PROSIDING Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI 2015)
Tema: "Pemberdayaan Kearifan Lokal Melalui Inovasi Teknologi Informasi Guna Terciptanya Pengembangan Potensi Wilayah di Daerah" Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015 Toledo Inn, Ambarita-Samosir, Sumatera Utara
Editor : Marzuki Sinambela
Penyelenggara:
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN SAMOSIR
FORUM INTELEKTUAL HARAPAN ANAK NEGERI-BATAK (FORUM IHAN-BATAK)
Didukung :
USU Press
Art Design, Publishing & Printing
Gedung F Jl. Universitas No. 9, Kampus USU Medan, Indonesia Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737 Kunjungi kami di: http://usupress.usu.ac.id
USU Press 2015 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak, menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN: 979 458 808 3
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Marzuki Sinambela Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI 2015) / Marzuki Sinambela – Medan: USU Press, 2015 xv, 401 p.: ilus. ; 29 cm. Bibliografi, Indeks. ISBN: 979-458-808-3
Dicetak di Medan, Indonesia
KATA PENGANTAR Inovasi Teknologi Informasi merupakan salah satu teknologi unggulan yang menentukan masa kini dan masa depan umat manusia, Teknologi Informasi (TI) semakin penting untuk dikuasai pemahamam, pengetahuan, pemanfaatannya, serta penciptaannya. Kaitannya yang erat dengan berbagai sektor ekonomi, pariwisata, pendidikan, sosial budaya, pertanian, perikanan, dan wirausaha terutama untuk sektor tersier dan kwarter, menempatkan TI sebagai komoditi strategi dalam pembangunan nasional. Ada negara yang meluncurkan konsep pembangunan nasionalnya yang berisikan IT-led development, dimana TI bukan hanya sebagai perangkat pendukung tetapi telah meningkat menjadi penggerak utama mekanisme pembangunan seluruh sektor ekonomi nasional. Bertolak dari sisi pemanfaatan TI, selain dimaksudkan untuk memacu tumbuhnya penguasaan TI, sasaran utamanya adalah pemanfaatan yang berdayaguna, berhasilguna, ekonomis, berkualitas, serta bertanggungjawab. Sasaran ini hanya dapat tercapai jika terjalin hubungan yang serasi di antara pelaku-pelaku yang terkait kerjasama yang terkoordinasi. Tujuan utama dari seminar ini adalah: 1. Mendapatkan informasi terkini tentang masalah dan penelitian dibidang inovasi teknologi informasi. 2. Mengetahui sejauh mana outcome Teknologi Informasi pada pengembangan potensi wilayah di daerah. 3. Untuk memberikan pemahaman kepada Pemerintah Daerah, masyarakat umum, kalangan bisnis, dan mahasiswa tentang fenomena Teknologi Informasi.. 4. Sebagai perwujudan partisipasi terhadap perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia, khususnya di Kabupaten Samosir. Dalam Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi (SNITI) 2015 ini topik-topik makalah diperluas terkait inovasi dan teknologi informasi dibidang pariwisata, pendidikan, sosial budaya, pertanian, perikanan, dan wirausaha. Selanjutnya, para penulis/pemakalah diundang untuk memasukkan makalah dengan topik sebagai berikut (tapi tidak dibatasi hanya pada topiktopik ini): 1. Sistem Informasi, Sistem Cerdas, Teknologi Informasi dan Multimedia 2. Inovasi Pembelajaran, Sistem & Kebijakan Pendidikan 3. Instrumentasi, Material, dan Geofisika 4. Matematika, Statistika, dan Riset Operasi 5. Biologi, Kimia, Fisika dan Bioteknologi 6. Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat 7. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 8. Biomassa dan Energi Terbarukan 9. Agroindustri, Agribisnis, Agroteknologi dan Ketahanan Pangan 10. Teknologi Pertanian dan Teknologi Industri 11. Mekanika, Elektronika dan Rekayasa Infrastruktur 12. Hukum dan HAM 13. Ekonomi Seminar ini merupakan sarana diskusi ilmiah, komunikasi dan pertukaran informasi bagi para akademisi, peneliti, praktisi, pemerintah dan stakeholder lainnya untuk pengembangan inovasi dan teknologi informasi. Panitia SNITI 2015 menerima Extendee Abstrak sebanyak 75
iii
hasil penelitian dari peneliti, guru, mahasiswa dan dosen dari berbagai perguruan tinggi Negeri dan Swasta antara lain :Universitas HKBP Nommensen Medan, BMKG Wil 1 Medan, STMIK Budi Darma Medan, Universitas Trisakti Jakarta, STMIK Kaputama Binjai, Universitas Sisingamangaraja XII Medan, Universitas Prima Medan , STMIK KHARISMA Makassar, Universitas Atmajaya Yogyakarta, LP3I Medan, Universitas Negeri Malang, Universitas Sumatera Utara, BMKG Wilayah I, STMIK RAHARJA Tangerang, Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, UIN SGD Bandung Fakultas Sains dan Teknologi, Univeristas Kristen Satya WacanaSalatiga, UNIMED, `Unsri, Politekni Negeri Benggalis, IT DEL Tobasa. Selamat melaksanakan rangkaian kegiatan SNITI 2015, semoga bermanfaat tidak hanya bagi peserta, tetapi juga untuk kemajuan pembangunan di daerah yang secara langsung dan tidak langsung dapat berkontribusi untuk meningkatkan kemajuan dan kecerdasan, serta kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Samosir, 5 September 2015 Panitia Pelaksana Forum Ihan Batak
iv
KATA SAMBUTAN BUPATI SAMOSIR Kabupaten Samosir merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tobasa, sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara. Wilayah seluas 2.069,05 km2 terdiri atas 1.444,25 daratan (Pulau Samosir dan sebagian wilayah Pulau Sumatera) dan 624,80 km2 danau. Pulau Samosir yang dikelilingi Danau Toba menjadi sebuah ciri khas yang memiliki keindahan tersendiri. Kondisi tanah yang ekstrim yakni berbukit dan berbatuan serta curaman menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah untuk menata program strategis dalam mensejahterakan masyarakatnya. Keindahan alam dan keunikan budaya serta peninggalan situs-situs budaya dan sejarah di Kabupaten Samosir diyakini menjadi modal utama yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan pertimbangan itu, pada Rencana Pembanguan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2006-2010, Pemerintah Kabupaten Samosir menetapkan visi Samosir Menjadi Kabupaten Pariwisata Tahun 2010 Yang Indah, Damai dan Berbudaya dengan Dukungan Agribisnis yang Berwawasan Lingkungan Menuju Masyarakat yang Lebih Sejahtera dan pada RPJMD 2011-2015 ditetapkan visi Samosir Menjadi Daerah Tujuan Wisata Lingkungan Yang Inovatif 2015. Dan pada Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2011-2025, Pemerintah Kabupaten Samosir menetapkan visi: Samosir menjadi tujuan wisata internasional 2025. Sebagai kabupaten destinasi wisata, pada tahun 2014, Samosir telah mencanangkan “Samosir Visit Years” dengan tagline : Samosir Negeri Indah Kepingan Surga. Sebagai kabupaten yang baru, kabupaten Samosir perlu sentuhan-sentuhan ilmiah dalam mengkaji dan menggali potensi yang ada sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Pemerintah Kabupaten Samosir menyambut baik sekaligus mengapresiasi atas terselenggaranya Seminar Nasional Inovasi Teknologi dan Informasi (SNITI) 2014 di Kabupaten Samosir, dan melaksanakan kembali SNITI untuk tahun 2015, yang membahas tentang perkembangan Teknologi Informasi (TI). Inovasi Teknologi Informasi merupakan salah satu teknologi unggulan yang menentukan masa kini dan masa depan umat manusia, Teknologi Informasi (TI) semakin penting untuk dikuasai pemahamam, pengetahuan, pemanfaatannya, serta penciptaannya. Kaitannya erat dengan berbagai sektor ekonomi, pariwisata, pendidikan, sosial budaya, pertanian, perikanan, dan wirausaha. Kegiatan ini telah mendukung visi Kabupaten Samosir dan telah mensukseskan tahun kunjungan wisata Samosir (Visit Samosir Year) serta juga sebagai salah satu bukti bahwa di Kabupaten Samosir layak dilaksanakan seminar nasional. Diharapkan kegiatan ini berjalan dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat Samosir dan hasil seminar dimaksud terimplemetasi dengan baik. Bupati Samosir Ir. Mangindar Simbolon, MM
v
KEYNOTE SPEAKER: 1. PROF. YOUNG SUK KWON (PUSAN NATIONAL UNIVERSITY, KOREA) 2. PROF. DR. IR. BAMBANG SUBIYANTO, M.Agr (DEPUTI JASA ILMIAH, LIPI) 3. PROF. DR. SYAWAL GULTOM (REKTOR, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN)
REVIEWER
vi
Prof. Motlan ,M.Sc.,Ph.D (UNIMED) Prof. Bornok Sinaga,M.Pd (UNIMED) Prof. Herbert Sipahutar,M.Sc (UNIMED) Prof. Maidin Gultom, MH (UNIKA) Arjon Turnip, Ph.D (LIPI) Dr. Poltak Sihombing, M.Kom (USU) Dr. Zakarias Situmorang, M.T (UNIKA) Dr. Naeklan Simbolon.,M.Pd (UNIMED) Dr. Mariati Purnama Simanjuntak .,M.Si ( UNIMED) Dr. Ir. Sumihar Hutapea, MS (UMA) Dr. Himsar Ambarita, (USU) Dr. Tumiur Gultom,MP (UNIMED) Dr. Haposan Sialagan, MH (UHN) Ir. Parulian Simanjuntak MA., Ph.D( UHN) Dr. Betty Marisi Turnip, M.Pd (UNIMED)
SUSUNAN PANITIA Penasehat 1. Bupati Samosir 2. Prof. Dr. Syawal Gultom (Rektor Unimed) 3. Prof. Bornok Sinaga, M.Pd (Unimed) Penanggungjawab : Dr. Zakarias Situmorang., M.T (Ketua Forum IHAN-BATAK) Pengarah 1. Dr. Arjon Turnip (LIPI) 2. Dr. Tumiur Gultom,S.P., M.P (Unimed) 3. Janner Simarmata,S.T., M.Kom (Unimed) Organizing Commettee Ketua
: Tonni Limbong., M.Kom
Wakil Ketua
: Mardi Turnip., M.Kom
Sekretaris
: Marzuki Sinambela, S.Kom, M.T
Bendahara
: Dr.Naeklan Simbolon., M.Pd
Sekretariat
: Paska Marto Hasugian., M.Kom Sinar Sinurat.,ST., M.Kom Frikson Purba., S.Si., M.Pd Dedi Holden Simbolon., S.Si., M.Pd
Sie Program dan Acara
: Dr. Mariati Simanjuntak., M.Pd Dr. Betty Marisi Turnip, M.Pd
Sie Persidangan /Seminar
: Nora Susanti., SSi, M.Sc., Apt Kammer Sipayung., M.Pd
Sie Akomodasi
: Ir. Rolan Siregar., M.P Joen P. Purba., S.Pd
Sie Perlengkapan
: Alex Rikki Sinaga., M.Kom
Sie Publikasi dan Dokumentasi
: Rijois Erwin Saragih., ST., MA Seven Nainggolan., S.Kom
Sie Kerjasama
: Sanggam Gultom., S.Kom., S.Si., M.Si
vii
SUSUNAN ACARA SEMINAR NASIONAL INOVASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI - II 2015 “PEMBERDAYAAN KEARIFAN LOKAL MELALUI INOVASI TEKNOLOGI INFORMASI GUNA TERCIPTANYA PENGEMBANGAN POTENSI WILAYAH” PUKUL 14.00 - 22.00
ACARA 4 SEPTEMBER 2015 Registrasi Peserta/Kedatangan Peserta
KETERANGAN Panitia
5 SEPTEMBER 2015 Panitia
07.30 - 08.00
Registrasi Peserta
08.00 - 08.30
Pembukaan acara Seminar Nasional Inovasi Teknologi Informasi (SNITI) Sambutan-sambutan Sambutan Ketua Forum Ihan Batak Laporan Ketua Panitia ”Kata Sambutan Bupati Samosir”
BAPPEDA Samosir
09.00 -09.30 09.30 -10.15
Coffe Break “Membangun Model Inovasi Teknologi Informasi dalam Seni dan Budaya”
Panitia Prof. Young Suk Kwon (Pusan National University, Korea)
10.15-10.30 10.30 – 11.15
Tanya Jawab “Pemamfaatan Inovasi dan Teknologi Informasi dan kendala yang dihadapi Pemerintah dan masyarakat dalam membangun Wilayah” Tanya Jawab “Implementasi Inovasi dan Teknologi Informasi Dalam Pembangunan Pendidikan Didaerah, Tantangan dan Peluang Di Era Globalisasi” Tanya Jawab Istirahat, sholat, dan makan siang Hiburan Musik Seminar Pararel Penutupan 6 SEPTEMBER 2015 Field Trip
Moderator (Arjon turnip) Prof. Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr (Deputi Jasa Ilmiah, LIPI)
08.30 – 09.00
11.15-11.30 11.30-12.15
12.15-12.30 12.30-13.30 13.30 -18.00 19.00 - 20.00 08.00-12.00
viii
Ketua Forum Ihan Batak Kepala BAPPEDA Samosir Bupati Samosir
Moderator (Tumiur Gultom) Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd (Rektor UNIMED) Moderator (Kamer Cipayung) Sie Acara dan MC, Si Konsumsi/ Perlengkapan Panitia Kepala BAPPEDA Samosir Panitia
DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................................................................................................................ iii Keynote Speaker .......................................................................................................................................................... v Susunan Panitia ........................................................................................................................................................... vi Susunan Acara ........................................................................................................................................................... vii Daftar Isi ................................................................................................................................................................... viii
BIDANG KAJIAN : SISTEM INFORMASI ........................................................................................................... 1 ADAPTASI MODEL TOGAF UNTUK PERANCANGAN ARSITEKTUR BISNIS PADA PERGURUAN TINGGI (STUDI KASUS: UNIVERSITAS CENDRAWASIH JAYAPURA) Axelon Samuel Renyaan .............................................................................................................................................. 3 RANCANG BANGUN APLIKASI KOPERASI BERBASIS DESKTOP Roy Deddy Hasiholan Tobing, Joas Saragih, Kevin Siregar, Susy Pangaribuan ......................................................... 9 PENGEMBANGAN APLIKASI E-LEARNING BERBASIS WEB DENGAN PHP DAN MYSQL STUDI KASUS SMP NEGERI 2 LUBUK PAKAM Nuri Andhika Pinem .................................................................................................................................................. 15
BIDANG KAJIAN : SISTEM CERDAS ................................................................................................................ 19 RANCANG BANGUN TEKNOLOGI OTOMATIS PADA BUDIDAYA PERTANIAN MENGGUNAKAN CITRA UNTUK SMART HIDROPONIK GARDEN Erwin, Ahmad Syarif, Maya Kinanti, Fanny Candra Dewi ....................................................................................... 21 IMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN-PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN HURUF “A” PADA AKSARA BATAK TOBA Suriski Sitinjak ........................................................................................................................................................... 27 IMPLEMENTASI DAN ANALISIS JARINGAN SENSOR NIRKABEL UNTUK MONITORING SUHU TUBUH DENGAN ALGORITMA CLUSTER-TREE Antommy Fachrizal Arrafi, Sugondo Hadiyoso, Ratna Mayasari .............................................................................. 32 PERANCANGAN JARINGAN SENSOR NIRKABEL UNTUK MONITORING LAHAN PERSAWAHAN DI KABUPATEN GOWA Mohammad Fajar, Hamdan Arfandy, Abdul Munir ................................................................................................... 36
BIDANG KAJIAN : TEKNOLOGI INFORMASI DAN MULTIMEDIA ......................................................... 41 PEMODELAN DAN PENGEMBANGAN MOBILE-COMMERCE UNTUK USAHA KECIL MENENGAH BATIK PLUMPUNGAN SALATIGA Wiranto Herry Utomo, Retnowati, Evi Maria ............................................................................................................ 43 IMPLEMENTASI METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) MENENTUKAN LAHAN YANG BAIK UNTUK PENANAMAN KELAPA SAWIT Alex Rikki, Paska Marto ............................................................................................................................................ 48 ALGORITMA APRIORI PADA DATA PENJUALAN DI SUPERMARKET Efori Buulolo .............................................................................................................................................................. 53 PENERAPAN ALGORITMA LZMA (LEMPEL ZIP MARKOV CHAIN) PADA CITRA Hery Sunandar, Pristiwanto ........................................................................................................................................ 56 ix
MANAGEMENT USER CENTRALIZED HOTSPOT SEBAGAI SOLUSI JALUR DATA TERPUSAT MENGGUNAKAN TEKNIK BRIDGING Fredy Susanto, Bara Aji Prakoso, Dewa Made Cahyadi ............................................................................................. 60 PENERAPAN METODE DEFLATE PADA CITRA DIGITAL Pandi Barita Nauli Simangunsong ............................................................................................................................... 68 IMPLEMENTASI KEAMANAN DATA MENGGUNAKAN ALGORITMA SERPENT Sony Bahagia Sinaga ................................................................................................................................................... 73 PENGUJIAN KRIPTOGRAFI KLASIK CAESAR CHIPPER MENGGUNAKAN MATLAB Tonni Limbong ............................................................................................................................................................ 77 JARINGAN IPTV BERBASIS JARINGAN BROADBAND PLC HOMEPLUG AV Basuki Rahmat, Muhammad Iqbal, Ratna Mayasari ................................................................................................... 81 PENGAMANAN DATA TEKS DENGAN KOMBINASI CIPHER BLOCK CHANING DAN LSB-1 Taronisokhi Zebua ....................................................................................................................................................... 85 TEKNIK WATERMARKING DALAM PENGAMANAN DOKUMEN DIGITAL Azanuddin .................................................................................................................................................................... 90 PERBANDINGAN ALGORITMA HUFFAN DAN ALGORITMA LZW PADA KOMPRESI CITRA Denni M Rajagukguk ................................................................................................................................................... 93 IMPLEMENTASI ALGORITMA STRING MATHCING PADA APLIKASI KUMPULAN SINOPSIS NOVEL ISLAMI Nelly Astuti Hasibuan, Fahmy Syahputra ................................................................................................................. 101 PENERAPAN ALGORITMA BOYER MOORE PADA PENCARIAN OBJEK WISATA BERBASIS WEBSITE Guidio Leonarde Ginting ........................................................................................................................................... 104 PENERAPAN ALGORITMA STRING MATCHING DALAM PENCARIAN RESEP MASAKAN BERBASIS ANDROID Natalia Silalahi .......................................................................................................................................................... 107 PENERAPAN VIGENERE CHIPER UNTUK PENGAMANAN SOAL UJIAN PADA APLIKASI UJIAN BERBASIS KOMPUTER Surya Darma Nasution ............................................................................................................................................... 110 ANALISA DAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN JARINGAN MENGGUNAKAN MIKROTIK ROUTER OS STUDI KASUS : PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN (P4TK) Jhon Wesly Manurung, Naikson F.Saragih ............................................................................................................... 114 APLIKASI MEDIA PEMBELAJARAN PENGENALAN AKSARA BATAK (PUSTAHA) Iqbal Kamil Siregar, Ada Udi Firmansyah, Bachtiar Efendi ..................................................................................... 120 IMPLEMENTASI METODE METODE ACTIVITY BASED COSTING (ABC) DALAM PENENTUAN BIAYA PRODUK Kristian Siregar, Berto Nadeak ................................................................................................................................. 124 IMPLEMENTASI ALGORITMA MERKLE HELLMAN KNAPSACK UNTUK MENGAMANKAN DATA TEKS Murdani ..................................................................................................................................................................... 127
x
PEMASARAN TENUN ULOS BATAK MENGGUNAKAN E-COMMERCE Zulfi Azhar, Eva Solita Pasaribu, Wan Mariatul Kifti ............................................................................................. 130 PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERMASALAHAN KNAPSACK Rijois Iboy Erwin Saragih ......................................................................................................................................... 137
BIDANG KAJIAN : INOVASI PEMBELAJARAN ............................................................................................ 141 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENERAPAN MODEL LOGAN AVENUE PROBLEM SOLVING DI SEKOLAH DASAR Santa Purba, Naeklan Simbolon ............................................................................................................................... 143 INOVASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KREATIVITAS MATEMATIS MAHASISWA PADA PENGAJARAN HIMPUNAN DAN LOGIKA Adi Suarman Situmorang .......................................................................................................................................... 148 RANCANG BANGUN APLIKASI MULTIMEDIA INTERAKTIF PEMBELAJARAN MEMBACA, MENULIS, BERHITUNG (CALISTUNG) Adam Faroqi, Barikly Maula .................................................................................................................................... 154 ANALISIS KOMPONEN UTAMA OPINI GURU DAN SISWA TERHADAP UJIAN NASIONAL Danny Manongga, Ade Iriani, dan Wiranto H.Utomo ............................................................................................. 158 THE STUDENTS’ DIFFICULTIES IN CONSTRUCTING PASSIVE SENTENCES BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP N 1 SIDIKALANG Sadar H.T.Nainggolan, Dormauli Gultom, Desi Rajagukguk .................................................................................. 169 JIGSAW EFFECT OF LEARNING STRATEGY AND MOTIVATION ON STUDENTS’ACHIEVEMEN IN ENGLISH OF PGSD FIP UNIMED Naeklan Simbolon, Eva Betty Simanjuntak .............................................................................................................. 167 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS Endang Junita Manik, Pintor Simamora ................................................................................................................... 171 PEMECAHAN MASALAH PADA TOPIK KINEMATIKA Sondang R. Manurung .............................................................................................................................................. 175 ANALISIS TINGKAT PRESTASI BELAJAR MAHASISWA YANG BEKERJA DILUAR JAM PERKULIAHAN DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIV. HKBP NOMMENSEN Muda Sakti Raja Sihite ............................................................................................................................................. 180 PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA YANG MEMILIKI SIKAP POSITIF DAN SIKAP NEGATIF TERHADAP MATEMATIKA Sinta Dameria Simanjuntak....................................................................................................................................... 184 LEARNING INNOVATION THROUGH HIDDEN CURRICULUM DEVELOPMENT Mariana Simanjuntak, Santi Manalu ......................................................................................................................... 188 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA Asister F. Siagian ...................................................................................................................................................... 192 PEMBELAJARAN DENGAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK EKSPLORASI KESULITAN BELAJAR, MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA Betty Marisi Turnip dan Mariati Purnama Simanjuntak ........................................................................................... 198
xi
PERAN PROFESIONAL DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN INOVASI SISTEM PENDIDIKAN Hendy Agustino Parulian Situmorang ....................................................................................................................... 203 THE EFFECTIVENESS OF MIND MAPPING METHOD IN TEACHING OF WRITING ESSAY ABILITY OF THE SIXTH SEMESTER AT FKIP NOMMENSEN UNIVERSITY MEDAN IN THE ACADEMIC YEAR 2014/2015 Kammer Sipayung, Neni Sinaga ................................................................................................................................ 207 PENGEMBANGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PROSES SAINS MAHASISWA Mariati Purnama Simanjuntak, Betty Marisi Turnip dan Rappel Situmorang ........................................................... 211 PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA CALON GURU FISIKA Sehat Simatupang dan Togi Tampubolon .................................................................................................................. 218 EXPERIENTIAL LEARNING THROUGH VIDEO TASKS IN LEARNING SPEAKING (Case Study: Students at LP3I Medan) Tasnim Lubis ............................................................................................................................................................. 223 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KELAS X SMA AL-HIDAYAH MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2014 / 2015 Tumiur Gultom dan Santi Apriani Harahap .............................................................................................................. 226 KAJIAN MINAT GURU MINAT GURU TERHADAP PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI AKADEMIK (STUDI EMPIRIS PADA SMK MEDIKACOM BANDUNG) Mardi Turnip.............................................................................................................................................................. 230 PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN THE POWER OF TWO TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN ARITMATIKA SOSIAL DI KELAS VII SMP SWASTA KRISTEN IMMANUEL MEDAN TAHUN AJARAN 2014/2015 Sanggam P. Gultom ................................................................................................................................................... 237 THE STUDENTS’ DIFFICULTIES IN CONSTRUCTING PASSIVE SENTENCES BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP N 1 SIDIKALANG Sadar H.T.Nainggolan, Dormauli Gultom, Desi Rajagukguk................................................................................... 244 THE EFFECT OF PROJECT BASED LEARNING MODEL ON STUDENTS’ CRITICAL THINKING SKILL ABOUT DYNAMIC ELECTRICITY AT GRADE-X SCIENCES IN SMA N 2 LINTONGNIHUTA ACADEMIC YEAR 2014/2015 Jonni Sitorus, Rahmatsyah ......................................................................................................................................... 249
BIDANG KAJIAN : MATERIAL .......................................................................................................................... 255 PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN PENGENDAP TERHADAP SIFAT OPTIK NANOPARTIKEL Cu2O YANG DISINTESIS DENGAN METODE KOPRESIPITASI Juan R. Simamora, Diana A. Barus, Anwar D. Sembiring ........................................................................................ 257 PEMBUATAN DAN PENGUJIAN SIFAT MAGNETO-ELASTISITAS KOMPOSIT FEROGEL BERBASIS POLIVINIL ALKOHOL (PVA) DAN NANOPARTIKEL BESI OKSIDA (Fe3O4) Pintor Simamora, Mersya Sitanggang ....................................................................................................................... 262 PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI PERUBAHAN SUHU DAN VEGETASI DI KABUPATEN SAMOSIR Togi Tampubolon, Jeddah Yanti ............................................................................................................................... 266
xii
BIDANG KAJIAN : GEOFISIKA ........................................................................................................................ 271 RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI OUTER RISE BARAT SUMATERA 18 MEI 2014 MW 6.0 DAN MW 5.5 DENGAN METODE MJHD Dimas Salomo Sianipar, Marzuki Sinambela, Lamtupa Nainggolan ........................................................................ 273
PENENTUAN UNIT PELAKSANA TEKNIS TERBAIK DI BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH I DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING ( SAW) Esti Suryaningsih, Hiras Sinaga, Marzuki Sinambela ............................................................................................... 277 ANALISIS PREDIKSI CUACA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV Sampe Simangunsong ............................................................................................................................................... 281
BIDANG KAJIAN : BIOLOGI ............................................................................................................................. 287 STUDI LABORATORIUM PENGOLAHAN AMPAS TEBU MENJADI LIGNIN SEBAGAI BAHAN BAKU SURFAKTAN Rini Setiati, Deana Wahyuningrum, Septoratno Siregar, Taufan Marhaendrajana ................................................... 289 KAJIAN TEORITIS PENENTUAN TINGKAT ENERGI ATOM KAON MENGGUNAKAN PERSAMAAN KLEIN GORDON Russell, Syahrul Humaidi, Tua Raja Simbolon ......................................................................................................... 294
BIDANG KAJIAN : KIMIA .................................................................................................................................. 299 ANALISIS PRICE EARNING RATIO (PER) TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN FOOD DAN BEVERAGE Imelda R.Purba, Ria Veronica Sinaga, Zakarias Situmorang ................................................................................... 301
BIDANG KAJIAN : PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM ..................................................................... 307 PEMANFAATAN ENERGI PANASBUMI UNTUK PENGGUNAAN SELAIN PEMBANGKIT LISTRIK Mulia Ginting, Mu’min Tamsil, Maman Djumantara ............................................................................................... 309 EVALUASI ZONA PRODUKTIF DAN CADANGAN MINYAK FORMASI “Z” LAPANGAN “P” JOB PERTAMINA – PETROCHINA EAST JAVA Puri Wijayanti, Pauhesti Rusdi, Prayang Sunny Yulia ............................................................................................. 318 PENGEMBANGAN POTENSI ELEKTROKINETIK SEBAGAI ALTERNATIF STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK Nahesson Hotmarama Panjaitan ............................................................................................................................... 321 PEMANFAATAN LIMBAH PULP SEBAGAI BAHAN LOSS CIRCULATION MATERIAL (LCM) PADA LUMPUR PEMBORAN KCL POLIMER Cahaya Rosyidan, Widia Yanti1, Rini Setiati ........................................................................................................... 326
BIDANG KAJIAN : ENERGI TERBARUKAN .................................................................................................. 329 KOMPUTASI PARAMETER KONTROL PADA IMPLEMENTASI RULE SURAM SISTEM PENGERING TENAGA SURYA Zakarias Situmorang dan Johanes Andriano Situmorang ......................................................................................... 331
xiii
REVOLUSI POMPA HIDRAM SAMOSIR Marlen Samosir, Amin Wahyono, Oloan Purba ........................................................................................................ 336 ANALISIS HUBUNGAN LAMA PENYINARAN MATAHARI DENGAN SUHU UDARA MAKSIMUM DENGAN GENERAL LINEAR MODELS Marzuki Sinambela .................................................................................................................................................... 341
BIDANG KAJIAN : AGROTEKNOLOGI ........................................................................................................... 347 KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR PRODUKSI LAINNYA TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KABUPATEN SAMOSIR HD. Melva Sitanggang, Citra Eliawaty ..................................................................................................................... 349 ANALISIS METODE LOCATION QUOTIENT (LQ) TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KABUPATEN DELI SERDANG Togu Harlen Lbn. Raja, Susilawaty Sitorus ............................................................................................................... 354
BIDANG KAJIAN : ELEKTRONIKA .................................................................................................................. 359 REKONSTRUKSI IMAGE RADAR SUPER RESOLUTION MODEL MARKOV NETWORK DENGAN TRAINING SET MENGGUNAKAN PCA (Studi Kasus Pada Radar Cuaca di BBMKG Wilayah I Medan) Lido Fanther, Marzuki Sinambela ............................................................................................................................. 361
BIDANG KAJIAN : REKAYASA INFRASTRUKTUR ...................................................................................... 367 RANCANG BANGUN PENGECEKAN KESUBURAN TANAH BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 8535 DENGAN MENGGUNAKAN SENSOR RESISTIVITAS TANAH Jhonson Efendi Hutagalung, Jeperson Hutahaean, Yessica Siagian .......................................................................... 369 “CICAC SOFTWARE” SEBAGAI APLIKASI PERHITUNGAN SUBNETTING DASAR PADA MATERI PROTOKOL PENGALAMATAN Febrianto Alqodri, Devi Skripsiana, Akhsin Nurlayli, Ahmad M. Nidhom .............................................................. 376 PENATAAN GEOMETRIK PERSIMPANGAN RUAS JALAN UTAMA DI KOTA MEDAN Syafiatun Siregar, Asri Lubis, Kristian R .................................................................................................................. 381
BIDANG KAJIAN : HUKUM ................................................................................................................................ 387 SISTEM PENDUKUNG PEMILIHAN CALON PIMPINAN UNTUK MODAL HUKUM DENGAN METODE PROMETHEE Henry Kristian Siburian ............................................................................................................................................. 389
BIDANG KAJIAN : EKONOMI............................................................................................................................ 395 EVALUASI PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 PADA SKPD KECAMATAN MEDAN BARAT Anita Florance Pardede.............................................................................................................................................. 397
xiv
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Sistem Informasi
1
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
2
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
ADAPTASI MODEL TOGAF UNTUK PERANCANGAN ARSITEKTUR BISNIS PADA PERGURUAN TINGGI (STUDI KASUS: UNIVERSITAS CENDRAWASIH JAYAPURA) Axelon Samuel Renyaan Universitas ATMA JAYA Yogyakarta Email korespondensi :
[email protected]
ABSTRAK Penerapan sistem informasi/teknologi informasi (SI/TI) di UNCEN yang belum terintegrasi menyebabkan proses bisnis yang ada tidak efektif dan efesien. Penelitian ini dilakukan adaptasi TOGAF untuk membuat blue print pengembangan SI/TI di UNCEN. Pada ini penelitian dilakukan perencanaan arsitektur enterprise menggunakan kerangka kerja TOGAF untuk UNCEN khususnya untuk perencanaan arsitektur bisnis. Proses pengumpulan data menggunakan wawancara, dan studi dokumentasi. Alat bantu yang dipergunakan untuk mengidentifikasi proses bisnis pada UNCEN menggunakan analisis rantai nilai porter dan untuk pemodelannya menggunakan BPMN. Penelitian ini menghasilkan usulan arsitektur bisnis yang dapat mendukung Tri dharma perguruan tinggi di UNCEN kesimpulan dari penelitian ini adalah adaptasi model TOGAF yang dilakukan pada universitas cendrwasih dapat memperbaiki proses bisnis yang ada. Hasil dari Adaptasi framework TOGAF untuk membuat arsitektur bisnis tidak merubah bisnis proses dan subproses yang ada di universitas cendrawasih, namun yang membuat berbeda adalah prosedur pada sub proses bisnisnya.
Kata kunci: TOGAF, perencanaan arsitektur bisnis, universitas cendrawasih jayapura PENDAHULUAN Proses bisnis di universitas cendrawasih jayapura yang tidak didukung oleh SI/TI dan tidak terintegrasi serta penerapan SI/TI yang tidak optimal menyebabkan proses bisnis menjadi tidak efektif dan efisien. Proses bisnis perguruan tinggi yang tidak berjalan secara efektif dan efisien, akan berdampak pada proses pengambilan keputusan oleh pimpinan perguruan tinggi dalam menetukan arah strategi untuk mencapai visi, misi, dan tujuan. Untuk membuat sebuah arsitektur enterprise diperlukan sebuah kerangka berfikir yang lebih dikenal dengan istilah EA framework adalah tool yang biasa digunakan untuk mengembangkan arsitektur – arsitektur yang berbeda. Terdapat berbagai macam metode yang dapat dipakai dalam perancangan arsitektur enterprise, salah satunya adalah the open group architectural framework (TOGAF). Pada penelitian yang sebelumnya yang berjudul “perencanaan arsitektur teknologi informasi studi kasus pada perpustakaan universitas airlangga” (Taufik et al., 2013). Dalam penelitian ini terdapat proses adaptasi framework TOGAF yang mana dari semua tahap yang ada di TOGAF penulis hanya menggunakan tahap preminalary phase dan tahap architecture technology. (Sihwi et al., 2013), pada peneltian yang berjudul arsitektur bisnis biro administrasi kemahasiswaan (AK) pada perancangan arsitektur enterprise universitas sebelas maret menggunakan framework TOGAF. Dalam penelitian ini penulis juga melakukan adaptasi framework TOGAF yang mana dari semua tahapan yang ada di framework TOGAF penulis hanya menggunakan tahap architecture vision dan architecture bisnis. Dalam
penelitian yang akan dilakukan di Universitas Cendrawasih Jayapura penulis akan mengambil atau menggunkan tahapan yang sudah dilakukan di atas di tambahkan dengan tahapan architecture information system. Pada penelitian sebelumnya yang berjudul “Pengembangan Model Arsitektur Enterprise Untuk Perguruan Tinggi” dilakukan pengembangan model arsitektur enterprise untuk perguruan tinggi khususnya di Indonesia dengan menggunakan metode TOGAF ADM. Dalam penelitian tersebut dilakukan pengembangan model arsitektur yang diharapkan dapat menjadi model dasar bagi pengembangan arsitektur enterprise bagi perguruan tinggi di Indonesia (Panjaitan et al., 2010). Dari penelitian tersebut, diperoleh gambaran konseptual tentang aktivitas – aktivitas yang perlu dilakukan dalam pembuatan model arsitektur enterprise menggunakan TOGAF ADM yang menjadi panduan dalam pengembangan sistem informasi pada perguruan tinggi. Selain itu juga diperoleh gambaran tentang tools yang dapat digunakan untuk membuat model arsitektur enterprise misalnya Business Process Modeling Notation (BPMN) dan Unified Modelling Language (UML) untuk memodelkan arsitektur bisnis, ER-Diagram untuk memodelkan arsitektur data, Application Communication Diagram untuk memodelkan arsitektur aplikasi, dan Environment and Location Diagram untuk memodelkan arsitektur teknologi. Beberapa alat yang digunakan dalam pembuatan arsitektur enterprise pada penelitian tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai alat untuk pembuatan model arsitektur enterprise Universitas Cendrawasih Jayapura. 3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Penelitian yang menjadi acuan selanjutnya adalah penelitian yang membahas tentang perancangan infrastruktur teknologi informasi adaptif pada universitas lampung oleh (Nama, 2013). Penelitian tersebut berfokus pada perancangan model arsitektur bisnis, arsitektur sistem informasi dan arsitektur teknologi. Selain proses pengembangan ketiga arsitektur tersebut, dari penelitian tersebut diperoleh bahwa peneliti melakukan proses validasi terhadap model arsitektur enterprise yang sudah dibuat namun tidak di jelaskan secara detail mengenai langkah – langkah apa saja dalam tahap validasi tersebut. Namun teknik validasinya kurang tepat sebagai acuan pada penelitian di Universitas Cendarawasih Jayapura karena dalam penulisan tersebut tidak dijelaskan tentang cara memvalidasi model dan memakan waktu yang cukup lama karena penulis melakukan validasi secara terpisah – pisah yaitu dari valiadasi model arsitektur bisnis, model arsitektur sistem informasi dan model arsitektur teknologi. Penelitian yang menjadi acuan selanjutnya adalah penelitian yang membahas tentang perancangan model arsitektur enterprise pada Bakosurtanal dengan menggunakan TOGAF oleh (Supriyana, 2010). Dalam penelitian ini penulis memakai tahap arsitektur bisnis, arsitektur sistem informasi, arsitektur teknologi, selain proses pemakian ketiga arsitektur tersebut, dari hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran tentang langkah – langkah yang dapat digunakan dalam melakukan proses validasi terhadap model arsitektur enterprise yang telah dibuat. Juga dalam penelitian ini teknik validasi yang digunakan tidak memakan waktu karena penulis melakukan validasi setelah pembuatan ketiga model aritektur selesai dihasilkan sehingga tidak melakukan kegiatan yang sama berulang – ulang. Teknik validasi arsitektur enterprise yang digunakan dalam penelitian ini akan di jadikan acuan dan disesuaikan untuk proses validasi model arsitektur enterprise SI/TI pada Universitas Cendraasih Jayapura. Berdasarkan pada uraian tentang penelitian – penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini akan diteliti dan dibangun suatu model arsitektur enterprise. Model arsitektur enterprise yang akan dibuat adalah arsitektur bisnis, arsitektur sistem informasi (data dan aplikasi), serta arsitektur teknologi. Namun dalam penelitian diatas belum ada yang melakukan adapatasi TOGAF di universitas cendrawasih jayapura. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan adaptasi framework TOGAF untuk membuat arsitektur bisnis enterprise Universitas Cendrawsih Jayapura METODE PENELITIAN 1. Analisis value chain Analisis value chain digunakan untuk menentukan aktifitas utama dan aktifitas pendukung
4
ISBN: 979-458-808-3
2.
3.
Untuk memodelkan arsitektur bisnis, terdapat berbagai teknik yang bisa digunakan, seperti Business Process Modeling Notation (BPMN), Functional Decomposition Diagram (FDD). Pada tahapan kedua dari TOGAF ADM yaitu Arsitektur Bisnis (Business Architecture) juga menyediakan teknik yang bisa digunakan untuk memodelkan arsitektur bisnis tersebut, antara lain BPMN. Pembuatan Model Arsitektur Enterprise Pada tahap ini dilakukan penyusunan model arsitektur enterprise berdasarkan hasil analisis kondisi proses bisnis dan sistem informasi saat ini sebagai arsitektur baseline serta arsitektur target yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini akan dilakukan pemodelan terhadap empat doamin arsitektur yaitu arsitektur yaitu arsitektur bisnis, data, aplikasi, dan teknologi. Berikut dapat dilihat dalam gambar dibawah ini tahapan pembuatan model EA Universitas Cendarawasih Jayapura: a. Preliminary phase Dalam tahap ini ada proses persiapan untuk mendefinisikan arsitektur enterprise seprti apa yang ingin dibangun sesuai dengan kebutuhan dan tujuan strategis organisasi. b. Architecture Vision Pada tahap ini akan dilakukan penyeragaman pandangan pihak manajemen terhadap nilai bisnis dan target arsitektur enterprise yang akan dibuat. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh kesepahaman dan komitmen dari pihak manajemen terhadap proses pembuatan arsitektur enterprise. c. Business Architecture Pada tahap ini akan dilakukan pembuatan model arsitektur bisnis Universitas Cendarawasih Jayapura berdasarkan identifikasi prose bisnis utama dan pendukung menggunakan diagram Value Chain serta identifikasi strategi bisnis organisasi. Pembuatan model dapat dilakukan dengan BPMN dan Business Use case.
HASIL DAN PEMBAHASAN hasil dari analisis aktifitas utama dan aktifitas pendukung di unievrsitas cendrawasih digambarkan dalam diagram dibawah ini:
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PMB
P R I M A R Y
Operasional Akademik
Pelepasan Akademik
Penelitian dan pengabdian masyarakat
S U P P O R T
VISI MISI TUJUAN ORGANISASI
Manajemen keuangan Manajemen aset dan sarana prasarana Manajemen SDM Penjaminan Mutu
Gambar 1 value chain universitas cendrawasih
Aktifitas Utama
PMB Pendaftaran Mahasiswa Baru
Operasional Akademik
Pelepasan Akademik
Registrasi Akademik
Pendaftaran Wisuda
Seleksi Mahasiswa Baru
Pengisian KRS
Pelepasan Mahasiswa
Pengumuman Mahasiswa Baru
Perkuliahan
Pelaporan Lulusan
Pelaporan Mahasiswa Baru
Penelitian dan pengabdian masyarakat (PPM)
Pengusulan PPM Seleksi PPM Pelaksanaan PPM
Ujian
Pelaporan Nilai
Aktifitas Pendukung Manajemen Keuangan Perencanaan Keuangan Transaksi Pembayaran Mahasiswa Pencairan Anggaran Pelaporan Keuangan
Manajemen Aset dan Sarana prasarana Perencanaan Aset dan Sarana prasarana
Manajemen SDM Perencanaan SDM
Penjaminan Mutu Perencanaan Program Penjaminan Mutu
Seleksi SDM Penetapan Penggunaan Aset dan Sarana prasarana Pemeliharaan Aset dan Sarana prasarana
Pengembangan SDM Retensi SDM
Pelaporan SDM Pelaporan Aset dan Sarana prasarana
Pengelolaan Dokument Penjaminan Mutu Monitoring dan Evaluasi Akademik, PPM, Keuangan, Aset dan Sarana Prasarana, SDM
Gambar 2 FDD aktivitas utama dan pendukung
5
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Sebelum memodelkan arsitektur bisnis yang ada di perguruan tinggi, berikut akan dilakukan terlebih dahulu perumusan turunan fungsi bisnis utama dan fungsi pendukung berdasarkan value chain dari Gambar 1 yang sudah dijelaskan sebelumnya. Adapun bentuk turunan dari fungsi bisnis utama dan pendukung akan digambarkan dengan Functional Decomposition Diagram (FDD). Seperti yang dapat dilihat pada gambar 2. Arsitektur yang diusulkan Dalam menjelaskan arsitektur bisnis yang diusulkan akan dilakukan terlebih dahulu perumusan turunan bisnis dari fungsi bisnis utama dan fungsi bisnis
ISBN: 979-458-808-3
pendukung yang digambarkan dalam functional decomposition diagram(FFD). Pada prinsipnya FDD pada fungsi bisnis utama dan fungsi bisnis pendukung pada kondisi saat ini tidak mengalami perubahan seperti terlihat pada gambar sedangkan yang membedakan adalah proses bisnisnya seperti terlihat dalam gambar dibawah ini. Arsitektur bisnis penerimaan mahasiswa baru Arsitektur bisnis untuk penerimaan mahasiswa baru yang diusulkan yang digambarkan dengan Business Proses Modeling Notation (BPMN) adalah sebagai berikut:
Gambar 3 Business Prosess sub proses pendaftaran mahasiswa baru
Gambar 4 Business Prosess sub proses seleksi mahasiswa baru
6
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Gambar 5 Business Prosess sub proses pelaporan Proses bisnis yang diusulkan tersebut memberikan solusi untuk memberikan pelayanan yang maksimal dengan pemberian informasi yang cepat dan tepat kepada semua stakeholder. Dengan dibangunnya sistem informasi PMB yang baru dan diintegrasikan dengan sistem infomasi akademik dan keuangan, pelayanan kepada stakeholderakan lebih efektif dan efesien, berikut use case sistem PMB: Menyeleksi dengan CBT Melihat perkebangan pendaftar Mahasiswa
Rektor
Memasukan data pendaftar
Melihat jumlah mahasiswa yang lulus
Mengunggah ke situs universitas Melihat laporan akhir PMB
Panitia PMB
Mengolah data kelulusan PMB
Gambar 6 use case proses PMB Arsitektur bisnis akademik Arsitektur bisnis yang diusulkan yang digambarkan dalam Business Process Modeling Notation (BPMN) adalah sebagai berikut:
Gambar 7. Business Process registrasi akademik 7
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
KESIMPULAN Hasil dari Adaptasi framework TOGAF untuk membuat arsitektur bisnis tidak merubah bisnis proses dan subproses yang ada di universitas cendrawasih, namun yang membuat berbeda adalah prosedur pada sub proses bisnisnya. DAFTAR PUSTAKA Nama GF (2013). Perancangan Infrastruktur Teknologi Informasi Adaptif Pada Universitas Lampung. Karya akhir. Jakarta: Universitas Indonesia. Sihwi SW, Aprianto GR & Anggrainingsih R (2013). Arsitektur Bisnis Biro Administrasi Kemahasiswaan (AK) Pada Perancangan Arsitektur Enterprise Universitas Sebelas Maret
8
ISBN: 979-458-808-3
Menggunakan Framework TOGAF. Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan (SEMANTIK). Supriyana I (2010). Perencanaan Model Arsitektur Bisnis, Arsitektur Sistem Informasi dan Arsitektur Teknologi Dengan Menggunakan TOGAF: Studi Kasus Bakosurtanal. Jurnal Generic, 5 No.1 (januari 2010). Taufik Hariyanti E. & Harumiaty N (2013). c. Perencanaan Arsitektur Teknologi Informasi Studi Kasus Pada Perpustakaan Universitas Airlangga. Jurnal Sistem Informasi, 1, pp.21-25. Yunis R Surendo, K & Panjaitan ES (2010). Pengembangan Model Arsitektur Enterprise Untuk perguruan Tinggi. JUTI, 8, pp.9-18.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
RANCANG BANGUN APLIKASI KOPERASI BERBASIS DESKTOP Roy Deddy Hasiholan Tobing, Joas Saragih, Kevin Siregar, Susy Pangaribuan Institut Teknologi Del, Sitoluama, Toba Samosir Email korespondensi :
[email protected]
Abstrak Koperasi adalah badan hukum yang dibentuk secara gotong royong, berasaskan kekeluargaan dan bertujuan untuk mensejahterakan semua anggotanya. Dalam kegiatan operasionalnya, koperasi memiliki unit simpan pinjam, unit usaha, serta mengumpulkan dana dari anggotanya dalam bentuk simpanan yang setiap bulannya akan mendapatkan bunga sebagai imbal balik keuntungan. Selain itu, Sisa Hasil Usaha (SHU) yang merupakan selisih pendapatan dan beban operasional koperasi harus dilaporkan dan dapat dibagikan setiap tahun. Dalam praktiknya, koperasi masih melakukan proses pencatatan data anggota, data pinjaman dan angsuran yang telah dan belum dibayarkan, penghitungan bunga simpanan, penghitungan SHU, serta menghasilkan laporan secara manual. Untuk mengelola semua proses bisnis koperasi diperlukan jumlah staf yang relatif banyak, khususnya untuk menjaga konsistensi pembukuan koperasi. Pengelolaan koperasi akan bertambah sulit dengan jumlah nasabah yang semakin banyak. Dalam makalah ini dilaporkan hasil rancang bangun aplikasi koperasi berbasis desktop yang dapat membantu pengurus dalam mengelola koperasi. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan mengikuti tahapan yang ada pada Software Development Life Cycle (SDLC). Aplikasi koperasi yang dibangun pada penelitian ini berbasis desktop dan menyediakan fungsi-fungsi dasar yang menggambarkan proses bisnis harian sebuah koperasi. Dengan aplikasi ini, pengurus dapat menjaga konsistensi pembukuan keuangan koperasi, memudahkan dalam menghasilkan laporan, serta dapat mengurangi kebutuhan untuk penambahan pengurus koperasi. Kata kunci: sistem informasi, koperasi, simpan pinjam PENDAHULUAN Di Indonesia, koperasi menjadi salah satu pilar perekonomian. Berdasarkan UU no. 25 tahun 1992, koperasi didefinisikan sebagai “badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiataannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan” [1][2]. Koperasi di Indonesia ada di bawah naungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) dan memiliki bentuk sebagai Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Berdasarkan data Kemenkop UKM, ada sekitar 209,488 koperasi di seluruh Indonesia per tanggal 31 Desember 2014. Untuk provinsi Sumatera Utara, ada sekitar 12,286 koperasi dengan 5,578 koperasi yang tidak aktif [3]. Jenis koperasi yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari dapat bermacam-macam tergantung “kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya” [1]. Salah satu jenis koperasi yang sering ditemui adalah koperasi simpan pinjam. Koperasi jenis ini mengumpulkan dana dari anggota dalam bentuk simpanan yang dapat digunakan untuk membantu anggota yang membutuhkan dalam bentuk pinjaman. Anggota mendapatkan imbal balik dari simpanan tersebut dalam bentuk bunga; sementara anggota yang melakukan peminjaman dari koperasi diharuskan membayarkan angsuran setiap periode tertentu dengan sejumlah uang yang ditambahkan pada cicilan tersebut sebagai bunga pinjaman. Walaupun koperasi
memegang peran penting dalam masyarakat dari segi perekonomian, masih banyak ditemui koperasi yang tidak bekerja secara maksimal diakibatkan pengelolaan yang masih banyak dikerjakan tanpa bantuan sistem informasi yang memadai (manual). Pada praktiknya, sistem pembukuan yang sedang berjalan masih banyak menggunakan kertas sebagai media penyimpanan data dan informasi terkait nasabah, simpanan dan pinjamannya. Selain itu, ada juga koperasi yang sudah menggunakan komputer dengan software Microsoft Excel sebagai media pencatatan data dalam kegiatan operasionalnya. Akan tetapi, penggunaan teknologi tersebut masih kurang maksimal diakibatkan kelemahan spreadsheet software sejenis Excel tersebut, dimana pengguna kesulitan dalam meng-query data dan menampilkannya dengan cepat serta membutuhkan ketelitian yang tinggi untuk menjamin integritas data. Hal ini mengakibatkan pelayanan yang diberikan terhadap anggota menjadi kurang maksimal karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengelola data simpanan dan pinjaman. Dengan demikian diperlukan sebuah aplikasi yang dapat membantu pengurus koperasi untuk mengelola data nasabah, simpanan dan pinjaman. Dalam makalah ini dilaporkan pembuatan aplikasi koperasi, dari mulai pengumpulan informasi untuk kebutuhan pengembangan aplikasi hingga pelaporan hasil pengujian aplikasi. Aplikasi yang dibangun berbasis teknologi desktop dan standalone.
9
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
METODE PENELITIAN Pengembangan aplikasi koperasi ini mengikuti tahapan yang merepresentasikan Software Development Life Cycle (SDLC). Langkah-langkah yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Metode penelitian Penjelasan untuk tahapan yang dilalui pada saat pengerjaan aplikasi koperasi ini adalah: 1) Melakukan pengumpulan data dan informasi yang akan digunakan pada saat pengembangan aplikasi koperasi. Kegiatan ini terdiri dari pengumpulan informasi terkait koperasi dan kebutuhan aplikasi yang dibangun,serta pembelajaran pengembangan berbasis desktop. 2) Menggunakan hasil tahapan pengumpulan requirements untuk tahapan analisis. Dalam fase analisis, pengembang aplikasi mempelajari data dan informasi yang telah dikumpulkan untuk mendapatkan gambaran yang lengkap terkait aplikasi yang akan dibangun. 3) Pada fase disain, pengembang membuat cetak biru (blueprint) dari aplikasi yang dibangun. Disain akan menggambarkan hasil analisis dari tahapan yang dilakukan sebelumnya. 4) Pada masa implementasi, aplikasi dikembangkan menggunakan teknologi dan perangkat yang telah dipilih. Kode program untuk aplikasi ditulis dan kemudian akan dicompile menjadi file aplikasi yang dapat dijalankan pada saat deployment. 5) Untuk memastikan bahwa aplikasi yang dibangun telah memenuhi requirements yang telah ditentukan, maka fase yang ditempuh berikutnya adalah pengujian dengan menggunakan beberapa kasus uji. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Bisnis Koperasi Anggota Koperasi Simpan Pinjam dapat melakukan beberapa transaksi keuangan yaitu: penyimpanan uang, penarikan uang, peminjaman uang, pembayaran angsuran pinjaman, pembukuan 10
ISBN: 979-458-808-3
transaksi keuangan, penghitungan SHU, dan transaksi keuangan lainnya. Detil dari masing-masing transaksi adalah: 1) Transaksi penyimpanan uang terbagi dalam beberapa simpanan, yaitu : a. Simpanan pokok merupakan setoran awal yang diberikan calon anggota sebagai syarat untuk menjadi anggota koperasi. Setoran dibayarkan hanya sekali. b. Simpanan wajib adalah simpanan yang wajib yang dibayarkan oleh anggota kepada koperasi per periode, contoh perhari, perminggu, atau perbulan. c. Simpanan sukarela adalah simpanan yang disimpankan oleh anggota secara sukarela dan berdasarkan kemampuan anggota. 2) Transaksi penarikan uang dapat dilakukan oleh anggota, tetapi simpanan yang dapat ditarik uangnya hanya simpanan sukarela. Ketika masih berstatus anggota koperasi anggota tidak dapat menarik simpanan pokok dan simpanan wajib tetapi apabila anggota keluar dari keanggotaan maka anggota dapat melakukan penarikan simpanan sesuai dengan ketentuan koperasi, contoh simpanan yang dapat ditarik hanya 50% dari simpanan pokok dan 100% simpanan wajib dan sukarela. 3) Transaksi peminjaman uang dapat dilakukan oleh anggota sesuai dengan ketentuan koperasi, contoh anggota dapat meminjam apabila telah bergabung dengan koperasi selama 6 bulan. Anggota hanya dapat melakukan 1 kali peminjaman dalam satu waktu, dimana sebelum pinjaman lunas anggota tidak diperbolehkan untuk meminjam lagi kepada koperasi. Ketika pinjaman telah lunas dibayarkan oleh anggota, maka anggota diperbolehkan untuk meminjam kembali. Anggota diharuskan mengisi formulir peminjaman dan melengkapi data berupa buku anggota, fotocopy KTP suami dan istri (apabila telah berkeluarga). Produk pinjaman dapat bermacam-macam tergantung kebijakan koperasi tersebut. 4) Pembayaran Angsuran Pinjaman. Angsuran pinjaman harus dibayarkan oleh anggota secara rutin karena terdapat sanksi bagi anggota yang tidak memberikan angsuran sesuai periode yang telah disepakati. 5) Pembukuan Transaksi Keuangan. Transaksi Keuangan yang dilakukan semua anggota dicatat oleh karyawan koperasi ke dalam KSPA (Kartu Simpanan dan Pinjaman Anggota), buku anggota, dan buku transaksi keuangan operasional. Buku anggota dibawa oleh anggota dan KSPA serta buku transaksi keuangan operasional menjadi
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
arsip koperasi. Di akhir tahun laba koperasi akan dihitung berdasarkan laporan neraca saldo. 6) Penghitungan Sisa Hasil Usaha (SHU), merupakan keuntungan bersih koperasi yang diperoleh dalam 1 tahun buku. Keuntungan dihitung berdasarkan pendapatan dikurangi pengeluaran atau biaya beban. SHU tersebut dibagikan dengan rumus pembagian SHU setiap koperasi berbeda sesuai dengan ketentuan koperasi. 7) Transaksi keuangan lainnya adalah transaksitransaksi yang dilakukan oleh koperasi untuk menunjang kegiatan operasional koperasi. Dengan menggunakan kertas dan aplikasi Microsoft Excel, pembukuan dilakukan dengan cara menggabungkan data yang tersebar dalam banyak kertas dan file. Sebagai contoh apabila seorang anggota koperasi menanyakan sisa pinjaman yang harus dibayarkan untuk periode selanjutnya, karyawan koperasi harus membuka file yang berisi catatan transaksi pembayaran angsuran pinjaman anggota tersebut dan menghitung berapa jumlah pinjaman yang telah dibayarkan oleh anggota. Jumlah pinjaman seluruhnya dikurangi jumlah pinjaman yang telah dibayarkan oleh anggota, selanjutnya karyawan koperasi juga harus menghitung bunga pinjaman. Perhitungan sisa pinjaman tersebut membutuhkan ketelitian dan menghabiskan waktu, sehingga apabila terdapat 200 anggota menanyakan hal yang sama dalam 1 hari maka diperlukan banyak tenaga kerja untuk menghitungnya. Dengan demikian, dibutuhkan sebuah sistem informasi untuk mempercepat proses manajemen pembukuan koperasi. B. Gambaran Umum Sistem Yang Dibangun
#
Pengguna
Aplikasi Desktop Koperasi adalah sistem yang akan dibantun untuk mempermudah pekerjaan karyawan ataupun pengurus koperasi dalam melakukan pembukuan terhadap semua transaksi keuangan. Dengan adanya Aplikasi Desktop Koperasi, karyawan atau pengurus koperasi hanya perlu melakukan entry data transaksi keuangan yang dilakukan oleh anggota. Integritas data juga lebih terjamin karena semua perhitungan telah terotomatisasi dan dalam rangka pembuatan laporan, penggabungan data dari banyak file Excel atau data dari kertas tidak perlu dilakukan oleh karyawan atau pengurus koperasi karena dengan Aplikasi Desktop Koperasi telah disediakan laporan setiap satu tahun buku. Resiko kehilangan data seperti ketika menggunakan kertas ataupun file Excel lebih sedikit karena dengan menggunakan Aplikasi Desktop Koperasi semua data tersimpan dalam database. Fungsi utama yang dimiliki Aplikasi Desktop Koperasi adalah (a) Fungsi Otentikasi, (b) Fungsi Manajemen Simpanan, (c) Fungsi Manajemen Peminjaman Uang, (d) Fungsi Manajemen Pembayaran Angsuran, (e) Fungsi Manajemen Penarikan Uang, (f) Fungsi Manajemen Data Anggota Koperasi, (g) Fungsi Menghitung Bunga, (h) Fungsi Menambah Jenis Simpanan, (i) Fungsi Penghitungan SHU, (j) Fungsi Backup Data, (k) Fungsi Koreksi Data, (l) Fungsi Tutup Buku, (m) Fungsi Generate Laporan, (n) Fungsi penambahan poin, (o) Fungsi Setting Aplikasi, (p) Fungsi Export Laporan, dan (q) Fungsi Manajemen Pengguna. Sementara itu, karakteristik pengguna aplikasi ini yang meliputi peran serta hak akses dari setiap pengguna dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik Pengguna Peran
Deskripsi
1
Kasir koperasi
Kasir
Melakukan keuangan.
entry
data
transaksi
2
Manajer Koperasi
Manajer
Melakukan entry data transaksi keuangan, melakukan koreksi data dan menambah jenis simpanan
3
Administrator sistem
Administrator
Melakukan setting manajemen pengguna
aplikasi
dan
11
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
C.
ISBN: 979-458-808-3
Perancangan Use Case Diagram dari Aplikasi Desktop Koperasi ditunjukkan oleh pada Gambar 2.
Gambar 2 Use Case Diagram
Sementara Class Diagram Aplikasi Desktop Koperasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Class Diagram Salah satu Sequence Diagram dari perancangan Aplikasi Desktop Koperasi dapat dilihat pada Gambar 4.
12
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Gambar 4 Sequence Diagram Menghitung Bunga
D.
Implementasi Setelah fase implementasi, maka Aplikasi Dekstop Koperasi memiliki tampilan user interface seperti pada Gambar 5. Aplikasi Desktop Koperasi lebih berjalan dengan baik pada software dan hardware dengan spesifikasi sebagai berikut: 1) Software: a. Sistem Operasi: Windows 7, Windows 8 b. DBMS : SQL Server Express 2008 2) Hardware: a. Processor : Intel(R) Core(TM) i3-2350M CPU @2.30GHz b. Memory : 2.00 GB c. Hard disk : 500 GB
E.
Pengujian Untuk memastikan bahwa aplikasi koperasi yang dibangun sudah sesuai dengan requirements dan tidak mengalami error, maka dilakukan sebuah unit testing. Pengujian menggunakan 17 butir uji dan Tabel 2 berikut ini memberikan gambaran butir uji yang dikembangkan untuk proses pengujian. Tabel 2 Contoh Butir Uji Aplikasi Identikasi No. Fungsi Nama Butir Uji Tujuan Deskripsi Kondisi Awal Tanggal Pengujian Penguji
FU16 F016 Pengujian Fungsi Export Laporan Pengujian Fungsi Export Laporan Fungsi ini digunakan untuk export laporan. 1. Aplikasi telah dibuka 2. Karyawan telah login ke dalam aplikasi. 4 Juni 2015
Semua anggota tim pengembang aplikasi Skenario Pengujian 1. Menekan button export laporan Kriteria Evaluasi Hasil Laporan di-generate dalam format file Microsoft Excel. Kasus dan Hasil Pengujian Data Yang Pengamatan Kesimpulan Masukan diharapkan Menekan Laporan diSesuai yang [X] diterima tombol export export dalam diharapkan [ ] ditolak laporan format file Microsoft Excel Catatan Laporan yang di-export berasal dari tabel transaksi dan masih dapat di-edit
Gambar 5 Tampilan Aplikasi Desktop Koperasi
KESIMPULAN Pada makalah ini dilaporkan perancangan dan pembangunan Aplikasi Desktop Koperasi yang ditujukan untuk digunakan oleh pengelola koperasi dalam mempermudah proses pencatatan dan pembukuan data nasabah dan transaksi simpan pinjam.
13
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Penggunaan database pada aplikasi ini memungkinkan data koperasi tersimpan di satu tempat dan mempermudah proses backup data. Selain itu, menu laporan pada aplikasi mempermudah pengelola koperasi untuk memantau situasi keuangan koperasi dengan relatif lebih cepat dibandingkan pengelolaan yang masih manual. DAFTAR PUSTAKA [1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Tersedia di:
14
ISBN: 979-458-808-3
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_25_92.htm. Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. [2] Wordpress. Koperasi. Tersedia di: https://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi. Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. [3] Data Koperasi 31 Desember 2014. Tersedia di: http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_ phocadownload&view=file&id=377:datakoperasi-31-desember-2014&Itemid=93. Diakses pada tanggal 11 Mei 2015.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENGEMBANGAN APLIKASI E-LEARNING BERBASIS WEB DENGAN PHP DAN MYSQL STUDI KASUS SMP NEGERI 2 LUBUK PAKAM Nuri Andhika Pinem Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik Informatika - STMIK BUDIDARMA MEDAN e-mail:
[email protected] Abstrak Kualitas pendidikan yang baik merupakan salah satu kunci utama menuju kemajuan peradaban dan peningkatan taraf hidup suatu bangsa. Guna mewujudkan kualitas pendidikan yang baik diperlukan proses pembelajaran yang terpadu dengan menggunakan berbagai metode dan inovasi pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran dilakukan secara berkesinambungan tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa dengan metode konvensional melalui tatap muka yang selama ini diterapkan pada Kelemahan metode pembelajaran dengan metode tatap muka di SMP N 2 Lubuk Pakam tersebut dapat diminimalisir dengan menyediakan fasilitas pembelajaran secara online atau e-learning yang dapat diakses oleh seluruh siswa kapan saja dan dimana saja selama terhubung dengan internet. Ruang lingkup permasalahan yang diteliti adalah bagaimana merancang dan mengimplementasikan e-learning Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Lubuk Pakam. Tujuan dalam penelitian ini adalah tersedianya aplikasi e-learning Sekolah Menengah Negeri SMP 2 Lubuk Pakam. adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah kemudahan bagi siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran tanpa terbatas ruang dan waktu, sedangkan sasaran dari penelitian ini adalah guru dan siswa Sekolah Menengah Negeri 2 Lubuk Pakam. Metode yang digunakan dalam Kerja Praktik ini adalah metode pustaka, observasi, wawancara, analisis, perancangan proyek dan uji coba. Dengan adanya aplikasi e-learning ini dihasilkan fasilitas pembelajaran pendamping diluar pembelajaran dengan metode tatap muka. Kata Kunci : e-learning, pembelajaran, online, web
1. PENDAHULUAN 1.a LATAR BELAKANG MASALAH Dari hasil identifikasi melalui metode observasi, interview dengan pengajar serta beberapa siswa SMP Negeri 2 Lubuk Pakam diperoleh suatu kesimpulan awal bahwa kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa dengan metode konvensional melalui tatap muka yang selama ini diterapkan pada SMP Negeri 2 Lubuk Pakam perlu dioptimalisasikan dengan inovasi pembelajaran baru menggunakan eLearning. Hal ini dikarenakan keterbatasan tempat dan waktu untuk melakukan pembelajaran di sekolah secara tatap muka. Selain itu dengan hanya mengandalkan pembelajaran melalui tatap muka di kelas, berakibat pula pada kurangnya komunikasi antara guru dan siswa. Hal ini ditunjang dengan adanya karakter siswa tertentu yang cenderung takut atau malu untuk bertanya langsung terhadap guru apabila terdapat kesulitan dalam memahami bahan ajar yang disampaikan. Begitu pula dengan guru yang ingin berkomunikasi banyak dengan siswa dalam satu waktu yang sulit diwujudkan dengan keterbatasan waktu dan tempat yang ada. Kelemahan metode pembelajaran dengan metode tatap muka tersebut dapat diminimalisir dengan menyediakan fasilitas pembelajaran secara online yang dapat diakses oleh seluruh siswa kapan saja dan dimana saja selama terhubung dengan internet. Adanya fasilitas
“Pengembangan Aplikasi e-Learning Berbasis Web dengan PHP dan MySQL di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP Negeri 2 Lubuk Pakam)” siswa tidak hanya memperoleh materi melalui tatap muka di sekolah, karena siswa dapat menambah referensi pengetahuan terhadap bahan ajar yang diberikan oleh guru di sekolah dengan mudah tanpa memerlukan waktu yang lama untuk memilah materi dan menyesuaikan dengan silabus mata pelajaran yang ada seperti ketika mencari materi dengan mengunjungi berbagai situs lain. Diterapkannya pembelajaran melalui tatap muka dan pembelajaran online dengan eLearning akan membentuk sistem pembelajaran blended e-learning yang menggabungkan antara sistem pembelajaran konvensional melalui tatap muka dan sistem pembelajaran kelas virtual melalui eLearning. Dengan adanya inovasi pembelajaran secara online dan tatap muka ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas siswa serta lulusan SMP Negeri 2 Lubuk Pakam. 1.b Rumusan Masalah 1. Perlukah pembelajaran kelas virtual dengan eLearning sebagai metode pembelajaran pendamping metode konvensional dengan pembelajaran tatap muka di SMP Negeri 2 Lubuk Pakam?
15
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
2. Bagaimana merancang dan membangun aplikasi elearning sebagai salah satu media belajar siswa? 1.c Batasan Masalah 1. Konsep e-learning sesuai dengan silabus mata pelajaran yang ada di SMP Negeri 2 Lubuk Pakam; 2. Objek penelitian adalah SMP Negeri 2 Lubuk Pakam; 3. Penilaian quis atau soal latihan essay bersifat manual; 4. Aplikasi dibuat menggunakan pemrograman PHP dan database MySQL. 1.d Tujuan dan Manfaat Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah menghasilkan aplikasi e-learning Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP Negeri 2 Lubuk Pakam). Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian di SMP Negeri 2 Lubuk Pakam ini adalah : 1. Menyajikan metode pembelajaran pendamping guna peningkatan kualitas pembelajaran di SMP Negeri 2 Lubuk Pakam 2. Memudahkan siswa dalam pencarian referensi dari materi yang sedang dipelajari; 3. Memudahkan guru dalam menyampaikan materi sesuai dengan kemampuan siswa dan memungkinkan guru untuk tetap memberikan materi dan melakukan evaluasi saat guru berhalangan hadir. 2. LANDASAN TEORI 2.a E-Learning 1. Pengertian-Learning E-Learning adalah kepanjangan dari elektronic learning yang merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. Terdapat banyak definisi mengenai pengertian e-Learning, salah satunya dikemukakan oleh Martin Jenkins and Janet Hanson yang mengemukakan bahwa e-Learning merupakan proses pembelajaran mandiri yang difasilitasi dan didukung melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. (Suteja dan Harjoko, 2008). Dari beberapa sistem e-Learning yang ada, secara umum dapat dibagi berdasarkan sifat interaktivitasnya dan dapat dibedakan kedalam dua kelompok yaitu eLearning statis dan e-Learning dinamis. Sistem eLearning dikatakan bersifat statis jika antara pengguna sistem tidak dapat saling berinteraksi, pembelajar hanya dapat men-download bahan-bahan yang diperlukan dan admin hanya dapat meng-upload filefile materi. Sistem ini biasanya digunakan hanya sebagai penunjang aktifitas belajarmengajar yang dilakukan secara tatap muka dikelas. Sedangkan
16
ISBN: 979-458-808-3
sistem e-Learning dapat digolongkan kedalam eLearning yang bersifat dinamis apabila siswa mampu belajar dengan dalam lingkungan yang tidak jauh berbeda dengan suasana kelas dimana di dalam sistem ini terdapat kemungkinan untuk berinteraksi antara pembelajar dan tutornya baik melalui e-mail, chatting maupun sarana komunikasilainnya. (Suteja dan Harjoko, 2008). 2. Fungsi e-Learning Menurut Siahaan, terdapat tiga fungsi e-Learning terhadap proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas yaitu suplementer, komplementer maupun substitusi. (Abidin, 2010). a. Suplementer Suatu sistem e-Learning dikatakan memiliki fungsi suplementer atau tambahan apabila pembelajar memiliki kebebasan penuh untuk memutuskan apakah akan menggunakan system e-Learning atau tidak. b. Komplementer Sistem e-Learning dikatakan bersifat komplementer atau pelengkap apabila materi dalam e-Learning diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang telah diterima di dalam kelas. c. Substitusi Pada beberapa lembaga pendidikan modern yang memberikan kebebasan mutlak kepada peserta didiknya untuk memilih jenis pembelajaran yang diinginkan, tujuannya adalah untuk untuk meningkatkan fleksibilitas pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan kegiatan lainnya. 3. Keunggulan e-Learning Menurut Soekartawi (2006), e-Learning memiliki beberapa keunggulan diantaranya : a. Meningkatkan pemerataan memperoleh kesempatan belajar; b. Meningkatkan kompetensi belajar siswa, sebagai akibat dari yang semula teacher learning center menjadi student learning center; c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam memberikan pelajaran; d. Meningkatkan kemampuan siswa dalam mengatasi masalah secara mandiri; e. Meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan SDM guru ; f. Meningkatkan efisiensi apabila dilihat dari sisi pembiayaan dan strategi pembangunan jangka panjang; g. Mempunyai dampak ganda, karena materi pembelajaran dapat dimanfaatkan oleh anggota masyarakat yang lain.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
2.b Basis Data 1. Data dan Informasi Data dapat didefinisikan sebagai suatu bahan yang berisi keterangan tentang kejadian kejadian nyata maupun fakta yang dirumuskan dalam kelompok tertentu dan dapat berupa catatan dalam kertas, buku maupun tersimpan sebagai file dalam komputer atau basis data. Sedangkan informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga memiliki nilai lebih dan dapat dijadikan salah satu dasar dalam pengambilan keputusan (Sutanta, 2004).
Input
Unit Pengolah
Output
Unit Penyimpan
Gambar 2.1. Transformasi data menjadi informasi [Sumber:Sutanta, 2004] 2. Pengertian Basis Data Terdapat beberapa definisi mengenai basis data, berikut adalah pengertian basis data menurut James Martin : A database may be defined as a collection of interrelated data stored together without harmful or unnecessary redundancy to serve one or more application in an optimal fashion; the data are stored so that they are independent of programs with use the data; a common and controlled approach its used an adding new data and in modifying and retrieving existing data within the database. (Sutanta, 2004). Silberschatz,dkk juga mendefinisikan database sebagai kumpulan data berisi informasi yang sesuai untuk sebuah perusahaan sedangkan Data Base Management System didefinisikan sebagai kumpulan data yang saling berhubungan dan kumpulan program untuk mengakses data (Janner dan Iman, 2006). 2. c Perancangan Sistem 1. Pemodelan Proses Pemodelan proses adalah gambaran bagaimana suatu sistem atau proses bisnis beroperasi. Pemodelan proses mengilustrasikan aktifitasaktifitas yang dilakukan serta bagaimana data berpindah diantara aktifitas tersebut. Cara yang paling popular untuk pemodelan proses adalah menggunakan Use Case. 2. Pemodelan Data Struktur yang mendasari suatu basis data adalah model data. Model data merupakan suatu cara untuk menjelaskan mengenai data-data yang tersimpan dalam basis data dan bagaimana hubungan antar data
tersebut untuk para pemakai (user) secara logis. Secara garis besar, model data dapat dikelompokkan dalam 3 macam yaitu object based data model yang terdiri dari entity relationship model, semantic model serta binary model. Record based model terdiri dari hierarchycal model, network model serta relational model. Physycal based data model terdiri dari unifying model dan frame memory (Sutanta, 2004). 3. ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.a. DEFINISI MASALAH Dilihat dari metode pembelajaran yang ada di SMP Negeri 2 Lubuk Pakam saat ini, dimana pembelajaran hanya dilakukan melalui metode tatap muka, muncullah beberapa masalah yang berhasil diidentifikasi antara lain : 1. Kurang tersedianya referensi yang mengakibatkan siswa masih harus mencari berbagai referensi lain di internet, akan tetapi referensi yang dieroleh terkadang siswa masih harus bersusah payah untuk memilah referensi tersebut berdarkan pelajaran atau silabus di sekolahnya. Dengan adanya eLearning yang menyajikan materi sesuai silabus di SMP Negeri 2 Lubuk Pakam siswa dapat memperoleh berbagai informasi yang telah disesuaikan dengan silabus di SMP Negeri 2 Lubuk Pakam; 2. Kurangnya waktu untuk berinteraksi antara guru dan siswa. Proses komunikasi yang hanya berlangsung selama tatap muka disekolah dengan waktu yang sangat terbatas menyebabkan waktu untuk berkomunikasi antara guru dan siswa juga terbatas. Hal ini semakin diperparah dengan kondisi beberapa siswa yang cenderung malu-malu untuk bertanya secara langsung dengan guru. Hal ini dapat diatasi dengan media e-learning melalui komunikasi secara virtual sehingga waktu untuk berinteraksi antara guru dan siswa tidak hanya mengandalkan tatap muka di kelas. Selain itu karakter siswa yang malu atau takut untuk bertanya melalui tatap muka di kelas dapat memanfaatkan e-Learning untuk berkomunikasi secara tidak langsung; 3. Guru kesulitan untuk memberikan materi dan penugasan serta melakukan control terhadap siswa ketika guru berhalangan hadir di sekolah. Dengan adanya sistem e-Learning guru tetap dapat memberikan materi dengan mudah dari mana saja bahkan saat guru berhalangan hadir secara mendadak; 4. Siswa yang berhalangan hadir di sekolah karena sakit atau sesuatu hal tidak dapat mengikuti pembelajaran sehingga tertinggal pelajaran di kelasnya.
17
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
4. RANCANGAN PROSES PRODUKSI 4.a Antar Muka Sistem
Gambar 4.1 Rancangan Sistem Pembelajaran
Gambar 4.2 Rancangan Sistem Hasil Pembelajaran
3.c. PERANCANGAN SISTEM 1. Use Case a. Use case Diagram
Gambar 3.1 Use Case Rancangan
2. RANCANGAN DATABASE a. Rancangan Relasi Tabel
Gambar 3.2 Relasi Tabel Rancangan
18
5. PENUTUP 5.a KESIMPULAN a. Pembelajaran e-Learning diperlukan di SMP Negeri 2 Lubuk Pakam; b. Dengan adanya aplikasi e-Learning dapat membantu proses pembelajaran di SMP Negeri 2 Lubuk Pakam. DAFTAR PUSTAKA Kadir, Abdul. Dasar Pemrograman Web dengan ASP. Andi, Yogyakarta, 2005 Pemrograman WEB Mencakup HTML, CSS, Java Script dan PHP. Andi, Yogyakarta, 2003 Lutfie, Ahmad. Mudah Membuat Website dengan Aura CMS. Andi, Yogyakarta,2007 Mc Leod, Raymound Jr. Sistem Informasi Manajemen Jilid II. PT. Prehalindo,Jakarta, 1995 Peranginangin, Kasiman. Aplikasi Web dengan PHP dan My SQL. Andi Publisher, Yogyakarta, 2006 Prasetyo, Didik Dwi. Membangun Web Dinamis di Linux dengan Bluefish. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2003 Santoso, L. Interaksi Manusia dan Komputer. Andi Offset, Yogyakarta, 1997 Simarmata, Janner dan Imam Paryudi. Basis Data. Andi Publisher, Yogyakarta, 2005
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Sistem Cerdas
19
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
20
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
RANCANG BANGUN TEKNOLOGI OTOMATIS PADA BUDIDAYA PERTANIAN MENGGUNAKAN CITRA UNTUK SMART HIDROPONIK GARDEN Erwin1, Ahmad Syarif2, Maya Kinanti3 , Fanny Candra Dewi4 1,2,3,4 Universitas Sriwijaya, Palembang Email korespondensi :
[email protected])
Abstrak Perubahan cuaca dan lingkungan saat ini berdampak pada kondisi sistem produksi pangan dan ketahanan pangan yang semakin kritis sehingga diperlukan usaha untuk memperluas sistem produksi tanaman dalam lingkungan yang terkendali. Teknik budidaya tanaman dengan hidroponik merupakan teknik budidaya tanpa menggunakan tanah di lahan terbuka dengan jumlah air yang sedikit. Teknologi Otomatis untuk Smart Hidroponik Garden dirancang untuk sistem pemberian air dan nutrisi yang dilaksanakan secara terintegrasi dan terkendali antara pengelolaan nutrisi dan pengelolaan pengairan yang dikenal dengan fertigasi. Pengelolaan air dan nutrisi difokuskan terhadap cara pemberian yang optimal sesuai dengan kebutuhan tanaman, umur tanaman dan kondisi lingkungan sehingga tercapai hasil yang maksimum. Rancangan teknologi menggunakan prinsip biaya murah(low cost) agar bisa dimanfaatkan oleh pelaku pertanian. Teknologi Otomatis pada pengelolaan pengairan menggunakan sensor suhu, pH air dan kelembaban sebagai indikator. Selain itu, pertumbuhan dan produksi tanaman akan dikontrol juga berdasarkan citra dari kamera CCTV. Sistem kendali otomatis pada pengelolaan pengairan, nutrisi, pertumbuhan dan produksi tanaman menggunakan metode Fuzzy. Kata kunci: Teknologi Otomatis, Hidroponik, Fuzzy PENDAHULUAN Kondisi cuaca di permukaan bumi yang baik selama ini telah berubah. Jumlah air tanah mengalami penurunan di setiap tempat dan saat ini telah tercemari tanpa dapat diperbaiki secara cepat. Kondisi ini mengakibatkan berbagai permasalahan produksi tanaman terutama produksi tanaman di lahan terbuka(open field). Dalam sejarah peradaban manusia, pada saat pemerintah tidak dapat lagi menyediakan pangan untuk rakyatnya, maka akan terjadi perubahan yang sangat nyata pada bidang sosial, ekonomi, dan politik. Data dokumen perubahan cuaca dan lingkungan yang terjadi menunjukkan telah terjadi kondisi sistem produksi pangan dan ketersediaan pangan dunia yang semakin kritis. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah perlunya memperluas sistem produksi tanaman dalam lingkungan terkendali yang senantiasa dapat menyelamatkan sumberdaya air. Pola cuaca saat ini telah berubah, terlihat adanya musim hujan yang sangat ekstrim basah dan musim kering yang sangat ekstrim kering. Menurut dua ahli meteorologi Benard dan Goodavage, saat ini berada pada kondisi cuaca yang kritis dan diramalkan akan semakin memburuk, menurut mereka perubahan dalam pola jetstream akan mempengaruhi pola perubahan temperatur dan curah hujan dan akan mempengaruhi kondisi pertanian di seluruh dunia. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa hal tersebut
berhubungan dengan tingginya karbodioksida dan gas lain yang terlepas ke udara akibat pembakaran minyak yang berasal dari fosil. Beberapa dari polutan ini menyebabkan meningkatnya suhu udara yang lebih dikenal dengan “Greenhouse Effect”(Efek Rumah Kaca). Sebagai solusi permasalahan di atas, telah dikembangkan berbagai teknologi untuk memproduksi tanaman sayur, buah, dan tanaman hias tanpa menggunakan tanah dengan jumlah air yang sedikit. Tanaman juga dapat dibudidayakan di dalam lingkungan terkendali, sehingga secara efisien dapat memanfaatkan pupuk secara tepat dan beberapa sumberdaya yang terbatas ketersediannya. Teknologi ini dikenal dengan nama Hidroponik. Pada budidaya tanaman dengan sistem hidroponik, pemberian air dan nutrisi memungkinkan dilaksanakan secara bersamaan. Budidaya tanaman secara hidroponik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan budidaya secara konvensional, yaitu pertumbuhan tanaman dapat di kontrol, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, tanaman jarang terserang hama penyakit karena terlindungi, pemberian air irigasi dan larutan hara lebih efisien dan efektif, dapat diusahakan terus menerus tanpa tergantung oleh musim, dan dapat diterapkan pada lahan yang sempit(Steinberg,2000). Subagyono(2009) berpendapat bahwa upaya mengurangi evaporasi merupakan salah satu cara pengelolaan air. 21
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Hidroponik, berdasarkan sistem irigasinya dikelompokan menjadi sistem terbuka dimana larutan nutrisi tidak digunakan kembali dan sistem tertutup, dimana larutan nutrisi dimanfaatkan kembali dengan cara resirkulasi. Sedangkan berdasarkan penggunaan media atau substrat dapat dikelompokan menjadi Substrate System dan Bare Root System. Efisiensi penggunaan air pada sistem tertutup untuk budidaya tanaman bayam yang paling efisien adalah teknik Nutrient Film Technique(NFT) sebesar 20,43% sedangkan pada teknik Deep Flow Technique(DFT) dan Aeroponic masing-masing sebesar 12,29% dan 3,57% (Henik, 2009). Berdasarkan keseragaman konduktivitas listrik(EC) dan pH larutan nutrisi serta efektivitas aplikasi kemiringan talang didapat hasil kemiringan talang 6% lebih efektif (Sabat, 2006) Larutan nutrisi untuk pemupukan tanaman hidroponik diformulasikan sesuai dengan kebutuhan tanaman menggunakan kombinasi garam-garam pupuk. Jumlah yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan optimal tanaman. Formulasi berbagai macam hara budidaya tanaman secara hidroponik pada dasarnya penggunaan hara standar untuk tujuan komersial saat ini tidak berubah banyak dari komposisi hara tanaman yang didiskripsikan para ahli. Sebagian besar tanaman hijau memerlukan total 16 elemen kimia untuk mempertahankan hidupnya. Dari total elemen ini hanya 13 yang dapat diberikan sebagai pupuk lewat perakaran tanaman, sedangkan 3 yang lain(Oksigen, Karbon dan Hidrogen) dapat diambil dari udara dan air. Petani tidak hanya harus memberikan 6 hara makro(N, P, K, Ca, Mg, dan S) saja, akan tetapi harus juga memberikan 7 hara mikro(Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, Cl, dan B). Sistem hidroponik banyak digunakan untuk menanam tumbuhan hortikultura seperti tomat, paprika dan melon. Pada awalnya sistem hidroponik identik dengan penanaman tanpa media tanah, akan tetapi sesuai dengan perkembangan teknologi, hidroponik digunakan untuk penumbuhan tanaman dengan mengontrol nutrisi tanaman sesuai dengan kebutuhannya, salah satu metode yang mulai banyak digunakan adalah NFT yang merupakan sistem hidroponik tertutup, yang mana nutrisi akan mengalir secara terus menerus atau dalam jangka waktu tertentu secara teratur (Monnet, 2002). Telah dilakukan beberapa pengembangan sistem kontrol, misalnya kontrol temperatur berbasis elemen pemanas dengan menggunakan sistem Proportional Integral Derevatif (PID) (Ginanjar, 2003), sistem kontrol temperatur berbasis aliran udara
22
ISBN: 979-458-808-3
panas dengan logika fuzzy (Suprijadi, 2006), maupun dengan menggunakan neural network(Hengky, 2004). Selanjutnya Amelia(2006), mengembangkan sistem kontrol aliran nutrisi untuk NFT dengan menggunakan logika fuzzy dan Suprijadi(2009) mengembangkan sistem kontrol kadar nutrisi dengan menggunakan logika fuzzy dengan menggunakan model kontrol aliran. Zarkasih(2004) telah merancang pemberian pupuk NPK dan penyiraman pada anggrek secara otomatis. Waktu penyiraman air diatur secara otomatis pada setiap pagi dan sore hari sedangkan pemberian pupuk diatur 1, 2 dan 3 bulan. Muthia(2008) merancang pengaturan suhu, kelembaban, waktu pemberian nutrisi dan waktu pembuangan air untuk pola cocok tanam hidroponik secara otomatis dengan menggunakan mikrokontroler Atmega 8535. Telah banyak peneliti yang menggunakan berbagai macam classifier yang diterapkan pada citra untuk menghasilkan model yang mampu memberikan tingkat akurasi yang tinggi dalam estimasi pada pertumbuhan tanaman dan tingkat produksinya, misalnya Widjaja(2012) menggunakan fuzzy pada tanaman padi mengunakan citra satelit pada penginderaan jarak jauh dan Febri (2013) mengunakan citra hiperspektral untuk membuat klasifikasi fase pertumbuhan padi dengan melakukan modifikasi logika fuzzy. Penggunaan modifikasi logika fuzzy dapat meningkatkan akurasi sebesar 10%. Erwin(2013) telah melakukan identifikasi gangguan colon berdasarkan citra iris mata menggunakan metode Naïve Bayes dengan tingkat akurasi sebesar 62.5% dan dengan mengembangkan metode Bayesian Network diperoleh akurasi sebesar 70,21% (Erwin, 2014). Selanjutnya, Rossi Passarella(2013) membuat database menggunakan 60 orang subjek, yang terdiri dari 35 orang secara histori memiliki masalah dengan usus besar, sedangkan 25 orang subjek lainnya tidak diketahui latar belakangnya. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dikembangkan sistem perangkat keras yang dibangun dalam skala laboratorium, hasil pengamatan dengan sensor akan dikirim ke satu unit komputer yang dilengkapi dengan sistem kontrol fuzzy. Bagan alir penelitian ini menggambarkan proses pelaksanaan selama penelitian dilakukan. Blok diagram diperlihatkan pada gambar 1 dan secara garis besar tahap rancang bangun teknologi otomatis ini sajikan pada gambar 2.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Gambar 1. Blok Diagram Perancangan Smart Hidroponik Garden Mulai
Penentuan dan Perancangan Hardware
Perancangan Algoritma (Program)
Pengujian Software (Program)
Integrasi Program Pada Hardware
Pengujian Program Pada Hardware
tidak Pengujian Berhasil ya Validasi Data dan Analisa
Kesimpulan
Selesai
Gambar 2. Detail Diagram Alir Tahapan Rancang Bangun 23
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun rancang bangun teknologi otomatis alat yang dibuat dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini:
Rancang Bangun Smart Hydropoic Garden Keterangan : Arduino Uno
: Sensor DHT 11
Relay 2 Channel LCD 16x2
: Air Nutrisi
: Nutrisi A
: Nutrisi B : Tanaman Hydroponic : Sensor pH Air
: Penghangat
: Fan / Pendingin Ruangan
Pintu Masuk
Gambar 3. Rancang Bangun Smart Hidroponik Garden Rancangan alat terdiri dari rangkaian perangkat keras, perangkat lunak dan tanaman hidroponik. Rangkaian perangkat keras menggunakan mikrokontroler Auduino Uno sebagai komponen utama dan sensor DHT 11 untuk mengukur suhu dan kelembaban serta sensor pH air. Perubahan suhu dan kelembaban akan mengaktifkan kipas pendingin dan penghangat. Sedangkan perubahan citra yang diperoleh dari kamera dan perubahan pH air dari tabung nutrisi untuk tanaman hidropnik akan mengaktifkan proses penambahan nutrisi secara otomatis pompa air dan nutrisi. Blok Diagram Perangkat Lunak Adapun blok diagram pengembangan sistem perangkat lunak dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5 berikut ini:
Flowchart Sensor Suhu
Start
Inisialisasi Input dan Output
Baca Nilai Sensor suhu
Suhu < 26°C
Tidak
Suhu > 31°C
Training
Input data
Output
Preprocessing
Pengujian
Segmentasi
Database
Ya
Ya
Penghangat Hidup
Kipas Hidup
Identifikasi warna dengan logika fuzzy
Pelabelan komponen hasil segmentasi dan identifikasi
Gambar 4. Diagram blok kerangka kerja sistem END
24
Tidak
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Flowchart Sensor Kelembapan
KESIMPULAN Berdasarkan hasil rancangan bangun teknologi otomatis pada budidaya pertanian menggunakan citra dapat disimpulkan: 1. Telah dirancang teknologi otomatis pada budidaya pertanian menggunakan citra untuk smart hidroponik garden berbasis logika fuzzy. 2. Rancang bangun teknologi otomatis pada budidaya pertanian menggunakan citra untuk smart hidroponik garden berbasis logika fuzzy ini merupakan piranti otomatis yang dapat mengontrol pemberian nutrisi, penambahan air, pendinginan dan pemanasan suhu ruang.
Start
Inisialisasi Input dan Output
Baca Nilai Kelembapan
RH < 67%
Tidak
RH > 72%
Ya
Ya
Pompa Air Hidup
Penghangat Hidup
Tidak
END
Gambar 5. Diagram Alir untuk Pengukuran Sensor Suhu dan Kelembaban Simulasi Rancangan Berikut contoh simulasi rancangan alat untuk mengatur otomatis kipas pendingin dan penghangat ruang menggunakan sensor DHT11 dengan menggunakan Proteus, pada LCD tertera suhu ruangan 320C, maka kipas pendingin akan menyala sedangkan bila suhu ruangan kurang dari 260C maka penghangat ruang akan menyala.
DAFTAR PUSTAKA Amalia, S., Gunawan, B., Suprijadi, 2006, Kontrol aliran pada hidroponik NFT, Seminar Instrumentasi Berbasis Fisika III, Bandung A Zarkarsih, 2004, Otomatisasi pemberian pupuk NPK pada Anggrek Dendrobium, skripsi, Teknik Elektro, Universitas Brawijaya Erwin, Muhammad Fachrurrozi, Rossi Passarella dan Annisa Darmawahyuni, 2013. Identifikasi Ganguan Usus Besar Berdasarkan Citra Iris Mata Menggunakan Metode Naïve Bayes. Seminar Nasional Matematika, Sain dan Teknologi Tahun 2013, Jakarta Erwin, Rossi P, 2014, Teknik Bayesian Network pada pengolahan citra untuk identifikasi, Proseding SNaPP 2014 Sain, Teknologi dan Kesehatan, Bandung Febri, M., M. Ivan, F., Aniati, M. A., 2013, Klasifikasi fase pertumbuhan padi berdasarkan citra hiperspektral dengan modifikasi logika fuzzy, Jurnal Penginderaan Jauh, Vol. 10 No. 1, Juni 2013:41-48 Hengky, Indra, C., Suprijadi, 2004, Aplikasi sistem pakar dan fuzzy dalam kontrol temperatur, SITIA, Surabaya, hal 33-38 Henik, A., 2009, Efisien penggunaan air pada tiga teknik hidroponik untuk budidaya Amaranthus viridis L.(bayam hijau), Seminar Biologi, UI, Depok Ginanjar, G., Ferry, C., Barlian, A., Suprijadi, 2003, Pembangunan sistem temperatur kontrol untuk mempelajari pengaruh cekaman temperatur pada sel hidup, Seminar Instrumentasi Berbasis Fisika(SIBF), 12-13 Juni 2003, Bandung, hal 31-33 Monnet, F., Vaillant, N., Hitmi, A., Vernay, P., Coudret, A., Sallanon, H., 2002, Treatmen of domestic wastewater usisng the nutrient film technique (NFT) to produce horticultural roses, Water Research, 36, 3489-3496 Muthia, D, 2008, Pengaturan suhu, kelembaban, waktu pemberian nutrisi dan waktu pembuangan air untuk pola cocok tanam
25
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
hidroponik berbasis mikrokontroler AVR Atmega 8535, skripsi jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Jakarta Rossi Passarella, Erwin, M. Fachrurrozi dan Sutarno, 2013, Development of Iridology System Database for Colon Disorders Identification using Image Processing. Indian Journal of Bioinformatics and Biotechnology (IJBB), Vol 2(6):100-103 Sabat, S., 2006, Analisis sistem irigasi hidroponik NFT(nutrient film technique) pada tanaman budidaya tanaman selada(Lactuca sativa var crispa L.), skripsi: Jurusan Teknologi Pertanian Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan Steinberg, S.L., D.W. Ming, K.E. Hendersen, C. Carrier, J.E. Gruener, J. Barta, D.L. Henninger,
26
ISBN: 979-458-808-3
2000, Wheat respons to differences in water and nutritional status between zeoponic and hydroponic growth system, Agronomy Journal 92:353-360 Subagyono, K., U. Haryati, H,S. Tala’ohu, 2009, Teknologi konservasi lahan kering. 37 hlm. http://www.balitanah.litbang.deptan.go.id Suprijadi dan F. Chrisnandika, 2006, Pembangkit sumber udara panas berbasis neural network, SIBF III, Bandung Suprijadi, N. Nuraini, M. Yusuf, 2009, Sistem kontrol nutrisi hidroponik dengan menggunakan logika fuzzy, Jurnal Auto Control Instrumentation, vol 1(1): 31-35 Widjaja, M., Arief, D., Sidik, M, 2012, Fuzzy classifier of Paddy growth stages based on synthetic MODIS data, ICACSIS
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
IMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN-PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN HURUF “A” PADA AKSARA BATAK TOBA Suriski Sitinjak Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya Email korespondensi :
[email protected]
Abstrak Aksara Batak Toba merupakan rumpun dari aksara Batak yang menjadi salah satu warisan kekayaan budaya Indonesia. aksara menjadi salah satu objek yang menarik untuk diteliti, hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya penelitian dalam pengenalan karakter dan tulisan tangan sampai saat ini. Akan tetapi penelitian tersebut masih belum banyak yang mengangkat aksara daerah sebagai objek penelitian. Perkembangan teknologi yang pesat dapat digunakan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah ada untuk diimplementasikan pada objek tertentu dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Begitu juga di bidang pengenalan tulisan tangan, aksara Batak Toba dapat dijadikan objek penelitian dengan mengimplementasikan salah satu metode yang ada, yaitu metode jaringan saraf tiruan perceptron. Sebagai salah satu metode jaringan saraf tiruan, perceptron merupakan salah satu algoritma yang paling mudah digunakan untuk pengenalan karakter dan tulisan tangan. Penelitian ini mengimplementasikan metode perceptron untuk studi kasus pengenalan huruf “A” pada aksara Batak Toba, dengan menggunakan tools Matlab. Di samping itu melalui penelitian ini juga diharapkan mampu memperkenalkan aksara Batak Toba kepada masyarakat luas. Kata kunci: Aksara Batak Toba, pengenalan huruf, perceptron PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki warisan kekayaan budaya yang beragam. Salah satu bentuk warisan budaya Indonesia adalah aksara atau tulisan daerah yang disebut Aksara Nusantara. Ada beberapa jenis aksara Nusantara yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu, aksara Hanacaraka, aksara Kaganga (aksara Rencong), aksara Filipina (aksara Baybayin), aksara Sulawesi (aksara Makassar) dan aksara Batak (Kertasari dkk, 2009; Kozok, 2009). Aksara Batak Toba yang merupakan vairan dari Aksara Batak masih sangat minim dimengerti ataupun dikenal oleh masyarakat, bahkan sebagian besar masyarakat Batak sendiri tidak mengetahui adanya aksara Batak. (Kertasari dkk, 2009). Aksara Batak Toba memiliki ciri khas bentuk hurufnya sederhana memiliki perbedaan signifikan dengan huruf latin, terutama dari segi visual dan teknis pembacaan dan dalam penulisannya tidak berkaitan dengan huruf lainnya dan tidak berdiri sendiri (Kertasari dkk, 2009). Pengenalan huruf dan tulisan tangan merupakan salah satu bidang pengenalan pola yang memberi kontribusi besar bagi kemuajuan proses otomatisasi. Contoh pemanfaatan pengenalan tulisan tangan misalnya pengenalan tulisan tangan pada komputer tablet dan mobile phone, translasi huruf tertentu menjadi huruf latin, identifikasi identitas penulis, pencarian data pada buku yang dipindai, pemerolehan data secara otomatis dari cek bank, kode pos dan alamat pada surat, dan masih banyak lagi (Abu-Ain et all, 2011; Atul and Mishra, 2007; Kannan
and Prabhakar, 2008; Senouci et all, 2007; Shrivastava and Gharde, 2010; Wirayuda dkk, 2008). Sampai saat ini sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk pengenalan tulisan tangan dengan objek dan metode yang beragam. Beberapa diantaranya seperti yang dilakukan oleh Kannan dan Prabhakar (2008) untuk pengenalan tulisan Tamil yang menggunakan Octal Graph; pengenalan tulisan Arab (Al-Alaoui et all, 2009); pengenalan tulisan China (Su et all, 2008); dan masih banyak lagi. Akan tetapi masih sangat sedikit yang mengangkat konten lokal tulisan daerah, contohnya pengenalan huruf Bali (Wirayuda dkk, 2009) yang menggunakan metode MDF dan LVQ; pengenalan tulisan Hanacaraka (Winardi dkk, 2010); pengenalan tulisan tangan aksara Sunda (Mubarok dkk, 2010) yang menggunakan metode Kohenen Neural Network; dan pengenalan alphabet Batak Toba yang dilakukan oleh Panggabean dan Rønningen (2009), tetapi menggunakan metode simplified chain code. Dari pemaparan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengimplementasikan metode perceptron yang merupakan salah satu metode jaringan saraf tiruan (JST), dimana metode JST terbukti handal dalam pengenalan pola khususnya pengenalan tulisan tangan dengan menawarkan kelengkapan dalam proses pengenalan tulisan (Atul and Mishra, 2007). Selain untuk membangun sebuah sistem pengenalan tulisan tangan aksara Batak Toba dan melihat kinerja perceptron dalam mengenal huruf A pada karakter aksara Batak Toba, hasil penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk melestarikan warisan budaya aksara Batak Toba.
27
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
METODE PENELITIAN 1. PERCEPTRON Perceptron adalah sebuah program yang mempelajari konsep-konsep, yakni ia dapat belajar untuk memberi respon dengan true (1) atau false (0) untuk input-input yang diberikan, dengan berulangulang mengkaji contoh-contoh yang diberikan padanya (Santoso, 2000). Arsitektur jaringan untuk metode pembelajaran perceptron ditunjukkan oleh gambar 1 berikut.
ISBN: 979-458-808-3
Pola 1 : target 1
Pola 2 : target 1
Pola 1 : target 1
Pola 3 : target 1
Gambar 1. Arsitektur jaringan perceptron (Matlab GUI) Pola 2 : target 1
2.
Aksara Batak Toba Aksara Batak dibagi dua, yaitu Ina ni surat dan anak ni surat (Simatupang, 2006). Aksara Batak termasuk dalam jenis aksara silabik, yaitu aksara yang menggambarkan suku kata (a-ha-ma-na-ra).
Gambar 2. Ina ni surat (Kertasari, 2009) Semua ina ni surat berakhir dengan bunyi /a/ (seperti terlihat pada gambar di atas). Bunyi ini dapat diubah dengan menambah nilai fonetisnya. Pengubah ini disebut diakritik, yang merupakan bagian dari Anak ni surat. Anak ni surat meliputi bunyi /e/, /ng/ (paminggil), /u/ (haborotan), /i/ (hauluan), /o/ (sihora), dan tanda mati (pangolat) (Simatupang, 2006). HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan untuk mengenali apakah pola huruf yang dimasukkan menyerupai huruf pada aksara Batak Toba (dalam huruf Latin adalah ‘A’ atau ‘a’) atau yang bukan. Langkahnya adalah sebagai berikut (Siang, 2009). - Setiap pola masukan sebagai vektor biner yang elemennya adalah tiap titik dalam pola tersebut. - Beri nilai target = 1, jika pola masukan menyerupai huruf yang diinginkan. Jika tidak, beri nilai target = 0. - Lakukan algoritma perceptron. Gambar 3 menunjukkan contoh huruf yang ditulis tangan (kiri) dan representasi biner (kanan). Misalkan matriks yang digunakan berukuran 5x6 (5 baris, 6 kolom).
28
Pola 4 : target 0
Gambar 3. Pola huruf yang menjadi vektor masukan Dari 4 pola gambar 3, yang dikenali sebagai karakter huruf (huruf ‘a’ dalam aksara Batak Toba) adalah pola 1,2, dan 3. Sedangkan pola 4 bukan karakter huruf ‘a’ dalam aksara Batak Toba, melainkan karakter ‘ba’ dalam aksara Batak Toba. Input bagi perceptron ditandai dengan vektor masukan. Untuk menentukan vektor masukan, tiap kolom dalam pola diambil sebagai komponen vektor. Masing-masing pola memiliki 5x6=30 komponen. Kolom yang berwarna abu-abu (yang berarsir) diberi nilai 1 dan kolom yang kosong (tidak berarsir) diberi nilai 0. Pembacaan pola dilakukan dari kiri ke kanan, dimulai baris paling atas. Vektor masukan untuk pola 1 : (1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 Vektor masukan untuk pola 2 : (1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 Vektor masukan untuk pola 3 : (1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 Vektor masukan untuk pola 4 : (0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1
1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1) 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1) 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1) 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0)
Tabel 1. Pasangan pola dan target Pola masukan Pola 1 Pola 2 Pola 3 Pola 4
Target 1 1 1 0
Perceptron digunakan untuk mengenali pola huruf ‘A’ untuk karakter aksara Batak Toba atau bukan dengan 30 unit masukan. Dengan menggunakan program Matlab akan memudahkan dalam pengimplementasian. Matlab mendukung implementasi perceptron, karena telah dilengkapi toolbox untuk perceptron.
ISBN: 979-458-808-3
Untuk menggunakan toolbox jaringan saraf tiruan pada Matlab, dapat mengetikkan langsung ‘nntool’ pada command line. Tampil seperti gambar 4.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tentukan target dengan memilih opsi target dan isikan nilai target, serta beri nama, kemudian klik Create.
Gambar 7. Target yang ditentukan untuk jaringan Pada tab Network, pilih jaringan Perceptron, dengan input dan target sesuai dengan yang telah dibuat tadi. Klik Create jika semua telah selesai ditentukan. Gambar 4. Jendela nntool pada Matlab Buat jaringan baru untuk perceptron dengan menekan tombol New, sehingga tampil seperti gambar 5.
Gambar 5. Tampilan untuk membuat jaringan baru Pilih tab Data dan berikan nama input jaringan pada bagian Nama dan berikan vektor masukan untuk semua pola huruf agar dijadikan masukan bagi perceptron. Pilih opsi Inputs dan klik Create.
Gambar 8. Menentukan Tipe Jaringan, input dan target Karena menggunakan toolbox Matlab, maka nilai untuk bobot, bias, threshold sudah ditentukan secara default oleh Matlab. Transfer function merupakan fungsi aktivasi biner, defaultnya adalah fungsi threshold. Learning function adalah fungsi pelatihan untuk mengubah bobot sehigga diperoleh bobot yang lebih mendekati target. Karena menggunakan toolbox Matlab, maka nilai untuk bobot, bias, threshold sudah ditentukan secara default oleh Matlab. Transfer function merupakan fungsi aktivasi biner, defaultnya adalah fungsi threshold. Learning function adalah fungsi pelatihan untuk mengubah bobot sehigga diperoleh bobot yang lebih mendekati target. Pada jendela Network akan terlihat jaringan yang telah dibangun tadi, beserta input dan targetnya. Pilih jaringan tersebut untuk melatihnya. Pada tab View akan terlihat arsitektur perceptron. Klik tab Train untuk melatih jaringan
Gambar 6. Input untuk jaringan perceptron
29
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Terlihat bahwa performa atau kinerja yang dicapai hanya 0.250 saja.
Gambar 9. Jaringan Perceptron yang terbentuk Tentukan input dan target sesuai dengan yang sudah dibuat tadi. Pada tab Training Parameters dapat dilihat beberapa parameter jaringan, seperti nilai epoch dan nilai goal.
Gambar 10. Training jaringan
Gambar 11. Hasil Training jaringan perceptron yang dibangun untuk mengenali huruf aksara Batak Toba.
30
KESIMPULAN Implementasi perceptron dengan Matlab dapat dilakukan dengan mudah, namun terdapat kekurangan dalam hal tampilan antarmuka. Karena implementasi pada penelitian ini menggunakan Matlab berbasis GUI, dengan input dan data latih yang sedikit, maka tidak dapat terlihat dengan jelas mengenai proses pembelajaran yang dilakukan oleh Matlab. DAFTAR PUSTAKA (11 point, Arial) Abu-Ain, T.H.A., Abu-Ain, W.A.H., Abdullah, S.N.H.S., Omar, K., 2011, Off-line Arabic Character-Based Writer Identification – A Survey, Proceeding of the International Conference on Advanced Science, Engineering and Information Technology, ISBN 978-98342366-4-9. Al-Alaoui, M.A., Harb, M.A.A., Chahine, Z.A., Yaacoub, E., 2009, A New Approach for Arabic Offline Handwriting Recognition, IEEE Multidisciplinary Engineering Education Magazine, Vol. 4, No. 3. Atul, S.S. and Mishra, S.P., 2007, Hand-Written Devnagari Character Recognition - Thesis of Electronics and Instrumentation Enginering, Department Of Electronics and Communication Engineering, National Institute of Technology, Rourkela. Kannan, R.J. and Prabhakar, R., 2008, An Improved Handwritten Tamil Character Recognition System using Octal Graph, Journal of Computer Science 4 (7): 509-516, ISSN 15493636 Kozok, Uli. 2009. Surat Batak, KPG, Jakarta. Mubarok, Riza, L.S., Setiawan, W., 2010, Pengenalan Tulisan Tangan Aksara Sunda Menggunakan Kohonen Neural Network, Ilmu Komputer Universitas Pendidikan Indonesia. Panggabean, M. and Rønningen, L.A., 2009, Character Recognition of The Batak Toba Alphabet Using Signatures and Simplified Chain Code, Signal and Image Processing Applications (ICSIPA) - IEEE International Conference, p. 215 - 220 Santoso, Alb. Joko, 2000, Jaringan Saraf Tiruan Teori, Arsitektur dan Algoritma, Andi Offset, Yogyakarta. Senouci, M., Liazid, A., Beghdodi, H.A., Benhamamouch, D., 2007, A Segmentation Method to Handwritten Word Recognition, Neural Network World - ProQuest Science Journals, 17, 3, pg.225. Shrivastava, S.K. and Gharde, S.S., 2010, Support Vector Machine for Handwritten Devanagari Numeral Recognition, International Journal of
ISBN: 979-458-808-3
Computer Applications (0975 – 8887), Volume 7– No.11. Siang, Jong Jek, 2009, Jaringan Saraf Tiruan dan Pemrograman Matlab, Penerbit Andi, Yogyakarta. Simatupang, S., 2006, Koreksi atas Penulisan Aksara Batak Toba. Su, TH., Zhang, TW., Guan, DJ. dan Huang, HJ., 2008, Off-line recognition of realistic Chinese handwriting using segmentation-free strategy, Journal Pattern Recognition - ScienceDirect.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Wirayuda, T.A.B., Wardhani, M.L.D.K., Adiwijaya, 2008, Pengenalan Pola Huruf Jepang (Kana) Menggunakan Direction Feature Extraction dan Learning Vector Quantization, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Telekomunikasi Volume 13 no. 2, ISSN : 1410-7066. Winardi, S., Kristanto, K.H., Rozady M., Sitinjak, S., Suyoto, 2010, Development Handwritting Recognition Using SHOVIQ Algorithm, Case Study : HANACARAKA Handwritting.
31
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
IMPLEMENTASI DAN ANALISIS JARINGAN SENSOR NIRKABEL UNTUK MONITORING SUHU TUBUH DENGAN ALGORITMA CLUSTER-TREE Antommy Fachrizal Arrafi1, Sugondo Hadiyoso2, Ratna Mayasari3 1,2,3 Universitas Telkom, Bandung Email korespondensi :
[email protected]
Abstrak Kesehatan merupakan bagian vital manusia dalam melakukan segala aktivitas. Pentingnya pemantauan dan rekam data suhu tubuh merupakan hal yang dapat digunakan untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat di Rumah Sakit. Pada kenyataannya semua itu hanya dapat dilihat di kamar masing-masing pasien. Sehingga apabila terjadi kondisi darurat yang harus segera ditangani membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu perangkat deteksi dan pemantauan suhu tubuh jarak jauh secara terpusat yang dapat memberikan informasi lebih awal untuk bertindak lebih cepat dan tepat. Dalam penelitian ini telah dibuat sistem pemantauan suhu tubuh jarak jauh secara terpusat menggunakan teknologi WSN. Sistem ini menggunakan mikrokontroller Arduino Uno dan sensor suhu DS18B20 dengan media komunikasi wireless menggunakan Xbee Series 2. Dari data sensor yang didapat akan dikirim ke node koordinator untuk ditampilkan dalam bentuk GUI desktop dan web. Setiap node sensor dapat yang saling terhubung dan dapat membentuk topologi cluster-tree. Topologi cluster-tree memungkinkan komunikasi multihop yang cocok digunakan untuk penerapan WSN dengan coverage area yang luas. Didapatkan tingkat error sensor sebesar 0.2% dengan jarak indoor maksimal 36 meter dalam kondisi NLOS dan 40 meter untuk kondisi LOS. Sistem juga memiliki nilai variansi sebesar 0.714 yang membuktikan kalau sistem dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama secara terus menerus. Kata kunci: WSN, mikrokontroller, DS18B20, cluster-tree PENDAHULUAN Kesehatan merupakan elemen vital dalam segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia[1]. Untuk itulah perlu dilakukannya monitoring kesehatan secara rutin, agar dapat segera diambil tindakan pada saat terdapat tanda-tanda kesehatan mulai menurun. Sebelum melakukan tindakan diperlukan informasi mengenai kondisi pasien untuk dapat menentukan penanganan yang tepat. Sebagai salah satu contoh kondisi pasien yang harus terus dipantau adalah suhu tubuh. Pentingnya pemantauan suhu tubuh sangat membantu dalam proses penanganan. Namun kenyataannya pemantauan suhu tubuh hanya dapat dilihat pada kamar masing-masing pasien dan dilakukan secara berkala. Apabila terjadi kondisi darurat yang harus segera ditangani akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Sehingga diperlukan perawat untuk melakukan pengecekan secara rutin pada masing-masing pasien. Sementara dokter ataupun perawat harus seminimal mungkin ke kamar pasien untuk mengurangi kontaminasi di ruang rawat pasien. Pada penelitian ini, dibangun sebuah sistem yang dapat digunakan sebagai alat pemantauan suhu tubuh manusia jarak jauh yang terpusat secara real time. Dengan adanya pemantauan secara terpusat dapat memudahkan dan mempercepat kinerja penanganan. Wireless Sensor Network merupakan salah satu metode yang tepat sebagai suatu sistem deteksi dan pemantauan suhu tubuh. Sistem juga memberi peringatan jika suhu tubuh pasien terindikasi tidak normal. Dengan adanya sistem ini maka dapat 32
mengefisiensikan kerja dalam hal pemantauan karena cukup dibutuhkan satu orang saja untuk melakukan pemantauan banyak pasien. Hasil keluaran sensor yang berupa informasi suhu tubuh yang dapat ditampilkan dan direkam pada PC (Personal Computer), sehingga dokter dapat mengetahui keadaan suhu tubuh masing-masing pasien dan dapat melakukan analisa data tersebut dari jarak jauh. METODE PENELITIAN Wireless Sensor Network (Jaringan Sensor Nirkabel) merupakan sekumpulan node yang terorganisir membentuk sebuah jaringan yang korperatif[3]. Node yang termasuk kedalam kelompok khusus dengan infrastruktur komunikasi nirkabel, dimaksudkan untuk memamtau dan mengendalikan kondisi fisik atau lingkungan di lokasi yang beragam dan kooperatif melewatkan data ke pusat[2]. Pada umumnya sebuah node sensor terdiri dari empat komponen dasar, yaitu unit sensing, unit processing, unit komunikasi dan unit daya[4]. Setiap node yang aktif akan mengambil data pengamatan melalui sensor yang diproses oleh mikrokontroler. Data yang diperoleh node sensor kemudian dikirim secara nirkabel menuju node koordinator. Dari node koordinator inilah data dapat diolah sehingga menghasilkan informasi. Sistem pemantauan suhu tubuh yang berbasiskan Wireless Sensor Network mempunyai empat sub sistem secara keseluruhan yaitu, blok sensor, blok catu daya, komunikasi antar node, dan GUI sebagai user interface.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
topologi ini adalah jika router node mati, maka semua node yang bergantung pada router node akan kehilangan komunikasi ke coordinator node.
Gambar 1. Perancangan Wireless Sensor Network dengan topologi Cluster-Tree Keadaan suhu tubuh akan dideteksi oleh sensor di masing-masing lokasi yang kemudian hasilnya akan diolah oleh mikrokontroler. Selanjutnya data akan diberikan inisialisasi pengalamatan yang unik agar data tidak tertukar dengan node yang lainnya. Data yang dikirimkan menggunakan komunikasi wireless menuju node koordinator. Setelah node koordinator menerima data hasil sensing dari masing-masing node maka datanya akan dikirimkan ke server. Pada server dapat melakukan pengolah data yang diterima dan memproses isi data untuk mengetahui asal data. Monitoring suhu tubuh dilakukan dengan mengubah besaran suhu menjadi besaran tegangan oleh sensor DS18B20 yang ditempelkan pada tubuh dan diolah oleh mikrokontroller Arduino Uno sehingga dapat diketahui suhu tubuh pasien. Setelah itu data akan dikirimkan dengan modul RF Xbee Series 2 ke Xbee yang menjadi koordinator untuk diteruskan ke PC server dengan komunikasi serial dan mengolah datanya yang kemudian akan disimpan ke database. Secara umum, blok diagram perancangan sistem monitoring suhu tubuh ditunjukkan seperti pada Gambar 5.
Gambar 2. Diagram blok dasar sistem monitoring suhu tubuh Topologi cluster-tree lebih fleksibel jika dibandingkan dengan topologi star karena tidak dibatasi oleh koordinator, dan dapat diperpanjang dengan menggunakan perangkat node router untuk mencakup node end device[2]. Kelemahan dari
Gambar 3. Topologi Cluster-Tree Protokol komunikasi pada penelitian yang dirancang menggunakan Zigbee. ZigBee adalah protocol komunikasi yang digunakan untuk membuat Personal Area Network (PAN) yang dibangun dengan radio digital daya rendah. Fitur utama ZigBee low data rate, low power consumption, low complexity, dan high reliability dan security[5]. IEEE 802.15.4 bekerja pada stadar data rate rendah, kemudian Zigbee Alliance dan IEEE memutuskan untuk bergabung dan Zigbee merupakan nama komersial (trademark/merek dagang) untuk teknologi ini. IEEE 802.15.4 fokus terhadap dua layer protokol bawah, yaitu physical dan MAC layer. Begitu juga, Zigbee Alliance mengurusi layer protokol teratas (dari Network sampai dengan Application layer) untuk interperabilitas jaringan data, layanan keamanan, dan cakupan nirkabel home and building control, standar yang berlaku di pasar dan pengembangan ilmiah untuk standar evolusi. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengujian Sensor DS18B20 Dalam proses pengujian sensor suhu dengan membandingkan antara sensor suhu DS18B20, termometer digital, dan termometer air raksa. Pembandingan dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi sensor mendapatkan data suhu tubuh. Termometer digital yang digunakan jenis ThermoONE Alpha 1 yang mempunyai standar dari Departemen Kesehatan RI AKD nomor 20901600231. Pengujian dilakukan dengan meletakkan sensor suhu DS18B20, termometer digital, dan termometer air raksa pada ketiak dan melihat nilai keluaran pada masing-masing perangkat. Proses pengambilan data dari sensor DS18B20 yang dihubungkan ke rangkaian penguat dan terhubung ke mikrokontroller Arduino Uno. Untuk mendapatkan data sensor digunakan komunikasi serial ke PC sehingga dapat melakukan analisis data.
33
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
3.
Gambar 4. Grafik perbandingan pengukuran suhu tubuh Hasil pengujian sensor suhu DS18B20 dan termometer digital terhadap termometer air raksa yang dilakuskan menunjukkan adanya error yang didapat cukup kecil. Error tersebut disebabkan karena setiap sensor memiliki tingkat sensitifitas yang berbeda-beda yang mempengaruhi hasil yang didapatkannya. Nilai rata-rata error yang dihasilkan sensor DS18B20 yaitu 0,2% terhadap termometer air raksa, sehingga sensor DS18B20 layak digunakan. Untuk termometer digital memiliki error yang lebih besar jika dibandingkan dengan sensor DS18B20 yaitu 0,55% selain dikarenakan pada tingkat sensitifitas juga dikarenakan batrai yang terdapat pada sensor. Semakin sering termometer digital digunakan akan menghasilkan tingkat error yang semakin besar dan untuk mendapatkan akurasi termometer digital yang baik harus melakukan pergantian batrai ulang. 2.
Pengujian Delay Sistem Delay didapatkan dari pengujian sistem mengambil data dengan membandingkan antara komunikasi lokal dan komunikasi dengan menggunakan Xbee. Pengujian dilakukan di dalam ruangan dengan komunikasi antara coordinator node dengan end device dan merubah posisi coordinator node setiap kelipatan 5 meter untuk kondisi LOS. Sebelum melakukan pengukuran waktu pengiriman data dengan menggunakan Xbee Series 2 terlebih dahulu mencari nilai rata-rata sistem secara lokal dengan menghubungkan perangkat terhubung langsung ke PC dengan komunikasi serial. Pada komunikasi lokal ini melakukan pengamatan sebanyak 30 data yang diterima oleh perangkat dan mencari nilai rata-ratanya. Delay (detik)
Jarak (meter)
5 10 15 20 25 30 35 40 Gambar 5. Grafik delay terhadap perubahan jarak
34
Pengujian Jarak 3.1 Pengujian di Dalam Ruangan Tanpa Router Node Berdasarkan hasil pengujian didapatkan jarak maksimal Xbee dapat mengirimkan data setiap detik dengan kondisi di dalam ruangan sejauh 40 meter dengan kondisi LOS (Line Of Sight). Sedangkan untuk kondisi NLOS hanya pada jarak 36 meter yang seharusnya dapat optimal hingga jarak 40 meter. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu tembok atau penghalang antara pengirim ke penerima dan jenis bahan dari penghalang yang ada pada jaringan. Semakin banyak penghalang pada maka semakin pendek juga jarak untuk Xbee dapat mengirimkan data.
Gambar 6. Skenario Pengiriman data tanpa router node Keterangan : : coordinator node percobaan 1 : end device node : coordinator node percobaan 2 dengan kondisi NLOS 3.2 Pengujian di Dalam Ruangan Dengan Router Node Pengujian dilakukan dengan mengirimkan data dari end device dan router node menuju coordinator node secara bersamaan. Jarak antara coordinator node dengan router node 10 meter dan jarak antara router node dengan end device 30 meter. Berdasarkan dari hasil percobaan pertama dengan jarak 37 meter Xbee tidak dapat mengirimkan data ke coordinator node dengan kondisi NLOS terhadap end device, namun setelah ditambahkan dengan router node maka end device dapat dengan lancar mengirimkan data ke coordinator node. Hal ini membuktikan bahwa fungsi dari router node memang benar yaitu dapat berfungsi sebagai perantara antara coordinator node dengan end device. Selain sebagai perantara router node juga dapat mengirimkan data sensor dari router node sendiri.
ISBN: 979-458-808-3
Gambar 7. Skenario Pengiriman data dengan router node Keterangan : : coordinator node kondisi LOS terhadap end device : coordinator node kondisi NLOS terhadap end device : router node : end device node Tanpa adanya router node akan membentuk jaringan star yang memiliki coverage area yang dekat hanya pada area jangkauan coordinator node. Dengan adanya router node memungkinkan jaringan dapat berkomunikasi secara multihop dan memperluas coverage area untuk dapat melayani end device. Jadi, jika ingin mendapatkan coverage area yang luas cukup dengan menambahkan router node. KESIMPULAN Setelah melakukan proses perancangan, pengukuran, dan pengujian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Sistem yang dirancang dengan sensor DS18B20 dapat mengukur suhu tubuh secara wireless dengan jarak maksimal untuk indoor 40 meter dengan kondisi LOS, 38 meter untuk indoor dengan kondisi NLOS, 110 meter untuk outdoor dengan kondisi LOS tanpa router node dan 210 meter untuk outdoor dengan kondisi LOS dengan router node. Jarak jangkau akan semakin pendek ketika terdapat lebih banyak penghalang. 2. Router node berfungsi sebagai perantara antara coordinator node dan end device dan dapat menambah coverage area yang lebih luas untuk dapat terhubung dengan coordinator node. 3. Sensor DS18B20 mempunyai rata-rata error untuk mendeteksi suhu tubuh sebesar 0,2% dan termometer digital mempunyai rata-rata error
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
4.
5.
6.
untuk mendeteksi suhu tubuh sebesar 0,55%. Hal ini menunjukkan sensor DS18B20 layak digunakan sebagai sensor pendeteksi suhu tubuh dan untuk mendapatkan suhu tubuh yang optimal sensor diletakkan pada ketiak seseorang. Pada komunikasi nirkabel delay sistem dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya jarak dan node processing. Semakin jauh jarak end device terhadap coordinator node maka delay akan semakin besar. Didapatkan juga delay node processing untuk sensor DS18B20 sebesar 0.779467 detik. Pada Wireless Sensor Network dengan menggunakan topologi cluster-tree memungkinkan komunikasi multihop dengan coverage area yang semakin luas. Dengan topologi cluster-tree dapat memberikan routing cost yang rendah karena end device akan mengirimkan informasinya melalui Cluster Head (router node) yang mempunyai jarak lebih dekat daripada langsung mengirimkan ke coordinator node.
DAFTAR PUSTAKA Agung Budi Wijaya dan Achmad Subhan Khalilullah (2010). Rancang bangun alat pengukur detak jantung dan suhu tubuh manusia berbasis komunikasi bluetooth." Teknik Telekomunikasi – PENS ITS Yang, Sang Hua (2014). Principles, Design and Application Wireless Sensor Networks. Springer, London, 2-4 Febrianto, B. S., Suryani, V., & Ariyanto, E. (2013). Analysis and Implementation Wireless Sensor Network Using IEEE 802.15.4 Protocol Zigbee in pH Monitoring System (Milk's Fermentation Case Study), 521-530. Jun Zheng, Abbas Jamalipour (2009). Wireless Sensor Network: A Networking Perspective. IEEE, Canada, 308-310 Xuesong, S., Wu, C., & Ming, L. (2008). Wireless Sensor Network for Resources Tracking at Building Construction Sites. Tsinghua Science And Technology ISSN.
35
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PERANCANGAN JARINGAN SENSOR NIRKABEL UNTUK MONITORING LAHAN PERSAWAHAN DI KABUPATEN GOWA Mohammad Fajar1, Hamdan Arfandy 2, Abdul Munir STMIK KHARISMA, Makassar Email korespondensi :
[email protected]
Abstrak Kebutuhan akan inovasi dalam bidang pertanian sangatlah mendesak, pengelolaan lahan pertanian menggunakan cara-cara tradisional tidak lagi dapat menjamin keberlangsungan ketersediaan pangan, baik itu untuk peningkatan kuantitas maupun kualitas produk pertanian. Meskipun pemerintah melalui program intensifikasinya berusaha memanfaatkan teknologi pertanian yang lebih modern, akan tetapi peningkatan produktivitas lahan masih belum dapat menjamin ketahanan pangan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti teknologi yang digunakan tidak sesuai dengan perkembangan dinamis tanah atau lahan, teknologi yang bersifat umum atau tidak spesifik lokasi, dan masih kurangnya penerapan teknologi, khususnya teknologi informasi. Kondisi ini diperparah dengan tingginya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Olehnya itu, penelitian ini bertujuan merancang sistem pemantau lahan persawahan berbasis jaringan sensor nirkabel untuk meningkatkan presisi data pertanian. Beberapa studi terkait telah dilakukan, baik itu berupa kajian konseptual maupun implementasinya. Perbedaan karakteristik lokasi, kultur dan kondisi ekonomi petani menjadikan model jaringan sensor disatu lokasi berbeda dengan lokasi lainnya. Dalam tulisan ini, dirancang model jaringan sensor nirkabel untuk digunakan dalam memantau kondisi area persawahan di salah satu lokasi di kabupaten Gowa, sehingga kondisi lokasi dapat diketahui secara lebih spesifik dan akurat. Pengumpulan data untuk menentukan spesifikasi sistem dilakukan melalui studi literatur dan survey lapangan. Rancangan jaringan sensor usulan menggunakan arsitektur tree yang terdiri dari tiga node sensor termasuk repeater, dan sebuah node pengumpul (sink), platform perangkat keras node berbasis arduino dan xbee, sedangkan aplikasi jaringan sensor diimplementasikan menggunakan TinyOS/nesC. Evaluasi rancangan di atas lingkungan TinyOS Simulator menunjukkan performansi sistem usulan berada pada tingkat yang dapat diterima. Kata kunci: jaringan sensor, presisi pertanian, sistem monitoring persawahan, WSN, kabupaten gowa PENDAHULUAN Kebutuhan akan inovasi dalam bidang pertanian sangatlah mendesak. Pengelolaan lahan pertanian menggunakan cara-cara tradisional tidak lagi dapat menjamin keberlangsungan ketersediaan pangan, baik itu untuk peningkatan kuantitas maupun kualitas produk-produk pertanian. Meskipun pemerintah melalui program intensifikasinya telah berusaha memanfaatkan teknologi pertanian yang lebih modern, akan tetapi peningkatan produktivitas padi tidak lagi berarti. Menurut penelitian [3], rendahnya kualitas dan kuantitas produk pertanian tersebut disebabkan teknologi yang digunakan tidak sesuai dengan perkembangan dinamis tanah atau lahan, bersifat umum atau tidak spesifik lokasi, dan kurangnya penerapan teknologi. Selain itu, tingginya alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian (mis: perumahan) di beberapa daerah, termasuk di kabupaten Gowa juga ikut mempengaruhi jumlah produksi pertanian. Olehnya itu, studi ini bertujuan merancang sistem pemantau lahan persawahan berbasis jaringan sensor nirkabel. Dalam tulisan ini, dilakukan studi terhadap arsitektur jaringan sensor nirkabel untuk digunakan sebagai teknologi pendukung pemantau kondisi persawahan di salah satu desa di kabupaten Gowa, sehingga kondisi lahan di lokasi tersebut dapat diketahui secara lebih spesifik dan akurat. Dengan 36
data yang akurat dan waktu nyata (real time) diharapkan dapat menjadi data penunjang bagi petani, ahli pertanian atau pemerintah dalam menentukan tugas-tugas pertanian secara lebih tepat. KONSEP DAN TEKNOLOGI KUNCI A. Presisi Pertanian Ketelitian dan kelengkapan pengumpulan parameter kondisi lahan dan tanaman di pertanian secara spesifik lokasi dan real time merupakan hal penting dalam membantu petani atau ahli pertanian mempersiapkan tugas-tugas yang tepat terhadap pengelolaan lahan dan pemakaian sumber daya pertanian secara optimal. Seperti kapan harus menanam, kapan melakukan pemupukan dan pemakaian pestisida, penyiraman atau manajemen irigasi, pemanenan serta tugas-tugas lainnya. Dalam tulisan [6] presisi pertanian didefinisikan sebagai peningkatan pengetahuan teknologi dan statistik ke level yang lebih baru yang dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan dan kualitas tanaman. Sementara menurut rujukan [7] menuliskan bahwa presisi pertanian adalah pemakaian teknologi untuk mengumpulkan secara real time data cuaca, kualitas tanah, udara dan tanaman, bahkan ketersediaan dan biaya tenaga kerja pertanian untuk dianalisis dalam rangka mendukung pembuatan keputusan yang cerdas. Selain itu, dalam tulisannya
ISBN: 979-458-808-3
[1] menyebutkan bahwa ketelitian atau presisi di bidang pertanian melibatkan pemakaian teknologi untuk melakukan observasi dan penilaian lahan, khususnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan hal yang tidak terelakkan. Sebagai sebuah konsep manajemen tanaman, presisi pertanian dapat memenuhi banyak hal menguntungkan seperti peningkatan pemanfaatan linkungan, ekonomi, tekanan pasar terhadap tanah atau lahan garapan [5]. Secara umum presisi pertanian dapat dipandang sebagai suatu cara untuk meningkatkan hasil produksi pertanian melalui penggunaan teknologi. Teknologi ini bertujuan untuk mendapatkan data lahan atau kondisi pertanian yang lebih akurat, real time, dan spesifik lokasi. Terdapat cukup banyak studi yang membahas tentang pemanfaatan teknologi informasi di bidang pertanian baik itu teknologi penginderaan jauh dan aplikasi GIS, pengembangan layanan E-Agricultural dan bisnis. Akan tetapi, sebagian diantaranya masih dalam tataran konseptual dan ide yang belum menyentuh level implementasi, sehingga dampak dari pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pertanian belum dirasa cukup signifikan, secara khusus daerah-daerah di Indonesia yang belum memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi secara luas. Selain itu, pemanfaatan teknologi internet dan aplikasinya seperti email dan web misalnya untuk distribusi informasi pertanian akan membuka peluang yang cukup besar dalam meningkatkan aliran informasi ke semua pemangku kepentingan di bidang pertanian dengan biaya yang rendah. B. Jaringan Sensor Nirkabel Salah satu teknologi informasi dan komunikasi yang tepat untuk mendukung presisi pertanian yaitu jaringan sensor nirkabel. Jaringan sensor nirkabel adalah sebuah jaringan ad-hoc berskala besar, berkemampuan multi-hop, yang terdiri dari perangkat kecil dengan kemampuan penginderaan serta memiliki sumber daya terbatas yang disebar pada area yang diinginkan [4]. Jaringan sensor nirkabel terdiri dari sejumlah perangkat yang disebut node sensor, penentu rute (router) dan pengumpul data atau sink [2]. Perangkat-perangkat ini dilengkapi dengan komponen utama sepertihalnya sebuah komputer yaitu perangkat pemroses, memori, sensor, sumber energi dan perangkat komunikasi. Gambar 1 menyajikan ilustrasi penyebaran jaringan sensor nirkabel untuk memantau kondisi suatu objek atau lingkungan sekitarnya. Node sensor melakukan penginderaan dan hasilnya dikirim ke node sink untuk diteruskan ke perangkat lain. Saat ini studi dan pemanfaatan teknologi jaringan sensor cukup luas termasuk di bidang pertanian. Diantaranya: sistem monitoring dan perekaman data pertanian [9][12], Presisi hortikultur [10], jaringan sensor untuk perkebunan anggur [11], dan aplikasi jaringan sensor untuk kontrol parameter green house [13]. Masingmasing studi tersebut memiliki karakteristik yang
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
berbeda-beda berdasarkan jenis produk pertanian yang diolah, kondisi lahan, kultur dan ekonomi setiap daerah juga dapat mempengaruhi teknologi yang digunakan. Meskipun demikian, mengingat kemudahan dalam implementasi dan biaya perawatan yang jauh lebih murah dibanding teknologi lain menjadikan jaringan sensor sebagai pilihan utama dalam pengembangan sistem monitoring atau sistemsistem pemantau cerdas di berbagai bidang, termasuk pertanian.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Arsitektur Jaringan Sensor Nikabel Secara garis besar, sistem informasi berbasis jaringan sensor untuk monitoring persawahan yang diusulkan terdiri dari tiga subsistem yaitu: subsistem jaringan sensor, subsistem penyimpanan atau basis data, dan subsistem presentasi. Jaringan sensor bertugas menghasilkan data pemantauan atau penginderaan dan mengirimnya ke subsistem penyimpanan. Subsistem jaringan sensor ini terdiri dari sejumlah node sensor yang disebar di area persawahan, node penentu rute (router), dan node pengumpul (sink). Subsistem basis data bertanggung jawab melakukan pengelolaan data hasil penginderaan, sehingga data dapat diolah dan disajikan setiap saat ketika dibutuhkan. Subsistem ketiga yaitu presentasi yang berperan membaca data yang tersimpan di basis data, mengolahnya dan menyajikan informasi ke pengguna (petani, ahli pertanian atau pihak yang membutuhkan informasi kondisi persawahan).
Gambar 1 Arsitektur Tree Jaringan Sensor Nirkabel Usulan Dalam studi ini, arsitektur jaringan sensor yang diusulkan yaitu tree (Lihat gambar 1) yang terdiri dari tiga node sensor (termasuk repeater) dan satu node sink. Dua node sensor yang disebar di persawahan akan dilengkapi dengan sensor temperatur, kelembaban udara dan tanah, tekanan, dan sensor level air, sementara satu node ditempatkan di lokasi sumber perairan yang dilengkapi dengan sensor level dan konten air. Dua node tersebut terhubung dengan sebuah node sensor yang juga bertindak sebagai
37
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
repeater. Hal ini memungkinkan jangkauan kedua node sensor lebih diperluas hingga pada rentang 200 hingga 300 meter dari node sink. B. Platform Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Setiap node yang disebar terdiri dari dua lapisan utama yaitu 1) lapisan perangkat keras dan 2) perangkat lunak. Platform perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini berbasis arduino dan xbee yang memiliki jangkauan 100-200M di lingkungan outdoor. Untuk lapisan perangkat lunak terdiri dari lapisan sistem operasi dan aplikasi. Platform sistem operasi yang digunakan berbasis TinyOS, sedangkan untuk pengembangan aplikasinya menggunakan bahasa pemrograman nesC. Gambar 2 menunjukkan rancangan perangkat keras yang digunakan.
Gambar 2 Platform Perangkat Keras Berbasis Arduino dan Xbee Aplikasi monitoring berbasis TinyOS/nesC yang dikembangkan berbasis protokol Collection dimana data sensor mengalir dari node sensor menuju root (sink). Komponen utama yaitu modul dan konfigurasi. Modul berisi komponen Boot untuk proses booting node, Timer untuk kontrol siklus aktivitas node, Leds untuk indikator lampu node, Read untuk sampling data penginderaan, Packet dan AMPacket untuk mendefinisikan paket pesan yang dikirim/diterima di jaringan, AMSend, Receive dan Forward untuk proses kirim, terima dan meneruskan paket, dan SplitControl untuk mengontrol komponen radio node. Untuk komponen Receive digunakan hanya pada aplikasi di sisi sink sedangkan komponen forward dimanfaatkan oleh repeater. Selain modul, konfigurasi juga disiapkan untuk keperluan wiring komponen yang digunakan, diantara komponen dalam konfigurasi yaitu main TinyOS/nesC. C.
Mekanisme Pengumpulan Data Arsitektur tree menghubungkan tiga node sensor secara langsung satu dengan lainnya, satu node sensor sekaligus bertindak sebagai repeater antara dua node sensor ke sink sehingga dua node berkomunikasi secara multi-hop ke sink. Data yang dikirim oleh kedua node akan di diteruskan oleh repeater ke sink. Proses pengumpulan data dimulai ketika semua node diaktifkan dan jaringan telah terbentuk. Tiga node 38
ISBN: 979-458-808-3
sensor mulai mengumpulkan data penginderaannya masing-masing dengan membaca perangkat sensor, memasukkan data di buffer lokal node, selanjutnya mengirim data tersebut ke node sink. Oleh sink, data yang diterima dapat diteruskan ke pusat data melalui koneksi internet. Sleep Ts2 expiration
Ts1 expiration
Sense
Send Ts0 expiration
Gambar 3 Siklus Kondisi Node Sensor
Ketika jaringan sensor bekerja. Setiap node sensor akan berada pada tiga kondisi : 1. Sense. Pada kondisi ini, node sedang melakukan pembacaan data melalui perangkat ADC (analog to digital converter) dan menyimpan data hasil penginderaan ke buffer lokal node untuk dipersiapkan dalam pengiriman. 2. Send. Kondisi yang menandakan node sedang melakukan pengiriman/penerimaan data di jaringan. 3. Sleep. Menandakan node tidak sedang melakukan aktivitas. Pada kondisi ini pemakaian energi berada pada tingkat terendah. Pewaktu (timer) mengontrol aktivitas setiap node. Apabila selesai satu siklus, maka node sensor akan mengulangi aktivitasnya dan berada pada kondisikondisi tersebut secara berurutan dan berulang. Jika pada node sensor aktivitas utama yaitu sense dan send, maka pada sink yaitu menerima (receive) setiap paket data yang dikirim. Node yang bertindak sebagai repeater, selain mengirim data hasil penginderaannya juga melakukan penerusan paket data dari node lainnya ke sink. Akan tetapi sebelum data diteruskan terlebih dahulu dilakukan proses penapisan berupa komputasi rata-rata (in-network processing), selanjutnya repeater hanya mengirim hasil rata-rata data ke node sink. Hal ini menyebabkan terjadi pengurangan paket data yang dikirim ke sink. D.
Evaluasi Rancangan Evaluasi rancangan dilakukan untuk mendapatkan kinerja sistem lebih awal sebelum proses penyebaran node, secara khusus parameter komunikasinya seperti waktu tunda (delay time) dan rasio kehilangan paket (packet loss ratio). Pada penelitian ini, performansi sistem dievaluasi di atas lingkungan TinyOS Simulator (TOSSIM) yang menawarkan lingkungan simulasi dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi serta kemampuan meng-emulasi perangkat keras yang digunakan seperti ADC, Clock, Transmit Strength, dan beberapa komponen radio [8]. Selain itu, kode aplikasi
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
yang telah diuji dapat digunakan langsung ke platform target tanpa melakukan modifikasi kode. Data sensor
2 -65db
-60db
0
1 -65db
Data sensor
3
Sink Data sensor
Gambar 4 Konfigurasi sistem yang dievaluasi di atas TOSSIM Konfigurasi yang digunakan sesuai dengan arsitektur tree dan rancangan aplikasi (Lihat Gambar 4), dengan melibatkan penambahan faktor gangguan komunikasi (noise) menggunakan data yang telah dimodifikasi dari algoritma noise meyer. Tabel 1 Hasil pengujian performansi arsitektur tree usulan Node Asal
Node Tujuan
Jumlah Paket Dikirim
Jumlah Paket Hilang
Rata-Rata Waktu Tunda(ms)
2
1
405
7
99009472.79
3
1
405
5
97087970.03
1
0
364
5
1
0
41 (data filter)
105862399.22
Rasio kehilangan paket = 1.3% Dari evaluasi kode aplikasi yang dilakukan di atas lingkungan TOSSIM menunjukkan performansi pengiriman data, waktu tunda dan rasio kehilangan paket berada pada tingkat yang dapat diterima (lihat Tabel 1).
Gambar 5 Grafik waktu tunda pengiriman paket di setiap node. KESIMPULAN Hasil evaluasi rancangan jaringan sensor nirkabel usulan yang menggunakan arsitektur tree di atas lingkungan TOSSIM memperlihatkan performansi jaringan yang dapat diterima dengan rasio kehilangan paket sebesar 1.3% dari total 1215 paket yang dikirim di jaringan, dengan waktu tunda rata-rata sebesar 100653280.68ms. Selain itu proses penapisan data menggunakan komputasi rata-rata dapat digunakan
untuk mengurangi jumlah paket data yang dikirim ke node sink. Pekerjaan selanjutnya dalam penelitian ini yaitu melakukan proses implementasi dan evaluasi sistem di lingkungan persawahan di kabupate Gowa dan menganalisis data sensor yang dihasilkan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M, Kemristek Dikti atas dukungan pendanaan penelitian ini melalui skema hibah bersaing 2015. DAFTAR PUSTAKA [1] S. Cox, Information technology: the global key to precision agriculture and sustainability, Computers and Electronics in Agriculture, Volume 36, Issues 2–3, 2002, pp. 93–111. [2] S. S. Iyengar, N. Parameshwaran, V.V. Poha, N. Balakrishnan, C.D. Okoye, Fundamentals of Sensor Network Programming, IEEE press, Wiley & Sons, 2011. [3] C. Lopulisa dan H. Husni, Karakteristik Lahan Sawah dan Budidaya Padi di Kabupaten Gowa, Media Litbang. BALITBANGDA Propinsi Sulawesi Selatan, 2008, pp. 142-158. [4] K.Romer and F.Mattern, The Design Space of Wireless Sensor Networks. IEEE Wireless Communications, 2004, pp.54-61. [5] J.V. Stafford, Implementing Precision Agriculture in the 21st Century, Journal of Agricultural Engineering Research, Volume 76, Issue 3, 2000, pp. 267–275. [6] M. A. Oliver, Precision agriculture and geostatistics: How to manage agriculture more exactly, Journal of Significance, Volume 10, Issue 2, 2013, pp.17-22. [7] IBM Research, Precision Agriculture: Using predictive weather analytics to feed future generations. Tersedia di http://www.research.ibm.com/articles/precision_ agriculture.shtml [8] P.Levis, N. Lee, M. Welsh and D. Culler, TOSSIM: Accurate and scalable simulation of entire TinyOS applications, Proceedings of the 1st International Conference on Embedded Networked Sensor Systems, Los Angeles, CA., USA., 2003, pp. 126-137. [9] T. Okayasu, N. Yamabe, A. Marui, T.Miyazaki, M.Mitsuoka, and E.Inoue, Development of Field Monitoring and Work Recording System in Agriculture, ISMAB2010, 2010. [10] J.A. Lopez Riquelme, F. Soto, J. Suardiaz, P. Sanchez, A. Iborra, and J.A. Vera, Wireless Sensor Networks for Precision Horticulture in Southern Spain, Computers and Electronics in Agriculture, Volume 68, Issue 1, 2009, pp.25-35. [11] J. Burrel, T. Brooke, and R. Beckwith, Vineyard Computing: Sensor Networks in Agriculture Production, IEEE Pervasive, 2004, pp.10-17.
39
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
[12] H. Liu, Z. Meng, M. Wang, A Wireless Sensor Network for Crop land Environmental Monitoring, International Conference on Networks Security, Wireless Communications and Trusted Computing, NSWCTC '09, 2009, Volume 1, pp: 5 - 68. [13] D. D . Chaudhary, S. P. Nayse, .Waghmare, Application of wireless sensor networks for greenhouse parameter control in precision agriculture, International Journal of Wireless & Mobile Networks (IJWMN) Vol. 3, No. 1, February 2011
40
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Teknologi Informasi dan Multimedia
41
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
42
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PEMODELAN DAN PENGEMBANGAN MOBILE-COMMERCE UNTUK USAHA KECIL MENENGAH BATIK PLUMPUNGAN SALATIGA Wiranto Herry Utomo 1, Retnowati2, Evi Maria3 1,2,3 Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Email korespondensi :
[email protected]
Abstrak Jumlah pengguna ponsel pintar (smartphone) ataupun tablet di Indonesia semakin meningkat. Pelaku usaha, baik besar maupun kecil mulai beralih dari menggunakan e-commerce menjadi mobile commerce (m-commerce). Mcommerce merupakan perdagangan elektronik (e-commerce) dengan menggunakan perangkat mobile misalnya telepon genggam, smartphone, PDA, notebook, tablet, dan lain-lain. M-commerce merupakan gabungan antara perdagangan elektronik atau e-commerce dengan perangkat mobile, sehingga konsumen tetap bisa melakukan transaksi jual beli dalam lingkungan nirkabel. Keunggulan penggunaan perangkat mobile dalam berbagai layanan UKM adalah dalam hal mobilitas dan raihan yang luas (reachablity). Adapun tujuan penelitian ini adalah membangun pemodelan dan prototype m-commerce yang sesuai dengan kebutuhan UKM Batik Plumpungan, sedangkan metode pengembangan mobile commerce adalah menggunakan metode prototyping, dengan tahapan sebagai berikut : model kebutuhan, model analisis, rekayasa desain, implementasi dan pengujian. Hasil penelitian ini berupa model dan prototype mobile commerce yang sesuai dengan kebutuhan UKM Batik Plumpungan dan pengujiannya. Kata kunci: m-commerce, e-commerce, UKM, prototyping, pemodelan PENDAHULUAN Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM (http://www.depkop.go.id) [3], pada tahun 2012 terdapat 56 juta unit UKM skala mikro, 630 ribu unit UKM skala kecil dan 50 ribu unit UKM skala menengah. Dengan jumlah UKM yang besar ini, dapat menjadi penggerak utama ekonomi Indonesia, apabila dapat memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi di era digital saat ini. Namun pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) di kalangan UMKM masih sangat rendah. Disisi lain, pengguna smartphone di Indonesia telah berkembang sangat pesat, seiring dengan jumlah penduduk usia muda nya. Dengan dukungan harga smartphone yang semakin murah dan murahnya biaya dalam melakukan transaksi melalui kakas ini, mendorong sebagian besar masyarakat mulai memanfaatkan untuk perdagangan elektronik. Dengan semakin besarnya jumlah pengguna smartphone, maka e-commerce mulai beralih menjadi mobile commerce (m-commerce). M-commerce merupakan perdagangan elektronik (e-commerce) dengan menggunakan perangkat mobile misalnya telepon genggam, smartphone, PDA, notebook, tablet, dan lain-lain. M-commerce [1], [2], [4] merupakan gabungan antara perdagangan elektronik atau ecommerce dengan perangkat mobile, sehingga konsumen tetap bisa melakukan transaksi jual beli dalam lingkungan nirkabel. Karena itu, pertumbuhan teknologi mobile khususnya m-commerce merupakan peluang bagi UKM untuk mendukung usaha bisnisnya. Keunggulan penggunaan teknologi mobile dalam berbagai layanan UKM adalah dalam hal
mobilitas dan keterjangkauan (reachablity) (Lihat Gambar 1). Mobilitas berarti dapat dibawa kemanamana. Keterjangkauan berarti dapat diperoleh kapanpun. Dengan demikian urgensi dari penelitian ini, adalah dapat meningkatkan kualitas layanan UKM menjadi lebih mudah dijangkau pelanggan dengan mobilitas yang tinggi. Dengan penerapan mobile commerce ini akan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing UKM. Selain itu, teknologi mobile dapat mempengaruhi organisasi pada tingkat strategis melalui peningkatan proses kerja, peningkatan komunikasi internal dan berbagi pengetahuan serta penjualan dan pemasaran melalui peningkatan jangkauan pilihan, aksesibilitas dan saluran yang lebih besar (Sheng et al., 2005). Senn (2004) juga menyatakan beberapa manfaat penerapan ecommerce untuk organisasi adalah sebagai berikut : 1. Jangkauan geografis, 2) Kecepatan, 3) produktivitas, 4) berbagi informasi, 5) Fitur baru, 6) biaya rendah, dan 7) keunggulan kompetitif.
Gambar 1 Peluang penerapan teknologi mobile pada bisnis [5] Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa rumusah masalah penelitian ini adalah bagaimana pemodelan dan 43
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
pengembangan m-commerce yang sesuai dengan kebutuhan UKM, khususnya UKM Batik Plumpungan Salatiga. Adapun tujuan penelitian ini adalah membangun pemodelan dan prototype m-commerce yang sesuai dengan kebutuhan UKM Batik Plumpungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode prototyping berorientasi objek dengan mengacu Solamo [7], dengan tahapan sebagai berikut : model kebutuhan, model analisis, rekayasa desain, implementasi dan pengujian. METODE PENELITIAN Ada dua jenis metode yang digunakan untuk penelitian tahun kedua, yait metode Object Oriented Software Engineering (OOSE) untuk perancangan model m-commerce batik plumpungan, sedangkan untuk pengembangan software m-commerce menggunakan metode prototyping dengan tahapan sebagai berikut : mendengarkan pengguna, membangun revisi prototype dan pengujian prototype oleh pengguna. Metode Object Oriented Software Engineering (OOSE) yang digunakan mengacu dari metode J.E.D.I (Java Education & Development Initiative). Metode OOSE JEDI ini memiliki lima tahapan yaitu model kebutuhan, model analisis, rekayasa desain, implementasi dan pengujian perangkat lunak [7], dengan tahapan sebagai berikut : 1. Model Kebutuhan Model kebutuhan ini menggambarkan kebutuhan sistem. Model kebutuhan ini merupakan serangkaian tugas untuk dapat mengetahui apa efek pengembangan software, apa yang diinginkan kostumer, dan bagaimana pengguna akhir akan berinteraksi dengan software. Pada fase ini dihasilkan Model Use Case (diagram use case), Spesifikasi use Case, dan spesifikasi pelengkap 2. Model Analisis Model analisis berisi dua elemen yaitu model objek dan model behavior. Model objek dibuat menggunakan diagram kelas UML. Model behavior diciptakan menggunakan diagram interaksi dari UML yang berisi diagram kolaborasi dan diagram sekuence. 3. Rekayasa desain Rekayasa desain memusatkan pada pembuatan representasi model yang dikonsentrasikan pada arsitektur software, struktur data, interface dan komponen yang diperlukan dalam implementasi software. Hasil kerja fase ini adalah model desain yang berisi desain arsitektur, desain data, desain interface serta desain level-komponen. 4. Implementasi Fase ini merupakan fase pembuatan source code dengan menggunakan bahasa pemrograman tertentu. 5. Pengujian Pada penelitian ini pengujian akan dilakukan dengan menggunakan black-box testing yaitu
44
ISBN: 979-458-808-3
melakukan pengujian sofware secara keseluruhan yaitu dengan mengetahui cara software bekerja dan menguji kecocokannya dengan fungsionalitas kebutuhan yang telah ditetapkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diharapkan adalah model / cetak biru m-commerce Batik Plumpungan dan prototype mobile commerce yang sesuai dengan kebutuhan UKM Batik Plumpungan. Blueprint model mobile commerce Batik Plumpungan ini akan ditampilkan representasinya saja, yang diantaranya adalah diagram use case, diagram kelas, dan desain arsitektur. Diagram dan desain ini akan digunakan sebagai blueprint untuk mengimplementasikan pengembangan mobile commerce Batik Plumpungan. Sesuai dengan tahapan pada metode penelitian maka output hasil penelitian ini akan mengikuti lima tahapan penelitian yaitu model kebutuhan, model analisis, rekayasa desain, implementasi dan pengujian perangkat lunak, sebagai berikut : 1 Model Kebutuhan Model Kebutuhan digunakan untuk mendeskripsikan yang akan dikerjakan sistem, mendeskripsikan kebutuhan fungsional sistem, serta mendeskripsikan fungsionalitas sistem yang diinginkan dan lingkungannya. Spesifikasi pelengkap merupakan kebutuhan yang belum dipetakan pada spesifikasi Use Case yang berisi kebutuhan non fungsional, seperti pemeliharaan kode, kehandalan, kinerja dan dukungan atau kendala sistem, serta keamanan. Model Kebutuhan merupakan mekanisme untuk mendapatkan perilaku sistem yang diinginkan tanpa menetapkan bagaimana sistem perilaku diimplementasikan. Pada fase ini output yang dihasilkan adalah berupa Diagram use case (Gambar 2)
Gambar 2 Diagram Use Case M-commerce Batik Plumpungan
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
2 Model Analisis Model analisis dibuat berdasarkan model kebutuhan dimana masing-masing skenario dianalisis untuk mendapatkan kelas analisis yaitu entitas domain bisnis yang dapat dilihat oleh pengguna akhir. Atribut setiap kelas analisis didefinisikan dan tanggung jawab masing-masing kelas diidentifikasi. Hubungan dan kolaborasi antar kelas diidentifikasi dan berbagai diagram uml dibuat. Adapun output hasil penelitian pada fase ini berupa diagram kelas seperti pada Gambar 3. 3 Rekayasa desain Rekayasa desain memusatkan pada pembuatan representasi model yang dikonsentrasikan pada arsitektur software, struktur data, interface dan
komponen yang diperlukan dalam implementasi software. Rekayasa desain merupakan tahapan akhir di dalam pembuatan model. Tahap ini akan menentukan bagaimana konstruksi dan pengujian dilakukan. Menghasilkan model desain yang menerjemahkan model analisis menjadi blueprint di dalam membangun dan menguji perangkat lunak. Hasil penelitian pada tahap ini berupa Desain Arsitektur seperti pada Gambar 4. 4 Implementasi M-commerce Batik Plumpungan Berdasarkan dari pemodelan software mcommerce maka dapat diimplementasikan prototype software m-commerce. Adapun hasil implementasi prototype software M-commerce Batik Plumpungan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 3 Diagram Kelas M-commerce Batik Plumpungan
45
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Gambar 4 Desain Arsitektur mobile commerce Batik Plumpungan
Gambar 5 Contoh halaman depan dan transaksi M-commerce Batik Plumpungan 5 Pengujian M-commerce Batik Plumpungan Pada bagian ini akan dilakukan pengujian fungsi-fungsi yang telah diimplementasikan. Pengujian fungsional akan menggunakan teknik pengujian kotak-hitam (black box testing), yaitu dengan melakukan pengujian terhadap fitur-fitur fungsional tanpa memperhatikan jalannya eksekusi program. Pengujian dilakukan dengan memperhatikan
46
masukan dan hasil keluaran untuk setiap fungsi. Pengujian ini dilakukan dengan cara memasukkan parameter terhadap suatu fungsi atau metode kemudian menganalisa output yang dihasilkan apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Alasan pemilihan jenis pengujian ini karena untuk pengujian fungsionalitas perangkat lunak yang diperlukan adalah masukan dan keluaran fungsi tersebut.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tabel 1 Hasil pengujian dengan metode pengujian kotak-hitam Fitur yang diuji Input Output
No.
Proses Bisnis
1.
Mengelola Barang Memasukkan input Barang
2.
Mengelola Pelanggan Mengelola Pembelian Mengelola Pembayaran
Menginput data pelanggan
Tambah Pelanggan Memasukkan transaksi Tambah Pelanggan Pembelian Pelanggan melakukan Upload upload bukti bayar pembayaran
Pelanggan Diterima ditambahkan Transaksi Diterima ditambahkan Bukti bayar Diterima diupload
Shipping
Pelanggan memilih shipping yang digunakan
Hasil shipper yang Diterima dipilih pelanggan
3. 4.
5.
Dengan mengacu pada Linthicum [6] maka skenario pengujian fungsional akan mengikuti skenario pada Diagram Use Case yang menggambarkan Model Kebutuhan fungsional. Pengujian dilakukan dengan memasukkan parameter input terhadap ke lima proses bisnis melalui antarmuka. Berdasarkan pengujian fungsional dengan metode pengujian kotak-hitam maka dapat dibuat rangkuman hasil pengujian untuk masing-masing proses bisnis yang dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa hasil pengujian terhadap aplikasi dengan beberapa fungsi dinyatakan berhasil. KESIMPULAN Sesuai dengan tujuan penelitian ini membangun pemodelan dan prototype m-commerce yang sesuai dengan kebutuhan UKM Batik Plumpungan dengan metode prototyping, maka telah diperoleh hasil penelitian sesuai target di setiap tahapannya. Pada tahap model kebutuhan dihasilkan sebuah diagram use case dan sebuah diagram activity. Pada tahap model analisis dihasilkan satu diagram kelas dan 5 diagram sequence. Pada tahap rekayasa desaian telah dihasilkan 5 jenis diagram berpa desain arsitektur, desain data, desain interface, desain komponen dan desain deployment. Dari model tersebut telah berhasil dibangun prototype software mcommerce UKM Batik Plumpungan dan dipasang di alamat http://www.batikplumpungan.com, dan kemudian dilakukan pengujian black box testing.
Tambah Barang
Tambah shipper
Barang ditambahkan
Hasil Pengujian Diterima
DAFTAR PUSTAKA [1] Al-Najjar, G.M. (2012). Mobile Information Systems : An Empirical Analysis of the Determinants of Mobile Commerce Acceptance in Jordan, Dissertation, Universiti Utara Malaysia [2] Algethmi, M.A. (2014). Mobile Commerce Innovation in the Airline Sector: An Investigation of Mobile Services Acceptance in Saudi Arabia, Dissertation, School of Engineering and Design Brunel University, London, United Kingdom [3] Anonim, 2015, Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2011 - 2012, diakses dari http://www.depkop.go.id, tanggal 10 Juni 2015 [4] Kucukcay, I.E., (2014). A Design Framework for Mobile Social Commerce, Thesis, University of Ottawa, Ottawa, Ontario, Canada [5] Liang, T.-P., Huang, C.-W., & Yeh, Y.H. (2007) Adoption of mobile technology in business: a fitviability model. Industrial Management & Data, 107(8). [6] Linthicum, D.S., (2010). Cloud computing and SOA convergence in your enterprise : a step-bystep guide, Pearson Education, Inc., 501 Boylston Street, Suite 900 Boston, MA 02116 [7] Solamo, R.C., (2006). Software Engineering, Java Education and Development Initiative, Sun Microsystems, Manila
47
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
IMPLEMENTASI METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) MENENTUKAN LAHAN YANG BAIK UNTUK PENANAMAN KELAPA SAWIT Alex Rikki, Paska Marto STMIK Budi Darma, Medan Email :
[email protected] Abstrak Kelapa sawit adalah mreupakan tumbuhan penghasil minyak terbesar. Dalam pertumbuhanya kelapa sawit membutuhkan tempat yang strategis yang memenuhi syarat tumbuh kelapa sawit agar dalam perawatan kelapa sawit lebih mudah dan dapat tumbuh, berbuah dan menghasilkan panen yang banyak dan minyak yang baik. Dalam meningkatkan hasil panen kelapa sawit tersebut tentu dibutuhkan lahan yang sesuai dengan kondisi syarat tumbuh kelapa sawit yang baik agar tercapainya peningkatan hasil panen dan mempermudahnya dalam perawatan kelapa sawit yang diharapkan. Dalam menentukan pengambilan keputusan kesesuaian lahan yang baik untuk tanaman kelapa sawit, ada beberpa kriteria yang harus dilihat dalam agar kesesuaian lahan yang baik untuk tanaman kelapa sawit tersebut memenuhi syarat tumbuh kelapa sawit yang baik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka penelitian ini disusun dengan tujuan untuk menerapkan metode Simple Additive Weighting (SAW) menentukan lahan yang baik untuk menanam kelapa sawit. Metode ini dilakukan dengan cara mempertimbangkan berbagai macam faktor yang ada seperti kriteria-kriteria yang ada di lahan tersebut. Kata Kunci : Pendukung Keputusan, Lahan Kelapa Sawit, Simple Additive Weighting (SAW). PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2009 Indonesia akan menempati posisi pertama. Dalam pertumbuhan dan kesuburannya, Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada daerah iklim tropis basah dengan ketinggian 0 – 500 m dpl. Curah hujan yang diperlukan tanaman kelapa sawit agar dapat tumbuh optimal adalah rata-rata 2.000 – 2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5 – 7 jam/hari. Kelapa sawit memerlukan tanah yang subur dan lahan yang relatif datar. Suhu ideal agar tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik sekitar 24 – 28oC. Meskipun demikian, tanaman kelapa sawit masih dapat tumbuh pada suhu terendah 18oC dan tertinggi32oC. Masalah penanaman kelapa sawit tidak begitu sulit karena kelapa sawit dapat hidup dan berkembang dengan keadaan lahan seperti apapun yang ada di indonesia. Akan tetapi masalah perawatan pertumbuhan kelapa sawit akan menjadi sulit dan hasil panen yang diperoleh akan jauh lebih sedikit jika dari keseluruhan lahan lebih besar yang memiliki tanah yang kurang baik atau tidak subur keras dan berbatu dan ketersediaan air yang kurang mencukupi untuk pertumbuhan kelapa sawit dan perawatan akan lebih sulit jika dari semua luas lahan kebanyakan memiliki jurang dari pada tanah yang dan datar dan cukup datar yang akan mengeluarkan banyak biaya sedangkan 48
hasil panen yang akan diperoleh lebih sedikit dari yang diharapkan. Permasalahan yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah Bagaimana menerapkan metode Simple Additive Weighting (SAW) untuk menentukan kesesuaian lahan yang baik untuk penanaman kelapa sawit. Dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk mengetahui lahan seperti apa kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan panen seperti yang diharapkan dan mempermudah proses penentuan dengan menggunakan metode yang digunakan. Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, maka diuraikan pembahasan dan solusi penyelesaiannya dalam penelitian ini dengan topik” IMPLEMENTASI METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) MENENTUKAN LAHAN YANG BAIK UNTUK PENANAMAN KELAPA SAWIT”. METODE PENELITIAN Metode Penelitian adalah langkah – langkah yang digunakan dalam penyelesaian penelitian ini. Kerangka kerja ini merupakan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan masalah yang akan dibahas. Tahapan penelitian ini terdiri dari beberapa langkah seperti pada gambar 1 dibawah ini:
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Studi Literatur
Analisa Masalah
Implementasi
Laporan / Hasil Gambar 1 Kerangka Kerja Penelitian Pada metode penelitian ini diperlukan studi literatur yang bertujuan mengumpulkan teori – teori yang berkaitan dengan topik. Dalam hal ini penulis menguraikan teori tentang lahan kelapa sawit dan teori tentang metode Simple Additive Weighting (SAW). Tanaman kelapa sawit merupakan jenis tanaman yang membutuhkan penyinaran yang normal dimana lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Oleh karena kebutuhan cahaya ini maka jarak tanam kelapa sawit harus dibuat dengan ukuran 9m x 9m x 9m sehingga semua tanaman akan mendapatkan cahaya yang cukup untuk menghindari etiolasi. Kelapa sawit memerlukan curah hujan yang sangat tinggi yaitu 1.500 - 4.000 mm pertahun, sehingga kelapa sawit akan berbuah lebih banyak di daerah dengan curah hujan yang tinggi. Dari hasil beberapa penelitian hal ini terbukti dimana jumlah pelepah yang dihasilkan tanaman kelapa sawit yang di tanam di Papua lebih banyak dibandingkan dengan yang di tanam di daerah Sumatera. Di Papua Kelapa sawit dapat menghasilkan 28 – 30 pelepah pertahun sedangkan di sumatera hanya menghasilkan 26 - 28 Pelepah setiap tahunnya. Temperatur optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit 24 - 28oC. Jadi ketinggian tempat yang ideal untuk kelapa sawit antara 1-500 m dpl (diatas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk tanaman kelapa sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Produksi kelapa sawit lebih tinggi jika di tanam di daerah bertanah Podzolik jika dibandingkan dengan tanah berpasir dan gambut. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0- 5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa
lapisan padas. Untuk mencapai tingkat keasamaan ini maka di daerah gambut diperlukan perlakuan pemberian pupuk Dolomit atau Kieserite dalam jumlah yang lebih besar bila dibandingkan dengan kelapa sawit yang di tanam di tanah darat. Kemiringan lahan kebun kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15°. Jika kemiringan lahan sudah melebihi 15° maka diperlukan tindakan konservasi tanah berupa pembuatan terasan, tapak kuda, rorak dan parit kaki. Metode SAW sering juga dikenal istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. xij xij Max i rij Min xij i xij
jika j adalah atribut keuntungan (benefit)
......................[1]
jika j adalah atribut biaya (cost)...................................... [2]
Keterangan : rij = nilai rating kinerja ternormalisasi xij = nilai atribut yang dimiliki dari setiap kriteria Max xij = nilai terbesar dari setiap kriteria Min xij = nilai terkecil dari setiap kriteria benefit = jika nilai terbesar adalah terbaik cost = jika nilai terkecil adalah terbaik dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj; i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi)diberikan sebagai: n
Vi w j rij
............................................................[3]
j 1
Keterangan : Vi = rangking untuk setiap alternatif wj = nilai bobot dari setiap kriteria rij = nilai rating kinerja ternormalisasi Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih (Kusumadewi, 2006, 74). HASIL DAN PEMBAHASAN Keluaran yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebuah alternatif yang memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan alternatif yang lain. Nilai alternatif tersebut didapat dari hasil penilaian dari nilai setiap kriteria. Adapun data yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan kesesuaian lahan yang baik untuk tanaman kelapa sawit yaitu:
49
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
a.
Data Lokasi Tabel 1 Data Lahan
No Pemilik Lahan 1 2
3 4
Lokasi Lahan
Jenis Tanah
Air
Kemiringan Suhu Tanah
Tanah >12-17m3 Gambut Tanah >4-8m3 Berbatu
PT. SATU PT. SATU
Sei Kepayang Pt. Tunduk
PT. SATU PT. SATU
Pt. Jakarta Tanah Berpasir Pulau Tanah Maria Humus
>8-15% >8-15%
0-4m3
0-8%
>8-12m3
>8-15%
>210C280C >210C280C >210C280C >210C280C
Keterangan : 1. Jenis Tanah yaitu tanah yang terdapat di lahan tersebut. 2. Air yaitu banyaknya air yang terdapat di daerah lahan tersebut 3. Kemiringan Tanah yaitu bentuk lahan tersebut antara tanah yang bergelombang, jurang dan datar. 4. Suhu yaitu suhu yang terdapat di daerah lahan yang dijadikan pertimbangan pengambilan keputusan.
b.
Data alternatif lahan yang menjadi pertimbangan pengambilan keputusan Yang menjadi alternatif lahan untuk kesesuaian lahan yang baik untuk tanaman kelapa sawit yaitu terlihat pada tabel 2
ISBN: 979-458-808-3
Keterangan tb : Tidak baik kb : Kurang baik b : Baik sb : Sangat Baik Dari gambar di atas bilangan-bilangan Crisp dapat dikonversikan. Untuk lebih jelas data di bentuk dalam tabel 3 Tabel 3 Konversi Jenis Tanah Pilihan (C1) Bilangan Multi Nilai Tanah berbatu Tidak baik (tb) 0.25 Tanah berpasir Kurang baik 0.50 (kb) Tanah gambut Baik (b) 0.75 Tanah humus Sangat baik (sb) 1
2. Kemiringan Tanah Kemiringan tanah adalah kriteria yang digunakan untuk penilaian kemiringan tanah pada setiap lahan alternatif yang menjadi pertimbangan. Pada variabel kemiringan tanah terdiri dari 4 (empat) bilangan Crisp yaitu : Tidak baik (tb), Kurang baik (kb), Baik (b), Sangat baik (sb) seperti terlihat pada gambar 2
Tabel 2 Alternatif lahan Alternatif A1 A2 A3 A4
Keterangan Sei Kepayang Pt. Tunduk Pt. Jakarta Pulau Maria
Dari data yang telah diuraikan pada tabel 1 dan 2 maka akan diproses dengan menggunaka metode SAW untuk menentukan mana lahan yang sesuai untuk kelapa sawit. Adapun tahapan dalam penyelesaian seperti berikut ini: Memberikan nilai fuzzy dari setiap kriteria : 1. Jenis Tanah Jenis tanah merupakan kriteria yang digunakan untuk penilaian jenis tanah dari setiap lahan yang menjadi alternatif yang menjadi pertimbangan. Pada variabel jenis tanah terdiri dari 4 (empat) bilangan Crisp yaitu Tidak baik (tb), Kurang baik (kb), baik (b) dan Sangat baik (sb) seperti terlihat pada gambar 1
tb
kb
b
kb
b
sb
0.25
0.50
0.75
1
µ(w) 0
0
Gambar 2 : Bilangan Crisp Untuk Nilai Kemiringan Tanah Dari gambar di atas, bilangan-bilangan Crisp dapat dikonversikan. Untuk lebih jelas data di bentuk dalam tabel 4 Tabel 4 Konversi Kemiringan Tanah Pilihan (C2) Bilangan Multi Nilai >25% Tidak baik (tb) 0.25 >15 – 25% Kurang baik 0.50 (kb) >8 – 15% Baik (b) 0.75 0 – 8% Sangat baik (sb) 1
sb
µ (w) 0
0 0.25 0.50 0.75 1 Gambar 1 Bilangan Crisp Untuk Nilai Jenis Tanah
50
tb
3. Suhu Suhu merupakan kriteria yang digunakan untuk penilaian suhu yang ada pada setiap lahan alternatif yang menjadi pertimbangan. Pada variabel suhu terdiri dari 4 (empat) bilangan Crisp yaitu : Tidak baik (tb), Kurang baik (kb), baik (t), Sangat baik (sb) seperti terlihat pada gambar 3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
tb
kb
b
sb
µ(w)
Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. Sawit Asahan Tetap Satu pada table 1 di atas maka dilakukan rating kecocokan berdasarkan nilai fuzzy kriteria sebagai berikut :
0 0
Tabel 7 Rating Kecocokan
0.25
0.50
0.75
1
Gambar 3 : Bilangan Crisp Untuk Nilai Suhu Dari gambar di atas, bilangan-bilangan Crisp dapat dikonversikan. Untuk lebih jelas data di bentuk dalam tabel 5 Tabel 5 Konversi Suhu Pilihan (C3) Bilangan Nilai Multi 0oC - 70C Tidak Baik 0.25 (tb) >70 - 140C Kurang Baik 0.50 (kb) >140C - 210C Baik (b) 0.75 >21-280C Sangat Baik 1 (b)
4. Air Air merupakan kriteria yang digunakan untuk penilaian kondisi air pada setiap alternatif lahan yang menjadi pertimbangan. Pada variabel air terdiri dari 4 (empat) bilangan Crisp yaitu : Tidak baik (tb), Kurang baik (kb), Baik (b), Sangat baik (sb) seperti terlihat pada gambar 4
tb
kb
b
sb
No 1 2 3 4
Alternatif A1 A2 A3 A4
C3) r1.3=
0 0
0.25
0.50
0.75
r2.3=
1
Gambar 4 : Bilangan Crisp Untuk Nilai Air
r3.3=
Dari gambar di atas, bilangan-bilangan Crisp dapat dikonversikan. Untuk lebih jelas data di bentuk dalam tabel 6
r4.3=
Tabel 6 Konversi Air Pilihan (C4) Bilangan Multi 0-4m3 Tidak baik (tb) >4-8m3 Kurang baik(b) >8-12m3 baik (sb) >12-17m3 Sangat baik (kb)
0.25 0.50 0.75 1
1 Ma (1 1 1 Ma (1 1 1 Ma (1 1 1 Ma (1 1
11
=
1 1
=
1 1 1 1
1 =1 1
1 =1 1 1 = =1 1 1 = =1 1
untuk C4: C4)
Nilai
(C4) 1 0.50 0.25 0.75
Selanjutnya menentukan mana yang menjadi kriteria benefit dan cost, dalam penelitian ini kriteria yang tergolong benefit (Jenis Tanah (C1), Suhu (C3) dan Air (C4)) dan Kemiringan Tanah (C4) krtiteria Cost Semua kriteria-kriteria yang telah ditentukan tergolong ke dalam atribut keuntungan (benefit) dan biaya (cost), maka perhitungan untuk menentukan matriks ternormalisasi R menggunakan atribut keuntungan (benefit) dan biaya (cost). a. Untuk kriteria yang tergolong atribut benefit sebagai berikut: untuk C1: 0. 0. C1) r1.1 = = = 0.75 1 Ma (0. 0.2 0. 0 1 0.2 0.2 r2.1= = = 0.25 1 Ma (0. 0.2 0. 0 1 0. 0 0. = 0.50 r3.1= = 1 Ma (0. 0.2 0. 0 1 1 1 =1 r4.1= = 1 Ma (0. 0.2 0. 0 1 untuk C3:
µ(w)
Kriteria (C2) (C3) 0.75 1 0.75 1 1 1 0.75 1
(C1) 0.75 0.25 0.50 1
1 1 =1 = 1 Ma (1 0. 0 0.2 0. 0 0. 0 0. 0 r2.4= = = 0.50 1 Ma (1 0. 0 0.2 0. 0 0.2 0.2 = 0.25 r3.4= = 1 Ma (1 0. 0 0.2 0. 0 0. 0. r4.4= = = 0.75 1 Ma (1 0. 0 0.2 0. 0 r1.4=
b. Untuk kriteria yang tergolong atribut cost yaitu sebagai berikut:
51
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
untuk C2: C2)
r1.2 = r2.2 = r3.2= r4.2=
Min (0. Min (0. Min (0. Min (0.
0. 0. 0. 0. 0. 1 0. 0.
1 0. 0 1 0. 0 1 0. 0 1 0. 0
0. 0 = 0.66 = 0. 0. 0 =
= 0.66
0. 0. 0 = = 0.50 1 0. 0 = = 0.66 0.
Sehingga diperoleh matriks ternormalisasi sebagai berikut: Matriks R: 0.75 R=
0.66
1
1
0.25
0.66
1
0.50
0.50
0.50
1
0.25
1
0.66
1
0.75
Selanjutnya menentukan rangking dari masingmasing alternatif, maka terlebih dahulu dilakukan penentuan bobot kepentingan dari setiap kriteria (Wj). Adapun bobot kepentingan dari setiap kriteria sebagai berikut : Jenis Tanah (C1) = Sangat Tinggi dengan Nilai 1, Kemiringan Tanah (C2) = Tinggi dengan Nilai 0.75, Suhu (C3) = Tinggi dengan Nilai 0.75 dan Air (C4) = Sedang dengan Nilai 0.5. Dengan menggunakan persamaan [3] untuk menghitung nilai Preferensi diperoleh hasil sebagai berikut : V1
V2
V3
V4
= (1 * 0.75) + (0.75 * 0.66) + (0.75 * 1) + (0.50 * 1) = 0.75 + 0.495 + 0.75 + 0.50 = 2.495 = (1 * 0.25) + (0.75 * 0.66) + (0.75 * 1) + (0.50 * 0.50) = 0.25 + 0.495 + 0.75 + 0.25 = 1.745 = (1 * 0.50) + (0.75 * 0.50) + (0.75 * 1) + (0.50 * 0.25) = 0.50 + 0.375 + 0.75 + 0.125 = 1.75 = (1 * 1) + (0.75* 0.66) + (0.75 * 1) + (0.50 * 0.75) = 1 + 0.495 + 0.75 + 0.375 = 2.62
Selanjutnya melakukan perangkingan berdasarkan nilai alternatif yang terbesar ke yang terkecil sebagai berikut :
52
ISBN: 979-458-808-3
Tabel 8 Hasil Perangkingan Berdasarkan Nilai Preferensi Rangking 1 2 3 4
Alternatif A4 A1 A3 A2
Nilai preferensi 2.62 2.495 1.74 1.745
Dari table 8 di atas terlihat nilai terbesar ada pada Alternatif 4 (A4) atau disebut dengan Pulau Maria terpilih sebagai alternatif terbaik untuk menjadi lahan penanaman kelapa sawit. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari penelitian yang penulis lakukan mengenai Kesesuaian lahan yang baik untuk tanaman kelapa sawit dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW) dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam menentukan kesesuaian lahan yang baik untuk tanaman kelapa sawit luas lahan, jenis tanah, kemiringan tanah datar, kemiringan tanah tidak datar, suhu dan air, sesuai dengan masalah yang dihadapi perusahaan PT. SATU mengetahui lahan yang baik untuk tanaman kelapa sawit. 2. Dengan menerapkan metode Simple Additive Weighting (SAW) Dalam mengambil pendukung keputusan untuk memilih lahan yang baik, metode simple additive weighting (SAW) dapat diterapkan dengan sangat baik serta dalam pengimplementasianya, SAW mampu menunjukkan bahwa salah satu alternatif input merupakan prioritas dari keputusan. DAFTAR PUSTAKA [1] Kusrini, (2007). Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta: Andi. [2] Kusumadewi Sri, Et All. (2006). Fuzzy Multi Attribute Decision Making (Fuzzy-MADM). Yogyakarta : Graha Ilmu. [3] Lahan yang Baik untuk Lahan Kelapa Sawit. URL : http:// budidayakelapasawitbondowoso. blogspot.com/2012/09/syarat-tumbuh-kelapasawit.html.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
ALGORITMA APRIORI PADA DATA PENJUALAN DI SUPERMARKET Efori Buulolo STMIK Budi darma, Medan Email :
[email protected]
Abstrak Proses kegiatan penjualan pada supermarket berjalan terus dan begitu juga data yang dihasilkan semakin lama maka akan semakin bertambah. Data-data penjualan yang semakin lama maka akan semakin besar tidak akan berguna dan bermanfaat jika dibiarkan begitu saja. Supaya data tersebut data berguna maka maka perlu di olah dengan suatu algoritma tertentu. Algoritma apriori merupakan bagian dari data mining yaitu kegiatan pengumpulan data dan pemakaian data yang lama untuk menemukan keteraturan, pola atau hubungan dalam suatu data. Keluaran dari algoritma ini adalah bisa membantu dalam memperbaikin pengambilan keputusan dimasa yang akan datang.Salah satu manfaat dari pengambilan keputusan ini adalah penyusunan katalog produk pada supermarket seperti produk yang paling banyak terjual diletakkan ditempat yang mudah dicari dan begitu juga dengan produk yang sering diterjual secara bersamaan maka produk tersebut perlu diletakkan pada tempat yang sama. Kata kunci : apriori, data, penjualan PENDAHULUAN Data mining, sering juga disebut knowledge discovery in database (KDD), adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, pemakaian data historis untuk menemukan keteraturan, pola atau hubungan dalam set data berukuran besar. Keluaran dari data mining bisa dipakai untuk memperbaikin pengambilan keputusan dimasa depan. Algoritma apriori adalah adalah algoritma yang paling terkenal untuk menemukan pola frekuensi tinggi. Supermarket merupaka sebuah toko yang menjual segala kebutuhan sehari-hari. Kata yang secarah arfiah yang diambil dari bahasa Inggris ini artinya adalah pasar yang besar. Barang barang yang dijual di supermarket biasanya adalah barang barang kebutuhan sehari hari. Seperti bahan makanan, minuman, dan barang kebutuhan seperti tissue dan lain sebagainya. Untuk transaksi penjualan hampir semua supermarket sudah menggunakan sistem informasi penjualan. Salah satu data yang dihasilkan dari sistem informasi penjualan tersebut adalah transaksi data penjualan produk. Dengan kegiatan penjualan setiap hari maka otomatis data penjualan tersebut makin lama akan makin bertambah banyak. Jika dibiarkan saja maka data tersebut tidak berguna dan bermanfaat. Agar data penjualan dapat berguna dan bermanfaat maka dibutuhkan sebuah algoritma pengolahan data. Salah satu algoritma pengolahan data adalah algoritma apriori. Keluaran dari algoritma apriori adalah pola data transaksi penjualan atau pola pembelian produk yang dilakukan oleh konsumen di supermarket. Manfaat dan guna untuk pihak supermarket adalah bisa dijadikan sebagai pedoman dalam penyusunan katalog produk misalnya produk yang paling banyak terjual diletakan ditempat yang mudah dicari dan produk yang banyak terjual secara bersamaan diletakkan ditempat yang berdekatan. Untuk menghasilkan rule atau aturan antar item
khusus untuk produk yang terjual secara bersamaan digunakan teknik association rule yaitu teknik untuk menemukan hubungan antar relasi atau korelasi antar himpunan item. Permasalahan yang diuraikan dalam penelitian ini adalah bagaimana membentuk pola kombinasi itemsets dan membuat aturan dengan teknik association rule. Pengetahuan yang dihasilkan dari pengolahan data penjuualan dengan algoritma apriori yakni berupa pola kombinasi dan aturan asosiasi dapat digunakan oleh pihak supermarket salah satunya adalah pada penyusunan katalog produk. Berdasarkan uraian pendahuluan diatas maka penulis mengangkat judul penelitian yaitu “IMPLEMENTASI ALGORITMA APRIORI PADA DATA PENJUALAN DI SUPERMARKET”. METODE PENELITIAN Adapun kerangka kerja penelitian ditunjukkan seperti pada gambar berikut ini. Studi Pendahuluan Studi Literatur dan Pengumpulan Data Identifikasi Masalah Analisis Masalah Implementasi Laporan/Hasil
Gambar 1 : Kerangka kerja penelitian
53
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahap ini dilakukan proses pembentukan pola kombinasi itemsets dengan menggunakan algoritma apriori dan pembentuk aturan asosiastio dengan teknik association rule. Data yang digunakan adalah data transaksi penjualan.
Dengan support minimal 25% maka hanya 4(empat) pola kombinasi itemsets yang memenuhi support minimal. Seperti pada tabel berikut ini: Jumlah
Support
Teh Sari Wangi
5
50%
Implementasi Algoritma Apriori Implementasi algoritma apriori diawali dengan scan data penjualan, pembentukan pola kombinasi dengan 1(satu) pola kombinasi, 2(dua) kombinasi dan begitu seterusnya dan perhitungan nilai support setiap kombinasi itemsets. Rumus untuk mencari pola frekuensi tertinggi adalah sebagai berikut: Support (A) = JumlahTransaksiMengandungA x100 TotalTransaksi
Gulaku
8
80%
Indomilk
5
50%
Sedangkan nilai dari support 2 item diperoleh dari rumus berikut : Support (A,B) = P(A B) = JumlahTransaksiMengandungAdanB x100
TotalTransaksi
Adapun data penjualan adalah sebagai berikut: N o 1
No.Tran saksi 10001
Produk
2
10002
Pepsodent Action
3
10003
4
10004
Teh Sari Wangi, Pepsodent Action, Sikat Gigi Formula,Gulaku Indomilk, Gulaku
5
10005
Pepsodent Action, Sikat Gigi Formula
6
10006
Gulaku, Detolt 300 g
7
10007
8
10008
Teh Sari Wangi, UP,Gulaku Gulaku, Indomilk
9
10009
Molto 800 g, Teh Sari Wangi, gulaku
1 0
10010
Gulaku, Indomilk,Teh Sari Wangi
Teh Sari Wangi, Gulaku, Indomilk
Indomilk,
Close
Dari data diatas dibentuk pola kombinasi itemsets seperti pada tabel berikut: Jumlah
Support
Teh Sari Wangi
5
50%
Gulaku
8
80%
Indomilk
5
50%
Closep UP
1
10%
Detolt 300 g
1
10%
Sikat Gigi Formula
2
20%
Molto 800 g
1
10%
Pepsodent Action
3
30%
Tabel 2 : Pola kombinasi 1(satu) itemsets
54
Pepsodent Action
3 30% Tabel 3 : Pola kombinasi 1(satu) itemsets yang memenuhi support minimal
Dari pola kombinasi 1(satu) itemsets yang memenuhi support minimal dibentuk pola kombinasi 2(dua) itemsets. Seperti pada tabel berikut ini: Produk Item
Jumlah
Support
Teh Sari Wangi, Gulaku
5
50%
Teh Sari Wangi, Indomilk
3
30%
Teh Sari Wangi, Pepsodent Action
1
10%
Gulaku, Indomilk
5
50%
Gulaku, Pepsodent Action
1
10%
Indomilk, Pepsodent Action
0
0%
Tabel 3 : Pola kombinasi 2(satu) itemsets
Tabel 1 : Data transaksi penjualan
Produk Item
Produk Item
Dari pola kombinasi 2(dua) itemsets yang memenuhi support minimal 25% maka dibentuk lagi kombinasi 3(tiga) itemsets. Seperti pada tabel berikut: Produk Item
Jumla h 3
Suppor t 30%
Teh Sari Wangi ,Gulaku, Indomilk Tabel 4: Pola kombinasi 3(tiga) itemsets
Pola kombinasi selanjutnya tidak bisa dibentuk karena pola kombinasi 3(itemsets) hanya 1(satu) itemsets. Teknik Association Rules Setelah semua pola frekuensi tinggi ditemukan, barulah dicari aturan assosiatif yang memenuhi syarat minimum untuk confidence dengan menghitung confidence aturan assosiatif A Nilai confidence dari aturan A diperoleh dari rumus berikut : Confidence = P(B|A) = JumlahTransaksiMengandungAdanB JumlahTransaksiMengandungA
x100
Pembentukan aturan asosiasi dibentuk dari pola kombinasi yang memenuhi support minimal dari tiap pola kombinasi. Berikut adalah aturan asosiasi yang dibentuk dari pola kombinasi 2(dua) itemsets.
ISBN: 979-458-808-3
Rule Jika teh sari wangi terjual maka gulaku terjual Jika gulaku terjual maka sari wangi terjual Jika teh sari wangi terjual maka indomilk terjual Jika indomilk terjual maka teh sari wangi terjual Jika gulaku terjual maka indomilk Jika indomilk terjual maka gulaku terjual
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Supp ort
Supp ort Items et
Confi dence
5
5
100%
8
5
100%
5
3
60%
5
3
60%
8
5
62,5 %
5
5
100%
Tabel 5:Aturan asosiasi yang dihasilkan dari 2(pola) kombinasi itemsets Selanjutnya adalah pembentuk aturan asosiasi dari pola kombinasi 3(itemsets). Tabel aturan asosiasi adalah seperti pada tabel berikut ini: Rule Jika Teh Sari Wangi dan Gulaku terjual maka indomilk terjual Jika Indomilk terjual maka teh sari wangi dan gulaku terjual Jika Gulaku dan Indomilk terjual maka teh sari wangi terjual
Suppo rt
Suppo rt items et
Confi dence
5
3
60%
5
3
60%
5
3
60%
Tabel 6:Aturan asosiasi yang dihasilkan dari 3(pola) kombinasi itemsets KESIMPULAN Dari proses, uraian dan hasil diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan algoritma apriori dapat membentuk pola kombinasi itemsets. Pengetahuan yang dihasilkan dari pola kombinasi tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan katalog produk.
2. Aturan asosiasi yang dihasilkan dari teknik assocition rule menggambarkan hubungan antar items produk didalam sebuah kombinasi itemset. DAFTAR PUSTAKA 1. Budi Santosa (2007). Data Mining, Teknik Pemanfaatan Data Untuk Keperluan Bisnis. Yogyakarta. Penerbit Graha Ilmu.10. 2. Feri Sulianto dan Dominikus Juju (2010). Data Mining, Meramalkan Bisnis Perusahaan. Jakarta. Penerbit Elex Media Komputindo.19-22. 3. Kusrini dan Emha Taufig Luthfi (2009). Algoritma Data Mining. Yogyakarta. Penerbit Andi.3-12, 4. Sani Susanto dan Dedy Suryadi (2010). Pengantar Data Mining. Yogyakarta. Penerbit Andi.97. 5. Eko Wahyu Tyas D (2008). Penerapan Metode Association Rules Menggunakan Algoritma Apriori Untuk Analisa Pola Data Hasil Tangkapan Ikan. 6. M.Ikhsan, M. Dahria dan Sulindawaty (2011). Penerapan Association Rules Dengan Algoritma Apriori Pada Proses Pengelompokan Barang di Perusahaan Retail. 7. Budi Santosa (2007). Data Mining, Teknik Pemanfaatan Data Untuk Keperluan Bisnis. Yogyakarta. Penerbit Graha Ilmu.10. 8. Feri Sulianto dan Dominikus Juju (2010). Data Mining, Meramalkan Bisnis Perusahaan. Jakarta. Penerbit Elex Media Komputindo.19-22. 9. Kusrini dan Emha Taufig Luthfi (2009). Algoritma Data Mining. Yogyakarta. Penerbit Andi.3-12, 10. Sani Susanto dan Dedy Suryadi (2010). Pengantar Data Mining. Yogyakarta. Penerbit Andi.97. 11. Efori Buulolo (2013),”Implementasi algoritma apriori pada sistem persediaan obat (studi kasus: apotik rumah sakit estomihi)”.
55
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PENERAPAN ALGORITMA LZMA (LEMPEL ZIP MARKOV CHAIN) PADA CITRA Hery Sunandar1, Pristiwanto2 STMIK Budidarma, Medan Email :
[email protected] Email :
[email protected] Abstract Gambaran atau objek tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Citra dapat diabadikan dan disimpan pada media penyimpanan komputer. Semakin besar ukuran dari suatu citra maka semakin besar pula media penyimpanan yang dibutuhkan oleh komputer. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan kompresi, kompresi merupakan suatu cara yang dapat memperkecil ukuran dari citra tersebut tanpa merusak data dari keaslian suatu citra. Kompresi bertujuan agar dapat menghemat media penyimpanan. kompresi dilakukan mengurangi kapasitas ukuran dari suatu citra dengan menggunakan suatu algoritma untuk mengatasi masalah pada media penyimpanan dimana algoritma yang digunakan adalah lzma (lempel zip markov chain) . Kata Kunci : Citra, Kompresi, Algoritma LZMA. PENDAHULUAN Permasalahan yang sering muncul pada suatu citra adalah ukuran data file citra yang menghabiskan banyak tempat pada hardisk. Semakin besar ukuran citra tersebut semakin besar pula memori pada komputer yang dibutuhkan untuk menghatasi masalah tersebut perlu dilakukan pemampatan data yaitu dengan cara kompresi. Media penyimpanan data di dalam komputer disebut juga sebagai memori atau storage dimana banyaknya data yang telah disimpan akan mempengaruhi kapasitas dari memori. Semakin banyak data yang disimpan di dalam memori maka semakin besar pula kapasitas memori yang dibutuhkan. Kompresi harus dilakukan secara efektif sehingga citra digital yang dihasilkan setelah proses kompresi mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan sebelum proses kompresi. Kompresi data dapat diartikan juga sebagai proses yang dapat mengubah sebuah aliran data masukan (sumber atau data asli) ke dalam aliran data yang lain (keluaran atau data yang dimampatkan) yang memiliki ukuran yang lebih kecil (Hapid Rahmat, 2012) . Kompresi adalah teknik memadatkan data atau file, sehingga data atau file yang tadinya memiliki kapasitas data yang besar menjadi data yang lebih kecil, untuk menyimpan data atau file yang banyak pada memori yang memiliki kapasitas yang kecil. Untuk mengatasi masalah yang terjadi saat memadatkan file dari suatu citra maka diperlukan suatu metode untuk memadatkan file citra yang akan diolah untuk dikompresi dengan cara menerapkan algoritma Lzma (Lempel Zip Markov Chain). Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau 56
bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan. T.Sutoyo, et al. (2009). Setiap pixel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga total 16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat pengelihatan manusia. Pengelihatan manusia dipercaya hanya dapat membedakan hingga 10 juta warna saja. Setiap poin informasi pixel (RGB) disimpan ke dalam 1 byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, kemudian diikuti oleh nilai hijau pada 8 bit kedua dan pada 8 bit terakhir merupakan warna merah. Resolusi pixel merupakan perhitungan jumlah pixel dalam sebuah citra digital. Sebuah citra dengan tinggi N pixel dan lebar M pixel berarti memiliki resolusi sebesar MxN. Resolusi pixel akan memberikan dua buah angka integer yang secara berurutan akan mewakili jumlah pixel lebar dan jumlah pixel tinggi dari citra tersebut. Nilai suatu pixel memiliki nilai dengan rentang tertentu, dari nilai minimum sampi nilai maximum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis warnanya. Namum secara umum jangkauannya adalah 0-255. Citra dengan penggambaran seperti ini digolongkan kedalam citra integer. Berikut adalah jenis-jenis citra berdasarkan nilai pixelnya. (Darma Putra, 2009). Teknik Kompresi Citra Ada 2 teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan kompresi citra. T.Sutoyo et al. (2009) 1. Lossless Compression Lossless Compression merupakan kompresi citra dimana hasil kompresi dari citra di mana hasil dekompresi dari citra yang terkompresi sama dengan citra aslinya, tidak ada informasi yang hilang. Sayangnya, ratio kompresi citra metode ini sangat rendah. Banyak aplikasi yang
ISBN: 979-458-808-3
memerlukan kompresi tanpa cacat, seperti pada aplikasi radiografi, kompresi citra hasil diagnosa medis ato gambar satelit, diman kehilangan gambar sekecil apa pun akan menyebabkan hasil yang tak diharapkan. Contohnya Run Length Encoding (RLE), Entropy Encoding (huffman, aritmatik), dan Adaptive Dictionary Based (LZW, LZMA) 2. Lossy Compression Lossy Compression adalah kompresi citra di mana hasil dekompresi dari citra yang terkompresi tidak sama dengan citra aslinya karena ada informasi yang hilang, tetapi masih bisa ditolerir oleh persepsi mata. Mata tidak dapat membedakan perubahan kecil pada gambar. Metode ini menghasilkan ratio kompresi yang lebih tinggi dari pada metode lossless. Contohnya adalah color reduction, chroma subsampling, dan transform coding, seperti transformasi Fourier, Wavelet, dan lain-lain. Tujuan dari pada kompresi data tiada lain adalah untuk mengurangi data berlebihan tersebut sehingga ukuran data menjadi lebih kecil dan lebih ringan dalam proses transmisi. (Darma Putra, 2009). Algoritma LZMA (Lempel ZIV MARKOV CHAIN) Lzma merupakan algoritma yang telah dikembangkan sejak 1998. Pertama kali diperkenalkan oleh software kompresi terpopuler yaitu 7z atau 7-zip yang diciptakan oleh igor pavlop. Prinsip dasar dari algoritma lzma sama dengan algoritma lz77, hanya saja lzma telah mengalami perkembang pada beberapa fitur, diantaranya adalah tingkatannya rasio kompresi, semakin besar ukuran dari dictionary yang digunakan pada proses kompresi. METODE PENELITIAN
Gambar 1 : Kerangka Kerja
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Menganalisa Masalah Bagian-bagian yang terkait dalam menentukan masalah dan mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan bahan penelitian. Bagaimana proses kompresi citra dengan menerapkan algoritma lzma. Studi Literatur Dengan melakukan studi literatur, penulis mempelajari teori tentang algoritma kompresi dari berbagai sumber, seperti buku, artikel, jurnal. Selain itu juga mempelajari beberapa teori lainnya. Merancang / Desain Sistem Desain yang dirancang adalah struktur program yang akan digunakan sebagai pemahaman dan mengimplemntasikan algoritma lzma. Implementasi Sistem Implementasi untuk sistem yang akan dirancang menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0 Pengujian dan Analisa Sistem Pengujian ini mencakup apakah implementasi telah sesuai dengan teori yang ada, atau apakah perogram tersebut yang mengalami masalah, dan perbaikan program akan dilakukan jika ditemukan kesalahan HASIL PEMBAHASAN Proses Kompresi algoritma LZMA(Lempel Zip Markov Chain). Model kompresi citra dengan menggunakan algoritma LZMA adalah sebagai berikut:
Gambar 2 : Proses Kompresi Algorima LZMA Pada gambar di atas setelah citra asli di input maka piksel citra akan dibaca setelah itu diproses dengan menggunakan algoritma LZMA setelah proses kompresi selesai dengan menggunakan algorima LZMA maka citra telah berhasil dimampatkan. Berikut contoh sebuah citra berwarna yang berukuran 3x3 pixel yang akan dikompres dengan acuan nilai piksel dari citra tersebut. Dimana ukuran citra resolusi 296x383 pixel diperkecil dengan menggunakan Microsoft office Picture Manager menjadi Resolusi 3 x 3 pixel.
Gambar 3 : Citra Objek
57
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Untuk penjelasan dari citra di atas resolusi diperkecil menjadi resolusi 3x3 hanya untuk memudahkan dalam proses penerapan algoritma lzma untuk kompresi citra. Citra di atas nilai pikselnya dicari dengan bantuan aplikasi matlab.
Gambar 4: Piksel Citra Prinsip dari algoritma ini adalah menggunakan sebagian input karakter yang telah dikodekan sebelum sebagai dictionary (kamus). Bagian Input ini seolaholah diibaratkan dengan sebuah jendela (windows) yang dapat bergeser dari kiri ke kanan. Dimana jendela berupa dictionary yang akan akan secara dinamis mencari input dengan pola tertentu. Langkah-langkah Penyelesaian Algoritma LZMA : Prose kompresi dimulai dengam membaca nilai piksel matriksdari sebuah gambar. Berikut penjelasan proses kerja kompresi sebagai berikut: Setiap angka diwakili dengan 1 byte. 232 231 232 97 55 27 251 253 255 255 255 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Pengerjaannya dimulai dari kiri karakter yang belum pernah ditemukan, biasanya untuk yang pertama adalah satu karakter, dalam kasus ini adalah 232.
58
ISBN: 979-458-808-3
232|231 232 97 55 27 251 253 255 255 255 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Selanjutnya melihat karakter yang belum ditemukan sebelumnya karakter 232. Maka selanjutnya adalah 231. 232|231| 232 97 55 27 251 253 255 255 255 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 232 97 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97| 55 27 251 253 255 255 255 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 55 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55| 27 251 253 255 255 255 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 27 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27| 251 253 255 255 255 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 251 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253 255 255 255 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 253 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253| 255 255 255 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 253 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255| 255 255 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 255 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 255 255 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255| 255 141 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 255 141 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141| 69 1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 69 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112
ISBN: 979-458-808-3
Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 1 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1| 255 255 255 230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 255 255 255 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1|255 255 255|230 247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 230 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1|255 255 255|230|247 125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 247 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1|255 255 255|230|247|125 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 125 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1|255 255 255|230|247|125| 250 255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 250 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1|255 255 255|230|247|125| 250|255 158 218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 255 158 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1|255 255 255|230|247|125| 250|255 158|218 238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 218 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1|255 255 255|230|247|125| 250|255 158|218|238 112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 238 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1|255 255 255|230|247|125| 250|255 158|218|238|112 Karakter selanjutnya yang belum ditemukan adalah 112 maka karakter akan menjadi : 232|231|232 97|55|27|251|253|255|255 255|255 141|69|1|255 255 255|230|247|125| 250|255 158|218|238|112|
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Keterangan : Ukuran citra sebelum dikompresi = 27 byte Ukuran citra setelah dikompresi = 21 byte Rasio Kompresi Algoritma LZMA Adapun nilai rasio atau ukuran persentasi dari citra sebelum dikompresi dan citra setelah dikompresi adalah sebagai berikut : Ukuran citra setelah dikompresi = 21 byte Rasio = 100 – (ukuran citra hasil kompresi / ukuran citra semula) x 100% Rasio = 100 – (21 / 27) x 100% Rasio = 100 – (0,77) x 100% Rasio = 100 – 77 % Rasio = 23 % Bisa dilihat perbandingan sebelum dikompresi besar file citra berwarna terdiri dari 3x3 pixel yang berarti terdiri dari 27 Byte dimana dalam satuan bit menjadi 27x8 bit menjadi 216 bit. Tetapi setelah dilakukan kompresi menjadi 21 byte sehingga rasio sebesar 23 % yang artinya 23 % dari citra semula telah berhasil dimanfaatkan. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dan analisa data yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Algoritma LZMA memiliki kemampuan untuk menyajikan data kedalam ukuran yang lebih kecil. 2. Data yang telah dikompresi tidak sama dengan data citra aslinya, untuk mengembalikan data citra kebentuk semula diperlukan proses dekompresi. 3. Algoritma LZMA lebih baik untuk kompresi file dibandingkan algoritma kompresi lainnya. 4. Algoritma LZMA sangat baik diterapkan pada file citra dengan segala jenis ekstensi . DAFTAR PUSTAKA Darma Putra, 2010, “Pengolahan Citra Digital”, Yogyakarta, ANDI. Jogiyanto ( 2005), Pengertian Analisa Sistem. T.sutoyo, S.Si dkk, Teori Pengolahan Citra Digital, ANDI, Semarang, 2009. Kasiman Peranginangin, Pengenalan Matlab, ANDI, Yogyakarta, 2006. Hapid Rahmad, 2012, “Implementasi Kompresi Data Pada Jaringan Komputer Menggunakan Algoritma Zlib”.
Berdasarkan data di atas maka dapat diketahui data sebelum dikompresi memiliki resolusi 3x3 dimana setia piksel terdiri dari 3 warna red, green, dan blue. Maka ukuran citra tersebut menjadi 3 piksel x 3 piksel x 3 menjadi 27 piksel.
59
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
MANAGEMENT USER CENTRALIZED HOTSPOT SEBAGAI SOLUSI JALUR DATA TERPUSAT MENGGUNAKAN TEKNIK BRIDGING Fredy Susanto1, Bara Aji Prakoso2, Dewa Made Cahyadi3 1 Dosen Sistem Komputer, STMIK RAHARJA Tangerang Jl. Jend Sudirman No.40 Cikokol Tangerang 15117 Telp.(021) 5529692 Email :
[email protected] 2 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK RAHARJA Tangerang Jl. Jend Sudirman No.40 Cikokol Tangerang 15117 Telp.(021) 5529692 Email :
[email protected] 3 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK RAHARJA Tangerang Jl. Jend Sudirman No.40 Cikokol Tangerang 15117 Telp.(021) 5529692 Email :
[email protected] Abstrak Jaringan komputer saat ini sangat dibutuhkan untuk menghubungkan berbagai instansi pemerintahan, kampus, dan bahkan untuk bisnis, dimana banyak sekali perusahaan yang memerlukan informasi dan data-data dari kantor-kantor lainnya dan dari rekan kerja. permasalahan tulisan ini adalah bagaimana peran management user centralized hotspot dalam upaya penyelesaian masalah jalur data terpusat yang ada pada jaringan komputer. Centralized hotspot menggabungkan beberapa AP (Access Point) yang jaraknya terpisah-pisah digabungkan menjadi satu kesatuan konfigurasi yang terpusat dan teratur dengan baik. Kelebihan dari konsep ini adalah: 1) user hanya dibuat sekali saja pada router master, tidak dibuat pada masing masing AP (Access Point) sehingga memudahkan pada administrator membuat user baru dan mengaturnya; 2) maintenance dan pemeliharaan AP hanya dilakukan pada router master saja, karena setiap AP point yang ada hanyalah port bridging yang fungsinya hanya meneruskan sinyal sesuai tempat AP yang dipasang; 3) kebutuhan akses data oleh user, jalur lebar datanya dapat diatur sesuai dengan keinginan admin dan user sendiri berdasarkan regulasi bersama; dan 4) aktifitas semua user dapat dipantau secara real time, mulai dari lama akses user, Tx dan Rx user, serta profile dari user tersebut. Pada teknik bridging ini, masing-masing peralatan Access Point yang letaknya berjauhan, dapat disatukan. Yaitu dengan menggunakan Bridging pada masing-masing ether sehingga menjadi satu jalur atau satu segemet IP ( Internet Protokol ). Sehingga setiap user yang lagin pada masing-masing Access Point dapat terkumpul menjadi satu, sehingga admin dapat mudah mengendalikan setiap user nya. Kata kunci : Management User, Access Point, bridging, admin PENDAHULUAN Kemajuan teknologi komunikasi sekarang mempunyai pengaruh pada perkembangan pengolahan data. Data dari satu tempat dapat dikirim ke tempat lain dengan jaringan komputer sebagai alat telekomunikasi. Jaringan komputer saat ini sangat dibutuhkan untuk menghubungkan berbagai instansi pemerintahan, kampus, dan bahkan untuk bisnis, dimana banyak sekali perusahaan yang memerlukan informasi dan data-data dari kantor-kantor lainnya dan dari rekan kerja (Kotler, 2003: 154). Bila sumber data dan penerima data jaraknya cukup jauh, channel komunikasi dapat berupa media radiasi elektromagnetik dipancarkan melalui udara terbuka, yang dapat berupa gelombang mikro (microwave), sistem satelit (satellite system) atau sistem laser (laser system). Microwave merupakan gelombang radio frekuensi tinggi yang dipancarkan dari satu stasiun ke stasiun yang lain (Seway Jewett, 2010: 679).
60
Sifat pemancaran microwave adalah line of sight, yaitu tidak boleh terhalang. Karena microwave tidak boleh terhalang, maka untuk jarak-jarak yang jauh digunakan sistem satelit. Satelit akan menerima signal yang dikirim dari stasiun microwave di bumi dan mengirimkannya kembali ke stasiun bumi yang lainnya. Satelit berfungsi sebagai stasiun relay yang letaknya di luar angkasa (Yogiyanto Hartono, 2004: 307). Dengan keadaan mobile yang dituntut untuk masing-masing user atau pengguna agar dapat mengakses server atau internet. Maka dituntut pula sebuah infrastruktur wireless dimana dapat mengakomodir berbagai tuntutan user yang mobile. Pada jaringan centralized hotspot ini menggunakan media wireless WLAN dimana menggunakan gelombang radio sebagai media transmisi data. Informasi (data) di transfer dari satu komputer ke komputer lain menggunakan gelombang radio. Gelombang radio memiliki panjang gelombang berkisar lebih dari 104 m hingga 0,1 m yang
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
diakibatkan oleh muatan-muatan yang bergerak dipercepat melalui kawat konduktor. Gelombang ini dihasilkan oleh alat-alat listrik seperti osilator LC dan digunakan dalam berbagai sistem komunikasi radio. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 1 berikut (Daryanto, 2006: 23).
Gambar 2. Aplikasi-aplikasi pada OSI 7 Layer Gambar 1. Jaringan WLAN Berdasarkan pada gambar 1 tersebut dapat dikatakan bahwa internet (Interconnected Network) merupakan jaringan (network) komputer yang terdiri dari ribuan jaringan komputer independen yang dihubungkan satu dengan yang lainnya. Jaringan komputer ini dapat terdiri dari lembaga pendidikan, pemerintahan, militer, organisasi bisnis melalui personal computer (PC), notebook dan menggunakan USB. Komponen dari jaringan komputer adalah node dan link. Node adalah titik yang dapat menerima input data ke dalam network atau menghasilkan output informasi atau kedua-duanya (Yogiyanto Hartono, 2004: 332).
Berdasarkan pada gambar 2 tersebut, maka dibahas masing-masing aplikasi pada OSI 7 layer, baik pada lapisan yang lebih rendah sampai pada lapisan yang lebih tinggi sebagai berikut.
PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan tulisan ini adalah bagaimana peran management user centralized hotspot dalam upaya penyelesaian masalah jalur data terpusat yang ada pada jaringan komputer.
Lapisan Fisik (Physical Layer) Physical layer berfungsi dalam pengiriman raw bit ke channel komunikasi. Masalah desain yang harus diperhatikan disini adalah memastikan bahwa bila satu sisi mengirim data 1 bit, data tersebut harus diterima oleh sisi lainnya sebagai 1 bit pula, dan bukan 0 bit. Pertanyaan yang timbul dalam hal ini adalah: berapa volt yang perlu digunakan untuk menyatakan nilai 1? dan berapa volt pula yang diperlukan untuk angka 0? Diperlukan berapa mikrosekon suatu bit akan habis? Apakah transmisi dapat diproses secara simultan pada kedua arahnya? Berapa jumlah pin yang dimiliki jaringan dan apa kegunaan masing-masing pin? Secara umum masalahmasalah desain yang ditemukan di sini berhubungan secara mekanik, elektrik dan interface prosedural, dan media fisik yang berada di bawah physical layer.
CRITICAL REVIEW Pada infrastruktur centralized hotspot ini menggunakan beberapa device router yang mana beberapa device router tersebut disatukan. Router yang digunakan sendiri adalah Mikrotik RouterBoard yang berbasiskan Linux. Penggunaan Mikrotik RouterBoard karena router ini dapat bersingkronisasi data, port maupun aplikasi (Dubrawsky, 2011: 34). Sehingga user yang berada di level aplikasi pada OSI 7 layer dapat bersingkronisasi melalui suatu port Ethernet yang ada dilevel 3, 2 dan 1. Secara lengkap aplikasi pada OSI 7 dapat dilihat pada gamber 2 berikut.
Lapisan Koneksi Data (Data Link Layer) Tugas utama data link layer adalah sebagai fasilitas transmisi raw data dan mentransformasi data tersebut ke saluran yang bebas dari kesalahan transmisi (Sofana Iwan, 2008: 54). Sebelum diteruskan ke network layer, data link layer melaksanakan tugas ini dengan memungkinkan pengirim memecah-mecah data input menjadi sejumlah data frame (biasanya berjumlah ratusan atau ribuan byte). Kemudian data link layer mentransmisikan frame tersebut secara berurutan, dan memproses acknowledgement frame yang dikirim kembali oleh penerima. Karena physical layer
61
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
menerima dan mengirim aliran bit tanpa mengindahkan arti atau arsitektur frame, maka tergantung pada data link layer-lah untuk membuat dan mengenali batas-batas frame itu (Ono W Purbo, 2006: 76). Hal ini bisa dilakukan dengan cara membubuhkan bit khusus ke awal dan akhir frame. Bila secara insidental pola-pola bit ini bisa ditemui pada data, maka diperlukan perhatian khusus untuk menyakinkan bahwa pola tersebut tidak secara salah dianggap sebagai batas-batas frame. Lapisan Jaringan (Network Layer) Network layer berfungsi untuk pengendalian operasi subnet. Masalah desain yang penting adalah bagaimana caranya menentukan route pengiriman paket dari sumber ke tujuannya. Route dapat didasarkan pada table statik yang “dihubungkan ke” network. Route juga dapat ditentukan pada saat awal percakapan misalnya session terminal. Terakhir, route dapat juga sangat dinamik, dapat berbeda bagi setiap paketnya (Wijaya Hendra, 2003: 123). Oleh karena itu, route pengiriman sebuah paket tergantung beban jaringan saat itu. Lapisan Transpor (Transport Layer) Fungsi dasar transport layer adalah menerima data dari session layer, memecah data menjadi bagian-bagian yang lebih kecil bila perlu, meneruskan data ke network layer, dan menjamin bahwa semua potongan data tersebut bisa tiba di sisi lainnya dengan benar (Tri Kuntoro dan Heriandi, 2007: 98). Selain itu, semua hal tersebut harus dilaksanakan secara efisien, dan bertujuan untuk dapat melindungi layer-layer bagian atas dari perubahan teknologi hardware yang tidak dapat dihindari. Dalam keadaan normal, transport layer membuat koneksi jaringan yang berbeda bagi setiap koneksi transport yang diperlukan oleh session layer. Bila koneksi transport memerlukan throughput yang tinggi, maka transport layer dapat membuat koneksi jaringan yang banyak. Transport layer membagi-bagi pengiriman data ke sejumlah jaringan untuk meningkatkan throughput. Di lain pihak, bila pembuatan atau pemeliharaan koneksi jaringan cukup mahal, transport layer dapat menggabungkan beberapa koneksi transport ke koneksi jaringan yang sama. Hal tersebut dilakukan untuk membuat penggabungan ini tidak terlihat oleh session layer. Transport layer juga menentukan jenis layanan untuk session layer, dan pada gilirannya jenis layanan bagi para pengguna jaringan. Jenis transport layer yang paling populer adalah saluran error-free point to point yang meneruskan pesan atau byte sesuai dengan urutan pengirimannya. Akan tetapi, terdapat pula jenis layanan transport lainnya. Layanan tersebut adalah transport pesan terisolasi yang tidak menjamin urutan pengiriman, dan membroadcast pesan-pesan ke sejumlah tujuan. Jenis layanan ditentukan pada saat
62
ISBN: 979-458-808-3
koneksi dimulai. Lapisan Sesi (Session Layer) Session layer mengijinkan para pengguna untuk menetapkan session dengan pengguna lainnya. Sebuah session selain memungkinkan transport data biasa, seperti yang dilakukan oleh transport layer, juga menyediakan layanan yang istimewa untuk aplikasi-aplikasi tertentu (Tutang, 2005: 176). Sebuah session digunakan untuk memungkinkan seseorang pengguna log ke remote timesharing system atau untuk memindahkan file dari satu mesin ke mesin lainnya. Sebuah layanan session layer adalah untuk melaksanakan pengendalian dialog. Session dapat memungkinkan lalu lintas bergerak dalam bentuk dua arah pada suatu saat, atau hanya satu arah saja. Jika pada satu saat lalu lintas hanya satu arah saja (analog dengan rel kereta api tunggal), session layer membantu untuk menentukan giliran yang berhak menggunakan saluran pada suatu saat. Layanan session di atas disebut manajemen token. Untuk sebagian protokol, adalah penting untuk memastikan bahwa kedua pihak yang bersangkutan tidak melakukan operasi pada saat yang sama. Untuk mengatur aktivitas ini, session layer menyediakan token-token yang dapat digilirkan. Hanya pihak yang memegang token yang diijinkan melakukan operasi kritis. Layanan session lainnya adalah sinkronisasi (Remenyi, Sherwood Smith, 2000: 132). Ambil contoh yang dapat terjadi ketika mencoba transfer file yang berdurasi 2 jam dari mesin yang satu ke mesin lainnya dengan kemungkinan mempunyai selang waktu 1 jam antara dua crash yang dapat terjadi. Setelah masing-masing transfer dibatalkan, seluruh transfer mungkin perlu diulangi lagi dari awal, dan mungkin saja mengalami kegagalan lain. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya masalah ini, session layer dapat menyisipkan tanda tertentu ke aliran data. Karena itu bila terjadi crash, hanya data yang berada sesudah tanda tersebut yang akan ditransfer ulang sehingga tidak terjadi crash yang kedua kalinya. Lapisan Presentasi (Presentation Layer) Pressentation layer melakukan fungsi-fungsi tertentu yang diminta untuk menjamin penemuan sebuah penyelesaian umum bagi masalah tertentu. Pressentation layer tidak mengijinkan pengguna untuk menyelesaikan sendiri suatu masalah. Tidak seperti layer-layer di bawahnya yang hanya melakukan pemindahan bit dari satu tempat ke tempat lainnya, presentation layer memperhatikan syntax dan semantik informasi yang dikirimkan. Satu contoh layanan presentation adalah encoding data. Kebanyakan pengguna tidak memindahkan string bit biner yang random. Para pengguna saling bertukar data sperti nama orang, tanggal, jumlah uang, dan tagihan. Item-item tersebut dinyatakan dalam bentuk string karakter, bilangan interger, bilangan floating
ISBN: 979-458-808-3
point, struktur data yang dibentuk dari beberapa item yang lebih sederhana. Terdapat perbedaan antara satu komputer dengan komputer lainnya dalam memberi kode untuk menyatakan string karakter (misalnya, ASCII dan Unicode), integer (misalnya komplemen satu dan komplemen dua), dan sebagainya (Kurniawan, 2011: 214). Untuk memungkinkan dua buah komputer yang memiliki presentation yang berbeda untuk dapat berkomunikasi, struktur data yang akan dipertukarkan dapat dinyatakan dengan cara abstrak, sesuai dengan encoding standard yang akan digunakan “pada saluran”. Presentation layer mengatur data-struktur abstrak ini dan mengkonversi dari representation yang digunakan pada sebuah komputer menjadi representation standard jaringan, dan sebaliknya. Lapisan Aplikasi (Application Layer) Application layer terdiri dari bermacammacam protokol. Misalnya terdapat ratusan jenis terminal yang tidak kompatibel di seluruh dunia. Ambil keadaan dimana editor layar penuh yang diharapkan bekerja pada jaringan dengan bermacammacam terminal, yang masing-masing memiliki layout layar yang berlainan, mempunyai cara urutan penekanan tombol yang berbeda untuk penyisipan dan penghapusan teks, memindahkan sensor dan sebagainya. Network adalah jaringan dari sistem komunikasi data yang melibatkan sebuah atau lebih komputer yang dihubungkan dengan jalur transmisi alat komunikasi membentuk satu sistem. Dengan network komputer yang satu dapat menggunakan data di komputer yang lain, dapat mencetak laporan di printer komputer yang lain, dapat member berita ke komputer lain walaupun berlainan area. Network merupakan cara yang sangat berguna untuk mengintegrasikan sistem informasi dan menyalurkan arus informasi dari satu area ke area yang lain. Network dan DDP (Distributed Data Processing) masih merupakan hal yang sulit dibedakan untuk beberapa orang. Network dan DDP sangat berhubungan erat, tetapi berbeda konsep. Network merupakan konsep dari jaringan kerja sistem komunikasi data. Network dapat melibatkan hanya sebuah sistem komputer saja dengan beberapa terminal di lokasi yang berbeda atau melibatkan beberapa sistem komputer di lokasi yang berbeda. Sedang DDP merupakan salah satu dari bentuk sistem komunikasi data DDP dari definisinya, harus melibatkan dua atau lebih sistem komputer yang independen tetapi dapat berhubungan satu dengan yang lainnya. Jadi DDP harus terdiri dari komunikasi data dua atau lebih sistem komputer, sedang network dapat terdiri dari sebuah sistem komputer saja dengan beberapa terminal. Network dapat berupa off-line communication system, remote job entry system, real time system, time sharing system ataupun DDP system. Karena semakin murahnya komputer mikro dan alat-
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
alat output/input lainnya, maka DDP network sekarang banyak diterapkan dalam dunia industri. Penggunaan RouterBoard Mikrotik sebagai router master pada dasarnya router ini berbasiskan operating system Linux yang dikenal dengan kestabilan, kualitas kontrol dan fleksibilitas untuk berbagai jenis paket data dan penanganan proses rute atau lebih dikenal dengan istilah routing. router dapat menjalankan beberapa aplikasi mulai dari hal yang paling ringan hingga tingkat lanjut. Contoh aplikasi yang dapat diterapkan dengan adanya router ini selain routing adalah aplikasi kapasitas akses (bandwidth) manajemen, firewall, wireless access point (WiFi), backhaul link, sistem hotspot, Virtual Private Network (VPN) server dan masih banyak lainnya. Router master ini membutuhkan lisensi untuk bisa mengaplikasikan beberapa fungsi. Secara singkat dapat digambarkan jelaskan sebagai berikut (Yuhefizar, 2007: 98): Level 0 (gratis); tidak membutuhkan lisensi untuk menggunakannya dan penggunaan fitur hanya dibatasi selama 24 jam setelah instalasi dilakukan. Level 1 (demo); pada level dapat menggunakannya sbg fungsi routing standar saja dengan 1 pengaturan serta tidak memiliki limitasi waktu untuk menggunakannya. Level 3; sudah mencakup level 1 ditambah dengan kemampuan untuk menajemen segala perangkat keras yang berbasiskan Kartu Jaringan atau Ethernet dan pengelolan perangkat wireless tipe klien. Level 4; sudah mencakup level 1 dan 3 ditambah dengan kemampuan untuk mengelola perangkat wireless tipe akses poin. Level 5; mencakup level 1, 3 dan 4 ditambah dengan kemampuan mengelola jumlah pengguna hotspot yang lebih banyak. Level 6; mencakup semua level dan tidak memiliki limitasi apapun. PEMECAHAN MASALAH Dalam penulisan artikel ini digunakan beberapa metode penyelesaian masalah SDLC melalui empat tahapan sebagai berikut: a. Planning: Dari beberapa AP (access point) yang digunakan untuk melayani user, ditentukan metode apakah yang akan digunakan sehingga bisa menjadi terpusat pada satu kesatuan routing. Menentukan device apakah yang cocok sehingga access point – access point yang ada tidak terbuang percuma dapat terintegrasi atau masih dapat digunakan. b. Analisis: Membandingkan teknik sebelumnya dengan teknik yang akan digunakan sehingga dapat lebih tepat, mudah dalam pengaturannya dan tidak menimbulkan masalah baru.
63
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Sistem usulan yang dilakukan bagaimana agar user bisa di atur dengan baik dengan management user dalam centralized hotspot. c. Desain: Perancangan dengan menggunakan simulator VMWARE CLIENT, sehingga device router terhindar dari kesalahan dan tepat guna pada implementasinya nanti. d. Implementasi: Setelah sistem desain telah dilakukan percobaan maka diteruskan pada tahapan implementasi pada router-router master dan router AP (access point). IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN Pada gambar 3 di bawah ini adalah menjelaskan skema dari Centralized hotspot dimana sebuah AP yang dibuat dari router mikrotik dipasang pada masing-masing tempat atau bagian unit kerja, dan sebuah router master yang berisikan konfigurasi bridge untuk masing-masing AP pada bagian-bagian dan konfigurasi user untuk dapat mengakses ke infrastruktur ini.
Gambar 4. Penambahan Interface Bridge
Gambar 5. Port Bridge 1.
Gambar 3, skema centralized hotspot
Teknik Bridging pada Router Teknik bridging ini dipakai untuk menggabungkan AP-AP yang berupa router-router mikrotik menjadi satu segment IP Address. Teknik pembentukannya dapat dilihat pada gambar 4. Pada gambar 4 dapat dideskripsikan sebagai berikut. Setelah interface bridge dibuat maka perlu adanya penambahan interface-interface yang terhubung dengan masing-masing AP untuk disatukan kedalam interface bridge yang sama. Seperti pada gambar dibawah ini ether1, ether2 dan seterusnya dikelompkan kedalam interface bridge yang sama sehingga semua ether yang ada menjadi satu segment IP Address.
64
Pada gambar 5 di atas dapat dideskripsikan bahwa tahapan selanjutnya adalah interface bridge yang telah dibuat harus diberikan IP Address sehingga interface tersebut dapat saling berkomunikasi dengan interface yang lain atau device yang lain.
Gambar 6. Interface Bridge
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Pada gambar 6 di atas dapat dijelaskan bahwa interface bridge1 menggunakan IP Address kelas B, hal ini menghindari dari kekurangan pemberian IP Address oleh router, maksudnya adalah jika interface bridge1 diberikan IP Address kelas C tidak direkomendasikan mengingat IP Address kelas C tidak banyak hanya 254 host Address. Pembentukan Server Hotspot Server hotspot menentukan pool ip range yang nantinya akan diberikan kepada setiap user yang mengaksesnya. Kemudian pada server ini juga penentuan default gateway DNS yang aktif juga server profile yang dipilih (Wahyono, 2007). Perihal ini dapat dilihat pada gambar 7 berikut yang mendeskripsikan Konfigurasi Server Hotspot.
Gambar 7. Konfigurasi Server Hotspot Berdasarkan gambar 7 dapat dijelaskan bahwa, server hotspot dikonfigurasikan pada router, sehingga router tidak hanya berfungsi sebagi routing juga berfungsi sebagai halnya server. Konfigurasi server hotspot ini bertujuan untuk pembentukan useruser sehingga bandwidth user dapat diatur, juga pengelompokan group untuk bandwidth limiter. Selanjutnya pada gambar 8 berikut adalah menjelaskan tahapan-tahapan atau urutan user yang telah dibuat. Berdasarkan gambar 8, maka dapat dijelaskan urutan user yang telah dibuat. Dalam penambahan user-user perlu diingat bahwa penambahan satu user ini hanya dilakukan di router master tidak dilakukan pada masing-masing AP. Karena dengan hanya penambahan di router master saja setiap masing-masing router AP sudah bisa langsung mengakses user yang ditambahkan. Hal ini dapat dilihat dan dideskripsikan pada gambar 9.
Gambar 8. Urutan User yang Telah Dibuat.
Gambar 9. Penambahan User Baru. Tampilan Login User Untuk dapat mengakses infrastruktur ini, user haruslah dapat menditeksi sinyal yang disebar luaskan melalui masing-masing AP. Masing-masing AP mempunyai SSID atau nama sinyal yang nantinya setiap user ketahui dengan melakukan scanning sinyal. Kemudian user diharuskan membuka browser yang nanti nya mengisikan login dan password untuk menjaga kesalahan user dan menjaga keamanan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 10 berikut yang merupakan tampilan gambar dari login user.
Gambar 10. Login User
65
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Tampilan gambar 10 di atas adalah tampilan halaman login dimana user dapat memasukan username dan password yang telah dibuatkan untuk dapat mengkases data-data. Tampilan tersebut dapat dirubah-rubah sesuai dengan keinganan institusi, yang bisa dimanfaatkan sebagai iklan ataupun pengumuman pemberitahuan. Untuk mengakses router sehingga tampilannya sesuai dengan keinginan dibutuhkan aplikasi yaitu filezilla, sebagaimana dapat dilihat pada gambar 11 berikut.
Gambar 12. Grafik Aktifitas Tx dan Rx pada User.
Gambar 11. Filezilla Dari tabel 1 di bawah ini yang terdiri dari server, nama user mac address profile dan uptime menyatakan bahwa user yang dapat login dan aktifitasnya dapat dilihat dan dipantau secara realtime. Mulai dari mac address device yang dipakai oleh user, berapa lama aktifitasnya dalam koneksi ke server, dan profile user yang mencakup management bandwith.
Gambar 13 di bawah ini sama dengan tabel 1 adalah informasi yang diperoleh dari user-user yang sedang aktif melakukan koneksi data ke masingmasing access point, informasi yang dapat dilihat adalah nama user, alamat IP yang diberikan oleh server, limit yang didapat kan oleh masing-masing user. Sehingga administrator dapat melihat dan memonitor apakah ada kesalahan user bisa terkoneksi dengan baik atau ada masalah yang ada pada user. Oleh dari itu user yang sudah ada pada list ini tidak mungkin adanya pendobelan data user, atau user login dengan menggunakan id user yang lainnya. Dan satu id user hanya bisa dipakai oleh satu user saja.
Tabel 1. Aktifitas User
Gambar 13. Keterangan User Login
Pada gambar 12 di bawah terlihat grafik pada user dimana aktifitas Tx dan Rx dalam koneksi ke server.
66
KESIMPULAN Centralized hotspot menggabungkan beberapa AP (Access Point) yang jaraknya terpisah-pisah digabungkan menjadi satu kesatuan konfigurasi yang terpusat dan teratur dengan baik. Kelebihan dari konsep ini adalah: 1. User hanya dibuat sekali saja pada router master, tidak dibuat pada masing masing AP (Access Point) sehingga memudahkan pada administrator membuat user baru dan mengaturnya. 2. Maintenance dan pemeliharaan AP hanya dilakukan
ISBN: 979-458-808-3
pada router master saja, karena setiap AP point yang ada hanyalah port bridging yang fungsinya hanya meneruskan sinyal sesuai tempat AP yang dipasang. 3. Kebutuhan akses data oleh user, jalur lebar datanya dapat diatur sesuai dengan keinginan admin dan user sendiri berdasarkan regulasi bersama. 4. Aktifiatas semua user dapat dipantau secara real time, mulai dari lama akses user, Tx dan Rx user, serta profile dari user tersebut. SARAN Konsep centralized hotspot yang saat ini sedang diteliti masih menggunakan Teknik Port Bridging sehingga masing-masing port yang nantinya akan terkoneksi dengan AP (Access Point) haruslah di masukan atau didaftarkan kepada interface bridging yang aktif. Makin banyak port bridging maka makin berkurang pula kecepatan akses dalam suatu jaringan. Saran yang diharapkan dan harus diterapkan pada konsep selanjutnya adalah, dengan menambahkan Teknik firewall NAT pada port bridging sehingga makin banyak port bridging yang ada tidak akan mempengaruhi kecepatan akses dalam jaringan. DAFTAR PUSTAKA [1]. Dubrawsky Ido, (2011). Comtia Security Certification Study Guide. United States Amerika: Syngress. [2]. Daryanto, (2006). Pengetahuan Dasar Ilmu Komputer. Bandung: CV. Yrama Widya. [3]. Jogiyanto Hartono, (2004). Pengenalan Komputer: Dasar Ilmu Komputer,
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Pemrograman, Sistem Informasi dan Intelegensi Buatan, Yogyakarta: Penerbit Andi. [4]. Kotler, Philip, (2003). Marketing Management, 11th Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc. [5]. Kurniawan, (2011). Tweaking & Hacking Windows 7. Jakarta: Elex Media Komputindo. [6]. Ono W Purbo, (2006). Internet Wireless dan Hotspot. Jakarta: Elex Media Komputindo. [7]. Priyambodo Tri Kuntoro dan Dodi Heriandi, (2007). Jaringan WI-Fi Teori dan Implementasi. Yogyakarta: Andi Offset. [8]. Remenyi, Arthur, Sherwood Smith, Michael, (2000). Efective Measurement & Management of IT Cost & Benefits, Second Edition. Computer Weekly. [9]. Raymond A. Serway, John W. Jewett, (2010). Fisika untuk Sains dan Teknik. Terjemahan Chriswan Sungkono. Jakarta: Salemba Teknika. [10]. Sofana Iwan, (2008). Membangun Jaringan Komputer. Bandung: Penerbit Informatika. [11]. Tutang, (2005). Mendesain dan Mengimplementasikan Jaringan Komputer Berbasis Microsoft Windows Server 2003. Jakarta: Datakom Lintas Buana. [12].Wahyono Teguh, (2007). Building & Maintenance PC Server. Jakarta: Elex Media Komputindo. [13]. Wijaya Hendra, (2003). Belajar Sendiri Cisco Switch. Jakarta: Elex Media Komputindo. [14]. Yuhefizar, (2007). 10 jam Menguasai Internet:Teknologi dan Aplikasinya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
67
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PENERAPAN METODE DEFLATE PADA CITRA DIGITAL Pandi Barita Nauli Simangunsong STMIK Budidarma, Medan Email :
[email protected] Abstract Citra merupakan gambaran atau objek yang tidak asing lagi untuk dalam kehidupan sehari-hari dimana citra dapat diabadikan dan disimpan untuk suatu kenang-kenangan. Semakin besar ukuran dari suatu citra maka semakin besar pula media penyimpanan yang dibutuhkan oleh komputer. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan kompresi, kompresi merupakan suatu cara yang dapat memperkecil ukuran dari citra tersebut tanpa merusak data dari keaslian suatu citra. Kompresi bertujuan agar dapat menghemat media penyimpanan. Proses kompresi dilakukan dengan menggunakan suatu metode untuk mengatasi masalah dalam media penyimpanan dimana metode untuk kompresi tersebut menggunakan metode deflate. Metode deflate merupakan kombinasi dari algoritma Lz77 dengan algoritma Huffman. Kata Kunci : Citra, Kompresi, Metode Deflate, Algoritma LZ77, Algoritma Huffman. PENDAHULUAN Teknologi pengolahan citra digital telah banyak berkembang, salah satunya teknologi kompresi. Teknik peng-kompresian citra digital sudah tidak asing lagi untuk didengar, dimana kompresi citra digital merupakan upaya untuk melakukan transformasi terhadap data atau simbol, tanpa menimbulkan perubahan yang signifikan atas citra digital tersebut bagi mata manusia yang mengamatinya. Kompresi harus dilakukan secara efektif sehingga citra digital yang dihasilkan setelah proses kompresi mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan sebelum proses kompresi. Media penyimpanan data di dalam komputer disebut juga sebagai memori atau storage dimana banyaknya data yang telah disimpan akan mempengaruhi kapasitas dari memori. Semakin banyak data yang disimpan di dalam memori maka semakin besar pula kapasitas memori yang dibutuhkan. Kompresi data dapat diartikan juga sebagai proses yang dapat mengubah sebuah aliran data masukan (sumber atau data asli) ke dalam aliran data yang lain (keluaran atau data yang dimampatkan) yang memiliki ukuran yang lebih kecil (Hapid Rahmat, 2012) . Kompresi adalah teknik memadatkan data atau file, sehingga data atau file yang tadinya memiliki kapasitas data yang besar menjadi data yang lebih kecil, untuk menyimpan data atau file yang banyak pada memori yang memiliki kapasitas yang kecil. Untuk mengatasi masalah yang terjadi saat memadatkan file dari suatu citra maka diperlukan suatu metode untuk memadatkan file citra yang akan diolah untuk dikompresi dengan cara menerapkan metode deflate. Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal 68
video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan. T.Sutoyo, et al. (2009). Setiap pixel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga total 16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat pengelihatan manusia. Pengelihatan manusia dipercaya hanya dapat membedakan hingga 10 juta warna saja. Setiap poin informasi pixel (RGB) disimpan ke dalam 1 byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, kemudian diikuti oleh nilai hijau pada 8 bit kedua dan pada 8 bit terakhir merupakan warna merah. Resolusi pixel merupakan perhitungan jumlah pixel dalam sebuah citra digital. Sebuah citra dengan tinggi N pixel dan lebar M pixel berarti memiliki resolusi sebesar MxN. Resolusi pixel akan memberikan dua buah angka integer yang secara berurutan akan mewakili jumlah pixel lebar dan jumlah pixel tinggi dari citra tersebut. Nilai suatu pixel memiliki nilai dengan rentang tertentu, dari nilai minimum sampi nilai maximum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis warnanya. Namum secara umum jangkauannya adalah 0-255. Citra dengan penggambaran seperti ini digolongkan kedalam citra integer. Berikut adalah jenis-jenis citra berdasarkan nilai pixelnya. (Darma Putra, 2009). Teknik Kompresi Citra Ada 2 teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan kompresi citra. T.Sutoyo et al. (2009) 1. Lossless Compression Lossless Compression merupakan kompresi citra dimana hasil kompresi dari citra di mana hasil dekompresi dari citra yang terkompresi sama dengan citra aslinya, tidak ada informasi yang hilang. Sayangnya, ratio kompresi citra metode ini sangat rendah. Banyak aplikasi yang
ISBN: 979-458-808-3
memerlukan kompresi tanpa cacat, seperti pada aplikasi radiografi, kompresi citra hasil diagnosa medis ato gambar satelit, diman kehilangan gambar sekecil apa pun akan menyebabkan hasil yang tak diharapkan. Contohnya Run Length Encoding (RLE), Entropy Encoding (huffman, aritmatik), dan Adaptive Dictionary Based (LZW, LZMA) 2. Lossy Compression Lossy Compression adalah kompresi citra di mana hasil dekompresi dari citra yang terkompresi tidak sama dengan citra aslinya karena ada informasi yang hilang, tetapi masih bisa ditolerir oleh persepsi mata. Mata tidak dapat membedakan perubahan kecil pada gambar. Metode ini menghasilkan ratio kompresi yang lebih tinggi dari pada metode lossless. Contohnya adalah color reduction, chroma subsampling, dan transform coding, seperti transformasi Fourier, Wavelet, dan lain-lain. Tujuan dari pada kompresi data tiada lain adalah untuk mengurangi data berlebihan tersebut sehingga ukuran data menjadi lebih kecil dan lebih ringan dalam proses transmisi. (Darma Putra, 2009). Metode deflate merupakan algoritma persilangan antara algoritma Huffman dan LZ77. Dalam proses kompresinya, metode deflate ini terlebih dahulu melakukan proses pengelompokan karakter dengan menggunakan algoritma LZ77. Kemudian hasil dari pengelompokan tersebut dikompresi lagi dengan menggunakan algoritma Huffman (Huffman Tree). Metode deflate ini bersifat lossless Compression. Hal ini karena algoritma deflate ini menggabungkan dua algoritma kompresi yang bersifat lossless. METODE PENELITIAN
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Menganalisa Masalah Bagian-bagian yang terkait dalam menentukan masalah dan mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan bahan penelitian. Bagaimana proses kompresi citra dengan menerapkan Metode Deflate. Studi Literatur Dengan melakukan studi literatur, penulis mempelajari teori tentang algoritma kompresi dari berbagai sumber, seperti buku, artikel, jurnal. Selain itu juga mempelajari beberapa teori lainnya. Merancang / Desain Sistem Desain yang dirancang adalah struktur program yang akan digunakan sebagai pemahaman dan mengimplemntasikan metode deflate, dimana metode deflate merupakan kombinasi dari algoritma LZ77 dengan Algoritma Huffman. Implementasi Sistem Implementasi untuk sistem yang akan dirancang menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0 Pengujian dan Analisa Sistem Pengujian ini mencakup apakah implementasi telah sesuai dengan teori yang ada, atau apakah perogram tersebut yang mengalami masalah, dan perbaikan program akan dilakukan jika ditemukan kesalahan HASIL PEMBAHASAN Proses Kompresi Metode Deflate dirancang berdasarkan algoritma LZ77 yang dikombinasikan dengan algoritma Huffman. Model kompresi citra dengan menggunakan metode deflate
Gambar 2 : Proses Kompresi Metode Deflate Pada gambar diatas setelah citra asli di input maka piksel citra akan dibaca setelah itu proses menggunakan algoritma LZ77 setelah output dari algoritma lZ77 didapat maka langkah selanjutnya output LZ77 dikompresi lagi dengan menggunakan algoritma huffman berhasil diproses maka citra telah berhasil dimampatkan. Berikut contoh sebuah citra berwarna yang berukuran 3x3 pixel yang akan dikompres dengan acuan nilai piksel dari citra tersebut. Dimana ukuran citra resolusi 134 x 200 pixel diperkecil dengan menggunakan Microsoft office Picture Manager menjadi Resolusi 3 x 3 pixel.
Gambar 1 : Kerangka Kerja
Gambar 3 : Citra Objek
69
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Untuk penjelasan dari citra di atas resolusi diperkecil menjadi resolusi 3x3 hanya untuk memudahkan dalam proses penerapan metode deflate untuk kompresi citra. Citra di atas nilai pikselnya dicari dengan bantuan aplikasi matlab.
ISBN: 979-458-808-3
Search buffer
Look-Aheadbuffer 89 119 157 69 99 137 41 139 246 79 10 147
Output
(0,0,89)
Berdasarkan nilai output di atas diketahui (0,0,89), dimana nilai 0 yang pertama disebut dengan Index, nilai 0 yang kedua disebut dengan Length dan nilai 89 disebut dengan Next symbol, karna nilai 89 yang di look-ahead buffer tidak ada di search buffer maka index bernilai 0, dan length juga nol maka next symbol berikutnya 89. 89 119 157 69 99 137 41 139 246
89
(0,0,119)
79 10 147
Nilai 119 yang ada di look-ahead buffer tidak ada di search buffer maka index adalah nol dan length atau angka yang mengikutinya juga tidak ada maka nilai length adalah 0 dan next symbol adalah 119.
Gambar 4: Piksel Citra Prinsip dari algoritma ini adalah menggunakan sebagian input karakter yang telah dikodekan sebelum sebagai dictionary (kamus). Bagian Input ini seolah-olah diibaratkan dengan sebuah jendela (windows) yang dapat bergeser dari kiri ke kanan. Dimana jendela berupa dictionary yang akan akan secara dinamis mencari input dengan pola tertentu. Langkah-langkah Penyelesaian Algoritma LZ77 : Komponen yang dibutuhkan dalam algoritma kompresi ini adalah: 1. Input Stream Kumpulan karakter yang akan dikompresi. 2. Character Elemen dasar pada input stream. 3. Look –ahead buffer Kumpulan karakter yang belum dikompresi, setelah token. 4. Search buffer Kumpulan karakter yang telah di kompresi, sebelum token. 5. Token Berisi kumpulan dari (offset, length, dan next symbol). Nilai piksel citra di atas adalah sebagai berikut : 89 119 157 69 99 137 41 139 246 79 109 147 186 216 254 28 126 233 0 18 32 85 107 121 8 40 55 Berdasarkan piksel citra tersebut dapat ditentukan nilai citra dengan memperhatikan lookAheadbuffer, search buffer, dimana dari hasil citra kompresi LZ77 terdiri dari Index, Length, dan Next Symbol, dimana nilai Output tersebut (Index, Length, Next Symbol).
70
89 119 157 69 99 137 41 139 246 79 10
89 119
(0,0,157)
147
Nilai 157 yang ada di look-ahead buffer tidak ada di search buffer maka index adalah nol dan length atau angka yang mengikutinya juga tidak ada maka nilai length adalah 0 dan next symbol adalah 157. Output / Token Algoritma LZ77 (0,0,89) (0,0,119) (0,0,157) (0,0,69) (0,0,137) (0,0,41) (0,0,139) (0,0,246) (0,0,79) (0,0,109) (0,0,147) (0,0,186) (0,0,216) (0,0,254) (0,0,28) (0,0,126) (0,0,233) (0,0,0) (0,0,18) (0,0,32) (0,0,85) (0,0,107) (0,0,121) (0,0,8) (0,0,40) (0,0,55) Ukuran citra setelah dikompresi dengan menggunakan algoritma LZ77 maka ukuran citra tersebut adalah 81 byte. Output dari LZ77 akan dikompresi lagi menggunakan algoritma huffman tree. Langkah-langkah Penyelesaian Algoritma Huffman: Urutan langkah proses Kompresi algoritma ini ialah sebagai berikut. 1. Urutkan nilai-nilai output pada algoritma lz77 berdasarkan frekuensi kemunculan. 2. Gabung dua buah pohon yang mempunyai frekuensi kemunculan terkecil dari urutan kembali. 3. Ulangi langkah nomor dua sampai tersisa satu pohon biner. 4. beri label biner tersebut dengan cara sisi kiri pohon diberi label 0 dan sisi kanan pohon diberi 1. 5. telusuri pohon biner dari akar ke daun. Barisan label-label sisi dari akar ke daun adalah kode huffman.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tabel 1: Frekuensi Citra Dari tabel di atas nilai karakter-karakter tersebut dibuat berdasarkan output dari proses algoritma Lz77, dimana output tersebut akan diproses lagi dengan menggunakan algoritma huffman karena model dari metode deflate adalah kombinasi antara metode lz77 dan metode huffman yang artinya setelah dilakukan proses kompresi dengan algoritma lz77 output dari lz77 tersebut dikompresi lagi dengan menggunakan algoritman huffman.
246,254,8,18,28,32,157,186,216,233,40,41,55,69,79,85,89,99,107 ,109,119,121,126,137,139,147,0 : 54
0
1
246,254,8,18,28,32,157,186,216,233,40,41,55,69,79,85,89, 99,107 ,109,119,121,126,137,139,147,0:26
0
1
40,41,55,69,79,85,89, 99,107,109,119,121,126137,139,147:16
246,254,8,18,28,32,157,186,216,233:
10
0
1
246,254,8,18,28,32:6
0
0
1
0
1
8,1 8:2
28, 32: 2
0
157,186 :2
216,23 3:2
0
0
1
1
25 4:1
0 8:1
1
18:1
0
28:1
1
15 7:1 1
55,6 9:2
0 55:1
126,137,13 9,147:4
1
0
0
1
1 233: 1
1 85:1
119,12 1:2
107,1 09:2
0
79:1
107,109,1 19,121:4
0
32:1
0
1
0
79,8 5:2
40:4 1:2
0
79,85,89, 99:4
186 :1 216: 1
107,109,119,121, 126,137,139,147 :8
1
40,41,55 ,69:4
1 24 6:1
1
40,41,55,69,79,85 ,89, 99:8
0
8,18,28, 32:4
246,254:2
0
157,186,216,233:4
1
0 :28
89,9 9:2
0 89:1
107:1
1
0 119:1
109:1
1 121:1
1 99:1 126,1 37:2
1 69:1
0 126:1
1 137:1
139,14 7:2
0 139:1
1 147:1
Gambar 5: Huffman tree
71
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Tabel 2: Hasil Kompresi
Ukuran citra setelah dikompresi = 184 bit Rasio Kompresi Metode Deflate Adapun nilai rasio atau ukuran persentasi dari citra sebelum dikompresi dan citra setelah dikompresi adalah sebagai berikut : Ukuran citra setelah dikompresi = 184 bit Rasio = 100 – (ukuran citra hasil kompresi / ukuran citra semula) x 100% Rasio = 100 – (184 / 216) x 100% Rasio = 100 – (0,85) x 100% Rasio = 100 – 85 % Rasio = 15 % Bisa dilihat perbandingan sebelum dikompresi besar file citra berwarna terdiri dari 3x3 pixel yang berarti terdiri dari 27 Byte dimana dalam satuan bit menjadi 27x8 bit menjadi 216 bit. Tetapi setelah dilakukan kompresi menjadi 184 bit sehingga rasio sebesar 15 % yang artinya 15 % dari citra semula telah berhasil dimanfaatkan. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dan analisa data yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Metode kompresi Deflate memiliki kemampuan untuk menyajikan data kedalam ukuran yang lebih kecil dan memugkinkan untuk melakukan pengembalian data tepat seperti semula. 2. Proses kompresi Metode deflate dilakukan dengan dua tahap, tahap pertama dikompresi dengan algoritma LZ77 kemudian dikompresi lagi dengan algoritma Huffman. 3. Metode Deflate dapat memperbaiki kelemahankelemahan pada algoritma LZ77 dengan bantuan algoritma Huffman.
72
4.
Data yang telah dikompresi tidak sama dengan data citra aslinya, untuk mengembalikan data citra kebentuk semula diperlukan proses dekompresi. 5. Data yang telah dikompresi tidak dapat dikompresi lagi, yang mengakibatkan ukuran data menjadi lebih besar dibandingkan data awalnya. . DAFTAR PUSTAKA Buku :Darma Putra, 2010, “Pengolahan Citra Digital”, Yogyakarta, ANDI. Buku :Jogiyanto ( 2005), Pengertian Analisa Sistem. Buku :Kasiman Peranginangin, Pengenalan Matlab, ANDI, Yogyakarta, 2006. Buku :T.sutoyo, S.Si dkk, Teori Pengolahan Citra Digital, ANDI, Semarang, 2009. [1.]
[2.]
[3.]
[4.]
[5.]
Bora Park, Antonio Savoldi,2008 “Data Extraction from Demage Compressed File for computer Forensic purposes”. Hapid Rahmad, 2012, “Implementasi Kompresi Data Pada Jaringan Komputer Menggunakan Algoritma Zlib”. Senthil Shanmugasundaram, Robert Lourdusamy, 2011, “A Comparative Study Of Te t Compression Algorithm”. S.Smyrna Grace, T. Nalini and A. Pravin Kumar, 2012“ Secure and Compressed Secret Writing using Des and Deflate algorithm. T. Arumuga Maria Devi, S Senthil Arumugam, 2012 “A High Compression Deflate Algorithm for video stream”.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
IMPLEMENTASI KEAMANAN DATA MENGGUNAKAN ALGORITMA SERPENT Sony Bahagia Sinaga STMIK Budidarma, Medan E-mail :
[email protected] Abstrak Masalah keamanan dan kerahasiaan data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi maupun pribadi. Hal tersebut tentu saja akan menimbulkan resiko bila informasi yang sensitif dan berharga tersebut di buka oleh orang-orang yang tidak berhak. Keamanan data dari sistem informasi sangat berperan penting, untuk menunjang keaslian dari data tersebut agar tidak mudah dirubah oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak sekali permasalahan pada komputer seperti data asli hilang, meskipun telah menggunakan pengamanan data seperti password tetap saja ada yang sanggup menembusnya. Oleh karena itu, untuk menghindari agar hal tersebut tidak terjadi, maka lebih baik jika menggunakan sistem pengamanan data yang sulit ditembus, seperti enkripsi dan dekripsi data pada kriptografi. Kriptografi secara umum digunakan dalam bidang keamanan data, teknik yang digunakan adalah mengkonversikan data ke dalam bentuk tertentu seperti menggunakan persamaan matematis contohnya algoritma kriptografi. Ada berbagai macam jenis algoritma kriptografi yang sekarang ini telah ada dan sedang dikembangkan, salah satu diantaranya algoritma kunci simetris ataupun asimetris (pembagian berdasarkan kunci). Salah satu metode enkripsi data adalah algoritma serpent. Serpent merupakan algoritma cipher blok yang memiliki ukuran blok sebesar 128 bit dan mendukung ukuran kunci sebesar 128, 192, atau 256 bit, sehingga sistem keamanannya cukup kuat. Kata Kunci : Enkripsi, Dekripsi, Algoritma Serpent. 1.
Pendahuluan Masalah keamanan dan kerahasiaan data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi maupun pribadi. Hal tersebut tentu saja akan menimbulkan resiko bila informasi yang sensitif dan berharga tersebut di buka oleh orang-orang yang tidak berhak. Keamanan data dari sistem informasi sangat berperan penting, untuk menunjang keaslian dari data tersebut agar tidak mudah dirubah oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak sekali permasalahan pada komputer seperti data asli hilang, meskipun telah menggunakan pengamanan data seperti password tetap saja ada yang sanggup menembusnya. Oleh karena itu, untuk menghindari agar hal tersebut tidak terjadi, maka lebih baik jika menggunakan sistem pengamanan data yang sulit ditembus, seperti enkripsi dan dekripsi data pada kriptografi. Kriptografi secara umum digunakan dalam bidang keamanan data, teknik yang digunakan adalah mengkonversikan data ke dalam bentuk tertentu seperti menggunakan persamaan matematis contohnya algoritma kriptografi. Jika data penting seperti arsip dan lain sebagainya dibuat dengan sistem keamanan yang menggunakan algoritma kriptografi yang dapat mengenkripsi maupun mendekripsi data, maka data tersebut besar kemungkinan terjamin keamanannya untuk waktu yang cukup lama. Ada berbagai macam jenis algoritma kriptografi yang sekarang ini telah ada dan sedang dikembangkan, salah satu diantaranya algoritma kunci simetris ataupun asimetris (pembagian berdasarkan kunci). Salah satu metode enkripsi data adalah algoritma serpent. Serpent merupakan algoritma cipher blok yang memiliki ukuran blok sebesar 128 bit dan mendukung ukuran kunci sebesar 128, 192, atau 256 bit.
2.
Algoritma Serpent Menurut Anastasia, dkk (2013) dalam jurnalnya Serpent adalah Algoritma Kriptografi yang bersifat block cipher symmetric cryptography yang merupakan AES finalis pada kontes AES. Algoritma Serpent ditemukan oleh Ross Anderson, Eli Biham dan Lars Knudsen. Seperti halnya AES yang lain, serpent mempunyai ukuran blok sebesar 128 bit dan dapat mendukung ke dengan ukuran 128 bit, 192 bit, ataupun 256 bit. Serpent mengimplementasikan kriptosistem 32 tahap Subsitution-Permutation Network (SP Network), dimana tahap-tahap tersebut mengoperasikan empat buah variabel dengan ukuran 32 bit. Masing-masing tahap menggunakan 32 buah 1 bitslice. Hal ini memaksimalkan pararelisme, tetapi juga memungkinkan adanya kriptonalisis yang luas. Serpent dapat digambarkan sebagai Subsitution permutation Network sebanyak 32 tahap, yang mengoperasikan 4 buah variabel 32 bit, sehingga ukuran block plaintext adalah 128 bit. Algoritma Serpent sendiri terdiri dari Permutasi awal 32 tahap Subsitutition Permutation Network, terdiri dari operasi pencampuran key, melalui S-Box dan transformasi linear kecuali pada tahap terakhir. Pada tahap terakhir, transformasi linear diganti menjadi operasi pencampuran kunci (key) dan permutasi akhir. Algoritma kriptografi dapat dilihat sebagai berikut : B0=IP (P) B1+1=Ri(Bi) C=FP(B32) Dimana : Ri(x)=Si(X Ki) K32 S-Box pada serpent adalah permutasi 4 bit dengan sifat-sifat, masing-masing karakteristik diferensial memiliki probabilitas paling besar ¼ dan sebuah 73
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
perbedaan input 1 bit akan menghasilkan perbedaan yang besar. Masing-masing karakteristik linear memiliki probabilitas ½ ± ¼ dan hubungan linear antara sebuah bit input dan sebuah bit output mempunyai probabilitas diantara . Dan deretan non linear bit output merupakan fungsi dari input bit adalah maksimum bernilai 3. Algoritma kriptografi ini dibutuhkan 132 kunci variabel berukuran 32 bit. Pada awalnya user menyediakan kunci (key) dengan 256 bit, kemudian diperluas kunci (key) tersebut hingga menjadi 33 buah subkey (K0, K1, K2, ……… K32) dengan ukuran 128 bit. Kita menulis key (K) sebagai delapan buah variable 32 bit w-8, w-7, w-6……, w-1 dan memperluas variabel-variabel tersebut menjadi deretan panjang kunci (key) (dimana kita menyebutnya prekey) w0, w1, w2, ……w32 dengan rekusi dan transformasi affine sebagai berikut : wi = (wi-8 wi-5 wi-3 wi-1 ø 1) <<<11. Roundkey dikalkulasikan dengan prekey dari S-Box. Kita menggunakan S-Box untuk mentransformasikan prekey wi dan ki dengan cara berikut : {k0, k1, k2, k3} = S3 (w0, w1, w2, w3) {k4, k5, k6, k7} = S2 (w4, w5, w6, w7) {k8, k9, k10, k11} = S1 (w8, w9, w10, w11) {k12, k13, k14, k15} = S0 (w12, w13, w14, w15) {k124, k125, k126, k127} = S4 (w124, w125, w126, w127) {k128, k129, k130, k131} = S3 (w128, w129, w130, w131) Kemudian menomori angka-angka 32 bit kj sebagai subkey Ki sebagai berikut: Ki = {k4i, k4i+1, k4i+2, k4i+3}. Saat mengimplementasikan algoritma ini awalnya sesuai dengan yang disebut diatas, daripada menggunakan operasi bitslice, sekarang kita menggunakan permutasi awal daripada roundkey untuk mendapatkan posisi bit yang benar pada kolom yang benar. Ki = IP (Ki) 2.1.1. Transformasi Linear Hasil eksekusi 32 salinan S-Box dari masingmasing 32 bit yang kemudian ditransformasikan sebagai berikut : X0, X1, X2, X3 := Si (Bi Ki) X0 := X0<<<13 X2 := X2<<<3 X1 := X1 X0 X2 X3 := X3 X2 (X0<<3) X1 := X1<<<1 X3 := X3<<<7 X0 := X0 X1 X3 X2 := X2 X3 (X1<<7) X0 := X0<<<5 X2 := X2<<<22 Bi+1 := X0, X1, X2, X3 Dimana <<< dinotasikan sebagai rotasi kiri dan << dinotasikan sebagai shift kiri. Pada putaran terakhir transformasi linear ini diganti dengan kunci tambahan pencampuran B32 := S7(B31
74
ISBN: 979-458-808-3
K31) K32. Jadi pada setiap tahap, IP (Bi) = ^Bi dan IP (Ki) = ^Ki. 2.2. Metode Penelitian Metode Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan antara lain : 1. Studi Pustaka Untuk penyelesaian algoritma serpent bahan materi didapatkan dari buku-buku, jurnal dan pendukung linnya yang berkaitan yang berhubungan dengan algoritma serpent. 2. Analisa dan Perancangan a. Analisa Menganalisa cara kerja algoritma serpent. b. Perancangan Berupa prosedur dengan dasar pembuatan aplikasi mengacu pada langkah-langkah yang ada dalam landasan teori sesuai dengan topic yang dibahas. c. Pembuatan Program Mendesain interface pada program yang akan dibuat pada aplikasi keamanan data. d. Pengujian Pengujian dilakukan dengan mencoba aplikasi keamanan data yang telah dibuat. Apabila terjadi kesalahan atau kekurangan dalam aplikasi tersebut, maka akan dilakukan pemograman ulang serta untuk mendapatkan kesimpulan. 2.3.
Hasil dan Pembahasan 1. Proses Enkripsi Sebagai contoh, akan dienkripsi sebuah plaintext “Contoh Pesan Nih” dengan kata kunci “Mey Aidil Fitra!” menggunakan algoritma serpent. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengubah plaintext tersebut ke dalam bentuk bilangan biner. Adapun hasil biner yang diperoleh seperti terlihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Plaintext Dalam Bentuk Biner Karakter C o n t o h (spasi) P e s a n N i H
Nilai ASCII 67 111 110 116 111 104 32 80 101 115 97 110 78 105 104
Nilai Biner 01000011 01101111 01101110 01110100 01101111 01101000 00100000 01010000 01100101 01110011 01100001 01101110 01001110 01101001 01101000
Selanjutnya, dilakukan pula pengubahan kata kunci “Mey Aidil Fitra!” menjadi bilangan biner, yang hasilnya seperti terlihat pada Tabel 3.2.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tabel 3.2 Kata Kunci Dalam Bentuk Biner Karakter Nilai ASCII Nilai Biner M 77 01001101 e 101 01100101 y 121 01111001 (Spasi) 32 00100000 A 65 01000001 i 105 01101001 d 100 01100100 i 105 01101001 l 108 01101100 F 70 01000110 i 105 01101001 t 116 01110100 r 114 01110010 a 97 01100001 ! 33 00100001
Dari hasil nilai biner pada Tabel 3.1, diperolehlah deret plaintext dalam bentuk biner sebagai berikut : 01000011 01101111 01101110 01110100 01101111 01101000 00100000 01010000 01100101 01110011 P
e
s
01100001 01101110 00100000 a
n
(spasi)
01001110 01101001 01101000 N
i
h
Plaintext dalam bentuk biner ini kemudian ditransposisikan ke dalam S-Box dengan cara membagi plaintext sebesar 32 bit sehingga diperoleh kolom-kolom seperti terlihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Plainteks dalam bentuk S-Box
Selanjutnya, data pada kotak X0 digeser ke kiri sebanyak 13 langkah, sehingga membentuk S-Box baru seperti terlihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 S-Box Setelah Proses Pertama
Proses ke dua, dilakukan pergeseran ke kiri sebanyak 3 langkah pada data dalam kotak X1, sehingga membentuk S-Box baru seperti terlihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 S-Box Setelah Proses Kedua
Proses ke tiga, dilakukan proses X1 XOR X0 XOR X2 yang hasilnya disimpan dalam kotak X1, sehingga membentuk S-Box baru seperti terlihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 S-Box Setelah Proses Ketiga
Dan seterusnya proses dilakukan sebanyak delapan proses untuk mendapatkan yang enkripsi dalam bentuk biner. Sehingga akan mendapatkan cipherteks.
75
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
10011111 11100111 01110110 10000101 10111101 10000010 11100100 10011010 00101110 00101111 00001001 00111100 11010000 11010111 11010101 10110100 Chipertext dalam bentuk biner di atas kemudian dikonversikan kembali menjadi bentuk karakter sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : 10011111 11100111 01110110 10000101 10111101 10000010 11100100 ƒ
τ
v
à
╜
é
Σ
10011010 00101110 00101111 00001001 00111100 11010000 11010111 Ü
.
/
(Tab)
<
╨
╫
11010101 10110100 ╒
┤
2. Proses Dekripsi Untuk proses dekripsi dengan algoritma serpent, merupakan kebalikan dari proses enkripsinya. 2.4.
Kesimpulan Adapun kesimpulan dari proses enkripsi yang telah dilakukan maka disimpulkan adalah sebagai berikut :
76
ISBN: 979-458-808-3
1.
2.
3.
Perangkat lunak ini dapat digunakan sebagai sistem pengamanan data dalam bentuk teks sehingga bisa terjamin isi data hingga sampai ke tangan yang berhak. Proses enkripsi dan dekripsi dengan menggunakan perangkat lunak ini dapat dilakukan dengan cepat. File output dari sistem ini dihasilkan dalam bentuk file berektension TXT.
DAFTAR PUSTAKA [1] Munir, Rinaldi 2006, Kriptografi Teori, Penerbit Andi, Yogyakarta. [2] Supriatna Asep, “ 2004, Analisis dan Implementasi Keamanan Metode Enkripsi Algoritma Serpent”. Universitas Komputer Indonesia. [3] Tiwa Anastasia, dkk (2013), “Studi Analisis Pengiriman Suara Menggunakan Algoritma Serpent”. E-Journal Teknik Elektro dan Komputer. [4] Wahana Komputer, 2003, Memahami Model Enkripsi dan Security Data.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENGUJIAN KRIPTOGRAFI KLASIK CAESAR CHIPPER MENGGUNAKAN MATLAB Tonni Limbong Dosen Tetap Program Studi S1-Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpang Limun Medan Email :
[email protected] Abstrak Kriptografi adalah sebuah ilmu untuk menyamarkan / merubah bentuk pesan yang asli menjadi sebuah pesan yang tidak bisa diketahui atau dimengerti oleh yang bukan berhak. Caesar chiper adalah sebuah metode yang klasik dan sangat dasar dalam ilmu penyandian pesan. Metode ini memiliki kelemahan seperti tidak dapat mengenkrip spasi karena rumusnya menggunakan mod 26, dan juga jika setelah proses penghitungan sisa hasil baginya 0 juga maka hasil ini tidak akan memiliki hasil enkrip. Tetapi teknik dasar ini adalah hal yang sangat penting untuk mempelajari teknik kriptografi modern, maka untuk itu diperlukan sebuah pengujian untuk pembuktian proses dari plaintext menjadi chipertext (enkripsi) dan juga chipertext menjadi plaintext (dekripsi) dengan menggunakan software penguji yaitu Matlab R2010a dengan tujuan adalah agar dapat lebih mudah mengetahui proses logika dari kriptografi tersebut. Kata Kunci : Kriptografi, Caesar Chiper, Matlab PENDAHULUAN Kriptografi (cryptography) berasal dari bahasa Yunani: “cryptos” artinya “secret” (rahasia), sedangkan “graphein” artinya “writing” (tulisan). Jadi, kriptografi berarti “secret writting” (tulisan rahasia). Ada beberapa defenisi kriptografi yang telah dikemukakan didalam berbagai literatur [1]. Kriptografi adalah ilmu dan seni untuk menjaga kerahasian pesan dengan cara menyandikannya ke dalam bentuk yang tidak dapat dimengerti lagi maknanya. Caesar Chipper adalah sebuah algoritma yang digunakan termasuk ke dalam sistem kriptografi simetri dan digunakan jauh sebelum sistem kriptografi kunci publik ditemukan, kriptografi klasik yang ada dan beberapa bentuk algoritma klasik tersebut sudah tidak trend (dianggap tidak optimal) karena mudah dipecahkan. Tetapi dalam belajar dasar kriptografi, metode klasik adalah dasar yang sangat bagus untuk melanjutkan ke dalam pengembangan kriptografi modern khususnya dalam pembinaan penalaran logika berpikir. Beberapa alasan mengapa penting mempelajari algoritma kriptografi klasik antara lain 1) Untuk memberikan pemahaman konsep dasar kriptografi; 2) Dasar pengembangan algoritma kriptografi modern; 3) Dapat memahami potensi-potensi kelemahan sistem chiper. Ilmu kriptografi terletak pada proses logika saat untuk proses enkripsi dan dekripsi dimana proses tersebut sebaiknya dibuktikan bukan hanya sekedar teoritis saja yang nanti para pengguna dapat mengembangkan proses dasar dari caesar chiper ini menjadi sebuah kriptografi modern.untuk menguji sebuah proses logika diperlukan sebuah software penguji. Kelemahan dari caesar chipper ini adalah tidak dapat mengenkrip ataupun mendekrip pesan
yang terdiri dari beberapa kata atau kalimat, dan juga dengan rumus yang disediakan yaitu posisi huruf ditambah angka round (kunci) dibagi 26 dan sisa baginya adalah posisi huruf pesan yang disandikan (pesan baru) dimana dapat dijelas dilihat posisi huruf awal adalah angka 1 (satu) sedangkan 26 Mod 26 sisanya adalah 0 (nol) maka pesan yang akan disandikan tidak akan pernah ditemukan dan perlu juga dipahami bahwa pesan itu tidak pernah terdiri dari satu kata sehingga spasi tidak bisa dimasukkan. Dalam penulisan ini dibuat sebuah aturan tambahan untuk mengatasi kelemahan dalam penulisan jarak dari kata ke kata (‘spasi’) dengan mengubah hasil mod dari 26 menjadi 27, dan untuk mengatasi index 0 (nol) maka dibuat sebuah kondisi jika hasil mod adalah 0 maka posisi pesan yang disandikan adalah posisi huruf ditambah round (kunci). Proses ini akan diuji dengan menggunakan Matlab R2010a dengan memberikan contoh visualisasi grafiknya menggunakan fasilitas figure yang disediakan oleh aplikasi matlab tersebut. Dengan penulisan ini para peneliti yang senang untuk membahas kriptografi khususnya para pelajar dan mahasiswa, artikel ini dapat menunjukkan masalah yang ada pada caesar chipper dan teknik mengatasi masalahnya, sehingga menciptakan pola pikir untuk mencari dan mengatasi sebuah kelemahan dari metode dan algoritma dari kriptografi yang lain baik itu untuk kriptografi modern. METODE PENELITIAN 2.1. Chiper Substitusi Chiper Substitusi adalah algoritma kriptografi yang mula-mula digunakan oleh kaisar Romawi, Julius Caesar (sehingga dinamakan juga caesar chiper), untuk menyandikan pesan yang ia kirim kepada para gubernurnya [2].
77
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Proses penyandian pesan ini adalah dengan mengganti (mensubstitusi) setiap karakter dengan karakter lain dalam susunan abjad (alfabet). Misalnya, tiap huruf disubstitusi dengan huruf ketiga berikutnya dari susunan abjad. Dalam hal ini kuncinya adalah jumlah pergeseran huruf (yaitu k = 3). Tabel substitusi: pi : A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U VWXYZ ci : D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V WXYZABC Keterangan : Pi = Abjad Alpabet Ci = Chiper Alpabet (Substitusi 3) Contoh : Pesan : TONNILIMBONG Dienskripsi menjadi Chiper : WRQQLOLPERQJ Penerima pesan men-dekripsi chiperteks dengan menggunakan tabel substitusi, sehingga chiperteks . WRQQLOLPERQJ dapat dikembalikan menjadi plainteks semula: TONNILIMBONG Dengan mengkodekan setiap huruf abjad dengan integer sebagai berikut: A = 0, B = 1, …, Z = 25, maka secara matematis caesar chiper menyandikan plainteks pi menjadi ci dengan aturan: ci = E(pi) = (pi + 3) mod 26 dan dekripsi chiperteks ci menjadi pi dengan aturan: pi = D(ci) = (ci – 3) mod 26 Karena hanya ada 26 huruf abjad, maka pergeseran huruf yang mungkin dilakukan adalah dari 0 sampai 25. Secara umum, untuk pergeseran huruf sejauh k (dalam hal ini k adalah kunci enkripsi dan deksripsi), fungsi enkripsi adalah ci = E(pi) = (pi + k) mod 26 dan fungsi dekripsi adalah pi = D(ci) = (ci – k) mod 26 2.2. Kriptanalisis Terhadap Caesar Chiper Caesar chiper mudah dipecahkan dengan metode exhaustive key search karena jumlah kuncinya sangat sedikit (hanya ada 26 kunci) [2]. Contoh : Misalkan kriptanalis menemukan potongan chiperteks (disebut juga cryptogram) WRQQL. Diandaikan kriptanalis mengetahui bahwa plainteks disusun adalah nama orang dan algoritma kriptografi yang digunakan adalah caesar chiper. Untuk memperoleh plainteks, lakukan dekripsi mulai dari kunci yang terbesar, 25, sampai kunci yang terkecil, 1. Periksa apakah dekripsi menghasilkan pesan yang mempunyai makna (lihat Tabel 1).
78
ISBN: 979-458-808-3
Prosesnya : Pi = WRQQL K=24 (Y) 1 + 24 pi : A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U VWXYZ ci : Y Z A B C D E F G H I J K L M N O P Q R STUVWX hasil : YTSSN K=19 (T) 1 + 19 pi : A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U VWXYZ ci : T U V W X Y Z A B C D E F G H I J K L MNOPQRS hasil : DYXXM K=9 (J) 1 + 9 pi : A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U VWXYZ ci : J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z A B CDEFGHI hasil : NIHHC K=3 (D) pi : A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U VWXYZ ci : D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V WXYZABC hasil : TONNI demikian seterusnya , lalu susun kedalam tabel setiap proses diatas seperti berikut ini Tabel 1. Contoh exhaustive key search terhadap chiperteks WRQQL Kunci (k) ‘Pesan’ Kunci (k) ‘Pesan’ Kunci (k) ‘Pesan’ Chipering hasil Chipering hasil chipering hasil dekripsi dekripsi dekripsi 0 17 8 WRQQL 25 YTSSN 16 7 24 15 6 23 14 5 22 13 4 21 12 3 TONNI 20 DYXXM 11 2 19 10 NIHHC 1 18 9
Dari Tabel 1, kata dalam Nama Orang yang potensial menjadi plainteks adalah TONNI dengan menggunakan k = 3. Kunci ini digunakan untuk mendekripsikan chiperteks lainnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam sebuah proses yang sedang berlangsung, agar lebih mudah dan optimal dalam pembuktian perlu diselesaikan dengan memanfaatkan tools atau software yang tersedia. Pengujian dan pembuktian ini diperlukan agar para pembaca dapat lebih mudah mengerti dan memahami bagaimana sebuah metode itu diterapkan dan bekerja menyelesaikan masalah.
ISBN: 979-458-808-3
Demikian juga dengan kriptografi klasik ini yakni dengan Sistem Caesar, dengan langkah-langkah logikanya sebagai berikut : 1. Pergeseran 0 sama dengan pergeseran 27 (susunan huruf tidak berubah) 2. Pergeseran lain untuk k > 25 dapat juga dilakukan namun hasilnya akan kongruen dengan bilangan bulat dalam modulo 27. Misalnya k = 37 kongruen dengan 11 dalam modulo 26, atau 37 11 (mod 27). 3. Karena ada operasi penjumlahan dalam persamaan, maka caesar chiper kadang-kadang dinamakan juga additive chiper. Jadi untuk keperluan masalah diatas, dapat disimpulkan : 1. Jumlah index yang ada pada huruf alfabet (26) perlu ditambahkan satu (1) character “spasi kosong” di awal atau ditengah susunan Alfabet, karena dalam logikanya sebuah kalimat terdiri dari beberapa kata yang masing-masing kata dipisahkan dengan spasi kosong. 2. Rumus untuk plaintext dapat diubah dari Ci = E(pi) = (pi + 3) mod 26 menjadi ci = E(pi) = (pi + 3) mod 27 3. Rumus untuk chipertext dapat diubah dari Pi = D(pi) = (pi - 3) mod 26 menjadi Pi = D(pi) = (pi 3) mod 27 3.1. Pengujian Ekripsi dengan Matlab R2010a Untuk menguji enkripsi caesar ini yang perlu untuk diperhatikan adalah : a. Jumlah Constanta untuk index huruf yang sebenarnya yang sudah ditambahkan dengan “spasi kosong” b. Jumlah looping perulangan yang muncul adalah sebanyak panjang pesan teks yang di inputkan. c. Hasil Enkripsi ditentukan dengan cara : Ci = E(pi) = (pi + 3) mod 27 Adapun bentuk sourcecode untuk enkripsi adalah sebagai berikut : asli=['ABCDEF GHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ']; kata=upper(input('Masukkan Teks : ','s')); putar=input('Kunci : '); ce=[ ]; m=[ ]; de=[ ]; pj=size(kata,2); x=0; for i=1:pj; m=[m kata(i)]; ce=[ce find(asli(:,:)==kata(i))]; de=[ce find(asli(:,:)==kata(i))]; x=mod((ce+putar),27); s=ce; st=asli(:,x); end
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
awal=s ciper=x chiperText=st plot(x) grid on 3.2. Pengujian Dekripsi dengan Matlab R2010a Untuk menguji enkripsi caesar ini yang perlu untuk diperhatikan adalah : a. Tentukan Constanta untuk index huruf yang sebenarnya yang sudah ditambahkan dengan “spasi kosong” b. Jumlah looping perulangan yang muncul adalah sebanyak panjang pesan teks yang di inputkan. c. Hasil Dekripsi ditentukan dengan cara : Pi = D(pi) = (pi - 3) mod 27 Adapun bentuk sourcecode untuk enkripsi adalah sebagai berikut : asli=['ABCDEF GHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ']; kata=upper(input('Masukkan Teks : ','s')); putar=input('Kunci : '); ce=[ ]; m=[ ]; de=[ ]; pj=size(kata,2); x=0; for i=1:pj; m=[m kata(i)]; ce=[ce find(asli(:,:)==kata(i))]; de=[ce find(asli(:,:)==kata(i))]; x=mod((ce-putar),27); s=ce; st=asli(:,x); end awal=s ciper=x PlainText=st plot(x) grid on simpan dengan nama CaesarD dalam bentuk M-File. Adapun bentuk dari pada proses pengujian dapat dilihat dalam bentuk gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. Diagram Kriptografi Bentuk tampilan hasil pengujiannya adalah sebagai berikut :
79
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Gambar 2 . Tampilan Hasil Pengujian Enkripsi
Gambar 3. Tampilan Visualisasi Index Huruf Enkripsi
Gambar 4 . Tampilan Hasil Pengujian Dekripsi
Gambar 5 . Tampilan Visualisasi Index Huruf Dekripsi
80
ISBN: 979-458-808-3
Gambar 6 . Tampilan Form Kriptografi Caesar Chiper KESIMPULAN Dari penulisan dan pengujian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Kriptografi Caesar tidak begitu optimal dipergunakan untuk melindungi pesan karena memiliki sedikit kunci pencacah yakni hanya 26 kunci. 2. Agar dapat menampung kalimat yang yang didalamnya terdapat “spasi kosong” perlu ditambahkan dalam index sehingga jumlah character tidak lagi 26 tetapi menjadi 27, sehingga proses modulo juga berubah menjadi MOD 27. 3. Kriptografi klasik ini masih sangat penting diketahui untuk dasar mempelajari dan membuat sebuah kriptografi modern. DAFTAR PUSTAKA [1] Rinaldi Munir. 2006. “Kriptografi”. Bandung : Informatika Bandung. [2] Dony Ariyus. 2008. “Pengantar Ilmu Kriptografi Teori, Analisis, dan Implementasi”, Andi OFFSET, Yogyakarta [3] Gunaidi, A. 2006. “Matlab Programing” . Informatika. Bandung
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
JARINGAN IPTV BERBASIS JARINGAN BROADBAND PLC HOMEPLUG AV Basuki Rahmat1, Muhammad Iqbal2, Ratna Mayasari3 123 Universitas Telkom 1 2
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Pemanfaatan jaringan broadband komunikasi IPTV saat ini menjadi trend kebutuhan masyarakat saat ini, konsep home office pun menjadi bagian untuk mengurangi biaya yang besar di lingkungan perusahaan. Broadband Powerline Communication (PLC) menjadi bagian penting proses komunikasi jaringan di rumah yang dikenal dengan istilah HomePlug AV. Metode yang digunakan untuk pada penelitian ini adalah mengimplementasikan teknologi IPTV berbasis PLC. PLC digunakan sebagai backbone untuk komunikasi antara server dan klien. Pada penelitian ini menggunakan skenario manajemen bandwidth guna menentukan nilai kualitas layanan IPTV server. Skenario yang digunakan adalah 1, 2, 4 dan 8 mbps. Parameter yang diukur adalah throughput, jitter dan paket loss. Dari hasil penelitian yang didapat adalah untuk mengirimkan data dengan kualitas High Definition dibutuhkan minimal bandwidth 8 mbps untuk mendapatkan kualitas gambar yang bagus. Kata Kunci : IPTV, PLC, Homeplug AV I. LATAR BELAKANG Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan hiburan semakin meningkat, karena itu menuntut pengembangan teknologi penyiaran dan teknik baru untuk menghubungkan perangkat pengguna ke penyedia jasa. Rencana pemerintah menjadikan Indonesia Digital TV pada tahun 2018, menjadi tantangan bagi para insiyur teknologi informasi untuk mengembangkan teknologi migrasi dari televisi analog ke televisi digital [1]. HomePlug AV, adalah standard teknologi telekomunikasi pita lebar melalui kabel jaringan tenaga listrik saat ini, yang bisa diimplementasikan sebagai jaringan telekomunikasi didalam sebuah rumah atau gedung. Sejumlah spesifikasi teknologi dibawah Aliansi HomePlug[2], masing-masing menawarkan kemampuan kinerja yang unik dan mampu berkoeksistensi atau kompatibilitas dengan spesifikasi HomePlug lainnya. Beberapa spesifikasi HomePlug menargetkan aplikasi komunikasi broadband melalui jaringan distribusi tenaga listrik dalam rumah dengan data rate tinggi seperti Internet Protocol TV(IPTV), game, dan konten Internet. Sementara yang lain fokus pada daya rendah, throughput tinggi, dan jarak operasi diperpanjang agar bisa diterapkan untuk aplikasi seperti meter listrik pintar serta komunikasi antara sistem listrik dengan perangkat. Semua spesifikasi HomePlug dikembangkan oleh HomePlug Powerline Alliance. Kebutuhan akan informasi juga didukung dengan adanya layanan baru di bidang penyiaran digital dengan munculnya IPTV. Laju data yang tinggi serta jaminan Quality of Services (QoS) adalah kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi untuk terselenggaranya layanan IPTV tersebut melalui jaringan internet.
II. Broadband Powerline Broadband Power Line (BPL) [4] adalah jenis baru dari Power Line Communication (PLC) yang dapat menyediakan laju data yang lebih tinggi dari sistem PLC sebelumnya. Sistem PLC terdiri dari perangkat terminal yang terhubung pada jaringan listrik yang memungkinkan transfer data melalui jaringan tersebut dengan perangkat lain yang terhubung pada jaringan. Penggunaan jaringan listrik yang telah tersedia bisa menghemat biaya, dan menyediakan interkoneksi broadband access antar perangkat. Arus AC tenaga listrik memiliki standar frekuensi 60 Hz di Amerika Utara dan 50 Hz untuk di Eropa dan beberapa tempat lain di seluruh dunia. Hal ini memungkinkan untuk melakukan pemanfatan untuk transfer data melalui jaringan listrik.
Gambar 2.1 Penggunaan frekuensi di saluran listrik [5] Perangkat Dasar Jaringan BPL Jaringan broadband powerline terdiri dari jaringan backbone dan elemen jaringan. Jaringan backbone dilewatkan pada saluran listrik tegangan tinggi dengan menggunakan serat optik, atau dapat menggunakan jaringan kecepatan tinggi dari pihak ketiga dan menghubungkan dengan saluran tegangan rendah.
81
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
bertujuan untuk monitoring dan control. Karena data yang ditransmisikan berbentuk pulsa cahaya, maka tegangan tinggi pada saluran tidak akan mengganggu proses transmisi sehingga saluran ini dijadikan jaringan backbone. Pada perangkat distribusi, sinyal optikal diubah menjadi sinyal elektrik yang akan dilewatkan melalui saluran tegangan menengah dan tegangan rendah. Gambar 2.2 Jaringan akses Broadband Power Line [4] Sistem PLC Transceiver PLC Transceiver sebagai transmitter, receiver maupun repeater, merupakan alat yang digunakan untuk menerima dan mengirim sinyal informasi data melalui jaringan listrik. Coupling sirkuit sebagai bagian antar muka perangkat sinyal telekomunikasi dengan kabel jaringan tenaga listrik. Selain itu, perangkat coupling berfungsi sebagai pelindung arus lebih dari jaringan tenaga listrik yang ditentukan dari nilai kapasitansi dan induktansi. Selanjutnya, sinyal informasi komunikasi dikonversi melalui digital to analog atau analog to digital (D/A atau A/D), PLC bekerja sampai lapis data link pada MAC Layer, dan selanjutnya, kemudian sinkronisasi dengan MAC Address. Sinyal komunikasi dengan daya rendah tidak mampu melewatkan komunikasi data melewati Main Circuit Breaker (MCB), sehingga perlu suatu repater.
Tabel 2.1 Perbandingan HomePlug 1.0 dengan HomePlug AV[7]
BPL Pada Tegangan Menengah dan Rendah Saluran tegangan menengah adalah saluran dari substasiun menuju trafo di lingkungan penduduk. Sedangkan saluran tegangan rendah adalah saluran yang telah diturunkan tegangannya dari trafo menuju rumah – rumah pemukiman.
Gambar 2.3 Block-diagram of PLC Transceiver [7] BPL Pada Tegangan Tinggi Saluran listrik memungkinkan untuk transmisi data pada jarak yang lebih jauh dari jaringan telepon, walaupun akan mengakibatkan degradasi pada sinyal analog yang digunakan untuk memodulasi data. Masalah ini dapat menjadi lebih buruk ketika saluran listrik tersebut menyalurkan listrik tegangan tinggi (35.000 – 245.000 volt) dimana listrik disalurkan dari stasiun pembangkit listrik ke substasiun [3]. Untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan saluran tegangan tinggi, banyak perangkat listrik yang menggunakan serat optik yang diletakkan secara paralel dengan saluran – saluran tersebut. Semula, serat optik tersebut dipasang hanya
82
Gambar 2.4 Arsitektur jaringan listrik [3] Standar Broadband Powerline
Gambar 2.5 Arsitektur Jaringan Powerline Communication [7]
ISBN: 979-458-808-3
Pada gambar 2.5 dijelaskan bahwa komunikasi data pada suatu rumah, hanya memerlukan jaringan listrik, sehingga satu dengan lain halnya dapat interkoneksi dengan baik. Power Line Communication dapat digunakan di rumah sebagai interkoneksi komputer dengan berbagai perangkat entertainment yang terdapat di rumah, seperti TV, game console, dan perangkat lainnya yang memiliki port Ethernet. Pengguna dapat membeli satu set adapter powerline di berbagai toko retail elektronik dan kemudian menggunakannya untuk membangun koneksi kabel menggunakan kabel listrik yang tersedia di rumah. Perangkat Dasar Jaringan BPL Jaringan broadband powerline terdiri dari jaringan backbone dan elemen jaringan. Jaringan backbone dilewatkan pada saluran listrik tegangan tinggi dengan menggunakan serat optik, atau dapat menggunakan jaringan kecepatan tinggi dari pihak ketiga dan menghubungkan dengan saluran tegangan rendah.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Kepemilikan infrastruktur jaringan
batasan cakupan yang ditentukan oleh penyedia jasa Infrastruktur jaringan dimiliki oleh penyedia jasa IPTV
Mekanisme Akses
Menggunakan perangkat set top box yang disediakan oleh penyedia jasa IPTV
Biaya
Mekanisme billing mirip dengan TV kabel teresterial maupun TV satelit
semua orang di dunia
Infrastruktur jaringan menggunakan jaringan public internet Internet TV tidak memerlukan perangkat tambahan, hanya memerlukan software khusus untuk menjalankan konten pada internet TV Biaya tergantung kepada penyedia konten internet TV
III. SISTEM MODEL 3.1 Pemodelan Jaringan Untuk memudahkan pengamatan dan pengukuran pada jaringan broadband powerline, perlu dibuat pemodelan jaringannya sehingga entitas jaringan yang terlibattidak terlalu banyak. Berikut pemodelan jaringan implementasi IPTV pada LAN dan broadband powerline. CPE
Gambar 2.6 Jaringan akses Broadband Power Line [3] Pengertian IPTV Internet Protocol-based Television atau IPTV [8] adalah suatu mekanisme untuk menyalurkan broadcast television berkualitas tinggi dan atau video on demand dan konten audio melalui jaringan broadband secara aman. Menurut ITU-T FG IPTV [9] adalah layanan multimedia seperti televisi/ video/ audio/ teks/ grafik/ data yang disalurkan melalui jaringan IP dengan memenuhi tingkat QoS yang dibutuhkan, keamanan, interaktivitas, dan terpercaya. Terkadang terdapat kebingungan antara IPTV dan Internet TV. Berikut adalah perbedaan antara internet TV dan IPTV. Tabel 2.2 Perbedaan IPTV dan Internet TV [9] Perbedaan IPTV Internet TV Platform Melalui jaringan Melalui jaringan jaringan private yang public internet disediakan oleh penyedia jasa IPTV Cakupan Memiliki Dapat diakses
KANAL PLC KANAL PLC CPE
123.0.20.0/30
CPE Router
123.0.30.3 Client 1
IP
IP
123.0.10.0/24
Router
CPE 123.0.30.0/24
Terminal listrik KANAL PLC
Server IPTV CPE
123.0.30.5 Client 2
Gambar 3.1 Model jaringan IPTV di jaringan BPL 4.1 DESKRIPSI EKSPERIMEN Data Pengukuran a. Throughput
Throughput sudah mulai stabil pada kecepatan 4 mbps ke atas, sementara pada kecepatan dibawah 1 mbps, kualitas video yang dihasilkan sangat buruk dan juga akses untuk monitoring dari sisi klien ke server sulit dilakukan. Sementara dari gambar yang dihasilkan limitasi bandwidth minimum untuk kualitas HD, sebaiknya menggunakan 8 mbps.
83
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
b.
Packet Loss
Packet Loss merupakan proses kehilangan paket selama proses transmisi antara server dan klien, untuk skenario ini jumlah total semua paket sebanyak 893, sementara kehilangan paket untuk 1, 2, 4 dan 8 mbps sebesar 290, 75, 12 dan 5. c.
Jitter
Jitter merupakan variasi delay yang terjadi antara proses pengiriman data antara server dan klien. Nilai Jitter memiliki linearitas terhadap packet loss, semakin besar paket loss semakin besar juga jitter yang terjadi. 5. Kesimpulan Broadband Powerline (PLC) dewasa ini menjadi salah satu kebutuhan yang cukup penting untuk penggunaan kebutuhan rumah tangga, selain sifatnya yang lebih fleksibel, PLC juga menawarkan kecepatan yang tinggi hingga mencapai 500 mbps.
84
ISBN: 979-458-808-3
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, kecepatan yang ideal untuk menyelenggarakan IPTV adalah sebesar 8 mbps untuk kualitas video high definition. DAFTAR PUSTAKA [1] Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika, “Tata Cara Dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran Televisi Secara Digital Melalui Sistem Terestrial,” 2013. [2] HomePlug Powerline Alliance, “HomePlug 1.0 Technology White Paper,” 2000. [3] E. Seema M. Singh, Broadband Over Power Lines A White Paper. 2004. [4] G. Held, “Understanding broadband over Power Line,” Auerbach Publ. United State, 2006. [5] J. Serrao, A. Fakih, R. Khatik, and S. Afzal, “TRANSMISSION OF DATA USING POWER LINE,” vol. 2, no. 6, pp. 280–283, 2012. [6] B. Baraboi, “Narrowband Powerline Communication Applications and Challenges,” 2012. [7] HomePlug Powerline Alliance, HomePlug AV2 Technology. 2013. [8] A. Mobiu and R. Hartanto, “Analysis Quality of Service from Internet Protocol Television ( IP TV ) Service,” vol. 1, no. 2, pp. 100–108, 2012. [9] G. Koleyni, ITU-T Focus Group on IPTV. 2008. [10] Powerline Alliance : “ HomePlug AV White Paper”. Copyright @ 200 . Document version Number : HPAVWP – 050818 [11] H.Hrasnica, A.Haidine and R.Lehnert (2004). Broadband Powerline Communications Network Design. John Wiley & Sons.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENGAMANAN DATA TEKS DENGAN KOMBINASI CIPHER BLOCK CHANING DAN LSB-1 Taronisokhi Zebua STMIK Budi Darma, Medan Email :
[email protected] Abstrak Pengamanan data teks merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan agar teks dari sebuah informasi yang dirahasiakan tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali orang-orang yang diberi hak untuk itu. Terdapat beberapa teknik yang dijadikan sebagai pendekatan penyelesaian masalah keamanan data teks dimulai dari pengamana fisik data teks yang dilindungi hingga pemanfaatan teknik-teknik pengamanan data yang bekerja berdasarkan algoritma. Terdapat beberapa pendekatan teknik pengamana data yang hingga saat ini masih digunakan oleh sejumlah kalangan diantara dengan menerapkan teknik kriptografi, teknik steganografi, watermark dan teknik lainnya. Salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pengamanan data teks adalah mengkombinasikan teknik kriptografi dengan teknik steganografi. Teknik kriptografi berfungsi untuk menyandikan data teks yang dirahasiakan melalui proses enkripsi, sedangkan teknik steganografi berfungsi untuk menyembunyikan (embeded) data teks tersandi tersebut ke dalam sebuah media misalnya citra, video atau audio. Algritma teknik kriptografi yang digunakan dalam kasus ini adalah algoritma Cipher Block Chaining (CBC) yang diciptakan oleh IBM pada tahun1976 yang menerapkan mekanisme umpan balik (feedback) pada sebuah blok dimana blok sebelumnya akan diumpanbalikkan dengan blok current. Metode yang digunakan untuk menyembunyikan pesan tersandi pada sebuah media adalah salah satu dari modifikasi metode Least Significant Bit, yaitu Leas Significant Bit-1 (LSB-1). Algoitma LSB-1 bekerja dengan melakukan penggantian terhadap setiap bit ke-7 media penampung dengan bit-bit teks tersandi. Media penampung (citra cover) yang digunakan pada kasus ini adalah citra digital berjenis true color. Kata kunci: Kriptografi, Steganografi, Data Teks, Citra, Cipher Block Chaining, Least Significant Bit-1. PENDAHULUAN Peningkatan pengamanan terhadap data ataupun informasi yang sifatnya rahasia sangat diperlukan oleh pemilik data dengan tujuan data yang dimaksud tidak dapat diketahui ataupun disalahgunakan oleh orang lain selain penerima yang sah. Namun fenomena yang terjadi hingga saat ini, masih banyak pemilik informasi yang sifatnya rahasia mengabaikan masalah tersebut, sehingga dengan mudah para penyadap merusak dan atau menyalahgunakannya. Teknik yang umum digunakan untuk mengamankan data rahasia adalah teknik kriptografi. Teknik ini merupakan proses pengubahan setiap karakter dari teks asli (plaintext) menjadi karakter lain (ciphertext) sehingga makna dari data rahasia tersebut tidak dapat dipahami lagi oleh orang lain (confusion and difusion). Namun penerapan teknik kriptografi memunculkan kecurigaan yang cepat dari orang lain bahwa informasi tersebut bersifat rahasia, sehingga menimbulkan niat untuk mengetahuinya. Teknik lain adalah teknik steganografi, yaitu sebuah teknik yang digunakan untuk menyembunyikan pesan rahasia pada objek lain misalnya citra digital, audio dan video. Teknik steganografi dilakukan dengan menukarkan bit tertentu dari citra digital penampung pesan dengan bit pesan rahasia yang akan disembunyikan. Proses penukaran bit citra digital penampung dengan bit-bit pesan rahasia dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi metode Least Significant Bit (LSB). Metode ini disebut dengan metode Least Significant Bit-1 (LSB-1) yang memiliki cara yang sama dengan
LSB hanya saja posisi bit yang ditukarkan berbeda, jika LSB adalah bit ke-7 dari setiap byte elemen warna pixel citra digital, maka LSB-1 adalah bit ke 8 – 1 = 7 (bit ke-6) dari setiap byte elemen warna pixel citra digital (Rahul Joshi et al, 2013). Pengkombinasian antara teknik LSB-1 dengan salah satu algoritma kriptografi mampu meningkatkan pengamanan terhadap pesan rahasia dari tindakantindakan yang tidak diinginkan, karena pesan yang disembunyikan merupakan hasil enkripsi (ciphertext) dari pesan asli. Algoritma yang digunakan untuk melakukan enkripsi data teks asli (plaintext) yakni algoritma Cipher Block Chaining (CBC) yang menerapkan mekanisme umpan balik pada sebuah blok bit dimana hasil enkripsi blok sebelumnya diumpan balikkan ke dalam proses enkripsi blok current. Operasi ini diterapkan pada algoritma yang sudah beroperasi pada level bit (0) atau (1) maupun sekelompok/blok bit dan bukan karakter, sehingga menghasilkan ciphertext yang jauh berbeda dengan pesan aslinya. Permasalahan yang akan diuraikan dalam penelitian adalah Bagaimana proses yang dilakukan untuk mengkombinasikan algoritma Cipher Block Chaining (CBC) dengan metode LSB-1 untuk mengamankan data teks dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat untuk membantu pengguna dalam memahami prosedur pengkombinasian teknik kriptografi dan teknik steganografi dalam meningkatkan pengamanan data teks. Mengetahui bagaimana cara enkripsi dan dekripsi data teks dengan algoritma cipher block chaining serta cara 85
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
menyembunyikan data teks tersandi tersebut ke dalam citra cover berdasarkan metode LSB-1. Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, maka diuraikan pembahasan dan solusi penyelesaiannya dalam penelitian ini dengan topik “PENGAMANAN DATA TEKS DENGAN KOMBINASI CIPHER BLOCK CHAINING DAN LSB-1”.
hasil enkripsi blok sebelumnya diumpanbalikkan ke dalam proses enkripsi blok current. Caranya adalah blok plaintext yang current diXOR-kan terlebih dahulu dengan blok ciphertext hasil enkripsi sebelumnya, selanjutnya hasil peng-XOR-an ini masuk ke dalam fungsi enkripsi. Dengan algoritma CBC, setiap blok ciphertext tidak hanya bergantung pada blok plaintext-nya tetapi juga pada seluruh blok plaintext sebelumnya. Dekripsi dilakukan dengan memasukkan blok ciphertext yang current ke fungsi dekripsi, kemudian meng-XOR-kan hasilnya dengan blok ciphertext sebelumnya. Dalam hal ini, blok ciphertext sebelumnya berfungsi sebagai umpan maju (feedforward) pada akhir proses dekripsi (Dewi rosmala dan Riki Aprian, 2012).
METODE PENELITIAN Masalah pengamanan data teks merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam upaya penjagaan kerahasiaan data dari orang lain. Algoritma Cipher Block Chaining (CBC) merupakan penerapan mekanisme umpan balik pada sebuah blok bit dimana Pi-2
PN-2
P1
Ci-1
C1
CN
Geser Ke kanan sejumlah n bit
Geser Ke kanan sejumlah n bit
Geser Ke kanan sejumlah n bit
Blok Enkripsi
Blok Enkripsi
Ci-2
CN-1
Key
Key
. . .
Blok Enkripsi
Key Key
. . .
Blok Enkripsi
Blok Enkripsi
Geser Ke kiri sejumlah n bit
Geser Ke kiri sejumlah n bit
Geser Ke kiri sejumlah n bit
Ci-1
C1
CN
Key
Key
Blok Enkripsi Ci-2
CN-1
Pi-1
P1
PN-1
Gambar 1 : (a) Proses Enkripsi (b) Proes Dekripsi Secara metematis, proses enkripsi dan dekripsi berdasarkan algoritma CBC dapat diformulasikan menjadi : Enkripsi : Ci = Ek (Pi Ci -1) dan Dekripsi = Pi = Dk (Ci – Ci-1)
Sedangkan nilai C0 atau initial vector (nilai inisial awal) maka ditetapkan sendiri oleh pengguna dengan catatan jumlah bitnya harus sama dengan jumlah bit kunci yang digunakan. Metode Least Significant Bit (LSB) merupakan salah satu metode penyembunyian pesan pada citra yang umum digunakan serta mudah untuk diimplementasikan, namun metode ini memiliki kerentangan dan kemudahan dalam penghancuran pesan yang telah disembunyikan. Salah satu kelemahan utama dari penerapan metode LSB ini adalah penyusup dapat langsung mengubah bit akhir dari setiap byte pixel medium penampung pesan, dengan cara ini maka pesan yang telah disembunyikan akan mudah diungkap dan dapat mengubah kualitas medium penampung pesan (Rahul Joshi et al, 2013). Kelemahan penerapan metode Least Significant Bit (LSB) di atas, dapat diatasi dengan melakukan pemodifikasian terhadap. Modifikasi LSB dilakukan dengan merubah posisi bit-bit medium pesan yang akan ditukarkan dengan bit pesan yang akan disembunyikan. Beberapa metode hasil modifikasi Least Significant Bit (LSB) meliputi LSB-1, LSB-2, LSB-3 (Yudhi Andrian, 2013). Least Significant Bit-1 (LSB-1), bekerja dengan teknik menukarkan bit citra penampung dimana posisi bit yang ditukar adalah bit ke 8-1 (bit ke-7). Contoh, asumsikan repressentasi biner pixel citra sebagai berikut : 86
11110101 00010110 10101010 11000100 11111001 00000001 00000001 11110001 00011101 karakter T dalam biner = 01010100, maka akan dihasilkan citra hasil dengan urutan bit akhir sebagai berikut : 11110101 00010110 10101000 11000110 11111001 00000001 00000001 11110011 00011101 Metode penelitian adalah Kerangka kerja penelitian atau langkah-langkah yang digunakan dalam penyelesaian penelitian ini. Kerangka kerja ini merupakan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan masalah yang akan dibahas. Tahapan penelitian ini terdiri dari beberapa langkah seperti pada gambar 2 dibawah ini : Studi Literatur
Analisa Masalah
Implementasi
Laporan / Hasil
Gambar 2 : Kerangka Kerja Penelitian
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahap pembahasan ini akan menjelaskan bagaimana proses pengkombinasian algoritma ECB dengan metode LSB-1 pada pengamanan data teks. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini :
Gambar 3 : Diagram Proses Kombinasi CBC dengan LSB-1 Penerapan Kombinasi Algoritma CBC dan LSB-1 Contoh kasus yang diselesaikan pada penelitian ini akan menguraikan tahapan-tahapan proses pengamanan data teks dengan mengkombinasikan algoritma Cipher Block Chaining (CBC) dengan metode Least Significant Bit-1 (LSB1). Seperti yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang di atas bahwa algoritma CBC digunakan untuk melakukan enkripsi dan dekripsi data teks yang akan disembunyikan, sedangkan metode LSB-1 digunakan sebagai teknik penyembunyian data teks tersandi tersebut pada citra. 1. Proses Penyandian dan Penyembunyian Data Teks a. Proses Enkripsi Data Teks Diasumsikan data teks (plaintext) adalah : TARONI Kunci CBC yang digunakan = ZEB Nilai Initial Vector (IV) = 015 dan jumlah bit per blok adalah 24 bit Proses enkripsi : - Konversi plainteks, kunci, IV ke biner Plaintext : T A R O N I 01010 01000 01010 01001 01001 01001 100 001 010 111 110 001
Z 01011 010
Kunci : E B 01000 01000 101 010 -
T 010101 00
0 00110 000
1 00110 001
5 00110 101
Lakukan proses enkripsi dengan CBC Pembagian blok biner plainteks dengan jumlah bit per kelompok = 24 A 010000 01 Blok I
R 010100 10
O 010011 11
N 010011 10 Blok II
I 010010 01
Biner Blok I plaintext di XOR dengan biner IV (C0), kemudian hasilnya di XOR dengan Kunci :
Biner Blok I Biner IV (C0) Biner Blok I XOR Biner C0 Biner Kunci (Blok I XOR C0) XOR (Kunci) Shift 2 bit to Right Hasil Enkripsi Blok I
01010100 00110000
01000001 00110001
01010010 00110101
01100100
01110000
01100111
01011010
01000101
01000010
00111110
00110101
00100101
111110 00110101 11111000
11010100
0010010100 10010100
Hasil enkripsi di blok I di atas digunakan untuk melakukan enkripsi blok II (current block) Biner Blok II 01001111 01001110 01001001 Hasil Enkripsi Blok 11111000 11010100 10010100 I Blok I XOR 10110111 10011010 11011101 C0 Biner Kunci 01011010 01000101 01000010 (Blok I XOR C0) XOR 11101101 11011111 10011111 (Kunci) Shift 2 bit to 101101 11011111 1001111111 Right Hasil Enkripsi Blok 10110111 01111110 01111111 II Hasil enkripsi (ciphertext) berdasarkan CBC (dalam bilangan biner) adalah 11111 11010 10010 10110 01111 01111 000 100 100 111 110 111 b.
Proses Penyembunyian Data Teks Tersandi Diasumsikan ciphertext di atas akan disembunyikan pada sebuah citra penampung (citra cover) berjenis citra berwarna (true color), maka yang perlu diperhatikan adalah Initial Vectorberapa (IV) : jumlah pixel citra yang harus tersedia. Berdasarkan jumlah biner data teks yang akan disembunyikan (48 bit), maka jumlah pixel citra penampung minimal 16 pixel (karena konsep LSB-1 hanya menukarkan 1 bit pada setiap elemen warna pixel). Setiap pixel memiliki 3 elemen warna, yaitu Red (R), Green (G ) dan Blue (B). Langkah yang dilakukan pada proses penyembunyian data teks yang telah tersandi adalah : - Asumsikan biner pixel citra biner seperti berikut :
87
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Pixel R 1 120 ... 6 55 -
1 G 200 ... 200
B 150 ... 100
..... 3 ..... ..... ..... ..... ..... .....
ISBN: 979-458-808-3
Pixel Konversi ke Bner
..... .....
1 6
1 R G B 01111000 11001000 10010110 ... ... ... 00110111 11001000 01100100
..... 3 ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
Tukarkan setiap bit ke-7 elemen warna pixel citra dengan bit-bit data teks yang akan disembunyikan. Misalkan proses penukaran LSB-1 pada elemen warna pada pixel ke-1 hingga pixel ke-3 citra cover, dimana pada proses ini dilakukan penukaran 8 bit (satu karakter) data teks yang telah disandikan. Prosesnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 4 : Proses Penukaran Bit ke-7 (LSB-1) Citra Cover
2.
- Proses yang dilakukan selanjutnya adalah menyimpan citra stegano (citra hasil penukaran bit) Apabila diperhatikan nilai-nilai bit hasil penukaran di atas, maka nilai elemen warna R, G dan B pada pixel pertama terjadi perubahan, demikian juga untuk pixel yang kedua dan ketiga. Namun perubahan tersebut tidak begitu significan pengaruhnya dalam pengubahan nilai warna sehingga apabila dilihat secara visual mata manusia, perubahan tersebut sangat tidak terlihat jelas. Proses Ekstraksi Data Tersembunyi dari Citra Langkah-langkah yang dilakukan untuk meng-ekstraksi data teks dari citra stegano adalah sebagai berikut : a. Konversi citra stegano menjadi nilai-nilai biner dan ambil nilai LSB-1 setiap elemen warna pixel sebanyak jumlah bit data teks yang telah disembunyikan sebelumnya. b. Kelompokkan biner-biner tersebut menjadi 24 bit (sesuai dengan jumlah bit per blok pada saat proses enkripsi) c. Lakukan proses dekripsi berdasarkan algoritma CBC d. Kelompokkan biner-biner hasil dekripsi CBC menjadi 8 bit tiap kelompok e. Konversikan biner-biner tersebut menjadi karakter Misalnya dari proses pengambilan nilai LSB-1 citra stegano, didapatkan biner sebagai berikut : 111110001101010010010100 24 bit blok I
101101110111111001111111 24 bit blok II
Untuk blok yang pertama dan kedua dilakukan proses shift 2 bit to left : Bit awal 111110001101010010010100 101101110111111001111111 setelah digeser 001111100011010100100101 111011011101111110011111
88
Proses dekripsi Blok I: Blok I Biner IV (C0) Hasil (Blok I XOR C0) Hasil XOR Biner Kunci Biner Plainteks Blok I
001111100011010100100101 001100000011000100110101 000011100000010000010000 010110100100010101000010 010101000100000101010010
Proses dekripsi Blok II: Blok II
111011011101111110011111
Biner Blok I (sebelum digeser)
111110001101010010010100
Hasil (Blok I XOR C0)
000101010000101100001011
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Hasil XOR Biner Kunci
010110100100010101000010
Biner Plainteks Blok I
010011110100111001001001
Satukan Blok I dan Blok II, kemudian kelompokkan menjadi 8 bit setiap kelompok Blok I & Blok II 010101000100000101010010010011110100111001001001 Pengelompokkan
01010100
01000001
01010010
01001111
01001110
01001001
Nilai desimal
84
65
82
79
78
73
Karakter
T
A
R
O
N
I
Berdasarkan proses di atas, maka data teks yang telah disandikan berhasil dikembalikan ke bentuk asli (plainteks/teks data asli) KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Proses yang dilakukan untuk mengkombinasikan algoritma CBC dengan metode LSB terdiri dari dua bagian adalah proses penyandian data teks berdasarkan algoritma CBC, kemudian proses penyembunyian data teks yang telah disandikan tersebut pada citra cover yang dilakukan berdasarkan metode LSB-1. Untuk mengembalikan data teks menjadi teks asli, maka diakukan pemisahan biner data teks yang telah disembunyikan (ekstraksi) berdasarkan metode LSB-1, kemudian biner-biner tersebut akan didekripsi berdasarkan algoritma CBC hingga data teks asli didapatkan kembali. 2. Perubahan nilai elemen warna setiap pixel akibat penukaran bit-bit data teks yang disembunyikan berdasarkan metode LSB-1 menyebabkan bertambahnya nilai elemen warna menjadi 2 bit apabila bit citra yang ditukar dari 0 menjadi 1 dan
akan berkurang 2 bit apabila bit citra yang ditukar dari 1 menjadi 0. Perubahan nilai citra asli apabila dilihat secara visual oleh mata manusia, maka tidak terlihat secara significan sehingga citra stegano kelihatan masih seperti citra cover. DAFTAR PUSTAKA [1] Darma Putra (2010). Pengolahan Citra Digital, Andi : Yogyakarta [2] Dewi Rosmala et all. (2012). Jurnal Informatika, No.2 (3) : 55-65 [3] Rahul Joshi. (2013). IJARCET International Journal of Advanced Research Engineering & Technology 2(1): 228-229 [4] Rinaldi Munir (2004). Pengolahan Citra Digital, Informatika : Bandung [5] Joy shree Nath, et all. (2011). JGRCS Jurnal of Global Research in Computer Science, ISSN 2229-371X, 2 (4): 180-184. [6] Yudhi Andrian.(2013). SNIKOM Seminar Nasional Ilmu Komputer : 274-279
89
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
TEKNIK WATERMARKING DALAM PENGAMANAN DOKUMEN DIGITAL Azanuddin Program Studi Teknik informatika,STMIK Budi Darma Medan Jl.Sisingamangaraja No.338 Simpang Limun Medan Email :
[email protected] Abstrak Digital watermarking merupakan salah satu cara untuk melindungi hak cipta pada hasil karya seseorang. Digital watermarking dapat dilakukan pada dokumen digital berupa tulisan, gambar, suara, maupun video. Yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah teknik digital watermarking yang dapat dilakukan pada dokumen teks. Digital watermarking merupakan suatu proses penyisipan data atau informasi tertentu yang sulit untuk dihilangkan. Tujuan penggunaan watermark biasanya adalah untuk menandai atau menjaga originalitas dari suatu data yang disisipkan watermark didalamnya. Perkembangan penelitian dibidang watermarking sudah berkembang cukup pesat. Namun, tidak ada code watermark khusus yang dipublikasikan secara umum. Hal ini disebabkan keamanan dari sistem watermak itu sendiri yang bergantung pada algoritma untuk menyisipkan dan mendeteksi watermak, tidak berdasarkan kunci yang digunakan seperti pada algoritma enkripsi pada umumnya. Berbeda dengan digital watermarking pada gambar atau suara, penyimpanan data watermark pada bit-bit data dari dokumen akan mengubah isi dokumen, karena itu teknik watermarking pada dokumen teks cukup berbeda dan sulit . Beberapa contoh teknik watermarking yang digunakan pada dokumen teks adalah Line Shift Coding, Word Shift Coding, atau Character Coding. Dalam penelitian ini, yang akan dibahas adalah teknik watermarking Line Shift Coding dan contoh aplikasinya. Kata kunci: Digital watermarking, dokumen teks, Line Shift Coding PENDAHULUAN Dokumen digital yang ada saat ini sangat beragam formatnya. Ada format .txt, .rtf, .doc untuk dokumen teks, lalu ada jpg, bmp dan gif untuk bentuk dokumen citra, kemudian .mp3 dan .wav untuk bentuk dokumen audio, serta .mpeg, .mkv dan .avi untuk video dan masih banyak format dokumen digital lainnya. Dokumen digital tersebut dapat di-copy dan didistribusikan dengan mudah. Sehingga diperlukan mekanisme perlindungan terhadap dokumen digital tersebut. Perlindungan ini sangat bermanfaat terutama untuk mengatasi masalah pembajakan atau peng-copy-an dokumen digital secara illegal. Apalagi bila dokumen yang di-copy secara illegal tersebut dijadikan sesuatu yang dikomsumsi publik secara komersil. Hal ini tentu akan sangat merugikan pihak pembuat atau pihak yang memiliki status kepemilikan terhadap dokumen yang dibajak. Salah satu cara yang cukup efektif dan terus dikembangkan saat ini adalah penggunaan digital watermarking. Digital watermarking merupakan cara yang digunakan untuk menyisipkan informasi atau watermark pada suatu dokumen digital. Salah satu tujuan dilakukannya digital watermarking ini adalah untuk menyatakan kepemilikan (copyright) dari sebuah dokumen digital. Watermark yang disisipkan dapat berupa teks, logo, audio, atau pun data biner lainnya. Dalam penelitian ini, akan dibahas algoritma digital watermarking pada dokumen teks digital. Permasalahan yang akan diuraikan dalam penelitian adalah Bagaimana proses menyembunyikan informasi kedalam teks dengan teknik Line Shifting 90
Coding, dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat untuk Membantu pengguna dalam melakukan pengamanan data teks, sehingga tidak dapat diketahui oleh pihak lain, serta sebagai salah satu alternatif solusi untuk proteksi hak cipta dokumen. Berdasarkan pada uraian latar di atas, maka diuraikan pembahasan dan solusi penyelesaiannya dalam penelitian ini dengan topik” TEKNIK WATERMARKING DALAM PENGAMANAN DOKUMEN DIGITAL”. METODE PENELITIAN Line-shift Coding adalah suatu teknik watermarking yang memanipulasi dokumen dengan cara menggeser baris secara vertikal pada teks berdasarkan bit-bit yang ingin disisipkan. Teks tersebut dibagi menjadi dua grup baris, grup genap dan grup ganjil. Grup genap berisi baris-baris genap yang dapat disisipkan pesan,yaitu baris-baris genap yang diapit oleh grup ganjil dalam paragraf yang sama. Grup ganjil berisi baris-baris ganjil yang berdekatan dengan grup genap. Setiap baris pada grup genap dilakukan pergeseran, sedangkan grup ganjil, yang disebut sebagai control groups, tetap pada posisinya. Control groups digunakan untuk mengestimasi dan mengompensasi distorsi-distorsi untuk masing-masing proyeksi profile mendatar (Chen et al. 2001). Line Shift Coding bekerja dengan cara, setiap baris perparagraf pada dokumen teks dibagi menjadi dua grup, yaitu grup genap dan grup ganjil. Grup genap digeser secara vertikal sedangkan grup ganjil
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
tetap. Berkas pesan dengan bentuk teks diubah menjadi rangkaian biner. Bit-bit biner dari berkas pesan ini yang menentukan arah penggeseran grup genap. Bila bit bernilai 1 maka baris pada grup genap digeser ke atas sebanyak dua poin, sebaliknya bila bit bernilai 0 maka baris pada grup genap digeser ke bawah sebanyak dua poin. Lalu dokumen yang sudah mengalami pergeseran tadi disimpan menjadi stego dokumen. Metode Penelitian adalah Kerangka kerja penelitian atau langkah – langkah yang digunakan dalam penyelesaian penelitian. Kerangka kerja ini merupakan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan masalah yang akan dibahas. Tahapan penelitian ini terdiri dari beberapa langkah seperti pada gambar 2 dibawah ini:
Studi Literatur
1.
2.
3.
4.
Ubahlah teks watermark yang akan dimasukan kedalam bit-bit sebagai berikut : c=01100011 o=01101111 p=01110000 y=01111001 digabungkan menjadi “01100011011011110111000001111001” Sisipkan bit-bit dari hasil pengubahan tersebut ke dalam teks dokumen secara merata pada grup genap teks. Jika bit bernilai 1 maka baris pada grup genap digeser ke atas sebanyak dua poin, sebaliknya bila bit bernilai 0 maka baris pada grup genap digeser ke bawah sebanyak dua poin Ulangi langkah ke no. 3 sampai seluruh bit berhasil disisipkan.
Teks yang ingin disisipkan c=01100011 o=01101111 p=01110000 y=01111001 Contoh penyisipan untuk karakter “c” bit 0 :0000, bit 1: 1111 Baris genap yang telah di geser
Analisa Masalah
Implementasi
Laporan / Hasil Gambar 1 Kerangka Kerja Penelitian
1111
Format abstrak ini disusun dengan tujuan agar dapat digunakan sebagai acuan untuk menulis abstrak sesuai dengan format yang dibutuhkan pada Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi yang akan diselenggarakan oleh Forum IHAN-Batak pada 5-6 September 2015 di Toledo INN Tuktuk, Kabupaten Samosir Sumatera Utara.Teks abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia 9 point, sekitar 200 kata, mengandung intisari dari seluruh tulisan (pendahuluan (yang menguraikan latar belakang, review penelitian 0000 terdahulu & tujuan penelitian), metode penelitian, hasil dan pembahasan serta kesimpulan). Margin halaman mengikuti aturan berikut: 3 cm margin kiri dan kanan, 2.5 cm margin atas dan bawah. Gunakan font Arial dengan baris satu spasi, satu paragraf tanpa indentasi dengan perataan kiri dan kanan (justified). Judul makalah 11 point, semua kapital, centered, diikuti dengan satu baris kosong.
Berikut contoh program java sederhana untuk menuntukan perubahan baris menggunakan line shift coding.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahap pembahasan ini akan menjelaskan bagaimana proses penyisipan informasi ke dalam teks dengan cara Line Shift Coding, dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini :
Gambar 2 Cara Kerja Line Shift Coding Penerapan Teknik Line Shift Coding Dalam penerapan ini akan digunakan sebuah contoh kasus untuk melihat langkah demi langkah proses penyisipan informasi data teks dengan menggunakan Line Shift Coding, sebagai berikut: Plainte t : ”copy”.
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain : 1. Pemberian watermark pada dokumen teks merupakan isu yang penting karena dokumen teks pun seringkali disebarluaskan, sehingga copyright-nya perlu dijaga 2. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menambahkan watermark pada dokumen teks.
91
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
DAFTAR PUSTAKA [1] Andiniarti Indri. (2009). Implementasi Steganografi Pada Media Teks Dengan Metode Line-Shift Coding Dan Metode Centroid. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam institut Pertanian Bogor [2] Brassil, Jack T. (1995). Electronic Marking and Identification Techniques to Discourage Document Copying, IEEE JOURNAL ON SELECTED AREAS IN COMMUNICATIONS. VOL. 13. NO. 8 [3] Brassil J T, Low S, Maxemchuk N F. (1994). Copyright Protection for the Electronic Distribution of Text Cocuments.
92
ISBN: 979-458-808-3
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/summary?doi =10.1.1.46.8396 [1 Agustus 2015]. [4] Chen M, Wong E K, Memon N. (2001). Recent Developments in Document Image Watermarking and Data Hiding. http://isis.poly.edu/memon/ publications/pdf/2001_Recent_Developments_in_ Document_Image_Watermarking_and_Data_Hidi ng.pdf [1 Agustus 2015]. [5] Theodorus Gerard Edwin. (2010). Studi Mengenai Digital Watermarking pada Dokumen Teks dan Aplikasinya dalam Dokumen Microsoft Word. Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PERBANDINGAN ALGORITMA HUFFAN DAN ALGORITMA LZW PADA KOMPRESI CITRA Denni M Rajagukguk STMIK Budi Darma Medan Jl.Sisingamangaraja No. 338 Simpang Limun Medan, Telp. 061-7875998 Email :
[email protected] Abstrak Citra atau gambar adalah alat yang manusia pakai untuk menyampaikan pesan kepada manusia lainnya. Gambar atau citra telah berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Bentuknya tidak lagi hanya lukisan seperti zaman prasejarah. Kini ada foto, gambar yang dihasilkan dengan menangkap cahaya pada medium yang telah dilapisi bahan kimia peka cahaya atau sensor digital, lalu ada film, gambar yang bergerak. Besarnya ukuran data yang harus dikirim melampaui kecepatan transmisi yang dimiliki oleh perangkat keras yang ada, sehingga masih terdapat delay time yang relatif besar. Selain itu media penyimpanan seperti floppy disk, hard disk, dan compact disk mempunyai kapasitas yang terbatas. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini digunakanlah kompresi data. Ada banyak sekali teori dan metode untuk kompresi data, di antaranya metode Huffman, Run-Length Encoding (RLE), Lempel-Zip-Welch (LZW), Shanon-Fano, dan beberapa metode lainnya. Kata Kunci : Citra, kompresi, algoritma Huffman, Algoritma LZW PENDAHULUAN Kompresi citra digital merupakan upaya untuk melakukan transformasi terhadap data atau simbol, tanpa menimbulkan perubahan yang signifikan atas citra digital tersebut bagi mata manusia yang mengamatinya. Kompresi harus dilakukan secara efektif sehingga citra digital yang dihasilkan setelah poses kompresi mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan sebelum poses kompresi. Informasi tersebut dapat berupa data teks dan data citra, dimana data teks merupakan kumpulan dari karakter-karakter atau string yang menjadi satu kesatuan. Sedangkan data citra merupakan suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Kecepatan pengiriman informasi dalam bentuk citra akan menjadi bagian utama dalam pertukaran informasi saat ini dan masa yang akan datang. Pengiriman informasi citra secara real time masih mengalami kendala. Di antaranya adalah besarnya ukuran data yang harus dikirim melampaui kecepatan transmisi yang dimiliki oleh perangkat keras yang ada, sehingga masih terdapat delay time yang relatif besar. Selain itu media penyimpanan seperti floppy disk, hard disk, dan compact disk mempunyai kapasitas yang terbatas. Jika data yang akan disimpan pada media penyimpanan semakin bertambah dan berukuran besar, maka media penyimpanan tidak dapat menyimpan data tersebut karena melebihi kapasitas. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini digunakanlah kompresi data. Kompresi data merupakan salah satu kajian di dalam ilmu komputer yang bertujuan untuk mengurangi ukuran file sebelum menyimpan atau memindahkan data tersebut ke dalam media penyimpanan. Kompresi data terdiri dari dua proses utama yaitu kompresi dan dekompresi atau pemulihan data kembali seperti aslinya. Jika suatu file dikompresi, maka file tersebut harus dapat dibaca kembali setelah file tersebut didekompresi.
Kompresi mengacu untuk mengurangi jumlah data yang digunakan seperti file, gambar atau video tanpa mengurangi kualitas data asli. Untuk melakukan kompresi berarti harus memiliki data asli dan akan berkurang ukuran datanya setelah dikompresi (Sharma, 2010). Kompresi berguna untuk membantu mengurangi penggunaan sumber daya, seperti ruang penyimpanan data atau kapasitas transmisi. Kompresi data memerlukan ruang waktu yang kompleksitas. Skema kompresi data melibatkan berbagai factor termasuk tingkat kompresi, jumlah distorsi dan sumber daya komputasi yang dibutuhkan untuk mengkompresi data (Brar dan Singh, 2013). Kompresi gambar adalah aplikasi kompresi data yang mengkodekan gambar asli dengan beberapa bit. Tujuan kompresi citra adalah mengurangi relevan dan redudansi data gambar agar dapat menyimpan atau mengirimkan data dalam bentuk yang efisien. Kompresi gambar berarti pengurangan ukuran data gambar dan dapat mengurangi waku transit melalui jaringan dan meningkatkan kecepatan transmisi (Kaur dan Kaur, 2013). Ada dua teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan kompresi data yaitu Lossless Compression dan Lossy Compression. Lossless Compression merupakan kompresi data dimana hasil dekompresi dari data yang terkompresi sama dengan data aslinya dan tidak ada informasi yang hilang. Sedangkan Lossy Compression adalah kompresi data di mana hasil dekompresi dari data yang terkompresi tidak sama dengan data aslinya karena ada informasi yang hilang, tetapi masih dapat ditolerir oleh persepsi mata. Ada banyak sekali teori dan metode untuk kompresi data, di antaranya metode Huffman, Run-Length Encoding (RLE), Lempel-Zip-Welch (LZW), Shanon-Fano, dan beberapa metode lainnya. Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Memahami proses kompresi algoritma LZW dan algoritma Huffman.
93
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
2. 3. 1.
2. 3.
Menemukan hasil perbandingan dari algoritma LZW dan algoritma Melakukan kajian berdasarkan perbandingan yang dilakukan. Menguji hasil kompresi citra Manfaat penelitian adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui perbandingan kompresi citra yang meliputi proses kompresi dan dekompresi dengan menggunakan algoritma Huffman dan algoritma LZW. Dapat memahami teknik kompresi dengan menggunakan algoritma Huffman dan algoritma LZW. Dapat memilih metode Huffman atau algoritma LZW untuk pengkompresian gambar.
METODE PENELITIAN Kerangka kerja dari penelitian ini dapat diuraikan pada gambar di bawah ini, Mempelajari Literatur
Analisa Algoritma Kompresi
Perancangan
Implementasi
Pengujian
Gambar 1. Kerangka Kerja Penelitian Citra Digital adalah merupakan fungsi intensitas cahaya f (x,y) dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan tingkat kecemerlangan citra pada titik tersebut. Digitalisasi dari koordinat spasial citra disebut dengan image sampling. Sedangkan digitalisasi dari gray level citra disebut dengan gray-level quantization. Citra digital dapat dibayangkan sebagai suatu matriks dimana baris dan kolomnya merepresentasikan suatu titik didalam citra, dan nilai elemen matriks tersebut menunjukkan gray level di titik tersebut. Kompresi citra adalah proses pemampatan citra yang bertujuan untuk mengurangi duplikasi data pada citra sehingga memory yang digunakan untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit daripada representasi citra semula. Lossy Compression merupakan kompresi citra dimana hasil dekompresi dari citra yang terkompresi tidak sama dengan citra aslinya, artinya bahwa ada informasi yang hilang, tetapi masih bisa ditolerir
94
ISBN: 979-458-808-3
oleh persepsi mata. Metode ini menghasilkan rasio kompresi yang lebih tinggi dari pada metode lossless. Algoritma Huffman adalah suatu algoritma kompresi tertua yang disusun oleh David Huffman pada tahun 1952. Algoritma tersebut digunakan untuk membuat kompresi jenis lossy compression, yaitu pemampatan data dimana tidak ada satu byte pun data yang hilang sehingga data tersebut utuh dan disimpan sesuai dengan aslinya. Pada sejarahnya, Huffman sudah tidak dapat membuktikan apapun tentang kode apapun yang efisien, tapi ketika tugasnya hampir final ia mendapatkan ide untuk menggunakan pohon binary untuk menyelesaikan masalahnya untuk mencari kode yang efisien. Pada dasarnya, algoritma Huffman ini bekerja seperti mesin sandi morse, yang membentuk suatu kode dari suatu karakter sehingga karakter tersebut memiliki rangkaian bit yang lebih pendek dibandingkan sebelumnya. Tahapan proses kompresi algoritma Huffman : 1. Hitung banyaknya jenis karakter dan jumlah dari masing masing karakter yang terdapat dalam sebuah file. 2. Susun setiap jenis karakter dengan urutan jenis karakter yang jumlahnya paling sedikit ke yang jumlahnya paling banyak. 3. Buat pohon biner berdasarkan berdasarkan urutan karakter dari yang jumlahnya terkecil ke yang terbesar dan member kode untuk tiap karakter. 4. Ganti data yang ada dengan kode bit berdasarkan pohon biner. 5. Simpan jumlah bit untuk kode bit yang terbesar, jenis karakter yang diurutkan dari frekuensi keluarnya terbesar ke terkecil beserta data yang sudah berubah menjadi kode bit sebagai data hasil kompresi. Algoritma ini dirancang untuk cepat dalam implementasi tetapi biasanya tidak optimal karena hanya melakukan kompresi dengan hanya menggunakan dictionary, dimana fragmen fragmen teks digantikan dengan indeks yang diperoleh dari sebuah kamus. Prinsip sejenis juga digunakan dalam kode Braille, dimana kode kode khusus digunakan untuk mempresentasikan kata kata yang ada. Pendekatan ini bersifat adaptif dan efektif karena banyak karakter dapat dikodekan dengan mengacu pada string yang telah muncul sebelumnya dalam teks. Algoritma kompresi LZW secara lengkap : 1. KAMUS diinisialisasi dengan semua karakter dasar yang ada : {‘A’..’Z’,’a’..’z’,’0’..’9’}. 2. W ← karakter pertama dalam stream karakter. 3. K ← karakter berikutnya dalam stream karakter. 4. Lakukan pengecekan apakah (W + K) terdapat dalam KAMUS a. Jika ya, maka W ← W + K (gabungkan W dan K menjadi string baru). b. Jika tidak, maka : 1. Output sebuah kode untuk menggantikan string W.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
2. Tambahkan string (W + K) ke dalam dictionary dan berikan nomor/ kode berikutnya yang belum digunakan dalam dictionary untuk string tersebut. 3. W ← K c. Lakukan pengecekan apakah masih ada karakter berikutnya dalam stream karakter 1. Jika ya, maka kembali ke langkah 2. 2. Jika tidak, maka output kode yang menggantikan string W, lalu terminasi proses (stop).
255
255
247
167
99
90
129
210
255
255
255
220
126
125
154
162
147
117
168
252
247
121
136
209
159
122
199
184
110
182
171
120
199
249
171
135
215
243
155
131
100
152
240
243
226
221
233
253
200
115
84
158
245
213
175
158
187
236
213
116
126
149
189
154
151
156
141
146
177
127
217
96
125
156
148
145
139
131
106
153
255
158
114
142
168
170
162
129
104
221
255
254
183
135
120
117
131
150
224
255
Bila matriks ini sebuah citra gray-level berukuran 10 * 10 pixel, maka nilai elemen matriks HASIL DAN PEMBAHASAN (pixel), menyatakan tingkat keabuan citra. Tetapi bila Analisa perbandingan pada algoritma matriks ini mewakili sebuah citra berwarna, maka Huffman dan algoritma LZW dilakukan dengan tujuan nilai elemen matriksnya menyatakan warna. Setiap agar kualitas dari masing masing algoritma. Jenis Bila matriks ini sebuah citra gray-level berukuran 10 * 10 pixel, maka nilai elemen pixel dalam sebuah citra yang dikode 8 bit, berarti gambar yang akan dikompresi dengan format bitmap matriks (pixel), menyatakan tingkat keabuan citra. Tetapi bila matriks ini mewakili sebuah HASIL DAN PEMBAHASAN citra tersebut memiliki tingkat keabuan atau memiliki denganAnalisa ekstensiperbandingan .bmp. Gambarpada yangalgoritma akan dikompresi citra berwarna, maka nilai elemen matriksnya menyatakan warna. Setiap pixel dalam Huffman dan algoritma LZW dilakukan 256 warna. merupakan citra grayscale dengan resolusi 10 * 10 sebuah citra yang dikode 8 bit, berarti citra tersebut memiliki tingkat keabuan atau dengan dari citra masing masing algoritma. Jenis memiliki gambar 256 warna. yang akan piksel. tujuan Hasil agar dari kualitas kompresi menggunakan Huffman dan LZW tersebut dibandingkan. dikompresi dengan format bitmap dengan ekstensi .bmp. Gambar yangStart akan dikompresi Secara fisis, sebuah citra adalah merupakan merupakan citra grayscale dengan resolusi 10 * 10 piksel. Hasil dari kompresi citra Menu Utama representasi objek objek baik dalam keadaan diam menggunakan dan support LZW tersebut dibandingkan. atau bergerakHuffman pada suatu fisik seperti kertas monitorfisis, atau sebuah yang lainnya. Secara matematis, Secara citra adalah merupakansebuah representasi objek objek baik dalam Input Gambar citra dinyatakan sebagai sebuah fungsi matematis 2 Gambar Y keadaan diam atau bergerak pada suatu support fisik seperti kertas monitor atau yang dimensi 2D f(x,y) atau tiga dimensi 3D f(x,y,z). Di mana xSecara dan ymatematis, menyatakan posisicitra koordinat lainnya. sebuah dinyatakan2D, sebagai sebuah fungsi matematisProses2 LZW sedangkan f menyatakan nilai intensitas (kecerahan) T dimensi 2D f(x,y) atau tiga dimensi 3D f(x,y,z). Di mana x dan y menyatakan posisi Y atau menyatakan warna pada setiap posisi x,y. Sebuah Poses Huffman Proses koordinat sedangkan f menyatakan nilai intensitas menyatakan citra digital2D, dalam sebuah komputer dinyatakan dalam (kecerahan) atau T bentuk matriks 2D, di mana elemen matriks disebut warna pada setiap posisi x,y. Sebuah citra digital dalam sebuah komputer dinyatakan Kapasitas/ Ukuran Kapasitas/ Ukuran pixel dan nilai dari setiap elemen matriksnya Kecepatan dalam bentukintensitas matriks 2D, mana elemen matriks disebut pixel dan nilai dari Kecepatan setiap Kualitas Kualitas menyatakan atau di warna. elemen matriksnya menyatakan intensitas atau warna. Y
Bandingkan
T Y Hasil Perbandingan
T Keluar
X
Y
Gambar 2. Logo.bmp (Ukuran : 374 byte) End
Gambar 2 merupakan citra dengan resolusi 10 * 10 dan bit depth = 24. Matriks dari citra di atas adalah sebagai berikut diperoleh dari aplikasi Matlab: 255
255
247
167
99
90
129
210
255
255
255
220
126
125
154
162
147
117
168
252
247
121
136
209
159
122
199
184
110
182
171
120
199
249
171
135
215
243
155
131
100
152
240
243
226
221
233
253
200
115
84
158
245
213
175
158
187
236
213
116
126
149
189
154
151
156
141
146
177
127
217
96
125
156
148
145
139
131
106
153
255
158
114
142
168
170
162
129
104
221
255
254
183
135
120
117
131
150
224
255
Setelah selesai dirancang, selanjutnya adalah menguji dengan citra yang lain untuk di kompresi untuk memperoleh hasil perbandingan dari kedua algoritma tersebut dari gambar yang berbeda. Tabel 5.1 ini merupakan contoh beberapa gambar yang di kompresi menggunakan kedua algoritma tersebut dengan format.bmp warna grayscale. Setelah dilakukan kompresi dengan Algoritma Huffman maka dapat diketahui bahwa Citra grayscale logo.bmp memiliki kedalaman warna 8 bit. Ukuran citra awal adalah 374 byte.
95
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Ukuran citra sebelum dikompresi adalah 374 * 8 bit = 2992 bit, Jadi, kebutuhan memori telah dapat dikurangi dari 2992 bit menjadi 2883 bit. Rasio kompresi adalah = 100 % - (ukuran citra hasil kompresi / ukuran citra semula) x 100% Rasio = 100% - (2883/2992) x 100% Rasio = 100 -% (0.963) x 100% Rasio = 100 % – 0.963 Rasio = 0.037 % = 3,7%
= 100 * 8 = 800 bit Besar file setelah dikompresi = Total output * bit dictionary = 97 * 8 = 776 bit Jadi, kebutuhan memori telah dapat dikurangi dari 800 bit menjadi 776 bit. Hasil Rasio Kompresi :
Bila dilihat perbandingan sebelum dikompresi, file citra terdiri dari 374 byte di mana dalam satuan bit menjadi 374 x 8 bit menjadi 2992 bit. Tapi setelah dilakukan kompresi menjadi 2883 bit sehingga didapat besar rasio sebesar 3,7 % yang artinya 3,7% dari citra semula berhasil dimampatkan. Ukuran citra yang berkurang adalah 2992-2883 bit = 109 bit. Kompresi LZW dilakukan terhadap gambar logo.bmp diperoleh hasil : Total awal bit disimpan sebelum kompresi = Total input * bit dictionary
Rasio = 100% -(776 / 800) x 100 % Rasio = 100%- (0,97) 100% Rasio = 0,03 % atau 3 % Setelah dilakukan proses kompresi citra awal yang berukuran 10* 10 piksel = 100 bit maka diperoleh hasil kompresi 776 bit sehingga rasionya 3% yang artinya citra awal berhasil dikompresi/ dimampatkan sebesar 3%. Jumlah bit yang berhasil dikurangi sebesar 24 bit. Jumlah iterasi atau kecepatan dalam melakukan kompresi adalah 100 kali tanpa perlu mengurutkan data.
Tabel 1. Hasil Kompresi dari beberapa gambar format bmp warna grayscale Nama Gambar
Ukuran Awal (byte)
Proses Kompresi Ukuran (byte)
Huffman Waktu Rasio (s) (%)
Eksponensial
Ukuran (byte)
Waktu (s)
LZW Rasio (%)
Eksponensial
1198
1005
0,0744806
16,1102
2,00792
895
0,56281
25,2922
5,59194
2374
1822
0,0989251
23,2519
2,29484
1471
1,49406
38,0371
7,99364
3286
2820
0,138565
14,1814
2,07914
2357
3,04011
28,2715
6,63754
2614
2117
0,099701
19,013
2,18786
1633
1,81562
37,5287
8.57252
Logo bd.bmp
Aq.bmp
Cifor.bmp
Denni.bmp
96
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tabel 2 Hasil Kompresi dari beberapa gambar format jpeg warna grayscale Proses Kompresi Ukuran Nama Gambar
Huffman
Awal Ukuran
Waktu
Rasio
(byte)
(s)
(%)
5614
5259
0,0925169
6,32348
6182
5755
0,0771883
4978
4538
10006
4406
(byte)
LZW Ukuran
Waktu
Rasio
(byte)
(s)
(%)
1,67828
4444
9,81535
20,8408
3,90664
6,90715
1,69834
4398
12,1375
28,858
7,23848
0,0669069
8,83889
1,79115
3872
7,84643
22,2178
3,84471
8548
0,0824879
14,5713
2,03626
6213
21,7791
37,9073
8,31717
3838
0,0669412
12,8915
1,9618
3166
5,53093
28,1434
6,83859
Eksponensial
Eksponensial
Wisuda1.jpg
Wisuda2.jpg
Wisuda3.jpg
Logo 1. jpg
Kmk.jpg
97
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Tabel 3 Hasil Kompresi dari beberapa gambar format jpeg warna RGB Proses Kompresi Ukuran Nama Gambar
Huffman
Awal Ukuran
Waktu
Rasio
(byte)
(s)
(%)
8526
8134
0,0837183
4,5977
7742
7434
0,107473
9310
8667
8478
7798
(byte)
LZW Ukuran
Waktu
Rasio
(byte)
(s)
(%)
1,54804
6641
23,115
22,1088
4,36108
3,9783
1,51976
6134
19,0008
20,7698
4,22263
0,0703754
6,90655
1,6915
6711
26,8497
27,9162
7,55991
7918
0,0793939
6,60533
1,68254
6061
21,8692
28,5091
7,5019
7425
0,0785475
4,78328
1,55742
6162
20,1028
20,9797
4,25763
Eksponensial
Eksponensial
aq.jpg
model.jpg
monyet.jpg
anjing. jpg
Anjing lucu.jpg
98
ISBN: 979-458-808-3
Nama Gambar
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tabel 4 Hasil Kompresi dari beberapa gambar format .png Proses Kompresi Ukur Huffman LZW an Ukur Ukur Awal Waktu Rasio Eksponens Wakt Rasio an an (byte) (s) (%) ial u (s) (%) (byte) (byte)
5478
4356
4822
4539
5686
5291
6378
6110
0,07328
20,48
43
19
0,07092
5,868
93
93
0,07229
6,946
58
89
0,07735
4,201
24
94
2,20065
3324
1,6117
3834
1,69578
4303
1,50909
4814
6,849
39,32
5
09
7,214
20,48
65
94
10,20
24,32
44
29
12,44
24,52
13
18
Eksponens ial
7,8884
Bus1.png
3,76647
Bus2.png
4,00807
Bus3.png
4,10339
Mobil.png KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisa dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Algoritma LZW (Lempel Zip Welch) menghasilkan performa waktu kompresi yang kurang baik tetapi algoritma ini memiliki kinerja kompresi yang tinggi pada format citra bmp yang terlihat pada rasionya. 2. Tingkat efisiensi memori file hasil kompesi dengan menggunakan algoritma Huffman dan algoritma LZW diukur dari besarnya rasio kompresi yang dihasilkan. Citra yang mempunyai sebaran nilai pixel tidak merata memiliki tingkat efisiensi lebih besar dibandingkan dengan citra dengan nilai pixel yang merata.
3.
Waktu kompresi algoritma Huffman algoritma LZW adalah senilai 0-3 detik.
dan
Beberapa saran untuk pengembangan dan perbaikan diantaranya: 1. Sistem hanya sebatas penggambaran perbandingan algoritma kompresi yang sebaiknya digunakan untuk semua tipe file sebaiknya dilakukan pengembangan agar dapat lebih dipahami lagi tentang perbedaan antara algoritma Huffman dan Algoritma LZW. 2. Untuk dapat lebih melihat dan membuktikan keefektifan, kelebihan dan kelemahan dari algoritma Huffman dan algoritma LZW, perlu diadakannya sebuah penelitian yang bertujuan membandingkan seluruh algoritma kompresi
99
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
3.
dalam mengkompres berbagai citra dengan algoritma lain seperti algoritma RLE, DMC. Algoritma ini selanjutnya bisa dikembangkan lagi agar program aplikasi yang dibuat lebih bervariasi dan inovatif (aplikasi aplikasi terbaru) dari pogram aplikasi yang telah ada sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA 1. Adytia Wijaya, Suryarini Widodo. “Kinerja dan Performa Algoritma Kompresi Lossless Terhadap Objek Citra Digital”. 2. Cormen, Thomas H. 2009. Introduction to Algorithms, 3rd. The MIT Press Cambridge :London 3. Dalvir Kaur And Kamaljit Kaur (2013). “Huffman Based LZW Lossless Image Compression Using Retine Algorithm.” International Journal of Advanced Research in Computer and Communication Engineering. 2. 3145 – 3151. 4. I made Agus Dwi Suarjaya (2012). ”A New Algorithm for Data Compression Optimization.” International Journal of Advpance Computer Science and Applications (IJACSA). 3 No 8. 1417. 5. Kasiman Peranginangin. 2006. Pengenalan Matlab. ANDI:Yokyakarta 6. Linawati, Henry P.Panggabean (2004).”Perbandingan Kinerja Algoritma Kompresi Huffman,LZW, Dan DMC Pada Berbagai Tipe File”. 7. Mamta Sharma (2010). ”Compression Using Huffman Coding.” IJCSNS International Journal of Computer Science and Network Security.” 10. 133 – 141. 8. Manas Kumar Mishra. Tapas Kumar Mishra and Alok Kumar Pani (2012). “Parallel Lempel-ZipWelch (PLZW) Technique for Data Compression.” 3. 4038 – 4040. 9. Marimin. 2005. Teknik Dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo, Jakarta.
100
ISBN: 979-458-808-3
10. Munir, Rinaldi. 2004. Pengolahan Citra Digital. Informatika Bandung : Bandung. 11. Putra, D. 2010. Pengolahan citra digital. Penerbit Andi. 12. Roslin, M., & Neta, A.(2013). "Perbandingan Algoritma Kompresi Terhadap Objek Citra Menggunakan JAVA",SEMANTIK. 224–230. 13. Roy Indra Haryanto (2009). ”Kompresi Data Dengan Algoritma Huffman Dan Perbandingannya Dengan Algoritma LZW Dan DMC”. 14. Rupinder Singh Brar. and Bikramjeet Singh (2013). ”A Survey on Different Compression Technique and Bit Reduction Algorithm for Compression of Te t/Loseless Data.” International Journal of Advanced Research in Computer Science and Software Engineering. 3. 579 – 582. 15. Sarifuddin Madenda, Hayet L. dan I. Bayu. ”Kompresi Citra Berwarna Menggunakan Metode Pohon Biner Huffman”. 16. Simrandeep kaur.V.Sulochana Verma (2012). “Design and Implementation of LZW Data Compression Algorithm”. International Journal of Information Sciences and Techniques (IJIST). 2. 71-81. 17. T.Sutoyo,S.Si dkk. 2009. Teori Pengolahan Citra Digital. ANDI : Semarang 18. Http://en.wikipedia.org/wiki/Huffman_coding. 19. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3 1325/4/Chapter%20II.pdf. 20. http://www.Replaygain.hydrogenaudio.org/file format wav.html. 21. http://gpgpu.org/wp/wpcontent/uploads/2010/matlab_logo.gif. 22. http://gpgpu.org/wp/wp-content. 23. http://www.mathworks.com. 24. http://www.lac.inpe.br/JIPCookbook/1200create-gl.jsp
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
IMPLEMENTASI ALGORITMA STRING MATHCING PADA APLIKASI KUMPULAN SINOPSIS NOVEL ISLAMI Nelly Astuti Hasibuan1, Fahmy Syahputra2 1 ISTMIK Budidarma,Medan 2 STMIK Budidarma, Medan
[email protected] Abstrak Sinopsis novel merupakan tulisan yang berisikan ringkasan cerita dari suatu novel dimulai dari pengenalan tokoh utama dari novel tersebut serta konflik yang terjadi didalamnya. Novel dengan cerita islami saat ini menjadi primadona dunia sastra yang banyak dicari oleh penikmat karya sastra, karena hal tersebut dalam perkembangannya jumlah novel islami saat ini terbilang sangat banyak. Banyaknya jumlah novel islami saat ini tidak memungkinkan para penikmat sastra untuk mengingat judul novel atau nama penulis novel tersebut, oleh karena dibutuhkan suatu aplikasi yang dapat membantu para penikmat sastra untuk melakukan pencarian judul novel dan penulis novel. Pencarian judul novel dan penulis novel dapat dilakukan dengan menggunakan algoritma string mathcing. Algoritma string mathcing yang digunakan pada penelitian ini adalah algoritma brute force. Algoritma brute force melakukan pencarian string dengan mencoba setiap posisi pattern (kata yang akan dicocokkan) terhadap teks, kemudian dilakukan proses pencocokan setiap karakter dan teks pada posisi tersebut. Dengan menggunaka Algoritma brute force maka pencarian dapat dilakukan lebih cepat. Kata kunci : Novel, string mathcing, brute force PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa yang berisikan kisah atau cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata yang memiliki unsur instrinsik dan juga unsur ekstrinsik. Sebuah novel biasanya mengisahkan atau menceritakan tentang kehidupan seorang tokoh dalam berinteraksi dengan lingkungan dan juga sesamanya. Cerita dalam sebuah novel dapat dimulai dari tokoh utama hadir atau lahir hingga berakhir konflik kehidupan yang dialami tokoh tersebut atau sampai kepada akhir hidup tokoh tersebut, oleh karena itu sebuah novel umumnya terbilang cukup tebal dan panjang. Panjangnya cerita dari sebuah novel menyebabkan dibutuhkannya sebuah sinopsis yang dapat dibaca sebelum membaca keseluruhan isi novel. Sinopsis adalah ringkasan atau garis besar naskah yang menggambarkan isi dari suatu film atau novel yang dilakukan baik secara konkrit maupun secara abstrak. Sinopsis novel merupakan tulisan yang berisikan ringkasan cerita dari suatu novel dimulai dari pengenalan tokoh utama dari novel tersebut serta konflik yang terjadi didalamnya. Novel dengan cerita islami saat ini menjadi primadona dunia sastra yang banyak dicari oleh penikmat karya sastra, karena hal tersebut dalam perkembangannya jumlah novel islami saat ini terbilang sangat banyak. Banyaknya jumlah novel islami saat ini tidak memungkinkan para penikmat sastra untuk mengingat judul novel atau nama penulis novel tersebut, hal ini membuat para penikmat karya sastra sering mengalami kesulitan ketika hendak membeli atau mencari sebuah novel. Para penikmat karya sastra sering mencari novel hanya dengan mengingat atau mengetahui nama penulis dan sebagian kata dari judul novel tersebut. Pencarian dengan cara tersebut tentu tidak efektif
karena kemungkinan terjadinya kesamaan kata dari judul beberapa novel atau penulis yang telah menulis novel lebih dari 1 (satu) judul, oleh karena dibutuhkan suatu aplikasi yang dapat membantu para penikmat sastra untuk melakukan pencarian judul novel dan penulis novel serta dapat menampilkan sinopsis dari novel tersebut. Pencarian novel dengan hanya mengingat atau mengetahui nama penulis dan sebagian kata dari novel tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi kumpulan sinopsis islami. Pencarian dapat lebih mudah dilakukan dengan memanfaatkan algoritma pencarian string atau biasa disebut dengan algoritma string mathcing. Penelitian tentang pencarian dengan memanfaatkan algoritma string mathcing sebelumnya pernah dilakukan oleh Mentari Mulyani dengan judul “Implementasi String Matching Pada Aplikasi Tafsir Al-Qur’an Menggunakan Algoritma Brute Force Berbasis Android”. Algoritma string mathcing yang digunakan untuk menyelesaikan masalah pencarian string pada penelitian tersebut adalah algoritma brute force. Algoritma brute force melakukan pencarian string dengan mencoba setiap posisi pattern (kata yang akan dicocokkan) terhadap teks, kemudian dilakukan proses pencocokan setiap karakter dan teks pada posisi tersebut. Berdasarkan uraian di atas dan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, maka penelitian ini akan membahas implementasi algoritma string mathcing pada aplikasi kumpulan sinopsis novel islami. 2.
Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
101
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
1. 2.
3.
Bagaiamana melakukan pencarian novel berdasarkan nama penulis novel atau judul novel Bagaimana menerapkan algoritma string mathcing (algoritma brute force) pada pencarian novel berdasarkan nama penulis novel atau judul novel Bagaimana merancang aplikasi kumpulan sinopsis novel dengan menerapkan algoritma string mathcing
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusah masalah yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah : 1. Menguraikan proses pencarian novel berdasarkan nama penulis novel atau judul novel 2. Melakukan penerapan algoritma string mathcing (algoritma brute force) pada pencarian novel berdasarkan nama penulis novel atau judul novel 3. Menghasilkan rancangan aplikasi kumpulan sinopsis novel dengan menerapkan algoritma string mathcing
ISBN: 979-458-808-3
2.
3.
METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan urutan tahaptahap yang dilakukan dalam menyelesaikan penelitian. Urutan tahap yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini : Pengumpulan Data
Analisis Masalah
Desain/Perancangan Sistem
Pembangunan Sistem
Pengujian Sistem
Gambar 1 Tahapan Metode Penelitian Urutan tahap metode penelitian ini diuraikan sebagai berikut : 1. Pengumpulan Data Melakukan pengamatan dan mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penyusunan penelitian ini seperti:
102
3.
4.
a. Riset pustaka Mencari buku yang membahas topik dari judul penelitian ini dan dapat dijadikan sebagai literatur dari landasan teori. b. Internet Mengambil data-data lain yang mengkaji tentang teori dan algoritma yang digunakan tersebut. Analisa Menganalisa bagaimana cara penerapan brute force dan menganalisa cara kerjanya dalam pencarian kata. Perancangan Pada tahap ini dilakukan perancangan aplikasi kumpulan sinopsis novel dengan menerapkan algoritma string mathcing (algoritma brute force) untuk pencarian judul novel atau penulis novel. Implementasi dan Pengujian Rancangan yang akan dibuat diimplementasikan kedalam bentuk kode program. Setelah pengkodean selesai maka akan dilakukan proses pengujian terhadap program yang dihasilkan untuk mengetahui apakah program sudah berjalan dengan benar dan sesuai dengan perancangan yang telah dibuat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan algoritma brute force pada aplikasi kumpulan sinopsis novel akan diuraikan dengan mengikuti langkah-langkah dari algoritma tersebut. Adapun langkah-langkah dari algoritma brute force adalah : 1. Langkah algoritma brute force dimulai dengan mencocokkan pattern dari awal teks. 2. Algoritma ini akan mencocokkan karakter per karakter pattern dengan karakter yang ada pada teks yang berkesesuaian mulai dari kiri ke kanan, sampai salah satu kondisi berikut terpenuhi : a. Karakter yang ada pada pattern dan pada teks yang dibandingkan tidak cocok. b. Semua karakter pada pattern cocok. Kemudian algoritma akan memberitahu penemuan di posisi ini. 3. Algoritma kemudian terus menggeser pattern sebesar satu karakter ke kanan, dan mengulangi langkah ke-2 sampai kata yang berada di ujung teks. Penggunaan algoritma Brute Force untuk pencarian pattern dalam teks dapat dilihat pada contoh dibawah ini : Pattern = CINTA
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Penyelesaian: Langkah ke-1 Pattern C I N T A Teks A Y A T C I N T A Indeks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ayat-ayat Cinta. Teks K E T I K A C I N T A Indeks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ketika Cinta Bertasbih tidak cocok, geser pattern sebanyak satu langkah ke kanan menuju indeks berikutnya sampai menemukan posisi patern yang cocok, Langkah ke-6 Pattern C I N T A Teks A Y A T C I N T A Indeks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ayat-ayat Cinta. Teks K E T I K A C I N T A Indeks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ketika Cinta Bertasbih Langkah ke-8 Pattern Teks A Y A T Indeks 1 2 3 4 5 6 Ayat-ayat Cinta. Teks K E T I K Indeks 1 2 3 4 5 6 Ketika Cinta Bertasbih
C I C I N T 7 8 9 10 A 7 8
9
N A
T
A
C I N 10 11 12
T
A
Dengan menerapkan algoritma brute force pada aplikasi kumpulan sinopsis novel maka pencarian judul novel atau nama penulis novel akan mudah ditemukan dan lebih cepat. KESIMPULAN Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut : 1. Aplikasi kumpulan sinopsis novel dapat membantu para penikmat karya sastra untuk memastikan judul novel dan penulis novel sebelum membeli novel islami 2. Penerapan algoritma string mathcing (algoritma brute force) dapa mempermudah dan mempercepat
proses pencarian judul novel atau nama penulis novel DAFTAR PUSTAKA [1] Sarno Riyanto, dkk. 2012. Semantic Search Pencarian Berdasarkan Konten. Yogyakarta. Andi. [2] C. Rahmat Antonius.2010.Algoritma dan Pemrograman dengan Bahasa C.Yogyakarta.Andi. [3] Mulyani Mentari, 2013, Implementasi String Matching Pada Aplikasi Tafsir Al-Qur’an Menggunakan Algoritma Brute Force Berbasis Android, Jurnal Informatika, 3, 87 - 96
103
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PENERAPAN ALGORITMA BOYER MOORE PADA PENCARIAN OBJEK WISATA BERBASIS WEBSITE Guidio Leonarde Ginting STMIK Budi Darma Medan Email :
[email protected] Abstrak Objek wisata adalah segala sesuatu yang ada di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Umumnya objek wisata dikunjungi karena sesuatu yang menarik untuk dilihat, menarik untuk dibeli, atau sesuatu aktivitas yang dapat dilakukan ditempat tersebut. Pada umumnya pengunjung sebelum mengunjungi objek wisata yang ingin dikunjungi terlebih dahulu mencari informasi mengenai objek wisata tersebut. Dalam pencarian informasi mengenai objek wisata tersebut dapat berupa pencarian nama objek wisata atau hal-hal yang terdapat pada objek wisata yang ingin dikunjungi. Sering sekali yang menjadi masalah dalam pencarian informasi mengenai objek wisata yang ingin dikunjungi adalah kata kunci yang digunakan tidak sesuai dengan objek wisata yang ingin dikunjungi sehingga hasil yang didapatkan bisa saja tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu teknik pencarian untuk mempermudah dalam mencari informasi mengenai objek wisata yang ingin dikunjungi tersebut agar proses pencarian lebih akurat. Dengan menerapkan algoritma boyer moore pada proses pencarian informasi objek wisata yang diinginkan akan mempermudah pencarian informasi mengenai objek wisata tersebut. Kata kunci: Boyer Moore, Pencarian, Objek Wisata PENDAHULUAN Objek wisata adalah segala sesuatu yang ada di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Umumnya objek wisata dikunjungi karena sesuatu yang menarik untuk dilihat, menarik untuk dibeli, atau sesuatu aktivitas yang dapat dilakukan ditempat tersebut Dewasa ini teknologi informasi semakin berkembang dan perkembangannya setiap hari semakin cepat. Hal tersebut memiliki pengaruh pada perilaku manusia yang menginginkan informasi yang lebih cepat dan akurat. Internet merupakan salah perkembangan dari teknologi informasi yang digunakan sebagai alat bantu untuk mencari informasi yang diinginkan. Dalam pencarian objek wisata, pada umumnya pengunjung sebelum mengunjungi objek wisata yang ingin dikunjungi terlebih dahulu mencari informasi mengenai objek wisata tersebut. Dalam pencarian informasi mengenai objek wisata tersebut dapat berupa pencarian nama objek wisata atau hal-hal yang terdapat pada objek wisata yang ingin dikunjungi. Sering sekali yang menjadi masalah dalam pencarian informasi mengenai objek wisata yang ingin dikunjungi adalah kata kunci yang digunakan tidak sesuai dengan objek wisata yang ingin dikunjungi sehingga hasil yang didapatkan bisa saja tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pencarian objek wisata adalah kata kunci yang digunakan harus sesuai dengan data yang ingin dihasilkan, namun masalah yang sering terjadi adalah bagaimana mengetahui kata kunci yang digunakan sesuai atau tidak. Dengan menerapkan algoritma Boyer Moore dapat membantu proses pencarian dikarenakan algoritma tersebut akan mencocokan kata 104
kunci yang digunakan dengan data yang ingin dihasilkan walaupun kata kunci yang digunakan tidak sesuai namun akan didapatkan hasil yang sesuai yang diharapkan. METODE PENELITIAN Algoritma Boyer Moore diciptakan oleh R.M Boyer dan J.S Moore. Algoritma ini terkenal karena banyak diterapkan pada algoritma pencocokan untuk banyak string (multi pattern) (Imam Sulistyo, 2010) Ide dari Algoritma Boyer Moore adalah menggunakan pengetahuan dari teks pencarian untuk meningkatkan kecepatan pencarian secara signifikan. Boyer Moore menggunakan sebuah proses membuat Occurance Function dan Shift Function yang akan digunakan untuk melakukan pergeseran Bad Character dan Good Suffix Heuristics masing-masing. (Prabhakar Gupta, et al. 2010). Bad Character Bad Character menunjukkan seberapa banyak pergeseran karakter dapat dengan aman melompat ke depan dalam teks setelah ketidakcocokan. Heuristik Bad Character dibuat dalam array dimana posisi masing-masing mewakili karakter dalam I S I dan nilai masing-masing adalah jarak minimal dari karakter yang ke akhir pattern (ketika karakter muncul lebih dari sekali dalam pattern, hanya hal hal kejadian terakhir). Dalam pattern, misalnya yang terakhir diikuti oleh satu karakter lagi, sehingga posisi ditugaskan ke dalam array berisi nilai 1 (Jon Orwant, et all, 1999) Pattern Position :12345 Pattern Character :dabab Character :abcd Bad-character heuristic : 1 0 5 1
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Sebelum terjadi ketidakcocokan dalam pattern, semakin jauh ketidakcocokan disebabkan oleh karakter yang memungkinkan kits amok melewati. Karakter Mismatch tidak terjadi sama sekali dalam pattern memungkinkan kita untuk melewati dengan kecepatan maksimal. Heuristik membutuhkan ruang | ∑ |. Kami membuat contoh sesuai dengan asumsi | ∑ | hanya 4 karakter. Good suffix Good Suffix adalah cara lain amok mengatakan berapa banyak karakter yang kita dapat melewatkan jika tidak ada suatu kecocokan. Heuristik didasarkan pada urutan mundur pencocokan BoyerMoore. (Jon Orwant, et all, 1999) Heuristik tersebut disimpan dalam array di mana posisi masing-masing mewakili posisi dalam pattern. Hal ini dapat ditemukan membandingkan pola terhadap dirinya sendiri, seperti yang dilakukan pada Knuth-Morris-Pratt. Good Suffix membutuhkan ruang m dan diindeks oleh posisi ketidakcocokan dalam pattern: jika ketidakcocokan pada posisi (0-based) 3 pattern, kita mencari heuristik yang akhiran baik dari posisi array yang ke-3 Pattern position Pattern character Good Suffix heuristic
:01234 :dabab :55521
Sebagai contoh: jika ketidakcocokan pada posisi ke 4 padapattern (kami tidak menemukan ab di mana kita diharapkan untuk), kita tahu bahwa pattern keseluruhan dimulai dari satu (Good Suffix Heuristic pada posisi 4) posisi nantinya. Tetapi jika kita kemudian gagal untuk mencocokkan pola pada posisi 3, tidak ada cara pattern bisa cocok pada posisi ini (karena yang lain "a" pada posisi pattern kedua). Oleh karena pattern bisa digeser ke depan oleh dua. Prinsip Kerja Boyer Moore Algoritma Booyer Moore mempunyai 4 konsep dasar di dalam proses pencarian string, yaitu : 1. Preprocessing 2. Right-to-left-scan 3. Bad-character-rule 4. Good-suffix-rule Preprocessing dari algoritma Boyer Moore terdiri dari bad-character preprocessing dan goodsuffix preprocessing. Prinsip dasar yang pertama dari algoritma Boyer-Moore adalah melakukan perbandingan antara pattern yang dicari dengan teks. Perbandingan pattern dengan teks dilakukan dari arah kanan ke kiri. Perbandingan dimulai dengan membandingkan antara karakter paling kanan dari pattern dengan teks. Jika terjadi kecocokkan, maka perbandingan akan dilanjutkan dengan karakter yang di sebelah kiri dari yang dibandingkan sampai ke karakter pertama dari pattern. Jika terjadi
ketidakcocokkan maka akan dilakukan pergeseran yang ditentukan oleh 2 fungsi pergeseran yaitu bad character shift dan good suffix shift. Aturan dari bad character shift dibutuhkan untuk menghindari pengulangan perbandingan yang gagal dari suatu karakter dalam teks dengan pattern. Aturan dari good suffix shift dibutuhkan untuk menangani kasus yang di dalamnya terdapat pengulangan karaker pada pattern (Rama Aulia, 2008) Menurut Christabella Chiquita B, 2012; Langkah algoritma Boyer-Moore : 1. Buat tabel pergeseran pattern yang dicari (P) dengan pendekatan Match Heuristic (MH) dan Occurence Heuristic (OH), untuk menentukan jumlah pergeseran yang akan dilakukan jika mendapat karakter tidak cocok pada proses pencocokan dengan string pada teks (S). 2. Jika dalam proses pembandingan terjadi ketidakcocokan antara pasangan karakter pada P dan karakter pada S, pergeseran dilakukan dengan memilih salah satu nilai pergeseran dari dua tabel analisa pattern, yang memiliki nilai pergeseran paling besar. 3. Dua kemungkinan penyelesaian dalam melakukan pergeseran P, jika sebelumnya belum ada karakter yang cocok adalah dengan melihat nilai pergeseran hanya pada tabel occurrence heuristic : Jika karakter yang tidak cocok tidak ada pada P maka pegeseran adalah sebanyak jumlah karakter pada P. dan jika karakter yang tidak cocok ada pada P, maka banyaknya pergeseran bergantung dari nilai pada tabel. 4. Jika karakter pada teks yang sedang dibandingkan cocok dengan karakter pada P, maka posisi karakter pada P dan S diturunkan sebanyak 1 posisi, kemudian lanjutkan dengan pencocokan pada posisi tersebut dan seterusnya. Jika kemudian terjadi ketidakcocokan karakter P dan S, maka pilih nilai pergeseran terbesar dari dua tabel analisa pattern yaitu nilai dari tabel Match Heuristic dan nilai tabel Occurrence Heuristic dikurangi dengan jumlah karakter yang telah cocok. 5. Jika semua karakter telah cocok, artinya P telah ditemukan di dalam S, selanjutnya geser pattern sebesar 1 karakter. Lanjutkan sampai akhir pattern S. Metode Penelitian adalah Kerangka kerja penelitian atau langkah – langkah yang digunakan dalam penyelesaian penelitian ini. Kerangka kerja ini merupakan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan masalah yang akan dibahas. Tahapan penelitian ini terdiri dari beberapa langkah seperti pada gambar 1.
105
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Studi Pendahuluan
Studi Literatur dan Pengumpulan Data
Identifikasi Masalah
Analisis Masalah
Implementasi
Laporan/Hasil
Gambar 1 : Kerangka kerja penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penerapan algortima Boyer Moore akan digunakan sebuah contoh pencocokan sebagai berikut : Text : OBJEK WISATA DI SAMOSIR Pattern : SAMOSIR 1.
Membuat tabel pergeseran OH dan MH pattern SAMOSIR
Tabel 1 Tabel pergeseran OH dan MH pattern SAMOSIR Pattern S A M O S I
R
Occurence Heuristic
2
5
4
3
2
1
0
Match Heuristic
7
6
5
4
3
2
1
2.
Pencocokan pattern dengan text
Gambar 2 Pergeseran pencocokan pattern dengan text
106
Pada pergeseran pertama karakter R pada pattern tidak cocok dengan karakter W pada text, maka pergeseran selanjutnya nilai maksimal OH dan MH, pada rule MH karakter R bernilai 1, sedangkan pada rule OH karakter W tidak terdapat pada tabel maka nilainya adalah panjang karakter pattern yaitu 7, maka pergeseran selanjutnya adalah 7 langkah Pergeseran kedua karakter R pada pattern tidak cocok dengan karakter D pada text, Maka pergeseran selanjutnya nilai maksimal
OH dan MH, pada rule MH karakter R bernilai 1, sedangkan pada rule OH karakter D tidak terdapat pada tabel maka nilainya adalah panjang karakter pattern yaitu 7, maka pergeseran selanjutnya adalah 7 langkah. Pergeseran kedua karakter R pada pattern tidak cocok dengan karakter S pada text, Maka pergeseran selanjutnya nilai maksimal OH dan MH, pada rule MH karakter R bernilai 1, sedangkan pada rule OH karakter S bernilai 2, maka pergeseran selanjutnya adalah 2 langkah. Pada pergeseran keempat karakter R pada pattern cocok dengan karakter R pada text, maka pencocokan dimundurkan satu karakter, dilanjutkan sampai pada pergeseran ke 10 pada pattern cocok dengan karakter S pada text
KESIMPULAN 1. Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian dengan menerapkan algoritma Boyer Moore dalam pencarian objek wisata adalah : 2. Proses pencarian pattern dilakukan berdasarkan nilai dari rule Occurrence heuristic (OH) dan Match Heuristic (MH) untuk mempercepat proses pencarian. 3. Algoritma Boyer Moore dapat digunakan untuk pencarian kata, walaupun kata tersebut dalam bentuk berbeda sehingga hasil pencarian akan lebih optimal. DAFTAR PUSTAKA [1] Jon Orwant, Jarkko Hietaniemi, dan John Macdonald (1999), Mastering Algorithms With Perl. Penerbit O’Reilly United States [2] Imam Sulistyo, Andie Pradipto, Adi Setia Perwira (2008). Algoritma Boyer Moore Dalam Pencarian String [3] Prabhakar Gupta, Vineet Agarwal, dan Manish Varshney (2010). Design And Analisysis of Algorthms. New Delhi. [4] Rama Aulia (2008). Analisa Algoritma Knuth Morris Pratt dan Algoritma Boyer Moore dalam Proses Pencarian String. [5] Christabella Chiquita B (2011). Penerapan Algoritma Boyer Moore-Dynamic Programming untuk layanan Auto-Complate dan Auto-Corect.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENERAPAN ALGORITMA STRING MATCHING DALAM PENCARIAN RESEP MASAKAN BERBASIS ANDROID Natalia Silalahi Stmik Budidarma, Medan, Sumatera Utara
[email protected] Abstrak Resep masakan merupakan salah satu faktor yang cukup membantu dalam menyediakan makan-makanan nan enak. Dengan memasak makanan yang sinkron dengan resep diharapkan dapat menghasilkan hidangan yang lebih istimewa untuk dinikmati. Mengingat banyaknya resep masakan, maka untuk mempermudah pencarian diperlu suatu algoritma pencarian, sehingga dengan menggunakan satu kata kunci, dapat dengan cepat mendapatkan resep lengkap masakan yang diinginkan. Algoritma yang digunakan dalam pencarian resep masakan adalah algoritma string matching. Sifat algoritma string matching adalah mencari sebuah string yang terdiri dari beberapa karakter (yang biasa disebut pattern) dalam sejumlah besar text. Salah satu algoritma pencarian dalam string matching adalah Knuth-Marris-Pratt yang digunakan untuk melakukan jumlah pergeseran. Algoritma menggunakan informasi tersebut untuk membuat pergeseran yang lebih jauh, tidak hanya satu karakter. Kata Kunci : Resep Masakan, Android, String Matching 1. PENDAHULUAN Dalam kegiatan memasak, resep merupakan salah satu faktor yang cukup membantu dalam kesulitan untuk menyediakan makan-makanan nan enak. Seringkali pada saat kebingungan harus memasak menu makanan harian arahan adalah melihat resep terlebih dahulu. Lalu, menentukan resep mana yang akan kita gunakan untuk hari itu. Dengan memasak makanan yang sinkron dengan resep diharapkan dapat menghasilkan hidangan yang lebih istimewa untuk dinikmati. Mengingat banyaknya pembagian dalam resep masakan, maka untuk mempermudah pencarian resep masakan diperlu suatu algoritma pencarian, sehingga dengan mengetikan satu kata maka dapat dengan cepat mendapatkan daftar resep lengkap masakan yang diinginkan. Untuk menampilkan daftra resep masakan yang benar-benar sesuai dengan kata yang diinputkan maka diperlukan metode pencarian kecocokan kata. Algoritma string matching merupakan algoritma pencocokan string. Sifat algoritma string matching adalah mencari sebuah string yang terdiri dari beberapa karakter (yang biasa disebut pattern) dalam sejumlah besar text. Pencarian string juga bisa digunakan untuk mencari pola bit dalam jumlah besar file binary. salah satu algoritma pencarian string adalah Knuth-Marris-Pratt yaitu algoritma yang menggunakan informasi untuk membuat pergeseran yang lebih jauh, tidak hanya satu karakter seperti pada algoritma string matching Brute Force. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Efori Buulolo (2013) dengan judul penelitian “Implementasi Algoritma String matching Dalam Pencarian Surat Dan Ayat Dalam Bible Berbasis Android” Sistem operasi android sangat mendukung berbagai aplikasi handphone seperti aplikasi kamus, games, multimedia dan lain-lain. Saat ini handphone yang mendukung sistem operasi android sudah mulai
beredar ditengah-tengah masyarakat, sehubungan dengan hal tersebut sangat tepat pembuatan salah satu aplikasi yaitu aplikasi untuk pencarian resep masakan dalam untuk handphone seluler yang berbasis android. 1.1 Perumusan Masalah Melihat latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu sebagai berikut : 1. Bagimana penerapan algoritma string matching pada fungsi pencarian informasi resep masakan? 2. Bagaimana merancang pencarian resep masakan berbasis android dengan menerapkan algoritma string matching? 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menjelaskan proses algoritma string matching pada pencarian resep masakan. 2. Mengimplementasikan algoritma string matching dalam pencarian resep masakan berbasis android. 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 1, sebagai berikut: Studi Pustaka Analisis Desain Pengembangan Sistem Pengujian
Gambar 1. Bagan Alir Metode Penelitian
107
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Uraian kegiatan dari masing-masing proses kerja adalah sebagai berikut: 1. Studi Pustaka Studi pustaka diperlukan sebagai referensi dalam pengerjaan penelitian. Kepustakaan merupakan data-data teori sebelum penulis membuat suatu terjemahan, hal ini memberikan pengetahuan yang lebih baik dan sangat amat mempermudah penulis dalam penulisan dalam penelitian. 2. Analisis Kegiatan untuk melihat bagaimana system yang akan dibangun, bagian mana yang bagus dan tidak bagus, serta mendokumentasikan kebutuhan yang akan dipenuhi dalam system seperti kumpulan resep masakan. 3. Desain Kegiatan mentransformasikan kebutuhan detail menjadi kebutuhan yang sudah lengkap seperti rancangan antarmuka, kegiatan ini dilakukan untuk memudahkan dalam mendefenisikan kebutuhan lebih lanjut. 4. Pengembangan system Kegiatan untuk merubah desain ke system informasi yang lebih lengkap termasuk proses instalasi, membuat basis data, pengkodean, pengompilasian dan memperbaiki program yang pada akhirnya menghasilkan satu aplikasi yaitu aplikasi pencarian resep masakan yang siap untuk dilakukan pengujian. 5. Pengujian Mendemonstrasikan aplikasi yang telah dihasilkan, apakah sudah memenuhi kebutuhan yang dispesifikan pada tahap-tahap sebelumnya yaitu, analisa dan desain. Contoh:
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Algoritma pencocokan string atau yang disebut juga dengan String matching atau adalah suatu metode yang digunakan untuk menemukan suatu keakuratan atau hasil dari satu atau beberapa pola teks yang diberikan. Salah satu algoritma pencarian string adalah Knuth-Marris-Pratt, dikembangkan secara terpisah oleh Donald E. Knuth pada tahun 1967 dan James H. Morris bersama Vaughan R. Pratt pada tahun 1966, namun keduanya mempublikasikannya secara bersamaan pada tahun 1977. Algoritma KMP memelihara informasi yang digunakan untuk melakukan jumlah pergeseran. Algoritma menggunakan informasi tersebut untuk membuat pergeseran yang lebih jauh, tidak hanya satu karakter, langkah-langkah yang dilakukan algoritma Knuth-Morris-Pratt pada saat mencocokkan string: [2] a. Algoritma Knuth-Morris-Pratt mulai mencocokkan pattern pada awal teks.Dari kiri ke kanan, algoritma ini akan mencocokkan karakter per karakter pattern dengan karakter diteks yang bersesuaian, sampai salah satu kondisi berikut dipenuhi: i. Karakter di pattern dan di teks yang dibandingkan tidak cocok (mismatch). ii.Semua karakter di pattern cocok. Kemudian algoritma akan memberitahukan penemuan di posisi ini. b. Algoritma kemudian menggeser pattern berdasarkan tabel, lalu mengulangi langkah 2 sampai pattern berada di ujung teks. Algoritma ini menemukan semua
Teks
G A
Y
A
M
M
E
N
T
M
E
N
G
A
T
A
E
Pattern E
Langkah 1: A
Y
M
E
A
M
N
M
T
E
E
G
N
T
E
G
A
N
T
E
G
A
N
T
E
G
A
E
G
A
A
Langkah 2: A
Y
M
A
M
E
M
N
T
E
E
G
A
Langkah 3: A
Y
A
M
M
M
E
N
E
T
E
G
A
Langkah 4: A
Y
M
A
M
M
E
E
N
N
T
T
E
G
A
Langkah 5: A
Y
A
M
M
M
108
E
E
N
N
T
T
E
E
G
G
A
A
ISBN: 979-458-808-3
Berdasarkan contoh diatas maka dapat disimpulkan bahwa informasi yang digunakan untuk melakukan pergeseran adalah berdasarkan hitungan ketidak cocokan Pattern dari kiri pada Teks. Berikut adalah hasil aplikasi pencarian resep masakan dengan menerapkan algoritma Knuth-MarrisPratt berbasis android.
Gambar 2. Tampilan Aplikasi Pencarian Resep Masakan 4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dengan menerapkan algoritma string matching pada pencarian resep masakan, maka dapat disimpulkan:
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
1. Pencarian resep masakan dapat lebih mudah ditemukan karena pergerseran dalam KnuttMorist-Pratt bergerser lebih jauh tidak hanya satu langkah pergerseran. 2. Dengan menerapkan penelitian pada system operasi android, kini handphone dengan instalan aplikasi pencarian resep masakan tersebut, memiliki fungsi tambahan sebagai alat bantu dalam menampilkan berbagai resep masakan. 5. DAFTAR PUSTAKA [1] Efori Buulolo (2013). “Implementasi Algoritma String matching Dalam Pencarian Surat Dan Ayat Dalam Bible Berbasis Android”, Jurnal Teknik Informatika, Vol 3. Hal:22 [2] Thio Wibowo, Ardianto Wibowo, Rika Perdana Sari (2012). “Pembuatan Aplikasi Untuk Mendeteksi Kebenaran Perintah Sql Query MenggunakanMetode Knuth-Morris Pratt (Kmp)”, Jurnal Teknik Informatika, Vol 1,hal:3
109
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PENERAPAN VIGENERE CHIPER UNTUK PENGAMANAN SOAL UJIAN PADA APLIKASI UJIAN BERBASIS KOMPUTER Surya Darma Nasution STMIK Budi Darma Medan Email :
[email protected] Abstrak Ujian merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Pada saat sekarang ini sudah banyak yang menggunakan komputer sebagai alat bantu untuk ujian, contohnya ujian masuk perguruan tinggi ataupun ujian try out pada bimbingan belajar. Pada sistem ujian yang berbasis komputer lebih mempermudah jika dibandingkan dengan sistem ujian yang masih dilakukan secara manual, seperti tidak membutuhkan kertas sebagai media sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya dan hasil dari ujian tersebut dapat langsung dilihat. Banyak teknik untuk melakukan kecurangan pada sistem ujian yang berbasis komputer ini, salah satunya adalah SQL Injection. Teknik tersebut dapat menyisipkan dan menjalankan perintah SQL (Structure Query Language), sehingga dapat mengetahui soal ujian yang nantinya akan diujiankan. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu alternatif yang disediakan adalah mengamankan soal ujian dengan cara menyandikan teks pada soal ujian tersebut. Vigenere chiper merupakan salah satu algoritma kriptografi yang bertujuan untuk menyandikan teks. Dengan menerapkan vigenere chiper untuk mengamankan soal ujian pada aplikasi ujian yang berbasis komputer diharapkan dapat mengamankan soal ujian dari pihak yang tidak berhak untuk mengakses soal ujian tersebut. Kata kunci: Vigenere, Pengamanan, Ujian PENDAHULUAN Ujian merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Sistem ujian yang dilakukan secara manual memiliki beberapa kelemahan, seperti memerlukan biaya yang sangat besar untuk membeli kertas yang akan digunakan dalam proses ujian. Selain itu, sistem ujian seperti ini juga rentan terhadap kecurangan, dimana mahasiswa dapat memberikan soal ujian kepada mahasiswa lainnya, atau mungkin bocornya soal-soal yang akan diajukan sebelum ujian dan juga rentan terhadap kecurangan seperti mencontek jawaban teman. Pada saat ini sudah banyak yang menggunakan komputer sebagai alat bantu untuk ujian, contohnya ujian masuk perguruan tinggi ataupun ujian try out pada bimbingan belajar. Pada sistem ujian yang berbasis komputer lebih mempermudah jika dibandingkan dengan sistem ujian yang masih dilakukan secara manual, seperti tidak membutuhkan kertas sebagai media sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya dan hasil dari ujian tersebut dapat langsung dilihat. Aplikasi yang digunakan untuk melaksanakan ujian yang berbasis komputer memiliki database untuk menyimpan data soal ujian dan menyimpan hasil ujian tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan ujian yang berbasis komputer adalah keamanan dari soal ujian tersebut, apakah soal tersebut memang sudah aman dan bebas dari kecurangan. Banyak teknik untuk melakukan kecurangan pada sistem ujian yang berbasis komputer ini, salah satunya adalah SQL Injection. Teknik 110
tersebut dapat menyisipkan dan menjalankan perintah SQL (Structure Query Language), sehingga dapat mengetahui soal ujian yang nantinya akan diujiankan. Dari uraian diatas memberikan gambaran bahwa sistem ujian yang berbasis komputer masih rentan dalam segi keamanan database untuk menyimpan soal ujian. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan menggunakan algoritma kriptografi untuk mengamankan teks soal ujian yang tersimpan pada database, sehingga walaupun isi record soal ujian pada database dapat terlihat tetapi akan mempersulit seseorang untuk membaca teks soal ujian tersebut. Algoritma kriptografi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah vigenere chiper. Vigenere Chiper merupakan sistem sandi poli-alfabetik yang sederhana. Sistem sandi poli-alfabetik mengenkripsi sekaligus sebuah teks yang terdiri dari beberapa huruf. Vigenere Chiper menggunakan substitusi dengan fungsi shift seperti pada Caesar Chiper. METODE PENELITIAN Vigenere Chiper merupakan sistem sandi poli-alfabetik yang sederhana. Sistem sandi polialfabetik mengenkripsi sekaligus sebuah teks yang terdiri dari beberapa huruf. Vigenere Chiper menggunakan substitusi dengan fungsi shift seperti pada Caesar Chiper (Rifki Sadikin, 2012). Fungsi enkripsi dan dekripsi Vigenere Chiper dapat dilihat pada gambar 1.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Gambar 1 Fungsi Enkripsi dan Dekripsi Vigenere Chiper. Keamanan Vigenere Chiper tergantung dengan jumlah kunci yang digunakan semakin banyak jumlah kunci yang digunakan semakin luas ruang kunci. Cara lain untuk melakukan enkripsi dan dekripsi adalah dengan menggunakan Vigenere Square yang dapat dilihat pada gambar 2.
langkah proses enkripsi dan dekripsi dalam pegamanan data teks soal ujian. 1. Proses enkripsi Pertanyaan yang nantinya akan disandikan dianggap sebagai plainteks. Plainteks : “Sementara sarjana adalah dosen. Semua dosen harus meneliti”. a. Sementara Sarjana bukan dosen b. Sementara peneliti bukan dosen c. Sementara peneliti adalah dosen d. Semua sarjana harus meneliti Pertanyaan yang akan di sandikan tersebut sebagai plainte t dan “Budidarma” sebagai kunci. Sebagai contoh hanya kata “Sementara Sarjana” yang akan di sandikan. Plaintext Kunci
:S E M E N T A R A S A R J A N A :B U D I D A R MA B U D I DA R
Sesuaikan jumlah karakter kunci dengan jumlah karakter plaintext dengan mengulang karakter kunci. contohnya untuk pasangan karakter S dan B, pasangan karakter E dan U serta pasangan karakter M dan D dan seterusnya. Jika dirumuskan maka hasilnya adalah sebagai berikut: Untuk S dan B : ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (18 + 1) mod 26 = 19 mod 26 = 19 (T)
Gambar 2 Vigenere Square. Metode Penelitian adalah Kerangka kerja penelitian atau langkah – langkah yang digunakan dalam penyelesaian penelitian ini. Kerangka kerja ini merupakan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan masalah yang akan dibahas. Tahapan penelitian ini terdiri dari beberapa langkah seperti pada gambar 3. Studi Literatur
Analisis Masalah
Untuk M dan D ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (12 + 3) mod 26 = 15 mod 26 = 15 (P) Untuk N dan D ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (13 + 3) mod 26 = 16 mod 26 = 16 (Q) Untuk A dan R ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (0 + 17) mod 26 = 17 mod 26 = 17 (R)
Untuk E dan U : ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (4 + 20) mod 26 = 24 mod 26 = 24 (Y) Untuk E dan I ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (4 + 8) mod 26 = 12 mod 26 = 12 (M) Untuk T dan A ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (19 + 0) mod 26 = 19 mod 26 = 19 (T) Untuk R dan M ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (17 + 12) mod 26 = 29 mod 26 = 3 (D)
Jadi jika perhitungannya di lanjutkan maka chipertext yang akan dihasilkan dari pertanyaan tersebut adalah “TYPMQTRDA TUURDNR MDBFDP GOJQN. TYPCD DFEEO BDZXS DQNFFLBL”
Implementasi
2. Laporan / Hasil
Gambar 3 Kerangka Kerja Penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penerapan algoritma vigenere chiper akan digunakan sebuah contoh soal ujian yang nantinya akan diamankan untuk melihat langkah demi
Proses dekripsi
Chipertext Kunci
:T Y P MQ T R D A T U U RDN R :B U D I D A R M A B U D I DA R
Sesuaikan jumlah karakter kunci dengan jumlah karakter chipertext dengan mengulang karakter kunci. contohnya untuk pasangan karakter T dan B, pasangan karakter Y dan U serta pasangan karakter P dan D dan seterusnya. Jika dirumuskan maka hasilnya adalah sebagai berikut:
111
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Untuk S dan B : ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (18 + 1) mod 26 = 19 mod 26 = 19 (T) Untuk M dan D ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (12 + 3) mod 26 = 15 mod 26 = 15 (P) Untuk N dan D ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (13 + 3) mod 26 = 16 mod 26 = 16 (Q) Untuk A dan R ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (0 + 17) mod 26 = 17 mod 26 = 17 (R)
Untuk E dan U : ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (4 + 20) mod 26 = 24 mod 26 = 24 (Y) Untuk E dan I ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (4 + 8) mod 26 = 12 mod 26 = 12 (M)
ISBN: 979-458-808-3
Jadi jika perhitungannya di lanjutkan maka plaintext yang akan dihasilkan dari pertanyaan tersebut adalah “Sementara sarjana adalah dosen. Semua dosen harus meneliti” Hasil dari pengamanan soal ujian pada aplikasi yang berbasis komputer dapat dilihat pada gambar 4 dan 5.
Untuk T dan A ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (19 + 0) mod 26 = 19 mod 26 = 19 (T) Untuk R dan M ci = E(pi) = (pi + ki) mod 26 = (17 + 12) mod 26 = 29 mod 26 = 3 (D)
Gambar 4 Isi Record Soal Ujian 112
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Gambar 5 Isi Record Soal Ujian Yang Telah Terenkripsi KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian dengan menerapkan algoritma vigenere chiper untuk mengamankan teks soal ujian adalah : 3. Proses pengamanan data dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama melakukan proses enkripsi dan tahap kedua proses deskripsi. 4. Algoritma vigenere chiper dapat digunakan untuk mengamankan teks soal ujian yang tersimpan didatabase, sehingga walaupun isi record soal ujian yang ada di database ditampilkan tetap memberikan kesulitan bagi yang membaca record tersebut.
DAFTAR PUSTAKA [1] Munir, Rinaldi (2006). Kriptografi. Bandung: Penerbit Informatika. [2] Sadikin, Rifki (2012). Kriptografi Untuk Keamanan Jaringan. Yogyakarta: Penerbit Andi. [3] Quist & Aphetsi Kester (2012). A Cryptosystem based on Vigenere Chiper With Varying Key. International Journal of Advanced Research in Computer Engineering & Technology (IJARCET), 1, 108-113.
113
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
ANALISA DAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN JARINGAN MENGGUNAKAN MIKROTIK ROUTER OS STUDI KASUS : PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN (P4TK) Jhon Wesly Manurung1 Naikson F.Saragih2 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer,Universitas Methodist Indonesia Jl. Hang Tuah No.8 Medan, 20152 Telp : (061) 4536735, 4157882, Fax : (061)4567553
[email protected],
[email protected] Abstrak Sumber daya jaringan yang terbatas dengan user yang dapat terus bertambah akan mempengaruhi kinerja jaringan yang ada. Dalam hal ini Lembaga P4TK belum menerapkan manajemen jaringan dengan maksimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan mengimplementasikan manajemen jaringan yang mencakup lima aspek yaitu manajemen konfigurasi, manajemen kinerja, manajemen kesalahan, manajemen pelaporan dan manajemen keamanan dengan menggunakan mikrotik router os. Dalam menyelesaikan penelitian ini, metodologi penelitian yang digunakan antara lain : melakukan Observasi dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian Pusat Jaringan P4TK , Wawancara dengan bertanya langsung kepada adminstrator jaringan dan pengguna jaringan, Studi Literatur dengan melakukan penelahaan terhadap buku-buku atau jurnal-jurnal referensi atau websitewebsite yang menyediakan tutorial serta yang berkaitan dengan permasalahan. Analisis dengan melakukan analisis perangkat jaingan, analisis permasalahan, analisis manajemen jaringan , analisis kebutuhan sistem yang baru. Perancangan dengan membuat skema jaringan usulan, perancangan pembagian alokasi bandwith, perancangan web proxy. Simulasi dengan perangkat – perangkat jaringan yang tersedia sesuai dengan rancangan yang telah di buat. Dari simulasi yang telah dilakukan jaringan yang ada mampu bekerja secara optimal. Dimana manajemen jaringan yang meliputi manajemen konfigurasi (melakukan konfigurasi mikrotik router os), manajemen keamanan (menerapkan fungsi web proxy dan pembatasan user), manajemen kinerja (melakukan monitoring) dan manajemen pelaporan (melakukan monitoring dan grafik bandwith per klien telah diterapkan dengan baik. Kata kunci : “Manajemen Jaringan, Mikrotik Router OS“ PENDAHULUAN Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) telah memiliki jaringan komputer yang menghubungkan jaringan komputer antar gedung dan jaringan komputer ke luar kampus. Setiap pegawai pada jaringan kampus dapat mengakses internet dengan berbagai jenis kebutuhan, baik dari dalam Lembaga P4TK maupun informasi – informasi yang berkaitan dengan P4TK, sesuai dengan pengaturan yang ada. Dalam perkembangannya terdapat banyak masalah yang dihadapi oleh jaringan komputer, misalnya masalah kecepatan koneksi antar perangkat jaringan, kompatibilitas antara perangkat keras dalam jaringan, kompabilitas antar perangkat lunak dalam jaringan, masalah sistem keamanan sistem jaringan, sistem manajemen jaringan dan lain-lain. Manajemen jaringan merupakan salah satu bagian penting dan tak terpisahkan dari pengimplementasikan jaringan komputer dalam suatu jaringan. Sumber daya jaringan yang terbatas dengan user yang dapat terus bertambah dapat membuat kinerja jaringan tidak menjadi optimal. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya proses manajemen jaringan, sebaliknya dengan adanya penerapan manajemen jaringan yang benar serta efisien, akan
114
membuat kinerja jaringan dapat lebih optimal dan antisipasi/pencegahan serta kemudahan dalam mendeteksi masalah yang terjadi pada jaringan komputer dapat di atasi dan di minimalisasi. Untuk melakukan manajemen jaringan telah dikembangkan suatu protokol bernama SNMP (Simple Network Management protocol). SNMP mempunyai kemampuan untuk melakukan berbagai aspek dalam manajemen jaringan mulai dari fault management, configuration management, accounting management, performance management, dan security management. Mikrotik merupakan solusi murah dengan fitur lengkap, karena semua fitur yang terdapat pada Mikrotik Router OS saat ini, dapat membantu untuk menyelesaikan hal manajemen jaringan. Dengan demikian beberapa Internet Service Provider (ISP), mulai menggunakan device ini untuk keperluan routing dan bandwidth management. Standard PC yang akan dijadikan sebagai router tidak membutuhkan resource yang besar. TINJAUAN PUSTAKA SNMP merupakan protokol manajemen sistem dan jaringan yang paling populer. Lebih banyak peralatan dan sistem yang dijalankan dengan SNMP daripada dengan protokol manajemen lain jenis mana
ISBN: 979-458-808-3
pun karena SNMP berukuran sangat kecil dan biaya penyebarannya tidak mahal. Artinya, SNMP dapat diimplementasikan dalam peralatan-peralatan dengan memori dan sumber-sumber CPU yang minimal sekalipun. Sifat SNMP sangat bertentangan dengan protokol manajemen Open Systems Interconnection (OSI) yang sangat kompleks. SNMP dikembangkan untuk menyediakan peralatan manajemen jaringan yang mudah diterapkan bagi rangkaian protokol seperti Transport Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP) (Mellquist, 2002). Virtual LAN (Virtual Local Area Network) atau VLAN adalah kelompok device dalam sebuah LAN yang dikonfigurasi (menggunakan software manajemen) sehingga mereka dapat saling berkomunikasi asalkan dihubungkan dengan jaringan yang sama walaupun secara fisikal mereka berada pada segmen LAN yang berbeda. Cara Kerja VLAN, VLAN di klasifikasikan berdasarkan tipe yang digunakan untuk mengklasifikasikannya, baik menggunakan port atau MAC address. Semua informasi yang mengandung penandaan atau pengalamatan suatu VLAN di simpan dalam suatu database, jika pengalamatannya berdasarkan port yang digunakan maka database harus mengindikasikan port-port yang digunakan oleh VLAN. Untuk mengaturnya maka biasanya digunakan switch inilah yang bertanggung jawab menyimpan semua informasi dan konfigurasi ke suatu VLAN dan dipastikan semua switch mempunyai informasi yang sama. Switch akan menentukan kemana data-data akan di teruskan dan sebagainnya atau dapat pula digunakan suatu software pengalamatan yang berfungsi mencatat atau menandai suatu VLAN beserta workstation yang di dalamnya untuk menghubungkan antar VLAN dibutuhkan router (Puspito Faesol, 2014). Manajemen jaringan adalah kemampuan untuk memonitor, mengontrol dan merencanakan sumber serta komponen sistem dan jaringan komputer. Jaringan komputer bisa menghemat waktu dan biaya; namun bisa juga menyita waktu dan biaya dalam pengoperasiannya Manajemen jaringan dapat dipilah-pilah kedalam lima wilayah cakupan fungsional. Tiap wilayah menentukan bidang-bidang tugas yang berlainan dari manajemen dengan kebutuhan-kebutuhan spesifik tergantung pada jaringan yang akan dikelola (Mellquist, 2002). 1. Manajemen Kesalahan ( Fault Management) Manajemen kesalahan berhubungan dengan masalahmasalah seperti deteksi, isolasi dan koreksi terhadap kondisi-kondisi yang salah dalam sebuah jaringan. Melalui pemantauan (monitoring) yang aktif dan pemberitahuan kejadian, kondisi-kondisi yang salah dapat dideteksi, diisolasi dan diperbaiki. Monitoring yang bersifat aktif dicapai dengan mengumpulkan informasi dari berbagai komponen yang dijalankan (managed component). Ketika informasi yang diterima kembali itu melewati beberapa ambang atau
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
permulaan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka kondisi yang salah pun dapat di deteksi. Meskipun pengumpulan (polling) dapat menjadi efektif, namun hal demikian menuntut bandwidth jaringan yang kemudian dapat menjadi sia-sia jika tak satupun kesalahan ditemukan. Polling juga menjadi sulit ketika dikaitkan dengan sebuah jaringan yang besar dimana banyak komponen perlu diselidiki. 2. Manajemen Akunting (Accounting Management) Manajemen akunting berhubungan dengan masalah alokasi sumber-sumber di dalam sebuah sistem jaringan dan meminta bayaran atas pelayanan atau jasa dari sumber-sumber tersebut. Tipe manajemen seperti ini mencakup pengumpulan informasi yang digunakan dari komponen jaringan dan penciptaan informasi rekening yang akurat. Sekarang ini, banyak Internet Service Provider (ISP) memanfaatkan bentuk manajemen seperti ini untuk menentukan berapa banyak tagihan yang diajukan kepada para klien yang telah memanfaatkan layanan jasa Internet mereka. Manajemen akunting secara khusus bertindak sebagai tugas berprioritas rendah sementara tugas manajemen seperti manajemen kesalahan lebih diutamakan. 3. Manajemen Konfigurasi (Configuration Management) Manajemen konfigurasi berhubungan dengan pembaruan (updating), perubahan (changing) dan pemodifikasian (modifying) sumber-sumber di dalam jaringan. Konfigurasi komponen-komponen jaringan terutama dijalankan ketika komponen tersebut pertama kalinya diinstal. Konfigurasi mungkin juga menjadi akibat atau hasil dari manajemen kesalahan di mana kesalahan dikoreksi melalui perubahan konfigurasi. 4. Manajemen Kinerja (Performance Management) Manajemen kinerja berhubungan dengan analisis dan evaluasi kinerja sistem dan jaringan. Manajemen kinerja adalah bidang manajemen yang penting di mana kinerja baik yang bersifat jangka pendek maupun yang bersifat jangka panjang dapat dievaluasi. Analisis yang bersifat jangka pendek terhadap data kinerja bisa menentukan dengan segera kondisikondisi yang perlu diberi perhatian. Sedangkan analisis yang bersifat jangka panjang membantu memberikan penjelasan pada kondisi-kondisi yang terjadi secara perlahan-lahan sepanjang waktu. 5. Manajemen Keamanan (Security Management) Manajemen keamanan memberikan jaminan keamanan terhadap sumber-sumber di dalam suatu sistem atau jaringan. Keamanan menjadi semakin penting dengan konektivitas yang bertambah. Manajemen keamanan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan manajemen kesalahan dan manajemen konfigurasi karena konfigurasi peralatan penting harus mendapatkan jaminan keamanan. Manajemen keamanan dapat dibagi ke dalam dua bidang yaitu; manajemen yang menangani keamanan jaringan dan manajemen yang menggunakan protokolprotokol yang aman. Manajemen yang menangani keamanan jaringan mencakup penanganan dan
115
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
pengkonfigurasian password pada server sehingga akses yang tidak sah tidak diperkenankan. Manajemen yang menggunakan protokol yang aman mencakup tindakan untuk memastikan bahwa manajemen atas agen-agen dilakukan dengan menggunakan protokolprotokol yang bisa mencegah akses yang tidak diizinkan (unauthenticated access). Mikrotik RouterOS, merupakan sistem operasi Linux base yang diperuntukkan sebagai network router. Didesain untuk memberikan kemudahan bagi penggunanya. Administrasinya bisa dilakukan melalui Windows application (WinBox). Selain instalasi dapat dilakukan pada sebuah Personal Computer (PC). PC yang akan dijadikan router mikrotik pun tidak memerlukan resource yang cukup besar untuk penggunaan standard, misalnya hanya sebagai gateway. Untuk keperluan beban yang besar (network yang kompleks, routing yang rumit dll) disarankan untuk mempertimbangkan pemilihan resource PC yang memadai (Sujalwo, 2011). Fasilitas pada mikrotik antara Management Bandwidth, Statefull Firewall, HotSpot for Plugand Play access, Remote winbox GUI admin, Routing METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan analisa dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan cara mengumpulkan data–data yang akan diolah dan dibuat suatu rumusan sehingga akhirnya sampai pada suatu kesimpulan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian yaitu Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) untuk menganalisis dan memanajemen jaringan. 2. Wawancara, yaitu bertanya langsung kepada orang yang lebih dahulu tahu tentang Mikrotik Router dari pada peneliti. 3. Studi literatur, yaitu berupa penelahaan terhadap buku-buku atau jurnal-jurnal referensi atau website-website yang menyediakan tutorial serta yang berkaitan dengan permasalahan. 4. Analisis, pada tahap ini dilakukan analisis kebutuhan, analisis permasalahan yang muncul, analisis keinginan user dan analisis topologi atau jaringan yang sudah ada saat ini. 5. Perancangan, pada tahap ini peneliti merancang skema jaringan yang baru sesuai dengan penerapan manajemen jaringan yang baik. 6. Implementasi, pada penelitian ini peneliti hanya akan melakukan implementasi manajemen bandwidth pada sebuah simulasi dengan menggunakan beberapa pc. ANALISA DAN PERANCANGAN a. Analisis Skema Jaringan yang Sedang Berjalan Skema jaringan yang sedang berjalan pada Lembaga P4TK dapat dilihat seperti berikut
116
ISBN: 979-458-808-3
Gambar 1 Skema Jaringan yang Sedang Berjalan b. Analisis Permasalahan Permasalahan yang ditemui dalam jaringan Lembaga P4TK adalah : 1. Tidak adanya pembagian bandwidthPada jaringan Lembaga P4TK tidak ada pembagian bandwidth yang teratur pada setiap departemen yang ada. 2. Tidak adanya pembagian IP address pada setiap departemen. Pada jaringan Lembaga P4TK hanya memiliki satu jaringan secara keseluruhan, tidak ada pembagian jaringan yang berdasarkan pembagian IP address pada setiap departemen yang ada. 3. Tidak adanya backup konfigurasi Pada jaringan Lembaga P4TK tidak melakukan backup konfigurasi. Hal ini tentu akan merugikan apabila suatu waktu jaringan mengalami gangguan (crash). c. Analisis Manajemen Jaringan Penerapan manajemen jaringan pada jaringan computer yang terdapat pada Lembaga P4TK adalah sebagai berikut : 1. Manajemen Kesalahan (Fault Management) Manajemen kesalahan ini berkaitan dengan kondisi – kondisi yang salah dalam jaringan tersebut dalam bentuk pemanatauan yang aktif, agar dapat segera menentukan apa penyebabnya dan dapat segera mengambil tindakan ( perbaikan). 2. Manajemen Akunting (Accounting Management) Jaringan yang terdapat dalam Lembaga ini tidak meminta tagihan berapa banyak biaya yang harus di bayar para klien yang menggunakan jaringan internet tersebut. Pihak Lembaga P4TK telah memiliki anggaran untuk pembiayaan koneksi internet, dan besar biaya yang dikeluarkan untuk koneksi internet yaitu sebesar Rp 30.000.000 per bulan. 3. Manajemen Konfigurasi (Configuration Management ) Pada jaringan yang terdapat dalam lembaga P4TK belum sepenuh – nya menerapkan
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
manajemen konfigurasi. Admin belum melakukan back-up konfigurasi yang ada pada server, baik itu penambahan (Update) konfigurasi yang baru ataupun konfigurasi yang lama 4. Manajemen Kinerja (Performance Management ) Hal ini sudah diterapkan pada jaringan Lembaga P4TK, admin secara aktif mengontrol setiap perangkat – perangkat yang terdapat dalam jaringan agar tetap pada performa yang terbaik. 5. Manajemen Keamanan (Security Management ) Hal ini belum sepenuhnya diterapkan dalam jaringan Lembaga P4TK. Semua PC departemen/client yang ada dalam Lembaga dapat secara bebas mengakses koneksi jaringan. Dalam hal ini admin menerapkan fungsi DHCP Server mikrotik router os hanya untuk mengetahui aktivitas klien yang mencurigakan dan memblok IP klien yang mencurigakan tersebut. d. Perancangan Skema Jaringan Rancangan skema jaringan usulan dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2 Skema Jaringan Usulan IP Address akan dibagi dalam beberapa jaringan, sesuai dengan jumlah departemen yang ada pada Lembaga P4TK.
e. Perancangan Pembagian Alokasi Bandwidth Membatasi penggunaan bandwidth untuk masing – masing client bertujuan agar tidak ada satupun client yang akan menguasai penggunaan bandwith. Pembagian bandwidth akan dilakukan pada mikrotik router os, dengan memanfaatkan fungsi simple queues. Pada Queues memiliki fasilitas limit at dan max limit, fasilitas ini diisi dengan pemberian kapasitas margin bandwidth. Pembatasan penggunaan bandwidth juga dilakukan pada hotspot agar penggunaan bandwidth dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan masing – masing penggunanya. Perancangan bandwidth download pada jaringan LAN dapat dilihat seperti berikut. Tabel 2 Perancangan Bandwith Download Pada LAN No Nama Departemen Max Min 1 Kepala Pusat Lembaga P4TK 1M 128k 2 Departemen Teknik Bangunan 512k 128k 3 Departemen Teknik Informatika 1M 128k 4 Departemen Teknik Listrik 512k 128k 5 Departemen Teknik Mesin 512k 128k 6 Departemen Teknik Elektronika 512k 128k 7 Departemen Teknik Otomotif 512k 128k Departemen Teknik Las, 8 512k 128k Fabrikasi Logam Departemen Umum Sumber 9 1M 128k Belajar Perancangan bandwitdh download pada Hotspot dilihat seperti berikut. Tabel 3 Perancangan Bandwith Download Pada Hotspot No Username Max Min 1 Pimpinan Unlimited 128k 2 Pegawai 1M 128k 3 User Lain 1M 128k
Tabel 1 Perancangan IP Address No. VLAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama VLAN/ Departemen KepalaPusat LembagaP4TK Departemen Teknik Bangunan Departemen Teknik Informatika Departemen Teknik Listrik Departemen Teknik Mesin Departemen Teknik Elektronika Departemen Teknik Otomotif Departemen Teknik Las, Fabrikasi Logam Departemen Umum Sumber Belajar
Jumlah PC 5 PC 15 PC 29 PC 20 PC 17 PC 25 PC 16 PC 15 PC 12 PC
Range IP 192.168.1.0 – 192.168.1.63/26 192.168.1.64 – 192.168.1.127/26 192.168.1.128 – 192.168.1.191/26 192.168.1.192 – 192.168.1.255/26 192.168.10.0 – 192.168.10.31/27 192.168.10.32 – 192.168.10.63/27 192.168.10.64 – 192.168.10.95/27 192.168.10.96 – 192.168.10.127/27 192.168.10.128 – 192.168.10.159/27
f. Perancangan web proxy Fungsi dari proxy ini adalah untuk menyimpan cache dan memblok alamat – alamat situs. Dalam perancangan proxy ini di tujukan untuk memblok situs – situs / halaman web yang tidak diperlukan dalam proses bekerja pada Lembaga P4TK. Daftar situs / halaman web yang akan di blok pada jaringan internet Lembaga
No 1 2 3 4 5 6
Tabel 4 Perancangan Web Proxy Halaman Web Hak Akses www.facebook.com Denied www.youtube.com Denied www.seks.com Denied www.xxxxx.com Denied www.game.com Denied www.bokep.com Denied
117
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Implementasi Perangkat Lunak Mikrotik dapat diinstalasi menggunakan berbagai media seperti harddisk, compact flash image, maupun bootable CDROM. Setelah proses instalasi dilakukan, mikrotik router os dapat di akses/remote menggunakan winbox dan juga konfigurasi langsung dengan command line. b. Implementasi Manajemen Jaringan 1. Manajemen Konfigurasi (Konfigurasi Mikrotik Router OS ) Pada PC Mikrotik Router Os terdapat 2 interface, interface 1 di berikan nama “local” dan interface 2 diberi nama “public”. Pemberian nama interface berfungsi utuk memudahkan identifikasi interface tersebut terkoneksi ke jaringan lokal atau internet. Dalam hal ini interface “public” akan terkoneksi ke jaringan internet dan interface “local” akan terkoneksi ke jaringan LAN (ke switch). Konfigurasi nama interface dapat dilihat pada gambar 5.1. Interface 1 : Local Interface 2 : Public
ISBN: 979-458-808-3
3. Manajemen Pelaporan (Accounting Management ) 4. Daftar pengguna dari jaringan yang di terapkan pada implementasi dapat dilihat pada tabel 5 Tabel 5 Daftar Pengguna Jaringan IP Address Nama Pengguna 192.168.1.2 Client 1 192.168.10.2 Client 2 192.168.10.20 Client 3 5. Manajemen Kinerja (Performance Management) Untuk memantau traffik jaringan yang sedang berjalan, apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak. Hal ini dapat dilakukan pada mikrotik dengan memanfaatkan fitur monitoring traffic. Konfigurasi untuk mengaktifkan fitur moitoring traffic dapat dilihat seperti pada gambar 7.
Gambar 3 Konfigurasi nama interface 2. Manajemen Keamanan (Security Managament ) Web Proxy Konfigurasi Port, Size Proxy dan status Proxy. Konfigurasi yang dilakukan pada proxy yaitu, meng-aktifkan ip-proxy, mengaktifkan port 8080, dan kapasitas proxy.
Gambar 4 Konfigurasi Port Proxy Selanjutnya mendaftrakan website yang akan di blok
Gambar 5 Konfigurasi Web Proxy
118
Gambar 6 Konfigurasi Fitur Monitoring Graph KESIMPULAN Kesimpulan yang peneliti kemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mikrotik Router Os yang telah diimplementasikan telah mampu membatasi acces internet client dalam pembagian bandwidth. 2. Mikrotik Router Os mampu menerapkan fungsi internet sehat, dengan fitur web proxy. 3. Dengan adanya Mikrotik Router Os, dapat memantau kondisi/keadaan komputer klien yang sedang mengalami gangguan atau tidak. 4. Dengan penerapan fungsi VLAN, maka satu jaringan yang besar dapat dipisah menjadi jaringan yang lain sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sehingga mampu meningkatkan kinerja dari jaringan tersebut. DAFTAR PUSTAKA [1] Faesol Puspito, Hj. Naniek Widyastutui & Joko Triyono. 2014. Perancangan Blue Print Jaringan Menggunakan Virtual Lan (Vlan) Dengan Studi Kasus (PT. PLN Persero Area Kudus). Yogyakarta.
ISBN: 979-458-808-3
[2] Herlambang, M. L & Catur, L. A. 2008. Panduan Lengkap Menguasai Router Masa Depan Dengan Menggunakan Mikrotik Router Os, Penerbit Andi, Yoyakarta. [3] Mellquist, H. F. 2002. SNMP++ Pendekatan Berorientasi Objek, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
[4] Riadi, I. 2011. Optimalisasi Keamanan Jaringan Menggunakan Pemfilteran Aplikasi Berbasis Mikrotik. Yogyakarta. [5] Sujalwo. 2011. Manajemen Jaringan Komputer Dengan Menggunakan Mikrotik Router (Computer Network Management Used With Microtic Router). Surakarta.
119
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
APLIKASI MEDIA PEMBELAJARAN PENGENALAN AKSARA BATAK (PUSTAHA) Iqbal Kamil Siregar1, Ada Udi Firmansyah2, Bachtiar Efendi3 1,2,3 STMIK Royal Kisaran 1
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Perkembangan teknologi informasi dewasa ini menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan, salah satunya adalah menyertakan teknologi informasi pada media pembelajaran khususnya untuk tingkat Sekolah Dasar. Media pembelajaran sekarang ini sudah semakin maju dan berkembang, baik secara teknologi pembuatan, penyampaian maupun medianya. Salah satunya adalah pengenalan huruf untuk anak-anak usia dini dengan menggunakan animasi. Pembelajaran Pengenalan aksara batak (pustaha) pada anak perlu ditingkatkan baik secara intensitas dan medianya,karena aksara batak (pustaha) ini adalah warisan leluhur kita yang terdahulu dan salah satu warisan budaya yang patut dilestarikan. Ada beragam jenis aksara Nusantara yang secara garis besar dapat dibagi ke dalam lima kelompok yaitu aksara Hanacaraka, aksara Ka-Ga-Nga, aksara Batak, aksara Sulawesi, dan aksara Filipina. Salah satu aksara yang perlu mendapat perhatian khusus adalah aksara Batak yang terancam punah terkait dengan keterbatasan sumber data dan informasi. Berbeda dengan sastra dan budaya Jawa yang cukup eksis, aksara Batak masih sangat minim dimengerti oleh masyarakat umum. Bahkan sebagian besar masyarakat Batak sendiri tidak mengetahui adanya aksara Batak. Tujuan dari media pembelajaran ini dapat membantu guru dalam menjelaskan materi yang ingin di sampaikan supaya dapat menarik minat belajar anak-anak dikelas dan tidak membosankan. Dengan ada nya media pembelajaran dapat digunakan untuk menyalurkan informasi dari guru ke siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dan pada akhirnya dapat menjadikan siswa melakukan kegiatan belajar dengan baik. Manfaat media pembelajaran tersebut adalah penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan, proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik, proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, efisiensi dalam waktu dan tenaga, meningkatkan kualitas hasil belajar siswa Kata kunci: Pembelajaran, Pengenalan Huruf, Aksara Batak. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki warisan kekayaan budaya yang beragam, dimana salah satunya terwujud dalam aksara atau tulisan asli daerah yang termasuk dalam aksara Nusantara. Sebagai bagian dari aksara Nusantara, aksara Batak Toba yang merupakan rumpun dari aksara Batak ini perlu mendapat perhatian khusus karena terancam punah akibat keterbatasan data dan informasi. Penyebab keterbatasan tersebut yaitu dulu sastra diturunkan hanya secara lisan, aksara Batak tidak digunakan untuk tujuan sehari-hari, melainkan salah satunya digunakan untuk menulis naskah pustaha yang sebagian besar berisi ilmu kedukunan dan mulai tahun 1852 dimusnahkan. Selain itu lebih dari 90% (sekitar 1000 - 2000) naskah karya sastra asli tersimpan di museum-museum mancanegara (Simatupang, 2006; Kozok, 2009; Kertasari dkk, 2009). Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi anak-anak, proses pembentukan karakter dan masa depan anak sangat ditentukan oleh proses pendidikan yang didapat anak tersebut. Namun demikian patut dinyatakan bahwa mendidik anak bukan perkara mudah karena itu mendidik anak tidak dapat dilakukan secara sambilan. Diperlukan kesungguhan hati dan belajar terus menerus dalam melakukannya. Jika setiap kewajiban agama membutuhkan waktu dan pembelajaran serta biaya dalam menjalankannya demikian halnya dengan mendidik anak. Karena itulah menjadi kewajiban 120
setiap orangtua untuk menyiapkan diri sebaik baiknya dalam mendidik anak. Perkembangan teknologi informasi dewasa ini menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan, salah satunya adalah menyertakan teknologi informasi pada media pembelajaran khususnya untuk tingkat Sekolah Dasar. Media pembelajaran sekarang ini sudah semakin maju dan berkembang, baik secara teknologi pembuatan, penyampaian maupun medianya. Salah satunya adalah pengenalan huruf untuk anak-anak usia dini dengan menggunakan animasi. Pembelajaran Pengenalan aksara batak (pustaha) pada anak perlu ditingkatkan baik secara intensitas dan medianya,karena aksara batak (pustaha) ini adalah warisan leluhur kita yang terdahulu dan salah satu warisan budaya yang patut dilestarikan. Ada beragam jenis aksara Nusantara yang secara garis besar dapat dibagi ke dalam lima kelompok yaitu aksara Hanacaraka, aksara Ka-GaNga, aksara Batak, aksara Sulawesi, dan aksara Filipina. Salah satu aksara yang perlu mendapat perhatian khusus adalah aksara Batak yang terancam punah terkait dengan keterbatasan sumber data dan informasi. Berbeda dengan sastra dan budaya Jawa yang cukup eksis, aksara Batak masih sangat minim dimengerti oleh masyarakat umum. Bahkan sebagian besar masyarakat Batak sendiri tidak mengetahui adanya aksara Batak Pengajaran mengenal huruf merupakan pelajaran yang sedikit sulit dipahami dan dihafalkan dikarenakan oleh banyaknya huruf yang akan
ISBN: 979-458-808-3
dipelajari, maka media pembelajaran akan lebih menyederhanakan jalan pikiran peserta didik dalam memahami pegenalan huruf tersebut. Untuk itu perlu diciptakan suatu media pembelajaran yang lebih menarik, Dengan demikian siswa akan semakin tertarik untuk mempelajari lebih jauh materi yang disampaikan oleh guru. Komputer memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran pengenalan huruf, karena mengenal huruf merupakan salah satu awal dari semua proses belajar. Jika anak tidak mengenal huruf maka kedepan anak tidak akan dapat membaca. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode CBI (Computer Based Instruction), yaitu cara penyampaian materi pembelajaran atau mengajar siswa dengan menggunakan bantuan komputer, dimana komputer sebagai sarana utama atau alat bantu yang menampilkan objek yang diajarkan kepada peserta didik dan objek yang diajarkan kepada peserta didik tersebut adalah tentang pembelajaran dan pengenalan aksara batak (pustaha). Agar peserta didik lebih mudah memahami dan menguasai materi pembelajaran dan pengenalan aksara batak (pustaha) maka media pembelajaran ini disertai dengan audio dan video. Penggunaan metode CBI dalam sistem pembelajaran mengenai pembelajaran dan pengenalan aksara batak (pustaha) dapat dibuat dalam berbagai model, yaitu : model tutorial, model latihan dan praktek, model simulasi, daan model permainan: 1. Sikap dan pendekatan orang tua Syarat terpenting adalah, bahwa diantara orang tua dan anak harus ada pendekatan yang menyenangkan, karena mengenal huruf merupakan permainan yang bagus sekali dan menyenangkan. 2. Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini. Hentikan permainan sebelum anak menghentikannya (bosan). Metode ini sejatinya diterapkan secara bertahap dan pengajaran metode CBI (Computer Based Intraction) ini dilakukan dalam waktu singkat, di setiap pertemuan, Anak-anak mempelajari 5 kosa kata kata baru dalam waktu 1 detik di ulang sebanyak 3 kali dalam 1 putaran, dan akan di ulang lagi 3 kali putaran dengan jeda 1,5 jam. (Toni Parna Nadeak; 2014) HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Aplikasi 1. Pembuatan Obyek dan Background Sebagian dari Obyek, baik obyek yang bergerak maupun diam serta background yang dibuat dalam aplikasi multimedia akasara batak ini menggunakan fasilitas dari Adobe Flash cs6 itu sendiri dengan tools yang tersedia dan sebagian yang lain menggunakan Adobe Photoshop dan foto daerah.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Untuk menggambar obyek garis maupun bidang menggunakan fasilitas menu line tool, oval, rectangle serta untuk pewarnaan menggunakan fasilitas menu paint bucket tool. Pembuatan background pada aplikasi ini hampir sama dengan pembuatan obyek, hanya saja background penulis banyak menuangkan dan mengkombinasikan warna. Semua obyek ataupun gambar yang ada tersimpan dalam panel library. 2.
Hasil Implementasi Untuk memudahkan pembaca menggunakan media pembelajaran akasara batak ini, penulis menguraikan cara penggunaan atau implementasi media pembelajaran aksara batak berbasis multimedia. Berikut ini langkah-langkah penggunaanya. a. Halaman Intro Halaman intro merupakan halaman paling awal yang tampil ketika program media pembelajaran dijalankan. Pada halaman ini menampilkan judul media pembelajaran yang di animasikan berjalan dengan diiringi lagu daerah dan akan mulai untuk memulai penggunaan media pembelajaran akasara batak menuju ke menu home.
Gambar. Halaman Intro b. Halaman Menu Utama Halaman menu utama merupakan halaman yang menampilkan menu-menu pilihan untuk mengakses materi pada media pembelajaran pengenalan aksara batak. Yang terdiri dari Profil, help, Pengenalan aksara-aksara batak serta Akasara batak.
Gambar. Halaman Menu Utama 121
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
c.
Halaman Pengenalan Aksara-Aksara Batak Halaman ini merupakan halaman yang menampilkan materi berbagai macam aksara-aksara batak yang terdapat di daerah Sumatera Utara, yang terdiri dari surat batak Karo, batak Toba, batak Simalungun/ Timur dan batak Mandailing.
Gambar. Halaman Help
Gambar. Halaman Aksara-Aksara Batak d.
Halaman Aksara Batak Pada halaman aksara batak ini, akan di tampailkan surat batak per-alfabet latin huruf /aksara batak. Yang menampilkan satu persatu huruf aksara batak, berfungsi untuk memudahkan pengenalan aksara batak itu sendiri dengan diiringi adanya suara vokal pada masing-masing aksara.
Gambar. Aksara Batak
Gambar. Halaman Profil 122
KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan perancangan media pembajaran pengenalan aksara batak berbasis multimedia menggunakan Adobe Flash, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : a. Perancangan aplikasi multimedia menggunakan flash ini mampu membuat dan menjadikan media publikasi dan mempermudah cara belajar ke masyarakat dari yang sebelumnya mengetahui sampai kepada masyarakat yang awam akan aksara batak ini, agar para masyarakat termotivasi untuk lebih mengetahui aksara batak. b. Dari proses perancangan media pembelajaran pengenalan aksara batak ini dapat diketahui bahwa merancang sebuah media pembelajaran ini perlu dilakukan terlebih dahulu adalah dengan merumuskan permasalahan yang ada, dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang ada serta mengimplementasikan perancangan dalam bentuk program aplikasi flash. c. Apabila diaplikasikan, maka aplikasi ini dapat memberikan opsi baru bagi tokoh masyarakat khususnya tokoh masyarakat sumatera utara dalam penyampaian informasi bagi masyarakat, agar lebih semangat memberikan media yang akan disampaikan kepada masyarakat-masyarakat yang awam tentang aksara batak ini. d. Dengan adanya penyajian media yang berbasis multimedia ini ada beberapa komponen multimedia didalamnya maka aplikasi ini terlihat lebih menarik dan atraktif. e. Dengan menggunakan aplikasi media pembelajaran ini diharapkan dapat membantu masyarakat bisa lebih mengetahui dengan baik dan cepat serta dapat menyingkat waktu proses pemahaman yang selama ini disampaikan secara manual dengan panduan buku. DAFTAR PUSTAKA 1. Toni Parna Nadeak , 2014 “Perancangan Aplikasi Pembelajaran Mengenal Huruf Pada Anak Dengan Menggunakan Metode Computer Based Intrucion”, STMIK Budi Darma, Medan.
ISBN: 979-458-808-3
2. 3. 4.
Kozok, Uli. 2009. “Surat Batak”, KPG, Jakarta; Drs. S. Baya dkk. 1994, “Pustaha”, CV. Media Persada, Medan. Budianto, Iwan., 2010, Multimedia Digital – Dasar Teori dan Pengembangannya. Yogyakarta: Andi
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
5.
Dr.Sukiman, M.Pd., 2012, Pengembangan Media Pembelajaran, Yogyakarta : Pedagogia: PT. Pustaka Insan Madani.
123
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
IMPLEMENTASI METODE METODE ACTIVITY BASED COSTING (ABC) DALAM PENENTUAN BIAYA PRODUK Kristian Siregar, Berto Nadeak Dosen Tetap STMIK BUDIDARMA Medan Email : Kristian
[email protected] ABSTRAK Metode Activity Based Costing (ABC) System menyajikan data tentang aktivitas yang menginformasikan kepada pemilik perusahaan tentang aktivitas penyebab timbulnya biaya. Metode tradisional dirasa kurang akurat dalam menentukan harga produk. Karena tidak mempengaruh aktivitas yang ada di perusahaan tersebut. atas dasar kelemahan sistem akutansi biaya tradisional tersebut maka timbul pendekatan baru dalam pembebanan biaya yang disebut dengan Activity Based Costing (ABC) Sistem atau sistem akuntansi biaya atau aktivitas. Activity Based Costing (ABC) Sistem menghasilkan informasi yang dapat membatasi distorsi oleh pengakolasian sistem akuntasi tradisional. Activity-Based Costing menghitung biaya produk dan membebankan biaya produk sesuai dengan objek biayanya., berdasarkan aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu barang dan jasa. Activity-Based Costing System atau sistem biaya berdasarkan aktivitas dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pendekatan perhitungan biaya yang dilakukan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada di perusahaan. Kata Kunci : Metode Activity Based Costing (ABC), Metode tradisional, harga produk, sistem pendekatan perhitungan biaya. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Activity-Based Costing menghitung biaya produk dan membebankan biaya produk sesuai dengan objek biayanya., berdasarkan aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu barang dan jasa. Dunia dan Abdullah (2012:318) Activity-Based Costing System atau sistem biaya berdasarkan aktivitas dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pendekatan perhitungan biaya yang dilakukan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada di perusahaan. Simamora (2012:117) sistem penentuan biaya pokok berbasis aktivitas (Activity-Based Costing System) ialah sistem akuntansi yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Lebih jauh dikatakan bahwa ABC mendorong perusahaan untuk menghasilkan produk yang mempunyai keunggulan kompetitif (Reimann 1990).Alasan yang mendasari adalah selain dapat mengatasi pemborosan yang selama ini melekat pada produk, implementasi ABC memungkinkan perusahaan untuk membuat produk dalam jumlah unit dan kualifikasi yang diharapkan (Nair 2002). Dalam konteks ini, ABC juga membantu perusahaan melakukan diversifikasi produk. ABC dapat dikatakan sebagai sistem yang memberikan kontribusi terpadu bagi berbagaipengambilan keputusan strategis. ABC mampu memberikan informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu. ABC oleh banyak kalangan dipandang sebagai Terobosan dalam sistem akuntansi biaya yang selama ini tidak diakomodasi oleh system akuntansi tradisional/konvensional. Activity-Based Costing System merupakan metode akuntansi biaya dimana pembebanan harga pokok produk merupakan penjumlahan seluruh biaya aktivitas yang menghasilkan (produk) barang atau jasa.Dasar alokasi yang digunakan adalah jumlah 124
aktivitas dalam setiap Cost Pool tersebut. Metode ini menggunakan jenis pemicu biaya yang lebih banyak sehingga dapat mengukur sumber daya yang digunakan oleh produk secara lebih akurat. Penelitian terkait dengan penggunaan alat-alat manajemen ini dilakukan oleh Ho dan Kidwell (2000). Artikel ini mengkaji temuan-temuan hasil penelitian terkait dengan penerapan ABC, implementasi strategis dan implikasinya terhadap kinerja perusahaan. Dari uraian di atas, penulis mengajukan judul penelitian dalam tesis ini yaitu “Perancangan Perangkat Lunak Penentuan Biaya Produk Dengan Menggunakan Metode Activity Based Costing (ABC) System. Dengan metode ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan dalam penentuan biaya/harga produk di PT. Santos Jaya Abadi Cabang Medan 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana mengetahui prosedur penentuan harga produk. 2. Bagaimana proses penentuan biaya produk dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC)? 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah Data yang dipakai adalah data biaya pada tahun 2014. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitan adalah sebagai berikut : 1. Memahami perbandingan kinerja metode tradisional dengan metode Activity Based Costing (ABC)
ISBN: 979-458-808-3
2. Memahami sejauh mana proses perancangan aplikasi penentuan biaya produk dengan menggunakan pemograman Visual Basic 2008. 3. Menganalisa masalah penetapan harga produk dengan metode Activity Based Costing 1.5 Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hasil penentuan harga produk dengan sistem tradisional dan metode Activity Based Costing (ABC). 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan untuk menentukan biaya produk.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka kerja Penelitian Metodologi dan kerangka kerja penelitian yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini. Kerangka kerja ini merupakan tahapan – tahapan yang akan di lakukan dalam rangka penyelesaian masalah yang akan di bahas.
Mendefinisikan
Masalah Menganalisa
2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Activity Based Costing (ABC) Meskipun pembicaraan mengenai ABC sistem sejauh ini lebih menitikberatkan pada perusahaan manufaktur, ABC sistem juga dapat di terapkan pada perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan atau jasa setiap perusahaan jasa mempunyai kegiatan dan hasil yang menempatkan permintaan dalam kegiatannya. Bagaimanapun juga terdapat perbedaanperbedaan mendasar antara perusahaan jasa dan perusahaan yang menghasilkan barang (manufaktur). kegiatan dalam perusahaan manufaktur cenderung sama dan dijalankan dengan jalan yang sama pula. hal tersebut tidak dapat disamakan dalam perusahan jasa. 2.2 Activity Based Costing (ABC) Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan. Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. a. Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective. b. Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost. c. Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy Kelemahan sistem akuntansi biaya tradisional. d. Akuntansi biaya tradisional dirancang hanya menyajikan informasi biaya pada tahap produksi. e. Alokasi biaya overhead pabrik hanya didasarkan pada jam tenaga kerja langsung atau hanya dengan volume produksi. f. Ada diversitas produk, di mana masing-masing produk mengkonsumsi biaya overhead yang berbeda beda.
Masalah Menentukan
Tujuan Mempelajari
Literatur Mengumpulkan
Data Menganalisa Metode Activity Based Costing Process
Mengolah Data
Mengimplementasi
Gambar 3.1 kerangka kerja penelitian 4. ANALISA 4.1 Analisa Masalah PT. FASTRATA BUANA adalah perusahaan penyalur berbagai macam merek produk minuman yang berupa bubuk, di antaranya adalah minuman dengan merek ABC. Dengan kata lain perusahaan ini tidak memproduksi bubuk minuman, akan tetapi hanya menyalurkan kepada toko atau perusahaan penjual yang lebih kecil. Pada PT. FASTRA BUANA terdapat beberapa biaya yang harus ditanggung tiap tahunnya untuk menyalurkan berbagai macam produk minuman tersebut. Biaya-biaya yang dimaksudkan dirumuskan dalam sub bahasa berikutnya dengan berbagai macam bentuk model representasi. 4.2 Analisa Data Data yang dipakai pada penentuan harga menggunakan metode ABC adalah data nama produk, harga, jumlah kemudian untuk data yang lain adalah data biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan
125
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
masing-masing produk dalam satu tahun. Untuk merepresentasikan data-data tersebut data disajikan dalam beberapa model seperti diagram konteks, DFD atau data flow diagram dan tabel-tabel data yang digunakan dalam proses menentukan harga produk menggunakan metode ABC. 4.3 Proses Metode ABC bekerja dengan cara mengelompokkan semua aktivitas dan biaya ke dalam tabel-tabel tertentu, serta dihitung berdasarkan kelompok-kelompok tersebut. Data Barang
Membuat Daftar Aktivitas
Membuat Tarif Kelompok
Hasil ABC
Mengelompokan Daftar Aktivitas
Membuat Cost Driver
Membuat Cost Pool
Membuat Biaya Overhead Untuk Setiap Produk
Gambar 4.1 Frame Work Metode ABC 5. Penutup Dari hasil penelitian penulis telah mengambil beberapa kesimpulan, yaitu Penentuan biaya produk dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) yaitu dengan megambil data produk dari perusahaan dengan data baru yaitu : daftar aktivitas, daftar aktivitas yang telah dikelompokkan, daftar cost pool, daftar biaya overhead, daftar tarif kelompok, daftar cost driver yang terakhir adalah kalkulasi harga. Mengahsilkan harga produk dengan menggunakan Pemograman Visual Basic 2008 yaitu dengan
126
ISBN: 979-458-808-3
menyesuaikan data yang ada, dan dengan membuat perhitungan yang sama dengan manual, dan melakukan proses verifikasi dan validasi. 5.2 Saran Dari hasil implementasi dan pengujian sistem yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, penulis memberikan beberapa saran untuk pengembangan sistem ini yaitu : 1. Agar mendapatkan hasil yang lebih banyak menyajikan informasi maka data yang dipakai sebaiknya beragam tahun, tidak hanya data pada tahun 2014. 2. Agar mendapatkan hasil yang maksimal, sebaiknya pemograman yang digunakan dapat diperluas atau tidak hanya menggunakan Visual Studio 2008. Dan basis data yang digunakan dapat menggunakan basis data yang lain selain mysql seprti oracle, acces dan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Garrison, ray H.and Norren Managerial Accouting (2000) Hariadi Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang (2002). Mulyadi (1993). Akutansi manajemen, konsep, manfaat dan rekayasa, ediisi 2 BP STIE YKPN YK Mulyadi (2000) Akutansi Biaya Yogjakarta: aditiya Nurhayati (2004), Perbandingan Sistem Biaya Tradisonal Dengan Sistem Biaya Abc, program studi teknik industri universitas sumatera uta. Supriyono R,A (1999) Akutansi Baiaya dan Akutansi Manajemen Untuk Teknologi Maju dan Globalisasi, Edisi 2, BPFE, Yogyakata. Syarifuddin, Moh (1999), Peranan Akutansi Manajemen Pada Era Pasca Orde Baru, media akutansi no 35/th.VI/Juni 1999.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
IMPLEMENTASI ALGORITMA MERKLE HELLMAN KNAPSACK UNTUK MENGAMANKAN DATA TEKS Murdani STMIK Budi Darma, Medan Email :
[email protected] Abstrak Keamanan suatu data teks merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kerahasiaan data itu sendiri, terutama bila data teks tersebut hanya boleh diketahui pihak yang tertentu saja.terdapat banyak cara pendekatan yang dilakukan untuk mewujudkan kerahasian data tersebut dimulai dari pengamanan atau perlindungan secara fisik hingga kedalam bentuk algoritma berbasis matematika yang membuat data menjadi tidak terbaca.Sehingga data yang ada di dalamnya tidak dapat mudah diketahui oleh pihak-pihak yang tidak berhak dan hanya penerima data teks yang dimaksud mampu menguraikan data teks tersebut.Cryptosystem terkenal pertama kali dideskripsikan oleh Merkle dan Hellman ide dasar di balik skema enkripsi Merkle Hellman adalah untuk menciptakan sebuah subset masalah yang dapat diselesaikan dengan mudah dan kemudian untuk menyembunyikan sifat super meningkat oleh perkalian modular dan permutasi.Hingga saat ini, Kriptografi merupakan salah satu solusi untuk menjamin keamanan dari suatu data atau informasi. Kriptografi merupakan metode dengan menyandikan isi informasi (plaintext) menjadi isi yang sulit atau bahkan tidak dipahami melalui proses enkripsi. Untuk memperoleh kembali informasi yang asli dapat dilakukan dengan proses dekripsi, yang tentunya dengan menggunakan kunci yang benar. Untuk melindungi akses data dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan tersebut maka sangat diperlukan enkripsi dan dekripsi. Agar dapat dilakukan dengan baik, dibutuhkan suatu algoritma untuk enkripsi dan dekripsi. Algoritma yang digunakan disini adalah Algoritma Merkle Hellman Knapsack. Kata kunci: Cryptosystem, Data Teks, Algoritma Merkle Hellman Knapsack. PENDAHULUAN Keamanan suatu data teks merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kerahasiaan data itu sendiri, terutama bila data teks tersebut hanya boleh diketahui pihak yang tertentu saja.terdapat banyak cara pendekatan yang dilakukan untuk mewujudkan kerahasian data tersebut dimulai dari pengamanan atau perlindungan secara fisik hingga kedalam bentuk algoritma berbasis matematika yang membuat data menjadi tidak terbaca. Sehingga data yang ada di dalamnya tidak dapat mudah diketahui oleh pihak-pihak yang tidak berhak dan hanya penerima data teks yang dimaksud mampu menguraikan data teks tersebut. Cryptosystem terkenal pertama kali dideskripsikan oleh Merkle dan Hellman ide dasar di balik skema enkripsi Merkle-Hellman adalah untuk menciptakan sebuah subset masalah yang dapat diselesaikan dengan mudah dan kemudian untuk menyembunyikan sifat super meningkat oleh perkalian modular dan permutasi. Vektor berubah bentuk pesan terenkripsi dan vektor peningkatan super asli membentuk kunci pribadi dan digunakan untuk memecahkan pesan. (Mamatha.T 2012) Hingga saat ini, Kriptografi merupakan salah satu solusi untuk menjamin keamanan dari suatu informasi. Kriptografi merupakan metode dengan menyandikan isi informasi (plaintext) menjadi isi yang sulit atau bahkan tidak dipahami melalui proses enkripsi. Untuk memperoleh kembali informasi yang asli dapat dilakukan dengan proses dekripsi, yang tentunya dengan menggunakan kunci yang benar.
Cryptosystem yang membuat penggunaan struktur Merkle Hellman dan juga membuat penggunaan diskrit logarithmics untuk encyrpt pesan. Sekarang hacker harus tahu urutan Super meningkat, private key dan kunci publik untuk mendekripsi pesan yang memperkuat pesan akan dikirim.(Bhat 2013) Merkle Hellman digunakan subset masalah untuk membuat Cryptosystem untuk mengenkripsi data, Superincreasing S ransel vektor diciptakan dan Properti superincreasing tersembunyi dengan membuat kedua vektor M oleh perkalian Modular dan permutasi, Vektor M adalah kunci umum cryptosystem dan S digunakan untuk mendekripsi pesan .(Agarwal 2011). Permasalahan yang akan diuraikan dalam penelitian adalah Bagaimana proses Enkripsi data teks dan Bagimana mengimplementasikan Algoritma Merkle Hellman Knapsack untuk mengamankan data teks. Dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat untuk Membantu pengguna dalam melakukan pengamanan data teks, sehingga tidak dapat diketahui oleh pihak lain, Mengetahui bagaimana cara pengamanan data teks dengan Algoritma Merkle Hellman Knapsack dengan cara Enkripsi dan Deksripsi, serta dapat menghasilkan sebuah Aplikasi yang dapat membantu untuk melakukan enkripsi dan dekripsi teks dengan algoritma Merkle Hellman Knapsack. Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, maka diuraikan pembahasan dan solusi penyelesaiannya dalam penelitian ini dengan topik ”IMPLEMENTASI ALGORITMA MERKLE
127
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
HELLMAN KNAPSACK MENGAMANKAN DATA TEKS”.
ISBN: 979-458-808-3
UNTUK
METODE PENELITIAN Masalah knapsack adalah masalah lengkap NP di optimasi kombinatorial . Yang ditunjuk oleh masalah ransel item yang paling berguna dari sejumlah item mengingat bahwa yang ransel atau ransel memiliki kapasitas tertentu . Masalah ransel secara luas digunakan untuk memodelkan solusi masalah industri seperti kriptografi kunci publik. Masalah 0-1 ransel menyatakan bahwa jika ada ransel dengan kapasitas tertentu dan sejumlah item yang perlu dimasukkan ke dalam ransel . Setiap item memiliki nilai dan berat yang terkait dengannya . Yang ditunjuk oleh masalah ransel item yang dapat dimasukkan ke dalam ransel sehingga nilai semua item dimaksimalkan dan berat tidak meningkatkan total kapasitas ransel . Hal ini dapat dinyatakan sebagai Maximize (1) Subject (2)
Studi Literatur
Analisa Masalah
Implementasi
Laporan / Hasil Gambar 1 Kerangka Kerja Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahap pembahasan ini akan menjelaskan bagaimana proses Enkripsi dan Deskripsi dengan menggunakan Algoritma Merklle Hellman Knapsack. dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini :
Plaintex
konversi ke biner
Super increasing ( w)
t
Xi= 1 jika item tersebut termasuk dalam Knapsack 0, jika item tersebut tidak dalam Knapsack (3) dimana,p adalah nilai yang terkait dengan setiap item I w adalah berat badan yang berhubungan dengan masing-masing item I W adalah kapasitas maksimum knapsack, n adalah jumlah item Masalah bagian sum adalah kasus khusus dari Knapsack Masalah ini menemukan sekelompok bilangan bulat dari daftar vektor V ,di mana V = ( v1 , v2 , v3 , ... vn ) (4) subset elemen dalam vektor V yang memiliki jumlah yang diberikan S. hal ini juga menentukan apakah vektor X = ( x1 , x2 , x3 ... xn ) (5) ada di mana xi unsur { 0,1} sehingga V * X = S. Ralph Merkle dan Martin Hellman menggunakan subset masalah untuk membuat sistem kriptografi untuk mengenkripsi data. A superincreasing vektor ransel s dibuat dan Properti superincreasing disembunyikan dengan membuat kedua vektor M oleh perkalian modular dan permutasi . itu vektor M adalah kunci publik cryptosystem dan s adalah digunakan untuk mendekripsi pesan ( Agarwal, 2012 ). Metode Penelitian adalah Kerangka kerja penelitian atau langkah – langkah yang digunakan dalam penyelesaian penelitian ini. Kerangka kerja ini merupakan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan masalah yang akan dibahas. Tahapan penelitian ini terdiri dari beberapa langkah seperti pada gambar 1 dibawah ini:
128
kunci publik
Pembagian plainteks
w*r mod q
Blok*elemen p
Nilai ( w,q,r )
Chipertext
Proses Deskripsi
Chipertex
Modular ivers r-1 mod q
t
Plaintext
Konversi desimal ke karakter
Nilai p1-p7 o setiap nilai pada w
Biner ke desimal
Gambar 2 Proses Enkripsi dan Deskripsi dengan Algoritma Merkle Hellman Knapsack Penerapan Algoritma Merkle Hellman Knapsack Dalam penerapan ini akan digunakan sebuah contoh kasus untuk melihat langkah demi langkah proses keamanan data teks dengan menggunakan Algoritma Merkle Hellman Knapsack, baik pada proses enkripsi maupun dekripsi sebagai berikut: Plainte t :”Murdani”. Dikonversi ke bilangan biner sebagai berikut : M = 01001101 u = 01110101 r = 01110010 d = 01100100 a = 01100001 n = 01101110 i = 01101001 Menentukan superincreasing
ISBN: 979-458-808-3
w = { 3,4,9,19,38,76,151,310 } nilai w , q dan r : q = 611 r = 31 w * r mod q w1 = 3 * 31 mod 611 = 93 w2 = 4 * 31 mod 611 = 124 w3 = 9 * 31 mod 611 = 279 w4 = 19 * 31 mod 611 = 589 w5 = 38 * 31 mod 611 = 567 w6 = 76 * 31 mod 611 = 523 w7 = 151 * 31 mod 611 = 404 w8 = 310 * 31 mod 611 = 445 Sehingga diperoleh kunci publik untuk proses enkripsi ini sebagai berikut : { 93, 124, 279, 589,567, 523, 404, 445 } Selanjutnya, dilakukan pembagian plaintext ke dalam blok-blok berdasarkan jumlah elemen p sebagai berikut : Blok M = 01001101 Blok u = 01110101 Blok r = 01110010 Blok d = 01100100 Blok a = 01100001 Blok n = 01101110 Blok i = 01101001 Selanjutnya, setiap blok akan dikalikan dengan setiap elemen p, sehingga diperoleh chipertext sebagai berikut : Chiper M = (0 * 93) + (1 * 124) + (0 * 279) + (0 * 589) + (1 * 567) + (1 * 523) + (0 * 404) + ( 1*445 ) = 124 + 567 + 523 + 445 = 1659 Chiper u = (0 * 93) + (1 * 124) + (1 * 279) + (1 * 589) + (0 * 567) + (1 * 523) + (0 * 404) + (1 * 445) = 124 + 279 + 589 + 523 + 445 = 1960 Chiper r =(0 * 93) + (1 * 124) + (1 * 279) + (1 * 589) + (0 * 567) + (0 * 523) + (1 * 404) + (0 * 445) =124 + 279 + 589 + 404 = 1396 Chiper d =(0 * 93) + (1 * 124) + (1 * 279) + (0 * 589) + (0 * 567) + (1 * 523) + (0 * 404) + (0 * 445) = 124 + 279 + 523 = 926 Chiper a =(0 * 93) + (1 * 124) + (1 * 279) + (0 * 589) + (0 * 567) + (0 * 523) + (0 * 404) + (1 * 445) =124 + 279 + 445 = 848 Chiper n = (0 * 93) + (1 * 124) + (1 * 279) + (0 * 589) + (1 * 567) + (1 * 523) + (1 * 404) + (0 * 445) =124 + 279 + 567 + 523 + 404 = 1897 Chiper i =(0 * 93 ) + (1 * 124) + (1 * 279) + (0 * 589) + (1 * 567) + (0 * 523) + (0 * 404) + (1 * 445) = 124 + 279 + 567 + 445= 1415
Memperoleh chipertext hasil enkripsi sebagai berikut : {1659,1960,1396,926,848,1897,1415} Chipertext untuk proses Dekripsi Algoritma merklehellmanm knapsack ini, digunakan chipertext {1659,1960,1396,926,848,1897,1415} Modular invers Nilai modulo invers dari (r-1) sebesar 138, dengan menggunakan nilai r-1 ini, akan dilakukan perkalian seluruh chiperteks dengan nilai r-1 mod q, sehingga diperoleh nilai-nilai sebagai berikut : P1 = 1659 * 138 mod 611 = 428 P2 = 1960 * 138 mod 611 = 418 P3 = 1396 * 138 mod 611 = 183
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
P4 = 926 * 138 mod 611 = 89 P5 = 848 * 138 mod 611 = 323 P6 = 1897 * 138 mod 611 = 278 P7 = 1415 * 138 mod 611 = 361 nilai P1 sampai P7 akan didekomposisi menggunakan setiap nilai pada w. Dekomposisi ini dilakukan dengan cara melakukan pengurangan terhadap nilai terbesar hingga terkecil. P1 = 428 – 310 = 118 – 76 = 42 – 38 = 4 – 4 = 0 diperoleh : 01001101 P2 = 418 – 310 = 108 – 76 = 32 – 19 = 13 – 9 = 4 – 4 = 0 diperoleh : 01110101 P3 = 183 – 151 = 32 – 19 = 13 – 9 = 4 – 4= 0 diperoleh : 01110010 P4 = 89 – 76 =13 – 9 = 4 – 4 = 0 diperoleh : 01100100 P5 = 323 – 310 = 13 – 9 = 4 – 4 = 0 diperoleh : 01100001 P6 = 278 – 151 = 127 – 76 = 51 – 38 = 13 – 9 = 4 – 4 = 0 diperoleh : 01101110 P7 = 361 – 310 = 51 – 38 = 13 – 9 = 4 – 4 = 0 diperoleh : 01101001 {01001101 01110101 01110010 01100100 01100001 01101110 01101001} mengubah nilai binernya menjadi
nilai desimal, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut { 77, 117, 114, 100, 97, 110, 105 } melakukan konversi nilai desimal plaintext menjadi karakter, sehingga diperoleh pesan awal sebagai berikut : “Murdani” KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian Perancangan aplikasi keamanan data teks dengan Algoritma Merkle Hellman Knapsack adalah : 1. Proses pengamanan data dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama melakukan proses enkripsi dan tahap kedua proses deskripsi. 2. Algoritma Merkle-Hellman Knapsack menggunakan kunci privat dan kunci publik dalam proses kriptografinya, metode ini memiliki pengamanan ganda sehingga sulit untuk ditembus. DAFTAR PUSTAKA [1] Agarwal, A. (2011). IJCSNS International Journal of Computer Science and Network Security 11: 13. [2] Bhat, A. R. S. (2013). International Journal of Scientific and Research Publications 3(4): 1-5. [3] Mamatha.T (2012). IJCEM International Journal of Computational Engineering & Management 15(3): 1-5.
129
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PEMASARAN TENUN ULOS BATAK MENGGUNAKAN E-COMMERCE Zulfi Azhar*¹, Eva Solita Pasaribu², Wan Mariatul Kifti³ Program Studi Sistem Informasi STMIK Royal Kisaran Jl. H.M.Yamin,SH, No. 173 Kisaran, Sumatera Utara 21222 Telp. 0623-41079 Fax 0623 -42366 e-mail: *¹
[email protected] 1,2,3
Abstrak Pemasaran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam memperkenalkan suatu produk maupun jasa kepada konsumen. Pada era globalisasi saat ini, sangat diharapkan untuk bisa memasarkan suatu produk/ jasa secara komputerisasi dengan menggunakan konsep pemasaran modern yang lebih dikenal dengan istilah bahasa asingnya e-commerce atau pemasaran secara online. Pemasaran online dilakukan melalui sistem komputer online interaktif yang menghubungkan konsumen dan penjual secara elektronik. Penggunaan internet dalam pemasaran memungkinkan scope dan kebiasaan kegiatan pemasaran menjadi lebih fleksibel. Kabupaten Samosir memiliki potensi investasi perindustrian yang cukup besar dalam menggerakkan perekonomian masyarakat. Industri kecil yang tumbuh dan berkembang di Samosir yang merupakan warisan leluhur dari nenek moyang yang memiliki ciri khas sejarah dan budaya orang Batak Samosir. Produk unggulan perindustrian yang menjadi unggulan Kabupaten Samosir salah satunya adalah kerajinan tenun. Hasil kerajinan tenun ulos tradisional gedokan hampir dihasilkan dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir. Tenun ulos tradisional yang dibuat di Samosir adalah tenun ulos batak toba dan batak karo. Sebagai produk unggulan yang menunjukkan kearifan lokal masyarakat Samosir, pemasaran tenun ulos selama ini masih terbatas di daerah Sumatera Utara. Dan hanya sedikit yang telah mampu menembus pasar nasional dan luar negeri. Pemasaran konvensional (offline) dari mulut ke mulut dan menunggu pembeli datang pada suatu kios penjualan ulos maupun tempat pembuatan/ penenunan dirasa kurang efektif dan maksimal dalam menarik konsumen, mempertahankan keberadaan ulos serta meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Konsep pemasaran ulos yang dilakukan secara online/ e-commerce diharapkan akan memberikan kemudahan bagi konsumen lewat akses internet, biaya pemasaran yang lebih murah bagi produsen, serta yang lebih menguntungkan juga dapat mengenalkan tenun ulos tersebut ke pasar nasional maupun internasional. Kata kunci : Pemasaran Tenun Ulos, , E-Commerce 1. 1.1
Pendahuluan Latar Belakang Masalah E-Commerce merupakan kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer networks) yaitu internet. Dalam hal ini tentunya e-Commerce bukan hanya dapat mempermudah pihak yang terkait dalam perusahaan untuk memasarkan produknya akan tetapi dapat mempermudah konsumen. Konsumen dengan mudah dapat mengetahui informasi tentang barang yang dibutuhkannya tanpa harus datang langsung ke toko. Dengan demikian konsumen dapat menghemat waktu dan biaya yang diperlukannya. Pada saat ini pemasaran tenun ulos yang dihasilkan oleh masyarakat Samosir kebanyakan masih dilakukan secara konvensional (offline). Penenun ulos masih menunggu pembeli/ konsumen datang ke tempat penenunan, penjual ulos menunggu pembeli datang ke kios/ toko tempat berjualan, dan pemasaran dari mulut ke mulut. Konsep pemasaran konvensional tersebut kurang efektif dalam mengenalkan produk ulos kepada masyarakat di luar pulau Sumatera, meningkatkan pendapatan masyarakat Samosir khususnya, serta dalam mempertahankan keberadaan produk tenun ulos tersebut di pasaran. 130
Dengan menggunakan konsep pemasaran secara online diharapkan dapat memperkenalkan hasil tenun ulos Samosir kepada masyarakat secara luas, sehingga bukan masyarakat setempat/ Samosir atau Sumatera Utara saja yang mengetahui tetapi sampai ke luar daerah bahkan sampai ke luar negeri. Pemasaran online juga memberikan peluang peningkatan pendapatan bagi penghasil tenun ulos dan penjual ulos di Kabupaten Samosir tersebut. Dengan bertambahnya pendapatan masyarakat , nantinya akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat sehingga tidak perlu lagi harus merantau untuk mencari pekerjaan ke luar daerah. Serta yang paling utama dengan konsep pemasaran secara online diharapkan tetap dapat mempertahankan keberadaan produk tenun ulos di pasaran sehingga tidak kalah bersaing dengan produk tenun yang berasal dari daerah lainnya yang saat ini mulai mengalahkan popularitas produk tenun ulos tersebut disebabkan promosi dan pemasaran masih menggunakan konsep konvensional (offline). 2. 2.1
Landasan Teori Pengembangan Sistem Dan Prinsipnya Pengembangan Sistem berarti menyusun suatu sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang sudah ada. Sebab perlu ada
ISBN: 979-458-808-3
pengembangan sistem dengan adanya permasalahan yang timbul pada sistem yang lama, adapun permasalahan yang timbul dapat berupa: 1. Ketidakberesan 1) Kecurangan yang disengaja yang menyebabkan tidak amannya informasi. 2) Kesalahan yang disengaja. 3) Tidak efisiennya operasi. 4) Tidak ditaatinya kebijaksanaan manejemen yang berlaku. 2. Pertumbuhan organisasi 1) Untuk meraih kesempatan. 2) Adanya instruksi-instruksi. Tahapan utama siklus hidup pengembangan sistem terdiri dari : 1. Perencanaan sistem (Systems Planning). 2. Analisis sistem (System Analysis). 3. Perancangan Sistem (Systems Design) secara umum. 4. Seleksi sistem (System Selection). 5. Perancangan sistem (Systems Design) secara umum. 6. Implementasi dan pemeliharaan sistem (System Implementation & Maintenance). Siklus hidup pengembangan sistem dengan langkah-langkah utamanya adalah sebagai berikut :
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
tahap perencanaan sistem dan sebelum tahap desain sistem. 2.3
Pemasaran Menurut Stanton (2001) pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus memiliki konsep pemasaran (marketing concept) untuk dijadikan sebagai falsafah dengan mempertimbangkan tiga faktor dasar berikut ini: 1. Saluran perencanaan dan kegiatan perusahaan harus berorientasi pada konsumen/pasar. 2. Volume penjualan yang menguntungkan harus menjadi tujuan perusahaan, dan bukannya untuk kepentingan diri sendiri 3. Seluruh kegiatan pemasaran dalam perusahaan harus dikoordinasikan dan diintegrasikan secara organisasi. Dalam pemasaran terdapat enam konsep yang dijadikan dasar bagi pelaksanaan kegiatan pemasaran suatu organisasi yaitu: konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran sosial, dan konsep pemasaran global. 1. Konsep produksi Konsep produksi berpendapat bahwa konsumen akan menyukai produk yang tersedia dimana-mana dan harganya murah. 2. Konsep produk Konsep produk mengatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang menawarkan mutu, performansi dan ciri-ciri yang terbaik. 3. Konsep penjualan Konsep penjualan berpendapat bahwa konsumen harus didekati dengan upaya penjualan dan promosi yang agresif.
Gambar 2.1 Siklus Hidup Pengembangan Sistem 2.2
Analisis Sistem Analisis sistem adalah penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi permasalahan, kesempatan, hambatan yang terjadi dan kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan (Jogiyanto, 1999). Tahap analisis dilakukan setelah
4. Konsep pemasaran Konsep pemasaran mengatakan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efesien dibandingkan para peasing. 5. Konsep pemasaran sosial Konsep pemasaran sosial berpendapat bahwa tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasaan yang diharapkan dengan cara yang lebih efektif dan efesien daripada para pesaing dengan tetap melestarikan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat.
131
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
6. Konsep pemasaran global Pada konsep pemasaran global ini, Manajer Eksekutif berupaya memahami semua faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pemasaran melalui manajemen strategis yang mantap. Tujuan akhirnya adalah berupaya untuk memenuhi keinginan semua pihak yang terlibat dalam perusahaan. 2.4
e- Commerce Electronic Commerce (e-Commerce) adalah proses pembelian dan penjualan produk, jasa dan informasi yang dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan jaringan komputer. (M. Suyanto: 2003:11). e-Commerce juga mengandung pengertian sebagai penyebaran, pemasaran jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau jaringan komputer lainya. e-Commerce dapat melibatkan transfer dan elektronik, sistem manajemen inventory otomatis dan sistem pengumpulan data otomatis. Selanjutnya Yuan Gao dalam Encyclopedia of Information Science and Technology (2005) menyatakan e-Commerce adalah pengunaan jaringan komputer untuk melakukan komunikasi bisnis dan transaksi komersial, kemudian di website e-Commerce Net, e-Commerce didefinisikan sebagai kegiatan menjual barang dagangan dan jasa melalui internet, seluruh komponen yang terlibat dalam bisnis praktis diaplikasikan disini, seperti costomer service, produk yang tersedia, cara pembayaran, jaminan atas produk yang dijual, cara promosi dan sebagainya.
ISBN: 979-458-808-3
informasi, gambar gerak, suara atau gabungan dari semua baik yang bersifat statis maupun dinamis yang membentuk suatu rangkaian bangunan yang saling terkait dimana masing-masing dihubungkan dengan link-link. Web Site terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Web Site Statis adalah web yang content atau isinya tidak berubah – ubah. Maksudnya adalah isi dari dokumen yang ada di web tersebut tidak dapat diubah secara mudah. Ini dikarenakan karena script yang digunakan untuk membut web statis tidak mendukung untuk mengubah isi dokumen. Web Site Statis memiliki ciri-ciri; 1) Informasi tetap. 2) Tidak berhubungan dengan database. 3) Tidak terdapat campur tangan pengunjung. 4) Tidak dibutuhkan bahasa pemograman. 2. Web Site Dinamis adalah Web yang content atau isinya dapat berubah – ubah setiap saat. Karena dalam teknologi pembuatan web dinamis sudah dirancang semudah mungkin bagi user yang menggunakan web dinamis tersebut. Web Site Dinamis memiliki ciri-ciri: 1) Informasi selalu berubah. 2) Selalu memiliki informasi terbaru. 3) Memiliki database. 4) Berinteraksi dengan pengunjung. 5) Biasanya memiliki bahasa pemograman. 2.6
2.4.1 Manfaat e-Commerce 1) Electronic commerce memungkinkan pelanggan untuk berbelanja atau melakukan transaksi lain selama 24 jam sehari sepanjang tahun hampir setiap lokasi. 2) Electronic commerce memungkinkan partisipasi dalam pelelangan maya (virtual auction). 3) Electonic commerce memberikan lebih banyak pilihan kepada pelanggan, mereka bisa memilih berbagai produk dari banyak vendor. 4) Pelanggan bisa menerima informasi relevan secara detail dalam hitungan detik, bukan lagi hari atau minggu. 5) Electonic commerce memberi tempat bagi para pelanggan untuk berinteraksi dengan pelanggan lain di elektonik komunitas dan bertukar pikiran serta berbagai pengalaman. 6) e-Commerce menawarkan pengurangan sejumlah biaya tambahan . Sebuah perusahaan yang melakukan bisnis di internet akan mengurangi biaya tambahan karena biaya tersebut tidak digunakan untuk gedung dan pelayanan pelanggan (customer service), jika dibandingkan dengan jenis bisnis lokal. 2.5
Web Site Web Site dapat diartikan sebagai kumpulan halaman-halaman yang digunakan untuk menampilkan
132
Internet Internet adalah metode untuk menghubungkan berbagai komputer ke dalam satu jaringan komputer global, melalui protokok yang disebut Transmission Control Protocol/ Internet Protokol (TCP/IP). Protokol adalah suatu petunjuk yang menunjukkan pekerjaan yang akan pengguna lakukan dengan internet, apakah akan mengakses situs web melakukan transfer file, mengirim email, dan sebagainya. 3. Perancangan Sistem 3.1 Perancangan sistem yang diusulkan adalah perancangan e-Commerce pemasaran tenun ulos menggunakan bahasa pemograman PHP dan MySQL. Sehingga dapat membantu dan mempermudah proses penjualannya untuk dipasarkan secara online dan dapat dilihat oleh seluruh dunia. Adapun aliran sistem informasi (ASI) yang baru adalah sebagai berikut: 1. Pelanggan mendaftar sebagai member, kemudian memesan barang secara online dengan menginputkan data pesanan. Setelah mendapatkan konfirmasi, member mengirimkan uang sejumlah pesanan dan mengkonfirmasi bukti pengiriman uang. 2. Admin mengecek uang pesanan yang sudah dikirimkan oleh member. Kemudian mencetak data pesanan dan membuat faktur dan didistribusikan kepada karyawan.
ISBN: 979-458-808-3
3.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Karyawan lalu mengecek persediaan barang dan mengambil barang yang dipesan berdasarkan data pesanan kemudian mengantarkan ke jasa pengiriman barang beserta faktur penjualan yang dilekatkan pada barang. Jasa pengiriman barang memberikan bukti pengiriman barang kepada karyawan, dan mengantarkan barang kepada pelanggan. Kemudian karyawan memberikan bukti pengiriman barang kepada Admin, selanjutnya admin membuka database file produk dan pesanan untuk mencetak laporan data penjualan barang sebanyak rangkap 2. Setelah itu pimpinan menyetujui laporan data penjualan barang, kemudian satu lembar untuk diarsip dan satunya lagi diberikan kepada Admin.
4.
5.
6.
Pelanggan Pimpinan
Admin
Input Daftar Member
Konfirmasi Member
2. Desain Input Produk
Gambar 3.3 Desain Input Produk 3. Desain Input Pemesanan Member
Karyawan Jasa Pengiriman Data Pesanan dan faktur
D
B
Cek data pesanan
Input Daftar Pemesanan dan Konfirmasi Bukti Pengiraman Uang
Memeriksa dan menyiapkan barang
Cek data pesanan Barang dan faktur
Barang dan faktur
Buat faktur
Membuat bukti pengiriman barang
Data Pesanann dan faktur Barang
Bukti Pengiriman barang
Bukti Pengiriman barang
Bukti Pengiriman barang
DB
Gambar 3.4 Desain Input Pemesanan Member
Membuat Laporan Penjualan Laporan Penjualan
Laporan Penjualan
3.1.2 Design Logika Program (Flowchart)
Acc Laporan Penjualan
Laporan Penjualan ACC A
Laporan Penjualan ACC
A
Gambar 3.1 Aliran Sistem Informasi Baru 3.1.1 Desain Input Adapun yang menjadi desain input dalam perancangan sistem ini yaitu: desain input buku tamu, desain input pesanan untuk member, desain input data produk. 1. Desain Input Buku Tamu
Gambar 3.5 Flowchart Menu Utama
Gambar 3.2 Desain Input Buku Tamu
133
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Profil
ISBN: 979-458-808-3
Pesanan
Declarasi Variabel Declarasi Variabel
Home
Home Menu Utama Input Pilihan
Y
Pil 1
Perusahaan
Pil 1
Pil 2
Y
Pil 3 Pil 1
Y
Edit Profil
Pil 2
Y
Pesan Produk
Pil 3
Y
Buku Tamu
Lokasi
Pil 1
Pil 3
Kontak
Pil 1
Gambar 3.3.2 Flowchart Tentang Kami
Gambar 3.6 Flowchart Tentang Kami Y
Pil 4
Logout
Produk
Declarasi Variabel
Home
Gambar 3.9 Flowchart Menu Number
Menu Pilihan Y Pil 1 Pil 1
Y
Motif Kain
Pesanan
Y Pil 2 Pil 1
Pil 3
Motif Baju Y Y
Declarasi Variabel
Motif Tas
Pil 1
Y Pil 4
Home
Motif Sepatu
Pil 1
Y Pil 5
Input Pilihan
Motif Fashion
Pil 1
Y Pil 6
Pil 3
Pembuatan Ulos
Pil 1
Pil 1
Y
Simpan Data
Pil 2
Y
Ubah Data
Pil 3
Y
Hapus Data
Gambar 3.7 Flowchart Produk Buku Tamu
Declarasi Variabel
Home Y
Pil 4
Keluar
Nama, Email Y Nama =true
Data Base
Lihat Buku Tamu
Gambar 3.8 Flowchart Menu Buku Tamu
134
Gambar 3.10 Flowchart Pesanan
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Produk
Login Admin Declarasi Variabel
Set Variabel Awal
Menu Utama Home Input Pilihan
Y
Pil 3
User Name Y Y
OK
Pil 1
Y
Simpan Data
Pil 2
Y
Ubah Data
Pil 3
Y
Hapus Data
Menu Utama Admin
Gambar 3.11 Menu Admin Menu Utama Admi
Pil 4
n
Y
Keluar
Declarasi Variabel Home
Gambar 3.13 Flowchart Tambah Produk
Menu pilihan
4. Pil 1
Y
Pil 2
Y
Pil 3
Y
Pil 4
Y
Tambah Produk
Pil 5
Y
Buku Tamu
Pil 6
Y
Lap. Penjualan
Pil 7
Y
Edit Profil
Daftar Member
Kirim Berita
Logout
Gambar 3.12 Menu Admin
Kesimpulan Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sistem penjualan tenun ulos yang dilakukan di Kabupaten Samosir pada umumnya masih dilakukan secara konvensional (offline) secara keseluruhan belum menggunakan sistem komputerisasi sehingga masyarakat di luar Kabupaten Samosir dan Sumatera Utara kurang mengetahui produk tenun ulos tersebut. 2. Sistem informasi yang sedang dirancang menggunakan bahasa pemograman PHP dan MySQL dengan software pendukung Adobe Dreamweaver CS3. 3. Dengan menggunakan e-Commerce dalam kegiatan pemasaran tenun ulos oleh masyarakat Kabupaten Samosir diharapkan dapat meningkatkan penjualan tenun ulos sampai ke manca negara, mempertahankan kearifan lokal sehingga budaya luhur/ warisan budaya tidak punah. Membuat tenun ulos batak yang berasal dari Kabupaten Samosir khususnya lebih dikenal di masyarakat luas. Membuat tenun ulos batak mampu bersaing dengan produk tenun yang berasal dari daerah lainnya.
135
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
DAFTAR PUSTAKA Jogiyanto, H.M, 1999, “Analisa dan Desain Sistem Informasi”, Andi Offset, Yogyakarta. Mcleodd, Reymond, 1993, “Management Information System A Study Of Based Information System Fith”, Edition Mac Milan, Publishing Company, New York. Pamungkas, 2000, “Tip & Trik Microsoft Visual Basic 6.0”, Penerbit P.T. Ele media Komputindo, Jakarta.
136
ISBN: 979-458-808-3
Pramono, Joko, 1999, “Mudah Menguasai Visual Basic 6.0”, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta. Ahyari, Agus, 1991, “Efisensi Persediaan Bahan Baku”, UGM, Yogyakarta. Hansen, Don R,. Mowen, Maryjanne M., 2005. Akuntansi Manajemen, Edisi Ketujuh, Cetakan Pertama, Buku 2, Penerjemah Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary, Salemba Empat, Jakarta, hal 472.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERMASALAHAN KNAPSACK Rijois Iboy Erwin Saragih STMIK Kaputama, Binjai Email korespondensi :
[email protected] Abstrak Permasalahan Knapsack adalah suatu permasalahan optimasi kombinatorial. Sebagai contoh diberikan satu set item dengan berat dan nilai, kemudian dilakukan pemilihan dari item-item tersebut untuk dimasukan kedalam ransel (knapsack) dengan kapasitas terbatas. Jadi item-item yang dimasukan beratnya harus lebih kecil atau sama dengan kapasitas dari ransel tersebut, tetapi total nilai sebesar mungkin. Algoritma genetika merupakan teknik pencarian acak. Pada algoritma genetika teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang mungkin yang dikenal dengan istilah populasi. Setelah dilakukan penelitian bahwa algoritma genetika mampu memberikan solusi yang optimal terhadap permasalahan knapsack problem. Kata kunci: Algoritma Genetika, Knapsack Problem, Optimasi 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Algoritma genetika adalah kelas populasi berdasarkan teknik pencarian acak yang semakin banyak digunakan di sejumlah aplikasi praktis. Biasanya algoritma ini mempertahankan sejumlah solusi potensial untuk masalah yang sedang ditangani, yang dapat dilihat sebagai bentuk memori kerja - ini dikenal sebagai populasi. Poin iteratif baru dalam ruang pencarian yang dihasilkan untuk evaluasi dan opsional dimasukkan ke dalam populasi (Smith, 2002). Permasalahan umum pada algoritma genetika yang sering terjadi adalah konvergensi dini dan hal ini terjadi karena hilangnya perbedaan populasi (population diversity) awal dengan populasi selanjutanya (Zhu & Liu, 2004). Jika perbedaan populasi terlalu kecil akan memungkinkan terjadinya konvergensi dini, dan jika terlalu besar akan mengakibatkan lamanya waktu yang dibutuhkan algoritma genetika dalam menghasilkan solusi terbaik. Banyak penelitian yang telah dilakukan terkait dengan permasalahan diatas untuk menghindari konvergensi dini serta meningkatkan performansi algoritma genetika. Salah satu pendekatan yang dilakukan melalui perbaikan kinerja dari operator genetika itu sendiri; seperti operator seleksi, kawin silang dan mutasi. Menurut Singh (2011), permasalahan Knapsack adalah suatu permasalahan optimasi kombinatorial. Sebagai contoh diberikan satu set item dengan berat dan nilai, kemudian dilakukan pemilihan dari item-item tersebut untuk dimasukan kedalam ransel (knapsack) dengan kapasitas terbatas. Jadi itemitem yang dimasukan beratnya harus lebih kecil atau sama dengan kapasitas dari ransel tersebut, tetapi total nilai sebesar mungkin. Berdasarkan penelitian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana menerapkan algoritma genetika pada permasalahan knapsack problem dan melakukan analisis kinerja dari algoritma genetika.
1.2 Rumusan Masalah Knapsack problem merupakan permasalahan optimasi yang sering diteliti menggunakan berbagai macam algortima. Bagaimana jika diterapkan algoritma genetika pada permasalahan knapsack problem? Apakah terjadi solusi yang optimal terhadap permasalahan tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menerapkan algoritma genetika terhadap permasalahan knapsack problem sehingga diharapkan solusi yang optimal. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Algoritma genetika Menurut Gen dan Cheng (1997), algoritma genetika merupakan algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme seleksi alami dan genetika alami. Adapun konsep dasar yang mengilhami timbulnya algoritma adalah teori evolusi alam yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Dalam teori tesebut dijelaskan bahwa pada proses evolusi alami, setiap individu harus melakukan adaptasi terhadap lingkungan disekitarnya agar dapat bertahan hidup. Algoritma genetika diilhami oleh ilmu genetika, karena itu istilah yang digunakan dalam algoritma genetika banyak diadaptasi dari ilmu tersebut. Pada algoritma genetika teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang mungkin yang dikenal dengan istilah populasi. Individu yang terdapat dalam satu populasi disebut dengan istilah kromosom. Dan, setiap individu hanya mempunyai satu kromosom. Kromosom terdiri atas gen yang tersusun secara linier. Posisi yang ditempati gen dalam kromosom disebut loci, sedangkan nilai yang terdapat dalam gen disebut alle. Populasi awal dibangun dibangun secara acak, sedangkan populasi berikutnya merupakan hasil evolusi kromosom-kromosom melalui iterasi yang disebut generasi. Pada setiap generasi, kromosom akan melalui proses evaluasi dengan menggunakan 137
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
alat ukur yang disebut fungsi fitness. Fungsi fitness dapat berupa fungsi matematika atau fungsi lainnya dengan melihat permasalahan yang hendak diselesaikan. Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukkan kualitas kromosom dari populasi tersebut. Kromosom yang berkualitas baik mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk terpilih menjadi induk (parent) . Generasi berikutnya dikenal dengan istilah anak (offspring) yang terbentuk dari gabungan dua kromosom generasi sekarang yang bertindak sebagai induk dengan menggunakan operator penyilangan (crossover). Selain penyilangan, suatu kromosom dapat juga dimodifikasi dengan cara mutasi. Kondisi berhenti dari algoritma genetika apabila solusi yang diberikan telah konvergen atau jumlah generasi yang diminta telah tercapai. Kerangka umum dari algoritmat genetika dapat digambarkan sebagai berikut, dimanaP(t)mewakili generasi populasit dapat dilihat dalam gambar 1
procedure: Genetic Algorithms begin t:= 0; initialize P(t}; evaluate P(t); while (not termination condition) do begin t:=t+1; select P(t) from P(t - 1);
ISBN: 979-458-808-3
fitness. Seleksi mempunyai tujuan untuk memberikan kesempatan reproduksi yang lebih besar bagi anggota populasi yang mempunyai nilai fitness terbaik. Beberapa metode seleksi antara lain; roda roulette, rangking, dan turnamen. 3. Perkawinan silang Tahap perkawinan silang (crossover) berfungsi untuk menghasilkan keturunan dari dua buah kromosom induk yang terpilih. Kromosom anak yang dihasilkan merupakan kombinasi gen-gen yang dimiliki oleh kromosom induk. 4. Mutasi Setelah melalui proses perkawinan silang, pada offspring dapat dilakukan proses mutasi. Mutasi dilakukan dengan cara melakukan perubahan pada sebuah gen atau lebih dari sebuah individu. Tujuan dari mutasi adalah agar individu-individu yang ada dalam populasi semakin bervariasi. Mutasi akan sangat berperan jika pada populasi awal hanya ada sedikit solusi yang mungkin terpilih. Sehingga, operasi itu sangat berguna dalam mempertahankan keanekaragaman individu dalam populasi meskipun dengan mutasi tidak dapat diketahui apa yang terjadi pada individu baru. 2.2 Penerapkan Algoritma Genetika Pada penelitian ini, penulis menggunakan data benchmark knapsack problem yang diambil dari (http://rosettacode.org/wiki/Knapsack_problem/0-1). Data ini terdiri dari 22 item yang memiliki value and weight. Sebagai contoh akan diambil 10 item yang akan dijelaskan pada tabel berikut ini.
alter P(t}; evaluate P(t);
Tabel 1 Contoh Knapsack Problem Items
Weight
Value
9 13 153 50 15 68 27 39 23 52
150 35 200 160 60 45 60 40 30 10
and and. Gambar 1 Kerangka Umum Algoritma Genetika Sumber: Masatoshi Sakawa (2002) Berikut tahapan-tahapan penyelesaian pada algoritma genetika, yaitu: 1. Pengkodean Pertama, algoritma genetika merepresentasikan masalah riil menjadi terminologi biologi. Adapun cara untuk menerjemahkan masalah ke dalam bentuk kromosom disebut pengkodean. Ada bebarapa cara pengkodean seperti pengkodean biner, permutasi, nilai, dan pohon. Hal tersebut didasari oleh masalah yang dihadapi. 2. Seleksi Tahap seleksi bertanggung jawab untuk melakukan pemilihan terhadap individu yang hendak diikutkan dalam proses reproduksi. Langkah pertama yang dilakukan dalam seleksi ini adalah pencarian nilai
138
Map Compass Water Sandwich Glucose Tin Banana Apple Cheese Beer
Pilihan 1 T T Y T Y T T Y Y T
Pilihan 2 Y Y T T T Y T Y T Y
Pilihan 3 T Y Y Y T T Y Y T T
Sebagai contoh ada 10 barang yang akan dibawa terlihat pada tabel 1, dari tabel tersebut barang yang akan dibawa diberi tanda Y dan T adalah barang yang tidak dibawa. Kedua tanda tersebut dapat dikodekan sebagai 1 untuk tanda Y dan 0 untuk tanda T. Kromosom – kromosom tersebut dapat direpresentasikan seperti pada gambar 2
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Kromosom 1 0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
Kromosom 2 1
1
0
0
0
1
0
1
0
1
0
0
1
0
Kromosom 3 1 0 0
1
1
0
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 3. Percobaan Pertama
Gambar 4. Percobaan Kedua
DAFTAR PUSTAKA [1] De Falco, Della, A., Ciopa. & Tarantino, E. 2002. Mutation-based genetic algorithm: performance evaluation. Applied Soft Computing1:285-299 [2] Gen, M. & Cheng, R. 1997. Genetic Algorithms & Engineering Design. Wiley-Interscience: New York. [3] Haibo, Z., Liwen, C., Shenyong, G., Jianguo, C., Feng, Y., & Daqing, L. 2011. Improvements of Genetic Algorithm to the Knapsack Problem. ICAIC. Part I: 202-206 [4] Holland, J.H. 1975. Adaptation in Natural and Artificial Systems: An Introductory Analysis with Applications to Biology, Control, and Artificial Intelligence, University of Michigan Press, Ann Arbor, Mich: USA. [5] Katayama, K. & Sakamoto, H. 2000. The efficiency of Hybrid Mutation Genetic Algorithm for the Travelling Salesmen Problem. Mathematical and Computer Engineering31:197203 [6] Mühlenbein, H. 1992. How Genetic Algorithms Really Work I. Mutation and Hillclimbing. In Proceedings of the 2ndConference on Parallel Problem Solving from Nature, pp. 15–29. [7] Passino, K.M, Yurkovich, S. 1998. Fuzzy Control. Edison Wesley Longman Inc: Ohio. [8] Sakawa, M. 2002. Genetic Algorithm and Fuzzy Multiobjective Optimizaton. Springer: Jepan. [9] Singh, R.P. 2011. Solving 0-1 Knapsack Problem Using Genetic Algorithm. IEEE. 11:591-585 [10] Sivanandam, S.M, &Deepa, S.N. 2008.Introduction to Genetic Algorithms, Springer, Berlin:Germany. [11] Smith, J.E. 2002. Handbook of Global Optimization. Volume 2, 275-362 [12] Smith, J.E. & Fogarty, T.C, 1997. Operator and parameter adaptation in genetic algorithms. In Soft Computing, vol. 1(2), pp. 81–87 [13] Spears, W.M. 1993. Crossover or mutation, in: Proceedings of the Foundations of Genetic Algorithms, Vol. 2, Morgan Kaufmann, pp. 221– 237. [14] Srinivas, M. &Patnaik, L.M, 1994. Adaptive Probabilities of Crossover and Mutation in Genetic Algorithms. In IEEE Transactions on Systems, Man and Cybernetics, vol. 24 (4), pp. 656-667
Gambar 5. Percobaan Ketiga 4. KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa algoritma genetika mampu memberikan solusi yang optimal terhadap permasalahan knapsack problem. Nilai fitness terbaik adalah sebesar 1030 dan tidak melebihi kapasitas yang ditentukan (constraint).
139
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
140
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Inovasi Pembelajaran
141
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
142
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENERAPAN MODEL LOGAN AVENUE PROBLEM SOLVING DI SEKOLAH DASAR Santa Purba, Naeklan Simbolon Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP UNIMED
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model Logan Avenue Problem Solving pada siswa sekolah dasar. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas . Subjek dalam penelitian ini siswa kelas IV di salah satu SD Negeri di Medan yang berjumlah 26 orang siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian tes dan observasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus persentase ketuntasan belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan model Logan Avenue Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas IV SD. Dari hasil pre test diperoleh ketuntasan belajar 11,53% dengan rata-rata kelas 46,92 dan setelah dilaksanakan siklus I diperoleh ketuntasan belajar siswa sebesar 57,69% dengan rata-rata kelas 61,73. Pada siklus II ketuntasan belajar meningkat menjadi 92,30% dengan rata-rata kelas 77,69. Peningkatan hasil belajar siswa dari keadaan awal (pre test) ke siklus I sebesar 46,16% dan dari siklus I ke siklus II sebesar 34,61%. Model Logan Avenue Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan memberikan pengalaman baru bagi siswa yakni semakin melatih siswa untuk berani memberikan pendapat. Kata kunci: Model, Logan Avenue Problem Solving, Hasil Belajar PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu hal wajib untuk dikenal dan dirasakan oleh setiap anak. Di dalam pendidikan itu sendiri terkandung suatu proses belajar yang berguna untuk membelajarkan anak. Pendidikan sudah menjadi suatu kebutuhan yang hendaknya semua anak mengalaminya. Pada dasarnya pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir ke dunia yang dimulai dari keluarga. Di dalam keluarga itulah, anak mulai belajar mengenal orang lain selain dirinya sendiri dalam cakupan yang kecil. Pendidikan dasar memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan dan sumber daya manusia dimasa yang akan datang, serta merupakan suatu kunci pokok untuk mencapai citacita suatu bangsa. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut perlu usaha maksimal dari guru, dimana saat menyampaikan pelajaran guru mampu membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Pendidikan yang diberikan pada sekolah dasar harus maksimal baik dari segi ilmu pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Tujuan akhir dari sebuah proses belajar adalah prestasi belajar. Prestasi belajar seorang siswa dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil belajar sering dikaitkan dengan nilai yang diraih oleh siswa. Dengan mengetahui hasil belajar siswa maka dapat ditentukan apakah siswa tersebut sudah menguasai materi atau tidak. Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh peneliti di SDN 101869 dari jumlah siswa yang diamati dalam proses pembelajaran dengan jumlah siswa sebanyak 26 orang ternyata hanya 7 orang siswa yang memiliki hasil belajar yang tinggi sementara 19 orang lagi memiliki hasil belajar yang rendah. Dalam pembelajaran jika tidak memiliki motivasi, maka hasil belajar akan semakin rendah.
Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan adanya motivasi atau dorongan, karena dengan demikian siswa akan lebih semangat dalam proses pembelajaran. Dengan adanya motivasi akan memberi pengaruh kepada siswa untuk lebih tekun dan giat lagi dalam belajar. Model Logan Avenue Problem Solving adalah rangkaian pertanyaan yang bersifat tuntunan dalam solusi masalah, biasanya menggunakan kata tanya apa masalahnya, adakah alternatif, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Pembelajaran dengan model Logan Avenue Problem Solving akan menimbulkan keingintahuan dan motivasi siswa untuk bersikap kreatif dan meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya. Menurut Purwanto (2011:38), belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Sedangkan “belajar dalam arti luas adalah semua persentuhan pribadi dengan lingkungan yang menimbulkan perubahan perilaku”.Sardiman (2011:21) mengatakan “Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan tetapi juga dalam bentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri”. Jadi belajar akan memberi dampak pada seluruh aspek dalam diri seseorang. Hamalik (2013:36) juga mengungkapkan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Artinya belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. 143
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan belajar jika sudah mengalami bentuk proses yang akan menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun psikomotornya. Akhir dari sebuah proses belajar akan menghasilkan perubahan. Perubahan tersebut merupakan suatu akibat dari adanya suatu tindakan yang dilakukan untuk mencapai suatu titik yang diinginkan. Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mencapai perubahan tingkah laku yang didapatkan berdasarkan interaksi dengan lingkungan dan pengalamannya sendiri. Sedangkan perubahan tingkah laku serta pengalaman yang didapatkan tersebut merupakan hasil belajar.Sudjana (2009:22) menyatakan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”. Selanjutnya, Dimiyati (2009:250) mengemukakan: hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Perilaku aktif dalam belajar adalah siswa. Hasil belajar juga merupakan proses belajar, atau proses pembelajaran. Perilaku aktif pembelajran adalah guru. Dengan demikian hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi siswa dan guru. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil dari proses pembelajaran yang memberikan perubahan perilaku pada individu dengan pencapaian yang didasarkan pada tujuan pembelajaran yang ditetapkan yaitu berupa perubahan dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian, maka proses pengembangan perencanaan dan desain pembelajaran, siswa harus dijadikan pusat dari segala kegiatan. Artinya, keputusan-keputusan yang diambil dalam perencanaan dan desain pembelajaran disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan, baik sesuai dengan kemampuan dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar siswa itu sendiri. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Dalam sebuah pembelajaran, tentu perlu menggunakan beberapa teknik. tersebut sering disebut dengan model, strategi, teknik atau metode pembelajaran. Setiap model, strategi, teknik atau metode pembelajaran memilki tujuan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan dengan hasil yang maksimal. Joyce (Ngalimun, 2014:7) mengungkapkan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di
144
ISBN: 979-458-808-3
dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Artinya bahwa setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Menurut Kardi dan Nur (Shoimin 2014:24) ciri-ciri model pembelajaran adalah: 1) rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; 2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar ; 3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Ada banyak jenis model pembelajaran yang sering digunakan guna meningkatkan mutu pendidikan dan memvariasikan proses pembelajaran untuk meningkatkan semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Adapun model pembelajaran antara lain: Logan Avenue Problem Solving, Cooperative Learning, Problem Based Learning dan banyak lagi jenis model pembelajaran lainnya. Dari beberapa jenis model pembelajaran, maka yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Logan Avenue Problem Solving. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran logan avenue problem solving adalah rangkaian pertanyaan yang bersifat tuntunan dalam solusi masalah. LAPS (Logan Avenue Problem Solving) biasanya menggunakan kata tanya apa yang masalahnya, adakah alternatif, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan. Fungsi model Logan Avenue Problem Solving adalah mengarahkan pemecahan masalah siswa untuk menemukan solusi dari masalah yang diberikan. Menurut Rusyan (Sagala 2009:81) prinsip model Logan Avenue Problem Solving adalah: 1) aktivitas peserta didik menjadi fokus perhatian utama dalam belajar. 2) berpikir logis adalah cara yang paling utama dalam menemukan sesuatu. 3) proses mengetahui dari sesuatu yang sudah diketahui menuju kepada yang belum diketahui adalah jalan pelajaran yang paling rasional dalam pelajaran di sekolah. 4) pengalaman yang penuh tujuan adalah tonggak dari usaha pembelajaran peserta didik kearah belajar berbuat, bekerja dan berusaha, dan 5) perkembangan mental seseorang berlangsung selama ia berfikir dan belajar mandiri. Dengan prinsip ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Logan Avenue Problem Solving dapat mendorong peserta didik bersikap berani untuk berfikir ilmiah dan mengembangkan berpikir mandiri. Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara atau gaya belajar siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal dapat
ISBN: 979-458-808-3
menggunakan model pembelajaran. Sebuah model akan berhasil jika dibarengi dengan perencanaan yang matang. Perencanaan yang dimaksud berupa langkahlangkah yang harus dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Berikut ini adalah langkah-langkah penerapan model Logan Avenue Problem Solving yang dikemukakan oleh Shoimin (2014:97): 1) memahami masalah; 2) merencanakan pemecahannya; 3) menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua; 4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Model pembelajaran merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan proses pembelajaran antara guru dan siswa. Semua model memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. METODE Penelitian ini dilaksanakan di SDN 101869 Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera mulai bulan Februari sampai April 2015. subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SDN 101869 Desa Sena dengan jumlah siswa 26 orang. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah penerapan model Logan Avenue Problem Solving dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus dimana setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Setiap pertemuan memiliki empat tahapan yaitu: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, 4) refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah lembar observasi dan tes hasil belajar siswa. a) Lembar Observasi. Observasi yang dilakukan merupakan pengamatan terhadap seluruh kegiatan pengajaran dan perubahan yang terjadi pada saat dilakukannya pemberian tindakan. Observasi atau pengamatan dilakukan dengan menggunakan lembar format observasi untuk mengetahui kesesuaian tindakan dengan rencana yang disusun guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. b).Tes Hasil Belajar. Tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah materi diajarkan. Dalam penelitian ini, tes dibagi atas tes awal (pre test) atau akhir (post test) yang berbentuk pilihan berganda. Tes awal diberikan sebelum pemberian tindakan kelas yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa dalam belajar bentuk-bentuk aktivitas ekonomi. Sedangkan tes akhir bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa meningkat setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Logan Avenue Problem Solving. Peneliti menganalisis data hasil belajar secara deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan ketuntasan hasil belajar. Data yang dianalisis untuk mendeskripsikan ketuntasan belajar adalah tes awal dan akhir. Dari hasil jawaban siswa, akan diperoleh tingkat pencapaian hasil belajar. Untuk dapat mengetahuinya peneliti melakukan pemeriksaan
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
terhadap jawaban siswa dan memberikan skor. Hasil jawaban siswa tersebut kemudian dianalisis untuk menentukan kemampuan siswa yang telah dicapai. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Berdasarkan analisis data pada siklus pertama hasil belajar dapat dilihat hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial meningkat 57,69% atau 15 siswa tuntas dan 42,30% atau 11 siswa tidak tuntas. Untuk lebih jelasnya perbandingan jumlah siswa yang tuntas dengan yang tidak tuntas pada siklus I dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut: Tabel 1. Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pada Siklus I Keterangan
Jumlah
Ketuntasan Persentase Ketuntasan Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tuntas 15 orang 11 orang 57,69% 42,30%
Dari tabel hasil belajar di atas dapat dilihat hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial meningkat 92,30% atau 24 siswa tuntas dan 7,69% atau 2 siswa tidak tuntas. Untuk lebih jelasnya perbandingan jumlah siswa yang tuntas dengan yang tidak tuntas pada siklus II dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut: Tabel 2. Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pada Siklus II Keterangan
Ketuntasan Tuntas
Jumlah
24 orang
Tidak Tuntas 2 orang
Persentase Ketuntasan Tuntas 92,30%
Tidak Tuntas 7,69%
145
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Berdasarkan tabel 2 di atas diperoleh persentase ketuntasan klasikal adalah 92,30% atau 24 orang siswa telah mencapai standar ketuntasan belajar atau rata-rata kelas 77,69%. Dengan melihat tes hasil belajar siklus II, diketahui bahwa siswa telah mencapai ketuntasan belajar klasikal . Sehingga tidak perlu melakukan tindakan pembelajaran ke siklus berikutnya. PEMBAHASAN Dengan menggunakan model Logan Avenue Problem Solving pada pembelajaran, hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan dan terlaksana dengan optimal walaupun dalam pelaksanaannya mengalami sedikit permasalahan seperti masih ada siswa yang takut untuk bertanya, ribut dalam proses pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian pre test sebelum diberi tindakan diperoleh nilai rata-rata sebesar 46,92 dan hanya 3 orang siswa (11,53%) dari 26 orang siswa yang berhasil dalam menyelesaikan latihan soal yang diberikan oleh peneliti dan setelah diberikannya tindakan siklus I dengan menggunakan model Logan Avenue Problem Solving diperoleh nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 61,73 dan hanya 15 orang siswa (57,69%) yang berhasil dalam menyelesaikan soal. Berdasarkan analisis siklus I diperoleh kesimpulan sementara bahwa penggunaan model Logan Avenue Problem Solving yang dilakukan peneliti belum meningkat seperti yang diharapkan sehingga perlu perbaikan dan pengembangan yang lebih jelas pada siklus II. Pada tindakan siklus II, merupakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus I, penggunaan model Logan Avenue Problem Solving dengan memberikan lebih banyak lagi contoh soal dan latihan yang dikerjakan diperoleh nilai rata-rata kelas meningkat 77,69 dan 24 orang siswa (92,30%) yang berhasil menyelesaikan soal. Dari 26 orang siswa terdapat 24 orang siswa yang sudah berhasil dalam menyelesaikan soal dan 2 orang siswa yang belum berhasil dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Rata-rata nilai perubahan siswa dalam menyelesaikan soal pada tes awal, post test siklus I, dan post test siklus II dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2: Rata-Rata Hasil Belajar No Tes 1 Pre test 2 Post test siklus I 3 Post test siklus II
Rata-rata 46,92 61,73 77,69
Untuk melihat lebih jelas mengenai peningkatan keberhasilan siklus, kita dapat melihat analisa tentang peningkatan hasil rata-rata kelas pada diagram berikut:
146
Diagram di atas menunjukkan bahwa ratarata hasil belajar pre test yaitu 46,92 dan rata-rata hasil belajar post test I yaitu 61,73 dan rata-rata hasil belajar post test II yaitu 77,69. Tabel 3 : Perbandingan Jumlah Siswa yang Tuntas No Tes Persentase Jumlah Siswa yang Tuntas 1 Pre test 11,53% 2 Post test siklus 57,69% I 3 Post test siklus 92,30% II Untuk melihat lebih jelas mengenai peningkatan keberhasilan siklus, kita dapat melihat analisis tentang peningkatan hasil dari persentase keberhasilan seperti pada diagram berikut:
Diagram di atas menunjukkan bahwa persentase keberhasilan hasil belajar pre test yaitu 11,53% dan keberhasilan hasil belajar pada post test I yaitu 57,69% dan persentase keberhasilan hasil belajar pada post test II yaitu 92,30%. Berdasarkan analisis data di atas, diperoleh kesimpulan bahwa nilai rata-rata kelas dari 26 jumlah siswa mulai dilaksanakannya pre test, post test siklus I dan post test siklus II mengalami peningkatan yaitu pre test 46,92 post test siklus I 61,73 dan post test siklus II 77,69. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, terjadi peningkatan hasil belajar siswa secara klasikal sebesar 80,77% yaitu mulai dari pre test dengan ketuntasan kelas yang hanya mencapai 11,53% hingga post test siklus II dengan nilai ketuntasan yang mencapai 92,30%. Hasil observasi
ISBN: 979-458-808-3
siswa dan guru pada siklus I mengalami peningkatan pada siklus II. Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang terjadi di dalam kelas meningkat sehingga meningkatkan hasil belajar yang diperoleh siswa. KESIMPULAN Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut 1) Rata-rata nilai pada saat pre test adalah 46,92 meningkat setelah diberikan tindakan pada siklus I menjadi 61,73 dan setelah diberikan tindakan pada siklus II meningkat menjadi 77,69. 2) Sebelum dilaksanakan tindakan, hasil belajar siswa masih rendah dengan ketuntasan 11,53% sudah mencapai ketuntasan belajar tetapi masih beberapa orang siswa. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I diperoleh tingkat ketuntasan belajar siswa 57,69% yang berarti secara keseluruhan belum mencapai standar minimal ketuntasan belajar. Hasil tes pada siklus II diperoleh tingkat ketuntasan belajar siswa sebesar 92,30%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan siklus II hasil belajar siswa lebih meningkat dan dinyatakan bahwa mencapai ketuntasan klasikal ≥ %. 3) Dalam observasi kegiatan guru dapat dilihat bahwa nilai ratarata peningkatan kegiatan guru yaitu 75% pada siklus I dan pada siklus II meningkat menjadi 83,82%. 4) Model Logan Avenue Problem Solving memberikan
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
pengalaman baru bagi siswa yakni semakin melatih siswa untuk berani memberikan pendapat.5) Model Logan Avenue Problem Solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan motivasi belajar siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. 6) Penggunaan model Logan Avenue Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Dimyati dan Mujiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja GrafindoPersada. Hamalik, Oemar. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:Remaja Rosdakarya. Ngalimun. 2014. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Shoimin, Aris. 2014. Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
147
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
INOVASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KREATIVITAS MATEMATIS MAHASISWA PADA PENGAJARAN HIMPUNAN DAN LOGIKA Adi Suarman Situmorang1 Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen Jl. Sutomo Nomor: 4A Medan, Kode Pos 20221 Medan Timur. Email:
[email protected] Abstrak Usaha yang perlu mendapat perhatian pada tujuan pendidikan Nasional adalah melakukan inovasi model pembelajaran berbasis masalah untuk menjadikan pembelajaran matematika lebih bermakna, komunikatif dan memotivasi mahasiswa belajar matematika secara optimum sehingga mampu meningkatkan kemampuan kreativitas mahasiswa di universitas HKBP Nommensen. Penelitian bertujuan untuk (1) menghasilkan model pembelajaran berbasis masalah inovatif melalui pemilihan media yang dapat dipergunakan oleh dosen untuk menggalakkan kemampuan kreativitas matematis mahasiswa, (2) memperbaiki cara penilaian dosen dengan memperhatikan keterampilan kreativitas matematis, di samping kemampuan kognitif melalui penilaian autentik mendukung pelaksanaan pembelajaran matematika sekaligus untuk memperbaiki cara belajar, cara berpikir, cara bekerjasama, dan menjadi diri sendiri sehingga dapat menyesuaikan diri dalam pembelajaran matematika. Penelitian dilakukan di Kota Medan pada Tanhun Pelajaran 2014/2015. Metode yang digunakan adalah multi metode, diawali metode survei terhadap perkuliahan himpunan dan logika, dilanjutkan dengan inovasi mata kuliah dan pembuatan media pembelajaran yang inovatif, dan dilakukan penerapan model pembelajaran kontekstual dan menggunakan media dalam penyampaian materi pelajaran. Materi pelajaran dan juga diperkaya dengan media pembelajaran matematika yang menarik sesuai dengan mata kuliah sesuai dengan karakteristik mahasiswa. Tahapan selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap keefektifan dan keterlaksanaan pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran inovatif untuk menggalakkan kemampuan kreativitas matematis mahasiswa dalam bidang penyelesaian soal-soal matematika yang sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Hasil penelitian diperoleh: (1) Bahan ajar dari model pembelajaran berbasis masalah yang inovatif yang dilengkapi dengan media pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi Mahasiswa sehingga pembelajaran menarik dalam mengajar sehingga efektif meningkatkan kemampuan kreativitas matematis, (2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai perbandingan untuk setiap peningkatan ratarata kemampuan kreativitas adalah 31,561 dan 30,623 untuk pembelajaran berbasis masalah serta 34,553 dan 32,264 untuk pembelajaran berbasis masalah dan bahan ajar yang inovatif dengan p-value (2-tailed) adalah 0, dengan 0 < α = 0,05 maka ada peningkatanyang signifikan terhadap kemampuan kreativitas matematik mahasiswa yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah. Kata Kunci : Inovasi Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran Menggunakan Media, Kemampuan Kreativitas Matematis. PENDAHULUAN Pemberlakuan kurikulum baru tahun 2013 menjadi tantangan terhadap dosen matematika, terutama dalam upaya meningkatkan kemampuan kreativitas matematis matematika mahasiswa. Salah satu usaha yang perlu mendapat perhatian untuk menjadikan pembelajaran matematika bermakna adalah inovasi pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum tahun 2013. Inovasi pembelajaran sangat diperlukan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, terutama untuk menjadikan pembelajaran memiliki kesan pembelajaran lebih lama diingat oleh siswa perguruan tinggi menengah (Blanchard A., 2001). Inovasi pembelajaran sangat mendesak terutama dalam menghasilkan pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kemampuan kreativitas matematis lebih baik, peningkatan efisiensi dan efektivitas pembelajaran menuju pembaharuan. Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan suatu yang baru berupa gagasan-gasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah 148
(Munandar, 2009). Ada empat fungsi dasar psikologi dalam kreativitas, antara lain fungsi berpikir, fungsi emosional, fungsi psikotalen, dan fungsi intuitif (semiawan, 2009). Kreativitas setiap individu juga dapat terjadi dari hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia tinggal (Munandar, 2009). Untuk mengukur suatu kemampuan kreativitas diperlukan adanya suatu indikator. Indikator dari kreativitas yang akan dikaji ini untuk menyatakan peserta didik (dalam hal ini mahasiswa) apabila memenuhi tiga hal, yaitu: 1) Fluency (kelancaran), indikator yang akan diukur pada tingkat fluency ini adalah pertama apabila siswa telah mampu mencetuskan banyak, gagasan, jawaban, penyelesaian dari masalah atau pertanyaan, dua siswa mampu memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, tiga siswa mampu mengaitkan sejumlah kategori yang berbeda dari pernyataan yang dihasilkan; 2) Flexibility
ISBN: 979-458-808-3
(Keluwesan), pertama, apabila siswa telah menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, dua, siswa dapat melihat masalah dari susdut pandang yang berbeda-beda, tiga, siswa dapat mencari banyak alternatif atau arah yang berbedabeda, empat, siwa mamapu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran; 3) Originality (Kebaruan), indikator yang akan diukur pada tingkat originality ini adalah: pertama, siswa mamapu memperkaya dan mengembangkan sesuatu gagasan atau produk, dua, dapat menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik (Evans, 1991); 4) Elaborasi (Kejelasan), indikator yang diukur pada tingkat ini adalah mampu mengungkapkan yang baru dan yang unik, memikirkan cara yang lain dari biasanya, dan mampu mengkombinasikan cara yang lain tersebut sebagai unsur penyelesaian. Agar pembelajaran mata kuliah matematika optimal, maka pembelajaran matematika harus inovatif disesuaikan mata kuliah yang diajarkan di dalam meningkatkan kemampuan kreativitas matematis para mahasiswa di perhuruan tinggi (Wood, 2005). Sebagai usaha dalam meningkatkan prestasi belajar mahasiswa maka setiap dosen matematika yang mengajar di dalam kelas harus selalu waspada terhadap materi pelajaran yang sedang dan akan diajarkan kepada mahasiswa (Boyce, dkk. 1997). Untuk itu diperlukan inovasi pembelajaran yang dapat meningkatkan Kemampuan Kreativitas Matematis Mahasiswa sehingga terjadi pergeseran pembelajaran dari belajar formal menuju pembelajaran mandiri (Talanquer, dkk, 2003). Dengan model pembelajaran yang interaktif dan komunikatif maka siswa akan dapat termotivasi belajar matematika yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan kreativitas matematis. Media pendidikan dapat dipergunakan untuk membangun pemahaman dan penguasaan objek pendidikan. Beberapa media pendidikan yang sering dipergunakan dalam pembelajaran diantaranya media cetak, elektronik, model dan peta (Lagrange, 2005; Kreyenhbuhl, 1991). Media cetak banyak dipergunakan untuk pembelajaran dalam menjelaskan materi pelajaran yang kompleks sebagai pendukung buku ajar. Pembelajaran dengan menggunakan media cetak akan lebih efektif jika bahan ajar sudah dipersiapkan dengan baik yang dapat memberikan kemudahan dalam menjelaskan konsep yang diinginkan kepada siswa. Media elektronik seperti video banyak dipergunakan di dalam pembelajaran matematika. Penggunaan video sangat baik dipergunakan untuk membantu pembelajaran, terutama untuk memberikan penekanan pada materi pelajaran yang sangat penting untuk diketahui oleh siswa (Sherin dan Han, 2004). Harus disadari bahwa video bukan diperuntukkan untuk menggantungkan pengajaran pada materi yang diperlihatkan pada video, sehingga pengaturan penggunaan waktu dalam menggunakan video sangat perlu, misalnya
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
maksimum 20 menit. Inovasi pembelajaran dengan menggunakan video dalam percobaan yang menuntut ketrampilan seperti pada kegiatan praktikum sangat efektif bila dilakukan dengan penuh persiapan (Situmorang, 2003). Selain itu, Inovasi dalam pendidikan sering dihubungkan dengan pembaharuan yang berasal dari hasil pemikiran kreatif, temuan dan modifikasi yang memuat ide dan metode yang dipergunakan untuk mengatasi suatu permasalahan pendidikan melalui suatu rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk membangun, mendisain bahan instruksional dan sebagai pengarah terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas atau di luar kelas (Joice dan Weil, 1980). Pembelajaran yang inovatif harus dapat berfungsi sebagai alat komunikasi dalam penyampaian materi pelajaran. Agar inovasi pembelajaran berhasil optimum sesuai dengan tujuan yang diinginkan maka beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam inovasi seperti rasional teoritis, landasan pemikiran pembelajaran dan lingkungan belajar. Pembelajaran yang inovatif dapat diakui apabila dapat dipergunakan secara luas dalam pembelajaran dan terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan kreativitas matematis (prestasi belajar siswa). Dengan demikian, inovasi pembelajaran sebaiknya fleksibel dan bertanggungjawab terhadap hasil dan tujuan pembelajaran sehingga penyampaian materi menjadi terfokus. Sebagai dosen dan orang yang menekuni bidang pendidikan maka kita harus selalu waspada terhadap materi pelajaran, khususnya mata pelajaran matematika yang sedang dan akan diajarkan kepada siswa. Dengan demikian, selain menyampaikan materi pelajaran, seorang dosen, khususnya dosen Mata kuliah himpunan dan logika, harus berusaha dan terbeban untuk mengembangkan topik pelajaran matematika dan pembelajarannya agar memberikan kemampuan kreativitas matematis yang optimum terhadap siswa (Doerr dan Thompson, 2004). Untuk mengembangkan penguasaan konsep matematika yang baik dibutuhkan komitmen siswa dalam memilih belajar menjadi sesuatu yang “berarti”, yaitu dengan cara meningkatkan kemauan siswa mencari hubungan konseptual antara pengetahuan yang dimiliki dengan yang dipelajari di dalam kelas (Zaslavsky dan Leikin, 2004). Dengan demikian, inovasi pembelajaran sebaiknya fleksibel dan bertanggungjawab terhadap hasil dan tujuan pembelajaran sehingga penyampaian materi menjadi terfokus (Joice dan Weil, 1980). Inovasi pembelajaran matematika adalah suatu pendekatan pengajaran meliputi strategi, metode dan prinsip pengajaran yang dipergunakan dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika memiliki kelebihan dalam tiga aspek, yaitu (1) pembelajaran pemecahan masalah, (2) pembelajaran berdasarkan pengalaman, dan (3) pembelajaran berbasis individu dan kerjasama (Kazemi dan Franke, 2004). Pembelajaran pemecahan masalah dilakukan
149
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
untuk menuntun siswa melakukan penyelidikan melalui permasalahan bermakna yang diajukan oleh dosen yang akan membawa siswa pada situasi nyata sehingga dapat menuntun siswa membangun pengetahuan dan ketrampilan melalui pembelajaran mandiri. Pembelajaran berdasarkan pengalaman dilakukan untuk menjelaskan pengalaman belajar yang dimiliki dosen kepada siswa yang disampaikan melalui demonstrasi sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan standar dalam melakukan kegiatan akademik. Pembelajaran berbasis individu dan kerjasama dilakukan untuk membantu siswa memahami konsep materi pelajaran yang sulit, terutama bagi siswa dengan tingkat kemampuan akademik berbeda, sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen secara mandiri melalui kegiatan kelas yang mampu membawa siswa untuk dapat belajar aktif sehingga terjadi interaksi diantara siswa (Giancarlo dan Slunt, 2004). Inovasi pembelajaran matematika mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan teknologi. Beberapa inovasi pembelajaran yang telah berhasil dipergunakan dalam pembelajaran matematika diantaranya adalah (a) Pembelajaran kontekstual, (b) Pembelajaran menggunakan media, dan (c) Pembelajaran berbasis teknologi informasi (web), Masing-masing pembelajaran yang akan diinovasi ini akan dijelaskan secara singkat berikut ini. Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Syafari, 2008). Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar (Boud dan felleti, 1997). Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa, (3) mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut siswa untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja (Trianto, 2009). Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh siswa yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu: (1) inkuiri dan
150
ISBN: 979-458-808-3
ketrampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan (3) ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning). Inkuiri dan ketrampilan proses dalam pemecahan masalah telah dipaparkan sebelumnya. Pembelajaran Berbasis Masalah juga bertujuan untuk membantu siswa siswa belajar secara mandiri (Arends, 2004). Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu (Rusman, 2012): kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk membuat penelitian pada kajian inovasi pembelajaran dengan judul “Inovasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan kreativitas matematis Mahasiswa Pada Mata Kuliah Himpunan dan Logika”. METODE PENELITIAN Secara umum metodologi penelitian yang direncanakan ini adalah menggunakan pendekatan empiris (empirical approach) yang menekankan pada pengumpulan dan analisis data. Metode yang digunakan adalah metode komprehensif, yaitu gabungan metode survey dan metode intervensi melalui field experiment. Metode survey digunakan untuk memperoleh gambaran kemampuan dosen dalam proses pembelajaran dan teknik penilaian yang dipakai untuk menggalakkan kemampuan kreativitas matematis siswa. Metode intervensi dilakukan untuk mengembangkan kemampuan mengajar dosen dengan mengunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan media pempelajaran. Perguruan tinggi yang terlibat dalam penelitian ini dilakukan Universitas HKBP Nommensen Medan. Sampel perguruan tinggi dipilih berdasarkan teknik stratifikasi random sampling. Dosen yang menjadi sampel penelitian mewakili dosen Pendiudikan Matematika UHN. Langkah-langkah untuk menghasilkan data penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1.
Rancangan penelitian meliputi kemampuan dosen, ketrampilan siswa, pembelajaran inovatif, dan hasil penelitian
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tabel 3.1.
Disain penelitian inovasi pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan kreativitas matematis mahasiswa pada pengajaran persamaan dan fuungsi kuadrat sesuai tuntutan kurikulum Tahun 2013. Rata-rata Peningkatan Kemampuan Kreativitas Mahasiswa (N-Gen) Pembelajaran Kelompok Pretest Postest 1 Postest-2 Inovatif Mahasiwa Ekperimen Kontrol Ekperimen Kontrol Ekperimen Kontrol KT KR (1) Pembelajaran Berbasis Masalah Rata-rata (1)* t-test KT (2) KR PBM dan Bahan Rata-rata (2)* Ajar Inovatif t-test
KT = Siswa dengan IPK relatif tinggi KR = Siswa dengan IPK relatif rendah *Rata-rata untuk total sampel kelompok tinggi dan kelompok rendah Penelitian direncanakan akan dilakukan di Universitas HKBP Nommensen pada tahun 2014, dan yang menjadi objek penelitian adalah mahasiswa yang mengikuti mata kuliah himpunan dan logika. Sebagai populasi adalah mahasiswa yang mengikuti mata kuliah himpunan dan logika di Universitas HKBP Nommensen. Sampel perguruan tinggi dipilih berdasarkan teknik stratifikasi random sampling. Sedangkan untuk intervensi pembelajaran sampel penelitian adalah Mahasiswa yang dipilih secara purposif, kemudian maha siswa dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuan dasar akademik siswa yang dilihat dari pencapaian indeks prestasi kumulatif (IPK), sehingga siswa dikelompokkan menjadi (a) siswa dengan kemampuan akademik tinggi (KT) apabila memiliki nilai IPK relatif tinggi, dan (b) siswa dengan kemampuan akademik tinggi (KR) apabila memiliki nilai IPK relatif rendah. Teknik pengambilan sampel yang akan dijadikan menjadi data penelitian adalah disesuaikan dengan tujuan penelitian, akan tetapi perlakuan pengajaran dilakukan secara murni tanpa diskriminasi di dalam kelas. Penelitian intervensi adalah bersifat eksperimen, dengan membuat perlakuan dengan memberi pengajaran menggunakan inovasi
Tahap Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah
Tahap-2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar
pembelajaran seperti (1) pembelajaran kontekstual, dan (2) Pembelajaran menggunakan media dibandingkan dengan kelompok kontrol yang diberi pengajaran secara konvensional. Masing-masing kelompok terdiri dari kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Disain rencana penelitian diperlihatkan pada Tabel 3.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Model pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang bersifat student-centered, artinya, pembelajaran yang lebih memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri (self directed) dan dimediasi oleh teman sebaya (peer mediated instruction). Sedangkan pembelajaran berbasis masalah merupakan kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang berpusat pada siswa dengan pendekatan berfokus pada keterampilan. Penelitian ini menyajikan inovasi kegiatan pembelajaran menggunakan model PBL. Kajian inovasi pembelajaran mengadaptasi langkahlangkah pembelajaran dari Trianto, 2007:72 yang ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah Tingkah Laku Guru Aktivitas Siswa Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, Mendengarkan penjelasan guru, meyimak guru mengajukan fenomena atau fakta berupa memberikan fenomena berupa demonstrasi demonstrasi atau cerita untuk atau cerita untuk memunculkan masalah serta memunculkan masalah serta memotivasi ikut terlibat dalam penyelesaian masalah yang siswa untuk terlibat dalam penyelesaian dipilih masalah yang dipilih Guru membimbing siswa melakukan Melakukan identifikasi masalah dan identifikasi masalah dan merumuskan merumuskan sebuah masalah autentik sesuai sebuah masalah autentik sesuai dengan dengan materi yang diajarkan(Sebagaiman materi yang diajarkan tertera pada bahan ajar inovatif dan LKM-2)
151
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Tahap Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap-5 Menganalisi dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah
ISBN: 979-458-808-3
Tingkah Laku Guru Guru memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen sehingga muncul gagasan orisinil untuk menemukan solusi (penyelesaian masalah) Guru membantu dan mengarahkan siswa dalam menyiapkan laporan persentase atau menyelesaiakn soal-soal yang relevan dengan materi Guru membimbing siswa dalam menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah
Aktivitas Siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, serta melaksanakan eksperimen dan memunculkan gagasan orisinil untuk menemukan solusi (Sebagaiman tertera pada bahan ajar inovatif dan LKM-3). Menyiapkan laporan dan mempersentasekan penyelesaian soal-soal (Sebagaiman tertera pada bahan ajar inovatif dan LKM-4) Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah (Sebagaiman tertera pada bahan ajar inovatif dan LKM-5)
Dari inovasi model pembelajaran ini diperolehlah instrument pembelajaran yang inovatif berupa RPP dan bahan ajar yang inovatif yang dilengkapi dengan lembar kerja mahasiswa (LAM) yang dapat meningkatkan kemampuan kreativitas matematis mahasiswa semester 4 yang mengikuti matakuliah Himpunan dan Logika pada Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen sebagaiman tertera pada table 2 berikut. Pembelajaran Inovatif
Kelompok Mahasiwa
(1) Pembelajaran Berbasis Masalah
KT KR Rata-rata (1)* t-test
(2) PBM dan Bahan Ajar Inovatif
KT KR Rata-rata (2)* t-test
Rata-rata Peningkatan Kemampuan Kreativitas Mahasiswa (N-Gen) Pretest Postest 1 Postest-2 Ekperimen Kontrol Ekperimen Kontrol Ekperimen Kontrol 0,57±0,25 0,56±0,24 0,75±0,21 0,60±0,21 0,73±0,20 0,61±0,26 0,47±0,21 0,49±0,22 0,71±0,21 0,61±0,21 0,71±0,21 0,59±0,23 0,51±0,23
0,52±0,23
0,61±0,21
31,561
0,72±0,21
0,60±0,24
30,623
0,57±0,25 0,47±0,21
0,56±0,24 0,49±0,22
0,85±0,21 0,85±0,21
0,61±0,26 0,59±0,23
0,83±0,19 0,82±0,17
0,56±0,24 0,49±0,22
0,51±0,23
0,52±0,23
0,85±0,21
0,60±0,24
0,82±0,18
0,52±0,23
34,553 p-value (2-tailed) adalah Sig: 0,00 < α=0,0
Dari table 1 di atas terlihat bahwa rata-rata peningkatan kemampuan kreativitas mahasiswa (NGen) untuk kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran berbasis masalah adalah 0,73±0,21 dan 0,72±0,21 sedangkan untuk kelompok control adalah 0,61±0,21 dan 0,60±0,24. Selain itu diperoleh juga nilai perbandingan untuk setiap peningkatan rata-rata kemampuan kreativitas adalah 31,561 dan 30,623 untuk pembelajaran berbasis masalah dengan p-value (2-tailed) adalah 0, dengan 0 < α = 0,0 . Dari table 1 di atas juga terlihat bahwa ratarata peningkatan kemampuan kreativitas mahasiswa (N-Gen) untuk kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan bahan ajar inovatif adalah 0,85±0,21 dan 0,82±0,18 sedangkan untuk kelompok control adalah 0,60±0,24 dan 0,52±0,23. Selain itu diperoleh juga nilai perbandingan untuk setiap peningkatan rata-rata kemampuan kreativitas adalah 34,553 dan 32,264 untuk pembelajaran berbasis masalah dan bahan ajar yang inovatif dengan p-value (2-tailed) adalah 0, dengan 0 < α = 0,0 .
152
0,73±0,21
32,264
KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Bahan ajar dari model pembelajaran berbasis masalah yang inovatif yang dilengkapi dengan media pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi Mahasiswa sehingga pembelajaran menarik dalam mengajar sehingga efektif meningkatkan kemampuan kreativitas matematis, hal ini terlihat dari setiap perbandingan peningkatan rata-rata kemampuan kreativitas matematis antara kelas eksperimen dan kelas control 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai perbandingan untuk setiap peningkatan rata-rata kemampuan kreativitas adalah 31,561 dan 30,623 untuk pembelajaran berbasis masalah serta 34,553 dan 32,264 untuk pembelajaran berbasis masalah dan bahan ajar yang inovatif dengan p-value (2tailed) adalah 0, dengan 0 < α = 0,0 maka ada peningkatanyang signifikan terhadap kemampuan
ISBN: 979-458-808-3
kreativitas matematik mahasiswa yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah. DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard I., (2008), Learning To Teach (Belajar Untuk Mengajar) Edisi ke Tujuh, Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Blanchard, A., 2001., Contextual Teaching and Learning. Ohio: Bowling Green State University. Boyce, L.N., VanTasselBaska, J., Burruss, J.D., Sher, B.T., dan Johnson, D.T., (1997), A ProblemBased Curriculum: Parallel Learning Opportunities for Students and Teachers, Journal of the Education of the Gifted 20: 363379. Cardellini, L., (2004), Conceiving of Concept Maps to Foster Meaningful Learning: An Interview with Joseph D. Novak, Journal of Chemical Education 81: 1303-1308. Doerr, H.M., dan Thompson, T., (2004), Understanding Teacher Educators and Their Pre-Service Teachers through Multi-Media Case Studies of Practice, Journal of Mathematics Teacher Education 7(3): 175 – 201 Giancarlo, L.C., dan Slunt, K.M., (2004), The dog ate my homework: A Cooperative Learning Project For Instrumental Analysis, Journal of Chemical Education 81: 868-869. Joice, B. dan Weil, M., (1980), Models of Teaching, 2nd ed. Prentice-Hall International Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Kazemi, E., dan Franke, M.L., (2004), Teacher Learning in Mathematics: Using Student Work to Promote Collective Inquiry, Journal of Mathematics Teacher Education 7(3): 203 – 235. Lagrange, J.B., (2005), Curriculum, Classroom Practices, and Tool Design in the Learning of Functions Through Technology-Aided Experimental Approaches, Journal of Computers for Mathematical Learning 10(2): 143 – 189.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Novak, J.D., (1977), New trends in Biology teaching, Science Education 61: 453-477. Pandley, B.D., Bretz, R.L., dan Novak, J.D., (1994), Concept maps as a tools to assess learning in chemistry, Journal of Chemical Education 71: 9-15. Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Penerbit : RajaGrafindo Persada. Jakarta. Semiawan, Conny R. (2009). Kreativitas keberbakatan. Jakarta: PT. Macana Jaya Cemerlang. Sherin, M.G., dan Han, S.Y., (2004), Teacher learning in the context of a video club, Teaching and Teacher Education 20(2): 163-183 Situmorang, M., (2003), Efektivitas Model Pembelajaran Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Mahasiswa Dalam Kimia Analitik-1, Laporan Hasil Penelitian, FMIPA Unimed. Situmorang, M., (2004), Inovasi Model-Model Pembelajaran Bidang Sain Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Mahasiswa, Prosiding Konaspi V Surabaya Tahun 2004. Syafari. 2008. The Application General Deductive Model And Problem Solving on Calculus Lecture. Jurnal Paradigma Unimed. Talanquer, V., Novodvorsky, I., Slater, T., dan Tomanek, D, (2003), A stronger role for science departmens in the preparation of future chemistry teacher, Journal of Chemical Education 80: 1168-1171. Trianto. 2009. Mendesain model pembelajaran Inovatif-Progresif. Penerbit : Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Wood, T., (2005), Understanding Mathematics Teaching: Where We Began and Where We are Going, Journal of Mathematics Teacher Education 8(3): 193 – 195 Zaslavsky, O., dan Leikin, R., (2004), Professional Development of Mathematics Teacher Educators: Growth Through Practice, Journal of Mathematics Teacher Education 7(1): 5 – 32
153
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
RANCANG BANGUN APLIKASI MULTIMEDIA INTERAKTIF PEMBELAJARAN MEMBACA, MENULIS, BERHITUNG (CALISTUNG) Adam Faroqi1, Barikly Maula2 UIN SGD Bandung Fakultas Sains dan Teknologi
[email protected] Abstrak Masa depan teknologi informasi akan banyak melibatkan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, dan teknologi komunikasi kecepatan tinggi dalam jaringan global. Berbasiskan teknologi multimedia, dan dukungan kemajuan sistem komputer berkecepatan tinggi, suatu sistem layanan informasi dapat disampaikan dalam bentuk yang lebih menarik, hidup dalam bentuk informasi multimedia, serta mudah dikelola dan digunakan pada sebuah perangkat komputer. Kurangnya interaksi anak dalam proses pembelajaran menyebabkan anak tidak memiliki peran, menjadi pasif dan bergantung pada apa yang diberikan oleh pengajar. Peran seorang pengajar di Tk dirasa belum memenuhi kebutuhan seluruh murid dalam proses pembelajaran dikarenakan murid yang terlalu banyak, serta proses pembelajaran hanya dengan berbicara tanpa adanya visualisasi dirasa sulit dimengerti bagi anak-anak. Metode pengembangan perangkat aplikasi multimedia menggunakan metode menurut Luther (Sutopo, 2003) yaitu proses yang digunakan untuk membantu pengembang perangkat lunak dalam membentuk model dari perangkat lunak yang harus dibuat. Dalam pembuatan aplikasi ini, menggunakan kakas berupa bantuan aplikasi media pengolah gambar, animasi, serta authoring yang terdiri dari Adobe photoshop, Adobe Director, Adobe Flash, dan aplikasi pengolah suara Sony Vegas. Multimedia pembelajaran interaktif dengan bantuan komputer dapat membantu siswa mempelajari dan memahami membaca,menulis dan berhitung (calistung). Salah satu multimedia interaktif tersebut telah di buat untuk membantu anak di dalam mempelajari materi calistung. Program multimedia tersebut dibuat dengan melakukan kompilasi beberapa animasi, gambar, film dan permainan yang berhubungan dengan materi Calistung. Gambaran secara virtual bertujuan agar anak dapat memahami dan mempelajari dari sebuah materi dengan membandingkan dengan lingkup benda yang ada di sekitar lingkungan nya. Dengan adanya Aplikasi ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi anak dan sebagai media lain dalam pembelajaran di Taman Kanakkanan (TK). Kata Kunci : TK, Aplication, Multimedia, CALISTUNG. PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Kanak-kanak (TK) dapat dijadikan sebagai awal mula proses pembelajaran dimana perlu mengenali berbagai pengetahuan umum sehingga diharapkan dapat menjadi tumpuan pertama, sebelum terwujudnya program pemerintah yaitu Wajib Belajar 9 tahun. Pada TK materi pembelajaran CALISTUNG ( baca tulis dan berhitung ) hanyalah sebagai materi tambahan yang diberikan kepada anak usia dini. Namun berbeda dengan kenyataannya bahwa penguasaan seorang anak terhadap materi CALISTUNG diharapkan untuk dapat masuk ke jenjang Sekolah Dasar. TK mengharapkan pemanfaatan teknologi dalam pendidikan dapat berperan membantu pengajar dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, khususnya untuk mengatasi masalah kurangnya alat peraga. Selain itu pemanfaatan teknologi bagi siswa atau dalam hal ini anak-anak dapat dijadikan sebagai suatu pengembangan baru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan teknologi. Berkenaan dengan pembelajaran di TK tersebut, aplikasi pembelajaran menggunakan teknologi multimedia dapat dimanfaatkan untuk mengubah pola pembelajaran konvensional ke pola pembelajaran
154
digital, salah satunya melalui software aplikasi pembelajaran CALISTUNG. Dalam mengajar, pengajar maupun murid TK memerlukan sarana pendukung yang dapat membantu proses belajar-mengajar yang lebih interaktif. Pola pengajaran yang interaktif dan menyenangkan dapat diterapkan dengan memanfaatkan visualisasi yang menarik ke dalam pendidikan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran. Anak-anak umumnya memiliki keterbatasan pengetahuan tergantung pada informasi yang diterimanya. Visualisasi cenderung digunakan untuk menerima informasi dan mengingatnya dalam otak. Pada umumnya anak-anak memiliki daya imajinasi yang cukup tinggi. Sehingga dalam menyampaikan materi pembelajaran tentang suatu materi yang diberikan harus memperhatikan aspek nyata yang dapat menumbuhkan imajinasi, agar dapat dibayangkan hal yang sesungguhnya terjadi atau bentuk nyata yang dapat digambarkan melalui visualisasi. Pembelajaran dengan pemanfaatan teknologi dapat dipadukan dengan adanya unsur permainan yang interaktif, sehingga merupakan suatu metoda pembelajaran yang menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar. Untuk itu, dalam sebuah sistem pembelajaran diharapkan dapat mengikuti perkembangan teknologi dalam upaya meningkatkan
ISBN: 979-458-808-3
mutu dan layanan pendidikan dimasa yang akan datang. Maka dari itu diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana dengan dibuatnya suatu aplikasi pembelajaran guna mendukung suatu proses pembelajaran tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka dalam pembuatan penelitian ini mengambil judul “ Rancang Bangun Aplikasi Multimedia Interaktif Pembelajaran Membaca, Menulis, Berhitung (CALISTUNG).” Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan laporan penelitian ini adalah merancang suatu aplikasi dengan menggunakan multimedia interaktif, dalam bentuk gambar, suara, dan animasi yang dapat digunakan sebagai alat bantu guru dalam dalam pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung (CALISTUNG) kepada anak-anak usia dini. METODOLOGI PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penlitian ini adalah sebagai berikut: a. Observasi Teknik pengumpulan data dengan mengadakan penelitian dan peninjauan langsung di TK Kencana yang berlokasi di Jln. Siliwangi No.87 kota Sukabumi. b. Wawancara Teknik pengumpulan data, dengan mengadakan tatap muka dan memberikan beberapa pertanyaan menyangkut kegiatan serta proses belajar dengan kepala sekolah serta tim pengajar TK Kencana yang berhubungan dengan pembelajaran CALISTUNG yang terjadi di lokasi. c. Studi Literatur Teknik Pengumpulan data dengan cara mengumpulkan literature, jurnal, paper, dan bacaan-bacaan yang ada kaitannya dengan judul penelitian.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Konsep perancangan aplikasi ini menitikberatkan pada bagaimana aplikasi dirancang untuk mendukung pembelajaran calistung untuk anak prasekolah berbasis multimedia interaktif dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang memenuhi kriteria sebagai media tambahan bagi anak-anak. Design Aplikasi Multimedia Interaktif Calistung Setelah melakukan analisis kebutuhan, tahap yang selanjutnya adalah melakukan design aplikasi yang akan dibuat. Pada tahap ini akan dirancang aplikasi perangkat lunak pembelajaran calistung untuk anak prasekolah. 4Diagram Navigasi Aplikasi Diagam navigasi menyajikan daftar isi dengan hierarki yang masing-masing heading terhubung ke sebuah halaman. Perancangan Antar Muka Perancangan antar muka merupakan perancangan awal yang digambarkan sebelum program aplikasi dibuat. Sehingga perencanaan awal tidak keluar dari jalur yang akan digambarkan. Perancangan antarmuka pada aplikasi calistung yang akan dibangun adalah sebagai berikut: Struktur Menu Secara umum tampilan perangkat lunak aplikasi pembelajaran calistung dapat dilihat dengan pemetaan struktur menu. Perancangan tampilan 1. Menu utama
Metode Pengembangan Multimedia
Gambar Menu utama 2.
Gambar Model Metodologi Pengembangan Multimedia Menurut Luther (Sutopo, 2003 : 32)
Menu mengenal angka
Gambar Menu mengenal angka
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan
155
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
3. Menu mengenal huruf
Gambar Perancangan Menu mengenal huruf 4. Tampilan tutorial pembelajaran
Gambar Perancangan Tampilan tutorial pembelajaran 5. Tampilan game pembelajaran.
ISBN: 979-458-808-3
6. Materi-materi di dalam aplikasi yang digunakan dalam aplikasi yang dibuat adalah sebagai berikut: Implementasi Perangkat Lunak Perangkat keras yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan minimal dalam menjalankan program aplikasi ini adalah sebagai berikut, antara lain : Satu buah Personal Komputer, yang terdiri dari : 1. Menggunakan minimal prosessor Intel Pentium 4 atau yang sekelasnya. 2. Menggunakan RAM minimal 128 MB. 3. Menggunakan VGA minimal 128 MB. 4. Mouse, Keyboard, Monitor, Speaker sebagai peralatan antarmuka. 5. CD/ DVD-Rom. Implementasi Script Flash (Action Script) Aplikasi pembelajaran calistung merupakan program aplikasi multimedia interaktif, yang ditampilkan dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan tampilan yang mudah untuk diakses secara mudah oleh anak-anak. Berikut akandi jelaskan dari setiap halaman.
Gambar Perancangan Tampilan game pembelajaran IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Implementasi Dalam mengimplementasikan perangkat lunak ini ada beberapa hal yang menjadi batasan implementasi, yaitu : 1. Aplikasi yang dibuat berisi program statis dengan materi-materi berbentuk file flash(.fla) yang sudah di publish(.swf) dengan materi telah dibuat yang sebelumnya. 2. Materi dalam Aplikasi ini berupa penggambaran audio visual menggunakan animasi dan sound. 3. Pengujian terhadap hasil dari pembelajaran terhadap anak berupa Interaksi mengenal huruf yaitu dengan permainan mencocokan huruf. 4. Software yang digunakan dalam pembuatan aplikasi ini adalah sebagai berikut: 1. Adobe Flash 2. Adobe photoshop 3. Adobe Director 4. Sony vegas 5. Platforn Sistem Operasi Windows VISTA SP 1 5. Media akhir penyimpanan program adalah berupa Compact Disk (CD) yang telah di burning dari hasil publishing dari adobe director, dan disimpan dalam CD yang berupa file jadi .exe dan tinggal dijalankan tanpa harus di installkan terlebih dahulu. 156
Gambar Menu Utama
Gambar Menu Mengenal Angka
Gambar Menu Mengenal Huruf
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
diinginkannya dengan bimbingan dari orang tua atau pengajar. 3. Aplikasi multimedia interaktif yang berisikan materi CALISTUNG dengan tampilan audio dan visual dapat digunakan sebagai pemecahan masalah dari kurangnya alat peraga untuk pembelajran CALISTUNG di Taman Kanan-kanak (TK). Gambar 5.4. Menu Game KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil perancangan tentang aplikasi pembelajaran CALISTUNG (membaca, menulis, berhitung) sebagai media tambahan untuk PAUD berbasis multimedia interaktif , maka dapat menarik kesimpulan bahwa : 1. Penggunaan alat bantu pembelajaran digital, salah satunya dengan menggunakan media komputer, dapat menjadi suatu pilihan dalam membantu meningkatkan sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran CALISTUNG untuk pendidikan anak usia dini di TK ( Taman Kanak kanak ). 2. Dengan dibuatnya perangkat lunak aplikasi multimedia CALISTUNG yang bersifat interaktif dapat digunakan sebagai salah satu media dalam proses pembelajaran CALISTUNG di Taman Kanan-kanak (TK). Anak dapat dibawa menjadi lebih aktif dan tidak bergantung pada apa yang diberikan oleh pengajar, namun anak bisa menjelajahi sendiri pembelajaran yang
DAFTAR PUSTAKA Hidayatullah, Priyanto, Aldi Daswanto dan Sulistyo Ponco. 2011. Membuat Mobile Game Edukatif dengan Flash. Bandung : Informatika. Hidayatullah, Priyanto, Amarullah Akbar dan Zaky Rahim. 2011. Animasi Pendidikan Menggunakan Flash. Bandung : Informatika. Leong, Marlon dan Mulyanta. 2009. Tutorial membangun multimedia interaktif Media Pembelajaran. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya. Pressman, R.S. 2002. Rekayasa Perangkat Lunak Pendekatan Praktisi (buku satu). Yogyakarta : Andi. Sunyoto, Andi. 2010. Adobe Flash + XML = Rich Multimedia Application. Yogyakarta : Andi. Sutopo, Ariesto Hadi. 2003. Multimedia Interaktif Dengan Flash. Yogyakarta : Graha Ilmu. Suyanto, Muhammad. 2004. Analisis dan Desain Aplikasi Multimedia untuk Pemasaran. Yogyakarta : Andi. Vaughan, Tay. 2008. Multimedia Making it work edisi 6. Yogyakarta : Andi.
157
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
ANALISIS KOMPONEN UTAMA OPINI GURU DAN SISWA TERHADAP UJIAN NASIONAL Danny Manongga, Ade Iriani, dan Wiranto H.Utomo Program Studi Magister Sistem Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Email korespondensi :
[email protected] Abstrak Penggalian opini merupakan upaya menganalisis opini publik, penilaian, perilaku, dan emosi terhadap suatu entitas, individu, isu, event, topik dan atributnya. Opini sangat penting karena opini berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Kepercayaan seseorang dan persepsi atas realitas, dan pilihan yang dibuat, merupakan pertimbangan kondisi bagaimana seseorang memandang dan mengevaluasi dunia nyata. Opini masyarakat terhadap kebijakan publik tertentu, seperti ujian nasional (UN), sangat penting terutama bagi para penyelenggara negara untuk memahami aspirasi masyarakat. Opini masyarakat terhadap kebijakan pemerintah mengenai UN ditanggapi dengan sikap yang beragam di dalam masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang mendukung, dan ada pula yang menentang. Ditambah lagi, Ujian Nasional yang dijalankan pada tahun 2013 ini juga terdapat kendala dalam hal distribusi soal-soal. Tujuan dari artikel ini adalah meneliti opini masyarakat, terutama siswa dan guru terhadap UN di beberapa SMU dan SMK di Salatiga. Menggunakan analisis komponen utama (principal component analysis), penelitian ini menguji 19 faktor dari 20 pertanyaan kuesioner. Hasil analisis menghasilkan 5 faktor dengan kemampuan menjelaskan konstrak sebesar 62,330% . Kata Kunci: penggalian opini, ujian nasional, principal component analysis. PENDAHULUAN Sudah sejak lama pemerintah bercita-cita memiliki suatu standar pendidikan yang sama di seluruh Indonesia. Cita-cita itu kemudian diimplementasi melalui berbagai kebijakan penyeragaman di hampir seluruh aspek pendidikan, seperti akreditasi, kurikulum nasional, atau bahkan seragam sekolah. Tidak puas dengan kualitas pendidikan dasar dan menengah yang ada, Kementerian Pendidikan Nasional bertekad meningkatkannya melalui pemberlakuan ujian nasional (UN), meskipun ada beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa tes tidak memiliki hubungan berarti dengan pencapaian siswa (Marchant et al., 2006; Amrein dan Berliner, 2002). Tidak berhenti hanya dengan UN saja, pemerintah juga meningkatkan standar kelulusan dari tahun ke tahun. Tekad pemerintah ini dianggap tidak konsisten dengan situasi sosial ekonomi dan sebaran mutu pendidikan antar daerah di Indonesia, sehingga menimbulkan banyak pro dan kontra serta berbagai gejala-gejala negatif dalam masyarakat (Mukminin et al., 2013). Tujuan dari artikel ini adalah meneliti opini masyarakat, terutama siswa dan guru terhadap UN di beberapa SMU dan SMK di Salatiga. Penelitian ini adalah bagian pertama dari penelitian penggalian opini publik terhadap kebijakan pemerintah menyangkut UN yang dibiayai melalui Hibah Penelitian Bersaing DIKTI tahun 2015 dan 2016. SISTEM PENDIDIKAN DAN UJIAN NASIONAL INDONESIA Tantangan meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia tidaklah ringan, karena Indonesia adalah negara dengan distribusi populasi, etnik dan struktur 158
sosial yang sangat beragam. Keragaman itu memberikan hambatan besar dalam meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan, baik menyangkut kesetaraan maupun keadilan. Dalam upaya pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan dasar dan menengah, maka salah satu cara yang ditempuh oleh Kementerian Pendidikan Nasional adalah dengan mengimplementasi UN bagi sekolahsekolah mulai dari tingkat SD sampai SLTA, baik negeri maupun swasta, di seluruh Indonesia. Hal ini dapat dilakukan karena sistem pendidikan di Indonesia sangat tersentralisasi dan bersifat top-down dimana pemerintah pusat memiliki peranan dominan dalam menentukan arah dan implementasi kebijakan pendidikan (Oey-Gardiner, 2006). Implementasi UN menimbulkan banyak kritikan dari berbagai kalangan akademik karena menganggap implementasi UN adalah cara yang buruk dalam mengukur pencapaian akademik siswa (Oey-Gardiner, 2006; Lie, 2004), dan menimbulkan momok yang menakutkan dalam benak para siswa karena mereka kuatir tidak mampu melewatinya (Upe & Wayuddin, 2014). Kontroversi UN menjadi makin meningkat sejak dilaksanakan pada tahun 2003. Masalah utamanya adalah kriteria rata-rata minimum yang digunakan untuk membuat keputusan lulus atau gagal bagi seorang siswa. Terlepas dari kualitas UN itu sendiri, taruhan tinggi yang melekat pada UN itu sendiri juga menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif bagi praktik-praktif di sekolah. Hal ini termasuk strategi pembelajaran yang dangkal dan jangka pendek seperti, menghafal dan berlatih soal-soal untuk mempersiapkan UN, serta pendangkalan kurikulum yang diimplementasi dengan mengabaikan bagian-
ISBN: 979-458-808-3
bagian yang tidak diuji Selain itu, karena reputasi guru sangat tergantung pada tingkat kelulusan siswa dalam UN, maka fokus mereka kemudian hanya pada siswa yang paling mungkin berhasil. Hal ini, pada gilirannya, dapat dikaitkan dengan tingginya tingkat pengulangan kelas dan siswa putus sekolah (OECD/ADB, 2015), terjadinya banyak praktikpraktik kecurangan dalam ujian (Upe & Wahyuddin, 2014). PENGGALIAN OPINI MASYARAKAT Penelitian opini publik sangat penting dalam memahami apa yang benar-benar dipikirkan oleh masyarakat. Selain itu penelitian opini publik bukan sekedar hanya melakukan poll sederhana, tetapi harus meneliti faktor-faktor seperti perubahan dari waktu ke waktu, pendorong perubahan sikap, sikap yang berbeda untuk aplikasi yang berbeda dan didukung oleh data kualitatif (Wilson, 2013). Opini publik tidak hanya berpengaruh pada pengembangan kebijakan, tetapi merupakan hal yang penting. Tidak diragukan lagi, pemerintah berespon terhadap pemilih, meskipun mereka dapat saja mengabaikan atau mengikuti sentimen publik dalam merancang kebijakan (misalnya, Brooks dan Manza 2007; Gilens 2012; Page dan Shapiro 1983). Pada gilirannya, kebijakan yang ditetapkan membentuk opini publik (Svallfors 2011, 808). Dengan menganalisis opini publik, pemerintah akan mampu mengidentifikasi peluang-peluang untuk merancang program yang sesuai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Istilah penggalian opini diperkenalkan pertama oleh Dave et al (2003) dalam prosiding konferensi WWW 2003. Konferensi ini merupakan tempat publikasi istilah dalam masyarakat yang sangat terkait dengan pencarian Web atau pencarian informasi. Menurut Dave et al. (2003), alat penggalian opini yang ideal akan "memroses seperangkat hasilhasil pencarian untuk item tertentu, dan menghasilkan daftar atribut produk (kualitas, fitur, dll) dan menggabungkan pendapat tentang masing-masing dari mereka (buruk, campuran, baik)". Namun perkembangan selanjutnya, penggalian opini diperluas untuk untuk mencakup berbagai jenis analisis teks evaluatif (Liu, 2006). Saat ini, banyak pihak menafsirkan istilah dengan lebih luas lagi sebagai perlakuan komputasi atas opini, sentimen, dan subjektivitas dalam teks (Liu, 2006). Penggalian opini menjadi makin populer dan memiliki banyak penggunaan dalam berbagai bidang seperti politik dan bisnis. Sejalan dengan ledakan pertumbuhan media sosial di web (misalnya review, forum diskusi, blog dan jejaring sosial) terdapat banyak informasi yang dapat dipakai melakukan penggalian opini untuk pengambilan keputusan. METODOLOGI PENELITIAN
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Penelitian ini mengambil lokasi di SMA dan SMK di kota Salatiga. Pemilihan kota Salatiga karena kedekatan dengan lokasi peneliti dan karena kesulitan menemukan sekolah yang bersedia dihubungi karena alasan kesibukan menghadapi UN. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyan dengan rincian pertanyaan sebagai berikut: 1 pertanyaan langsung mengenai orientasi sentimen, dan 19 pertanyaan mengenai aspek / fitur dari UN. Aspek UN pada penelitian ini mencakup : semangat belajar(P2, P11), giat belajar (P3, P12 ), seleksi pendidikan lebih tinggi (P4, P13), standard kualitas lulusan (P5, P14), mutu pendidikan nasional (P6, P15), kurang semangat belajar mata pelajaran non UN (P7, P16), bimbingan tes (8, 17), tidak percaya diri (9, 18), putus asa (10), pengajar (19), dan ujian sekolah (20). Kuesioner tersebut disebar di dua SMU dan dua SMK di kota Salatiga. Dari jumlah 300 kuesioner yang disebar, dapat dikumpulkan kembali 178 kuesioner yang mencakup 134 responden dari siswa dan 40 responden dari guru. Beberapa sekolah yang dihubungi baik di dalam maupun di luar kota Salatiga menolak menerima kuesioner ini dengan berbagai alasan antara lain karena kesibukan menyiapkan UN dan alasan lain yang tidak disebutkan Hasil kuesioner dianalisis menggunakan analisis komponen utama (principal component analysis) menggunakan SPSS versi 23. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis akan menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan software SPSS 23. Sebelum dilakukan analisis hasil, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas nya dengan KMO and Bartlett's Test dan pengujian reliabilitas dengan Cronbach's Alpha. 1. Hasil Pengujian Validitas KMO and Bartlett's Test Tabel 1 Pengujian Validitas KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling ,710 Adequacy. Bartlett's Test of Approx. Chi-Square 1269,200 sphericity df 171 Sig. ,000
Nilai KMO sebesar 0.710 menandakan bahwa instumen valid karena sudah memenuhi batas 0.50 (0.710 > 0.50) Korelasi anti image menghasilkan korelasi yang cukup tinggi untuk masing-masing item seperti ditunjukkan dalam Tabel 2. Dari hasil ini dapat dinyatakan bahwa 19 item yang digunakan untuk mengukur aspek atau feature ujian nasional memenuhi kriteria sebagai pembentuk konstrak. Output ketiga adalah Total Variance Explained yang menunjukkan bahwa dari 19 item yang digunakan, hasil ekstraksi SPSS menjadi 5 faktor 159
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
dengan kemampuan menjelaskan konstak sebesar 62,330% .
aspek-aspek analisis sentimen dapat dilihat pada tabel 2.
2.
Tabel 2 Hasil analisis terhadap pertanyaan dalam kuesioner.
HASIL PENGUJAN RELIABILITAS CRONBACH'S ALPHA Sekaran (dalam Zulganef ,2006) menyatakan bahwa suatu instrumen penelitian memiliki reliabilitas yang memadai jika koefisien alpha Cronbach lebih besar atau sama dengan 0,7.Hasil pengujian menunjukkan koef cronbach alpha sebesar 0.564, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel ini adalah kurang reliabel. Hasil yang kurang reliabel ini dapat dipahami, karena UN merupakan kontroversi bagi masyarakat Indonesia, sehingga diperoleh hasil dengan polarisasi yang tinggi, yaitu pada sisi SANGAT TIDAK SETUJU dan SANGAT SETUJU. 3. Hasil Analisis Sentimen Pertanyaan utama analisis sentimen terhadap UN terdapat pada pertanyaan nomor 1 dengan memilih salah satu dari pernyataan berikut : a. Saya setuju ujian nasional sebagai satu-satunya PENENTU KELULUSAN siswa b. Saya setuju ujian nasional BUKAN PENENTUKELULUSAN siswa tetapi sebagai pemetaan kualitas layanan pendidikan saja c. Saya setuju ujian nasional dihapuskan Dari 178 responden yang menjawab pertanyaan nomor 1 tersebut diperoleh hasil sebagai berikut (Gambar 1): Yang setuju UN sebagai PENENTU KELULUSAN SISWA = 23 responden (13 %) Yang setuju UN sebagai PENENTU KELULUSAN SISWA = 119 responden (67 %) Yang setuju UN DIHAPUS = 36 responden (20 %)
Pertanyaan 2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Gambar 1. Prosentase responden yang setuju/tidak setuju dengan UN
18.
Untuk melakukan analisis terhadap aspekaspek dalam sentimen analisis terhadap ujian nasional, digunakan metode deskriptif. Walaupun reliabilitasnya kurang, namun hasil penelitian ini tetap dapat dijadikan acuan untuk mengetahui aspek aspek sentimen pada UN. Adapun hasil analisis terhadap
19.
160
20.
Ujian Nasional sebagai PENENTU KELULUSAN dapat memacu semangat belajar siswa Ujian Nasional sebagai PENENTU KELULUSAN membuat siswa dituntut harus lebih giat belajar Ujian Nasional sebagai PENENTU KELULUSAN dapat dijadikan seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi Ujian Nasional sebagai PENENTU KELULUSAN dapat meningkatkan standard kualitas lulusan Ujian Nasional sebagai PENENTU KELULUSAN dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional Ujian Nasional sebagai PENENTU KELULUSAN membuat siswa kurang semangat dalam mempelajari mata pelajaran BUKAN Ujian Nasional Ujian Nasional sebagai PENENTU KELULUSAN membuat siswa harus mengikuti tambahan bimbingan les dari luar sekolah Ujian Nasional sebagai PENENTU KELULUSAN membuat siswa tidak percaya diri dalam menghadapi Ujian Nasional karena dihantui rasa takut kalau tidak lulus Ujian Nasional sebagai PENENTU KELULUSAN membuat siswa merasa putus asa Ujian Nasional walau BUKAN PENENTU KELULUSAN dapat memacu semangat belajar siswa Ujian Nasional walau BUKAN PENENTU KELULUSAN membuat siswa dituntut harus lebih giat belajar Ujian Nasional walau BUKAN PENENTU KELULUSAN dapat dijadikan seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi Ujian Nasional walau BUKAN PENENTU KELULUSAN dapat meningkatkan standard kualitas lulusan Ujian Nasional walau BUKAN PENENTU KELULUSAN dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional Ujian Nasional walau BUKAN PENENTU KELULUSAN membuat siswa kurang semangat dalam mempelajari mata pelajaran BUKAN Ujian Nasional Ujian Nasional walau BUKAN PENENTU KELULUSAN membuat siswa harus mengikuti tambahan bimbingan les dari luar sekolah Ujian Nasional walau BUKAN PENENTU KELULUSAN membuat siswa tidak percaya diri dalam menghadapi Ujian Nasional karena dihantui rasa takut kalau tidak lulus Kelulusan siswa sekolah ditentukan oleh penyelenggara sekolah, khususnya pengajarnya. Ujian Nasional HARUS DIHAPUS dan diganti Ujian Sekolah (Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester)
Mean Std Dev 3,48
1,043
3,87
,939
3,48
1,121
3,35
1,142
3,36
1,022
2,93
1,095
3,24
,980
3,51
1,151
2,85
1,100
3,86
,779
3,97
,795
3,75
,956
3,68
,904
3,67
,874
2,54
,902
2,98
,914
2,69
1,095
3,61
1,126
3,22
1,222
ISBN: 979-458-808-3
KESIMPULAN Dari hasil analisis statistik menggunakan SPPS, seperti yang dilaporkan dalam bab sebelumnya, dapat dihasilkan beberapa kesimpulan sementara sebagai berikut: 1. Hasil analisis sentimen terhadap UN menunjukkan dari 178 orang responden: Hanya 13% yang menyatakan Setuju UN PENENTU KELULUSAN, Terdapat 67% menyatakan Setuju UN BUKAN PENENTU KELULUSAN, dan Sisanya 20% menyatakan Setuju agar UN DIHAPUS . 2. Baik bagi responden yang menyatakan UN sebagai PENENTU kelulusan, maupun mereka yang menyatakan UN sebagai BUKAN PENENTU, sama-sama cenderung menyatakan SETUJU bahwa: UN dapat memacu semangat belajar siswa, Dengan UN, siswa dituntut harus lebih giat belajar, UN dapat dijadikan seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi, UN dapat meningkatkan standard kualitas lulusan, dan UN dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional. 3. Dalam hal mengikuti bimbingan belajar luar sekolah, responden cenderung setuju untuk UN sebagai PENENTU, sedangkan UN BUKAN PENENTU, responden cenderung tidak setuju. Hal yang sama juga terjadi pada aspek rasa takut tidak lulus. 4. Responden cenderung setuju UN diganti Ujian sekolah dan kelulusan ditentukan oleh pengajar masing-masing. ACKNOWLEDGEMENT Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Dirjen Pendidikan Tinggi dan Kopertis Wilayah VI, Jawa Tengah. Penelitian ini dibiayai melalui Hibah Bersaing Tahun 2015. DAFTAR PUSTAKA Amrein, A. L.,& Berliner, D. C. (2003). The effects of high-stakes testing on students’ motivation and learning. Educational Leadership, 60(5), 32-38. Brooks, C. and Manza, J. (2007). Why Welfare States Persist: The Importance of Public Opinion in Democracies. Chicago: Chicago University Press.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Gilens, M. (2012). Affluence and Influence: Economic Inequality and Political Power in America. Princeton: Princeton University Press. Lie, A (2004). Tujuan akhir nasional: kesenjangan kekuasaan dan tanggung jawab. Komunitas Indonesia Untuk Demokrasi, 19 October 2004. Retrieved 10 Juni 2015, from http://www.komunitasdemokrasi.or.id/en/news/7 6-ujian-akhir-nasional Liu, B. (2006). Web data mining; Exploring hyperlinks, contents, and usage data, chapter 11: Opinion Mining. Springer, 2006. Marchant, G. J., Paulson, S. E., & Shunk, A. (2006). Relationships between high-stakes testing policies and student achievement after controlling for demographic factors in aggregated Data. Education Policy Analysis Archives, 14 (30). Retrieved from http://epaa.asu.edu/epaa/v14n30/ Mukminim, A., et al.. (2013). The Achievement Ideology and Top-Down National Standardized Exam Policy in Indonesia: Voices from Local English Teachers. Turkish Online Journal of Qualitative Inquiry, October 2013, 4(4). Oey-Gardiner, M (2005). Ujian Nasional: Mengukur standar mutu atau ‘UUD’? Retrieved 1 -06-2015 from http: http://www.ihssrc.com/index2.php?option=com_ content&do_pdf=1&id=101 OECD/Asian Development Bank (2015), Education in Indonesia: Rising to the Challenge, OECD Publishing, Paris. http://dx.doi.org/10.1787/9789264230750-en Page, B.I. and Shapiro, R.Y. (1983). The Effect of Public Opinion on Policy. American Political Science Review 77: 175–90. Svallfors, S. (2011). A Bedrock of Support? Trends in Welfare State Attitudes in Sweden, 1981–2010. Social Policy and Administration 45: 806–25 Upe , I.A., dan Wahyuddin. (2014). The Seed of Educational System in Indonesia Based on the UN (National Examination) Results. International Symposium on Advances in Technology Education. 24 – 26 September 2014, Nanyang Polytechnic, Singapore. Wilson, S. (2013). The Limits of Low-Tax Social Democracy? Welfare, Tax and Fiscal Dilemmas for Labor in Government. Australian Journal of Political Science, 2013. Vol. 48, No. 3, 286–306, http://dx.doi.org/10.1080/10361146.2013.821102
161
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
THE STUDENTS’ DIFFICULTIES IN CONSTRUCTING PASSIVE SENTENCES BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP N 1 SIDIKALANG , Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris,Universitas HKBP Nommensen Jl.Sotomo No.4, Medan Sumatra Utara Telp : (061)4522922,4565635 Fax.(061)4571426
[email protected] ABSTRACT The purpose of this research is to analyze the students’ difficulties in constructing passive sentences. The population of this research is students at grade eight which is consist of nine classrooms. The population consist of 270 students. The sample of this research is the second year students of SMP N 1 Sidikalang at the academic year 2013/2014 which is consist of 28 students. The data of this research were obtained by underlying the errors of students’ in passive sentences which constructing with twenty questions. The writer used descriptive qualitative method and it is used test as the instrument of colecting the data. The result showed that most of students at SMP Negeri 1 Sidikalang made errors in constructing passive sentences such as the usage of to-be, verb form (tenses), helping verb(has, have, been and being), sentence form (active – passive) Key word: difficulties, constructing, passive sentences INTRODUCTION 1.1. Background Language is a system of communication. It can be spoken or written and it can be understood by any of different system of communication that is used everywhere. Languange is a tool to convey information,ideas,consepts or filling that comes to the heart, in the sense of the word as a means of conveying something ( Yunitasri:2012). People talk, share, and express their feeling with language. Basically, language is a means to comunicate ideas, thoughs, opinions and feelings. There are many languages in the world that people used. English is conventionally divided into three historical periods such as old Englia,Middle English, and Modren English (Richard 2014). English is an international language that is used by many people in the world. Therefore, using English is the easiest way comunication with people from other countries about many aspects in human life such as education, science, business, technology, culture and also another aspects. Grammar is one of the important elements in learning English. Grammar of language is a set of rules that organize parts of the structures( Michael :2010) The mastery of the grammar becomes very essential in supporting language skill because it can help the learners to learn English more quickly and efficiently.Grammar is a reference mechanism when sed according to the function of language in communication with others (Greenbaum :2006). Grammatical structure is the pattern of the arrangement of parts of the words in to the sentence. English Grammar consists of the eight parts of speech. They are noun, pronoun, adjective, verb, adverb, preposition, conjunction and interjection. This part of speech involves many kinds to use in sentence. In teaching English as a foreign language in Indonesia, there is tendency for a teacher to teach more structure than elements and skills, but the result is unsatisfactory. The structure causes a serious 162
problem in English teaching and learning process. Structure is very essential to master a certain language especially English because it is fundamental aspect Based on the writer’s e perience through training teaching practice (PPL) ,the writer found some students’ problems by learning English especially in constructing sentences. There are many errors in that sentences. The students do not follow the gramatical rules. One of the errors is disability of students in constructing and comparing active and passive sentences. This problems influenced the whole meaning of each sentences. This problems happened in six class and almost 80% for each class undergoing it. They also complained that learning English is so difficult for whole aspect so that the writer tries to limit and looking for the problem in one skill namely writing skill and then the writer more specifically looks to the students ability in constructing passive sentences. Based on the research problem above, the writer found the problem and interested to pick up a research problems. The writer choose Passive sentence as a topic in this research because it is a sub-skill of language skill especially writing. Through this research, teacher can create a new innovation in order to teach writing by knowing the students difficulties in constructing passive sentences. 1.2. The Description of Active and passive voice Transitive verb is a verb which function as a predicate of sentence. John (2003 : 278) transitive verb has two voice (kind of gramatical), they are active and passive. Betty Schrampfer (1999 : 208) Only transitive verbs (verbs that can be followed by an object) are used in the pasive. It is not possible to use intransitive verbs (such as happen,sleep,come, seem,etc) a) Active voice Here, people, animal or thing that showed by the subject is called doing sometime for another thing.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Example : 1. Mr. Budi buys a new car for his children 2. Siska is cooking fried noodle in the kitchen 3. She killed a cat 4. We read a book in the library 5. Anthony drinks a glass of milk b) Passive voice Here, people, animal or thing are called suffering something from another thing. Examples : 1. A new car is bought by Mr.Budi for his children 2. A cat was killed by her 3. A book is read by us in the library 4. A glass of milk is drunk by Anthony. 5. Fried noodle is being cooked by siska in the kitchen Betty Schrampfer Azar (1999 :208) In the passive, the object of an active verb becomes the subject of the passive verb. Notice that the subject of an active verb follows by in a passive sentence. The noun that follows by is called the “agent”.
Example : Life on the Missisipi was written by Mark Twain 3.
4.
If the speaker knows who performs an action, usually the active is used. Example : My aunt made this rug. (active) Sometimes, even when the speaker knows who performs an action, she/he chooses to use passive with the by-phrase because she/he wants to focus attention on the subject of a sentence. Example : This rug was made by my aunt
II. METHOD The writer used descriptive qualitative method in this research. This method aimed at finding out the students’ difficulties in constructing passive sentences and the factors that contributed to the students’ difficulties in construting passive sentences. The population of the research is the 2013/2014 second year students of SMP N 1 Sidikalang which is consist of 270 students. The sample of research consists of 28 students. The participants are given a test that consist twenty active sentences that be changed to passive sentences. After collecting and analyzing the data about constructing passive voice, the writer described the errors that the students made in the result. The writer found out the students’ difficulties in constructing passive sentences from the errors that the writer have described that the students made.
1.3.The use of passive According to Betty Schrampfer Azar (1999 : 26) there are four of the use of passive. They are : 1. Usually the passive is used without a byphrase. The passive is most frequently used when it is not known or not important to know exactly who performs an action. Example : Rice is grown in India Our house was built in 1980 2. The by phrase is included only if it is important to know who performs an action. III. RESULT Table 3.1 The Students Difficulties in Constructing Passive Sentences NO
PASSED
FAILED
THE DIFFICULTIES IN CONSTRUCTING PASSIVE SENTENCES
1
INITIAL NAME ERS
14
6
2
SOM
7
13
3
CHL
4
16
4
ALC
4
16
5
BAS
3
17
1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences
163
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
NO
ISBN: 979-458-808-3
PASSED
FAILED
THE DIFFICULTIES IN CONSTRUCTING PASSIVE SENTENCES
6
INITIAL NAME SIS
3
17
7
BEC
3
17
8
KES
2
18
9
PAS
4
16
10
FEB
6
14
11
SAS
8
12
12
ESS
4
16
13
GOS
6
14
14
SOS
2
18
15
KAS
3
17
16 17
NES SAP
12 7
8 13
18
VEN
9
11
19
HEB
5
15
20 21
JSS WEB
13 4
7 16
22
AGM
5
15
1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. comparing between object and adverb in constructing the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. changing subject pronoun to be object pronoun.
164
ISBN: 979-458-808-3
NO
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PASSED
FAILED
THE DIFFICULTIES IN CONSTRUCTING PASSIVE SENTENCES
23
INITIAL NAME SYT
4
16
24
FRT
2
18
25
COM
4
16
26 27
JOS IMS
11 3
9 17
28
ELP
3
17
1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun.
The writer found some kinds of students’s difficulties in constructing passive sentences. The students’ difficulties has many variations. Generally, each students has the same difficulties with others. The students’ difficulties are : 1. The students’ difficulties in using the correct tobe (is, am, are, was, were, si/are being) in the correct sentences with the correct tenses. The uncorrect tobe for many time happened by the students in simple present tense, present continuous, present perfect, and simple past tense. 2. The students’s difficulties in comparing helping verb has/have and the correct way in using has and have on the pasive sentences. It was appearing in simple present perfect that would be made to passive voice (number 16- 20). 3. The students’s difficulties in using helping verb (have/has) + been. It was appeared in passive voice of simple present perfect. In this finding research, the students’errors generally were student did not use “been” followed by has/have. 4. The students’difficulties in using verb in the sentences from number 1 until to number 20. The students’ difficulties in comparing Verb1, Verb2, Verb3 and the correct verb used in each sentences. 5. The students’ difficulties in changing the subject in active voice be an object in passive voice. 6. The students’ difficulties in constructing present continuous sentences tobe passive sentences by using tobe + being + past participle.
IV. DISCUSSION From the research finding above, students were failed in gramatical rules such as subject, verb, helping verb, objects and also tenses that used in the sentences and the construction of the passive sentences. Almost, the whole sentences they were failed to transform from active to passive or vice versa. It was showed that the students are poor in understanding of constructing sentences. The students need learn more about grammar. The teacher need to teach the students about grammar through writing in order to improve the students ability in grammar indirectly. REFERENCES Angela Downing and Philip Locke.1992. A Univercity Course in English Grammar. London Arikunto,S.2006. Dasar-dasar Evaluasi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara Azar, Betty.1999.Understanding and Using English Grammar.United State of America : Prentice hall Best,J.W.1981. Research in Education. United State of America : Prentice hall Farbman. 1985. Signals a Grammar and Guide for writers. New York : United Press International Frank, M. 1993.Modern English a Practical Reference Guide. New Jersey : Prentice hall Hartanto, J.S, Koentjoro,S and Seputro. 2003. Acurate, Brief and Clear English Grammar. Surabaya : Indah Surabaya.
165
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Homby, AS.1996. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. New York : Oxford Univercity Press Maharani, Ida.2007. How to Write efectively. Yogyakarta : Citra Aji Parama Keithley and Thomson. 1982. English for Modern English.Homewood. United State of America : Richard D Erwin
166
ISBN: 979-458-808-3
Longman. 1992. Longman Dictionary of Contemporary English. London : Longman Nunan, D. 1999. Second Language Teaching and Learning. Boston : Heinle and Heinle Wren and Martin. 1990. High School English Grammar and Composition. New Delhi : S. Chand
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
JIGSAW EFFECT OF LEARNING STRATEGY AND MOTIVATION ON STUDENTS’ACHIEVEMEN IN ENGLISH OF PGSD FIP UNIMED Naeklan Simbolon, Eva Betty Simanjuntak Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP UNIMED
[email protected] ABSTRACT This study aims to determine the effect of learning strategies and motivation to learn English results PGSD students FIP UNIMED. The research sample totaled 69 students. The instrument used in this study there was a test and observation. Results of the study are as follows: 1) the results of English learning students who obtain a type of cooperative learning strategies Jigsaw higher than the learning outcomes of students who obtain ekpositori learning ; 2) the results of English learning students who have high motivation is higher than the results of English learning students who have low motivation. 3) there is an interaction between learning strategy and learning motivation of students who give different influence on the results of learning English. It can be concluded that the jigsaw learning strategies can improve student learning outcomes and motivation can also give effect to the results of learning English. Keywords: jigsaw learning strategy, motivation, learning outcomes, English INTRODUCTION Globalisasiakan process continues in accordance with the development of science and technology. Such conditions require people to be able to have the ability to obtain the information needed. Developments in all aspects of community life requires the ability to adapt in order not to lag behind the development of civilization. In the face of the development of science and technology and the information, each institution should produce competent human resources field. At primary school, the teacher acts as a class teacher, in this case including PGSD students who later became a teacher in primary school need to be addressed with a solid knowledge and skilled English speaking. PGSD students as prospective primary school teachers in charge of preparing, designing and teaching subjects in primary schools, including English. Therefore, it needs to be addressed with the mastery of the English language, to be able to anticipate the development of science and technology. Learning is done in the classroom using the lecture method, question and answer and administration tasks. But after learning the results seen are still far from the expected. According to Tarin (1995: 22) language skills have four very fundamental aspects, namely: listening skills (listening), speaking (speaking), writing (writing), reading (reading). But in fact there are many things that do not support the development of the four skills. The first factor relates to the students themselves. students do not have a high motivation to learn, so students are considered English lesson complementary, not critical, and is not a national language. As a result, students do not attend classes well in class. The second factor relates to the lecturer of English is still lacking using varied methods and the methods used are still too monotonous. Thus students
were not interested in these subjects that do not speak English properly. Lack les given to subjects in English is also one of the factors that make the students do not speak English. To overcome these problems need to be tailored learning strategies that can improve the learning outcomes of English PGSD FIP UNIMED cooperative learning strategies with the title "Effect of jigsaw Learning Strategies and Motivation on English Learning Outcomes Students PGSD FIP UNIMED" Application of Cooperative Learning strategies implemented Jigsaw mode for improvement in English learning courses PGSD FIP Unimed. Implementation of this strategy been selected type of Jigsaw Cooperative Learning strategies to make students more active. According Surakhmad (1986) study is the knowledge, understanding, understanding of concepts and new skills, and attitude formation of positive actions or behavior. Changes in behavior caused by the accretion of experience or knowledge gained after learning process. So there is the added value of the experience of previous According to Lie, A (2007: 70) jigsaw is to increase the students' sense of responsibility for their own learning and the learning of others. Students and students not only learn about the material being taught but it should be distributed to members of other groups. Teachers play a role to facilitate and motivate the members of the expert group to be easy to understand the material given. Once the discussion is finished, the members of the group then returned to the home group and teaches at a friend sekelompoknya what has been obtained during the meeting at the expert group. The group of experts should be able to share the knowledge acquired during a discussion in expert groups, so that the knowledge received by each member of the origin group. Santrock (2007: 188) says that the jigsaw classroom is a classroom where students from many different
167
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
cultural backgrounds are asked to work together to do some different part of some thing duty to achieve the same goal. Based on the above, it can be concluded that cooperative learning jigsaw is a learning model that can improve the independence of the student and foster a sense of mutual respect among their peers both in learning and in everyday interactions. Motivation can be a force which is defined as the power contained within the individual, which causes the individual to act or bebuat. According Purwanto 2007: 71 Motivation is the driving force of the efforts being constituted to influence a person's behavior that he was moved to act to do something so as to achieve a particular result or goal. Based on the above opinion can be concluded that a person's motivation is the driving force in driving behavior to learn so as to achieve the expected results. Suryabrata (2011: 70) says motivation is a state in the person of someone who encourages people to undertake certain activities in order to achieve something purposes. A person who has motivation in learning can usually be seen from behavior that shows spirit and persistence in learning activities, and are not easy to give up. According Sardiman (2010: 83) some of the characteristics of motivation that is diligent and tenacious in the face of the task, showing high interest, self-sufficient, able to maintain and adamant, desire to learn, confident, creative learning and pleasure in the challenge.
extent of the influence of the independent variables and the dependent variable. This experiment carried out by manipulating the independent variables namely cooperative learning and expository. The design study is a 2x2 factorial design experiment, meaning the study only involves two levels: 1) factors jigsaw cooperative learning strategies and expository, 2) learning motivation high and low. To see the difference in motivation obtained using instruments using observation sheet The population in this study were all students PGSD Unimed second semester of the school year 2014/2015. Total population is 250 people. Of the total population over the sabjek randomly up to two classes totaling 69 people. Random sampling with lottery method. The instruments are made to the data mengupulkan that instrument tests and observation. Before the test results to learn, first tested to obtain valid instrument (Arikunto, 1998). Trial instrument aims to obtain measurement tool actually measure through the netting accurate data so that the conclusions drawn in accordance with reality. To test the KR20 reliabelitas test used adapted from Stanly and Hopkins (1981) RESULTS AND DISCUSSION Research Hypothesis Testing Hypothesis test used in this study is two-lane ANOVA with SPSS 22.0, namely, test univariate general linear models. For the data obtained, where the number of students as samples in the low category as many as 33 people and high category is 36 people. This group division is based on student motivation. Description of the test results with SPSS 22.0 to test the hypothesis can be seen in Table 1.
METHODS The experiment was conducted in semester III in PGSD FIP UNIMED, Jln. William Alexander V Medan Pasar Real time implementation began in March 2015 s / to May 2015. In this study, quasiexperimental research method is used to determine the Table 1. Hypothesis Testing Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:n_gain Type III Sum of Source Squares Corrected Model 2,168a Intercept 19,398 model ,890 kelompok ,651 model * kelompok ,631 Error 2,491 Total 23,978 Corrected Total 4,660 a. R Squared = ,465 (Adjusted R Squared = ,441) 1) 2)
3)
168
df 3 1 1 1 1 65 69 68
Mean Square ,723 19,398 ,890 ,651 ,631 ,038
F 18,861 506,146 23,235 16,999 16,468
Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
The first hypothesis and reject Ho Ha received. Ie there are differences in learning outcomes (post-test) students in the subject of English. It is seen from the price sig. (learning model)
ISBN: 979-458-808-3
DISCUSSION Students Who Taught By Type Jigsaw Cooperative Learning Strategies and Learning Strategies Expository. Cooperative learning strategies jigsaw is a teaching that guides students to think, able to solve the problem, have the skills to work together in groups. Jigsaw cooperative learning strategies in practice the implementation of education, familiarize students facing problems and practice to overcome these problems. Jigsaw cooperative learning objectives is to equip students with the knowledge, skills, and experience that can be applied in everyday life. Expository teaching strategy concerned with the presence of the lecturer in the classroom and learning interactions that have occurred in both directions between faculty and students. It is possible to use various sources of learning or instructional media, but the design and use in general is a lecturer. Students are not challenged to explore, discover, analyze, interpret and assess the acquired information or findings. Interaction generally takes place in the classroom, so the lack of understanding the real situation on the ground. Results of the study showed that for the values obtained in the pretest to the number of students in the experimental class 36 57.57 lower than the control class pretest score 58.24. After being given the treatment with different learning strategies in sample classes, namely the control class was taught with classroom learning strategies expository and experimental class taught by jigsaw cooperative learning strategy, learning outcomes postes values obtained for the class taught by 74.53 expository learning strategies and classroom taught by cooperative learning strategies jigsaw 78.68. That is, the learning outcomes of students with cooperative learning strategies jigsaw-type better improvement (23.11) compared with a class taught by expository strategy (16.29). Furthermore, to test the hypothesis, the value of n-gain first had normal distribution and homogeneous as a prerequisite for further testing. To test for normality and homogeneity, the price sig. ≥ α. With the price of α = 0.05. From the results obtained by normality test sig prices. for n-gain value, the price sig. low and high groups expository models and cooperative jigsaw was 0.51, 0.83, 0.66, 0.37. As for seeing homogeneity, the price sig. Value of 0.32. Statistical test result with independet sample test to test the ability of students beginning is the same, seen from the price sig. > Α. Where, sig, was 0.83 at the significant level α = 0.0 . Meanwhile, To test differences in student learning outcomes postes there are differences in student learning outcomes in both learning strategies. Seen from the price sig. <Α. Where, sig, was 0.04 at the significant level α = 0.0 . Means Ho is rejected and accept Ha. This means that there are differences in student learning outcomes of
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
the second sample with different learning strategies. That is, the learning outcomes of students with cooperative learning strategies jigsaw higher than expository teaching strategy. Students Who Have Low and Motivation Motivation Category Category High Through Learning Strategy. Description of the data obtained, the average value of the control class motivation experimental class 74.30 and 74.00. Wherein, the number of students for each sample group is 36 people for classroom control and 33 people for the experimental class. From the data will be obtained categorization low and high groups on each sample. Categorization is based on the average value of the two classes of samples, that is, if the value of the average motivation ≤ grade sample used as a low category group, and the rest is high category. For the category of low motivation control class numbered 17 people and 19 people with a high average value of 81.07. While the experimental class, lower class 17 people and 19 people high. To see whether there is influence of motivation, it is seen from the tests of between-subjects effects. Retrieved price sig. 0,000 at significant level α = 0.0 . Price sig. <Α, meaning that there is influence of motivation through learning strategies to improve student learning outcomes. While the Scheffe test also showed the influence of each group sample with high and low for the categorization motivation through learning strategies to improve student results in the subjects English Interaction between Cooperative Learning Strategies and Expository jigsaw type with Motivation In Improving Learning Outcomes The last test in this study was to look at the interaction between learning and motivation strategies applied in this study the learning outcomes of students. From the description of Antam data obtained, the number of students as a group sample with low category for the motivation of the 36 people, 17 people came from the low category motivation experimental group and 19 classes of grade control sample group. For a number of students to study samples motivation high category amounted to 33 people, as many as 16 people from the experimental class with motivation tnggi and 17 categories of class dick. Results of tests of between-subjects effects indicates that, the price sig. (models * group) 0,000 at significant level α = 0.0 . While the univariate GLM test showed that the price sig. (models * category) 0,000 at significant level α = 0.0 . Testing criteria is, if the price sig. ≥ α, concluded that there are interactions between motivation and learning strategies on student learning outcomes. Under the
169
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
terms of these tests, it was concluded there was an interaction between the type of cooperative learning strategies and expository jigsaw with motivation in improving student learning outcomes in the subjects of English. With this interaction, which means both learning strategy jigsaw cooperative learning strategy and expository applied to classes with high motivation and low categories have the same contribution in influencing the value of the results of students learning English. This means that although the type of jigsaw cooperative learning strategies better, does not mean that the strategy is not good expository. Because both provide role in influencing student learning outcomes. CONCLUTION The conclusions derived from the results of this research are; 1) There are differences of learning outcomes of students taught by cooperative learning strategies and learning strategies expository jigsaw. 2) There is a difference learning outcomes of students who have low motivation and motivation category higher category through learning strategies.
170
ISBN: 979-458-808-3
3) There is an interaction between the type of jigsaw cooperative learning strategy and kkspositori with motivation in improving student learning outcomes in the subjects of English students PGSD FIP UNIMED REFERENCES Arikunto, Suharsimi (1998). Managemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Purwanto 2007. Motivasi Belajar. Jakarta: Rineka cipta. Surakhmad (1986).Pengantar Interaksi Belajar Mengajar.Bandung: Tarsito. Suryabrata . 1990) Psikologi pendidikan. Jakarta : Rajawali Press. Purwanto, Ngalim. 1992. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya. Sardiman. 2004 Interaksi dan Motivsi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo. Tarigan, 1996.Henry Guntur. Menulis sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Santrock, W. 2007.Psikologi Pendidikan Jakarta: Salemba Humanika. Stanley. 1992. Evaluasi pengajaran.Jakarta : Rineka Cipta.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS Endang Junita Manik1, Pintor Simamora2 Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Medan
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil dan aktivitas belajar siswa pada materi listrik dinamis. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Pematangsiantar T.P. 2014/2015 yang terdiri dari 10 kelas, dengan cara cluster random sampling terpilih kelas X-5 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-6 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar dan lembar observasi aktivitas siswa. Berdasarkan uji beda nilai rata-rata pretes menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama. Setelah perlakuan, diperoleh nilai rata-rata postes kelas eksperimen dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT 74,49 dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional 69,05. Hasil pengujian menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Kemudian dilakukan pengujian hipotesis memberikan thitung (2,35) > ttabel (1,67), maka Ha diterima. Selanjutnya dari data observasi menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa dalam kelompok eksperimen termasuk dalam kategori aktif. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran NHT terhadap hasil dan aktivitas belajar siswa pada materi listrik dinamis. Kata Kunci : Model pembelajaran NHT, Hasil Belajar PENDAHULUAN Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu (berkualitas) bagi setiap warga negaranya. Terwujudnya pendidikan yang bermutu membutuhkan upaya yang terus-menerus untuk selalu meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya peningkatan kualitas pendidikan memerlukan upaya peningkatan kualitas pembelajaran (instructional quality) karena muara dari berbagai program pendidikan adalah terlaksananya program pembelajaran yang berkualitas. Oleh karena itu, usaha meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan tercapai tanpa adanya peningkatan kualitas pembelajaran (Hamdani, 2011: 295). Melalui proses pembelajaran diharapkan dapat tercapai tujuan pendidikan nasional. Untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, telah banyak usaha yang dilakukan diantaranya, dengan mengadakan perbaikan pengajaran disetiap bidang studi misalkan penyediaan sarana pembelajaran yang baik dan menarik, penyediaan buku pelajaran yang dananya bersumber dari dana bantuan operasional sekolah (BOS), peningkatan sumber daya manusia (SDM) seperti mengadakan sertifikasi guru. Menurut Rusman (2011: 93) Pendidikan adalah keahlian dasar yang akan mendukung kemampuan seorang guru dalam menjalankan tugasnya, artinya tinggi rendahnya motivasi seorang guru akan telihat dari upaya yang dilakukan dalam mengembangkan pendidikannya. Disamping itu, manusia memerlukan pendidikan karena anak manusia adalah makhluk yang sangat lemah dan mempunyai masa perkembangan
yang sangat panjang dibandingkan dengan masa perkembangan makhluk lainnya. Mata pelajaran fisika merupakan salah satu pelajaran yang kurang diminati siswa. Pada kenyataannya diketahui banyak siswa yang terlebih dahulu merasa kurang mampu dalam mempelajari fisika dan merasa bahwa fisika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan. Akibatnya hasil belajar fisika siswa relatif rendah. Selain faktor individu siswa tersebut pengajaran fisika yang disajikan kurang menarik sehingga mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar fisika. Padahal pada dasarnya, fisika adalah ilmu pengetahuan yang cukup menarik, apalagi didukung dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat dan perkembangannya pada saat ini menempatkan fisika menjadi salah satu mata pelajaran yang sangat penting. Ada banyak faktor yang membuat hasil belajar fisika siswa rendah, yang paling sering kita temui yaitu dalam pembelajaran guru cenderung menggunakan pembelajaran konvensional yang berpusat kepada guru (Teacher Center Learning). Sehingga dalam hal ini siswa hanya dijadikan sebagai objek pembelajaran saja dan disini siswa hanya bersifat pasif (penerima) pembelajaan dari guru tanpa mencari sumber lain yang nantinya membantu siswa dalam belajar. Faktor pendukung lainnya misalkan Faktor pertama yaitu motivasi dan minat belajar terhadap pelajaran fisika gampang menurun karena fisika dianggap pelajaran yang sulit. Faktor Kedua yaitu kurang maksimalnya waktu yang disediakan dalam pelajaran fisika membuat guru tidak mempunyai waktu untuk mengadakan pengayaan terhadap pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya. Faktor Ketiga yaitu ketersediaan sarana dan prasana 171
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
yang belum memadai untuk membantu proses pembelajaran fisika misalkan alat dan bahan praktikum di laboratorium. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan menerapkan model pembelajaran agar seluruh siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan siswa bukan lagi sebagai objek belajar melainkan sebagai subjek dalam pembelajaran (Children Center Learning). Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran koperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemapuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Model pembelajaran kooperatif terbagi dalam banyak jenis. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang ditawarkan oleh peneliti adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian quasi experiment. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester II SMA Negeri 1 Pematangsiantar yang berjumlah 10 kelas. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yang dipilih secara acak dengan teknik cluster random sampling, dan diperoleh dua kelas yaitu kelas X-5 sebagai kelas eksperimen (kelas yang menerapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together) terdiri dari 39 Siswa dan kelas X-6 sebagai kelas kontrol (kelas yang menerapkan model pembelajaran konvensional) terdiri dari 37 siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar siswa dan lember observasi aktivitas siswa. Tes hasil belajar siswa berjumlah dua puluh (20) soal dalam bentuk pilihan berganda dengan lima pilihan (option) yang terlebih dahulu sudah di validasi isi oleh para ahli. Sedangkan lembar observasi digunakan untuk mengamati aktivitas belajar siswa selama pelaksanaan pembelajaran. Observasi dilakukan oleh observer yang berjumlah dua orang. Desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel.1 Desain penelitian Two Group (Pretes dan Postes) Kelas Pre Tes Perlakuan Pos Tes Eksperimen T1 X T2 Kontrol T1 Y T2 Keterangan: T1 = Pemberian Tes awal (Pre Tes) T2 = Pemberian Tes akhir (Pos Tes) X = Perlakuan dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Y = Perlakuan dengan model pembelajaran konvensional
172
ISBN: 979-458-808-3
Dari hasil pretes yang diperoleh dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Kemudian dilakukan uji homogen untuk mengetahui apakah data bersifat homogen atau tidak. Setelah data berdistribusi normal dan juga homogen, maka dilakukan Uji t dua pihak (uji kemampuan awal/ pretes) yang digunakan untuk mengetahui kesamaan kemampuan awal siswa pada kedua kelompok sampel. Selanjutnya apabila kedua kelas sampel diketahui mempunyai kemampuan awal yang sama maka kedua sampel diberikan perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan kelas kontrol diberikan perlakuan dengan menggunaka model pembelajaran konvensional. Setelah diberikan perlakuan maka selanjutnya adalah kedua kelas diberikan postes. Untuk mengolah data pada postes sama seperti pada pretes dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogen. Setelah data berdistribusi normal dan juga homogen maka dilakukaan uji t satu pihak (uji kemampua akhir/ potes) yang digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif NHT lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada materi listrik dinamis. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian dilakuakan selama tiga kali pertemuan. Data hasil penelitian ini berupa hasil belajar siswa pretes dan postes dan juga observasi aktivitas belajar siswa. Pretes (Tes Awal) dilakukan sebelum pembelajaran dimulai yaitu sebelum siswa pada kelas eksperimen dan juga kelas kontrol diberikan perlakuan yang berbeda. Sedangkan postes (Tes Akhir) dilakukan setelah pembelajaran selesai dilakukan yaitu sesudah siswa pada kelas eksperimen dan juga kelas kontrol diberikan perlakuan yang berbeda yaitu siswa pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Lembar Observasi aktivitas siswa dilakukan hanya di kelas eksperimen saja dan dilakukan selama tiga kali pertemuan untuk melihat aktivitas siswa kelas eksperimen selam diberikan perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Adapun hasil penelitian ini adalah diperoleh bahwa nilai rata-rata pretes kelas eksperimen (sebelum diberi perlakuan dengan model kooperatif NHT) yaitu sebesar 34,62 dan nilai rata-rata pretes kelas kontrol (sebelum diberi perlakuan dengan pembelajaran konvensional) yaitu sebesar 32,30. Hasil pretes siswa pada kelas eksperimen da juga pada kelas kontrol tertera pada tabel 2 berikut ini.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tabel 2. Data Nilai Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Nilai Frekuensi Rata-rata Nilai Frekuensi Rata-rata 10 1 10 2 15 1 15 2 20 4 20 4 25 4 25 4 30 5 30 5 35 7 35 7 34,62 32,30 40 9 40 6 45 4 45 4 50 2 50 3 55 2
39
37
Untuk melihat secara rinci hasil pretes kedua kelas dapat dilihat pada gambar diagram batang berikut ini.
Untuk melihat secara rinci hasil postes kedua kelas dapat dilihat pada gambar diagram batang berikut ini.
Gambar 2. Diagram Batang Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol Perkembangan aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen diamati selama tiga kali pertemuan dan hasil perkembangan aktivitas siswa mengalami peningkatan dan untuk selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.
Gambar 1. Diagram Batang Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol Sedangkan setelah diberikan perlakuan yang berbeda dimana pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan pada kelas kontrol dengan pembelajaran Konvensional, diperoleh bahwa rata-rata postes kelas eksperimen sebesar 74,49 dan rata-rata postes kelas kontrol sebesar 69,05. Untuk selengkapnya, hasil pretes siswa tertera pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Data Nilai Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontro Kelas Eksperimen Kelas Kontrol RataNilai Frekuensi Nilai Frekuensi Rata-rata rata 55 3 50 2 60 2 55 3 65 5 60 5 70 5 65 6 75 8 70 7 74,49 69,05 80 7 75 6 85 5 80 4 90 4 85 4
39
37
Gambar 3. Diagram Batang Perkembangan Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen PEMBAHASAN Penelitian ini di awali dengan memberikan pretes kepada kedua kelas sampel dengan jumlah soal 20 dalam bentuk pilihan berganda dengan 5 option. Hasil perolehan nilai rata-rata pretes siswa dikelas eksperimen sebesar 34,62 dengan standar deviasi 10,66. Sedangkan di kelas kontrol diperoleh nilai ratarata pretes siswa sebesar 32,30 dengan standar deviasi 11,09. Dengan melakukan uji prasyarat diketahui bahwa data pretes berdistribusi normal dan juga homogen, maka selanjutnya digunakan uji t dua pihak dan didapatkan bahwa kemampuan awal siswa pada kedua kelas sama. Kemudian pada kedua kelas diberikan perlakuan yang berbeda yaitu pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pada kelas kontrol diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Setelah perlakuan diberikan, maka selanjutnya kedua kelas diberikan postes untuk melihat adanya pengaruh yang signifikan terhadap 173
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
hasil belajar siswa dan diperoleh bahwa nilai rata-rata postes sebesar 74,49 dengan standar deviasi 10,05. Sedangkan di kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata postes sebesar 69,05 dengan standar deviasi 9,92. Hasil uji t satu pihak dengan taraf signifikan = 0,05 diperoleh thitung = 2,35 dan ttabel = 1,67 maka thitung > ttabel yang berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan akibat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok listrik dinamis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dan setelah data dilakukan uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa pengaruh yang signifikan akibat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok listrik dinamis. Begitu pula setelah dilakukan observasi aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen diperoleh bahwa selama tiga kali pertemuan perkembangan aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen mengalami peningkatan. Saran Berdasarkan hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini, maka peneliti mempunyai beberapa saran diantaranya adalah kepada peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang model pembelajaran Kooperatif Tipe NHT disarankan agar terlebih dahulu menciptakan keakraban diantara siswa dan siswa serta antara siswa dan peneliti.bagi siswa/siswi yang nantinya dan juga kepada peneliti selanjutnya agar memperhatikan penggunaan waktu agar nantinya
174
ISBN: 979-458-808-3
waktu tidak terbuang dengan sia-sia dan juga agar nantinya semua sintaks pada model pembelajaran kooperatif NHT agar sempat dilakukan. Kemudian kepada guru yang nantinya menerapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, disarankan untuk lebih memahami dengan jelas tahap-tahap (Sintaks) model pembelajaran Kooperatif Tipe NHT agar aktivitas dan hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai. DAFTAR PUSTAKA [1] Arikunto, S (2002). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. PT Bumi Aksara, Jakarta. [2] Djamarah, S (2006). Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta, Jakarta. [3] Hamalik, O (2010). Proses Belajar Mengajar. PT Bumi Aksara, Jakarta. [4] Hamdani (2011). Strategi Belajar Mengajar. CV. Pustaka Setia, Bandung. [5] Rusman (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. [6] Rosdiana (2012). Pendidikan Suatu Pengantar. CV. Perdana Mulya Sarana, Medan. [7] Sanjana, W (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media, Jakarta. [8] Slameto (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta, Jakarta. [9] Sudjana (2005). Metode Statistika. Tarsito, Bandung. [10] Sudjana, N (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya, Bandung. [11] Trianto (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisti. Prestasi Pustaka, Jakarta.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
POLA ARGUMENTASI TOULMIN DALAM TRANSKRIP PEMECAHAN MASALAH PADA TOPIK KINEMATIKA Sondang R. Manurung Program Pendidikan Fisika Universtas Negeri Medan email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menemukan gambaran aspek-aspek yang diteliti yaitu level argumentasi siswa yang merepresentasikan frekuensi atau jumlah komponen argumentasi, kualitas argumentasi siswa secara lisan, dan respon siswa terhadap pembelajaran berbasis argumentasi yang problem solving. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk memberikan pola konstruksi argumentasi mahasiswa dalam mememecahkan masalah pada topik kinematika dalam Fisika. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan orientasi analisis komponen argumentasi dari setiap pernyataan dialog. Data penelitian berupa transkrip dialog mahasiswa. Teknik pengumpulan data menggunakan rekaman video pada dialog setiap kelompok dari dua kelompok mahasiswa untuk memecahkan masalah kinematika. Instrumen penelitian berupa sebuah soal essai kinematika dalam bentuk pemecahan masalah. Data transkrip dianalisis menurut muatan komponen argumentasi Toulmin Argumentation Pattern (TAP). Hasil analisis data ditemukan bahwa pola konstruksi argumen mahasiswa terindikasi dengan muatan aspek argumen Toulmin, yaitu pernyataan/tesis (claim/C), (2) alasan/bukti-bukti (ground/G), (3) pembenaran /kaidah-kaidah/prinsip-prinsip (warrant/W), (4) dukungan (backing/B), (5) Kualifikasi (qualifier/Q), dan (6) bantahan (rebuttal/R). Menurut aturan TAP, terdapat pola argumentasi kelompok 2lebih baik daripada kelompok 1. Katakunci: Pola agumentasi, Transkrip, Pemecahan masalah, Kinematika Abstract The purpose of this study is to find a description of the aspects of student arguments level representing the frequency or the number of components of the argument, the quality of students 'oral arguments, and the students' response to the argument based problem solving learning. This research is descriptive method to provide construction of students argument pattern in solving problems in kinematics topics in physics. To achieve these study purpose, the approach using by qualitative approach with the orientation of component analysis of each argument dialog statement . The research data in the form of the transcript of the student dialogue. Data collection techniques using by video recording on the dialog every group of two groups of students to solve the problem in kinematics. The research instrument is an essay about kinematics in problem solving. Transcript of data were analyzed according to the components of argumentation of Toulmin Argumentation Pattern (TAP). Results of the data analysis found that the pattern of student argument construction aspects is indicated by the charge Toulmin argument, (1) that statement / thesis (claim / C), (2) the data / (ground / G), (3) justification / norms / principles (warrant / W), (4) support (backing / B), (5) Qualification (qualifier / Q), and (6) rebuttal (rebuttal / R). According to TAP, argumentatio level of group 2 is better than group 2. Keywords: Argumentation pattern, transcript, Problem solving, Kinematics (Jumlah Makalah 8 halaman) Pendahuluan Pemecahan masalah adalah alat utama dalam pembelajaran sains di perguruan tinggi. Dalam beberapa dekade terakhir, komunitas riset telah memberikan perhatian besar untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sebagai bagian penting dari pengajaran dan pembelajaran fisika (Maloney, 1994). Hayes (1989) mendefinisikan proses pemecahan masalah sebagai berikut: Setiap kali ada kesenjangan di antara dimana Anda sekarang dan ke mana yang Anda inginkan, dan Anda tidak tahu bagaimana menemukan cara untuk menyeberangi kesenjangan tersebut berarti Anda memiliki masalah. Memecahkan masalah berarti mencari cara yang tepat untuk menyeberangi kesenjangan antara keadaan yang ada dengan tujuan yang tidak pasti. Penelitian tentang kemampuan pemecahan masalah sangat penting dilakukan, karena mempersiapkan mahasiswa
untuk belajar seumur hidup dalam mengubah pribadi dan dunia kerja (Manurung, 2013). Banyak penelitian telah menemukan bahwa mahasiswa yang telah lulus fisika dasar dengan metode tradisional mampu memecahkan masalah tanpa memahami konsepkonsep fisika yang merupakan dasar dalam masalah. (Maloney, 1994). Masalah ini dapat diatasi dengan pendekatan pedagogi pemecahan masalah. Siregar (1994) merumuskan pemecahan masalah berdasarkan pedagogi materi-subyek dan dipetakan di dalam skema pemecahan masalah (SPM) yang dirancang untuk mendeskripsikan strategi kognitif yang dilakukan oleh mahasiswa dalam memecahkan masalah dalam soal-soal fisika Line of reasoning (garis penalaran) dalam analisis kognitif merupakan hal yang penting untuk mencari perbedaan sistematis dalam penalaran mahasiswa. Skema pemecahan masalah memiliki dimensi sekuens dan 175
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
dimensi pemaduan. Langkah-langkah pemecahan masalah dalam kedua dimensi ini mengikuti aturan yang diberikan oleh Heller & Hollabaugh (1992). sebagai berikut: (a) Fokus masalah, (b) Deskripsi fisika, (c) Perencanaan pemecahan (d) Pelaksanaan pemecahan, (e) Evaluasi dan cek. Dimensi pemaduan memuat elemen-elemen konsep, teori atau prinsip yang memiliki kriteria kesesuaian terhadap langkahlangkah penyelesaian sebagai suatu prosedur pada langkah-langkah pada dimensi progresi (Heller et al 1992). Keterampilan argumentasi menjadi salah satu kompetensi yang dibutuhkan dewasa ini karena dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis (Roshayanti dan Rustaman, 2013). Siswa yang memiliki keterampilan argumentasi yang baik tentu memiliki keterampilan berpikir kritis yang baik pula. Selain dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis, juga terdapat peningkatan kinerja dan hasil belajar sains pada siswa yang menggunakan argumentasi dalam pembelajarannya (Hodson, 2003). Hubungan yang erat antara argumentasi dan sains menunjukkan bahwa argumentasi menjadi bagian yang penting dari pendidikan sains. Wellington dan Osborne (2001) menyatakan bahwa belajar untuk beralasan dalam sains melibatkan bagaimana membangun argumen yang menghubungkan bukti dengan ide dan teori. Argumentasi merupakan suatu proses membangun justifikasi dan komunikasi secara efektif kepada orang lain (Manurung, 2013). Menurut Toulmin (1958), setiap argummen terdiri dari klaim, aasan, untuk klaim dan waran yang menjamin langkah dari alasan ke klaim, ini merupakan argumen prinsip bentuk argumen yang paling sederhana. Nagel, (1961) dan McNeill& Pimentel (2010). mengatakan argumentasi adalah kegiatan tertulis atau lisan yang bertujuan untuk membenarkan atau membela sudut pandang untuk memperoleh suatu keputusan atau sikap. Argumentasi mengambil posisi penting yang berpusat pada peningkatan pembelajaran sains (Driver et al., 2000; Duschl & Osborne, 2002; Kuhn, 1993b) alam memecahkan masalah. Driver et a.l (2000). menyatakan argumentasi ilmiah terus dikembangkan dalam pendidikan sains mengingat era reformasi bidang pendidikan menekankan melek sains untuk semua . Hodson (2003), berpendapat bahwa seseorang hanya dapat dianggap melek sains jika mereka memiliki pemahaman otentik tentang apa sains, bagaimana fungsi sains, apa yang dilakukan saintis, dan bagaimana sains berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dalam menanggapi sosiokultural dan tekanan ekonomi. Driver et al (2000) dan Keraf (1982) menyatakan wacana argumentatif adalah tuturan yang memberikan dasar dengan contoh dan bukti yang kuat dan meyakinkan, sehingga orang akan terpengaruh dan membenarkan pendapat orang lain untuk menerima suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti mengenai objek yang diargumentasikan. Model Toulmin mudah dianalisis dan dievaluasi (Berland & McNeill, 2010. Argumentasi Toulmin
176
ISBN: 979-458-808-3
(1958) memiliki komponen-komponen berikut: (1) claim/C, (2) ground/G, (3) warrant/W, (4) backing/B, (5) qualifier/Q, dan (6) rebuttal/R. Pertanyaan Penelitian Adapun secara lebih rinci dari rumusan masalah tersebut dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimanakah jumlah komponen argumentasi dan level argumentasi mahasiswa pada transkrip dialog pemecahan masalah? Metode Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis komponen argumentasi dari setiap pernyataan dialog. Masalah yang dipecahkan secara dialog dan di transkrpsikan dari 2 kaset video dan transkrip. Instrumen penelitian adalah tes pemecahan masalah bentuk uraian. Tampilan soal kinematika yang didialogkan. Pada saat anda mengamat-amati pekerjaan seorang pemeran pengganti yang penuh bahaya (stuntman) pada gambar 1. Untuk suatu adegan yang mungkin terjadi, dimana sang pemeran pengganti harus meloncati atap gedung yang satu untuk mendarat di atap gedung lainnya, dimana selisih ketinggian ke gedung lainnya 4.8 m dengan jarak 6.2 m dan si pemeran pengganti tersebut mencoba berlari untuk meloncat dengan kecepatan 4.5 m/s. Anda bertanyatanya faktor apa saja yang dapat menjamin keselamatan pemeran pengganti tersebut dalam menjalankan tugasnya. Menurut pengamatan Anda, seorang pria dewasa umumnya dapat berlari dengan kecepatan 7 m/s (atau menempuh jarak 100 m dalam waktu sekitar 14 detik). Diagram soal ditunjukkan Gambar 2. (Dadaptasi dari Cohen et al, 1983) Silahkan diskusikan dan analisa didalam kelompokmu apakah pemeran pengganti tersebut bisa selamat sampai kegedung lainnya? Apabila tidak, apa saja yang menjamin keselamatan dari pemeran pengganti tersebut dan bagaimana?
Gambar 1. Stuntman meloncat dari bangunan 1 ke bangunan 2
ISBN: 979-458-808-3
Data penelitian berupa transkrip dialog mahasiswa. Teknik pengumpulan data menggunakan rekaman video pada dialog setiap kelompok dari dua kelompok mahasiswa untuk memecahkan masalah kinematika. Instrumen penelitian berupa sebuah soal kinematika. Data transkrip dianalisis menurut muatan komponen argumentasi TAP. Sampel penelitian ini adalah enam orang mahasiswa calon guru fisika yang dibagi menjadi dua kelompok. Instrumen penelitian berupa 1 soal kinematika bentuk uraian yang memerlukan diskusi verbal dalam memecahkannya yang dituangkan juga di atas kertas. Dialog argumentasi dalam penyelesaian masalah direkam dengan kamera dan data dialog dianalisis untuk mengetahui karakteristik mahasiswa berdasarkan pola argumentasi dan penalaran menyelesaikan masalah. Hasil Penelitian Dialog ini di dituangkan dalam bentuk transkrip. Hasil analisis transkrip, menunjukkan mahasiswa memunculkan Klaim dalam pernyataannya. Klaim didukung data, dan warrant yang menjelaskan hubungan klaim dengan data. Sebagai analisis awal, diplot "aliran" diskusi dari satu mahasiswa ke mahasiswa lain. Percakapan itu seperti permainan tenis dengan bola bergerak dari pemain yang satu ke pemain yang lain. Dari transkrip tampak kelompok mahasiswa membahas ide tunggal dalam jangka waktu singkat. Kelompok I terdiri dari 3 orang mahasiswa, yaitu: Rikki (R ), Sapta (S) dan Mersya (M). Sedangkan kelompok 2 terdiri dari 3 mahasiswa, yaitu: Hepy (H), Iwan (I), dan Sunda (S). Secara keseluruhan komponen argumentasi dari 2 transkrip percakapan 2 kelompok untuk memecahkan masalah kinematika dbuat dalam grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Keterangan: 5 = simbol untuk komponen argumentasi Data 4 = simbol untuk komponen argumentasi Klaim 3 = simbol untuk komponen argumentasi Warrant (Justifikasi) 2 = simbol untuk komponen argumentasi (Dukungan) 1 = simbol untuk komponen argumentasi (Penyanggahan)
Gambar 2. Grafik komponen agumentasi pada kedua kelompok Aliran diskusi kelompok 1 pada transkrip tidak langsung menunjukkan komponen argumentasi, percakapan pada aliran diskusi ditunjukkan di bawah ini:
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
M. Ini kan ada soal, kita perlu memecahkan masalah R. Baca soalnya semua, Membaca soal M. Kan ada yang ditanyakan, apa-apa saja yang dapat dilakukan untuk menjaga keselamatan orang tersebut. Menurut kalian diapain soal ini.(-Klaim, -Permintaan memecahkan masalah) R. Kalo menurut aku, lebih baik digambarkan diagramnya (Permintaan menggambar) M. Yah udah. Gambar gambar, Mendukung Berbeda dengan aliran diskusi kelompok 2 memiliki komponen argumentasi yang lebih bervariasi, mulai dari dialog sudah ada komponen argumentasi yang sesuai dengan aturan argumentasi dan pemecahan masalah dimulai dengan komponen data (simbol 5). Aliran dialog dapat dilihat seperti berikut Heppy: Soal menunjukkan saat stuntman pengganti yang melompat dari 2 lantai yang berbeda, kan? Iwan: Kalo bisa kita gambarkan saja dulu, coba kamu yang menggambarkan Hepy: Ini lantai I dan ini lantai II (sambil menggambar) Hepy: Kecepatan awal arah mendatar sebesar 4,5 m/s, jarak antara kedua gedung adalah 6,2 meter, selisih ketinggian kedua gedung sebesar 4,8 meter. Berbeda dengan kelompok 1, yang memulai dialog pemecahan masalah tanpa ada komponen argumen, sebagai berikut: Yang memintak pemecahan masalah (klaim) tanpa terebih dahulu mengemukakan data, seperti berikut: M. Kan ada yang ditanyakan, , apa-apa saja yang dapat dilakukan untuk menjaga keselamatan orang tersebut. Menurut kalian diapain soal ini. Untuk selanjutnya dapat dilihat dari grafik, dialog kelompok 1 sangat panjang tetapi kurang mengungkapkan komponen argumentasi. Sesuai dengan rubrik yang dinyatakan oleh Obsborne et al. (2004a) mendefinisikan lima tingkat argumen sebagai berikut: (a) Tingkat 1 argumen terdiri dari klaim sederhana versus klaim counter atau klaim versus klaim; (b) Tingkat 2 argumen terdiri dari klaim dengan data, warrant atau backing tetapi tidak ada rebuttal; (c) Tingkat 3 argumen terdiri dari serangkaian klaim dengan klaim counter dengan data, warrant atau backing dengan rebuttal lemah; (d) Tingkat 4 argumen terdiri dari klaim dengan rebuttal yang teridentifikasi dengan jelas. Sejenis argumen yang mempunyai beberapa klaim dan klaim counter secara baik tetapi tidak penting; (e) Tingkat 5 argumen terdiri dari komponen secara lengkap dengan rebuttal lebih dari satu. Sedangkan Sadler (2006) mendefinisikan kekuatan argumentasi pada: (a) Skor 0 deskripsi - Tidak ada justifikasi; (b) Skor 1 Deskripsi - Justifikasi tanpa ground; (c) Skor 2 Deskripsi Justifikasi dengan ground sederhana; (d) Skor 3 Deskripsi - Justifikasi dengan ground yang terperinci;
177
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
(e) Skor 4 Deskripsi - Justifikasi dengan ground yang terperinci dan posisi counter Pembahasan Dominan komponen justifikasi diikuti klaim dalam pernyataan seorang pembicara dan di awal percakapan penampilan data lebih sering, walaupun muncul di tengah-tengan perjalanan dan di akhir percakapan. Kelompok 2 menampilkan argumentasi lebih baik dari kelompok 1, seorang pembicara sudah menampilkan komponen data, justifikasi, dan klaim sekaligus, berbeda dengan kelompok 1 dimana setiap pernyataan yang disampaikan seorang pembicara masih mengandung satu dari tiga komponen ini. Demikian juga komponen yang lain seperti komponen sanggahan, dukungan, dan klarifier sudah ada dalam pernyataan percakapan kelompok 2 dibandingkan dengan kelompok 1. Demikian juga dengan pemecahan masalah tidak urut sesuai dengan urutan tahapan pemecahan masalah. Kelompok 2 menampilkan urutan pemecahan masalah lebih baik dibandingkan dengan kelompok 1. Berdasarkan kerangka kerja Sandoval (2003), menunjukkan kualitas argumentasi kelompok dianalisis pada katagori epistemik yang meliputi level aspek konseptual dan level aspek epistemik. Level aspek konseptual terdiri dari dua deskriptor yaitu bagaimanakah mahasiswa secara indivual mampu mengemukakan klaim kausal dengan kerangka kerja teoritik yang spesifik serta bagaimanakah mahasiswa secara individual mampu menjamin klaim dengan data yang tersedia. Sementara untuk level aspek Newton et al (1999) menyatakan bahwa epistemik terdiri dari tiga deskriptor yaitu bagaimanakah mahasiswa secara individual mampu mengutip data yang cukup untuk mendukung klaim, bagaimanakah mahasiswa secara individual mampu menuliskan suatu penjelasan yang logis tentang sebuah fenomena, dan bagaimakah mahasiswa secara individual mampu mempersatukan referensi yang tepat ketika mengembangkan data. Level kualitas argumentasi kelompok dikembangkan berdasarkan persentasi jumlah anggota kelompok yang telah memenuhi kriteria deskriptor yang telah di tetapkan. Hal tersebut dikarenakan level kualitas argumentasi siswa berada pada level 2 dari lima level yang ada. Level 2 menunjukkan argumentasi terdiri dari komponen argumen berupa claim dengan claim perlawanan yang disertai data, jaminan (warrant) atau dukungan (backing) tetapi tidak mengandung sanggahan (rebuttal). Hal tersebut berarti siswa mampu membangun argumen dengan menyajikan alasan dari claim/counter claim yang diutarakannya, namun siswa belum mampu membuat sanggahan dalam argumentasinya. Kesimpulan Namun demikian hampir sebagian besar mahasiswa kesulitan dalam berargumentasi khususnya pada saat diminta mengembangkan backing untuk mendukung warrant
178
ISBN: 979-458-808-3
sebagai penjamin klaimnya. hampir 50% mahasiswa dapat menuliskan komponen data dan klaim dalam argumen mereka. Sedangkan kemampuan argumentasi warrant belum begitu baik. Demikian juga dalam dukungan (backing) dan penyanggah (rebuttal) hampir tidak ada (Manurung, 2013). Dalam penelitian yang dilakukan (McNeill & Pimentel, 2010).menemukan mahasiswa memiliki kesulitan menemukan bukti yang dapat mendukung klaim yang ada dengan menggunakan prinsip ilmiah yang sesuai. Daftar Pustaka Berland, L. K., & McNeill, K. L. (2010). A learning progression for scientific argumentation: Understanding student work and designing supportive instructional contexts. Science Education, 94(5), 765–793. Cohen, R., Eylon, B. & Ganiel, U. (1983). Potential difference and current in simple electric circuits, American Journal of Physics, 51, 407 – 412 Driver, R., Newton, P., & Osborne, J. (2000). Establishing the Norms of Scientific Argumentation in Classrooms. Science Education, 84, 287-312. Duschl, R., & Osborne, J. (2002). Supporting and promoting argumentation discourse in science education. Studies in Science Education, 38, 39-72. Hayes, J.R. (1989). The complete problem solver. Philadelphia: Franklin Institute: Franklin Institute Press. Heller,P & Hollabaugh,M (1992).Teaching Problem Solving through Cooperative Grouping. Part 2: Designing Problems and Structuring Groups. American Association of Physics Teachers. 60(7).pp.637- 644 Heller, P., Keith, R., & Anderson, S. (1992). Teaching Problem Solving Throughs Cooperative Grouping. Part 1: Group versus Individual Problem solving. American Association of Physics Teachers. 60 (7), 627-636 Hodson, D (2003). Science education for an alternative future. International Journal of Science Education (2003) 25(6), 645- 670 Keraf, Gorys (2004). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia. Kuhn, D. (1993) Science as argument: Implications for teaching and learning scientific thinking.Science Education, 77, 319-338. Maloney, D. P. (1994). Research on problem solving: Physics. In D. L. Gabel (Ed.), Handbook of McNeill, K. L., & Pimentel, D. S. (2010). Scientific discourse in three urban classrooms: The role of the teacher in engaging high school students in argumentation. Science Education, 94(2), 203229.
ISBN: 979-458-808-3
Manurung, S.R. (2013). Pengembangan Pembelajaran Kinematika Melalui Hiperteks Berdasarkan Pedagogi Pemecahan Masalah Bermuatan Argumentasi Toulmin. Bandung: UPI Nagel, E. (1961). The structure of science: Problems in the logic of science education. New York, NY: Harcourt, Brace, & World, Inc. Newton, P., Driver, R., & Osborne, J. (1999). The place of argumentation in the pedagogy of school science. International Journal of Science Education, 21(5), 553-576. Osborne, J., Erduran, S., Simon, S. (2004). Ideas, evidence and argument in science (IDEAS) project.London: King’s College London. Roshayanti, F., Rustaman, N. Y., (2013). Pengembangan Asesmen Argumentatif untuk Meningkatkan Pola Wacana Argumentasi Mahasiswa Pada Konsep Fisiologi Manusia Bioma,. 2,( 1),
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Sadler, T. D. (2006). Promoting Discourse and Argumentation in Science Teacher Education. Journal of Science Teacher Education, 17(4), 323-346. Sandoval, W. A. (2003). Conceptual and epistemic aspects of students’ scientific e planations. Journal of theLearning Sciences, 12(1), 5–51. Siregar, N. (1994). Studi Peranan Variabel-variabel Kognitif dalam penerapan Strategi pemecahan Masalah untuk bidang-bidang Sudi IPA di Lingkungan IKIP. Laporan Penelitian: P4M Dikti. Toulmin, S., (1958) The Uses of Argument, Cambridge, UK: Cambridge University Press Wellington, J., & Osborne, J. (2001). Language and literacy in science education. Philadelphia, PA: Open University Press.
179
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
ANALISIS TINGKAT PRESTASI BELAJAR MAHASISWA YANG BEKERJA DILUAR JAM PERKULIAHAN DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIV. HKBP NOMMENSEN Muda Sakti Raja Sihite Staf Pengajar FKIP Universitas HKBP Nommensen,
[email protected] ABSTRAK Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi setiap peradaban yang ingin maju dan berkembang dari keterbelakangan. Dalam menghadapi era globalisasi dan tehknologi ini seharusnya mahasiswa menjadi manusia yang cerdas dan terampil. Untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak Indonesia maka pemerintah membuat program beasiswa yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, Namun tentu tidak semua mahasiswa mendapatkan beasiswa yang diinginkan. Sehingga menuntut mahasiswa untuk kreatif dalam mencari uang untuk biaya pendidikannya. Mereka menambah biaya perkuliahan mereka dengan cara bekerja di luar jam pelajaran, seperti mengajar di sekolah – sekolah lain, mengajar private, bekerja sebagai pelayan, penjaga toko dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan tingkat prestasi mahasiswa yang bekerja di luar perkuliahan di program studi pendidikan matematika FKIP Univ.HKBP Nommensen Medan. Jenis penelitian ini adalah eksperimen, yaitu penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat penelitian dilakukan berdasarkan kepada fakta yang tampak atau bagaimna adanya. Di samping penelitian ini bersifat analisis deskriptif analisis, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini di dominasi oleh pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan intensif baik perilaku ataupun pendekatan secara emosional, dan bukan melakukan pendekatan yang menggunakan rumus-rumus statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Prestasi Pada Mahasiswa yang Bekerja di Luar Jam Perkuliahan adalah baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil persentase indikator yang diamati yaitu wawancara, observasi serta angket. Semua indicator tersebut menunjukkan hasil yang positif atau Baik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat prestasi belajar mahasiswa yang bekerja diluar jam perkuliahan di program studi Pendidikan Matematika FKIP Univ. HKBP Nommensen Medan adalah Baik Kata Kunci : Prestasi Belajar, Mahasiswa yang bekerja diluar jam perkuliahan I. PENDAHULUAN Pendidikan adalah proses pembudayaan karakter atau kristalisasi nilai-nilai kehidupan manusia. Sebab hingga saat ini dunia pendidikan dipandang sebagai sarana yang efektif dalam berusaha melestarikan dan mewariskan nilai-nilai hidup. Kurikulum, pendekatan, metode, strategi dan model yang sesuai, fasilitas yang memadai dan sumber daya manusia yang professional adalah aspek yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan. Pendidikan juga merupakan suatu kebutuhan bagi setiap peradaban yang ingin maju dan berkembang dari keterbelakangan. Pendidikan merupakan usaha membimbing seseorang menjadi manusai yang lebih baik yakni dengan jalan mengembangkan potensi yang dimiliki manusia yang ada dalam dirinya. Dalam menghadapi era globalisasi dan tehknologi ini seharusnya mahasiswa menjadi manusia yang cerdas dan terampil. Jika pendidikan mengharapkan kualitas peserta didik yang mampu dan mau belajar sepanjang hidup, sesungguhnya sejak tahap pendidikan dasar peserta didik perlu sudah dilatih untuk bertanya, mengamati, menyelidiki, serta membaca untuk mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan baik yang diajukan oleh dosen maupun yang mereka ajukan sendiri. Pengetahuan yang disampaikan kepada 180
peserta didik juga bukan hanya dalam bentuk produk, tetapi juga dalam bentuk proses. Artinya, dalam proses belajar-mengajar, pengenalan, pemahaman, dan pelatihan metode atau cara kerja, beserta proses penalaran dibalik perolehan pengetahuan, merupakan hal yang penting pula untuk diajarkan. Untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak Indonesia maka pemerintah juga membuat program wajib belajar 9 tahun, pencairan dana BOS dan pemerintah juga telah membuka SMP yang diperuntukkan bagi anak-anak yang putus sekolah, namun belum dapat menampung semua untuk anakanak yang tidak memiliki ketidak mampuan dana dari orang tua. Tidak terkecuali bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan pendidikannya tentu juga akan mendapatkan beasiswa bagi pemerintah. Namun tentu tidak semua mahasiswa mendapatkan beasiswa yang diinginkan. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa zaman sekarang adalah zaman yang harus menuntut manusia untuk memiliki pendidikan yang baik dan dihalangi dengan adanya biaya untuk pendidikan itu sendiri. Sehingga menuntut mahasiswa untuk kreatif dalam mencari uang untuk biaya pendidikannya. Mereka menambah biaya perkuliahan mereka dengan cara bekerja di luar jam pelajaran, seperti mengajar di sekolah – sekolah lain, mengajar private, bekerja sebagai pelayan, penjaga toko dan lain-lain. Sementara beban Sistem Kredit Semester (SKS) selalu
ISBN: 979-458-808-3
menuntut untuk segara diselesaikan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa mereka bekerja hanya sekedar mengisi waktu luang, menyalurrkan bakat, atau alasan-alasan lainnya. Kasus – kasus seperti ini sering penulis jumpai di lingkungan kampus Universitas HKBP Nommensen Medan. Belajar di Perguruan Tinggi tentu berbeda dengan jenjang pendidikan lainnya seperti SD, SMP, SMA. Mahasiswa dituntut untuk belajar secara mandiri yang dapat kita lihat dalam aktivitas mahasiswa seperti pembuatan makalah pada setiap mata kuliah. Baik secara kelompok maupun secara pribadi. Makalah akan disajikan dan dipersentasikan kepada teman sebaya untuk di diskusikan, sementara dosen hanya sebagai pengamat dan pelurus jika diskusi menghadapi perbedaan pendapat. Bahkan dalam kegiatan perkuliahan dosen hanya menjelaskan secara garis besarnya saja terhadap materi yang diajarkan, sedangkan untuk mendalamkan materi mahasiswa dituntut untuk mencari materi dari bebrbagai literatur, baik itu di jam perkuliahan maupun diluar jam perkuliahan. Keadaan aktivitas belajar semakin memperjelas bahwa mahasiswa ialah masyarakat ilmiah. Dalam setiap aktivitas maupun cara berfikir dan mengeluarkan pendapat biasanya berdasarkan ilmu- ilmu yang mereka gali. Mahasiswa juga dituntut untuk tidak menerima informasi secara bulat-bulat begitu saja, akan tetapi mahasiswa harus mempunyai sikap skeptis (ragu-ragu) selanjutnya dengan cara berfikir lebih mendalam atau membuktikan berdasarkan pengamatan dan literatur yang dibaca lalu ia akan menyimpulkan informasi yang diterimanya itu. Mahasiswa tidak hanya dituntut untuk mampu belajar dan berprestasi dikampus, akan tetapi harus berprestasi diluar kampus. Mahasiswa harus dapat berbaur dan mengaplikasikan ilmunya di tengah tengah masyarakat. Dimana mahasiswa adalah angen of change yang diharapkan dapat membawa perubahan Bangsa. Untuk dapat menyelesaikan program pendidikannya maka mahasiswa harus mengikuti tahap Tri Dharma sebagai proses pendidikan. a. Pelaksanaan Pendidikan dan pengajaran Hal ini diwujudkan dalam tatap muka di kelas yang terjadi pada saat jam mata kuliah, kegiatan akademik, atau mengerjakan segala tugas- tugas perkuliahan baik di kampus ataupun dirumah. b. Kegiatan Penelitian Kegiatan ini lebih bersifat ilmiah dan melakukan penemuan baru ataupun menganalisis perubahanperubahan ilmu. Kegiatan ini biasanya terwujud dalam penbuatan skripsi, tesis, atau disertasi. c. Pengabdian Pada Masyarakat Hal ini sangat perlu dilakukan mahasiswa sebagai mengamalkan ilmu yang telah didapatnya. Dan biasanya terwujud dalam PPL ataupun Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
A.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa a. Faktor Internal: 1. Kesehatan Badan Mahasiswa yang memiliki badan yang sehat tentu akan mempengaruhi kreatifitas belajarnya. Sebaliknya maha siswa yang sakit akan mengakibatkan kelemahan fisik daya kreatifitas belajar. Sehingga rangsangan yang diterima melalaui indranya tidak akan diteruskan ke otak terlebih-lebih jika mengalami sakit yang dapat menggangu proses belajar-mengajar dalam janga waktu yang lam. Tentu saja mahasiswa tersebut akan ketinggalan pelajarannya, dan mempengaruhi prestasi belajar negative. 2. Kekurangan Gizi Bagi mahasiswa meskipun ia aktif dalam mengikuti perkuliahan, sering kali dari hasil belajarnya tidak membawa hasil yang memuaskan. Mahasiswa yang kurang mengkonsumsi makanan yang sehat tentu akan mempengaruhi proses belajarnya. Hal ini mengakibatkan penerimaan rang sangan pelajaran kurang, saraf otak tidak dapat bekerja secara optimal. 3. Postur Tubuh. Meskipun mahasiswa memiliki kesehatan badan yang prima, namun karena memiliki kecacatan tubuh dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Hal ini mungkin dikarenakan adanya rasa minder dan tidak percaya diri. 4. Intelegensi Intelegensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat didalam situasi yang baru.Mahasiswa yang memiliki tingkat intelegensi yang baik umumnya mudah belajar dan hasilnyapun cenderung baik. Begitu juga sebaliknya. sering terlihat anak yang intelegensi yang tinggi memiliki cara belajar yang cukup unik. Kadang mahasiswa yang sering mencatat apa yang telah dipaparkan oleh dosen dan temannya terkadang memiliki intelegensi yang biasa. Namun ada juga mahasiswa yang sangat jarang menulis tetapi memiliki tingkat hasil nbelajar yang memuaskan. Dosen cenderung menilai prestasi belajar mahasiswa melalaui kemampuan mahasiswa menangani dan menguraikan materi yang sedang diajarkan di kelas. 5. Bakat Bakat ialah suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan kemampuan akademik (ilmiah) dan keahlian (professional) dalam berbagai bidang kehidupan. Bakat adalah hal yang potensia yang dibawa oleh manusai sejak lahir. Bakat juga mempengaruhi prestasi belajar siswa. 6. Minat Minat adalah motif yang menunjukkan arah perhatian seseorang terhadap obyek yang menyenangkan dan sebagai bentuk khusus interaksi konkret antara seseorang dengan obyek. Aktivitas
181
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
merupakan pilihan yang teguh, mantap terhadap obyek, walaupun terdapat berbagai alternatif obyek yang dapat dipilih. Interaksi ini dinyatakan dalam bentuk kognitif, emosional, dan nilai-nilai yang bersifat subyektif. Minat adalah salah satu aspek tingkah laku afektif yang memiliki ciri-ciri seperti bersosialisasi dengan aktivitas, bersifat tetap dan terus menerus, mempunyai intensitas dan kecenderungannya untuk menerima atau menolak untuk melakukan suatu aktivitas. Menurut Reily dan Lewis minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sedangkan Woolfolk menjelaskan bahwa apabila seseorang menaruh perhatian pada suatu obyek yang disenanginya, maka orang tersebut cenderung berhubungan lebih aktif dengan obyek tersebut. Semakin dekat atau kuat hubungan tersebut, maka semakin besarlah minatnya. Baller dan Charles mengatakan bahwa minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa lebih menyukai sesuatu hal dari pada hal yang lainnya, dapat juga dimanifestasikan melalui partisipasi dalam bentuk suatu kegiatan. Minat seseorang tergantung pada perhatian, rasa ingin tahu, kebutuhan dan seleksi untuk memilih kegiatan yang disenanginya. Padahal minat merupakan elemen dalam keberhasilan seseorang. Jika seseorang berminat terhadap suatu mata pelajaran, sehingga seluruh perhatian, rasa ingin tahu dan kebutuhan pada suatu mata pelajaran akan semakin tinggi, maka akan semakin tinggi pula keberhasilannya dalam belajar. Minat siswa dalam belajar memiliki hubungan positif dengan hasil belajar suatu mata pelajaran. Semakin tinggi minat siswa dalam belajar maka semakin tinggi pula hasil belajarnya. Sebaliknya semakin rendah minat siswa dalam belajar, maka semakin rendah pula hasil belajarnya. Kemudian minat siswa dalam belajar dapat direalisasikan dalam suatu tindakan dengan meningkatkan berbagai dimensi minatnya dalam kegiatan belajar, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar yang tinggi. Demikian pula sebaliknya, hasil belajar akan menurun apabila siswa tidak dapat meningkatkan berbagai dimensi minat dalam kegiatan belajarnya. b. Faktor Eksternal 1. Keluarga ( orang tua) Orang tua merupakan pendidik pertama dan tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga tempat peletak dasar watak seseorang. Bahkan hingga dewasa faktor orang tua masih mempengaruhi keberhasilan belajar mahasiswa. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurangnya perhatian atau bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya orang tua, cara mendidik anak terhadap orang tua, semua itu mempengaruhi carabelajar mahasiswa.
182
ISBN: 979-458-808-3
2.
Kampus Beberapa arti dari pengertian kampus itu sendiri baik itu dari segi perbedaannya maupun pengertiannya. kampus merupakan sebuah lembaga yang didalamnya terdapat gedung-gedung dan orangorang yang memiliki pola pikir seorang yang berpendidikan. dengan bermacam-macam pola pikir yang disatukan dengan di sebut baik itu mahasiswa maupun juga dosen, dll. 3.
Masyarakat Masyarakat mempengaruhi keberhasilan mahasiswa. Bila sekitar tempat kita tinggal terdiri dari oran yang berpendidikan maka akan mendorong mahasiswa untuk lebih giat belajar. Seperti halnya masyarakat teman juga memiliki pengaruh yang sama terhadap keberhasilan mahasiswa menemouh pendidikannya. 4.
Prinsip Belajar Diperguruan Tinggi Pada pembelajaran dalam perguruan tinggi pada biasanya setiap dosen memulai kuliah selalu menyerahkan garis besar perkuliahannya kepada mahasiswa. Dalam garis besar ini sudah tercantum semua kegiatan yang akan dilaksanakan dalam kuliah itu selama satu semester. Dosen-dosen mengajar dengan banyak buku teks, tetapi tentu tidak semua isi buku di bahas oleh dosen-dosen tersebut. Diantaranya mahasiswa menggali sendiri ilmu yang ada pada buku. Mereka memakai bernagai metode cara belajar dengan bervariasi antara satu dosen dengan dosen yang lainnya. Tampak disini bahwa otoritas dosen sangat menonjol. Masing-masing dosen bebas mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perkuliahan, termasuk garis besar perkuliahan juga tidak sama antara dosen dengan dosen yang lainnya. Menurut pengamatan memang tidak ada dosen yang member bantuan khusus terhadap kesulitan belajar pada mahasiswanya, begitu pula tidak pernah ditemukan dosen melakukan perbaikan perilaku dan hubungan para mahasiswa, sebab perilaku mahasiswa dianggap kelihatan wajar. 2. METODE Metode yang digunakan adalah kualitatif, yaitu penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat penelitian dilakukan berdasarkan kepada fakta yang tampak atau bagaimna adanya. Di samping penelitian ini bersifat analisis deskriptif analisis, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini di dominasi oleh pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan intensif baik perilaku ataupun pendekatan secara emosional, dan bukan melakukan pendekatan yang menggunakan rumus-rumus statistik. Seluruh rangkaian dan cara kerja ataupun proses penelitian kualitatif ini berlangsung secara simultan (serentak) dilakukan dengan bentuk pengumpulan, pengolahan,
ISBN: 979-458-808-3
dan menginterprestasikan sejumlah data dan fakta yang ada dan selanjutnya disimpulkan dengan metode induktif. Setelah data primer diperoleh, maka dilakukan pengklasifikasian data, sehingga keakuratan data dapat diperiksa dan bila ada kesalahan dapat diperbaiki dengan jalan menjajaki kembali sumber datanya. Setelah proses pengklasifikasin data selesai dilaksanakan, maka proses selanjutnya pengolahan data yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Untuk data yang dilakukan melalui hasil penyebaran kuesioner maka akan dikelompokkan atau diklasifikan dengan kelompok atau unit analisis yang telah ditetapkan. 2. Untuk data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan penyederhanaan, yaitu dengan cara mengklasifikasikan wawancara ke dalam kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan unit analisis 3. Dalam melakukan penafsiran data dilakukan penyilangan-penyilangan antara unit analisis yang satu dengan yang lain, apakah data tersebut saling mendukung atau saling bertentangan dan ditarik kesimpulan. 4. Membandingkan data yang diperoleh ketika penelitian dengan diluar penelitian. Triangulasi metode yaitu pengecekan tingkat kepercayaan da keabsahan data dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yang berbeda atau pengecekan kepada beberapa sumber data dengan metode yang sama.Tringulasi penyidik maksudnya yaitu memamfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk mengecek kembali tingkat keabsahan data. Sedangkan Tringulasi teori ialah membandingkan berbagai pandangan teori tentang suatu fenomena sehingga data dapat digali lebih dalam, akurat, dan terpecaya. 3. Hasil dan Kesimpulan Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen jurusan Pendidikan Matematika. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini adalah semester genap tahun ajaran 2014/2015 .
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan pendidikan matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan yang terdiri dari tiga (3) stambuk (tingkatan) yaitu stambuk 2012, 2013 dan 2014. Peneliti mengambil 4 responden untuk setiap stambuk (tingkatan), maka jumlah responden dari seluruh responden adalah 12 (dua belas) orang. Metode yang digunakann dalam pengambilan sampel adalah dengan metode purposive sampling Peneliti telah mendapat gambaran tentang Tingkat Prestasi Mahasiswa yang Bekerja di Luar Jam Perkuliahan. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata Prestasi Pada Mahasiswa yang Bekerja di Luar Jam Perkuliahan adalah baik. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya prestasi belajar mahasiswa yang bekerja diluar jam perkuliahan. Dari data yang telah didapatkan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tingkat prestasi belajar mahasiswa yang bekerja diluar jam perkuliahan di program studi pendidikan matematika Universitas HKBP Nommensen Medan adalah Baik. DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi, Widodo Supriono, Psikologi Belajar, Jakarta, Rineka Cipta, 1991, Amri, Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013. Jakarta : Penerbit PT. Prestasi Pustakaraya. Arikunto S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara Atmadi, A. 2000. Transformasi Pendidika. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Basir Barthos, Perguruan Tinggi Swasta Di Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara 1992 Hadai Nawawi dan Mini Martini, Penelitian Terpadu , Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996. Lexy j. Moleng, Metode Penelitian Kualitatif , Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta,1991
183
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA YANG MEMILIKI SIKAP POSITIF DAN SIKAP NEGATIF TERHADAP MATEMATIKA Sinta Dameria Simanjuntak Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara
[email protected] Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah pemahaman matematis dan sikap siswa. Populasi penelitian adalah SMP N 4 Balige. Dengan tehnik sampling kelompok acak dua tingkat diperoleh dua kelas sebagai sampel. Pada setiap kelas diberi angket sebelum pembelajaran dimulai untuk mengukur sikap siswa terhadap matematika. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis yang terdiri dari 5 soal dan non tes yang berbentuk angket untuk mengukur sikap siswa terhadap matematika yang terdiri dari 42 butir pertanyaan. Tes pemahaman matematis diberikan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis. Sebelum tes dan non tes digunakan, terlebih dahulu dilakukan validasi dan uji coba. Hasil ujicoba menunjukkan tes pemahaman matematis dinyatakan valid dan realibel dengan validitas masing-masing soal 0,54; 0,73; 0,54; 0,83; 0,63 dan reabilitas 0,66. Angket dinyatakan valid dengan reabilitas 0,88. Analisis data yang digunakan adalah uji-t. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika dibandingakn dengan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika. Kemampuan pemahaman matematis siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika. Kata kunci: Pemahaman Matematis, Sikap PENDAHULUAN Sebuah tulisan yang terdapat pada Kompas 21 Januari 2010 menegaskan bahwa kemampuan matematika Indonesia belum mencapai standar yang baik. Pernyataan ini didasarkan atas penelitian yang dilaksanakan oleh Ahmad Muchlis pada tahun 2007. Ahmad Muchlis merupakan dosen Matematika ITB dan juga merupakan pembimbing Olimpiade Matematika Indonesia. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa pada tahun 2007 diperoleh sebanyak 52 persen siswa yang disurvei berada di kategori terendah atau lower quarter. Hal ini berarti sisanya tidak mencapai standar yang terendah sekalipun. Iwan Pranoto yaitu pakar matematika dari Institut Teknologi Bandung dalam Kompas 31 Januari 2011 juga mengungkapkankan jika dihitung dari skala 6 maka kemampuan matematika siswa Indonesia hanya berada di level kedua. Beliau juga menambahkan bahwa dalam faktanya presentase siswa Indonesia yang berada di bawah level ke dua sangat besar yaitu sekitar 76,6 % dan siswa yang berada pada level 5 dan 6 secara statistik tidak ada. Hal ini berarti menurut definisi level profisiensi matematika dari OECD, siswa di bawah level dua dianggap tidak akan mampu berfungsi efektif di kehidupan abad ke-21. Kemampuan matematis jika dikaitkan dengan daya matematis, dapat dikatakan bahwa dengan kemampuan matematis yang baik akan diperoleh daya matematis yang baik. Memiliki daya matematis yang baik adalah puncak dari pembelajaran matematika. Menurut Pinellas County Schools Division of Curriculum and Instruction Secondary Mathematics, daya matematis meliputi : (1) standard proses 184
(process standards) yaitu tujuan yang ingin dicapai dari proses pembelajaran. Standar proses meliputi, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berargumentasi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan membuat koneksi (connection) dan kemampuan representasi, (2) Ruang lingkup materi (content strands) adalah kompetensi dasar yang disyaratkan oleh kurikulum sesuai dengan tingkat pembelajaran siswa, (3) Kemampuan Matematis (Mathematical Abilities) adalah pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk dapat melakukan manipulasi matematika meliputi pemahaman konsep dan pengetahuan prosedural. Salah satu bagian dari daya matematis yang menjadi tuntutan TIMSS dan PISA adalah kemampuan pemahaman matematis. Dalam PISA kemampuan tersebut tercakup dalam penilaian komponen proses yang dirangkum dalam tujuh hal penting kemampuan proses yaitu (1) komunikasi; (2) matematising (mengubah masalah dunia nyata ke dalam masalah matematika; (3) representasi; (4) memberi alasan dan argumen, (5) menggunakan strategi memecahkan masalah, (6) kemampuan menggunakan simbol, dan (7) menggunakan alat-alat matematika. Dalam TIMSS kemampuan pemahaman matematis tercakup dalam domain penilaian kognitif yang mencakup pengetahuan, penerapan dan penalaran. Kemampuan pemahaman matematis yang dimaksud dalam penelitian ini yang bersesuaian dengan tuntutan PISA dan TIMSS adalah pemahaman matematis yang mengacu pada definisi Bloom yaitu pemahaman translasi (pengubahan), interpretasi (penyajian) dan ekstrapolasi (meramalkan
ISBN: 979-458-808-3
kecenderungan). Dengan melihat aspek penilaian yang ditetapkan oleh TIMMS dan PISA, maka kemampuan matematika siswa yang rendah tersebut juga mengacu pada kemampuan pemahaman matematis. Sikap positif siswa terhadap matematika adalah salah satu tujuan dari pendidikan matematika di Indonesia. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 (Depdiknas, 2006) tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika menyatakan bahwa tujuan nomor 5(lima) pelajaran matematika di sekolah adalah agar para siswa: “Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah”. Sikap dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak sesuatu konsep, kumpulan idea atau kelompok individu. Matematika dapat diartikan suatu konsep atau ide abstrak yang penalarannya dilakukan secara deduktif aksiomatik. Sehingga matematika tersebut dapat disikapi oleh siswa secara berbeda-beda dengan kemungkinan akan menerima atau menolak matematika itu sendiri. Sikap siswa terhadap matematika dapat berupa sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif adalah sikap yang dapat membantu siswa untuk menghargai mata pelajaran matematika dan membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri terhadap kemampuan dirinya. Sebaliknya sikap negatif adalah kebalikan dari sikap positif itu sendiri yaitu sikap yang tidak dapat membantu siswa untuk menghargai mata pelajaran matematika dan tidak dapat membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri terhadap kemampuan dirinya. Contoh sikap negatif siswa adalah adanya sebagian siswa tidak menyukai matematika. Penyebabnya di antaranya adalah persepsi umum tentang sulitnya matematika berdasar pendapat orang lain, pengalaman belajar di kelas yang diakibatkan proses pembelajaran yang kurang menarik hati siswa, pengalaman di kelas sebagai hasil perlakuan guru, persepsi yang terbentuk oleh kegagalan mempelajari matematika dan tidak mengetahui kegunaan matematika. Agar siswa dapat menerima pelajaran matematika perlu ditanamkan sikap positif siswa terhadap matematika. Untuk menumbuhkan sikap positif siswa terhadap matematika perlu diperhatikan bagaimana cara penyampaian matematika supaya menyenangkan, mudah dipahami, tidak menakutkan dan dapat dirasakan memiliki kegunaan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara menumbuhkan sikap positif tersebut adalah melalui pelaksanaan pembelajaran yang menyenangkan. Dengan demikian, sikap positif terhadap matematika yang dimiliki siswa tersebut secara otomatis akan memberi pengaruh terhadap meningkatnya kemampuan pemahaman matematis siswa.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Pemahaman matematis dan sikap adalah tujuan pendidikan matematika yang penting dalam pembelajaran matematika. Untuk mencapai hal tersebut, tidak lepas dari pemilihan model pembelajaran yang tepat yang dapat membantu siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri dimana guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga diharapkan akan timbul sikap positif siswa terhadap matematika. Sikap positif yang cenderung mengaibatkan adanya penerimaan dan sikap negatif yang cenderung mengakibatkan adanya penolakan akan mengakibatkan hasil belajar yang berbeda pada siswa. Berangkat dari latar belakang masalah dan alasan yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk meneliti tentang perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memiliki sikap positif dan sikap negatif terhadap matematika yang peneliti kemas dalam judul penelitian ”Perbedaan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa yang Memiliki Sikap Positif dan Sikap Negatif Terhadap Matematika”. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah penelitian kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas IX pada SMP N 4 Balige yang terdiri dari 18 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 592 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah IX-E dan IX-F. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sikap siswa dan variable terikat adalah kemampuan pemahaman matematis siswa. Penelitian ini melibatkan dua jenis instrumen, yaitu tes dan non-tes. Instrumen jenis tes melibatkan seperangkat tes pemahaman matematis untuk postest (soal berbentuk uraian), sedangkan instrumen dalam bentuk non tes melibatkan skala sikap siswa. Karena penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan pemahaman matematis siswa yang bersikap positif dan negatif maka penelitian ini menggunakan uji t. HASIL DAN PEMBAHASAN Hipotesis penelitian ini adalah pemahaman matematis siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika. Untuk menguji hipotesis ini digunakan uji t dengan terlebih dahulu mengelompokkan siswa kedalam kelompok siswa yang memiliki sikap positif dan sikap negatif. Kriteria pengelompokan siswa ke dalam kelompok siswa bersikap negatif dan kelompok siswa bersikap positif adalah berdasarkan median. Siswa dikatakan memiliki sikap negatif jika skor sikap lebih kecil dari median dan siswa dikatakan memiliki sikap positif jika skor sikap lebih besar dari median. Dalam menghitung nilai t hitung, ada dua macam pilihan rumus yang akan digunakan. Penggunaan rumus tersebut tergantung pada kesamaan jumlah kelompok sampel dan kesamaan varians. Dalam penelitian ini, jumlah siswa yang memiliki
185
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
sikap negatif sama dengan jumlah siswa yang memiliki sikap positif yaitu sama-sama berjumlah 33 orang. Selanjutnya akan diuji kenormalan data (syarat penggunaan statistik parametris) dan kehomogenan varians kelompok siswa bersikap positif dan kelompok siswa bersikap negatif. Pengujiannya adalah sebagai berikut. 1.
Uji Normalitas Statistik parametris bergerak atas asumsi bahwa setiap variabel yang akan dianalisis berdasarkan distribusi normal. Berikut adalah uji normalitas data sikap siswa yang bersikap positif dan bersikap negatif. Hipotesis uji normalitas untuk kelompok siswa bersikap positif adalah : H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal Kriteria pengambilan keputusan adalah, jika signifikansi yang diperoleh lebih besar dari α, maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sebaliknya, jika signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari α , maka sampel bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dari hasil SPSS diperoleh taraf signifikansi untuk uji normalitas kemampuan pemahaman matematis kelompok siswa bersikap positif adalah 0,200 dan 0,944. Kedua signifikansi tersebut adalah lebih besar dari 0,05. Sehingga dengan demikian H0 diterima yang artinya sampel diperoleh dari populasi yang berdistribusi normal. Hipotesis uji normalitas untuk kelompok siswa bersikap negatif adalah : H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal Dari hasil SPSS diperoleh taraf signifikansi untuk uji normalitas kemampuan pemahaman matematis kelompok siswa bersikap negatif adalah 0,200 dan 0,828. Kedua signifikansi tersebut adalah lebih besar dari 0,05. Sehingga dengan demikian H0 diterima yang artinya sampel diperoleh dari populasi yang berdistribusi normal. 2.
Uji Homogenitas Penggunaan uji t dapat dibedakan atas homogen atau tidaknya varians kelompok data yang diolah. Untuk itu, akan diuji apakah kelompok siswa bersikap positif dan kelompok siswa bersikap negatif memiliki varians yang homogen untuk kemampuan pemahaman matematis. Hasil SPSS terhadap pengujian dengan memperhatikan statistik Based on Mean diperoleh signifikansi 0,874 jauh melebihi 0,05. Dengan demikian data penelitian kelompok siswa bersikap positif dan kelompok siswa bersikap negatif adalah homogen.
186
ISBN: 979-458-808-3
Selanjutnya, akan diuji apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika. Hipotesisnya penelitiannya adalah : H0 : Kemampuan pemahaman matematis siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika H1 : Kemampuan pemahaman matematis siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika lebih buruk jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika. Hipotesis statistiknya: H0 : µ 1 ≥ µ 2 H1 : µ1< µ2 Untuk memperoleh t hitung, digunakan ouput SPSS tentang uji t dua rata-rata. Dari hasil SPSS diperoleh t hitung adalah 2,281. Nilai t tabel dengan dk = 33 + 33 – 2 = 64, α = % (uji satu pihak) adalah 1,658. Dalam penelitian ini, uji t yang digunakan adalah uji t pihak kiri. Kriteria pengujian, jika t hitung > t tabel maka Ho diterima. Dalam hal ini, 2,281 > 1,658. Jadi Ho diterima yang artinya kemampuan pemahaman matematis siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian yang menekankan pada kemampuan pemahaman matematis dengan mempertimbangkan sikap siswa, maka peneliti memperoleh kesimpulan pemahaman matematis siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika DAFTAR PUSTAKA [1] Ahmad, Defri. 2010. Kemampuan Matematis. (Online). (http://id.shvoong.com/exactsciences/1961504-kemampuan-matematis/, diakses 11 Januari 2011). [2] Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. [3] Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Teknik Analisis Butir Soal Intrumen Tes dan Non Tes dengan Manual, Kalkulator, Komputer. [4] Efendi, Ridwan. 2010. Kemampuan Fisika Siswa Indonesia Dalam TIMSS. (Online). (http://www.fi.itb.ac.id/~dede/Seminar%20HFI% 202010/CD%20Proceedings/Proceedings/FP%20 12.pdf, diakses 8 Januari 2011). [5] Hasanah, A. 2004. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui
ISBN: 979-458-808-3
Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. Bandung: Program Pasca Sarjana UPI Bandung. [6] Hayat, Bahrul dan Suhendra Yusuf. 2010. Mutu Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara. [7] Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika. (Online). (http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kema mpuan-pemahaman-matematis/, diakses 06 Maret 2011) [8] Isjoni, 2010. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Penerbit Alfabeta. [9] Jimbon. 2010. Pengajaran Matematika Salah Konsep. (Online). (http://edukasi.kompas.com/read/2010/01/21/070 34329/Pengajaran.Matematika.Salah.Konsep, diakses 15 Mei 2011). [10] Kadijevich, Djordje. 2008. TIMSS 2003: Relating Dimensions Of Mathematics Attitude To Mathematics Achievement : Serbia: Mathematical Institute of the Serbian Academy of Sciences and Arts. [11] Kusmana, Agus. 2010. Aspek-Aspek Pemahaman Konsep. (Online). (http://aguskusmanago.blogspot.com/2010/04/asp ek-aspek-pemahaman-konsep.html, diakses 6 Maret 2011). [12] Marzuki, Ahmad. 2006. Implementasi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. [13] Masduki, Ichwan dan Budi Utomo. 2007. Matematika IX untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. [14] _______. Mathematical Power For All Student K1. (Online). (http://fcit.usf.edu/fcat8m/resource/mathpowr/full power.pdf, diakses 15 Mei 2011). [15] Nicolaidou, Maria, George Philippou. 2003. Attitudes Towards Mathematics, Self-Efficacy and Achievement In Problem Solving, European Research In Mathematics Education III
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
[16] _______. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. (Onine). (http://s3.amazonaws.com/pptdownload/standarisi-111012132653phpapp02.ppt?response-contentdisposition=attachment&Signature=bvlaWGmr7d 3cKxDSPi9%2B%2BnX4REY%3D&Expires=13 38224480&AWSAccessKeyId=AKIAI6DXMW X6TBWAHQCQ, diakses 12 Desember 2009). [17] ______. Peringkat Indonesia di TIMSS. (Online). (http://jardiknas.kemdiknas.go.id/index.php?optio n=com_kunena&Itemid=437&func=view&catid= 31&id=1572, diakses 8 januari 2011). [18] Ruseffendi, H.E.T. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainny. Semarang : IKIP Semarang Press. [19] Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidika. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. [20] Shadiq, Fadjar. Bagaimana Cara Guru Memanfaatkan Faktor Sikap Dalam Pembelajaran Matematika. (Online). (http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/12/08afektif_limas_1.pdf, diakses 10 Juni 2011). [21] Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhiny. Jakarta : Rineka Cipta. [22] Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. [23] Sugiyono, D.R. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. [24] Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperime. Jakarta: Rineka Cipta. [25] Whardani, Sri dan Rumiati. 2011. Modul Matematika SMP Program Bermutu Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP : Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional. [26] Yudhi, 2010. Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika. (Online), (http://www.pembelajaranmatematika.tk/news/sik ap-positif-siswa-terhadap-matematika/, diakses 22 Mei 2011)
187
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
LEARNING INNOVATION THROUGH HIDDEN CURRICULUM DEVELOPMENT Mariana Simanjuntak1, Santi Manalu2 Del Institute of Technology Sitoluama Laguboti Toba Samosir 2 Del Institute of Technology Sitoluama Laguboti Toba Samosir 1
Email Correspondence:
[email protected];
[email protected];
[email protected] Abstract The hidden curriculum must be highly emphasized in teaching and learning activities both in formal and informal schools. Though the hidden curriculum is not written in syllabus, but it brings the great impact in the development of student character, human resources or graduates. The materials given through hidden curriculum encompass soft skill development, moral principles, communication, and personal development. Upon the completion of the study, the students are expected to behave appropriately, convey their ideas and communicate well, adjust with their surroundings, and build social relationships. The delivery using different approaches with the local culture perspectives is considered more spontaneous and relaxed when learning the messages conveyed through hidden curriculum. Therefore, the students are able to practice the life showing discipline, cultural values, and happiness. In addition, the students are able to lead themselves, conduct in groups, and possess high awareness and merit behavior in developing national character. . Keywords: Hidden Curriculum, Softs skills, Character I.
Introduction The essence of the school curriculum is as a guide, reference and design for teachers to implement the teaching and learning process so that students are able to master a specific field. There are two types hidden curriculum: formal written and spoken curriculum. The hidden curriculum is not recorded as a formal curriculum, but it exists implicitly in the vision and mission of a school in producing the professional, good character, culture-based, faith in God graduates. The hidden curriculum plays an important role in helping teachers or educators to build students’ character. Cubukcu (2012:1 2 ) stated that the character building aims to encourage students to do everything in the right ways that they are expected to become accustomed to do the right things with the right ways. The hidden curriculum itself is delivered during the teaching and learning process when the formal curriculum is applied so that both curricula are correlated each other. The success of learning materials written in a formal curriculum will be more effective when supported by a hidden curriculum. It emphasizes that each learning process contains values that can help students to identify and master their potentials in acquiring new knowledge, skills, and ways of thinking needed in their lives. The hidden curriculum provides the local culture values, the ability to evaluate the cultural components to be obeyed and developed. It also embeds and enhances students’ character.
II.
Hidden Curriculum The characteristic of the hidden curriculum is an implicit agreement (tacit agreement) in the school community either between teachers and school leaders or between teachers and students according to the 188
vision and mission of the school. Hidden curriculum denotes series of moral, local culture, faith in God, good habits, motivation of learning, wisdom and honesty values. Its curriculum delivery should be proactively implemented in every school in producing the graduates who have good character and uphold the moral values of the nation. According to Cubukcu (2012: 1528), practically, the hidden curriculum teaches students about the ideas of doing something good. It is called hidden curriculum because it is not formally written in the school curriculum. The examples are how to encourage students to greet others, respect their parents, love others, maintain public properties, obey the traffic rules, uphold moral values according to the teachings of each religion, act wisely, etc. Phillip Jackson in (Margolis, 1997: 5) stated that the hidden curriculum emphasizes learning on specific skills, implementing the jobs well, teamwork skills, building loyalty, time management, maintaining cleanliness, teaching loyalty to the teachers, parents, leaders and moral living. Lawrence Kohlberg is one of the important figures emphasizing the importance of moral education in schools. One of the main school goals is to produce moral students. According to Kohlberg, a formal curriculum alone is not enough, but it is more effective to put a hidden curriculum in every learning process so that the curriculum objectives can be attained significantly (Yuksel, 2005:330). It is in line with the opinion of Ahoa (2000: 3) and (Rabah 2012: 237) stated that the hidden curriculum is stressing not only on moral values, but also the process of delivering them. This is to say, it is not to attain “the results” but also “process” towards the expected outcomes. For example, everything can be performed because of the influence of teachers, principals, administrative staff, technical support staff
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
and students. It can influence through how to communicate, how to dress, how to behave. The teacher habits such as attending on time when classroom teaching, preparation of teaching materials, methods of delivery and explanation, friendly greetings are the models of a hidden curriculum that build students’ character.
Teacher Integration with Hidden Curriculum A teacher should have minimal 10 characters to be able to educate and build character. A teacher should [1] possess contagious enthusiasm, [2] have creativity in developing students’ interest, [3] have a sense of humor, [4] give students the opportunity to develop, [5] encourage their students to be better than their teacher, [6 ] have good personality, [7] communicate with structurally correct sentences, [8] Give students the opportunity to ask questions and discussion in the classroom, [9] treat students equally,[10] control himself without putting personal affairs in the classroom (Miller, 2002: 3537). The hidden curriculum has an ethical dimension (Norberg, 2010:328). Ethical aspect dealing with the moral responsibility of students as a social community encourages others to act in accordance with good morality. Hidden curriculum provides a framework values in society. Thus, a teacher is able to demonstrate the moral principles and implement them in the classroom so that students are habitual to do moral-based activities. Efforts using the hidden curriculum are implemented through the values of local wisdom that either teachers or students implement the value of togetherness and nationality. Sibarani (2013:7) defines that the local wisdom is the community's wisdom or deriving from the local genius Lofty value of cultural tradition in order to manage the community's social order or social life. The local wisdom is the value of local culture, having been applied to wisely manage the community's social order and social life. One of the efforts to build character by transforming the values of local wisdom is a tradition of cooperation and justice known in Bataknese culture as “dalihan na tolu”. In this tradition law, everyone has a particular role and responsibility in rotation. The value of this local wisdom is to be developed at the schools through hidden curriculum. It is expected, local culture and wisdom can be explored, recognized, then practiced and preserved.
III. Implementation of Hidden Curriculum in the Process of Learning in Schools Initially, to perform a hidden curriculum, all stakeholders in the school must have the same agreement and vision in pursuing students who are not only smart (hard skills), but also have moral character and wisdom (soft skills). The stages of building soft skills for students are explained as follows: 1. Receiving (listening and receiving): students actively receive verbal and non-verbal information from teachers. 2. Responding (respond): students not only know but also accept and respond actively. 3. Valuing (adding value): students are able build perception and belief related to the value accepted, believe it, and have an inner relationship with it. 4. Organization: students are able to classify and regulate the value system accepted to be built as their behaviors, and they are able distinguish the right and incorrect things. 5. Characterization: students are able to determine the appropriate behaviors based on their beliefs. These stages are the results of the hidden curriculum development that the students are able to create, participate in understanding values of morality generally, prepare themselves practically and psychically in social, political, local culture awareness (Prodan & Nitulescu, 2013: 353). Hidden curriculum should be implemented continuously, repeatedly to avoid ambiguous understanding (Sostrin & Jesse, 2014: 44). The hidden curriculum conveyed implicitly will create an atmosphere of "habit" acting on the provisions "properness" and “advice” in any places and times. Good habits adhere inherently throughout life. Tabel-1: Hidden Curriculum Implementation in Schools No 1.
2.
Hidden Curriculum Teachers and Stakeholders Delivery teaching materials before classes begin Deliver support materials Deliver teaching materials clearly and effectively, set the proper intonation Practice how to listen and respond well Demonstrate the effective presentation
Learning Innovation
3.
The ability to understand the economic crisis, social and cultural aspects Analytical skills for making decisions, solving problems related to ethics The ability to practice learning to know which means learning to learn;
Sofskills Students
The ability to use technology The ability to discuss and conclude well The ability to communicate Individuals who have different cultural backgrounds Communication skills The ability to use non-oral skills
The ability to communicate well
The ability to practice ethical behavior and responsibility to society
Ethics, moral, and professionalism
Understand learning orientation (process and result), not only smart but
Learning to learn
189
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
No
Hidden Curriculum learning to do; learning to be; learning to live together
4.
The ability to convey the objectives The ability to persuade others The ability to do public speaking The ability to do good body language The ability to look at the opponents
5.
Possess integrity Demonstrate the consistency of actions, principles, morals, law Care wholeheartedly Possess the value of integrity Have commitment
Learning Innovation also wise. Give awareness and the ability to learn how to learn Understand the ultimate goal of learning Being able to cooperate and coordinate Being proficient when dealing with others Proficiently listen to others Accept the meanings of the symbol messages easily Being creative Being Innovative
Sofskills
Interpersonal skill
Integrity Caring
Moral Nationality Social Intelligence Local Wisdom
Practice the importance of culture and customs
Love local and national cultures Respect other cultures/diversity
7.
The ability to identify and analyze problems difficult situations and do justification The ability to expand and improve thinking skills such as explaining, analyzing, and evaluating the discussion. The ability to get ideas and find alternative solutions
· ·
The ability to think globally The ability to draw evidence-based conclusions The ability to accept and give responsibility The ability to understand someone and accommodate to a varied work environment
The ability to build relationships, interact, and work effectively with others The ability to understand and act as a leader and team The ability to understand, respect attitudes, perspectives, and others’ beliefs The ability to manage the relevant information from various sources The ability to accept new ideas
·
The ability to identify job opportunities
8.
· · ·
9.
· ·
10. ·
· ·
·
Possess the theory of basic leadership knowledge The ability to lead in a team
problem
·
Working in a team
·
The ability to develop the desire to investigate and search knowledge
·
Long life education and information management
·
The ability to propose business opportunities The ability to build, explore, and seek business and job opportunities The ability to do entrepreneurship
·
Entrepreneurship skills
The ability to understand be the alternative leaders and followers The ability to supervise team members
·
Leadership skills
·
· 11. ·
Thinking and solving skills
The ability to contribute towards planning and coordinate with team Being responsible for team decisions
·
· ·
LEARNING INNOVATION AND CHARACTER DEVELOPMENT THROUGH HIDDEN CURRICULUM 1. CHARACTER IS DEVELOPED FROM THE STAGE “KNOWING”, “DOING/ACTING” AND HABITS EITHER IN SCHOOL ACTIVITIES OR OTHER ACTIVITIES OUTSIDE OF SCHOOL. The focus of character development is to build the potential of students as the holistic individual. The integrity can be identified through the knowledge mastery implemented cooperatively through hidden curriculum. In addition, it can be identified implicitly through daily attitudes. The focus
190
Possess the integrity values Understand the moral values generally The ability to lead
6.
IV.
ISBN: 979-458-808-3
of learning is to create an atmosphere of learning and the learning process so students are actively developing their potentials in the lifetime. Character development goal: to ensure that every student is able to identify and implement the values of soft skills and make them as the part of a holistic and comprehensive individual “being”. It is in line with Abdul Gani in Moertjipto (1995:5-6), the purpose of character building is to produce the leaders who possess the characters like: a sun that illuminates; a moon that has a calm attitude; a star that glows, acts as a source of morality and high culture; a cloud that creates obedience and respect the laws; as an earth that has solid foundation.
ISBN: 979-458-808-3
Character building can work effectively if the hidden curriculum is aligned with the class activities. The e amples of teachers’ roles putting hidden curriculum in school includes being a role model, creative in activities, mentoring students, goodness habituation, being active in students’ activities (student center learning). These roles need to be supported by the Principal, teachers, students, stakeholders, and society. The support can be seen through the cooperation among all stakeholders, learning together, and emphasizing process for excellent achievement. The strategies of learning innovation development through the hidden curriculum are all stakeholders have self-awareness, care to the development of the moral values, soft skills and maintain them in their lives, have working spirit, commitment, and academic skills, professionalism, positive teachers’ attitudes to students, stability of desire and goal. The principles of learning innovation implementation through hidden curriculum are sustainability, consistency, habituation, comfortable atmosphere. V. Conclusion and Recommendation Learning innovation and character development are the concrete manifestation of the hidden curriculum. Applying hidden curriculum can enhance the growth of soft skill implementation habits on each individual that develops furthermore into the local and national habits. The strong national character will determine the development of a nation. VI. REFERENCE [1] Ahola, Sakari (2000).Hidden Curriculum in Higher Education. Paper presented at the Innovations in Higher Education 2000 conference. [2] Cubukcu, Zühal (2012). The Effect of Hidden Curriculum on Character Education Process of
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Primary School Students. Educational Sciences: Theory & Practice – 12 (2) [Supplementary Special Issue]. Pp. 1526-1534 [3] Margolis, Eric (1997). The Hidden Curriculum in Higher Education. Routledge New York and London. [4] Miller, Patricia ((2002). Ten Characteristics of a Good Teacher. English Teaching Forum. Volume 25, No. 1. Pp. 35-38. [5] Moertjipto (1995). Jumenengan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Yogyakarta: PT Restu Prima Grafika [6] Norberg, Katarina (2010). The ethical dimensions of curriculum leadership in Scandinavian countries. Journal of Educational Administration. Vol. 48 No. 3. Pp. 327-336. [7] Rabah, Imam (2012). The Influence of Assessment in Constructing a Hidden Curriculum in Higher Education: Can Self and Peer Assessment Bridge the Gap between the Formal and the Hidden Curriculum?. International Journal of Humanities and Social Science. Vol. 2 No. 11; Pp. 236-242. [8] Prodan, Gianina Cătălina & Nitulescu, Lavinia Maria (2013). Implications of Social, Economic and Political Organization in Contemporary Education. Fascicola II. Studii Economice. Pp. 350-355. [9] Sibarani, Robert (2013). Peran Sumber Daya Kebudayaan Dalam Pendidikan Kebudayaan. Disampaikan dalam makalah kongres kebudayaan di Yogyakarta. [10] Sostrin & Jesse (2014). 'Intelligent' L&D'.Training Journal. Pp. 44-47 [11] Yuksel, Sedat (2005). Kohlberg and Hidden Curriculum in Moral Education: An Opportunity for Students’ Acquisition of Moral Values in the New Turkish Primary Education Curriculum Educational Sciences: Theory & Practice 5 (2), November 2005, Pp. 329-338.
191
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA Asister F. Siagian FKIP Universitas HKBP Nommensen
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan: Untuk mengetahui apakah ada perbedaan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran konvensional terhadap terhadap keterampilan proses sains siswa. Sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random sampling sebanyak dua kelas, dimana kelas pertama sebagai kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas kedua sebagai kelas kontrol diterapkan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini insrumen tes keterampilan proses sains dalam bentuk uraian sebanyak 9 soal yang telah dinyatakan valid dan reliabel. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Ada pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran konvensional terhadap keterampilan proses sains siswa, Keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih baik dari pembelajaran konvensional. Kata Kunci : Inkuiri terbimbing dan keterampilan proses sains. PENDAHULUAN Fisika merupakan ilmu universal dan merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi. Pembelajaran fisika diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk memahami fisika secara ilmiah. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang merupakan hasil pengalaman langsung dari suatu gejala alam, membahas fenomena yang terjadi pada masalahmasalah nyata yang ada di alam, sehingga pembelajaran fisika bukan hanya penguasaan berupa fakta, konsep dan prinsip tetapi juga suatu proses penemuan sistematis yang harus ditempuh siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Dalam proses pembelajaran fisika harus menekankan kepada siswa sebagai insan yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang, dan siswa terlibat secara aktif dalam pencarian dan pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui belajar fisika, siswa mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan proses sains, berpikir sistematis, logis dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan atau penyelesaian dari suatu permasalahan fisika yang dihadapi. Berdasarkan uraian di atas, keterampilan proses sains merupakan dua kompetensi yang harus dimiliki siswa sebagai standar yang harus dikembangkan. Agar terjadi pengkontruksian pengetahuan secara bermakna, guru haruslah melatih siswa agar lebih terampil dan dalam menganalisis maupun dalam memecahkan suatu permasalahan. Siswa yang memiliki keterampilan proses sains adalah siswa yang mampu mengamati, mengajukan pertanyaan, merumuskan masalah, memprediksi, menemukan pola dan hubungan, berkomunikasi secara efektif, merencanakan dan melakukan penyelidikan, mengukur dan menghitung.. Siswa yang memiliki keterampilan proses sains akan lebih terampil 192
menolong dirinya atau orang lain dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Fisika juga adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan metode ilmiah dalam prosesnya. Dengan demikian maka proses pembelajaran fisika bukan hanya memahami konsep-konsep fisika semata, melainkan juga mengajar siswa berpikir konstruktif melalui fisika sebagai keterampilan proses sains, sehingga pemahaman siswa terhadap hakikat fisika menjadi utuh, baik sebagai proses maupun sebagai produk. Keterampilan proses sains perlu untuk siswa karena siswa perlu menyelidiki fenomena alam melalui eksperimen, dimana dalam hal ini, siswa akan mengamati, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan, berkomunikasi secara efektif, merencanakan dan melakukan penyelidikan serta mengukur. Gage (astuti dkk, 2003) mengungkapkan bahwa dalam mengembangkan keterampilan proses sains anak harus dibuat kreatif, ia akan mampu mempelajari IPA ditingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang singkat. Kenyataan yang dapat dilihat dalam dunia pendidikan yang sedang berjalan pada saat ini bahwa keterampilan proses sains siswa masih rendah. Dimana guru hanya menekankan kepada hapalan terhadap rumus fisika dan siswa tidak pernah dilibatkan dalam melakukan eksperimen. Inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia terutama dalam mata pelajaran fisika. Kenyataan yang mengatakan bahwa “mutu pendidikan Indonesia terutama dalam mata pelajaran fisika masih rendah”. Adapun data yang mendukung hal tersebut adalah data The Trends in Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS) menyebutkan siswa Indonesia hanya mampu menjawab konsep dasar atau hapalan dan tidak mampu menjawab soal yang memerlukan nalar dan analisis. Untuk bidang
ISBN: 979-458-808-3
sains Tahun 2003 Indonesia menempati peringkat 37 dari 46 negara dan tahun 2007 Indonesia menempati peringkat 35 dari 49 negara (Efendi, 2010). Rendahnya hasil belajar fisika didukung dengan hasil observasi yang dilakukan di SMA Swasta Kartika Pematangsiantar, pembelajaran yang digunakan oleh guru fisika selama ini cenderung menggunakan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru dengan urutan ceramah, tanya jawab dan penugasan menyebabkan pembelajaran kurang bermakna. Berdasarkan studi dokumentasi di sekolah tersebut menunjukkan nilai rata-rata ujian siswa baik semester ganjil maupun genap untuk mata pelajaran fisika masih rendah. Berdasarkan Daftar Kumpulan Nilai (DKN) T.P. 2013/2014 siswa kelas X untuk semester I yaitu 60,64 dan untuk semester II yaitu 61,67 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) disekolah tersebut adalah 65. Rendahnya hasil belajar fisika antara lain diukur dari rendahnya keterampilan proses sains. Padahal keterampilan proses sains sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar khususnya keterampilan proses sains, salah satunya adalah dalam proses belajar mengajar, guru mengajarkan konsep melalui kegiatan yang kurang berpusat pada siswa. Siswa tidak dilibatkan secara aktif sehingga kurang memberikan kesempatan untuk mengembangkan proses berpikirnya. Selain itu pembelajaran fisika belum bermakna, bersusun dan tidak menekankan pada keterampilan fisika siswa masih rendah. Hal tersebut juga merupakan salah satu yang menyebabkan isi pembelajaran fisika dianggap sebagai hapalan, sehingga siswa tidak memiliki keterampilan proses sains. Siswa yang belajar dengan hapalan tingkat kebermaknaannya akan rendah. Hakikat Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan keseluruhan dari keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep, prinsip, atau teori untuk mengembangkan konsep yang sudah ada sebelumnya, maupun untuk memberikan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Dengan kata lain dua aspek penting dari sains adalah proses sains dan produk sains. Keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan proses sains perlu dimiliki peserta didik demi mengembangkan pengetahuannya dalam pendidikan sehingga ilmu yang dimiliki bermakna. Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Pengetahuan tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip hanya dapat diperoleh siswa bila ia memiliki kemampuan-kemampuan dasar tertentu yaitu keterampilan proses sains yang dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains. Keterampilanketerampilan proses sains itu ialah mengamati, mengkomunikasikan, mengklasifikasikan, mengukur, menyimpulkan, dan memprediksi (Dewi, 2009). Semiawan & dkk (1996) mengemukakan empat alasan yang melandasi perlunya diterapkan keterampilan proses sains dalam proses belajar dan pembelajaran bagi siswa adalah sebagai berikut: a. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari sekian mata pelajaran, karena waktunya tidak akan cukup. b. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis lebih mudah memahami konsep, apalagi yang sulit, bila disertai dengan contoh-contoh kongkrit, dialami sendiri, sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau aktivitas, baik fisik maupun mental. c. Ilmu pengetahuan boleh dikatakan bersifat relatif, artinya, suatu kebenaran teori pada suatu saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan situasi. Suatu teori bisa gugur bila ditemukan teori-teori yang lebih baru dan lebih jitu. Jadi, suatu teori masih dapat dipertanyakan dan diperbaiki. Oleh karena itu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai sikap ilmiah. Wajar kiranya kalau anak-anak atau siswa sejak dini sudah ditanamkan dalam dirinya sikap ilmiah dan sikap kritis ini. Dengan menggunakan keterampilan proses, maksud tersebut untuk saat ini pantas diterima. d. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang utuh artinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. Jadi, pengembangan pengetahuan dan sikap harus menyatu. Dengan keterampilan memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan sikap dan mental. Menurut Harlen & Elstgeest (1993) menyatakan bahwa KPS adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan berhasil menemukan sesuatu yang baru. Komponen yang digabungkan yaitu mendesain dan membuat digabungkan menjadi merencanakan dan melakukan penyelidikan, karena dalam merencanakan dan melakukan ada beberapa indikator yang sama dalam merencanakan dan melakukan penyelidikan. Komponen-komponen keterampilan proses sains dalam penelitian ini adalah: (a) mengamati (observasi), (b) mengajukan pertanyaan, (c)
193
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
merumuskan hipotesis, (d) memprediksi, (e) menemukan pola hubungan, (f) berkomunikasi dengan efektif, (g) merencanakan dan melakukan penyelidikan, dan (h) mengukur serta menghitung. Hal lain yang merupakan salah satu faktor kekurang-tertarikan peserta didik adalah suasana kelas yang pasif serta sebagian peserta didik terlanjur menganggap bahwa fisika adalah pelajaran yang sulit sehingga kecenderungan kelas menjadi tegang, karena itulah diperlukan guru yang aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran juga model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains. Maka dengan disahkannya kurikulum yang berlaku pada saat ini, diperlukan model pembelajaran yang dapat menunjang tercapainya visi kurikulum. Salah satu model yang ditenggarai efektif meningkatkan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Menurut Trowbrige & Bybee (1990) “inkuiri terbimbing adalah proses menemukan dan menyelidiki masalah-masalah, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen, mengumpulkan data dan menarik kesimpulan data serta menarik kesimpulan tentang hasil masalah. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Tujuan utama model inkuiri adalah mengembangkan keterampilan intelektual, berfikir kritis, dan keterampilan proses sains. Sintaks model pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan pada penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Eggen & Kauchak (Muhfaroyin, 2009), meliputi: (1) penyajian masalah, (2) pengumpulan dan verivikasi data, (3) pengumpulan data melalui eksperimen, (4) perumusan dan pengolahan data dan (5) analisis proses inkuiri. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMA Swasta Kartika Pematangsiantar, pada semester genap bulan Maret Tahun Pelajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester II SMA Swasta Kartika Pematangsiantar yang berjumlah empat kelas. Masing-masing kelas terdiri dari 38 siswa dengan total populasi berjumlah 152 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Swasta Kartika Pematangsiantar kelas X dengan metode pengambilan sampel adalah metode random (probability sampling). Jenis penelitian quasi eksperimen dengan two group pretes-postes design Sampel terdiri dari dua kelas, yaitu kelas X-2 sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional dan kelas X-1 sebagai kelas eksperimen dengan pembelajaran inkuiri terbimbing.
194
ISBN: 979-458-808-3
.Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes keterampilan proses sains bentuk tes uraian. Adapun indikator bentuk soal tes untuk melihat keterampilan proses sains siswa pada aspek keterampilan mengamati, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan, berkomunikasi secara efektif, merencanakan dan melakukan penyelidikan serta mengukur dan menghitung. HASIL DAN PEMBAHASAN Pretes Keterampilan Proses Sains Deskripsi data yang disajikan dalam penelitian ini terdiri dari nilai keterampilan proses sains kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pada tahapan penelitian ini diberikan pretes untuk melihat kemampuan awal dalam kedua kelas sama dengan melakukan uji t. Kesamaan kemampuan awal dari kedua sampel perlu dilihat terlebih dahulu agar saat kedua kelas diberi perlakuan (treatment) dapat diperoleh perbedaan hasil belajar yang signifikan dari kemampuan awal yang sama. Adapun data pretes keterampilan proses sains kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat dalam Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Pretes Keterampilan Proses Sains Kelas Kontrol dan Eksperimen Sebagai uji prasyarat sebelum uji t dilakukan uji normalitas untuk mengetahui kedua kelas berdistribusi secara normal dengan menggunakan SPSS 16.0. Uji normalitas hasil belajar ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Uji Normalitas Pretes Keterampilan Proses Sains No
Kelas
Lhitung
Sig.
Ltabel
Ket.
1
Kontrol
0,123
0,158
0,174
Normal
2
Eksperimen
0,111
0,200
0,181
Normal
Kelas kontrol diperoleh nilai Lhitung sebesar 0,123 dan signifikansi sebesar 0,158 (Ltabel = 0,1 4, α = 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa Lhitung < Ltabel dan signifikansi lebih besar dari 0,05, maka data pada kelas kontrol adalah berdistribusi normal.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Uji kesamaan varians dan rata-rata nilai pretes dilakukan dengan test of homogenety of variance menggunakan SPSS 16.0. Hasil pengujian dapat ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Uji Homogenitas Pretes Keterampilan Proses Sains Uji Homogenitas Fhitung
Ftabel
Sig Keterangan
Berdasarkan rerata 0.232
1.90 0.631 Homogen
Hasil pengujian memperlihatkan nilai Fhitung untuk pretes keterampilan proses sains 0,232 dengan signifikansi 0,631 (Ftabel= 1,90, α= 0,0 ). Berdasarkan hasil tersebut Fhitung < F tabel dan signifikan hitung lebih besar dibandingkan α=0,0 sehingga dapat disimpulkan data pretes hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen memiliki varians yang sama atau homogen. Uji normalitas dan uji homogenitas dari kedua kelas sampel dibutuhkan sebagai uji prasyarat untuk melakukan uji kesamaan pretes keterampilan proses sains (uji t). Karena data kedua kelas normal dan homogen maka dapat dilakukan uji kesamaan pretes dari kedua kelas sampel. Uji kesamaan varians dan rata-rata nilai pretes dilakukan dengan uji t dengan menggunakan SPSS 16.0. Hasil pengujian dapat ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Uji Kesamaan Pretes Keterampilan Proses Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Uji Kesamaan Pretes thitung ttabel Sig Keterangan 1.6 0,79 Tidak Uji t 0,371 7 6 berbeda Berdasarkan pengujian kesamaan kemampuan awal dengan hasil thitung -0,371 dan signifikansi sebesar 0,796 (ttabel = 1,6 , α=0,0 ). Hasil ini menunjukkan bahwa -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel dan nilai signifikansi lebih besar dibandingkan 0,05. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pretes keterampilan proses sains di kelas eksperimen dengan kelas kontrol atau dengan kata lain kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama. Postes Keterampilan Proses Sains Deskripsi data yang disajikan dalam penelitian ini terdiri dari nilai keterampilan proses sains kelas eksperimen diajarkan dengan pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas kontrol diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Diberikan tes untuk melihat apakah terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains siswa. Adapun data postes keterampilan proses sains kelas kelas konvensional dan inkuiri terbimbing dapat ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Postes Keterampilan Proses Sains Kelas konvensional dan Inkuiri Terbimbing Analisis perbedaan dilakukan dengan membandingkan rata-rata keterampilan proses sains kedua kelas. Analisis tiap item indikator keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model konvensional dan inkuiri terbimbing dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis Indikator Keterampilan Proses Sains N Indikator Keterampilan Konvens Inkuiri o Proses Sains ional terbimbing 1 Mengamati
6,45
7,79
2 Mengajukan pertanyaan
5,97
7,92
3 Merumuskan hipotesis
6,32
7,82
4 Memprediksi
6,84
6,97
5 Menemukan pola hubungan Berkomunikasi secara 6 efektif Merencanakan dan 7 melakukan penyelidikan
7,00
7,74
6,37
7,92
6,97
8,73
8 Mengukur dan menghitung
6,79
7,50
Analisis keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model konvensional dan inkuiri terbimbing dapat dilihat dari Gambar 5.
Gambar 5. Analisis Indikator Keterampilan Proses Sains Gambar 5 menunjukan analisis perbedaan indikator keterampilan berpikir kritis. Siswa yang diajarkan dengan model inkuiri terbimbing memperoleh rata-rata yang lebih baik pada semua
195
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
indikator keterampilan proses sains dibanding siswa yang diajarkan dengan model konvensional. Hipotesis Keterampilan Proses Sains Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan uji hipotesis satu pihak menggunakan uji t dengan bantuan software SPSS 16.0. Sebelum melakukan uji t dilakukan uji prasyarat (uji normalitas dan homogenitas) terhadap data postes keterampilan proses sains. Uji normalitas untuk mengetahui kedua kelas berdistribusi secara normal dengan menggunakan SPSS 16.0 uji normalitas hasil belajar ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Normalitas Postes Keterampilan Proses Sains No
Kelas
Lhitung
Sig. Ltabel
Ket.
1
Konvensional
0,121
0,173 0,174 Normal
2 Inkuiri Terbimbing 0,111
0,200 0,181 Normal
Kelas konvensional diperoleh nilai Lhitung sebesar 0,121 dan signifikansi sebesar 0,173 (Ltabel = 0,1 4, α = 0,0 ). Hasil ini menunjukkan bahwa Lhitung< Ltabel dan signifikansi lebih besar dari 0,05, maka data pada kelas konvensional adalah berdistribusi normal. Uji kesamaan varians dan rata-rata nilai postes dilakukan dengan test of homogenety of variance menggunakan SPSS 16.0. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Uji Homogenitas Postes Keterampilan Proses Sains Uji Homogenitas Fhitung Ftabel Berdasarkan rerata 0.805
Sig Keterangan
1.90 0.373 Homogen
ISBN: 979-458-808-3
Tabel 7. Uji Hipotesis Postes Keterampilan Proses Sains kelas Konvensional dan Inkuiri Terbimbing Uji Kesamaan thitun ttabe Pretes Sig Keterangan g l 9,27 1.6 0,0 Signifikan Uji t 0 7 0 berbeda Berdasarkan pengujian hipotesis keterampilan proses sains dengan hasil t hitung 9,270 dan signifikansi sebesar 0,00 (ttabel = 1,6 , α = 0,0 ). Hasil ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel dan nilai signifikansi lebih kecil dibandingkan 0,05. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa ada perbedaan postes keterampilan proses sains di kelas inkuiri terbimbing dengan kelas konvensional dengan hasil keterampilan proses sains kelas inkuiri terbimbing lebih baik dari kelas konvensional dengan kata lain diperoleh bahwa ada pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran konvensional terhadap keterampilan proses sains siswa, Peningkatan keterampilan proses sains dilakukan perhitungan nilai peningkatan rata-rata atau N-gain kelas inkuiri terbimbing dan konvensional. Berdasarkan perhitungan nilai N-gain kelas inkuiri terbimbing diperoleh peningkatan sebesar 0,704 pada kategori sedang, pada kelas konvensional diperoleh peningkatan sebesar 0,660 pada kategori sedang. Hasil perhitungan N-gain ditunjukan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Perhitungan N-gain Keterampilan Proses Sains N N-gain Keterampilan Keteran o Model Proses Sains gan Inkuiri 1 Terbimbing 0,704 Tinggi 2 Konvensional
Hasil pengujian memperlihatkan nilai Fhitung untuk pretes keterampilan proses sains 0,805 dengan signifikansi 0,373 (Ftabel= 1,90, α= 0,0 ). Berdasarkan hasil tersebut Fhitung < F tabel dan signifikan hitung lebih besar dibandingkan α= 0,0 sehingga dapat disimpulkan data postes keterampilan proses sains kelas konvensional dan kelas inkuiri terbimbing memiliki varians yang sama atau homogen. Uji normalitas dan uji homogenitas dari kedua kelas sampel dibutuhkan sebagai uji prasyarat untuk melakukan pengujian hipotesis postes keterampilan proses sains (uji t satu pihak). Karena data kedua kelas normal dan homogen maka dapat dilakukan uji tpostes keterampilan proses sains dari kedua kelas sampel. Pengujian hipotesis postes keterampilan proses sains dilakukan dengan uji t sampel bebas menggunakan spss 16.0. Hasil pengujian dapat ditunjukkan pada Tabel 7.
196
0,660
Sedang
Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Konvensional Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Pembelajaran model inkuiri terbimbing siswa diajak untuk aktif mencari pengetahuannya sendiri. Siswa dilatih untuk menemukan fenomena-fenomena fisika dari proses yang dirancang oleh guru. Peran guru sebagai motivator terlihat jelas saat guru mengajak siswa untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah. Sebagai vasilitator guru memberi ruang kepada siswa melakukan percobaan dan pengumpulan data, guru memberi ruang kepada siswa melakukan tanya jawab dan memberi kesempatan siswa memaparkan hasil diskusinya. Pada setiap percobaan siswa memperoleh kecakapan dalam menggunakan alat ukur listrik. Serangkaian kegiatan psikomotorik yang dilakukan siswa dengan semangat dan mampu membangun struktur kognitif dalam memori jangka panjang.
ISBN: 979-458-808-3
Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada siswa untuk dipecahkan. Tugas-tugas berikutnya dari guru adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam pemecahan masalah. Dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing, penyajian masalah diawali dengan penjelasan suatu peristiwa yang penuh teka-teki sehingga secara individu akan termotivasi menyelesaikan teka-teki tersebut. Dalam kondisi demikian siswa merasa termotivasi dan guru akan membimbing siswa melakukan suatu pencarian dan penyelidikan secara disiplin. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat lebih membiasakan siswa untuk membuktikan suatu materi pelajaran, membuktikan dengan melakukan penyelidikan sendiri oleh siswa yang dibimbing oleh guru. Penyelidikan dapat dilakukan oleh siswa baik didalam ruangan seperti dilaboratorium maupun dilapangan terbuka kemudian hasil penyelidikan dianalisis oleh para siswa menggunakan buku-buku referensi yang mendukung tentang materi yang diselidiki. Dengan menggunakan model inkuiri terbimbing ini pengembangan ranah kognitif siswa lebih terarah dan dalam kehidupan sehari-hari dapat diaplikasikan secara motorik. Keterampilan yang diperoleh melalui serangkaian proses sains membuat siswa aktif membangun pengetahuannya. Keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan pembelajaran inkuiri terbimbing, keterampilan proses sains siswa dibangun sedemikian hingga memcapai tingkat yang optimum. Berbeda halnya dengan model konvensional yang mengedepankan proses latihan kepada siswa. Pengetahuan diajarkan dengan dengan cara melatih siswa, kecenderungan siswa dituntut menghafal pengetahuan yang diberikan guru. Serangkaian kegiatan dilakukan secara instruksional tanpa memberi kesempatan siswa mencari sendiri pengetahuanya. Serangkaian kegiatan instruksional ini mengkondisikan pada situasi kelas yang diam, tanpa aktivitas siswa, tanpa kegiatan tanya jawab, siswa hanya memperhatikan penjelasan guru. Kegiatan siswa yang pasif tersebut berdampak kepada lemahnya penyerapan pengetahuan oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh tidak bertahan lama dalam memori siswa, sehingga keterampilan proses sain siswa pun menjadi rendah. Keterampilan proses sain siswa yang diajarkan dengan model inkuiri terbimbing menunjukan hasil yang baik. Siswa mampu menjawab tes hasil belajar pada semua indikator keterampilan
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
proses sain dengan baik. Jika dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Konvensional yang memperoleh hasil belajar yang lebih rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan proses sain antara siswa yang diajarkan dengan model inkuiri terbimbingdan model konvensional. Dimana keterampilan proses sain siswa yang diajarkan dengan mode inkuiri terbimbing lebih baik dari keterampilan proses sain siswa yang diajarkan dengan model konvensional. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan pada kelas eksperimen berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkanketerampilan proses sains dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelas kontrol. DAFTAR PUSTAKA Astuti, R. (2012). Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Menggunakan Metode Eksperimen Bebas Termodifikasi dan Eksperimen Terbimbing Ditinjau dari Sikap Ilmiah dan Motivasi Belajar Siswa. Jurnal Inkuiri. 1: 52-73. Efendi. (2010). Mengapa Prestasi Indonesia Redup di Olimpiade Fisika. Kompas: Jakarta Harlen & Elstgeest, J. (1993). UNESCO Source Book For Science Teaching in The Primary School. New Delhi: NBT Muhfahroyin. (2009). Pengaruh Strategi Pembelajaran Integrasi STAD dengan TPS dan Kemampuan Akademik Terhadap Hasil Belajar Kognitif Biologi, Kemampuan Berpikir Kritis, dan Keterampilan Proses Sains SMA di Kota Metro. Disertasi PPS Universitas Negeri Malang. Semiawan, C. (1996). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT. Gramedia. Trowbrige & Bybee. (1990). Becoming a secondary school Science Teacher Ohio : Merrill Publishing Company.
197
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PEMBELAJARAN DENGAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK EKSPLORASI KESULITAN BELAJAR, MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA Betty Marisi Turnip dan Mariati Purnama Simanjuntak Universitas Negeri Medan
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kesulitan belajar fisika yang dialami mahasiswa serta pengaruh model inkuiri terbimbing terhadap hasil belajar dan pemecahan masalah pada pokok bahasan Kinematika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi-eksperimen dengan pretest-posttest control group design. Instrumen untuk mengeksplorasi kesulitan belajar menggunakan angket dengan 40 pernyataan. Instrumen tes hasil belajar berbentuk pilihan berganda berjumlah 55 item dengan lima option. Instrumen tes pemecahan masalah berbentuk uraian berjumlah 16 item yang sudah divalidasi oleh ahli. Adapun hasil penelitian ini masih pada tahap pengembangan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan instrumen yang mengeksplorasi kesulitan belajar, mengukur hasil belajar dalam ranah kognisi dan pemecahan masalah. Kata kunci: model pembelajaran inkuiri terbimbing, eksplorasi kesulitan belajar, hasil belajar dan pemecahan masalah PENDAHULUAN Fisika sebagai salah satu bagian dari sains dan teknologi merupakan ilmu yang mempelajari alam serta interaksinya. Ilmu fisika memegang peranan yang sangat luas dalam perkembangan teknologi. Fisika sebagai bagian dari sains mencakup proses dan produk. Proses-proses pada pembelajaran sains memungkinkan pengembangan kompetensikompetensi yang bersifat hands-on dan minds-on pada diri peserta didik, seperti penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip alam, penguasaan konsep-konsep dan kemampuan pemecahan masalah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) prodi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Medan (Unimed) sebagai lembaga penghasil guru Sekolah Menengah dan Menengah Atas telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan calon guru fisika. Upaya yang telah dilaksanakan oleh FMIPA Unimed antara lain; (1) peningkatan jumlah dan jenis peralatan laboratorium, (2) pengembangan kurikulum dan (3) peningkatan kualitas dosen dan teknisi/laboran. FMIPA Unimed juga membenahi kurikulumnya. Matakuliah dikembangkan berdasarkan kompetensi kependidikan. Fisika Umum termasuk salah satu matakuliah yang diwajibkan kepada seluruh mahasiswa FMIPA Unimed. Mata kuliah Fisika Umum diFMIPA Prodi Fisika diberikan selama dua semester, yaitu Fisika Umum 1 dan Fisika Umum 2. Fisika Umum sebagai syarat dasar untuk mengikuti matakuliah fisika lanjut. Setelah mengikuti perkuliahan Fisika Umum diharapkan mahasiswa dapat menguasai konsep fisika dan mampu menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Namun demikian, upaya yang telah dilakukan tersebut belum menunjukkan hasil yang maksimum. Hal ini ditunjukkan oleh hasil observasi terhadap pelaksanaan perkuliahan Fisika Umum di program studi Pendidikan Fisika adalah 198
hasil belajar mahasiswa masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai mahasiswa dalam matakuliah Fisika Umun adalah C (70 – 79). Berdasarkan hasil observasi, rendahnya hasil belajar mahasiswa disebabkan beberapa hal, antara lain: (1) Kuliah Fisika Umum dilaksanakan secara teori di kelas secara konvensional dimana metode ceramah yang lebih dominan di samping tanya jawab dan pemberian tugas. (2) Proses pembelajaran fisika lebih menekankan penyelesaian soal-soal yang lebih menekankan rumus matematis bukan permasalaha yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari. (3) Praktikum Fisika Umum dilaksanakan di laboratorium untuk pengujian teori (verifikasi) dengan menggunakan petunjuk praktikum. (4) Sulitnya mahasiswa belajar fisika. Hasil belajar mahasiswa rendah karena mahasiswa kurang dibekali dengan kemampuankemampuan yang diperlukan untuk dapat menguasai dan menerapkan konsep fisika seperti: kemampuan memecahkan masalah, keterampilan berpikir dan bernalar. Kurangnya pembekalan kemampuankemampuan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran Fisika Umum yang lebih dominan menggunakan metode ceramah yang berupa penjelasan teori, penjabaran rumus-rumus dengan bantuan operasi matematik dan penyelesaian soal-soal berbentuk perhitungan sehingga mahasiswa yang lemah matematika akan semakin sulit belajar fisika. Berdasarkan hasil wawancara, dosen mengakui bahwa metode mengajar tradisional dalam kuliah fisika gagal untuk menanamkan pemahaman konsep yang mendalam dari materi kuliah. Akibatnya mahasiswa tidak mempunyai keterampilan yang diperlukan dalam memecahkan masalah terutama yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menguasai konsep fisika dan pemecahan masalah,
ISBN: 979-458-808-3
perlu dilaksanakan pembelajaran yang dapat membekali mahasiswa dengan kemampuankemampuan yang diperlukan dalam menguasai dan menerapkan konsep fisika. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) berbasis penyelidikan melalui eksperimen. Model pembelajaran ini menitik-beratkan pada proses kerja dengan menggunakan metode penyelidikan, pemecahan masalah, demontrasi, dan eksperimen. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing, konsep ditemukan melalui kegiatan penyelidikan melalui eksperimen. Model inkuiri terbimbing adalah suatu desain pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya dosen/guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada peserta didiknya (Kuhlthau, et all, 2012 dan 2007). Implementasi model pembelajaran ini diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk berpikir sendiri, berdiskusi dan menganalisis dalam tahap-tahap penyajian masalah, mengumpulkan data, melaksanakan eksperimen, mengorganisir data dan merumuskan penjelasan sehingga dapat menemukan konsep berdasarkan data dan memecahkan masalah. Dengan menerapkan model inkuiri terbimbing memungkinkan mahasiswa untuk berusaha memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga mereka lebih aktif dan lebih membantu dalam memahami konsep fisika lebih mendalam sehingga mencapai hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah yang lebih baik (Panasan & Nuangchalerm, 2010). Penerapan model inkuiri terbimbing juga diharapkan dapat mengatasi kesulitan belajar mahasiswa (Nuangchalerm & Thammasena, 2009 dan Wijayanti, dkk., 2010). Kesulitan belajar adalah halhal yang dapat mengakibatkan kegagalan atau setidaktidaknya menjadi gangguan yang bisa menghambat kemajuan belajar (Aro & Aheren, 2011 dan Hamalik, 1990). Menurut Aro & Aheren (2011) yang termasuk dalam kesulitan belajar adalah dalam hal menulis, memahami bacaan, menerapkan rumus matematis, memecahkan masalah dan memberi perhatian. Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan untuk menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah untuk mencapai suatu tujuan. Indikator keterampilan pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah fokus pada masalah, mendeskribsikan masalah ke dalam fisika, merencanakan solusi, menjalankan rencana dan mengevaluasi jawaban (Heller & Heller, 2010). 1. Fokus pada masalah Pada tahapan ini dilakukan penerjemahan pernyataan masalah ke dalam gambaran visual, menggambar sketsa (atau deretan sketsa) dari situasi, dan memilih pendekatan kualitatif. 2. Mendeskribsikan masalah ke dalam fisika Pada tahap ini siswa menggunakan pemahaman konsep dan prinsip Fisika secara kualitatif untuk menganalisis dan menggambarkan masalah
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
3.
4.
5.
dalam istilah Fisika, menerjemahkan sketsasketsa ke dalam gambaran fisik masalah, membuat simbol-simbol spesifik yang relevan untuk variabel diketahui dan tidak diketahui, serta membuat simbol-simbol spesifik dari variabel target. Merencanakan solusi Pada tahap ini, meliputi penerjemahan deskripsi fisika ke dalam gambaran masalah matematis yang tepat, mengidentifikasi konsep dan prinsip fisika dalam bentuk persamaan, menentukan tahapan matematis untuk menyelesaikan masalah Menjalankan rencana Menerjemahkan rencana ke dalam rangkaian tindakan (matematis) yang tepat. Mengevaluasi jawaban Menetapkan apakah jawaban benar dan masuk
akal. Adapaun indikator hasil belajar dalam ranah kognitif dalam penelitian ini adalah: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta (Anderson & Krathwol, 2001). METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi-eksperimen dengan pretest-posttest control group design. Desain penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yang ditentukan secara acak (cluster random sampling). Kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran guided inquiry dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran tradisional. Tabel 1. Control Group Pretest-Posttest Design (Arikunto, 2006) Kelompok Tes awal Perlakuan Tes akhir Eksperimen O1 X1 O2 Kontrol O1 X2 O2 Keterangan: O1 = pretes O2 = postes X1 = model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) X2 = model pembelajaran konvensional. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis kebutuhan dilakukan melalui studi pendahuluan di Universitas Negeri Medan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang permasalahan apa yang ada dalam proses perkuliahan Fisika Umum, bagaimanakah kondisi perkuliahan Fisika Umum yang selama ini telah dilakukan, fasilitas belajar yang tersedia, serta latar belakang mahasiswa ditinjau dari kesulitan belajar, hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah.
199
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Studi pendahuluan dilakukan dengan studi literatur dan studi lapangan. Melalui studi literatur dilakukan analisis terhadap kompetensi seorang guru fisika serta peran perkuliahan Fisika Umum, kesulitan belajar, hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah, teori-teori dan temuan-temuan penelitian. Studi lapangan dilakukan melalui observasi, wawancara, dan tes. Melalui observasi dan wawancara dapat dianalisis praktik perkuliahan Fisika Umum yang selama ini dilakukan dan fasilitas belajar yang tersedia. Analisis kesulitan belajar mahasiswa digali melalui angket dan analisis tes yang diujikan. Hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah mahasiswa terhadap perkuliahan Fisika Umum digali melalui tes. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, proses belajar mengajar Fisika Umum di kelas cenderung menggunakan pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Dalam proses pembelajaran Fisika Umum, materi fisika diajarkan dengan menitik-beratkan pada penerapan rumus matematis, mahasiswa berusaha menghapal rumus namun kurang memaknai untuk apa dan bagaimana rumus itu digunakan. Berdasarkan hasil wawancara, dosen belum pernah menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dapat mengeksplorasi kesulitan belajar mahasiswa serta meningkatkan hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah. Walaupun mereka belum pernah menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing, doses memandang perlu untuk menerapkan model inkuiri terbimbing yang dapat mengeksplorasi kesulitan belajar mahasiswa serta meningkatkan hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah. Berdasarkan analisis kebutuhan mahasiswa, kondisi perkuliahan Fisika Umum dan analisis kemampuan mahasiswa, maka tujuan yang hendak dicapai dalam perkuliahan Fisika Umum antara lain: (1) menggali kesulitan belajar mahasiswa; (2) meningkatkan hasil belajar; dan (3) meningkatkan keterampilan pemecahan masalah. Adapun indikator kesulitan belajar yang dikembangkan dalam hal menulis, memahami bacaan, menerapkan rumus matematis, memecahkan masalah dan memberi perhatian (Aro & Aheren, 2011). Adapun indikator hasil belajar dalam ranah kognitif: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta Anderson dan Krathwol (2001). Indikator keterampilan pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah fokus pada masalah, mendeskribsikan masalah ke dalam fisika, merencanakan solusi, menjalankan rencana dan mengevaluasi jawaban (Heller & Heller, 2010). Mengeksplorasi kesulitan belajar, meningkatkan hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah memungkinkan dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan fase-fase: open (membuka), immerse (menanamkan), explore
200
ISBN: 979-458-808-3
(menyelidiki), explore (menyelidiki), identify (mengidentifikasi), gather (mengumpulkan), create and share (kreasi dan berbagi) dan Evaluate (evaluasi) (Kuhlthau, et al., 2012). Berdasarkan indikator-indikator dan model pembelajaran inkuiri terbimbing, selanjutnya dikembangkan instrumen yang menggali kesulitan belajar mahasiswa berbentuk angket dengan menggunakan Skala Likert yang terdiri dari 40 pernyataan yang diuraikan seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Aspek Kesulitan Belajar Jumlah Aspek Kesulitan Belajar Pernyataan Membaca 4 menulis 6 memahami bacaan 9 menerapkan rumus matematis 4 memecahkan masalah 6 memberi perhatian 11 Total 40 Setelah pernyataan-pernyataan disusun sesuai dengan Tabel 2, kemudian divalidasi oleh tiga orang ahli. Beberapa masukan yang diberikan oleh para ahli untuk validasi angket kesulitan belajar ditunjukkan pada Tabel 3. Secara umum, para ahli setuju dengan angket kesulitan belajar dengan memberikan catatan. Tabel 3. Ringkasan Komentar Ahli terhadap Kesulitan Belajar Nomor Pernyataan 6
Saran Setelah membaca data, sulit untuk menuliskannya kembali dalam bentuk grafik sebaiknya Setelah membaca data, sulit mengambarnya dalam bentuk grafik
Setelah divalidasi, angket kesulitan belajar kemudian diujicoba untuk memperoleh data awal. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, dengan memberikan angket kesulitan belajar fisika kepada 36 mahasiswa didapat hasil seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kesulitan Belajar Fisika, dengan Indikator KB1=membaca, KB2=menulis, KB3=memahami bacaan, KB4=menerapkan rumus matematis, KB5=memecahkan masalah, dan KB6=memberi perhatian
ISBN: 979-458-808-3
Aspek kesulitan yang dihadapi mahasiswa yang paling rendah diurutan pertama adalah dalam hal memecahkan masalah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah sebesar 60%. Jika dari 100% yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah fisika sebanyak 60%, maka persentase mahasiswa yang tidak mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah fisika sebanyak 40%. Aspek kesulitan yang dihadapi mahasiswa yang paling rendah diurutan kedua adalah dalam hal memahami dan menerapkan rumus matematis dalam pembelajaran fisika. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam memahami dan menerapkan rumus matematis masing-masing sebesar 63%. Jika dari 100% yang mengalami kesulitan dalam memahami dan menerapkan rumus matematis dalam pembelajaran fisika sebanyak 63%, maka persentase mahasiswa yang tidak mengalami kesulitan dalam memahami dan menerapkan rumus matematis sebanyak 37%. Aspek kesulitan yang dihadapi mahasiswa yang paling rendah diurutan keempat adalah dalam hal memberi perhatian saat belajar fisika. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam memberi perhatian saat belajar fisika, yaitu sebesar 65%. Jika dari 100% yang mengalami kesulitan dalam memahami bacaan sebanyak 65%, maka persentase mahasiswa yang tidak mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah fisika sebanyak 35%. Aspek kesulitan yang dihadapi mahasiswa yang paling rendah diurutan kelima adalah dalam hal menulis hal-hal yang berkaitan dengan fisika. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam menulis hal-hal yang berkaitan dengan fisika, yaitu sebesar 68%. Jika dari 100% yang mengalami kesulitan dalam sebanyak 68%, maka persentase mahasiswa yang tidak mengalami kesulitan dalam menulis hal-hal yang berkaitan dengan fisika sebanyak 32%. Berdasarkan enam aspek kesulitan belajar yang dikembangkan dan diukur dalam penelitian ini, aspek memecahkan masalah fisika yang dirasa paling sulit karena mahasiswa dalam proses pembelajaran tidak terbiasa dilatih dalam memecahkan masalah yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari sehingga saat menghadapi masalah, mereka merasa kesulitan untuk mencari solusinya. Kesulitan belajar yang dialami mahasiswa diurutan kedua dalam hal menerapkan rumus matematis. Ini terjadi karena dalam belajar fisika, banyak rumus matematis yang harus diturunkan dan digunakan dalam penyelesaian soal-soal fisika. Banyaknya rumus yang diturunkan dan digunakan membuat mahasisa kesulitan untuk mengaplikasikan rumus tersebut secara tepat. Tes hasil belajar dikembangkan berdasarkan indikator-indikator tes hasil belajar dalam ranah kognitif. Butir tes hasil belajar berbentuk pilihan
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
berganda dengan lima option berjumlah 60 item, yang masing-masing 30 soal pada topik Kinematika dan Dinamika Partikel. Setelah tes hasil belajar disusun, kemudian divalidasi oleh tiga orang ahli yang kompeten dibidangnya. Berdasarkan penilaian ahli dapat dinyatakan bahwa secara umum tes hasil belajar dalam ranah kognitif dari sisi materi, konstruksi, dan bahasa telah memenuhi kriteria sebagai tes yang mengukur hasil belajar. Berdasarkan masukan-masukan dari penilai ahli, maka dilakukan perbaikan terhadap butir soal tersebut. Rekapitulasi hasil penilaian ahli terhadap validitas materi, konstruksi dan bahasa dari butir-butir tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Validitas Isi Tes Hasil Belajar No. Soal Saran KINEMATIKA PARTIKEL 4 6 13 14 26
kunci jawaban salah revisi option kunci jawaban salah kunci jawaban salah revisi kalimat soal
DINAMIKA PARTIKEL 4 Pertanyaan pada soal direvisi 7 Lengkapi kalimat soal 9 Kunci jawaban salah 11 Perbaiki kalimat pada indikator 13 Perjelas kalimat soal 18 Kunci jawaban salah 23 Kalimat soal kurang jelas Tes keterampilan pemecahan masalah dikembangkan berdasarkan indikator-indikator keterampilan pemecahan masalah. Butir tes keterampilan pemecahan masalah berbentuk uraian berjumlah 14 item, yang masing-masing 7 soal pada topik Kinematikadan Dinamika Partikel. Secara keseluruhan, para ahli setuju dengan tes pemecahan masalah dengan saran agar indikator pemecahan masalah lebih diuraikan berdasarkan tahaptahapannya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Telah dirancang model inkuiri terbimbing pada pembelajaran Fisika Umum pada topik Kinematika dan Dinamika Partikel untuk mengeksploitasi kesulitan belajar dan meningkatkan hasil belajar serta keterampilan pemecahan masalah. Untuk merancang model pembelajaran inkuri terbimbing, analisis kebutuhan telah dilakukan studi literatur dan studi lapangan dan validasi instrumen ke ahli. 2. Indikator kesulitan belajar yang dikembangkan adalah dalam hal menulis, memahami bacaan, 201
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
menerapkan rumus matematis, memecahkan masalah dan memberi perhatian. 3. Indikator hasil belajar yang dikembangkan adalah mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. 4. Indikator keterampilan pemecahan masalah yang dikembangkan adalah mengenali masalah, mendeskribsikan masalah, merencanakan solusi, melakukan apa yang direncanakan dan mengevaluasi solusi. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih yang tulus disampaikan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi yang telah memberikan dana untuk mendukung pelaksanaan penelitian fundamental ini. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S., (2006), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta. Anderson, L.W, & Krathwol, D.R. (eds). (2001). A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing. A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives.New York: Addison Wesley Longman, Inc. Aro, T. & Aheren, T. (2011). Assessment of Learning Dissabilities Coorperation between Teacher, Psychologist and Parents. Learning and Learning Disabilities, African Edition.
202
ISBN: 979-458-808-3
Hamalik, O. (1990). Metoda Belajar dan Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito. Heller, K. & Heller, P. (2010). Cooperative Problem Solving in Physics A User’s Manual. https://www.aapt.org/Conferences/.../CoopProblem-Solving-Guide. Kuhlthau, C. C., Maniotes, L. K & Caspari, A. K. (2012). Guided Inquiry Design: a Framework for Inquiry in You’re School. ABC-CLIO: California. Kuhlthau, C. C., Maniotes, L. K & Caspari, A. K. (2007). Guided Inquiry Learning in the 21st Century. Libraries Unlimited Westport Connecticut. London. Nuangchalerm, P. & Thammasena, B. 2009. Cognitive Development, Analytical Thinking, and Learning Satisfaction of Second Grade Students learned through Inquiry based Learning. Journal of Asian Social Science 5(10): 82-87. Panasan, M. & Nuangchalerm, P. (2010). Learning Outcomes of Project-Based and Inquiry Based Learning Activities. Journal of Social Sciences 6(2):252-255. Wijayanti, P. I., Mosik, dan Hindarto, N. (2010). Eksplorasi Kesulitan Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Cahaya dan Upaya Peningkatan Hasil Belajar Melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 6 (1-5) ISSN: 1693-1246.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PERAN PROFESIONAL DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN INOVASI SISTEM PENDIDIKAN Hendy Agustino Parulian Situmorang Guru SMK Mayjend Sutoyo SM Medan
[email protected] Abstrak Peran seorang profesional dalam peningkatan mutu pedidikan adalah harapan dari semua orang dalam tujuan membangun suatu bangsa. Salah satu pilar yang memperkokoh suatu negara yaitu: pendidikan. Dengan adanya pergeseran zaman dan perkembangan teknologi memaksa pendidikan itu juga ikut mengalami perubahan baik itu sistem, metode, pola, bahkan sampai kepada sumber daya itu sendiri. Semua itu menuntut elemen-elemen yang berhubungan dengan pendidikan itu sendiri sesuai dengan tuntutan zaman yang dihadapi. Dalam hal ini semata-mata memenuhi akan kebutuhan masyarakat selaku unsur utama yang menyangkut sistem pendidikan tersebut. Tujuan penulisan ini adalah bukan bermaksud untuk meniadakan apa yang telah dibuat oleh pemerintah melainkan menggambarkan betapa pentingnya suatu pendidikan itu sendiri dengan prosesnya dan tuntutan inovasi sistem pendidikan yang efektif. Kata kunci: Sistem, Pendidikan, Inovasi, Metode, SDM PENDAHULUAN Dengan majunya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan banyak sekali telah mempengaruhi dan perubahan yang sangat signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, baik dalam perekonomian, budaya, sosial, politik sekalipun, juga mempengaruh kepada pendidikan. Tidak mengherankan apabila kemajuan dan perkembangan itu membawa dampak kepada mamfaat baik dari hal yang positif bahkan berpengaruh kepada hal yang negatif sekalipun. Pengaruh yang lain dari perkembangan teknologi ini sekaligus mendorong manusia kepada persaingan global mau tak mau. Hal ini menjadi pemikiran didalam membangun sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan kualitas. Sumber daya manusia adalah salah satu syarat dalam mencapai suatu tujuan yang harus dimiliki oleh setiap bangsa didalam memajukan pembangunan negara. Suatu peran profesional merupakan harapan didalam perbaikan dari sistem pendidikan. Karena peran profesional bukanlah sekedar untuk bisa menjalankan tugas fungsional itu sendiri melainkan dapat menuangkan ide-ide yang kreatif dan memecahkan masalah-masalah dilingkungan pendidikan. Sangat disayangkan apabila era saat ini masih terdapat ketidaksiapan dari sumber daya manusia ketika terjadinya perobahan-perobahan terutama pada kurikulum pendidikan. Inovasi sistem pendidikan sangatlah dibutuhkan karena didalam peningkatan mutu pendidikan pembelajaran disekolah haruslah dipandang sebagai dari bagian pendidikan secara utuh dan menyeluruh secara terus menerus serta berkolaborasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan proses pembentukan insan Indonesia yang berkompetetif dan berdaya saing yang tinggi. Tujuan utama inovasi pendidikan harus ditekankan kepada peningkatan mutu kualitas sekolah
yang siap bersaing didalam maupun dikolah dan tidak hanya sekedar kuantitas dari banyaknya minat dari siswa. PENGERTIAN INOVASI Inovasi berasal dari bahasa asing (Inggris) innovation yang artinya proses dan/atau hasil pengembangan pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang dan/atau jasa), proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan (terutama ekonomi dan sosial). Pengertian lain dari inovasi adalah sebuah proses pembaruan dalam unsur kebudayaan masyarakat, yakni teknologi. Inovasi berarti penemuan baru dalam teknologi manusia. Dalam pengertian yang lain, inovasi juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memperkenalkan hal-hal baru atau temuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya. Orang yang melakukan inovasi disebut inovator. Sesuatu hal yang inovatif haruslah bermanfaat bagi sang inovator atau orang lain. Umumnya, inovasi dibedakan atas inovasi yang terjadi karena sengaja (invention) dan inovasi yang terjadi tanpa disengaja (discovery). Inventionadalah proses munculnya suatu hal baru dari kombinasi hal-hal lama yang telah ada. Sedangkan, discovery adalah penemuan hal baru, baik berupa alat ataupun gagasan. Discovery dapat menjadi invention jika masyarakat sudah mengakui, menerima, dan memanfaatkan hasil inovasi tersebut. Dari pengertian inovasi di atas, maka sesuatu dikatakan inovatif apabila memenuhi ketiga syarat sebagai berikut: 1. baru 2. berbeda dari yang sudah ada. 3. Bermanfaat bagi inovator dan orang lain. 203
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Pengertian inovasi hampir sama dengan pengertian kreatif. Satu hal penting yang menjadi pembeda kedua istilah tersebut adalah tidak semua orang memiliki sikap inovatif. Kreativitas adalah naluri sejak lahir, sedangkan inovasi muncul apabila kreativitas terus diasah dan dikembangkan. Inovasi dapat menyebabkan perubahan dalam bidangbidang lain dalam masyarakat. Contoh, penemuan dalam bidang teknologi pertanian tentu akan mempengaruhi teknik atau cara petani mengolah pertaniannya. PENGERTIAN SISTEM INOVASI Sistem inovasi adalah sistem (suatu kesatuan) yang terdiri dari sehimpunan pelaku, kelembagaan, jaaringan, kemitraan, hubungan interaksi dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan dan difusinya (termasuk teknologi dan praktik) serta proses pembelajaran. Dengan demikian sistem inovasi sebenarnya mencakup basis ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk didalamnya aktivitas pendidikan, aktivitas peneliatian dan pengembangan, dan rekayasa, basis produksi dan pemamfaatan dan difusinya dalam masyarakat serta proses pembelajaaran yang berkembang. Menurut pendapat Metcalfe (1995): Sistem inovasi merupakan sistem yang menghimpun institusiinstitusi berbeda yang berkontribusi secara bersamasama maupun individu dalam pengembangan dan difusi teknologi-teknologi baru dan menyediakan kerangka kerja (framework) di mana pemerintah membentuk dan mengimplementasikan kebijakankebijakan untuk mempengaruhi proses inovasi. Dengan demikian, sistem inovasi merupakan suatu sistem inovasi dari lembaga-lembaga yang saling berkaitan untuk menciptakan, menyimpan, dan mengalihkan (mentransfer) pengetahuan, ketrampilan dan kecerdasan yang menentukan teknologi baru. Menurut pendapat Ibrahim (1988): mengemukakan bahwa inovasi mpendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Jadi inovasio pendidikan adalah suatu ide, barang metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa invensi atau diskoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan. PERMASALAHAN TERJADINYA PERUBAHAN INOVASI PENDIDIKAN Seiring dan sejalannya perkembangan sampai saat ini, sering kali timbul permasalahanpermasalahan yang mendorong untuk diadakan inovasi sistem pendidikan, antara lain : a. Perkembangan ilmu pengetahuan b. Perkembangan teknologi c. Perkembangan penduduk yang cukup pesat d. Perkembangan ekonomi sosial
204
ISBN: 979-458-808-3
e. Pengaruh globalisasi f. Minat masyarakat untuk memilih pendidikan yang terbaik g. Mutu pendidikan yang semakin menurun h. Faktor lingkungan dalam masyarakat i. Sumber daya manusia yang tidak sebanding j. Perkembangan kurikulum Indonesia
Gambar 1. Perbandingan Rasio Murid-Guru Antar Negara Kawasan Asia Timur dan Berbagai Negara Lainnya. Tabel 1. Data Sekolah, Murid, dan Guru di Bawah Kemdiknas dan Kemag, 2006–2007
Sumber : Pemerintah Indonesia (2008c dan 2008d).
PEMECAHAN MASALAH DALAM INOVASI SISTEM PENDIDIKAN Didalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar kerap kali terjadi banyak permasalahanpermasalahan dilingkungan sekolah. Kadang kala hal ini menjadi hambatan tersendiri untuk menyelesaikan tujuan dari kurikulum dan harapan dari visi dan misi yang telah disepakati. Kesalahan-kesalahan tersebut tidak hanya terjadi pada siswa didik tetapi juga terjadi kepada sumber daya manusia didalamnya. Banyak cara yang bisa dihadapi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, tetapi bukan berarti masalah itu tuntas begitu saja. Contoh : jika ada seorang anak didik atau siswa salah mengerjakan soal matematika atau salah meletakan angka didalam menjwab soal tersebut, lalu dimana letak permasalahan tersebut. Hal yang sepele bukan?, jadi apa permasalahan sebenarnya? Dalam hal ini ada beberapa metode yang dapat menyelesaikan permasalahan-permasahan
ISBN: 979-458-808-3
tersebut diatas diantaranya dengan metode cause and effect. Metode ini diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli pengendalian kualitas dari Jepang, sehingga kita sebagai guru tidak semudahnya menyalahkan siswa ataupun anak didik tersebut.
Gambar 2. Cause-and-Effect Diagram atau Ishikawa atau Fishbone. Metode yang lain kita dapat melakukan dengan cara berkolaborasi dengan pihak-pihak tertentu yang berhungan baik itu dengan pemerintah, swasta, atau perguruan tinggi. Metode ketiga yaitu dengan menggunakan metode setengah isi setengah kosong. Cara pandang yang positif akan sangat mempengaruhi efektifitas belajar, bahkan seluruh gerak hidup kita. Melalui cara pandang demikian, secara tidak langsung akan mempengaruhi bagaimana kualitas hidup dan nilai hidup yang dimiliki. itulah sebabnya mereka yang mempunyai cara pandang positif akan memiliki Willingness to do more ( keinginan untuk melakukan lebih dari yang diminta ) dan memiliki watak pelajar yang cerdas ( smart worker ). Individu yang memiliki cara pandang yang positif, secara pribadi juga akan mampu memetakan kompetensi dan minatnya sehingga dia akan tahu dimana dan bagaimana dia berkembang. Orang yang memiliki cara pandang positif pada umumnya meyakini bahwa menyelesaikan tugas adalah the way of life ( cara hidup ) bukan how to life ( bagaimana hidup ). GURU, PROFESIONALIS DAN INOVASI PENDIDIKAN Pemerintah didalam menjalankan program pendidikan sudah sering sekali merubah atau mengganti kurikulum pendidikan Indonesia sejak mulai dari tahun 1945 sampai sekarang. Seiring dengan perubahan-perubahan tersebut juga dikembangkan program-program baru yang inovatif seperti metode cooperative learning, contextual teaching and learning, realistic mathematics education, kurikulum berbasis kompetensi, model pembelajaran portofolio, dan masih banyak lagi. Kebanyakan program atau model yang ada tersebut kurang bahkan tidak mengikut sertakan guru sebagai variabel penting dalam pelaksanaan program tersebut padahal keseluruhan program tersebut bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Guru sebagai pioner dalam pelaksanaan tugas mendidik adalah pihak yang berpengaruh dalam proses kegiatan belajaar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan dalam kelangsungan didalam kelas ataupun di luar lingkungan kelas. Pengembangan profesionalisme guru menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya, Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki ketrampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai: (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya sekedar merupakan konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi dilapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) Pengembanagan kemampuan profesionalisme berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program preservice dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah. Peran dari seorang guru yang profesional didalam sistem inovasi pendidikan untuk dimasa-masa mendatang seperti yang disebutkan oelh Louis V. Gertmer, Jr dan kawan (1995) akan mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin (leader), pembelajar, dan pengarang. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru harus memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, infomator, kumunikator, transfomator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000). Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari
205
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penilaian guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetensi ke orientasi kerja sama. Dengan memperlihatkan pendapat para ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan kepada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif. Tabel 2. Praktek Pembelajaran di Abad Industri dan Abad Pengetahuan ABAD INDUSTRI 1. Guru sebagai pengarah 2.
Guru sbgai smber pengetahuan 3. Belajar diarahkan oleh kurikulum. 4. Belajar dijadualkan secara ketat dengan waktu yang terbatas 5. Terutama didasarkan pada fakta 6. Bersifat teoritik, prinsipprinsip dan survei 7. Pengulangan dan latihan 8. Aturan dan prosedur 9. Kompetitif 10. Berfokus pada kelas 11. Hasilnya ditentukan sebelumnya 12. Mengikuti norma
ABAD PENGETAHUAN 1. Guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan 2. Guru sebagai kawan belajar 3. Belajar diarahkan oleh siswa kulum. 4. Belajar secara terbuka, ketat dgn waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan 5. Terutama berdasarkan proyek dan masalah 6. Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survei 7. Penyelidikan dan perancangan 8. Penemuan dan penciptaan 9. Colaboratif 10. Berfokus pada masyarakat 11. Hasilnya terbuka
12. Keanekaragaman yang kreatif 13. Komputer sebagai peralatan 13. Komputer sbg subyek belajar semua jenis belajar 14. Interaksi multi media yang 14. Presentasi dgn media statis dinamis 15. Komunikasi sebatas ruang 15. Komunikasi tidak terbatas ke kelas seluruh dunia 16. Unjuk kerja diukur oleh 16. Tes diukur dengan norma pakar, penasehat, kawan Abad Pengetahuan sebaya dan diri sendiri.
KESIMPULAN Peran dan tugas guru sebagai salah satu faktor bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan mutu dan kualitas dari peran profesionalisme guru merupakan wacana yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pendidikan pada abad pengetahuan ini menuntut adanya suatu inovasi dari keseluruhan aspek yang mendukung dari sistem pendidikan modern dan profesilisme. Penurunan mutu pendidikan menjadi menurun bukannya disebabkan oleh bergantinya ataupun berubahnya kurikulum yang terjadi pada saat ini, melainkan kurangnya kemampuan profesionalisme dari guru itu sendiiri dan keengannan untuk mencari informasi dengan penambahan ilmu pengetahuan itu sendiri, serta keenganan siswa untuk belajar lebih pro aktif. Profesionalisme lebih menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan dan kemampuan civitas akademisi beserta strategi penerapannya.
206
ISBN: 979-458-808-3
Keprofesional guru itu sendiri ditentukan kepada wawasan, pengetahuan, pengalaman yang berarti kematangan yang mensyaaratkan kepada kemampuan dan keiklasan baik secara intelektual maupun pada kondisi prima. Usaha profesionalisme guru dituntut pada tanggung jawab bersama kolaborasi antara LPTK sebagai pencetak guru, intansi yang membina guru baik pemerintah maupun organisasi yang menaungi guru, serta pihak-pihak swasta yang dapat menunjang dan menjamin kemajuan dari sistem pendidikan. DAFTAR PUSTAKA [1] Arifin, I. 2000. Profesionlisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Iniversitas Muhammadiyah Malang, 25-26 Juli 2001. [2] Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The lingk Between Computer-Based Technology and Feature Skill Sets. Educational Technology Nopember-December 1999. Sydney, Toronto. [3] Makagiansar, M, 1996. Shift in Global Paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17 th Convention of The Asean Council of Teacher (ACT); 5-8 Desember, 1996, Replubic of Singapore. [4] Public Disclousure Authorized. 2000. Mentranformasi Tenaga Pendidikan Indonesia; Volum II: dari Pendidiakn Prajabatan Hingga ke Masa Purna Bakti Membangun dan Mempertahankan Angkatan Kerja Yang Berkualitas Tinggi, Efisien, dan Termotivasi. [5] Mulyasa, E 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung, Remaja Rosdakarya.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
THE EFFECTIVENESS OF MIND MAPPING METHOD IN TEACHING OF WRITING ESSAY ABILITY OF THE SIXTH SEMESTER AT FKIP NOMMENSEN UNIVERSITY MEDAN IN THE ACADEMIC YEAR 2014/2015 Kammer Sipayung1, Neni Sinaga2 Universitas HKBP Nommensen, Medan 2 Universitas HKBP Nommensen, Medan
[email protected] [email protected] 1
Abstract The aim of this research is to figure out whether mind mapping method is effective to improve students writing ability or not. This research is called experimental research design. The researcher used mind mapping method to improve students writing essay. The population of this research consist of 220 students. The sample of this research consist of two classes namely control (group A 40 Students) and experimental (group B 40 Students) by using purposive sampling. The result of this research showed that mind mapping method was effective in teaching writing essay. It was found that the result of t-value was 4.343. Based on the 0.05 significance level, the value of t-table was 1.664, the calculation showed that t-value was higher than t-table, which was 4.343> 1.664. Moreover, mind mapping was effective in teaching writing at the sixth semester FKIP UHKBPN Medan in the academic year 2014/2015. It can be seen from gained score control group and experimental group which was given the treatment. The Experimental group was higher than control group. Key words : Effectiveness, Mind Mapping, Essay A.
INTRODUCTION There are four language skills (speaking, reading, listening and writing) in learning English language. Writing is one of language skill that will never be left in education (Riswanto, 2012 :60). Mastery of English both in oral and written form should students possess. Writing has the important role in every subject not only for language class, but also for another class such as economic, physic etc. Mastering the elements of language such as vocabulary, structure are needed in writing skill. Based on Nommensen curriculum, students are provided to possess a writing skill which is unified and coherent essay. The writer has desire to know the effectiveness of mind mapping technique to improve the writing ability. To achieve the objective above based on Nommensen curriculum which is already systematically arrange in syllabus and lesson plan (SAP). Curriculum as a process, it can be seen that the teaching material must be well prepared to get a good objective of learning cognitively, affectively and psychometrically in writing skill. Curriculum as a production, the writer expectation that all English students especially Fifth semester can produce an essay written text based on essay rules such as in essay must be formulated with an introductory paragraph and at least three supporting paragraph and concluding paragraph. So, in learning process an alternative method, instrument and media are needed to create the learning process situation become enjoy and avoid bored situation. In fact many of students lack to formulate essay, based on the writer experience most of students use incorrect element of language (structure,
vocabulary and punctuation). The next mistaken is the difficulties to formulate the topic sentence which is contain topic and controlling idea. And, the students of Fifth semester are difficult to organize their idea or concept. The last common mistaken that students made are the difficulties to construct open and close thesis statement as a background of an essay. From the problems above the writer would like to propose a solution to solve the problem. The writer has the desire to solve the problem with mind mapping method in improving the students ability in writing essay. Mind maps have variety of names such as concept maps, semantic mapping, knowledge mapping, think-links, graphic organizers or cognitive maps based on Svantesson in shamma al naqbi (2008: 95). Here the writer prefer to use the term of mind mapping which is first used by buzan (1993). Mind mapping is one of teaching method which can help the students to associate the ideas, think creatively and make connection that might not otherwise make (Tony Buzan; 2010). According to shamma al naqbi (2008;93) mind mapping technique can help the students to answer writing task more effectively in their coursework. From the information from Buzan and shamma the researcher believe that mind mapping can help the students can improve the writing ability. Based on that things, mind mapping will help the students to improve the students skill in writing essay. A mind mapping is a powerful graphic technique which provides a universal key to unlock the potential of the brain. According to Zhang at al (2010) it fully utilizes both the left and right brain, and can be used as a memory aided tool in any field of study work and life. Graph, chart, flow chart, 207
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
diagrams or any kind of mapping tools can facilitate students for organizing the concept to write an essay. Mind mapping method also can be used for almost kind of topic, for this term to improve writing ability such as; procedure, descriptive, recount, argumentative, narrative, etc. for experimental group can improve their ideas and lend themselves into group discussion to discuss about ideas. From the background above and in order to know the effect of mind mapping in writing essay the researcher entitled the research: The Effectiveness of Mind Mapping Method in Teaching of Writing Essay Ability of the Fifth Semester at FKIP Nommensen University Medan in the Academic Year 2014/2015. 1.
Essay An essay is a piece of academic writing generally between 500 and 5000 words long (http://www.plymouth.ac.uk/learn). According mike keating (2012) An essay is a common form of student writing that is usually a response to a question or in some instances is an argument or justification around a topic, issue or circumstance. Meanwhile, Sanggam (2013) state that essay is a piece of writing which has several paragraphs. Structurally, those paragraphs fall into three component. The first is Introductory Paragraph, second is supporting paragraphs and the last is concluding paragraph. Writing an essay is a messy, complex, often frustrating process that, nevertheless, can be ordered and managed in several stages. a. Introductory Paragraph Sanggam (2013) Introductory paragraph is the beginning of an essay which is consist at least five sentences. These sentences make a general structural pattern of a paragraph. The first sentence is topic sentence and then this sentence is followed by at least three supporting sentences and finally followed by concluding sentence that function to introduce a background for a thesis statement of the essay. b. Supporting Paragraph Sanggam (2013) The number of the supporting paragraph in the body of an essay depends on the formulation of the thesis statement. The formulation sometimes indicates a certain number. Such a formulation is called close formulation. The other formulation does not promise a certain number. It is called an open formulation. So the number of supporting paragraph in the body of an essay depends on the techniques of formulating the Thesis statement of an essay. c. Concluding Paragraph Sanggam (2013) The concluding paragraph is the last part of an essay. It functions like the concluding sentence of a common paragraph. Its topic sentence is usually a restatement of the thesis statement. Its formulated by using synonyms or related words. It can also be the summary the main points discussed in every supporting paragraphs. This
208
ISBN: 979-458-808-3
topic sentence is followed by some supporting sentences. They are about the writer’s comments on the thesis statement. 2.
Unity and Coherence Sanggam (2013) The unity of an essay is the cohesiveness of an essay. A unified essay is a cohesive essay. It can also be call the tightness an essay. An essay having only one main topic and one central idea is a unified essay. In others words, the writer of an essay only elaborates a single main topic and single central idea. Any use of irrelevant data to the single main topic and single central idea violates the unity of an essay. So, writing a unified essay is to use the relevant data to elaborate the main topic and central idea of the thesis statement of an essay. Sanggam (2013 ) The essay coherence refers to the smooth flow of ideas from the first sentence to the next up to the last one in an essay. The coherence can be achieved by two ways. The first way is from the logical arrangement of the sentences in the paragraph and the logical arrangement of the paragraphs in the essay. The second way by using structural words. 3. The Advantages of Mind Mapping To achieve higher levels of concentration and creativity, together with greater organization and more concise communication, mind mapping might be an effective strategy to consider. Here are some benefit by using of mind mapping 1. Giving an overview of a large subject/broad topic and allowing to represent it in a more concise fashion; 2. Encouraging you to see the bigger picture and creative pathways; 3. Enabling you to plan/make choices about the selection of resource material you have for an assignment and where you are going to place it; and Providing you with a more attractive and enjoyable format for your eye/brain to look at, muse over and remember. 4.
The Implementation of Mind Mapping in Teaching of Writing Essay The writer apply the mind mapping to know the effect on writing essay as follows : 1. Taking notes in a lecture and listening for the most important points or keywords 2. Showing links and relationships between the main ideas in the subject 3. Brainstorming all the things that already know about an essay question 4. Planning the early stages of an essay by visualizing all the aspects of the question 5. Organizing the ideas and information by making it accessible on a single page 6. Stimulating creative thinking and creative solutions to problems
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
7.
Reviewing learning in preparation for a test or examination Standard mind map begins with the following shape:
From the previous analysis, it shows that with the number of sample (N1 = 40 and N2 = 40) and the level of significance is 5%, the result of the computation of t-value is 4.343 Based on the value in the t-table for N1 = 40 and N2 = 40 and the significance level is 5%, the value of t-table is 1.664. The computation shows that t-value is higher than ttable that is 4.343 > 1.664. After computing t-test separated variance, and after knowing that the hypothesis is accepted, the theory meets the fact in this case. Then, from the computation in the previous section; the researcher concludes that mind mapping is effective to improve students skill in writing essay on students to the Fifth semester at FKIP Nommensen Medan in the academic year 2014/2015. D.
B.
METHOD This research is an experimental research design because it was going to examine the hypothesis proposed on writing skill. The population of this study is students at Fifth semester consist of 220 students from five groups namely group A, B, C,D and E. The sample of this research was 36.36% from the population. It was chosen by using purposive sampling. Table of Research Design Groups Experimental
Pretest √
Control
√
Treatment By using mind mapping method By using conventional method
Posttest √
DISCUSSION The result of the comparison between control group and experimental group is significant. In this fact showed that there is no change on control group, while the experimental group who received treatment (mind mapping), there is a change for the better. We can see from the comparison between the post-test of control group and experimental group. It shows that the mean of post-test in the control group (68.15) was lower than the mean of post test in experimental group (82.85). It means that mind mapping method is effective to improve students writing essay on fifth semester at English department at Nommensen University. In this final section, the researcher would like to present some suggestion for other researchers. It is hoped that next researchers will complete it, in order to contribute better improvement of teaching and learning English especially writing essay by using mind mapping method.
√
Pre-test are given to both of groups (experimental and control), but in teaching and learning process both of groups had difference treatment (experience) whether experimental group are taught with mind mapping while control group with conventional way. At the end of this design, both of group are given the post-test. Finally the data (pretest and post-test) was analyzed with t-test and compare with t-table. C.
RESULT The table below is the summarized score of writing essay by applying mind mapping on control and experimental group. Group H L R Me Mo T M SD Experimental 95 70 25 80 85 3314 82,85 7,46 Control 80 56 24 70,5 56 2726 68,15 8.08
REFERENCES Antoni and Pinto Zipp (2006) Applications of the Mind Map Learning Technique in Chiropractic Education: A Pilot Study and Literature Review Chiropractic Humanities Astuti,T.D (2013) The Effectiveness of Using Mind Mapping Technique in Teaching Descriptive Text for Improving Writing Ability of Tenth Grade Students of Senior High School of SMA Widiya Kutoarjo in Academic Year 2012/2013 Purworejo: Unpublished. Arikunto 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta ________(2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Buzan, T. (1993), The Mind Map Book: Radiant Thinking - The Major Evolution in Human Thought, London, BBC Publications. Buzan, (2005) Mind Maps For Kids London: Harper Collin Publishers Limited Buzan, Tony. (2010). Buku Pintar Mind Mapping Untuk Anak, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
209
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Eppler, Martin, J. 2006. A comparison between Concept Maps, Mind Maps, Conceptual Diagrams, and Visual Metaphors as Complementary Tools for Knowledge Construction and Sharing. Information Visualization, (Online), 2nd April 2014, 202210. Harmer, J. 2003. The practice of English Language Teaching. England: Longman Jacob and Bachman 2002 Genre Text Grammar : Technologies for Teaching and Assesing Writing. Sydney: University of South Wales Press. Joko Supriyanto (2013) “The Effect of Mind Mapping Strategy on the Students’ Writing Ability” JP3: Vol 1, No. 13 Kothari,C.R. (2004). Reserch Methodology New Delhi: New Age International (p) Limited Naqbi, al (2008; 93) The Use of Mind Mapping to Develop Writing Skills in UAE Schools (Journal) Mike Keating, (2012) Study Skills-Paragraph & Essay Structure. Batchelor institude of indigenous tertiary education
210
ISBN: 979-458-808-3
Mahmud Imran, Shahriar Rawshon,Jahidur Rahman (2011) Mind Map for Academic Writing: a tool to Facilitate University student level International Journal of education science and research 21-30. Riswanto, Putra,P.P (2012 ) The Use of Mind Mapping Strategy In The Teaching Of Writing at SMAN3 Bengkulu Indonesia State Institute of Islamic Studies. International Journal of Humanities and Social Science,(Online) Vol. 2. 4th April 2014 Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Zhang Yan-lei, XIAO Shuang-jiu, YANG Xu-bo, DING Lei, (2010) Mind Mapping Based Human Memory Management System, Digital art lab, software school, Shanghai Jiatong University, Shanghai, China. Website (http://www.plymouth.ac.uk/learn)Writing Essay accessed 3rd April 2014 Website www.academicskills.anu.edu.au Academic skills and learning centre essay writing strategies accessed 3rd April 2014
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENGEMBANGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PROSES SAINS MAHASISWA Mariati Purnama Simanjuntak, Betty Marisi Turnip dan Rappel Situmorang Universitas Negeri Medan
[email protected] ABSTRAK Pada penelitian ini akan dilakukan pengembangan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik pada Fisika Umum untuk meningkatakn keterampilan proses sains dan berpikir kritis mahasiswa. Permasalahan yang dihadapi di perguruan tinggi, proses pembelajaran masih konvensional sehingga hasil belajar kurang optimal. Penelitian ini berupaya untuk mendesain model pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada pendekatan saintifik. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Negeri Medan pada mahasiswa jurusan pendidikan Fisika FPMIPA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan desain pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan berpikir kritis mahasiswa. Penelitian dilakukan dengan metode research and development (R & D). Metode penelitian ini digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut, yaitu desain model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik. Produk yang dihasilkan yaitu perangkat pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan berpikir kritis mahasiswa. Adapun hasil pengembangan model pembelajaran fisika berbasis masalah pada penelitian ini masih pada tahap pengembangan perangkat pembelajaran dan instrumen yang mengukur keterampilan proses sains dan berpikir kritis. Kata kunci: model pembelajaran berbasis masalah, keterampilan proses sains dan berpikir kritis. PENDAHULUAN Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu program pembangunan nasional. Semua lembaga pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi, berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pendidikan merupakan prioritas utama yang harus segera dipenuhi, apalagi dalam era globalisasi. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan dengan variasi pendekatan, strategi, metode, dan model pembelajaran bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan cerdas sehingga dapat menerapkan ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Hal ini hanya dapat tercapai apabila mahasiswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran dan mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Variasi pendekatan, strategi, metode, dan model pembelajaran juga memberi kemudahan kepada dosen dalam menyajikan pengalaman belajar, sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hidup yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar dengan melakukan (learning to do), belajar untuk hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Untuk itu dosen perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Kenyataannya, masih banyak ditemui proses
pembelajaran yang kurang bermakna, tidak efisien dan kurang mempunyai daya tarik sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Hal ini juga terjadi di salah satu perguruan tinggi di Sumatera Utara, khususnya dalam perkuliahan Fisika UmumUmum. Fisika Dasar merupakan salah satu matakuliah wajib bagi mahasiswa calon guru fisika di LPTK dan matakuliah yang diberikan di semester pertama karena matakuliah tersebut merupakan syarat untuk matakuliah selanjutnya, seperti Mekanika, Gelombang, Fisika Modern, Fisika Statistik, Fisika Kuantum, Fisika Inti, Elektronika. Matakuliah ini juga mendasari pengembangan rekayasa, desain, perencanaan, teknologi dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin serta mengembangkan daya pikir manusia. Namun demikian, Fisika Umum merupakan salah satu matakuliah yang dianggap sulit oleh mahasiswa. Hal ini dikarenakan Fisika Umum membutuhkan matematika yang rumit (Nashon, dalam Campbell, 2007); materi yang terlalu banyak, bergantung pada buku teks, abstrak dan kompleks (Sheppard & Robin, dalam Campbell, 2007); membutuhkan kegiatan laboratorium (Heller & Heller, 1999); dan sering terjadi miskonsepsi (Anderson & Nashon, 2006). Hal ini juga dialami oleh mahasiswa pada salah satu universitas di Sumatera Utara. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, proses belajar mengajar di kelas cenderung bersifat analitis dengan menitik-beratkan pada penurunan rumus-rumus fisika melalui analisis matematis. Mahasiswa berusaha menghafal rumus namun kurang memaknai untuk apa dan bagaimana rumus itu digunakan. Metode ceramah dan tanya jawab 211
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
merupakan metode yang biasa digunakan oleh dosen dengan urutan menjelaskan, memberi contoh, bertanya, latihan, dan memberikan tugas. Dosen kurang memvariasikan metode pembelajaran yang dilakukan berdasarkan karakteristik materi pelajaran yang diajarkannya. Dosen-dosen, selanjutnya memberikan latihan soal-soal. Soal-soal yang dilatihkan umumnya berupa soal-soal yang lebih menekankan manipulasi secara matematis bukan permasalahan yang berkaitan dalam kehidupan seharihari yang menuntut keterampilan mahasiswa untuk melakukan kegiatan saintifik yang melatih keterampilan proses sains dan berpikir kritis. Hasil analisis terhadap silabus dan RPP yang digunakan dosen-dosen pengajar Fisika Umum menunjukkan bahwa sangat sedikit indikator keterampilan proses sains dan berpikri kritis yang muncul dalam indikator hasil belajar. Temuan-temuan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan praktikum Fisika Umum, pelaksanaan praktikum selama ini masih bersifat verifikasi. Mahasiswa hanya dituntut untuk tertib mengikuti langkah-langkah yang ada di lembar kegiatan mahasiswa (LKM) dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran prinsip atau teori melalui fakta-fakta tanpa memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk merancang praktikum sendiri. Mahasiwa perlu dibiasakan untuk merancang praktikum sendiri agar keterampilan proses sains dan ber pikir kritis mereka semakin terlatih. Fakta berdasarkan hasil studi pendahuluan menunjukkan masih perlu diupayakan pembenahan perkuliahan Fisika Umum. Hendaknya pembelajaran dirancang dengan memperhatikan tujuan, karakteristik materi yang diajarkan, kemampuan mahasiswa, dan sumber belajar yang tersedia. Mahasiswa seharusnya diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan proses sains, mengembangkan kemampuan berpikir kritis melalui inkuiri/penyelidikan ilmiah. Hal ini sesuai dengan National Science Teacher Association (NSTA) yang menyatakan bahwa guru fisika harus memiliki pengetahuan yang luas dan kuat untuk: (1) Memahami hakekat dan peran inkuiri ilmiah dalam fisika serta menggunakan keterampilanketerampilan dan proses-proses inkuiri; (2) Memahami fakta-fakta fundamental dan konsepkonsep utama dalam fisika; (3) dapat membuat jalinan konseptual dalam disiplin fisika sendiri maupun antar disiplin sains, dan (4) Mampu menggunakan pemahaman dan kemampuan ilmiah bila berhadapan dengan isu-isu personal dan sosial (National Research Council, 2000). Hal ini didukung oleh Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kompetensi profesional, salah satunya guru harus kreatif dan inovatif dalam penerapan dan pengembangan bidang ilmu fisika dan ilmu-ilmu terkait. Kompetensi ini dielaborasi lebih lanjut dalam Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses, bahwa dalam kegiatan
212
ISBN: 979-458-808-3
elaborasi, dosen memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa takut. Standar-standar tersebut menunjukkan pentingnya penguasaan keterampilan proses sains dan berpikir kritis bagi calon guru fisika. Keterampilan proses sains penting dilatih dalam pembelajaran fisika karena fisika memiliki dimensi proses dan sikap. Dilihat dari sisi proses, fisikawan menentukan variabel-variabel yang diteliti, dengan mengamati, bertanya, membuat hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan, mengkomunikasikan, mendesain dan melakukan penyelidikan serta mengukur dan menghitung. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian dari keterampilan proses sains (Harlen & Elstgeest, 1992). Dilihat dari sisi sikap, fisika sebagai bagian dari sains yang memberikan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, seperti integritas, ketekunan, kejujuran, rasa ingin tahu, keterbukaan terhadap ide-ide baru dan skeptisme (Rutherford & Ahlgren, 1990). Fisikawan yang terlatih dengan keterampilan proses sainsnya akan dapat mengembangkan keterampilan berpikirnya, terutama keterampilan berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan serangkaian keterampilan kognitif dan disposisi intelektual yang diperlukan untuk klarifikasi dasar, dukungan dasar, inferensi, klarifikasi lanjut, dan strategi dan aktik (Ennis 1996; 1987). Dengan kata lain kemampuan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengevaluasi argumen secara efektif agar dapat menemukan dan mengatasi prasangka pribadi, dapat merumuskan dan menyajikan alasan yang meyakinkan dalam mendukung kesimpulan dan dapat membuat keputusan yang rasional dan tepat tentang apa yang dilakukan dan diyakini merupakan bagian dari berpikir kritis. Dengan demikian, keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir bagi seseorang dalam membuat keputusan yang dapat dipercaya dan bertanggung-jawab yang mempengaruhi hidup seseorang (Brookhart, 2010; Bassham et al., 2008; dan Moon, 2008). Oleh McLean mengembangkan indikator keterampilan berpikir kritis berupa kemampuan mengklarifikasi masalah, membuat kesimpulan, mendukung kesimpulan dan interpretasi, serta mengevaluasi. Indikator ini dikembangkan berdasarkan Ennis; Brookfield; Henri & Rigault; dan King & Kitchener (dalam McLean, 2005). Bagi mahasiswa, keterampilan berpikir kritis diperlukan terutama untuk memahami konsep-konsep pada matakuliah yang sedang dipelajari. Dengan keterampilan berpikir kritis, mahasiswa akan dapat menganalisis masalah, mengidentifikasi konsepkonsep yang terkait, mempertimbangkan kredibilitas sumber informasi yang relevan, menganalisis argumen, mengkritisi pendapat dan mengevaluasi solusi yang mungkin sehingga dihasilkan solusi yang terbaik.
ISBN: 979-458-808-3
Mengingat pentingnya keterampilan proses sains dan berpikir kritis, khususnya bagi mahasiswa calon guru fisika, keterampilan proses sains dan berpikir kritis hendaknya dikembangkan sejak dini (tahun pertama kuliah). Matakuliah Fisika Umum merupakan salah satu matakuliah wajib bagi mahasiswa calon guru fisika yang diprogramkan di tahun pertama kuliah karena matakuliah Fisika Umum sebagai fondasi untuk matakuliah fisika lanjut sehingga perlu ditangani secara sungguh-sungguh terutama untuk mengembangkan penguasaan konsep, keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Salah satu model pembelajaran yang memberikan peluang bagi mahasiswa untuk memiliki pengalaman menemukan suatu konsep dan mengembangkan keterampilan proses sains dan berpikir kritis adalah model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning, (PBL)). Model PBL merupakan salah satu model yang membentuk mahasiswa melakukan pemecahan masalah secara kreatif, aktif, kritis dan menghargai keragaman yang timbul selama proses pemecahan masalah dengan kata lain model PBL merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi mahasiswa untuk belajar tentang keterampilan proses sains, pemecahan masalah dan berpikir kritis untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik untuk menigkatkan keterampilan proses sains dan berpikir mahasiswa pada materi Suhu dan Kalor. METODE PENELITIAN Penelitian ini berfokus pada pengembangan model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik bagi mahasiswa yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan berpikir kritis. Pemecahan masalah dilakukan dengan penyelidikan berbasis eksperimen. Produk yang dihasilkan dari model pembelajaran ini adalah: 1) Silabus dan RPP dalam perkuliahan Fisika Umum berbasis masalah dengan pendekan saintifik; 2) Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM) untuk kegiatan pemecahan masalah; dan 3) Alat ukur proses pembelajaran, keterampilan proses sains dan berpikir kritis. Penelitian ini menggunakan metode R and D melalui langkah-langkah 4-D, yaitu: pendefinisian (define), pendesainan (design), pengembangan (develop), dan diseminasi (disseminate) dengan penyesuaian seperlunya (Thiagarajan, et al., 1974; Sugiyono, 2006; Sukmadinata, 2007). Penyesuaian tersebut meliputi analisis sumber pada tahap pendefinisian, formulasi model pembelajaran dalam tahap pendesainan, hingga sampai tahap pengembangan.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tahap pendefinisian merupakan tahap awal penelitian R & D, dilakukan untuk menganalisis kebutuhan dengan mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan. Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan kebutuhan pembelajaran. Pengumpulan berbagai informasi ini dilakukan dengan studi pendahuluan melalui studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur berkaitan dengan studi dokumen dan materi lainnya yang mendukung pembuatan rancangan produk. Studi literatur dilakukan untuk menganalisis kompetensi seorang guru fisika serta peran perkuliahan Fisika Umum, keterampilan keterampilan proses sains dan berpikir kritis, serta teori-teori dan temuan-temuan penelitian dasar untuk merancang draft pengembangan model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan berpikir kritis. Kegiatan yang dilakukan pada studi literatur antara lain (1) Menganalisis kompetensi seorang guru fisika serta peran perkuliahan Fisika Umum; (2) Menganalisis keterampilan proses sains untuk menghasilkan indikator keterampilan proses sains; (3) Menganalisis keterampilan berpikir kritis untuk menghasilkan indikator keterampilan berpikir kritis; (4) Menganalisis teori-teori dan temuan-temuan penelitian yang berkaitan dengan keterampilan proses sains dan berpikir kritis dan . Studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan: (1) Keterampilan proses sains dan berpikir kritis mahasiswa; (2) Metode yang digunakan dalam pembelajaran; (3) bentuk masalah yang disajikan; dan (4) Faktor-faktor pendukung pembelajaran serta pandangan dosen terhadap pembelajaran. Hasil yang diperoleh dari studi lapangan ini memberikan gambaran tentang daya dukung perguruan tinggi dan dosen sehingga model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan proses sains yang dikembangkan didukung oleh kondisi yang ada dan layak diterapkan. Hasil-hasil yang diperoleh pada studi literatur dan studi lapangan digunakan sebagai bahan untuk merancang produk awal berupa model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan proses sains dan perangkat pembelajaran untuk mendukung model itu, berupa (1) Pedoman pengelolaan pembelajaran; (2) Perancangan silabus/RPP; (3) Perancangan LKM berbasis masalah; (4) Perangkat tes, berupa: tes keterampilan proses sains, tes keterampilan berpikir kritis, dan pedoman observasi. Pendesainan model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik dilakukan dengan pembuatan perangkat pembelajaran yang sudah dirancang sebelumnya. Model
213
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik bagi mahasiswa yang telah dirumuskan dijabarkan dalam bentuk silabus dan RPP (rencana program pengajaran. Penyusunan silabus dan RPP juga dimaksudkan untuk memenuhi standar proses perkuliahan yang ditetapkan oleh perguruan tinggi. Berdasarkan hal ini, maka model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik selanjutnya dikembangkan menjadi sebuah silabus dengan empat RPP yang mencakup dua topik, yaitu Suhu dan Kalor. Pembuatan lembar kerja mahasiswa (LKM) berbasis masalah dilakukan setelah pengembangan model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan proses sains dirumuskan. Konsep-konsep pokok yang dikembangkan pada topik Suhu mencakup Perubahan Wujud dan Pemuaian. Konsep-konsep pokok yang dikembangkan pada topik Kalor: Pengaruh Kalor terhadap Pemuaian, Kalor Jenis, Kapasistas Kalor, Azas Black dan Perpindahan Kalor. Langkah-langkah kegiatan pada LKM adalah: menuliskan tujuan percobaan; menyajikan masalah dalam kehidupan sehari-hari; membuat hipotesis; menuliskan alat dan bahan yang akan digunakan; menentukan variabel yang diamati; menjelaskan langkah-langkah percobaan, membuat gambar rancangan; menuliskan hasil pengamatan pada tabel; menjawab pertanyaan analisis; memprediksi dan membuat kesimpulan. Pengembangan instrumen berupa tes dan lembar observasi. Tes yang disusun meliputi tes keterampilan proses sains dan berpikir kritis pada topik Suhu dan Kalor. Tes keterampilan proses sains berbentuk pilihan ganda dengan 5 option sedangkan tes keterampilan berpikir kritis berbentuk uraian. Penyusunan tes ini meliputi kegiatan pembuatan kisikisi dan penulisan butir-butir tes. Penyusunan lembar observasi terdiri dari dua hal yang diukur, yaitu: lembar observasi keterampilan berpikir kritis dan lembar observasi keterampilan proses sains. Penyusunan lembar observasi keterampilan berpikir kritis digunakan melihat kualitas keterampilan berpikir kritis saat proses pembelajaran. Lembar observasi keterampilan proses sains digunakan untuk melihat keterampilan proses sains mahasiswa saat mereka memecahkan masalah melalui penyelidikan melalui eksperimen. Tahap pengembangan dilakukan dengan memvalidasi instrumen ke ahli dan ke lapangan, merevisi instrumen berdasarkan hasil validasi, melakukan ujicoba terbatas, merevisi draft model yang dikembangkan berdasarkan hasil ujicoba terbatas dan melakukan ujicoba skala luas. Pada tahap pengembangan, umpan balik untuk perbaikan didapatkan melalui validasi ahli dan ujicoba instrumen kepada mahasiswa. Untuk keperluan penilaian ahli disiapkan rubrik untuk menilai dan memberi masukan terhadap RPP, butir-butir tes, lembar observasi, angket
214
ISBN: 979-458-808-3
dan LKM. Tujuan utama tahap pengembangan adalah memperbaiki prototipe model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik Draft pengembangan model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik yang sudah dirancang, selanjutnya divalidasi oleh tiga orang ahli (dosen). Dosen yang dipilih sebagai ahli masing-masing memiliki keahlian dalam bidang konten fisika dua orang dan bidang pembelajaran satu orang. Masukan-masukan yang diberikan ahli digunakan untuk menyempurnakan draft pengembangan model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik. Populasi dalam penelitian ujicoba skala terbatas adalah seluruh mahasiswa calon guru fisika Tahun Ajaran 2015/2016 Universitas Negeri Medan. Subyek dalam ujicoba terbatas adalah mahasiswa calon guru fisika pada Universitas Negeri Medan yang terdiri dari satu kelas. Metode penelitian ini adalah pra-eksperimental dengan one group pretestposttest design (Fraenkel, et al., 2012). Pengembangan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik yang telah disempurnakan berdasarkan hasil ujicoba terbatas, diuji pada skala yang lebih luas atau implementasi. Populasi dalam penelitian ujicoba skala luas adalah seluruh mahasiswa calon guru fisika semester I di Universitas Negeri Medan Tahun Ajaran 2016/2017. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik dan kelompok kontrol dengan pembelajaran tradisional. Metode yang digunakan dalam penelitian ujicoba skala luas adalah kuasieksperimen dengan pretest-posttest control group design. Kedua kelompok diberikan tes awal dan tes akhir dan hanya kelompok eksperimen yang diberi perlakuan. Desain penelitian yang digunakan dalam ujicoba skala luas ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Desain Tes Awal Kelompok Kelompok Tes awal Eksperimen O Kontrol O
dan Tes Akhir Kedua Perlakuan Tes akhir X1 X2
O O
Ket: X1 = Pembelajaran Fisika Umum Berbasis Masalah dengan Pendekatan Saintifik X2 = Pembelajaran Fisika Umum secara konvensional O = Tes keterampilan proses sains dan berpikir kritis
Tahap diseminasi dalam penelitian ini dilakukan di perguruan tinggi lain di luar Universitas Negeri Medan yang ada di Sumatera Utara. Produk akhir dari penelitian dan pengembangan ini berupa model pembelajaran Fisika Umum berbasis masalah dengan pendekatan saintifik yang telah teruji yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan berpikir kritis mahasiswa.
ISBN: 979-458-808-3
Adapun hasil penelitian pengembangan model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan berpikir kritis mahasiswa yang dilaporkan di sini adalah masih dalam tahap pendefenisian, desain dan pengembangan. Pada tahap pendefenisian telah dilakukan studi literatur dan studi lapangan. Pada tahap pendesainan telah membuat perangkat pembelajaran beserta instrumen dan pada tahap pengembangan telah memvalidasi instrumen ke ahli. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, proses belajar mengajar Fisika Umum di kelas cenderung menitikberatkan pada penurunan rumusrumus fisika melalui analisis matematis. Mahasiswa berusaha menghapal rumus namun kurang memaknai untuk apa dan bagaimana rumus itu digunakan. Berkaitan dengan metode belajar, dari hasil wawancara dan observasi, dosen-dosen pengampu matakuliah Fisika Umum biasanya menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dengan urutan menjelaskan, memberi contoh soal, bertanya, latihan, dan memberikan tugas. Alasan dosen menggunakan metode pembelajaran ini karena metode ini sangat mudah dilakukan untuk jumlah kelas yang besar dan materi ajar yang banyak. Beberapa dosen lain melaporkan bahwa mereka menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode diskusi kelompok dan penugasan. Hanya segelintir dosen yang pernah menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Saat ditanya lebih lanjut kenapa tidak menggunakan model pembelajaran tersebut, kebanyakan dari mereka mengatakan jika menggunakan pembelajaran tersebut membutuhkan waktu yang cukup banyak sehingga materi ajar tidak tuntas, pembelajaran tersebut tidak cocok untuk kelas dengan jumlah mahasiswa yang besar dan ada yang beralasan model pembelajaran tersebut masih kurang dipahami. Masalah yang diberikan dosen berupa soalsoal yang ada di buku sumber yang lebih menekankan pada manipulasi matematis, bukan masalah konstektual yang ada dalam kehidupan sehari-hari padahal materi Fisika Umum sangat berkaitan erat dengan masalah kehidupan sehari-hari. Mahasiswa yang lemah di bidang matematika akan sangat susah untuk dapat menyelesaikan soal-soal yang disajikan. Berdasarkan hasil wawancara, dosen belum pernah mengembangkan pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan berpikir kritis. Mereka mengatakan belum secara khusus merancang dan menerapkan pembelajaran tersebut. Hal ini diperkuat dengan silabus dan RPP yang disusun. Hasil analisis terhadap silabus dan RPP yang digunakan dosen-dosen pengajar Fisika Umum menunjukkan bahwa sangat sedikit indikator keterampilan proses sains dan berpikir kritis yang
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
muncul dalam indikator hasil belajar. Indikator keterampilan proses sains dan berpikir kritis ini dibuat dengan tidak direncanakan dengan sengaja. Dosendosen pengasuh matakuliah Fisika Umum belum pernah membuat tes keterampilan proses sains dan berpikir kritis. secara khusus, tetapi mereka hanya membuat tes hasil belajar dalam ranah kognitif dengan penekanan aplikasi rumus matematis untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar. Walaupun mereka belum pernah membuat tes keterampilan proses sains dan berpikir kritis, tetapi mereka memandang perlu untuk membuat tes tersebut secara khusus. Studi pendahuluan juga dilakukan terhadap sumber belajar dan fasilitas yang tersedia. Berkaitan dengan sumber belajar, umumnya mahasiswa menggunakan buku ajar yang dibuat oleh tim dosen Fisika Umum sebagai sumber buku utama. Menurut mereka, buku ini merupakan buku pegangan dosen yang digunakan dalam perkuliahan Fisika Umum, materinya diramu dari beberapa sumber. Selain buku ajar, mahasiswa juga memanfaatkan buku-buku teks yang tersedia di perpustakaan lembaga. Berdasarkan hasil observasi, pada program studi tersebut terdapat laboratorium Fisika Umum yang dapat dimanfaatkan dalam perkuliahan Fisika Umum. Dari sisi ruang dan peralatan, perkuliahan Fisika Umum yang memanfaatkan laboratorium untuk berlatih memecahkan masalah melalui eksperimen dapat dilaksanakan. Hasil studi ini menunjukkan, dari sisi fasilitas laboratorium dan peralatan yang tersedia di dalamnya, perkuliahan Fisika Umum berbasis masalah dengan pendekatan saintifik memungkinkan dilaksanakan. Sintaks dalam model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik merinci aktivitas apa yang dilakukan dosen selama diterapkannya model pembelajaran ini. Sintaks ini terdiri dari lima fase, yaitu: fase 1, mengorientasikan mahasiswa pada masalah; fase 2, mengorganisasikan mahasiswa untuk belajar; fase 3, membimbing penyelidikan individual dan kelompok; fase 4, mengembangkan dan menyajikan hasil penyelidikan; dan fase 5, penguatan dan tindak lanjut belajar (Arends, 2004). Aktivitas mahasiswa dengan pendekatan saintifik adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/bereksperimen, menganalisis dan mengkomunikasikan. Instrumen yang dikembangkan dan digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi, tes keterampilan proses sains, tes keterampilan berpikir kritis, angket, dan wawancara. Adapun indikator keterampilan proses sains dalam penelitian ini mencakup mengobservasi, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, memprediksi, merumuskan pola dan hubungan, berkomunikasi secara efektif, merencanakan dan melakukan penyelidikan, serta mengukur dan menghitung (Harlen & Elstgeest, 1992). Adapun indikator keterampilan berpikir kritis dalam penelitian meliputi mengklarifikasi masalah
215
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
atau pertanyaan, membuat kesimpulan dan interpretasi, mendukung kesimpulan dan interpretasi, serta mengevaluasi (McLean, 2005). Proses pengembangan tes keterampilan berpikir kritis dan berpikir kritis meliputi pengujian validitas butir soal, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tes tersebut layak untuk digunakan. Berdasarkan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan, selanjutnya dikembangkan tes keterampilan proses sains dan berpikir kritis pada topik Suhu dan Kalor. Tes keterampilan proses No. sainsSoal pada topik Suhu dan Kalor berbentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban yang berjumlah 55 item yang terdiri dari 23 butir pada topik Suhu dan 32 butir pada topik Kalor. Setelah tes keterampilan proses disusun, kemudian divalidasi oleh tiga orang ahli yang kompeten dibidangnya. Berdasarkan penilaian ahli dapat dinyatakan bahwa secara umum tes keterampilan proses sains dari sisi materi, konstruksi, dan bahasa telah memenuhi kriteria sebagai tes yang mengukur keterampilan proses sains. Berdasarkan masukan-masukan dari penilai ahli, maka dilakukan perbaikan terhadap butir soal tersebut. Rekapitulasi hasil penilaian ahli terhadap validitas dari sisi materi, konstruksi, dan bahasa dari butir-butir tes keterampilan proses sains berbentuk pilihan ganda yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Validitas Tes Keterampilan Proses Sains No. Saran Ahli Soal 1 revisi indikator (indikator lebih spesifik ke 2 sub materi) 5 revisi indikator (indikator lebih spesifik ke 7 sub materi) 8 revisi option 10 revisi indikator 20 revisi option 22 revisi kalimat soal jawaban terlalu mudah ditebak 23 tidak perlu dilengkapi gambar, karena 26 kalimat soal sudah jelas 30 sebaiknya desain gambar termometer baru 43 kunci jawaban salah 49 revisi kalimat soal 53 kunci jawaban salah perbaiki kalimat soal kunci jawaban salah Tes keterampilan berpikir kritis dikembangkan berdasarkan indikator-indikator keterampilan berpikir kritis. Butir tes keterampilan berpikir kritis berbentuk uraian berjumlah 16 item, yang terdiri dari 8 soal pada topik Suhu dan 8 soal pada topik Kalor. 216
ISBN: 979-458-808-3
Berdasarkan penilaian ahli dapat dinyatakan bahwa secara umum tes keterampilan berpikir kritis telah memenuhi kriteria sebagai tes yang mengukur keterampilan berpikir kritis. Berdasarkan masukanmasukan dari penilai ahli, maka dilakukan perbaikan terhadap butir soal tersebut. Rekapitulasi hasil penilaian ahli terhadap butir-butir tes keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Validitas Isi dan Validitas Konstruksi Tes Keterampilan Proses Sains Saran Validator 2 revisi indikator 5 revisi indikator 13 data tabel dicek ulang 14 revisi indikator KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Telah dirancang model pembelajaran Fisika Umum berbasis masalah untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan berpikir kritis. 2. Indikator keterampilan poses yang akan dikembangkan adalah: mengobservasi, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, memprediksi, merumuskan pola dan hubungan, berkomunikasi secara efektif, mendesain dan membuat, merencanakan dan melakukan penyelidikan, serta mengukur dan menghitung. 3. Indikator keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan adalah mengklarifikasi masalah, membuat kesimpulan dan interpretasi, mendukung kesimpulan dan interpretasi, serta mengevaluasi. 4. Untuk merancang model pembelajaran Fisika Umum berbasis masalah, analisis kebutuhan telah dilakukan studi literatur dan studi lapangan dan validasi instrumen ke ahli. Berdasarkan hasil yang dicapai pada penelitian ini, maka adapun saran peneliti adalah: 1. Guru/Dosen hendaknya dapat mengembangkan model pembelajaran yang inovatif seperi model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan proses sains siswa/mahasiswa. 2. Agar implementasi model pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan saintifik menjadi optimal, diperlukan fasilitas laboratorium yang memadai sehingga mahasiswa dapat berlatih menggunakan alat dengan lebih baik.
ISBN: 979-458-808-3
UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih yang tulus disampaikan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi yang telah memberikan dana untuk mendukung pelaksanaan penelitian hibah bersaing ini dengan nomor SK 016A/UN33.8/KU/2015. DAFTAR PUSTAKA Anderson, D. dan Nashon, S. (2006). “Predators of Knowledge Construction: Interpreting Students’ Metacognition in an Amusement Park Physics Program”. Wiley InterScience. Arends, R. I. (2004). Learning to Teach. 5th Ed. Boston: McGraw Hill. Bassham, G., Irwin, W., Nardene, H., & Wallace, J.M. (2008) Critical Thinking: A Students’ Introduction. 3nd Edition. New York: McGrawHill Company, Inc. Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher order Thinking Skills in Your Classroom. ASCD. Alexandria, Virginia USA. Campbell, J. (200 ). “Using Metacogs to Collaborate with Students to Improve Teaching and Learning in Physics”. Tersedia http://www.ccfi.educ.ubc.ca/publication/insight /v11n02/articles/campbell.html Ennis, R. H. (1987). A Taxonomy of Critical Thinking Dispositions and Abilities in J. B. and R. J. Sternberd (eds). Teaching Thinking Skills: Theory and Practice. New York: W. H. Freeman and Company. Ennis, R. H. (1996). Critical Thinking. University of Illinois. Prentice Hall, Inc. Upper Saddle River, New Jersey 07458. Fraenkel, J. R., Wallen, N.E, & Hyun, H.H. (2012). Hoe to Design and Evaluate Research in Education, eight edition. The McGraw-Hill Companies, Connect Learn Succeed. Harlen, W & Elstgeest, J. (1992), “UNESCO Source Book for Science Teaching in the Primary School”, NBT, New Delhi.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Heller, K., & Heller, P. (1999). Problem-Solving Labs. Introductory Physics I Mechanics. Cooperative Group problem-solving in physics McLean, C. L. (2005). Evaluating Critical Thinking Skills: Two Conceptualizations. Journal of Distance Education Revue De L’éducation À Distance Spring/Printemps Vol.20, No.2, 1-20. Moon, J. (2008). Critical Thinking an Exploration of Theory and Practice. Routledge Taylor and Francis Group London and New York. National Research Council (2000). Inquiry and the National Science Education Standards: a Guide for Teaching and Learning. [Online]. Tersedia: http://books.nap.edu/html/inquiry_addendum/n otice.html. [9 Oktober 2001]. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Rutherford, F. J. & Ahlgren, A. (1990). Science for All Americans. New York: Oxford University Press. Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Thiagarajan, S., Semmel, D. S. and Semmel, M. (1974). Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. Source Book. Bloominton: Center for Innovation on Teaching the Handicapped.
217
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA CALON GURU FISIKA Sehat Simatupang dan Togi Tampubolon Universitas Negeri Medan
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini akan dilakukan pengembangan model pembelajaran berbasis masalah pada Praktikum Rangkaian Listrik untuk meningkatkan kognisi mahasiswa calon guru fisika. Permasalahan yang dihadapi di perguruan tinggi proses praktikum di laboratorium fisika cenderung masih bersifat verifikasi. Penelitian ini berupaya untuk memdesain model pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada penyelidikan melalui eksperimen. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Negeri Medan. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan kualitas kompetensi calon guru fisika dalam menerapkan pembelajaran dengan aktivitas kinerja ilmiah. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengembangkan desain pembelajaran dalam praktikum dan kognisi mahasiswa. Penelitian dilakukan dengan metode research and development. Metode penelitian ini digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut, yaitu desain model pembelajaran Praktikum Rangkaian Listrik berbasis masalah. Produk yang dihasilkan yaitu perangkat pembelajaran berbasis masalah, alat praktikum dan model pembelajaran Praktikum Rangkaian Listrik yang dapat meningkatkan kognisi mahasiswa. Penelitian ini dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan calon guru fisika untuk memiliki keahlian tertentu (softskill) dan kemampuan memfasilitasi siswa dalam kegiatan eksplorasi. Adapun hasil pengembangan model pembelajaran Praktikum Rangkaian Listrik berbasis masalah pada penelitian ini masih pada tahap pengembangan perangkat pembelajaran dan instrumen yang mengukur kognisi. Kata kunci: model pembelajaran berbasis masalah, kognisi dan scientific inquiry PENDAHULUAN Fisika sebagai bagian dari sains merupakan suatu ilmu yang berlandaskan eksperimen yang pengembangan dan aplikasinya menuntut standar tinggi pada kerja eksperimental. Eksperimen atau praktikum fisika membantu siswa/mahasiswa mendapatkan keterampilan-keterampilan teknis, seperti: manipulasi peralatan dan material, observasi, pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil observasi, pemecahan masalah, kerja tim, mendesain eksperimen dan keterampilan berkomunikasi (Ünal & Özdemir, 2013 dan Deacon & Hajek, 2010). Hal ini didukung oleh Deacon & Hajek menyatakan bahwa praktikum merupakan komponen esensial untuk mengajarkan metode ilmiah dan memahami hakekat sains. Pelaksanaan eksperimen (praktikum di laboratorium) dalam fisika dapat membangkitkan keingitahuan mahasiswa terhadap fisika. Dalam melakukan praktikum, mahasiswa didorong untuk berpartisipasi aktif dan dilatih untuk mengembangkan scientific inquiry yang dapat meningkatkat hasil belajarnya. Sementara itu, Hofstein & MamlokNaaman (2007) menyatakan bahwa ekserimen di laboratorium dimaksudkan untuk meningkatkan penguasaan konsep dalam sains dan aplikasinya; kemampuan memecahkan masalah dan keterampilanketerampilan ilmiah; kebiasaan berpikir ilmiah; memahami bagaimana sains dan ilmuawan bekerja; dan menumbuhkan minat dan motivasi. Lebih lanjut 218
dan Hussain, 2011 menyatakan bahwa dengan kegiatan laboratorium dalam pembelajaran fisika dapat membangkitkan minat siswa; membantu dan mengembangkan konsep; menanamkan scientific inquiry dan mengembangkan keterampilan sosial. Berdasarkan analisis kurikulum, keterampilan scientific inquiry merupakan salah satu acuan pembelajaran yang harus dijadikan dosen dalam melaksanakan pembelajaran. Scientific inquiry menekankan pada pembentukan keterampilan, pengetahuan dan pengkomunikasian hasil penyelidikan. Dosen harus dapat menumbuhkan potensi keterampilan scientific inquiry dalam diri mahasiswa dan mengembangkan keterampilan tersebut sesuai dengan taraf pemikiran mahasiswa. Mahasiswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuh-kembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan scientific inquiry itu akan menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai sehingga menciptakan cara belajar mahasiswa yang aktif sehingga penguasaan konsep mereka akan lebih meningkat. Keterampilan scientific inquiry dapat dikembangkan dengan melalui praktikum (Wenning, 2011 dan Woolnough & Allsop dalam Rustaman, 2003). Lebih lanjut Woolnough & Allsop (dalam Rustaman, 2003) menyatakan bahwa beberapa alasan
ISBN: 979-458-808-3
penyelenggaraan kegiatan praktikum antara lain: membangkitkan motivasi dan aktivitas belajar, menunjang penguasaan konsep, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Standar Pendidikan Sains Nasional Amerika (NRC, 1996) menyarankan bahwa dalam perkuliahan penyiapan guru sains, pengembangan profesionalnya harus memberikan pembekalan kemampuan pengambilan keputusan, penguasaan teori, bernalar dan kerja praktik atau praktikum. Untuk calon guru fisika, praktikum bertujuan untuk membangun kompetensi calon guru dalam mengembangkan konsep-konsep fisika dengan memanfaatkan teknologi dan seni dan mampu menggunakan peralatan fisika dalam pengembangan konsep-konsep fisika (Depdiknas, 2004). Selain itu melalui praktikum, calon guru diharapkan memiliki pengalaman bagaimana mengelola praktikum, yang pada saatnya akan sangat bermanfaat di tempat kerjanya sebagai guru fisika. Studi pendahuluan terhadap hasil belajar Praktikum Rangkaian Listrik di Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA suatu PTN di Medan ternyata baru mampu meningkatkan pengembangan keterampilan dasar melaksanakan eksperimen, belum mampu meningkatan keterampilan scientific inquiry dan kognisi dan bahkan kelemahan eksplanasi mahasiswa seperti menjelaskan langkah-langkah suatu prosedur dan gejala yang teramati, kemungkinan akan terus berlangsung jika pola pelaksanaan praktikum tidak diperbaiki, terutama panduan praktikum yang bersifat verifikatif. Permasalahan praktikum fisika khususnya Rangkaian Listrik yang bersifat verifikatif serta hasilnya juga menjadi perhatian para peneliti di berbagai negara. Ünal & Özdemir (2013) dan Heller & Heller (1999) mengingatkan bahwa langkah kerja dalam laboratorium resep (panduan yang bersifat verifikatif) kurang memberi peluang memproses informasi secara mendalam dan perhatian utama mahasiswa hanyalah penyelesaian tugas praktikum. Salah satu model pembelajaran yang memberikan peluang bagi mahasiswa untuk memiliki pengalaman menemukan suatu konsep dan mengembangkan keterampilan scientific inquiry adalah model pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model yang membentuk mahasiswa melakukan pemecahan masalah secara kreatif, aktif dan menghargai keragaman yang timbul selama proses pemecahan masalah dengan kata lain model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi mahasiswa untuk belajar tentang keterampilan pemecahan masalah, keterampilan scientific inquiry untuk memperoleh pengetahuan dan konsep essensial.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
METODE PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan adalah research & development melalui langkah-langkah 4D, yaitu: pendefinisian (define), pendesainan (design), pengembangan (develop) dan diseminasi (disseminate) (Thiagarajan, et al., 1974). Penelitian ini mengembangkan Praktikum Rangkaian Listrik berbasis masalah yang dapat meningkatkan keterampilan scientific inquiry dan kognisi. Tahap pendefinisian dilakukan untuk menganalisis kebutuhan dengan mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan produk yang dikembangkan. Pengumpulan berbagai informasi ini dilakukan dengan studi pendahuluan melalui studi literatur dan studi lapangan. Hasil yang diperoleh pada studi literatur dan studi lapangan digunakan sebagai bahan untuk merancang produk awal berupa model pembelajaran Praktikum Rangkaian Listrik berbasis masalah untuk meningkatkan keterampilan scientific inquiry dan kognisi dan perangkat pembelajaran untuk mendukung model yang dikembangkan. Tahap pengembangan dilakukan melalui validasi ahli, ujicoba terbatas dan ujicoba skala luas. Untuk keperluan penilaian ahli disiapkan rubrik untuk menilai dan memberi masukan terhadap butir-butir tes yang diujicoba. Draft pengembangan model pembelajaran Praktikum Rangkaian Listrik berbasis masalah yang sudah dirancang, selanjutnya divalidasi oleh tiga orang ahli (dosen). Tiga dosen yang dipilih sebagai ahli masing-masing memiliki keahlian dalam bidang konten Praktikum Rangkaian Listrik dan bidang pembelajaran. Masukan-masukan yang diberikan ahli digunakan untuk menyempurnakan draft pengembangan model pembelajaran Praktikum Rangkaian Listrik. Populasi dalam penelitian ujicoba skala terbatas adalah seluruh mahasiswa yang mengontrak matakuliah Praktikum Rangkaian Listrik Universitas Negeri Medan. Subyek dalam ujicoba terbatas adalah mahasiswa calon guru fisika pada Universitas Negeri Medan yang terdiri dari satu kelas. Metode penelitian ini adalah pra-eksperimental dengan one group pretest-posttest design. Pengembangan model pembelajaran berbasis masalah, diuji pada skala yang lebih luas. Populasi dalam penelitian ujicoba skala luas adalah seluruh mahasiswa calon guru fisika Universitas Negeri Medan. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dan kelompok kontrol dengan pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan dalam penelitian ujicoba skala luas adalah kuasi-eksperimen dengan pretest-posttest control group design. Tahap diseminasi dalam penelitian ini dilakukan di perguruan tinggi lain di luar Universitas Negeri Medan yang ada di Sumatera Utara. Produk akhir dari penelitian dan pengembangan ini berupa model pembelajaran Praktikum Rangkaian Listrik
219
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
berbasis masalah yang telah teruji yang dapat meningkatkan keterampilan scientific inquiry dan kognisi mahasiswa. Adapun hasil penelitian pengembangan model Praktikum Rangkaian Listrik berbasis masalah dengan pendekatan saintifik untuk meningkatkan keterampilan scientific inquiry dan kognisi mahasiswa calon guru yang dilaporkan di sini adalah masih dalam tahap pendefenisian, desain dan pengembangan. Pada tahap pendefenisian telah dilakukan studi literatur dan studi lapangan. Pada tahap pendesainan telah membuat perangkat pembelajaran beserta instrumen dan pada tahap pengembangan telah memvalidasi instrumen ke ahli. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis kebutuhan dilakukan melalui studi pendahuluan di Universitas Negeri Medan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang apa yang diperlukan mahasiwa sebagai calon guru fisika dan dapat dipenuhi melalui perkuliahan Praktikum Rangkaian Listrik, bagaimanakah kondisi perkuliahan Praktikum Rangkaian Listrik yang selama ini, fasilitas belajar yang tersedia, serta latar belakang mahasiswa ditinjau dari keterampilan scientific inquiry dan kognisi. Studi pendahuluan dilakukan dengan studi literatur dan studi lapangan. Melalui studi literatur telah dilakukan analisis terhadap kompetensi seorang guru fisika serta peran perkuliahan Praktikum Rangkaian Listrik, keterampilan scientifc inquiry, kognisi, teori-teori dan temuan-temuan penelitian. Studi lapangan dilakukan melalui observasi, wawancara, dan tes. Melalui observasi dan wawancara dapat dianalisis praktik perkuliahan Praktikum Rangkaian Listrik yang selama ini dilakukan dan fasilitas belajar yang tersedia. Analisis keterampilan scientific inquiry dan kognis mahasiswa terhadap perkuliahan Praktikum Rangkaian Listrik digali melalui tes. Analisis kesulitan dan tanggapan mahasiswa terhadap perkuliahan Praktikum Rangkaian Listrik digali melalui wawancara. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, proses belajar mengajar Praktikum Rangkaian Listrik di kelas cenderung dengan melakukan praktikum dengan menggunakan buku penuntun praktikum yang bersifat verifikasi dengan alat dan bahan sudah tersedia di meja praktikum. Mahasiswa juga tidak dihadapkan pada masalah yang berkaitan dengan materi yang dipelajari, padahal materi pada perkuliahan Praktikum Rangkaian Listrik sangat erat kaitannya dalam permasalahan kehidupan sehari-hari. Dengan perkuliahan seperti ini, mahasiswa kurang terlatih keterampilan scientific inquiry nya karena mahasiswa tidak dihadapkan pada masalah yang memerlukan proses penyelidikan lebih lanjut melalui eksperimen. Mahasiswa tidak terlatih membuat hipotesis sebelum melakukan eksperimen lebih lanjut, mahasiswa tidak terlatih merancang percobaan sesuai
220
ISBN: 979-458-808-3
dengan ide dan kreasinya masing-masing. Masiswa juga tidak terlatih untuk memilih dan menggunakan alat yang mana sebelumnya mereka yang harus memilihnya. Tahap pendefinisian yang dilakukan berupa (1) Membuat pedoman pengelolaan pembelajaran; (2) Merancang silabus/RPP berbasis masalah untuk delapan kali pertemuan; (3) Membaut LKM berbasis masalah; (4) Menyusun perangkat tes, berupa: tes keterampilan scientific inquiry, tes kognisi, dan pedoman observasi. Menyusun tes keterampilan scientific inquiry dan tes kognisi pada topik Arus Searah dan Arus Bolak Balik menggunakan acuan indikator keterampilan scientific inquiry dan kognisi yang sudah dirumuskan sebelumnya. Draft pengembangan model pembelajaran pembelajaran Praktikum Rangkaian Listrik berbasis masalah yang dirancang harus memperhatikan kelayakan implementasi di lapangan, seperti tersedianya fasilitas pendukung. Pembuatan lembar kerja mahasiswa (LKM) pada konsep-konsep pokok pada topik Arus Searah dan Arus Bolak Balik, yaitu: Rangkaian Seri dan Pararel; Rangkaian Terbuka; Hubungan Singkat; Analisis Loop dan Daya Listrik; Gejala Transien; Rangkaian Seri RC; Rangkaian Seri RL; dan Rangkaian Seri RLC. Langkah-langkah kegiatan pada LKM adalah: menuliskan tujuan percobaan; menyajikan masalah dalam kehidupan sehari-hari; membuat hipotesis; menuliskan alat dan bahan yang akan digunakan; menentukan variabel yang diamati; menjelaskan langkah-langkah percobaan, membuat gambar rancangan; menuliskan hasil pengamatan pada tabel; menjawab pertanyaan analisis; memprediksi dan membuat kesimpulan. Tes yang disusun meliputi tes keterampilan scientific inquiry dan kognisi pada topik Arus Searah dan Arus Bolak Balik. Penyusunan tes ini meliputi kegiatan pembuatan kisi-kisi dan penulisan butir-butir tes. Adapun indikator keterampilan scientific inquiry yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi mengidentifikasi masalah, melakukan eksperimen ilmiah untuk mengumpulkan data, menerapkan metode numerik dan statistik untuk mencapai dan mendukung kesimpulan, merumuskan hipotesis dan menggunakan teknologi yang tersedia (Wenning, 2011). Berdasarkan indikator-indikator tersebut, dikembangkan butir tes berbentuk uraian untuk mengukur keterampilan scientific inquiry berjumlah 20 item. Indikator kognisi dalam penelitian ini: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta (Anderson & Krathwohl, 2001). Berdasarkan indikator-indikator dan model pembelajaran berbasis masalah, dikembangkan butir tes berbentuk pilihan berganda dengan lima option berjumlah 52 item pada topik arus searah dan arus bolak-balik masing-masing 26 soal. Setelah tes keterampilan scientific inquiry disusun, kemudian divalidasi oleh tiga orang ahli yang
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
kompeten dibidangnya. Berdasarkan penilaian ahli dapat dinyatakan bahwa secara umum tes keterampilan scientific inquiry telah memenuhi kriteria sebagai tes yang mengukur keterampilan scientific inquiry. Berdasarkan masukan-masukan dari penilai ahli, maka dilakukan perbaikan terhadap butir soal tersebut. Rekapitulasi hasil penilaian ahli terhadap tes keterampilan scientific inquiry berbentukuraian yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Scientific Inquiry No. Soal
Validitas
Tes
Keterampilan
Saran Ahli ARUS SEARAH (DC)
3 6 8
revisi indikator revisi kalimat soal revisi indikator
12 15 19
ARUS BOLAK BALIK (AC) revisi kalimat soal revisi indikator jawaban terlalu mudah
Tes kognisi dikembangkan berdasarkan indikator-indikator hasil beajar dalam ranah kognisis. Butir tes kognisi berbentuk pilihan berganda dengan lima optian pada topik berjumlah 52 item pada topik arus searah (Direct Current (DC)) dan arus bolakbalik (Alternating Current (AC)) masing-masing 26 soal. Berdasarkan penilaian ahli dapat dinyatakan bahwa secara umum tes kognisi dari sisi materi, konstruksi, dan bahasa telah memenuhi kriteria sebagai tes yang mengukur hasil belajar dalam ranah kognisi. Berdasarkan masukan-masukan dari penilai ahli, maka dilakukan perbaikan terhadap butir soal tersebut. Rekapitulasi hasil penilaian ahli terhadap butir-butir tes kognisi yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Validitas Tes Kognisi No. Soal 1 2 3-5 16 23 25
Saran Ahli ARUS SEARAH (DC) option kurang homogen kalimat soal sebaiknya menggunakan istilah yang umum perbaiki kalimat soal kunci jawaban salah pengecohnya diperbanyak kunci jawaban salah ARUS BOLAK BALIK (AC)
9 15 16-18
kalimat soal sebaiknya menggunakan istilah yang umum perbaiki kalimat soal revisi indikator
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Telah dirancang model pembelajaran Praktikum Rangkaian Listrik berbasis masalah untuk meningkatkan keterampilan scientific inquiry dan kognisi mahasiswa. 2. Indikator keterampilan scientific inquiry yang dikembangkan adalah: mengidentifikasi masalah, melakukan eksperimen ilmiah untuk mengumpulkan data, menerapkan metode numerik dan statistik untuk mencapai dan mendukung kesimpulan, merumuskan hipotesis dan menggunakan teknologi yang tersedia. 3. Indikator kognisi yang dikembangkan, yaitu: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. 4. Untuk merancang model pembelajaran Fisika Umum berbasis masalah, analisis kebutuhan telah dilakukan studi literatur dan studi lapangan dan validasi instrumen ke ahli. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih yang tulus disampaikan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi yang telah memberikan dana untuk mendukung pelaksanaan penelitian hibah bersaing ini. DAFTAR PUSTAKA Anderson, L.W. & Krathwol, D.R. (eds). (2001). A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing. A Revision of Bloom’s Ta onomy of Educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Deacon, C & Hajek, A. (2010) Student Perceptions of the Value of Physics Laboratories International Journal of Science Education. 1-22. Depdiknas. (2004). Standar Kompetensi Guru Pemula Program Studi Pendidikan Fisika Jenjang S1. Jakarta: Direktur Jenderal Perguruan Tinggi. Heller, K., & Heller, P. (1999). Problem-Solving Labs. Introductory Physics I Mechanics. Cooperative Group problem-solving in physics. Hofstein, A.& Mamlok-Naaman, R. (2007). The Laboratory in Science Education: The State of The Art. Journal of Chemistry Education Research and Oractice, 8(2), 105-107. Hussain, A., Azeem, M., & Shakoor, A. (2011). Physics Teaching Methods: Scientific Inquiry Vs Traditional Lecture. International Journal of Humanities and Social Science 1(19) 269276. National Research Council. (1996). National Science Education Standards. Washington: DC, National Academy Press. Rustaman, N.Y. (2003). Perencanaan dan Penilaian Praktikum di Perguruan Tinggi. Hand Out Program Applied Approach bagi Dosen Baru
221
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung, 13-25 Januari 2003. Thiagarajan, S., Semmel, D. S. & Semmel, M. (1974). Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. Source Book. Bloominton: Center for Innovation on Teaching the Handicapped.
222
ISBN: 979-458-808-3
Ünal, C. & Özdemir, Ö. F. (2013). A physics laboratory course designed using problembased learning for prospective physics teachers. European Journal of Science and Mathematics Education 1(1) 29-33. Wenning, C. J. 2011. Experimental inquiry in introductory physics courses. Journal of Physics Teacher Education Online. 6(2) 1-8.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
EXPERIENTIAL LEARNING THROUGH VIDEO TASKS IN LEARNING SPEAKING (Case Study: Students at LP3I Medan) Tasnim Lubis Polytechnic LP3I Medan
[email protected] Abstract Learning speaking deals with routine practically. Students need situation where they are able to achieve the lesson in long term memory. One of the methods is e periential method because it deliberates human’s thought, feeling, ideas and actions. The objective of the study is to provide the innovative concept of learning speaking by using technology through video tasks. The study was a case study at LP3I Medan. The population was the students from two classes that consist of four majors (Official Management (OM), Accountant, IT, and Design Animation (DA). The data were collected by using questioner and students’ video tasks. They were analyzed by using Likert scale and Experiential Learning stages that proposed by David Kolb (1984), they are: Concrete Experience (CE), Reflective Observation (RO), Abstract Conceptualization (AC), and Active Experimentation (AE). The result of questioner from two classes showed that the score are 465 and 456. These score is close to the highest score (728). It meant that more than half students were enjoy and happy learning speaking through video Task. Besides, the video task more obvious and able to encourage them to speak. From the product of their video task, students were able to speak more bravely and more creatively. Keywords: Experiential Learning, Video Tasks, Speaking BACKGROUND OF THE STUDY Learning foreign language needs intrinsic and extrinsic motivation. Intrinsic motivation refers to motivation to engage in an activity for its own sake. Students who are intrinsically motivated perform tasks and engage in behaviors because they find them enjoyable. Simply participating in the activity is reward enough. On the other hand, extrinsic motivation is motivation promoted by factors external to the individual. Individuals who are extrinsically motivated work on tasks because they believe that participation will result in desirable outcomes such as a reward or praise. Students who do not have intrinsic motivation in learning English especially speaking should be supported through particular method or technique. The method or techniques should be suitable to the situation of students’ character. It is obvious that adult learners may have experienced failure or criticism at school which makes them anxious and under-confident about learning language. Harmer (2010) stated that adult learners come with a lot of previous learning experience which may ham per their progress. Students who have had negative learning experiences in the past may be nervous of new learning. Learning is an activity or a process to get something more develop. As a lecturer, developing students’ language is very important because they are prepared for getting a job further. Learning is not only to gain the knowledge but also to build creative and innovative character. Hilsdon (2011: 14) defines Learning Development as a complex set of multidisciplinary and cross-disciplinary academic roles and functions, involving teaching, tutoring, research, and the design and production of learning materials, as well as involvement in staff development, policy-
making and other consultative activities. It is very important for students to achieve the knowledge and own it as their e perience. To develop students’ speaking, lecturers should study about some elements such as students’ level, age, students’ motivation and students’ preference. One of methods is Experiential Learning. Experiential learning not only deals with getting knowledge, but also deliberating students in learning process hence they have experience directly. As Confusius stated that I hear and I forget. I see and I remember. I do and I understand. It is means that learning process will be meaningful if students involved in action instead. RESEARCH METHODOLOGY Qualitative method was applied in this study. The design was descriptive qualitative. The data were taken from the questioner that was given to the students. There were two classes got the questioner that asking about their opinion in making videos and the lesson that they got from the video. In LP3I, students were divided based on leveling. It is means that they belong from some majors (Accountant, Office Management, IT and Design Animation). The topics were job interview, negotiating, and advertisement. The data were collected by using questioner and students’ Video Tasks. The questioner was analyzed by using Likert Scale and Video Tasks were described based on mental/social processing that convey language processing, interacting with others and (on the-spot) information processing. The assessment was related to experiencing, reflecting, thinking, and acting as the element of Experiential Learning.
223
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
RESULT AND DISCUSSION Experimental research deals with learning by doing. Based on their opinion, the writer would like to describe students’ attitude about learning speaking through Video Tasks. The writer (also the lecturer in both classes) took them as population. The questioners were analyzed by using Likert Scale. There were five options in questioner. It labeled as follows: SA = Strongly Agree (2) A = Agree (1) N = Neutral (0) D = Disagree (-1) SD = Strongly Disagree (-2) The questioners’ result was displayed in table below: Picture 1 Video Task of LP3I Students with Topic Job Interview
Table 1 Questioner of students at OM.GM (Morning) STs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 SA A N D
Q1 A A A N D A A A A A SA A SA SA SA SA NA A SA A A SA A A NA A
Q2 SA A N SA A A SA N SA A SA A SA A SA SA SA SA SA SA SA SA A SA NA A
Q3 SA N N SA D A A N SA N SA SA SA A SA SA A A SA SA SA SA N A A A
Q4 A A A SA N SA SA A SA A SA SA N A SA SA SA SA SA SA SA SA A SA N A
Q5 A A A SA A A N N A SA A A N SA A A A SA SA SA SA SA N SA A A
Q6 SA A A SA N A SA A SA A SA SA SA SA SA SA SA SA SA N SA SA A SA SA A
Q7 A A A SA N A A N SA A SA SA SA SA A SA A A SA SA SA SA N SA A A
Q8 SA A A SA A A A A SA SA SA SA N SA SA SA SA A A SA SA SA A SA A A
Q9 A A A SA A SA SA A SA SA SA A SA SA SA SA N A A SA A SA A SA A A
Q10 N A A N A SA N A SA SA SA A A SA A SA A A A SA N SA A SA A A
Q11 A N A SA N N N N A SA SA SA N SA SA SA A SA A A SA SA A SA SA A
Q12 SA N A SA N N N A SA SA SA A N SA SA SA SA SA A A SA SA A SA SA A
Q13 SA A A SA N SA N A SA SA A A SA SA SA A A A SA SA SA SA A SA SA A
Q14 N N N SA N A N N A SA A SA N A SA N SA A SA A D A A SA A A
: 158 x 2 = 316 : 152 X 1 = 152 : 5 x (0) = 0 : 3 x (-1) = -3 465
For the result, the highest number is multiplied to the number of students and the number of questions (2 x 26 x 14 = 728). Meanwhile the result of questioner, the whole score in each option is added (316 + 152 + 0 + (-3) = 465. Therefore, it can be seen the diagram as follows:
The table above showed students’ OM.GM opinion about learning speaking through video was positive. From -728 to 728 (the lowest to the highest number), 465 was close to 728. It is means that they were agree and got experience in learning speaking through Video Tasks.
224
Table 2 Questioner of students at leveling class (AK, IK and DA.GM) STs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Q1 A SA A SA SA SA N SA A SA A A A A A N A N SA SA A A A A SA D
Q2 SA SA A SA SA SA A SA A SA A A A N A SA A A SA SA A A A A N A
Q3 SA SA A SA SA SA A SA SA SA A A A A A SA SA A SA SA A A A A N A
Q4 A SA A SA SA SA N SA SA SA SA N D A SA SA A A SA SA A SA SA A N SA
Q5 A SA N SA SA A SA A SA SA A A A SA N SA A N SA SA A N N SA SA A
SA
: 148 x (2) = 296
A
: 162 x (1) = 162
N
: 52 x (0) = 0
D
: 2 x (-1) = -2
Q6 SA SA SA SA SA SA SA A A SA SA A A A A SA SA A N N SA SA SA A SA A
Q7 A N A SA SA A A SA A SA SA A A A A SA A N A A N A A A SA A
Q8 A A N SA SA SA A SA SA SA SA SA SA N A SA A N SA SA A SA SA A N A
Q9 A N A A SA SA SA A SA SA SA N A A A SA A N SA SA A SA SA A SA A
Q10 A A A A A A SA A A N A A A A A SA SA N SA SA A A A N SA N
Q11 A N N N A A A SA SA A SA A A N A SA A A SA SA SA N N A N N
Q12 A A N A A SA A A A SA SA A SA N A SA SA A SA A A A A N N A
Q13 A A A SA SA SA A SA A SA A SA SA N A SA A N SA N A A A A SA A
Q14 N N N N A A A A SA SA A A SA N A SA N A A A A SA SA N SA N
456
-728
0
456
728
The table above showed students’ of AK, IK, and DA.GM opinion about learning speaking through video was positive. From the lowest to the highest number, 456 was close to 728. It is means that they were agree and got experience in learning speaking through Video Tasks. Based on Likert scale, both classes showed their interested about Video Task.
ISBN: 979-458-808-3
The activities in experiential learning during Video Task was described based on Kolb’s model, they were: 1.
2.
3.
4.
Concrete Experience (Do) When students make a video they try to put their experience into the video that linked to topic. It deliberates feeling, though and action. Students who haven’t e perience directly (but they could have from movie for example) also able to give ideas into the video that they made. Concrete experience as a reflection of diverging let the students to explore their ideas into the Video Task. Reflective Observation (Observe) In this part, student able to review the result (from their video), then they were able to add here and there or add some illustration to support the video seems real and good look. Abstract Conceptualization (Think) In abstract conceptualization, students found the new things or sure about something that they have known previously. The ability to get the point or the goal of the lesson is able to reach in this part. When the videos display on the class, students were given opportunities to give the comment, to evaluate, to ask anything that they don’t know (include the culture of target language). Active Experimentation (Plan) The Experiential Learning in making video and speaking English in Video Tasks, build students’ achievement about the topic that they have learned because they deliberate their though and feeling into an action. The lesson will be stay in long term memory and become one of their experiences. Further, they were able to use them (language use) for the same situation.
Picture 2 VideoTask of LP3I Students with Topic Advertisement Based on the analysis, the students were in a process where they were stimulated by their prior knowledge that linked to the topic. Moreover, they were not limited in doing their assignment. This process will build creative and innovative value in learning process. Besides, they also could combine their English lesson to their ability in computer skill. This point is really important for the students to have opportunities in learning as they own ability. There are
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
some benefits in learning speaking through Video Task; (1) students learned work in a group or team (2) students able to share their experience (for the students who ever have experience) to the others (3) students achieve the experience from Video Task because it is related to real life (4) students are happy and enjoy in learning the lesson and making their tasks and (5) students also learn about the culture of target language. From the picture (1) it can be seen that students did role play as they were in the real situation in facing job interview. In the picture (2) students had role as actors in promoting gadget by comparing between old gadget and new gadget. Through Video Tasks, students showed their interest in creating the real situation and they had preparation about how to speak and using the suitable sentences particularly. In addition, this Video Task stimulated them to learn English (especially speaking) by themselves. They searched from internet and when they got problem, they can discuss it with lecturer. CONCLUSION Making video and speaking English in Video Tasks were able to gain students’ achievement in speaking lesson and enjoyable. From the result of questioner from two classes showed that students like to learn speaking through Video Tasks. It also builds their cooperative work because the Video Tasks consist of dialogue that deliberates two or more students. Team work is necessary here toward the success of their task. Moreover, Video Task is able to stimulate students to learn English more effective and efficient. REFERENCES Brown (2007). Principles of Language Learning and Teaching. Pearson: Longman Harmer (2010). How to Teach English: new edition. China: Longman Hilsdon (2011). What is Learning Development? In P. Hartley, J. Hilsdon, C. Keenan, S. Sinfield & M. Verity, eds. Learning Development in Higher Education. Basingstoke: Palgrave Macmillan, pp. 13-27 Harmer (2003). The Practice of English Language Teaching: 3rd edition. Edinburgh: Longman Kolb (1984). Experiential Learning: Experience at the Source of Learning and Development. Prentice Hall Inc, Englewood. Cliffs, N.J http://www.businessballs.com/kolblearningstyles.htm. Acessed on May 11. 2015
225
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KELAS X SMA AL-HIDAYAH MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2014 / 2015 1)
Tumiur Gultom1) dan Santi Apriani Harahap2) Tenaga Pengajar Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan, 2)Lulusan Prodi Pendidikan Biologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan, Kampus : Jl. Willem Iskandar Pancing Medan Estate , Medan, Sumatera Utara. Email korespondensi :
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran project based learning pada materi pencemaran lingkungan kelas X-1 SMA Al- Hidayah Medan Tahun Pembelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dalam 2 siklus penelitian. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-1 yang berjumlah 43 orang. Hasil belajar mencakup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Hasil belajar aspek kognitif dikumpulkan dengan menggunakan tes pilihan berganda sedangkan hasil belajar aspek psikomotorik dan afektif dikumpulkan dengan menggunakan lembar penilaian observasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan ketuntasan belajar siswa yaitu 32,56% pada pra siklus, 67,44% pada siklus I dan 88,37% pada siklus II. Aspek psikomotorik pada siklus II terjadi peningkatan dari siklus I, karena dari penilaian produk siswa didapatkan bahwa ≥8 % siswa telah mendapatkan kategori baik. Rata-rata persentase afektif siswa adalah 69,37% pada siklus I dan terjadi peningkatan pada siklus II menjadi 84,02%. Rata-rata persentase aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 53,01% dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 79,86%. Dengan hasil diatas maka project based learning meningkatkan hasil belajar siswa. Kata kunci: penelitian tindakan kelas, hasil belajar PENDAHULUAN Pembelajaran dengan metode ceramah menyebabkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran mengakibatkan siswa cenderung hanya berperan sebagai penerima informasi yang diberikan oleh guru. Pembelajaran diarahkan untuk menghafal dan menimbun informasi, sehingga siswa pintar secara teoritis tetap miskin aplikasi. Siswa belum diajak berpikir untuk menyikapi permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari. Selama metode diskusi berlangsung, siswa juga kurang terampil dalam mengembangkan kreativitas berpikirnya dan sulit mengemukakan pendapatnya. Pada pembelajaran biologi materi pencemaran lingkungan, siswa hanya mengetahui konsep. Proses pembelajaran demikian mengakibatkan siswa kurang memahami hubungan antara konsep yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari yang berakibat pada hasil belajar yang tidak memuaskan dan keterampilan proses sains yang masih rendah. Hasil ujian biologi siswa kelas X di SMA Al-Hidayah Medan pada mid semester 2013/2014 menunjukkan bahwa siswa memperoleh nilai rata-rata 65. Hasil wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran biologi Ibu Rika Khairani Siahaan, S.Pd yang mengajar di SMA Al-Hidayah Medan, diperoleh informasi bahwa guru dalam proses pembelajaran selama ini menggunakan metode yang bervariasi yakni metode ceramah, diskusi dan games.. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan berhasil diungkapkan, akan tetapi solusi terhadap permasalahan tersebut belum tampak jelas.
226
Hal demikian mengakibatkan siswa kurang mengembangkan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di lingkungan. Memilih model pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran. Pada dasarnya tidak ada satu model pembelajaran yang dapat tepat digunakan pada setiap materi, sebab setiap model pembelajaran yang digunakan pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu dalam pembelajaran biasanya digunakan berbagai model yang sesuai dengan materi yang diajarkan.Salah satu pembelajaran yang dianggap mampu mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendekatan pembelajaran berbasis proyek. Hasil penelitian Gultom (2014) [1] bahwa model pembelajaran project based learning memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas XI IPA SMA Santa Maria Medan pada materi sel dalam hal mengerjakan soalsoal tingkat tinggi. Menurut penelitian Gangga (2013) bahwa pembelajaran berbasis proyek memiliki peranan yang sangat penting untuk peningkatan keterampilan proses ilmiah dan membantu dalam pembelajaran biologi. Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang telah dipaparkan tersebut penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran project based learning pada
ISBN: 979-458-808-3
materi pencemaran lingkungan kelas X-1 SMA AlHidayah Medan tahun pembelajaran 2014/2015 . TINJAUAN PUSTAKA Belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2010)[2}. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan (raw materials) menjadi barang jadi (finished goods). Dalam siklus inputproses-hasil, hasil dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya dibanding sebelumnya. Model Pembelajaran Project Based Learning Pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah sebuah model pembelajaran yang inovatif yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Pembelajaran berbasis proyek adalah salah satu pembelajaran berpusat pada siswa atau pembelajaran aktif yang mengajak siswa untuk merancang, merencanakan dan memecahkan masalah yang berawal dari pertanyaan penuntun yang menarik dan menantang siswa untuk berpikir kreatif dan berkolaborasi, kemudian menghasilkan karya yang dapat dipertunjukkan berupa produk, poster, atau presentase (Patton, 2012)[3]. Menurut Thomas (2000)[4], Pembelajaran berbasis proyek merupakan sebuah model yang mengorganisasikan pembelajaran berdasarkan proyek. METODE PENELITIAN Jenis penelitiann yang dipakai adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan di SMA Al-Hidayah Medan yang berlokasi di Jl. Letda Sudjono Gang Perguruan No 4, pada bulan April-Juni 2015. Penentuan sampel dengan menggunakan tekhnik purposif, sehingga didapatkan satu kelas yang menjadi subjek penelitian yaitu kelas X-1 sebanyak 43 orang siswa. Pelaksanaan penelitian mengikuti suatu daur (siklus) yang didalamnya terdapat kegiatan merencanakan tindakan (planning), melaksanakan tindakan (acting), melakukan pengamatan (observing), dan melaksanakan refleksi (reflecting) pada seluruh tindakan sebelumnya. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes pilihan berganda dan lembar observasi. Data penelitian yang berhubungan dengan aktivitas siswa menggunakan lembar observasi
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
aktivitas belajar siswa melalui bantuan sembilan orang observer. Data penelitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran project based learning a. Hasil belajar bidang kognitif Penggunaan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa bidang kognitif dilihat dari data yang diperoleh bahwa terjadi peningkatan jumlah siswa yang memperoleh nilai 75 ke atas (sesuai kriteria keberhasilan tindakan) pada pembelajaran, dalam siklus 1 terdapat 29 orang (67,44%) memperoleh nilai di atas 75 dan 14 orang (32,56%) masih memperoleh nilai di bawah 75. Sedangkan pada siklus 2 jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas 75 meningkat menjadi 38 orang (88,37%) dan siswa yang memperoleh nilai di bawah 75 menurun menjadi 5 orang (11,63%). Peningkatan hasil belajar siswa di bidang kognitif dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya karena meningkatnya motivasi dan keaktifan belajar yang berimplikasi terhadap meningkatnya hasil belajar di bidang kognitif. Sebagaimana diungkapkan oleh Anurrahman (2012)[5] bahwa faktor-faktor hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi dua faktor utama yakni dari dalam diri dan faktor yang datang dari luar diri siswa. Faktor-faktor ini dapat berupa tingkat intelegensi, cara belajar, bakat, waktu untuk belajar, beban atau tugas belajar, tingkat disiplin diri, model dan bahan ajar yang tersedia dan lain sebagainya. b.
Hasil belajar bidang afektif dan psikomotorik Untuk ranah afektif, pengamatan berdasarkan lembar penilaian sikap ilmiah siswa. Secara individu siswa lebih peka terhadap lingkungan pada siklus II dibandingkan siklus I. Di siklus I siswa yang peka terhadap lingkungan dengan persentase 74,41%, pada siklus II siswa semakin peduli terhadap lingkungan dengan persentase 86,82%. Hal ini dapat dibuktikan dengan perilaku siswa yang semakin menjaga kebersihan lingkungan sekolah dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Pada siklus II juga, persentase sikap rasa ingin tahu serta ketekunan dan tanggung jawab dalam belajar mengalami peningkatan yaitu sebesar 84,49%. Hal ini dapat dilihat dengan rasa antusias siswa dalam melakukan diskusi dan sikap berani siswa dalam bertanya semakin meningkat. Berarti penerapan model pembelajaran project based learning dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran, khususnya saat diskusi kelas. Proses kognitif dapat terjadi saat individu memperoleh informasi mengenai obyek sikap. Proses kognitif berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek sikap yang dapat terjadi melalui pengalaman
227
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
langsung ataupun tidak langsung. Informasi yang masuk ke otak manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak manusia. Proses pembelajaran adalah proses pemberian informasi terkait dengan obyek sikap dalam penelitian ini adalah lingkungan hidup. Penerapan project based learning dalam pembelajaran ini merupakan upaya pembinaan kesadaran terhadap manfaat pelestarian ekosistem lingkungan hidup, melalui strategi pembelajaran project based learning siswa mengkonstruk pengetahuan secara mandiri sehingga dari kegiatan tersebut siswa merasa peduli terhadap lingkungan, yang pada akhirnya dapat membentuk sikap dan perilaku positif terhadap lingkungan. Sesuai dengan penelitian Lindawati (2013)[6] bahwa model pembelajaran project based learning mampu meningkatkan kreativitas afektif siswa pada pra siklus dengan persentase 56,05% menjadi 60,78% pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 78,94% pada siklus II. Berpangkal dari berbagai fakta tersebut maka dapat disimpulkan bahwa project based learning dapat meningkatkan sikap siswa terhadap lingkungan. Penilaian produk dinilai berdasarkan kriteria: perencanaan bahan, proses pembuatan dan hasil produk. Adapun nilai rata-rata hasil pengerjaan proyek dan produk siswa sudah tercapai dengan skor terkecil 80 dan nilai terbesar 90. Berdasarkan analisis data diketahui bahwa pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengembangkan dan memproduksi daur ulang limbah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan daur ulang limbah: a) gunakan bahanbahan sederhana yang mudah diperoleh di sekitar lingkungan b) kembangkan bahan-bahan yang bisa menciptakan siswa berpikir kritis, mengundang siswa selalu ingin bertanya, ingin tahu dan ingin mencari kebenaran. Produk daur ulang yang tercipta, diharapkan mendorong siswa untuk melakukan penilaian dan analisis terhadap kredibilitas dan keabsahan materi pelajaran yang diterimanya, c) gunakan bahan-bahan yang bisa merujuk kepada upaya mendorong kemampuan siswa untuk memahami dan mengingat secara tegas dan jelas materi pembelajaran yang disajikan, dan d) buat produk daur ulang limbah yang mampu memberikan kebersamaan belajar dengan kondisi yang menyenangkan dalam mengikuti pelajaran. Peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran project based learning Hasil aktivitas siswa yang didapat pada siklus I yaitu 62,79% melakukan aktivitas mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, 47,38% membangun pengetahuan dasar, 53,48% belajar kelompok, 45,05% penggunaan media dan
228
ISBN: 979-458-808-3
56,39% belajar menemukan. Rata-rata persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas sebesar 53,02%. Hasil aktivitas belajar siswa pada siklus I dirasa kurang cukup untuk meningkatkan keaktifan siswa terhadap proyek yang telah diberikan peneliti, maka dilaksanakan siklus II untuk mengetahui peningkatan yang lebih baik terhadap keaktifan siswa. Pada siklus II terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa, hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya persentase keaktifan siswa pada siklus II yaitu 78,48% melakukan aktivitas mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, 74,14% membangun pengetahuan dasar, 79,06% belajar kelompok, 84,80% penggunaan media dan 82,55% belajar menemukan. Rata-rata persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas sebesar 79,86%. Jadi, persentase peningkatan aktivitas belajar biologi siswa adalah sebesar 26,84%. Penerapan asas bertanya (Questioning) kepada siswa dapat meningkatkan aktivitas siswa, dimana siswa akan terbiasa dalam menyampaikan pendapat dan buah pikirannya. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas siswa. Diskusi kelompok dan kelas juga dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa. Selain itu siswa juga akan menjadi aktif dalam pembelajaran biologi serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan deskripsi hasil didapatkan bahwa pembelajaran biologi melalui model pembelajaran project based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA AlHidayah Medan dalam pembelajaran biologi materi pencemaran lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan mampu merangsang siswa untuk beraktivitas, dimana antara siswa terjadi interaksi langsung yaitu setiap siswa memiliki peran dan tanggung jawab terhadap produk daur ulang limbah yang mereka hasilkan. Selain itu, siswa juga mulai terlatih diskusi kelompok sekaligus membuat laporan hasil diskusi dan lebih berani mengemukakan pendapat serta mempresentasikan hasil diskusi diantara siswa juga terjalin komunikasi dan interaksi yang baik serta saling berbagi pendapat. KESIMPULAN a. Pembelajaran biologi melalui penerapan model pembelajaran project based learning pada materi pencemaran lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-1 SMA Al-Hidayah Medan. Rata-rata hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah 72,67 dengan persentase ketuntasan kelas 67,44% pada siklus I meningkat menjadi 83,72 dengan persentase ketuntasan kelas 88,37% pada siklus II dan telah mencapai kriteria ketuntasan secara klasikal ≥8 %, pada aspek psikomotorik pada siklus II terjadi peningkatan dari siklus I, yaitu dibuktikan dari penilaian produk siswa bahwa ≥8 % siswa telah mendapatkan kategori baik, pada aspek afektif setelah pembelajaran melalui penerapan model project based learning
ISBN: 979-458-808-3
yaitu dengan rata-rata 69,4 pada siklus I meningkat menjadi 84,0 pada siklus II. b. Pembelajaran biologi melalui penerapan model pembelajaran project based learning pada materi pencemaran lingkungan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X SMA Al-Hidayah. Persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas pada siklus I yaitu 53% mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 79, 9% DAFTAR PUSTAKA [1] Gultom, L. 2014. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa pada Materi Sel di Kelas XI IPA SMA Swasta Santa Maria Medan Tahun Pembelajaran 2014/2015. [Skripsi]. Medan: Universitas Negeri Medan.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
[2] Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. [3] Patton, A. dan Robin, J. 2012, Work That Matters: the Teacher’s Guide to Project Based Learning, Paul Hamlyn Foundation, United Kingdom. [4] Thomas, J. W. 2000. A Review of Research on Project Based Learning, The Autodesk Foundation, California [diakses 05 Februari 2015]. Tersedia http://www.bie.org/research/study/reviewofprojec t_based_learning2000 [5] Anurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung. Alfabeta [6] Lindawati,2013. Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa MAN I Kebumen. Jurnal Radiasi. 3 (1): 42-45.
229
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
KAJIAN MINAT GURU MINAT GURU TERHADAP PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI AKADEMIK (STUDI EMPIRIS PADA SMK MEDIKACOM BANDUNG) Mardi Turnip Program Studi Sistem Informasi, Universitas Prima Indonesia Jl. Sekip Simp. Sikambing, Medan 20113, Sumatera Utara Telp. (061) 4578870 , Faks. (061) 4578890 E-mail:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui minat guru terhadap penggunaan sistem informasi akademik (SIA) sebagai pendukung sistem pengajaran. Penelitian ini dilakukan pada SMK MedikaCom Bandung dengan jumlah responden sebanyak 66 orang digunakan sebagai sampel penelitian. Data hasil kuesioner selanjutnya diolah menggunakan metode sampling berbasis purposive sampling. Uji reliabilitas dan validitas terhadap data masingmasing dilakukan dengan menggunakan metode Cronbach Alpha dan korelasi Spearman. Selanjutnya pengujian asumsi klasik berupa uji multikolinearitas dilakukan dengan metode Collinearity Statistics. Sementara uji hipotesis dilakukan menggunakan metode analisis faktor. Hasil simulasi data menunjukkan bahwa variabel kemudahan dan variabel sikap memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap minat guru untuk menggunakan SIA. Sedangkan variabel manfaat tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap minat guru untuk menggunakan SIA. Kata Kunci: sia, purposive sampling, metode cronbach alpha, korelasi spearman, metode collinearity statistics, dan metode analisis faktor. 1.
PENDAHULUAN Pemanfaatan sistem teknologi informasi (sistem IT) tidak hanya terjadi pada organisasi sektor bisnis, tetapi juga pada sektor non-bisnis (masyarakat umum). Salah satu instansi sektor non-bisnis yang memanfaatkan sistem IT adalah maraknya pemakaian berbagai alat komunikasi oleh masyarakat umum seperti handphone, laptop, ipad, dan lain-lain. Bagi masyarakat umum sistem IT telah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa dibuktikan dari perasaan setiap orang jika tanpa didampingi setidaknya salah satu alat komunikasi tersebut. Terkesan kehidupan seolah tidak bisa berjalan secara kontiniu tanpa didukung oleh sistem IT. Hal yang lebih siknifikan juga akan dirasakan pada sektor bisnis. Sistem operasional akan terhenti jika tanpa didukung oleh fasilitas sistem IT seperti internet. Pada intinya, pemanfaatan sistem IT adalah sangat fundamental dalam setiap aspek kehidupan untuk meningkatkan baik efisiensi maupun produktivitas. Edy (2010), menyatakan bahwa perkembangan teknologi informasi dan komputer yang sangat pesat akhir-akhir ini, mendapat sambutan positif di masyarakat. Berbagai layanan masyarakat sudah menerapkan ICT (Information and Communication Technology). Dalam dunia bisnis di kenal dengan istilah e-business atau e-commerce, di dunia pemerintahan dikenal dengan istilah e-government dan bagi dunia pendidikan dikenal dengan istilah elearning. Sistem Informasi Akademik (SIA) merupakan salah satu dari sekian banyak aplikasi yang tergabung dalam e-learning. Menurut Davis (1989) dalam teori Technology Acceptance Model (TAM) dijelaskan bahwa persepsi 230
pengguna akan menentukan sikapnya dalam kemanfaatan penggunaan IT. Dalam TAM digambarkan bahwa penerimaan penggunaan IT dipengaruhi oleh kemanfaatan (usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease of use). Kemanfaatan dan kemudahan penggunaan mempunyai pengaruh ke minat perilaku. Pemakai teknologi akan mempunyai minat menggunakan teknologi (minat perilaku) jika merasa sistem teknologi bermanfaat dan mudah digunakan. Pemakai sistem informasi akan lebih banyak memanfaatkan sistem jika sistem informasi tersebut mudah digunakan. Sebaliknya jika sistem informasi tidak mudah digunakan (rumit) pemakai akan lebih sedikit dalam memanfaatkan sistem informasi tersebut. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Technology Acceptance Model (TAM) Model TAM sebenarnya diadopsi dari model TRA yaitu teori tindakan yang beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang (Davis, 1989). Reaksi dan persepsi pengguna IT akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan IT sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan IT menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut sebagai tolak ukur dalam penerimaan sebuah teknologi. Model TAM dikembangkan dari teori psikologis, menjelaskan perilaku pengguna komputer yaitu berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap
ISBN: 979-458-808-3
(attitude), keinginan (intention), dan hubungan perilaku pengguna (user behaviour relationship). Tujuan model ini untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku pengguna terhadap penerimaan pengguna teknologi. Secara lebih terinci menjelaskan tentang penerimaan IT dengan dimensi-dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi diterimanya IT oleh pengguna (user).
Gambar 1. Technology Acceptance Model. Model ini menempatkan faktor sikap dari tiap-tiap perilaku pengguna dengan dua variabel yaitu : 1. Kemudahan penggunaan 2. Kemanfaatan Kedua variabel ini dapat menjelaskan aspek keperilakuan pengguna (Davis, 1989). Kesimpulannya adalah model TAM dapat menjelaskan bahwa persepsi pengguna akan menentukan sikapnya dalam kemanfaatan penggunaan IT. Model ini secara lebih jelas menggambarkan bahwa penerimaan penggunaan IT dipengaruhi oleh kemanfaatan (usefulness) dan kemudahan penggunaan. Beberapa studi telah berfokus kepada penambahan atau evaluasi model TAM, daya tarik dan manfaatnya telah didukung secara, misalnya (1) Deg et. al. (2005) mereview 40 studi TAM dan menemukan dukungan umum terhadap model inti, (2) Analisis meta King dan HE (2006) menunjukkan TAM sebagai model prediktif kuat yang tepat untuk bermacam-macam kategori teknologi (McCoy et. al., 2007). Dalam perkembangannya para peneliti mencoba mengekstensi TAM dengan menambah variabel eksternal (misal: keyakinan-diri atas komputer, keinovatifan personal, kecemasan komputer, budaya, dll) sebagai anteseden variabel utama (kegunaan dan kemudahan penggunaan) (Suardikha, 2012). Penelitian ini menggunakan 4 (empat) konstruk yang telah dimodifikasi dari model penelitian TAM sebelumnya yaitu: Persepsi tentang kemudahan penggunaan (Perceived Ease Of Use), persepsi terhadap kemanfaatan (Perceived Usefulness), sikap penggunaan (Attitude Toward Using), perilaku untuk tetap menggunakan (Behavioral Intention To Use). 1. Perceived Ease of Use (PEOU) Persepsi tentang kemudahan penggunaan sebuah teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa komputer dapat dengan mudah dipahami dan digunakan (Davis, 1989). Beberapa indikator kemudahan penggunaan teknologi informasi, meliputi: a. Komputer sangat mudah dipelajari
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
b. Komputer mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh pengguna c. Komputer sangat mudah untuk meningkatkan keterampilan pengguna d. Komputer sangat mudah untuk dioperasikan 2. Perceived Usefulness (PU) Persepsi terhadap kemanfaatan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi orang yang menggunakannya (Davis, 1989). Dimensi tentang kemanfaatan teknologi informasi meliputi: a. Kegunaan, meliputi dimensi: menjadikan pekerjaan lebih mudah, bermanfaat, menambah produktivitas b. Efektivitas, meliputi dimensi: mempertinggi efektivitas, mengembangkan kinerja pekerjaan. 3. Attitude Toward Using (ATU) ATU dalam TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap penggunaan sistem yang berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai dampak bila seseorang menggunakan suatu teknologi dalam pekerjaannya (Davis, 1989). Peneliti lain menyatakan bahwa faktor sikap (attitude) sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku individu. Sikap seseorang terdiri atas unsur kognitif/cara pandang (cognitive), afektif (affective), dan komponen-komponen yang berkaitan dengan perilaku (behavioral components). 4. Behavioral Intention to Use (BITU) Behavioral Intention to Use adalah kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan suatu teknologi. Tingkat penggunaan sebuah teknologi komputer pada seseorang dapat diprediksi dari sikap perhatiannya terhadap teknologi tersebut, misalnya keinginanan menambah peripheral pendukung, motivasi untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk memotivasi pengguna lain (Davis, 1989). 2.2 Model dan hipotesis penelitian Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Model penelitian yang digunakan. H1: Kemudahan penggunaan (Ease of Use) berpengaruh potitif terhadap sikap pengguna (Attitude). H2: Manfaat penggunaan (Usefulness) berpengaruh positif terhadap sikap pengguna (Attitude). H3: Kemudahan penggunaan (Ease of Use) berpengaruh positif terhadap minat/intensitas penggunaan (Behaviour Intention). H4: Manfaat penggunaan (Usefulness) berpengaruh positif terhadap minat penggunaan (Behaviour Intention). H5: Sikap pengguna (Attitude) berpengaruh positif terhadap minat penggunaan (Behaviour Intention).
231
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
3.
METODE PENELITIAN Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif eksperimental (experimental research) dengan menggunakan sampel dan mengambil data dari sampel tersebut dengan menggunakan kuesioner. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menekankan fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif (menggunakan angka-angka). Adapun penelitian eksperimental yaitu penelitian yang ditujukan untuk menguji pengaruh satu variabel atau lebih terhadap variabel lain. Metode ini bersifat validasi atau menguji pengaruh satu variabel atau lebih terhadap variabel lainnya. Hal ini sangat relevan karena menggunakan pendekatan kuantitatif menyangkut kajian minat guru terhadap penggunaan SIA. Untuk mencapai tujuannya, pengerjaan dalam tesis ini dibagi dalam beberapa tahapan secara sistematis. Tahapan pengerjaan tersebut terdiri dari proses studi pendahuluan mengenai penelitian yang akan dilakukan, studi literatur dengan melihat text book dan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya pada topik yang relevan dari berbagai jurnal, pengembangan model penelitian, pengembangan instrumen penelitian, pengambilan data, analisis dan pengambilan kesimpulan penelitian. 4. ANALISIS DATA 4.1 Data Deskriptif Responden dalam penelitian ini adalah guru-guru SMK MedikaCom Bandung. Pengiriman kuesioner dimulai pada tanggal 29 Januari 2013, dan diambil kembali pada tanggal 30 Januari 2013. Total kuesioner yang dikirim sebanyak 70 kuesioner. Kuesioner yang kembali sebanyak 66 (94,3%). Adapun karakteristik responden penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Profil responden. Uraian Jumlah Persentase (%) Jenis kelamin : a. Pria 38 57,6 b. Wanita 28 42,4 Umur : a. < 25 tahun 14 21,2 b. 25-35 tahun 36 54,5 c. 36-45 tahun 10 15,2 d. 46-55 tahun 4 6,1 e. > 55 tahun 3 4,5 Pendidikan : a. S1 61 92,4 b. S2 5 7,6 c. S3 0 0 Masa kerja : a. < 1 tahun 13 19,7 b. 1-5 tahun 42 63,6 c. 6-10 tahun 4 6,1 d. > 10 tahun 7 10,6
232
ISBN: 979-458-808-3
Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 66 responden terdapat 38 responden pria (57,6%) dan 28 responden wanita (42,4%). Berdasarkan umur, responden penelitian terdiri dari 14 orang (21,2%) berumur kurang dari 25 tahun, 36 orang (54,5%) berumur antara 25 sampai dengan 35 tahun, 10 orang (15,2%) berumur antara 36 sampai dengan 45 tahun, 4 orang (6,1%) berumur antara 45 sampai dengan 55 tahun, dan 3 orang (4,5%) berumur diatas 55 tahun. Berdasarkan masa kerja responden yang bekerja kurang dari 1 tahun sebanyak 13 orang (19,5%), masa kerja 1 sampai dengan 5 tahun sebanyak 42 orang (63,6%), masa kerja 6 sampai dengan 10 tahun sebanyak 4 orang (6,1%) dan 7 orang (10,5%) mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun. Gambaran mengenai variabel-variabel penelitian ini disajikan dalam tabel statistik deskriptif yang menunjukkan kisaran teoritis dan sesungguhnya, ratarata serta standar deviasi yang dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel tersebut disajikan kisaran teoritis yang merupakan kisaran atas bobot jawaban yang secara teoritis di desain dalam kuesioner dan kisaran sesungguhnya yaitu nilai terendah sampai nilai tertinggi atas jawaban responden yang sesungguhnya. Tabel 2. Statistik deskriftip variabel penelitian.
Berdasarkan Tabel 2. diatas dapat disajikan hasil statistik deskriptif tentang variabel- variabel penelitian sebagai berikut: 1) Kemudahan penggunaan SIA Variabel kemudahan mempunyai kisaran teoritis bobot jawaban antara 7 sampai dengan 35 dengan rata-rata sebesar 21. Sedangkan kisaran empiris bobot jawaban responden adalah antara 21 sampai dengan 34 dengan rata-rata jawaban sebesar 27,73 dan standar deviasi 2,264. Nilai ratarata jawaban variabel kemudahan lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kisaran teoritis, hal ini mengindikasikan bahwa guru merasa mudah untuk menggunakan. 2) Manfaat penggunaan SIA Bobot jawaban atas pertanyaan manfaat pada kisaran teoritis antara 11 sampai dengan 55 dengan rata-rata sebesar 33. Sedangkan kisaran empiris atas bobot jawaban responden adalah 36 sampai dengan 55 dengan rata-rata jawaban responden adalah sebesar 44,14 dan standar deviasi 4,264. Rata-rata empiris jawaban responden atas variabel manfaat berada diatas rata-rata teoritis, ini menggambarkan bahwa SIA bermanfaat buat responden. 3) Sikap pengguna SIA Bobot jawaban atas pertanyaan sikap pengguna pada kisaran teoritis antara 6 dan 30 dengan rata-
ISBN: 979-458-808-3
rata sebesar 18. Sedangkan kisaran empiris atas bobot jawaban responden adalah 18 sampai dengan 30 dengan rata-rata empiris jawaban responden atas variabel sikap pengguna adalah sebesar 24,17 dan standar deviasi 1,861. Rata-rata empiris jawaban responden diatas rata-rata teoritis, ini mengindikasikan bahwa responden mempunyai sikap yang baik terhadap penggunaan SIA. 4) Minat penggunaan SIA Bobot jawaban atas pertanyaan minat penggunaan SIA pada kisaran teoritis antara 6 dan 30 dengan rata-rata sebesar 18. Sedangkan kisaran empiris atas bobot jawaban responden adalah 21 sampai dengan 30 dengan rata-rata empiris jawaban responden atas variabel minat penggunaan adalah sebesar 24,64 dan standar deviasi 1,853. Rata-rata empiris jawaban responden diatas rata-rata teoritis ini mengindikasikan bahwa responden mempunyai minat untuk menggunakan SIA.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
d.
e.
4.2
Uji korelasi variabel Hasil pengujian korelasi antar variabel dalam penelitian ini dapat dilihat seperti Tabel 3. dibawah ini. Tabel 3. Hasil uji korelasi.
0,247. Angka tersebut menunjukkan adanya korelasi antara kemudahan dengan minat (di bawah 0, ), sedangkan tanda ‘+’ menunjukkan bahwa semakin mudah suatu sistem digunakan akan meningkatkan minat pengguna untuk menggunakan sistem tersebut. Korelasi manfaat dengan minat Seperti terlihat pada Tabel 3 diatas, output antara manfaat dengan minat menghasilkan angka 0,110. Angka tersebut menunjukkan lemahnya korelasi antara manfaat dengan minat (di bawah 0, ), sedangkan tanda ‘+’ menunjukkan bahwa semakin tinggi manfaat penggunaan sistem yang dirasakan pengguna akan meningkatkan minat pengguna untuk menggunakan sistem tersebut. Korelasi sikap dengan minat Seperti terlihat pada Tabel 3 diatas, output antara sikap dengan minat menghasilkan angka 0,656. Angka tersebut menunjukkan kuatnya korelasi antara sikap dengan minat (di atas 0,5), sedangkan tanda ‘+’ menunjukkan bahwa semakin tinggi sikap positif pengguna akan meningkatkan minat pengguna untuk menggunakan sistem tersebut.
Pada bagian kedua output (kolom Sig. (2-tailed)) didapat serangkaian angka probabilitas. Terlihat bahwa hanya ada dua pasangan data yang berkorelasi secara signifikan, yaitu antara kemudahan dengan minat, dan juga antara sikap dengan minat (probabilitas 0,045 dan 0,000 yang lebih kecil dari 0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa diantara empat variabel, yang berkorelasi secara signifikan hanya dua variabel. 5. a.
b.
c.
Korelasi kemudahan dengan sikap Seperti terlihat pada Tabel 3. diatas, output antara kemudahan dengan sikap menghasilkan angka 0,168. Angka tersebut menunjukkan lemahnya korelasi antara kemudahan dengan sikap (di bawah 0, ), sedangkan tanda ‘+’ menunjukkan bahwa semakin mudah suatu sistem digunakan akan meningkatkan sikap positif pengguna dalam menggunakan sistem tersebut. Korelasi manfaat dengan sikap Seperti terlihat pada Tabel 3 diatas, output antara manfaat dengan sikap menghasilkan angka 0,133. Angka tersebut menunjukkan lemahnya korelasi antara manfaat dengan sikap (di bawah 0, ), sedangkan tanda ‘+’ menunjukkan bahwa semakin tinggi manfaat penggunaan sistem yang dirasakan pengguna akan meningkatkan sikap positif pengguna dalam menggunakan sistem tersebut. Korelasi kemudahan dengan minat Seperti terlihat pada Tabel 3 diatas, output antara kemudahan dengan minat menghasilkan angka
HASIL PENGUJIAN Berdasarkan pada hasil uji korelasi variabel pada Tabel 3. diatas, dapat diuraikan hasil pengujian hipotesis sebagai berikut: 1. Pengujian hipotesis 1 Hipotesis 1 menyatakan bahwa kemudahan penggunaan SIA berpengaruh positif terhadap sikap pengguna SIA. Pada Tabel 4.11, korelasi antara kemudahan dengan sikap menghasilkan angka 0,168. Sementara itu untuk nilai signifikansi yang dimiliki besarnya 0,178 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel kemudahan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel sikap, sehingga dapat disimpulkan tidak menerima hipotesis 1. 2. Pengujian hipotesis 2 Hipotesis 2 menyatakan bahwa manfaat penggunaan SIA berpengaruh positif terhadap sikap pengguna SIA. Pada Tabel 4.11, korelasi antara manfaat dengan sikap menghasilkan angka 0,133. Sementara itu untuk nilai signifikansi yang dimiliki besarnya 0,288 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel kemudahan tidak berpengaruh secara signifikan
233
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
terhadap variabel sikap, sehingga dapat disimpulkan tidak menerima hipotesis 2. 3. Pengujian hipotesis 3 Hipotesis 3 menyatakan bahwa kemudahan penggunaan SIA berpengaruh positif terhadap minat penggunaan SIA. Pada Tabel 4.11, korelasi antara kemudahan dengan minat menghasilkan angka 0,247. Sementara itu untuk nilai signifikansi yang dimiliki besarnya 0,045 yang berarti lebih kecil dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel kemudahan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel minat, sehingga dapat disimpulkan menerima hipotesis 3. 4. Pengujian hipotesis 4 Hipotesis 4 menyatakan bahwa manfaat penggunaan SIA berpengaruh positif terhadap minat penggunaan SIA. Pada Tabel 4.14, korelasi antara manfaat dengan minat menghasilkan angka 0,110. Sementara itu untuk nilai signifikansi yang dimiliki besarnya 0,381 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel manfaat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel minat, sehingga dapat disimpulkan tidak menerima hipotesis 4. 5. Pengujian hipotesis 5 Hipotesis 5 menyatakan bahwa sikap pengguna SIA berpengaruh positif terhadap minat penggunaan SIA. Pada Tabel 4.14, korelasi antara sikap dengan minat menghasilkan angka 0,656. Sementara itu untuk nilai signifikansi yang dimiliki besarnya 0,000 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel sikap berpengaruh secara signifikan terhadap variabel minat, sehingga dapat disimpulkan menerima hipotesis 5. 6. PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh kemudahan terhadap sikap Hasil survey menunjukkan bahwa 21% sampai 68% responden menjawab setuju atas setiap item pertanyaan kemudahan penggunaan SIA. Hasil survey juga menunjukkan bahwa 62% sampai 80% responden menjawab setuju atas setiap item pertanyaan sikap pengguna. Sedangkan hasil pengujian menunjukkan bahwa kemudahan berpengaruh terhadap sikap sebesar 0,168 pada tingkat signifikansi 0,178, yang berarti tidak signifikan karena berada diatas nilai signifikansi yang dipersyaratkan yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan penggunaan SIA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap pengguna SIA. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Igbaria et. al. (1997), dimana dalam penelitiannya disebutkan bahwa kemudahan penggunaan suatu sistem berpengaruh terhadap sikap penggunanya.
234
ISBN: 979-458-808-3
6.2
Pengaruh manfaat terhadap sikap Hasil survey menunjukkan bahwa 56% sampai 74% responden menjawab setuju atas setiap item pertanyaan manfaat penggunaan SIA. Hasil survey juga menunjukkan bahwa 62% sampai 80% responden menjawab setuju atas setiap item pertanyaan sikap pengguna. Sedangkan hasil pengujian menunjukkan bahwa manfaat berpengaruh terhadap sikap sebesar 0,133 pada tingkat signifikansi 0,288, yang berarti tidak signifikan karena berada diatas nilai signifikansi yang dipersyaratkan yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat penggunaan SIA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap pengguna SIA. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2006), dimana dalam penelitiannya disebutkan bahwa manfaat penggunaan suatu sistem berpengaruh terhadap sikap penggunanya. 6.3
Pengaruh kemudahan terhadap minat Hasil survey menunjukkan bahwa 21% sampai 68% responden menjawab setuju atas setiap item pertanyaan kemudahan penggunaan SIA. Hasil survey juga menunjukkan bahwa 64% sampai 83% responden menjawab setuju atas setiap item pertanyaan minat penggunaan. Sedangkan hasil pengujian menunjukkan bahwa kemudahan berpengaruh terhadap minat sebesar 0,247 pada tingkat signifikansi 0,045, yang berarti signifikan karena berada dibawah nilai signifikansi yang dipersyaratkan yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan penggunaan SIA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat penggunaan SIA. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2007) dan teori model TAM bahwa kemudahan penggunaan menunjukkan pengaruh langsung terhadap minat penggunaan. Hasil penelitian ini berbeda dengan temuan McGill et. al. (2003) dan Iivary (2005), dimana dalam penelitiannya disebutkan bahwa kemudahan penggunaan tidak mempunyai pengaruh terhadap minat penggunaan. Agar suatu sistem memberikan dampak positif terhadap minat penggunanya, maka sistem tersebut harus mudah digunakan. 6.4
Pengaruh Manfaat terhadap minat Hasil survey menunjukkan bahwa 56% sampai 74% responden menjawab setuju atas setiap item pertanyaan manfaat penggunaaan SIA. Sedangkan hasil pengujian menunjukkan bahwa manfaat berpengaruh terhadap minat sebesar 0,110 pada tingkat signifikansi 0,381, yang berarti tidak signifikan karena berada diatas nilai signifikansi yang dipersyaratkan yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat penggunaan SIA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat penggunaan SIA. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Arief Wibowo (2006), Davis et.
ISBN: 979-458-808-3
al. (1989) dan Thomson et. al. (1991) yang menemukan bahwa dengan adanya manfaat yang dirasakan oleh pengguna maka akan menimbulkan minat untuk menggunakan sistem tersebut. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan teori model TAM yang menyatakan bahwa manfaat penggunaan berpengaruh terhadap minat penggunaan suatu sistem. 6.5
Pengaruh sikap terhadap minat Hasil survey menunjukkan bahwa 62% sampai 80% responden menjawab setuju atas setiap item pertanyaan sikap pengguna SIA. Hasil survey juga menunjukkan bahwa 64% sampai 83% responden menjawab setuju atas setiap item pertanyaan minat penggunaan. Sedangkan hasil pengujian menunjukkan bahwa sikap berpengaruh terhadap minat sebesar 0,656 pada tingkat signifikansi 0,000, yang berarti signifikan karena berada dibawah nilai signifikansi yang dipersyaratkan yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sikap penggunaan SIA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat penggunaan SIA. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arief Wibowo (2006) bahwa sikap pengguna berpengaruh terhadap minat penggunaan suatu sistem. 7.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpukan beberapa hal berikut: 1. Kemudahan penggunaan Sistem Informasi Akademik tidak mempengaruhi sikap guru untuk penggunaan sistem. 2. Manfaat penggunaan Sistem Informasi Akademik tidak berkorelasi dengan sikap guru untuk menggunakan sistem. 3. Kemudahan penggunaan Sistem Informasi Akademik memberikan dampak positif terhadap minat guru untuk menggunakan sistem. 4. Sikap pengguna Sistem Informasi Akademik memberikan pengaruh positif terhadap minat guru untuk menggunakan sistem tersebut. 5. Manfaat penggunaan Sistem Informasi Akademik tidak memberikan pengaruh terhadap minat guru untuk menggunakan sistem tersebut. DAFTAR PUSTAKA Agustiani, Nurul. H. 2010. “Pengaruh Pemanfaatan Sistem Informasi Akademik Terpadu (sikadu) terhadap Kinerja Individual dengan Kemudahan Penggunaan sebagai Variabel Moderating”, Tesis. Arikunto, Suharsimi. 2006. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”. Jakarta: PT Rineka Cipta. Chidambaran, L. and Jones .B. 1993. “Impact of Communication Medium and Computer Support an Group perceptions and performance : A
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Comparison of Face to Face and Dispersed Meetings“, Management Informations Systems. Davis, Fred D. 1989. “Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use and User Acceptance of Computer Technology“, MIS Quertely. Delone, W.H. and McLean, ER. 1992. “Information System Success ; The Quest For The Dependent Variable”, Information System Research. Diana P.M. 2001. “Studi Empiris Tentang FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Personal Computing dan Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Akuntansi”, Tesis. Edy, Irwan. C. 2010. “Studi Pemanfaatan Web Site Elearning dan Pengaruhnya terhadap Motivasi, Kinerja dan Hasil Belajar pada Guru dan Siswa SMK di Provinsi Jawa Tengah”. Jurnal. Fenech, T. 1998. “Using perceived ease of use and of concepts and commitment to extreme judgments in response pattern of teachers”. Education, 9 , 325-334. Gay, L.R. dan Diehl, P.L. 1992. “Research Methods for Business and Management, MacMillan Publishing Company”. New York. Gelderman, M. 1998. “The Relation Between User Satisfaction, Usage of Information Systems, and Performance”, Information and Management. Goodhue, D.L; Thompson, R.L, 1995. “TaskTechnology Fit and Individual Performance”, MIS Quarterly (19:2), pp.213-236. Handayani. 200 . “Studi Korelasi Motivasi Pengguna dan Pemanfaatan Koleksi CD-ROM di UPT Pusat Perpustakaan UII Yogyakarta. Jurnal Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi”. Vol III no. 7. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Igbaria, M., A. Chakrabarti. 1990. “Computer anxietyand attitudes towards microcomputer use. Behaviour Inform”. Tech. 9(3) 229–241. Iqbaria M, Zinatelli N, Cragg P, Cavaye A. 199 . “A Personal Computing Acceptance Factor on Small Firms : A Struktural Equation Model”, MIS Quarterly. Jogiyanto. 2007. “Sistem Informasi Keperilakuan”. Yogyakarta: Andi. Jurnali. 2002. ”Analisis Pengaruh Faktor Kesesuaian Tugas-Teknologi dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Akuntan Publik”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Karsidi, Ravik. 2000. Penerapan Teknologi Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan. K. Lui and R. Jamieson. 2003. “Integrating Trust and Risk Perceptions in Business-to-Consumer Electronic Commerce with the Technology Acceptance Model”. European Conference on Information Systems (ECIS 2003), Naples. Kurniawan, R, 2008. “Analisis Pengaruh Teknologi Informasi Pada Kinerja Organisasi Study Empiris PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Unit Kantor Cabang Tegal, Kantor Wilayah Semarang”, Tesis.
235
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Iivary, Juhani. 200 . “An Empirical Test of The DeLone-McLean Model of Information System Success, Database for Advance in Information System”, Spring 2005, Volume 36. No. 2, p. 827. McCoy, Scott, Dennis F. Galletta, and William R. King. 2007. “Applying TAM Across Culture: The Need for Caution”. European Journal of Informatian Systems 16, pp 81-90. McGill, N.J. Rosenberg and M.C. Quiroga Jakas. 2006. “Simuating soil C dynamics with EPIC: Model description and testing againts long term data”. Ecol. Model. 192 (3-4):362-384. Milchrahm, Elisabeth. 2003. “Modelling the Acceptance of Information Technology”. http://www.inforum.cz/inforum2003/prispevky/ milchrahm_elisabeth.pdf. Nazir, Mohammad. 200 . “Metode Penelitian”. Bogor: Ghalia Indonesia. Radiyto, D dan Zulaikha. 200 . “Pengujian Model DeLone and McLean Dalam Pengembangan Pengembangan Sistem Informasi Manajemen (Kajian Sebuah Kasus)”, Simposium Nasional Akuntansi X. Resnick, M. 2002. Rethinking Learning in the Digital Age – Chapter 3. Riduwan dan Engkos, Achmad Kuncoro. 2008. “Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis)”. Bandung: CV. Alfabeta. Roscoe, J.T. 19 . “Fundamental Research Statistic for The Behavior Sciencess”. (2nd, ed), Holt, Rinehart and Winston. New York. Santoso, Singgih. 2000. “SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional Versi 7.5”. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Straub, D : Limayem: and Karahanna, Evaristo, E. 198 . “Measuring System Usage : Implications For Is Theory Testing.“ Management Science. Suardikha, I Made Sadha. 2012. “Pengaruh implementasi budaya tri hita karana terhadap penggunaan Sistem informasi akuntansi dimediasi keyakinan-diri atas komputer, Keinovatifan personal, persepsi kegunaan, dan
236
ISBN: 979-458-808-3
persepsi kemudahan Penggunaan pada bank perkreditan rakyat di Bali”. Jurnal. Sudjana, Nana. 200 . “Pembinan dan pengembangan Kurikulum di Sekolah”. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sugiyono. 1997. “Metode Penelitian Administrasi”. Alfabeta. Bandung. Sugiyono. 2009. “Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D”). Bandung : CV. Alfabeta. Sunarta, I N. 200 . ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Individual”, Tesis. Syarip, Dodi Irawan dan Sensuse, Dana Indra. 2007. “Kajian penerimaan Teknologi Internet pada organisasi Pemerintah berdasarkan Konsep Technology Acceptance Model (TAM): Studi Kasus Direkoral Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. Jurnal Sistem Infromasi MTI UI”. Szajna, Bernadette and Rizard W. S. 1993. ”The Effect Of Information System User Expectation on Performance and Perception”, MIS Quarterly. Thompson, Ronald L; Higgins, Christhoper A; and Howell, Jane M. 1991. ”Personal Computing: Toward a Conceptual Model of Utilization”, MIS Quartely. Torkzadeh. G and Doll. W.J. 1999. “The Development of a Tool for Measuring The Perceived Impact of Information Technology On Work : Omega”, The International Journal of Management Science. Wibowo, Arief. 2006. “Kajiam tentang perilaku pengguna Sistem Informasi dengan pendekatan Technology Acceptance Model (TAM)”. Jurnal. Wijaya, Toni. 2009. “Analisis Data Penelitian menggunakan SPSS”. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Williams. 2007. “Using Information Technology terjemahan Indonesia”, Penerbit ANDI, ISBN 979-763-817-0.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN THE POWER OF TWO TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN ARITMATIKA SOSIAL DI KELAS VII SMP SWASTA KRISTEN IMMANUEL MEDAN TAHUN AJARAN 2014/2015 Sanggam P. Gultom Dosen FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan Jl. Sutomo Nomor. 4A Medan, Kode Pos 20221 Medan Timur Telepon: (061) 4522922; 4522831, Faks.: 4571426 Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran The Power of Two terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi aritmatika sosial kelas VII di SMP Swasta Kristen Immanuel Medan. Dimana pemecahan masalah ini meliputi kemampuan memahami masalah, merencanakan masalah, melaksanakan masalah, dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Banyaknya strategi pembelajaran menuntut seorang guru untuk menguasai dan memilih strategi pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan materi pelajaran guna meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Swasta Kristen Immanuel yang terdiri atas 2 kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII-B yang dipilih secara simple random sampling yang terdiri dari 27 orang siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata 60,33 artinya bahwa nilai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berkategori cukup. Nilai r2 sebesar 0,972 artinya strategi The Power Of Two mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 97,20% dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain. Persamaan regresi sederhana yang diperoleh adalah Y 0,73 0,969 X . Pada persamaan tersebut koefisien arah regresi linear b = 0,1792 bertanda positif artinya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa akan meningkat dengan strategi pembelajaran The Power Of Two sebesar 0,1792. Dari uji kelinearan dan keberartian regresi diperoleh Fhitung Ftabel atau 891,509 4,24 , maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran The Power Of Two terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sehingga diharapkan strategi pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Kata Kunci: the power of two, aritmatika sosial, kemampuan pemecahan masalah 1.
PENDAHULUAN Siswa adalah aspek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan merespon dengan tindak belajar. Pada umumnya semua siswa belum menyadari pentingnya belajar. Berkat informasi dari guru tentang sasaran belajar, maka siswa mengetahui apa arti belajar baginya. Matematika merupakan pelajaran yang sudah diberikan sejak pendidikan dasar menengah bahkan sampai pendidikan tingkat tinggi, dimana pada tingkat dasar dan menengah waktu yang dialokasikan untuk mempelajari matematika cenderung lebih banyak dibandingkan mata pelajaran lainnya. Matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan karena matematika dapat melatih seseorang berpikir logis, bertanggung jawab, memiliki keterampilan dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan salah satu penguasaan dasar yang dapat menumbuhkan kemampuan penalaran siswa yang sangat dibutuhkan dalam laju perkembangan dan kemajuan berbagai bidang. Hal ini dikarenakan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat memerlukan matematika. Namun pada kenyataannya
siswa masih menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit, akibatnya matematika kurang digemari oleh sebagian besar siswa. Sejalan dengan pernyataan di atas, matematika sangat perlu diajarkan sebagaimana dalam pendapat Crockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) yang mengemukakan bahwa: “Matematika perlu diajarkan karena: (1) Selalu digunakan dalam segi kehidupan sehari-hari; (2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan (6) Memberi kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang”. Selain itu, Paling (dalam Abdurrahman, 2009:252) juga menyatakan bahwa: “Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan”. 237
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Akan tetapi pada kenyataannya, pendidikan matematika masih memprihatinkan dilihat dari rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa. Rendahnya hasil belajar matematika tersebut disebabkan banyaknya kendala yang dihadapi oleh siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah. Mereka memandang bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan karena kendala yang dihadapi seperti ketelitian, visualisasi, kecepatan serta ketepatan dalam menyeesaikan soal. Hal ini menimbulkan persepsi buruk terhadap pelajaran matematika bagi siswa dan menyatakan “matematika adalah pelajaran yang sulit”. Persepsi ini yang membuat siswa malas untuk belajar matematika. Salah satu materi pelajaran matematika yang erat kaitannya dengan konsep-konsep matematika dan penerapan dalam pemecahan masalah adalah pada pokok bahasan aritmatika sosial. Pada materi ini siswa dituntut untuk menerapkan konsep-konsep aritmatika sosial dalam soal pemecahan masalah. Seringkali siswa tidak mengetahui proses atau langkah menemukan penyelesaian aritmatika sosial. Siswa juga tidak memahami konsep awal tentang aritmatika sosial seperti menghitung untung, rugi, harga jual dan harga beli sehingga siswa sering mengalami kesulitan dalam soal-soal pemecahan masalah. Pada umumya, metode pembelajaran yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah metode konvensional yang banyak mengandalkan ceramah. Dimana guru lebih memfokuskan diri pada upaya memindahkan pengetahuan ke dalam diri siswa tanpa memperhatikan bahwa ketika siswa memasuki kelas, siswa mempunyai bekal kemampuan yang tidak sama. Siswa hanya ditempatkan sebagai objek sehingga siswa menjadi pasif dalam kondisi belajar yang kurang merangsang aktivitas belajar. Proses pembelajaran yang berpusat pada guru tersebut, dengan guru sebagai penyampai materi atau penceramah dan siswa sebagai pendengar mempunyai kelemahan yaitu siswa cenderung ribut, mengantuk, tidak ada siswa yang mau bertanya, dan siswa tidak mampu menjawab dengan sempurna pertanyaan yang diberikan oleh guru. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sehingga berpengaruh pada hasil belajar siswa yang rendah. Strategi pembelajaran yang kurang tepat serta rendahnya kemampuan pemecahan masalah merupakan faktor yang mempengaruhi ketidakmampuan siswa mengerjakan soal-soal pemecahan masalah. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak banyak siswa yang aktif yang mau dan suka bertanya kepada temannya untuk mengatasi kesulitannya, apalagi kepada guru. Guru harus memiliki strategi khusus pada setiap pembelajaran yang akan diajarkan. Strategi tersebut haruslah efektif, efisien, dan cocok digunakan dengan karakteristik materi pelajaran yang akan dipelajari.
238
ISBN: 979-458-808-3
Cara belajar aktif merupakan cara belajar yang dituntut dari siswa agar mereka dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh sebab itu, guru dituntut untuk mendorong siswa belajar secara aktif dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam matematika yang merupakan faktor penting dalam matematika. Jika siswa mampu memecahkan sendiri masalahnya maka pembelajaran akan lebih bermakna. Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berfikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Guna mengatasi masalah yang telah dikemukakan salah satunya adalah dengan cara menerapkan strategi pembelajaran kooperatif yaitu suatu strategi belajar siswa dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Strategi pembelajaran ini mempermudah siswa dalam memahami dan menemukan masalah yang sulit dengan saling berdiskusi. Strategi pembelajaran ini juga mendorong siswa untuk lebih aktif dalam mengemukakan pendapat dan pertanyaan. Strategi tersebut adalah strategi pembelajaran The Power of Two. Strategi belajar kekuatan berdua (The Power of Two) yang termasuk bagian dari belajar kooperatif adalah belajar dalam kelompok kecil dengan menumbuhkan kerja sama secara maksimal melalui kegiatan pembelajaran oleh teman sendiri dengan anggota dua orang didalamnya untuk mencapai kompetensi dasar. Strategi pembelajaran The Power of Two merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan belajar kolaboratif dan mendorong kepentingan dan keuntungan sinergi, itu karenanya dua kepala tentu lebih baik daripada satu kepala. Dengan model ini siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika karena siswa terlibat langsung dalam pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah: 1) Rendahnya hasil belajar siswa; 2) Guru masih mengajar menggunakan pendekatan tradisonal (teacher centered) yang memposisikan siswa sebagai objek pasif di dalam belajar; 3) Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah; 4) Penggunaan metode pembelajaran yang digunakan guru belum tepat untuk mengaktifkan siswa; 5) Kurangnya minat siswa dalam belajar matematika. Merujuk pada uraian identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh strategi pembelajaran The Power of Two terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pokok bahasan aritmatika sosial?”. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk
ISBN: 979-458-808-3
mengetahui ada tidaknya pengaruh strategi pembelajaran The Power of Two terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pokok bahasan aritmatika sosial. 2. KAJIAN TEORI 2.1 Pemecahan Masalah Matematika Memecahkan masalah adalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan menunjukkan sebagian besar kehidupan kita diperhadapkan dengan berbagi masalah yang harus dicari penyelesaiannya. Atas dasar ini pula maka pemecahan masalah menjadi bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman mengguna-kan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah. Abdurrahman (2003:254) menyatakan bahwa: ”Pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan”. Pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa konsep dan keterampilan dalam suatu situasi baru atau situasi yang berbeda. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu cara berpikir yang mengaplikasikan berbagai aturan atau kombinasi konsep dalam suatu situasi atau masalah. Memecahkan masalah merupakan proses untuk menerima tantangan untuk menjawab masalah. Untuk dapat memecahkan masalah, siswa harus dapat menunjukkan data yang ditanyakan. Dengan mengajarkan pemecahan masalah siswa akan mampu mengambil keputusan. Untuk belajar memecahkan masalah para siswa harus mempunyai kesempatan untuk memecahkan masalah. Guru harus mempunyai berbagai macam masalah yang cocok dan bermakna bagi siswa-siswanya. Masalah-masalah dapat diberikan kepada siswa sebagai pekerjaan rumah atau dikerjakan secara berkelompok. Slameto (2003:31) menyatakan: “Setiap persoalan perlu dipecahkan selama siswa bersekolah, sejak duduk di sekolah dasar harus dilatih memecahkan kesulitan yang di hadapinya dalam hidup, sehingga kecakapan guru mengajar adalah bagaimana usaha guru untuk menghadapi kesulitan dan berusaha memecahkannya”. Pernyataan ini menunjukan bahwa seharusnya pemecahan masalah merupakan suatu hal yang harus dibiasakan sampai akhirnya pemecahan masalah merupakan sesuatu yang akan menjadi bagian dari hidup siswa. 2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2001:78) dikemukakan bahwa kemampuan adalah kesanggupan. Kemampuan merupakan kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas. Siswa juga dapat berbeda dalam cara menerima, mengorganisasikan dalam cara pendekatan situasi belajar dan menghubungkan pengalaman-
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
pengalamannya tentang pelajaran serta cara mereka merespon metode pengajaran. Dalam memecahkan masalah matematika ada beberapa strategi yang dapat digunakan tergantung pada masalah yang akan dipecahkan. Strategi pemecahan masalah yang bersifat umum dan lebih cenderung dipakai dalam pemecahan masalah matematika yaitu yang disarankan oleh George Polya (dalam Magdalena, 2013:28) menyatakan dalam pemecahan masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu: 1. Memahami masalah. 2. Merencanakan pemecahan masalah. 3. Melaksanakan pemecahan masalah. 4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (Looking Back) Setelah siswa memperoleh hasil pemecahan masalah pada langkah ketiga, siswa harus meninjau kembali apakah hasil yang diperoleh adalah yang terbaik dalam arti memenuhi persamaan-persamaan yang ada (model matematikanya) dan ketepatan perhitungan membandingkan hasil yang diperoleh dengan kemungkinan hasil yang ada. Dengan kata lain kegiatan yang dilakukan pada langkah ini adalah siswa menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh adalah yang terbaik. Adapun kategori pemecahan masalah siswa disajikan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Kriteria Kemampuan 90 – 100 Kemampuan sangat tinggi 80 – 89 Kemampuan tinggi 65 – 79 Kemampuan sedang 55 – 64 Kemampuan rendah 0 – 54 Kemampuan sangat rendah 2.3 Strategi Pembelajaran The Power of Two Secara umum strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai A plan, method, or series of activities designed to achieve a particular educational goal. Jadi strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Kemp (dalam Sanjaya, 2008:126) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien. Senada dengan pendapat diatas,
239
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Dick dan Carey (dalam Sanjaya, 2008:126) juga menyebutkan strategi pembelajaran adalah satu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Sedangkan The Power of Two artinya menggabung kekuatan dua orang. Menggabung kekuatan dua orang dalam hal ini adalah membentuk kelompok kecil, masing-masing kelompok terdiri dari dua orang siswa. Kegiatan ini dilakukan agar muncul sinergi yaitu dua orang atau lebih tentu lebih baik dari pada satu. Strategi Pembelajaran The Power of Two ini adalah termasuk dari bagian active learning yang merupakan salah satu cara terbaik untuk meningkatkan belajar lebih aktif dengan pemberian tugas belajar yang dilakukan dalam kelompok kecil siswa. Dukungan sesama siswa dan keragaman pendapat, pengetahuan, serta keterampilan mereka akan membantu menjadikan belajar sebagai bagian berharga dari iklim di kelas. Namun demikan, belajar bersama tidaklah selalu efektif. Boleh jadi terdapat partisipasi yang tidak seimbang, Komunikasi yang buruk dan kebingungan. Strategi The Power of Two ini dirancang untuk memaksimalkan belajar kolaboratif (bersama) dan menimalkan kesenjangan antara siswa yang satu dengan yang lain. Belajar kolaboratif menjadi populer di lingkungan pendidikan sekarang. Dengan menempatkan peserta didik dalam kelompok dan memberinya tugas dimana mereka saling tergantung satu sama lain untuk menyelesaikan pekerjaan adalah cara yang mengagumkan. Mereka condong lebih tertarik dalam belajar karena mereka melakukannya dengan teman sekelas mereka. Aktivitas belajar kolaboratif membantu mengarahkan belajar aktif. Meskipun belajar independen dan kelas penuh instruksi juga mendorong belajar aktif, kemampuan untuk mengajar melalui aktivitas kerja kolaboratif dalam kelompok kecil akan memungkinkan kita untuk mempromosikan belajar dengan belajar aktif. Secara keseluruhan penerapan strategi pembelajaran The Power of Two bertujuan agar membiasakan siswa belajar aktif baik secara individu maupun berkelompok dan membantu siswa agar dapat bekerja sama dengan orang lain. Dengan demikian pembelajaran menggunakan strategi The Power of Two ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sehingga prestasi belajar yang diperoleh juga diharapkan dapat meningkat.
1.
2.4 Tujuan Strategi The Power of Two Dalam pelaksanaan strategi pembelajaran The Power of Two ada beberapa tujuan yang harus dicapai diantaranya adalah:
3.3 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran The Power of Two.
240
2. 3. 4. 5.
Membiasakan belajar aktif secara individu dan kelompok (belajar bersam hasilnya lebih berkesan). Untuk meningkatkan belajar kolaboratif. Agar peserta didik memiliki keterampilan memecahkan masalh terkait dengan materi pokok. Meminimalkan kegagalan. Meminimalkan kesenjangan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
2.5 Aritmatika Sosial Pada zaman dahulu kala apabila seseorang ingin membeli suatu barang, maka ia harus menyediakan barang miliknya sebagai ganti atau penukar barang yang diinginkan tersebut. Misalnya seorang petani ingin membeli pakaian, maka petani tersebut bisa menukarnya dengan tiga ekor ayam atau membelinya dengan dua karung beras. Pembelian dengan cara tukar menukar dikenal dengan istilah barter. Kemudian dengan berkembangnya pengetahuan dan peradaban umat manusia, jual beli dengan cara barter mulai ditinggalkan. Kegiatan jual beli dilakukan dengan member nilai atau harga terhadap suatu barang. Setelah mengalami proses, akhirnya manusia menemukan benda yang disebut mata uang. Sejalan dengan perkembangan dengan dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilahistilah perdagangan seperti harga pembelian, harga penjualan, untung dan rugi. Istilah-istilah ini merupakan bagian dari matematika yang disebut aritmetika sosial, yaitu yang membahas perhitungan keuangan dalam perdagangan dan kehidupan seharihari beserta aspek-aspeknya. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di SMP Swasta Kristen Immanuel Medan yang beralamat di Jalan Slamet Riyadi No. 1, Kecamatan Medan Polonia, yaitu Kelas VII-B pada Semester 1 Tahun Ajaran 2014/2015. 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Swasta Kristen Immanuel Medan Tahun Ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 2 kelas. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan teknik Simple Random Sampling (penarikan sampel sederhana). Dari 2 kelas yang diundi terpilih sebanyak 1 kelas yang akan dijadikan sampel penelitian yang diajarkan dengan strategi pembela-jaran The Power of Two yaitu kelas VII-B.
ISBN: 979-458-808-3
2.
Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
3.4 Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen, yaitu 1 kelas dijadikan kelas eksperimen untuk perlakuan strategi pembelajaran The Power of Two. Dalam penelitian ini terdapat satu kelas sampel yang akan diteliti yaitu kelas eksperimen. Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttes control grup. Berikut design atau rancangan yang digunakan dalam penelitian ini, seperti pada Tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Desain “Pretest-Posttest Control Group” Kelompok Pretest Treatment Posttest Eksperimen O1 X2 O2 Keterangan: O1 : Pretest pada kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan awal. X1 : Perlakuan dengan model pembelajaran The Power of Two O2 : Posttest pada kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan akhir.
3.5 Instrumen Penelitian Instrumen selama penelitian adalah: 1. Lembar Observasi kegiatan belajar mengajar. 2. Instrumen Tes hasil belajar. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Data Nilai Observasi Hasil pengamatan pada kelas sampel terhadap pembelajaran dengan strategi pembelajaran The Power of Two diperoleh nilai terendah 25 dan nilai tertinggi 100 dengan nilai rata-rata 62,48 dan simpangan baku 27,67.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Tabel 4.1 Data Nilai Observasi Xt ft Rata-rata 25 6 32 1 43 2 46 1 50 1 57 1 61 2 75 2 62,48 79 2 86 1 89 2 93 2 94 1 96 2 100 1 27 Jumlah
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Data Nilai Posttest Hasil pemberian Posttest pada kelas sampel diperoleh nilai terendah 13 dan nilai tertinggi 100 dengan nilai rata-rata 60,33 dan simpangan baku 33,08. Data nilai Posttest adalah sebagai berikut:
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Tabel 4.2 Data Nilai Posttest Xt ft Rata-rata 13 2 15 1 20 2 22 1 33 2 35 1 41 1 43 1 60,33 46 1 52 1 63 2 76 2 78 1 87 1 100 8 27 Jumlah
4.2 Analisis Data Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Dari hasil perhitungan Lhitung diperoleh harga
Lhitung 0,1423
dengan
menggunakan
tabel
uji
Liliefors untuk n = 27 dan taraf nyata 0,05 , maka harga Ltabel 0,169 . Selanjutnya harga Lhitung jika dibandingkan dengan Ltabel adalah
Lhitung Ltabel .
Dengan demikian dapat disimpul-kan bahwa tes berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji Normalitas Strategi The Power Of Two Dari hasil perhitungan Lhitung diperoleh harga
Lhitung 0,1338 dengan menggunakan tabel uji liliefors (terlampir) untuk n = 27 dan taraf nyata 0,05 , maka harga Ltabel 0,169 . Selanjutnya harga Lhitung jika dibandingkan dengan Ltabel adalah
Lhitung Ltabel . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran The Power of Two berdistribusi normal. 4.3 Analisis Regresi Persamaan Regresi Sederhana Regresi sederhana bertujuan untuk mempelajari hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Persamaan regresi yang digunakan dikemukakan oleh Sudjana. Dari data hasil penelitian diperoleh persamaan regresi: Y 9,9967 1,1792 X . Terdapat b sebesar 1,1792 yang artinya hasil
241
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa akan meningkat sebesar 1,1792 jika model pembelajaran The Power of Two meningkat sebesar satu satuan. Uji Keliniearan Regresi Untuk menguji kelinieran regresi dilakukan dengan uji regresi sederhana X dan Y. Dari perhitungan analisis varians disusun dengan Tabel 4.3 ANAVA seperti di bawah ini: Tabel 4.3 Varians untuk Uji Kelinieran Regresi (ANAVA) Sumbe Fta r D Fhitung JK KT Varian k bel s Total 2 126743 126743 7 Koefisi 1 126401, 126401, en (a) 2 2 Regresi 1 27683,6 27683,6 891,509 4,2 (b/a) 85 85 4066 4 Residu 2 776,315 31,0526 5 Tuna 1 434,481 33,4216 Cocok 3 66 6615 2,6 1,173 0 Kekelir 1 341,833 28,486 uan 2 3333 Pada
taraf nyata 0,05 , maka dengan k 2 13 dan dk penyebut n k 12
dk pembilang diperoleh dari daftar distribusi F. Uji kelinieran Fhitung 1,173 Ftabel 2,60 , sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis model regresi linier diterima atau terdapat hubungan yang linier dan berarti antara model pembelajaran The Power of Two terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Uji Keberartian Regresi Dari hasil perhitungan
Fhitung diperoleh hasil
Fhitung 891,509 bila dikonsultasikan pada yaitu
F( 0,95)(1,30) ,
sehingga
maka
diperoleh
diperoleh
Ftabel ,
Ftabel 4,24 ,
Fhitung Ftabel ,
yakni
891,509 4,24 dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak, artinya kedua variabel tersebut tidak independen. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel X mempunyai pengaruh yang berarti dengan Y di mana kedua variabel dinyatakan dalam persamaan regresi.
Perhitungan Koefisien Korelasi dan Determinasi Berdasarkan perhitungan uji koefisien korelasi diperoleh nilai rxy 9,8627 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa korelasi antara variabel X dan variabel Y adalah korelasi positif.
242
ISBN: 979-458-808-3
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel X terhadap variabel Y diketahui dengan menggunakan koefisien determinasi, melalui perhitungan, yaitu: r 2 0,972 atau sebesar 97,20%, artinya kontribusi strategi pembelajaran The Power of Two terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi Aritmatika Sosial sebesar 97,20% selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain. Uji Keberartian Koefisien Korelasi Dalam perhitungan uji keberartian koefisien korelasi dengan perhitungan uji t diperoleh hasil harga t hitung 63,980 dengan dan 0,05 dk n 2 27 2 25
oleh karena
t 11 / 2
t hitung t 11 / 2 yaitu 1,70814 63,980 1,70814 (salah), maka H0 ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan yang kuat antara variabel X dengan variabel Y (ada hubungan yang kuat antara strategi pembelajaran The Power of Two dengan kemam-puan pemecahan masalah matematika siswa). 4.4 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan strategi pembelajaran The Power of Two dalam pembelajaran Aritmatika Sosial dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata Observasi 62,48 dan simpangan baku 27,67 yang artinya model pembelajaran The Power of Two sudah dijalankan dengan cukup baik. Kemudian nilai rata-rata Posttest sebesar 60,33 dan simpangan baku 33,08 artinya nilai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam kategori cukup baik. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan persamaan regresi sederhana yang diperoleh adalah Y 9,9967 1,1792 X . Pada persamaan tersebut koefisien arah regresi linier b = 1,1792 bertanda positif, yang artinya hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi aritmatika social akan meningkat sebesar 1,1792 jika model pembelajaran The Power of Two meningkat sebesar satu satuan. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan Fhitung Ftabel atau 1,173 2,60 , maka H0 ditolak dan Ha diterima artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran The Power of Two dalam pembelajaran Aritmatika Sosial, maka semakin meningkat pula kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Kemudian dari uji keberartian regresi diperoleh Fhitung Ftabel atau 891,509 4,24 artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran The Power of Two terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
ISBN: 979-458-808-3
Berdasarkan hasil pengujian regresi diperoleh koefisien korelasi r 2 0,972 atau 97,20%. Hasil tersebut menunjukkan adanya korelasi antara strategi pembelajaran The Power of Two dalam pembelajaran matematika dan kemampuan peme-cahan masalah matematika siswa pada materi Aritmatika Sosial sebesar 96,20%. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari analisis data dan pengujian hipotesis, maka sebagai kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh strategi pembelajaran The Power of Two terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pokok bahasan Aritmatika Sosial di kelas VII SMP Swasta Kristen Immanuel Medan. Dengan demikian strategi pembelajaran The Power of Two secara nyata dapat mempengaruhi kemam-puan pemecahan masalah siswa sebesar 97,20% yang ditunjukkan melalui hubungan linier Y 9,9967 1,1792 X . 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas diajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi setiap guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar pembelajaran yang menggunakan strategi pembelajaran The Power of Two menunjukkan pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 2. Penggunaan strategi pembelajaran The Power of Two dalam pembelajaran matematika sebaiknya memperhatikan karakteristik materi pelajaran yang sesuai dengan variabel yang ingin diukur.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Arikunto, S., 2007, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dalyono, M. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud. Purwanto, 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rusman, 2012. Model-Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan Profesionalisme Guru. Bandung: Raja Grafindo Persada Sabri, Ahmad. 2010. Strategi Belajar Mengajar dan Microteaching. Padang: Quantum Teaching Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Siberman, Mel. 2009. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta Sudjana, 2001. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Suherman, E. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-UPI. Sukino dan Simangunsong, Wilson. 2006. Buku Matematika Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
DAFTAR PUSTAKA Abdurahman, Mulyono, 2003, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta.
243
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
THE STUDENTS’ DIFFICULTIES IN CONSTRUCTING PASSIVE SENTENCES BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP N 1 SIDIKALANG , Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris,Universitas HKBP Nommensen Jl.Sotomo No.4, Medan Sumatra Utara Telp : (061)4522922,4565635 Fax.(061)4571426
[email protected] ABSTRACT The purpose of this research is to analyze the students’ difficulties in constructing passive sentences. The population of this research is students at grade eight which is consist of nine classrooms. The population consist of 270 students. The sample of this research is the second year students of SMP N 1 Sidikalang at the academic year 2013/2014 which is consist of 28 students. The data of this research were obtained by underlying the errors of students’ in passive sentences which constructing with twenty questions. The writer used descriptive qualitative method and it is used test as the instrument of colecting the data. The result showed that most of students at SMP Negeri 1 Sidikalang made errors in constructing passive sentences such as the usage of to-be, verb form (tenses), helping verb(has, have, been and being), sentence form (active – passive) Key word: difficulties, constructing, passive sentences INTRODUCTION 1.1. Background Language is a system of communication. It can be spoken or written and it can be understood by any of different system of communication that is used everywhere. Languange is a tool to convey information,ideas,consepts or filling that comes to the heart, in the sense of the word as a means of conveying something ( Yunitasri:2012). People talk, share, and express their feeling with language. Basically, language is a means to comunicate ideas, thoughs, opinions and feelings. There are many languages in the world that people used. English is conventionally divided into three historical periods such as old Englia,Middle English, and Modren English (Richard 2014). English is an international language that is used by many people in the world. Therefore, using English is the easiest way comunication with people from other countries about many aspects in human life such as education, science, business, technology, culture and also another aspects. Grammar is one of the important elements in learning English. Grammar of language is a set of rules that organize parts of the structures( Michael :2010) The mastery of the grammar becomes very essential in supporting language skill because it can help the learners to learn English more quickly and efficiently.Grammar is a reference mechanism when sed according to the function of language in communication with others (Greenbaum :2006). Grammatical structure is the pattern of the arrangement of parts of the words in to the sentence. English Grammar consists of the eight parts of speech. They are noun, pronoun, adjective, verb, adverb, preposition, conjunction and interjection. This part of speech involves many kinds to use in sentence. In teaching English as a foreign language in Indonesia, there is tendency for a teacher to teach more structure than elements and skills, but the result 244
is unsatisfactory. The structure causes a serious problem in English teaching and learning process. Structure is very essential to master a certain language especially English because it is fundamental aspect Based on the writer’s e perience through training teaching practice (PPL) ,the writer found some students’ problems by learning English especially in constructing sentences. There are many errors in that sentences. The students do not follow the gramatical rules. One of the errors is disability of students in constructing and comparing active and passive sentences. This problems influenced the whole meaning of each sentences. This problems happened in six class and almost 80% for each class undergoing it. They also complained that learning English is so difficult for whole aspect so that the writer tries to limit and looking for the problem in one skill namely writing skill and then the writer more specifically looks to the students ability in constructing passive sentences. Based on the research problem above, the writer found the problem and interested to pick up a research problems. The writer choose Passive sentence as a topic in this research because it is a sub-skill of language skill especially writing. Through this research, teacher can create a new innovation in order to teach writing by knowing the students difficulties in constructing passive sentences. 1.2. The Description of Active and passive voice Transitive verb is a verb which function as a predicate of sentence. John (2003 : 278) transitive verb has two voice (kind of gramatical), they are active and passive. Betty Schrampfer (1999 : 208) Only transitive verbs (verbs that can be followed by an object) are used in the pasive. It is not possible to use intransitive verbs (such as happen,sleep,come, seem,etc)
ISBN: 979-458-808-3
a) Active voice Here, people, animal or thing that showed by the subject is called doing sometime for another thing. Example : 1. Mr. Budi buys a new car for his children 2. Siska is cooking fried noodle in the kitchen 3. She killed a cat 4. We read a book in the library 5. Anthony drinks a glass of milk b) Passive voice Here, people, animal or thing are called suffering something from another thing. Examples : 6. A new car is bought by Mr.Budi for his children 7. A cat was killed by her 8. A book is read by us in the library 9. A glass of milk is drunk by Anthony. 10. Fried noodle is being cooked by siska in the kitchen Betty Schrampfer Azar (1999 :208) In the passive, the object of an active verb becomes the subject of the passive verb. Notice that the subject of an active verb follows by in a passive sentence. The noun that follows by is called the “agent”. 1.3.The use of passive According to Betty Schrampfer Azar (1999 : 26) there are four of the use of passive. They are : 1. Usually the passive is used without a byphrase. The passive is most frequently used when it is not known or not important to know exactly who performs an action. Example : Rice is grown in India Our house was built in 1980 III. RESULT
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
2.
Twain 3.
4.
The by phrase is included only if it is important to know who performs an action. Example : Life on the Missisipi was written by Mark If the speaker knows who performs an action, usually the active is used. Example : My aunt made this rug. (active) Sometimes, even when the speaker knows who performs an action, she/he chooses to use passive with the by-phrase because she/he wants to focus attention on the subject of a sentence. Example : This rug was made by my aunt
II. METHOD The writer used descriptive qualitative method in this research. This method aimed at finding out the students’ difficulties in constructing passive sentences and the factors that contributed to the students’ difficulties in construting passive sentences. The population of the research is the 2013/2014 second year students of SMP N 1 Sidikalang which is consist of 270 students. The sample of research consists of 28 students. The participants are given a test that consist twenty active sentences that be changed to passive sentences. After collecting and analyzing the data about constructing passive voice, the writer described the errors that the students made in the result. The writer found out the students’ difficulties in constructing passive sentences from the errors that the writer have described that the students made.
Table 3.1 The Students Difficulties in Constructing Passive Sentences NO INITIAL PASSED FAILED THE DIFFICULTIES IN CONSTRUCTING PASSIVE NAME SENTENCES 1 ERS 14 6 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 2 SOM 7 13 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3 CHL 4 16 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 4 ALC 4 16 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple 245
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
5
BAS
3
17
6
SIS
3
17
7
BEC
3
17
8
KES
2
18
9
PAS
4
16
10
FEB
6
14
11
SAS
8
12
12
ESS
4
16
13
GOS
6
14
14
SOS
2
18
15
KAS
3
17
16
NES
12
8
246
ISBN: 979-458-808-3
perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. comparing between object and adverb in constructing the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
17
SAP
7
13
18
VEN
9
11
19
HEB
5
15
20
JSS
13
7
21
WEB
4
16
22
AGM
5
15
23
SYT
4
16
24
FRT
2
18
25
COM
4
16
26
JOS
11
9
27
IMS
3
17
28
ELP
3
17
1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun. 1. using the correct tobe (is, are, was, were, is/are being) in the sentences. 2. using the correct helping verb (has/have+been) in the simple perfect sentences. 3. using the correct Verb (V3) past participle in the sentences. 4. changing subject pronoun to be object pronoun.
247
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
The writer found some kinds of students’s difficulties in constructing passive sentences. The students’ difficulties has many variations. Generally, each students has the same difficulties with others. The students’ difficulties are : 7. The students’ difficulties in using the correct tobe (is, am, are, was, were, si/are being) in the correct sentences with the correct tenses. The uncorrect tobe for many time happened by the students in simple present tense, present continuous, present perfect, and simple past tense. 8. The students’s difficulties in comparing helping verb has/have and the correct way in using has and have on the pasive sentences. It was appearing in simple present perfect that would be made to passive voice (number 16- 20). 9. The students’s difficulties in using helping verb (have/has) + been. It was appeared in passive voice of simple present perfect. In this finding research, the students’errors generally were student did not use “been” followed by has/have. 10. The students’difficulties in using verb in the sentences from number 1 until to number 20. The students’ difficulties in comparing Verb1, Verb2, Verb3 and the correct verb used in each sentences. 11. The students’ difficulties in changing the subject in active voice be an object in passive voice. 12. The students’ difficulties in constructing present continuous sentences tobe passive sentences by using tobe + being + past participle. IV. DISCUSSION From the research finding above, students were failed in gramatical rules such as subject, verb, helping verb, objects and also tenses that used in the sentences and the construction of the passive sentences. Almost, the whole sentences they were failed to transform from active to passive or vice
248
ISBN: 979-458-808-3
versa. It was showed that the students are poor in understanding of constructing sentences. The students need learn more about grammar. The teacher need to teach the students about grammar through writing in order to improve the students ability in grammar indirectly. REFERENCES Angela Downing and Philip Locke.1992. A Univercity Course in English Grammar. London Arikunto,S.2006. Dasar-dasar Evaluasi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara Azar, Betty.1999.Understanding and Using English Grammar.United State of America : Prentice hall Best,J.W.1981. Research in Education. United State of America : Prentice hall Farbman. 1985. Signals a Grammar and Guide for writers. New York : United Press International Frank, M. 1993.Modern English a Practical Reference Guide. New Jersey : Prentice hall Hartanto, J.S, Koentjoro,S and Seputro. 2003. Acurate, Brief and Clear English Grammar. Surabaya : Indah Surabaya. Homby, AS.1996. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. New York : Oxford Univercity Press Maharani, Ida.2007. How to Write efectively. Yogyakarta : Citra Aji Parama Keithley and Thomson. 1982. English for Modern English.Homewood. United State of America : Richard D Erwin Longman. 1992. Longman Dictionary of Contemporary English. London : Longman Nunan, D. 1999. Second Language Teaching and Learning. Boston : Heinle and Heinle Wren and Martin. 1990. High School English Grammar and Composition. New Delhi : S. Chand
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
THE EFFECT OF PROJECT BASED LEARNING MODEL ON STUDENTS’ CRITICAL THINKING SKILL ABOUT DYNAMIC ELECTRICITY AT GRADE-X SCIENCES IN SMA N 2 LINTONGNIHUTA ACADEMIC YEAR 2014/2015 Jonni Sitorus1, Rahmatsyah2 Bilingual Physics Education, Unimed 2 Phycics Department of State University of Medan
[email protected] 1
Abstract Critical thinking is general term of cognitive skills and intellectual disposition needed to effectively identify, analyze, and evaluate argument and truth claims. Critical thinking is one gold standard of project based learning model. This research aimed to know and describe the effect of project based learning toward students’ critical thinking skill about dynamic electricity. This research employed a quasi experimental pretest and posttest with control design. The populations were 60 students grade X-science in SMA N 2 Lintongnihuta academic year 2014/2015. The samples consist of two classes, one class with 30 students as experiment class and one class as control class with 30 students, while the sampling technique used cluster random sampling. Research instrument used essay test of critical thinking ability based on Ennis’ indicator. The data obtained in this study was about the improvement of critical thinking skill and, was analyzed by using computer program SPSS 18.The result showed that the improvement of student’s critical thinking ability in e periment class which had been treated with project based learning model had been significantly different from control class which had been treated with conventional learning. In addition, the improvement of critical thinking skill in PBL class was greater than in control class. This meant implementation project based learning has a significant effect toward student’s critical thinking skill. Keywords: Critical thinking, project based learning, Ennis’ indicator. INTRODUCTION Project Based Learning (PBL) is a studentdriven, teacher-facilitated approach to learning. The genesis of project is an inquiry [1]. However, students develop a question and are guided through research under the teacher’s supervision. The core idea of project based learning is that real-world problems capture students' interest and provoke serious thinking as the students acquire and apply new knowledge in a problem-solving context. The teacher plays the role of facilitator, working with students to frame worthwhile questions, structuring meaningful tasks, coaching both knowledge development and social skills, and carefully assessing what students have learned from the experience. Project based learning helps prepare students for the thinking and collaboration skills required in the workplace. Project based learning creates opportunities for groups of students to investigate meaningful questions that require them to gather information and think critically. Typical projects present a problem to solve; a phenomenon to investigate; a model to design; or a decision to make [2]. In the other hands, PBL is the key strategy for creating independent thinkers and learners, and it will build a strong foundation for their future in our global economy [1]. In summary of many research, which had been collected by CELL (Center of Excellence in Leadership of Learning) indicates that PBL: (a) has a positive effect on student content knowledge and the development of skills such as collaboration, critical thinking, and problem solving; (b) benefits students by
increasing their motivation and engagement; and (c) is challenging for teachers to implement, leading to the conclusion that teachers need support in order to plan and enact PBL effectively while students need support including help setting up and directing initial inquiry, organizing their time to complete tasks, and integrating technology into projects in meaningful ways [3] The results of previous researchers study also revealed some advantages of this model. As the research of Thomas stated that student learning outcomes of project based learning model rose almost 26% compared to control schools and there is a significant increase in the ability to solve a problem between pretest and posttest for the experimental class of project based learning model [4]. Result of Rais’ research also showed that PBL can synergize academic skills such as understanding the theory and soft skills (problem solving, self-reliance, teamwork, self-reliance, responsibility, honesty, and the ability to communicate ideas and concepts expressed by the percentage of the project group) [5]. There are six (6) steps to project based learning, as developed by The George Lucas Foundation [6], namely: (1) Starting with the Essential Question, (2) Designing a Plan for the Project, (3) Creating a Schedule, (4) Monitoring the Students and the Progress of the Project, (5) Assessing the Outcome, and (6) Evaluating the Experience. PBL and Critical Thinking Critical thinking is one of the main goals of higher education to train dependant and reasonable 249
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
thinker as an efficient citizenship in modern society. According to Secretary’s Commission on Achieving Necessary Skills (SCANS) critical thinking is belonging to general the 21st century skill. For education, Critical thinking can help students do better in school by improving their ability to understand, construct, and criticize arguments. Critical thinking is thinking that has a purpose (proving a point, interpreting what something means, solving a problem), but critical thinking can be a collaborative, noncompetitive endeavor [7]; [8]. And Ennis defined critical thinking as reasonable, reflective thinking that is focused on deciding what to believe or to do [9]. That definition covered a term creative activities, including formulating hypotheses, question, alternatives, and plans for experiments. It also means that critical thinking is a practical activity because deciding what to believe or do is a practical activity. Ennis defined critical thinking as having two dimensions; affective dispositions and abilities (cognitive skill) [9]. And this research focused only on critical thinking ability. Table 2.1 shows the classification of critical thinking abilities. Table 1 Indicator of Critical Thinking according to Ennis Aspect of Critical Thinking Abilities Making Elementary 1. Support 2. 3.
Indicator
Focusing on a question: Analyzing arguments Asking and answering clarification and/or challenge questions Constructing Basic 4. Judging the credibility Support/Decision of a source 5. Observing, and judging observation reports Inference 6. Deducing, and judging deduction 7. Inducing, and judging inductions 8. Making and judging value judgments Making Advance 9. Defining terms and Clarification judging definitions 10. Identifying assumptions Making Strategy & Tactics 11. Deciding an action 12. Interacting with others
PBL model has close relation to the characteristics of critical thinking skills. A review of the research conducted in the past two decades on PBL indicates positive outcomes related to student learning involving four areas: content knowledge including improved standardized test scores, an increase in student engagement, collaborative abilities, and critical thinking skills [10]; [11]. PBL involves having students think critically about and solve real world problems. Research demonstrates that by exercising these skills students show significant levels
250
ISBN: 979-458-808-3
of improvement in critical thinking skills such as synthesizing, evaluating, predicting, and reflecting [12] This research was designed to assess the effect of project based learning model on students’ critical thinking skill about dynamic electricity at grade X-Science in SMA N 2 Lintongnihuta academic year 2014/2015 and also to observe the student activity in PBL class. METHODS This research employed a quasi experimental pretest and posttest with control design. The population in this research is all students grade XScience SMA N 2 Lintongnihuta academic year 2014/2015 which consists of 2 classes (there is 30 students in each class). Sampling method used cluster random sampling, which one class was made as experimental class and treated with project based learning model, and other as control class, treated with conventional learning. Both classes were employed a pretest and posttest, and from pretest-posttest result the improvement of student critical thinking skill (Ngain) was measured by using formula:
g
S f Si
S max S i
(1) = N-gain = initial score of critical thinking skill (pretest) = final score of critical thinking skill (posttest) = maximum score = 100 Results of this research were about the improvement (N-gain) of critical thinking skill (focused on cognitive skill/ability).The result data was analyzed by using program SPSS 18 for examining hypothesis with determining the mean difference of Ngain of both classes. Before testing hypothesis, researcher determined the normality using Kolmogorov-Smirnov and Shapiro Wilk and homogeneity using Levene’s test with program SPSS 18. where:
Instrument Critical thinking skill was measured by using 5 essay test questions about dynamic electricity and with its indicator had been arranged according Ennis’ indicator about critical thinking abilities. This instrument had been firstly tested to measure item difficulty level, item discrimination, validity using empirical validity [13], and reliability using coefficient alpha computation [14]. Moreover this essay test had been validated by two experts.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
RESULT Critical Thinking Skill Table 2 Pretest, posttest, and N-gain result Critical Thinking Skill N Ideal Min. Max. Category Average Score Score Score Pretest Experiment 30 100 0 33 11.63 Bad Control 30 100 3 33 11.57 Bad Posttest Experiment 30 100 24 65 46.47 Enough Control 30 100 9 56 30.30 Bad N-Gain Experiment 30 0.1 0.6 0.39 Medium Control 30 0.0 0.5 0.24 Low Data
Class
thinking skill of experiment after implementing project based learning increase more than before, and even it is more than control class. Based on Table 2, mean improvement of critical thinking skill of experiment was greater than control class. Mean improvement of experiment was 0.39, it means students’ critical thinking skill in e periment class increased about 39%, while critical thinking skill of student in control class increased 24%. Meanwhile, hypothesis test results showed that: (1) based on mean equality test result of pre-test in Table 3, since significance value of KolomogorovSmirnov test was p-value (2-tailed) = 0.998 was greater than 0.05 and Z count 0.387 was less than
Z table 1.96 , then this hypothesis test decided to accept null hypothesis that both of experiment and control class have same mean score of pretest result, in the other word there is no difference of critical thinking skill between experiment and control class before giving treatment; (2) based on mean difference test of N-gain in Table 4, since p-value was less than 0.05 and 0.01, and t count 4.216 was greater than Figure 1 Percentage of critical thinking skill per aspect of experimental class Hypothesis test result Table 3 Result of mean equality test of pretest Kolmogorov -Smirnov (α=0.0 ) Std. Mea Min Max N Deviatio pn . . n value Zcount (2tailed) 6 11.6 0.38 5.692 0 33 0.998 0 0 7
Ztable
Z1
2
(1 )
1.96
Conclusio n
Accepting H0
*this test used non parametric test, Kolmogorov Smirnov two-sample test Table 4 Result of mean difference test of N-gain t-test Mean Conclusion Difference tcount ttable p-value Experiment 30 0.39 Reject H0 0.15 4.216 2.30 0.000 or Control 30 0.24 Accept Ha Class
N Mean
*this test used independent t-test one tailed DISCUSSION Based on Table 2, it showed that the average of student’s initial critical thinking skill of e periment class was 11.63, it was close to average of control class of 11.57. That result also showed that initial critical thinking of student was very low and belonged to bad category of critical thinking ability. While the average of student’s critical thinking skill after implementing project based learning (PBL) in experimental class was 46.47 and conventional learning in control class was 30.30. Average of critical
t table 2.30 , then this hypothesis test decided also decided to reject H0 or accept Ha, both of class have significant different mean of N-gain. Based on results and explanations above, it showed that project based learning model has significant effect to critical thinking skill of student about dynamic electricity and PBL is effective to improve student critical thinking of student. Ennis’ indicator of critical thinking ability has 5 aspect of critical thinking. And the percentage of critical thinking skill in each aspect of students in experimental class before and after implementing project based learning model was shown in Figure 1. It showed that the biggest percentage of critical thinking skill before treatment is about making strategy and the lowest is about making advance clarification. And the biggest percentage of critical thinking skill after giving treatment is making elementary explanation and the lowest is about making strategy. But for all aspect, the percentage still could not reach the good category (more than 75%), it showed that the critical thinking skill of student is still low. From the percentage of critical thinking, it showed that for all aspect of critical thinking percentage increase after implementing PBL. Percentage of making elementary increased 59%, constructing basic support increased 64%, inference increased 34%, making advance clarification increased 35%, making strategy and tactic increased 22%. This is also supported by study of Yalçin that conclude PBL helps students develop real world skills like the ability to collaborate well with others, make decisions and take initiative, and face complex problems solving, communication, and self251
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
management [15]. Students enter into a friendly competition with other groups during project works and pay effort in order to be successful. As a result of their achievements, they feel the happiness and excitement of achieving something. The percentage of making elementary explanation and constructing basic support were highest, it caused by implementing PBL, student had a chance to make their learning style, investigate directly, individually and cooperatively, and train to make their own opinion. This supported the finding of a study doing by Bąs suggested that by project-based learning, students have a chance to practice their understanding on the learning material by interacting and communicating with their peers in the groups [16]. Students do not memorize the concepts and other things, they do study the learning materials and learn deeply. In other words, they have a chance to practice their understanding on the learning material with project-based learning. So the learning environment should be organized so that students interact face to face with each other and share the responsibility of the learning process. A study doing by Bell, concluded that a Project-Based Learning (PBL) is an innovative approach to learning that teaches a multitude of strategies critical for success in the twenty-first century [1]. Students drive their own learning through inquiry, as well as work collaboratively to research and create projects that reflect their knowledge. From gleaning new, viable technology skills, to becoming proficient communicators and advanced problem solvers, students benefit from this approach to instruction. In addition, research ensured by implementing project based learning in learning process in school, especially senior high school, student had been prepared to face the challenge of this 21st century employer which are looking for graduates who possess soft skills that include responsibility, self-confidence, social and communication skills, flexibility, team-spiritedness, good work attitude, selfmotivation and self-management. Many skills learned through project-based learning are highly sought by today's employers including the ability to work well with others, handle interpersonal conflicts, make thoughtful decisions, as well as practice and solve complex problems. In the study of Musa et.al, a project based learning (PBL) approach was undertaken through a project assigned in a Workplace Communication course, to incorporate these soft skills. The project work assigned required students to investigate a workplace problem in a real workplace setting. This study was conducted to identify the relevant soft skills acquired when undergoing the project work. It also aimed to find out how PBL has equipped students with the related soft skills in the 21st century workplace environment. In view of this, it is evident that project-based learning facilitates the
252
ISBN: 979-458-808-3
growth of learners in acquiring the aforementioned skills [17]. CONCLUSION Implementing of Project Based Learning (PBL) model in learning process has a significant effect toward critical thinking skill of student about dynamic electricity, and the implementation of PBL model is effective to improve critical thinking skill of students with the mean improvement (N-gain) is 0.39, this means that the improvement of students’ critical thinking skill is 39%. REFERENCES [1] Bell, S. (2010). Project Based Learning for 21 st Century: Skills for Future the Future. The Clearing House, 83: 39–43. [2] http://www.ascd.org/publications/educational_le adership/feb08/vol65/num05/ProjectBased_Learning.aspx (Accessed on February 18, 2015) [3] CELL. (2009). Summary of Research on Projectbased Learning. Indiana : University of Indianapolis. Retrieved March 10, 2015 from http://bie.org/?ACT=87&file_id=555&filename =Research_CELL.pdf [4] Thomas, J.W. (2000). A Review of Research on Project-Based Learning. California: The Auto Desk Foundation. [5] Rais, M. (2010). Project-Based Learning: Inovasi Pembelajaran yang Berorientasi Soft Skills. Makalah. Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya, at Surabaya Desember 11th, 2010 [6] The George Lucas Educational Foundation. (2005). Instructional Module Project-Based Learning. Retrieved January 21, 2015 from http://www.edutopia.org/modules/PBL/whatpbl. php [7] Facione, P. A. (2015). Critical thinking: What it is and why it counts. San Jose, CA: California Academic Press. Retrieved February 18, 2015 from http://www.insightassessment.com/pdf_files/Wh at&Why2010.pdf [8] Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar (translation edition). Jakarta: Penerbit Erlangga. [9] Ennis, R. H. (1985). A Logical Basis for Measuring Critical Thinking Skills. Educational Leadership, 43(2), 44-48. Retrieved March 18, 2015 from http://www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/ed_lead /el_198510_ennis.pdf [10] Blumenfeld, P. C., Soloway, E., Marx, R. W., Krajcik, J. S., Guzdial, M., & Palincsar, A. (1991). Motivating project-based learning:
ISBN: 979-458-808-3
[11]
[12]
[13] [14]
Sustaining the doing, supporting the learning. Educational Psychologist, 26 (3 & 4), 369-398. Larmer, J., Margendoller, J. (2014). Essentials for Project Based Learning: BIE. Retrieved March 10, 2015 from http://bie.org/?ACT=87&file_id=716&filename =8_Essentials_Article_v2014.pdf Richards, J., & Stebbins, L. (2013). Research Supporting the Design of WIN Math and WIN ELA: Win learning. Retrieved March 10, 2015 from http://www.winlearning.com/wpcontent/uploads/ 2013/02/WINProjectBasedLeaningV2.pdf Arikunto S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Frisbie, A. David. Instructional Topics in Educational Measurement, NCME Instructional Module, p. 25-35. Iowa City: Spring.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Retrieved on March 08, 2015 from http://ncme.org/linkservid/65BD2D34-13205CAE-6E13B6D9BD1AB46A/showMeta/0/ [15] Yalçin, A. (2009). The Effect of Project Based Learning on Science Undergraduates’ Learning of Electricity, Attitude towards Physics and Scientific Process Skills. International Online Journal of Educational Sciences, 1 (1): 81-105 [16] Bas, G. (2011). The Effect of Project-Based Learning on Student’s Academic Achievement and Attitudes toward English Lesson. The Online Journal of New Horizons in Education Volume 1 Issue 4. Konya: Selçuk University. Retrieved January 21, 2015 from http://www.tojned.net/pdf/tojnedv01i04-01.pdf [17] Musa, F., et.al. (2012). Project-based learning (PjBL): inculcating soft skills in 21st century workplace. Social and Behavioral Sciences, 59: 565 – 573
253
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
254
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Material
255
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
256
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN PENGENDAP TERHADAP SIFAT OPTIK NANOPARTIKEL Cu2O YANG DISINTESIS DENGAN METODE KOPRESIPITASI Juan R. Simamora, Diana A. Barus, Anwar D. Sembiring Jurusan Ilmu Fisika FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan
[email protected] Abstrak Nanopartikel Cu2O (Cuprous Oxide) telah berhasil disintesis menggunakan metode kopresipitasi berdasarkan variasi konsentrasi larutan pengendap ammonium hydroxide (NH 4OH) dengan variasi konsentrasi 0,2 M (I), 0,6 M (II), dan 1 M (III). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan nanopartikel dengan menggunakan metode kopresipitasi berdasarkan variasi konsentrasi pengendap NH4OH dan mengetahui pengaruh masing-masing konsentrasi pengendap terhadap sifat optik nanopartikel Cu2O. Nanopartikel Cu2O diperoleh melalui reaksi material CuSO4.5H2O, isopropanol, dan Polivinyl Alkohol sebagai larutan reagen dan kemudian mencampurkan NH 4OH sebagai larutan pengendap. Analisis XRD menunjukkan bahwa fasa yang terbentuk merupakan nanopartikel Cu 2O dengan ukuran kristalin 78 nm (I), 80 nm (II) , and 83 nm (III). Analisis FTIR menunjukkan ketiga cuplikan nanopartikel Cu2O masih diikuti oleh gugus O-H yang berasal dari serapan air pada permukaan Cu2O dan menunjukkan adanya vibrasi Cu-O. Analisis SEM-EDX menunjukkan bahwa morfologi nanopartikel Cu2O berbentuk nanocube dan komposisi Cu dan O lebih dominan. Analisis sifat optik menggunakan UV-Vis menunjukkan bahwa nilai absorbansi maksimum terjadi pada panjang gelombang 455 nm dan kalkulasi menggunakan metode Tauc plot menunjukkan bahwa nilai band gap yang diperoleh berturut-turut adalah 2,51 eV (I), 2,45 eV (II), dan 2,23 eV (III). Dengan demikian hasil yang diperoleh memiliki karakteristik yang memenuhi jika digunakan sebagai komponen sel surya (photovoltaic) dan fotokatalis. Kata kunci : nanopartikel, cuprous oxide (Cu2O), kopresipitasi, semikonduktor 1. PENDAHULUAN Perkembangan sains dan teknologi pada bidang material dewasa ini sedang mengarah pada revolusi nanopartikel dimana dalam periode ini tejadi percepatan luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya pengembangan dan penggunaan nanoteknologi yang dapat ditemukan di berbagai produk yang digunakan di seluruh dunia. Nanoteknologi sendiri berasal dari kata Nanos (bahasa Yunani) merupakan kajian ilmu dan rekayasa material dalam skala nanometer nano atau satu per miliar (109 ) meter. Material yang dibuat hingga berukuran nano memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran besar (bulk). Sejumlah sifat tersebut dapat diubah-ubah melalui pengontrolan ukuran material, modifikasi permukaan, pengaturan komposisi kimiawi, dan pengontrolan interaksi antar partikel [1-2]. Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fase padat, cair, maupun gas dan proses sintesis dapat berlangsung secara fisika atau kimia. Secara fisika tidak melibatkan reaksi kimia, yang terjadi hanya pemecahan material besar menjadi material berukuran nanometer (top-down), atau penggabungan material berukuran sangat kecil seperti kluster menjadi partikel berukuran nanometer (buttom-top) tanpa mengubah sifat bahan [1]. Sedangkan proses sintesis secara kimia melibatkan reaksi kimia dari sejumlah material awal (precursor) sehingga dihasilkan material lain yang berukuran nanometer. Beberapa metode proses sintesis kimia, adalah kopresipitasi, reverse micelle
method, sintesis microwave plasma, metode sol-gel, freeze drying, ultrasound irradiation, metode hidrotermal, teknik pirolisis laser [3,8]. Dalam teknik sintesis kimia, pertumbuhan nanopartikel dikendalikan dengan mengoptimalkan parameter reaksi seperti suhu dan konsentrasi reagen. [18] Cuprous Oxide (Cu2O) merupakan salah satu material yang dapat disintesa dalam ukuran nano. Semikonduktor tipe-p ini telah menjadi subyek dalam beberapa penelitian saat ini karena material ini patut dipertimbangkan sebagai material yang menjanjikan untuk pembuatan aplikasi sel surya dengan karakteristik band gap 2,137 eV [9,14,16]. Selain itu, Cu2O dapat juga digunakan sebagai fotokatalis, sintetis organik, sensor gas, material elektroda dan oksidasi CO [11,10]. Metode yang sederhana dan efisien dalam sintesis Nanopartikel Cu2O adalah metode kopresipitasi. Metode kopresipitasi merupakan proses kimia yang membawa suatu zat terlarut kebawah sehingga terbentuk endapan yang dikehendaki. Kelebihan metode ini adalah prosesnya menggunakan suhu rendah dan mudah untuk mengontrol ukuran partikel sehingga waktu yang dibutuhkan relatif singkat [13, 15] Penelitian terakhir yang menarik perhatian mengacu pada variasi ukuran Cu2O dan nano struktur seperti bentuk nanocubes [10,20], octahedra [17], nanocages [4], hollow spheres [20], nanowires [12]. H.Sekhar, et al., (2012) melakukan penelitian dengan mensintesis CuSO4.5H2O dengan metode kopresipitasi. Analisis FTIR menunjukan adanya vibrasi gugus O-H pada permukaan Cu2O pada 257
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
spektrum daerah tertinggi. Analisis XRD menunjukkan bahwa ukuran rata-rata nanopartikel 20 nm dan analisis UV-Vis menunjukan bahwa nilai pita energi sebesar 2,6, 2,3, dan 2,1 eV. Dengan demikian maka pada penelitian ini akan dikaji lebih lanjut pengaruh variasi konsentrasi pengendap terhadap sifat optik nanopartikel Cu2O dan karakteristiknya. 2. METODE PENELITIAN Semua bahan kimia yang digunakan dalam preparasi sampel nanopartikel Cu2O merupakan spesifikasi analitik. Bahan CuSO4.5H2O merupakan bahan prekursor yang digunakan dalam pembentukan nanopartikel Cu2O. Penggunaan PVA memiliki fungsi sebagai katalis dan membatasi aglomerasi secara kontinu pada partikel. Penggunaan NH4OH sebagai zat pengendap berperan sebagai pembentuk ukuran nanopartikel (proses nukleasi). Nanopartikel Cu2O diperoleh dengan mencampurkan bahan CuSO4.5H2O (5 gr), isopropanol (15 ml), dan PVA (4 gr) sebagai larutan reagen yang distirrer selama 2 jam. Selama pecampuran berlangsung, larutan pengendap (NH4OH) disiapkan dengan variasi konsentrasi 0,2 M, 0,6 M, dan 1 M kemudian dicampurkan ke dalam larutan reagen dengan cara diteteskan hingga terbentuk endapan dengan warna green-yellowish. Setelah itu larutan disentrifuse pada kecepatan 6000 rpm untuk memisahkan endapan yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan kertas whatman. Filtrat yang diperoleh dicuci sebanyak 3 kali menggunakan aquabides dan etanol untuk mengurangi pengotor dan menurunkan pH filtrat. Endapan yang diperoleh kemudian di keringkan dalam oven selama 4 jam pada suhu 1500C. Proses kalsinasi atau perlakuan panas yang diterapkan bertujuan untuk dekomposisi termal, transisi fasa, dan penghapusan fraksi volatile. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi kopresipitasi yang terjadi dalam proses pembuatan nanopartikel Cu2O dapat ditunjukkan sebagai berikut [6,17] : CuSO4 + 2NH4OH
(NH4)2SO4 + Cu(OH)2
(1)
Pada reaksi ini, ion Cu2+ direduksi menjadi Cu+ , kemudian Cu+ dapat bereaksi dengan OH- untuk membentuk Cu2O, yang dijelaskan sebagai berikut : Cu(OH)2 Cu2+ + 2OH (atau CuO+H2O Cu2++2OH) (2) Cu+ + OH- CuOH (3) 2CuOH Cu2O + H2O (4)
Hasil pengujian dan analisis data yang diperoleh, diuraikan dalam penjelasan dibawah ini. 3.1. Karakterisasi FTIR Spektrum FTIR diukur dari bilangan gelombang 500 hingga 4000 cm-1 menggunakan FTIR
258
ISBN: 979-458-808-3
spectroscopy merk Perkin Elmer Spectrum One. Hasil spectrum FTIR dengan variasi konsentrasi larutan pengendap ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Pola Spektrum FTIR Nanopartikel Cu2O dengan variasi konsentrasi larutan pengendap (a) 0,2 M, (b) 0,6 M , dan (c)1 M Pengamatan yang lebih jelas pada penentuan fasa dan gugus fungsional yang terbentuk pada sampel Nanopartikel Cu2O dilakukan dengan analisis FTIR berdasarkan intensitas cahaya infrared yang diserap oleh sampel. Pada spectrum FTIR (Gambar 1) terlihat bahwa terdapat beberapa daerah serapan bilangan gelombang pada variasi konsentrasi pengendap pembentuk Cu2O. Pada daerah serapan sekitar 6001200 cm-1 muncul serapan yang mengindikasikan adanya stretching metal oxide dari Cu2O. Puncak daerah serapan pada bilangan gelombang 631 cm-1 , 780 cm-1 , 1124 cm-1 (Cu2O-I); 603 cm-1 , 779 cm-1 ,1123 cm-1 (Cu2O-II); dan 604 cm-1 , 779 cm-1 , 1120 cm-1 (Cu2O-III) menunjukkan bahwa terjadi vibrasi dari ikatan Cu-O [7; 19]. Kemudian terdapat pula puncak-puncak tertentu pada daerah karbonil, seperti pada puncak 1660 cm-1 adalah ikatan metal carbonyl (C=O). Ikatan ini merupakan ikatan yang terdapat pada precursor copper sulfat yang masih terikat dalam Cu2O. Pada daerah energi tinggi yaitu puncak bilangan gelombang 3388 cm-1 pada setiap sampel menandakan bahwa terdapat vibrasi O-H stretching yang berasal dari peristiwa penyerapan air pada permukaan Cu2O. Keberadaan air dikonfirmasi melalui vibrasi pada daerah bilangan gelombang 1.123 cm-1 [7]. 3.2. Karakterisasi XRD Karakterisasi Pola difraksi sinar-X dari masingmasing sampel nanopartikel Cu2O diuji menggunakan XRD Philips X-Pert 6000 Type PW1710, dengan panjang gelombang Cu-Kα = 1, 418 4 Å.. Hasil pola yang dihasilkan diidentifikasi untuk mengetahui struktur dan ukuran kristal yang terbentuk. Hasil pola difraksi sinar-X dengan variasi konsentrasi larutan pengendap ditunjukkan pada gambar 2.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
a
b
c
Gambar 2. Pola XRD nanopartikel Cu2O dengan variasi konsentrasi larutan pengendap (a) 0,2 M, (b) 0,6 M , dan (c)1 M Hasil spektrum pola difraksi sinar-X menunjukkan bahwa telah terbentuk struktur kristal yang bersesuaian dengan fasa material Cu2O ditandai terbentuknya puncak-puncak intensitas difraksi yaitu pada sudut 2θ dan memiliki bidang kristal dengan indeks Miller hkl yaitu (110), (111), (200), (211), (220), (311), (222) yang merupakan indeks khas dari struktur kubik Cu2O. Berdasarkan kerangka acuan difaksi data COD (Crystallography Open Database) Cu2O No. 96100-0064 bahwa Nanopartikel Cu2O tersebut memiliki struktur simple cubic dengan space group Pn-3m (224). Fasa Cu2O ini memiliki paremeter kisi a = 4,2520 Å [5, 6, 9, 19]. Terbentuknya fasa tunggal dari Cu2O ini sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia dan suhu perlakuan. Kemunculan fasa lain selain Cu2O pada puncak difraksi pada kisaran sudut 2 ( 53,470; 58,240; 68,070) yang ditunjukkan dengan tanda * dalam grafik spektrum pola difraksi menunjukkan kehadiran fasa Cu-O. Cu-O merupakan material dengan struktur heksagonal dan terbentuk akibat proses oksidasi yang terjadi cepat pada permukaan sampel Cu2O. Analisis berdasarkan nilai FWHM pada hasil pengujian XRD menunjukkan adanya perubahan nilai yang berbeda untuk masing-masing konsentrasi pengendap. Terlihat bahwa diperoleh nilai FWHM dari Cu2O pada masing-masing konsentrasi 0,2 M, 0,6 M dan 1 M sebesar 0,4072 0, 0,4113 0, dan 0,40780 memiliki nilai ukuran kristalit terkecil hingga mencapai 23 nm. Perbedaan nilai FWHM mengindikasi terjadinya perbedaan ukuran kristal pada Cu2O disebabkan variasi konsentrasi pengendap. Penentuan ukuran kristalit dari masing-masing variasi sampel nanopartikel Cu2O dihitung menggunakan persamaan Scherer, yaitu :
D
0.9 cos
(5)
dengan D adalah ukuran kristal, λ adalah Panjang gelombang, β adalah FWHM (full width half
maximum), θ adalah sudut difraksi. Berdasarkan persamaan Scherer tersebut diperoleh ukuran kristalit nanopartikel Cu2O sebesar 78 nm (I), 80 nm (II), dan 83 nm (III). Hal ini dikonfirmasi pada hasil pengamatan morfologi dengan SEM-EDX meliputi pengamatan struktur dan kristalinitasnya. 3.3. Karakterisasi SEM-EDX Analisis Morfologi meliputi struktur, bentuk dan sebaran ukuran material diukur dengan Scanning Electron Microscope (SEM) dan analisis unsurnya menggunakan Energy Dispersive X-Ray Spectrometry (EDX) merk JEOL JSM-6390A dengan System resolution analysis : 61 eV, ED geometry: Elevation = 350, Acceleration voltage: 20 kV. Hasil pengujian SEM dengan variasi konsentrasi pengendap ditunjukkan gambar 3.
a
b
c
Gambar 3. Hasil Pengujian SEM Nanopartikel Cu2O dengan perbesaran 25.000 kali pada konsentrasi pengendap (a) 0,2 M (b) 0,6 M dan (c) 1 M. Berdasarkan analisis morfologi material Cu2O seperti pada gambar 3, terlihat bahwa morfologi kristalit Cu2O sudah berbentuk padatan kubik (nanocube) sesuai dengan morfologi kristalit Cu2O pada umumnya. Secara keseluruhan sebaran ukuran partikel Cu2O yang terbentuk sudah merata dan memiliki ukuran kristalit yang cenderung semakin kecil. Dalam mengetahui distribusi komposisi penyusun pada nanopartikel Cu2O maka dilakukan pengujian EDX dengan memetakan titik-titik sebaran partikel (mapping point) sehingga diperoleh secara umum komposisi penyusun nanopartikel. Analisis EDX pada gambar 4. memperlihatkan bahwa hasil sintesis nanopartikel Cu2O mengandung atom Cu sebanyak 73,85 % (I) , 48,42 % (II), 30,77 % (III).
a
b
c
Gambar 4. Hasil Pengujian EDX Nanopartikel Cu2O pada konsentrasi larutan pengendap (a) 0,2 M (b) 0,6 M dan (c) 1 M.
259
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Semakin rendahnya persentase atom Cu yang terbentuk mengindikasikan sebagian fasa Cu2O hilang yang kemungkinan diakibatkan oleh larutnya endapan material Cu2O pada saat proses pencucian sampel dengan etanol maupun saat penyaringan. Secara keseluruhan, distribusi komposisi yang terdapat pada partikel menunjukkan bahwa persentase komposisi Cu lebih dominan dibandingkan dengan unsur yang lainnya. 3.4. Karakterisasi UV-Vis Celah pita energi (band gap) merupakan besaran energi yang diperlukan suatu elektron untuk dapat tereksitasi dari pita valensi menuju pita konduksi. Besar kecilnya pita celah energi mempengaruhi sifat optik material semikonduktor karena berkaitan dengan energi foton untuk mengeksitasi elektron. Analisis pengujian sifat optik (transmitansi , absorbansi dan band gap) diukur menggunakan UV-Vis 1240 Shimadzu pada panjang gelombang 200 - 800 nm. Hasil pengujian UV-Vis ditunjukkan pada Gambar 5.
ISBN: 979-458-808-3
hubungan hυ terhadap (αhυ)n dan kemiringan garis lurus fitting ditunjukkan pada gambar gambar 6.
a
b
c
Gambar 6. Plot (αh)2 terhadap energi foton absorbansi (h) pada variasi konsentrasi larutan pengendap (a) 0,2 M , (b) 0,6 M dan (c) 1 M Berdasarkan kurva pada Gambar 4.11, diperoleh nilai band gap nanopartikel Cu2O melalui ektrapolasi data linier antara hυ dan (αhυ)2 dengan memasukkan nilai y = 0 pada persamaan sehingga diperoleh nilai x yang merupakan nilai band gap nanopartikel Cu2O sebesar 2,51 eV (I), 2,37 eV (II), dan 2,23 eV (III). Nilai energi band gap yang diperoleh memiliki perbedaan yang tidak signifikan jika dibandingkan dengan teori yang mengungkapkan bahwa energi band gap langsung Cu2O adalah sebesar 2,1 eV [4, 14, 9]. Analisis uji statistik regresi dan korelasi pada gambar 7 menunjukkan hubungan antara kedua variabel X (konsentrasi larutan pengendap) dan Y (energi gap). Berdasarkan hasil tersebut diperoleh bahwa pengaruh variabel X terhadap variabel Y adalah sebesar 97 %. Dengan demikian penggunaan variasi konsentrasi pengendap NH4OH dalam sintesis Cu2O sangat mempengaruhi nilai band gap nanopartikel.
Gambar 5. Spektrum absorbansi nanopartikel Cu2O yang disintesis dengan variasi konsentrasi larutan pengendap. Berdasarkan data yang diperoleh pada gambar 5 bahwa nilai absorbansi maksimum terjadi pada panjang gelombang 455 nm dengan spektrum nilai absorbansi sebesar 1,10123 a.u. yang dihasilkan oleh nanopartikel Cu2O dengan konsentrasi larutan pengendap 0,6 M. Hal ini menunjukkan bahwa pada nilai optimum tersebut, penyerapan energi oleh elektron menyebabkan elektron memiliki energi yang cukup untuk melewati celah pita optik, sedangkan nilai transmitansi pada panjang gelombang tersebut memiliki nilai yang sangat kecil. Nilai absorbansi rendah terjadi pada daerah panjang gelombang dibawah 200 nm dan diatas 700 nm. Hal menunjukkan bahwa elektron tidak dapat menyerap energi pada panjang gelombang tersebut, sehingga energi yang diberikan hanya dapat ditransmisikan atau diteruskan. Perhitungan celah pita optik (band gap) dimulai dari penentuan nilai absorbansi melalui data pengujian dan diolah menggunakan metode Tauc plot dengan memperoleh hubungan antara hυ sebagai ordinat terhadap (αhυ)n sebagai absis. Kurva plot 260
Gambar 7. Hubungan Konsentrasi NH4OH Terhadap Energi Gap.
Pengendap
4. KESIMPULAN Nanopartikel Cu2O (Cuprous Oxide) telah berhasil disintesis menggunakan metode kopresipitasi. Analisis FTIR menunjukkan bahwa ketiga cuplikan nanopartikel Cu2O masih diikuti oleh gugus lain seperti gugus O-H yang berasal dari serapan air pada permukaan nano Cu2O dan menunjukkan adanya vibrasi Cu-O. Pengaruh variasi konsentrasi pengendap NH4OH terhadap ukuran nanopartikel Cu2O memberikan efek ukuran kristalit dengan morfologi berbentuk kubik (nanocube) sebesar 78 nm (I), 80 nm (II), dan 83 nm. Sifat optik menunjukkan bahwa nanopartikel Cu2O mampu mengabsorbsi spektrum gelombang dengan interval 200 nm - 600 nm dengan intensitas absorbsi terbesar terdapat pada spektrum
ISBN: 979-458-808-3
gelombang 455 nm. Dengan menggunakan metode Touc plot diperoleh nilai band gap berturut-turut adalah 2,51 eV (I), 2,37 eV (II), dan 2,23 eV(III). Dengan demikian nanopartikel Cu2O yang dihasilkan memiliki karakteristik yang memenuhi jika digunakan sebagai komponen sel surya (photovoltaic) dan memiliki aplikasi potensial sebagai fotokatalis. DAFTAR PUSTAKA [1] Abdullah, M., Virgius, Yudistira, Nirmin dan Khairurrijal. (2008). Sintesis Nanomaterial, Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi Vol. I : 33 – 57. [2] Abdullah, M., Khairurrijal. (2009). Karakterisasi nanomaterial, Jurnal nanosains dan Nanoteknologi Vol. 2 : 1 – 9. [3] Aiguo, Yan. (2008). Solvthermal Synthesis and Characterisation of size-controlled Fe3O4 Nanoparticles, Journal Alloys and Compund 458 : 487- 491. [4] Bai, Yakui., Yang, Tengfei., Gu, Qing., Cheng, Guoan., Zheng., Ruiting. (2012). Shape Control Mechanism of Cuprous Oxide Nanoparticles in Aqueos Colloidal Solutions, Journal Powder Technology 227: 35-42 [5] Biccari, Francesco. 2009. Defects and Doping in Cu2O. Sapienza, University of Rome. [6] Cao, Yan., Wang Yue J., Zhou Kang G., Bi Z. 2009. Morphology Control Of Ultrafine Cuprous Oxide Powder And Its Growth Mechanism. Elsevier Journal, Trans. Nonferrous Met. Soc. China 20(2010) s216 – s220. [7] Guedes M, Ferreira JMF, Ferro AC. 2009. Dispersion of Cu2O particles in aqueous suspensions containing 4,5-dihydroxy-1,3benzenedisulfonic acid disodium salt. Ceram Int 35 : 1939 – 1945. [8] H. Yan, J.C. Zhang, H.X. You, Z.W. Song, B.W. Yu, Y. Shen,. (2009). Influences of different synthesis conditions on properties of Fe3O4 nanoparticles, Materials Chemistry and Physics 113 : 46-52. [9] He Ping, Shen X., Gao H. (2004). Size-controlled preparation of Cu2O octahedron nanocrystals and studies on their optical absorption. Journal of Colloid and Interface Science, 2005, 284 : 510–515
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
[10] Kuo CH, Chen CH, Huang MH. (2007). Seedmediated synthesis of monodispersed Cu2O nanocubes with five different size ranges from 40 to 420 nm. Journal Advanced Functional Materials, 17:3773–3780 [11] Lin X.F., Zhou R., Sheng X., Zhang J., (2010). Cu2O nanoparticles : Radiation synthesis, and photocatalitic activity. Nuclear Science and Techniques 21 : 146-151. [12] Kaur, M., Muthe, K.P., Despande, S.K., Choudhury, S., Singh, J.B., Erma, N. V., Gupta, S.K., and Yakhmi, J.V.(2006).“ Growth and branching of CuO nanowires by thermal oxidation of copper”, J. Cryst. Growth, Vol. 289 : 680-675. [13] Pokropivny,V., Lohmus,R., Hussainova, I., Pokropivny, A., Vlassov, S. (2007). Introduction in Nanomaterials and Nanotechnology. Tartu University Press, Ukraina, 225 p. [14] Sekhar, H., Rao, D.N. (2012). Preparation, Characterization and Nonlinier Absorption Studies of Cuprous Oxide Nanoclusters, Microcubes and Micro-particles. Journal Nanoparticles Research 14: 976 [15] Teja, A.S. and P.Y. Koh, (2009). Synthesis, properties and applications of magnetic iron oxide nanoparticles. Prog. Cryst. Growth Ch., 5 [16] Timuda, G.E. (2006). Karakterisasi Optik Lapisan Semikonduktor Cu 2O Yang Dibuat Dengan Metode Deposisi Kimia, FMIPA, IPB Bogor [17] Wang Z, Wang H, Wang L, Pan L, (2009), Controlled synthesis of Cu2O cubic and octahedral nano- and microcrystals. Cryst Res Technol 44(6) : 624 – 628 [18] Xie SY, Ma ZJ, Wang CF, Lin SC, Jiang ZY, Huang RB, Zheng LS, (2004), State displacement reactions and to obtain Cu NPs from Cu (II) precursor physical and chemical. J Solid. State. Chem. 177 (10) : 3743–7 [19] Xiaoxia Z, Jimei S, Jian J, Xuefeng M,. 2010. Preparation and photocatalytic activity of cuprous oxides. Elsevier Journal, Solid State Sciences 12 (2010) 1215e1219 [20] Yanyan Xu , Xiuling Jiao,Dairong Chen, (2008), PEG-Assisted Preparation of Single-Crystalline Cu2O Hollow Nanocubes. The Journal of Physical Chemistry, 112 (43), pp 16769–16773
261
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PEMBUATAN DAN PENGUJIAN SIFAT MAGNETO-ELASTISITAS KOMPOSIT FEROGEL BERBASIS POLIVINIL ALKOHOL (PVA) DAN NANOPARTIKEL BESI OKSIDA (Fe3O4) Pintor Simamora, Mersya Sitanggang Jurusan Fisika FMIPA Unimed
[email protected] Abstrak Telah dilakukan pembuatan komposit ferogel dengan bahan dasar polivinil alkohol (PVA) sebagai matriks dan nanopartikel Fe3O4 sebagai filler. Nanopartikel Fe3O4 adalah hasil sintesis dengan metode kopresipitasi pasir besi dari sungai Simaritop Porsea Toba Samosir. Analisis pengukuran XRD diperoleh ukuran nanopartikel Fe3O4 34,87 nm, dan data VSM memberikan hasil bahwa nilai magnetik saturasi Ms 52,25 emu/g, magnetik remanen Mr 17,5 emu/g, dan medan koersivitas (-Hc) sebesar 0,018 T. Sedangkan matriks PVA dilarutkan dalam aquades dengan variasi perbandingan massa; 9 : 30 ; 10 : 30 ; dan 12 : 30. Selanjutnya nanopartikel Fe3O4 dicampurkan dengan larutan PVA yang diaduk merata hingga menghasilkan gel yang dibuat dalam bentuk silinder dengan panjang 10 cm dan diameter 6 mm. Pengujian sifat magneto-elastisitas dari ferogel menggunakan magnet permanen menunjukkan bahwa besar simpangan dan pemuluran semakin menurun dengan kenaikan bobot PVA. Kata kunci : nanopartikel, komposit ferogel, magneto-elastisitas PENDAHULUAN Teknologi nano dalam rekayasa material cukup pesat perkembangannya saat ini. Banyak penelitian tentang nanopartikel yaitu bagaimana usaha untuk memperoleh ukuran dalam skala nanometer, kemudian kajian terhadap keunikan sifat yang aplikasinya dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Material berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dibanding material berukuran besar (bulk). Material berukuran nanometer memiliki sifat-sifat yang lebih kaya karena menghasilkan beberapa sifat yang tidak dimiliki oleh material ukuran bulk. Dan yang sangat menarik bahwa sejumlah sifat tersebut dapat diubahubah melalui pengontrolan ukuran material, pengaturan komposisi kimiawi, modifikasi permukaan dan struktur, juga pengontrolan proses perlakuan sintesis misalnya perlakuan suhu. Selain nanopartikel juga dikembangkan material nanostruktur yaitu material yang tersusun oleh beberapa material nanopartikel. Untuk menghasilkan material nanostruktur, maka partikel-partikel penyusunnya harus diproteksi sehingga apabila partikel-partikel tersebut digabung menjadi material berukuran besar maka sifat individualnya dapat dipertahankan. Karena itu, bagaimana mendapatkan partikel yang seragam dengan ukuran skala nanometer menjadi salah satu fokus masalah dalam proses sintesis nanopartikel [1] Teknologi nano kian berkembang seperti pembuatan material nanokomposit. Nanokomposit merupakan material yang dibuat dengan menyisipkan nanopartikel (filler) dalam sebuah sampel material makroskopik (matriks). Nanokomposit dihasilkan dari pencampuran dalam sejumlah fase yang berbeda. Pencampuran ini dapat menghasilkan sifat baru yang tidak ditemui pada masing- masing material asal. Nanokomposit memperlihatkan sifat-sifat baru yang lebih unggul dibandingkan dengan material asal. 262
Salah satu nanopartikel yang banyak dikembangkan yaitu nanopartikel magnetik, karena memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Dalam bidang biosains dan bioteknologi aplikasi teknologi nano yang telah dikembangkan adalah separasi Immunomagnetic dari sel, penentuan dan pelacakan campuran aktif secara biologis, Imobilisasi dan modifikasi campuran aktif secara biologi, agen kontras untuk investigasi MRI, magnetic fluid/hydrogel hyperthermia, otot buatan [11]. Khusus pada aplikasi partikel magnetik hydrogel hyperthermia dan otot buatan, partikel magnet dibuat berbentuk gel yang disebut ferogel. Ferogel ini merupakan kombinasi sifat magnetik dari filler magnet dan sifat elastik dari hidrogel. Karena pengaruh kombinasi sifat inilah, ferogel terjadi perubahan bentuk dan sifat termal ketika ada pengaruh medan magnet luar. Berbagai macam percobaan telah dilakukan untuk mengetahui kemampuan bahan ferogel yang dapat bersifat magneto-elastisitas dan magneto-termal. Ferogel mewakili sebuah jenis bahan baru yang menarik sebagai kombinasi sifat magnetik dengan sifat elastik dari sebuahjaringan. Ferogel (atau gel magnetik) terdiri dari partikel nano magnetik yang dilarutkan di dalam sebuah pengikat silang jaringan polimer. Kebergantungan jenis dan/atau konsentrasi salah satu polimer mampu mengontrol sifat viskoelastik dari bahan [12]. Ditambahkan, sifat-sifat magnetik dapat juga dibuat sebagai fungsi dari sifat dasar dan konsentrasi dari partikel nano [11]. Dalam pengembangan sifat magneto-elastisitas ferogel, Li et al. [15] telah membuat gel dengan bahan dasar polimer yaitu poly n-isopropyl acrylamide (PNIPA) dan polyacrylamide. Zrinyi et al. [7] mengembangkan gel yang sensitif terhadap medan magnet. Penelitian ini adalah pembuatan nanokomposit ferogel dengan bahan dasar polivinil alkohol (PVA) sebagai matriks dan nanopartikel Fe3O4 sebagai filler.
ISBN: 979-458-808-3
Nanopartikel Fe3O4 adalah hasil sintesis dengan metode kopresipitasi pasir besi dari sungai Simaritop Porsea Toba Samosir. Pengujian dengan X-Ray Diffraction (XRD) dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel dan sifat kemagnetannya. Kemudian dilakukan pengujian untuk mengetahui sifat magnetoelastisitas dari ferogel. METODE PENELITIAN 1.Persiapan Bahan Pasir hasil tambangan diayak dengan menggunakan saringan plastik untuk memisahkan antara pasir dan kerikil. Selanjutnya hasil pemisahan pasir besi dengan pasir biasa menggunakan magnet permanen adalah bahan dasar dari Fe3O4. Setelah pasir besi dipisahkan dengan pasir biasa kemudian pasir besi digiling dengan menggunakan ballmill dengan tujuan untuk menghaluskan pasir besi. Pasir besi yang digiling kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 200 mesh. 2.Sintesis Fe3O4 dengan Metode Kopresipitasi Setelah diketahui bahwa kandungan pasir besi terdapat fasa Fe3O4 kemudian pasir besi ditimbang sebanyak 20 g dan dimasukkan pada gelas beaker untuk dicampurkan dengan HCl (12M) sebanyak 40 ml. kemudian diaduk. Hasil pengadukan yang berupa larutan dipisahkan dengan pengotornya dengan menggunakan kertas saring, kemudian NH4OH 12 Molar ditambahkan sebanyak 30 ml dalam larutan sambil diaduk dan dipanaskan. Hasil endapan dicuci berulang dengan aquades lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 2,5 jam. Kemudian lakukan pengujian XRD dan VSM. 3.Sintesis Ferogel Polivinil Alkohol (PVA) dicampur dengan aquades dengan variasi perbandingan massa 9:30, 10:30, dan 12:30. Campuran kemudian diaduk merata lalu dipanaskan dalam magnetic stirrer pada suhu antara 70-90 ºC. Setelah PVA benar-benar larut dalam aquades, kemudian Fe3O4 dimasukkan sebanyak 15% dalam larutan PVA dan diaduk hingga merata, dan Larutan didinginkan dan dipanaskan secara berulang hingga terbentuk gel yang diinginkan. Gel yang telah terbentuk kemudian dibuat silinder dengan panjang 10 cm dan diameter 6 mm untuk karakterisasi magnetoelastisitas. Untuk uji elastisitas digunakan magnet permanen. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengujian XRD Pasir Besi Sungai Simaritop dan Nanopartikel Fe3O4 Untuk mengetahui fasa Fe3O4 yang terkandung di dalam pasir besi dan hasil sintesis nanopartikel Fe3O4 dilakukan uji XRD menggunakan XRD 6000
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
tipe PW1710 dengan panjang gelombang Ka 1,541874 Ao. Pola XRD seperti dalam gambar.
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Pola XRD pasir besi sungai Simaritop (b) Pola XRD nanopartikel Fe3O4 hasil sintesis Hasil Analisis Pola XRD pasir besi dari sungai Simaritop Porsea Toba Samosir memliki kandungan Fe3O4 yang cukup tinggi. Berdasarkan acuan refinement dapat diketahui bahwa pasir besi mengandung 25,9 % Fe3O4 sehingga pasir besi dari sungai Simaritop Porsea Toba Samosir dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan nanopartikel Fe3O4 dan juga dapat dilihat dalam gambar 1.a. bahwa struktur kristal penyusunnya kubik, dimana nilai a = 8,3837 Å. Selain Fe3O4 terdapat fasa lain yaitu fasa Lithium Iron Oxide. Pada gambar 1.b. tampak bahwa partikel nano Fe3O4 sudah terbentuk dan impuritas apa yang terkandung didalamnya. Berdasarkan acuan refinement bahwa sampel mengandung 70,9% Fe3O4 dan mengandung fasa lain yaitu fasa Sal ammoniac (Cl N) dan memiliki struktur kristal kubik dengan nilai a = 8,3578 Å. Selanjutnya untuk menentukan ukuran sampel dengan menggunakan persamaan scherrer, yaitu :
dengan k adalah tetapan mesin (k = 0,91), λ adalah panjang gelombang tabung Cu Kα 1,541874 Ao, adalah FWHM (full width a half maximum). diperoleh ukuran nanopartikel Fe3O4 sebesar 34,87 nm
263
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
2. Pengujian VSM Pengujian sifat magnet nanopartikel Fe3O4 dengan menggunakan VSM tipe OXFORD VSM1.2H (BATAN). Hasil pengukuran VSM ditunjukkan dalam gambar 2. Hasil analisis kurva histerisis sampel Fe3O4 diperoleh medan koersivitas (-Hc) sebesar 0,018 tesla, magnetik saturasi (Ms) 52,25 emu/g, dan magnetisasi remanen (Mr) sebesar 17,5 emu/g.
Gambar 2. Kurva Histerisis Nanopartikel Fe3O4 3. Pengujian Sifat Magneto-Elastisitas Ferogel Hasil pengujian sifat magneto-elastisitas dari ferogel yaitu uji simpangan dan pemuluran menggunakan magnet permanen diberikan dalam gambar 3. Grafik menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi matriks PVA, maka sifat magnetoelastisitasnya semakin menurun.
a
b
Gambar 3 (a) Grafik pemuluran ferogel (b) Grafik penyimpangan ferogel Hubungan perbandingan kurva kandungan PVA dengan sifat magneto-elastisitas dapat dipahami karena ferogel memiliki sifat yang sensitif terhadap medan magnet luar yang merupakan sifat bawaan dari bahan magnetik (Fe3O4). Sifat sensitif ini berhubungan dengan perubahan arah domain magnetik yang semula acak menjadi searah. KESIMPULAN 1. Dari hasi penelitian diperoleh bahwa pasir besi dari sungai Simaritop Toba Samosir memiliki kandungan sebesar 25 %. 2. Hasil pengukuran Vibrating Sample Magnetometer (VSM) terlihat bahwa nilai medan saturasi Ms untuk Fe3O4 52,25
264
ISBN: 979-458-808-3
3. 4.
emu/gr, untuk Mr 17,5 emu/gr dan medan koersivitas (-Hc) sebesar 0,018 Tesla. Diperoleh hasil ukuran partikel dari difraksi sinar-x untuk Fe3O4 sebesar 34.87 nm. Pengujian magneto-elastisitas ferogel menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan matriks PVA, maka sifat magneto-elastisitasnya semakin menurun.
DAFTAR PUSTAKA [1] Abdillah, G., (2013), Sintetis, Karakterisasi dan Uji Stabilitas Fe3O4 Asam Askorbat, Skripsi, Fakultas Sain dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. [2] Abdullah, M., Virgius, Yudistira., Nirmin, Khairurrijal, (2008), Sintesis Nanomaterial, Jurnal Nanosains & Nanoteknologi, 1, 33-57. [3] Aiguo, Yan, (2008), Solvthermal Synthesis and Characterisation of size-controlled Fe3O4 Nanoparticles, Journal Alloys and Compund 458 : 487- 491. [4] Fernandez, R., (2012), http://seputarfarmasi.blogspot. com/ 2012/ 11/ jenis- jenispolietilen -glikol-peg-dan.html ( diakses; jumat,07/02/2014; 14:29 pm). [5] Fuad, Abdulloh, (2010), Sintesa dan Karakterisasi Sifat Struktur Nanopartikel Fe3XMnXO4 dengan Metode Kopresipitasi.Journal Nanosains & Nanoteknologi, Hal 139-145, ISSN 0853-0823 [6] Gubin, S. F., (2007), Magnetic Nanoparticles, Russian Academy of Sciences, Wiley-VCH Verlag GmBH dan Co.KgaA. [6] M. Zrinyi, et al., Polym Gels Networks, 5, 41527 (1997). [7] M. Zrinyi and D. Szabo, Muscular contraction mimicked by magnetic gels, Proc. 7th Int. Conf. on Elektro-Rheological Fluids and MagnetoRheological Suspensions (Honolulu, July 1999) ed. R Tao (Singapore: World Scientific) pp 11-7, 2000. [8] Perdana, F.A., Malik., A.B., Mashuri., Triwikantoro, dan Darminto, (2013), Sintetis Nanopartikel Fe3O4 dengan Template PEG-1000 dan Karakterisasi Sifat Magnetiknya, Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol.1, No.01 [9] Rahmawati., Mahardika., Masturi., Khairurrijal, dan Abdullah, M., (2011), Stabilitas Fabrikasi Nanokomposit Polimer Elektrolit Magnetik PVA.LiOH-Fe3O4, Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Penerapan Mipa UNY, ISBN : 978-979-99314-5- 0 : 381 - 386, Yogyakarta. [10] Retno rahmawati, Nita Handayani, (2013), Fabrikasi Ferogel Berbahan Dasar Nanopartikel Magnetit (Fe3O4) dari Hasil Sintesis Pasir Besi Pantai Utara Jawa Dan Sifat MagnetoElastisitasnya, Jurnal Kaunia Vol.IX, No. 1, April 2013:70-82
ISBN: 979-458-808-3
[11]
R.V. Ramanujan, Clinical application of magnetic nanomaterials, Proceeding First International Bioengineering Conference, Singapore, 2004. [12] R. Hernandez , et al.., Polymer, 45(16), 5543-9 (2004). [13] Sholihah, L.K., (2010), Sintesis dan Karakteristik Partikel Nano Fe3O4 yang Berasal Dari Pasir Besi dan Fe3O4 Bahan Komersial (Aldrich),
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Laporan Tugas Akhir Jurusan Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya [14] Sunaryo, dkk, (2013), Kontribusi Filler Magnetik Fe3O4 pada Efek Histerisis Magneto-Elastisitas Komposit Ferogel. Jurnal Fisika dan Aplikasinya Vol. 9 No. 1, Januari 2013 [15] Y. Li, et al., J.Appl. Polym.Sci., 63, 1173-8 (1997).
265
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI PERUBAHAN SUHU DAN VEGETASI DI KABUPATEN SAMOSIR Togi Tampubolon1, Jeddah Yanti2 1 Universitas Negeri Medan, Medan 2 Universitas Negeri Medan, Medan Email :
[email protected] Abstrak Telah dilakukan penelitian dengan memanfaatkan citra satelit Landsat 4 TM untuk tahun 1989 dan Landsat 8 OLI untuk tahun 2015 dengan tujuan untuk mengidentifikasi perubahan vegetasi dan suhu estimasi permukaan di Kabupaten Samosir dengan koordinat geografis 2°06'-2°45' LU dan 98°10'-99°35' BT. Pengidentifikasian dilakukan dengan menentukan nilai indeks vegetasi yakni NDVI (Normal Different Vegetation Index) dan suhu estimasi permukaan atau LST (Land Surface Temperature) dengan memanfaatkan Band Red, Infrared, serta Long Wavelength Infrared padaLandsat 4 TM dan Landsat 8 OLI. Metode penelitian menggunakan sistem informasi geografis dan remote sensing dengan memanfaatkan software ENVI 5.0 dan ArcGIS 10.0. Hasil penelitian menunjukkan suhu estimasi permukaanmaksimum pada tahun 1989 yakni 25.483936 °C dan pada tahun 2015 yakni 33.9172 °C dan luas lahan non vegetasi (pemukiman, sll) pada tahun 1989 seluas 16.83 ha dan tahun 2015 seluas 772.2 ha.Hal ini menunjukkan adanya kenaikan perubahan lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi (pemukiman, dll) menimbulkan peningkatan suhu estimasi perubahan di Kabupaten Samosir sehingga perlu dilakukan reboisasi. Kata kunci: Indeks Vegetasi, Suhu Estimasi Permukaan,Landsat 4 TM, Landsat 8 OLI PENDAHULUAN Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Utara yakni Kabupaten Samosir. Kabupaten Samosir berada pada Kabupaten Samosir berada pada 2˚21’38”-2˚49’48” LU dan 98˚24’00”-99˚01’48” BT, Kabupaten Samosir memiliki luas wilayah Kabupaten Samosir memiliki luas wilayah 2.069,05 km² yang terdiri dari luas daratan 1.444,25 km² dan perairan Danau Toba 624,80 km² [8]. Luas daratan pada provinsi sumatera utara sebagian besar merupakan kawasan hutan. Provinsi sumatera utara memiliki kawasan hutan lindung yang sangat luas, berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Sumatera Utara tersebut bahwa kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir dibagi sesuai fungsi yaitu Hutan Suaka Alam seluas 22.224,91 ha, Hutan Lindung seluas 114.522,98 ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 17.573,00 ha, dan Hutan Produksi Tetap seluas 5.387,26 ha [8]. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman, peralihan dari hutan menjadi non hutan semakin meningkat, sehingga alih fungsi lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi juga meningkat. Alih fungsi lahan dapat menyebabkan estimasi suhu permukaaan pada suatu wilayah, dimana pada bulan maret tahun 2013 di Kabupaten Samosir cuaca panas mencapai suhu 33 derajat celcius [11]. Dengan semakin luasnya alih fungsi lahan
266
menyebabkan perhitungan statistik akan perubahan secara manual semakin sulit, sehingga dibutuhkannya suatu cara untuk melakukan perhitungan luas alih fungsi lahan secara digital. Hal ini dapat diidentifikasi dengan memanfaatkan teknologi terbaru salah satunya metode penginderaan jauh. Penginderaan jauh mampu mengidentifikasi perubahan lahan secara akurat dan ter-up to date [1]. Sehingga dapat dilakukan pengidentifikasi alih fungsi lahan serta peningkatan suhu untuk wilayah yang luas dan dapat memberikan informasi terkini untuk memprediksi akan perubahan pada masa yang akan datang. Pegidentifikasian NDVI dan LST telah dilakukan oleh Xu dan Guo pada tahun 2014 dengan melakukan perbandingan antara hasil NDVI menggunakan citra Landsat 7 dengan Landsat 8 OLI [12]. Untuk klasifikasi NDVI telah dilakukan penelitian dengan memanfaatkan citra Landsat 8 OLI untuk mengientifikasi perubahan vegetasi pada tahun 2014 [2],[3]. Serta penggunaan citra landsat untuk menentukan LST telah dilakukan diberbagai wilayah [4],[7],[10]. Dengan banyaknya penelitian yang sudah dilakukan untuk NDVI dan LST secara tersendiri, sehingga perlu dilakukan penelitian antara NDVI dan LST untuk studi kasus di kabupaten samosir. METODE PENELITIAN Metode penelitian untuk mencari perubahan vegetasi dan estimasi suhu, sebagai berikut 1. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian, sebagai berikut
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Gambar 2 Diagram Alir Penelitian
Gambar 1 Lokasi Penelitian Kabupaten Samosir (Landsat 8 OLI, 2015) 2.
Diagram Penelitian Adapun diagram alir penelitian, sebagai berikut
1.1 Pra Pengolahan Proses pra-processing sebagai berikut 1. Koreksi radiometrik menggunakan software ENVI 4.7. 2. Menyiapkan Landsat 5 TM dan Landsat 8 OLI untuk dilakukan pemotongan citra dengan menggunakan software ArcGIS 10.0 pada citra Landsat 5 TM untuk tahun 1989 dan Landsat 8 OLI untuk tahun 2015 dengan batas administrasi Kota Medan dan sekitarnya. Untuk karakteristik band yang digunakan dapt dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik masing-masing band Landsat 5 TM dan Landsat 8 OLI [5] TM and OLI/TIRS Band spektral Band – Band L5 TM Band-Band LDCM OLI/TIRS Sensor OLI (Onboard Operational Land Imager) Resolusi spasial 30 m Resolusi spasial 30 m Band 3 30 m, Red, 0.63 – 0.69 μm 30 m, Red, 0.630 – 0.680 μm Band 4 Band 4 30 m, Near-IR, 0.76 – 0.90 μm 30 m, Near-IR, 0.845 – 0.88 μm Band 5 (*B) Sensor TIRS (Thermal Infrared Sensor) Resolusi spasial 100 m Resolusi spasial 120 m Band 7 60 m, LWIR, 10.40 – 12. 0 μm 100 m, LWIR-1, 10.30 – 11.30 μm Band 10
Parameter
NDVI
LST 100 m, LWIR-2, 11.50 – 12. 0 μm 3. Melakukan penajaman citra / komposit citra dengan software ArcGIS 10.0 pada citra Landsat 5 TM untuk tahun 1989 dan Landsat 8 OLI untuk tahun 2015. 1.2 Pengolahan Proses pengolahan sebagai berikut a. Mencari NDVI Cara mencari indeks vegetari, yakni : 1. Menjalanlan software ENVI 4.7 2. Menghitung NDVI (Normal Different Vegetation Index), menggunakan persamaan 1 [12] sebagai berikut
Band 11
(1) Keterangan : Band NIR (Near Infrared) = Band 4 (Landsat 5 TM) dan Band 5 (Landsat 8 OLI) Band Red = Band 3 (Landsat 5 TM) dan Band 4 (Landsat 8 OLI b. 1. 2.
Mencari LST Menjalankan software ENVI 4.7 Indeks temperatur membutuhkan koreksi radiasi pada Pers. 2. dengan Qcal (nilai DN), dan
267
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
konstanta Qmax, Qmin, Lmax dan Lmin [6] sebagai berikut
Keterangan : Landsat 5 TM Lmax = Lmin = QCALmax = 255 QCALmin = 1 Qcal = Band 10 (Band TIR, Thermal Infra Red)
3.
Landsat 8 OLI Lmax = 22.00180 Lmin = 0.10033 QCALmax = 65535 QCALmin = 1 Qcal = Band 6 (Band TIR, Thermal Infra Red)
Menghitung Indeks temperatur (dalam Kelvin) pada Pers. 3. dengan K1 dan K2 merupakan konstanta [9], sebagai berikut
(3) Keterangan : K1 = 1321.08 K2 = 774.89 Menghitung Indeks temperatur (dalam Celcius), sebagai berikut TI (C) = T1 (K) – 273 (4)
4.
ISBN: 979-458-808-3
Untuk tahun 1989 nilai indeks NDVI maksimum yakni 0.767742, minimum -0.714286, dan nilai rata-rata 0.222614 dengan standar deviasi (2) tahun 2015 nilai indeks NDVI 0.246261. Untuk maksimum yakni 0.598334, minimum -0.255151, dan nilai rata-rata 0.197182 dengan standar deviasi 0.201447. Dari nilai NDVI kemudian akan diklasifikasikan menjadi 4 jenis yakni, badan air dengan interval nilai NDVI dari -1 hingga 0, vegetasi jarang dengan interval nilai NDVI dari 0.1 hingga 0.25 berupa pemukiman, dll, vegetasi sedang dengan interval nilai NDVI dari 0.25 hingga 0.5 berupa sawah, ladang, dll dan vegetasi rapat dengan nilai NDVI lebih besar dari 0.5 berupa hutan. Untuk badan air pada tahun 1989 terdapat 701,441 pixel, vegetasi jarang terdapat 93,582 pixel, vegetasi sedang terdapat 342,770 pixel, vegetasi rapat terdapat 280,239 pixel. Untuk badan air pada tahun 2015 terdapat 701,624 pixel, vegetasi jarang terdapat 26,324 pixel, vegetasi sedang terdapat 670,295 pixel, vegetasi rapat terdapat 19,789 pixel. Penggambaran hasil klasifikasi NDVI untuk tahun 1989 dan tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 4.
1.3 Pasca Pengolahan Adapaun pasca pengolahan, sebagai berikut a. Membuat layout untuk penyempurnaan peta untuk peta NDVI dan peta LST pada ArcGIS 10.0 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan atau alih fungsi lahan dari tahun 1989 hingga 2015, sisapatkan dengan menggunakan metode change detection pada masig-masing parameter, yakni NDVI dan LST. Kabupaten samosir sendiri secara pembagian citra Landsat terletak pada Path 129 dan Row 058. [8]. Peta indonesia dalam path dan row dapat dilihat pada Gamabr 3.
Gambar 3 Peta Indonesia dalam Path dan Row
268
(a) Klasifikasi Badan Air Vegetasi Jarang Vegetasi Sedang Vegetasi Tinggi
(b) Warna Blue Red Green Purple
Interval <0 0.0000001 - 0.25 0.2500001 - 0.5 >0.5
Gambar 4 a. NDVI tahun 1989, b. NDVI tahun 2015 Untuk tahun 1989 nilai indeks LST maksimum yakni 33.817200 °C, minimum 19.2397 °C, dan nilai rata-rata 26.52845 °C. Untuk tahun 2015 nilai LST maksimum yakni 38.608948 °C, minimum 19.3268 °C, dan nilai rata-rata 28.967874 °C. Dari nilai NDVI kemudian akan diklasifikasikan menjadi 4 jenis yakni, suhu sangat rendah dengan interval nilai LST dibawah 25°C, sangat rendah dengan interval nilai LST dari 25°C hingga 28°C, sedang dengan interval nilai LST dari 28°C hingga 30°C, dan tinggi dengan nilai LST lebih besar dari 30°C. Untuk suhu sangat rendah pada tahun 1989 terdapat 1.187,806 pixel, rendah terdapat 212,150 pixel, sedang terdapat 17,236 pixel, tinggi terdapat 840 pixel. Untuk badan air pada tahun 2015 terdapat 926,862 pixel, rendah terdapat 222,088 pixel, sedang terdapat 123,423 pixel, tinggi terdapat 145.659 pixel. Penggambaran hasil
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
klasifikasi LST untuk tahun 1989 dan tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 5.
(a) Klasifiaksi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi
(b) Warna Blue Red Green Purple
Interval < 25°C 25°C - 28°C 28°C - 30°C >30°C
Gambar 5 a. LST tahun 1989, b. LST tahun 2015 Perubahan indeks vegetasi dan LST pada tahun 1989 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut Tabel 2 Nilai Indeks Vegetasi dan LST pada tahun 1989 dan 2015 Tahun 1989 NDVI LST (°C) Maksimum 0.767742 33.817200 Min 19.2397 0.714286 Rata-rata 0.222614 26.52845 Klasifikasi
Tahun 2015 NDVI LST (°C) 0.598334 38.608948 19.3268 0.255151 0.197182 28.967874
Berdasarkan nilai NDVI dan LST pada tahun 1989 dan tahun 2014 dapat dilihat terjadinya penurunan sekitar 0.025432 dari nilai rata-rata untuk nilai NDVI yang mana ini memberikan makna bahwa telah terjadi peralihan atau alih fungsi lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi, dan hal ini sejalan dengan semakin berkurangnya lahan bervegetasi menyebabkan LST mengalami peningkatan suhu sekitar 4.791748°C. Dimana untuk wilayah dengan sedikit vegetasi menyebabkan sedikit pula kemampuan tanaman untuk menyerap panas yang dipancarkan dari cahaya matahari sehingga menyebabkan wilayah tersebut cukup panas. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai rata-rata NDVI sebanyak 0.025432, dan untuk LST mengalami peningkatan sebanyak 4.791748°C. hal ini menunjukkan bahwa untuk wilayah dengan semakin sedikitnya vegetasi menyebabkan sedikit pula
kemampuan tanaman untuk menyerap panas yang dipancarkan dari cahaya matahari sehingga menyebabkan wilayah tersebut cukup panas. DAFTAR PUSTAKA [1] Donoghue DNM (2002). Remote Sensing : environmental change." Progress in Physical Geography 26, 1, 144-151. [2] El-Gammal MI, Ali RR, Abousamra RM (2014). NDVI Threshold Classification for Detecting Vegetation Cover in Damietta Governorate, Egypt." Journal of American Science, 10(8), 108113. [3] Jia K (2014). Land cover classification using Landsat 8 Operational Land Imager data in Beijing, China. "Geocarto International, 29(8), 941–951. [4] Latif MS (2014). Land Surface Temperature Retrival of Landsat-8 Data Using Split Window Algorithm- A Case Study of Ranchi District. International Journal of Engineering Development and Research, 2, 1840-3849. [5] Lillesand TM, Kiefer RW (2000). Remote Sensing and Image Interpretation. 4th edition. John Wiley and Sons, New York. [6] McCoy RM (2005). Field Methods in Remote Sensing. The Guilford Press, New York. [7] Orhan O, Ekercin S, Celik FD (2014). Use of Landsat Land Surface Temperature and Vegetation Indices for Monitoring Drought in the Salt Lake Basin Area, Turkey. " The Scientific World Journal, 2014, 1-11. [8] PemKab Samosir (2011). Rencana Pembangunan Jangka Menengah (Rpjmd) Kabupaten Samosir 2011-2015. Berita Daerah Kabupaten Samosir Tahun 2011 Nomor 23 Seri E Nomor 25. [9] Rikimaru A, Roy PS, Miyatake S (2002). Tropical Forest Cover Density Mapping." Journal of Tropical Ecology, 43(1), 39-47. [10] Rozenstein O, Qin Z, Derimian Y (2014). Derivation of Land Surface Temperature for Landsat-8 TIRS Using a Split Window Algorithm." Sensors, 14, 5768-5780. [11] Sijabat T (2013). Cuaca Panas Landa Samosir. URL : http://www. medanbisnisdaily.com/news/read/2013/03/22/cua ca-panas-landa-samosir/ [12] Xu D, Guo X (2014). Compare NDVI extracted from Landsat 8 imagery with that from Landsat 7 imagery. " American Journal of Remote Sensing, 2(2), 10-14.
269
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
270
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Geofisika
271
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
272
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI OUTER RISE BARAT SUMATERA 18 MEI 2014 MW 6.0 DAN MW 5.5 DENGAN METODE MJHD Dimas Salomo Sianipar1,2, Marzuki Sinambela2, Lamtupa Nainggolan3 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan 2 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Balai Besar Wilayah I, Medan 3 Dosen Teknik Geologi ISTP Email korespondensi :
[email protected]
1
Abstrak Keakuratan posisi hiposenter gempabumi sangat diperlukan untuk menganalisis seismisitas dan tektonik suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk merelokasi gempabumi outer rise barat Sumatera Mw 6.0 dan Mw 5.5 yang terjadi pada tanggal 18 Mei 2014. Penelitian ini menggunakan metode Modified Joint Hypocenter Determination (MJHD). Data waktu tiba pertama gelombang P dari gempabumi-gempabumi yang berada pada wilayah utara Sumatera pada lingkup koordinat 4oLS-8oLU dan 90oBT-102oBT diperoleh dari katalog gempa BMKG. Data waktu tiba ini merupakan gempabumi-gempabumi yang terjadi dari tanggal 01 Januari 2014 sampai 18 Mei 2014 pada wilayah penelitian. Penelitian ini berhasil merelokasi gempabumi outer rise barat Sumatera yang terjadi pada tanggal 18 Mei 2014 dengan Mw 6.0 dan Mw 5.5 dengan metode MJHD. Posisi hiposenter yang sebelumnya memiliki fixed depth sudah diperbaiki. Dari hasil analisis terhadap posisi hiposenter dan seismisitas sebelum kegempaan itu serta data mekanisme fokusnya, kedua gempabumi Mw 6.0 dan Mw 5.5 disimpulkan memiliki mekanisme yang berbeda walaupun lokasinya berdekatan di zona outer rise. Kata kunci: relokasi hiposenter, metode mjhd, gempabumi outer rise PENDAHULUAN Wilayah outer rise di barat Pulau Sumatera menjadi menarik sejak kejadian gempabumi kembar berpotensi tsunami yang terjadi pada tanggal 11 April 2012. Sebelumnya wilayah ini dikenal sebagai wilayah aseismik (Rusydy, 2012), tetapi kenyataannya terjadi gempabumi kembar berkekuatan Mw 8.5 dan Mw 8.1 di sana yang banyak mengejutkan para ahli seismologi. Hari Minggu, tanggal 18 Mei 2014, telah terjadi kembali gempabumi tektonik di lepas pantai Sumatera bagian utara. Gempabumi ini terjadi pada pagi hari pukul 08:02:31 WIB. Pusat gempabumi ini berada pada koordinat 4o LU, 92,71o BT pada kedalaman 15 km (BMKG, 2014). Episenter gempabumi ini berada di laut kira-kira 342 km sebelah barat daya Kabupaten Aceh Jaya, Propinsi Aceh atau berada sekitar 351 km sebelah barat daya Kota Sabang. Gempabumi tektonik ini berkekuatan 6.37 Mw(mB) (BMKG, 2014). Mw(mB) merupakan jenis magnitudo momen yang didapat secara empiris dari magnitudo body gelombang broadband (mB). Sementara menurut GeoForschungs Zentrum (GFZ), gempabumi ini berkekuatan 6.0 Mw. Karena jarak dari pusat gempabumi ini ke daratan Sumatera cukup jauh, gempa tidak dirasakan secara signifikan walaupun kekuatannya cukup besar. Gempabumi dapat dirasakan oleh masyarakat di pesisir barat Aceh yaitu di Kabupaten Aceh Jaya dan Kabupaten Aceh Barat yang beribukota di Meulaboh. Menurut berita di news.viva.co.id, di kedua kabupaten ini sebagian besar masyarakat berhamburan keluar rumah. Gempabumi ini dilaporkan dapat dirasakan masyarakat di pesisir barat Aceh pada skala III-IV MMI (Modified Mercally Intensity). Gempabumi ini juga dilaporkan dirasakan pada skala I-II MMI di Banda Aceh, ibukota Propinsi Aceh. Belum ada
laporan kerusakan fisik signifikan yang disebabkan oleh gempabumi tektonik ini (Badan Geologi, 2014). Pada hari yang sama, di lokasi yang berdekatan, terjadi gempabumi lagi dengan kekuatan 5.02 Mw(mB). Gempabumi kedua ini terjadi pada sore hari pukul 17:59 WIB. Pusat gempabumi ini berada pada koordinat 2.96o LU, 93, 94o BT pada kedalaman 10 km (BMKG, 2014). Menurut GFZ, gempabumi yang kedua ini berkekuatan 5.5 Mw. Posisi episenter gempabumi ini berada di sebelah tenggara dari pusat gempabumi yang terjadi pada pagi harinya. Keakuratan posisi hiposenter gempabumi ini sangat diperlukan untuk menganalisis implikasi terjadinya gempa dari seismisitas dan tektonik wilayah tersebut. Karena itu diperlukan relokasi hiposenter gempabumi untuk memperoleh hiposenter dengan tingkat presisi yang tinggi. METODE PENELITIAN Penelitian ini merelokasi gempabumi outer rise barat Sumatera yang terjadi tanggal 18 Mei 2014 dengan metode MJHD (Modified Joint Hypocenter Determination). Metode MJHD merupakan pengembangan dari metode JHD (Joint Hypocenter Determination) (Douglas, 1967). Metode ini memungkinkan untuk merelokasi banyak gempabumi secara simultan dengan mengurangi efek heterogenitas lateral di dalam bumi. Dalam penelitian ini metode MJHD menggunakan model kecepatan bumi global IASP91 sebagai model inisial. Koreksi stasiun ditambahkan dalam proses untuk mendapatkan hiposenter gempabumi yang baru. Koreksi stasiun ini yang memperhitungkan heterogenitas lateral dalam bumi. Hurukawa dan Imoto (1990, 1992) menggunakan MJHD untuk merelokasi gempabumi lokal dimana koreksi stasiun tidak bergantung pada jarak dan azimuth antara pusat
273
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
daerah studi dengan stasiun yang digunakan sehingga memperbaiki stabilitas metode JHD. Jadi ada dua prior dalam MJHD yaitu prior terhadap kedalaman yang membuat koreksi stasiun tidak bergantung pada jarak, dan prior terhadap episenter yang membuat koreksi stasiun tidak bergantung pada azimuth antara wilayah penelitian dengan stasiun yang digunakan. Hurukawa (2011) menggunakan metode MJHD untuk merelokasi rentetan gempabumi signifikan (M≥ ) di dekat pantai Tohoku Jepang. Hurukawa (2011) berkesimpulan bahwa hasil relokasi dengan metode MJHD dapat juga mengidentifikasi bidang patahan. Sebaran hiposenter gempabumi sesudah direlokasi terkonsentrasi pada satu ilustrasi garis dip maka disimpulkan bahwa garis dip tersebut merupakan dip dari bidang patahan yang terjadi. Ini sesuai dengan Lay and Wallace (1995) yang menyatakan bahwa adanya kesesuaian kemiringan distribusi aftershock (pada penampang melintangnya) dengan kemiringan bidang nodal mekanisme fokus dari gempabumi utama (mainshock). Gambar 1 menunjukkan hasil relokasi Hurukawa terhadap rentetan gempabumi Tohoku Jepang 2011. Hurukawa (2011) berhasil menentukan bidang patahan yang terjadi berdasarkan sebaran hiposenter gempabumi susulan yang terkonsentrasi pada satu ilustrasi garis dip sehingga disimpulkan bahwa garis dip tersebut merupakan dip dari bidang patahan yang terjadi (fault plane).
Gambar 1 [kiri] Distribusi episenter USGS dan cross section kedalaman A-B dan C-D sebelum direlokasi, dan [kanan] distribusi episenter dan cross section kedalaman AB dan C-D sesudah direlokasi dengan MJHD. Arah cross section tegak lurus terhadap bidang nodal mekanisme fokus. Simbol petak hijau adalah gempabumi utama Tohoku 2011 (Hurukawa, 2011)
274
ISBN: 979-458-808-3
Keakuratan posisi hiposenter gempabumi ini sangat diperlukan untuk menganalisis kondisi seismisitas. Karena itu diperlukan relokasi terhadap posisi hiposenter gempabumi di wilayah penelitian. Penerapan metode MJHD untuk merelokasi gempabumi di Indonesia sudah pernah dilakukan. Wulandari (2012) menggunakan metode MJHD untuk merelokasi gempabumi-gempabumi besar sepanjang patahan Sumatra. Berdasarkan hasil relokasinya, bidang patahan gempabumi-gempabumi tersebut benar terjadi di sepanjang patahan besar Sumatra (Sumatra Fault System). Putri (2012) juga berhasil merelokasi gempabumi utama dan gempabumi susulan dari kejadian gempabumi Mentawai 25 Oktober 2010 dengan metode MJHD dan juga berhasil menentukan bidang patahannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hiposenter gempabumi sebelum direlokasi mempunyai kedalaman yang ditetapkan secara manual oleh software seiscomp3 BMKG yang disebut fixed depth (biasanya 10 km). Karena turunan waktu tempuh terhadap kedalaman berubah dengan sangat lambat sehingga kedalaman menjadi parameter yang sulit ditentukan dengan akurat, bisa terjadi trade off (tukar tambah) antara kedalaman dengan jarak episenter. Lebih besar peluang mendapatkan hasil kedalaman yang akurat untuk kejadian gempabumi yang dalam daripada yang dangkal. Oleh karena itu maka seiscomp3 BMKG menetapkan suatu kedalaman default yang disebut fixed depth khusus untuk kejadian gempabumi dangkal untuk mempercepat perhitungan parameter. Setelah direlokasi, fixed depth ini kemudian diperbaiki dengan kedalaman menjadi lebih bervariasi. Ini merupakan alasan utama mengapa diperlukannya relokasi hiposenter gempabumi. Fixed depth ini dapat dilihat dengan jelas pada gambar 2 yaitu pada cross section kedalaman lintasan A-B sebelum direlokasi.
Gambar 2 Seismisitas wilayah Sumatera bagian utara selama Januari-Mei 2014 dan cross section lintasan A-B sebelum direlokasi. Posisi kedua pusat gempabumi 18 Mei 2014 Mw 6.0 dan Mw 5.5 ditunjukkan oleh beach ball mekanisme fokus. Data slab subduksi bersumber dari USGS. Data mekanisme fokus dari katalog Global CMT. Arah cross section tegak lurus terhadap zona subduksi.
ISBN: 979-458-808-3
Hasil relokasi hiosenter dengan metode MJHD, menunjukkan lokasi pusat gempa pertama Mw 6.0 berada pada koordinat 4.2021o LU, 92.7639o BT pada kedalaman 20.91 km. Gempa kedua Mw 5.5 berada pada koordinat 3.0892o LU, 93, 9124o BT pada kedalaman 10.02 km. Hasil cross section A-B sebelum direlokasi menunjukkan masih banyaknya kedalaman gempa yang spesifik sebagai kedalaman default seiscomp3 BMKG yang sering disebut fixed depth. Nilai fixed depth ini biasanya memberikan kedalaman 10 km. Hasil cross section sesudah direlokasi dengan metode MJHD dapat dilihat pada gambar 3. Hasil ini menunjukkan perbaikan gempa-gempa yang fixed depth dan posisi hiposenter yang sesuai dengan trend tektonik yaitu sesuai dengan data slab subduksi USGS.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
dengan strike 133 o, dip 30 o dan rake 79 o, dan nodal plane 2 dengan strike 326 o dip 60 o dan rake 97 o. Tabel 1 menunjukkan perbandingan hiposenter hasil relokasi MJHD dengan hasil BMKG, Global CMT dan GFZ. Hasil relokasi dipertimbangkan memiliki keakuratan yang lebih baik karena memenuhi persyaratan yaitu Root mean square (RMS) residual waktu tempuh yang kecil kurang dari 0.5 sekon, error (kesalahan) pada lintang dan bujur kurang dari 0.15 derajat dan error pada parameter kedalaman kurang dari 15 km. Tabel 1 Perbandingan posisi hiposenter hasil relokasi MJHD dengan hasil BMKG, Global CMT dan GFZ
Mw 6.0
Mw 5.5
Gambar 3 Seismisitas wilayah Sumatera bagian utara selama Januari-Mei 2014 dan cross section lintasan A-B sesudah direlokasi. Posisi kedua pusat gempabumi 18 Mei 2014 Mw 6.0 dan Mw 5.5 ditunjukkan oleh beach ball mekanisme fokus. Data slab subduksi bersumber dari USGS. Data mekanisme fokus dari katalog Global CMT. Arah cross section tegak lurus terhadap zona subduksi.
Menurut hasil analisis momen tensor GFZ, gempabumi pertama Mw 6.0 memiliki mekanisme patahan naik (reverse fault). Pusat gempa berada di koordinat 4.26o LU, 92.70o BT pada kedalaman 45 km. Nodal plane 1 dengan strike 51o dip 46o dan rake 90o, nodal plane 2 dengan strike 231o, dip 44o dan rake 90o. United State Geological Survey (USGS) juga mengeluarkan hasil analisis momen tensor, yaitu mekanisme patahan naik (reverse fault) dengan pusat gempabumi berada pada koordinat 4.259o LU, 92.747o BT pada kedalaman 45.5 km. Nodal plane 1 dengan strike 43o, dip 46o, rake 94o, dan nodal plane 2 dengan strike 217o, dip 44o rake 85o. Kedua momen tensor (GFZ dan USGS) menunjukkan hasil yang sangat mirip. Jadi dari kedua analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa gempabumi pertama Mw 6.0 ini merupakan gempabumi intra-plate dengan tipe patahan naik (reverse fault). Gempabumi ini berada pada wilayah outer-rise (di bagian luar zona subduksi). Menurut analisis momen tensor GFZ, mekanisme gempabumi kedua Mw 5.5 juga sama yaitu patahan naik (reverse fault). Nodal plane 1
Posisi Hiposenter Lintang (LU) Bujur (BT) Kedalaman (km) Lintang (LU) Bujur (BT) Kedalaman (km)
BMKG
GFZ
MJHD
92.71 4.00 15
Global CMT 92.68 4.28 45.7
92.70 4.26 45
92.7639 4.2021 20.91
93.94 2.96 10
93.80 2.94 12
93.86 3.12 10
93.9124 3.0892 10.02
Bila kita perhatikan gempabumi pertama dan gempabumi kedua yang menjadi fokus dalam penelitian ini, keduanya memiliki trend strike yang berbeda, bahkan keduanya seperti tegak lurus. Pola jurus (strike) gempabumi pertama (Mw 6.0) yaitu berarah timur laut-barat daya atau sebaliknya (strike 51 o atau 231 o). Gempabumi pertama yang memiliki tipe patahan naik (reverse fault) dengan dip sekitar 45o, sesuai dengan hasil cross section sesudah direlokasi dimana ada dua gempa lain yang membentuk dip sekitar 45o. Gempabumi kedua dengan dip 30 o atau 60 o dengan pola jurus (strike) 133 o atau 326 o (berarah tenggara-barat laut atau sebaliknya), kelihatan seperti sejajar dengan garis subduksi. Jadi dapat disimpulkan bahwa kedua gempabumi Mw 6.0 dan Mw 5.5 memiliki mekanisme yang berbeda walaupun lokasinya berdekatan di zona outer rise. KESIMPULAN Penelitian ini berhasil merelokasi gempabumi outer rise barat Sumatera yang terjadi pada tanggal 18 Mei 2014 Mw 6.0 dan Mw 5.5 dengan metode MJHD. Hasil relokasi hiposenter dengan metode MJHD, menunjukkan lokasi pusat gempa pertama Mw 6.0 berada pada koordinat 4.2021o LU, 92.7639o BT pada kedalaman 20.91 km. Gempa kedua Mw 5.5 berada pada koordinat 3.0892o LU, 93, 9124o BT pada kedalaman 10.02 km. Posisi hiposenter yang sebelumnya memiliki fixed depth sudah diperbaiki. Dari hasil analisis terhadap posisi hiposenter dan mekanisme fokus, kedua gempabumi Mw 6.0 dan Mw 5.5 memiliki mekanisme yang berbeda walaupun lokasinya berdekatan di zona outer rise.
275
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
DAFTAR PUSTAKA Badan Geologi. 2014. Tanggapan Gempa Bumi Aceh Jaya 18 Mei 2014 (http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gempabum i-a-tsunami/kejadian-gempabumi-a-tsunami/460tanggapan-gempa-bumi-aceh-jaya-18-mei-2014, diakses pada 20 Juni 2014). BMKG. 2014. Informasi Detail Gempabumi 18-Mei2014 Jam 08:02:31 WIB (http://inatews.bmkg.go.id/new/eachevent.php?ev entid=20140518080747&tab=1, diakses pada 20 Juni 2014). Douglas, A. 1967. Joint epicenter determination. Nature, 215, 47–48. Hurukawa, N. and Imoto, M. 1990. J. Seism. Soc. Japan, Ser. 2, 43, 413-429.
276
ISBN: 979-458-808-3
Hurukawa, N. and Imoto, M. 1992. Geophys. J. Int., 109, 639-652. Hurukawa, N. 2011. Earth Planets Space, 63, 659-662 Lay, Thorne and Wallace, Terry C. 1995. Modern Global Seismology, International Geophysics Series, Volume 58. Academic Press. Putri, Yanuarsih. 2012. Relokasi Gempabumi Utama dan Gempabumi Susulan Menggunakan Metode MJHD (Studi Kasus Gempabumi Mentawai 25 Oktober 2010). Tugas Akhir Program Studi S1 Fisika, Universitas Indonesia. Rusydy, Ibnu. 2012. 3 Sumber Gempa Sumatra (http://www.ibnurusydy.com/3-sumber- gempasumatra/, diakses pada 20 Juni 2014) Wulandari, Biana Rahayu. 2013. Relocation of Large Earthquake Along The Sumatran Fault and Their Fault Planes. Bulletin of IISEE, 47,25-30
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENENTUAN UNIT PELAKSANA TEKNIS TERBAIK DI BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH I DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING ( SAW) Esti Suryaningsih, Hiras Sinaga, Marzuki Sinambela Email:
[email protected] Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah I Medan Jl. Ngumban Surbakti No. 15 Medan Sempakata 20213
Abstrak Penentuan urutan terbaik Unit Pelaksana Teknis (UPT) berprestasi sering terkesan subyektifitas dari para pengambil keputusan. Untuk menghindari hal tersebut, dapat dilakukan dengan menggunakan metode penilaian ilmiah untuk menentukan prestasi UPT dilingkungan Balai Besar Wilayah I yaitu dengan metode Simple Additive Weighting (SAW). Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan UPT terbaik dalam memanajemen data Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (MKG) tahun 2014. Hasil penelitian diperoleh UPT Aek Godang sebagai UPT terbaik pertama, UPT Indrapuri terbaik kedua dan UPT Tanjung Pinang sebagai terbaik ketiga. Kata Kunci: Simple Additive Weighting, subyektifitas, Unit Pelaksana Teknis 1.
Pendahuluan Unit Pelaksana Teknis di daerah merupakan ujung tombak BMKG dalam menjalan tugas dan fungsi dibidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika. UPT daerah menjadi peranan penting dalam keberlangsungan BMKG sebagai instasi pemerintah. Unit Pelaksana Teknis daerah yang berkualitas akan memudahkan BMKG dalam mencapai tujuan. Untuk memacu UPT daerah bekerja lebih baik dan berprestasi, maka BMKG memberikan penghargaan kepada UPT daerah yang dianggap berprestasi khususnya dalam bidang pengelolaan database. Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkunagan Balai wilayah I saat ini berjumlah 29 UPT. Masingmasing UPT daerah melakukan pengeloaan database dan melakukan koordinasi ke Balai Besar Wilayah I sebagai kordinator induk. Penentuan Unit Pelaksana Teknis terbaik di lingkungan Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah I menjadi hal yang menarik untuk dilakukan. Penentuan urutan UPT berprestasi sering muncul/terkesan subyektifitas dari para pengambil keputusan. Untuk menghindari hal tersebut penentuan prestasi terbaik UPT dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang dapat menentukan prestasi UPT (terbaik). Balai Besar Wilayah I dalam mengambil keputusan untuk menetukan UPT terbaik dengan menggunakan salah satu metode yang ada, yaitu metode Simple Additive Weighting (SAW). Metode Simple Additive Weighting (SAW) diharapkan akan memudahkan pengambil keputusan untuk menentukkan urutan terbaik UPT daerah, yang didasarkan pada kriteria-kriteria penilaian dan bobotnya.
2. Pembahasan 2.1 Metode Simple Additive Weighting (SAW) Metode SAW juga merupakan metode MADM yang paling sederhana dan paling banyak digunakan. Metode ini juga metode yang paling mudah untuk diaplikasikan, karena mempunyai algoritma yang tidak terlalu rumit [1]. Metode SAW sering juga dikenal sebagai metode penjumlahan terbobot[2]. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada.[3] Xij Max Xij i
Jika j adalah atribut keuntungan (benefit)
Min Xij i Xij
Jika j adalah atribut biaya (cost)
(1)
rij =
dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj; i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai[4][5]
Keterangan : Vi = rangking untuk setiap alternatif wj = nilai bobot dari setiap kriteria rij = nilai rating kinerja ternormalisasi Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih.
277
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
2.1 Implementasi Simple Additive Weighting (SAW) Balai Besar Wilayah I dalam memilih/menetukan UPT terbaik (berprestasi) di lingkungannya pada Kegiatan Rekonsiliasi Database Tahun 2014 dengan menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) berdasarkan beberapa kriteria yang yang digunakan untuk melakukan penilaian, yaitu: 1. C1 = Monitoring Data BMKGSoft 2. C2 = Pengiriman Data Hardcopy Tahun 2013 (Fklim71, ME 48, ME 45) 3. C3 = Validasi Data Fklim71 4. C4 = Pengiriman Data Digital (Via Email, CMSS) Pengambilan keputusan memberikan bobot untuk setiap kriteria sebagai berikut: C1= 50%; C2= 20%; C3= 20%; C4= 10%; Ada 29 UPT yang menjadi kandidat (alternatif ) menjadi UPT terbaik yaitu: Tabel 1. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai I NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Id 96001 96009 96011 96013 96015 96017 96031 96033 96035 96037 96039 96041 96071 96073 96075 96077 96087 96089 96091 96109 96145 96147 96161 96163 96165 96167 96169 96171 96179
NAMA UPT CUT BAU MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE BLANG BINTANG BANDA ACEH STAGEOF MATA IE CUT NYAK DIEN MEULABOH INDRAPURI BANDA ACEH SAMPALI MEDAN STAMAR BELAWAN POLONIA MEDAN TUNTUNGAN PARAPAT BALAI I AEK GODANG PINANGSORI SIBOLGA BINAKA GUNUNG SITOLI GUNUNG SITOLI HANG NADIM BATAM TANJUNG BALAI KARIMUN KIJANG TANJUNG PINANG SIMPANG TIGA PEKANBARU TAREMPA RANAI NATUNA TELUK BAYUR PADANG TABING PADANG SILAING BAWAH PADANG PANJANG SICINCIN GAW BUKIT KOTO TABANG JAPURA RENGAT DABO SINGKEP
Tabel Nilai alternatif dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai C1 diperoleh dari hasil rekapitulasi monitoring Data di BMKGSoft. Nilai C2 diperoleh dari hasil rata-rata pengiriman data UPT daerah ke Balai I dalam bentuk hardcopy untuk data ME-48, ME-45 dan FKLIM 71.
278
ISBN: 979-458-808-3
Nilai persentase C3 diperoleh dari data validasi sederhana FKLIM 71(Internal Consistency Test), dan nilai C4 diperoleh dari rata-an pengiriman CMSS dan Via Email (
[email protected]). Tebel 2. Nilai Alternatif di setiap kriteria KRITERIA ALTERNATIF C1
C2
C3
C4
SABANG/CUT BAU
65%
97%
100% 100%
LHOKSEUMAWE
65%
97%
100% 100%
BANDA ACEH
40%
95%
100% 100%
MEULABOH/CUT NYAK
52%
90%
100%
INDRAPURI
99%
97%
100% 100%
SAMPALI
65%
95%
100% 100%
BELAWAN
23%
69%
96%
MEDAN/KUALANAMU
68%
99%
100% 100%
Tuntungan
77%
98%
100% 100%
PARAPAT
17%
96%
98%
67%
Balai Besar
60%
95%
91%
100%
AEK GODANG
100% 100% 100% 100%
SIBOLGA/PINANGSORI
91%
98%
99%
100%
GUNUNG SITOLI/BINAKA
8%
92%
100%
64%
BATAM
88%
97%
100% 100%
TJ. BALAI
99%
99%
100%
TANJUNGPINANG/KIJANG
96%
98%
100% 100%
PAKANBARU
73%
98%
100% 100%
TAREMPA
55%
97%
100% 100%
RANAI/RANAI
80%
63%
100% 100%
TELUK BAYUR
72%
87%
100% 100%
PADANG/TABING
94%
97%
99%
67%
Padang Panjang
38%
97%
100%
0%
SICINCIN
77%
93%
100%
67%
RENGAT/JAPURA
79%
64%
92%
67%
SINGKEP/DABO
63%
95%
99%
0%
STAGEOF MATA IE
0%
0%
97%
0%
GUNUNG SITOLI
0%
0%
73%
100%
GAW BUKIT KOTO TABANG
0%
0%
100% 100%
67%
67%
33%
Sumber : BBMKG Wilayah I Medan
Hasil normalisasi matriks keputusan yang dibandingkan terhadap rating alternative dapat dilihat pada Tabel 3.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tabel 3. Normalisasi matriks keputusan terhadap rating alternative STATION 96071 96041 96011 96087 96033 96169 96077 96075 96017 96009 96035 96015 96165 96163 96109 96039 96147 96171 96001 96031 96073 96167 96179 96013 96091 96145 96161 96089 96037
STATION NAME AEK GODANG Balai Besar BANDA ACEH BATAM BELAWAN GAW BUKIT KOTO TABANG GUNUNG SITOLI GUNUNG SITOLI/BINAKA INDRAPURI LHOKSEUMAWE MEDAN/KUALANAMU MEULABOH/CUT NYAK Padang Panjang PADANG/TABING PAKANBARU PARAPAT RANAI/RANAI RENGAT/JAPURA SABANG/CUT BAU SAMPALI SIBOLGA/PINANGSORI SICINCIN SINGKEP/DABO STAGEOF MATA IE TANJUNGPINANG/KIJANG TAREMPA TELUK BAYUR TJ. BALAI Tuntungan
R1
R2
1 0,601667 0,39667 0,8775 0,239583 0 0 0,07916 0,993333 0,645 0,684167 0,521667 0,375833 0,94945 0,73333 0,17602 0,795 0,863225 0,654167 0,65 0,9125 0,771667 0,631313 0 0,959167 0,55 0,533 0,985 0,771667
1 0,95 0,95 0,97 0,71875 0 0 0,92 0,97 0,97 0,99 0,9 0,97 0,98 0,98 0,979592 0,63 0,695652 0,97 0,95 0,98 0,93 0,959596 0 0,98 0,97 0,845614 0,99 0,98
R3
R4 1 0,91 1 1 1 1 0,73 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,99 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0,94444 1 1 0,64 0,64 1 1 0,666667 0 0,673401 1 0,680272 1 0,724638 1 1 1 0,66667 0,66667 0 1 1 1 0,3333 1
Proses perankingan dengan menggunakan bobot yang telah diberi yaitu C1=50%, C2=20%, C3=20%, C4=10%. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Preferensi Alternatif STATION 96071 96041 96011 96087 96033 96169 96077 96075 96017 96009 96035 96015 96165 96163 96109 96039 96147 96171 96001 96031 96073 96167 96179 96013 96091 96145 96161 96089 96037
STATION NAME AEK GODANG Balai Besar BANDA ACEH BATAM BELAWAN GAW BUKIT KOTO TABANG GUNUNG SITOLI GUNUNG SITOLI/BINAKA INDRAPURI LHOKSEUMAWE MEDAN/KUALANAMU MEULABOH/CUT NYAK Padang Panjang PADANG/TABING PAKANBARU PARAPAT RANAI/RANAI RENGAT/JAPURA SABANG/CUT BAU SAMPALI SIBOLGA/PINANGSORI SICINCIN SINGKEP/DABO STAGEOF MATA IE TANJUNGPINANG/KIJANG TAREMPA TELUK BAYUR TJ. BALAI Tuntungan
V1 v1 v2 v3 v4 v5 v6 v7 v8 v9 v10 v11 v12 v13 v14 v15 v16 v17 v18 v19 v20 v21 v22 v23 v24 v25 v26 v27 v28 v29
SAW 1 0,772833 0,688333 0,93275 0,532986 0,3 0,246 0,487583 0,990667 0,8165 0,840083 0,7075 0,581917 0,938047 0,862667 0,551956 0,8235 0,843207 0,821083 0,815 0,95025 0,8385 0,707576 0,2 0,975583 0,769 0,83134 0,923833 0,881833
279
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Pada Tabel 4 menunjukkan nilai terbesar diperoleh v1(UPT Aekgodang) = 1, kemudian nilai terbesar kedua v9 (UPT Indrapuri) = 0,990667, ketiga v25 (UPT Tanjung Pinang) = 0,975583. Hasil ini menunjukkan UPT Aekgodang terpilih sebagai UPT terbaik. 3.
Kesimpulan Penentuan UPT daerah dilingkungan Balai wilayah I dilakukan dengan pembobotan. dengan menggunakan Simple Additive Weighting (SAW). Hasil perhitungan menghasilkan UPT Aekgodang sebagai UPT terbaik di Balai Wilayah I Tahun 2014. Daftar Pustaka [1]. Herman, Julius, Membangun Decision Support System, Penerbit ANDI
280
ISBN: 979-458-808-3
[2]. Kadarsah, Suryadi, dan Ramdani, M.Ali. Sistem Pendukung Keputusan: Suatu Wacana Idealisasi dan Implementasi kosep pengambilan keputusan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002. [3]. Kusrini dan Muksin, Awaladin., 2006, Sistem Pendukung Keputusan untuk Promosi Jabatan, Prosiding Kopwil IV, Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan Banten. [4] Paul Goodwin & George Wright, Decision analysis for management judgment, Chichester, John Wiley & Sons, 2004. [5] Valerie Belton & Theodore Stewart, Multiple Criteria Decision Analysis: An Integrated Approach. Kluwer Academic Publishers, Boston, 2002.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
ANALISIS PREDIKSI CUACA MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV Sampe Simangunsong Email :
[email protected] Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer (STMIK) Sisingamarja XII Abstract Informasi meteorologi adalah salah satu informasi yang sangat penting diketahui pada masa pembangunan sekarang ini, baik dibidang pertanian, irigasi dan kehidupan sehari-hari. Fenomena meteorologi berubah seiring dengan waktu perkembangan. Prakiraan dan pengamatan kondisi cuaca selalu berkembang. Hasil prakiran yang baik harus perlu diuji keakuratannya. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkiraan peluang keadaan cuaca untuk beberapa periode kemudian berdasarkan keadaan sebelumnya dan peluang steady state normal dari setiap keadaan cuaca tersebut dengan Rantai Markov. Hasil penelitian ini peluang transisi untuk bulan pertama sampai satu bulan terjadi steady state terjadi perobahan meskipun perobahan itu tidak terlalu besar. Keywords: meteorology,rantai markov, steady state, peramalan 1.
LATAR BELAKANG Informasi meteorologi adalah salah satu informasi yang sangat penting diketahui pada masa pembangunan sekarang ini. Usaha pertanian, perkebunan, maupun pengairan serta penerbangan Untuk keperluan-keperluan inilah pemerintah membangun stasiun Meteorologi dan Geofisika di Polonia Medan yang dikhususkan untuk mendapatkan atau mengetahui informasi keadaan cuaca untuk digunakan pada penerbangan. Tetapi untuk mengetahui keadaan cuaca secara menyeluruh perlu diketahui beberapa faktor yang sering berpengaruh seperti : tempratur, tekanan, kelembaban, jenis awan, arah angina, kecepatan angin, keadaan cuaca waktu peramalan serta beberapa faktor-faktor yang lain. Namun karena ruang lingkup meteorologi sangat luas, maka penulis membatasi dari dalam 3 (tiga) hal yairu : 1. Keadaan Turunnya Hujan 2. Keadaan mendung dan 3. Keadaan cerah Kondisi cuaca yang yang disebabkan oleh alam serta tidak dapat diatur oleh manusia terdapat beberapa masalah dalam penentuan kriteria perumusan jika keadaan satu hari itu berupa : hujan,mendung cerah. Hal lain adalah kemungkinan keadaan, hujan, cerah, mendung pada hari berikutnya (besok) jika hari sebelumnya (sekarang) adalah hujan, mendung atau cerah dan demikian juga sebaliknya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perkiraan peluang keadaan cuaca untuk beberapa periode kemudian berdasarkan keadaan sebelumnya dan peluang steady state normal dari setiap keadaan cuaca tersebut. 2. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian adalah data keadaan cuaca di kota Medan yang diperoleh dari UPT Meteorologi Polonia Tahun 1991-1995. Data cuaca yang diamati setiap satu jam selama satu hari penuh (24 Jam tiap hari). (Lampiran 1)
2.1
Rantai Markov Proses markov mempunyai distribusi variabel Random yang diskrit Tabel 1, maka dinamakan Rantai Markov, Untuk T yang diskrit maka jasa diambil nilai 0,1,2,3.......... Bilangan real “ai” dinamakan status dari proses stochastik {x (t), t T } jika n } > 0, untuk T yang kontinu, maka t mengambil nilai-nilai bilangan real. Himpunan status disebut diskrit jika ia memuat terbilang status-status. Himpunan status yang tidak diskrit disebut kontinu. Rantai markov {x (t), t = 1,2,3,.......}, disebut rantai markov berhingga dengan banyaknya status M, jika banyaknya harga-harga yang mungkin untuk variabel random X (t) adalah berhingga dan sama dengan M. Misalnya status I = { a0, a1, a2,.......am } Probabilitas bersyarat dan probabilitas tak bersyarat dari rantai markov { x (t), t = 0,1,2,...........} didefenisikan untuk setiap 0 1,1 dan n, integer dan aj ak I Pjk (n,1) = P {x (1) = ak / x (n) = aj Pj(n) = P x (n) = aj P jk (n,1) dinamakan probabilitas transisi dari rantai Markov Tabel 1. Klasifikasi Proses Markov Himpunan Index ( I ) Ruang Diskrit Diskrit Kontinu Keadaan Rantai Rantai I markov markov Parameter Parameter Diskrit Kontinue Kontinu Proses Proses Markov Markov Parameter Parameter Diskrit Kontinu 2.2 Peluang Steady State Jika n makin besar, maka elemen Pij(n) menuju satu harga tertentu dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peluang dari setiap keadaan 281
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
dimasa depan akan menjadi tidak tergantung dari keadaan awal (keadaan sekarang bahkan peluang itu akan menuju satu nilai atau harga yang mantap (steady state) disebut Pj, baik dari arah atas (bila Pij > Pj ) atau dari arah bawah (bila Pij < Pj). Ini dapat diperlihatkan seperti gambar berikut:
ISBN: 979-458-808-3
3.2
Tabel 4. Matriks Transisi Bn
N 1
(n) P ij
Matriks Transisi
0,39831
0,35254
0, 24915
0,32099
0,36111
0,31790
0, 24872
A (0) 2
P > P ij j
0,35094
(0,3231
0,3549
0,33378
0,35516
0,32283
P ij
0,31129
A (1) 3
A (2) 4
Gambar 1. Peluang peralihan steady state Tabel kontigensi untuk perobahan keadaan cuaca dari satu keadaan ke keadaan berikutnya yang menunjukka peralihan dapat dilihat padaTabel 2. Tabel 2: Tabel Kontigensi (data tahun 1991 s/d 1995) Dari Kepada keadaan khusus hari Jumlah keadaan berikutnya Baris khusus dalam bulan tertentu Hujan Mendung Cerah “0” “1” Mendung “2” Hujan 235 208 147 590 “0” Mendung 208 243 206 648 “1’ Cerah ”2”
146
206
235
587
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Tabel Kontigensi Dari hasil pengolah data maka didapat tabel kontigensi pada tabel 3 dibawah ini.
A(3) 5
A(4) 6
A(5) 7
A(6) 8
A(7) 9
A(8) 10
Tabel 3. Tabel Kontigensi 1991-1995 Dari keadaan khusus dalam bulan tertentu
Kepada keadaan khusus hari berikutnya Normal “0”
Hujan “0” Mendung “1’ Cerah ”2”
235 208 146
Bawah normal “1” 208 243 206
Jumlah Baris
A(9) 11
Atas normal “2” 147 206 235
590 648 587
A(10) 12
A(11)
282
0, 40034
0,3220) 0,31106
0,35513
0,32204
0,35491
0,33380
(0,32270
0,355066 0,322334
0,325918
0,355086
0,318996
0,322677
0,355068
0,322255
0,320935
0,355047
0,324018
(0,322678 0,355102 0,32220) 0,322895 0,3555072 0,322033 0,322645 0,355069 0,322286 0,322574 0,355272 0,322154 (0,322648 0,355061 0,322291) 0,322645 0,355067
0,322268
0,322645 0,355067
0,322288
0,322649 0,355069
0,322282
(0,322645
0,355067 0,322288)
0,323177
0,355067
0,321756
0,323161
0,355067
0,321772
0,323153
0,355067
0,320178
(0,322645
0,355067 0,322288)
0,322725
0,354999
0,322276
0,322722
0,355068
0,322210
0,322721
0,355068
0,322211
(0,322645 0,355067 0,322288) 0,322703
0,355135
0,322162
0,322703
0,355135
0,322162
0,322703
0,355135
0,322162
(0,322645 0,355067 0,322288) 0,322659
0,355068
0,322273
0,322659
0,355068
0,322273
0,322659
0,355068
0,322273
(0,322645 0,355067 0,322288) 0,322647
0,355067
0,322286
0,322647
0,355067
0,322286
0,322647
0,355067
0,322286
(0,322645 0,355067
0,322288)
0,322645
0,355067
0,322288
0,322645
0,355067
0,322288
0,322645
0,355067
0,322288
(0,322645 0,355067 0,322288) 0,322645
0,355067
0,322288
0,322645
0,355067
0,322288
0,322645
0,355067
0,322288
(0,322645 0,355067 0,322288)
ISBN: 979-458-808-3
13
A(12) 14
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
0,322645
0,355067
0,322288
0,322645
0,355067
0,322288
0,322645
0,355067
0,322288
(0,322645 0,355067 0,322288)
A(n)
0,322645
0,355067
0,322288
0,322645
0,355067
0,322288
0,322645
0,355067
0,322288
(0,322645 0,355067 0,322288)
d.
e.
Maka peluang steady state berdasarkan matrik transisi adalah ;
X0 0,322645 0,322645 0,322645
X1 0,355067 0,355067 0,355067
0,322288 0,322288 0,322288 X2
sehingga peluang steady state adalah A = (0,322645 0,355067 0,322288) 3.3 Pembahasan Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut : a. Pada tabel : 3 dapat dilihat bahwa peluang transisi dari satu keadaan kepada keadaan yang lain terjadi perobahan sekalipun perobahantersebut tidak terlalu tajam, misalnya kalau kemarin adalah hujan maka peluang hujan hari ini adalah : 0,39831, peluang mendung : 0,35254 dan peluang cerah 0,24915. sedangkan kalau kemarin adalah mendung maka peluang hujan hari ini adalah : 0,32099, peluang mendung : 0,36111 dan peluang cerah : 0,31790. Tetapi kalau kemarin adalah cerah maka peluang hujan hari ini adalah : 0,24872, peluang mendung : 0,35094 dan peluang cerah : 0,40034. dengan cara yang sama peluang transisi pada hari : 2,3,… dapat dilihat pada tabel tersebut. b. Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa peluang transisi dari satu keadaan kepada keadaan yang lain terjadi perobahan sekalipun perobahan tersebut tidak terlalu tajam. Misalnya: kalau kemarin adalah hujan maka peluang hujan hari ini adalah 0,29851, peluang mendung : 0,37313 dan peluang cerah : 0,328336. Tetapi jika kemarin adalah cerah maka peluang hujan hari ini adalah : 0,24369, peluang mendung : 36975 dan peluang cerah : 0,38656. sedang pada hari ke : 2,3,….dapat dilihat pada tabel tersebut c. Peluang steady state (peluang mantap) adalah sebagai berikut: a. Untuk data tahun : 1991 – 1995 A = (0,322645 0,355067 0,322288) Untuk data tahun : 1995 A = (0,30494 0,36813 0,32693)
Sehingga untuk mendapatkan peluang awal dan matrik transisi sesudah terjadi Steady State maka sebaliknya diadakan pengambilan data lagi Berdasarkan matrik transisi (tabel 3 dan tabel 4 ) ternyata peluang transisi dari satu keadaan kepada keadaan yang lain dapat dilihat bahwa tidak terdapat perobahan-perobahan yang menyolok dan hampir bersamaan. Dari peluang steady state ternyata yang paling besar adalah peluang mendung . Namun ini bukan suatu jaminan bahwa pada hari berikutnya akan terjadi mendung.
4.
KESIMPULAN Dari pembahasan penulis mengambil kesimpulan : 1. Peluang transisi untuk bulan pertama sampai satu bulan terjadi steady state terjadi perobahan meskipun perobahan itu tidak terlalu besar. 2. Peluang stabil (steady state) datang hujan, mendung dan cerah adalah sebagai berikut. Dengan menggunakan data 1991 – 1995 yaitu a. Untuk hujan : 0,322645 b. Untuk mendung : 0,355067 c. Untuk cerah : 0,322288 d. Dengan menggunaka data tahun 1995 yaitu : e. Untuk hujan : 0,30494 f. Untuk mendung : 0,36813 g. Untuk cerah : 0,32693 3. perobahan dari satu Keadaan yang lain tetapi tidak terlalu menyolok atau hampir sama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa apabila pada hari ini terjadi hujan , mendung atau cerah maka peluang hujan, mendung cerah untuk besok tidak dapat dipastikan dank e tiga-tiganya mempunyai kesempatan yang hampir sama.
5. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan disampaikan kepada UPT Meteorologi Polonia yang telah melakukan pengamatan. PUSTAKA [1] D.R. Cox, End H.D. Hitler, Theory of Stochhastic Preces London, Champman and Hall Ltd 1972 [2] B.D. Silvazlian & L.E. Stanfll, Analisis of Sistem in Operation Research : Preuritice Hall Inc 1965. [3] Emmanell Parzen, Stochastic Proces, Molden Day 1962 [4] Siagian P. Drs. Penelitian Operasional, Teori & Praktek, Departemen Pendidikan dan kebudayaan1982. [5] Stasiun Klimatologi Kelas I Sampali, Buku Pengamatan dan Data Curah Hujan yang tersusun tiap buku. [6] Tjasyono, Klimatologi. ITB, Bandung, 2004
283
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
[7] Marius Iosifessu, Finite Markov Proces And Their Application New York John Willy & Sons 1970. [8] Departemen Perhubungan Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta Indonesia, Meteorologi dan pertanian Penerbit LMG Jakarta 1969
Lampiran 1 Data Tahun 1991 T ahun 1991
ISBN: 979-458-808-3
Data Tahun1992 T ahun 1992 T gl J
F M A M
J
J
A
S
O
N
D
C
C M M H
H
1
H
H M M M H
2
H
H
3
M H
4
M C M H M M H
5
M H M H
6
M C M M M M H
C M H
H
H
H
H
C
C
C
H M H M H
C
H M M M M M M H M M H M H M M
C M M C
H M H M
T gl
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
1
H
C
H
C
M M
C
C
H
C
H
H
2
H
M
C
H
M
C
C
C
H
C
H
M
7
M M H M M C M M M H
3
M
H
M
H
H
M
C
C
H
C
M
H
8
H
C
H M C
C
4
M
M
C
M
H
M
C
M
M
C
M
C
9
H
H
H M H
C M C
5
H
H
M
M
C
C
C
C
C
C
M
C
6
C
M
H
H
C
M
C
C
H
M
H
M
7
M
H
C
H
C
H
C
C
H
M
C
H
11 M C
H M M
C
8
M
C
C
H
C
H
C
C
H
M
C
H
12
C
C
H M C
H M M H
9
M
C
C
M
C
H
M
C
C
M
M
M
13
C
H M M M H
10
M
H
M
H
H
M M
C
C
M
M
M
11
M
C
H
H
H
M M
C
H
M
H
C
12
C
H
C
C
C
H
M
C
H
M
H M
13
C
C
C
H
C
C
H
C
H
C
M
14
H
C
C
H
C
C
H
M
M
H
15
C
M M
C
H
M
C
C
H
H
16
M
C
H
C
M
C
C
C
M
17
M
C
C
C
C
C
C
C
18
C
C
C
H
M
C
C
19
H
C
C
H
M
C
20
C
M M
H
M
C
21
C
H
M
22
M
C
23
10 M M C
H M H M M M C
H
C M M H M M H H M M H
C M H
C
C M C M
H
H
H
H
C M
H
C M
C
H M C
H
15 M M C
C
H M H
H M H M M
M
16
H M M M M H M H
C
H
17 M M M M C M H M H M M H
C
M
18
C
C
H M M C
H
C
H
C
H
C
H
19
C
C
H M H M H M H M H
C
H
M
C
H
20
C M M H
C
C M C
C
C
H
C
C
C
21
C
C
H
H
C M C M H
C
C
H
C
C
C
22
C
H
H M M H
C
M M M
C
C
H
H
M
M
H
C
C
C
C
C
H
H
H
M
M M
C
C
C
C
H
H
H
C
C
24
M
C
M
H
H
H
C
C
C
M
25
C
H
C
C
H
H
C
M
M
H
26
C
H
M
M
C
M
C
M
H
C
27
C
H
H
C
H
M M M
C
C
M
M
28
M
M
H
C
H
H
C
M
C
H
C
C
29
C
-
C
C
C
C
C
H
C
H
H
M
30
C
-
M
C
M
C
M M
H
H
H
31
C
-
M
M
H
-
C
H
-
H
H
5
9
7
12
9
8
4
4
16 12
M
13
7
11
7
7
8
6
7
C
13 12 13 11 15 14 21 20
5 9
8
H
H M H
H M C H
H M M M C
H
C
H M H
C
M
25
C
C M H
C M M H
C
H
26 M C
M
H
27 M M C
C M H M H M H M M
28 M M C
C
H
H M M H
29 M
-
C
H
H
H
M
30
H
-
H
H M M H M H
H
C
C
-
H
31
C
-
H
-
C
-
H
-
C
9
15
H
6
8 13 9
9
9 10 11 14 21 11 12
10 10
11 11
6
C
H
H
H M C M
24
C
C
H
C M M H M M
23 M M M M H M M H
H M H C
H
H
C
C
H
H M H M H M H
C
H
M H
H M H
H M H
-
H
M 15 9 10 14 13 13 15 14 14 10 11 13 C
284
H M H
H
H
C
H
14 M C
H
10 11 8
7
9
8
6
6
2
0
8
6
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Data Tahun 1993
Data Tahun 1994 T ahun 1993
T ahun 1994
T gl
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
1
M
C
H
C
H
C
H
M
H
C
M
M
T gl
J
F
M A M
J
A
S
O
N
D
2
M
C
C
C
C
M
C
C
M
C
C
M
1
C
H
H
H M C
C
C
H
C
3
C
C
C
M
M
M
C
M
M
H
C
H
2
C
H
H M M H
M C
H
H
4
M
C
M
H
C
C
M
M
M
C
H
H
3
M H M C
5
C
M
M
M
H
M
H
H
H
C
M
M
4
C
6
M
C
C
C
C
H
M
H
M
C
M
H
5
7
C
M
M
M
M
C
M
C
H
H
C
M
8
M
M
M
C
H
C
C
M
M
C
C
H
9
M
C
M
M
C
H
C
C
C
H
C
H
10
H
C
H
H
C
M
M
M
M
H
H
M
11
H
H
H
M H
H
H
C
M
M
H
H
12
H
H
C
M
M
C
C
M
M
H
M
M
13
M
C
C
M
H
H
C
C
H
M
M
M
14
H
M
M
M
H
M
C
C
H
H
M
C
15
M
H
H
C
H
H
C
C
H
H
C
H
16
H
M
M
M
C
H
M
M
M
H
C
17
H
C
M
M
M
C
C
M
H
M
18
C
M
M
M
M
C
M
C
H
19
C
M
H
M
M
M
M
C
H
20
C
H
C
M
C
H
H
H
M
21
M
M
H
M
C
M
M
H
22
M
C
M
H
H
C
C
23
H
M
C
C
H
C
24
H
M
C
H
H
25
H
C
M
C
26
M
C
H
27
M
H
28
C
M
29
C -
30
C
31 H M C
C
C
C
H M M M H
H M H
H M H
H
M C
H
C
C
M C
6
M C
C
C
C
C
7
H
H M M H M M M C
M H
8
H
H M H
H M C
9
H
H
10
M M C
11
M M M M H
C
12
C
H M M C
M H M C
M C
13
C
C
H M C
H
H
H M
H
14
M M C
M C
H M C
C
C
M C
M
M
15
H M C
H
H
H
C
M H
H
C
M
16
M C
M
C
H
17
C
H
H
H
18
M H M C
M
H
M
H
19
H
H
H
H
C
C
20
H M C
C
C
C
M
C
H
H
21
C
C
M
C
M
H
C
C
M
M
C
C
H
M
C
M
H
C
M
H
H
H
H
M
C
M
M
M
C
C
H
H
H
M
C
H
M
H
M
M
H
M
M
C
M
H
M
H
-
M
H
C
H
C
M
M
-
C
-
C
-
C
H
9
5
7
5
12
8
6
7
7
9
13 11 14 17 9
12 10
8
C
H
C
M M C H
C
H M H
C
H M M H
C
M H
H M H
M H
C
H
H M H
H
C
H
H M M H
M M M H
H M H M C
H M C
C
C
H
H M
C
H
M
H M C C
H M M
M H M C
H
C
C
M C
C
H M H
H
C
H
C
H M H
H M M M C
H
C
C
H
C
H
C
H
M M C
M M C
C
M H
C
M C
22
H
C
C
C
C
M C
H
H
23
C
C
H
H M H M M H
C
H M
M
24
M M C
H M H
H M
H
C
25
C
H
C
C
26
H M M C
M C
M
H
H
M
27
M H M C
H M M C
-
M
-
C
28
C
H
13 18 10 12
29
H
H M M C
30
M
-
H
H M M M M H M M C
31
C
-
H
-
M
-
M H
H
9
13 10
6
10
9
12
3
6
9
12
7
11
7
H M M C
H
H
10 12 14
12 13 15 13
C
H
J
C
C
M C
M M M C
C
M H
M M C
H M M H
C
H
C
H
C
H M M H
C
C
H
C
H
C
M
H
H M
M H
H M C
M H
H
5
C
-
M
-
M
10 14 12 12 122
M 12
9
12 15
8
13 11 16 10
8
9
9
C
7
9
13
8
9
9
10 112
10
9
8
10 10
132
285
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Data Tahun 1995 Tahun 1995 Tgl J F M A M J
J A S O N D
1
C M H H H M C C C H M M
2
C M M C H C C C M H H H
3
H C H C H M C C H C C H
4 M M H C M C M M M C H C 5 M M M M C C C C C C H C 6
C H M H H C M M M C M M
7
C M H H C M C M C C M H
8
C M C C M C H H M C C H
9 M H H C M C M M C M H H 10 H H M H C M C M M M M C 11 C H C H H H C M M M M C 12 C H C H H C C M H M M H 13 C M C C H C M C H C H C 14 C H C H H M C M M M C M 15 M C H M M H H M M M H H 16 C M C H C M M M C M C C 17 M M H H H H H M C H M H 18 C M H M C H M C M H C H 19 C C C H M M M M H M M C 20 M M C M H C H C C M H H 21 M H H M M C M C M M C M 22 C C C H M C M C H M H H 23 H H M H C H H C H M H H 24 H M C C C M M C H M H H 25 M C H H M M M C M H C H 26 H M M M M M M M M C
C M
27 H C C H M C M H M H C M 28 H H M C C C C M C M M C 29 H - M C C M C M H M H C 30 M - H H M M M H H M H M 31 H - M - C - C H - H -
C
H
9 8 11 16 10 5 5 4 9 8 12 14 111
M
9 14 9 9 11 12 14 15 13 16 9
C
3 6 11 5 10 13 12 12 8 7 9 10 116
286
7 138
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Biologi
287
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
288
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
STUDI LABORATORIUM PENGOLAHAN AMPAS TEBU MENJADI LIGNIN SEBAGAI BAHAN BAKU SURFAKTAN Rini Setiati 1 , Deana Wahyuningrum2, Septoratno Siregar3, Taufan Marhaendrajana4 1 Dosen Teknik Perminyakan Usakti, Mahasiawa S3 ITB, Bandung 2 Dosen Kimia MIPA, ITB, Bandung 3 Dosen Teknik Perminyakan, FTTM, ITB, Bandung 4 Dosen Teknik Perminyakan, FTTM, ITB, Bandung
[email protected] Abstrak Ampas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi cairan tebu. Ampas tebu yang dipergunakan adalah ampas tebu yang telah mengalami proses penggilingan ke lima kali dari proses pembuatan gula. Selama ini ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar pabrik gula, pakan ternak, pengeras bata dan bahan bangunan. Berdasarkan datadata penelitian sebelumnya, ternyata ampas tebu sebagian besar mengandung lignoselulosa. Panjang seratnya antara 1,7 – 2 mm dengan diameter sekitar 20 µm. Ampas tebu mengandung air 48–52%, gula 3,3% dan serat 47,7%. Serat ampas tebu tidak larut dalam air, sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin. Ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan surfaktan karena memiliki kandungan lignin yang cukup tinggi yaitu sekitar 25 %. Karena potensi lignin yang terkandung di ampas tebu inilah yang menjadi motivasi untuk mengolah ampas tebu menjadi lignin dan selanjutnya menjadi surfaktan. Proses pemisahan lignin dari ampas tebu dilakukan dengan metode hidrolisis. Dalam penelitian ini proses hidrolisisligno selulosa dari ampas tebu menjadi selulosa menggunakan variasi konsentrasi natrium hidroksida (NaOH) dan variasi ukuran serbuk ampas tebu. Hasil lignin yang terbentuk dikarakterisasi dengan metode spektroskopi FTIR untuk menentukan gugus-gugus fungsi khas yang terdapat pada struktur lignin dan dibandingkan dengan spektrum FTIR lignin komersial standar. Dari hasil percobaan laboratorium, ternyata rendemen lignin yang optimum diperoleh ketika menggunakan ampas tebu ukuran 80 mesh yang dihidrolisis dengan larutan NaOH 3 M Kata Kunci: ampas tebu, hidrolisis, lignin PENDAHULUAN Ampas tebu adalah salah satu sumber biomassa yang pemanfaatannya saat ini sebagian besar hanya sebagai bahan bakar pada ketel uap, bahan baku pembuatan kertas, pakan ternak dan sebagai bahan penguat batu bata, semen dan gipsum. Dari segi teknologi, ampas tebu dapat diolah menjadi surfaktan lignosulfonat, yang disebut dengan nama Surfaktan Natrium Lignosulfonat (Surfaktan NaLS) karena disintesis melalui proses sulfonasi lignin ampas tebu dengan Natrium Bisulfit (NaHSO3) sebagai agen pensulfonasi. Lignin ampas tebu dapat diperoleh dengan proses isolasi lignin, yang akan memisahkan lignin dari serbuk ampas tebu. Lignosulfonatmerupakan turunan lignin yang mengandung sulfonat yang memiliki gugus hidrofil (gugus sulfonat, fenil hidroksil, dan alkohol hidroksil) dan gugus hidrofob (rantai karbon) sehingga termasuk ke dalam kelompok surfaktan anionik. Surfaktan anionik ini disebabkan oleh gugus sulfonat pada molekul lignosulfonat. Lignosulfonat dapat diperoleh dengan proses sulfonasi lignin. Lignosulfonat ini bersifat larut dalam air, dan dapat digunakan sebagai pengemulsi pada pengolahan bijih besi, bahan kimia untuk pertambangan minyak dan formula pestisida (Rivai, 2008). Selain itu surfaktan tersebut juga digunakan sebagai agen pendispersi dalam industri semen dan beton, zat aditif dalam pengeboran minyak, dan bahan perekat dalam industri keramik (Ismiyati et al., 2009).
Mengapa ampas tebu dijadikan sebagai bahan penelitian? Salah satu bahan baku pembentukan surfaktan adalah lignin. Ampas tebu adalah salah satu jenis limbah yang memiliki kandungan lignin yang cukup tinggi, seperti yang tampak pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Komponen Lignin Pada Berbagai Produk (Othmer, 1981) Material
Lignin, %
Softwood
26-28,8
Hardwood
22
Bagasse
19,6
Bamboo
22,2
Wheat Straw
17
Kenaf
10,9
Sorghum
7,9
Pine Kraft
4,8
Birch Kraft
5
Spruce Kraft
2,8
Birch acid Sulfite
3,2
Birch Bisulfite
4
Beberapa pertimbangan yang digunakan untuk pemilihan ampas tebu adalah karena lahan tebu di Indonesia cukup besar, tersebar dari Indonesia 289
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
bagian Barat sampai Indonesia bagian Timur, mulai dari Sumatera Utara, Palembang, Lampung, P. Jawa, dan Sulawesi, sehingga sumber daya alam telah tersedia (Badan Penelitian & Pengembangan Pertanian, 2007). Pengembangan perkebunan gula akan mendukung kebutuhan industri gula, yang dalam proses pembuatan gula konsekwensinya akan menghasilkan limbah tebu yang cukup banyak. Jumlah produksi ampas tebu setiap tahunnya cukup melimpah, mudah didapatkan, dan harganya murah. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), ampas tebu diperoleh sebanyak 32% dari berat tebu giling atau sekitar 10,2 juta ton/tahun atau permusim giling se-Indonesia (Husin, 2007). Beberapa limbah lain yang juga mempunyai kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa, misalnya batang kayu, daun, tongkol jagung, kuit kacang, jerami gandum dan tandan kosong kelapa sawit, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa ampas tebu mempunyai komponen lignin, selulosa dan hemiselulosa cukup untuk dapat diolah kembali dan hal ini menjadi pertimbangan bahwa ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan nabati. Tabel 2 Komponen Lignin Pada Berbagai Limbah Nabati No. 1.
Limbah Selulosa Hemiselulosa Lignin Batang 40 – 55 24 - 40 18 - 25 kayu daun lebar1 2. Batang 45 – 50 25 - 35 25 - 35 kayu daun jarum1 3. Daun1 15- 20 80 - 85 0 4. Tongkol 45 35 15 jagung2 5. Kulit 23 – 30 25 - 30 30 - 40 kacang2 6. Jerami 30 50 15 gandum3 7. Ampas 50 25 25 tebu3 8. Tandan 41,30 – 25,30 – 33,80 27,50 kosong 46,50 32 kelapa sawit3 Sumber: 1.Reshamwala et al. (1995), Cheung dan Anderson (1997), Boopathy (1998), Dewes dan Hunsche (1998) dalam Sun dan Cheng (2002); 2.Pandey et al. (2000); 3.Syafwina et al.(2002)
Ampas tebu adalah salah satu sumber biomassa yang pemanfaatannya saat ini sebagian besar hanya sebagai bahan bakar pada ketel uap, bahan baku pembuatan kertas, atau sebagai sumber pakan ternak, seperti data hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 3 .
290
ISBN: 979-458-808-3
Tabel 3 Produk Ampas Tebu Hasil Beberapa Penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5.
Produk Pakan Ternak Bioetanol Arang Aktif
Hasil Penelitian Rochana, 2004 Hermiati, 2010 Wijayanti 2009, Shofa 2012 Hairiah, 1997 Hepi 2009
Pupuk Natrium Lignosulfonat
Ampas tebu sebagian besar mengandung lignoselulosa. Panjang seratnya antara 1,7 – 2 mm dengan diameter sekitar 20 µm. Ampas tebu mengandung air 48–52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat ampas tebu tidak larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosa dan lignin. Tabel 4 berikut menunjukkan hasil penelitian yang telah dilakukan dimana komponen lignin pada ampas tebu berkisar antara 13 – 24 %. Tabel 4 Referensi Komposisi Ampas Tebu Selulos Hemiselulos Pentos Silik Lainny Sumber Lignin a a a a a Arora, 1976
13
40
Brady, 2007 Samsuri, 2007
18
45
24,2
52,7
20
21 13 22
37
28
26 - 34
17 - 23
Bon, 2007 Lacey, 1974
29
2 32
5
23 33
Lignin sebagai salah satu komponen utama dalam ampas tebu adalah suatu polimer yang komplek dengan bobot molekul tinggi yang tersusun atas unitunit fenilpropana, yang juga merupakan komponen utama penyusun kayu dengan kandungan antara 17-32 % berat kayu kering. Stuktur molekul lignin sangat berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unitunit fenilpropana. Dalam kayu lunak kandungan lignin lebih banyak bila dibandingkan dengan kayu keras. Beberapa sifat-sifat lignin adalah tidak larut dalam air, berat molekul berkisar antara 2000-15.000, molekul lignin mengandung gugus hidroksil, metoksil dan karboksil dan bila didegradasi oleh basa akan membentuk turunan benzena. Perkiraan struktur monomer lignin secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini. CH2OH
(1) R1=H, R2=OCH3 (2) R1= R2=OCH3 (3) R1= R2=H
R2
R1
OH
Gambar 1 Perkiraan struktur monomer lignin (Areskogh, 2011)
ISBN: 979-458-808-3
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah ampas tebu yang berasal dari pabrik gula. Bahan pengisolasi lignin adalah etanol, air, asam sulfat (H2SO4) dan natrium hidroksida (NaOH). Peralatan yang digunakan adalah sieve shaker (pengayak), rangkaian reaktor (labu leher 3 dan kondensor), pengaduk, magnetic stirrer, heating mantle / hot plate, kertas saring dan oven. Proses pengolahan ampas tebu menjadi lignin menggunakan metode hidrolisis, dengan melakukan refluks ampas tebu dengan etanol, air dan larutan natrium hidroksida dengan beberapa variasi konsentrasi. Proses isolasi lignin Ampas tebu yang telah diayak dengan sieve shaker dengan ukuran mesh tertentu dimasukkan ke dalam labu leher 3 dan direfluks dengan etanol selama 8 jam, kemudian di refluks dengan air selama 2 jam dan selanjutnya direfluks dalam larutan natrium hidroksidaselama 4 jam. Campuran reaksi dalam larutan NaOH tersebut kemudian disaring. Filtratnya kemudian dinetralkan dengan penambahan tetes demi tetes asam sulfat pekat (H2SO4 98%) hingga pH=2 dan didiamkan minimal 8 jam. Endapan yang dihasilkan kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC. Endapan yang diperoleh ini adalah lignin hasil isolasi dari ampas tebu tersebut. Produk lignin yang dihasilkan beserta lignin komersial (dari Aldrich dan Kraft) kemudian dikarakterisasi strukturnya (untuk menganalisis gugus fungsi) dengan pengukuran spektrofotometri FTIR. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses isolasi lignin yang dilakukan dengan variasi mesh ampas tebu dan konsentrasi NaOH, diperoleh hasil seperti pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 - Hasil Isolasi lignin dari Ampas Tebu pada Berbagai Variasi Ukuran Mesh Menggunakan Berbagai Konsentrasi NaOH No. Ukuran Massa NaOH Lignin % Serbuk (g) (M) (g) Perolehan Ampas Kembali Tebu (mesh) 1. 40 15 0,6 0,38 3,86 2. 60 15 0,6 0,22 1,46 3. 80 15 0,6 1,10 7,33 4. 100 10 0,6 1,56 15,66
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
40 60 80 100 40 60 80 100 40 60 80 100 40 60 80 100 40 60 80 100
30 30 5 10 15 15 15 10 15 40 60 10 15 15 30 10 100 30 35 10
2 2 2 2 3 3 3 3 6 6 6 6 8 8 8 8 10 10 10 10
6,78 6,20 2,43 1,80 9,34 3,64 9,27 2,22 4,84 5,23 14,66 3,58 10,02 11,36 11,51 2,42 62,85 15,54 22,33 2,61
22,46 20,66 48,60 18,00 63,36 34,36 61,80 22,22 32,26 13,07 24,43 35,80 66,80 75,73 38,36 24,20 62,85 51,80 63,79 26,10
Gambar 2 menunjukkan grafik persentase perolehan kembali dari hasil isolasi lignin ampas tebu pada berbagai ukuran mesh ampas tebu menggunakan beberapa variasi konsentrasi larutan NaoH dalam proses hidrolisisnya. 80.00 70.00 60.00
50.00
Perolehan Lignin , %
Sampel ampas tebu yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai kandungan lignin berkisar antara 10,37 % - 29,46 % (Balai Besar Pulp & Kertas, 2013). Hal inilah yang menjadi pertimbangan untuk meneliti ampas tebu yang akan diolah menjadi bahan baku pembuatan surfaktan dan digunakan dalam kegiatan EOR di bidang perminyakan.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
40.00 30.00 20.00 10.00
0.00 40
80 0.6
40
80 2
40
80 3
40
80 6
40
80
40
8
80
Ukuran mesh ampas tebu
10
Konsentrasi NaOH (M) Ukuran Mesh Ampas Tebu dan Konsentrasi NaOH (M) Gambar 2 – Persentase perolehan lignin hasil isolasi dari ampas tebu
Sedangkan pada Gambar 3 ditampilkan penampakan wujud serbuk lignin hasil isolasi yang diperoleh dalam percobaan ini. Larutan NaOH dalam penelitian ini digunakan untuk menghidrolisis lignoselulosa yang banyak terkandung dalam ampas tebu sehingga menjadi lignin dan selulosa.
Gambar 3 - Lignin hasil isolasi ampas tebu
291
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Dari seluruh variabel penelitian yang digunakan, yaitu variasi ukuran mesh ampas tebu dan variasi konsentrasi NaOH pada proses isolasi lignin, serta berdasarkan hasil analisis gugus fungsi dalam struktur lignin menggunakan analisis spektrum FTIR (Gambar 4), ternyata persentase perolehan lignin yang terbaik adalah lignin yang diisolasi dari ampas tebu dengan ukuran 80 mesh menggunakan agen penghidrolisis larutan NaOH dengan konsentrasi 3 M, yang selanjutnya disebut sebagai lignin (80-3). Berdasarkan spektrum FTIR tersebut (Gambar 4), pada struktur lignin (80-3) tersebut juga terdapat gugus fungsi fenolik, sulfonat, alkena, alkana dan aromatik.
Gambar 4 - Spektrum FTIR Lignin (80 – 3) hasil isolasi dari ampas tebu ukuran 80 mesh menggunakan larutan NaOH pada beberapa variasi konsentrasi Hasil identifikasi dengan FTIR, hasil terbaik terdapat pada lignin hasil proses dengan mesh 40 dan mesh 80. Hasil identifikasi FTIR lignin ampas tebu ini kemudian dibandingkan dengan data referensi komponen pembentuk lignin standar yaitu dengan lignin standar (dari Aldrich) dan lignin standar (dari Kraft). Berdasarkan tabel dan spektrum FTIR tersebut, ternyata lignin yang paling baik adalah lignin dari hasil isolasi ampas tebu mesh 80 dengan reagen penghidrolisis larutan NaOH pada konsentrasi 3 M (lignin 80-3) seperti yang tampak pada Gambar 4. Pada Gambar 4 ini ditampilkan hasil identifikasi FTIR hasil isolasi lignin dengan ukuran serbuk ampas tebu 80 mesh pada berbagai konsentrasi NaOH. Spektrum IRdibedakan dengan beberapa warna yang mewakili beberapa konsentrasi larutan NaOH yang digunakan, misalnya spektrum IR berwarna berwarna biru muda mewakili spektrum IR lignin hasil isolasi dari ampas tebu ukuran 80 mesh menggunakan larutan NaOH 3 M. Spektrum IR dengan warna merah mewakili spektrum IR lignin menggunakan larutan NaOH 2 M, warna hijau mewakili spektrum IR lignin
292
ISBN: 979-458-808-3
menggunakan larutan NaOH 6 M, biru tua mewakili spektrum IR lignin menggunakan larutan NaOH 8 M dan warna hitam mewakili spektrum IR lignin menggunakan larutan NaOH 10 M. Kemudian spektrum FTIR lignin (80 – 3) hasil isolasi ini dibandingkan dengan spektrum FTIR lignin komersial yang selama ini telah digunakan yaitu lignin produk Kraft dan Aldrich. Berdasarkan analisis identifikasi puncak-puncak khas pada spektrum FTIR lignin hasil isolasi maupun lignin komersial, ternyata lignin hasil isolasi dari ampas tebu mempunyai beberapa kesamaangugus fungsi dengan lignin komersial standar dari Aldrich dan Kraft. Beberapa puncak khas tersebut diantaranya adalah gugus ulur –CH- alifatik dan aromatik dengan bilangan gelombang sekitar 2900 cm-1. Spektrum IR hasil isolasi dari ampas tebu mempunyai puncak khas serapan ulur –CH- alifatik dan aromatik pada bilangan gelombang 2919,7 cm-1, sedangkan serapan puncak khas yang sama lignin komersial Aldrich dan lignin komersial Kraft pada spektrum IR yang secara berturut-turut muncul pada bilangan gelombang 2930,17 cm-1dan 2926,01 cm-1. Puncak serapan IR ulur untuk gugus fungsi -C=Carena yang mempunyai bilangan gelombang antara 1500 – 1600 cm-1, terdapat pada spektrum IR lignin ampas tebu pada bilangan gelombang 1511,92 cm-1, dan muncul pula pada spektrum IRlignin Aldrich pada 1599,14 cm-1 dan lignin Kraft pada 1614,42 cm-1. Puncak serapan IR untuk gugus fungsi ulur O-H fenolik dengan bilangan gelombang 3200 – 3550 cm-1, ditemukan pada spektrum IR lignin ampas tebu pada bilangan gelombang 3405,67 cm-1, yang juga ditemukan pada spektrum IR lignin Aldrich pada 3436,62 cm-1 dan lignin Kraft pada 3414 cm1. Analisis tersebut diperoleh dari hasil perbandingan antara spektrum FTIR lignin hasil isolasi dari ampas tebu 80 mesh menggunakan larutan natrium hidroksida 3 M (lignin 80-3) dengan spektrum FTIR lignin komersial produk Aldrich dan Kraft. Dengan demikian, spektrum FTIR lignin ampas tebu (80-3) memiliki kesesuaian dengan spektrum FTIR lignin komersial produk Aldrich dan Kraft, terutama untuk puncak-puncak serapan khas fungsi ulur –CH- alifatik dan aromatik, serapan untuk vibrasi ulur -C=C- arena dan serapan vibrasi ulur O-H fenolik. Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa lignin hasil isolasi dari ampas tebu memiliki kemiripan struktur dan gugus fungsinya dengan lignin standar dari Aldrich dan Kraft. Dari seluruh variabel penelitian yang digunakan, yaitu ukuran mesh ampas tebu dan konsentrasi NaOH pada proses isolasi lignin, ternyata lignin dengan nilai rendemen (persentase perolehan) terbaik adalah lignin yang diperoleh dari proses hidrolisis ampas tebu berukuran 80 mesh menggunakan larutan NaOH 3 M (lignin 80-3). KESIMPULAN Berdasarkan hasil perolehan proses isolasi lignin yang dilakukan dan evaluasi berdasarkan referensi
ISBN: 979-458-808-3
lignin komersial yang ada, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Lignin ampas tebu mempunyai kesamaan kandungan komponen pembentuk lignin dengan lignin komersial standar (dari Aldrich dan Kraft) yang ditunjukkan dengan adanya kesamaan puncak-puncak serapan khas pada spektrum FTIR, yaitu adanya gugus fungsi – CH- aromatik fenolik, gugus alkena (-C=C-), ulur –CH- alifatik dan aromatik, serta gugus –OH fenolik. 2. Hasil persen perolehan (rendemen) optimal lignin diperoleh pada isolasi lignin dengan parameter ukuran ampas tebu 80 mesh yang dihidrolisis menggunakan NaOH 3 M. DAFTAR PUSTAKA [1] Amri, A., Zulfansyah, Iwan, M., Suryani, R.,et.al (2008) , Pembuatan Sodium Lignosulfonat Dengan Metode Sulfonasi Langsung Biomasa Pelepah Sawit, Jurusan Teknik Kimia, FT Universitas Riau, Jurnal Sains dan Teknologi, 8(2), 61 - 69. [2] Areskogh,D., (2011), Structural Modification of Lignosulfonate, KTH Royal Institut of Technology, School of Chemical Science and Engineering, Stockholm [3] Arora A, Nain L, Gupta JK. (2005), Solid-state fermentation of wood residues by Streptomyces griseus B1, a soil isolate, and solubilisation of lignins. World J Microbiol Biotechnol.;21:303– 308. doi: 10.1007/s11274-004-3827-3 [4] Bon, EPS, Ferara, MA., (2007), Bioetanol Production via Enzymatic Hydrolysis of Cellulosic Biomass, FAO Seminar on The Role of Agricultural Biotechnoligies for Production of Bioenergy in Developing Countries, Rome [5] Brady, J.W., Himmel, M.E., Ding, S.H., Johnson, D.K., Adney, W.S., Nimlos, M.R.,dan Foust, T.D., (2007), Biomass Recalcitrance Engineering Plants and Enzymes for Biofuels Production. Science 315: 804 - 807 [6] Fengel, D dan Wegener, G. (1995), Kayu: Kimia, ultra struktur dan reaksi-reaksi. Terjemahan oleh Hardjono Sastrohamidjojo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. [7] Hairiah, K, (1997), Pemanfaatan Bagas dan Daduk Tebu Untuk Perbaikan Status bahan Organik Tanah dan Produksi Tebu di Lampung Utara : Pengukuran dan Estimasi Simulasi Wanulcas, Universitas Brawijaya. [8] Husin, A.A., (2007), Pemanfaatan Limbah untuk Bahan Bangunan, (http://www. Kimpraswil.go.id/balitbang/puskim/homepage20
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Modul202003/modulc1/MAKALAH 20C1_3.pdf, diakses tanggal 26 Maret 2013 [9] Hepi, A.P, Enggar,H.T., dan Iskandar,L.,. 2009) , Studi Awal Mengenai Pembuatan Surfaktan Dari Ampas Tebu, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang [10] Heradewi, (2007), Isolasi Lignin lindi Hitam dari Pemasakan Organosolv Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit, Tesis Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor [11] Hermiati, E., Mangunwijaya,J., Sunarti, T.C.,Suparno, O., dan Prasetya, B., , (2010), Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu Untuk Produksi Bioetanol, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [12] Ismiyati, Suryani,A., Mangunwijaya,D., Machfud dan Hambali,E., Pembuatan Natrium Lignosulfonat Berbahan Dasar Lignin Isolat Tandan Kosong Kelapa Sawit : Identifikasi Dan Uji Kenerjanya Sebagai Bahan Pendispersi, J.Tek.Ind.Pert Vol 19(1),25-29. [13] Lacey, 1974, Moulding of Sugar Cane Bagasse, Annals of Applied Biology, 76(1) pp 63 – 76. [14] Othmer, K.,(1981) : Encyclopedia of Chemical Technology, 140 [15] Samsuri, 2007, Jurnal Pembuatan Selulosa Bagas Untuk Produksi Etanol Melalui Sakarifikasi dan Fermetasi Serentak Dengan Enzym Xylanase, Makarta Teknologi, 11 [16] Suryani, A., (2009). Proses Optimasi Suhu dan Konsentrasi Sodium Bisulfit (NaHSO3) Pada Pembuatan Sodium Lignosulfonat Berbasis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), J.Tek.Ind.Pert. 18(2), 127-137. [17] Rivai, M.(2008), Analisa Kinerja Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Ramah Lingkungan Dari CPO, CJO dan CNO, Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, IPB [18] Rochana, A., (2004), Peningkatan Kualitas Pakan Serat Ampas Tebu Melalui Fermentasi Dengan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus), Fakultas Peternakan, Unpad , Bandung. [19] Shofa, (2012), Pebuatan Karbon Aktif Berbahan Baku Ampas Tebu Dengan Aktivasi Kalium Hidroksida, Teknik Kimia, Universitas Indonesia. [20] Wijayanti, R. (2009), Arang Aktif Dari Ampas Tebu Sebagai Absorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
293
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
KAJIAN TEORITIS PENENTUAN TINGKAT ENERGI ATOM KAON MENGGUNAKAN PERSAMAAN KLEIN GORDON Russell1, Syahrul Humaidi2, Tua Raja Simbolon3 Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, Jln. Bioteknologi No.1, Kampus USU - Medan 20155 Tel. (061)8201664 E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Persamaan Klein-Gordon merupakan suatu persamaan dalam mekanika kuantum yang sangat berguna untuk fisika partikel. Persamaan ini hanya cocok untuk partikel spin-nol dan oleh sebab itu persamaan ini tidak bisa langsung diterapkan untuk elektron dan atom hidrogen. Persamaan ini sangat berguna untuk atom pion (π) dan atom kaon (K). Dalam kajian ini, kami menggunakan persamaan Klein-Gordon untuk menyelesaikan koreksi relativistik terhadap atom kaon. Agar dapat diaplikasikan untuk atom kaon, persamaan Klein-Gordon akan dimasukkan potensial listrik dan ditransformasikan ke dalam bentuk koordinat bola. Dengan metode pemisahan variabel akan didapati tiga fungsi yaitu fungsi Radial R(r), fungsi Polar Θ(θ), dan yang terakhir fungsi Φ(ϕ). Tingkat energi berhubungan dengan bilangan kuantum utama (n), maka yang diambil hanyalah persamaan dalam arah radial. Hasil dari persamaan radial akan mendapatkan tingkat energi dari atom kaon. Persamaan energi yang dihasilkan bernilai negatif karena partikel kaon adalah partikel tunggal. Kata kunci: Atom Kaon, Persamaan Klein-Gordon, Spin-0 1.
PENDAHULUAN Persamaan Schrodinger dapat diaplikasikan untuk kasus – kasus dalam fisika seperti atom hidrogen, osilator harmonik, molekul diatomik, partikel bebas dalam kotak dan lain - lain. Persamaan ini bisa digunakan untuk menentukan fungsi ψ tertentu dari koordinat sistem dan waktu. Fungsi ini dikenal sebagai fungsi gelombang Schrödinger. Di samping menghasilkan persamaan gelombang ψ, persamaan Schrödinger menyediakan metode untuk menghitung energi dari suatu sistem fisika (Pauling & Wilson, 1935). Tapi perlu diperhatikan disini bahwa perumusan untuk mencari energi dari kasus – kasus seperti di atas pada umumnya masih dalam ruang lingkup non – relativistik. Salah satu persamaan yang dapat digunakan pada ruang lingkup relativistik adalah persamaan Klein-Gordon. Persamaan ini adalah hasil pengembangkan dari persamaan schrodinger yang sejalan dengan teori relativitas khusus. Persamaan ini sangat cocok diterapkan untuk partikel-partikel elementer karena partikel elementer dapat bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya (v~c). Akan tetapi, tidak semua partikel dapat diterapkan ke ke persamaan KG. Partikel yang cocok hanya partikel berspin-nol(Sokolov, 1966). Syarat supaya persamaan KG dapat diterapkan untuk partikel spin-nol adalah dengan menghadirkan medan eksternal. Untuk memasukkan efek dari medan elektromagnetik luar yang diterangkan oleh potensial A ke persamaan KleinGordon, kita membuat sedikit pergantian pada operator momentum dan operator energi (1)
294
(2) Lalu, subtitusikan ke relasi energi-momentum relativistik, diperoleh (3) Dengan mengambil partikel yang diterangkan oleh fungsi gelombang ψ yang memiliki muatan e. (Bethe & Jackiw, 1997) Hal yang menarik dari dalam penerapan persamaan KG adalah ditemukannya interpretasi energi yang bernilai positif dan negatif. Energi negatif dimunculkan ketika persamaan tersebut diberlakukan untuk partikel tunggal. Partikel tunggal maksudnya disini adalah partikel yang memiliki interaksi dengan partikel lain, sehingga terdapat beda potensial yang konstan yang diakibatkan oleh interaksi tadi. Sedangkan energi positif akan dimunculkan untuk partikel bebas, yaitu partikel yang berdiri sendiri.(Mohammadi & Mounesi, 2014) Dalam makalah ini, penerapan persamaan KG akan diaplikasikan pada atom kaon karena sebagaimana diketahui hanya berspin-nol (Coughlan et al, 2007). Atom kaon terbentuk ketika kaon negatif yang datang dari peluruhan-φ masuk ke target dan mengalami kehilangan energi kinetik melalui ionisasi dan eksitasi dari atom dan molekul dalam medium. Kaon negatif kemudian tertangkap menggantikan elektron dalam orbit tereksitasi. Jadi, Atom kaon sama seperti atom hidrogen hanya elektron-nya diganti menjadi sebuah kaon negatif.(Nualchimplee, 2008) Dengan bantuan persamaan KG, maka akan diperoleh persamaan tingkat energi atom kaon.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
2.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan mengkonstruksikan persamaan Schrödinger menjadi persamaan Klein−Gordon dengan menganti energi dengan operator energi dan momentum dengan operator momentum pada hubungan relativistik relasi energi-momentum. Setelah itu, dimasukkan potensial listrik dan mensubstitusikan Laplacian ( 2) dari koordinat kartesian ke koordinat bola ke dalam persamaan Klein−Gordon. Hasilnya adalah persamaan Klein-Gordon dalam koordinat bola. Kemudian, dengan metode pemisahan variabel akan dipecahkan menjadi tiga fungsi. Fungsi radial saja yang akan diambil karena yang dicari adalah energi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Solusi Persamaan Klein-Gordon Dengan mengalikan fungsi gelombang dalam bentuk ψ(r,t) pada persamaan (3), akan diperoleh bentuk : (4)
dimana dijelaskan bahwa A adalah potensial skalar dan φ adalah vektor potensial.
Selanjutnya, untuk mendapatkan solusi bagi persamaan (9) dilakukan pemisahan variabel sebagai berikut Θ Φ (10) Dimana R(r) adalah fungsi untuk r saja, Θ(θ) adalah fungsi untuk θ saja, dan Φ(ϕ) adalah fungsi untuk ϕ saja. Dari persamaan (10) (11) (12) (13) Perubahan dari turunan parsial menjadi turunan biasa dapat dilakukan karena masing-masing fungsi R, Θ, dan Φ bergantung dari variabel berturutturut r, θ, dan ϕ. Dengan mensubstitusikan RΘΦ untuk ψ dan persamaan (11), (12), dan (13) kedalam persamaan (10) dan dibagi dengan RΘΦ diperoleh
(14)
3.1.1 Solusi Keadaan State Persamaan KleinGordon Andaikan bahwa A dan ψ tidak bergantung waktu, maka solusi keadaan state dari persamaan (4) memiliki bentuk (5)
Pihak kanan dari persamaan (14) hanya bergantung pada ϕ saja, sehingga ruas kanan dan ruas kiri diperbolehkan memiliki konstanta yang sama. Andaikan konstantanya adalah , maka persamaan di atas memiliki bentuk
dengan mensubstitusikan persamaan (5) ke dalam persamaan (4) diperoleh
(15)
(6)
Dalam keadaan ini, A = 0 (didasarkan pada prinsip bahwa potensial hanya dipengaruhi oleh adanya jarak (r), sehingga potensial vektornya dianggap tidak berpengaruh) sedangkan φ adalah dalam simetris bola. Maka persamaan di atas menjadi (7)
Ruas kanan dari persamaan di atas hanya bergantung pada θ saja(fungsi polar) dan ruas kiri hanya bergantung pada r saja(fungsi radial), sehingga kedua ruas diperbolehkan memiliki konstanta yang sama. Andaikan konstanta tersebut adalah γ maka diperoleh
Partikel pion bergerak dalam medan Coulomb yang ditimbulkan oleh inti. Ze menyatakan muatan inti. Jadi
(16)
(8)
(17)
3.1.2 Pemisahan Variabel Dengan mensubstitusikan Laplacian ( 2) bentuk koordinat bola dan eφ dalam bentuk , maka akan diperoleh persamaan Klein-Gordon dalam koordinat bola yaitu
3.1.3 Solusi Persamaan untuk Fungsi Radial Bila persamaan (17) diselesaikan, maka akan dihasilkan nilai γ yaitu . Persamaan (16) menjadi
(9)
(18)
295
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Kemudian, dengan sedikit manipulasi aljabar
ISBN: 979-458-808-3
3.2.2 Untuk Atom Pion(Meson π) Penerapan untuk atom pion telah dilakukan oleh Nainggolan(2012) dan diperoleh hasil sebagai berikut:
(19)
(untuk pion netral)
Perubahan variabel ,
(27)
(untuk pion bermuatan) (28) , (20)
sehingga persamaan(19) tereduksi dalam bentuk: (21) Dimana solusi dari persamaan di atas adalah (22) Dimana n adalah bilangan kuantum utama yang bernilai 1,2,3,....,n. Dengan menyamakan variabel ε pada persamaan (22) dan (20) diperoleh (23)
Tingkat energi untuk atom kaon maupun atom pion memiliki kemiripan dengan tingkat energi atom hidrogen. Sebagaimana dapat diperhatikan bawah tingkat energi atom - atom tersebut adalah hasil kali massa atom dengan persamaan tingkat energi atom hidrogen. 3.2.3 Untuk Foton Penerapan untuk foton juga telah dilakukan Nainggolan (2012). Sebagaimana yang telah diketahui bahwa foton tidak memiliki massa (m=0) dan tidak bermuatan (e=0) maka persamaan (7) menjadi (29) dengan energi diperoleh
mensubstitusi
kembali
operator (30)
Dengan melakukan ekspansi pada persamaan (23) dalam deret pangkat, maka diperoleh
(24)
Persamaan (30) di atas merupakan medan elektromagnetik dalam ruang vakum, baik untuk potensial skalar maupun potensial vektor. 4.
PENGHARGAAN Penulis mengucapkan terima kasih kepada staf dosen yang sudah membimbing, bapak Bapak Poltak Sihombing, Ph.D yang sudah memberikan arahan penulisan makalah dan orang tua yang sudah memberi semangat selama penelitian berlangsung.
5.
KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konstruksi persamaan Klein-Gordon untuk atom kaon sama dengan konstruksi persamaan Schrödinger untuk atom Hidrogen. Hanya saja, disini telah dimasukkan efek relativistik dan efek medan elektromagnetik sehingga terbentuklah persamaan Klein-Gordon untuk atom kaon (Persamaan (4)). Pemecahan persamaan KG untuk atom kaon yang telah diberikan dapat dilakukan dengan membandingkan solusi energi persamaaan Schrödinger bergantung tak bergantung waktu untuk atom hidrogen dengan energi yang diperoleh untuk atom kaon (Persamaan (24)) dan sebagaimana dapat dilihat kalau tingkatan energi tersebut bersesuaian dengan bilangan kuantum utama(n), jadi dengan mengambil suku kedua dan memasukkan massa atom kaon akan
Suku kedua pada persamaan di atas adalah solusi persamaan Schrödinger untuk atom hidrogen, dan suku yang lain menjadi koreksi relativistik. 3.2 Aplikasi Pada Meson Dengan bantuan persamaan KG, maka penyelesaian pada atom kaon akan menghasilkan persamaan energi yang bernilai negatif sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa interpretasi energi negatif menggambarkan partikel yang ditinjau adalah partikel tunggal. 3.2.1 Untuk Atom Kaon(Meson K) Atom kaon sebagaimana yang telah diketahui memiliki 498 MeV (974me) untuk atom kaon netral dan 494 MeV (966me) untuk atom kaon netral (Coughlan et al, 2007). Dengan memasukkan nilai ini pada m di persamaan (24) dan mengambil nilai sampai suku kedua saja, maka diperoleh tingkat energi atom kaon yaitu: (untuk kaon netral)
(25)
(untuk kaon bermuatan) (26)
296
1.
2.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
diperoleh tingkatan energi untuk kaon netral dan kaon bermuatan (Persamaan (25) dan (26)). [4] 6. DAFTAR PUSTAKA [1] Bethe HA, Jackiw R (1997). Intermediate Quantum Mechanics. 3rd Edition. Westview Press, United States of America. [2] Coughlan GD, Dodd JE, Gripaios BM (2007). The Ideas of Particle Physics: An Introduction for Scientist. 3rd Edition. Cambridge University Press, Cambridge. [3] Mohammadi S, Mounesi M (2014). Using Klein Gordon Equation to Study Spin Zero Atoms.”
[5]
[6]
[7]
Asian Journal of Engineering and Technology Innovation 02, 03, 25-28 Nainggolan RD (2012). Penerapan Persamaan Klein Gordon untuk Menentukan Tingkat Energi Atom Pion. Skripsi FMIPA USU, Medan. Nualchimplee C (2008). Theoretical Study of Kaonic Atoms. Suarnee Doctor Thesis, Nakhon Ratchasima. Pauling L, Wilson EB (1935). Introduction to Quantum Mechanics. McGraw-Hill Book Company, Tokyo. Sokolov L (1966). Quantum Mechanics. Publishing House of the Ministry of Education of RSFSR, Moscow.
297
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
298
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Kimia
299
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
300
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
ANALISIS PRICE EARNING RATIO (PER) TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN FOOD DAN BEVERAGE Imelda R.Purba, Ria Veronica Sinaga, Zakarias Situmorang Unika Santo Thomas SU
[email protected] Abstrak Telah dilakukan pengujian variabel Price Earning ratio (PER) terhadap return saham pada perusahaan food dan beverage yang terdaftar dibursa efek Indonesia berdasarkan data dokumentasi dan analisa perpustakaan. Pengaruh PER cukup signifikan dan positif terhadap return saham. Adanya pengaruh positif antara return dan PER, menunjukkan bahwa investor menggunakan data PER yang terdapat dalam laporan keuangan emiten sebagai alat analisis kesehatan suatu saham untuk memperoleh hasil (return) yang layak dari suatu investasi saham. Investor menganggap bahwa semakin besar PER memungkinkan harga pasar dari setiap lembar saham akan semakin baik, dengan begitu investor akan memperoleh return dari perubahan harga saham. PENDAHULUAN Informasi yang diperlukan oleh investor di pasar modal meliputi informasi yang bersifat fundamental dan teknikal. Informasi yang bersifat teknikal seperti: keadaan perekonomian, sosial dan politik suatu negara. Selain memperhatikan informasi yang teknikal ,investor juga mulai memperhatikan informasi yang bersifat fundamental yang diperoleh dari intern perusahaan khususnya kondisi keuangan perusahaan dalam melakukan transaksi saham di Bursa Efek Indonesia. Reaksi pasar mengacu pada investor dan pelaku pasar lainnya untuk melakukan transaksi (baik membeli atau menjual) saham sebagai tanggapan atas keputusan penting emiten yang disampaikan ke pasar. Reaksi pasar ini di tunjukan dengan adanya perubahan dari harga saham yang lazimnya diukur dengan menggunakan return saham sebagai nilai perubahannya. Salah satu alat untuk menganalisis harga saham adalah dengan analisis ratio. Analisis ratio merupakan alat yang membantu kita untuk menganalisis laporan keuangan perusahaan sehingga kita dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu perusahaan. Analisis ratio juga menyediakan indikator yang dapat mengukur tingkat profitabilitas, likuiditas, pendapatan / pemanfaatan asset dan kewajiban suatu perusahaan [4]. Nurul Anugerah,Abdul Hamid Habbe dan M. Natsir Kadir [12] melakukan pengujian terhadap korelasi antara price earning ratio dengan return saham pada perusahaan go public di Bursa Efek Jakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang go publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ) tahun 1991 – 1995. Price earning ratio merupakan salah satu analisis rasio yang digunakan untuk mengambil keputusan investasi. Dari segi investor, PER yang terlalu tinggi barangkali tidak menarik sebab harga saham mungkin tidak akan naik lagi yang berati kemungkinan memperoleh capital gain akan kecil. Hasil dari pengujian menunjukan adanya hubungan negatif antara return saham dan PER terbukti. PER dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan investor untuk melihat besar tidaknya return yakni setiap kenaikan PER mengindikasikan terjadinya penurunan return saham dan penurunan
PER mengindikasikan kenaikan return saham. Sehingga investor dapat membeli saham berkategorikan undervalued dan menjual saham overvalued untuk mendapatkan gain yang cukup besar. Sri Artatik [1] mengadakan penelitian mengenai pengaruh earning pershare dan price earning ratio terhadap return saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta . Penelitian ini menyatakan bahwa variabel PER menunjukkan koefisien negatif, yang artinya PER tidak berpengaruh terhadap return saham. Hal ini berarti semakin tinggi PER maka semakin rendah return saham yang akan diterima dan semakin rendah PER maka return yang akan diterima semakin tinggi. Hal ini senada dengan penelitian Margareth (2008) yang menyatakan bahwa PER tidak berpengaruh terhadap return saham yang akan diterima oleh investor. Wachid Wahyu Adi Winarto [18] melakukan penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap return saham Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode dari tahun 2005. Variabel yang diteliti adalah Debt to Equity Ratio (DER), Earning pershare (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) terhadap return saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DER, EPS, PBV berpengaruh terhadap return riasaham. Hanya PER yang tidak berpengaruh terhadap return saham. Sehingga pengaruh PER cukup bervariasi, tentu perlu dikaji ulang pengaruhnya terhadap Return Saham pada Perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. METODE PENELITIAN Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Tehnik dokumentasi, dilakukan dengan mengumpulkan dan mentabulasikan data berupa laporan keuangan yang dapat diakses melalui internet.
301
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
b.
Studi Pustaka Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji teori yang diperoleh dari literatur, artikel, jurnal, dan hasil penelitian terdahulu sehingga peneliti dapat memahami literatur yang berkaitan dengan penelitian yang bersangkutan.
1.
Pengaruh Price Earning Ratio terhadap Return Saham Price earning ratio (PER) membandingkan antara harga saham yang diperoleh dari pasar modal dengan laba per lembar saham yang diperoleh pemilik perusahaan (Husnan dan Pudjiastuti, 2006:75). PER merupakan rasio pasar yang digunakan investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba earning power di masa yang akan datang. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi biasanya PER tinggi pula, hal ini menunjukan bahwa pasar mengharapkan pertumbuhan laba di masa mendatang. Sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah cenderung mempunyai PER rendah pula (Prastowo dan Juliaty, 2002 : 96). PER menunjukan perusahaan-perusahaan yang dipercaya oleh pasar akan mencapai tingkat pertumbuhan laba yang tinggi, cenderung akan dinilai lebih tinggi daripada perusahaan-perusahaan yang menunjukkan tingkat pertumbuhan laba yang lebih rendah. Semakin rendah nilai PER suatu saham maka semakin baik atau murah harganya untuk diinvestasikan. PER menjadi rendah nilainya bisa karena harga saham cenderung menurun atau karena meningkatnya laba bersih perusahaan. Jadi semakin kecil nilai PER maka semakin murah saham tersebut untuk dibeli dan semakin baik pula kinerja per-lembar saham dalam menghasilkan laba bagi perusahaan.semakin baik kinerja per lembar saham akan mempengaruhi banyak investor untuk membeli saham tersebut. Sri Artatik (2007) dan Margareth Francisca (2008) mengadakan penelitian mengenai price earning ratio terhadap return saham. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa PER tidak signifikan dan hasilnya negatif terhadap return saham, ini berarti semakin tinggi PER maka semakin rendah return saham dan sebaliknya semakin rendah PER maka semakin tinggi return saham yang akan diterima oleh Investor. Sehingga hipotesisnya adalah Price Earning Ratio berpengaruh terhadap Return Saham a. Price Earning Ratio membandingkan antara harga saham yang diperoleh dari pasar modal dengan laba per lembar saham yang diperoleh pemilik perusahaan yang diukur dari : b.
Return Saham merupakan tingkat keuntungan yang akan diperoleh oleh investor yang menanamkan dananya di pasar modal yang diukur dari : Rit =
302
ISBN: 979-458-808-3
Keterangan : Rit : Return saham i waktu ke t Pit : Harga saham i waktu ke t Pi( t-1) : Harga saham i waktu ke t-i Berdasarkan data mentah yang diinput dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD 20102014) maka dapat dihitung Price Earning Ratio. Secara keseluruhan, statistik deskriptif dari seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini sesuai tabel 1 Tabel 1 Statistik Deskriptif Seluruh Variabel PER RETURN Valid N (listwise)
N 60 60 60
Std. Minimum Maximum Mean Deviation -8.73 39.98 14.4853 8.45726 -69.18 294.74 63.2755 95.25223
Sumber: Output SPSS 18 Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 1 tersebut terlihat bahwa dari 10 perusahaan sampel dengan 60 obyek pengamatan, rata-rata return selama periode pengamatan (2008-2013) sebesar 63,2755% dengan standar deviasi (SD) sebesar 95,25223%. Pada variabel ITO nilai rata-rata selama periode pengamatan sebesar 6,1123 dengan standar deviasi sebesar 5,91394; hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai SD lebih kecil daripada rata-rata ITO. Hasil yang sama juga terlihat pada variabel DER, dan PER. Pada variabel EPS standar deviasinya jauh berada di atas rata-rata, ini mengindikasikan hasil yang terdistribusi baik 2.
Return Saham Dari pengamatan Tabel 2 dapat diketahui bahwa perusahaan Food and Beverage yang memiliki nilai return saham tertinggi pada tahun 2008-2013 adalah PT. Mayora Indah Tbk (MYOR) di tahun 2009 sebesar 294,74% yang menunjukkan bahwa setiap rupiah yang diinvestasikan akan mendapatkan 2,9474 (Rp1,00) = Rp2,9474. Sedangkan perusahaan Food and Beverage yang memiliki nilai return saham terendah dari tahun 2008-2013 adalah PT. Akasha Wira International Tbk (ADES) di tahun 2008 sebesar -69,18% artinya setiap rupiah yang diinvestasikan akan mengalami kerugian sebesar Rp0,6918. Sementara itu total rata-rata return saham seluruh perusahaan sampel selama tahun pengamatan adalah sebesar 63,28% yang mana nilai rata-rata return saham dari tahun 2008 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan dan penurunan yang sangat signifikan setiap tahunnya.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tabel 4.2 Return Saham Perusahaan dalam Persentase (%) Emiten Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 ADES -69,18 184,44 153,13 -37,65 90,10 AISA -43,33 -15,29 116,67 -34,87 127,40 CEKA -10 98,41 -12,00 -13,64 36,84 MLBI 12,17 290,20 55,35 30,58 113,13 SKLT 47,54 66,67 -5,33 1,43 28,83 ULTJ 23,08 -27,50 108,62 -9,92 23,15 PSDN 135,29 23.33 -45,95 287,5 -33,87 INDF -62,06 291,72 41,07 -2,05 60,51 DLTA 62,07 257,50 110,48 2,08 214,99 MYOR -20,67 294,74 138,89 33,77 64,35 Mean 7,49 146,42 66,09 25,72 72,54 Max 135,29 153,13 287,5 214,99 294,74 Min -27,50 -45,95 -37,65 -33,87 -69,18 Sumber: Data diolah, 2015
Mean 2013 4,17 32,41 35,09 143,58 0 238,35 -26,83 36,98 120,06 30 61,38 238,35 -26,83
54,17 30,50 22,45 107,50 23,19 59,30 56,58 61,03 127,86 90,18 63,28
Max. 184,44 127,40 98,41 290,20 66,67 238,35 287,50 291,72 257,50 294,74
Min. -69,18 -43,33 -13,64 12,17 -5,33 -27,50 -45,95 -62,06 2,08 -20,67
3.
Analisis Price Earning Ratio (PER) Berdasarkan tabel 3. rata-rata Price Earning Ratio seluruh perusahaan sampel adalah sebesar 14,49 kali. Untuk Price Earning Ratio tertinggi selama tahun 2008-2013 dimiliki oleh PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk (ULTJ) di tahun 2013 yaitu sebesar 39,98, artinya harga saham adalah sebesar 39,98 kali laba per lembar saham perusahaan. Sedangkan perusahaan yang memiliki PER terendah adalah PT Akasha Wira International, Tbk (ADES) pada tahun 2008, sebesar -8,73, artinya harga saham perusahaan adalah sebesar 8,73 kali dari kerugian per lembar sahamnya. Tabel 3. Price Earning Ratio Emiten 2008 2009 ADES -8,73 23,13 AISA 24,69 15,93 CEKA 7,47 8,96 MLBI 4,69 10,95 SKLT 14,56 8,09 ULTJ 7,61 27,39 PSDN 15,24 4,88 INDF 7,89 15,02 DLTA 3,82 7,85 MYOR 4,45 9,27 Mean 8,17 14.34 Max 24,69 27.39 Min 4.88 -8,73 Sumber: Data diolah, 2015
Tahun 2010 2011 30,19 23,03 17,19 9,66 11,07 2,93 13,08 14,91 20,01 16,18 32,63 30,79 8,92 18,71 14,5 8,05 13,77 5,88 17,02 22,58 17,46 15,02 32,63 30,79 8,92 2,93
Mean 2012 13,17 12,11 5,76 20,95 13,61 16,49 6,01 10,02 20,4 22,26 14,28 22,26 5,76
2013 21,2 12,06 5,32 21,2 10,87 39,98 10,13 11,23 22,5 22,07 17,66 39,98 5,32
17,00 15,27 6,92 14,30 15,14 25,82 10,65 11,12 12,37 16,28 14,49
Max. 30,19 24,69 11,07 21,20 20,01 39,98 18,71 15,02 22,50 22,58
Min. -8,73 9,66 2,93 4,69 10,87 7,61 4,88 7,89 3,82 4,45
Untuk menguji normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai signifikansi sama dengan atau diatas 0,05 maka data terdistribusi normal (Ghozali, 2005). Berdasarkan tabel 4. pengujian terhadap normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai signifikansi diatas 0,05 yaitu sebesar 0,529. Hal ini berarti data yang ada terdistribusi normal.
303
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Tabel 4. Hasil Pengujian Normalitas Unstandardized Residual N 60 Normal Mean .0000000 Parametersa,b Std. Deviation 83.30225220 Most Extreme Absolute .105 Differences Positive .105 Negative -.069 Kolmogorov-Smirnov Z .809 Asymp. Sig. (2-tailed) .529 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Output SPSS 18 Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinearitas antar variabel independen digunakan variance inflation factor (VIF) dan tolerance value. Sampel hasil yang ditunjukkan dalam output SPSS maka besarnya VIF dari masing-masing variabel independen dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Perhitungan koefisienVIF Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) PER .962 1.039 a. Dependent Variable: RETURN Sumber: Output SPSS 18; Coefficients diolah Dari Tabel 5. menunjukkan bahwa variabel independen PER tidak terjadi multikolinearitas karena nilai VIF < 10 dan nilai tolerance juga tidak ada yang < 0,1. Dengan demikian variable PER dapat digunakan untuk memprediksi Return Saham selama periode pengamatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005). Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu Melihat grafik plot antara variabel terikat yaitu ZPRED dengan residualnya yaitu SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scattterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di studentized.
304
ISBN: 979-458-808-3
Gambar 1 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Hasil uji heteroskedastisitas dari gambar 1 menunjukan bahwa grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED menunjukan pola penyebaran, dimana titik-titik menyebar di atas dan di bawah 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada data yang akan digunakan. Penyimpangan autokorelasi dalam penelitian diuji dengan uji Durbin-Watson (DW-test). Hal tersebut untuk menguji apakah model linier mempunyai korelasi antara disturbence error pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Hasil regresi dengan level of significance 0.0 (α= 0.0 ) dengan sejumlah variabel dependent dan independent (k=6) dan banyaknya data (n = 60). Adapun hasil dari uji autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model R R Square dimension0 1 .485a .235 a. Predictors: (Constant), PER b. Dependent Variable: RETURN Sumber: Output SPSS 18
Adjusted R Square .164
Std. Error of the Estimate 87.07347
DurbinWatson 1.802
Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai D-W sebesar 1,802. Sedangkan nilai dU diperoleh sebesar 1,7671. Dengan demikian diperoleh bahwa nilai DW berada diantara dU yaitu 1,7671 dan 4 – dU yaitu 2,2329. Sehingga menunjukkan bahwa model regresi tersebut bebas dari masalah autokorelasi. Analisis regresi bertujuan untuk mengetahui suatu persamaan regresi yang dihasilkan adalah baik untuk mengestimasi nilai variabel terikat. Pengujian dilakukan dengan uji signifikansi simultan, uji signifikansi parsial, dan uji koefisien determinasi. Berdasarkan hasil output SPSS terlihat pengaruh variabel PER (Price Earning Ratio) terhadap Return Saham seperti ditunjukkan pada hasil regresi berganda pada tabel 7.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Tabel 7. Uji Koefisien Determinasi Model
Std. Adjusted Error of R R the R Square Square Estimate Durbin-Watson .485 .235 .164 87.07347 1.802
1
a. Predictors: (Constant), ITO,DER, ROA, EPS, PER b. Dependent Variable: RETURN Sumber: Output SPSS 18; Regressions
Koefisien determinasi atau Adjusted R square sebesar 0.164 menunjukkan bahwa hanya 16.4% variasi dari Return Saham yang bisa dijelaskan oleh variasi dari variable PER sedangkan sisanya sebesar 83,6% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model. Tabel 8. Uji Signifikansi Simultan (uji f) ANOVAb Sum of Mean Squares df Square F 1 Regression 125889.578 5 25177.916 3.321 Residual 409416.648 54 7581.790 Total 535306.226 59 a. Predictors: (Constant), ITO,DER, ROA, EPS, PER b. Dependent Variable: RETURN Model
Sig. .011a
Sumber: Output SPSS 18; Regressions Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 3,321 dan nilai signifikansi sebesar 0,011. Karena F hitung (3,321) > F tabel (2,386) dan nilai signifikansi < 0,05 yaitu sebesar 0,011 maka hipotesa diterima yang berarti variabel PER memliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Return Saham atau dengan kata lain model yang digunakan layak (goodness of fit). Tabel 9. Uji Signifikansi Parsial (uji t) Coefficientsa Model
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. B Error Beta t 1 (Constant) - 31.884 42.736 1.340 PER 3.203 1.367 .284 2.344 a. Dependent Variable: RETURN
Sig. .186 .023
Sumber: Output SPSS 18; Regressions Persamaan analisis regresi berganda yang diperoleh adalah: Return = - 42.736 + 3,203 PER + e Persamaan regresi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: α = -42,736 artinya jika nilai variabel PER sama dengan nol maka return yang diterima dari saham adalah sebesar negatif 42,736. Dan β = 3,203 berarti jika PER meningkat sebesar 1 kali maka return saham akan meningkat sebesar 3,203% dengan asumsi variabel lainnya konstan. statistik t hitung untuk PER > t tabel (2,344 > 1,677) maka Ho ditolak
Dari hasil perhitungan uji-t diperoleh nilai t hitung 2,344 dengan nilai signifikansi sebesar 0,023. Karena nilai t hitung (2,344) lebih besar dari t-tabel (1,677) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,023 maka hipotesis 5 diterima berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel PER dengan variabel return saham. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Meliana (2004) yang menunjukkan hasil bahwa PER berpengaruh signifikan dan positif terhadap return saham. Tetapi, hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Anugerah dan Kadir (2001) yang menyatakan adanya korelasi negatif antara return dan PER. Adanya pengaruh positif antara return dan PER, menunjukkan bahwa investor menggunakan data PER yang terdapat dalam laporan keuangan emiten sebagai alat analisis kesehatan suatu saham untuk memperoleh hasil (return) yang layak dari suatu investasi saham. Investor menganggap bahwa semakin besar PER memungkinkan harga pasar dari setiap lembar saham akan semakin baik, dengan begitu investor akan memperoleh return dari perubahan harga saham tersebut (Meliana, 2004). KESIMPULAN Adanya pengaruh positif antara return dan PER, menunjukkan bahwa investor menggunakan data PER yang terdapat dalam laporan keuangan emiten sebagai alat analisis kesehatan suatu saham untuk memperoleh hasil (return) yang layak dari suatu investasi saham. Investor menganggap bahwa semakin besar PER memungkinkan harga pasar dari setiap lembar saham akan semakin baik, dengan begitu investor akan memperoleh return dari perubahan harga sahamBerdasarkan hasil penelitian ini investor sebaiknya lebih memperhatikan PER karena mempunyai pengaruh yang signifikan dalam memprediksi return saham. Dalam memprediksi return saham, para investor juga harus memperhatikan faktor lain yang berpengaruh baik internal maupun eksternal. Faktor internal seperti ukuran perusahaan, modal, struktur aktiva dan lain-lain kemudian faktor eksternal seperti perkembangan sektor industri tersebut serta kebijakan moneter dan fiskal. Penelitian berikutnya diharapkan memasukkan variabel lain yang belum dimasukkan dalam model penelitian ini. Hal ini karena masih terdapat variabel bebas lain yang mungkin juga berpengaruh terhadap return saham seperti interest rate, inflation rate, dan risiko sistematis (beta saham). DAFTAR PUSTAKA [1] Artatik, Sri.200 .” Pengaruh Earning Pershare dan Price Earning Ratio Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta”. Skripsi S1, UNNES, Semarang. Avalable on line at www.google.com
305
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
[2]
Brigham, Eugene dan Houston Joel, 2001, “Manajemen Keuangan”, Erlangga, Jakarta [3] Darmaji, Tjiptono & Fakhrudin.2001.”Pasar Modal Indonesia”.Jakarta: Salemba Empat [4] Dharmastuti,Fara.2004.” Analisis Pengaruh EPS,PER,ROI,Debt to Equity dan Net Profit Margin dalam Menetapkan Harga Pasar Saham Perdana(Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ)”. Jurnal Penelitian Balance,September, Vol 1,No 2 [5] Hekinus manao dan Deswin Nur.2001,”Asosiasi Rasio Keuangan dengan Return Saham : Pertimbangan Ukuran Perusahaan serta Pengaruh Krisis Ekonomi di Indonesia”. Simposium Akuntansi IV. Bandung, Agustus : Hal 923-938 [6] Husnan, Suad & Enny, Pudjiastuti. 2006,” Dasardasar Manajemen Keuangan”,Edisi Lima, Yogyakarta : UPP STIM YKPN [7] Imam Ghozali,200 ,”Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS”.Semarang: badan Penerbit UNDIP. [8] IG.K.A.Ulupui,2006.”Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profitabilitas Terhadap Return Saham.(Studi Pada Perusahaan Makanan dan Minuman dengan kategori Industri Barang Konsumsi Di BEJ). [9] JogiyantoH.M,2003, “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, edisi 2,Yogyakarta : BPFE UGM. [10] Mahmud,m.Hanafi & Abdul, Halim.2003,” Analisis Laporan Keuangan”,Edisi Revisi,Yogyakarta : AMP YKPN [11] Margareth.2008,”Pengaruh Price Earning Ratio(PER) Terhadap Return Saham pada Sektor LQ 45 Periode 2003-2006”,Skripsi S1,Universitas Widyatama Avalable on line at www.google.com
306
ISBN: 979-458-808-3
[12] Nurul Anugerah, Abd Hamid Habbe dan M. Natsir Kasir. 2001,” Korelasi antara Price Earnings Ratio (PER) dan Return Saham pada Perusahaan go public di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Akuntansi IV. Bandung,Agustus: Hal 113-129. [13] Prastowo,Dwi & Yuliaty,Rifky.2005,”Analisis Laporan Keuangan Konsep dan plikasi”,Yogyakarta : UPP AMP YKPN [14] Santoso, Singgih.2000,”Buku Latihan SPSS Statistik Parametik”,Jakarta : Elakmedia Komputindo [15] Suad Husnan, 2001, “Dasar-dasar portofolio dan Analisis Sekuritas”, edisi 3, Yogyakarta : UPP AMP YKPN. [16] Tika Maya Pribawanti. 200 ,” Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Total Return Saham Pada Perusahaan Industri Manufaktur yang Membagikan Dividen Di Bursa Efek Jakarta”,Skripsi S1,UNNES,Semarang,Avalabel on line at www.google.com [17] Totok, Budi Santoso & Sigit, Triandaru.2006, “ Bank dan Lembaga Keuangan”,Edisi Revisi,Yogyakarta : AMP YKPN [18] Wahid,Wachyu Adi Winarto.2007, “ Pengaruh Kinerja keuangan Terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur yan gTerdaftar Di Bursa Efek Jakarta”, Skripsi S1, UNNES,Semarang, Avalable on line at www.google.com, www.idx.co.id [19] Widodo, Saniman. 200 , “Analisis Pengaruh Rasio Aktivitas, Rasio Profitabilitas, dan Rasio Pasar Terhadap Return Saham Syariah Dalam Kelompok Jakarta Islamic Index (JII) “, Tesis S2, UNDIP, Semarang, Avaiabel on line at www.google.com
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Pengelolaan Sumber Daya Alam
307
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
308
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PEMANFAATAN ENERGI PANASBUMI UNTUK PENGGUNAAN SELAIN PEMBANGKIT LISTRIK Mulia Ginting1, Mu’min Tamsil1, Maman Djumantara1 1 Universitas Trisakti Jakarta
[email protected] Abstrak Pemanfaatan panasbumi sebagai sumber energi semakin digalakkan mengingat potensi panasbumi Indonesia yang berlimpah, yaitu sekitar 27.000 MWe (40% daripotensi panasbumi dunia). Sampai saat ini pengembangan lapangan panasbumisebagai pembangkit listrik hanya dimanfaatkan sebesar sekitar 4%. Sementara itu pemanfaatan secara langsung (direct uses) yaitu menggunakansumberpanasbumiselain untuk listrik relatif jauh lebih sedikit. Salah satu kesulitan dalam pengembangan lapangan panasbumi adalah ketidakmengertian masyarakat, sehingga sering ada aktivitas pengembangan yang disikapi negatif oleh masyarakat sekitar. Selain itu, masyarakat disekitar lapangan panasbumi tidak terlalu merasakan manfaatnya secara langsung. Kedua hal ini menyebabkan hampir tidak ada dukungan dari masyarakat atau bahkan kadang menentangnya. Karena itu pemerintah daerah dan investor diharapkan dapat mensosialisasikan tentang panasbumi serta membuat suatu terobosan sehingga energi panasbumi dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat sekitar untuk meningkatkan taraf hidupnya. Tulisan ini merupakan studi literatur pemanfaatan panasbumi secara langsung oleh masyarakat setempat dari berbagai lapangan panasbumi, baik di dalam maupun di luar negeri.. Melalui pembelajaran yang ada diharapkan pemerintah daerah mempunyai gambaran atau berinovasi untuk menerapkan teknologi pemanfaatan langsung yang sesuai dengan kondisi daerahnya. Dengan demikian, masyarakat disekitar akan lebih berpartisipasi dalam mengembangkan lapangan panasbumi. Kata kunci :potensi, manfaat, inovasi, tidak langsung PENDAHULUAN Energi panas bumi atau geothermal energy menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang diyakini melimpah dan ramah lingkungan. Sebagian besar wilayah Indonesia terletak pada jalur vulkanik aktif (ring of fire), sehingga Indonesia menjadi negara dengan kandungan panas bumi yang besar. Sekitar 40% potensi panas bumi di dunia atau setara 28.000 MWeterdapat di Indonesia dengan penyebaran potensi mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Maluku, dan Sulawesi. Walaupun demikian besar, pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik di Indonesia baru sekitar 4 % . Selain dapat dipakai sebagai sumber tenaga pembangkit listrik, energi panasbumi dapat pula dimanfaatkan secara "langsung" di mana panas dari fluida diekstraksi untuk memanaskan suatu obyek atau bahan. Pemanfaatan energi panasbumi secara langsung (direct use) hanya dapat dilakukan di dekat lokasi terdapatnya sumber panasbumi. Di luar sifatnya yang site-dependent, pemakaian langsung energi panasbumi memiliki dayatarik tersendiri. Penghematan dapat diterapkan untuk pemanasan/pendinginanruangan, kebun budidaya pertanian, kolam budidaya perikanan, pengeringan bahanpada industri dan lain-lain. Namun seperti halnya penggunaan sumber tenaga listrik, penggunaan panas bumi secara "langsung" masih sangat minim. Padahal, selain manfaat penghematan yang diperoleh, penggunaan” langsung “ ini lebih dirasakan oleh masyarakat.
Tulisan ini merupakan studi literatur pemanfaatan panasbumi secara langsung oleh masyarakat setempat dari berbagai lapangan panasbumi, baik di dalam maupun di luar negeri.. Melalui pembelajaran yang ada diharapkan pemerintah daerah mempunyai gambaran atau berinovasi untuk menerapkan teknologi pemanfaatan langsung yang sesuai dengan kondisi daerahnya. Dengan demikian, masyarakat disekitar akan lebih berpartisipasi dalam mengembangkan lapangan panasbumi. PEMANFAATAN FLUIDA PANAS BUMI SECARA LANGSUNG Penggunaan energi panas bumi secara langsung sudah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Tergantung temperaturnya, Lyndal mengelompokan pemanfaatan panas bumi seperti dapat dilihat pada gambar 1. Secara umum, apabila fluida panas bumi mempunyai temperatur tinggi > 100 o C dan berbentuk uap, maka dapat digunakan sebagai penggerak pembangkit listrik. Sedangkan apabila temperaturnya lebih kecil, energi panas bumi dapat dimanfaatkan secara langsung (direct use). Penggunaan langsung energi panasbumi secara langsung tergantung dari kondisi geografis, sosial, iklim dan temperatur panas bumi sehingga setiap nagara atau daerah berbeda-beda peruntukannya, Dibawah ini adalah contoh-contoh pemanfaatan fluida panasbumi secara langsung dari berbagai negara.
309
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Di Iceland air panasbumi telah dimanfaatkan untuk kebutuhan air panas penduduk sejak 1900. Selain itu juga digunakan untuk pemanasan ruangan di rumah sakit, di sekolah dan di perumahan penduduk dan di tahun 1980-an sekitar dua pertiga penduduknya telah memanfaatkan energi panasbumi. Iceland juga telah memanfaatkan fluida panasbumi untuk pemanasan rumah kaca atau greenhouse heating. Panas dari fluida panasbumi ini dimanfaatkan untuk membantu pertumbuhan sayur-sayuran, buah-buahan, bunga dan lain-lain yang tidak dapat tumbuh pada kondisi iklim setempat yang mempunyai temperatur 10-120C dan pada musim dingin mempunyai temperatur di bawah -100C. Sebelum fluida panasbumi dimanfaatkan hampir semua bahan makanan selain ikan, daging dan kentang harus diimpor ke Iceland. Pada tahun 1980 sekitar 110000 m2 rumah kaca memperoleh pemanasan dari fluida panasbumi. Dewasa ini pemanasan rumah kaca dengan menggunakan fluida panasbumi telah dipraktekkan juga di Amerika Serikat, Italy, Jepang dan New Zealand. Sejak awal 1900 penduduk kota Rotorua (New zealand) telah memanfaatkan air panasbumi tidak hanya untuk mencuci, mandi dan memasak tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan air panas dan pemanasan ruangan. Sekitar seribu sumur telah dibor dan di hotel-hotel digunakan untuk kolam pemandian. Sejak pertengahan 1980 secara bertahap pemerintah menutup sejumlah sumur karena produksi fluida panasbumi yang berlebih menyebabkan penurunan
310
ISBN: 979-458-808-3
aktivitas beberapa geyser di tempat-tempat yang banyak dikunjungi turis sehingga, saat ini hanya tersisa 200 sumur produksi. Di Tauhara-New zealand sebuah sekolah telah memanfaatkan fluida panasbumi untuk memanaskan air dari pusat air di kota tersebut dengan menggunakan down hole heat exchanger yaitu alat penukar panas yang berupa pipa berbentuk U dan ditempatkan di dalam sumur, air dingin dari permukaan dialirkan kedalam kedalam sumur dan menjadi panas setelah keluar dari sumur karena kontak dengan fluida panasbumi. Di dekat Ismir-Turki dan Oregon-USA, fluida panasbumi juga telah dimanfaatkan untuk memanasi tanah pertanian (soil heating). Air panasbumi dialirkan melalui pipa-pipa yang ditanam di bawah tanah. Di Oregon penggunaan fluida panasbumi untuk pemanasan tanah pertanian tidak hanya memperbaiki kualitas produksi tetapi juga telah meningkatkan produksi jagung sebanyak 45%, tomat 50% dan kacang kedelai 66%. Di Kawerau (New Zealand) fluida panasbumi telah digunakan untuk pengeringan kayu, industri kertas dan di hotel-hotelnya untuk air conditioning. Phillipina sedang menjajaki kemungkinan digunakannya air limbah panas dari PLTP untuk pengeringan kopra, mangga, nangka dan ikan, sebelum air tersebut diinjeksikan kembali ke dalam reservoir. Untuk itu mereka membangun fasilitas pengeringan di Lapangan Southern Negros yaitu di dekat lokasi sumur injeksi. Air limbah panas
ISBN: 979-458-808-3
(temperatur 160oC) di sini pada dasarnya digunakan untuk memanaskan air lain yang akan digunakan untuk memanaskan udara di ruang pengering. Untuk media pertukaran panas digunakan alat penukar kalor, yaitu Shell and tube heat exchanger (alat penukar kalor pertama) dan finned-tube heat exchanger (alat penukar kalor kedua). Dari seluruh dunia, John W. Lund dan Tonya L. Boyd melaporkan pemanfaatan energi panas bumi secara langsung seperti dapat dilihat pada tabel 1. Sedang tabel 2 menunjukan pemanfaatan dari 4 negara utama (Jepang, Iceland, Cina dan USA) dalam memanfaatkan energi panas bumi secara langsung. Bagaimana di Indonesia ? Energi panas bumi di Indonesia sangat beragam, ada yang memiliki entalphitinggi (suhu > 200oC) dan ada yang memiliki entalpi sedang hingga rendah(suhu < 200oC). Gambar 2 menunjukkan areal lapangan panas bumi yang sudah dibangun dengan total kapasitas terpasang sebanyak 1189 MW. Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa potensi sumber tenaga panas bumi di Indonesia terletak di Jawa Barat, daerah lainnya yang juga memiliki potensi tenaga panas bumi yang cukup tinggi adalah : Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan lain-lain. Sedang gambar 3 menunjukan terdapat 5 areal lapangan panas bumi yang sedang dibangun (status 2014) menjadi Pembangkit ListrikTenaga Panas Bumi (PLTP). Selain pemanfaatan tidak langsung untuk Pembangkit ListrikTenaga Panas Bumi (PLTP), juga dapat dimanfaatkan secara langsung (directuses) untuk industri pertanian antara lain untuk pengeringan produk pertanian,sterilisasi media tanaman, dan budi daya tanaman tertentu). Dibandingkan dengan negara lain (Jepang, Iceland, Cina dan USA) pemanfaatan langsung di Indonesia masih sangat terbatas. Pemanfatan utama panas bumi di Indonesia adalah tempat pemandian. Banyak tempat pemandian ditemukan di daerah Cipanas Garut, Lau debuk-debuk Sibayak dan banyak tempat lagi. Berdasarkan Lund dkk (2005), penggunaan kolam renang air panas di Indonesia sebanyak 2.3 MWt dan kapasitas energy yang digunakan sebanyak 42.6 TJ/tahun. Pemanfaat energi panasbumi secara langsung di Kamojang Garut adalah dengan sterilisasi media tanam jamur. Uap kering dari sumur kapasitas kecil dengan temperatur 110 – 120 oC dialirkan ke generator uap untuk memanaskan air. Air panas ini kemudian digunakan untuk mensterilisasi jamur. Di Pangalengan, panas bumi ini telah dimanfaatkan pada budidaya jamur dan kentang untuk mensterilkan media tanam yang sebelumnya dikukus dengan energi dari BBM. Selain digunakan untuk mensterilkan media tanam, energi panas bumi bisa digunakan untuk proses pengeringan produk pertanian dan destilasi minyak atsiri. Teknik pengeringan
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
produk pertanian itu telah diterapkan pada tiga pabrik pengeringan daun teh, yakni di Malabar, Kertamanah dan Purbasari, Pangalengan. Di Lahendong dengan curah hujan yang tinggi, masalah yang sering dihadapi oleh petani adalah bagaimana untuk mengeringkan produk, serta keterbatasan kayu untuk pembuatan kristal gula aren. Pertamina Area Geothermal Lahendong telah memasok uap sebesar 4 ton per jam secara cuma-cuma untuk pabrik gula aren Masarang yang berkapasitas produksi terpasang sebesar 2,5 ton per hari. Jadi pabrik ini merupakan pabrik gula aren pertama di Indonesia dan pabrik gula aren pertama di dunia yang menggunakan energi panas bumi sebagai bahan bakar pemrosesannya. Selain itu, dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat setempat sudah dalam uji coba untuk pengeringan produk pertanian dan kehutanan seperti Jagung, Vanilla, Copra dan Kayu untuk mebel serta pada proses pembuatan kelapa kristal gula dari nira aren. Hasil yang diperoleh sangat memuaskan, sehingga upaya untuk pengembangan ke arah yang lebih ekonomis dikaji. Diharapkan, masyarakat setempat bisa mendapatkan keuntungan langsung dari energi panas bumi untuk memperpanjang daya tahan untuk menjaga, meningkatkan kualitas dan membuat inovasi-inovasi baru untuk lokal pertanian dan kehutanan. Pada tahun 2003 dan 2008, BPPT membuat pilot percobaan untuk pengeringan kopra dan coklat di lapangan panas bumi Way Ratai, Lampung. Lapangan Way Ratai adalah lapangan panasbumi yang belum dikembangkan, dimana banyak terdapat sumber air panas dangkal dengan temperatur diantara 80 – 98 oC. Pengunaan lainnya adalah peternakan lele (cat fish) di Propinsi Lampung. Dilaporkan bahwa dengan mencampurkan air sungai dengan air limbah panasbumi menyebabkan pertumbuhan ikan lebih bagus. Ketut Sumada melakukan penelitian terhadap air limbah dari panasbumi listrik tenaga panas bumi lapangan Dieng. Dari hasil penelitiannya, disimpulkan bahwa dari air buangan terdapat mineral-mineral yang dapat menghasilkan pupuk multinutrien phosphatebased sehingga meningkatkan kesuburan tanah. Dalam penelitiannya Glendi Umbas dkk (2014) meneliti proses pengeringan gabah padi dengan menggunakan air panasbumi dan menggunakan sinar matahari. Hasilnya ternyata menggunakan airpanas bumi lebih efisien karena tidak bergantung pada sinar matahari yang intensitas panasnya sulit dikendalikan. Dukungan dan Kebjaksanaan Pemerintah Pusat dan Daerah (Pemda) Sebagai komoditi yang bisa dimanfaatkan langsung olah masyarakat, energi panasbumi bisa dikembangkan secara sederhana untuk kebutuhan pribadi, atau juga untuk komersial. Untuk kebutuhan pribadi, tentunya masyarakat bisa mengembangkannya
311
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
sendiri-sendiri (seperti kolam, pemanas hasil pertanian skala kecil). Tetapa untuk pengembangan secara kemersial, tentunya akan adanya keterlibatan pemerintah, mulai dari perijinan dan mungkin investasi yang dibutuhkan (untuk listrik, pengeringan hasil pertanian sekala besar). Jenis pengembangan akan sangat tergantung yang bersifat lokal, sesuai dengan sumberdaya yang ada dan yang dibutuhkan. Pemerintah daerah akan sangat berperan dalam penerapan sumberdaya yang ada dan aplikasi yang akan dilaksanakan dalam hal ini. - Dalam pengembangan panasbumi dalam penerapannya dalam pariwisata, maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata (dalam tingkatan kepemerintahannya) akan bisa me rumusan dan menetapan kebijakan di bidang pengembangan destinasi dan industri pariwisata, pengembangan pemasaran pariwisata mancanegara, pengembangan pemasaran pariwisata nusantara, dan pengembangan kelembagaan kepariwisataan. Selain itu, bisa memberikan pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Pariwisata. - Dalam pengembangan panasbumi dalam penerapannya dalam pertanian, maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (dalam tingkatan kepemerintahannya) akan bisa merumusan dan menetapan kebijakan di bidang pengembangan pertanian. Seperti Laporan Badan Pangan dan Pertanian (FAO) Penggunaan Energi Panas Bumi dalam Pangan dan Pertanian, mengatakan bahwa energi panas bumi dapat membantu mencegah pasca panen besar yang saat ini dihadapi oleh berbagai negara berkembang, dan dapat menjadi sumber utama panas untuk rumah kaca, tanah dan air untuk budidaya ikan. - Secara tersirat Departemen Keuangan akan memberikan beberapa kemudahan seperti : Berbagai jenis insentif fiskal terkait green economy telah diberikan, dan masih dimungkinkan untuk diperluas sesuai prioritas pembangunan. Dan Insentif fiskal diberikan secara selektif dan terbatas dan Mendukung kebijakan pemerintah di sektor tertentu serta menarik investasi, baik asing maupun dalam negeri. - Pembangunan infrastruktur jalan merupakan asset pemerintah yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan panasbumi Kesimpulan Walau pemanfaatan langsung panas bumi di bidang wisata, pertanian, dan perikanan belum dalam skala besar.
312
ISBN: 979-458-808-3
1.
Solusi untuk menjawab bahwa masih adanya hal ketidakmengertian masyarakat, sehingga sering ada aktivitas pengembangan yang disikapi negatif oleh masyarakat sekitar, dapat diselesaikan dengan memberikan pengertian dengan baik dengan cara memberiak contoh dan pilot project.Sehingga akan didapatkan dukungan dari masyarakat 2. Karena itu pemerintah daerah dan investor diharapkan dapat mensosialisasikan tentang panasbumi serta membuat suatu terobosan sehingga energi panasbumi dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat sekitar untuk meningkatkan taraf hidupnya. 3. Memanfaatkan Air buangan pembangkit untuk mengembangkan pemanfaatan energi panas bumi secara langsung di Indonesia masih diperlukan riset dan kajian lebih lanjut. Lebih lanjut a. Pembentukan iklim investasi kondusif dengan peringanan pajak, pemberian insentif yang tepat b. Pembentukan pandangan masyarakat dengan sosialisasi kepada masyarakat sekitar WKP dan pencerdasan masyarakat mulai dari dunia pendidikan. c. Pembentukan institusi pendidikan, pelatihan, dan riset panas bumi untuk membentuk tenaga ahli yang terkoordinasi dan memahami masalah. d. Beberapa infra struktur seperti jalan akan tetap merupakan tanggung jawab pemerintah dalam pemnfaatan panasbumi secara langsung. REFERENSI 1. Anonim, Operasi Produksi Panas Bumi Pemanfaatan fluida geothermal, Jurusan S1Tteknik Perminyakan Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan 2014 2. Anonim, Pengembangan Panas Bumi di Jawa Barat: Kontribusi dan Harapan Daerah, DisampaikanpadaAcaraSeminar NasionalPanas Bumi, Bali, 3 April 2006 3. Anonim, Pemanfaatan air panas bumi untuk alat Pengering Gabah di Bukit Kasih Kanonang “ Glendi Umbas dkk” Jurusan Teknik Mesin Universitas Sam Ratulangi, 2014 4. Ingvar B. Fridleifsson, Direct Use of Geothermal Energy Around the World, GHC BULLETIN, DECEMBER 1998 5. John W. Lund and Tonya L. Boyd,Direct Utilization of Geothermal Energy 2015 Worldwide Review, Proceedings World Geothermal Congress 2015, Melbourne, Australia, 19-25 April 201
ISBN: 979-458-808-3
6.
7.
8.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Lund, J.W., Freeston D.H., Boyd, T.L.: “WorldWide Direct Uses of Geothermal Energy 200 ”, Proceedings, World Geothermal Congress 2005, Antalya, Turkey (2005) Ketut Sumada Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (Upn) “Veteran” Jawa Timur Pengkajian Air Limbah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sebagai Pupuk Suryantini, Indonesia Geothermal Potential; Status and Opportunities for Medium Low – Enthalpy Resources Development, Geothermal Resources Council 38th Annual Meeting & GEA
Geothermal Energy Expo, September 28 October 1, 2014 Oregon. 9. Yunus Daud, Reducing Emission From Geothermal Energy Technology, International Climate Change Workshop, Wisma Makara, 18 – 19 March 2010 10. Taufan Surana dkk, Development of Geothermal Energy Direct Use in Indonesia, GHC BULLETIN, AUGUST 2010 1 11. Yames Jounas Richard Suawa “Studi Kelayakan Usaha Pemanfaatan Air Hasil Separasi/Brine Water Panas Bumi Untuk Industri Tepung Kelapa”, Yames Jounas Richard suawa
Gambar 1: Diagram Lindal Tabel 1 Pemanfaatan Energi PanasBumi secara Langsung Di Dunia Berdasarkan Penggunaannya Pada Tahun 1995, 2000, 2005, 2010 dan 2015
Sumber: John W. Lund and Tonya L. Boyd,Direct Utilization of Geothermal Energy 2015 Worldwide Review, Proceedings World Geothermal Congress 2015, Melbourne, Australia, 19-25 April 2015
313
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Tabel 2 Pemanfaatan Energi PanasBumi secara Langsung Berdasarkan Penggunaannya
Sumber: Ingvar B. Fridleifsson, Direct Use of Geothermal Energy Around the World, GHC BULLETIN, DECEMBER 1998
Gambar 2: Lapangan Panas Bumi yang Sudah Berproduksi Sumber: Yunus Daud, Reducing Emission From Geothermal Energy Technology, International Climate Change Workshop, Wisma Makara, 18 – 19 March 2010
314
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Gambar 3: Lapangan Panas Bumi yang Sedang Dibangun Sumber: Suryantini, Indonesia Geothermal Potential; Status and Opportunities for Medium Low – Enthalpy Resources Development, Geothermal Resources Council 38th Annual Meeting & GEA Geothermal Energy Expo, September 28 - October 1, 2014 Oregon.
Sumber: Pengembangan Panas Bumi di Jawa Barat: Kontribusi dan Harapan Daerah, DisampaikanpadaAcaraSeminar NasionalPanas Bumi, Bali, 3 April 2006
315
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
v
316
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Sumber: Pengembangan Panas Bumi di Jawa Barat: Kontribusi dan Harapan Daerah, DisampaikanpadaAcaraSeminar NasionalPanas Bumi, Bali, 3 April 2006
317
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
EVALUASI ZONA PRODUKTIF DAN CADANGAN MINYAK FORMASI “Z” LAPANGAN “P” JOB PERTAMINA – PETROCHINA EAST JAVA Puri Wijayanti1, Pauhesti Rusdi1, Prayang Sunny Yulia1 Program Studi Teknik Perminyakan, FTKE, USAKTI, Jakarta Barat Email Korespondensi :
[email protected]
1
Abstrak Penilaian formasi adalah suatu teknologi yang berperan penting dalam proses penemuan hidrokarbon. Peranannya adalah untuk menetukan ada tidaknya lapisan atau zona produktif pada suatu sumur. Penilaian formasi dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan software komputer. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai analisa rekaman log pada zona produktif di Lapangan P dengan menggunakan software GeoScience ( GS ). Tujuannya adalah mempermudah penilaian formasi dan menentukan porositas efektif ( ɸeff ), saturasi air formasi ( Sw ), net – pay ( h ) dan cadangan minyak ( OOIP ). Berdasarkan penilaian formasi dan perhitungan yang dilakukan, didapat 3 ( tiga ) zona produktif pada sumur P–10 dan P–19 ( Zona A, B dan C ). Sedangkan di sumur P-01 didapat 2 ( dua ) zona produktif, yaitu zona A dan B. Zona A,B dan C tersebut merupakan lapisan limestone yang mengandung lempung cukup besar ( shally formation ). Besar volume shale ( lempung )nya berkisar antara 13.79% 26.67%. Porositas efektif ( ɸeff ) untuk ketiga sumur adalah sumur P-01 sebesar 12.08%, sumur P-10 sebesar 16.57% dan sumur P-19 sebesar 15.86%. Perhitungan saturasi air (S w) menggunakan 3 ( tiga ) metode, yaitu : Waxman and Smith’s, Simandou dan Indonesia. Dan nilai Saturasi air ( S w ) yang dipilih dan sesuai adalah Sw dari metode Indonesia. Besarnya Sw pada : sumur P-01 sebesar 46%, sumur P-10 sebesar 47% dan sumur P-19 sebesar 42%. Luas Lapangan P adalah 3,000 acre dengan net – pay ( h ) lapisan setiap sumur adalah : Sumur P-01 sebesar 74 feet, Sumur P-10 sebesar 144 feet dan Sumur P-19 sebesar 143 feet. Dari data – data tersebut diperoleh cadangan minyak awal ditempat ( OOIP ) formasi “Z” dengan metode volumetrik adalah 1 . 2 MMSTB. Kata Kunci : Penilaian Formasi, OOIP, Volumetrik PENDAHULUAN Dalam industry perminyakan pekerjaan well logging merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan setelah lubang dibor. Well logging adalah pekerjaan merekam karakteristik batuan pada kedalaman mulai dari dasar sumur sampai permukaan dengan cara memasukkan peralatan ke dalam lubang sumur. Data yang akan didapat dari well logging berguna untuk mengevaluasi formasi. Evaluasi formasi ini dilakukan untuk mendapatkan parameter seperti : volume shale (Vsh), porositas efektif batuan (Øeff) dan saturasi air (Sw). Parameter ini selanjutnya digunakan untuk menghitung volume reservoir dan cadangan hidrokarbonnya. Setelah data yang dibutuhkan tersedia, kemudian dilakukan perhitungan ketebalan lapisan bersih yangdiperkirakan mengandung hidrokarbon (net pay). Interpretasi log untuk menghitung parameter– parameter pada paper ini menggunakan Software Geoscience yang dilakukan di Lapangan “P” di Kabupaten Tuban, Jawa Timur yang dikhususkan pada Formasi “Z” di Sumur P–01, P–10, dan P–19. Tujuan dari tulisan ini adalah menentukan parameter petrofisik dan karakteristik batuan reservoir yang akan digunakan untuk menghitung kembali besarnya cadangan hidrokarbon pada Formasi “Z” dengan menggunakan metode volumetrik. METODE PENELITIAN Perhitungan parameter-parameter reservoir yang diperlukan, seperti : volume shale (Vsh), porositas efektif batuan (Øeff) dan saturasi air (Sw) dalam 318
interpretasi log ini dilakukan dengan menggunakan Software Geoscience (GS). Setelah parameter– parameter reservoir didapat dari software, Lalu dilakukan perhitungan cadangan minyak awal (OOIP) dengan menggunakan metode volumetrik. HASIL DAN PEMBAHASAN Interpretasi log pada paper ini dilakukan pada Formasi “Z” pada sumur–sumur P–01, P–10 dan P–19 Lapangan P wilayah kerja JOB Pertamina–Petrochina East Java. Zona produktif ketiga sumur tersebut formasinya adalah limestone, yang akan diinterpretasi adalah : zona P–01 A, P–01 B, P–10 A, P–10 B, P–10 C, P–19 A, P–19 B dan P–19 C. Pemilihan zona–zona ini berdasarkan pada ketebalannya yang cukup tebal dibandingkan dengan zona–zona lainnya. Pada Sumur P–01, Lapisan produktif yang diinterpretasikan hanya 2 (dua) lapisan saja. Hal itu karena Lapisan C pada Sumur P–01 tidak berkembang dan hanya berisi shale 100 %. Lapisan A, B dan C tersebut awalnya sudah diproduksikan. Maka dari itu, zona–zona tersebut diinterpretasikan kembali agar diketahui apakah zona– zona tersebut benar–benar merupakan lapisan yang produktif dan mengandung hidrokarbon yang cukup baik. Selain mengevaluasi zona produktif, cadangan minyak awal (OOIP) juga dihitung kembali dengan menggunakan metode volumetrik. Interpretasi log diawali dengan persiapan data yang paling mendasar, seperti: porositas effektif (Øeff), tebal net pay (h), saturasi air (Sw) dan luas area (A). Porositas effektif (Øeff), tebal net pay (h) dan Saturasi air (Sw) diperoleh dari interpretasi dan
ISBN: 979-458-808-3
pembacaan log. Sedangkan untuk luas area (A) ditentukan dengan menggunakan alat “Planimeter”. Interpretasi log pada ketiga sumur (P-01, P-10 dan P19) ini dilakukan dengan menggunakan program computer (software) Geoscience (GS) yang dirancang untuk menghitung volume shale, resistivitas air formasi (Rw), porositas efektif dan saturasi air. Hasil perhitungan dari keempat parameter diatas yang dihasilkan dari software Geoscience lebih akurat dibandingkan dengan hasil perhitungan yang dilakukan secara manual. Resistiviti air formasi (Rw) yang diperoleh dari software Geoscience adalah 0.2 8 Ωm pada temperatur 204°F dengan rata-rata kadar Natrium Chlorides (NaCl) sebesar 9,069.67 ppm. Dimana metode yang dimasukkan kedalam software untuk menghitung resistivity air formasi adalah Rwa Methode. Penentuan volume shale menggunakan metode Gamma Ray Index, dengan memasukkan harga cut-off volume shale sebesar 45% kedalam software Geoscience. Kemudian didapat harga volume shale di masing – masing sumur : P-01(26.67%), P10(46.94%) dan P-19(13.79%). Porositas batuan ditentukan dari kombinasi antara kurva Densitas Log dan Neutron Log. Lalu masukkan nilai cut-off untuk porositas kedalam software sebesar 9%. Sehingga diperoleh porositas efektif batuan masing-masing sumur adalah : P-01 (12.08%), P-10 (16.57%) dan P-19(15.86%). Porositas yang digunakan adalah porositas rata-rata, yaitu sebesar 14.84% Penentuan saturasi air (Sw) lapisan yang mengandung shale (shally formation) ditentukan dengan metode Indonesia. Untuk perhitungan saturasi air tersebut diperlukan data-data atau parameter seperti : resistiviti formasi batuan (Rt), resistiviti air formasi (Rw), volume shale (Vsh), porositas efektif (Øeff), faktor tutorsity (a), faktor sementasi (m) dan saturasi eksponen (n) yang dimasukkan kedalam software. Faktor tutorsity (a), faktor sementasi (m) dan saturasi eksponen (n) yang dimasukkan masingmasing harganya adalah : a=1, m=2 dan n=2. Harga cut-off yang untuk saturasi air yang dimasukkan kedalam software adalah 70%. Harga saturasi yang didapat untuk masing-masing sumur adalah : P-01 (46%), P-10 (47%) dan Sumur P-19 (42%). Saturasi air yang digunakan adalah saturasi rata-rata, yaitu sebesar 44.90% Harga net-pay atau ketebalan bersih suatu lapisan atau lapisan yang benar-benar mengandung clean sand pada tulisan ini ditentukan berdasarkan cut-off seperti : volume shale (45%), porositas efektif (9%) dan saturasi air (70%). Berdasarkan harga-harga cut-off tersebut didapat ketebalan net-pay lapisan pada setiap sumur P-01 (74 feet), P-10 (144 feet) dan Sumur P-19 (143 feet). Setelah semua parameter diatas didapat, dilanjutkan dengan perhitungan cadangan minyak
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
awal ditempat (OOIP) menggunakan metode volumetrik. Data tambahan yang diperlukan dalam perhitungan cadangan minyak awal ditempat (OOIP) adalah volume batuan (Vb) pada Lapangan “P” Formasi “Z” sebesar 360,990 acrefeet dan Faktor formasi minyak awal (Bo) sebesa 1.288 BBL/STB. Dimana Faktor formasi minyak awal (Bo) didapat dari data PVT. Sehingga dari keseluruhan data-data yang diperoleh diatas, maka didapat harga cadangan minyak awal ditempat (OOIP) sebesar 177.77 MMSTB. Sedangkan perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan adalah 163.56 MMSTB. Perbedaan ini mungkin terjad karena faktor ketelitian dalam pembacaan kurva log. Batas zona lapisan yang prospek pada sumursumur P-01, P-10 dan P-19 berbeda-beda. Pada Sumur P-01, zona produktif terletak pada kedalaman 94699172 feet, pada Sumur P-10, zona produktif terletak di kedalaman 9130-9288 feet dan untuk Sumur P-19, zona produktif terletak pada kedalaman 9174.5-9262 feet KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka didapat beberapa kesimpulan diantaranya: 1. Dari interpretasi log yang dilakukan pada sumur P-01, P-10 dan P-19 Lapangan “P” Formasi “Z”, didapat indikasi adanya beberapa zona yang berpotensi mengandung hidrokarbon, yaitu: P-01 A, P-01 B, P-10 A, P-10 B, P-10 C, P-19 A, P-19 B dan P-19 C. Jenis batuan pada ketiga sumur di Lapangan “P” Formasi “Z” adalah Limestone. 2. Sumur P–10 dan P–19 memiliki 3 (tiga) zona produktif, yaitu : A, B dan C. Sedang di Sumur P–01 hanya memiliki 2 (dua) zona produktif, yaitu A dan B. Hal ini disebabkan karena Lapisan C pada Sumur P–01 tidak berkembang karena 100% shale. Karena volume shale (Vsh) pada ketiga sumur tersebut cukup tinggi yaitu berkisar antara 13.79%-26.67%, maka Formasi Z merupakan shally formation. 3. Luas (A) Lapangan P adalah 3,000 acre. Ketebalan Net–pay lapisan berdasarkan cut– off yang telah ditentukan setiap sumur adalah : Sumur P–01 (74 Feet), P–10 (144 Feet) dan P–19 (143 Feet). Ketebalan net–pay lapisan rata–ratanya adalah 120.33 Feet. 4. Porositas efektif (Øeff) pada ketiga sumur tersebut ditentukan dari kombinasi kurva Densitas Log dan Neutron Log. Porositas efektif (Øeff) rata–rata masing–masing sumur adalah : P–01 (12.08%), P–10 (16.57%) dan P–19 (15.86 %). Porositas efektif (Øeff) lapisan adalah 14.84%. 5. Saturasi air (Sw) diperoleh dari metode : Wa man and Smith’s, Simandou dan
319
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
6.
Indonesia. Untuk menghitung cadangan minyak awal (OOIP) pada Lapangan “P” Formasi “Z” dipakai Sw dari metode Indonesia, karena Sw tersebut dianggap lebih mendekati saturasi air aktual Formasi “Z”. Sw rata–rata sumur adalah : Sumur P–01 ( 46% ), P–10 (47%) dan P–19 (42%). Sw rata–rata dari ketiga sumur tersebut adalah 44.90% Cadangan minyak awal ditempat Formasi “Z” yang dihitung dengan metode volumetrik adalah 177.772 MMSTB. Sedangkan cadangan awal dari perhitungan yang dilakukan sebelumnya adalah 163.56 MMSTB. Perbedaan ini mungkin terjad karena faktor ketelitian dalam pembacaan kurva log.
DAFTAR PUSTAKA 1. Ajidarmo, R. Sumatri dan Nugrahanti, Asri, Penilaian Formasi I, Cetakan 1, Universitas Trisakti, 2011.
320
ISBN: 979-458-808-3
2. 3.
4. 5.
6. 7.
Gomaa, Ezzat E., Reliability of Core Analysis and PVT Data, Jakarta, 2010. Heidari, Zoya, et.al, Improving The Assesment of Residual Hydrocarbon Saturation with The Combined Quantitative Interpretation of Resistivity and Nuclear Log, Texas, 2009. Rider, M.H., Geological Interpretation of Well Logs, Perancis, 2012. Rukmana, Dadang et.al, Teknik Reservoir Teori dan Aplikasi, Cetakan 1, Yogyakarta, 2011. Sembodo, H. dan Nugrahanti, Asri, Penilaian Formasi II, Universitas Trisakti, 2012. Sitaresmi, H. Ratnayu, Diktat dan Petunjuk Praktikum Penilaian Formasi, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti, 2013.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENGEMBANGAN POTENSI ELEKTROKINETIK SEBAGAI ALTERNATIF STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK Nahesson Hotmarama Panjaitan1 Jurusan Teknik Sipil dan Pendidikan Teknik Bangunan, Universitas Negeri Medan, Medan Email korespondensi :
[email protected]
1
Abstrak Tanah lempung lunak adalah suatu jenis tanah lempung yang mengalami pelunakan akibat pengikatan air yang terlalu banyak oleh molekulnya. Akibat terjadinya pelunakan, daya dukung tanah lempung terhadap beban luar akan berkurang, sehingga terjadi kerutuhan tanah seperti: longsor, penurunan pondasi bangunan, dan lain sebagainya. Tanah lunak banyak ditemukan di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara ditemukan di: Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Dairi, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh tanah lunak, perlu dilakukan stabilisasi tanah, salah satunya yang dikembangkan adalah elektrokinetik. Elektrokinetik adalah suatu proses pergerakan listik (elektron) yang terjadi akibat adanya beda potensial 2 (dua) kutub sumber tegangan (anoda (+) dan katoda (-)). Pergerakan elektron selama proses elektrokinetik dapat terjadi pada semua material penghantar (konduktor) termasuk tanah, dan menyebabkan terjadinya beberapa fenomena, yaitu: medan listrik, elektrokimia, elektrophoresis dan elektromigrasi. Secara garis besar konsep pengembangan elektrokinetik sebagai alternatif stabilisasi tanah lunak adalah proses pertukaran ion (ion exchange) dengan bahan stabilisator. Pertukaran ion dapat terjadi akibat perubahan kesetimbangan muatan ion pada molekul tanah selama elektrokinetik berlangsung. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan proses elektrokinetik sebagai alternatif stabilisasi lempung lunak yang efektif, murah dan mudah dalam pengoperasiannya. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental di laboratorium dengan menggunakan larutan kapur sebagai bahan stabilsator. Tanah lempung lunak yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua), dari lokasi pengambilan tanah yang berbeda. Sumber tegangan yang digunakan adalah baterai (Direct Current, DC) dengan kapasitas 0-6 V, 2mA. Pengamatan dilakukan terhadap variasi listrik, waktu dan perubahan konsentrasi ion Ca2+ selama proses elektrokinetik berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya beberapa fenomena yang menarik, antara lain pengamatan secara visual pergerakan larutan kapur dalam tanah, pertukaran kation dalam tanah, perilaku peningkatan konsentrasi ion kalsium (Ca 2+) di dalam tanah, serta terjadinya perubahan sifat propertis tanah yang menunjukkan indikasi terjadinya peningkatan kekerasan pada tanah lunak. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan potensi elektrokinetik sebagai alternatif proses stabilisasi tanah lunak yang efektif, murah dan mudah dalam pelaksanaannya. Kata kunci: elektrokinetik, tanah lunak, stabilisasi tanah, larutan kapur, pertukaran ion I.
PENDAHULUAN Tanah lempung lunak adalah suatu jenis tanah yang mudah mengalami pelunakan pada kondisi jenuh air. Pelunakan tanah lempung disebabkan oleh kemampuan jenis tanah ini mengikat air relatif lebih banyak dibandingkan dengan jenis tanah lainnya . Akibat pengikatan air yang terlalu banyak menyebabkan tanah lempung mengalami penurunan daya dukung terhadap beban luar, sehingga ikatan antar molekul tanah mudah terlepas. Permasalahan yang sering terjadi disebabkan oleh tanah lempung lunak salah satunya adalah longsor. Jenis tanah lempung lunak tersebar merata di setiap daerah di Indonesia. Khususnya di Sumatera Utara, tanah lempung lunak tersebar di daerah Tapanuli (Utara, Tengah, dan Selatan), Karo, Nias, Dairi, Madinah, dan lain sebagainya (BNPB, 2013). Penanggulangan masalah pada tanah lempung lunak dilakukan dengan usaha stabilisasi terhadap tanah ini. Beberapa usaha stabilisasi yang sudah umum dilakukan diantaranya dengan cara pemadatan, penggantian dan penambahan
dengan material tanah yang lebih baik serta menggunakan bahan stabilisator (kapur, semen, dan bahan kimia lainnya). Kondisi tanah yang sangat lunak, variasi posisi tanah lempung jauh dibawah permukaan tanah, keliatan tanah yang sangat tinggi, homogenitas hasil yang dicapai dan luas daerah yang dipengaruhi oleh tanah lempung lunak adalah beberapa permasalahan yang sering muncul pada usaha stabilisasi terhadap tanah lempung ini. Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian pengembangan proses elektrokinetik sebagai alternatif usaha stabilisasi tanah lempung lunak. II.
LANDASAN TEORI 2.1. Struktur molekul tanah lempung Penelitian terhadap susunan kimia tanah lempung menunjukkan bahwa tanah lempung disusun oleh unsur Silika (Si) dan Aluminium (Al) dengan komposisi perbandingan 1:1 atau 2:1 (gambar 1) (Lambe & Whitman, 1979).
321
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
dan lapisan kalsium-silika-hidrat (CSH) yang mempersulit ikatan air dengan partikel tanah lempung, f) akan meningkat. Ilustrasi proses stabilisasi tanah lempung ekspansif dengan kapur dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.
Gambar 1. Struktur molekul tanah lempung (Lambe & Whitman, 1979) Pada awalnya, tanah lempung lunak memiliki kesetimbangan muatan (netral) pada permukaan molekulnya, namun karena beberapa proses di alam, antara lain the broken edge, adsorbed ion charge, proton equilibria, dan isomorphous substitution, maka molekul tanah lempung berubah menjadi bermuatan negatif (Van Olphen, 1977). Pelunakan pada tanah lempung disebabkan oleh interaksi molekul tanah lempung dengan molekul air yang memiliki sekaligus muatan positif dan negatif pada molekulnya (bipolar) (Gambar 2.). Air yang terikat sangat banyak pada molekul tanah lempung menyebabkan tanah lempung mengalami pelunakan (Mitchell, 1992). Diketahui juga bahwa ikatan antara molekul air dengan molekul tanah lempung adalah ikatan yang lemah (ikatan Van der Waals), sehingga pada suatu saat air akan mudah terlepas (Bowles, 1992), dan tanah akan menyusut.
Gambar 2. Molekul air 2.2. Stabilisasi tanah lempung lunak Stabilisasi tanah lempung lunak pada umumnya dilakukan untuk mengganti ion-ion yang memiliki potensi mengikat molekul air dengan sangat besar dengan suatu ion yang lebih stabil terhadap molekul air. Fenomena ini sering disebut dengan pertukaran kation (Cation Exchange) (Lambe & Whitman, 1979). Salah satu material yang sering digunakan sebagai bahan stabilisator adalah kapur. Kapur memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan material lain, dimana kapur yang menempel pada partikel tanah akan membentuk 2 lapisan, arah keluar partikel tanah akan membentuk lapisan kalsium hidrat dan arah ke dalam partikel tanah akan membentuk lapisan kalsium-alumina-hidrat (CAH)
322
Gambar 3. Ilustrasi proses stabilisasi tanah lempung ekspansif dengan menggunakan larutan kapur 2.3. Proses elektrokinetik Elektrokinetik adalah pergerakan elektron pada suatu media akibat adanya potensial listrik yang diberikan, sehingga listrik bergerak dalam media tersebut. Pada media tanah, elektron yang bergerak menimbulkan medan listrik. Medan listrik ini menyebabkan terjadinya momentum dan gaya tarik antar partikel tanah dengan ion, maupun ion dengan ion. Kemampuan ion (kation) menempel dan terikat pada partikel tanah (bermuatan negatif) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain nilai elektronegativitas ion, jarak antara ion dan gaya luar (gaya yang disebabkan oleh elektrokinetik). Semakin besar nilai elektronegativitas suatu kation, maka peluang kation tersebut menempel pada partikel tanah akan semakin besar (Israelachvili, 1991), (Van Olphen, 1977), dan (Siegel, 1974). Metode eletrokinetik pada media tanah dilakukan dengan menghubungkan 2 elektroda (katoda (kutub negatif) dan anoda (kutub positif)) yang ditanam dalam tanah dengan sumber listrik. Pemberian potensial listrik menyebabkan listrik akan mengalir dari anoda menuju katoda. Pergerakan listrik menyebabkan terjadinya medan listrik, sehingga ionion (kation dan anion) yang berada pada media tanah akan ikut bergerak. Larutan kapur yang digunakan sebagai bahan stabilisator dapat bergerak karena telah diubah terlebih dahulu menjadi ion Ca2+ selama proses elektrokinetik berlangsung yang disebut dengan proses elektrokimia. Proses elektrokinetik yang berlangsung menyebabkan terjadinya beberapa fenomena, antara lain medan listrik, momentum, dan gaya tarik di dalam media tanah. Fenomena ini menyebabkan terjadinya pertukaran kation pada partikel tanah. Kekosongan kation ini menyebabkan tanah memiliki kelebihan muatan negatif pada permukaan partikelnya, sehingga ion Ca2+ yang bergerak akibat adanya pergerakan listrik dapat menggantikan kation yang terlepas dari partikel tanah (Gambar 4.). Proses selanjutnya
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
merupakan proses pembentukan lapisan kapur keluar dan kedalam partikel tanah lempung (Gambar 3.).
Gambar 4. Ilustrasi proses pergerakan ion Ca2+ pada stabilisasi tanah lempung ekspansif dengan larutan kapur dan penggunaan proses elektrokinetik III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental proses elektrokinetik dengan menggunakan tanah lempung lunak sebagai media pengujian dan larutan kapur sebagai bahan stabilisator. Pengujian dilakukan dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah, Universitas Negeri Medan, dengan menggunakan 2 (dua) jenis tanah lempung dari lokasi pengambilan tanah yang berbeda. Stabilisasi tanah lempung lunak dengan menggunakan proses elektrokinetik diamati terhadap perubahan nilai batas-batas Atterberg tanah lempung fungsi penambahan konsentrasi ion Ca2+. Skematik sederhana proses elektrokinetik yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Skematik penelitian proses elektrokinetik IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sudah dipublikasikan pada jurnal internasional dan seminar nasional, antara lain: perilaku pergerakan listrik di tanah lempung selama proses elektrokinetik (Panjaitan, 2012), pergerakan larutan kapur di dalam tanah lempung (Panjaitan, 2013), pertukaran kation (Panjaitan, 2013), dan perilaku perubahan mineral dan molekul tanah lempung setelah proses elektrokinetik (Panjaitan, 2014). Pada kesempatan ini, pengaruh proses elektrokinetik terhadap tanah lempung lunak akan ditampilkan analisis hubungan nilai batas-batas Atterberg terhadap penambahan ion Ca2+. Perilaku perubahan nilai batas-batas Atterberg tanah lempung akibat proses elektrokinetik dapat dilihat pada gambar 6 dan 7 berikut ini.
(a)
(b)
(c) Gambar 6. Perilaku perubahan nilai batas-batas Atterberg pada tanah lempung lunak lokasi #1 yang di stabilisasi dengan menggunakan proses elektrokinetik (a). nilai batas cair (Liquid limit, LL), (b). nilai batas susut (Shrinkage limit, SL), (c). nilai Indeks Plastis, IP
323
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
(a)
(b)
(c) Gambar 7. Perilaku perubahan nilai batas-batas Atterberg pada tanah lempung lunak lokasi #2 yang di stabilisasi dengan menggunakan proses elektrokinetik (a). nilai batas cair (Liquid limit, LL), (b). nilai batas susut (Shrinkage limit, SL), (c). nilai Indeks Plastis, IP Dari analisis hasil pengujian seperti pada gambar 6 dan 7, menunjukkan bahwa perilaku perubahan nilai batas-batas Atterberg tanah lempung yang di elektrokinetik, relatif sama (identik) pada kedua jenis tanah lempung yang di gunakan pada penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari perilaku penurunan nilai batas cair (LL) dan indeks plastis (IP) tanah lempung, serta peningkatan nilai batas susut tanah (SL) pada kedua jenis tanah lempung. Nilai batas cair dan indeks plastis tanah berhubungan dengan tingkat perubahan bentuk (fase) tanah dari padat ke cair atau sebaliknya. Penurunan nilai batas cair dan indeks plastis menunjukkan bahwa tanah lempung lunak yang distabilisasi dengan proses elektrokinetik mengalami perilaku perubahan padat ke cair relatif lebih sulit dibandingkan dengan tanah lempung aslinya (sebelum di elektrokinetik). Peningkatan nilai batas susut menunjukkan bahwa penyusutan tanah lempung relatif lebih sulit dibandingkan dengan penyusutan tanah lempung aslinya.
324
ISBN: 979-458-808-3
V.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa perilaku perubahan sifat propertis tanah lempung yang di elektrokinetik berlaku pada semua jenis tanah lempung. Hal ini dapat dilihat dari perilaku penurunan nilai batas cair (LL) dan Indeks Plastis (IP) dan peningkatan nilai batas susut (SL) tanah lempung (SL) yang sama untuk kedua jenis tanah lempung yang di uji. Perubahan perilaku nilai batas-batas Atterberg ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan proses elektrokinetik, sifat propertis tanah lempung lunak berubah relatif lebih baik dibandingkan dengan kondisi tanah lempung asli nya. Kondisi ini bahkan berlaku pada kondisi nilai ion stabilisasi (Ca2+) berada dibawah garis normal (jumlah awal) pada tanah lempung aslinya. DAFTAR PUSTAKA BNPB, B. N. (2013). Indeks Risiko Bencana Indonesia. Citeureup-Sentul, Provinsi Jawa Barat: Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan. Bowles, J. E. (1992). Engineering Properties of Soils and Their Measurement, 4th edition. McGrawHill., Inc. Israelachvili, J. (1991). Intermolecular and Surface Force, 2nd Edition. Academic Press. Lambe, T. W., & Whitman, R. V. (1979). Soil Mechanics. John Wiley & Sons. Mitchell, J. K. (1992). Fundamentals of Soil Behavior. 2nd Ed. John Wiley & Sons, Inc. Panjaitan, N. H. (2013). Perilaku Penyebaran Larutan Kapur Pada Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif Dengan Menggunakan Proses Elektrokinetik. Medan, Sumatera Utara: Laporan Hibah Doktor T.A. 2013, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan. Panjaitan, N. H., Rifa’i, A., Adi, A. D., & Sumardi, P. (2012). Electrical Movement Behavior During The Process Of Electrokinetic Occur On Soft Clay Soil Stabilization. Proceedings 16th annual Scientific Meeting Indonesian Society for Geotechnical Engineering (ISGE/HATTI), (pp. 101-108). Jakarta, Indonesia. Panjaitan, N. H., Rifa’i, A., Adi, A. D., & Sumardi, P. (2013). Experimental Study of Cation Exchange on Expansive Clay with Electrokinetics Process. International Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEEIJENS Vol:13 No:02 , 29-34. Panjaitan, N. H., Rifa’i, A., Adi, A. D., & Sumardi, P. (2011). The Phenomenon of Electromigration During Electrokinetic Process On Expansive Clay Soil. Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEE-IJENS Vol.12, No:04, , Vol.12, No:04, 47-50.
ISBN: 979-458-808-3
Panjaitan, N. H., Rifa'i, A., Adi, A. D., & Sumardi, P. (Agust 2014). Affect of Process Electrokinetics Against Minerals and Molecules of Expansive Clay. International organization of Scientific Research Journal of , Vol: 04, Issue : 08, Ver. 3; pages: 01- 09.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Siegel, F. R. (1974). Applied Geochemistry. John Wiley & Sons. Inc. Van Olphen, H. (1977). Clay Colloid Chemistry, 2nd Edition. United State of America: John Wiley & Sons.
325
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
PEMANFAATAN LIMBAH PULP SEBAGAI BAHAN LOSS CIRCULATION MATERIAL (LCM) PADA LUMPUR PEMBORAN KCL POLIMER Cahaya Rosyidan1, Widia Yanti1, Rini Setiati1 1 Universitas Trisakti, Jakarta Email korespondensi :
[email protected] Abstrak Lumpur pemboran adalah fluida (cairan-cairan berbusa, gas bertekanan) yang digunakan di dalam operasi pemboran. Lumpur pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal dari pengembangan penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan berkembangnya teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai digunakan. Hilang sirkulasi (loss circulation) dapat didefinisikan sebagai hilang sebagain atau seluruh fluida pemboran yang disirkulasikan ke dalam formasi. Biasanya hilang ke dalam gua-gua (cave), patahan (fault), rekah (crack) atau ke lapisan permeable yang berakibat gagalnya sebagian atau seluruh lumpur untuk kembali ke permukaan sehingga jumlah lumpur berkurang dibandingkan yang telah disirkulasikan ke dalam lubang. Penanggulangan hilang lumpur sirkulasi harus disesuaikan dengan kondisi formasi dan besar laju loss yang terjadi. Seiring dengan perkembangan teknologi yang ramah lingkungan, maka dicarilah bahan-bahan baru yang mudah diperoleh dan ramah lingkungan, salah satunya penggunaan limbah industri pulp. Selama ini pemanfaatan limbah industri pulp belum optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah studi lanjut untuk mengetahui potensi limbah pulp sebagai LCM. Penelitian ini dapat mengatasi pemanfaatan limbah pulp yang dianggap kurang ekonomis dan dapat digunakan oleh industri perminyakan sebagai alternatif material hilang sirkulasi. Penelitian mengenai limbah pulp sebagai LCM sudah pernah dilakukan. Namun, dalam penelitian ini sistem lumpur yang digunakan berbeda, yaitu menggunakan sistem lumpur KCL Polimer. Kata kunci: pulp, LCM, lumpur pemboran
1.
PENDAHULUAN Lumpur pemboran adalah fluida (cairan-cairan berbusa, gas bertekanan) yang digunakan di dalam operasi pemboran. Lumpur pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal dari pengembangan penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan berkembangnya teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai digunakan Dalam suatu operasi pemboran, lumpur pemboran merupakan faktor yang penting. Hal ini dikarenakan kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung pada lumpur ini. Oleh karena itu, sifat-sifat lumpur harus diatur sesuai dengan kondisi formasi yang akan dibor dan kondisi alat yang akan digunakan. Untuk menjaga kestabilan lumpur pemboran pada tiap - tiap kedalaman maka digunakan zat-zat aditif. Penggunaan zat-zat aditif tersebut akan mempengaruhi pemilihan jenis lumpur pemboran yang akan digunakan. Hal ini dikarenakan masing-masing jenis lumpur pemboran akan memiliki karakteristik yang berbeda. Hilang sirkulasi (loss circulation) dapat didefinisikan sebagai hilang sebagian atau seluruh fluida pemboran yang disirkulasikan ke dalam formasi. Biasanya hilang ke dalam gua-gua (cave), patahan (fault), rekah (crack) atau ke lapisan permeable yang berakibat gagalnya sebagian atau seluruh lumpur untuk kembali ke permukaan sehingga jumlah lumpur berkurang dibandingkan yang telah disirkulasikan ke dalam lubang.
326
Menurut Rosyidan analisa yang dilakukan dapat meliputi analisa perhitungan tekanan rekah formasi (Pfr), equivalent circulating density (ECD), bottom hole circulating pressure (BHCP), dan pressure surge (Psurge). Analisa tersebut dapat digunakan untuk mengetahui penyebab-penyebab dari loss yang terjadi di dalam sumur Penanggulangan hilang lumpur sirkulasi harus disesuaikan dengan kondisi formasi dan besar laju loss yang terjadi. Selain itu juga dicari bahan-bahan baru yang ekonomis untuk dapat digunakan bersama aditif lain dalam mengoptimalkan operasi lumpur pemboran. Bahan-bahan ekonomis salah satunya adalah dengan pemanfaatan limbah industri pulp. Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan kayu berserat (kayu maupun non kayu). Seiring dengan perkembangan teknologi yang ramah lingkungan, maka dicarilah bahan-bahan baru yang ekonomis, mudah diperoleh dan ramah lingkungan yang dapat digunakan bersama aditif lain dalam mengoptimalkan operasi lumpur pemboran. Salah satu bahan-bahan tersebut adalah penggunaan limbah industri pulp, dimana selama ini pemanfaatan limbah industri pulp masih belum optimal. Penelitian ini diharapkan dapat mengatasi pemanfaatan limbah pulp yang dianggap kurang ekonomis dan dapat digunakan oleh industri perminyakan sebagai alternatif material hilang sirkulasi. Sebelumnya, penelitian mengenai limbah pulp sebagai LCM sudah pernah dilakukan. Namun, dalam penelitian ini sistem lumpur yang digunakan
ISBN: 979-458-808-3
berbeda, yaitu menggunakan sistem lumpur KCL Polimer. 2.
TEORI Lumpur pemboran merupakan larutan (suspensi) berbagai bahan kimia dan mineral di dalam air atau minyak dengan komposisi tertentu, sehingga nampak seperti lumpur dan karena itu diberi nama lumpur pemboran. Lumpur pemboran dialirkan dari permukaan melalui rangkaian dalam pipa bor, keluar melalui pahat dan naik ke permukaan melalui ruang antara diameter luar rangkaian pipa bor dengan dinding lubang bor. 2.1 Fungsi Lumpur Pemboran Pada awal penggunaannya, lumpur hanya digunakan untuk membersihkan serbuk bor (cutting). Namun seiring dengan berkembangnya teknologi pemboran, sangat banyak diperoleh berbagai macam produk lumpur pemboran dengan berbagai macam kelebihan dari produk tersebut, namun pada dasarnya cenderung mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu untuk mengoptimalkan operasi pemboran dengan biaya yang lebih efisien. Adapun fungsi lumpur pemboran antara lain: 1.Mengangkat serbuk bor ke permukaan 2.Menjaga Tekanan Formasi 3.Melindungi Dinding Lubang Bor 4.Menahan Cutting Dalam Kondisi Tidak Ada Sirkulasi 5.Mengurangi Torque, Drag, dan Pipe Sticking 6.Sebagai Media Data Logging 7.Melumasi dan Mendinginkan Perangkat Pemboran 8.Menahan Atau Support Berat Dari Rangkaian Pipa Bor 9.Mencegah dan Menghambat Laju Korosi 10.Menghantarkan Daya Hidrolika Ke Pahat 11.Sebagai Tenaga Penggerak Down Hole Motor 2.2 Jenis-Jenis Lumpur Pemboran Setiap lapangan memiliki formasi dengan karakteristiknya masing-masing. Sehingga jenis lumpur yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing formasi tersebut. Jenis lumpur pemboran dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Water Base Mud 2. Oil Base Mud 3. Gaseous Drilling Fluids 2.3 Loss Circulation Materials Salah satu masalah yang sering terjadi di dalam lubang bor adalah Masalah Hilang Lumpur (loss circulation). Hilang lumpur adalah peristiwa hilangnya lumpur pemboran masuk ke dalam formasi. Hilang lumpur ini dapat terjadi karena porositas formasi terlalu besar dan formasi yang ditebus adalah formasi yang bergerowong (Vagula) dan bergua-gua (Cavernous) mungkin juga karena adanya celah-celah
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
atau retakan di dalam formasi. Sehingga dapat menimbulkan Lost Circulation pada formasi tersebut. Cara penanggulangannya adalah dengan cara mengurangi densitas atau berat jenis lumpur sampai tekanan hidrostatik lumpur menjadi sama dengan tekanan formasi, memasukkan sejumlah lumpur yang mengandung LCM (Loss Circulation Materials). 2.4 Laju Tapisan (Fluid Loss) Fluid Loss atau laju tapisan adalah kehilangan sebagian fase cair (filtrate) lumpur dan masuk ke dalam formasi permeabel. Zat cair yang masuk ini disebut filtrate yang hilang (filtrate loss) akan memberikan tekanan balik pada formasi terhadap tekanan hidrostatik lumpur, sehingga efek tekanan hidrostatik lumpur akan lebih kecil. Jadi dengan filtrate loss yang besar akan memberikan penetration rate yang besar, batuan yang akan dibor akan lebih lunak dengan kemasan air tersebut. 2.5 Pengenalan Limbah Pulp Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan kayu berserat (kayu maupun non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia, kimia). Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas. Limbah pulp yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini merupakan limbah padat pulp. Limbah padat pulp adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan industri. Sumber limbah padat misalnya pabrik gula, pulp, kertas, rayon, dan lain-lain. Pulp juga merupakan kumpulan serat-serat yang diambil dari bagian tumbuhan yang mengandung serat antara lain dari bagian batang, kulit, akar, daun dan buah. Pulp yang berasal dari kayu disebut pulp kayu (wood pulp). Kayu merupakan bahan dasar dalam industri kertas mengandung beberapa komponen antara lain : a. Selulosa. b. Hemiselulosa. c. Lignin. d. Ekstraktif. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Komposisi Lumpur Pemboran Lumpur yang akan diuji dan diamati dalam penelitian ini pada dasarnya memiliki material/bahan kimia (chemical) lumpur yang sama. Namun yang terpenting disini adalah kadar ada atau tidaknya penggunaan suatu bahan kimia lumpur dalam komposisi yang satu bila dibandingkan dengan komposisi lainnya. Dan adapun komposisi secara umum dari lumpur yang dipakai dalam studi laboratorium dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
327
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 1. Komposisi Lumpur Pemboran Material SG X1 X2 Lumpur Fresh Water 1 339,4 336 (ml) KCl (gr) 2,63 22,5 22,5 Caustic Soda 2,50 0,5 0,5 (gr) XCD (gr) 1,30 0,1 0,1 Pac - R (gr) 1,50 2,5 2,5 Pac - L (gr) 1,30 Limbah Pulp 1,50 0 5,0 (gr)
X3 332, 7 22,5 0,5 0,1 2,5 10
Tabel 1 menunjukan komposisi lumpur berbahan dasar KCl polimer. Kemudian pada komposisi lumpur tersebut ditambahkan limbah pulp dengan kadar yang berbeda untuk masing-masing komposisi Hasil pengukuran water loss atau laju tapisan terlihat bahwa setelah penambahan limbah pulp nilai laju tapisan semakin berkurang. Berikut hasil penelitian tentang Filtrasi Loss atau Water loss selama 30 menit terhadap berbagai variasi temperatur. Dari Tabel 2 berikut, terlihat bahwa water loss atau laju tapisan akan mengecil seiring dengan bertambahnya limbah pulp yang ditambahkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan limbah pulp berbanding terbalik dengan water loss atau laju tapisan yang terjadi. Sementara berbagai peningkatan temperatur yang dilakukan akan meningkatakan water loss atau laju tapisan. Tabel 2. Pengukuran Water loss 30 menit Water Loss 30 menit, 100 psi (cc) Komposisi 83 133 183 233 o o o o F F F F X1 11 11,4 11,8 12,4 X2 6,8 7,3 7,8 8,2 X3 4,8 5,2 5,6 6,0 4.
KESIMPULAN
Dari analisa yang dilakukan dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
2.
328
Penambahan limbah pulp sangat baik dalam menurunkan nilai laju tapisan yaitu pada komposisi X3 dengan penambahan pulp 10gr diperoleh 4.8 cc pada temperatur 830F, 5.2 cc pada temperatur 1330F,5.6 pada temperature 1830F dan 6.0 pada temperature 2330F. Kenaikan temperatur menyebabkan naiknya nilai laju tapisan pada setiap komposisi lumpur X1, X2 dan X3.
ISBN: 979-458-808-3
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8] [9]
DAFTAR PUSTAKA Bourgoyne, A, T, et al, “Applied Drilling Engineering : SPE Te tbook Series Volume 2”, USA, 1991. Rosyidan, Cahaya dkk “Evaluasi Hilang Sirkulasi pada Sumur M Lapangan B akibat Beda Besar Tekanan Hidrostatis Lumpur dengan Tekanan Dasar Lubang Sumur”, Seminar Nasional Fisika, Jakarta: UNJ, 2015. Kabelen, F.X. P Sili Tupen. 2015. “Studi Laboratorium Pengaruh Penambahan Limbah Pulp Terhadap Sifat Rheologi Lumpur Bentonnite tanpa Dispersi dan dengan Dispersi di Dalam Temperatur Tinggi”,Skripsi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti, Jakarta. “Penuntun Praktikum Peralatan Bor”, Laboratorium Konservasi Peralaan, Universitas Trisakti, Jakarta, 2001. Rabia, H, “Oil Well Drilling Engineering : Principle And Practice”, Graham and Trotman Inc, Gaithersburg, USA, 1985. Rubiandini, Rudi, “Diktat Kuliah Teknik dan Alat Pemboran Volume 1”. HMTM-PATRA, ITB, 1994. Rubiandini, Rudi, “Diktat Kuliah Teknik dan Alat Pemboran Volume I1”. HMTM-PATRA, ITB, 1994. Rubiandini, Rubi, “Perancangan Pemboran”. HMTM PATRA, ITB, 1994. Rukmana, Dadang, “Teknik Reservoir Teori Dan Aplikasi”, UPN “Veteran”, Yogyakarta, 2012.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Energi Terbarukan
329
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
330
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
KOMPUTASI PARAMETER KONTROL PADA IMPLEMENTASI RULE SURAM SISTEM PENGERING TENAGA SURYA 1.
Zakarias Situmorang1 dan Johanes Andriano Situmorang2 Fakultas Ilmu Komputer Universitas Katolik Santo Thomas SU Medan Jl. Setiabudi No. 479-F Tanjungsari Medan 20132 2. Departemen Elektro Universitas Gadjah Mana Yogjakarta Email :
[email protected]
ABSTRAK Konversi radiasi surya dapat dilakukan menjadi variabel keadaan udara dan cuaca yang diwakili oleh temperatur ambien dan humiditi ambien. Tujuan dari konversi ini adalah optimalisasi pemanfaatan perangkat keras (sensor) khususnya pada prototipe sistem pengeringan tenaga panas surya. Konversi ini memberi kemudahan pada perancangan sistem pengontrol yang membutuhkan parameter-parameter kontrol yang erat kaitannya dengan hasil pengukuran radiasi surya. Analisis dilakukan berbasis pengalaman dan uji coba pada sebuah schedul pengeringan bahan. Dari hasil konversi yang telah dilakukan diperoleh kemudahan proses algoritma perhitungan parameter priode control untuk aktuator sistem kontrol pada sebuah schedul pengeringan. Kata kunci : Konversi, Radiasi surya, Priode control. 1. PENDAHULUAN Proses pengontrolan pada proses pengeringan bahan tenaga panas surya ini dilakukan dengan bagian yang dikontrol adalah: i. Mengontrol energi yang berasal dari panas surya yang diberikan oleh kolektor dan heater. Jumlah energi yang diberikan oleh kolektor berdasarkan intensitas cahaya surya, sedangkan heater memberikan panas melalui udara panas. Energi yang dibawa oleh udara dari heater dimodifikasi menjadi sebuah fungsi linier heater (ON). ii. Mengontrol sprayer, yaitu alat yang dipakai untuk memberikan air, berupa uap kedalam ruang pengering. Tujuannya untuk menjaga kelembaban udara diruang pengering. Untuk mengontrol kelembaban udara diperlukan juga ventilasi atau damper. Mengontrol ruang pengering sesuai jadwal pengeringan akan menetapkan satu siklus pengeringan yang terdiri dari beberapa tahapan proses, dimana setiap tahapan proses variabel kelembaban dan temperatur dipertahankan konstan pada harga tertentu selama waktu tertentu pula. Mengontrol temperatur dan humiditi ambient, dan keadaan iklim yang mempengaruhi kinerja alat pengering ini. iii. Mengontrol damper/ventilasi, yaitu alat yang dipakai untuk membuang udara jenuh untuk digantikan dengan udara yang baru. Damper dibuat berpasangan sehingga bila sebuah damper membuang udara jenuh maka pasangannya akan memasukkan udara kering baru. Hal ini dilakukan untuk mengatur kelembaban udara di ruang pengering. Bila damper ditutup maka kelembaban udara pada ruang pengering akan naik oleh penguapan air yang berasal dari kayu. Bila damper dibuka maka energi panas terbuang ditentukan oleh enthalpi udara keluar dikali berat udara keluar
dikurangi enthalpi udara masuk dikali berat udara masuk. Uji coba prototipe alat pengering bahanini telah dilakukan 3 kali, yaitu uji coba-1 tanggal 19 Mei 2015 s/d 2 Juni 2015, Uji coba-2 tanggal 3 – 7 Juni 2015, dan uji coba-3 pada tanggal 10 – 14 Juni 2015. Ketiga uji coba ini menggunakan jenis bahan sengon yang banyak tersedia dan digunakan khususnya di kota Medan. Gambaran prototipe alat dan bentuk susunan kayu pada prototipe diberikan pada gambar 1, dan didukung oleh data dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Geofisika.
Gambar 1. a. Prototipe Alat Pengering Kayu Tenaga Panas Surya b. Susunan Beban Kayu
331
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
2. PROSES KONVERSI Radiasi Surya yang terukur oleh Piranometer merk Chino type MS-801 yang menpunyai tegangan maksimum +50 mVDC, diletakkan diujung atas atap ruang pengering kayu., dikonversi dalam bentuk variabel temperatur ambient dan humiditi ambient, dengan tujuan memudahkan operasional dan implementasi fuzzy controller. Hal ini bertujuan untuk penyederhanaan perangkat keras, dimana nilai radiasi surya diwakili oleh variabel temperatur ambient dan humiditi ambient. Alasan lain untuk konversi ini adalah mengurungai time delay sistem. Sehingga dengan masukan temperatur ambient dan humiditi ambient lebih awal memberikan antisipasi lebih cepat. Dan jika lebih dahulu di ubah menjadi suhu maka time delay akan semakin besar. Data radiasi surya diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika dan dalam waktu bersamaan dilakukan pengukuran terhadap temperatur ambient dan humiditi ambient, dan dilakukan analisis regresi untuk memperoleh batasan bawah dan batasan
ISBN: 979-458-808-3
atas untuk setiap nilai radiasi surya yang diperlukan pada schedul pengeringan bahan.
6.sprayer 5.Damper in 2.Pintu
1.Dinding
4.kipas
3.heater 7.kolektor
8.kaca
Ta dan Ha
5.Damper out
Gambar. 2 Radiasi Surya Pada Alat Pengering Besaran radiasi surya dapat dikonversi dalam variabel temperatur ambient dan humiditi ambien sesuai tabel 1.
Tabel.1. Konversi Radiasi Surya ke Variabel Temperatur Ambient dan Humiditi Ambien untuk bahan Jenis Albasia Albizia Wood (Kayu Sengon). Set Set Temp. Ambient Ta(oC) Hum. Ambient Ha (oC) Radiasi Point Point No. MC (%) Surya Io Td0 Hd0 Min Rata2 Maks Min Rata2 Maks (Watt/m2) o ( C) (%) 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12 1 45 60 25.5 - 50 561.0 29.1 30.1 31.1 52 60 68 2 50 55 10.4 – 25.5 662.0 29.7 30.7 31.7 46 54 62 50 7.8 – 10.4 3 55 763.0 30.5 31.5 32.5 40 48 56 45 7.3 – 7.8 40 6.7 – 7.3 4 60 617.5 29.4 30.4 31.4 50 58 66 35 6.4 – 6.7 5 65 (F) 60 6.3 - 6.4 535.0 28.9 29.9 30.9 54 62 70 Catatan : i. Untuk MC ≥ 25 %,( Td0 = 45 s/d 55), maka radiasi surya yang dibutuhkan I 0 460 20.2(Td o 40) (watt/m2) ii. Untuk MC 25 %,( Td0 = 60 s/d 70), maka radiasi surya yang dibutuhkan I 0 700 16.5(Td o 55) (watt/m2) iii. Control Priode untuk sepenuhnya menggunakan radiasi surya [kolom 13] Cp 0.1 0.0003( I 0 400) (0C/menit) iv. F = Fakultatif Hasil Pengukuran ujicoba-3 merupakan data terbaik pada ujicoba Prototipe Alat Pengering kayu tenaga panas surya. Adapun data yang dihasilkan adalah a. Data pengukuran temperatur ruang pengering dan kandungan air kayu (gambar 3) b. Data pengukuran temperatur ambient, humiditi ambient, radiasi surya (gambar 4).
332
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Data Pengukuran Temperatur Drying dan MC Kayu Pada Ujicoba-3 10 Juni 2008 s/d 14 Juni 2008
Temperatur Drying (oC) MC Kayu (%)
70 60 50 40 30 20 10
5:28
2:46
0:04
21:22
18:40
15:58
13:16
7:52
10:34
5:10
2:28
23:46
21:04
18:22
15:40
12:58
7:34
10:16
4:52
2:10
23:28
20:46
18:04
15:22
9:58
12:40
7:16
4:34
1:52
23:10
20:28
17:46
15:04
9:40
12:22
0
Waktu Pengukuran Temperatur Drying
MC Kayu
Set Point Temperatur
Gambar. 3. Data Pengukuran Temperatur Drying dan MC Pada Uji Coba-3
Gambar 4. Data Pengukuran Temperatur Ambient, Humiditi Ambient dan Radiasi Surya pada Uji Coba-3. 3. PROSES PENGONTROLAN Memanfaatkan besarnya energi surya yang dinyatakan oleh temperatur ambient dan humditi ambient sebagai variabel kontrol, maka sistem pengontrolan sistem fuzzy menggunakan Rule SURAM, yang diungkapan dalam bentuk IF X1 is P1 AND X2 is P2 OR...OR.... THEN Y is Q. Tujuan utama aplikasi rule SURAM ini adalah mempertahankan kondisi ruang pengering pada nilai set point. Ada 8 rule SURAM untuk mengontrol heater yang dianalisa memanfaatkan operator logika fuzzy: i. IF cuaca is Sangat_Mendung AND temperatur_ambient is Dingin OR temperatur_ambient is Agak_Dingin OR temperatur_ambient is Sejuk OR temperatur_ambient is Sedang OR temperatur_ambient is Hangat OR temperatur_ambient is Agak_Panas THEN heater is lama. ii. IF cuaca is Sangat_Mendung AND temperatur_ambient is Panas THEN heater is Lama. iii. IF cuaca is Mendung AND temperatur_ambient is dingin OR temperatur_ambient is
Agak_Dingin OR temperatur_ambient is Sejuk OR temperatur_ambient is Sedang OR temperatur_ambient is Hangat THEN heater is Medium. iv. IF cuaca is Mendung AND temperatur_ambient is Agak_Panas OR temperature_ambient is Panas THEN heater is Medium. v. IF cuaca is Sedang AND temperatur_ambient is Dingin OR temperatur_ambient is Agak_Dingin OR temperatur_ambient is Sejuk OR temperatur_ambient is Sedang THEN heater is Short. vi. IF cuaca is Mendung AND temperature_ambient is Hangat OR temperatur_ambient is Agak_Panas OR temperatur_ambient is panas THEN heater is Zero. vii. IF cuaca is Cerah AND temperatur_ambient is Dingin OR temperatur_ambient is Agak_Dingin OR temperatur_ambient is Sejuk OR temperatur_ambient is Sedang OR temperatur_ambient is Hangat OR temperatur_ambient is Agak_Panas OR
333
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Dalam bentuk implementasinya 8 rule SURAM ini disempurnakan dengan memperhatikan kondisi set point temperatur drying Td [(n+1)T] dan humiditi drying Rd [(n+1)T], serta kondisi cuaca oleh humiditi ambient (Ha), sehingga hasilnya merupakan suatu kondisi yang mampu melihat keadaan sekitar. Perancangan sistem pengontrol membutuhkan parameter-parameter kontrol yang diperoleh dari hasil uji pengukuran. Adapun parameter-parameter kontrol yang dianalisis adalah: a. Priode control terhadap damper, sprayer, dan heater dan pintu, b. Priode control terhadap damper, sprayer, dan heater pada saat radiasi surya dibawah 400 watt/m2 c. Waktu yang diperlukan untuk proses pengontrolan dalam setiap step dari jadwal pengeringan (control priode) d. Konversi besaran radiasi surya dalam variabel temperatur ambient (0C) dan humiditi ambient (%). 4. ANALISIS PARAMETER KONTROL Dari gambar 3. dan gambar 4 diperlihatkan bahwa proses pengeringan bahan akan sangat dipengaruhi oleh perubahan radiasi surya, yaitu dalam variabel temperatur ambient dan humiditi ambient. Step respons temperatur drying dengan set point dari temperatur drying 300C ke 450C diberikan pada gambar 5. Diperoleh bahwa waktu penetapan τs untuk prototipe diperoleh setelah 38 menit , yaitu dari pukul : 09: 42 wib s/d 10:20 . dibawah pengaruh rata-rata radiasi surya sebesar : 375.2 Watt/m2 dan heater dalam keadaan aktif (ON). Maka priode control untuk kenaikan temperatur drying dari 300C sampai 450C diperoleh: (45 29.3) 0 C cp surya (10 : 18 09 : 42)menit
cp surya 0.43610 C / menit 0.44 o C / menit Dengan radiasi surya rata-rata : 375.2 Watt/m2 dan heater dalam keadaan aktif diperoleh kenaikan temperatur ruang pengering kayu selama 1 menit sebesar 0.44 OC. Hasil penalaran data ujicoba prototipe ini disajikan pada tabel 2.
334
Step Respon Temperatur Drying Pada Ujicoba-3 60 50 40 30 20
τ
Temperatur Drying
Set Point Temperatur Drying
Waktu Pengukuran
τs
Gambar. 5. Step Respons Temperatur Drying pada Uji Coba-3. Tabel 2. Hasil Penalaran Data Pengukuran Temperatur untuk Prototipe. No. 1. 2. 3. 4.
Sifat karakteristik Penguatan Proses : Kp Konstanta waktu : τ Waktu Tunda : τd Waktu Penetapan : τs
Besaran 0.44 0C/ menit 16 menit 3,30 menit 36 menit
Variabel input yang diperlukan dan diukur melalui 2 buah sensor SHT11 diberikan pada tabel 3 dan bentuk keluaran sistem kontrol diberikan oleh tabel 4. Tabel 3. Variabel Masukan pada Sistem Kontrol No. 1. 2. 3. 4.
Nama Variabel Temperatur ambient Ta Humiditi ambient Ha Temperatur drying Td Humiditi drying Rd
Range 0 – 150 0 C 0 – 100 % 0 – 150 0 C 0 – 100 %
Keterangan Dilakukan melalui RTC untuk mengatur waktu sesuai time sampling pencuplikan data Syarat defuzzikasi untuk kondisi udara pada fuzzy controller syarat rule SURAM
Memaksimalkan penggunaan energi surya, maka perlu dilakukan suatu sistem pengontrolan yang tanggap akan perubahan besaran energi surya dan temperatur lingkungan. Rule SURAM mampu mengoptimalkan pengunanan energi surya serta cepat tanggap akan perubahannya. Proses ini akan memberikan harapan akan penggunaan minimal dari energi elektrik dan sistem cepat merespon perubahanperubahan akan kondisi lingkungan. Tabel 4. Keluaran pada Sistem Kontrol No.
Rule
Keterangan Heater Damper Sprayer
SUR1. AM – 1
off
off
S
2.
SURAM – 2
H
off
off
3.
SURAM – 3
H
D3
off
4.
SURAM – 4
H
D2
S
5.
SURAM – 5
H1
D3
off
Kondisi Menurunkan temperatur drying Td dan menaikkan humiditi drying Rd secara cepat Menaikkan temperatur drying secara cepat dan menurunkan Rd. Menaikkan temperatur drying Td dan mempertahankan humiditi drying Rd. Menaikkan temperatur drying Td dan menurunkan humiditi drying Rd. Menurunkan temperatur drying Td dan mempertahankan humiditi drying Rd
11:28
11:24
11:20
11:16
11:12
11:08
11:04
11:00
10:56
10:52
10:48
10:44
10:40
10:36
10:32
10:28
10:24
10:20
10:16
10:12
10:08
10:04
9:56
10:00
9:52
τ
9:48
0
9:44
10d
9:40
Temperatur Drying (oC)
temperatur_ambient is Panas THEN heater is Zero. viii. IF cuaca is Sangat_Cerah AND temperatur_ambient is Dingin OR temperatur_ambient is Agak_Dingin OR temperatur_ambient is Sejuk OR temperatur_ambient is Sedang OR temperatur_ambient is Hangat OR temperatur_ambient is Agak_Panas OR temperatur_ambient is panas THEN heater is Zero.
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
6.
SURAM – 6
H2
off
S
7.
SURAM – 7
off
off
off
8.
SURAM – 8
H
D1
off
Menurunkan temperatur drying Td dan menurunkan humiditi drying Rd Mempertahankan temperatur drying Td dan mempertahankan humiditi drying Rd Mempertahankan temperatur drying Td dan menyesuaikan humiditi drying Rd dengan humiditi ambient Ha
Keunggulan Rule SUR-AM ini adalah mengurangi time delay (Waktu tunda) terhadap respons aktuator, dimana untuk mengaktifkan aktuator tidak perlu sampai proses pengaruh energi surya pada temperatur dan humiditi di ruang pengering. 5. KESIMPULAN Optimalisasi perangkat keras dapat dilakukan dengan menganalisis penggunaan variabel keadaan sistem. Hal ini dilakukan pada sistem pengeringan kayu tenaga panas surya, yaitu melakukan konversi radiasi surya menjadi variabel keadaan udara dan cuaca yang diwakili oleh temperatur ambien dan humiditi ambien. Konversi ini memberi kemudahan pada perancangan sistem pengontrol yang membutuhkan parameter-parameter kontrol yang erat kaitannya dengan hasil pengukuran radiasi surya. Analisis dilakukan berbasis pengalaman dan uji coba pada jadwal pengeringan kayu sengon. Dari hasil konversi yang telah dilakukan diperoleh kemudahan proses algoritma perhitungan parameter priode control untuk aktuator sistem kontrol pada sebuah schedul pengeringan bahan. 6. DAFTAR PUSTAKA Müller, J., 2007, Solar Drying Kilns for Wood, Thermo-System Industrieund Troknungstechnik GmbH, Germany, www.thermo-system.com, 23-11-2007 Nogueira, A., et all, 2005, Simulation and control strategies for an energetically efficient wood drying process, EFITA/WCCA Joint Congress on IT in Agriculture, Vila Real Portugal, page 244 -251. Patrick P.K. L., and Natalie R.Spooner, 1995, “Climatic control of a storage chamber using
fuzzy logic”, Proceedings of the 2nd New Zealand Two Stream International Conference on Artificial Neural Networks and Expert Systems (ANNES’9 ) © 199 IEEE Ray. D.C., Neelesh Gataani., Enrique Del Castillo. And Paul Blankenhorn, 2005, Time Series Techniques for Dynamics: real time control of Wood-Drying Proceses, Forrest Products Journal, Vol 55., No. 10., pp. 64 - 71 Situmorang, Z., Retantyo Wardoyo., Sri Hartati., Jazi Eko Istiyanto, 2009a, . The Schedule of Optimal Fuzzy Controller Gain with Multi Model Concept for a Solar Energy Wood Drying Process Kiln, International Journal Optimization dan Quality Manajemen, Volume 15 No.2 Tahun 2009 Situmorang, Z., Retantyo Wardoyo., Sri Hartati., Jazi Eko Istiyanto, 2009b., Computation of Parameteric Adaptive Fuzzy Controller for Wood Drying System, International Conference on Power Control And Optimization (PCO-2009),Bali, Indonesia 1-3, Juni 2009. Situmorang, Z., Retantyo Wardoyo., Sri Hartati., Jazi Eko Istiyanto, 2009c., Fuzzy Rule Suram for Control System of a Solar Energy Wood Drying Chamber, International Conference on Power Control And Optimization (PCO2009),Bali, Indonesia 1-3, Juni 2009. Skuratov. N.V., 2003, Computer Simulation and Dry Kiln Control, 8th International IUFRO Wood Drying Conference, page 406 – 412 Solar Kiln Designs Solar Heated, Lumber Dry Kiln Designs http://www.woodweb.com/knowledge_base/So lar_Kiln_Designs_2.html, 27-11-2007 Tang.K.S., Kim Funh Man, Guanrong Chen, and Sam Kwong, 2001.,”An Optimal Fuzzy PID Controller”.’ IEEE Transactions on Industrial Electronics, Vo. 48, N0. 4, pp. 757 – 765 Wang, X.G. Liu, W. Gu, L. Sun, C.J. Gu, C.E. de Silva, C.W., 2001, Development of An Intelligent Control System for wood drying proceeses , Advanced Intelligent Mechatronics Proceedings. 2001 IEEE/ASME International Conference. Vol.I, page : 371 – 376.
335
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
REVOLUSI POMPA HIDRAM SAMOSIR Marlen Samosir1, Amin Wahyono2, Oloan Purba3 Punguan Toga Samosir Dohot Boruna se-Indonesia dan Yayasan Patorsa, Jakarta Selatan12520 Telp : (021) 78830976 2 Alhytech Team Telp:(0355) 878454 contact e-mail :
[email protected]
1
ABSTRAK Air adalah kebutuhan utama yang sangat penting sebagai sumber kehidupan. Akibat eksploitasi hutan di Pulau Samosir yang tidak melakukan reboisasi yang seimbang telah mengakibatkan konservasi alam Samosir tidak terjaga baik sehingga ekosistem mengalami degradasi. Akibatnya beberapa sungai yang dulu mengalir sepanjang tahun, sekarang hanya mengalir di saat musim hujan dan kering bila musim kemarau tiba. Karena itu diperlukan suatu alat pompa yang mampu mengangkat air dari permukaan rendah yaitu permukaan air Danau Toba ke permukaan yang lebih tinggi dengan biaya operasional yang rendah dan dapat bekerja sepanjang waktu. Salah satu teknologi tepat guna tersebut adalah Pompa Hidraulik Ram atau sering disebut pompa Hidram. Pompa ini tidak memerlukan energi listrik maupun BBM. Pompa ini bekerja dengan memanfaatkan energi kinetis aliran menjadi tekanan dinamik. Pompa ini dapat mengangkat air hingga setinggi 8,9 meter dari permukaan Danau Toba dan debit rata-rata air yang dapat diangkat adalah 34,65 liter/menit (saat norma) dan 20,97 liter/menit (pada saat surut). Efisiensi pompa hidram ini adalah 69.31% (normal) dan 41.58% (pada saat surut). Pompa ini sangat mudah pengoperasiannya dan perawatan yang mudah dan murah serta sangat cocok dipergunakan di daerah sekitar Danau Toba dengan sumber airnya yang melimpah. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi hutan yang tidak memerhatikan reboisasi telah mengakibatkan kerusakan lingkungan di daerah Kabupaten Samosir. Salah satu contoh yang jelas dapat kita lihat adalah sungai Sidari yang kering pada musim kemarau dan kembali mengalir jika musim hujan tiba. Sungai itu terletak di Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir. Hal ini berdampak pada terganggunya aktivitas warga sekitar, seperti pertanian, peternakan, kebutuhan air minum, dll. Upaya mengatasi masalah ini telah dilakukan pompanisasi menggunakan pompa diesel dengan memakai bahan bakar solar. Namun, disebabkan biaya operasional dan pemeliharaan yang mahal mengakibatkan usaha ini gagal dan pompa tersebut sekarang sudah menjadi besi tua. Keadaan ini membuat kehidupan masyarakat sulit mendapatkan air untuk kebutuhan domestik, irigasi dan kebutuhan air lainnya. Punguan Toga Samosir se-Indonesia memprakarsai ide pembangunan pompa dibantu Team Alhytech Engineering Trenggalek dari Jawa Timur. Setelah melakukan beberapa studi literatur, studi lapangan, riset dan penelitian, akhirnya tim menghasilkan inovasi baru untuk memompa air Danau Toba. Pompa ini diberi nama "Pompa Hidram Samosir". Pompa Hidram Samosir ini adalah salah satu alternatif untuk memecahkan masalah tersebut dan ini kami namakan "Revolusi Pompa Hidram Samosir". Ciri Pompa Hidram ini adalah tanpa mengunakan energi listrik, tanpa BBM, low maintenance dan long life work.
336
1.2
Tujuan Adapun tujuan revolusi Hidram Samosir adalah: Membuat potensi terjunan, pembangkit energi kinetis yang saat ini belum ada. Caranya adalah menggali ruang pompa dengan beda ketinggian 5 meter antara permukaan air Danau Toba dan pompa. Ketika air surut, beda ketinggian antara permukaan air Danau Toba dan pompa akan menjadi 3 meter. Angka ini didapat setelah dilakukan pengukuran dan pengamatan ketika air Danau Toba pasang maupun surut. Merekayasa Pompa Hidram Samosir, yaitu dengan: a. Merekayasa terjunan air, minimal 3 meter. b. Untuk mengeluarkan air sisa, buangan pompa dilengkapi dengan soft valve. Air sisa akan dialirkan menuju bak penampung air sisa yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti untuk lahan pertanian dan peternakan. Desain, pemetaan lokasi, pembangunan pompa, penampungan hasil dan saluran. Persiapan tenaga Teknisi, untuk perawatan dan perbaikan. Pemberdayaan dan penguatan organisasi. METODOLOGI 2.1 Tempat Penelitian Pompa hidram ini direncanakan dibangun di Desa Onan Runggu, Kabupaten Samosir sebagai proyek percontohan. Proyek pembangunan pompa ini akan dijadikan sebagai pusat dan objek penelitian untuk mengembangkan teknologi pompa hidram serta
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
menemukan inovasi-inovasi baru pemanfaatan sumber air Danau Toba yang sangat melimpah sebagai kekayaan alam lokal. 2.2
Peralatan Pengujian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pompa hidram jenis Degdaya. Spesifikasi pompa hidram sebagai adalah - Pipa PVC input 4” dan Output 1 1/4” PVC tipe AW. - Ukuran body 50 cm. - Tabung dengan diameter 6” dengan tinggi 100 cm. - Daya hantar +30 meter. - Massa pompa = ± 50 kg. 2.3
Prosedur Perancangan Pompa Hidram Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam perancangan pompa hidram ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan head masuk pompa. Untuk menentukan head masuk pompa, dilakukan pengamatan atau observasi pada permukaan Danau Toba ketika surut maupun ketika permukaan Danau Toba normal. Rencana tinggi head permukaan Danau Toba terhadap pompa pada saat normal adalah 5 meter
dan tinggi head permukaan Danau Toba terhadap pompa pada saat surut adalah 3 meter. Menentukan diameter pipa masuk. Pada penelitian ini digunakan pipa masuk/pipa luncur dengan ukuran 4” yang terbuat dari besi. Menentukan diameter pipa keluar. Pipa keluar sebagai penghantar hasil terbuat dari PVC 1 ¼ “ tipe AW. Menentukan panjang pipa masuk. Panjang pipa masuk atau pipa luncur adalah sepangjang 18 meter. Menentukan bahan Pipa. Bahan pipa masuk atau pipa luncur terbuat dari besi dan bahan pipa keluar (output) penghantar adalah terbuat dari PVC tipe AW. Menentukan jenis pompa yang digunakan. Pompa yang digunakan adalah pompa hidram tipe Degdaya. Perancangan rumah pompa, pompa dilaksanakan/difabrikasi di Bengkel desa Sukorame, Gandusari, Trenggalek, Jawa Timur. Fabrikasi ini meliputi pembuatan rumah pompa, pembuatan katub limbah atau soft valve, pembuatan katub hantar, pembuatan tabung udara.
9 8
1
6 2
3 7 4 5 5
Gambar 2.1 Pompa Hidram dan Pengembangan Inovasi Pembangkit Listrik dan Pengairan Keterangan gambar: 1. Penstabil permukaan. 2. Pipa saluran (input). 3. Bak penampung (penenang). 4. Pipa luncur. 5. Rumah pompa. 6. Tabung konsentrator hasil. 7. Penampung air sisa. 8. Bak penampung hasil pompa hidram. 9. Mikro Hidro low Head (Pembangkit listrik tenaga mikro Hidro) 337
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Prinsip kerja pompa hidram merupakan proses perubahan energi kinetis aliran air menjadi tekanan dinamik dan sebagai akibatnya menimbulkan palu air (water hammer) sehingga terjadi tekanan tinggi dalam pipa tabung udara. Dengan mengusahakan supaya katup limbah (waste valve) dan katup pengantar (delivery valve) terbuka dan tertutup secara bergantian, maka tekanan dinamik diteruskan, sehingga tekanan inersia yang terjadi dalam pipa pemasukan memaksa air naik ke pipa pengantar. Jika semakin besar debit air dan nilai luncurannya tinggi, maka ketinggian air yang dapat dinaikkan/dihantarkan melalui pipa juga akan semakin besar dan air yang diproduksi juga akan semakin banyak. Sumber air Danau Toba yang sangat melimpah dapat direkayasa agar bisa mengalir dengan membangun ruang kedap air tempat pompa di daratan dengan level lebih rendah dari permukaan Danau Toba. Secara berurutan, prosesnya adalah air Danau Toba mengalir dari pipa input yang dihubungkan dengan stabilizer permukaan (1). Melewati pipa saluran (2). Mengisi bak penampung/penenang (3). Air meluncur melewati pipa luncur (4), melaju dengan tenaga kinetik menuju rumah pompa (5). Air sisa pompa dibuang ke ruang sisa. Buang pompa dilengkapi dengan soft valve. Air sisa menuju bak penampung air sisa (7) yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Output pompa ditampung oleh tabung konsentrator (6), dihubungkan dengan saluran pembawa menuju Bak Penampung Hasil Pompa Hidram (8). Mulai Survei dan Pengukuran Lokasi Danau Toba
Desain, Produksi dan Aplikasi Laboratorium Mirip Lokasi Danau Toba
Optimasi Sistem dan Memaksimalkan Fitur
Unjuk Kerja dan Uji Hasil Optimasi
Tidak Layak
ISBN: 979-458-808-3
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Perhitungan Debit Output dan Efisiensi Pompa Merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Facrudin, 2008 didapat korelasi parameter input, ouput dan koefisien pada pompa hidram seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 1 Korelasi parameter input, ouput dan koefisien
(Sumber : Wahyudi dan Facrudin,2008) Berdasarkan data empiris di atas didapat persamaan untuk mencari debit output Q2, yaitu sebagai berikut: .................................... (3.1) dengan: α Q1 Q2 H1 H2
= Koefisien = Debit Input (L/menit) = Debit Output (L/menit) = Head input (m) = Head output (m)
Dengan melakukan analisa pada data hasil pengujian yang telah dilakukukan beberapa tempat, didapatkan hasil rata-rata α = 2,10. Sehingga persamaan 3.1 dapat dituliskan menjadi: .................................... (3.2) Dengan mengunakan rumus di atas, kita dapat menghitung debit maksimum yaitu pada saat permukaan Danau Toba normal dan debit minimum, yaitu pada permukaan Danau Toba saat surut. Diketahui: Debit air yang masuk ke pompa (Q1)= 50 liter/menit. Tinggi luncuran saat tidak surut (H1 normal = 5 meter,) saat surut (H1 surut = 3 meter. Tinggi hantaran/output (H2, total head) = 15,15 m . Dicari: debit hasil pompa (Q2) dan Efisiensi pompa?
Ya Perencanaan dan Pembangunan
Selesai
Gambar 2.2 Flowcart Penelitian
338
Jawab : surut)
(Q2 saat normal) & (Q2 saat
ISBN: 979-458-808-3
a.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Q2 saat Normal
KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN Setelah dilakukan analisa secara teoritis, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut ini.
= = 34, 65 liter/menit
1.
b.
2.
Q2 saat Surut
=
3.
= 20,79 liter/menit
4.
Jika hasil pompa dalam waktu 24 Jam dihitung, maka hasilnya sebagai berikut ini:
Terjadi beda ketinggian permukaan Danau Toba pada saat normal dan pada saat surut. Beda tinggi antara permukaan Danau Toba dengan pompa pada saat normal adalah 5 meter. Beda tinggi antara permukaan Danau Toba dengan pompa pada saat surut adalah 3 meter. Diperoleh debit ouput pada saat permukaan air Danau Toba normal adalah Q2 normal = 34,65 liter/menit dan debit pada saat surut adalah Q2 Surut= 20,79 liter/menit. Hasil efisiensi pompa maksimum terjadi pada saat permukaan Danau Toba normal (5 meter) yaitu sebesar 69,31%. Sedangkan pada saat surut, efisiensi pompa hanya mencapai 41,58%. Pendapatan sebesar Rp 6.225.000 / bulan dapat digunakan untuk menggaji 1 orang teknisi dan 1 orang administrasi per bulan. Dengan demikian, pompa ini dapat beroperasi dengan baik dengan adanya biaya operasional, maintenance, dll.
4.1 a.
Saat normal
Qtotal = 34, 65 liter/menit x 60 menit x 24 jam = 49.901 liter Air dengan volume 49.901 liter dapat memenuhi sebanyak 249 Kepala Keluarga. Dengan asumsi per kepala keluarga membutuhkan 200 liter air/hari.
b.
Saat surut
Qtotal = 20,79 liter/menit x 60 menit x 24 jam = 29.941 liter Jika mengunakan meterisasi dengan iuran bulanan Rp. 25.000 /bulan, maka diperoleh pendapatan: Pendapatan Bulan = Rp 25.000 x 249 Rp 6.225.000 / bulan.
=
Pendapatan sebesar Rp 6.225.000 / bulan dapat digunakan untuk gaji 1 orang teknisi dan 1 orang administrasi per bulan. Dengan demikian, pompa ini dapat beroperasi dengan baik.
SARAN DAN REKOMENDASI Lebih lanjut akan dikembangkan secara estafet untuk menaikan air ke daerah yang lebih tinggi lagi dan simultan dengan itu juga akan merekayasa turbin untuk menghasilkan listrik yang sering disebut "Micro Hydro'. Inovasi teknologi inilah yang diharapkan bisa mengelaborasi sektor-sektor lainnya sebagai "POWER" yang bisa dibangun secara berkelanjutan untuk mewujudnyatakan salah satu Nawa-Cita Jokowi-JK, "Membangun dari Desa" sekaligus mengimplementasikan UU Desa th 2014 dan mempercepat terwujudnya Geo Park Kaldera Toba untuk menuju “SAMOSIR MODERN”, antara lain: 1. The Power of Hydrology (Danau Toba), 2. The Power of Agronomy, 3. The Power of Tourism, 4. The Power of Ecology, 5. The Power of IT, 6. The Power of Cooperation, 7. The Power of Education (SMK dan Politeknik), 8. The Power of Language (English), 9. The Power of Finance (Samosir Micro Bank), 10. The Power of Transportation, 11. The Power of BUMDes, 12. The Power of Culture Ke-12 Power di atas diharapkan bisa dibangun secara berkesinambungan sebagai agen-agen perubahan dan pembangunan. Inilah yang yang menjadi cita-cita atau "DREAM" menuju SAMOSIR
339
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
MODERN Samosir".
melalui
"Revolusi
Pompa
Hidram
DAFTAR PUSTAKA [1] Balitbang PU, 2005, Penjelasan Teknologi Pompa Hidram, PT Medias, Jakarta. Yayasan Penerbit PU [2] Hanafie J. dan Longh H.D., 1979. Teknologi Pompa Hidraulik Ram. Bandung, Institut Teknologi Bandung
340
ISBN: 979-458-808-3
[3] Surya, Darma (2013). “Rancang Bangun Pompa Hidraulik Ram (Hidram)”. Jurnal Ilmiah. Universitas Sumatera Utara [4] Wahyudi, S. I. dan Fachrudin, F. (2008). “Korelasi Tekanan dan Debit Air Pompa Hidram Sebagai Teknologi Pompa Tanpa Bahan Bakar Minyak.“ Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Universitas Sultan Agung, Semarang. [5] Widarto L dan Sudarto,F.X. 1997, Membuat Pompa Hidram, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
ANALISIS HUBUNGAN LAMA PENYINARAN MATAHARI DENGAN SUHU UDARA MAKSIMUM DENGAN GENERAL LINEAR MODELS Marzuki Sinambela Email:
[email protected] Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah I Medan ABSTRACT Isu penggunaan energi selalu berkembang, pemamfaatan energI menjadi hal sanagt diperhatikan dalam suatu wilayah. Salah satu sumber energy adalah bersumber dari insolasi. Kekuatan Insolasi ini yang dinamakan dengan Lamanya Penyinaran Matahari (LPM). Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendah suhu udara adalah LPM dan sudut datang sinar matahari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan LPM terhadap suhu maksimum. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antar LPM dengan suhu maksimum dengan 4 model yaitu Model Linear, Log-Transformed, Poisson GLM dan Binomial GLM Keywords: LPM, suhu maksimum, Model Linear, Poisson GLM, Log-Transformed, Binomial GLM 1.
LATAR BELAKANG Energi yang berasal dari sinar matahari memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan di bumi ini, baik, manusia, tumbuhan, hewan dan lingkungan di sekitarnya. Bagi manusia energi matahari sangat bermanfaat sebagai sumber energi. Energi matahari bisa dijumpai diseluruh permukaan bumi. Pada topografi permukaan bumi yang berbeda, daur hirologi yang ada di permukaan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.[1] Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara dari matahari disuatu daerah adalah, lamanya penyinaran matahari dan sudut datang sinar matahari. Hal lain variasi iklim lokal juga berpengaruh langsung terhadap distribusi radiasi matahari di Indonesia [2][3]. Hal ini berkaitan dengan jumlah uap air yang tersedia di atmosfer dan berpotensi menahan laju sinar matahari., terlebih jika disertai dengan turunnya hujan.[4] Dalam penelitian ini akan diilustrasikan beberapa model yaitu model linear, model linear log – transformed, model Poisson GLM dan model Binomial regresion. Hasil penelitian ini akan menggambarkan hubungan lama penyinaran matahari terhadap suhu udara maksimum. Dengan hipotesa yang berkembang adalah semakin lama penyinaranan matahari maka makin banyak panas yang diterima dan suhunya semakin tinggi. Tujuan penelitian ini akan mengilustrasikan beberapa model perbandingan dan prediksi hubungan lama penyinaran matahari dengan suhu maksimum. 2. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sampel, lamanya penyinaran matahari dan suhu udara maksimum di UPT Synoptik Balai Wilayah I Tahun 2014 (Gambar 1.). Lama penyinaran matahari (LPM) merupakan salah satu indicator yang penting klimatologi. Berdasarkan defenisi yang dikeluarkan WMO bahwa LPM didefinisikan sebagai kekuatan insolasi yang melebihi batas 120 watt/m2 [5]. LPM dihitung
dalam satuan jam/hari yaitu lamamnya matahari menyinari bumi dalam periode satu hari yang disebut juga sebagai panjang siang yaitu lamanya matahari berada pada horizon. Semakin jauh letak tempat dari garis equator maka fluktuasi lama penyinaran matahari akan semakin besar [6]. Insolasi merupakan radiasi matahari yang tiba di permukaan bumi tiap satuan waktu dan luas atau dikenal juga sebagai radiasi global[7].
Gambar 1. Data LPM dan Suhu Rata-rata Tahun 2014 Model linear umum adalah model linier statistik.
Dimana Y adalah matriks dengan serangkaian pengukuran multivariat, X adalah matriks yang mungkin matriks desain, B adalah matriks yang berisi parameter yang biasanya harus diperkirakan dan U adalah matriks yang mengandung kesalahan atau kebisingan. Kesalahan biasanya diasumsikan berkolerasi seluruh pengukuran. Dan mengikuti distribusi normal multivarian. Jika kesalahan tidak mengikuti distribusi normal multivariat, model linear umum dapat digunakan untuk bersantai asumsi tentang Y dan U [8].
341
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Linear Least Square Dengan pendekatan Linear Least Square terhadap hubungan LPM dengan suhu udara maksimum diperoleh grafik pada Gambar 3. (garis warna kuning)
Gambar 3. Grafik LPM dan Suhu Maksimum 3.2
Linear Regresion Untuk metode least square dalam pendekatan ini belum menunjukkan distribusi semuanya, untuk iti perlu dilalukan disribusi probilitas data LPM dan Suhu Maksimum. Pendekatan ini menunjukkan data observasi (yi) digambarkan dalam distribusi normal Gausian dengan nilai rata-rata μi, bergantung pada suhu maksimum i dan variasi konstan σ2 di semua suhu. Pada hal lain dengan suhu maksimum yang tinggi menunjukkan banyak panas yang diterima dan penyinaran matahari lebih lama. Tetapi dalam grafik menunjukkan suhu maksimum yang sama akan mulai turun kekisaran yang ditetapkan μi ± σ. Dengan demikian dengan menggunakan notasi model distribusi centric didapat:
alternative lain juga menunjukkan terdapatnya residual, perbedaan antara pengamatan dan nilai yang diperkirakan mengikuti distribusi Gausian dengan nilai rata-rata 0 dan varians σ2.
Selanjutnya persamaan
Diperoleh bahwa nilai yi identik dengan parameter μi dari distribusi variasi konstan.Model yang sama juga bisa di lihat pada persamaan dibawah ini 342
ISBN: 979-458-808-3
dari persamaan diatas menunjukkan bahwa probabilitas distribusi sentris konvensi tampak jelas data observasi LPM dan suhu udara maksimum mengandung hubungan dari distribusinya. Hal ini juga menekankan bahwa parameter distribusi dimodelkan dengan linear. Untuk model R, digunakan fungsi GLM dengan menentukan “distribusi respon” (Lama Penyinaran Matahari sebagai Gaussian dan fungsi link dari nilai yang diharapkan untuk parameter adalah suhu udara maksimum rata-rata sebagai identitas. Salah satu kelebihan dari GLM adalah mampu menggambarkan bagaimamana distribusi pengamatan dan nilai-nilai yang diharpakan, sering setelah transformasi halus dan berkaitan dengan pengukuran yang sebenarnya (predictor) dengan cara linear. Funsi link adalah fungsi kebalikan dari transformasi asli dari data suhu maksimum. glm(formula = units ~ temp, family = gaussian(link = "identity"), data = suhu) coef.est coef.se (Intercept) -25.37 5.70 temp 0.88 0.17 --n = 12, k = 2 residual deviance = 4.7, null deviance = 16.8 (difference = 12.2) overdispersion parameter = 0.5 residual sd is sqrt(overdispersion) = 0.68 Dengan demikian diperoleh angka acak dari distribusi normal sebagai berikut:
3.3 Log-Transformed Linear Regression Pendekatan berikutnya adalah dengan mengubah data awal, idealnya untuk memastikan bahwa data ditransformasikan yang hanya memiliki nilai-nilai postif. Model pertama adalah model LPM pada skala logaritmik yaittu:
Model ini menyiratkan bahwa LPM mengikuti distribusi log normal.
Dari model terlihat disribusi log normal miring kekanan, yang berarti bahwa LPM lebih lama penyinaran dalam 1 tahun.
ISBN: 979-458-808-3
Meskinpun model ini masih linear pada Log, dalam mengubah prediksi ke skala aslinya harus diketahui
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Distribusi model diasumsikan menghasilkan bilangan real. 3.4
Untuk itu diperlukan Rlnorm dalam mentransformasikan distribusi normal (Gambar 4.)
glm(formula = log(units) ~ temp, family = gaussian(link = "identity"), data = suhu) coef.est coef.se (Intercept) -6.56 1.62 temp 0.24 0.05 --n = 12, k = 2 residual deviance = 0.4, null deviance = 1.3 (difference = 0.9) overdispersion parameter = 0.0 residual sd is sqrt(overdispersion) = 0.19
Poisson Regression Pendekatan model lain adalah regresi poison. Distribusi poison memiliki satu parameter (μi) yang juga nilai yang diharapkan. Fungsi link dalam μi adalah logarima yang mengahsilkan fungsi prediksi linear . dalam hal ini diperlukan fungsi eksponensial untuk model linear untuk kembali ke skala semula. Ini berbeda dengan log-linear yang berubah dari nilai yang diharapkan dari data.
Gambar 5. Poisson Regretation
Gambar 4. Log-Transformation Linear Model Pada model diatas terlihat lebih baik dari model linear sebelumnya dan memprediksi bahwa hubungan penyinaran matahari dengan suhu udara maksimum
(Intercept) 0.00143624
Pada gambar 5 menunjukan model pendekatan yang lebih baik dari yang sebelumnya, kondisi ini intepretasi koefisien tampak lebih jelas. Dalam hal ini diperlukan fungsi ekponesial untuk memprediksi hubungan LPM dengan suhu maksimum. Dari grafik dapat dilihat bahwa suhu 0.230 C menghasilkan intercept -6.45 dengan residual devience 1.3, nul deviance =4.5 (perubahan=3.2) Prediksi dari hubungan LPM dengan suhu maksimum 2.885789 3.5 Binomial Regression Parameter utama dalam untuk distribusi binomial adalah probabilitas keberhasilan, kemungkinan bahwa semakin lama penyinaran matahari sebagai fungsi suhu maksimum. Model yang digunakan dapat dilihat pada persamaan dibawah ini.
Hasil log transformasi ini menunjukkan model yang lebih baik dari yang sebelumnya dan menunjukkan bahwa banyaknya penyinaran matahari menggambarkan adanya range pada suhu maksimum.
343
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Dalam model ini ini diasumsikan jika lamanya penyinaran matahari 6 jam/hari maka berapa proporsi kenaikan pada suhu maksimal tertentu. Tabel 1. Hasil intercept dari 4 Model Model Linear
Model LogTransformed
Model Poisson GLM
0.00143624
2.885789
8.066773e-10
Model Binomial GLM 5.302201
Nilai intercept dengan 4 model dapat dilihat pada Tabel 1.
ISBN: 979-458-808-3
Pada gambar 7 merupakan gabungan dari 4 model Linear, Log-transform, Poisson dan Binomial. Grafik diatas merupakan suhu maksimum dari 0 0C37 0C. Hasil dari grafik diatas terlihat pola yang berbeda dari setiap model. Log-Transformed LM dengan Poisson LM hampir mendekati, pada garis kuning merah dan biru. Setelah menggunakan tampilan distribusi sentris maka hasil dari simulasi data LPM dan suhu udara maksimum lebih alami. Model yang baik akan mengidentifikasikan data observasi secara real. Dalam semua model linear didapat:
atau dalam notasi matriks;
dengan Ai , ⋅ = [ 1 , i ] dan v = [ α , β ] , dimana A adalah model matriks , v vektor koefisien andg fungsi penghubung. Dengan demikian simulasi data dari masing-masing distribusi untuk suhu udara maksimum diukur dalam data aslinya dan membandingkan dengan LPM nya(Gambar 8.) Gambar 6. Distribusi Binomial GLM Pada Gambar 6 menunjukkan grafik jauh lebih baik dari model sebelumnya. Suhu udara maksimum meningkat lebih tinggi dan model ini memprediksi bahwa semakin lama penyinaran matahari maka panas bumi akan meningkat dan suhu udara maksimum akan mencapai tinggi. Sementara model lainnya memprediksi hubungan LPM dan suhu udara maksimum cukup jauh dari model Binomial.
Gambar 9. Simulasi Distribusi data observasi
Gambar 7. Distribusi Model
344
4. KESIMPULAN Hasil penelitian ini didapat beberapa hal penting: 1. Hasil variabilitas dari model yang digunakan bahwa lamanya penyinaran matahari pada suhu maksimum rata-rata yang rendah berbeda secara signifikan dibandingan suhu maksimum yang rata-ratanya cukup tinggi yaiti dengan melihat
ISBN: 979-458-808-3
2.
plot residual dan mempertimbangkan model yang menyebar. Terdapat hubungan antara LPM dengan suhu maksimum disuatu wilayah, dimana Semakin lama penyinaranan matahari maka makin banyak panas yang diterima dan suhunya semakin tinggi
5. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan disampaikan kepada UPT Synoptik 96041 yang telah melakukan pengamatan. PUSTAKA [9] http://www.plengdut.com/2013/04/suhuudara.html (akses 13 Agustus 2015) [10] Y.S. Utomo, dan H.Isril, Pemodelan Matematis untuk Analisis Radiasi Surya di Permukaan Bumi Daerah Khatulistiwa (15LS-15LU), Prosiding
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004, Universitas Dipenogoro Semarang, 2004. [11] Lakitan, Benyamin, Dasar-dasar Klimatologi. PT Rajawali Grafind, Jakarta, 1994 [12] C.Y. Yatina, Variasi Konstanta Matahari dan Kaitannya dengan Aktivitas Matahari, Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia, Vo.4 No. 0420, 2004 [13] WMO, Guide to Meteorological Instruments and Methods of Observation. WMO-Non.8 seventh edition, 2008 [14] Tjasyono, Klimatologi. ITB, Bandung, 2004 [15] Saipul Hamdi, Mengenal Lama Penyinaran Matahari Sebagai salah satu parameter Klimatologi, 2013 [16] https://en.wikipedia.org/wiki/General_linear_mod el akses 18 Agustus 2015.
345
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
346
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Agroteknologi
347
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
348
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR PRODUKSI LAINNYA TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KABUPATEN SAMOSIR HD. Melva Sitanggang1, Citra Eliawaty2 Fakultas Agroteknologi Universitas Prima Indonesia
[email protected] 2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi LMII Medan
1
ABSTRAK Potensi alam yang dimiliki oleh suatu daerah akan memberikan pengaruh pada peningkatan ekonomi masyarakat dan daerah sehingga daerah harus mampu mengelola potensi tersebut untuk memenuhi kehidupan masyarakat. Untuk mengetahui berapa besar kontribusi yang diberikan oleh masing-masing sektor produksi yang ada pada daerah dapat dipergunakan Metode Location Quotient (LQ) atas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk Kabupaten Samosir terdapat 2 sektor basis yaitu sektor pertanian dan sektor jasa karena mempunyai nilai LQ > 1 sedangkan sektor yang lain adalah sektor non basis karena LQ < 1. Kata Kunci : Sektor Pertanian dan PDRB. PENDAHULUAN Kabupaten Samosir adalah sebuah kabupaten yang sangat terkenal di dunia dimana ada sebuah ciptaan Tuhan yang bernama Danau Toba mengelilingi Pulau Samosir sebagai tempat berada Kabupaten Samosir. Kabupaten Samosir adalah sebuah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Toba Samosir melalui Undang-undang No. 36 Tahun 2003 pada tanggal 18 Desember 2003. Keindahan Danau Toba memberikan berkat kepada penduduk dan daerah Kabupaten Samosir karena akan banyak para wisatawan mancanegara yang datang untuk melihat keindahan Danau Toba. Hendaknya ini merupakan kesempatan bagi pemerintah dan masyarakat yang berada di Kabupaten Samosir untuk mendapatkan mata pencaharian dengan memberikan pelayanan yang baik kepada para wisatawan. Namun kita dapat melihat kondisi yang ada pada saat ini di Kabupaten Samosir bahwa manfaat kehadiran Danau Toba untuk masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Samosir kurang memberikan pengaruh terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Kekayaan alam yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Samosir harus dapat dikelola dengan baik oleh pemerintah agar memberikan sumbangan terhadap kehidupan masyarakat dan pemerintah Kabupaten Samosir. Sektor pariwisata merupakan komoditas unggulan karena keindahan Danau Toba yang dimiliki oleh Kabupaten Samosir merupakan modal dalam pembangunan perekonomian masyarakat Kabupaten Samosir. Kabupaten Samosir mempunyai potensi wisata yang banyak yang berada di beberapa kawasan di Kabupaten Samosir seperti : wisata alam, wisata budaya, wisata air dan wisata rohani. Pulau Samosir mempunyai panjang sekitar 45 Km dan lebar 19 Km yang dikelilingi oleh Danau Toba yang mempunyai luas 1.100 Km2 dengan kedalaman danaunya 505 meter.
Disamping sektor pariwisata yang terdapat di Kabupaten Samosir, maka sektor produksi yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan ekonomi masyarakat adalah sektor pertanian. Luas Kabupaten Samosir adalah 206.905 Ha dengan luas daratan sekitar 144.425 Ha sehingga luas daratan ini dapat dipergunakan dalam mata pencaharian pertanian walaupun dengan kondisi yang berbukit-bukit. Kopi merupakan salah satu jenis komoditas pertanian yang sangat luas sekitar 4.431,90 Ha sehingga hasil tanaman kopi sangat membantu perekonomian petani di Kabupaten Samosir. Dengan potensi alam yang ada pada Kabupaten Samosir dapat dijadikan sebagai penambah nilai-nilai atas barang dan jasa yang dihasilkan yang dapat diberikan kepada masyarakat dan daerah melalui sektor-sektor produksi. PERUMUSAN MASALAH “ Bagaimana peran sektor pertanian dan produksi lainnya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Samosir “. HIPOTESA “ Sektor pertanian dan sektor lainnya memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Samosir. TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui bagaimana peranan sektor pertanian dan sektor produksi lainnya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Samosir. URAIAN TEORITIS 1. Sektor Pertanian dan Sektor Produksi Lainnya Peran sektor pertanian sangat besar pengaruhnya secara nasional terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah, sama halnya juga dengan 349
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Kabupaten Samosir bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang strategis terhadap perekonomian daerah Kabupaten Samosir. Dalam kegiatan produksi pada sektor pertanian maka sektor pertanian sangat banyak memberikan peluang devisa bagi pendapatan daerah dan sangat banyak juga menyerap tenaga kerja. Pengelolaan sektor pertanian harus dilakukan secara baik dimana kebutuhan hidup manusia ada pada sektor pertanian sehingga kesediaan pangan bagi masyarakat dapat terjaga sehingga masyarakat akan terlepas dari kelaparan. Masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian harus bekerja dengan baik sehingga dapat memberikan output atas hasil-hasil yang diberikan oleh sektor pertanian. Pertanian merupakan kegiatan dalam usaha mengembangkan tumbuhan dan hewan dengan maksud supaya tumbuh lebih baik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia melalui bercocok tanam, beternak dan melaut. (Abd. Rahim, Diah Retno Dwi Hastuti, 2008).
350
ISBN: 979-458-808-3
Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis terhadap sumbangannya kepada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara nasional berupa produk pasar, faktor-faktor produksi dan devisa (Kuznets dalam Tambunan, 2003). Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dan dapat dijadikan dasar bagi keberlanjutan dan keberlangsungan pembangunan ekonomi suatu daerah atau negara yang diharapkan mampu memberikan solusi atas permasalahan bagi bangsa Indonesia. Menurut Dillon, 2004, mengatakan bahwa ada 4 peran sektor pertanian dalam pembangunan suatu negara yaitu : 1. Mencukupi pangan dalam negeri sehingga masyarakat tidak akan kekurangan pangan. 2. Penyediaan lapangan kerja dan usaha bagi masyarakat sehingga terlepas dari meningkatnya angka pengangguran. 3. Penyediaan bahan baku industri untuk proses industrialisasi. 4. Sebagai penghasil devisa negara.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Gambar : Lokasi Pertanian Dan Pariwisata. 2.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dari berbagai sektor-sektor produksi yang ada pada satu daerah, maka untuk melihat sebarapa besar pengaruh atau kontribusi masing-masing sektor tersebut dapat dilihat pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang ada pada daerah masing-masing. Penyusunan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada daerah akan membantu daerah untuk melakukan analisis atas seluruh potensi alam yang ada pada daerah tersebut sehingga pemerintah daerah dapat mencari upaya untuk melakukan pemberdayaan potensi daerah . Analisis potensi daerah sangat perlu dilakukan oleh pemerintah karena potensi daerah merupakan asset daerah yang harus dikelola dengan baik dengan memperhatikan keberlanjutan hidup masyarakat dalam waktu yang tidak terhingga. Arsyad, 1992, memberikan penjelasan tentang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu nilai tambah atas potensi alam yang dihasilkan oleh beberapa sektor-sektor produksi yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah atau regional tanpa memilih atas faktor produksi. Kemudian Prathama, 2001, juga menjelaskan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam suatu periode dengan menggunakan faktor-faktor produksi. Kuncoro, 2004, mengatakan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah semua
barang dan jasa sebagi hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN SAMOSIR ATAS HARGA KONSTAN TAHUN 2008-2012 (JUTAAN) TAHUN SEKTOR 2008 2009 Pertanian 649.293 682.885 Pertambangan 320 336 Industri 13.579 13.918 Pengolahan Listrik Dan 1.232 1.334 Air Bersih Bangunan 3.160 3.473 Perdagangan, 83.015 87.330 Hotel Dan Restaurat Angkutan, 10.442 10.963 Komunikasi Keuangan, 18.464 19.379 Asuransi Jasa-jasa 174.347 182.841 Total 953.852 1.002.459 Sumber : Samosir Dalam Angka.
2010 721.007 357 14.370
2011 762.173 386 14.971
2012 805.337 419 15.576
1.460
1.605
1.774
3.828 92.046
4.241 98.027
4.688 104.645
11.604
12.341
13.234
20.441
22.057
24.323
193.370 205.817 219.695 1.058.485 1.121.617 1.189.692
Besaran kontribusi atas sektor-sektor produksi yang ada di Kabupaten Samosir maka sektor pertanian memberikan kontribusi yang sangat besar 67,69 % pada tahun 2012. Kemudian diiukti oleh sektor jasa sebesar 18,47 % dan sektor perdagangan sebesar 8,8 % pada tahun 2012. 351
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI SUMATERA UTARA ATAS HARGA KONSTAN TAHUN 2008-2012 (DALAM MILYARAN RUPIAH) SEKTOR Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel Dan Restaurat Angkutan, Komunikasi Keuangan, Asuransi Jasa-jasa Total
2008 25.300.64 1.304.35 24.305.23
TAHUN 2009 26.526.92 1.322.98 24.977.10
2010 23.040.20 1.400.65 26.015.21
2011 29.390.57 1.494.86 26.548.66
2012 30.778.67 1.525.32 27.513.10
777.94
816.06
872.15
943.75
971.98
7.090.65 19.515.52
7.554.36 28.575.43
8.066.15 21.919.34
8.754.63 23.693.42
9.348.16 25.406.77
9.883.24
10.630.44
11.633.90
12.799.43
13.858.26
7.479.84
7.939.21
8.795.15
9.992.47
11.111.51
PENELITIAN TERDAHULU 1. Abigael ,2011, menjelaskan dari hasil penelitiannya bahwa sektor basis hanya ada pada dua sektor di Kabupaten Simalungun. 2. Sisca Vaulina dan Elfi Rahmi, 2013, menjelaskan hasil penelitiannya bahwa sektor pertanian mempunyai peran atas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. METODE PENELITIAN 1. Tempat Penelitian. Objek yang dijadikan dalam penelitian adalah Pemerintah Kabupaten Samosir dan Pemerintah provinsi Sumatera Utara. 2. Jenis Data Dan Sumber Data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data data kwantitatif yaitu data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Samosir Tahun 2008-2012 dan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara Tahun 2008-2012. Sumber data diambil dari buku Samosir dalam angka dan Sumatera Utara dalam angka dari tahun 2008-2012. Analisis Data. Untuk menganalisa data kwantitatif tersebut maka digunakan alat analisis yang disebut dengan metode Location Quotient (LQ). Metode Location Quotient (LQ) akan memberikan penjelasan atas kontribusi masing-masing sektorsektor produksi yang ada pada sebuah daerah dan menjelaskan mana sektor basis dan sektor non basis. Menurut Rusastra, dkk, 2002, menjelaskan bahwa Sektor basis adalah suatu kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa yang ditujukan untuk eksport ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional dan internasional.
352
Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang tergantung kepada sektor basis yang dapat membuat perubahan atas kegiatan ekonomi pada satu daerah. Kemudian Robinson Tarigan, 2005, menjelaskan bahwa metode Location Quotient (LQ) adalah membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah kita bandingkan dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional. Rumus Location Quotient (LQ) adalah sebagai berikut :
LQ
=
XiS/PDRBS XiSU/PDRBSU
10.519.06 11.216.75 11.976.15 12.969.81 13.947.74 106.176.47 119.559.21 113.718.90 126.587.60 134.461.51
Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka.
3.
ISBN: 979-458-808-3
Keterangan : LQ = XiS = PDRBS =
Location Quotient. Nilai tambah Sektor i di Kabupaten Samosir. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Samosir. XiSU = Nilai tambah sektor i di Provinsi Sumatera Utara. PDRBSU = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara. 1. Apabila LQ > 1 maka sektor (i) adalah sektor basis atau sektor i tersebut dapat melakukan eksport. 2. Apabila LQ = 1 maka sektor (i) hanya dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. 3. Apabila LQ < 1 maka (i) adalah sektor non basis sehingga kebutuhan daerah tersebut atas sektor (i) harus di import.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk menjelaskan tentang berapa besar kontribusi masingmasing sektor terhadap penciptaan ekonomi daerah yang disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Location Quotient (LQ) masing-masing sektor produksi akan dapat diketahui dengan cara membandingkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Samosir tahun 2008-2012 dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Utara tahun 2008-2012. PERHITUNGAN LOCATION QUOTIENT (LQ) KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2008-2012 SEKTOR
2008
Pertanian 2,9 Pertambangan 0,03 Industri Pengolahan 0,04 Listrik Dan Air Bersih 0,1 Bangunan 0,04 Perdagangan, Hotel Dan 0,5 Restaurat Angkutan, Komunikasi 0,1 Keuangan, Asuransi 0,3 Jasa-jasa 1,8
TAHUN 2009 2010
2011
2012
3,2 0,03 0,04 0,1 0,04 0,4
3,5 0,03 0,04 0,1 0,04 0,5
3,04 0,04 0,04 0,1 0,04 0,5
3,04 0,02 0,05 0,1 0,04 0,5
0,1 0,3 1,8
0,1 0,3 1,6
0,1 0,3 1,8
0,1 0,3 1,8
Sumber : Data Olahan PDRB Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2012.
dan PDRB
ISBN: 979-458-808-3
KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan hasil perhitungan Location Quotient (LQ) atas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Samosir dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2012 dapat dijelaskan bahwa : 1. Sektor Pertanian dan sektor jasa merupakan sektor basis karena LQ > 1. 2. Sektor yang lain merupakan sektor non basis karena LQ < 1. SARAN 1. Pemerintah Kabupaten Samosir hendaknya menganalisa kembali bagaimana potensi alam yang ada di Kabupaten Samosir dari segi pemberdayaannya. 2. Pemerintah Kabupaten Samosir hendaknya dapat mempromosikan sektor-sektor produksi yang ada di Kabupaten Samosir khususnya sektor pariwisata. DAFTAR PUSTAKA Abd. Rahim, Diah Retni Dwi Hastuti, 2008, Ekonomika Pertanian; Pengantar Teori Dan kasus, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Abigael, O. 2011. Analisis Penentuan Sektor Unggulan di Kabupaten Simalungun. Diakses dari : http://www.scribd.com/doc/101319629/34/Ana lisis-Sektor-Pertanian#.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Arsyad, Anwar, 1992, Ekonomi Indonesia Prospek Jangka Pendek Dan Sumber Pembiayaan Pembangunan, Penerbit Gramedia, Jakarta. Dillon, H.S. 2004, Pertanian Membangun Bangsa. Dalam : Aziza, A.N. Analisis Prioritas Pengembangan Wilayah Berdasarkan Potensi Pertanian Padi. 2008. IPB Press. Bogor. Kuncoro, Mudrajat, 2004, Otonomi Daerah Dan Pembangunan Daerah, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta. Prathama Rahardja Dan Manurung, Mandala, 2001, Teori Ekonomi Makro, Penerbit FEUI, Jakarta. Rusastra, I. W., Pantjar Simatupang dan Benny Rachman, 2000, Pembangunan Ekonomi Pedesaan Berlandaskan Agribisnis. Dalam Tahlim Sudaryanto, dkk (Penyunting) Analisis Kebijaksanaan: Pembangunan Pertanian Andalan Berwawasan Agribisnis. Monograph Series No. 23. Pusat Penelitian Dan Pembangunan Sosial Ekonomi Pertanian. Robinson Tarigan, 2005, Ekonomi Regional; Teori Dan Aplikasi, Edisi Revisi, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta. Sisca Vaulina dan Elfi Rahmi, 2013, Peran Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau, Jurnal Dinamika Pertanian Vol. XXVIII No. 3 Desember 2013. Tambunan, 2003, Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia Beberapa Issu Penting, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
353
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
ANALISIS METODE LOCATION QUOTIENT (LQ) TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KABUPATEN DELI SERDANG 1
Togu Harlen Lbn. Raja, 2Susilawaty Sitorus Email:
[email protected] 1,2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi LMII Medan
Abstrak Potensi alam yang dimiliki oleh Kabupaten Deli Serdang memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang akan memberikan manfaat kepada kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui berapa besar kontribusi masing-masing sektor produksi yang ada pada daerah dapat digunakan metode Location Quotient (LQ). Metode Location Quotient (LQ) memberikan penjelasan tentang berapa besar kontribusi masing-masing sektorsektor produksi yang ada di Kabupaten Deli Serdang terhadap produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sektor industri pengolahan merupakan sektor terbesar dalam memberikan kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Deli Serdang dan merupakan sektor basis. Kata Kunci : Metode Location Quotient (LQ) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDB). PENDAHULUAN Modal awal dalam pembangunan perekonomian daerah atau negara adalah potensi alam yang ada pada daerah atau negara masing-masing yang dikelola dengan baik oleh masyarakat atau negara dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Potensi alam tersebut akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah serta negara, oleh karena itu maka kita harus memanfaatkan potensi alam dengan sebaik-baiknya dalam kehidupan yang tidak ada batasnya. Disamping potensi alam sebagai modal dasar maka sumber daya manusia tidak dapat dilepaskan dari pengelolaan potensi alam dimana sumber daya manusia adalah sebagai pelaksana kegiatan ekonomi. Uang dan teknologi merupakan faktor pendukung lainnya yang sangat berguna dalam pemanfaatan potensi alam tersebut dimana pengelolaan potensi harus di dukung oleh ketersediaan uang dan penggunaan teknologi yang baik. Oleh sebab itu dalam teori ekonomi ke empat faktor ini disebut dengan faktor-faktor produksi. Dalam pengelolaan potensi alam tersebut pemerintah harus mengawasi dengan ketat tentang pelaksanaan pengelolaan potensi melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah dalam pengelolaan potensi alam yang ada di negara kita. Tujuannya adalah agar ketersediaan sumber daya alam dapat dijaga sampai ke anak cucu sebagai pewaris generasi bangsa Indonesia khususnya potensi alam yang habis pada satu kali pemakaian yang disebut dengan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Apabila kita melihat fakta nyata tentang potensi alam yang ada di negara kita maka tidak ada alasan yang menjelaskan mengapa bangsa kita ini tidak dapat terlepas dari garis kemiskinan.
354
Semua alat pemenuhan kebutuhan hidup manusia pada umumnya tersedia di negara kita, namun karena keterbatasan ilmu pengetahuan, modal dan teknologi yang mengakibatkan pengelolaan potensi alam tersebut menjadi kendala. Potensi alam yang tersedia tersebut dikelola dengan baik sehingga menciptakan berbagai sektorsektor produksi yang ada pada daerah dan negara antara lain : 1. Sektor pertanian. 2. Sektor pertambangan. 3. Sektor industri. 4. Listrik dan air bersih. 5. Bangunan. 6. Perdagangan, hotel restaurant. 7. Angkutan dan komunikasi. 8. Bank, keuangan dan perumahan. 9. Jasa-jasa. Ke sembilan sektor-sektor produksi ini secara keseluruhan memberikan kontribusi yang berbedabeda kepada peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah serta negara. Kabupaten Deli Serdang merupakan kabupaten yang sangat kaya akan potensi alamnya disamping juga memiliki letak geografis yang sangat strategis di Sumatera Utara karena merupakan daerah hinterlandnya kota Medan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi terbesar dan pusat pemerintahan provinsi Sumatera Utara. Kondisi geografis dan potensi alam yang dimiliki oleh Kabupaten Deli Serdang membuat laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Deli Serdang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat yaitu sekitar 6 % pertahun. Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1984 tentang Undang-Undang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 7 Darurat Tahun 1965. Hari jadi
ISBN: 979-458-808-3
Kabupaten Deli Serdang ditetapkan tanggal 1 Juli 1946. Sesuai dengan dikeluarkan UU Nomor 36 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003, Kabupaten Deli Serdang telah dimekarkan menjadi dua wilayah yakni Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai, secara administratif Pemerintah Kabupaten Deli Serdang kini terdiri atas 22 Kecamatan yang di dalamnya terdapat 14 Kelurahan dan 380 Desa. Kabupaten Deli Serdang secara geografis terletak diantara 2o 57 - 3o 16' LU dan 98o 33' - 99o 27' BT, luas wilayahnya adalah 2.486,14 Km2 atau sekitar 3,47% dari luas wilayah Sumatera Utara. wilayah ini terbagi atas 22 Kecamatan dan 394 Kelurahan/Desa. Perbatasan wilayahnya adalah : - Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Hasundutan Dan Kabupaten Simalungun, - Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Karo, - Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Langakat dan Selat Sumatra, - Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, Komoditi unggulan yang ada di Kabupaten Deli Serdang yaitu sektor pertanian dan perkebunan dimana sektor pertanian memiliki komoditi unggulan yaitu jagung, ubi jalar, ubi kayu dan kedelai. Kemudian sub sektor perkebunan mempunyai komoditi yang unggulan yaitu berupa kopi, kelapa, kakao, karet, tebu, kelapa sawit, aren, kayu manis, kemiri, pinang dan cengkeh yang keseluruhan output sektor ini memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah. Kabupaten Deli Serdang akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi terbesar di Sumatera Utara yang akan menggantikan Kota Medan dimana hal ini disebabkan bahwa Kota Medan tidak mempunyai potensi alam seperti yang dimiliki oleh Kabupaten Deli Serdang. Kemajuan Kabupaten Deli Serdang diprediksi akan mencapai pertumbuhan yang besar dimana saat ini di Kabupaten Deli Serdang berada Bandar Udara Kuala Namu yang akan memberikan sumbangan ekonomi pada Kabupaten Deli Serdang. Begitu juga dengan perluasan pelabuhan Belawan yang diperluas sampai ke Kabupaten Deli Serdang sehingga akan memberikan sumbangan perekonomian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan atas keterangan yang sudah dijelaskan di atas maka dapat ditarik sebagai perumusan masalah adalah : “ Bagaimana kontribusi masing-masing sektor produksi terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Deli Serdang “. Dengan memperhatikan kondisi yang ada pada Kabupaten Deli Serdang maka hipotesa penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut : “ Sektor-sektor produksi memberikan kontribusi terhadap
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kontribusi masing-masing sektor-sektor produksi yang ada di Kabupaten Deli Serdang terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Deli Serdang dan Untuk memberikan gambaran kepada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang tentang besaran kontribusi sektor-sektor produksi yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Metodelogi Penelitian 1. Metode Location Quotient (LQ). Dari beberapa sektor-sektor produksi yang ada di setiap daerah atau negara maka dapat dibuat analisa yang menjelaskan bagaimana kontribusi masingmasing sektor-sektor produksi yang ada pada setiap daerah. Jelaslan bahwa kontribusi masing-masing sektorsektor produksi pada setiap daerah berbeda-beda dimana hal ini disebabkan oleh situasi potensi alam yang ada pada daerah masing-masing. Pemerintah daerah sangat perlu melakukan analisa ini karena akan memberikan penjelasan kepada daerah perihal besaran kontribusi sektor-sektor produksi dan bagaimana melihat dan menentukan sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor primadona di setiap daerah atau negara. Metode Location Qoutient (LQ) merupakan sebuah metode yang dapat memberikan penjelasan atas kontribusi masing-masing sektor yang ada sehingga dapat ditetapkan sektor basis dan sektor non basis pada setiap daerah. Hasil analisa Location Quotient (LQ) akan memberikan penjelasan mana sektor-sektor produksi yang menjadi sektor basis pada suatu daerah yang dapat berpengaruh terhadap pembangunan daerah. Hoover (1984) mengatakan bahwa pertumbuhan sektor basis akan menentukan pembangunan daerah secara keseluruhan, sedangkan sektor non basis hanya merupakan konsekuensi-konsekuensi dari pembangunan daerah. Kemudian sektor non basis adalah sektor sekunder yang bergantung pada sektor basis yang akan mempengaruhi perubahan atas kondisi ekonomi dan investasi pada daerah tersebut. 2.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kemajuan perekonomian daerah dapat terlihat dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah masing-masing yang dapat dilihat dari kontribusi masing-masing sektor-sektor produksi yang ada pada daerah tersebut. Potensi alam yang dimiliki oleh setiap daerah akan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat dan daerah yang dikelola dengan baik untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
355
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Masing-masing daerah mempunyai potensi alam yang berbeda-beda sehingga ini akan mengakibatkan perbedaan pertumbuhan daerah masing-masing. Secara umum Indonesia mempunyai potensi alam yang sangat kaya sehingga diharapkan potensi alam yang kaya tersebut akan memberikan sumbangan terhadap perekonomian masyarakat dan daerah serta negara. Pengelolaan sektor-sektor produksi yang ada pada daerah akan menghasilkan output berupa barang dan jasa yang digunakan sebagai pemuas kebutuhan hidup manusia dengan efisien dan efektif. Arsyad, 1992, mengatakan Produk Domestik regional Bruto (PDRB) adalah sejumlah nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah atau regional tanpa memilih atas faktor produksi. Prathama, 2001, mengatakan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam suatu periode dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian tersebut. Kuncoro, 2004, mengatakan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah semua barang dan jasa sebagi hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN DELI SERDANG ATAS HARGA KONSTAN TAHUN 2008-2012 (DALAM JUTAAN RUPIAH) SEKTOR Pertanian Pertambang an Industri Pengolahan Listrik Dan Air Bersih Bangunan Perdaganga n, Hotel Dan Restaurat Angkutan, Komunikasi Keuangan, Asuransi Jasa-jasa Total
TAHUN 2012 2011 2010 2009 2008 2.621.778 2.499.578 2.386.455 2.273.241 2.164.636 219.367 205.760 192.729 179.964 175.123 6.196.543 5.932.294 5.682.191 5.412.756 5.182.725 37.544
34.530
31.725
29.418
28.013
500.550 455.641 408.625 388.008 341.489 3.431.956 3.226.102 3.037.767 2.879.752 2.732.841
350.986
326.489
302.370
282.227
266.905
595.518
540.820
484.331
434.814
393.475
2.367.984 2.167.797 1.990.546 1.837.879 1.708.922 16.322.03 15.389.01 14.516.72 13.718.06 12.994.13 5 0 9 0 0 Sumber : Deli Serdang Dalam Angka.
Berdasarkan data yang ada pada tabel diatas menjelaskan bahwa sektor-sektor produksi yang ada di Kabupaten Deli Serdang memberikan kontribusi yang
356
ISBN: 979-458-808-3
berbeda-beda terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sektor produksi yang paling besar memberikan kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2012 adalah sektor industri pengolahan sebesar 37,96 %. Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restaurant sebesar 21.03 % dan sektor pertanian sebesar 16,06 % untuk tahun 2012 atas Produk Domestik regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang. Kemudian disini akan ditampilkan kontribusi masing-masing sektor pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Utara. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI SUMATERA UTARA ATAS HARGA KONSTAN TAHUN 2008-2012 (DALAM MILYARAN RUPIAH) TAHUN SEKTOR 2012 2011 2010 Pertanian 30.778.67 29.390.57 23.040.20 Pertambangan 1.525.32 1.494.86 1.400.65 Industri 27.513.10 26.548.66 26.015.21 Pengolahan Listrik Dan 971.98 943.75 872.15 Air Bersih Bangunan 9.348.16 8.754.63 8.066.15 Perdagangan, 25.406.77 23.693.42 21.919.34 Hotel Dan Restaurat Angkutan, 13.858.26 12.799.43 11.633.90 Komunikasi Keuangan, 11.111.51 9.992.47 8.795.15 Asuransi Jasa-jasa 13.947.74 12.969.81 11.976.15 Total 134.461.51 126.587.60 113.718.90 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka.
2009 26.526.92 1.322.98 24.977.10
2008 25.300.64 1.304.35 24.305.23
816.06
777.94
7.554.36 7.090.65 28.575.43 19.515.52
10.630.44 9.883.24 7.939.21
7.479.84
11.216.75 10.519.06 119.559.21 106.176.47
PENELITIAN TERDAHULU 1. Anna Yuliana, 2009, menjelaskan atas hasil penelitiannya yang menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) atas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten OKI bahwa terdapat 3 sektor basis di Kabupaten OKI yaitu sektor pertanian, bangunan dan perdagangan, dan hotel dan restaurant. 2. Rachmat Hendayana, 2003, menjelaskan bahwa metode Location Quotient (LQ) adalah sebagai salah satu pendekatan model ekonomi basis, relevan dan dapat digunakan sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasikan penyebaran komoditas pertanian dimana sektor pertanian ini mempunyai LQ > 1. 3. Rony Kurniawan, 2014, dimana berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ) di Kabupaten Nganjuk pada tahun 2012 bahwa terdapat sektor basis atas komoditas unggulan yang dijelaskan atas hasil analisa LQ > 1 yaitu
ISBN: 979-458-808-3
komoditas jagung dimana LQ jagung adalah 1,75 > 1, Kacang tanah 2,14 > 1 dan kedelai 1,4 > 1. METODE PENELITIAN 1. Tempat Penelitian. Dalam penelitian ini sebagai objek penelitiannya adalah Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Pemerintah provinsi Sumatera Utara. 2. Jenis Data Dan Sumber Data. Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data kwantitatif yaitu data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang Tahun 20082012 dan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara Tahun 2008-2012. Sumber data diambil dari buku Deli Serdang dalam angka dan Sumatera Utara dalam angka dari tahun 2008-2012. 3. Analisis Data. Alat analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Location Quotient (LQ) Dengan rumus sebagai berikut : LQ = XiDS/PDRBDS XiSU/PDRBSU Keterangan : LQ = Location Quotient. XiDS = Nilai tambah Sektor i di Kabupaten Deli Serdang. PDRBDS = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang. XiSU = Nilai tambah sektor i di Provinsi Sumatera Utara. PDRBSU = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara. 1. Apabila LQ > 1 artinya nilai sektor i di Kabupaten Deli Serdang lebih besar dari pada nilai sektor i di Provinsi Sumatera Utara sehingga ini merupakan sektor basis dan sektor i di Kabupaten Deli Serdang dapat melakukan eksport. 2. Apabila LQ = 1 artinya nilai sektor i di Kabupaten Deli Serdang sama dengan nilai sektor i di Provinsi Sumatera Utara dimana sektor i di Kabupaten hanya dapat memenuhi kebutuhan daerah Kabupaten Deli Serdang. 3. Apabila LQ < 1 artinya nilai sektor i di Kabupaten Deli Serdang lebih kecil dari pada sektor i di Provinsi Sumatera Utara sehingga ini merupakan sektor non basis dan kebutuhan sektor i di Kabupaten harus diimport.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk menjelaskan tentang berapa besar kontribusi masing-masing sektor terhadap penciptaan ekonomi daerah yang disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk menentukan besaran Location Quotient (LQ) masing-masing sektor maka harus digunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2012.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PERHITUNGAN LOCATION QUOTIENT (LQ) KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2008-2012 SEKTOR Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel Dan Restaurat Angkutan, Komunikasi Keuangan, Asuransi Jasa-jasa
2012 0,7 1,3 1,9
TAHUN 2011 0,7 1 1,9
2010 0,8 1 1,7
2009 0,8 1 1,9
2008 0,7 1 1,7
0,2
0,3
0,3
0,3
0,3
0,4 1,1
0,4 1,1
0,4 1,1
0,5 0,9
0,4 1,2
0,1
0,2
0,2
0,2
0,2
0,5
0,5
0,4
0,4
0,4
1,5
1,4
1,3
1,3
1,3
Sumber : Data Olahan PDRB Kabupaten Deli Serdang dan PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2012.
Pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa ada 4 sektor yang mempunyai nilai LQ > 1 yaitu sektor pertambangan sebesar 1,3, sektor industri pengolahan sebesar 1,9, sektor perdagangan, hotel dan restaurant sebesar 1,1 dan sektor jasa sebesar 1,5 pada tahun 2012. Keempat sektor ini merupakan sektor basis pada Kabupaten Deli Serdang karena mempunyai nilai LQ > 1. KESIMPULAN Berdasarkan atas data yang tersedia dengan menganalisa dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) maka ada 4 sektor produksi yang mempunyai nilai LQ > 1 sehingga keempat sektor ini disebut sebagai sektor basis. Sektor industri pengolahan sangat besar memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang karena kawan industri berada di Kabupaten Deli Serdang seperti Kawasan Industri Tanjung Morawa dan Kawasan Industri Martubung. Disamping kedua kawasan industri ini maka Kabupaten Deli serdang sangat banyak berada industri di berbagai kecamatan yang tersebar di Kabupaten Deli Serdang. SARAN Kepada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang disarankan agar meningkatkan keempat sektor diatas untuk menambah pendapatan daerah dengan mengingat bahwa letak geografis Kabupaten Deli serdang sangat strategis yang merupakan hinterlandnya kota Medan sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pusat pemerintahan Sumatera Utara. Pemerintah kabupaten Deli Serdang juga disarankan memberikan kemudahan kepada investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Deli Serdang.
357
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
DAFTAR PUSTAKA Anna Yuliana, 2009, Analisis Sektor Unggulan Dan Pengeluaran Pemerintah Di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Hal. 70-85. Arsyad, Anwar, 1992, Ekonomi Indonesia Prospek Jangka Pendek Dan Sumber Pembiayaan Pembangunan, Penerbit Gramedia, Jakarta. Hoover, E,M., 1984, An Introduction To Regional Economics, 2nd ed. New York: Knopf. Kuncoro, Mudrajat, 2004, Otonomi Daerah Dan Pembangunan Daerah, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta. Prathama Rahardja Dan Manurung, Mandala, 2001, Teori Ekonomi Makro, Penerbit FEUI, Jakarta. Rachmat, Hendayana, 2003, Aplikasi Metode Location Quotinet (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional, Jurnal
358
ISBN: 979-458-808-3
Informatika Pertanian, Volume 12, Desember 2003. Rusastra, I. W., Pantjar Simatupang dan Benny Rachman, 2000, Pembangunan Ekonomi Pedesaan Berlandaskan Agribisnis. Dalam Tahlim Sudaryanto, dkk (Penyunting) Analisis Kebijaksanaan: Pembangunan Pertanian Andalan Berwawasan Agribisnis. Monograph Series No. 23. Pusat Penelitian Dan Pembangunan Sosial Ekonomi Pertanian. Robinson Tarigan, 2005, Ekonomi Regional; Teori Dan Aplikasi, Edisi Revisi, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta. Rony Kurniawan, Aplikasi Location Quotient (LQ) Sebagai Metode Penentuan Komoditas Palawija Unggulan di Kabupaten Nganjuk, Jurnal Riset Ekonomi Dan Bisnis, Vol. 1, No. 2 Juli 2014.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Elektronika
359
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
360
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
REKONSTRUKSI IMAGE RADAR SUPER RESOLUTION MODEL MARKOV NETWORK DENGAN TRAINING SET MENGGUNAKAN PCA (Studi Kasus Pada Radar Cuaca di BBMKG Wilayah I Medan) 1,2
Lido Fanther 1 Marzuki Sinambela2 Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah 1 Medan
ABSTRAK Radio Detecting And Ranging (Radar) merupakan alat uji lokasi pertumbuhan awan yang mengandung petir. metode yang akan diterapkan untuk peningkatan kualitas citra dan mendapatkan waktu proses yang lebih cepat adalah metode PCA(Principle Component Analysis). Tujuannya untuk melakukan analisa mengenai potensi petir dengan rekonstruksi citra super resolution model Markov Network dengan training set menggunakan PCA untuk memperbaiki kualitas citra dan mengetahui daerah dan jenis awan yang dapat berpotensi petir kuat. Model Markov Network yang diterapkan pada training set mampu memberikan solusi untuk perbesaran citra super resolusi namun proses training sangat lama karena data training terlalu banyak (ribuan patches), dan hasil pengujian dan training dengan metode super resolusi model Markov Network diperoleh citra perbandingan dimana awan yang terditeksi merupakan awan mengandung hujan yang banyak dan awan hujan yang sedikit sehingga dapat di analisa dengan image petir. Keywords: radar, PCA, Markov PENDAHULUAN Sistim komunikasi peralatan modern yang dibangun sangat sedikit dengan dibarengi proteksi terhadap bencana alam (petir), hal ini sering diabaikan atau ditiadakan contohnya pada saat penentuan lokasi pembagunan tiang-tiang tower BTS (base transceiver station) dan pembangunan tiang sutet (saluran udara tegangan ekstra tinggi). Untuk itu perlu data yang pasti guna penentuan lokasi ini, data yang dimaksud adalah data petir dan data awan yang mengandung petir. Dalam hal penentuan data tersebut dibutuhkan alat yaitu Radar (Radio Detecting And Ranging) serta lighting protector recorder. Dari hasil data image yang diperoleh dari peralatan radar tersebut dapat dilakukan uji lokasi pertumbuhan awan yang mengandung petir serta dibandingan dengan hasil data yang diperoleh dari lighting protector recorder hal ini dapat dilakukan degan analisa – analisa seperti, pendekatan analisa interpolasi bilinier atau cubic B-spline memiliki kemampuan dapat menghilangkan kabur pada tepi secara terperinci. Peningkatan pada frekuensi tinggi kurang sempurna untuk manusia sebagai operator dalam memutuskan tingkat perbaikan, namun beberapa pendekatan statistik memberikan hasil yang baik[1][2]. Robust dan fast algorithm dapat dijadikan sebagai ketajaman citra meskipun banyak yang mencoba untuk membuat dan meneliti seperti yang dilakukan oleh Kersten dan Later[3][4][5][6], sementara Hulbert dan Paggio menggunakan pendekatan linier tetapi masih terdapat kekurangan pada beberapa kasus[7][8], selanjutnya Freesmann menggunakan Bayesian Propagation Algorithm dengan hasil yang lebih efisien, algoritma ini menggunakan data training dalam menentukan parameter propagasi[9][10]. Pada pengujiannya menggunakan One Pass Algorithm tanpa
menggunakan model Markov Network yang sebelumnya digunakan[11][12][13]. Training set yang dibangun dari model Markov Network masih lambat dan kurang efisien, sehingga masih memerlukan penelitian lanjut untuk menyempurnakan proses perbaikan kualitas citra berbasis training ini. Salah satu metode yang akan diterapkan untuk peningkatan kualitas citra dan mendapatkan waktu proses yang lebih cepat adalah metode PCA (Principle Component Analysis). Tujuan Penelitian ini adalah melakukan analisa mengenai potensi petir dengan rekonstruksi citra super resolution model Markov Network dengan training set menggunakan PCA untuk memperbaiki kualitas citra dan mengetahui daerah dan jenis awan yang dapat berpotensi petir kuat. METODE PENELITIAN Pengambilan data dilakukan melalui hasil pembacaan image awan dan image petir secara real time dari radar cuaca serta lightning protector. Analisis image dipakai model Markov Network dengan training set menggunakan metode PCA (Principle Component Analysis) akan dihasilkan citra perbesaran dengan kualitas kontur yang lebih halus. Lokasi penelitian dilakukan pada daerah Tuntungan sekitarnya, dan waktu penelitian dilakukan pengambilan data pada tahun 2012,dengan image yang diteliti adalah image yang mengandung awan banyak serta sebagai perbandingan dengan data petir. Rancangan pada penelitian ini dilakukan proses pengamatan serta pengambilan data pada radar cuaca, lalu di citrakan dan dilakukan perbandingan pada data petir sehingga di dapat suatu sampel perbandingan pengaruh ketebalan awan terhadap petir, Seperti terlihat Pada Gambar 1.
361
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Gambar 3. Data Petir (Sumber: Stasiun Geofisika Tuntungan)
extrem)
pada
tahun
2012
tepatnya tanggal 15 Pebruari untuk data sebelum terbentuknya awan mengandung hujan sampai dengan terbentuknya awan hujan.
Gambar 1. Rancangan Penelitian
Data yang dihasilkan oleh radar
Dalam uji penelitian ini data yang dipakai mempergunakan data pada , yaitu data radar dan cuaca dapat2 jenis dilihat gambar 2. data petir. Data radar yang mengandung awan extrem (cuaca extrem) pada tahun 2012 tepatnya 15 dimana dalam gambar berikuttanggal dapat Pebruari untuk data sebelum terbentuknya awan mengandung hujan sampaiawan dengan terbentuknya awan dilihat ketebalan yang extrem hujan. sehingga dengan Data yangdapat dihasilkan diolah oleh radar cuaca dapat dilihat pada gambar 2. dimana dalam gambar berikut menggunakan matlab agarextrem diketahui dapat dilihat ketebalan awan yang sehingga dapat diolah dengan menggunakan matlab agar pengaruh ketebalan awan dengan diketahui pengaruh ketebalan awan dengan banyaknya petir yang ditimbulkan.
banyaknya petir yang ditimbulkan.
Gambar 4. Proses Sistem Daerah Lokasi Penelitian
Gambar 2. Data Radar (Sumber :Data BBMKG Wilayah I Medan)
Gambar Data (Sumber :Data Data2. Petir yang Radar dihasilkan dari alat lightning detector yang dihasilkan oleh dapat dilihat pada BBMKG Wilayah I Medan) gambar 3. dimana dalam gambar dapat dilihat seberapa banyak petirdihasilkan yang terjadi. dari alat Data Petir yang
lightning detector yang dihasilkan oleh dapat dilihat pada gambar 3. dimana dalam gambar dapat dilihat seberapa 362 banyak petir yang terjadi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisa Image Radar Cuaca 15 Pebruari 2012 Frekuensi citra yang membentuk training set sebelumnya telah diproses dengan asumsi citra radar dikaburkan, skala diturunkan, dan pada akhirnya skalanya dinaikkan kembali menggunakan interpolasi, membuat citra menjadi resolusi rendah dari citra asli. Membedakan kelompok band fekuensi tinggi. Citra yang diinterpolasi merupakan turunan pangkat dari citra resolusi tinggi dengan cara interpolasi pada input citra radar.
Gambar 6. Proses Pengolahan Data ISBN: 979-458-808-3
BLUR
Seminar Nasional InovasiWIB dan Teknologi Awan Jam 18.00 dengan Informasi PCA 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Sub Sampel
Normalisasi
High Frequency Band
Gambar 5. Proses Pencuplikan Image Radar Untuk rekonstruksi citra radar super resolution menggunakan model Markov Network sebagai proses training set. Proses ini selain menggunakan Markov Network Algorithm juga dipakai sebuah metode statistik yaitu metode PCA yang mampu mereduksi jumlah piksel pada setiap patch citra, dengan perhitungan komputasi matrik ini akan menghasilkan 16 the best matching patches.. Patches terbaik ini nantinya akan disimpan kedalam database untuk digunakan dalam memperbesar citra radar lainnya pada saat rekonstruksi. Untuk tahap ini prosesnya dibuat secara bertahap. Untuk proses training set awalnya menggunakan model Markov Network kemudian proses rekonstruksi citra perbesaran digunakan metode PCA untuk mereduksi piksel pada training set yang dibuat baru, masingmasing hasil training set yang berupa patches keduanya disimpan sebagai data untuk proses training. Terdapat pada gambar 4.2 berikut, image citra radar cuaca pada jam 18 wib dan sebagai pembanding jam 14 Wib.
Daerah Pantauan Data Petir pada tanggal 15 Pebruari jam 18 wib terjadi 64 kali petir kuat
Gambar 7. Data Petir Pada gambar 7. merupakan data petir yang diperoleh dari image data record lightning protector dan peralatan tersebut telah terintalasi di kantor Gambar 7. Data Petir Stasiun Geofisika Tuntungan serta diperoleh 64 kejadian. Data tersebut diambil lalu diolah serta Pada sampel gambar data 7. merupakan data petir dijadikan perkejadian untuk meneliti yang diperoleh dari image data record apakah pertumbuhan awan berpengaruh dengan protector jumlahlightning petir pada daerahdan pantauan tersebut.
Gambar 8. Proses PCA Pengolahan Data Awan Jam 14.00 WIB, 15 Februari
Gambar 6. Proses Pengolahan Data Awan Jam 18.00 WIB dengan PCA
Image radar pada gambar 8. diatas dalam disimpulkan terdapat pertumbuhan awan yang banyak, tetapi dengan teknik pengolahan PCA dapat dilihat pertumbuhan awan dengan perbandingan antara jam 18 dan jam 14 hampir tidak terlihat perbedaan sehingga potensi peningkatan jumlah petir hampir tidak ada sama sekali pada jam 14, untuk memastikan hasil data tersebut dapat dilihat pada gambar 9. hasil record lightning protector jam 14 wib tanggal 15 Pebruari terdapat 2 kejadian petir.
363
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
2.
Gambar 9. Data Petir Untuk tahap training set ini telah dibuat dan dikembangkan oleh Freesmann menggunakan Markov Network algorithm. Cara membuat himpunan pelatihan ini dimulai dengan mengumpulkan citra radar dengan resolusi tinggi dan memperbaiki setiap citra yang berhubungan dengan peningkatan kualitas citra radar yang akan diproses.
Gambar 10. Image Radar di Reconstructed KESIMPULAN Dalam Pengolahan Potensi Petir Dengan Rekonstruksi Citra Radar Super Resolution Model Markov Network Dengan Training Set PCA yang dilakukan maka dapat disimpulkan : 1. Hasil pengujian dan training dengan metode super resolusi model Markov Network diperoleh citra perbandingan dimana awan yang terditeksi merupakan awan mengandung hujan yang banyak
364
dan awan hujan yang sedikit sehingga dapat di analisa dengan image petir. Model Markov Network yang diterapkan pada training set mampu memberikan solusi untuk perbesaran citra super resolusi namun proses training sangat lama karena data training terlalu banyak (ribuan patches).
DAFTAR PUSTAKA [1] H.Ur dan D.Gross,” Improve Resolution from Sub pi el Shifted Pictures,” CVGIP, Graphical Model and Image Processing, vol 54. pp. 181 – 186 Marc 1992 [2] H.Stark and P.Oskui,” High Resolution Image Recovery from image plane arrays, using convex projections”, S.opt.SOC.Am.A, vol 6 pp 1 1 – 1726, 1989 [3] M.Elad dan A. Feur,” Restoration of a Single Superresolution Image from Several blurred, Noisy, and Undersampled Measured Images, “IEEE trans, image processing vol 6 no 12 pp 1646 – 1658 December 1997. [4] M. Irani and Peleg, “Improving Resolution by Image Registration,” CVGIP, Graphical Models and Image Proc, vol 53. pp 231 -239, May 1991 [5] W.F. Schreiber, Fundamentals of Electronic Imaging Systems, Springer-Verlag, New York, 1986. [6] R.R. Schultz and R.L. Stevenson, “A Bayesian Approach to Image Expansion for Improved Definition,” IEEE Trans. Image Processing, vol. 3, no. 3, May 1994, pp. 233-242. [7] W.T. Freeman and E.C. Pasztor, “Learning to Estimate Scenes from Images,” Adv. Neural Information Processing Systems, M.S. Kearns, S.A. Solla, and D.A. Cohn, eds., vol. 11, MIT Press, Cambridge, Mass., 1999, pp. 775-781. [8] William T. Freeman, Thouis R. Jones, and Egon C. Pasztor , “Image-Based Modeling, Rendering, and Lighting- EXAMPLED BASED SUPER RESOLUTION.,” Proc. 34th Ann. Conf. Information Sciences and system. Mitsubishi Electric Research Labs 2003 [9] A. Hertzmann et al., “Image Analogies,” Computer Graphics (Proc. Siggraph 2001), ACM Press, New York, 2001, pp. 327-340. [10] S. Baker and T. Kanade, “Limits on SuperResolution and How to Break Them,” Proc. IEEE Conf. Computer Vision and Pattern Recognition (CVPR), vol. II, IEEE CS Press, Los Alamitos, Calif., 2000, pp. 372-379. [11] Régis Destobbeleire Super-resolution, L. Velho (IMPA, Brazil) and S. Mallat (École polytechnique, France) May - June 2002 [12] W.T. Freeman and E.C. Pasztor, “Markov Networks for Superresolution,” Proc. 34th Ann. Conf. Information Sciences and system(CISS 2000), Dept. Electrical Eng.,Princeton Univ., 2000.
ISBN: 979-458-808-3
[13] Sung Cheol Park, Min Kyu park, and Moon Gi kang , Super Resolution image Reconstruction. IEEE Citra processing SN 1053-5888/2003. [14] Cristopher M.Bishop,”Probabilistic Graphical Model”.Graphs and Markov properties, Microsoft research, Cambridge, UK.July 2002 [15] Tommi Jaakkola Machine learning and neural networks MIT AI Lab -
[email protected] [16] Dana Sharon, “LoopyBelief Propagation in Image-Based Rendering” Department of Computer Science University of British Columbia [17] Simon Baker and Takeo Kanade “Limits on Super-Resolution and How to Break Them” The Robotics Institute Carnegie Mellon University
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Pittsburgh, PA 15213 IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence [18] Tabe, Henry T., “ A Tutorial on Operator Theory and PCA”, Nikos Drakos, Computer Based Learning Unit, University of Leeds, March 1997 [19] Gnanadesikan R., “Methode for statiscal Data Analysis of Multivarite Observations”, John Wiley & Sons Inc, 1977 [20] Endang Setyawati, “Pengenalan Wajah dengan Menggunakan Analisa Komponen Utama ”, Tesis Pasca Sarjana Teknik informatika, Fakultas Teknik Informatika, ITS, Surabaya, 2000 Canada, Ontario.
365
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
366
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Rekayasa Infrastruktur
367
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
368
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
RANCANG BANGUN PENGECEKAN KESUBURAN TANAH BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 8535 DENGAN MENGGUNAKAN SENSOR RESISTIVITAS TANAH Jhonson Efendi Hutagalung*1, Jeperson Hutahaean2, Yessica Siagian3 1,2,3 STMIK Royal Kisaran Jl. H.M.Yamin,SH, No. 173 Kisaran, Sumatera Utara Telp. 0623-41079 Fax 0623 -42366 e-mail: *
[email protected],
ABSTRAK Berdasarkan nilai dari pengalaman kerja petani ini belum bisa untk meningkatkan kualitas tanah bahkan dapat menyebabkan tanah di sawah menjadi tidak subur. Walaupun dipasaran telah ada alat yang dipakai untuk mengetahui tingkat kualitas tanah, yaitu pHmeter, tetapi harganya masih mahal. Selain itu, ada juga metode dengan mengambil sample tanah sawah kemudian diteliti di laboratorium. Namun cara ini membutuhkan waktu yang lama, tidak semua orang bisa melakukan, dan juga dinas pertanian tiap kabupaten tidak mempunyai laboratorium penguji kualitas tanah sendiri. Harga untuk pengujian kualitas tanah tiap sample tanah masih mahal. Pada penelitihan ini sensor digunakan berupa sensor soil moisture yang diihubungkan ke mikrokontroler ATmega 8535 di sini berfungsi sebagai device pemproses dan pengolah data yang dihasilkan dari sensor yang kemudian dibaca mikrokontroler sehingga data tersebut akan tampil pada LCD. Untuk tingkatan kriteria nilai dibuat pada tampilan apak nilai nya baik, sedang atau kurang. Alat ini bekerja sesuai dengan program yang sudah dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman CodeVision AVR yang di tanamkan ke dalam mikrokontroler dan bekerja untuk menampilkan data yang dideteksi. Sistem ini dapat juga untuk mengetahui tingkat kualitas tanah sawah, dan alat ini masih menggunakan komponen yang sederhana sehinggaa harganya dapat dijangkau oleh para petani. Sehingga nantinya dapat digunakan baik oleh masyarakat maupun pihak dinas pertanian untuk mengetahui kesuburan tanah sawah pada daerah masing-masing. Kata Kunci: Mikrokontroler, LCD , Soil Moisture, Atmega 8535, Code Vision AVR. 1.
Pendahuluan Semakin tahun kebutuhan hasil produksi beras di Indonesia semakin meningkat, ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut, para petani kita melakukan berbagai cara baik melalui panca usaha tani maupun sapta usaha tani untuk meningkatkan produksi padi. Namun permasalahan sekarang adalah bagaimana para petani dapat mengetahui kualitas tanah dalam meningkatkan produksi padi, saat ini para petani kita belum memiliki indikator yang akurat untuk mengetahui kualitas tanah, para petani hanya menggunakan perkiraan, dan pengalaman dalam melakukan proses pemupukan lahan pertaniannya. Penerapan metode pengalaman dan perkiraan, menyebabkan para petani tidak bisa meningkatkan kualitas tanah bahkan dapat menyebabkan tanah di sawah menjadi tidak subur. Sebenarnya dipasaran telah ada alat yang dipakai untuk mengetahui tingkat kualitas tanah, yaitu pHmeter. Namun dari segi harga masih terlalu mahal untuk kalangan petani. Selain itu, juga terdapat metode mengetahui tingkat kualitas tanah dengan mengambil sample tanah sawah kemudian diteliti di laboratorium. Akan tetapi cara ini membutuhkan waktu yang lama, tidak semua orang
bisa melakukan, dan juga dinas pertanian tiap kabupaten tidak mempunyai laboratorium penguji kualitas tanah sendiri. Dalam melakukan pengujian kualitas tanah harus dilakukan di laboratorium resmi yang diantaranya. Harga untuk pengujian kualitas tanah tiap sample tanah mahal untuk kalangan para petani. Sehubungan dengan hal diatas maka dibuat alat yang dapat mengetahui indikator tingkat kualitas tanah dengan menggunakan parameter resistivitas tanah. Untuk mengetahui nilai resistivitas tanah, menggunakan sensor resistivitas tanah dan sensor pH tanah. Alat ini mempunyai kelebihan dibandingkan alat yang telah ada yaitu lebih murah, lebih lengkap dalam hal memberikan informasi mengenai agar nilai beda potensial yang diperoleh dapat dibaca oleh mikrokontroler maka dimasukkan ke rangkaian amplifier instrumentasi yang berfungsi sebagai buffer. Sedangkan untuk mengubah data dari sensor berupa data analog menjadi data digital digunakan ADC (Analog Digital Converter) internal yang terdapat didalam ATmega 8535. Selanjutnya data digital tersebut diolah oleh mikrokontroler ATmega 8535. Setelah diolah di mikrokontroler ATmega 8535, data akan ditampilkan di layar LCD 2X16. Data yang 369
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ditampilkan berupa nilai resistivitas tanah (Ώ m), jenis tanah, tingkat kualitas tanah (bagus, sedang, dan jelek). 2.
Tinjauan Pustaka Menurut Zulkifli (2003:4) “sistem adalah himpunan suatu “benda” nyata atau abstrak (a set of things) yang terdiri dari bagian–bagian atau komponen–komponen yang saling berkaitan, berhubungan, berketergantungan, dan saling mendukung, yang secara keseluruhan bersatu dalam kesatuan (unity) untuk mencapai tujuan tertentu secara efisien dan efektif. Sistem Menurut Jogianto (2005: 2) mengemukakan bahwa sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. sistem ini menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, seperti tempat, benda, dan orangorang yang betul-betul ada dan terjadi. Mikrokontroler popular yang pertama dibuat oleh Intel pada tahun 1996, yaitu mikrokontroler 8 bit Intel 8748. Mikrokontroler tersebut adalah bagian dari keluarga mikrokontroler MCS 48. Sebelumnya Texas instruments telah memasarkan mikrokontroler 4 bit pertama yaitu TMS 1000 pada tahun 1974. TMS 1000 yang mulai dibuat sejak 1971 adalah mikrokomputer dalam sebuah chip lengkap dengan RAM dan ROM. Mikrokontroler dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2. Mikrokontroler AVR ATMega 8535 Mikrokontroler AVR memiliki arsitektur RISC 8-bit, Sehingga semua intruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bit word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam satu siklus instruksi clock. Dan ini sangat membedakan sekali dengan instruksi MCS-51 (Berarsitektur CISC) yang membutuhkan siklus 12 clock. RISC adalah Reduced Instruction Set Computing sedangkan CISC adalah Complex Instruction Set Computing. AVR di kelompokan kedalam 4 kelas , yaitu Attiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATmega, dan keluarga AT86RFxx. Dari kesemua kelas yang membedakan satu sama lain adalah ukuran on-board memory, on-board peripheral dan fungsinya. Dari segi
370
ISBN: 979-458-808-3
arsitektur dan instruksi yang digunakan mereka hampir sama. Modul pendeteksi kelembaban/kadar air dalam tanah (soil moisture sensor), atau sering disebut "soil hygrometer sensor" atau "soil humidity sensor/detector" (sebenarnya secara linguistik kedua sebutan terakhir kurang tepat) ini menggunakan moisture probe tipe YL-69 yang diproses IC pembanding offset rendah LM393 (low offset voltage comparator dengan offset masukan lebih rendah dari 5mV) yang sangat stabil dan presisi. Sensor ini juga untuk mendeteksi kadar air dalam tanah, yang kemudian bisa menjadi acuan dalam sistem pengairan/penyiraman tanaman secara otomatis. Cukup tancapkan lempeng pendeteksi kelembapan (moisture sensing probe) ke dalam tanah (isolasikan koneksi pin header dengan kabel dengan lilitan selotip kedap air, akan lebih bagus bila menggunakan heat-shrink tube). Sensitivitas pendeteksian dapat diatur dengan memutar potensiometer yang terpasang di modul pemroses.
Gambar 4. Soil Moisture Sensor Sensitivitas dapat diatur lewat potensiometer catu daya yang fleksibel antara 3,3V hingga 5V DC. Keluaran tipe analog dapat dibaca sebagai representasi linear akurat dari tingkat kelembapan yang terdeteksi. 1. Keluaran tipe digital akan bernilai logika HIGH saat kelembapan rendah (tanah kering), atau sebaliknya bernilai LOW saat kelembapan terdeteksi melewati ambang batas/moisture threshold. 2. Module dual output mode, digital output, analog output more accurate. 3. Tersedia lubang sekrup untuk memudahkan pemasangan papan pemroses 4. Ukuran PCB modul yang kecil sebesar 30 x 16 mm. 5. Tersedia indikator LED untuk kondisi nyala (power indicator, LED berwarna merah) dan status keluaran (digital switching output indicator, LED berwana hijai) 6. Pemroses menggunakan IC komparator LM393 yang stabil, akurat, dan cepat dalam Memroses data. 3. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam pembuatan alat pengecekan kesuburan tanah berbasis mikrokontroler merupakan pendeteksian kadar air yang dikandung dalam tanah sehingga akan dapat
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
dibandingkan tanah yang kering atau kurang baik dengan tanah yang baik. Hasil tegangan output pendeteksian sensor resistivitas tanah ini terhubung ke mikrokontroler. Sensor ini yang memberikan inputan tegangan ke mikrokontroler sehingga memberikan tampilan data tingkat kesuburan tanah ke LCD. Sistem ini terdiri dari beberapa sub sistem yang saling terkait dan memerlukan perangkat lunak agar sistem dapat bekerja sesuai dengan apa yang diharapkan, secara garis besar perancangan sistem dibagi atas beberapa perancangan perangkat keras dan perancangan software. 4. Rancangan Rangkaian Alat, Bahan, dan Peralatan yang Digunakan Rancangan Rangkaian Alat, Bahan, dan Peralatan yang Digunakan Perancangan alat pendeteksian kesuburan tanah ini dibuat mulai dari penyediaan alat dan bahan, perancangan rangkaian-rangkaian setiap blok diagram, sampai kepada perancangan hardware maupun software dan juga penjelasan cara dan langkah kerja dalam pembuatan rancangan alat tersebut. Sistem ini digunakan untuk mendeteksi tingkat kesuburan tanah melalui sensor yang bekerja mendeteksi kadar air dalam tanah. Dengan menggunakan sensor soil ini, perubahan nilai kesuburan tanah tersebut dapat diketahui melalui tampilan LCD . Cara kerja sistem ini adalah sensor resistivitas tanah ditancapkan atau ditanam sepanjang batas plat sensor. Sensor soil akan bekerja, ketika terdeteksinya ada kandungan air di dalam tanah, sehingga menghasilkan tegangan keluaran yang nilainya mendekati mendekati VCC, maka keluaran ini menjadi input-an ke mikrokontroler, kemudian mikrokontroler memproses sesuai dengan program yang telah tersimpan. Karena programnya merupakan program penampilan nilai perubahan dari Analog ke Digital (ADC) maka akan tampil datanya melalui LCD yang telah terpasang di port output mikrokontroler. Sistem kerja rangkaian alat ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini: INPUT
PROSES
diinput-kan ke mikrokontroler dan selanjutnya mikrokontroler akan menhasilkan ouput berupa tampilan angka ke LCD. Dari Diagram blok di atas dapat dijelaskan setiap fungsi dari blok setiap komponen adalah : 1. Sensor Soil Moisture berfungsi untuk mendeteksi kelembaban tanah yang dapat dijadikan resistivitas tanahnya sebagai perubahan nilai dari kesuburan tanah. 2. Mikrokontroler ATMega 8535 berfungsi untuk mengontrol sistem untuk dapat bekerja sesuai dengan kerja yang diharapkan . 3. LCD (Liquid Crystal Display) berfungsi untuk menampilkan data nilai hasil dari proses mikrokontroler. 4. Power Supply berfungsi untuk memberikan tenaga listrik ke seluruh hardware dari sistem. Moisture sensor adalah sensor kelembaban yang dapat mendeteksi kelembaban dalam tanah. Sensor ini sangat sederhana, tetapi ideal untuk mendeteksi tingkat kesuburan tanah. Sensor ini terdiri dua probe untuk melewatkan arus melalui tanah, kemudian membaca resistansinya untuk mendapatkan nilai tingkat kelembaban. Semakin banyak air membuat tanah lebih mudah menghantarkan listrik (resistansi kecil), sedangkan tanah yang kering sangat sulit menghantarkan listrik (resistansi besar). Untuk memasang sensor soil moisture ini di tanamkan kedalam tanah yang akan diuji. Kemudian sensor akan mendeteksi kadar air dalam kandungan tanah tersebut, sehingga nilai output dari sensor akan berbentuk tegangan yang di-input-kan ke mikrokontroler pada port A.0.
OUTPUT
Gambar 6. Rangkaian Sensor Soil Moisture SENSOR Soil Moisture Sensor
MIKROKONTROLER ATMega 8535
LCD (Liquid Crystal
POWER SUPLLY
Gambar 5. Blok Diagram Alat Pengecekan Kesuburan Tanah Prinsip kerja dari alat “Pengecekan Tingkat Kesuburan Tanah Dengan menggunakan Mikrokontroler ATMega 8535” setiap perubahan kandungan tanah sensor soil moisture ini akan memberikan ouput tegangan yang berbeda, kemudian
Dalam perancangan alat pendeteksi suhu ini dibutuhkan beberapa alat dan bahan-bahan yang digunakan antara lain: 1. Alat a. Multimeter YX-360 TRn b. Solder Listrik 30-200 watt 220 Volt c. Penyedot timah d. Tang potong e. Obeng negatip ¾ “ f. Gergaji besi g. Gergaji triplek h. Bor PCB dan mata bor (1 mm)
371
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
2.
Bahan a. Papan PCB b. Ferit chlorida c. Spidol permanen (0,55) d. Tiner e. Kabel pelangi f. Jumper g. Accrilic Selain alat dan bahan diatas, dalam perancangan alat pengecekan tingkat kesuburan tanah ini dibutuhkan juga komponen-komponen sebagai pendukung pembuatan rangkaian, yang dapat kita lihat pada tabel dibawah ini:
No 1 2 3 4
Dibutuhkan juga perangkat lunak tambahan seperti Code Visioner Evaluation dan AVR-Osp II yang berfungsi sebagai perangkat pendukung dari Bahasa C AVR, sebagai mana yang ditunjukan pada ilustrasi pemrograman dalam penampilan data pada LCDdapat dilihat pada gambar 7 berikut:
Tabel 1. Komponen Yang Digunakan Komponen Jumlah Sismin Atmega 8535 1 Buah Sensor Soil Moisture 1 Buah LCD 16x2 1 Buah Power Supply 12 volt 1 Buah
Setelah alat dan bahan diketahui dan dikumpulkan maka selanjutnya komponen-komponen akan dipasangkan pada papan PCB yang telah dibor terlebih dahulu pad-padnya sebagai tempat kaki komponen yang disesuiakan dengan gambar layout yang sudah dirancang. Pemasangan komponen pada papan PCB harus sesuai dengan jenis komponen yang akan dipasang dan harus diperhatikan polaritas (kutub positif dan negatif untuk menghindari kerusakan pada perancangan alat). Dalam sebuah perancangan perangkat lunak/program dikenal yang namanya diagram alir data pada program, dibawah ini adalah flowchart diagram pada alat pengukur kesuburan tanah : 5.
Pembahasan Hasil Perancangan Perancangan alat ukur berat badan ini adalah untuk pengambilan data dari tanah padi yang akan diuji tidak salah data. rangkaian mikrokontroler sebagai pengontrol perangkat lunak atau program, untuk mengendalikan bahwa alat yang dirancang bekerja sesuai dengan diharapkan maka dilakukan pengujian perangkat lunak dan perangkat keras. 5.1 Pembahasan Perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan pada perancangan alat pengecekan kesuburan tanah adalah bahasa Pemograman C AVR. Setelah program dirancang selanjutnya program tersebut dimasukan ke mikrokontroler menggunakan downloader dan kemudian menguji program yang dimasukan pada mikrokontroler. Pengujian program dilakukan dengan menggunakan Bahasa Pemrograman Bahasa C AVR. Untuk menguji program yang telah dirancang berhasil dan sesuai yang kita inginkan maka pada program kemudian di compile apakah terjadi kesalahan atau error.
372
ISBN: 979-458-808-3
Gambar 7. Rancangan Program Bahasa C pada Code Visioner AVR Kemudian program yang dirancang oleh C AVR diunduh melalui perangkat lunak AVR-Osp II untuk membuktikan program yang dirancang berjalan atau terdapat kesalahan pada perancangan program, dan apabila dalam perancangan program terjadi kesalahan maka akan memberikan deklarasi error pada saat dilakukan pengecekan atau saat di compile. Pada perancangan program melalui Code Visioner AVR ini dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak adanya kesalahan dalam rancangan program, sebagaimana ditunjukan pada gambar 8 berikut:
Gambar 8. Rancangan Program Bahasa C pada Code Visioner AVR
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Kemudian program yang dirancang oleh C AVR diunduh melalui perangkat lunak AVR-Osp II untuk membuktikan program yang dirancang berjalan atau terdapat kesalahan pada perancangan program, dan apabila dalam perancangan program terjadi kesalahan maka akan memberikan deklarasi error pada saat dilakukan pengecekan atau saat di compile. Pada perancangan program melalui Code Visioner AVR ini dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak adanya kesalahan dalam rancangan program, sebagaimana ditunjukan pada gambar 8 berikut:
Gambar 10. Tampilan AVR-Osp II 5.2 Pembahasan Perangkat Keras Untuk memastikan perangkat keras yang dirancang telah berfungsi sesuai dengan fungsinya maka dilakukan pengujian alat. Pengujian perangkat keras ini dimulai dari pengujian rangkaian Mikrokontroler Atmega 8535, pengujian sensor, pengujian alat penampil yaitu LCD. 5.2.1 Pembahasan Power Supply Power yang digunakan adalah catu daya gelombang penuh. Pengujian power supply dilakukan dengan memberikan tegangan input bolak balik (AC) yang bervariasi dengan menggunakan regulator tegangan AC ke tap 0 dan 220 . Untuk tegangan output dari travo yang telah dihubungkan ke rangkaian catu daya dilakukan pengukuran untuk tap 12-CT-12 pada keluaran tegangan catu daya. Karena hanya tegangan input 220 Volt yang ada karena alat untuk menurun tegangan input (Regenerator) menjadi 215 Volt dan seterusnya sampai 205 Volt belum tersedia. Hasil dari pengujian ini dimasukkan ke tabel 4 seperti berikut ini : Tabel 2. Pengujian Power Supply Gambar 10. Deklarasi Compile pada Code Visioner AVR Kemudian langkah selanjutnya yang dilakukan setelah program dirancang di Compile, jalankan program dengan menggunakan AVR-Osp II sebagaimana ditunjukan pada tampilan gambar 9 di bawah ini:
NO
TEGANGAN INPUT (AC)
1 2 3 4 5
220 V 215 V 210 V 200 V 205 V
TEGANGAN OUTPUT (DC) 12 -
KETERANGAN -
373
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Gambar 11 di bawah ini merupakan gambar cara pengujian power suplly serta pembacaan hasil pengukuran tegangan ouput-nya.
Gambar 12. Pengujian Sensor Soil Moisture Gambar 11. Hasil Pengujian Power Supply 5.2.2 Pembahasan Mikrokontroler Pengujian mikrokontroler ini dilakukan dengan cara memprogram mikrokontroler dengan menggunakan bahasa pemrograman bahasa C AVR, dan menguji mikrokontroler yang digunakan apakah masih bekerja sebagaimana mestinya atau dalam keadaan tidak bekerja. Di bawah ini adalah gambar 32 merupakan hasil pengujian mikrokontroler.
Untuk pengujian Kesuburan tanah dapat diambil data dari pengukuran output sensor seperti pada tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Pengujian Sensor Soil Moisture NO
Jenis Tanah (kg)
TEGANGAN OUTPUT
TAMPILAN BERAT LCD
KETERANGAN
1
Tanah Padi
0,4
7,6
Baik
2
Tanah Liat
1,2
62
Sedang
Ket : 1-50 = Baik 51- 90 = Sedang 91-150 = Buruk
Gambar 12. Pengujian Mikrokontroler ATMEGA 8535 5.2.3 Pembahasan Sensor Soil Moisture Untuk pengujian rangkaian Soil Moisture diperlukan peralatan multimeter dan power supply (bisa menggunakan catu daya atau dari tegangan ouput USB) serta tanah yang akan diuji. Pengujian rangkaian sensor ini dilakukan dengan mengukur tegangan output terhadap ground. Sensor dihubungkan pada power supply dengan tegangan +5V dan Ground dari mikrokontroler tersebut. Kemudian pada bagian output sensor hubungkan ke probe positif alat ukur dan Ground dihubungkan ke probe negatif alat ukur . Lakukan pengukuran tegangan pada tanah yang berbeda, dan diperhatikan tegangan keluaran pada skala alat ukur. Semakin tanah tersebut banyak mengandung air maka akan terjadi penurunan tegangan pada bagian output dan sebaliknya bila sedikit mengandung air maka semakin turun nilai tegangan outputnya.
374
5.2.4 Pembahasan LCD LCD yang digunakan pada pembahasan ini adalah LCD karakter 16x2. Yang mana pada pembasan ini LCD berfungsi sebagai media penampil hasil dari pengukuran atau pendeteksian berat badan manusia yang kemudian data hasil pengukuran dikontrol melalui mikrokontroler, sebagamana ditunjukkan pada gambar 34 di bawah ini:
Gambar 13. Tampilan Nilai Resistivitas Tanah Pada LCD 6.
Kesimpulan Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan yaitu: 1. Kenaikan nilai resistivitas tanah mengakibatkan tegangan inputan ke mikrokontroler semakin tinggi sehingga tampilan angka nilai tahanan tanah semakin turun juga. 2. Semakin banyak kandungan air dalam tanah maka nilai resistivatas tanah semakin kecil.
ISBN: 979-458-808-3
3.
4.
5.
Dengan menggunakan sensor resistivitas tanah dengan sensor kelembaban nilai tingkat kesuburan tanah dapat dideteksi dengan mudah. Data yang diperoleh dari hasil pendeteksian sensor kelembaban tanah dikontrol dengan menggunakan Mikrokontroller Atmega 8535 yang sudah terlebih dahulu diprogram dengan menggunakan Bahasa Pemrograman Bahasa C AVR sebagai alat pengontrol sehingga pendeteksian nilai kesuburan tanah dapat dilakukan secara otomatis. Tampilan nilai tingkat kesuburan tanah yang telah di input diproses melalui MC dan kemudian ditampilkan melalui media penampil yaitu LCD.
7. Daftar Pustaka Winoto Ardi. (2008). Mikrokontroler AVR ATMega8/32/16/8535 dan Pemrogramannya dengan Bahasa C pada Win AVR . Yogyakarta Penerbit Informatika. Wahyudianto Dariska Kukuh, Rika Rokhana, Eru Puspita. (2008). Rancang Bangun Alat Ukur
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Resistivitas Tanah Sebagai Alat Bantu Mengethaui Indikator Kualitas Tanah untuk Tanaman Padi. Yogyakarta, Penerbit Informatika. Hendawan Soebhakti. (2007). Basic AVR Microcontroller Tutorial, Politeknik Batam. Wardhana Lingga , Penerbit Andi. (2006). Mikrokontroler AVR Seri ATMega 8535 Simulasi Hardware dan Aplikasi. Yogyakarta, Penerbit Informatika. Moch Choirul Ana, S.Si. (2008). Modul Elektronika 1. Yogyakarta, Penerbit Informatika. Ali Muhamad,. Chandra Ariadie N, Asmara Andik , (2013). Modul Proteus Professional Untuk Simulasi Rangkaian Digital Dan Mikrokontroler (Materi Lanjutan Mikrokontroler). Yogyakarta, Penerbit Andi. Sugiri, A. 2004). Buku Elektronika Dasar dan Peripheral Komputer. Yogyakarta Penerbit Andi. Septian TaufiqDwi,, 2010) Buku Pintar Robotika Bagaimana Merancang dan Membuat Robot Sendir Yogyakarta. Penerbit Andi.
375
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
“CICAC SOFTWARE” SEBAGAI APLIKASI PERHITUNGAN SUBNETTING DASAR PADA MATERI PROTOKOL PENGALAMATAN Febrianto Alqodri1, Devi Skripsiana2, Akhsin Nurlayli3, Ahmad M. Nidhom4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Malang, Malang Email korespondensi :
[email protected] Abstrak Subnetting merupakan salah satu metode untuk membagi suatu alamat jaringan (IP Address) menjadi beberapa sub network. Pembagian tersebut dilakukan dengan tujuan efisiensi Internet Protocol (IP) agar tidak boros karena penggunaan yang tidak sesuai, selain itu subnetting dapat digunakan sebagai keamanan pada jaringan komputer. Mengingat pentingnya implementasi subnetting dalam dunia jaringan dan juga kajian mengenai teori subnetting yang hampir selalu diujikan pada tingkat SMA/SMK maupun perguruan tinggi, maka dibuatlah suatu program untuk melakukan perhitungan subnetting berbasis desktop dengan nama CICAC Software. Software ini dibuat dengan algoritma kalkulasi subnetting metode Classless Inter-Domain Routing (CIDR) IP versi 4(IPv4), karena metode inilah yang banyak digunakan pada kalangan pelajar untuk belajar subnetting. Selain itu, bahasa pemrograman yang digunakan ialah bahasa pemrograman JAVA agar program tidak hanya berpusat pada Sistem Operasi Windows saja (MultiPlatform). Dari hasil perancangan dan implementasi kode yang dibuat, pengembang dapat menghasilkan suatu program untuk melakukan kalkulasi subnetting CIDR IPv4 yang mampu menampilkan informasi IP dari inputan user, melakukan validasi input user, memberikan notifikasi validitas IP yang diinputkan dan pengeksporan informasi IP yang ditampilkan pada aplikasi lain (Notepad). Aplikasi ini membantu user dalam mengetahui pendistribusian IP Address hasil perhitungan subnetting, sehingga user tidak lagi memerlukan tabel IP dalam melakukan proses kalkulasi subnetting IPv4. Kata kunci: CICAC Software, Subnetting, Java OOP 1.
PENDAHULUAN Subnettting merupakan proses pembagian atau pemecahan jaringan ke dalam beberapa sub jaringan dengan jumlah host yang lebih sedikit[1]. Tujuan dari dilakukannya subnetting ialah efisiensi terhadap IP Address, selain itu subnetting juga digunakan untuk security (keamanan) dalam jaringan. Terdapat dua metode utama dalam melakukan subnetting pada alamat jaringan, yaitu metode VLSM dan metode CIDR. CIDR Classless Inter-Domain Routing (CIDR) adalah sebuah cara alternatif untuk menuliskan IP address yang berbeda ke dalam kelas A, kelas B, kelas C, kelas D, dan kelas E[2]. Sedangkan metode VLSM (Variable-Length Subnet Mask) lebih menitik beratkan pada pemenuhan jumlah host dari alamat IP yang tersedia. Jika ditelusuri lebih jauh lagi dalam lingkup pembelajaran khususnya pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), kompetensi tersebut dijabarkan menjadi Kompetensi Inti, kemudian Kompetensi Dasar hingga berbentuk suatu panduan pengajaran berbentuk silabus. Berdasarkan silabus pengajaran Kurikulum 2013, terdapat mata pelajaran Jaringan Dasar yang digunakan sebagai landasan pengetahuan tentang dasar jaringan bagi jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Dimana dalam mata pelajaran Jaringan Dasar tersebut, terdapat
376
salah satu materi yang membahas mengenai “subnetting classfull” (KD 3.6). Sehingga, pemahaman siswa terhadap materi subnetting tersebut sangatlah penting. Mengingat materi ini hampir pasti selalu keluar dalam soal UN dan pentingnya materi jika siswa memang ingin melakukan magang/bekerja dilingkup jaringan. Sejauh ini memang banyak media pembelajaran subnetting yang sudah dibuat oleh para pengembang/peneliti lainnya, salah satu contohnya media dari Yoga Purwanto yang terpublikasi pada Jurnal Sarjana Teknik Informatika Volume 1 Nomor 1 Tahun 2013 dengan judul Implementasi Multimedia Sebagai Media Pembelajaran (Studi Kasus : Materi Subnetting Pada IPv4). Yoga purwanto membuat media yang bertujuan untuk membelajarkan subnetting lewat media interaktif dengan tools Adobe Flash CS 3 Profesional. Media tersebut, dicoba pada lingkup Pendidikan Tinggi dengan sasaran mata kuliah Komunikasi Data dan Jaringan Komputer. Melihat latar belakang tersebut, penulis membuat program yang dapat melakukan kalkulasi subnetting alamat jaringan pada metode CIDR dengan tujuan dapat mempermudah siswa memahami konsep subnetting CIDR dan mengetahui implementasi rambu-rambu dalam subnetting CIDR (program masih dibuat dalam metode subnetting CIDR saja).
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Subnetting CIDR CIDR Classless Inter-Domain Routing (CIDR) adalah sebuah cara alternatif untuk menuliskan IP address yang berbeda ke dalam kelas A, kelas B, kelas C, kelas D, dan kelas E[2]. Untuk mencari jumlah host dalam satu network, dalam subnetting memakai rumus (1)
Diagram alir program terdapat pada gambar 1 berikut yang menjelaskan alur perhitungan IP Start
oktet1, oktet2, oktet3, oktet4, blok, netmask, netaddress, braddress; kalkulasi;
Sedangkan mencari jumlah host dalam satu network memakai rumus (2)
Oktet14,subnet
Dimana nilai x merupakan digit biner dari nilai 1 oktet yang disubnet, dan nilai y merupakan digit 0 dari oktet yang disubnet. 2.2.
Bahasa Pemrograman Java Java adalah bahasa pemrograman yang dapat dijalankan di berbagai komputer termasuk telepon genggam. Bahasa ini awalnya dibuat oleh James Gosling saat masih bergabung di Sun Microsystems saat ini merupakan bagian dari Oracle dan dirilis tahun 1995. Bahasa ini banyak mengadopsi sintaksis yang terdapat pada C dan C++ namun dengan sintaksis model objek yang lebih sederhana serta dukungan rutin-rutin atas bawah yang minimal[3]. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi yang digunakan oleh pengembang untuk membuat program ialah: 1. Perancangan Perancangan yang dibuat oleh pengembang berikatian dengan diagram alir yang dibuat, yaitu untuk membuat rambu-rambu untuk memberikan hasil perhitungan subnetting dan menampilkan pesan jika IP tidak valid. Algoritma program secara umum ialah Algoritma dari program ini adalah sebagai berikut: 1) START 2) Menginputkan IP kelas C dan prefix yang digunakan 3) Melakukan perhitungan terhadap input dan perulangan untuk mencetak daftar distribusi IP. Jika pada distriusi pertama maka akan mencetak network ke 1 dan selanjutnya mencetak network ke -n 4) Menampilkan Info Detail IP Address 5) Menampilkan kalkulasi CIDR 6) Menampilkan info Distribusi IP 7) SELESAI
network =(int)Math.pow(2,(subnet-24)) host=(int)Math.pow(2,(32-subnet)) blok=(oktet4/host)+1 nettaddress=netaddress = (blok-1)*host braddress = (blok*host)-1
3.
No
Yes Network=0?
x++
Print network lisk
End
Gambar 1. Gambar alur perhitungan IP CICAC Software
377
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Untuk selanjutnya, desain diagram kelas dari program ialah seperti gambar berikut:
ISBN: 979-458-808-3
String a[] ={""+(x+1)+"",net_cal,host_awal,host_akhir,broad cast_cal}; dtm.addRow(a); } 3. Deployment aplikasi Tahap ini ialah melakukan kompilasi utuh (deploy) sehingga program yang dibuat menjadi format yang excutable (*.exe)
Gambar 2. Diagram kelas dari CICAC Software 2. Implementasi kode Tahap implementasi kode ini untuk mengimplementasikan alur algoritma yang sudah dibuat kedalam bahasa pemrograman Java dengan konsep OOP (Object oriented Programming). Berikut ini contoh source code untuk perhitungan subnetting pada kelas C dari diagram alir yang dibuat for (int x=0;x
378
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pembahasan Kode Pada program diatas terdapat kelas Info_Network yang digunakan sebagai kelas abstrak dan kelas KelasC yang digunakan sebagai kelas interface. Kedua kelas ini akan diturunkan dan diimplementasikan pada kelas Class_Info untuk nantinya method yang ada pada Class_Info akan dipanggil pada kelas Main. Pada program user akan diminta menginputkan IP sebanyak 4 oktet pada TextFiled yang tersedia. Untuk meminimalisir kesalahan dalam input data, pada program dbuat HanyaAngka(evt) yang berfungsi untuk memfilter input yang masuk hanya berupa angka, delete dan backspace saja (method tersebut sebagai validasi input). Kemudian program menampilkan info detail dari IP tersebut. Dimana info detail tersebut diperoleh dari pemanggilan method pada Class_Info seperti perhitungan netmask hingga network address seperti pada syntax berikut : netmask = CI.Info_Netmask(subnet); Info_Netmask.setText(" 255.255.255."+netmask); host = CI.Info_Host(subnet); blok = CI.Info_Blok(oktet4,host); Info_Blok.setText(" "+blok); Info_NetID.setText(" "+oktet1+"."+oktet2+"."+oktet3); Info_HostID.setText(" "+oktet4); netaddress = CI.Info_Netaddress(blok,host); Sehingga, pada program utama hanya memanggil method-method yang ada pada kelas Class_Info. Selanjutnya program akan mengkalkulasi nilai CIDR dari IP yang diinputkan user untuk selanjutnya ditampilkan pada bagian info kalkulasi CIDRnya, perhitungan tersebut lewat syntax Info_IP_Full.setText(" "+oktet1+"."+oktet2+"."+oktet3+"."+oktet4+" / "+subnet); network = CI.Info_Network(subnet);
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Info_SubNetwork.setText(" "+network);
dari detail IP yang diinputkan ke dalam bentuk notepad dengan menekan tombol Ekspor Info IP.
Info_HostPerNetwork.setText(" "+host); Info_UsableHostPerNetwork.setText(" 2));
4.2. Tampilan program Berikut ini beberapa tampilan program yang dibuat : "+(host-
Perhitungan selanjutnya ialah program akan menghitung distribusi alamat IP berdasarkan IP yang diinputkan oleh user, jika pada perulangan pertama maka program akan mencetak network pertama pada baris distribusi IP tersebut. Lalu pada perulangan kedua dan seterusnya program akan menghitung distribusi IP pada network ke 2 dan seterusnya. Syntax perulangan yang digunakan ialah for (int x=0;x
Gambar 3. Tampilan utama program
if (x==0) { //DefaultTableModel dtm = (DefaultTableModel) Tabel_IP.getModel(); String net_cal = (" "+oktet1+"."+oktet2+"."+oktet3+".0"); String host_awal = (" "+oktet1+"."+oktet2+"."+oktet3+".1"); String host_akhir = (" "+oktet1+"."+oktet2+"."+oktet3+"."+(temp_netm ask-2)); String broadcast_cal = (" "+oktet1+"."+oktet2+"."+oktet3+"."+(temp_netm ask-1)); String a[] ={""+(x+1)+"",net_cal,host_awal,host_akhir,broa dcast_cal}; dtm.addRow(a); } String net_cal = (" "+oktet1+"."+oktet2+"."+oktet3+"."+(temp_netm ask*x)); String host_awal = (" "+oktet1+"."+oktet2+"."+oktet3+"."+((temp_net mask*x)+1)); String host_akhir = (" "+oktet1+"."+oktet2+"."+oktet3+"."+((((temp_net mask*x)+1)+(host-3)))); String broadcast_cal = (" "+oktet1+"."+oktet2+"."+oktet3+"."+((((temp_net mask*x)+1)+(host-3))+1)); String a[] ={""+(x+1)+"",net_cal,host_awal,host_akhir,broa dcast_cal}; dtm.addRow(a); }
Gambar 4. Tampilan input data user (dengan data yang valid)
Gambar 5. Pemberitahuan jika IP termasuk Network Address/Broadcast Address
Gambar 6. Tampilan ekspor info IP
Gambar 7. Tampilan ekspor distribusi IP
Selain menampilkan informasi perhitungan didalam program, program juga dapat mengekspor informasi
379
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ISBN: 979-458-808-3
Aplikasi ini dapat membantu siswa untuk mengerti identitas (informasi detail dari alamt IP) dan pendistribusian IP Address ketika dilakukan subnetting, selain itu juga dapat mengerti ramburambu subnetting karena terdapat notifikasi ke-validan IP Gambar 8. Notifikasi jika menginputkan selain angka
Gambar 9. Notifikasi jika penginputan alamat IP salah 5.
KESIMPULAN Aplikasi CICAC ini dibuat dengan bahasa pemrograman Java dengan menggunakan algoritma kalkulasi subnetting metode CIDR, karena metode inilah yang banyak digunakan pada kalangan pelajar.
380
6. DAFTAR RUJUKAN [1] Sutanta, E., 2005, Komunikasi Data & Jaringan Komputer, Graha Ilmu, Yogyakarta, Indonesia. [2] Noertjahyana, A. (2011). Perancangan aplikasi pembelajaran vlsm dan cidr berbasis web. Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2011 (Semantik 2011), hal 6 [3] Zamachsari, F. (n.d.). Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Dana. Retrieved from Platform Bahasa Pemrograman Sakti: http://www.span.depkeu.go.id/content/platformbahasa-pemrograman-sakti
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
PENATAAN GEOMETRIK PERSIMPANGAN RUAS JALAN UTAMA DI KOTA MEDAN Syafiatun Siregar1, Asri Lubis2, Kristian R3 1 Fakultas Teknik Unimed, Medan 2 Fakultas Teknik Unimed, Medan 3 Fakultas Teknik Unimed, Medan Email korespondensi :
[email protected] Abstrak Persimpangan adalah bagian yang terpenting dari jalan perkotaan, karena sebagian besar dari efisiensi, keamanan, kecepatan, biaya operasi dan kapasitas lalu lintas tergantung pada perencanaan geometrik persimpangan. Keadaan pada jam-jam puncak mengakibatkan kemacetan sementara pada persimpangan jalan. Adanya perubahan fungsi kelas jalan membuat kapasitas jalan menjadi rendah. Persimpang ruas jalan yang dilakukan pada penelitian ini adalah persimpanagan jalan . Tujuan penelitian untuk melihat kondisi persimpangan pada titik-titik persimpangan yang akan ditinjau seperti kondisi persimpangan, lebar dan jumlah jalur, lampu lalu lintas, dan besar sudut persimpangan dan merekomendasi kendala pada persimpangan ruas jalan utama. Metodologi yang digunakan adalah dengan mengkolaborasi data-data sekunder dan data-data primer. Hasil yang didapat perhitungan alinyemen horizontal tidak diperlukan di persimpangan penelitian (nilai alinyemen vertikal kurang dari 1%). Jarak perhitungan di kawasan persimpangan adalah 100 m dari masing-masing lengan jalan. Hal ini bertujuan untuk membatasi ruang lingkup kegiatan agar tidak melebar dan terfokus pada titik persimpangan saja. Jari-jari geometrik persimpangan adalah kurang dari nilai standar dengan kecapatan rencana 60 km/jam yaitu 150 m. Kata kunci: Geometrik jalan, Perimpangan, jalan utama PENDAHULUAN Persimpangan adalah bagian yang terpenting dari jalan perkotaan, karena sebagian besar dari efisiensi, keamanan, kecepatan, biaya operasi dan kapasitas lalu lintas tergantung pada perencanaan geometrik persimpangan. Setiap persimpangan mencakup pergerakan lalu lintas baik secara menerus dan saling memotong pada satu atau lebih dari kali persimpangan dan juga pergerakan perputaran. Pergerakan lalu lintas ini dikendalikan dengan berbagai cara, tergantung pada jenis persimpangannya. Menurut Shirley (2000) perencanaan geometrik adalah perencanaan jalan dimana geometrik atau dimensi nyata jalan beserta bagian-bagiannya disesuaikan dengan tuntutan sereta sifat-sifat lalu lintas. Perencanaan geometrik pada umumnya menyangkut aspek perencanaan jalan seperti lebar, tikungan, landai, jarak pandang dan juga kombinasi dari bagian-bagian tersebut. Perencanaan geometrik ini berhubungan erat dengan arus lalu lintas, sedangkan perencanaan konstruksi jalan lebih berkaitan dengan beban lalu lintas. Perencanaan geometrik persimpangan bertujuan untuk mengurangi kemungkinan tubrukan antara kendaraan bermotor, sepeda, pejalan kaki maupun fasilitas lainnya sehingga memberikan kemudahan, kenyamanan dan ketenangan terhadap para pemakai jalan melalui persimpangan. Seiring dengan perkembangan pembangunan di Kota Medan serta pertumbuhan jumlah kendaraan yang ada, kondisi di beberapa persimpangan sudah tidak memenuhi persyaratan standar perencanaan geometrik jalan perkotaan. Keadaan ini pada jam-jam puncak mengakibatkan kemacetan sementara pada persimpangan tersebut. Contohnya seperti, tipe jalan
kelas I mempunyai tingkat layanan kendaraan lebih besar dari tipe jalan kelas II, jika pergerakan kendaraan banyak masuk dari jalan kelas I menuju kelas II tentunya akan menimbulkan kemacetan dipersimpangan, disebabkan row jalan kelas II lebih kecil. Hal ini terjadi dibeberapa simpang di kota Medan, seperti simpang Jalan Juanda - Jalan Imam Bonjol dan Jalan Aksara –Jalan Wahidin/Jalan Pukat VII TINJAUAN PUSTAKA A. Titik Konflik pada Persimpangan Titik konflik pada suatu persimpangan adalah lokasi titik-titik di mana 2 (dua) pergerakan jika dilakukan secara simultan akan menyebabkan benturan. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa suatu titik konflik akan rawan terhadap tundaan dan kecelakaan, dan usaha untuk mengelola titik konflik ini dalam jangka untuk meminimalkan tundaan maupun tingkat kecelakaan (Tamin, 2013). Jika ditinjau lebih lanjut, banyaknya jumlah titik konflik dari suatu persimpangan akan sangat dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu: 1) Kondisi geometrik persimpangan, 2) Arah pergerakan lalu lintas dan 3) Volume pergerakan lalu lintas. Pada dasarnya sasaran dan tujuan pengelolaan titik konflik adalah: 1) Mengurangi tundaan, 2) Memperbesar kapasitas persimpangan dan 3) Mengurangi tingkat kerawanan tehadap kecelakaan B.
Strategi Pengurangan Titik Konflik Pengaturan titik konflik pada persimpangan dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari bentuk persimpangan yang bersangkutan. Untuk 381
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
persimpangan di bawah ini, misalnya pengurangan titik konflik dapat dilakukan dengan penambahan median dan juga penambahan taper. Perlu diingat bahwa pengurangan titik konflik tidak berarti akan menyebabkan pergerakan menjadi lebih efisien. Benar bahwa untuk beberapa kondisi tundaan bisa dieliminir atau dikurangi, tetapi mungkin saja jarak perjalanan menjadi lebih panjang. C.
Strategi Pengurangan Volume Pergerakan Pengurangan volume pergerakan pada suatu persimpangan bisa dilakukan dengan mengalihkan beberapa arus lalu lintas pada rute lain, dengan tetap menjaga titik tujuan dari pergerakan itu sendiri. Jadi pengurangan volume pergerakan yang dimaksud adalah volume pergerakan yang ada di persimpangan. Dengan adanya pengurangan volume pergerakan di persimpangan maka meskipun jumlah titik konflik tidak berkurang tetapi tingkat kerawanan terhadap 'tundaan' maupun kecelakaan menjadi jauh berkurang. D. Volume Dan Kapasitas Lalu Lintas Pada Persimpangan Jalan Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati simpang/sepenggal jalan yang akan diamati pada periode waktu tertentu. Data yang penting dalam evaluasi simpang adalah menentukan volume lalu lintas tiap jamnya. Dalam memperkirakan volume lalu lintas di suatu simpang sebidang dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain (Tamin, 2013) 1. Penghitungan lalu lintas pada jam-jam puncak/peak hour(pagi,siang,sore) pada hari-hari kerja. Volume lalu lintas pada hari minggu atau hari libur biasanya akan lebih kecil dari hari-hari kerja. Sedangkan pada daerah wisata, jam puncak terjadi pada hari libur; 2. Menetapkan rute untuk masing-masing jam puncak. Berdasarkan dari data jumlah kendaraan yang melintasi simpang tersebut dapat dihitung volume perjam perencanaan (DHV) sebagai berikut : DHV = DTV x K/100 Dimana : F. Kapasitas Lalu Lintas Pada Simpang Kapasitas adalah volume maksimum yang dapat melewati suatu potongan lajur jalan dan lalu Jenis/ Arah
2.158 273 443
65 14 6
Lurus Kanan Kiri
1.094 631 65
1.094 631 65
382
lintas ideal. Kapasitas merupakan dasar untuk melakukan perhitungan ruas untuk dapat menampung beban lalu lintas yang melewatinya. Sedangkan kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (C0) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor penyesuaian (F), dengan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas (Tamin, 2000). Rumus yang digunakan untuk menghitung kapsitas jalan kota berdasarkan MKJI 1996 adalah : C = Co x Fcw x FCsp X Fcsf x FCcs Rumus yang digunakan untuk kapasitas jalan berdasarkan MKJI 1996 untuk menilai kapasitas simpang tak bersinyal adalah : C = Co×FW ×FM×FCS × FRSU × FLT × FRT × FMI
METODOLOGI Secara garis besar, prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan pengkoordinasian sinyal antar simpang kali ini adalah: a. Tahap persiapan, berupa studi kepustakaan dari berbagai literatur dan internet. b. Tahap pengumpulan data, di mana data diperoleh dengan survey lapangan berupa kondisi lingkungan, geometrik jalan, volume kendaraan yang melewati simpang, dan waktu sinyal pada tiap simpang. c. Tahap analisa data dari survey yang didapat di lapangan.. d. Perencanaan cycle time baru yang didasarkan pada kondisi terjenuh saat eksisting. Terdapat 3 buah survey Primer yang harus dilaksanakan untuk membantu dalam analisis penataan Geometrik Persimpangan persimpangan kota Medan yaitu: a. Survey Volume Lalu Lintas di Persimpangan b. Survey panjang antrian c. Survey Kondisi eksisting di persimpangan yang ditinjau HASIL DAN PEMBAHASAN A. Volume Lalu Lintas Untuk volume lalulintas pada tinjauan masing-masing lengan dapat dilihat sebagai berikut (pembacaan lengan dimulai dari atas dan bergerak searah jarum jam)
Tabel 1. Volume lalu lintas Lengan II (smp) Lengan III (smp) LV HV MC LV HV MC Simpang Jl. Juanda-Jl. Imam Bonjol 2.789 504 20 1.735 2.553 44 445 368 169 5 243 783 407 498 437 4 1.404 210 6 201 Simpang Jl. Aksara – Jl. Wahidin/Jl. Pukat VIII 477 2.566 22 2.213 2.566 22 2.213 44 293 267 293 267 192 377 1.438 377 1.438
Lengan I (smp) LV HV MC
Lurus Kanan Kiri
ISBN: 979-458-808-3
Lengan IV(smp) LV HV MC 4 10 729 638 196
918 788 381 1
445 407 201 2.077 1.341 191
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
B. Panjang Antrian Panjang antrian (queve length) merupakan jumlah kendaraan yang antri pada suatu pendekat. Pendekat adalah daerah suatu lengan persimpangan jalan untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti. Satuan panjang antrian yang digunakan adalah satuan mobil penumpang (MKJI, 1997). Tabel 2 Panjang antrian dan waktu yang dibutuhkan untuk mengurai kendaraan 1 Lengan Panjang Antrian (m) Lama waktu urai (detik) 1 200 50 2 80 20 Jl. Juanda – Jl. Imam Bonjol 3 200 60 4 75 30 1 64 75 2 88 120 Jl. Aksara – Jl. Wahidin /Jl. Pukat VII 3 102 35 4 64 30 Tabel 3. Kondisi eksisting geometrik persimpangan N Nama Ruas Jalan Tolak ukur/ Acuan Karekteristik o 1 Jl. Juanda 1 Lebar lajur 2 Jumlah lajur Tipe Jalan II 3 Dipisahkan median antar jalur Kelas Jalan I 4 Lebar median 5 Lebar jalur tepian median 6 Lebar bahu kiri jalan / luar - ada trotoar - tidak ada trotoar 7 Lebar bahu kanan jalan / dalam 8 Lebar trotoar 9 Jarak pandang henti 10 Kecepatan rencana 11 Jari minimum berdasarkan kec. Rencana - Vr = 60 km/jam 12 Jarak landai maksimum - Vr = 60 km/jam 13 Panjang landai kritis pada kelandaian - Vr = 60 km/jam, 6 % 14 Berdasarkan SMP kendaraan - Banyak simpang 15 Lajur belok kanan 16 Lajur parkir kendaraan 17 Pengaturan jalan masuk 18 Hambatan samping
19 Kondisi lain dipersimpangan
Nilai Standar *) 3,5 m 4 lajur ya 2m 0,25 m
Kondisi Eksisting 3,85 m 4 lajur ya 0,5 m 0,25
0,5 m 2m 0,5 m
0,5 0,3 m
3m
2m
Keterangan nilai diatas standar
sudah memperkecil median
posisi diatas saluran / pakai lebar minimum 1,5 m
75 m
> 75 m
60 km/jam
40-60 km/jam
150 m
±8m
kurang dari standar
5%
0,40%
beda tinggi / jarak pandang (cukup datar) standar 75 m
450 m
> 450 m
18.000 smp
6.494 smp
sebaiknya ada
tdk ada
kecepatan kendaraan
aktual
rata-rata
pengguna
cukup datar
pengguna jalur belok kanan sedikit
tidak mempunyai hambatan samping 2,5 m tdk ada terhadap parkir Ada lampu LL ada lampu LL adanya halte angkot menyebabkan angkot berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang jarak halte dari persimpangan ±50 m sebagai tempat ngetem kendaraan ketika jam pulang sekolah diarea sekitar halte sudut antar simpang ± 90° APILL baik marka jalan ada, kondisi sedang ada jalur masuk/keluar rumah persimpangan
didekat
383
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
No
Nama Ruas Jalan
2 Jl. Imam Bonjol Tipe Jalan II Kelas Jalan I
Tolak ukur/ Acuan Karekteristik 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12
Lebar lajur Jumlah lajur per 1 jalur Dipisahkan median antar jalur Lebar median Lebar jalur tepian median Lebar bahu kiri jalan / luar - ada trotoar - tidak ada trotoar Lebar bahu kanan jalan / dalam Lebar trotoar Jarak pandang henti Kecepatan rencana Jari minimum berdasarkan kec. Rencana - Vr = 60 km/jam Jarak landai maksimum
- Vr = 60 km/jam 13 Panjang landai kritis pada kelandaian - Vr = 60 km/jam, 6 % 14 Berdasarkan SMP kendaraan - Banyak simpang 15 Lajur belok kanan 16 Lajur parkir kendaraan 17 Pengaturan jalan masuk
ISBN: 979-458-808-3
Nilai Standar *)
Kondisi Eksisting
3,5 m 4 lajur ya 2m 0,25 m
3,8 m 4 lajur ya 0,5 m 0,25
0,5 m 2m 0,5 m 3m 75 m 60 km/jam 150 m
± 7,68 m
5%
0,40%
450 m
> 450 m
18.000 smp sebaiknya ada
6.199 smp tdk ada
2,5 m Pakai lampu LL
tdk ada ada lampu LL
3 Jl. Aksara Tipe Jalan II Kelas Jalan I
Tolak ukur/ Acuan Karekteristik 1 2 3 4 5 6
Lebar lajur Jumlah lajur Dipisahkan median antar jalur Lebar median Lebar jalur tepian median Lebar bahu kiri jalan / luar - ada trotoar - tidak ada trotoar 7 Lebar bahu kanan jalan / dalam 8 Lebar trotoar 9 Jarak pandang henti 10 Kecepatan rencana 11 Jari minimum berdasarkan kec. Rencana - Vr = 60 km/jam 12 Jarak landai maksimum - Vr = 60 km/jam 13 Panjang landai kritis pada kelandaian - Vr = 60 km/jam, 6 % 14 Berdasarkan SMP kendaraan - Banyak simpang 15 Lajur belok kanan 16 Lajur parkir kendaraan 17 Pengaturan jalan masuk 18 Hambatan samping
19 Kondisi lain dipersimpangan
sudah memperkecil median
kurang dari standar beda tinggi / jarak pandang (cukup datar) standar 75 m cukup datar
pengguna jalur belok kanan sedang tidak mempunyai hambatan samping terhadap parker hambatan samping bersifat sesaat karena dipersimpangan ada akses keluar masuk rumah marka jalan ada, kondisi sedang sudut antar simpang ± 90° APILL masih baik ada jalur masuk/keluar rumah didekat persimpangan
19 Kondisi lain dipersimpangan
Nama Ruas Jalan
nilai diatas standar
0,5 0,3 m 3m sesuai standar > 75 m 40- 60 km/jam dibawah kecepatan maks. Rencana
18 Hambatan samping
No
Keterangan
Nilai Standar *) 3,5 m 4 lajur ya 2m 0,25 m
Kondisi Eksisting 3,0 m 4 lajur ya 2m 0,25
0,5 m 2m 0,5 m 3m 75 m
0,5 0,3 m 2m > 75 m
60 km/jam
Keterangan nilai dibawah standar sesuai standar sesuai standar
sesuai standar dibawah standar ada tapi tidak berfungsi (rusak)
40 - 60 km/jam kecepatan aktual rata-rata pengguna kendaraan
150 m
7,5 m
dibawah standar
5%
1,33%
beda tinggi /jarak pandang std 75 m (cukup datar)
450 m
> 450 m
18.000 smp sebaiknya ada
13.948 smp tdk ada
2,5 m Ada lampu LL
tdk ada ada lampu LL
cukup datar
pengguna jalur belok kanan banyak mempunyai hambatan samping terhadap parkir lampu aktif tidak adanya halte angkot menyebabkan angkot berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang Banyak parkir menggunkan bahu jalan Marka jalan ada namun mulai hilang APILL ada namun kurang dipatuhi sudut antar simpang ± 90° banyak jalur masuk/keluar persimpangan
384
rumah
didekat
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
No Nama Ruas Jalan 2
Jl. Wahidin Tipe Jalan II Kelas Jalan I
Tolak ukur/ Acuan Karekteristik 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11
Lebar lajur Jumlah lajur per 1 jalur Dipisahkan median antar jalur Lebar median Lebar jalur tepian median Lebar bahu kiri jalan / luar - ada trotoar - tidak ada trotoar Lebar bahu kanan jalan / dalam Lebar trotoar Jarak pandang henti Kecepatan rencana Jari minimum berdasarkan kec. Rencana - Vr = 60 km/jam
12 Jarak landai maksimum - Vr = 60 km/jam 13 Panjang landai kritis pada kelandaian - Vr = 60 km/jam, 6 % 14 Berdasarkan SMP kendaraan - Banyak simpang 15 Lajur belok kanan 16 Lajur parkir kendaraan 17 Pengaturan jalan masuk 18 Hambatan samping 19 Kondisi lain dipersimpangan
Nilai Standar *) 3,5 m 4 lajur ya 2m 0,25 m
Kondisi Eksisting 3,0 m 4 lajur ya 0,5 m 0,0 m
0,5 m 2m 0,5 m 3m 75 m 60 km/jam
0,2 0,2 m 2,5 m > 75 m 40 - 60 km/jam
150 m
sudah memperkecil median
dibawah standar dibawah standar sudah diujung pagar rumah warga dibawah kecepatan maks. rencana
±8,46m /±7,24m untuk lengan 1 dan lengan 2 jalan wahidin
5%
0,67%
450 m
> 450 m
18.000 smp ada 2,5 m Ada lampu LL
Keterangan dibawah standar sesuai standar
beda tinggi / jarak pandang (cukup datar) standar 75 m cukup datar
8.528 smp tdk ada pengguna jalur belok kanan banyak tdk ada mempunyai hambatan samping terhadap parkir ada lampu LL lampu aktiv Parkirng on street ruko dipersimpangan dengan aktifitas niaga yang cukup tinggi sudut antar simpang ± 90° ada jalur masuk/keluar rumah didekat persimpangan
385
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
386
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Hukum
387
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
388
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
SISTEM PENDUKUNG PEMILIHAN CALON PIMPINAN UNTUK MODAL HUKUM DENGAN METODE PROMETHEE Henry Kristian Siburian STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpang Limun Medan E-Mail :HK.Siburian @gmail.com Abstrak Dalam pengambilan keputusan seleksi pimpinan menjadi sangat penting. Pengambilan keputusan tersebut dapat dijadikan sebagai modal hukum apabila jika dikaitkan dengan sejumlah aspek memenuhi dan mendapat legitimasi. Metode promethee adalah menentukan dan menghasilkan keputusan dari beberapa alternatif. Di dalamnya semua data digabung menjadi satu dengan bobot penilaian yang telah diperoleh melalui penilaian terhadap hasil tes. Dipandang model ini dapat dilanjutkan dengan membangun sistem seleksi pimpinan yang akan ditempatkan sesuai dengan formasi kebutuhan disalah satu perusahaan. Sistem pendukung ini harus dilengkapi dengan informasi yang relevan tentang suatu masalah. Kata Kunci : Pendukung, Keputusan, Promethee, Pemimpin 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pengambilan keputusan adalah proses pemilihan pimpinan, di antara sejumlah alternatif yang memenuhi satu atau beberapa sasaran. Sistem pengambilan keputusan memiliki 4 fase, yaitu intelligence, design, choice, dan implementation. Fase 1 sampai 3 merupakan dasar pengambilan keputusan, yang diakhiri dengan suatu rekomendasi. Pemecahan masalah adalah serupa dengan pengambilan keputusan ditambah dengan implementasi dari rekomendasi. Dalam dunia kerja masih banyak perusahaan perusahaan yang masih menggunakan selembar kertas atau pun hanya menggunakan aplikasi microsoft excel untuk mengolah data para karyawannya terkhusus dalam hal promosi kerja untuk pemilihan calon pimpinan. Oleh karena itu sering terjadi kesalahan dan lambat dalam pengolahan data calon pimpinan yang nantinya akan di promosikan. Dari masalah di atas, terlihat bahwa perusahaan membutuhkan sebuah alat bantu yang mempermudah dalam pengelolaan pemilihan calon pimpinan. Penulis mengharapkan dengan dibangunnya sistem pendukung pengambilan keputusan ini dapat mempermudah pekerjaan tim seleksi untuk promosi jabatan. 1.2. Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Mengimplementasikan penerapan metode promethee dalam sistem pendukung keputusan pemilihan calon pimpinan. 2. Membuat alur sistem pendukung keputusan dalam pemilihan calon pimpinan.. 1.3. Identifikasi Masalah Agar pembahasan tidak terlalu meluas dan tidak menyimpang dari tujuan maka maka unsur-unsur yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana mengimplementasikan metode promethee dalam pengambilan keputusan
pemilihan calon pimpinan pada sebuah perusahaan. 2. Bagaimana merancang sistem pengambilan keputusan yang baku dalam pemilihan pimpinan. 1.4. Batasan Masalah Agar pembahasan lebih fokus diberikan batasan yaitu: 1. Sistem yang dibangun hanya akan menghasilkan data keputusan layak atau tidaknya karyawan terpilih sebagai calon pimpinan. 2. Sifat ujian yang diberikan panitia adalah tertulis dan wawancara langsung dan memiliki keterbatasan waktu. 3. Calon pempinan yang dimaksudkan adalah setingkat manager yang mampu memanage kegiatan perusahaan. 1.5. Metodologi Penelitian Penyelesaian paper ini dilakukan dengan cara : a. Mengumpulkan data-data dari berbagai sumber seperti buku referensi, majalah, internet, dan sumber-sumber lainnya. b. Menganalisa permasalahan dan menyelesaikan dengan metode yang digunakan. c. Menerapkan Metode Promoto dalam berbagai kasus, dengan sejumlah sampal data. 2. Dasar Teoritis 2.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama, menyusun alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan keputusan yang terbaik. Pada poin 389
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
ini juga akan di jabarkan beberapa pengertian dari keputusan dan pengambilan keputusan 2.2 Pengertian Keputusan Beberapa definisi keputusan yang dikemukakan para ahli dijelaskan sebagai berikut (Hasan, 2004): 1. Menurut Ralph C. Davis : Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula. 2. Menurut Mary Follet : Keputusan adalah suatu atau sebagai hukum situasi. Apabila semua fakta dari situasi itu dapat diperolehnya dan semua yang terlibat, baik pengawas maupun pelaksana mau mentaati hukumnya atau ketentuannya, maka tidak sama dengan mentaati perintah. Wewenang tinggal dijalankan, tetapi itu merupakan wewenang dari hukum situasi. 3. Menurut James A.F.Stoner : Keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: a. Ada pilihan atas dasar logika atau pertimbangan. b. Ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik. c. Ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu makin mendekatkan pada tujuan tertentu. 4. Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, SH : Keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif. 2.2 PENGERTIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN Beberapa definisi pengambilan keputusan yang dikemukakan para ahli dijelaskan sebagai berikut (Hasan, 2004) : 1. Menurut George R. Terry : Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada. 2. Menurut S.P. Siagian : Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. 3. Menurut James A.F. Stoner : Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.
ISBN: 979-458-808-3
2.3 FASE-FASE PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN Menurut Simon, proses pengambilan keputusan meliputi tiga fase utama yaitu inteligensi, desain, dan kriteria. Ia Kemudian menambahkan fase keempat yakini implementasi (Turban, 2005). Gambaran konseptual pengambilan keputusan menurut Simon dapat dilihat pada gambar 1
Gambar 1. Pengambilan Keputusan 2.4 Promethee (Preference Ranking Organizationing Method for Enrichment Evaluation) Prinsip yang digunakan adalah penetapan prioritas alternatif yang telah ditetapkan berdasarkan pertimbangan, dengan kaidah dasar : MaX{f1 (X), f2 (X), f3 (X), … fk (X) | X ∈ ℜ}, Dimana K adalah sejumlah kumplan alternatif, dan fi (i = 1, 2, …, K) merupakan nilai/ukuran relatif kriteria untuk masingmasing alternatif. Promethee termasuk dalam keluarga dari metode outranking yang dikembangkan oleh B. Roy (dalam Brans et. al, 1999), dan meliputi dua fase: 1. Membangun hubungan outranking dari K, diman K adalah sejumlah kumpulan alternatif. 2. Eksploitasi dari hubungasn ini memberikan jawaban optimasi kriteria dalam paradigma permasalahan multikriteria. Dalam fase pertama, nilai hubungan outranking berdasarkan pertimbangan dominasi masing-masing kriteria. Indeks preferensi ditentukan dan nilai outranking secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari pembuat keputusan. Data dasar untuk evaluasi dengan metode Promethee disajikan dalam tabel 1 berikut. Tabel 1. Data Dasar Analisis Promethee
Keterangan : a1, a2, …, ai, an: n alternatif potensial dan f1, f2, …, fj, fk: k kriteria evaluasi.
390
ISBN: 979-458-808-3
3. Deskripsi Sistem 3.1 Model Pembangunan Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Calon Pimpinan dengan menggunakan Metode Promethee ini bertujuan menghasilkan perangkat lunak untuk menentukan calon Pimpinan yang sesuai dengan kriteria – kriteria yang menjadi masukan sistem. Perangkat lunak Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Calon Pimpinan ini didukung basis data dimana hasil yang diperoleh dapat memudahkan dalam pencarian data selesainya masa jabatan pimpinan saat ini dan calon pimpinan berikutnya yang dapat menduduki jabatan yang kosong tersebut. Dalam hal ini terdapat dua tahapan yang harus dilalui yaitu : Tahap I : 1. Minimal Strata-1 2. Daftar Riwayat Hidup 3. Surat pengangkatan terakhir 4. Masa kerja minimal 8 tahun 5. Usia maksimal 50 tahun 6. Surat keterangan dokter. Tahap II : 1. Test Tulis a. Tentang bidang pembelajaran - Bahasa Indonesia - Kewarganegaraan - Pengetahuan Sosial b. Tentang MBPS (Materi Berbasis Pembelajaran Sekolah) - Kurikulum Berbasis Kompetensi, Life Skill c. Tentang PMPK (Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan) - Keterampilan Pemecahan Masalah - Keterampilan Mengambil Keputusan d. Sarana dan Prasarana - Memanfaatkan Sarana/ Prasarana Secara Optimal - Merawat Sarana Milik Perusahaaan e. Manajemen Konflik. - Kemampuan Menciptakan Hubungan Kerja yang Harmonis Sesama Karyawan - Kemampuan Menciptakan Rasa Aman Di Lingkungan Kerja. f. Kepimpinanan dan Manajemen - Memiliki Visi dan Memahami Misi Perusahaan - Kemampuan Berkomunikasi g. Pelayanan Keuangan - Administrasi Keuangan h. Rencana Pengembangan Perusahaan - Kemampuan Mengikuti Perkembangan IPTEK 2. Test IQ : a. Aspek Intelektual : (bobot 40) 1. Kecerdasan Umum
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
2. Pemahaman 3. Kemampuan analisis sintesis 4. Fleksibilitas berpikir 5. Kemampuan berpikir dengan angka b. Potensi Hubungan Interpersonal: ( bobot 60 ) 1. Stabilitas emosi 2. Kepercayaan diri 3. Penyesuaian diri 4. Kepimpinanan 5. Potensi kerjasama 6. Kemampuan komunikasi c. Pembuatan karya ilmiah: 1. Aturan penulisan ( bobot 25) 2. Tata bahasa ( bobot 25) 3. Penilaian presentasi ( bobot 50 ) d. Penilaian Kepribadian Untuk setiap kriteria pada tahap II memiliki bobot yang berbeda. Sedangkan bobot untuk masing – masing sub kriteria pada tahap II berbeda satu sama lainnya. Sistem ini melakukan perhitungan dengan menggunakan metode promethee. Berikut ini contoh implementasi sistem di atas pada sebuah kasus : Terdapat sebuah studi kasus tentang pemilihan calon pimpinan yang diikuti oleh dua orang peserta. Setelah keduanya lolos pada tahap penyeleksian pertama kemudian mereka mengikuti penyeleksian tahap kedua. Pada tahap kedua ini para peserta harus mengikuti penyeleksian untuk tiap – tiap kriteria yang sudah ditentukan oleh pengawas antara lain : f1 (.) : Test Tulis (70% ) 1. Bidang Pembelajaran a. Bahasa Indonesia b. Kewarganegaraan c. Ilmu pengetahuan sosial 2. Tentang MBPS (Materi Berbasis Pembelajaran sekolah) : Kurikulum Berbasis Kompetensi, Life Skill 3. Tentang PMPK (Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan) a. Keterampilan Pemecahan Masalah b. Keterampilan Mengambil Keputusan 4. Sarana dan Prasarana a. Memanfaatkan Sarana / Prasarana Secara Optimal b. Merawat Sarana Milik Perusahaan c. Pelayanan Perlengkapan 5. Manajemen Konflik. a. Kemampuan Menciptakan Hubungan Kerja yang Harmonis b.Kemampuan Menciptakan Rasa Aman Di Lingkungan Perusahaan. 6. Kepimpinanan dan Manajemen a. Memiliki Visi dan Memahami Misi b. Kemampuan Berkomunikasi 7. Pelayanan Keuangan : Administrasi Keuangan
391
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
8. Rencana Pengembangan Perusahaan : Kemampuan Mengikuti Perkembangan IPTEK f2(.) : Test IQ (15% ) a. Aspek Intelektual : (bobot 40) b. Potensi Hubungan Interpersonal: ( bobot 60 ) f3(.) : Pembuatan karya ilmiah (5%) 1. Aturan penulisan ( bobot 25) 2. Tata bahasa ( bobot 25) 3. Penilaian presentasi ( bobot 50 ) f4 (.) : Penilaian Kepribadian (10% ) Keterangan : f1, f2, f3, f4 : Kriteria dan A1, A2 : Peserta 3.2 Proses Promothee Adapun langkah dalam pengambilan keputusan dengan metode promethee berdasarkan fakta di atas adalah sebagai berikut : 1. Langkah I : Pada tahap kedua ini adalah pemberian nilai yang dilakukan oleh pengawas untuk masing – masing peserta. Batasan Standard Penilaian : Test Tulis, Karya tulis Ilmiah, Kepribadian, Ketentuan berpakaian, Ketepatan Mengikuti Session, Ketepatan mengumpulkan tugas, Keseriusan mengikuti materi, Keberanian mengajukan pertanyaan, Bobot materi pertanyaan, Kejujuran mengikuti tes, Sikap duduk saat session, Peralatan alat tulis, Etika saat istirahat, Etika berbahasa saat istirahat, Etika merokok, Etika kebersihan lingkungan, Etika waktu makan siang, Etika mengambil jenis makanan, Etika saat makan, Etika selesai makan, Etika masuk ruangan sesi, Etika keluar ruangan sesi. 2. Menghitung nilai persentasi tiap sub kriteria : Nilai sub kriteria = Nilai total x persentasi sub kriteria. Dari tabel 2 bahwa :
3. Menghitung nilai persentasi kriteria : Nilai persentasi criteria = nilai subkriteria x bobot kriteria. (tabel 2)
392
ISBN: 979-458-808-3
Tabel 2. Kriteria
ISBN: 979-458-808-3
4. Menentukan tipe preferensi dan parameter untuk tiap kriteria. Tabel 3. Tipe Preferensi
5. Proses perhitungan preferensi untuk tiap kriteria: (A1, A2)
6. Menghitung Nilai indeks :
7. Selanjutnya adalah proses perhitungan Promethee I ( Leaving Flow dan Entering Flow)
Sehingga menghasilkan tabel 4 berikut : Tabel 4. Promothee tahap I
8. Setelah mendapatkan hasil perhitungan promethee I dilakukan perhitungan Promethee II (Net Flow) Sehingga menghasilkan tabel 5 tahap II Tabel 4. Promothee tahap II
9. Setelah itu didapatkan hasil akhirnya yaitu perangkingan untuk tiap peserta : Leaving Flow : besar ke kecil, Entering flow : kecil ke besar, Net Flow : terbesar Maka hasil ranking diperlihatkan pada tabel berikut : Tabel 5. Hasil Ranking
Berdasarkan proses perhitungan diatas nilai net flow dijadikan acuan untuk menentukan peringkatnya dan didapat hasil peringkat pertama diduduki oleh A1.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
4. Implementasi 4.1 Analisa Kebutuhan Fungsional Sistem Kebutuhan fungsional sistem mendefinisikan hal – hal yang dibutuhkan oleh sistem yang akan dibangun, diantaranya : a. Dukungan untuk perubahan basis data, termasuk untuk proses update dan edit terhadap basis data. b. Membuat report yang berhubungan dengan perengkingan untuk tiap peserta. 4.2 Analisa Kebutuhan Pengguna Pengguna sistem pendukung keputusan ini terdiri atas dua kelompok pengguna, yaitu pemakai dan pengawas. Kedua jenis pengguna tersebut dibedakan dalam hal interaksi yang dapat dilakukan pada sistem, yaitu sebagai berikut : a. Kemampuan untuk melakukan proses insert,update dan delete data kriteria, dan data peserta. b. Memberikan informasi data pimpinan yang akan mengakhiri jabatannya c. Memberikan informasi hasil perangkingan.
4.3 Fase Implementasi Pada hakikatnya implementasi diusulkan untuk masalah baru, atau pengenalan terhadap perubahan. Sebuah proses akan melibatkan batasan yang terdefenisi. sehingga dapat direkomendasikan bisa bekerja, tidak ada keharusan memerlukan implementasi dalam sistem komputer. 5. Penutup 5.1. Kesimpulan Dari seleuruh pembahasan di atas ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses penentuan ranking karyawan yang dilakukan melalui perhitungan Promethee untuk seluruh nilai kriteria dianggap sudah cukup untuk menentukan hasil seleksi. 2. Sistem pendukung keputusan ini bersifat representatif pada keadaan lapangan secara umum dalam mempertimbangkan calon pimpinan yang akan diterima. 5.2. Saran Pengembangan lebih lanjut pada user-friendly dengan memperhatikan aspek-aspek hukum yang berlaku. Daftar Pustaka 1. Sri Kusumadewi, Sri Hartati,Agus Harjoko, Retantyo Wardoyo. Fuzzy Multi-Attribute decision making(Fuzzy MADM). Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, Edisi 1, 2006. 2. Brans, J.P. 28 April 2010. Promethee Methods. http://info.wlu.ca/~wwwmath/courses/graduateco urses/ma536/Promethee.pdf.
393
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
3.
Kusrini. 2007. Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan.Yogyakarta: Penebit Andi. 4. Sri Hartati & Sari Iswanti, ”Sistem Pakar dan Pengembangannya”, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, Edisi I, 2008 5. Sri Lestari. seleksi penerimaan calon karyawan menggunakan metode topsis. (KNS&I11-027). IBI Darmajaya, 2011. 6. Heri Sulistiyo, “Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menentukan Penerimaan Beasiswa” ,Bandung. 7. Weiten W & Lloyd M, “PsychologyApplied to Modern Life: Adjustment in the 21th Century”, Penerbit Tomson Wadsworth, Kanada, Edisi 8, 2006. 8. Hurlock EB, “Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”, Penerbit Erlangga, Jakarta, Edisi 5, 1999. 9. Mubin M & Cahyadi A, “Pisikologi Perkembangan”, Penerbit Quantum Teaching, Ciputat, 2006. 10. Turban, E., Arlonson, J.E, “Decision Support System and Inteligent System,6th”, New Jersey, Prentice Hall International, 2001. 11. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Penerbit Grasindo, Jakarta.
394
ISBN: 979-458-808-3
12. Subakti, Irfan. 2002. Sistem Pendukung Keputusan. 13. Kusrini“Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan”. Penerbit Andi. Yogyakarta. 2007 14. Kesuma Widodo, 2011 “Aplikasi Polling Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Politeknik Telkom Bandung Berbasis SMS Gateway”. 15. Suryadi, K, Ramdhani A., (2003) Sistem Pendukung Keputusan, Bandung: Rosda’ 16. Kadarsah, Suryadi, dan Ramdani, M. Ali, “Sistem Pendukung Keputusan, Suatu Wacana Struktural/ Idealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan”, Penerbit Rosdakarya, Bandung, 2002. 17. Hasibuan S.P Malayu, “Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah” Penerbit PT.Bumi Aksara, Jakarta, 2004. 18. Ibnu Syamsi, “Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi”, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, Edisi 2, 2000. 19. Kadarsah, Suryadi, dan Ramdani, M.Ali. Sistem Pendukung Keputusan: Suatu Wacana Idealisasi dan Implementasi kosep pengambilan keputusan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002. 20. Johannes Supranto, Teknik Pengambilan Keputusan(2005), PT. Rineka Cipta, Jakarta.
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
Bidang Kajian : Ekonomi
395
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
396
ISBN: 979-458-808-3
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
EVALUASI PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 PADA SKPD KECAMATAN MEDAN BARAT ANITA FLORANCE PARDEDE Auditor Pertama email:
[email protected] ISPEKTORAT Kota Medan JL. Kapten Maulana Lubis No.2 ABSTRAK Standar Akutansi Pemerintah (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Perubahan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang SAP adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2010. Kecamatan Medan Barat Pemerintah Kota (PEMKO) Medan merupakan salah satu SKPD sekaligus sebagai pengguna anggaran harus membuat pertanggung jawaban berupa laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan PP Nomor 71 tahun 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penyajian laporan keuangan pada SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan telah sesuai dengan PP Nomor 71 tahun 2010. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif dimulai dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh berupa laporan keuangan yang selanjutnya dibandingkan dengan PP Nomor 71 tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan penyajian laporan keuangan SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan Tahun Anggaran 2014 belum menerapkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tetapi telah berpedoman pada PP Nomor 24 Tahun 2005 karena telah menggunakan aplikasi SIMDA dimana sistem pencatatannya masih berbasis kas menuju akrual sesuai PP Nomor 24 Tahun 2005. Sebaiknya pada tahun anggaran selanjutnya SKPD Kecamatan Medan Barat telah menerapkan PP Nomor 71 Tahun 2010 dalam penyajian laporan keuangan. Kata kunci: standar akuntansi, pemerintahan, kecamatan medan barat, laporan keuangan 1.
PENDAHULUAN Pemerintahan yang baik adalah suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas dan fungsi untuk membangun negara sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Tata kelola yang baik menghendaki pemerintahan dijalankan dengan mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan yang baik. Globalisasi menuntut perwujudan sebuah pemerintahan yang baik agar tercipta sebuah transparansi, akuntabilitas, serta efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan negara atau yang lebih dikenal dengan good governance (tata kelola yang baik)[1]. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan bagian dari pemerintah daerah yang melaksanakan fungsi pemerintahan dan pelayanan publik yang disebut juga sebagai Pengguna Anggaran (PA). Selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (PKPKD), kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) yang mendelegasikan sebagian kewenangan kepala SKPD, akan meminta kepala SKPD membuat pertanggungjawaban atas kewenangan yang dilaksanakannya. Bentuk pertanggungjawaban yang diberikan bukan berupa Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) melainkan berupa laporan keuangan. Pemerintah daerah diwajibkan menyusun laporan pertanggungjawaban yang menggunakan sistem akuntansi yang diatur oleh pemerintah pusat dalam bentuk undang-undang dan peraturan pemerintah yang bersifat mengikat seluruh pemerintah
daerah. Salah satu bentuk konkrit untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara adalah dengan melakukan pengembangan kebijakan akuntansi pemerintah berupa Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang bertujuan untuk memberikan pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah[2]. Tahun 2010 terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pengganti PP Nomor 24 tahun 2005. Pada tahun 2013 terbitlah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual di Pemerintah Daerah. Berlakunya PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual membawa perubahan besar dalam sistem pelaporan keuangan di Indonesia, yaitu perubahan dari basis kas menuju akrual menjadi basis akrual penuh dalam pengakuan transaksi keuangan pemerintah[3]. Diharapkan dengan adanya perubahan basis tersebut mampu memberikan gambaran yang lengkap atas posisi keuangan pemerintah dan menyajikan informasi yang sebenarnya mengenai hak dan kewajiban pemerintah[4]. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi apakah penyajian laporan keuangan pada SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan telah sesuai dengan PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 397
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
2. TINJAUAN PUSTAKA A. AKUNTANSI PEMERINTAHAN Pengertian akuntansi menurut PP Nomor 71 tahun 2010 adalah proses identifikasi, pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penyajian laporan, serta penginterpretasian atas hasilnya. Akuntansi pada dasarnya akan menghasilkan informasi dari sebuah sistem akuntansi yang ada di dalam sebuah entitas atau organisasi bisnis yang disebut dengan informasi akuntansi yang akan dimanfaatkan oleh pengguna seperti masyarakat umum, masyarakat intelektual (termasuk didalamnya mahasiswa atau peneliti) dan para pengambil keputusan bisnis dalam organisasi [5]. B. GOOD GOVERNANCE (TATA KELOLA YANG BAIK) World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha [6]. Governance adalah pelaksanaan kewenangan ekonomi dan administrasi politik untuk mengelola urusan sebuah negara di semua tingkat dan sarana yang menyatakan mempromosikan integrasi, kohesi sosial, dan menjamin kesejahteraan penduduk mereka [7]. C. STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN Untuk memecahkan berbagai kebutuhan yang muncul dalam pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit di pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di Republik Indonesia, diperlukan sebuah standar akuntansi pemerintah yang kredibel dan dibentuk oleh sebuah komite SAP [8]. PP Nomor 71 tahun 2010 Pasal 1 menyatakan Standar Akuntansi Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah[9]. D. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH Laporan keuangan merupakan alat akuntabilitas utama pemerintah kepada wakil rakyat di parlemen atau lembaga-lembaga negara lain yang berkepentingan serta masyarakat umum [3]. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, serta membantu menentukan
398
ISBN: 979-458-808-3
ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan [7][9] E. KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH Berdasarkan PSAP Nomor 1 PP Nomor 71 tahun 2010, komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary report) dan laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai berikut. 1. Laporan Realisasi Anggaran, 2. Neraca, 3. Laporan Operasional, 4. Laporan Perubahan Ekuitas, 5. Catatan atas Laporan Keuangan. F.
Kendala Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Dalam PP. No. 71 Tahun 2010 Kendala penerapan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual yaitu sebagai berikut. 1. Kompleksitas laporan keuangan. Laporan yang harus disiapkan oleh pemerintah menjadi bertambah yaitu enam laporan dan satu CALK tanpa membedakan laporan pokok dan laporan pendukung. Hal tersebut dapat berdampak pada perubahan sistem akuntansi pemerintah yang pada akhirnya akan membuat alokasi anggaran menjadi cukup besar. 2. Kondisi pemerintah. Kondisi pemerintah meliputi sumber daya manusia dan infrastruktur untuk menerapkan SAP berbasis akrual serta kualitas laporan keuangan pemerintah yang disusun berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2005 yang belum sepenuhnya sesuai dengan PP tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya laporan keuangan yang mendapat opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan. 3. Dampak penerapan SAP berbasis akrual. Penerapan SAP berbasis akrual dapat berdampak pada jangka waktu penyelesaian dan penyampaian laporan keuangan, serta dapat berpengaruh pada jangka waktu pemeriksaan BPK RI mengingat laporan yang harus disiapkan lebih banyak dibandingkan dengan SAP sebelumnya sesuai PP Nomor 24 Tahun 2005. 4. Kondisi pengendalian internal pemerintah yang belum memadai [9] 3. METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian komparatif. Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan [9] dimana peneliti secara langsung mendatangi objek penelitian yaitu SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan untuk memperoleh data-data dan
ISBN: 979-458-808-3
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
informasi berupa laporan keuangan yang dibutuhkan serta membandingkannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010.
menuju akrual dimana SKPD hanya menghasilkan dua laporan keuangan yaitu laporan realisasi anggaran dan neraca.
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan yang beralamat di jalan Kapten Maulana Lubis No.2 Medan. Adapun waktu penelitian dimulai dari bulan Juli 2015.
B. LAPORAN REALISASI ANGGARAN Laporan Realisasi Anggaran SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan disajikan dengan klasifikasi pendapatan menurut jenis pendapatan yang meliputi Pendapatan Asli Daerah namun pada Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan untuk Tahun Anggaran 2014 tidak ada Pendapatan Asli Daerah. Klasifikasi belanja disajikan menurut jenis belanja (klasifikasi ekonomi) yang meliputi Belanja Tidak Langsung, Belanja Langsung yang meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa dan Belanja Modal.
PROSEDUR PENELITIAN Tahap penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode komparatif, 2. Merumuskan permasalahan yang jelas dan menentukan tujuan dan manfaat penelitian, 3. Mengumpulkan informasi mengenai gambaran umum instansi dan data mengenai penyajian laporan keuangan pada SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan 4. Membandingkan penyajian laporan keuangan pada SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010. 5. Membuat kesimpulan dan saran bagi SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan. C.
METODE PENGUMPULAN DATA Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan. Dalam studi lapangan ini penelitian digunakan dengan tiga cara, yaitu sebagai berikut. 1. Wawancara langsung, yaitu dengan percakapan langsung serta tanya jawab dengan pihak SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan, 2. Studi dokumentasi, dilakukan dengan melakukan penelusuran terhadap dokumen-dokumen yang mendukung penelitian, 3. Pengamatan/ observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan dan kunjungan secara langsung pada objek untuk mendapatkan keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan adalah entitas akuntansi yang menurut peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD berupa laporan keuangan. SKPD Kecamatan Medan Barat telah menggunakan pencatatan terkomputerisasi yang dibantu oleh aplikasi software yang disebut SIMDA (Sistem Informasi Manajemen Daerah) dimana sistem pencatatannya masih berbasis kas menuju akrual sesuai PP Nomor 24 Tahun 2005. Begitu pula dengan laporan keuangan yang dihasilkan masih berdasarkan laporan keuangan berbasis kas
C. NERACA Neraca SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal 31 Desember 2014. Klasifikasi aset terdiri dari aset lancar dan aset tetap. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan atau berupa kas dan setara kas. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan. Aset tetap diklasifikasikan meliputi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya. Investasi jangka panjang dibagi atas Investasi Non permanen dan Investasi Permanen. Klasifikasi kewajiban meliputi kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Klasifikasi kewajiban jangka pendek jika diharapkan dibayar (jatuh tempo pembayaran) dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Klasifikasi ekuitas dana meliputi ekuitas dana lancar (termasuk SILPA), ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan. D. PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan pada SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan tentang penyajian laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca, selanjutnya dilakukan perbandingan dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Penyajian Laporan Realisasi Anggaran SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan secara keseluruhan telah sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Penyajian pendapatan telah diklasifikasikan menurut jenis pendapatan yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah. Penyajian belanja telah diklasifikasikan menurut jenis belanja yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung, Belanja Langsung yang terdiri dari Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa dan Belanja Modal.
399
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong, 5 - 6 September 2015
Pada Neraca SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan secara keseluruhan belum sepenuhnya sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010. Penyajian aset telah disajikan menurut klasifikasi aset lancar dan aset tetap. Penyajian kewajiban telah disajikan menurut klasifikasi kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Namun penyajian ekuitas belum sesuai dengan PSAP Nomor 1 ayat 84 PP Nomor 71 Tahun 2010 yang menyatakan ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewaiban pemerintah, sehingga penyajian ekuitas tidak lagi terbagi atas ekuitas dana lancar, ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan. Salah satu penyebab penyajian laporan keuangan yang belum sepenuhnya sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 adalah penggunaan aplikasi software yang disebut SIMDA dimana sistem pencatatannya masih berbasis kas menuju akrual yang sesuai dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 sehingga belum memiliki fasilitas pencatatan untuk dua jenis jurnal yaitu jurnal finansial dan jurnal anggaran sehingga hanya menghasilkan dua laporan keuangan yaitu laporan realisasi anggaran dan neraca.
5. PENUTUP A. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Penyajian laporan keuangan pada SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan belum sepenuhnya sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 karena menurut Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 pasal 10 ayat 2 menyatakan penerapan SAP berbasis akrual pada pemerintah daerah paling lambat mulai tahun anggaran 2015. 2. Laporan Realiasi Anggaran SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan telah sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 dalam penyajian klasifikasi pendapatan dan belanja. Namun jika dilihat dari pencatatan transaksi belum sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 yang salah satunya terlihat pada pencatatan transaksi yang berkaitan dengan belanja karena tidak dilakukan dalam dua jenis jurnal yaitu jurnal finansial dan jurnal anggaran sehingga tidak dapat menghasilkan Laporan Operasional tetapi pencatatan yang dilakukan saat ini telah sesuai pada PP Nomor 24 Tahun 2005.
3. Neraca SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan belum sepenuhnya sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 karena ekuitas yang disajikan belum sesuai dengan PSAP Nomor 1 ayat 84 PP Nomor 71 Tahun 2010 karena penyajiannya masih terbagi menjadi ekuitas dana lancar, ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan yang sesuai dengan PP Nomor 24 Tahun
400
ISBN: 979-458-808-3
2005. Namun untuk penyajian aset dan kewajiban telah sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010.
4. Penyajian laporan keuangan SKPD Kecamatan Medan Barat PEMKO Medan Tahun Anggaran 2014 belum menerapkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tetapi telah berpedoman pada PP Nomor 24 Tahun 2005 karena telah menggunakan aplikasi SIMDA dimana sistem pencatatannya masih berbasis kas menuju akrual sesuai PP Nomor 24 Tahun 2005. B. SARAN Saran penelitian ini adalah: 1. Diharapkan pada tahun anggaran selanjutnya Pemerintah Kota Medan khususnya SKPD Kecamatan Medan Barat telah menerapkan PP Nomor 71 Tahun 2010 dalam penyajian laporan keuangan. 2. Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih baik dan berkualitas sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 sebaiknya Pemerintah Kota Medan mengadakan pelatihan bagi pegawai khususnya di bagian keuangan mengenai penerapan Standar Akuntansi Pemerintah dalam penyajian laporan keuangan dan dapat segera menggunakan aplikasi SIMDA dengan versi terBarat yang sistem pencatatannya telah sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010. PUSTAKA [1] Sedarmayanti. 2013. Good governance (Kepemerintahan Yang Baik) Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance. Mandar Maju, Bandung [2] Faradillah, Andi, 2013. Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010). Universitas Hasanuddin. Makassar.http://repository.unhas.ac.id/bitstream/ handle/123456789/5646/Skripsi%20%28Full%2 9.pdf? sequence=1 . Emmanell Parzen, Stochastic Proces, Molden Day 1962 [3] Harun. 2009. Reformasi Akuntansi dan Manajemen Sektor Publik di Indonesia. Salemba Empat, Jakarta. [4] Manangkalangi, Kurniawan. 2013. Analisis Penyajian Laporan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Jurnal EMBA. Vol. 1. No. 3. (2013) http://ejournal.unsrat.ac.id/ index.php/emba/article/view/1936/1533. [5] Pontoh, Winston. 2013. Akuntansi Konsep dan Aplikasi. Halaman Moeka, Jakarta. [6] Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Andi, Yogyakarta.
ISBN: 979-458-808-3
[7]
[8]
[9]
Nordiawan, Deddi., Hertianti Ayuningtyas. 2010. Akuntansi Sektor Publik Edisi Kedua. Salemba Empat, Jakarta. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Sedarmayanti., Hidayat Syarifudin. 2011. Metodologi Penelitian. Mandar Maju, Bandung.
Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2015 (SNITI) Tuktuk Siadong,, 5 - 6 September 2015
[10] Tumiwa, Yodha. 2013. Evaluasi Penerapan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) di Kota Manado. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Jurnal EMBA. Vol. 1. No. 4. (2013) http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/articl e/view/2915
401