ANALISIS KEMITRAAN PETANI TOMAT (Lycopersicum esculentum) PADA KOPERASI MITRA TANI PARAHYANGAN (Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Cianjur Jawa Barat)
EKO ANDRIYANTO
DEPARTEMEN AGIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kemitraan Petani Tomat (Lycopersicum Esculentum) Pada Koperasi Mitra Tani Parahyangan (Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Cianjur Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013 Eko Andriyanto NIM H34104044
ABSTRAK EKO ANDRIYANTO. Analisis Kemitraan Petani Tomat (Lycopersicum Esculentum) Pada Koperasi Mitra Tani Parahyangan (Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Cianjur Jawa Barat). Dibimbing oleh JOKO PURWONO. Petani sebagai pelaku usaha pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal teknologi, modal, informasi pasar serta sumberdaya manusia yang terbatas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan diatas adalah melalui hubungan kerjasama atau kemitraan yang dilakukan antar subsistem agribisnis. Koperasi Mitra Tani Parahyangan merupakan koperasi yang bergerak di bidang hortikultura yang menjadi pemasok ke sejumlah pasar modern di wilayah Jabodetabek dan pasar tradisional di sekitar Cianjur dan anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan adalah bagian dari petani mitra. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana kemitraan yang dilaksanakan pada koperasi tersebut. Secara umum pendapatan usahatani petani mitra masih lebih besar dari pada petani non mitra. Manfaat kemitraan bagi petani mitra adalah pendapatan yang lebih tinggi, harga jual lebih tinggi, jaminan pasar, serta adanya pembinaan. Analisis regresi logistik menunjukkan faktor umur dan harga jual yang diperoleh petani berpengaruh signifikan pada α = 0.05 terhadap keputusan petani melakukan kemitraan. Kata kunci: petani, kemitraan, keputusan
ABSTRACT EKO ANDRIYANTO. Analysis Partnership of Tomato farmers (Lycopersicum esculentum) At Mitra Tani Parahyangan Cooperative (Case study: Farmers Group Members Mitra Tani Parahyangan, Cianjur, West Java). Supervised by JOKO PURWONO Farmers as entrepreneurs generally have a weakness in terms of technology, capital, market information and limited human resources. One effort that can be done to overcome these problems is through cooperation or partnership between the subsystems performed agribusiness. Mitra Tani Parahyangan is a cooperative engaged in horticulture who became a supplier to a modern market in the greater Jakarta area and traditional markets around Cianjur and members of the Mitra Tani Parahyangan Farmers Group is part of the partner farmers. The purpose of this study is to see how the partnership is held on the cooperative Generally partner farmers income is still greater than in nonpartner farmers. Partnership benefits for farmers is higher income, higher selling prices, guaranteed markets, and as well as the coaching. Logistic regression analysis showed the age and price guarantees have a significant effect at α = 0.05 level against the decision of farmers to partnership. Keywords : decision, farmers, partnership
ANALISIS KEMITRAAN PETANI TOMAT (Lycopersicum esculentum) PADA KOPERASI MITRA TANI PARAHYANGAN (Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Cianjur Jawa Barat)
EKO ANDRIYANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Kemitraan Petani Tomat (Lycopersicum Esculentum) Pada Koperasi Mitra Tani Parahyangan (Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan, Cianjur Jawa Barat). Nama : Eko Andriyanto NIM : H34104044
Disetujui oleh
Ir Joko Purwono, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah kemitraan, dengan judul Kemitraan Petani Tomat Pada Koperasi Mitra Tani Parahyangan (Studi Kasus : Anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Joko Purwono,MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ujang Majudin selaku ketua Koperasi Mitra Tani Parahyangan, Bapak Yayat Duriat dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman Alih Jenis yang sudah membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Eko Andriyanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Tomat (Lycopersicon esculentum) Permasalahan Petani atau Usaha Kecil Manfaat dan Alasan Kemitraan Kendala dalam Kemitraan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjadi Mitra Keterkaitan dengan penelitian terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Latar Belakang Adanya Kemitraan Tujuan dan Manfaat Kemitraan Unsur-unsur Kemitraan Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Kemitraan Analisis Pendapatan Usahatani Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Bermitra Analisis Regresi Logistik Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesa Penelitian METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Pendapatan Usahatani Analisis R/C Rasio Analisis Manfaat Kemitraan Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Bermitra HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis dan Pembagian Administratif Gambaran Umum Koperasi Mitra Tani Parahyangan Gambaran Umum Petani Responden Hubungan Kemitraan Antara Koperasi Mitra Tani Parahyangan Dengan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Analisis Pendapatan Usahatani
viii viii viii 1 1 6 9 9 9 9 9 10 11 13 14 16 17 17 19 20 23 23 24 25 27 29 30 33 33 33 33 34 34 35 36 36 39 39 39 42 45 52 56
Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra dan Koperasi Mitra Tani Parahyangan 63 Kendala dalam Kemitraan 65 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjadi Mitra 66 SIMPULAN DAN SARAN 70 Simpulan 70 Saran 70 DAFTAR PUSTAKA 71 LAMPIRAN 73 RIWAYAT HIDUP 78
DAFTAR TABEL 1 Produksi Tomat Menurut Provinsi 2 Tujuan Pasar Swalayan Sub Terminal Agribisnis 3 Produktivitas sayuran di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang MT. 2011/2012 4 Nilai-nilai Model Regresi Logistik dengan Peubah Penjelas Dikotomi 5 Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani 6 Manfaat Bagi Kelompok Tani Bermitra Usaha 7 Manfaat Bagi Perusahaan Mitra 8 Luas Wilayah Menurut Penggunaannya Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 9 Tingkat Pendidikan Warga Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 10 Mata Pencaharian Pokok Warga Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 11 Persentase Tingkat Pendidikan Karyawan pada Mitra Tani Parahyangan 12 Karakteristik Umur Petani Responden 13 Karakteristik Tingkat Pendidikan Petani Responden 14 Karakteristik Kepemilikan Lahan Petani Responden 15 Karakteristik Pengalaman Usahatani Petani Responden 16 Keragaan Hubungan Kemitraan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Dengan Mitra Usaha 17 Penerimaan Petani Mitra dan Non Mitra 18 Total Biaya Usahatani Tomat Petani Mitra dan Non Mitra 19 Pendapatan Usahatani Tomat Petani Responden Atas Biaya Tunai 20 Biaya Tidak Tunai Petani Responden 21 Pendapatan Usahatani Tomat Petani Responden Atas Biaya Total 22 Manfaat Bagi Petani Mitra 23 Manfaat Bagi Perusahaan Mitra 24 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra
4 5 6 29 36 38 38 39 40 41 44 46 47 48 48 55 57 58 59 61 61 64 65 67
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Kerangka Pemikiran Operasional Bagan Organisasi Koperasi Mitra Tani Parahyangan Alur Proses Produksi pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Kemitraan Koperasi Mitra Tani Parahyangan dengan Petani Mitra
32 44 49 56
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Produktivitas Rata-Rata Petani Responden Data Analisis Regresi Logistik Hasil Analisis Regresi Logistik Hasil Analisis Usahatani Petani Mitra Hasil Analisis Usahatani Petani Non Mitra
73 74 75 76 77
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu tujuan dari pembangunan pertanian di Indonesia adalah menumbuh kembangkan usaha pertanian di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan kata lain tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan besar dalam perekonomian nasional. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Indonesia berada pada sektor ini. Perjalanan pembangunan sektor pertanian di Indonesia sampai saat ini masih belum menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya dalam pembangunan nasional itu sendiri. Beberapa hal yang mendasari mengapa pertanian mempunyai peranan yang sangat penting antara lain yaitu potensi Sumber Daya Alam yang besar dan beragam, kontribusi terhadap pendapatan nasional yang cukup besar dan besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan bibit/benih, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk serta pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka dikatakan petani tersebut melakukan pertanian intensif atau yang dikenal sebagai agribisnis. Agribisnis sendiri terdiri dari tiga subsistem yaitu subsistem hulu, subsistem on farm dan subsistem hilir. Subsistem on farm merupakan salah satu bagian dari sistem agribisnis. Subsistem ini mencakup kegiatan produksi dalam pertanian. Pada subsistem ini input atau bahan baku akan digunakan oleh petani untuk mengusahakan usahatani. Komponen yang terdapat pada subsistem on farm meliputi kegiatan produksi (modal, teknologi, sumberdaya manusia). Dengan kata lain pada subsistem ini terbatas hanya pada proses produksi atau budidaya dan pelaku yang terlibat dalam proses ini adalah petani. Petani sebagai pelaku usaha pada umumnya memiliki empat permasalahan yang sering dihadapi, antara lain yang pertama adalah modal, kedua teknologi, ketiga informasi pasar serta keempat sumberdaya manusia yang terbatas. Permasalahan pertama yang sering dialami oleh petani dalam usahataninya adalah modal, permasalahan modal biasanya dialami ketika awal musim tanam, dalam hal ini petani pada umumnya kurang mampu dalam hal pengadaan input (sarana produksi). Sarana produksi yang baik akan menentukan hasil usahatani, jika sarana produksi yang digunakan mutunya kurang baik maka akan berdampak pada hasil panen yang kurang optimal. Permasalahan kedua adalah dalam hal tekologi budidaya. Menurut Bernadus dan Wiranata (2002), pada umumnya permasalahan yang sering dihadapi para petani tomat di Indonesia adalah teknologi budidaya, seperti pemilihan bibit, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta penanganan pasca panen. Misalnya yang terjadi pada mayoritas petani tomat di Kecamatan Bandungan, Provinsi Sumatera
2 Utara yang terancam gagal panen dan mengalami kerugian ratusan juta rupiah setelah tanaman tomat milik mereka mengalami layu mendadak. Petani mengaku tidak paham karena faktor apa tanaman tomatnya mendadak layu. Sebelum mengalami layu dan mati kering, tanaman tomat yang merupakan tumbuhan siklus hidup singkat tersebut terlebih dahulu mengalami gangguan pertumbuhan1. Lemahnya sikap petani dalam menanggapi trend atau keinginan pasar yang sedang terjadi merupakan permasalahan ketiga yang dialami petani. Kurangnya informasi pasar menyebabkan produk yang dihasilkan petani kurang memiliki daya saing. Dalam menghadapi persaingan di usaha yang semakin ketat, petani atau usaha kecil dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah. Permasalahan keempat adalah sumberdaya manusia yang terbatas, sebagian besar petani mengusahakan usahatani secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang bersifat turun menurun, terbatasnya sumberdaya manusia misalnya tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pengelolaan usaha yang dilakukan petani. Selain permasalahan tersebut, ketidakpastian harga jual saat panen juga menjadi permasalahan tersendiri bagi petani, jika harga jual hasil panen rendah, maka kemungkinan petani mengalami kerugian semakin besar. Misalnya pada kasus petani tanaman hortikultura khususnya tomat di sejumlah kecamatan di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa). Petani di daerah ini mengalami kendala harga hasil pertanian saat menjelang Natal dan Tahun Baru yang mengalami kemerosotan dan bahkan tidak diterima oleh pasar. Kemerosotan harga tomat tersebut juga dipicu banyaknya petani tomat melakukan panen secara bersamaan. Sementara tomat adalah salah satu jenis komoditas pertanian tak bisa bertahan lama2. Di satu sisi agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa sub-sistem, jika kegiatan masing-masing subsistem dilakukan oleh seseorang atau satu perusahaan saja, maka akan memerlukan dana yang sangat besar dengan tingkat risiko kerugian yang besar pula. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahanpermsalahan yang pada umumnya dihadapi oleh petani adalah dengan menjalin hubungan kerjasama atau kemitraan. Kerjasama atau kemitraan ini dapat dilaksanakan antar subsistem agribisnis, misalnya kerjasama antara petani dengan usaha menengah atau besar. Dalam hal ini petani bertindak sebagai produsen sedangkan perusahaan menengah atau besar dapat bertidak sebagai fasilitator sekaligus pemasar. Kemitraan agribisnis merupakan alternatif yang dapat diambil untuk mengatasi terpisahmya masing-masing subsistem agribisnis khususnya dalam rangka meningkatkan peran petani kecil. Kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki usaha kecil maupun usaha menengah atau besar, tujuannya adalah dapat memenuhi permintaan pasar secara terus menerus secara rutin (kontinyu) dengan kualitas yang baik. Kemitraan juga dapat mengatasi kesenjangan yang terjadi antara usaha kecil dengan usaha 1
Agung, R. Petani Bandungan Terancam Rugi Ratusan Juta. http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/01/01/139947/Petani-BandunganTerancam-Rugi-Ratusan-Juta. Diakses 26 Februari 2013 2 Petani Tobasa Sedih, Tomat Tak Laku. http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/12/11/1174/petani_tobasa_sedih_tomat_tak_la ku/#.USyNQfIbzIU. Diakses 26 Februari 2013.
3 menengah atau besar, misalnya dalam hal keuntungan. Melalui kemitraan ketidakseimbangan margin share (pembagian keuntungan) antara perusahaan besar dengan usaha kecil atau petani diharapkan dapat teratasi. Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep Supply Chain Management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing. Dalam bidang pertanian perubahan pola konsumsi, arus pasar global, serta peningkatan inovasi teknologi pertanian diperlukan guna meningkatkan produksi dan volume perdagangan hasil pertanian. Hal tersebut didukung oleh peningkatan volume ekspor dan semakin banyaknya supermarket di dalam negeri mendorong pengusaha untuk dapat memenuhi permintaan pasar secara kontinyu. Menjaga pasokan adalah kendala tersendiri yang dihadapi perusahaan pemasok (supplier), dimana pasokan yang kontinyu menjadi hal yang harus dapat dilakukan oleh supplier, hal ini yang mendorong supplier untuk untuk melakukan kerjasama dengan petani. Kerjasama antar perusahaan dalam jejaring bisnis menjadi suatu isu penting bagi perusahaan karena integrasi ini memungkinkan perusahaan untuk memperoleh keunggulan kompetitif melalui penciptaan nilai pelanggan superior dan memperbaiki proses bisnis mereka (Anatan, L dan Lena Ellitan, 2008). Kemitraan dalam bidang pertanian merupakan kerjasama antara usaha kecil (petani) dengan usaha menengah atau besar yang disertai pembinaan dan pengembangan dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam kemitraan dengan anggota/mitranya adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok atau petani mitra, peningkatan skala usaha, menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra. Pola kemitraan yang tepat antara perusahaan besar atau menengah dengan petani kecil akan sangat menentukan kerjasama yang berkelanjutan seperti yang diharapkan. Dalam hubungan kerjasama dua pihak atau lebih umumnya ditemukan kontrak kerjasama, dengan adanya kontrak kerjasama dalam kemitraan diharapkan dapat memperkecil risiko ketidakpastian harga dan ketidakpastian pasar yang sering dihadapi petani atau usaha kecil. Sistem ini dapat menerobos berbagai kendala yang dihadapi sektor pertanian. Adanya kemitraan terutama dalam usaha pertanian diharapkan permasalahan seperti modal, teknologi yang digunakan, ketidakpastian pasar dan harga serta keterbatasan sumberdaya manusia tidak lagi menjadi masalah bagi petani atau usaha kecil. Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang berperan dalam perekonomian. Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Hal ini terlihat dari volume ekspor komoditas hortikultura yang meningkat menjadi 491.304 ton pada tahun 2011 dari sebelumnya 379.739 ton pada tahun 2009 (deptan, 2012). Pengelolaan usahatani hortikultura secara agribisnis dapat meningkatkan pendapatan petani dengan skala usaha yang kecil, karena nilai ekonomi komoditas hortikultura yang tinggi. Produk hortikultura terbesar adalah buah-buahan, diikuti sayuran dan tanaman
4 hias. Menurut Menteri Pertanian Suswono produksi komoditas hortikultura Indonesia dari tahun 2005 hingga 2009 juga menunjukkan trend yang positif. “Produksi buah 18,3 juta ton, meningkat dari 14,7 juta ton. Produksi sayur 10,3 juta ton, naik dari 9,1 juta ton pada tahun 2005,” ungkap Mentan. Demikian pula dengan komoditas biofarmaka produksinya meningkat sebanyak 39,2 persen, dari 342,4 juta ton pada tahun 2005 menjadi 476,5 juta ton pada tahun 2009. Sementara itu, komoditas tanaman hias mengalami peningkatan yang cukup fluktuatif, yaitu pada tahun 2005 produksinya mencapai 173,2 juta ton, kemudian menurun di tahun berikutnya menjadi 166,7 juta ton. Pada tahun 2009 produksinya kembali meningkat hingga menyentuh angka 262,3 juta ton. Peningkatan produksi tersebut, menurut Mentan, untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan akibat dari terus bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, peningkatan kesejahteraan, dan semakin meningkatnya tingkat kesadaran penduduk terhadap manfaat buah dan sayur bagi kesehatan3. Salah satu sifat dari komoditi hortikultura adalah mudah atau cepat mengalamai kebusukan (perishable). Dari pemanenan hingga ke pemasaran hasil tanaman holtikultura memerlukan penanganan dengan cermat dan efisien. Tomat adalah salah satu komoditas hortikultura dan merupakan jenis sayuran non lokal yang permintaannya semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk serta semakin banyaknya variasi makanan olahan sayuran. Tabel 1 menunjukkan jumlah produksi tomat di beberapa wilayah. Pada empat wilayah di tahun 2010 sampai tahun 2011 terjadi peningkatan produksi tomat, kecuali Jawa Tengah yang mengalami penurunan sebesar 4,52 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat konsumsi atau permintaan masayarakat akan komoditas tomat semakin meningkat. Tabel 1 Produksi Tomat Menurut Provinsi, 2007 - 2011*) No.
Tahun (Ton)
Provinsi
Pertumbuhan
2008
2009
2010
2011*
2010-2011* (%)
1
Jawa Barat
269.404
309.653
304.774
354.832
16,42
2
Sumatera Utara
69.134
90.147
84.353
93.387
10,71
3
Jawa Timur
46.046
56.626
56.342
67.646
20,06
4
Jawa Tengah
55.475
61.303
76.462
73.009
-4,52
5 Sulawesi Utara 27.194 39.421 28.303 28.882 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura Diolah Keterangan : *) Angka sementara
2,05
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi hortikultura. Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 52%. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,80% disusul sektor perdagangan sekitar 24,62%. Sebagai daerah agraris yang pembangunananya 3
Meningkatkan Daya Saing Produk Hortikultura : http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&task=view&id=347&Itemid=42. Diakses 14 Februari 2013.
5 bertumpu pada sektor pertanian, kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur. Kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara, di kedua Kecamatan ini didominasi oleh tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah ini juga setiap hari belasan ton sayur mayur dipasok ke Jabotabek 4. Beberapa supplier produk hortikultura di wilayah Cianjur mendistribusikan sayuran melalui Sub Terminal Agribisnis yang berada di Jalan Raya Cigombong, Pacet, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Adapun tujuan pasar swalayan yang melalui Sub Terminal Agribisnis dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Tujuan Pasar Swalayan Sub Terminal Agribisnis. No.
Nama Kelompok
Ketua
Pasar Tujuan
Volume (ton/hari)
• Lion Super Indo Supermarket
1
2
3
Putra Cianjur Mandiri (PCM)
Sun Farm / Agro Segar Ciasmay Serunni Agrocultur (CSA)
Ujang Majudin
Harianto, St
Sisilia Pakasi
• Hari-Hari Supermarket, • Tip-Top Swalayan, • Aneka Buana Supermarket • PT. Makro Indonesia, • Restoran Dapur Sunda, • PT. Grelindo, • Grenlucky Store Spesialis supermarket dan restoran Korea Giant Supermarket
• Catring Pengeboran Minyak, • ACS/ Catring Pesawat Garuda, 4 I.C. Logistic Fery • Restoran Saung Kuring, • Bakmi Gajah Mada Asep T. • PT. Makro Indonesia, 5 Pada Boga Gunawan • Supermarket Jogja Mangga Dua. 6 Fresh Potato Hari-hari Supermarket Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Cianjur Tahun 2011
2
2
2
2
2,5 2
Tabel 2 memperlihatkan volume pasokan sayuran yang didistribusikan oleh enam supplier ke beberapa pasar modern, restoran, dan katering melalui Sub Terminal Agribisnis Cianjur. Rata-rata permintaan sayuran adalah satu sampai dua setengah ton per hari. Sayuran yang didistribusikan melaui Sub Terminal Agribisnis ini diantaranya adalah daun bawang, seledri, tomat, sawi putih. Dilihat dari permintaan akan sayuran yang cukup tinggi tersebut mengindikasikan Kabupaten Cianjur memiliki iklim dan kondisi yang cocok untuk mengusahakan sayuran. Kecamatan Warungkondang adalah salah satu kecamatan di Cianjur yang menjadi sentra produksi sayuran selain kecamatan Pacet dan Sukanagara, tepatnya berada di Desa Tegallega. Ratusan kilogram sayuran dihasilkan setiap hari dari desa ini, dan salah satu komoditas unggulan yang banyak diusahakan di daerah ini adalah tomat. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 3 tentang produktivitas 4
Sekilas Cianjur : http://cianjurkab.go.id/Content_Nomor_Menu_15_3.html. [15-02-2013]
6 sayuran Desa Tegallega bahwa produktivitas tomat mencapai 14 ton/ha dengan luas panen mencapai 8 hektar. Tabel 3 Produktivitas sayuran di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang MT. 2011/2012 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Komoditi Tomat Jagung Sawi Kubis Wortel Kacang Buncis Kacang Panjang Bawang Merah Bawang Daun
Luas (ha) 8 2 5 2 8 5 2 5 4
Produktivitas (ton/ha) 14 7 14 12 16 12 5,5 4,8 4,5
Produksi (ton) 112 14 70 24 135 84 40 24 18
Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Warungkondang (2013)
Dalam menjalankan usaha tomat, petani tentunya akan dihadapkan pada risiko usaha yag terkait dengan fluktuasi harga dan gangguan hama dan penyakit. Selain itu petani juga dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu untuk dapat mengembangkan usahataninya petani akan membutuhkan kerjasama dengan pihak lain guna melancarkan setiap proses usahatani tersebut. Salah satu kerjasama yang dapat dilakukan petani adalah melalui suatu wadah berbentuk koperasi. Salah satu wujud kerjasama yang dilakukan petani dalam suatu wadah berbentuk koperasi di Kecamatan adalah kerjasama yang dilakukan antara Koperasi Mitra Tani Parahyangan dengan petani anggotanya. Kerjasama tersebut salah satunya dilandasi dengan tujuan yang sama yaitu meningkatkan kesejahteraan bersama. Dengan adanya kerjasama yang baik antara koperasi dengan para anggotanya diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Perumusan Masalah Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat terlepas dari komunitasnya dan setiap orang tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain. Begitu juga dengan suatu organisasi atau sebuah perusahaan tidak mungkin dapat melakukan setiap aktivitasnya sendiri tanpa berhubungan dengan pihak lain yang dapat mendukung kegiatannya. Menjalin kerjasama atau kemitraan merupakan suatu pilihan yang logis, karena untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang baik dalam jumlah yang besar kecil kemungkinannya dapat dilakukan sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Menurut Purnaningsih (2007) kemitraan diharapkan dapat mengatasi berbagai kendala yang dihadapi oleh petani seperti keterbatasan modal dan teknologi, mutu produk yang masih rendah, dan masalah pemasaran serta berbagai alasan melatarbelakangi petani melakukan kemitraan dengan pihak lain. Alasan yang paling mendasari petani melakukan kemitraan yaitu terjaminnya pasar. Alasan-alasan lainnya, yaitu tersedianya bibit atau benih, produktivitas lebih
7 tinggi, ada kegiatan pendampingan, mengikuti petani lain, tersedianya pupuk, dan diajak petugas pendamping. Namun pada kenyataannya, penerapan kemitraan di lapangan sering menghadapi masalah, baik yang berasal dari petani maupun dari pihak perusahaan yang menyebabkan kemitraan yang dibangun tidak dapat berlanjut karena ada pihak yang dirugikan5. Penelitian tentang analisis kemitraan perusahaan agribisnis dengan petani penting dilakukan karena dua hal pokok. Pertama, berkaitan dengan keefektifan integrasi kerjasama petani dengan perusahaan dalam kemitraan agribisnis dalam mengembangkan potensi kedua belah pihak. Kedua, secara konseptual berkenaan dengan perkembangan kajian tentang kemitraan dalam bidang pertanian (Zaelani, 2008). Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan merupakan kelompok tani yang beralamat di Desa Tegalega, Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Kelompok Tani ini berdiri tahun 1998, saat ini memiliki 30 orang anggota dan telah mengusahakan berbagai jenis sayuran seperti tomat, brokoli, ketimun, kubis, sawi putih, jagung, wortel dan terong ungu panjang. Sebagian besar petani anggota Kelompok Tani ini mengusahakan komoditas tomat. Komoditas tomat menjadi pilihan sebagian besar anggota dikarenakan jumlah permintaannya tinggi. Permintaan yang tinggi menjadi peluang bagi petani untuk bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi pula, namun hal tersebut juga merupakan tantangan bagi petani untuk berani mengambil risiko dalam usahataninya. Adanya fluktuasi produksi serta ketidakpastian harga jual menjadi risiko yang harus dihadapi oleh petani. Selain itu petani juga dihadapkan dengan permasalahan modal, teknologi, informasi pasar serta sumberdaya manusia yang terbatas seperti telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu lembaga atau perusahaan yang mau menaungi, membantu petani dalam usahatani atau pemasaranya sehingga efisiensi dan efektifitas produksi dapat dicapai. Dengan tujuan mensejahterakan bersama, melalui kemitraan diharapkan petani dapat meningkatan produktivitas dan kualitas produk sebagai akibat dari kemampuan petani dalam penguasaan teknologi dan manajemen, tanpa khawatir dengan pemasaran dan harga. Akses pasar yang terjamin akan mendukung adanya peningkatan pendapatan. Dengan kemitraan juga diharapkan dapat mempertahankan proses produksi dan memenuhi permintaan konsumen karena terjaminnya kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk. Koperasi Mitra Tani Parahyangan merupakan koperasi yang bergerak di bidang hortikultura, yaitu menjadi pemasok ke sejumlah pasar modern di wilayah Jabodetabek dan pasar tradisional di sekitar Cianjur. Koperasi ini terletak di Kampung Padakati, Desa Tegallega Kecamatan Warungkondang. Komoditas yang sudah diusahakan koperasi ini kurang lebih sudah mencapai 138 komoditas yang terdiri dari komoditas hortikultura dan komoditas pangan. Beberapa produk unggulan Koperasi Mitra Tani Parahyangan diantaranya adalah tomat, ketimun, jagung, wortel, terong ungu panjang, sawi putih dan brokoli. Tomat adalah salah satu komoditas unggulan yang permintaannya paling tinggi, seperti telah disebutkan diatas bahwa rata-rata permintaan sayuran untuk pasar modern mencapai 1,5–2 ton setiap harinya. 5
Purnaningsih N. 2007. Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan. ac.id/jurnalpdf/edisi3-4.pdf. [21-12-2012]
http://jurnalsodality.ipb.
8 Angka permintaan sayuran yang besar dan adanya tuntutan konsumen terhadap mutu produk yang baik menjadi masalah tersendiri yang dihadapi koperasi. Selain itu terbatasnya lahan dan adanya fluktuasi produksi mendorong koperasi untuk menjalin kerjasama/kemitraan dengan banyak petani terutama petani sayuran guna menjaga pasokan yang kontinyu ke pasar modern yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Saat ini, Koperasi Mitra Tani Parahyangan sudah memiliki 329 anggota/mitra. Kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan yang sering dihadapi petani, dalam hal ini khususnya anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam melaksanakan usahataninya. Koperasi Mitra Tani Parahyangan diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan petani seperti modal dan teknologi yang digunakan, dapat menjamin pemasaran serta mengatasi ketidakseimbangan margin share antara petani kecil dan perusahaan dengan skala yang lebih besar. Bagi koperasi melalui kemitraan dengan petani, diharapkan permintaan sayuran terutama komoditas tomat dapat tepenuhi. Adanya kemitraan atau kerjasama antara petani dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi petani sesuai dengan tujuan dari pembangunan pertanian dan tujuan dari pelaksanaan kemitraan itu sendiri. Berdasarkan pengamatan di lapangan, harga hasil panen yang diterima petani dengan menjalin kemitraan (petani mitra) akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga hasil panen yang diterima petani jika tidak menjalin kemitraan (petani non mitra). Pertanyaan selanjutnya adalah apakah tingkat harga yang lebih tinggi tersebut akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani petani mitra. Menurut pihak Koperasi manfaat yang dapat dirasakan petani mitra dengan adalah mendapatkan jaminan pemasaran, adanya kestabilan harga jual, dan mendapatkan pembinaan dalam teknologi budidaya. Sedangkan manfaat bagi Koperasi dengan adanya kemitraan adalah memperoleh jaminan kontinuitas produk, adanya jaminan harga beli jika dibandingkan dengan membeli dari petani bukan mitra, serta kualitas produk yang lebih baik dari pada produk yang dihasilkan petani bukan mitra. Berdasarkan hal tersebut maka timbul pertanyaan bagaimana manfaat kemitraan tersebut dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Apakah kedua belah pihak sudah merasakan manfaat yang seharusnya diperoleh dengan adanya kemitraan secara maksimal. Pada kenyataannya tidak semua petani di sekitar koperasi memilih bermitra, sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa ada petani yang memilih untuk tidak menjalin kemitraan. Fakta tersebut bertolak belakang jika dilihat dari teori tentang kemitraan yang seharusnya memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang bermitra. Keputusan petani untuk melakukan kemitraan dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertanyaan selanjutnya adalah faktor apa yang menyebabkan petani memilih tidak menjalin kemitraan. Hubungan kemitraan yang sudah terjalin antara petani dengan Koperasi selama ini masih belum dilihat faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan kemitraan. Pentingnya mengetahui faktor-faktor tersebut adalah untuk membuat strategi dalam upaya meningkatkan hubungan kemitraan yang berkelanjutan antara petani dengan Koperasi. Berdasarkan uraian diatas masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
9 1. Bagaimana pendapatan usahatani petani yang bermitra dan yang belum bermitra? 2. Bagaimana manfaat kemitraan bagi petani mitra dan Koperasi Mitra Tani Parahyangan sebagai perusahaan mitra? 3. Apa yang mempengaruhi petani untuk melakukan kemitraan?
Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pendapatan usahatani petani mitra dan petani non mitra. 2. Menganalisis manfaat kemitraan bagi petani mitra dan Koperasi Mitra Tani Parahyangan. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk bermitra.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna : 1. Bagi penulis sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang kemitraan agribisnis. 2. Bagi koperasi Mitra Tani parahyangan beserta pihak-pihak yang terkait dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan kemitraan yang berkelanjutan. 3. Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan kemitraan usaha-usaha yang terkait. 4. Sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan difokuskan pada kemitraan yang dilakukan oleh Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang mengusahakan komoditas tomat dan petani non mitra yang berada di sekitar koperasi
TINJAUAN PUSTAKA Tomat (Lycopersicon esculentum) Kata tomat merupakan kata serapan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa suku Astek (salah satu suku indian). Tomat berasal dari kata “xitomate", kata tersebut memberikan petunjuk bahwa tamanan tomat bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman tomat berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Tomat merupakan tumbuhan siklus hidup singkat, dapat tumbuh setinggi 1 sampai 3 meter. Tomat merupakan keluarga dekat dari kentang.Tomat
10 sampai di Indonesia dibawa oleh orang belandadan mulai dibudidayakan pada tahun 1961. Daerah pengembangannya pada masa itu antara lain di Lembang, Pangalengan, Bandung, Tanah Karo, Salatiga dan Magelang, kemudian menyebar dan berkembang terutama di Pulau jawa. Tomat dikenal sebagai bahan sayur dan bumbu, serta sering dimanfaatkan sebagai buah segar atau bahan minuman sehat. Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran yangg mengandung vitamin A dan vitamin C cukup tiinggi, serta hampir semua bagiannya dapat dimakan (Pitoyo, 2005). Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur pendek, artinya umur tanaman hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Dalam buah tomat juga terdapat zat pembangun jaringan tubuh dan zat yang dapat meningkatkan energi. Tanaman tomat sangat dikenal masyarakat dan digemari karena rasanya yang manis-manis asam dapat memberikan kesegaran pada tubuh dan cita rasanya yang berbeda dengan buah-buahan lainnya. Bahkan kelezatan rasa buah tomat mi juga dapat menambah cita rasa dan kelezatan berbagai macam masakan. Kegunaannya sebagai penyedap masakan hanya sedikit, namun ketersediaannya tetap di dambakan sepanjang masa. Klasifikasi tanaman tomat adalah dari Divisi : Spermatophyta, Anak divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Solanales, Famili : Solanaceae, Genus : Lycopersicorn, Spesies : Lycopersicon esculentum Mill. Permasalahan Petani atau Usaha Kecil Menurut Hafsah (2004) pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi6 : Faktor Internal 1. Kurangnya Permodalan Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. 2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM tersebut, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. 6
Hafsah, M. J. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). http://www.smecda.com/deputi7/file_infokop/edisi%2025/pengemb_ukm.pdf [21-12-2012]
11
3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik. Faktor Eksternal 1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar. 2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. 3. Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fashion dan kerajinan dengan lifetime atau umur produk yang pendek. 4. Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional. Manfaat dan Alasan Kemitraan Menurut Purnaningsih (2007) kemitraan diharapkan dapat mengatasi berbagai kendala yang dihadapi oleh petani seperti keterbatasan modal dan teknologi, mutu produk yang masih rendah, dan masalah pemasaran. Berbagai alasan melatarbelakangi petani melakukan kemitraan dengan pihak lain. Alasan yang paling mendasari petani melakukan kemitraan yaitu terjaminnya pasar. Alasan-alasan lainnya, yaitu tersedianya bibit atau benih, produktivitas lebih tinggi, ada kegiatan pendampingan, mengikuti petani lain, tersedianya pupuk, dan diajak petugas pendamping. Berdasarkan penelitian tentang kemitraan agribisnis pernah dilakukan oleh Purnaningsih (2007) mengenai adopsi inovasi pola kemitraan agribisnis sayuran di provinsi Jawa Barat dan Zaelani, A (2008) tentang manfaat kemitraan yang dilaksanakan oleh PT Pupuk Kujang dengan kelompok tani Sri Mandiri Desa Majalaya, Karawang Jawa Barat. Hasil kedua penelitian ini menyimpulkan bahwa
12 manfaat ekonomi yang diperoleh petani dari pola kemitraan adalah pendapatan yang lebih tinggi, harga yang lebih pasti, produktivitas lahan lebih tinggi, penyerapan tenaga kerja dan modal yang lebih tinggi, dan risiko usaha ditanggung bersama. Manfaat teknis yang diperoleh petani yaitu penggunaan teknologi yang lebih baik sehingga mutu produk menjadi lebih baik. Manfaat sosial yang diperoleh petani adalah ada kesinambungan kerjasama antara petani dan perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul, serta pola kemitraan mempunyai kontribusi terhadap kelestarian lingkungan. Keterlibatan petani dalam pola kemitraan juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani, dimana pendapatan yang diperoleh dari usahatani kemitraan memberi sumbangan yang sangat signifikan terhadap pengeluaran total. Pamudyani (2002) melakukan penelitian tentang manfaat koperasi dalam kemitraan, yang menjelaskan secara khusus bahwa koperasi dapat memberikan manfaat ekonomi yang berupa peningkatan pendapatan anggotanya. Berdasarkan penelitian Pramudyani pada KUD Mojosongo, ternyata koperasi tersebut cukup berperan dalam upaya peningkatan pendapatan anggota peternak sapi perah. Hal tersebut tercermin dari pemberian subsidi konsentrat sehingga harganya menjadi lebih murah untuk menekan biaya produksi. Selain itu KUD Mojosongo juga memberikan fasilitas yang berupa pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan kebuntingan, pemberian obat cacing secara cuma-cuma serta fasilitas inseminasi buatan yang lebih murah. Peran KUD Mojosongo dalam peningkatan pendapatan anggotanya ini dianalisis dengan membandingkan pendapatan bersih atas biaya total maupun rasio R/C, peternak yang menjadi anggota KUD dan peternak non anggota. Penelitian yang dilakukan oleh Iftahuddin (2005) yang mengkaji kemitraan petani udang windu di desa Banjar Panji, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur dengan PT. Atina. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa manfaat kemitraan bagi petani mitra antara lain peningkatan penerimaan, tambak bersertifikat organik, dan bimbingan teknis budidaya tambak organik. Sedangkan manfaat bagi PT. Atina antara lain pasokan bahan baku terpenuhi, kemudahan memasuki pasar udang internasional, dan investasi untuk kemitraan tidak teralulu besar. Namun hasil bertentangan diperoleh dari analisis imbangan penerimaan dan biaya diketahui bahwa rasio R/C atas biaya tunai dan atas biaya total, disimpulkan bahwa kegiatan usahatani petani non mitra lebih efisien dibandingkan petani mitra karena biaya yang dikeluarkan petani mitra jauh lebih besar dibandingkan petani non mitra. Nugraha (2012) mengkaji peran kemitraan serta pengaruhnya terhadap pendapatan pada Rimba Jaya Mushroom dengan petani jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi, Bogor. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pola kemitraan yang dijalankan oleh Rimba Jaya Mushroom yaitu pola inti plasma dimana Rimba Jaya Mushroom sebagai inti dan petani mitra sebagai plasma. Manfaat yang diterima Rimba Jaya Mushroom yaitu adanya anggota mitra usaha yang loyal terhadap perusahaan sehingga kebutuhan pasokan jamur dapat terpenuhi, sedangkan untuk petani mitra yaitu memperoleh jaminan pasar, bimbingan pemeliharaan baglog/transfer teknologi, dan baglog yang berkualitas. Dari keseluruhan perhitungan usahatani antara petani mitra dan non mitra, pendapatan petani mitra lebih besar dari pada petani non mitra.
13 Namun manfaat seperti peningkatan pendapatan terkadang tidak tercapai dalam suatu kemitraan. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian Cahyono, Bayu et al (2007). Manfaat pelaksanaan kemitraan bagi PT Aqua Farm Nusantara adalah untuk menjaga kekontinuan suplai bahan baku. Sedangkan bagi petani mitra, kemitraan dapat membantu petani dalam pengadaan benih dan pakan (input), serta keterjaminan pasar dan kepastian harga. Hasil yang serupa dilakukan oleh Astria (2011) mengenai analisis kemitraan antara petani tebu dengan pabrik gula Karangsuwung. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa tujuan pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan oleh petani tebu dengan pabrik gula Karangsuwung adalah untuk memperoleh keuntungan di bidang industri gula. Namun berdasarkan hasil analisis R/C Rasio atas biaya tunai dan biaya total disimpulkan dengan mengikuti kemitraan, petani mitra mengalami kerugian. Kerugian yang dialami petani mitra dikarenakan adanya biaya transaksi yang mahal. Penelitian lain dilakukan Sinulingga (2009) mengenai evaluasi terhadap kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil. Penelitian ini menyimpulkan pola kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil adalah dana kemitraan yang bersumber dari penyisihan laba PTPN III disalurkan sebagai pinjaman berupa modal kerja untuk membiayai hal-hal yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan. Kemitraan yang terjalin terikat secara non-formal artinya tidak ada perjanjian yang mengikat secara tertulis, tetapi karena adanya kepercayaan dari pihak yang bermitra. PT. Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil memiliki peran masing-masing dalam kemitraan ini. Kendala Dalam Kemitraan Kemitraan antara perusahaan dengan petani banyak tidak selalu berjalan sesuai harapan atau mengalami kendala, hal ini bisa disebabkan kedua belah pihak belum sepenuhnya menjalankan isi perjanjian kemitraan. Adanya masalah yang timbul terkadang menyebabkan tidak berlanjutnya kemitraan tersebut. Hal ini dapat menghambat kesinambungan dan kemajuan sistem agribisnis. Beberapa kelemahan yang menjadi hambatan antara lain (Sumardjo, et al, 2004) : 1. Lemahnya posisi petani karena kurangnya kemampuan manajerial, wawasan, dan kemampuan kewirausahaan. Kondisi ini mengakibatkan petani kurang dapat mengelola usahatani secara efisien dan profesional. 2. Keterbatasan petani dalam bidang permodalan, teknologi, informasi, dan akses pasar. Kondisi ini menyebabkan pengelolaan usahatani kurang mandiri sehingga mudah tersubordinasi oleh kepentingan pihak lain yang lebih kuat. 3. Kurangnya kesadaran pihak perusahaan agribisnis dalam mendukung permodalan petani yang lemah. Hal ini menyebabkan petani menjadi kesulitan mengembangkan produk usahatani sesuai dengan kebutuhan pasar. Selain itu, penerapan pola konsinyasi dalam pembayaran perusahaan terhadap produk petani melemahkan hubungan kemitraan agribisnis. Hal tersebut dikarenakan pola konsinyasi akan menambah beban modal dari pembayaran sehiingga semakin membebani petani.
14 4. Informasi tentang pengembangan komoditas belum meluas di kalangan pengusaha. Keadaan ini menyebabkan kurangnya calon investor akan menanamkan investasiya di bidang agribisnis. Selain itu, jaminan (insurance) atas tingginya risiko usaha agribisnis masih kurang. 5. Etika bisnis kemitraan yang berprinsip win-win solution di kalangan investor agribisnis di daerah masih belum berkembang sesuai dengan dunia agribisnis. 6. Komitmen dan kesadaran petani terhadap pengendalian mutu masih kurang. Hal tersebut mengakibatkan mutu komoditas yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. Penelitian Cahyono, Bayu et al (2007) tentang Kajian Program Kemitraan Usaha (Kasus PT Aqua Farm Nusantara dengan Kelompok Tani Ikan di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian ini menyimpulkan pola kemitraan yang diterapkan PT Aqua Farm Nusantara dengan petani mitra adalah kerjasama operasional agribisnis (KOA). Dari penelitian ini, ditemukan beberapa kendala selama kemitraan berlangsung, yaitu proses pengiriman benih ikan yang kurang baik, terjadinya penjualan ikan nila ke luar perusahaan, pembayaran hasil panen mitra yang terlalu lama dan tidak adanya kontrak kerja tertulis antara pihak perusahaan dengan petani mitra yang mempunyai kekuatan hukum, serta kendala teknis pada budidaya ikan nila program kemitraan. Berdasarkan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total program kemitraan, secara umum diperoleh pendapatan petani mitra lebih kecil dari pada petani non mitra. Menurut Purnaningsih (2007) pada kenyataannya, penerapan kemitraan di lapangan sering menghadapi masalah, baik yang berasal dari petani maupun dari pihak perusahaan yang menyebabkan kemitraan yang dibangun tidak dapat berlanjut karena ada pihak yang dirugikan7. Marliana (2008), dalam penelitiannya mengkaji tentang Analisis Manfaat dan Faktor-fakor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce di PT Saung Mirwan. Menyebutkan bahwa kendala yang dialami perusahaan yaitu pertama terbatasnya tenaga penyuluh sehingga kunjungan penyuluh dirasakan masih kurang optimal. Kedua pengadaan bibit yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kemitraan. Sulitnya dalam pengadaan bibit menjadi penghambat dalam proses budidaya dan seringnya terjadi keterlambatan bibit. Sebagian petani juga ada yang merasa dirugikan dalam penerimaan hasil panen yaitu hasil panen petani masuk ke petani lain. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjadi Mitra Keputusan seseorang atau individu untuk menjalin suatu kerjasama dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu berasal dari dalam diri seseorang yang menyangkut motivasi, dan kebutuhan. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh dari lingkungan seperti himbauan pemerintah sekitar. Kemitraan merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan dua pihak atau lebih. dalam menjalin kemitraan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi. Dalam 7
Purnaningsih N. 2007. Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan. ac.id/jurnalpdf/edisi3-4.pdf. [21-12-2012]
http://jurnalsodality.ipb.
15 kemitraan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan yang diambil oleh petani. Beberapa yang mendorong adanya kemitraan misalnya jaminan kualitas produk, perluasan pasar, transfer teknologi, umur, tingkat pendidikan, dan modal. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi keputusan seseorang atau perusahaan untuk menjalankan atau tidak menjalankan hubungan kemitraan. Penelitian tentang faktor-fakor yang mempengaruhi keputusan petani terhadap pelaksanaan kemitraan diantaranya dilakukan oleh Marliana (2008), yang mengkaji tentang Analisis Manfaat dan Faktor-fakor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce di PT Saung Mirwan. Hasil analisis regresi logistik dengan memasukkan tujuh variabel yaitu umur, pengalaman usahatani, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, luas lahan dan produktivitas. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa terdapat tiga peubah bebas yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Ketiga variabel tersebut yaitu variabel, pengalaman, pendidikan terakhir, dan produktivitas. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan menjadi mitra yaitu variabel jumlah umur, anggota keluarga, pendapatan, dan luas lahan. Oktavia (2011) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kemitraan petani dan penyuling akar wangi di Kabupaten Garut dengan variabel bebas yang diteliti adalah komunikasi, kerjasama, kepercayaan, komitmen, saling ketergantungan, dan hubungan nilai. Variabel bebas yang signifikan berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 90% adalah hubungan nilai. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan budaya antara petani dan penyuling akar wangi. Pada kasus dalam penelitian ini, para petani dan penyuling yang tergabung dalam suatu kelompok tani biasanya memiliki tempat tinggal yang berdekatan. Hubungan kemitraan juga dipengaruhi oleh faktor komitmen. Pada kemitraan di bisnis akar wangi masih ada petani yang melanggar komitmennya dengan menjual hasil panennya kepada penyuling lain. Hal tersebut membuat hubungan kemitraan yang dijalankan tidak berjalan sesuai harapan. Hubungan kemitraan yang telah dibangun dalam suatu kelompok tani dapat dikelola dengan meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemitraan tersebut agar pelaksanaan kemitraan dapat berjalan dengan baik dan dapat memberikan hasil yang optimal kepada para pelaku kemitraan. Santy (2008) melakukan penelitian untuk beberapa variabel yang diduga berpengaruh terhadap keputusan petani menjadi anggota KOPTAN Mitra Sukamaju. Variabel tersebut adalah umur, pengalaman, pendidikan, produktivitas, luas lahan dan pendapatan. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik yang diperoleh, disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi anggota KOPTAN Mitra Sukamaju ada dua faktor, yaitu lamanya pengalaman bertani dan produktivitas yang dihasilkan petani. Pengalaman berkorelasi positif. Artinya semakin lama pengalaman petani dalam bertani paprika, maka petani tersebut akan cenderung mengambil keputusan untuk tetap menjadi anggota KOPTAN Mitra Sukamaju. Hasil tersebut bertolak belakang dengan dugaan sebelumnya bahwa pengalaman usahatani akan berkorelasi negatif dengan keputusan petani menjadi anggota. Hal tersebut dikarenakan dengan semakin lama pengalaman petani, maka petani akan semakin paham dalam menjalankan usahatani paprika. Sedangkan produktivitas berkorelasi negatif dengan keputusan petani untuk tetap menjadi anggota KOPTAN Mitra Sukamaju.
16 Artinya semakin tinggi produktivitas, maka petani cenderung untuk tidak menjadi anggota KOPTAN Mitra Sukamaju. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi produktivitas, kemungkinan petani tersebut sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang budidaya paprika dan sudah cukup menguasai teknologi budidaya, sehingga petani merasa tidak perlu lagi bergabung dengan KOPTAN Mitra Sukamaju. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Secara umum berdasarkan literatur dan penelitian sebelumnya yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa alasan adanya kemitraan diantaranya adalah untuk menjaga pasokan bahan baku agar bisa kontinyu, mengatasi permasalahan modal, guna manjamin kepastian pasar, dan adanya peningkatan mutu produk serta pendapatan. Permasalahan yang dihadapi usaha kecil dalam hal ini khususnya petani terdiri dari faktor internal dan eksternal kompleks. Masalah internal adalah yang bersumber dari diri petani sendiri sedangkan faktor eksternal adalah yang bersumber dari kebijakan pemerintah dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu diperlukan adanya peran dari berbagai pihak dalam bentuk kemitraan sehingga permasalahan yang dihadapi oleh usaha kecil tersebut dapat diatasi dengan saling menguntungkan satu sama lain pada masing-masing pihak yang bermitra. Manfaat dan alasan para pelaku kemitraan memiliki motivasi yang berbedabeda. Kerjasama yang dijalin diharapkan akan memberikan manfaat dan keuntungan bagi kedua belah pihak. Kemitraan antara perusahaan dengan petani banyak tidak selalu berjalan sesuai harapan, ini bisa disebabkan kedua belah pihak belum sepenuhnya menjalankan isi perjanjian kemitraan. Walaupun demikian banyak manfaat yang dapat diambil dari kerjasama tersebut. Manfaat yang diperoleh petani dari adanya kemitraan adalah pendapatan yang lebih tinggi, harga yang lebih pasti, produktivitas lahan lebih tinggi, penyerapan tenaga kerja dan modal yang lebih tinggi, dan risiko usaha ditanggung bersama, penggunaan teknologi yang lebih baik sehingga mutu produk menjadi lebih baik serta menumbuhkan rasa saling percaya yang mendukung terjadinya kesinambungan kerjasama. Keputusan petani dalam menjalin kemitraan dipengaruhi oleh beberapa faktor, berdasrkan penelitian sebeumnya faktor yang memiliki pengaruh terhadap petani dalam memilih kemitraan diantaranya adalah pengalaman usahatani, produktivitas, hubungan nilai serta komitmen. Sedangkan faktor umur, tingkat pendidikan, luas lahan dan pendapatan tidak berpengaruh terhadap keputusan petani untuk menjalin kemitraan. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian terdahulu yang telah diungkapkan menunjukkan bahwa program kemitraan belum tentu berjalan sesuai dengan harapan petani mitra, karena harapan untuk memperoleh pendapatan usahatani yang lebih besar dari pendapatan petani non mitra belum tentu bisa tercapai dikarenakan beberapa hal serta adanya kendala-kendala dalam kemitraan yang dijalankan. Berbagai kendala yang harus dihadapi bisa berasal dari petani maupun perusahaan mitra. Dari penelitian terdahulu, kendala yang berasal dari petani misalnya pada aspek budidaya yang berdampak pada mutu produk, dan
17 adanya petani yang menjual hasil usahataninya ke pihak lain yang bukan mitra. Tidak adanya kontrak kerjasama tertulis yang berkekuatan hukum menjadi celah salah satu bagi pihak yang bermitra tidak menjalankan etika bisnis. Sedangkan kendala yang berasal dari perusahaan mitra antara lain keterlambatan dalam pengadaan bibit bagi petani dan pembayaran hasil panen yang terlalu lama. Beberapa penelitian yang relevan dengan topik kemitraan terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang dilakukan, yaitu dalam penentuan lokasi dan objek yang diteliti. Penulis mengambil topik mengenai Analisis Kemitraan Petani pada Koperasi Mitra tani Parahyangan. Penelitian ini berusaha mencari penjelasan tentang kemitraan yang dijalankan, menganalisis manfaat dengan adanya serta menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap keputusan petani untuk bermitra.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Kemitraan Kemitraan (partnership) menurut konteks berasal dari kata “mitra” (partner) yang berarti teman atau rekan. Jadi kemitraan dapat diartikan sebagai pertemanan. Kemitraan dalam dunia perdagangan dapat berarti kawan sekerja. Kemitraan dalam masyarakat sudah dikenal sejak dulu kala dan sangat penting artinya, dalam rantai distribusi suatu produk sangat kecil kemungkkinannya untuk dilakukan oelh satu orang saja, misalnya pada masyarakat tani/nelayan dalam sistem distribusi hasil produksi sangat membutuhkan adanya pedagang sebagai mitra dan demikian pula sebaliknya. Konsep kemitraan juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 1997, yaitu “Kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan” 8 . Kemitraan merupakan hubungan saling ketergantungan antara dua belah pihak atau lebih, di mana masing-masing pihak yang melaksanakannya mengharapkan akan memperoleh keuntungan dengan dilakukannya hubungan kemitraan tersebut. Sedangkan dalam usaha pertanian menurut Keputusan Menteri Pertanian nomor 940 tahun 1997 menyebutkan bahwa “Kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian”9. Pada kenyataannya, kemitraan bisnis memang bermanfaat dalam meningkatkan akses usaha kecil ke pasar, modal, dan teknologi, serta mencegah terjadinya diseconomic of scale sehingga mutu juga menjadi terjaga. Hal seperti itu dapat terjadi karena adanya komitmen kedua belah pihak untuk bermitra. 8
Kemitraan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemtraan. Kemitraan menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian. 9
18 Perusahaan skala menengah sampai dengan skala besar memiliki komitmen atau tanggung jawab moral dalam membimbing dan mengembangkan pengusaha kecil supaya dapat mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan bersama. Mereka yang bermitra perlu menyadari kekuatan dan kelemahan masing-masing untuk saling mengisi, saling melengkapi, saling memperkuat, serta tidak saling mengeksploitasi. Dalam kondisi ini akan tercipta rasa saling percaya antar kedua belah pihak sehingga usahanya semakin berkembang. Hubungan kemitraan akan berkesinambungan jika hasil kerjasama terjadi secara berulang-ulang dan menguntungkan. Proses tersebut terus dilakukan sampai melahirkan suatu aturan atau norma hubungan bisnis dalam perilaku kemitraan. Dalam kondisi inilah hubungan kemitraan dapat dikatakan telah melembaga, bahkan akan berlangsung lestari. Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan (Hafsah, 2000). Sedangkan menurut Construction Industry Institute (CII, 1989) dalam Kamil (2006) secara konseptual kemitraan didefinisikan sebagai suatu komitmen jangka panjang antara dua atau lebih organisasi dengan maksud untuk mencapai tujuan bisnis tertentu dengan memaksimalkan keefektifan sumberdaya dari setiap partisipan. Definisi itu memerlukan saling pemahaman karena memerlukan perubahan hubungan tradisional ke budaya saling berbagi tanpa memandang batas-batas organisasional. Hubungan ini tentunya berdasarkan kepada: kepercayaan, dedikasi terhadap sasaran (tujuan) bersama, dan pengertian akan setiap harapan dan nilai-nilai individual. Keuntungan yang dapat diperolah dari kemitraan di antaranya adalah peningkatan efisiensi dan biaya yang efektif, meningkatkan kesempatan berinovasi serta perbaikan berkelanjutan juga peningkatan kualitas produksi dan jasa10. Kamil (2006) menyebutkan dalam rangka merespon berbagai perubahan yang terjadi akibat berbagai kekurangan yang dimiliki masing-masing organisasi/lembaga. Organisasi harus secara agresif mencari solusi manajemen yang lebih baik terutama untuk meningkatkan kinerja dan mempertahankan keuntungan kompetitif dengan menerapkan konsep-konsep manajemen modern seperti; Total Quality Manajemen (TQM), Bussiness Process Reenginering (BPR). Pada satu sisi TQM dan BPR memerlukan investasi waktu dan biaya yang besar namun apabila dipadukan kedua hal itu dalam sebuah kemitraan akan menwarkan hasil yang cepat dangan biaya yang lebih murah (dapat ditekan). Berdasar kepada konstruksi itulah kemitraan menjadi lebih dominan dalam sebuah organisasi modern sekalipun, dalam dunia global, komunikasi tanpa sekat, daya saing tingkat tinggi sulit sekali bagi sebuah organisasi untuk tidak melakukan kemitraan dengan organisasi lainnya. IBM, Microshop, Toyota, Honda, General 10
Kemitraan menurut Construction Industry Institute (CII, 1989) dalam Kamil, M. 2006. Seminar dan Lokakarya Penyelenggeraan Pendidikan NonFormal dalam Era Otonomi Daerah. Departemen Pendidikan Nasional Badan Peneliiti dan Pengembangan. Bandung.
19 Motor Co, Bell Telephone, Telkom, Petronas dll, semua organisasi besar seperti itu melakukan kemitraan dengan berbagai pihak ada yang bermitra di antara perusahaan sejenis, ada yang bermitra dengan pemerintah, bermitra dengan perusahaan tidak sejenis tapi memiliki daya dukung, atau bermitra dengan pihak masyarakat (organisasi masyarakat sekalipun). Pemahaman etika bisnis sebagai landasan moral dalam melaksanakan kemitraan merupakan suatu solusi dalam mengatsi kurang berhasilnya kemitraan yang ada selama ini. Tersirat dalam uraian ini bahwa peletakan dan pemahaman etika bisnis bagi pelaku kemitraan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipahami sebagai fondasi untuuk meletakkan pilar-pilar kemitraan yang melekat diatasnya dan sangat berperan strategis dalam memacu keberhasilan kemitraan. Seandainya diantara pelaku kemitraan yang tidak melaksanakan etika bisnis, maka kemitraan tersebut kemungkinan besar tidak akan berlanjut. Kemitraan usaha mendukung efisiensi ekonomi dan peningkatan produktivitas, karena masing-masing pihak yang bermitra memiliki sisi-sisi keuunggulan akan ditawarkan dan menjadi kekuatan. Melaui kemitraan usaha akan terbangun struktur agribisnis yang kuat dan sinergis karena adanya keterpaduan antara proses dan produk. Selain itu, kemitraan usaha juga dapat menghindarkan dari praktek monopoli, dimana struktur pasar monopoli akan menyebabkan gangguan dalam pasar yang berakibat ketidakseimbanngan pendapatan dalam masyarakat. Sedangkan dengan kemitraan usaha dapat menghindarkan dari persaingan yang tidak sehat dan mematikan, sehingga akan memperkuat mekanisme pasar. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu dalam kegiatan bisnisnya, dilandasi atas dasar kepercayaan, saling membutuhkan, saling memperkuat, saling membesarkan untuk mencapai keuntungan yang maksimal bagi pihak-pihak yang bermitra serta diharapkan dapat berjalan secara terus-menerus atau berkelanjutan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Dengan menjalin kemitraan efisiensi penggunaan sumber daya alam dan sumber daya manusia bisa lebih mudah untuk dicapai, produktivitas dapat ditingkatkan, karena setiap komponen dalam menghasilkan suatu produk akan dilakukan dengan cermat sehingga kualitas yang dihasilkan lebih baik. Latar Belakang Adanya Kemitraan Lahirnya konsep kerjasama usaha atau kemitraan usaha antara perusahaan pertanian (BUMN, swasta, koperasi) dengan pertanian rakyat (petani kecil) di Indonesia didasarkan atas dua argumen (Sinaga, 1987) dalam Saptana et al (2009). Pertama, adanya perbedaan dalam penguasaan sumberdaya (lahan dan kapital) antara masyarakat industrial di perkotaan (pengusaha) dengan masyarakat pertanian di pedesaan (petani). Dimana orang kota dikategorikan mempunyai modal dan pengetahuan, namun kurang dalam sumberdaya lahan dan tenaga kerja, sedangkan di sisi lain orang desa dikategorikan mempunyai lahan dan tenaga kerja, namun kurang modal dan kemampuan manajerial (ketrampilan). Kedua, adanya
20 perbedaan sifat hubungan biaya per satuan output dengan skala usaha pada masingmasing subsistem dari sistem agribisnis. Di dalam subsistem usahatani, skala kecil lebih efisien atau sama efisiennya dengan skala usaha besar, karena sifat hubungan biaya per satuan output dengan skala usaha bersifat tetap (constant cost to scale). Dalam subsistem pemasaran, pengolahan dan pengadaan saprodi, skala usaha besar lebih efisien dari pada skala kecil, karena sifat hubungan biaya per satuan output dengan skala usaha bersifat menurun (decreasing cost to scale). Dari uraian tersebut memberikan gambaran pentingnya kemitraan usaha dalam rangka peningkatan daya saing produk pertanian secara keseluruhan melaui peningkatan efisiensi dan penciptaan nilai tambah, serta mendukung terciptanya keseimbangan dalam suatu sistem. Tujuan dan Manfaat Kemitraan Kemitraan dengan usaha menengah atau besar begitu penting untuk pengembangan usaha kecil dalam hal ini petani. Kunci keberhasilan usaha kecil dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan menengah atau besar. Pengembangan usaha kecil memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usahausaha menengah atau besar. Melalui kemitraan, usaha kecil dapat melakukan ekspor melalui perusahaan menengah atau besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berkembangnya usaha kecil di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari usaha menengah atau besar yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha. Suwandi (1995) dalam Saptana et al (2009) mengemukakan kemitraan usaha agribisnis adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang atau badan hukum dengan satu atau kelompok orang atau badan hukum di mana masing-masing pihak memperoleh penghasilan dari usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yang dilandasi rasa saling menguntungkan, memerlukan, dan saling melaksanakan etika bisnis. Saptana et al (2009) dalam Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani menyebutkan bahwa tujuan kemitraan usaha agribisnis cabai merah antara perusahaan mitra dengan petani mitra adalah peningkatan efisisensi dan produktivitas di segala lini sub sistem agribisnis dan terciptanya nilai tambah ekonomi yang merupakan kunci peningkatan daya saing agribisnis cabai merah. Menurut Sumardjo, et al (2004) dalam pembangunan ekonomi, pola kemitraan merupakan perwujudan cita-cita untuk melaksanakan sistem perekonomian gotong royong yang dibentuk antara mitra yang kuat dari segi permodalan, pasar dan kemampuan teknologinya bersama petani golongan lemah serta miskin yang tidak berpengalaman. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan usaha atas dasar kepentingan bersama. Oleh karena itu pembangunan ekonomi dengan pola kemitraan dapat dianggap sebagai usaha yang paling menguntungkan (maximum social benefit), terutama ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan nasional jangka panjang. Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan,
21 kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok atau petani mitra, peningkatan kualitas produk, peningkatan skala usaha, menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra. Manfaat yang dapat diperoleh bagi usaha kecil dan usaha menengah atau besar yang melakukan kemitraan menurut Hafsah (2000) diantaranya adalah (1).meningkatnya produktivitas, (2).efisiensi, (3).jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas, (4).menurunkan risiko kerugian, (5).memberikan sosial benefit yang cukup tinggi, dan (6).meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional. Secara umum manfaat kemitraan juga dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi pasokan, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang sosial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial. Manfaat kemitraan yang sinergis dan berkelanjutan dapat dicapai sepanjang dilakukan berdasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan. Produktivitas Secara umum produktivitas didefinisikan dalam model ekonomi sebagai output dibagi dengan input. Dengan kata lain produktivitas akan meningkat apabila dengan input yang sama dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi atau sebaliknya dengan tingkat hasil yang sama membutuhkan input yang lebih rendah (Schonberger and Knod, 1991; Chase and Aquilano, 1992) dalam Hafsah (2000). Produktivitas dikaitkan dengan kemitraan, maka peningkatan produktivitas diharapkan dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang bermitra. Bagi perusahaan yang lebih besar peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan dua cara, pertama tingkat produksi (output) yang diharapkan dapat dicapai dengan mengurangi faktor input, kedua dilakukan dengan cara meningkatkan produksi (output) dengan menggunakan sumber daya sendiri yang sama/tetap baik jumlah maupun kualitasnya. Efisiensi Pencapaian efisiensi dalam kemitraan perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan saran produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Mekanisasi pertanian dalam penyiapan lahan yang dimiliki oleh petani plasma dimana perusahaan inti menyediakan alat mesin pertanian sehingga petani dapat mempercepat dan memperluas areal tanam dengan tenaga yang tesedia. Pada gilirannya hasil produksi dari para petani plasma dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan kapaitas produksi yang ditargetkan oleh perusahaan. Jaminan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Kualitas yang baik dan ketersediaan produk di pasar adalah hal yang diharapkan oleh konsumen. Walaupun kualitas suatu produk itu baik jika
22 kontinuitasnya tidak terjaga otomatis tidak akan tersedia di pasar sehingga konsumen akan berusaha mencari pengganti dari produk yang tidak tersedia tersebut. Artinya kualitas dan kontinuitas suatu produk agar dapat memenuhi permintaan konsumen sangat penting. Sumardjo et al (2004) mengemukakan adanya keterkaitan antar pelaku dalam sistem agribisnis (hulu-hilir) dalam hal ini adalah kemitraan yang mempunyai komitmen terhadap kesinambungan bisnis. Komitmen ini menyangkut kualitas dan kuantitas serta keinginan saling melestarikan hubungan dengan menjalin kerja sama saling menguntungkan scara adil. Dalam keadaan bisnis yang berkesinambungan, kedua belah pihak mengalami hal-hal positif, yaitu (a) Kesinambungan informasi, baik di tingkat hulu maupun hilir, (b) Informasi di tingkat hilir misalnya informasi tentang kebutuhan konsumen dan kualitas produk yang dibutuhkan di pasaran. Sementara informasi di tingkat hulu yang dapat diperoleh, misalnya teknologi dan sarana yang sesuai dengan untuk menghasilkan produk yang berkualitas tersebut, (c) Tersedianya sarana secara tepat waktu, baik input maupun output yang telah disepakati bersama sesuai dengan periode pergiliran komoditas, (d) dapat menghasilkan produk usahatani yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Mengurangi Risiko Kerugian Setiap kegiatan bisnis pasti mengandung risiko , dengan kemitraan diharapkan risiko yang besar dapat ditanggung bersama (risk sharing). Tentunya pihak yang bermitra akan menanggung risiko secara proporsional sesuai dengan besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh. Hal ini dapat diartikan risiko tidak ditanggung oleh petani plasma atau perusahaan menengah atau besar saja melainkan risiko yang timbul akan di tanggung bersama sehingga akan terasa lebih ringan. Memberikan Sosial Benefit yang Cukup Tinggi Kondisi ideal perekonomian suatu negara apabila mayoritas aset produksi berada dan bergeser di level usaha kecil dan menengah. Karena dari kelas kecil dan menengah ini diharapkan dapat tumbuh suatu komunitas yang akan menjadi penggerak kemajuan suatu negara. Salah satu model penumbuhan pengusaha kelas kecil tersebut adalah dengan kemitraan. Dengan kemitraan usaha bukan hanya memberikan dampak positif dengan saling menguntungkan melainkan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Ini berarti negara terhindar dari kecemburuan sosial yang bisa berkembang menjadi gejolak sosial akibat ketimpangan atau ketidakseimbangan. Meningkatkan Ketahanan Ekonomi Secara Nasional Pokok permasalahan dalam pelaksanaan kemitraan adalah upaya pemberdayaan partisipan kemitraan yang lemah, yaitu pengusaha kecil, atau dengan kata lain terciptanya kesetaraan dalam posisi tawar antar pelaku maka perlu adanya usaha konkret yang mendorong terlaksananya kemitraan usaha sekaligus sebagai model terciptanya kemitraan usaha. Dalam mendorong terciptanya kemitraan usaha yang sering dilakukan adalah dengan menciptakan iklim kondusif berupa peraturan, mewujudkan model atau pola kemitraan yang sesuai, yaitu dengan menyediakan prasarana penunjang. Dengan adanya upaya
23 dan fasilitas fisik diharapkan akan terwujud kemitraan. Produktivitas, efektifitas, dan efisiensi akan meningkat yang akhirnya akan bermuara pada meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan para pelaku kemitraan. Dengan adanya peningkatan pendapatan yang diikuti dengan tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya pemerataan yang lebih baik otomatis akan mengurangi timbulnya kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan usaha yang pada akhirnya mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional. Unsur-Unsur Kemitraan Menurut Brinkerhoff et al (1990) dalam Sumardjo et al (2004) menyebutkan bahwa institusi adalah sistem. Kemitraan sebagai sebuah sistem, harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1. Input (sumber daya), yaitu material, uang, manusia, informasi dan pengetahuan merupakan hal yang didapat dari lingkungannya dan akan memiliki kontribusi pada produksi output. 2. Output, seperti produk dan pelayanan adalah hasil dari suatu kelompok atau organisasi. 3. Teknologi, metode dan proses dalam transformasi input menjadi output. 4. Lingkungan, yaitu keadaan di sekitar kelompok mitra dan perusahaan mitra yang dapat mempengaruhi jalannya kemitraan. 5. Keinginan, yaitu strategi, tujuan, rencana dari pengambil keputusan. 6. Perilaku dan proses, yaitu pola perilaku, hubungan antar kelompok atau organisasi dalam proses kemitraan. 7. Budaya, yaitu norma, kepercayaan, dan nilai dalam kelompok mitra dan perusahaan mitra. 8. Struktur, yaitu hubungan antar-individu, kelompok, dan unit yang lebih besar. Berdasarkan penjelasan diatas yang dikatakan dengan unsur kemitraan adalah segala sesuatu yang mendukung untuk dapat terlaksananya suatu kemitraan usaha. Jika salah satu dari komponen tersebut tidak ada maka dapat menimbulkan masalah dalam kemitraan yang dapat berujung pada berhentinya kemitraan usaha itu sendiri atau tidak berlanjutnya kemitraan. Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Kemitraan Pelaku-pelaku dalam kemitraan terutama pada agribisnis adalah petani, lembaga perantara, pengusaha, perusahaan dan pemerintah. Purnaningsih (2006), mengemukakan ada tiga unsur yang terlibat kerjasama kemitraan dalam bidang usaha, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha besar atau eksportir, dan (3) Bank Pemberi Kredit. Petani Plasma Petani yang dapat ikut dalam kemitraan terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) petani/usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan untuk itu memerlukan bantuan modal.
24 Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan merupakan salah satu kelompok tani yang mengusahakan komoditas sayuran dengan teknik budidaya yang sudah cukup maju. Kelompok tani ini berada di Kampung Padakati, Desa Tegalega, Kecamatan Warungkondang, Cianjur. Komoditi pertanian yang diusahakan adalah jenis sayuran lokal dan sayuran non tradisional, dalam kasus ini kedua sayuran tersebut merupakan jenis sayuran komersial, diantaranya adalah tomat dan brokoli. Koperasi Para petani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu program kemitraan, sebaiknya menjadi anggota suatu koperasi primer di tempatnya. Koperasi dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas kredit hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir Suatu perusahaan pengelola/eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam proyek kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa melakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau di ekspor. Di samping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil. Apabila perusahaan mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, program kemitraan tetap akan bisa dikembangkan denagn sekurang-kurangnya pihak inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Bank Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak petani plasma dengan perusahaan perkebunan dan pengolahan/eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun. Pihak yang paling utama terlibat dalam pelaksanaan agribisnis hortikultura ini tertunya adalah petani dan koperasi. Dimana koperasi disini berperan sebagai avalis kepada petani untuk memperoleh modal usaha dan berpern dalam pemasaran dari produk yang dihasilkan petani. Analisis Pendapatan Usahatani Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani selaku produsen dapat memilih tujuan-tujuan yang tepat dari beberapa alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan yang ada (tepat sasaran). Dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya yang minimum untuk menghasilkan output yang optimum (tepat guna).
25 Pendapatan adalah total penerimaan yang diterima oleh seseorang atau perusahaan dari hasil penjualan suatu produk tertentu. Pendapatan merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu badan usaha dalam suatu periode tertentu 11 . Dengan demikian maka yang dimaksud dengan pendapatan usahatani adalah nilai dari seluruh usahatani yang dihasilkan oleh petani dalam suatu periode tertentu. Analisis pendapatan usahatani diperlukkan untuk mencari informasi tentang keragaan suatu usahatani yang dilihat dari berbagai aspek. Kajian dari berbagai aspek sangat penting karena tiap macam tipe usahatani pada tiap macam skala usaha dan pada tiap lokasi tertentu berbeda satu sama lain. Hal tersebut dikarenakan memang ada perbedaan dalam karakteristik yang dimiliki pada usahatani yang bersangkutan (Soekartawi, 2002). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Bermitra Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan kemitraan. Dalam penelitian ini akan mengkaji beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan kemitraan. Faktor-faktor yang diduga memiliki pengaruh terhadap keputusan petani untuk menjalin kemitraan atau tidak menjalin kemitraan diantaranya adalah umur, pengalaman petani dalam usahataninya, tingkat pendidikan petani, adanya transfer teknologi (dalam hal ini adalah apakah ada pembinaan dari perusahaan mitra dalam budidaya) serta harga jual produk yang diterima petani. Pengaruh Umur Terhadap Keputusan Bermitra Umur merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pengambilan keputusan yang dilakukan seseorang. Semakin tua seseorang akan cenderung memilik lebih banyak pertimbangan terhadap suatu hal sebelum membuat keputusan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut berdasarkan apa yang telah dialami seseorang sehingga berpengaruh terhadap keputusan. Dampak dari keputusan yang akan diambil menentukan apakah keputusan tersebut memiliki dampak yang positif atau justru akan berdampak negatif. Umur diduga mempunyai korelasi positif dengan keputusan melaksanakan kemitraan, karena biasanya semakin tinggi umur atau semakin tua seseorang akan cenderung memilih untuk mendapatkan jaminan dalam usahataninya. Petani mengharapkan dengan mengikuti program kemitraan akan mendapatkan jaminan berupa jaminan dalam pemasaran serta jaminan dalam harga yang lebih baik dari harga pasar. Pengaruh Pengalaman Usahatani Terhadap Keputusan Bermitra Pengalaman merupakan periode waktu yang telah dilalui seseorang dalam melakukan sesuatu hal, semakin lama seseorang melakukan sesuatu hal secara berulang-ulang berarti semakin banyak pengalamannya karena semakin banyak hal yang akan dialami selama periode waktu tersebut. Sebagai petani, semakin lama mengusahakan usahataninya, maka semakin ahli petani tersebut dalam 11
Syamrilaode. http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2061554-pengertianpendapatan/#ixzz2MC5BMRJu
26 mengelola usahataninya. Dalam hal kemitraan pengalaman usahatani diduga berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil petani. Semakin lama pengalaman petani akan akan mempengaruhi petani tersebut dalam memutuskan untuk bermiitra dengan pihak lain atau tidak. Pengaruh Tingkat Pendidikan Keputusan Bermitra Tingkat pendidikan seseorang akan menentukan bagaimana seseorang tersebut mengambil keputusan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin logis keputusan yang diambil, dan sebaliknya. Kemitraan merupakan kerjasama usaha yang diharapkan masing-masing pihak akan memperoleh keuntungan yang maksimal. Petani yang ingin meningkatkan produksinya kemungkinan besar akan melakukan kemitraan dengan pihak lain. Dengan demikian dapat diduga bahwa pendidikan sangat berpengaruh terhadap keputusan untuk bermitra. Pengaruh Transfer Teknologi Budidaya Terhadap Keputusan Bermitra Transfer teknologi adalah serangkaian proses yang meliputi aliran „knowhow‟, pengalaman dan alat untuk mitigasi dan atau adaptasi perubahan iklim antar pemangku kepentingan yang berbeda termasuk diantaranya pemerintah, perusahaan swasta, lembaga keuangan, lembaga non-profit dan lembaga penelitian/ pendidikan (IPCC, dalam Maulidia 2010). Keterbatasan kemampuan petani dalam mengakses teknologi, pasar dan permodalan, menjadi masalah utama dalam pembangunan pertanian. Transfer teknologi dalam hal ini adalah ada atau tidaknya pembinaan kepada petani dalam hal budidaya. Keterlibatan petani dalam kegiatan pengkajian di samping memotivasi petani untuk menerapkan teknologi, juga hasil kajian diharapkan sesuai dengan kebutuhan petani. Dalam proses alih teknologi diperlukan adanya katalisator yang berperan sebagai perantara serta mendefinisikan dan memudahkan pemahaman petani terhadap teknologi. Bahasa teknologi perlu disederhanakan sedemikian rupa hingga bisa dimengerti dan langsung diaplikasikan oleh petani. Melalui hubungan kemitraan antara peneliti, penyuluh dan organisasi petni dengan pelaku agribisnis, diharapkan mempercepat transfer teknologi dan pemecahan permasalahan petani, serta meningkatkan kemandirian petani dalam mengembangkan agrbisnis. Dengan menjalin hubungan kemitraan, sangat memungkinkan adanya pertukaran pengetahuan, sehingga berdampak pada produktivitas yang semakin meningkat, serta efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Dari uraian diatas maka dapat diduga bahwa ada pengaruh transfer teknologi terhadap keputusan petani untuk menjalin kemitraan. Pengaruh Harga Jual Produk yang Diterima Terhadap Keputusan Bermitra Harga merupakan nilai dari suatu produk dalam transaksi jual beli. Tinggi atau rendahnya harga suatu produk ditentukan oleh kualitas, penampilan serta ketersediaan produk tersebut di pasar. Harga menentukan pendapatan yang akan diperoleh petani, dalam kasus ini adalah harga komoditas tomat. Semakin tinggi harga maka pendapatan petani akan semakin besar, sebaliknya jika harga rendah maka pendapatan petani akan semakin kecil. Harga diduga memiliki pengaruh terhadap keputusan petani dalam mengikuti program kemitraan, dikarenakan hal ini sangat berpengaruh terhadap
27 pendapatan yang akan diperoleh petani. Pendapatan petani akan menentukan kesejahteraan petani tersebut. Analisis Regresi Logistik Analisis regresi logistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon yang berupa data dikotomik/biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval dan atau kategorik (Hosmer dan Lemeshow, dalam Fadly, 2012). Variabel yang dikotomik/biner adalah variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses (Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0). Variabel respon Y ini, diasumsikan mengikuti distribusi Bernoulli dengan sebaran peluang : P(Y yi ) iyi (1 i )1 yi Dengan i = peluang suatu kejadian ke i yang bernilai Y=1 dimana nilai yi antara 0 dan 1. Bentuk umum model peluang regresi logistik dengan variabel penjelas, diformulasikan sebagai berikut : exp(0 1 x1 ....+ p x p ) ( x) 1 exp(0 1 x1 ....+ p x p ) Dengan π(x) adalah peluang kejadian sukses dengan nilai probabilitas 0 ≤ π (x) ≥1 dan βj adalah nilai parameter dengan j = 1,2,......,p. π(x) merupakan fungsi yang non linier, sehingga perlu dilakukan transformasi ke dalam bentuk logit untuk memperoleh fungsi yang linier agar dapat dilihat hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas. Dengan melakukan transformasi dari logit π(x), maka didapat persamaan yang lebih sederhana, yaitu: ( x) g ( x) ln ( 0 1 x1 .... p x p ) [1 ( x)] Jika dari beberapa variabel bebas ada yang berskala nominal atau ordinal, maka variabel tersebut tidak akan tepat jika dimasukkan dalam model logit karena angka-angka yang diigunakan untuk menyatakan tingkatan tersebut hanya sebagai identifikasi dan tidak mempunyai nilai numerik dalam situasi seperti ini diperlukan variabel dummy. Untuk variabel bebas dengan skala ordinal maupun nominal dengan kategori, akan diperlukan sebanyak k-1 variabel dummy. Langkah-langkah dalam penggunaan analisis Regresi Logistik adalah: Uji Signifikansi Model Untuk memeriksa peranan peubah-peubah penjelas dalam model, dilakukan pengujian terhadap model. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji-G Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas secara bersama-sama (overall) di dalam model, dapat menggunakan Uji-G (Likelihood Ratio). Hipotesisnya adalah sebagai berikut: Ho: β1 = β2 =....= βp = 0 (tidak ada pengaruh veriabel bebas secara simultan terhadap variabel tak bebas) Hi: minimal ada satu βj ≠ 0 (ada pengaruh paling sedikit satu veriabel bebas terhadap variabel tak bebas)
28
likelihood tanpa peubah bebas G 2ln likelihood dengan peubah bebas Statistik G ini mengikuti distribusi Khi-kuadrat dengan derajat bebas p sehingga hipotesis ditolak jika G > x 2 ( p) atau p-value < α, yang berarti variabel bebas X secara bersama-sama mempengaruhi variabel tak bebas Y Uji Parameter Model Pada umumnya, tujuan analsis statistik adalah untuk mencari model yang cocok dan keterpautan yang kuat antara model dengan data yang ada. Pengujian keberartian parameter (koefisien β) secara parsial dapat dilakukan melalui Uji Wald dengan hipotesisnya sebagai berikut: Ho: βj = 0 (variabel bebas ke j tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas) Hi: βj ≠ 0 (variabel bebas ke j mempunyai pengaruh ssecara signifikan terhadap variabel tidak bebas) Untuk j = 1,2,....,p Dengan statistik uji sebagai berikut: 2
j W Se( j ) Hipotesis (H0) akan ditolak jika W > x 2 ( p) atau p-value < α yang berarti variabel bebas Xj secara partial mempengaruhi variabel tidak bebas Y.
Odds Ratio Setelah diperoleh model terbaik berasarkan uji-uji tersebut, dilakukan interpretasi koefisien untuk melihat pengaruh nyata dari peubah-peubah penjelas yang terpilih. Interpretasi koefisien untuk model ini dapat dilakukan dengan melihat nilai Odds Ratio-nya. Odds Ratio merupakan ukuran risiko atau kecenderungan untuk mengalami kejadian tertentu antara satu kategori dengan kategori lainnya, didefinisikan sebagai ratio dari odds untuk xj = 1 terhadap xj = 0. Odds Ratio ini menyatakan risiko atau kecenderungan pengaruh observasi dengan xj = 1 adalah berapa kali lipat jika dibandingkan dengan observasi dengan xj = 0. untuk variabel bebas yang berskala kontinyu maka interpretasi dari koefisien β j pada model regresi logistik adalah setiap kenaikan c unit pada variabel bebas akan menyebabkan risiko terjadinya Y = 1, adalah exp(c.βj) kali lebih besar. Dengan kata lain menjelaskan berapa lipat kenaikan atau penurunan peluang Y = 1, jika nilai variabel penjelas (X) berubah sebesar nilai tertentu. Odds ratio dilambangkan dengan , didefinisikan sebagai perbandingan dua nilai odds xj = 1 dan xj = 0, sehingga : [ / [1 [ ] = exp( 0 1 ) exp( 0 ) Dari Tabel 3, maka diperoleh nilai Odds : [ / [1 [ ]
29 exp( 0 1 ) 1 1 exp( ) 1 exp( ) 0 1 0 = exp( 0 ) 1 1 exp( ) 1 exp( ) 0 0 1
exp( 0 1 ) = exp( 0 )
=
exp( j )
Jadi, nilai = exp(βj), dapat diartikan bahwa risiko terjadinya peristiwa Y=1 pada kategori Xj = 1 adalah sebesar exp(βj) risiko terjadinya peristiwa Y = 1 pada kategori Xj = 0 Tabel 4 Nilai-nilai Model Regresi Logistik dengan Peubah Penjelas Dikotomi Peubah Bebas (X) X=0
(0)
Y=0
1 (0)
Peubah Respon
Total
exp( 0 ) 1 exp( 0 )
Y=1
1 1 exp( 0 )
X=1
(1)
exp( 0 1 ) 1 exp( 0 1 )
1 (1)
1,0
1 1 exp( 0 1 ) 1,0
Kerangka Pemikiran Operasional Permintaan komoditas tomat di Indonesia menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada perkembangan produksi pada Tabel 1. Dari lima sentra produksi tomat di Indonesia, pada tahun 2010 sampai 2011 empat daerah sentra mengalami peningkatan produksi, hanya satu daerah yang mengalami penurunan. Namun secara umum produksi tomat di Indonesia mengalami peningkatan dari setiap tahun yang mengindikasikan semakin bertambahnya permintaan. Oleh karena itu usaha budidaya tomat baik untuk dikembangkan. Usaha budidaya tomat dilakukan petani mitra dan non mitra. Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan adalah salah satu kelompok tani anggota dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Terbentuknya kerjasama kemitraan Koperasi Mitra Tani Parahyangan dengan kelompok tani terutama petani tomat di kecamatan Warungkondang didasari oleh beberapa alasan. Pihak koperasi Mitra Tani Parahyangan selaku supplier dihadapkan pada masalah dalam pengadaan tomat yang harus dilakukan secara kontinyu untuk pasar modern. Permintaan terhadap produk tersebut seringkali tidak terpenuhi akibat jumlah sumber daya lahan dan tenaga kerja koperasi yang terbatas, serta adanya fluktuasi dalam
30 produksi sehingga tidak dapat memproduksi tomat sesuai dengan permintaan. Sedangkan pihak petani dihadapkan pada masalah penguasaan teknologi dan manajemen yang rendah, serta kurangnya informasi dan akses pasar. Pendapatan petani yang rendah akibat dari panjangnya jalur tataniaga yang harus dilalui. Selain itu fluktuasi harga sayuran sangat berpengaruh terhadap pendapatan petani. Indikasi keberhasilan kemitraan dapat dilihat dari manfaat yang diperoleh petani dengan menjadi mitra. Manfaat yang diperoleh petani dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa manfaat secara kuantitatif yaitu untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dengan membandingkan pendapatan petani mitra dengan non mitra. Berdasarkan hasil analisa pendapatan petani diharapkan dapat memberi rekomendasi bagi koperasi dan juga petani. Bagi koperasi misalnya dalam hal penetapan harga, dan bagi petani dapat diketahui bagaimana pengaruh dari program kemitraan terhadap pendapatan. Keputusan petani untuk menjalin kemitraan dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap keputusan petani adalah umur, pengalaman petani dalam usahataninya, tingkat pendidikan petani, adanya transfer teknologi (dalam hal ini adalah apakah ada pembinaan dari perusahaan mitra dalam budidaya) serta harga jual produk yang diterima petani. Metode Analisis Regresi Logistik digunakan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan petani menjadi mitra atau tidak menjadi mitra. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat diketahui faktor apa saja yang secara signifikan berpengaruh terhadap keputusan petani untuk bermitra. Secara singkat kerangka pemikiran operasional penelitian ini tersaji pada Gambar 1. Hipotesa Penelitian 1. Tingkat pendapatan petani yang melakukan kemitraan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan petani yang tidak melakukan kemitraan. 2. Pola kemitraan yang diterapkan oleh koperasi Mitra Tani Parahyangan diduga mengikuti salah satu pola kemitraan dari lima pola kemitraan yang ada, yaitu pola plasma inti, pola subkontrak, pola dagang umum, pola keagenan atau pola waralaba. 3. Manfaat yang dapat diperoleh petani mitra dengan adanya kemitraan diduga adalah memiliki keuntungan yang lebih tinggi, adanya jaminan pemasaran, adanya jaminan harga dan mendapatkan bimbingan teknis budidaya dalam rangka peningkatan produktivitas. Sedangkan manfaat bagi koperasi diduga dapat memenuhi permintaan konsumen dengan tepat kuantitas dan berlangsung kontinyu, adanya kestabilan harga beli dan lebih terjaminnya kualitas produk. 4. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan kemitraan yaitu : a. Umur (tahun) Umur diduga berpengaruh terhadap keputusan petani dalam melakukan kemitraan, semakin tua umur seseorang maka semakin seseorang menginginkan kemudahan dalam pekerjaannya. b. Pengalaman usahatani (tahun)
31 Pengalaman usahatani diduga berpengaruh terhadap keputusan petani dalam melakukan kemitraan, semakin lama pengalaman usahatani seseorang maka cenderung akan memilih untuk tidak bermitra. c. Tingkat pendidikan (skor : 1 (SD), 2 (SMP), 3 (SMA) Tingkat pendidikan diduga berpengaruh terhadap keputusan petani dalam melakukan kemitraan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka cenderung akan melakukan kemitraan dalam rangka meningkatkan usahanya. d. Adanya transfer teknologi/pembinaan (skor : 1 (tidak ada), 2 (ada) Adanya pembinaan kepada petani diduga berpengaruh terhadap seseorang dalam melakukan kemitraan, dengan adanya pembinaan maka seseorang cenderung akan tertarik untuk melakukan kemitraan. e. Harga jual produk yang diterima petani (skor : 1 (Rp 0-1000), 2 (Rp 1000-2000, 3 (Rp 2000-3000), 4 (> Rp 3000)). Tingkat harga yang diterima petani diduga berpengaruh terhadap keputusan petani dalam melakukan kemitraan, semakin tinggi tingkat harga yang diterima seseorang akan cenderung melakukan kemitraan.
32 Permasalahan : 1. Permintaan Sayuran (Tomat) yang tinggi 2. Terbatasnya Modal Petani 3. Fluktuasi Harga Sayuran
Kebutuhan Analisis Usahatani dan Kemitraan Koperasi Mitra Tani Parahyangan Petani Non Mitra
Petani Mitra
Indikator Manfaat Kemitraan : 1. Jaminan pasar 2. Jaminan Kestabilan harga jual 3. Jaminan Teknologi
Faktor Keputusan Bermitra : 1. Umur 2. Pengalaman 3. Pendidikan 4. Transfer Teknologi 5. Jaminan Harga
Analisis Pendapatan
Analisis Regresi Logistik
Rekomendasi dan Perbaikan Kemitraan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan :
Mempengaruhi
33
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian analisis kemitraan dilakukan di Koperasi Tani Mitra Tani Parahyangan yang terletak di Kampung Padakati, Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Koperasi Mitra Tani Parahyangan merupakan salah satu koperasi supplier produk hortikultura terutama sayuran untuk pasar modern di daerah Jabodetabek, merupakan salah satu koperasi yang berhasil mengembangkan program OVOP (One Vilage One Product) dan banyak memiliki petani mitra, salah satunya adalah petani tomat di Desa Tegallega. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013–Mei 2013. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan petani maupun pihak Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Data primer yang dibutuhkan untuk mengetahui berbagai hal seperti bagaimana kemitraan yang dilaksanakan, manfaat dan kendala apa saja yang dihadapi. Sedangkan data sekunder yaitu seperti data produksi sayuran, data biaya produksi sayuran, profil perusahaan, harga produk, dan data–data ynag lain yang mendukung penelitian ini diperoleh dari Instansi terkait seperti Departemen Pertanian, Dinas Koperasi dan UKM, Badan Pusat Statistik (BPS), internet, serta literatur dan sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan diskusi baik kepada petani dan koperasi. Selain itu metode pengumpulan data juga dilakukan dengan menggunakan kuisioner, metode ini digunakan untuk menggali informasi lebih banyak dan mendalam dengan responden. Responden dalam penelitian ini terdiri dari pengurus koperasi dan petani tomat. Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah petani tomat Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang berada di Desa Tegallega. Penentuan responden untuk petani tomat mitra dan non mitra dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu petani mitra yang akan menjadi responden dari penelitian berjumlah 20 orang. Penentuan responden untuk petani non mitra akan diambil 10 orang sebagai responden. Jumlah responden petani mitra diambil berdasarkan jumlah anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang masih aktif dan pernah atau sedang menanam komoditas tomat. Sedangkan jumlah responden petani non mitra diambil berdasarkan petani yang belum melakukan kemitraan tetapi pernah atau sedang menanam komoditas tomat.
34
Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah secara kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi selama penelitian. Pengolahan data secara kualitatif digunakan untuk menjelaskan mengenai keadaan umum mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan dan kendalakendala yang terjadi pada kemitraan petani dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Pemilihan responden berupa petani mitra dan petani non mitra adalah untuk membandingkan pendapatan usahatani yang diterima serta untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap keputusan bermitra. Analisis data secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan perhitungan pendapatan usahatani dan R/C Rasio untuk melihat apakah ada perbedaan antara rata-rata pendapatan petani mitra dan non mitra selama melakukan usahatani tomat serta Analisis Regresi Logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang signifikan terhadap keputusan petani untuk bermitra. Analisis Pendapatan Usahatani Penerimaan usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, baik untuk dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri. Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Rumus penerimaan usahatani adalah : TR = Y x PY Dimana : TR : Total Revenue (Total Penerimaan). Y : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani. PY : Harga Y Biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usahatani yang dilakukan oleh petani sendiri. Biaya tunai digunakan untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki oleh petani. Biaya tidak tunai (diperhitungan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri dan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya dalam usahatani terdiri dari biaya tetap/ fixed cost dan biaya variabel/variabel cost. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh dan sifat penggunaannya tidak habis dipakai dalam satu kali proses produksi. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh dan sifat penggunaannya habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan yang diukur adalah pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
35
Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari penerimaan total yang dikurangi dengan biaya tunai yang benar-benar dikeluarkan baik biaya variabel maupun biaya tetap dan merupakan ukuran kemampuan usaha untuk menghasilkan uang tunai. Rumus pendapatan atas biaya tunai adalah : π tunai = TR – TC tunai π tunai = (Y x PY ) – (TFC1 + TVC1) Pendapatan Atas Biaya Total Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan biaya tunai termasuk biaya-biaya yang diperhitungkan. Rumus pendapatan atas biaya total adalah : π total = TR – TC π total = (Y x PY) – ((TFC1 + TVC1) + (TFC2 + TVC2)) Dimana : π tunai : Pendapatan Usahatani tunai. π total : Pendapatan Usahatani total. TR : Total Penerimaan. TC : Total Pengeluaran. TFC1 : Total Biaya Tetap yang Dibayar Tunai. TVC1 : Total Biaya Variabel yang Dibayar Tunai. TFC2 : Total Biaya Tetap yang Diperhitungkan. TVC2 : Total Biaya Variabel yang Diperhitungkan. Analisis R/C Rasio Analisis return cost ratio atau R/C adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Return cost ratio digunakan untuk mengukur efisiensi usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input. Analisis imbangan penerimaan dan biaya digunakan untuk mengetahui relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial. (Rasio atas biaya total) (Rasio atas biaya total) Dimana : TR : Total penerimaan usahatani (Rp) TC : Total biaya usahatani (Rp) Semakin tinggi nilai R/C menunjukkan semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan sehingga dengan perolehan nilai R/C yang semakin tinggi maka tingkat pendapatan pendapatan akan semakin baik. Jika nilai R/C lebih besar dari satu (R/C > 1), maka menunjukkan usaha tersebut mempunyai penerimaan usaha yang semakin besar sehingga kegiatan usaha tersebut efisien. Sedangkan jika nilai R/C kurang dari satu (R/C < 1), menunjukkan kegiatan usaha yang dilaksanakan tidak efisien karena penerimaan tidak lebih besar dari pengeluaran. Secara teoritis dengan hasil R/C = 1 artinya
36 tidak untung tidak pula rugi atau dengan kata lain impas. Contoh perhitungan pendapatan usaha dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani No
Uraian
A
Penerimaan
B
Biaya tunai
C
Biaya diperhitungkan
D
Total biaya (B+C)
E
Pendapatan atas biaya tunai (A-B)
F
Pendapatan atas biaya total (A-D)
G
R/C atas biaya tunai (A/B)
H
R/C atas biaya total (A/D)
Sumber : Pramudyani (2002)
Analisis Manfaat Kemitraan Analisis ini didasarkan atas hubungan kemitraan yang telah terjalin selama ini antara Kelompok Tani Mitra Tanii Parahyangan dengan koperasi. Aspek-aspek yang akan dianalisis mengacu pada indikator manfaat yang dapat diperoleh dalam pelaksanaan kemitraan. Indikator manfaat tersebut yaitu adanya jaminan pemasaran, jaminan dalam kestabilan harga, jaminan teknologi, jaminan kualitas produk serta kontinuitas pasokan yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Bermitra Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi mitra Koperasi Mitra Tani Parahyangan akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik dengan menggunakan bantuan program komputer Minitab. Analisis ini digunakan untuk melihat apakah variabel independen. Variabel independen yang digunakan adalah faktor-faktor yang sudah dibahas sebelumnya yaitu umur, pengalaman usahatani, tingkat pendidikan, adanya pembinaan (transfer teknologi) dan harga jual produk yang diterima petani berpeluang mempengaruhi atau tidak terhadap variabel dependen (keputusan petani dalam memilih usahatani pola kemitraan). Model logit yang dipakai adalah sebagai berikut : 1 (1) P E (Y 1 / X ) 1 e Z dimana : Z 0 1 X 1 X adalah variabel independent dan Y = 1 jika petani memilih usahatani dengan kemitraan, sedangkan Y = 0 jika petani memilih usahatani non kemitraan. Model ini menunjukkan probabilitas petani memilih usahatani dengan kemitraan.
37 Bila P adalah probabilitas untuk memilih usahatani dengan kemitraan, dan (1-P) adalah probabilitas untuk memilih usahatani non kemitraan, maka : e Z (2) 1 P 1 e Z selanjutnya, bentuk persamaan (1)dan (2) diubah menjadi : 1 Z P 1 e 1 P e Z z 1 e
= 1 = eZ e Z
P adalah nilai Odd Ratio, yaitu perbandingan antara probabilitas petani yang 1 P memilih usahatani dengan kemitraan dan petani yang memilih usahatani non kemitraan. Dengan mengunakan Ln diperoleh persamaan : P Li ln Z 0 1 X 1 1 P
Dengan memasukkan variabel faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk memilih pola usahatani diperoleh persamaan model logit sebagai berikut : Li = Ln P β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + e 1 P
Dimana : Y = Dummy keputusan petani Y = 1, jika petani memilih pola usahatani kemitraan Y = 0, jika petani memilih usahatani non kemitraan X1 = Umur (tahun) X2 = Pengalaman usahatani (Tahun) X3 = Tingkat pendidikan (Tahun) X4 = Transfer Teknologi (1 : tidak ada; 2 : ada) X5 = Harga jual yang diterima petani (skor : 1 (Rp 0-1000), 2 (Rp 1000-2000, 3 (Rp 2000-3000), 4 (> Rp 3000)). Β0-β5 = Koefisien regresi e = Kesalahan/error
38 Tabel 6 Manfaat Bagi Kelompok Tani Bermitra Usaha No
1
2 3
Jenis Manfaat Jaminan Pasar
Kriteria Bermanfaat (B)/Kurang Bermanfaat (KB)
Alat Ukur % volume sayuran yang dipasok KT MTP ke mitra usaha
Jaminan Kestabilan Harga Jual
Fluktuai harga beli dari mitra usaha
Jaminan Teknologi
Ada tidaknya pembinaan dari mitra usaha
0 - 50%1)
KB
>50%
B
0 - 10%
2)
B
>10%
KB
Ada pembinaan Tidak ada pembinaan
B KB
Sumber : Nurdiniayati (1997) Keterangan : 1) : angka 50% merupakan batas toleransi KT Mitra Tani Parahyangan merasakan manfaat adanya jaminan pasar 2) : angka 10% merupakan batas toleransi KT Mitra Tani Parahyangan merasakan manfaat dari sisi kestabilan harga jual
Tabel 7 Manfaat Bagi Perusahaan Mitra No
1
2
3
Jenis Manfaat
Jaminan Kontinuitas
Jaminan Harga Beli
Jaminan Kualitas
Alat Ukur % pemenuhan jumlah pesanan oleh KT MTP Frekuensi pemenuhan pesanan oleh KT MTP per minggu Perbedaan harga beli antara ke KT MTP dan membeli ke petani lain % Tomat Kualitas grade A
Kriteria Bermanfaat (B)/Kurang Bermanfaat (KB)
85 - 100%1)
B
<85%
KB
4-7 kali2)
B
< 4 kali tidak ada perbedaan (0%) Ada perbedaan (>0%)3)
KB
< 30%
KB
> 30 %
B
B KB
Sumber : Nurdiniayati (1997) Keterangan : 1) : angka 85% merupakan batas jumlah pemenuhan pesanan yang dapat ditoleransi oleh mitra usaha 2) : angka 4 merupakan batas frekuensi pemenuhan pesanan oleh KT MTP yang masih dapat ditoleransi oleh mitra usaha 3) : angka 30% merupakan batas toleransi bagi mitra usaha merasakan manfaat dari sisi jaminan kualitas
39
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis dan Pembagian Administratif Secara geografis, Koperasi Tani Mitra Tani Parahyangan berada di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Kecamatan ini terletak kurang lebih 9 km dari pusat pemerintahan Kabupaten/Kota Cianjur, 90 Km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat dan 120 Km dari pusat pemerintahan Negara. Kecamatan Warungkondang memiliki batas wilayah sebagai berikut (Kecamatan Warungkondang, 2010) : Sebelah Utara : Kecamatan Cugenang Sebelah Selatan : Kecamatan Gekbrong Sebelah Barat : Kabupaten Sukabumi Sebelah Timur : Kecamatan Cilaku Kecamatan Warungkondang memiliki wilayah seluas 4.893,96 ha, terletak di arah barat daya ibukota Kabupaten Cianjur, dengan ketinggian berkisar antara 450 sampai dengan 1.000 meter diatas permukaan air laut, dan dengan kemiringan antara 1 derajat sampai dengan 15 derajat. Jenis tanah di Kecamatan Warungkondang yaitu tanah latosol aluvial berada pada ketinggian 300 – 900 meter diatas permukaan laut dengan pH tanah 5–6. Suhu rata–rata di Kecamatan Warungkondang yaitu 25ºC dan memiliki rata–rata 2000 – 2500 mm/tahun (BPS Cianjur, 2011). Luas wilayah Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, yaitu 4894 hektar, yang terdiri atas pemukiman, persawahan, tegal/ladang, perkebunan, hutan lindung, kolam, dan lain–lain. Tabel 8 memperlihatkan secara rinci luas wilayah Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur menurut penggunaannya. Tabel 8 Luas Wilayah Menurut Penggunaannya Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 No
Jenis Penggunaan
Luas (Ha)
Persentase (%)
1
Pemukiman
788
16,1
2
Persawahan
1664
34
3
Tegal/Ladang
270
5,51
4
Perkebunan
555
11,34
5 6 7
Hutan Lindung Kolam Lain – lain Jumlah Total
1120 121 376 4894
22,88 2,47 7,68 100
Sumber: BPS Kabupaten Cianjur (2010)
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar luas wilayah Kecamatan Warungkondang digunakan untuk persawahan, yaitu sebesar 1664 hektar atau mencapai 34% dari total luas wilayah Kecamatan Warungkondang, Kabupaten
40 Cianjur. Hal tersebut menunjukkan bahwa lahan Kecamatan Warungkondang diprioritaskan untuk lahan persawahan atau menanam padi. Penggunaan lahan terbesar setelah lahan persawahan adalah untuk hutan lindung yaitu sekitar 1120 hektar, pemukiman sekitar 788 hektar, perkebunan sekitar 555 hektar, lain–lain seperti sarana dan prasarana umum sekitar 376 hektar, Tegal/Ladang sekitar 270 hektar, dan Kolam sekitar 270 hektar. Besarnya penggunaan lahan untuk ladang/tegal ini digunakan sebagai areal pertanian yang lebih variatif seperti untuk menanam tanaman palawija, sayuran, tanaman hias, dan lain–lain. Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi Desa Tegallega merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur yang terdiri dari 26 RT dan 6 RW dimana terdapat 1327 Kepala Keluarga (KK). Penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur berjumlah 4603 jiwa, yang terdiri dari laki – laki sebanyak 2364 jiwa dan perempuan sebanyak 2239 jiwa. Mayoritas penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Bogor menganut agama Islam dan merupakan penduduk asli daerah dengan suku sunda. Keadaan tingkat pendidikan formal di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur mencerminkan kemajuan pendidikan baik kualitas maupun kuantitas pada suatu wilayah tersebut. Gambaran mengenai tingkat pendidikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Tingkat Pendidikan Warga Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
Belum Sekolah
518
14,75
2
Tidak Sekolah
14
0,39
3
Sedang Sekolah
702
19,98
4
Tidak Tamat SD
110
3,13
5 6 7
Tamat SD Tamat SMP/Sederajat Tamat SMA/Sederajat
1521 485 153
43,28 13,81 4,35
8
Tamat Akademi
4
0,14
9
S1/S2/S3 Jumlah Total
7 3514
0,19 100
Sumber: Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur (2010 )
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur relatif rendah, dimana sebanyak 43,28% warganya memiliki latar belakang pendidikan hanya sampai tamat sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur karena mahalnya biaya pendidikan sehingga sebagian besar anak–anak hanya mampu bersekolah hingga tingkat SD dan tingkat SMP saja. Namun, bila dilihat secara keseluruhan semakin berkembangnya tingkat pemikiran masyarakat terdapat kesadaran akan pentingnya
41 pendidikan yang memadai, hal tersebut dapat dilihat dari adanya masyarakat yang melanjutkan pendidikannya hingga ke tingkat perguruan tinggi baik itu tingkat akademi yaitu sebesar 0,14% dan tingkat sarjana sebesar 0,19%. Apabila dilihat dari aspek ekonomi, mata pencaharian pokok yang dilakukan oleh penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur beraneka ragam, namun sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur adalah sebagai buruh tani. Komposisi mata pencaharian masyarakat Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Mata Pencaharian Pokok Warga Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis Pekerjaan Petani Buruh Tani Buruh Migran PNS Pengrajin Industri Rumah Tangga Pedagang Keliling Montir Pengusaha Kecil dan Menengah Karyawan Koperasi Swasta Karyawan Koperasi Pemerintah Pengemudi Ojek Tukang Kayu Tukang Batu Jumlah Total
Jumlah (Orang) 262
Persentase (%) 20,45
442 188 9 11 23 3 17 108 166 15 21 10 6 1281
34,5 14,68 0,7 0,86 1,8 0,23 1,33 8,43 12,96 1,17 1,64 0,78 0,47 100
Sumber: Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur (2010)
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa persentase jumlah tenaga kerja penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur yang bekerja sebagai petani adalah sekitar 20,45% dan angka persentase tersebut berada pada urutan kedua setelah buruh tani yaitu sebesar 34,50% dengan jumlah penduduk 442 orang. Kebanyakan penduduk bekerja sebagai buruh tani karena mereka tidak mempunyai lahan sendiri dan mereka menggarap lahan milik orang lain. Sebagian besar penduduk Desa Tegallega tidak mempunyai cukup biaya untuk membeli lahan sendiri. Tetapi dengan mata pencaharian yang sebagian besar pada bidang pertanian menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan mata pencaharian yang cukup menjanjikan untuk dijadikan sebagai sumber penghasilan utama masyarakat Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur.
42
Sarana dan Prasarana Perkembangan pembangunan yang didukung dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya perubahan di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Sarana yang ada di Desa Tegallega diantaranya berupa sarana dan prasarana pendidikan, sarana dan prasarana kesehatan, sarana dan prasarana komunikasi dan informasi, sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi Untuk sarana pendidikan baik formal maupun informal terdiri dari sekolah Play Group/PAUD/TK, SD/Sederajat baik negeri maupun swasta, sekolah SMP/sederajat, dan sekolah SMA/Sederajat. Sarana dan prasarana kesehatan terdiri dari puskesmas pembantu yaitu sebanyak 1 unit, dan posyandu sebanyak 6 unit. Kemudian untuk sarana dan prasarana transportasi terdapat angkutan umum dan beberapa pangkalan ojek. Dalam sarana jalan dan telekomunikasi, sebagian besara masyarakat Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur telah memiliki alat komunikasi yang berupa telepon seluler sehingga memudahkan akses komunikasi antar penduduk maupun komunikasi dengan luar penduduk Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Kondisi jalan menuju Desa Tegallega masih kurang bagus, kondisi jalan banyak yang berlubang dan akan tergenang pada musim penghujan. Selain itu, di Desa Tegallega juga menyediakan prasarana keagamaan seperti masjid/mushola umum, gereja, dan prasarana pemerintahan seperti gedung kantor desa dan inventaris – inventaris kantor (Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur). Gambaran Umum Koperasi Mitra Tani Parahyangan Sejarah Singkat Koperasi Mitra tani Parahyangan pada awalnya adalah kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan. Kelompok tani ini bergerak dibidang usaha hortikultura khususnya sayuran. Awal mula terbentuknya kelompok tani ini adalah munculnya gagasan dan pemikiran dari beberapa petani untuk membentuk suatu kelompok yang memiliki tujuan yang sama dalam bidang pertanian, yaitu agar dapat berbagi informasi dan mengembangkan usaha bersama. Kelompok tani ini terbentuk pada tahun 1998 dengan anggota awalnya berjumlah 5 orang, dan terus bertambah seiring waktu. Pada tanggal 18 Desember 2000 Mitra Tani Parahyangan ditetapkan sebagai koperasi dengan nama Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang beralamat di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur dengan nomor badan hukum : 105/BHKdk/10.7/XIII/2000, SITU no. 503/020/SITU/II/2002, TDP no. 100 625 200 777, NPWP no. 01.990.733.8406.008. Pendiri sekaligus ketua koperasi ini adalah Bapak Ujang Majudin. Pada awalnya pemasaran produk-produk Koperasi Mitra Tani Parahyangan terbatas pada pasar – pasar tradisional daerah Kabupaten Cianjur dan menjadi pemasok sayuran di daerah Cipanas dan tahun 2002 pemasaran diperluas ke pasar swalayan (Lion Super Indo, Alfa Midi Pusat, Hari – Hari Swalayan, Giant, Aneka Buana, Cimory, dan lain - lain).
43 Anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan pada saat ini sebanyak 329 petani dan hingga saat ini telah mengusahakan ±138 komoditas sayuran, dengan komoditas unggulan tomat, ketimun, jagung, wortel, terong ungu panjang, sawi putih dan brokoli. Tujuan berdirinya koperasi adalah menjadi fasilitator bagi anggota dalam pengelolaan usahatani dan pemasaran hasil produksi agar lebih efektif dan efisien. Pada tahun 2008, Koperasi Mitra Tani Parahyangan memperoleh tugas untuk menerapkan program OVOP (One Village One Product) dari Kementrian Koperasi dan UKM. One Village One Product (OVOP) merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wadah koperasi atau UKM. Dalam melaksanakan kegiatan OVOP ini, koperasi menggunakan tiga prinsip gerakan OVOP yaitu yang pertama pengembangan sumber daya manusia dengan membentuk unit pelatihan bagi petani anggota kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu menjaga dan meningkatkan kualitas dari produk unggulan yang dibudidayakan. Kedua pengembangan sumber daya alam, dengan cara merubah pola tanam dari monokultur menjadi polikultur begitu pula dengan pola panen dan pola pasar. Ketiga pengembangan sumber daya buatan dengan memperbaiki struktur jalan sehingga kegiatan distribusi dapat berjalan lancar. Selama menjalankan program OVOP ini, koperasi Mitra Tani Parahyangan telah memperoleh berbagai penghargaan dari pemerintah dan pada tahun 2011, selain itu koperasi juga pernah memperoleh penghargaan sebagai suplier sayuran terbaik dari pihak swalayan yang disuplai oleh Mitra Tani Parahyangan. Strukur Organisasi Pengelolaan yang dilaksanakan koperasi Mitra Tani Parahyangan masih bersifat tradisional yaitu dengan cara kekeluargaan. Ketua koperasi masih terjun langsung dalam proses pengadaan barang ataupun proses produksi, dan merupakan penggagas dalam melakukan penelitian dan pengembangan usaha. Koperasi Mitra Tani Parahyangan sudah memiliki struktur organisasi yang jelas, namun pembagian wewenang dan tanggung jawab belum berjalan dengan baik, karena masih terdapat rangkap tanggung jawab. Struktur organisasi koperasi Mitra Tani Parahyangan terdiri atas ketua koperasi, bagian pemasaran, bagian operasional, bagian keuangan, dan bagian produksi. Ketua koperasi bertugas mengatur jalannya produksi, menentukan kualitas produk dan mendelegasikan pekerjaan kepada sekretaris dan bendahara sesuai dengan tugas masing–masing. Sekretaris bertugas mengatur dan mengelola administrasi pemasaran dan bendahara bertugas mengatur keuangan koperasi, baik pemasukan maupun pengeluaran. Bagian Saprotan (Sarana Produksi Pertanian), bertugas menyuplai sarana pertanian yang dibutuhkan oleh koperasi untuk nantinya didistribusikan kepada anggota. Bagian Budidaya bertugas mengatur kegiatan budidaya yang dilakukan oleh koperasi serta mengawasi kegiatan budidaya yang dilakukan kelompok tani. Bagian pemasaran bertugas mengatur kegiatan pemasaran dan bagian PPAT (Pengelola Angkutan Transportasi) bertugas mengkoordinasikan supir untuk mengangkut hasil panen dari petani dan mengkoordinasikan pengiriman untuk gudang induk supermarket.
44
KETUA KOPERASI U. Majudin
SEKRETARIS
BENDAHARA
Hamdan
Dede Nurlaela
Bagian
Bagian
Bagian
Bagian
Bagian
SAPROTAN
BUDIDAYA
PRODUKSI
PEMASARAN
PPAT
Dili
Ayem
Deni
Agus
Hendi
Gambar 2 Bagan Organisasi Koperasi Mitra Tani Parahyangan Sumberdaya Manusia Koperasi Mitra Tani Parahyangan memiliki 84 orang tenaga kerja tetap yang terdiri atas 32 orang pekerja lapangan produksi, 35 orang di gudang, 12 orang supir dan 7 orang administrasi kantor. Selain itu terdapat tenaga kerja borongan dua sampai enam orang. Selama ini koperasi Mitra Tani Parahyangan belum menetapkan persyaratan khusus bagi tenaga kerja yang direkrut, seperti tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Koperasi mengutamakan sikap jujur, memiliki keinginan untuk bekerja keras, bertanggung jawab dan rajin. Meskipun tenaga kerja pada koperasi Mitra Tani Parahyangan sebagian besar berpendidikan SD, namun rata-rata sudah memiliki keahlian dan pengalaman dalam bekerja terutama dilapangan. Tingkat pendididkan karyawan Koperasi Mitra Tani Parahyangan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Persentase Tingkat Pendidikan Karyawan pada Mitra Tani Parahyangan No.
Tingkat Pendidikan
Persentase
1.
SD
42%
2.
SMP
-
3.
SMA
29%
4.
D3/S1
29%
Berdasarkan Tabel 11 tingkat pendidikan karyawan Koperasi sebesar 42% berpendidikan SD, sedangkan SMA dan Perguruan Tinggi sebesar 29%. Karyawan untuk lahan produksi bekerja mulai pukul 07.00 sampai 12.00 WIB, sedangkan di bagian gudang waktu kerja dimulai pukul 08.00–14.00 dan dilanjutkan kembali pada pukul 16.00–22.00 WIB. Namun waktu kerja untuk
45 bagian gudang tersebut tidak tetap karena akan disesuaikan dengan jumlah order yang dari pembeli. Artinya jika order sedang banyak maka karyawan bagian gudang mendapatkan tambahan waktu kerja. Sumberdaya Lahan Lahan merupakan faktor utama dalam usahatani setelah modal dan tenaga kerja, karena lahan berfungsi sebagai tempat melaksanakan kegiatan produksi pertanian. Kondisi lahan yang akan digunakan dalam usahatani sangat menentukan terhadap hasil akhir usahatani tersebut. Secara umum, kondisi lahan Koperasi Mitra Tani Parahyangan cocok untuk ditanami tanaman sayuran dataran tinggi, hal ini dikarenakan lahan terletak dikawasan kaki bukit gunung Gede Pangrango dan struktur tanah yang gembur dan subur. Koperasi Mitra Tani Parahyangan adalah 40 hektar yang terdiri atas 4 hektar milik pemilik koperasi dan 36 hektar lainnya milik anggota kelompok tani Mitra Tani Parahyangan. Lahan yang dikelola tersebar di empat wilayah, yaitu Kecamatan Warungkondang (20 ha), Kecamatan Cugenang (5 ha), Kecamatan Takokak (5 ha), dan Kecamatan Sukaraja (10 ha). Sumberdaya Modal Modal merupakan segala sesuatu yang dialokasikan secara khusus diinvetasikan dalam kegiatan usahatani. Modal memegang peranan penting kedua, agar semua kegiatan produksi dapat dilaksanakan sesuai rencana. Pada saat berdiri pada tahun 1998, koperasi Mitra Tani Parahyangan memiliki modal sebesar Rp.61.000.000,-. Seiring berjalannya waktu, koperasi mulai berkembang dan mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat serta Dinas Pertanian dan Hortikultura melalui Kementrian Koperasi. Dengan permodalan yang semakin kuat, Mitra Tani Parahyangan mampu bertahan dan menjadi koperasi yang memasok komoditas hortikultura yang terus berkembang di Kabupaten Cianjur. Sarana Penunjang Dalam menjalankan kegiatan usahanya, koperasi Mitra Tani Parahyangan menyediakan peralatan untuk semua kegiatan on farm dan off farm, diantarannya kantor koperasi, mess untuk karyawan, gudang packing, gudang penyimpanan, gudang pakan ternak, gudang untuk pupuk kompos, dan aula untuk diskusi bagi anggota. Alat transportasi yang dimiliki oleh koperasi Mitra Tani Parahyangan diantaranya satu unit truk, satu unit truk box (cooling unit), delapan unit mobil pick up dan dua unit sepeda motor. Gambaran Umum Petani Responden Karakteristik Petani Responden Keberhasilan usahatani dipengaruhi berbagai faktor, terutanma adalah faktor internal yang berupa karakteristik dari petani. Kinerja pengelolaan yang dilakukan petani akan mempengaruhi hasil usahatani. Karakteristik petani responden yang akan dikaji meliputi pengelompokkan petani berdasarkan umur, tingkat pendidikan, luas lahan, pengalaman usahatani dan sumber modal.
46 Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan adalah kelompok tani yang diambil sebagai petani mitra karena kelompok tani ini sudah cukup lama melakukan kemitraan dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan . Kelompok Tani ini berada di Desa Tegalega Kecamatan Warungkondang. Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan akan dianalisis posisinya sebagai petani mitra. Berdasarkan data petani-petani pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan yang tercatat oleh Koperasi Mitra Tani Parahyangan sebagai petani mitra, maka dipilih 20 responden petani yang bermitra. Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang pada saat penelitian dilakukan sedang menjalin kemitraan dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan , aktif dalam kegiatan kemitraan serta sedang atau pernah mengusahakan tomat. Sedangkan petani non mitra yang diambil sebagai sampel adalah petani di Kecamatan Gekbrong yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Warungkondang. Karakteristik petani responden petani mitra dan non mitra dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Karakteristik Umur Petani Responden Gambaran Umum
Kategori
Umur
25 - 30 30 - 35 35 - 40 40 - 45 45 - 50 > 51
Jumlah
Petani Mitra Jumlah Persentase 3 15 3 15 4 20 3 15 7 35 20 100
Petani Non Mitra Jumlah Persentase 2 20 2 20 4 40 1 10 1 10 10 100
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik petani mitra dan non-mitra pada Tabel 12. Petani mitra yang menjadi sampel umumnya memiliki rata-rata umur 30 - 50 tahun yang merupakan usia produktif. Ini berarti petanipetani yang melakukan kerjasama merupakan petani-petani produktif yang ingin mencoba melakukan perubahan mengikuti keinginan perusahaan mitra dalam hal ini adalah koperasi. Namun ada juga petani yang berusia lanjut diatas 50 tahun sebesar 35 %, petani usia lanjut ini pada umumnya adalah petani yang sejak awal sudah bergabung dengan Kelompok Tani MTP serta tertarik dengan kemudahan yang diberikan koperasi dalam pengadaan sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam usahatani. Jumlah petani non mitra 90 % pada memiliki umur rata-rata kisaran 25-50 tahun yang berada pada usia produktif. Persentase terbesar 40 % terdapat pada usia mapan dalam suatu yaitu 35-40 tahun. Kisaran usia produktif memungkinkan petani non mitra dalam memperluas wilayah pasarnya. Oleh karena itu petani non mitra dapat mengembangkan usahanya dengan tidak bergantung kepada salah satu perusahaan atau menjalin kerjasama sejenis kemitraan atau lainnya. Tingkat pendidikan responden mencerminkan kualitas sumber daya manusia, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia tersebut. Kondisi tersebut dapat terlihat dari tingkat pengetahuan mengenai usaha yang dijalankan, masalah yang dihadapi
47 serta bagaimana mengatasi permasalahan yang dihadapi tersebut. Tingkat pendidikan yang pernah diperoleh oleh petani responden akan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan terhadap teknologi dan ilmu pengetahuan yang diberikan. Karakteristik tingkat pendidikan petani responden petani mitra dan non mitra dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Karakteristik Tingkat Pendidikan Petani Responden Gambaran Umum
Tigkat Pendidikan Jumlah
Kategori
Petani Mitra
Petani Non Mitra
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
SD
18
90
8
80
SMP
1
5
2
20
SMA
1
5
-
-
20
100
10
100
Berdasarkan Tabel 13 karakteristik tingkat pendidikan petani responden dapat dikatankan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Dilihat dari faktor tingkat pendidikan, petani responden dapat dikatakan memiliki tingkat pendidikan rendah. Petani mitra dan non mitra mempunyai rata-rata tingkat pendidikan sekolah dasar yaitu sebesar 90 % dan 80 %. Sedangkan pada tingkat pendidikan SMP, pada petani mitra terdapat 1 petani sedangkan petani non-mitra terdapat 2 petani. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat dikatakan bahwa seluruh petani responden pernah mendapatkan pendidikan formal yang berarti petani dapat membaca dan menulis sehingga dalam menjalankan usahanya tidak selalu mengandalkan orang lain. Kemampuan baca dan tulis ini berkaitan dengan petani mitra terhadap hubungan yang dilakukan dengan perusahaan mitra atau koperasi membutuhkan petani-petani yang minimal mempunyai kemampuan baca-tulis sehingga mampu memahami isi kontrak perjanjian yang terdiri dari hak dan kewajiban kerjasama, serta dapat diharapkan dapat memahami inovasi dan pengetahuan baru seperti yang dikehendaki perusahaan mitra. Luas lahan yang dikelola para petani responden dapat berupa lahan milik pribadi, sewa dari orang lain, maupun kombinasi milik pribadi dan sewa. Pembayaran sewa lahan yang dilakukan petani responden berupa pembayaran tunai per tahun. Selain menanam tomat umumnya petani juga menanam komoditas lain, sehingga bagi petani yang memiliki lahan pribadi yang sempit tidak akan mencukupi untuk menanam lebih dari 1 komoditas. Oleh karena itu petani perlu menambah luasan lahan garapan yaitu dengan cara melakukan sewa. Luasan lahan yang digarap untuk komoditas pertanian baik petani mitra maupun non mitra berkisar antara 0,1 ha sampai 15 ha. Krakteristik luas lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 14.
48 Tabel 14 Karakteristik Kepemilikan Lahan Petani Responden Gambaran Umum
Kategori
Luas Lahan
Petani Mitra
Petani Non Mitra
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
≤ 0,5 Ha
10
50
10
100
≥ 0,5 Ha
4
20
-
14
70
10
Jumlah
100
Pengalaman bertani berkaitan erat dengan lama petani dalam menjalankan usahanya. Pengalaman petani responden akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan serta keterampilannya dalam mengelola usahatani. Pengalaman yang diperoleh akan mempengaruhi perilaku seseorang seperti pengetahuan, keterampilan, pemahaman serta sikap. Pengalaman usahatani bukan menjadi syarat mutlak petani untuk melakukan kemitraan dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan . Walaupun terlihat bahwa 45% petani mitra memiliki pengalaman usahatani kurang dari 10 tahun, sedangkan petani yang memiliki pengalaman 10 tahun ke atas sebanyak 11 orang atau 55% dari total sampel petani mitra. Jumlah petani non-mitra yang memiliki pengalaman usahatani dibawah 10 tahun lebih kecil yaitu sebesar 30%, sedangkan antara 11-20 tahun sebesar 50%. Hal tersebut wajar jika dilihat dari usia petani yang masih pada usia produktif dibawah 50 tahun. Pengalaman usahatani akan menentukan pengelolaan yang dilakukan petani terhadap usahataninya, semakin lama pengalaman usahatani seharusnya berbanding lurus dengan pengeloaan yang semakin baik dan hasil usahatani yang optimal. Secara rinci karakteristik pengalaman usahatani petani responden dapat dilihat pada Tbel 15 Tabel 15 Karakteristik Pengalaman Usahatani Petani Responden Gambaran Umum
Pengalaman usahatani Jumlah
Kategori 0-10 11 - 20 21 - 30 31 - 40
Petani Mitra Jumlah % 9 45 6 30 4 20 1 5 20 100
Petani Non Mitra Jumlah % 3 30 5 50 2 20 10 100
Berdasarkan Tabel 15 pengalaman bermitra dari petani sampel diperoleh petani yang sudah memiliki pengalaman bermitra diatas 10 tahun sebanyak 5 orang atau 25%, petani yang memiliki pengalaman 6 – 10 tahun sebanyak 7 orang atau 35%, sedangkan petani yang memiliki pengalaman bermitra dibawah 6 tahun sebanyak 8 orang atau 40%. Jika dilihat dari lamanya pengalaman bermitra, ratarata petani sampel masih memiliki pengalaman bermitra dibawah 6 tahun. Hal ini menunjukan bahwa koperasi selalu menerima anggota baru yang dapat memenuhi kriteria 4 K.
49 Teknis dan Teknologi Produksi Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan mengusahakan budi daya sayuran dan mempunyai total luas lahan ± 20 hektar serta berada pada letak geografis dan wilayah yang cocok untuk tempat kegiatan usaha sayuran. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan menanam beberapa jenis komoditi sayuran seperti tomat, brokoli, sawi putih, terong panjang ungu, kapri, buncis, ketimun, dan sebagainya. Produk sayuran yang menjadi unggulan antara lain tomat dan kubis karena permintaan akan komoditas tersebut cukup tinggi. Benih yang digunakan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan sebagian besar diperoleh dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam menerapkan teknik budidaya pada masing-masing sayuran yang diusahakan berbeda-beda tergantung dari jenis tanaman itu sendiri, namun untuk tanaman semusim hal tersebut relatif sama. Hal yang penting dalam kegiatan pengolahan tanah lebih ditekankan pada pemilihan jarak tanam yang tepat karena jarak tanam menentukan jumlah populasi, kebutuhan benih dan jumlah pupuk serta mempengaruhi tingkat efisiensi penyerapan cahaya dan kompetisi antara tanaman dalam menggunakan air dan zat hara. Jarak tanam yang baiasanya digunakan untuk komoditas tomat adalah 60x80cm. Metode proses produksi yang digunakan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan menggunakan metode pertanian semi organik, dimana dalam proses tersebut tidak hanya menggunakan bahan-bahan kimia tetapi juga menggunakan bahan-bahan organik seperti pupuk yang digunakan menggunakan pupuk kompos yang berasal dari campuran kotoran ternak dan sampah organik. Alur proses produksi sayuran yang dilaksanakan petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan secara singkat dapat dilihat pada Gambar 3. Persiapan Benih dan Pembibitan
Persiapan Lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
Pasca Panen Gambar 3 Alur Proses Produksi pada Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Tahun 2013
50 Gambar 3 menunjukkan bahwa pada proses awal yang dilakukan oleh petani anggota Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam proses budi daya tomat adalah melakukan persiapan benih dan pembibitan. Benih tomat yang diperoleh tidak bisa ditanam langsung ke lahan, akan tetapi benih harus semai terlebih dahulu. Persemaian benih awalnya dilakukan dengan membuat bedengan yang terdiri dari campuran kompos dan tanah, kemudian benih di sebar diatas bedengan. Setelah melakukan penyebaran benih, kegiatan selanjutnya yaitu menutup benih yang telah disebar dengan sungkup yang terbuat dari plastik yang dibentuk melengkung setengah lingkaran dengan menggunakan bambu sepanjang 12 m, lebar 1 meter, dan tinggi 1 meter dari permukaan tanah. Perawatan persemaian meliputi penyiraman benih yang dilakukan setiap sore hari. Apabila benih yang disemai sudah berumur tujuh hari, kemudian benih dipindahkan ke dalam pocisan. Pocisan terbuat dari daun pisang yang dibentuk menjadi tabung kecil yang kemudian diisi dengan tanah kemudian benih ditanam. Pocisan berfungsi sebagai penguatan akar tanaman sebelum dipindahkan ke lahan. Proses persemaian ini ditujukan untuk mempersiapkan bibit tomat yang akan ditanam dilahan, karena terdapat beberapa jenis tanaman sayuran yang tidak dapat ditanam secara langsung sebelum dilakukan penyemaian. Hal tersebut diharapkan tanaman dapat tumbuh secara optimal dan mampu beradaptasi di lingkungan kebun (outdoor). Persiapan lahan dilakukan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Tanah yang padat dan keras harus diolah kembali agar lebih halus dan berstruktur lembut. Lahan juga harus dibersihkan dari semak berlukar, rumput-rumput, gulma dan sisa-sisa tanaman lain. Proses pembersihan lahan ini dilakukan sendiri oleh petani atau mempekerjakan orang lain. Setelah tahap persiapan lahan selesai, maka tahapan selanjutnya adalah pengolahan tanah. Pengolahan tanah merupakan proses penggemburan tanah, agar tanah bagian dalam dapat terangkat ke permukaan atas dalam bentuk gumpalangumpalan besar. Penggemburan tanah ini bertujuan untuk menciptakan struktur tanah yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Proses pengolahan tanah dilakukan dengan menggali tanah hingga kedalaman kurang lebih 30-40 cm. Penggalian tanah tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap dan memperbaiki tata udara (aerasi) tanah. Tanah tersebut dicampur dengan berbagai macam tanaman dan kotoran ternak untuk meningkatkan kandungan hara yang ada di dalam tanah. Hal ini berfungsi untuk membantu memperbaiki keadaan fisik tanah, menyediakan zat-zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, dan untuk perkembangan organisme tanah. Pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani menggunakan peralatan yang cukup sederhana yaitu menggunakan cangkul, hal ini dikarenakan tanah tersebut sudah memiliki tekstur yang gembur. Kesuburan tanah dapat ditingkatkan dengan mencampur tanah dengan pupuk kandang atau pupuk kompos. Setelah pengolahan lahan selesai tahapan selanjutnya adalah membuat bedengan - bedengan. Bedengan merupakan tempat penanaman, sedangkan parit atau selokan merupakan saluran pengairan (irigasi) dan pengeluaran air dari lahan penanaman (drainase). Bedengan dan parit akan mempermudahkan pelaksanaan kegiatan pemupukan, pengairan, pembuangan air yang berlebih, pemberantasan hama dan penyakit. Bedengan pada umumnya memiliki lebar 1 m, dengan tinggi
51 bedengan 20-30 cm dan panjang rata-rata setiap bedengan 8-10 m. Setelah dibuat bedengan, tanah didiamkan selama beberapa hari. Setelah pembuatan bedengan selesai kemudian dilakukan pemasangan mulsa yang bertujuan untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi hama dan penyakit serta untuk mengurangi penguapan. Pemasangan mulsa menggunakan mulsa putih hitam perak dimana pemasangan dilakukan dengan warna hitam dibawah dan warna perak berada diatas. Pemasangan mulsa dilakuakn setelah dilakukan pemupukan bedengan dengan menggunakan pupuk kandang dan pupuk kimia. Keunggulan menggunakan mulsa diantaranya adalah mampu menekan serangan hama dan penyakit. Pelubangan mulsa dilakukan dengan menggunakan alat yang masih sederhana yaitu menggunakan kaleng bekas yang dipanaskan untuk tempat penanaman sesuai dengan jarak tanam yang telah ditentukan sebelumnya. Persiapan lahan yang telah selesai selanjutnya dilakukan penanaman. Proses penanaman tersebut harus diketahui terlebih dahulu tentang jarak tanam. Jarak tanam untuk komoditas tomat biasanya adalah 60x80 cm. Selain itu, dalam proses penanaman dilakukan pengaturan setiap bedengan yang akan ditanami. Pengaturan tersebut dilakukan agar produksi sayuran dapat dipanen secara kontinyu setiap harinya. Salah satu pengaturan yang dilakukan dalam proses penanaman adalah rotasi tanaman. Rotasi tanaman diperlukan untuk menghindari serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman sayuran. Oleh karena itu, setelah pemanenan, bedengan dipersiapkan untuk ditanami kembali dengan syarat bukan jenis tanaman yang sama dengan jenis tanaman sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan unsur hara yang telah diambil oleh tanaman sayuran sebelumnya. Kegiatan penanaman sayuran di lahan dilakukan pagi atau sore. Penanaman dilakukan pada pagi atau sore hari bertujuan untuk mengurangi risiko kematian pada tanaman saat dipindahkan ke lahan pertanian. Kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman tomat yang dilakukan petani meliputi penyulaman, penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama penyakit serta pengajiran. Pada komoditas tomat fase vegetatif yaitu umur tanaman 15-30 hari setelah tanam merupakan fase yang rentan terhadap hama dan penyakit khususnya adalah penyakit layu bakteri yang petani sering menyebutnya penyakit keriting. Layu pada seluruh bagian tanaman akan terjadi bila keadaan lingkungan mendukung perkembangan penyakit. Layu akan terjadi lebih lama bila lingkungan kurang mendukung perkembangan patogen di dalam tanaman. Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan penyakit layu bakteri adalah kelembaban tanah. Kelembaban tanah ini sangat berpengaruh terhadap tingkat reproduksi dan ketahanan patogen di dalam tanah. Patogen akan berkembang dengan baik pada kelembaban tanah yang tinggi. Di lapangan, kelembaban tanah ini selalu dihubungkan dengan periode musim hujan yang terjadi pada musim tanam. Periode musim hujan yang tinggi akan menyebabkan kelembaban tanah yang tinggi pula. Bibit tomat yang baru ditanam tidak semuanya dapat tumbuh dan bertahan menjadi tanaman dewasa beberapa diantaranya pasti ada yang mati, salah satu cara mengatasinya adalah melakukan penyulaman. Penyulaman pada umumnya dilakukan pada umur ±7 hari setelah tanam. Sedangkan penyiraman pada tanaman dilakukan sebanyak dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Pemeliharaan selanjutnya adalah pemupukan. Pemupukan dilakukan untuk menambah unsur
52 hara di dalam tanah yang dapat membantu perkembangan tanaman baik pada masa pertumbuhan vegetatif dan generatif. Pupuk yang digunakan oleh petani berasal dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang berupa pupuk kimia dan pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak. Pemberian pupuk dilakukan pada tanaman umur 14 hari setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit penting dilakukan dalam membudidayakan sayuran. Hama dan penyakit merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kualitas dan produktivitas sayuran. Dalam menangani hama dan penyakit petani menggunakan pestisida seperti victory, prepaton, ditan, trigon, detacron, rizotin, dursban, dan antracol. Pemanenan dilakukan pada saat tanaman telah memiliki cukup umur untuk dilakukan pemanenan. Cara panen dan umur masing-masing sayuran berbedabeda, untuk komoditas tomat pada saat dilakukan pemanenan buah pada tanaman tomat dipilih dengan tingkat kematangan yang cukup, yaitu buah yang berwarna kemerahan dan ukuran buah sesuai dengan yang diinginkan. Kegiatan pasca panen tidak dilakukan oleh petani tetapi dilakukan di Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Kegiatan pasca panen yang dilakukan yaitu pembersihan, sortasi dan grading, pemgemasan, serta pengangkutan. Kegiatan pembersihan memegang peranan penting dalam proses selanjutnya. Tujuan utama pembersihan adalah untuk menyingkirkan sumbersumber kontaminasi dan juga akan lebih menampilkan sosok sayuran itu. Saat dibersihkan, bagian-bagian yang tidak penting dari sayuran dipotong (tergantung permintaan konsumen) dan dibersihkan dari komoditi lain yang ikut menempel misalnya tanah. Kemudian sayuran dicuci, tindakan pencucian merupakan suatu cara untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang berada dipermukaan sayuran, terlebih apabila sayuran yang telah dipanen terkena debu dan hujan. Setelah proses pembersihan, kegiatan selanjutnya adalah sortasi. Sortasi merupakan kegiatan pemilihan sayuran berdasarkan tingkat kematangan, berbeda bentuk, dan juga berbeda warna maupun tanda-tanda lainnya yang merugikan seperti luka, lecet, dan adanya infeksi penyakit maupun luka akibat hama. Setelah itu, tahap selanjutnya adalah grading. Grading merupakan suatu kegiatan melakukan pengelompokan terhadap produk berdasarkan ukurannya. Penentuan grade ini disesuaikan berdasarkan keinginan dan permintaan dari pelanggan. Masing-masing jenis sayuran memiliki proses grading yang berbeda-beda. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan adalah pengemasan. Pengepakan untuk tomat berbeda dengan sayuran lain, pengepakan pada umumnya digunakan dengan membungkus sayuran dengan menggunakan styrofoam dan plastik. berbeda dengan tomat, pengepakan yang dilakukan adalah dengan menggunakan krat atau keranjang yang terbuat dari plastik. Kemitraan Antara Koperasi Mitra Tani Parahyangan Dengan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Wilayah sasaran kemitraan yang dijalankan oleh Koperasi Mitra Tani Parahyangan secara umum adalah wilayah yang bisa digunakan untuk menanam sayuran. Untuk wilayah Cianjur, salah satu wilayah yang cocok untuk ditanami
53 sayuran adalah Desa Padakati Desa Tegallega Kecamatan Warungkondang. Untuk diluar daerah Cianjur, koperasi melakukan kemitraan dengan petani sayuran seperti di wilayah Sukabumi, Garut dan Pangalengan. Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh Koperasi Mitra Tani Parahyangan dengan petani mitra adalah sebagai berikut. Kewajiban Petani Mitra Dalam hubungan kerjasama atau kemitraan yang dilakukan dua pihak atau lebih tentunya masing-masing pihak akan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda satu sama lain. Hal tersebut juga berlaku untuk petani mitra yang melakukan kemitraan dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Kewajiban petani sebagai anggota antara lain adalah membayar iuran wajib dan iuran pokok, menanam komoditas tertentu dan mengikuti pola tanam yang ditentukan oleh pihak koperasi, dalam hal ini petani memiliki kewajiban untuk melaksanakan usahataninya dengan baik sehingga akan mendapatkan hasil yang optimal serta menjual seluruh hasil panen kepada Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Tugas pokok yang harus dilakukan petani mitra adalah dalam hal budidaya atau produksi, petani mitra dalam hal ini diwajibkan hanya fokus pada usahatani yang dilaksanakan agar hasil panen dapat diperoleh dengan maksimal. Petani mitra tidak perlu memikirkan pemasaran terhadap hasil panen yang diperoleh, hal ini dikarenakan yang bertanggung jawab terhadap pemasaran hasil panen adalah perusahaan mitra dalam hal ini Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Kewajiban Koperasi Mitra Tani Parahyangan Seperti halnya petani mitra yang memiliki tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan, demikian pula dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh koperasi antara lain mengatur pola tanam terhadap lahan yang dimitrakan, memberikan bantuan modal usahatani berupa uang atau sarana dan prasarana produksi seperti benih, pupuk dan pestisida, membantu teknis budidaya, serta membeli seluruh hasil panen dari petani anggota. Pengaturan dalam hal pola tanam berfungsi agar panen dapat dilakukan secara terus menerus atau kontinyu. Hal ini sangat penting karena permintaan pasar akan komoditas tomat tidak tebatas oleh waktu atau dengan kata lain komoditas tomat harus tersedia setiap saat. Koperasi Mitra Tani Parahyangan bertanggung jawab terhadap hasil panen dari petani mitra. Hasil panen tersebut selanjutnya akan dipasarkan oleh Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Perjanjian Kerjasama Kemitraan Perjanjian kemitraan yang dijalankan koperasi Mitra Tani Parahyangan dengan petani adalah tidak menggunakan perjanjian tertulis. Petani dapat melakukan kerjasama dengan cara menjadi anggota koperasi atau tidak menjadi anggota. Petani sudah menjadi anggota koperasi, maka otomatis dapat melakukan kerjasama dan mendapatkan fasilitas yang diberikan oleh koperasi. Salah satu keuntungan dengan menjadi anggota koperasi, petani akan mendapatkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang bukan anggota. Untuk menjadi anggota, petani dapat mengajukan langsung ke koperasi atau melalui penyuluh pertanian setempat dengan mengisi formulir pengajuan menjadi anggota dan menyerahkan data yang diperlukan seperti data petani, luas lahan, dan lokasi
54 atau daerah penanaman yang nantinya akan disampaikan kepada pihak koperasi. Formulir pengajuan untuk anggota didalamnya mencakup hak dan kewajiban koperasi maupun petani. Selanjutnya pihak koperasi akan melakukan seleksi terhadap pengajuan menjadi anggota dari petani. Koperasi Mitra Tani Parahyangan memberikan syarat kepada petani yang ingin menjadi anggota, hanya petani yang sanggup melaksanakan 4K (kualitas, kuantitas, kontinuitas dan komitmen) yang dapat menjadi anggota dan melakukan kerjasama kemitraan dengan koperasi Mitra Tani Parahyangan. Terdapat beberapa mekanisme atau tata cara dalam pelaksaan kemitraan antara Koperasi dan petani mitra diantaranya adalah mekanisme bantuan permodalan, mekanisme bantuan pembinaan dalam proses budidaya dan mekanisme hasil panen dan system pembayaran. 1. Mekanisme Bantuan Permodalan Kepada Petani Mitra Pemberian bantuan modal yang diberikan kepada petani mitra dengan dua sistem, pertama berupa sarana dan prasarana produksi seperti benih, pupuk dan pestisida. Kedua dalam bentuk uang yang dapat digunakan petani untuk membeli sendiri keperluan sarana dan prasarana produksi atau digunakan untuk pembayaran tenaga kerja. Jaminan untuk mendapatkan bantuan modal dari koperasi hanya berupa tanda keanggotaan koperasi saja, tidak terdapat kontrak kerjasama tertulis yang diberikan koperasi kepada petani mitra. Prinsip keterbukaan dan kejujuran coba diterapkan oleh koperasi guna menumbuhkan sikap komitmen dalam diri petani mitra dan kekompakan antara petani mitra dan koperasi. Bantuan permodalan yang diberikan kepada petani mitra adalah berupa pinjaman yang akan disesuaikan dengan harga benih, pupuk dan pestisida. Bantuan modal berupa sarana dan prasarana produksi akan diberikan koperasi kepada petani mitra jika petani membutuhkan bantuan modal tersebut. Petani yang menerima bantuan modal dari koperasi untuk usahataninya, maka hasil panen harus dijual kembali ke koperasi. Uang hasil penjualan tomat dari hasil panen akan dipotong sebesar biaya pinjaman. Pemotongan dari hasil panen dilakukan pihak koperasi sehingga petani akan langsung menerima pendapatan bersih setelah dipotong biaya pinjaman. Pihak koperasi memberikan kebijakan dalam pelunasan pnjaman bisa dilakukan secara bertahap apabila terjadi gagal panen. 2. Bantuan Pembinaan dalam Peoses Budidaya Kegagalan dalam panen bisa saja terjadi dalam usahatani. Penyebab gagal panen dapat berasal dari berbagai hal diantaranya karena serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca yang tidak menentu atau karena perlakuan terhadap tanaman yang tidak maksimal. Risiko kegagalan yang dapat terjadi dalam usahatani sepenuhnya ditanggung oleh petani mitra, namun dengan adanya komunikasi dan konsultasi proses produksi yang intensif dan berkesinambungan risiko tersebut dapat dikurangi. Petani yang sudah menjadi anggota koperasi, sebelum melaksanakan usahataninya, telebih dahulu akan memperoleh pelatihan dari P4S MTP (Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan dan Swadaya Mitra Tani Parahyangan). Dalam pelatihan ini, petani akan mendapat penjelasan tentang cara budidaya yang baik, cara mengatasi hama dan penyakit serta hal-hal yang terkait dengan usahatani. Sehingga diharapkan dapat memeperolah hasil panen yang optimal. Koperasi Mitra Tani Parahyangan memberikan bantuan budidaya melalui penyuluh pertanian setempat. Untuk petani mitra yang berada di sekitar lokasi
55 Koperasi akan lebih sering bertemu langsung dengan pihak koperasi atau penyuluh pertanian setempat dapat melakukan konsultasi terhadap masalah yang dihadapi dalam usahataninya. Sedangkan untuk petani mitra yang lokasinya jauh dari koperasi bisa melakukan konsultasi terhadap permasalahan yang terjadi melalui telepon genggam. Bantuan teknis budidaya yang dilakukan koperasi secara langsung diberikan kepada petani yang lokasinya di sekitar koperasi, misalnya jika ada permasalahan hama dan penyakit. 3. Mekanisme Hasil Panen dan Sistem Pembayaran Hasil panen petani mitra yang akan dijual ke koperasi adalah yang memenuhi standard kualitas yang ditentukan oleh koperasi yaitu tomat dengan kualitas super atau grade A. Hal ini dikarenakan tomat tersebut akan didistribusikan untuk pasar swalayan, sedangkan tomat dengan kualitas grade B dan grade C dapat dijual langsung oleh petani ke pasar tradisional. Namun pihak koperasi juga akan membantu dalam pemasaran hasil panen dengan kualitas grade B atau C jika petani mitra menghendaki. Sortasi dan grading terhadap hasil panen seluruhnya dilakukan oleh koperasi, untuk tomat dengan kualitas super akan langsung dikemas dan disalurkan ke pasar swalayan, restoran, dan katering. Sedangkan untuk tomat kualitas lokal akan dijual di pasar tradisional. Sistem pembayaran hasil panen yang diterapkan koperasi dilakukan dengan dua cara, pertama pembayaran dilakukan dua minggu setelah produk (hasil panen) diterima, sistem ini berlaku untuk petani yang sudah memiliki cukup modal untuk penanaman berikutnya. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dari pembayaran yang dilakukan oleh pasar swalayan kepada koperasi. Sedangkan sistem pembayaran yang kedua adalah pembayaran langsung tunai untuk setengah dari nilai produk (hasil panen) yang diterima koperasi. Hal ini hanya berlaku untuk petani mitra yang belum memiliki cukup modal untuk penanaman selanjutnya. Harga ditentukan oleh koperasi dengan mengikuti fluktuasi harga pasar, harga tomat untuk kualitas grade A antara Rp 2500 sampai Rp 6000,- per kilogram, sedangkan untuk kualitas grade B dan C antara Rp 500,- sampai Rp 1750,-. Secara singkat keragaan hubungan kemitraan yang dilakukan Koperasi Mitra Tani Parahyangan dengan petani mitra dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Keragaan Hubungan Kemitraan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan Dengan Mitra Usaha No
Aspek
Koperasi MTP (Mitra Usaha)
1
Frekuensi Pesanan
Setiap hari
2 3 4 5
Pembelian Barang Sistem Pembayaran Penetapan Harga Kontrak Kerjasama Latar Belakang Kerjasama Bantuan Saprodi Pembinaan ke Petani
Tidak dikemas Tunai Menyesuaikan harga pasar Tidak ada
6 7 8
Keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan petani Ada Ada
56 Secara umum hubungan Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan menekankan pada hubungan pemasaran terhadap produk usahatani yang dihasilkan. Koperasi akan melakukan prediksi komoditas apa yang dibutuhkan konsumen dalam periode tertentu berdasarkan informasi pasar yang diperoleh. Dari hasil prediksi tersebut, maka koperasi akan memberikan saran kepada petani mitra untuk menanam komoditas yang dibutuhkan. Selama proses produksi petani mitra akan menerima bimbingan teknis budidaya yang baik dan konsultasi penanganan hama dan penyakit. Untuk komoditas tomat yang harus dijual kembali ke koperasi adalah tomat dengan kualitas grade A, sedangkan diluar grade A koperasi akan memberikan pilihan kepada petani apakah akan dijual sendiri atau dijual melalui koperasi. Secara rinci hubungan kemitraan Koperasi Mitra Tani Parahyangan dengan petani mitra dapat dilihat pada Gambar 4.
Memasok Petani Mitra
Pemasaran
Koperasi MTP
Lahan Sarana Teknologi
Pasar Swalayan /konsumen
Biaya Modal Teknologi Manajemen Pemasaran
Gambar 4 Kemitraan Koperasi Mitra Tani Parahyangan dengan Petani Mitra
Analisis Pendapatan Usahatani Pengukuran keberhasilan pengusahaan usahatani dapat diukur dari keuntungan yang diperoleh yang dihitung menggunakan analisis pendapatan. Analisis pendapatan usahatani yang akan dibahas yaitu menguraikan komponenkomponen penerimaan, biaya, pendapatan, serta perhitungan nilai efisiensi dari penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan dengan menggunakan rumus R/C. Pendapatan usahatani tomat dibagi menjadi pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk uang tunai untuk keperluan usahatani tomat. Biaya total adalah penjumlahan antara biaya tunai usahatani dan biaya non tunai. Biaya tidak tunai adalah biaya-biaya yang tidak dikeluarkan secara tunai oleh petani sehingga masuk ke dalam biaya yang diperhitungkan.
57 Penerimaan Usahatani Petani Responden Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil penjualan tomat yang dilakukan petani. Hasil penjualan yang diterima petani mitra adalah dengan cara menghitung jumlah tomat yang masuk ke Koperasi Mitra Tani Parahyangan dikali dengan harga per kilogram yang menyesuaikan harga pasar. Penerimaan petani mitra adalah jumlah bersih tomat yang diterima Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang memenuhi standar kualitas setelah melalui proses gradding. Produk tomat petani mitra dikelompokkan ke dalam grade A dan grade B. Harga untuk tomat kualitas grade A akan selalu lebih tinggi dari harga pasar, sedangkan untuk grade B akan disesuaikan dengan harga pasar. Penerimaan penjualan tomat petani non mitra adalah hasil penjualan kepada pedagang pengumpul dan pasar tradisional. Perbedaan proses penjualan produk petani non mitra terletak pada penentuan kualitas tomat. Jika produk petani mitra akan dibagi dalam grade A dan grade B, sedangkan produk petani non mitra akan disamaratakan kualitasnya. Demikian pula untuk penentuan harga, petani non mitra akan menerima satu harga dari pedagang pengumpul walaupun ada tomat yang masuk ke dalam grade A. Oleh karena itu petani non mitra saat menjual dapat langsung mengetahui jumlah produk yang diterima pembeli. Harga jual tomat masing-masing petani non mitra berbeda karena pasar yang dituju berbeda. Petani non mitra rata-rata memperoleh harga yang lebih rendah dibawah harga yang ditetapkan oleh Koperasi Mitra Tani Parahyangan . Namun hal ini tidak menutup kemungkinan petani non mitra memperoleh penerimaan yang lebih tinggi jika produktivitas per satuan luas lahan bisa lebih tinggi sehingga kuantitas penjualan menjadi lebih banyak. Penerimaan petani mitra dan non mitra dapat dlihat pada Tabel 17. Tabel 17 Penerimaan Petani Mitra dan Non Mitra Petani mitra No
Petani non mitra
Penerimaan Unit (kg)
Nilai (Rp)
1
Grade A
11.266,78
33.840.722
2
Grade B
18.954,82
30.463.106
Jumlah
64.303.828
Unit (kg)
Nilai (Rp)
32.027,50
61.652.938
Jumlah nilai rata-rata penerimaan dari penjualan tomat petani mitra ternyata lebih kecil dibanding petani non mitra. Nilai penerimaan petani mitra (Tabel 17) sebesar Rp 64.303.828 per hektar dan penerimaan petani non mitra sebesar Rp 68.058.438 per hektar. Faktor yang mempengaruhi besarnya penerimaan tersebut yaitu harga, kualitas produk dan produktivitas per hektar lahan. Rata-rata jumlah produksi petani non mitra lebih besar dibanding non mitra sehingga menyebabkan jumlah penerimaan petani non mitra lebih besar. Jumlah produksi tomat petani mitra sebesar 30.181,6 kilogram dan non mitra sebesar 32.027,5 kilogram. Petani mitra mendapatkan harga yang lebih tinggi untuk tomat kualitas grade A, sehingga menyebabkan penerimaan petani mitra menjadi lebih besar dibandingkan dengan penerimaan petani non mitra.
58 Produktivitas usahatani petani mitra sebenarnya masih bisa ditingkatkan. Pihak koperasi sudah bekerja sama dengan penyuluh pertanian dari Dinas Pertanian untuk meningkatkan produktivitas petani, namun hal ini masih belum berhasil. Belum berhasilnya peningkatan produktivitas petani lebih disebabkan oleh faktor internal yaitu dari dalam diri petani sendiri yang masih belum sepenuhnya mengikuti program yang disarankan penyuluh pertanian. misalnya informasi mengenai dosis pupuk dan obat-obatan agar produksi tinggi dan untuk mengatasi hama atau penyakit yang menyerang tanaman. Hal tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh petani mitra. Pengeluaran Usahatani Petani Responden Pengeluaran usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai atau yang diperhitungkan. Petani menganggap komponen-komponen biaya tidak tunai tersebut bukanlah sebagai biaya atau pengeluaran. Biaya tenaga kerja keluarga yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan usahatani seperti mencangkul, memupuk, dan lain-lain sering tidak diperhitungkan oleh petani. Analisis dengan memperhitungkan biaya tidak tunai penting dilakukan untuk mengetahui keuntungan sebenarnya yang diperoleh dari usahatani. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan analisis pendapatan usahatani atas biaya tunai dan biaya non tunai per musim tanam tomat. Total biaya usahatani petani mitra dan petani non mitra disajikan pada Tabel 18. Berdasarkan Tabel 18 diperoleh total biaya usahatani non mitra lebih besar dari pada total biaya yang dikeluarkan oleh petani mitra. Jumlah biaya yang dikeluarkan petani mitra adalah sebesar Rp 45.576.764 dan petani non mitra sebesar Rp. 45.756.302. Biaya-biaya yang dikelurkan oleh petani mitra maupun petani non mitra meliputi sewa lahan, saprotan, tenaga kerja, dan penyusutan peralatan. Persentase biaya paling besar digunakan untuk biaya saprotan yaitu 67,06% untuk petani mitra dan 60,42% untuk petani non mitra. Persentase biaya yang besar untuk saprotan menunjukkan bahwa dibutuhkan saprotan dalam jumlah yang besar dalam melaksanakan usahati tomat. Tabel 18 Total Biaya Usahatani Tomat Petani Mitra dan Non Mitra Petani Mitra
Petani Non Mitra
Uraian Nilai (Rp)
%
Nilai (Rp)
%
2.250.000
4,94
2.250.000
4,92
Saprotan
30.565.764
67,06
27.644.885
60,42
Tenaga Kerja
12.296.000
26,98
15.393.500
33,64
465.000
1,02
467.917
1,02
45.576.764
100
45.756.302
100
Sewa Lahan
Penyusutan Peralatan Jumlah
Persentase biaya terbesar setelah saprotan adalah tenaga kerja. Persentase biaya petani mitra lebih kecil dari pada petani non mitra. Hal ini dapat diketahui dari biaya untuk tenaga kerja ini pada petani mitra yaitu sebesar 26,98% dan non mitra sebesar 33,64%. Apabila dilihat dari kebutuhan tenaga kerja, usahatani
59 tomat dapat dikatakan membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang tidak sedikit. Kebutuhan tenaga kerja yang besar ini berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Adanya perbedaan nilai upah per hari menyebabkan perbedaan biaya total tenaga kerja yang dikeluarkan petani mitra dan non mitra sehingga berdampak pada pengeluaran biaya tenaga kerja petani non mitra lebih besar. Persentase sewa lahan terhadap biaya total petani mitra dan non mitra sebesar 4.94% dan 4,92%. Alokasi biaya terendah adalah untuk penyusutan, pada petani mitra sebesar dan non mitra yaitu sebesar 1.02%. Nilai sewa lahan dan penyusutan pada petani mitra dan non mitra relatif sama, karena biaya sewa harga alat yang digunakan relatif sama. Pendapatan Usahatani Atas Biaya Tunai Biaya usahatani terdiri atas biaya tunai dan biaya non tunai, biaya tunai merupakan biaya yang dilkeluarkan petani selama kegiatan usahatani berlangsung mulai dari pengolahan lahan hingga pemasaran hasil panen. Komponenkomponen biaya tunai meliputi sewa lahan, saprotan, dan tenaga kerja di luar keluarga yang dijelaskan pada Tabel 19. Pengeluaran tunai petani mitra dan petani non mitra tidak jauh berbeda, untuk petani mitra jumlah pengeluaran tunai adalah sebesar Rp. 45.111.764 dan petani non mitra sebesar 45.278.295. Selisih untuk biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp. 166.531. Tabel 19 Pendapatan Usahatani Tomat Petani Responden Atas Biaya Tunai Uraian Penerimaan Biaya Tunai Sewa Lahan Saprotan a. Benih b. Pupuk c. obat-obatan Jumlah biaya saprotan
Petani Mitra Nilai (Rp)
Petani Non Mitra %
64.303.828
Nilai (Rp)
%
61.652.938
2.250.000
4,99
2.250.000
4,97
1.363.095 10.582.753 18.619.915 30.565.764
3,02 23,46 41,28
1.344.849 12.505.056 13.794.980 27.634.795
2,95 27,62 30,47
a. Wanita
4.551.000
10,09
6.175.500
13,64
b. Pria
7.745.000
17,17
9.218.000
20,36
Jumlah Total Biaya Tunai
12.296.000 45.111.764
100
15.393.500 45.278.295
100
Pendapatan atas biaya tunai
19.192.064
Tenaga Kerja
16.364.553
Walaupun jumlah biaya tunai tidak jauh berbeda, namun terdapat perbedaan jumlah biaya yang dikeluarkan jika dilihat dari masing-masing komponen. Perbedaan biaya cukup besar terlihat pada biaya saprotan dan tenaga kerja. biaya
60 saprotan yang dikeluarkan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra, sedangkan biaya tenaga kerja lebih besar dikeluarkan oleh petani non mitra. a. Sewa Lahan Lahan merupakan suatu areal yang digunakan petani untuk melaksanakan kegiatan usahatani. Petani mitra dan non mitra rata-rata menggunakan lahan sewa, dri dua puluh petani mitra yang menjadi responden hanya dua orang yang menggunakan lahan sendiri. Artinya 90% petani mitra sudah tidak memiliki lahan senddiri untuk usahatani. Sedangkan untuk petani non mitra dari sepuluh orang yang menjadi responden, semuanya menggunakan lahan sewa untuk usahataninya. Biaya sewa lahan baik petani mitra dan non mitra adalah Rp 90.000 per 400 m2. Sehingga biaya yang harus dikeluarkan petani untuk sewa lahan sewa adalah sama yaitu sebesar Rp. 2.250.000 per hektar. Jika dilihat dari total biaya tunai, biaya untuk sewa lahan petani mitra memiliki persentase sebesar 4,99%, sedangkan untuk petani non mitra sebesar 4,97%. b. Saprotan Sarana produksi pertanian (saprotan) merupakan semua input dan peralatan yang digunakan selama kegiatan usahatani. Saprotan pada usahatani tomat meliputi benih, pupuk dan obat-obatan (pestisida). Total pengeluaran petani mitra untuk biaya saprotan sebesar Rp.30.565.764 dengan persentase 67,76% dari total biaya tunai. Sedangkan pada petani non mitra total pengeluaran untuk biaya saprotan sebesar Rp.27.634.795 dengan persentase 61,03% dari biaya total. Perbedaan jumlah biaya ini disebabkan adanya perbedaan penggunaan obatobatan antara petani mitra dan non mitra. Biaya obat-obatan petani non mitra lebih kecil dari pada petani mitra. Jenis pestisida yang digunakan petani berpengaruuh terhadap biaya yang harus dikeluarkan. Perbedaan jenis pestisida yang digunakan disebabkan oleh perbedaan lokasi. c. Tenaga Kerja Berdasarkan asal tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani, ada tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja yang termasuk ke dalam biaya tunai adalah tenaga kerja di luar keluarga. Besarnya biaya untuk tenaga kerja tergantung dari jenis komoditas yang diusahakan. Tomat merupakan salah satu komoditas yang banyak memerlukan tenaga kerja, dikarenakan banyaknya proses dilakukan, mulai dari pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pemasangan ajir, ikat ajir, penyemprotan dan panen. Rata-rata jumlah tenaga kerja pada masing-masing petani dapat berbeda, hal ini terkait dengan lokasi yang digunakan untuk usahatani dan faktor internal petani dalam menghitung tenaga kerja yang diperlukan. Rata-rata biaya tenaga kerja pada petani non mitra sebesar Rp. 15.393.500 cenderung lebih besar dari pada petani mitra yaitu sebesar 12.296.000. Persentase dari total biaya tunai pada petani mitra adalah 27,26%, sedangkan pada petani non mitra 34%. Pendapatan usahatani atas biaya tunai adalah pengurangan dari penerimaan total petani dikurangi dengan jumlah total biaya tunai yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani atas biaya tunai petani mitra cenderung lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani petani non mitra atas. Hal ini dijelaskan dalam Tabel 19 bahwa pendapatan petani mitra sebesar Rp. 19.192.064, sedangkan petani non mitra sebesar Rp. 16.347.643. Perbedaan pendapatan
61 usahatani atas biaya tunai ini disebabkan karena adanya perbedaan yang cukup tinggi dalam biaya saprotan dan tenaga kerja. Pendapatan Usahatani Atas Biaya Total Untuk dapat menghitung pendapatan usahatani atas biaya total harus diketahui terlebih dahulu biaya-biaya yang dikeluarkan secara tidak tunai. Biaya tidak tunai yang dikeluarkan dalam usahatani meliputi biaya penyusutan alat pertanian dan biaya tenaga kerja petani itu sendiri atau disebut tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tidak tunai petani responden dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Biaya Tidak Tunai Petani Responden Petani Mitra Uraian Penyusutan Peralatan
Nilai (Rp)
Petani Non Mitra %
Nilai (Rp)
%
465.000
43,66
467.917
34,33
a. Wanita
180.000
16,9
195.000
14,31
b. Pria
420.000
39,44
700.000
51,36
Jumlah
600.000
100
895.000
100
Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Total Biaya Tidak Tunai
1.065.000
1.362.917
Tabel 20 menunjukkan bahwa biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani non mitra ternyata lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan petani mitra. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam biaya penyusutan peralatan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk tenaga kerja dalam keluarga. Selisih terbesar terdapat pada biaya tenaga kerja keluarga, pada petani mitra sebesar Rp. 600.000 dan petani non mitra sebesar Rp. 895.000. Hal ini menunjukkan bahwa petani non mitra lebih sering membantu dalam kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani tomat petani responden atas biaya total adalah pengurangan dari total penerimaan petani dengan jumlah total dar biaya tunai dan biaya non tunai. Rincian pendapatan usahatani tomat petani responden dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Pendapatan Usahatani Tomat Petani Responden Atas Biaya Total Petani Mitra Uraian
Nilai
Penerimaan Biaya Tunai Biaya Non Tunai Jumlah
64.303.828 45.111.764 1.065.000 46.176.764
Pendapatan Atas Biaya Total
18.127.064
Petani Non Mitra % 97,69 2,31 100
Nilai 61.652.938 45.228.385 1.362.917 46.651.302 15.001.636
% 97,08 2,92 100
62 Berdasarkan Tabel 21, pendapatan petani mitra atas biaya total adalah sebesar Rp. 18.127.064 dan petani non mitra sebesar Rp. 15.001.636. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan petani mitra atas biaya total lebih besar dari pada petani non mitra. Apabila dilihat dari jumlah total biaya yang harus dikeluarkan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara petani mitra dan petani non mitra. Namun pada total penerimaan terjadi perbedaan yang signifikan antara petani mitra dan petani non mitra. Perbedaan dalam jumlah penerimaan ini terjadi karena adanya perbedaan harga tomat yang diterima antara petani mitra dengan petani non mitra. Analisis R/C Rasio Nilai penerimaan dan nilai biaya yang diperoleh dapat digunakan untuk perhitungan rasio R/C kedua kelompok petani responden. Analisis R/C adalah pembagian antara penerimaan dengan biaya. Rasio tersebut diperoleh dengan cara membagi penerimaan total dengan biaya tunai untuk memperoleh rasio R/C atas biaya tunai dan biaya total untuk memperoleh rasio R/C atas biaya total. Perolehan rasio R/C atas biaya tunai petani mitra adalah sebesar 1,43 dan petani non mitra sebesar 1.36. Besarnya R/C tersebut artinya setiap 1 rupiah biaya tunai yang dikeluarkan, petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,43 untuk petani mitra dan Rp 1.36 untuk petani non mitra. Nilai rasio R/C atas biaya total petani mitra sebesar 1,39 dan non mitra sebesar 1,32. Artinya, setiap 1 rupiah biaya total yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,39 untuk petani mitra dan Rp 1,32 untuk petani non mitra. Nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra. Penerimaan yang diperoleh petani mitra ternyata masih lebih besar, hal ini dipengaruhi oleh biaya yang dikeluarkan serta harga jual yang diperoleh petani mitra. Oleh karena itu pendapatan dan R/C petani mitra lebih besar dibanding non mitra. Berdasarkan analisis usahatani yang telah dilakukan diperoleh komponen penerimaan, biaya-biaya, pendapatan serta rasio R/C. Nilai pendapatan usahatani diperoleh dengan cara mengurangi penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan petani. Penerimaan rata-rata petani mitra per hektar adalah sebesar Rp 64.303.828 dan petani non mitra sebesar Rp 61.652.938. Dengan mengurangi penerimaan tersebut dengan biaya tunai dari masing-masing kelompok petani maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai kelompok petani mitra sebesar Rp 19.192.064 dan non mitra sebesar Rp 16.364.553. Pendapatan atas biaya total adalah petani mitra Rp 18.127.064 dan non mitra Rp 15.001.636. Pendapatan tunai dan non tunai petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra, sehingga dapat diketahui bahwa kemitraan yang dilaksanakan memberikan pendapatan yang lebih besar. Dengan kata lain kemitraan dapat memberikan manfaat pendapatan kepada petani mitra. Berdasarkan penjelasan sebelumnya perolehan rasio R/C atas biaya tunai dan biaya total petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra. Hal tersebut menjelaskan bahwa keuntungan dari setiap 1 rupiah yag dikeluarkan yang diperoleh petani mitra lebih besar dari pada petani non mitra. Hasil analisis tersebut dapat menjelaskan bahwa kemitraan memberikan pengaruh terhadap pendapatan petani yaitu dengan bergabung menjadi anggota koperasi dalam program kemitraan, petani mitra dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar dari usahatani tomat yang dijalankan
63
Analisis Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra dan Koperasi Mitra Tani Parahyangan Tujuan dalam pelaksanaan kemitraan adalah adanya manfaat yang ditimbulkan. Program kemitraan yang dijalankan koperasi Mitra Tani Parahyangan sudah berlangsung sejak awal berdirinya koperasi, terutama dengan petani yang tergabung dalam kelompok tani Mitra Tani Parahyangan. Pelaksanaan kemitraan yang telah berlangsung selama ini menempatkan petani, Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dan Koperasi Mitra Tani Parahyangan sebagai suatu sistem kemitraan dalam agribisnis hortikultura sayuran. Hubungan yang terjadi antar pelaku kemitraan yaitu berupa kegiatan produksi, pengumpulan dan pemasaran yang disertai dengan pembinaan. Berdasarkan penilaian petani pelaksanaan kemitraan pada umumnya sudah berjalan baik, pihak koperasi sudah melaksanakan kewajiban kepada petani anggota, namun masih kurang dalam bantuan teknis budidaya. Petani pada umumnya melaksanakan budidaya berdasarkan pengalaman sendiri, hal ini dikarenakan belum berjalannya pertemuan rutin anggota koperasi terutama yang membahas tentang permasalahan pada saat produksi. Adanya perbedaan kepentingan antara petani dan koperasi sebagai perusahaan mitra menyebabkan timbulnya manfaat yang bisa dirasakan kedua belah pihak serta menimbulkan adanya perbedaan posisi tawar dari masingmasing pelaku kemitraan. Manfaat dalam hal ini adalah adanya solusi yang minimal dapat mengatasi satu kendala yang dihadapi masing-masing pihak yang bermitra. Kemitraan yang dijalankan akan menjadi tidak berguna apabila belum dapat mengatasi minimal satu kendala yang dihadapi oelh petani mitra maupun perusahaan mitra. Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra Manfaat yang diperoleh petani mitra adalah adanya proses pembinaan. Dalam hal ini koperasi selaku perusahaan mitra melakukan pembinaan teknis budidaya terhadap petani. Pembinaan tersebut meliputi penggunaan benih yang berkualitas, cara pemupukan yang baik, penggunaan pestisida, sampai cara panen yang baik untuk meminimalkan kerusakan produk. Adanya pembinaan teknis budidaya yang dilakukan koperasi ditunjukkan dari rata-rata produktivitas petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Produktivitas rata-rata petani mitra adalah 1,25 kg per m2 sedangkan petani non mitra 1,24 kg per m2 (Lampiran 1). Secara rinci manfaat bagi petani mitra dapat dilihat pada Tabel 22.
64 Tabel 22 Manfaat Bagi Petani MItra No
Jenis Manfaat
1
Jaminan Pasar
2
Jaminan Kestabilan Harga Jual
3
Transfer Teknologi
Alat Ukur 0 - 50%1) = B >50% = KB 0 - 10%2) = B
Hasil
Kriteria (B)/ (KB)
100%
B
31,25%
KB
Ada pembinaan
B
>10% = KB Ada pembinaan = B Tidak ada pembinaan = KB
Sumber : Nurdiniayati (1997) Keterangan : B = Bermanfaat KB = Kurang Bermanfaat
Berdasarkan Tabel 22 manfaat yang dapat diperoleh petani mitra dengan adanya kemitraan adalah adanya jaminan pemasaran, dalam hal ini semua petani mitra responden memperoleh jaminan pasar dari koperasi selaku perusahaan mitra. Jaminan pemasaran adalah manfaat yang paling dapat dirasakan oleh semua petani mitra responden. Karena tanpa adanya pasar yang jelas petani akan berfikir ulang untuk menanam suatu komoditas dan memproduksi dalam jumlah yang besar. Sedangkan untuk kestabilan harga masih belum dapat dirasakan petani mitra, persentase kestabilan harga yang diperoleh petani mitra hanya 31,25 % (Tabel 22). Hal tersebut dikarenakan saat ini koperasi masih menerapkan sistem harga yang mengikuti fluktuasi harga pasar, sehingga masih belum diperoleh kestabilan harga yang ditetapkan. Belum adanya kestabilan harga yang diperoleh petani mitra tidak berarti keuntungan yang mereka peroleh kecil. Untuk masalah ini koperasi menjamin bahwa harga tomat yang diterima petani mitra diatas rata-rata harga pasar untuk kualitas grade A, sedangkan selain itu akan mengikuti harga yang berlaku di pasar. Sehingga apabila persentase tomat kualitas grade A lebih besar maka petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Manfaat Kemitraan Bagi Koperasi (Perusahaan Mitra) Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dalam faktor kualitas, dapat memenuhi sebesar 74,06%, artinya Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dapat menghasilkan tomat dengan kualitas grade A dengan persentase rata-rata sebesar 74,06% dari total produksi, sedangkan sisanya 25,94% adalah tomat dengan kualitas lokal. Kualitas tomat yang dihasilkan sangat penting, mengingat target pemasarannya akan dilakukan ke pasar modern. Faktor kualitas dinilai bermanfaat berdasarkan alat ukur yang digunakan yaitu dapat memenuhi kualitas diatas 70%. Dalam faktor kontinuitas, Kelompok Tani Mitra Tani Parahyangan dapat memenuhi pasokan rata-rata empat kali dalam seminggu, hal ini dinilai bermanfaat berdasarkan alat ukur yang digunakan yaitu bermanfaat jika dapat memenuhi pasokan empat sampai tujuh kali dalam seminggu. Selanjutnya adalah faktor kuantitas, untuk saat ini koperasi Mitra Tani Parahyangan masih belum mendapatkan manfaat tersebut dari kemitraan yang dijalankan. Hal ini dikarenakan jumlah pasokan tomat yang dapat dipenuhi oleh Kelompok Tani
65 Mitra Tani Parahyangan rata-rata sebesar 55,61% dari jumlah yang diinginkan koperasi. Manfaat kemitraan bagi koperasi selaku perusahaan mitra dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Manfaat Bagi Perusahaan Mitra Jenis Manfaat Jaminan Kuantitas Jaminan Kualitas Jaminan Kontinuitas
Alat Ukur 85 - 100%1) = B <85% = KB > 70% = B > 70 % = KB 4-7 kali2) = B
Hasil
Kriteria (B)/ (KB)
55,61%
KB
74,06%
B
4
B
< 4 kali = KB
Sumber : Nurdiniayati (1997) Keterangan : B = Bermanfaat KB = Kurang Bermanfaat
Berdasarkan dari hasil wawancara, diperoleh bahwa manfaat utama yang ingin diperoleh Koperasi Mitra Tani Parahyangan dari pelaksanaan kemitraan antara lain adalah adanya jaminan kuantitas, jaminan kualitas dan jaminan kontinuitas pasokan tomat. Tabel 23 memperlihatkan bahwa dari tiga faktor manfaat tersebut, hanya dua yang sudah dapat dirasakan koperasi dari adanya kemitraan, yaitu jaminan kualitas dan jaminan kontinuitas. Sedangkan untuk jaminan kuantitas masih belum dapat dirasakan oleh Koperasi.
Kendala dalam Kemitraan Pelaksanaan kemitraan yang sudah berjalan tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, permasalahan yang timbul merupakan kendala dalam kemitraan. Kendala yang dihadapi dapat bersumber dari petani maupun dari koperasi sebagai perusahaan mitra. Kendala yang bersumber dari petani mitra dalam penelitian ini diantaranya adalah Sumberdaya manusia yang terbatas pada petani, pendidikan petani dalam hal ini sangat berpengaruh terhadap sikap dan keputusan petani, hal ini berdampak pada kurangnya komitmen dan kesadaran petani dalam melaksanakan kewajibannya sebagai petani mitra serta lemahnya kemampuan manajerial, wawasan, dan kemampuan kewirausahaan. Kondisi ini mengakibatkan pengelolaan usahatani yang efektif dan efisien masih belum dapat dilaksanakan sepenuhnya. Petani mitra yang belum memiliki modal sendiri dalam usahataninya akan dibantu koperasi dengan memberikan bantuan modal kerja. Petani mitra biasanya akan mendapatkan bantuan berupa benih, pestisida dan pinjaman berupa uang. Kurangnya komitmen petani dalam melaksanakan kewajiban yaitu masih ada petani mitra yang menjual hasil panen kepada tengkulak, hal ini dilakukan petani dikarenakan tawaran harga yang lebih tinggi dari tengkulak. Disisi lain petani mitra masih terikat kerjasama dengan koperasi. Kurangnya kesadaran petani
66 dalam hal komitmen ini dapat menjadi penyebab berhentinya program kemitraan yang telah dilaksanakan. Lemahnya sumberdaya manusia petani juga berdampak pada kemampuan manajerial, wawasan dalam pengelolaan usahataninya. Pihak koperasi bekerja sama dengan penyuluh dari dinas pertanian setempat melakukan bimbingan dalam teknis budidaya kepada petani mitra, dengan tujuan agar efisiensi dalam penggunaan sumberdaya dan produktivitas yang optimal dapat tercapai. Permasalahan yang sering dihadapi adalah sulitnya mengajak petani untuk melakukan budidaya dengan cara yang baik dan benar. Beberapa petani masih enggan mengikuti arahan yang diberikan dari pihak koperasi maupun penyuluh pertanian, petani merasa bahwa mereka sudah lama dan lebih berpengalaman dalam melakukan usahatani. Namun dengan cara budidaya yang dilakukan petani tersebut masih belum mampu untuk mendapatkan produktivitas yang lebih tiinggi. Kendala yang bersumber dari koperasi sebagai perusahaan mitra adalah tidak adanya kontrak kerjasama yang tertulis. Kontrak kerjasama dalam pelaksanaan kemitraan berfungsi sebagai alat yang membuat adanya ikatan antara petani mitra dan perusahaan mitra. Dengan adanya ikatan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan rasa komitmen dari kedua belah pihak sebagai pelaku kemitraan. Apabila sudah ada rasa komitmen dari pelaku kemitraan maka diharapkan adanya pelanggaran dalam pelaksanaannya dapat diminimalisir. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjadi Mitra Petani mitra merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu jalinan kemitraan usahatani. Petani berperan sebagai pemasok bagi perusahaan. Peran petani tersebut berpengaruh bagi koperasi dalam rangka memenuhi permintaan pasar modern akan kebutuhan sayuran terutama tomat. Selain itu koperasi tersebut juga memiliki peran penting untuk mengayomi petani dan memberikan jaminan pemasaran kepada petani mitra sebagai manfaat dalam jalinan kemitraan. Keputusan petani untuk menjalin kemitraan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Model dugaan yang dikemukakan sebelumnya akan memasukkan lima variabel sebagai faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap keputusan bermitra. Lima variabel dugaan yang akan dimasukkan ke dalam model yaitu umur, pengalaman usahatani tomat, tingkat pendidikan, transfer teknologi dan harga jual yang diterima. Variabel-variabel tersebut ternyata tidak semua dapat dimasukkan ke dalam pengolahan regresi logistik karena menyebabkan perolehan model menjadi tidak baik. Hasil model yang terbaik yaitu dengan hanya memasukkan empat variabel. Variabel yang dimasukkan diantaranya variabel umur, pengalaman usahatani tomat, tingkat pendidikan dan harga jual yang diterima. Data variabel tersebut digunakan sebagai input analisis logit yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Variabel yang tidak dapat dimasukan ke dalam model adalah transfer teknologi. Variabel tersebut tidak dapat masuk ke dalam model diduga karena data yang diperoleh terlalu homogen karena semua petani mitra menyatakan bahwa ada transfer teknologi terutama dalam hal budidaya di dalam program kemitraan. Hasil analisis regresi logistik secara lengkap terdapat pada Lampiran 3.
67
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui pengaruh peubah bebas secara bersama-sama terhadap peubah respon. Berdasarkan uji signifikasi, diketahui bahwa terdapat dua peubah bebas yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap keputusan petani untuk menjalin kemitraan dengan Koperasi, yaitu variabel umur dan harga jual yang diterima. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan menjadi mitra yaitu pengalaman usahatani dan tingkat pendidikan. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pengujian terhadap model. Pengujian tersebut meliputi uji signifikansi, uji keyalakan, dan uji kebaikan model (lampiran 3). Pengujian signifikansi model adalah untuk melihat apakah ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara bersama-sama. Apabila nilai P-value lebih kecil dari α = 0.05, maka dinyatakan paling sedikit ada satu variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Uji signifikansi dapat diketahui dengan melihat perolehan nilai pada statistik Uji G, dalam kasus ini yaitu sebesar 29,012 dengan nilai p–value sebesar 0,00. Nilai P-value lebih kecil dari α = 0.05, hal ini menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat βi ≠ 0 (ada pengaruh paling sedikit satu veriabel bebas terhadap variabel tak bebas). Pengujian kebaikan terhadap model dilakukan dengan melihat nilai dari Goodness of fit. Dalam pengujian ini ditampilkan tiga macam uji, yaitu Pearson, Deviance, dan Hosmer-Lemeshow. Dalam kasus ini dari ketiga uji tersebut menghasilkan nilai P yang berkisar antara 0,881 dan 0,992 yang lebih besar dari α = 0.05. Nilai P yang lebih besar dari α = 0,05 tersebut menyatakan bahwa model yang dihasilkan sudah cukup baik untuk menerangkan data. Uji Wald digunakan untuk mengetahui variabel bebas mana yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebas dengan melihat nilai Pvalue variabel bebas, apabila nilai yang diperoleh lebih kecil dari 0,1 variabel tersebut berpengaruh signifikan, sedangkan apabila nilai P-value lebih besar dari 0,1 berarti tidak signifikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, variabel umur dan jaminan harga berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Penggunaan α sebesar 5%, mengingat peluang adanya kesalahan atau error yang masih dapat ditolelir maksimal sebesar 5% dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani. Hasil pengolahan analisis regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra Variabel
Koefisien
P-value
Odd Ratio
Umur
0,42
0,089*
1,52
Pengalaman Usahatani
-4,68
0,120
0,01
Tingkat Pendidikan
-0,57
0,749
0,57
Harga Jual Yang Diterima
6,43
0,058*
620,41
Keterangan : *Signifikan pada α = 0,05
68 Berdasarkan Tabel 24 hasil analisis logit diketahui bahwa variabel umur berpengaruh terhadap keputusan menjadi mitra. Variabel umur signifikan pada α=0,05 dengan nilai P-value yang yang lebih kecil dari 0,1 yaitu 0.089 dan berpengaruh positif terhadap keputusan menjadi mitra. Pengaruh positif ditunjukan oleh nilai koefisien sebesar 0,42, jika variabel lainnya diasumsikan tetap, maka apabila umur bertambah 1 satuan, secara rata-rata perkiraan logit akan naik sebesar 0,42 satuan. Nilai koefisien positif menunjukkan adanya hubungan atau korelasi searah antara umur petani dengan keputusan petani menjalin kemitraan. Analisis untuk variabel umur sesuai dengan dugaan sebelumnya bahwa semakin bertambahnya umur petani maka petani akan cenderung memilih mendapatkan jaminan dalam usahataninya. Harapan petani melalui program kemitraan adalah untuk mempermudah kegiatan usahataninya, karena akan mendapatkan fasilitas dari koperasi misalnya dalam pengadaan benih dan pestisida. Selain itu dengan menjalin kemitraan petani akan mendapatkan jaminan pasar serta jaminan harga tomat yang lebih tinggi. Nilai Odd Ratio sebesar 1,52 menyatakan bahwa semakin bertambahnya umur petani mempunyai kecenderungan 1,52 kali lebih besar untuk bergabung menjadi mitra dibandingkan petani dengan umur lebih muda. Hasil analisis ini didukung dengan data petani mitra yang menunjukkan persentase sebesar 35% memiliki umur diatas 51 tahun. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa umur memang berpengaruh signifikan terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan dengan Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Variabel yang berpengaruh signifikan selanjutnya adalah harga jual yang diterima petani. Berdasarkan perolehan rata-rata harga tomat yang diterima, petani mitra cenderung mendapatkan harga yang lebih tinggi dari pada petani non mitra. Hasil analisis logit menunjukkan harga jual yang diterima berpengaruh signifikan terhadap keputusan bermitra dengan nilai P-value sebesar 0,058. Selain itu nilai koefisien yang diperoleh bernilai positif yang menunjukkan adanya korelasi positif antara tingkat harga jual dengan keputusan bermitra. Nilai koefisien dari jaminan harga sebesar 6,43 yang berarti jika nilai jaminan harga naik 1 satuan maka perkiraan logit akan naik sebesar 6,43 satuan. Nilai Odd ratio 620,41 menunjukkan bahwa kecenderungan tingkat harga jual yang lebih tinggi membuat peluang petani untuk menjadi mitra lebih besar, yaitu 620,41 kali dibandingkan petani yang mendapatkan harga jual lebih rendah. Hal tersebut sesuai dengan dugaan sebelumnya bahwa semakin tinggi harga jual yang diperoleh petani maka kecenderungan petani untuk menjalin kemitraan semakin besar. Hal tersebut didukung dengan harga beli yang diberikan koperasi kepada petani mitra memeng lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang diberikan untuk petani nonn mitra. Rata-rata harga yang diterima petani mitra adalah Rp 2310,- sedangkan untuk petani non mitra Rp 1925,-. Koperasi dapat memberikan harga tomat yang lebih tinggi kepada petani mitra disebabkan karena tujuan pasar koperasi adalah pasar modern atau swalayan yang memiliki harga rata-rata yang lebih tinggi untuk tomat kulaitas grade A. Model regresi logistik yang terbentuk untuk menggambarkan keputusan petani untuk menjadi mitra Koperasi Mitra Tani Parahyangan adalah -2,98+0,42 Umur (Tahun) -4,68 Pengalaman (Tahun) –0,57 Pendidikan terakhir +6,443 Jaminan Harga (Rp). Model regresi yang terbentuk tersebut terdapat dua variabel
69 atau peubah bebas yang terbentuk yaitu: Keputusan menjadi mitra = -22,98 + 0,42 Umur (Tahun) + 6,443 Jaminan Harga (Rp). Faktor-Faktor yang Tidak Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra Berdasarkan hasil analisis logit dari empat variabel yang dimasukkan ke dalam model diperoleh dua variabel bebas yang tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebas. Variabel yang tidak signifikan yaitu pengalaman usahatani dan tingkat pendidikan. Kedua variabel tersebut cenderung tidak berpengaruh terhadap keputusan petani untuk menjalin mitra. Nilai P-value pengalaman usahatani diperoleh sebesar 0,120 atau lebih besar dari 0,1, nilai tersebut menunjukkan bahwa pengalaman usahatani tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan petani untuk bermitra. Nilai koefisien yang diperoleh adalah -4,68, nilai ini menunjukkan adanya korelasi negatif antara pengalaman usahatani dengan kemitraan, artinya pengalaman usahatani berbanding terbalik dengan keputusan petani untuk menjalin kemitraan. Apabila pengalaman usahatani naik 1 satuan maka perkiraan logit akan turun sebesar 4,68 satuan dibandingkan dengan petani dengan pengalaman usahatani yang lebih rendah. Petani yang memiliki pengalaman usahatani yang semakin lama memiliki peluang yang lebih kecil untuk menjadi mitra sebesar 0,01 kali dibandingkan dengan petani yang lebih sedikit pengalaman usahataninya, kecenderungan ini berdasarkan nilai Odd Ratio yang diperoleh yaitu sebesar 0,01. Hasil tersebut sesuai dengan dugaan awal bahwa semakin lama pengalaman usahatani, petani akan memilih untuk tidak melakukan kemitraan. Hasil analisis ini didukung dengan data reponden petani mitra yang menunjukkan sebesar 45% petani mitra memiliki pengalaman usahatani antara 0-10 tahun, berbeda dengan petani mitra yang sebagian besar memiliki pengalaman usahatani antara 11-20 tahun yaitu sebesar 50%. Hal tersebut diduga dikarenakan semakin lama pengalaman petani dalam menanam tomat maka petani tersebut akan memiliki keahlian yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang penglaman usahataninya lebih sedikit. Kelahlian yang lebih tinggi akan berpengaruh terhadap penguasaan teknologi budidaya yang semakin baik. Sehingga petani akan cenderung memilih berusaha untuk mengelola usahataninya sendiri. Hasil penelitian tentang karakteristik responden, kelompok petani mitra dan non mitra memiliki tingkat pendidikan tidak jauh berbeda. Hasil analisis logit menunjukkan adanya korelasi negatif antara keputusan bermitra dengan tingkat pendidikan. Hal tersebut bertolak belakang dengan dugaan sebelumnya, bahwa tingkat pendidikan diduga berkorelasi positif dengan keputusan bermitra. Dugaan awal program kemitraan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak merupakan suatu pilihan logis dan ekonomis bagi petani yang berpendidikan tinggi, sehingga petani tersebut cenderung ingin bergabung. Namun berdasarkan nilai koefisien yang diperoleh sebesar -0,57 menunjukkan bahwa apabila pendidikan naik 1 satuan maka perkiraan logit akan turun sebesar 0,57 satuan, sehingga tidak sesuai dengan dugaan awal. Koefisien negatif menunjukkan adanya hubungan yang bertolak belakang antara tingkat pendidikan dengan keputusan bermitra, hal tersebut terjadi diduga bahwa petani dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pemikiran yang lebih maju. Pola pikir tersebut didukung dengan pengetahuan,
70 kemampuan dalam mengakses pasar dan teknologi terbaru. Keadaan tersebut yang diduga mendorong keinginan petani untuk mengembangkan dan meluaskan usahataninya sendiri, dengan tidak terikat pada suatu jalinan yang membatasi dalam pemasarannya. Petani dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi berpeluang lebih kecil untuk menjadi mitra sebesar 0,57 kali dibanding petani dengan jenjang pendidikan lebih rendah. Jika dilihat dari data tingkat pendidikan responden, petani mitra dengan tingkat pendidikan rendah memang lebih besar 10% dibandingkan dengan petani non mitra. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan bertolak belakang dengan keputusan untuk menjalin kemitraan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tingkat pendapatan petani yang melakukan kemitraan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan petani yang tidak melakukan kemitraan. Hal tersebut terlihat dari pendapatan usahatani terhadap biaya total, dimana pendapatan petani mitra sebesar Rp. 18.127.064 dan petani non mitra sebesar Rp. 15.011.726. Manfaat yang dapat diperoleh petani mitra dengan adanya kemitraan yaitu mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi berdasarkan pendapatan usahatani yang diterima, mendapatkan jaminan pemasaran, mendapatkan jaminan harga yang lebih tinggi dari harga pasar untuk tomat kualitas grade A, serta didukung denngan adanya bimbingan teknis dalam budidaya. Sedangkan manfaat bagi koperasi yaitu dapat memenuhi permintaan konsumen dalam hal ini pasar modern akan tomat dengan kualitas yang baik secara kontinyu, tetapi untuk masalah kuantitas tomat masih belum dirasakan koperasi sehingga koperasi harus melakukan kemitraan dengan kelompok tani yang lain guna memenuhi kuantitas tersebut. Manfaat dalam kestabilan harga beli tidak dirasakan ooleh koperasi dikarenakan harga beli dari petani mitra mengikuti fluktuasi harga pasar. Manfaat dalam kualitas produk dari petani mitra dapat dirasakan koperasi terlihat dari persentase tomat dengan kualitas grade A lebih besar dari 30 %. Berdasarkan analisis regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan kemitraan adalah faktor umur dan faktor harga jual yang diterima petani. Kedua faktor tersebut signifikan pada taraf nyata 95 % berdasarkan analisis regresi logistik. Sedangkan pengalaman usahatani dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan petani untuk melakukan kemitraan.
Saran Koperasi Mitra Tani Parahyangan sebaiknya mempertahankan kegiatan kemitraan yang sudah berlangsung selama ini. Sebaiknya ada perjanjian tertulis
71 yang menyatakan bahwa petani mitra sekaligus anggota koperasi memiliki ikatan kerjasama sehingga memiliki kekuatan hukum yang jelas. Koperasi Mitra Tani Parahyangan hendaknya lebih intensif dalam bekerja sama dengan penyuluh petanian setempat guna mengatasi kendala kualitas sumberdaya manusia, supaya petani dengan dapat menerima transfer teknologi secara optimal. Tingkat harga beli kepada petani mitra sebaiknya dipertahankan tetap lebih tinggi dari harga di pasar tradisional, dengan harga yang lebih tinggi tersebut diharapkan dapat menarik minat lebih banyak petani untuk menjalin kemitraan.
DAFTAR PUSTAKA Agusnty, H. Kemitraan Usaha pada masyarakat Pesisir. [http://id.scribd.com/ doc/22310446/Kemitraan-Usaha-Pada-Masyarakat-Pesisir]. Di akses tanggal 4 Desember 2012 Anonim. 2011. Analisis Diskriminan. [http://masbied.files.wordpress.com/ 2011/ 05/modul-matematika-analisis-diskriminan.pdf]. Diakes tanggal 23 Januari 2013. Anatan, L dan Lena Ellitan. 2008. Supply Chain Management Teori dan Aplikasi. Alfabeta. Bandung Astria, R. 2011. Analisis Kemitraan Antara Petani Tebu dengan Pabrik Gula Karangsuwung. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Bernadus, T, Wahyu Wiranata. 2002. Bertanam Tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta Cahyono B, dkk. 2007. Kajian Program Kemitraan Usaha (Kasus PT Aqua Farm Nusantara dengan Kelompok Tani Ikan di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta). Buletin Ekonomi Perikanan Vol. VII. Hal 38-50. [http://journal.ipb.ac.id/index.php/ bulekokan/article/ viewFile/2642/1627]. Diakses tanggal 21 Desember 2012. Fadly, F. Regresi Logistik Biner (Variabel Tak Bebas Dikotomi). http://ferdifadly.blogspot.com/2012/06/regresi-logistik-biner-variabel-tak .html. Diakes tanggal 16 Februari 2013. Hafsah, Mohammad Jafar. 2000. Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar Hrapan. Jakarta. Harmini. 2009. Modul Matakuliah Metode Kuantitatif Bisnis I. Departemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Iftahuddin.2005. Kajian Kemitraan dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Penggunaan Input. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Ismawan, I. 2001. Sukses di Era Ekonomi Liberal Bagi Koperasi dan Perusahaan Kecil-Menengah. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Kamil, M. 2006. Seminar dan Lokakarya Penyelenggeraan Pendidikan NonFormal dalam Era Otonomi Daerah. Departemen Pendidikan Nasional Badan Peneliiti dan Pengembangan. Bandung.
72 Marliana. 2008. Analisis Manfaat Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettucedi PT Saung Mirwan. Skripsi. Bogor : Iinstitut Pertanian Bogor. Maulidia, M. 2010. Transfer Teknologi. [http://iklimkarbon.com/2010/05/04/ transfer-teknologi/]. Diakes tanggal 06 Februari 2013. Nugraha, N. 2012. Analisis Peran Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Jamur Tiram Putih (Studi Kasus : Kemitraan Rimba Jaya Mushroom dan Petani Jamur Tiram Putih, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Nurdiniayati. 1997. Kajian Pelaksanaan Kemitraan Kelompok Tani dan Koperasi dalam Mengembangkan Usahatani dan Pemasaran Komoditas Hortikultura. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Oktavia, I. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Kemitraan Antara Petani Dan Penyuling Akar Wangi Di Kabupaten Garut. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor Purnaningsih, N. 2007. Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia Vol 1. Rumahorbo, L.F. 2012. Analisis Diskriminan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Ranking Siswa Berdasarkan Cara Belajar Siswa (Studi Kasus SMA Van Duynhoven Saribudolok). Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara. Pitoyo, S. 2005. Benih Tomat. Kanisius. Yogyakarta. Pramudyani, S. 2002. Analisis Peran Koperasi Unit Desa dalam Peningkatan Pendapatan Anggota Peternak Sapi Perah (Studi Kasus : KUD Mojosongo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Santy. 2008. Analisis Kinerja Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keanggotaan Koperasi Petani (Koptan) Mitra Sukamaju Desa Pasir Langu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung-Jawa Barat). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Saptana, et al. 2009. Strategi Kemitraan Usaha dalam Rangka Peningkatan Dayasaing Agribisnis Cabai Merah di Jawa Tengah. Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta. Sumardjo., dkk. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Sinulingga, Billy A. 2009. Evaluasi terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus : Kota Medan). Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara. Zaelani, A. 2008. Manfaat Kemitraan Agribisnis Bagi Petani Mitra (Kasus : Kemitraan PT. Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupten Karawang, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
73 Lampiran 1. Produktivitas Rata-Rata Petani Responden
No 1
Petani mitra
Petani non mitra
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0,83 1,18 0,87 1,36 1,75 1,65 1,26 1,36 1,6 1,3 1 1,3 1 1,1 1,36 1,36 1,30 1,26 1,10 1,18
1,26 0,83 1,4 1,11 1 1,1 1,25 1,78 1,22 1,4
Rata-rata
1,256
1,235
74 Lampiran 2. Data Analisis Regresi Logistik Mitra/Non Mitra (Y) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur (X1) 65 57 50 72 50 46 39 41 60 57 34 53 55 40 42 39 43 37 34 34 39 33 33 60 26 47 37 27 39 37
Pengalaman Usahatani (X2) 3 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 3 1 3 2 1 2 2
Tingkat Pendidikan (X3) 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1
Jaminan Harga (X4) 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 2
3 3 3 3 3 3 2 2 1 2 2 1 2 2 2 3
75 Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Logistik Binary Logistic Regression: PengalamanUs; ...
Mitra/NonMit
versus
Umur
(X1);
Link Function: Logit Response Information Variable Mitra/NonMitra (Y)
Value 1 0 Total
Count 20 10 30
(Event)
Logistic Regression Table Predictor Constant Umur (X1) PengalamanUsahatani (X2) TingkatPendidikan (X3) JaminanHarga (X4)
Coef -21,8857 0,427479 -4,44187 -0,286205 5,23391
Predictor Constant Umur (X1) PengalamanUsahatani (X2) TingkatPendidikan (X3) JaminanHarga (X4)
SE Coef 12,5653 0,203225 2,32687 1,59447 2,88149
95 CI Lower
Upper
1,03 0,00 0,03 0,66
2,28 1,13 17,10 53184,96
Z -1,74 2,10 -1,91 -0,18 1,82
P 0,082 0,035 0,056 0,858 0,069
Odds Ratio 1,53 0,01 0,75 187,52
Log-Likelihood = -7,335 Test that all slopes are zero: G = 23,520, DF = 4, P-Value = 0,000 Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 9,9464 11,8981 3,4823
DF 22 22 8
P 0,987 0,959 0,901
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
Group 5 6
1
2
3
4
0 0,0
0 0,2
2 0,9
1 1,8
2 2,3
3 3,0 3
3 2,8 3
1 2,1 3
2 1,2 3
1 0,7 3
7
8
9
10
Total
3 2,8
4 3,9
3 3,0
3 3,0
2 2,0
20
0 0,2 3
0 0,1 4
0 0,0 3
0 0,0 3
0 0,0 2
10
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 191 8 1 200
Percent 95,5 4,0 0,5 100,0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0,92 0,92 0,42
30
76 Lampiran 4. Hasil Analisis Usahatani Petani Mitra Uraian
Unit
Satuan
Harga
Grade A
11.226,78
kg
3.014,29
Grade B
18.954,82
kg
1.607,14
Nilai
Penerimaan
Total Penerimaan
33.840.722 30.463.106 64.303.828
Biaya Tunai Sewa Lahan
10.000
m²
2.250.000,00
11,42
pack
1.363.095,21
Saprotan a. Benih b. Pupuk
10.582.753,29
c. obat-obatan
18.619.915,31
Jumlah biaya saprotan
30.565.764
Tenaga Kerja Luar Keluarga a. TKLK Wanita
379
HKW
12000
b. TKLK Pria
387
HKP
20000
Jumlah
4.551.000 7.745.000 12.296.000 45.111.763,81
Total Biaya Tunai Biaya Non Tunai Penyusutan Peralatan
465.000,00
Tenaga Kerja Dalam Keluarga a. TKDK Wanita
15
HKW
b. TKDK Pria
21
HKP
Jumlah TKDK Total Biaya Non Tunai Total Biaya (B+C) Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B) Pendapatan atas Biaya Total (A-D) R/C Atas Biaya Tunai (A/B) R/C Atas Biaya Total (A/D)
12.000
180.000
20.000
420.000 600.000 1.065.000,00 46.176.763,81 19.192.064 18.127.063,91 1,43 1,39
77 Lampiran 4. Hasil Analisis Usahatani Petani Non Mitra Uraian
Unit
Satuan
32.027,50
kg
Harga
Nilai
Penerimaan Tomat
1.925
Total Penerimaan
61.652.938 61.652.938
Biaya Tunai Sewa Lahan
10.000
m²
11,02
pack
2.250.000,00
Saprotan a. Benih
1.344.849
b. Pupuk
12.505.056
c. obat-obatan
13.794.980
Jumlah biaya saprotan
27.644.885
Tenaga Kerja Luar Keluarga a. TKLK Wanita
412
HKW
b. TKLK Pria
461
HKP
6.175.500 9.218.000
Jumlah
15.393.500 45.288.384,92
Total Biaya Tunai Biaya Non Tunai Penyusutan Peralatan
467.917,00
Tenaga Kerja Dalam Keluarga a. TKDK Wanita
13
b. TKDK Pria
35
Jumlah TKDK Total Biaya Non Tunai Total Biaya (B+C) Pendapatan atas Biaya Tunai (AB) Pendapatan atas Biaya Total (A-D) R/C Atas Biaya Tunai (A/B) R/C Atas Biaya Total (A/D)
15.000
195.000
20.000
700.000 895.000 1.362.917,00 46.651.301,92 16.364.553 15.001.635,58 1,36 1,32
78
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cimanggis Bogor pada tanggal 27 Januari 1986, merupakan putra pertama dari Bapak Tugiran dan Ibu Wakingah. Pada tahun 1997 penulis menempuh pendidikan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah pendidikan SLTP ditempuh dalam waktu 3 tahun. Penulis lulus SLTP pada tahun 2000. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Negeri 1 Salopa, Tasikmalaya, Jawa Barat. Pendidikan SLTA ditempuh dalam waktu 3 tahun dan lulus pada tahun 2003. Penulis baru melanjutkan studi kembali pada tahun 2004 dan terdaftar sebagai mahasiswa Diploma Program Studi Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Setelah menyelesaikan studi diploma Teknologi Benih, penulis bekerja pada perusahaan Telekomunikasi pada tahun yang sama dengan kelulusan yaitu tahun 2007. Penulis bekerja selama 3 tahun sebelum melanjutkan studi kembali di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010, terdaftar sebagai mahasiswa Alih Jenis Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.