~2~
PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2013/2014 UNIVERSITAS DARMA PERSADA
Pelindung
: Rektor Universitas Darma Persada
Penangung Jawab
: Wakil Rektor I
Pimpinan Redaksi
: Kepala Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Anggota Redaksi
: Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah, IPU. Dr. Aep Saepul Uyun, M.Eng. Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.
Alamat Redaksi
: Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jl. Radin Inten II (Terusan Casablanca) Pondok Kelapa - Jakarta Timur (14350) Telp. (021) 8649051, 8649053, 8649057 Fax.(021) 8649052 E-Mail :
[email protected] Home page : http://www.unsada.ac.id
~4~
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR
v
THE IMPLEMENTATION OF ANALOGICAL REASONING IN LEARNING PARTS OF SPEECH AND ITS EFFECT TO THE COMPREHENSION AND PRODUCTION OF SIMPLE SENTENCES Kurnia Idawati
1 – 15
ANALYSIS OF TYPES OF IDIOMATIC TRANSLATION USING MOVIE SUBTITTLING Fridolini
17 - 33
STEREOTIP IMIGRAN CINA DI AMERIKA DALAM NOVEL BEYOND THE NARROW GATE KARYA : LESLIE CHANG Eka Yuniar Ernawati
35 – 44
KLASIFIKASI RAGAM PENERJEMAHAN BERDASARKAN METODE PENERJEMAHAN DALAM DIAGRAM V PETER NEWMARK: KAJIAN TEORETIS APLIKATIF Tommy Andrian
45 – 66
REFLEKSI WATAK EKSPANSIONISME AMERIKA PADA PERANG TELUK Rusydi M. Yusuf
67 – 76
KONFLIK NILAI BUDAYA MENGGESER KONSEP KETUHANAN DALAM BLESS ME, ULTIMA Albertine Minderop
77 – 85
LANGUAGE DISORDER Irna N. Djajadiningrat
87 – 92
PENCARIAN JATIDIRI TOKOH ANTONIO DALAM BLESS ME ULTIMA, SEBUAH ANALISIS SOSIOLOGIS Agustinus Hariyana
93 – 101
KONFLIK NILAI AKIBAT PERBEDAAN JATIDIRI ANTAR DUA GENERASI DALAM NOVEL THE JOY LUCK CLUB KARYA AMY TAN Karina Adinda
103 – 115
SISTEM PERNIKAHAN TRADISIONAL MASYARAKAT TIONGHOA DI BEKASI KOTA Apriliya Dwi Prihatiningtyas, Dewi Hartati, Yulie Neila Chandra
117 – 128
~i~
PERKEMBANGAN STREET FASHION DI KALANGAN ANAK MUDA JEPANG SEBAGAI BAGIAN BUDAYA POPULER Indun Roosiani, Dila Rismayanti, Kun M. Permatasari
129 – 139
PENGGUNAAN UNGKAPAN BAHASA JEPANG TULIS (Studi kasus pada mahasiswa Jurusan Jepang Universitas Darma Persada) Tia Martia, Metty Suwandany, Zainur Fitri, Irawati Agustine, Syamsul Bachri
141 – 151
ANALISIS PEMAKAIAN PARTIKEL ~NI DAN ~DE DALAM BAHASA JEPANG (Studi kasus pada Mahasiswa Semester III) Hargo Saptaji, Hani Wahyuningtias, Julia Pane
153 – 160
ANALISIS PENGGUNAAN KATA GANTI ORANG PERTAMA "WATASHI" PADA KALIMAT PERKENALAN PEMBELAJAR BAHASA JEPANG Juariah, Hari Setiawan, Riri Hendriati
161 – 175
UJI COBA PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PQ4R DAN STRATEGI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS PADA MATA KULIAH PENGANTAR SEJARAH JEPANG II Erni Puspitasari, Dinny Fujianti, Yessy Harun
177 – 186
PROSEDUR PENATAAN ARSIP DATA MAHASISWA PADA BIRO AKADEMIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA Widiastuti, Nanny Dewi Sunengsih, Ardi Winata
187 – 197
ANALISIS PERFORMANCE KEUANGAN UNIVERSITAS X DENGAN PENDEKATAN MODEL ALTMAN Z SCORE Jombrik
199 – 220
PENGARUH BAURAN PROMOSI DAN PELAYANAN TERHADAP BRAND IMAGE UNIVERSITAS DARMA PERSADA Sukardi, Endang Tri Pujiastuti
221 – 249
PENGARUH KUALITAS AUDIT TERHADAP (PENURUNAN) EARNING MANAGEMENT Atik Isniawati, Sri Ari Wahyuningsih
PENINGKATAN
251 – 270
RANCANG BANGUN PROTOTIPE SKALA LABORATORIUM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS LAUT DENGAN METODE SIKLUS TERTUTUP OTEC (OCEAN THERMAL ENERGY CONVERSION) Aep Saepul Uyun, Dhimas Satria
271 – 280
OPTIMASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) Ade Supriatna, Atik Kurnianto
281 – 293
~ ii ~
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTYPE TURBIN SAVONIUS DALAM RANGKA PEMANFAATAN RENEWABLE ENERGY (ANGIN) UNTUK SISTEM PENERANGAN DI KAPAL Mohammad Danil Arifin, Fanny Octaviani, Arif Prasetyo
294 – 307
PENGGUNAAN CASING SEBAGAI PEREDAM SUARA PADA MESIN DIESEL Shahrin Febrian
309 – 318
KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI PADA TIGA KONDISI MUATAN KAPAL DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ (LANJUTAN)
319 - 331
Shanty Manullang , Moch. Ricky Dariansyah
~ iii ~
~ iv ~
KATA PENGANTAR
Seminar dengan tema “Meningkatkan Mutu dan Profesionalisme Dosen melalui Penelitian” dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2014 di Universitas Darma Persada, bertujuan untuk menghimpun hasil penelitian dosen yang diharapkan dapat menghasilkan inovasi teknologi tepat guna, menyampaikan hasil penelitian kepada khalayak dan antara peneliti/dosen. Prosiding ini disusun untuk mendokumentasikan dan mengkomunikasikan hasil seminar pada semester ganjil tahun akademik 2013/2014. Pada prosiding kali ini dimuat dua puluh tujuh makalah dengan rincian sebagai berikut : 16 makalah dari bidang Humaniora, 2 dari bidang teknik, 3 makalah dari bidang Teknologi Kelautan dan 3 makalah dari bidang Ekonomi-Manajemen. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada para penyaji dan penulis makalah, penyunting serta panitia yang telah bekerja sama sehingga prosiding ini dapat diterbitkan. Kami berharap prosiding ini bermanfaat bagi pihak–pihak yang berkepentingan.
Jakarta, 4 Maret 2014 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Kepala Ttd. Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.
~v~
~ vi ~
THE IMPLEMENTATION OF ANALOGICAL REASONING IN LEARNING PARTS OF SPEECH AND ITS EFFECT TO THE COMPREHENSION AND PRODUCTION OF SIMPLE SENTENCES Kurnia Idawati English Department, Faculty of Fine Arts
[email protected] ABSTRAK Penalaran analogis begitu penting dalam proses berpikir manusia. Dalam rangka memahami sesuatu yang tidak diketahui atau ditemui untuk pertama kalinya, orang akan membuat kesimpulan dengan membandingkannya dengan apa yang telah dikenal oleh kognisinya. Analogi selalu digunakan dalam proses berpikir, bahkan bidang persoalan yang jauh dapat digunakan untuk membantu memahami konsep atau situasi tertentu yang baru. Dalam proses pembelajaran penalaran analogis ini mungkin berlaku juga karena inti dari penalaran analogis meniscayakan proses pemeriksaan yang tidak diketahui dengan memanfaatkan sesuatu yang telah dikenal dalam satu hal atau hal lainnya. Strategi ini kemudian diterapkan dalam pembelajaran parts of speech (kelas kata) untuk kelas Interaktif Grammar I. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan jawaban atas efektivitas penalaran analogis sebagai strategi pembelajaran parts of speech dan hubungannya dengan kemampuan mahasiswa memahami parts of speech dan menggunakan parts of speech tersebut dalam membuat kalimat sederhana. Mengacu pada perhitungan statistik, tidak ada perbedaan yang signifikan pada pemahaman dan kemampuan membuat kalimat sebelum dan sesudah pelaksanaan strategi dan hanya ada sedikit korelasi antara pemahaman dan kemampuan membuat kalimat tersebut setelah perlakuan. Jadi, mahasiswa yang skor pemahamannya rendah tidak berarti bahwa mereka mendapat skor yang rendah pula pada kemampuan membuat kalimatnya. Selain itu, pemahaman hanya memiliki sedikit pengaruh pada kemampuan membuat kalimat ( 20,7 % ). Kata kunci: analogi, penalaran, pemahaman, kemampuan membuat kalimat, parts of speech 1.
INTRODUCTION
Human brains work by patterns and association. If a perception fits roughly into an existing pattern, then the existing pattern may be taken as definitive. For example, if a half-hidden person is seen, then he or she will be recognized as someone familiar or known. Similarity is always used in the thinking, where even distant fields may be used to help understand a given concept or situation. Although this can lead to fallacious associations, it can also be very helpful in extending understanding. Similarity used in the way of thinking is also known as analogical thinking or reasoning.
~1~
Analogical reasoning is primarily essential to human thought. In order to comprehend something unknown or encountered for the first time, one would make an inference by comparing it to what has already been known by his/her cognition. The term analogy itself, according to Digital English Oxford Dictionary, means as a comparison between one thing and another made for the purpose of explanation or clarification, that is the process of making such a comparison from one thing as being analogous to another. In referring to http://plato.stanford.edu/entries/reasoning-analogy/, analogy is widely recognized as playing an important heuristic role, as an aid to discovery and having been employed, in a wide variety of settings and with considerable success, to generate insight and to formulate possible solutions to problems. In the process of learning this analogy reasoning or thinking may be applicable too since the very core of analogy reasoning entails the process of examination of the unknown in light of the known in this and other ways. What human consciousness brought to this process is deliberate and complex analysis, comparing an unknown phenomenon to a prior similar experience, and inferring or predicting more complex qualities of the unknown. That intricate analysis which is in the domain of cognitive science, will not be discussed in this respect. Analogical reasoning is viewed and utilized merely in the sense of being a strategy of learning. This strategy, I believe, can be used to teach parts of speech in an interactive grammar class.
Parts of speech are the basic parts of grammar. Learners of English would find it difficult to construct spoken and written communication if the knowledge of this aspect is absent or ignored. Knowing parts of speech will help the learners eliminate grammatical problems primarily in writing compositions or essays. There are only eight parts of speech, i.e. nouns, adjectives, verbs, adverbs, pronouns, prepositions, conjunctions, and interjections. Interjections (Alas!, Hurrah!, Damn!) are rarely used in academic writing. Therefore, the last part will not be taken into account. Besides, Celce-Murcia et.al. (1999) does not include the interjection. Instead, she considers determiners because the term determiner refers to special class of words that limit the nouns that follow them but that have no derivative and inflective forms, such as the, a, this, those, my, etc. The remaining seven parts plus determiners are recognized and acknowledged as what they are only when they are used and arranged in the context of sentences. In that case, the learners are also required to comprehend basic clause patterns or/and sentence elements defined by Quirk et.al. (1985) in A Comprehensive Grammar of the English Language. So, the learning of
~2~
parts of speech has two folds, the parts of speech themselves and the sentence structures. The objectives of this learning are to enable the learners to comprehend the “what and how” of the usage of parts of speech and to produce their own sentences grammatically. But this job is not easy since English is learned as a foreign language. Limited vocabulary and knowledge of grammar will definitely hinder the learners from constructing correct sentences. Since Ringbom (http://www.jyu.fi/hum/laitokset/solki/afinla/julkaisut/arkisto /48/ringbom) says that in foreign language learning all learning of new knowledge and skills relates to previous knowledge and skills, it seems that his remark is in compliance with the concept of analogy reasoning. To attain the objective of optimality in the learning of parts of speech, then I considered it important to apply the method.
Learning parts of speech by utilizing the strategy of analogy reasoning may also contribute to enabling the learners to comprehend and produce grammatical sentences, and these competencies can be implemented especially when they have to write essays. Writing essays or composition, to be sure, needs certain strategies and methods, but whatever the strategy or method being used is, it will be useless if the learners cannot arrange or construct English at the level of sentences. Knowing the function of each part of speech and each position with other words in a sentence, will prevent them from stumbling on some grammatical problems.
The problem of this research arises from whether analogical reasoning as the strategy of learning parts of speech has some of advantages to the learners and has the effect to improve their comprehensions on the usage of parts of speech, then to their productions of English sentences.
2. RESULT AND DISCUSSION
Comprehension
The test on comprehension covered the ability to discriminate 8 parts of speech in simple sentences, i.e.: nouns, verbs, adjectives, adverbs, pronouns, prepositions, conjunctions, and determiners. Firstly, the students were required to identify the word underlined in a sentence by naming each word whether as a noun, a verb, an adjective, or an adverb, and
~3~
so on. Secondly, they had to classify the words in each sentence based on the intended member of parts of speech. For example: 1. Based on Parts of Speech, what category is the word underlined in each sentence below? Ali and Timo actually cleaned their large apartment. 2. Underline the word(s) based on the intended category of Parts of Speech. NOUN → Yesterday, my kind aunt in Bali gave several of the antiques to Suzan and me.
In reference to Prof. Dr. Sugiyono (2009), the validity test on the items of instrument in a variable can be done by finding the index of discrimination value. The index of discrimination is the difference between the proportion of the upper group who got the item right and the proportion of the lower group who got the item right. The high and low achieving students are defined as the upper and lower 27 % of the students based on the total examination score.
There were two instruments for obtaining the data of the students’ comprehension on parts of speech, i.e., before and after the implementation of analogical reasoning strategy. Through the calculation of standard deviation and t-test, the results of validity on both comprehension tests are presented as the following: Upper group
Lower group
X1 = 64.8; ∑ X12 = 108.8; SD= 5.21
X2 = 28.8; ∑ X22 = 268.8; SD= 8.19
Table 1. 27% of upper and lower scores on comprehension using classical strategy of teaching t=
X1 - X2 SD √ 1/n1 + 1/n2
t = 64.8 - 28.8
t = 8.33;
df = 8; t table = 1.86
6.86√ 0.4
The result above shows that the test instrument on comprehension based on classical strategy is valid because the t score (8.33) > t table (1.86)
~4~
Upper group X1 = 72.8; ∑ X12 = 80.8; SD= 4.49
Lower group X2 = 28.4; ∑ X22 = 485.2; SD= 11.01
In a similar way as above, the score obtained through t-test in table 7 is 8.36, larger than the value of t table, which is 1.86. This means that the items in the comprehension test on parts of speech by using analogical reasoning strategy are valid.
Production
The test on production competence of parts of speech was presented in an open, free sentence writing. The students were asked to write a sentence that contains eight different categories of parts of speech and to underline the words that show those categories. Here, they were not only to prove their understanding on each parts of speech, but also to show their ability to compose correct sentences, to use the parts of speech in the context.
The results of the tests on production which were also conducted twice, include the sentences the students made before and after the treatment. The scores given are based on the identification of parts of speech not the correctness of the sentences. The summary can be seen in the table below: No 1
2
3
4
5
6
Score Score Sentence Sentence 1 2 12130020 25 Radit and friend study hard 100 Yesterday, me and family go to to prepared examine for last the market and I buy some week. water cold. 13130001 62.5 Mother bought a big cake 87.5 She drived her car cool and and then gave it to her rarely on the road last night. children at living room. 13130005 100 He punched the young thief 100 The tiger in the zoo was really bravely in the street and took thin because the government him to the police. did not care about it. 13130010 50 My mother cooked that 100 Deni always give some chicken usually with her pan. beautiful flowers to his girlfriend if he has a mistake. 13130011 0 A big boy was played 75 The passengers on the bus are football in the park with his sleeping beautifully when the friends and their looks really old bus driver drinks coffee. happy 13130012 12.5 A little puppy played around 25 In the middle of earth there is in the field. deep and dark.
Index No.
~5~
7
13130013
50
8
13130014
100
9
13130015
87.5
10
13130016
0
11
13130018
100
12
13130019
50
13
13130020
100
14
13130021
0
15
13130022
37.5
16
13130023
75
17
13130024
100
18
13130025
0
19
13130029
0
Me and my friend have some 75 Priska has many problems with homework and do it together her boyfriend, but she didn’t when my other friend have talk with her friends about her being crazy. boyfriend because she afraid. Cindy and her family spend 100 Cindy and her best friends their holiday in Paris last went to Bali last year and she year and she gave me a gave me a cute dress. miniature of Eiffel and it was truly beautiful. My mother buy a little cat 87.5 Yesterday, Ratna went to the and little parrot in the pet pet shop and buy a little cat. shop, it so friendly. Last month, my mother went 87.5 Last year, my father bought me a red car and iphone as my to Singapore and bought me some bags and clothes. birthday’s present. We bring a doll for her and 100 Yesterday, my uncle brought a yesterday she is happy. doll for me and I feel happy. 75 Luhan and Sehun reading for Dhita will hit me if I make her the laugh. exam next week but they do not understand of the exercise. My father bought a cute cat 100 My mother buy a new bag for for me and I very like it. me because I get a very good score. Rina very fast their reading 50 When lightning struck the old book yesterday. barn it burned quickly. My mother sold her computer 37.5 Bibob and his friend went to a to a friend. meeting. Bibob bought me a cute cat 87.5 Lusi and Talitha learned about and a cool toy for his little the young elephant but they brother. did not catch it. Tina and Tino go to the 100 A beautiful girl will visit Bali market and they buy a red next holiday and she will buy shoes today. handcraft in there. Every Sunday, I always wake 100 She is very angry to her mother up early and doing some because she bought the wrong exercise like jogging or book. playing football. I like playing guitar because 0 Arga has been practicing guitar my brother is a guitar player with his best friend recently and his always teach me how but yesterday he did not to play the guitar correctly. practicing because his friend very busy.
Table 1. The result of production tests before (score 1) and after (score 2) the implementation of the analogical reasoning strategy in teaching parts of speech. Note: The underlined words were correctly identified, the words in the italics were wrongly identified, and the unmarked words were not identified.
~6~
At the beginning of the study, it was assumed that there may have been a significant difference between a classical and an analogical reasoning strategies in learning, but it is proved that there are no differences in both comprehension and production before and after the implementation of the strategy. The alternative hypothesis that there are differences between comprehension1 (classical) and comprehension2 (analogical reasoning) is rejected because t observed is lower than t table, or -2.148 < 1.734. Similarly, the alternative hypothesis for the difference between production1 (classical) and production2 (analogical reasoning) is also rejected because t observed -3.620 < t table 1.734. Those indifferences are quite significant because the probability (sig) 0.046 < 0.05 for comprehension, and 0.002 < 0.05 for production.
Correlation of Comprehension and Production
In theory, there is a relation between comprehension and production even though a gap always
exists
between
the
two
(www.let.rug.nl/~hoeks/topicshift09.pdf).
People
comprehends a lot better than they can actually express or produce. In my previous study on comprehension and production (K. Idawati and Widiastuti, 2013), the relationship between the two were significantly strong (0.671, sig. 0.000). The following investigation, on the contrary, results in value 0.454, which means that the Pearson correlation between comprehension and production is merely moderate, at significance value 0.051>0.05. Based on the criterion (Sarwono, 2006), if the probability is higher than 0.05, the correlation is not significant. But this insignificance should be tested with a scatterplot graph with the reason that when there are only a few participants computed, moderate correlations may misleadingly not reach significance and at the opposite, when there are large samples, small correlations may misleadingly turn out to be significant. Since the sample in this study is small (19 subjects), it is necessary to use the scatterplot graph to see the significance of the relationship between the variables. If a diagonal line is stretched up from the lower left to the right, the correlation between comprehension and production indicated by dots which are quite close to the diagonal line, can be regarded as significant enough.
~7~
Compre hension 2 Comprehensio Pearson n2 Correlation Sig. (2-tailed) N Production2 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Production2 1
.454
19
.051 19
.454
1
.051 19
19
Table 2. Pearson’s Correlation between Comprehension2 and Production2
Comprehens ion2
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
25.00
50.00
75.00
100.00
Production2
Picture 1. Scatterplot Graph
So, with only the difference 0.001 out of significance standard value 0.05, it does not mean that the correlation is not significant because there is still a moderate correlation between the two variables. The moderate correlation may indicate the existence of intervening variables that influence the correlation.
Model
1
R
.454(a)
R
Adjusted Std. Error of
Square R Square the Estimate .207
.160
26.96266
Change Statistics Sig. F
F
Change Change .207
4.425
df1
df2
1
17
Sig. F Change .051
a Predictors: (Constant), Comprehension2 b Dependent Variable: Production2 Table 3. Model Summary
Compared to Fcrit whose value is 4.451 at df 1 and df 17, the F (4.425) as shown in both tables above indicates that the relationship between the two variables is not linear because F (4.425) < Fcrit (4.451). It means that the scores in production is not necessarily influenced ~8~
by comprehension. In other words, the comprehension is not an influential predictor to the production. Its determination coefficient is only 20.7%, meaning that the comprehension only influences the production as far as 20.7%. The rest percentage (79.3 %) is the factors beyond the existing variable that influence the students’ production of parts of speech.
It seems that the study on the effectiveness of analogical reasoning strategy used in the teaching and learning parts of speech for the students at the first semester of their study in the subject of Grammar has resulted in the unwanted facts. The first fact is that even though the instruments constructed for the comprehension ability on the parts of speech before and after the treatment were valid, there is no difference between the comprehensions before and after the treatment (-2.148 < 1.734). It means that the analogical reasoning strategy has no effect in improving students’ comprehension scores. There are some reasons to be put forward here. There was only one class available consisting only 22 students and consequently, it was impossible to divide the class into two groups to be treated by the study. So, there was no different control group and experiment group. Both sample groups were divided only by different times of treatments. Thus, the scores obtained for the classical and the intended strategies of teaching came from the similar respondents. As a result, there must have been a bias on the result of the second test by the respondents. The respondents were likely twisting the two modes of learning, between the classical and the intended strategy, or they may have had no clear cut whether to use the previous knowledge or the recent one. They retrieved their knowledge on the parts of speech the way they mostly could handle, not specifically by using analogical reasoning. In addition, the limited span of time allocated in conducting the experiment hindered the investigation from obtaining the optimum condition to get the appropriate objectives. A tight syllabus schedule on the subject of Grammar was plausible to limit the span, otherwise the students would not get enough learning material covered in the syllabus. It took six sessions for the experiment alone out of twelve sessions available in one semester in the academic year 2013/2014.
The mean score of comprehension1 (classical) is 46.73 compared to that of 54.00 of comprehension2 (analogical reasoning). It is only different at 7.27 points with 14.73 of standard deviation (SD), which means that there is a wide gap in the ability of comprehending the material among the students. The gap is even wider in comprehension2
~9~
with SD 18.18. This gives a description that the learning strategy has not efficiently and effectively been applied and tested due to the circumstances explained above.
The scores attained in comprehension2 seems not to have a strong relationship with the students’ production scores. Based on the results presented above, it has been proved that the relationship between comprehension and production on the case of learning the parts of speech by using analogical reasoning turns out to be only moderate with very little significance. Ideally, the significance value should be 0.000<0.050; the fact is 0.051, with the difference of 0.001. This problem arises due to the small samples involved in the study. The problem is also recognized by the fact that both of the variables are not linear, which means that the lower or the higher the scores are on comprehension, have nothing to do with or very little relationship to the lower or the higher scores the students get on production. The scatterplot graph shows more like a curve to indicate that there are variations both on comprehension and production abilities. For example, the same student can do well in production but poorly in comprehension. Likewise, another student is good at comprehension but not good enough at production, while others have balanced abilities. The result of statistical calculation F (4.425) < Fcrit (4.451) supports this fact. That is why the influence of comprehension2 on production2 is only 20.7%. The remaining 79.3% is the influential factors beyond the comprehension variable.
There may be some analysis that can be derived from the students’ work, especially on their production, as described in the following:
a)
Previous Rote Learning Experience
Most of the students (respondents) were able to build sentences from the simple up to the complex ones with just few errors, at least semantically but the sentences they produced are quite similar in structures to those of what they previously constructed. In other words, the sentences the respondents produced in production1 are not so much different to production2. This indicates that rote learning is dominant among the students. Rote learning is a memorization technique based on repetition. For example:
~ 10 ~
Cindy and her family spend their holiday
Cindy and her best friends went to Bali
in Paris last year and she gave me a
last year and she gave me a cute dress.
miniature of Eiffel and it was truly beautiful. My mother buy a little cat and little parrot
Yesterday, Ratna went to the pet shop
in the pet shop, it so friendly.
and buy a little cat.
We bring a doll for her and yesterday she
Yesterday, my uncle brought a doll for
is happy.
me and I feel happy.
My father bought a cute cat for me and I
My mother buy a new bag for me
very like it.
because I get a very good score.
I like playing guitar because my brother is Arga has been practicing guitar with his a guitar player and his always teach me
best friend recently but yesterday he did
how to play the guitar correctly.
not practicing because hi deep s friend very busy.
Rote learning is fine for the mastery of basic knowledge, such as pronouncing English phonemes or words, forms of tenses, etc. but when learning emphasizes the importance of deep understanding over the mere recall of facts, rote learning is not suggested. Unfortunately, the students, because of their past high-school-learning experience, still used that style in learning new knowledge at college whose tasks require problem-solving method. The students wrote the sentences such as those above because they had done them over and over again, so that way became automatic without their knowing the kinds of words (the parts of speech) they used in constructing their sentences. To some extent, no wonder, they failed to recognize the parts of speech of the words in their sentences. They could produce the sentences not because they understood the functions of the words such as nouns, verbs, adjectives, or adverbs. They wrote their sentences just because they used to writing those kinds of sentences, chiefly with the verbs bring, buy, give, and go.
When they were asked to write sentences then identify each words in their sentences based on their understanding on the parts of speech and the unique position of each word in relation to other words (immediate constituents), they seemed not to comprehend. The word ‘to’ in ‘go to the market’ was labeled as a conjunction, ‘exercise’ in ‘of the exercise’ as a verb, and ‘meeting’ in ‘went to a meeting’ as also a verb. So, it is also reasonable to
~ 11 ~
suspect that they only counted on memorization and prediction (guessing) when they did the comprehension test. That is why their comprehension was weakly correlated to their production on the issue of the parts of speech.
b) Lacks of Knowledge on Sentence Structures
Other errors mostly concern with tenses and word choice and arrangement (syntax), for example: 1. Luhan and Sehun reading for exam but they do not understand of the exercise. 2. In the middle of earth there is deep and dark. 3. She drived her car cool and rarely on the road last night. 4. Yesterday, Ratna went to the pet shop and buy a little cat. It is quite clear that the students were not cautious with their grammar or they may not have had enough knowledge on grammar, or lacked of exercises from their previous education.
c)
Interference of L1 on L2
The influence of first language on the students’ English (L2) is an obvious fact, as seen in the examples below: 1. Yesterday, me and family go to the market and I buy some water cold. 2. In the middle of earth there is deep and dark. 3. She drived her car cool and rarely on the road last night. 4. Me and my friend have some homework and do it together when my other friend have being crazy.
Here, the students tend to rely on their native language (L1) structures to produce their L2 sentences. If the structures of the two languages are different, then some errors are likely to occur. This is what is called as interference of L1 on L2. In a production process, interference, or transfer as Kohn (www.mikeswan.co.uk/elt-applied-linguistics/influencesecond-language.htm) names it, is involved in a student’s retrieval of inter language knowledge and his effort to bridge linguistically the gaps in his knowledge which cannot be side stepped by avoidance.
~ 12 ~
So, the comprehension on the parts of speech alone cannot be justified as directly having the influence on the production because including the 3 factors mentioned above, there may be other factors (79.3%) that involve in the production process. It is considered necessary then to explore other variables involved in students’ production competence. For that concern, it would be possible to investigate another study on the issue of production competence.
3. CONCLUSION
Based on the result of the research, the mean difference on comprehension before and after the implementation of analogical reasoning strategy of learning the parts of speech among the semester 1-students was only 7.26 points/percent. After the treatment, the students’ average comprehension competence on the parts of speech was 54% compared to 46.73% before the treatment. The average production competence after the treatment was 78.28% compared to 50% before the treatment. In referring to the statistical calculation, there were no differences in both comprehension and production before and after the implementation of the strategy because t-observed is lower than t-table (-2.148 < 1.734) on comprehension, and -3.620 < 1.734 on production. The facts above were considered quite significant (0.046 < 0.05 for comprehension, and 0.002 < 0.05 for production).
There was only little correlation between comprehension and production after the treatment (0.454) because the significance value was larger than the criterion (0.051 > 0.05). It was considered that the comprehension and the production variables were not linear. So, the students whose comprehension scores were lower did not mean that they got lower scores as well on production. In addition, comprehension had very little influence on production (20.7%).
In conclusion, the analogical reasoning as the strategy of learning parts of speech has been proved as not effective in this study for several reasons: 1) there was not enough time to apply the strategy in class; 2) the strategy was not appropriately tested due to the small population and samples; 3) consequently, there was a bias (analogical reasoning was not solely used by the students to do the test) to occur on the score differences; and 4) the
~ 13 ~
comprehension competence on the parts of speech cannot be used to measure the production competence in a form of sentence building because there are factors influencing the process of the production itself, such as the knowledge previously acquired from past learning experience and the interference of native language (L1) on the target language (L2).
REFERENCES
Celce-Murcia, Marianne and Larsen-Freeman, Diane. (1999). The Grammar Book, An ESL/EFL Teacher’s Course, Second Edition. Heinle & Heinle Publishers. USA Downing, Angela and Locke, Philip, (2006). English Grammar, A University Course, Second Edition, Routledge 2 Park Square, Milton Park, Abingdon, Oxon OX14 4RN Greenbaum, Sidney, (1996). The Oxford English Grammar, Oxford University Press Inc., New York Higgins, James M. (1994). Creating Creativity, InnoSupportTransfer – Supporting Innova-tions in SME, http://www.innosupport.net/uploads/media/4_4_Analogical_reasoning.pdf Hornby, A.S. (1982). Guide to Patterns and Usage in English, Second Edition. The English Language Book Society and Oxford University Press. Idawati, K; Widiastuti (2013) Hubungan antara Kompetensi Pemahaman Struktur Gramatikal (Syntactic Structures) dan Kompetensi Produksi Kalimat Bahasa Inggris. In Prosiding Penelitian LP2MK Universitas Darma Persada Keenan, Janice M. and MacWhinney, Brian (1987). Understanding the Relationship between Comprehension and Production. In Psycholinguistics Models of NJ: Ablex Publishing Co. Liang, Ting-Peng (1993). Analogical reasoning and case-based learning in model management systems. Decision Support Systems 10, 137-160. Elsevier Science Publisher B.V. North-Holland. http://www.ecrc.nsysu.edu.tw/liang/paper/9Analogical%20modeling%20%28DSS%201993%29.pdf Quirk, Randolph; Greenbaum, Sidney; Leech, Geoffrey; Svartvik, Jan (1985). A Comprehensive Grammar of the English Language. Longman Inc. New York
~ 14 ~
Ringbom, Hakan. On Relation between Second Language Comprehension and Production. http://www.jyu.fi/hum/laitoksek/solki/afinla/julkaisut/arkisto/48/ringbom Sarwono, Jonathan, (2006). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, Penerbit ANDI, Yogyakarta Sugiyono, Prof. Dr. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta, Bandung Vosniadou, Stella (1988). Analogical Reasoning as a Mechanism in Knowledge Acquisition: a Developmental Perspective. Center for the Study of Reading. Technical Reports. University of Illinois, Champaign, Illinois 61820 http://plato.stanford.edu/entries/reasoning-analogy/ http://plato.stanford.edu/entries/reasoning-analogy/ www.let.rug.nl/~hoeks/topicshift09.pdf www.mikeswan.co.uk/elt-applied-linguistics/influence-second-language.htm www.towson.edu/ows/ptsspch
~ 15 ~
~ 16 ~
ANALYSIS OF TYPES OF IDIOMATIC TRANSLATION USING MOVIE SUBTITTLING Fridolini ABSTRACK The title of this research is A TRANSLATION ANALYSIS OF IDIOMS IN ENGLISH AND INDONESIAN SUBTITLING IN THE MOVIE OF EUROTRIP. The focus of this research is aimed to find out the methods of translation used by the translator in translating the idioms and the types of idioms which are mostly used in the movie. This research is a descriptive qualitative method. This method used to produce a systematic and factual description about the gained data. Meanwhile, the data were gathered by using the document analysis technique. The result of this study revealed that several methods were applied in translating the idioms: literal translation method, semantic translation method, communicative translation method and faithful translation method. Furthermore, from the two types of idioms, there were differences of the number of idioms from one type into another. The findings of the research were finally concluded that the type of idioms mostly used in the movie of Eurotrip is figures of speech. Keywords: Translation, Idioms. 1.
INTRODUCTION
a.
Background of The Problem
Nowadays, movie has become the part of people’s life. Watching movie is also one of the most popular hobbies of people worldwide. There are some reasons of the people to watch movie. One of them is escapism. They want to be entertained and try to escape from reality. Some people have their stressful lives. They need to laugh and get rid of their boring lives. The distribution of these movies is not only to American and European countries which have English as their first language, but also to many non-English speaking countries. In overcoming the language barrier for those who have not English as their first language, language transfer is involved in facilitating people’s comprehension about the Source language (SL) of the movie into the target language (TL). Therefore, it should be translated so that people understand the idea, the story and the message delivered by the movie. There are two main forms of film translation or “language transfer” in movie or television: subtitling and dubbing. Subtitling is written translation of the spoken language (source language) of a television program or film into the language of the
~ 17 ~
viewing audience (the target language); the translated text usually appears in two lines at the foot of the screen simultaneously with the dialogue or narration in the source language.
There are a lot of different types of movie production in the world. Some movies have a lot of actions, many have frightening content and others can make one sad or make one laugh. The latter refers to the comedy movies. People like to choose these movies because they like to be entertained. People might want to be entertained by watching comedy movies. Comedy movies can be entertaining because the contents are easy to be understood. In translating the idioms, the translator should master the vocabulary both in the Source Language (SL) and the Target Language (TL). This is due to the hard of translating idioms that have different meanings from the literal meanings. The translator should choose the best translation methods in translating them. This research is limited to identifying, listing, classifying, and describing idiomatic expressions available in the Eurotrip movie based on Hockett’s (1958) theory of types of idioms. However, this research just focuses on the English Phrasal Compounds and Figures of Speech of Hockett’s theory of types of idioms.
In conducting the research, deciding an appropriate method is very important. Collecting, analyzing, and interpreting data by observing what people do and say refers to qualitative research. According to Frankel and Wallen (1993:380), qualitative research is understood as a research study that investigates the quality of relationships, activities, situations or materials. In this case, a descriptive one is the methodology used to conduct this research in the process of analyzing the data. Thus, this study uses the descriptive method since it provides the information as the result of translation analysis related to the way of idioms.
1.
ANALYSIS
Translation is characteristically purposeful as a profession; it has targets and goals. It is done on behalf of sponsors. It lacks (except in rare cases) the leisure of reflective consideration about the researchable questions of why like this, why here. Nonetheless, translators as applied linguists do have certain obligations to the furthering of our
~ 18 ~
understanding of language and our ability to explain the acts of communicating in which we are continually engaged. (Christopher Candlin 1991 cited in Hatim, 2001:4)
Generally speaking, translation is transferring of a text/document from one language (Source Language) into another language (Target Language) in order that it is suitable for its intended purposes. There are many definitions given by experts regarding to the term of translation. In accordance with this, hereunder the writer cites some statements from linguists who suggest their opinions about what translation is. Newmark (1988:45) writes translation as rendering the meaning of a text into another language in the way the author intended the text.
Brislin (1976) in Suryawinata (1989:1) mentions that translation is the general term referring to the transfer of thoughts and ideas from one language (source) to another (target), whether the languages are in written or oral form; whether the languages have established orthographies or do not have such standardizations or whether one or both languages are based on signs, as with sign languages of the deaf. Here, it sees that Brislin gives wide constraint of translation; even it includes of translation of languages which do not have standard such as sign languages of the deaf.
Nida and Taber (1969:12) do not give an explicit definition of translation; however they give the definition about the process of translating. Nida and Taber say that translating consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalence of a source language message, firstly in terms of meaning and secondly in terms of style. In this definition, it seems that there are several important elements that need to concern, namely (1) reproducing the message, (2) equivalency, (3) Based on the above definitions, it can be concluded that translation is an activity of transferring a text/document from one language (Source Language) into another language (TL) in the way of the equivalence of the target language.
The Methods of Translation
Newmark (1988:45) proposes the translation methods in the matter of source language and target language. He classifies it into eight types of translation methods: word-for-word
~ 19 ~
translation, literal translation, faithful translation, semantic translation, adaptation, free translation, idiomatic translation, and communicative translation. He puts them in the form of a flattened V diagram:
SL Emphasis
TL Emphasis
Word-for-word translation
Adaptation
Literal Translation
Free Translation
Faithful Translation
Idiomatic Translation
Semantic Translation
Communicative Translation
Figure 1. Methods of translation proposed by Newmark (1988)
Newmark (1988:45-47) explains the eight types of translation methods as follows: 1.
Word-for-word translation This is often demonstrated as interlinear translation, with the TL immediately below the SL words. The TL word order is preserved and the words are translated singly by their most common meaning, out of context. Cultural words are translated literally. The main use of word-for-word translation is either to understand the mechanics of the SL or to construe a difficult text as a pre-translation process.
2.
Literal Translation The SL grammatical constructions are converted to their nearest TL equivalents but the lexical words are again translated singly, out of context. As a pre-translation process, this indicates problems to be solved.
3.
Faithful Translation A faithful translation attempts to reproduce the precise contextual meaning of the original within the constraint of the TL grammatical structures. It transfers cultural words and preserves the degree of grammatical and lexical abnormality (deviation of SL norms) in the translation. It attempts to be completely faithful to the intention and text-realisation of the SL writer.
4.
Semantic Translation Semantic translation differs from faithful translation only as far as that it must take into consideration the aesthetic values (that is the beautiful and natural sound) of the SL text, compromising on meaning where appropriate so that no assonance, word play or repetition jars in the finished version. Further it may translate less important cultural
~ 20 ~
words by culturally neutral third or functional terms but not by cultural equivalences and it may take other small concessions to the readership. The distinction between ‘faithful’ and ‘semantic’ translation is that the first is uncompromising and dogmatic, while the second is more flexible, admits the creative exception to 100% fidelity and allows for the translator’s intuitive empathy with the original. 5.
Adaptation This is the freest form of translation. It is used mainly for plays (comedies) and poetry; the themes, characters, plots are usually preserved, while the SL culture is converted to the TL culture and the text is rewritten. The deplorable practice of having a play or poem literally translated and then rewritten by an established dramatist or poet has produced many adaptations, but other adaptations have rescued period plays.
6.
Free Translation Free translation reproduces the matter without the manner, or the content without the form of the original. Usually it is a paraphrase much loner than the original, a socalled ‘intralingual translation’, often prolix and pretentious, and translation at all.
7.
Idiomatic Translation Idiomatic translation reproduces the ‘message’ of the original but tends to distort nuances of meaning by preferring colloquialisms and idioms where these do not exist in the original.
8.
Communicative Translation Communicative translation attempts to render the exact contextual meaning of the original in such a way that both content and language are readily acceptable and comprehensible to the readership.
Definitions of Idioms
A translator shall work only into the language (in exceptional cases this may include a second language) of which he has native knowledge. ‘Native knowledge’ is defined as the ability to speak and write a language so fluently that the expression of thought is structurally, grammatically and idiomatically correct. (Quoted in Meuss, 1981:278; cited in Baker 1992:65)
~ 21 ~
Why do idioms exist? The reader will recall the fundamental fact that
a speaker may say
something that he has never said, and never heard, before, to hearers to whom the utterance is equally novel, and yet be understood. Indeed, this is a daily occurrence. The way in which it comes about is basically simple: the new utterance is a nonce-form, built from familiar material by familiar patterns
(Hockett 1958:304).
English has thousands of idioms. An idiom is a word or (usually) a phrase from an ancestral or foreign language that has become (re)spelled as common words of the target language. This “definition” is in complete agreement with the etymology of the word “idiom”…from Greek for: something that you (borrow and) make your own.
Types of Idioms
Every language has its own pattern in forming new idiom. Hockett (1958:310-318) divides types of idioms based on the forms. In this case, he divides it into six types of idioms which are identified as: Substitutes, Proper Names, Abbreviations, English Phrasal Compounds, Figures of Speech, and Slang.
Hockett (1958:310-318) explains the six types of idioms as follows: 1. Substitute Anaphoric substitutes are almost by definitions forms which turn up in each context with a new idiomatic value. If I say, totally out of context, He didn’t get here on time, you do not know whom I am talking about, save that he is male and probably human. However, substitutes are not exempt from the more customary sort of idiomatic specialization. In English, the third singular person like she and he can be used in forming new idiom. He and she have idiomatic uses in she-camel, he-man, or in a sentence Is your cat a he or a she? 2. Proper Name According to Hockett, proper names arise by the ‘idiom-creating events’ of naming. People are named, places are named, new technological inventions are named, etc. To logicians, a “proper name” is a symbol which designates an entity of which there is only one.
~ 22 ~
3. Abbreviation One widespread mechanism of idiom formation is abbreviation: the use of a part for a whole (Hockett, 1958:313). Thus we have the word cab and bus from earlier cabriolet and omnibus, piano from pianoforte and many others. In this case, new words that come from abbreviation are assumed as idiom. In a number of cases, the official long title has been worked out with a conscious view to this kind of abbreviation: thus “Women’s Auxiliary Volunteer Emergency Service” was chosen because its initials, “WAVES”. 4. English Phrasal Compound Hockett (1958:316) says that English phrasal compounds are usually idiom. To illustrate this point, let us consider The White House and a white house. A white house is any house which is white; the White House is white, and a house, but also specifically the USA President’s residence. Hockett points out that the stress markers often indicate that the compound is idiomatic, but do not in any way spell the specific meaning of the compound. 5. Figures of Speech Students of rhetoric are dealing with idioms, and with pattern of idiom formation, when they talk of figures of speech. In a sentence he married a lemon, meaning ‘he married a sour-dispositioned woman’ contains a different idiom from that meaning ‘kind of fruit’. 6. Slang Hockett (1958:318) writes it is not certain whether slang is universal or even widespread, but, wherever it is found, its idiomatic nature is clear. Absquatulate was once slang for ‘go away’; it gave way to vamoose, the latter in turn to scram; in the early nineteen-fifties teen-agers were using such expressions as Here’s your drum: blow or Here’s your drum: beat it.
Subtitling
Subtitling is described by Shuttleworth and Cowie (1997:161) as the process of providing synchronized captions for film and television dialogue. It is the dominant form of Audiovisual Translation (AVT) in Finland, and other Nordic countries, The Netherlands, Belgium, Portugal, Greece and Israel (Gottlieb 1992:169).
~ 23 ~
Gottlieb (1992:162) defines subtitling as a (1) written, (2) additive (i.e. new verbal material is added in the form of subtitles), (3) immediate, (4) synchronous, and (5) polymedial (i.e. at least two channels are employed) form of translation. He follows Jakobson (1966) in distinguishing between different forms of subtitling: from a linguistic viewpoint, there is intralingual (within one language) and interlingual (between two languages) translation; whereas technically speaking subtitles can be either open (not optional, i.e. shown with the film) and closed (optional, i.e. shown via teletext) (1992:163).
Moreover, Gottlieb
(1992:162) describes translation for subtitling as a balancing act whereby the dialogue is transcribed into lines of text, “conveying a maximum of semantics and stylistic information”.
Herman Weinberg was the first translator in the world to use subtitles; he is probably their inventor. In the course of his career, he claimed to have titled over 400 films in Sicilian, Japanese, Swedish, Hindustani, Spanish, Brazilian, Greek, Finnish, Czech, Hungarian, and Yugoslavian. Obviously, a believer in knowing the target language better than the source language. (Surprisingly enough, this is not so unusual. In his 1989 profile, Okaeda Shinji claims over 1,000 titles to his credit, including Citizen Kane, Star Wars, and films in French, German, Italian, Russian and Spanish (Okaeda, 1989: 229). Needles to say, one must wonder about quality in the face of such enthusiastic boasting over the quantity (Venutti 2004:455).
In conclusion, subtitling is one form of translation or “language transfer” in television, in the form of written translation of the spoken language (Source Language) into the target viewing audience (Target Language) appearing at the bottom of the screen during the scenes of a motion picture/film or television show.
Subtitling Process
In the subtitling process, the subtitlers will make a decision-making process to determine what has to be translated and what can be left out (Schwarz 2003). Kovacic says that there are three factors which influence this decision: the type of program, the target audience, and the aesthetic aspect of language.
~ 24 ~
1.
The Type of Programme
This may range from lightweight comedy or cartoon to investigative documentaries or education. The different emphasis is also reflected in the language. Whereas content is the priority of documentaries, the aim of a comedy is to convey humor. The type of programme therefore determines the focus and features of the translation.
2.
The Target Audience.
The function of the subtitles is to make the narrative coherent to the viewers. Even if the translation is very good, subtitles may fail to serve their purpose when the language is inappropriate for the intended viewers. If the programme is directed at a more educated audience, subtitles can be denser with a larger vocabulary and more complex syntax. The same audience will have background knowledge at their disposal and may even be familiar with the author's body of work. This may influence the translator in his decision to leave some implicit information without further explanation. For films with mass-appeal, however, it is advisable to keep the language fairly simple and the subtitles to a manageable size, thus making them accessible to everybody. Obviously if children form many of the audience, the vocabulary will be smaller as well as the background knowledge one can assume.
Problems in Translating
As most translators might experience in translating tasks, the problems of translating generally lie on how to find equivalents of difficult words, phrases, and sentences. It is based on the fact that each language has its own distinctive forms for representing meaning. Therefore, in translation the same meaning may have to be expressed in another language by a very different form. It is also in line with Culler’s statement that: If language were simply a nomenclature for a set of universal concept, it would be easy to translate from one language to another. One would simply replace the French name for a concept with the English name. If language were like this, the task of learning a new language would also be much easier than it is. But anyone who has attempted wither of these tasks has
~ 25 ~
acquired, alas, a vast amount of direct proof that languages are not nomenclatures, that the concepts… of one language may differ radically from those of another…Each language articulates or organises the world differently. Languages do not simply name existing categories; they articulate their own. (Culler, 1976:21-2)
Take a look at this illustration. An English woman expressed her gratitude to an Indonesian parking attendant for his help by saying ‘Thank you’. The man then replied it by saying ‘Come back’ (when he actually intended to say ‘You’re welcome’). It is understandable if the American would then get confused by his reply since the phrase uttered by the man sounded unnatural for an English native speaker as none of them utters such phrase as a response to a gratitude expression. In the meantime, the man himself–apart from his awareness and knowledge–seemed not to realize that he had transferred the bahasa Indonesia form ‘kembali’ into English without taking an understandable English form into consideration.
Thus, translating must, to a great extent, aim at ‘reproducing the message’ and in it, one must also make good grammatical and lexical adjustments.
Translation Methods in English Phrasal Compound Classification
There are 8 items that belong to this classification. Here are some data found in the movie that are categorized into English Phrasal Compound classification, together with its translation methods.
The first idiom is ‘…that was a wild night.’ It is translated into ‘…semalam itu malam yang hebat.’ The meaning of the idiom ‘a wild night’ literally is ‘malam yang liar.’ Nonetheless, it employed the method of communicative translation into ‘malam yang hebat’ to describe a great event that happened on the night before which is described in the movie. The translator wanted to convey the context meaning in the movie to the readership.
~ 26 ~
The second idiom is ‘…so I tell the swamp donkey.’ This idiom is translated into ‘…jadi aku berkata kepadanya.’ The meaning of the idiom ‘the swamp donkey’ is a very ugly, usually a fat girl who hangs around in bars and clubs waiting to sexually assault males who are too drunk to defend themselves. In this idiom, the translator employs the semantic translation method in translating the idiom. The translator didn’t refer to anyone, he just translate it into ‘kepadanya.’ He didn’t give a detail explanation about who the girl is. The translator used semantic translation in comprehending the aesthetic value of the rude idiom.
The third idiom is ‘you froggy Itie shities!’ The Communicative translation method is employed in translating the idiom into ‘dasar orang Italia brengsek.’ The meaning of the word Ities is a generic name for Italians, used largely during the Second World War by the British. The translator tried to render the meaning of Ities in the idiom in order to be readily acceptable and comprehensible to the readership with the translation into Italia.
The fourth idiom is ‘Holy crap!’ The idiom is translated using communicative translation method into ‘Wow!’ Holy crap means a phrase used to suggest that something is unbelievable or shocking. The translator used communicative translation method in translating the idiom. The translator wanted to reveal the idiom which expressed a surprise expression. He really knows the meaning of the idiom.
The fifth idiom is ‘Take it all, you dirty girl.’ The meaning of the idiom ‘dirty girl’ is one who is naughty and into freaky things. The translator used the semantic translation method in translating the idiom into ‘Ambil semuanya, gadis nakal.’ The translator tried to render the meaning of the idiom by translating the semantic value into the target language.
The sixth idiom is ‘Dear sweet mother of God.’ The translation of the idiom is ‘Ya ampun.’ The idiom ‘sweet mother of God’ is typically an exclamation of disbelief, usually targeted at something so out there that it's hard to believe or process. The translator used the communicative translation method in conveying the message of the idiom which expressed in exclamation of surprise expression. He really knows the meaning of the idiom.
~ 27 ~
For more detail, i adds the number of the translation method used in translating English Phrasal Compound classification in the following table: Translation methods
Frequency of Occurrence
Word-for-word translation
0
Literal translation
0
Faithful translation
0
Semantic translation
2
Adaptation
0
Free translation
0
Idiomatic translation
0
Communicative translation
6 Table A
Translation Method in English Phrasal Compounds Classification
From the table above, it can be seen that the communicative translation method takes the highest distribution from the total number with 6 items. Then it is followed by semantic translation with 2 items.
In the English Phrasal Compound classification, the communicative translation method is used for understanding the contextual meaning both content and the language of the idiom in the source language into the target language.
Translation Methods in Figures of Speech Classification
I notices that there are 11 items that belong to this classification.
The figure of speech ‘She’s a whore.’ This is a metaphor. The Whore means a woman who is paid for sexual services. Yet, it can also mean a name you call a girl you dislike, regardless of her sexual history. The meaning of the figure of speech is ‘dia itu seorang pelacur.’ if it is translated into Indonesian language. However, the translator used the communicative translation method in translating it into ‘dia memang bajingan.’ The translator tried to render the contextual meaning of the figure of speech in the movie into the target language that someone dislikes another one. The figure of speech ‘I gotta piss ~ 28 ~
like a pregnant woman’ is a simile. The Piss like a pregnant woman means having to piss so excruciate bad that you feel as if your bladder will bust like a pregnant woman's water. The literal translation method is employed in translating the figure of speech. The translator knew the meaning of the idiom, yet he enforced to translate it literally into ‘Aku mau buang air kecil seperti wanita hamil.’
The figure of speech ‘Cooper Harris, you’re a pig.” The figure of speech is metaphor. A pig means someone you are dating/living with, etc, that tells they love you and you are their world and still talks to other women in a sexual manner and also receives emails of dirty photos of the women and tells them he wants more dirty photos. It is translated into ‘Cooper Harris, kau bodoh.’ The translator used the semantic translation method in translating the figure of speech. The translator tried to transfer the message by considering the semantic value in the target language. He tried to express the context meaning in the movie to the target language.
The figure of speech ‘Europe is the size of the Eastwood Mall.’ It is metaphor. The translation of the figure of speech is ‘Eropa seukuran dengan Mall Eastwood.” The translator knows the meaning of the idiom, yet he used the literal translation method in translating it. He seemed to enforce the translation literally.
The figure of speech ‘You got steamed up, pissed as a fart.” The classification of the figure of speech is metaphor. The translator translated it into ‘Kau mendapat semangat, kencing seperti kentut.’ The translator seemed to find difficulty in finding the appropriate word in the target language of this idiom. So, he translated it using the literal translation method.
The figure of speech ‘It’s like your wiener.’ It is a simile. The Wiener means another name for penis, but a more comical way of expressing the term. It employed the semantic translation method which is translated into ‘Seperti alat kelaminmu.’ The translator tried to transfer the message of the idiom using an equivalent word in the target language. The translator used the general word. He didn’t specify the men’s sex organ when translating it because it has been explained in the movie that the speaker is a man.
~ 29 ~
The figure of speech ‘She makes girls in our high school like walruses.’ The figure of speech is simile. Walrus used to describe a stupid, fat, ugly, pampered person. Who constantly whines, cribs, bitches, complains, cries, eats. The translator translated the figure of speech into ‘Dia membuat semua gadis di sekolah kita terlihat seperti ikan duyung. The translator used the literal translation method in translating the figure of speech. He seemed lack of compensation for linguistic and cultural differences from the source language into the target language. As a result, he enforced to translate it literally.
The figure of speech ‘This is the biggest sausage fest on Earth.’ It is a metaphor. Sausage means a males penis, also can be used to show a very annoying male. The translation of this figure of speech is translated using the literal translation method into ‘Ini merupakan festival sosis terbesar di bumi.’ The translator seemed difficult to translate the figure of speech due to lack of equivalent word in the target language. As a result, he translated literally.
The figure of speech ‘Like two dogs in the heat.’ Simile is the classification of this figure of speech. Heat means to talk about someone badly or "roast" them. The translator employed communicative translation method when he translated it into ‘Seperti dua anjing yang sedang bercinta.’ The translator tried to convey the message to the readership. However, he still lack of finding an idiom or an equivalent word in the target language so that the translation seemed translated literally.
I adds the number of translation method applied in translating the figures of speech classification into the following table: Translation methods Word-for-word translation Literal translation Faithful translation Semantic translation Adaptation Free translation Idiomatic translation Communicative translation
Frequency of Occurrence 0 6 0 3 0 0 0 2 Table B Translation Method in Figures of Speech Classification
~ 30 ~
From the table above, literal translation is the translation methods mostly employed in the figures of speech classification which contributes 6 items from the total number. In addition, semantic translation and communicative translation are the more common method appeared in translating the figures of speech that are 3 and 2 items from the total number.
In translating the figures of speech classification, the translator mostly used literal translation method in translating them. It can be a problem because in translating the idiom which is categorized into the figures of speech, the translator should also understand about the figures of speech in the target language. The translator should find the appropriate sentence or language in the target language that is acceptable with the figures of speech in the target language.
Idioms found in the movie
From the data, i found that there were 19 items of idioms found in the movie. Then, they were classified into two types of idioms: English Phrasal Compound and Figures of Speech. For further analysis, i describes the
Number of items
total number of idioms and its classification in table 3.3.The classification English Phrasal Compounds
8
Figures of Speech
11 Table C Total Number of Idioms
From the table above, it can be seen that Figures of Speech is frequently found in Eurotrip movie. The total numbers of this classification were 11 items.
From the finding above, i found that communicative translation method placed the highest number in English Phrasal Compound classification. The translator used this method in
~ 31 ~
conveying the message in the movie to the readership in order that the readership could understand it.
Furthermore, in Figures of Speech classification, literal translation method placed the highest number of translation method. It proved that the translator were lack of vocabulary, knowledge, cultural background, an equivalent word, and finding another idiom in the target language. Therefore, he seemed to enforce translating the idioms literally that were inappropriate with the meaning of the idioms themselves.
From the expounded above, types of idioms that were mostly found in Eurotrip movie was Figures of Speech which contributed 11 items from the total number which reached 19 items. In addition, the complete list of idioms classification is enclosed in appendix.
3.
CONCLUSIONS
Translating an idiom is not an easy job to do. This study is intended to find out the translation methods employed by the translator in translating the idioms and types of idioms mostly found in the Euro Trip movie. The following are the conclusion based on the findings of the research: 1.
The translator employs some translation method in every types of idiom classification. The translator tries to use the appropriate translation method in every classification.
2.
The idioms mostly found in Euro Trip movie are those which belong to figures of speech classification.
3.
In figures of speech classification, the translator uses literal translation that is quite inappropriate in translating that classification. The translator should understand the figures of speech not only in the source language but also the target language and decide the translation method that quite appropriate to translate it.
4.
The translator determines an appropriate word in translating idioms by using an appropriate method of translation becomes an important thing in doing the translation work. The translator should watch the movie for several times in order to get the whole aspects of the movie, in order that people understand the idea, story and message delivered by the movie.
~ 32 ~
4.
REFERENCES
Baker, Mona. (1992). In Other Words: A Course Book on Translation. London: Routledge. Bassnett, Susan. (1991). Translation Studies. London: Routledge. Choliludin. (2005). The Technique of Making Idiomatic Translation. Jakarta: Kesaint Blanc. Dixson, Robert J. (1971). Essential Idioms in English. United States of America: Regents Publishing Company, inc. Frankel, Jack R. and Wallen, Norman G. (1993). How To Design Evaluative Research In Education – Second Edition. (1993). Singapore: Mc. Graw Hill Book co. Hatim, Basil. (2001). Teaching and Researching Translation. London: Longman. Hatim, Basil & Munday, Jeremy. (2004). Translation, An Advanced Resource Book. New York: Routledge. Hewson, Lance & Martin, Jacky. (1991). Redefining Translation, The Variational Approach. New York: Routledge. Hockett, Charles F. (1958). A Course in Modern Linguistics. New York: Macmillan. Hornby, A.S (1995). Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford: Oxford University Press. Hymes, Deep. (1966). Language and Culture in Society, A Reader in Linguistics and Anthropology. New York: Harper International. Larson, M. L. (1984). Meaning-Based Translation: A Guide to Cross-Language Equivalence. Boston: University Press of America. Lefevere, Andre. (1992). Translation/History/Culture. New York: Routledge. Makkai, Adam. (1972). Idiom Structure in English. The Hague: Mouton. Newmark, Peter. (1988). A Textbook of Translation. London: Prentice Hall International. Ltd. Nida, Eugene A. & Taber, Charles R. (1969). The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill.
~ 33 ~
~ 34 ~
STEREOTIP IMIGRAN CINA DI AMERIKA DALAM NOVEL BEYOND THE NARROW GATE KARYA : LESLIE CHANG Eka Yuniar Ernawati Sastra Inggris-Fakultas Sastra
[email protected] ABSTRACT The point of this writing is the stereotype of China immigrant in America in the novel Beyond The Narrow Gate by Leslie Chang. This writing tells about the journey of Chinese woman immigrant who lived in China to gain America in 1950s. As an immigrant there, she had to face any situation that reflected her as a part of minority community in America. The majority community at that time was White Anglo Saxon Protestant or WASP who declared that they were the biggest one which had power not only in economics but also in politics. In another side, Mary Han had tried to make any WASP believed that she deserved to get the same rights as other individually. As a town, Hartford only had a small native Chinese when she came there, while the WASP were the most who regarded success to make commerce there. Assimilation was the best thing to change the stereotype of China immigrant there, and Mary Han succeeded to do that by doing many efforts. From this novel, Leslie Chang as the author, wants to explain there are many chances for men or women as immigrant in America to have the same rights as long as they know how to try to achieve what they have dreamed. Key words: China immigrant in America, history and biography, WASPs stereotype, assimilation, culture, value, individualism.
1. PENDAHULUAN
Dalam sejarahnya, Amerika adalah sebuah negara yang terbentuk dari perpindahan manusia secara besar-besaran selama bertahun-tahun – 45 juta orang- menyeberangi lautan dan benua untuk mencapai Amerika Serikat. Banyaknya komunitas etnis yang membentuk mosaik masyarakat Amerika. Keluarga etnis satu-satunya yang terbesar adalah penduduk keturunan Inggris. (Sowell, 1989: 16)
WASP adalah istilah sosiologis Amerika Utara yang berasal dari singkatan White Anglo Saxon Protestant. WASP adalah sebuah julukan yang mengacu pada kaum berkulit putih di Amerika yang umumnya merupakan keturunan Inggris, dan menganut agama Kristen
~ 35 ~
Protestan. Istilah ini menyiratkan sekelompok masyarakat elit tertutup yang memiliki kekayaan dan gelar hak istimewa di Amerika Utara. Pada awalnya istilah ini dibawa oleh orang-orang Inggris yang merasa lebih superior dari bangsa manapun. Kemudian, istilah ini ikut berkembang di Amerika, namun, istilah ini tidak diperuntukan bagi kelompok minoritas pendatang seperti Yahudi, kaum kulit hitam, penduduk Indian asli Amerika, penduduk
beragama
katolik
dan
masyarakat
Asia.
(http://www.mahrita-
fisip12.web.unair.ac.id)
WASP digambarkan sebagai suatu melting pot yang memiliki pengaruh kuat dalam pembentukan masyarakat Amerika dan sebagai satu kesatuan di sebuah negara besar. (Schlesinger, 1998:30-37)
Anglo Saxon dikategorikan sebagai pemukim awal yang mengemban tugas membangun pemukiman orang kulit putih pertama, mereka pun dikategorikan bukan sebagai imigran. Selanjutnya, pembangunan bangsa Amerika diberlakukan apabila dapat melalui proses asimilasi dengan kelompok White Anglo Saxon Protestant (Huntington, 2005;39)
Dalam pemaknaan lain, White Anglo Saxon protestant (WASP) merupakan sebuah tradisi, sebuah ideologi tentang siapa yang seharusnya menjadi penguasa di AS. Dalam sejarahnya, tradisi tersebut pada awalnya diperkenalkan dan dipertahankan oleh orangorang Inggris yang merasa superior, karena merekalah yang pertama masuk ke AS dan membangun AS dengan pengetahuan dan keterampilan tertentu. (Liliweri, 2005: 116)
OrangCina-Amerika merupakan bagian dari orang Asia-Amerika; tercatat memasuki Amerika ketika terjadi depresi ekonomi dunia pada tahun 1870-an. Mereka dikenal sebagai pekerja keras di wilayah barat AS. (Liliweri, 2005:117)
Novel yang berjudul Beyond The Narrow Gate adalah karya sastra yang ditulis oleh Leslie Chang. Novel tersebut menceritakan perjalanan tokoh imigran Cina di Amerika bernama Mary Han. Melalui tokoh tersebut, Leslie Chang sebagai penulis ingin memberikan gambaran kepada para pembaca bagaimana tokoh Mary Han berupaya mewujudkan impiannya di Amerika agar dapat diterima sebagai bagian dalam masyarakat kulit putih WASP Amerika.
~ 36 ~
Mary Han bermigrasi ke Amerika sekitar tahun 1950-an setelah terjadinya Perang Siping di tahun 1947. Perang Siping adalah perang saudara yang banyak memakan korban dan terjadi di Cina. Negara Cina yang baru saja melewati perang dengan Jepang pada masa itu harus menghadapi musuh di dalam negaranya sendiri. Perpecahan dalam negeri Cina sendiri merupakan perlawanan dalam bidang politik, ekonomi dan kelas sosial. Negara Cina yang dipimpin oleh Chiang Kai-Shek dari Partai Kuomintang harus menghadapi Partai Komunis pimpinan Mao Zedong. (Chang, 1999: 7)
Dalam sejarah orang Amerika keturunan Cina merupakan bagian dari suatu fenomena “orang Cina seberang lautan” di seluruh dunia yang menyebar dari Asia Tenggara sampai Kepulauan Karibia. Menjelang tahun 1930, lebih dari delapan juta orang Cina telah meninggalkan negeri Cina untuk menetap di seluruh dunia. (Sowell, 1989: 185)
Mary Han adalah anak seorang Jendral dari partai Kuomintang yang wafat pada saat terjadinya Perang Siping. Perang telah berakibat banyaknya perubahan di dalam negara Cina Tingginya tingkat inflasi, pengambil alihan kekuasaan Kuomintang oleh tentara Komunis, telah menjadikan pusat pemerintahan Cina di Nanjing lumpuh total. Hanya orang-orang yang kuat saja yang berhasil mengungsi ke wilayah lainnya yang dirasa masih aman yaitu menuju Taiwan dimana pada tahun 1950an Taiwan merupakan daerah koloni Jepang. Para pengungsi yang datang ke Taiwan pada masa itu umumnya berasal dari para pebisnis, keluarga tentara dan mereka yang bekerja pada masa pemerintahan Kuomintang. Bagi mereka, Taiwan adalah jalan mereka untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik. (Chang, 1999: 25)
Perjalanan Mary Han untuk bermigrasi ke Amerika pun dimulai dari Taiwan. Ia tiba di Amerika pada tahun 1950-an, sebelum adanya reformasi Undang-Undang Pembatasan Imigran Cina pada tahun 1965. Berbagai cara dilakukan oleh orang kulit putih Saxon (WASP) dalam membendung lonjakan pendatang dari Asia khususnya China. Hal itu dikarenakan para WASP telah membuat stereotip berbeda tentang imigran Cina di Amerika.
Stereotip sebagai pengetahuan mengenai “apa” atau “siapa” dan “mengapa” adalah pengetahuan yang dipunyai oleh sesuatu golongan sosial lainnya. Pengetahuan tentang
~ 37 ~
stereotip ini bersifat subyektif sesuai dengan penilaian dari dan menurut kebudayaan si pembuat stereotip. Karena itu kebenaran dari sisi sebuah stereotip mengenai sesuatu sukubangsa selalu subyektif, karena dibuat dan dinilai sesuai dengan patokan kebenaran yang ada dalam kebudayaan yang dipunyai oleh sukubangsa pembuat stereotip tersebut. (Suparlan, 2004; 15)
Pandangan subyektif tentang stereotip orang Cina dikukuhkan oleh orang kulit putih Saxon (WASP) sebagai kelompok minoritas yang tidak berasimilasi, dan hanya dapat tinggal di suatu tempat di mana mayoritas penduduknya berasal dari kelompok mereka sendiri. (Chang, 1999: 74).
Dalam pelariannya ke Amerika, Hartford adalah lokasi di mana Mary Han menetap dan merupakan wilayah yang didominasi oleh orang kulit putih (WASP). Kota tersebut ditemukan oleh para Puritan sekitar tahun 1636. Mereka yang berada di wilayah tersebut adalah kelompok eksklusif yang sangat kuat akan tradisi Protestan. Bagi orang luar seperti Mary Han, berada di lingkungan WASP berarti harus memilih salah satu di antara dua pilihan. Ia mengabaikan kondisi lingkungan sekitar dengan berupaya untuk melebur dalam kebudayaan yang yang memiliki nilai-nilai dominan, menjadi bagian dari komunitas masyarakat WASP .
Kebudayaan secara umum diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat. Dengan demikian, segala sesuatu yang mereka alami dan pelajari tersebut menjadi sistem yang tidak bias dilepaskan dari masyarakat tersebut. Maka kebudayaan dapat juga diartikan sebagai sistem norma dan nilai. (Horton dan Hunt, 1998:58-59)
Kebudayaan mereka kadang didasarkan pada hal yang sesuai dengan kondisi daerah mereka masing-masing. Selain itu kebudayaan yang mereka miliki berasal dari kebiasaan dan keyakinan yang mereka anut. (Horton dan Hunt, 1998:76)
Pada hakekatnya, nilai adalah kepercayaan-kepercayaan bahwa cara hidup yang diidealisasi adalah cara yang terbaik bagi masyarakat. Oleh karena itu nilai adalah
~ 38 ~
kepercayaan, maka nilai berfungsi mengilhami anggota-anggota masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan cara yang diterima masyarakatnya. (Gabriel, 1974:144)
Individualisme yang menjadi nilai utama dalam budaya Amerika, berupaya diaplikasikan oleh Mary Han. Individualisme adalah konsep nilai yang mencakup berbagai ide, perilaku dan doktrin yang faktor utamanya terpusat pada individu. Pengertian individu disini diartikan sebagai kebalikan “kolektif” (Miller, 1991: 240) Individualisme merupakan penghargaan setinggi-tingginya terhadap hak asasi manusia dan perlindungan kepada kepentingan individu. (Miller, 1956: 241)
Keyakinannya bahwa setiap individu adalah seseorang yang memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya membuatnya selalu berusaha agar ia dapat diterima dalam masyarakat yang mayoritas didominasi oleh kulit putih WASP.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dinyatakan dalam bentuk verbal dan dianalisis tanpa menggunakan teknik statistik. Sumber penelitian diperoleh dari data tertulis (teks) novel Beyond The Narrow Gate karya Leslie Chang tahun 1991 serta didukung oleh beberapa sumber teori dan data tertulis lainnya yang relevan. Penulis menggunakan jenis penelitian secara interpretative, yaitu mengintepretasikan teks dengan mengumpulan data kepustakaan dan pola pengkajian yang bersifat induktif yaitu dari khusus ke umum. (Sangadji dan Sopiah, 2010: 26)
2. PEMBAHASAN
Novel yang berjudul Beyond The Narrow Gate karya Leslie Chang memperlihatkan salah satu tokoh utamanya, yaitu Mary Han, sebagai imigran Cina yang datang ke Amerika sekitar tahun 1950-an. Dalam sejarah, negeri Cina pada masa itu merupakan sebuah negeri dalam masa transisi. Di satu sisi, mereka adalah kelompok masyarakat yang memegang teguh kebudayaan lama, di sisi lain, perubahan sistim pemerintahan mengharuskan masyarakatnya untuk mengabdikan hidup mereka kepada pemerintahan baru.
~ 39 ~
Back then, the country was a period of transition marked, as many transition are, by the coming together of the old and new ancient customs at loggerheads with radical ideas. (Chang, 1991: 10) Government position in ancient China were wholly unlike those in America, which are in place to serve the people. In China, rather, the people were in place to serve government. (Chang, 1991: 24)
Sejak beribu-ribu tahun yang lalu, negeri Cina telah memiliki sejarah panjang sebagai suatu bangsa yang telah mencapai suatu taraf perkembangan ekonomi yang belum tercapai oleh bangsa Eropa mana pun sebelum abad -18. Hingga abad -16 standar kehidupan paling tinggi telah berhasil diperoleh di negeri Cina. Kemerosotan peradaban terjadi pada saat adanya istilah orang Cina seberang lautan. Pada masa itu, pemerintah didominasi oleh kaum
intelektual,
berupaya
menciptakan
perubahan,
mengontrol
secara
ketat
perekonomian dan masyarakat, terutama bisnis berskala besar. (Sowell, 1989;186)
Pandangan subyektif tentang stereotip mengenai “apa” atau “siapa” dan “mengapa” tentang orang Cina di Amerika dikukuhkan oleh orang kulit putih Saxon (WASP) dengan penilaian tersendiri akan keberadaan orang Cina di Amerika tersebut sebagai imigran yang tidak memiliki kejelasan akan asal usul.
In way, it’s sad. We’re called the bamboo generation. You know bamboo sticks? There’s a little block in between. Either side, you’re either Western or Chinese. Both sides, you are not. You are not one way. You get caught between because you’re the tube in between two ends.” (Chang, 1991:75)
Adapun para wanita Cina yang bermigrasi ke Amerika kala itu, tersebar di antara imigran Asia lainnya, bersama-sama untuk mengadu nasib di Amerika. Orang kulit putih cenderung mengelompokkan mereka sebagai kelompok pekerja rendah, ditempatkan pada pekerjaan kasar maupun binatu. Di sisi lain, stereotip yang terbentuk dari adanya orang Cina di Amerika pada masa itu adalah kelompok minoritas yang tidak dapat berasimilasi.
Through this brief window of time they slipped between the dying, dwindling, world of elderly Cantonese laundrymen who had helped pave the
~ 40 ~
way to Gold Mountain and the vast influx as Asians to come from all parts of the world and all walks of life. (Chang, 1991; 73)
Awal kedatangan tokoh Mary Han di Amerika bermula di suatu kota kecil di daerah utara Amerika, yaitu Hartford. Kota kecil di utara Amerika tersebut merupakan wilayah yang didominasi oleh kaum Puritan, Mereka adalah sekelompok kaum eksklusif kulit putih WASP. Bagi imigran Cina yang berada di wilayah tersebut, mereka merupakan kelompok kecil yang mengalami perlakuan berbeda dan terabaikan keberadaannya.
The town had been founded in 1636 by Puritans as deliberately exclusive community, an escape from their more wayward brethren to the northeast. These Puritans, who regarded wordly success as a sign of God’s favor, make commerce in Hartford thrive. (Chang, 1991: 121) In Hartford, the Chinese community was so small that it was claustrophobic, so small that it was of the world around it, always painfully aware of the rest of the world around it, who were likely to have one of two reactions; judging the Chinese or ignoring them. (Chang, 1991; 144)
Namun demikian, hal tersebut tidak mematahkan semangat tokoh Mary Han untuk memperoleh hak yang sama dengan kelompok lainnya, yaitu mereka yang dikelompokkan sebagai kulit putih WASP. Keyakinannya yang kuat bahwa sebagai individu ia memiliki hak yang sama, bebas berkehendak , dan berupaya agar berhasil mencapai kesuksesan ia upayakan dengan memberanikan diri tinggal di Hartford.
Berbagai proses asimilasi diupayakan oleh Mary Han. Asimilasi berkaitan dengan interaksi kebudayaan dalam proses sosial yang timbul melalui kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya, individu-individu sebagai anggota dalam kelompok itu saling bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang relative lama, dan kebudayaankebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri. Biasanya golongan-golongan yang dimaksud dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan yang mayoritas dan beberapa golongan minoritas.
~ 41 ~
Proses asimilasi tersebut merupakan perwujudan dari setiap nilai individualisme seseorang mencakup berbagai ide, perilaku dan doktrin yang faktor utamanya terpusat pada individu. Menyadari bahwa imigran Cina di Hartford adalah minoritas, tidak mematahkan semangatnya agar dapat diterima oleh kelompok kulit putih WASP yang eksklusif, turut serta dalam kebudayaan mereka yaitu dengan bergabung pada sebuah klub golf.
For outsiders, life in Hartford boiled down to two options: live apart and be ignored, or ape those around you and be grudgingly tolerated. (Chang, 1991; 121) The Hartford golf club was the most exclusive of them all, was the province of WASPs. (Chang, 1991; 123)
Hal lain yang diupayakan oleh Mary Han untuk mewujudkan nilai individualismenya sebagai dasar kebebasan berekspresi dalam rangka menentukan keinginannya sendiri dengan caranya sendiri, ialah dengan turut bergabung pada klub tennis eksklusif wanita. Pada awalnya, keberadaan seorang imigran wanita Cina sebagai bagian dari kelompok minoritas tidaklah disambut baik oleh kaum kulit putih WASP, namun Mary Han senantiasa meyakinkan dirinya untuk berfikir optimis hingga akhirnya ia pun mampu membuktikan diri bahwa ia layak menjadi bagian dari masyarakat di wilayah Hartford tersebut.
Not surprisingly, my mother soon found a circle of friends at the clubwomen she played tennis with in the summer and paddle tennis in the winter….Not everyone wanted to be friendly, but my mother always managed to find those who did. (Chang, 1991; 125)
Pada akhirnya, banyak hal yang diupayakan olehMary Han untuk dapat diterima, menjadi bagian dari masyarakat Amerika. Keyakinannya yang besar bahwa ia harus mampu mewujudkan cita-citanya tersebut tidak terlepas dari kemampuannya untuk mewujudkan nilai individualis Amerika, yang memberikan hak yang sama terhadap warganegaranya. Hal itu kembali terlihat manakala Mary Han mampu bersosialisasi dengan para ibu di Hartford dan dipercaya sebagai ketua perkumpulan di lingkungan kulit putih WASP.
~ 42 ~
They formed a cooking club and met at each other’s houses, My mother made Peking duck using her secret recipe. The other pronounced it delicious. One summer, my mother even became the chair of the swimming pool committee. (Chang, 1991; 125)
3. KESIMPULAN
Dalam novel Beyond The Narrow Gate karya Leslie Chang, penulis dapat melihat adanya upaya keras yang dilakukan dalam diri tokoh Mary Han yang telah dibesarkan di antara dua negara yang memiliki perbedaan sejarah yang besar. Satu sisi, Mary Han adalah tokoh yang mewakili bagian dari sejarah panjang negeri Cina yang berkecamuk perang saudara, di sisi lain, ia merupakan tokoh imigran minoritas di Amerika yang memiliki cita-cita besar untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Amerika sebagai negara besar yang diimpikan oleh banyaknya imigran yang datang ke wilayah tersebut adalah negara yang telah memberinya nilai kebebasan dan memaknainya sebagai nilai positif untuk menjunjung tinggi setiap individu agar mampu menerapkan berbagai hal yang bermanfaat dalam kehidupannya sebagai bagian dari masyarakat Amerika dengan caranya tersendiri serta dapat diterima di lingkungan masyarakat kulit putih WASP. Kebebasan yang telah membuka matanya untuk menentukan apa yang dianggapnya baik bagi dirinya, dengan segala kesuksesan yang telah diraihnya di Amerika adalah wujud dari upayanya mengubah stereotip WASP terhadap imigran Cina di Amerika.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Leslie.(1999). Beyond The Narrow Gate. NY: Penguin Group. Gabriel, Ralph H. (1974). Nilai-Nilai Amerika: Pelestarian dan Perubahan (Drs. Paul Surono Hargosewoyo, Penerjemah).Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Horton, Paul B. & Chester L. Hunt. (1998). Sociology .McGraw-Hill Humanities: U.S http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/poerwanti-hadi-pratiwi-similasiakulturasi.pdf diunduh tanggal 3 September 2013
http://www.mahrita-fisip12.web.unair.ac.id, diunduh tanggal 5 September 2013
~ 43 ~
Huntington, S.P. (2005). Who Are We? The Challenges to America’s Identity. Simon & Schuster : New York Bimbie,
Berdasarkan
Pandangan
Rene
Welek
dan
Austin,
[online],
(http://www.bimbie.com/teori-sastra-menurut-para-ahli.htm, diunduh tanggal 6 Februari 2013). Liliweri, Alo.(2005). Prasangka dan Konflik. PT. LKiS Pelangi Aksara: Yogyakarta Miller, Perry.(1956). Errand to Wilderness, Harper Toorchbooks. The Academy Library:New York. Schlesinger, Arthur M. Jr. (1998). The Disuniting of America: Reflection on A Multicultural Society.W.w. Norton & Company: New York Suparlan, Parsudi. (2004). Hubungan Antar Sikubangsa. YPKIK: Jakarta Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. (2010). Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis Dalam Penelitian. ANDI: Yogyakarta Sowell, Thomas.(1989). Mosaik Amerika, Sejarah Etnis Sebuah Bangsa. PT. Sinar Agape Press: Jakarta
~ 44 ~
KLASIFIKASI RAGAM PENERJEMAHAN BERDASARKAN METODE PENERJEMAHAN DALAM DIAGRAM V PETER NEWMARK: KAJIAN TEORETIS APLIKATIF Tommy Andrian Universitas Darma Persada
[email protected] ABSTRACT The process of translating a written text from one language to another, particularly from Indonesian to English (or other language) and vice versa, needs practical knowledge of both source language and target language. It is due to the fact that, between the two languages, there lies highly inherent socio-cultural features or sui generis. The capabilities of the translator in making rhetoric and using logic become crucial ones. There are several things to consider in order to get dynamic equivalence in translation; they are audience design and need analysis, methods of translation, register, and correctness. This qualitative research will focus on the classification of text register based on the methods of translation in Newmarks’s V Diagram. The specified register is then enriched with some applicative examples taken from everyday cases of translation practice. Disrupting issues are also discussed for differentiating classification. Key words: audience design, need analysis, V-diagram, register, and correctness. A. PENDAHULUAN
Buku teori terjemahan yang beredar di Indonesia sangat sedikit untuk tidak dikatakan langka. Tidak hanya itu, buku teori terjemahan yang ada di pasaran di Indonesia lebih banyak ditulis dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Kenyataan tersebut di atas tak pelak menjadi kendala tersendiri bagi para mahasiswa, khususnya mahasiswa Universitas Darma Persada (UNSADA), yang mengikuti mata kuliah Teori Terjemahan.
Setelah berkecimpung dengan pengajaran mata kuliah terjemahan selama kurang lebih satu dekade, penulis menilai mahasiswa masih kesulitan menarik garis tegas perbedaan antar teori dari para pakar terjemahan dunia, seperti: Newmark, Nida, Catford, Larson, Baker, dan lain-lain; misalnya, mahasiswa seringkali masih tidak bisa membedakan metode, prosedur, dan teknik penerjemahan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis akan membahas metode penerjemahan dalam Diagram V Newmark dan aplikasinya.
Penerjemahan adalah kegiatan yang dapat membuktikan dengan jelas tentang peran bahasa dalam kehidupan sosial (Hatim & Mason 1990). Melalui kegiatan penerjemahan, seorang ~ 45 ~
penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan sekadar kegiatan penggantian, kerena penerjemah dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada, yakni dalam bentuk teks, tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial di mana teks baru itu akan dibaca atau dikomunikasikan. Dalam kegiatan komunikasi baru tersebut, penerjemah melakukan upaya apa yang disebut Machali (2009:27) membangun ”jembatan makna” antara produsen TSu dan pembaca TSa.
Penerjemah melihat penerjemahan sebagai sebuah proses, tidak seperti pembaca yang melihatnya sebagai sebuah produk. Seorang penerjemah harus melalui tahap-tahap tertentu hingga terciptanya hasil akhir penerjemahan. Penerjemah senantiasa menanyakan kepada dirinya sendiri prosedur apa yang harus dilewatinya, metode apa yang digunakan dan mengapa memilih metode itu, mengapa memilih suatu istilah tertentu untuk menerjemahkan suatu konsep dan bukannya memilih istilah lain dengan makna yang sama, dan sebagainya.
Hal terpenting dalam penerjemahan menurut penulis ada dua, yaitu: 1) Pengalaman, dan 2) Teori Terjemahan. Pengalaman yang baik dalam hal ini adalah pengalaman menerjemahkan yang menahun. Namun pertanyaannya adalah ”Apakah mahasiswa secara relatif memiliki pengalaman menahun itu?” Tentu jawabnya adalah ”Tidak”. Jawaban”tidak” tersebut tersebut sekaligus mempertegas peranan krusial dari hal terpenting ke dua, yaitu: Teori Terjemahan. Kenyataan itulah yang membuat penulis tergerak untuk membahas pembedaan metode-metode penerjemahan dalam Diagram V Newmark dan aplikasi yang sesuai dengan ragam teks sumbernya. Langkah penulis tersebut juga dimaksudkan untuk memperkaya teori-teori penerjemahan yang sudah ada selama ini.
Dalam penelitian ini penulis akan melakukan sebuah penelitian kebahasaan dalam bidang linguistik terapan kekhususan penerjemahan dengan metode kualitatif. Data-data pendukung diperoleh melalui kunjungan ke berbagai perpustakaan di DKI Jakarta dan Jawa Barat dan melalui wawancara dengan praktisi penerjemah.
~ 46 ~
B. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Dalam hal ini, data-data tertulis dianalisis secara kualitatif untuk dikembangkan; teori dijabarkan secara lebih rinci dan diperkaya dengan contoh-contoh aplikatif yang terdekat dengan ragam teks yang terlibat. Contoh-contoh yang digunakan pada prinsipnya diambil dari kasus keseharian praktik penerjemahan profesional.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
1.
Audience Design & Need Analysis
Sebelum kita melakukan langkah-langkah dalam penerjemahan, kita harus sudah melakukan audience design dan need analysis, serta sudah menentukan metode apa yang kita pilih. Jika kita menerjemahkan atas pesanan klien, kita harus menanyakan kepada klien kita untuk siapa dan untuk tujuan apa terjemahan kita itu, dan jenis terjemahan seperti apa yang diinginkan (lihat Diagram V).
Pada umumnya para pakar penerjemahan sependapat bahwa correctness atau “betul-salah” dan “baik-buruk”-nya suatu terjemahan tergantung pada untuk siapa penerjemahan dibuat. Telah diketahui bahwa jika terjemahan teks hukum dibuat untuk orang awam seharusnya menggunakan istilah dan ungkapan yang mudah dipahami (jika perlu diberi catatan). Akan tetapi, bila terjemahan itu dibuat untuk digunakan di pengadilan atau dalam perundingan biasanya terbuat dalam bahasa hukum yang “baku” (atau “legalese language”).
Oleh karena itu, penerjemah yang berpengalaman biasanya melakukan audience design, yakni mempelajari siapa pengguna terjemahan kita. Lebih dari itu, penerjemah biasanya harus mengetahui untuk tujuan (purpose) atau keperluan (need) apa terjemahan itu dibuat. Jadi, audience design biasanya disertai dengan semacam needs analysis. Dengan demikian, pelaksanaan penerjemahan harus berorientasi kepada klien (client oriented). Perlu dicatat di sini bahwa pengertian “klien” di sini tidak selalu klien dari lawyer, tetapi klien dari penerjemah (orang yang menyuruh menerjemahkan). Hatim dan Mason (1997) mengemukakan bahwa penerjemahan dapat dipandang sebagai suatu upaya yang “statis”,
~ 47 ~
yakni ketika teks sumbernya tidak terlalu bermakna “ganda”, misalnya teks teknik. Namun, ada sejumlah teks yang bermakna “ganda” sehingga penerjemahannya memerlukan penyesuaian dengan pembaca bahasa sasaran. Dalam hal ini, penerjemahan bersifat “dinamis”. Hatim dan Mason bahkan menambahkan bahwa setiap penerjemahan boleh dikatakan bersifat “dinamis” karena sangat tergantung pada untuk siapa terjemahan itu di buat (cf. Nida dan Taber 1974). Hal ini dapat berlaku.juga untuk teks teknis. Dalam pandangan yang lebih mendalam, kith mengenal konsep “Skopos” seperti dikemukakan oleh Vermeer ((1986) 2000).
Jadi, seperti telah dikemukakan di atas, audience design biasanya disertai dengan semacam needs analysis. Dengan demikian, pelaksanaan penerjemahan berorientasi kepada klien (client oriented) atau berorientasi pada calon pembaca (bila itu merupakan penerjemahan atas prakarsa kita sendiri tanpa disuruh). Audience design dan needs analysis (dalam bentuk yang sesederhana sekalipun) harus dilakukan untuk mendapatkan dynamic equivalence yang bertolok dari konsep correctness.
2.
Konsep Correctness
Penerjemah dengan segala pandangan dan prasangkanya sangat mungkin bertindak memihak dan subjektif. Namun terlepas dari semua itu, penerjemah harus bisa mengungkapkan kebenaran (baca: keberterimaan) dalam terjemahannya. Menurut Newmark (1988:189), keberhasilan penerjemah dapat dinilai dengan 4 cara: a.
Translation as a Science (Terjemahan sebagai Ilmu)
Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat kebahasaan murni. Gramatika berperan sangat dominan dan menentukan. Kesalahan pada tahap ini sifatnya mutlak sehingga mengakibatkan terjemahan menjadi ‘salah’. TSu Awalnya, Tommy bekerja sangat rajin.
TSa 1. At first, Tommy works
very deligently. 2. At first, Tommy worked
very deligently.
~ 48 ~
Keterangan 1. Bentuk verba salah,
tidak sesuai penanda waktu At first (= lampau). 2. Bentuk verba betul, sesuai penanda waktu At first (= lampau).
b.
Translation as a Craft (Terjemahan sebagai Kiat)
Kebenaran dalam hal ini dipandang sebagai suatu kiat atau usaha untuk mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam TSa. Rekayasa penerjemah sangat penting perannya. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan baikburuk. TSu Domba-domba Allah (*dalam Kitab Injil; latar teks adalah orang Eskimo di Antartika)
c.
TSa 1. 2.
The lambs of God. The seals of God.
Keterangan Penerjemahan betul tetapi buruk, diksi berdasarkan konteks/latar kurang tepat. 2. Penerjemahan betul dan baik, diksi berdasarkan konteks/latar tepat. 1.
Translation as an Art (Terjemahan sebagai Seni)
Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat estetis. Penerjemah tidak hanya menyampaikan pesan tetapi juga gaya penulisan. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan baik-buruk. TSu Jauh di mata namun
TSa 1.
dekat di hati.
2.
Far from the sight
Keterangan 1.
Penerjemahan betul tetapi
but near by the
buruk, pemadanan
heart.
idiomatik tidak tepat.
Out of sight but near 2. Penerjemahan betul dan by the heart.
baik, pemadanan idiomatis tepat.
d.
Translation as a Taste (Terjemahan sebagai Selera)
Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat pribadi atau berdasarkan selera masing-masing penerjemah. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan baik-buruk; pilihan bersifat sangat subjektif.
~ 49 ~
TSu Wanita itu cantik tetapi
TSa 1.
sangat cerewet. 2.
Keterangan
The lady is pretty but very
Ketiga TSa betul dan
talkative.
baik berdasarkan selera
The lady is pretty yet very
atau pilihan.
talkative. 3.
The lady is pretty. However, she is very talkative
3. Klasifikasi Ragam Penerjemahan Berdasarkan Metode Penerjemahan dalam Diagram V Newmark
Hoed dalam bukunya Penerjemahan dan Kebudayaan (2006: 105) mengatakan bahwa register (disebut juga laras) adalah variasi atau ragam bahasa yang menentukan makna suatu kata akibat konteks penggunaannya. Dalam penelitian kali ini, penulis lebih suka menggunakan kata ragam ketimbang laras. Ragam Bahasa dalam KBBI Edisi Ketiga (2002: 920) adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yg berbeda-beda menurut topik yg dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, dan orang yg dibicarakan, serta menurut medium pembicaraan. Ragam penerjemahan juga berkesetalian dengan definisi laras dan ragam bahasa di atas; ragam penerjemahan membedakan Teks Sumber (TSu) berdasarkan konteks. Ragam Penerjemahan mengenal begitu banyak jenis teks. Namun, dalam kesempatan ini penulis hanya akan membahas jenis teks yang banyak dihadapi oleh mahasiswa dalam praktik penerjemahan. Penulis akan mengklasifikasikan ragam penerjemahan berdasarkan metode penerjemahan yang diungkapkan Newmark dalam Diagram V-nya.
Sebelum menerjemahkan, seorang penerjemah menemukan dulu siapa calon pembaca terjemahannya dan/atau akan digunakan untuk keperluan apa terjemahan itu. Oleh karena itu, penerjemahan sering didasari oleh audience design dan/atau need analysis. Dalam praktiknya, penerjemah memilih salah satu metode yang sesuai dengan untuk siapa dan dan untuk tujuan apa penerjemahan dilakukan. Dalam hal ini, ada sejumlah metode yang dipilih yang jumlahnya ada delapan (Newmark, 1988: 45-88). Secara garis besar kedelapan metode itu dapat digolongkan menjadi dua golongan, yakni yang empat berorientasi kepada BSu (SL Emphasis) dan yang empat lagi berorientasi kepada BSa (TL Emphasis).
~ 50 ~
Pemilihan metode menghasilkan “jenis terjemahan”. Apa yang dikemukakan itu dapat dilihat pada gambar berikut ini: SL Emphasis
TL Emphasis
Word-for-word translation
Adaptation
Literal translation
Free translation
Faithful translation
Idiomatic translation
Semantic translation
Communicative translation
Berikut ini adalah metode penerjemahan menurut Newmark (1988: 45-88) mulai dari yang terdekat hingga yang terjauh dari Bahasa Sumber (BSu):
a.
Word-for-word translation (penerjemahan kata demi kata) Word-for-word translation (penerjemahan kata demi kata) dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan membiarkan susunan kalimat seperti dalam TSu. Ini biasanya tidak dianggap sebagai penerjemahan yang baik, tetapi ada gunanya sebagai proses awal dalam penerjemahan (pre-translation) dari bahasa tertentu. Misalnya, penerjemahan dari bahasa Jepang, yang struktur kalimatnya sangat berbeda daripada bahasa Indonesia. Untuk memudahkan penerjemah “melacak” makna yang ada dalam kalimat-kalimat atau gabungan kalimat dalam teks bahasa Jepang dilakukan dulu penerjemahan kata demi kata. Sebenarnya pada saat kita membaca Teks Sumber (TSu) dan menggarisbawahi sejumlah kata yang sukar atau yang berpotensi remang makna dalam penafsiran, kita sudah melakukan penerjemahan kata demi kata. Katakata tersebut dilepaskan dari ikatan struktur dan tatabahasanya untuk kemudian dilihat gradasi maknanya.
b. Literal translation (penerjemahan harfiah) Literal translation (penejemahan harfiah) juga dapat dilakukan dengan sengaja dalam penerjemahan awal. Kalimat-kalimat yang panjang dan sulit diterjemahkan secara harfiah dulu untuk kemudian disempurnakan. Dalam penerjemahan harfiah, penerjemah sudah mengubah struktur BSu menjadi struktur BSa. Namun, kata-kata dan gaya bahasa dalam TSu masih dipertahankan dalam TSa. Dengan sendirinya terjemahan seperti ini masih memperlihatkan model teks dari TSu dan belum dapat dikatakan sebagai terjemahan yang betul. Metode ini juga dipilih untuk menjaga agar tidak terjadi “kebocoran” dalam mengalihkan pesan.
~ 51 ~
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
I want to lay you down on a bed of
Aku ingin membaringkanmu di
roses.
ranjang penuh bunga mawar.
Pada contoh di atas, TSa sudah memperhatikan struktur dan tatabahasanya sesuai dengan definisi metode penerjemahan harafiah. Namun, TSa belum menerjemahkan ungkapan dalam frasa bed of roses, yang arti idiomatiknya adalah “pelaminan”. Berdasarkan konsep correctness, terjemahan di atas sudah “betul”, tetapi belum “baik”. Jadi, apabila diterjemahkan secara utuh dengan metode yang tepat, yakni penerjemahan idiomatik, maka akan seperti berikut ini.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
I want to lay you down on a bed of
Aku ingin mempersuntingmu.
roses.
Dari contoh kasus di atas, sebenarnya sudah terlihat jelas bahwa pemilihan metode penerjemahan sangat menentukan keberterimaan pesan yang disampaikan.
c.
Faithful translation (penerjemahan setia)
Faithful translation (penerjemahan setia) adalah penerjemahan yang mempertahankan sejauh mungkin aspek format (dalam teks hukum) atau aspek bentuk (dalam teks puisi) sehingga kita masih secara lengkap melihat kesetiaan pada segi bentuknya. Dalam penerjemahan setia juga bisa terjadi metafora (dalam penerjemahan teks sastra) atau ungkapan (dalam penerjemahan teks hukum) atau istilah (dalam penerjemahn teks hukum atau teks tentang informatika) diterjemahkan ke dalam BSa meskipun tidak lazim dikenal sehingga menjadi apa yang disebut “translationese”. Pada teks hukum format teks disesuaikan dengan yang sudah lazim berlaku di dalam sistem perundangan BSu. Dalam penerjemahan puisi penerjemah berusaha mengikuti model puisi TSu. Dalam penerjemahan teknologi, kesetiaan berada pada penggunaan padanan baru (neologisme dan “translationese”) atau pemertahanan istilah dari TSu. Tujuan melakukan penerjemahan dengan metode ini ada bermacam-macam, misalnya
~ 52 ~
untuk memperkenalkan metafora asing, untuk memperkenalkan ungkapan dan istilah baru guna mengisi kekosongan ungkapan dan istilah dalam BSa.
Bahasa hukum (legalese) merupakan suatu variasi bahasa yang khas digunakan oleh para pengacara dan hakim. Bahasa hukum merupakan ciri-ciri tersendiri yang tidak terdapat dalam ragam bahasa profesi lainnya. Ciri-ciri itu bukan saja terlihat dari kosa katanya saja, tetapi juga dari struktur bahasanya (Rahayuningsih, 2006: 4). Ciri-ciri bahasa hukum antara lain: kalimat panjang-panjang dan/atau kompleks; banyak menggunakan generalisasi seperti barang siapa dan setiap orang; banyak menggunakan kalimat pasif; banyak menggunakan kalimat negatif ganda; banyak menggunakan bahasa Prancis dan Latin. Bahasa Inggris yang sekarang digunakan berasal dari bahasa lingua franca (bahasa pergaulan/perdagangan) yang berasal dari berbagai bahasa (bahasa Nordik, Old and Middle English, Latin, Normandia dan Anglo-French) dan karenanya dianggap tidak layak untuk digunakan dalam bahasa keilmuan. Oleh karena itu dalam persidangan digunakan bahasa Latin dan bahasa Prancis sebagai bahasa yang dianggap baku dan lebih berbudaya. Selain itu, ketika Henry III menikah dengan Eleanor de Provence dari Prancis, ia membawa ribuan pengikut dan mereka diberi jabatan-jabatan yang penting antara lain sebagai penegak hukum. Pada perkembangan selanjutnya, hanya pengacara yang memahami bahasa Prancis yang digunakan di pengadilan.
Ketika pada tahun 1732 parlemen Inggris mengeluarkan peraturan bahawa bahasa Inggris harus digunakan dalam proses persidamgan dan dokumen-dokumen hukum, istilah bahasa Latin dan bahasa Prancis sudah terlanjur diserap ke dalam bahasa Inggris hukum, misalnya: “prima facie” (on its face: prima facie evidence adalah alat bukti yang kuat), “mens rea” (percobaan, niat berbuat kejahatan) dan “res judicata” (larangan untuk mengajukan gugatan yang kedua kalinya untuk perkara yang sama (nebis idem) dari bahasa Latin, dan “in lieu of” (= instead of), “lien” (gadai) dan “tort” (perbuatan melawan hukum) dari bahasa Prancis.
Tak jarang dalam teks hukum dua istilah dalam bahasa Latin atau Prancis digunakan bersama-sama dengan bahasa Inggris dengan makna sama.
~ 53 ~
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
1. goods (Inggris) and chattel (Prancis)
1. benda bergerak
2. cease (Prancis) and desist (Inggris)
2. menghentikan
3. null (Latin) and void (Inggris)
3. batal demi hukum
4. give (Inggris), devise (Latin) and bequeth
4. memberikan atau
(Prancis)
mewariskan
Kadang-kadang struktur kata bahasa Prancis (yang mirip bahasa Indonesia) yang digunakan, yaitu adjektiva mengikuti benda yang diterangkan, padahal dalam struktur bahasa Inggris, adjektiva diletakkan di depan benda yang diterangkan.
Kaidah Bahasa Inggris Hukum
Kaidah Bahasa Inggris Umum
(Diterangkan + Menerangkan =
(Menerangkan + Diterangkan =
DM)
MD)
1. accounts payable/receivables
1. payable/receivables accounts
2. attorney general
2. general attorney
3. condition precedent/subsequent
3. precedent/subsequent condition
4. notary public
4. public notary
5. court martial
5. martial court
Karena Burgelijk Wetboek didasarkan pada Civil Code yang berasal dari Code Napoleon, dalam sistem hukum kita pun banyak dipakai istilah-istilah dalam bahasa Prancis atau Latin seperti legitieme portie (bagian warisan ahli waris yang tidak dapat dihapuskan oleh surat wasiat), nebis idem dan actio pauliana. Kadang-kadang para praktisi hukum menggunakan bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa Latin, misalnya untuk menyatakan “perkara ini” para ahli hukum sering menyatakan “perkara aquo” (Rahayuningsih, 2006: 8).
Bahasa adalah alat utama bagi seorang praktisi hukum. Bahasa adalah alat yang utama bagi profesi hukum. Bahasa hukum mempunyai fungsi performatif di mana menurut John Austin kata itu sendiri mewujudkan suatu tindakan (Renkema, 2004: 13). Bahasa hukum memberikan akibat hukum seperti undang-undang. Seseorang yang dinyatakan
~ 54 ~
“bersalah” oleh pengadilan akan dianggap “bersalah” terlepas dari apakah sesungguhnya ia bersalah atau tidak (Rahayuningsih, 2006: 8).
Sistem hukum Common Law yang berlaku di Inggris dan bekas jajahan Inggris (termasuk Amerika) dibentuk oleh preseden. Di dalam hukum, istilah, frasa, wacana (discourse) mempunyai arti sebagaimana ditetapkan oleh pengadilan. Istilah “heir” misalnya dalam bahasa awam akan dipahami sebagai pewaris. Tetapi di dalam hukum istilah itu mempunyai arti yang lebih khusus, yaitu “seseorang yang berdasarkan undang-undang mewarisi tanah dari seseorang yang meninggal tanpa meninggalkan surat wasiat (intestate). Jadi seorang yang mewarisi tanah berdasarkan surat wasiat bukanlah seorang ‘heir”.
Para pengacara dilatih di dalam sistem magang di mana mereka harus mengikuti konvensi dan contoh yang diberikan oleh pengacara senior. Pengacara muda diperkenalkan kepada “rahasia” pembuatan kontrak oleh pengacara senior. Karena pengacara terikat kepada preseden, kasus serta dokumen yang telah dibuat sebelumnya, maka kalimat yang kompleks dan panjang itu seakan menjadi sesuatu yang sakral atau memang harus demikian (“sudah dari sananya”). Di samping itu, para pengacara pada waktu itu dibayar berdasarkan panjang pendeknya dokumen, oleh karena itu makin panjang isinya makin mahal pula biayanya. Walaupun para pengacara sekarang dibayar per jam atau per kasus, tetapi kebiasaan menulis kalimat yang panjang itu tidak mudah hilang. Selain itu, sering kali para klien juga lebih menyukai bahasa yang panjang, kompleks dan resmi dan yang tidak mereka pahami karena merasa lebih mantap, yaitu bahwa karena itulah mereka mempekerjakan para pengacara. Contoh kata-kata yang sering digunakan padahal tidak mempunyai arti tambahan atau arti tambahan yang penting adalah: wheresoever, howsoever, whatsoever, hereinafter dan witnesseth.
Perjanjian yang digunakan oleh para investor di Indonesia pada umumnya disiapkan atau diajukan oleh pengacara asing yang berlatar belakang sistem hukum Common Law sedangkan sistem hukum yang dianut di Indonesia adalah sistem hukum Civil Law. Dengan demikian istilah-istilah yang digunakan dalam perjanjian tersebut seringkali tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia, misalnya gugatan yang
~ 55 ~
membedakan antara “equity and law”. Sebaliknya, istilah hukum dalam bahasa Indonesia tertentu mungkin tidak ada padanannya dalam bahasa Inggris, misalnya istilah “novasi” dan “turut tergugat” (Rahayuningsih, 2006: 10).
Beberapa istilah dalam bahasa Inggris sehari-hari mempunyai arti yang berbeda di bidang hukum. Teks Sumber
Teks Sasaran
(TSu)
(TSa)
1. action
1. gugatan
2. construction
2. penafsiran
3. fail
3. wanprestasi
4. party
4. pihak
5. receiver
5. kurator
6. strike
6. mencoret
Kesulitan lain dalam penerjemahan teks hukum dari bahasa Inggris adalah karena ternyata struktur bahasa Inggris hukum seringkali berbeda dengan struktur bahasa Inggris pada umumnya yang pernah kita pelajari di sekolah. Selama di sekolah misalnya, kita belajar bahwa kata “shall” menunjukkan kala mendatang (yaitu “akan: dalam bahasa Indonesia). Dalam bahasa hukum, istilah “shall” menunjukkan “future obligation” atau “promise” sehingga harus diterjemahkan sebagai “wajib” (atau dalam bahasa Inggris sehari-hari adalah “must”). Semasa sekolah kita juga belajar bahwa “money” adalah uncounable nouns (kata benda yang tidak dapat dihitung) sehingga tdak dapat dijamakkan. Namun, dalam bahasa Inggris hukum kita mengenal “monies” yang merupakan bentuk jamak dari “money”. Dalam bahasa Inggris hukum, kata ganti “it” dapat digunakan untuk merujuk orang dan dirasakan lebih baik dari “he/she” karena sifatnya yang impersonal. Misalnya, the seller menjadi it meskipun jenis kelamin the seller sudah diketahui dengan jelas.
Berikut ini adalah contoh lain teks hukum yang memperlihatkan kesetiaan terhadap format penulisan.
~ 56 ~
Jakarta, 7 Februari 1999
TSu :
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Baginda, Saya sangat terkejut dan sedih mendengar kabar bahwa hari ini Sri Baginda Raja Hussein Ben Tallah telah wafat, kembali ke pangkuan Allah Subhanahu wa ta’ala. Semoga arwahnya beristirahat di dalam kedamaian yang abadi. Pemerintah dan rakyat Indonesia serta umat Islam di Indonesia dan saya pribadi bergabung bersama Sri Baginda dan keluarga Baginda serta Pemerintah dan rakyat Kerajaan Hashimiah Yordania, seluruh dunia Arab serta semua orang yang mendambakan perdamaian bukan saja di Timur Tengah melainkan bagi semua umat manusia, di dalam musibah ini. Terimalah, Sri Baginda, rasa duka cita yang dalam dan tulus dari seluruh rakyat Indonesia serta dari saya sendiri dan keluarga saya. Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Presiden Republik Indonesia
Bacharuddin Jusuf Habibie Sri Baginda Raja Abdullah Ben Hussein Kerajaan Hashimiah Yordania Amman Jakarta, February 7, 1999
TSa :
Peace and God’s blessings be upon you His Majesty, I was shocked and saddened to hear that today His Majesty King Hussein Ben Tallah has passed away, returning to the embrace of Allah Subhanahu wa ta’ala. May his spirit rest in eternal peace. The government and the people of Indonesia, all Muslims in Indonesia and also myself in personal, were grieve stricken along with His Majesty and families, the Government and the People of the Hashemite Kingdom of Jordan, the whole Arab countries, and everyone who longs for peace not only to those in Middle East but also to all human kind, in this calamity.
~ 57 ~
Please accept, His Majesty, the sincerest and the deepest condolences from all Indonesian people, my family, and also myself. Peace and God’s blessing be upon you. President of the Republic of Indonesia
Bacharuddin Jusuf Habibie His Majesty King Abdullah Ben Hussein Hashemite Kingdom of Jordan Amman
Sejumlah kata, frasa, dan klausa dalam teks di atas diterjemahkan dengan metode penerjemahan setia. Hal itu karena memang jenis teks tersebut merupakan ragam teks hukum yang dalam penerjemahannya ‘setia’ secara terbatas terhadap konvensi format Teks Sasasaran (TSu). Frasa “Saya sangat terkejut dan sedih” bisa saja diterjemahkan secara wajar menjadi “I was shocked and sad” tanpa mengurangi sedikitpun keberterimaan makna yang disampaikan. Bahkan “I was shocked and sad” lebih terlihat alamiah jika tolok ukurnya adalah pengunaan bahasa Inggris seharihari. Namun, perlu diingat bahwa ragam penerjemahan teks hukum jelas-jelas memiliki format dan kekhasannya sendiri. Verbalisasi adjektiva “sad” menjadi “sadden” adalah upaya kultur dari ragam teks itu untuk menjaga keeksklusifan teks hukum, untuk menunjukkan bahwa teks hukum bukan teks pasaran, bukan sesuatu yang umum. Maka tidaklah aneh jika para penerjemah senior untuk teks hukum ini mengatakan: “Semakin tidak umum atau bahkan semakin aneh sebuah ungkapan dalam penerjemahan teks hukum, maka semakin formal atau semakin resmilah ungkapan itu”.
Hal serupa juga terjadi pada “rakyat Indonesia” yang diterjemahkan menjadi “the people of Indonesia” dalam contoh di atas. Seperti kita ketahui, frasa tersebut bisa saja diterjemahkan menjadi “Indonesian people”. Ragam penerjemahan teks hukum lagi-lagi menunjukkan kekhasan dan keeskslusifannya. Penggunaan “Indonesian people” terasa umum dan oleh karenanya menjadi kurang formal atau sakral.
~ 58 ~
“Indonesian people” terdiri dari 2 kata, sedangkan “the people of Indonesia” terdiri dari 4 kata. Berdasarkan penggunaan bahasa inggris sehari-hari, “the people of Indonesia” tidak sepraktis “Indonesian people”. Namun, hal itulah yang membuat bentuk “the people of Indonesia” lebih mencerminkan karakteristik format bahasa hukum (legalese).
Berdasarkan tinjauan sejarah, bahasa hukum (legalese) dalam bahasa Inggris memang banyak dipengaruhi oleh bahasa Latin, Prancis, dan Belanda. Semua itu pada prinsipnya dilakukan untuk menjaga kesakralan (teks) bahasa hukum; bahwa (teks) bahasa hukum berbeda dengan bahasa sehari-hari atau bahasa pasaran. Para praktisi hukum di Inggris pada saat itu percaya bahwa hukum adalah kepanjangan tangan Tuhan, sehingga baik disadari atau tidak nuansa ketuhanan hadir di dalam bahasa hukum.
Berikut ini contoh teks puisi dalam bentuk lirik lagu yang cukup terkenal di Indonesia, yang memperlihatkan kesetiaan terhadap bentuk penulisan. Teks Sumber (TSu) Takkan Pernah ada Penyanyi: Geisha Dia memang hanya dia Ku s’lalu memikirkannya Tak pernah ada habisnya Benar dia, benar hanya dia Ku s’lalu menginginkannya Belaian dari tangannya Mungkin hanya dia Harta yang paling terindah Di perjalanan hidupku Setiap derap denyut nadiku Mungkin hanya dia Indahnya sangat berbeda Ku haus merindukannya Ku ingin kau tahu isi hatiku Kaulah yang terakhir dalam hidupku Tak ada yang lain hanya kamu Tak pernah ada Takkan pernah ada
~ 59 ~
Teks Sasaran (TSa) There will be no one else Singer: Geisha It’s him, yes it is only him I always keep him in my thought Could never stop to think about Yes it’s him, yes it is truly him I always need his love so much Always want to feel his touch Maybe it’s only him The most beautiful thing survives In all the journey of my life Every single beat of veins I have Maybe it’s only him Delight me with a different charm I always want him in my arms I wish you understand what is in my heart You will be the last one, never be apart There is nobody else, it’s only you There is no one else There will be no one else
Kesetiaan bentuk pada terjemahan lagu di atas terlihat dari kesamaan jumlah stanza dan jumlah baris kalimat dalam setiap stanzanya. Di samping itu, jika kita perhatikan dengan seksama, maka jumlah silabel atau suku kata setiap kalimatnya, yakni antara TSu dan TSa, juga sama. Inilah mengapa dikatakan ragam penerjemahan teks puisi menunjukkan kesetiaaa dalam bentuk penulisannya, bukan pada formatnya seperti pada teks hukum.
d.
Semantic translation (penerjemahan semantis)
Semantic translation (penerjemahan semantis) adalah penerjemahan yang sangat menekankan pada penggunaan istilah, kata kunci, ataupun ungkapan yang harus dihadirkan dalam terjemahannya. Hal ini biasanya dilakukan dalam penerjemahan karya ilmiah atau teks hukum sesuai dengan “untuk siapa” terjemahan itu dibuat dan “untuk tujuan apa”. Dalam karya ilmiah ada sejumlah istilah yang sudah terdefinisi dan harus diterjemahkan secara tepat dari segi semantisnya agar tidak terjadi salah paham. Dalam penerjemahan teks hukum istilah-istilah hukum harus diterjemahkan secara tepat pula semantiknya agar tidak terjadi salah tafsir.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
Input is deemed necessary at the moment.
1. Masukan sangat dibutuhkan saat ini
(= umum).
2. Asupan sangat dibutuhkan saat ini
(= kedokteran).
3. Input sangat dibutuhkan saat ini (= ekonomi, teknik)
Kata “input” pada terjemahan di atas merupakan kata kunci yang harus dihadirkan berdasarkan konteksnya. Itu tak lain karena kata tersebut memiliki aspek semantik yang mampu membedakan makna. Jika kita bericara dalam konteks kedokteran, maka padanan yang dimunculkan untuk kata “input” adalah “asupan” bukan “masukan” atau “input (*dipinjam/borowwing). Itulah sebabnya kita mendengan istilah “asupan gizi”, bukan “masukan gizi”.
~ 60 ~
Teks Sumber (TSu) 1. “Bisakah anda berdiri sebentar, Pak?” 2. “Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Hadirin sekalian dimohon berdiri”.
Teks Sasaran (TSa) 1. “Could you please stand up, Sir?” 2. “Indonesian anthem. Ladies and gentlemen please rise”.
Konteks situasi formal atau informal juga menentukan kata kunci yang menganduk aspek semantis dari masing-masing kalimat di atas. Pada kalimat nomor 1 yang bersituasi informal (atau mungkin juga semiformal), kata “berdiri” dipadankan dengan kata “stand up”. Sedangkan pada kalimat nomor 2 yang bersituasi formal, kata “berdiri” dipadankan dengan kata “rise”. Berdasarkan beberapa contoh di atas dapat kita simpulkan bahwa Teks Sumber (TSu) dalam penerjemahan tidak pernah steril. Itu artinya, teks tersebut membutuhkan penafsiran (secara semantis) sebelum diterjemahkan.
e.
Communicative translation (penerjemahan komunikatif) Communicative translation (penerjemahan komunikatif) adalah penerjemahan yang lebih mementingkan pada pesannya, tetapi tanpa harus menerjemahkan secara bebas. Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya dapat dipahami dengan baik oleh pembaca BSu. Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsipprinsip komunikasi, yaitu pembaca dan tujuan penerjemahan. Hoed (2006:58) menambahkan, metode ini biasanya dilakukan dalam penerjemahan brosur, pengumuman, ataupun tulisan populer. Teks Sumber (TSu) Awas anjing galak!
Teks Sasaran (TSa) 1. Beware of vicious dog! 2. Beware of dog!
Saat kita menerjemahkan bentuk pengumuman seperti contoh di atas, yang terpenting adalah efektivitas penyampaian pesannya, bukan bentuknya. Penerjemahan komunikatif menitikberatkan pada kesepadanan pesan/makna (equivalence), bukan pada kesejajaran bentuk (formal correspondence). Oleh karena itu, Teks Sasaran (TSa) yang betul dan baik (baca konsep correctness) untuk metode terjemahan jenis ini pada contoh di atas adalah Teks Sasaran (TSa) nomor 2. Kita tidak perlu
~ 61 ~
menerjemahkan pesan pada kata “galak” secara harafiah menjadi “vicious” seperti pada nomor 1, sebab berdasarkan sosial budaya bahasanya—dan dipertegas oleh kata “awas”—, pesan yang termaktub dalam kata “galak” sudah dimengerti konteksnya. Anjing di sini adalah bukan anjing yang ramah, atau anjing yang akan mengajak kita bermain; anjing di sini adalah anjing galak, anjing yang akan menggigit orang asing yang ditemuinya. Selama pesan tersampaikan dengan baik dan tidak terjadi deviasi makna, bentuk dapat diabaikan. f.
Idiomatic translation (penerjemahan idiomatis) Menurut Kamus Linguistik (Kridalaksana, 1993:81), idiom (idiom) adalah “1. (a) Konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain, (b) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Contoh: kambing hitam dalam kalimat “Dalam peristiwa kebakaran itu Hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa”. Di sini makna “kambing hitam” secara keseluruhan tidak sama dengan “kambing” maupun dengan “hitam”; 2. … Idiomatic translation (penerjemahan idiomatis) mengupayakan penemuan padanan istilah, ungkapan, dan idiom dari apa yang tersedia dalam BSa. Dalam penerjemahan teks hukum dapat terjadi penerjemahan idiomatis bila dalam beberapa hal merujuk pada peraturan perundangan pada masyarakat sasaran. Upaya semacam ini tentunya bagus, tetapi juga sulit bila kedua bahasa yang terlibat dalam proses penerjemahan memiliki latar sosial budaya yang berbeda.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
Sedia payung sebelum hujan.
1. Prevention is better than cure. 2. Saving up your money for rainy days.
Throwing two birds with one stone.
1. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. 2. Sambil menyelam minum air.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur.
1. Don’t cry over the spilled milk. 2. Let by gone be by gone.
~ 62 ~
Ungkapan atau peribahasa dalam TSu di atas sudah mendapatkan padanan ungkapan atau peribahasanya dalam TSa. Itu artinya antara TSu dan TSa memiliki unsur budaya yang sama meskipun dengan sudut pandang yang berbeda. Namun, dalam penerjemahan idiomatis TSu yang berupa istilah, ungkapan, dan/atau idiom tidak selalu mendapatkan padanan yang juga berupa istilah, ungkapan, dan/atau idiom.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
Dia sudah mati kutu sekarang
He (or she) is helpless now.
Pada contoh di atas, frasa “mati kutu” yang merupakan istilah diterjemahkan atau dipadankan dengan kata “helpless” yang hanyalah kata biasa, bukan istilah. Pemadanan istilah dengan istilah dilakukan hanya jika memang memungkinkan. Pada akhirnya, kesepadanan pesanlah yang diutamakan.
g.
Free translation (penerjemahan bebas)
Free translation (penerjemahan bebas) menekankan pada pengalihan pesan, sedangkan pengungkapannya dalam TSa dilakukan sesuai dengan kebutuhan calon pembaca. Bedanya dengan adaptation adalah bahwa dalam penerjemahan bebas penerjemah tidak melakukan penyesuaian budaya. Biasanya free translation dilakukan untuk memenuhi permintaan klien. Metode ini seringkali berbentuk suatu parafrase, yang dapat lebih panjang ataupun lebih pendek dari aslinya. Misalnya, saat klien meminta kita menerjemahkan untuk menerangkan pesan dalam sebuah puisi yang panjangnya tak lebih dari satu lembar, maka keterangan yang kita buat bisa jadi jauh lebih panjang dari puisi tersebut. Atau, saat klien meminta kita menerjemahkan untuk menerangkan jalan cerita dari sebuah novel yang terdiri dari ratusan halaman, maka keterangan kita bisa jadi tak lebih dari selembar kertas panjangnya.
h.
Adaptation (saduran)
Adaptation (saduran) yang lebih menekankan pada “isi” pesan, sedangkan bentuknya disesuaikan dengan kebutuhan pembaca dalam BSa (Hoed, 2006:56). Dalam adaptation biasanya tokoh, latar belakang, dan konteks sosial disesuaikan dengan
~ 63 ~
“kebudayaan” BSa. Ini pernah dilakukan dalam adaptation teks cerita binatang dari bahasa Perancis ke bahasa Indonesia. Binatang dari Eropa diganti dengan binatang dari Indonesia (rubah menjadi kancil meskipun sifat liciknya berbeda), makanan dari Eropa diganti dengan makanan dari Indonesia (keju pada cerita burung gagak ditipu oleh Kancil). Saduran ini banyak dimanfaatkan untuk menerjemahkan drama dan puisi. Salah satunya adalah drama Romeo and Juliet karya Shakespeare yang telah disadur ke berbagai bahasa di dunia. Saat drama tersebut dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) tahun 2002 lalu, Teater Koma mengubah judulnya menjadi ‘Roman dan Yulia’ dan latar ceritanya, Verona, menjadi ‘Kampung Dalam’. Saat Romeo and Juliet diangkat ke layar lebar dan diperankan oleh Leonardo DiCaprio, kebudayaan material berubah drastis; pisau diubah menjadi pistol, kuda tunggangan diubah menjadi mobil, dan lain-lain.
3. KESIMPULAN
Terjemahan antarbahasa pada dasarnya merupakan perbandingan dinamis yang melibatkan dua bahasa dan dua budaya sekaligus. Perbandingan ini pada kenyataanya malah seringkali mempertegas perbedaan yang ada di antara keduanya. Cluver dalam Osimo (2004) mengatakan bahwa sebuah teks terjemahan sudah barang tentu tidak ekuivalen dengan teks aslinya. Bisa dipastikan, sebuah teks terjemahan mengandung sesuatu yang kurang (loss) atau sesuatu yang berlebih (redundant) bila dibandingkan dengan teks sumber. Dalam kaitan inilah penerjemah yang baik pada akhirnya harus menentukan bagian mana yang harus ‘dibongkar’ dari sebuah teks sumber.
Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang penerjemah yang baik dibutuhkan lebih dari sekedar pengalaman. Pertama, seorang penerjemah harus menguasai ‘dunia’ dua bahasa yang terlibat dalam penerjemahan—yang notabene di dalamnya berkaitan erat dengan penggunaan ungkapan. Kedua, seorang penerjemah harus mengutamakan hakikat penerjemahan sebagai proses pengalihan pesan yang murni. Artinya ia harus menempatkan diri sebagai seorang profesional di bidangnya yang tidak ditentukan oleh sikap emosionalnya. Ketiga, seorang penerjemah harus memahami teori penerjemahan yang mencakup sekurang-kurangnya metode, prosedur, dan teknik. Hal itu tak lain karena teori penerjemahan menawarkan cara cepat dan akurat dalam
~ 64 ~
mengatasi masalah penerjemahan, terutama bagi para penerjemah muda yang umumnya minim pengalaman.
Teori
penerjemahan
dapat
memberikan batasan tegas hingga sejauh mana seorang penerjemah dapat menerjemahkan suatu teks. Urgensi teori penerjemahan itu sejalan dengan pendapat Prof. Anton M. Moeliono dalam kata pengantar yang dituliskannya untuk Kencanawati Taniran (Larson, 1989:XIII), yang mengatakan bahwa “penerjemah yang mahir harus yakin bahwa penerjemahan itu bukan suatu kiat atau seni belaka, melainkan juga suatu kegiatan
yang
berdasarkan
teori
yang
menjelaskan proses penerjemahan itu.” Keempat, seorang penerjemah harus senantiasa mencermati dan mengkaji penggunaan istilah-istilah baru dalam berbagai laras bahasa.
Diagram Alir Penerjemahan (khususnya oleh mahasiswa selaku penerjemah muda)
DAFTAR PUSTAKA
Catford, J.C. 1974. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press. Garner, Bryan A. 1999. Black’s Law Dictionary. New Pocket Edition. Texas: West Law Publishing. Good, C. Edward. 1989. Mightier Than the Sword. Charlottesville. Hatim, Basil dan Ian Mason. 1992. Discourse and the Translator. London: Longman. ____. 1997. The Translator as Communicator. London: Routledge. Hatim, Basil. 2001. Teaching and Researching Translation. London: Longman. Hervey, Sándor dan Ian Higgins. 1992. Thinking Translation. New York: Routledge. Hoed, Benny H., Tresnati S. Solichin, dan Rochayah M. 1993. Pengetahuan Dasar Tentang Penerjemahan. Jakarta: Pusat Penerjemahan FSUI. Hoed, Benny. Semiotika & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu. Hornby, Marry Snell. 1995. Translation Studies. An Integrated Approach. Amsterdam: Jon Benjamin Publishing Co.
~ 65 ~
Larson, Mildred L. 1989. Meaning Based Translation, A Guide to Cross-language Equivalence. Terj. Kencanawati Taniran. Jakarta: Penerbit Arcan. Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: Mizan Pustaka. Mann, Richard A. dan Barry S. Roberts. 1999. Business Law and the Regulation of Business. Boston: West Publisher. Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. New York: Pergamon. ____. 1988. A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall. Nida, E.A. dan Charles R. Taber. 1974. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill. Sarcevic, Susan. Legal Translation and Translation Theory: A Receiver-Oriented Approach, www.tradulex.com/Actes2000/sarcevic.pdf. Diakses 11 Januari 2013. Stephen,
Cheryl.
1990.
What
is
Really
Wrong
with
Legal
Language?,
http://www.plainlanguagenetwork.org/legal/wills.html. Diakses 11 Januari 2013. Tiersma, Peter M. 1999. Legal Language. London: The University of Chicago Press. Venuti, Lawrence. 2004. The Translation Studies Reader. New York: Routledge. Williams, Henny dan Andrew Chesterman. 2002. The MAP. A beginner’s Guide to Doing Research in Translation Studies. Manchester: St. Jerome Publishing.
~ 66 ~
REFLEKSI WATAK EKSPANSIONISME AMERIKA PADA PERANG TELUK Rusydi M. Yusuf Fakultas Sastra/Jurusan Sastra Inggris (
[email protected]/
[email protected]) ABSTRAK Salah satu karakter bangsa Amerika sebagaimana yang dikatakan oleh Ethel adalah ambisius dan pantang menyerah, karakter ambisius dan pantang menyerah tersebut tidaklah terbentuk begitu saja, namun merupakan pengalaman panjang yang sudah dilalui selama berabad-abad. Karakter mereka ini sudah tebentuk sejak dari awal kedatangan mereka ake benua baru Amerika tahun 1600an. John Winthrop pada awal kedatangan ke benua baru ini, telah berjanji kepada pengikutnya agar mereka menjadi bangsa yang besar dan akan membangun sebuah kota di atas bukit “to build city upon a hill “. Untuk menjadi sebuah bangsa yang besar dan unggul Amerika berupaya untuk melakukan banyak hal, di antaranya adalah dengan cara memperluas daerah kekuasaan yang akan berdampak pada penguasaan ekonomi dan pertahanan, yang pada awalnya dikenal dengan moving westward, pergerakan ini secara terus menerus Amerika lakukan dengan tujuan ingin menjadi bangsa yang unggul dalam segala hal, baik dari sisi ekenomi, pertahanan, teknologi, Ideologi, dll. Agar selalu terlihat unggul dan berada di atas bangsa lain di dunia, maka Amerika akan mempertahankan keunggulan tersebut dengan cara melakukan ekspansi dalam berbagai hal. salah satu Negara yang menjadi korban ekspansi Amerika adalah Irak sebagai bentuk dari keinginan mereka membangun kota di atas bukit. Key words: watak, Ekspansi, Perang Teluk, city upon a hill, moving westward.
1.
PENDAHULUAN
Perang Teluk yang terjadi pada tahun 1990 yang dikenal dengan Gulf War merupakan perang panjang yang tak berkesudahan, perang ini dipicu oleh adanya invasi Irak ke Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990, dimana Kuwait direncanakan oleh Saddam Husein presiden Irak waktu itu sebagai provinsi yang ke 19. Menghadapi serangan Iran yang tibatiba, tentara Kuwait pun kewalahan dan akhirnya menyerah, karena tidak ingin kehilangan wilayah, emir Kuwait pun minta bantuan kepada pasukan Amerika Serikat, pasukan Amerika Serikat merespon permintaan ini dengan mengirim pasukannya melalui Arab Saudi. Agar tidak dipersalahkan oleh dunia, Amerika pun membentuk pasukan koalisi yang terdiri dari berbagai Negara untuk menyerang Irak. Atas restu dari PBB akhirnya pasukan koalisi pun menggempur Irak dengan sebutan “Operasi Badai Gurun”. Operasi Badai Gurun ini berhasil melumpuhkan Irak dan merebut kembali Kuwait, dan pasukan koalisi di bawah pimpinan Amerika menyatakan bahwa perang telah selesai.
~ 67 ~
Amerika sepertinya belumlah selesai dengan Irak, pada tahap berikutnya meskipun Operasi Badai Gurun telah dinyatakan selesai oleh Amerika sendiri, namun Amerika masih mempunyai keinginan untuk menguasai Irak. Amerika dan koalisinya mulai mencari-cari kesalahan Irak agar dapat kembali menyerang ngara ini secara legal, yang pada akhirnya pasukan koalisi untuk yang kedua kalinya melancarkan serangan ke Irak dengan sandi “Operasi Pembebasan Irak”, operasi ini bertujuan untuk menghancurkan Irak karena dituduh memiliki dan mengembangkan senjata pemusnah massal yang diklaim dapat mengancam perdamaian dunia, disisi lain pasukan koalisi juga menuduh Irak melanggar resolusi PBB berupa kebijakan menindas Irak dan mencoba melakukan percobaan pembunuhan terhadap presiden Amerika George H.W. Bush. Meskipun dalam dua kali peperangan yang telah membuat Irak menjadi porak poranda, sementara tuduhan pasukan koalisi terhadap Irak tidak terbukti, maka terlihatlah bahwa Amerika dan koalisinya menginginkan hal lain yaitu berupa politik minyak. Amerika dan pasukan koalisi sangat faham bahwa Irak memiliki ladang minyak yang sangat potensial, diperkirakan ada ± 112 milyar barrel minyak atau 11% dari total cadangan minyak dunia. Dari paparan di atas tampaklah bahwa Amerika khususnya sudah memainkan peran politiknya di mata dunia, dimana Negara lain harus patuh dan tunduk kepadanya apapun yang dimaui Amerika harus dituruti, hal ini memang selaras dengan apa yang telah digagas oleh para penduhulu mereka ketika pertama kali masuk ke benua baru Amerika pada tahun 1600 an. John Winthrop, pada awal kedatangan ke Amerika telah menyatakan ingin membangun sebuah rumah di atas bukit “city upon a Hill” yang berarti bahwa pada masanya Amerika akan berada di atas bangsa-bangsa lain di dunia dalam segala hal, baik sisi politik, keamanan, ekonomi, budaya, dan lain-lain, sehingga untuk dapat mewujudkan cita-cita para founding fathers tersebut maka bangsa Amerika akan melalukan berbagai upaya yang salah satunya adalah melakukan ekspansi. 2. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan teori watak, teori ekspansionis, dan teori perang. Watak dalam pengertiannya merupakan sifat batin manusia yang mempengaruhi cara fikir dan cara pandang. Sementara dalam pengertian pusat kurikulum kemendiknas tahun 2010 bahwa ~ 68 ~
watak merupakan kepribaidan seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang, cara fikir, cara bersikap, dan cara bertindak. Ekspansionis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai pengertian sebagai suatu tindak oleh sautu bangsa terhadap bangsa lain untuk melakukan pendudukan sebagai atau seluruhnya. Sedangkan yang dimaksud pengertian perang, menurut eksiklopedia Indonesia yang dikutip oleh Rusydi bahwa perang merupakan perselisihan bersenjata yang terorganisasi di Antara golongan-golongan masyarakat atau Negara, dalam Eksiklopedi Hukum Islam perang didefenisikan sebagai suatu permusuhan, konflik, atau pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau golongan.
3.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian menggunakan metode deskriptif analisis. Yang dimaksud dengan Deskriptif adalah data yang digunakan berdasarkan fakta yang terjadi kemudian diinterpretasikan secara tepat sehingga dibuatkan analisis deskriptif secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analitik merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan semua data yang akan diinterpretasikan secara sistematis dengan tetap memperhatikan hubungan antar fenomena yang terjadi. Sementara penelitian ini akan mendeskripsikan tentang watak ekspansionis bangsa Amerika khusus saat terjadi perang teluk pada tahunn 1990 sampai tahun 2003. Jenis data hasil penelitian ini adalah teks-teks yang terkait dengan tindakan atau fenomena yang terjadi selama perang teluk. Data penelitian ini diperoleh melalui berbagai sumber tertulis berupa buku, jurnal, review, majalah, hasil seminar, hasil penelitian, surat kabar, dan sumber lainnya yang bersifat literatur.
4.
HASIL PENELITIAN
Sebagai sebuah bangsa yang besar dan diakui keberadaannya di dunia bahkan juga mengklaim dirinya sebagai polisi dunia, Amerika pada awalnya bukannlah sebuah Negara
~ 69 ~
besar, bahkan bangsa Amerika ini merupakan kaum pendatang yang berasal dari benua Eropa khususnya dari Inggris. Kedatangan awal mereka pada tahun 1600 an yang di latar belakangi oleh politik demi mencari kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan pemahaman mereka, mereka menginginkan agar tata cara ibadah dan susunan gereja yang mengacu kepada katolik diganti dengan bentuk kepercayaan ibadah protestan yang lebih sederhana. Sementara dari sisi latar belakang perekonomian, bahwa di antara tahun 1620 dan 1623 kesulitan ekonomi melanda Inggris sehingga banyak pengangguran dan bahkan para tenaga terampilpun ikut menganggur, ditambah lagi dengan gagalnya panen semakin menambah sulitnya perekonomian di Inggris.
Karena beberapa faktor di atas, maka banyak orang yang akhirnya memutuskan untuk berimigrasi ke dunia baru, mereka berbondong-bondong berlayar menuju dunia baru tersebut untuk mengadu nasib agar memperoleh penghidupan dan harapan yang lebih baik, maka ketika sekelompok pilgrim yang berjumlah ± 101 orang pada tahun 1600 an yang berlayar menuju dunia baru dengan memakai kapal Mayflower sebelum mendarat di pantai Virginia membuat suatu ikrar bersama di atas kapal tersebut yang isinya bahwa “mereka akan patuh pada pemerintah yang baru, hidup secara damai dan tunduk kepada hukum dan pemimpin yang mereka pilih sendiri”. Karena ikrar ini merekapa lakukan di atas kapal Mayflower maka ikrar inipun diberi nama Mayflower Compact. Karena keinginan mereka yang kuat untuk membangun sebuah bangsa baru yang lebih baik, maka pada tahap selanjutnya salah seorang pemimpin mereka yang bernama John Winthrop mengikrarkan suatu pernyataan dihadapan pengikutnya bahwa dia akan membangun sebuat kota di atas bukit, yang intinya adalah bahwa bangsa baru (Amerika) pada saatnya nanti akan mampu menjadi pemimpin bangsa-bangsa di dunia ini menuju peradaban yang lebih baik.
Berbekal dari pernjanjian Mayflower Compact inilah Amerika mulai mengembangkan berbagai hal dalam bidang ekonomi, keamanan, budaya, politik, dan bahkan ilmu pengetahuan. Mereka berharap dengan penguasaan bidang-bidang tersebut di atas maka mereka akan mampu untuk menguasai dunia dan menjadi model pemimpin yang diidamkan dunia. Untuk dapat mempertahankan keunggulan mereka tersebut di atas terutama dalam bidang ekonomi dan keamanan maka Amerika tidak segan-segan melakukan ekspansi ke negara lain yang sudah memiliki kedaulatan sendiri baik secara persuasif yaitu dengan cara diplomasi politik maupun dengan cara kekerasan berupa agresi
~ 70 ~
militer sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Iran dengan sandi “Operasi Badai Gurun” dan Operasi Pembebasan Irak Irak” yang dikenal dengan Perang Teluk, Amerika mengemukakan berbagai dalih melegalkan keinginan mereka untuk menggempur Irak. Dari sinilah terlihat watak mereka yang ingin selalu memperluas wilayah dengan alasan keamanan dunia.
John Winthrop menginginkan pada satu waktu dikemudian hari bangsa Amerika akan menjadi sebuah model dan akan menjadi pemimpin dunia, mereka akan mencoba mengatur semua Negara di dunia ini dan mencoba menyelesaikan berbagai masalah yang ada di dalamnya. Di sisi lain bangsa Amerika juga ingin memperlihatkan watak mereka yang ingin menjadi bangsa yang unggul dibandingkan bangsa lain di dunia, watak superioritas ini juga sudah tertanam dalam diri mereka sejak Negara ini mulai berdiri sebagaimana juga dikatakan oleh John Winthtrop bahwa mereka akan membangun sebuah kota di atas bukit dengan slogannya yang terkenal City upon the hill apa yang mereka ikrarkan sejak 5 abad yang silam namun konsep ini masih berlaku sampai saat ini khusunya dalam hal hubungan dengan Negara lain, karena keinginan bangsa Amerika yang selalu menjadi bangsa yang super maka tidak jarang menimbulkan berbagai masalah di dunia internasional sehingga menimbulkan berbagai konflik dan bahkan menjadi pemicu suatu peperangan.
Konsep lain yang menunjukkan bahwa bangsa Amerika ingin menjadi Negara yang super dan unggul di antara Negara-negara di dunia adalah konsep manifest Destiny yang dicetuskan pertama sekali oleh John Sullivan. Bangsa Amerika selalu berusaha menjadikan diri mereka bangsa yang paling besar dan unggul disegala bidang. Untuk dapat menjadi besar dan unggul yang pertama mereka lakukan adalah dengan cara moving westward – perpindahan penduduk dari daerah Timu ke Barat--yang tujuan awal dari perpindahan ini adalah memperbaiki taraf kehidupan dengan alasan ekonomi, keamanan, dan politik. Moving westward pada awalnya dilakukan di dalam benua Amerika sendiri dengan melakukan berbagai cara, sebagaimana yang dilakukan oleh president Thomas Jefferson pada tahun 1803 yaitu dengan cara melakukan pembelaian wilayah baru yaitu wilayah Lousiana seharga $ 15 juta dari Negara Prancis, cara lain adalah dengan cara peperangan seperti yang dilakukan terhadap Hawaii dengan cara memerangi Spanyol, dilain hal juga melakukan aneksasi atau pendudukan sebagaimana yang dilakukan terhadap kepulauan Samua.
~ 71 ~
Semangat ekspansionisme ini selalu dipergunakan oleh Amerika dengan dalih pertahanan diri, baik secara ekonomi, pertahanan, maupun politik. Dengan dalih pertahanan keamanan dalam negeri hal ini juga dilakukan oleh Amerika ketika mereka melakukan serangan senjata besar-besaran terhadap Irak pada tahun 1990, ketika terjadi perang teluk II, perang yang dikenal dengan Gulf War ini dipicu oleh invasi yang dilakukan Irak terhadap Kuwait, konflik antara Irak dan Kuwait kemudian berkembang menjadi permasalahan dunia internasional. Setelah Irak menyerbu Kuwait, Emir Kuwait langsung meminta bantuan dari pasukan Amerika untuk mengusir Irak dari Kuwait, dengan senang hati Amerika pun merespon permintaan Kuwait, namun Amerika tidak mau sendiri melakukan penyerangan terhadap Irak akhirnya Amerika minta legitimasi dari PBB, dengan demikian Amerika dan pasukan koalisi masuk ke wilayah Kuwait guna mengusir pasukan Irak. Di bawah pimpinan Jenderal Norman Scwarzkopf dan Jenderal Collin Powell serta pasukan tentara Arab yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Khalid bin sultan menyerang pasukan Irak guna membebaskan Kuwait. Sebelum serangan dimulai misi diplomatik terlebih dahulu diturunkan guna meminta Irak mundur dari Kuwait, karena Irak menolak permintaan dari utusan PBB untuk mundur maka pasukan koalisi memulai serangannya ke Irak. Serangan yang dilakukan pada tanggal 17 Januari 1991 dikenal dengan operasi Badai Gurun. Tujuan dari serangan ini adalah untuk melumpuhkan kekuatan pertahanan Irak baik dari udara dan darat. Setelah kurang lebih 40 hari pasukan koalisi menggempur Irak, pasukan Irak pun menyerah dan keluar dari Kuwait. Dengan menyerahnya Irak maka presiden Amerika George Herbert Walker Bush pun menyatakan perang selesai.
Setelah perang Teluk II usai, amerika tidak serta merta pergi meninggalkan daerah Timur Tengah, namun masih mencoba untuk mencari cara agar presiden Irak Saddam Hussein pun bisa digulingkan dari tampuk kepemimpinannya. Karena pemerintahan sangat anti Barat maka Amerika pun beranggapan bahwa Irak dapat menjadi ancaman serius bagi keamanan dalam negeri Amerika dan dunia. Amerika melakukan berbagai cara guna melemahkan
Irak,
di
antaranya
dengan
melakukan
embargo
ekonomi
PBB,
memberlakukan zona larang terbang—no fly zone. Namun segala cara yang ditempuh Amerika dan sekutunya tidak membuat Irak berkurang kekuatannya, oleh karenanya Amerika mencari jalan lain untuk menghancurkan Irak. Maka pada 22 Maret 2003 guna melegalkan serangan berikutnya ke Irak, sebagaimana yang ditulis oleh Jane K Cramer dan
~ 72 ~
A Trevor Thrall dalam surveynya bahwa dalam pidatonya George HW Bush menyatakan “our mission is clear, to disarm Iraq weapons of mass destruction, to end Saddam’s support of terrorism, and to free the Iraqi people”.
Konflik bersenjata antara Amerika dan Irak yang kembali terjadi tahun 2003 setelah terjadinya operasi Badai Gurun tahun 1990-1991 dengan sandi “Operasi Pembebasan Irak”, operasi ini mempunyai tiga tujuan utama, yaitu: untuk menghancurkan senjata pemusnah massal yang dikembang oleh Irak, menyingkirkan ancaman teroris internasional, dan membebaskan rakyat Irak dari Saddam Hussein dengan cara mengembalikan demokrasi di Irak. Dari tiga alasan yang dikemukan Amerika tersebut ternyata semua dipenuhi kebohongan. Presiden Amerika George HW Bush menuduh Irak memiliki senjata pemusnah massal, untuk meyakinkan rakyat dan kongres Amerika maka Bush berpidato di depan kongress AS yang isinya bahwa Saddam Hussein telah membeli 500 ton uranium dari Nigeria, sehingga kepemilikan senjata pemusnah massal akan membahayakan keamanan Amerika dan dunia, namun semua tuduhan tersebut tidaklah benar, karena setelah dilakukan investigasi mendalam oleh Tim inspeksi dari PBB yang diketuai oleh Hans Blix, bahwa tidak terbukti Irak memiliki senjata pemusnah massal tersebut. Dalam laporan Collin
Powel kepada PBB disebutkan bahwa Saddam Hussein memperoleh
uranium dari negeria namun menurut duta besar Nigeria untuk PBB bahwa nama presiden Nigeria yang tercantum dalam dokumen tersebut sudah lama meninggal dunia. Dilain hal bahwa tuduhan Amerika bahwa Irak memiliki rudal Scud dengan tembak sampai 900 km ternyata hanya 10-15 km saja.
Menggempur Irak atas dasar memerangi terorisme internasional dengan tudingan bahwa Baghdad memiliki hubungan dengan Al-Qaidah organisasi yang sangat dibenci dan ditakuti oleh Amerika, karena telah melakukan meledakan gedung WTC pada tanggal 11 September 2001 juga tidak berdasar sama sekali, karena Al-Qaidah adalah organisasi yang menganut faham fundamental dan tidak suka terhadap faham liberal maupun sekuler, sementara Saddam Hussein dan partai Baath menganut faham liberal dan sekuler yang sangat bertentangan dengan Al-Qaidah, dan rezim Saddam Hussein sendiri termasuk salah satu target yang harus dihancurkan oleh Al-Qaidah.
~ 73 ~
Dasar ketiga yang dipakai oleh Amerika dalam menggempur Irak adalah bahwa rakyat Irak sudah lama menderita karena Saddam dianggap terlalu diktator maka mereka perlu untuk dibebaskan dari cengkraman kepemimpinan Saddam Hussein, namun secara hukum tidak ada satu negarapun yang berhak mengatur Negara lain dalam hal system pemerintahan yang mereka pakai apakah system presidential atau parlementer, apakah pemimpinnya dictator atau tidak, yang berhak menilai adalah rakyat Negara itu sendiri. Meskipun Amerika mengatakan bahwa Saddam Hussein seorang yang dictator, namun rakyat Irak sendiri sangat menjunjung tinggi kepemimpinan Saddam. Maka salah satu alasan Amerika menyerang Irak adalah untuk menegakkan demokrasi di Irak.
Semua tuduhan yang ditujukan kepada Irak yang dikeluarkan oleh Amerika agar dapat menyerang Irak dengan mempergunakan legitimasi PBB tidaklah terbukti, secara sah setelah dilakukan investigasi mendalam oleh tim nuklir PBB bahwa Irak tidak pernah mengembangkan senjata apemusnah massal, Saddam juga tidak mempunyai hubungan dengan Osama bin Ladin pempimpin Al-Qaidah.
Dari berbagai analisis yang dilakukan terhadap apa motif Amerika menyerang Irak, ada persepsi umum yang mengatakan bahwa tujuan utamanya adalah alasan ekonomi guna menguasai minyak Irak. Hal ini sebagaimana yang dikaktakan oleh Nana Adu dan Pipim Boaduo dalam Journal of Political Studies: Extensive literature on the Iraq invasion consulted indicate that the US and the UK attacked Iraq, basically , for their economic and political gains influenced by their foreign policy and aided by their military and technological super power adcancement.
Ada beberapa motif Amerika dalam melakukan serangan ke Irak, di antaranya adalah bahwa Irak memiliki cadangan minyak terbesar di dunian setelah Saudi Arabia, berdasarkan data dari Center for Global energy Studies bahwa Irak memiliki 112 barrel cadangan minyak. Irak memiliki 73 buah ladang minyak dan baru 15 yang digali. Dilain hal bahwa Amerika ingin menciptakan tatanan dunia baru di bawah garis komando mereka, sehingga segala bentuk kebijkan politik dan ekonomi beerada dibawah pengaruh Amerika. Hal lain adalah bahwa setelah perang maka segala bentuk rekonstruksi yang ada di Irak akan berkiblat kepada Amerika dan ini akan memberikan keutungan yang luar biasa kepada Amerika baik jangka pendek maupun jangka panjang.
~ 74 ~
5.
KESIMPULAN
Dari paparan di atas terlihatlah bahwa apa yang dilakukan Amerika terhadap Irak dan Negara lainnya di belahan dunia ini mereka ingin selalu memperlihatkan kepada dunia bahwa bangsa Amerika adalah sebuah bangsa yang unggul dan super, Negara lain haruslah tunduk di bawah kekuasaan mereka. Terlihat jelas lah bahwa dasar utama penyerangan amerika ke Iran adalah pemaksaan hegemoni Amerika terhadap dunia global. Apa yang dicitakan oleh para founding fathers pada awal berdirinya bangsa ini sebagian telah terbukti, dari konsep-konsep yang dicetuskan oleh bapak-bapak bangsa Amerika seperti konsep yang dicetuskan oleh John Winhtrop yaitu city upon the Hill, manifest destiny, moving westward, dan konsep yang paling banyak diacu adalah American Dream berupa keinginan setiap individu untuk memperoleh kekayaan, kejayaan, dan agama. Ketiga hal di atas mempunyai makna, bahwa kekayaan yang dilambangkan dengan gold akan dikejar kemanapun dan dimanapun tempatnya guna memperoleh kekayaan bangsa Amerika akan melakukan dengan berbagai macam cara, bahkan apabila jalan diplomasi tidak berhasil maka dilakukan dengan jalan kekerasan seperti yang dilakukan terhadap banyak Negara termasuk terhadap Irak. Begitupun apa yang mereka inginkan dari kejayaan dan gospel. Sambil mencari kejayaan bangsa Amerika secara langsung juga menyebarkan faham dan ideology yang mereka yakini akan membuat mereka makin disegani di berbagai belahan dunia. Berbagai macam cara dilakukan agar ideology yang mereka anut dapat diterima oleh bangsa lain di dunia sebagaimana bangsa Amerika memaksakan ideology liberal kepada Negara lain dengan cara mempergunakan kekuatan militer dan budaya populer.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, Prof. Dr., MA. 2002 Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi Radikalisme dan Pluralitas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cahyo, A. Agus. 2012. Perang-Perang Paling Fenomenal dari Klasik sampai Modern. Jogjakarta: Penerbit Buku Biru. Deplu Amerika. 2004. Garis Garis Besar Sejarah Amerika. Jakarta. Ensiklopedi Indonesia. 1989. Jakarta. PT. Ikhtiar Baru Indonesia. Ethel dan Martin Tiersky. 1975. USA Customs and Institutions: A Survey of American Culture and traditions. USA, Prentice Hall, Inc.
~ 75 ~
Fredericks, Salim., 2013. Invasi Politik dan Budaya Asing. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah. Hakim, Lukman. 2004. Terorisme di Indonesia. Surakarta: Forum Studi Islam Surakarta. Luther. 1994. Mengenal Masyarakat dan Budaya Amerika Serikat. Jakarta Yayasan Obor Indonesia. Minderop, Albertine. 2006. Pragmatisme: sikap hidup dan prinsip-politik luar negeri Amerika. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. M. Rusydi, Yusuf. 2012. Terorisme sebagai legitimasi maklumat perang oleh Amerika : Kasus Afganistan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Universitas Darma Persada No.978-602-98358-4-7. Tindal, George. B. 1992. American : A Narrative History. 3de. W.W. Norton & Co., Inc. Adu, Nana and Pipim Boaduo. Invasion of Iraq: Introspective Analysis of US Long Term Foreign Policy in The Middle East. Jounal of Political Studies. Vol. 19. Issue 2. Tahun 2012. Hal. 87-96. http://pu.edu.pk/images/journal/pols/pdffiles/INVASION%20OF%20IRAQ%20MANUSCRIPT%20%283%29-winter2012.pdf
Anwar, Chairil Adjis, peradilan Internasional versus Bush, Jurnal Kriminologi Indonesia. Vol 3 No. 1 Juni 2003 hal. 21-23. http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1117/1025
Ganggas, Tunggul Danisworo. Et al. 2013. Dinamika Gerakan Etnonasionalisme Kurdi Irak. Jurnal Ilmu pemerintahan Undip. Hal. http://www.fisipundip.ac.id. Hinnebusch, Raymond. The American Invasion of Iraq: Causes and Concsquences. Journal of Perception. Spring 2007. http://sam.gov.t200r/wp-content/uploads/2012/01/Raymond-Hinnebusch.pdf
Vandenbroucke, Guillaume. The US Westward Expansion. International Economic Review. Vol. 49 No 1. Februari 2008. http://guillaumevdb.net/West_Web.pdf
Yoshikazu, Nakatani. Historical Context and Logic of American Expansionism. Ritsumeiken Law Review. No. 25 Tahun 2008. Hal. 123-139. http://www.ritsumei.ac.jp/acd/cg/law/lex/rlr25/nakatani%20yoshikazu.pdf
~ 76 ~
LAPORAN HASIL PENELITIAN TENTANG KONFLIK NILAI BUDAYA MENGGESER KONSEP KETUHANAN DALAM BLESS ME, ULTIMA Albertine Minderop Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra
[email protected] ABSTRAK Penelitian yang berjudul “Konflik Nilai Budaya Menggeser Konsep Ketuhanan dalam Bless Me, Ultima”, membahas novel karya Rudolfo A. Anaya, penulis Amerika keturunan Meksiko. Anaya menampilkan seorang tokoh Antonio, berusia enam tahun. Ibunya, Maria berasal dari masyarakat petani (Luna) yang beragama Katolik dan sangat relijius dan mengharapkan puteranya kelak menjadi seorang pastor. Ayahnya, Gabriel, seorang penggembala (cowboy) berasal dari masyarakat Ilano memiliki sifat yang keras, peminum, dan berharap Tony kelak menjadi seorang penggembala. Ultima adalah seorang paranormal mistis yang bijaksana yang membidani kelahiran Tony. Ketiga tokoh dengan nilai budaya yang berbeda ini sangat mempengaruhi kehidupan spiritual Tony. Dalam keseharian, Tony banyak menyaksikan peristiwa yang penuh kekerasan dan penderitaan yang dialami oleh teman-temannya yang pagan dan tidak mempercayai keberadaan Tuhan. Ia juga menyaksikan kematian dan pembunuhan yang terjadi di desanya. Tony yang awalnya sangat relijius mempertanyakan keberadaan Tuhan, mengapa semua ini bisa terjadi, bukankah Tuhan mahakuasa dan dapat menjadikan segalanya? Tony mempertanyakan ajaran Katolik dan keberadaan Tuhan serta ingin berjumpa denganNya untuk mengetahui mengapa Tuhan berdiam diri atas semua bencana ini dan mengapa Tuhan gemar menghukum manusia? Bergesernya konsep ketuhanan, muncul ketika Tony merasa lelah dan putus asa dalam pencarian Tuhan. Ia berpaling kepada Bunda Maria yang pemaaf, golden carp (ikan mas) yang memberikan kedamaian dan Ultima yang mistis, namun sangat meyakinkan. Keraguannya terhadap Tuhan dikejutkan oleh gelagat alam yang menakutkannya dan musibah yang menimpa diri temannya. Segera Tony tersadar dan merasa sangat berdosa karena meragukan Tuhan. Kata kunci: Nilai budaya, Katolikisme, Adorasi, konsep Ketuhanan.
A.
PENDAHULUAN
Rudolfo A. Anaya adalah seorang pengarang berkebangsaan Amerika keturunan Meksiko (Chicano) yang lahir di desa Pastura, New Mexico.Ayahnya berasal dari keluarga peternak dan penggembala, ibunya dari keluarga petani.Anaya menyelesaikan pendidikan di University of Mexico dalam bidang bahasa Inggris. Ia menulis beberapa novel seperti Heart of Aztlan (1978), Tortuga (1979) dan salah satu yang terkenal berjudul Bless Me, ~ 77 ~
Ultima(1972). Novel ini memperoleh penghargaan Premio Quinto Sol (penghargaan sastra Chicano) (///D:/Rudolfo Anaya kritik_files/translate_p.htm).
Novel ini berkisah tentang tokoh anak laki-laki yang berusia enam tahun, bernama Antonio.Ibunya, Maria berasal dari keluarga petani (masyarakat Luna) dan penganut agama Katolik yang fanatik; sedangkan ayahnya, Gabriel Marez seorang penggembala (cowboy) dari wilayahIlano.Kedua orang tuanya ini memiliki watak yang sangat berbeda. Sang ibu, Maria yang bersifat tenang, lembut dan welas asih menginginkan agar kelak Antonio menjadi seorang pastur; sedangkan ayahnya yang memiliki sifat bising, keras, peminum, gemar berkumpul dengan teman-temannya mengharapkan agar si anak mengikuti jejaknya. Singkatnya, Antonio hidup dalam lingkungan yang kontradiktif, penuh dengan kekerasan, perkelahian dan pembunuhan; namun cukup damai karena pembawaan ibunya yang lembut dan relijiusserta kedekatannya dengan tokoh Ultima, seorang perempuan tua yang membidani kelahirannya.
B.
TINJAUAN PUSTAKA
Literatur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder.Sumber primer adalah novel Bless Me, Ultima karya Rudolfo A. Anaya; sedangkan sumber sekunder merupakan literatur pendukung berisi kritik tentang Anaya.
Tema yang mencuat dalam Bless Me, Ultima adalah spiritualisme yang muncul dalam diri Antonio. Ia memperoleh kekuatan batin dan spiritual dari tokoh Ultima yang seorang paranormal mistis. Ultima seorang tokoh yang bijaksana selain mampu menyembuhkan penyakit juga memberikan kedamaian dalam diri Antonio (http://www.enotes.com/blessme-qn/themes-characters).
Bless Me, Ultima mengundang reaksi yang keras terhadap sastra Chicano kontemporer selain dianggap unik, teknik narasi yang menarik dan kisahannya yang teliti dan liris, novel ini berisi kritik terhadap praktek katolikisme. Novel ini mendapat pujian karena di dalamnya terkandung daya tarik universal filosofis dan diterjemahkan ke dalam sejumlah bahasa. Kiranya layak bila Anaya memperoleh kehormatan sebagai pemimpin literatur Chicano ke dalam canon sastra dunia (file:///D:/rudolfo anaya kritik_files/translate_p.htm).
~ 78 ~
Hubungan simbiosis antara sastra dan filsafat bukan sesuatu yang asing, baik dalam ilmu filsafat maupun ilmu sastra. Kebudayaan merupakan seluruh nilai material dan spiritual yang diciptakan atau sedang diciptakan oleh masyarakat sepanjang sejarah (Lorens Bagus, 1996:424). Kebudayaan dalam arti yang lebih luas mencakup moralitas maupun agama.Kebudayaan
merupakan
hasil
kerjasama
individu-individu
dalam
masyarakat/komunitas manusiawi (Lorens Bagus, 1996; 425).
Konsep ketuhanan di sini adalah persepsi tokoh Antonio mengenai Tuhan yang terkait dengan agama Katolik. Agama berkaitan dengan masalah hubungan manusia dengan dunianya dan Allah. Suatu perjuangan mencari Allah sebagai tujuan terakhir dengan keyakinan atas bantuan-Nya dan pelukan Allah dengan cinta yang kekal. Keakraban ini pertama-tama dinyatakan dengan penyembahan, adorasi.Penyembahan adalah penyerahan diri penuh hormat kepada kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Mutlak. Manusia tergerak melakukan tindakan-tindakan ini karena pengalaman yang tidak henti-hentinyaakan keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Bagus, 1996: 13-14).
C. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah yang mencakup apakah tokoh Antonio mengalami konflik nilai budaya sehingga menggeser konsep ketuhanan.
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah menunjukkan tokoh Antonio mengalami konflik nilai budaya sehingga menggeser konsep ketuhanan.
E. METODE PENELITIAN
Cara mengkaji novel ini dengan menggunakan analisis konten dan ilmu tafsir atau hermeneutika. Aspek-aspek terkait dibedah, dihayati, dibahas secara mendalam untuk menggali, antara lain, pesan moral/etika, nilai didaktis, nilai filosofis dan nilai relijius (Endraswara, 2008: 160).
~ 79 ~
Paul Ricoeur adalah filsuf yang pada akhirnya menekankan pada analisis semantik – hermeneutik, terutama interpretasi.Ia mengatakan bahwa pada dasarnya keseluruhan filsafat itu adalah interpretasi yang melibatkan simbol-simbol sehingga interpretasi menjadi penting.
F. HASIL DAN PEMBAHASAN
Konflik nilai budaya yang dialami oleh tokoh Antonio karena adanya perbedaan nilai-nilai yang dianut si ayah dan ibunya yang sangat tajam. Tokoh ibu yang bernama Maria Marez, berasal dari masyarakat Luna – petani, memiliki watak yang lembut, sangat relijius, penyabar dan ulet. Ayahnya yang bernama Gabriel Marez (cowboy), berasal dari masyarakat Ilano berwatak keras, enerjik, bertemperamen tinggi, suka berfoya-foya dan tidak terlalu relijius.
Keinginan ayah dan ibu yang saling bertolak belakang untuk menentukan masa depan anak-anaknya, termasuk Antonio. Ayahnya ingin mereka menetap di Califonia; sedangkan ibunya ini mereka tinggal di lembah Ilano.
Ibunya selalu menginginkan agar Antonio jejaknya dan kelak menjadi pastor: “You will be a luna, Antonio. You will be a man of the people, and perhaps a priest.” She smiled (Anaya, 1972: 8). Ibu melanjutkan: “An education will make him a scholar, like – like old Luna priest.” (Anaya, 1972: 50). Ayahnya ingin Antonio menjadi penggembala (cowboy) dan bercerita bahwa ia meninggalkan ibunya ketika ia berusia tujuh tahun dan kakeknya mengenalkan dirinya dengan peternakan kambing di ilano (Anaya, 1972: 58).
1.
Persepsi Antonio tentang Ibu dan Ayahnya Ibunya mengharuskan anak-anak berdoa sehingga nuansa peribadatan menjadi sesuatu yang membuat jenuh (Anaya, 1972: 56-7). Mereka terus berdoa hingga keyakinan mereka berubah menjadi kelelahan yang membuat anak-anak tertidur dan ayah memboyongnya ke tempat tidur. Antonio yang berupaya menyenangkan ibuku, juga tertidur (Anaya, 1972: 57).
Antonio mulai merasa tidak nyaman dengan kondisi
ini, ia tak tahu berapa lama harus berdoa; yang ia rasakan hanya jiwa yang mengambang bersama kesucian doa menuju dunia mimpi. Antonio mengetahui bahwa
~ 80 ~
ayahnya seorang freethinker, bila ia sedang mabuk, ia kerap memanggil pastur sebagai “perempuan” dan mengejek gaun panjang yang dikenakan para pastur sebagai pakaian perempuan. Konon kakeknya dari pihak ayah pernah memukuli seorang pastur karena dalam khotbahnya menyinggung perasaan si kakek. Ibunya selalu menganggap klanMarez sebagai freethinkers yang tidak selaras dengan keyakinan si ibu (Anaya, 1972: 27). Budaya yang melekat pada diri si ayah dipengaruhi oleh pendidikan orang tuanya yang memberikan sadel dan kuda poni liar kepada ayahnya ketika ia berusia sepuluh
tahun. Dengan demikian, Ilano adalah pendidikannya, Ilano gurunya, Ilano cinta pertama ayahnya (Anaya, 1972: 51). Antonio galau ketika ia merasa yakin bahwa ayahnya gemar berkunjung ke kompleks Rosie, lokasi hiburan. Ia teringat akan canda ayahnya tentang banteng dan sapi, bersama Serrano (Anaya, 1972: 156). Kegalauan ini membuat Antonio semakin bingung, seraya berpikir: “Dengan demikian mungkin aku tidak selalu harus menjadi Marez, atau Luna, mungkin aku bisa menjadi keduanya, …” (Anaya, 1972: 237). 2.
Bergesernya Konsep Tentang Ketuhanan Bergesernya konsep tentang ketuhan yang dialami oleh Antono tidak saja dipengaruhi oleh konflik nilai budaya yang terjadi di dalam keluarganya, namun juga dipengaruhi oleh persepsi teman-temannya tentang Tuhan dan ditambah lagi dengan penderitaan hidup yang disaksikannya. Antonio terus bertanya, apakah manusia boleh mempertanyakan tentang eksistensi Tuhan, ia ingin Tuhan segera menjawab kegalauannya itu. Mengapa terjadi pembunuhan, mengapa kejahatan terus marak. Antonio bertanya apakah Tuhan akan menghukum si pembunuh itu, seharusnya si pembunuh masuk ke neraka, tetapi Tuhan bukan pemaaf (Anaya, 1972: 26). Antonio merasa yakin bahwa Tuhan tidak selalu mengampuni, Ia membuat aturan dan bila manusia melanggarnya, maka mereka akan dihukum karena Tuhan berkuasa (Anaya, 1972: 42). Antonio berpikir mungkin Tuhan tidak melihat pembunuhan itu, karena itu, Ia tidak menghukum Tenorio, mungkin Tuhan sedang sibuk di surga (Anaya, 1972: 42). a.
Mengapa Tuhan Membiarkan Florence Menderita? Antonio menyimak penderitaan yang dialami sahabatnya, Florence yang hidup menderita sehingga menjadi non-believer. Florence menyangsikan eksistensi Tuhan.
Persepsi Antonio tentang Tuhan dipertajam oleh pengaruh temannya
~ 81 ~
Florence yang kerap meragukan keberadaan Tuhan. Florence bercerita bahwa ibunya meninggal ketika ia berusia tiga tahun, ayahnya yang pemabuk menderita hingga tewas. Sambil menunduk dan tersenyum pahit Florence mengatakan bahwa kakak-kakaknya menjadi pelacur yang bekerja di kompleks hiburan Rosie (Anaya, 1972: 188). Mendengar paparan temannya ini, Antonio merasa sangat iba dan merasa lebih dekat dengannya.Tersentuh oleh curahan perasaan Florence, Antonio bertanya pada dirinya sendiri bagaimana Tuhan bisa membiarkan semua ini menimpa seorang anak. Florence melanjutkan keluhannya, ia tak pernah minta dilahirkan, tetapi Tuhan memberinya kehidupan, memberinya nyawa dan menurunkannya ke bumi untuk dihukum. Mengapa? Apa yang pernah ia lakukan terhadap Tuhan sehingga Ia membuatnya seperti ini? (Anaya, 1972: 188). Mengapa pembunuhan terhadap Narciso dibolehkan? Mengapa kejahatan dibolehkan? Antonio berpikir, mungkin kondisi ini seperti yang dikatakan pendeta bahwa mungkin Tuhan menyuguhkan penderitaan ke hadapan manusia agar manusia mampu mengatasinya. Bila manusia dapat mengatasi semua kesulitan dan penderitaan ini, maka mereka akan menjadi penganut Katolik yang baik dan layak bersamaNya di surga (Anaya, 1972: 188).
Florence mengajak Antonio merenung, bagaimana Tuhan harus menguji seorang anak berusia tiga tahun yang tidak mengetahui apa-apa. Seandainya Tuhan tahu segalanya, mengapa Tuhan tidak membuat manusia sesuai dengan kehendakNya sehingga semua dapat saling berbuat baik kepada sesama? Bukankah Tuhan dapat menciptakan musim panas selamanya, pohon-pohon apel senantiasa berbuah dan telaga biru selalu bersih dan hangat sehingga nyaman untuk direnangi, ketimbang Tuhan menciptakan kondisi seperti sekarang ini. Apakah itu benar? (Anaya, 1972: 188). Maxi terserang polio hingga lumpuh, sepupunya terseret oleh seekor kuda dan tulang kepalanya pecah. Mereka menemukannya dua minggu kemudian, di tepi sungai, dipatuki oleh burung gagak dan elang. Mengetahui peristiwa ini, ibunya nyaris hilang ingatan. Apa itu benar? Tanya Florence (Anaya, 1972: 189).
b.
Mengapa Tuhan Tidak Mampu Menyembuhkan Penyakit? Antonio bertambah galau ketika ia menyaksikan dokter dan pastor tidak mampu menyembuhkan penyakit; justru Ultima yang mistis itu yang mampu
~ 82 ~
melakukannya (Anaya, 1972: 92). Ia menyiapkan jiwa dan raganya untuk menerima Tuhan, namun tak pernah ada komunikasi denganNya. Kadang-kala dalam kegalauan dan kekecewaan ia merasa ragu apakah Tuhan masih hidup. Tuhan tidak mampu menyembuhkan pamannya Lucas atau membebaskan keluarga Tellez dari kutukan dan Tuhan pun tak mampu menyelamatkan Lupito atau Narciso. Namun demikian, Tuhan berhak memasukkan manusia ke neraka atau ke surga ketika mereka meninggal dunia (Anaya, 1972: 226-7).
c.
Dapatkah Tuhan Digantikan? Antonio memohon kepada Tuhan agar Tuhan menjawab pertanyaannya, tetapi yang didapatkannya sekedar suara angin berembus mengisi kekosongan, memejamkan mata berupaya membayangkan Bunda Maria yang berubah menjadi Tuhan seraya memohon sebagaimana permohonannya kepada Tuhan (Anaya, 1972: 130).
d.
Persepsi tentang Bunda Maria dan The Golden Carp Mendengarkan kebida’ahan Florence, Antonio tersadar, ia tak mau terhasut oleh pandangan Florence tentang Tuhan. Ia ingin berteriak dengan mengatakan bahwa ia tak merasa takut. Antonio meneruskan, bagaimana kalau Bunda Maria atau Ikan Emas yang menggantikan Tuhan (Anaya, 1972: 190). Mengapa kekuasaan Tuhan tak mampu melawan kejahatan yang menimpa keluarga Tellez? Mengapa kondisi ini terus berlangsung? (Anaya, 1972: 215). Apakah ikan emas juga akan menghukum manusia? Tuhan yang ada selama ini sudah melakukannya. Menenggelamkan atau membakar, hukuman sama saja. Bunda Maria telah mengampuni orang-orang yang telah membunuh puteranya. Bunda Maria selalu memaafkan. Mungkin dewa yang terbaik akan seperti seorang perempuan, karena hanya perempuan yang benar-benar paham cara memaafkan (Anaya, 1972: 130). Persepsi Antonio tentang Ikan Emas (golden carp) dipengaruhi oleh pandangan teman-temannya. Antonio berniat menyampaikan kepada masyarakat dongeng tentang ikan emas, namun Cico mengatakan bahwa mereka akan membunuh ikan tersebut. Tuhan yang ada di gereja, tuhan yang pencemburu, ia tak akan mampu hidup berdampingan dengan tuhan lainnya. Ia akan memerintahkan pasturnya untuk membunuh ikan emas itu (Anaya, 1972: 227).
~ 83 ~
3.
Tertimpa Bencana Karena Meragukan Tuhan?
Di dalam kebimbangan kedua anak ini tentang Tuhan, tiba-tiba angin bertiup kencang di sekeliling mereka seakan-akan menelan apa yang mereka perbincangkan, langit bergetar karena deraan halilintar. Antonio merasa ketakutan seraya membuat tanda salib di dahinya sambil berteriak “ampuni aku Tuhan!” Namun suara halilintar terus menggelegar (Anaya, 1972: 190). “Oh Tuhan ampunilah segala dosaku, “Karena perilaku anak-anak yang tidak menyenangkanMu, Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang …” (Anaya, 1972: 210). Tiba-tiba seorang anak berteriak bahwa Florence tenggelam, padahal ia pandai berenang. Mereka menyaksikan tubuh Florence diangkat dari air, menggelinding perlahan, terkena sinar mentari. Rambut pirangnya yang panjang bergerak gemulai, seperti tumbuhan air yang keemasan, bersamaan dengan gejolak air danau, tubuhnya pun muncul,matanya terbuka seakan memandang mereka.Tampak warna kehitaman di matanya (Anaya, 1972: 229). Antonio berlutut di sisi jasad yang basah, disentuhnya dahinya, terasa dingin. Rambutnya bercampur dengan lumut, pasir menempel di kulitnya,
jasad yang tampak hitam mulai
dikerubungi semut. (Anaya, 1972: 230). Antonio merasa berdosa. Menyaksikan dan mengalami semua ini, Antonio mulai sadar dan merasa berdosa: “Oh Tuhan!, apakah aku berdosa?” (Anaya, 1972: 156).
G. PENUTUP
Sungguh menegangkan kisahan novel Bless Me Ultima ini! Pada awalnya para pembaca akan merasa digiring oleh pandangan Anaya tentang penolakannya terhadap Tuhan. Namun akhir cerita merupakan antiklimaks, ketika tokoh anak-anak ini mengalami penderitaan dan bencana karena keraguan mereka kepada Tuhan. Pengarang menggunakan tokoh anak-anak mungkin sekedar meredakan perdebatan isi novel ini. Sesungguhnya pertanyaan tokoh anak-anak tersebut, khususnya antonio tentang keberadaan Tuhan, mungkin saja hinggap di benak orang dewasa dalam kehidupan nyata.
Dalam hal ini Anaya cukup berani menggambarkan secara gamblang tentang keraguan manusia terhadap Tuhan, walaupun menampilkan tokoh anak-anak, khususnya ketika mereka menghadapi penderitaan. Pada akhirnya pembaca tentunya sepakat bahwa
~ 84 ~
pengarang bukan menyajikan pandangan atheis, melainkan kritik terhadap moralitas dalam pemikiran reliji yang menggugah kesadaran manusia tentang ketuhanan.
Hal yang menarik dari novel ini adalah ketika anak-anak berkelahi sekedar untuk membela Tuhan. Anaya ingin mengatakan mengapa Tuhan yang Maha Segalanya itu harus dibela sehingga terjadi perkelahian, kekerasan dan pembunuhan? Kemudian Antonio berpikir, mungkin kekerasan inilah yang membuat florence tidak percaya kepada Tuhan: I thought that perhaps it was this kind of strength that allowed Florence to say he did not believe in God (Anaya, 1972: 205).
DAFTAR PUSTAKA
Anaya, Rudolfo,A. 1972. Bless Me, Ultima. California: TQS Publications. Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Cuddon, JA. 1979. A Dictionary of Literary Terms.Bucks: Penguin Books. Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Jakarta 12620: Penerbit Medpress. Kaunang, Tumoutou Passah. 2012. Kritik Rudolfo Anaya (tesis). Jakarta: Kajian Wilayah Amerika, Universitas Indonesia. Minderop, Albertine. 2011. Pemikiran Dalam Bless Me, Ultima (belum diterbitkan). Jakarta: Universitas Darma Persada Mudji Sutrisno, SJ. 1995. Filsafat, Satra dan Budaya.Jakarta: Penerbit Obor. Selden,
Raman.
1989.
Practicing
Theory
and
Reading
Literature
–
An
Introduction.Kentucky: The University Press of Kentucky. Spradley, James dan Michael A. Rynkiewich.1975.Nacirema – Reading on American Culture.Washington DC: Library of Congress. Sumaryono, E. 1995.Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta 55011: Penerbit Kanisius.. http://www.enotes.com/bless-me-qn/themes-characters file:///D:/rudolfoanayakritikfiles/translate.p.htm
~ 85 ~
~ 86 ~
LANGUAGE DISORDER Irna n. Djajadiningrat Sastra Inggris – Fakultas Sastra ABSTRACT Early estimates suggested upwards of 10 000 different speech errors are committed in the English language. These errors have become the source of investigation and experimentation in search of explanation of the basic processes that conduct speech production; from the basic stages of planning to the finished motor plan that produces audible speech. This paper discusses some aspects that should be taken into account in language disorder. Language disorders occur when a person is unable to produce speech sounds correctly or fluently. Due to the limited time the research focuses is only early identification of children on a videos who may be at risk for pronouncing difficulties in phonological aspects The predictive ability of expressive language and phonological awareness are discussed. The research results indicate that some level of phonological awareness in various combinations of syllable and phoneme deletion, syllable and phoneme blending. The research information reviewed here can help guide future investigations in the area of predicting language abilities. Key words: Language disorder, phonological error, deletion, exchange, anticipation.
1. INTRODUCTION
Language is a significant part of what makes us human, along with other cognitive skills. The brain acts as command central for language and communication, controlling both physical and mental components of speech. There are many areas of the brainwork together to control speech. The two hemispheres are thought to contribute to the processing and understanding of language: the left hemisphere processes the linguistic meaning of prosody, while the right hemisphere processes the emotions conveyed by prosody. There is a great deal of physical evidence for the left hemisphere as the language center in the majority of healthy adults. The clue has to do with the evidence from studies of brain damage. The first language area within the left hemisphere to be discovered is Broca's area, who discovered the area while studying patients with aphasia, a language disorder. Broca's area doesn't just handle getting language out in a motor sense, though. It seems to be more generally involved in the ability to process language. A long-standing question is whether speech and language disorder are closely linked in the ability of human language. This question has implication that the speech production system is intrinsically linked at deeper levels to the underlying linguistic representations and processing systems. ~ 87 ~
There are some general issues appear in language disorders. The first is the language system itself. At the generic level, three domains are phonology/speech production; semantics; and syntax/grammar. Phonology and speech production are often considered at a relatively broad level, such as the general intelligibility of spoken language or the number of spoken sounds pronounced correctly (Clahsen, H., & Almazan, M., 1998).
The aim of the research is to describe and explain which aspects of the language faculty are impaired in a given language disorder. The idea is that a thorough study of the phonological deficits associated with language disorders might provide insights into the structure and organization of the normal language system. Phonological deficits are common in language disorders and have always been at the focus of research on language disorders. The investigation whether or not phonological deficits occur in a given acquired or developmental language disorder, which phonological structures or processes are eventually affected and how to capture such deficits in an explanatory theoretical account has dominated the linguistic research on language disorders since its very first beginnings to the present.
2. SPEECH AND LANGUAGE DISORDERS
Speech and language disorders refer to problems in communication and related areas such as oral motor function. These delays and disorders range from simple sound substitutions to the inability to understand or use language or use the oral-motor mechanism for functional speech and feeding. Some causes of speech and language disorders include hearing loss, neurological disorders, brain injury, mental retardation, drug abuse, physical impairments such as cleft lip or palate, and vocal abuse or misuse. Frequently, however, the cause is unknown (Chapman, R. S., & Hesketh, L. J. (2000))
Based on data analyzed errors made at the level of the phoneme, whether it be substitution, addition, deletion, or any others for that matter, are the most common of speech errors. An error at this level can occur within a word but more frequently will occur between separate
~ 88 ~
words. The majority of these phonemic errors are anticipations, in which a substitution occurs of a sound that is supposed to occur later in the sentence. In this case, the speaker produces the target phoneme earlier than intended and it interferes with the intended original phoneme; the interfering segment follows the error as shown in below table
Table 1: Speech Errors Classified by Unit and Mechanism TYPE Perseveration
Anticipation
Exchange
Deletion
UTTERANCE
TARGET
walk the beak
walk the beach
Sally gave the boy
Sally gave the goy
a leading list
a reading list
blocks of flowers
box of flowers
bake my bike
take my bike
whole worm
whole term
macam macan
macan-macan
bop a dromb
drop a bomb
fool the pill
fill the pool
membuta
membatu
bata batu
batu bata
laut baru
laut biru
kehutanan
ketuhanan
a meeting arathon
an eating marathon
The very nature of these errors, and the fact that they occur indicate that speech is well planned before it is articulated. As words get confused, like we saw above, we could speculate that all words of a sentence exist as part of a single representation in production and are therefore susceptible to being mixed at that stage in planning. Of course this is intuitive, as a sentence could not be created if words were held as separate representations; at some point down then line the words must be integrated and related to create and complete the sentence. Dell et al (2000) noted a difference between perseverations and anticipations depending on the context of the sentence. If one is speaking a novel sentence, they are more prone to perseverations, where as anticipations are more common amongst practiced and recited phrases. Another possible phonemic error is the exchange of two
~ 89 ~
segments, where the order of sound segments gets changed. Exchange errors have been interpreted as the possible combination of anticipation and perseverance as follows a) feed the dog → deed the fog b) left hemisphere → heft lemisphere
These phonological disorder always involve the exchange of like units; a vowel exchanges with a vowel and a consonant with another consonant. Never is there an exchange between a vowel and a consonant. This is known as the consonant-vowel category effect. All of the above examples involved the anticipation, perservation, or exchange of single segments. Errors consisted of small segments such as a vowel or a consonant. These individuals segments can further be combined. As individual segments, two consonants can be transposed. By addition of a consonant to a word, a cluster can be produced as opposed to an intended single segment. This is similar in all respects to the previously shown single segmented errors, the only difference now being that the affected segment has become a consonant cluster. A cluster however is not a single unit in speech production, but consists of a sequence of separable segments.
Although the focus on phonological error has thus far been on small-segment phonemic errors, this does not mean that errors amongst phonemes are the only source of speech error. Larger than phonemes are syllables that are also units of speech performance and susceptible to error. Nooteboom (1969) was the first to suggest that syllables could be a unit of measure in speech programming. He found that speech errors generally occur within seven syllables distance between the origin and target. This corresponds and fits with our understanding of a short-term memory span that allows us to comfortably remember seven consecutive items. Nooteboom supported the notion that segmental slips yield to a structural law of syllable placement. If we have two words, each with an equal amount of syllables, the corresponding syllables will be the ones to exchange in the event of an error. The first syllable of the origin word will replace the first syllable of the target word. Likewise, the final syllable of the origin word will exchange with the final syllable of the target word.
~ 90 ~
3. CONCLUSION
A language disorder is a significant delay in the use and/or understanding of spoken or written language. The disorder may involve the form of language (phonology, syntax, and morphology), its content or meaning (semantics), or its use (pragmatics) in any combination. Language disorders can be classified according to the aspect of language that is impaired (phonology, syntax, morphology, semantics, and/or pragmatics); its severity (mild, moderate, or severe); whether it affects comprehension (receptive language), production (expressive language), or both. There are many potential causes of language disorders because language is a complex behavior influenced by genetic, biological, perceptual, cognitive, linguistic, and environmental factors.
REFERENCES
A preliminary report. Brain and Development, 2, 73–80. Allen, D., & Rapin, I. (1992). Autistic children are also dysphasic. In H. Naruse & E. Ornitz (Eds.), Applied Psycholinguistics 26:1 Rice et al.: Language symptoms of developmental language disorders Bailey, Jr., D. B., Hatton, D. D., & Skinner, M. (1998). Early developmental trajectories of males with fragile X syndrome. American Journal on Mental Retardation, 103, 29–39. Bellugi, U., Bihrle, A., Neville, H., Doherty, S., & Jernigan, T. L. (1992). Language, cognition, and brain organization in a neurodevelopmental disorder. In M. Gunnar & C. Nelson (Eds.), Devel- opmental behavioral neuroscience: The Minnesota Symposia on Child Psychology. Hillsdale, NJ: Erlbaum. Chapman, R. S., & Hesketh, L. J. (2000). Behavioral phenotype of individuals with Down syndrome. Mental Retardation and Developmental Disabilities Research Reviews, 6, 84–95. Clahsen, H., & Almazan, M. (1998). Syntax and morphology in Williams syndrome. Cognition, 68. Dell, G.S., Reed, K.D., Adams, D.R., & Meyer, A. (2000). Speech errors, phonotactic constraints, and implicit learning: A study of the role of experience in language
~ 91 ~
production. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition, 26, 1355-1367. Nooteboom, S.G. (1969). The tongue slips into patterns. Leyden studies in linguistics and phonetics. The Hague: Mouton Oxford: Oxford University Press.
Hagerman, R. (2002). The physical and behavioral phenotype. In R. J. Hagerman & P. J. Hagerman (Eds.), Fragile X syndrome: Diagnosis, treatment, and research (3rd ed., pp. 1–109). Baltimore.
~ 92 ~
PENCARIAN JATIDIRI TOKOH ANTONIO DALAM BLESS ME ULTIMA, SEBUAH ANALISIS SOSIOLOGIS Agustinus Hariyana (
[email protected]) ABSTRACT One of the favorite Mexican American ethnic work is Bless Me Ultima written by Rudolfo Anaya. Some critics have been trying to show the values offered by this work. They have been analyzing through many approaches. This research tries to find out if there is special value in sociologically. Based on qualitative research and on the basic of social institution concept this research tries to prove that the theme is about the seeking of religious identity. After analyzing intrinsically and elaborating with the chosen concept it is found that the theme is true, the seeking of identity. Key words: identity, religious institution, Mexican American Literature, sociological approach
PENDAHULUAN
Bagi generasi muda yang sedang berkembang tidak mudah untuk bisa menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya guna menyadari siapa dirinya dalam konteks diri maupun sosial. Kebelumberhasilan penyesuaian diri guna memiliki jati diri ini bisa berakibat tidak baik bagi perkembangan kepribadian secara individu maupun sosial. Dari berita media masa tidak sedikit korban berjatuhan akibat bentrok yang dipicu oleh perbedaan jatidiri. Persamaan dan perbedaan jatidiri bisa menjadi penentu hidup mati seseorang, konflik atau damai hidup seseorang dalam sebuah masyarakat. Begitu juga dengan pencarian jatidiri yang berhubungan dengan keyakinan ataupun agama yang merupakan salah satu dari pranata sosial. Agama atau keyakinan yang seharusnya membawa perdamaian dalam kenyataannya tsering terjadi sebaliknya. Perbedaan jati diri dalam keyakinan bisa menjadi berkah tetapi sekaligus bisa menjadi musibah.
Guna mengenali bagaimana jati diri dalam konteks sosial sebagai bagian dari sebuah pranata, terutama sekali fungsi paranata agama, Prof Horton, sosiolog, mengklasifikasikan pranata sosial dalam 5 jenis: pranata keluarga, pranata keyakinan dan agama, pranata ekonomi, paranata pendidikan, dan pranata politik (Horton, 1988: 43).
~ 93 ~
Masih menurut Prof Horton, pranata agama – sesuai dengan penelitian ini - hadir untuk memberikan rasa aman, jaminan masa depan, dan membebaskan diri dari kecemasan. Pranata ini memfungsikan dirinya dalam tiga hal, yakni adanya doktrin, ritual, dan serangkaian tindak yang konsisten dengan doktrin yang ada.
Fungsi sosiologis itu juga terjadi dalam masyarakat New Mexico. Masyarakat yang pernah dijajah oleh Spanyol sejak era penjelajahan samudera juga mengalami hal yang mirip. Demi rasa aman, jaminan masa depan (sesudah mati), terhindar dari atau mengurangi rasa cemas adalah harapan-harapan religius beserta tantangan ataupun konflik yang harus dihadapi oleh anggota masyarakatnya. Keberhasalisan atau kegagalan dalam meraih harapan itu akan menjadikan individu berjati diri atau tidak di mata masyarakat. Rudolfo Anaya, seorang pengarang Meksiko, berusaha menggambarkan bagaimana konflik pencarian jatidiri yang berhubungan dengan keyakinan itu. Melalui tokoh Antonio, remaja berumur 7 tahun, ia menggambarkan bagaimana perjuangan itu sungguh-sungguh sangat berhubungan dengan makna, tujuan, dan keadaan sesudah meninggal. Bagi tokoh Antonio yang merupakan bagian dari sebuah masyarakat perjuangan itu tidak mudah. Pengarang menggambarkan bagaimana konflik itu harus muncul akibat hadirnya agama Katolik yang dibawa oleh para kolonialis Spanyol, keyakinan setempat (Indian), percampuran antara agama Katolik dan keyakinan setempat,
dan juga kearifan lokal bangsanya yang
didapatkannya secara turun temurun. Selain itu ia juga harus menghadapi perbedaan latar belakang orang tuanya. Ibunya berasal dari keluarga petani, sementara itu ayahnya dari keluarga koboi. Yang satu lebih suka kestabilan, kemapanan sementara yang lain lebih suka hidup secara aktif penuh petualangan. Ia juga masih punya tantangan keyakinan yang berasal dari temannya, atheis. Dengan bimbingan Ultima, tokoh yang berkemampuan menyembuhkan yang dianggap saleh tetapi sekaligus di-cap penyihir oleh masyarakatnya, Antonio memperoleh pelajaran kehidupan terutama tentang kemandirian dalam mengambil keputusan dalam menentukan jati diri yang akan dipegangnya. Selain itu ia juga dibimbing untuk mencintai alam, menghormati keyakinan yang berbeda dengan dirinya. Kendati pengarang menampilkan akhir perjuangan panjang yang harus dilakukan tokoh Antonio, namun pergulatan memilih dan menyatukan tantangan hidupnya pada akhir cerita tidak diakhiri dengan sebuah pilihan jatidiri bagi sang tokoh protagonis ini.
~ 94 ~
Masalah dari penelitian ini adalah : 1. bagaimanakah karakter tokoh Antonio yang terbentuk dari setting sosial masyarakatnya? 2.Bagaimanakah perjuangan tokoh dalam untuk menemukan jatidiri
keyakinan antara menjadi Katolik atau mengikuti adat
bangsanya? 3. Apakah hasil analisis sosiologis pranata sosial agama bisa membuktikan adanya upaya pencarian jatidiri keyakinan tokoh Antonio?
Serangkaian penelitian tentang novel ini telah dilakukan secara filosofis, psikologis, maupun sosiologis. Kenneth Turan, “Los Angeles Times Film Critic”, (http://articles .latimes.com/2013/feb/21/local/la-et-mn-bless-me-ultima-review-20130222)
berusaha
mengungkapkan tentang pertentangan sisi gelap menyedihkan dan sisi terang menyenangkan kehidupan, dari orang yang masih muda dengan mereka yang sudah berpengalaman. Sementara itu Roger Ebert dalam tulisan tentang novel yang difilmkan menyoroti tentang ekploitasi atas tradisi bangsa Meksiko dalam menghadapi intrusi budaya luar. Luis Torres dalam review buku (http://latinopia.com/latino-literature/latinopia-bookreview-bless-me-ultima/) ini menampilkan tentang perjuangan pencarian jatidiri
dan
budaya bangsanya. Penelitian ini ingin melengkapi berbagai analisis yang ada melalui konsep Identitas dari Studi Kultural.
Adapun tujuan
penelitian ini, secara sosiologis adalah menganalisis karakter tokoh
Antonio yang terbentuk oleh masyarakatnya, menemukan perjuangan tokoh Antonio menemukan jatidiri spiritualnya, dan menganalisis secara sosiologis pranata social agama untuk membuktikan adanya upaya pencarian jatidiri keyakinan tokoh Antonio
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: Bagi kemajuan keilmuan, menjadi penambah contoh aplikasi konsep sosial dalam mendalami sebuah karya sastra. Bagi pembaca umum, menambah wawasan tentang pentingnya sikap saling menghargai dalam perjuangan generasi muda menemukan jatidiri agar mampu menjadi bagian masyarakat tanpa kehilangan jatidirinya dalam masyarakat yang majemuk.
Adapun metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dimana objek dimana hasil penelitiannya berupa serangkaian kata, bukan angka, yang dipaparkan sesuai dengan tujuan penelitian ini (purposive sampling). Sample yang diambil adalah novel karya Rudolfo Anaya yang berjudul Bless Me, Ultima.
~ 95 ~
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil
-
Berdasarkan analisis setting, novel ini dari sisi berlatar belakang masyarakat New Meksiko, tepatnya di Guadalupe dan sekitarnya. Area Las Pasturas dan Los Lunas menjadi yang berdekatan dengan Guadalupe menjadi tempat dimana Antonio berusaha berjuang mencari jatidirinya di dalam masyarakatnya yang majemuk secara cultural. Kebudayaan Spanyol, yang menguasai wilayah ini sejak semula, dan Agama Kristen serta budaya petani dan keyakinan turunannya menjadi setting pergulatan pencarian jatidiri cultural Antonio.
Sementara itu dari sisi waktu, narrator mengambil waktu
pada era Perang Dunia II dan sesudahnya.
-
Berdasarkan analisis para tokoh didapatkan beberapa tokoh signifikan bagi perkembangan jati diri Antonio.
1.
Antonio Sang pengarang menampilkan Antonio sebagai tokoh protagonist. Tokoh yang ditampilkan mulai umur 7 tahun ini ‘jembatan penghubung perbedaan’ antara Ibu dan Bapaknya, antara Ultima, keyakinan bangsanya dan ajaran Katolik. Ia seorang remaja yang sensitive dan reflektif yang memandang segala sesuatu dengan hatihati, bahkan berjarak. Dengan karakterisasi macam ini ia dianggap remaja yang tidak emosional, tidak mudah men-judge, pun tidak reaktif. Ia digambarkan memiliki sikap terbuka terhadap perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakatnya. Ia pun karakter yang tidak mudah untuk ikut-ikutan dalam hal keyakinan. Dari sikap yang ditampilkan pengatang ini terlihat bahwa tokoh Antonio sebagai tokoh yang berusaha untuk menjadi dirinya sendiri.
2. Ultima Kalau tokoh Antonio digambarkan sebagai tokoh yang menjembatani keberbedaan di atas, maka Ultima seorang perempuan terhormat dalam masyarakat (di-Eyangkan - Grand) yang mempraktekkan ajaran Katolik sekaligus keyakinan bangsanya. Oleh orang-orang di sekitarnya ia dianggap perempuan suci tetapi juga ada yang
~ 96 ~
menganggapnya penyihir. Pertentangan karakter itu menggambarkan ia adalah seorang yang misterius. Dengan ‘profesinya’ sebagai seorang penyembuh herbal, maka ia digambarkan juga sebagai tokoh yang membumi, dekat dengan alam yang dianggapnya juga berjiwa. Kendati ia seorang yang penyendiri (tidak menikah), namun ia juga seorang berjiwa sosial karena sangat peduli terhadap sesamanya, dan berjiwa terbuka terhadap perbedaan.
3. Maria Tokoh ibu Antonio adalah seorang penganut Katolik yang sangat taat. Ia begitu mengasihi Bunda Perawan Maria dengan rajin berdoa Rosario. Kasihnya terhadap Antonio melebihi kasihnya terhadap saudari-saudari Antonio yang diharapkan jadi seorang pastur. Ia digambarkan sebagai ibu rumah tangga yang hangat yang tidak banyak bicara.
4. Gabriel Tokoh ini adalah ayah dari Antonio. Tokoh yang bermimpi ingin pergi mengadu nasib ke California bersama putranya ini digambarkan sebagai seorang koboi yang lebih cerdas dari istrinya, yang suka menyalahkan orang lain ketika gagal mewujudkan impiannya itu. Ia seorang suami yang menyakini bahwa dunia itu sungguh-sungguh hidup yang menantang orang-orang untuk mengolahnya.
b. Pembahasan
Dalam bukunya, Identity and Difference, Kathryn Woodward menulis bahwa jatidiri seseorang dalam kehidupan kontemporer bisa bersumber dari nasionalitas, kebangsaan, kelas sosial, komunitas, gender, dan seksualitas , sumber-sumber yang bisa menimbulkan konflik dalam pembentukannya. Lebih lanjut ia menyatakan, bahwa dalam pencapaian jatidiri itu seorang individu harus berjuang diantara identitas-identitas yang ada berdasarkan posisi berbeda yang sedang dimilikinya agar bisa menjadi bagian dari komunitas tertentu, agama, etnisitas, kelas sosial, orang tua, pekerja ataupun pengangguran(Woodward, 1999:1). Ranah perjuangan tidak hanya lokal, tetapi juga bisa global, atau bahkan juga dalam ranah keluarga. Pada masa perjuangan ini seorang individu mengalami proses pencarian jati diri agar bisa menjadi bagian dari sebuah masyarakat
~ 97 ~
tertentu dengan segala pranata sosial yang dianutnya. Perjuangan itu menjadi tidak mudah karena pranata yang ada bukanlah pranata sosial yang statis, tetapi dinamis yang bisa berusabh secara evolusioner maupun revolusioner. Apakah seseorang akan mengikuti jatidiri yang ada di sekitarnya ataukah menciptakan jati diri lain, itu soal pilihan seseorang.
Berdasarkan hasil analisis karakterisasi dan setting pada pendahuluan di atas terlihat bahwa tokoh Antonio berjuang untuk memperoleh jati dirinya diantara pandangan dunia bangsanya yang beragam.
Elaborasi setting dan karakterisasi, tokoh Antonio menghadapi perbedaan antara masyarakat yang terhegemoni oleh budaya Spanyol yang Katolik dan keyakinan warisan leluhurnya. Hal ini lebih terlihat jelas dari perbedaan pandangan antara ibu dan ayahnya serta Ultima, dan juga teman-temannya. Ia diharap ibunya yang sangat religious untuk menjadi seorang pastor sebagaimana para pendahulunya yang membawa kebudayaan Katolik yang memiliki pastor yang mampu menyelamatkan jiwa seseorang yang meninggal. Sementara itu ayahnya mengharapkannya menjadi seorang terpelajar, sesuai dengan ramalan Ultima ketika Antonio lahir. Ayahnya juga berharap Antonio menjadi seorang vaquero (cowboy) sebagaimana para pendahulunya sebagai petualang. Meskipun berakar dari budaya Spanyol namun budaya itu menjadi berbeda karena berbeda jalan penyebarannya. Dari ibunya tertampil budaya petani, sementara dari ayahnya pengembara. Masing-masing arahan orang tuanya ini terkait erat dengan latar belakang masing-masing seperti terpampang di bagian atas. Lebih lanjut perbedaan budaya Spanyol dan bangsanya juga memberi andil adanya kebingungan yang dihadapi Antonio. Kebingungan juga ditambah dengan adanya perbedaan bahasa di kelas, antara Bahasa Spanyol dan Bahasa Inggris.
Dalam keberbedaan itu Antonio berusaha untuk merangkul semuanya. Akan
tetapi ternyata tidak mudah baginya untuk mengakomodasi pandangan hidup ataupun agama yang berbeda. Kekurangan yang dianggapnya ada pada pandangan yang satu, misalnya tentang kegagalan ajaran Katolik dalam menjelaskan tentang moralitas, bisa juga terjadi pada keyakinan tradisionil bangsanya.
Selain berhadapan dengan ajaran ibunya dan inspirasi dari Ultima yang meskipun menganut agama Katolik, namun sangat kuat akar budaya bangsanya, Antonio juga berhadapan dengan mitos Golden Carp yang berkembang di dalam masyarakat yang
~ 98 ~
diceritakan oleh teman mencari ikan. Dalam mitos ini diuangkapkan bagaimana baiknya Sang Ikan dalam menjaga, mengajari moral kepada masyarakat New Mexico. Antonio harus berjuang juga untuk membuat keyakinan cerita ini menjadi bagian hidupnya, meski ia sudah Katolik. Ia berhadapan dengan beragam keyakinan. Ia harus memiliki pilihan yang akan menjadi identitas diri, jati dirinya.
Dalam kebingungan atas tantangan perbedaan itu tokoh Ultima memberi jalan bagi Antonio dengan serangkaian tuntunan tentang kehidupan. Dalam pembimbingan itu ia tidak hanya tentang pentingnya dekat dan mencintai
alam
namun juga bagaimana
sesorang memiliki sikap independen dalam mengambil keputusan. Terutama berkaitan dengan soal agama, dari Ultima ia belajar bahwa satu agama belum tentu bisa menjawab semua pertanyaan sulit tentang kehidupan, semisal tentang kejahatan, pengampunan, kebenaran, dan jiwa. Ultima juga menekankan pentingnya bagi Antonio untuk memikirkan pilihan-pilihan yang ada agar bisa membuat keputusan yang tepat bagi dirinya sendiri, tanpa harus men-judge keyakinan lain.
Pada akhir cerita pengarang menampilkan tokoh Antonio belum memutuskan jalan mana yang akan diambil, mengikuti budaya Katolik atau budaya setempat, atau juga menumpuh jalannya sendiri.
KESIMPULAN DAN SARAN
Beragama atau memiliki keyakinan supranatural adalah bagian dari kepemilikan jati diri. Dalam agama ini terkandung serangkaian doktrin dan pengajarannya. Melalui tingkah laku penganutnya jati diri seseorang berkaitan dengan agama yang diyakininya akan menampak yang bisa ukuran untuk diterima atau tidak, dibedakan atau tidak, menjadi anggotanya atau tidak oleh masyarakat yang bersangkutan.
Dari pembahasan di atas dan setelah melalui serangkaian pembelajaran dapat disimpulkan bahwa tokoh Antonio memutuskan untuk tidak memutuskan seperti apa jatidirinya berkaitan dengan keagamaannya.
~ 99 ~
Ia telah berjuang melalui pengalaman hidup bersama dan di dalam masyarakatnya yang majemuk dan di bawah asuhan Ultima, dalam keberbedaan pandangan hidup orang tua.
Secara sosiologis usaha pencarian jatidiri agar sesuai atau berbeda dengan pranata agama yang diyakini oleh masyarakatnya melalui serangkaian perjuangan dan pembelajaran yang dilakukan Antonio telah membuatnya mempunyai pilihan demi rasa aman, jaminan masa depan, dan bebas dari kecemasan. Tokoh ini mencari, berusaha dan akhirnya memiliki pilihan jatidiri untuk sama atau berbeda dengan orang-orang terdekatnya dalam kedamaian. Dan Rudolfo Anaya melalui karyanya berhasil menjadi motor dalam mengungkapkan pencarian jati anggota masyarakatnya dalam damai. Seperti apa pilihan jatidiri tokoh protagonisnya, pengarang memberi kebebasan pembaca untuk menafsirkannya sendiri.
SARAN
Pembelajaran yang bisa dipetik dari analisis novel karya Rudolfo Anaya ini adalah kearifan dalam menghadapi perbedaan pandangan dimana ada tantangan untuk menentukan pilihan. Semangat penghargaan terhadap keberbedaan yang ditawarkan pengarang bisa menjadi inspirasi bagi yang menyukai kekerasan dalam mengatasi perbedaan.
Baik kiranya kalau karya ini dianalisis lebih jauh secara psikologis, pandangan hidup (membandingkan dengan konsep ‘manunggaling kawulo gusti) orang Indonesia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada LP2MK yang telah mendorong penelitian secara terus menerus. Margaret Sianipar yang telah meminjamkan novel untuk dicopy dan dijadikan bahan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Amirin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Rajawali, 1986 Anaya, Rudolfo, Bless Me Ultima. Berkely, 1975
~ 100 ~
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik sampai PostModernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999 Fuchs, Lawrence H., The American Kaleidoskop: Race, Ethnicity, and the Civic Culture, atau Kaleisdoskop Amerika: Ras, Etnis, dan Budaya Warga, terj. R.Suroso, Bandung: Remadja Karya, 1994 Gabriel, Ralph H. American Values: Continuity and Change atau Nilai-nilai Amerika: Kelestarian dan Perubahan, terj. Paul Surono Hargosewoyo. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1991 Guerin, Wilfred L. (et al.) Handbook of Critical Approaches to Literature, second ed. New York: Harper & Row, 1979 Guth, Hans P, Gabriele Rico.1996. Discovering Literature. New Jersey: Prentice Hall Horton Introductory to Sociology. USA, 1988 Louis Phillips(ed).The Random House Treasury of Best-Loved Poems. New York:Random House, 1990 PinkyMonkey Literature Notes on.. Bless Me Ultima by Rudolfo Anaya. http://www.pinkmonkey.com/booknotes/monkeynotes/pmBlessMeUltima01.asp accesed 20 Jan 2014 Torres, Luis dalam review buku (http://latinopia.com/latino-literature/ latinopia-book – review -bless-me-ultima/) Turan, Kenneth Los Angeles Times Film Critic, (http://articles.latimes.com /2013/feb/21 /local/la-et-mn-bless-me-ultima-review-20130222) Woodward, Kathrin (ed). Identity and Difference. London: Sage Publication, 1999
~ 101 ~
~ 102 ~
KONFLIK NILAI AKIBAT PERBEDAAN JATIDIRI ANTAR DUA GENERASI DALAM NOVEL THE JOY LUCK CLUB KARYA AMY TAN Karina Adinda
[email protected] ABSTRAK Amerika merupakan negara imigran dengan beranekaragam suku bangsa dan memiliki jatidiri yang dibawa dari negeri asal mereka. Hal itu sangat dipengaruhi oleh lokasi atau latar belakang sejarah. Seiring dengan keaneka ragaman kebudayaan tersebut seringkali setiap individu yang menetap di Amerika menghadapi perubahan jatidiri atas nilai budaya baru yang diserapnya di Amerika. Konflik nilai akibat perbedaan jati diri antargenerasi dalam novel The Joy Luck Club karya Amy Tan ini ditulis untuk mengkaji adanya benturan nilai yang dialami generasi pertama imigran Cina di Amerika dan generasi kedua yang memang sudah lahir di Amerika. Generasi orang tua yang merupakan generasi ibuibu yang imigran dari Cina tetap memegang teguh nilai-nilai yang mereka bawa dari Cina. Anak-anak perempuan ini tumbuh besar di Amerika dengan menganut nilai-nilai Amerika yang mereka kenal di sekolah dan di lingkungan masyarakat kulit putih di mana mereka berada. Namun, nilai-nilai Amerika ini tidak sepenuhnya dapat mereka terapkan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Latar belakang kelaurga yang berasal dari Cina, membuat anak-anak perempuan ini berada dalam dua dunia, dunia mereka yang sekarang di Amerika dan dunia orang tua mereka yang berurat akar ke tradisi mereka di Cina. Ada konflik antar generasi ibu dan anak ini akibat jatidiri yang berbeda antar dua generasi. Namun pada akhirnya, ikatan batin yang kuat antara ibu dan anak mengalahkan semua konflik dan perbedaan di antara mereka. Kata kunci : konflik, jatidiri, generasi, budaya, Cina 1.
PENDAHULUAN
Kesusastraan mengacu pada kebudayaan yang ada dalam satu masyarakat. Masyarakat tersebutlah yang menciptakan apa yang akan menjadi karya sastra tersebut. Masyarakat itu menjadi inspirasi dari adanya kesusastraan yang merupakan bagian dari kebudayaan yang terbentuk.
Amerika merupakan negara imigran dengan beranekaragam suku bangsa dan memiliki jatidiri yang dibawa dari negeri asal mereka. Hal itu sangat dipengaruhi oleh lokasi atau latar belakang sejarah. Seiring dengan keaneka ragaman kebudayaan tersebut seringkali setiap individu yang menetap di Amerika menghadapi perubahan jatidiri atas nilai budaya baru yang diserapnya di Amerika.
~ 103 ~
Makalah yang berjudul Konflik Nilai Akibat Perbedaan Jati Diri Antargenerasi Dalam Novel The Joy Luck Club karya Amy Tan ini ditulis untuk mengkaji adanya benturan nilai yang dialami generasi pertama imigran Cina di Amerika dan generasi kedua yang memang sudah lahir di Amerika.
Banyak pelajaran diperoleh oleh generasi kedua imigran Cina dari kebudayaan Amerika yang kontradiktif dengan negara asal generasi pertama imigran Cina di Amerika ini, terutama dalam hal yang berhubungan dengan nilai. Masyarakat Amerika yang lebih terbuka dalam banyak hal berbanding terbalik dengan masyarakat Cina yang tertutup dan terikat oleh nilai-nilai tradisional. Generasi pertama imigran Cina datang ke Amerika dengan tujuan untuk mendapatkan perbaikan taraf hidup. Mereka memang mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari segi finansial, namun ternyata ada konflik dengan anakanak mereka yang merupakan generasi Cina kedua yang lahir di Amerika. Nilai-nilai dari generasi pertama berbenturan dengan nilai-nilai baru yang didapatkan generasi Cina kedua yang sudah menjadi orang Amerika.
Identitas atau jatidiri adalah tentang diri dan sosial, tentang diri kita dan tentang relasi kita dengan orang lain. Identitas bukanlah suatu hal yang paten yang kita miliki, melainkan suatu proses menjadi. (Barker 2000 : 198) Pencarian identitas adalah sebuah proses yang harus dilalui secara bertahap untuk mencapai hasil akhir sebagai pengakuan terhadap seseorang yang ditandai dengan serangkaian ciri-cirinya sebagai satu kesatuan yang bulat dan menyeluruh.
Suparlan mengatakan bahwa identitas atas jatidiri adalah pengenalan atau pengakuan terhadap seseorang sebagai satu golongan berdasarkan atas serangkaian ciri-cirinya yang merupakan satu satuan yang bulat dan menyeluruh yang menandainya sebagai termasuk dalam golongan tersebut (2004 : 25). Jika seseorang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan orang tertentu, maka mereka
akan berkelompok dengan ciri-ciri itu sebagai
identitas mereka.
Gabriel mengatakan bahwa nilai-nilai adalah gambaran-gambaran yang ideal, maka nilainilai tersebut merupakan alat untuk menentukan mutu perilaku seseorang (1991 : 144). Jika
~ 104 ~
satu masyarakat mempunyai nilai-nilai, maka nilai-nilai tersebut menjadi alat pemersatu dalam kelompok tersebut.
Simmel mengatakan. : “Periodic conflicts or quarrels provide a release of tension that makes it possible for people to bear the difficulties of
living together” (1985 : 49).
Konflik diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat untuk meningkatkan kebersamaan hidup. Dengan berkonflik, masyarakat teruji kebersamaannya.
2.
PEMBAHASAN
Saya akan mulai pembahasan dengan melihat nilai-nilai lama dan baru yang mempengaruhi kehidupan ibu-ibu Cina dan anak-anak perempuan mereka di Amerika. Cerita The Joy Luck Club karya Amy Tan ini dimulai dengan hubungan empat ibu dan anak-anak perempuan mereka. Generasi ibu-ibu adalah Suyuan Woo, An-mei Hsu, Lindo Jong dan Ying-ying St. Clair dengan masing-masing anak perempuan mereka, berturutturut adalah : Jing-mei “June” Woo, Rose Hsu Jordan, Waverly Jong dan Lena St. Clair. Keempat ibu ini lahir di Cina. Mereka kemudian berimigrasi ke Amerika. Mereka datang masing-masing, tidak bersamaan, namun di amerika mereka berada dalam satu komunitas Cina yang sama, sehingga mereka menjadi sangat dekat satu sama lain. Keempat ibu kelahiran Cina ini masih memegang teguh nilai-nilai Cina tradisional yang mereka bawa dari negara asal mereka, Cina. Konflik timbul antara keempat ibu ini dengan anak-anak perempuan mereka yang kelahiran Amerika. Anak-anak permpuan mereka yang kelahiran Amerika sudah menjadi orang Amerika, walaupun mereka keturunan Cina. Anak-anak permpuan Cina kelahiran Amerika ini memegang nilai-nilai Amerika, tanah kelahiran mereka. Konflik antara ibu-ibu dan anak-anak perempuan mereka menunjukkan adanya konflik antar dua generasi akibat perbedaan jati diri antara mereka. Para ibu bertahan dengan nilai-nilai lama yang mereka bawa dari Cina, sedangkan anak-anak perempuan mereka sudah memegang nilai-nilai baru yang mereka dapatkan di Amerika.
Jing-mei Woo merasa antara dirinya dan ibunya selama ini selalu ada salah pengertian. Ketika teaman ibunya, Bibi Lindo, menanyakan apakah ia telah meneruskan sekolah lagi, Jing-mei merasa pasti almarhum ibunya telah memberikan informasi yang salah karena ia tidak pernah berminat meneruskan sekolah, bahkan sejak sepuluh tahun yang lalu. Dari
~ 105 ~
pertanyaan Bibi Lindo tersebut, ia yakin ibunya telah memberikan informasi yang salah tentang dirinya kepada Bibi Lindo.Salah pengertian yang serin terjadi antara Jing-mei dengan almarhum ibunya dapat dilihat dari kutipan di bawah ini :
My mother and I never really understood one another. We translated each other’s meanings and I seemed to hear less than what was said, while my mother heard more. No doubt she told Auntie Lin I was going back to school to get a doctorate (Tan, 1985 :37).
Ketika teman-teman ibunya mengatakan bahwa almarhum ibunya menginginkan ia pergi ke Cina dan mencari kedua saudara perempuan kembarnya, Jing-mei merasa bingung. Teman-teman ibunya yang ia panggil dengan sebutan bibi, menganjurkan agar ia benarbenar memenuhi permintaan ibunya dengan pergi ke Cina dan mencari kedua saudara kembarnya. Bibi-bibinya menganjurkan kalau ia sudah bertemu dengan saudara kembarnya di Cina ia harus menceritakan tentang ibu mereka karena kedua saudara kembarnya tidak pernah mengenal ibu mereka yang pergi ke Amerika. Namun Jing-mei merasa bingung karena ia tidak tahu harus bercerita apa tentang ibunya. Ia merasa bahkan ia tidak mengerti apa-apa tentyang ibunya karena selama ini ia merasa selalu salah mengerti tentang ibunya. Kebingungan Jing-mei tentang ibunya terlihat dalam percakapannya dengan teman-teman ibunya di bawah ini :
“You must see your sisters and tell them about your mother’s death,” said Auntie Ying. “But most important, you must tell them about her life. The mother they did not know, they must now know.” “See my sisters, tell them about my mother,” I say, nodding. “What will I say? What can I tell them about my mother? I don’t know anything. She was my mother. That’s all I know about her, nothing else.” The aunties are looking at me as if I hjad become crazy right before their eyes. “Not know your own mother?” cries Auntie An-mei with disbelief. “How can you say? Your mother is in your bones!” (Tan, 1985 : 40) ……. “Imagine, a daughter not knowing her own mother!” (Tan, 1985 : 40)
~ 106 ~
Jing-mei memperkirakan rasa heran dan takut dari teman-teman ibunya atas pernyataannya bahwa ia tidak begitu mengenal ibunya adalah wajar. Teman-teman ibunya itu pun pasti merasa anak-anak perempuan mereka tidak mengerti ataupun mengenal mereka. Mereka melihat posisi Jing-mei sama dengan anak-anak permpuan mereka. Anak-anak perempuan yang tidak mengerti ibu-ibu mereka dan menganggap ibu-ibu mereka aneh karena sulit dimengerti. Salah pengertian ini antara lain disebabkan adanya faktor bahasa. Bahasa menjadi kendala bagi generasi ibu dan anak perempuan mereka untuk berkomunikasi. Jika generasi ibu berbicara dalam bahasa Cina atau bahasa Inggris yang patah-patah, maka generasi anak perempuan mereka menganggap mereka bodoh. Perkiraan Jing-mei akan ketakutan bibi-bibinya dapat dilihat pada kutipan di bawah ini :
And then it occurs to me. They are frightened. In me, they see their own daughters, just as ignorant, just as unmindful of all the truths and hopes they have brought to Amerika. They see daughters who grow impatient when their mothers talk in Chinese, who think they are stupid when they explain things in fractured English. They see that joy and luck do not mean the same to their daughters, that to these closed American-born minds “joy luck” is not a word, it does not exist. They see daughters who will bear grandchildren born without any connecting hope passed from generation to generation (Tan, 1985 : 40-41).
Bibi-bibinya masih kelihatan ragu-ragu walaupun Jing-mei telah berusaha untuk meyakinkan teman-teman ibunya tersebut bahwa ia akan mengingat pesan-pesan ibunya dan akan memberitahukan kepada kedua saudara kembarnya di Cina tentang ibu nya. Keraguan ini karena ada perbedaan pandangan tentang nilai-nilai Cina dan nilai-nilai Amerika yang msing-msing mereka pegang. Dalam situasi yang membingungkan sedemikian rupa, Jing-mei berusaha untuk tetap tenang. Sikap Jing-mei ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini : “I will remember everything about her and tell them,” I say more firmly. And gradually, one by one, they smile and pat my hand. They still look troubled, as if something is out of balance. But they also look hopeful that what I say will become true. What more can they ask? What can I promise? (Tan, 1985 :41)
~ 107 ~
Perbedaan nilai antara Jing-mei dan teman-teman almarhum ibunya, mengingatkannya akan pertengkaran dengan ibunya ketiak ia berumur sepulauh tahun. Ibunya memaksanya untuk menjadi seorang pemain piano, namun ia merasa tidak mempunyai bakat di bidang msuik. Ia tidak mau dipaksa karena ia merasa sebagai generasi yang dibesarkan di Amerika, bukan di Cina. Sebagai anak Amerika, ia merasa bebas melakukan apa saja yang ia inginkan. Ia merasa bukan budak ibunya yang hanya harus menurut saja. Pertengkaran antara Jing-mei dan ibunya dapat dilihat pada kutipan di bawah ini :
I didn’t budge. And then I decided. I didn’t have to do what my mother said anymore. I wasn’t her slave. This wasn’t China. I had to listen to her before and look what happened. She was the stupid one. (Tan, 1985 : 141). “You want me to be someone that I’m not!” I sobbed. “I’ll never be the kind of daughter you want me to be!” “Only two kinds of daughter,” she shouted in Chinese. “Those who are obedient and those who follow their own mind! Only one kind of daughter can live in this house. Obedient daughter!” “Then I wish I wasn’t your daughter. I wish you weren’t my mother,” I shouted.(Tan, 1985 : 142)
Kebingungan Jing-mei akan jati dirinya sebagai orang Cina yang dilhairkan di Amerika akhirnya terjawab ketika ia pergi ke Cina untuk menemui saudara kembarnya. Ia benarbenar dapat merasakan dirinya sebagai orang Cina ketika menginjakkan kakinya di Shenzhen. Ia merasa almarhum ibunya benar dengan mengatakan ia tak dapat mengabaikan darah Cina yang ada di dalam dirinya. Masalah Jing-mei yang berkaitan dengan jati dirinya dapat dilihat pada kutipan di bawah ini :
The minute our train leaves the Hong Kong border and enters Shenzhen, China, I feel different. I can feel the skin of on my forehead tingling, my blood rushing through through a new course, my bones aching with a familiar old pain. And I think, my mother was right. I am becoming Chinese. “Cannot be helped,” my mother said when I was fifteen and vigorously denied that I had any Chinese whatsoever below my skin. I was a sophomore at Galileo High in San Francisco and all my Caucasian friends agreed : I was about as
~ 108 ~
American as they were. But my mother had studied at a famous nursing school in Shanghai, and she said she knew all about genetics. So there was no doubt in her mind, whether I agreed or not : Once you are born Chinese, you cannot help but feel and think Chinese. “Someday you will see,” said my mother. ”It s in your blood, waiting to let go.” (Tan, 1985 : 267)
Rose Hsu Jordan dan ibunya An-mei juga mempunyai konflik yang berkaitan dengan jati diri dan nilai-nilai. Rose Hsu sudah mengangagap dirinya sebagai orang Amerika dan memegang nilai-nilai Amerika, sedangkan ibunya tetap merasa sebagai orang Cina dan masih memegang nilai-nilai tradisional Cina. Masalah timbul ketika Rose Hsu mempunyai teman pria seorang kulit putih yang bernama Ted. Ibunya tidak suka dengan hubungan ini karena ibunya berpendapat bahwa orang Cina seharusnya tetap menikah dengan sesama orang Cina, bukan dengan orang kulit putih Amerika. Rose Hsu yang sudah merasa sebagai orang Amerika, merasa tidak salah mempunyai hubungan dengan Ted. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini :
My mother pointed out the differences after Ted picked me up one evening at my parents’ house. When I returned home, my mother was still up, watching television. “He is American,” warned my mother, as if I had been too blind to notice.” “I’m American too,” I said. (Tan, 1985 : 117)
Walaupun ibunya tidak menyetujui hubungannys dengan Ted, Rose Hsu tetap menikah dengan Ted. Ketika perkawinan Rose dan Ted bermasalah, An-mei, sebagai seorang ibu merasa dapat memberikan pendapat. Menurut An-mei, seorang ibu pasti mengetahui apa yang anaknya butuhkan. An-mei tidak suka ketika Rose pergi ke psikiater untuk mengatasi masalah dalam perkawinannya. An-mei berpendapat demikian karena ia masih mememgang nilai lama yang menganggap bahwa seorang ibu pasti mengetahui segala hal tentang anaknya. Sebaliknya, Rose, yang kelahiran Amerika lebih percaya untuk berkonsultasi kepada psikiater tentang masalah yang ada dalam perkawinannya daripada berkonsultasi pada ibunya. Rose berpendapat seorang ahli akan lebih dapat menolong
~ 109 ~
dirinya dalam masalah perkawinan yang dihadapinya daripada seorang ibu. Konflik tentang masalah yang dihadapi Rose dan ibunya, An-mei dapat dilihat pad kutipan berikut :
“Why can you talk about this with a psyche-atric and not with a mother?” “Psychiatrist.” “Psyche-atricks,” she corrected herself. “A mother is best. A mother knows what is inside you,” she said, above the singing voices. (Tan, 1985 : 188)
Rose Hsu yang sangat memegang nilai-nilai Amerikanya, ternyata berada dalam kebimbangan juga karena ia tahu ada nilai Cina yang dapat dijadikan pilihan, seperti yang ibunya selalu katakan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini : Over the years, I learned to choose from the best opinions. Chinese people had Chinese opinions. American people had American opinions. And in almost every case, the American versions was much better. It was only later that I discovered there was a serious flaw with American version. There were too many choices, so it was easy to get confused and pick the wrong thing. That’s how I felt about my situation with Ted. There wa so much to think about, so much to decide. Each decision meant a turn in another direction. (Tan, 1985 : 191)
Tokoh berikutnya yang juga mengalami konflik besar dengan ibunya adalah Waverly Jong. Konflik antara Waverly dan ibunya, Lindo Jong, dimulai sejak ia masih anak-anak. Pada saat itu ia telah menjadi juara catur yang mewakili daerah tempat tinggalnya. Orang yang paling bangga dengan keberhasilannya adalah ibunya. Ibunya membebaskannya dari tugas mencuci piring. Ibunya merasa ia harus mempergunakan waktunya untuk berlatih terus bermain caturagar tetap menjadi juara. Rasa bangga ibunya yang berlebihan justru membuat ia merasa malu. Jika ia menemani ibunya berbelanja, maka ibunya akan memperkenalkannya kepada semua orang yang mereka temui di toko sebagai si juara catur. Ibunya bersikap demikian karena dalam nilai Cina tradisional, seorang ibu berhak atas keberhasilan anaknya karena peran ibu sangat besar dalam kehidupan anaknya. Sebagai orang Amerika, Waverly merasa sikap ibunya yang membanggakannya secara
~ 110 ~
berlebihan, membuat ia sangat malu. Konflik antara ibu dan anak ini dapat dilihat pada kutipan berikut :
One day, after we left a shop I said under my breath, “I wish you wouldn’t do that, telling everybody I’m your daughter”. My mother stopped walking. Crowds of people with heavy bags pushed past us on the sidewalk, bumping into one shoulder, tehen another. “Aiii-ya. So shame be with mother?” She grasped my hand even tighter as she glared at me. I looked down. “It’s not that, it’s just so obvious. It’s just so embarrassing.” “Embrass you be my daughter?” Her voice was cracking with anger. “That’s not what I meant. That’s not what I said.” (Tan, 1985 : 99)
Ketika anak-anak perempuan ini telah dewasa, perbedaan cara pandang antara ibu dan anak tidak berhenti. Jika makan di restoran, sebagai orang yang besar di Amerika, Waverly terbiasa untuk memberikan uang tip bagi pelayan restoran. Ibunya justru merasa memberi uang tambahan bagi pelayan restoran sama saja dengan menghambur-hamburkan uang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini :
I paid for the bill, with a ten and three ones. My mother pulled back the dollar bills and counted out the exact change, thirteen cents, and put that on the tray instead, explaining firmly, “No tip!” She tossed her head back with a triumphant smile. And while my mother used the restroom, I slipped the waiter a five-dollar bill. (Tan, 1985 : 101)
Tokoh berikutnya yang juga mengalami konflik adalah Lena St. Clair dan ibunya Yingying St Clair. Konflik yang ada antara ibu dan anak ini adalah karena adanya perbedaan pandangan di antara mereka. Walaupun Lena dapat berbicara dan berkomunikasi dengan ibunya dalam bahasa Cina, namun tidak semua arti dari ucapan ibunya dapat ia mengerti. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini :
~ 111 ~
But with me, when we were alone, my mother would speak in Chinese, saying things my father could not possibly imagine. I could understand the words perfectly, but not the meanings. One thought led to another without connection. “You must not walk in any direction but to school and back home,” warned my mother when she decided I was old enough to walk by myself. “Why not?” “Because I haven’t put it in your mind yet.” “Why not?” (Tan, 1985 : 106)
Begitupun sebaliknya, jika kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk berterus terang, Lena akan berbohong ketika menerjemahkan bahasa Inggris ke dalam bahasa Cina untuk ibunya, seperti di bawah ini :
I often lied when I had to translate for her, the endless forms, instructions, notices from school, telephone calls. –What meaning?- she asked me when a man at a grocery store yelled at her for opening up jars to smell the insides. I was embarrassed I told her that Chines people were not allowed to shop there. (Tan, 1985 : 106)
Ketika apartemennya sedang diperbaiki, Ying-ying St Clair tinggal sementara di rumah anaknya, Lena. Konflik timbul antara ibu dan anak berkaitan dengan ruang tidur untuk tamu yang ada di rumah Lena tersebut. Menurut Ying-ying, bagi orang Cina, ruang tidur yang disediakan untuk, tamu seharusnya merupakan ruang yang paling bagus di dalam sebuah rumah. Ying-ying merasa anaknya, Lena, terlalu mengagungkan
nilai-nilai
Amerika, yang tidak terlalu mementingkan ruang tidur bagi tamu. Ying-ying merasa anaknya tidak dapat bertindak bijaksana karena telalu bangga dengan cara berfikir Amerikanya. Kekecewaaan Ying-ying dapat dilihat pada kutipan berikut ini :
My daughter has put me in the tiniest of rooms in her new house. “This is the guest bedroom,” Lena said in her proud American way. I smiled. But to Chinese way of thinking, the guest bedroom should be the best bedroom, where she and her husband sleep. I do not tell her this. Her wisdom is
~ 112 ~
like a bottomless pond. You throw stones in and they sink into the darkness and dissolve. Her eyes looking back do not reflect anything. (Tan, 1985 : 242)
Ying-ying juga merasa anaknya, Lena, kurang mempunyai rasa hormat kepada dirinya selaku ibu. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa karena di hari tuanya karena anaknya tersebut memberi bantuan keuangan kepadanya. Kekecewaan Ying-ying atas sikap anaknya terlihat ketika anaknya menertawakannya karena ia salah mengucapkan kata arsitek, seperti pada kutipan di bawah ini : … I cannot say the American word that she and her husband do as their professions. It is an ugly word. “Arty-tecky,” I once pronounced it to my sister-in-law. My daughter had laughed when she heard this. When she was a child, I shold have slapped her more often for disrespect. But it is too late. Now she and her husband give me money to add yo my so-so security. So the burning feeling I have in my hand sometimes, I must pull it back into my heart and keep it inside. (Tsn, 1985 : 245)
Perasaan tersinggung Ying-ying terhadap sikap anaknya Lena, karena adanya perbedaan jati diri di antara mereka. Ying-ying yang masih merasa dirinya orng Cina yang tinggal Amerika dan Lena yang memang sudah benar-benar merasa dirinya sebagai orang Amerika memegang nilai-nilai yang berbeda. Ying-ying yang msih memegang nilai tradisional Cina, berpendapat anak tidak boleh menertawakan orang tuanya, walau pun orang tuanya telah berbuat kesalahan. Sebaliknya Lena, yang lahir dan dibesarkan di Amerika, merasa wajar saja mentertawakan ibunya ketika ibunya berbuat kesalahan.
Dari uraian tentang tentang keempat ibu yang dilahirkan di Cina dan keempat anak perempuan mereka yang lahir dan dibesarkan di Amerika, maka jelas sekali terlihat adanay konflik dan salah pengertian di antara mereka. Ibu dan anak tidak saling mengerti dan saling menyalahkan. Ibu merasa caranya yang paling benar, sehingga anaknya dianggap selalu melakukan kesalahan. Sebaliknya, anak-anak merasa cara ibu mereka sebagai cara yang tidak lazim karena berbeda dengan cara di mana mereka berada, Amerika. Ibu-ibu Cina ini datang ke Amerika dengan ingin tetap mempertahankan jati diri dan nilai-nilai tradisional Cina mereka. Sebaliknya anak-anak mereka yang lahir dan besar di Amerika
~ 113 ~
merasa lebih sebagai orang Amerika dibandingkan sebagai orang Cina. Anak-anak ini membaur dengan masyarakat Amerika yang memang mempunyai nilai berbeda dengan orang Cina.
Perbedaan-perbedaan nilai yang ada antara ibu dan anak ini walaupun menimbulkan konflik di dalam hubungan mereka, namun secara keseluruhan justru mempererat kulaitas hubungan itu sendiri.
3.
KESIMPULAN
Dari novel yang telah dibahas, penulis dapat melihat adanya konflik antara nilai lama dan nilai baru antar generasi akibat adanya perbedaan jati diri antar dua generasi. Generasi orang tua yang merupakan generasi ibu-ibu yang imigran dari Cina tetap memegang teguh nilai-nilai yang mereka bawa dari Cina. Nilai-nilai ini antara lain adalah anak harus menurut sama orang tua tanpa mempunyai hak bertanya, anak harus menjalankan profesi yang dipilih oleh orang tuanya, walaupun anak merasa tidak menyukai bidang pekerjaan yang dipilih oleh orang tuanya tersebut. Generasi kedua adalah generasi anak-anak perempuan yang telah lahir di Amerika dari ibu-ibu tersebut. Anak-anak perempuan ini tumbuh besar di Amerika dengan menganut nilai-nilai Amerika yang mereka kenal di sekolah dan di lingkungan masyarakat kkulit putih di mana mereka berada. Namun, nilainilai Amerika ini tidak sepenuhnya dapat mereka terapkan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Latar belakang keluarga yang berasal dari Cina, membuat anak-anak perempuan ini berada dalam dua dunia, dunia mereka yang sekarang di Amerika dan dunia orang tua mereka yang berurat akar ke tradisi mereka di Cina. Ada konflik antar generasi ibu dan anak ini akibat jatidiri yang berbeda antar dua generasi. Namun pada akhirnya, ikatan batin yang kuat antara ibu dan anak mengalahkan semua konflik dan perbedaan di antara mereka. Konflik tersebut justru merupakan sarana pengujian dalam hubungan ibu dan anak yang penuh dengan ketegangan ini. Setelah melalui serangkaian ujian, hubungan ini dan anak ini semakin kokoh dan pernuh kasih sayang. Melalui konflik yang terjadi, ibu dan anak belajar untuk saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada akhirnya, kasih sayang antara ibu dan anak semakin kuat karena telah teruji sehingga hasilnya adalah rasa saling mengerti yang mendalam antara kedua generasi ini. Salah pengertian, rasa marah dan saling menyalahkan yang ada antara generasi ibu dan anak
~ 114 ~
hilang, digantikan oleh rasa saling mengerti dan rasa sayang yang lebih mendalam. Hal ini dimungkinkan setelah kedua generasi berhasil melalui konflik yang terjadi di antara mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Barker, Chris. 2000. Cultural Studies, Theory and Practice. London: Sage Publications Gabriel, Ralph H.1991 Nilai-Nilai Amerika Pelestarian dan Perubahan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta Tan, Amy. 2000. The Joy Luck Club. New York : Prentice Hall. Simmel, George.1985.Conflicts. New York : Prentice Hall. Suparlan, Parsudi.2004. Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta:YPKIK Suparlan, Parsudi.2001.Jurnal Studi Amerika, Vol. VII, Jul-Des. Pusat Kajian Wilayah Amerika.UI
~ 115 ~
~ 116 ~
SISTEM PERNIKAHAN TRADISIONAL MASYARAKAT TIONGHOA DI BEKASI KOTA Apriliya Dwi Prihatiningtyas, Dewi Hartati, Yulie Neila Chandra, Jurusan Sastra Cina, Fakultas Sastra, Universitas Darma Persada
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Dalam budaya Cina, pernikahan adalah suatu kewajiban untuk melanjutkan garis keturunan. Di masa lalu, masyarakat Cina ritual pernikahan tradisional harus dilakukan dan harus memenuhi semua persyaratan untuk kelanggengan kehidupan pernikahan dan pelestarian tradisi nenek moyang. Seiring dengan perkembangan zaman, pernikahan tradisional yang disebut Ciotao dalam masyarakat Tionghoa tidak lagi diselenggarakan oleh alasan kepraktisan. Namun demikian, masyarakat Tionghoa di Bekasi Kota masih mempertahankan upacara pernikahan tradisional ini dengan alasan melestarikan tradisi nenek moyang mereka sehingga anak dan cucu kelak tak akan lupa dengan jati diri dan identitas mereka sebagai orang Cina. Tradisi pernikahan Ciotao membutuhkan persiapan peralatan dalam prosesinya dan memiliki serangkaian ritual yang bermakna. Persyaratan peralatan yang digunakan juga memiliki arti yang mengarah pada kebaikan pernikahan. Di setiap daerah, ritual Ciotao ini memiliki cara yang berbeda. Rangkaian pelaksanaan upacara pernikahan yang dipertahankan ini menjadi subjek utama penelitian ini. Untuk mendapatkan informasi yang akurat terkait dengan kehidupan masyarakat Tionghoa di Bekasi Kota, dilakukan observasi lapangan seperti wawancara kepada responden dan informan serta berkomunikasi langsung dengan mereka. Wawancara akan dilakukan kepada responden yang dianggap mewakili masyarakat Tionghoa yang masih mempertahankan budaya tradisional meskipun mereka telah menganut agama tertentu atau melakukan perkawinan campuran. Studi kepustakaan digunakan sebagai pendukung observasi lapangan yang seyogyanya membantu menajamkan analisis dan penilaian terhadap observasi lapangan dan daftar tanyaan.. Kata kunci : pernikahan Ciotao , kelanggengan , pemertahanan, persyaratan , ritual 1. PENDAHULUAN
Masyarakat Tionghoa yang menetap di wilayah Bekasi, pada awalnya hanya bermaksud untuk merantau mencari nafkah dan mencari keselamatan, karena wilayah ini jauh dari pusat kota Jakarta. Setelah mereka hidup di wilayah ini sampai berpuluh-puluh tahun, akhirnya orang-orang Tionghoa banyak yang menikah dengan perempuan pribumi dan membentuk kelompok sendiri yang disebut kaum Peranakan Bekasi. Akibat perkawinan campuran ini, tanpa disadari telah terjadi kontak budaya antara kebudayaan Tionghoa dan kebudayaan pribumi di Bekasi, karena dua masyarakat yaitu Tionghoa dan Indonesia (pribumi setempat) ini saling berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. ~ 117 ~
Menurut masyarakat Tionghoa, menikah adalah suatu hal yang wajib dilakukan. Bagi seorang laki-laki di Tiongkok, menikah akan membawa seorang perempuan untuk dijadikan istrinya dan membina rumah tangga bersama untuk meneruskan garis keturunannya. Bagi seorang perempuan di Tiongkok, menikah berarti dia harus siap pergi dari rumah orangtuanya dan keluarganya karena dia sudah menjadi milik keluarga lakilaki. Seorang perempuan Tionghoa yang sudah menikah harus ikut dengan suaminya. Di Tiongkok dulu, setiap anak sudah dijodohkan oleh orangtuanya sendiri. Alasan mereka untuk menjodohkan anaknya adalah agar mendapatkan pasangan yang sesuai dengan keluarganya. Biasanya mereka dijodohkan oleh keluarga terdekatnya.
2. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Melalui penelitian ini masyarakat luas dapat mengetahui kehidupan masyarakat Tionghoa di Bekasi Kota khususnya dalam mempertahankan budaya tradisionalnya seperti ritual pernikahan Ciotao. serta dapat melihat bentuk percampuran budaya yang terjadi. Hal ini akan membuka wawasan masyarakat pribumi terhadap masyarakat Tionghoa yang selama ini dinilai tertutup dan membantu pemahaman antarmasyarakat terhadap multikulturalisme. Penelitian ini juga akan memperkaya studi sosial humaniora sebagai pendukung terciptanya kerukunan masyarakat antaretnis yang harmonis di Bekasi kota.
Dengan adanya penelitian ini, masyarakat luas mendapatkan informasi terperinci mengenai kehidupan masyarakat Tionghoa di Bekasi Kota khususnya ritual pernikahan tradisional Ciotao sehingga tercipta pemahaman pentingnya pemertahanan budaya terkait dengan multikulturalisme. Hal ini tentu akan melahirkan kerukunan antarmasyarakat berbeda etnis di Bekasi Kota khususnya. Penelitian ini juga akan memperkaya bahan kepustakaan bagi studi sosial humaniora dan bahan ajar bidang kebudayaan Cina bagi institusi pendidikan terkait.
3. METODE PENELITIAN
Objek yang diteliti adalah masyarakat Tionghoa yang tinggal di Pecinan Bekasi Kota meliputi wilayah Teluk Pucung, Teluk Buyung, Teluk Angsan dan Proyek Bekasi. Peneliti menggali data dan informasi akurat terkait kehidupan masyarakat Tionghoa di Bekasi Kota
~ 118 ~
melalui observasi lapangan khususnya pernikahan tradisional Ciotao. Informasi didapat dari responden yang menjadi objek penelitian dan informan yang tinggal di sekitar wilayah pecinan. Informasi yang dikumpulkan
terkait dengan latar belakang dan alasan
pemertahanan sistem pernikahan tradisional Ciotao dan prosesi pernikahan tersebut. Wawancara dilakukan pada responden yang dianggap mewakili masyarakat Tionghoa yang masih mempertahankan budaya tradisionalnya meskipun mereka telah menganut agama tertentu atau melakukan perkawinan campur. Selain responden, wawancara juga akan dilakukan pada informan yang dianggap mengetahui kondisi pemertahanan ini. Studi kepustakaan digunakan sebagai pendukung observasi lapangan yang seyogyanya membantu menajamkan analisis dan penilaian terhadap observasi lapangan dan daftar tanyaan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam tradisi pernikahan Tionghoa ada beberapa hal yang dilakukan untuk melaksanakan pernikahan, yaitu: mengantar persembahan pertunangan -- bertunangan -- bertukar hadiah - menata rambut -- mengatasi penghalang -- menunduk pada langit dan bumi -- upacara teh -- pesta pernikahan -- menggoda pengantin baru di kamar pengantin -- arak pernikahan -mengikat sejumput rambut -- kembali ke rumah masa gadis.
Mengantar persembahan pertunangan merupakan penghormatan dan ucapan terima kasih pengantin laki-laki kepada orangtua pengantin perempuan. Pada saat bertunangan calon mempelai bertukar cincin dan membagikan kue kepada teman-teman dan kerabat terdekat. Dalam bertukar hadiah, keluarga pengantin laki-laki membawa hadiah bagi keluarga pengantin perempuan. Biasanya jumlahnya enam buah yang dipilih dari benda berikut: hongbao, sepasang lilin, satu atau lebih perhiasan, kaki babi, arak, kue, manisan buah, permen, ayam, pakaian pengantin, buah segar dan lain-lain. Hadiah ini diletakkan di nampan merah. Para tetua dari keluarga pengantin laki-laki akan membawa hadiah itu kepada keluarga pengantin perempuan. Biasanya, keluarga pengantin perempuan akan mengembalikan sebagian dari hadiah tersebut.
Pada malam pernikahan kedua pengantin menjalani upacara "menata rambut" di rumah masing-masing. Kemudian yang dimaksud mengatasi penghalang adalah pengantin laki-
~ 119 ~
laki akan dihalang-halangi oleh teman-teman pengantin perempuan ketika memasuki rumah pengantin. Untuk melewati hambatan itu, pengantin laki-laki harus memberi perempuan itu hongbao. Kedua pihak akan tawar menawar di depan pintu. Kemudian pengantin laki-laki dan perempuan harus menunduk pada langit dan bumi, orangtua mereka, dan di antara mereka satu sama lain, kemudian menawarkan teh kepada tetua keluarga pengantin laki-laki dan perempuan.
Setelah pesta pernikahan, acara selanjutnya adalah menggoda pengantin baru di kamar pengantin. Di kamar pengantin mereka minum setengah cangkir dari cangkir masingmasing kemudian bertukar cangkir. Setelah pengantin minum arak, mereka memotong sejumput rambut dan mengikatnya menjadi satu. Setelah tiga atau tujuh hari pernikahan, pengantin perempuan mengunjungi rumah orangtuanya.
Adat pernikahan antara satu suku beda dengan yang lain. Bahkan, antara satu kelompok suku yang lain kampung halaman saja ada perbedaannya, namun pada dasarnya beberapa acara penting tetap ada, misalnya adat meminang, bertunangan,
penghormatan pada
leluhur, dan persembahan teh. Upacara pernikahan tersebut berbeda dalam hal yang kecilkecil dan pernak-pernik lainnya, misalnya ada beberapa daerah di mana sang pengantin dipayungi dengan anyaman bambu tempat memilih beras itu. Ada pula yang harus melangkahi bara api sebelum masuk ke rumah pengantin laki-laki. Perbedaan ini sebenarnya maknanya sama, yakni melindungi hawa baik sang pengantin perempuan dan menahan nasib sial agar tidak terbawa ke dalam rumah. Orang Tionghoa sangat mengutamakan lambang-lambang. (sumber
:
http://web.budaya-tionghoa.net/budaya-tionghoa/adat-istiadat/1828-adat-
pernikahan)
Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dalam kehidupan manusia. Setiap tradisi mempunyai cara khusus dalam upacara pernikahan. Tradisi ini bertujuan mendoakan agar kehidupan rumah tangganya berjalan dengan baik dan bisa saling menjaga satu sama lain.
Kaum etnis Tionghoa Peranakan mempunyai sebuah tradisi pernikahan yang sangat menarik. Tradisi ini merupakan salah satu kebudayaan Tionghoa yang sangat jarang ditemukan pada jaman modern sekarang ini. Upacara pernikahan tradisional ini dinamakan
~ 120 ~
ciotau (上头= shang tou). Seseorang hanya boleh sekali melaksanakan ciotau seumur hidupnya. Oleh karena itu, seorang duda atau janda tidak diperbolehkan mengikuti ritual ini. Ritual Ciotau tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Tionghoa Peranakan yang masih memegang teguh kebudayaannya. Di setiap daerah, ritual ciotao ini mempunyai cara yang berbeda-beda.
Berikut peralatan yang digunakan dalam ritual ciotau. 1. Meja Sam Kay (三界棹 = san jie zhuo), Meja Abu Leluhur dan Dewa Dapur. Meja sam kay adalah sebuah meja untuk sembahyang yang berkaki lebih tinggi daripada meja yang lain dan terletak di dekat pintu utama dengan posisi menghadap ke dalam. Meja sembahyang ini ditutupi kain merah yang bermotif tradisional Tionghoa yang membawa keberuntungan. Di atas meja sam kay diletakkan: a. Pedupaan untuk mengundang para dewa agar ikut hadir dalam ritual ini; b. Tempat untuk menancapkan hio (香= xiang), yaitu hiolo; c. Secangkir arak putih atau peh jiu (白酒= bai jiu); d. Bunga-bunga, yang biasa digunakan adalah bunga sedap malam atau goat-lai hiang ( 夜来香= ye lai xiang); e. Buah-buahan, yaitu apel atau peng-ko (苹果= ping guo), jeruk atau kit-a (桔子= ju zi), serikaya atau hoan le-ci (香荔桔= xiang li ju). Biasanya buah-buahan bulat ini mengandung makna sempurna dan membawa keberuntungan. f. Sebuah pelita minyak; g. Sepasang lilin merah; h. Sepasang pohon tebu yang diikatkan pada kedua sisi kiri dan kanan meja. Tebu ini dipercaya sebagai panjatan dewa, lalu tebu ini digantungi kertas berwarna emas besar yang sudah dilipat dan ditempeli kertas teng-ci (长钱= zhang qian).
Di depan meja sembahyang diletakkan sebuah kursi yang ditutupi kain berwarna merah. Di atas kursi itu diletakkan sebuah gantang atau tau-teng (斗灯= dou deng) yang dicat berwarna merah dan digambari lingkaran kecil im dan yang. Gantang ini diisi beras yang maknanya adalah suami-istri harus bisa mengetahui kemampuan mereka, jangan memaksakan diri dan boros. Di atas beras diletakkan sebuah kertas merah atau ang-coa (红纸= hong zhi) dan benda-benda berikut:
~ 121 ~
a. Gunting atau ka-cian yang bermakna sepasang suami-istri harus mempunyai kerjasama yang baik; b. Cermin atau bin-kia yang bermakna sepasang suami-istri harus berintrospeksi; c. Pisau atau po-kiam
yang melambangkan ketegasan dan keberanian dalam
memecahkan setiap masalah rumah tangganya; d. Sisir atau se yang bermakna bahwa untuk semua permasalahan rumah tangga harus segera diselesaikan; e. Buku hakim, sebagai catatan kehidupan rumah tangga, bahwa segala permasalahan rumah tangga diselesaikan dengan baik dan dicatat; f. Timbangan atau li-teng, suami-istri harus adil kepada pihak keluarga perempuan maupun laki-laki dan suami istri harus mempertimbangkan baik-buruknya dari segala perbuatan mereka; g. Sebatang kayu atau chioh, suami istri harus berperilaku jujur.
Di depan gantang terletak tampah besar yang dicat berwarna merah dan bagian tengahnya digambari lingkaran kecil berbentuk im dan yang. Di atas tampah tersebut ada sebuah kursi yang juga ditutupi kain merah lalu pengantin duduk di kursi tersebut. Tampah ini melambangkan bahwa seorang anak harus bisa mandiri setelah menikah nanti.
2. Meja Abu Leluhur dan Dewa Dapur
Meja abu leluhur terletak di dalam rumah yang berhadapan dengan meja sam kay. Meja ini untuk menghormati leluhur atau orang tua yang sudah meninggal. Di atas meja ini diletakkan kue mangkuk merah, kue lapis dan kue-kue lain yang bercirikan kue etnis Tionghoa Peranakan, sepasang lilin dan buah-buahan. Adapula meja Dewa Dapur yang terletak di dapur. Dewa Dapur adalah secarik kertas kecil yang ditempel di atas pintu dapur. Di atas meja dewa dapur diletakkan buah-buahan dan cawan kecil untuk menaruh arak putih atau peh jiu (白酒= bai jiu).
Ritual ciotau diawali dengan sembahyang oleh orangtua dari pihak laki-laki. Urutan bersembahyang selalu dimulai dari meja sam kay, meja abu leluhur dan meja Dewa Dapur. Setelah itu barulah calon pengantin laki-laki yang bersembahyang. Namun, sebelum calon
~ 122 ~
pengantin laki-laki bersembahyang di meja abu leluhur dia harus memakai baju ciotau. Seluruh rangkaian proses ciotau diatur oleh juru rias.
Sebelum memakai baju ciotau calon pengantin laki-laki duduk di kursi yang terletak di atas tampah untuk disisiri oleh ibunya. Maknanya adalah agar rumah tangganya tidak ada masalah.
Gambar 1. Pengantin laki-laki disisiri ibunya.
Setelah disisiri, barulah calon pengantin laki-laki memakai baju ciotau. Memakai baju ciotau juga dibantu oleh orangtuanya, maknanya adalah bahwa anak harus mengingat kebaikan orangtua dan terakhir calon pengantin laki-laki bersembahyang di meja sam kay, meja abu leluhur dan dilanjutkan ke meja Dewa Dapur.
Gambar 2. Pengantin laki-laki memakai baju Ciotao
Pihak perempuan memiliki cara bersembahyang yang sedikit berbeda dengan pihak lakilaki. Pengantin perempuan disisiri oleh adik laki-lakinya atau sepupunya.
~ 123 ~
Gambar 3. Pengantin perempuan disisiri adiknya.
Setelah itu dilanjutkan oleh juru rias untuk menyisiri rambutnya, lalu calon pengantin perempuan disanggul dan diberi kembang goyang di atas kepalanya. Kembang goyang bermakna agar calon pengantin perempuan harus bisa menerima masalah rumah tangganya, seberat apapun harus bisa bersabar. Terakhir calon pengantin perempuan diberi kerudung berwarna hijau transparan untuk menutupi kepalanya. Setelah itu ia memberi hormat kepada orangtuanya dan bersembahyang di meja sam kay, meja abu leluhur dan dilanjutkan ke meja Dewa Dapur.
Gambar 4. Pengantin perempuan disisiri juru rias.
~ 124 ~
Gambar 5. Pengantin perempuan dirias.
Gambar 6. Pengantin perempuan memakai baju Ciotao
Gambar 7. Minum teh dan bertukar cangkir.
~ 125 ~
Gambar 8. Memberi penghormatan kepada orang tua dengan menyajikan teh.
Setelah semua prosesi selesai, dilanjutkan dengan makan dua belas mangkuk. Kedua calon pengantin secara bergantian makan makanan yang sudah disajikan dalam dua belas mangkuk tersebut. Makan dua belas mangkuk bermakna bahwa dalam satu tahun ada dua belas bulan, selama dua belas bulan tersebut segala suka dan duka harus dihadapi bersama oleh kedua pengantin tersebut. Dalam ritual makan dua belas mangkuk, pengantin laki-laki dan pengantin perempuan ditemani oleh kedua anak kecil. Bermakna apabila mempunyai anak harus dididik dengan baik agar anak-anaknya tidak saling bertengkar.
Selain itu hal yang paling berkesan adalah makan nasi melek. Nasi melek sebagai simbol suapan nasi terakhir yang diberikan oleh orangtua karena setelah menikah, sudah tidak lagi menjadi tanggung jawab orangtuanya. Mereka sudah harus bisa hidup mandiri. Nasi itu disebut nasi melek karena dulu orangtua mereka yang mencari nafkah dan mendidik mereka hingga dewasa, sekarang mereka mencari nafkah sendiri untuk menghidupi keluarganya.
5. KESIMPULAN
Pernikahan tradisional Ciotao masih dipertahankan oleh masyarakat Tionghoa di Bekasi Kota. Dalam tradisi pernikahan Tionghoa ada beberapa hal yang dilakukan untuk melaksanakan pernikahan, yaitu: mengantar persembahan pertunangan -- bertunangan -bertukar hadiah -- menata rambut -- mengatasi penghalang -- menunduk pada langit dan bumi -- upacara teh -- pesta pernikahan -- menggoda pengantin baru di kamar pengantin --
~ 126 ~
arak pernikahan -- mengikat sejumput rambut -- kembali ke rumah masa gadis. Rangkaian kegiatan ini harus dilakukan berurutan.
Adat pernikahan antara satu suku beda dengan yang lain. Bahkan, antara satu kelompok suku yang lain kampung halaman saja ada perbedaannya, namun pada dasarnya beberapa acara penting tetap ada, misalnya adat meminang, bertunangan, penghormatan pada leluhur, dan persembahan teh. Upacara pernikahan tersebut berbeda dalam hal yang kecilkecil dan pernak-pernik lainnya, misalnya ada beberapa daerah saat sang pengantin dipayungi dengan anyaman bambu tempat memilih beras itu. Ada pula yang harus melangkahi bara api sebelum masuk ke rumah pengantin laki-laki. Perbedaan ini sebenarnya maknanya sama, yakni melindungi hawa baik sang pengantin perempuan dan menahan nasib sial agar tidak terbawa ke dalam rumah.
Orang Tionghoa sangat mengutamakan lambang-lambang dalam kehidupannya termasuk dalam tradisi pernikahan. Mereka menggunakan alat atau bahan yang penuh makna baik dalam mempersiapkan pernikahan tradisional ini agar kelak kehidupan rumah tangganya langgeng dan selalu mendapat berkah.
DAFTAR PUSTAKA
Erniwati. 2007. Asap Hio di ranah Minang, Komunitas Tionghoa di Sumatera Barat. Jakarta: Yayasan Nabil.
Giok, L.T. 1963. The Chinese of Sukabumi: A Study in Social and Cultural Accomodation. Ithaca, New York: Cornell University.
Gondomono. 1996. Membanting Tulang, Menyembah Arwah, Kehidupan Kekotaan Masyarakat Cina. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.
---. 2002. Pelangi Cina Indonesia. Jakarta: PT. Intisari Mediatama.
Kwa, David. 2001. “Chiou-thau”: Ritus Pemurnian dan Inisiasi Menuju Kedewasaan c:\mydocument\david\maret2001\chiou-thauceremony.rtf.
~ 127 ~
Leonard, Blusse. 1988. Persekutuan Aneh Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan Belanda di Batavia VOC (Terj). Jakarta: Penerbit Pustazet Perkasa.
Lohanda, Mona. 2009. Unsur Lokal Dalam Ritual Peranakan. Jakarta: Intisari.
Nio, Joe Lan. 1961. Peradaban Tionghoa Selajang Pandang. Jakarta: Keng Po.
Purnomo, W. 1996. “Cina Benteng” Bekasi Hidup Bersahaja.Jakarta: Suara Pembaruan.
Tan, Thomas TW. 1989. Your Chinese Roots: The Overseas Chinese Story. Singapore: Times Books.
---. 1989. Chinese Dialect Groups: Traits and Trades. Singapore: ORC Pte. Ltd, Singapore.
Sumber Internet
http://staff.undip.ac.id/sastra/indrahti/2009/07/23/kehidupan-perempuan-di-lingkunganmasyarakat-cina/ http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=38791 http://web.budaya-tionghoa.net/budaya-tionghoa/adat-istiadat/1828-adat-pernikahan
~ 128 ~
PERKEMBANGAN STREET FASHION DI KALANGAN ANAK MUDA JEPANG SEBAGAI BAGIAN BUDAYA POPULER Indun Roosiani, Dila Rismayanti, Kun Permatasari Fakultas Sastra. Progrm Studi Bahasa dan Sastra Jepang
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Jepang telah banyak menarik perhatian penggemar fashion di seluruh dunia. Beberapa high fashion designer Jepang telah sangat mendunia, sementara street fashion Jepang, khususnya Tokyo bahkan telah menjadi kiblat fashion bagi banyak kalangan penggemar mode. Gaya Harajuku, Shibuya dan Akihabara menjadi referensi banyak kalang beran dalam mencari inspirasi seputar fashion dan penampilan. Penelitian ini membahas mengenai dua aliran fashion dari Harajuku dan Shibuya. Terdapat banyak aliran, fashion di Jepang, dalam penelitian ini membahas tentang gaya Decora yang berkembang di Harajuku, dan gaya Yamamba yang berkembang di Shibuya. Gaya Decora memiliki ciri gaya berpakaian yang lucu, imut dan menarik. Gaya ini popular di kalangan anak-anak SMP dan SMU, dengan ciri khas pada penggunaan warna busana yang penuh warna-warna mencolok dan assesories yang menempel hampir di seluruh tubuh. Sementara gaya Yamamba dikenakan oleh para wanita yang lebih dewasa, dengan penampilan yang terlihat seram dan menakutkna menyerupai sosok hantu dengan gaya rambut acak-acakan dan riasa wajah yang menghitam. Selain fungsi sebagai penutup badan, fashion juga memiliki fungsi komunikatif. Tidak hanya sekedar pakaian, melalui penampilan yang dikenakan seseorang menyatakan dirinya sebagai bagian kelompok budaya tertentu. Demikian juga para wanita yang berpenampilan dengan gaya Decora dan Yamamba, menyatakan diri sebagai kalangan yang memiliki ciri dan identitas tertentu yang sesuai dengan karakteristik gaya fashion pilihan mereka. Kata Kunci: Fashion, Decora, Yamamba, Gaya, Assesories I. PENDAHULUAN
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk system agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Raymond Williams dalam James Lull (1997)
~ 129 ~
menyatakan bahwa budaya meliputi cara kita berbicara dan berpakaian, makanan yang kita makan dan cara kita menyiapkan dan mengkonsumsinya, dewa-dewa yang kita ciptakan dan cara memujanya, cara kita membagi waktu dan ruang, cara kita menari, nilai-nilai yang kita sosialisasikan dan semua detail lainnya yang membentuk kehidupan sehari-hari.
William mengatakan bahwa budaya pun bisa merujuk pada karya dan praktik-praktik intelektual, terutama artistik. Dengan kata lain, teks-teks dan praktik itu diandaikan memiliki fungsi utama untuk menunjukkan, menandakan (to signify), memproduksi atau kadang menjadi peristiwa yang menciptakan makna tertentu (1983:90). Dengan menggunakan definisi ini kita bisa menyebutkan beberapa contoh budaya popular, misalnya novel, manga, musik dan fashion.
Fashion menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan dari penampilan dan gaya keseharian. Benda-benda seperti baju dan aksesori yang dikenakan bukanlah sekadar penutup tubuh dan hiasan, lebih dari itu juga menjadi sebuah alat komunikasi untuk menyampaikan identitas pribadi. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Roland Bathens (1990) bahwa fashion adalah sebuah system tanda (sign). Cara kita berpakaian merupakan sebuah tanda untuk menunjukkan siapa diri kita dan budaya apa yang kita anut. Fashion tidak hanya menyangkut soal busana dan aksesoris semacam perhiasan seperti kalung dan gelang, akan tetapi benda-benda fungsional lain yang dipadukan dengan unsur-unsur desain yang canggih dan unik menjadi alat yang dapat menunjukkan dan mendongkrak penampilan si pemakai. Fashion merupakan fenomena komunikatif dan kultural yang digunakan oleh suatu kelompok untuk mengonstrusikan dan mengkomunikasikan identitasnya, karena fashion mempunyai cara non verbal untuk memproduksi serta mempertukarkan makna dan nilai-nilai. Fashion sebagai aspek komunikatif tidak hanya sebagai sebuah karya seni akan tetapi fashion juga dipergunakan sebagai simbol dan cerminan budaya yang dibawa.
Di dalam sebuah fashion, ada nilai-nilai yang ingin dipromosikan atau dikomunikasikan melalui apa yang ditampilkan. Fashion merupakan sebuah bentuk dari ekspresi individualistik. Fashion dan pakaian adalah cara yang digunakan individu untuk membedakan dirinya sendiri sebagai individu dan menyatakan beberapa keunikannya. Penggunaan warna merupakan salah satu cara berekspresi.
~ 130 ~
Japanese fashion (busana/mode bergaya Jepang) merupakan perpaduan gaya tradisional Jepang dan modern. Baju Jepang mulai menandingi tata busana gaya barat semenjak abad 21 dan sekarang berubah menjadi apa yang disebut dengan ‘street fashion’. Istilah tersebut digunakan untuk mendeskripsikan mode/gaya pakaian yang dikenakan seseorang melalui perpaduan trend mode terbaru dengan gaya tradisional.
Street fashion atau yang lebih dikenal dengan julukan Harajuku Style telah merambah hampir ke seluruh kota-kota besar di Jepang, seperti Tokyo, Osaka, Ginza, Harajuku, Shibuya dll dan dapat kita lihat di sepanjang jalan-jalan atau mall besar. Setiap orang asing yang melihat mereka tentu akan berpikir mengapa mereka berani dan mau berpakaian seperti itu. Mereka berpakaian yang tidak lazim seperti pada umumnya, seolah-olah ada yang ingin mereka sampaikan melalui gaya berpakaian seperti itu. Oleh karena dalam penelitian ini, peneliti akan mengupas dua style berpakaian yang mewakili Harajuku Style, yakni Decora dan Shibuya Style yakni Yamamba. Dua gaya inilah yang sekarang sedang populer di kalangan anak muda di Jepang Decora lebih merujuk kepada gaya berpakaian yang imut, lucu dan menarik. Gaya ini sangat digemari oleh anak-anak SMP dan SMU. Ciri dari gaya ini terletak pada pemakaian warna busana yang penuh warna yang mencolok, assesoris yang lucu yang menempel di hampir seluruh badan, seperti jepit, kalung, gelang, cincin dll. Sedangkan style Yamamba lebih terlihat seram dan menakutkan, karena menyerupai sosok hantu yang dicirikan dengan rambut yang acak-acakan dan riasan wajah yang menghitam.
2.
RUMUSAN MASALAH 1) Bagaimanakah pop culture, khususnya fashion berkembang di Jepang? 2) Bagaimanakah budaya fashion Jepang, khususnya gaya Decora dan Yamamba berkembang di kalangan anak muda Jepang? 3) Faktor-faktor apakah yang menjadikan anak muda Jepang memiliki gaya berpakaian Decora dan Yamamba?
3.
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
~ 131 ~
1. Untuk memberikan wawasan pengetahuan tentang budaya fashion di kalangan anak muda Jepang. 2. Untuk mempelajari budaya Jepang, khususnya fashion Decora dan Yamamba di kalangan anak muda 3. Untuk memahami faktor-faktor apakah yang mempengaruhi gaya berpakaian Decora dan Yamamba di kalangan anak muda Jepang.
4.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para dosen dan mahasiswa sastra Jepang di lingkungan Universitas Darma Persada yang memiliki minat terhadap budaya Jepang, khususnya budaya fashion. Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan budaya Jepang dalam hal pop culture, khususnya fashion yang sedang berkembang di Jepang.
5. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan studi kepustakaan melalui berbagai sumber data, yakni dari buku-buku budaya Jepang dan internet. Dalam hal ini peneliti akan melihat perkembangan budaya fashion Jepang, sehingga akan diperoleh gambaran mengenai fashion yang paling popular dan sangat digemari oleh anak muda Jepang.
6. TINJAUAN PUSTAKA
Hesti Nurhayati, M.Si dalam bukunya yang berjudul “Hara-Shibu-Bara, Tokyo Street Fashion Paradise” mengatakan bahwa fashion dibedakan menjadi dua yakni high fashion dan street fashion. High fashion menyebarannya dari atas ke bawah, dalam artian fashion tersebut diperkenalkan oleh perancang atau designer ternama, kemudian menyebar dan berkembang di kalangan masyarakat melalui media massa. Sedangkan street fashion penyebarannya dari bawah ke atas, dalam artian fashion tersebut berasal dan berkembang di kalangan masyarakat, kemudian dipopulerkan oleh media massa. Dalam buku ini lebih difokuskan pada perkembangan style Harajuku, Shibuya dan Akihabara. Tiga kota besar yang berada di Tokyo ini menawarkan berbagai mode berpakaian
~ 132 ~
yang sedang
berkembang di kalangan anak muda dan menjadi surga fashionnya di Jepang. Tidak hanya itu, kepopuleran style ini didukung oleh media massa sehingga dengan cepat berkembang dan diminati di seluruh penjuru Jepang, bahkan di luar Jepang
7. HASIL DAN PEMBAHASAN
Negara Jepang tidak hanya dikenal sebagai negara yang sangat maju di bidang teknologi, tapi juga dikenal sebagai negara yang populer dengan fashionnya. Area Harajuku, Shibuya, Akihabara dan Shinjuku yang berada di distrik Tokyo merupakan daerah yang berevolusi dengan budaya fashionnya. Masyarakat Jepang yang dinamis dan
didukung oleh
perkembangan fashion yang unik selalu menarik menjadi topik pembicaraan. Dapat dikatakan bahwa Jepang menjadi salah satu “kiblat fashion” dunia, tidak hanya terkenal dengan high fashion karya desainer kondang seperti Kenzo, Issey Miyake dan Rei Kawakubo, namun Jepang khususnya kota Tokyo dan Osaka juga populer dengan street fashionnya. (Hesti: 2012:2).
Japanese fashion (busana/mode bergaya Jepang) merupakan perpaduan gaya tradisional Jepang dan modern. Hampir sebagian besar busana tradisional Jepang kini berevolusi menjadi street fashion meskipun sesekali busana tradisional asli masih dapat kita jumpai di beberapa kota besar Jepang. Baju Jepang mulai menandingi tata busana gaya barat semenjak abad 21 dan selanjutnya sekarang berubah menjadi apa yang disebut dengan street fashion. Istilah tersebut digunakan untuk mendeskripsikan mode/gaya pakaian yang dikenakan seseorang melalui perpaduan trend mode terbaru dengan gaya tradisional. Street fashion kini telah menjadi trend yang paling populer di Jepang. Hal itu tidak lepas dari peran anak-anak muda Jepang yang mengenakan berbagai pakaian aneh di daerah perkotaan seperti Harajuku, Ginza, Odaiba, Shinjuku, dan Shibuya
Berbeda dengan negara lain, Jepang telah memiliki ruang publik yang sangat baik bagi anak muda untuk mengekspresikan kreatifitas gaya berpakaian mereka sesuai dengan jati diri dan identitasnya. Dengan penampilan yang luar biasa mereka mengeksprorasi gaya berpakaian mereka dan melakukan street performance di beberapa street fashion spot. Tidak ketinggalan fotografer designer pun turut memeriahkan aksi penampilan anak muda ini, sehingga para anak muda ini seakan berlomba-lomba untuk menampilkan gaya
~ 133 ~
terbaiknya. Selain itu, dukungan media massa juga turut berperan untuk menjadikan fashion Jepang populer di seluruh dunia. Salah satu majalah yang memiliki andil besar dalam mempopulerkan street fashion adalah majalah FRUITS, COSMODE dll yang telah eksis sejak tahun 90-an.
Berbagai gaya fashion Jepang kini hadir dan merajai hampir di setiap kalangan anak muda Jepang. Seperti gaya kawaii, decora, lolita, gangguro, yanki, yamamba dsb. Mereka mengenakan model-model tersebut sesuai dengan ekspresi jati diri yang ingin mereka sampaikan. Menurut Raymond Williams dalam James Lull (1997) fashion sebagai bagian dari budaya telah menjadi suatu cara hidup tertentu yang dibentuk oleh nilai, tradisi, kepercayaan, objek material dan wilayah. Poin menarik dari street fashion Jepang adalah bahwa anak muda inilah yang mengajarkan apa yang seharusnya dikenakan oleh orangorang, dan toko-toko pun mulai menjual apa yang mereka butuhkan untuk bergaya (Hesti, 2012)
A. DECORA FASHION
Sejak tahun 1960-an, Harajuku telah menjadi pusat fashion di Jepang. Ditambah lagi di area ini banyak dijual berbagai assesories dan pernak pernik yang mendukung gaya berpakaian anak mudanya. Di tahun 1980-an, daerah Harajuku makin populer dikarenakan maraknya aksi street performance dan kostum yang menarik hasil imajinasi para anak muda Jepang yang berkumpul bersama di sana setiap hari minggu, saat jalanan dengan butik fashion dan kafe-kafe papan atas di Omotesando ditutup dari lalu lintas kendaraan. Salah satu ciri Harajuku style yang paling menonjol adalah merancang dan/atau re-modifikasi pakaian sesuai karakter diri si pemakainya. Mereka bisa memodifikasi pakaian lama dengan sesuatu yang unik sehingga menjadi gaya baru, misalnya dengan menambahkan aksesoris atau mendekorasi pakaian sesuka imajinasi dan kreatifitas mereka. Dari segi dandanan, jika dibandingkan dengan Shibuya, riasan wajah anak muda di Harajuku biasanya lebih natural, kawaii (manis) dan tidak berkesan seksi. Hesti (2012) mengatakan bahwa hal yang paling penting di dalam gaya Harajuku adalah memadupadankan beberapa gaya fashion yang berbeda, menabrak warna juga model yang ada. Apapun boleh dipakai, selama hal itu adalah ekspresi hasil pemikiran sendiri. Hal lain yang menjadi ciri khas Harajuku adalah
~ 134 ~
berlapis-lapis. Memakai sweter, rompi atau jaket untuk melapisi blus atau t-shirt, lalu memakai legging atau kaos kaki yang panjang dengan sepatu boots. Bisa juga menggunakan rok berenda agar menambah volume pada pakaian luar yang dikenakan (Hesti, 2012).
Decora adalah gaya street fashion Jepang yang berkembang di Harajuku pada akhir tahun 90-an dan menjadi popular baik di dalam maupun di luar Jepang. Tema dasar decora adalah ingin dilihat sebagai “anak”, sehingga warna pakaian yang dikenakan biasanya berwarna merah muda gelap, merah muda lembut atau warna-warna terang lainnya. Warna-warna pastel sangat jarang dikenakan. Ciri khas dari decora adalah pemakaian assesories, terutama pada rambut berponi yang meriah dan banyak. Hairclips, kalung, gelang yang lucu dan unik hampir menempel di seluruh badan. Stoking, manset tangan dan kaos kaki lutut juga dipakai di atas satu sama lain dalam lapisan yang berbeda. Para pengikut decora kurang suka memakai makeup, mereka lebih suka memakai assesories yang berlebihan terutama di rambut.
Decora (dekora) adalah kata dalam Bahasa Jepang yang dipersingkat dari kata Bahasa Inggris decoration. Decora difokuskan pada memamerkan pakaian dan kreativitas hiasan, dan bukan menonjolkan keseksian tubuh. Salah satu butik fashion yang sangat diminati para pengikut decora adalah 6% DOKIDOKI milik Masuda Sebastian yang membawa konsep “Sensational Kawaii”. Masuda juga melakuan tour kelilling dunia dengan membawa konsep “Harajuku Kawaii Experience”, sehingga semua Harajuku Style termasuk Decora turut dikenal di mancanegara.
B. YAMAMBA FASHION
Yamamba adalah trend fashion Jepang di tahun 2000-an dan berkembang di Shibuya. Penganut Yamamba lebih didominasi oleh anak muda berusia 20 an dan berasal dari kalangan berada. Yamamba ditandai dengan kulit coklat gelap, pakaian cerah dan riasan putih di sekitar mata. Mode Yamamba merupakan bentuk alternatif lain dari mode Gangguro.
~ 135 ~
Ciri khas gaya Shibuya yang paling menonjol adalah riasan wajah dan tubuh mereka yang nyaris sempurna dari ujung rambut hingga ujung kaki, mereka tak segan menggunakan wig, bulu mata palsu, nail arts atau kuku palsu hias, dan alat kosmetik yang selalu lengkap di dalam tas mereka. Mereka juga senang menggunakan barangbarang bermerk khususnya dari Eropa dan assesories yang terlihat gemerlap termasuk HP.
Gaya fashion Yamamba awalnya lahir di Shibuya, Tokyo, pusat street fashion dan kiblat budaya pop anak muda Jepang. Dari sana, gerakan budaya baru ini merambah kota-kota besar di Jepang seperti Osaka, Nagoya, dan Kyoto. Di Osaka pusatnya adalah Namba dan Umeda. Di Nagoya, ada di Sakae dan Nagoya Eki. Di Kyoto bisa ditemui di Shijo dan Kawaramachi. Yamamba juga banyak ditemui di kota-kota lain di Jepang.
Yamamba sebenarnya tidak sekedar gaya berpakaian. Ia adalah juga gaya hidup dan simbol perlawanan budaya. Ia melawan, dengan terang-terangan, keyakinan bangsa Jepang sebagai bangsa yang homogen. Bangsa yang seragam. Sikapnya yang “slebor”seringkali dianggap sebagai kelompok yang tidak sopan dan tidak tahu malu. Sebagai gaya hidup, Yamamba sengaja membedakan diri dengan gaya hidup dominan bangsa Jepang. Mereka punya domain sosial sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh John Fiske dalam Lull (1997) yang berpendapat bahwa budaya pop tercipta sebagai hasil perlawanan terhadap pergelakkan dari kekuatan ideologis dan budaya dominan.
Gadis Yamamba bercirikan rambut pirang, sedikit putih keperakan dan awut-awutan. Kulit mereka gelap, memakai lipstick putih, kontak lensa berwarna, bulu mata palsu dan menempeli mukanya dengan stiker wajah. Mereka sering menggunakan warna Hawaii yaitu warna-warna cerah. Nama Yamamba cukup disingkat hanya menjadi Mamba. Gadis-gadis mamba menggunakan make up yang sangat berat sehinggan hampir menyerupai panda. Rambutnya biasanya dikelantang keluar, sangat pirang dengan warna terang. Ada sedikit perbedaan antara Yamamba dan Mamba, Yamamba biasanya akan memakai concealer putih (seperti eyeshadow) hanya di atas mata, sedangkan Mamba biasanya memakai eyeshadow di atas dan bawah mata. Beberapa Yamamba memakai boneka binatang sebagai dekorasi dan berbicara dengan cadel. Sekitar 90%
~ 136 ~
dari anak perempuan yang diklasifikasikan sebagai Yamamba rambutnya telah disemir berwarna pirang, sering tanning di salon hingga 4x seminggu untuk memiliki kulit yang sangat gelap dan melukis seluruh wajahnya dengan makeup putih serta memakai bulu mata besar-besar. Mereka berpakaian dengan rok yang sangat pendek dan memakai sepatu dengan tumit yang besar.
Gadis-gadis Yamamba dikenal dengan gaya hidup having fun. Mereka menikmati hidup dengan shopping, berbelanja barang-barang branded, jalan-jalan, menghabiskan waktu di mall, makan-makan di resto mahal, atau sekedar hang out dengan kelompoknya. Yamamba secara sadar melawan gaya hidup gila kerja bangsa Jepang yang terkenal berlebihan. Oleh sebagian besar media Jepang (dan juga golongan konservatif)
Yamamba
seringkali dicitrakan secara negatif. Kehidupan bebas mereka sering disebut sebagai muara maraknya seks bebas di Jepang. Kalangan moderat melihat Yamamba tak lebih sebagai satu dari banyak produk budaya pop Jepang.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, fashion memiliki makna komunikatif. Melalui fashion, seseorang menyatakan dirinya sebagai bagian dari kelompok budaya tertentu. Dengan berpenampilan ala Decora Style, individu menyatakan sebagai bagian dari kelompok wanita muda kalangan setara SMP-SMU, dan memilih penampilan dengan ciri kawaii ( manis, imut ) dan kekanak-kanakan sebagai citra dirinya. Demikian juga dengan trend fashion Yamamba, yang dianut para wanita yang lebih dewasa usia 20-an. Gaya fashion yang menggunakan wig, nail arts, hingga tas dan assesories bermerk membuat trend ini banyak diadopsi oleh kalanangan berada. Dengan demikian para wanita yang berpenampilan Yamamba menyatakan dirinya sebagai wanita dewasa ( bukan anak-anak lagi ), dari kalangan berada dan mendobrak kemapanan yang lazim pada bangsa Jepang sebagai bangsa yang homogeny dan seragam dalam berbagai aspek
Baik Decora maupun Yamamba, keduanya merupakan produk fashion Jepang yang lahir dari modernitas budaya barat yang memengaruhi kehidupan anak muda Jepang. Sifat keterbukaan masyarakat Jepang dalam berfashion, ide kreatif yang selalu bermunculan dan penghargaan yang sangat luar biasa, terutama dari dukungan berbagai
~ 137 ~
media seakan memberikan inspirasi yang tiada habisnya dari para penganut fashion unik dan menarik ini untuk terus bergaya sesuai dengan keinginan para anak muda Jepang.
8. KESIMPULAN / SARAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keunikan fashion dari negara Jepang menjadi salah satu faktor yang menjadikan negara ini sangat popular di seluruh dunia, terutama daya imajinasi dan kreatifitas anak-anak muda Jepang dalam berpakaian telah menjadi kiblat fashion” di banyak negara.
Sebuah karya fashion tidak akan mudah berkembang tanpa dukungan media massa yang turut mempopulerkannya. Sebuah karya yang sederhana namun sangat dihargai, apalagi diminati akan terus memunculkan ide-ide baru dan kreatifitas yang imajinatif dari para pelaku fashion. Fashion bukan hanya sekedar berpakaian, tetapi yang paling penting adalah fashion dapat menunjukkan dan memberi tanda identitas dari seseorang maupun kelompok.
9. DAFTAR PUSTAKA
Hesti Nurhayati. 2012. Hara-Shibu-Bara, Tokyo Street Fashion Paradise. Jakarta: Grasindo. Idy Subandy Ibrahim. 2007. Budaya Populer Sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. James Lull. 1998. Media, Komunikasi, Kebudayaan. Suatu Pendekatan Global. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia Kellner Douglas. 2010. Budaya Media. Yogyakarta: Jalasutra. Malcom Barnard. 2011. Fashion Sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra Roland Barthens.1990.The Fashion System.University of California Press. William Raymond. 1983. Keyword. London: Fontana Japanese Pop Culture. 2013. Majalah Niponica, vol.9 http://www.blogguebo.com/2007/02/perihal-yamamba-dan-perlawanan-budayahtml#sthash.1H12vkMNv.dpuf Diakses pada tanggal 2 Desember 2013 http://web.japan.org/trendy/11 fashion.html. Diakses pada tanggal 20 Desember 2013
~ 138 ~
http://www.japan_talk.com/jt/new/yamamba-the
modern-female-ghost.
Diakses
pada
tanggal 3 Januari 2014 http://decora-handbook.livejournal.com. Diakses pada tanggal 13 Februari 2014 http://fashionweartheforest.blogspot.com. Diaksesn pada tanggal 14 Februari 2014 http://www.hairbrained.me/profiles/blogs/what-is-a-gangguro-yamamba-mamba-andcentre-guy-a-little-101-on Diakses pada tanggal 15 Februari 2014 http://www.weirdasianews.com/2006/10/30/japanese-mountain-hag-fashion-the-new-trend/ Diakses pada tanggal 17 Februari 2014
~ 139 ~
~ 140 ~
PENGGUNAAN UNGKAPAN BAHASA JEPANG TULIS (Studi kasus pada mahasiswa Jurusan Jepang Univ.Darma Persada) Tia Martia, Metty Suwandany, Zainur Fitri, Irawati Agustine, Syamsul Bachri Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Sastra, Universitas Darma Persada
[email protected] ,
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan suatu pikiran, keinginan, ide, ataupun gagasan kepada orang lain. Pada saat kita menyampaikan, ide, gagasan, pikiran, ataupun keinginan kepada seseorang dengan cara lisan atau tertulis mengharapkan lawan bicara mengerti apa yang dimaksud sehingga tidak terjadi salah pengertian. Bahasa sebagai alat komunikasi bertugas untuk menyampaikan informasi atau menerima informasi. Dalam berkomunikasi sering kali menggunakan ungkapan yang tidak sesuai dengan kebiasaan yang lazim diucapkan oleh penutur asli dan mengabaikan aturan-aturan yang berlaku. Seringkali terjadi kesalahan akibat adanya interferensi dari bahasa ibu. Penelitian ini membahas tentang penggunaan ungkapan bahasa Jepang tulis. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah dalam penggunaan ungkapan bahasa Jepang tulis mengalami interferensi dan ungkapan bagaimana yang mendapat interferensi. Tujuannya untuk memaparkan ungkapan bahasa Jepang tulis yang mengalami interferensi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Data yang kami pergunakan berasal dari mahasiswa Unsada program studi Jepang S1 semester tujuh. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil adanya beberapa ungkapan bahasa Jepang tulis mahasiswa yang mengalami interferensi. Interferensi yang banyak ditemukan dalam data ungkapan bahasa Jepang tulis mahasiswa adalah interferensi leksikon dan semantik yang besar kemungkinan dipengaruhi oleh kultur orang Indonesia. Hal itu diakibatkan karena ketidakcukupan kosakata bahasa penerima dan terbawanya kebiasan penggunaan ungkapan dalam bahasa ibu. Kata kunci : Bahasa, bahasa Jepang tulis, bahasa penerima, bahasa ibu dan ungkapan. 1.
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan suatu pikiran, keinginan, ide, ataupun gagasan kepada orang lain. Pada saat kita menyampaikan, ide, gagasan, pikiran, ataupun keinginan kepada seseorang dengan cara lisan atau tertulis, maka orang tersebut akan menangkap apa yang dimaksud dengan memahami makna yang terkandung di dalam bahasa tersebut. Komunikasi inilah yang merupakan fungsi utama bahasa. Sebagai alat komunikasi, bahasa bertugas untuk menyampaikan informasi atau sebagai alat untuk menerima informasi.
~ 141 ~
Dalam berkomunikasi sering kali menggunakan ungkapan yang tidak sesuai dengan kebiasaan yang lazim diucapkan oleh penutur asli serta mengabaikan aturan-aturan yang berlaku, bahkan pemakaian ekspresi yang tidak tepat dapat melukai hati lawan bicara dan merusak harmoni yang telah terbina. Dengan demikian, pengetahuan mengenai aturanaturan penggunaan ungkapan-ungkapan yang tepat dalam berkomunikasi merupakan hal yang utama. Perbendaharaan kata yang memadai sangat diperlukan agar isi pikiran yang hendak disampaikan dapat dipahami dengan mudah dan cepat oleh lawan bicara. Jika tidak demikian, apa yang sedang dipikirkan akan sulit diungkapkan dan ini akan menjadi kendala yang besar. Apabila membicarakan atau menulis suatu topik, suatu keharusan pula untuk mengetahui kata-kata atau ungkapan yang berkaitan dengan topik tersebut. Sering kali terjadi kesalahan dalam pemakaian ungkapan baik secara lisan maupun tertulis yang dilakukan oleh pembelajar bahasa asing ( B2 ).
Salah satu contoh ungkapan bahasa Jepang yang mengalami interferensi sebagai berikut: 1.
早く卒業して、長生きになると
お祈り申しあげます。
Semoga cepat lulus dan panjang umur. Pada frase 「 長生きになると
お祈り申しあげます。」yang berarti semoga
panjang umur menunjukkan adanya interferensi dari budaya orang Indonesia. Pada ungkapan bahasa Indonesia, kita lazim mendoakan semoga panjang umur kepada seseorang yang berulang tahun, tetapi tidak demikian pada ungkapan bahasa Jepang. Ungkapan ini disampaikan hanya kepada orang yang sedang sakit, yang intinya mendoakan semoga kembali sehat, dan ungkapan yang lazim digunakan adalah : 「ご健康をお祈り
申しあげます。」
Semoga cepat sehat. 2. ご結婚 まに
おめでとうございます。子供が早くできるように 祈りします。かみさ いい
こどもを
あげます.
Selamat menempuh hidup baru. Semoga cepat mempunyai anak dan diberi anak yang baik oleh Allah SWT. Pada kalimat 1 dan 2, terdapat ketidaklaziman dalam pemakaian ungkapan 「かみさま に
いいこどもを
あげます。」Kalimat ini bila diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi “akan memberikan anak kepada dewa”. Mungkin yang dimaksud, mahasiswa tersebut akan mengungkapkan kalimat yang mengandung pengertian “
~ 142 ~
semoga ‘Allah’ segera memberikan anak. Dengan melihat kedua contoh tersebut, terlihat dengan jelas bahwa ungkapan-ungkapan tersebut muncul akibat interferensi bahasa yaitu tidak lepasnya pengaruh bahasa ibu (B1) terhadap bahasa yang dipelajari (B2) khususnya bahasa Jepang.
4. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: 1. Apakah terjadi interferensi dalam penggunaan ungkapan bahasa Jepang tulis? 2. Jenis ungkapan apa saja yang mengalami interferensi?
5. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Membuktikan interferensi yang terjadi dalam ungkapan bahasa Jepang tulis 2. Memaparkan ungkapan bahasa Jepang tulis yang mengalami interferensi
6. TINJAUAN PUSTAKA
Interferensi dalam berbahasa adalah kesalahan bahasa berupa unsur bahasa sendiri (B1) yang dibawa ke dalam bahasa lain yang dipelajari ( B2 ). Interferensi bisa terjadi pada setiap tataran bahasa. Oleh karena itu, kita dapat membedakan interferensi fonologis, interferensi morfologis, interferensi sintaksis, dan interferensi semantik.
Interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) untuk menyebut perubahan sistem suatu bahasa sebuhungan dengan adanya persentuhan dengan bahasa lain yang digunakan oleh masyarakat tutur. Menurut Alwasilah (1985:131) pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata
~ 143 ~
(morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:5).
Nababan (1984) berpendapat bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Abdulhayi (1985:8) mengacu pada pendapat Valdman (1966) merumuskan bahwa interferensi merupakan hambatan sebagai akibat adanya kebiasaan pemakai bahasa ibu (bahasa pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua).
Suhendra Yusuf (1994:67) menyatakan bahwa faktor utama yang dapat menyebabkan interferensi antara lain perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan itu tidak hanya dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman kosakata
Menurut Chaer dan Agustina (2004:162-165) berpendapat bahwa interferensi fonologis terjadi apabila penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Interferensi fonologis dibedakan menjadi dua macam, yaitu interferensi fonologis pengurangan huruf dan interferensi fonologis pergantian huruf. Menurut Suwito (1985:55) interferensi morfologi dapat terjadi dalam pembentukan kata suatu bahasa menyerap afiks-afiks bagian lain. Interferensi sintaksis terjadi apabila dalam struktur kalimat satu terserap struktur kalimat bahasa lain (suwito, 1985:56), selain itu Char dan Leoni (1995: 162) berpendapat bahwa interferensi sintaksis dapat terlihat pada penggunaan
serpihan
kata,
frasa
(http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/).
dan
klausa
Ardiana
(1940:14)
dalam
kalimat
berpendapat
bahwa
interferensi semantik adalah interferensi yang terjadi dalam penggunaan kata yang mempunyai variable dalam suatu bahasa. Chaer dan Agustina menambahkan bahwa interferensi semantik terjadi dalam bidang tata makna.
Menurut Weinreich (1970:64-65) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain: 1) Kedwibahasaan peserta tutur Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal
~ 144 ~
itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi. 2) Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. 3) Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Karena mereka belum mempunyai kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidakcukupan atau terbatasnya kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi. Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih cepat terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima. 4) Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima. 5) Kebutuhan akan sinonim Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yaitu sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang
~ 145 ~
bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunyai variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara berulang-ulang. Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya interferensi. 6) Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. 7) Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya (http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/).
7. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Darma Persada. Data diperoleh dari hasil kerja mahasiswa program studi Jepang S1 semester 7 yang berjumlah ± 50 orang selaku informan dalam mata kuliah korespondensi Jepang. Setiap responden membuat ungkapan bahasa Jepang tulis kartu ucapan ulang tahun dan kartu ucapan pernikahan. Berdasarkan kedua tema tersebut, dari ± 50 orang mahasiswa terlihat ada beberapa hasil mahasiswa yang berbeda. Sebagian besar data mahasiswa menulis ungkapan bahasa Jepang yang pada umumnya saja.
Berikut adalah data yang diperoleh dari mahasiswa Unsada yang mengikuti mata kuliah korespondensi bahasa Jepang.
~ 146 ~
A. Dalam kartu ucapan ulang tahun :
1. お誕生日
おめでとうございます。早く卒業して、長生きになると
お祈り申
しあげます。 Selamat ulang tahun. Semoga panjang umur dan cepat lulus. Pada frase 「長生きになると
お祈り申しあげます。」. Pada ungkapan bahasa
Indonesia, kita lazim mendoakan semoga panjang umur kepada seseorang yang berulang tahun, tetapi tidak demikian pada ungkapan bahasa Jepang. Ungkapan ini disampaikan hanya kepada orang yang sedang sakit, yang intinya mendoakan semoga kembali sehat, dan ungkapan yang lazim digunakan adalah :
「ご健康をお祈り
申
しあげます。」
2. お誕生日
おめでとうございます。このプレゼントが
このを着けば、とても
うれしい
たぶんよくないけど、
です。
Selamat ulang tahun. Kado ini mungkin tidak bagus, sungguh menyenangkan apabila memakainya.
Pada kalimatこのを
着けば…..
yang seharusnya , これを
interferensi sintaksis . Lalu pada kalimat 「たぶん
着けば ……terjadi
よくないけど、」pada kata よ
くない、menunjukkan “tidak bagus”. Dalam ungkapan bahasa Jepang akan terdengar lazim apabila menggunakan kata 「つまらない
もの
3. のりこさん、お誕生日おめでとうございます。そして 、あなたの性格も
ですが、」
二十二歳になったので
大人にならなければなりません。
Mrs. Noriko selamat ulang tahun. Karena sudah berumur 22 tahun, Anda harus bersikap dewasa. Mahasiswa berharap agar Mrs. Noriko lebih dewasa dalam usianya yang ke-22 tahun tapi ungkapan yang digunakan pada frase ini terkesan sangat keras dengan adanya kalimat
あなたの性格も
おとなに
ならなければなりません. Seharusnya
pada bagian kalimat ini berisi doa dengan menggunakan pola kalimat ように
お祈りします。」
~ 147 ~
「……. なる
4. 田中さん、お誕生日おめでとうございます。 レゼントを あそびに
どうふういたします。いつか
ささやかですが、お祈りの
プ
ひまがあったら、私のうちへも
おいでください。おまちしています。
Mr. Tanaka selamat ulang tahun.
Ini hanya hadiah kecil. Kapan-kapan kalau ada
waktu, mampir ke rumah saya. Saya tunggu. Pada
frase
「ささやか
ですが、お祈りの
プレゼントを……
,」
memperlihatkan kekeliruan mahasiswa dalam pemilihan kata yang tepat yang seharusnya adalah menggunakan kata 「お祝いの
プレゼントを……..」. Dalam
penyampaian ucapan ini, terlihat bahwa mahasiswa mengabaikan tradisi orang Jepang dalam bertutur. Mahasiswa tersebut tidak menyertakan ungkapan-ungkapan yang mengandung harapan atau doa bagi yang berulang tahun, seperti yang lazim dilakukan oleh orang Jepang.
5. 今
マナさんの
さくらを
お誕生日である。お誕生日おめでとうございます。日本でも
さいています。そのことですから、マナさんの
誕生日はいつも
たのしいです。 Hari ini adalah ulang tahun Mana. Selamat ulang tahun. Di Jepang bunga sakura sedang bermekaran. Oleh karena itu, ulang tahun Mana selalu menyenangkan. Pada
kalimat
「日本でも
さくらを
さいています、」
memperlihatkan
kekeliruan mahasiswa dalam menempatkan partikel penunjuk verba さいていますyang merupakan verba intransitif. partikel が.
Pada kalimat
Verba intransitif dalam bahasa Jepang ditunjuk oleh 「そのことですから、マナさんの
誕生日はいつも
たのしいです、」Apabila kita melihat kalimat ini, mungkin akan timbul pertanyaan : apakah ada hubungannya antara bunga sakura yang mekar dengan hari ulang tahun noriko ?
Agar terkesan lazim, maka sebaiknya そのことですから
diganti dengan ですから、………………
~ 148 ~
lebih tepat
Dalam kartu ucapan pernikahan :
1. ご結婚
おめでとうございます。子供が早くできるように
みさまに
いい
こどもを
お祈りします。か
あげます。
Selamat menempuh hidup baru. Semoga cepat mempunyai anak dan diberi anak yang baik oleh Allah SWT.
2. ご結婚
おめでとうございます。お幸せを早くかみさまに
ところで、すみません
私はサラさんの
ご結婚が
子供をあげます。
できません。
Selamat menempuh hidup baru. Semoga Tuhan cepat memberi anak. (ganti topic pembicaraan) Maaf saya tidak bisa hadir ke pernikahan Sara san
3. ご結婚
おめでとうございます。多い子供をもって、古く幸せになるときぼう
します。 Selamat menempuh hidup baru. Semoga mempunyai banyak anak dan bahagia sampai tua. Pada kalimat 1, terdapat interferensi pada kalimat こどもを
―――
「かみさまに
いい
あげます。」Kalimat ini bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi “akan memberikan anak kepada dewa”. Mungkin yang dimaksud, mahasiswa tersebut akan mengungkapkan kalimat yang mengandung pengertian “ semoga ‘Allah’ segera memberikan anak. Apabila yang dimaksud seperti tersebut, maka seharusnya kata かみさま ditunjuk oleh partikel が、dan verba yang digunakan seharusnya くれ ます。Akan tetapi, kalimat yang lazim digunakan adalah :「子供をたくさん作って 、お幸せに。」. Pada kalimat no 2, dalam frase マラさんの
ご結婚が
「ところで、すみません、私は
できません。」jelas terlihat adanya pemakaian kata yang
tidak tepat atau adanya interferensi yaitu pada kata ご結婚が
できません。 Kalimat
ini dapat menimbulkan tafsir ganda (ambigu) , sedangkan pada kata 「ところで、す みません」 terlihat bahwa ungkapan ini muncul sebagai akibatnya adanya interferensi .Adapun ungkapan yang lazim digunakan adalah :「誠に申しわけないのですが、実 は、<理由>。」Pada kalimat no 3, terdapat interferensi yaitu pada frase 「古く幸 せに
なるときぼうします。」Mungkin mahasiswa tersebut ingin mengungkapkan
~ 149 ~
kalimat yang berbunyi : “ saya berharap semoga bahagia sampai kakek nenek. Dalam ungkapan bahasa Jepang yang ditulis pada kartu ucapan pernikahan、 lazimnya adalah sebagai berikut : ご結婚おめでとうございます。Setelah itu diikuti dengan ucapan : どうぞ に
⁄
幸せなご家庭を
り申しあげます
⁄
きずいてください
⁄
お二人の
お幸せ
お幸せを心よりお祈
二人で力をあわせて、楽しい家庭を作って下さい。
8. KESIMPULAN
Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terjadi interferensi yang dilakukan oleh mahasiswa dalam penggunaan ungkapan bahasa Jepang tulis. Sebagian besar interferensi yang terdapat dalam catatan mahasiswa adalah interferensi leksikon dan semantik yang besar kemungkinan dipengaruhi oleh kultur orang Indonesia. Hal ini disebabkan oleh minimnya penguasaan mahasiswa terhadap kosa kata serta minimnya pengetahuan akan penggunaan/pemilihan kosa kata yang tepat. Dalam proses pembelajaran, sering kali pembelajar melakukan kesalahan pemilihan kosa kata, bukan hanya sekedar memilih kata yang tepat, tetapi juga memilih kata yang sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat pemakainya. Perlu tindakan penelitian lebih lanjut lagi agar pembelajar bahasa Jepang dapat meminimalisir kesalahan dalam pemilihan kata yang tepat sekaligus meminimalisir adanya interferensi B1. Interferensi bahasa terjadi karena adanya ketidakmampuan penutur dalam menguasai kosa kata yang dipakai dalam bertutur.
9. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak Universitas Darma Persada, LP2MK dan The Japan Foundation yang telah membantu dalam penelitian ini.
10. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Finoza, Lamuddin. 2010. Komposisi Bahasa Indonesia, Jakarta.
~ 150 ~
Hayi, Abdul dkk. 1985. Interferensi Gramatika Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa, Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia. Parera, Jos Daniel. 1997.Linguistik Edukasional, Jakarta: Erlangga. Rahardi, R.Kunjana. 2010.Kajian sosiolinguistik, Bogor: Ghalia Indonesia. Suhendar, Yusuf. 1994,Teori Terjemahan, Bandung: Mandar Maju. Suwandi, Sarwiji. 2008.Semantik : Pengantar Kajian Makna, Yogyakarta: Media Perkasa. http://lathifashofi.wordpress.com/ http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/
~ 151 ~
~ 152 ~
ANALISIS PEMAKAIAN PARTIKEL ~NI DAN ~DE DALAM BAHASA JEPANG (Studi kasus pada Mahasiswa Semester III) Hargo Saptaji, Hani Wahyuningtias, Julia Pane,
ABSTRAK Dalam Bahasa Jepang, partikel (joshi) sangat dianggap penting. Bagi pemelajar bahasa Jepang, khususnya orang Indonesia sangat sulit untuk membedakan partikel ~ni dan ~de. Oleh karena itu dalam penelitian ini diangkat tema kedua partikel tersebut sebagai objek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mahasiswa Jurusan Jepang tingkat dasar cukup menguasai pemakaian kedua partikel tersebut. Namun, karena hasil pencapaian belum sempurna maka tetap perlu diupayakan pengajaran secara maksimal disertai latihan yang berkesinambungan. Kata kunci: partikel , pemakaian , fungsi
1. PENDAHULUAN
Di dalam suatu bahasa memerlukan suatu kata untuk penanda sebuah kata keterangan tempat seperti dalam bahasa Indonesia untuk menandakan keterangan tempat memerlukan kata petunjuk yaitu “di”. Kata tersebut digunakan di setiap aktivitas kegiatan, baik aktif maupun pasif. Sedangkan dalam bahasa Jepang diperlukan partikel yaitu partikel “に dan で”.
Dalam bahasa Jepang partikel (助詞)sangatlah berperan penting pada susunan kalimat. Bagi penutur asli, secara otomatis, mereka sudah dapat memahami dengan baik. Sedangkan bagi pemelajar bahasa Jepang, khususnya orang Indonesia merasa sangat kesulitan untuk membedakan atau menggunakan partikel tersebut, karena keduanya dalam bahasa Indonesia dinyatakan dengan arti ‘di’. Partikel yang umum digunakan dalam bahasa Jepang adalah: は、の、が、に、を、danで.
Dalam penelitian ini dipilih partikel に danで sebagai objek penelitian. Partikel に danで dipilih sebagai tema penelitian, karena fungsi dan makna dari kedua partikel tersebut dianggap memiliki persamaan. Sebagai contoh adalah kalimat di bawah ini.
~ 153 ~
Contohnya sebagai berikut : 田中さんは
大阪に
すんでいます。
Tanaka tinggal di Osaka. ミラーさんは
かいぎしつに
います。
Miller berada di ruang rapat. わたしは
とうきょうで
時計を
買いました。
Saya membeli jam di Tokyo. Ketiga contoh tersebut menggunakan partikel に danで. Dalam bahasa Indonesia ketiganya diartikan dengan “di”. Dalam buku yang berjudul “Minna no Nihonggo” diterangkan bahwa partikel でdigunakan apabila kata kerjanya aktif. Sedangkan partikel に digunakan apabila kata kerjanya pasif. Meskipun demikian dalam prakteknya terdapat kesalahan penggunaan partikel に danでyang di alami oleh pemelajar bahasa Jepang. Contohnya 今日駅で待っていると女子高生が駅前で座っていました。
Pada contoh di atas, pemelajar cenderung untuk mengisi partikel ni sebelum kata kerja待 っている. Hal ini dikarenakan menunggu dianggap sebagai suatu perbuatan yang bersifat pasif. Namun sebenarnya karena `menunggu` merupakan kata kerja yang menunjukkan suatu kegiatan, maka partikel yang tepat adalah ‘で’. Hal ini berlaku sama untuk kata kerja berikutnya yaitu 座っていました. Kata kerja ‘duduk’ walapun tampak bukan sebagai suatu kegiatan aktif, namun sesungguhnya duduk adalah suatu kegiatan yang dianggap aktif dalam bahasa Jepang.
Berdasarkan contoh kalimat di atas, maka diasumsikan bahwa adanya perbedaan antara kata kerja yang bersifat pasif dan yang bersifat aktif. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana kemampuan siswa semester III dalam memahami partikel にdanで?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi. Menurut Krippendorff (1991:15) analisis isi adalah suatu teknik untuk membuat inferensi-inferensi
~ 154 ~
yang dapat ditiru (repicable) dan sahih, dengan memperhatikan konteksnya. Model analisis isi bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi bagaimana pesan itu disampaikan hingga bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks.
Analisis ini adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi yang terdokumentasi misalnya dalam bentuk buku, surat kabar, peraturan, rekaman, film, manuskrip, dan lain-lain.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik analisis isi (content analysis) dengan langkah-langkah penelitian sebagai berikut: (a) penentuan fokus, (b) pengajuan pertanyaan penelitian, (c) pengumpulan data, (d) keabsahan data, dan (e) penganalisisan, pembahasan/penginterpretasian temuan penelitian.
Menurut Neuendorf (2002) analisis isi adalah suatu teknik analisis untuk membuat kesimpulan melalui pengidentifikasian secara sistematis dan objektif tentang ciri-ciri khusus dalam teks. Jenis metode kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini adalah content analysis atau analisis isi yang dikemukakan oleh Mayring.
Mayring (2004) menjelaskan delapan langkah penerapan metode penelitian yaitu sebagai berikut: 1.
Menentukan objek atau fokus penelitian,
2.
Mengajukan pertanyaan penelitian,
3.
Menjelaskan atau mengemukakan definisi tiap-tiap kategori yang diteliti berdasarkan teori-teori relevan,
4. Membuat kategori-kategori atau parameter dari tiap-tiap subfokus penelitian berdasarkan teori, 5.
Melakukan pengkodean dari data berupa teks wacana yang terkumpul berdasarkan subfokus penelitian,
6.
Merevisi kategori dan melakukan cek formatif tentang keabsahan data,
7.
Menganalisis data penelitian sambil melakukan keabsahan data,
8.
Mengintegrasikan hasil analisis penelitian.
~ 155 ~
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berikut ini akan di analisa hasil dari masing-masing soal yang dijawab oleh koresponden mahasiswa Unsada jurusan Sastra Jepang semester awal. 1.
あした友だち(に
)会います。
Jawaban yang benar sebanyak 41 orang Jawaban yang salah sebanyak 2 orang
Melihat banyaknya mahasiswa yang menjawab dengan benar, menunjukkan bahwa para mahasiswa bisa membedakan penggunaan partikel ni atau de secara benar. すわ
2.
ここ(
に )座ってください。
Jawaban yang benar sebanyak 17 orang Jawaban yang salah sebanyak 26 orang Untuk soal nomor 2, mahasiswa lebih banyak yang menjawab dengan salah. Kesalahan ini disebabkan karena mahasiswa berasumsi bahwa, kegiatan duduk itu merupakan kegiatan yang aktif, biasanya kegiatan yang aktif dinyatakan dengan partikel de. Namun pada kenyataannya, dalam bahasa Jepang kegiatan duduk itu dinyatakan bukan kegiatan aktif jadi partikel yang dipakai adalah partikel ni. じてんしゃ
3.
ここ( に
)自転車をとめてはいけません。
Jawaban yang benar sebanyak 15 orang Jawaban yang salah sebanyak 28 orang Banyaknya kesalahan mahasiswa yang menjawab dengan salah pada soal nomor 3 dikarenakan bahwa mereka berasumsi kata kerja berhenti adalah kegiatan bersifat aktif yang ditunjukkan dengan partikel de. Padahal kata kerja berhenti merupakan kegiatan bukan aktif, maka ditunjukkan dengan partikel ni. 4.
ここ(に
)入ってはいけません。
Jawaban yang benar sebanyak 28 orang Jawaban yang salah sebanyak 15 orang
~ 156 ~
Pada soal nomor 4, banyak mahasiswa yang menjawab dengan benar. Hal ini dikarenakan mereka paham penggunaan partikel jika digunakan pada kata kerja “masuk” adalah partikel ni. ひっこ
5.
友だちが新しい家( に
)引越ししました。
Jawaban yang benar sebanyak 22 orang Jawaban yang salah sebanyak 21 orang Perbandingan antara yang menjawab dengan benar dan yang menjawab dengan salah pada soal nomor 5 adalah seimbang. Yang menjawab salah, mereka berasumsi bahwa kegiatan “pindah rumah” itu merupakan kegiatan yang aktif jadi memakai partikel de. Sedangkan bagi yang menjawab benar, mereka paham bahwa untuk partikel kata kerja “pindah rumah” otomatis digunakan partikel ni. まつ
6.
7月に東京( で
)お祭りがあります。
Jawaban yang benar sebanyak 24 orang Jawaban yang salah sebanyak 19 orang Soal nomor 6 ini, bagi mereka yang menjawab salah berasumsi bahwa predikatnya menunjukkan arti keberadaan. Dalam bahasa Jepang partikel yang menunjukkan keberadaan ditunjukkan dengan partikel ni. Bagi mereka yang menjawab benar, mereka memahami meskipun kalimat tersebut terdapat predikat yang menunjukkan keberadaan, namun keberadaan tersebut memiliki sifat kegiatan yang aktif seperti “festival”, jadi kegiatan tersebut ditunjukkan dengan partikel de. ね
7.
サントスさんはどこ( で
)寝ていますか。
Jawaban yang benar sebanyak 17 orang Jawaban yang salah sebanyak 26 orang Partikel de pada soal nomor 7 menunjukkan tempat suatu kegiatan berlangsung yang artinya adalah “di”. Namun banyaknya koresponden yang menjawab salah dikarenakan kata kerja “tidur” pada soal tersebut, dianggap kegiatan yang bersifat bukan kegiatan aktif. Padahal aktifitas “tidur” itu dalah bahasa Jepang dianggap aktifitas yang aktif, jadi partikel yang digunakannya adalah partikel de.
~ 157 ~
あそ
8.
ここ( で
)遊んではいけません。
Jawaban yang benar sebanyak 21 orang Jawaban yang salah sebanyak 22 orang Pada soal nomor 8, menunjukkan hasil imbang antara yang menjawab dengan benar dan salah. Berarti adanya kebingungan diantara koresponden untuk menentukan apakah kata kerja “bermain” memiliki sifat kegiatan aktif atau bukan kegiatan aktif. Sedangkan baik ni atau de dalam bahasa Indonesia bisa diartikan dengan “di”. 9.
ここ( で
)写真をとってはいけません。
Jawaban yang benar sebanyak 23 orang Jawaban yang salah sebanyak 20 orang Untuk soal nomor 9 juga hampir sama dengan nomor 8, yang menunjukkan keseimbangan antara yang menjawab salah dan benar. Serta kebingungan menentukan sifat kegiatan “mengambil foto” itu sepertinya bersifat kegiatan aktif atau bukan aktif. す
10. ここ( で
)タバコを吸ってはいけません。
Jawaban yang benar sebanyak 21 orang Jawaban yang salah sebanyak 22 orang Pada soal nomor 10, kata kerja merokok bisa diperkirakan bahwa kegiatan itu bukan kegiatan aktif karena hanya berdiam diri sambil mengeluarkan asap. Mungkin itu anggapan dari koresponden yang menjawab dengan salah. Pada kenyataannya, meskipun sedikit aktifitasnya bukan berarti tidak memiliki kegiatan, karena itu partikel yang digunakan adalah partikel de. 11. お寺(
で )コンサートがあったでしょう。
Jawaban yang benar sebanyak 23 orang Jawaban yang salah sebanyak 20 orang Soal nomor 11 ini sama dengan seperti soal nomor 6, bagi mereka yang menjawab salah berasumsi bahwa predikatnya menunjukkan arti keberadaan. Dalam bahasa Jepang partikel yang menunjukkan keberadaan ditunjukkan dengan partikel ni. Bagi mereka yang menjawab benar, mereka memahami meskipun kalimat tersebut terdapat predikat yang menunjukkan keberadaan, namun keberadaan tersebut memiliki sifat kegiatan yang aktif seperti “konser”, jadi kegiatan tersebut ditunjukkan dengan partikel de.
~ 158 ~
およ
12. 私は海へ泳ぎ(に
)行きました。
Jawaban yang benar sebanyak 38 orang Jawaban yang salah sebanyak 5 orang Pada soal nomor 12, penggunaan partikel ni sudah secara otomatis di pakai jika ada kata kerja digabung dengan seperti pergi, datang, yang berarti “untuk”.karena bersifat otomatis, mahasiswa yang memahami pemakaian perubahan tatabahasa tersebut, banyak yang menjawab dengan benar かいすいよく
や
13. 海水浴*へ行って、日( に
)焼けた。
Jawaban yang benar sebanyak 28 orang Jawaban yang salah sebanyak 15 orang
Jawaban partikel pada soal nomor 13 adalah ni. Dalam soal ini partikel menunjukkan suatu kegiatan dikenakan ke suatu objek. Lebih dari setengah koresponden menjawab dengan benar, menunjukkan mereka sudah memahami fungsi partikel ni dalam kalimat tersebut. 14. 雨(に
)ぬれて、びしょびしょになった。
Jawaban yang benar sebanyak 27 orang Jawaban yang salah sebanyak 16 orang Pada soal nomor 14, fungsi partikel ni menunjukkan penyebab suatu keadaan lebih tepat artinya adalah “oleh”. Berarti hampir lebih dari setengah koresponden memahami fungsi partikel ni dalam kalimat tersebut. びょうき
15. 母は病気(で
)ねている。
Jawaban yang benar sebanyak 24 orang Jawaban yang salah sebanyak 19 orang
Melihat soal nomor 15, mahasiswa sebanyak 24 orang menjawab dengan benar. Mereka memahami bahwa partikel yang dipakai adalah de. Partikel ini bukan menunjukan tempat dimana suatu kegiatan berlangsung, namun menunjukkan sebagai penyebab suatu kegiatan. Sedangkan yang menjawab salah mereka masih berasumsi bahwa tidur merupakan bukan kegiatan aktif jadi mereka memakai partikel ni.
~ 159 ~
Bila dihitung dari hasil jawaban dari 43 koresponden, menunjukkan jawaban yang benar sebanyak 369 dan jawaban yang salah sebanyak 276. Dengan hasil tersebut menggambarkan bahwa penguasaan partikel ni dan de pada mahasiswa semester awal di Unsada rata-rata baik. Hanya saja, perlu penambahan atau penjelasan yang lebih mendetail pada bagian kata kerja yang dianggap masih bingung untuk menetukan golongan keaktifan kata kerja tersebut. Karena masih banyaknya mahasiswa yang jawabannya salah juga salah satunya bingung untuk menentukan golongan dari kata kerja tersebut.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil angket yang disebarkan kepada 43 orang mahasiswa Jurusan Jepang tingkat dasar diketahui bahwa lebih dari setengah mahasiswa bisa mengisi dengan tepat, namun kurang dari setengahnya belum mampu untuk menggunakan kedua partikel tersebut secara tepat. Misalnya saja harusnya kalimat tersebut diisi dengan partikel ni namun mahasiswa tersebut mengisinya dengan partikel de, begitu juga sebaliknya.
Oleh karena itu dalam pengajaran bahasa Jepang tingkat dasar sebaiknya dilakukan pemantapan partikel dengan cara pelatihan soal yang lebih banyak lagi, sehingga metode pengajarannya bisa diubah dari ceramah yang sifatnya konvensional menjadi siswa melakukan kegiatan yang bersifat aktif untuk menggunakan partikel tersebut.
5. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, et al. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003. Joshi dalam (http://m.kotobank.jp/word/助詞), diunduh pada tanggal 19 Nopember 2013. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia, 2008. Minna no Nihongo shokyu I. Tokyo: Surie Network, 1999. Tomomatsu, Etsuko dan Masako Wakuri. Tangkishuuchuu shoukyuu nihongo bunpou sou matome 20 pointo. Tokyo: Surie Network, 2004.
~ 160 ~
ANALISIS PENGGUNAAN KATA GANTI ORANG PERTAMA "WATASHI" PADA KALIMAT PERKENALAN PEMBELAJAR BAHASA JEPANG Juariah, Hari Setiawan, Riri Hendriati Sastra Jepang – Fakultas Sastra Universitas Darma Persada
[email protected]
ABSTRACT Japanese learners of Indonesian people use the pronoun " Watashi " ( I ) in Japanese both in written and oral variety. This is contrary to the fact that native speakers avoid using the pronoun " Watashi " in conversation . In terms of meaning , there is nothing wrong with the pattern of self-introduction as well as in the identification of a case relating to him , If you do a self-introduction to the patterns of communication will remain intertwined . However, in a pragmatic use of the first person pronoun is unusual and pronoun " Watashi " does not appear in the pattern of native self introduction first person. One of the causes of the closest and most predictable is the effect of the mother language . Because we are in communication with the Indonesian pretty much rely on the word "I " . But with the state of Indonesian learners who have limited contact with the Japanese authors assume the existence of other factors besides the influence of the mother tongue . From the analysis one can note that learners who learn in an environment that has more access to input Japanese also rate the more minimal errors or irregularities . Keywords : Watashi, Bahasa Ibu, Pembelajar Bahasa Jepang 1. PENDAHULUAN
Dalam bahasa Jepang ada istilah yang dinamakan Jikoshoukai “自己紹介”, yang berarti perkenalan diri. Kegiatan ini merupakan langkah awal komunikasi dan dalam pendidikan Jepang menjadi prioritas awal dalam proses belajar-mengajar. Dalam memasuki ruang lingkup sosial Jepang, pekenalan diri merupakan salah satu faktor yang dianggap penting, karena dengan melakukan perkenalan diri dengan baik secara tidak langsung kita bisa mendapatkan kesempatan untuk masuk lebih jauh ke ruang lingkup sosial masyarakat Jepang. Perkenalan diri dalam masyarakat Jepang terkadang menjadi media yang menunjukan karakter dan impresi dari si pembicara yang akan berpengaruh ke kehidupan
~ 161 ~
sosialnya di tempat yang baru, karena itu tidaklah berlebihan jika perkenalan diri dalan bahasa Jepang dikatakan sebagai kunci masuk ke dalam ruang lingkup sosial Jepang.
Berdasarkan pengalaman penulis di dalam dunia pendidikan bahasa Jepang baik sebagai pembelajar maupun sebagai pengajar, penulis sering menemukan pola perkenalan diri seperti di bawah ini :
(1)
初めまして。 (Hajimemashite/Perkenalkan) わたしは○○です。 (Watashi wa ○○desu/Saya ○○) ○○から来ました。 (○○kara kimashita/Saya berasal dari ○○) どうぞよろしくお願いします。 (Douzo yoroshiku onegai shimasu/Senang berkenalan dengan anda)
(2)
初めまして。 (Hajimemashite/Perkenalkan) わたしは○○です。 (Watashi wa ○○ desu/Saya ○○) 今○○才です。○○に住んでいます。 (Ima ○○sai desu. ○○ni sunde imasu/Umur saya ○○tahun. Tinggal di ○○) どうぞよろしくお願いします。 (Douzo yoroshiku onegai shimasu/Senang berkenalan dengan anda)
Pada pertemuan pertama dengan mahasiswa biasanya penulis meminta para mahasiswa untuk memperkenalkan diri. Dari kegiatan tersebut, penulis dapat melihat penggunaan pola di atas pada kalimat perkenalan diri mahasiswa. Sebagai perbandingan, mari kita lihat pola perkenalan diri penutur asli bahasa Jepang.
(3)
初めまして (Hajimemashite/Perkenalkan)
~ 162 ~
○○です。/○○と申します。 (○○desu/○○to moushimasu/Saya ○○) どうぞよろしくお願いします。 (Douzo yoroshiku onegai shimasu/Senang berkenalan dengan anda) Jika dibandingkan, perbedaannya adalah pada penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi”. Di dalam pola perkenalan diri pembelajar orang Indonesia terlihat penggunaan kata ganti orang pertama sementara di dalam pola penutur asli tidak ada. Selain itu, pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia juga kerap kali menambahkan informasi yang terkadang dipikir tidak terlalu penting dalam konteks komunikasi bahasa Jepang seperti usia, tempat tinggal dan sebagainya.
Dilihat dari sisi makna, tidak ada yang salah dengan pola perkenalan diri yang dilakukan pembelajar orang Indonesia di atas, jika melakukan perkenalan diri dengan pola tersebut komunikasi akan tetap terjalin. Namun secara pragmatis penggunaan kata ganti orang pertama merupakan hal yang tidak lazim dan tidak muncul dalam pola perkenalan diri penutur asli bahasa Jepang. Dalam pola perkenalan diri orang Jepang mereka akan langsung menyebutkan nama setelah mengucapkan 「初めまし て」”Hajimemashite”.
Selain pada perkenalan diri, penggunaan kata ganti orang pertama juga kerap muncul pada kalimat-kalimat pembelajar orang Indonesia yang berisikan identifikasi lingkungan pembelajar. Sebagai contoh adalah ketika pembelajar akan memberikan informasi berkisar tentang dirinya. Ketika akan berbicara pembelajar akan memulainya dengan terlebih dahulu mengatakan “Saya” atau dalam bahasa Jepang “Watashi”.
Faktor penyebab yang paling dekat dan yang paling bisa diprediksi pada saat ini adalah pengaruh dari bahasa Ibu. Karena kita dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia cukup banyak bergantung pada kata “Saya”. Namun dengan keadaan pembelajar Indonesia yang memiliki keterbatasan dalam bersinggungan dengan bahasa Jepang yang alami penulis berasumsi tentang adanya faktor penyebab lain selain pengaruh bahasa ibu. Melalui penelitian ini, penulis akan melakukan analisis terhadap tuturan
~ 163 ~
pembelajar bahasa Jepang khususnya dalam pola perkenalan diri dan berusaha menelusuri faktor apa saja yang menjadi penyebabnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bukunya yang berisi penjelasan mengenai tata bahasa Jepang tingkat menengah ke atas, Iori dkk menegaskan bahwa penggunaan kata ganti orang pertama dalam bahasa Jepang bukan dihilangkan namun lebih tepat jika dikatakan dipastikan waktu penggunaannya. Kata ganti orang pertama akan terdengar janggal pada jawaban untuk kalimat pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya atau tidak (yes/no question). Kemudian kata ganti orang pertama juga akan terdengar janggal pada kalimat yang mengekspresikan perasaan dari alat indera, contohnya sebagai berikut :
ああ、{私は}頭が痛い。薬、ありませんか?
Selanjutnya adalah waktu komunikasi yang mengizinkan kemunculan kata ganti orang pertama. Kata ganti orang pertama akan terdengar alami ketika mengekspresikan perbandingan, sebagai contoh : ゴールデンウィークに私は沖縄に行きます。
Dalam kalimat tersebut terkandung makna perbandingan bahwa “kalau jadwal liburan milik saya selama golden week adalah pergi ke Okinawa (mungkin jadwal orang lain akan berbeda) ”.
Kemudian kemunculan kata ganti orang pertama juga akan dinilai alami pada kalimat yang mengekspresikan kesimpulan, sebagai contoh : 部長:今度の出張、誰が行ってくれるかな? 田中:{私が}行きます。
Lalu kemunculan kata ganti orang pertama juga akan dinilai alami pada kalimat yang menjelaskan tentang informasi asal usul yang berkaitan dengan penuturnya, sebagai contoh :
~ 164 ~
{私は}1974年に生まれました。{私は}10年前にこの会社に入った。
3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Dilihat dari sisi makna, tidak ada yang salah dengan pola perkenalan diri yang dilakukan pembelajar orang Indonesia seperti yang disampaikan pada latar belakang di atas, jika melakukan perkenalan diri dengan pola tersebut komunikasi akan tetap terjalin. Namun secara pragmatis penggunaan kata ganti orang pertama merupakan hal yang tidak lazim dan tidak muncul dalam pola perkenalan diri penutur asli bahasa Jepang. Hal ini bisa penulis tegaskan berdasarkan pengalaman penulis selama tinggal di Jepang. Selama penulis tinggal di lingkungan masyarakat Jepang, penulis sama sekali tidak pernah mendengar pola perkenalan diri seperti yang ada di atas. Dalam pola perkenalan diri orang Jepang mereka akan langsung menyebutkan nama setelah mengucapkan 「初めまして」 ”Hajimemashite”.
Selain pada perkenalan diri, penggunaan kata ganti orang pertama juga kerap muncul pada kalimat-kalimat pembelajar orang Indonesia yang berisikan identifikasi lingkungan pembelajar. Sebagai contoh adalah ketika pembelajar akan memberikan informasi berkisar tentang dirinya. Ketika akan berbicara pembelajar akan
memulainya dengan terlebih
dahulu mengatakan “Saya” atau dalam bahasa Jepang “Watashi”. Sama halnya pada pola perkenalan diri, di dalam pola komunikasi penutur asli bahasa Jepang tidak terlihat adanya penggunaan kata ganti orang pertama dengan frekuensi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena kata ganti orang pertama “Saya” atau “Watashi” merupakan informasi yang lama jika diucapkan pada kalimat ke-2 dan dianggap sebagai informasi yang tidak diperlukan. Demikian juga pada pola perkenalan diri, karena konteksnya sudah merupakan perkenalan dirinya maka penutur yang bersangkutan tidak perlu lagi mengucapkan kata “Watashi”.
Melalui penelitian ini, penulis akan melakukan analisis terhadap tuturan pembelajar bahasa Jepang khususnya dalam pola perkenalan diri dan berusaha menelusuri faktor apa saja yang menjadi penyebabnya. Sehingga tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Membuktikan adanya penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi” pada kalimat ~ 165 ~
perkenalan diri pembelajar orang Indonesia. b.
Menelusuri faktor penyebab terjadinya hal tersebut.
c.
Merumuskan langkah pengajaran yang tepat agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengertian tentang kata ganti orang pertama dalam bahasa Jepang.
3.2 Manfaat Penelitian
Melihat dari kecenderungan mahasiswa pembelajar bahasa Jepang menggunakan kata ganti orang pertama “Watashi” baik dalam percakapan lisan maupun dalam tulisan yang dihasilkan sedangkan dalam masyarakat penutur asli bahasa Jepang sendiri penggunaan kata ganti orang pertama tersebut tidak banyak digunakan oleh karena itu maka penulis menganggap pentingnya penelitian ini dibuat. Dengan penelitian ini penulis mengharapkan hal-hal berikut : a.
Memberikan bahan referensi dalam pola pengajaran bahasa Jepang khususnya di tahap awal.
b. Melalui penelitian ini juga diharapkan ada perubahan pada pola pengajaran kalimat perkenalan diri ini agar outputnya bisa lebih mengarah ke bahasa Jepang yang alami.
4. METODE PENELITIAN
Sebagai metodologi yang digunakan dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan deskriptif, yaitu metode penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penuturpenuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya potret : paparan seperti adanya (Sudaryanto, 1992 : 62).
Sebagai metode pengumpulan data akan dilakukan wawancara dengan target sebagai berikut : Sekitar 40 orang yang merupakan warga negara Indonesia dengan lama belajar bahasa Jepang minimal 1 tahun dan memiliki sertifkat kemampuan bahasa Jepang minimal level 4 (N5).
~ 166 ~
Kepada responden kami melakukan penyebaran angket untuk mengetahui latar belakang mempelajari bahasa Jepang, seputar riwayat belajar bahasa Jepang dan kesulitan yang dihadapinya serta tehnik dan media belajar bahasa Jepang para responden Selain itu kami juga meminta responden untuk menuliskan kalimat perkenalan dalam bahasa Jepang untuk mengetahui pola penggunaan kata “Watashi” yang digunakan oleh para responden dalam kaliamat perrkenalan.
Sementara untuk mempermudah proses analisis data suara hasil wawancara selanjutnya akan dirubah ke dalam bentuk tulisan.
Setelah itu, proses analisis akan dimulai dengan hasil data. Dari analisi tersebut diharapkan hasil yang dapat membuktikan hipotesis penulis mengenai penggunaan kata ganti pertama “Watashi” pada sistem bahasa pembelajar atau pengajar bahasa Jepang di Indonesia.
5. HASIL YANG DICAPAI
Sebelum memaparkan hasil yang dicapai pada penelitian ini berikut ini adalah rincian data responden sebanyak 51 responden :
1.
Data Responden Data responden yang terkumpul merupakan data dari responden dengan latar belakang sebagai berikut :
A. Gender responden :
Laki-laki : 35% Perempuan : 65%
~ 167 ~
B. Rentang usia responden :
0 - 15 tahun : 0% 16 - 20 tahun : 37% 21 – 25 tahun : 51% Lebih dari 26 tahun : 12%
C. Lingkungan belajar Bahasa Jepang responden :
SMU : 4% Universitas :84% Kursus Bahasa : 4% Lainnya : 8%
D. Lama belajar Bahasa Jepang responden :
Kurang dari 1 tahun : 4%
~ 168 ~
1 tahun lebih namun kurang dari 3 tahun : 27% Lebih dari 3 tahun kurang dari 4 tahun : 20 % Lebih dari 4 tahun : 49%
E. Kemampuan bahasa Jepang responden :
N1 : 0% N2 : 12% N3 : 29% N4 dan N5 : 59%
2.
Hasil Analisis data penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" pada Kalimat Perkenalan Pembelajar Bahasa Jepang.
Data terkumpul dari 51 responden. Dari 51 data, data yang valid dan bisa digunakan adalah 45 (persentasi data yang valid 88%). Definisi data yang valid dalam penelitian ini adalah data yang dihasilkan dari proses pengisian terhadap pertanyaan angket secara keseluruhan dan memiliki bagian wacana perkenalan diri yang tertulis dalam bahasa Jepang. Adapun hasil analisis data tersebut dengan melihat jumlah kejanggalan dengan mengacu pada bebarapa parameter yaitu sebagai berikut : Lama belajar bahasa Jepang Dari tabel berikut ini dapat diketahui bahwa semakin lama waktu belajar Bahasa Jepang tingkat kejanggalan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" semakin kecil.
~ 169 ~
Rata-rata Kesalahan
Hubungan antara jumlah kejanggalan dan lama belajar Bahasa Jepang 6 4 2 0 Kurang dari 1 tahun
1 tahun lebih
Kurang dari Lebih dari 4 3 tahun tahun
Lama Belajar Bahasa Jepang
Level bahasa Jepang (N1 – N5) Hubungan kemampuan berbahasa jepang dengan tingkat kejanggalan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" dari tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa semakin rendah kemampuan berbahasa Jepang (N4-N5) maka tingkat kejanggalannya tinggi, sebaliknya semakin tinggi kemampuan berbahasa Jepang responden tingkat kejanggalan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" didalam kalimat perkenalan semakin rendah. Hubungan kemampuan Berbahasa dengan rata-rata kejanggalan Rata-rata kesjanggalan
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 N2
N3
N4 atau N5
Kemampuan Berbahasa Jepang
Lingkungan belajar Bahasa Jepang Dari tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa lingkungan belajar Bahasa seseorang mempengaruhi kemampuan dalam berbahasa.Dari data responden dapat diketahui bahwa yang belajar bukan dari bangku sekolah atau universitas memiliki rata-rata kejanggalan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" jauh
~ 170 ~
lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang belajar secara resmi baik di kursus,SMU atau universitas.
Rata-rata Kejanggalan
Hubungan Rata-rata Kejanggalan Dengan Lingkungan Belajar Bahasa Jepang 4 3 2 1 0 Kursus Bahsa
SMU
Universitas
Lainnya
Lingkungan Belajar
Frekuensi akses responden ke media berbahasa Jepang Dari tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa responden yang memiliki "kejanggalan"sedikit itu memiliki frekuensi akses ke media berbahasa Jepang lebih tinggi dari pada responden yang banyak memiliki kejanggalan.
Rata-Rata Kejanggalan
Hubungan rata-rata kejanggalan dengan Frekuensi Akses ke Media berbahasa Jepang 2 1.5 1 0.5 0 1 minggu 1 kali
1 hari 1 kali
1 hari lebih dari 1 kali
Frekuensi Akses ke Media Bahasa Jepang
Pendapat responden terhadap tingkat kesulitan bahasa Jepang (Sulit, Lumayan, dsb) Dari tabel berikut ini dapat diketahui secara menarik bahwa responden yang merasa Bahasa Jepang itu mudah lebih rendah tingkat kejanggalan dalam rata-rata penggunaan kata ganti “Watashi” dalam kalimat perkenalan dan responden yang ~ 171 ~
merasa Bahasa Jepang itu lumayan mudah maupun yang merasa sulit hanya memiliki perbedaan yang sangat tipis, artinya semakin merasa sulit justru semakin banyak ditermukan kejanggalan.
Rata-Rata Kejanggalan
Hubungan rata-rata kejanggalan dengan Rasa Tingkat Kesulitan 2 1.5 1 0.5 0 Lumayan mudah
Mudah
Sulit
Sangat sulit
Rasa Tingkat Kesulitan
Tingkat usia Dari tabel dibawah ini dapat jelas terlihat tingkat usia 16-20 tahun memiliki ratarata kejanggalan lebih tinggi dibandingkan dengan usia 21-25 namun usia 26 keatas juga memiliki nilai rata-rata kejanggalan lebih tinggi dibandingkan dengan responden usia 21-25 tahun.
Rata-Rata Kejanggalan
Hubungan rata-rata kejanggalan dengan Tingkat Usia 2.5 2 1.5 1 0.5 0 16 - 20 tahun
21 - 25 tahun
TIngkat Usia
~ 172 ~
26 tahun ke atas
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari analisis data yang sudah dilakukan di bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Terdapat kecenderungan bahwa semakin lama periode belajar dari pembelajar, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam produksi bahasa. Hal ini merupakan hal yang wajar terjadi dan dapat dilihat dari jumlah kesalahan atau kejanggalan dalam produksi bahasa pembelajar yang semakin mengecil pada pembelajar dengan periode belajar yang lebih panjang. Hal ini dikarenakan seiring dengan bertambahnya waktu atau periode belajar pembelajar maka semakin banyak dan bervariasi juga perbendaharaan pola dan kata bahasa Jepang yang dikuasai oleh pembelajar.
2.
Kemudian relasi antara kesalahan atau kejanggalan produksi bahasa juga terlihat dalam hal keminatan pembelajar terhadap budaya atau media yang menggunakan bahasa Jepang. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang menggambarkan keminatan pembelajar kepada media berbahasa Jepang dan frekuensi akses pembelajar terhadap jenis-jenis informasi tersebut. Semakin banyak hal yang disukai dari budaya negara yang pembelajar pelajari bahasanya dan semakin sering pembelajar mengakses informasi mengenai hal tersebut maka semakin minim juga tingkat kesalahan atau kejanggalan dalam produksi bahasanya.
3.
Dari hasil analisis juga kita dapat melihat bahwa pembelajar yang belajar di lingkungan yang memiliki lebih banyak akses ke input bahasa Jepang maka semakin minim juga tingkat kesalahan atau kejanggalan dalam produksi bahasanya.
4.
Di akhir simpulan, kita dapat melihat dan membuktikan peranan besar-kecilnya input dalam penggunaan bahasa Jepang dalam hal ini adalah penggunaan kata ganti pertama “Watashi”.
6.2
Saran
Skala penelitian ini masih sangat kecil yaitu hanya menyoroti penggunaan kata ganti pertama “Watashi” pada output pembelajar bahasa Jepang baik lisan maupun tulisan. Dari
~ 173 ~
penelitian ini kita dapat melihat sedikit gambaran mengenai besarnya peranan input dalam proses pembelajaran bahasa Jepang. Semakin banyak dan intens si-pembelajar menerima input bahasa maka semakin baik juga output yang dihasilkan. Jika dianalogikan, pembelajar diibaratkan seperti mesin produksi di pabrik yang menerima informasi bagaimana bentuk cetakan atau blueprint dari produk yang akan dihasilkan. Jika informasi mengenai bagaimana bentuk cetakan atau blueprint dari produk tersebut sangat detail dalam artian banyak atau memiliki frekuensi tinggi maka semakin baik pula bentuk cetakan atau blueprint dari produk tersebut sehingga bisa menghasilkan output dengan tingkat kesempurnaan produksi yang tinggi.
Dari hal ini kita bisa merefleksikannya dalam proses belajar-mengajar bahasa Jepang dalam bentuk dengan mempriorotasikan banyak memberikan input bahasa berupa contoh penggunaan daripada memberikan penjelasan gramatikal yang panjang. Dari hal tersebut, pembelajar akan dapat mempelajari konteks bahasa secara langsung dan menemukan makna bahasa dalam konteks tersebut.
Selain itu, kita juga sebagai pengajar dapat memotivasi pembelajar untuk lebih banyak dan intens dalam mengakses informasi atau media yang menggunakan bahasa Jepang. Dari saran sebelumnya mungkin hal ini yang akan direspon dengan sangat baik oleh pembelajar karena dalam hal mempelajari bahasa Jepang kita bisa mengakses informasi atau media yang berupa drama seri, serial animasi, komik, dan hal lain yang sifatnya menghibur. Namun kita sebagai pengajar juga harus tetap memantau dan memberikan feedback atas akses atau konsumsi informasi berbahasa Jepang yang dilakukan oleh pembelajar. Hal ini disebabkan oleh banyak juga input, terutama dalam hal yang bersifat fiksi yang berkaitan dengan hal non-kebahasaan seperti pembentukan karakter tokoh cerita dan sebagainya yang bisa mengakibatkan penggunaan bahasa Jepang yang tidak lazim.
DAFTAR PUSTAKA
Iori Isao dkk. 2000. Shokyu wo Oshieru Hito no tame no Nihongo Bunpo Handbook. 3A Network., Jepang Ito Kosuke. 1997. Nihongo no Shukaku wo Hyouji suru Joshi no Kaisouteki Bunseki. Ishikawa Nou Tankidaigaku Hou 27: 13-26
~ 174 ~
Ishizawa Hiroko. 2005. Minna no Nihongo I. 3A Network., Jepang Ichikawa Yasuko. 2009. Shokyu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Pointo. 3A Network, Jepang Kudo Hiroshi. 1996. Nihongo Yousetsu. Hitsuji Shobo., Jepang Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Gadjah Mada University Press., Indonesia Tanaka Hiroshi. 2006. Hajimete no tame no Nihongo no Oshiekata Handbook. Kokusaigogakusha., Jepang Yoshioka Hideyuki dkk. 1992. Nihongo Kyouzai Gaisetsu Handbook
~ 175 ~
~ 176 ~
UJI COBA PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PQ4R DAN STRATEGI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS PADA MATA KULIAH PENGANTAR SEJARAH JEPANG II Erni Puspitasari, Dinny Fujianti, Yessy Harun Sastra Jepang – Fakultas Sastra ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penerapan strategi pembelajaran PQ4R dalam meningkatkan hasil belajar Mahasiswa pada matakuliah Pengantar Sejarah Jepang. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian dilakukan dengan membuat kelas kontrol dan kelas eksperimen. Sebagai kelas eksperimen adalah kelas yang mendapatkan perlakuan strategi pembelajaran PQ4R, sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang mendapat perlakuan strategi pembelajaran pemberian tugas. Teknik pengumpulan data berupa tes akhir. Uji Instrumen dilakukan dengan uji daya beda dan uji kesukaran. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menunjukan bahwa kedua kelas berdistribusi normal, dan uji homogenitas menunjukan bahwa kedua kelas berasal dari populasi yang homogeny. Selanjutnya digunakan Uji t untuk mengetahui perbedaan rata-rata antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Melalui uji t diketahui bahwa t hitung lebih kecil dari t table ini menunjukan bahwa hasil belajar Mahasiswa yang mendapat perlakuan Strategi Pembelajaran PQ4R sama dan tidak lebih tinggi secara signifikan dengan yang diberi strategi pemberian tugas. Hal ini menunjukan bahwa pemberian perlakuan strategi pembelajaran PQ4R tidak efektif dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Pengantar Sejarah Jepang II Kata kunci : Uji coba ,Strategi pembelajaran, Hasil Belajar
1. PENDAHULUAN
Matakuliah Pengantar Sejarah Jepang atau Nihon Rekishi Nyumon adalah matakuliah wajib yang kepada mahasiswa semester 4, atau mahasiswa yang dianggap memiliki kemampuan berbahasa Jepang yang baik, sehingga dapat mengikuti perkuliahan dengan menggunakan bahan ajar berbahasa Jepang.
Matakuliah Pengantar Sejarah Jepang terbagi menjadi 2 yaitu Pengantar Sejarah Jepang I menyajikan berbagai materi perkuliahan mulai dari keadaan masyarakat Jepang dari jaman pra sejarah, terbentuknya negara negara kecil, terbentuknya masyarakat feodal yang dipelopori kaum militer dalam rangka penyatuan negara dengan tokoh tokohnya seperti Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi hingga klan Tokugawa, dan tang tak kalah pentingnya adalah masuknya ilmu pengetahuan dari Eropa dan Amerika yang merubah
~ 177 ~
Jepang menjadi sebuah negara modern. Matakuliah ini memberikan gambaran secara umum mengenai perkembangan masyarakat Jepang baik dari segi ekonomi, politik hingga sosial budaya yang terjadi selama pra Meiji. Untuk Pengantar Sejarah Jepang II lebih menitik beratkan pada kajian mengenai terbentuknya Restorasi Meiji hingga munculnya pergerakan-pergerakan politik yang bertujuan untuk menjadikan Jepang sebagai sebuah Negara modern yang demokratis dengan berdasarkan konstitusi..
Berdasarkan pengamatan selama mengampu matakuliah Nihon Rekshi Nyumon pada awal perkuliahan yaitu mulai awal Maret hingga Ujian akhir semester yaitu akhir bulan Juni, ditemukan bahwa hasil belajar mahasiswa tidak seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dari masih terdapatnya hasil belajar sejarah Jepang mahasiswa semester 4A dan semester 4 B yang rendah, yaitu di bawah nilai minimal kelulusan. Setelah melalui pengamatan, ternyata dari berbagai bentuk ujian tertulis yang diberikan, bentuk ujian essay memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi. Kemampuan mahasiswa dalam menjawab soal essay hanya berada pada kisaran 40 persen.
Setelah melakukan
pengamatan selama mengampu matakuliah ini, dan berdasarkan
diskusi bersama dengan teman sejawat yang mengampu matakuliah yang sama , hasil belajar mahasiswa kurang memuaskan ini disebabkan oleh 3 faktor yaitu dari pihak dosen seperti a) dosen kurang kreatif dalam menerapkan strategi pembelajaran, dan b) dosen masih dianggap sebagai satu satunya sumber belajar, sedangkan dari pihak mahasiswa yaitu ; a) Tingkat kemampuan berbahasa Jepang yang berbeda-beda, b) kurangnya partisipasi mahasiswa dalam proses pembelajar,
faktor lain yang turut andil dalam
merosotnya angka kelulusan mahasiswa dalam matakuliah Pengantar Sejarah Jepang materi ajar yang harus diberikan terlalu banyak, tidak sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia, sehingga materi ajar tidak dapat dibahas dengan tuntas.
Untuk mengatasi hal ini, strategi pembelajaran yang sesuai dalam matakuliah Nihon Rekishi Nyumon II atau Pengantara Sejarah Jepang II, merupakan bagian yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan pembelajaran, maupun pendidikan secara keseluruhan. Penggunaan strategi pembelajaran meliputi, pemilihan metode yang sesuai hinga merangsang motivasi, partsipasi, dan kreatifitas mahasiswa dengan tidak lupa memperhatikan perbedaan yang dimiliki tiap individu.
~ 178 ~
Perbedaan yang dimiliki mahasiswa meliputi adanya perbedaan dalam pemahaman terhadap bahan ajar, dan kemampuan dalam berbahasa Jepang, sehingga akan mempengaruhi hasil belajar sejarah Jepang.
Dalam usaha untuk mengatasi permasalahan di atas maka perlu mempertimbangkan penerapan strategi yang sesuai, sehingga dapat meningkatkan kompetensi seperti yang diharapkan. Strategi yang dianggap sesuai adalah strategi pembelajaran PQ4R. Strategi ini memungkinkan mahasiswa untuk dapat memahami materi ajar dengan baik, dan merangsang mahasiswa untuk dapat berpatisipasi secara aktif selama proses pembelajaran. Dengan menerapkan strategi pembelajaran PQ4R, diharapkan permasalahan yang dihadapi pada perkuliahan sebelumnya dapat diatasi dengan baik melalui penelitian ini, karena dengan melakukan tindakan atau perlakuan diupayakan untuk dapat mengembangkan proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Belajar Sejarah
2.1.1 Belajar
Dalam hubungannya dengan belajar, Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah sebuah pros proses dari mahluk hidup yaitu manusia dan binatang. Dalam proses ini memungkinkan mahluk hidup untuk
memodifikasi tingkah lakunya secara cepat dan
seimbang, dalam sebuah kehidupan, di mana modifikasi yang sama tidak akan terulang dalam situasi yang sama. Masih menurut Gagne dan Briggs, ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam belajar , yang pertama (1) contiguity atau hubungan, (2) Repetition atau pengulangan, dan (3) Reinforcement atau penguatan (Gagne, 1976)
Sependapat dengan Gagne, menurut Piaget (1969) yang dikutip Woolfolk belajar adalah sebuah proses konstruktif 3, Piaget menekankan bahwa proses konstruktif ini harus melalui tahapan-tahapan perkembangan kognitivnya ( Woolfolk, 2004,p.41)
~ 179 ~
Menurut Chaplin ( 1972) yang dikutip oleh Syah mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang bersifat permanen sebagai akibat dari latihan dan pengalaman ( Syah,2008,p.90 ).
Dengan berdasarkan paparan di atas , maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku dalam artian diperolehnya kemampuankemampuan baru yang berlaku secara permanen dan perubahan itu diperoleh dengan adanya usaha dan pengalaman yang disebabkan adanya pengaruh dari dalam, dan dari luar pembelajar.
2.1.2
Hasil Belajar
Grounlund dan Linn mengemukakan bahwa hasil belajar adalah suatu produk belajar, pembelajar diharapkan mampu berbuat pada akhir pembelajaran. ( Grounlund & Linn, 1990). Melengkapi teori tentang hasil belajar, Grounlund mengemukakan taksonomi Bloom yang mengemukakan bahwa evaluasi hasil belajar terbagi menjadi 3 ranah : ranah kognisi, ranah afeksi, dan ranah psikomotorik ( Grounlund, 1990 ) ,
Taksonomi Bloom, kemudian direvisi dengan taksonomi Anderson, dalam taksonomi ini terdiri dari : pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognisi ( Anderson & Krathwohl, 2001)
Kegiatan belajar dapat dikatakan efektif bila proses pembelajaran itu dapat mencapai hasil belajar yang ditargetkan, seperti ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan kecakapan. Hasil dari proses pembelajaran sebaiknya tidak hanya berupa pengetahuan, tetapi juga pada sikap dan ketrampilan.
2.2 Hasil Belajar Sejarah
2.2.1
Sejarah
Menurut istilah kata, sejarah atau History dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Yunani yaitu kata istoria yang bermakna ilmu (Gooschalk, 1986). Kata sejarah sendiri berasal dari
~ 180 ~
kata serapan yang berasal dari bahasa Arab “ asya-syajarah” yang bermakna pohon. Kata ini masuknya pedagang-pedagang Arab ke Indonesia. Menurut Widja makna pohon mengandung pengetian suatu percabangan geneologis dari suatu kelompok keluarga tertentu, yang bila dibuat menjadi bagan akan menyerupai pohon (Widja, 1988).
Dengan demikian sejarah dapat diartikan sebagai asal usul atau keturunan dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Yamakawa mengemukakan bahwa sejarah adalah fakta fakta yang terjadi di masa lampau yang berkenaan dengan ekonomi, politik, budaya, dan aktifitas masyarakat (Yamakawa, 1990)
Sejarah Jepang adalah berbagai peristiwa yang bernilai sejarah yang benar-benar terjadi di Jepang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Dengan demikian hasil belajar sejarah Jepang adalah penguasaan atau pengetahuan mengenai sejarah Jepang yang dimiliki mahasiswa dalam ranah kognitif, yang mengenai Restorasi Meiji, dan pasca Meiji yang meliputi , munculnya pergerakan politik , pembangunan sector ekonomi, konflik internal di kalangan para politisi, pembangunan sector pendidikan, pembangunan sector militer, hingga terjadinya perang Jepang – China, dan Perang Jepang Rusia. Setelah menerima pengalaman belajar Sejarah Jepang di kelas dalam kurun waktu tertentu, maka hasil belajar dinyatakan dengan angka yang dapat diukur dengan tes hasil belajar.
2.3 Strategi Pembelajaran PQ4R
2.3.1 Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran menurut David (1976) yang dikutip Sanjaya bahwa strategi pembelajaran diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu ( Sanjaya, 2007,p.124)
~ 181 ~
Sependapat dengan David, Kemp ( 1995 )bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan dalam pembelajaran yang harus dilakukan oleh dosen dan mahasiswa agar tujuan pembelajaran dapat berjalan efektif( Sanjaya, 2007,p.124)
Senada dengan Kemp, Dick dan Carey (1985 )yang dikutip Sanjaya mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk mmenimbulkan hasil belajar. Dalam mengimplementasikan strategi, maka diperlukan berbagai metode untuk merealisasikannya. Dalam satu strategi pembelajaran dapat menggunakan berbagai metode. ( Sanjaya, 2007,p.124). Tujuan utama dari strategi pembelajaran adalah untuk mengajarkan mahasiswa untuk belajar dengan kemauannya sendiri.
Strategi pembelajaran PQ4R adalah variasi dari strategi elaborasi. Strategi pembelajaran PQ4R mengacu kepada kemandirian mahasiswa dalam melakukan proses pembelajaran. PQ4R adalah pengembangan dari SQ4R yang dicetuskan oleh Francis Robinson pada tahun 1941, sedangkan yang mencetuskan PQ4R adalah Thomas dan Robinson. Menurut Thomas dan Robinson strategi ini digunakan untuk memperbaiki ingatan mengenai sebuah teks yang normal yang meliputi pandangan umum atau Preview, membuat pertanyaan tiap bagian atau Question, lalu membaca tiap bagian dari teks atau Read, dilanjutkan dengan menghubungkan apa yang telah dibaca dengan pengetahuan yang ada, setelah itu mendemonstrasikan apa yang telah dibaca atau Recite, bagian penutup adalah membaca kembali apa yang dipelajari guna memastikan bahwa materi yang dipelajari sudah dipahami (Chipman, Segal, & Glaser, 1990).
Keunggulan dari strategi ini adalah membantu mahasiswa untuk mengingat apa yang mereka baca. Membaca adalah proses interaktif antara bahasa dan pikiran.
Strategi pembelajaran PQ4R adalah salah satu strategi yang banyak digunakan untuk membantu mahasiswa dalam mengingat, dan memahami materi yang dibaca.
~ 182 ~
2.4 Strategi Pemberian Tugas
Strategi pemberian tugas adalah merupakan suatu strategi mengajar yang diterapkan dalam proses belajar mengajar, yang biasa disebut dengan strategi
pemberian tugas.
Biasanya guru memberikan tugas itu sebagai pekerjaan rumah. Akan tetapi sebenarnya ada perbedaan antara pekerjaan rumah dan pemberian tugas seperti
membaca.
eknik
pemberian tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi.
Strategi
pemberian tugas ini dalam pelaksanaannya memiliki beberapa kelebihan
disamping juga mempunyai beberapa kelemahan. Adapun kelebihan metode pemberian tugas diantaranya adalah Strategi ini merupakan aplikasi pengajaran modern disebut juga azas aktivitas dalam mengajar yaitu guru mengajar harus merangsang siswa agar melakukan berbagai aktivitas sehubungan dengan apa yang dipelajari.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di fakultas Sastra program Studi Bahasa dan Sastra Jepang, pada matakuliah Pengantar Sejarah Jepang II, tahun akademik 2013/2014. Data yang digunakan adalah data hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan peneliti dan data hasil belajar mahasiswa yang terdiri tes akhir
3.1 Populasi dan sampel
Penelitian dilakukan pada mahasiswa yang mengikuti matakuliah Pengantar Sejarah Jepang II tahun akademik 2013/2014 sebanyak 5 kelas, tetapi yang menjadi sampel penelitian adalah mahasiswa semester V A, B, C dengan jumlah mahasiswa sebanyak 48 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel simple random sampling atau acak sederhana.
3.2 Metode pengumpulan Data a.
Metode Observasi
~ 183 ~
Dalam metode ini diamati proses pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan strategi pembelajaran PQ4R.
b. Metode Tes
Untuk mengetahui tingkat pemahaman materi yang dapat dikuasai mahasiswa dengan melalui post test. Bentuk tes yang digunakan adalah pilihan berganda dengan jumlah soal 20.
3.3 Analisis Data
Untuk mengetahui apakah sampel berdistribrusi normal, maka digunakan uji normalitas dengan menggunakan uji chi kuadrat, sedangkan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen, maka diadakan uji homogenitas dengan menggunakan Uji F. setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Selanjutnya untuk membandingkan nilai perbedaan rata rata kelas kontrol dengan kelas eksperimen dalam hal post test, maka digunakan metode statistic uji t
4 . HASIL PENELITIAN
Berdasarkan pada data yang telah diperoleh, maka penerapan strategi pembelajaran PQ4R yang telah dilakukan tidak begitu berhasil, hal ini dapat dibuktikan dengan rerata yang hanya 12,6 atau hanya sekitar 65 %, sedangkan untuk kelas kontrol yang mendapat perlakuan strategi pemberian tugas, rerata yang didapat hanya 11,08, atau hanya sekitar 55 %, . Berdasarkan hasil observasi, ketidakberhasilan ini disebabkan materi ajar yang terlalu sulit, waktu pembelajaran yang lebih singkat dari waktu yang direncanakan, dan tidak maksimalnya dosen pengampu matakuliah Pengantar Sejarah Jepang dalam menerapkan Strategi Pembelajaran dengan baik.
Hal ini dibuktikan dengan hasil uji t dengan taraf signifikansi 5% dengan dk – 48-1 diperoleh angka 4,07 dan lebih besar dari t hitung yang hanya 1,64. Ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas yang mendapat perlakuan
~ 184 ~
Strategi Pembelajaran PQ4R dengan kelas yang mendapat perlakuan strataegi pemberian tugas.
Dari perolehan angka di atas, maka hipotesis alternatif Ha, yang berbunyi ada perbedaan hasil belajar antara mahasiswa yang mendapat perlakuan Strategi Pembelajaran PQ4R dengan yang mendapat perlakuan Strategi pemberian tugas, ditolak, karena tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara yang mahasiswa yang mendapat perlakuan strategi pembelajaran PQ4R dengan yang mendapat perlakuan Strategi pemberian tugas.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai akhir dari penelitian ini, maka peneliti akan membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang diperlukan untuk perbaikan dalam peningkatan hasil belajar pada matakuliah Pengantar Sejarah Jepang II, maka kesimpulan dan saran sebagai berikut :
5.1 Kesimpulan
1.
Penerapan strategi pembelajaran PQ4R dan Strategi pemberian tugas pada matakuliah Pengantar Sejarah Jepang tidak begitu baik dalam meningkatkan hasil belajar sejarah Jepang
2.
Hasil belajar mahasiswa yang mendapat perlakuan Strategi Pembelajaran tidak berbeda secara signifikan dengan yang mendapat perlakuan Strategi Pemberian Tugas.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka berikut ini adalah saran yang yang dapat dipertimbangkan, dalam upaya peningkatan hasil belajar mahasiswa dengan materi ajar berbahasa Jepang ; 1.
Kepada ketua jurusan bahasa dan Sastra Jepang Universitas Darma Persada, melakukan
inovasi , terutama dalam strategi pembelajaran dalam rangka
meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Kepada dosen pengampu matakuliah
~ 185 ~
Pengantar Sejarah Jepang agar dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan proses pembelajaran. Kepada Rektor agar dapat menempatkan dosen pada matakuliah yang sesuai dengan bidangnya. 2.
Penerapan Strategi pembelajaran hendaknya dilakukan dengan baik, sehingga hasil belajar yang diharapkan dapat terwujud.
3.
Penelitian ini hanya membahas sedikit aspek permasalahan yang terjadi dalam matakuliah Pengantar Sejarah Jepang II, banyak faktor yang tidak dibahas dalam penelitian ini, diharapkan para peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Larin W. Krathwohl, David, R. A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing : A Revision of Blooms Taxonomy of Educational Objectives, New York ; Adison Wesley Longman.,p 92 Hamalik, Omar, 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta ; Bumi Aksara,.p.28 Gagne , M. Robert,1976. Essential of Learning for Instruction. Illinois ; The Dryden Press.,p. 5 Gagne , M. Robert, Bright,J.Leslie, Principles of Instructional Design. New York ; Holt, Rinehart and Winston Inc.,pp. 7-8 Grounlund, Norman, E., Linn Robert 1990. Measurement and Evaluation in Teaching. New York; Mac Millan Publishing Company., p.154 Sanjaya, Wina, 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta ; Media Group.,p. 110 Shuppansha, Yamakawa, 1990, Ryugaseino Tameno Nihonshi Syah, Muhibin, 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung ; Remaja Rosda Karya Woolfolk, Anita. 2004.Educational Psycology. Boston ; Pearson Inc,.p. 41
~ 186 ~
PROSEDUR PENATAAN ARSIP DATA MAHASISWA PADA BIRO AKADEMIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA Widiastuti, Nanny Dewi Sunengsih, Ardi Winata Fakultas Sastra
[email protected] ABSTRAK Penataan arsip data mahasiswa pada Biro Akademik Universitas Darma Persada merupakan hal yang sangat penting karena kumpulan dokumen tersebut merupakan rekaman informasi dari setiap aktivitas di Universitas. Penataan arsip yang baik memiliki nilai guna dalam memberikan informasi dengan cepat dan tepat. Penataan arsip yang baik juga sangat penting, agar setiap saat dibutuhkan, mudah untuk menemukan dokumen (retrieval) data/informasi tersebut. Untuk itu, yang harus dilakukan adalah melaksanakan tatacara penyimpanan secara rapi dan teratur. Salah satu langkah proses penataan yang baik adalah dengan cara menyusun dokumen sesuai dengan disposisi kegiatan. Secara berkala perlu dilakukan proses pemusnahan dokumen, hal ini untuk menghindari gudang arsip dipenuhi oleh dokumen-dokumen yang tidak perlu (junk documents). Pemusnahan file harus dilakukan dengan hati-hati dan benar, berdasarkan Standard Operating Prosedur yang terkait. Hasil penelitian prosedur penataan arsip yang meliputi tahapan pembuatan, pemanfaatan, penyimpanan, retrieval dan disposisi menunjukkan bahwa dokumen yang muncul akibat aktivitas administrasi akademik bersifat dinamis karena memiliki manfaat untuk proses akademik antara lain, pelaporan PDPT/EPSBED, akreditasi program studi, dan kebutuhan lainnya. Dalam pelaksanaanya saat ini, beberapa dokumen belum dikelola secara maksimal karena hanya berbentuk dokumen manual dan belum dilakukan secara elektronis seperti data cuti akademik mahasiswa, data pengunduran diri mahasiswa, data diri mahasiswa yang harus selalu diperbaharui serta data lulusan yang belum seluruhnya tersimpan dalam program SIAK. Sarana dan prasarana penyimpanan data serta prosedur yang belum cukup menunjang, menyebabkan beberapa dokumen harus yang diolah kembali, membutuhkan waktu lama untuk mencari dokumen tersebut. Tahapan yang perlu mendapat perhatian adalah proses penyusutan dokumen, hal ini belum optimal dilakukan karena belum adanya prosedur dan penjadwalan rutin. Kata kunci: data akademik mahasiswa, dokumen, penciptaan, pemanfaatan, penyimpanan. PENDAHULUAN
Dalam konteks organisasi atau korporasi, proses manajemen sangat bertumpu pada informasi. Arsip sebagai recorded information menempati posisi penting dan membawa dampak
terhadap kemajuan organisasi.
Sebuah informasi
sangat berguna untuk
kelancaran proses kerja administrasi dan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam menghadapi perubahan situasi dan kondisi yang terus berkembang. Oleh karena itu,
~ 187 ~
diperlukan berbagai rekaman informasi dari setiap aktivitas organisasi itu sendiri. Dengan demikian, semua berkas (arsip) yang memuat informasi mempunyai nilai guna sehingga perlu menjadi perhatian dan dikelola dengan baik.
Menurut T.R. Schellenberg, istilah arsip dapatlah dirumuskan sebagai warkat-warkat dari sesuatu badan pemerintah atau swasta yang diputuskan sebagai berharga untuk diawetkan secara tetap, guna keperluan mencari keterangan dan penelitian dan disimpan atau telah dipilih untuk disimpan pada suatu badan kearsipan (The Liang Gie,2000:118) . Oleh karena itu, setiap arsip mengandung informasi sebagai sarana penting untuk memberikan pelayanan informasi.
Arsip yang berisi informasi tersebut harus disimpan dengan menggunakan sistem tertentu yang dilengkapi dengan perlengkapan dan peralatan yang memadai agar proses suatu pekerjaan menjadi efektif dan efisien karena penataan arsip yang buruk dan tidak teratur akan menghambat kegiatan suatu organisasi, khususnya pelayanan yang berupa informasi. Dampak lainnya adalah sulitnya upaya pencarian arsip kembali, jika sewaktu-waktu diperlukan.
Tidak lengkap jika hanya mengandalkan informasi yang berasal dari ingatan pengelola atau pelaksana di dalam organisasi, seperti ungkapan memory can fail, but what is recorded will remain. Organisasi perlu memiliki rekaman informasi aktivitas organisasi, karena jika tidak organisasi tersebut akan menemui banyak masalah dan hambatan yang berkaitan dengan pelaksanaan dan pengembangan organisasi, dikahawatirkan pada akhirnya akan muncul pertanyaan tentang eksistensi organisasi tersebut.
Pengertian arsip di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 43 tahun 2009 tentang “Ketentuan Umum Kearsipan” pasal 1 ayat 2 bahwa arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
~ 188 ~
Dari pengertian di atas diperoleh gambaran bahwa arsip merupakan sekumpulan informasi yang dapat berwujud dalam beragam bentuk seperti tulisan, gambar, audio maupun visual yang disimpan dalam media tulis maupun elektronik, dokumen tersebut disimpan secara sistematis sebagai sumber informasi untuk dijadikan sebagai alat bantu dalam pelaksanaan kehidupan organisasi, masyarakat, bangsa dan Negara.
Istilah arsip itu sendiri di Indonesia memiliki 3 arti yaitu (1) file merupakan jenis arsip aktif yang masih dipergunakan secara langsung dalam proses administrasi, sehingga arsip ini masih terdapat di unit kerja; (2) record berupa jenis arsip inaktif yang sudah menurun nilai kegunaannya dalam proses administrasi sehari-hari, arsip ini tidak berada di unit kerja tetapi sudah berada di unit kearsipan organisasi bersangkutan; (3) archive merupakan arsip statis, arsip yang secara tidak langsung digunakan dalam proses penyelenggaraan administrasi Negara. Arsip ini berada di Arsip Nasional Republik Indonesia Pusat dan di Arsip
Nasional
Republik
Indonesia
Daerah.
Arsip
statis
merupakan
bahan
pertanggungjawaban Nasional bagi kegiatan Pemerintah untuk generasi yang akan datang (Wursanto,1991:11).
Kegiatan mengelola arsip ini memiliki peranan penting dalam proses manajemen, karena arsip sebagai sumber informasi dibutuhkan suatu organisasi dalam rangka melaksanakan fungsi manajemen seperti perencanaan, perumusan kebijaksanaan, menganalisis, pengambilan keputusan, pengendalian hingga pembuatan laporan. Sehingga dibutuhkan usaha penataan arsip dengan pengelolaan menggunakan sistem kearsipan yang baik dan benar, sesuai kebutuhan, sederhana dalam penerapan, dan mudah dilaksanakan serta diharapkan arsip yang masih memiliki nilai guna bagi organisasi dapat digunakan secara optimal, ditemukan dengan cepat dan tepat jika dibutuhkan.
Dalam prakteknya sistem kearsipan yang sering digunakan dalam mengelola arsip dapat dilakukan dengan 5 (lima) sistem utama yaitu 1) abjad; 2) numerik; 3) klasifikasi; 4) kronologis dan 5) warna. Susunan abjad masih dapat diperluas lagi menurut abjad nama, abjad geografi dan abjad subyek. Beberapa sistem dapat dikombinasikan menjadi sistem campuran, misalnya abjad dengan numerik dikenal sebagai sistem alfanumerik atau abjad geografi ditambah dengan abjad nama orang ataupun abjad dikombinasikan dengan warna. (Sulistyo Basuki, 2003:75).
~ 189 ~
Menurut Ida Nuraida (2008:102) prosedur penataan arsip menempuh beberapa tahap mulai dari pemeriksaan dokumen, pemberian indeks/klasifikasi dan pencatatan arsip, pembuatan cross-reference, penyimpanan sampai dengan prosedur peminjaman/pengambilan arsip. Hal ini sejalan dengan pendapat Zulkifli Amsyah (1996:51) bahwa setiap kegiatan mempunyai urutan langkah-langkah untuk menyelesaikan pekerjaan bersangkutan sejak permulaan sampai selesai atau prosedur kearsipan terdiri dari prosedur permulaan dan prosedur penyimpanan. Prosedur permulaan untuk surat masuk meliputi kegiatan-kegiatan administrasi pencatatan, pendistribusian dan pengolahan, untuk surat keluar meliputi administrasi pembuatan surat, pencatatan dan pengiriman. Prosedur penyimpanan untuk surat masuk dan keluar (arsip atau pertinggal) adalah sama meliputi kegiatan pemeriksaan, mengindeks, mengkode, menyortir dan meletakkan.
Penelitian Nila Ismayati dengan judul Manajemen Arsip Vital Perguruan Tinggi : Studi Kasus di Universitas X (2011:3) menyatakan bahwa Arsip vital dihasilkan oleh fungsi manajemen yang melakukan kegiatan utama (core business) dan sebagian kegiatan pendukung yang berpotensi menghasilkan arsip vital. Masih menurut Nila Ismayati (2011:4) bahwa pentingnya nilai arsip vital bagi perguruan tinggi, maka perguruan tinggi membutuhkan manajemen arsip vital yang baik dan terencana. Kebutuhan itu ternyata juga diiringi dengan kewajiban perguruan tinggi untuk membuat Program Arsip Vital.
Hal ini juga disebutkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan pasal 56 ayat 1 berbunyi : “Lembaga Negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri serta BUMN dan/atau BUMD wajib membuat program arsip vital.” Pasal ini diperjelas lagi oleh Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor
SE/06/M.PAN/3/2005
tentang
program
perlindungan,
pengamanan,
dan
penyelamatan dokumen arsip vital negara terhadap musibah/bencana dam peraturan kepala arsip nasional Republik Indonesia No. 6 Tahun 2005 tentang pedoman perlindungan, pengamanan, dan penyelamatan dokumen/arsip vital negara serta lampiran peraturan kepala arsip nasional Republik Indonesia No. 6 Tahun 2005 Tanggal 27 April 2005. Manajemen arsip vital menjadi suatu kebutuhan dan keharusan bagi perguruan tinggi, dalam hal ini Universitas Darma Persada.
~ 190 ~
Pengelolaan
arsip
pada organisasi
yang
bergerak
dikependidikan
akan
selalu
bersinggungan dengan informasi peserta didik atau mahasiswa. Mulai dari data registrasi awal sebagai mahasiswa baru, data keuangan
mahasiswa, data perkembangan
pengambilan mata kuliah dengan hasilnya berupa nilai hingga data kelulusan mahasiswa. Hal itu sangat diperlukan tidak saja bagi mahasiswa dan universitas tetapi juga sebagai informasi pelaporan kepada pemerintah dan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Badri M Sukoco (2007:95) bahwa data atau dokumen manual mempunyai siklus yang terdiri atas lima tahap yang saling mempengaruhi satu sama lain mulai dari penciptaan, pemanfaatan, penyimpanan, retrieval dan disposisi. Jika prosedur ini diikuti diharapkan penataan arsip memiliki manfaat yang maksimal.
Universitas Darma Persada sebagai sebuah organisasi yang bergerak di bidang kependidikan salah satu aktivitas administrasinya adalah melakukan proses pengarsipan data mahasiswa mulai dari data awal sebagai mahasiswa baru sampai dengan mahasiswa tersebut menyelesaikan program pendidikannya, dan aktivitas tersebut dilakukan oleh Biro Akademik Universitas Darma Persada. Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian dilaksanakan untuk mengetahui tentang pengelolaan arsip di Biro Akademik Universitas Darma Persada, terutama prosedur penataan data mahasiswa dalam upaya memudahkan pemanfaatan arsip sebagai informasi yang sangat dibutuhkan dalam berbagai
hal
diantaranya seperti keperluan kelengkapan data akreditasi program studi, proses pelaporan data di PDPT, memproses kelulusan mahasiswa dan membuat kebijakan institusi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yang bertujuan menggali dan mengemukakan data mengenai keadaan yang sebenarnya. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Penelitian kepustakaan
didasarkan pada buku-buku panduan atau sumber-sumber lainnya yang memuat data yang diperlukan. Sedangkan penelitian lapangan dengan melakukan 2 (dua) teknik yaitu teknik wawancara dan teknik obeservasi, untuk memperoleh keterangan dari karyawan yang mengelola penataan arsip dengan cara melakukan pertanyaan langsung (wawancara) kepada karyawan tersebut, dan observasi digunakan guna memperoleh gambaran secara langsung dengan cara survey ke unit kerja biro akademik tentang penataan arsip.
~ 191 ~
Responden yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah 2 (dua) orang petugas yang menangani pengelolaan dokumen pada biro akademik. Setelah data terkumpul melalui observasi dan wawancara, kemudian data diolah dan disajikan melalui analisa 5 tahapan siklus hidup arsip manual (Badri M Sukoco,2007:95) yang meliputi: (1) tahap penciptaan berupa dokumen yang akan dikelola sesuai nilai manfaatnya, (2) tahap pemanfaatan sebuah dokumen, (3) tahap penyimpanan yang berhubungan dengan prosedur penyimpanan, (4) tahap retrieval berhubungan dengan lokasi dokumen, dan (5) tahap disposisi berupa pemeliharaan dokumen yang dianggap penting ke lokasi yang dianggap tepat untuk disimpan termasuk pemusnahan dokumen yang memenuhi asas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
pada biro akademik pengenai prosedur
penataan arsip, dengan didasarkan kepada tahapan penciptaan, pemanfaatan, penyimpanan, retrieval dan disposisi, diperoleh gambaran sebagai berikut:
Tahap Penciptaan
Tahap ini informasi berupa data atau dokumen akademik mahasiswa sebagai hasil kegiatan administrasi akademik mahasiswa membentuk arsip dinamis yang perlu penanganan dengan baik. Karena beberapa dokumen menjadi arsip vital yang keberadaannya tidak dapat diperbaharui, dan tidak tergantikan apabila rusak atau hilang seperti ijazah dan transkrip lulusan. Selain menciptakan arsip vital, akan terbentuk pula arsip aktif dan inaktif. Arsip aktif merupakan arsip yang dalam pemakaiannya sering atau frekuensinya tinggi dan terus menerus, umumnya jenis arsip tersebut berupa data aktivitas mahasiswa mulai dari data pribadi, data pengambilan mata kuliah dalam bentuk KRS dan KPRS, cuti akademik, perubahan NIM, pengundurkan diri mahasiswa, dan surat keterangan. Sedangkan arsip inaktif adalah arsip yang jarang digunakan seperti surat masuk dan surat keluar.
Informasi administrasi akademik tersebut akan menciptakan data baru yang tidak hanya dalam bentuk data elektronis namun juga data yang dicetak di kertas atau arsip manual.
~ 192 ~
Arsip elektronis akan tersimpan di dalam server TIK yang dikelola melalui program SIAK (Sistem Informasi Akademik), sedangkan arsip manual dikelola Biro Akademik yang meliputi data mahasiswa baru, data rencana studi mahasiswa, data perubahan rencana studi mahasiswa, data mengundurkan diri, data hasil studi mahasiswa (KHS), data perubahan nomor induk mahasiswa (NIM) karena pindah program studi atau habis masa studi, data cuti akademik mahasiswa, data mengundurkan diri, data lulusan, data nilai matakuliah, ralat nilai, nilai skripsi dan nilai tugas akhir, ijasah asli yang belum diambil mahasiswa, data surat masuk dan surat keluar.
Dokumen yang timbul sebagai akibat dari kegiatan administrasi akademik, diketahui bahwa dalam tahapan ini terdapat dokumen yang hanya muncul dalam bentuk arsip manual saja, seperti data mengundurkan diri dan data cuti akademik. Sedangkan data perubahan rencana studi tidak memiliki arsip manualnya karena mahasiswa langsung mengubah pada program SIAK. Selain itu karena beberapa sebab kesalahan manusia dan sistem, terjadi perbedaan data antara dokumen manual dengan dokumen elektronis seperti pada Kartu Hasil Studi (KHS). Keterlambatan nilai masuk menyebabkan dokumen manual KHS yang dicetak sesuai jadwal akan berbeda dengan data elektronisnya.
Tahap Pemanfaatan
Tahapan pemanfaatan dokumen yang diciptakan dari aktivitas kegiatan akademik menghasilkan
data yang berguna mendukung aktivitas perkuliahan, proses mutasi
mahasiswa, pelayanan dokumen kepada mahasiswa, program studi, serta unit kerja lain. Di samping itu pemanfaatan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk proses pelaporan data ke Kopertis dan Dikti berupa data Epsbed/PDPT dan keperluan akreditasi. Hampir semua data yang ada di Biro akademik digunakan untuk proses pelaporan tersebut. Hanya permasalahan yang timbul tidak semua data yang dibutuhkan untuk proses Epsbed/PDPT dapat dengan mudah dimanfaatkan karena tidak semua data tercipta dalam bentuk manual atau elektronis, sehingga dalam pemanfaatan dokumen dibutuhkan perlu waktu untuk mencari dan mengolah kembali.
~ 193 ~
Tahap Penyimpanan
Dokumen kegiatan administrasi akademik yang muncul selama kurun waktu tahun akademik, menimbulkan informasi yang disimpan sebagai arsip manual. Namun selain arsip manual yang dihasilkan terdapat pula arsip elektronis yang disimpan dalam software yang dikelola oleh TIK melalui program SIAK. Data-data akademik manual diletakkan pada tempat penyimpanan arsip yang memudahkan untuk ditemukan kembali saat dibutuhkan, sebagian besar dokumen diletakkan pada lokasi kerja karyawan biro akademik seperti dokumen KHS, dokumen ijazah, salinan ijazah dan transkrip, dokumen surat keluar dan surat masuk, dokumen cuti akademik, dokumen pengunduran diri mahasiswa dan dokumen nilai. Selain ditempatkan pada lokasi kerja karyawan, terdapat ruang khusus untuk penyimpanan dokumen. Ruang penyimpanan tersebut menyimpan berkas mahasiswa baru, KRS, cuti akademik, KPRS, dan
dokumen inaktif. Proses penyimpanan arsip
dikelompokkan menurut jenis datanya, Sistem penyusunan arsip hampir seragam yaitu menggunakan kombinasi kronologis dan subyek berupa tahun, semester,jurusan/prodi dan NIM. Kendala yang ada dalam tahap penyimpanan ini adalah beberapa dokumen yang belum tersimpan secara elektronis, sehingga menyulitkan pemanfaatannya karena membutuhkan waktu dalam pengerjaannya, seperti rekapitulasi indeks prestasi kumulatif, masiswa aktif, mahasiswa cuti, mengundurkan diri, perkembangan mahasiswa baru, mahasiswa lulusan, biro akademik kesulitan untuk mendapatkan dalam bentuk cetakan yang bisa langsung diambil dalam program SIAK. Permasalahan lain berupa pengisian data alumni yang dilakukan mahasiswa yang akan lulus, biro akademik selama ini mengumpulkan data tersebut secara manual, dengan sebuah formulir isian data yang dikirim ke fakultas untuk diisi mahasiswa. Permasalahan timbul ketika data tidak jelas dibaca karena ditulis tangan dan keterlambatan penyerahan sehingga hasil data menjadi tidak akurat.
Tahap Retrieval
Arsip data manual yang tersimpan di biro akademik ini membutuhkan sarana dan prasarana seperti ruangan tempat menyimpan arsip, peralatan menyimpan arsip berupa rak, filling kabinet, lemari arsip sampai odner
yang memiliki fungsi meletakkan arsip agar
memudahkan dalam penyimpanan dan pemanfaatan kembali data tersebut apabila
~ 194 ~
dibutuhkan. Dengan demikian proses retrieval atau proses pelacakan dan penemuan kembali data atau arsip tidak membutuhkan waktu yang lama. Kendala pada tahapan ini adalah terbatasnya ruang penyimpanan dokumen sehingga menyulitkan petugas untuk mengambil atau menyimpan dokumen karena sempitnya ruang untuk bergerak. Selain itu sarana penyimpanan arsip untuk beberapa dokumen seperti dokumen KHS masih menggunakan lemari yang terbuat dari kayu. Hal ini dikhawatirkan akan terulang kembali kejadian beberapa waktu lalu yaitu musibah hancurnya arsip salinan ijasah dan transkrip karena dimakan rayap. Kejadian tersebut terjadi karena tempat penyimpanan arsip diletakkan pada lemari berbahan kayu sehingga mudah bagi serangga/rayap memakan berkas yang terbuat dari kertas.
Tahap Disposisi
Tahap terakhir dari prosedur penataan arsip adalah pemeliharaan dokumen atau disposisi, tahap ini dokumen arsip perlu dilakukan pemeliharaan yang tepat dalam menyimpannya sampai dengan proses penyusutan atau pemusnahan arsip. Dalam tahapan ini pemeliharaan lebih lanjut terhadap dokumen yang dianggap vital berupa dokumen salinan ijasah dan transkrip lulusan. Dokumen ini selain disimpan secara manual juga dilakukan pemindahan dokumen melalui scanner menjadi bentuk gambar dan disimpan secara elektronis. Yang menjadi masalah data elektronis ini hanya disimpan di dalam komputer biro akademik, sehingga dikhawatirkan hilang karena virus atau rusak serta belum maksimalnya pemanfaatan dokumen ini karena belum tersimpan dalam program SIAK. Data lain yang perlu dilakukan pemeliharaan adalah data pribadi mahasiswa yang harus selalu di perbaharui terutama alamat tempat tinggal, nomor telpon/HP, pekerjaan dan data pribadi lainnya, disamping foto mahasiswa juga perlu disimpan dalam bentuk elektronis dan dikelola dalam program SIAK.
Tahapan disposisi yang belum rutin dilakukan adalah kegiatan penyusutan arsip yang dapat berupa pengurangan, pemusnahan atau penyerahan. Pada biro akademik kegiatan ini belum dibuatkan penjadwalan secara rutin, dokumen-dokumen
yang ada terus bertambah
sehingga tempat penyimpanan semakin padat oleh dokumen. Pada sekitar tahun 2007 biro akademik pernah pelakukan penataan kembali dokumen menurut kelompok subyek masalah dan melakukan proses penyusutan terhadap sejumlah dokumen mahasiswa dengan
~ 195 ~
cara memusnahkan berkas sepanjang kurun waktu 10 tahun dari awal Unsada berdiri yaitu dari tahun 1986 sampai dengan 1996, hanya ketentuan prosedur penyusutan tidak didasarkan pada prosedur yang baku sehingga sampai saat ini tidak dilakukan kembali.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian prosedur penataan arsip data mahasiswa pada biro akademik universitas darma persada adalah sebagai berikut: Biro Akademik Universitas Darma Persada dalam mengelola dokumen yang diciptakan dari aktivitas akademik mahasiswa menghasilkan dokumen-dokumen yang memiliki sifat dinamis, karena sebahagian besar arsip merupakan dokumen aktif yang digunakan selama mahasiswa tersebut kuliah seperti KRS, KPRS, data mahasiswa, NIM, Perubahan NIM, Pengunduran diri hingga dokumen kelulusan mahasiswa.
Pemanfaatan dokumen sering digunakan dalam proses administasi akademik, diantaranya untuk pelaporan PDPT/EPSBED, keperluan akreditasi program studi, dan kebutuhan lainnya.
Perlu di lakukan prosedur penataan arsip tidak saja melalui penyimpanan
dokumen manual tetapi perlu dilakukan juga secara elektronis agar pemanfaatan dokumen menjadi optimal.
Sarana dan prasarana penyimpanan dokumen serta prosedur yang belum menunjang seperti tempat dan ruang penyimpanan terbatas, menyebabkan beberapa dokumen membutuhkan waktu untuk ditemukan.
Pendataan mahasiswa yang masih dilakukan secara manual seperti cuti akademik, pengunduran diri, pengisian data alumni menjadi kurang efektif, hal ini berakibat sulit melacak secara cepat, karena harus diolah kembali padahal dokumen tersebut sangat berkaitan dengan kegiatan akademik lainnya seperti PDPT, kelengkapan akreditasi program studi.
Proses disposisi terhadap arsip berupa pemeliharaan dokumen lebih lanjut yang dianggap penting dan proses pemusnahan data yang memenuhi ketentuan, belum secara optimal dilakukan karena tidak adanya prosedur yang baku.
~ 196 ~
DAFTAR PUSTAKA
Arsip Nasional Republik Indonesia. UU 43 Tahun 2009. anri.go.id/. Diakses 17 Januari 2013. Badri Munir Sukoco. 2007. Manajemen Administrasi Perkantoran. Jakarta. Penerbit Erlangga. Departemen Keuangan Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Pengembangan Sumber Daya Manusia. 2011. Modul Manajemen Perkantoran Modern. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Pengembangan Sumber Daya Manusia Departemen Keuangan. pp 85102. http://www.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/ Diakses 20 Januari 2013. Dian blog’s Blog. Arsip. http://dian4nggraeni.wordpress.com. Diakses 17 Januari 2013. Dunia Arsip. Manajemen Kearsipan dalam Pengelolaan Arsip. http://www.duniaarsip.com. Diakses 10 Januari 2013. Ig.Wursanto. 1991. Kearsipan 1. Yogyakarta. Kanisius. ---------------. 1991. Kearsipan 2, Yogyakarta. Kanisius. Kamus
Bahasa
Indonesia
Online.
Pengertian
Arsip.
http://kamusbahasaindonesia.org/arsip.. Diakses 16 Januari 2013. The Liang Gie. 2000. Administrasi Perkantoran Modern.Yogyakarta. Liberty Offset. Thomas Wiyasa. 2001. Tugas Sekretaris Dalam Mengelola Surat dan Arsip Dinamis. Jakarta. PT Pradnya Paramita. Sulistyo Basuki. 2005. Kamus Istilah Kearsipan. Yogyakarta. Kanisius. Zulkifli Amsyah. 1996. Manajemen Kearsipan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Nita Ismayati, Manajemen Arsip Vital Perguruan Tinggi : Studi Kasus di Universitas X. lontar.ui.ac.id/file?...digital/136076-T%2028021-Manajemen%20arsip-A... Diakses 6 Desember 2013.
~ 197 ~
~ 198 ~
ANALISIS PERFORMANCE KEUANGAN UNIVERSITAS X DENGAN PENDEKATAN MODEL ALTMAN Z SCORE Jombrik Jurusan Akuntasin – Fakultas Ekonomi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performance keuangan Universitas X dengan menggunakan analisis Altman Z score. Apakah Universitas X tersebut mengalami masalah atau tidak secara overall yang diukur dalam indeks Z score. Penelitian dilakukan dengan metode pustaka dan data berupa data sekunder. Data sekunder berupa laporan keuangan yang terdiri dari Neraca, laba/rugi, perubahan ekuitas dan laporan arus kas selama 6 tahun dari 2007 s/d 2012. Hasil penelitian secara overall adalah tahun 2007 nilai Z score 6,023, tahun 2008 nilai Z score 3,327 yang berarti berada diatas nilai cut off untuk kategori performance sehat yaitu Z > 2,99. Pada tahun 2009 nilai Z score 2,592, tahun 2010 nilai Z score 2,156, yang berarti berada dibawa nilai cut off 2,7 < Z < 2,99 yang berarti berada pada gray area atau performance keuangan sedikit mengalami masalah. Pada tahun 2011 nilai Z score 1,663 yang berarti berada dibawah nilai Z < 1,88 hal ini menggambarkan bahwa performance keuangan mengalami masalah yang serius. Sedangkan untuk tahun 2012 nilai Z score 2,724 yang berati berada pada nilai cut off 2,7 < Z < 2,99 hal ini menggambarkan performance keuangan berada pada gray area. Secara keseluruhan dalam lima tahun terlihat bahwa performance keuangan Universitas X terus mengalami penurunan sehingga pada tahun 2011 berada dalam situasi keuangan yang serius, namun pada tahun ke enam (2012) performance keuangannya telah mengalami perbaikan walaupun masih berada pada situasi gray area atau masih mengalami masalah keuangan. Kata kunci: Performance keuangan, Z score model Altman
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam praktek organisasi alat untuk mencapai tujuan biasanya
dibentuk suatu
bagian/divisi yang menggambarkan bagaimana bagian bagian tersebut bekerja sebagai suatu sistim yang tidak terpisahkan dalam suatu struktur yang dinamis. Secara sederhana kita dapat melihat bahwa pada umumnya bagian/divisi/kelompok
dalam organisasi
khususnya perusahaan umumnya mencakup bagian Sumberdaya manusia, bagian Produksi/operasional, bagian
pemasaran, bagian Keuangan, dan bagian riset dan
pengembangan. Keseluruhan bagian ini merupakan sub sistem dalam suatu sistem kerja yang memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang masing-masing. Salah satu
~ 199 ~
bagian/divisi yang sangat penting dalam suatu organisasi adalah keuangan. Secara divisional manajemen keuangan merupakan bagian yang sangat penting karena memiliki fungsi dalam hal Pembiayaan, Pembelanjaan. Apabila kedua fungsi ini dapat manaje dengan baik maka kinerja perusahaan dari sisi keuangan akan lebih baik. Bangkrutnya perusahaan pada umumnya disebabkan karena kinerja keuangannya yang tidak baik. sehingga mempengaruhi kinerja-kinerja lainnya dalam perusahaan.
Pemahaman umumnya menganggap bahwa manajemen keuangan sama saja
dengan
akuntansi karena keduanya membahas tentang keuangan perusahaan. Namun bila kita telaah lebih dalam barulah kita tahu baru akuntansi dan keuangan itu tidak sama, walaupun memang mempunyai hubungan dan tidak dapat dipisahkan. Akuntansi adalah historical, artinya suatu metode atau system pencatatan yang mengacuh pada data data berupa transaksi yang terjadi dalam perusahaan, kemudian mencatat sesuai dengan aturan yang baku untuk memberikan informasi atau laporan keuangan, Sedangkan Manajemen keaungan justru menggunakan informasi tersebut sebagai bahan analisis untuk mengambil keputusan keuangan dimasa yang akan datang. Akuntansi adalah dampak keputusan keuangan.
Hasil laporan keuangan selanjutnya dijadikan sebagai bahan informasi untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan. Prediksi kebangkrutan merupakan salah satu analisis keuangan yang berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan atau tidak dimasa yang akan datang. Bagi pemilik dapat digunakan untuk memutuskan apakah tetap mempertahankan kepemilikannya di perusahaan atau menjualnya dan kemudian menanamkan modalnya pada sector lain. Sedangkan pihak manajemen perlu mengetahui kesehatan keuangan perusahaan untuk dapat melakukan perbaikan kinerja yang dianggap menjadi faktor yang melemahkan. Dari gambaran tersebut maka Universitas sebagai institusi yang juga melakukan transaksi keuangan seperti halnya perusahaan harus juga mengetahui sejauhmana tingkat kesehatan keuangannya, hal inilah yang menarik untuk ditelaah dalam penelitian ini. Sumber informasi atau data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan Akuntansi berupa laporan keuangan Universitas X dalam 4 tahun terakhir dengan Judul: “ Analisis Performance Keuangan Universitas X dengan pendekatan model Altman Score”
~ 200 ~
1.2. PERUMUSAN MASALAH
1.
Apakah Kinerja Keuangan Universitas X berada dalam kondisi yang
sehat
secara overall menurut ukuran Altman Z score 2.
Faktor-faktor apa yang paling mempengaruhi Tingkat Stabilitas
keuangan
Universitas X dilihat dari koefisien masing masing faktor
1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.
Untuk mendapatkan gambaran yang spesifik tentang kinerja keuangan Universitas X dalam 6 tahun terakhir.
2.
Untuk mengetahui
faktor apa yang paling mempengaruhi performance
keuangan Universitas X. 3.
Sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan manajerial Universitas
1.4. MANFAAT HASIL PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: “Dapat menjadi informasi untuk pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan/memperbaiki kinerja keuangan Universitas X.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja Keuangan
Untuk dapat mengetahui kinerja keuangan suatu perusahaan biasanya dilakukan suatu analisis terhadap laporan-laporan dalam bentuk analisa rasio-rasio keuangan. Analisa ini merupakan alat yang penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasilhasil yang dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah dilaksanakan. Salah satu sumber data yang dapat digunakan adalah dengan melihat laporan keuangan perusahaan yaitu neraca, laporan laba rugi, dan laporan perubahan ekuitas. Atas dasra laporan keuangan ini dapat dilakukan analisis rasio keuangan seperti; Likuiditas yang
~ 201 ~
hendak mengetahui kemampuan suatu perusahaan/organisasi membayar kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo. Untuk dapat mengetahui kemampuan perusahaan mendapatkan keuntungan juga dapat dilakukan dengan analisis rasio profitabilitas, sedangkan untuk mengetahui apakah penggunaan aset perusahaan telah dimanfaatkan secar optimal dapat dianalisis dengan rasio aktivitas. Demikian pulah dengan persoalan kinerja hutang, komposisi pembiayaan dapat dilakukan dengan analisis solvabilitas atau leverage rasio. Disamping analisa rasio tersebut karena memiliki kelebihan dan kekurangan juga dapat dipergunakan beberapa model analisa rasio yang dapat memberikan gambaran menyeluruh dari kinerja keuangan suatu perusahaan seperti model dupont, model rasio pasar, trend analisis, serta model analisis Z score yang dikembangkan oleh Edward Altman.
Analisa kinerja keuangan perusahaan merupakan suatu interpretasi terhadap prestasi atau pencapaian suatu perusahaan atau organisasi
dalam suatu periode tertentu yang
mencerminkan tingkat kesehatan suatu perusahaan.
2.2 . Prediksi Kebangkrutan
Prediksi kebangkrutan berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan atau tidak dimasa yang akan datang. Bagi pemilik perusahaan dapat digunakan untuk memutuskan apakah tetap mempertahankan kepemilikannya di perusahaan atau menjualnya dan kemudian menanamkan modalnya ditempat lain. Sedangkan investor dan kreditor sebagai pihak yang berada diluar perusahaan dituntut mengetahui perkembangan yang ada dalam perusahaan demi keamanan investasi modalnya sebab ketidakmampuan untuk membaca sinyal-sinyal dalam kesulitan usaha akan mengakibatkan kerugian dalam investasi yang telah dilakukan
Analisis Z-score berfungsi untuk menganalisa potensi kebangkrutan suatu perusahaan, karena dari skor yang dihasilkan dapat diketahui apakah suatu perusahaaan dalam kondisi keuangan yang sehat, atau dalam kondisi yang menunjukan tanda-tanda kebangkrutan, atau mungkin kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi terpuruk yaitu kebangkrutan. Hasil perhitungan analisis ini dapat dimanfaatkan oleh pihak manajemen perusahaan untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Sedangkan bagi pihak kreditur dan para investor dapat menggunakan hasil analisis tersebut
~ 202 ~
untuk melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi kemungkinan buruk yang akan terjadi. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan diketahui, semakin baik untuk pihakpihak yang terkait dalam perusahaan.
Menurut Toto (2011:332), kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu. Rasio keuangan dapat digunakan sebagai indikasi adanya kebangkrutan di perusahaan. Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian menurut Martin dalam Fahkrurozie (2007:15) yaitu:
1.
Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed) Kegagalan dalam ekonomi artinya bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan, perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang diharapkan.
2.
Kegagalan keuangan (Financial Distressed) Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana baik dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagai asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed. Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah tidak sehat sehingga sangat mudah mengalami kebangkrutan.. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, bahwa kebangkrutan merupakan kondisi perusahaan
yang
tidak
sehat
dalam
melanjutkan
usahanya
dikarenakan
ketidakmampuan dalam bersaing sehingga mengakibatkan penurunan profitabilitas.
~ 203 ~
2.3.Kegagalan Perusahaan
Kegagalan perusahaan dapat disebabkan oleh beberapa hal, sebagaimana dikemukakan oleh Agus Sartono 1994 kegagalan perusahaan disebabkan karena: 1. Mengalami Technically insolvent, jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo namun nilai asetnya masih lebih besar dari kewajibannya. 2. Perusahaan yang mengalami legally insolvent yaitu nilai asetnya lebih rendah dari pada hutang perusahaan. 3. Perusahaan yang mengalami kebangkrutan karena tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya dan oleh pengadilan dinyatakan pailit.
Menurut Bambang Ryanto 2001; 315 menggolongkan sebab sebab kegagalan perusahaan karena dua faktor yaitu: 1. Faktor Internal yaitu factor-faktor yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri yang meliputi faktor financial dan non financial. a.
Sebab-sebab yang menyangkut financial yaitu: -
adanya hutang/kewajiban financial yang terlalu besar sehingga memberikan beban tetap yang terlalu besar pada perusahaan.
b.
-
Adanya current liabilities yang terlalu besar diatas current asset
-
Lambatnya pengumpulan piutang atau adanya bed debts
-
Kesalahan dalam kebijakan dividen
-
Tidak cukupnya dana-dana penyusutan
Sebab-sebab yang menyangkut non financial 1) Kesalahan pada para pendiri perusahan seperti
2)
-
Kesalahan dalam memilih tempat berdirinya perusahaan
-
Kesalahan dalam penentuan produk
-
Kesalahan dalam penentuan besarnya perusahaan
Kurang baiknya struktur organisasi perusahaan
c.
Kesalahan dalam memilih pimpinan perusahaan
d.
Adanya managerial incompetence
~ 204 ~
2. Faktor Ekternal yaitu factor-faktor yang timbul yang berasal dari luar perusahaan antara lain; a.
Adanya persaingan yang semakin hebat
b.
Berkurangnya permintaan terhadap produk/jasa
c.
Turunnya harga-harga dan lain-lain
Potensi kebangkrutan diprediksi dengan melakukan perhitungan Z-Score yaitu skor yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan, tetapi kebangkrutan tersebut belum pasti terjadi, karena perusahaan masih berdiri dan beroperasi sehingga pimpinan perusahaan masih dapat melakukan kebijakan untuk memperbaiki posisi keuangan perusahaan dimasa yang akan datang. Selain itu, masalah yang berkaitan dengan kebangkrutan semakin cenderung muncul apabila suatu perusahaan menyertakan lebih banyak utang dalam struktur modalnya. Ancaman kebangkrutan bukan hanya kebangkrutan itu sendiri tetapi juga berbagai masalah yang ditimbulkannya, seperti karyawan penting keluar, pemasok menolak memberikan kredit, pelanggan mencari perusahaan lain yang lebih stabil, dan pemberi pinjaman meminta suku bunga yang lebih tinggi serta menetapkan syarat-syarat yang lebih ketat pada kontrak pinjaman. ( Eugene F. Brigham dan Joel F.Houston, 2001 :33)
2.4. Indikator keuangan
Dalam memprediksi kebangkrutan dengan model Altman Z score digunakan beberapa indikator kinerja keuangan yang selanjutnya indikator indikator tersebut diektrapolasi dalam suatu persamaan multi variable dengan batasan cut off pada nilai Z yang telah ditetapkan sesuai dengan jenis/bentuk perusahaan.
2.4.1. Indikator working Capital to Total Aset ratio
Modal kerja merupakan modal atau dana yang dibutuhkan untuk mdapat menjamin operasional suatu perusahaan atau organisasi. Ketersediaan modal kerja yang cukup akan memungkinkan organisasi bergerak dengan leluasa, Keesimbangan antara modal kerja dengan aset lainnya sangat penting. Perbandingan antara modal kerja
~ 205 ~
dengan total aset merupakan salah satu indikator dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan.
2.4.2. Indikator Retained earning to Total Aset rasio
Naik turunnya aset secara keseluruhan dalam perusahaan tidak terlepas dari besarnya laba ditahan dari waktu kewaktu, sehingga perusahaan dengan laba ditahan yang besar akan ikut memperbesar nilai aset. Indikator ini bertujuan untuk melihat bagaimana kenaikan atau penurunan laba ditahan member kontribusi terhadap naik turunnya aset perusahaan.
2.4.3. Indikator Earning Before interest and tax to Total Aset
Indikator ini merupakan ukuran pencapaian secara operasional dari perusahaan sehingga bila rasio ini besar terhadap total aset berarti menggambarkan efektifitas penggunaan aset dalam perusahaan baik. semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif penggunaan asetnya.
2.4.4
Indikator Book value of equity to book value of liabilities
Indikator nilai buku ekuitas terhadap nilai buku hutang merupakan ukuran kinerja untuk mengetahui apakah jumlah modal sendiri dapat menjamin jumlah kewajiban/hutang perusahaan sehingga dapat menggambarkan sejauh mana ketersediaan ekuitas bila terjadi claim dari pihak-pihak yang memberikan dana atau pinjaman, atau bila perusahaan dinyatakan default atau pailit
2.4.5 Indikator Revenue to Total Aset
Indikator perbandingan penerimaan terhadap total aset merupakan ukuran kinerja dalam mengetahui optimalisasi dan efektifitas penggunaan aset dalam perusahaan. Semakin tinggi revenue berarti menggambarkan efektifnya penggunaan aset, dan sebaliknya.
~ 206 ~
2.5 Kegunaan Informasi Keuangan
Menurut Statement of Financial Accounting Concept No 1 Kegunaan laporan keuangan adalah: 1. Pelaporan keuangan harus menyajikan informasi investor dan pengguna laporan lainnya yang potensial dalam mengambil keputusan secara rasional 2. Pelaporan keuangan harus menyajikan informasi yang dapat membantu investor, kreditor dan pengguna lain yang potensial dalam memperkirakan jumlah, waktu dan ketidak pastian penerimaan kas dimasa yang akan datang. 3. Pelaporan keuangan harus menyajikan informasi tentang sumber daya ekonomi perusahaan, klaim atas sumber daya kepada perusahaan atau pemilik modal. 4. Pelaporan keuangan harus menyajikan informasi tentang prestasi perusahaan dalam satu periode. Informasi ini sering digunakan oleh investor atau kreditor untuk membantu menaksir prospek perusahaan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan Universitas x
selama 6 tahun terakhir yang selanjutnya diolah dengan menggunakan
ukuran kinerja keuangan menurut teori Altman (Altman Score)
3. 2. Parameter pengukuran Variabel:
-
Working capital to total aset
-
Retained Earning to total aset
-
Earning before interest and Taxes to Total Aset
-
Book value of equity to book value of liabilities
-
Sales (Revenue)/ to total aset
~ 207 ~
3.3. Metode Analisis Data
Parameter tersebut diukur dengan persamaan berikut dan nilai-nilai koefien dari masing masing kinerja dibawah ini
Rumus Z Score Z=6,56x1+3.26X2+6,72X3+1,05X4+0,998X5 Keterangan: Z : OverallIndeks (Keseluruhan X1: Working Capital to Total Assets Ratio (Modal Kerja/Total Aktiva) X2: Rentained Earnings in Total Assets (Laba Ditahan/Total Aktiva) X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Laba Sebelum Bunga
dan
Pajak/Total Aktiva) X4: Book Value of Equity to Book Value of Liabilities (Nilai Modal Sendiri/Nilai Buku Hutang) X5: Revenue to total Asset
Nilai cut off Z > 2,99 2,7 < Z < 2,99
. Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan Perusahaan mempunyai sedikit masalah keuangan (meskipun tidak serius).
1,88 < Z < 2,69
Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan
Z < 1,88
Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius.
Sumber : Darsono (2005: 105)
~ 208 ~
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. ANALISIS DATA
Sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis laporan keuangan untuk n mengetahui tingkat kesehatan keuangan dari Univ. X
apakah berada dalam
kondisi sehat atau mengindikasikan kebangkrutan. Dalam menganalisis kondisi keuangan ini dilakukan dengan
memformulasikan rumusan Z score
untuk mendapatkan hasil
apakah Univ X berpotensi mengalami kesulitan keuangan atau tidak.
Langkah-langkah perhitungan dilakukan dengan menganalisis masing-masing variable sesuai dengan indicator variable dari Z score a. Working Capital to Total Aset Variabel ini digunakan untuk mengetahui nilai variable X1. Modal kerja dalam penelitian ini diformulasi dari keseluruhan aset lancar dan total aset yang terdapat dalam neraca laporan keuangan, sebagaimana tabel 4.1 dibawah ini Tabel 4.1 Ringkasan aset Lancar Tahun
ASET LANCAR
TOTAL ASET
2007
7.621.572
51.606.181
2008
5.941.920
49.082.396
2009
5.859.609
45.903.978
2010
5.610.329
45.166.797
2011
4.017.562
45.538.648
2012
6.927.333
44.823.571
Sumber: Laporan Keuangan Univ. X diolah
Berdasarkan data tersebut diatas dapat dihitung nilai x1 yaitu rasio modal kerja terhadap total asetnya dikalikan dengan nilai koefien Altman Z Score 6,56 yang hasilnya sebagaimana tabel 4.2
~ 209 ~
Tabel 4.2 Nilai Altman Score pada variable X1 TAHUN Aset Lancar
Total aset
Rasio
Koef
Nilai X1
2007
7.621.572
51.606.181
0,148
6,56
0,969
2008
5.941.920
49.082.396
0,121
6,56
0,794
2009
5.859.609
45.903.978
0,128
6,56
0,837
2010
5.610.329
45.166.797
0,124
6,56
0,815
2011
4.017.562
45.538.648
0,091
6,56
0,579
2012
6.920.111
44.823.571
0,154
6,56
1,012
Sumber: Data diolah
b. Retained Earning to Tatal Aset Data utama laba ditahan dalam laporan standar Akuntansi pada dasarnya merupakan sisa keuntungan yang tidak dibagikan kepada pemilik sehingga dicatat sebagai laba ditahan secara akuntansi . Dalam laporan keuangan Univ. X yaitu laporan Pendapatan dan pengeluaran yang hasilnya adalah Surplus atau defisit. Formulasi yang digunakan untuk X2 adalah nilai surplus atau defisit sebagai proxy dari laba ditahan. Adapun nilai surplus atau defisit selama 6 tahun sebagimana tabel 4.3 dibawah ini
Tabel 4.3 Surplus/Defisit tahunan Univ. X Tahun
Surplus/Defisit
2007
-396.885
2008
-2.693.152 -1.397.444
2009 2010
-737.180
2011
-1.290.778
2012
941.002
Sumber: Laporan Keuangan Univ. X
~ 210 ~
Selanjutnya
dapat
dihitung
nilai
X2
yaitu
nilai
rasio
laba
ditahan/surplus(defisit) dengan total aset dengan koefisien 3,26 sebagimana tabel 4.4 Tabel 4.4 Nilai Altman Score pada variable X2 TAHUN
Laba
Total aset
Rasio
Koef
Nilai X2
ditahan 2007
-396.885
51.606.181
-0,008
3,26
-0,026
2008
-2.693.152
49.082.396
-0,055
3,26
-0,179
2009
-1.397.444
45.903.978
-0,030
3,26
-0.099
2010
-737.180
45.166.797
-0,016
3,26
-0,052
2011
-1.290.778
45.538.648
-0,028
3,26
-0.091
2012
941.002
44.823.571
0,021
3,26
0,069
Sumber: Data diolah
c. Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT) Nilai laba sebelum bungan dan pajak adalah keuntungan perusahaan dari aktivitas operasionalnya sebagi formulasi dari nilai X3. dalam hal ini menurut laporan keuangan Univ. X dimana selama 5 tahun terakhir tidak mendapatkan laba atau tidak ada nilai surplus maka rasio dari EBIT terhadap total aset di asumsikan sama dengan rasio Laba ditahan terhadap total aset. Dengan asumsi tersebut maka nilai X3 dapat diperoleh sebagaimana tabel 4.5. Tabel 4.5 Rasio Altman Score pada variable X3
TAHUN
EBIT
Total aset
2007
-396.885
51.606.181
-0,008
6,72
-0,054
2008
-2.693.152
49.082.396
-0,055
6,72
-0,370
2009
-1.397.444
45.903.978
-0,030
6,72
-0,202
2010
-737.180
45.166.797
-0,016
6,72
-0,106
2011
-1.290.778
45.538.648
-0,028
6,72
-0,188
2012
941.002
44.823.571
0,021
6,72
0,141
Sumber: Data diolah
~ 211 ~
Rasio
Koef
Nilai X3
d. Book value of equity to book value of liabilities Nilai buku ekuitas merupakan saldo ekuitas menurut laporan keuangan pada akhir tahun yang nilainya berasal dari modal ditempatkan ditambah dengan sisa keuntungan atau laba ditahan setiap tahunnya.
Dalam hal ini bila laba
meningkat dan diikuti dengan peningkatan laba ditahan maka nilai buku ekuitas akan naik, begitu juga sebaliknya apabila laba menurun atau rugi maka nilai buku ekkuitasnya akan mengalami penurunan pada setiap akhir tahun. dalam kasus ini nilai buku ekuitas didasarkan pada nilai buku laporan pada akhir tahun 2007 yang selanjutnya di sesuikan berdasarkan naik turunnya laba/surplus pada tahun-tahunberikutnya.Tabel dibawah ini menggambarkan perubahan ekuitas dari tahun ketahun dalam lima tahun terakhir sebagai berikut: Tabel 4.6 Data perubahan nilai buku Ekuitas TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Nilai Buku Surplus Defisit Nilai buku ekuitas awal akhir tahun Ekuitas Akhir 7.894.133 -396.885 7.497.248 7.497.248 -2.693.152 4.804.096 4.804.096 -1.397.444 3.406.652 3.406.652 -737.180 2.669.472 2.669.472 -1.290.778 1.378.694 1.378.694 941.002 2.319.696
Sumber: data diolah
Adapun nilai buku hutang dalam enam tahun terakhir sesuai laporan keuangan tahunan sebagai data berikut: Tabel: 4.7 Nilai Buku Hutang TAHUN
Nilai Huku Hutang 1.611.606
2007 2008
1.780.973
2009
2.181.442
2010
2.257.209
2011
1.662.629
2012
2.573.737
Sumber: Lap. Keuangan Univ. X
~ 212 ~
Berdasarkan data nilai buku ekuitas dan nilai buku hutang tersebut diatas maka nilai 0,105X4 sebagimana tabel 4.8:
Tabel 4.8 Nilai Altman Score pada Variabel X4 TAHUN
Nilai
Nilai
Rasio
Koef
Nilai
Buku
Buku
Ekuitas
Hutang
2007
7.497.248
1.611.606
4,652
1,05
4,885
2008
4.804.096
1.780.973
2,698
1,05
2,831
2009
3.406.652
2.181.442
1,562
1,05
1,640
2010
2.669.472
2.257.209
1,183
1,05
1,127
2011
1.378.694
1.662.629
0,829
1,05
0,871
2012
2.319.696
2.349.727
0,987
1,05
1,036
X4
Sumber: Data diolah
e. Revenue to Total Aset Jumlah penerimaan merupakan jumlah pendapatan Univ. X dalam enam tahun terakhir sebagaimana tabel 4.9 . Tabel 4,9 Penerimaan Univ. X TAHUN
PEENRIMAAN
2007
12.879.377
2008
12.322.194
2009
14.569.406
2010
16.827.122
2011
18.281.200
2012
20.945.436
Sumber: Laporan Keuangan Univ. X
Dari data Penerimaan pada tabel 4.7 dan jumlah aset sebagaimana tabel 4.2 diatas maka dapat dihitung rasio penerimaan terhadap total aset untuk mendapatkan nilai X5 dengan koefisien 0,998 sebagai berikut:
~ 213 ~
Tabel 4.10 Nilai Altman Score pada indicator X5 TAHUN
Penerimaan
Total Aset
Rasio
Koef
Nilai X5
2007
12.879.377
51.606.181
0,250
0.998
0,249
2008
12.322.194
49.082.396
0,251
0.998
0,251
2009
14.569.406
45.903.978
0,317
0.998
0,317
2010
16.827.122
45.166.797
0,373
0.998
0,372
2011
18.281.200
45.538.648
0,401
0.998
0,401
2012
20.945.436
44.823.571
0,467
0,998
0,466
Sumber: Data diolah
Untuk dapat mengetahui bagaimana tingkat kesehatan/stabilitas keuangan pada Univ. X dapat dilakukan dengan menghitung nilai Z sesuai dengan rumusan Altman score yaitu Z=6,56x1+3.26X2+6,72X3+1,05X4+0,998X5 yang nilai-nilainya sebagai berikut: Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Nilai Z Score Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012
X1 0,969 0,794 0,837 0,815 0,579 1,012
X2 -0,026 -0,179 -0.099 -0,052 -0.091 0,069
X3 -0,054 -0,370 -0,202 -0,106 -0,188 0,141
X4 4,885 2,831 1,640 1,127 0,871 1,036
X5 0,249 0,251 0,317 0,372 0,401 0,466
Z Score 6,023 3,327 2,592 2,156 1,663 2,724
Ket Sehat Sehat Gray Gray Red Gray
Sumber: Data diolah
4.2. PEMBAHASAN
Kinerja Tahun 2007
Nilai overall Z score tahun 2007 adalah 6,023 yang berarti > 2,99 sebagai nilai overall pengukuran variable untuk dinyatakan sehat. Dengan nilai Z 6,023 tersebut mengindikasikan bahwa kinerja keuangan pada tahun 2007 baik sehingga tidak ada indikasi akan adanya kesulitan keuangan atau indikasi kebangkrutan. Faktor-faktor pendorong tingginya nilai Z Score pada tahun 2007 ini adalah pada variable X4
~ 214 ~
yaitu rasio nilai buku ekuitas terhadap nilai buku hutang. Hal ini terlihat dimana nilai buku ekuitas pata tahun 2007 tersebut adalah sejumlah 7.497.248 sementara nilai buku hutang hanya 1.611.606 yang berarti rasionya cukup besar. Disamping itu rasio modal kerja yang diukur dengan aset lancar terhadap total aset memberikan nilai kinerja yang cukup baik dengan nilai X1= 0,969.
Adapun faktor yang mengurangi kinerja secara overall adalah pada indicator X2 dan X3 karena nilai variable ini negatif. Hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut Universitas X mengalami defisit/kerugian.
Kinerja Tahun 2008
Nilai overall Z score tahun 2008 adalah 3,327 nilai ini masih berada diatas batas nilai cut off
2,99. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2008 kondisi
keuangannya
dapat dikategorikan sehat, walaupun kinerjanya mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2007. Hal ini terlihat pada nilai overall Z score dari 6,023 turun menjadi 3,327.
Bila melihat kinerja tahun 2008 ini factor penyebab rendahnya nilai overall Z score adalah karena; a.
Menurunnya nilai aset lancar khususnya kas dan setara kas yang diukur dalam variaber X1.
b.
Naiknya kerugian/defisit pada tahun 2008 yang mempengaruhi kinerja yang diukur dalam variable X3 yaitu Rasio Laba ditahan terhadap total aset.
Kinerja Tahun 2009
Nilai overall Z score pada tahun 2009 adalah 2,592 yang berarti < dari nilai cut off pada titik 2, 77 sehingga secara overall kinerja keuangan berada pada jalur abu-abu (gray area). Titik ini mengindikasikan bahwa Univ. X tersebut sedikit mengalami kesulitan keuangan Hal-hal menjadi penyebab menurunnya kinerja keuangan pada tahun 2009 tersebut terindikasi pada kinerja X4 dan x5 yang merupakan gambaran kinerja pada
~ 215 ~
perbandingan ekuitas terhadap hutang dan X5 sebagai kinerja dari tingkat penerimaan dibandingkan dengan nilai aset yang dimiliki. Disamping itu kinerja pada X2 yaitu rasio keuntungan terhadap jumlah aset juga mempengaruhi karena pada tahun tersebut tetap masih dalam kondisi defisit/rugi.
Kinerja Tahun 2010
Nilai overall Z score tahun 2010 adalah 2,156 yang berarti < dari nilai cut of pada titik 2,77. Yang berarti kinerja keuangan berada pada posisi gray area atau kinerja yang kurang baik. dengan nilai tersebut ada gejala Univ. menghadapi kesulitan keuangan, yang lebih serius dibandingkan dengan tahun 2009. Rendahnya kinerja keuangan pada tahun 2010 sama dengan kondisi yang terjadi pada 2009 yaitu kinerja X4 dan X5 namun yuang paling signifikan menurunkan kinerja adalah X4 yaitu rasio penerimaan terhadap aset. Nilai kinerja pada indicator X4 pada tahun 2009 adalah 1,640 turun menjadi 1,127 pada tahun 2010. Pada tahun tersebut juga masih mengalami kerugian namun lebih kecil dibandingkan tahun 2008 dan 2009.
Kinerja Tahun 2011
Nilai overall Z score tahun 2011 adalah 1,663 yang berarti < dari nilai cut off pada titik 1,880. Yang berarti kinerja keuangan berada pada posisi sulit/buruk, yang mengarah kepada kebangkrutan (bila tidak segera dilakukan perbaikan) dalam periode ini kinerja keuangan yang dominan mempengaruhi adalah kinerja variabel X2, X3 dan X4 yang mengalami penurunan sehigga secara overall menurunkan kinerja keuangan.
Kinerja Tahun 2012
Nilai overall Z score tahun 2012 adalah 2,724 yang berarti < dari nilai cut off Z= 2,99 angka tersebut menggambarkan kinerja pada tahun 2012 tersebut
masih
mempunyai masalah keuangan karena masih berada pada gray area, Namun bBila
~ 216 ~
dibandingkan dengan kinerja tahun 2011 terlihat adanya perbaikan kinerja dari posisi kesulitan keuangan (red area) menjadi gray area.
4.3.
INTERPRETASI HASIL PENELITIAN
Dari hasil analisis kinerja dengan menggunakan metode analisis Z score dalam enam tahun terakhir memperlihatkan kinerja keuangan yang terus menurun, hanya pada tahun 2007 dan 2008 kinerja keuangannya masih dikategorikan baik karena nilai Z scorenya berada diatas nilai cut off 2,99
sebagai batas minimal untuk kategori sehat. Selanjutnya pada tahun
2009 sampai dengan 2010 kinerja keuangan berada pada daerah abu-abu/gray area yang berarti kinerja yang kurang tidak baik. Penurunan kinerja tersebut semakin rendah pada tahun 2011 sehingga berada pada daerah merah (red area) yang berarti kinerja yang sagat buruk atau mendekati kondisi kebangkrutan bila tidak dilakukan perbaikan. Dalam tahun 2012 terlihat adanya peningkatan kinerja keuangan dari red area ke gray area. Gambar 4.1 Grafik perkembangan kinerja 2007 s/d 2012 7 6
Nilai Z score
5 4 3 2 1 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Bila melihat secara keseluruhan dari kinerja keuangan Univ. X tersebut terlihat bahwa faktor utama yang menyebabkan semakin menurunnya kinerja keuangan yang diukur dalam Z socore adalah:
~ 217 ~
-
Profit and loss dimana dalam lima tahun terakhir terus mengalami kerugian/defisit kecuali pada tahun 2012 yang sudah mulai memperoleh surplus walaupun belum signifikan.
-
Nilai aset yang secara total terus berkurang; berkurangnya nilai aset ini juga sebagai dampak dari defisit yang berkepanjangan sehingga penambahan aset dalam bentuk dana cadangan menjadi berkurang atau negatif, selain itu akumulasi penyusutan sebagai pengurangan nilai aset tetap yang semestinya menambah cadangan dana namun arus kas tersebut tidak ada
-
Nilai ekuitas yang menurun; Oleh karena secara terus menerus mengalami defisit maka nilai ekuitas juga menurun sehingga mempengaruhi total aset secara keseluruhan.
Adapun faktor yang memberikan nilai kinerja yang baik sehingga secara operasional dapat dipertahankan adalah nilai buku hutang yang bersifat permanen/jangka panjang tidak ada, sehingga tidak membebani dari sisi pembayaran baik bunga maupun pokok hutangnya. Disamping itu adanya peningkatan penerimaan secara total dari tahun ketahun mengalami peningkatan cukup membantu kinerja khususnya yang diukur dalam variabel X5. Yaitu rasio penerimaan terhadap total aset. Bila ditelaah lebih lanjut maka terlihat bahwa kenaikan penerimaan dari tahun ke tahun tersebut ternyata diikuti dengan penegluaran yang yang tidak proforsional sehingga kenaikan pendapatan tidak memberikan dampak langsung pada pencapaian profit.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
1.
Secara overall kinerja keuangan dari Univ. X tersebut adalah rendah dan terus mengalami penurunan kinerja hal ini terlihat dengan nilai overall Z scorenya yang terus menurun.
2.
Dalam 2 tahun (2007 dan 2008) nilai Z score nya masih berada dalam batas aman namun setelah tahun 2008 (2009 s/d 2012) kinerja keuangan semakin menurun dan terendah terjadi pada tahun 2011 yang berada pada nilai Z socore < 1,88 sehingga dikategorikan sebagai masalah keuangan yang sangat serius.
~ 218 ~
3.
Faktor utama yang menyebabkan rendahnya nilai overall
Z score adalah pada
indicator X2, yaitu rasio antara laba ditahan dengan total aset, X3 yaitu rasio antara laba operasional terhadap total aset serta X4 yang merupakan rasio antara nilai buku ekuitas dengan nilai buku hutang yang walaupun nilai buku hutang relative kecil namun nilai buku ekuitas secara terus menerus mengalami penurunan. 4.
Peningkatan penerimaan dari tahun ketahun cukup memberI dampak secara overall terhadap kinerja keuangan.
5.2. SARAN
1.
Univ. X sebaiknya mempertimbangkan sistim pembiayaannya agar dapat mendorong peningkatan profit yang pada akhirnya akan menguatkan modal kerjanya
2.
Selalu mengusahakan agar posisi likuiditas tetap terjaga khususnya untuk tujuan berjaga-jaga
3.
Perlu melakukan efisiensi agar memungkinkan adanya profit setiap tahun agar dapat meningkatkan nilai ekuitasnya.
4.
Pemanfaatan aset secara optimal untuk mendorong peningkatan kinerja keuangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur Keown & David Scott Jr. 2005 . Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Salemba Empat Darsono, dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan, Andi, Yogyakarta. Dewi, Astuti. 2004. Manajemen Keuangan Perusahaan, Cetakan Pertama. Ghalia Indonesia.Jakarta. Emery, Douglas R., John D. Finnerty, dan John D. Stowe. 2004. Corporate Financial Management. 2nd Edition. Pearson education Inc. New Jersey. Mohammad, Muslich. 2007. Manajemen Keuangan Modern Analisis, Perencanaan, dan Kebijaksanaan, Cetakan Keempat. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Munawir, S. 2007. Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Keempat Belas. Liberty. Yogyakarta
~ 219 ~
Wild, J. John, K.R.Subramanyam, dan Robert F.Halsey. 2008. Financial Statement Analysis. Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap (terjemahan). Analisis Laporan Keuangan. Jilid kedua. Salemba Empat. Jakarta.
~ 220 ~
PENGARUH BAURAN PROMOSI DAN PELAYANAN TERHADAP BRAND IMAGE UNIVERSITAS DARMA PERSADA Sukardi, Endang Tri Pujiastuti
[email protected]
ABSTRAK Pentingnya citra merk bagi institusi merupakan harapan pemilik maupun pengelola, namun membangun citra merk tidaklah mudah karena memerlukan komitmen dan programprogram yang memberikan dukungan terhadap pembentukan citra merk tersebut. Berbagai bentuk usaha yang dilakukan perusahaan dalam rangka membangun citra merknya, seperti kegiatan promosi yang baik dan tepat, pelayanan yang memuaskan, kualitas produk, jaringan luas serta manfaat produk yang tinggi bagi konsumen. Masalah dalam penelitian ini menduga bahwa bauran promosi dan pelayanan mampu membangun citra merk yang kuat di Universitas Darma Persada. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah diskriptif yang menggambarkan fenomena seperti apa adanya. Metode korelasional yaitu mengidentifikasi hubungan variabel indipenden (baurna promosi dan pelayanan) dengan dependen (brand image/citra merk), regresi berganda yaitu mendapatkan model besarnya pengaruh variabel indipenen terhadap dependen. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disebarkan berdasarkan claster area, empat fakultas di lingkungan Unsada. Dari output di atas jelas terlihat bahwa nilai korelasi secara parsial antara bauran promosi dengan brand image memiliki hubungan 0,619 atau 61.9%. Hal ini menunjukan bahwa korelasi variabel bauran promosi dengan brand image adalah kuat. Sedangkan untuk nilai korelasi pelayanan dengan brand image memiliki hubungan sebesar 0.720 atau 72.0% atau dalam interval kuat. Jika di lihat dari hasil nilai korelasi menunjukkan nilai korelasi lebih besar di banding dengan nilai korelasi bauran promosi. Selanjutnya hasil perhitungan korelasi secara simultan kedua variabel indipenden tersebut menunjukkan nilai r = 0.761 atau 76.1%. Jika dilihat dari besarnya pengaruh kedua variabel tersebut linier r2 = 0.580 atau 58%. Hipotesa H0 di tolak dan menerima H1 bahwa kedua variabel bauran promosi dan pelayanan, memiliki hubungan yang kuat dan linier. Kata kunci : bauran promosi, pelayanan, brand image, variabel indipenden dan dependen
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini banyak orang membuat keputusan untuk investasi ke dalam pendidikan, karena yakin dimasa yang akan datang pendidikan merupakan kunci utama menjadi kehidupan yang sukses. Pendidikan merupakan proses pendewasaan manusia menuju kehidupan yang sempurna. Melalui pendidikan manusia berpikir untuk
~ 221 ~
berkembang dalam menggali potensi yang dimiliki sehingga buah pemikiran dapat dimanfaatkan oleh masyarakat banyak. Tolok ukur kemajuan bangsa juga dapat dilihat dari mutu pendidikannya. Di Indonesia sendiri pendidikan dibeberapa wilayah kususnya Indonesia Timur masih memprihatinkan. Menurut Makagiansar (1996)1 memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buta teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.2 Amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 menyebutkan : ayat 1 Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, ayat 2 Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta aklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur dengan undang-undang.
Banyaknya perguruan tinggi bertambah terus. Saat ini terdapat sekitar 82 PTN dan sekitar 1400 PTS. Karena demikian banyaknya pilihan yang tersedia, maka perlu dilakukan pemetakan dan menentukan kriteria-kriteria tertentu yang dipandang dapat mengantarkan siswa SLTA masuk di perguruan tinggi. Sebelum calon mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta, biasanya mereka memiliki beberapa faktor yang dijadikan dasar acuan dalam mengambil keputusan. Berikut ini data hasil penelitian terhadap 500 SLTA di wilayah Jakarta Timur terdapat beberapa acuan ketika memilih kampus.
1 2
re-searchengines.com/amhasan.html repository.ung.ac.id
~ 222 ~
Tabel 1. Faktor-faktor Acuan Siswa SLTA Memilih Kampus3 No.
Acuan Siswa Memilih Kampus
Eigen Value
1
Reputasi dan Prestasi Kampus
2.473
2
Biaya kuliah terjangkau
2.252
4
Kemudahan akses informasi dengan baik
2.150
7
Kualitas informasi akademik dan mudah mendapat pekerjaan
2.019
3
Pelayanan yang baik
1.866
5
Urusan sesuai yang diinginkan
1.516
6
Komunitas kampus yang solid
1.789
Sumber : Hasil penelitian Sukardi 2012
Jumlah calon mahasiswa secara nasional tidak dapat di tampung sehingga suka tidak suka mau tidak mau harus mencari perguruan tinggi swasta. Oleh karena itu PT Swasta harus melakukan strategi kusus yang berbeda dengan perguruan tinggi lain seperti halnya menggunakan pola marketing yang berbeda-beda pendekatannya. Umumnya perguruan tinggi juga tidak sedikit yang menggunakan strategi bauran pemasaran yaitu Produk (Program Studi), Harga (biaya kuliah), Tempat (strategi distribusi hingga dekat dengan konsumen), serta Promosi (menyajikan berbagai informasi yang menarik kepada calon mahasiswa).
Universitas Darma Persada merupakan salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta Timur yang lahir kurang lebih sudah 27 tahun lalu yang menawarkan kurang lebih 15 produk program studi Jenjang Strata satu (S1) dan Diploma tiga (D3) ditambah satu Program Studi Strata dua (S2). Saat ini Unsada memiliki jumlah mahasiswa berkisar 2000an. Berikut data tabel 2 di bawah ini jumlah mahasiswa aktif sampai dengan smt Genap 2012-2013. Jika dilihat daya tampung di Universitas Darma Persada semestinya mampu menampung kurang lebih 8.000 mahasiswa.
3
Hasil penelitian Sukardi dan Endang Tri Pujiastuti 2013
~ 223 ~
Tabel 2. Jumlah mahasiswa aktif pada tahun ajaran 2012/2013 No.
Program Studi
Jumlah
1
Sastra Jepang
520
2
Sastra Cina
129
3
Sastra Inggris
180
4
Bahasa Jepang
52
5
Bahasa Cina
0
6
Bahasa Inggris
28
7
Teknik Elektro
41
8
Teknik Industri
112
9
Teknik Informatika
267
10
Sistem Informasi
76
11
Teknik Mesin
103
12
Teknik Perkapalan
38
13
Sistem Perkapalan
41
14
Manajemen
264
15
Akuntansi
211
Total
2062
Sumber : Data Web Unsada 2013
Segala upaya setiap tahun yang telah dilakukan oleh Tim pemasaran Universitas Darma Persada ternyata baru mencapai kurang lebih 25% dari daya tampung yang tersedia. Maka perlu melakukan kajian yang baik dan benar terhadap pelaksanaan bauran pemasaran yang dilakukan oleh Tim pemasaran Universitas Darma Persada.
Peringkat universitas di indonesia terbaru bulan Mei 2013 berdasarkan 4ICU
(For
International College and Universities) . Merilis lagi peringkat terbaru untuk universitas di Indonesia, tepatnya pada pertengahan bulan Mei ini yang selalu aktif dalam memberikan ranking dan review terhadap universitas-universitas di dunia, termasuk di Indonesia. Tentnuya ranking tersebut mereka ambil dari kepopuleran universitas itu sendi rangking dan peringkat universitas di Indonesia sebagai berikut :
~ 224 ~
Tabel 3. Ranking 100 Terbaik Perguruan Tinggi Indonesia 4ICU Mei 2013 NAMA UNIVERSITAS
LOKASI
1 Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2 Institut Teknologi Bandung
Bandung
3 Universitas Indonesia
Depok …
4 Universitas Brawijaya
Malang
5 Universitas Gunadarma
Depok
…………59 Universitas Narotama
Surabaya
60 Universitas Nusa Cendana
Kupang
61 Universitas Jember
Jember
62 Universitas Ma Chung
Malang
63 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tangerang
64 Universitas Darma Persada
Jakarta
65 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Serang
66 Universitas Jambi
Jambi
67 Universitas Al Azhar Indonesia
Jakarta
68 Institut Seni Indonesia Denpasar
Denpasar
69 Universitas Tanjungpura
Pontianak
70 Universitas Paramadina
Jakarta
………. 100 Univ. Ibnu Khaldun
Jakarta
Sumber : http://ammarihsan.com/blog/2013/05/peringkat-universitas-di-indonesia-terbaru-mei-2013-berdasarkan-4icu/
Bauran promosi (penyampaian informasi) kepada masyarakat yang berperan untuk menarik mahasiswa baik yang sudah mengenal maupun yang belum mengenal Unsada. Bauran promosi seperti iklan, promosi penjualan, publisitas memiliki pengaruh yang baik terhadap keberhasilan strategi pemasaran.
Perumusan Masalah Bagaimana Hubungan Bauran Promosi Dan Pelayanan Terhadap Brand Image Universitas Darma Persada ?
~ 225 ~
Bagaimana Pengaruhnya Bauran Promosi
Dan Pelayanan Terhadap Brand Image
Universitas Darma Persada ?
Tujuan dan Manfaat Penelitian Untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya bauran promosi dan pelayanan terhadap brand image Universitas Darma Persada. Hasil penelitian ini diharapkan juga memiliki manfaat bagi UNSADA, di antaranya: a. Untuk memberikan dukungan bagi pimpinan Universitas Darma Persada dalam mengambil kebijakan dan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan promosi dan pelayanan kepada mahasiswa; b. Sebagai bahan acuan dan sumber informasi pimpinan Universitas Darma Persada untuk melangkah dalam membangun dan mengembangkan strategi Universitas Darma Persada dalam kaitannya membangun persaingan secara kompetitif diantara pesaing-pesaing di sekitar UNSADA.
B. TINJAUAN TEORI
Manajemen Pemasaran dan Pelayanan Menurut Kotler (2001: 22) Pengertian /Definisi Pemasaran - Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Hal tersebut disebabkan karena pemasaran merupakan salah satu kegiatan perusahaan, di mana secara langsung berhubungan dengan konsumen. Maka kegiatan pemasaran dapat diartikan sebagai kegiatan manusia yang berlangsung dalam kaitannya dengan pasar. Jadi yang dimaksud dengan pemasaran adalah bekerja dengan pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan pemasaran merupakan kunci kesuksesan dari suatu perusahaan.
Menurut Idris (2009:190) “jasa atau pelayanan” adalah suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, ia lebih dapat dirasakan daripada dimiliki. Kondisi suatu ~ 226 ~
jasa/pelayanan yang ditawarkan atau diberikan oleh pengusaha/operator, akan sangat tergantung kepada penilaian pengguna jasa itu sendiri. 4
Menurut Rini (2007:18) jasa memiliki empat karakteristik yang membedakannya dengan sektor yang lain, diantaranya: Intangible, jasa tidak dapat dipegang, diukur, diinventarisasi dan diperankan, sehingga sulit diberi tarif dan sulit dievaluasi, karena kriteria pelanggan berbeda – beda, tidak dapat distandarisasi. Perishable, yang berarti jasa tidak dapat disimpan untuk dikonsumsi kembali dikemudian hari atau dijual kembali. Simultaneous, jasa diproduksi dan dikonsumsi secara simultan, melibatkan konsumen dan penyedia dalam transaksi dan outcome jasa, terjadi kontak yang tinggi dengan pengguna jasa. Heterogeneous, setiap produk jasa dihasilkan berbeda. Hal ini terjadi karena proses produksi jasa selalu berbeda dari pengguna jasa yang berbeda.
Konsep Bauran Pemasaran
Dalam komunikasi pemasaran diperlukan suatu pendekatan yang mudah dan fleksibel yang terdapat pada bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran adalah strategi produk, promosi, dan penentuan harga yang bersifat unik serta dirancang untuk menghasilkan pertukaran yang saling menguntungkan dengan pasar yang dituju. Namun kini hal tersebut semakin berkembang tidak hanya dalam hal product, promotion, dan price. Namun juga mengenai place, people, process, dan physical evidence. Saya kurang paham siapa yang duluan menegemukakan konsep 7P ni, tapi yang jelas, sangat berguna bagi penerapan konsep ini dalam komunikasi pemasaran.
Dalam komunikasi pemasaran ada beberapa elemen yang dipadukan yang terwujud dalam bauran komunikasi pemasaran terpadu, yaitu bauran pemasaran (marketing mix), lalu bauran promosi (promotion mix) yang sebenarnya adalah bagian dari marketing mix, namun kini lebih spesifik. Dan ada pula strategi-strategi komunikasi pemasaran tertentu, seperti strategi segmenting, targeting, pricing,dan positioning, dalam bauran pemasaran. 4
http://tugassuharni.blogspot.com/2013/06/analisis-kualitas-pelayanan-koperasi.html
~ 227 ~
Semua itu kembali pada kondisi perusahaan jasa yang melaksanakannya. Dalam marketing mix perusahaan jasa khususnya, ada unsur-unsur atau elemen yang menjadi dasar pertimbangan pengambilan keputusan dalam pembuatan strategi komunikasi pemasaran. Menurut Kotler (2001 : 89) Baruan pemasaran terdiri dari 4P ditambah 3P : product, price, place, promotion, people, process, dan physical evidence.
Product : Produk jasa merupakan produk yang dapat memberikan manfaat, memenuhi kebutuhan konsumen, dan dapat memuaskan konsumen. Sesungguhnya pelanggan tidak membeli barang atau jasa, tetapi membeli manfaat dari sesuatu yang ditawarkan. Pengertian yang ditawarkan menunjukkan sejumlah manfaat yang didapat oleh konsumen, baik barang atau jasa maupun kombinasinya.
Price : Penetapan harga merupakan suatu hal penting. Perusahaan akan melakukan hal ini dengan penuh pertimbangan karena penetapan harga akan dapat mempengaruhi pendapatan total dan biaya. Harga merupakan faktor utama penentu posisi dan harus diputuskan sesuai dengan pasar sasaran, bauran ragam produk, dan pelayanan, serta persaingan.
Place : Tempat atau lokasi yang strategis akan menjadi salah satu keuntungan bagi perusahaan karena mudah terjangkau oleh konsumen, namun sekaligus juga menjadikan biaya sewa tempat menjadi semakin mahal. Tingginya biaya sewa tersebut dapat terkompensasi dengan pengeluaran biaya marketing, sebaliknya lokasi yang kurang strategis akan membutuhkan biaya marketing lebih mahal untuk menarik konsumen agar berkunjung.
Desain sering menjadi daya tarik tersendiri bagi para target konsumen.
Kondisi bangunan juga menjadi persyaratan yang memberikan kenyamanan. Lokasi pemasaran juga menjadi bagian dari unsur place yang penting. Survey dan data-data yang efektif mengenai area pemasaran juga akan menjadi sangat penting sebelum menentukan tempat atau lokasi pemasaran
Promotion : Promosi merupakan suatu aktivitas dan materi yang dalam aplikasinya menggunakan
teknik,
dibawah
pengendalian
penjual/produsen,
yang
dapat
mengkomunikasikan informasi persuasif yang menarik tentang produk yang ditawarkan
~ 228 ~
oleh penjual/produsen, baik secara langsung maupun melalui pihak yang dapat mempengaruhi pembelian. Tujuan kegiatan promosi antara lain : a. Mengidentifikasi dan menarik konsumen baru b. Mengkomunikasikan produk baru c. Meningkatkan jumlah konsumen untuk produk yang telah dikenal secara luas d. Menginformasikan kepada konsumen tentang peningkatan kualitas produk e. Mengajak konsumen untuk mendatangi tempat penjualan produk f. Memotivasi konsumen agar memilih atau membeli suatu produk.
People : People merupakan aset utama dalam industri jasa, terlebih lagi people yang merupakan karyawan dengan performance tinggi. Kebutuhan konsumen terhadap karyawan berkinerja tinggi akan menyebabkan konsumen puas dan loyal. Kemampuan knowledge (pengetahuan) yang baik, akan menjadi kompetensi dasar dalam internal perusahaan dan pencitraan yang baik di luar. Faktor penting lainnnya dalam people adalah attitude dan motivation dari karyawan dalam industri jasa. Moment of truth akan terjadi pada saat terjadi kontak antara karyawan dan konsumen. Attitude sangat penting, dapat diaplikasikan dalam berbagai bentuk, seperti penampilan karyawan, suara dalam bicara, body language, ekspresi wajah, dan tutur kata. Sedangkan motivasi karyawan diperlukan untuk mewujudkan penyampaian pesan dan jasa yang ditawarkan pada level yang diekspetasikan.
Process : Process, mutu layanan jasa sangat bergantung pada proses penyampaian jasa kepada konsumen. Mengingat bahwa penggerak perusahaan jasa adalah karyawan itu sendiri, maka untuk menjamin mutu layanan (quality assurance), seluruh operasional perusahaan harus dijalankan sesuai dengan sistem dan prosedur yang terstandarisasi oleh karyawan yang berkompetensi, berkomitmen, dan loyal terhadap perusahaan tempatnya bekerja.
Physical Evidence : Building merupakan bagian dari bukti fisik, karakteristik yang menjadi persyaratan yang bernilai tambah bagi konsumen dalai perusahaan jasa yang memiliki karakter . Perhatian terhadap interior, perlengkapan bangunan, termasuk lightning system, dan tata ruang yang lapang menjadi perhatian penting dan dapat mempengaruhi mood pengunjung. Bangunan harus dapat menciptakan suasana dengan memperhatikan ambience
~ 229 ~
sehingga memberikan pengalaman kepada pengunjung dan dapat membrikan nilai tambah bagi pengunjung, khususnya menjadi syarat utama perusahaan jasa dengan kelas market khusus.
Bauran Promosi Menurut Kotler dan Gary A. dalam Alexander Sindoro (2000: 79). Bauran promosi adalah ramuan khusus dari iklan pribadi, promosi penjualan dan hubungan masyarakat yang dipergunakan perusahaan untuk mencapai tujuan iklan dan pemasarannya. Menurut Basu Swastha dalam Marius P. Angipora (1999), promotional mix adalah "Kombinasi Strategi yang paling baik dari variabel-variabel Periklanan, Personal Selling dan alat Promosi lainnya, yang kesemuanya direncanakan untuk mencapai tujuan program penjualan". Promotion Mix terdiri dari:
Iklan : Iklan adalah semua bentuk presentasi non personal dan promosi ide, barang atau jasa oleh sponsor yang ditunjuk dcngan mendapat bayaran.
Promosi Penjualan : Promosi penjualan merupakan insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau pembelian produk atau jasa.
Penjualan Perorangan : Penjualan perorangan merupakan interaksi langsung antara satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan melakukan penjualan.
Hubungan Masyarakat : Hubungan masyarakat adalah berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan/atau melindungi citra perusahaan atau produk individualnya. Bauran Promosi merupakan program komunikasi pernasaran total sebuah perusahaan yang terdiri dari iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan dan hubungan masyarakat yang dipergunakan perusahaan untuk mencapai tujuan iklan dan pemasarannya. Menurut McDaniel (2001), bauran promosi yang dipilih oleh suatu perusahaan bagi suatu produk atau jasa tergantung pada beberapa faktor: sifat produk, tahapan dalam daur hidup produk, karakteristik target pasar, jenis keputusan pembelian, tersedianya dana untuk promosi dan menggunakan baik strategi mendorong (push) maupun menarik (pull).
~ 230 ~
Fungsi Promosi Mencari dan mendapatkan perhatian dari calon pembeli. Perhatian calon pembeli harus diperoleh, karena merupakan titik awal proses pengambilan keputusan di dalam membeli suatu barang dan jasa.
Menciptakan dan menumbuhkan interest pada diri calon pembeli. Perhatian yang sudah diberikan oleh seseorang mungkin akan dilanjutkan pada tahap berikutnya atau mungkin berhenti. Yang dimaksudkan dengan tahap berikutnya ini adalah timbulnya rasa tertarik dan rasa tertarik ini yang akan menjadi fungsi utama promosi.
Pengembangan rasa ingin tahu (desire) calon pembeli untuk memiliki barang yang ditawarkan. Hal ini merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya. Setelah seseorang tertarik pada sesuatu, maka timbul rasa ingin memilikinya. Bagi calon pembeli merasa mampu (dalam hal harga, cara pemakaiannya, dan sebagainya), maka rasa ingin memilikinya ini semakin besar dan diikuti oleh suatu keputusan untuk membeli. (Tjiptono, 2002:219). Secara garis besar, proses komunikasi pemasaran dapat dijelaskan dalam gambar
Gambar 1. Model komunikasi Pemasaran
~ 231 ~
Menurut Terence A. Shimp (2000:7) Promosi memiliki lima fungsi yang sangat penting bagi suatu perusahaan/lembaga. Kelima fungsi tersebut dijabarkan sebagai berikut:5 1.
Informing (Memberikan Informasi) Promosi membuat konsumen sadar akan produk-produk baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra sebuah perusahaan yang menghasilkan produk atau jasa. Promosi menampilkan peran informasi bernilai lainnya, baik untuk merek yang diiklankan maupun konsumennya, dengan mengajarkan manfaat-manfaat baru dari merek yang telah ada.
2.
Persuading (Membujuk) Media promosi atau iklan yang baik akan mampu mempersuasi pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang ditawarkan. Terkadang persuasi berbentuk mempengaruhi permintaan primer, yakni menciptakan permintaan bagi keseluruhan kategori produk. Lebih sering, promosi berupaya untuk membangun permintaan sekunder, permintaan bagi merek perusahaan yang spesifik.
3.
Reminding (Mengingatkan) Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen. Saat kebutuhan muncul, yang berhubungan dengan produk dan jasa yang diiklankan, dampak promosi di masa lalu memungkinkan merek pengiklan hadir di benak konsumen. Periklanan lebih jauh didemonstrasikan untuk mempengaruhi pengalihan merek dengan mengingatkan para konsumen yang akhir-akhir ini belum membeli merek yang tersedia dan mengandung atribut-atribut yang menguntungkan.
4.
Adding Value (Menambah nilai) Terdapat tiga cara mendasar dimana perusahaan bisa memberi nilai tambah bagi penawaran-penawaran mereka, inovasi, penyempurnaan kualitas, atau mengubah persepsi konsumen. Ketiga komponen nilai tambah tersebut benar-benar independen. Promosi yang efektif menyebabkan merek dipandang lebih elegan, lebih bergaya, lebih bergengsi, dan bisa lebih unggul dari tawaran pesaing.
5
http://maroebeni.wordpress.com/2008/09/19/fungsi-promosi-dalam-pemasaran/
~ 232 ~
5.
Assisting (Mendampingi upaya-upaya lain dari perusahaan) Periklanan merupakan salah satu alat promosi. Promosi membantu perwakilan penjualan. Iklan mengawasi proses penjualan produk-produk perusahaan dan memberikan pendahuluan yang bernilai bagi wiraniaga sebelum melakukan kontak personal dengan para pelanggan yang prospektif. Upaya, waktu, dan biaya periklanan dapat dihemat karena lebih sedikit waktu yang diperlukan untuk memberi informasi kepada prospek tentang keistimewaan dan keunggulan produk jasa. Terlebih lagi, iklan melegitimasi atau membuat apa yang dinyatakan klaim oleh perwakilan penjual lebih kredibel.
Manajemen Pelayanan Dalam situasi persaingan global yang semakin kompetitif, persoalan kualitas produk menjadi isu sentralagi setiap perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menyediakan produk berkualitas akan menjadi senjata untuk memenangkan persaingan, karena dengan memberikan produk berkualitas, kepuasan konsumen akan
tercapai. Oleh karena itu
perusahaan harus menentukan definisi yang tepat dan pemahaman yang akurat tentang kualitas yang tepat.
Menurut American Society for Quality Control (Kotler, 2007:50) : “Kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten“.6
Menurut Supriyanto dan Sugiyanti (2001:38), pelayanan sebagai upaya untuk membantu, menyediakan atau mengurus keperluan orang lain. Keperluan atau sesuatu yang disampaikan, disajikan atau dlakukan oleh pihak yang melayani kepada pihak yang dilayani dinamakan layanan. Layanan yang diberikan pelanggan dapat berupa : a. Barang-barang nyata (tangible), misalnya: buku, komputer, kendaraan, dan sebagainya. b. Barang-barang tak nyata (intangible) seperti informasi, misalnya: keterangan cuaca, daftar menu makanan di restaurant, dan sebagainya. 6
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/911/SKRIPSI%20PDF.pdf?sequence=1
~ 233 ~
c. Jasa dalam bentuk keahlian atau ketrampilan untuk mengurus keperluan dari pihak yang dilayani, misalnya : layanan yang diberikan seorang teknisi, dosen, pengemudi, konsultan, pelawak, penyiar radio, pengacara, notaris, dan lain-lain.
Menurut Mahmoedin (1995:69-71), dalam berperilaku hendaknya petugas pelayanan mempunyai sikap-sikap 1. Tanggung jawab : Petugas pelayanan harus bertanggung jawab atas setiap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dengan menyelesaikannya sampai tuntas dengan baik tanpa menimbulkan masalah yang timbul dari pekerjaannya, kecuali masalah tersebut penyelesaiannya berada diluar jangkauannya. 2. Tabah : Petugas pelayanan harus tabah menghadapi kesulitan-kesulitan yang timbul dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, seperti tidak boleh cepat emosi. Selain itu sikap tabah antara lain, jika terjadi kerusakan atau gangguan pada komputer petugas harus tenang dan meminta bantuan petugas lain yang mengerti komputer untuk memper-baikinya serta memberitahukan mengenai adanya kerusakan teknis agar mereka tidak gusar. 3. Tenang : Petugas janganlah mudah panik bila banyak masyarakat yang datang dan minta dilayani dengan baik dan cepat. Berusahalah tetap tenang, sebab dengan kepanikan tidaklah menyelesaikan masalah, tetapi hanyalah menambah kalutnya situasi. Sikap tenang ini antara lain jika masyarakat yang datang untuk dilayani banyak jumlahnya sedangkan jumlah petugas yang ada terbatas, maka harus dihadapi dengan tenang dimohon menunggu giliran untuk bersabar sesuai dengan urutannya. 4. Rajin : Kerajinan petugas yang melayani ini sangat diharapkan seperti membaca ulang peraturan dan meneliti kembali buku catatan yang berhubungan dengan tugas pelayanan. 5. Toleran :Petugas yang melayani harus bersikap toleran dan memiliki sikap tenggang rasa serta bisa menghargai pendapat orang lain. 6. Ikut memiliki : Petugas pelayanan harus mempunyai sifat rasa memiliki terhadap kantor yang menjadi tempat kerjanya. Sikap ini antara lain berwujud dalam hemat energi dengan cara mematikan lampu disaat tidak digunakan, dan hemat menggunakan alat tulis kantor. 7. Bersungguh-sungguh
:
Petugas
pelayanan
harus
bersungguh-sungguh
dalam
pekerjaannya bekerja penuh perhatian dan ketelitian serta penuh dedikasi walaupun
~ 234 ~
tanpa diawasi oleh atasannya, seperti tidak menggunakan komputer untuk permainan di saat masih jam kerja. 8. Ramah dan simpatik : Sikap yang ramah dari petugas pelayanan menunjukkan nilai lebih dari petugas itu sendiri. Sikap yang ramah dan simpatik terlihat dari ucapan dan perbuatan petugas. Sikap itu antara lain membantu masyarakat yang kesulitan yang datang kepadanya dan membantu masyarakat dalam menyelesaikan urusannya. 9. Pengabdian : Pengabdian yang sungguh-sungguh dari petugas pelayanan di tempat bekerja akan memajukan tempat bekerja tersebut. Bentuk dari pengabdian ini antara lain, menjaga nama baik kantor tempat bekerja, memelihara peralatan kantor, mematuhi jam kerja dengan baik. 10. Sopan : Petugas pelayanan harus bersikap sopan terhadap masyarakat yang dilayaninya. Sikap yang sopan ini akan memberikan citra yang baik terhadap kantor tempatnya bekerja.
Citra Merek (Brand Image) Citra merek (brand image) merupakan bentuk holistik untuk semua asosiasi merek yang berkaitan dengan merek (Sitinjak, 2006). Selanjutnya Sitinjak
(2006) mengutarakan
bahwa citra merek (brand image) merupakan aspek yang sangat penting dari merek dan dapat didasarkan kepada kenyataan atau fiksi tergantung bagaimana konsumen mempersepsi. Citra merek memiliki dua komponen yaitu asosiasi merek (brand association) dan “persona” merek (brand persona), asosiasi merek membantu memahami manfaat merek yang diterima konsumen dan “persona” merek adalah deskripsi dari merek dalam kontek karakteristik manusia, hal ini membantu memahami kekuatan dan kelemahan merek (Sitinjak dan Tumpal, 2005). Kepercayaan terhadap merek (brand beliefs) akan membentuk citra merek, dimana citra merek bagi konsumen akan berbedaberbeda tergantung pada pengalamannya dengan merek tersebut ysng difilter oleh efek peresepsi selektif, distorsi selektif dan rintesi selektif (Sitinjak dan Tumpal, 2005). Citra merek cenderung kepada sitematik memori tentang merek yang berisi interpretasi pasar target terhadap atribut produk, manfaat, situasi,penggunaan, pengguna dan karakteristik perusahaan (Sitinjak dan Tumpal, 2005). Selanjutnya citra merek terdiri dari pengetahuan merek dan situasi mengkonsumsi seperti evaluasi dari perasaan dan emosi (respon afektif) yang berasosiasi dengan merek (Sitinjak dan Tumpal, 2005)
~ 235 ~
Definisi merek menurut Asosiasi Pemasaran Amerika adalah suatu nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya ,yang
dimaksudkan untuk
mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari produk atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama (Kotler dan Keller, 2007). Kotler (2005) menambahkan bahwa suatu merek adalah suatu symbol komplek yang menjelaskan enam tingkatan pengertian, yaitu: 1). Atribut : merek memberikan ingatan pada atribut-atribut tertentu dari suatu produk. 2). Manfaat: atribut-atribut produk yang dapat diingat melalui merek harus
dapat
diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik secara fungsional dan manfaat secara emosional. 3). Nilai: merek mencerminkan nilai yang dimiliki oleh produsen sebuah produk. 4). Budaya: merek mempresentasikan suatu budaya tertentu. 5). Kepribadian: merek dapat memproyeksikan pada suatu kepribadian tertentu. 6). Pengguna: merek mengelompokan tipe-tipe konsumen yang akan membeli atau mengkonsumsi suatu produk.
Penggunaan merek pada suatu produk perusahaan dapat memberikan keuntungan bagi penjual (Kotler, 2005) yaitu: (1) Nama merek tersebut lebih memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah.Nama merek dan tanda merek penjual tersebut memberikan perlindungan hukum atas ciri-ciri yang unik.(2) Penggunaan merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk untuk menarik pelanggan-pelanggan yang setia dan memberikan keuntungan. (3) Loyalitas merek memberikan suatu perlindungan kepada penjual dari persaingan. (4)
Penggunaan merek membantu penjual tersebut
melakukan segmentasi pasar. Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan tersebut, yang lebih memudahkannya meluncurkan merek-merek baru dan diterima oleh distributor dan konsumen.
B.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Darma Persada di Jalan Radin Inten II, Pondok Kelapa Jakarta Timur.
Sedangkan waktu penelitian mulai dari pengambilan data hingga
analisis diperkirakan memakan waktu kurang lebih empat bulan yaitu bulan Oktober 2013 s/d bulan Februari 2014.
~ 236 ~
Kerangka Pikir dan Hipotesa Penelitian Kerangka pikir ini memberikan gambaran keterkaitan suatu variabel dipenden terhadap indipenden sehingga mampu menjelaskan bahwa variabel bauran promosi dan pelayanan terdapat hubungan dan pengaruhnya terhadap variabel brand image.
Baruan Promosi (X1) • •
Advertising /Iklan Sales Promotion/ Promosi Penjualan Personal Selling/Penjualan perorangan Publicity/Hubungan masyarkat Internet Marketing
• • •
Brand Image Kampus (Y) : • •
Kualitas prodi Tanggung jawab sosial
• •
Kredibilitas Kepuasan
Pelayanan (X2) • •
Tangible (Nyata) Intangible (Tidak nyata) • • • •
Uji Keabsahan data Korelasi Regresi Uji t dan F
Gambar 2. Kerangka pikir penelitian Hipotesis adalah penjelasan sementara tingkah laku, gejala-gejala, atau kejadian tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Hipotesis juga bisa berupa jawaban sementara, dugaan sementara dari masalah penelitian :
~ 237 ~
Hipotesa 1 : H0 : r=0; X1 Di duga tidak ada hubungan antara variabel bauran promosi dengan brand image. H1 : r≠0; X1 Di duga ada hubungan dan pengaruh yang positif antara variabel bauran promosi dengan brand image. Hipotesa 2 : H0 : r=0; X2 Di duga tidak ada hubungan antara variabel pelayanan dengan brand image. H1 : r≠0; X2 Di duga ada hubungan antara variabel pelayanan dengan brand image.
Sumber Dan Jenis Data Sumber Data : Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer : Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, diskusi terfokus (focus grup discussion ) dan penyebaran kuesioner. Data Sekunder : Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
Populasi Dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Universitas Darma Persada sebanyak 2062 mahasiswa. Sampel ditentukan dengan metode Issac dan Michael dalam Sugiyono (2004: 81) dengan batas-batas kesalahan 5% dari populasi 2062 mahasiswa maka diperoleh sampel sebanyak 297 mahasiswa. Untuk memilih 297 mahasiswa sebagai responden penulis menggunakan cara cluster sampling area yang terdiri dari 4 area/fakultas yaitu
~ 238 ~
mahasiswa Fakultas Sastra, mahasiswa Fakultas Ekonomi, mahasiswa Fakultas Teknik dan mahasiswa Fakultas Kelautan.
Tabel 4. Data Informasi Jml mahasiswa Aktif semester Genap 2012-2013 No.
Program Studi
1 2 3 4 5 6
Sastra Jepang Sastra Cina Sastra Inggris Bahasa Jepang Bahasa Cina Bahasa Inggris
7 8 9 10 11
Teknik Elektro Teknik Industri Teknik Informatika Sistem Informasi Teknik Mesin
12 13
Teknik Perkapalan Sistem Perkapalan
14 15
Manajemen Akuntansi
Jumlah Populasi
Total Sumber : Online akademik.unsada.ac.id
520 129 180 52 0 28 909 41 112 267 76 103 599 38 41 79 264 211 475 2062
Jml Sampel diambil
44%x297 = 131
29%x297 = 85
4%x297 = 13
23%x297 = 68
297
Selanjutnya untuk pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling berdasarkan claster
menurut 4 area/fakultas, maka dapat diperoleh sampling secara
proporsional sebanyak sampel yang dibutuhkan yaitu 297 mahasiswa sebagai responden.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uji Reliabilitas dan Validitas
Uji Reliabilitas Bauran Promosi, Pelayanan dan Brand Image Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes
~ 239 ~
dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai), pengukuran reliabilitas dilakukan dengan cara One Shot atau pengukuran sekali saja dengan menggunakan SPSS 19. Pengujian dilakukan dengan uji statistic Cronbach Alpha (α) dengan batasan suatu variabel dikatakan reliabel jika Cronbach Alpha > 0.61.
Reliabilitas instrumen adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan
metode alpha
Cronbach diukur berdasarkan skala alpha Cronbach 0 sampai 1. Jika skala itu itu dikelompok ke dalam lima kelas dengan reng yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterprestasikan sebagai berikut : 1. Nilai alpha Cronbach 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel 2. Nilai alpha Cronbach 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel 3. Nilai alpha Cronbach 0,42 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel 4. Nilai alpha Cronbach 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel 5. Nilai alpha Cronbach 0,81 s.d. 1,00, berarti sangat reliabel (Triton, 2005)
Tabel 5. Nilai Uji Reliabilitas Variabel Bauran Promosi, Pelayanan dan Brand Image Variabel
Cronbach Alpha
Batasan
Reliabilitas
Bauran Promosi
0.879
0.61
Reliabel
Pelayanan
0.898
0.61
Reliabel
Citra Merk
0.911
0.61
Reliabel
Sumber : Kuesioner diolah, 2013
Validitas Menurut Azwar (2001:46) mengemukakan bahwa validitas berasal dari kata “validity” yang mempuyai arti ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur/instrumen dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya sesuai dengan maksud dilakukan pengukuran tersebut. Hagul (Singarimbun dan Syofian Effendi, 1989) menjelaskan bahwa validitas
~ 240 ~
instrumen menunjukan kualitas dari keseluruhan proses pengumpulan data dalam suatu penelitian. Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel pada taraf kepercayaan tertentu, berarti instrumen tersebut memenuhi kriteria validitas. Taraf kepercayaan yang digunakan dalan uji validitas item pada penelitian ini adalah 95% dengan jumlah responden 297 (N=297). Item-item yang memiliki nilai r hitung > r tabel (0,147), maka dapat dipastikan valid.
Tabel 6. Nilai Hasil Uji Validitas Instrumen Bauran Promosi (X1)
INSTRUMEN
Scale Mean if Item Deleted
Scale Cronbach' Squared Corrected Variance s Alpha if Multiple Item-Total if Item Item Correlation Correlation Deleted Deleted 60.759 .588 .875 .443
Surat Kabar
41.30
Spanduk
41.23
59.805
.516
.656
.872
Radio
41.01
61.658
.385
.510
.877
Brosur
40.89
60.221
.446
.467
.875
Discount
40.44
58.214
.607
.497
.869
Beasiswa
40.24
57.188
.610
.576
.868
Bantuan belajar
40.41
58.650
.524
.392
.872
Ajak teman
40.33
60.675
.444
.438
.875
Ajak sudara
40.49
60.793
.444
.413
.875
Berita prestasi
40.59
58.032
.571
.454
.870
Penghargaan
40.31
57.713
.615
.521
.868
Web kampus
40.34
56.796
.614
.747
.868
Web prodi
40.39
59.736
.415
.677
.877
Komunitas twiter
40.38
56.460
.633
.592
.867
Komunitas facebook
40.24
59.791
.545
.681
.871
Web alumni
40.36
59.370
.534
.655
.872
Sumber : Kuesioner diolah 2013
Jika dilihat dari hasil uji validitas setiap item variabel bauran promosi pada tabel 11 di atas pada kolom Corrected Item total correlation menunjukkan seluruh item valid hal ini nilai corelasi r hitung lebih besar jika dibanding nilai r=tabel yaitu (N=297 = 0.147 terlampir)
Tabel 7. Nilai Hasil Uji Validitas Instrumen Pelayanan (X2)
~ 241 ~
Scale Mean Scale Squared Cronbach's Corrected INSTRUMEN if Item Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted Tampilan gedung 23.71 36.079 .596 .887 .673 Tampilan dosen 23.96 35.727 .620 .886 .691 Sarana parker 24.08 34.922 .620 .885 .702 Sarana taman 23.94 36.366 .518 .890 .623 Sarana olah raga 24.03 36.392 .488 .891 .606 Sarana ruang kelas 23.52 38.556 .353 .895 .515 Akses point internet 24.00 37.054 .463 .890 .616 Kecepatan layanan 23.85 38.052 .368 .892 .574 Menghargai orang lain 23.94 36.139 .571 .885 .699 Informasi tepat waktu 24.06 36.732 .566 .885 .719 Empathy 24.39 36.280 .387 .895 .545 Sumber : Kuesioner diolah 2013
Jika dilihat dari hasil uji validitas setiap item variabel Pelayanan pada tabel 12 di atas pada kolom Corrected Item total correlation menunjukkan seluruh item valid hal ini nilai corelasi r hitung lebih besar jika dibanding nilai r=tabel yaitu (N=297 = 0.147 terlampir) Tabel 8. Nilai Hasil Uji Validitas Instrumen Brand Image (Y) Scale Mean if Scale Item Deleted Variance if Item Deleted Prodi yg diminati 26.3906 34.570 Merk unsada mudah diingat 26.6768 35.821 Logo unsada menarik 26.7845 36.163 Simbol logo unik 26.8721 34.788 Nuansa kejepangan 26.4815 34.494 Ada rasa bangga di unsada 26.7475 34.703 Proses pembelajaran baik 26.8384 35.778 Reputasi kampus baik 26.7710 34.934 Visi unsada unik 26.7037 35.939 Nama besar persada 26.7811 34.658 Prestasi kampus baik 26.4545 35.715 Sumber : Kuesioner dioleh 2013 INSTRUMEN
Corrected Squared Cronbach's Item-Total Multiple Alpha if Correlation Correlation Item Deleted .638 .899 .731 .550 .906 .594 .549 .907 .587 .573 .905 .627 .496 .904 .651 .611 .902 .683 .566 .902 .674 .688 .897 .779 .497 .903 .651 .616 .898 .749 .422 .908 .573
Jika dilihat dari hasil uji validitas setiap item variabel Brand Image pada tabel 11 di atas pada kolom Corrected Item total correlation menunjukkan seluruh item brand image valid hal ini nilai corelasi r hitung lebih besar jika dibanding nilai r=tabel yaitu (N=297 = 0.147 terlampir)
~ 242 ~
Analisis Korelasi dan Regresi Analisis Korelasi Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,…Xn) terhadap variabel dependen (Y) secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara variabel independen (X1, X2,……Xn) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). nilai R berkisar antara 0 sampai 1, nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah.
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut: R = 0,00
- 0,199
= sangat rendah
R = 0,20
- 0,399
= rendah
R = 0,40
- 0,599
= sedang
R = 0,60
- 0,799
= kuat
R = 0,80
- 1,000
= sangat kuat
Berikut ini hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 19 for Windows dengan model Anova seperti di dalam tabel berikut : Tabel 9. Hasil Perhitungan Correlasi SPSS 19
Bauran promosi
Pelayanan
Brand Image
Bauran Pelayanan Brand promosi Image ** 1 .551 .619** Pearson Correlation Sig. (2-tailed) .000 .000 Sum of Squares and Cross-products 78.399 50.480 55.638 Covariance .265 .171 .188 N 297 297 297 ** .551 1 Pearson Correlation .720** Sig. (2-tailed) .000 .000 Sum of Squares and Cross-products 50.480 107.124 75.674 Covariance .171 .362 .256 N 297 297 297 Pearson Correlation 1 .619** .720** Sig. (2-tailed) .000 .000 Sum of Squares and Cross-products 55.638 75.674 103.211
~ 243 ~
Covariance .188 N 297 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sumber : data diolah SPSS19
.256 297
.349 297
Dari output di atas jelas terlihat bahwa nilai korelasi secara parsial antara bauran promosi dengan brand image memiliki hubungan
0,619. Hal ini menunjukan bahwa korelasi
variabel bauran promosi dengan brand image adalah kuat. Artinya semakin baik bauran promosi yang dilakukan oleh Unsada maka akan membentuk brand image kampus Universitas Darma Persada semakin kuat. Berdasarkan nilai sig = 0.01 menunjukan bahwa H0 ditolak sehingga dapat menerima H1 yaitu terdapat korelasi yang kuat antara bauran promosi dengan brand image kampus.
Sedangkan untuk nilai korelasi pelayanan dengan brand image memiliki hubungan sebesar 0.720 atau dalam interval kuat. Jika di lihat dari hasil nilai korelasi menunjukkan nilai korelasi lebih besar di banding dengan nilai korelasi bauran promosi, sehingga pelayanan mampu membentuk brand image kampus kuat. Hubungan korelasi antara pelayanan dengan brand image adalah kuat yang ditunjukkan dengan nilai korelasi 0.720. Dengan Pvalue / Sig. sama dengan 0.00 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Berdasarkan nilai sig =0.01 menunjukkan H0 di tolak dan menerima H1 artinya terdapat korelasi yang kuat antara pelayanan dengan brand image kampus.
Tabel 10. Model Summary Correlasi Berganda Change Statistics Std. R Adjusted Error of R R F Sig. F Square R Square the Square df1 df2 Change Change Estimate Change a 1 .761 .38417 .580 202.660 2 294 .000 .580 .577 a. Predictors: (Constant), Pelayanan, Bauran promosi b. Dependent Variable: Brand Image Sumber : Kuesioner diolah SPSS19-2013 Mod el
DurbinWatson 1.741
Hasil ouput SPSS korelasi berganda menjunjukkan nilai R sebesar 0.761, artinya secara bersamaan variabel bauran promosi dan pelayanan memiliki hubungan yang kuat terhadap brand image kampus Universitas Darma Persada.
~ 244 ~
Tabel 11. Nilai Uji Anova Model
Sum of Squares
df
Mean Square 30.383 .144
Regression 60.765 2 1 Residual 42.445 294 Total 103.211 296 a. Dependent Variable: Brand Image b. Predictors: (Constant), Pelayanan, Bauran promosi Sumber : Kuesioner diolah SPSS19-2013
F
Sig.
210.446 .000b
Untuk menguji hipotesis hubungan antara bauran promosi dan pelayanan dengan brand image dapat dilihat dari hasil pengujian nilai F sebesar 210.446, dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 1% maka dari tabel distribusi F di dapat nilai F sebesar F,0.01,5,283 = 3.02. Dikarenakan F-hitung sebesar 210.446 > dari F-tabel 3.02, maka H0 ditolak, artinya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara linier antara variabel bauran promosi dan pelayanan terhadap brand image kampus Universitas Darma Persada.
Analisis Regresi Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,….Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y’ = a + b1X1+ b2X2+…..+ bnXn. Tabel 12. Model Summary regresi berganda Change Statistics DurbinStd. Adjuste Watson Error of R Model R dR F Sig. F the Square df1 df2 Square Change Change Estimate Change 1 .761a .580 202.660 2 294 .000 1.741 .580 .577 .38417 a. Predictors: (Constant), Pelayanan, Bauran promosi b. Dependent Variable: Brand Image Sumber : Kuesioner diolah 2013 R Square
~ 245 ~
Dari kolom keluaran SPSS di atas, dapat diperoleh informasi bahwa koefisien korelasi simultan adalah 0,761. Nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara semua variabel bebas denga variabel terikat adalah sangat kuat. Selain itu dapat diperoleh pula informasi berapa koefisien determinasi adalah sebesar 0,580 atau Adjusted R Square = 0.577%. Nilai ini menunjukkan bahwa kontribusi semua variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan adalah sebesar 57.7%. Sementara itu 42.3% merupakan kontribusi dari faktorfaktor lain selain faktor yang diwakili oleh variabel bebas pada penelitian ini.
Selanjutnya dapat dibuat model persamaan regresi sebagai berikut : Y= 0.378 + 0.366X1 + 0.534X2
Nilai constanta sebesar 0.378 di tambah nilai koefisien bauran promosi sebesar 0.366 artinya memberikan sumbangan peningkatan brand image kampus sebesar 1 satuan. Nilai koefisien pelayanan sebesar 0.378 artinya pelayanan kampus mampu memberikan peningkatakn terhadap brand image kampus sebesar 1 satuan.
Uji t parsial Sedangkan untuk keberartian koefisien regresi bertanda positif dapat diljelaskan sebagai berikut : Tabel 13. Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model t B Std. Beta Error (Constant) .378 .124 3.062 Bauran promosi .366 .051 .319 7.115 1 12.14 Pelayanan .534 .044 .544 1 a. Dependent Variable: Brand Image Sumber : Hasil kuesioner di olah, 2013
Sig. .002 .000 .000
95.0% Confidence Interval for B Lower Upper Bound Bound .135 .621 .265 .467 .447
.621
Koefisien arah bauran promosi bertanda positif, artinya jika bauran promosi berupa (iklan, promosi penjualan, penjualan perorangan, publisitas) ditingkatkan, maka brand image Universitas Darma Persada meningkat pula, atau sebaliknya, ceteris paribus. Hal ini terbukti dari hasil uji t dengan mengambil taraf signifikan 1% yang menunjukkan bahwa t~ 246 ~
hitung 7.115 > dari t-tabel 2.32, sehingga hipotesis H0 ditolak. Artinya terdapat hubungan yang liner antara bauran promosi dengan brand image.
Koefisien arah pelayanan bertanda positif, artinya jika pelayanan yang berbentuk (tangible dan intangible) ditingkatkan, maka brand image Universitas Darma Persada meningkat pula, atau sebaliknya, ceteris paribus. Hal ini terbukti dari hasil uji t dengan mengambil taraf signifikan 1% yang menunjukkan bahwa t-hitung 12.141 > dari t-tabel 2.32, sehingga hipotesa H0 ditolak. Artinya terdapat hubungan yang linier antara pelayanan dengan brand image.
Uji F simultan Untuk membuktikan tingkat signifikansi kedua variabel indipenden bauran promosi dan pelayanan terhadap brand image dapat dilihat pada hipotesa sebagai berikut : H0 : r=0; X1 Di duga tidak ada pengaruh variabel bauran promosi dan pelayanan dengan brand image. H1: r≠0; X1 Di duga tidak ada pengaruh antara variabel bauran promosi dan pelayanan terhadap brand image. Tabel 14. ANOVAa Model
Sum of df Mean F Squares Square Regression 60.765 2 30.383 210.446 1 Residual 42.445 294 .144 Total 103.211 296 a. Dependent Variable: Brand Image b. Predictors: (Constant), Pelayanan, Bauran promosi Sumber : kuesioner diolah 2013
Sig. .000b
Untuk menguji hipotesis tersebut dapat dilihat dari hasil pengujian nilai F sebesar 210.446, dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 1% maka dari tabel distribusi F di dapat nilai F sebesar F,0.01,5,283 = 3.02. Dikarenakan F-hitung sebesar 210.446 > dari F-tabel 3.02, maka H0 ditolak, artinya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara linier antara variabel bauran promosi dengan pelayanan terhadap brand image.
~ 247 ~
D. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat ditarik simpulan bahwa brand image kampus Universitas Darma Persada dapat dibentuk dari berbagai variabel. Berdasarkan variabel yang telah ditentukan dalam penelitian ini yaitu bauran promosi dan pelayanan mampu memberikan sumbangan terhadap pembentukan brand image kampus Universitas Darma Persada. Kontribusi variabel bauran promosi terbukti memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan. Nilai korelasi sebesar 0.619 atau 61.9% artinya memiliki hubungan yang kuat. Sedangkan variabel pelayanan nilai korelasi sebesar 0.720 atau 72% artinya variabel ini memiliki hubungan sedikit lebih besar dan kuat. Kedua variabel bauran promosi dan pelayanan berdasarkan perhitungan SPSS 19 menunjukkan nilai sebesar 0.580 atau 58% artinya variabel tersebut memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam membangun brand image Kampus Universitas Darma Persada.
Saran
Agar penelitian ini bermanfaat bagi institusi maka perlu diberikan saran-sara sebagai berikut : 1.
Pemilihan media promosi agar dapat meningkatkan brand image kampus perlu dilakukan secara intensif dan mampu menyentuh khalayak umum secara luas. Misalkan Iklan melalui Radio, Televisi, Surat Kabar secara terus menerus, Potongan harga kuliah yang signifikan, Publisitas dengan mempublikasikan prestasi kampus.
2.
Pelayanan merupakan kunci utama dalam meningkatkan brand image kampus Universitas Darma Persada, maka perlu memberikan pelayanan prima yang tak nyata seperti informasi yang tepat waktu, peraturan yang tegas, layanan sepenuh hati.
3.
Sedangkan pelayanan yang nyata perlu diberikan fasilitas-fasilitas seperti : bangunan gedung yang tampak menarik, fasilitas laboratorium, sarana olah raga, penampilan dosen dan karyawan yang baik.
~ 248 ~
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari, 2004, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Edisi Revisi, Penerbit Alfabeta, Bandung. Assauri, S. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. FEUI. Jakarta. Basu Swastha dan Irawan, 2005, Manajemen Pemasaran Modern. Liberty,. Yogyakarta. Kotler, Philip. 2001. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Jakarta : PT. Prehallindo Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid 2.Jakarta. Bumi Aksara Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore. Rini Risnawita S M, Nur Ghufron, 2007, Pengembagan Sumber Daya Manusia, Salembah empat, Jakarta Sindoro Alexander, 2000. Bauran Promosi, Gramedia, Erlangga Jakarta Sukardi, 2012 Analisis faktor-faktor yang menjadi pertimbangan siswa SLTA memilih Kampus di Jakarta Timur, Prosiding Universitas Darma Persada Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta. Supriyanto dan Sugiyanti 2001, Operasiasi dan Pelayanan Prima, Bahan Ajar Diklatpim, Tk. IV, Jakarta LAN RI. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business : Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Buku 2. Salemba Empat : Jakarta. Syaodih, Nana. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosda Karya. Terence A. Shimp, 2000 Integrated Marketing Communications in Advertising and Promotion, Prentice Hall Tjiptono, Fandy,2005, Pemasaran Jasa, Bayumedia : Malang. www.unsada.ac.id. Akademik online Universitas Darma Persada : http://ammarihsan.com/blog/2013/05/peringkat-universitas-di-indonesia-terbaru-mei2013-berdasarkan-4icu/ : http://tugassuharni.blogspot.com/2013/06/analisis-kualitas-pelayanan-koperasi.html
~ 249 ~
~ 250 ~
PENGARUH KUALITAS AUDIT TERHADAP AKRUAL EARNING MANAGEMENT Atik Isniawati, Sri Ari Wahyuningsih Jurusan Akuntansi – Fakultas Ekonomi
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh kualitas audit (ukuran KAP, spesialisasi industry auditor, dan tenur) terhadap terjadinya akrual earning management. Sampel dalam penelitian ini adalah 68 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasil penelitian ini menyatakan terdapat hubungan negative yang tidak signifikan antara ukuran KAP dan spesialisasi industry auditor dengan terjadinya akrual earning management, serta hubungan positif yang tidak signifikan terhadap terjadinya akrual earning management. Hasil penelitian ini cenderung tidak konsisten dengan penelitian Inaam et al. (2012) kecuali untuk pengaruh tenure audit terhadap terjadinya akrual earning management. Akan tetapi penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Jaggi et al. (2012). Kata Kunci : Ukuran KAP, Spesialisasi industry auditor, tenure audit, dan akrual earning management
PENDAHULUAN
Dalam upaya untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, dan bebas dari salah saji material dibutuhkan peran Kantor Akuntan Publik sebagai penyedia saja atestasi laporan keuangan untuk meminimalisir resiko informasi.Adanya praktek manajemen laba dapat
mengurangi
kepercayaan masyarakat
terhadap
pelaporan
keuangan
dan
menghalangi kecekapan aliran modal di pasaran keuangan (Scot dan Marshal, 2001). Kualitas audit dipercaya memiliki peranan yang besar dalam meyakinkan pengguna laporan keuangan atas relevansi data.
Skandal akuntansi yang telah terjadi beberapa tahun yang lalu seperti Enron, Arthur Andersen dan World om telah berdampak terhadap tingkat kepercayaan regulator terhadap laporan keuangan. Krisis keuangan yang telah mempengaruhi dunia akhir-akhir ini memicu tingginya tuntutan terhadap kualitas audit. Hal ini merupakan sinyal bagi auditor agar lebih teliti sesudah krisis dan mereka sekarang berkecenderungan untuk bekerja dengan tingkat etika yang tinggi dan memastikan pekerjaannya memiliki kualitas yang tinggi. ~ 251 ~
Dengan demikian, kualitas audit adalah adalah faktor utama yang mempengaruhi kredibilitas informasi keuangan. Hal ini menjadikan motivasi yang kuat bagi penelitian atas kualitas audit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Pengungkapan kesalahan dalam laporan keuangan merupakan alat ukur kualitas dari pengetahuan dan kemampuan auditor, yang mana pelaporannya tergantung atas independensi auditor terhadap klien (DeAngelo, 1981). Probabilitas tingkat deteksi auditor terhadap kesalahan tersebut sangat bergubungan dengan kompetensi auditor. Begitu pula dengan probabilitas auditor dalam melaporkan temuan tersebut sangat berhubungan dengan independensinya. Oleh karena itu, auditor seharusnya memberikan pendapat yang professional mengenai reliabilitas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.
Aktivitas audit tidak dapat diukur secara objektif sehingga evaluasi terhadap kualitas audit harus berdasarkan beberapa sinyal. Penelitian sebelumnya mengenai kualitas audit yang dilakukan oleh Becker, 1998; Francis and Yu, 2009; Choi et al., 2010) telah memfokuskan pada faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kualitas audit. Dalam penelitian ini factor-faktor tersebut adalah karakteristik spesifik audit, ukuran kantor akuntan public, spesialisasi auditor atas industry klien, dan tenur auditor.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kualitas audit akan membatasi terjadinya earnings management (Becker et al., 1998; Francis and Yu, 2009; Lin and Huang, 2010; Jordan et al., 2010)dan relative sedikit studi yang menguji dampak kualitas audit atas riil earnings management (Chi and al., 2011; Cohen and Zarowin, 2010). Banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan auditor yang memiliki nama besar dapat mengurangi terjadinya earning management (Becker et al., 1998; Francis et al., 1999; Lim and Tan, 2009). Banyak studi lain menunjukkan pula bahwa spesialisasi auditor dalam industry klien dan tenur auditor memberikan kontribusi dalam kemampuan auditor mendetekdi dan membatasi eanings management yang dilakukan oleh klien (Krishnan, 2003; Riechelt and Wang, 2010; Ahsen, 2011; Johnson et al., 2002).
Praktik manajemen laba adalah salah satu kecurangan yang dilakukan manajemen untuk memanipulasi jumlah laba yang didapat perusahaan.Chen et al. (2005) telah menguji pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba
~ 252 ~
pada perusahaan yang
melakukan IPO di Taiwan.
Hasil penelitian
menyebutkan
bahwa
ukuran
KAP
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sedangkan spesialis industri KAP tidak
berpengaruh
terhadap manajemen laba. Penelitian serupa juga dilakukan oleh
Rusmin (2010) dan
Rahmadika (2011). Kedua penelitian tersebut menguji pengaruh
kualitas audit terhadap manajemen laba.Rusmin (2010) melakukan penelitian pada perusahaan non keuangan di Singapura. Hasil penelitian menunjukkan perusahaan yang memiliki kualitas auditor yang tinggi menghasilkan discretionary accruals yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
diaudit
oleh
auditor
yang berkualitas rendah.
Rahmadika (2010) melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur di Indonesia selama
periode 2008-2009.
Hasil
penelitian
menunjukkan
kualitas auditor tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
“Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara kualitas audit dengan terjadinya akrual earning management”
Penelitian ini berusaha untuk menjawab perumusan masalah, yaitu : 1.
Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh ukuran KAP terhadap akrual earning management.
2.
Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh auditor spesialis industry terhadap akrual earning management.
3.
Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh audit tenure terhadap akrual earning management.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan populasi berupa perusahaan manufaktur terdaftar di BEI pada periode waktu 2009-2012. Alasan penggunaan sampel pada tahun 2009 - 2012 adalah untuk memberikan gambaran terkini perihal keuangan dari suatu perusahaan.Dasar penentuan sampel ini adalah sampel yang memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan.
~ 253 ~
Metode pengumpulan sampel yang digunakan adalah purposive method. 1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode tahun 2009-2012. 2) Perusahaan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember. 3) Data mengenai variabel penelitian harus tersedia dengan lengkap dalam laporan keuangan perusahaan yang diterbitkan tahun 2009-2012. Berdasarkan kriteria tersebut didapatlah 68 perusahaan dari total populasi.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan tahunan auditan perusahaan publik (manufaktur) tahun 2009-2012 yang diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) melalui situs resmi BEI www.idx.co.id
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang sudah tersedia atau terdokumentasi yaitu laporan tahunan perusahaan sampel, atau lazimnya disebut data sekunder.
Operasionalisasi Variabel
a. Pengukuran akrual earning management
Untuk menganalisa pengaruh dari kualitas audit terhadap earning management maka digunakan diskresionary accrual untuk mengukur earning management, yang dalam penelitian ini berlaku sebagai variable dependent. Ada banyak cara melakukan estimasi earning management salah satunya adalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Modified-Jones Model dari tahun 1995 (Dechow et al, 1995).
Berikut ini adalah persaman untuk mengestimasi akrual discretionary: ACCRit = α0 + α1 (∆REVit-∆RECit) + α2 PPEit + εit Dimana ACCRit adalah total akrual; ∆REVit adalah perubahan dama revenue yang diukur dengan perubahan penjualan tahun t relative terhadap penjualan it-1; ∆RECit adalah perubahan dalam piutang dagang dalam tahun t relative tehadap tahun t-1 dan PPEit adalah nilai gross dari property, plant and equipment dalam tahun t.
~ 254 ~
b. Pengukuran kualitas audit
Pengukuran kualitas audit ditunjukkan dengan table 1 berikut : Tabel 1 Pengukuran Variabel Independen
Variabel Independent AudSIZE
Pengukuran Variabel dummy, 1 jika perusahaan diaudit oleh KAP Big 4,dan 0 lainnya Variabel dummy, 1 jika MS > 10 persen, dan 0
SPEC
lainnya. dimana: MS= m-firm sales ratio = Σ = Sij /s1 (Sij = firm i's sales, sementara I adalah perusahaan yang diaudit oleh auditor j dan S1 = jumlah penjualan TENURE
Lamanya KAP mengaudit perusahaan klien
Ukuran KAP dalam penelitian ini merupakan pengklasifikasian yang membagi KAP berdasarkan ukuran.Ukuran yang digunakan dalam mengukur besar kecilnya KAP adalah dengan pembagian dua jenis afiliasi yaitu KAP dengan afiliasi Big 4 dan Non-Big 4. KAP dengan ang berafiliasi dengan Big 4 dipandang dapat menyediakan jasa audit dengan kualitas yang baik dan memiliki reputasi tinggi di mata stakeholder. Berikut ini adalah KAP yang berafiliasi dengan Big 4 di Indonesia: (1)
Hadisusanto & Rekan (Berafiliasi dengan PWC)
(2)
Hans, Tuanakotta & Mustofa (Berafiliasi dengan Delloite)
(3)
Hanadi, Sarwoko, & Sandjaja (Berafiliasi dengan E &Y)
(4)
Siddharta Siddharta & Harsono (Berafiliasi dengan KPMG
Auditor spesialis industri (SPEC) merupakan auditor yang memiliki pemahaman dan pengalaman yang lebih mengenai suatu jenis industri tertentu dibandingkan dengan auditor yang tidak spesialis pada industri apapun. Auditor spesialis industri diproksi dengan konsentrasi jasa auditor pada bidang industri tertentu. Spesialisasi industri KAP pada penelitian ini adalah auditor yang memiliki 20% pangsa pasar.
~ 255 ~
Metode Analisa Data
Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (Ghozali, 2009). Analisis ini memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan dan menganalisis data disertai dengan perhitungan agar dapat memperoleh keadaan dan karakteristik data yang bersangkutan. Mean menunjukan nilai rata-rata data yang bersangkutan. Maksimum menunjukkan nilai minimum menunjukkan nilai terkecil. Standar deviasi
terbesar, sedangkan
digunakan untuk mengetahui
seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal(Ghozali, 2009). Model yang baik adalah model yang memiliki distribusi normal.Normaliatas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data
(titik)
pada
grafik atau dengan
melihat
histogram dari residualnya. Dasar
pengambilan keputusan: 1.
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
atau
grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2.
Jika data menyebar jauh dari diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi klasik.
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan apabila tidak hati-hati secara visual. Oleh sebab itu, uji grafik juga dilengkapi dengan uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov hipotesis: H0 : Data residual berdistribusi normal HA : Data residual tidak berdistribusi normal
~ 256 ~
(K-S)
dengan
membuat
Jika angka probabilitas kurang dari 0,05, maka variabel ini tidak terdistribusi secara normal. Sebaliknya, jika angka probabilitas lebih dari 0,05 berarti HA alternatif ditolak yang berarti variabel tidak terdistribusi secara normal.
Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen (Ghozali, 2009). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Menurut Ghozali (2009), untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas di dalam model dapat dilakukan dengan memperhatikan: 1.
Nilai
R yang dihasilkan sangat tinggi, tetapi secara individual variabelvariabel
independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2.
Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika
antara variabel
independen ada korelasi yang cukup tinggi, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. 3.
Melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance ≤ 0.01 atau sama dengan nilai VIF ≥10, maka model regresi terdapat multikolonieritas
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t-1 (Ghozali, 2009). Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan uji Run Test. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (Ghozali, 2009).
Uji Heteroskedastisit
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan
~ 257 ~
yang lain
(Ghozali,
2009). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatanlainnya
berbeda, maka model tersebut terjadi heteroskedastisitas.Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Ada tidaknya heteroskedastisitas di dalam model regresi dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplot.Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.Sebaliknya, jika tidak ada pola yang jelas, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini, uji hipotesis dilakukan menggunakan analisis regresi berganda. Alasannya, karena penelitian ini menggunakan lebih dari satu variabel independen. Analisis ini digunakan untuk menentukan hubungan antara manajemen laba dengan variabel -variabel independennya. Model
regresi yang digunakan dapat dirumuskan
dengan persamaan sebagai berikut:
DAi,t= β0+ β1 AudSIZEi,t + β2 SPECi,t + β3 TENUREi,t + e
Dimana : DAi,t
: akrual diskresionari pada tahun t
AudSIZE SPEC
: ukuran KAP pada tahun t
: Spesialisasi industry audor pada tahun t
TENURE : jumalh tahun auditor bertahan mengaudit suatu perusahaan pada tahun t
Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji hipotesis yang ada dalam penelitian ini. Pengujian yang digunakan adalah uji koefisien determinasi (R2 (angka 2 itu kuadrat)), uji statistik F, dan uji statistik t. Uji Statistik R2 Koefisien Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam
menerangkan
variasi
variabel
dependen
(Ghozali,
2009). Nilai
determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai yang kecil menunjukkan kemampuan variabelvariabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen terbatas, sedangkan
~ 258 ~
nilai yang mendekati satu menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabelvariabel dependen.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan nilai Adjusted R2 seperti yang banyak dianjurkan oleh para peneliti. Uji Statistik t
Uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2009). Pengujian dilakukan dengan tingkat signifikansi 0,05 (5%). Pengujian hipotesis penelitian didasarkan pada kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
1.
Jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05, maka hipotesis diterima. Artinya AUDSIZE, SPEC, dan TENURE berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.
Jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05, maka hipotesis ditolak. Artinya, AUDSIZE, SPEC, dan TENURE tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
HASIL & PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh ukuran auditor, Spec Industry dan Audit tenure terhadap manajemen laba. Dalam hal ini sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEI dimana perusahaan tersebut memiliki data lengkap dari laporan keuangan tahunan . Perusahaan yang sesuai dengan data yang dibutuhkan adalah 68 perusahaan (lampiran 1) berdasarkan laporan keuangan tahunan tahun 2009 - 2012.
~ 259 ~
Deskripsi Statistik
Tabel 1: Deskripsi Statistik Variabel
Mean
Std. Dev
DA
0.00000000
0.117537961
AudSIZE
0.38235294
0.489575258
SPEC
0.16156463
0.196831300
3.5000
0.87246
TENURE
Obyek penelitian ini adalah 68 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2009 – 2012. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata dari perusahaan sampel tidak melakukan praktek akrual diskresionari atau earning management berbasis akrual pada perusahaan yang terdaftar di BEI. Tabel 1 juga menunjukkan nilai rata-rata perusahaan sampel diaudit oleh KAP Big 4 adalah 32,23%, hal ini mengindikasikan bahwa lebih banyak perusahaan yang terdaftar di BEI diaudit oleh KAP non Big 4 yaitu 67,77%. Selanjutnya, tabel 1 juga merepresentasikan nilai rata-rata dari spesialisasi industri adalah 16,15%, angka ini mengindikasikan bahwa hanya 16,15% perusahaan diaudit oleh auditor dengan spesialisasi industri. Dapat disimpulkan pula bahwa tidak hanya setengah dari auditor KAP Big 4 memiliki spesialisasi industri. Rata-rata Tenure audit yang ditunjukkan dalam tabel 1 mengindikasikan bahwa rata-rata auditor dapat menjalin hubungan kerja dengan perusahaan klien adalah 3,5 tahun.
Analisis Multivariate
Dalam melakukan pengujian hipotesis terhadap manajemen laba akan digunakan analisis regresi linear berganda dimana dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer SPSS Versi 21. Hasil yang diperoleh dari penghitungan selanjutnya akan dibahas.
Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan uji korelasi antar variabel bebas. Hasil pengujian diperoleh sebagai berikut :
~ 260 ~
Tabel 2 Pearson’s correlation matrix DA Pearson Correlation
DA AudSIZE SPEC TENURE
Sig. (1-tailed)
N
DA
AudSIZE
SPEC
TENURE
1.000
.018
-.136
.144
.018
1.000
.300
.175
-.136
.300
1.000
.226
.144
.175
.226
1.000
.
.442
.135
.121
AudSIZE
.442
.
.007
.077
SPEC
.135
.007
.
.032
TENURE
.121
.077
.032
.
DA
68
68
68
68
AudSIZE
68
68
68
68
SPEC
68
68
68
68
TENURE
68
68
68
68
Sampel terdiri dari 68 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 20092012. Koefisien korelasi berdasar atas Pearson product momentum correlation menunjukkan signifikan secara statistik pada tingkat masing-masing kurang dari 0,50. Hal ini menunjukkan tidak adanya masalah multikolinieritas yaitu korelasi antara variabel independen relatif kecil.Uji multikolinearitas diperkuat dengan angka tolerance dan VIF mendekati angka 1, sehingga data penelitian layak digunakan untuk analisis penelitian. Uji Autokorelasi Pada pengujian ini digunakan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t (tahun ini) dengan kesalahan pada periode t-1 (tahun sebelumnya). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka dapat dilakukan dengan membandingkan nilai DW (durbin Watson) hasil perhitungan berdasarkan statistik DW dengan kelas interval sesuai lower limit DW dan Upper limit DW. Pedoman untuk memeriksa nilai Durbin Watson (DW) agar mengetahui autokorelasi dapat dilihat dalam output pada tabel DW. Dimana besarnya DW ditunjukkan oleh angka 1.89 dimana angka tersebut berada dalam kisaran 1,55 – 2,46 , sehingga data penelitian tidak terdapat autokorelasi .
~ 261 ~
Koefisien Determinasi Besarnya estimasi penggantian auditor yang dapat dijelaskan oleh variable-variabel bebasnya dapat diperoleh dalam nilai Adj R2 sebagai berikut : Tabel 3 : Koefien Determinasi Change Statistics
Std. Error Mod el
R
1
.228
R
Adjusted R
of the
R Square
F
Square
Square
Estimate
Change
Change
a
.052
.008 .117086466
.052
df1
1.173
df2 3
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
64
.327
1.879
a. Predictors: (Constant), TENURE,SPEC,AudSIZE b. Dependent Variable:
DA
Nilai Adj R2 diperoleh sebesar 0,008 hal ini berarti bahwa 0.8 % manajemen laba dipengaruhi oleh ketiga variable tersebut. Analisis Regresi Linear Berganda . Dalam analisis ini didapatkan hasil bahwa pengaruh AudSIZE, SPEC, TENURE terhadap DA dapat ditunjukkan pada table berikut : Tabhel 4 Coefficients
Model
1
Unstandardized
Standardized
95% Confidence
Coefficients
Coefficients
Interval for B
B
(Const
Std. Error
.070
.059
X1
-.010
.031
X2
-.113
X3
.024
ant)
a
Beta
T
Sig.
Correlations
Lower
Upper
Zero-
Bound
Bound
order
Partial
Collinearity Statistics
Part
Tolerance
VIF
-1.184
.241
-.188
.048
.043
.337
.737
-.051
.072
.018
.042
.041
.898
1.113
.078
-.189
-1.456
.150
-.268
.042
-.136
-.179
-.177
.879
1.137
.017
.179
1.422
.160
-.010
.058
.144
.175
.173
.936
1.068
a. Dependent Variable: Y
Dari tabel diatas didapatkan persamaan DA = 0.070 -0,010AudSIZE -0.113SPEC +0.024TENURE +e Dari persamaan ini dapat dijelaskan bahwa :
~ 262 ~
1. Konstante sebesar 0.070 menunjukkan bahwa jika AusSIZE,SPEC,dan TENURE ditiadakan atau dengan kata lain jika perusahaan tidak diaudit maka DA atau terjadi akrual earning management sebesar 0.070 satuan. 2. Koefisien variabel AudSIZE diperoleh sebesar -0.010, Arah koefisien negatif berarti bahwa Jika perusahaan diaudit oleh KAP Big 4 maka akrual earning management akan menurun. 3. Koefisien variabel SPEC diperoleh sebesar -0,113 Arah koefisien negatif berarti bahwa jika perusahaan menggunakan auditor dengan spesialisasi industri maka akrual earning management akan mengalami penurunan. 4. Koefisien variabel TENURE sebesar 0.024. Arah koefisien poaitif berarti bahwa jika semakin lama klien melakukan perikatan kerja dengan auditor maka akrual earning management akan mengalami kenaikan. Hasil ini konsisten dengan penelitian Inaam et al (2012) yang menyatakan bahwa memburuknya kualitas audit berhubungan dengan lamanya waktu perikatan auditor-klien karena hal ini memiliki konsekuensi rendahnya independensi auditor terhadap klien.
Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel tersebut dapat dilihat dari nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa variabel terebut berpengaruh signifikan.
1. Pengaruh besarnya AudSIZE terhadap Manajemen Laba
Pengujian pengaruh variabel AudSize terhadap auditor diperoleh dengan signifikansi sebesar 0,
737
lebih besar dari 0,05, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ukuran KAP memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap besarnya akrual earning management. Dari tabel 4.4 didapatkan bahwa nilai t hitung sebesar 0,337, sedangkan t tabel 2.000 Hal ini berarti bahwa Hipótesis pokok diterima karena t hitung < dari t tabel berarti bahwa ukuran KAP berpengaruh terhadap akrual earning management walaupun tidak signifikan.
~ 263 ~
Kriteria pengujian a. Jika -thitung > -ttabel atau thitung < ttabel, maka Ho diterima. b. Jika -thitung < -ttabel atau thitung > ttabel, maka Ho ditolak. Membandingkan
hitung
dengan ttabel
Nilai thitung > ttabel ( 0.337< 2,000), maka Ho diterima (2) Gambar Daerah Penentuan Ho Gambar 1 Daerah Penentuan Ho untuk Uji t untuk AudSIZE terhadap DA
Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak -2,000
0.337
2,000
2. Pengaruh SPEC terhadap DA
Pengujian kemaknaan pengaruh variabel SPEC dengan signifikansi sebesar 0.150 yang lebih besar
dari 0,05, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa spesialisasi
industri dari auditor memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap probabilitas akrual earning management. Tabel 4.4 menunjukkan besarnya t hitung adalah -1.456 dan t tabel sebesar 2.000 hal ini berarti bahwa Hipotesis pokok diterima karena t hitung < t tabel , berarti bahwa spesialisasi industri auditor berpengaruh terhadap akrual diskresionari namun tidak signifikan.
Kriteria pengujian a.
Jika -thitung > -ttabel atau thitung < ttabel, maka Ho diterima.
b.
Jika -thitung < -ttabel atau thitung > ttabel, maka Ho ditolak.
~ 264 ~
Membandingkan
hitung
dengan ttabel
Nilai thitung > ttabel ( -1.456< 2,000), maka Ho diterima (3) Gambar Daerah Penentuan Ho
Gambar 2 Daerah Penentuan Ho untuk Uji t SPEC terhadap DA
Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak -2,000
-1.456
2,000
3. Pengaruh TENURE terhadap DA
Pengujian pengaruh variabel TENURE dengan signifikansi sebesar 0,160, dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa lamanya auditor bertahan mengaudit di suatu perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap probabilitas terjadinya akrual earning management. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa besarnya t hitung 1.422 dan t tabel adalah 2.000. Hal ini berarti bahwa Hipótesis pokok diterima yang berarti bahwa TENURE berpengaruh terhadap terjadianya akrual earning managemenyt namun tidak signifikan.
Kriteria pengujian a.
Jika -thitung > -ttabel atau thitung < ttabel, maka Ho diterima.
b.
Jika -thitung < -ttabel atau thitung > ttabel, maka Ho ditolak.
~ 265 ~
Gambar 3 Daerah Penentuan Ho untuk Uji t TENURE terhadap DA
Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak -2,000
1.422
2,000
5. Uji F digunakan untuk menguji apakah secara bersama-sama seluruh variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen
Merumuskan hipotesis
Ho : Terdapat pengaruh antara AudSIZE, SPEC dan TENURE berpengaruh terhadap DA Ha :Tidak terdapat pengaruh antara AudSIZE, SPEC dan TENURE
berpengaruh
terhadap Y Menentukan tingkat signifikansi menggunakan α = 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian).
Kriteria pengujian a. Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima. b. Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. Tabel 5 ANOVA Sum of Squares
Model 1
Mean Square
Df
Regression
.048
3
.016
Residual
.877
64
.014
Total
.926
67
~ 266 ~
F 1.173
Sig. .327a
ANOVA Sum of Squares
Model 1
Mean Square
Df
Regression
.048
3
.016
Residual
.877
64
.014
F 1.173
Sig. .327a
Total .926 67 a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
Dari table 4.5 didapatkan bahwa nilai F hitung sebesar 1.173 ,sedangkan F table 3.13 berarti bahwa F hitung < F table sehingga hipotesis pokok diterima tetapi tidak signifikan.
Gambar 4 Daerah Penentuan Ho untuk Uji F atau ANOVA
Ho ditolak Ho diterima
+1,173
3.13
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, maka selanjutnya dapat dijelaskan mengenai hasil pengujian tersebut.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa ukuran KAP memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap terjadinya akrual earning management. Artinya bahwa suatu perusahaan diaudit oleh KAP Big 4 ataupun KAP non Big 4 tidak berpengaruh terhadap terjadinya akrual earning management. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian enmpiris yang dilakukan oleh Lawrence et al. (2011) menyatakan bahwa hasil penelitian ini terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara ukuran KAP dengan terjadinya earning management
~ 267 ~
mungkin dipicu oleh perbedaan dalam karakteristik klien. Mereka menggunakan model untuk mengontrol karakteristik klien dan menemukan bahwa kualitas audit dari auditor Big 4 tidak berbeda secara signifikan dari auditor non Big 4.
Beberapa penelitian sebelumnya antara lain yang dilakukan oleh Inaam et al. (2012) dan Dunn and Mayhew(2004); Rusmin, (2010); Gul et al., (2010) menyatakan bahwa spesialisasi industry auditor berperan dalam peningkatan kualitas audit. Oleh karena itu, perusahaan yang menggunakan spesialis industry untuk mengaudit laporan keuangan eksternal akan mendapatkan manfaat dari pengurangan kemungkinan terjadinya akrual earning management (Ahsen (2011) menyatakan bahwa KAP dengan auditor spesialis industry diasosiasikan dengan kualitas earning yang lebih tinggi.
Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara spesialisasi industry auditor dengan akrual earning management akan tetapi pengaruhnya tidak signifikan. Sehingga hasil penelitian ini cenderung kontra dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dijelaskan diatas. Hal ini sejalan dengan Jaggi et al. (201`2) menyanggah hasil penelitian Kwon et al. Mereka menyatakan bahwa hasil penelitian Kwon at al. valid hanya untuk Negara-negara yang memiliki perlindungan hukum terhadap investor yang lemah yang tercermin dari sistem pemilihan umum proporsional dan itu berarti bukan untuk negara-negara dengan perlindungan hukum yang kuat bagi investor yang tercermin dari sistem pemilihan umumnya.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa TENURE tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas terjadinya akrual earning management. Hasil ini konsisten dengan penelitian Inaam (2012) dalam penelitian dengan sampel perusahaan-perusahaan di Tunisia melaporkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lamanya tenur audit dengan akrual diskresionari yang lebih tinggi, yang mana hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Simnett (2006) dan Jackson et al. (2008) yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara tenur partner audit dan nilai absolute dari akrual diskresionari.
~ 268 ~
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, selanjutnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Ukuran KAP berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap terjadinya akrual earning management.
2.
Spesialisasi industri auditor memiliki pengaruh akan tetapi tidak signifikan terhadap terjadinya akrual earning management.
3.
Lamanya auditor bertahan untuk mengaudit suatu perusahaan berpengaruh namun tidak signifikan terhadap terjadinya akrual earning managemen.
Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa tidak terdapat variable control untuk perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
Penelitian Lanjutan
Bagi peneliti serupa berikutnya disartankan untuk menggunakan variable control agar karakteristik dari perusahaan yang dijadikan sampel relative sama.
DAFTAR PUSTAKA Becker, C.L., DeFond, M.L., Jiambalvo, J. and Subramanyam, K.R., 1998. The effect of audit quality on earnings management. Contemporary Accounting Research, 15(1), 1-24. Cohen, D., and Zarowin, P., 2010. Accrual-based and real earnings management activities around seasoned equity offering. Journal of Accounting and Economics, 50, 2-19. DeAngelo, L.E, 1981. Auditor size and audit quality. Journal of Accounting and Economics, 3 (3), 183-199. Dechow, P.M., Kothari, S.P., and Watts, R.L. 1998. The relation between earnings and cash flows. Journal of Accounting and Economics, 25 (2), 133-168.
~ 269 ~
Jensen M, Meckling, W., 1976, Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. J. Finan. Econ., 3005-360. Kwon, S.Y., Lim, C.Y.& Tan, P.M., 2007. Legal Systems and Earnings Quality : The Role of Auditor Industries Specialization. Auditing: A Journal of practice and Theory, 26, pp 25-55. Lin, J.W & Hwang, M.I., 2010. Audit Quality Corporate Governance & Earnings Management: A Meta Analysis. Int. J. Audit; 14 (1,57-77).
Rusmin, R., 2010. Auditor Quality & Earnings Management : Siangaporean Evidence. Managerial Auditing Journal, 25 (7), 618-638. ZGARNI Inaam and HLIOUI Khmoussi; 2012. Audit Quality and Earnings Management in the Tunisian Context. International Journal of Accounting and Financial Reporting
~ 270 ~
RANCANGAN EVAPORATOR DAN KONDENSOR PADA PROTIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS AIR LAUT (OCEAN THERMAL ENERGY CONVERSION/ OTEC) Aep Saepul Uyun1, Dhimas Satria, Ashari Darius2 1 Sekolah Pasca Sarjana Energi Terbarukan dan Teknik MesinUniversitas Darma Persada, Jakarta. 2 Teknik Mesin - Universitas Darma Persada, Jakarta. ABSTRAK Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) merupakan pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi dari perbedaan suhu panas di permukaan air laut dan suhu dingin air laut di laut dalam. Indonesia mempunyai laut yang luas yang potensial untuk pengembangan OTEC ini, akan tetapi mahalnya instalasi dan teknologi menyebabkan pengembangan teknologi ini kurang menarik dibandingkan dengan pengembangan sumber energi terbarukan lainnya. Penelitian ini bertujuan jangka panjang untuk ikut berperan dalam mendukung program ketahanan energi dengan mengembangkan sumber energi murah dan melimpah seperti energi laut dan dimasa yang akan datang pembangunan instalasi OTEC di Indonesia menjadi kenyataan. Makalah ini merupakan hasil tahap awal dalam pembuatan prototipe OTEC ini dengan membuat rancang bangun heat exchanger evaporator dan kondensor. Heat exchanger ini menggunakan model shell-tube dan disain untuk tahan sampai tekanan 8 Bar serta dapat mudah dimodifikasi untuk pengembangan selanjutnya. Keyword: OTEC, Suhu, Energi Laut, Heat Exchanger. 1. LATAR BELAKANG
1.1 Pendahuluan
Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat sejalana dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan industri di setiap sektor ekonomi. Pertumbuhan kebutuhan energi tersebut tidak sejalan dengan ketersediaan sumber energi. Selama ini, Sumber energi utama Indonesia masih sangat tergantung kepada energi fosil, sedangkan sumber energi fosil tersebut semakin menipis dan tidak mencukupi lagi memenuhi permintaan energi. Untuk mengatasi kelangkaan sumber energi dan mempertahankan ketahanan energi tersebut, maka sumber energi terbarukan yang melimpah menjadi harapan untuk menggantikan sumber energi fosil yang semakin mahal saat ini. Sebagai Negara kepulauan dengan panjang pantai 95 181 km, Indonesia mempunyai cadangan energi laut potensial untuk dikembangkan sebesar 15 557 TWh [1]. Akan tetapi, penerapannya sekarang ini masih terkandala karena biaya dan teknologi yang relative
~ 271 ~
belum berkembang di Indonesia. Penguasaan teknologi pemanfaatan energi laut menjadi sangat penting untuk turut serta berkontribusi memenuhi kebutuhan energi yang meningkat di masa yang akan datang. Salah satu teknologi pemanfaatan energi laut tersebut adalah konvesi energi dengan memanfaatkan panas air laut, Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC). Prinsip dasar OTEC mengubah energi panas air laut menjadi listrik dengan memanfaatkan perbedaan suhu antara panas air laut di permukaan laut dan air laut dingin di kedalaman air laut. Konsep ini dapat bekerja optimal jika perbedaan suhu permukaan dan dalam air laut diatas 20 C [2]. Indonesia memiliki potensi pengembangan sumber energi laut dengan teknologi OTEC yang sangat besar karena merupakan Negara kepulauan dengan wilayah terbentang di garis lintang dekat dengan garis lintang khatulistiwa, sehingga rata-rata suhu permukaan laut yang relative tinggi dan bebas angin topan [1-3]. Dengan kata lain, Indonesia memiliki wilayah laut dengan potensi laut dalam dan suhu permukaan air laut yang tinggi yang mudah ditemui dekat denga pantai, seperti di selatan Jawa, sekitar Sumatera dan serta laut di sekitar wilayah Sulawesi. Laut dapat menghasilkan dua tipe energi yaitu: energi mekanik yang diperoleh dari energi pasang air laut ataupun dari gelombang air laut dan energi panas dari pemanasaan air laut oleh surya. Walaupun aktivitas air laut disebabkan oleh energi matahari, energi pasang air laut lebih disebabkan oleh aktivitas gravitasi bulan dan energi gelombang air laut lebih dominan karena pengaruh angin. Oleh karena itu energi mekanik air laut adalah suatu bentuk energi yang tidak kontinyu yang memerlukan peralatan mekanik untuk mengkonversi energi menjadi listrik.Laut merupakan suatu permukaan kolektor surya yang luas yang menerima langsung energi surya sepanjang hari. Berbeda dengan energi mekanik air laut, pemanfaatan energi panas air laut memerlukan fluida kerja dalam konversi energi panas yang digunakan untuk menggerakan turbin listrik. Prinsip dasar konversi energi laut menjadi energi listrik telah diperkenalkan oleh Jacques Arsene d’Arsonval seorang fisikawan Perancis pada tahun 1881. Kemudian Georges Claude, murid dari Arsene d’Arsonval membuat sebuah mesin percobaan dengan menggunakan siklus terbuka OTEC di Matanzas Bay, Cuba pada tahun 1930. Mesin yang dibuat menghasilkan 22 kW listrik dengan menggunakan turbin tekanan rendah. Kemudian Claude membuat instalasi lain di Brazil, akan tetapi dua instalasi yang dibuat rusak karena cuaca dan gelombang air laut [15]. Dalam konversi menjadi energi listrik ini ada tiga metode yang digunakan yaitu metode tertutup (closed cycle), metode terbuka (open cycle) dan metode hybrid cycle. Metode siklus tertutup menggunakan panas permukaan air laut untuk menguapkan fluda kerja yang mempunya titik didih rendah semisal ammonia. Uap ammonia kemudian masuk ke turbin dan menggerakan generator penghasil listrik. Sedangkan metode hybrid merupakan kombinasi dan siklus tertutup dan terbuka yang dapat menghasilkan energi listrik serta air
~ 272 ~
murni hasil destilasi. Dalam penelitian ini akan diteliti menfokuskan pada OTEC dengan siklus tertutup dengan pertimbangkan mudah dalam pembuatan dan tidak memerlukan ruang yang besar sehingga cocok untuk penelitian skala lab. 1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian penelitian keseluruhan dalam perancangan OTEC yang bertujuan untuk mendapatkan model teknis dalam instalasi pembangkit listrik ini. Dalam makalah ini hanya akan dibatasi pada model teknis pada pembuatan pindah panas (heat exchanger) komponen evaporator dan kondensor. 2. PRINSIP KERJA SIKLUS TERTUTUP OTEC
Siklus tertutup OTC menggunakan fluida kerja yang mempunyai titik didik yang rendah seperti ammonia untuk menggerakan turbin untuk menghasilkan listrik. Panas air laut permukaan dipompakan ke heat exchanger dimana fluid tersebut akan mendidih dan menguap. Tekanan uap yang dihasilkan akan menggerakan generator. Uap tersebut kemudian mengalir ke heat exchanger kondensor diman air dingin dari kedalama air laut dialirkan ke kondensor untuk mendinginkan uap fluida kerja di kondensor. Cairan fluida kerja yang terkondensasi tersebut kemudian kembali ke evaporator. Demikian seterusnya siklus fluida tersebut bekerja seperti dapat dilihat di gambar 1.
Gambar 1. Skema OTEC dengan siklus tertutup [1]
~ 273 ~
3. PERANCANGAN KOMPONEN HEAT EXCHANGER
3.1 Rancangan Evaporator
Evaporator yang dirancang harus tahan sampai tekanan sekitar 8 bar, karena itu material yang digunakan untuk evaporator shell and tube ini adalah stainless. Fluida kerja masuk kedalam bagian shell dari evaporator sedangkan pemanas air kebagian tube. Bagian tube dapat dipisahkan dari bagian shell, sehingga memudahkan dalam perawatan dan penggantian komponen. Pipa masuk fluida kerja
Pipa masuk air pemanas
Pipa keluar fluida kerja
Gambar 2. Shell-Tube evaporator Pipa pemanas (tube) heat exchanger seperti ditunjukan dalam Error! Reference source not found.. Pipa pemanas terdiri dari 14 pipa stainless dengan diameter 3/8 in yang terdiri dari 2 bagian yaitu 7 pipa masuk dan 7 pipa keluar. Air pemanas masuk kedalam 7 pipa masuk dan berkumpul dalam tabung pengumpul yang kemudian berbelok/atau dialirkan melalui 7 pipa keluar. Sehingga air pemanas masuk dan keluar melalui flange evaporator. Fluida kerja masuk kedalam evaporator melalui pipa masuk fluida kerja. Pipa masuk ini terhubung dengan pipa spray dalam evaporator. Spray evaporator digunakan untuk mendistribusikan lapisan tipis dari cair yang fluida kerja yang menyentuh tube (pipa) pemansa, sehingga proses evaporasi terjadi pada lapisan tipis permukaan tube tersebut. Cairan fluida kerja diatur tekanan spray-nya untuk menghindari cairan fluida yang kering dibawah evaporator. Laju alirnya di desain tergantung kepada cairan fluida yang dikondensasikan di evaporator.
~ 274 ~
Tabung pengumpul
Tube (pipa pemanas)
Flange
Gambar 3. Bagian Tube (pipa pemanas) Evaporator
Gambar 4. Rancangan Evaporator
~ 275 ~
3.2 Rancangan Kondensor Kondensor yang dirancang adalah shell and tube vertical heat exchanger. Heat exchanger ini terdiri shell dengan diameter 5.5 in dan tube pendingin air terdiri dari 14 tube dengan diameter masing tube adalah 3/8 in. bagian tube pendingin dapat dilepas dari shell-nya sehingga mudah dalam perawatan. Seperti dapat dilihat dalam
Gambar , kondensor ini terdapat 2 pipa masuk yaitu: pipa masuk air pendingin dan pipa masuk fluida kerja yang keluar dari turbin, serta 2 pipa keluar yaitu: pipa keluar air pendingin dan pipa keluar fluida kerja yang menuju ke pompa fluida kerja untuk di alirkan ke evaporator.
~ 276 ~
Gambar 5 Rancangan Kondensor
Kondensor yang dirancang harus mampu untuk mendinginkan dan mengubah fase fluida kerja menjadi cairan jenuh fluida kerja. Untuk mendapatkan luas pindah panas yang besar, maka model bagian tube (pipa pendingin) dari kondensor dirancang seperti dalam Gambar Rancangan tube (pipa dalam pemanas) terdiri dari 14 pipa stainless dengan diameter 3/8 in, dimana 7 pipa masuk dan 7 pipa keluar. Untuk mendapatkan luas pindah panas yang besar, dalam rancangan juga digunakan 5 baffle. Fungsi dari buffle ini adalah untuk mendapatkan pindah panas yang besar dan menahan dan memperlambat aliran fluida kerja sehingga terbentuk lapisan film kondensasi. Proses ini akan mengoptimalkan proses kondensasi fluida kerja di kondensor.
~ 277 ~
Gambar 6 Rancangan shell Kondensor
Gambar 7. Rancangan tube kondesor
~ 278 ~
4. TAHAPAN SELANJUTNYA Proses selanjutnya dalam tahapan penelitian ini adalah pengujian kondensor dan evaporator meliputi pindah panas, prestasi komponen dalam proses evaporasi dan proses kondensasi serta optimasi. Pengujian keseluruhan akan dilakukan dengan perakitan keseluruh komponen OTEC.
5. KESIMPULAN
Penelitian ini merupakan tahapan awal dalam perancangan prototipe OTEC dengan merancang komponen pindah panas (Heat Exchanger) evaporator dan kondensor. Dalam rancangan evaporator dan kondensor ini faktor utama yang harus diperhatikan adalah tahan untuk tekanan tinggi sampai 8 Bar yang merupakan tekanan maksimum yang dirancang. Model tipe heat exchanger shell-tube yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan dalam perawatan dan modifikasi alat untuk pengembangan selanjutnya. 6. DAFTAR PUSTAKA
Achiruddin, D., 2011, A Strategy to Develop Indonesian Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) Resources, International Congress And Exhibition On Ocean Energy & Deep Ocean Water Application , 70-81. Bali-Indonesia
Uyun, A.S and Sudartono, 2011, Design of Power Plant Prototype Powered by Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), International Congress And Exhibition On Ocean Energy & Deep Ocean Water Application , 118-119. Bali-Indonesia
Ikegami, Y., Achiruddin, D., Abdullah, K., 2011, Future Prospect and Possibility Study of OTEC & DOWA in Indonesia and the World, International Congress And Exhibition On Ocean Energy & Deep Ocean Water Application , 33-47. BaliIndonesia.
Nihous, G.C, 2007, An estimate of Atlantic Ocean thermal energy conversion (OTEC) resources, Ocean Engineering, 34, 2210-2221
~ 279 ~
Kim, N.J, Ng, K.C., Chun, W., 2009, Using the condenser effluent from a nuclear power plant
for
Ocean
Thermal
Energy
Conversion
(OTEC),
Communications in Heat and Mass Transfer, 36, 1008-1013
~ 280 ~
International
~ 281 ~
OPTIMASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA BIDANG USAHA MIKRO DI DESA JATIMULYA Ade Supriatna, Atik Kurnianto Fakultas Teknik Universitas Darma Persada
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRACT Absorption of PNPM funds in 2009 PNPM funds absorption amounted to 14.57 % , while in the following year was 14.77 % and in 2011 by 8.9 % while the 55 questionnaires there are 69 % who do not know about PNPM and 31 % who knew about PNPM . Judging from the scores of the 32 variable attributes that filled in the questionnaire there are 20 variables that showed the value of less ( 2 ) . But when viewed from the total value of the weakness in communication , it is indicated by the value of the score 8. Weaknesses in the communication structure resulting in a system of socialization PNPM inhibited indicator is that society as a Target PNPM still many who do not know ( 69 % ) of PNPM . This has an impact on the low budget absorption on average by 19.08 % . While the total value of the weighting factor of the power ( Strengths ) of 48.65 while weakness ( Weakness ) at 51.35 so the difference is -2.7 . Then the weighting factor value opportunities ( Opportunities) of 58.5 and threats ( Threat ) of 41.5 so the difference is 17 opportunities and threats . The value of the organization position lies in quadrant III ( last ) with coordinates -2.7 and 17 . with the pattern of development that includes aspects of quality and quantity , law , information systems and the potential of the region . Keyword : PNPM, UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, Usaha Mikro
PENDAHULUAN
Program pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), sebagai pondasi ekonomi kerakyatan. Pada tahun 2010 Jawabarat yang memiliki 138 sentra UMKM tersebar di 5 wilayah. Kabupaten Bekasi masuk kedalam sentra wilayah Bogor dengan tingkat konsentrasi 22%. Perlu dilihat dari aspek dinamika UMKM, Sekitar 86% sentra komoditas unggulan di Jawa Barat memiliki Karakteristik yang sama. Mayoritas sentra komoditas unggulan di Jawa Barat sudah mati hampir 42 buah (62%), hanya 22 sentra (32%) sentra yang aktif, 4 buah (6%) ada tapi tidak aktif (dormant). Kabupaten Bekasi masuk kedalam kategori yang memiliki keseimbangan antara jumlah yang aktif dan mati. Jatimulya dengan luas wilayah yang paling luas di kabupaten Bekasi. Kelurahan Jatimulya Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi yang secara geografis kelurahan Jatimulya terletak pada ketinggian 14 ~ 282 ~
m di atas permukaan laut (dpl). Keadaan rataan suhu di Kelurahan Jatimulya 320 - 400C dengan luas wilayah ± 567,321 ha, terdiri dari 18 wilayah rukun warga dan 168 wilayah rukun tetangga (RT).
METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan kuesioner dengan pengukuran sample yang dilakukan pada 70 orang dipilih secara purposive. Kuesioner ini akan digunakan pada Web of Change, yaitu suatu alat ukur berbentuk radar yang mengukur bagaimana terjadinya perubahan organisasi, dengan melakukan pengukuran pada delapan unsur utama yang terdapat pada organisasi. Kedelapan unsur tersebut adalah Kepemimpinan (Leadership), teknoiogi (Technology), Structure, Pembelajaran kelompok (Group learning), Proses kerja (Work Process), Communication, Hubungan timbal balik (interrelationship) dan Penghargaan (rewards) dan juga analsisi SWOT
TINJAUAN PUSTAKA
PNPM
PNPM Madiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
WEB OF CHANGE
Terdapat delapan unsur-unsur penting yang harus ada pada suatu organisasi dalam melaksanakan suatu kegiatan. Kedelapan unsur tersebut adalah Kepemimpinan (Leadership), teknoiogi (Technology), Structure, Pembelajaran kelompok (Group learning), Proses kerja (Work Process), Communication, Hubungan timbal balik (interrelationship) dan Penghargaan (rewards). masing-masing unsur-unsur tersebut saling berhubungan satu sama lain. Adanya kegagalan di salah satu unsur menunjukkan adanya gap pada rencana perubahan organisasi. Perubahan suatu organisasi dapat diukur dengan nenggunakan Web of Change dimana Web of Change merupakan suatu alat ukur
~ 283 ~
berbentuk radar yang mengukur bagaimana terjadinya perubahan organisasi, dengan melakukan pengukuran pada delapan unsur utama yang terdapat pada organisasi. Web of Change juga mengukur keterkaitan hubungan masing-masing unsur dengan unsur yang lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penduduk
Kelurahan Jatimulya merupakan kelurahan terpadat se Kabupaten Bekasi dengan jumlah penduduk 79.697 jiwa yang terdiri dari 37.373 jiwa laki-laki dan 42.324 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 17.343, sesuai laporan penyelenggaraan Pemerintahan Tahun 2011.
Persentase penyerapan
Penyerapan dana PNPM Mandiri dapat kita simpulkan bahwa pada tahun 2009 penyerapan dana PNPM Mandiri itu sendiri adalah sebesar 14,57% , sedangkan pada tahun berikutnya sebesar 14,77% dan pada tahun 2011 sebesar 8,9%. lihat grafik 4.2 berikut : Persentase Penyerapan (%)
2009 2010 2011
Gambar 1 Persentase penyerapan PNPM Mandiri
Persentase Pengetahuan tentang PNPM
Setelah kita melakukan penyebaran 55 kuesioner ke UMKM-UMKM di kelurahan Jatimulya yaitu ada 38 UMKM yang tidak mengerti akan PNPM Mandiri itu sendiri. ada 69% yang tidak tahu tentang PNPM dan 31% yang tahu tentang PNPM. Mungkin karena
~ 284 ~
kurangnya Sosialisasi sehingga belum sepenuhnya masyarakat itu tahu akan PNPM itu sendiri. Untuk grafik pengetahuan tentang PNPM dapat dilihat sebagai berikut.
Gambar 2 Persentase pengetahuan masyarrakat tentang PNPM
Dari 17 UMKM yang mengetahui atau mendapatkan bantuan PNPM Mandiri itu sendiri ada 10 usaha Las dan 7 usaha jahit.
Penilaian Pada Struktur PNPM
Berdasarkan kuesioner yang disebarkan sebanyak 55 kuesioner didapatkan Cobsweb Diagram yaitu sebagai berikut : Chart Title Leaders hip Work S Process
Gambar 3 Cobsweb diagram
Dalam sisi organisasi PNPM lemah dalam komunikasi
Kinerja Kelurahan Jatimulya
Setelah pengolahan data kuisioner dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dari 32 variabel yang diisi pada kuisioner terdapat 20 variabel yang menunjukkan nilai kurang (2). Tetapi jika dilihat dari total nilai terdapat kelemahan pada komunikasi , hal ini ditunjukan dengan nilai score 8. Maka oleh sebab itu diperlukan perbaikan-perbaikan terhadap aparatur-aparatur pelaksana PNPM Mandiri di kelurahan Jatimulya.
~ 285 ~
Profil Usaha Mikro Kelurahan Jatimulya
MKM yang ada di Jatimulya sangat beragam, las, jahit,makanan dan lain sebagainya. Jumlah unit usaha tersebut berbeda-beda seperti pada tabel berikut ini : Tabel 1 Jumlah Unit Usaha di desa Jatimulya
Tahun 2010 32 34 62 73 62
Bidang Usaha 2009 Las 28 Jahit 32 Makanan 53 Toko 62 Dll 54
No 1 2 3 4 5
2011 41 37 68 79 69
T e n a g a k e rj a
Rerata jumlah tenaga kerja 6 4
Rerata jumlah tenaga kerja
2 0 1
2
3
Tahun
Gambar 4 Rerata Penambahan Tenaga Kerja Bidang Las
Usaha mikro tersebut diatas mendapatkan dana bantuan melalui Kelurahan dalam mengembangkan usahanya, sehingga dalam grafik terjadi peningkatan baik dalam asset, jumlah tenaga kerja order serta upah tenaga kernyanya. Dengan kata lain program bantuan PNPM cukup berhasil.
T e n a g a K e rja
Jumlah TK 60
41
40 20
17
25
Jumlah TK
0 1
2
3
Tahun
Gambar 5 Jumlah Tenaga Kerja Bidang Jahit 2009-2011
~ 286 ~
P e n g h a s il a n
Rerata penghasilan 3000 2000
1530
1750.5
2000 Rerata penghasilan
1000 0 1
2
3
Tahun
Gambar 6 Rerata Penghasilan Bidang Jahit tahun 2009, 2010 dan 2011
U p a h (R p . 1 0 0 0 )
Upah 2200 2000 1800 1600 1400
2021 1700
1
1829 Upah
2
3
Tahun
Gambar 7 Rerata Penghasilan Bidang Las tahun 2009, 2010 dan 2011
Analisis WEB Change
Analisis Berdasarkan Kinerja Total
Analisis kinerja total merupakan simpulan dari kinerja yang dipandang secara keseluruhan. Dari hasil survey sampai ke pengolahan data yang dilakukan maka dapat disumpulkan bahwa program PNPM Mandiri kelurahan jatimulya jauh dari kata berhasil, maka dari itu perlu ditingkatkan dan dikembangkan kembali.
Analisis Faktor dan Intervensi
Berdasarkan temuan faktor-faktor permasalahan penting yang terdapat pada PNPM Kelurahan Jatimulya selanjutnya ditetapkan beberapa alternative-alternative aktivitas intervensi guna menyelesaikan permasalahan yang ada. Dari beberapa alternative aktivitas intervensi tersebut selanjutnya dilakukan pemilihan intervensi yang dianggap tepat dalam menjawab permasalahan yang ada. aapun intervensi tersebut adalah sebagai berikut :
~ 287 ~
1.
Work Process Intervensi yang dapat diambil dalam permasalahan tersebut yaitu: a. Proses kerja yang terstruktur b. Pengaturan dan pembagian Tugas Kerja
2.
Structure a. Perencanaan sistem terbuka b. Penyederhanaan Struktur kerja
3.
Group Learning (Pembelajaran Kelompok) a. Pelatihan Bersama b. Proyek Percontoan
4.
Technology a. Mempunyai Web resmi Kelurahan yang tentunya akan mempermudah orang-orang yang membutuhkan informasi tentang kelurahan jatimulya. b. Belajar pemasaran produk hasil dari UMKM-UMKM tersebut via online bisa menjadi sasaran berikutnya
5.
Communication a. Sistem sosialisasi terus menerus b. Memasang iklan-iklan atau spanduk-spanduk yg bertemakan PNPM Mandiri
6.
Interrelatoonship a. Seminar tentang usaha dan konsultasi Pribadi tentang usaha b. Pengembangan Pelatihan
7. Rewards a. Mengadakan penilaian khusus untuk evaluasi kerja UMKM dan dilakukan secara terbuka, agar UMKM bisa memperbaiki dan mengerti kelemahannya b. Memberikan penghargaan atau hadiah kepada UMKM yang maju sesuai dengan kriteria evaluasi yang diberikan.
~ 288 ~
Peta Posisi Kekuatan Organisasi
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenya, organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya
S=8,65
SEHAT Kuadran I (Agresif, Komparatif)
SAKIT Kuadan II (Ajustable, Mobilitas)
T= 1,5
O=58,5
KOLAP Kuadan IV (Defensif, Investment, Deversivikasi)
BERTAHAN Kuadan III (Damage, Control, Konsolidasi)
W=51,35
~ 289 ~
Strategi Kebijakan
Internal
Eksternal
PELUANG 4. Dukungan dan komitmen pemerintah semakin tinggi terhadap pengembangan UKM. 5. Peluang pasar lokal/dalam negeri besar 6. SD lokal cukup tersedia
Ancaman 1. Tingkat kepercayaan konsumen akan kualitas dan keandalan produk dalam negeri terlebih lagi ukm belum juga membaik 2. Tuntutan asyarakat/konsumen akan mutu produk/hasil produksi yang kian tinggi dengan benchmark pada produk-produk luar negeri 3. Persaingan
KEKUATAN (S) 1. Respon karyawan terhadap pola kepemimpinan atasan 2. Kondisi kepemimpinan saat ini dan tanggung jawab 3. Melakukan pengukuran kinerja dan tindakan korektif STRATEGI SO 1. Mewujudkan UKM menjadi usaha yang efisien, Profitabilitas, dan memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi 2. Mendorong UKM agar dapat berperan maksimal untuk ikut berperan aktif dalam meningkatkan kesejahteraan masy melalui penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan. STRATEGI ST 1. membangun komunikasi yang efektif. 2. Menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM 3. Restrukturisasi strategi program PNPM desa 4. analisis produk unggulan atau cluster sentra dilaksanakan berdasarkan skala prioritas berdasarkan komoditi dan lokasi,
~ 290 ~
KELEMAHAN (W) 1. Struktur organisasi tidak mendukung proses kerja dan keefektifitasan secara berkesinambungan. 2. Tingkat pendidikan rendah. 3. Sistem komunikasi tidak memadai STRATEGI WO 1. meningkatkan focus pada proses pelaksanaan kebijakan yang kreatif dan inovatif 2. Membuka pasar bagi produk dan jasa UKM 3. Meningkatkan akses UKM kepada sumber dana dan modal. 4. Pengembangan unit-unit pelayanan
STRATEGI WT 1. Memperkuat institusi 2. Membentuk kerjasama yang dapat memperkuat UKM yang kompetitif 3. Pengembangan unit-unit pelayanan pengembangan 4. Pengembangan lembaga pendukung lainnya (Perbankan, transportasi dan jasa lainnya)
Kebijakan di dalam pengembangan UKM
Hasil analisis SWOT dan WEB CHANGE di dalam penelitian ini menunjukan bahwa pemerintah daerah (keluarahan Jatimulya) mempunyai peranan yang penting dalam menjalankan kebijakan yang dipilih dan dijalankan akan sangat berpengaruh dalam pengembangan UKM dikelurahan tersebut. Dalam hal kebijakan pengembangan UKM, kebijakan yang diambil haruslah mengandung :
1.
Unsur peningkatan kualitas dan kuantitas Usaha Mikro dilingkungan Jatimulya Unsur ini ditujukan untuk penguatan struktur UKM dalam menghadapi kompetisi pasar dan juga menumbuhkan jiwa usaha dikalangan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan yaitu dengan : a. Pelatihan Jenis pelatihan yang dapat dilakukan adalah pelatihan wirausaha dan juga pelatihan pengelolaan usaha yang bertujuan agar usaha tersebut dapat dilakukan dengan baik, efisien sehingga mempunyai daya saing yang tinggi yang berakibat pada peningkatan profitabilitas. Selain itu pelatihan ditujukan pula untuk meningkatkan pengetahuan para pelaku usaha baik dalam pemilihan produk maupun pengembangan pemasaran. Peningkatan kualitas dan kuantitas ini tentu saja akan membutuhkan sejumlah tenaga kerja. Dengan kata lain membuka lapangan kerja.
b.
Pendapingan
Hal ini dapat dilakukan oleh PNPM desa Jatimulya maupun oleh Perguruan Tinggi dan Perusahaan besar melalui mekanisme yang telah ditentukan. Hal ini sebagai pengembangan
pelayanan
kepada
masyarakat
khususnya
adalah
dalam
berwiraswasta. Sedangkan tujuannya adalah membuka akses pasar dan sumber pendanaan disamping sebagai tenaga konsultan.
c.
Pemodalan
sebagai suatu upaya untuk mempersiapkan UKM yang ada didalam menghadapi situasi pasar antara lain penguatan struktur internal melalui permodalan, yang akan mendorong dalam pengadaan teknologi, peningkatan produksi dan pemasaran, sumber daya manusia dan penghapusan perlakuan diskriminatif.
~ 291 ~
2. Aspek Hukum
Kebijakan yang lebih memihak pada kepentingan UKM sangatlah diperlukan sebagai penajaminan sekaligus perlindungan terhadap UKM. Keselarasan kebijakan antara kebijakan level desa dengan institusi pemerintahan yang lebih tinggi. Selain itu melindungi terhadapa pengaruh ketidakstabilan politik.
Aspek hukum pula yang mengatur mekansime kemitraan, pemodalan pendampingan dan juga perijinan.
3. Peningkatan Produktivitas Potensi Ekonomi Pedesaan. Tujuan program adalah untuk memberdayakan berbagai potensi ekonomi daerah meliputi potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan/teknologi dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat. Program yang dapat dilakukan adalah : a. Mengembangkan dan menerapkan teknologi berbagai keterampilan, kewirausahaan untuk memanfaatkan berbagai potensi daerah. b. Mengkaji potensi, cadangan dan produktivitas riil dari setiap potensi ekonomi. c.
Mengembangkan komoditas unggulan yang kompetitif.Memperkuat permodalan melalui pola kemitraan antara pemerintah daerah, masyarakat dan swasta.
d. Memanfaatkan dan mengembangkan kelembagaan serta prasarana yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menunjang kegiatan ekonomi. e. Melakukan pengawasan terhadap standar, mutu produksi dan sistem usaha. f. Menyusun Rencana Strategis Pengembangan Ekonomi Daerah. g. Mengembangkan potensi Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga.
4. Aspek Sistem Informasi serta Pemasaran. Tujuan program adalah Mengembangkan jaringan informasi dan sistem pemasaran yang mendorong kemajuan dunia usaha. Hal ini dapat dilakukan dengan : a. Meningkatkan dan mengembangkan sistem informasi dan pemasaran beserta personil, sarana penunjang dan databasenya. b. Meningkatkan pelayanan informasi dan pemasaran bagi masyarakat pelaku usaha. c. Melakukan publikasi dalam rangka penyebarluasan sistem informasi pasar dan pemasaran melalui media cetak, media elektronik dan pameran.
~ 292 ~
d. Membangun kepedulian anggota masyarakat untuk memanfaatkan pusat informasi dan pemasaran bagi pengembangan dan kemajuan usahanya. e. Mengembangkan pasar desa, pasar kabupaten dan pusat perdagangan. f. Mendirikan tempat pemasaran hasil produksi usaha kecil, menengah dan koperasi beserta jaringannya. g. Mengembangkan kemajuan lembaga penyedia informasi dan teknologi bagi masyarakat. h. Mengembangkan jaringan produksi dan distribusi serta informasi harga melalui pemanfaatan teknologi informasi. i. Menciptakan pola hubungan produksi subkontrak atau promosi. Pola keterkaitan subkontrak lebih diprioritaskan bagi UKM terhadap usaha besar.
KESIMPULAN
Kinerja aparatur Kelurahan Jatimulya dalam memberdayakan masyarakat dibidang kewirausahaan belum mencapai angka baik. Kelemahan pada komunikasi struktur PNPM mengakibatkan pada sistem sosialisasi terhambat indikatornya adalah bahwa masyarakat sebagai Sasaran pelaksanaan PNPM masih banyak yang belum tahu (69%) tentang PNPM. Hal ini berimbas pada rendahnya penyerapan anggaran yang rata-rata sebesar 19,08%.
Sedangkan Total nilai bobot faktor kekuatan (Strengths) sebesar 48,65 sementara kelemahan (Weakness) sebesar 51,35 sehingga selisih adalah -2,7. Kemudian nilai faktor bobot peluang (Opportunities) sebesar 58,5 dan ancaman (Threat) sebesar 41,5 sehingga selisih peluang dan ancaman adalah 17. Nilai tersebut memposisikan organisasi terletak pada kuadran III (bertahan) dengan koordinat -2,7 dan 17. dengan pola pengembangan yang meliputi aspek Kualitas dan kuantitas, Hukum, Sistem informasi dan potensi daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Deputi Pengkajian Koperasi dan UKM, 2006, Pengkajian Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah yang Berbasis Pengembangan Ekonomi Lokal, Jakarta.
~ 293 ~
Briones Abraham, a Soft Systems Methodology Approach To Design a Restaurant Management
Model For A Great Tourism Hotel , instituto politecnico
Nacional, Mexico Lestari, Sri, Kajian Efektivitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis Agribisnis, Deputi Bidang Pengkajian Sumber daya UMKM. Lovren, Adam, 2012, How Can Assistence Programs Create Value For Entrepreneurs ? A Grounded Theory Case Study Of The Michigan StateUniversity Product Centre For Agriculture and Natural Resources, Michigan State University Nukman, 2010, Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Masyarakat Desa Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang. Novi, 2006, Analisis Sistem Claster, Studi Kasus Kota Depok, Universitas Indonesia, Depok ________, 2008, PTO Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan, http://psflibrary.org/catalog/repository/PTO%20PNPM%20 Mandiri%20Perdesaan.pdf, akses 22 Maret 2012 Tulus Tambunan, Development of Small and Medium Scale Industry Clusters In Indonesia, Univeritas Trisakti. Presley, Andrien, Participative Design Using Soft Systems Methodology, Clark University, USA
~ 294 ~
~ 295 ~
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTYPE TURBIN SAVONIUS DALAM RANGKA PEMANFAATAN RENEWABLE ENERGY (ANGIN) UNTUK SISTEM PENERANGAN DI KAPAL Mohammad Danil Arifin, Fanny Octaviani, Arif Prasetyo Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, 2 Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, 3 Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada email :
[email protected] 1
ABSTRAK Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya energi yang sangat melimpah, salah satunya adalah sumber energi angin. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa sehingga hal ini menjadi faktor Indonesia memiliki potensi energi angin yang melimpah, dimana kecepatan angin rata-rata berkisar 3,5-7 m/s. Dengan adanya potensi energi angin ini maka sangat disayangkan apabila potensi yang ada tersebut tidak dimanfaatkan, mengingat ketersediaan dari sumber energi angin yang sangat melimpah ini. Oleh karena itu dirasa perlu dari sekarang untuk memulai berpartisispasi dalam pengembangannya, dimana yang paling rasional untuk saat ini adalah dengan mulai melakukan penelitian untuk perancangan dan pembuatan prototype turbin savonius yang nantinya akan diaplikasikan di kapal dimana energi keluaran dari turbin ini akan digunakan untuk sistem penerangan di kapal. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka telah dihasilkan suatu alat yaitu turbin savonius, dimana turbin ini memiliki spesifikasi blade sebagai berikut: diameter blade adalah 40 cm dan tinggi 50cm, dimana untuk bahan blade dari turbin terbuat dari bahan fiberglass, pemilihan bahan tersebut adalah atas pertimbangan bahan blade yang ringan, tahan terhadap sinar ultraviolet dan handal. Nantinya diharapkan turbin savonius ini dapat dikembangkan lagi, sehingga memiliki performa yang baik dan dapat diaplikasikan di kapal. Kata kunci: Renewable energy, Kapal, Turbin Savonius, Energy Angin I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua pabrikan mesin terus berinovasi untuk menciptakan mesin yang semakin efisien dalam penggunaan bahan bakar, hasilnya diciptakan mesin dengan dual fuel yakni pencampuran antara gas dan bahan bakar pada ruang bakar dan penggunaan turbo charger, namun tetap saja dari hasil pengoptimalan tersebut hanya sebagiannya saja yang berubah
~ 296 ~
menjadi energi mekanik dan sisanya terbuang menjadi panas, seperti terlihat pada diagram sankey.
Gambar 1. Typical Sankey Diagrams.
Oleh karena itu penting untuk memulai mencari energi alternatif, yakni energi terbarukan dimana penggunaannya hanya sebatas sebagai energi bantu dan belum menjadi tenaga penggerak utama, dimana hal ini sudah dimulai oleh beberapa negara antara lain German dengan sky sails yang digunakan untuk menarik kapal container dimana terjadi penghematan bahan bakar dari mesin utama sebesar 35 %, tentunya hal ini merupakan hasil yang menjanjikan untuk terus dilakukan pengembagan kedepannya dan dengan lahirnya konsep kapal wallenius wilhelmsen yang siap diluncurkan pada tahun 2025 yakni dimana hampir keseluruhan energi yang ada disekitar kapal dapat dimanfaatkan seperti angin, matahari, energi ombak, fuel cell dan hydrogen.
Dengan demikian dirasa penting untuk mulai berpartisipasi dalam pengembangan energi terbarukan yang dapat diaplikasikan pada kapal. Dengan perencanaan pengaplikasian turbin savonius di kapal yang dipasang pada areal top deck dari kapal, dengan pertimbangan tidak terdapatnya lalu lalang orang sehingga aman untuk diaplikasikan pada top deck dan juga tersedianya ruang yang begitu luas sehingga dapat dipasang dalam jumlah yang banyak dan dapat tercipta wind farm, dengan
~ 297 ~
begitu listrik yang dihasilkan menjadi lebih maksimal dan akan berdampak langsung pada pengurangan beban kerja dari mesin bantu.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam pembuatan penelitian ini adalah : a) Bagaimana cara penentuan desain dan pembuatan prototype turbin savonius b) Bagaimanakah design rotor yang akan digunakan pada prototype turbin savonius.
1.3 Tujuan Penelitian
Pemanfaatan renewable energy merupakan sesuatu hal yang mungkin untuk dilakukan karena energi yang digunakan dan dibutuhkan tersedia dan melimpah ruah sehingga dapat bermanfaat sekali disaat energi yang ada ini dapat dikonversi menjadi energi lain yang lebih bermanfaat untuk kehidupan. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: b) Untuk mengetahui penentuan desain dan pembuatan prototype turbin savonius c) Untuk mengetahui design rotor yang akan digunakan pada prototype turbin savonius.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Luaran dari penelitian ini adalah berupa publikasi ilmiah di seminar-seminar lokal perguruan tinggi. Dimana dengan adanya publikasi ini diharapkan khalayak ramai dapat mengetahui bahwasanya pemanfaatan renewable energy dengan tepat dapat memberikan dampak yang baik guna menunjang kebutuhan akan energy listrik yang masih tergantung dengan sumber non-renewable energy yang semakin lama semakin menipis jumlahnya.
~ 298 ~
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Energi Angin
2.1.1
Definisi Energi Angin
Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara disekitarnya. Angin bergerak dari tempat bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara rendah. Apabila dipanaskan, udara memuai. Udara yang telah memuai menjadi lebih ringan sehingga naik. Apabila hal ini terjadi, tekanan udara turun karena udaranya berkurang. Udara dingin disekitarnya mengalir ke tempat yang bertekanan rendah tadi. Udara menyusut menjadi lebih berat dan turun ke tanah. Diatas tanah udara menjadi panas lagi dan naik kembali. Aliran naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini dikarenakan konveksi.
Gambar 1. Foto satelit gerakan angin 2.1.2 Asal Energi Angin
Semua energi yang dapat diperbaharui dan bahkan energi pada bahan bakar fosil, kecuali energi pasang surut dan panas bumi berasal dari matahari. Matahari meradiasi 1,74 x 1.014 Kilowatt jam energi ke Bumi setiap jam. dengan kata lain,
~ 299 ~
bumi ini menerima daya 1,74 x 1.017 watt. Sekitar 1-2% dari energi tersebut diubah menjadi energi
angin.
Jadi, energi angin berjumlah 50-100 kali lebih banyak
daripada energi yang diubah menjadi biomassa oleh seluruh tumbuhan yang ada di muka bumi.
Sebagaimana diketahui, pada dasarnya angin terjadi karena ada perbedaan temperatur antara udara panas dan udara dingin. Daerah sekitar khatulistiwa, yaitu pada busur 0°, adalah daerah yang mengalami pemanasan lebih banyak dari matahari dibanding daerah lainnya di Bumi.
Daerah panas ditunjukkan dengan warna merah, oranye, dan kuning pada gambar inframerah dari temperature permukaan laut yang diambil dari satelit NOAA-7 pada juli 1984. Udara panas lebih ringan daripada udara dingin dan akan naik ke atas sampai mencapai ketinggian sekitar 10 kilometer dan akan tersebar kearah utara dan selatan.
Jika bumi tidak berotasi pada sumbunya, maka udara akan tiba dikutub utara dan kutub
selatan, turun ke permukaan lalu kembali ke khatulistiwa. Udara yang
bergerak inilah yang merupakan energi yang dapat diperbaharui, yang dapat digunakan untuk memutar turbin dan akhirnya menghasilkan listrik.
2.2 Tinjauan Pemasangan Turbin Savonius Pada Kapal.
Beberapa faktor yang menjadi landasan pemikiran untuk pemilihan jenis energi terbarukan yang akan diaplikasikan pada kapal. Karena pengaplikasian energi terbarukan pada kapal terkendala dengan beberapa hal sebagai berikut :
A. Ruang Desain ruang pada kapal sangat diperhitungkan dengan sangat jeli karena ini menyangkut dengan biaya pembuatan dan muatan dari kapal tersebut. Oleh karena itu desain dari ruangan kapal dibuat seefektif mungkin.
~ 300 ~
B. Ruang Lingkup Pemakaian Karena kapal berlayar di laut maka desain alat energi terbarukan harus tahan dengan air laut (Marine use) karena sangat rentan terhadap korosi.
C. Tahanan Kapal Dalam ilmu perkapalan dikenal dengan tahanan kapal terutama hambatan udara (Air Resistance) RA karena pengaplikasian akan dipasang pada dek kapal.sehingga pengaplikasian energi terbarukan pada kapal juga harus dicari yang memiliki hambatan terkecil.
D. Stabilitas kapal Salah satu faktor penting dari kapal yakni stabilitasnya karena tidak mungkin mengaplikasikan energi terbarukan tapi mengurangi stabilitasnya. Karena faktor penting dalam perancangan kapal adalah stabilitasnya saat berlayar. Karena menyangkut kenyamanan dan keamanan dari kapal tersebut saat berlayar.
E. Keamanan Dan satu lagi yang harus diutamakan ialah faktor keamanan baik dari kapal maupun kru dari kapal yang mengoperasikan kapal tersebut jangan sampai mengganggu proses pengoperasional kapal tersebut.
Sehingga didasari dari uraian diatas dapat disimpulkan untuk mencari energi terbarukan yang dapat bekerja terus menerus dengan memanfaatkan energi dari alam yang ada baik siang maupun malam hal ini didasari karena biaya investasi untuk pemasangan energi terbarukan yang besar dan juga desain kapal yang nantinya akan berubah sehingga alat tersebut harus dapat bekerja maksimal sehingga hasilnya dapat dirasakan manfaatnya dengan maksimal. oleh karena itu dipilihlah menggunakan tenaga angin karena angin dilaut selalu ada sepanjang hari, Tetapi dengan jenis apakah yang paling cocok untuk diaplikasikan pada kapal berikut uraian pemilihan jenis turbin yang cocok untuk diaplikasikan pada kapal.
~ 301 ~
Gambar 2. Macam-macam tipe turbin dan efisiensinya
Pada gambar diatas adalah macam-turbin antara kecepatan dan koefisien rotor pada pengaplikasian di darat. Dari berbagai jenis turbin dipilihlah turbin savonius dikarenakan alasan-alasan berikut : A.
Desainnya yang sederhana dan dapat menangani turbulensi angin dengan baik, mudah dalam pengaplikasian dan perawatan. Walaupun sama dengan savonius tidak dipilihnya turbin darius dikarenakan bentukan sudu dari darius yang khusus dikawatirkan jika dipakai dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus dan pemakaiannya di laut dengan cuaca yang berubah-berubah akan terjadi deformasi bentuk dari sudu darius dimana akan mengurangi efisiensi dari kinerja rotor tersebut.
B.
Pada turbin savonius tidak memiliki radius putar seperti turbin dengan blade seperti dutch wind, turbin 3 blade dan 2 blade, dimana ia mempunyai radius putar untuk mengarahkan turbin kearah angin dimana selain menyita tempat juga kurang aman. Sehingga dengan desain savonius yang seperti itu lebih ringkas dan memungkinkan untuk pemasangan turbin lebih banyak.
C.
desain turbin savonius yang dapat berputar pada kecepatan angin yang sangat rendah.
~ 302 ~
2.3. Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah berdasarkan atas diagram alur berikut ini: Selanjutnya apabila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat
dilakukan
dengan
interview,
kuesioner,
pengamatan, dan gabungan ketiganya. Kebutuhan dalam
menganalisis
dan
mengevaluasi
atas
permasalahan pokok dalam studi ini, maka perlu metode pengumpulan data sebagai berikut: Pengumpulan data primer dalam hal ini adalah data yang diperoleh dari studi di lapangan. Dalam penelitian ini didapatkan data-data primer yaitu data utama kapal yang akan dianalisa. Pengumpulan data sekunder meliputi data-data dari sumber terkait, yaitu kepustakaan, Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Studi Literatur / Riset Pustaka.
III. ANALISA DATA DAN HASIL
3.1 Penentuan Desain Turbin Savonius
Ukuran atau dimensi dari blade yang dibuat memiliki ukuran utama sebagai berikut:
~ 303 ~
No
Keterangan
Simbol
Ukuran
1.
Tinggi blade
(H)
50 cm
2.
Diameter Rotor
(D)
40 cm
3
Diameter Blade
(d)
24 cm
4
Jarak antar Blade
(e)
e = d/6 = 24/6 =4 cm
Kemudian dari desain yang telah ditentukan maka dibuat suatu gambar desain menggunakan AUTOCAD
Gambar 3. Desain Turbin Savonius
3.2 Penentuan Bahan Untuk Blade Turbin Savonious
Selanjutnya berdasarkan desain dari blade turbin yang sudah ditentukan maka dilakukan proses pembuatan blade turbin. Tahap awal pengerjaan telah dilakukan pembuatan blade dari turbin savonius sebanyak 4 buah dimana bahan untuk membuat blade menggunakan fiberglass dikarenakan sifat dari fiberglass yang ringan, mudah dalam pembentukan, kuat serta tahan terhadap sinar Ultra Violet.
~ 304 ~
telah dibuat.
Gambar 4. Cetakan dari Blade Savonius.
Gambar 5. Hasil blade yang telah dicetak menggunakan fiberglass
3.2 Pembuatan Tempat Rotor Turbin
Pada tahap ini dilakukan pembuatan tempat rotor dari turbin savonius, seperti dilihat pada gambar. 6 terdapat bantuan dari baut 6 mm yang dipasang di enam titik, hal ini dilakukan guna menghindari proses defleksi ketika dilakukan pengelasan.
~ 305 ~
Gambar 6. Tempat rotor turbin savonius
3.3 Prototype Turbin Savonius
Berdasarkan apa yang telah dilakukan, dengan merangkai semua komponen yang ada maka dihasilkan suatau prototype dari turbin sebagai berikut:
Gambar 7. Prototype turbin savonius Dimana hasil perancangan prototype turbin tersebut nantinya diharapkan bias dipasang di kapal seperti ilustrasi di bawah ini.
~ 306 ~
Gambar 8. Perencanaan pemasangan di kapal. III. KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : a) Turbin savonius adalah jenis turbin yang paling sesuai untuk aplikasi di kapal mengingat akan keterbatasan tempat dan memiliki desain yang cukup sederhana. b) Didapatkan desain dari rotor turbin savonius dengan spesifikasi sebagai berikut: D=40cm d=24 dan H=50cm dengan e=4 cm c) Bahan blade yang terbuat dari fiberglass dipilih sebagai bahan untuk membuat blade karena memiliki keuntungan sebagai berikut: ringan, tahan lama, dan tidak mudah berubah bentuk dibandingkan dengan menggunakan PVC
3.2 Saran a) Perlu dilakukan simulasi guna melakukan validasi
~ 307 ~
b) Perlu dilakukan kajian lebih lanjut (penggunaan wind tunnel) guna mengetahui efektifitas/kinerja dari prototype turbin yang dibuat. c) Pengaruh tahanan tambahan, harus diperhitungkan dan dipertimbangkan untuk aplikasi di kapal.
Ucapan Terima Kasih Penulis ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan dana penelitian dari Fakultas Teknologi Kelautan, DIKTI dan LP2MK UNSADA. Karena dukungannya penelitian ini dapat Terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Hemami. (2011) Wind Turbine Technology. USA ; Cengage Learning. Taylor. D.A. (1990) Introduction to Marine Enginnering ; Elsevier
butterworth –
einmann. Woodyard, D.F. (2009) Pounder’s Marine Diesel Engines and Gas Turbines, Eighth edition. Elsevier butterworth – Heinmann. Mohamed Hassan. (2011) Design Optimization of Savonius and Wells Turbines, thesis, Deutch ; Otto Von geuricke Universitat
magdenburg.
Soelaiman,A. (2007) Perancangan, pembuatan dan pengujian prototype SKEA menggunakan rotor savonius windshide. (Tugas Akhir) Bandung ; Institiut Teknologi Bandung. Alfin.(2003) Analisa Hasil Rancangan Kincir Angin Model Savonius
Untuk Inverter.
(Tugas Akhir) Kendari ; Universitas haluoleo. Archie W. Culph Jr. (1996) Prinsip-prinsip konversi energi. Jakarta ; Erlangga. Kiyokatsu suga. (2004) Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin, Jakarta ; Pradnya Paramitha. Sargolzaeu.j & Kianifar. A. (2007) Estimaton of the power ratio and torque in wind turbine savonius rotors using artificial neural. International Journal of Energy, issue2, Vol 1.
~ 308 ~
~ 309 ~
PENGGUNAAN CASING SEBAGAI PEREDAM SUARA PADA MESIN DIESEL Shahrin Febrian Fakultas Teknologi Kelautan – Program Studi Teknik Sistem Perkapalan Universitas Darma Persada E-Mail:
[email protected] ABSTRAK Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan, menjadikan kapal sebagai satu-satunya pilihan bagi masyarakat untuk bepergian keluar wilayahnya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rute kapal yang beroperasi biasanya dari pagi hingga petang dengan lama pelayaran rata-rata 2 - 3 jam sekali jalan dimana kapal-kapal tersebut umumnya berukuran kecil sehingga mesin dan penumpang seakan berada dalam satu ruangan yang sama. Akibatnya mau tidak mau kebisingan yang ditimbulkan suara mesin tidak dapat dihindari dan kebisingan yang timbul ini tentunya akan sangat berpengaruh pada kesehatan orang jika kebisingan ini melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan jika terjadi terus menerus pada waktu yang lama. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan (yang disebabkan oleh suara mesin dll) telah ditetapkan oleh standar lokal yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja dan Standar Nasional Indonesia (SNI 16-7063-2004) Tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan Dan Radiasi Sinar Ultra Ungu Di Tempat Kerja serta The Maritime International Organization Resoultion sebesar 85 decibel A (dBA). Berdasarkan ketentuan di atas maka dilakukan eksperimen untuk membuat Casing mesin Diesel dari bahan Plywood dan Polyurethane yang berhasil memenuhi standar dengan penunan total kebisingan rata-rata sebesar 12,83 dBA. Kata kunci: Nilai Ambang Batas, Casing, Kebisingan, Polyurethane, decibel A 1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan, dimana jarak antar wilayah kepulauan terpencil yang sulit diakses, menjadikan kapal sebagai satu-satunya pilihan bagi masyarakat untuk bepergian keluar wilayahnya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rute kapal yang beroperasi biasanya dari pagi hingga petang dengan lama pelayaran ratarata 2 s/d 3 jam sekali jalan dimana kapal-kapal tersebut umumnya berukuran kecil sehingga mesin dan penumpang seakan berada dalam satu ruangan yang sama. Akibatnya mau tidak mau kebisingan yang ditimbulkan suara mesin tidak dapat dihindari dan kebisingan yang timbul ini tentunya akan sangat berpengaruh pada kesehatan orang jika kebisingan ini melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan jika terjadi terus menerus pada waktu yang cukup lama. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan (yang disebabkan
~ 310 ~
oleh suara mesin dll) telah ditetapkan oleh standar lokal yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja dan Standar Nasional Indonesia (SNI 16-7063-2004) Tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan Dan Radiasi Sinar Ultra Ungu Di Tempat Kerja adalah sebesar 85 decibel A (dBA). Sedangkan dari standar internasional yaitu The Maritime International Organization Resoultion MSC.337(91) Adoption of the Code On Noise Levels On Board Ships untuk kapal-kapal yang mempunya bobot 1.600 s/d 10.000 GT dan melebihi 10.000 GT batasannya adalah 110 dBA, namun karena ukuran mesin yang dipakai pada kapalkapal kecil setara dengan mesin Diesel pada Workshop maka standar yang dipakai adalah standar mesin pada Workshop yaitu sebesar 85 dBA. Berdasarkan ketentuan di atas dan pengalaman yang didapat maka diduga kebisingan yang terjadi pada ruangan penumpang kapal motor angkutan ini melebihi ketentuan, sehingga perlu diadakan penelitian guna mengetahui lebih lanjut tingkat kebisingan agar masalah polusi suara yang ditimbulkan akibat bisingnya suara mesin Diesel ini dapat diminialisir agar sesuai dengan syarat keamanan dan kesehatan.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam mengatasi persoalan ini perlu diperhatikan beberapa hal seperti desain casing, efektifitas casing dalam meredam / mereduksi suara dan biaya pembuatan casing yang terjangkau. Material yang mungkin bisa digunakan adalah Fiberglass board, Sprayed Cellulose Fiber, Asbes, Plywood, Aluminium dan Polyurethane (PE).
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai penulis adalah: 1.
Mengetahui tingkat kebisingan yang dihasilkan pada mesin diesel kapal penumpang konvensional.
2.
Mengetahui standar-standar yanng berlakuku berkaitan dengan polusi suara akibat kebisingan yang terjadi.
3.
Mengetahui metode untuk mengurangi kebisingan pada mesin dengan cara yang efektif dan ekonomis,
~ 311 ~
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah pada laporan ini adalah sebagai berikut: 1. Pengambilan sampel suara atau SPL (Sound Pressure Level) dilakukan secara general tanpa menghiraukan rentang frekuensi yang ada. 2. Tidak dilakukan perhitungan secara teoritis tentang kemampuan material peredam suara yang dipakai.
2.1 Teori Suara
Definisi dari gelombang suara adalah gangguan yang dirambatkan pada medium elastik, yang berupa gas, cair, atau padat dimana seseorang menerima suara berupa getaran pada gendang telinga dalam daerah frekuensi pendengaran manusia. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik dan ketika suara menabrak suatu batas dari medium yang dilewatinya, maka energi dalam gelombang bunyi dapat diteruskan, diserap atau dipantulkan oleh batas tersebut. Pada umumnya ketiganya terjadi pada derajat tingkat yang berbeda, tergantung pada jenis batas yang dilewatinya (S Lord, H. W., Gatley, W. S., Evensen, H. A., 1980).
Fenomena gelombang suara yang terjadi berupa suara yang diserap (absorb), dipantulkan (reflected) dan diteruskan (transmitted) dapat dilihat pada gambar berikut:
Gbr. 2.1 Fenomena gelombang suara oleh suatu bahan (FTI ITB)
Sound Absorbtion atau penyerapan suara merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas. Pada umumnya, kayu menyerap suara yang diarahkan kepadanya.
~ 312 ~
Kecepatan suara di kayu lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan suara di besi ataupun kaca, hal ini dikarenakan kayu memiliki pori-pori (Jailani M, Nor M, Jamaludin N, Tamiri FM. 2004). Menurut Tsoumis. G (1991), bagian dari energi akustik yang masuk ke dalam kayu diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi termal atau lebih tepat disebut absorp sound. Kemampuan dari kayu untuk menyerap suara biasa diukur dengan coefficient of sound absorbtion.
Material akustik dapat dibagi ke dalam tiga kategori dasar, yaitu material penyerap (absorbing material), material penghalang (barrier material), material peredam (damping material) (Lewis & Dougals 1993). Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resitif, berserat (fibrous) dan berpori (porous).
Besarnya energi suara yang dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung pada jenis dan sifat dari bahan atau material tersebut. Pada umumnya bahan yang berpori (porous material) akan menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya, karena dengan adanya pori-pori tersebut maka gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor (Lucky 2011).
Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai koefisien absorbsi (α):
=
ℎ
Pemahaman masyarakat umum tentang bahan peredam suara adalah bahan yang dapat mengurangi kebocoran suara di sebuah ruangan. Bahan peredam suara tersebut dapat juga mengurangi pantulan suara di dalam ruangan. Material peredam suara yang umum digunakan untuk keperluan tersebut adalah: rockwool, glasswool, karet busa, gabus, foam dan sebagainya dimana material bisa berwujud sebagai material yang berdiri sendiri atau digabungkan menjadi sistem absorber. Sehingga kesalahan pemahaman tersebut
~ 313 ~
menyebabkan permasalahan kegagalan pekerjaan dalam mengatasi kebocoran suara ataupun penyerapan pantulan suara.
Material insulasi suara (Sound Insulation Material) adalah material yang dapat menginsulasi perpindahan suara seperti pada gambar berikut:
Gbr. 2.2 Material
Insulasi Suara
Material insulasi suara umumnya dipakai untuk mencegah gangguan suara dari sebuah ruangan ke ruangan lainnya seperti gambar di bawah ini:
Gbr. 2.3 Insulasi Sebagai
Penghalang Kebocoran
Suara
Kemampuan sebuah material peredam suara untuk menginsulasi suara ditentukan dengan nilai STC (Sound Transmission Class) yang mana adalah nilai tunggal yang dinyatakan dalam besaran dBA (decibel). Metode tes standar yang paling umum digunakan untuk mengklasifikasikan sifat transmisi suara penghalang adalah ASTM E 90 dan ASTM E 413. Semakin tinggi rating STC, semakin efektif penghalang adalah untuk mengurangi transmisi frekuensi suara yang paling umum.
Material penyerap suara (Sound Absorption Material) adalah material yang mampu menyerap energi suara seperti pada gambar berikut:
~ 314 ~
Material penyerap suara umumnya dipakai untuk meredam suara yang memantul dalam sebuah ruangan seperti gambar di bawah ini:
Kemampuan sebuah material peredam suara untuk menyerap suara ditentukan dengan nilai NRC (Noise Reduction Coefficient) atau Sound Absorption Coefficient yang mana semakin tinggi rating NRC maka semakin baik mengurangi kebisingan.
2.2 Uraian Polyurethane (PU)
Polyurethane merupakan polymeric material yang mengandung grup urethane dengan rumus kimia -NH-CO-O- yang dihasilkan dari campuran 2 jenis bahan kimia yaitu A (Polyol) dan B (Isocyanate) yang diaduk secara bersama-sama sehingga terjadi reaksi dan membentuk Foam. Fungsi dari Polyurethane adalah sebagai bahan isolasi temperatur dan juga memiliki kelebihan sebagai bahan penyerap suara, ringan serta rigrid sebagai bahan konstruksi.
Polyurethane juga terdapat dalam berbagai bentuk, seperti busa lentur, busa keras, pelapis anti
bahan
kimia,
bahan
perekat,
dan
penyekat,
serta
elastomers.
Busa keras polyurethane digunakan sebagai bahan penyekat pada gedung, pemanas air, alat transport berpendingin, serta pendingin untuk industri maupun rumah tangga. Busa ini juga digunakan untuk flotation dan pengaturan energi.
Busa lentur polyurethane digunakan sebagai bahan pelembut pada karpet dan kain pelapis furniture, kasur, dan mobil. Busa tersebut juga digunakan sebagai pengepak barang. Perekat dan penyekat polyurethane digunakan dalam konstruksi, transportasi, kapal, dan kegunaan lain yang membutuhkan kekuatan, tahan lembab, serta sifat tahan lama dari polyurethane tersebut.
Istilah “polyurethane elastomer” meliputi produk turunannya antara lain, thermoplastic polyurethane, cast elastomer, dan produk-produk Reaction Injection Molded (RIM). Bahan-bahan ini meliputi banyak ragam kegunaan, dari sepatu dan roda skate sampai perlengkapan rumah, lintasan atletik, serta alat-alat elektronik.
~ 315 ~
Kelebihan utama polyurethane adalah bentuknya yang cair. Untuk pengaplikasiannya, cairan tersebut disemprotkan ke media aplikasi yang diinginkan. Misalnya: dinding, ruang Karaoke, tangki(untuk pelapisan), dan dak beton. Setelah disemprotkan, cairan tadi akan mengering dalam hitungan detik. bereaksi dengan membentuk foam. Gelembung itu lalu menempel erat di permukaan bangunan. Gelembung/foam itulah yang lalu bekerja sebagai penahan rambatan panas, penahan bocor, dan peredam suara. Gelembung tersebut pun cocok menjadi pengganti bahan insulator lain yang sudah ada.
Perihal beban massa yang dimiliki, polyurethane juga mempunyai berat jenis yang tidak membebani suatu bangunan. Sebab, polyurethane sangat ringan. Berat jenis yang dimilikinya hanya sekitar 36 Kg/m3. Hasil pengujian oleh produsen menunjukkan bahwa nilai koefisien rambatan panas yang dihasilkan oleh polyurethane hanya sekitar 0,017. Itu pertanda bahwa setelah ditempeli polyurethane, kapasitas panas yang diteruskan ke suatu bangunan sangat sedikit.
Pemilihan Polyurethane sebagai material absopsi dikarenakan mempunyai sifat porous, dimana sifat ini berfungsi sebagai penyerap energi suara menjadi energi lain. Jadi ada energi suara yang diubah menjadi energi panas, dan hal ini mengakibatkan suara yang dipantulkan menjadi berkurang. Karakteristiknya antara lain adalah pada frekuensi rendah, Koefisien Absorpsi (α) kecil dan semakin tinggi frekuensinya, α juga semkain bersar seperti yang terlihat pada tabel berikut: Tabel. 2.1 Koefisien Absorbsi Beberapa Bahan Dasar Material Fibrous glass (typically 4 lb/cu ft ) hard backing) 1 inch thick 2 inches 4 inches thick Polyurethane foam (open cell) 1/4-inch thick 1/2-inch thick 1 inch thick 2 inches thick
125
250
Fekuensi 500 1000
0.07 0.2 0.39
0.23 0.55 0.91
0.48 0.89 0.99
0.83 0.97 0.97
0.88 0.83 0.94
0.8 0.79 0.89
0.05 0.05 0.14 0.35
0.07 0.12 0.3 0.51
0.1 0.25 0.63 0.82
0.2 0.57 0.91 0.98
0.45 0.89 0.98 0.97
0.81 0.98 0.91 0.95
~ 316 ~
2000
4000
Penelitian ini akan dilaksanakan melalui literatur hasil studi lapangan dengan mengacu pada data-data hasil pengukuran serta standar yang berlaku.
3. Metodologi Penelitian
START
Pengumpulan Data dan Studi Literatur
Pengumpulan Sampel Sumber Kebisingan
Pembuatan Casing dan
Tidak Sesuai
Ya FINISH 4. HASIL DAN ANALISA
Pada pengambilan sampel sumber kebisingan ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar sesuai dengan standar yang berlaku: 1. Pengukuran dilakukan dengan jarak antara 1-3 meter dari mesin. 2. Ketinggian pengukuran adalah 1,2-1,6 m dari permukaan.
~ 317 ~
3. Interval waktu pengukuran adalah 60 detik dengan batas akhir pengukuran adalah menit ke 5.
Pada pengukuran jarak 1 Meter dimana kondisi 2 (mesin berjalan tanpa casing) terlihat bahwa perbedaan rata-rata dengan kondisi 3 (casing sudah terpasang ketika mesin berjalan) adalah sebesar 13,3 dBA, sedangkan pada jarak 2 Meter perbedaannya 10,5 dBA dan pada jarak 3 M perbedaanya 14,7 dBA sehingga total rata-rata penurunan kebisingan secara keseluruhan adalah 12,83 dBA. Anomali dari pengukuran pada jarak 2 M disebabkan oleh adanya intervensi suara dari luar sehingga kenaikan tingkat absorbsi tidak berjalan linier sedangkan perbedaan suhu operasi mesin Diesel hanya naik sebesar 1,3 0C saja sehingga tidak cukup signifikan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari eksperimen yang dilakukan terlihat bahwa terjadi penurunan tingkat kebisingan ratarata secara keseluruhan dapat memenuhi standar-standar yang diberlakukan (IMO, SNI dan Peraturan MENAKER) yaitu 85 dBA sehingga kedepannya material Polyurethane dapat digunakan sebagai alternatif peredam suara pada mesin Diesel kapal penumpang berukuran kecil.
5.2 Saran
Ada beberapa hal yang menjadi bahan pemikiran untuk perbaikan dari eksperimen ini: 1. Perlu waktu persiapan yang lebih matang agar barang eksperimen yang dihasilkan lebih baik lagi sehingga bisa memberikan performa yang optimal. 2. Karena tidak keseluruhan casing tertutup, dimana bagian belakang terbuka untuk start mesin dan sirkulasi udara, ada baiknya disempurnakan dengan desainn tertutup yang flexible dan penambahan exhaust fan atau ventilasi udara yang lebih baik.
~ 318 ~
DAFTAR PUSTAKA
Asfahl, C. Ray, (1999), Industrial Safety and Health Management, Prentice Hall, New Jersey. Doelle, L. Lesley (1993) Akustik Lingkungan, Erlangga, Jakarta. F. Alton Everest & Ken Pohlman (2009) Master Handbook of Acoustics, 5th Edition Digital Edition Hewlett Packard (1968) Acoustics Handbook. Digital Edition. Jailani M, Nor M, Jamaludin N, Tamiri FM. 2004. A Preliminary Study of Sound Absorption Using Multi-Layer Coconut Coir Fibers. Electronic Journal "Technical Acoustics" Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, 1991, Jakarta. Lawrence E. Kinsler, Austin R. Frey, Alan B, Coppens and James V. Sanders (1982) Fundamentals of Acoustics, 3rd Edition. John Wiley & Sons. Lewis H. Bell, Dougals H. Bell., 1994, Industrial Noise Control Fundamentals and Applications, New York. Manga, J.B (1993) Pemilihan Mesin Utama Untuk Pendorong Kapal Penangkap Ikan. Majalah Ilmiah UNHAS LONTARA XXIX S Lord, H. W., Gatley, W. S., Evensen, H. A., (1980), Noise Control for Engineers, Mc Graw Hill Bo. Co., New York. Satwoko, Prasasto (2008) Fisika Bangunan, CV. Andi, Jogjakarta. Standar Nasional Indonesia, SNI (2004) Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan dan Radiasi Sinar Ultra Ungu Di Tempat Kerja (SNI 16-7063-2004), Jakarta. Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties, Utilization). New York : Van Nostrand
~ 319 ~
KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI PADA TIGA KONDISI MUATAN KAPAL DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ (LANJUTAN) Shanty Manullang, Moch.Ricky Dariansyah*) * Dosen pada Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada e-mail :
[email protected] ABSTRAK Secara umum kegiatan yang beruhubungan dengan laut adalah salah satu kegiatan yang paling berbahaya di dunia dengan angka kematian yang tinggi (petursdottir, et al 2001) khususnya kegiatan penangkapan ikan. Salah satu penyebab kapal tenggelam adalah karena memiliki stabilitas yang buruk. Stabilitas adalah kemampuan benda untuk kembali tegak ke posisi awal setelah pengaruh gaya-gaya luar (external force) dihilangkan. Pada penelitian ini penulis tertarik untuk menilai stabilitas kapal ikan ini dalam 3 kondisi, yaitu ada saat kapal akan menuju fishing ground, pada saat kapal melakukan operasi penangkapan dan pada saat kapal akan menuju fishing base. Hasil perhitungan stabilitas kemudian dibandingkan dengan standar stabilitas kapal yang dikeluarkan oleh International Maritime Organization (IMO) dan dilihat periode olengnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada tinggi gelombang 2 meter kondisi yang aman dalam melakukan operasi penangkapan adalah pada kapal Muroami I dan Muroami II sedangkan kapal Muroami III tidak stabil pada kondisi penuh karena GM kapal tidak memenuhi standart IMO (GM > 0,35m) yaitu 0,15m dan periode olengnya yang paling tinggi (6,46 dtk). Kata kunci : stabilitas,kapal muroami,lengan penegak dan periode Oleng. PENDAHULUAN
Kapal perikanan yang paling banyak dioperasikan diseluruh dunia adalah kapal dengan ukuran kecil (panjang kapal kurang dari 50m), di Inggris pekerjaan yang paling berbahaya adalah nelayan, nelayan ini beresiko 50 kali dalam mengalami kecelakaan yang fatal dari pada pekerjaan yang lain, karena itulah penelitian tentang kapal ini perlu dilakukan (Womack, J. Small, 2007).
Dickey (2008) melaporkan bahwa presentese kecelakaan kapal ikan menempati urutan pertama di Amerika selama hampir dua dekade (tahun 1992 sampai 2007). Ternyata Amerika yang sudah memiliki Tekologi yang canggih tetap juga mengalami peristiwa kecelakaan kapal dan sebagian besar adalah kapal ikan. ~ 320 ~
Salah satu penyebab kapal tenggelam adalah karena memiliki stabilitas yang buruk. Stabilitas adalah kemampuan benda untuk kembali tegak ke posisi awal setelah pengaruh gaya-gaya luar (external force) dihilangkan. Gaya-gaya luar tersebut adalah gelombang, badai, hujan, angin dan lain-lain. Gaya-gaya luar ini menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan bila sebuah kapal melakukan aktivitasnya. Dengan demikina harus dipastikan bahwa kapal terutama kapal perikanan memiliki stabilitas yang baik agar mampu bertahan ditengah keadaan yang ekstrim saat melakukan pelayaran maupun penangkapan.
IMO (International Maritime Organization), FAO (Food ang Agricultural Organization) dan beberapa biro klasifikasi memiliki data tentang kapal di dunia tetapi tidak satupun bisa mewakili/dalam memberikan data base yang bisa dipercaya tentang kecelakaan kapal ikan di dunia, karena kegiatan kapal penangakap ikan tersebut dilakukan jauh dari pantai dan kecelakaan tersebut kadang terjadi dalam keadaan yang cepat dan tidak tahu bagaimana untuk mendeteksinya. Untuk itu faktor keselmatan di laut ketika melakukan operasi penangkapan merupakan hal yang harus diperhitungkan dalam mendesain kapal.
Desain merupakan hal yang penting dalam pembangunan kapal ikan (Fyson, 1985). Sesuai dengan perbedaan jenis kapal ikan, maka desain dan konstruksi kapal dibuat berbeda-beda dengan memperhatikan persyaratan teknis pengoperasian setiap jenis kapal berdasarkan alat tangkap yang dioperasi-kan.
Bentuk badan kapal bergantung pada ukuran utama, perbandingan ukuran utama dan koefisien bentuk kapal (Fyson, 1985). Ukuran utama kapal terdiri dari panjang kapal (L), lebar kapal (B), tinggi/dalam kapal (D) dan draft/sarat air kapal (d). Kesesuaian rasio dimensi sangat menentukan kemampuan suatu kapal ikan, karena akan mempengaruhi resistensi kapal (nilai L/B), kekuatan memanjang kapal (nilai L/D) dan stabilitas kapal (nilai B/D) (Fyson, 1985).
Pada penelitian ini penulis tertarik untuk menilai stabilitas kapal ikan ini dalam 3 kondisi, yaitu ada saat kapal aka menuju fishing goround, pada saat kapal melakukan operasi penagankapan dan pada saat kapal akan menuju fishing base. Stabilitas kapal dapat diketahui melalui beberapa parameter stabilitas yang diukur dengan melakukan analisis
~ 321 ~
numerik terhadap parameter teknis kapal atau dengan melakukan uji stabilitas terhadap kapal model pada test tank. Kedua hal tersebut tidak dilakukan pada pembangunan kapal yang umum dilakukan di galangan kapal rakyat (galangan tradisional), seperti pembangunan kapal ikan di Kepulauan Seribu, sehingga tidak dilengkapi dengan gambar desain dan pehitungan stabilitas .
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian Kajian Stabilitas Kapal Ikan Muroami di Kepulauan Seribu dengan Menggunakan Metode PGz pada tiga kondisi (lanjutan) dilakukan untuk menganalisis nilai stabilitas kapal ikan yang dioperasikan di perairan Kepulauan Seribu pada tiga kondisi, karena kenyamanan kerja diatas kapal , keselamatan dalam pelayaran sangat diperlukan oleh nakhoda dan awak kapal dalam mengoperasikan kapal sehingga operasi penangkapan dapat berjalan dengan aman, sukses dan selamat sampai ke TPI.
METODOLOGI PENELITIAN
Analisis Data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei dan simulasi numerik. Metode survei dilakukan pada saat mengumpulkan data dimensi dan bentuk kapal Muroami, dimana pengambilan data dilakukan di P.Pramuka dan P.Tidung. Adapun metode simulasi numerik dilakukan saat pengolahan data. Selain data dimensi dan bentuk kapal, dilakukan pula pengumpulan data gelombang.
Data gelombang diperoleh dari hasil wawancara
dengan nelayan.
Data Kapal dikumpulkan dan diolah dengan metode simulasi berdasarkan perhitungan naval architecture (parameter hidrostatis) untuk menghitung data-data yang telah diperoleh dilapangan secara teoritis.
Analisis stabilitas yang dilakukan pada kapal muroami adalah stabilitas statis. Analisisnya meliputi analisis perubahan nilai KG pada tiga kondisiditribusi muatan. Ketiga kondisi muatan tersebut masing-masing adalah:
~ 322 ~
1.
Kondisi kapal kosong diasumsikan bahan bakar,umpan hidup dan muatan kosong (0%)
2.
Kondisi kapal setengah penuh ; pada kondisis ini bahan bakar, umpan hidup diasumsikan penuh (100%), daan muatan kosong (0%).
3.
Kondisi kapal penuh : pada kondisis ini bahan bakar diasumsikan setengah penuh (50%), umpan 20% dan muatan penuh (100%).
Analisisnya melalui kurva stabilitas statis GZ dengan metode Attwod’s Formula (Hind, 1982). Metode ini menganalisis stabilitas kapal pada sudut keolengan 0o – 90o. dengan menghitung luas area kurva di bawah kurva GZ stabilitas statis pada berbagai sudut keolengan (0o – 90o). Hasil perhitungan stabilitas tersebut kemudian diplotkan dan dibandingkan dengan standart stabilitas kapal yang dikeluarkan oleh International Maritime Organization (IMO) (1977) melalui kurva GZ,nilai kurva GZ diperoleh melalui software PGZ dan Miorocoft excel.
Nilai GM yang diperoleh pada kurva GZ digunakan untuk menghitung periode oleng kapal. Formula yang digunakan adalah (IMO,1995) : Tφ = 2CB / √GM dtk dimana : C = 0.373 + 0.023(B/d) – 0.043(Lwl/100) Keterangan : Tφ = Periode oleng (dtk) ; B = Lebar kapal (m) d = draft kapal (m) ;
GM =Tinggi metacenter
Lwl = Panjang kapal Data Gelombang diambil berdasarkan hasil wawancara diambil 2 panjang gelombang, yaitu : tinggi gelombang 1.5 dan 2 meter .
~ 323 ~
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapal Muroami
Gambar 1. Kapal Muromami I 15 GT (sumber : Shanty pic.)
Gambar 2. Kapal Muromami II 15 GT (sumber : Shanty pic.)
Gambar 3. Kapal Ikan Muromami III yang baru selesai melakukan operasi penangkapan Ikan.
~ 324 ~
Dimensi Utama Kapal Muroami
Dari hasil perhitungan rasio dimensi utama yang terdiri dari L/B, L/D dan D/B diperoleh nilai-nilai seperti yang disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Dimensi utama kapal Muroami I yang diteliti No
Dimensi Utama
Muroami I
Muroami II
Muroami III
1
Panjang (Lpp)
12.0
13.0
14.0
2
Lebar (B)
2.0
3.0
2.0
3
Dalam (D)
1.5
1.6
1.6
4
Draft (d)
1.1
1.1
1.2
5
Cb
0.6
0.5
0.4
Tabel 2. Rasio dimensi utama Kapal Muroami I, II, dan III yang diteliti Dimensi Utama
Muroami I (m)
Muroami II (m)
Muroami III (m)
L/B
6.0
4.3
7
L/D
8.0
8.1
8.8
B/D
1.3
1.9
1.3
Rasio dimensi utama kapal perlu diketahui dengan jelas karena nilai-nilai ini berpengaruh terhadap stabilitas maupun ketahanan kapal. Nilai rasio L/B dan L/D untuk kapal sejenis muroami (static gear) lebih besar dibandingkan dengan kapal-kapal yang lain sehingga membutuhkan stabilitas yang cukup tinggi karena kondisi ini dibutuhkan pada saat melakukan operasi penangkapan baik itu pada saat setting maupun hauling. (Iskandar dan Pujiati,1995)
Sedangkan nilai kisaran rasio dimensi kapal kelompok static gear umumnya di Indonesia berdasarkan hasil Penelitian Iskandar dan Pujiati (1995) , L/B : 2.83 – 11, L/D : 4.58 – 17.28 dan B/D : 0.96 – 4.68. Nilai rasio ke 3 (Tiga) kapal yang diteliti L/B (6, 4.3, dan 7), L/D (8, 8.1, dan 8.8) dan B/D (1.3 dan 1.9 ) masuk dalam nilai rasio yang di kelurkan oleh Iskandar dan Pujiati (1995) walaupun nilainya masuk kedalam batas akhir nilai-nilai yang ada.
~ 325 ~
Parameter hidrostatik
Nilai coefficient of fineness dipakai sebagai salah satu cara untuk menilai kelayakan sebuah disain kapal . Hasil perhitungan dari bodyplane dan rancangan kapal muroami disajikan pada lampiran Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata ketiga kapal tersebut mempunyai harga-harga (Cb: Cp: Cw : Cvp: C ⊗ : 0,85 : 0,66 : 1,62 : 0,52 : 1,28), nilai Cb cenderung mendekati nilai standar acuan (nilai acuan Cb berkisar antara (0 – 1) ini menunjukkan bahwa kapal tersebut tingkat kegemukannya tinggi. Jika mencapai angka 1 maka bagian kapal yang terendam air memiliki bentuk yang mendekati empat persegi panjang dan memiliki kestabilan yang tinggi.
Bentuk kasko adalah bentuk badan kapal yang terendam di bawah garis air (water line). Bentuk kasko kapal ini yang diperoleh berdasarkan data body plan dibagian haluan memiliki bentuk yang relatif sama yaitu U – bottom. Bentuk ini memiliki kestabilan yang tinggi dan volume ruang atau kapasitas penyimpanan di bawah dek yang besar, sehingga sangat cocok bagi kapal yang mengoperasikan alat tangkap secara statis. Akan tetapi bentuk ini memiliki tahanan kasko yang besar sehingga olah gerak (manouvering) dan kecepatan (speed) yang dimiliki terbatas, namun bukanlah kecepatan yang diutamakan bagi kapal yang mengoperasikan alat tangkap ini melainkan stabilitas yang tinggi.
Stabilitas Kapal Muroami
Tabel 3. Nilai KG kapal Muroami I pada tiga kondisi distribusi muatan kapal No 1 2 3
Kondisi Kapal Kapal Kosong Kapal Setengah Penuh Kapal Penuh
KG (m) 1,70 1,88 2,07
GM (m) 1,04 0,86 0,67
Tabel 4 . Nilai KG kapal Muroami II pada tiga kondisi distribusi muatan kapal No 1 2 3
Kondisi Kapal Kapal Kosong Kapal Setengah Penuh Kapal Penuh
KG (m) 1,68 2.02 2,12
~ 326 ~
GM (m) 1.1 0.76 0.66
Tabel 5. Nilai KG kapal Muroami III pada tiga kondisi distribusi muatan kapal No
Kondisi Kapal
KG (m)
GM (m)
1
Kapal Kosong
1,65
1.05
2
Kapal Setengah Penuh
2.06
0.64
3
Kapal Penuh
2,19
0.15
Perubahan titik berat pada kapal terjadi akibat perubahan muatan sehingga letak titik G (center of gravity) kapal akan berubah, titik ini akan bergerak ke atas. Saat kapal Muroami berangkat menuju daerah penangkapan, muatan pada kapal muroami terdiri atas perbekalan, bahan bakar dan umpan hidup yang berisi penuh. Pada saat kembali, muatan – muatan tersebut (yang terdapat dibawah dek kapal) akan berkurang tetapi palka akan terisi penuh oleh hasil tangkapan.
Umumnya nilai KG kapal tertinggi pada kondisi kapal penuh ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Farhrum (2010) nilai KG kapal tertinggi berada pada kondisi kapal beroperasi yaitu pada kondisi bahan bakar diasumsikan setengah penuh (50%), umpan hidup (25 %) dan muatan (75 %). Muhamad A (2007) menyatakan perubahan tinggi darft kapal mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap stabilitas statis kapal dibandingkan dengan perubahan titik G pada kapal.
Stabilitas Statis Kapal Muroami
Apabila oleng yang dialami kapal semakin bertambah, maka lengan enegak akan berkurang hingga mencapai nol bahkan negatif, ada kondisi tersebut air laut akan masuk kedalam bukaan-bukaan yang ada dalam kapal.Untuk mengetahui baik tidaknya stabilitas suatau kapal dibuatlah kurva stabilitas dengan sudut oleng tertentu
Stabilitas statis kapal Muroami yang telah disimulasikan diukur dengan menghitung nilai lengan penegak (GZ) yang terbentuk pada kurva GZ. Pada kurva GZ ditunjukkan nilai GZ pada berbagai sudut keolengan (0° - 90°) dan pada panjang gelombang 1.5 meter dan 2 meter.
~ 327 ~
Gambar 7. Kurva stabilitas Kapal Muroami I pada kondisi penuh
Gambar 8. Kurva stabilitas Kapal Muroami II pada kondisi penuh
Gambar 9. Kurva stabilitas Kapal Muroami III pada kondisi kosong
~ 328 ~
Periode Oleng Kapal
Tabel 6. Kapal Muroami I No
Kondisi Kapal
KG (m)
GM (m)
Tθ (dtk)
1
Kapal Kosong
1,70
1,04
4.64
2
Kapal Setengah Penuh
1,88
0,86
5.07
3
Kapal Penuh
2,07
0,75
5.65
Gambar 7. Grafik Periode Oleng Kapal Muroami I
Tabel 7. Kapal Muroami II No
Kondisi Kapal
KG (m)
GM (m)
Tθ(dtk)
1
Kapal Kosong
1,68
1.1
2.50
2
Kapal Setengah Penuh
2.02
0.76
3.03
3
Kapal Penuh
2,12
0.66
3.61
Gambar 7. Grafik Periode Oleng Kapal Muroami II
~ 329 ~
Tabel 8. Kapal Muroami III No
Kondisi Kapal
KG (m)
GM (m)
Tθ (dtk)
1
Kapal Kosong
1,65
1.05
2.45
2
Kapal Setengah Penuh
2.06
0.64
3.15
3
Kapal Penuh
2,19
0.15
6.46
Gambar 8. Grafik Periode Oleng Kapal Muroami III
Dari tabel dan grafik memperlihatkan bahwa nilai periode oleng kapal Muroami berbanding terbalik dengan nilai tingi metacenter (GM). Semakin besar nilai tinggi metacentre (GM) kapal maka nilai periode oleng kapal akan semakn kecil.
Hasil perhitungan terhadap periode oleng kapal pada Kapal Muroami I, II, dan III periode oleng tertinggi terjadi Pada kapal Muroami III kondisi muatan penuh yaitu 6,46 dtk, yang artinya kapal membutuhkan waktu 6.46 dtk untuk menyelesaikan satu kali gerakan.Nilainilai ini memperlihatkan nilai kisaran yang sesuai dengan nilai kisaran minimum periode oleng kapal ikan yaitu 5.5 – 7.0 detik (Bhattachrya, 1978). Periode oleng yang mendekati batas akhir dari kisaran minimum yang ditetapkan oleh Bhattachrya (1978)
akan
menyebabkan kapal aman dalam melakukan OpI dan mengakibatkan bagi ABK nyaman dalam yang bekerja.
Dari perubahan muatan kapal maka dengan menambah muatan kapal dapat dilihat nilai periode olengnya juga semakin besar, periode oleng terbesar kapal Muroami ini terletak di muatan penuh dengan panjang kapal 14 meter .
~ 330 ~
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Kapal Muroami yang paling stabil adalah kapal Muroami I dan II dimana dari nilai GMnya memenuhi standart IMO GM > 0.35m yaitu 0.15 m dan periode olengnya yang tertinggi yaitu 6,46 dtk
2.
Kondisi yang tidak stabil terjadi ada kaal Muroami III, ada kondisi kapal penuh nilai GM<35m, jika ini terjadi maka kapal kemungkinan besar akan terbalik ketika menuju ke fishing base
3.
Kapal yang baik adalah kapal Muroami I dan II
Saran
Kondisi yang aman dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah pada kapal Muroami I dan II.
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa. 1972. Suatu pengenalan Fishing Gear. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor Bhattacharya, R. 1978. Dynamics of Marine Vehicles. John Wiley & Son, Inc. New York. Dickey D.H. (2008) Analysis of Fishing Vessels Casualties (A Rieview of Lost Fishing Vessels and Crew Fatalities, 1992-2007). United tates Coast Guards, Compliance Analysis Division (CG-5452), Washington, DC 423-451. Farhum, S.A. 2010. Kajian Stabilitas Empat Tipe Kasko Kapal Pole and Line. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, vol.2, No,2, Hal 53-61, Desember 2010. Fyson, J. 1985. Desingn of Small Fishing Vessel. Fishing News Books Ltd. England. Hind, J.A. 1982. Stability And Trim Fishing Vessel. Second Edition. Fishing News Books Ltd. Farnham. Surrey. England. IMO, 1995. 1993 Torremolinos Protocol and Torremolinos International convention for Safety of Fishing Vessels.
~ 331 ~
Iskandar, B.H. dan Pujiati Sri. 1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Perairan Indonesia. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan IPB.Bogor. Marjoni, B.H. Iskandar & M. Imron. 2010. Stabilitas Statis dan Dinamis Kapal Purse Seine di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo Kota Banda Aceh
Nanggroe Aceh
Darussalam. Marine Fisheries-Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut Volume 1. No.2 November 2010 hal 113-122. ISSN 2087-4235. Muhammad, A datih dan Iskandar B.H. 2007. Stabilitas Statis dan Dinamis Kapal Latih Stela Maris. Buletin Psps Vol.XVI No.1 hal 120 - 125. April 2007 Paroka et all, 2012 Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan Paroka, D. dan Umeda, N. (2007): Effect of freeboard and metacentric height on capsizing probability of purse seiners in beam seas, Journal of Marine Science and Technology, Vol. 12 No. 3. Hal 150 - 159. Susanto. A, B.H.Iskandar dan M.Imron. 2011. Stabilitas Statis Kapal Static Gear di Palabuhanratu (Studi Kasus KM PSP 01). Marine Fisheries- Jurnal Teknologi Dan Manajemen Perikanan Laut. Vol.2, No.1, Mei 2011. ISSN : 2087 -4235. Taylor, L.G. 1977. The priciple of Ship Stability. Brown, Son & Publisher, Ltd., Nautical Publisher, 52 Darley Street. Glasgow. Womack, J. Small. Comercial Fishing Vessel stability analysis where are we now? Where are we going? Procceding of the 6th International Ship Stability Workshop, Weeb Institute, 2007.
~ 332 ~
~ 333 ~
~ 334 ~
~ 335 ~