalam satu tahun mayoritas mengikuti pelatihan sebanyak > 10 kali/tahun sebanyak 89 orang atau 89 persen dari total petani penangkar benih yang dijadikan sebagai responden. Adapun mengenai hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa pelatihan produksi memiliki nilai rs (p-value) pada kolom Sig.(2-tailed) > level of significant Į DWDX 0.01, maka terima H1 dan tolak H0. Artinya adalah terdapat hubungan nyata atribut pelatihan produksi terhadap produksi benih pada taraf nyata satu persen, namun memiliki korelasi yang negatif. Artinya adalah semakin sedikit pelatihan produksi yang diikuti, maka semakin meningkat hasil produksi benih yang dilakukan oleh petani penangkar benih. Para petani penangkar mengatakan bahwa mereka mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS dalam keadaan terpaksa, alasannya adalah apabila para petani penangkar tidak mengikuti pelatihan yang diselenggarakan 86
oleh PT. SHS maka para petani penangkar yang tidak mengikuti pelatihan untuk musim tanam berikutnya tidak diperbolehkan untuk mengelola area produksi atau dengan kata lain tidak bisa bergabung kedalam kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan para petani penangkar benih selaku mitra. Banyaknya jumlah tanggungan terhadap produksi memiliki nilai rs (pvalue) pada kolom Sig.(2-tailed) > level of significant Į DWDXPDND terima H1 dan tolak H0. Artinya adalah terdapat hubungan nyata atribut pelatihan produksi terhadap produksi benih pada taraf nyata lima persen, dan hubungan yang didapatkan memiliki korelasi yang negatif. Artinya adalah semakin sedikit jumlah tanggungan petani penangkar benih, maka semakin banyak hasil produksi yang dimiliki oleh petani penangkar benih. Para petani penangkar mengatakan bahwa seringkali biaya memproduksi benih terpakai untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya, sehingga penggunaan input produksi seringkali dikurangi porsi penggunaannya dikarenakan kekurangan modal untuk memproduksi Pendapatan perbulan yang dimiliki petani penangkar benih rata-rata juta sampai 1,9 Juta/bulan atau sebanyak 56 persen. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa pendapatan memiliki nilai rs (p-value) pada kolom Sig.(2tailed) > level of significant Į DWDXPDNDWHULPD+1 dan tolak H0. Artinya adalah terdapat hubungan nyata atribut pendapatan terhadap produksi pada taraf nyata satu persen. Dari hasil yang didapatkan bahwa pendapatan memiliki korelasi yang positif terhadap produksi . Artinya adalah semakin tinggi pendapatan yang diperoleh petani, maka semakin tinggi hasil produksi yang diperoleh petani penangkar benih.
87
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar adalah penggunaan pupuk urea, pupuk TSP, pupuk NPK, obat-obatan, dan tenaga kerja. penggunaan pupuk urea dan pupuk NPK berada pada kondisi decreasing returns to scale. Apabila terus meningkatkan input produksi pupuk urea dan NPK, maka akan merugikan bagi petani. Penggunaan pupuk NPK seharusnya tidak digunakan apabila sudah menggunakan pupuk urea. Karna kandungan pupuk urea sudah terdapat didalam pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan didalam berproduksi. Sedangkan untuk penggunaan input produksi seperti pupuk TSP, obat-obatan, dan tenaga kerja berada pada kondisi increasing returns to scale. Penggunaan pupuk NPK
seharusnya
tidak
digunakan
didalam
berproduksi
apabila
sudah
menggunakan pupuk urea, dan pupuk TSP. Karna kandungan pupuk urea dan pupuk TSP sudah terdapat didalam kandungan pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan didalam berproduksi. Tenaga kerja merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap produksi benih padi yang dilakukan oleh para petani penangkar. Tenaga kerja yang digunakan tidak memiliki keahlian khusus didalam memproduksi dikarenakan tidak pernah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh PT. SHS, karna petani yang diberikan pelatihan hanyalah petani yang menjadi mitra PT. SHS, sedangkan tenaga kerja borongan hanya menerima perintah dari petani pengelola. Pendapatan yang diperoleh oleh petani penangkar didalam memproduksi benih padi dengan luas lahan 1 Ha adalah sebesar Rp 2.979.756, sedangkan untuk luasan lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha hanya sebesar Rp238.322. hal tersebut dikarenakan para petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja yang terlalu berlebihan. Pendapatan perbulan yang dimiliki petani penangkar benih rata-rata 1 juta sampai 1,9 Juta/bulan. Saat ini harga beli rata-rata PT. SHS di dalam membeli hasil panen benih sebar yang diproduksi oleh petani penangkar benih pada musim tanam 2010/2011 adalah sebesar Rp 3.202 per Kg. Margin keuntungan rata-rata yang didapatkan oleh petani penangkar adalah sebesar
88
Rp 464 per Kg. untuk luasan lahan rata-rata 1 Ha adalah sebesar Rp 517 per kilogram benih padi yang dihasilkan. Untuk luas lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha memiliki margin keuntungan yang didapatkan oleh petani penangkar sebesar Rp35 per kilogram, kecilnya margin yang didapatkan dikarenakan banyaknya tenaga kerja yang digunakan bersifat borongan dan acuan penggunaan borongan masuk kedalam perhitungan borongan untuk luasan lahan 2,1 Ha apabila petani mengelola lebih dari 1 Ha. Sedangkan untuk margin keuntungan dengan luasan lahan rata-rata 1,6-2 Ha sebesar Rp 624 per kilogram, dan selisih margin keuntungan per kilogram untuk luasan lahan rata-rata 2,1 Ha adalah Rp 679. Petani penangkar mengatakan bahwa didalam mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS dalam keadaan terpaksa, alasannya adalah apabila para petani penangkar tidak mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS maka para petani penangkar yang tidak mengikuti pelatihan untuk musim tanam berikutnya tidak diperbolehkan untuk mengelola area produksi atau dengan kata lain tidak bisa bergabung kedalam kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan para petani penangkar benih selaku mitra. Banyaknya jumlah tanggungan yang dimiliki oleh petani ternyata menjadi beban bagi petani penangkar, mereka tidak maksimal didalam memproduksi. Para petani penangkar mengatakan bahwa seringkali biaya memproduksi benih terpakai untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya, sehingga penggunaan input produksi seringkali dikurangi porsi penggunaannya dikarenakan kekurangan modal untuk memproduksi. Dengan adanya kemitraan yang terjalin, para petani penangkar merasakan dampak yang positif karna memiliki mata pencaharian untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya setiap bulannya. 7.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. SHS, maka saran yang dapat diberikan adalah : 1. Perlu diadakan pelatihan-pelatihan dengan melibatkan karyawan PT. SHS, petani penangkar yang bermitra dengan PT. SHS, dan tenaga kerja borongan atau buruh yang diselenggarakan oleh dinas pertanian, badan karantina, dan BPSB
guna
meningkatkan
kemampuan
petani
penangkar
didalam
memproduksi benih padi
89
2. Mengingat usahatani berada pada kondisi increasing (daerah I) dan decreasing return to scale (daerah III), diharapkan agar PT. SHS bukan hanya sekedar memberikan pelatihan produksi semata, akan tetapi penggunaan faktor produksi secara tepat penggunaan dengan harapan dapat meningkatkan efisiensi produksi dapat tercapai. 3. Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis efisiensi usahatani produksi benih padi yang dilakukan oleh para petani penangkar benih yang tidak terdapat didalam penelitian ini.
90
DAFTAR PUSTAKA Arintadisastra S. 1997. Konsep dan Strategi Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta BALITPA. 2009. Deskripsi Varietas Padi. DEPTAN. Jakarta BPSB. 1988. Benih Bermutu Tanaman Pangan. BPSB VI. Maros BPS. 2010. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia. BPS. Jakarta ___. 2011. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia. BPS. Jakarta DEPTAN. 2007. Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Jakarta _______. 2010. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi. Jakarta Gujarati, Damodar.1993. Ekonometrika Dasar. Di Dalam : Nadhwatunnaja N. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik Di desa Pasir Langu, kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor Hadisuwito S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Agromedia Pustaka. Jakarta Iriawan N. dan Septi P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Edisi 1. Dalam : Nadhwatunnaja N. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik Di desa Pasir Langu, kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor Lestari M. 2009. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Studi Kasus : Kemitraan PT. X di Yogyakarta) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor Lipsey R. et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 1. Dalam : Alpian A. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah Di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor Nadhwatunnaja N. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik Di desa Pasir Langu, kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor 91
Nicholson W. 1999. Teori Ekonomi Mikro : Prinsip Dasar dan Pengembangannya. Dalam : Alpian A. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah Di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor Rahim A., Dan Hastuti D. R. D. 2008. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomika Pertanian. PS. Jakarta Rohela. 2008. Dampak Program Peningkatan Produksi beras Nasional (P2BN) Terhadap Pendapatan Petani [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor Sadjad S. 1975. Dasar - dasar Teknologi Benih. Dalam : Kartasapoetra A. G., Editor. 1986. Teknologi Benih “Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum”. Bina Aksara. Jakarta Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon, dan J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas IndonesiaPress. Jakarta Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi (dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas). Rajawali Pers. Jakarta Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta. Bandung Suratiyah Ken. 2006. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta Widoyoko Y., Andibya B. W., Nugroho B. 2007. Kepemimpinan BUMN Dalam Sebuah Arus Perubahan Corporate Culture & Values Good Corporate Governance. Gibbon Group Publication. Jakarta
92
LAMPIRAN
93
Lampiran 1.
Resp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
Data Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Benih Padi Varietas Ciherang Per Musim Tanam Yang Dilakukan Oleh Para Petani Penangkar Benih
Produksi (Y) 6160 6000 6427 5500 5230 5768 4073 6360 5077 6152 5492 7143 6081 4963 4463 6433 6558 5947 5373 6210 4614 8558 5568 7312 7606 6214 7421 7320 6728 5508 5211 8209 6592 7832 5323 5347 6542 4736 6394 5994 4474 4196 6873 5286 6485 5698 6223 6356 11184 11800 11900 11600 10094 11660 12747 11648 13931 10959 13376 10733 11847
Luas Lahan (X1) 15000 12900 15000 10000 10000 11500 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 15000 10000 15000 10000 15000 15000 15000 10000 15000 10000 10000 10000 10000 10000 15000 10000 10000 15000 10000 15000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 20000 20000 20000 20000 19000 20000 20000 17600 20000 16800 20000 20000 20000
Benih (X2) 37.50 32.25 37.50 25.00 25.00 28.75 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 37.50 25.00 37.50 25.00 37.50 37.50 37.50 25.00 37.50 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 37.50 25.00 25.00 37.50 25.00 37.50 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 50.00 50.00 50.00 50.00 47.50 50.00 50.00 44.00 50.00 42.00 50.00 50.00 50.00
Urea (X3) 600 581 600 350 450 518 450 300 300 350 300 250 250 400 450 300 400 350 300 675 300 600 300 300 555 450 280 450 250 300 350 350 350 450 350 300 450 200 525 300 300 300 350 300 350 300 300 350 900 900 900 900 760 800 900 704 900 504 900 600 600
TSP (X4) 150 129 150 100 100 230 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 200 150 100 150 100 300 150 150 100 150 100 100 100 100 100 150 100 100 300 100 150 150 150 100 100 100 100 100 100 100 200 200 200 200 570 200 200 88 200 168 300 200 200
NPK (X5) 150 129 150 100 200 115 100 100 100 100 100 100 50 100 100 100 100 100 100 150 100 150 100 450 150 150 100 150 100 100 100 100 150 300 100 100 150 100 225 100 100 100 100 100 100 100 100 100 0 0 0 0 1045 200 400 176 200 168 200 100 0
Pestisida (X6) 2625 2903 2625 1500 3000 1438 4500 1500 1500 1500 1500 1500 2000 4500 2500 2750 3500 2500 3500 5250 5500 3750 3000 3750 4500 4500 2000 3750 4500 4000 1500 3250 2750 4125 3000 4000 4125 1750 4500 3250 2500 4500 2750 3500 3750 2750 5000 2750 5000 4000 6000 6000 18525 4500 2500 4400 5000 2520 8000 7000 1500
Tenaga Kerja (X7) 5475000 2990500 4581675 2925500 3187750 4161200 2566825 3395800 3709925 3438800 3301300 3444290 3398025 3488964 3161575 3607990 3308950 3303675 3039325 5051250 3118420 4767950 3047040 4356240 4355150 4926280 3051525 4401000 2572200 2630700 2606330 3062270 2999800 4052960 2916690 2817410 4016260 2543080 4354820 2999820 2723220 2794900 2962190 2821580 2969975 2790940 3291690 3430680 7075520 5691000 4936000 6938000 4084820 6141800 6002410 6951200 7377875 4696770 5983280 6261990 6235410
94
62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 Rata-rata
9442 10319 10214 11171 9368 8403 10488 8741 10497 10600 10318 10914 12445 7931 11889 12285 9972 11094 14818 13104 7417 14100 12550 10760 8351 10182 13100 12499 7331 7293 11385 12366 9423 9231 9389 10478 8389 8455 8780 8490
19300 20000 20000 20000 17900 16000 20000 16700 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 16300 18900 20000 20000 17800 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 27500 25000 26200 23000 23000 22000 21000 22000 15854
48.25 50.00 50.00 50.00 44.75 40.00 50.00 41.75 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 40.75 47.25 50.00 50.00 44.50 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 68.75 62.50 65.50 57.50 57.50 55.00 52.50 55.00 40
772 700 700 600 716 480 600 668 500 600 600 500 600 600 600 600 489 567 600 600 534 700 600 600 600 700 600 600 600 600 500 963 875 786 690 690 880 840 880 537
0 200 0 200 0 160 200 84 400 200 400 200 400 400 200 200 82 189 100 100 178 200 100 200 200 100 100 100 100 200 100 275 250 131 115 115 220 210 110 157
193 200 200 0 0 0 100 84 0 100 0 100 100 100 0 100 82 0 0 0 178 0 100 0 0 200 200 0 0 100 0 138 500 0 0 0 0 105 88 115
6755 5000 7500 7000 4475 6400 6000 4175 7000 5000 5000 9500 10000 5500 5000 5000 4075 4725 5000 5000 5340 7500 5500 7000 13000 7000 7000 5000 5000 5000 2000 6875 3750 3930 5750 5750 6050 7875 5500 4595
6128260 5777570 5739350 6025130 5296040 4744105 5935080 4655230 5854910 5821000 5635540 5663420 5953350 5868275 5866670 5888550 4622160 5504350 5894450 5591120 5098510 6083000 6246500 6090800 5720530 6025460 5758500 5954970 5443275 5258790 5861550 8763980 7209690 6989775 5728670 6763340 6609670 6556375 6529400 4744529
95
Lampiran 2.
Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Sebelum Menghilangkan Variabel Bebas Memilih
The regression equation is ln Produksi (Y) = 1074 - 179 ln Luas Lahan (X1) + 180 ln Benih (X2) 0.0732 ln Urea (X3) - 0.0138 ln TSP (X4) + 0.00013 ln NPK (X5) - 0.0073 ln Obat-obatan (X6) + 0.492 ln Tenaga Kerja (X7)
Predictor Coef Constant ln Luas Lahan (X1) ln Benih (X2) ln Urea (X3) ln TSP (X4) ln NPK (X5) ln Obat-obatan (X6) ln Tenaga Kerja (X7)
S = 0.163961
SE Coef T 1073.5 261.2 -179.17 43.63 179.72 43.64 -0.07317 0.09554 -0.01378 0.01783 0.000128 0.009057 -0.00728 0.04374 0.4919 0.1747
R-Sq = 77.8%
P 4.11 -4.11 4.12 -0.77 -0.77 0.01 -0.17 2.82
VIF 0.000 0.000 755177.3 0.000 755219.9 0.446 5.1 0.442 1.1 0.989 1.4 0.868 1.8 0.006 12.0
R-Sq(adj) = 76.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 92 99
SS 8.6854 2.4732 11.1587
MS 1.2408 0.0269
F 46.15
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.32189
96
Lampiran 3.
Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih
The regression equation is Ln Produksi(Y) = -2.07 + 0.482 ln Luas Lahan (X1)- 0.077 ln Urea (X3)0.0018 ln TSP (X4) - 0.0106 ln NPK (X5) + 0.0136 ln Obat-obatan (X6) + 0.446 ln Tenaga Kerja (X7)
Predictor Coef Constant -2.065 ln Luas Lahan (X1) 0.4824 ln Urea (X3) -0.0767 ln TSP (X4) -0.00182 ln NPK (X5) -0.010553 ln Obat-obatan (X6) 0.01361 ln Tenaga Kerja (X7) 0.4457
S = 0.177471
R-Sq = 73.8%
SE Coef 1.443 0.2139 0.1034 0.01904 0.009392 0.04703 0.1887
T -1.43 2.26 -0.74 -0.10 -1.12 0.29 2.36
P 0.156 0.026 0.460 0.924 0.264 0.773 0.020
VIF 15.5 5.1 1.0 1.3 1.8 12.0
R-Sq(adj) = 72.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 93 99
SS 8.2296 2.9291 11.1587
MS 1.3716 0.0315
F 43.55
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.34872
97
Lampiran 4.
Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Luas Lahan
The regression equation is ln Produksi (Y) = -3.35 – 0.0010 ln Urea (X3) + 0.0035 ln TSP (X4) 0.0153 ln NPK (X5) + 0.0555 ln Obat-obatan (X6) + 0.778 ln Tenaga Kerja (X7)
Predictor Coef Constant -3.348 ln Urea (X3) -0.00105 ln TSP (X4) 0.00345 ln NPK (X5) -0.015304 ln Obat-obatan (X6) 0.05551 ln Tenaga Kerja (X7) 0.7784
S = 0.181290
R-Sq = 72.3%
SE Coef 1.355 0.09992 0.01930 0.009350 0.04414 0.1202
T -2.47 -0.01 0.18 -1.64 1.26 6.47
P 0.015 0.992 0.858 0.105 0.212 0.000
VIF 4.5 1.0 1.2 1.5 4.7
R-Sq(adj) = 70.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 94 99
SS 8.0693 3.0894 11.1587
MS 1.6139 0.0329
F 49.10
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.40749
98
Lampiran 5.
Hasil Normalitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Sebelum Menghilangkan Variabel Bebas Memilih
99
Lampiran 6.
Hasil Uji Homoskedastisitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Sebelum Menghilangkan Variabel Bebas Memilih
100
Lampiran 7.
Hasil Normalitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih
101
Lampiran 8.
Hasil Uji Homoskedastisitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih
102
Lampiran 9.
Hasil Normalitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Luas Lahan
103
Lampiran 10. Hasil Uji Homoskedastisitas Produksi Benih Padi Varietas Ciherang dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Luas Lahan
104