ANALISIS SIKAP PETANI TEMBAKAU TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN PT. MERABU DI KABUPATEN MAGELANG
Nur Anisatussyarifah, Sapja Anantanyu, Nuning Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No.36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./Fax (0271) 637457 Email :
[email protected] Telp. 087834115488 ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi kemitraan antara PT. Merabu dan petani mitra, menganalisis sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu, menganalisis faktor pembentuk sikap terhadap program kemitraan PT. Merabu, dan menganalisis hubungan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu. Metode dasar penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian dilakukan di Kabupaten Magelang yang pilih secara dengan pertimbangan yaitu petani di Kabupaten Magelang melakukan kemitraan dengan PT. Merabu . Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah (1) Analisis Deskriptif (2) Analisis Statistik Deskriptif (3) Metode Survei (4) Korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan antara pengalaman pribadi responden (0,342), keterpaan orang lain yang dianggap penting (0,344) , pendidikan formal (0,327), dan pendidikan non formal (0,356) terhadap program kemitraan PT. Merabu. Bentuk kemitraan yang terjalin antara PT. Merabu dengan petani mitra merupakan pola dagang umum, karena petani sifatnya hanya memasok tembakau ke PT. Merabu. Kata Kunci : Sikap, Petani, Kemitraan, Tembakau ABSTRACT : This research aimed to describe the partnership condition between PT. Merabu and partner farmers, to analyze the tobacco farmers’ attitude to the partnership program of PT. Merabu, and to analyze the relationship between the attitude constructing factor and attitude on partnership program of PT. Merabu. The fundamental method employed in this study was quantitative method. This study was taken place in Magelang Regency selected considering that the farmers in Magelang Regency established partnership with PT. Merabu. The data used included primary and secondary data. The analysis was conducted using (1) descriptive analysis, (2) statistical descriptive analysis with 5-point Likert scale, (3) survey method, and (4) Spearman’s rank correlation. From the result of research, it could be found that there was a significant relationship of respondents’ personal experience (0.342), exposure to others considered as important (0.344), formal education (0.327), and informal education (0.356) to the partnership program of PT. Merabu. The form of partnership established between the PT. Merabu and the partner farmers was a common trading pattern, because the farmers only supply tobacco to PT. Merabu. Keywords: Attitude, Farmer, Partnership, Tobacco
PENDAHULUAN Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang semula berasal dari Amerika. Tembakau merupakan tanaman semusim, dapat dipanen sekitar 90120 hari. Tembakau merupakan komoditas ekspor. Indonesia menempati urutan kelima dengan produksi tembakau dunia. Kabupaten Magelang merupakan salah satu wilayah potensial budidaya tanaman tembakau. Berdasarkan Data Statistik Perkebunan Kabupaten Magelang Tahun 2011, rata-rata tingkat produksi tanaman tembakau jenis rajangan/rakyat musim tanam tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan dengan musim tanam tahun 2010 yaitu dari 2.345 ton menjadi 3.781 ton yang tersebar di beberapa kecamatan. Peningkatan ini dipicu karena petani tembakau di Kabupaten Magelang sudah melakukan budidaya tembakau secara turun-temurun dan juga karena kondisi iklim dan topografi yang mendukung Kemitraan dalam era pembangunan yang selama ini berjalan terkesan hanya meningkatan citra positif perusahaan, dan lebih menekan usaha kecil (Zaelani, 2008). Padahal, kemitraan diharapkan menjadi salah satu solusi untuk dapat menangani permasalahan yang ada dalam petani.Oleh karena itu, PT. Djarum Tbk yang mempunyai supplyer di Kabupaten Magelang yaitu Gudang Tembakau Merabu bermitra dengan petani di Kabupaten Magelang untuk dapat bekerjasama sehingga dapat menciptakan simbiosis
mutualisme. Petani memperoleh harga layak untuk tembakaunya, begitupun dengan PT. Merabu sebagai perusahaan yang bermitra dengan petani memperoleh tembakau berkualitas. Kemitraan ini terjalin di 15 Kecamatan di Kabupaten Magelang yang jumlah arealnya mencapai 260,2 ha, dan jumlah petani sebanyak 448 petani. Kondisi kemitraan yang terjadi antara petani di Kabupaten Magelang dengan PT. Merabu, petani masih merasa kesulitan terhadap pengembalian modal pada jenis kemitraan penuh yang ditawarkan oleh perusahaan. Karena didalam kesepakatannya petani harus mengembalikan sejumlah pinjaman. Ditambah, pengaruh sebab lain karena tanaman tembakau merupakan tanaman sensitif yang peka akan pengaruh perubahan musim. Keberhasilan suatu program pembangunan sangat ditentukan oleh sikap obyek pembangunan itu sendiri (Rosada, 2014). Demikian halnya keberhasilan proyek kemitraan antara petani tembakau di Kabupaten Magelang dengan PT. Merabu tidak terlepas dari sikap petani. Sikap menentukan dalam hal keberlanjutan suatu program kemitraan. Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi yang di dalamnya orang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya (Mar’at, 1981). Berdasarkan kondisi yang ada maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai Analisis Sikap Petani Tembakau terhadap Program Kemitraan PT. Merabu di Kabupaten Magelang ini.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mendeskripsikan kondisi kemitraan antara petani di Kabupaten Magelang dengan PT. Merabu, 2) Menganalis sikap petani tembakau terhadap program kemitraan PT. Merabu di Kabupaten Magelang, 3) Menganalisis faktor pembentuk sikap petani tembakau terhadap program kemitraan dengan PT. Merabu di Kabupaten Magelang, dan 4) Menganalis hubungan antara faktor pembentuk sikap petani tembakau dengan sikap petani tembakau terhadap program kemitraan PT. Merabu di Kabupaten Magelang. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Teknik pelaksanaan penelitian ini menggunakan metode survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Jenis penelitian survei yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1995). Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah petani mitra PT. Merabu di Kabupaten Magelang. Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan metode proportional random sampling yaitu sebanyak 50 responden. Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi ,wawancara, serta dokumentasi dan pencatatan. Metode Analisis Data Pengujian Instrumen dilakukan dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Mengetahui kondisi kemitraan antara PT. Merabu dengan petani mitra di Kabupaten Magelang menggunakan analisis data deskriptif. Menganalisis faktor pembentukan sikap menggunakan analisis statistik deskriptif. Metode yang digunakan untuk mengetahui sikap petani terhadap program kemitraan ini adalah dengan metode survei dengan menggunakan skala likert. Kategori pengukurannya menggunakan rumus lebar interval kelas, yaitu: Kelas Kategori : nilai tertinggi-nilai terendah ………(1)
jumlah kelas Tingkat signifikansi hubungan antara faktor pembentuk sikap petani tembakau yang meliputi pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, pendidikan formal, pendidikan non formal, keterpaan kebudayaan, dan keterpaan media massa dengan sikapnya terhadap program kemitraan dapat diketahui dengan rumus koefisien korelasi Rank Spearman (rs) yang didukung dengan program SPSS versi 16 for windows: 2 rs = 1 - (6 ) ………........(2) 3 N -N rs adalah koefisien korelasi rank spearman, N adalah jumlah responden (sampel petani), dan di adalah perbedaan skor antara faktorfaktor pembentuk sikap dengan sikap petani terhadap kemitraan dengan
PT. Merabu. Menguji signifikansi hubungan digunakan uji t karena sampel yang diambil lebih dari 10 (N>10) dengan tingkat kepercayaan 95% HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Kemitraan Berawal dari PT. Djarum Tbk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan tembakau yang berkualitas. Apalagi ditambah di Kabupaten Magelang perusahaan rokok banyak yang terjun secara langsung ke petani untuk mendapatkan tembakau yang berkualitas dari petani. Sehingga pemilik PT. Merabu yaitu Bapak Ignatius Igor Rahmanadi yang merupakan keponakan dari CEO (Chief Executive Officer) PT. Djarum Tbk berinisiatif untuk membuat perusahaan dengan asas kemitraan kepada petani. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pola kemitraan yang dijalankan adalah pola subkontrak. Hal yang menguatkan adalah adanya perjanjian bahwa PT. Merabu harus menyetor hasil produksi tembakau petani kepada PT. Djarum Tbk dalam jumlah tertentu dengan jangka waktu tertentu dan besaran yang sudah ditentukan. PT. Merabu berdiri dan menjadi jembatan antara petani sebagai produsen tembakau dan PT. Djarum Tbk sebagai perusahaan rokok. Misi dari kemitraan ini adalah Menciptakan 3B yaitu : Better living, Better farming, dan Better business. Kemitraan ini terdiri dari kemitraan dalam bentuk modal, teknik, maupun pasar. Pinjaman ini disediakan dalam bentuk saprodi pertanian berupa
pupuk, pestisida, bibit, dan pengolahan. Tidak ada perjanjian khusus antara petani mitra dengan PT. Merabu, kesepakatan hanya berdasarkan asas kepercayaan saja. Sistem peminjaman yang diberikan sarana produksi yang diturunkan secara bertahap sesuai dengan tahapannya masing-masing misal perbenihan, pemupukan, dan sebagainya. Pinjaman harus dilunasi setelah menyetorkan 70% dari produksi. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pola kemitraan yang dijalankan petani mitra dengan PT. Merabu adalah pola dagang umum. Faktor Pembentuk Sikap Faktor pembentuk sikap diantaranya adalah sebagai berikut pengalaman pribadi, keterpaan orang lain yang dianggap penting, pendidikan formal, pendidikan non formal, keterpaan media massa, dan keterpaan kebudayaan. Berdasarkan tabel 1 tingkat pengalaman pribadi responden secara keseluruhan berada pada tingkat sedang sebanyak 16 responden (32%), yang artinya tingkat pengalaman pribadi responden berada dalam katagori sedang dalam mempengaruhi sikap petani terhadap program kemitraan. Berdasarkan tabel 1 keterpaan orang lain secara keseluruhan (aparat desa, petugas lapang dari Merabu, petani lain, dan PPL) dalam penelitian ini yang paling besar adalah pada kategori tinggi sebanyak 33 responden (66%). Hal tersebut mengartikan bahwa sikap petani untuk melakukan budidaya tembakau didorong oleh keterpaan dari orang lain di lingkungan sekitarnya.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman Pribadi Responden dan Keterpaan Orang Lain yang Dianggap Penting. Tingkat Pengalaman Pribadi Responden (skor) a. b. c. d. e.
2-3,6 3,7-5,3 5,4-7 7,1-8,7 8,8-10,4
Jumlah Tingkat Keterpaan Orang Lain yang Dianggap Penting (skor) a. 20-32 b. 33-45 c. 46-58 d. 59-71 e. 72-84 Jumlah
Kategori
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
3 10 16 12 9
6 20 32 24 18
50
100
Kategori
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
5 7 33 5
10 14 66 10 50
Sumber: Analisis Data Primer, 2014 Tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh responden dalam penelitian ini berdasarkan Tabel 2 adalah sebanyak 34 responden (68%) pada tingkat pendidikan tamat SD atau dalam kategori sangat rendah. Tingkat pendidikan formal responden dalam penelitian ini secara umum berada dalam kategori sangat rendah pada tingkat pendidikan tamat SD. Responden yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih mudah dalam menangkap informasi dan pengetahuan terkait inovasi-inovasi baru di dalam dunia pertanian. Sehingga dengan kemudahan dalam menerima informasi ini diharapkan dapat memudahkan petani mitra dalam penerapan inovasi pada lahan yang dimilikinya. Tabel 3 paling banyak pada kategori sangat tinggi sebanyak 31 responden (62%). Tingginya keterpaan kebudayaan pada
Berdasarkan Tabel 2 tingkat pendidikan non formal secara keseluruhan kategori yang paling banyak adalah pada kategori rendah yaitu berada pada skor 3,7-5,3 sebanyak 43 responden (86%). Berdasarkan hasil tersebut maka sebagian besar responden tergolong kurang aktif dalam mengikuti kegiatan non formal yang berada di lingkungannya. Sehingga, diperlukan peningkatan keaktifan dan partisipasi dari petani lain dalam kegiatan penyuluhan baik itu dari PT. Merabu maupun dari instansi lain agar seluruh petani mitra memiliki pengetahuan dan kemampuan yang terus meningkat. Tingkat keterpaan kebudayaan secara keseluruhan berdasarkan penelitian ini menunjukkan tingkat kepedulian (responsibility) yang tinggi dari para petani terhadap lingkungan sekitarnya. Kepedulian
ini dapat ditunjukkan dengan gotong royong, ketika individu melakukan gotong royong akan terjadi interaksi
dengan lingkungannya sehingga akan mempengaruhi sikap dari induvidu tersebut.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal dan Non Formal Tingkat Pendidikan Formal Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat D3 Tamat S1 Jumlah Tingkat Pendidikan Non Formal (skor) a. 2,0-3,6 b. 3,7-5,3 c. 5,4-7 d. 7,1-8,7 e. 8,8-10,4 Jumlah
Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Jumlah (orang) 34 7 7 1 1 50 Jumlah (orang) 43 6 1 50
Persentase (%) 68 14 14 2 2 100 Persentase (%) 86 12 2 100
Sumber: Analisis Data Primer, 2014 Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keterpaan Kebudayaan Tingkat Keterpaan Kebudayaan (skor) a. 11,0-19,8 b. 19,9-28,7 c. 28,8-37,6 d. 37,7-46,5 e. 46,6-55,4 Jumlah
Kategori
Jumlah (orang)
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
8 11 31 50
Persentase (%) 16 22 62 100
Sumber: Analisis Data Primer, 2014 Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keterpaan Media Massa Tingkat Keterpaan Media Massa (skor) a. b. c. d. e.
18,0-32,5 32,6-47,1 47,2-61,7 61,8-76,3 76,4-90,9 Jumlah
Kategori
Jumlah (orang)
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
39 6 3 2 -
Sumber: Analisis Data Primer, 2014 Berdasarkan tabel 4 total frekuensi menyimak informasi terkait budidaya tembakau dengan menggunakan media massa pada
50
Persentase (%) 78 12 6 4 100
penelitian ini yang terbanyak adalah berada pada kategori sangat rendah dengan total 39 responden (78%). Rendahnya frekuensi tersebut
disebabkan oleh rendahnya upaya para petani dalam mengakses informasi terkait budidaya tembakau, karena informasi yang ada di media massa masih kurang dan kurangnya waktu petani untuk mengakses media massa tersebut. Sikap Petani terhadap Program Kemitraan dari PT. Merabu Berdasarkan Tabel 5 sebagian besar responden berada pada kategori sangat baik terkait sikapnya terhadap tujuan kemitraan. Kategori sangat baik tersebut dilatarbelakangi oleh para petani yang mempunyai sikap sangat setuju terhadap tujuan kemitraan yang telah terlihat nyata dalam kemitraan ini. Pada saat dilakukan penelitian ini juga peneliti melihat bahwa banyak diantara petani mitra yang merasa terbantu dengan adanya kemitraan ini. Sebagian besar responden berada pada kategori sedang terkait sikapnya terhadap distribusi input berupa pupuk dan pestisida. Petani kebanyakan sudah merasa tercukupi kualitas dan kuantitas dari pupuk dan pestisida, serta SOP yang harus dijalankan oleh petani. Namun, petani merasa keberatan dengan sistem peminjaman dan harga dari pupuk. Sebagian besar responden berada pada kategori sangat baik sebanyak 30 responden (60%) terkait sikapnya terhadap pemasaran hasil dari petani mitra. Selama ini petani sudah merasa puas dengan penimbangan hasil panen yang selalu transparan, pembayaran hasil panen yang dilakukan tepat waktu yaitu sehari setelah petani menyetor tembakau ke gudang atau bahkan bisa saat menyetor itu juga. Selain distribusi hasil panen tembakau
petani juga dapat dilakukan dengan mudah, petani tinggal menyetor hasil tembakau ke gudang, sehingga petani dapat melihat secara langsung proses yang dilakukan perusahaan dalam memberikan harga jual kepada petani mitra. Perusahaan pun menjamin akan menerima seluruh tembakau yang diberikan petani jika sesuai grading. Berdasarkan Tabel 6 sebagian besar responden berada pada kategori sangat buruk yaitu sebanyak 26 responden (52%) terkait dengan sikapnya terhadap penetapan harga yang diberikan PT. Merabu. Penetapan harga yang diberikan PT. Merabu masih kurang sesuai dengan keinginan petani mitra, hal ini disebabkan karena harga jual yang ditetapkan PT. Merabu lebih rendah dibanding dengan harga jual di pasaran. Sebagian besar responden berada pada kategori sangat baik yakni sebanyak 27 responden (54%) terkait dengan sikapnya terhadap manfaat ekonomi kemitraan. Para petani mitra memiliki sikap yang sangat baik karena petani merasa dengan mengikuti kemitraan ini produktivitas dan pendapatan usahatani menjadi semakin meningkat. Selain itu dengan mengikuti kemitraan ini juga petani dapat menurunkan resiko kerugian yang diakibatkan apabila petani menjual tembakaunya kepada tengkulak. Berdasarkan Tabel 6 sebagian besar responden berada pada kategori sangat baik yakni sebanyak 28 responden (56%) terkait dengan sikapnya terhadap manfaat teknik kemitraan. Para petani mitra memiliki sikap yang sangat baik karena petani merasa dengan
mengikuti kemitraan mutu dan pengusaan teknologi semakin meningkat. Sebagian besar responden berada pada kategori sangat baik yakni sebanyak 21 responden (42%) terkait dengan sikapnya terhadap manfaat sosial kemitraan. Petani merasa dengan adanya kemitraan ini merasa semakin dekat dengan perusahaan tembakau, karena sebelumnya petani hanya mengetahui tembakaunya dibeli oleh tengkulak. Sedangkan dengan adanya kemitraan ini petani dapat berhubungan langsung dengan orang-orang dari perusahaan. Selain itu, dengan adanya kemitraan ini juga dapat meningkatkan hubungan antara petani dengan perusahaan. Serta dapat meningkatkan pelestarian
lingkungan karena perbaikan lingkungan seperti kondisi tanah untuk memaksimalkan budidaya tembakau. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat sikap petani terhadap program kemitraan sebanyak 44 responden (88%) berada pada kategori baik. Tingginya sikap petani tersebut menunjukkan bahwa para petani pada penelitian ini menunjukkan bahwa petani merasa terbantu dengan adanya program kemitraan ini karena memberikan dampak positif bagi mereka. Dampak positif tersebut yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan petani, dan membantu dalam pemasaran hasil.
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Petani terhadap Tujuan Kemitraan dan Distribusi Input. No . 1.
2.
Sikap Petani Sikap terhadap Tujuan Kemitraan
Sikap terhadap Distribusi Input a. Pupuk
Sikap terhadap Distribusi Input b. Pestisida
Kategori
Skor
Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik
14,0-25,2 25,3-36,5 36,6-47,8 47,9-59,1 59,2-70,4
Jumlah (orang) 1 15 34
Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik
14,0-25,2 25,3-36,5 36,6-47,8 47,9-59,1 59,2-70,4
30 18 2
60 36 4
Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik
14,0-25,2 25,3-36,5 36,6-47,8 47,9-59,1 59,2-70,4
35 13 2
70 26 4
Sumber : Analisis Data Primer, 2014
Persentase (%) 2 30 68
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Petani terhadap Penetapan Harga, Manfaat Kemitraan, dan Program Kemitraan Secara Keseluruhan. No.
Sikap Petani
Kategori
Interval
Jumlah (orang)
3.
Sikap terhadap Pemasaran Hasil
4.
Sikap terhadap Penetapan Harga
Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik
8,0-14,4 14,5-20,9 21,0-27,4 27,5-33,9 34,0-40,4 6,0-10,8 10,9-15,7 15,8-20,6 20,7-25,5 25,6-30,4
1 19 30 26 15 5 2 2
2 38 60 52 30 10 4 4
5.
Sikap terhadap Manfaat Kemitraan a. Manfaat Ekonomi
Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik
8,0-14,4 14,5-20,9 21,0-27,4 27,5-33,9 34,0-40,4
1 4 18 27
2 8 36 54
Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik
8,0-14,4 14,5-20,9 21,0-27,4 27,5-33,9 34,0-40,4 6,0-10,8 10,9-15,7 15,8-20,6 20,7-25,5 25,6-30,4 78,0-134,4 134,5-196,9 197,0-259,4 259,5-321,9 322,0-384,4
22 28 9 21 20 3 44 3 50
44 56 18 42 40 6 88 6 100
b. Manfaat Teknik
c. Manfaat Sosial
6.
Sikap terhadap Program Kemitraan PT Merabu secara keseluruhan Jumlah
Persentase (%)
Sumber : Analisis Data Primer, 2014 Hubungan Antara Faktor-Faktor Pembentuk Sikap dengan Sikap Petani terhadap Program Kemitraan PT. Merabu di Kabupaten Magelang. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengalaman pribadi responden
dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT Merabu dengan nilai rs 0,342 dan nilai thitung 2,522 lebih tinggi dari nilai ttabel 2,021. Jadi thitung lebih besar daripada ttabel maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% antara pengalaman pribadi responden
dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu. Artinya apabila terjadi peningkatan terhadap tingkat pengalaman pribadi responden akan meningkatkan sikap petani terhadap program kemitraan dan begitupun sebaliknya. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keterpaan orang lain yang dianggap penting dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu dengan nilai rs 0,344 dan nilai thitung 2,524 lebih tinggi dari nilai ttabel 2,021. Jadi thitung lebih besar daripada ttabel, maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% antara keterpaan orang lain yang dianggap penting dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu. Artinya apabila terjadi peningkatan terhadap tingkat keterpaan orang lain yang dianggap penting akan meningkatkan sikap petani terhadap program kemitraan, begitupun sebaliknya. Menurut Azwar (1995) pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa lingkungan sekitar mempengaruhi terhadap keputusan petani maka orang-orang disekitar petani memberikan dampak yang berarti bagi keputusan petani, karena keputusan tersebut memberikan dampak terhadap
penerimaan lingkungan terhadap petani. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan formal dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu dengan nilai rs 0,327 dan nilai thitung 2,397 lebih tinggi dari nilai ttabel 2,021. Jadi thitung lebih besar daripada ttabel, maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan meningkatkan sikap petani terhadap program kemitraan begitupun sebaliknya. Dengan pendidikan yang tinggi nantinya petani dapat menjalankan budidaya tembakau dengan lebih baik, karena dapat lebih mengerti tentang informasi dan pengetahuan yang diberikan. Dengan begitu tembakau yang dihasilkan pun akan lebih baik dan tentunya akan meningkatkan kepuasan petani dan memberikan sikap positif terhadap program kemitraan PT. Merabu. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan non formal dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT Merabu dengan nilai rs 0,356 dan nilai thitung 2,639 lebih tinggi dari nilai ttabel 2,021. Jadi thitung lebih besar daripada ttabel maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% antara pendidikan non formal dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu. Semakin tinggi tingkat pendidikan
non formal akan meningkatkan sikap petani terhadap program kemitraan dan begitupun sebaliknya. Materi pendidikan non formal yang diikuti oleh petani memberikan banyak pengetahuan karena memang semua materinya berkaitan langsung dengan budidaya tembakau. Dengan adanya pendidikan non formal ini diharapkan petani dapat melaksanakan budidaya tembakau dengan lebih baik, sehingga dapat memberikan sikap positif pada petani mitra terhadap program kemitraan PT. Merabu. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keterpaan kebudayaan dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu dengan nilai rs 0,038 dan nilai thitung 0,263 lebih kecil dari nilai ttabel 2,021. Jadi thitung lebih kecil daripada ttabel maka Ho diterima artinya terdapat hubungan yang tidak signifikan antara keterpaan kebudayaan dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu. Artinya besar kecilnya tingkat kebudayaan tidak akan mempengaruhi terhadap sikap petani terhadap program kemitraan. Tingkat keterpaan kebudayaan pada penelitian ini tidak signifikan karena meskipun kebudayaan mengindikasikan adanya kebersamaan yang tinggi dan tingkat kepedulian terhadap lingkungan yang tinggi. Seperti adat kerukunan gotong royong seseorang yang melakukan gotong royong cenderung untuk berinteraksi terhadap masyarakat disekitarnya pendapat
dari lingkungan sekitar akan mempengaruhi terhadap pembentukan sikap. Namun apabila seorang induvidu mempunyai memiliki kepribadian yang telah mapan hal ini tidak akan berpengaruh. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keterpaan media massa dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu dalam budidaya tembakau dengan nilai rs -0,032 dan nilai thitung -0,222 lebih kecil dari nilai ttabel 2,021. Jadi thitung lebih kecil daripada ttabel, maka Ho diterima artinya terdapat hubungan yang tidak signifikan antara keterpaan media massa dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu. Artinya besar kecilnya tingkat keterpaan media massa tidak berpengaruh terhadap sikap terhadap program kemitraan. Segala perbaikan dalam hal keterpaan media massa yang diberikan PT. Merabu tidak memberikan dampak terhadap sikap petani. Dari keseluruhan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa program kemitraan PT. Merabu layak untuk dilanjutkan karena memberikan dampak positif bagi petani .
Tabel 7. Uji Hipotesis Hubungan antara Faktor Pembentuk Sikap dengan Sikap Petani terhadap Program Kemitraan PT. Merabu No.
Hubungan Antar Variabel
1
Pengalaman pribadi responden dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT Merabu Keterpaan orang lain yang dianggap penting dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT Merabu Pendidikan formal dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT Merabu Pendidikan non formal dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT Merabu Keterpaan kebudayaan dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT Merabu Keterpaan media massa dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT Merabu
2
3
4
5
6
Koefisien Korelasi rs 0,342*)
thitung
Ket.
2,522
S
0,344*)
2,524
S
0,327*)
2,397
S
0,356*)
2,639
S
0,038
0,263
NS
-0,032
-0,222
NS
Sumber: Analisis Data Primer, 2014 Keterangan: * : Signifikan pada α = 0,05 ttabel : 2,021 (α = 0,05) S : Signifikan NS : Non Signifikan SIMPULAN Bentuk kemitraan antara petani dengan PT. Merabu adalah pola dagang umum. Dan bentuk kemitraan antara PT Merabu dengan PT. Djarum Tbk adalah pola subkontrak. Sikap petani tembakau terhadap program kemitraan PT. Merabu di Kabupaten Magelang adalah: Sikap petani terhadap tujuan kemitraan pada PT. Merabu berada pada kategori sangat baik. Sikap petani terhadap distribusi input pupuk dan pestisida pada program kemitraan PT. Merabu berada pada kategori sedang. Sikap petani terhadap pemasaran hasil berada pada kategori sangat baik. Sikap petani terhadap penetapan harga
berada pada kategori sangat buruk. Sikap petani terhadap manfaat ekonomi dan teknik kemitraan berada pada kategori sangat baik. Sikap petani terhadap manfaat sosial kemitraan berada pada kategori baik. Sikap Petani secara keseluruhan terhadap Program Kemitraan PT. Merabu adalah dalam kategori baik. Faktor pembentuk sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu pada penelitian ini adalah: Faktor pengalaman pribadi responden berada pada kategori sedang. Faktor keterpaan orang lain yang dianggap penting pada kategori tinggi. Faktor pendidikan formal pada tingkat pendidikan tamat SD
atau dalam kategori sangat rendah. Faktor pendidikan non formal berada pada kategori rendah, kegiatam pendidikan non formal terdiri dari penyuluhan pertanian baik dari PT. Merabu maupun dari pihak lain. Faktor keterpaan kebudayaan berada pada kategori sangat tinggi. Faktor keterpaan media massa yang diakses oleh petani mitra berada pada kategori sangat rendah. Hubungan antara faktorfaktor pembentuk sikap dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu di Kabupaten Magelang adalah terdapat faktor-faktor yang berhubungan yang signifikan yaitu tingkat pengalaman pribadi responden ,tingkat keterpaan orang lain yang dianggap penting ,tingkat pendidikan formal ,dan tingkat pendidikan non formal. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keterpaan kebudayaan dan keterpaan media massa dengan sikap petani terhadap program kemitraan PT. Merabu. Hal yang dapat disarankan adalah PT. Merabu sebaiknya menambah lagi kegiatan penyuluhan bagi petani, sehingga dapat meningkatkan keikutsertaan petani pada pendidikan non formal yang tentunya dibutuhkan petani dalam hal budidaya tembakau untuk memperoleh hasil produksi tembakau yang lebih baik. Sikap petani terhadap penetapan harga yang sangat buruk karena harga yang ditetapkan lebih rendah dari harga pasar. Sebaiknya diatasi dengan kesepakatan harga atau musyawarah mengenai harga antara petani mitra dengan perusahaan sebelum musim tanam dimulai.
DAFTAR PUSTAKA Mar’at. 1981. Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Rosada, Etin.2014.Sikap Petani Teh Terhadap Kemitraan Inti – Plasma dengan PT Pagilaran Kabupaten Batang. Skripsi S1 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survai. PT Pustaka LP3ES. Jakarta. Zaelani, Achmad.2008. Manfaat Kemitraan Agribisnis Bagi Petani Mitra (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat).Skripsi.S1.Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor