PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI TEKNOLOGI DAN REKAYASA INDUSTRI (SINTERIN) 2015
“Inovasi Teknologi untuk Kejayaan Bangsa”
Padang, The Axana Hotel, 03 November 2015
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas
SAMBUTAN KETUA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS SINTERIN III 2015
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri ini akhirnya berhasil diterbitkan. Prosiding ini merupakan kumpulan makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri yang diselenggarakan pada tanggal 03 November 2015. Tujuan seminar ini selain sebagai media diskusi juga untuk meningkatkan kontribusi para akademisi dan profesional dalam pengembangan industri nasional melalui penyelesaian masalah teknik mesin yang efektif, hemat energi dan ramah lingkungan serta membangun suasana kondusif untuk meningkatkan jejaring antar perguruan tinggi. Telah terhimpun sebanyak 26 makalah yang dipresentasikan secara oral. Terima kasih kami sampaikan kepada semua penulis yang telah menyumbangkan makalahnya dalam prosiding ini. Terima kasih pula kami sampaikan kepada seluruh dosen dan mahasiswa jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas yang telah terlibat dalam perencanaan dan penyelengaraan seminar serta telah bekerja keras dalam pembuatan prosiding ini baik dari segi naskah agar memenuhi kaidah penulisan ilmiah dan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan maupun dari segi tampilan yang disajikan secara apik. Kami mohon maaf bila terdapat kekeliruan dalam penerbitan prosiding ini. Kami berharap dengan adanya seminar dan prosiding ini kiranya dapat berguna memberikan manfaat.
Padang, November 2015 Ketua Jurusan Dr. Ir. Is Prima Nanda
i
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Pertama-tama, marilah kita ucapkan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kegiatan Seminar Nasional Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 dengan tema “INOVASI TEKNOLOGI UNTUK KEJAYAAN BANGSA” dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Kedua, atas nama Keluarga Besar Fakultas Teknik Universitas Andalas, perkenankan saya menyampaikan Selamat Datang di kampus Fakultas Teknik Universitas Andalas, kepada bapak Ir. Bobby Gafar Umar (Ketua PII Pusat), Ir. Benny Wendry, MM (Direktur Utama PT.Semen Padang), Prof. Dr. Ir. Johny Wahyudi M. Soedarsono, DEA (Universitas Indonesia), Prof. Dr. Mohd. Hasbullah (Universitas Teknologi Malaysia) sebagai Keynote Speakers, para pemakalah dan peserta dari luar Universitas Andalas guna mengikuti seminar ini. Saya menyambut gembira seminar ini yang telah mendapatkan perhatian yang besar dari kalangan akademisi dan profesional dari institusi pendidikan, riset, industri, serta pemegang kebijakan dari institusi yang terkait, sehingga terkumpul 26 makalah yang akan dipresentasikan dalam seminar ini. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak dan Ibu pemakalah. Saya yakin bahwa dari seminar ini akan dihasilkan ide-ide, konsep-konsep, dan terobosan baru yang inovatif dalam pengembangan teknologi yang nantinya akan diaplikasikan dalam dunia industri di masa yang akan datang. Seminar ini tidak akan terselenggara dengan baik tanpa dukungan dari berbagai pihak, khususnya para sponsor dan kontribusi dari pemakalah dan peserta. Untuk itu, saya menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya. Secara khusus, saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada panitia penyelenggara atas jerih payah, kerja keras, ketekunan dan kesabarannya dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan seminar ini sehingga dapat berjalan dengan baik, lancar dan sukses. Akhirnya, melalui seminar ini,marilah kita senantiasa perkuat dan perluas jejaring serta kerjasama antar semua stakeholder dunia teknologi industri, khususnya yang ada di Indonesia, guna bekal pengetahuan dan teknologi bagi SDM Indonesia untuk mampu bersaing menghadapi persaingan global. Padang, November 2015 Dekan Fakultas Teknik Universitas Andalas Prof. Dr. –Ing. Hairul Abral
ii
SPONSOR DAN ORGANISASI PENDUKUNG
iii
PANITIA PELAKSANA
PENANGGUNG JAWAB Prof. Dr.-Ing. Hairul Abral Dekan Fakultas Teknik Universitas Andalas Dr. Ir. Is Prima Nanda Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas/ Ketua Pelaksana Dr. Eng. Eka Satria Sekretaris Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas/ Wakil Ketua Pelaksana PANITIA PELAKSANA Ketua
: Ismet Hari Mulyadi, Ph.D
Sekretaris
: Dr. Eng. Eka Satria
Seksi Kesekretariatan
: Dendi Adi Saputra M, MT
Seksi Proceeding
: Yul Hizhar, M.Eng
Seksi Acara & Dokumentasi
: Berry Yuliandra, MT Meiki Eru Putra, ST
Seksi Akomodasi dan Transportasi
: Himpunan Mahasiswa Mesin FT-Unand
DEWAN REDAKSI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Prof. Dr.-Ing. Mulyadi Bur (Universitas Andalas) Prof. Dr.-Ing. Hairul Abral (Universitas Andalas) Prof. Dr. Eng. Gunawarman (Universitas Andalas) Dr. Eng. Syamsul Huda (Universitas Andalas) Dr. Adjar Pratoto (Universitas Andalas) Dr.-Ing. Uyung Gatot S. Dinata (Universitas Andalas) Nofrijon Sofyan, Ph.D (Universitas Indonesia) Dr. Eng. Feblil Huda (Universitas Riau) Dr. Amrizal ST, MT (Universitas Lampung) Dr. Eng. Dedi Suryadi (Universitas Bengkulu)
iv
TOPIK SEMINAR
Topik Seminar Nasional Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri ini secara umum dibagi kedalam 4 (empat) bidang, yaitu: a. b. c. d.
Inovasi Rekayasa Mekanik Inovasi Aplikasi Industri Inovasi Rekayasa Material Inovasi Rekayasa Energi
KEYNOTE SPEAKERS 1. 2. 3. 4.
Ir. Bobby Gafar Umar (Ketua PII Pusat) Ir. Benny Wendry, MM (Direktur Utama PT.Semen Padang) Prof. Dr. Ir. Johny Wahyudi M. Soedarsono, DEA (Universitas Indonesia) Prof. Dr. Mohd. Hasbullah (Universitas Teknologi Malaysia)
v
SUSUNAN ACARA Seminar Nasional SINTERIN III 2015 diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 03 November 2015 mulai pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB di Hotel Axana Padang di Jalan Bundo Kandung No.14-16 Padang - Sumatera Barat No 1 2
Waktu 07.30 - 08.30 08.30 - 09.00
3
09.00 - 09.10
4
09.10 - 09.20
5
09.20 - 09.30
6
09.30 - 09.40
Acara Registrasi Ulang Pembukaan (MC) Tari Pasambahan Kata sambutan dari Ketua Panpel Kata sambutan dari Ketua Jurusan Kata sambutan dari Dekan FT –UA Pembukaan Rektor Unand
7 8
09.40 - 10.00 10.00 - 10.30
Coffe Break Keynote Speaker I
9
10.30 – 11.00
Keynote Speaker II
10
11.00 - 11.30
Keynote Speaker III
11
11.30 - 12.00
Keynote Speaker IV
12
12.00 - 12.15
13 14
12.15 - 13.30 13.30 - 14.30
Pemberian cendra mata dan Foto Bersama Ishoma Parallel Session I IND + RME : Inovasi Rekayasa Industri + Inovasi Rekayasa Mekanik
RMA + REN: Inovasi Rekayasa Material + Inovasi Rekayasa
vi
Pelaksana Panitia Panitia Cemes Ismet H. Mulyadi, Ph.D Dr. Is Prima Nanda Prof. Dr. Ing Hairul Abral Dr. Werry Darta Taifur Panitia Ir. Bobby Gafar Umar (Krtua PII) Ir. Benny Wendry,MM (Pt.Semen Padang) Prof. Dr. Ir. Johny Wahyudi M. Soedarsono, DEA (Universitas Indonesia) Prof. Dr. Mohd. Hasbullah (Universitas Teknologi Malaysia) Rektor, Dekan, Ketupat OC Peserta
Moderator/MC Hakim dan Restu Ilham/Tia Ilham/Tia Ilham/Tia
Ruang Ball Room Ball Room Ball Room Ball Room
Ilham/Tia
Ball Room
Ilham/Tia
Ball Room
Ilham/Tia
Ball Room
Dr. Is Prima Nanda
Ball Room
Dr. Is Prima Nanda
Ball Room
Firman Ridwan Ph.D
Ball Room
Firman Ridwan Ph.D
Ball Room
Ilham/Tia
Ball Room Hotel
Moderator IND + RME: Dr.-Ing. Agus Sutanto
REN + RMA: Dr. Eng. Jon Affi
- Ruang 1
- Ruang 2
Energi 15
14.30 - 15.45
Parallel Session II IND + RME : Inovasi Rekayasa Industri + Inovasi Rekayasa Mekanik
16 17 18
15.45 - 16.00 16.00 - 16.15 16.15 - 16.30
19 20
16.30 - 16.45 16.45 - 17.00
Peserta
RMA + REN: Inovasi Rekayasa Material + Inovasi Rekayasa Energi
Break Tari Cewang Pengumuman Pemakalah Terbaik Penutupan Foto Bersama
vii
Moderator IND + RME: Hendery Dahlan Ph.D
OC Cemes Dekan OC
RMA + REN: Endri Yani, MT
- Ruang 1
- Ruang 2
Ilham/Tia Ilham/Tia
Ball Room Ball Room
Ilham/Tia Ilham/Tia
Ball Room Ball Room
PARALLEL SESSION 1 (13.30 – 14.30) Bidang Moderator Ruang
: IND + RME : Dr.-Ing. Agus Sutanto :1
Bidang Moderator Ruang
: RMA + REN : Dr. Eng. Jon Affi :2
viii
Susunan Acara Parallel Session I (13.30 – 14.30 WIB) Bidang Moderator Ruang
: Inovasi Rekayasa Industri + Inovasi Rekayasa Mekanik : Dr.-Ing. Agus Sutanto : Ball Room Ruang 1
No Nama 1 Agus
Sutrisno
Instansi
Kode
Judul Makalah
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sam Ratulangi
IND-001
Ranking Criticality of Maintenance Waste Using Modified FMEA Model Implementasi Quality Function Deployment(QFD) dalam Usaha Peningkatan Kualitas Pelayanan di Swalayan Evaluasi kinerja Tungku Peleburan Logam Buata Sendiri
2
Yesmizarti Muchtiar, Heru Zikri Arsyad
Jurusan Teknik Industri, Universitas Bung Hatta
IND-002
3
Benny Siantury, Yusep Mujalis, Yosca Octaviano, Tono Sukarnoto dan Rianti Dewi SulametAriobimo Adam Malik, Irval Diska
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Tri Sakti
IND-003
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas
IND-004
4
ix
Analisis Waktu Produksi Pada Proses Penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak (HTPD-008) dengan Menggunakan Perkakas Bantu Pengelasan untuk Produksi Masal KomponenKomponen Hydrotiller
Pukul 13.30 - 13.40
PIC Cici Amelia, Ilham Wahyudi Putra
13.40 - 13.50
Cici Amelia, Ilham Wahyudi Putra
13.50 - 14.00
Cici Amelia, Ilham Wahyudi Putra
14.00 - 14.10
Cici Amelia, Ilham Wahyudi Putra
5
Habibul Fuadi Azni, Zulkifli Amin
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas
IND-005
6
Topan Prima Jona, Zulkifli Amin
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas
IND-006
x
Alat Pengaman Pintu Rumah Menggunakan Pin Kode dan Sensor Getar Berbasis Mikrokontroler ATMEGA8535 Pengeditan Model Surface Tangan Manusia Hasil 3D Scanner Menjadi Model Solid dengan Menggunakan Perangkat Lunak Autodesk 3D Max Design dan NETFABB
14.10 - 14.20
Cici Amelia, Ilham Wahyudi Putra
14.20 - 14.30
Cici Amelia, Ilham Wahyudi Putra
Susunan Acara Parallel Session I (13.30 – 14.30 WIB) Bidang Moderator Ruang No
: Inovasi Rekayasa Material + Inovasi Rekayasa Energi : Dr. Eng. Jon Affi : Ball Room Ruang 2
Nama
1
Adhytia Farma Arsal, Ilhamdi, Gunawarman
2
Widia Soviyana, Gunawarman, Ilhamdi
3
Is Prima Nanda, Dafmiko
4
Sanny Ardhy, Gunawarman, Jon Affi
5
Abdul Ajiz, Gunawarman, Jon Affi
6
Nurbaiti, Gunawarman, Jon Affi
Instansi
Kode
Judul makalah
Jurusan RMA-001 Pembuatan Serbuk TI Teknik 6AL 4V dan SS316L Mesin, Halus Sebagai Bahan Universitas Dasar Implan Tulang Andalas Berpori dengan Perlakuan Mekanik Jurusan RMA-002 Pembuatan Serbuk TI Teknik 6AL 4V dan Stainless Mesin, Steel 316L yang Halus Universitas Sebagai Bahan Implan Andalas Tulang Berpori dengan Perlakuan Termo-Mekanik Jurusan RMA-003 Pengaruh Rasio Massa Teknik Bijih Besi dengan Mesin, Reduktor dan Universitas Temperatur Reduksi Andalas pada Proses Reduksi Langsung Menggunakan Reduktor Arang kayu Jurusan RMA-004 Perilaku Korosi Teknik Titanium Dalam Mesin, Larutan Modifikasi Universitas Saliva Buatan Untuk Andalas Aplikasi Ortodontik Jurusan RMA-005 Pengaruh Perlakuan Teknik Termomekanik Mesin, Terhadap Keuletan Universitas Paduan TI-6AL-4V Andalas Untuk Aplikasi Ortopedi Jurusan RMA-006 Karakterisasi dan Uji Teknik Keras Titanium Tipe β Mesin, Ti-12Cr Universitas Andalas
xi
Pukul
PIC
13:30-13:40
Dedet Nirwanto, Resti Muhlita Putri
13:40-13:50
Dedet Nirwanto, Resti Muhlita Putri
13:50-14:00
Dedet Nirwanto, Resti Muhlita Putri
14:00-14:10
Dedet Nirwanto, Resti Muhlita Putri Dedet Nirwanto, Resti Muhlita Putri
14:10-14:20
14:20-14:30
Dedet Nirwanto, Resti Muhlita Putri
PARALLEL SESSION 2 (14.30 – 15.45) Bidang Moderator Ruang
: IND + RME : Hendery Dahlan Ph.D :1
Bidang Moderator Ruang
: RMA + REN : Endri Yani, MT :2
xii
Susunan Acara Parallel Session II (14.30 – 15.45 WIB) Bidang Moderator Ruang
: Inovasi Rekayasa Industri + Inovasi Rekayasa Mekanik : Hendery Dahlan Ph.D : Ball Room Ruang 1
No Nama 1 Dendi Adi
Instansi
Kode
Judul Makalah
Saputra, Eka Satria, Gusman Arif Pandi
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas
IND-007
2
Dendi Adi Saputra, Eka Satria, Roffi Ardinata
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas
IND-008
3
R. K. Arief
RME-001
4
Lovely So, Fadli Hafizulhaq
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Muhammad iyah Sumatera Barat Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas
5
Eka Satria, Farla Kurnia, Jhon Malta, Mulyadi Bur
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas
RME-003
6
Randi Metra, Mulyanef, Kaidir
Jurusan Teknik Mesin FTIUniversitas
REN-004
RME-002
xiii
Pukul 14.30-14.40
Optimalisasi Proses Assembly Pesawat Tanpa Awak dengan Pendekatan Produk Work Breakdown Structure (PWBS) 14.40-14.50 Perancangan Pesawat Tanpa Awak (Unmenned Aerial Vehicle) Untuk Pencitraan Lokasi Siaga Bencana di Sumatera Barat 14.50 - 15.00 Digital Technical Documentation With PDM Workgroup
Pembuatan Mesin Penyortir Produk Berdasarkan Warna Berasis Mikrokontroler Arduino UNO R3 Penghitungan Numerik Beban Kritis Buckling struktur Kolom Bertingkat (Stepper) Akibat Beban Tekan Aksial Berbasiskan Metode Beda Hingga Kaji Ekperimental Performansi Kompor Gas Untuk Mengolah Air Laut
PIC Muslihul Hakim, Rinaldi Alexander
Muslihul Hakim, Rinaldi Alexander
Muslihul Hakim, Rinaldi Alexander
15.00 - 15.10
Muslihul Hakim, Rinaldi Alexander
15.10 - 15.20
Muslihul Hakim, Rinaldi Alexander
15.20-15.30
Muslihul Hakim, Rinaldi Alexander
Bung Hatta 7
Zaini, Randi Novaldi
Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas
Menjadi Garam REN-005
xiv
Monitoring Pemakaian Energi Listrik Gedung melalui WSN
15.30-15.40
Muslihul Hakim, Rinaldi Alexander
Susunan Acara Parallel Session II (14.30 – 15.45 WIB) Bidang Moderator Ruang No
: Inovasi Rekayasa Material + Inovasi Rekayasa Energi : Endri Yani, MT : Ball Room Ruang 2
Nama
Instansi
Kode
Judul makalah
Pukul
PIC
Slamet Priyono, Titik Lestarinings ih, Bambang Prihandoko Yunaidi
Pusat Penelitian FisikaLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jurusan Teknik Mesin, Politeknik LPP Yogyakarta
RMA-007
Penggunaan FTIR Untuk Menentukan Keberadaan Phasa pada Material Keramik
14:30-14:40
Yuzalmi Fernando , Rada Mardians yah
RMA-008
14:40-14:50
Yuzalmi Fernando , Rada Mardians yah
3
Roni Novison Firman Ridwan
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas
RMA-009
14:50-15:00
Yuzalmi Fernando , Rada Mardians yah
4
Adee M. Ilham, Is Prima Nanda
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas
RMA-010
15:00-15:10
Yuzalmi Fernando , Rada Mardians yah
5
Mulyanef, Rio Ade, Duskiardi
Jurusan Teknik Mesin Universitas Bung Hatta
REN-001
15:10-15:20
Yuzalmi Fernando , Rada Mardians yah
6
Novita Sari dan Iskandar R., MT
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas
REN-002
Perbandingan Kekerasan, Struktur Mikro, Komposisi Kimia dan Kekuatan Tarik Rantai dan Sproket Sepeda Motor Produk Asli, OEM dan Non-OEM Analisa Kandungan Gas CO2 Terhadap Variasi Temperatur dan Waktu pada Proses Penyangraian Analisis Efek dari Sistem STUCCO Terhadap Permeabilitas pada Cetakan Keramik Investment Casting Kaji Eksperimental Alat Pengolahan Air Laut Energi Surya Untuk Menghasilkan Garam dan Air Tawar Potensial Limbah Kulit Durian (Durio Zibethinus L.) Sebagai Bahan Penghasilan Biogas
15:20-15:30
Yuzalmi Fernando , Rada Mardians yah
1
2
xv
dengan Variasi Campuran dan Rasio C/N 7
Wahyu Hidayat, Aep Suharto, Anwar Ilmar Ramadhan
Jurusan Teknik Mesin, UNISMA Bekasi
REN-003
xvi
Analisi Pengaruh Tubukensi Terhadap Homogenitas Campuran Udara dan Bahan Bakar dalam Ruang Silinder Motor Bensin dengan Simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic)
15.30 - 15.40
Muslihul Hakim, Rinaldi Alexander
DAFTAR ISI Sambutan Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas ............................i Sambutan Dekan Fakultas Teknik Universitas Andalas ......................................ii Sponsor dan Organisasi Pendukung .....................................................................iii Panitia Pelakasana ...................................................................................................iv Dewan Redaksi .........................................................................................................iv Topik Seminar ..........................................................................................................v Keynote Speakers ......................................................................................................v Susunan Acara .........................................................................................................vi Daftar Isi ...................................................................................................................xvii INOVASI REKAYASA INDUSTRI Ranking Criticality of Maintenance Waste Using Modified Fmea Model Agung Sutrisno .........................................................................................................1 Impelementasi Quality Function Deployment (QFD) Dalam Usaha Peningkatan Kualitas Pelayanan di Swalayan Yesmizarti Muchtiar, Heru Zikri Arsyad...............................................................2 Evaluasi Kinerja Tungku Peleburan Logam Buatan Sendiri Benny Siantury, Yusep Mujalis, Yosca Octaviano, Tono Sukarnoto, Rianti Dewi Sulamet-Ariobimo...............................................................................3 Analisis Waktu Produksi pada Proses Penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak (Ht-Pd-008) dengan Menggunakan Perkakas Bantu Pengelasan untuk Produksi Masal Komponen-Komponen Hydrotiller Adam Malik, Irval Diska.........................................................................................4 Alat Pengaman Pintu Rumah Menggunakan Pin Kode dan Sensor Getar Berbasis Mikrokontroler ATMEGA8535 Habibul Fuadi Azni, Zulkifli Amin.........................................................................5 Pengeditan Model Surface Tangan Manusia Hasil 3D Scanner menjadi Model Solid dengan Menggunakan Perangkat Lunak Autodesk 3D Max Design dan Netfabb Topan Prima Jona, Zulkifli Amin ...........................................................................6 Optimalisasi Proses Assembly Pesawat Tanpa Awak dengan Pendekatan Product Work Breakdown Structure (PWBS) Dendi Adi Saputra M, Eka Satria, Gusman Arif Pandy ......................................8 xvi
Perancangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle) untuk Pencitraan Lokasi Siaga Bencana di Sumatera Barat Dendi Adi Saputra M, Eka Satria, Gusman Arif Pandy ......................................9 INOVASI REKAYASA ENERGI Studi Performansi Air untuk Irigasi Pertanian di Desa Sumagek Nagari Sumani Kabupaten Solok Mulyanef, Kaidir, Duskiardi ...................................................................................10 Potensial Limbah Kulit Durian (Durio Zibethinus L.) sebagai Bahan Penghasil Biogas dengan Variasi Campuran dan Rasio C/N Novita Sari, Iskandar R...........................................................................................11 Analisis Pengaruh Turbulensi Terhadap Homogenitas Campuran Udara dan Bahan Bakar dalam Ruang Silinder Motor Bensin dengan Simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic) Wahyu Hidayat, Aep Surahto, Anwar Ilmar Ramadhan. ....................................12 Kaji Eksperimental Performansi Kompor Gas untuk Mengolah Air Laut menjadi Garam Randi Metra, Mulyanef, Kaidir ..............................................................................13 Monitoring Pemakaian Energi Listrik Gedung melalui WSN Zaini, Randi Novaldi................................................................................................14 INOVASI REKAYASA MATERIAL Pembuatan Serbuk Ti 64Al 4V dan SS 316L Halus Sebagai Bahan Dasar Implan Tulang Berpori Dengan Perlakuan Mekanik Adhytia Farma Arsal, Ilhamdi, Gunawarman ......................................................15 Pembuatan Serbuk Ti 6Al 4V Dan Stainlees Steel 316L yang Halus sebagai Bahan Dasar Implan Tulang Berpori dengan Perlakuan TermoMekanik Widia Siviyana, Gunawarman, Ilhamdi ................................................................16 Pengaruh Rasio Massa Bijih Besi dengan Reduktor dan Temperatur Reduksi pada Proses Reduksi Langsung Menggunakan Reduktor Arang Kayu Is Prima Nanda, Dafmiko........................................................................................17
xvii
Perilaku Korosi Titanium dalam Larutan Modifikasi Saliva Buatan untuk Aplikasi Ortodontik Sanny Ardhy, Gunawarman, Jon Affi ....................................................................18 Pengaruh Perlakuan Termomekanik terhadap Keuletan Paduan Ti-6Al-4V Untuk Aplikasi Ortopedi Abdul Ajiz, Gunawarman, Jon Affi........................................................................19 Karakterisasi dan Uji Keras Titanium Tipe β Ti-12Cr Nurbaiti , Gunawarman, Jon Affi...........................................................................20 Penggunaan FTIR untuk Menentukan Kaberadaan Phasa pada Material Keramik Slamet Priyono, Titik Lestariningsih, Bambang Prihandoko..............................21 Perbandingan Kekerasan, Struktur Mikro, Komposisi Kimia, Dan Kekuatan Tarik Rantai Dan Sproket Sepeda Motor Produk Asli, OEM, Dan Non-OEM Yunaidi ......................................................................................................................22 Analisa Kandungan Gas CO2 Terhadap Variasi Temperatur dan Waktu pada Proses Penyangraian Roni Novison, Firman Ridwan................................................................................23 INOVASI REKAYASA MEKANIK Analisis Efek dari Sistem Stucco Terhadap Permeabilitas pada Cetakan keramik Investement Casting Is Prima Nanda, Adee M. Ilham .............................................................................24 Digital Technical Documetation with PDM Workgroup R.K Arief ...................................................................................................................25 Pembuatan Mesin Penyortir Produk Berdasarkan Warna Berbasis Mikrokontroler Arduino UNO R3 Lovely Son, Fadli Hafizulhaq..................................................................................26 Penghitungan Numerik Beban Kritis Buckling Struktur Kolom Bertingkat (Stepper) Akibat Beban Tekan Aksial Berbasiskan Metode Beda Hingga Eka Satria, Farla Kurnia, Jhon Malta, Mulyadi Bur. ..........................................27
xviii
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: IND-001
Ranking Criticality of Maintenance Waste Using Modified FMEA Model Agung Sutrisno Department of Mechanical Engineering Sam Ratulangi University Kampus Bahu, Manado, Sulawesi Utara 95115 E-mail:
[email protected]
Abstract Motivated by growing importance of sustainability issues nowadays, endeavour to improve criticality assessment model to rank factors affecting the occurrence of non-value added operation in industrial practice is important. While studies focusing on the performance improvement of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) are abundantly available in product design and manufacturing, the situation is in contrary in maintenance engineering discipline. This study shows an improved modification of FMEA model to rank the criticality of maintenance waste from maintenance operation. An illustrative example of the proposed model is demonstrated using case example from industrial maintenance practice is given. Keywords: Modified FMEA, Maintenance Waste, Waste Priority Index (WPI) (RPN).
and
Risk Priority Number
Difference from the formulation of the Risk Priority Number (RPN) in Conventional FMEA, in the modified FMEA of this study, the probability components are split into two, probability of waste occurrence and probability of waste avoidance.
1. Introduction Driven by growing issues pertaining to sustainability, creating an improved methodology for accessing waste is important (Garreti and Taisch, 2013). While the role and contribution of studies advancing sustainability from product design and manufacturing discipline are abundantly available in literature, the situation is contrary from maintenance management and engineering discipline. According to Ventakasubramanyan (2005), contribution of maintenance discipline supporting sustainable manufacturing operations is still mostly focus on extending equipment lifetime. Motivated by scarcity on studies to support creation of sustainable manufacturing operation from maintenance perspective, this paper intended to propose modification of the engineering tool, the FMEA, to minimize the waste of maintenance activities from the lean manufacturing perspective. In attempt to reach above goal, first, we proposed an improved decision support model for ranking maintenance waste. Next, the proposed model is applied into electricity generating company. Discussions and opportunities for further investigation are given in conclusion.
The waste probability avoidance score reflects the probability of the maintenance waste avoidance during maintenance operation. Considering that probability is having a score ranging from 0 to 1, the determination of maintenance waste avoidance score is based on numerical value between 0 and 1. Numerical score 0 represents impossibility of a particular waste mode to be avoided and 1 represent the certainty to avoid the maintenance waste occurrence. Meanwhile, the waste occurrence scale represents the possibility of a particular waste will occur as in conventional FMEA. 2.2. Waste Detect ability Occurrence By using control or inspection methods owned by firm, companies can determine the scale of waste ease of detection. In other words, wastes detect ability occurrence representing the probability of company’s ability to detect the occurrence of specific waste. The scale of waste detectability occurrence is similarly based on 0-1 scale as in previous probability scale.
2.3 Waste Severity Score The occurrence of a particular waste will cause many consequences. Those could be in the form of increased lead time, dissatisfied consumers, safety matters,
2. Waste Priority Number-Model Development 2.1. Probability of Waste Occurrence and Avoid ability
1
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: IND-001
financial losses and others. Evaluation of the waste occurrence should consider many aspects such as economics, environmental, safety, reputational and so on. Considering that maintenance waste may have many consequences in terms of negative technological, economical, safety reputational impact; the use of multi criteria decision tool such as the AHP can aid decision makers in appraising severity of maintenance waste consequences using multiple criterion ( Singh and Kulkarni, 2013).
Erroneous Maintenance activities
In an attempt to validate the proposed modified FMEA model, a case study type research is used The company where the case example applied is electricity generating company. To achieve the targeted research goals, company visit, interviews, departments meeting and investigating archival documents from maintenance and operations unit of the company are performed. For obtaining relevant data pertaining to how maintenance and operation are practiced in its everyday activities, interview with maintenance, quality assurance and operations manager who has more than 15 years of working experiences is conducted. In attempt to demonstrate the proposed model for accessing the risk of maintenance waste causes, the criteria used to access the severity of maintenance waste consequences are expected cost incurred when a particular waste occurred, customer dissatisfaction, the impact of maintenance waste to the environment and electricity generating lead time. The electricity generating lead time is defined as the time span from the occurrence of the maintenance work order request until the success on generating electricity due to the completion of maintenance work. The weight of the maintenance waste category was based on the pair wise comparison among aforementioned criteria using the AHP method. The result of such quantification is given in table 1. 4. Result and Discussion
S 0.011
WPN 0.0077
Rank 2
0.3
0.5
0.080
0.0120
1
0.0037
3
maintenance be remedied maintenance maintenance
5. Conclusions In this paper, an improved model for evaluating the criticality of maintenance waste mode is proposed. The model presents new components for criticality assessment of maintenance waste modes using modification of FMEA. Different from previous works, probability of waste avoid ability aspect is considered thus enable to consider the companies’ avoidability capability in dealing with specific maintenance waste occurrence. Meanwhile, the use of AHP (Analytical Hierarchy Process) in accessing the hierarchy of maintenance waste consequences enables manager to consider many qualitative and quantitative criteria on impact of maintenance waste occurrence. Intended to fill in the gap on reference focusing the application of modified FMEA in dealing with maintenance waste, in this study opens many further opportunities for investigations. For instance, in some situations, solving the root cause of maintenance waste usually consider contradiction among competing solutions. In
Table 1. A Modified FMEA Sheet of Case Example D 0.7
0.027
Determining an improved model for maintenance waste reprioritization is important for supporting the realization of sustainable manufacturing. In this study, a new model for accessing the criticality of maintenance waste occurrences. Pertaining to its benefits on offer, this study offers many benefits to both of practical and theoretical purposes. First, the model proposes probability components of failure analysis into two components different from previous modified FMEA references, probability of waste mode avoidance, which in our opinion, is inherent in failure assessment and overlooked by previous modified FMEA components. Second, it presents on the utilization of multi criterion aspect in appraising the severity of maintenance waste effects making it enable to adapt the real situation where decision makers usually using many criterion in declining their decision. And at last, it develops a framework of modified FMEA model for accessing the risk of maintenance waste occurrence in which to our knowledge, is vacant in previous study. Despite the contributions offered, some limitations are observable in the proposed modified FMEA model. First, depending on its application context, difference industrial settings may give different maintenance waste modes and in consequences different waste priority number will be exist.
3. Research Methodology
P 0.1
0.7
Referring to case example, duplicating data becomes the most critical waste to followed by additional waiting time for process and the least waste, erroneous activities.
Finally waste priority number (WPN) which represents the criticality of waste occurrence is obtained by multiplying the score of waste probability components with waste detectability occurrence and its consequences.
Waste Mode Additional Waiting time spent for executing Maintenance process Duplicating Maintenance Data
0.2
2
Kode Makalah: IND-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
resolving above situation, extending this study by utilizing the TRIZ method for selection corrective action in modified FMEA is a new opportunity for study. Acknowledgements The author thanks Sam Ratulangi University for funding this study under RUU Scheme 2015. Nomenclature P D S WPN
Probability of waste occurrences Detectability of waste occurrences Severity of waste consequences Waste Priority Number.
References Garetti, M., and Taisch, M. Sustainable Manufacturing: Trend and Research Challenges. Production Planning and Control, Vol.23, no. 2-3, (2013). V. Venkatasubramanian. Prognostic and Diagnostic Monitoring of Complex Systems for Product Lifecycle Management: Challenges and Opportunities. Computers and Chemical Engineering, Vol. 29, No.6, (2005). Constantino, F., Giulio, D.G., and M.Tromci, Integrating Environmental Assessment of Failure Modes in Maintenance Planning of Production Systems. Applied Mechanics and Materials, Vols. 295298,( 2013) Mahto, D. and Kumar, A. Application of Root Cause Analysis in Improvement of Product Quality and Productivity. Journal of Industrial Engineering and Management System, Vol.1, No.2, (2008). Singh, R.K. and Kulkarni, M.,S. Criticallity Analysis of Power Plant Equipments Using AHP. International Journal of Industrial Engineering and Technology, Vol.3, Iss.4. (2013)
3
Kode Makalah: IND-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
IMPELEMENTASI QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DALAM USAHA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN DI SWALAYAN Yesmizarti Muchtiar1), Heru Zikri Arsyad2) 1)
Jurusan Teknik Industri Universitas Bung Hatta. Kampus III Proklamator, Jl. Gajah Mada No. 19 Olo Nanggalo Padang 2) Alumni Teknik Industri Universitas Bung Hatta E-mail:
[email protected]
Abstrak Banyaknya usaha sejenis akan menimbulkan kompetisi diantara usaha tersebut. Demikian juga halnya dengan usaha swalayan, sehingga menuntut setiap swalayan untuk lebih meningkatkan kualitas layanan yang diberikan. Salah satunya Supermaket X yang melakukan perbaikan terhadap kualitas pelayanan yang telah mereka berikan. Upaya perbaikan diawali dengan pengukuran kualitas layanan yang bertujuan untuk mengindentifikasi kepuasan dan harapan yang diinginkan pelanggan. Kuesioner yang diberikan memiliki 18 variabel pertanyaan yang dikelompokkan kedalam 5 dimensi kualitas yaitu Tangible (Bukti Fisik), Reliability (Keandalan), Assurance (Jaminan), Responsiveness (Daya tanggap) dan Empaty. Selanjutnya, dilakukan pengukuran tingkat kepuasan dan tingkat harapan dengan menggunakan metoda Service Quality, maka didapatkan nilai dari 18 variabel pertanyan yang diajukan. Dari 18 variabel yang diukur kesenjangannya, semua variabel masih bernilai negatif, menandakan harapan yang diinginkan konsumen belum dapat dipenuhi oleh pihak swalayan. Suara konsumen adalah faktor yang terpenting dalam menjalankan usaha. Dengan hasil Serqual digunakanlah House Of Quality pada metoda QFD untuk melihat prioritas perbaikan pelayanan yang harus ditingkatkan oleh pihak Swalayan. Hasil dari QFD ini adalah: profesionalisme karyawan, sarana dan prasarana, adanya customer service, strategi pemasaran, adanya jadwal dan promosi dan tampilan/display. Keywords: kompetisi, harapan, kepuasan, suara konsumen
pihak manajemen. Guna memenangkan persaingan, maka pihak manajemen harus mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas jasanya. Fasilitas dan layanan seperti apa yang diharapkan konsumen atas fasilitas serta layanan swalayan.
Pendahuluan Pengukuran kepuasan pelanggan swalayan terhadap pelayanan jasa yang telah diterima merupakan suatu hal yang harus dilakukan dalam berkompetisi, terutama untuk usaha sejenis yang sangat banyak. Swalayan adalah suatu usaha yang dipengaruhi oleh pelanggan. Pola pelayanan yang diterapkan oleh manajemen perusahaan adalah pelayanan yang berorientasi pada konsumen. Hal ini disebabkan oleh sistem pasar yang berdasarkan pada kehendak dan pilihan individual dari masing-masing pelanggan. Pada sistem ini, konsumen sangat menentukan bentuk pelayanan seperti apa yang seharusnya diberikan oleh pihak manajemen, kepada konsumen mana pelayanan tersebut ditujukan dan sumber-sumber apa yang dapat digunakan untuk menerapkan sistem pelayanan tersebut. Penerapan pola pelayanan yang tepat memerlukan pengetahuan mengenai adanya perbedaan persepsi dan tanggapan konsumen serta kriteria-kriteria kepuasan konsumen atas pelayanan yang diberikan
Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan Penelitian diawali dengan metoda Service Quality menggunakan 18 variabel pertanyaan yang dikelompokkan kedalam 5 dimensi kualitas yaitu Tangible (Bukti Fisik), Reliability (Keandalan), Assurance (Jaminan), Responsiveness (Daya tanggap) dan Empaty. Dari 18 variabel yang diukur kesenjangannya, semua variabel masih bernilai negatif, menandakan harapan yang diinginkan konsumen belum dapat dipenuhi oleh pihak swalayan (Muchtiar, 2015).
1
Kode Makalah: IND-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
likert, jika tingkat harapan 4 berarti menunujukkan bahwa karakteristik yang ada sangat dibutuhkan dalam pelayanan. Dari hasil pengolahan data pada tabel 2, didapat hasil dari tahapan ini yang dibuat dalam planning matrix seperti terlihat pada Tabel 3. 3. Pembentukan Sub matrik HOW’s Sub matrik HOW’s didapatkan dari hasil wawancara dan diskusi dengan pihak swalayan. Wawancara dan diskusi yang dilakukan dengan pihak swalayan akan menghasilkan Technical Response yang berhubungan dengan swalayan untuk memenuhi keinginan konsumen seperti pada Tabel 4.
Gambar 4.1 Diagram Kesenjangan Mengaplikasikan pendekatan QFD dengan House of Quality (HOQ) untuk memperjelas action plan dari sini dapat diketahui persepsi dari konsumen dan pihak swalayan sehingga dapat memperbaiki sistem jasa yang ditawarkan.
4. Pembentukan Sub Matrik Relationship Sub matrix relationship digunakan untuk mengetahui karakteristik kualitas yang mendapatkan perhatian dari pihak swalayan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, yang didapatkan dari hasil wawancara dan diskusi dengan pihak swalayan. Hubungan yang mungkin terjadi antara lain sebagai berikut : a. Hubungan yang lemah (lambang bobot = 1) Menunjukkan bahwa perubahan besar pada kuantitas atau kualitas HOW’S mengakibatkan sedikit atau tidak ada perubahan pada tingkat kepuasan konsumen. b. Hubungan yang sedang ( lambang bobot = 3) Menunjukkan bahwa sedikit perubahan pada kuantitas kualitas HOW’S mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan pada tingkat kepuasan konsumen. c. Hubungan yang kuat (lambang bobot = 9) Menunjukkan bahwa sedikit perubahan pada kuantitas atau kualitas HOW’S mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan pada tingkat kepuasan konsumen. Hubungan antara customer needs dengan technical response pada Megaprima swalayan dapat dilihat pada Tabel 5.
Hasil dan Pembahasan Pembentukan House Of Quality 1. Pembentukan Sub Matrik WHAT’S Customer needs diperoleh dari hasil perhitungan skor servqual atribut yang bernilai negatif. Ini menandakan bahwa performansi atribut tersebut masih berada dibawah tingkat harapan pelanggan. Tabel 1. Customer needs No Variabel 1 Lokasi yang mudah dijangkau dan strategis 2 Tempat parkir yang nyaman 3 Fasilitas yang diberikan pihak swalayan 4 Besarnya Harga barang yang dijual .......................................................... 15 Kebersihan dan kenyamanan dalam maupun luar ruangan 16 Kemudahan pelanggan meminta bantuan kepada karyawan 17 Sistem komunikasi yang baik antara karyawan dan konsumen 18 Memunculkan barang-barang dengan merk terbaru yang masih langka dipasaran
5. Pembentukan Sub Matrik Technical Corelation Pembentukan technical correlation untuk menunjukkan pengaruh karakteristik kualitas terhadap karakteristik kualitas lainnya. Tingkat korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Korelasi yang sangat positif ( simbol ) Menunjukkan perubahan yang terjadi pada kebutuhan desain dapat langsung memberikan dampak positif terhadap kebutuhan yang lain. 2. Korelasi yang positif ( simbol ) Menunjukkan perubahan yang terjadi pada suatu kebutuhan desain dapat langsung memberikan dampak positif terhadap kebutuhan desain yang lainnya, dengan kadar yang lebih rendah dari korelasi sangat positif. 3. Korelasi yang sangat negatif ( simbol )
2. Pembentukan Planning Matrik Importance to Customer Tingkat keinginan konsumen diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner terhadap tingkat harapan dari tiap-tiap elemen keinginan dan kebutuhan pelanggan berdasarkan skala yang telah ditetapkan. Masing-masing variabel didapat dari daftar harapan atau keinginan konsumen, seperti Tabel 2. Dari hasil pengolahan data pada Tabel 2, maka dapat diketahui bobot masing-masing tingkat harapan pelanggan terhadap pelayanan swalayan. Pada tabel ini dapat dilihat seberapa penting atribut tersebut berdasarkan keinginan pelanggan. Setiap atribut diberi bobot antara 1 sampai 4 berdasarkan skala
2
Kode Makalah: IND-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Menunjukkan perubahan yang terjadi pada suatu kebutuhan desain dapat langsung memberikan dampak negatif terhadap kebutuhan desain yang lainnya.
(hubungan positif) maupun yang saling melemahkan (hubungan negatif). Untuk memudahkan analisis maka dimasukkan hubungan ini dibagian atas rumah kualitas seperti pada Gambar 2.
Technical correlation dapat saling berhubungan satu sama lainnya baik hubungan yang saling mendukung Tabel 2. Customer Importance Frekuensi Customer Needs 4 3 2 1 2 3 4
15 16 17 18
1
Skor
Keterangan
Sangat diharapkan Sangat 25 25 0 0 175 diharapkan 9 35 6 0 153 Diharapkan Sangat 23 27 0 0 173 diharapkan …………………………………………………. Sangat 17 33 0 0 167 diharapkan 13 36 1 0 162 Diharapkan 15 31 4 0 161 Diharapkan 9 38 3 0 156 Diharapkan 26
24
0
0
176
Customer Importance 4 4 3 4
4 3 3 3
Tabel 3.Planning matrix Costumer 1 4 3 2 Needs 1 2 3 4 ………………………….. 15 16 17 18 Tabel 4. Technical Respone Customer needs
Technical respone Tampilan/Display Lokasi yang mudah dijangkau dan strategis Sarana dan prasarana Tempat parkir yang nyaman Sarana dan prasarana Fasilitas yang diberikan pihak swalayan Sarana dan prasarana Besarnya Harga barang yang dijual Strategi pemasaran …………………………………… Kebersihan dan kenyamanan dalam maupun Profesionalisme karyawan luar ruangan Kemudahan pelanggan meminta bantuan kepada Adanya customer service Profesionalisme karyawan karyawan Sistem komunikasi yang baik antara karyawan Profesionalisme karyawan Adanya customer service dan konsumen Memunculkan barang-barang dengan merk Strategi pemasaran terbaru yang masih langka dipasaran Adanya jadwal dan promosi
3
Kode Makalah: IND-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Bobot technical response merupakan suatu ukuran yang menunjukkan technical response yang perlu mendapatkan perhatian atau diprioritaskan dalam hubungannya. Perhitungan terlihat pada Tabel 6.
6. Perhitungan Prioritas Technical Response Besarnya technical response merupakan penilaian yang dihitung berdasarkan tingkat keterhubungan (relationship matrix) antar technical response terhadap keinginan pelanggan.
.
Tabel 5. Hubungan Customer needs dengan Technical respone Customer needs Technical respone
Relationship Kuat
Lokasi yang mudah dijangkau dan strategis
Sedang
lemah
Tampilan/Display
Tempat parkir yang nyaman
Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana
Fasilitas yang diberikan pihak swalayan
Sarana dan prasarana
Besarnya Harga barang yang dijual
Strategi pemasaran
………………………………………….. Profesionalisme karyawan Kemudahan mendapatkan pelayanan pembelanjaan Strategi pemasaran Keramahan karyawan
Profesionalisme karyawan
Keamanan lingkungan yang membuat Sarana dan prasarana pengunjung menjadi nyaman Kebersihan dan kenyamanan dalam Profesionalisme karyawan maupun luar ruangan Tabel 6. Technical correlation Karakteristik kualitas Tampilan/Display
Karakteristik lainnya Sarana dan prasarana Tampilan/Display Sarana dan prasarana Profesionalisme karyawan Sarana dan prasarana Profesionalisme karyawan Adanya customer service Strategi pemasaran ………………………………….
Hubungannya Positif Positif Positif Positif Positif Positif
Adanya jadwal dan promosi
Positif Positif Positif
Adanya customer service
Strategi pemasaran Strategi pemasaran Profesionalisme karyawan
Tabel 6. Prioritas Karakteristik Teknik Technical response AbsoluteImportance Tampilan / Display 36 Sarana dan prasarana 162 Profesionalisme karyawan 180 Strategi pemasaran 102 Adanya jadwal dan promosi 90 Adanya customer service 126
4
Relative importance (%) 5,17 23,28 25,86 14,66 12,93 18,10
Prioritas 6 2 1 4 5 3
Adanya customer service
Adanya jadwal dan promosi
Strategi pemasaran
Profesionalisme karyawan
Sarana dan prasarana
Tampilan/Display
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Importance of what’s
Kode Makalah: IND-002
Gambar 2. House of Quality Referensi Kesimpulan Lou,C.,1995,Quality Function Deployment : How to make QFD Work For You, Addison-Wesley Publishing Company, California USA. Muchtiar, Yesmizarti, 2015, Identifikasi Kualitas Pelayanan Swalayan X dengan Metoda Service Quality, Jurnal Teknik Industri,Universitas Bung Hatta Tjiptomo, F., Diana, A., 2000, Total Quality Management, Edisi Revisi,Penerbit Andi, Yogyakarta.
Dari hasil analisis dengan pendekatan QFD (Quality function Deployment) dapat ditentukan prioritas karakteristik pelayanan yang harus diperbaiki dan dipenuhi oleh pihak Megaprima Swalayan adalah sebagai berikut : 1. Profesionalisme karyawan 2. Sarana dan prasarana 3. Adanya customer service 4. Strategi pemasaran 5. Adanya jadwal dan promosi 6. Tampilan/display Ucapan Terima kasih Terima kasih kepada LPPM Universitas Bung Hatta yang mendanai penelitian ini.
5
Kode Makalah: IND-003
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Evaluasi Kinerja Tungku Peleburan Logam Buatan Sendiri 1)
Benny Siantury, 2)Yusep Mujalis, 3)Yosca Octaviano, 4)Tono Sukarnoto dan 5)Rianti Dewi Sulamet-Ariobimo 1,2,3,4,5)
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti Gedung Hery Hertanto, Kampus A Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1, Grogol, Jakarta 11440 E-mail:
[email protected] Abstrak Sebuah prototipe tungku peleburan logam telah dibuat menindaklanjuti proses perancangan. Selanjutnya dilakukan evaluasi kinerja dari prototipe tersebut untuk melihat kemampuan peleburannya. Uji coba prototipe dilakukan dalam 3 tahap. Pada tahap pertama uji coba dilakukan tanpa menggunakan burner, sedangkan pada tahap 2 dan 3 uji coba dilakukan dengan menggunakan burner. Uji coba dilakukan dengan kondisi prototipe kosong. Selain itu juga dilakukan pengukuran temperatur gas panas yang dihasilkan burner. Hasil pengukuran temperatur gas buang pada tahap kedua adalah 360OC. Mengacu pada besarnya temperature yang berhasil dicapai dan kondisi asap yang dihasilkan maka dilakukan beberapa perbaikan. Hasil pengukuran temperatur setelah perbaikan menunjukan terjadinya peningkatan pada temperatur dan perbaikan kondisi asap yang dihasilkan. Kata Kunci: tungku peleburan; konstruksi tungku; bahan bakar solar; temperatur; asap. Pendahuluan Pada umumnya, dinding ruang pemanas pada tungku peleburan crucible berbentuk datar seperti terlihat pada Gbr. 1. Desain datar ini tidak efektif dalam mendistribusikan udara panas seperti disampaikan pada prinsip Brown, udara panas adalah fluida gas yang bergerak bebas ke segala arah (Nelson, 2001). Gerakan udara panas ini selanjutnya dikenal sebagai gerakan Brown. Gerakan gas acak ke segala arah secara bebas memungkinkan gas untuk saling bertumbukan dan menyebabkan kerugian panas (heat losses).
modifikasi dengan membuat ulir pada dinding ruang pemanas sehingga udara panas yang ada dapat diarahkan naik dan memanasi kowi secara merata seperti terlihat pada Gbr. 2 dan Gbr. 3.
Gambar 2. Perancangan Tungku Peleburan [Mujalis dkk, 2014]
Gambar 1. Desain Umum Dapur Cruscible.
Pada perancangan tungku peleburan logam buatan sendiri (Mujalis dkk, 2014) dilakukan
Gambar 3. Prototipe Tungku Peleburan {Mujalis dkk, 2014]
Paper ini membahas evaluasi kinerja dari prototipe tungku peleburan logam buatan sendiri (Gbr. 4) yang dibuat mengikuti metode
Kode Makalah: IND-003
perancangan VDI 2221 (Pahl dan Beitz, 1984) dengan kekhususan adanya alur untuk naiknya udara panas.
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
3675/K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006. Selain itu sebelum dilakukan uji coba tahap 2 dan 3, terlebih dahulu dilakukan pengukuran temperatur nyala burner (solo run test atau free burner). Hasil dan Pembahasan Hasil uji coba tahap pertama dapat dilihat pada Gbr. 6. Terlihat keluarnya asap pada Gbr. 6.b. menunjukan bahwa ulir bebas hambatan sehingga udara panas dapat mengalir sempurna.
Gambar 4. Prototipe Tungku Peleburan [Mujalis dkk, 2014] a. Kertas pada Mulut Burner
Metoda Penelitian Proses uji coba tahap pertama dilakukan ketika tungku peleburan sudah terbentuk sempurna dan dipasang pada dudukannya. Adapun tujuan dari uji coba ini adalah untuk melihat efektivitas dari alur yang dibuat. Metode yang digunakan adalah meniupkan udara ke kertas yang dibakar pada mulut lubang burner dan melihat ada tidaknya asap yang keluar.
a. Tampak Atas b. Tampak Depan Gambar 5. Posisi Thermocouple
Proses uji coba tahap kedua dilakukan dengan menggunakan burner. Tungku dalam keadaan kosong dan tertutup. Proses uji coba ini dilakukan setelah diperoleh hasil positif dari uji coba tahap pertama. Sedangkan uji coba tahap ketiga dilakukan setelah dilakukan perbaikan berdasarkan hasil pengujian tahap kedua. Thermocouple yang digunakan pada pengujian ini diletakan pada bagian permukaan kowi seperti terlihat pada Gbr. 5 Pada uji coba tahap 2 dan 3 digunakan bahan bakar minyak solar yang memiliki spesifikasi dan nilai bakar sesuai dengan surat keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No.
b. Asap Putih
Gambar 6. Prototipe Tungku Peleburan
Selanjutnya dilakukan pengukuran temperatur udara panas yang dihasilkan oleh burner. Hasil pengukuran menunjukan bahwa temperatur udara panas adalah 950OC. Setelah diperoleh hasil pengukuran temperatur udara panas maka dilanjutkan dengan uji coba tahap 2, yaitu pengujian dengan memasang burner pada tungku peleburan. Hasil uji coba menunjukan bahwa temperatur udara panas pada bagian atas tungku adalah rata-rata 360OC. Adanya perbedaan antara temperatur udara panas yang dihasilkan oleh pengujian free burner dengan uji coba tahap 2 menunjukan terjadinya penyerapan udara panas oleh dinding kowi. Tingginya asap yang keluar menunjukan bahwa udara panas yang keluar dari cerobong asap masih memiliki kecepatan yang terjadi karena adanya profil alur. Hasil pengukuran temperatur pada uji coba tahap 2 belum memenuhi target yang ditentukan karena adanya aliran balik udara panas ke burner. Melihat kondisi ini dilakukanlah evaluasi rancangan. Hasil evaluasi menemukan bahwa jarak burner tip sebesar 10 cm dari dinding kowi tidak memberikan cukup ruang bagi gas panas untuk bergerak mencapai kesempurnaan pembakaran. Berdasarkan temuan ini dilakukan perbaikan dengan meninggikan dudukan kowi. Setelah dilakukan perbaikan maka dilakukan uji coba kembali. Uji coba pertama setelah perbaikan dilakukan dengan kondisi terbuka. Hasil pengukuran temperatur pada uji coba ini menunjukan
Kode Makalah: IND-003
kenaikan temperatur hingga 342OC. Tetapi ketika selanjutnya dilakukan uji coba kedua dengan kondisi tertutup ternyata hasil pengukuran temperatur turun hingga 300OC diiringi dengan bunyi dengungan. Ketika dilakukan analisa terhadap asap yang dihasilkan terlihat bahwa pembakaran yang terjadi belum sempurna. Guna mengurangi dengungan dan kecepatan gas panas, maka dilakukan pembesaran lubang cerobong asap. Uji coba dalam kondisi tertutup yang dilakukan setelah proses perbaikan menghasilkan pengukuran temperatur maksimum 390OC dan berkurangnya bunyi dengungan. Selain itu asap yang keluar terlihat tidak lagi hitam pekat.
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
gas panas menjadi lambat. Kepadatan fluida gas dalam tungku akan mengganggu kinerja burner. Selain itu dalam proses pembakaran diperlukan oksigen. Lubang cerobong asap yang terlalu kecil juga akan menghambat masuknya oksigen sehingga pembakaran yang terjadi tidak sempurna. Kesimpulan dan Saran Evaluasi kinerja yang dilakukan terhadap prototipe tungku peleburan logam buatan sendiri menunjukan bahwa penggunaan profil ulir pada dinding tungku akan membantu gas panas untuk naik dan memanasi kowi secara merata. Selain itu untuk mencapai temperatur yang diinginkan maka jarak burner tip dan lubang cerobong asap harus diperhatikan. Ucapan Terima Kasih Pembuatan prototipe dan evaluasi yang dilakukan ini adalah bagian dari penelitian yang dibiayai oleh Universitas Trisakti.
Gambar 7. Grafik Hasil Pengukuran Temperatur
Semua hasil pengujian ini dapat dilihat pada Gbr. 7. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa terjadi perpindahan panas konveksi dari panas yang dihasilkan oleh burner ke dinding kowi. Selanjutnya perpindahan panas konduksi akan terjadi pada dinding kowi memanaskan skrap didalam kowi sampai melebur. Selanjutnya terlihat juga bahwa gap antara pengukuran temperatur free burner dengan uji coba tahap 1 dan 2 menunjukan bahwa diameter cerobong asap berpengaruh terhadap pembentukan temperatur tungku. Ukuran cerebong asap yang terlalu kecil akan menyebabkan terjadinya kepadatan fluida gas dalam tungku karena kecepatan pengeluaran
Referensi - Mujalis, Y., Y. Octaviano, B. Siantury, T. Sukarnoto dan R. D Sulamet-Ariobimo, Perancangan Tungku Peleburan Logam Buatan Sendiri, Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2014,Universitas Andalas, Padang, 26 Agustus 2014. - Nelson, E, Dynamical Theories of Brownian Motion, Princeton University, Edisi ke-2, 2001 - Pahl, G. dan W. Beitz, Engineering Design, Springer-Verlag, London, 1984.
Kode Makalah: IND-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Analisis Waktu Produksi pada Proses Penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak (HT-PD-008) dengan Menggunakan Perkakas Bantu Pengelasan untuk Produksi Masal Komponen-komponen Hydrotiller 1)
Adam Malik, 2)Irval Diska
1,2)
Jurusan Teknik Mesin FT-Unand Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163
[email protected]
Abstrak Kurang memadai kapasitas dan kualitas produksi Industri-industri Alsintan merupakan akar permasalahan utama dalam pengembangan Industri Alsintan Sumbar dalam rangka memenuhi target program swasembada dan ketahanan pangan Sumbar. Target yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah terpenuhinya produksi Alsintan Traktor Roda Dua oleh Industri-industri Alsintan yang ada di Sumbar dengan meningkatkan kapasitas dan kualitas produksinya dengan cara pemanfaatan & aplikasi teknologi manufaktur melalui perencanaan proses manufaktur yang baik dan optimal. Salah satunya adalah mengupayakan Waktu Produksi sesingkat mungkin dalam memproduksi masal komponen-komponen pada Industri Alsintan tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis Waktu Produksi pada proses penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak dengan menggunakan Perkakas bantu Pengelasan yang telah dirancang dan dibuat. Penelitian ini nantinya bermanfaat untuk meningkatan kapasitas dan kualitas produksi Industri-industri Alsintan Sumbar. Untuk mencapai tujuan (metodologi) dilakukan Proses Produksi Penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak dengan menggunakan Perkakas bantu yang telah dirancang dan dibuat, dihitung dan diuji Waktu Produksi selama proses berlangsung kemudian dibandingkan dengan Waktu Produksi pada proses penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak dengan menggunakan Perkakas bantu seadanya pada Industri Alsintan (CV Citra Dragon) yang ada di Sumbar. Hasil menunjukkan penggunaan Perkakas bantu yang telah dirancang dan dibuat menghasilkan Waktu produksi lebih baik. Kata kunci : Hydrotiller, Rakitan Roda Bajak, Perkakas Bantu, Proses Pengelasan dan Waktu Produksi Pendahuluan
Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan Skema Numerik Hasil dan Pembahasan Gambar 1. Example text text text text text. Kesimpulan Ucapan Terima kasih Nomenklatur Referensi Ho, C.A. & Sommerfeld, M. Title. Journal, Vol. xx, xxxx-xxxx (2002)
1
Kode Makalah: IND-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
ALAT PENGAMAN PINTU RUMAH MENGGUNAKAN PIN KODE & SENSOR GETAR BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA8535
1,a)
Habibul Fuadi Azni dan 2,b)Zulkifli Amin 1,2) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang 25163 Email:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Keamanan dan kenyaman rumah sangat dibutuhkan oleh setiap manusia. mereka ingin rumahnya aman dari pencurian dan pembobolan, serta apabila terjadi bencana alam seperti gempa bumi. Mereka bisa keluar dengan mudah dari dalam ruangan. Keamanan dan kenyamanan ini tidak selalu dapat diwujudkan karena kurangnya tingkat keamanan dan mahalnya biaya pengamanan ekstra. Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan alat pengaman pintu rumah otomatis yang mampu memberikan pengamanan yang lebih baik dan tidak takut lagi akan terkunci didalam suatu ruangan ketika gempa terjadi. Tulisan ini membahas tentang perancangan alat pengaman pintu rumah menggunakan pin kode dan sensor getar berbasis mikrokontroler ATMega8535. Langkah-langkah dari pembuatan alat ini adalah merancang rangkaian elektronika, pembuatan sistem mekanik, dan pemograman mikrokontroler AVR ATMega8535 dengan software Code Vision AVR. Sistem mekanik alat dirancang agar pintu dapat bergerak secara horizontal. Pintu berdimensi 145 x 95 x 3 mm. Sebagai pengontrol atau pusat kendali digunakan mikrokontroler ATMega8535. Sistem kontrol alat pengaman pintu otomatis ini memiliki input berupa penginputan deret password, penekanan tombol push button, dan pendeteksian getaran. Input ini selanjutnya akan membuat pintu bergerak terbuka dan menutup kembali dengan sendirinya. mikrokontroler akan membunyikan buzzer apabila penginputan deret password salah dan adanya pemaksaan dalam membuka pintu. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada alat pengaman pintu otomatis , alat mampu mendeteksi suatu besaran getaran yang dihasilkan oleh motor dc yang dilakukan dengan memvariasikan sensitifitas sensor dalam menerima getaran dan memvariasikan besarnya getaran yang diberikan. Kata Kunci: Keamanan, kenyamanan, Alat Pengaman Pintu Otomatis, Mikrokontroler ATMega8535, password, getaran, buzzer
Kode Makalah: IND-006
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Pengeditan Model Surface Tangan Manusia Hasil 3D Scanner menjadi Model Solid dengan menggunakan Perangkat Lunak Autodesk 3D Max Design dan NetFabb 1,a)
Topan Prima Jona dan 2,b)Zulkifli Amin
1,2
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang 25163 a E-mail:
[email protected], b
[email protected]
Abstrak Modifikasi atau pembuatan anggota tubuh tiruan diminati oleh orang yang sangat membutuhkannya, seperti orang yang mengalami amputasi kaki atau tangan dan rusaknya gigi. Salah satu solusi untuk masalah di atas adalah pembuatan artificial limbs seperti prosthetic hand. Solusi seperti tangan artificial dan prosthetic sangat diminati pada saat ini. Adanya teknologi reverse engineering dengan alat 3D Scanner dan tersedianya mesin additive manufaktur memungkinkan untuk membuat tangan artificial. Kondisi inilah yang melatar belakangi tujuan penelitian ini yakni untuk melakukan pengeditan model surface tangan manusia hasil 3d scanner menjadi model solid dengan menggunakan perangkat lunak autodesk 3d max design dan netfabb. Untuk mendapatkan hasil penelitian langkah yang dilakukan untuk menghasilkan tujuan tersebut adalah menentukan objek pengujian, melakukan scan pada tangan manusia dengan alat 3D Handy Scanner Exanscan dengan tiga metode dan kemudian dilakukan proses editing dan pengkonversian format data output dari scanner kedalam bentuk yang mampu diakses oleh mesin rapid prototyping. Pada penelitian ini, dihasilkan sebuah model tangan manusia dalam bentuk model solid dengan format data .stl dengan ukuran 908 KB. Untuk mendapatkan hal ini, telah digunakan dua software yang berbeda yaitu software Autodesk 3D Max Design dan software Netfabb Basic. Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa proses reverse engineering dapat diterapkan untuk pembuatan prosthetic hand dengan memanfaatkan alat 3D Handy Scanner Exanscan sebagai langkah awal untuk mendapatkan data untuk mempersiapkan model solid. Untuk dapat menghasilkan model solid dengan format data .stl dan kemudian dapat digunakan pada mesin additive manufacture atau rapid prototyping maka diperlukan teknik pengambilan data dengan alat 3D Handy Scanner Exanscan dan proses editing. Dengan menggunakan software Netfabb dihasilkan output yang lebih baik daripada software Autodesk 3D Max Design. Output dari Autodesk 3D Max Design memiliki sudut-sudut baru pada nurbs (permukaan tidak beraturan) objek dan hasil editannya tidak dapat mengikuti pola dari nurbs tersebut , sedangkan hasil output software netfabb ketika editing dapat mengikuti pola nurbs objek sehingga hasilnya jauh lebih baik. Kata Kunci: Model, Solid, Surface, 3D scanner, additive manufacture, prototyping, software, editing, konversi, artificial limbs, prosthetic
Pendahuluan Dalam bidang medical, banyak diperlukan modifikasi atau pembuatan anggota tubuh tiruan bagi yang diamputasi dan orang yang kehilangan atau cacat anggota tubuhnya akibat kecelakaan atau cacat lahir. Contohnya adanya kaki atau tangan yang diamputasi dan rusaknya
gigi atau rekrontruksi rahang. Dengan adanya artificial limbs dan prosthetic limbs[1], hal ini terkadang dapat membantu. Pada saat ini telah berkembang metoda reverse engineering dan teknologi additive manufakturing. Reverse engineering [2] adalah pengolahan komponen atau data yang telah ada dan dibuat kembali. Salah satu metode pengambilan data reverse engineering yaitu
Kode Makalah: IND-006
dengan menggunakan metode scanning dengan laser, seperti penggunaan 3D scanning Exascan. Addictive Manufacturing adalah nama yang diambil untuk mengambarkan teknologi yang dapat membuat 3D objek dengan cara membaca data dari Computer Aided Design atau CAD dan menambahkan lapisan berturut-turut hingga menjadi sebuah komponen. Salah satu contoh mesin addictive Manufacturing adalah mesin 3D (tiga dimensi) printing [3]. 3D scanning dapat men-scan komponen tiga dimensi dalam bentuk visual, sedangkan 3D printing dapat mencetak atau membuat tiruan anggota tubuh yang teramputasi dalam bentuk model solid [4]. Contohnya ketika tangan kanan diamputasi, maka dilakukan scanning pada tangan kiri dan diberikan perlakuan mirror, sehingga didapat hasil yang sama dengan tangan kanan yang diamputasi kemudian dicetak dengan menggunakan 3D printing. Data sebuah model yang diperoleh dari 3D Scanning tidaklah dapat langsung digunakan untuk dicetak dengan menggunakan mesin additive manufakturing. Data berupa model surface[5] hasil 3D scanning harus dirubah menjadi model solid dan kemudian dikonversikan menjadi format data .stl (Standard Triangulation Language). Walaupun pada umumnya semua software CAD dapat mengkonversikan model solid mejadi format data .stl, tetapi tidak selalu dapat menghasilkan file yang dapat di-print oleh mesin additive manufakturing. Pada tulisan ini dibahas tentang pemanfaatan teknologi 3D scaning untuk pengambilan data objek anggota tubuh palsu (artificial limbs) manusia yakni tangan berupa model surface. Kemudian mengolah dan mengedit data tersebut menjadi model solid yang nantinya dapat dirubah kedalam format data .stl. File data dalam format .stl yang dihasilkan ini dapat di-print oleh mesin additive manufakturing. Metododologi Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan model solid tangan palsu (prosthetic hand) manusia adalah pengambilan data objek dengan 3D Handy Scanner Exascan seperti terlihat pada Gambar 1. Sebelum melakukan scanning, maka dilakukan pemasangan titik-titik positioning target pada objek yang akan di-scan, yaitu objek tangan manusia seperti terlihat pada Gambar 2.
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Gambar 1. 3D Handy Scanner Exascan[6]
Gambar 2. Positioning target Setelah dilakukan scanning pada objek, maka hasil output dari scanner dilihat kembali secara visual apakah output memiliki lubang (cacat) yang memungkinkan untuk diedit atau tidak. Jika secara visual tidak memungkinkan untuk dilakukan proses editing, maka perlu dilakukan proses scan kembali. Setelah mendapatkan hasil output dari 3D Handy Scanner Exascan, selanjutnya dilakukan proses editing. Editing pertama dengan menggunakan Software VxElements untuk penampakan real time secara visual hasil dari scanner dan sebagai pengeksport hasil .csf menjadi .stl file. Software VxElements juga berfungsi untuk menghapus objek sekunder dari objek primer (yang tidak diperlukan). Setelah mendapatkan output dari hasil editing dengan Software VxElemets, maka file .csf di-export menjadi data .stl sehingga dapat diedit kembali. Editing kedua ini dilakukan dengan menggunakan Software Autodesk 3Dmax Design Inventor dan Software Neftabb sebagai proses editing dari model surface menjadi model solid. Pada editing kedua ini harus dipastikan bahwa solid model yang dihasilkan haruslah mempunyai volume yang bernilai positif dan volume model harus tertutup (jika diibaratkan sebuah wadah, maka wadah tersebut tidak bocor jika diisi air). Langkah selanjutnya adalah pengkonversian file model solid menjadi model dengan format data .stl.
Kode Makalah: IND-006
Hasil dan Pembahasan Hasil proses scanning objek berupa tangan yang diperoleh dari 3D Handy Scanner Exascan, kemudian dibuka dengan dua jenis Software yakni Netfabb dan Autodesk 3D Max Design. Bentuk output jika file dibuka dengan Software Netfabb sebelum editing dapat dilihat pada Gambar 3.a, sedangkan pada Gambar 3.b merupakan Gambar 3.a setelah proses editing dimana ketidaksempurnaan pada Gambar 3.a telah diperbaiki.
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Gambar 4.b Input Autodesk Surface to Solid (bawah) File yang sama setelah proses editing dari model surface ke model solid dapat dilihat pada Gambar 5.a (tampak depan) dan Gambar 5.b (tampak bawah).
Gambar 3.a Input Neftabb Surface Modeling to Solid Modeling
Gambar 5.a Ouput Autodesk Surface to Solid (depan)
Gambar 3.b Output Neftabb Surface Modeling to Solid Modeling Bentuk output file yang sama dengan file Gambar 3.a diperoleh dari 3D Handy Scanner Exascan. Jika dibuka dengan Autodesk 3Dmax Design, dapat dilihat seperti pada Gambar 4.a (tampak depan) dan 4.b (tampak bawah). Gambar 5.b Output Autodesk Surface to Solid (bawah)
Gambar 4.a Input Autodesk Surface to Solid (depan)
Pada saat scanning dapat dilihat pada Gambar 6 (tampak bertumpu), bahwa hasil permukaan scanning dengan menumpukan tangan diatas objek lain akan memiliki hasil permukaan yang jauh lebih baik dari pada hasil scanning tidak bertumpu (steady hand) pada Gambar 7 (tidak bertumpu). Hal ini dikarenakan tidak konstannya peletakan tangan tanpa tumpuan sehingga terjadi
Kode Makalah: IND-006
cacat pada permukaan objek output berbentuk tidak beraturan dan berongga.
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
menggunakan Software Autodesk 3Dmax design, hasil editan tidak dapat menutup cacat (lubang) dengan mulus, karena pada saat memberikan perlakuan menu ”cap” permukaan justru memiliki sudut baru. Penjelasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.
Gambar 6 Pada Meja
Gambar 8 Proses Surface scanning
Gambar 7 Steady hand Penempatan positioning target sangat menentukan hasil dari output scanner. Karena scanner hanya membaca target secara triangulation, maka jika positioning target diletakkan tidak sesuai dengan triangulation maka pada sudut yang dalam tidak akan terbaca pada scanner. Hal ini mengakibatkan terjadinya cacat yang dalam pada setiap sudut dari proses scanning yang tidak tertangkap oleh sensor. Cara penggunaan positioning target yaitu dengan menempelkannya pada permukaan objek. Karena cara penggunaannya ditempel, maka sangat mudah terlepas dari kulit yang lembab seperti telapak tangan. Jika saat scanning, salah satu titik positioning target terlepas, maka ketika dipasang kembali dapat mengubah hasil dari scanning objek tersebut, dikarenakan perubahan sudut. Walaupun perubahan peletakan positioning target tidak terlihat, maka perubahan yang sederhana itu sangat mempengaruhi perubahan hasil scanner yang menyebabkan tidak mulusnya hasil permukaan objek tangan tersebut. Proses pengeditan dengan menggunakan Software Netfabb dan Software Autodesk 3Dmax design, tidak dapat menghasilkan hasil editing yang nyaris sempurna. Ini dikarenakan hasil scanning yang kurang baik. Pada pengeditan pemukaan objek tangan dari model surface menjadi model solid dengan
Dilihat dari proses pengeditannya, metoda dengan menggunakan menu “cap” tidak dapat dilakukan secara otomatis keseluruh permukaan objek tangan, melainkan harus menutup cacat (lubang) secara manual dan satu-persatu. Setelah menyelesaikan semua penutupan cacat (lubang) pada permukaan objek, belum tentu hasilnya dapat dicetak dengan mesin 3D printing. Hal ini dikarenakan adanya cacat (lubang) yang tidak dapat dilihat karena sangat kecilnya lubang tersebut. Kelebihan dari menggunakan Software Autodesk 3Dmax design, yaitu dapat mengolah data output secara manual dan dapat mengetahui posisi cacat (lubang) secara visual. Kekurangan dari menggunakan Software Autodesk 3Dmax design, yaitu hasil permukaan yang tidak mulus, dan sangat susah menemukan cacat (lubang) kecil pada permukaan objek tangan. Output scanner memiliki hasil resolusi yang cukup tinggi sehingga diperlukan komputer yang spesifikasinya cukup memadai. Pada pengeditan dari model surface menjadi model solid dengan menggunakan Software Netfabb, permukaan objek tangan dapat diedit secara otomatis dengan menu repair. Hasil output dari Software Netfabb dapat langsung di cetak dengan 3D printer, karena hasil output telah solid modeling. Bagus atau tidaknya output dengan software Netfabb, tergantung dari hasil scanner itu sendiri, apabila hasil scanner baik, maka Software Netfabb ini secara otomatis dapat menutup cacat (lubang) sesuai dengan alur dari triangunal frameware objek tangan tersebut Kelebihan dari Software Netfabb, yaitu proses editing diproses secara otomatis. Software ini dapat mengetahui cacat (lubang) pada objek
Kode Makalah: IND-006
tangan. Ketika proses repair dilakukan, cacat (lubang) dapat ditutup dengan sempurna sehingga menjadi model solid dan dapat di-print langsung dengan 3D printer. Dengan menggunakan software Neftabb proses rendering relatif cepat, sehingga tidak perlu menggunakan komputer dengan spesifikasi yang lebih. Kekurangan yang terjadi saat mengedit file dengan menggunakan Software Netfabb, adalah Software Netfabb yang digunakan merupakan Software Netfabb basic belum yang pro. Karena menggunakan Software Netfabb basic, sehingga tidak dapat menggunakan menu toolbars yang lainnya. Fungsi dari Netfabb basic ini tidak lain hanya dapat melakukan beberapa hal, seperti melakukan pemotongan objek tangan, meng-eksport data hasil penyimpanan, me-repair secara otomatis, dan merubah skala. Dilihat dari output yang dihasilkan dari kedua Software, hasil solid modeling yang lebih baik yaitu menggunakan Software Netfabb. Hal ini dapat dilihat dari hasil editing permukaan objek tangan tersebut. Hasil output dari Software Netfabb tidak memiliki cacat (lubang) halus pada permukaan objek tangan, sedangkan output dari Software Autodesk 3Dmax design, memiliki banyak cacat (lubang) halus pada permukaan objek tangan.
Kesimpulan Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa proses reverse engineering dapat diterapkan untuk pembuatan prosthetic hand dengan memanfaatkan alat 3D Handy Scanner Exanscan sebagai langkah awal untuk mendapatkan data untuk mempersiapkan model solid. Untuk dapat menghasilkan model solid dengan format data .stl dan kemudian dapat digunakan pada mesin additive manufacture atau rapid prototyping maka diperlukan teknik pengambilan data dengan alat 3D Handy Scanner Exanscan dan proses editing tertentu. Dengan menggunakan software Netfabb dihasilkan output yang lebih baik daripada software Autodesk 3D Max Design. Output dari Autodesk 3D Max Design memiliki sudut-sudut baru pada nurbs (permukaan tidak beraturan) objek dan hasil editannya tidak dapat mengikuti pola dari nurbs tersebut, sedangkan hasil output software netfabb ketika editing dapat mengikuti pola nurbs objek sehingga hasilnya jauh lebih baik.
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Referensi [1]www.dashburst.com/Picture/handscanningDia kses pada tanggal 10 juli 2014. [2] Methodologies and Techniques for Reverse Engineering–The Potential for Automation with 3-D Laser Scanners David Page, Andreas Koschan, and Mongi Abidi, University of Tennessee, USA. Diakses pada tanggal 10 juli 2014. [3] Objet User Manual Guide, 3D Printing System Objet 30: http//www.objet.com. Diakses pada tanggal 10 juli 2014. [4]Introduction to Solid Modeling Parametric Modeling manual, Ken Youssefi. Diakses pada tanggal 10 juli 2014. [5] www.cadlab.tuc.gr/courses/cad/surfacemodeling-proe-wf-2.pdf. Diakses pada tanggal 10 juli 2014. [6] Www.creaform3d.com /Training Script Handyscan 3d. diakses pada tanggal 10 juli 2014.
Kode Makalah: IND-007
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Optimalisasi Proses Assembly Pesawat Tanpa Awak dengan Pendekatan Product Work Breakdown Structure (PWBS) Dendi Adi Saputra M1,a *, Eka Satria2,b, Gusman Arif Pandy3,c 1,2,3
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang - Indonesia E-mail: a,*
[email protected],
[email protected], c
[email protected]
Abstrak Proses produksi Unmanned Aerial Vehichles (UAV) membutuhkan proses perancangan UAV yang meliputi Disain pesawat seperti (fuselage, wing, horizontal stabilizer, vertical stabilizer, aileron, elevator, tail, dan wing). Proses pembuatan memerlukan waktu yang lama sehingga diperlukan pembagian/perincian struktur pekerjaan berorientasi produk yaitu pendekatan Product Oriented Work Breakdown Structure (PWBS). Komponen-komponen UAV dikelompokan secara permanen berdasarkan karakteristik dan klasifikasinya dengan memperhatikan atribut-atribut Disain dan manufaktur. Pada penelitian ini dilakukan optimalisasi proses perakitan UAV berdasarkan pembagian dan pengelompokkan kerja yang berorientasi produk. Pendekatan metode critical path method (CPM) digunakan untuk mengetahui waktu perakitan UAV yang optimal sehingga jadwal proses produksi komponen dapat disusun dengan sistematis dan menghasilkan waktu yang lebih efektif dan efisien. Dari hasil optimalisasi didapatkan waktu perakitan UAV adalah 139 menit yang dihitung berdasarkan urutan kegiatan yang mengikuti jalur lintasan kritis proses perakitan. Keywords: UAV, PWBS, optimalisasi, CPM, lintasan kritis
1.
Pendahuluan
Unmanned Aerial Vehicle (UAV) adalah sebuah pesawat tanpa awak yang dapat dikendalikan dengan kendali jarak jauh. Terdapat dua variasi control pesawat tanpa awak ini pertama, pesawat dikontrol melalui pengendali jarak jauh, dan kedua, pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukkan ke dalam pesawat sebelum terbang. Proses perancangan UAV yang meliputi disain model pesawat (fuselage, wing, nose, horizontal stabilizer, vertical stabilizer, aileron, elevator, tail dan boom) sangat sulit, karena airfoil dirancang agar pesawat bisa terbang di udara. Komponen-komponen yang terdapat pada UAV ini banyak sehingga memerlukan waktu yang lama dalam perakitan serta proses produksi yang bervariasi. Oleh karena itu, diperlukan pembagian struktur pekerjaan agar dalam pembuatan UAV berjalan dengan efektif. Dalam prakteknya, pendekatan Work Breakdown Structure (WBS) adalah sebuah struktur yang menggambarkan penguraian paket kerja ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil yang dikelompokkan dalam ciri-ciri tersendiri yang akan dilaksanakan oleh sebuah tim proyek untuk mencapai tujuan dan persyaratan tertentu. Dalam
industri pesawat ada dua pendekatan yang digunakan yaitu System Work Breakdown Structure (SWBS) dan Product Work Breakdown Structure (PWBS). Sistem SWBS sangat berguna dalam melakukan inisialisasi estimasi dan tahapan Disain awal sebuah pesawat. Sistem ini kurang sesuai/akurat jika digunakan untuk tahapan perencanaan, penjadwalan dan eksekusi proses manufaktur yang berorientasi pada zona atau produk karena sifatnya yang terlalu luas dalam mengidentifikasi paket kerja sehingga kurang efektif untuk mengontrol material, jam orang dan jadwal pembangunan sebuah pesawat. Skema klasifikasi perincian pekerjaan berdasarkan produk dapat dilihat dari perspektif pembagian atau perincian struktur pekerjaan berorientasi Product Oriented Work Breakdown Structure (PWBS) Komponen-komponen dan sub-assembly dikelompokkan secara permanen berdasarkan karakteristik dan klasifikasinya dengan memperhatikan atribut-atribut Disain dan manufaktur Beberapa parameter khusus sistem klasifikasi seperti bentuk, dimensi, toleransi, bahan serta jenis dan kerumitan pengoperasian mesin produksi dipertimbangkan dalam melakukan proses perakitan
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: IND-007
UAV. Banyaknya aktivitas dalam pembuatan UAV menyebabkan perlunya perencanaan yang sistematis yang ditentukan melalui waktu yang optimal dan efektif dalam proses perakitan. Metode Critical Path Method (CPM), digunakan untuk mengetahui lintasan kritis dari proses perakitan sehingga akan didapatkan waktu yang optimal dalam proses perakitan. 2.
dibawah ini. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Studi Literatur
Spesifikasi UAV
Pesawat tanpa UAV yang dirancang memiliki spesifikasi berat total adalah 1,75 kg dengan kecepatan terbang minimum 12 m/s (Low Speed Stall). Pesawat harus mampu terbang lambat hingga 12 m/s agar stabil pada saat pengambilan foto udara maupun video monitoring. Disain UAV yang akan dirancang bangun dapat dilihat pada Gambar 1.
Membuat Jadwal Kegiatan menggunakan Microsoft Project Perancangan Desain Proses Assembly dengan Pendekatan PWBS Proses Assembly Pengambilan Data Proses Assembly Analisis Data dengan Metode CPM
Tidak
Analisa Hasil Ya
Gambar 1. Disain UAV Penentuan konsep disain UAV juga mempertimbangkan ketersediaan material UAV yang mudah didapatkan dan proses manufaktur pesawat yang mudah dilakukan. Keterbatasan lokasi penerbangan (lokasi bencana, sungai, pantai, dll), tidak memungkinkan UAV take-off dengan menggunakan landing gear. Untuk itu, UAV dirancang menggunakan konsep (hand launch), yaitu penerbangan dengan lemparan tangan. Spesifikasi decantumkan pada tabel 1. berikut : Tabel 1. Spesifikasi Rancangan UAV Berat Maksimum Wing Span Aspek Rasio Kecepatan Jelajah Take off 3.
1,75 kg 1800 mm 8 12 m/s Hand launch
Metodologi
Penelitian ini diawali dengan identifikasi dan perumusan masalah, studi literatur dari beberapa penelitian pesawat tanpa awak yang telah dilakukan sebelumnya, perancangan, pembuatan dan pengujian dan analisa teknis pesawat tanpa awak (UAV) dan penarikan kesimpulan. Secara garis besar, tahapan penelitian dapat digambarkan pada flowchart
Kesimpulan dan Saran Gambar 2. Flowchart Penelitian 3.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah Latar belakang penelitian merupakan acuan awal dari tahapan identifikasi permasalahan yang terjadi yaitu pada pesawat tanpa awak. Pengidentifikasian masalah ditujukan untuk mengetahui inti permasalahan yang terjadi sehingga dirumuskan menjadi beberapa poin yang merupakan tujuan ataupun target dari penelitian yang akan dilakukan. 3.2 Studi Literatur Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan berbagai macam referensi dari bermacam-macam sumber diantaranya buku, jurnal paper atau dari browsing di internet guna mendukung penyelesaian penelitian ini. Dari literatur yang didapatkan maka diperoleh sebuah rangkuman teori dasar, konsep serta metode yang tepat dimana dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian ini. Selain itu, tahap ini dilakukan guna menunjang pencapaian tujuan dan pemecahan masalah dengan pendekatan teori yang sesuai topik penelitian. Studi literatur
Kode Makalah: IND-007
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
meliputi studi kepustakaan dan review penelitian sebelumnya. 3.3 Membuat Jadwal (Schedule) menggunakan Microsoft Project
Kegiatan
Tahapan ini diawali dari WBS UAV yang dibangun, dilanjutkan dengan mengidentifikasi aktivitas apa saja yang dibutuhkan. Setelah diketahui aktivitas-aktivitas tersebut, maka dilakukan pengelompokkan aktivitas. Penyusunan urutan aktivitas tersebut harus benar dan sistematis agar jadwal proyek dapat dilaksanakan dengan baik. Aktivitas-aktivitas proyek secara keseluruhan yang akan digunakan sebagai acuan pembuatan jadwal kerja dengan menggunakan program Microsoft Project 2007 . 3.4 Perancangan Proses Disain Assembly dengan Pendekatan PWBS Perancangan ini telah disesuaikan dengan penerapan Disain terkini, dimana gambar dan interim produk diidentifikasikan. Seperti sebuah skema yang disesuaikan untuk estimasi dan tahapan Disain awal. Namun, proses produksi sebuah pesawat aktualnya adalah terdiri dari tahapan pengadaan atau proses fabrikasi komponen dan menggabungkan komponen tersebut untuk disub-assemblies. Artinya, disini terdapat kombinasi dari beberapa level manufaktur untuk menghasilkan komponen yang lebih besar yang nantinya di rakit menjadi sebuah pesawat. Sehingga, idealnya untuk membagi pekerjaan konstruksi pesawat adalah dengan cara fokus terhadap komponen yang dibutuhkan dan interim produk UAV tersebut. Pengklasifikasian skema yang menggambarkan interim produk dikenal Product-Oriented Work Breakdown Structure (PWBS), yang mengidentifikasi komponen konstruksi dasar dan proses manufaktur sebuah produk. 3.5 Proses Perakitan Setelah pembagian tipe dasar kerja berdasarkan perbedaan proses manufaktur antara kerja yang satu dengan yang lain dengan pendekatan Product Work Breakdown Structure (PWBS), tipe-tipe kerja tersebut selanjutnya dibagi ke dalam kelompok fabrikasi dan di assembly. Pada proses ini dilakukan perakitan komponen-komponen UAV dimulai dari tahapan pengadaan atau proses fabrikasi komponen dan menggabungkan komponen- komponen tersebut untuk di assembly sehingga menjadi sebuah produk.
3.6 Analisis Data Menggunakan Metode Critical Path Method CPM Pendekatan dengan PWBS akan menghemat waktu pengerjaan lebih cepat karena proses pengerjaannya bisa dalam waktu bersamaan, tetapi memerlukan
accuracy (ketepatan) control dalam pemasangan. Oleh karena itu diperlukan critical path methode agar waktu dalam perakitan dapat diketahui dengan pasti. Konsep waktu yang dipakai adalah : ES (earliest start time) = waktu tercepat dimulainya sebuah aktifitas, yaitu lintasan terpanjang yang menuju sebuah kejadian. EF (earliest finish time) = waktu tercepat diselesaikannya sebuah aktifitas EF = ES + waktu aktiftas. LF (latest finish time) = waktu paling lambat diselesaikannya sebuah aktifitas. LF = waktu penyelesaian proyek – waktu dari lintasan terpanjang penyelesaian proyek. LS (latest start time) = waktu paling lambat dimulainya sebuah aktifitas LS = LF – waktu aktifitas. Slack = waktu yang dimiliki oleh sebuah aktifitas untuk bisa diundur tanpa menyebabkan keterlambataan proyek keseluruhan. Slack = LS – ES atau LF – EF (LS – ES = LF - EF). Critical path = aktifitas yang mempuyai ES = LS. 4.
Hasil dan Pembahasan
4.1 Work Breakdown Structure (WBS) WBS menunjukan aktivitas-aktivitas proyek secara keseluruhan yang digunakan sebagai acuan pembuatan jadwal kerja dengan metode CPM yang kemudian dikerjakan dengan menggunakan program Microsoft Project 2007. WBS digunakan untuk membagi pekerjaan yang ada di proyek hingga level aktivitas. 4.2
Engineering, Procurement dan Construction (EPC)
Sistem WBS yang akan diterapkan pada merupakan kombinasi antara SWBS dan PWBS. Konsep Engineering, Procurement dan Construction (EPC) akan diadopsi sebagai salah satu acuan dalam menyusun WBS proyek pembuatan UAV dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.
Kode Makalah: IND-007
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Gambar 3. Konsep EPC pada Work Breakdown Structure (WBS) Pembuatan UAV 4.3 Product Work Breakdown Structure (PWBS) Product Work Breakdown Structure (PWBS) dapat dicontohkan pada bagian Construction. Dimana pada bagian construction, dibreakdown menjadi beberapa grup utama yang terdiri dari Airframe, Propulsion, dst. Dari grup utama akan dibreakdown lagi menjadi bagian-bagian terkecil menurut interim product (PWBS). Skema pembagian untuk UAV system dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini:
Gambar 5. Model Perumusan Aktivitas Pembuatan UAV berdasarkan Product Work Breakdown Structure (PWBS) Identifikasi aktivitas pembuatan UAV berdasarkan model yang terlihat pada Gambar 4. Dimulai dengan melakukan breakdown terhadap system UAV yang dirancang. Banyaknya aktivitas dalam pembuatan UAV, maka dilakukanlah pen gelompokan aktivitas langsung yaitu aktivitas yang berhubungan dengan proses pembuatan UAV secara langsung. Langkah pendefinisian aktivitas tersebut mengikuti flowchart dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Flowchart pendefinisian aktivitas 4.5 Optimalisasi Proses Assembly UAV Gambar 4. Bagan PWBS pada Pembuatan UAV 4.4 Identifikasi Aktivitas Tahapan ini diawali dari WBS UAV yang dibangun, dilanjutkan dengan klasifikasi interim produk dari grup utama dan mengidentifikasi aktivitas apa saja yang dibutuhkan. Setelah diketahui aktivitas-aktivitas tersebut, maka dilakukan pengelompokkan aktivitas. Penyusunan urutan aktivitas tersebut harus benar dan sistematis agar jadwal proyek dapat dilaksanakan dengan baik.
Setelah dilakukan proses pembagian kerja aktivitas dalam pembuatan UAV, maka tahap selanjutnya adalah dilakukannya proses assembly. Dimana pada tahap ini semua komponen yang akan di assembly dipersiapkan terlebih dahulu karena pada proses assembly part-part yang terdapat pada UAV ini banyak, sehingga memerlukan waktu yang lama dalam perakitan. Di dalam kegiatan pembagian aktivitas pembuatan UAV yang dilakukan ada 85 kegiatan. Dalam hal ini, ditampilkan 28 kegiatan proses assembly yang terbagi kedalam beberapa lokasi mulai dari persiapan komponen wing sampai dengan pemasangan receiver. Adapun Tabel 1 merupakan tabel nama kegiatan assembly yang akan menjadi data untuk laporan tugas akhir ini, dan sudah dilengkapi dengan predeccesors dan durasi pada setiap kegiatan serta letak posisi kegiatan itu berada. Berikut ini adalah data aktivitas assembly UAV yang telah dilakukan.
Kode Makalah: IND-007
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Tabel 1. Data Assembly
Daftar kegiatan diatas berguna untuk membentuk jaringan kerja yang diolah dengan menggunakan metode Critical Path Method (CPM). Dalam kegiatan proyek untuk assembly UAV akan diketahui penerapan Critical Path Method (CPM) dalam merangkai komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukan kurun waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Secara tampilan jalur lintasan kritis harus memenuhi syarat dimana setiap kegiatan mempunyai perhitungan maju dan mundur yang sama atau dalam pengertian sama dengan nol. Untuk dapat mengetahui secara lebih jelas perhitungan ini akan disajikan bersama hasil dari perhitungan total float yang nantinya akan menentukan secara jelas jalur lintasan kritis tersebut. Dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.
Setelah perhitungan dan tabulasi pada tahap-tahap sebelumnya yaitu perhitungan maju dan perhitungan mundur maka terlihat bahwa nilai hasil perhitungan dari total float yang bernilai nol merupakan jalur lintasan kritis dalam perakitan UAV. Dimana waktu yang dbutuhkan dalam perakitan paling cepat adalah 139 menit yang terdiri dari urutan kegiatan yang mengikuti dari jalur lintasan kritis. Tabel 2. Identifikasi Float dan Jalur Lintasan Kritis
Dari perhitungan maju dan mundur seperti pada table 4.5 terdapat 11 kegiatan kritis yaitu kegiatan dengan table float= 0 dan ini berarti kegiatan tersebut harus dilakukan dan tidak boleh ditunda, dan apabila terjadi penundaan atau keterlambatan pada kegiatan kritis tersebut maka waktu penyelesaian proyek akan tertunda pula. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah: 0-A-B-C-L-N-O-V-W-X-1 yaitu persiapan komponen wing, pemasukan alumunium kedalam wing, pemasangan wing, perakitan horizontal stabilizer dan vertical stabilizer, pemasangan elevator, pemasangan servo, pemasangan kabel servo, pemasangan ardupilot apm 2.6, dan pemasangan GPS. Proses-proses tersebut menjadi kritis karena satu proses dengan yang lainnya saling ketergantungan dan ada keterkaitan. Pada penentuan jalur kritis apabila ada prosesnya memiliki dua pendahulu maka proses yang bernilai besarlah yang dipilih, begitu juga sebaliknya untuk menentukan perhitungan mundur apabila pada perhitungan mundur ada dua atau lebih maka proses perakitan yang terkecil yang akan dipilh. Dengan demikian, untuk proses optimalisasi UAV dapat diperhatikan komponen-komponen kritis yang teridentifikasi selama proses assembly. Semakin cepat aktivitas kegiatan kritis yang dilakukan maka akan semakin cepat proses assembly UAV yang dilakukan.
Kode Makalah: IND-007
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
5.
Kesimpulan
a.
Pendekatan dengan Product Oriented Work Breakdown Structure (PWBS) pada pembuatan Unmanned Aerial Vehicles (UAV), dalam pembagian aktivitas pekerjaan menjadi sub tugas yang lebih kecil menjadi lebih mudah untuk dikerjakan dan diestimasi lama waktunya dengan menggunakan microsoft project. Waktu yang dbutuhkan dalam perakitan paling cepat adalah 139 menit yang terdiri dari urutan kegiatan yang mengikuti dari jalur lintasan kritis dengan menggunakan metode Critical Path Methode.
b.
Ucapan Terima kasih Ucapan terima kasih diucapkan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Andalas atas dukungan yang diberikan melalui Hibah Penelitian Dosen Pemula Tahun 2015. Referensi
Carl L. Pritchard. Nuts and Bolts Series 1: How to Build a Work Breakdown Structure. ISBN 1-890367-12-5. Practice Standard for Work Breakdown Structures, 2nd Edition http://www.pmi.org Okayama, Y, L.D.Chirillo. (1982). Product Work Breakdown Structure, MSRP. Maritime Administration in cooperation with Tood Fasicif Shipyard Corp,USA Istimawan Dipohusodo. 1996. Manajemen Proyek dan Konstruksi Jilid 1 dan jilid 2. Kanisius Jakarta Cahyono, B. (n.d.). Microsoft Project Methode , 1-19 Simmons, L. F., 2002, Project Management – Critical Path Method (CPM) and PERT Simulated with Process Model. Proceedings of the 2002 Winter Simulation Conference. Siswanto. 2009. Operation Reseach Jilid II. Jakarta: Penerbit Erlangga Heizer, Jay dan Render Barry. 2004. Manajemen Operasi. Jakarta : Salemba Empat.
Kode Makalah: IND-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Perancangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle) untuk Pencitraan Lokasi Siaga Bencana di Sumatera Barat Dendi Adi Saputra M1,a *, Eka Satria2,b, Roffi Ardinata3,c 1,2,3
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang - Indonesia Padang, Indonesia, 25163 E-mail: a,*
[email protected],
[email protected], c
[email protected]
Abstrak Dalam penelitian ini dilakukan sebuah perancangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/ UAV). Penelitian ini diawali dengan merumuskan konsep rancangan yang sesuai dengan wilayah pencitraan lokasi siaga bencana di Sumatera Barat. Hasil dari perumusan konsep rancangan akan dilanjutkan kedalam tahapan disain berikutnya sehingga menghasilkan detail design yang akan menjadi acuan dalam proses rancang bangun. Penelitian ini difokuskan pada perancangan UAV jenis wingspan yang dilengkapi teknologi pencitraan. Dimulai dengan melakukan proses perancangan UAV meliputi disain model pesawat (fuselage, wing, nose, horizontal stabilizer, vertical stabilizer, aeleron, elevator, ruder dan landing gear) dan menguji karakteristik aerodinamika. Pada makalah ini disajikan tahapan perancangan UAV dengan pendekatan Computational Fluid Dynamics (CFD). Dari hasil perancangan didapatkan bentuk airfoil dan disain UAV yang mampu memenuhi spesifikasi disain yaitu mampu membawa beban sebesar 1.75 kg dengan kecepatan jelajah 12 m/s. Keywords: perancangan, UAV, CFD, airfoil
1.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis yang memiliki musim kemarau dan musim penghujan. Secara geografis, Indonesia terletak di kondisi geografi yang strategis dan kondisi sumber daya alam yang sangat mendukung untuk membantu perekonomian. Di sisi lain, Indonesia juga merupakan negara dengan cuaca ekstrim, dan hal tersebut membuat Indonesia juga mendapatkan bencana yang beragam, seperti banjir, tanah longsor, gempa, angin topan, tsunami, dll. Mengacu terhadap kondisi iklim dan geografi Indonesia menyebabkan adanya potensi bencana alam yang berbahaya yang di prediksi akan terjadi secara terus menerus.
Pada Gambar 1. diperlihatkan perbandingan data bencana yang terjadi di Indonesia pada tahun 2010-2015. Banjir menempati persentase tertinggi sebesar 31,9% diikuti oleh puting beliung 24% dan tanah longsor 19,3%. Dalam upaya peningkatan kesiagaan terhadap terjadinya bencana alam, diperlukan pemanfaatan bidang teknologi pesawat, informasi dan robotika, terutama untuk mengamati area lokasi bencana yang sulit dijangkau oleh manusia. Karakteristik bencana yang berbeda-beda, berakibat pada sukarnya melakukan pemetaan pencitraan lokasi bencana sebelum maupun sesudah terjadinya bencana. Oleh sebab itu, diperlukan suatu peralatan khusus yang mampu melakukan navigasi dan pemantauan secara realtime yang menghasilkan pencitraan yang handal sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan penanganan bencana di Indonesia 2.
Gambar 1. Data Bencana BNPD di Indonesia dari tahun 2010-2015 [1]
Metodologi Penelitian
Penelitian ini diawali dengan identifikasi dan perumusan masalah, studi literatur dari beberapa penelitian pesawat tanpa awak yang telah dilakukan sebelumnya, perancangan, dan melakukan analisa rancangan pesawat tanpa awak (UAV) menggunakan software analisis dan penarikan kesimpulan. Secara garis besar, tahapan penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kode Makalah: IND-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
2.1 Studi literatur Wilayah yang ingin dipetakan atau dipantau merupakan wilayah yang luas. Pesawat UAV yang digunakan harus memiliki kemampuan terbang yang handal dan lama. Sehingga dibutuhkan sebuah pesawat yang terbang dengan energi yang relatif lebih kecil namun kemampuan jelajah yang relatif lebih luas. Pesawat UAV pemetaan juga dituntut untuk memiliki kemampuan terbang pada kecepatan rendah agar mampu menangkap gambar paga kemampuan maksimal. 2.2 Formulasi Pada tahap perancangan pesawat tanpa awak terdapat beberapa langkah yang dilakukan yaitu perumusan konsep perancangan, penentuan spesifikasi perancangan, penentuan karakteristik komponen, tata letak, analisa, penentuan komponen, hasil disain (detail design) yang dijelaskan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir tahapan perancangan pesawat tanpa awak 2.3 Konsep rancangan Perancangan pesawat tanpa awak disesuaikan dengan kebutuhan misi yang dilakukan. Pesawat tanpa awak dengan misi pencitraan lokasi memanfaatkan pengambilan gambar atau citra dengan bantuan kamera pencitraan yang dibawa oleh pesawat dalam misi. Pencitraan lokasi yang dilakukan dengan cara pengambilan foto pada beberapa titik, kemudian foto tersebut dikombinasikan sehingga dihasilkan peta lokasi dari udara dengan resolusi yang tinggi. Pesawat dirancang untuk dapat terbang dengan jarak tempuh atau jelajah 3-5 km dan mampu membawa beban seberat 1,75 kg untuk keperluan kamera dan peralatan pencitaraan lainnya, serta mampu untuk melakukan penjelajahan secara otomatis.
Gambar 3. Konsep tentative wingspan UAV yang akan dikembangkan 2.5 Karakteristik komponen Pada tahapan ini, ditentukan karakteristik komponen yang sesuai dengan spesifikasi rancangan yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk menentukan komponen-komponen utama dan pembantu dalam perancangan pesawat tanpa awak. 2.6 Tata letak Pada proses penetepan komponen pesawat tanpa awak, disesuaikan dengan kebutuhan misi dari pesawat tanpa awak. Pemasangan komponen pencitraan diletakkan pada posisi yang tepat agar didapatkan hasil pencitraan semaksimal mungkin. Kamera kualitas tinggi dipasangkan pada bagian bawah pesawat seperti terlihat pada Gambar 4 untuk memaksimalakan pengambilan gambar.
2.4 Spesifikasi rancangan Sebagai batasan (constraint) dalam pesawat tanpa awak ini, maka ditentukan spesifikasi rancangan seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 3 berikut:
Gambar 4. Disain konseptual tata letak UAV
Kode Makalah: IND-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
2.7 Penentuan komponen Setelah didapatkan tata letak sistem yang sesuai dengan spesifikasi rancangan, maka dilakukan tahap penentuan komponen sistem yang akan dibuat.
airfoil yang memenuhi kebutuhan spesifikasi rancangan. Tahapan khusus pada Gambar 5 digunakan untuk mendapatkan desain yang sesuai.
2.8 Hasil disain Setelah proses perancangan dilakukan maka hasil perancagan tersebut akan dituangkan dalam bentuk detail design. Hasil rancangan pesawat tanpa awak akan digambar dengan menggunakan software Autodesk Inventor 2015. 3.
Simulasi
Simulasi digunakan untuk menentukan kesesuaian dari disain dengan spesifikasi yang diinginkan. Software yang digunakan adalah Autodesk Inventor 2015 dan Autodesk CFD 2015. Simulasi yang dilakukan adalah simulasi aerodinamis pesawat untuk mengetahui distribusi tekanan serta distribusi kecepatan fluida melewati pesawat UAV sehingga didapatkan besarnya gaya angkat dan gaya seret yang bekerja pada pesawat. 4.
7
Hasil dan Pembahasan
4.1 Perumusan konsep model UAV Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.1, pesawat UAV yang dirancang memiliki spesifikasi berat total adalah 1,75 kg dengan kecepatan terbang minimum 12 m/s (Low Speed Stall). Pesawat harus mampu terbang lambat hingga 12 m/s agar stabil pada saat pengambilan foto udara maupun video monitoring. Penentuan konsep disain UAV juga mempertimbangkan ketersediaan material UAV yang mudah didapatkan dan proses manufaktur pesawat yang mudah dilakukan. Keterbatasan lokasi penerbangan (lokasi bencana, sungai, pantai, dll), tidak memungkinkan UAV take-off dengan menggunakan landing gear. Untuk itu, UAV dirancang menggunakan konsep (hand launch), yaitu penerbangan dengan lemparan tangan. Tabel 1. Spesifikasi Rancangan UAV Berat Maksimum Wing Span Aspek Rasio Kecepatan Jelajah Take off
1,75 kg 1800 mm 8 12 m/s Hand launch
Pada perancangan UAV digunakan beberapa software disain seperti, Autodesk Inventor 2015 student version, Autodesk Simulation CFD dan Autodesk Simulation Mechanical. Khusus untuk perancangan airfoil, digunakan software open source yaitu Java Foil. 4.2 Disain aerodinamis sayap pesawat UAV Disain sayap pesawat UAV harus mengikuti bentuk
Gambar 5. Diagram alir perancangan dan pengujian aerodinamis sayap UAV 4.3 Perhitungan koefisien gaya angkat ( ) Tahap awal adalah penghitungan koefisien gaya angkat ( ) minimal yang harus ada pada airfoil pesawat agar mampu terbang membawa beban sesuai spesifikasi. Koefisien gaya angkat ini dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : (4.1)
=
Dimana : = = = 0,45 = = 1800 = =7 =
= 12 ⁄ = 1, 204
Berdasarkan Persamaan 4.1 didapatkan harga minimal yang harus dipenuhi agar pesawat mampu terbang sesuai spesifikasi. didapat dengan perhitungan sebagai berikut : =
,
.
(
,
⁄ )
,
= 0,45
4.4 Pemilihan bentuk airfoil Pada tahap ini dilakukan pemilihan airfoil berdasarkan nilai hasil perhitungan . Pesawat UAV harus mampu terbang pada kecepatan rendah, maka dipilih jenis airfoil yang mamiliki gaya angkat tinggi pada kecepatan rendah. Jenis airfoil yang cocok adalah low reynold number Airfoil. NACA airfoil merupakan bentuk airfoil sayap pesawat yang dikembangkan oleh National Advisory Committee for Aeronautics dengan menggunakan titik kordinat persamaan angka. Melalui data base NACA airfoil
Kode Makalah: IND-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
didapat jenis airfoil NACA 4 digit. Javafoil merupakan software open source yang digunakan untuk memodifikasi dan merancang persamaan data dari NACA airfoil menjadi gambar airfoil NACA 4 digit seperti pada Gambar 6.
Angle of Attack (AoA) atau sudut serang merupakan posisi sudut airfoil terhadap garis horizontal aliran fluida. Perubahan AoA sangat mempengaruhi besarnya airfoil seperti terlihat pada grafik VS AoA di Gambar 8.
Gambar 6. Perancangan airfoil menggunakan javafoil Gambar 6 merupakan software javafoil yang digunakan untuk menginput data airfoil yang sesuai, sehingga didapatkan airfoil yang cocok. Mendisain airfoil melalui javafoil dipilih jenis NACA 4 digit dengan jumlah titik untuk menentukan bentuk airfoil sebanyak 225 titik. Perbandingan ketebalan airfoil dengan chord (t/c) dimodifikasi menjadi 12% , harga (xt/c) sebesar 23,5% , harga (f/c) sebesar 4,5% , (xf/c) sebesar 45% dan (f/c) sebesar 1%.
Gambar 8. Grafik hubungan
dengan AoA
Gambar 8. merupakan hasil grafik pengujian airfoil 2D yang menyatakan hubungan antara Angle Of Attack (AoA) dan nilai ( ) airfoil yang dihasilkan. Berdasarkan penghitungan sebelumnya, dibutuhkan > 0,45. Grafik di atas memperlihatkan bahwa > 0,45 berada pada AoA > 1° .AoA yang dipilih juga berdasarkan nilai drag yang dihasilkan pada grafik vs berikut :
Gambar 7. Flow field Airfoil Naca 4412-62 Selanjutnya berdasarkan bentuk airfoil yang diperoleh akan dilakukan analisa CFD 2D untuk mendapatkan distribusi tekanan yang melewati airfoil serta nilai dan . Pada Gambar 4.4 diperlihatkan hasil analisa CFD 2D pada airfoil. Bagian atas airfoil berwana kuning yang berarti memiliki tekanan yang rendah, sedangkan bagian bawah airfoil berwarna merah yang menggambarkan tekanannya lebih tinggi, sehingga airfoil mengalami gaya angkat. Warna biru pada bagian depan airfoil menyatakan airfoil mengalami tekanan terbesar, sehingga bagian tersebut mengalami drag.
Gambar 9. Grafik hubungan
vs
Gambar 9. menjelaskan hubungan koefisien angkat ( ) yang didapatkan dengan koefisien drag ( ) yang dihasilkan. Nilai drag ( ) akan minimal saat = -0,3 sampai +0,6. Kemudian nilai akan naik secara linier pada = 0,6 sampai 1,4. Pada saat =
Kode Makalah: IND-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
1,4 nilai akan naik secara kontinutanpa diikuti kenaikan . Dari data tersebut diperoleh akan berharga minimal sebesar 0,008 pada saat -3 < < 0,6. Ini berarti harga koefisien yang ditetapkan di awal yaitu sebesar 0,45 dapat dipenuhi oleh airfoil yang didisain.Untuk mendapatkan kondisi maksimal dipilih sebesar 0,656 dengan AoA 4° .
Gambar 12 merupakan hasil simulasi 3D dari sayap pesawat UAV pada kecepatan 12 m/s sehingga didapatkan data gaya angkat dari sayap pesawat sebagai berikut :
4.5 Penghitungan gaya angkat pada sayap pesawat
Pada tahap ini, hasil disain 2D airfoil akan dikonversi menjadi bentuk 3D seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.6. Selanjutnya model 3D ini akan diuji pada terowongan angin virtual Autodesk Simulation CFD seperti terlihat pada Gambar 10. Gambar 13. Gaya yang bekerja pada sayap pesawat Wall Calculator Autodesk CFD 2015 Melalui analisis 3D sayap pesawat UAV didapatkan gaya total yang bekerja pada sayap pesawat saat dialiri udara pada kecepatan 12 m/s. Nilai , , merupakan gaya yang bekerja pada sumbu X, Y dan Z sayap pesawat. Gambar 10. Desain 3D sayap UAV yang dirancang
Gambar 11. Pengujian Sayap UAV menggunakan terowongan angin virtual
Keterangan arah orientasi sayap pesawat : X+ = Kiri Sayap Y+ = Atas Sayap Z+ = Depan Sayap Gambar 13 menyatakan bahwa gaya angkat total yang bekerja pada sayap pesawat sebesar 25,9 N dan gaya seret yang dialami sayap sebesar 1,3 N. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sayap pesawat dapat mengangkat beban sampai 25,9 N pada kecepatan 12 m/s. Dari hasil pengujian simulasi diatas disimpulkan bahwa disain airodinamis sayap memenuhi spesifikasi sehingga selanjutnya dapat dibuat gambat teknik sayap seperti pada Gambar 14.
Pada Gambar 11 sayap pesawat dikondisikan pada kecepatan 12 m/s, sehingga didapatkan nilai gaya angkat yang berkerja secara keseluruhan pada sayap pesawat. Gambar 14. Dimensi umum sayap pesawat UAV yang didesain
Gambar 12. Simulasi 3D sayap UAV
Kode Makalah: IND-008
5.
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Didapatkan disain UAV yang memenuhi spesifikasi yang diinginkan dengan jenis arifoil yang dipilih adalah airfoil NACA 4412-62 2. Angle of Attack (AoA) airfoil UAV yang dipilih adalah 4°, mampu menghasilkan gaya angkat sebesar 26 N pada kecepatan 12 m/s Ucapan Terima kasih Ucapan terima kasih diucapkan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Andalas atas dukungan yang diberikan melalui Hibah Penelitian Dosen Pemula Tahun 2015. Referensi [1] http://dibi.bnpb.go.id/ diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 18.00 WIB. [2] http://parapenghunilangit.blogspot.com/ diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 22.00 WIB. [3] http://www.grc.nasa.gov/WWW/k-12/airplane/ rotations. html diakses pada tanggal 01 Mei 2015 pukul 13.00 WIB. [4] https://azizfahmirriza5.wordpress.com /2012/05/29/cfd/ diakses pada tanggal 17 Maret 2015 pukul 09.00 WIB. [5] P. Panagiotou, P. Kaparos, K. Yakintho. 2014. Winglet design and optimization for a MALE UAV using CFD. Aerospace Science and Technology, Vol: 39, hal. 190-205. [6] P.R. McGill, K.R. Reisenbichler, S.A. Etchemendy, T.C. Dawe, B.W. Hobson. 2011. Aerial surveys and tagging of free-drifting icebergs using an unmanned aerial vehicle (UAV). Deep Sea Research Part II: Topical Studies in Oceanography, Vol: 58, Issues 11– 12, hal. 1318-1326.
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-001
STUDI PERFORMANSI KINCIR AIR UNTUK IRIGASI PERTANIAN DI DESA SUMAGEK NAGARI SUMANI KABUPATEN SOLOK 1)
Mulyanef, 2)Kaidir dan 3)Duskiardi 1,2,3)
Jurusan Teknik Mesin FTI - Universitas Bung Hatta Jl. Gajah Mada No.19 Padang, 25123 E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Kajian ini bertujuan dalam rangka pemanfaatan teknologi kincir air dalam pertumbuhan ekonomi pertanian. Kenagarian Sumani dilewati oleh Sungai Batang Lembang yang bermuara ke Danau Singkarak. Kenegarian Sumani merupakan kawasan persawahan tadah hujan. Mulai tahun 1978 telah dioperasikan 5 unit pompa bantuan dari Pemerintah Swiss. Krisis ekonomi tahun 1998 mengakibatkan biaya operasional pompa tidak sebanding dengan harga hasil panen, ini membuat mesin pompa tersebut otomatis tidak berfungsi. Pada tahun 2008 masyarakat Sumani mendapat dana PNPM mandiri dan disepakati kembali ke kincir air untuk irigasi persawahan. Hasil pengujian kincir air sumani menunjukkan dengan naiknya aliran air, maka putaran kincir menjadi meningkat sehingga debit kincir akan menambah jumlah air sungai yang dapat dinaikan ke areal persawahan masyarakat. Pada putaran kincir 1,71 rpm, diperoleh debit kincir 8,10 m3/jam. Pada putaran kincir 1,55 rpm, diperoleh debit kincir 7,20 m3/jam. Kata Kunci : kincir air, pembuatan, irigasi kenegarian Sumani meningkat dengan tajam dan hal ini berlangsung sampai tahun 1998. Terjadinya krisis ekonomi tahun 1997/1998, ternyata membawa dampak negatif terhadap kelanjutan proyek irigasi/pompanisasi Sumani. Dengan naiknya harga BBM, biaya BBM untuk operasional 1 unit mesin untuk 1 kali musim tanam mencapai Rp 30 juta. Berarti untuk 1 kali musim tanam (4-5 bulan), biaya BBM untuk operasional 5 unit mesin pompa adalah sebesar Rp 150 juta, di dalam biaya tersebut belum termasuk biaya perawatan untuk ke 5 unit mesin pompa tersebut. Akibatnya, petani di kenegarian Sumani tidak sanggup lagi membiayai operasional proyek pompanisasi ini. Sehingga aktifitas mesin pompa air tersebut total berhenti, tahun 1998. Sejak tidak berfungsinya mesin pompa air untuk irigasi pertanian, sangat besar dampak negatifnya pada perekonomian pertanian di Sumani. Saluran irigasi tidak lagi berisi air, siklus panen tidak lagi 5 kali dalam 2 tahun, petani terpaksa kembali ke sawah tadah hujan, yaitu ketergantungan pada musim hujan, seperti sebelum tahun 1978.
Pendahuluan Kenegarian Sumani terletak di kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok dengan jumlah penduduk 5.825 jiwa. Nagari Sumani di kelilingi oleh 4 nagari, yaitu Nagari Koto Sani, Nagari Singkarak, Nagari Saningbakar dan Nagari Tanjung Bingkung, dimana sebelah utara langsung berbatasan dengan Danau Singkarak. Kenegarian Sumani dilewati oleh Sungai Batang Lembang yang bermuara ke Danau Singkarak. Daerah pertanian di kenegarian Sumani, 90% terdiri dari kawasan persawahan dengan luas lebih kurang 470 ha, dan 390 ha dari luasnya merupakan sawah tadah hujan. Untuk memberdayakan dan meningkatkan produksi sawah petani (pertanian) untuk menghasilkan padi, sejak tahun 1976-1978 di kenegarian Sumani telah diupayakan pembangunan irigasi dengan sumber air (pengairan) dari sungai Batang Lembang. Upaya memanfaatkan Batang Lembang sebagai sumber pengairan, dilakukan melalui pembangunan proyek pompanisasi bantuan dari Pemerintah Swiss, dengan menggunakan 5 buah mesin pompa generator diesel berukuran besar dengan kekuatan 43 PK/unit, yang mampu mengairi seluruh area sawah tadah hujan di kenegarian Sumani. Sejak adanya proyek pompanisasi tersebut, produksi padi di
Pada tahun 2008 dengan beberapa kali musyawarah antara Pemerintahan Nagari dengan masyarakat,
1
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-001
a. Kincir Air Undershot
b. Kincir Air Overshot
3 Q adalah kapasitas aliran m
s adalah densitas air kg 3 m
Selain memanfaatkan air jatuh hydropower dapat diperoleh dari aliran air datar. Dalam hal ini energi yang tersedia merupakan energi kinetik
E
1 mv 2 ..........................................(3) 2
c. Kincir Air Breastshot
dengan v adalah kecepatan aliran air m s
Daya air yang tersedia dinyatakan sebagai berikut :
P
1 Qv 2 .........................................(4) 2
atau dengan menggunakan persamaan kontinuitas Q Av maka
P
1 Av 3 .........................................(5) 2
dengan A adalah luas penampang aliran air
d. Kincir Air Tub
m 2
3. Kincir Air Prinsip kerja kincir air adalah merubah energi kinetik dan energi potensial air menjadi energi mekanis yang digunakan untuk mengangkat air atau memutarkan turbin. Ada beberapa tipe kincir air yaitu :
Kincir air undershot bekerja bila air yang mengalir, menghantam dinding sudu yang terletak pada bagian bawah dari kincir air. Kincir air tipe undershot tidak mempunyai tambahan keuntungan dari head. Keuntungan Konstruksi lebih sederhana Lebih ekonomis Mudah untuk dipindahkan Kerugian; Efisiensi kecil, daya yang dihasilkan relatif kecil
2
Kode Makalah: REN-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
jumlah air sungai yang dapat dinaikan ke areal persawahan masyarakat.
4. Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan
2,10 1,90
Kecepatan Aliran (m/sec)
1. Waktu dan tempat Pengujian dilakukan pada bulan Agustus 2015 bertempat di Jorong Sumagek, Nagari Sumani Kabupaten Solok. 2. Alat Uji dan Bahan Kincir air Tachometer Flowmeter Ember Stop watch
1,70 1,50 1,30 1,10 0,90 0,70 0,50 0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
Kapasitas Kincir (liter/sec)
Gambar 3. Grafik Hubungan antara kecepatan aliran dengan kapasitas kincir
3. Pengujian, dilakukan untuk mengukur putaran kincir dan debit air yang dinaikkan.
4,00
Putaran kincir (Rpm)
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
Kapasitas Kincir (liter/sec)
Spesifikasi kincir air : Diameter kincir air : 8 m Kapasitaskincir air : 112,51 liter/sec pada putaran 1,88 rpm Jumlah sudu : 40 bh Diameter tabung air : 1 inchi Diameter tiang kincir: 5 inchi Diameter poros kincir: 60 mm Jenis bantalan : SY60TF Diameter jari-jari : 12 mm Diameter pelingkar : 1 inchi Tebal plat sudu : 2 mm Kecepatanaliran: 0,45 m/sec – 3,65 m/sec
Gambar 4. Grafik Hubungan antara putaran kincir dengan kapasitas kincir Pada gambar 3 dan Gambar 4 terlihat hubungan antara kecepatan aliran sungai, putaran kincir dengan kapasitas kincir. Semakin tinggi kecepatan aliran sungai akan menaikkan putaran kincir sehingga kapasitas air yang dinaikkan kincir semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya. Kecepatan aliran sungai terendah 0,81 m/sec dan putaran kincir 1,55 rpm diperoleh kapasitas atau debit air yang dinaikkan sebesar 8,97 liter/sec. Sedangkan kecepatan aliran sungai tertinggi 1,88 m/sec dan putaran kincir 3,65 rpm diperoleh debit air yang dinaikkan sebesar 112,51 liter/sec.
5. Hasil dan Pembahasan Setelah selesai perbaikan kincir air dilakukan pengujian dengan memvariasikan kecepatan aliran air di sungai batang lembang yaitu sebagai berikut:
Debit kincir air setelah kincir diperbaiki di Nagari Sumani Solok ditunjukan dalam Tabel 1 dan Gambar 3
Debit kincir air sebelum musim kemarau datang di Solok ditunjukan dalam Gambar 3 dan Gambar 4. Debit kincir sangat tergantung kepada kecepatan aliran air yang menumbuk sudu kincir. Dengan naiknya aliran air, maka putaran kincir menjadi meningkat sehingga debit kincir akan menambah
3
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-001
6. Kesimpulan Dengan telah selesainya perbaikan dan telah dilakukan pengujian kincir air untuk irigasi di nagari Sumani Kabupaten Solok, dapat diambil kesimpulan sebagi berikut:
Tabel 1 Data Hasil Pengujian Kincir Air Ketinggia n Air Melalui Saluran (cm) 41 42
Kecep atan Aliran Air (m/s)
Putaran Kincir (rpm)
Debit air kincir (m3/jam)
Total Debit (m3/jam)
0,67
1,55
7,10
21,30
1,61
7,70
23,10
1,62
7,60
22,80
1,70
8,00
24,00
1,71
8,10
24,30
0,70
42
0,67
43
0,72
44
0,74
Debit kincir air sangat tergantung kepada kecepatan aliran air yang menumbuk sudu kincir. Dengan naiknya aliran air, maka putaran kincir menjadi meningkat sehingga debit kincir akan menambah jumlah air sungai yang dapat dinaikan ke areal persawahan masyarakat. Pada putaran kincir 1,71 rpm, diperoleh debit kincir 8,10 m3/jam. Pada putaran kincir 1,55 rpm, diperoleh debit kincir 7,10 m3/jam.
Debit air kincir (m3/jam)
8,2 y = 5,7047x - 1,6443 R² = 0,9385
8
Referensi
7,8
1. Diesel Frittz, 1998. Turbin, Pompa dan Erlangga, Penerbit Jakarta. Debit airKompresor, kincir 2. Munson Bruce R, Young D.F dan Okiishi T.H, (m3/jam) 2003, Mekanika Fluida, Penerbit Erlangga Linear (Debit air Jakarta. kincir (m3/jam)) 3. Mulyanef, Kaidir dan Duskiardi, 2012, Design Undershot Waterwheel To Increase Agriculture Economic in Solok. Proceding The 3rd International Conference on Construction Industry Padang – Indonesia, April 10-11th 2012. 4. Nieke Permanik dan Ahsan Asjhari, 2008. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan Irigasi Kincir Air di Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Komunitas Vol.4 No.3. 5. Pudjanarsa Astu dan Nursuhud Djati, 2006. Mesin Konversi Energi, Penerbit Andi Ofset, Jogyakarta. 6. Pusat Penelitian Sosial Ekonomidan Peran Serta Masyarakat, 2008. Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Irigasi Kincir Air di Provinsi Sumatera Barat. Balai Sosek Bidang Sumber Daya Air Puslitbang Sebranmas, Balitbang PU.
7,6 7,4 7,2 7 1,5
1,55
1,6
1,65
1,7
1,75
Putaran Kincir (rpm)
Gambar 5. Hubungan Antara Debit dengan Kincir
Putaran
Dari Tabel 1 dan Gambar 5 terlihat bahwa debit kincir air sangat tergantung kepada kecepatan aliran air yang menumbuk sudu kincir. Dengan naiknya aliran air, maka putaran kincir menjadi meningkat sehingga debit kincir akan menambah jumlah air sungai yang dapat dinaikan ke areal persawahan masyarakat. Pada putaran kincir 1,71 rpm, diperoleh debit kincir 8,10 m3/jam. Pada putaran kincir 1,55 rpm, diperoleh debit kincir 7,20 m3/jam.
4
Kode Makalah: REN-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
POTENSIAL LIMBAH KULIT DURIAN ( DURIO ZIBETHINUS L. ) SEBAGAI BAHAN PENGHASIL BIOGAS DENGAN VARIASI CAMPURAN DAN RASIO C/N Novita Sari dan Iskandar R., MT*. Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang
Telp. 0751-72586, Fax. 0751-72566 * E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pertumbuhan penduduk dengan jumlah yang semakin bertambah menjadikan kebutuhan akan bahan bakar minyak terus meningkat, namun ketersediannya terbatas. Oleh karena itu perlu adanya penggalakkan pemanfaatan energi alternatif biogas. Biogas dinilai ramah lingkungan dan proses pembuatan biogas relatif singkat. Hal ini berbeda dengan minyak bumi yang pembentukannya sangat lama dan tidak dapat diperbaharui. Peningkatan dan fungsional pemanfaatan biogas dari berbagai limbah perlu dilakukan agar dapat memberikan solusi keterbatasan energi dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Limbah yang diolah dan diuji untuk fermentasi biogas pada penelitian ini adalah limbah kulit durian. Sedangkan limbah biji tidak diuji karena mengandung zat racun yang dapat menghambat proses fermentasi. Pada penelitian ini dilakukan pencampuran limbah kulit durian, feses sapi dan katalisator EM 4 dengan variasi campuran bahan dan rasio C/N untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas biogas yang dihasilkan. Hasil pengujian didapatkan rasio C/N paling efektif dan potensial untuk penghasil biogas optimum. Variasi penelitian terdiri dari digester kontrol, rasio C/N 28, C/N 30, C/N 33 dan EM 4. Pada penelitian ini diukur kuantitas volume secara akumulasi maupun total, serta kuantitas dan kualitas komposisi gas pada pengujian nyala. Produksi total biogas yang dihasilkan pada digester kontrol, C/N 28, C/N 30, C/N 33, dan EM 4 secara berturut-turut adalah 7214.41 cm3, 2777.41 cm3, 2904.70 cm3, 3209.44 cm3, dan 8091.52 cm3. Sedangkan gas metana yang dihasilkan berturut-turut adalah 40%, 83%, 53%, 49%, dan 81%. Digester EM 4, rasio C/N 28 dan C/N 30 menunjukkan indikasi nyala gas, rasio C/N 33 dapat menyala dengan bantuan sumber api sedangkan biogas kontrol tidak dapat menyala. Kata kunci : biogas, kulit durian, feses sapi, variasi campuran, rasio C/N
PENDAHULUAN
organik sudah banyak dilakukan masyarakat,
Biogas merupakan sumber energi alternatif
namun
pengganti minyak tanah dan Liquid Petroleum
dikembangkan pengolahannya. Selain dapat
Gas (LPG). Salah satu limbah organik yang
mengurangi jumlah sampah, limbah yang diolah
berpotensi untuk diolah menjadi biogas adalah
dapat bersifat produktif. Hal ini disebabkan
limbah kulit durian. Limbah kulit durian yang
limbah organik memiliki nilai fungsi tinggi bila
dimaksud terdiri dari limbah biji dan kulit buah
diolah tetapi masih belum dilakukan secara
durian. Meskipun tindakan pengolahan limbah
berkelanjutan di kalangan masyarakat..
ada
beberapa
limbah
yang
perlu
Data Biro Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat
merupakan bakteri fermentasi organik yang
(2012) menunjukkan bahwa hasil panen durian
terbuat dari hasil seleksi alami mikroorganisme
relatif meningkat setiap tahun seiring dengan
fermentasi dan sintetik di dalam tanah yang
meningkatnya luas daerah panen durian. Tahun
dikemas dalam medium cair
2011 sekitar 37.133 ton hingga mencapai 55.046
EM4 dalam proses pembentukan biogas adalah
ton panen durian di tahun 2013, mengalami
mempercepat perombakan bahan organik, lignin,
peningkatan rata-rata 8.956 ton atau 22% setiap
selulosa
tahunnya.
mengaktifkan bakteri pelarut pada bahan. EM4
Durian memiliki persentasi berat bagian daging
larutan coklat memiliki pH 3.5-4.0 yang terdiri
buah hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60-
dari mikroorganisme aerob dan anaerob
75%) dan biji (5-15%) belum termanfaatkan
pada perhitungan komposisi karbon dan nitrogen,
secara maksimal karena kulit dan biji umumnya
EM4 memiliki rasio C/N 2.76.
menjadi limbah yang dibuang begitu saja [2].
Pada penelitian ini limbah biji tidak digunakan
Subtansi
Basis Kering
1
Karbon
77.87%
2
Kadar Air
0.01%
3
Kadar Abu
18.18%
4
Zat Terbang
3.94%
5
Densitas
0.99 g/mL
6
Nilai Kalor
6274.29 (kal/g)
7
Selulosa
50-60%
berpotensi
yang
dapat
, dan
[20]
[20]
yang mengganggu
pertumbuhan mikroorganisme dalam proses
karena
kandungan
gugus
lemak
siklopropena yang termasuk kedalam zat toksik. Namun gugus ini dapat dilepaskan dengan sulfatasi (pengaliran senyawa sulfat dalam lemak), atau dengan pemanasan tinggi (direbus)
untuk
difermentasikan menjadi biogas. Kulit durian mengandung
lemak siklopropena
berarti
kal/g saat dimanfaatkan sebagai biobriket. Hal ini durian
dengan
Pada biji durian segar tidak mengandung nitrogen
mampu menghasilkan kalor sebanyak 6274.29 kulit
pathogen
pembentukan biogas.
Kulit durian mengandung 77.87% karbon dan
berarti
menekan
karena biji durian mengandung zat toksik asam
Tabel 1. Karakteristik kulit durian [2][3] No.
dan
. Pemanfaatan
[19]
menghambat
perkembangan proses fermentasi sehingga hanya optimal jika adanya pemicu fermentasi yang dalam penelitian ini menggunakan feses sapi. Salah satu variasi penelitian ditambahkan bakteri katalis EM 4 (Effective Microorganism 4). EM 4
sehingga
dapat
menghasilkan
0.279
gram
nitrogen [2][3]. Pengolahan limbah kulit durian dan feses sapi dihitung dari variasi dan rasio pencampuran yaitu rasio C/N. Rasio C/N merupakan perbandingan kadar karbon (C) dan nitrogen (N) dalam suatu bahan berguna untuk mengetahui besar kalori yang akan dihasilkan bahan tersebut dalam suatu proses. Potensi feses sapi dalam pembentukan biogas cukup tinggi yaitu memiliki rasio C/N 16,6 – 25,0 [1].
tipe
floating
drum
Variasi penelitian terdiri dari digester kontrol dan
pemilihan
ini
adalah
4 digester uji yakni C/N 28, C/N 30 dan C/N 33
memudahkan beberapa kali perhitungan volume
dan C/N 30 EM 4. Parameter pengujian meliputi
gas yang terbentuk selama proses fermentasi.
laju produksi akumulasi biogas, volume total, komposisi biogas, dan pengujian nyala gas. Hasil pengujian diperoleh rasio C/N efektif untuk menghasilkan biogas optimum, serta kuantitas dan kualitas gas yang dihasilkan dari variasi campuran bahan. METODE PENELITIAN Deskripsi Umum Gambar 1. Digester floating drum
Pada penelitian ini kulit durian dan feses sapi dicampur dengan penentuan rasio C/N bahan
Rangkaian digester
tercampur. Variasi campuran terdiri dari kulit
penelitian ini sebanyak
durian, feses sapi dan bakteri katalis (EM4).
rangkaian digester uji dan 1 unit rangkaian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
digester
ini adalah sebagai berikut:
Rangkaian floating drum terdiri dari 4 bagian
1. Kulit durian dan feses sapi.
utama yaitu :
2. Air tambahan, ditambahkan pada bahan dasar
1. Floating storage berukuran 8.26 liter untuk
penelitian untuk mencapai kadar air yang
seperti
pada
Gambar
1.
PVC
25
liter
sebagai
digester
fermentasi bahan tercampur.
3. Bakteri EM 4, sebagai katalisator. 4. Larutan H₂SO₄ dan K2Cr2O7, digunakan
3. Floating storage support berukuran 26 liter diisi dengan air hingga ketinggan kurang 5 cm
untuk uji pendahuluan. 5. Batu Kapur (CaCO3), sebagai penstabil pH dalam proses pembentukan biogas agar tetap
dari puncak floating storage, pengkondisian tekanan gas yang masuk ke dalam storage. 4. Balon penampung sebagai storage yang diisi
netral. yang
harus
diperhatikan
untuk
melakukan uji pembentukan biogas ini adalah pemasangan kekasaran
5 unit yakni 4 unit
menampung gas hasil proses fermentasi. 2. Drum
diinginkan pada campuran bahan.
Hal-hal
kontrol
yang digunakan dalam
serta dan
pengkondisian
pengadukan
digester,
bahan,
serta
penambahan air. Digester yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan
hasil
modifikasi
rancangan tipe floating drum. Pertimbangan
gas dari floating storage saat produksi gas melebihi daya tampung floating drum. Prosedur Penelitian 1. Uji
pendahuluan
bahan
utama
biogas
dilakukan untuk mengetahui nilai rasio C/N
dan kadar air bahan yang sedang digunakan,
rasio C/N 30. Pembuatan biogas memerlukan
dapat dilihat pada Tabel 3.
proses pengadukan agar proses dekomposisi berlangsung dilakukan
Tabel 2. Data hasil uji pendahuluan Variabel
optimal. setiap
hari
Proses
pengadukan
untuk
menghindari
terbentuknya kerak (scum) dengan menguncang digester.
Kulit Durian
Feses Sapi
Nitrogen
0.22%
0.60%
Hasil penelitian biogas ditentukan oleh variabel
Karbon
8.27%
8.28%
dan parameter pengujian. Adapun variabel
Rasio C/N
36.82
13.80
penelitian adalah rasio C/N, kadar kering dan HK
Kadar Air
43.94%
50.61%
(hidrokarbon). Parameter pengujian mengamati
2. Penyiapan bahan biogas terdiri dari kulit durian (x) sebagai subtrat dan feses sapi (y) sebagai ko-subtrat dari biogas. + +
C/N =
3. Tahap Pengujian
laju volume harian dan komposisi biogas stagnan dalam 40 hari seperti pada Gambar 2. ------(fungsi pembentukan gas)
( )=
… … … … . (1)
Nilai indeks pada persamaan (1) menyatakan rasio C/N bahan tercampur (indeks 1) dan massa bahan yang digunakan (indeks 2)
( ) = ( ) + ----- (perubahan jari jari R) (0),
=
----- (gas belum terbentuk t = 0)
Tabel 3. Perhitungan bahan isian digester Variasi
Bahan Isian (Kg)
Air
Total
Limbah
Feses
(Liter)
(Liter)
Kontrol
5
-
2.35
12.5
C/N 28
3.7
2.3
2.67
15.0
C/N 30
4.22
1.78
2.71
16.5
C/N 33
5
1
2.76
18.5
EM 4
4.22
1.78
2.71
17.5
Gambar 2. Ilustrasi perubahan volume biogas Sedangkan komposisi biogas yang ditentukan hanya CH4 (metana) dan CO2 dari jumlah HK
Pada Tabel 4 menunjukkan total bahan isian yang
yang diuji. Kualitas metana dapat diamati melalui
difermentasikan dalam digester drum 25 liter.
pengujian nyala.
Pada penentuan jumlah bahan dinyatakan dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN
kilogram, sedangkan setelah proses pengadukan
1. Laju Produksi Harian Biogas
ditentukan dalam volume terbentuk (liter). Pada
Laju produksi harian biogas merupakan tingkat
variasi EM 4 ditambahkan katalis 0.036 liter pada
kenaikan gas yang dihasilkan dari fermentasi
bahan dalam proses pembentukan biogas setiap
Hasil pengukuran tersebut digunakan untuk
hari (24 jam). Banyaknya gas yang dihasilkan
mengetahui pengaruh variasi dan rasio C/N
dari digester dapat dilihat dari kenaikan floating
campuran bahan terhadap volume total produksi
drum yang digunakan sebagai storage sekaligus
biogas yang dapat dilihat pada Gambar 4.
indikator perubahan volume. Laju produksi harian biogas dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4. Akumulasi produksi biogas Bahan yang sulit homogen adalah pencampuran dua bahan berbeda yang mengandung serat kasar Gambar 3. Laju produksi harian biogas
atau lignin seperti kulit durian dan bahan yang
Kurva pada Gambar 3 di atas menunjukkan
mudah mengendap seperti feses kering. Sehingga
perubahan volume gas perhari yang dihasilkan
aktivitas bakteri lebih aktif pada bahan saat tidak
dari pembentukan massa biogas kulit durian,
diaduk dengan bahan lain yang sifatnya berbeda
feses
seperti limbah dan feses tersebut.
sapi dan katalisator
EM
4. Awal
terbentuknya gas dari variasi reaksi pada kurva menunjukkan
perbedaan
waktu
optimum
pembentukan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri sangat berpengaruh pada reaksi pembentukan biogas. Jika semakin banyak bakteri maka akan semakin dapat dipertahankan jumlah bakteri yang dibutuhkan pada reaksi fermentasi. Setelah mencapai produksi optimum maka produksi biogas mulai menurun. Penurunan produksi biogas menandakan nutrisi penyuplai sumber makanan bagi bakteri mulai menipis. 2. Akumulasi Produksi dan Total Volume Harian Biogas Pada
proses
produksi
biogas
dilakukan
pengukuran volume biogas yang dihasilkan.
Gambar 5. Volume total variasi biogas Bahan yang berukuran kecil didekomposisi
melalui
lebih cepat
peningkatan
luas
permukaan untuk aktivitas mikroba perombak seperti feses. Sedangkan ukuran bahan yang terlalu besar menyebabkan luas permukaan terhidrolisis
lebih
sempit
sehingga
proses
berlangsung metabolisme oleh bakteri menjadi
hasil gas metana, sebab jumlah gas metana yang
semakin lambat.
dihasilkan akan mempengaruhi kualitas nyala.
3. Pengujian Komposisi Biogas
Kulit durian memiliki kandungan lignin dan
Pada biogas yang telah dihasilkan dilakukan
selulosa yang lebih sulit untuk didekomposisi dan
pengujian komposisi. Pengujian komposisi yang
sulit mencapai proses metanogenesis. Feses sapi
dilakukan untuk mengetahui jumlah antara gas
memiliki
metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) serta
menghasilkan metana 65.7% dan karbondioksida
memberikan perbandingan antara keduanya.
27% saat difermentasikan tanpa campuran.
Pengujian
Sedangkan
tersebut
menggunakan
alat
rasio
C/N
kulit
16.6-25
durian
yang
hanya
dapat
mampu
spektrofotometer dengan menguji sampel biogas
menghasilkan metana 40% pada penelitian ini.
yang telah diabsorbansi dengan cairan absorban.
Semakin banyak jumlah feses sapi yang ditambahkan maka akan mampu meningkatkan jumlah produksi metana biogas. Semakin kecil nilai rasio C/N variasi campuran bahan, maka akan semakin banyak jumlah feses sapi yang ditambahkan. 4. Pengujian Nyala Pengujian nyala ini dilakukan untuk mengetahui
Gambar 6. Komposisi biogas Hasil
pengujian
komposisi
kualitas pembakaran gas yang dihasilkan. Berikut
menunjukkan
hasil pengujian nyala yang dapat dilihat pada
pengaruh variasi dan rasio C/N campuran yang
Gambar 7. Hasil pengujian nyala yang dilakukan,
cukup signifikan terhadap komposisi biogas pada
biogas pada masing – masing digester dapat
masing – masing digester. Hasil pengujian
menyala dengan indikasi yang berbeda. Biogas
komposisi biogas dari limbah kulit durian dan
dapat menyala dengan komposisi gas metana
feses sapi dapat dilihat pada Gambar 6. Meskipun
paling
begitu, secara keseluruhan variasi uji biogas ini sudah tergolong penghasil metana yang cukup bagus. Jumlah gas metana dan karbondioksida yang dihasilkan masing-masing variasi biogas tidak berbanding lurus dengan jumlah volume gas yang dihasilkan. Hal ini berarti volume gas merupakan nilai kuantitas gas sedangkan jumlah gas penting lebih menjurus kepada kualitas biogas karena
kurang
sekitar
45%.
Gambar 7. Hasil uji nyala biogas Indikasi warna biru pada nyala api di ujung
mampu menghasilkan sejumlah gas metana dan kualitas nyala gas.
selang menunjukkan adanya sejumlah gas metana
5. Komposisi gas metana yang dihasilkan untuk
yang dihasilkan. Pada Gambar 7, gas yang dapat
rata-rata keseluruhan variasi pada penelitian
dinyalakan hanya 4 variasi yaitu digester EM 4,
ini tergolong tinggi. Produksi metana yang
C/N 28, C/N 30 dan C/N 33. Nyala api yang
dihasilkan pada digester kontrol, C/N 28, C/N
paling besar adalah digester C/N 28 dan EM 4
30, C/N 33, dan EM 4 secara berturut-turut
karena mengandung metana yang sangat tinggi.
adalah 40%, 83%, 53%, 49%, dan 81%.
Digester C/N 33 dapat menyala dengan bantuan
6. Variasi campuran dan rasio C/N terbaik dalam
sumber api yang berarti jika sumber api
menghasilkan sejumlah gas metana pada
dijauhkan, maka gas tidak bisa bertahan dengan
penelitian ini adalah digester campuran EM 4
nyala api. Sedangkan digester kontrol tidak dapat
yakni 81% dan rasio C/N 28 sebanyak 83%.
menyala karena hanya mengandung 40% metana
7. Gas metana yang dihasilkan oleh digester EM
dan karbondioksida tinggi yang menyebabkan
4, C/N 28, C/N 30, dan C/N 33 dapat
gas tidak terbakar.
menunjukkan indikasi nyala gas, sedangkan
KESIMPULAN
digester digester kontrol tidak dapat menyala.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat
KEPUSTAKAAN
disimpulkan bahwa :
[1] Panjaitan, Irmalawati S. Analisis Perhitungan Daya yang Dihasilkan dari Kotoran Sapi yang Diolah Menjadi Biogas di Daerah Pinggiran Kota Batam. Universitas Maritim Raja Ali Haji. http://www.academia.edu/1860691. (Diakses 26 Mei 2014) [2] Djaeni, Moh.. 2010. Kelayakan Biji Durian Sebagai Bahan Pangan Aternatif : Aspek Nutrisi dan Tekno Ekonomi. http://eprints.undip.ac.id/39242/1/ (Diakses pada 22 Mei 2014) [3] Prabowo, Rossi. Pemanfaatan Limbah Kulit Durian Sebagai Briket di Wilayah Kecamatan Gunung Pati Kabupaten Semarang. Universitas Wahid Hasyim Semarang : Jawa Tengah [19] http://em4-indonesia.com/ (diakses pada 6
1. Limbah kulit durian memiliki potensi dalam proses pembentukan biogas. 2. Proses pembentukan biogas dari pencampuran limbah kulit durian dan feses sapi dapat menghasilkan sejumlah gas dengan variasi campuran dan rasio C/N 3. Total produksi biogas yang dihasilkan dari limbah kulit durian dan feses sapi tergolong masih rendah. Produksi total biogas yang dihasilkan pada digester kontrol, C/N 28, C/N 30, C/N 33, dan EM 4 secara berturut-turut adalah 7875.73 cm3, 2884.80 cm3, 3021.83 cm3, 3351.48 cm3, dan 8909 cm3. 4. Pembentukan biogas dari limbah kulit durian dan kotoran sapi untuk keseluruhan variasi
Juli 2015)
[20] Wayanita. Menakar Komposisi Kandungan EM 4. http://www.wattpad.com/ (diakses pada 6 Juli 2015)
Kode Makalah: REN-003
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
ABSTRAK ANALISIS PENGARUH TURBULENSI TERHADAP HOMOGENITAS CAMPURAN UDARA DAN BAHAN BAKAR DALAM RUANG SILINDER MOTOR BENSIN DENGAN SIMULASI CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC) Oleh : Wahyu Hidayat1a*, Aep Surahto2b dan Anwar Ilmar Ramadhan3c Alamat : Fatek jurusan mesin UNISMA Bekasi, Jl.Cut Meutia No.83 Bekasi Jabar1a*17113 Fatek jurusan mesin UNISMA Bekasi, Jl.Cut Meutia No.83 Bekasi Jabar2b17113 Fatek jurusan mesin UMJ Jl.Cempaka Putih Tengah No. 27 Jakarta3c10510 E mail :
[email protected]*,
[email protected] dan
[email protected] Diketahui motor bensin dengan volume silinder Vs : 250 cc, menghasilkan daya sebesar W : 14.95 kW. Adapun salah satu diantaranya yang dapat mempengaruhi prestasi kerja motor dari proses pembakaran oleh campuran udara dan bahan bakar pada motor bensin empat langkah adalah kecepatan arus masuk berupa arus pusaran/vortek ke dalam silinder motor, yang dikenal dengan arus turbulensi. Kecepatan arus turbulensi dapat mempengaruhi intensitas homogenitas campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder pada saat langkah pengisapan. Hasil yang diharapkan adalah dapat mengetahui besarnya kecepatan arus turbulensi dan mengetahui tingkat intensitas homogenitas yang optimal. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan perhitungan awal dengan teoritis matematis dan selanjutnya digunakan sebagai parameter masukan ke program aplikasi computer simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic). Pada penelitian ini, menggunakan paramater kecepatan motor (RPM), mulai dari 1000 – 5000 RPM dengan interval 500 RPM. Dengan model simulasi CFD ini dapat untuk mengetahui pola aliran arus masuk, tingkat kecepatan turbulensi dan terhadap intensitas homogenitas campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder motor bensin. Hasil dari penelitian dengan aplikasi computer simulasi CFD dari beberapa tingkatan RPM motor, diperoleh hasil paling optimal terjadi pada putaran motor 2000 RPM, T 40 oC dan AFR 14.9 : 1. Dengan intensitas homogenitas maksimal mencapai 118.975 per langkah torak saat langkah pengisapan. Kata kunci : Turbulensi, homogenitas campuran dan CFD
PENDAHULUAN Motor bakar torak bensin merupakan
hasil gas panas hasil proses pembakaran, dimana proses
pembakaran mesin
itu
berlangsung sendiri
di
sehingga
dalam
mesin pembangkit tenaga yang mengubah bahan
silinder
gas
bakar bensin menjadi tenaga panas dan akhirnya
pembakaran sekaligus berfungsi sebagai fluida
menjadi tenaga mekanik. Secara garis besar
kerja menjadi energi panas. Di dalam silinder
motor bensin tersusun oleh beberapa komponen
terjadi proses pembakaran yaitu terbakarnya
utama meliputi ; blok silinder (cylinder block),
campuran udara dan bahan bakar, menghasilkan
kepala silinder (cylinder head), poros engkol
gas bertekanan sangat tinggi. Gas pembakaran
(crank shaft), torak (piston), batang piston
sebagai fluida kerja dapat menekan piston
(connecting rod), roda penerus (fly wheel), poros
dengan perantara batang piston (connecting rod)
cam (cam shaft) dan mekanik katup (valve
dihubungkan
mechanic). Prinsip kerja motor bensin adalah
shaft). Gerak bolak-balik translasi torak (piston)
mesin yang bekerja memanfaatkan energi dari
menyebabkan gerak rotasi pada poros engkol.
dengan poros engkol (crank
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
Langkah (stroke) adalah jarak gerak piston dari
adalah
dapat
meningkatkan
Titik Mati Atas (TMA) sampai Titik Mati
penyalaan
Bawah (TMB).
sempurna. Pada akhirnya dapat menghasilkan
cepat
dan
responsibilitas
proses
pembakaran
tenaga/daya output motor lebih besar yang irit bahan bakar dan gas buang bersih.
Adapun
observasi yang dilakukan, secara garis besar secara teknik dan non teknik. Dari segi teknik adalah spesifikasi motor adalah : dimensi ukuran diameter silinder X langkah (bore X stroke), cekungan ruang bakar, diameter saluran masuk Gambar 1. Dasar motor bensin piston Agar motor
dan sudut kemiringan katup masuk.
dapat bekerja maksimal, syarat
yang harus dipenuhi adalah
dapat mengisap
campuran udara dan bensin masuk ke dalam silinder secara maksimal. Menaikkan tekanan kompresi gas campuran udara dan bensin agar diperoleh tekanan kompresi tinggi. Batasan perbandingan kompresi pada motor bensin antara
8 : 1 sampai 11 : 1. Serta pengaruh arus
turbulensi dalam silinder guna meningkatkan pemerataan
campuran
atau
bensin di dalam silinder.
dan temperatur udara. Dari beberapa paramater tersebut akan dilakukan percobaan dengan pengamatan
secara
kualitatif,
dengan
ini adalah mesin sepeda motor kelas/kapasitas Penelitian yang dilakukan
mengetahui
aliran
tiga
variabel yang berpengaruh terhadap prestasi kerja motor/mesin untuk mendapatkan hasil tenaga maksimal, irit bahan bakar dan ramah lingkungan.
2. Rumusan Masalah
dilakukan penelitian tentang pengaruh
Objek yang digunakan dalam penelitian
turbulensi
dan
homogenitas campuran udara dan bahan bakar dalam ruang silinder saat langkah isap. Hal ini akan meningkatkan
bensin (air fuel ratio/AFR), densitas, tekanan
Meninjau permasalahan diatas, perlu
1. Permasalahan
adalah
mekanik adalah perbandingan campuran udara-
intensitas
homogenitas antara densitas udara dan densitas
silinder 250 cc.
Non
pencampuran udara dan
bensin (air-fuel mixing/AFR) secara merata atau homogenitas yang cepat dan singkat. Hal ini akan berpengaruh terhadap kecepatan penyalaan cepat sehingga mudah terbakar dan proses pembakaran sempurna. Hasil yang diharapkan
turbulensi
terhadap
homogenitas
arus
campuran
udara dan bahan bakar. Dengan data
dari
spesifikasi
segi
motor,
ditinjau
dari
teknik/mekanik adalah : diameter silinder X langkah (bore X stroke), bentuk ruang bakar dan diameter saluran masuk, sudut kemiringan katup masuk dan putaran motor (RPM). Dari segi non mekanik adalah perbandingan campuran udarabensin (air fuel ratio/AFR), densitas, tekanan maupun temperatur udara. 3. Tujuan Penelitian
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
Penelitian dilaksanakan bertujuan untuk
Dalam uraian akan dibahas hubungan posisi
:
piston dengan tekanan yang terjadi, dinyatakan
1. Seberapa besar pengaruh arus turbulensi
dalam diagram tekanan terhadap volume atau
terhadap homogenitas campuran
udara dan
diagram P – V. Dapat ditunjukkan bahwa pada
bahan bakar dari pengaruh tingkatan RPM
awal langkah isap tekanan di dalam silinder
motor.
sama dengan tekanan udara luar (atmosfir).
2. Mengetahui tingkat homogenitas campuran
Selama langkah isap tekanan di dalam silinder
udara dan bahan bakar dalam ruang silinder
lebih rendah dari tekanan atmosfir. Pada akhir
dengan simulasi CFD.
langkah isap tekanan naik kembali, karena sifat kelembaman udara yang masuk ke dalam silinder. Selama langkah kompresi tekanan dan
TINJAUAN PUSTAKA Dasar teori motor bensin dimulai dari
temperature campuran bensin dan udara makin
langkah isap sebagai langkah pengisian silinder
naik. Beberapa saat sebelum piston mencapai
yaitu, dengan proses campuran bahan bakar dan
titik mati atas (TMA), campuran bahan bakar
udara oleh karburator (sistem konvensional) atau
dan udara dinyalakan, mendadak tekanan dan
sistem EFI (Elektronic Fuel Injection) masuk ke
temperature
dalam
pengembangan gas (ekspansi) dimana gas
silinder,
yang
dikompresikan
dan
naik,
tinggi
selanjutnya
kemudian dibakar. Sehingga proses pembakaran
bertekanan
mendorong
dapat menghasilkan tenaga ledakan di dalam
tekanannya semakin turun.
terjadi
piston
dan
silinder/ruang bakar dan torak akan menerima tekanan
tinggi
dari
pengembangan
gas
pembakaran. Torak (piston) mendapat tekanan tinggi akan bergerak turun dari TMA nenuju TMB sebagai bentuk kerja menghasilkan tenaga mekanis motor. Kemampuan mesin adalah prestasi suatu motor sangat erat hubungannya dengan daya motor yang dihasilkan. Beberapa hal yang mempengaruhi kemampuan motor, antara lain : volume silinder, perbandingan kompresi,
efisiensi
volumetric,
efisiensi
pengisian dan efisiensi daya motor. 1. Diagram tekanan terhadap volume Dari tiap-tiap langkah piston dan setiap proses yang terjadi di dalam silinder dapat menyebabkan perubahan tekanan dan volume.
Gambar 2. Siklus Otto motor empat langkah 1. Periode pertama 0-1 disebut langkah hisap 2. Periode kedua 1-2 disebut langkah kompresi atau tekanan naik 3. Periode ketiga 2-3 disebut proses pembakaran pada volume tetap dan tekanan naik 4. Periode keempat 3-4 disebut langkah kerja dan volume gas berkembang 5. Periode kelima 4-1 disebut katup buang terbuka 6. Periode keenam 1-0 disebut langkah buang
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
Beberapa saat sebelum titik mati bawah, katup buang dibuka sehingga tekanan semakin turun atau lebih rendah. Pada saat piston berada di TMB, tekanan gas masih lebih tinggi dari tekanan atmosfir, tetapi gas ini akhirnya di dorong keluar oleh piston pada tekanan sedikit lebih tinggi dari tekanan atmosfir. Pada saat piston mencapai TMA kembali terjadi peristiwa katup isap dan katup buang terbuka bersamaan (overlap valves) Satu silkus telah selesai dalam empat langkah piston, proses berikutnya dimulai dengan langkah pengisapan kembali, begitu
bakar (cc) Jadi untuk mengetahui muatan volume silinder, pada motor ukuran standar besarnya diameter silinder sama dengan diameter piston atau ( Ø piston = Ø silinder) dikalikan langkah piston. Volume atau kapasitas mesin ditunjukkan oleh volume yang terbentuk pada saat piston bergerak keatas dari TMB (Titik Mati Bawah)/BDC (Bottom Dead Center) ke TMA (Titik Mati Atas)/TDC (Top Dead Center), disebut juga sebagai volume langkah. 3. Perbandingan kompresi
seterusnya proses kerja mesin berlangsung selama operasi kerja.
kompresi
adalah
perbandingan volume silinder dengan volume
2. Volume silinder Volume
Perbandingan
kompresinya. Perbandingan kompresi berkaitan
silinder
adalah
besarnya
volume langkah (piston displacemen) ditambah volume ruang bakar. Volume langkah dihitung dari volume diatas piston saat posisi piston di TMB sampai garis TMA. Sedangkan volume ruang bakar dihitung volume diatas piston saat posisi piston berada di TMA, juga disebut volume sisa. Besarnya volume langkah atau isi langkah piston adalah luas lingkaran dikalikan langkah piston, dinyatakan :
dengan volume langkah. Besarnya perbandingan kompresi untuk motor bensin berkisar antara 8 : 1 dan 11 : 1. Ini artinya selama langkah kompresi muatan yang ada di atas piston dimampatkan terakhirnya.
8
kali
Makin
lipat tinggi
dari
volume
perbandingan
kompresi, maka makin tinggi tekanan dan temperatur akhir kompresi. Untuk menentukan perbandingan kompresi (r) motor dapat dicari dengan persamaan :
2
VL = A . L ; dimana A = π/4 . D VL = π/4 . D2. L Volume
total
silinder
4. Torsi/momen poros adalah
sebesar,
dinyatakan :
Gaya tekan putar pada bagian yang berputar atau merupakan puntiran poros disebut
Vt = VL + Vs Dimana, (cc)
r = (VL + Vs)/Vs
VL = Volume Langkah (cm3) atau A D L Vt
= Luas penampang silinder (cm) = Diameter silinder (cm) = Panjang langkah piston (cm) = Volume total atau isi silinder
(cc) Vs = Volume sisa atau volume ruang
torsi
motor
digerakan dari
poros
engkol
(crankshaft). Makin banyak jumlah gigi pada roda gigi, makin besar torsi yang terjadi. Sehingga
kecepatan
direduksi
menjadi
separuhnya. Secara umum, rumusan torsi adalah dinyatakan ; Torsi = Gaya x jarak. Untuk
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
menghitung gaya (F dalam Newton) yang
dengan demikian pada 2 x gerakan piston, akan
bekerja
menggunakan
menghasilkan 1 putaran poros engkol, jika poros
persamaan momen atau torsi ( τ dalam Newton
engkol membuat N putaran, maka piston
meter) dari spesifikasi mesin yaitu ;
bergerak 2 LN. Karena dinyatakan dalam detik
pada
piston,
dapat
τ =FxL
maka dibagi 60.
Dan untuk mengetahui tekanan (P dalam N/m2)
6. Menghitung daya motor
yang bekerja pada piston dapat menggunakan persamaan ;
Untuk mengetahui daya motor dengan torak cekung, sebelumnya perlu diketahui
P = F/A
terlebih dahulu putaran
RPM pada motor
Untuk menghitung gaya yang bekerja pada torak
standar.
dapat dihitung dengan persamaan :
seperti yang tertera pada spesifikasi mesin. Daya
F=P.A Dimana : (N)
motor yang dihitung adalah motor jenis empat
F = Gaya yang bekerja pada torak
langkah. Maka berlaku persamaan : P.A.L.N W = ˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗ 2 Dimana ; W = Daya motor (Watt) P = Tekanan ruang bakar 2 (N/m ) A = Luas penampang torak
P = Tekanan motor torak (N/m2) A = Luas permukaan torak (m2) 5. Kecepatan rata-rata torak Untuk
Daya motor standar telah diketahui
beberapa
perhitungan
perlu
diketahui kecepatan piston rata-rata, yaitu
(m2)
kecepatan konstan yang diperlukan oleh piston dengan
kecepatan
variable.
Di
dalam
L = Panjang langkah torak (m)
perhitungan didasarkan atas kecepatan rata-rata
N = Putaran motor (RPM) Mencari putaran motor standar, dengan
piston. Piston bergerak sekali poros engkol
persamaan daya motor ekivalen menjadi ;
menjalani dua kali langkah (2 x L).
2.W N = ˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗ P.A.L
C = (2 . L . N)/60 (L . N)/30 Dimana,
C = Kecepatan rata-rata torak (m/s) L = Langkah torak (m) N = Kecepatan putar motor (RPM)
7.
Dasar Aliran Gas Dalam Silinder Definisi dari suatu masa gas nM dalam
silinder sebagai volume V, M adalah masa berat Kecepatan torak dapat
diketahui saat mesin
beroperasi, adapun kecepatan torak saat di TMA dan TMB adalah nol (0) dan pada sisi tengah lebih cepat atau maksimal, oleh karenanya kecepatan torak/piston diambil dari rata – rata kecepatannya. Dari TMB, piston akan bergerak kembali keatas karena putaran poros engkol,
molekular (gram/mol) dan n adalah banyaknya mol. Masa jenis ρ dari suatu gas adalah nM/V dan jelaslah bahwa kita dapat mereduksi ρ baik dengan memindahkan sebagian gas dari wadah (dengan
mereduksi
n)
atau
dengan
memindahkan gas tersebut ke dalam wadah yang lebih
besar
(memperbesar
volume).
Akan
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
diperoleh kerapatan gas yang cukup rendah,
berhubungan dengan ; tekanan, temperature,
maka semua gas bagaimanapun komposisi
densitas maupun viskositasnya. Arus campuran
kimianya,
memperlihatkan
bahan bakar dan udara yang masuk ke dalam
variabel-variabel
silinder motor, akan adanya laju aliran masa,
akan
hubungan
cenderung antara
termodinamika anatar P, V dan T. Hal ini dapat
dinyatakan :
dijadikan sebagai dasar mengenai suatu konsep gas ideal, dengan persamaan :
Sedangkan untuk kecepatan aliran/arus masuk
P .V = n . R .T Dimana m)
:
ṁ = ρ1 A1 v1 = ρ2 A2 v2
silinder, adalah besarnya debit aliran Qv P
= Tekanan (N
V = Volume (m3) n = Jumlah mol T = Temperatur (273 K) R = Konstanta gas ideal (8.314 J/mol.K = 1.986 kal/mol.K) Sebagai dasar aliran gas/udara pada suatu silinder dengan perubahan penampang, dari penampang kecil berubah mendadak menjadi penampang yang lebih besar. Dijadikan asumsi sama dengan aliran masuk dalam silinder pada motor bensin. Arus masuk melalui saluran masuk (intake manifold) selanjutnya masuk ke dalam silinder motor dengan diameter yang lebih besar. Pola arus yang mengalir terjadi olakan pada hilir silinder dengan pembesaran mendadak, terjadi penurunan kecepatan aliran arus secara drastis antara kecepatan arus v1 dan v2 , sehingga dalam hal ini v1 > v2.
berbanding terbalik terhadap luas penampang saluran A, dinyatakan : v = Qv / A Kecepatan arus/aliran masuk (velocity flow) ke dalam
silinder,
diasumsikan
mempunyai
kecepatan sama dengan kecepatan rata-rata torak (C) atau ( v = C) yang masuk ke dalam silinder motor, sehingga dapat dicari kecepatan aliran masa (mass flow). Untuk kecepatan aliran (velocity flow) pada saluran masuk (intake manifold) dapat diketahui dengan mencari terlebih dahulu penampang saluran masuk (Ø katup masuk). Adapun hal yang dilakukan adalah
melakukan
dengan
membuat
perbandingan penampang antara penampang saluran masuk (Ø katup masuk) terhadap penampang silinder ( Ø bore cylinder ). 8. Program CFD (Computational Fluid Dynamic) Program CFD (Computational Fluid Dynamic) adalah analisa sistem yang mencakup aliran fluida, aliran kalor dan berhubungan dengan
Gambar 3. Silinder dengan pembesaran mendadak Selama gas bergerak, harus selalu ada gaya geser yang bekerja terhadap gas tersebut. Pada dasarnya
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
aliran termampatkan merupakan fluida gas yang
fenomena seperti gas dalam hal ini, campuran udara dan bahan bakar. Pemakaian CFD ini sangat baik diterapkan untuk mencakup semua penggunaannya didalam analisis pada disiplin teknik
mesin
seperti
;
konversi
energi,
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
infrastruktur maupun teknologi lainnya. Lebih
hasilnya berupa pola-pola aliran atau arus masuk
khusus untuk pembasaan simulasi, diantaranya :
ke
perpindahan
grafiknya.
panas, arus aliran fluida/gas,
tekanan, aerodinamik, sistem pencampuran zat dan lain-lain.
dalam
silinder
lengkap
disertai
hasil
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. Perhitungan Teoritik Matematik Perhitungan kinerja motor menggunakan
METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan
teoritik matematik
meliputi ; langkah torak,
untuk memahami, memecahkan masalah ilmiah,
volume
volume
sistematis dan realistis.
perbandingan kompresi, perbandingan udara dan
silinder,
ruang
bakar,
bahan bakar atau AFR (Air Fuel Ratio), gaya, tekanan, torsi maupun daya motor. menghitung
secara
teoritis
Dalam
matematik
menggunakan data-data dari spesifikasi motor, diatas. Guna melengkapi data-data yang belum ada seperti volume ruang bakar. Ruang bakar adalah bagian atas/tutup silinder sebagai volume sisa.
Dapat dicari dengan menggunakan
perbandingan kompresi (r),
menggunakan
persamaan dibawah ini: r = VL + Vs Vs = VL /(9 Vs – Vs) menjadi Vs = VL / 8 Vs = 249 x 10 -6 m 3 / 8 = 31.125 x 10 -6 m 3
Gambar 4. Flow chart penelitian Dalam setiap penelitian, masalah dan metode
merupakan
faktor
yang
turut
Jadi hasil ukuran ruang bakar diperoleh sebesar Vs = 31.125 x 10 -6 m 3 Dasar–dasar
menentukan berhasil atau tidaknya penelitian yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan dengan analisis diskriptif yaitu, dengan mengamati proses yang terjadi dalam sistem kerjanya, kemudian dijadikan bahan masukan dan perbandingan proses atau sistem
lain
sebelumnya.
Kemudian
untuk
mempermudah dalam membuat kesimpulan dari hasil penelitian dapat dibuat dalam bentuk tabel atau grafik. Selanjutnya parameter-parameter dijadikan bahan masukan ke program CFD yang
digunakan
untuk
pengukuran menghitung
motor
kemampuan
sebuah motor dalam menghasilkan suatu tenaga dengan
menggunakan
data-data
spesifikasi
diatas, didapat : Diameter torak (D)
: 72 x 10-3 m
Langkah torak
: 61.2 x 10-3 m
(L)
Volume silinder (VL)
: 249 x 10-6 m3
Menghitung Volume total (Vt) silinder dengan menjumlahkan Volume langkah (VL)
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
dengan Volume ruang bakar atau Volume sisa
2. Hasil Simulasi CFD (Computational Fluid
(Vs), diperoleh:
Dynamic)
Vt = VL + Vs -6
Perangkat 3
= 249 x 10 m + 31.125 x 10
-6
m
3
CFD
Dynamic)
= 280.125 x 10-6 m3
(Computational
merupakan
metode
Fluid
perhitungan
dengan sebuah kontrol dimensi, luas, volume,
Untuk menghitung gaya yang bekerja
kecepatan, temperatur dan properti lainnya
pada torak, dapat menggunakan persamaan
dengan memanfaatkan bantuan komputer untuk
momen atau torsi (τ), yaitu τ = F x L F = τ /
melakukan
L , dimana untuk L yang diperlukan hanya ½ L
Adapun hasil dari CFD yang akan dicapai
akan didapat momen maksimal yaitu :
adalah untuk mengetahui tingkat intensitas
analisis
dan
pembahasannya.
L = ½ L = ½ 61.2 x 10-3 m
homogenitas antara campuran udara dan bahan
-3
bakar. Intensitas (intensity) homogenitas dapat
= 30.6 x 10 m, diperoleh :
dipahami sebagai bentuk proses penyebaran
= 21 N m / 30.6 x 10-3 m
atau
pengembangan
(expansion)
yang
F = 686.274 N
menghasilkan pemerataan campuran dengan
Setelah diketahui gaya F yang bekerja
tingkat
keseragaman
atau
homogenitas
pada torak dapat dicari tekanan P yang terjadi
campuran antara masa jenis/densitas (ρ) udara
pada
dan masa jenis/densitas (ρ) bahan bakar sesuai
permukaan
torak
standar,
dengan
menggunakan persamaan :
dari AFR (Air Fuel Ratio), pada saat langkah
P = F/A
pengisapan di dalam silinder motor bensin, dari
Dimana, A = π D²/4 π (72 x 10-3 m)2 / 4 A = 4.072 x 10-3 m2 -3
2
Maka P = 686.274 N / 4.072 x 10 m = 168 354.997 N/ m2
tingkatan
putaran
motor
(RPM)
yang
dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
Pola
pembacaan hasil CFD dari semua tingkatan pada dasarnya adalah sama, dimulai dari
Untuk menghitung daya motor dapat dihitung
kecepatan arus masuk di saluran masuk (intake
dengan persamaan/rumus yang ditentukan atau
manifold), sampai masuk ke dalam silinder
yang telah diketahui pada spesifikasi mesin, dari
motor.
data spesifikasi adalah daya W = 20 dk. Daya
Pada analisis dan pembahasan dengan
W = 20 dk setara dengan 20 HP, dikonversikan
software CFD dengan data masukan pada
ke Sistem Internasional (SI), bila 1 HP = 0,7475
putaran motor dari 1000 - 5000 RPM dengan
kW, akan diperoleh daya motor sebesar, yaitu ;
interval 500 RPM dan suhu yang digunakan
W = 20 x 0.7475 kW = 14.95 kW
adalah suhu lingkungan yang lazim untuk iklim
Jadi daya yang dihasilkan motor adalah setara
Indonesia atau khususnya Jakarta,
dengan W = 14.95 kW
temperatur atau suhunya sekitar 20 oC, 30 oC dan 40 oC.
sekitarnya
Variasi perbandingan udara dan
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
bensin atau AFR adalah 14.5 : 1, 14.6 : 1, 14.7 :
000
1, 14.8 : 1 dan 14.9 : 1. Dari program CFD akan diperoleh hasil berupa pola warna kecepatan arus
dan
tingkat
homogenitas
4
500
5
6
dengan
densitas
bensin,
82
13
30
41
59
90
81
10
87
87
02
35
93
51
4 106.4 105.7 106.9 111.3 106.0 000
42
99
38
82
86
4 106.2 102.5 111.5 102.7 110.2 8
500
guna
mendapatkan keseragaman campurannya. Maka
85
500
Dari hasil diatas digunakan untuk mengetahui
udara
25
3 106.2 114.4 104.6 108.6 107.0
7
nilai pemerataan atau penyebaran antara densitas
68
000
masing tingkatan kecepatan arus gas atau putaran motor (RPM).
18
3 103.6 103.6 108.0 106.9 106.5
serta hasil grafik CFD, maka hasilnya dapat diketahui secara pasti, sesuai dari masing-
38
2 103.2 106.7 103.8 112.1 110.9
atau
(penetrasi/konsentrasi homogenitas campuran)
70
52
30
65
47
77
5 102.6 108.3 108.0 113.0 103.1 9
000
85
64
77
59
52
dapat diketahui pola arus gas campuran, warnanya
dan kecepatan arus masing-masing
Tabel 2. Nilai intensitas homogenitas dari
sesuai dari peningkatan putaran motor (RPM).
grafik CFD
Pada akhirnya tingkat intensitas homogenitas
Pada T
per langkah torak nilainya dapat diketahui pasti
30 oC
Air Fuel Ratio (AFR)
yang ditunjukkan dari grafik CFD sebagai hasil
N
RP
14.5
14.6
14.7
14.8
14.9
akhir. Adapun tabel dibawah, merupakan hasil
o
M
:1
:1
:1
:1
:1
tingkat
intensitas
homogenitas
penyebaran
densitas udara dan bahan bakar sesuai AFR per
1 102.6 101.8 108.3 112.3 103.4 1
langkah torak, dari beberapa tingkatan putaran (RPM), variasi temperatur maupun AFR.
2
4
N
RP
14.5
14.6
14.7
14.8
14.9
o
M
:1
:1
:1
:1
:1
000
76
48
41
90
5
56
3
500
94
58
11
26
61
500
68
86
13
75
49
000
44
37
41
35
40
13
2 105.1 102.4 105.1 105.9 106.9
500
23
75
9
97
36
000
16
24
5
49
8
3 106.0 101.9 104.1 97.10 104.1 6
1 105.9 102.1 109.3 114.4 104.9 2
34
3 106.7 109.0 108.8 107.8 99.29
1 101.8 101.2 110.1 106.7 110.9 1
19
2 104.1 103.2 96.11 112.3 102.4
Air Fuel Ratio (AFR)
20 oC
80
2 108.7 101.7 106.9 114.3 102.3 3
Pada T
56
1 103.9 106.4 108.8 103.2 102.5
Tabel 1. Nilai intensitas homogenitas dari grafik CFD
000
500
81
58
22
7
43
4 101.6 106.0 108.1 109.9 104.2 7
000
83
32
25
29
95
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
4 106.2 104.9 111.7 107.3 111.6 8
500
74
87
97
58
65
5 99.54 107.8 104.7 107.1 109.1 9
000
2
70
92
49
56
homogenitasnya, yaitu terjadi pada AFR 14.9 : 1 pada 2 000 RPM dan T 40 oC, dapat mencapai tingkat
intensitas
homogenitas
maksimum
118.975 per langkah torak. Pola CFD terbaca : kecepatan arus menuju pembesaran mendadak dari saluran masuk (intake manifold) yang dipengaruhi permukaan katup dapat memberikan pengaruh aliran berkembang atau menyebar,
Tabel 3. Nilai intensitas homogenitas dari
sehingga terjadi pusaran arus atau turbulensi di
grafik CFD
dalam ruang silinder selama langkah torak (piston) sampai TMB (Titik Mati Bawah) saat
Pada T
Air Fuel Ratio (AFR)
40 oC
langkah pengisapan.
Akan terlihat berbagai
N
RP
14.5
14.6
14.7
14.8
14.9
macam kecepatan arus gas, profil kecepatan
o
M
:1
:1
:1
:1
:1
masuk gas dengan variasi arus-arus ditunjukan
1
106.
107.
105.
108.
109.
dengan aliran gas yang berwarna jingga
000
365
617
316
97
473
kecepatan arus v = 0.354 m/s. Selanjutnya
1
104.
103.
105.
108.
102.
kecepatan meningkat
500
458
023
511
951
653
belokan sisi dalam saluran ditunjukkan gradasi
2
109.
109.
109.
110.
118.
berwarna merah sampai warna jingga tua dengan
000
589
169
095
434
975
kecepatan arus v = 0.412 m/s. Pada arah yang
2
106.
112.
103.
106.
106.
mengalir kearah dinding pipa ditunjukan warna
500
704
520
907
872
815
kuning sampai warna hijau dengan kecepatan
3
104.
104.
97.3
102.
103.
arus sebesar v = 0.25 m/s.
000
003
302
93
790
920
3
103.
104.
110.
103.
101.
500
800
823
097
950
280
4
105.
108.
105.
112.
110.
000
033
831
532
248
150
4
107.
100.
103.
103.
106.
500
015
728
329
352
444
5
102.
108.
107.
107.
108.
000
332
446
232
957
803
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Cuplikan hasil CFD diambil untuk contoh hasil/nilai paling maksimum tingkat intensitas
terlihat
pada
daerah
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Hasil penelitian pada motor jenis kelas 250 cc, dengan daya 20 dk setara 14.95 kW, setelah dilakukan perhitungan secara teoritik matematik untuk melengkapi data spesifikasi motor dan dilakukan dengan simulasi CFD. Dapat digunakan untuk mengetahui tingkatan pengaruh
turbulensi
terhadap
homogenitas
campuran udara dan bahan bakar pada motor bensin,
dari
berbagai
tingkatan
RPM,
temperature dan AFR. Maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil yang diperoleh dari simulasi CFD dari beberapa berbagai tingkatan putaran motor Homogen stage (min 0, max 118.975)
Gambar 5. Hasil CFD dan grafik pada 2000 RPM, T 40 o C dan AFR 14.9 : 1
dari 1000 – 5000 RPM,
terlihat pada
putaran motor 2000 RPM, T 40 oC dan AFR 14.9 : 1, menunjukkan hasil paling optimal.
Kemudian arus campuran udara dan bensin
Terjadi arus pusaran atau turbulensi di
masuk ke dalam silinder motor dengan diameter
dalam silinder dengan kecepatan rata-rata
yang
0.06
lebih
besar
atau
terjadi
perubahan
m/s
dan
hasil
responsibilitas
pembesaran mendadak, sehingga kecepatan arus
keseragaman penyebaran arus densitas ρ
turun drastis berwarna biru muda dengan
udara dan densitas ρ bensin dengan tingkat
kecepatan v = 0.143 m/s, karena adanya tekanan
intensitas homogenitas maksimal mencapai
rendah (vacum) di dalam silinder. Akibatnya
118.975 per langkah torak.
adanya kecenderungan terjadinya arus pusaran
2. Dan hasil yang diperoleh dari kecepatan arus
(vortex) yang dikenal arus turbulensi di dalam
masuk terhadap sudut engkol dari
silinder motor dengan pola arus pusaran akan
tingkatan putaran motor 1000 - 5000 RPM,
berkembang penuh berwarna biru muda sampai
terjadi kecepatan arus masuk terendah pada
biru laut dengan kecepatan arus turbulensi rata-
sudut engkol 0o dan 180o dan
rata sebesar v = 0.06 m/s selama langkah isap.
arus tertinggi terjadi pada sudut engkol 90o.
Dan arus yang terjadi pada permukaan torak berwarna biru dan kecepatan arus mendekati limit 0, dari semua tingkatan kecepatan.
berbagai
kecepatan
2. Saran Dari hasil penelitian pengaruh arus turbulensi
terhadap
tingkat
homogenitas
campuran udara dan bahan bakar di dalam
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-003
silinder motor bensin dapat dibuat saran-saran,
4. Bruce R. Munson, Donal F. Young,
sebagai berikut :
Theodore H. Okiishi, Harinaldi,
1. Perlu adanya penelitian/kajian lebih lanjut
Budiarso. 2004. Mekanika Fluida,
dalam
penenelitian
berikutnya
dengan
membandingkan dengan motor lain yang
5. Example guide cfd design v10, copyright
sejenis pada kapasitas yang sama, untuk
(C) 1992 – 2009. Blue Numerics, Inc.
mengetahui hasil yang lebih baik dan perbaikan kinerja teknologi masa depan. 2.
Jakarta : Erlangga.
Kajian dapat dilakukan dari segi teknik mekanik
dengan
memperbaiki
desain
6. Heywood John B. 1988. Internal Combustion Engine Fundamental, Mc Graw-Hill Publishing Company, New York.
saluran masuk, sudut kemiringan katup
7. Hidayat Wahyu, 2012. Motor Bensin
masuk, letak busi, bentuk ruang bakar
Modern, Jakarta : Rineka Cipta.
maupun kontur permukaan torak. 3. Kajian non mekanik dapat dilakukan dengan memvariasikan parameter-parameter, mulai dari
temperatur
udara,
perbandingan
kompresi, AFR (air fuel ratio) maupun sistem proses pembakaranya.
8. Huda Yon F. 2011. Autodesk Inventor Professional 2011. Yogyakarta : Andi. 9. New Step 1 Training Manual, 1995. Jakarta : PT. Toyota Astra Motor. 10. Potter Merle C., Wiggert David C., 2002. Mechanics of Fluids, Midhat
4. Untuk pengembangan penelitian masa depan,
Hondzo University of Minnesota, Tom
perlu difasilitasi peralatan akurat yang
I. – P. Shih Michigan State University.
modern seperti scan tool, diagnosis engine,
11. Sucahyo, Bagyo, Darmanto,
computer test engine dan soft ware yang
Soemarsono, 1999. Otomotif Mesin
memadahi, seperti catia, solid work, CFD,
Tenaga. Solo :
ansys, IC engine atau versi terbaru, guna
Tiga Serangkai.
diperoleh hasil terbaik dan akurasi tinggi dari suatu penelitian. DAFTAR PUSTAKA 1. Arismunandar Wiranto, 1982.
12. Streeter Victor L. Wylie E. Benjamin. Arko Prijono, 1985. Mekanika Fluida 1, Jakarta : Erlangga. 13. White Frank M., Hariandja Manahan
Penggerak Mula Motor Bakar Torak,
1991. Mekanika Fluida 2, Jakarta :
Bandung :
Erlangga.
penerbit ITB. 2. Arsada Robbi, 2011. Solid Works Professional, Bandung : Informatika. 3. Barenschot BPM, Arends H. 1996. Motor Bensin, Jakarta : Erlangga.
14. Wilcox David C. 2000 Turbulence Modeling for CFD, DCW Industries. Inc. Palm Drive, La Canada, California.
Kode Makalah: REN-003
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
KAJI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOMPOR GAS UNTUK MENGOLAH AIR LAUT MENJADI GARAM Randi Metra, 2)Mulyanef dan 3)Kaidir,
1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, FTI-Universitas Bung Hatta Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, FTI-Universitas Bung Hatta Jl. Gajah Mada No. 19 Padang, Sumatera Barat. 25137 E-mail:
[email protected] dan
[email protected]
1) 2,3)
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan produktivitas garam dan performansi dari menggunakan kompor gas untuk mendapatkan garam. Pembuatan garam selama ini yang dilakukan oleh petani garam di Indonesia yaitu dengan cara memanfaatkan ladang-ladang penggaraman dengan cara membuat tambak sebagai wadah penampungan air laut dan memanfaatkan panas dari matahari sebagai pemanas untuk menguapkan air laut. Pada penelitian ini pembuatan garam dilakukan menggunakan kompor gas yang masih jarang dilakukan oleh orang lain. Prinsip kerja dari penelitian ini adalah siapkan alat uji masukan air laut kedalam panci, kemudian hidupkan kompor gas, setelah itu pasang kabel termokopel kedalam panci untuk mengukur temperatur air dalam panci kemudian tutup panci. Energi yang dihasilkan oleh kompor gas menyebabkan air laut menguap dan kemudian air akan berubah menjadi butiran garam. Pengujian ini dilakukan pada bulan Juni tahun 2015 yang bertempat di laboratorium prestasi mesin, fakultas teknologi industri, universitas bung hatta padang dilakukan dengan memvariasikan bukaan pada kompor bukaan 1/4, 2/4, 3/4,dan 4/4. Hasil pengujian volume air laut untuk 1 liter diperoleh hasil garam rata-rata 31,9 gram, pada bukaan katup 1/4 dalam waktu 50menit terbentuknya garam. Keywords: Air laut, bahan bakar gas, kompor,temperatur menghasilkan panas tinggi, dimana bahan bakar berupa elpiji untuk memberikan pemanasan, baik untuk memanaskan ruangan dimana kompor itu berada ataupun untuk memanaskan kompor itu sendiri, dan barang-barang yang diletakkan di atasnya dengan menggunakan bahan bakar elpiji. Begitulah pengertian kompor gas adalah gabungan definisi kompor dan definisi elpiji sebagai bahan bakarnya. Salah satu cara pengolahan yang praktis dan cepat adalah dengan menggunakan kompor gas dengan gas elpiji 3 kg. Pemanfaatan energi dari kompor gas dapat meningkatkan temperatur yang tinggi sehingga pemanansan air lau akan lebih cepat menhasilkan garam. Kemudian, Wardani (2007) melakukan penelitian alat penghemat bahan bakar kompor gas berupa selubung yang terbuat dari aluminium yang diletakkan di sekitar panci. Prinsip alat penghemat gas tersebut dengan menempatkan gas panas hasil dari pembakaran yang tersebar ke sisi-sisi panci sehingga energi panas hasil dari pembakaran dapat lebih banyak diserap oleh panci yang selanjutnya diserap oleh air dan energi hasil pembakaran dapat digunakan secara maksimal. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan peningkatan efisiensi memasak sebesar 10% dibandingkan dengan kompor gas.
Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini cukup pesat, baik dibidang industri mau pun dibidang non industri. Namun masih banyak yang mempunyai sifat tertentu dalam aplikasi di industri maka dikembangkan oleh para ilmuan. Dalam kehidupan sehari-hari bahan bakar minyak merupakan kebutuhan yang sangat vital dalam menunjang kelangsungan hidup manusia. Seiring bertambahnya waktu permintaan bahan bakar minyak di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Bahan bakar minyak merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, dan suatu saat akan habis. LPG merupakan bahan bakar berupa gas yang dicairkan (Liquified Petroleum Gasses) merupakan produk minyak bumi yang diperoleh dari proses distilasi bertekanan tinggi. Fraksi yang digunakan sebagai umpan dapat berasal dari beberapa sumber yaitu dari Gas alam maupun Gas hasil dari pengolahan minyak bumi (Light End). Komponen utama LPG terdiri dari Hidrokarbon ringan berupa Propana (C3H8) dan Butana (C4H10), serta sejumlah kecil Etana (C2H6,) dan Pentana (C5H12). Kompor gas elpiji adalah alat masak yang 1
Kode Makalah: REN-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Untuk menghitung efisiensi kompor gas dapat digunakan persamaan berikut :
mendapatkan variasi waktu atau lama nya air laut menjadi garam. Temperatur merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas suatu alat uji kompor gas. Dalam melakukan analisa data-data hasil pengujian dan perhitungan digambarkan dalam bentuk grafik yang terdiri dari grafik hubungan antara Temperatur dalam panci (Tw) dengan Waktu (jam).
Nilai kalor (Q =
.
.∆
Nilai Efisiensi Termal (%)
=
.
. .
.∆
Tabel 1. Data Hasil Pengujian (volume air laut 1 liter bukaan katup kompor gas berbeda-beda)
Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan
Bukaan katup
1. Waktu dan tempat Pengujian dilakukan pada bulan Juni tahun 2015 bertempat di Laboratorium Prestasi Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas bung Hatta Padang.
Tw rata-rata (°C)
/4 /4 3 /4 4 /4
92,57 87,31 86,36 84,36
1
Temperatur air laut dalam panci
2
Gambar 1. Alat uji kompor gas 2. Alat Uji dan Bahan Kompor gas Tabung gas LPG 3 kg Air laut Termocouple Stop watch
150
Waktu air laut jadi garam (menit) 110 70 50 40
Bahan bakar Gas dihabiskan (gram)
Berat garam dihasilkan (gram)
108 103 101 100
31,9 31,6 31,4 31,3
Tw vs Waktu
100 50 0 Waktu (jam)
Gambar 2. Grafik hubungan antara temperatur air laut dalam panci dengan waktu bukaan ¼ dengan volume air laut 1liter
3. Prosedur pengujian Menyiapkan semua alat ukur yang akan digunakan yang sesuai dengan standar penggunaannya. Memasang alat ukur pada instalasi pengujian dengan baik dan benar. Mengisi air laut pada panci. Menghidupkan kompor gas (bukaan katup divariasikan) Pengambilan data setiap 10 menit hingga dihasilkan garam.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa terjadi fenomena kenaikkan nilai temperatur air dalam panci (Tw). Pada jam 08:00 temperatur masih normal, setelah kompor gas dihidupkan dan ditunggu selama 10 menit temperatur berubah atau naik menjadi 54,9°C. Dari jam 08:20-09:10 terjadi kenaikan temperatur perlahan-lahan, pada jam 10:00 terjadi kenaikan temperatur tertinggi yaitu 109°C dan pada temperatur inilah terlihat butiran garam. Pada bukaan ¼ terjadinya garam diperoleh waktu 110 menit dan bahan bakar gas yang dihabiskan sebanyak 108 gram, dari bukaan ¼ ini garam yang didapatkan sebanyak 31,9 gram dengan volume air laut 1 liter.
Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini yang menjadi parameter adalah temperatur air laut, temperatur air dalam panci, temperatur penguapan dan temperatur lingkungan, waktu air laut menjadi garam, gas LPG yang dihabiskan dan jumlah garam. Pada pengujian ini divariasikan bukaan 1/4, 2/4, 3/4, dan 4/4 untuk
2
Temperatur air laut dalam panci
Kode Makalah: REN-004
150 100 50 0
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
sampai 104,7 °C dan pada suhu ini bukaan 3/4 terjadinya garam. Bukaan 3/4 dibandingkan dengan bukaan 2/4, waktu yang diperlukan untuk air laut menjadi garam lebih cepat dibandingkan dengan bukaan 1/4 dan 2/4 , dan dari bukaan 3/4 bahan bakar gas yang dipakai 101 gram , hasil garam dihasilkan sebanyak 31,4 gram.
Tw vs waktu
Temperaturair laut dalam panci
Waktu(jam)
Gambar 3. Grafik hubungan antara temperatur air laut dalam panci dengan waktu bukaan 2/4 dengan volume air laut 1 liter Pada Gambar 3. Menampilkan Grafik hubungan antara temperatur air laut dalam panci dengan waktu bukaan 2/4 dengan volume air laut 1 liter. Pada pukul 10:05 temperatur masih berada pada normal, kemudian setelah dilakukan pemanasan selama 10 menit suhu naik menjadi 53,2°C sedangkan pada pukul 10:15 sampai 11:15 keadaan temperatur mengalami kenaikan per 10 menit sehingga suhu tertinggi mencapai 108,4°C. Pada Temperatur 108,4°C ini lah terjadinya garam. Bukaan 2/4 ini waktu yang diperlukan untuk air laut menjadi garam selama 70 menit, bahan bakar gas yang dihabiskan 103 gram dan garam yang dihasilkan sebanyak 31,6 gram. Dapat dilihat bahwa pengujian 2/4 dan 1/4 waktu air laut menjadi garam yang di butuhkan berbeda, bukaan 2/4 lebih cepat dibandingkan dengan bukaan 1/4, ini dikarenakan bukaan sangat pengaruh untuk menghasilkan pemanas yang lebih tinggi, jika energi panas nya tinggi maka semakin cepat pula terbentuknya garam.
Temperatur air laut dalam panci
150
150
Tw vs waktu
100 50 0
waktu (jam)
Gambar 5. Grafik hubungan antara temperatur air laut dalam panci dengan waktu bukaan 4/4 dengan volume air laut 1liter Pada Gambar 5 menampilkan Grafik hubungan antara temperatur air laut dalam panci dengan waktu bukaan 4 /4 dengan volume air laut 1liter. Pada pukul 12:15 suhu berada pada 31,5 °C, kemudian setelah dilakukan pengujian sampai pukul 12:25 suhu mengalami kenaikan menjadi 83,5 °C. Selanjutnya pad pukul 12:35 sampai 12:55 suhu naik hingga mencapai 105,7 °C. Pada pengujian ini waktu lebih sedikit digunakan dalam mencapai terbentuknya garam, Pada bukaan 4/4 waktu air laut menjadi garam lebih cepat yaitu 40 menit air laut sudah berubah menjadi garam, ini dikarenakan bukaan pada kompor gas full sehingga panas yang dihasilkan juga tinggi, dan bahan bakar yang dihabiskan 100 gram, berat garam yang dihasilkan sebanyak 31.3 gram. Pada volume 1 liter air laut rata-rata garam dihasilkan dari semua bukaan adalah 31,55 gram.
Tw vs waktu
100 50
Garam yang dihasilkan pada pengujian dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.
0
Waktu(jam)
Gambar 4. grafik hubungan antara temperatur air laut dalam panci dengan waktu bukaan 3/4 dengan volume air laut 1liter Pada gambar 4 saat pengujian pukul 11:20 suhu temperatur Tw berada pada 30 derajat celcius, setelah dilakukan pengujian sampai jam 11:30 suhu menaik menjadi 79,5 derajat celcius, dan dari pukul 11:30 sampai 12:10 keadaan suhu naik dari suhu 79,5 °C
Gambar 6. Bentuk butiran Garam hasil pengujian menggunakan kompor gas
3
Kode Makalah: REN-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Mohammad Hasan Ashari, “Pengaruh jarak selubung dengan panci terhadap efisiensi sistem pemanas menggunakan kompor gas”,Jurnal skripsi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya. Mulyanef, Burmawi, dan Muslimin K. 2014. Pengolahan Air Laut Menjadi Air Bersih dan Garam dengan Destilasi Tenaga Surya. Jurnal Teknik Mesin ITP vol.4 p 25-29 Khan and Saxena, 2013. Performance of LPG Cooking Stove Using Different Design Of Burner Heads. International Journal of Engineering Research & Technology. Wardani, Dendi. 2007. Alat Penghemat Bahan Bakar Gas Pada Kompor Gas Rumah Tangga. Institut Teknologi Bandung: Bandung.
Kesimpulan Dari hasil pengujian dan pengolahan data pengolahan air laut menjadi garam dengan menggunakan bahan bakar gas, diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Dari volume 1 liter air laut dalam panci dipanaskan dengan kompor gas dengan bukaan katup bervariasi (1/4 , 2/4 , 3/4 dan 4/4), didapatkan hasil garam tertinggi pada bukaan katup 1/4 sebanyak 31,9 gram. Dibutuhkan waktu 110 menit dan bahan bakar gas yang dihabiskan sebanyak 108 gram. 2. Waktu untuk menghasilkan garam yang paling cepat ada terjadi pada bukaan katup kompor gas 4 /4 yaitu 40 menit. Sedangkan waktu paling lama untuk menghasilkan garam terjadi pada bukaan katup 1/4 yaitu 110 menit. Saran-Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengambilan air bersih pada pengujian kompor gas ini. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut tentang variasi volume air laut yang lebih banyak agar garam dihasilkan lebih banyak pula. Nomenklatur Tw Ta Tsv Q cp
∆
Temperatur dalam panci (°C) Temperatur lingkungan (°C) Temperatur uap (°C) Energi kalor (joule) Kalor jenis zat (j/kg°C) Nilai efisiensi termal(%) Perubahan temperatur(°C) Nilai kalor rendah lpg (j/kg)
Referensi Arismunandar W, 1995. “Teknologi Rekasaya Surya”, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Duffie, John A dan Beckman, W. A.,2006. “Solar Enginnering Of Thermal Processes”, Jon Willey & Sons, Canada. El-Sebari A.A, 2005. “Thermal Performance of a Triple-Basin Solar Still”, Jurnal Desalination 174 ( 2005 ) 23-37, Physics Departmen, Faculty of Science, Tanta University. Holman J.P, 1984, “Perpindahan Kalor”, Erlangga, Jakarta. Khan and Saxena, 2013. Performance of LPG Cooking Stove Using Different Design Of Burner Heads. International Journal of Engineering Research & Technology.
4
Kode Makalah: REN-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Monitoring Pemakaian Energi Listrik Gedung melalui WSN 1)
Zaini, 2)Randi Novaldi
1,2)
Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas 1) E-mail:
[email protected]
Abstrak Harga energi listrik yang meningkat telah mendorong pengelola gedung untuk menemukan titik pemborosan akibat penghuni yang kurang bertanggung jawab. Oleh sebab itu diperlukan sistem monitoring konsumsi energi listrik. Paper ini mengusulkan pemanfaatan Wireless Sensor Network (WSN) sebagai sistem komunikasi data dari sensor ke pengelola gedung. Arduino sebagai prosessor akan mengumpulkan data dari sensor dan mentransfer ke XBee yang merupakan simpul pada sebuah WSN. Dari pengujian, disimpulkan bahwa WSN yang dirancang mempunyai kinerja yang handal dalam mengirimkan data dari sensor. Katakunci — WSN, Arduino, XBee, sensor dkk [4] merancang gateway antara jaringan Zigbee untuk
I. PENDAHULUAN Kenaikan tarif dasar listrik berdampak pada bertambah nya biaya operasional suatu gedung. Untuk gedung pemerintah sudah ada imbauan untuk mengurangi konsumsi energi listrik, diantara nya dengan cara menurunan setting temperatur dari AC (Air Conditioner) dan mematikan lampu
kontrol lampu penerang dengan backbone dari BAS yang menggunakan protokol Modbus/TCP. Jaringan nirkabel Zigbee berisikan sensor, kontroler dan aktuator di lapangan (field). II. WIRELESS SENSOR NETWORK
penerang yang tidak perlu. Untuk kasus gedung Universitas
Wireless sensor network (WSN) adalah jaringan yang
Andalas, dampak dari kebijakan ini belum terukur karena
terdapat lebih dari satu sensor di dalamnya dan saling
tidak ada audit energi yang dijalankan. Selain itu, belum
terhubung melalui peralatan komunikasi nirkabel. Sensor
tersedia nya kurva beban listrik mingguan yang dapat
disini digunakan untuk menangkap data berupa besaran fisik
dijadikan baseline untuk menilai penghematan energi listrik
atau kondisi lingkungan seperti arus, tegangan, temperatur,
yang dijalankan.
kelembaban, dan lain-lain. Jika output dari sensor berupa
Pada penelitan sebelum nya sudah dibuat sistem
besaran analog, dibutuhkan ADC agar terhubung ke
monitoring pemakaian energi listrik real-time melalui
mikroprosesor. Selanjutnya data tersebut dikirim ke node
jaringan komputer [1]. Sistem ini menggunakan media kabel
dalam jaringan melalui media komunikasi seperti Bluetooth,
UTP untuk mengirimkan data dari sensor-sensor ke web
Zigbee, infrared, dan Wifi.
server. Menurut Cutler [2], biaya instalasi jaringan kabel untuk pemasangan awal dan konfigurasi ulang membutukan
Zigbee adalah standar komunikasi nirkabel didasarkan
dana yang cukup besar. Selain itu, instalasi jaringan kabel
pada standar IEEE 802.15.4 yang mendefinisikan lapisan
yang tidak rapi menimbulkan ketidaknyamanan bagi
fisik dan akses medium untuk WPAN kecepatan rendah
penghuni gedung [3].
(20-250 kbps). Koordinator menggunakan beacon frame
Teknologi
yang
secara periodik untuk sinkronisasi dengan perangkat lain.
diterapkan pada aplikasi BAS (Building Automation System)
Perangkat yang sedang tidur akan bangun saat menerima
meliputi Zigbee, Bluetooth, IEEE 802.15.4 dan yang terbaru
frame ini kemudian akan mengirim atau menerima data.
6LoWPAN
Setelah itu kembali ke mode tidur yang penting untuk
[4].
jaringan
nirkabel
Teknologi
daya
tersebut
rendah
harus
mampu
berkomunikasi dengan protokol BAS yang sudah lama diterapkan seperti BACnet, LonWorks dan Modbus. Hsioa
menghemat daya listrik. Lapisan jaringan dan aplikasi ditambahkan oleh Zigbee
Kode Makalah: REN-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
alliance diatas standar untuk IEEE 802.15.4. Fitur-fitur yang ada meliputi fungsionalitas keamanan data AES (Advanced Encryption Standard) dan routing pada topologi mesh dengan pembentukan dinamik, konsolidasi dan pemisahan. Stack protokol lebih kecil dan konsumsi sumber daya lebih rendah dibanding Bluetooth. Waktu tunda dari mode tidur sampai transmisi aktual sebesar 15 mdet [5]. Salah satu protokol routing yang digunakan di WSN adalah AODV (Ad hoc On Demand Distance Vector). Protokol ini bersifat reaktif yang berarti rute dari sumber ke tujuan akan dibentuk ketika ada permintaan untuk rute tersebut. Pada Gbr 1, simpul 1 akan mem-broadcast pesan RREQ (Route Request) untuk menemukan rute ke simpul 8. Pesan yg dikirim berisi ID rute, sumber, tujuan dan umur pesan. Node penerima akan mem-broadcast ulang jika simpul tujuan bukan dirinya dan sekaligus membentuk tabel informasi rute sementara. Ketika pesan sampai di tujuan, simpul 8 akan membalas dengan pesan RREP (Route Reply) berdasar tabel rute yang dimiliki (ID:0, Src:1,Sender:6). Setelah RREP tiba di simpul 1, ia akan membentuk entri baru
III. RANGKAIAN ANTARMUKA SENSOR DENGAN MIKROKONTROLER Untuk mengukur daya listrik pada sistem kelistrikan diperlukan sensor arus, tegangan dan beda fasa. Output dari sensor biasanya berupa tegangan AC dengan level tegangan yang jauh lebih rendah dari nilai input. Sebagai contoh, Pico current clamp TA019 akan menghasilkan tegangan 1 mV untuk arus beban sebesar 1 A, Tegangan 220 VAC akan diturunkan menjadi 5-12 VAC sebelum dikondisikan oleh rangkaian elektronika. Selanjutnya, tegangan AC ini harus diubah
menjadi
gelombang
tegangan
utama
nya
DC agar
tanpa
menghilangkan
dapat
diproses
oleh
diperlukan
agar
mikrokontroler. Rangkaian
penjumlah
tegangan
tegangan AC dapat diubah menjadi tegangan searah dengan memberikan offset DC. Seperti terlihat pada Gbr 2, sumber DC 12V dan AC 3.53 Vrms 50 HZ diturunkan tegangan nya dengan potensiometer 10 k. Kemudian dihubungkan ke terminal + dari masukan Op-Am yang disuplai dengan tegangan 12V.
tabel rute (Dest:8, Next:2).
Gbr 1. Pembentukan rute dengan protokol AODV [6] Dalam sebuah WSN, setiap simpul dapat bertindak sebagai koordinator, router atau end-device. Koordinator merupakan perangkat kapasitas penuh (Full-function device) yang menyediakan sinkronisasi jaringan dengan node lain (polling node). End-device merupakan modul RF yang mengandalkan koordinator untuk sinkronisasi dan dapat berada dalam kondisi tidur untuk menghemat daya. Router adalah
simpul
penghubung
antara
end-device
dan
koordinator yang menemukan rute sesuai protokol yang digunakan seperti AODV di atas.
Gbr 2. Rangkaian penjumlah tegangan menggunakan Op-Am Untuk mengetahui dan mendeteksi adanya perbedaan sudut fasa antara gelombang tegangan dan arus maka digunakan rangkaian zero crossing detector dan gerbang XOR seperti tampak pada Gbr 3. Gelombang sinusoidal arus dan tegangan dirubah menjadi gelombang persegi dengan menggunakan
metode
zero
crossing
detector;
membandingkan gelombang terhadap 0V, apabila gelombang berada di fasa positif maka akan bernilai 5V dan apabila
Kode Makalah: REN-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
sinyal berada di fasa negatif maka benilai 0 V, keluaran dari
Gbr 4. Rancangan WSN di Jurusan
rangkaian ini menjadi masukan bagi gerbang XOR.
Teknik Elektro Unand Rangkaian
penjumlah
tegangan
mengatur
besar
amplitudo dan letak gelombang AC tanpa membalikkan fasa nay tersebut sehingga dapat dibaca oleh mikrokontroler. Hasil keluaran current clamp TA019 dalam orde mV harus diperkuat terlebih dahulu dengan rangkaian non-inverting amplifier. Selanjutnya seluruh data yang telah diolah oleh Arduino Uno dikirim melalui WSN yang terdiri dari 1 end-device (ED), 2 router (R) dan 1 koordinator (C) ke personal computer. Akhirnya, data disimpan dalam database dan
ditampilkan
secara
real-time
yang
memberikan
informasi tentang pemakaian energi listrik dimana user dapat melihat tampilannya dalam bentuk grafik melalui aplikasi desktop di sebuah PC. Alamat masing-masing simpul WSN ditampilkan pada Tabel 1 berikut. Agar dua simpul bisa berkomunikasi pada mode unicast, parameter DL dari transmitter harus cocok Gbr 3. Rangkaian pendeteksi beda fasa antara dua
dengan parameter MY dari receiver (R1→C,R2→C) . Untuk
tegangan AC
mengirimkan paket broadcast ke R1 dan R2 dari ED, DL dan
IV. PERANCANGAN SISTEM Berdasarkan Gbr 4, rancangan sistem monitoring ini secara umum terdiri dari current clamp meter TA019, transformator tegangan, rangkaian Op-Am, arduino Uno, XBee, personal computer, dan aplikasi desktop. Pengukuran dilakukan menggunakan trafo tegangan dan Current Clamp
DH dari simpul ED diset masing-masing 0xFFFF dan 0. Parameter tersebut ditulis ke modul XBee menggunakan software X-CTU versi 6.1.1 yang dapat di-download di www.digi.com/xctu. Modul XBee terhubung ke PC lewat XBee interface board yang diperlihatkan pada Gbr 5. TABEL 1. PARAMETER SIMPUL-SIMPUL WSN
TA019. Kedua besaran yang telah diperoleh akan menjadi masukan rangkaian zero crossing detector. Sinyal pulsa output kemudian dibandingkan berdasarkan perbedaan lamanya sinyal pada saat berlogika “tinggi” dengan menggunakan rangkaian phase detector, untuk memperoleh nilai beda sudut fasa.
Gbr 5. XBee interface board [7] Gbr 6 memperlihatkan potongan program yang dibuat
Kode Makalah: REN-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
menggunakan IDE Arduino versi 1.0.6 r2. Arduino membaca tegangan analog pada pin A0 untuk arus beban dan A1 untuk tegangan sedangkan pulsa beda fasa dibaca di pin digital 7. Menggunakan data awal ini, Arduino menghitung nilai RMS dari arus dan tegangan, faktor daya dan daya aktif yang disuplai ke beban. Selanjutnya hasil perhitungan dikirimkan ke modul XBee melalui pin TX.
Gbr 7. Pengujian akurasi sistem pengukuran arus listrik Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap rangkaian beda fasa, inputnya adalah sinyal current clamp TA019 dan tegangan yang ditunjukan berupa gelombang sinusoidal pada Gbr 8. Jika diamati, pulsa (gelombang 1) yang dihasilkan adalah beda fasa antara sinyal tegangan (gelombang 2) dengan kebalikan sinyal tegangan keluaran sensor arus (gelombang 3). Besarnya beda fasa dalam radian adalah sebesar 2××f×thigh dimana f adalah frekuensi dan thigh waktu high dari pulsa persegi.
Gbr 6. Kode program akuisisi data arus dan tegangan V. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA Pengujian
ini
bertujuan
untuk
Gbr 8. Pengujian rangkaian deteksi fasa Aplikasi
desktop
monitoring
dibuat
dengan
menggunakan Microsoft Visual Studio 2012. Agar informatif,
membandingkan
tampilan ini dibuat dalam bentuk tabel serta grafik nilai total
ketelitian sistem yang telah dikalibrasi dengan melakukan
pemakaian energi listrik terhadap waktu seperti tampak pada
pengukuran menggunakan alat ukur. Pengujian dilakukan di
Gbr 9. Selain ditampilkan di aplikasi desktop, hasil
panel listrik Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas.
monitoring juga disimpan ke dalam database MySql berupa
Pada alat ukur clamp meter portable menunjukkan arus
nilai arus dan pemakaian energi listrik.
sebesar 6A, hasil pengukuran menggunakan current clamp meter TA019 menunjukkan nilai 5.618A seperti tampak pada Gbr 7. Ini berarti kesalahan pengukuran adalah sebesar 6.3%.
Gbr 9. Aplikasi desktop sistem monitoring energi listrik
Kode Makalah: REN-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Skenario yang digunakan untuk menguji keandalan dari WSN adalah mematikan router R2 lalu menghidupkan R1dan mengamati komunikasi data di koordinator menggunakan software X-CTU. Dari pengujian didapatkan waktu yang dibutuhkan untuk pindah dari rute awal (ED→R2→C) ke rute alternatif (ED→R1→C) adalah sebesar 15 detik. VI. KESIMPULAN Hasil pengujian menunjukan bahwa sistem monitoring yang dibangun berhasil membaca besar tegangan, arus dan fasa dengan hasil yang cukup akurat. Simpul WSN yang terdiri dari empat modul XBee mempunyai keandalan yang baik dalam pengiriman data dari transmitter ke receiver. Juga, aplikasi desktop berhasil menampilkan hasil pengukuran secara real-time. REFERENSI [1]
Zaini dan Putra, R., “Perancangan Sistem Monitoring Konsumsi
Energi Listrik di Universitas Andalas,” di Seminar FORTEI Juni 2014, Bandung, 2014. [2]
Cutler, T., “Deploying Zigbee in Existing Industrial Automation
Networks”, Industrial Embedded Systems, 2005, 1, halaman 34-36. [3]
Osterlind, F., Pramsten, E., Roberthson, D., Eriksson, J., Finne, N.
dan Voigt, T., “Integrating Building Automation Systems and Wireless Sensor Networks”, Proc. of the 12th IEEE Conf. on Emerging Technologies & Factory Automation (EFTA 2007), Patras, Greece, Sep. 2007, halaman 1376-1379. [4] R. S. Hsiao, D. B. Lin, H. P. Lin, C. H. Chung dan S. C. Cheng., “Integrating Zigbee lighting control into existing building automation systems”, IET International Conference on Information Science and Control Engineering (ICISCE), Shenzhen, 2012. [5] Kastner, W., Neugschwandtner, G., Soucek, S., dan Newman, H. M., “Communication Systems for Building Automation and Control”, Proceedings of the IEEE, 2005 [6] http://flylib.com/books/2/959/1/html/2/images/mir19f05.jpg [7] www.digi.com/documentation
Kode Makalah: RMA-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Pembuatan Serbuk Ti 6Al 4V dan SS 316L Halus sebagai Bahan Dasar Implan Tulang Berpori dengan Perlakuan Mekanik
1)
Adhytia Farma Arsal Prof. Dr. Eng. H. Gunawarman, 3)Ilhamdi, M. Eng
2)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Limau Manis, Padang, 25151 E-mail:
[email protected]
1,2,3)
Abstrak Angka kejadian patah tulang belakangan ini mengalami peningkatan. Penyebab patah tulang bisa berupa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja dan bencana alam. Selain itu, patah tulang juga diakibatkan karena kasus osteoporosis. Patah tulang dapat disembuhkan dengan cara pemasangan material implan. Material implan yang digunakan harus mempunyai bentuk struktur dan sifat yang mendekati dari tulang manusia. Pada umumnya material implan berbentuk pen dan kaku. Material implan yang mendekati struktur tulang harus memiliki bentuk struktur yang berpori juga. Tulang manusia mempunyai bentuk berongga kecil yang merupakan tempat sel saraf, sel darah dan jaringan sumsum tulang berada. Material implan yang sering digunakan pada saat ini adalah Ti64 dan SS 316L. Material implan berpori dapat dibentuk dengan menggunakan serbuk logam. Material serbuk memiliki kelebihan untuk mudah dibentuk. Titanium maupun stainless steel tidak tersedia dalam bentuk serbuk dan umumnya tersedia dalam bentuk batangan. Oleh karena itu, pada penelitian ini mengkaji cara pembuatan serbuk material Ti64 dan SS 316L melalui perlakuan mekanik yang menghasilkan serbuk material berukuran super halus. Penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan sampel yang berbahan titanium dan stainless steel. Setelah itu dilakukan proses pemotongan untuk dilanjutkan pada proses ball mill. Hasil dari ball mill berupa serbuk halus. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian dengan menggunakan SEM dan EDX untuk melihat ukuran dari serbuk yang dihasilkan serta pemeriksaan komposisi kimia. Pembuatan serbuk Ti64 dengan menggunakan ball mill dan dengan perlakuan mekanik efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan serbuk dari #61 menjadi #102. Pembuatan serbuk SS 316L dengan menggunakan ball mill dan dengan perlakuan mekanik kurang efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan, karena peningkatan nomor kehalusan yang tidak signifikan yaitu dari nomor kehalusan dari #85 menjadi #91. Setelah dilakukan pemeriksaan komposisi kimia, tidak tejadi perubahan pada komposisi kimia setelah dan sebelum proses milling / ball mill. Keywords: implan berpori, Ti64, SS 316L,SEM, ball mill
angka kejadian patah tulang pada penderita osteoporosis 227.850 kasus dengan biaya pengobatan 2,7 miliar dollar AS. Tahun 2010 angka kejadian patah tulang pada osteoporosis meningkat menjadi 426.300 kasus dengan total biaya pengobatan 3,8 miliar dollar AS.
Pendahuluan Belakangan ini, angka kejadian patah tulang cenderung meningkat. Menurut data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2013, kasus patah tulang mengalami peningkatan setiap tahun sejak 2010. Pada 2010 ada 22.815 insiden patah tulang, pada 2011 menjadi 36.947, 2009 menjadi 42.280 dan pada 2013 ada 43.003 kasus. Rata-rata angka insiden patah tulang paha atas, tercatat sekitar 200/100.000 pada perempuan dan laki-laki di atas usia 40 tahun . Penyebab patah tulang bisa berupa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja dan bencana alam. Selain itu, patah tulang juga diakibatkan karena kasus osteoporosis. Tahun 2005, Health Technology Assessment melaporkan, di Indonesia tahun 2000
1
Kode Makalah: RMA-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
dapat diolah pada proses ball mill. Mesin ball mill yang digunakan adalah Pulverisette 6 Classic Line Fritsch Planetary Mono Mill Pahat yang dipakai pada proses sawing ini adalah jenis HSS. Proses ball mill dilakukan untuk membentuk serbuk super halus dari Stainless Steel 316L dan Ti 6Al 4V. Pada proses ball mill kecepatan yang dipakai yaitu 250 rpm dengan waktu 4 x 15 menit untuk satu kali penggilingan. Proses ball mill dilakukan berulang kali sampai diperoleh serbuk Ti 6Al 4V dan Stainless Steel 316L. Setelah mendapatkan serbuk dilakukan proses pengayakan untuk mengetahui distribusi ukuran dari serbuk. Proses pemanasan dilakukan untuk mengembalikan sifat ulet material yang telah hilang pada proses ball mill. Pengamatan dengan menggunakan SEM bertujuan untuk mengetahui distribusi dari ukuran butir yang dihasilkan pada saat proses penggilingan. Pemeriksaan EDX bertujuan untuk mengetahui kandungan atau komposisi kimia dari serbuk hasil dari penggilingan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas. Setelah melakukan semua tahap penelitian dan memperoleh hasil, selanjutnya dilakukan pembuatan laporan akhir untuk tugas akhir S-1.
Patah tulang dapat disembuhkan dengan cara pemasangan material implan pada bagian tulang yang patah. Implan berguna untuk mengembalikan posisi tulang (reposisi) pada kondisi anatomisnya, dan mempertahankan posisi tersebut (immobilisasi) hingga proses penulangan terjadi. Material implan yang digunakan harus mempunyai bentuk struktur dan sifat yang mendekati dari tulang manusia. Tulang manusia mempunyai bentuk berongga kecil yang merupakan tempat sel saraf, sel darah dan jaringan sumsum tulang berada. Pada umumnya material implan berbentuk pen dan kaku. Material implan yang mendekati struktur tulang harus memiliki bentuk struktur yang berpori juga. Material implan berpori dapat dibentuk dengan cara mencampurkan serbuk logam dengan glukosa. Selanjutnya, logam dan glukosa tersebut ditekan dan diberikan perlakuan panas (sintering) untuk menghilangkan glukosa tersebut yang menghasilkan rongga-rongga pada material tersebut (Adamek, 2014) . Pada penelitian yang pernah dilakukan, material logam yang digunakan adalah titanium. Titanium yang digunakan berbentuk serbuk. Selain itu tidak dijelaskan bagaimana cara mendapatkan serbuk titanium (Adamek, 2014). Titanium maupun stainless steel tidak tersedia dalam bentuk serbuk dan umumnya tersedia dalam bentuk batangan. Oleh karena itu, pada penelitian ini mengkaji cara pembuatan serbuk material titanium dan stainless steel melalui perlakuan mekanik yang menghasilkan serbuk material berukuran super halus. Perlakuan mekanik dilakukan dengan proses ball mill. Proses ini dilakukan berulang kali sampai didapatkan serbuk titanium dan stainless steel.
Hasil dan Pembahasan Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ditampilkan dalam hasil pengamatan scanning electron microscope (SEM), proses pengayakan, dan pemeriksaan energy dispersive x-ray analysis (EDX). Tingkat Kehalusan Butir dan Nomor Butir Setelah dilakukan proses pengayakan menggunakan mesin ayakan getar selama 10 menit dan amplitudo getaran 80 diperoleh hasil berupa berat serbuk dari nomor sieve ayakan 35, 60, 120 dan 230. Data hasil pengayakan serbuk Ti64 dan SS 316L pada masing-masing tahapan proses dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan Penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan sampel berbahan titanium dan stainless steel, untuk dilakukan proses pemotongan dan dilanjutkan pada proses ball mill. Hasil dari ball mill berupa serbuk halus. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian dengan menggunakan SEM dan EDX untuk melihat ukuran dari serbuk yang dihasilkan serta pemeriksaan komposisi kimia. Penelitian ini dimulai dengan mencari studi literatur dan setelah itu, dilakukan penyiapan sampel. Sampel yang digunakan adalah titanium jenis 6Al 4V dan stainless steel jenis 316 L dalam bentuk batangan. Ti64 yang digunakan berukuran panjang 199 mm dan berdiameter 6 mm. sedangkan SS 316L yang digunakan berukuran panjang 154,4 mm dan berdiameter 6,35 mm. Proses sawing merupakan proses pemotongan material menjadi bagian-bagian yang lebih kecil agar
Tingkat Kehalusan Butir dan Nomor Butir Ti64 dan SS 316L Pengayakan dilakukan untuk mengetahui nomor butir, sehingga tingkat kehalusan butir dapat diketahui. Pada Tabel 1 menampilkan hasil dari proses pengayakan serbuk Ti64 yang dilakukan. Pada tahap 1 yaitu dengan penggilingan selama 2 jam, serbuk Ti64 yang paling banyak terdapat pada ukuran ayakan dengan nomor mesh #60 yang berukuran 250 μm dengan berat sebesar 2,99 gram. Pada tahap 2 dan 3 yang mana setelah dilakukan penggilingan selama 4 dan 6 jam serbuk terbanyak terdapat pada ukuran ayakan dengan nomor mesh #120 yang berukuran 125 µm dengan 2
Kode Makalah: RMA-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
berat sebesar 2,18 dan 1,95 gram. Pada tahap 4 dan 5 yang mana setelah dilakukan penggilingan selama 8 dan 10 jam serbuk terbanyak terdapat pada ukuran ayakan dengan nomor mesh #230 yang berukuran 63 µm dengan berat sebesar 1,85 dan 1,89 gram. Jumlah dari serbuk Ti64 pada setiap tahap penggilingan mengalami pengurangan, hal ini terjadi karena hasil setiap tahap penggilingan serbuk diambil sedikit untuk dilakukan pengamatan menggunakan SEM dan pemeriksaan menggunakan EDX.
*No. Kehalusan Serbuk = **Ukuran Serbuk Rata-rata = interpolasi nilai dari nomor kehalusan serbuk Tabel 2 menampilkan hasil dari proses pengayakan serbuk Ti64 yang dilakukan. Hasil pengayakan yang dilakukan pada SS 316L dapat dilihat, serbuk yang terbanyak terdapat pada ukuran ayakan dengan nomor mesh #120 yang berukuran 125 µm untuk semua tahapan milling. Ini berarti proses ball mill untuk SS 316L kurang efektif untuk mereduksi ukuran serbuk.
Tabel 1. Hasil proses pengayakan serbuk Ti64 pada masing-masing tahapan proses milling No. Ayakan
Berat Serbuk (gram) Milling 1
Milling 2
Milling 3
Milling 4
Milling 5
35
0,81
0,00
0,00
0,00
0,00
60
2,99
0,20
0,14
0,08
0,02
120
1,75
2,18
1,95
1,80
1,74
230
1,62
1,59
1,75
1,85
1,89
Dasar
0,16
0,20
0,24
0,25
0,30
Berat Total
7,33
4,17
4,08
3,98
3,95
61
89
94
98
102
248
190
179
170
163
No. Kehalusan Serbuk * Ukuran Serbuk Rata-rata (μm)**
Gambar 1. Ukuran rata-rata serbuk Ti 64 dan SS 316L hasil proses milling Gambar 1 merupakan perbandingan penurunan ukuran serbuk Ti64 dan SS 316L. Pada gambar dapat dibandingkan ukuran serbuk rata-rata terhadap masing-masing tahapan proses. Untuk serbuk Ti64, apabila dibandingkan ukuran serbuk antara serbuk milling 1 sampai dengan serbuk milling 4 maka terjadi penurunan dari 248 µm menjadi 163 µm. Hal ini disebabkan oleh proses ball mill yang dilakukan. Proses ini efektif pada milling 2, karena pada milling 2 terjadi penurunan yang signifikan yaitu dari 248 µm menjadi 190 µm. Satu proses milling dilakukan dengan proses ball mill selama 2 jam. Penurunan signifikan yang terjadi diakibatkan serbuk titanium sudah mengalami penggetasan selama 2 x 2 jam proses ball mill. Karena serbuk telah getas, maka serbuk akan lebih mudah untuk hancur karena hantaman bola dari pada proses ball mill. Pada milling 2 ke milling 3 tidak terjadi penurunan yang begitu signifikan yaitu dari 190 µm menjadi 179 µm. Begitu juga untuk milling 4 ke milling 5 penurunan yang terjadi dari 170 µm menjadi 163 µm. Untuk serbuk SS 316L, apabila dibandingkan ukuran serbuk antara serbuk milling 1 dengan serbuk milling 2 maka terjadi penurunan dari 197 μm menjadi 191 μm, penurunan yang terjadi tidak signifikan. Begitu juga untuk masing-masing tahapan milling lainnya, penurunan yang terjadi tidak terlalu besar.
Tabel 2 Hasil proses pengayakan serbuk SS 316L pada masing-masing tahapan proses milling Berat Serbuk (gram) No. Ayakan
Milling 1
Milling 2
Milling 3
35
0,06
0,00
0,00
0,00
0,00
60
0,26
0,31
0,24
0,20
0,18
120
3,17
3,20
2,78
2,65
2,76
230
1,71
1,72
1,79
1,98
1,77
Dasar
0,32
0,38
0,27
0,22
0,32
Berat Total
5,62
5,61
5,08
5,05
5,03
85
88
89
90
91
197
191
190
187
185
No. Kehalusan Serbuk * Ukuran Serbuk Rata-rata (μm)**
Milling 4
Milling 5
3
Kode Makalah: RMA-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Widia Soviyana, juga meneliti proses pembuatan serbuk super halus Ti64 dan SS 316L dengan perlakuan mekanik dan termal (Soviyana W, 2015) Hasil penelitian yang diperoleh penurunan ukuran rata-rata serbuk yang signifikan juga terjadi pada serbuk Ti64, dimana terjadi penurunan 190µm menjadi 119µm. Distribusi Ukuran dan Morfologi Serbuk Ti64 dan SS316L Setelah Proses Ball Mill Pengamatan SEM digunakan untuk memperoleh karakteristik fisik dari serbuk Ti64 dan SS 316L setelah dilakukan proses ball mill berupa distribusi ukuran dan morfologi serbuk. Proses ball mill dilakukan dengan 4 kali tahapan. Distribusi Ukuran dan Morfologi Serbuk Ti64 Gambar 2 menampilkan hasil pengamatan SEM dengan perbesaran 100 kali untuk melihat karakteristik fisik berupa ukuran dan distribusi ukuran serbuk Ti64. Pada serbuk sebelum milling dapat dilihat serbuk masih berukuran panjang dan tampak kasar serta bergelombang. Pada milling 1 serbuk masih terlihat panjang (Gambar 2a). Pada milling 2 serbuk mulai memipih dan cenderung berbentuk bundar serta serbuk tampak mulai terpotong atau mengecil tetapi masih ditemukan serbuk yang berukuran panjang (Gambar 2b). Pada milling 3 bentuk serbuk lebih kecil dan berbentuk bundar (Gambar 2c). Pada serbuk milling 4 terlihat serbuk bertambah pipih dan bundar serta ditemukan berbentuk jarum (Gambar 2d). Pada serbuk milling 5 serbuk tampak lebih halus dan pipih, serbuk bertumpuk sehingga seakan-akan lebih besar (Gambar 2e). Serbuk hasil pemanasan terlihat lebih gelap, terjadi penumpukan antar serbuk atau solid transform (Gambar 2f). Distribusi ukuran serbuk untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada sub-sub tingkat kehalusan butir dan nomor butir. Gambar 2. Hasil pengamatan SEM pada serbuk Ti64; (a) serbuk sebelum milling (b) serbuk milling 1 (c) serbuk milling 2 (d) serbuk milling 3 (e) serbuk milling 4 (f) serbuk milling 5 (g) Serbuk hasil pemanasan
4
Kode Makalah: RMA-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
proses pelarutan yang sebelumnya, sisa serbuk setelah dilarutkan juga masih banyak yaitu 253,4 mg. Dari 3 pelarutan serbuk Ti64 yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa pelarutan tidak berpengaruh terhadap penurunan ukuran serbuk, hal ini diketahui dari jumlah serbuk sebelum dan setelah dilakukan pelarutan tidak mengalami pengurangan yang besar, karena jika serbuk terlarut maka pengurangan jumlah serbuk akan besar, begitupun jika serbuk terlarut maka akan terjadi penurunan ukuran serbuk. Jadi proses perlarutan kimia tidak efektif untuk mengurangi ukuran serbuk Ti64.
(a)
(b)
Distribusi Ukuran dan Morfologi Serbuk SS 316L Karakterisasi fisik berupa distribusi ukuran sebuk SS 316L dapat ditunjukan pada Gambar 4.
(c)
Gambar 3. Hasil pengamatan SEM pada serbuk Ti64 setelah pelarutan kimia Serbuk Ti64 dilarutkan pada H2O2 + HCl dengan jumlah yang berbeda-beda. Gambar 3 merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk Ti64 setelah mengalami pelarutan kimia. Pada Gambar 3a dapat dilihat bentuk serbuk masih sama dengan bentuk serbuk sebelum dilarutkan, serbuk ini dilarutkan selama 1 hari di dalam 3 ml H2O2 + 3 ml HCl sebanyak 50,1 mg. Setelah dilarutkan serbuk bersisa sebanyak 41,8 mg. Begitu juga dengan Gambar 4.3b merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk Ti64 yang telah dilarutkan selama 2 hari dengan jumlah zat pelarut yang sama namun dengan jumlah yang berbeda yaitu 50,7 mg dan setelah di larutkan didapatkan sisa serbuk Ti64 sebesar 40,7 mg. Gambar 3c merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk Ti64 setelah dilarutkan selama 1 hari dengan jumlah zat pelarut yang lebih besar yaitu 10 ml H2O2 + 10 ml HCl, karena serbuk yang dilarutkan juga lebih banyak yaitu 300,8 mg. Namun sama dengan
Gambar 4. Hasil pengamatan SEM pada serbuk SS 316L; (a) serbuk sebelum milling (b) serbuk milling 1 (c) serbuk milling 2 (d) serbuk milling 3 (e) serbuk milling 4 (f) serbuk milling 5
5
Kode Makalah: RMA-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Pada serbuk sebelum milling dapat dilihat serbuk berbentuk kasar dan bergelombang dibagian tepi serbuk. Pada milling 1 serbuk masih terlihat besar dan berbentuk bundar (Gambar 4a). Pada serbuk milling 2 tampak menjadi lebih memanjang tetapi masih berbentuk bundar, pada tahap ini serbuk mulai pecah ini dapat dilihat dari ukuran mulai menjadi kecil (Gambar 4b). Pada serbuk milling 3 serbuk terlihat pecah lagi dan menjadi lebih tipis, serta bentuk serbuk bundar (Gambar 4c). Pada serbuk milling 4 terlihat serbuk bertambah pipih dan bundar serta ditemukan berbentuk jarum (Gambar 4d). Pada serbuk milling 5 tampak serbuk pecah lagi dan ukuran lebih halus (Gambar 4e). Distribusi ukuran serbuk untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada sub-sub tingkat kehalusan butir dan nomor butir.
setelah dilarutkan sebanyak 0,8 mg, bentuk serbuk terlihat membongkah dan lebih kecil. Gambar 5 B adalah hasil pengamatan terhadap serbuk yang telah dilarutkan dalam zat pelarut yang sama, namun dengan waktu pelarutan yang lebih lama yaitu 2 hari. Jumlah serbuk sebelum dilarutkan adalah 51,0 mg dan sisa serbuk setelah dilarutkan yaitu 1,7 mg, begitupun pada serbuk yang telah dilarutkan selama 1 hari di dalam 10 ml H2O2 + 10 ml HCl terjadi pengurangan jumlah serbuk yang jauh yaitu dari 301,0 mg menjadi 3,5 mg. Pada SS 316L proses pelarutan kimia sangat efektif untuk mereduksi ukuran serbuk, karena SS 316L terlarut di dalam H2O2 + HCl, hal ini dapat dilihat dari jumlah serbuk sebelum dilarutkan dengan jumlah serbuk setelah dilarutkan. Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk Pemeriksaan EDX digunakan untuk memperoleh karakteristik kimia berupa komposisi kimia serbuk hasil milling. Hasil dari karakterisasi EDX adalah persentase berat dari masing-masing elemen yang terkandung di dalam serbuk hasil milling. Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk Ti64
Gambar 5 Hasil pengamatan SEM pada serbuk SS 316L setelah pelarutan kimia Gambar 5 merupakan gambar hasil pengamatan terhadap serbuk SS 316L setelah dilarutkan dengan H2O2 + HCl dengan jumlah serbuk yang berbeda. Pada Gambar 5 A dapat dilhat hasil pengamatan serbuk setelah dilarutkan selama 1 hari di dalam 3 ml H2O2 + 3 ml HCl yang mana jumlah serbuk sebelum dilarutkan sebanyak 52,2 mg dan
Gambar 6 Pemeriksaan komposisi kimia serbuk Ti64 dengan EDX Pemeriksaan pada masing-masing serbuk dapat dilihat pada gambar 6. pemeriksaan secara titik dan area/luas. 6
Kode Makalah: RMA-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk SS 316L
Tabel 3 Hasil pemeriksaan komposisi kimia serbuk Ti64 dengan EDX Pemeriksaan Elemen (%) Al Ti V Fe O 1 6,69 88,93 3,78 0,44 0,16 2 8,28 87,97 3,23 0,31 0,22 3 4,89 90,01 4,4 0,45 0,25 4 6,03 90,38 3,2 0,21 0,19 Rata-rata 6,47 89,32 3,65 0,35 0,2 Elemen yang terkandung di dalam serbuk hasil dari pemeriksaan EDX adalah elemen Titanium (Ti), Aluminium (Al), Vanadium (V), Fero/besi (Fe), Oksigen (O). Persentase dari masing-masing elemen dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan kurva persentase berat terhadap elemen (Gambar 7) dapat dibandingkan persentase berat terhadap elemen yang terkandung di dalam serbuk. Gambar 7 merupakan rata-rata hasil dari pemeriksaan komposisi kimia serbuk Ti64 proses milling.
Gambar 8. Pemeriksaan komposisi kimia serbuk SS 316L dengan EDX Pemeriksaan pada masing-masing serbuk dapat dilihat pada gambar 8. Pemeriksaan secara titik dan area/luas.
Gambar 7. Kurva persentase berat terhadap elemen yang terkandung di dalam serbuk Ti64
Tabel 4. Hasil pemeriksaan komposisi kimia serbuk SS 316L dengan EDX Pemeriksaan
Pada gambar 7 dalam dilihat hasil dari pemeriksaan kompisisi kimia menggunakan EDX. Persentase titanium komposisi yang paling banyak ditemui dalam pemeriksaan komposisi kimia serbuk Ti64 sebesar 89,32 %. Selanjutnya unsur-unsur penyusun lainnya seperti aluminium 6,47%, vanadinum 3,65 %, besi 0,35%, dan oksigen 0,2%. Nilai yang didapatkan mendekati nilai referensi yang digunakan. Ini menunjukan bahwa selama proses milling tidak terjadi perubahan komposisi kimia.
1 2 3 4 Rata-rata
Fe 72,03 69,89 66,85 68,94 69,42
Cr 16,97 17,45 16,99 17,57 17,24
Elemen (%) Mn Mo 1,4 1,64 1,04 2,31 2,61 0,95 1,81 1,77 1,71 1,66
Ni 9,95 10,23 8,54 8,66 9,34
Si 0,76 0,6 0,69 0,45 0,62
Berdasarkan kurva persentase berat terhadap elemen (Gambar 9) dapat dibandingkan persentase berat terhadap elemen yang terkandung di dalam serbuk. Gambar 8 merupakan rata-rata hasil dari pemeriksaan komposisi kimia dari serbuk proses milling. Elemen yang terkandung di dalam serbuk adalah elemen Besi (Fe), Aluminium (Al), Chromium (Cr), Mangan (Mn), Molybdenum(Mo), Nikel (Ni).
7
Kode Makalah: RMA-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Referensi [1] KesehatanPatahTulang, 20 Desember 2012. Dilihat
19
oktober
2014.
http://lifestyle.bisnis.com/read/20121012/54/998 78/kesehatan-tulang-kasus-patah-tulang-akibat-o steoporosis-cenderung-meningkat. [2] Kompas. Penting, AntisipasiPatahTulang, 25 juni 2012.
Gambar 9. Kurva persentase berat terhadap elemen yang terkandung di dalam serbuk SS 316L
Dilihat
19
oktober
2014.
http://health.kompas.com/read/2012/06/25/0735 528/penting.Antisipasi.Patah.Tualng.
Pada Gambar 9 dalam dilihat hasil dari pemeriksaan kompisisi kimia menggunakan EDX. Persentase besi dan Chromium merupakan komposisi yang paling banyak ditemui dalam pemeriksaan komposisi kimia serbuk SS 316 L sebesar 69,42% dan chromium 17,24 %. Selanjutnya unsur-unsur penyusun lainnya seperti manga 1,71%, molybdenum 1,66 %, nikel 9,34%, dan silikon 0,62%. Nilai yang didapatkan mendekati nilai referensi yang digunakan. Ini menunjukan bahwa selama proses milling tidak terjadi perubahan komposisi kimia.
[3] G. Adamek, et al. 2014. Saccharose as a new space holder material for porous titanium implant formation1. [4] Soviyana, Widia. Tugas Akhir. 2015. Pembuatan Serbuk Ti-6Al-4V dan SS 316L Super Halus sebagai Bahan Dasar Implan Tulang Berpori dengan Perlakuan Mekanik dan termal.
Kesimpulan Dari hasil penelitian pembuatan serbuk Ti-6Al-4V dan SS 316L super halus sebagai bahan dasar implan tulang berpori dengan perlakuan mekanik diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembuatan serbuk Ti64 dengan menggunakan ball mill dan dengan perlakuan mekanik efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan serbuk dari #61 menjadi #102. 2. Pembuatan serbuk SS 316L dengan menggunakan ball mill dan dengan perlakuan mekanik kurang efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan, karena peningkatan nomor kehalusan yang tidak signifikan yaitu dari nomor kehalusan dari #85 menjadi #91. 3. Setelah dilakukan pemeriksaan komposisi kimia, tidak tejadi perubahan pada komposisi kimia setelah dan sebelum proses milling / ball mill. Ucapan Terima kasih Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Eng. H. Gunawarman sebagai pembimbing 1 saya; Bapak Ilhamdi, M.Eng sebagai pembimbing 2 saya.
8
Kode Makalah: RMA-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
Pembuatan Serbuk Ti 6Al 4V dan Stainlees Steel 316L yang Halus sebagai Bahan Dasar Implan Tulang Berpori dengan Perlakuan Termo-Mekanik 1)
Widia Soviyana Prof. Dr. Eng. H. Gunawarman, 3)Ilhamdi, M.Eng
2)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Limau Manis, Padang, 25151 E-mail:
[email protected]
1,2,3)
Abstrak Angka kejadian patah tulang yang tinggi diakibatkan oleh berbagai macam penyebab seperti osteoporosis, dan kecelakaan lalu lintas. Penyembuhan dilakukan dengan penanaman implan logam pejal, namun implant logam pejal masih memiliki kekurangan yang cukup banyak, antara lain diperlukan minimal 2x operasi, kaku dan memiliki massa jenis yang lebih besar dari tulang sehingga implant pejal ini tidak memiliki karakteristik mekanik yang sama dengan tulang manusia. Untuk mengatasi kekurangan tersebut diperlukan implan tulang berpori. Pembuatan implan tulang berpori memerlukan serbuk logam yang halus, namun serbuk logam sangat sulit untuk diperoleh secara komersil. Oleh karena itu, perlu dikaji bagaimana cara menghasilkan serbuk Ti 6 Al 4V dan SS 316L yang halus dengan lebih cepat. Pada penelitian ini dilakukan dengan mengkikir material Ti 6Al 4V yang telah digetaskan sebelumnya, lalu digiling menggunakan ball mill selama 4 jam menggunakan bola kecil jenis agate sebanyak 30 buah. Begitupun dengan SS 316 L, namun SS 316L tidak melalui proses penggetasan terlebih dahulu.Setelah itu serbuk logam diayak menggunakan mesin ayak untuk mengetahui ukuran serbuk, lalu dilanjutkan dengan proses pelarutan kimia dengan H2O2 + HCl. Setelah di larutkan, serbuk dikarakterisasi mengggunakan scanning electron microscopy (SEM) dan energy dispersive x-ray analysis (EDX). Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa penurunan ukuran serbuk Ti 6Al 4V menurun dari 190 µm menjadi 119 µm sedangkan pada SS 316L mengalami penurunan ukuran serbuk dari 191 µm menjadi 165 µm. Dapat dibandingkan bahwa proses pembuatan serbuk dengan cara tersebut lebih efektif untuk Ti 6Al 4V dibandingkan SS 316L. Komposisi kimia dari masing-masing serbuk logam sama dengan komposisi kimia pada teori seharusnya. Keywords: implan tulang, serbuk logam, Ti 6Al 4V, SS 316L, ball mill.
Pendahuluan Angka kejadian patah tulang di Indonesia cukup tinggi, yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Osteoporosis merupakan salah satu penyebab patah tulang, menurut Yayasan Osteoporis Internasional, satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria terkena osteoporosis. Selain itu, patah tulang juga disebabkan oleh beban yang tiba-tiba seperti kecelakaan lalu lintas. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, 8,5% patah tulang disebabkan oleh kecelakaan. Untuk penyembuhan patah tulang dilakukan pemasangan implan yang berbentuk pejal, tetapi implan pejal memiliki banyak kekurangan yaitu massa jenis yang tinggi melebihi tulang manusia sehingga terasa lebih berat, lalu implan pejal memiliki kekakuan yang tinggi. Dalam pemakaiannya juga akan menimbulkan trauma karena memerlukan 2x operasi dimana satu kali untuk pemasangan dan satu kali untuk pembongkaran. Dan jika dilihat dari bentuk fisik implant logam pejal ini sangatlah tidak mungkin untuk membantu perkembangan sel hidup pada manusia. Sehingga untuk mengatasi kekurangan yang ada pada implan logam pejal tersebut diciptakan implan logam
1
berpori. Namun dalam pembuatan implan logam berpori diperlukan serbuk logam yang halus, karena implan ini dibuat dengan proses produksi metalurgi serbuk. Serbuk logam yang halus ini sangat sulit untuk memperolehnya karena tidak tersedia secara komersial, atau tidak terjual dipasaran. Sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui proses yang tepat dan cepat untuk memperoleh serbuk Ti 6Al 4V dan stainless steel 316L untuk mengatasi kekurangan implan pada saat ini. Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan Pengujian dimulai dengan penyiapan sampel, yaitu Ti 6Al 4V dan SS 316L berbentk batangan, lalu dilakukan proses sawing atau pemotongan dilakukan agar material uji lebih mudah untuk dillakukan proses selanjutnya. Setelah itu, Ti 6Al 4V digetaskan dengan metode heat treatment sampai temperatur β transus yaitu
Kode Makalah: RMA-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
980 °C karena pada temperatur ini keadaan Ti 6Al 4V berada pada kondisi tidak stabil. Pemanasan dilakukan pada tungku Vacuum Ney Ceram Fires yang tersedia di Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas. Setelah itu, Ti 6Al 4V dan SS 316L dikikir hingga menjadi serbuk yang kasar. Tahap selanjutnya Masing-masing serbuk dilakukan penggilingan dengan menggunakan alat Ball Mill yang tersedia di Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas Penggilingan diakukan selama 4 jam menggunaan bola berbahan batu akik (agate) dengan kecepatan putar sebanyak 200 rpm. Setelah itu, masing-masing serbuk material uji diayak menggunakan mesin ayakan yang tersedia di Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas. Setelah itu, serbuk material diamati menggunakan SEM dan diperiksa komposisi kimia serbuk menggunakan EDX. Hal ini dilakukan sebanyak 4X ulang, setelah itu serbuk dilarutkan didalam H2O2+HCl dan diamati menggunakan SEM.
penggilingan mengalami pengurangan, hal ini terjadi karena hasil setiap tahap penggilingan serbuk diambil sedikit untuk dilakukan pengamatan menggunakan SEM dan pemeriksaan menggunakan EDX. Tabel 1 Hasil proses pengayakan Ti64 pada masing-masing tahapan proses milling
Hasil dan Pembahasan Hasil yang diperoleh dari proses pembuatan serbuk superhalus spesimen dengan penggetasan dan penggilingan (milling) akan dibahas dalam bab ini. Secara garis besar hasil yang diperoleh dari penelitian ini dipresentasikan dalam hasil proses pengayakan, pengamatan scanning electron microscope (SEM), dan pemeriksaan energy dispersive x-rayanalysis (EDX).
Tabel 2 Hasil proses pengayakan SS 316L pada masing-masing tahapan proses milling
Tingkat Kehalusan dan Nomor Butir Tingkat kehalusan dan nomor butir dari serbuk Ti64 dan serbuk SS 316L dapat diketahui dengan cara melakukan pengayakan menggunakan mesin ayak getar. Pengayakan dilakukan setelah proses penggilingan pada setiap tahap. Proses pengayakan dilakukan selama 10 menit dan amplitudo getaran 80 diperoleh hasil berupa berat serbuk dari nomor sieve ayakan 35, 60, 120 dan 230. Tingkat Kehalusan dan Nomor Butir Ti 6Al 4V dan SS 316L Pengayakan dilakukan untuk mengetahui nomor butir, sehingga tingkat kehalusan butir dapat diketahui. Pada Tabel 1 menampilkan berat serbuk Ti64 pada masing-masing tahapan proses milling dan berat serbuk yang tersaring pada masing-masing nomor ayakan, sehingga dari hasil pengayakan dilakukan perhitungan untuk mendapatkan ukuran kehalusan dari serbuk pada masing-masing tahapan proses milling. Pada tahap 1 yaitu dengan penggilingan selama 4 jam, serbuk Ti64 yang paling banyak berukuran 125 μm dengan berat sebesar 0,75 gram, lalu pada tahap 2 yang mana setelah dilakukan penggilingan selama 8 jam didapatkan ukuran serbuk terbanyak yaitu 63 μm dengan berat sebesar 1,25gram, tidak berbeda dengan tahap 2 pada tahap 3 dan tahap 4 didapatkan ukuran serbuk yang terbanyak yaitu 125 μm dengan berat masing-masing sebanyak 1,20 μm dan 1,09 μm. Jumlah dari serbuk Ti64 pada setiap tahap
2
Tabel 2 merupakan tabel hasil dari pengayakan pada setiap tahapan proses penggilingan serbuk SS 316L. Serbuk SS 316L diayak dengan tujuan yang sama dengan Ti64, untuk mengetahui berapa banyak serbuk yang tersaring pada masing-masing no ayakan untuk mengatahui ukuran kehalusan dari serbuk SS 316L. Berbeda dengan Ti64, serbuk terbanyak pada setiap tahap penggilingan terdapat pada ayakan dengan nomor kehalusan 120 yang mana ukuran serbuknya sebesar 125 μm.
Kode Makalah: RMA-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
Gambar 1 Grafik perbandingan ukuran rata-rata serbuk Gambar 1 merupakan grafik perbandingan ukuran serbuk Ti64 dan SS 316L untuk masing-masing tahapan proses milling pada perlakuan yang berbeda. Pada grafik yang berwarna biru dapat dilihat ukuran rata-rata Ti64 hasil satu kali milling yang masih cukup besar yaitu 190 µm, namun setelah dilakukan milling tahap 2 ukuran rata-rata serbuk Ti64 mengalami penurunan yang signifikan namun setelah proses milling tahap 2 didapatkan ukuran serbuk yaitu 122 µm, artinya proses yang paling efektif yaitu setelah serbuk mengalami milling selama 8 jam. Serbuk yang sebelumnya telah digetaskan melalui proses heat treatment akan semakin getas ketika mendapat beban dari bola-bola pada mesin ball mill, sehingga penurunan ukuran serbuk terjadi cukup besar. Pada serbuk hasil milling 3 tidak mengalami penurunan ukuran dari serbuk hasil milling 2, hal ini terjadi karena kurang lamanya proses milling. Pada milling 4 serbuk mengalami penurunan ukuran kembali menjadi 119 µm. Penurunan ukuran serbuk dipengaruhi oleh lamanya waktu penggilingan, karena penurunan ukuran serbuk terjadi pada tahap proses milling 2 dan tahap proses milling 4, dengan kata lain penurunan serbuk terjadi setelah kelipatan 8 jam lama penggilingan. Jika dibandingkan dengan hasil tugas akhir Adhytia Farma Arsal yang mana pembuatan serbuk Ti64 hanya dengan perlakuan mekanik dengan lama waktu penggilingan selama 2 jam pada setiap tahap penggilingan dan tidak mengalami perlakuan termal yaitu proses penggetasan sebelumnya, didapatkan ukuran serbuk dari tahap 1 yaitu sebesar 248 µm, tahap 2 sebesar 190 µm, tahap 3 sebesar 179 µm, dan tahap 4 sebesar 170 µm. Jadi, penurunan ukuran serbuk yang lebih besar yaitu pada Ti64 yang telah melalui perlakuan termal dan perlakuan mekanik yaitu dengan penurunan ukuran dari 190 µm sampai 119 µm, sedangkan pada serbuk Ti64 yang hanya melalui perlakuan mekanik mengalami penurunan dari 248 µm sampai 170 µm. Sehingga dapat diketahui bahwa metode yang lebih efektif dalam pembuatan serbuk Ti64 yaitu dengan metode perlakuan termal dan mekanik dengan waktu penggilingan yang lebih lama
3
Pada grafik yang berwarna merah menampilkan perbandingan ukuran serbuk SS 316L pada tiap-tiap proses milling. Ukuran serbuk hasil penggilingan pertama adalah 191 µm sedangkan ukuran serbuk hasil penggilingan kedua yaitu 187 µm, penurunan ukuran serbuk SS 316L dari tahap proses pertama ke tahap proses kedua tak begitu jauh, masing-masing penggilingan dilakukan 4 jam. Pada penggilingan ketiga penurunan ukuran juga tidak terlalu jauh yaitu menjadi 185 µm dan pada penggilingan ke empat menjadi 165 µm. Penurunan ukuran yang lebih jauh terjadi setelah 16 jam proses penggilingan. Dan jika dibandingkan dengan hasil tugas akhir Adhytia Farma Arsal, ukuran serbuk SS 316L yang digiling selama 2 jam dalam setiap tahap, penurunan ukuran serbuk dari tahap penggilingan 1 sebesar 197 µm mengalami penurunan ukuran pada tahap penggilingan 2 menjadi 191 µm, dan setelah dilakukan penggilingan 3 didapatkan ukuran serbuk menjadi 190 µm, dan pada tahap penggilingan 4 didapatkan ukuran serbuk sebesar 187 µm. Perbedaan metode yang dilakukan pada tugas akhir Adhytia ini adalah lama waktu penggilingan. Jadi pembuatan serbuk SS 316L yang halus akan lebih efektif jika waktu penggilingan lebih lama, karena ukuran serbuk yang lebih halus didapatkan pada serbuk SS 316L setelah mengalami penggilingan selama 4 jam dalam setiap tahap. Distribusi Ukuran dan Bentuk Serbuk Pengamatan SEM dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik dari serbuk Ti64 berupa distribusi ukuran dan bentuk dari serbuk. Serbuk yang diamati adalah serbuk Ti64 dan serbuk SS316L dengan perbesaran 10x, pengamatan dilakukan terhadap serbuk yang belum mengalami proses penggilingan dan terhadap serbuk yang telah mengalami penggilingan dalam beberapa kali proses penggilingan, penggilingan serbuk dilakukan menggunakan Ball Mill dengan kecepatan putar sebesar 200rpm, satu kali proses penggilingan dilakukan selama 4 jam. Bola yang digunakan untuk menggiling merupakan batu berbahan keramik yaitu agate ukuran kecil dengan diameter antara 5-10 mm. Distribusi Ukuran Serbuk Ti 6Al 4V Serbuk Ti64 yang diamati merupakan serbuk hasil dari proses sawing dan proses grinding. Serbuk dihasilkan dari Ti64 berbentuk batangan yang dijual secara komersial yang mana batangan yang telah di gergaji diberikan perlakuan termal dengan cara
Kode Makalah: RMA-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
memanaskan batangan Ti64 terlebih dahulu selama 2 jam, pemanasan dilakukan sampai saat kondisi kesetimbangan rendah pada temperatur β transus yaitu ± 980°C dengan proses pendinginan secara annealing atau didinginkan di dalam tungku secara lambat. Pemanasan dilakukan di dalam tungku Vacuum Ney Ceram Fires agar tidak terkontaminasi oleh zat lain. Pemanasan dilakukan untuk menggetaskan batangan Ti64 agar lebih mudah dalam penggilingan yang berfungsi untuk mereduksi ukuran serbuk Ti64. A.Sebelum Milling
B.Milling 1
C.Milling 2
diperoleh saat milling juga tidak merata, ada sebagian serbuk yang terkena milling sehingga serbuk akan tereduksi dan sebagian lain yang tidak terkena deformasi akan memiliki ukuran yang tetap seperti sebelumnya. Pada proses penggilingan berikutnya hasil pengamatan terhadap bentuk dan ukuran serbuk tidak jauh berbeda dengan hasil pengamatan serbuk pada proses penggilingan sebelumnya, dapat dilihat pada Gambar 2 D, dengan kata lain serbuk hasil penggilingan 12 jam tidak mengalami reduksi dari penggilingan 8 jam. Pada penggilingan 16 jam bentuk dan ukuran serbuk jauh lebih kecil, dapat dilihat pada gambar E. Ada bagian serbuk yang terlihat hancur, dan bongkahan yang tadinya cukup besar menjadi lebih kecil. Jadi, dalam penggilingan serbuk Ti64 membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mereduksi ukurannya. A
D.Milling 3
B
E.Milling 4
C
Gambar 2 Hasil pengamatan SEM pada serbuk Ti64 Gambar 2 merupakan hasil SEM berbagai tahap proses dari serbuk Ti64. Gambar 2 A adalah hasil pengamatan terhadap serbuk sebelum dilakukan penggilingan. Serbuk didapatkan dari hasil proses sawing, sehingga bentuk serbuk yang dihasilkan melengkung seperti gambar yang terlihat dan masih berukuran besar serta memiliki shear lips, hal ini menandakan bahwa material masih bersifat ulet. Jika dibandingkan dengan Gambar 2 B, ukuran dari serbuk Ti64 masih sama besar, sedangkan gambar yang kedua merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk setelah dilakukan penggilingan dalam satu kali proses. Proses penggilingan pertama belum memiliki pengaruh terhadap serbuk karena serbuk masih bersifat ulet dan cukup sulit untuk direduksi, namun deformasi yang diterima oleh serbuk saaat proses penggilingan pertama akan membantu serbuk untuk semakin rapuh. Gambar 2 C merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk setelah dua kali proses penggilingan, dengan kata lain serbuk telah mengalami pengilingan selama 8 jam. Bentuk dari serbuk sudah terlihat mengecil, namun bentuk dan ukuran serbuk belum merata, hal ini disebabkan oleh deformasi yang
4
Gambar 3 Hasil pengamatan SEM pada serbuk Ti64 setelah pelarutan kimia Serbuk Ti64 dilarutkan pada H2O2 + HCl dengan jumlah yang berbeda-beda. Gambar 3 merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk Ti64 setelah mengalami pelarutan kimia. Pada Gambar 3 A dapat dilihat bentuk serbuk masih sama dengan bentuk serbuk sebelum dilarutkan, serbuk ini dilarutkan selama 1 hari di dalam 3 ml H2O2 + 3 ml HCl sebanyak 50,4 mg. Setelah dilarutkan serbuk bersisa sebanyak 41,7 mg. Begitu juga dengan Gambar 3 B merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk Ti64 yang telah dilarutkan selama 2 hari dengan jumlah zat pelarut yang sama namun dengan jumlah yang berbeda yaitu 50,6 mg dan setelah di larutkan didapatkan sisa serbuk Ti64 sebesar 43,6 mg. Gambar 3 C merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk Ti64 setelah dilarutkan selama
Kode Makalah: RMA-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
1 hari dengan jumlah zat pelarut yang lebih besar yaitu 10 ml H2O2 + 10 ml HCl, karena serbuk yang dilarutkan juga lebih banyak yaitu 300,3 mg. Namun sama dengan proses pelarutan yang sebelumnya, sisa serbuk setelah dilarutkan juga masih banyak yaitu 249,8 mg. Dari 3 pelarutan serbuk Ti64 yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa pelarutan tidak berpengaruh terhadap penurunan ukuran serbuk, hal ini diketahui dari jumlah serbuk sebelum dan setelah dilakukan pelarutan tidak mengalami pengurangan yang besar, karena jika serbuk terlarut maka pengurangan jumlah serbuk akan besar, begitupun jika serbuk terlarut maka akan terjadi penurunan ukuran serbuk. Jadi proses perlarutan kimia tidak efektif untuk mengurangi ukuran serbuk Ti64.
Distribusi Ukuran Serbuk SS 316L Penyiapan serbuk SS 316L tidak jauh berbeda dengan penyiapan serbuk Ti64, serbuk yang diamati juga merupakan hasil dari proses sawing dan proses grinding, hanya saja batangan SS 316L tidak mengalami proses pemanasan terlebih dahulu, karena SS 316L tidak bisa digetaskan melalui proses pemanasan (heat treatment), sehingga serbuk SS 316L hasil proses sawing dan proses grinding langsung dilakukan ke tahap berikutnya yaitu tahap milling. Distribusi ukuran dan bentuk fisik dari serbuk SS 316L sebelum milling dan setelah beberapa tahap milling dapat dilihat pada Gambar 4.4 yang merupakan hasil pengamatan menggunakan SEM. Gambar 4 A merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk sebelum dilakukan penggilingan, terlihat bentuk serbuk seperti serabut karena serbuk ini didapatkan dari hasil grinding dan ukuran serbuk masih terlihat besar dan lembaran tipis. Setelah dilakukan 4 jam penggilingan didapatkan hasil pengamatan seperti Gambar 4 B, terlihat bentuk serbuk seperti bongkahan-bongkahan yang membentuk gumpalan. Hal ini terjadi karena hantaman yang diberikan oleh bola pada ball mill menyebabkan tergulungnya lembaran-lembaran serbuk SS 316L sehingga membentuk bongkahan. Ukuran serbuk juga terlihat mengalami penurunan ukuran. Pada proses penggilingan yang kedua bentuk serbuk berubah menjadi tipis kembali dan ukuran serbuk juga terlihat lebih kecil, hal itu dapat dilihat dari hasil pengamatan SEM pada Gambar 4 C. Setelah mengalami 12 jam penggilingan ukuran serbuk terlihat jauh lebih mengecil seperti yang terlihat pada Gambar 4 D dan begitupun pada 16 jam penggilingan ukuran dan bentuk serbuk terlihat semakin mengecil seperti Gambar 4 E. Jadi, pada SS 316L lama waktu penggilingan memiliki pengaruh yang besar untuk mereduksi ukurannya.
5
A.Sebelum Milling
B.Milling 1
C.Milling 2
D.Milling 3
E.Milling 4
Gambar 4 Hasil pengamatan SEM pada serbuk SS 316L B
A
C
Gambar 5 Hasil pengamatan SEM pada serbuk SS 316L setelah pelarutan kimia Gambar 4.5 merupakan gambar hasil pengamatan terhadap serbuk SS 316L setelah dilarutkan dengan H2O2 + HCl dengan jumlah serbuk yang berbeda. Pada Gambar 4.5 A dapat dilhat hasil pengamatan serbuk setelah dilarutkan selama 1 hari di dalam 3 ml H2O2 + 3 ml HCl yang mana jumlah serbuk sebelum dilarutkan sebanyak 52,2 mg dan setelah dilarutkan sebanyak 0,8 mg, bentuk serbuk terlihat membongkah dan lebih kecil. Gambar 4.5 B adalah hasil pengamatan terhadap serbuk yang telah dilarutkan dalam zat pelarut yang sama, namun dengan waktu pelarutan yang lebih lama yaitu 2 hari. Jumlah serbuk sebelum dilarutkan adalah 51,0 mg dan sisa serbuk setelah dilarutkan yaitu 1,7 mg, begitupun pada
Kode Makalah: RMA-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
serbuk yang telah dilarutkan selama 1 hari di dalam 10 ml H2O2 + 10 ml HCl terjadi pengurangan jumlah serbuk yang jauh yaitu dari 301,0 mg menjadi 3,5 mg. Pada SS 316L proses pelarutan kimia sangat efektif untuk mereduksi ukuran serbuk, karena SS 316L terlarut di dalam H2O2 + HCl, hal ini dapat dilihat dari jumlah serbuk sebelum dilarutkan dengan jumlah serbuk setelah dilarutkan. Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk Pemeriksaan EDX digunakan untuk memperoleh karakteristik kimia berupa komposisi kimia serbuk hasil milling. Hasil dari karakterisasi EDX adalah persentase berat dari masing-masing elemen yang terkandung di dalam serbuk hasil milling. Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk Ti64
Gambar 7 Kurva persentase berat terhadap elemen yang terkandung di dalam serbuk Ti64 Dari grafik pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa kandungan elemen tertinggi adalah titanium. Namun kandungan unsure-unsur selain oksigen menururun dari nilai referensi., tetapi menurunan nilai kandungan tidak terlalu jauh. Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk SS 316L
Gambar 6 Pemeriksaan komposisi kimia serbuk Ti64 dengan EDX Tabel 3 Hasil pemeriksaan komposisi kimia serbuk Ti64 dengan EDX Serbuk Elemen (%) Al Ti V Fe O 1 3,94 73,61 2,72 0,23 19,5 2
3,9
73,61 2,72
0,22
Gambar 8 Pemeriksaan komposisi kimia serbuk SS 316L dengan EDX
19,55
Tabel 4 Hasil pemeriksaan komposisi kimia serbuk SS 316L dengan EDX
Rata-rata 3,92 73,61 2,72 0,225 19,52 Gambar 6 merupakan gambar serbuk Ti64 yang menunjukan bahwa material Ti64 masih memiliki sifat yang ulet, hali itu dapat dilihat dari bentuk serbuk yang memiliki shear lip yang artinya bibir geser. Bibir geser ini terjadi karena adanya deformasi terhadap benda yang ulet. Elemen yang terkandung dalam serbuk Ti64 dapat dilihat pada Tabel 3 yang mana terdapatnya kandungan titanium (Ti), oksigen (O), aluminium (Al), vanadium (V) dan besi (Fe). Kandungan oksigen pada serbuk Ti64 melebihi batas yang seharusnya, hal ini terjadi karena proses pemanasan Ti64 yang menghasilkan banyak oksigen.
Serbuk
Elemen (%) Si Cr
Mn
P
S
1 2
2,61 1,18
0,16 0,1
0,7 0,15
2 0,9
Rata-Rata
1,89
0,13
0,425
1,45
Ni
Mo
Fe
16.99 17,57
9,73 9,39
0,95 1,77
66,85 68,94
17,28
9,56
1,36
67,89
Gambar 9 Kurva persentase berat terhadap elemen yang terkandung di dalam serbuk SS 316L
6
Kode Makalah: RMA-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
Gambar 8 merupakan gambar mikro serbuk SS 316L yang memperlihatkan bentuk permukaan serbuk yang berbeda dengan Ti64. Serbuk 316L tidak memiliki bibir geser dalam kata lain serbuk SS 316L memiliki permukaan yg licin, dan itu merupakan ciri dari material yang getas. Elemen yang terkandung dalam serbuk SS 316L dapat dilihat pada Tabel 4. Serbuk SS 316L mengandung unsur-unsur kimia seperti mangan (Mn), phosphor (P), sulfur (S), silikon (Si), kromium (Cr), nikel (Ni), molybdenum (Mo), Besi (Fe). Kandungan unsur yang paling tinggi adalah fero, seperti yang terlihat pada Gambar 9. Besarnya kandungan fero masih berada di dalam batas referensi. Kandungan-kandungan unsur lainnya mendekati dengan nilai referensi Kesimpulan
sebaiknya dibuka, 10 Desember 2010. Dilihat 23 Oktober 2010.
http://mukipartono.com/pasang-pen-sebaiknyadi-buka/ Junaidi, Syarif. Biomaterial Berbasis Logam, 13 Agustus 2009. Dilihat 23 Oktober 2014. http://www.infometrik.com/2009/08/biomateria l-berbasis-logam/ Arsal, Adhytia Farma. 2105. “Pembuatan Serbuk Ti 6Al 4V dan Stainless Steel 316L
Dari hasil penelitian pembuatan serbuk Ti-6Al-4V dan SS 316L super halus sebagai bahan dasar implan tulang berpori dengan perlakuan mekanik diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pembuatan serbuk Ti64 yang telah memperoleh perlakuan termal dan mekanik dengan menggunakan ball mill efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan serbuk dari #88 menjadi #132, sebaliknya pembuatan serbuk SS 316L dengan perlakuan mekanik menggunakan ball mill kurang efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan, karena peningkatan nomor kehalusan yang tidak signifikan yaitu dari nomor kehalusan dari #88 menjadi #101. Setelah dilakukan pemeriksaan komposisi kimia, terjadi sedikit perubahan komposisi kimia pada Ti64 karena perlakuan termal yang diperoleh oleh Ti64. Sedangkan pada SS 316L kandungan kimia masih berada dalam batas referensi. Ucapan Terima kasih Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Eng. H. Gunawarman sebagai pembimbing 1 saya; Bapak Ilhamdi, M.Eng sebagai pembimbing 2 saya; Bapak Prof. Dr. Hadi Nur sebagai pembimbing saya di Universiti Teknologi Malaysia. Referensi Indoroyal. Fakta tentang Osteoporosis. Dilihat 23 Oktober 2014. http://indoroyal.com/info-medis/penyakit-osteoporosis.html Dokter Sehat. Penyebab Tulang Keropos, 24 Mei 2013. Dilihat 23 Oktober 2014. http://doktersehat.com/ Partono, Muki. Dokter Ahli Bedah Tulang. Pasang pen
7
sebagai Bahan Dasar Implan Tulang Berpori dengan Perlakuan Mekanik”. Jurnal Tugas Akhir Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas. 2015
Kode Makalah: RMA-003
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Pengaruh Rasio Massa Bijih Besi Dengan Reduktor Dan Temperatur Reduksi Pada Proses Reduksi Langsung Menggunakan Reduktor Arang Kayu 1)
Is Prima Nanda, 2)Dafmiko
Universitas Andalas Limau Manis, Pauh, Padang, Sumatera Barat, 25163
[email protected] 1,2)
Abstrak Bijih besi di Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan bijih besi terbilang cukup banyak. Dalam dunia industri di Indonesia masih banyak bijih besi yang diekspor karena proses pengolahannya yang terbilang cukup mahal. Belum banyaknya penelitian tentang proses reduksi langsung menggunakan reduktor biomassa, masih perlu sebuah teknologi sederhana yang dapat mengolah bijih besi menggunakan reduktor lokal. Untuk menghemat biaya produksi dan teknologi ramah lingkungan. Bijih besi yang digunakan pada penelitian ini adalah bijih besi jenis laterit berasal dari Kalimantan. Sedangkan reduktor yang digunakan adalah arang kayu. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu variabel temperatur 700oC, 800oC, 900oC, 1000oC dan perbandingan masa 1 : 2 dan 1: 4. Proses dilakukan di dalam muffle furnace selama 30 menit agar terjadi proses reduksi. Untuk mengetahui optimalisasi proses dan melihat hasil proses reduksi secara kualitatif, maka dilakukan karakterisasi sampel dengan menggunakan XRD. Hasil reduksi yang paling tinggi terdapat massa 1 : 4 dengan temperatur 1000oC. Pada sampel tersebut didapatkkan produk reduksi iron (Fe), wustite ( FeO), dan magnetite ( Fe3O4). Kata kunci: perbandingan temperatur, perbandingan rasio massa, muffle furnace, bijih besi
menjadi dua yaitu reduksi langsung dan tidak langsung. Reduksi langsung (direct reduced iron) menggunakan gas reduktor seperti gas hidrogen atau gas CO. Reduksi tidak langsung menggunakan tungku pelebur yang biasa disebut tanur tinggi (blast furnace). Sesuai UU No.4 tahun 2009, pengolahan bahan mineral yang terdapat di Indonesia wajib dilakukan di dalam negeri. Hal ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Belum banyaknya penelitian tentang proses reduksi langsung menggunakan reduktor biomassa. Karena selama ini proses reduksi langsung hanya menggunakan reduktor batubara. Untuk mendapatkan reduktor yang dapat menggantikan reduktor batubara banyak penelitian yang dilakukan diantaranya pengaruh variasi reduktor lokal pengaruh rasio massa, temperatur, waktu proses dan lain-lain.
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bijih besi merupakan bahan baku utama dalam pembuatan logam besi. Untuk mendapatkan logam besi tersebut, bijih besi yang masih berbentuk oksida harus melalui tahapan tertentu yaitu, proses reduksi. Reduksi bijih besi berlangsung pada temperatur yang sangat tinggi. Pada proses reduksi dibutuhkan bahan lain sebagai reduktor yang akan mengubah oksida besi dengan muatan tinggi menjadi oksida besi dengan muatan yang lebih rendah atau bahkan menjadi logam. Reduktor yang dapat digunakan dapat berupa C, CO atau H2 seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut [1]. 3Fe2O3+C→2Fe3O4+CO 3Fe2O3+CO→2Fe3O4+CO2 3Fe2O3+H2→2Fe3O4+H2O
ΔG01273=-73Kkal (1) ΔG01273=-24,19Kkal (2) ΔG01273=-25,72Kkal (3)
1.2 Tujuan
Indonesia memiliki sumber daya cadangan bijih besi terbilang cukup banyak. Dalam dunia industri di Indonesia masih banyak bijih besi yang diekspor karena proses pengolahannya yang terbilang cukup mahal. Untuk mendapatkan bijih besi diperlukan proses reduksi dimana proses reduksi ini terbagi
1.Mengetahui pengaruh temperatur terhadap proses reduksi langsung. 2.Mengetahui konsentrasi Fe yang dihasilkan dalam proses reduksi langsung. 3.Mengetahui temperatur optimal dari proses reduksi langsung.
1
Kode Makalah: RMA-003
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
4.Mengetahui rasio massa antara bijih besi dan arang
Arang merupakan bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pengarangan bahan yang mengandung carbon. Sebagian besar pori-pori arang masih tertutup oleh hidrocarbon, fixed carbon, abu dan air. Biorang adalah arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting dan lain-lain. Arang kayu pada literatur memiliki kandungan carbon 70-80%[3]. Dilihat dari jumlah pepohonan yang terdapat di negara Indonesia dapat disimpulkan bahwa pasokan untuk arang kayu berlimpah. Pada Tabel 2.2 dapat dilihat standar kualitas arang kayu. Sehingga dapat dijadikan referensi dalam pengujian awal kandungan reduktor arang kayu yang digunakan dalam penelitian ini. Dapat dilihat pada Gambar 2 Arang kayu.
kayu yang optimal dari proses reduksi langsung.
1.3 Manfaat Manfaat dari penelitian ini diharapkan mendapatkan temperatur optimal dan rasio massa optimal dalam proses reduksi langsung menggunakan reduktor lokal arang kayu. 1.4 Batasan Masalah 1. Material yang digunakan bijih besi yang berasal dari Kalimantan. 2. Variabel temperatur yang dilakukan adalah 700oC, 800oC, 900oC, 1000oC 3. Variabel masa yang dilakukan 1 : 2 dan 1 : 4 4. Perbandingan dengan reduktor arang tempurung kelapa dan ampas tebu temperatur 1000°C masaa 1 : 4 waktu proses 30 menit.
Tabel 2.1 Standar Kualitas Arang Kayu ( SNI 1-6235-2000)
Sifat Kadar air (%) Kadar zat terbang (%) Nilai kalor (kkal/kg) Kadar abu (%)
2. Tinjauan Pustaka
Nilai Maks 8 15 Min 5000 Maks 8
2.1 Profil Bijih Besi Indonesia Endapan bijih besi telah diteliti dan dieksplorasi oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Pada periode 1957-1964 Indonesia yang bekerja sama dengan Pemerintah Uni Soviet, melaksanakan eksplorasi bijih besi untuk kepentingan pembangunan industri baja di Cilegon (Banten) dan menemukan beberapa daerah prospek di Kalimantan Selatan. Pada masa pemerintahan orde baru, (1967-1998) Indonesia mencoba melakukan eksplorasi yang bertujuan untuk mencari endapan bauksit, nikel, tembaga, emas dan batubara, tetapi bijih besi tidak tersentuh sama sekali. Ini menunjukkan bahwa potensi geologi Indonesia untuk endapan besi tidak menarik, karena geologi Indonesia merupakan busur magmatis yang tidak mempunyai batuan berumur pra-Kambrium seperti misalnya Banded Iron Formation. Walaupun demikian pihak Departemen Perindustrian, banyak melakukan evaluasi kemungkinan penggunaan bijih besi untuk kepentingan industri dalam negeri. Evaluasi ini dilakukan berdasarkan data penemuan bijih besi yang terdapat di unit-unit dalam lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral[2]. Dapat dilihat bijih besi pada Gambar 1
Gambar 2 Arang Kayu
2.3 Metode Penelitian 2.3.1 Muffle Furnace
Muffle furnace adalah tungku listrik yang biasa digunakan untuk skala laboratorium. Pada umumnya muffle furnace memiliki temperatur kerja maksimum 1100oC – 1200oC. Prinsip kerja muffle furnace dengan memanaskan udara dalam ruangan melalui pemanasan kawat resistansi menggunakan energi listrik. Pengaturan temperatur tergantung pada kondisi kerja yang diinginkan[4]. Dapat dilihat pada Gambar 3 muffle furnace.
Gambar 3 Muffle Furnace
Gambar 1 Bijih Besi
2.3.2 X-ray Diffaction XRD Penggunaan XRD bertujuan untuk mengevaluasi fasa
2.2 Profil Arang Kayu
2
Kode Makalah: RMA-003
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
atau senyawa, jenis mineral, struktur kristalografi dari raw material. Pada penelitian ini XRD digunakan untuk mengevaluasi fasa atau senyawa akhir dari proses reduksi. Pengambilan data XRD ini dilaksanakan di Departement Metalurgi Unversitas Indonesia. Pemeriksaan XRD ini menggunakan alat bernama Panalytical X’Pert Pro X-ray Diffractometer seperti yang terlihat pada Gambar 4. Hasil pengujian XRD merupakan grafik perpaduan sumbu 2θ dan Intensitas. Kemudian grafik ini dibandingkan dengan pattern standard yang dihasilkan oleh software X’pert High Score.
menganalisis kandungan yang terdapat pada arang kayu. Kandungan yang akan didapati pada pengujian ini adalah moisture, ash, volatile mater, dan fixed carbon. Pengujian ini dilakukan di pusat penelitian Teknologi Mineral dan Batu Bara Bandung. Analysis Parameter Proximate Moisture in air dried sample Ash Volatile Mater Fixed Carbon
Sample Arang Ampas Kayu% Tebu % 7,98
-
4,16
6,75
9,02 15,42 77,47
1,77 78,4 13,08
3.4 Proses Reduksi Langsung Pada penelitian ini dilakukan proses reduksi langsung dengan variabel temperatur 700oC, 800oC, 900oC, dan 1000oC. Variabel massa bijih besi dan arang kayu 1 : 2 dan 1 : 4 sebagai variabel yang akan dibahas. Proses reduksi langsung ini menggunakan waktu kerja selama 30 menit di dalam muffle furnace.
Gambar 4 XRD philips
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Karakterisasi Awal Sampel Karakterisasi awal ini digunakan untuk mendapatkan data awal dari sampel sebelum dilakukannya proses reduksi. Hal ini berguna sebagai data pembanding setelah didapatkan data hasil setelah proses reduksi.
3.5 Mekanisme Reduksi Langsung Pada penelitian ini dilakukan prosedur standar yang ditentukan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan. Untuk mendapatkan hasil yang efisien dibutuhkan prosedur reduksi yang baik. Proses reduksi langsung dengan melakukan prosedur-prosedur sesuai dengan asumsi yang ada dari pembacaan literatur serta hasil dengan konsultasi ahli. Sebelum memulai proses, muffle furnace terlebih dahulu diset temperatur sesuai yang diinginkan. Selanjutnya, bijih besi dan arang kayu ditimbang sesuai dengan variabel massa 1 : 2 dan 1 : 4. Kemudian atur temperatur pada muffle furnace prosedur 1 temperatur 700oC, prosedur 2 temperatur 800oC, prosedur 3 temperatur 900oC, dan prosedur 4 temperatur 1000oC. Saat temperatur pada furnace telah menunjukkan temperatur yang diinginkan, barulah kedua material dibakar bersamaan di dalam furnace. Proses ini berlangsung selama 30 menit.
3.2 Hasil XRD Sampel Awal Karakterisasi awal sampel ini dilakukan menggunakan alat uji XRD yang terdapat pada Departemen Metalurgi dan Material Universitas Indonesia .
Gambar 5 Hasil XRD Sampel Awal
Data hasil XRD kemudian dibandingkan dengan pattern tersebut, sehingga dapat diidentifikasi peak mana yang menunjukkan terdapatnya senyawa Fe 2O3 dan Fe3O4. Penggunaan pattern standard ini dikarenakan sampel yang digunakan sebagai raw material adalah bijih besi. Oleh karena itu diduga pada raw material ini memiliki data awal sebagai Hematite. Namun setelah mendapatkan hasil diidentifikasi diketahui bahwa Hematite, Magnetite dan senyawa pengotor
3.6 Hasil Reduksi Pada temperatur 700oC Setelah dilakukan uji XRD terhadap hasil reduksi, grafik hasil reduksi dibandingkan dengan pattern standard untuk mengidentifikasi kesesuaian dengan peak yang terdapat pada grafik. Setelah itu dilakukan juga pembanding dengan Gambar 6 sebagai sampel awal untuk mengetahui terjadinya proses reduksi.
3.3 Hasil Uji Proximate Pengujian proximate merupakan pengujian untuk
3
Kode Makalah: RMA-003
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Gambar 8 Hasil Reduksi Langsung T 800oC perbandingan massa 1:2
Gambar 6 Hasil Reduksi Langsung T 700oC perbandingan massa
Terlihat pada Gambar 9 dari 8 peak yang teridentifikasi, terdapat 6 peak yang menunjukan senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak, dan senyawa wustite (FeO) sebanyak 1 peak. Hal ini mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa hematite sudah mulai tereduksi menjadi wustite (FeO).
1:2
Terlihat pada gambar 6 dari 6 peak yang teridentifikasi, terdapat 4 peak yang menunjukan senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa hematite (Fe2O3) sebanyak 2 peak. Hal ini mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa hematite sudah mulai tereduksi menjadi magnetite.
Gambar 7 Hasil Reduksi Langsung T 700oC perbandingan massa 1:4
Gambar 9 Hasil Reduksi Langsung T 800oC perbandingan massa 1:4
Dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9 terdapat perbedaan intensitas pada perbandingan massa. Dimana pada perbandingan massa 1 : 4 intensitas mencapai 1800 hal ini sudah sesuai dengan teori dimana semakin banyak jumlah reduktor pada proses reduksi langsung maka semakin tinggi kemungkinan tereduksi. Dan hasil reduksi dengan perbandingan massa 1 : 4 lebih baik. Karena dapat tereduksi sampai tahap 2 yang diindikasikan adanya senyawa wustite (FeO) sebanyak 1 peak.
Terlihat pada Gambar 7 dari 6 peak yang teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak. Hal ini mengindentifikasikan pada percobaan ini senyawa hematite sudah mulai tereduksi menjadi magnetite. Dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7 bahwa terdapat perbedaan intensitas. Dimana pada perbandingan massa 1 : 4 nilai intensitas mencapai 1800 hal ini sudah sesuai dengan teori dimana semakin banyak jumlah reduktor pada proses reduksi langsung maka semakin tinggi kemungkinan untuk tereduksi.
3.8 Hasil Reduksi Pada temperatur 900oC Terlihat pada Gambar 10 bahwa dari 6 peak yang teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak. Hal ini mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa hematite (Fe2O3) sudah mulai tereduksi.
3.7 Hasil Reduksi Pada temperatur 800oC Terlihat pada Gambar 8 dari 6 peak yang teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak. Hal ini mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa hematite (Fe2O3) sudah mulai tereduksi
Gambar 10 Hasil Reduksi Langsung T 900oC perbandingan massa 1:2
4
Kode Makalah: RMA-003
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Terlihat pada Gambar 11 bahwa dari 6 peak yang teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa wustite (FeO) sebanyak 1 peak. Hal ini mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa hematite sudah mulai tereduksi menjadi wustite (FeO)
Gambar 13 Hasil Reduksi Langsung T 1000oC perbandingan massa 1:4
Terlihat pada Gambar 13 juga bahwa dari 7 peak yang teridentifikasi, terdapat 3 peak yang menunjukan senyawa magnetite (Fe3O4), 3 peak senyawa wustite (FeO), dan 1 peak senyawa iron (Fe). Hal ini mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa hematite sudah mulai tereduksi menjadi iron (Fe). Dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13 terdapat perbedaan intensitas pada perbandingan massa. Dimana pada perbandingan massa 1 : 4 intensitasnya mencapai 1200 hal ini sudah sesuai dengan teori dimana semakin banyak jumlah reduktor pada proses reduksi langsung maka semakin tinggi kemungkinan tereduksi.
Gambar 11 Hasil Reduksi Langsung T 900oC perbandingan massa 1:4
Dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11 terdapat perbedaan intensitas pada perbandingan massa. Dimana pada perbandingan massa 1 : 4 intensitas mencapai 1800 hal ini sudah sesuai dengan teori dimana semakin banyak jumlah reduktor pada proses reduksi langsung maka semakin tinggi kemungkinan tereduksi.
3.10 Perbandingan Hasil XRD Rasio Massa 1:2
3.9 Hasil Reduksi Pada temperatur 1000oC
(a) Gambar 12 Hasil Reduksi Langsung T 1000oC perbandingan massa 1:2
Terlihat pada Gambar 12 juga bahwa dari 7 peak yang teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa wustite sebanyak 2 peak. Hal ini mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa hematite (Fe2O3) sudah mulai tereduksi (b)
5
Kode Makalah: RMA-003
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
sampel kecuali pada sampel temperatur 1000oC. Senyawa wustite pun sudah terbentuk saat temperatur 800oC walaupun intensitasnya lebih rendah dari temperatur 900oC. Jika melihat pada Gambar 15 (d) didapatkan bahwa proses reduksi sudah terjadi pada perbandingan massa 1 : 4. Hal ini ditunjukan dengan timbulnya beberapa peak senyawa iron yang merupakan produk dari proses reduksi tahap terakhir pada temperatur 1000oC. Dimana senyawa hematite dilambangkan dengan angka 1, senyawa magnetite dengan angka 2, senyawa wustite dengan angka 3 dan senyawa iron dengan angka 4.
(c)
(d) Gambar 14 Perbandingan Hasil Reduksi Langsung Pada Massa 1 : 2 ( a) temperatur 700oC (b) temperatur 800oC (c) temperatur 900oC (d) temperatur 1000oC
(a)
Dapat dilihat pada Gambar 14 (a,b,c) jumlah peak hematite pada proses reduksi ini sebanyak 1 peak senyawa hematite dan 5 peak senyawa magnetite. Sedangkan pada Gambar 14 (d) terbentuk senyawa wustite sebanyak 3 peak. Setelah menganalisis grafik, terlihat senyawa magnetite terbentuk disetiap sampel dengan rasio temperatur yang berbeda. Rasio magnetite yang terbentuk dari total peak pada setiap sampel tersebut adalah 5 dari 6 peak. Menunjukkan senyawa magnetite terbentuk sebanyak 83,3% dari total peak yang teridentifikasi. Dapat dikatakan pada perbandingan massa 1 : 2 sampel bijih besi tereduksi paling optimal pada temperatur 1000oC karena terbentuknya senyawa wustite sebanyak 3 peak.
(b)
Dapat dilihat pada Gambar terdapat perbedaan intensitas pada perbandingan massa. Dimana pada perbandingan massa 1 : 4 intensitasnya mencapai 1200 hal ini sudah sesuai dengan teori dimana semakin banyak jumlah reduktor pada proses reduksi langsung maka semakin tinggi kemungkinan tereduksi.
(c)
Dapat dikatakan pada perbandingan massa 1 : 4 sampel bijih besi tereduksi paling optimal pada temperatur 1000oC karena terdapat 1 peak yang menunjukkan senyawa Fe yang mengindikasikan reduksi sudah mencapai tahap akhir.
3.10 Perbandingan Hasil XRD Rasio Massa 1:4 Setelah menganalisis grafik pada Gambar 15 (a,b,c) terlihat senyawa magnetite terbentuk pada semua
6
Kode Makalah: RMA-003
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
muffle furnace. Turkey.2012.
Gambar 15 Perbandingan Hasil Reduksi Langsung Pada Massa 1 : 4 ( a) temperatur 700oC (b) temperatur 800oC (c) temperatur 900oC (d) temperatur 1000oC
Kesimpulan Dari hasil penelitian ini yang dilakukan tentang pengaruh rasio massa dan temperatur terhadap proses reduksi langsung dengan menggunakan muffle furnace maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Proses reduksi menggunakan arang kayu berhasil dilakukan hingga tahap kedua dimana terbentuk senyawa FeO pada temperature 1000°C. 2. Sampel bijih besi dengan senyawa hematite (Fe2O3) tereduksi menjadi senyawa iron (Fe) pada temperatur 1000oC perbandingan masa 1 : 4. 3. Temperatur yang diterapkan mempengaruhi hasil reduksi. Semakin tinggi temperatur semakin besar kemungkinan tereduksi. Dimana pada temperatur 1000oC terbentuk senyawa iron (Fe) . 4. Rasio massa paling baik yang didapatkan adalah 1 : 4 pada temperatur 1000oC, didapatkan produk reduksi iron (Fe) dengan intensitas wustite (FeO) paling banyak. Referensi
[1]
ROSS, H. U., Direct Reduced Iron Technology and Economics of Productions and. Use, The Iron and Steel Society of AIME, Hal 19-25 dan 26-34, Warrendale,(1980) [2] Sumber daya dan Cadangan Bijih Besi Indonesia. Pusat Sumber Daya Geologi, 2008 [3] Forestry Department, FAO.Industrial Charcoal Making.Food and Agriculture Organization of The United Nations, Chapter 2 Section 2.9.1.3. Rome, 1985 [4]
Tetra isi sistemleri. Product Description :
7
Kode Makalah: RMA-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Perilaku Korosi Titanium dalam Larutan Modifikasi Saliva Buatan untuk Aplikasi Ortodontik Sanny Ardhy, 2)Gunawarman dan 3)Jon Affi 1,2,3) Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 2 Staf pengajar program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 1)
Abstrak Titanium dan paduannya lebih banyak dipilih untuk pemasangan kawat gigi (behel) dan material implan gigi karena mempunyai sifat tahan korosi dan sifat mekanik yang jauh lebih baik dibanding baja tahan karat (stainless steel). Namun demikian, penggunaan titanium dan paduannya masih memiliki kekurangan. Ketahanan korosi titanium dapat berkurang di lingkungan asam (pH asam). Seperti diketahui, masyarakat Indonesia suka mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung zat asam, seperti empek-empek, goreng-gorengan, makanan yang mengandung santan, soft drink dan minuman karbonisasi. Karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perilaku korosi dan laju korosi terhadap titanium dan paduannya di lingkungan asam. Output pengujian ini, berguna bagi dokter gigi dalam memilih bahan titanium yang lebih baik untuk aplikasi ortodontik. Ada 7 (tujuh) titanium yang dipilih dalam pengujian ini. Yakni Ti-12 Cr Solution Treatment (ST), Ti- 12 Cr Aging Treatment (AT) 30 Ks, Ti-12 Cr (AT 60 Ks), TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti64 ELI (Extra Low Intertitial) dan Commercial Pure Titanium (CpTi). Tujuh spesimen ini diuji rendam (immersion test) dalam modifikasi saliva buatan (pH 5,0) dengan empat (4) variasi waktu (t); 1 jam, 10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Laju korosi dihitung dengan metode pengurangan berat (weight loss). Hasil pengujian didapatkan laju korosi tertinggi terjadi pada CPTi (0,00000252 mm/y) pada waktu pengujian 1000 jam. Sementara laju korosi terendah terjadi pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), 0,00000034 mm/y. Untuk sifat mekanik kekerasan, Ti-64 ELI memiliki kekerasan paling tinggi, 313 HVN (waktu pengujian 1000 jam). Sementara CpTi memiliki kekerasan paling rendah, 139 HVN. Kata kunci : Titanium, saliva buatan, metode weight loss, laju korosi, kekerasan. PENDAHULUAN Material implan harus memiliki sifat biokompatibel agar tidak mengalami reaksi penolakan dalam tubuh. Selain harus memiliki sifat biokompatibel, material implan juga harus memiliki sifat osseointegrasi sehingga tulang dapat berintegrasi dengan material (remodelling struktur tulang) [1]. Selama ini, bahan stainless steel banyak dipergunakan sebagai material implan. Selain harganya lebih terjangkau, stainless steel juga mudah didapat di pasaran. Stainless steel juga memiliki sifat mekanik yang baik, kekerasan dan kekuatan tarik tinggi (500 MPa), serta memiliki sifat tahan korosi dan biokompatibel yang cukup baik. Akan tetapi, material ini memiliki kelemahan dalam kekakuan, modulus elastisitasnya terlalu tinggi (200 GPa). Selain itu, keberadaan Nikel (Ni) dalam paduan stainless steel berpotensi menimbulkan toksin dalam tubuh. Untuk dental implan, kawat gigi stainless steel dapat menyebabkan alergi seperti gatal-gatal, sariawan pada bibir bagian dalam dan peradangan pada gigi [2]. Karena kelemahan stainless steel itulah, orang mulai beralih pada material titanium murni dan titanium paduan (alloy) untuk implan. Titanium sendiri memiliki biokompatibilitas dan biomekanis yang lebih baik dibanding logam lain, termasuk stainless steel. Titanium juga tidak mempunyai unsur logam berat Ni, sehingga aman untuk tubuh. Titanium murni (Commercial Pure Titanium/CPTi) dan Ti-64 Extra Low Intertitial (ELI) juga telah terdaftar pada standar American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai salah satu bahan dasar biomaterial [1]. Namun demikian, penggunaan titanium sebagai material implan
1
Kode Makalah: RMA-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
belum teruji sepenuhnya, khususnya untuk penggunaan di Indonesia, yang notabene masyarakatnya cenderung mengkonsumsi makanan dan minuman (yang mengandung zat asam) masuk ke dalam tubuh. Meski mempunyai sifat tahan korosi yang baik, namun ketahanan korosi Ti dapat berkurang di lingkungan pH asam [2]. Seperti diketahui, masyarakat Indonesia suka mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung zat asam. Seperti empek-empek, bakso, goreng-gorengan, serta minuman bersoda dan soft/energy drink. Beda dengan masyarakat luar negeri, Jepang contohnya. Mereka lebih suka mengkonsumsi makanan mentah (tak digoreng, tak mengandung santan/gulai), vegetarian (salad) dan buah-buahan. Ketahanan korosi titanium hilang pada larutan yang mengandung flouride dan NaCl yang melebihi konsentrasi 0,5% [3]. Ion flouride (F) dapat memicu terjadinya degradasi lapisan oksida titanium. Flouride harus dihindari karena dapat memicu lingkungan saliva menjadi asam. Soft drink, minuman karbonisasi (soda) banyak mengandung zat aditif seperti zat pengawet flouride, asam fosfat (H3PO4) dan asam karbonat (H2CO3). Selain itu, soft drink juga mengandung zat pemanis dan zat perasa asam sitrat (C6H8O7). pH rata-rata dari soft drink dan minuman karbonisasi (soda), adalah 3 - 4 (pH asam). Asam kuat dari zat pengawet, pemanis dan perasa ini akan mengkikis lapisan pasif titanium. Lebih parahnya lagi, dalam 3 menit setelah kita minum soda, terjadi pengikisan enamel 10 kali lebih kuat dibanding minum jus buah [4]. Asam sitrat merupakan zat asam yang paling kuat mengikis enamel gigi dan banyak ditemukan dalam soft drink. Begitu juga halnya flouride, lebih cepat merusak gigi. Berdasar permasalahan di atas, penulis ingin meneliti perilaku korosi titanium dalam larutan asam, khususnya untuk aplikasi ortodontik. Larutan asam dalam penelitian ini, menggunakan larutan modifikasi saliva buatan. (pH 5,0). Ini didasari pada penelitian-penelitian sebelumnya, yang mendapatkan hasil laju korosi rendah saat titanium direndam dalam saliva buatan pH 6,0. Penelitian Latifa [5] dengan menggunakan metode weight loss, titanium murni direndam dalam saliva buatan pH 6,0, memiliki laju korosi 0,00000030 mm/y pada waktu pengujian satu minggu (168 jam). Begitupula halnya pada penelitian Lusiana [6], Ti-6Al-4V diuji rendam dalam minuman karbonisasi (pH 6,0) dengan lamanya waktu pengujian satu minggu (168 jam). Laju korosi yang didapat 0,00000055 mm/year. Hal serupa juga ditemui dalam penelitian Muhammad Yazdi Ali [7]. Titanium ASTM B 337 Gr-2 yang direndam dalam Artificial Blood Plasma (ABP) pH 6,0 selama waktu empat minggu (672 jam), memiliki laju korosi 0,00000072 mm/y. Pendek kata, saliva buatan pH 5,0 dalam penelitian ini dipilih untuk mengetahui laju korosi titanium pada lingkungan asam kuat. Hasil ini nantinya akan menjadi referensi atau pembanding, apakah tingkat keasaman pH berpengaruh terhadap laju korosi. Pembuatan saliva buatan pada penelitian ini, mengacu pada metode McDougall [1,2]. Dalam penelitian ini, digunakan empat jenis material titanium. Yakni Commercial Pure Titanium (CPTi) dan tiga jenis titanium paduan; Ti-64 ELI (Extra Low Intertitial), TNTZ (Titanium, Niobium, Tantalum, Zirkonium) dan Ti-12 Cr. Penelitian menggunakan metode uji rendam (immersion test) dalam kurun waktu pengujian 1 jam, 10 jam, 100 jam hingga 1000 jam. Output penelitian, mengetahui perilaku korosi dan mendapatkan laju korosi dengan metode perhitungan weight loss. Metode ini dipilih karena lebih sederhana, mudah untuk dilakukan, alat pengujiannya tak banyak. BAHAN DAN METODOLOGI Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ti-12 Cr (ST), Ti-12 Cr (AT 30 Ks), Ti-12 Cr (AT 60 Ks), TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti64 ELI dan CPTi. Pada Gambar 1 a). dapat dilihat masing-masing spesimen uji terdapat tiga buah spesimen untuk eksperimen. Benda uji untuk immersion test ini mengacu pada metode ASTM G31-72 [8] seperti yang dilihat pada Gambar 1 b). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Mesin Unand. Spesimen uji direndam di gelas bejana dalam empat (4) variasi waktu (t); 1 jam, 10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Seluruh spesimen direndam dalam larutan modifikasi saliva
2
Kode Makalah: RMA-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
29 mm
buatan (pH asam) menggunakan gelas bejana 50 ml seperti yang dilihat pada Gambar 2. Sebelum direndam (immersion test), masing-masing spesimen ditimbang berat awalnya. Kemudian, dihitung laju korosi dengan metode perhitungan pengurangan berat (weight loss), selisih berat akhir dengan berat awal.
2.45 mm
Gambar 1 a). Spesimen uji b). Dimensi spesimen sesuai ASTM G31-72
Gambar 2 Spesimen dimasukkan ke dalam larutan saliva buatan. Pembuatan saliva buatan pada penelitian ini mengacu pada metode McDougall/ASTM G36 [1]. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi larutan saliva buatan ini dimodifikasi untuk mendapatkan pH asam/5,0. Saliva buatan ini dibuat di Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Andalas. Tabel 1 Komposisi larutan modifikasi saliva buatan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Larutan
Jumlah (gr/ltr) 9,80 3,71 0,57 0,97 0,12 0,05 sisa
NaHCO3 Na2HPO4 + 2 H2O KCl NaCl + NaF MgSO4 + 7 H2O CaCl2 H2O
Usai menghitung laju korosi, dilanjutkan dengan menghitung kekerasan masing-masing spesimen. Ini bertujuan untuk mengetahui salah satu sifat mekanik yaitu nilai kekerasan spesimen setelah uji rendam. Terakhir, dilakukan pemeriksaan struktur mikro untuk melihat jenis korosi yang terjadi dengan mikroskop optik dan Scanning Electrone Microscope (SEM). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji rendam dengan metode weight loss memperlihatkan pengurangan berat spesimen uji berbanding lurus dengan pertambahan waktu (t) pengujian. Pengurangan berat ini terjadi karena korosi merata yang terjadi pada spesimen. Pengurangan berat tidak terjadi saat waktu (t) pengujian 1 jam. Ini dikarenakan waktu 1 jam masih terlalu singkat untuk terjadi korosi. Yang ada, hanyalah inklusi atau zat pengotor yang melekat pada spesimen. Pengurangan berat baru terjadi saat waktu
3
Kode Makalah: RMA-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
pengujian 10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Pada Tabel 2, dapat dilihat pengurangan berat tertinggi terjadi pada CPTi, yakni 0,5000 gram (waktu pengujian 1000 jam). Kemudian diikuti Ti-64 ELI, TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti-12 Cr (ST), Ti-12 Cr (AT 30 Ks) dan Ti-12 Cr (AT 60 Ks). Pengurangan berat terendah didapat pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), yakni 0,0001 gram saat waktu pengujian 10 jam. Tabel 2 Pengurangan berat spesimen setelah immersion test W (gr)
Spesimen
1 jam
10 jam
100 jam
1000 jam
1
CPTi
0
0,0017
0,024
0,50
2
Ti-64 ELI
0
0,0017
0,017
0,35
3
TNTZ-ST
0
0,0006
0,012
0,25
4
TNTZ-AT
0
0,0004
0,008
0,15
5
Ti-12 Cr (ST)
0
0,0003
0,006
0,12
6
Ti-12 Cr (AT 30 KS)
0
0,0003
0,005
0,10
7
Ti-12 Cr (AT 60 KS)
0
0,0001
0,002
0,10
Perhitungan laju korosi dalam penelitian ini menggunakan metode pengurangan berat (weight loss). Hasil penelitian menunjukkan laju korosi spesimen uji titanium berbanding lurus dengan pertambahan waktu (t) pengujian. Pada Tabel 3 dapat dilihat laju korosi belum terlihat saat waktu immersion test 1 jam. Ini dikarenakan, tak adanya weight loss dari seluruh spesimen. Berat awal dan berat akhir dari seluruh spesimen setelah pengujian 1 jam, bernilai sama. Laju korosi baru terlihat saat pengujian 10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Laju korosi meningkat seiring bertambahnya waktu pengujian. Tabel 3 Laju korosi spesimen
No 1 2 3 4 5 6 7
t (jam) CPTi Ti-64 ELI TNTZ-ST TNTZ-AT Ti-12 Cr (ST) Ti-12 Cr (AT 30 KS) Ti-12 Cr (AT 60 KS)
1 jam 0 0 0 0 0 0 0
Laju Korosi (mm/y) 10 jam 100 jam 0,00000086 0,00000121 0,00000087 0,00000087 0,00000025 0,00000050 0,00000017 0,00000033 0,00000013 0,00000026 0,00000012 0,00000020 0,00000004 0,00000009
1000 jam 0,00000252 0,00000180 0,00000104 0,00000062 0,00000051 0,00000040 0,00000034
Pada Gambar 3 dapat dilihat laju korosi tertinggi terjadi pada CpTi, yakni 0,00000252 mm/y (waktu pengujian 1000 jam). Kemudian diikuti Ti-64 ELI, TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti-12 Cr (ST), Ti-12 Cr (AT 30 Ks) dan Ti-12 Cr (AT 60 Ks). Laju korosi terendah didapat pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), yakni 0,00000004 mm/y (waktu pengujian 10 jam). Pada waktu pengujian 1000 jam, laju korosi terendah juga didapat pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), yakni 0,00000034 mm/y. Dari hasil pengujian, laju korosi titanium paduan lebih rendah dibanding titanium murni (CpTi). Titanium paduan memiliki umur laju korosi yang lebih lama dibanding titanium murni. Ini disebabkan titanium paduan memiliki unsur penguat paduan (solid solution strengthning) seperti Aluminium (Al), tembaga (Cu), Chromium (Cr) dan Zirkonium (Zr) yang menyebabkan titanium paduan mempunyai ketahanan korosi yang lebih baik dibanding CpTi. Untuk titanium paduan, Ti-12 Cr memiliki laju korosi yang lebih rendah dibanding dua titanium paduan lainnya; TNTZ dan Ti-64
4
Kode Makalah: RMA-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
ELI. Ini dikarenakan Ti-12 Cr memiliki unsur Cr yang membentuk lapisan pasif pada Ti-12 Cr. Selain itu, sampel spesimen Ti-12 Cr dalam penelitian ini memiliki kekuatan yang lebih tinggi, karena telah mendapat perlakuan aging time 30 Ks dan 60 Ks.
Gambar 3 Laju korosi berdasarkan lamanya waktu pengujian Nilai kekerasan yang didapat pada penelitian ini, berbanding terbalik dengan penambahan waktu (t) pengujian dan laju korosi. Pada Tabel 4 dan Gambar 4, dapat dilihat semakin bertambah waktu pengujian, nilai kekerasan semakin turun. Dalam pengujian ini, nilai kekerasan turun tidak begitu signifikan. CpTi yang memiliki laju korosi yang tinggi, memiliki nilai kekerasan terendah, 139 HVN (waktu 1000 jam). Kemudian diikuti TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti-12 Cr (ST), Ti-12 Cr (AT 30 Ks), dan Ti-12 Cr (AT 60 Ks), Nilai kekerasan tertinggi, didapat Ti 64 ELI yakni 313 HVN (waktu 1000 jam). Tabel 4 Perbandingan kekerasan spesimen sebelum dan setelah pengujian
No 1 2 3 4 5 6 7
t (jam) CPTi TNTZ-ST TNTZ-AT Ti-12 Cr (ST) Ti-12 Cr (AT 30 KS) Ti-12 Cr (AT 60 KS)
Ti-64 ELI
0 jam 162 231 236 305 309 321 362
Kekerasan (HVN) 1 jam 10 jam 100 jam 162 153 149 226 162 150 231 211 198 295 291 289 305 301 295 312 308 302 342 338 325
1000 jam 139 147 194 261 273 296 313
Gambar 4 Perubahan kekerasan setelah dilakukan uji rendam. 5
Kode Makalah: RMA-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Dari hasil pemeriksaan struktur mikro, seluruh spesimen terlihat sudah mengalami korosi. Korosi yang terjadi, yakni korosi merata (uniform corrosion). Ini dapat dilihat dari banyaknya titiktitik korosi yang terlihat hampir di seluruh permukaan spesimen. Korosi merata terjadi karena proses anodik (logam titanium) dan katodik (elektrolit) pada permukaan logam yang terdistribusi secara merata di seluruh bagian permukaan spesimen uji titanium. Terjadinya korosi ini, juga dapat dilihat dari adanya prosentase berat massa oksigen (O2) yang terdapat dalam komposisi kimia spesimen setelah dilakukan pemeriksaan Energy Dispersive X-ray (EDX). Oksigen (02) terlarut ini, adalah faktor eksternal yang menyebabkan spesimen uji dalam penelitian ini, terkorosi. Semakin banyak oksigen terlarut, laju korosi semakin tinggi. Faktor internal yang menyebabkan korosi pada penelitian ini, yakni ditemukan adanya inklusi (zat pengotor). Inklusi di sini, adalah terjebaknya partikel asing di permukaan logam. Inklusi ini bisa berupa debu, endapan cairan unsur elektrolit yang menempel pada spesimen uji. Zat pengotor ini mempercepat korosi pada permukaan logam, memicu terjadinya reaksi reduksi tambahan, mempercepat proses oksidasi atom logam menjadi korosi. Pada tahap pertama korosi, terjadi serangan oleh gelembung udara (O2) yang menempel di permukaan lapisan pelindung spesimen uji, karena adanya aliran turbulen yang melintas di atas permukaan logam tersebut. Tahap kedua, gelembung udara tersebut mengikis dan merusak lapisan pasif titanium. Sebenarnya titanium memiliki ketahanan korosi yang lebih baik, karena mempunyai lapisan pelindung (pasif). Namun, lapisan pasif titanium tersebut hilang atau tidak tahan pada larutan yang mengandung NaCl dan NaF yang melebihi konsentrasi 0,5% [3]. Pada tahap ketiga, laju korosi semakin meningkat, karena lapisan pelindung titanium telah hilang. Logam yang berada di bawah lapisan pelindung mulai terkorosi, kemudian terjadi pembentukan kembali lapisan pelindung, dan logam menjadi tidak rata. Bila aliran terus mengalir, maka akan terjadi serangan kembali oleh gelembung udara yang terbawa aliran. Serangan ini akan mengikis dan merusak lapisan pelindung yang baru saja terbentuk. Rusaknya lapisan pelindung tersebut akan mengakibatkan serangan lebih lanjut pada logam yang lebih dalam hingga membentuk cekungan. Korosi merata yang terjadi pada spesimen uji titanium juga disebabkan karbondioksida (CO2) yang terlarut dalam saliva buatan, membentuk asam karbonat (H2CO2) yang meningkatkan korosifitas. Konsentrasi elektrolit NaCl dan NaF yang besar (0,97 %) pada saliva buatan ini, juga berpengaruh meningkatkan laju aliran elektron sehingga laju korosi titanium meningkat. Begitupula halnya kontak dengan elektrolit magnesium sulfat (MgS04) yang ada dalam saliva buatan yang korosif. 1. Titanium murni (CpTi) Pada Gambar 5 dapat dilihat korosi merata mulai terjadi saat waktu uji rendam 10 jam. Korosi merata lebih banyak lagi ditemukan pada waktu uji 100 jam dan 1000 jam. Sebelumnya saat waktu uji 1 jam, ditemukan adanya inklusi. Komposisi kimia dan spektrum struktur mikro spesimen yang terkorosi dapat dilihat pada Gambar 6 (a) dan (b).
Gambar 5 a) 0 jam, b) 1 jam, c) 10 jam, d) 100 jam, e) 1000 jam 6
Kode Makalah: RMA-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Hasil pemeriksaan SEM-EDX pada Tabel 5, ditemukan berat massa oksigen (O2) yang cukup tinggi, 63,35 %. Semakin banyak oksigen terlarut, laju korosi semakin tinggi. Ini dibuktikan dari hasil penelitian, CPTi memiliki laju korosi paling tinggi dibanding yang lain, 0,00000252 mm/y. Unsur klorida (Cl) juga ditemukan pada komposisi kimia CPTi setelah pengujian immersion test, sebesar 0,96 persen. Klorida inilah yang menyerang lapisan pasif CPTi. Tabel 5 Komposisi kimia CPTi setelah pengujian 1000 jam
Gambar 6 a) Spektrum struktur mikro CpTi, b) Komposisi kimia CpTi (1000 jam) 2.
Ti-12 Cr (AT 60 Ks)
Pada Gambar 7 dapat dilihat korosi merata terjadi saat waktu uji rendam 10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Sebelumnya saat waktu uji 1 jam, ditemukan adanya inklusi. Komposisi kimia dan spektrum struktur mikro spesimen yang terkorosi dapat dilihat pada Gambar 8 (a) dan (b).
Gambar 7 Struktur mikro a) 0 jam, b) 1 jam, c) 10 jam, d) 100 jam, e) 1000 jam. Hasil pemeriksaan SEM-EDX pada Tabel 6, ditemukan berat massa oksigen (O2) sebanyak 11,42 %. Korosi merata yang terjadi pada spesimen uji Ti-12 Cr (AT 60 Ks) ini juga disebabkan adanya unsur Carbon (C) sebesar 36,58 %. Carbon (C) bersenyawa dengan oksigen (O2) menjadi
7
Kode Makalah: RMA-004
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
karbondioksida (CO2). CO2 ini larut dalam saliva buatan, membentuk asam karbonat (H2CO2) yang meningkatkan korosifitas.
Gambar 8 a) Spektrum struktur mikro Ti-12 Cr (AT 60 Ks), b) Komposisi kimia Tabel 6 Komposisi kimia CPTi setelah pengujian 1000 jam
KESIMPULAN
Dari analisa hasil penelitian perilaku korosi titanium dalam larutan modifikasi saliva buatan untuk aplikasi ortodontik ini, dapat diambil kesimpulan: 1). Laju korosi tertinggi terjadi pada CpTi, yakni 0,00000252 mm/y (waktu pengujian 1000 jam). Laju korosi terendah terjadi pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), yakni 0,00000034 mm/y. 2). Pengurangan berat pada spesimen uji titanium disebabkan korosi merata yang terdistribusi secara merata di seluruh bagian permukaan spesimen uji. 3). Nilai kekerasan yang didapat pada penelitian ini, berbanding terbalik dengan laju korosi. Nilai kekerasan tertinggi, didapat Ti 64 ELI yakni 313 HVN (waktu pengujian 1000 jam). REFERENSI [1] ASM Handbook, 2012. Fundamentals of Medical Implant Materials: Materials for Medical Devices, ASM International, Materials Park, Ohio, USA. Volume 23: 303-325. [2] Moyers, Robert, 2008. The Corrosion of Orthodontic Wire. Fourth Edition. United States of America: Library of Congres in Publication Data. Toms AP. Eur J Orthod. Vol 10(1):87-97. [3] Nakagawa, S. Matsuya, T. Shiraishi and M. Ohta, 2003, Effect of Fluoride Concentration and pH on Corrosion Behavior of Titanium for Dental Use, Department of Dental Materials Engineering, Faculty of Dentistry, Kyushu University, Fukuoka, Japan. Journal of Dental Research, Vol 78, 1568-1572. [4] Nakagawa, S. Matsuya, Udoh K, 2002, Effects of Fluoride and Dissolved Oxygen Concentrations on the Corrosion Behavior of Pure Titanium and Titanium Alloys, Division of Oral Rehabilitation, Faculty of Dental Science, Kyushu University, Fukuoka, Japan. Vol 21(2):83-92. [5] Latifa Kinani, 2003, Corrosion Inhibition of Titanium in Artificial Saliva Containing Fluoride, Faculty of Sciences and Technology. Beni Mellal. Morocco.
8
Kode Makalah: RMA-004
[6] [7] [8]
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Lusiana, 2010, Analisis Laju Korosi Titanium, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Indonesia, Jakarta. Muhammad Yazdi Ali, 2007, Studi Korosi Titanium (ASTM B 337 Gr-2) dalam Larutan Artificial Blood Plasma (ABP) pada Kondisi Dinamis dengan Teknik Polarisasi Potensiodinamik dan Exposure, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya. ASTM Handbook, 2004, Standard Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of Titanium, ASTM International, Materials Park, Ohio, USA. Volume 1: 206-213.
9
Kode Makalah: RMA-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Pengaruh Perlakuan Termomekanik terhadap Keuletan Paduan Ti-6Al-4V untuk Aplikasi Ortopedi Abdul Ajiz, 2)Gunawarman dan 3)Jon Affi Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Dosen program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 1)
1,2,3)
Abstrak Paduan titanium Ti-6Al-4V banyak digunakan sebagai bahan implan karena memiliki kekuatan, katahanan korosi dan biokompatibilitas yang lebih baik dibandingkan biomaterial logam konvensional lain seperti baja tahan karat (316L SS) dan paduan Co-Cr-Mo. Namun pemakaian Ti-6Al-4V masih mempunyai kelemahan karena memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan cortical bone. Perbedaan modulus elastisitas mengakibatkan proses transfer tegangan antara tulang dan implan berlangsung tidak homogen, sehingga stimulasi tegangan pada tulang tidak merata, bahkan sebagian besar tegangan natural pada tulang bisa berpindah ke implan. Kondisi ini menyebabkan terganggunya pertumbuhan tulang, implan menjadi longgar, bahkan bisa menjadi inisiasi terjadinya refraktur. Untuk itu diperlukan upaya menurunkan modulus elastisitas paduan Ti-6Al-4V dengan tanpa terjadi penurunan keuletan. Perlakuan solution treatment dan perlakuan aging lebih lanjut dapat menurunkan modulus elastisitas paduan. Namun, kekuatan maupun keuletan juga ikut menurun dengan perlakuan ini. Agar modulus elastisitas tetap rendah atau menurun dan keuletan tidak menurun, maka solution treatment dan aging lebih lanjut dengan waktu penahanan lebih pendek (short-time solution treatment dan short-time aging). Dari penelitian ini telah didapatkan sifat-sifat mekanik Ti-6Al-4V paling optimum yaitu, kekuatan luluh dan kekuatan tarik meningkat berturut-turut 4 %, dan 8 %, modulus elastisitas menurun 12 % serta keuletan bertahan pada 14%. Kata kunci : Ti-6Al-4V, short-time solution treatment , short-time aging, Keuletan PENDAHULUAN Permasalahan cedera dan penurunan fungsi tulang telah mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Bahkan, jumlah penderita permasalahan ini mencapai 50% dari jumlah penderita penyakit kronis terutama sekali pada mereka yang berusia di atas 50 tahun di negara-negara berkembang. Dengan meningkatnya kasus patah tulang maka kebutuhan untuk tulang pengganti (orthopaedic implants) mengalami peningkatan. Lebih dari 7 juta sistem implan telah ditempatkan dalam tubuh manusia, lebih dari 1.000.000 implantansi spinal rod telah dilakukan antara tahun 1980-2000. Tidak hanya operasi penggantian yang terus bertambah, akan tetapi juga operasi revisi implan pada bagian hip dan knee. Diperkirakan jumlah operasi revisi hip meningkat hingga 137 % dan operasi revisi lutut meningkat hingga 607 % antara tahun 2005-2030 [1-3]. Salah satu paduan titanium yang paling banyak digunakan pada saat ini adalah paduan titanium jenis α + β, terutama Ti-6Al-4V. Paduan Ti-6Al-4V banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan implan ortopedi karena paduan ini diproduksi secara luas di dunia [2], dan memiliki performa lebih dibandingkan jenis paduan titanium lainnya [2,3]. Umumnya paduan titanium tipe α lebih kuat tetapi kurang ulet (less ductile), sedangkan tipe β lebih ulet (more ductile), sedangkan paduan tipe α + β memiliki sifat-sifat mekanis diantara kedua paduan ini. Sebagian besar penelitian paduan titanium Ti-6Al-4V masih terfokus pada penelitian tensile properties [3]. Permasalahan yang masih sering muncul adalah modulus elastisitas paduan Ti-6Al-4V masih tinggi dibandingkan modulus elastisitas tulang (cortical bone) (20-30 GPa) [3,4]. Jika modulus elastisitas bahan implan (load bearing implant) lebih tinggi dari modulus elastisitas tulang, proses
1
Kode Makalah: RMA-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
transfer tegangan antara implan dan tulang berlangsung tidak homogen, sehingga stimulasi tegangan ke tulang menjadi berkurang, bahkan sebagian besar tegangan natural pada tulang bisa berpindah ke implan (stress shielding). Dengan kondisi seperti ini, kemungkinan dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tulang (atrophy), mengakibatkan implan menjadi longgar bahkan dapat menjadi inisiasi terjadinya refraktur pada tulang [3-6]. Selain titinium jenis α + β, pada saat ini juga telah mulai dikembangkan titanium jenis β, meskipun tidak seintensif jenis α + β. Paduan titanium jenis β memang telah terbukti efektif mengatasi bone atrophy, mempermudah pembentukan kembali tulang (bone remodeling), akan tetapi lenturan balik (spring back) yang besar dan ketahanan fatik yang rendah membuat paduan ini tidak begitu banyak dipilih sebagai bahan implan [3,4]. Dalam upaya mendapatkan sifat mekanik paduan Ti-6Al-4V yang optimal sebelumnya telah dilakukan beberapa penelitian. Morita et. al. [5] telah meneliti pengaruh short-time duplex heat treatment, yaitu solution treatment pada temperatur 1243 K selama 60 detik, dilanjutkan perlakuan aging pada temperatur 773 K selama 40 detik. Dari penelitian tersebut didapatkan peningkatan kekuatan tarik 1110–1450 MPa, dan penurunan pengurangan penampang dari 36 menjadi 17%. Dalam penelitian lain, Morita et al. [6] telah meneliti pengaruh solution treatment paduan Ti6Al-4V pada temperatur yang lebih rendah, 1148 K, selama 1 detik. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kekuatan luluh hingga 46%. Akan tetapi keuletan material mengalami penurunan. Namun, masih perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar penurunan keuletan bila dilakukan short time aging pada temperatur yang lebih rendah lagi dari penelitian ini [5-6]. BAHAN DAN METODOLOGI Komposisi kimia paduan Ti-6Al-4V yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel 1 (didapatkan melalui pemeriksaan menggunakan teknik Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), pada SEM Hitachi S-3400N). Material yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk batangan bulat (round bar). Table 1 Komposisi kimia paduan Ti-6Al-4Vyang digunakan dalam penelitian ini (% berat).
Spesimen untuk tensile test dibuat menurut standar ASTM E-8 [7], yaitu tension testing methods material logam pada temperatur ruangan, [8], Gambar 3.3 (a) dan (b). Spesimen uji tarik dipersiapkan dalam penelitian ini sebanyak 22 buah (Non perlakuan = 2 buah, perlakuan st-STQ = 2 buah, dan stSTA lebih lanjut = 18 buah). Spesimen dipersiapkan menggunakan mesin CNC EMCO TU 2A di Laboratorium Teknologi Mekanik Politeknik Negeri Padang. 6
Gambar 2 Geometri dan dimensi spesimen pengujian tarik (mm) Spesimen Ti-6Al-4V yang telah dipersiapkan seperti dijelaskan sebelumnya, diberi perlakuan stSTQ pada temperatur 930 oC (1203 K) dengan waktu pemanasan (heating time) dipilih 480 s, waktu penahanan (holding time) dipilih 60 s, dan dilanjutkan dengan pendinginan dalam media pendingin air. Waktu pendinginan (quenching time) dipilih >20 s [7-8]. Kemudian spesimen yang telah diberi perlakuan st-STQ diberi perlakuan aging lebih lanjut pada temperatur 490, 510 dan 530 oC (763, 783 dan 803 K), dengan waktu pemanasan dipilih 720 s dan waktu penahanan dipilih 40 s. Kemudian
2
Kode Makalah: RMA-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
dilanjutkan dengan pendinginan di udara (air cooling) (Gambar 3) [8-10]. Perlakuan panas st-STQ dan st-STA lebih lanjut, dikerjakan menggunakan tungku vacum listrik (NEY CERAMFIRE S, Tmax= 1200 °C / 2292 °F) di Laboratorium Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Andalas .
50 s 530
oC
Gambar 3 Skema proses perlakuan panas st-STQ dan aging lebih lanjut lebih lanjut. Untuk mendapatkan sifat-sifat tarik paduan Ti-6Al-4V baik sebelum diberi perlakuan (non treated) maupun setelah diberi perlakuan st-STQ dan perlakuan st-STA lebih lanjut dilakukan pengujian tarik [10]. Pengujian tarik dikerjakan menggunakan mesin uji universal (Universal Testing Machine, GALDABINI max. 10 ton) di Laboratorium Pengujian Bahan dan Metrologi Politeknik Negeri Padang. Data yang diambil dari pengujian ini adalah kekuatan luluh (yield strength), kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength), elongasi (elongation), dan pengurangan penampang (reduction of area). Data-data ini selanjutnya menjadi parameter yang digunakan untuk mengetahui keuletan paduan Ti-6Al-4V baik sebelum maupun setelah diberi perlakuan termomekanik. HASIL
Data-data hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 2 merupakan rangkuman dari pengujian paduan Ti-6Al-4V yang telah diberi perlakuan st-STQ pada temperatur 930 oC (1203 K) dan short-time aging lebih lanjut pada temperatur yang berbeda yaitu 490, 510 dan 530 oC (763, 783, dan 803 K) dengan waktu penahanan yang lebih lama yaitu 50 s. Tabel 2 Perubahan sifat-sifat mekanik paduan Ti-6Al-4V setelah diberi perlakuan st-STQ dan short-time aging lebih lanjut selama 50 s. No .
1 2 3 4 5
Jenis Perlakuan
Kekuatan luluh,ys (MPa)
Kekuatan Tarik,ts (MPa)
Regangan (m/m)
Pengurangan Penampang (m2/m2)
Rasio Kekuatan
Modulus Elastisita, E (GPa)
Non STQ 490 oC 510 oC 530 oC
1005 1087 1253 1096 1044
1086 1187 1363 1203 1183
0,145 0,153 0,127 0,127 0,113
0,340 0,465 0,370 0,339 0,330
0,926 0,915 0,919 0,911 0,966
100 133 93 99 81
ys/ts
Keuletan (m/m)
0,144 0,150 0,144 0,147 0,142
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa, setelah perlakuan st-STA lebih lanjut baik kekuatan luluh maupun kekuatan tarik meningkat. Peningkatan kekuatan tertinggi terdapat pada paduan yang diberi perlakuan aging lebih lanjut pada temperatur 490 oC (763 K), kekuatan luluh meningkat dari 1005 menjadi 1253 MPa dan kekuatan tarik meningkat dari 1086 MPa menjadi 1363 MPa dibandingkan paduan yang tidak diberi perlakuan. Namun dari Gambar 4 dapat bahwa dilihat peningkatan kekuatan diikuti dengan penurunan modulus 3
Kode Makalah: RMA-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
elastisitas. Pada kondisi ini modulus elastisitas menurun hingga 7 %. Modulus elastisitas menurun dari 100 menjadi 93 GPa. Sedangkan peningkatan kekuatan terendah terdapat pada paduan yang diberi perlakuan aging lebih lanjut 530 oC (803 K), kekuatan luluh hanya meningkat dari 1005 menjadi 1044 MPa dan kekuatan tarik meningkat dari 1086 menjadi 1183 MPa. Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa pada kondisi temperatur aging ini didapatkan penurunan modulus elastisitas hingga 19 %. Modulus elastisitas menurun mencapai 81 GPa. Disamping penurunan beberapa sifat mekanik tersebut diatas, dari Gambar juga terlihat bahwa pada kondisi perlakuan ini didapatkan peningkatan keuletan. Peningkatan tertinggi terdapat pada paduan yang diberi perlakuan short-time aging lebih lanjut (st-STA) pada temperatur 510 oC (783 K) yaitu meningkat dari 14 menjadi 15 %. Sedangkan pada temperatur 490 oC (763 K) keuletan paduan tidak menurun atau tetap bertahan 14 %. Akan tetapi pada temperatur aging lebih lanjut 530 oC keuletan sedikit berkurang dari 14,4 menjadi 14,2 %. (Tabel 2). Penurunan keuletan ini sangat rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa
penurunan keuletan pada kondisi ini dianggap tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan sifatsifat tarik lainnya. 0,151
0,150
1.203 1.086
1000
1.187
ts
0,149
1.183
0,148
Keuletan
0,147
0,147
800
0,146
600
0,145
ts
(MPa)
1200
(GPa)
0,150
1.363
1400
0,144
400
0,144
200 0
100,24 0
Non1 sts (Mpa) ts
0,144 132,84
92,68
490 2 3 st-STQ
0,143
0,142
98,67
510 4
0,142
80,98
530 5
Keuletan (m/m)
1600
6
0,141
Temperatur Perlakuan (oC) E (GPa) Ductility (m/m) Keuletan
Gambar 4 Perubahan sifat-sifat mekanik paduan Ti-6Al-4V setelah diberi perlakuan st-STQ dan short-time aging lebih lanjut selama 50 s. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kekuatan statis paduan yang diberi perlakuan st-STQ meningkat. Kekuatan statis lebih meningkat lagi setelah paduan diberi perlakuan short-time aging lebih lanjut. Peningkatan kekuatan paduan Ti-6Al-4V diakibatkan terjadinya penghalusan fasa prior β karena terbentuknya formasi fasa α’ pada saat diberi perlakuan st-STQ dan terbentuknya presipitat fasa α halus pada saat paduan diberi perlakuan aging lebih lanjut (STA) [6,7]. Penurunan modulus elastisitas paling besar berdasarkan hasil penelitian ini sebenarnya terdapat pada paduan yang diberi perlakuan st-STA lebih lanjut pada temperatur aging 530 oC (803 K), 50 s. Modulus elastisitas menurun hingga 19% (mencapai 81 GPa) (Gambar 4.10). Namun, dalam kondisi perlakuan ini penurunan modulus elastisitas diikuti dengan penurunan sedikit keuletan dari 14,4 % menjadi 14,2 % (Gambar 5). Penurunan keuletan mencapai 1,3 %. Penurunan keuletan ini dianggap tidak signifikan karena relatif 4
Kode Makalah: RMA-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
sangat kecil. Penurunan keuletan ini diakibatkan terjadinya dekomposisi pada sebagian fasa metastabil β. Sementara Morita et al. [6-7] dalam penelitiannya, yaitu peningkatan kekuatan paduan Ti-6Al-4V melalui duplex heat treatment menjelaskan bahwa meskipun terjadi peningkatan kekuatan statis paduan akibat perlakuan STA lebih lanjut keuletan paduan pada temperatur 530 oC (803 K), 40 s tidak menurun.
Gambar 5 Perubahan modulus elastisitas dan keuletan paduan Ti-6Al-4V setelah diberi perlakuan st-STQ dan short-time aging lebih lanjut pada temperatur 490-530 oC selama 40-60 s. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian telah didapatkan bahwa Perlakuan short-time aging lebih lanjut pada temperatur 530 oC (803 K) selama 50 s menghasilkan presipitat fasa α halus di dalam fasa metastabil , mengakibatkan kekuatan tarik lebih meningkat dan rata-rata modulus elastisitas menurun dengan tanpa diikuti dengan penurunan keuletan paduan. Perubahan sifat-sifat mekanik paling optimum didapatkan pada paduan yang diberi perlakuan perlakuan short-time aging lebih lanjut pada temperatur 530 oC (803 K) selama 50 s, yaitu kekuatan luluh dan kekuatan tarik meningkat berturut-turut 4 %, dan 8 %, dan modulus elastisitas menurun hingga 19% tanpa penurunan keuletan atau bertahan 14 %. REFERENSI
5
Kode Makalah: RMA-005
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Navarro, M. A. Michiardi, O. Castano and J. A. Planell, Review : Biomaterials in orthopaedics. J. R. Soc. Interface (2008) 5, 1137–1158. doi:10.1098/rsif.2008.0151. (2008). [2]. Özcan, Mutlu and Christoph Hämmerle, Titanium as a Reconstruction and Implant Material in Dentistry: Advantages and Pitfalls, Materials. 5, 1528-1545. (2012). [3]. Abdel-Hady Gepreel, Mohamed, Mitsuo Niinomi, Biocompatibility of Ti-Alloys for Long-Term Implantation, Journal of the Mechanical Behavior of Biomedical Materials. (2013). [4]. Niinomi, Mitsuo, Recent Research and Development in Titanium Alloys for Biomedical Applications and Healthcare Goods, Science and Technology of Advanced Materials 4, 445–454. (2003). [5]. Niinomi, Mitsuo. Biologically and Mechanically Biocompatible Titanium Alloys, Materials Transactions, Vol. 49, No. 10 (2008) pp. 2170 to 2178, Special Issue on Advanced Light Metals and Processing in Asia, The Japan Institute of Light Metals. (2008). [6]. Morita, T, K. Hatsuoka, T. Iizuka and K. Kawakami, Strengthening of Ti-6Al-4V Alloy by Short-time Duplex Heat Treatment, Materials Transaction, Vol. 46, No. 7, pp. 1681-1686. (2005). [7]. Tanaka, S., T. Morita, K. Shinoda, Effects of Short-Time Duplex Heat Treatment on Microstructure and Fatigue Strength of Ti-6Al-4V Alloy, 13th International Conference on Fracture June 16–21, Beijing, China (2013). [8]. ASTM E8/E8M–11, Standard Test Methods for Tension Testing of Metallic Materials, ASTM International, 100 Barr Harbour Dr., PO Box C700 West Conshohocken, PA. 19428-2959, United States. [9]. ASM Handbook, Fundamentals of Medical Implant Materials: Materials for Medical Devices, Volume 23, ASM International, Materials Park, Ohio, USA. (2012). [10]. Lutjering, G. and J. C. Williams: Titanium, (Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York. (2003). [11]. Donachie, Matthew J, Titanium: A Technical Guide. ISBN-13: 978-0871706867. Edition: 2nd. (2000). [1].
6
Kode Makalah: RMA-006
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
KARAKTERISASI DAN UJI KERAS TITANIUM TIPE β Ti-12Cr 1)
Nurbaiti, 2)Gunawarman dan 3)Jon Affi
Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas Kampus UNAND Limau Manis, Padang, 25163
[email protected] 1,2,3)
Abstrak Penelitian ini berhubungan dengan Karakterisasi dan Uji Keras Titanium Tipe β Ti-12Cr. Biomaterial yang banyak digunakan untuk aplikasi implan adalah material Titanium. Titanium merupakan material yang aman untuk tubuh, karena tidak menyebabkan racun pada tubuh. Berbagai jenis titanium sudah dikembangkan untuk implan. Namun demikian Titanium tersebut harganya mahal karena banyak elemen paduan. Titanium dengan banyak komposisi susah didaur ulang dan butuh waktu yang lama untuk menjadikannya unsur yang homogen. Jenis Titanium yang sering digunakan untuk implants adalah Titanium paduan dari tipe mulai dari 1 paduan sampai 2 atau lebih dari 2 paduan. Berbagai jenis Titanium tipe β sudah banyak dikembangkan. Titanium tipe β mempunyai ketahanan korosi paling baik dan mempunyai sifat mekanik yang lebih baik yaitu: modulus elastisitas yang rendah. Dimana modulus elastisitas material yang rendah cocok digunakan untuk implan. Pada penelitian ini akan dilakukan karakterisasi dan uji keras terhadap Titanium tipe Ti-12Cr yang akan dikembangkan untuk implant. Karakterisasi menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) memperlihatkan Susunan atom dari paduan Ti-12Cr adalah homogen, sehingga dapat dimanfaatkan untuk implan tulang. Uji keras terhadap sampel Ti-12Cr menggunakan Vickers Hardness didapatkan nilai tertinggi 324 HVN dan nilai terendah 258 HVN. Hasil dari penelitian ini akan digunakan sebagai referensi pada penelitian berikutnya yaitu melihat perilaku korosi dari Ti-12Cr dalam lingkungan garam (NaCl 3%). Keywords: Ti-12Cr, uji keras, modulus elastisitas, SEM, Vickers Hardness.
tahap awal penelitian ini hanya melaporkan kekerasan dari material Ti-12Cr. Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan
Pendahuluan Dari tahun ketahun penggunaan biomaterial untuk aplikasi implan semakin meningkat. Biomaterial yang banyak digunakan untuk aplikasi implan adalah material Titanium. Titanium merupakan material yang aman untuk tubuh, karena tidak menyebabkan racun pada tubuh[1]. Berbagai jenis titanium sudah dikembangkan untuk implan. Namun demikian Titanium tersebut harganya mahal karena banyak elemen paduan. Titanium dengan banyak komposisi susah didaur ulang dan butuh waktu yang lama untuk menjadikannya unsur yang homogen. Oleh sebab itu dikembangkan paduan Titanium dengan elemen paduan yang sedikit dan berharga murah, seperti: Fe dan Cr[2]. Contoh paduannya yaitu: Ti-12Cr. Paduan tersebut khusus dikembangkan untuk penyangga tulang punggung yang memerlukan sifat kuat dan punya pemegasan yang tinggi. Ketahanan korosi paduan ini belum diketahui secara detail.
Objek Penelitian
Spesimen uji dari penelitian yang akan dilakukan adalah Titanium tipe β, Ti-12Cr. Untuk menentukan unsur-unsur yang terkandung didalamnya maka dilakukan pemeriksaan struktur mikro. Dimensi dari permukaan spesimen uji adalah sebesar 13 x 12 mm. Selain itu dipersiapkan juga spesimen untuk uji keras. Uji keras dilakukan untuk mengetahui salah satu sifat mekanik dari benda uji yaitu kekerasannya. Bentuk spesimen uji dapat dilihat pada gambar 3.2.
Oleh sebab itu pada penelitian ini dilakukan uji ketahanan korosi dari Ti-12Cr pada larutan NaCl 3% supaya proses korosi menjadi lebih cepat. Tapi pada
Gambar 1. Bentuk Spesimen uji yang digunakan untuk pemeriksaan struktur mikro dan uji keras.
1
Kode Makalah: RMA-006
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Gambar 4. (a) Grinding machine dan (b) amplas.
Peralatan Penelitian dan Bahan
Amplas yang digunakan adalah produksi Nihonkenshi Co.Ltd dengan merk dagang “Nikken”. Material dari amplas adalah Silicon Carbide Water Proof. Amplas yang digunakan adalah amplas dengan beberapa tingkat kehalusan. Dimulai dengan kehalusan terendah sampai tertinggi (P80, P100, P150, P220, P400, P600, P800, P1000, P1200, P1500, P2000). D. Zat alumina untuk proses poles pada spesimen yang akan di periksa struktur mikro. E. Nampan untuk larutan NaCl dan spesimen (untuk melihat prilaku spesimen uji pada lingkungan garam). F. Tabung spesimen uji untuk proses pembingkaian / mounting.
Peralatan penelitian A. Scanning Electron Microscope (SEM)
Gambar 2. Gambar SEM. B. Alat uji keras Vickers Hardness.
Gambar 5.Tabung spesimen uji untuk proses pembingkaian / mounting. Bahan penelitian Bahan-bahan yang digunakan baik untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: A. Matriks Dalam penelitian ini digunakan unsaturated polyester resin (tabel 3.1) sebagai pengikat (matriks), dimana resin tersebut merupakan hasil produksi PT. Justus Sakti Raya dengan merek dagang “YUKALAC”.
Gambar 3. Alat uji keras. C. Grinding machine dan amplas Alat grinding machine dan amplas digunakan pada pembuatan spesimen uji (untuk mendapatkan sifat mekanik dan melakukan proses uji keras).
Tabel 3.1 Spesifikasi Unsaturated Polyester Resin Yukalac157® BTQN-EX.
b
Sifat
Nilai
Satuan
Berat Jenis Suhu distorsi panas
1215
kg/m3
penyerapan air
0,188
%
24 jam
0,466
%
7 hari
5,5
kg/mm2
9,4
kg/mm2
300
kg/mm2
1,6
%
kekuatan tarik kekuatan flexural modulus elastisitas Elongation 2
70
Keterangan
C
0
Kode Makalah: RMA-006
Catatan : Kekentalan (poise , pada 25oC) Thixotropic index Waktu Gel (menit pada 30oC) Lama Dapat Disimpan (bulan) Formulasi (resin + katalis)
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
e. Tutup wadah yang sudah berisi spesimen yang telah dibingkai (di mounting)
: 4.5–5 : >1.5 : 20 – 30 : <6 pada 25oC : 100 : 1
f.
Diamkan lebih kurang 1 x 24 jam sampai spesimen siap untuk dilakukan proses selanjutnya.
3. Lakukan proses penggerindaan pada spesimen uji yang sudah di mounting dengan tujuan untuk meratakan permukaan spesimen.
B. Katalis / hardener
4. Lakukan pengamplasan pada permukaan spesimen uji. Proses ini dimulai dengan kehalusan terendah sampai tertinggi (P80 sampai P2000).
Katalis yang digunakan adalah produksi PT. Justus Kimia raya, jenis Methyl Ethyl Keton Peroxida (Mekpo) dengan bentuk cair dan berwarna bening. Fungsi katalis untuk mempercepat proses pengeringan (curing) pada resin. Semakin banyak katalis yang digunakan maka laju pengerasan dan pengeringan resin semakin cepat, akan tetapi akan menghasilkan resin yang getas. Penggunaan katalis di dalam resin sebaiknya diatur berdasarkan kebutuhannya. Karena pada saat mencampurkan katalis ke dalam resin maka akan timbuk reaksi panas (60–90OC) di dalam resin tersebut. Untuk itu pemakaian katalis dibatasi sampai 1 % volume resin yang akan digunakan.
5. Spesimen uji siap untuk dilakukan proses pemeriksaan struktur mikro dan uji keras.
Pemeriksaan Struktur Mikro dan Uji Keras Pemeriksaan Struktur Mikro Prosedur pemeriksaan struktur mikro adalah sebagai berikut : 1. Spesimen uji dipoles dengan menggunakan alumina Tujuan dari proses poles ini untuk memperoleh permukaan spesimen yang halus dan bebas goresan serta mengkilap dan juga untuk menghilangkan ketidakteraturan spesimen. 2. Melakukan proses etsa pada spesimen uji Proses pengetsaan dilakukan dengan menggunakan larutan kimia. Tujuannya adalah untuk mengkorosikan batas butir sehingga didapatkan struktur mikro Ti 12-Cr. 3. Melihat struktur mikro dari Scanning Microscpe Electron (SEM) Dengan cara: a. Hidupkan mesin Scanning Microscope Elektron (SEM) dan komputer pengatur kerja. Hal ini disebabkan proses kerja dari SEM dilakukan dengan komputer (secara otomatis) b. Setting SEM dengan komputer pengatur c. Setelah pintu spesimen terbuka, posisikan spesimen uji didalam SEM d. Setting jarak spesimen dan tutup pintu spesimen e. Setting ruangan spesimen dalam SEM menjadi hampa udara Hal ini disebabkan agar sinar elektron yang di tembakkan ke spesimen tidak berpendar f. Tembakkan sinar elektron ke spesimen uji g. Didapatkan struktur mikro dari spesimen uji.
Gambar 5. Katalis / hardener.
Prosedur Pembuatan Spesimen Uji
Bagian ini menjelaskan langkah - langkah pembuatan spesimen uji yang akan digunakan untuk pemeriksaan struktur mikro dan uji keras. 1. Lakukan pemotongan terhadap spesimen uji sesuai dengan dimensi yang diharapkan (13 x 12 mm). 2. Lakukan proses pembingkaian spesimen uji (mounting) dengan cara: a. Siapkan wadah tempat spesimen (lihat gambar 3.4) b. Posisikan spesimen didalam wadah c. Masukkan Polyester kedalam wadah yang sudah berisi spesimen
Pemeriksaan Kekerasan Spesimen Uji Pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menggunakan alat uji Vicker Hardness Tester. Prinsip kerja dari mesin ini adalah dengan menggunakan
d. Tambahkan katalis/hardener sesuai dengan takaran yang telah ditentukan (kurang dari 1% volume resin yang akan digunakan)
3
Kode Makalah: RMA-006
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
identor intan piramida yang diberi beban, jejak hasil pembebanan berbentuk belah ketupat. Kemudian dengan pengukuran kedua diagonal jejak, akan didapatkan kekerasan Vicker (HV) secara otomatis pada layar.
Hasil Pengujian Kekerasan Hasil pengujian kekerasan yang dilakukan pada sampel berbagai paduan Titanium dapat dilihat pada tabel 2. Sampel utama pada penelitian ini adalah paduan Ti-12Cr, sedangkan paduan Titanium lainnya merupakan pembanding untuk penelitian berikutnya yaitu melihat perilaku korosi dari Ti-12Cr. Sehingga nilai kekerasan paduan Titanium pembanding tersebut harus ditentukan juga.
Hasil dan Pembahasan Hasil Pemeriksaan Struktur Mikro
Hasil pemeriksaan struktur mikro dari sampel Ti-12Cr dapat dilihat pada gambar 6 dan 7.
Nilai kekerasan ini digunakan pengaruhnya terhadap laju korosi.
untuk
melihat
Tabel 2. Tabel perbandingan kekerasan dari berbagai sampel Titanium. No 1 2 3
Gambar 6. Struktur mikro dari Ti-12Cr.
4 5 6 7
Pada gambar 6 memperlihatkan batas butir dari paduan Ti-12Cr. Selain itu terlihat struktur yang homogen dari paduan Ti-12Cr yang tersebar merata. Hal ini berdasarkan terlihatnya warna yang seragam pada struktur mikro Ti-12Cr.
HVN HVN HVN 2 minggu 4 minggu 8 minggu TNTZ (AT) 307 390 357 Ti-12 Cr (ST) 279 302 346 Ti-12 Cr (AT 437 450 475 30 KS) TNTZ (ST) 324 254 266 Ti-64 ELI 305 298 303 CP-Ti 158 157 156 Ti-12 Cr 324 276 258 Spesimen
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Susunan atom dari paduan Ti-12Cr adalah homogen, sehingga dapat dimanfaatkan untuk implan tulang 2. Nilai kekerasan dari Ti-12Cr tertinggi 324 HVN dan terendah 258 Referensi [1]. Niinomi, Mitsuo., Biologically and Mechanically Biocompatible Titanium Alloys, Materials Transactions, Vol. 49 No. 10 hal. 2170-2178, 2008. [2]. Gepreel, Abdel-Hady, M., Niinomi, Mitsuo, Biocompatibility of Ti-Alloys for Long-term Implantation, Journal of the Mechanical Behavior of Biomedical Materials, hal. 1-9, 2013.
Gambar 7. Spektrum yang menunjukkan susunan kimia dari paduan Ti-12Cr. Pada gambar 7 memperlihat struktur kimia dari paduan Ti-12 Cr. Hasilnya terdapat persentase berat Cr yaitu 12% dan persentase Ti yaitu 82%.
4
Kode Makalah: RMA-007
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Penggunaan FTIR untuk Menentukan Kaberadaan Phasa pada Material Keramik Slamet Priyono, 2)Titik Lestariningsih, dan 3)Bambang Prihandoko
1)
Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Komplek PuspipteK gedung 442 Serpong, Tangerang Selatan, Banten, 15314 Telp: (021) 7560570 - 7560556 Fax. (021) 7560554 E-mail:
[email protected]* 1,2,3)
Abstrak FTIR merupakan alat spectrometry dengan memanfaatkan gelombang infra merah untuk mendeteksi serapan dan transmisi suatu material. Umumnya untuk menentukan struktur Kristal dan phasa dari material keramik digunakan XRD. Dalam penelitian ini akan diberikan metode lain yang lebih murah, cepat, dan effisien untuk menentukan phasa dengan FTIR. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode ATR dengan wavenumber 400-4000 cm-1 yang akan diujicobakan pada beberapa sampel seperti cangkang telur, Lithium titanate, dan lithium ferro fosphat dan dicocokkan dengan hasil literatur. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada wave number rendah peak-peak yang diperoleh menunjukkan kekesuaian dengan literature yang menandakan terdeteksinya phasa. Sedangkan pada wavenumber tinggi hanya menunjukkan serapan terhadap lingkungan. Keywords: phasa, FTIR, metode ATR, cangkang telur, lithium titanate, lithium ferro fosphat
Kode Makalah: RMA-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Perbandingan Kekerasan, Struktur Mikro, Komposisi Kimia, dan Kekuatan Tarik Rantai dan Sproket Sepeda Motor Produk Asli, OEM, dan non-OEM Yunaidi Dosen Program Studi Teknik Mesin Politeknik LPP, Yogyakarta, Indonesia E-mail :
[email protected] 1)
1)
Abstract Motorcycle spare parts are generally divided into three groups, namely original, OEM (original equipment manufacturer), and a non-OEM product. Motorcycle spare parts are very much, but there are some spare parts that must be replaced due to wear like a chain and sprocket. This study aimed to compare the quality of the original chain and sprocket, OEM and non-OEM. Chain and sprocket quality can be assessed and measured by hardness test, chemical composition test, microstructure test and tensile test. The results showed that the original sprocket product represented by x product has a higher hardness at the edges than in the middle. It is also found in some OEM products are represented by y3and some non-OEM represented by z1, but for the other OEM and non-OEM (y1, y2, and z2) violence between the edges and the middle relatively same. Materialof original sprocket made from low carbon steel, for the OEM made from medium carbon steel, but some non-OEM made of low carbon steel and the other are made frommedium carbon steel. Original and OEM chain relatively have same tensile strength, while for non-OEM has a lower tensile strength. Non-OEM chain tend to be more resilient than others. Key words :quality, chain, sprocket, hardness, microstructure PENDAHULUAN Pertumbuhan populasi kendaraan bermotor di Indonesia terutama sepeda motor meningkat pesat dari tahun ke tahun. Menurut data kepolisian jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar pada tahun 2012 sebanyak 94,2 juta lebih, meningkat 12% dibandingkan dengan jumlah kendaraan pada tahun 2011 yaitu sebesar 84,12 juta. Dari jumlah tersebut, sepeda motor mempunyai populasi terbanyak yaitu sebesar 77,75 juta atau meningkat 12% dibandingkan populasi pada tahun 2011 yang mencapai 69,2 juta. Populasi sepeda motor yang sangat banyak dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut tentu akan membawa dampak sosial ekonomi yang besar bagi masyarakat. Selain meningkatkan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas, industri komponen/suku cadang sepeda motor juga berkembang dengan pesat seiring dengan meningkatnya populasi sepeda motor. Saat ini dapat dengan mudah ditemukan berbagai jenis suku cadang sepeda motor
dengan berbagai merek dan harga yang beragam, dari yang asli (pabrikan), OEM (original equipment manufacturer), sampai dengan yang non OEM, yang dalam bahasa sehari-hari sering disebut dengan istilah kw (kwalitas). Munculnya berbagai jenis suku cadangdengan beragam merek ini tentu akan menimbulkan persoalan tersendiri bagi konsumen untuk memilih suku cadangsesuai dengan yang dibutuhkan. Dengan harga yang lebih murah konsumen sebenarnya sudah sadar dan rela bila kualitasnya sedikit lebih rendah, asal tidak terlalu jauh. Dari sekian banyak suku cadangyang ada dan terpasang pada sepeda motor, tidak semuanya memegang kunci kualitas, atau sebagai suku cadangyang bertanggung jawab atas kerusakan yang akan terjadi. suku cadang yang harus sering diganti adalah yang suku cadangyang dalam operasionalnya berhubungan dengan gesekan (friction) dan temperatur tinggi. Pengetahuan akan jenis kerusakan yang
Kode Makalah: RMA-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
mengakibatkan konsumen harus mengganti suku cadangantara lain, di bagian mesin bisa diwakili oleh piston, ring piston, silinder, dan katup. Di bagian transmisi daya ke roda bisa diwakili oleh rantai dan sproket. Di bagian rem diwakili oleh kampas rem dan cakram/teromol. Di bagian roda diwakili oleh bantalan (bearing) dan ban. Penelitian ini menitikberatkan pada rantai dan sproket sepeda motor, dengan alasan sepeda motor setelah dipakai sekian bulan atau tahun, dipastikan rantai dan sproket akan mengalami keausan dan harus diganti, karena bisa mengurangi tingkat kenyamanan berkendara atau bahkan bisa membahayakan pengendaranya (rantai putus). Umur pakai rantai dan sproket sangat tergantung pada kualitas komponen tersebut. Semakin baik dan tinggi kualitasnya maka akan semakin lama umur pemakaiannya, hal ini berarti penghematan, baik penghematan uang dan waktu, bahkan dapat menghindari rasa kesal dan khawatir karena mogok/rusak dipakai di jalan. Saat ini di pasaran banyak terdapat beragam jenis rantai dan sproket, dari jenis bahan dan teknik pembuatan yang berbeda; disain dan bentuk yang beragam dari pin, bushing, bantalan, dan roller rantai; dan teknik perakitannya. Faktor-faktor tersebut memberikan kontribusi terhadap daya tahan (durability) dari rantai dan sproket terhadap keandalan memindahkan daya mesin ke roda. Karena beragamnya produk rantai dan sproket sepeda motor saat ini, maka dalam penelitian ini produk rantai dikategorikan dalam 3 (tiga) jenis yaitu produk kualitas asli (pabrikan), produk kualitas OEM (Original Equipment Manufacturer), dan produk kualitas non OEM. Suku cadangproduk kualitas asli adalah produk yang merupakan barang resmi dari pihak pembuatnya. Barang ini murni diproduksi, diseleksi, distandarisasi oleh sang produsen sendiri sehingga kualitas barang benar-benar terjaga dan tidak mengecewakan para pembelinya. Suku cadangkualitas OEM adalah produk asli yang diproduksi oleh produsen lain yang mendapat lisensi dari produsen utama untuk membuat suku cadangtersebut dengan kualitas
yang sama, dengan merek yang sama atau bisa dengan merek yang berbeda. Suku cadangkualitas non OEM adalah produk jiplakan yang dibuat dengan kualitas dan disain semirip mungkin dengan produk aslinya, namun tanpa ijin dan lisensi dari produsen aslinya. Setiap kali konsumen dihadapkan pada pilihan untuk membeli, maka diperlukan kemampuan untuk menaksir/memperkirakan agar tahu lebih dekat dan tepat dengan kondisi spare parts yang sebenarnya. Kondisi yang diharapkan oleh konsumen adalah selisih kualitas yang dekat dengan selisih harga yang jauh lebih banyak. Dengan kata lain, bisa mendapatkan spare parts dengan harga yang jauh lebih murah tetap memiliki kualitas yang hampir sama. Yang dikhawatirkan terjadi adalah kondisi sebaliknya, yaitu kualitas suku cadangyang turun jauh lebih banyak dibandingkan dengan penurunan harganya. Untuk itu penelitian ini bertujuan memberi gambaran dan bahan pertimbangan sejauh mana perbedaan harga yang cukup mencolok antara suku cadangrantai dan sproket produk asli, produk OEM, dan produk non OEM dengan kualitas dan manfaat yang bisa diperoleh dengan harga tersebut. Secara rinci dan spesifik, kualitas rantai dan sproket meliputi kekerasan, kekuatan tarik, struktur mikro, dan komposisi kimianya. Rantai adalah komponen mesin yang cukup handal untuk mentransmisikan daya dengan gaya tariknya. Rantai transmisi mempunyai keunggulan antara lain: mampu meneruskan daya yang besar, mempunyai rasio kecepatan yang konstan, efisiensi transmisi yang tinggi, ukuran yang beragam disesuaikan dengan besar dayanya, serta pemasangan yang mudah. Di sisi lain, rantai juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain: timbulnya getaran dan suara yang berisik karena tumbukan antara rantai dengan sproket, perlu pelumasan untuk meningkatkan kinerja dan umur pakai, perpanjangan rantai karena keausan pena dan bushing akibat gesekan dengan sproket (Sularso, 1978). Rantai rol pada sepeda motor hampir semuanya menggunakan bahan dari baja.
Kode Makalah: RMA-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Dalam pemakaiannya, rantai harus dihubungkan dengan sproket sebagai pasangannya. Seperti pada rantai, sproket tersedia dalam berbagai jenis bahan dan bentuk, tergantung pada jenis aplikasi dan kebutuhan jenis pelayanannya. Pada rantai akan terjadi tegangan akibat tarikan pada rantai dan gesekan antara rantai dan sproket. Gesekan antara rantai dan sproket mengakibatkan keausan pada sproket dan keausan pada pena dan bushing pada rantai. Keausan pada pena dan bushing rantai dapat mengakibatkan perpanjangan pada rantai. Karena sifat hubungan atau pertautan antara rantai dengan sproket menimbulkan gesekan, maka bahan yang lunak akan habis lebih dahulu dibandingkan dengan bahan yang lebih keras, sehingga kekerasan bahan merupakan sifat utama yang harus dipenuhi oleh komponen rantai dan sproket, khususnya di permukaan yang langsung bersinggungan dan kemungkinan besar akan bergesekan. Beberapa proses hardening yang sering digunakan untuk menaikkan kekerasan sproket antara lain: carburizing, carbonitriding, nitriding, dan nitrocarburizing (Otto, 2002). Carburizing adalah proses pengerasan permukaan baja yang paling banyak dilakukan. Carburizing adalah proses pelapisan karbon pada baja dengan suhu di bawah titik cairnya (800oC- 1090oC). Carburizing biasanya diaplikasikan pada baja dengan kandungan karbon antara 0,1%-0,2%. Carbonitriding merupakan proses modifikasi dari carburizing. Prosesnya adalah menambahkan amoniak pada lingkungan carburizing untuk menambahkan nitrogen pada permukaan logam yang mengalami carburizing. Logam yang sering diberi perlakuan ini adalah AISI 1018, 1117, dan 12L14. Proses carbonitriding dilakukan pada suhu 700oC900oC dengan waktu yang lebih singkat. Nitriding adalah proses pengerasan permukaan baja dengan nitrogen pada suhu yang relatif lebih rendah dibandingkan proses pengerasan yang lain, yaitu pada suhu 495oC565oC. Proses nitriding mempunyai keuntungan tidak diperlukan quenching sehingga bentuk dan dimensi bahan hampir tidak mengalami perubahan, tetapi mempunyai keterbatasan
yaitu munculnya lapisan keras (white layer) yang lebih getas dibandingkan pada proses carburizing (Otto, 2002). Proses carburizing pada sproket akan meningkatkan kekerasan permukaannya sebesar 2,5% (Sugito, 2007). Nitrocarburizing merupakan modifikasi dari proses nitriding. Pada proses ini, nitrogen dan karbon secara bersamaan ditambahkan ke logam pada kondisi ferritic, yaitu dibawah temperatur austenitisasi baja. Pada temperatur ini akan terbentuk lapisan tipis campuran nitrogen dan karbon. Proses nitrocarburizing berlangsung pada suhu 550oC- 600oC dan tidak dibutuhkan quenching. METODE PENELITIAN
Gambar 1. Diagram alir penelitian Dalam penelitian ini, metode pelaksanaannya mengikuti alur/metode penelitian seperti pada diagram alir di atas.Metode dan tahapan pengujian dibagi dalam dua kelompok, pengujian sproket dan pengujian rantai. Pengujian sproket meliputi: uji struktur makro dan mikro, uji kekerasan, dan uji komposisi kimia material sproket. Pengujian rantai dilakukan dengan melakukan uji tarik rantai untuk mengetahui kekuatan tarik rantai. Pengujian Komposisi Kimia
Kode Makalah: RMA-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Uji komposisi dibutuhkan untuk mengetahui komposisi utama bahan rantai dan sproket. Komposisi kimia dapat menunjukkan jenis material yang digunakan untuk suku cadang yang dimaksud sehingga dapat dipakai untuk mengetahui kualitas, keunggulan, dan kekurangan bahan dasarnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Makro dan Mikro Foto makro dari penampang melintang sproket belakang sepeda motor dari ujung/pinggir gigi ke tengah dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui distribusi kekerasan penampang melintang sproket mulai dari bagian tepi sampai bagian tengahnya. Pengujian dilakukan dengan metode micro vickers dimulai dari jarak 0,5 mm dari tepi ke tengah dengan jarak antar titik 2 mm. Setiap spesimen diambil tujuh titik untuk diuji kekerasannya, kemudian dibuat grafik sebaran nilai kekerasan spesimennya. Pengujian Struktur Makro dan Mikro Pengujian struktur makro dan mikro dilakukan denganmengamati daerah penampang melintang sproket melalui foto makro dan mikro. Untuk mengetahui bentuk struktur mikro dilakukan dengan mengambil penampang permukaan spesimen untuk dipoles dan dietsa dengan larutan Hydroflourid Acid (HF)sebelum dilakukan proses pemotretan dengan menggunakan mikroskop optik khusus logam. Pemotretan dilakukan pada bagian tepi dan tengah sebagai bahan analisis kekerasan logamnya. Pengujian Tarik Pengujian tarik hanya dilakukan pada rantai saja, mengingat rantai mempunyai beban tarik yang tinggi pada saat operasionalnya. Sedangkan pada sproket tidak dilakukan pengujian tarik karena keterbatasan dimensi dan bentuk sproket yang tidak memungkinkan untuk dilakukan uji tarik. Uji tarik dilakukan pada dua bagian di tiap-tiap rantai, yaitu bagian yang utuh tanpa sambungan dan pada bagian rantai dengan sambungan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji tarik servo pulser dengan beban tertentu yang sama pada tiap-tiap rantai. Dari hasil uji tarik ini akan didapatkan angka kekuatan rantai dan grafiknya.
Gambar 2. Penampang melintang foto makro sproket, berturut-turut dari kiri ke kanan, :x, y1, y2, y3, z1, dan z2.Produk x: asli/pabrikan, y: OEM, z: non-OEM Dari penampang melintang sproket terlihat terdapat perbedaan struktur dari setiap produk, baik itu produk x, y, maupun z. Pada produk x terdapat perbedaan struktur yang di tepi dengan yang di tengah penampang. Hal ini juga berlaku pada produk y3 dan z1. Perbedaan struktur yang terjadi antara daerah di tepi dengan yang di tengah penampang menunjukkan bahwa material tersebut telah mengalami proses perlakuan panas (heat treatment) untuk memperbaiki sifat-sifat mekanisnya, terutama untuk menaikkan tingkat kekerasannya. Hal ini dilakukan supaya material sproket lebih keras di bagian tepinya tetapi ulet di bagian tengahnya sehingga sproket lebih tahan aus akibat bergesekan dengan rantainya sehingga lebih awet. Sedangkan pada sproket produk y1, y2,
Kode Makalah: RMA-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
dan z2 tidak terlihat perbedaan struktur antara yang di pinggir dengan yang di tengah penampang. Untuk dapat melihat lebih jelas struktur pada sproket, dilakukan dengan pengamatan struktur mikro dari masing-masing penampang
sproketnya. Foto mikro diambil pada tiga titik sampel, yaitu di pinggir, di daerah transisi, dan di tengah penampang sproket. Hasil pengamatannya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 3. Foto mikro penampang sproket produk, kiri bagian tepi penampang, tengah bagian transisi penampang, kanan bagian tengah penampang. Dari atas ke bawah berturut-turut adalah: produk x, y1, y2, y3, z1, dan z3.
Kode Makalah: RMA-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Pada penampang sproket x terlihat di bagian tepi (daerah yang lebih dekat dengan permukaan sproket yang bersinggungan langsung dengan rantai) menunjukkan struktur mikronya halus dan mempunyai struktur martensit yang cenderung keras. Di daerah transisi strukturnya terlihat lebih besar dan lebih terang yang terdiri dari campuran struktur ferit dan perlit dan sedikit struktur martensit. Sedangkan di daerah tengah terlihat lebih terang dengan struktur ferit (terang) dan perlit (gelap). Dari struktur mikro ini semakin memperjelas hasil foto makro bahwa sproket ini telah mengalami proses perlakuan panas untuk memperbaiki kekerasan permukaannya. Pada penampang sproket y1 terlihat bahwa antara daerah pinggir, transisi, dan tengah tidak terdapat perbedaan bentuk struktur mikro. Struktur mikronya berupa ferit (terang) dan perlit (gelap) dengan bentuk yang besar-besar. Kecenderungan bentuk struktur mikro yang sama antara yang di daerah pinggir, transisi, dan tengah juga dapat dijumpai pada penampang sproket produk y2, tetapi mempunyai warna yang lebih gelap sehingga strukturnya lebih didominasi oleh struktur perlit dan sedikit struktur ferit. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3 di atas. Dari foto mikro ini menunjukkan bahwa produk y1 dan y2 tidak diberi perlakuan panas (heat treatment) selama proses pembuatannya. Pada penampang sproket y3 terlihat di bagian pinggir struktur mikronya lebih halus dibandingkan dengan yang di daerah transisi dan tengah. Pada bagian pinggir strukturnya berupa ferit dan perlit halus, sedangkan di daerah transisi cenderung kasar meskipun strukturnya juga berupa ferit dan perlit. Di daerah tengah struktur lebih banyak didominasi oleh ferit dan sisanya berupa perlit. Struktur mikro penampang sproket z1 terlihat adanya perbedaan antara daerah pinggir, daerah transisi, dan daerah tengah. Daerah pinggir strukturnya berupa martensit yang bersifat keras dan getas sehingga lebih tahan aus. Pada daerah transisi strukturnya berupa ferit dan perlit halus, sedangkan pada daerah
tengah strukturnya lebih kasar dibandingkan dengan yang di daerah transisi, meskipun strukturnya masih sama yaitu terdiri dari ferit dan perlit. Dari foto mikro menunjukkan produk y3 dan z1 mengalami proses heat treatment selama proses pembuatannya untuk meningkatkan kekerasannya. Foto mikro penampang sproket produk z2 terlihat tidak ada perbedaan bentuk struktur antara bagian pinggir, transisi, dan tengah. Struktur terlihat paling terang bila dibandingkan dengan produk-produk yang lainnya. Struktur mikronya cenderung didominasi oleh ferit (terang) yang bersifat lunak dan sisanya berupa perlit (gelap) yang sifatnya lebih keras. Foto mikro juga menunjukkan bahwa produk z2 cenderung lunak serta tidak diberi perlakuan panas selama proses pembuatannya sehingga ketika sproket ini dipakai kemungkinan terjadinya keausan akan lebih cepat. Kekerasan Hasil uji kekerasan untuk semua jenis produk menunjukkan bahwa terdapat variasi nilai kekerasan dari bagian pinggir sproket ke bagian tengah sproket. Variasi ini dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini : jar ak (m m) x y1 y2 y3 z1 z2
Tabel 1. Nilai kekerasan micro vickers 0.5
2.0
4.0
6.0
8.0
10. 0
385. 9 161. 0 231. 8 286. 2 528. 1 171. 5
385. 9 161. 0 231. 8 643. 9 528. 1 154. 5
385 .9 164 .4 226 .1 841 .0 508 .8 104 .8
379. 8 161. 0 183. 2 841. 0 179. 1 103. 0
151 .4 164 .4 187 .3 175 .3 175 .3 99. 7
154 .5 161 .0 179 .1 175 .3 175 .3 103 .0
12.0 145. 4 161. 0 179. 1 179. 1 175. 3 99.7
Kode Makalah: RMA-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
1000,0 900,0
Kekerasan (kg/mm²)
800,0 700,0 600,0 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 0,0 0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
jarak dari tepi sproket (mm)
Gambar 4. Hasil pengujian kekerasan micro vickers. Dari tabel dan grafik uji kekerasan terlihat bahwa nilai kekerasan tertinggi terdapat pada y3 sebesar 841,0 kg/mm2, sedangkan nilai kekerasan terendah terdapat pada z2 sebesar 99,7 kg/mm2. Sproket produk pabrikan (x) kekerasan tertinggi terjadi pada bagian tepi yaitu sebesar 385,9 kg/mm2, yang kemudian akan menurun di bagian tengahnya yaitu hanya sebesar 145,4 kg/mm2. Hal ini menunjukkan bahwa sproket x mempunyai karakteristik keras di bagian permukaan dan cenderung lunak dan ulet di bagian tengahnya. Sproket produk OEM (y1, y2, dan y3), ternyata memiliki karakteristik nilai kekerasan yang berbeda-beda. Produk y1 nilai kekerasannya relatif sama antara bagian tepi dan bagian tengahnya yaitu sebesar 161 kg/mm2. Pada produk y2 bagian tepi mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi
bila dibandingkan pada bagian tengahnya. Bagian tepi mempunyai nilai kekerasan sebesar 231,8 kg/mm2, sedangkan pada bagian tengah nilainya sebesar 179,1 kg/mm2. Pola variasi kekerasan pada produk y2 sama dengan yang produk x dimiliki oleh produk x, meskipun nilai produk y1 produk y2 kekerasan pada produk y2 lebih rendah produk y3 dibanding produk x. Pada produk y3 di daerah produk z1 transisi mempunyai nilai kekerasan yang sangat produk z2 tinggi yaitu sebesar 841 kg/mm2, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan bagian tepi yang hanya sebesar 286,2 kg/mm2 maupun dengan bagian tengahnya yang hanya sebesar 179,1 kg/mm2. Pada sproket produk non OEM (z1 dan z2), ternyata juga memiliki karakteristik nilai kekerasan yang berbeda-beda. Produk z1 nilai kekerasan di bagian tepinya cukup tinggi yaitu sebesar 528,1 kg/mm2, bahkan nilai ini jauh lebih keras bila dibandingkan nilai kekerasan bagian tepi untuk produk x maupun y1,y2, dan y3. Sedangkan pada bagian tengahnya cenderung lebih lunak dengan nilai kekerasan yang dimiliki hanya sebesar 175,3 kg/mm2, meskipun nilainya masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan produk x. Untuk produk z2 ternyata memiliki nilai kekerasan di bagian tepinya sebesar 171,5 kg/mm2, dan menurun pada bagian tengahnya yang hanya sebesar 99,7 kg/mm2. Komposisi Kimia Berdasarkan pengujian spektrometri didapatkan hasil data komposisi kimia material sproket , seperti terlihat pada tabel 2 di berikut ini :
Tabel 2. Komposisi kimia spesimen sproket. Sproket x y1 y2 y3 z1 z2
C 0.2693 0.5105 0.4734 0.5009 0.4514 0.2044
Si 0.0239 0.0222 0.2594 0.2824 0.3413 0.1886
S 0.0030 0.0053 0.0022 0.0063 0.0123 0.0175
P 0.0066 0.0083 0.0081 0.0058 0.0100 0.0207
Mn 0.8827 0.7360 0.7376 0.5659 0.6312 0.4735
Ni 0.0060 0.0088 0.0051 0.0113 0.0101 0.0066
Cr 0.0155 0.0233 0.0202 0.0489 0.0416 0.0231
Mo 0.0031 0.0027 0.0010 0.0020 0.0015 0.0008
Cu 0.0112 0.0122 0.0113 0.0164 0.0299 0.0128
Sproket W Ti Sn Al Pb Ca Zn Fe 0.0029 0.0144 0.0010 0.0559 0.0033 0.0021 0.0075 98.69 x
Kode Makalah: RMA-008
y1 y2 y3 z1 z2
0.0039 0.0021 0.0015 0.0012 0.0011
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
0.0026 0.0033 0.0034 0.0031 0.0038
0.0008 0.0014 0.0151 0.0019 0.0014
0.0734 0.0234 0.0093 0.0118 0.0135
Uji komposisi kimia bahan sproket memperlihatkan bahwa semua jenis produk sproket menggunakan material baja karbon. Sproket produk x dan z2 menggunakan material baja karbon rendah karena kandungan karbonnya (C) kurang dari 0,3 %, sedangkan untuk sproket produk y1, y2, y3, dan z1 menggunakan material baja karbon sedang
0.0034 0.0029 0.0034 0.0034 0.0038
0.0002 0.0002 0.0007 0.0032 0.0000
0.0169 0.0072 0.0081 0.0084 0.0070
98.57 98.44 98.52 98.44 99.02
karena kandungan karbonnya antara 0,3 % sampai dengan 0,6 %. Dari serangkaian uji sproket yang meliputi uji struktur makro dan mikro, uji kekerasan, dan uji komposisi kimia maka dapat dibuat tabel perbandingan dari ke-enam jenis sproket sebagai berikut :
Tabel 3. Perbandingan sifat mekanik sproket. Sproket
Kandungan Unsur Kimia Utama C (%)
Mn (%)
Fe (%)
x
0.2693
0.8827
98.69
y1
0.5105
0.7360
y2
0.4734
y3
Perlakuan panas
Kekerasan (mikro Vickers) Tepi
Tengah
Ya
385.9
145.4
98.57
Tidak
161.0
161.0
0.7376
98.44
Tidak
231.8
179.1
0.5009
0.5659
98.52
Ya
286.2
179.1
z1
0.4514
0.6312
98.44
Ya
528.1
175.3
z2
0.2044
0.4735
99.02
Tidak
171.5
99.7
Kekuatan Tarik Hasil pengujian tarik pada rantai menunjukkan bahwa kerusakan/putusnya rantai paling banyak terjadi pada pin rantai. Rusaknya pin rantai sebagian besar disebabkan oleh rusaknya keling pin rantai pada plat/daun rantainya, dan sebagian yang lain akibat pin rantai putus. Sedangkan kerusakan lainnya disebabkan oleh plat/daun rantai yang tidak kuat menahan beban tarik.
Jenis baja Karbon rendah Karbon sedang Karbon sedang Karbon sedang Karbon sedang Karbon rendah
Kode Makalah: RMA-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
18.50
18.00
kN
17.50
17.00
Gambar 5. Jenis kerusakan rantai saat diuji tarik, berturut-turut dari kiri ke kanan : produk x, y1, y2, y3, z1, z2.
16.50
16.00
x
y1
y2
y3
z1
z2
Gaya Maksimal (kN)
Tabel 4. Gaya maksimal dan pertambahan panjang rantai setelah diuji tarik Rantai x y1 y2 y3 z1 z2
Gaya Maksimal (kN) 18.09 18.21 18.24 17.95 17.50 16.88
Pertambaha n Panjang (mm) 12.44 16.25 16.34 12.60 11.64 16.77
Gaya maksimal tertinggi pada pengujian tarik tercatat 18,24 kN terjadi pada rantai y2, sedangkan gaya maksimal yang paling rendah terjadi pada rantai z2 yaitu sebesar 16, 88 kN. Pertambahan panjang ( l) rantai saat diuji tarik tertinggi pada z2 sebesar 16,77 mm per 10 buah daun (plat) rantai luar, sedangkan pertambahan panjang rantai paling rendah adalah 12,44 mm yang terjadi pada x.
Gambar 6. Grafik gaya maksimal rantai setelah uji tarik 18.00 16.00 14.00 12.00
mm
Gaya maksimal tertinggi pada pengujian tarik tercatat 18,24 kN terjadi pada rantai y2, sedangkan gaya maksimal yang paling rendah terjadi pada rantai z2 yaitu sebesar 16, 88 kN. Pertambahan panjang ( l) rantai saat diuji tarik tertinggi pada z2 sebesar 16,77 mm per 10 buah daun (plat) rantai luar, sedangkan pertambahan panjang rantai paling rendah adalah 12,44 mm yang terjadi pada x.
10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
x
y1
y2
y3
z1
z2
Pertambahan Panjang (mm)
Gambar 18. Grafik pertambahan panjang (l) rantai setelah uji tarik KESIMPULAN Dari data-data dan hasil pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan : 1. Struktur mikro sproket produk x (produk original) mempunyai perbedaan antara yang di tepi/pinggir dengan yang di bagian tengahnya, dan berdasarkan uji kekerasannya, bagian tepi lebih keras dibanding bagian tengahnya. Fenomena yang sama juga terjadi pada sproket produk y3 (OEM) dan sproket produk z1 (non OEM). 2. Struktur mikro sproket produk y1 dan y2 (OEM) serta produk z2 (non OEM), antara bagian tepi dan tengah ternyata sama, sehingga kekerasan antara bagian tepi dan tengahnya cenderung sama. 3. Berdasarkan uji komposisi, sproket produk x dan z2 merupakan baja karbon rendah karena kandungan karbonnya kurang dari 0,3 %, sedangkan sproket produk y1, y2,
Kode Makalah: RMA-008
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
y3, dan z1 merupakan baja karbon sedang karena kandungan karbonnya lebih dari 0,3 % tetapi kurang dari 0,6 %. 4. Gaya maksimal saat uji tarik rantai antara produk original dan produk OEM relatif sama, sedangkan pada produk non OEM lebih rendah. Gaya maksimal tertinggi terjadi pada produk y2 sebesar 18,24 kN, sedangkan yang paling rendah terjadi pada produk z2 yang hanya 16, 88 kN. 5. Pertambahan panjang (l) rantai saat diuji tarik tertinggi adalah 16,77 mm terjadi pada produk z2, sedangkan pertambahan panjang rantai paling rendah adalah 12,44 mm yang terjadi pada produk x. REFERENSI Otto, F.J. dan Herring, D.H. June 2002. Gear Heat Treatment. Heat Treating Progress. Sularso. dan Suga, K. 1978.Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.Pradnya Paramita. Jakarta. Sugito, B. dan Hariyanto, A. 2007. Pengaruh Karburisasi Roda Gigi Sprocket Aspira Dengan AHM Terhadap Perubahan Sifat Fisis Dan Mekanis.Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 8(1):87-98.
Kode Makalah: RMA-009
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Analisa Kandungan Gas CO2 Terhadap Variasi Temperatur dan Waktu pada Proses Penyangraian 1)
Roni Novison, 2)Firman Ridwan
Universitas Andalas Padang Kampus Limau Manis, Pauh, Padang, 25613
[email protected],
[email protected] 1,2)
Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh temperatur dan lama penyangraian terhadap besar kandungan gas CO2 yang dihasilkan selama proses penyangraian serta perubahan sifat fisik (warna, berat dan ukuran) dari biji kopi sangrai. Jenis kopi arabika sebanyak 250 gram yang akan dimasukan kedalam ruang sangrai secara manual. Proses penyangraian dilakukan selama 5, 10, 15, 20, 30 menit dan temperatur penyangraian berkisar 180°C, 200°C, dan 220°C. Hasil percobaan dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkat kematangan antara lain, ringan, medium dan berat. Pada saat temperatur penyangraian 180°C kandungan maksimal gas CO2 yang dihasikan sebesar 2,5 %, temperatur penyangraian 200 °C kandungan maksimal gas CO2 yang dihasikan sebesar 3,3 %, temperatur penyangraian 220 °C kandungan maksimal gas CO2 yang dihasikan sebesar 7,4 %. Hasil penelitian menunjukkan kualitas terbaik dari penyangraian berada pada temperatur 200°C dengan kandungan gas CO2 yang dihasilkan sebesar 3,3 % serta lama penyangraian selama 10 menit.. Keywords : Sifat fisik, Gas CO2, Kopi Arabika, Penyangraian
diikuti dengan reaksi pirolisis. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangrai. Secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai yang umum dipakai adalah antara 195°C sampai 205°C [3].
1. Pendahuluan Proses pengolahan biji kopi sangat berperan penting dalam menentukan kualitas dan cita rasa kopi. Salah satu tahapan yang terpenting adalah proses penyangraian, namun saat ini masih sedikit data tentang bagaimana proses penyangraian yang tepat sehingga menghasilkan produk kopi, kualitas dan rasa kopi yang berkualitas. Proses penyangraian merupakan tahapan dari pembentukan rasa dan aroma pada biji kopi. Apabila biji kopi keragaman dalam ukuran, tekstur, kadar air dan struktur kimia, maka proses penyangraian akan relatif lebih mudah untuk dikendalikan [1]. Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan-kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya, bertambah besarnya ukuran biji kopi dan perubahan warna bijinya. Biji kopi setelah disangrai akan mengalami perubahan kimia yang merupakan unsur cita rasa yang lezat [2].Jumlah senyawa volatile dipengaruhi oleh metode penyangraian. Hal ini mengakibatkan waktu dan suhu penyangraian membuat dampak tidak hanya pada pembentukkan komponen aroma terapi retensi dalam kopi yang sudah disangrai. Proses sangrai diawali dengan penguapan air dan
2. Tinjauan Pustaka Tingginya penggemar minuman kopi disebabkan banyaknya faktor, salah satunya yang paling berkontribusi adalah rasa [4]. Kualitas kopi yang terdapat pada minuman sangat tergantung pada komposisi kimia dari biji yang disangrai, dipengaruhi juga oleh komposisi biji kopi dan kondisi proses yang dilakukan setelah panen (pengeringan, penyimpanan, penyangraian dan penggilingan) [5]. Penyangraian merupakan proses penting untuk mendapatkan rasa khas, warna dan sifat struktur dari biji kopi yang dihasilkan [6]. Proses penyangraian sangat diperlukan untuk mendapatkan sifat organoleptik (rasa, aroma, dan warna). Sifat inilah yang dibutuhkan untuk mendapatkan secangkir kopi dengan kualitas baik [7]. Berdasarkan temperatur penyangraian, yang
1
Kode Makalah: RMA-009
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
digunakan dalam proses sangrai dibedakan atas 3 tingkatan yaitu: tingkat sangrai ringan (ligh roast) dengan temperatur sangrai 190°C sampai dengan 195°C, sedangkan untuk tingkat sangrai medium (medium roast) dengan temperatur sangrai 200°C sampai dengan 205°C dan untuk tingkatan sangrai gelap (dark roast) dengan temperatur sangrai diatas 205°C [7]. Kalau berdasarkan pengurangan tingkat kadar air dibagi menjadi 3 diantaranya ligh roast menghilangkan kadar air sekitar 3-5 %, medium roast menghilangkan kadar air sekitar 5-8% dan dark roast menghilangkan kadar air sebesar 8-14% [8]. Perubahan sifat fisik dari biji kopi selama proses penyangraian sangat tergantung pada suhu dan waktu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baggenstoss[6]. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 yang menjelaskan perubahan sifat fisik (warna, massa jenis, dan kadar air) terhadap lama proses penyangraian. Temperatur tinggi pada saat penyangraian menyebabkan densiti menjadi rendah, volume biji kopi membesar, dan kadar air yang lebih rendah jika dibandingkan dangan proses penyangraian pada suhu yang lebih rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh [6]. Selama penyangraian kelembaban akan berkurang, reaksi kimia (volume, warna, berat, bentuk, PH, komponen volatil) akan terjadi dan kandungan CO2 meningkat [8]. Selain itu proses penyangraian akan merubah warna biji kopi sesuai yang diinginkan, menghilangkan berat biji kopi karena terjadinya reaksi penguapan air, CO2 dan reaksi senyawa volatil. Reaksi pirolisis yang terjadi selama proses penyangraian akan menghasilkan gas CO2 [10]. Semakin lama waktu proses penyangraian yang dilakukan maka semakin besar gas yang dihasilkan. Sehingga penelitian ini akan melakukan sebuah percobaan dengan melihat besar nilai kandungan gas CO2 selama proses penyangraian dan hubungan terhadap perubahan secara fisik.
biji kopi akan membentuk citarasa dan aroma kopi. Waktu sangrai ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman[11]. Sehingga pada pengambilan data akan digunakan sebuah mesin sangrai kopi seperti Gambar 3.1
Gambar 3.1 Mesin Penyangrai Kopi
b. Kompor Proses pemanasan pada mesin penyangrai kopi digunakan kompor, dengan bahan bakar gas LPG. Jenis kompor yang digunakan kompor gas satu tungku.
Gambar 3.2 Kompor Gas c. Termokopel Untuk mengukur temperature di dalam ruang sangrai selama proses penyangraian digunakan termokopel tipe K.
3. Metodologi Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dari bulan April sampai Agustus 2015, di Laboratorium Produksi Teknik Mesin Universitas Andalas Padang.
Gambar 3.3 Termokopel d. Termometer Digital Thermometer digital digunakan untuk mengkalibrasi dari termokopel dan mengukur dinding dari silinder sangrai. Tujuan dari mengkalibrasi termokopel adalah untuk mendapatkan nilai pengukuran yang standar. Gambar 3.4 menunjukan jenis thermometer digital yang digunakan untuk mengkalibrasi termokopel.
Alat
a. Mesin Penyangrai Kopi Penyangraian kopi merupakan kunci dari proses produksi. Proses ini merupakan pembentukan aroma dan citarasa kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas. Senyawa organik dalam 2
Kode Makalah: RMA-009
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Dalam penelitian ini ada beberapa proses yang akan dilakukan diantaranya proses penyangraian, proses pendinginan, proses penggilingan dan proses pengukuran nilai keasaman biji kopi. Diagram alir penelitian secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.7 Start
Gambar 3.4 Thermometer Digital Fluk
e. Gas Analizer Selama penyangraian kelembaban akan berkurang, reaksi kimia (volume, warna, berat, bentuk, PH, komponen volatil) akan terjadi dan kandungan CO2 meningkat[9]. Selain itu proses penyangraian akan merubah warna biji kopi sesuai yang diinginkan, menghilangkan berat biji kopi karena terjadinya reaksi penguapan air, CO2 dan reaksi senyawa volatil. Reaksi pirolisis yang terjadi selama proses penyangraian akan menghasilkan gas CO2 [10].
Panaskan Ruangan Sangrai
Biji Kopi Kering
Proses Penyangraian dengan suhu 180 C, 200 C, 220 C dan Waktu 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit
T
Jika T=180C/ 200C/220C Y
Gambar 3.5 Alat ukur gas CO2 Bahan Biji kopi yang digunakan dalam penelitian ini jenis kopi arabika. Kopi ini berasal dari daerah Baso, Payakumbuh, Sumatera Barat. Biji kopi yang digunakan memiliki ukuran seragan. Gambar 3.6 jenis kopi arabika yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Pengukuran CO2 Temperatur Udara Panas Keluar
Biji Kopi Sangrai didinginkan
Finish
Gambar 3.7 Diagram alir Pengambilan data dilakukan untuk mendapatkan parameter–parameter yang mempengaruhi hasil penyangraian kopi. Data eksperimen yang akan diambil berupa data temperatur, waktu dan kandungan CO2 selama proses
Gambar 3.6 Biji Kopi Arabika Diagram Alir Penelitian
3
Kode Makalah: RMA-009
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
penyangraian. Setelah penyangraian selesai maka dilakukan proses pengukuran keasaman dari biji kopi sangrai. Ada beberapa tahapan untuk melakukan pengujian diantaranya: 1. Tahap persiapan Terdapat beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan proses pengujian supaya pengambilan data dapat dilakukan dengan baik : a. Pengecekan mesin sangrai kopi dan memastikan semua peralatan penunjang dan komponen –komponen lainnya terpasang dengan baik. b. Mempersiapkan alat ukur yang digunakan seperti digital thermometer, stopwatch c. Mempersiapkan ± 1kg biji kopi kering sebagai bahan uji. 2. Tahap penyangraian Ada beberapa tahapan dalam pengambilan data diantaranya: a. Sebagai data awal, dicatat temperatur dan lama proses penyangraian yang akan digunakan. b. Nyalakan api kompor untuk memanaskan dinding luar ruangan sangarai. c. Biji kopi sebanyak 1 kg dimasukan kedalam ruang sangrai. d. Motor DC dihidupkan. e. Temperatur peyangraian akan dipertahankan selama waktu yang sudah ditetapkan. f. Setiap 5 menit, biji kopi sangrai akan diambil sebagai contoh. g. Hasil pengukuran kandungan CO2 akan dicatat. h. Lakukan proses pendinginan.
lama proses penyangraian. Kondisi tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 4.1 yaitu hasil proses penyangraian dengan menggunakan temperatur 180°C, 200°C dan 220°C, lama proses penyangraian juga bervariasi mulai 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit. Tabel 4.1 Hasil Proses Penyangraian
Waktu
180 C
Temperatur 200 C
220 C
5 menit
10 menit
15 menit
20 menit
25 menit
30 menit
Tabel 4.1 memperlihatkan secara jelas temperatur dan lama proses penyangraian sangat berperan terhadap perubahan warna dari biji kopi sangrai. Perubahan warna biji kopi tidak terlalu signifikan pada saat temperatur penyangraian di 180°C. Temperatur ini dapat digolongkan kedalam tingkat penyangraian ringan (light roast). Pada temperatur penyangraian di 200°C perubahan warna biji kopi mulai menghitam dan hasil penyangraian mulai menunjukan keseragaman. Temperatur ini dapat digolongkan kedalam penyangraian menengah (medium roast). Pada temperatur penyangraian di 220 °C, perubahan warna menunjukan warna yang lebih
4. Hasil dan Analisa
Perubahan Fisik selama Proses penyangraian Proses penyangraian merupakan bagian terpenting dalam menghasilkan biji kopi sangrai yang berkualitas. Selama proses penyangraian terjadi perubahan fisik secara bersamaan diantaranya perubahan warna, berat dan ukuran dari biji kopi itu sendiri. Hal yang berperan dalam terjadinya perubahan fisik pada biji kopi adalah temperatur dan
4
Kode Makalah: RMA-009
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
hitam pekat dan hasil penyangraian biji kopi sudah seragam. Keadaan ini dapat digolongkan kedalam penyangraian gelap (dark roast). Pengurangan kadar air pada biji kopi hijau saat penyangraian mengakibatkan terjadinya penyusutan berat dari biji kopi sangrai. Tabel 4.2 menunjukkan pengurangan berat dari biji kopi sangrai. Kopi hijau yang akan disangrai seberat 250 gram dilakukan pada temperatur 180 °C selama 14, 20, 24, 30 menit menghasilkan kopi sangrai seberat 220, 215, 208, 206 gram. Penyusutan kadar air pada biji kopi sebesar 30, 35, 42, 44 gram. Sedangkan pada Tabel 4.3 menunjukan pengurangan kadar air pada temperatur 200 °C. Waktu penyangraian dilakukan sekitar 6, 10, 14, 20, 24, 30 menit menghasilkan berat kopi sangrai seberat 210, 185, 164, 147, 135, 125 gram. Penyusutan kadar air pada biji kopi sebesar 40, 65, 86, 103, 115, 125 gram. Begitu juga dengan Tabel 4.3 menunjukkan pengurangan berat dari biji kopi sangrai dengan temperatur sangrai 220 °C. Dengan waktu sangrai sama dengan yang lain, menghasilkan berat kopi sangrai seberat 208, 170, 163, 156, 115, 105 gram. Penyusutan kadar air pada biji kopi sangrai sebesar 42, 80, 87, 94, 135, 145 gram, sehingga dapat dianalisa perubahan sifat fisik pada biji kopi sangrai sangat tergantung pada suhu dan waktu penyangraian. Semakin tinggi temperatur dan lama waktu penyangraian maka kadar air yang hilang akan semakin besar, biji kopi akan membesar dan perubahan warna pada biji kopi sangat signifikan.
12 13 14 15
Waktu Penyangraian (Menit)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Kadar CO2 (%)
0,2 0,5 1 1,4 1 0,5 0,6 1 2 2,5 2,2
Berat Akhir (Gram)
30
215
35
208
42
206
44
No
Temperatur Penyangraian (C)
Waktu Penyangraian (Menit)
Kadar CO2
Berat Akhir (Gram)
Berat Hilang (Gram)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
0,4 1 1 1,6 3,3 3,2 3,1 2,4 1,6 1,5 1,2 1 1 0,9 0,7
210
40
185
65
164
86
147
103
135
115
125
125
Tabel 4.4 data percobaan dengan temperatur 220 °C Faktor
Berat Hilang (Gram)
220
2 1 0,9 0,6
Faktor
Faktor Temperatur Penyangraian (C)
24 26 28 30
Tabel 4.3 data percobaan dengan temperatur 200 °C
Tabel 4.2 data percobaan dengan temperatur 180 °C
No
180 180 180 180
5
No
Temperatur Penyangraian (C)
Waktu Penyangraian (Menit)
Kadar CO2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
220 220 220 220 220 220 220 220 220 220 220 220 220 220 220
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
0,8 1,6 2,9 7,7 7,4 5,3 3 2,1 1,4 1,2 1,7 1,5 1,6 1 0,9
Berat Akhir (Gram)
Berat Hilang (Gram)
208
42
170
80
163
87
156
94
115
135
105
145
Kode Makalah: RMA-009
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Efek kondisi kadar CO2 pada saat penyangraian Proses penyangraian ditandai dengan terjadinya penguapan air dan diikuti oleh gas CO2. Grafik 4.1 menunjukkan nilai kadar gas CO2 pada temperatur 180 °C. Pada menit 20 nilai kadar gas CO2 maksimum yang dihasilkan sebesar 2,5 %. Sedangkan Grafik 4.2 menunjukan nilai kadar CO2 pada temperatur 200 °C. Pada menit 10 nilai kadar gas CO2 maksimum yang dihasilkan sebesar 3,3 %. Pada Grafik 4.3 menunjukkan nilai kadar CO2 pada temperatur 220 °C. Pada menit 5 nilai kadar gas CO2 maksimum yang dihasilkan sebesar 7,4%. Hasil ini menunjukan bahwa tingkat pelepasan gas CO2 untuk biji kopi sangrai sangat berpengaruh pada suhu. Semakin besar suhu penyangraian maka semakin cepat pelepasan kadar CO2 sebaliknya semakin rendah suhu penyangraian maka semakin lambat pelepasan gas CO2. Sehingga kualitas1 biji kopi sangrai yang bagus terdapat pada temperatur 180°C lama penyangraian 20 menit, sedangkan temperatur 200°C lama penyangraian 10 menit dan temperatur 220 °C lama penyangraian 8 menit. Semakin lama waktu penyangraian maka kadar CO2 yang dihasilkan akan semakin kecil, hal ini dapat dilihat pada Grafik 4.4 waktu penyangraian 30 menit menghasilkan kadar gas CO2 sekitar 0,9%.
Grafik 4.2 grafik kadar CO2 pada temperatur 200 °C
Grafik 4.3 grafik kadar CO2 pada temperatur 220 °C 5. Kesimpulan
1. Tingkat pelepasan gas CO2 untuk biji kopi sangrai sangat tergantung pada suhu penyangraian. 2. Suhu dan lama penyangraian sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dari biji kopi sangrai yang dihasilkan. 3. Kualitas kopi terbaik pada temperatur 180°C lama penyngraian 20 menit, temperatur 200°C lama penyangraian 10 menit dan 220°C lama penyangraian 8 menit.
Grafik 4.1 grafik kadar CO2 pada temperatur 180 °C
Pengujian kualitas dilakukan dengan cara pengetesan pada orang yang ahli dalam bidang minum kopi. 1
6
Kode Makalah: RMA-009
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
[11]
6. Referensi [1]
[2] [3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
Joko Nugroho W.K, Juliaty Lumbanbatu, Sri Rahayoe (2009) Pengaruh Suhu dan Lama Penyangraian Terhadap Sifat Fisik Mekanis Biji Kopi Robusta. Ridwansyah, 2003, Pengolahan Kopi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta Kumazawa, K., Masuda, H.: Investigation of the Change in the Flavor of a Coffee Drink during Heat Processing. J. Agric. Food Chem. 51, (2003) 2674-2678. Franca, A. S., Mendonca, J. C. F., Oliveira, S. D.: Composition of green and roasted coffees of different cup qualities. LWT. 38, (2005) 709–715. Baggenstoss, J.Poisson, L.Kaegi, R. Perren, R &Escher, F (2008). Coffee Roasting and Aroma Formation: Application of Different Time-temperature Conditions. Journal of Agricultural and Food Chemistry 56(14), 5836-5846. Hernandez, J. A. Heyd, B.Irles, C.Valdovinos, B.&Trystram, G. (2007). Analysis of the heat and mass transfer during coffee batch roasting. Journal of Food Engineering 78(4), 1141-1148. LYMAN, D. J. BENCK, R. DELL, S. MERLE, S. & MURRAY-WIJELATH, J. (2003). FTIR-ATR Analysis of Brewed Coffee: Effect of Roasting Conditions. Journal of Agricultural and Food Chemistry 51(11), 3268-3272. Schwartzberg, H. G. (2000). Modelling bean heating during batch roasting of coffee beans. In st
[10]
¥textit{Engineering and Food for the 21 Century, edited by J. Welti-Chanes, G. Barbosa-Canovas, JM Aguilera, CRC Press LLC, London, New York, Boca Raton. GEIGER, R. PERREN, R. KUENZLI, R. & ESCHER, F. (2005). Carbon Dioxide Evolution
7
and Moisture Evaporation During Roasting of Coffee Beans. Journal of Food Science 70(2), E124-E130. Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Kode Makalah: RMA-010
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Analisis Efek dari Sistem Stucco Terhadap Permeabilitas pada Cetakan keramik Investement Casting. 1)
Is Prima Nanda, 2) Adee M. Ilham
Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang, 25163
[email protected] 1,2)
Abstrak Permeabilitas adalah salah satu sifat yang dibutuhkan dalam melakukan pengecoran. Permeabilitas adalah kemampuan pasir untuk mentransfer air atau udara yang di ukur dengan jumlah air yang mengalir melalui pasir dalam waktu tertentu ( Anynomous 2010 ). Permeabilitas yang terlalu tinggi menyebabkan permukaan produk yang tidak rata sedangkan permeabilitas yang terlalu rendah menyebabkan produk dapat menjadi cacat porositas. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai layer stucco halus (50 Mesh) layer, kasar (30 Mesh) dan layer selang seling antar layer dengan stucco halus dan kasar. Pada penelitian ini stucco halus, kasar dan selang seling dibuat setebal 6 layer. Sebelum setiap layernya ditaburi dengan stucco, spesimen direndam selama 30 detik ke dalam slurry. Setelah spesimen uji selesai, dilakukan waxing dimana bertujuan untuk penguapan pola dan seterusnya dilakukan firing dengan tujuan sintering. Setelah selesai semua perlakuan dilakukan pengujian permeabilitas dengan alat uji permeability tester sebanyak 3 kali dari masing-masing spesimen. Selanjutnya dilakukan pengamatan makro dengan menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran 0,63 kali. Penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang halus adalah 1,14008 x 10-7, nilai rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang kasar adalah 1.15681 x 10-7, sedangkan nilai rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang diselang-seling adalah 1.14715 x 10-7.
Keywords: Investment Casting, permeabilitas, stucco dan slurry pada proses Investment Casting. Soh Wen Hann melakukan penelitian dengan menambahkan serabut kelapa sawit pada mold dan mendapatkan hasil meningkatnya nilai permeabilitas dari mold tersebut. Saad Rabia S. Alyami juga melakukan penelitian guna meningkatkan nilai permeabilitas dari mold dengan menambahkan gilingan serabut kelapa dan juga mendapatkan hasil yang sama yaitu meningkatnya nilai permeabilitas dari mold tersebut. Pada penelitian yang telah dilakukan tidak ada penelitian yang menggunakan jenis stucco yang kontstan. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan nilai permeabilitas dari jenis stucco yang digunakan. Penelitian ini dilakukan agar nantinya dapat menjadi landasan terhadap pemilihan jenis stucco yang akan digunakan pada proses Investment Casting. Dimana keuntungannya sudah mengetahui nilai permeabilitas dari stucco yang akan digunakan.
1. Pendahuluan Investment casting adalah salah satu proses manufaktur yang sudah cukup lama dan sudah banyak diketahui, yang di mana logam cair dituangkan ke dalam cetakan keramik yang dipakai sekali proses. Dalam Investment Casting suatu hal yang diharapkan terhadap produk yang yang dibuat adalah dapat bebas dari cacat. Pada industri pengecoran, seringkali terjadi permasalahan dalam perihal porosity pada produk yang salah satu penyebabnya disebabkan oleh terperangkapnya gas dalam mold. Dimana gas tersebut terperangkap dikarenakan mold tidak memiliki permeabilitas yang baik. Permeabilitas tergantung terhadap particle stucco yang digunakan untuk membuat mold pada investment casting. Particle stucco yang digunakan biasanya digunakan jenis yang kasar, halus maupun divariasikan. Dalam hal ini akan diketahui yang manakah yang memiliki nilai permeabilitas dari masing-masingnya. Sebelumnya sudah terdapat penelitian yang dilakukan guna meningkatkan nilai permeabilitas dari mold
2. Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan Penyiapan alat- alat spesimen, dimana spesimen dibuat 1
Kode Makalah: RMA-010
dengan variasi antara ukuran dari stucco diantaranya : Halus (Max 50 Mesh), Kasar (Max 30 Mesh) dan Selang – seling (kasar-halus-kasar-halus-kasar-halus). Selanjutnya pembuatan pattern dimana menggunakan hollow dengan diameter 12 mm dan sebagai patternnya adalah bola tennis meja. Pembuatan mold dilakukan dengan pencelupan terhadap slurry lalu ditaburi dengan stucco yang telah ditentukan variasinya. Selanjutnya adalah proses dewaxing dimana proses ini dimasukkan ke dalam tungku dan dipanaskan dengan temperatur 250 °C. Setelah proses dewaxing dilakukan proses firing dimana tujuannya adalah untuk terjadinya proses sintering pada ceramik. Setelah proses firing dilakukan proses pengujian permeabilitas dengan alat permeability tester dan melihat structur mikro dari specimen menggunakan microscope stereo. Selanjutnya dilakukan proses penganalisaan dari data yang didapatkan. Berikut adalah peralatan yang digunakan pada penelitian ini :
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Gambar 3. Alat uji Permeabilitas 4.Microscope Stereo Mikroskop stereo digunakan untuk mengamati bentuk dari struktur ceramik.
1.Mixer Digunakan sebagai pengaduk bahan utama mold yaitu slurry. Dimana bahan utama slurry adalah Kolida Silika dengan Zilkon.
Gambar 4. Microscope Stereo 3. Prosedur Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa prosedur seperti berikut : 3.1.Penyiapan spesimen Ada 3 jenis variasi sampel yang digunakan, yaitu: a. Layer halus Penyiapan spesimen dilakukan dengan pencelupan pola kedalam slurry selama 30 detik. kemudian ditaburkan stucco halus(50 Mesh) pada pola. Cetakan lalu dikeringkan selama 24 jam. Untuk lapisan kedua sampai lapisan kelima, pola dicelupkan selama 30 detik dan dikeringkan selama 2 jam. Sedangkan untuk lapisan terakhir lama pengeringan selama 24 jam. Sehingga membentuk 6 layer, spesimen ini disebut dengan layer halus. b. Layer kasar Penyiapan spesimen sama dengan layer halus kecuali penggunaaan jenis stucco. Stucco yang digunakan kali ini yaitu stucco kasar dari lapisan pertama sampai dengan lapisan terakhir. Sehingga membentuk 6 layer, spesimen ini disebut dengan layer kasar. c. Layer selang-seling Penyiapan spesimen sama dengan stucco halus kecuali penggunaan jenis stucco. Stucco yang digunakan kali ini yaitu stucco halus dan kasar secara bergantian hingga 6 layer. Sehingga membentuk 6 layer, spesimen ini disebut dengan layer selang-seling.
Gambar 1. Mixer 2.Firing Furnace Firing Furnance berfungsi sebagai tempat dewaxing maupun firing dimana temperatur yang dicapai oleh mesin ini adalah hingga 2000°C lebih.
Gambar 2. Firing Furnace 3.Permeability Tester Permeability tester ini digunakan untuk menguji tingkat permeabilitas suatu keramik.
2
Kode Makalah: RMA-010
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
stucco.
3.2.Pembuatan Pola Pola yang digunakan pada pengujian ini dibutuhkan pola yang berbentuk bulat, oleh sebab itu digunakan bola pong-pong sebagai pola terhadap cetakan.
Dari proses pengujian permeabilitas dengan menggunakan alat permeability tester tidak langsung didapatkan nilai permeabilitas dari sebuah cetakan yang diuji tersebut, yang didapatkan dari alat tersebut adalah nilai volume laju aliran dan tekanan. Dari data yang telah didapatkan pada pengujian, data tersebut diolah menggunakan persamaan (1)
μ = ηV1l/aр dimana :μ η
Gambar 4. Pembuatan pola dan cetakan
V1 l a Р spesimen (N/m2)
3.3.Proses Dewaxing Proses dewaxing dilakukan pada firing furnace dimana bertujuan untuk menghilangkan pattern dan yang tersisa hanyalah ceramic. Temperatur dewaxing yang digunakan yaitu dari 200̊ C sampai 300̊ C selama 30 menit.
= Permeabilitas (m2) = Viskositas dinamis udara pada lingkungan ( Ns/m2) = Volume laju aliran (m3) = Tebal cetakan (m) = Luas area cetakan (m2) = Tekanan udara yang melewati
3.4.Proses firing Sesudah dewaxing, cetakan akan dilakukan proses firing. Proses firing dilakukan dengan menempatkan cetakan kedalam tungku. Temperatur firing yaitu sekitar 650̊ C dan dilakukan selama 60-75 menit. Proses firing dilakukan untuk meningkatkan kekuatan cetakan. 3.5.Pengujian Permeabilitas Pengujian dilakukan dengan alat permeability tester dimana hasil yang akan didapatkan adalah tekanan dan velocity dari spesimen tersebut.
Gambar 5. Grafik nilai permeabilitas Pada gambar 1. adalah perbandingan antara cetakan dengan menggunakan jenis layer halus, jenis layer kasar dan jenis layer yang diselang-seling. Dapat dilihat lebih jelas bagaimana tingkatan nilai permeabilitas dari masing masing jenis layer yang digunakan. Perbedaan yang jelas terlihat pada jenis layer halus dan kasar. Sedangkan nilai permeabilitas dari layer yang diselang-seling berada diantara jenis layer halus dan jenis layer yang kasar. Nilai rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang halus adalah 1,14008 x 10-7, nilai rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang kasar adalah 1.15681 x 10-7, sedangkan nilai rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang diselang-seling adalah 1.14715 x 10-7.
3.6.Pengamatan structur makro Pengamatan dilakukan dengan mikroskop stereo dengan melihat bagaimana perbedaan lapisan antara masing masing ceramic. Setelah mendapatkan seluruh data yang dibutuhkan, dilakukan analisa terhadap data yang ada. 4. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan penelitian ini, maka dilakukan pembahasan terhadap data yang telah didapatkan dengan beberapa tahapan berupa proses pengujian permeabilitas dengan alat permeability tester dan pengamatan terhadap struktur dari cetakan dengan menggunakan microscope stereo. Pengujian permeabilitas dilakukan terhadap 3 jenis stucco diantaranya layer halus, layer kasar dan layer diselang-seling. Begitu juga pengamatan menggunakan microscope stereo dilakukan terhadap 3 jenis stucco tersebut, dimana bertujuannya untuk melihat dan menganalisa penyebab perbedaan terhadap permeabilitas dari masing masing jenis
Pengamatan struktur makro Hasil foto struktur makro dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini
3
Kode Makalah: RMA-010
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
menyebabkan mengapa cetakan dengan menggunakan layer yang kasar memiliki nilai permeabilitas yang tinggi, padahal pada saat melakukan pelapisan pada setiap layer sudah diberikan slurry supaya dapat mengisi rongga-rongga kosong antara layer, tetapi hal tersebut tidak terlalu berpengaruh dan tetap membuat rongga yang cukup besar pada cetakan sehingga membuat cetakan inilah yang memiliki nilai permeabilitas yang tertinggi diantara jenis layer yang halus maupun yang diselang-seling. Sedangkan pada Gambar 6 (c) dapat dilihat bahwa terdapat rongga yang cukup besar pada cetakan tetapi tidak lebih besar dari pada rongga pada jenis layer yang kasar, rongga yang besar ini mungkin dapat disebabkan oleh terdapatnya jenis layer kasar yang ditempatkan pada beberapa layer di cetakan tersebut. Rongga yang tidak cukup besar itupun juga disebabkan oleh terdapatnya jenis layer yang halus, selang-seling yang dilakukan terhadap jenis layer selang-seling ini adalah terdapat selang-seling antara jenis layer yang kasar dan layer yang halus pada pelapisan layer di cetakan ini. Hal inilah yang menyebabkan nilai permeabilitas dari cetakan yang diselang-seling berada diantara nilai cetakan jenis layer halus dan cetakan jenis layer kasar.
A. Halus
B. Kasar
C. Selang-seling
5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian analisis efek dari sistem stucco terhadap permeabilitas pada cetakan keramik Investement Casting yang telah didapatkan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : 1.Jenis stucco (stucco) dapat mempengaruhi nilai dari permeabilitas suatu cetakan keramik Investment Casting. 2.Pada penelitian ini jenis stucco yang digunakan yaitu halus (50 mesh), kasar (30 mesh) dan selang-seling(halus dan kasar). Permeabilitas terendah dimiliki oleh jenis stucco yang halus dengan nilai 1,10501 x 10-7 dan nilai yang tertinggi dimiliki oleh jenis stucco yang kasar dengan nilai 1.15681 x 10-7. 3.Menggunakan jenis stucco yang kasar merupakan cara yang dapat membuat nilai permeabilitas dari suatu cetakan keramik untuk proses Investment Casting bisa ditingkatkan walaupun tidak berbeda jauh dengan jenis yang diselang-seling. 4.Penggunaan jenis stucco yang kasar juga dapat menjadi solusi dari terjadinya cacat pada cetakan ceramik proses Investment Casting seperti porositas ketika menggunakan jenis stucco yang halus. 5.Nilai permeabilitas dipengaruhi oleh besarnya rongga yang terdapat pada cetakan. 6.Perbedaan nilai yang tidak terlalu jauh antara jenis stucco yang digunakan juga dapat menjadi acuan untuk melakukan pengecoran dengan mengutamakan kehalusan permukaan dan menghindari porositas dengan menggunakan jenis stucco yang diselang-seling.
Gambar 6. Struktur makro (a) halus, (b) kasar, (c) selang seling Gambar 6 (a) di atas merupakan hasil pengamatan terhadap cetakan dengan menggunakan layer berjenis halus sebagai pelapisnya, terlihat rongga yang cukup kecil antara layer pada cetakan, hal ini disebabkan stucco yang memiliki ukuran kecil dapat mengisi rongga rongga yang ada ditambah dengan penambahan slurry pada setiap melakukan pelapisan sehingga slurry inilah yang akan mengisi rongga yang tidak dapat diisi lagi oleh stucco yang ada ketika pelapisan pembuatan layernya. Rongga yang cukup kecil pada cetakan ini dapat menjelaskan mengapa nilai permeabilitas dari cetakan dengan menggunakan layer halus ini memiliki nilai yang terkecil, disebabkan rongga yang sedikit dan kecil sehingga udara sedikit yang dapat dikeluarkan oleh cetakan dengan menggunakan layer halus ini. Rongga yang cukup besar pada cetakan dapat dilihat pada Gambar 6 (b), pada cetakan terlihat bahwa terdapat stucco yang berukuran besar dan terdapat pula rongga yang cukup besar pula, hal inilah yang
4
Kode Makalah: RMA-010
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Referensi Imbriale, Michele. (2013). Inverse Heat Transfer Method for Ceramic Materials Thermo-Physical Properties Evaluation. University of Naples Federico II & E.M.A. S. p. A. D. Sareka , A. Trytekb, J. Nawrockia. 2009. Permeability of mould made by lost wax casting process. Politechnika Rzeszowska. Suhaimi, Mohd Rozalmi Bin. 2007. Further Study of Investment Casting Product Quality Produce from ABS Pattern. Universiti Teknologi Makaysia : Malaysia. Hann, Soh Wen. 2010. Effect of Oil Palm Fibre Addition On The Mechanical Properties os Shell Mould Investment Casting. Universiti Teknologi Malaysia, Malaysia. Alyami, Saad Rabia S. 2011. The Effect of Coconut Dust Addition on the Propersties of Green Sand and Investment Casting Moulds. Universiti Teknologi Malaysia, Malaysia.
5
Kode Makalah: RME-001
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Digital Technical Documetation with PDM Workgroup R. K. Arief Mechanical Engineering, Muhammadiyah Sumatera Barat University, Bukittinggi, Indonesia E-mail:
[email protected] Abstract Product Data Management is software to manage product data and process-related information in a single, centralized system can be use for works efficiency .PDM tracked and controlled product’s data in which related to specification of product, manufacture specification and raw material required , computer-aided design (CAD) data, models, parts information, manufacturing instructions, requirements, notes and documents. But this system is very expensive and takes big efforts and fund to applied. However this system is valuable to avoid any documents related works errors. One of cheap and simple PDM software is PDM workgroups. An integrated application with the SolidWorks CAD system package. A lot of benefits gained from this system but some drawbacks still happened and need further attentions. Implementation of this system creating good impact in engineering team but fail to fulfill their expectation of smooth data interaction with other departments. This is will be the first step of a research journey to create an affordable good, simple but powerfull engineering design system that can be use from a giant rich company to a small manufacturing workshop. Keyword: PDM, Design Data, Engineering Documentation, .Digital Documentation, Technical Data, Design data storage. 1. Introduction An up to date and easy data exchange are vital activity for an engineering or manufacturing company to accelerate intern department activities. Due to copyright and piracy issues, many company keep their design data very secretly, in other hand this create another problems that will slower process that need quick data information updated requested from another department. Project Data Management could facilitate this condition by its virtual vault that accessible everywhere by any authorized person in and outside engineering department. PDM will manage revision, project life cycle,act as a data manager and data keeper at one time so we
can always have fresh data without a doubt and we can free from worried of erased files or unauthorized edited files. PDM will reduce manual data entry which will reduce chance of human error. Bill of materials, 3D files, detailed drawings, certification document, calculation file and any related data can be easily stored in PDM and easily download by any authorized user directly in their desk. One of cheap yet powerfull PDM software is PDM workgroup from Dassault Systemes. This software already include in Solidworks standard package and can be use up to 10 users with good safety vault, friendly interface and easy to use. For a good implementation result, careful planning and full management support are required especially when it comes to culture change issues. This paper will describe a case taken from several companies in implementing PDMworkgroup as their digital documentation system with it’s probems and bennefit. This paper is written as first step of my research to built a digital data documentation system wich eazy to use, cheap but powerfull enough to fullfill the needs of Engineering company to save their data. 2. Literature Review 2.1. Definition of Product Data Management Product data management (PDM) is software to manage product data and processrelated information in a single, centralized system. PDM tracked and control product’s data in which related to specification of a product, manufacture specification and raw material required, computer-aided design (CAD) data, models, parts information, manufacturing instructions, requirements, notes and documents. PLM (Product Lifecycle Management) is a mechanism to identify and to structure all of processed involved in the product’s development and operation and all of processes involved in the processes (IvikaCmkovic ,2003). PDM is part of PLM (product lifecycle management) that primarily used by engineers that focused on managing, control, and tracking the creation, change and archive of all information related to product (lambert M Surhone, Mariam T Tennoe, Susan F Henssonow, 2010) PDM is an engineering discipline that include different methods, standards and tools to managing product data during product’s entire life cycle (IvikaCmkovic ,2003)
PDM will be an answer for a better data documentation, data error and loss prevention, but will this system suitable for a smallsize engineering company or workshops wich wide spreads in Indonesia? 2.2 Benefits of PDM Project managers, engineers, sales people, buyers, and quality assurance teams will take advantages from the PDM’s knowledge management and reporting capabilities which allow companies to:
Find the correct data quickly
Improve productivity and reduce cycle time
Reduce errors and costs cause by errors
Improve value chain harmonization
Meet business and regulatory requirements
Optimize operational resources
Facilitate collaboration between global teams
Provide the visibility needs for better business decision-making
2.3 PDM Workgroup The SolidWorks PDM consist of two system categories, PDM Workgroup and PDM Enterprise. Workgroup PDM application is project data management software that runs inside the SolidWorks environment or as a standalone application. Workgroup PDM controls projects with procedures for check out, check in, revision control and other administration tasks. PDM workgroup effective to use in small group user up to 10 licences. Enterprise PDM focused for larger organizations with up to 500 users on a single server and more needs than just basic file management and also fully integrated with Windows Explorer. This means both SolidWorks CAD and non-CAD users can navigate within the vault just like a regular Windows folder. a. SolidWorks PDM capabilities : Collaborate across multiple offices, multiple time zones and even multiple continents. Ensure to have immediate access to latest data available.
Save time and simplify searching through files and designs for the right data. Streamline
workflows,
improve
performance
and
cut
costs.
b. PDMworkgroup user : User
: If the Workgroup PDM administrator has created a
project and given you access to the project, you can begin managing the project documents with Workgroup PDM using a client. Administrator
: As administrator, you are responsible for setting up the
projects, user accounts, and so on in the Vault Admin tool. c. PDM workgroup system structures :
Vault
:The vault is a folder or directory (usually on a
server) where projects and documents are stored. The vault service is software that controls access to the vault through Workgroup PDM. The vault and vault service are installed and maintained by a vault administrator. Users store documents in the vault by means of Workgroup PDM clients
Vault administration
:In addition to installing the vault, the vault
administrator uses VaultAdmin to create users and projects, specify revision and lifecycle schemes, and establish global settings.
Client
: After the administrator establishes projects and
user accounts, users can check documents in and out, change revision and lifecycle status, and generate reports. The client runs inside SolidWorks or within SolidWorks Explorer.
Documents
:Documents are stored in a vault. Users check
documents out of the vault, and the documents are copied to the user's local work space. Modified documents are checked back in, typically incrementing the revision level
Ownership
:To check a document out of the vault, the
document must not have an owner. The user who checks a document out becomes the owner. Only the owner of a document can check the document into the vault, but ownership does not imply read/write status, nor does it guarantee eligibility to check the document in (if the lifecycle status prevents it, for example). Only one user at a time can be the owner of a document.
d. PDM Workgroup licenses :
Contributor license: License for user that involved in projects approval and not involved in designing (not using SolidWorks).
Viewer licence
: License for user who can only view and download the
data like administrator, purchasing dept., production dept., etc.
Cad Editor
: License for user that involved in designing (using
SolidWorks). 3. Research Methodology During research for this paper we use direct observation and FGD to collect related information. Direct observation method used to observe users activities and by directly involved in a small project allowed by observed company. Focus group discussion used to dig more information from users about their experiences with the system and their expectation for the system. 4. Implementation 4.1. Condition before implementation PDM PDM worksgroup is an data management application to manage and store engineering data with neat, safe, reliable and always update. PDM manage drawing revision and storage, project lifecycle sequence. Before this system applied most of engineering data manage manually by designer and stored by engineering admin as a paper job. The chance of data lost, unupdated files is bigger due to human error. Lots of storage is needed in order to store those documents. 4.2. Implementation of PDM in Engineering Dept. In this research PDM system are applied to Engineering designers area in Engineering department. Before system applied, each projects handled by a designer no matter how difficult or big the projects are, less interaction, and very solitaire. a. Working condition before PDM :
One man show, one person one project.
Longer project lifecycle. Takes longer time to finish the project while other designer might be jobless.
High possibility of data loss or accidentally erased.
Less interaction and teamworks.
Difficult data exchange need to copy large file to USB disk or upload to server wich will takes time.
“It sounds simple that everybody keeps their own assemblies on their local hard drives while they work on them and then they copy them up to a network drive for the boss to look at when they are done. But if you do it that way, you start running into all sorts of problems, like production files getting overwritten by accident, or people loosing work on their local PC when their hard drive crashes, and keeping track of all the different versions of a design.” (Jay Thompson, 2012) b. Working condition after PDM :
No need to copy files to USB disk.
More interaction and teamworks.
One project can be done by several designer.
Shorter project life cycle.
High data safety dan protection by PDM vault.
Teamwork and brainstorming culture incerased.
This PDM application create a virtual vault in central server to store and lock engineering data. This vault will ensure the validity and safety of data, any revision can only made by approval from administrator and only downloadable to approved user.
Fig 1. PDM working structure c. Benefits :
All revisions well recorded.
Less chance of accidentaly erased or edited data.
Data exchange among designers without worried for data being edited by other designer.
Higher data security
Any differences between file in the Vault and local folder will easily recognize.
d. Drawbacks
PDM will automatically update the revision every time files re-checked in by designer.
Previously created data was not recorded.
Conflict often occurred when updating systems to a latest version.
4.3. PDM Implementation for Data Exchange Inter-departments Before implementation of PDM, detailed drawing and other supporting documents are distributed to Production Planning (PRP) manually. Document distribution meeting will held between engineering and PRP to explained design revision and to remove obsolete file from their documents storage. PRP will then distribute any related documents to other department.
a. Working condition before PDM :
Paper files.
Frequent quality dan quantity errors in production.
Frequent checking errors.
Frequent purchasing errors.
CNC data has to be generated manually.
Fig2. Engineering data workflow before PDM To release a new drawing (i.e: small project consist of only 10 drawings/parts) will takes time approximately for 2 hours.
Fig3. Data request workflow
If any problems or data required by other departments, the workflow to gain that data will take 16 minutes.PDM software installed in every department with some restriction and only accessed by authorized user. This will allow them to download any files they need directly from PDM without any permit to edit or removing the files. b. Working condition after PDM :
Any required file can be directly downloaded from PDM.
Reduce errors of revision released.
Data available is the most updated and official.
Support paperless systems, any notification informed by email.
No need special meeting for update design documents.
Reduce mistakes of using wrong data.
One P.I.C for each department will be grant and authorize to operate the system to ensure data securities.
Fig4. Engineering data workflow with PDM To release a new drawing (i.e: small project consist of only 10 drawings/parts) will takes time approximately for 47 minutes compare to 2 hours by manual system and only takes 6 minutes for other departments to clear any unclear information and documents.
4. Implementation Problems During implementation of this application many problem has occured. Ideal condition still unobtainable, many problem of wrong drawing released by production planner to manufacturer still happened. Some data that accessed by other departments still confusing and not clearly described. In Engineeering department system conflict in PDM system oftenly happens then known by the inconsistency of parameter that input in drawing properties by designer. To solve this problem, Engineering department then release a new standardization in creating drawing properties, consist of rule of naming, numbering, drawing template and also release automatic template for drawing properties. 4.1
Problems during implementation of PDM system :
Fail of culture change.
Provider unable to solved software update’s conflict.
No full support from management.
Complicated and inconsistency of design properties.
No training provided.
No clear guidance for designer in createing their design’s properties, differences of capital letter and non capital will create different input in PDM.
4.2
Implementation Benefits
Ensure user to have valid and most update data.
Less paper to waste.
Data can be downloaded anytime needed, no need to wait for engineers to help.
4.3
CNC data can be generated automatically by using data from 3D model.
Save working hour.
Reduce typing/input error for creating B.O.M.
Implementation Drawbacks
Investment on new hardware, manpower and training.
Only drawing data that use SolidWorks CAD system can be manage with this system.
5. Conclusions PDM workgroup is a strong product management system for small enterprise with up to 10 users, but only applicable to document created with SolidWorks CAD system. The simple structure and system of PDM workgroup can be use as basic concept to be developed for further research but must be able do accomodate any file extensions in order to be able to be use widely esspecially by a small size company. As any other digital data system, failure of implementation because of indiscipline, resistant to change and weak support from management. Full supports and teamworks from all departments is required for optimum results and bennefits gained.
References [1] IvicaCrmkovic, “Implementing and integrating product data management software configuration management”, Artech House, Inc. (2003). [2] Jay Thompson, “Tech Tip: Workgroup PDM vs. Enterprise PDM Explained”, CAPUniversity, (2012).
[3] Lene Pries-Heje and Yvonne Dittrich, “ERP implementation as design”, Scandinavian Journal of Information System, Vol. 2, No. 21,pp 27-58, (2009). [4] Mahmoud Dinar, “Customizing product data management tools for design automation”, Lambert Academic Publishing, (2012). [5] Rajesh Ray, “Enterprise Resource Planning Text & Cases”, Tata McGraw-Hill, (2011). [6] Severin V. G., Steward A. Leech and Bai Lu, “Risk and Controls in the Implementation of ERp Systems”, The International Journal of Digital Accounting Research, Vol.1, No.1, pp 47-68, (2013) [7] Zeeshan Ahmed, “Proposing LT based Search in PDM System for Better Information Retrieval”, International Journal of Computer Science & Emerging Technologies, Vol.1, No.4, pp 86-100, (2010).
Kode Makalah: RME-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Pembuatan Mesin Penyortir Produk Berdasarkan warna Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno R3 1)
Lovely Son dan 2)Fadli Hafizulhaq
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Unand E-mail:
[email protected]
1,2)
Abstrak Proses penyortiran produk merupakan tahap akhir dari proses produksi. Proses penyortiran produk secara konvensional (manual) biasanya membutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang besar. Apabila tahap penyortiran ini dilakukan oleh mesin otomatis, masalah tersebut bisa diatasi. Pada penelitian ini dikembangkan suatu sistem penyortiran produk secara otomatis berdasarkan warna dari produk yang akan disortir. Sistem penyortiran ini terdiri atas komponen mekanik dan elektronik yang dikendalikan menggunakan mikrokontroler. Komponen mekanik berupa 2 konveyor yang dijalankan dengan motor DC sebagai pembawa dan penyortir benda. Dalam pengujian, benda yang akan disortir dibagi menjadi 5 kelompok warna. Sensor warna membaca jenis warna benda berdasarkan intensitas/frekuensi gelombang yang diterima dan kemudian mengirimkannya ke mikrokontroler untuk diproses. Hasil pengujian menunjukkan bahwa mesin penyortir otomatis yang dikembangkan cukup mampu memisahkan produk berdasarkan warnanya. Keywords: mesin, otomatis, elektronik, konveyor, penyortir Pendahuluan
Metodologi Penelitian
Perkembangan teknologi dewasa ini memungkinkan manusia untuk melakukan segala hal dengan mudah. Hampir semua sektor kehidupan sudah disentuh oleh teknologi. Baik itu dalam sektor industri hingga rumah tangga. Berbagai peralatan-peralatan diciptakan untuk mempermudah kerja manusia, memperkecil resiko pengerjaan dan biaya investasi atau produksi dari sebuah produk. Perkembangan teknologi ini secara tidak langsung berdampak pada gaya hidup masyarakat yang semakin mengarah kepada modernisasi. Pada era modernisasi ini, berbagai alat yang bekerja secara otomatis telah dibuat untuk menggantikan kerja manusia. Alat-alat otomatis tersebut dapat berbasiskan mikrokontroler, saklar-saklar otomatis dan Programmable Logic Controller (PLC).
Pada Gambar 1 diperlihatkan diagram alir dari penelitian yang dilakukan. Dari Gambar 1 terlihat bahwa penelitian dibagi menjadi beberapa tahap dimulai dari perancangan sampai pengujian alat.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan mesin sortir otomatis
Salah satu aplikasi dari teknologi otomasi dapat ditemui pada mesin penyortir produk. Parameter penyortiran produk dapat diatur berdasarkan ukuran dan warna dari produk. Pada penelitian ini dilakukan studi awal dari pengembangan sistem penyortir produk berdasarkan warnanya.
Pada Gambar 2 diperlihatkan diagram alir proses penyortiran. Proses penyortiran dilakukan dengan bantuan belt conveyor yang digerakkan oleh motor DC. Prosedur penyortiran diawali dengan memasukan perintah tentang warna apa yang akan disortir. Benda yang akan disortir selanjutnya diletakkan di atas konveyor dan bergerak menuju sensor. Sensor membaca warna benda dan mengirim sinyal ke kontroler. Sinyal tersebut diproses berdasarkan program yang telah dibuat. Apabila 1
Kode Makalah: RME-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
sensor membaca warna yang sesuai dengan input maka konveyor akan bergerak maju, jika tidak konveyor akan bergerak mundur. Proses penyortiran berakhir dengan tersortirnya produk pada kotak penampung yang telah disediakan.
Hasil Dan Pembahasan Pada Gambar 5 diperlihatkan hasil pembuatan model mesin sortir otomatis. Berdasarkan model pada Gambar 5, dapat diperkirakan ukuran dari mesin yang dibuat.
Gambar 5. Hasil pembuatan model Proses Pengujian Alat a. Inisialisasi Warna Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan inisialisasi warna untuk mendapatkan range minimum dan maksimum dari intensitas warna. Kotak-kotak berwarna seperti diperlihatkan pada Gambar 6 terlebih dahulu diletakkan di depan sensor dan dicatat frekuensi yang terbaca oleh sensor.
Gambar 2. Diagram alir proses penyortiran Sistem Mekanik Alat Penyortir Produk Sistem mekanik yang dirancang pada model sistem otomatisasi penyortiran produk ini terdiri dari rangka alat dan dua buah belt konveyor. Belt konveyor ini digerakkan oleh motor DC yang telah dilengkapi gearbox. Pada Gambar 3 diperlihatkan bentuk rangka mesin sortir otomatis yang dirancang.
Gambar 6. Kotak warna sebagai benda uji Inisialiasi warna dilakukan selama 60 detik dengan jarak baca per satu detik. Pembacaan intensitas warna dilakukan untuk setiap kotak dengan warna yang berbeda. Data intensitas warna dari tiap kotak dicatat serta digambarkan dengan grafik. Pada Gambar 7 diperlihatkan contoh inisialisasi sensor untuk pembacaan kotak berwarna merah. Dari Gambar 7 terlihat bahwa rentang pembacaan oleh sensor pendeteksi warna merah, biru dan hijau masing-masing : 427
Gambar 3. Rangka alat
Intensitas
Sistem Elektronik Alat Penyortir Produk Perangkat elektronik yang digunakan pada model mesin otomasi penyortir produk diantaranya adalah sistem pengendali berupa mikrokontroler Arduino Uno R3[1], catu daya, rangkaian sensor dan rangkaian driver motor. Skema sistem elektronik dari mesin sortir otomatis diperlihatkan pada Gambar 4.
1500
Red
1000
Blue
500
Green
0 0
50 Detik
100
Gambar 7. Grafik intensitas warna merah Gambar 4. Skema rangkaian elektronik
2
Kode Makalah: RME-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Pada Tabel 1 diperlihatkan hasil inisialisasi dari rentang frekuensi minimum dan maksimum yang dihasilkan oleh sensor warna merah, hijau dan biru untuk 5 warna kotak.
Tabel 4 Hasil keterulangan sensor
Tabel 1. Hasil inisialisai lima jenis kotak No
Warna
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Merah Kuning Hijau Biru Oranye
Min Max Min Max Min Max Min Max Min Max
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Merah Kuning Hijau Biru Oranye
Kuning
Hijau
Biru
Oranye
1
√
√
x
√
√
2
√
√
√
√
√
G
B
3
X
√
√
√
√
427 492 320 349 644 696 745 788 402 447
854 974 452 492 561 668 658 727 767 876
780 909 626 689 629 707 456 552 809 953
4
√
√
√
√
√
5
√
√
√
x
√
6
√
√
√
√
x
7
√
√
x
√
√
8
√
√
√
√
√
9
√
x
√
√
√
10
√
√
√
√
√
Keterangan: √ : berhasil x : tidak berhasil
Analisis dan Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa kotak berwarna oranye memiliki intensitas warna yang sangat dekat dengan kotak merah sehingga memungkinkan sensor untuk salah menerjemahkannya. Dari hasil yang diperoleh pada pengujian pertama terlihat bahwa, alat yang dibuat mampu membedakan lima jenis warna kotak. Sedangkan pada pengujian kedua didapatkan hasil keterulangan sensor yang cukup baik.
Tabel 3 Pengujian pendeteksian warna Warna yang disortir
Merah
R
Pengujian Alat Penyortir Pengujian dilakukan setelah hasil inisialisasi warna dimasukkan ke dalam program. Ada dua jenis pengujian yang dilakukan pada penelitian ini. Pengujian pertama dengan menggunakan kotak uji yang berbeda-beda untuk mengetahui kemampuan sensor membedakan warna. Pengujian kedua dilakukan untuk satu warna kotak saja dengan 10 kali percobaan. Pengujian ini berguna untuk mengetahui kemampuan sensor mendeteksi warna yang sama secara berulang-ulang. Hasil dari pengujian pertama dan kedua dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4 No
No
Warna kotak uji Merah Kuning Oranye Kuning Hijau Biru Hijau Kuning Biru Merah Oranye Oranye Kuning Merah
Ket.
Cocok Reject Reject Cocok Reject Reject Cocok Reject Cocok Reject Reject Cocok Reject Reject
Error atau kesalahan yang terjadi dapat diakibatkan karena adanya gangguan berupa cahaya dari luar alat sehingga mengubah bacaan sensor. Hal tersebut mengakibatkan logika program tidak jalan. Dalam hal ini, sensor warna yang dipakai tidak dilengkapi dengan lensa yang memfokuskan bacaan warna sehingga nilai yang didapat kurang stabil. Di samping itu, bacaan dari sensor warna TCS3200 dipengaruhi oleh jarak antara sensor dengan permukaan benda uji[2]. Semakin dekat benda uji pada sensor maka bacaan sensor akan menjadi kecil. Adapun solusi yang dapat ditawarkan adalah membatasi cahaya luar yang diterima sensor dengan mengisolasi atau menutup bagian sensor dan memberi pembatas pada lintasan benda uji agar benda tidak bergeser terlalu jauh. Terakhir dapat dilakukan penyesuaian program dengan memberikan toleransi pada range logika
3
Kode Makalah: RME-002
Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
pemrograman agar dapat menyesuaikan perubahaan bacaan frekuensi warna. Kesimpulan Dari pembuatan model alat penyortir yang telah dibuat diperoleh beberapa buah kesimpulan sebagai berikut : Pada penelitian ini telah berhasil dibuat alat penyortir produk menggunakan sensor warna skala laboratorium. Akan tetapi, alat ini masih memerlukan penyempurnaan pada beberapa aspek. Sensor warna yang dipakai pada penelitian ini menggunakan photodetector yang memiliki 4 filter warna, yaitu merah, hijau, biru dan clear. Sensor warna ini selanjutnya menghasilkan pulsa elektrik yang frekuensinya sebanding dengan intensitas warna yang dideteksi. Dari hasil pengujian yang diperoleh, sensor warna berhasil membedakan warna dengan baik. Daftar Pustaka [1] Kadir, Abdul. Panduan Praktis Mempelajari Aplikasi Mikrokontroler dan Pemrogramannya menggunakan Arduino. Yogyakarta: Penerbit Andi(2013) [2] Khair, Ummul dkk. Robot Pendeteksi Warna Menggunakan TCS3200. Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan(2013).
4
Kode Makalah: RME-003
Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015
Penghitungan Numerik Beban Kritis Buckling Struktur Kolom Bertingkat (Stepper) Akibat Beban Tekan Aksial Berbasiskan Metode Beda Hingga Eka Satria1, a, Farla Kurnia2, Jhon Malta3 dan Mulyadi Bur4 1,2,3,4
Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas Padang-Sumatera Barat E-mail:
[email protected]
Abstrak
Sebuah struktur rangka batang dengan geometri penampang yang bervariasi sangat banyak ditemukan dalam berbagai kasus rekayasa struktur. Hal ini disebabkan karena bentuk rangka seperti ini dipertimbangkan mampu mereduksi berat dari struktur sehingga biaya konstruksi juga dapat diturunkan. Salah satu kasus khusus yang menggambarkan kondisi di atas adalah struktur kolom dengan penampang yang berubah secara tiba-tiba atau kolom stepper. Dibandingkan kolom berpenampang seragam, analisis analitik untuk menghitung beban kritis kolom stepper akibat beban tekan aksial akan jauh lebih rumit dan tidak praktis. Untuk mengatasi hal tersebut, makalah ini bertujuan menggunakan pendekatan numerik berbasiskan metode beda hingga sebagai solusinya. Metode beda hingga dipilih karena sederhana secara konsep dan sangat mudah untuk diterapkan dalam bentuk progam komputasi. Berdasarkan hasil penghitungan numerik yang diperoleh akan direkomendasikan suatu persamaan bantu sederhana dalam memprediksi beban kritis buckling kolom stepper untuk para praktisi di lapangan . Kata kunci: Kolom, Buckling, Stepper, Metode Beda Hingga, Beban Kritis
Salah satu jenis kolom dengan penampang bervariasi yang banyak digunakan di lapangan adalah kolom bertingkat (stepper). Sebenarnya banyak penelitian yang telah dilakukan dalam menghitung kekuatan buckling kolom jenis ini. Sebagai contoh, Chen [2] telah memberikan suatu persamaan analitik untuk menghitung kekuatan buckling kolom bertingkat dua segmen yang dijepit pada sisi bagian bawahnya dan dibebani secara tekan aksial pada sisi atasnya melalui konsep mekanika benda padat. Persamaan ini kemudian disempurnakan oleh Satria et.al [3] dengan memberikan persamaan pendekatan yang lebih umum untuk menghitung kekuatan buckling struktur kolom bertingkat dua segmen dengan beban yang berbeda pada tiap segmen melalui pendekatan analitik dan numerik.
Pendahuluan Fenomena buckling pada kolom merupakan model sederhana untuk menggambarkan masalah stabilitas struktur, dimana dalam sejarah hal ini pertama kali dipecahkan oleh Euler pada tahun 1744 [1]. Dengan menggunakan persamaan Euler tersebut, para perancang dengan mudah dapat menentukan besarnya beban kritis suatu kolom yang menyebabkan terjadinya buckling. Akan tetapi penggunaan persamaan ini terbatas pada suatu kondisi ideal dimana kolom dianggap memiliki penampang yang seragam di sepanjang batang, geometri yang lurus sempurna (tidak ada cacat geometri), dan lokasi pembebanan yang segaris dengan sumbu kolom. Diluar batasan tersebut persamaan Euler tidak akan memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Hanya saja, persamaan yang diberikan ini hanya berlaku pada kolom dengan kondisi tumpuan jepit-bebas. Untuk kolom dengan jenis tumpuan yang lain seperti pin-roller ataupun pin-jepit, akan memerlukan penurunan persamaan matematika yang cukup rumit, sehingga tidak akan praktis bagi para praktisi di lapangan.
Kenyataan di lapangan, penggunaan kolom dengan penampang bervariasi sangat banyak ditemukan. Hal ini biasanya disebabkan karena jenis kolom ini dipertimbangkan mampu mereduksi berat struktur sehingga pada akhirnya mampu menurunkan biaya konstruksi.
1
Kode Makalah: RME-003
Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015
Untuk mengatasi permasalahan di atas, makalah ini menggunakan pendekatan numerik berbasiskan konsep beda hingga (MBH) untuk menghitung beban kritis buckling pada kolom stepper. MBH dipilih karena metode ini tidak memerlukan analisa matematika yang rumit, mudah dimengerti, dan sangat sederhana jika diubah ke dalam bahasa komputasi.
(2) Jika diasumsikan dan kolom dibagi dalam, misal, 4 buah segmen (lihat Gambar.1), sehingga x L / 4 , maka Pers.(2) dapat diubah sebagai berikut: w (3) y0 - 2 y1+ y2+ y1 = 0 I1 w (4) y1 - 2 y2+ y3+ y2 = 0 I2 w (5) y 2 - 2 y3+ y 4 + y 3 = 0 I3 Dari kondisi syarat batas, akan diperoleh kondisi dimana dan y x L y4 0 Pers.(3), (4) dan (5) selanjutnya dituliskan dalam bentuk matrik sebagai berikut: -2 1 0 y1 - w/ I 1 0 0 y1 1 -2 1 y = 0 - w/ I 0 y2 (6) 2 2 0 1 -2 y3 0 0 - w/ I 3 y 3 Dari Pers.(6) ini dapat dihitung harga beban kritis buckling P = wE/ x 2 dan bentuk lendutan buckling kolom tersebut dapat dilihat dari eigen vektornya.
Ada dua tujuan utama yang akan disampaikan dalam makalah ini: (i) menghitung beban kritis buckling dan bentuk lendutan struktur kolom stepper dengan konsep MBH, (2) menemukan persamaan desain sederhana yang dapat direkomendasikan dalam desain praktis di lapangan. P
x
P
P i=0
y
i=1 L
i=2 i=3 i=4
B. Kolom Stepper Tumpuan Jepit-Bebas Persamaan dasar lendutan pada kolom dengan tumpuan jepit-bebas akibat pembebanan tekan aksial dapat dituliskan sebagai berikut:
i=5
Gambar 1. Pemodelan kolom stepper dengan tumpuan (a). pin-roller (kiri), (b). jepit-bebas (tengah), dan (c). jepit-roller (kanan)
(7) Kembali, jika persamaan MBH orde-2 diterapkan ke dalam Pers.(1) di atas maka akan diperoleh: (8)
Metode Analisis Ada tiga jenis tumpuan untuk kolom stepper yang akan digunakan dalam analisa, seperti diperlihatkan dalam Gambar.1 [4].
Seperti halnya model pertama, kolom kembali dimisalkan dibagi dalam 4 segmen (lihat Gambar.1), maka Pers.(8) dapat diubah sebagai berikut: w (9) y0 - 2 y1+ y2 y0 y1 = 0 I1 w (10) y1 - 2 y2+ y3 y0 y2 = 0 I2 w (11) y 2 - 2 y3+ y 4 y 0 y3 = 0 I3 w (12) y3 - 2 y 4 + y 5 y 0 y 4 = 0 I4
A. Kolom Stepper Tumpuan Pin-Roller Persamaan dasar lendutan pada kolom dengan tumpuan pin-roller akibat pembebanan tekan aksial dapat dituliskan sebagai berikut: (1) Jika sebuah persamaan MBH orde-2 diterapkan dalam Pers.(1) di atas maka akan diperoleh:
atau
2
Kode Makalah: RME-003
Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015
Kemudian dengan memasukan kondisi syarat batas diperoleh y' x L 0 y5 y3 dan y x L y4 0 . Pers.(9), (10), (11) dan (12) selanjutnya dapat dituliskan dalam bentuk matrik sebagai berikut: 1 -2 1 0 y1 w/ I 1 - w/ I 1 0 0 y1 0 1 - 2 1 y w/ I 0 - w/ I 0 y2 2 2 2 = 0 0 1 - 2 y3 w/ I 3 0 0 - w/ I 3 y3 0 0 0 2 y4 w/ I 4 0 0 0 y4 (13) Dari Pers.(13) ini dapat dihitung harga beban kritis buckling P = wE/ x 2 dan bentuk lendutan buckling kolom tersebut dapat dilihat dari eigen vektornya.
-2 1 0 y1 -w / I 1 0 0 y1 4 I4 1 -2 1 y 2 0 -w / I 2 0 y 2 3I 2 y3 0 0 -w / I 3 y 3 6 I 4 0 1 2 3I 3 (19) Dari Pers.(19) ini dapat dihitung harga beban kritis buckling dan modus buckling kolom tersebut dapat dilihat dari eigen vektornya.
Model Numerik
C. Kolom Stepper Tumpuan Jepit-Roller Persamaan dasar lendutan pada kolom dengan tumpuan jepit-roller akibat pembebanan tekan aksial dapat dituliskan sebagai berikut:
Untuk penghitungan beban kritis buckling kolom stepper, digunakan geometri seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Geometri Kolom Stepper
(14)
Parameter
Dimana adalah gaya geser sejarak dari tumpuan roller. Jika persamaan MBH orde-2 kembali diterapkan dalam Pers.(1) di atas maka akan diperoleh: (15)
Penampang Kolom
Jika diasumsikan dan , kemudian kolom kembali dimisalkan dibagi dalam 5 segmen (lihat Gambar.1), maka Pers.(15) dapat diubah sebagai berikut: w a (16) y0 - 2 y1+ y2 y1 = I1 I1 w a (17) y1 - 2 y2+ y3 y2 = I2 I2 w a (18) y 2 - 2 y3+ y 4 y3 = I3 I3 Kemudian dengan memasukan kondisi syarat batas diperoleh serta y x L y4 0 . dan y' x L 0 y5 y3 . Jika harga ini dimasukan ke dalam Pers.(18) akan diperoleh 2 4a harga 2 y3 = , atau a = I 4 y3 . Selanjutnya 4 I3 Pers.(16), (17) dan (18) dapat dituliskan dalam bentuk matrik sebagai berikut:
Kondisi Tumpuan Beban Material Panjang Kolom Jumlah Segmen
Deskripsi Bentuk Penampang: Bujur Sangkar Dimensi: Penampang Bawah: D=100 mm Penampang Atas: d=10,20,30,40,50,60,70,80,90,100 mm Tipe A Atas:Roller-Bawah:Pin Tipe B
Atas:Bebas-Bawah:Jepit
Tipe C Atas:Roller-Bawah:Jepit Vertikal tekan pada tumpuan atas, sebesar P Baja, dan L=1000 mm 15 buah (untuk ketiga jenis model tumpuan)
Hasil dan Pembahasan Analisa penghitungan numerik beban kritis kolom stepper berbasiskan metode beda hingga dilakukan dengan menggunakan program komputasi yang dibuat dengan Software MatLab. A. Beban Kritis dan Bentuk Lendutan Gambar 2 memperlihatkan harga faktor reduksi P*= PMBH/Peuler untuk ke tiga jenis tumpuan: 3
Kode Makalah: RME-003
Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015
pin-roller; jepit-bebas dan jepit-roller, dalam variasi rasio D/d. Harga Peuler menunjukan harga beban kritis buckling yang diperoleh melalui persamaan Euler untuk kolom berpenampang seragam, sedangkan PMBH adalah harga beban kritis buckling yang diperoleh melalui MBH.
Untuk kolom berpenampang seragam (ditandai dengan notasi D/d=1), hasil yang diberikan dapat dijustifikasi kebenarannya dengan persamaan Euler. Untuk ketiga tumpuan hasil perbandingan memberikan harga PMBH/Peuler=1.
P*
Normalisasi Lendutan
D/d=10
D/d D/d=1
(a) P*
Nodal Normalisasi Lendutan D/d=10
D/d=1 D/d
(b) P*
Nodal Normalisasi Lendutan
D/d=10
D/d
D/d=1 Nodal
(c) Gambar 2. Kurva faktor reduksi beban kritis buckling Euler vs rasio D/d beserta bentuk lendutannya: (a). Kolom stepper dengan tumpuan pin-roller (atas), (b). Kolom stepper dengan tumpuan jepit-bebas (tengah), dan (c). Kolom stepper dengan tumpuan jepit-roller (bawah)
4
Kode Makalah: RME-003
Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015
P*=0.60 untuk kolom dengan tumpuan pin-roller, P*=0.71 untuk kolom dengan tumpuan jepit-bebas dan P*=0.54 untuk kolom dengan tumpuan jepit-roller jika rasio meningkat menjadi D/d=1.25. Kemudian jika D/d dinaikan menjadi 2.0, maka harga P* kembali turun 0.10 untuk kolom dengan tumpuan pin-roller, P*=0.17 untuk kolom dengan tumpuan jepit-bebas dan P*=0.17 untuk kolom dengan tumpuan jepit-roller.
Untuk melihat keefektifan MBH dalam menghitung beban kritis buckling kolom stepper ini, hasil yang diperoleh diperbandingkan dengan persamaan pendekatan yang diberikan oleh Satria, et.al [3]. Pcr L2 EI1 2,5555 0, 2789 I1 I 2 0,3166 P1 P2 0, 0564 I1 I 2 P1 P2 0, 0099 I1 I 2 0, 0024 I1 I 2 P1 P2 (20) 2
2
Untuk mendapatkan harga yang lebih umum, suatu persamaan desain untuk menentukan beban kritis buckling suatu kolom stepper dengan panjang, L dapat ditentukan dengan memanfaatkan teknik regresi. Hasil yang diperoleh diperlihatkan pada Gambar.2, dimana untuk kolom stepper dengan tumpuan pin-roller, persamaan desain yang direkomendasikan adalah: Pcr =P * .Peuler
Hanya saja persamaan pendekatan ini (Pers.(20)) hanya berlaku untuk kolom dengan tumpuan jepit-bebas dan untuk perbandingan momen inersia penampang I D / I d 1 s/d 16. Harga P2 / P1 0 dikarenakan tidak ada gaya aksial yang bekerja pada nodal yang mengalami perubahan penampang tiba-tiba. Gaya hanya diberikan pada nodal bebas dari kolom.
EI D (21) 2 L Kemudian, untuk kolom kolom stepper dengan tumpuan jepit-bebas, persamaan desain yang direkomendasikan adalah: 2 3.361 EI D (22) Pcr 1.3126 D / d 2 4L Pcr 1.2863 D / d
Tabel 2 memperlihatkan hasil perbandingan MBH dengan Satria, et.al [3] menunjukkan tingkat akurasi yang terendah, berkisar 70%, pada rasio I D / I d 16. Tabel 2. Perbandingan hasil dengan persamaan pendekatan Satria, et.al [3] PMBH/Peu PSATRIA/Peu D/ d I D / Id 1.00 1.11 1.25 1.43 1.67 2.00
1.00 1.52 2.44 4.16 7.72 16.00
1.00 0.88 0.71 0.52 0.33 0.17
3.83
2
Terakhir, untuk kolom kolom stepper dengan tumpuan jepit-roller, persamaan desain yang direkomendasikan adalah: 2 3.407 EI D (23) Pcr 1.273 D / d 0 .6 99 L 2
0.93 0.87 0.78 0.64 0.40 0.25
Kesimpulan
Kemudian dari bentuk lendutan kolom stepper dapat dilihat bahwa untuk kolom dengan tumpuan pin-roller maupun jepit roller, lendutan maksimum akan bergerak menuju ke arah penampang minimum jika rasio D/d ditingkatkan dari D/d=1.0 sampai D/d=10. Sedangkan untuk kolom dengan tumpuan jepit-bebas, bagian kolom yang berada dekat penampang minimum akan memiliki lendutan lebih besar jika rasio D/d ditingkatkan.
Kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini adalah: 1. Penggunaan MBH cukup efektif dan akurat dalam menentukan beban kritis buckling untuk kolom kolom stepper. Untuk kolom seragam, hasil yang diberikan oleh MBH dapat dijustifikasi dengan baik oleh hasil yang diberikan oleh Persamaan Euler, dengan akurasi hampir 100%. Sedangkan untuk kolom stepper, hasil perbandingan dengan persamaan pendekatan yang diturunkan oleh Satria, et.al [3] menunjukkan tingkat akurasi yang bervariasi, dimana akurasi terbaik I D / I d 1.52 mendekati 99% untuk
B. Rekomendasi Persamaan Desain Sebagaimana yang diperlihatkan oleh Gambar.2, beban kritis buckling kolom stepper akan tereduksi dengan semakin meningkatnya rasio D/d. Sebagai contoh harga P* akan turun menjadi 5
Kode Makalah: RME-003
Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015
sedangkan akurasi terendah sekitar 70% untuk harga I D / I d 16 . 2. Tiga buah persamaan rekomendasi diberikan dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut: (i). kolom stepper dengan tumpuan pin-roller Pcr 1.2863 D / d
(ii). kolom jepit-bebas
3.83
stepper
EI D L2 dengan tumpuan
2 EI D 2 4L stepper dengan tumpuan
Pcr 1.3126 D / d
(iii). kolom jepit-roller
2
Pcr 1.273 D / d
3.361
3.407
2 EI D
0 .6 99 L 2
Referensi [1]. Gere J.M, Mechanics of Materials Sixth Edition, Thomson Learning, Singapore, 2004 [2]. W.F. Chen, E.M.Lui, Structural Stability: Theory and Implementation, Elsevier Science Pub.,1987 [3]. Satria, E; Arif, M.; Bur, M, “Penghitungan Analitik Kekuatan Buckling Struktur Kolom Bertingkat Dua Segmen dengan Beban Aksial yang Berbeda Pada Setiap Segmennya”, Jurnal Teknika Vol.20 No.01, April, 2013. [4]. M.J. Irremonger, “Finite Difference Buckling Analysis of Non-Uniform Columns”, Computer and Structures, Vol.12 pp.741-748, 1980.
6