“AKU AKU WARGA NEGARA YANG BAIK BAIK” UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA Dosen : M. Ayub Pramana, SH S
OLEH :
`NAMA `NOMOR NOMOR `PROGRAM PROGRAM `JURUSAN JURUSAN `KELOMPOK KELOMPOK
: PRIMA YUDISTIRA : 11.12.5573 : STRATA-1 : SI :G
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul "AKU WARGA NEGARA YANG BAIK" tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Prima Yudistira (11.12.5573)
Oleh
: Prima Yudistira
Kelompok : G PENDIDIKAN PANCASILA STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA
“Tuhan Itu Ada”
Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama. Jika seseorang sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata. Benarkah Tuhan itu ada? Kita tidak pernah melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah bercakap-cakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran jika orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang belaka. Ada kisah zaman dulu tentang orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: “Benarkah Tuhan itu ada” dan “Jika ada, di manakah Tuhan itu?” Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut. “Maaf jika kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras, maka sungai menjadi banjir, sehingga jembatannya hanyut dan saya tak bisa menyeberang. Alhamdulillah tiba-tiba ada sebatang pohon yang tumbang. Kemudian, pohon tersebut terpotong-potong ranting dan dahannya dengan sendirinya, sehingga jadi satu batang yang lurus, hingga akhirnya menjadi perahu. Setelah itu, baru saya bisa menyeberangi sungai dengan perahu tersebut.” Begitu orang alim itu berkata. Si Atheist dan juga para penduduk kampung tertawa terbahak-bahak. Dia berkata kepada orang banyak, “Orang alim ini sudah gila rupanya. Masak pohon bisa jadi perahu dengan
sendirinya. Mana bisa perahu jadi dengan sendirinya tanpa ada yang membuatnya!” Orang banyak pun tertawa riuh. Setelah tawa agak reda, orang alim pun berkata, “Jika kalian percaya bahwa perahu tak mungkin ada tanpa ada pembuatnya, kenapa kalian percaya bahwa bumi, langit, dan seisinya bisa ada tanpa penciptanya? Mana yang lebih sulit, membuat perahu, atau menciptakan bumi, langit, dan seisinya ini?” Mendengar perkataan orang alim tersebut, akhirnya mereka sadar bahwa mereka telah terjebak oleh pernyataan mereka sendiri. “Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang kedua,” kata si Atheist. “Jika Tuhan itu ada, mengapa dia tidak kelihatan. Di mana Tuhan itu berada?” Orang atheist itu berpendapat, karena dia tidak pernah melihat Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada. Orang alim itu kemudian menampar pipi si atheist dengan keras, sehingga si atheist merasa kesakitan. “Kenapa anda memukul saya? Sakit sekali.” Begitu si Atheist mengaduh. Si Alim bertanya, “Ah mana ada sakit. Saya tidak melihat sakit. Di mana sakitnya?” “Ini sakitnya di sini,” si Atheist menunjuk-nunjuk pipinya. “Tidak, saya tidak melihat sakit. Apakah para hadirin melihat sakitnya?” Si Alim bertanya ke orang banyak. Orang banyak berkata, “Tidak!” “Nah, meski kita tidak bisa melihat sakit, bukan berarti sakit itu tidak ada. Begitu juga Tuhan. Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Demikian si Alim berkata. Sederhana memang pembuktian orang alim tersebut. Tapi pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.
Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya.
Oleh
: Prima Yudistira
Kelompok : G PENDIDIKAN PANCASILA STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA
“ Separatis di Indonesia “ Belum usai kontrovesi pergerakan separatis di Indonesia yang bernama RMS (Republik Maluku Selatan) yang mengibarkan bendera RMS dalam tarian Cakalele yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, masyarakat kembali digoncang pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua. Perkembangan ini mengisyaratkan potensi gejolak separatisme di Indonesia masih sangat besar. Kondisi ini memperlihatkan persoalan separatisme yang muncul sejak 1950 an belum juga bisa diatasi sepenuhnya hingga kini. Padahal upaya mengatasi separatisme telah juga lama dilakukan. Upaya pengokohan integrasi nasional telah banyak digunakan baik bersifat militer, persuasi bahkan intensif. Tapi sejauh ini belum sepenuhnya berhasil. Bahkan ada kecenderungan potensi separatisme menjadi kian meningkat bila melihat frekuensi konflik dalam negeri. Hasil temuan United Nations Support Facility For Indonesia Recovery (UNFIR), lembaga di bawah payung United Nations Development Programme (UNDP) menunjukkan angka kematian akibat konflik sosial di Indonesia tahun 1990 hingga 2003 mencapai 10.758 jiwa, sementara insiden yang terjadi akibat kekerasan kolektif sebanyak 3.608 kasus. Pemerintah hampir selalu disibukkan dengan gerakan separatisme, sehingga Samuel Huntington pernah berkomentar Indonesia bisa bernasib seperti Yugoslavia dan Uni Soviet, menjadi negara yang pecah akibat kegagalan menjaga integrasi nasional. Pandangan itu barangkali dilandasi kenyataan Indonesia merupakan negara keempat terbesar di dunia dan masyarakatnya paling plural ini selalu dihantui oleh gerakan sparatisme. Struktur masyarakat Indonesia yang heterogenitas etnik, secara horizontal ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat dan primordialisme. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas dan bawah.
Dengan struktur sosial yang begitu kompleks, sangat rasional Indonesia selalu menghadapi permasalahan konflik antar etnik, kesenjangan sosial, dan sulit membangun integrasi secara tetap. Hambatan demikian semakin nampak jelas, jika diferensiasi sosial berdasarkan suku jatuh berhimpitan dengan faktor lain (agama, kelas, ekonomi,dan bahasa), sehingga sentimen-sentimen yang bersumber dari diferensiasi sosial berdasarkan faktor yang lain. Fakta struktur sosial yang kompleks tumpang-tindih, menurut Peter Blan merupakan kendala terbesar bagi terciptanya intergrasi sosial. Sementara itu, secara sosiologis diferensiasi sosial yang melingkupi struktur sosial kemajemukan masyarakat Indonesia adalah; pertama adalah diferensiasi yang disebabkan oleh struktural. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kemampuan untuk mengakses ekonomi dan politik sehingga menyebabkan kesenjangan sosial di antara etnik berbeda.
Oleh
: Prima Yudistira
Kelompok : G PENDIDIKAN PANCASILA STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA
“ TERORISME “ Mungkin sebagian dari kita sudah tidak asing lagi dengan kata “ TERORIS” dan “ TERORISME”. Di Indonesia sendiri sudah banyak sekali terjadi kasus-kasus terorisme yang mengatasnamakan agama. Contohnya, bom bunuh diri dianggapnya sebagai jihad dan dijamin akan masuk surga. Paham-paham sesat seperti ini yang harus diluruskan dan dibenarkan. Islam tidak pernah mengajarkan membunuh sesamanya dengan mengebom ataupun bentuk teror-teror yang lain tidak diajarkan dalam Al-Quran. Seperti yang kemarin terjadi di Solo, pengeboman dilakukan di gereja dengan bom bunuh diri oleh pelakunya aksi teror seperti ini sebenarnya yang mencoreng nama Islam di mata masyarakat. Pelakunya mengatasnamakan jihad atas tindakannya. Apkah itu dibenarkan dalam Islam ? tidak. Apakah itu merupakan kegiatan jihad? Tidak. Dia hanyalah melahirkan aksi kejahatan yang disebut terorisme. Aksi teror tersebut tidak hanya mencemaskan masyarakat, namun juga akan merusak kerukunan beragama diIndonesia. Karena para teroris acapkali membawa nama Islam dalam aksinya, imbasnya warga muslim yang tak bersalah yang dikenai imbasnya. Para ulama juga mengecam tindakan terorisme yang mengatasnamakan Islam adalah tindakan sesat dan merugikan negara. Anak muda adalah sasaran empuk bagi para teroris untuk merekrut anggota baru dengan menjanjikan surga kepada mereka. Nyatanya? Itu cuma omong kosong belaka. Nerakalah yang akan mereka dapati kelak. Para teroris mengincar anak muda untuk menjadikan teroris baru dengan alasan anak muda masih labil dan gampang dipengaruhi. Doktrin- doktrin tentang surga kerapkali diajarkan pada anggota baru untuk memperkuat paham terorisnya.
Jaringan teroris kerapkali mengincar pesantren-pesantren untuk menyebarkan ajaran paham sesatnya lewat dakwa-dakwa di banyak masjid maupun pesantren-pesantren di seluruh Indonesia. Bagi yang beragama Islam seperti saya sendiri sebaiknya lebih waspada akan ajaranajaran sesat tersebut, kita harus bisa memilah –memilih mana yang”benar” dan dibenarkan menurut Islam, karena Islam tidak mengajarkan pembunuhan. Tak jarang para pemuda seperti kita yang terkena tipu daya ajaran sesat lewat dakwa dan berujung pada tindakan terorisme. Pihak kepolisian juga tidak tinggal diam dalam mengatasi masalah terorisme ini. Densus 88 selalu di kerahkan dalam pembekukan teroris. Bukannya tanpa hasil, Densus 88 selalu mengukir prestasi dalam penangkapan para teroris besar Dr. Azhari, Dul Matin, adalah namanama yang berhasil ditangkap oleh jajaran Polisi juga Densus 88. Keberhasilan juga didukung dengan pelaporan warga setempat jika ada warganya yang terkait jaringan terorisme. Kita sebagai warga Indonesia yang rawan akan kejadian teror harus diwaspadai. Mari kita jaga Indonesia kita ini dari kegiatan terorisme ! Bersama kita berantas terorisme!.
Oleh
: Prima Yudistira
Kelompok : G PENDIDIKAN PANCASILA STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA
“Berantas Korupsi di Indonesia” Indonesia gencar memberantas korupsi. Namun, itu bukan hal mudah. Pakar hukum pidana Universitas Gajah Mada Edi O.S Hiariej, mengungkapkan alasan mengapa korupsi di Indonesia masih sulit diberantas. "Korupsi sudah terjadi saat undang-undang itu dibentuk," kata dia, dalam acara Workshop RUU Tindak Pidana Pencucian Uang, di Bogor Jawa Barat, Jumat 30 Juli 2010. Edi menambahkan, korupsi terjadi bukan pada pelaksanaan undang-undang. "Bagaimana mau diberantas kalau diawali dengan korupsi?" tambahnya.stop korupsi dan suap di indonesia Seharusnya Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) -- sebagai bagian dari pemberantas korupsi -- tidak hanya diberi kekuasaan untuk penyelidikan. "Tetapi penyidikan, sebab penyelidikan itu step-nya ada di bawah penyidikan," ujarnya. Penyidikan tersebut, kata dia, bisa berkoordinasi dengan penyidik tindak pidana asal. "Kekuasaan penyidikan itu terbatas, dan itu harus ada dan wajib ada," jelasnya. Sulit untuk memberantas korupsi di Indonesia juga pernah disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Riyanto. "Kalau semua koruptor, diberantas tidak bisa," kata Bibit dalam diskusi komunitas blogger di Jalan Langsat, Jakarta, Selasa 29 Juni 2010. STOP KORUPSI DAN SUAP DI INDONESIA. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok menilai pemberantasan korupsi di Indonesia sulit dilakukan karena belum adanya komitmen yang kuat dari pemerintah dan masyarakat untuk memberantas korupsi. "Di Indonesia masih ada tiga wilayah abu-abu yang membuat praktik korupsi sulit diberantas, yakni hukum, politik, dan bisnis," kata Ahmad Mubarok pada diskusi "Reshuffle dan Komitmen. Pemberantasan Korupsi" di Jakarta, Minggu. Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah pengamat politik dari Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bakti, pengamat politik dari Universitas Kristen Indonesia Margarito Kamis, serta praktisi hukum Ahmad Rifai. Menurut Mubarok, tiga wilayah abu-abu tersebut sering saling terkait dan menyulitkan pemberantasan korupsi. Ia mencontohkan, banyak pengusaha yang menjadi politisi dan kemudian bisa mempengaruhi proses hukum. "Dampaknya, banyak kasus korupsi yang sanksi hukumnya sangat ringan, sehingga tidak membuat jera pelaku korupsi," katanya. Apalagi, kata dia, budaya di Indonesia belum mendukung penegakan supremasi hukum dan pemberantasan korupsi. Azas praduga tak bersalah yang diterapkan dalam sistem hukum di Indonesia, menurut Mubarok, membuat penegakan hukum berjalan kurang efektif. Ia mencontohkan, di Singapura jika ada pengunjung restoran yang membuang sampah sembarangan, maka yang didenda cukup tinggi adalah pemilik restoran. "Dengan sistem tersebut, pemilik restoran dan seluruh warga berusaha menegakkan disiplin dan mematuhi hukum," katanya. Kemudian di China, menurut dia, pemberantasan korupsi bisa dilakukan dengan penerapan sanksi hukum yang berat, sehingga membuat efek jera terhadap pelaku korupsi. Mubarok menambahkan, Pemerintah China terus menerapkan sanksi hukum yang berat secara konsisten sehingga menumbuhkan komitmen yang kuat di antara pemerintah dan masyarakat dalam pemberantasan korupsi. "Dampak positif yang diperoleh China, dalam waktu sekitar 20 tahun, China sudah tumbuh menjadi negara kaya," kata Mubarok.