457
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
PROSPEK SUMBERDAYA PERIKANAN DAN SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR (Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur) Nur Ansari Rangka dan Arifuddin Tompo Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Aspek sosial ekonomi merupakan bagian dari potensi perikanan budidaya yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengembangan budidaya perikanan secara parsial, dan diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk pembangunan perikanan daerah Kabupaten Berau, Survei dilaksanakan menggunakan metode Pemahaman Pedesaan dalam Waktu Singkat (PPWS), Data primer diperoleh dari observasi dan wawancara dengan Nelayan Tangkap kelompok nelayan pembudidaya dan data sekunder yang diperoleh dari intansi yang terkait. Tipologi perikanan di Kabupaten Berau terdiri atas perikanan tangkap (di laut dan perairan umum), budidaya (air payau dan air tawar), dan pasca panen. Panjang Garis pantai Kabupaten Berau 629,2 km. Produksi perikanan Kabupaten Berau tahun 2010 sebesar 7.996 ton, atau 7% dari total produksi perikanan KalimantanTimur, 79,5% berasal dari perikanan tangkap, 13,3%, dari hasil budidaya air payau (tambak dan karamba) sisanya 7,2% dari perairan umum berupa rawa dan Sungai (Sungai Mahakam). Produksi perikanan yang dimanfaatkan baru sekitar 11,2%. Potensi perikanan perairan umum yang cukup besar membutuhkan penanganan secara terpadu untuk memperoleh hasil yang optimal. Optimalisasi lahan tambak potensial dengan menerapkan teknologi remediasi tanah dasar untuk polikultur udang windu dengan bandeng dan mono kultur udang secara ekstensif, meningkatkan produktivitas tambak hingga 300%. Kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan, kelembagaan perencanaan, kelembagaan pengelolaan, kelembagaan pengawasan, pembiayaan perikanan non formal dalam pengelolaan sumbedaya pantai, serta laut perlu diterapkan. Prospek perdagangan ikan segar akan semakin jauh pemasarannya apabila tersedia kredit modal kerja bagi pedagang ikan,ditunjang dengan pengadaan TPI yang akan memberikan kontribusi pendapatan yang lebih besar bagi daerah. Komoditi hasil laut seperti rumput laut, teripang dan lobster yang memiliki nilai ekonomi tinggi perlu dipertimbangkan untuk dibudidayakan. Prospek pengembangan sumberdaya perikanan, melalui budidaya tambak, pola pengembangan perikanan lepas pantai, dan perencanaan pasar antar pulau dengan memanfaatkan faktor keunggulan komparatif wilayah dengan mempertimbangkan kemampuan sumberdaya perikanan, sumber daya manusia, prasarana dan sarana yang tersedia. diharapkan dapat meningkatkan percepatan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal. KATA KUNCI: prospek, sumberdaya perikanan, sosial ekonomi, Kabupaten Berau
PENDAHULUAN Rencana pembangunan perikanan Indonesia yang tertuang dalam revitalisasi pembangunan perikanan, diarahkan pada peningkatan peran sektor perikanan dalam menunjang terciptanya perikanan yang maju, efisien dan tangguh, sehingga mampu menjamin tersedianya bahan pangan protein hewani dan bahan baku industri di dalam negeri, meningkatkan eksport, mendorong perluasan kesempatan kerja, kesempatan berusaha , meningkatkan pendapatan nelayan , serta menunjang pembangunan daerah . Tipologi perikanan Indonesia terdiri atas perikanan tangkap (di laut dan perairan umum), budidaya (air payau dan air tawar), serta pasca panen (Ilyas & Supardan, 1995). Produksi perikanan Indonesia tahun 2010 sebesar 2. 970.000 ton atau sekitar 68,8% yang berasal dari perikanan tangkap di laut, 10,9% dari budidaya air payau, 9,8% dari penangkapan di perairan umum, 7,6% budidaya air tawar dan 2,9% budidaya laut (Anonymous, 2007)
Page 473 of 1000
Page 1 of 13
Prospek sumberdaya perikanan dan sosial ekonomi ..... (Nur Ansari Rangka)
458
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi KalimantanTimur (Kal-Tim), Kabupaten Berau, Kutai Timur, Kutai barat, Kutai Kertanegara, Paser, Penajam Paser Utara, Mahakam Ulu, Bontang, Kota Samarinda (Ibu Kota Provinsi) dan Kota Balikpapan. Adapun batas-batas Kabupaten Berau adalah, Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kertanegara dan Malinau, Sebelah timur dengan Laut Sulawesi, Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bulungan dan sebelah Selatan berbatasan denganKabupaten Kutai Timuri. Kabupaten Berau terletak pada 116 0 08 ' 28,4 " BT, 3 0 37,32" Lintang utara dan 00 59' 59" lintang Selatan- 1190 03' 31" bujur barat. Ibu kota kabupaten ini terletak di Tanjung Redeb. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 34.260,70 km² dan berpenduduk kurang lebih 179.079 jiwa (Hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Produksi perikanan Kabupaten Berau tahun 2010 sebesar 7.996 ton, atau 7% dari total perikanan Kal-Tim, 79,5% diantaranya berasal dari perikanan tangkap, 13,3% dari hasil budidaya air payau (tambak dan karamba) sisanya 7,2% dari perairan umum. Dengan luas lautan 12.229,88 km 2, merupakan potensi perikanan yang cukup besar baik dari segi ekploitasi perikanan maupun dari sumberdaya laut itu sendiri, yang masih membutuhkan penanganan secara terpadu untuk memperoleh hasil yang optimal dari sumberdaya yang tersedia. BAHAN DAN METODE Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Pemahaman Pedesaan dalam Waktu Singkat (PPWS), dengan pertimbangan lokasi studi yang tersebar serta kesulitan memperoleh responden yang representative. Data primer dikumpulkan dengan cara pengamatan berpatisipasi, observasi langsung terhadap kegiatan responden dilapangan dan wawancara formal dan informal dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) berstruktur yang telah disiapkan (Singarimbun & Effendi, 1989), selain itu data primer diperoleh dari observasi dan wawancara dengan Nelayan Tangkap (bagan perahu, bagan tancap, nelayan pancing, Bubu, sero dan Jaring), kelompok nelayan pembudidaya rumput laut, pengrajin perahu, tokoh nelayan dan tokoh masyarakat setempat, sedangkan data sekunder diperoleh dari intansi yang terkait dengan tujuan studi. Analisis Data Data yang diperoleh (primer dan sekunder), ditabulasi secara silang, kemudian dianalisa secara deskriptif. Hasil dan Pembahasan Tulisan ini berintikan, A. Kondisi Sosial Ekonomi Perikanan di Berau dan B. Prospek Pengembangan Sumberdaya Perikanan HASIL DAN BAHASAN Kondisi Sosial Ekonomi Perikanan di Berau Rumah Tangga Nelayan Pembahasan mengenai rumah tangga nelayan meliputi penduduk, angkatan kerja dan konsentrasi nelayan yang berdominili di 13 Kecamatan, 6 diantaranya terletak dibibir pantai Kabupaten Berau, yang menghadap ke Laut Sulawesi dan Selat Makassar. Produksi perikanan Kabupaten Berau tahun 2010 sebesar 7.996 ton, atau 7% dari total perikanan Kal-Tim, 79,5% diantaranya berasal dari perikanan tangkap, 13,3% dari hasil budidaya air payau (tambak dan karamba) sisanya 7,2% dari perairan umum. Dengan garis pantai 629,2 km. yang membujur sepanjang Laut Sulawesi dan selat Makassar, merupakan potensi perikanan yang cukup besar baik dari segi ekploitasi perikanan maupun dari sumberdaya laut, yang masih membutuhkan penanganan secara terpadu untuk memperoleh hasil yang optimal dari sumberdaya yang tersedia. Rata-rata setiap rumah tangga terdiri dari 4 orang (2-6 Orang/KK), kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah kecamatan Tanjung Redeb, yakni sekitar 219 jiwa/ km². Jumlah angkatan kerja penduduk Kabupaten Berau yang bekerja disektor pertanian/perikanan. adalah 74.624 orang (23.848 KK), yang tersebar di12 lapangan kerja. Jumlah Rumah Tangga nelayan dan pembudidaya perikanan (tambak, rumput laut dan KJA) adalah 3.342 Kepala Keluarga (KK) tersebar
Page 474 of 1000
Page 2 of 13
459
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Tabel 1. Mata pencaharian jumlah penduduk pada setiap kecamatan di Kabupaten di Berau
Lokasi wilayah Kecamatan Pulau Maratua Talisayan Biatan Tabalar Biduk-Biduk Gunung Sambaliung Tanjung TelukBayur Batu Putih Segah Kelay
Pertanian*) Perkebunan Peternakan
Nelayan
Industri**)
Jasa dan perdagangan***)
192 309 417 187
828 935 30 1.517 2.078 2.180 2.299 2.547 11.609 1.211 2.456 36.315 12.421
284 269 31 2.561 20 699 18 3.954 1.680 3.557 -
2.010 1.345 926 985 1.985 2.595 2.908 409 79 107 1.036 -
759 334 1.208 10 55 -
29 29 85 26 98 58 85 176 78 10 -
15.445 5.600
17.117 4.141
4.914 1. 327
833 359
* Pertanian: petani dan buruh tani; ** Industri: industri rumah tangga, industri berskala besar dan kecil; *** Jasa dan Perdagangan: tukang, angkutan dan pedagang yang berkaitan denga sektor Perikanan Sumber: Data statistik Kabupaten Berau 2007-2012
di 6 kecamatan dan yang terbesar ada di kecamatan Talisayan 1.484 KK setara dengan 4.452 jiwa, disusul kecamatan Tabalar 953 KK, sedangkan untuk budidaya tambak (budidaya udang dan bandeng) yang terbanyak ada pada Kecamatan Pula Derawan dengan 271 KK, dengan potensi luas tambak 4.663,5 ha, disusul Kecamatan Tabalar 237 KK dengan luas tambak 792,7 ha. Kabupaten Berau secara adminsitratif pemerintahan dibagi 13 Kecamatan dengan 11 kecamatan yang punya potensi perikanan yaitu Kecamatan Pulau Derawan, Kecamatan Maratua, Kecamatan Talisayan, Kecamatan Biatan, Kecamatan Tabalar, Kecamatan Biduk-Biduk, Kecamatan Batu Putih, Kecamatan Gunung Tabur, Kecamatan Sambaliung, Kecamatan Tanjung Redeb, Kecamatan Teluk Bayur. Kecamatan Tanjung Redeb merupakan ibu kota Kabupaten yang berbatasan langsung dan menghadap ke Laut Sulawesi. Penyerapan tenaga kerja pada sektor perikanan mempunyai dampak yang begitu besar bagi desadesa yang terletak di pantai yang ada di kecamatan tersebut. 90% dari buruh nelayan berasal dari Tabel 2. Sebaran RTP, luas dan produksi tambak di Berau
Kecamatan
RTP (orang)
Luas (ha)
Produksi (ton)
Pulau Derawan Talisayan Biatan Tabalar Gunung Tabur Sambaliung
98 1.484 207 953 290 310
4.663,50 19,30 59,60 792,70 66,00 487,70
229,8 20,2 18,1 110,5 106,2 12,2
Jumlah
3.342
6.088,70
497,0
Sumber: Laporan Statistik Berau Tahun 2007-2012
Page 475 of 1000
Page 3 of 13
Prospek sumberdaya perikanan dan sosial ekonomi ..... (Nur Ansari Rangka)
460
desa sekitar yang tidak memiliki pantai. Hal ini disebabkan karena desa-desa di pantai tidak memiliki cukup tenaga kerja sebagai buruh nelayan. Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, alat tangkap payang di Desa Mosso dan Ranggas, maka tidak kurang dari 1.000 tenaga didatangkan dari desa sekitar. Demikian pula dari desa-desa pantai lainnya. Dampak adanya aliran tenaga kerja dari pedalaman ke daerah pantai mempunyai segi positif bagi peningkatan pendapatan penduduk desa pedalaman disamping juga pemenuhan kebutuhan nelayan pemilik pada sektor tenaga kerja. Mata pencaharian penduduk yang lain di enam Kecamatan Pantai selain nelayan, juga dikembangkan pembudidayaan ruimput laut di Desa Sendana kecamatan Pulau Derawan, yang punya potensi seluas 850 ha. (Aninimous, 2006). Pada umumnya selain bekerja sebagai nelayan umumnya penduduk juga memiliki lahan untuk pertanian, peternakan yang didominasi oleh perladangan lahan kering dan pertanian tanaman pangan. Mata Pencaharian dan Aktivitas Ekonomi Penduduk di wilayah Barat Berau 79,90% adalah petani cacao/coklat, tembakau, palawija, kelapa dan ternak. Berbeda dengan wilayah pesisir pantai selatan Berau 98% penduduk menggantungkan pada sumeberdaya laut yang ada disekitarnya sedangkan yang bermata pencaharian sebagai petani untuk wilayah Berau daratan, sedangkan di wilayah kepulauan sebagian besar nelayan memiliki kelapa, palawija dan berternak kambing. Di samping itu, mata pencahariannya sebagai pedagang, pengrajin, pegawai negeri dan lain-lain. Nelayan yang berdomisili di daerah pantai berjumlah 91.918 jiwa sedangkan nelayan yang berdomisili di wilayah Berau kepulauan berjumlah 15.408 jiwa. Bila dibandingkan jumlah nelayan keseluruhan, maka nelayan yang berdomisili di wilayah daratan hanya 90% sedangkan 10 % berdomisili di wilayah Kepulauan. Alat tangkap yang diusahakan di wilayah daratan sebagian besar didominasi Jaring dan Pancing, bubu ikan terbangi, disamping itu diusahakan alat tangkap Gill Net, Trammel Net, dan pancing ulur. Sedangkan di wilayah kepulauan didominasi oleh Payang, Jaring Simbolak, Bubu dan Pancing Ulur. (Aninimous, 2007 & 2012) Penduduk Kabupaten Berau, di 11 Kecamatan pantai yang menghadap Laut Sulawesi dan Selat Makassar mempunyai mata pencaharian yang beragam selain sebagai nelayan juga sebagai peladangan lahan kering dan pertanian sawah yang merupakan mata pencaharian utama di samping jasa dan perdagangan. Selain mata pencaharian tersebut di atas, sekitar 11,9% penduduk mempunyai profesi jasa dan perdagangan yang merupakan mata pencaharian diminati penduduk. Profesi jasa dan perdagangan ini meliputi buruh, pedagang/bakul, jasa angkutan, Aktivitas industri di daerah ini relatif kecil dibanding aktivitas lainnya. Dari empat belas Kecamatan pantai, hanya 1.701 (1%) penduduk yang mengusahakan industri kecil (home industry, seperti pengolahan ikan kering,terasi dan ikan asap). Nelayan sebagai salah satu mata pencaharian penduduk Berau mempunyai prosentase sebesar 19,4%. Aktivitas pascapanen, terutama pemasaran dan pengolahan hasil perikanan, pada umumnya diambil alih oleh isteri nelayan. Sebagaimana di daerah nelayan, isteri nelayan mengurus pemasaran hasil segera setelah didaratan. Bila hasil tangkapan itu dalam jumlah besar dan tidak seluruhnya habis terjual maka biasanya diolah dalam bentuk kering asin dan asap, untuk dipasarkan pada hari berikutnya atau tempat lain. Hal ini untuk mengahadiri jatuhnya harga yang terjadi pada waktu musim puncak. Perikanan Tangkap Di Kabupaten Berau terdapat 4 jenis alat tangkap dominan dengan investasi sangat beragam. Alat tangkap tersebut meliputi: payang (teri, dan rumpon), pancing (tonda dan ulur), Gill net dan Bubu. Investasi tertinggi adalah Rp. 15 juta untuk jaring dan yang terendah Rp. 500 ribu untuk pancing tonda tanpa motor. Kebutuhan tenaga kerja juga sangat bervariasi dari 1 orang nelayan (single operator) hingga 13 orang nelayan. Dua jenis alat tangkap yaitu pancing ulur dan tonda hanya membutuhkan masing-masing 1 orang nelayan. Sedangkan Payang membutuhkan tenaga kerja berkisar 7 orang (Tabel 3).
Page 476 of 1000
Page 4 of 13
461
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 Tabel 3. Investasi dan kebutuhan tenaga kerja alat tangkap perikanan pada setiap kecamatan di Kabupaten Berau
Jenis alat tangkap Payang Payang oncor Payang rumpon Jaring simbolak Jaring hiu Tramel net Gill net Pancing ulur Pancing tonda Bubu
Skala investasi (Rp 1.000,-)
Kebutuhan tenaga kerja (orang)
6.800-10.200 4.140-5.500 4.570-6.350 3.340-4.100 14.000-15.000 3.900-5.600 480-642 400-500 2.000-2.700 5.650-8.150
6 7 7 2-3 2-3 2-3 1 1 2-3 4
Sumber: Data diolah dari Data Primer dan Sekunder
Pada Tabel 3, menunjukkan tingkat investasi yang dibutuhkan dari tujuh jenis alat tangkap, serta kebutuhan tenaga kerja dari masing-masing janis alat. Purse seine mini membutuhkan investasidan kebutuhan tenaga kerja terbesar yaitu mencapai rata-rata Rp. 14,5 juta dengan tenaga sekitar 20-30 orang. Kemudian disusul oleh payang (Rp. 8,8 juta dengan 2 pendega cantrang (Rp. 8,1 juta dengan 4-5), jaring toros (Rp.1,8 juta dengan 2 pendega) gill net (Rp. 1,6 juta dengan 2-3 pendega). Trammel net (Rp. 1,4 juta dengan 4-5 pendega) dan gill net tetap (Rp. 600 ribu dengan 2 orang pendega). Status pemilik sebagaian besar merupakan milik kelompok. Aktivitas penangkapan di Kabupaten Berau yang menonjol aktivitasnya di Kecamatan Tanjung Redeb. alat tangkap utama yang dioperasikan adalah purse seine mini, trammel net, gill net dan pancing. Spesifikasi alat untuk purse seine mini, trammel net relatif sama di semua Kabupaten Berau, jumlah dan ukuran jaring bervariasi ditunjukkan pada Tabel 4 Tabel 4. Pendapatan bersih pemilik dan buruh nelayan pertahun dari setiap unit alat tangkap pada setiap kecamatan di Berau, Kalimantan Timur
Kabupaten
Berau
Jenis alat tangkap Payang Payang rumpon Jaring hiu Tramel net Gill net Pancing ulur Pancing tonda Bubu
Pendapatan rata-rata (Rp 1000,-) Pemilik Pandega 2.284 605 495 198 369 157 691 531 662 272 895 457 713 463 297 -
Sumber: Data diolah dari Data Primer dan Sekunder
Dari Tabel 4 terlihat ada kecenderungan bahwa semakin besar investasi yang ditanamkan maka hasil yang diperoleh pemilik juga semakin besar. Di Kabupaten Berau pemilik alat tangkap payang dan purse seine mini memperoleh porsi pendapatan yang terbesar. Dua jenis alat tersebut menghasilkan lebih dari Rp. 2 juta pertahun bagi pemiliknya. Alat lain yang menghasilkan pendapatan cukup besar adalah cantrang/trowl, bagang
Page 477 of 1000
Page 5 of 13
Prospek sumberdaya perikanan dan sosial ekonomi ..... (Nur Ansari Rangka)
462
perahu (Bagang Rambo) atau Pancing tonda dan telah menghasilkan pendapatan lebih dari Rp. 90 juta pertahun bagi pemiliknya. Alat-alat lain yang mempunyai investasi relatif kecil, juga menghasilkan pendapatan yang lebih kecil pula, yaitu rata-rata kurang dari Rp. 1 juta. Pendapatan buruh nelayan untuk masing-masing jenis alat tangkap sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh sistem bagi hasil antara alat yang satu tidak sama dengan alat yang lain. Selain itu, juga kebutuhan tenaga kerja yang berbeda, menyebabkan perolehan pendapatan buruh nelayan juga berbeda. Di Kabupaten Berau pendapatan tertinggi untuk buruh nelayan adalah payang teri yang mencapai lebih dari Rp. 900.000,/bulan. Sedangkan yang terkecil adalah alat tangkap kombinasi antara gillnet dan alat pancing yaitu hanya Rp. 150.000,-/trip. Perlu diketahui bahwa alat ini tidak menggunakan mesin penggerak. Pendapatan buruh nelayan di pantai disekitar Berau rata-rata Rp. 1.400.000/bulan diperoleh buruh alat tangkap Tramel net, pancing dan jaring kakap. Sedangkan buruh untuk alat tangkap lainnya memperoleh pendapatan berkisar antara Rp. 750 ribu – Rp. 600 ribu/bulan. Secara umum rata-rata pendapatan buruh nelayan di Kabupaten Berau Rp. 1.300.000/perbulan. Budidaya Air Payau Aktivitas budidaya air payau di Berau pada sepanjang pantai pesisir Teluk Berau pada umumnya adalah budidaya tambak dengan komoditas udang dan bandeng dan KJA yang menampung hasil tangkapan nelayan berupa ikan kerapu. Usaha budidaya tambak dengan memelihara udang baik secara ekstensif maupun semi intensif, berimbas dari budidaya tambak yang ada di Sulawesi Selatan, yang telah berkembang lebih dahulu dan lebih maju. Namun akhir-akhir ini usaha budidaya tambak tersebut banyak mengalami hambatan, sehingga banyak tambak yang tidak dikerjakan. Areal tambak yang terdapat di Pulau Derawan, Berau 4.663,5 ha. Khusus di daerah Gunung Tabur, tambak semi intensif yang banyak menganggur dan saat ini dimanfaatkan untuk budidaya bandeng umpan. Hasil evaluasi ekonomi budidaya tambak yang diusahakan di Kabupaten Berau disajikan padaTabel 5 Tabel 5. Sebaran RTP, luas dan produksi tambak Kabupaten Berau
Kecamatan Pulau Derawan Talisayan Biatan Tabalar Gunung Tabur Sambaliung Jumlah
Luas (ha) Eksis Persentase
Produksi (ton) Total Per ha
RTP (Orang) 98 1.484 207 953 290 310
4.663,50 1.632,40 19,3 6,8 59,6 20,9 792,7 277,4 66 22,9 487,7 170,7
35 35 35 35 35 35
230 20,2 18,1 111 106 12,2
0.141 0.150 0.115 0.250 0.215 0.139
3.342
6.088,70 2.131,10
35
497
Rataan 168
Potensi
Sumber : Laporan Satatistik Perikanan Berau pada Tahun 2012
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa biaya operasional tambak per siklus per ha mencapai 5,4 juta rupiah denga rincian biaya persiapan (21%); pembelian benur (5%), Pakan (23%), TK (12%) biaya perawatan (27%), Biaya Panen dan lain-lain (12%). Tingkat keuntungan rata-rata yang diperoleh per siklus berkisar 11,5 juta rupiah. Bila dibandingkan antara petambak semi intensif, terlihat tingkat keuntungan yang diperolehnya sangat timpang. Perbedaan ini menunjukkan bahwa budidaya udang intensif perlu pengelolaan secara cermat mulai dari persiapan perawatan dan panen. Budidaya tambak ekstensif/tradisional di Kabupaten Berau pada umumnya adalah pemeliharaan polikultur udang dan bandeng pada hamparan tambak, tanpa diberi pakan tambahan. Biaya operasional hanya meliputi biaya persiapan dan biaya panen dan rata-rata pendapatan per ha yang diperoleh adalah Rp. 1.000.000/Petani/MT. selain itu juga petani juga memperoleh pendapatan tambahan dari hasil pemasangan unpes, sejak bandeng di tambak berumur 2 bulan hingga menjelang panen. Rata-rata hasil tangkapan udang api/werus setiap hari mencapai 2 Kg dijual dengan harga Rp.
Page 478 of 1000
Page 6 of 13
463
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
4.000,-.Pendapatan ini menurut Pancara (2013,) dapat ditingkatkan dari yang biasanya produksi udang sekitar 50-150kg/ha, pada Tanah sulfat Masam (TSM) setelah diremediasi akan menjadi 200400 kg/ha. Dampak bagi berkembangnya usaha budidaya udang menimbulkan multiplayer efek bagi berkembangnya usaha pembenihan berskala besar (hatcheri) dan sekala rumah tangga/backyard (Rangka, 1999). Sumbangan Pendapatan Sektor Lain Nelayan di kawasan Teluk Berau dan Selat Makassar pada umumnya tidak hanya mengandalkan mata pencaharian dari perikanan tangkap saja. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 23% hasil pendapatan rumah tangga nelayan pemilik berasal dari sektor lain diluar sektor perikanan. Sedangkan bagi buruh perikanan pendapatan dari non perikanan cenderung lebih besar 25% (Tabel 9). Hal ini wajar bila dilihat dari tingkat mobilitas kerja buruh dibanding pemilik. Investasi yang telah ditanamkan pemilik kepada unit penangkapan menyebabkan keterikatan yang tinggi pada mata pencaharian pokoknya. Sedangkan bagi buruh, karena tidak menanggung beban investasi, memiliki peluang lebih besar untuk keluar/masuk subsektor pertanian Bila dilihat secara keseluruhan, baik pemilik maupun buruh nelayan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap sektor perikanan. Hal ini terlihat dari pendapatan dari sektor perikanan mencapai >50%. Berarti bahwa di wilayah Selat Makassar, nelayan masih mengandalkan perikanan tangkap sebagai sumber penghasila utama. Bila dibandingkan lebih lanjut antara nelayan pesisir pantai (daratan) Berau dengan di Kepulauan sekitar Wilayah Berau sedikit lebih tinggi yaitu masing-masing 24% dan 22%. Demikian pula sumber pendapatan nelayan dari sektor non perikanan lebih tinggi di Wilayah daratan/pesisir pantai Berau dibanding dengan nelayan yang mendiami pulau–pulau yang ada di wilayah Berau (33% untuk pesisr pantai/daratan dan 18% untuk Pulau–Pulau Berau). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat ketergantungan terhadap perikanan tangkap menunjukkan bahwa Wilayah daratan/pesisir pantai Beraul lebih tinggi dibanding di Kepulauan sekitar Wilayah Berau. Secara umum dapat disimpulkan bahwa semakin kecil prosentase pengeluaran bagi bahan pangan akan semakin baik tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Asumsi untuk ini bahwa adalah jumlah anggota keluarga dan pengeluaran per anggota keluarga untuk bahan pangan relatif sama (Singarimbun, 1989). Bila dibandingkan antara Kepulauan sekitar Wilayah Berau dengan wilayah daratan/pesisir pantai Berau pengeluaran pangan bagi pemilik di Kepulauan sekitar Wilayah Berau lebih kecil dibanding Wilayah daratan/pesisir pantai Berau (masing-masing 53% dan 59%). Sebaliknya pengeluaran pangan bagi nelayan pulau lebih besar dibanding wilayah daratan/pesisir pantai Berau Tabel 6. Prosentase pengeluaran rumah tangga perikanan untuk pemilik dan buruh nelayan berdasarkan kebutuhan di Kabupaten Berau
Kabupaten
Rataan
Pemilik
Penggarap/buruh nelayan
Pangan 75 80 52 55 -
Non-pangan 25 20 48 45 -
Pangan 85 90 81 8 -
Non-pangan 15 10 19 20 -
64
36
83
17
Pengeluaran pangan termasukkebutuhan bahan bakar untuk konsumsi rumah tangga dan pengeluaran jasa (air, listrik). Pengeluaran non pangan tidak termasuk investasi dan operasional unit penangkapan. Sumber Data diolah dari Data Sekunder
Page 479 of 1000
Page 7 of 13
Prospek sumberdaya perikanan dan sosial ekonomi ..... (Nur Ansari Rangka)
464
(masing-masing 85% dan 81%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemilik alat tangkap di Kepulauan sekitar wilayah Berau lebih banyak mengeluarkan pendapatannya untuk kegiatan non pangan, sama halnya dengan nelayan di wilayah daratan/pesisir pantai Berau. Secara umum hal ini menunjukkan bahwa dengan pola konsumsi dan jumlah anggota keluarga yang sama, pemilik di wilayah daratan/ pesisir pantai Berau lebih sejahtera dibanding nelayan di Kepulauan sekitar wilayah Berau. Pemasaran Pemasaran hasil tangkap nelayan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pemasaran ikan hidup dan pemasaran segar/olahan, ikan yang dipasarkan dalam keadaan hidup hanya ikan kerapu saja, sedangkan untuk jenis lainnya seperti tuna dan cakalang dipasarkan dalam keadaan segar. Pemasaran ikan hidup hanya dilakukan di wilayah Teluk Berau dan Pulau-pulau sekitar Teluk Talisan. Pedagang pengumpul lokal membeli pada nelayan kemudian ditampung dalam Keramba jaring apung (KJA), selanjutnya pedagang dari Bontang dan Balikpapan datang untuk membeli dan dibawa ke Bontang Balikpapan, dan Samarida atau Kutai. Di Balikpapan ikan tersebut diistirahatkan sekitar 1224 jam kemudian di packing dan siap diekspor melalui pelabuhan udara Surabaya atau Denpasar Bali menuju Singapura atau Hongkong. Pemasaran ikan segar olahan (tuna, cakalang, barakuda) di Berau, dilakukan dengan cara pedagang lokal yang juga sebagai pemilik perahu/modal mengumpulkan hasil tangkapan nelayan baik yang bermukim di pula-pulau maupun yang ada di pesisir pantai (seperti kasusi desa nelayan di Pulau Derawan dan Biatan Kabupaten Berau dan desa nelayan sebelum diangkut ke ke Bontang, Kutai, Samarinda, dan Balikpapan, pengumpul local mensortir terlebih dahulu berdasarkan jenis ikan dan ukurannya, selanjutnya di bekukan untuk menjaga kesegarannya dengan cara pemberian es balok, diangkut ke Makassar dan di jual pada pedagang besar pemilik coldstorage yang mengolah dalam bentuk pillet kemudian di packing dan setelah melalui proses freezing, di ekspor ke Jepang dan Korea. Untuk ukuran dan jenis ikan yang tidak memenuhi persyaratan hasil sortiran, pedagang pengumpul local menjual pada penduduk setempat yang mengolah dalam bentuk ikan asap (smoking fish) yang biasanya di jual pada pasar lokal, atau ke beberapa daearah seperti Kutai dan melalui pengecer (Palele/Pagandeng motor). Distribusi pemasaran ikan segar/olahan di Berau dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Distribusi pemasaran ikan segar/olahan di Berau Secara umum ikan hasil tangkapan nelayan setelah didaratkan di TPI dikelompokkan menjadi dua yaitu jenis ikan yang bernilai ekonomis penting seperti ikan bawal/putih, kerapu, kakap, tongkol, tenggiri dan bambangan. Pemasaran yang kedua adalah ikan yang kurang mempunyai nilai ekonomis dan juga cepat busuk seperti ikan layang, tembang, ekor kuning, kembang dan lain-lain. Jenis-jenis
Page 480 of 1000
Page 8 of 13
465
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
ikan tersebut dikatakan mempunyai nilai ekonomis dan juga cepat busuk seperti ikan layang, tembang, ekor kuning, kembung dan lain-lain. Jenis-jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting ditawarkan dengan harga rata-rata di lokasi pendaratan lebih dari Rp. 20.000/kg. Setelah dibeli oleh pedagang, ikan-ikan yang bernilai ekonomis penting dimasukkan ke dalam peti (steroform) diberi pecahan es, kemudian dikirim ke Balikpapan dan kota–kota lainnya di Kalimantan Timur melalui pelabuahan ferry Berau atau ke Makassar dengan kendaraan roda empat. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pedagang pengirim. Pengiriman jenis ikan yang bernilai ekonomis ke Surabaya, ikan tersebut langsung ke pedagang besar, cold storage, untuk dijual lagi kebeberapa pengecer, supermarket, restoran dan warung-warung rumah makan atau di ekspor keluar negeri. Secara umum distribusi pemasaran ikan ekonomis penting di Berau tertera pada Gambar 2.
Gambar 2. Distribusi pemasaran ikan ekonomis penting Infrastruktur dan Sarana Penunjang Usaha Perikanan Tempat Pendaratan dan Pelelangan Ikan (TPI) Tempat-tempat pendaratan umumnya tersebar disepanjang pantai pada lokasi sentra nelayan atau muara-muara sungai yang mudah dijangkau oleh sarana transportasi. Bangunan fisik pelelangan yang telah disediakan kurang dimanfaatkan oleh para tengkulak, sehingga pemasaran terkesan kurang rapi dan nelayan tetap pada posisi yang lemah. Tabel 7. Sebaran TPI yang melakukan kegiatan lelang di Kabupaten Berau
Pusat pendaratan ikan (PPI) PPI PPI PPI PPI PPI PPI PPI PPI PPI dan pelabuhan PPI PPI
Kecamatan Pulau Derawan Maratua Talisayan Biatan Tabalar Biduk-Biduk Gunung Tabur Sambaliung Tanjung Redeb TelukBayur Batu Putih
Ikan yang didaratkan Volume Nilai 398.300 2.091.352 36.958 31.726 189.949 76.516 373,7 186.850 525 240.500 2.204 2.292.084 595.879 1.669.168 121 118.126 902.273 4.294.977 9.380 1.890 880,7 9.968
Ikan yang dilelang Volume Nilai 33.623 28.841 1.000 500 28,9 3.020 1.902,27 1.669.168 8.000 2.000 300,5 2.413.485 -
Sumber data : Diolah secara kompilasi dari data Statistik Perikanan Kabupaten Berau,Tahun 2007 s/d 2012
Perikanan Pasca Panen Ikan-ikan hasil tangkapan dari laut sebagian besar diolah dalam bentuk ikan asin, asap dan pindang, hanya ebagian kecil yang dikonsumsi segar. Pengolahan ikan umumnya dilakukan oleh penduduk yang berdomisili di sekitar sentra-sentra pendaratan ikan. Ditinjau dari cara pengolahannya para pengolah ikan tradisional masih perlu mendapatkan bimbingan dan pengarahan terutama dalam hal kebersihan lingkungan. Distribusi ikan hasil olahan tradisional meliputi semua kabupaten di Berau.
Page 481 of 1000
Page 9 of 13
Prospek sumberdaya perikanan dan sosial ekonomi ..... (Nur Ansari Rangka)
466
Khusus kawasan pesisir pualau di Kabupaten Berau, produksi olahan hasil laut yang terkenal adalah ikan terbang kering, ikan asap cakalang, udang ebi (Penja), krupuk ikan, terasi, teri, telah berhasil menjangkau pasar lokal, Nasional. Selain pengelolaan tradisional terebut, di Pulau Ambo (Berau), nelayan menangkap ikan tongkol dan tuna rata-rata 50 ekor perhari untuk di fillet. Tiap kelompok pembuat ikan fillet dari ikan tuna dan tongkol serta hiu, sebanyak 3-6 ekor/hari dari ikan yang beratnya ± 3 kg/ekor. dengan harga rata-rata Rp 100.000,-/ekor, maka kelompok dapat menghasilkan Rp 10.00.000,-/ bulan. Kelembagaan Perencanaan Pada Pemda Tingkat II Berau kegiatan perencanaan pembangunan telah digariskan dan berpedoman pada Kepres No.27/1980 tentang pembentukan Bappeda. Selanjutnya dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 185/1980 diatur tentang pedoman organisasi dan tata kerja Bappeda tingkat II. Dengan demikian perencanaan pembangunan pada setiap daerah tingkat II berlandaskan pada surat keputusan tersebut, misalnya Pemda Kabupaten Daerah Tingkat II Berau dan Tarakan, Balikpapan, Bontang, Kutai dan Samarinda, menyusun Organisasi dan Tata Kerja Bappeda Tk. I, Ketentuan mengenai kelembagaan perencanaan ini mungkin saja masih perlu disempurnakan berdasarkan ketentuan pemerintah tentang otonomi daerah, misalnya sehubungan dengan ketentuan kelembagaan perencanaan pembangunan perikanan, baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II (Anonimous, 2006) Kelembagaan Pengelolaan Kelembagaan pengelolaan perikanan merujuk pada undang-undang pengelolaan dan kelestarian sumber-sumber perikanan yang dalam hal ini memuat sekitar 108 macam Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Surat Keputusan Menteri, Peraturan Daerah, Surat Keputusan Bersama, Surat Keputusan Gubernur, Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perikanan, Surat Keputusan Direktur dan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan Daerah. Kumpulan dari undang-undang pengelolaan dan pelestarian sumber daya perikanan mencakup beberapa upaya untuk melindungi ikan, larangan penangkapan ikan, usaha perikanan dan seterusnya. Pada pengelolaan sumber daya ikan dan pengelolaan perikanan, hal pokok yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengembangkan “tool” di dalam pengelolaan dengan senantiasa memperhatikan kelestarian sumber daya ikan, lingkungan hidup dan keberlanjutan usaha perikanan. Sampai berapa jauh pengelolaan perikanan telah dikembangkan di provinsi Berau umumnya dan di Kabupaten-Kabupaten khususnya perlu dikaji lebih lanjut terutama mengenai: (a) fungsi dan tugas kelembagaan, (b) struktur organisasi dan tata kerja, (c) pelaksanaan, (d) pengendalian dan (e) pengawasan II (Aninimous, 1980 & 2006). Prospek Pengembangan Sumberdaya Perikanan Budidaya Tambak Luas Lahan tambak potensial di Kabupaten berau 6.022,76 ha, yang dimanfaatkan baru sekitar 35% (2.131,1Ha) dengan produksi perHa 168 kg. Untuk meningkatkan produksi tambak perlu dukungan teknologi yang lebih maju dari yang ada sekarang. Dengan menerapkan pola budidaya Polikultur udang dan bandeng dapat meningkatkan produktivitas tambak hingga 300%. Pembudidaya tambak di Pulau Tempurung, Kampung Kasai, Kecamatan Pulau Derawan, Berau, menerapkan teknologi remediasi tanah dasar untuk polikultur udang windu dan bandeng ekstensif, memerlukan biaya untuk pembelian benih udang, pakan, pupuk dan kapur sebesar Rp 5.975..000. menghasilkan udang dan bandeng setelah dipelihara selama 120 hari sebanyak 430 kg per ha hektar (produksi udang windu 100 kg/ha dan Bandeng 330 kg/ha). Dengan nilai penjualan Rp 32.143.500,(Pantjara, 2013) Pada tingkat petani, kebijakan “capacity dan individual building” perlu dilakukan secara kontinu. Hal ini untuk meningkatkan pengetahuan petani mengenai cara budidaya yang benar dan berwawasan lingkungan. Selain itu kebijakan penguatan kapasitas petani tambak sejalan dengan point 1 agar petani tambak mempunyai kemampuan menganalisis dan mengambil keputusan untuk komoditas yang akan dikembangkan agar sesuai dengan karakteristik tambak mereka dan memperhatikan aspek
Page 482 of 1000
Page 10 of 13
467
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
sosial ekonomi lainnya (kemudahaan benih, pemasaran, budaya). Termasuk dalam penguatan kapasitas ini adalah pemahaman metode budidaya yang dapat diaplikasikan dan risk assessment kegiatan budidaya yang dijalankan atau yang akan dijalankan Pola Pengembangan Perikanan Lepas Pantai Kabupaten Berau Pengembangan perikanan perairan Teluk Berau, tidak terlepas dari pengaruh Laut Sulawesi yang jika dirunut dari hasil tangkapan nelayan yang bertrip lamanya hari penangkapan menggunakan alat tangkap aktif seperti pancing tonda, penyelaman maupun trawl (lebih dari 1 hari), maka kebanyakan lokasi penagkapannya ada dalam teluk Berau. Berbeda dengan nelayan yang operasi penagkapan tripnya pendek atau singkat biasaya hanya menggunakan alat tangkap yang pasif seperti pancing biasa, bagan dan payang dimana lokasi penangkapan ikan berkisar di pantai. Sehingga pemikiran kedepan untuk pengembangan perikanan yang berkelanjutan perlu pembagian dan pembatasan wilayah penangkapan, sepeti alat aktif diarahkan untuk perairan lepas pantai sedangkan untuk perairan Teluk Berau diserahkan atau hanya diperuntukkan bagi nelayan radisional yang lebih banyak menggunakan alat tangkap pasif dan termasuk nelayan yang tidak mampu alias modal kecil. Pengembangan perikanan lepas pantai ini memerlukan modal besar, dengan status ekonomi nelayan sekarang ini sulit untuk mengembangkan jenis perikanan ini, oleh karena itu perlu ada penyediaan kredit secara selektif kepada nelayan. Alternatif lain yaitu mengembangkan pola kerja sama antara nelayan dengan perusahaan swasta yang sudah ada di Berau. disamping kendala modal yang besar, tingkat keterampilan nelayan pun kelihatannya masih kurang, baik dari segi teknis penangkapan maupun dalam penanganan hasil tangkapan untuk menjaga mutu. Karena itu untuk kedepan pemerintah bersama swasta yang berminat mengembangkan usahanya perlu mengadakan pelatihan pokok-pokok perikanan lepas pantai yang diikuti baik nelayan yang dijadikan mitra kerja maupun tenaga kerja perusahaan. Tabel 8. Status kemungkinan pengembangan komoditas budidaya laut di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
Kecamatan (lokasi) Pulau Derawan Talisayan Sambaliung Gunung Tabur Biantan Biduk-Biduk Batu Putih Maratua
Udang dan bandeng Xx X Xx X X -
Komoditas budidaya Ikan Rumput Teripang kerapu laut Xx X X X X X X X -
Penyu X -
X = sumberdayanya cukup; Xx = Melimpah, + = sudah berkembang Sumber Data diolah dari Data Sekunder
Budidaya Laut secara tradisional nelayan Kabupaten Berau sudah mempraktekkan budidaya beberapa komoditi seperti penyu, teripang dan lobster, untuk kegiatan budidaya rumput laut nelayan sudah lama melakukan, tetapi untuk komoditi lainnya seperti teripang dan lobster ,kegiatan masih terbatas pada pengumpulan dan penampungan. Pengembangan budidaya laut pada masa yang akan datang harus memperhatikan aspek pasar. Komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi perlu dipertimbangkan pengembangannya. Seperti halnya dengan budidaya rumput laut pelatihan saat pemeliharaan dan pasca panen, perlu dilakukan. Pembudidaya rumput laut disarankan untuk mengetahaui teknologi pembuatan agar–agar kertas karena dengan demikian produk akan memberikan nilai tambah penghasilan yang lebih besar.
Page 483 of 1000
Page 11 of 13
Prospek sumberdaya perikanan dan sosial ekonomi ..... (Nur Ansari Rangka)
468
Perencanaan Pasar Antar Pulau Dari hasil wawancara dengan nelayan, ternyata nelayan mengalami kesulitan dalam mengantar hasil tangkapan kekonsumen yang ada sekitar desa Kamaru Kecamatan Talisayan serta ketempat lainnyan yang lebih jauh karena tranportasi laut kurang memadai, lemahnya posisi tawar menawar nelayan, sulitnya mempertahankan mutu hasil tangkapan. Dibutuhkan TPI yang memiliki fasilitas yang menunjang mutu hasil tangkapan nelayan seperti pengadaan cold storage, pelatihan penanganan mutu produk perlu diadakan terutama bagi nelayan dan pengolah ikan. Dampak adanya perbaikan dan penambahan TPI yang baru antara lain kegiatan penangkapan ikan akan semakin tinggi intensitasnya, produksi ikan akan meningkat, yang seterusnya berarti penyediaan ikan dipasar lokal akan meningkat dan pasokan ke pasar antar pulau akan semakin besar, mutu ikan akan semakin baik yang berimplikasi pada harga ikan yang semakin meningkat. Bagi daerah adanya TPI yang baru ini akan mempermudah administrasi pengumpulan distribusi, evaluasi program serta mudah memantau dan membina nelayan. KESIMPULAN Pengadaan TPI yang memadai akan memberikan kontribusi pendapatan dari sektor perikanan yang lebih besar bagi daerah setempat. Pengumpulan dan penampungan komoditi hasil laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi perlu dipertimbangkan untuk dibudidayakan seperti rumput laut, teripang dan lobster, pada masa yang akan datang. Mengoptimalkan Lahan tambak potensial 6.022,76 ha, dari pemanfaatan sekitar 35% (2.131,1 ha) dengan menerapkan teknologi remediasi tanah dasar untuk polikultur udang windu dan bandeng, dan monokultur udang windu yang dikelola secara ekstensif. Kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan, dilakukan dengan mengaktifkan Kelembagaan perencanaan, Kelembagaan pengelolaan, Kelembagaan pengawasan pembiayaan perikanan non formal dalam pengelolaan kawasan dan sumber daya pantai serta lautan. Prospek pengembangan sumberdaya perikanan, melalui budidaya tambak, pola pengembangan perikanan lepas pantai, dan perencanaan pasar antar pulau dengan memanfaatkan faktor keunggulan komparatif wilayah. DAFTAR ACUAN Anonimous. 2006. Laporan Hasil Pembangunan Kabupaten Berau, Berau Menuju Pemekaran. Percetakan BPS Kalimantan Timur, 2006. Samarinda . Anonimous. 2005, Laporan Hasil Survei, Potensi Sumberdaya Kelautan Kabupaten Berau. Pemerintah Kabupaten Berau bekekerjasama dengan LPM –Unhas. Anonimous. 1980, Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 185/1980, Tentang pedoman organisasi dan tata kerja Bappeda tingkat II. Departemen Dalam Negeri, Jakarta Anonimous. 2009, Statistik Perikanan Provinsi Kalimantan Timur. Anonimous. 2007, Laporan Dinas Perikanan dan Kelautam Kabupaten Berau. Anonimous. 2012, Laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Berau Anonimous. 2008, Kabupaten Berau Dalam Angka. Anonimous. 2009, Kabupaten Berau Dalam Angka. Anonimous. 2010, Kabupaten Berau Dalam Angka. BPS. 2006. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Koentjoroningrat. 1984. Kebudayaan martalitet dan pembangunan. Gramedia, Jakarta. Pantjara, B., E. Susianingsih dan A. Mustafa. 2013. Remediasi Tanah sulfat masam untuk budiaya udang windu di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Laporan Penelitian. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, 15 hal. Pantjara, B. Dan A. Parengrengi. 2013. Pengelolaan Tambak Marginal untuk peningkatan produktvitas perikanan air payau di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi dan Penelitian terapan. STP, No2, ISSN 1418-7694. Rangka, N.A. 1999, Laporan Hasil Survei MREP Wilayah Pantai Barat. Balitkanta. Maros Salamun. B.N. 1990, Pemahaman Dinamika Kelompok, Grafika Jakarta
Page 484 of 1000
Page 12 of 13
469
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Sajogyo, 1989. Garis Kemiskinan dan kebutuhan minimum pangan, Penduduk Indonesia: Suatu Perkembangan Pemikiran 1990-1991 (PT Gramedia, Jakarta), halaman 400-410. Singarimbun, M. Dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei . Penerbit LP3ES. Jakarta Sudrajat. A., Rangka. N.A, Parengrengi. A, Ratnawati.E, 2005. Analisis Kebijakan Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Laporan Hasil Survei. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jakarta.
Page 485 of 1000
Page 13 of 13