PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2013/2014 UNIVERSITAS DARMA PERSADA
Pelindung
: Rektor Universitas Darma Persada
Penangung Jawab
: Wakil Rektor I
Pimpinan Redaksi
: Kepala Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Anggota Redaksi
: Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah, IPU. Dr. Aep Saepul Uyun, M.Eng. Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.
Alamat Redaksi
: Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jl. Radin Inten II (Terusan Casablanca) Pondok Kelapa - Jakarta Timur (14350) Telp. (021) 8649051, 8649053, 8649057 Fax.(021) 8649052 E-Mail :
[email protected] Home page : http://www.unsada.ac.id
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
vi
KATA PENGANTAR
xii
TERORISME SEBAGAI AGENDA PROPOGANDA AMERIKA DI DUNIA PASCA TRAGEDI 11 SEPTEMBER 2001
1-11
Rusydi M. Yusuf IMPROVING THE TEFL (TEACHING ENGLISH AS FOREIGN LANGUAGE) CLASS : EFFECTS OF INQUIRY – BASED LEARNING ON STUDENT’S INTEREST IN TEFL
13-24
Kurnia Idawati PENGARUH MATAKULIAH TEFL TERHADAP KEMAMPUAN MENGAJAR READING COMPREHENSION MAHASISWA JURUSAN SASTRA INGGRIS DI SMK PELITA ALAM BEKASI
25-31
Yoga Pratama THE ANALYSIS OF MEANING & CLASSIFICATIONS INTERJECTION IN ENGLISH COMICS SCOOBY - DOO
OF
33-40
Fridolini THE IMPACT OF MYTHS ON INDONESIAN WOMEN
41-55
Albertine Minderop KRITIK FEMINISME DALAM NOVEL DAUGHTER OF FORTUNE KARYA ISABEL ALLENDE
57-64
Eka Yuniar Ernawati KEPRIBADIAN NARSISTIK MENJADI PEMICU KONFLIK HUBUNGAN SOSIAL DALAM NOVEL REBECCA KARYA DAPHNE DU MAURIER Karina Adinda
~ vi ~
65-73
PERJUANGAN KESETARAAN PENYAIR AFRO AMERIKA, AMIRI BARAKA
75-86
Agustinus Hariyana PENGETAHUAN DASAR PENERJEMAHAN : KAJIAN TEORITIS APLIKATIF
87-116
Tommy Andrian PENGAJARAN BAHASA JEPANG DENGAN METODE KUMON PADA MAHASISWA PROG. STUDI CINA DAN PROG. STUDI INGGIRS DI UNIVERSITAS DARMA PERSADA
117-127
Irawati Agustine, Metty Suwandany, Tia Martia, Zainur Fitri, Syamsul Bahri ANALISIS PERGESERAN UNIT (CATEGORY SHIFT) KALIMAT MAJEMUK (複文) DALAM HASILTERJEMAHAN MAHASISWA 129-137 SEMESTER VI PADA MATA KULIAH PENERJEMAHAN INDONESIAJEPANG II Dinny Fujiyanti PERBANDINGAN PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA (1)
139-149
Ari Artadi, Chonan Kazuhide, Hermansyah Djaya ANALISIS MAKNA ONOMATOPE PADA IKLAN DI MAJALAH JEPANG
151-162
Riri Hendriati, Juariah, Kun M. Permatasari EFEKTIFITAS PENGGUNAAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE COOPEATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) DALAM PEMBELAJARAN MATAKULIAH DOKKAI II JURUSAN BAHASA JEPANG UNIVERSITAS DARMA PERSADA
163-174
Yessy Harun INDUSTRIALISASI MEIJI DAN MIGRASI ORANG-ORANG JEPANG (KARAYUKI-SAN) KE ASIA TENGGARA PADA AKHIR ABAD 19 HINGGA TAHUN 1920 Erni Puspitasari
~ vii ~
175-184
PENERAPAN STRATEGI PROCESS-BASED PADA PENGAJARAN KOMPOSISI BAHASA MANDARIN I
185-190
Apriliya Dwi Prihatiningtyas KOHESI DAN KOHERENSI ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN YANG BERJUDUL “WATASHI NO KUNI”
191-199
Hargo Saptaji, Hani Wahyuningtias, Julia Pane MORFEM-ISME DAN –ISASI (-ASI) DALAM BAHASA MANDARIN : TELAAH KONTRASTIF TERHADAP BAHASA INDONESIA DAN INGGRIS
201-211
Yulie Neila Chandra, Gustini Wijayanti UPAYA PEMBAURAN ORANG CINA BEKASI SEBAGAI STRATEGI ADAPTASI SOSIAL BUDAYA
213-224
C. Dewi Hartati ANALISIS KESELAMATAN & KEAMANAN TRANSPORTASI PENYEBRANGAN LAUT DI INDONESIA STUDI KASUS : PENYEBRANGAN ANTAR NEGARA DI PULAU SUMATERA (BATAM-SINGAPURA)
225-242
Danny Faturachman KAJIAN PEMENUHAN PERSYARATAN PENERIMAAN KLAS BKI : STUDI KASUS PEMBELIAN KAPAL SELF UNLOADING VESSEL DARI CHINA
243-253
Muswar Muslim, Danny Faturachman PENGARUH PEMAKAIAN MULTILAYER MATERIAL PADA CASING PEREDAM SUARA MESIN DIESEL
255-265
Shahrin Febrian KAJIAN TEKNIS DAN KAREKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PELABUHAN RATU Shanty Manullang, T.D. Novita
~ viii ~
267-276
KAJIAN EMISI GAS BUANG DARI KAPAL DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK
277-288
Arif Fadillah ERGONOMI BOJONG
GERAKAN
PENGRAJIN
FURNITURE
DI
DESA
289-296
Ade Supriatna, Atik Kurnianto PENERAPAN TEKNOLOGI BERBASIS SUMBER ENERGI TERBARUKAN SETEMPAT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN SEKTOR PERIKANAN DI DESA TABLOLONG, NTT
297-307
Kamaruddin Abdullah, Aep Saepul Uyun, Herman Noer Rahman dan Eri Suherman ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN PO MAJU LANCAR JURUSAN JAKARTA WONOGIRI
309-326
Sukardi PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN (SPT) PAJAK PENGHASILAN TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA MAJALAYA-BANDUNG JAWA BARAT TAHUN 2011-2013
327-356
Ahmad Basid, Herianto PENGARUH YANG SIGNIFIKAN ANTARA REAL EARNING MANAGEMENT TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN VARIABLE CONTROL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2010-2013
357-365
Atik Isniawati, Sri Ari Wahyuningsi ANALISIS PENGARUH PELATIHAN, WORKSHOP, PENYULUHAN TERHADAP KEMAMPUAN APLIKASI OLEH MASYARAKAT TANGSI JAYA Jombrik
~ ix ~
367-384
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN ANGGOTA KOPERASI X Endang Tri Pujiastuti
~x~
385-410
~ xi ~
KATA PENGANTAR
Seminar dengan tema “Meningkatkan Mutu dan Profesionalisme Dosen melalui Penelitian” dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2014 di Universitas Darma Persada, bertujuan untuk menghimpun hasil penelitian dosen yang diharapkan dapat menghasilkan inovasi teknologi tepat guna, menyampaikan hasil penelitian kepada khalayak dan antara peneliti/dosen. Prosiding ini disusun untuk mendokumentasikan dan mengkomunikasikan hasil seminar pada semester genap tahun akademik 2013/2014. Pada prosiding kali ini dimuat dua puluh
tujuh makalah dengan rincian sebagai berikut : 19 makalah dari
bidang Humaniora, 1 dari bidang teknik, 5 makalah dari bidang Teknologi Kelautan, 5 makalah dari bidang Ekonomi dan 1 makalah dari Pasacasarjana Energi Terbarukan
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada para penyaji dan penulis makalah, penyunting serta panitia yang telah bekerja sama sehingga prosiding ini dapat diterbitkan.
Kami
berharap
prosiding
ini
bermanfaat
bagi
pihak–pihak
yang
berkepentingan.
Jakarta, 4 Maret 2014
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Kepala
Ttd.
Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.
~ xii ~
~ xiii ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
TERORISME SEBAGAI AGENDA PROPAGANDA AMERIKA DI DUNIA PASCA TRAGEDI 11 SEPTEMBER 2001 Rusydi M. Yusuf Fakultas Sastra/Jurusan Sastra Inggris (
[email protected])
ABSTRAK Istilah teror atau terorisme semakin mengemuka di dunia setelah terjadinya peristiwa 9/11 yang mengakibatkan runtuhnya menara kembar World Trade Center di Amerika. Sejak peristiwa tersebut setiap pertemuan internasional selalu mengaitkan isu terorisme. Tak jarang hal ini menimbulkan anggapan bahwa agenda terrorisme sangatlah erat kaitannya dengan agenda propaganda Amerika Serikat, karena Amerika Serikat yang paling banyak mengambil peran dalam berbagai isu internasional terutama isu terorisme ini. Dengan adanya propaganda melalui isu terorisme ini Amerika ingin menyampaikan pesan kepada dunia bahwa Amerika adalah satu-satunya Negara super power dan akan menjadi polisi dunia, dan tidak boleh ada Negara lain baik di Eropa maupun Asia yang menjadi kompetitor dalam bidang ekonomi, politik dan pertahana keamanan dan bahkan pemikiran.
Key words: Terorisme, Propaganda, Amerika, super power, Kompetitor. 1
PENDAHULUAN
“teror” atau “terorisme” tidaklah muncul begitu saja, karena kedua istilah tersebut sudah ada sejak awal peradaban manusia muncul di dunia, peristiwa kekerasan yang dialami dan dilakukan oleh berbagai suku sejak zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan pada abad pertengahan. Dalam hal ini teror atau terorisme menurut Lequeur yang dikutip oleh Lukman Hakim (Terorisme di Indonesia, 2004) secara klasik diartikan sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan untuk menciptakan rasa takut dalam masyarakat. Peristiwa terorisme ini sudah mengalami perjalanan panjang hal ini kita bisa lihat bahwa sejak masa raja Xenophon (430-349 SM) masa Yunani Kuno juga telah menggunakan jalan kekerasan untuk menakuti-nakuti musuh guna bisa menguasai sebagai wilayah yang diinginkannya. Pada masa revolusi perancis pun pada abad ke 17 tindakan kekerasan ini pun dilakukan untuk menindas para pembangkang yang anti revolusi.
~1~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Pada masa berikutnya tindakan terorisme ini dipergunakan oleh berbagai pihak untuk tujuan politik dan revolusi. Memasuki abad modern ini tindakan-tindakan terorisme mulai berkembang dengan mengadopsi berbagai kemajuan teknologi dan peralatan elektronik canggih, trasportasi dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kimia. Namun “teror” atau “terorisme” adalah satu kata yang paling ditakuti pada saat ini oleh masyarakat dunia atau sebuah negara khususnya negara yang berlatar belakang penduduknya sebagian memeluk agama Islam. Ketakutan tersebut muncul dilatarbelakangi oleh peristiwa pembajakan 4 pesawat komersil Amerika yang sengaja ditabrakkan oleh para “terorisme” ke beberapa bangunan utama di Amerika yaitu World Trade Center dan The Pentagon Headquarter Center. Dengan adanya kejadian tersebut secara spontanitas Amerika langsung menabuh genderang perang untuk memerangi terorisme dimanapun mereka berada, dan sampai saat ini pun hampir segala bentuk pristiwa yang menyangkut kekerasan dan apalagi melibatkan sebuah negara atau gerakan sebuah kelompok akan dianggap sebagai sebuah gerakan terorisme dan hal hal ini dapat dijadikan alasan untuk memerangi dan menghancurkan kelompok ini. Setelah pristiwa pembajakan pesawat pada 9/11/2001 terjadi Amerika sangatlah antusias melihat setiap peristiwa kekerasan yang terjadi di berbagai sudut dunia, dan selalu mencoba mengaitkan dengan gerakan terorisme atau terorisme internasional. Serangkaian pemboman yang terjadi belakangan ini hampir selalu berujung untuk menyerang Amerika di berbagai belahan dunia, dan sebagaimana yang dikatakan oleh George W Bush setelah peristiwa 9/11 bahwa dia akan memerangi setiap bentuk kekerasan yang menamakan dirinya Dengan adanya tindakan teror tersebut, Amerika mengambil kesempatan guna menjadikan segala bentuk tindakan teror
dijadikani agenda guna
mempropagadakan Amerika di dunia sebagai satu-satunya negara yang harus diperhitungkan di dunia, tidak ada lagi kekuatan bipolar di dunia, yang ada hanyalah satu kekuatan unipolar yaitu Amerika.
~2~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
2 2.1
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
TINJAUAN PUSTAKA TERORISME
Terorisme yang berasal dari Bahasa latin terrere bermakna suatu tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan (Lukman Hakim, 2004) dalam bentuk lain dikatakan bahwa tindakan terorisme merupakan suatu tindakan kekerasan yang digunakan untuk menimbulkan ketakutan pihak lain dalam usaha untuk mencapai tujuan terutama tujuan politik, dan orang yang mempergunakan cara tersebut dikenal sebagai teroris. Pengertian terorisme sendiri sampai saat ini masih mengalami pro dan kontra karena rumitnya masalah yang disebabkan dan berkaitan dengan masalah itu sendiri, setiap orang dan setiap negara akan mendefinisikan kata terorisme tersebut sesuai dengan latar balakang darimana mereka berada. Pada saat ini Amerika sebagai sebuah negara super power di dunia, selalu memaknai tindakan terorisme adalah setiap tindakan yang yang dilakukan oleh suatu kelompok atau orang yang mengancam kepentingan keamanan dalam atau luar negeri Amerika
Karena definisi terorisme yang begitu rumit dan komplek, maka kegiatan terorisme ini hanya dapat dilihat dari ciri utama saja.di Antara ciri-ciri dari terorisme adalah (Lukman Hakim, 2004): Pertama, penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan dengan tujuan tertentu secara sistematis dan dirancang untuk menciptakan ketakutan. Kedua, menggunakan ancaman kekerasan dan melakukan kekerasan kepada siapapun kawan maupun lawan demi mencapai tujuan yang diinginkan. Ketiga, sengaja menciptakan dampak psikologis bagi masyarakat tertentu dengan tujuan mengubah dan sikap dan perilaku politik sesuai tujuan pelaku terror. Keempat pelakunya dapat beroperasi sendiri atau secara kelompok bahkan atas dasar sokongan pemerintah tertentu. Kelima, modusnya dapat berupa penculikan, pembajakan, pembunuhan kejam. Keenam, aksi mereka ditujukan untuk mencari perhatian kelompok lawan. Dengan demikian aksi-aksi terror pada dasarnya dikatagorikan sebagai tindakan criminal, illegal, meresahkan masyarakat, dan tidak manusiwi.
~3~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
2.2
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PROPAGANDA
Dalam kamus Bahasa Indonesia, propaganda berarti penerangan (paham, pendapat, dsb) yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut aliran, sikap, arah tindakan tertentu:--biasanya disertai janji yang muluk-muluk. Propaganda berasal dari Bahasa latin propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan. Menurut Nurdiana (2009), yang disarikan dari R.A Santoso (1983), bahwa kata tersebut berasal dari kata CONGREGATIO DE PROPAGANDA FIDE yang mengacu pada sebuah lembaga yang didirikan pada tahun 1622 oleh Gereja Katolik Roma yang waktu itu dipimpin oleh Paus Gregorius XV bertujuan untuk menyebarluaskan agama katolik baik di Italia maupun ke negara-negara lain. Dalam hal lain (Diyah Musri 2009), juga menyampaikan pendapat Harry Shaw yang dikutip oleh Sunu Wasono bahwa propaganda merupakan informasi atau ide-ide atau gossip yang disebarluaskan untuk mendukung atau menghancurkan seseorang, kelompok, gerakan kayakinan, lembaga, atau bangsa. menurut Encyclopedia International, propaganda adalah suatu jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan reaksi, tanpa memperdulikan tentang nilai benar atau tidak benarnya pesan yang disampaikan. Sementara menurut encyclopedia Everyman’s propaganda adalah suatu seni untuk penyebaran dan meyakinkan suatu kepercayaan agama atau politik. Propaganda berusaha meyakinkan pendapat-pendapat tanpa harus mengemukakan alasa-alasan yang masuk akal. Maka secara umum propaganda diartikan sebagai skema untuk mempropagandakan suatu doktrin atau tindakan kepada seseorang atau kelompok, yang disebarkan melalui kata-kata, iklan komersil, music, gambar atau bentuk lainnya yang dapat mengubah opini orang banyak. Menurut
Lasswell (Nurdiana
FIB-UI
2009),
bahwa propaganda teknik untuk
mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanifulasikan kegiatan yang sebenarnya. Sementara menuurut Barnays, propaganda adalah suatu usaha yang bersifat konsisten dan terus-menerus
untuk
menciptakan
atau
membentuk
mempengaruhi hubungan public dengan penguasa.
~4~
peristiwa-peristiwa
guna
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Dari beberapa pengertian propaganda yang telah dituangkan dalam berbagai tulisan dan pendapat para ahli, maka propaganda sebenarnya lebih cocok dipakai dikalangan dunia militer, karena hal ini sangat relevan dengan apa yang dikatakan oleh Harrold LD. Lasswell seorang ahli komunikasi yang melakukan penelitian tentang pemakaian propaganda pada Perang Dunia I. yang dikutip oleh Moeryanto Ginting bahwa tujuan utama propaganda adalah: 1) untuk menumbuhkan kebencian terhadap musuh; 2) untuk melestarikan persahabatan sekutu; 3) untuk mempertahankan persahabatan, dan jika mungkin, untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak netral; 4) untuk menghacurkan semganat musuh. Dari pendapat Laswell di atas terlihat bahwa kegiatan propaganda dilakukan pada saat terjadinya konflik atau permusuhan Antara satu fihak dengan fihak lainnya.Pada saat terjadi konflik maka terlihat propaganda diakui sebagai alat untuk memenangkan konflik atau perang. Propaganda pada dasarnya dapat dipakai untuk setiap kegiatan dan setiap waktu, tidak hanya pada saat terjadi perang tapi pada saat damai itupun bisa dipakai guna mempengaruhi pihak lain agar dapat memperoleh dukungan yang diinginkan oleh si propagandis. Hal ini pulalah yang dilakukan oleh Amerika setelah terjadinya peristiwa 9/11/2001 yang menghancurkan gedung kembar WTC. Dalam banyak kegiatan yang berkaitan dengan penyerangan terhadap fasilitas keamanan Amerika di dalam maupun di luar negeri akan dikatagorikan sebagai tindakan terorisme, dan Amerika ingin selalu melakukan propaganda tersebut di dunia agar dapat selalu menyerang musuh-musuhnya dengan dalih terorisme dan itu harus dihancurkan. 2.3
TEKNIK-TEKNIK PROPAGANDA
Dalam melakukan propaganda diperlukan teknik agar tujuan propaganda itu sendiri dapat tercapai dengan baik, dalam hal ini hanya akan diambil beberapa teknik yang mendekati maksud dari tulisan ini, diantara teknik teknik proganda adalah sebagai berikut: a. Name calling: pemberian julukan atau sebutan dalam arti yan buruk dan bersifat negatife, teknik ini memberi cap buruk atau negative terhadap individu, kelompok, bangsa, ras, kebijakan-kebijakan dan lain sebagainya. Tujuan dari propaganda ini adalah agar pembaca atau pendengar akan mengutuk objek dari propaganda tersebut.
~5~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
b. Glittering generalities, teknik ini menyamakan sesuatu yang dipropagandakan dengan tujuan mulia, luhur, dan biasanya selalu mempergunakan pernyataan positif. Pelaku propaganda berusaha membangkitkan perasaan cinta, keikhlasan dan perasaan senang di hati masyarakat. c. Testimonial, Teknik ini memberikan suatu kebaikan atau keburukan terhadap objek yang dipropagandakan. d. Transfer,
Teknik
ini
mempergunakan tokoh yang
berpengaruh untuk
menyampaikan maksudnya. 3
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis.Yang dimaksud dengan Deskriptif adalah data yang digunakan berdasarkan fakta yang terjadi kemudian diinterpretasikan secara tepat sehingga dibuatkan analisis deskriptif secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analitik merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan semua data yang akan diinterpretasikan secara sistematis dengan tetap memperhatikan hubungan antar fenomena yang terjadi. Sementara penelitian ini akan mendeskripsikan tentang Terorisme Sebagai Agenda Propaganda Amerika di Dunia suatu studi kasus gedung World Trade Center. 4
HASIL PENELITIAN
Serangan 11 September 2001 di World Trade Center, telah menggubah wajah dunia, aksi terorisme lebih dipicu oleh dorongan agama, kelompok terorisme ini banyak menggunakan ayat-ayat dari kitab suci sebagai pijakan tindakan mereka (Agus SB, 2014) pada peristiwa tersebut tror telah mencapai dimensi baru yaitu bahwa terror tidak lagi sekedar melakukan perlawanan pada sebuah rezim tetapi sudah ingin melakukan konflik global dengan mengisi kevakuman ideologis setelah berakhirnya perang dingin. Sejak peristiwa 11 September 2001, Amerika melibatkan diri dalam perang global melawan teror yang diarahkan secara khusus terhadap negara-negara yang berpenduduk muslim terutama negara yang berada di Jazirah Arabia. Peristiwa 11 September tersebut juga dijadikan alasan oleh Amerika untuk melakukan serangkaian serangan brutal terhadap Negara yang mendukung kegiatan terorisme, Negara yang paling dicurigai adalah
~6~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Afganistan karena Amerika beranggapan bahwa otak pelaku dari aksi terror tersebut adalah Osama bin Ladin seorang yang bekwarga negaraan Afganistan. Amerika melancarkan perang melawan terorisme yang menutupi kejahatan atas kaum muslin di Afganistan. Pemunculan nama berbau Timur Tengah, Arab, dan Muslim sebagai orang-orang yang dicurigai melakukan serangan bunuh diri tersebut, yang diikuti dengan penyebutan nama Usamah bin Ladin sebagai otak utama di balik semua itu tanpa bukti yang jelas dan kuat, segera menimbulkan reaksi instant di kalangan masyarakat Muslim di berbagai penjuru dunia. Meskipun tanpa didasari bukti yang kuat pemerintah Amerika secara langsung tetap meminta kepada pemerintah Taliban di Afganistan agar tidak melindungi dan segera menyerahkan pimpinan Al-Qaidah Usamah bin Ladin harus segera diadili karena dialah sebagai otak pelakunya. Pemerintah Amerika menyediakan dana yang besar untuk memerangi terorisme khusunya dengan target Usamah bin Ladin dan pemerintah Amerika berjanji kepada rakyatnya untuk segera memburu pelaku penyerangan terhadap simbol-simbol Amerika tersebut dan memberikan hukuman yang setimpal terhadap mereka, sebagaimana yang dinyatakan oleh presiden Amerika George W. Bush dalam pidatonya, “ini adalah perang untuk keadilan, sebagai balas dendam atas serangan 11 September”. Dalam kesempatan lain Bush juga menyatakan sebagaimana yang dikutip oleh Ferry Kurniawan : either you are with us or with terrorists. Karena masing-masing pihak merasa tidak bersalah, di lain hal Amerika sebagai Negara adikuasa dan polisi dunia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa dialah yang paling benar, maka dengan sendirinya Amerika langsung mengeluarkan keputusan untuk menyerang pemerintahan Taliban Afganistan dengan tuduhan sebagai teroris dengan alasan target utama mencari Usamah bin Ladin. Sebagai Negara adikuasa yang sangat menjunjung tinggi nilai nilai demokratisasi, Amerika seharusnya mengutamakan jalur diplomasi dalam menyelesaikan kasus ini daripada harus menggunakan senjata. Namun jalan diplomasi selalu diabaikan karena dianggap kurang efektif dalam mencapai tujuan. Jalur diplomasi akan digunakan oleh Amerika sejauh tidak merugikan mereka, seandainya merugikan maka Amerika lebih memilih kekuatan senjata sebagai cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah. Maka dari itu banyak peperangan yang melibatkan Amerika
~7~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
secara langsung atau tidak langsung yang mengatasnamakan penumpasan terorisme di muka bumi ini. Sejak terjadinya peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat yang diikuti oleh operasi militer ke Afganistan, telah mewujudkan ketengangan baru di dunia Internasional, hal ini menurut Azra merupakan perwujudan dari skenario Samuel Huntington mengenai “Clash of Civilization” yaitu berupa benturan peradaban, yang pada awalnya merupakan benturan peradaban antara blok Timur dan Barat namun dengan berakhirnya perang dingin “cold war” maka sekarang sudah menggejala lebih jauh lagi yaitu kearah perseteruan masalah agama khususnya antara Barat dengan Islam, sebagaimana yang dikatakan oleh Azra ini sebagai bentuk dari kekerasan yang mengandung nuansa politik keagamaan “religious politics”. Kejadian 11 September 2001 tersebut seolah menandai babak baru sejarah terorisme atas nama agama di dunia. Islam sebagai salah satu agama terbesar di dunia harus menanggung resiko ketika dicap sebagai agama teroris oleh dunia internasional. Tentu ini tidak lepas dari konstelasi politik dunia dan cara pandang Eropa dan Amerika terhadap Islam. Serangan 9/11 yang ditengarai dilakukan oleh sekelompok orang islam dijadikan legitimasi oleh Amerika untuk mencap islam sebagai sarang terorisme. Maka, tidak heran kemudian perang melawan teroris diartikan sebagai perang melawan Islam. Peristiwa 9/11 pulalah yang menandai drama kolonialisasi
dunia modern. Alih alih membasmi terorisme,
Amerika berusaha menguasai Negara-negara yang di Timur Tengah yang kaya minyak. Irak diserang dengan alasan pemilikan senjata pemusnah massal, Afganistan diserang dengan alasan menyembunyikan Usamah bin Ladin yang dianggap sebagai otak pelaku periswa 9/11 yang oleh Azra disebut sebagai serangan bunuh diri “kamikaze”. Perkembangan selanjutnya bahwa Usama dan dan gerakan Talibannya dijadikan sebagai kambing hitam aksi terorisme di Amerika dan dunia. Amerika telah membangun paradigma baru soal terorisme, terpuruknya citra islam di mata internasional tak lepas dari sifat subjectivitas Amerika terhadap terorisme. Alasan terorisme ini pulalah yang menjadi legitimasi Amerika untuk memperluas daerah jajahannya di Timur Tengah. Dengan alasan membasmi terorisme Amerika punya hidden agenda yaitu untuk menguasai perekonomian dan politik Negara tersebut. Amerika sadar betul bahwa ekonomi dan politik merupakan dua unsur yang sangat vital dan signifikan bagi eksistensi sebuah Negara, invasi pun dilangsungkan, maka satu demi satu Negara
~8~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Timur Tengah yang kaya minyakpun dikuasai. Dengan menduduki Irak maka AS meraih keuntungan dari minyak Irak yang diekspolitasi tanpa ketahuan berapa jumlahnya. Bukti bahwa minyak adalah tujuannya sebagaimana yang disarikan oleh Farid Wajdi bahwa , Amerika mengivasi Irak pada tahun 2003 dan dengan cepat menata ladang dan sumur minyak. Saat pasukan koalisi memasuki Baghdad mereka membuat lingkaran protektif di sekiling kementrian perminyakan, dan membiarkan institusi lainnya tak terjaga, mereka membiarkan penduduk melakukan pembakaran kantor kantor dan institusi lainnya, yang pada akhirnya Irak yang berada di bawah pemerintahan Amerika sejak tahun 2007 membuat payung hukum bahwa perusahaan asing boleh memiliki kontrak jangka panjang selama 30 tahun dan boleh diperpanjang kembali. Dan ironisnya bahwa apabila terjadi sengketa perusahaan asing tersebut tidak dapat dituntut berdasarkan hukum Irak. Setahun setelah peledakan tersebut, Gedung Putih mengeluarkan sebuah dokumen yang berisi bahwa Amerika akan menjadi polisi dunia dan akan bertindak unilateral dalam menghadapi ancaman teroris serta senjata pemusnah massal, bila Negara lain tidak bersedia diajak maka Amerika akan mengerahkan semua kekuatan militer untuk mengatur tatanan global tersebut. Strategi baru Amerika Serikat yang dicanangkan (Budi Mulyana, 2013) tersebut adalah a. Mempertahankan dunia unipolar dan mencegah kompetitor baru. b. Terorisme merupakan ancaman baru. c. Mengganti konsep pencegahan perang dingin, karena ancaman sudah berpindah ke aksi terorris internasional. d. Amerika perlu memainkan pern langsung untuk memusnahkan acanaman. Dengan adanya peristiwa ini Amerika telah mengeluarkan suatu konsep keamanan nasional baru yaitu preemptive strike. 5
KESIMPULAN
Perang melawan terorisme makin lama makin banyak menuai kecaman, karena implementasi di lapangan telah banyak melanggar aturan, mengabaikan ketentuan hukum, dan melanggar hak-hak azazi manusia. Apa yang dilakukan Amerika setelah pristiwa 9/11 dengan dalih memerangi terorisme, telah mempropagandakan dirinya sebagai pemimpin dunia. Suatu pertanyaan yang masih menggelitik adalah seandainya peristiwa 9/11 tidak
~9~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
terjadi akankah terbentuk dunia dengan Amerika sebagai satu-satunya Negara super power. Maka dalam hal ini jelaslah bahwa terorisme hakekatnya hanyalah sebuah isu yang dijadikan proyek propaganda global Amerika yang bersifat jangka panjang setelah peristiwa 9/11. Proyek strategi ini digunakan untuk menjajah Negara-negara lain di dunia dengan berbagai strategi baik melalui jalur politik, ekonomi, olah raga, music, dan lain sebagainya. Semua ini semata-mata demi kepentingan kapitalisme global Amerika di dunia. Isu terorisme ini akan selalu diusung oleh Amerika agar menjadi perhatian dunia yang sudah terjebak dalam proyek globa Amerika sampai seluruh komponen yang dianggap mengancam agenda sekularisasi dan libelarisasi betul-betul bisa dibungkam. 6
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, Prof. Dr., MA. 2002 Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi Radikalisme dan Pluralitas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Bakti, Agus Surya. 2014. Darurat Terorisme. Jakarta. Daulat Press. Cahyo, A. Agus. 2012. Perang-Perang Paling Fenomenal dari Klasik sampai Modern. Jogjakarta: Penerbit Buku Biru. Ensiklopedi Indonesia. 1989. Jakarta. PT. Ikhtiar Baru Indonesia. Fredericks, Salim., 2013. Invasi Politik dan Budaya Asing. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah. Hakim, Lukman. 2004. Terorisme di Indonesia. Surakarta: Forum Studi Islam Surakarta. Huntington, P. Samuel. Et.al. 2005.Amerika dan dunia; Memperdebatkan bentuk baru politik internasional. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Reich, Walter. 2003. Origin of Terrorisme: Tinjauan psikologi, ideology, teologi, dan sikap mental. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Ginting, Moeryanto Munthe. 2012. Propaganda dan Ilmu Komunikasi. UMN jurnal Juni 2012. Volume IV, No. 1 library.umn.ac.id/jurnal/.../bafb5035c726c8b31fe8931ef50db1cd.pdf
~ 10 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Mulyana, Budi. 2013. Terorisme Internasional: Agenda Propaganda Amerika serikat dan Pandangannya menurut islam. Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu social dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia. http:/jipsi.fisip.unikom.ac.id/jurnal/terorisme-internasional.27 Musri, Diyah Harsini. 2009. Teknik propaganda dalam lirik lagu Band Punk Marjinal. Skripsi Sarjana FIB Universitas Indonesia http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=123529&lokasi=lokal Nurdiana.2009. Pengajaran Bahasa Jepang Sebagai bentuk Porpagand Jepang pada Pendudukan Jepang di Indonesia 1942-1945.Skkripsi sarjana, Fakultas Ilmu pengatahun Budaya Program Studi Jepang, Universitas Indonesia Jakarta. lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123451...Pengajaran%20bahasa-HA.pdf Pajarto, Nunung. 2004. Terorisme dan Media Masa: Debat Keterlibatan Media.Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. ISSN 1410-4946 vol.8, Nomor 1, Juli 2004 (hal. 37-52) jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/view/194/189 Kamus Besar Bahasa Indonesia on line http://kamusbahasaindonesia.org/propaganda#ixzz2w5jkjp4D
~ 11 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 12 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
IMPROVING THE TEFL (TEACHING ENGLISH AS A FOREIGN LANGUAGE) CLASS: EFFECTS OF INQUIRY-BASED LEARNING ON STUDENT’S INTEREST IN TEFL Kurnia Idawati English Department, Faculty of Letters
[email protected]
ABSTRACT The objectives of this study are to find out the effects of implementing inquiry-based learning (IBL) as a learning method in the TEFL class; whether the method arouses and at the same time improves the students’ interest in the subject matter, and whether the students’ interest can be a predictor to their achievement as the result of learning the subject. The result of the investigation shows that the students are more interested in the TEFL class with the difference of 5%, from 70% at the beginning (interest is caused by their expectation) to 75% at the end of the program (interest is caused by their experience). It describes the position of their interest at the level of “quite a lot”. Another effect caused by IBL is that the students could achieve good scores at the end of the program. Although this study does not discuss the relationship of IBL to the students’ achievement, in average, the students got the score 76.48 which equals to grade B. The relationship between the variable of IBL and the variable of interest was strong as well as significant and linear (0.655 in Spearman’s rho). The higher the score is in the variable “IBL”, the higher the score is in the variable “interest”. It means that IBL can build the students’ interest in the TEFL. The extent of its influence to the interest is 42.9%. There is no relationship between the students’ interests and their achievement in this study. Keywords: interest, inquiry-based learning, TEFL 1
INTRODUCTION
Teaching English as a Foreign Language (TEFL) has been regarded as an important subject in English Department, Darma Persada University, as to facilitate students majoring in English to have teaching skill in response to the profession that some students take soon after they graduate. This subject is obligatory and is learned in two semesters (semester VI and VII). It comprises theories of learning, roles of teachers, types of learners based on age and learning styles, and English teaching methods in semester VI. In semester VII it covers teaching in practice, how to make lesson plans, to do class management, micro teaching and internship. It does not guarantee that all of the students like teaching and like this subject. They take it because they have to. But it is not undeniable either that some of them love teaching, at least for one reason that teaching English to other learners is like a trigger to motivate themselves to learn English better.
~ 13 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
As an educator I am charged with the great challenge and responsibility of engaging students in learning the TEFL so that they develop skills and knowledge they need to function in today’s world, for them to take parts in educational settings. For that purpose, it is important to provide opportunities for students to move beyond being passive recipients of knowledge to become knowledge builders, capable of creative and innovative solutions to problems in the arena of teaching. Of course there is no one recipe for success for the students to become good teachers as an outcome in learning the TEFL. Similarly, there is no single way to make the TEFL class interesting so that the students enjoy the TEFL course from the beginning to the end. There are some pedagogical approaches available that could be adopted to make the TEFL course vivid and challenging as well as functioning and benefiting to the students. However, what follows is a review of the key characteristics of inquiry-based learning that offer promise in supporting students to become thoughtful, motivated, collaborative and innovative learners capable of engaging in their own inquiries and in turn, capable of being confident, successful teachers. According
to
Alberta
Learning
Cataloguing
in
Publication
Data
(http://www.learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/bySubject/focusoninquiry.pdf),
2004 inquiry-
based learning (IBL) is a process where students are involved in their learning, formulate questions, investigate widely and then build new understandings, meanings and knowledge. That knowledge is new to the students and may be used to answer a question, to develop a solution or to support a position or point of view. The knowledge is usually presented to others and may result in some sort of action. Inquiry is enhanced by involvement with a community of learners, each learning from the other in social interaction (Kulthau, Maniotes & Caspari, 2007). Educators play an active role throughout the process by establishing a culture where ideas are respectfully challenged, tested, redefined and viewed as improvable, moving students from a position of wondering to a position of enacted understanding and further questioning. Both educators and students share responsibility for learning. Inquiry-based learning concerns itself with the creative approach
of
combining
other
approaches
to
instruction,
including
explicit
instruction/lecturing and small-group learning and guided discussion, in an attempt to build on
students’
interests,
ideas
and
ca/eng/literacynumeracy/inspire).
~ 14 ~
understanding
(www.edu.gov.on.
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Interest in TEFL can only be built when students find this subject important, necessary, beneficial and challenging as well as arousing their curiosity. Through the implementation of inquiry-based learning in the process of learning the TEFL, there will hopefully arise students’ interest in this subject. Interested learners are more content in their learning processes, acquire knowledge in a more differentiated and more coherent form, show a long-term retention of what was learned, and apply their knowledge more often than others. Interested and intrinsically motivated learners can cope better with the demand of the educational institution. They show higher academic achievement and perceive themselves as more competent (Muller & Louw, 2004). So they learn the TEFL not because they have to but because they like to. Interest is a specific relation between person and object. The study of interest has been an educational-psychological research to focus on individual interest and situational interest in relation to reading text (Hidi, 2001). There are two different ways in which the psychological state of interest can occur in people (Ainley, Hidi & Berndorff, 2002), i.e. individual interest and situational interest. Individual interest is described as a relatively stable personality characteristic readily to attend to a certain class of objects, topics, or learning tasks, and is typically used as a predictor of academic achievement (Krapp, 2002). Situational interest is generated by specific environmental stimuli (Hidi, 2001), in this case, the environment in the TEFL course. Situational sources of interest may be particularly important for educators dealing with students who do not have preexisting individual interests in their course activities (Ainley, Hidi & Berndorff, 2002). On the other hand, it is assumed that individual interest develops from repeated situational interest (Muller & Louw, 2004). There are several questions arising in this study that need answers viz: 1. What are the effects of applying inquiry-based learning in the TEFL course? 2. Can inquiry-based learning build students’ interest in TEFL? 3. Can students’ interest be used as a predictor of their achievement in learning TEFL? 2
LITERATURE REVIEW
Interestingness as a characteristic of the learning context is assumed to generate situational interest. Situation that drives the interest may come from the learning situation, i.e.
~ 15 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
methods and approaches used in the process of learning (Shroff & Vogel, 2010) or kinds of ways the learning material presented such as in the case of reading text (Harp & Mayer, 1997; Hidi, 2001). This study will examine the learning method called inquiry-based learning as a determinant factor of arousing students’ interest in TEFL both as the learning process and the subject matter, and the theory of interest itself. 2.1
INQUIRY-BASED LEARNING
The concept of inquiry-based learning (IBL) is centered on students’ activities as being put forward by Barron & Darling-Hammond (2007) that it is a pedagogy which enables students to experience the processes of knowledge creation and the key attributes are learning stimulated by inquiry, a student-centered approach, a move to self-directed learning, and an active approach to learning. Students develop the ability to work in teams, solve complex problems, and to apply knowledge gained through one lesson or task to other circumstances. Another strengthens inquiry-based learning as centered on investigation, that it is a process where students are involved in their learning, formulate questions, investigate widely and then build new understandings, meanings and knowledge. That knowledge is new to the students and may be used to answer a question, to develop a solution or to support a position or point of view. The knowledge is usually presented to others and may result in some sort of action (Alberta Learning, 2004). Steps to apply inquiry-based learning (IBL) are various from one course to others depending on fields of studies. In the TEFL course, this learning takes steps as the followings: 1. Students select specific topics e.g. theories of learning. Each group has a different topic (one group selects Behaviorism, another group selects Cognitivism, etc.). 2. Students develop and support a position or point of view for wh-question inquiry, and analyze their description in comparison with community standard that they have experienced. 3. Students build on their general background understandings of their topic to develop an in-depth understanding of the topic based on their own information retrieval and processing plan. 4. Students carefully select and evaluate a variety of resources. 5. Students work with others in group to monitor understandings of the topic and sensitivities to the topic.
~ 16 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
6. Students use the internet as their main sources. 7. Students create a report or presentation based on guidelines developed in the planning phase and in response to the needs. 8. A discussion for the whole class is held. One group presents their paper, other students may ask, oppose, or give their ideas or opinions. 2.2
INTEREST
Hidi and Renninger (2006) say that interest as a motivational variable refers to the psychological state of engaging or the predisposition to reengage with particular classes of objects, event, or ideas (termed as content) over time. Interest includes affective and cognitive components as separate but interacting system. The affective component of interest describes positive emotions accompanying engagement, whereas the cognitive component refers to perceptual and representational activities related to engagement. Interest is the outcome of an interaction between a person and a particular content. The potential for interest is in the person but the content and the environment define the direction of interest and contribute to its development. Interest has a cognitive as well as an affective component as a motivational construct (Hidi, 2001). It emerges as a result of an individual-environment interaction and has been conceptualized as individual interest and situational interest (Krapp, 2002; Hidi & Renninger, 2006). Individual interest refers to an individual’s relatively enduring psychological preference to re-engage in particular content. Individual interest develops slowly and tends to be long-lasting and is considered to be relatively stable. It develops in combination with individual knowledge and values (Ainley, Hidi & Berndorff, 2002). Situational interest, on the other hand, refers to the affective reaction triggered in the moment by stimuli in the environment which may have a short-term effect, and may marginally influence an individual knowledge and values. This type of interest is evoked by specific or appealing features in the environment and has the potential to generate a true state of interest (Krapp, 2002; Hidi & Renninger, 2006). Although individual interest is triggered by an individual’s psychological predisposition and situational interest by environmental stimuli, Hidi (2001) points out that individual interest and situational interest are not dichotomous phenomena that occur in isolation. On the contrary, both types of interest interact and influence each other’s development. For example, an individual with strong individual interest may react differently than someone without such an interest
~ 17 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
to potential situations that may trigger interest. On the other hand, situational interest evoked by some environmental stimuli may contribute to the development of long lasting individual interest. From an educational perspective, students come into the learning environment with various levels of individual interests (from very strong to very weak interest). It is a huge tasks for educators to cater to each learner’s individual interest given the time constraints and class sizes educators have to work with. Educators, therefore, offers an alternative to individualization of interest. Creating a learning environment that evokes or triggers situational interest could play an important role in the development of individual interest. This is certainly in accordance with Hidi’s (2001) assertion that situational interest could develop into individual interest at some later time when individuals have acquired the knowledge and value about situational interest. What educators have control over is situational interest since this type of interest is linked to the learning environment. If educators understand what stimulates situational interest, then they can play a more active role in the development of students’ academic interest. Situational interest can be enhanced through the modification of certain aspects of the learning environment and contextual factors such as teaching strategies, task presentation, and structuring of learning experiences (Chen & Darst, 2001). In accordance with the idea stated above, inquiry-based learning as a teaching strategy is proposed into the TEFL class to create the learning environment conducive for developing students’ situational interest; and this situational interest finally contributes to the development of students’ individual interest in TEFL. The task of the investigation is to find out the effects of implementing inquiry-based learning (IBL) in the TEFL class, whether the pedagogy arouses students’ interest in the subject matter, and whether the students’ interest can be a predictor to students’ achievement as a result of learning the subject (TEFL). This research is an experimental investigation conducted to the students in TEFL I class in the academic year 2014. The participants of this investigation will be all members of the class consisting of more or less than 30 students. The data obtained will be treated statistically by using t-test and Pearson correlation. The data on individual interest that involves knowledge (“how I know about it”: 1 = a little, 5 = a lot) and value (“how
~ 18 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
important it is to me”: 1 = a little, 5 = a lot) components are taken in the initial TEFL course and rated on 5-point Likert-type scales. Again, at the end of the course, the data that involves situational interest referring to focused attention and affective reaction are taken. The data are also rated on 5-point Likert-type scales assessing “how interesting the TEFL class was and the process of learning the students were going through”. The data taken in the initial and the end of the course are calculated with descriptive statistics. Finally, the data on participants’ achievement test on TEFL are taken and calculated with the Pearson correlation, while the data on IBL and interest are calculated with Spearman’s rho formula. 3 3.1
RESULT AND DISCUSSION INDIVIDUAL INTEREST
The students come to the TEFL class with similar expectation, that is to acquire some sort of knowledge of how to teach English skillfully and appropriately. To achieve that purpose, the interest of the students as one of the basic elements for learning success should be available. For that respect, the students were asked for their interest in TEFL before they began their study in TEFL. Of 32 students attending the TEFL class, only 27 students were counted as the respondents due to their consistent presence in class. The instrument used to collect the data on their interest had been tested for its validity and reliability. All items concerning interest, i.e. “how I know about it” and “how important it is to me” were 100% valid with reliability of Cronbach’s Alpha 0.908. Total correlation between item scores and factor scores were above r table 0.396 at significant level 5%. Total criteria score of individual interest is 1620 and total data score is 1136. The level of the students’ interest is 1136 : 1620 = 70%. Categorically, the continuum of their interest is as the following: 324
a little
648
972
1136 1296
1620
moderate
quite a lot
a lot
Figure 1: the continuum scale of individual interest The value of 1136 is in the interval of “moderate and quite a lot” but more than moderate and close to quite a lot. It means also that the students’ individual interest before the TEFL class began is 70% of the highest level of interest and that is enough for a condition to accept the TEFL material and to succeed in this subject.
~ 19 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
3.2
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
SITUATIONAL INTEREST
The data on situational interest was taken right after the student completed their study on TEFL. The data refers to focused attention and affective reaction to the TEFL class. There are 7 items to be asked to the students. All items are considered 100% valid with the reliability of Cronbach’s Alpha 0.870 and the total correlation between item scores and factor scores were above r table 0.396 at significant level 5%. Total criteria score of situational interest is 945 and total data score is 718. The level of the students’ interest is 718 : 945 = 75%. Categorically, the continuum of their interest is as the following: 189
a little
378
567
718
moderate
756
quite a lot
945
a lot
Figure 2: the continuum scale of situational interest The value of 718 is in the interval of “moderate and quite a lot” but a lot more than Moderate and very close to quite a lot. It means also that the students’ situational interest after the TEFL class is 75% of the highest level of interest. There is an increase of 5% to the students’ interest before and after the TEFL class. The achievement the students got is quite high, with the mean score 76.48 at the scale of 100. This indicates that they relatively have no difficulty in comprehending the subject matter. 3.3
CORRELATION OF INTEREST AND ACHIEVEMENT
Krapp (2002 : 407) says that it is the individual interest that is typically used as a predictor of academic achievement while the situational interest is merely a kind of a trigger generated by specific stimuli (interestingness as a characteristic of the context) to arouse the interest. In this investigation, I did not use individual interest specifically to correlate to the achievement because individual interest is a disposition attached relatively permanent in a person no matter what the environment is. My reason is that even though the students were asked for their individual interest, and their being interested in the TEFL is nearly quite high (70%), their interest is only about the subject matter in general because it seems to “talk” about what they expect most, to be able to teach English. They think about an end
~ 20 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
not a process of learning the TEFL. In other words, they know only the cover, not the content. The data on individual interest was obtained in order to know their initial interest in the subject matter and then compares it with their interest after they finish their study in the TEFL. As described above, their interest increase 5% to become 75%. So, it is reasonable to correlate the students’ interest whose data was taken at the last session of the TEFL program to their achievement after the TEFL class is over. I correlate the achievement to the situational interest as a whole. Situational interest as a whole means the interest that was aroused and emerged because of the method used in the learning environment.
The environment offers the students choice, meaningful content, and
provides an opportunity to work with others. Table 1: correlation of interest and achievement Achievement Achieveme Pearson nt Correlation Sig. (2-tailed) N Interest Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Interest 1
.108
27
.591 27
.108
1
.591 27
27
The table above shows that, there is very weak correlation, nearly no correlation between the interest and the achievement (0.108), and this correlation is not significant either (0.951 > 0.05). It means that the achievement has nothing to do with the students being interested in the TEFL and the learning method applied in the TEFL class. It is undeniable that the students were 75% interested in the subject matter but it is not an indicator for their achievement, and automatically their interest cannot be a predictor of their achievement. Correlation of Inquiry-Based Learning and Interest That interest does not correlate to achievement has left another question whether inquirybased learning (IBL) as the learning environment has a correlation to the interest. In theory, the interestingness of the learning environment can improve the students’ interest. The table below shows that correlation.
~ 21 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Table 2: the correlation of IBL and interest IBL Spearman's rho
Interest
IBL
Correlation 1.000 .655(**) Coefficient Sig. (2-tailed) . .000 N 27 27 Interes Correlation .655(**) 1.000 t Coefficient Sig. (2-tailed) .000 . N 27 27 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Based on the statistical calculation above, the correlation between variable “IBL” and variable “interest” is strong (0.655 in Spearman’s rho). Those score indicates that the correlation is strong and linear. It also means that if the variable “IBL” score is high, so is the variable “interest”. In that case, IBL can build the students’ interest. It can be seen also in that table that the probability of the relatedness of variables “IBL” and “interest” is 0.00. The score 0.00 < 0.05 indicates that the correlation between the two variables is significant. In conclusion, the relationship of IBL and the students’ interest is strong, significant, and linear. The role of IBL in improving the students’ interest is 42.9%. (0.6552 x 100% = 42.9%). The remaining percentage (57.1%) is the factors beyond the variable IBL. There is no relationship between the students’ interests and their achievement in this study. 4
CONCLUSION
Based on the result of the research, the students show their interest at the level of “quite a lot” or 75% of maximum level of interest. They were interested in the TEFL class because of its importance and necessity to their needs (as an end), and the learning process they were getting through (the implementation of inquiry-based learning). The students’ interests in this study cannot be directly connected to the students’ achievements because the statistical calculation has shown that there is no correlation between the interest and the achievement. Since this study only focuses on the role of inquiry-based learning (IBL) on the students’ interests in TEFL, therefore, the result shows that the IBL influences the interest as far as 42.9%.
~ 22 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
What makes the students achieve their good performance could be the learning method used in the course, not directly their interest. To prove this, there should be conducted another research on this issue. According to Krapp (2002:420), the factor of interest has accounted for about 10% of the observed variance in achievement, while actually it is found that female students’ academic achievement tends to be less associated with their interests. It is obvious that interest is hardly has a direct relationship to academic achievement especially when there is also present a certain kind of learning method to be counted. The question is whether it is the interest or the IBL that affects the students’ achievements. Consequently, the interest in this study cannot be used as a predictor to the students’ achievements in learning the TEFL. 5
REFERENCES
Ainley, Mary; Hidi, Suzanne; Berndorff, Dagmar, (2002). Interest, Learning, and the Psychological Processess That Mediate Their Relationship, in Journal of Educational Psychology, Vol. 94, No. 3, 545-561, Copyright 2002 by the American Psychological Association, Inc. 0022-0663/02/85.00 Alberta Learning Cataloguing in Publication Data (2004). Focus on Inquiry, http://www.learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/bySubject/focusoninquiry.pdf Barron, Brigid; Darling-Hammond, Linda, (2008). Teaching for Meaningful Learning, A Review of Research on Inquiry-Based and Cooperative Learning, Stanford University © 2008 by John Wiley & Sons Inc. Harp, Shannon F.; Mayer, Richard E., (1997). The Role of Interest in Learning from Scientific Text and Illustrations: On the Distinction between Emotional Interest and Cognitive Interest, in Journal of Educational Psychology, 1997, Vol. 89, No. 1, 92102. Copyright by the American Psychological Association, Inc. 0022-0663/97/$3.00 Hidi, Suzanne; Renninger, K. Ann, (2006). The Four-Phase Model of Interest Development, in Educational Psychologist, 41 (2), 111-127, Copyright © 2006, Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Hidi, Suzanne, (2001). Interest, Reading, and Learning: Theoretical and Practical Considerations, in Educational Psychology Review, Vol. 13, No. 3, 191-209, 1040726X/01/0900-0191$19.50/0 © 2001 Plenum Publishing Corporation.
~ 23 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Krapp, Andreas, (2002). 18: An Educational-Psychological Theory of Interest and Its Relation to SDT, in Handbook of Self-Determination Research, Edward Lewis Deci & Richard M. Ryan, 2002, University of Rochester Press. Kuklthau, C.C.; Maniotes, L.K.; Caspari, A.K., (2007). Guided Inquiry: Learning in the 21st Century, Westport, CT & London: Libraries Unlimited. Muller, Florian H.; Louw, Johann, (2004). Learning Environment, Motivation and Interest: Perspectives on Self-Determination Theory, in South African Journal of Psychology 2004, 34 (2) 169-190 © Psychological Society of South Africa. All rights reserved. ISSN 0081-2463. Sarwono, Jonathan, (2006). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, C.V. Andi Offset, Yogyakarta 55281 Shroff, Ronnie H.; Vogel, Douglas R., (2010). An Investigation on Individual Students’ Perceptions of Interest Utilizing a Blended Learning Approach, in International Journal on E-Learning (2010) 9 (2), 279-294. www.edu.gov.on. ca/eng/literacynumeracy/inspire
~ 24 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PENGARUH MATA KULIAH TEFL TERHADAP KEMAMPUAN MENGAJAR READING COMPREHENSION MAHASISWA UNIVERSITAS DARMA PERSADA JURUSAN SASTRA INGGRIS DI SMK PELITA ALAM BEKASI Yoga Pratama Program Studi- Sastra Inggris
[email protected] ABSTRACT This research is used to analyze about the effects of TEFL subject to the students teaching skill to teach reading comprehension. In this research the writer tried to prove that the TEFL subject can give an impact to the students teaching skill and it will be useful for them if they graduated from Darma Persada University, they also can use the TEFL skill to teach at school or private course. The writer also want to show that English literature students also can be a good teacher. Keywords: TEFL, Skills, research, teaches, reading comprehension, Darma Persada university.
1
PENDAHULUAN
Di era yang semakin modern kemajuan teknologi semakin canggih dan sumber daya manusia yang dibutuhkan pun semakin banyak dan salah satu cara untuk memunculkan sumber daya manusia yang sophisticated atau canggih sesuai dengan era modern saat ini adalah dengan mengajar dan mendidik siswa-siswi di sekolah dengan serius agar memunculkan generasi bangsa yang cerdas. Tefl atau teaching English as a foreign language adalah mata kuliah yang di siapkan untuk menunjang mahasiswa jurusan sastra inggris darma persada untuk mendapatkan skill mengajar bahasa asing dengan menggunakan metode pembelajaran yang variatif dan inovatif dengan tujuan agar dapat mentransfer ilmu dan membentuk siswa agar lebih kreatif dan mandiri dalam menemukan pengetahuan tetang bahasa asing atau tepatnya bahasa inggris. Dalam pembelajaran dikelas TEFL mengajarkan how to teach English dengan simple way dan mudah di praktikan. TEFL mengajarkan mahasiswa bagaimana mengajar grammar, reading , speaking, listening , dan writing. Pada penelitian kali ini saya akan membahas pengaruh dari mata kuliah TEFL terhadap kemampuan persepsi mengajar dan kemampuan mengajar mahasiswa yang diperoleh dari mengambil mata kuliah TEFL.
~ 25 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Mata kuliah ini bertujuan untuk membekali mahasiswa S1 jurusan sastra Inggris agar memiliki pengetahuan dasar tentang metodologi pembelajaran bahasa Inggris di lembaga pendidikan formal (SD, SLTP, SMU) maupun di lembaga pendidikan nonformal (kursus) sehingga dapat meningkatkan kompetensi mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa Asing. Untuk mencapai kompetensi tersebut dilalui dengan mempelajari dan mengerjakan latihan dengan pokok bahasan yang berkaitan dengan metode pembelajaran bahasa Inggris mencakup language teaching, teaching methods, teaching approaches, pendekatan lain dalam TEFL, comparing and evaluating approaches in language teaching, memilih materi pengajaran bahasa Inggris, materi for communicative competence, teaching across age levels, how to teach grammar,listening,reading and speaking. Membaca pada hakikatnya merupakan proses membangun makna dari pesan yang disampaikan
melalui
simbol-simbol
tulisan.
Dalam
proses
tersebut,
pembaca
mengintegrasikan atau mengaitkan antara informasi, pesan dalam tulisan dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki (skemata) pembaca. Dalam proses membaca, pembaca menggunakan berbagai ketrampilan meliputi ketrampilan fisik dan mental. 2
PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas maka saya merumuskan beberapa masalah yang akan saya analisis diantaranya adalah: 1. Apakah terdapat pengaruh kemampuan mengajar mahasiswa setelah mengambil mata kuliah TEFL dengan sebelum mengambil mata kuliah TEFL? 2. Apakah kemampuan belajar reading comprehension siswa meningkat setelah diajar mahasiswa yang mengambil mata kuliah TEFL? 3
TINJAUAN PUSTAKA
Arifin (1978) mendefinisikan bahwa mengajar adalah suatu rangkaian penyampaian kepada murid agar dapat menerima, menanggappi, menguasai dan mengembangkan bahan pengajaran tersebut. Tyson dan carol (1970) mengemukakan bahwa mengajar adalah a way working with students, a process of interaction, the teacher does something to student, the students do something in return. Dari defines tersebut tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara
~ 26 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dan sebuah proses hubungan timbal balik anntara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Mengajar adalah suatu seni. Guru yang cakap mengajar dapat merasakan bahwa mengajar di mana saja adalah suatu hal yang menggembirakan, yang membuatnya melupakan kelelahan. Selain itu guru juga dapat mempengaruhi muridnya melalui kepribadiannya. Guru yang ingin murid-muridnya mengalami kemajuan, perlu mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap teori dan praktek mengajar sehingga ia dapat terus-menerus meningkatkan cara mengajar. Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991 : 5 (Hamzah Uno, 2006:4). Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Salah satu Metode pembelajaran yang efektif adalah ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan oleh Mc Leish (1976), melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya. Gage dan Berliner (1981:457), menyatakan metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan. Membaca adalah satu tindakan komunikasi iaitu satu proses berfikir yang melibatkan idea, kenyataan, dan perasaan yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca melalui perantara lambang-lambang bahasa (Siti Hajar Abdul Aziz, 2009:143).
~ 27 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Membaca merupakan suatu proses pembentukan dan pemberian makna menerusi interaksi antara pembaca dengan bahan yang dibaca ataupun proses membina jembatan antara bahan yang dibaca dengan pengalaman latar si pembaca (Anderson dan Pearson, 1984). 4
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, saya bertujuan menganalisis dan menunjukan bahwa judul yang tepat untuk penelitian ini adalah pengaruh mata kuliah tefl terhadap kemampuan mengajar reading comprehension mahasiswa jurusan sastra inggris di smk swasta bekasi. Untuk mencapai tujuan ini saya akan melakukan tahapan-tahapan dan sejumlah penelitian sebagai berikut : -
Melakukan penelitian korelasional dan mencoba membuktikan masalah yang akan diteliti.
-
Membuktikan adanya hasil yang diperoleh mahasiswa setelah mengambil mata kuliah TEFL dalam mengajar reading comprehension.
5
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian eksperimen merupakan suatu penelitian yang menjawab pertanyaan “jika kita melakukan sesuatu pada kondisi yang dikontrol secara ketat maka apakah yang akan terjadi?”. Untuk mengetahui apakah ada perubahan atau tidak pada suatu keadaan yang di control secara ketat maka kita memerlukan perlakuan (treatment) pada kondisi tersebut dan hal inilah yang dilakukan pada penelitian eksperimen. Sehingga penelitian eksperimen dapat dikatakan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiono : 2010). Menurut Solso & MacLin (2002), penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang di dalamnya ditemukan minimal satu variabel yang dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu, penelitian eksperimen erat kaitanya dalam menguji suatu hipotesis dalam rangka mencari pengaruh, hubungan, maupun perbedaan perubahan terhadap kelompok yang dikenakan perlakuan. 6 6.1
HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUJIAN HIPOTESIS 1
~ 28 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Apakah terdapat pengaruh kemampuan mengajar mahasiswa setelah mengambil mata kuliah TEFL dengan sebelum mengambil mata kuliah TEFL?
Uji-t meguji , memberikan nilai t = 11,395 dengan derajat kebebasan = n-1=12-1=11. Output SPSS memberikan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,000. Nilai p-value untuk uji dua sisi ini lebih kecil dari α =0,05, sehingga merupakan bukti kuat adanya pengaruh. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan kemampuan mengajar mahasiswa sebelum dan sesudah mengambil mata kuliah TEFL 6.2
PENGUJIAN HIPOTESIS 2
Apakah terdapat pengaruh kemampuan belajar reading comprehension siswa setelah diajar mahasiswa yang mengambil mata kuliah TEFL?
~ 29 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Uji-t meguji , memberikan nilai t = 4,382 dengan derajat kebebasan = n-1=40-1=39. Output SPSS memberikan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,000. Nilai p-value untuk uji dua sisi ini lebih kecil dari α =0,05, sehingga merupakan bukti kuat menolak . Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan hasil belajar reading comprehension siswa sebelum dan sesudah diajar mahasiswa Tefl. 7
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis yang saya lakukan maka dapat saya simpulkan bahwa terdapat pengaruh mata kuliah TEFL terhadap mahasiswa jurusan sastra inggris Darma Persada. Terlihat adanya perubahan sebelum dan sesudah mengambil mata kuliah ini dengan kemampuan mengajar para mahasiswa. Selain itu terihat pula dampaknya ketika para mahasiswa mengajar reading comprehension terhadap siswa-siswi SMK Pelita Alam dimana ada perubahan nilai sebelum dan sesudah diajar oleh mahasiswa dan mahasiswi sastra inggris universitas Darma Persada. Analisis ini menunjukan bahwa mahasiswa jurusan sastra inggris tidak hanya mampu membaca dan menganalisis karya sastra saja tapi setelahmengambil mata kuliah TEFL mereka pun mempunya kemampuan untuk mentransfer ilmu yang mereka miliki lewat mengajar. 8
DAFTAR PUSTAKA
Brown, H.Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. New York: Addison Wesley Longman. Jeremy harmer. 1998. How to Teach English. Pearson longman. Herudjati ,Purwoko. 2000. Penelitian Tindak Kelas Dalam Bahasa Inggris. INDEKS John, Willy. 2000. Collin cobult students dictionary. Target press. Prof. Sugiono. 2008. Metode penelitian pendidikan. ALFABETA. Sri Esti Wuryani Djiwandono. 2006. Psikologi Pendidikan, GRASINDO. Richards, Jack C and Theodore S. Rodger. 2001. Approaches and Methods in Language Teaching. UK: Cambridge University Press.
Sumber dari Internet
~ 30 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Doff, A. Web Only Chapter: Drills, Dialogues, and Role Plays taken from www.press.umich.edu.pdf/0472032038-web.pdf.2008 Gay,
Greg
R
Conceptual
Tempo
and
Learning
Disability.
Taken
from
http://www.unt.edu/honors/eaglefeather/2005 Issue/Marks3.shmtl. http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/jurnal-kediklatan/511-pengajaran-readingmembaca-melalui-pendekatan-konstruktivisme-sebagai-sebuah-alternatif.html
~ 31 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 32 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
THE ANALYSIS OF MEANINGS & CLASSIFICATIONS OF INTERJECTIONS IN ENGLISH COMICS SCOOBY-DOO Fridolini Bahasa Inggris – Fakultas Sastra ABSTRACT This is a research study relating to typology of interjection, classification of interjection, and meaning of interjection that are found after examining the interjection used in ScoobyDoo Where Are You comics. The method used in this research is qualitative method in which the research data is collected from some related theories of interjections, pragmatics and semiotics, then analyzed. The research is aimed to figure out what type of interjection, the classification of interjection, and the meaning of interjection that are found in English comics Scooby-Doo Where Are You. Keywords: interjection, qualitative method, pragmatics, semiotics.
1
INTRODUCTION
Language is the main sources of communication for people to communicate, interact and socialize as well, it is no wonder that language is such an important thing for people that cannot be ignored for people life. It also can be said that language is a perfect tool of communication because without language people cannot talk nor communicate each other that is why language is importantly needed at people life. Based on Oxford Advanced Learner’s Dictionary, language means the use by humans of a system of sounds and words to communicate (Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2000:752). As quoted by Brown at his book (Principles Of Language Learning And Teaching, 1980:4-5) there are some definitions of language, the first definition said that language is an arbitrary system of vocal symbols that used by people in some regions or cultures to Comic is a book consists of various stories which used pictures as the main object to grab people interest. According to Oxford Advanced Learner’s Dictionary comics is a magazine, especially for children that tell stories through pictures (Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2000:253). As an entertainment aspect, comics can be useful for people because it can be a media to entertain people and help them to erase their boredom and tiredness of live, not only for children but also adults because comics is for general all ages can enjoy it.
~ 33 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
There are many symbols, pictures and words in comics which used to inform the ideas, desires and emotions of the character to make people understand and get what the character doing for instance. In order to make the comics interesting to read many authors use interjection. Interjection is a word that usually used to convey feelings, emotions or ideas of the speakers to the addressees. It is important because it can help people express their feelings clearly, such as, the feeling of being amazed, surprised, happiness, sadness and angry. In comics interjection usually can be seen clearly because it is followed by exclamatory (!), question mark (?) and sometimes followed by three period marks (...). Based on the background of the problem of this research, I would like to find and analyze the types of interjections, the classifications of interjections and the meaning of each interjection that reflected in English comics Scooby-Doo Where Are You.
2 2.1
THEORITICAL FRAMEWORK OF THE RESEARCH INTERJECTIONS
According to Ameka (1992), interjections are little words or non-words which can stand on its own and have their own word class found in any languages. “It is perhaps true that apart form nouns and verbs, interjections – those little words, or ‘non-words’, which can constitute utterances by themselves – are another word Interjection could also called as a filled pause, a part of speech that usually does not has grammatical connection to the rest of the sentence that simply expresses emotion of the speaker to the hearer or the listener. Interjection is uninflected function words that express the attitude or emotion of the speaker. Besides being self-oriented expressions of emotions and attitude, interjection may also be directed at someone to acquire a desired reaction, for example to stop an action or to serve communicative intentions more broadly. 2.2
TYPOLOGY OF INTERJECTIONS
Ameka states that interjections can be divided into two types there are Primary Interjections and Secondary Interjections (1992:105). a.
Primary Interjections
Primary Interjections are little words or non-words which can stand on its own and do not normally include in other word classes such verb, noun, adjective, etc. For example,
~ 34 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Ouch!, Wow!, Gee!, Oho!, Oops!, etc. They could be used as co-utterances with other units, example: Gee, you look like you have it! Oh, I have another suit.
Primary Interjections above tend to be phonologically strange. They may be made up of sounds and sounds sequences that are not found in other parts of the language such as tuttut, Psst!, Sh!, and etc.
b.
Secondary Interjections
Secondary Interjections are those words which have independent semantic values but can be used conventionally as utterances by themselves to express a mental attitude or state. The examples of secondary interjections are alarm calls and attention getters like Help!, Fire!, Careful!, etc. Swearing and taboo words like Damn!, Hell!, Heavens!, Christ! And other emotively used words such as Shame!, Bother! And Drats! Are also the examples of secondary interjections. Besides those examples, according to Ameka (1992:111) there also multi-morphemic one which constitute a phonological word such as Goddammit! That may be referred to as complex interjections. As quoted by Ameka (1992:111) from Bloomfield there are interjectional expressions called as secondary interjections. There are multi-word expressions, phrases, which can be free utterance units and refer to mental acts, such as, bloody hell!, dear me!, My Goodness!, Thank God!, etc. These utterances are called as ‘interjectional phrases’.
2.3
CLASSIFICATION OF INTERJECTIONS
According to Ameka (1992:113-114), interjections can be classified into three classifications there are Expressive Interjections, Conative Interjections and Phatic Interjections. 1.
Expressive Interjections are vocal gestures which are symptoms of the speaker’s mental state. They may be subdivided into two groups: a.
Emotive Interjections are those that express the speaker’s state with respect to the emotions and sensations they have at the time. For example as quoted by Ameka
~ 35 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
from Wierzbicka (1992:167), Yuk! ‘I feel disgust’, Wow! ‘I am surprised’, Ouch! ‘I feel pain’ etc. b.
Cognitive Interjections are those that pertain to the state of knowledge and thoughts of the speaker’s at the time of the utterance. For example, Aha! ‘I know this’.
2.
Conative Interjections are those expressions which are directed at an auditor. They are either aimed at getting someone’s attention or they demand on action or response from someone of a speaker’s wants. For example, sh! ‘I want silence here’, eh? ‘I want to know something’.
3.
Phatic Interjections are used in the establishment and maintenance of communicative contact. A variety of conventional vocalizations, which express a speaker’s mental attitude towards the ongoing discourse, that is back channeling or feedback signaling vocalizations, may be classified as phatic. For instance, mhm, uh-uh, yeah.
2.4
CONSTRUCTION-BASED APPROACH TO THE LEXICALIZATION OF INTERJECTIONS
This research is done by Kerstin Fischer from the university of Bielefeld. Fischer states that so far there is no unified treatment of interjections with respect to both their cognitive or emotional content and to their discourse functions. Furthermore, the various contributions interjections can make to automatic speech processing systems have not been exploited at all. Fischer also states that the treatment of interjections proposes the pragmatics functions interjections can be viewed as construction which might be instantiated by certain types of interjections. Fischer concludes that the representation of the interjections offers a framework in which the productivity of functional classes is accounted for by means schematic templates, and in which the choice of pragmatics functions can be motivated from the meaning descriptions. 2.5
THE FORM, POSITION AND MEANING OF INTERJECTIONS IN ENGLISH
The next related study is done by Vladimir Ž. Jovanović which published in 2004. This research main interest is to discuss the interjections of English language in a systematic way and presents a possible interpretation of their importance within the language system
~ 36 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
and provides a model of classification of interjections that exists in English. According to Jovanović interjections are forms of which cannot be easily and distinctly defined as words, but which have to be considered as phonemic clusters with or without characteristic meaning assigned to convey various messages. But these messages are not necessarily thoughts and ideas any longer, but rather emotions, feelings and attitudes. As the form terms, he states that interjections are sounds sequences, words, typical phrases or clauses which can be realized as utterances signalled in speech by being produced with greater intensity, stress and as sentences in writing by an exclamation mark. While seen from the position terms, interjections are between other structural units of language that can put in every positions like in the beginning of sentence, middle or even in the end of the sentence. As seen from the meaning terms, he states that interjections have some kind of meaning whether the meaning can be intrinsic or extrinsic. As conclusion of the research, Jovanović concludes that interjections of English make up a comparatively small but rather varied group of words with a particular communicative significance. 2.6
FUNCTION AND MEANING OF INTERJECTIONS FOUND IN COMICS
This related study published in 2005 by Cerry Triana Putri. She states interjections as a filled pause, a part of speech that usually has no grammatical connection to the rest of the sentence that simply expresses emotion on the part of the speaker, although most interjections have clear definitions. She also states that interjections are uninflected function words that express the attitude or emotion of the speaker. As the function terms, she explains that the use of interjections are used when the speaker encounters events that cause these emotions: unexpectedly, painfully, surprisingly or in many other sudden ways. As the result of the research, she found that emotive interjections are frequently used in the comics, the second one is the cognitive interjections, the third one is conative interjections and the last is phatic interjections. She also added that the character in the comics usually use the emotive interjection to express their emotions. In conclusion, according to her to make comics interesting to read, the author uses interjections to express the characters emotions well, while expressing their emotions, the character use funny facial expression in order to make the comics interesting to read as well.
~ 37 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
3
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
FINDINGS AND DISCUSSION
Interjections are uninflected function words that express the attitude or emotion of the speaker. The use of interjections is used when the speaker encounters events that cause these emotions: unexpectedly, painfully, surprisingly or in many other sudden ways. I use interjections to express the characters emotions well, while expressing their emotions, the character use funny facial expression in order to make the comic interesting to read as well. As we know that interjections are short exclamations that are used for expressing or showing the feeling or current mental state of the speaker such as the feeling of being surprised, being amazed, sad and angry. They do not have any grammatical values but actually we use interjections oftenly even sometimes without realizing it. As seen from the use term, interjections are usually used in spoken term or in daily speech than used in written form. From the result of the research, there are 20 primary interjections that are used by the characters of this comic. As we know that primary interjections are little words or non-words which constitute an utterance on its own and do not include in any word classes. The primary interjections that appear in this comic are: whoooa, yeah, hey, awp!, whoop!, eeeeeeee--!!!, hmmm, whew!, aaaiiieee!!!, jinkies!, gee, zoinks!, aak!, tut-tut, gulp!, shh!, huh?, yeaaaagh!, um..., sure!. There are 10 secondary interjections that are used by the characters of the comic. As we know that secondary interjections are multiword expression which can be free utterance or independent units and refers to mental acts. The secondary interjections that are used by the characters of this comic are: good idea, that’s it!, oh, rats!, in there!, no way!, of course, c’mon, oh, no!, look out!, gotcha!. While based on the meaning of each interjection, interjection can be classified or divided into emotive interjection, cognitive interjection, conative interjection and phatic interjection. There are 17 emotive interjections in this comic (whoooa, awp!, whoop!, oh, rats!, in there!, eeeeeeee--!!, whew!, aaaiiieee!!!, jinkies!, gee, zoinks!, oh, no!, aak!, gulp!, huh?, yeaaaagh!, um...). Emotive interjections are those which have the component ‘I feel something’ in their meaning. There are 8 cognitive interjections in this comic (good idea!, that’s it!, no way!, hmmm, of course, tut-tut, sure!, gotcha!). Cognitive interjections are those which have the component ‘I know something’ in their meaning. There are 4 conative interjections in this comic (hey, c’mon, shh!, look out!).
~ 38 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Conative interjections are those which have the component ‘I want something’ in their meaning. There is 1 phatic interjection in this comic (yeah). Phatic interjections are those which used in the establishment and maintenance of communicative contact that express speaker’s mental attitude towards the ongoing discourse in their meaning.
As conclusion of this research, emotive interjection is frequently used by the characters of the comic Scooby-Doo Where Are You, followed by cognitive interjection, conative interjection and the last is phatic interjection. The characters of the comic Scooby-Doo Where Are You frequently use the emotive interjection to express or show their feelings or emotions towards something. Besides that, to express their feelings or emotions, the characters of the comic Scooby-Doo Where Are You use their facial expressions such as surprised facial expressions, funny facial expressions, and afraid facial expressions in order to make the reader interested to read the comic as well.
Table of Interjections in English Comic Scooby-Doo Where Are You No
Interjection
1 2 3 4
Good idea Whoooa Yeah Hey
Types of Interjection Secondary Primary Primary Primary
Classification of Interjection Cognitive Emotive Phatic Conative
5 6 7 8 9 10 11
That’s it! Awp! Whoop! Oh, rats! In there! Eeeeeeee--!!! No way!
Secondary Primary Primary Secondary Secondary Primary Secondary
Cognitive Emotive Emotive Emotive Emotive Emotive Cognitive
12 13 14 15 16 17 18
Hmmm Whew! Aaaiiieee!!! Of course Jinkies! Gee C’mon
Primary Primary Primary Secondary Primary Primary Secondary
Cognitive Emotive Emotive Cognitive Emotive Emotive Conative
19
Zoinks!
Primary
Emotive
~ 39 ~
Meaning Expressing Agreement Expressing Amazement Expressing Agreement To ge someone’s attention Expressing Knowledge Expressing Afraidness Expressing Safety Expressing displeasure Expressing Afraidness Expressing Surprise Expressing Disagreement Expressing Knowledge Expressing relief Expressing Surprise Expressing Agreement Expressing Surprise Expressing Relief Expressing of commanding Expressing Surprise
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
4
Oh, no! Aak! Tut-tut Gulp! Shh! Huh? Yeaaaagh! Um Look out! Sure! Gotcha!
Secondary Primary Primary Primary Primary Primary Primary Primary Secondary Primary Secondary
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Emotive Emotive Cognitive Emotive Conative Emotive Emotive Emotive Conative Cognitive Cognitive
Expressing Surprise Expressing Surprise Expressing Disaproval Expressing Afraidness Making someone silence Expressing Surprise Expressing Afraidness Expressing Uncertainty Indicating Warning Expressing Knowledge Expressing of catching something
REFERENCES
Ameka, Felix. 1992. Interjections: The Universal yet Neglected Part of Speech. Journal of Pragmatics 18: 101-118. Black, Elizabeth. 2006. Pragmatics Stylistics. Edinburgh University Press Ltd. Chandler, Daniel. 1994. Semiotics for Beginners. Fischer, Kerstin. A Construction-based to the Lexicalization of Interjections. University of Bielefeld. Hornby A S. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford University Press. Jaszczolt, K.M. 2002. Semantics and Pragmatics Meaning in Language and Discourse. Longman, Pearson Education. Jovanović, Vladimir Ž. 2004. The Form, Position and Meaning of Interjections in English. Prof. Dr. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. CV. ALFABETA. Putri, Cerry Triana. 2005. The Analysis of Function and Meaning of Interjection In English Comics “Donald Duck”. Universitas Nasional Jakarta. Wahyuni, Sri. 2006. The Analysis of Interjections through the Movie Script Shrek. Universitas Nasional Jakarta. Yule, George. 1996. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
~ 40 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
THE IMPACT OF MYTHS ON INDONESIAN WOMEN Albertine Minderop Sastra Inggris – Fakultas Sastra ABSTRAK Penelitian yang berjudul The Impact of Myths On Indonesian Women disusun untuk menjawab pertanyaan, seberapa jauh pengaruh mitos tentang laki-laki dan perempuan terhadap perempuan Indonesia. Tujuan disusunnya penelitian ini adalah untuk memperlihatkan bahwa mitos berpengaruh terhadap kondisi perempuan di Indonesia. Metodologi yang digunakan adalah content analysis dengan paradigma kualitatif dan studi kepustakaan. Untuk mengetahui bahwa mitos yang dimaksud berpengaruh terhadap kondisi kaum perempuan Indonesia disampaikan pokok-pokok bahasan sebagai berikut: mitos tentang ketidakberdayaan perempuan dalam dongeng “Jaka Tarub” dan mitos tentang “Tulang Rusuk” sebagai misinterpretasi ajaran agama dan pengaruhnya terhadap budaya patriarkal. Pengaruh tersebut tampak dalam pembahasan tentang: watak perempuan yang disukai, pentingnya perkawinan bagi perempuan, rasionalisasi ketidaksetaraan, perempuan dan pendidikan, perempuan dan pekerjaan, serta perempuan dan politik. Hasil dari penelitian ini adalah, pertama, perempuan merasa rendah diri karena merasa tidak setara, hilangnya kesempatan bagi perempuan Indonesia, sehingga membuat mereka terkekang dan terbelakang. Solusinya, perempuan harus bangkit untuk memperbaiki nasib mereka dengan kesempatan pendidikan, mereformasi sikap mental, pola pikir, dan perilaku kaum perempuan agar mereka dapat menikmati kesempatan dan kemajuan. Pelaksanaannya dapat memberdayakan organisasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) melalui perbaikan program dengan pengutamaan reformasi persepsi diri perempuan agar tidak merasa inferior. Kata kunci: mitos, ketidaksetaraan, reformasi sikap mental dan pola pikir.
1
INTRODUCTION
In modern society, discrimination begins with the justification of some myths eventually becomes a belief, politics, economics, race and color. Women are considered society's most poor and miserable, because women are always the victims of development, they are not ready to anticipate any changes due to limitations . Active role often appear in an imbalance dvision: family conflict, the destruction of the family – the problem of children and husband are regarded as women’s resposibility. Inconsistency of image: women who symbolized as a symbol of chastity (stabilizer norms and values) and firmness, as well as weak creatures in need of protection, sothat, the most suitable and honored place is in the home (Hubeis, 2010: 111).
~ 41 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
The myths about women who developed and disseminated from time to time, starting from fairy tales to stories are rather obvious, instituted by public opinion then justify women's personality traits. Tales like Cindarela, Raputzel (Princess in Peak Tower), Princess of Pea, Sleeping Beauty, Jaka Tarub with Seven Women from Khayangan, and more, resulting in justification of the nature of dependence, submission of women to men, dreamers, forgiving and attractive figure. Women are seen as people's perception of women. As a result, the relationship between men and women such as the relationship between the leader and the led (such as public confidence in Iran and China) - the philosophy of Mao Tse Tung, and between the served and the serving (Hubeis, 2010: 70). The story of Jaka Tarub: there were seven beautiful angels from Khayangan (heaven) are down to earth and bathing in a lake. Then came a man from earth named Jaka Tarub then spied on
the angels' bathing. Then Jaka Tarub hid one of the angels’ dresses. When
finished bathing six other angels flew back to Khayangan. The angel who lost her dress was in tears because she could not return to Khayangan. Then Jaka Tarub approached her and provided other clothes for her. Afterwards, Jaka Tarub asked the angel to marry him. There is no other choice, the angel should get married with Jaka Tarub. They live a happy life, yet, on a day that the angel found her clothes back that originated from Khayangan. She put on her dress and returned back to Khayangan. The message of the story is that the woman is helpless and powerless, but she can make her husband a happy man even in forced. 2
READING REVIEW
The Myth of Rib. Prof. Nasaruddin Umar describes on daily “Rakyat Merdeka” about The Myth of Rib (December 13, 2012). One of the things that often give negative stigma of a woman (Eve); that a woman was created from the rib of man (Adam). In the myth of the Middle East, it is said the left symbolizes the subordination and tend to be negative. Sothat, eating, drinking, and holding the holy book (Al Qur’an) with the right hand and clean the dirt with his left hand. Entering a toilet with the left foot, and entering the house of worship with the right foot. The lowermost bent ribs, plugged the impression of women's subordination to men. Furthermore , the myth of the ribs also affect the Semitic family of languages, such as Hebrew, Arabic, Aramaic, Syriac, Qibti, and languages of the northern parts of the world
~ 42 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
as we encounter today, such as English, French, Deutch , and the Dutch. The personal pronoun of God uses male pronouns (He/Huwa), which describes God as if the male sex . If we greet people, we use the term for men, because women are including in it, as women are created from the rib of man. Myths about women who developed and socialized from time to time, ranging from fairy tales to stories that are quite real, public opinion is constituted by a female personality authorization identifier, such as dependence, submission,
obedience women on men,
dreamers, forgiving, attractor, and some others. It was happening in the community such as: the leader and the led (China and Iran ), dominator and being dominated ( the philosophy of Mao Tse Tung ), the government and the people (utterance Aristotles) who is being served and who is the servant like in Indonesia ( Hubeis , 2010: 110 ). 3
THE FORMULATION OF THE PROBLEM
The formulation of the research problem begins with the question, how far the myths about women give impact on Indonesian women. To answer this question, I should collect some data about the condition of Indonesian women in general and also their perception about themselves. 4
THE OBJECTIVE OF THE RESEARCH
The objective of the research is to show that the myths about women greatly affect the perception of women in Indonesia that affect their behavior and existence. 5
THE METHOD OF THE RESEARCH
The method used in this research is a qualitative method, as this research is a cultural study. The approach is bibliographical study that based on related literatures and readings review. The model of the research is analysis and interpretation of data through related literatures. Characteristics of descriptive and qualitative methods emphasize the meaning of the process rather than results. The data are analyzed and the results of the analysis are in the form of descriptive phenomenon, not a number or coefficient of relationship between variables. In this case, I analyzed the data with a variety of informations, as contained in the data set. Data analysis will be performed with some references to various relevant theories, concepts, and definitions. Primary and secondary data sources for the study are books, journals, papers, articles from newspapers, and government regulations. The
~ 43 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
techniques of data collection in this research is the study of documents and literature. The study of documents is to explore some information from written items, such as books, journals, articles, regulations, newspapers and so on. Study of documents is required to help formulate and refine the construction of concept as well as apply the theory with related data. 6
THE BENEFIT OF THE RESEARCH
This research is expected to be useful for those who are interested in problem and situation of Indonesian women in general. By understanding the views of women and women's views of themselves, the obstacles that hinder the advancement of women can be overcome. 6.1
THE IMPACT OF MYTHS ON INDONESIAN WOMEN
Women of the world are frequently considered to be unequivalent to men in various aspects of life. Many studies discuss the inequality position of Indonesian women in society. This problem does not only happen in Indonesia, but also in some countries in the world. Many experts’ writings which relate the position of women in society with a view of the culture, tradition and misinterpreted religious teachings. One of the views of the women’s position in Indonesia is a myth. As I mentioned earlier there are several myths about women, for example: the tale of Jake Tarub and myths about Rib. The story of Jaka Tarub shows us how women are helpless, forced to do something that it does not conform with her conscience, and she should make a man feel happy, even though she herself was depressed. Similarly, the myth of the Rib placed women as part of the men. In this myth women are considered as a complementary of men and they are as men’s friends of the lonely men. Such a view does not only happen in Indonesia, but it also happens to women in many parts of the world as a result of misinterpreted religious teachings. The myth that has persisted throughout human history has an influence on the culture of a society and shape patriarchal society. In a patriarchal society such as Indonesia, patriarch controls a monopoly or dominance system of decision-making at every level of government and power. Belief system that legitimizes patriarch is male dominance and gender discrimination (Hubeis, 2010:4).
~ 44 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
According to Kate Millett (1934-) patriarch is created by men and as the culture of men (biological mother, family based on marriage and heterosexual). According to Bouchier (1983) marriage is “the institutional source of the real exploitation” (Jones, 2009: 131). Because sexual relationships between men and women should be in the form of an official marriage, then for the Indonesian people, marriage is officially the relationship between men and women and generally acceptable. Especially for women, official marriage put women more respectable, both according to religion and society. 6.2
INDONESIAN WOMEN’S CHARACTER THAT IS DESIRED
Indonesian female character and attitude that are deisred, considered common, and are accepted in their dealings are as follows. They should be calm, polite, gentle, loving, not fussy, helful, neat, careful, and compliant, especially to parents and husband. Historically, women in Indonesia have been socialized to display the attitude of the feminine (feminine) as to avoid competition and conflict and move over for the benefit of others, which in turn indicates the position of who is serving whom and who is protecting whom: The first position indicates the position of the duties of women and men both as a task men. As women grow older, the position as wife is prepared with reference to the cultural roots of the main indicators of readiness and maturity is biological, such as menstruation and the emergence of physical growth. Further indicator is the ability to perform domestic tasks, such as cooking with the simple assumption that the husband’s love originated from the stomach distimuli by the wife 's ability to satisfy husband’s appetite. Therefore, the most suitable place for women is in the home (Hubeis, 2010: 103). Such a view is consistent with the statements listed in the following theory. Weber’s theory of power: traditional – type of domination – “obey me because it is in accordance to society”; (charismatic) “obey me because I can transform my life”; (legal-rational) “obey me because I am legally your boss” (Jones, 2009: 116). This kind of role socialization takes place from generation to generation and is permanent and never-ending task of women (endless) and repeated (repetition), for example: caring for children, preparing food, preparing food, washing clothes, cleaning the house, and shopping to the market. In this, the women are said to be successful if they can maintain the continuity and harmony of the household. This is the indicator of successful women in development (Hubeis, 2010: 104).
~ 45 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
As a wife, traditionally, is supposed to be able to take care of the household, taking care of the needs of her husband and children. In this modern era, the wives who are desired, those who are able to earn a living and able to take care of the household. Indonesian women who work outside the home, usually entrust their children to maids or to their grandparents. Since the wages of domestic helpers or children’s nurses are relatively inexpensive, so that house wives who work outside the home are able to hire a housekeeper and children’s nurse. To occupy a position as a housewife, a woman needs to understand the basic knowledge about the skill or art of arranging the household, the husband - wife relationships ethics, health sciences, economics or household management, basic knowledge of religion and science didactic and coaching youth. Thus, educated women in the era of global culture becomes very necessary and demanding human prototype that is able to work, think, work and in the context of a transparent creativity. Exposure of these phenomena requires education of women and men to understand the awareness of the role of women from a female perspective. Mental (emotion) of men, besides women, should begin to be prepared and to accept the fundamental changes that will arise in the appearance of the woman, who is not only biological but also sensual sensual - intellectual, especially in a global era (Hubeis 2010 : 221). 6.3
MARITAL STATUS IS VERY IMPORTANT FOR INDONESIAN WOMEN
Exclusion of women from the social system is the real question facing women as heads of families. In most cultures of Indonesia, the status of women defined by their marital status. Female highest rank is a married woman, or a woman whose husband died and she did not marry again. Old maid (spinster) who is still unmarried, a divorcee and women who have children without a husband, get a lower status in society. A woman without a husband, especially due to a divorce is a disgrace for some families because a divorce means weakness of a woman or a wife in a marriage. Without willing to see a variety of underlying causes and conditions of divorced women, people tend to judge and give a bad label on her divorce. Not surprisingly, many women desperately to survive in spite of her marriage suffered acts of violence and injustice. A woman who is being left by her husband for many years without any reasonis unable to face the social pressure as a divorced woman . Many women are too shy to say that their status are "without a
~ 46 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
husband", and then trying to hide it. Although more people can understand and respect the woman whose husband died, but people’s demands and expectations of the same, that they are better not married again - because when women get married again means they have unusual behaviour, these women are not in accordance with the traditional norms. In public life, women without husbands often face difficult situation. Other women often felt threatened by their presence because they are feared their husband will be tempted, especially if they are young and attractive. Men on the other hand, assume the status of "widow" is a lonely one, who is weak, who deserved to be teased or used to satisfy their biological need. In fact most people assume that "widow" is undervalued used thing. Therefore, it is not surprising if we hear the word "widow" made a laughing issue in many discussions, both formal and non-formal (Nani Zulminarni, 2012:55). The term female-headed households, had not previously been used in everyday life in Indonesia. Women without husbands because the husband died or divorced is usually called a "widow", while those who have never married are called "single". This term is more closely related to the status of "marriage" woman, not of her role (Nani Zulminarni, 2012:56). The term of a woman is the family head is against the stereotypes of "widow" that has been a long time is considered inferior. This term of female householder puts the role, duties, and responsibilities as head of a widow household.
Vulnerability position of
women as heads of families is increasing, because there are still many people who are confident that a married woman will save her from poverty. Therefore, some people are not surprised if in some regions, such as West Java, is pretty much of family head women who get married and divorced several times. These happened very easily because they do not have the knowledge and understanding of legal protection for them, so they are ready to marry without official registration. The most important thing for them is they have a husband. In addition, Indonesian people are looking more respectable to married woman than of a single woman, especially when the woman is supposed to get married as she is grown up. A study in 2009 showed that more than 50% of female-headed community does not have adequate marriages recorded, and this research also shows only 1 out of every 10 poor women who filed a divorce through the court process. The rest are entering and leaving the
~ 47 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
marriage only through the process of family and non-formal registration. The absence of legal protection in the marital status of the community led to 78% of female-headed families experiencing divorce domestic violence, and 56% of their children do not have birth certificates (Nani Zulminarni, 2012:56).
Alienation and low self-esteem that makes a community of womenheads of households tend to be eliminated in the process of development and social life. During this time they almost never engaged and involved in social processes in society, including access to development resources that are sometimes flooded area. A study in 2009 showed that onethird of the female head of the family is very poor and does not receive Direct Cash Assistance (DCA); this situatuation was controversial, because they are not recorded (Nani Zulminarni, 2012:57). Some identification is done by Lisa Veneklasen (2001) saw various problems faced by female heads of families caused by three-dimensional power which controls the life of women, they are: formal authority (the visible power), non-formal (hidden power) and order the (invisible power). One of the factors that make them suffer is the "opportunity" closed. Critical education and displaying examples of a better life in dignity and equality can help these women slowly changing their perspective of themselves. They should be aware, they have to deal with the environment that still has a traditional perspective on their existence. A. Rationalization of Inequality Based on the influence of cultural values and religious teachings, inequality of rights between women and men is a matter of common in Indonesia and considered justification. Moreover, the myth of powerlessness and defeatism for women is embedded in the culture of Indonesia. Most Indonesian women as if they are powerless against the conditions that make them marginalized as stated in the theory of hegemony by Gramsci - hegemony: means the incapability of people who have their own belief to believe and accept principally that they are willing to be different (Jones, 2009: 101).
~ 48 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
The myths of rib that are found in some of religious teaching very heavily influence public opinion about the women. The myth of women as appendages of men to meets the physical and spiritual needs of men increase the inconfidence of women themselves. B. Indonesian Women And Education Reflection of Indonesian women's involvement in public life has been pretty high, but the level of education they have not been encouraging, as 88 % of women workers have only an elementary school. As a result, there is a gap between the employment status of men and women widened. For example, college -educated women and college still slightly (0.2 % -0.3 %) and learning of science and technology is only 16%. Positions categorized decision maker (the leader) is only achieved by about 10% of women (Hubeis, 2010:218). In 2000, women's aspirations about education is predicted to result in a rapid increase in the number of educated women in various levels of education. As a result, opportunities for women to work and career to be open. In 1990 it is already apparent with the increasing number of women are entering the education level above high school. Even in some women's colleges relatively balanced number of students by the number of male students. Empirical evidence also suggests that the current figure of Indonesian women are not always just "trapped in the house", but also be creative in the public world, promote the people. Nevertheless, the perception of men today still expect the appearance of the ideal female figure in a figure of a wife and mother (a housewife and mother family) or a combination of the figure of women workers are still able to retain the harmony of the family; does not show the wife 's ego is more versatile, low profile and unselfish. Many Indonesian men who said: "Let a career woman, as long as it is not my wife." Because the wife of a career means having obligations outside the home and can disrupt the pattern and the pattern of leadership roles within the family which eventually became challenged and challenged. Based onthe results ofthe study, households headed by women are generally poorer than other households. Comparison of children's educational participation of women as heads of household and national participationis as follows. Children, whose mothers as women heads of households, have never school of amounted to 28%; while the nation wide amounted to8%; complete primary education amounted to 63%, nationally 72%, totaling 34% graduated from junior high, amounting to 41% nationally, and graduated from high school amounted to 13%, amounting to 2% nationally (Nani Zulminarni, 2012:54).
~ 49 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
The level of illiteracy in the female gender age 10 and over amounted to 2-3 fold compared to the male gender, for every 25 office Echelon I and II in the government bureaucracy only found one female, approximately 54% of Elementary teachers is a woman, but that the head of Elementary school less than 15%. For education, the population census of 1990 showed the facts: The women who attended school only reaches 78.2% of the entire population of women age 10 years and above. Around 64% of them live in rural areas and the rest live in urban areas. The percentage of the female population over the age of 10 years, expiring in education is lower than the male population. The proportion of the female population compared men who can read and write romanization lower, around 76.7% versus 88.4%. The percentage of women age 10 and over are illiterate in 1990 as much as 21.3% versus 10.4% of men (Hubeis, 2010:101). These figures affect the quality of female workers entering the job market in the dignity (worth), utilizing and mastering science and technology. In the year of 2000, women's aspirations about education is predicted to result in a rapid increase in the number of women in various levels of education, so the opportunities for women to work are possible.In 1990 there has been more and more women are entering the high school level, even in the relative value of women students are balanced with male students. Facts empirically demonstrate that the current figure of Indonesian women have been able to create in the public world, advancing the society. This is indicated by the potential and prospects of women's leadership in education, business and professional jobs (Hubeis, 2010: 102). In the year of 2000, women's aspirations about education is predicted to a rapid increase in the number of educated women in various levels. As a result, opportunities for women to work and career to be open. In 1990 it is already apparent with the increasing number of women are entering the education level above high school. Even in some women's colleges relatively balanced number of male and female students. Empirical evidence also suggests that the current figure of Indonesian women are not always just "trapped in the house", but also be creative in the public world. Nevertheless, the perception of men today still expect the appearance of the ideal female figure, a figure of a wife and mother, or a combination of both. The figure of women workers should be able to retain the harmony of the family in a low profile and unselfish. Many Indonesian man who said: "Let a woman with her career, as long as she is not my wife." Because the wife of a career means having obligations
~ 50 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
outside the home and can disrupt the pattern and the pattern of leadership roles within the family which eventually became challenged (Hubeis, 2010 : 219). C.
Indonesian Women And Employment
According to statistics, the population of females larger than males, so they neglect the potential of a waste of human resources and strategic potential. So, the planning development should give an opportunity to women to work outside the home as a potential productive workforce strategy. Planning involves the development of the role of women in a harmonious relationship with the male equivalents require gender approach that put women in a fair, right, and the opportunity to participate equally (Hubeis, 2010: 75). The doctrine of male-female equality in the Qur'an is very clear. Women in household tasks glorified in the hadith of the Prophet which read: "paradise is under the mother's feet". The role of women in family decision-making is also ignored. In fact, women may work for a living. However, in the Islamic Jurisprudence there is still controversial perception and interpretation of the status and role of women and the allocation of responsibilities in the household. The division of works between men and women. Appropriate gender roles for men and women distinguished and determined and valued by a particular community. Men’ jobs lead productive jobs, better paid, more prestigious, more organized and accounted for in national statistics. More women work in domestic and reproductive work, not paid, seasonal, part-time, is not recognized (unrecognized), routine and monotonous (Hubeis, 2010:85). This picture is the reflection of patriachal economic system. Patriarchal economic system, international politics, and the position of women's subordinate role to encourage the emergence of the women's movement to demand equal rights (Lasmiah, 2010). According to Antrobus (2004), the characteristics of the women's movement is very complex and do not have clear objective to bring together the agenda of equality, because of their diverse experiences, struggles that intersect with race, class and politics as well as the different needs ( Hubeis , 2010: 4 ). Traditionally women are positioned to perform three roles, as a wife, homemaker of household, and maternal family: a. As wives, women's reproductive role is to implement the successor generation of people (pregnant and give birth). b. As a housewife, she is obliged to take care of the house, providing food for the family members, taking care of the
~ 51 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
house, and others. c. As a mother of families, the women in charge of caring for and educating children and is their responsibility for children a sa mother. d. As
the
empowerment resource for development (Hubeis, 2010:81). 6.4
INDONESIAN WOMEN AND POLITICS
In general, not many Indonesian women who jumped into the political arena. The term political is still foreign to most women in Indonesia. In general, it can be said a political art and science (Razya Hanim, 2010:36). Emergence figures of women leader is an issue of "megatrends" proposed by Naisbitt and Patricia. This issue needs to be taken seriously as more than 150 million people in Indonesia are Muslim and half are female (Hubeis 2010 : 220).
Political participation is low, about 57% of voters in the 1999 elections are women, but the average woman in the Parliament (district/city) less than 9% and some even 0% (Hubeis, 2010: 77). Representation of women in the country in formal state institutions are not as expected. At the beginning of the reform administration (1998's) the number of women in the Assembly as much as 9.2%, in the House of Representatives as much as 9%; The Supreme Courtas much as14.8%, the Financial Supervisory Agencyas 0%, in the Supreme Advisory Council as much as 4.4%, in the General Election Commission as much as 18.1%, and 1.5% as regent. When compared with the number of Indonesian women are more than hal for 55% of the entire population of Indonesia, the number of women who plunge into politics was not encouraging (Razya Hanim, 2006:25). In Indonesia, women's leadership, from the beginning until now is still a discourse that does not cease to be discussed. This problem is even used as a political tool to achieve certain goals that used by a group of people or for personal gain. This can be seen in the course of the Congress of Indonesian Muslimsin 1998. Religious leaders and scholars who still vehemently rejected the traditional thinking of women being a leader or president, as presented by Amien Rais, professor of Social and Political Sciences from the University of Gajah Mada: "Women can only become president, when no man can" (Daily “Suara Merdeka, 8 November 1998). In this regard, Prof. Dr. Azyumardi Azra, rector of IAIN Syarif Hidayatullah expressed: "In Islam, men
~ 52 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
and women have the opportunity to achieve the same perfection, there is no discrimination, including the chance to become president." On the grounds that Indonesia has the feel of a high flexibility of the jurisprudence, the woman opens wide tobe president (Daily Independent, October 20, 1998). In politics, women in Indonesia is very much missed. In the Political Parties, the General Election of 2004 about 60%, mentioned that the candidate members of the House of Representatives, House of Representatives of District, and the Regional Representative Council should be educated at least of high school completion or equals. If viewed in terms of education, the requirements are not a problem for women in Indonesia (Razya Hanim, 2010:36). However, it appears difficult to meet the 30% quota for women in parliament members. In fact, this time with the election of Megawati as Vice President of Indonesia, as a result of the General Election 1999, has shown that Indonesian women is now ready to accept that, Indonesian women are ready to receive updates in the perspective of women. Moreover, ithas been agreed as a national commitment as indicated in the Guidelines of State Policy, (1999), that the position and role of women is directed to the realization of gender equality and gender justice. Thus, women's leadership has been completed, and the limited political reality from the perspective of Islam. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women adopted by Act No. 68 of 1958 and 1993. Indonesian government has received both the Vienna Declaration which strongly supports the position of women are equal to men in terms of Women’s rights are human rights (Tapi Omas Ihromi, 2006: 362-363). Even a woman, Megawati could became the president of Indonesia, on 23 July 2001-20O ctober 2004. The existence of a quota system for aspiring women politicians led to wide public attention began to focus on the problem of the presence of women in Indonesian politics. Public opinion was different, anyone agree, and there is no agreement from some others. Actually, the steps to advance the position of women in politics is nothing new. There were also some questions about the presence of 30% quota for female in parliament. When viewed from history, from the point of tribal culture and traditions of Indonesia, generally they do not support women to occupy decision-making positions. However, since the 20th century there were a number of women leaders who hav eprogressive thinking (Razya Hanim, 2010:36).
~ 53 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
7
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
CONCLUSION
In my opinion, Indonesian women should not intend to compete with men. We should appreciate men as, for example: father, husband, partner, and even as a son that we care. Husband and wife jointly foster a happy household, developing a prosperous society, and developing peaceful and prosperous countries as the goal of human life. Men and women have duties and responsibilities together. Therefore, women should be given the opportunity according to their ability, and also with the men. In "Portrait of Indonesian Women" (2012) stated that we discovered a fact that Indonesian women have a role anda very important position. Indonesia has the figure of Kartini, a pioneer and warrior who fought the importance of education for women. She also fought for women's equality rights, particularly about giving equal opportunities to women in Indonesia to get a higher education. In the New Order era, the Indonesian government was increasingly aware of the importance of the role of women in development. Then, emerging women's organizations were established such as the Family Welfare Oganization, Dharma Wanita and Dharma Pertiwi. At the end of the New Order government, the issue of gender began to emerge. Women and men should already have access to equal opportunities in development. In addition, women and men also have equal opportunities
in
decision-makingas
well
as
enjoy
the
benefits
together.
(http://sosbud.kompasiana.com/2012/12/06/potret-buram-perempuanindonesia513876.html). We may not always blame society or the men, sometimes women themselves who make themselves constrained and backward. Therefore, education is a key factor that can alter the condition of women. Formal education is important, but the more important education in this regard is the reform of mental attitude, mindset, and behavior. In addition to formal education that can be obtained from the school during their school age, women and mothers can get education from a women's organization called The Empowerment of Family Welfare (PKK), that is arranged by the government. It has conducted various activities to promote women's participation in society, which has been available in every district of the country for many years. The PKK's activities so far only focus on material and physical things – clothing, food, and house, while mental reform is rarely prominence.
~ 54 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
This activity of mental reform should be carried out regularly, constantly, and thoroughly because education and the reform of mental, attitude and mindset change requires a long time. Mental change and character building can change the dignity of women, communities and a nation to become more modern and progressive; sothat, the influence of the myth is no longer negative impact on women.
8
REFERENCES
Ari Ujianto (editor). (2010) The Identity Of Indonesian Women (translated). Depok, Desantara Foundation. Buzawa, Eve, S dan G. Carl. (1990). .Domestic Violence and Criminal Justice Response. London, Sage Publication,: Creswell, John W. (1994). Research Design - Qualitative and Quantitative Approaches. California 91320, Sage Publication. Davis, Miranda (ed). (1994). Women and Violence.New Jersey, Zed Book Limited. Hubeis, Aida Vitalaya S. (2010). Pemberdayaan Perempuan Dari Masa Ke Masa, Cetakan Kedua. Bogor, PT Penerbit IPB Press. Jones, Pip. Introducing Social Theory. (2009). Jakarta,Yayasan Obor Indonesia. Komnas Perempuan, PetaKekerasan – PengalamanPerempuan Indonesia. (2002). Jakarta, Ameepro. Menulis Ilmiah – Metode Penelitian Kualitatif. (2010). Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Mestika Zed. (2004). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta,YayasanObor Indonesia. Nasaruddin Umar, Prof. (2012). Mitos Tulang Rusuk. Jakarta, Harian “Suara Merdeka” Nelson, Noelle. (1997). Dangerous Relationship – How To Stop Domestic Violence Before It Stop You. ( ). N.Y. 10013-1578, Insight Books. Simanjuntak, Bungaran Antonius. (2013) Harmonious Family. Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia (http://sosbud.kompasiana.com/2012/12/06/potret-buram-perempuanindonesia513876.html).
~ 55 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 56 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
KRITIK FEMINISME DALAM NOVEL DAUGHTER OF FORTUNE KARYA : ISABEL ALLENDE Eka Yuniar Ernawati
[email protected] ABSTRACT The point of this writing is the feminist critique in the novel Daughter of Fortune by Isabel Allende. This writing tells about Eliza Sommers, the main character who lives in Valparaiso, Chile. This setting is in Chile and America in the nineteenth century. She has been educated by Victorian values to be a good lady.The Gold Rush in California during nineteenth century is the point where she enters a rough-and trouble world whose newly arrived inhabitants are driven mad by gold fever.There are much more men society who try to get the better life, and among them, there are the less women in the lower class as prostitutes. Eliza tries to change this stereotype. She changes her performance like a man in order to get the equal right as a man.She doesn’t want to be the same like other women there. The best chance she gets is when she finally takes an opportunity to help the men make the letters for their family who are far from them. Her ability in writing is very needed by the men at that time.America is a promise land, and California opens the door to a new life of freedom and independence for the young Chilean. Key words: Eliza Sommers, Chilean woman immigrant in California-America, Gold Rush history, feminism, American value, individualism.
1
PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan gambaran kehidupan hasil rekaan seseorang, yang seringkali menghadirkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan keyakinan pengarang. Sebuah teks karya sastra dibangun berdasarkan pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung yang didengar dan dibaca lewat teks lain), sehingga apa yang tertuang dalam teks pada dasarnya adalah pengalaman pengarang. Pengarang tidak sekedar menampilkan fakta yang terjadi dalam kehidupan, tetapi ada proses kreatif yang terjadi yaitu proses imajinatif yang menjadi satu dengan segala pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang. Selain itu, kehadiran karya sastra dapat membawakan rasa dan persepsi tentang kehidupan kepada pembacanya, seperti pengalaman yang memberi pembaca kesadaran dan pengertian akan makna tentang hidupnya (Sugihastuti, 2002:33). Feminisme sebagai sebuah teori dan gerakan sosial memiliki sejarah panjang dan terbagi dalam beberapa tahapan dalam perkembangannya, seperti yang diungkapkan oleh Josephine Donovan (2000:11), yang terdiri dari gelombang pertama (the first wave) yang
~ 57 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dimulai pada akhir abad 18 hingga awal abad 20, gelombang kedua ( the second wave) yang berlangsung kurang lebih dua dekade, sekitar tahun 1960-an hingga 1980-an dan gelombang ketiga (the third wave) pada dekade tahun 1990-an hingga saat ini. (Haryanto, 2012:99) Di sisi lain, feminisme sebagai teori dan gerakan pembebasan perempuan memiliki visi dengan cara pertama kali menunjukkan asal usul patriarkalisme di masyarakat dan bagaimana kemudian perempuan menjadi sadar dan peduli dengan penindasan yang menimpa diri dan kaumnya.( Haryanto, 2012: 110) Kritik sastra feminis merupakan suatu gagasan dimana pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang benyak berhubungan dengan budaya sastra, dan kehidupan. Kesadaran akan perbedaan penting dalam jenis kelamin akan memunculkan makna-makna baru yang dapat mempengaruhi serta meramaikan dunia sastra. (Sugihastuti, 2002:5) Kritik feminis sosial mengkaji para tokoh perempuan yang terdapat dalam sebuah karya sastra, dilihat dari sudut pandang kelas sosial dan kedudukan dalam keluarga. Soenarjati memberikan keterangan lebih jauh, bahwa kajian wanita yang dikaitkan dengan kesusastraan memiliki dua fokus, yaitu kanon, yang sudah diterima dari generasi ke generasi secara tradisional, di sisi lain mengadakan pendekatan terhadap karya sastra, dan tentang watak serta pengalaman manusia yang ditulis dan dijelaskan dalam karya sastra. (sosbud.kompasiana.com/kritik-sastra-feminis.html) Feminisme liberal dipengaruhi paham individualisme yang menekankan pentingnya kebebasan, khususnya kebebasan untuk memilih. Mereka melihat beberapa kesamaan antara perempuan dan laki-laki dan melihat ke depan sebuah masyarakat yang terdapat kesamaan kesempatan antara keduanya. Dalam hal ini mereka melihat pilihan merupakan suatu hak yang bersifat absolut.Mereka juga melihat kebanyakan stereotip, baik yang menyangkut laki-laki maupun perempuan dibentuk oleh budaya. (Haryanto, 2012: 119) Novel yang berjudul Daughter of Fortune adalah karya sastra yang ditulis oleh Isabel Allende. Novel tersebut menceritakan tokoh wanita bernama Eliza Sommers. Cerita berawal dari sebuah daerah kecil di Chili, yaitu Valparaiso, sebuah koloni Inggris di abad 19-an. Eliza adalah gadis Chili yang diangkat menjadi anak oleh keluarga terpandang Inggris yang berada di Chili.
Dengan didikan dan asuhan yang ia peroleh, Eliza
~ 58 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
merupakan gambaran wanita yang berasal dari keluarga terpandang
dan mapan. Ia
memiliki kehidupan yang serba ada dan didikan aristokrat Inggris yang sangat keras di masa poskolonial oleh keluarganya. Dalam pandangan banyak orang di lingkungannya di Valparaiso, Chile, sebagai bagian dari keluarga aristokrat, seorang wanita harus menjaga nilai-nilai kesopanan dan kehormatan baik dalam bertutur kata dan bersikap dan senantiasa melakukan kegiatan domestik yang menjadi bagian utama dalam ranah wanita sebagai bekalnya kelak ketika mendapatkan pendamping dengan latar belakang yang sama. Pada waktu yang bersamaan, terdengar kabar akan banyaknya orang yang berhasil memperoleh emas di California, menyebar luas melintasi batas-batas negara dan benua. Begitu pula dengan Eliza, di mana dengan banyak alasan yang melatar belakanginya, ia memutuskan untuk pergi ke California. California “Gold Rush” dimulai pada tanggal 24 Januari 1848, ketika James Wilson Marshall menemukan partikel berkilauan di perairan sungai Amerika, dan demam emas segera menyapu bangsa dan dunia. Setelah itu, ratusn ribu pendatang baru bergegas ke California dari mana-mana. Pencari emas membanjiri San Francisco dan kota-kota lainnya. California “Gold Rush” dari tahun 1848-1849 membawa sekitar imigran AS tambahan ke negara dan California menjadi 31 negara Uni tahun 1850. Penyelesaian jalan kereta api antar benua pada tahun 1869 adalah sebuah peristiwa besar dalam sejarah California. Melalui tokoh Eliza Sommers,
Isabel Allende sebagai penulis ingin memberikan
gambaran kepada para pembaca bagaimana tokoh Eliza pada saat berada di california berupaya memperlihatkan citra perempuan di dalam sistim patriaki di mana wanita senantiasa diposisikan dalam lingkup domestik dan berbeda dengan kaum laki-laki dan berupaya mencari cara untuk memperoleh hak yang sama dengan kaum laki-laki. Tekadnya yang besar, kecakapannya dalam banyak hal ia upayakan untuk membuktikan bahwa sebagai perempuan dirinya bisa disejajarkan untuk memperoleh peluang dan hak yang sama dengan kaum laki-laki, serta sebagai upaya untuk membuka mata kaum perempuan lainnya agar mau berusaha seperti dirinya. 2
PEMBAHASAN
Novel yang berjudul Daughter of Fortune karya Isabel Allende dengan tokoh utamanya yaitu Eliza Sommers. Pada hakekatnya kritik feminis sosial mengkaji para tokoh perempuan yang terdapat dalam sebuah karya sastra, dilihat dari sudut pandang kelas sosial
~ 59 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dan kedudukan dalam keluarga. Di dalam kajian wanita hal tersebut dikaitkan dengan kesusastraan yang terbagi antara yang kanon, yaitu yang sudah diterima dari generasi ke generasi secara tradisional, dan di sisi lain mengadakan pendekatan terhadap karya sastra, dan tentang watak serta pengalaman manusia yang ditulis dan dijelaskan dalam karya sastra. Dalam kajian sastra, tokoh Eliza merupakan representasi dari perlawanan simbolis yang terkungkung dalam tradisi yang ada dalam keturunan keluarga kelas atasInggris yang berada di Chili. Dalam sejarahnya, Chili adalah tempat terbuka bagi para imigran, sejak merdeka tahun 1810. Hal ini tidak disia-siakan oleh siapapun, termasuk orang Inggris. Mereka yang datang ke Chili pada masa itu tergolong dari kelas atas, sebagai saudagar dan penjual perlengkapan kapal. Kemampuan mereka untuk berasimilasi dengan penduduk asli Chili, memudahkan mereka untuk diterima menjadi bagian dari masyarakat disana. Umumnya para imigran Inggris tersebut tersebar di wilayah valparasio dan mengendalikan wilayah tersebut sebagai jalur pelayaran Pasifik. (Allende, 1999; 15) Sedari kecil, keluarganya senantiasa memberikan pendidikan yang sesuai, layaknya seorang anak kelas atas sebagai cara mendapatkan jodoh yang layak. “If she has an education, she will make a good marriage.” (Allende, 1999; 49) Tradisi mengharuskan Eliza untuk selalu berlatih berbagai bidang seni. Ia merupakan tokoh perempuan yang berasal dari dalam kelas atas serta memperoleh aturan norma yang kaku, yang berlaku di dalam masyarakatnya. The piano lessons-now with a professor newly arrived from belgium who used a ferule to rap the clumsy fingers of his students-became a daily martyrdom for Eliza. She also attended an academy of ballroom dancing, and at the master’s suggestion Miss Rose obliged her to walk for hours balancing a book on her head, the purpose of which was to teach her to stand up straight. (Allende, 1999: 32) The Sommers had broght her up within the strict norms of good behaviour...(Allende, 1999: 150) Dilihat dari latar lainnya, kedatangan Eliza ke Amerika melalui wilayah California. Di wilayah tersebut, Eliza melihat adanya ketimpangan posisi perempuan dalam kehidupan masyarakat yang didominasi oleh pria di California pada abad -18an, khususnya ketika
~ 60 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
tersebar berita bahwa di wilayah tersebut terdapat emas yang begitu banyak. Berita besar tersebut sangat menggembirakan banyak orang di Chili, sehingga dengan segala upaya, mereka berupaya untuk mencapai wilayah California, mengadu nasib memperoleh keberuntungan. Para imigran Chili umumnya adalah mereka yang terbiasa dan memiliki jiwa penambang. Emas adalah impian mereka untuk sukses. Hal itu berbanding terbalik dengan posisi imigran perempuan sebagai bagian minoritas. The news of the gold discovered in California reached Chile in August..... “There’s gold everywhere, you can shoved it up, they say there are nuggets the size of oranges!...”
(Allende, 120: 1999)
The wildfire of greed flared immediately among Chileans, who had the souls of miners, and the rush to California .... (Allende, 121: 1999) Average citizens who had appointments to visit the ships and buy contraband, blended with seamen, travelers,...., while a group of prostitutes, stationed at a certain distance,... (Allende, 1999: 130) California pada masa itu adalah wilayah yang dipenuhi oleh para imigran dengan warna kulit, kebudayaan, agama, dan bahasa yang berbeda, tetapi dengan kesamaan obsesi yang terpusat pada kehidupan sosial dari komunitas penambang yang terdiri atas pria-pria kesepian. California
was
swarming
with
white
men
of
various
nationalities...;
Chinese...:Mexicans...:South American-all in a hodgepodge of colors, religions, and tongues, but with in a single obsession. (Allende, 1999: 261) The store, built of fogs and boards, was the center of social life in that community of solitary men...At night, when the miners came to drink, a violinist livened things up with his melodies. A few men would tuck a kerchief into their belts, a sign that they were playing the part of women,... (Allende, 1999: 264) Sementara tempat perempuan termajinalkan dan hanya dapat diterima untuk diposisikan sebagai wanita penghibur dan sebagai wanita nakal. Para wanita tersebut tidak ada pilihan lain selain menerima pekerjaan menjadi penghibur, dikarenakan masalah ekonomi. “No one goes in there,but bad women, nina, it’s a mortal sin!” (Allende, 1999: 144)
~ 61 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
“can you hide me in a ship? I have to go to California, “ she explained.“Why? That’s no place for women, only bandits.” (Allende, 1999: 147) in the city,
several months
ago, were welcomed by a throng euphoric males who stood in line for hours to take their turn, paying in gold dust, nuggets, coins, even bars. ...Since then, more than five hundred whores had arrived, nearly all of them Mexicans, Chileans, and Peruvians, ... (Allende, 1999: 210) Kondisi seperti itu membuat Eliza merasa tidak nyaman dan ia berupaya untuk dapat diterima di lingkungan komunitas laki-laki, namun ia tidak menginginkan memperoleh perlakuan status yang sama dengan perempuan lain pada umumnya di wilayah tersebut. Untuk menyamarkan sosok Eliza, melalui pertolongan temannya, Tao, Eliza merubah penampilannya seperti sosok laki-laki Cina. Hal ini dilakukan demi menjaga Eliza agar tidak terlihat seperti wanita ..., Tao Chi’en handed Eliza a pair of baggy trousers and a worn smock, indicating that she should put them them on... She removed her straw bonnet, undid the buttons on her kidskin boots and her dress, ... (Allende, 1999: 152) Tao instructed Azucena to braid Eliza’s long hair in a queue like his own ... They dressed the girl in cut-off pants, a smock tied at the waist with a cord, and a straw hat like a Japanese parasol. (Allende, 1999:220)
Individualisme yang menekankan pentingnya kebebasan adalah landasan nilai budaya utama masyarakat Amerika yang mempengaruhi pemikiran Feminisme liberal. Hal tersebut dapat dilihat ketika Eliza merubah penampilan lamanya menjadi baru dengan mengenakan pakaian lelaki membuat Eliza nyaman, seakan memberikan kebebasan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, dimana ia selalu terkungkung oleh tradisi tentang cara berpakaian wanita yang layak, dengan rok dalam yang menyesakkan. ..., but the man’s clothing gave her unfamiliar freedom; she had never felt so invisible. Once she got over that feeling that she was naked, she could enjoy the breeze blowing up her sleeves and pants legs. Accustomed to the prison of her petticoats, she could now breathe. (Allende, 1999;222)
~ 62 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Di sisi lain, Eliza tidak menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan posisi yang layak dalam pekerjaan. Keahliannya dalam membaca dan menulis dengan banyaknya para penambang laki-laki yang tidak memiliki kecakapan dalam hal surat menyurat, ia jadikan aset dengan memberikan jasa penulisan surat kepada para laki-laki, dan hal itu membuat dirinya merasa nyaman berada di lingkungan laki-laki. The idea of writing letters had come from the good advice of her friend the mailman.....many miners could barely read or sign their names; the had never written a letter in their lives but they waited for mail with heartrending anxiety:... (Allende, 1999: 281)
Berbagai cara telah diupayakan oleh Eliza untuk dapat diterima, menjadi bagian dari masyarakat di wilayah Califo rnia Amerika yang mayoritas adalah para laki-laki pada waktu demam emas di wilayah tersebut.
Keyakinannya yang besar bahwa ia harus mampu
mewujudkan cita-citanya tersebut tidak terlepas dari kemampuannya untuk mewujudkan nilai individualis Amerika, yang memberikan hak yang sama terhadap setiap warganegara. 3
KESIMPULAN
Dalam novel Daughter of Fortune karya Isabel Allende, penulis dapat melihat adanya upaya keras yang dilakukan dalam diri tokoh Eliza Sommers yang telah dibesarkgan dengan pendidikan , dan itu adalah aset dirinya yang memiliki cita-cita besar untuk memperoleh hak yang sama dengan laki-laki dan merubah citra perempuan yang termarjinalkan dengan stereotip negatif. Budaya senantiasa menjadi tolak ukur dalam sebuah masyarakat yang meyakini nilai-nilai yang ada dalam kebudayaan mereka sendiri dimana dalam banyak hal terdapat nilai yang saling bertentangan antara satu nilai budaya dengan nilai budaya lainnya. Hal itu tidak dapat dipungkiri, selama nilai budaya tersebut dapat dimaknai dengan pandangan positif dan saling menghargai. Nilai kebebasan sebagai representasi individualisme Amerika yang menjadi dasar feminisme liberal dimaknai sebagai nilai positif untuk menjunjung tinggi hak setiap individu agar mampu menerapkan berbagai hal yang bermanfaat dalam kehidupannya sebagai bagian dari masyarakat Amerika dengan caranya. Eliza Sommers sebagai representasi dari tokoh feminis liberal pada dekade pertama (first wave) mampu
~ 63 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
menentukan apa yang dianggapnya baik bagi dirinya, dengan segala kesuksesan yang telah diraihnya di California Amerika . 4
DAFTAR PUSTAKA
Allende, Isabel. (2000). Daughter of Fortune. NY: Harper Collins Publishers Bimbie,
Berdasarkan
Pandangan
Rene
Welek
dan
Austin,
[online],
(http://www.bimbie.com/teori-sastra-menurut-para-ahli.htm, diunduh tanggal 10 Februari 2014). Gabriel, Ralph H. (1974). Nilai-Nilai Amerika: Pelestarian dan Perubahan ( Drs. Paul Surono Hargosewoyo, Penerjemah).Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Haryanto, Sindung. (2012). Spektrum Teori Sosial. Sleman: Ar-Ruzz Media Miller, Perry.1956). Errand to Wilderness, Harper Toorchbooks. The Academy Library:New York. Oemarjati, Boen S. dkk.. 1994. Citra Manusia dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960. Jakarta: Balai Pustaka. Sejarah California http://sebelasipadualabsky.blogspot.com/2011/05/saya-dan-californiagolden-state.html diakses pada hari Minggu, 16 Maret 2014 Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. (2010). Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis Dalam Penelitian. Yogyakarta: ANDI Kritik Sastra Feminis sosbud.kompasiana.com/kritik-sastra-feminis.html diakses pada hari Kamis, tanggal 10 Juli 2014 Sugihastuti, Suharto.( 2002). Kritik Sastra Feminis : Teori dan Aplikasinya.Yogyakarta : Pustaka Pelajar Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
~ 64 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
KEPRIBADIAN NARSISTIK MENJADI PEMICU KONFLIK HUBUNGAN SOSIAL DALAM NOVEL REBECCA KARYA DAPHNE DU MAURIER Karina Adinda Sastra Inggris – Fakultas Sastra
ABSTRACT A person is judged by his or her character. He or she will be accepted well or will be rejected by the society in relation to the maturity of his or her personality. A matured person can function well in a family and in the society. If a person has a personality disorder, it can be determined that he or she will cause problems in the family circle and in the society. Nowadays, people considered to be a little bit narcissistic is normal. But, the border between a real narcissist and a confident person has to be strictly lined. Otherwise, a person can cross the line as being a normal person and becomes a narcissist. A narcissist cannot function well in his or her sosial community. There are always conflicts with people who are in his or her life. This story about Rebecca opens our eyes that it is fatally dangerous to be a narcissist. Keywords : society, maturity, personality, narcissistic, community.
1
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang akan diterima atau ditolak sesuai dengan kepribadiannya. Jika ia mempunyai kepribadian yang normal dan matang, maka ia akan dengan
mudah
berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya. Ia akan mempunyai
hubungan yang harmonis baik dalam keluarga maupun dengan masyarakat di mana ia berada. Hal sebaliknya akan
terjadi
jika seseorang mempunyai kepribadian yang
menyimpang, dalam hal ini kepribadian yang narsistik. Seseorang dengan kepribadian narsistik hanya akan mementingkan dirinya sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Bahkan dalam tingkatan yang ekstrim, orang tersebut akan berbahaya bagi orang lain. Orang yang memiliki kepribadian narsistik dianggap berbahaya keberadaannya dalam masyarakat karena orang tersebut tidak akan segan-segan mengorbankan orang lain demi mencari kepuasan bagi dirinya sendiri. Sayangnya, tidak semua orang yang berkepribadian narsistik dapat segera terdeteksi, karena orang tersebut mampu menyembunyikan
penyimpangan kepribadiannya di balik perilaku yang seolah-olah
normal. Penyimpangan kepribadian orang tersebut baru ketahuan setelah timbul berbagai masalah baik ringan maupun berat. Melalui novel Rebecca kita dapat belajar banyak
~ 65 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
untuk mengetahui lebih jauh apa kepribadian narsistik dan dampak buruk akibat penyimpangan kepribadian tersebut. 2
PEMBAHASAN
Dalam menganalsisis novel ini, teori-teori yang saya gunakan adalah teori sastra, teori psikologi dan teori konflik. Teori sastra yang digunakan adalah sudut pandang, perwatakan dan tema. Sudut pandang dalam satu cerita sangat penting karena melalui sudut pandang itulah pembaca akan mengikuti jalan cerita tersebut. Malcolm Hicks dan Bill Hutchings mengatakan point of view is the position in which the narrator stand in relation to the story; the standpoint from which events are narrated (1989 : 113). Melalui sudut pandang pencerita lah jalan cerita akan mengalir. Sudut pandang akan mempengaruhi pembaca dalam
menghayati jalannya cerita.
Jones melalui Nurgiyantoro mengatakan bahwa
perwatakan sebagai pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam cerita (Nurgiyantoro, 1995 : 195). Peck dan Coyle memberikan definisi The people in a novel are referred to as characters. We asses them on the basis of what the author say (1984 : 105). Tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah novel umumnya
merupakan orang-
orang biasa yang mempunyai masalah dan mereka mewakili suatu masyarakat. Lebih lanjut Peck dan Coyle mengatakan sebagai berikut :
Most novels are concerned with
ordinary people and their problems in the societies in which they find themselves ( 1984 : 102). Tema dalam satu cerita mempunyai peran yang sangat menentukan, karena tanpa tema cerita yang disajikan kepada pembaca hanya merupakan sebuah tulisan yang tidak bermutu. Nurgiyantoro mengatakan tema menjadi pengembangan seluruh cerita, dan bersifat menjiwai seluruh bagian cerita. Tema juga merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya tema itu akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya (1995 : 68). Teori psikologi yang digunakan di sini adalah konsep kepribadian narsistik. Perkataan narsistik diambil dari kata Narcissus yang berasal dari cerita Yunani kuno. Cerita ini mengisahkan seorang
laki-laki, Narcissus, yang sangat rupawan. Dampak dari
kerupawanannya adalah ia sangat mengagumi diri nya sendiri. Ia hanyut dalam kekaguman terhadap keindahan fisiknya, hingga ia jatih cinta kepada dirinya sendiri. Ia tidak dapat mencintai orang lain karena ia sangat mencintai dirinya sendiri (Ellis, 1937 : 347).
~ 66 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Perbuatan Narcissus yang hanya mencintai diri sendiri itu menyebabkan ia tidak bisa berinteraksi dengan dunia luar. Ia hanya merindukan dirinya sendiri yang menyebabkan ia tidak dapat merasakan kebahagiaan mencintai dan dicintai orang lain. Lebih lanjut Ellis menjelaskan : …the beautiful Narcissus, who languished and died through seeing his reflection in the water (1937 : 369). Kata yang berasal dari cerita Yunani kuno ini kemudian dipergunakan dalam ilmu psikologi untuk menggambarkan karakter seseorang yang mencintai dirinya sendiri secara berlebihan. Hal ini dapat dilihat dalam The New Caxton Encyclopedia : Narcissism has been adopted by psychoanalysts as a term for extreme self-love (1967 : 4280). Ann Bradley M.A. dari University of Pennsylvania mengungkapkan sebagai berikut : Narcissism is categorized as personality disorder by the mental health profession. It is referred to as NPD or NarcissisticPersonality Disorder. Narcissism is not high selfesteem, but a condition where the typical narcissist suffers from preoccupation with hiding real or perceived flaws, overestimation of importance, achievements, talents and skills, maladaptive attention seeking behavior, inability to emphathize with others, excessive anger and shame in response to criticism often resulting in rage. The narcissist will often manipulate others, especially partners, to control them. Projection and blame are hallmarks of this manipulation (http://www.narcissisticabuse.com). Perlunya mengadakan pengamatan psikologi terhadap tokoh utama adalah karena watak tokoh itu merupakan cermin dari jiwanya. Hubungan antara watak tokoh dan jiwanya sangat erat. Sumardjo dan Saini K.M. mengatakan unsur watak atau karakter dalam cerita modern menjadi begitu menonjol dan dominan antara lain disebabkan oleh makin berkembangnya ilmu jiwa. Terutama psiko-analisis yang menawarkan daerah baru dalam menyelami kehidupan jiwa manusia. Kejadian-kejadian cerita berpusat pada konflik jiwa watak tokoh utamanya (1991 : 63-64). Teori konflik yang digunakan adalah teori dari George Simmel yang mengatakan : Periodic conflicts or quarrels provide a release of tension that makes it possible for people to bear the difficulties of living together. But if the the conflicts continue, it is an indication that something is wrong with the people
who are involved in the
continuous conflicts (2001 :49). Pendapat Simmel ini menjelaskan dalam hubungan sosial antar manusia pasti ada konflik.
~ 67 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
1. Tokoh Aku adalah seorang wanita muda yang sebatang kara karena kedua orang tuanya meninggal ketika ia masih kecil. Untuk menghidupi dirinya, ia bekerja sebagai pengurus seorang wanita tua, Ny. Van Hopper, yang kaya raya namun cerewet. Kehidupannya berubah secara drastis ketika ia menemani Ny. Van Hopper berlibur di Monte Carlo dan bertemu dengan Maxim de Winter. Maxim adalah seorang bangsawan Inggris yang kaya raya dan berasal dari keluarga terpandang. Maxim berada di Monte Carlo juga untuk berlibur. Mereka saling jatuh cinta, namun Aku tidak berharap banyak dari hubungan mereka. Aku merasa minder dengan perbedaan status sosial dan ekonomi di antara mereka. Berdasarkaan kondisi tersebut, Aku sangat terkejut ketika Maxim melamarnya hanya setelah perkenalan mereka yang sangat singkat.
Namun karena ia memang mencintai
Maxim, ia menerima lamaran tersebut. Setelah menikah, mereka tinggal di wilayah pinggiran kota London, di sebuah rumah besar yang disebut Manderley. Dalam menjalani kehiduapan barunya sebagai Ny. Maxim de Winter, Aku, merasa kaget karena ternyata dia berada di bawah bayang-bayang Rebecca, istri
Maxim
terdahulu yang telah meninggal dunia. Melalui tokoh Aku inilah cerita disampaikan kepada pembaca.
2. Rebecca Pada awalnya dalam pandangan tokoh Aku, Rebecca adalah seorang wanita yang sempurna. Rebecca adalah seorang wanita yang cantik, pintar, berpendidikan dan berasal dari keluarga yang terpandang. Rebecca merupakan istri terdahulu Maxim de Winter yang dinyatakan meninggal dunia karena tenggelam ketika sedang berlayar di perahu layarnya sendiri. Tokoh Aku menikah dengan Maxim hamper setahun setelah Rebecca meninggal dunia. Walaupun Rebecca telah tiada, dalam pandangan Tokoh Aku, pengaruh Rebecca tetap terasa di Manderley. Hal ini terlihat dari cara kepengurusan rumah tangga di Manderley. Tokoh Aku yang seharusnya menjadi nyonya rumah di Manderley dan mempunyai hak untuk memberi perintah kepada pelayan-pelayan di sana, pada kenyataannya tidak mempunyai kekuasaan apa pun. Pengurus rumah tangga yang sudah lama bekerja di Manderley, Ny. Danvers, tetap mengacu kepada peraturan-
~ 68 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
peraturan ketika Rebecca masih hidup dan tetap menyebut Rebecca sebagai Ny. de Winter. Demikian juga dalam mendapatkan cinta Maxim de Winter, tokoh Aku merasa Rebecca sebagai saingannya. Pada awalnya kelihatan sekali bahwa Maxim tidak dapat menghilangkan peran Rebecca dalam kehidupannya. Maxim was not in love with me, he had never loved me. Our honeymoon in Italy had meant nothing at all to him, nor our living together. … He did not belong to me at all, he belonged to Rebecca. He still thought about Rebecca. He would never loved me because of Rebecca (Du Maurier, 1963 : 255). Tetapi pada akhirnya setelah Maxim menceritakan keadaan yang sebenarnya di mana terungkap bahwa Rebecca suka berselingkuh dengan pria lain dan selalu bersandiwara dalam perkawinannya dengan Maxim, maka tokoh Aku merasa tidak terancam lagi dengan pengaruh Rebecca baik di Manderley mau pun dalam hubungannya dengan Maxim. Tokoh Aku merasa Rebecca tidak dapat menghantui dirinya lagi dan rasa bencinya kepada Rebecca pun hilang. Tokoh Aku merasa aman dalam cinta yang diberikan Maxim kepada dirinya,
ditambah lagi ia akhirnya mengetahui bahwa
Maxim tidak pernah mencintai Rebecca sama sekali. I knew then that I was no longer afraid of Rebecca. I did not hate her any more. Now that I know her to have been evil and vicious and rotten I did not hate her any more. Rebecca’s power had dissolved into the air, like the mist had done. She would never haunt me again. Maxim had never loved her. I did not hate her any more (1963 : 313-314).
3. Maxim de Winter Maxim adalah suami Tokoh Aku. Sebelum menikah dengan Tokoh Aku, Maxim menikah dengan Rebecca, wanita cantik dan pintar namun berkepribadian narsisitik. Pada mulanya Tokoh Aku mengira Maxim sangat mencintai Rebecca, sehingga walaupun Rebecca sudah meninggal dunia, Maxim tidak dapat melupakan Rebecca. Tetapi perkiraan Tokoh Aku itu ternyata salah. Maxim menceritakan keadaan yang sebenarnya kepada Tokoh Aku. Secara terus terang Maxim mengakui telah membunuh Rebecca karena ia tidak tahan menghadapi siksaan Rebecca yang kejam dan licik. Maxim dan Rebecca tidak pernah saling mencintai karena Rebecca tidak dapat mencintai orang lain dan tidak mempunyai perasaan sayang terhadap
~ 69 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
orang lain. Rebecca adalah wanita yang mempunyai kepribadian yang tidak normal karena hanya mementingkan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Maxim kepada Tokoh Aku sebagai berikut. He whipped round and looked at me as I sat there huddled on the floor. “You thought I loved Rebecca?” he said. “you thought I killed her, loving her? I hated her, I tell you, our marriage was a farce from the very first. She was vicious, damnable, rotten through and through. We never loved each other, never had one moment of happiness together. Rebecca was incapable of love, of tenderness, of decency. She was not even normal (1967 : 293). Kepada Tokoh Aku, Maxim lebih lanjut menceritakan bahwa Rebecca suka berselingkuh. Hal ini diketahui Maxim dari pengakuan Rebecca sendiri hanya lima hari setelah perkawinan mereka. Harapan Maxim untuk mendapatkan istri yang cantik, pintar dan berasal dari keluarga baik-baik hanya merupakan impian saja. Maxim merasa tertipu dengan penampilan dan perilaku Rebecca sebelum mereka menikah. Maxim sangat menyesal telah menikahi Rebecca. Tokoh Aku sangat terkejut mendengar pengakuan Maxim yang telah membunuh Rebecca. Ia berusaha untuk menenangkan Maxim yang kelihatan tidak dapat mengontrol emosinya, tetapi Maxim terus saja berbicara tentang kebenciannya kepada Rebecca. Dengan suara penuh kebencian, Maxim mengatakan jika seseorang hidup bersama dengan pasangan yang tidak normal, maka orang tersebut akan menjadi tidak normal pula, karena telah kehilangan akal sehatnya. “I nearly killed her then,” he said. “It would have been so easy. One false step, one slip. You remember the precipe. I frightened you, didn’t I? You thought I was mad. Perhaps I was. Perhaps I am. It doesn’t make for sanity, does it, living with the devil?” (1963 : 300). Rebecca sengaja ingin memancing kemarahan Maxim. Maxim kehilangan akal sehatnya karena terus menerus diejek oleh Rebecca. Tanpa disadari Maxim, ia mengunakan pistol yagn sengaja dibawanya utntuk menakut-nakuti Rebecca. Ia menembakkan pistol tersebut ke arah Rebecca, yang kelihatan tersenyum puas karena telah berhasil memancing kemarahan Maxim. Walaupun menjelang kematiannya, Rebecca tersenyum penuh kemenangan karena berhasil menjebak Maxim untuk menembaknya. Penembakan dirinya oleh Maxim ini memang sesuai dengan rencana Rebecca. Rebecca memang tidak ingin Maxim menikmati hidup
~ 70 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
sepeninggal dirinya akibat penyakit kanker yang dideritanya. Bagi Rebecca lebih baik ia mati ditembak
Maxim daripada ia mati karena penyakitnya. Dengan
membunuhnya, maka Maxim akan terjebak dalam perasaan sebagai pembunuh selama-lamanya. Tidak ada celah bagi Maxim untuk menikmati hidup dengan normal sedikit pun. Walaupun Maxim berhasil menenggelamkan perahu layar yang berisi mayat Rebecca, Maxim tetap dikejar-kejar perasaan bersalah dan tersiksa. Ia tidak dapat hidup tenang seumur hidupnya terus karena dihantui perasaan bersalah tersebut. Maxim mengatakan sampai akhir hayatnya Rebecca berhasil membuat hidup Maxim menderita selamanya. Rebecca telah menyeret Maxim ke dalam penderitaan yang dalam seumur hidup Maxim. 4. Ny. Danvers Ny. Danvers adalah pengurus rumah tangga Manderley. Sebelumnya, ia adalah pengasuh Rebecca sejak Rebecca masih kecil. Melalui penjelasan Ny. Danvers, latar belakang Rebecca sejak masa kanak-kanak dapat dilihat. Ny. Danvers yang berperan sebagai pengganti ibu Rebecca yang telah meninggal dunia, sangat memanjakan Rebecca. Ayah Rebecca juga sangat memanjakannya, sehingga selalu mengikuti apa saja kemauannya. Rebecca berbuat dan hidup seenaknya sendiri, tanpa peduli akan orang-orang lain ataupun aturan yang ada. Rebecca hanya dapat menyayangi dirinya sendiri. Bagi Rebecca hal yang utama adalah kepentingan dirinya sendiri. Rebecca tidak pernah terlatih untuk memahami kebutuhan dan kepentingan orang lain. Rebecca berhubungan dengan orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan bagi dirinya sendiri. Hal ini mencerminkan wataknya yang egois yang membuat Rebecca menjadi kejam dan tidak mempunyai perasaan sayang atau pun kasihan kepada orang lain atau mahluk hidup. “She did what she liked, she lived as she liked. …that’s how she went at life, when she grew up. I saw her, I was with her. She cared for nothing and for no one” (1963 : 267). Oleh karena itu, walaupun Rebecca telah meninggal dunia, Ny. Danvers tetap berusaha mempertahankan keberadaan Rebecca di Manderley dengan mengatur menu sesuai dengan selera Rebecca. Ia juga mengatur kamar tidur Rebecca sama dengan ketika Rebecca masih hidup.
~ 71 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Dengan ditemukannya motif mengapa Rebecca bunuh diri, maka Maxim lolos dari tuduhan telah membunuh Rebecca dan. Ini juga berarti bahwa usaha Rebecca untuk menyeret Maxim ke penjara tidak berhasil. Maxim lolos dari tuntutan hukum karena nasib baik semata-mata. Namun pada kenyataannya Maxim tetap menderita dikejar perasaan bersalah karena telah membunuh Rebecca. Walaupun Maxim bebas dari tuntutan hukum, namun seumur hidupnya ia dihantui perasaan bersalah sebagai pembunuh Rebecca. Rebecca telah berhasil menjebak Maxim ke dalam penderitaan batin selama-lamanya. 3
KESIMPULAN
Walaupun Rebecca telah meninggal dunia, perannya selalu ada dalam jalinan cerita. Cerita berpusat di Rebecca yang berkepribadian narsistik. Orang yang berkepribadian narsistik mempunyai sifat mencintai dirinya sendiri secara berlebihan. Secara sekilas, sifat narsistik Rebecca ini menggambarkan seolah-olah ia adalah orang yang menonjol di dalam lingkungan dia berada. Namun, lama kelamaan akan terlihat sifat dominan itu mengacu pada hal-hal yang negatif karena ia akan selalu mengorbankan kepentingan orang lain demi kepentingannya sendiri. Semua kepentingan selalu mengacu
pada dirinya. Pola
mementingkan diri secara berlebihan ini sudah dimulai sejak ia masih kecil ketika ia dimanjakan secara berlebihan oleh bapaknya dan Ny. Danvers. Dari kisah Rebecca ini kita dapat belajar banyak untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup. Jika kita telah terjebak dalam perkawinan dengan seseorang yang memiliki kepribadian yang narsistik, maka hidup kita akan menjadi sulit. Seseorang yang narsisitik akan terus mengorbankan kita demi memenuhi kepuasan egonya karena yang paling penting adalah dirinya sendiri. Oleh karena itu jika kita mulai bergaul dengan seseorang secara lebih dekat, hendaklah kita cermat dalam menilai kepribadian orang tersebut. Kita harus berhati-hati karena pada awalnya seseorang dengan kepribadian narsistik tidak tampak, karena ia pandai menyembunyikan penyimpangan tersebut. Namun, kalau kita cermati perilaku orang tersebut, akan semakin tampak, yaitu selalu merasa paling penting, melebih-lebihkan apa yang sudah dicapainya, selalu ingin menjadi pusat perhatian, tidak mempunyai empati terhadap orang lain, dan tidak bisa menerima kritikan dari orang lain. Dengan teliti mencermati kepribadian orang-orang yang bergaul dengan kita, maka kita tidak akan terjebak dalam hubungan yang membuat kita akan menderita di masa depan. Orang dengan kepribadian narsistik akan selalu mempunyai konflik di dalam
~ 72 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
hubungan sosial nya, baik dengan orang terdekatnya mau pun dengan masyarakat di mana ia berada. 4
DAFTAR PUSTAKA
Bradley, Ann. Divorcing A Narcissist. http://www.narcissisticabuse.com Du Maurier, Daphne. 1963. Rebecca. New York : Pocket Books. Hicks, Malcolm, dan Bill Hutchings. 1989. Literary Criticism : A Student’s Guide. London : Edward Arnold. “Narcisssism”. The New Caxton Encyclopedia. 1967, XIII, 4280. Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : GM University Press. Peck, John, dan Martin Coyle. 1984. Literary Terms And Criticism : A Students’ Guide. London : Macmillan. Simmel, George. Conflict. London : Longman Press. Sumardjo, Jacob, dan Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : Gramedia
~ 73 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 74 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PERJUANGAN KESETARAAN PENYAIR AFRO AMERIKA, AMIRI BARAKA Agustinus Hariyana (
[email protected]) ABSTRACT One of the outstanding of Afro-American poet is Amiri Baraka, died in January 2014. This research tries to find out if there is special effort in order to get equality as part an American nation through his poetries. Based on qualitative research and on the basic of multiculturalism and equality concept and Baraka’s social life especially during 1960s this research tries to prove that the theme is about the seeking of ethnic identity. After analyzing based on the diction, rhytm, rhyme, figure of speech, Baraka’s biography and elaborating the result with multiculturalism and equality. concept it is found that the theme is true, the struggle in getting equality. Keywords: equality, multiculturalism, ethnicity, Afro-American Literature, Amiri Baraka
1
PENDAHULUAN
Walt Whitman, seorang sastrawan Amerika,
menulis bahwa bahwa Amerika adalah
bangsa dari bangsa-bangsa, nation of nations. Konsep ini muncul tentu saja dari kenyataan tentang bagaimana pembentukan bangsa Amerika, bagaimana keberagaman sukubangsa dan budaya pembentuk bangsa Amerika. Kendati dari awal terbentuknya bangsa dan negara Amerika ada jaminan tertulis tentang status warga negara (all men created equally) akan tetapi idealisme yang para pendiri bangsa itu ternyata sangat-sangat susah untuk diimplementasikan secara memadai. Ketidakmudahan itu, sama seperti yang terjadi di Indonesia, terjadi karena adanya rasa superioritas, stereotip antar sukubangsa. Mereka yang tergolong dalam WASP adalah yang paling dominan. Ini berarti yang lain diberbedakan, digolongkan sebagai minoritas. Orang-orang pribumi dan kulit hitam adalah dua dari sekian banyak sukubangsa yang paling parah menerima akibat konflik ketidaksederajatan itu. Sukubangsa Afrika yang kemudian disebut Afro-Amerika, merupakan imigran terpaksa yang tidak mudah mendapatkan kesetaraan karena warna kulitnya. Pertjuangan memperoleh kesetraan ini mulai mendapatkan harapan setelah munculnya ideology multikulturalisme. Mengutip Bennet, Prof. Parsudi Suparlan menyatakan bahwa multikulturalisme merupakan ideologi yang mengagungkan perbedaan dalam kesetaraan,
~ 75 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
antar individu maupun antar kebudayaan.(Suparlan, 2004:123). Selanjutnya ia menulis bahwa ideologi ini penting demi terwujudnya pluralisme budaya, sehingga tercipta adanya kesamaan hak bagi golongan minoritas baik secara hukum maupun secara sosial. Dengan demikian penggunaan primordialisme di tempat umum yang menyebabkan tidak dihargainya perbedaan hak individu dan komuniti dan yang tidak menekankan kebersamaan demi kesejahteraan bersama, ditolak. Ideologi ini juga menafikan adanya stereotip, prasangka terhadap individu atau kelompok lain. Dengan adanya kesetaraan itu maka batas-batas kesukubangsaan dan ras melonggar. Masing-masing suku bangsa atau ras tidak akan merasa lebih dari yang lain. Ini berbeda dengan konsep etnosentrisme yang sangat menomorsatukan etnisitasnya sendiri, yang memunculkan adanya rasa superioritas yang sekaligus munculnya inferioritas. Perbedaan-perbedaan yang ada tidak lagi menjadi ancaman bagi yang lain, tetapi menjadi kekayaan, mosaik yang indah. Ideologi ini juga penting bagi masyarakat Amerika bagi terselenggaranya sistem demokrasi secara efektif, karena prinsip kesetaraan dan kebebasan yang terkandung. Seiring dengan pendapat itu, Professor Gregory Jay dari Wincounsin menyatakan bahwa multikulturalisme menjadi suatu gerakan yang menekankan bahwa masyarakat Amerika tak akan pernah menjadi putih, tetapi dalam kenyataannya adalah multirasial dan beragam. Gerakan ini bertujuan menjaga perbedaan etnis, ras, ataupun juga budaya masyarakat tanpa berusaha mencampurnya ke dalam suatu kebudayaan umum.(Jay, 2004 : 2) Di Amerika menurutnya yang terjadi adalah adanya supremasi ras kulit putih. Ideology ini menentang konsep melting pot yang selama ini dikenal di Amerika. Kemunculan ideology ini tidak terlepas dari adanya kurikulum sekolah yang terlalu Eurocentris. Dengan kurikulum semacam itu berarti bahwa sejarah etnis dari luas Eropa tidak mendapat tempat yang memadai. Ini dianggap sebagai penyebab bertahannya rasa superior dan inferior antar warga negara berbeda ras atau sukubangsa, terutama yang menimpa masyarakat Afro-Amerika. Pendapat Jay senada dengan Chris Barker, mengutip C West, yang menampilkan multikulturalisme sebagai salah satu strategi dalam mengatasi stereotip negatif terhadap orang kulit hitam di Amerika. Strategi ini memerlukan citra positif namun tidak memberikan prasyarat
bagi asimilasi.
Ideolgi
ini
bertujuan untuk
merayakan
perbedaan(Barker, 2004;379). Ini berarti bahwa perbedaan bukan untuk dipertentangkan tetapi untuk disyukuri dan dirayakan.
~ 76 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Kemunculan ideology ini tidak terlepas dari sejarah diskriminasi panjang bangsa Amerika terhadap golongan minoritas. Amerika yang terbentuk dari berbagai macam etnis dari berbagai penjuru dunia sebelum ideologi itu muncul senantiasa tidak lepas dari diskriminasi. Gagasan ideal yang dituangkan dalam Konstitusi tentang prinsip equality tidak serta merta bisa diterapkan dalam kehidupan berbangsa. Berkaitan dengan masyarakat Afro Amerika, dari sebelum merdeka hingga tahun 1960-an Afro Amerika tetap menjadi salah satu korban ketidaksederajatan. Warna kulitnya yang hitam senantiasa menjadi sumber ketidakadilan dalam masyarakatnya. Beberapa usaha ketidakadilan yang bertentangan dengan Konstitusi telah dilakukan, diantaranya gerakan Abolisionis, munculnya istilah Jim Crow, disusul oleh undang-undang separate but equal, dan juga ideology pluralisme. Akan tetapi semua itu tidak berhasil menuntaskan persoalan hak asasi mereka yang didiskriminasi. Gerakan Abolisionis menghendaki adanya penghapusan perbudakan di Selatan pada abad 19. Aktivis humanis yang diantaranya terpengaruh pemikiran transendentalis tidak setuju dengan berbagai tindak kekerasan yang dialami para budak. Perjuangan mereka terhadang oleh tentu saja para majikan dengan berbagai cara. Kendati perjuangan ini secara tidak langsung memicu perang saudara (Civil War) dan berakhir dengan penghapusan perbudakan, namun kesetaraan tidak bisa dimenangkan. Selanjutnya tentang kebijakan separate but equal
yang ditujukan untuk membuat
kesetaraan tetapi terpisah tetap menggambarkan ketidaksetujuan orang kulit putih akan kehadiran orang kulit hitam dalam kebersamaan. Bukan kesetaraan yang lahir, tetapi segreagasi yang terus berlangsung hingga meledaknya Civil Right Movement.yang diantaranya memuat perjuangan aktivis muda kulit hitam, bell hooks. Prinsip yang dikenal juga sebagai Jim Crow laws itu jelas merupakan kegagalan lain usaha anti diskriminasi. Begitu juga dengan perjuangan Malcolm X yang justru berakhir dengan tragis. Perjuangan Martin Luther King dengan impian-impian aplikasi demokrasi secara nyata demi kesetaraan dalam kesempatan yang digemakan di hadapan ribuan pengagumnya berakhir pada ujung yang sama. Gagal. Bahkan kemunculan affirmative action yang bertujuan memberi kesetaraan sekaligus sebagai penebusan dosa orang kulit putih pun masih tetap kontroversial.
~ 77 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Selain perjuangan seperti di atas sebenarnya ada bentuk perjuangan lainnya guna mengakhiri diskrimanasi yang telah 200 tahun dialaminya, yakni kembali ke Afrika atau mendirikan negra sendiri. Kurun waktu yang panjang ini telah memunculkan sekolompok orang kulit hitam untuk meninggalkan Amerika untuk membentuk sebuah negara. Dalam rangka itu, Paul Cuffee pergi Sierra Leone pada tahun 1815, Martin Delany ke Nigeria, Marcus Garvey pada tahun 1920. Usaha mereka gagal karena tidak adanya tanggapan serius dari orang-orang kulit hitam sendiri. Ini sangat mengherankan. Orang-orang kulit hitam yang tertindas berpuluh tahun ternyata telah menjadikan dirinya atau menjadi merasa orang Amerika. Mereka ini tidak tertarik karena mereka merasa sebagai orang Amerika asli, bukan Afrika. Mereka tidak mengenal sama sekali Afrika. Hal itulah yang membuat cara ‘hengkang’ itu tidak mendapat tempat. ‘Hengkang’ tidak bisa menjadi cara penyelesaian persoalan ketidaksederajatan mereka. Barangkali cara lain yang diajukan oleh Floyd McKissick yakni pembentukan wilayah-wilayah hunian bagi orang-orang kulit hitam dan membuat wilayah atau ‘negara’ itu bisa melayani diri sendiri. Pembentukan kantong-kantong ini ternyata telah mampu menambah partisipasi orang kulit hitam dalam perpolitikan Amerika. Perjuangan kesetaraan juga dikemukakan oleh bell hook. Aktivis perempun kulit hitam tahun 1960an ini bercerita tentang bagaimana perjuangannya. Mengutip apa yang dikatakan Peter MacLaren, ia menulis bahwa keberagaman yang membentuk dirinya sebagai suatu tatanan yang harmonis dari ruang budaya yang ramah merupakan sebuah model konservtatif maupun liberal tentang multikulturalisme.(During ,1999;28). Kendati dalam tulisannya selalu menggunakan cultural diversity ataupun masih dengan pluralisme budaya pada tataran prinsip ia menampilkan apa yang terkandung dalam ideology multikulturalisme.
Selanjutanya
dalam
tuturan
pengalamannya
ia
berkeinginan
mewujudkan impian terwujudnya cultural diversity di negaranya. Hakekat perjuangannya adalah terjadinya cultural diversity dimana tidak ada segregasi terhadap kaum minoritas baik di kelas maupun di tempat umum. Dengan dukungan beberapa teman kulit putihnya yang berpikiran multikultural ia mengharapkan terwujudnya dream of democracy dimana kesetaraan antar ras, sukubangsa, keadilan bagi semua, dan kebebasan bisa diterapkan. Dikotomi antara hitam-putih, kaya-miskin, laki-laki – wanita, dan pembedaan yang melahirkan superioritas kelompok tertentu dan menyebabkan diskriminasi harus dihilangkan demi terciptanya cultural diversity. Bangsa Amerika hendaknya berwawasan
~ 78 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dunia (universal), bukan menjadi bangsa yang bernasionalisme sempit bahkan menjadi bangsa isolasionis. Selanjutanya berkaitan dengan kehidupan akademik yang merupakan lembaga transfer kebenaran atas ilmu dan informasi ia berharap diberlakukannya prinsip multikulturalisme. Hal ini penting karena sekolah merupakan lembaga efektif dalam penyebaran prinsip atau nilai-nilai saling memahami antar sukubangsa. Bell melihat bahwa lembaga pendidikan yang ada masih mencerminkan adanya supremasi kulit putih. Akibatnya nuansa imperialisme, seksis, rasis masih terjadi. Ini adalah cermin dari tidak adanya kebebasan dan tidak adanya keberagaman dalam kesetaraan. Materi pengajaran dan bagaimana cara mengajar menurutnya juga masih tidak mendukung multikulturalisme. Dalam kondisi seperti itu kaum minoritas yang telah terpinggirkan tetap menjadi warga yang didominasi. Ini berarti bahwa perwujudan prinsip demokrasi yang sejalan dengan multikulturalisme tidak akan terjadi. Kelas belum menjadi tempat yang aman
bagi
terjadinya perubahan kultur. Perjuangan bell adalah salah satu bentuk perjuangan ideal bagi masyarakat kulit hitam khususnya, dan bagi kaum minoritas Amerika lainnya guna memperoleh hak-hak hukum, hak politik, hak sosial, dan hak-hak asasi manusia yang sama yang dinikmati oleh orangorang Amerika yang lain. Masyarakat Afro Amerika berabad-abad berjuang demi melepaskan diri dari korban diskriminasi di negerinya sendiri. Perjuangan panjang mereka memperoleh harapan pada masa muda bell hooks dengan adanya gerakan hak-hak sipil. Perwujudan harapan yang ditanggapi oleh pihak pemerintah selama ini tidak berhasil mengentaskan nasib buruk mereka. Namun ketika memasuki era tahun 1960 an perjuangan itu mendapatkan titik terang. Lahirnya affirmative action yang dianggap belum memadai dan justru memicu lahirnya kontroversi ketidaksederajatan mendapatkan tanggapan dengan munculnya ideology multikulturalisme. Dengan makna dan aplikasi seperti yang telah dikemukan di atas ideology ini memberi harapan baru perbaikan nasib mereka. Dari perjuangan panjang tahun 1960-an muncul pejuang kesetaraan baru yakni Amiri Baraka. Ia lahir di Newwark, New Jersey putra pasangan Colt Leroy Jones dan Anna Lois Jones. Setelah meninggalkan Rutgers University kemudian pindah ke Howard University ia begabung dengan Angkatan Udara Amerika (Air Force). Ia diberhentikan dari angkatan ini karena menyimpan bacaan tentang komunisme. Dari 1957 – 1962 ia lebih aktif dalam bidang music Beat. Bersama istrinya yang Yahudi ia menerbitkan karya-karya awalnya
~ 79 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dalam Yugen Magazine. Melalaui karya-karya itu ia mengemukakan perlawanannya terhadap ketidakadilan bangsanya. Pada periode 1963 -1965, melalui drama Dutchman karyanya, semangat itu semakin menegaskan perjuangannya. Kematian aktivis Malcolm X memperteguh ketidaksukaannya kepada dominasi kaum kulit putih. Demi perjuangannya ia pindah ke Harlem, ia tinggalkan istri Yahudi-nya dan menikah dengan Amina. Di tempat barunya ia mendirikan Black Arts Repertory Theatre yang sering menampilkan drama anti kulit putih-nya. Pada era ini pula ia mengganti namanya dari Leroi Jones menjadi Imamu Amiri Baraka. Pada 1969 ia menulis puisi Black Art. 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Puisi berjudul Black Art muncul pada masa ketika Amiri Baraka menggelorakan semangat melawan dominasi disertai diskriminasi orang kulit putih yang dimulai sejak awal tahun 1960an. Perjuangan melalui karya sastra, terutama puisi, merupakan ‘senjata baru’, yang tidak diefektifkan dalam perjuangan sebelumnya.
Black Art By Amiri Baraka 1969 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
1
Poems are bullshit unless they are teeth or trees or lemons piled on a step. Or black ladies dying of men leaving nickel hearts beating them down. Fuck poems and they are useful, wd they shoot come at you, love what you are, breathe like wrestlers, or shudder strangely after pissing. We want live words of the hip world live flesh & coursing blood. Hearts Brains Souls splintering fire. We want poems like fists beating niggers out of Jocks or dagger poems in the slimy bellies of the owner-jews. Black poems to smear on girdlemamma mulatto bitches whose brains are red jelly stuck between 'lizabeth taylor's toes. Stinking Whores! we want "poems that kill." www
1
Guna memudahkan pengacuan baris maka puisi ini disertai dengan nomor urut baris, dengan tanpa mengubah susunan aslinya
~ 80 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55.
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Assassin poems, Poems that shoot guns. Poems that wrestle cops into alleys and take their weapons leaving them dead ttt with tongues pulled out and sent to Ireland. 2Knockoff poems for dope selling wops or slick halfwhite ss politicians Airplane poems, rrrrrrrrrrrrrrrr rrrrrrrrrrrrrrr . . .tuhtuhtuhtuhtuhtuhtuhtuhtuhtuh . . .rrrrrrrrrrrrrrrr . . . Setting fire and death to whities ass. Look at the Liberal ll Spokesman for the jews3 clutch his throat & puke himself into eternity4ii . . . rrrrrrrr There's a negroleader pinned to a bar stool in Sardi's5 eyeballs melting in hot flame Another negroleader on the steps of the white house one kneeling between the sheriff's thighs negotiating coolly for his people. Aggh . . . stumbles across the room . . . Put it on him, poem. Strip him naked to the world! Another bad poem cracking steel knucklesiii in a jewlady's mouth Poem scream poison gasiv on beasts in green berets6 Clean out the world for virtue and love, Let there be no love poems written until love can exist freely and cleanly. Let Black people understand that they are the lovers and the sons of warriors and sons of warriors Are poems & poets & all the loveliness here in the world We want a black poem. And a Black World. Let the world be a Black Poem And Let All Black People Speak This Poem Silently or LOUD
Secara umum puisi ini mengungkapkan keharusberdayagunaan tidak hanya yang bersifat estitis, edukatif, dan jendela ungkapan emosi namun terutama juga harus bisa dijadikan alat untuk perjuangan. Pada awal puisnya setelah mengarahkan sasaran kepada pembaca (they shoot come at you, love what you are(6,7), breathe like wrestlers, or shudder strangely after pissing(8,9)) sang penutur mewakili kelompoknya (dengan kata ganti ‘We’) mengarahkan isi kepada kelompok-kelompok etnis tertentu secara alegoris (dope(24) – etnis Italia, wop (24) – etnis
~ 81 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Irlandia, Jocks - untuk etnis Skotlandia). Ia juga mengarahkan sasaran kepada negroleader yang digambarkan sebagai penjilat bangsa kulit putih. Setelah membiarkan hadirnya puisi cinta yang tidak sejati,
Let there be no love poems written until love can exist freely and cleanly. Let Black people understand (43-45) sang penutur berharap hadirnya kesempatan bagi orang kulit hitam hidup dan meyadari bahwa dirinya adalah pecinta dan putra-putra sang pejuang cinta. Akhirnya ia menutup dengan harapan hadirnya dunia puisi cinta kulit hitam. Untuk menegaskan makna ‘penyerangan’ di atas sang penutur menggunakan kosakata agresif yang cenderung bermakna menyerang shoot, beating, smear, kill, wrestle, leave, knockoff, slick, strip nake, dan clean out. Pilihan kata ini digunakan untuk ‘menyerang’ baik pembaca, etnis lain, maupun etnisnya sendiri yang menjadi pengkhianat, black. Nuansa penyerangan ditegaskan dalam gaya bahasa onomatopoea pada baris 25 hingga 27, dan diulang pada 30. .............. politicians Airplane poems, rrrrrrrrrrrrrrrr rrrrrrrrrrrrrrr . . .tuhtuhtuhtuhtuhtuhtuhtuhtuhtuh . . .rrrrrrrrrrrrrrrr . . . Setting fire and death to ..................... Meskipun sang penyair menyebut itu suara Airplane, namun tiruan bunyi itu juga bisa tiruan bunyi senjata yang menyalak. .....Setting fire and death... (27) menegaskan hal ini. Kendati demikian ia juga memilih kata berlawanan makna dalam tunggal kata yakni love. Kata ini ia gunakan untuk menggambarkan sifat yang dimiliki etnisnya yang dianggapnya penuh cinta yang tangguh. Untuk menegaskan keaktifan kata itu sang penutur menggunakan gaya bahasa personifikasi. Dari dua puluh satu kalimat (bukan baris) yang ada dalam puisi ini 50% bergaya bahasa personifikasi.
.......................Fuck poems and they are useful, wd they shoot come at you, love what you are, breathe like wrestlers, or shudder
~ 82 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
strangely after pissing.............. ...... Whores! we want "poems that kill." ....... Assassin poems, Poems that shoot guns. Poems that wrestle cops into alleys and take their weapons leaving them dead with tongues pulled out and sent to Ireland. 2Knockoff poems for dope selling wops or slick halfwhite ...... Citra yang muncul dari pilihan kata seperti adalah gabungan antara visual dan sensasi internal. Citra visual menampak dari ragam gerak pada saat implementasi kata-kata, seperti menembak(shoot), memukul(beating), membunuh(kill). Citra sensasi internal terlihat pada kata slick, pulled out tongue, love. Dua macam pencitraan ini ikut mempertegas makna pilihan kata tersebut di atas. Dari analisis ritma dan rima puisi pada setiap baris tidak terlihat adanya pola ritme maupun rima dominan. Pola yang didapat berupa free verse. Akan tetapi kalau dianalisis berdasarkan jumlah suku kata per baris maka yang dominan adalah baris bersukukata 8 sebanyak 16 baris, 9 suku kata sebanyak 12 baris, dan 7 suku kata 7 baris. Membandingkan dengan pola rima dan ritma puisi konvensional, maka puisi ini keluar dari patron konvensional, yakni free verse. Pickering (1988: 105) menulis bahwa puisi bertipe free verse berusaha membebaskan diri dari batasan-batasan yang ada pada konvensi tradisional tentang meter (ritma), rima, dan stanza. Akhirnya berdasarkan analisis nada bicara (tone) yang menurut Pickering (1988: 161) merupakan sikap penyair terhadap subjek atau terhadap pembaca didapatkan nada bicara menyerang. Nada ini terlihat dari diksi yang sudah dibahas bagian atas. Pada bagian awal puisi dan juga bagian tengah terdapat kata-kata bernada menyerang, dan juga mengkritik. Pada dua bagian akhir penutur menampilkan nada bicara berharap akan cinta sejati (...until love can exist freely and cleanly... ) yang mau menerima apa adanya seperti diuangkapkan pada bagian awal puisi ....love what you are.... Selain itu sang penutur juga mengungkapkan rasa etnosentrisnya, kebanggaan atas jati dirinya pada bagian akhir puisi dengan menyatakan keinginnya agar puisi kulit hitam mendominasi dunia perpuisian :
~ 83 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
................. We want a black poem. And a Black World.v Let the world be a Black Poem And Let All Black People Speak This Poem Silently or LOUD Perjuangan Kesetaraan Sang Penyair Milton Yinger (1980: 206) dalam bukunya Ethnicity Source of Strength or Conflict? menulis bahwa kesetaraan merupakan persamaan dalam distribusi barang dan jasa langka. Ia juga mengutip Oxford English Dictionary yang menyatakan adanya kondisi kesetaraan harkat, tingkat dan priviledges dengan yang lain. Kriteria rinci yang ada beruapa adanya kesetaraan dalam hal income, kekayaan, karakteristik personal dan ketrampilan yang beragam, tingkah laku, dialek, identitas etnik dan ras, dan gelar atau tanda kehormatan. Kesetaraan identitas ras dan etnis menjadi pijakan utama penelitian ini. Berdasarkan analisis struktural di atas terlihat bahwa melalui gerakan Black Art Movement yang sekaligus menjadi judul puisi Black Art yang ditulis pada tahun 1969 didapatkan bahwa Amiri Baraka berusaha menjadikan puisi tidak sekedar pelepas emosi dan sejenisnya. Ia berusaha menghidupkan dan menggunakan karyanya untuk perjuangan. Dari pilihan kata yang bernada bicara protes, menyerang, mengkritik merupakan wujud perjuangan itu. Dengan gaya bahasa yang didominasi gaya bahasa personifikasi ia menunjukkan intensi karyanya kepada para pembacanya.
Perjuangan Amiri Baraka
semakin kelihatan nyata kalau melihat ulang riwayat hidupnya sebagaimana tertulis di bagian atas. Sebagai bagian dari masyarakat Afro Amerika ia tidak serta merta menerima konsep asimilasi agar bisa menjadi bagian penuh masyarakatnya. Sebaliknya ia mau menunjukkan bagaimana ia bisa menjadi bagian dari masyarakat Amerika dengan tidak harus kehilangan jati dirinya. 3
KESIMPULAN
Setelah mengelaborasi antara hasil analisis puisi berjudul Black Art dengan konsep kesetaraan yang merupakan bagian dari ideologi multikulturalisme dan mencermati riwayat kehidupan atau pandangan politiknya, maka dapat disimpulkan bahwa puisi Black Art merupakan gerakan, karya sekaligus alat perjuangan kesetaraan sang penyair dalam masyarakat Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Ia berjuang untuk mendapatkan
~ 84 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
kesetaraan dalam keberbedaan jati diri, tidak lagi hanya dengan cara demonstrasi atau pemberontakan namun dengan senjata baru, yakni mata pena untuk menorehkan gelegak jiwanya memperoleh kesetaraan dalam rupa puisi. Bergeser dari pembuktian adanya perjuangan kesetaraan, puisi ini juga menunjukkan sesuatu yang ironis. Seperti pada bagian latar belakang, makna kesetaraan adalah adanya saling penghargaan dalam keberbedaan. Akan tetapi pada akhir bagian puisi ini sang penyair sebaliknya menginginkan pendominasian terhadap yang lain. Pada awal ia memprotes, menyerang, melawan atas pendominasian orang kulit putih terhadap etnisnya, tetapi: We want a black poem. And a Black World.v Let the world be a Black Poem And Let All Black People Speak This Poem Silently or LOUD Artinya dalam diri sang penyair ada juga kehendak untuk mendominasi.
Hingga akhir hayatnya, Januari 2014, penyair yang dicopot gelar kepujanggaannya (lauret) ini tetap kritis terhadap etnis lainnya, terutama Yahudi. Antara kehendak setara dengan ingin mendominasi selagi ada kesempatan sepertinya bias menjadi bahan kajian lanjutan. Secara psikologis puisi ini juga bisa dicermati melalui konsep naluri kematian. Hal ini dimungkinkan karena diksi yang ia gunakan merupakan refleksi adanya naluri itu.
4
DAFTAR PUSTAKA
Amiri Baraka.28 March 2014
BARKER, Chris. 2004. Cultural Studies.Teori dan Praktek. Jakarta: Kreasi Wacana hal 378-379 FOX, MARGALIT . Amiri Baraka, Polarizing Poet and Playwright, Dies at 79. 28 March 2014 Guerin, Wilfred L. (et al.) Handbook of Critical Approaches to Literature, second ed. New York: Harper & Row, 1979 Guth, Hans P, Gabriele Rico.1996.Discovering Literature. New Jersey: Prentice Hall
~ 85 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Hooks, bell.1999. A Revolution of Values: The Promise of Multiculturalism. Dalam The Cultural Studies Reader. New York: Routledge page 230-240 ISAAC, Harold R.1993. Idols of Tribe: Group Identity and Political Change. Atau Pemujaan terhadap Kelompok Etnis. Jakarta : Obor hal269-297 JAY, Gregory. 2002. What is Multiculturalism? Milwauke: Univ. of Winconsin Knickerbocker, KL etc Intepreting Literature 7th ed. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1985 Melzer, Arthur (ed) Multiculturalism and American Democracy. Kansar: University of Kansas, 1998 Reuben, Paul P Amiri Baraka / LeRoi Jones (1934-2014) 28 March 2014 SUPARLAN, Parsudi. 2004. Hubungan Antar Budaya. Jakarta:YPKIK hal1 Watson, C.W. Concepts in the Social Sciences Multiculturalism. Philadelphia: Open University Press, 2000 YINGER, Milton Y. 1980(?) Ethnicity of Strength? Source of Conflict? New York: State University of New York Press
~ 86 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PENGETAHUAN DASAR PENERJEMAHAN: KAJIAN TEORETIS APLIKATIF Tommy Andrian Universitas Darma Persada [email protected] ABSTRACT The process of translating a written text from one language to another, particularly from Indonesian to English (or other language) and vice versa, needs practical knowledge of both source language and target language. It is due to the fact that, between the two languages, there lies highly inherent socio-cultural features or sui generis. The capabilities of the translator in making rhetoric and using logic become crucial ones. There are several things to consider in order to get dynamic equivalence in translation; they are audience design and need analysis, methods of translation, technique of translation, and correctness. The above-mentioned knowledge is then enriched with some applicative examples taken from everyday cases of translation practice. Disrupting issues are also discussed for differentiating classification. Key words:
1
audience design and need analysis, dynamic equivalence, methods of translation, technique of translation, and correctness
PENDAHULUAN
Penerjemahan adalah kegiatan yang dapat membuktikan dengan jelas tentang peran bahasa dalam kehidupan sosial (Hatim & Mason 1990). Melalui kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan sekadar kegiatan penggantian, kerena penerjemah dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada, yakni dalam bentuk teks, tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial di mana teks baru itu akan dibaca atau dikomunikasikan. Dalam kegiatan komunikasi baru tersebut, penerjemah melakukan upaya apa yang disebut Machali (2009:27) membangun ”jembatan makna” antara produsen TSu dan pembaca TSa. Banyak orang mengatakan bahwa penerjemahan adalah “seni”. Jadi, penerjemahan didasari oleh kiat yang bertujuan memperoleh padanan bagi bahasa sumber (BSu) sehingga pesan yang terkandung dalam BSu dapat diungkapkan kembali di dalam bahasa sasaran (BSa). Akan tetapi, hal di atas tidak cukup. Penerjemahan harus ditempatkan dalam konteks komunikasi, khususnya komunikasi kebahasaan. Nida dan Taber (1974:1) mengemukakan bahwa penerjemahan merupakan upaya mengungkapkan kembali pesan
~ 87 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
yang terkandung dalam bahasa sumber di dalam bahasa penerima. Pengungkapan kembali itu dilakukan dengan menggunakan padanan yang wajar dan terdekat. Akan tetapi, masih perlu kita pertanyakan apa yang dimaksud dengan padanan. Padanan adalah unsur bahasa sasaran bahasa yang mengandung pesan yang sama dengan unsur bahasa sumber. Akan tetapi, masih perlu dicatat bahwa sepadan tidak berarti ‘sama’. Kesepadanan adalah keserupaan pesan yang diterima, di pihak satu oleh penerima dalam bahasa sumber dan di pihak lain oleh penerima dalam bahasa sasaran. Ini berarti bahwa kesepadanan diukur tidak hanya dengan makna unsur bahasa yang bersangkutan, tetapi dengan pemahaman suatu terjemahan oleh penerimanya. Nida dan Taber (ibid.) juga mengemukakan bahwa “Correctness must be determined by the extent to which the average reader for which a translation is intended will be likely to understand it correctly”. Buku teori terjemahan yang beredar di Indonesia sangat sedikit untuk tidak dikatakan langka. Tidak hanya itu, buku teori terjemahan yang ada di pasaran di Indonesia lebih banyak ditulis dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Kenyataan tersebut di atas tak pelak menjadi kendala tersendiri bagi para mahasiswa, khususnya mahasiswa Universitas Darma Persada (UNSADA), yang mengikuti mata kuliah Theory of Translation. Penerjemah melihat penerjemahan sebagai sebuah proses, tidak seperti pembaca yang melihatnya sebagai sebuah produk. Seorang penerjemah harus melalui tahap-tahap tertentu hingga terciptanya hasil akhir penerjemahan. Penerjemah senantiasa menanyakan kepada dirinya sendiri prosedur apa yang harus dilewatinya, metode apa yang digunakan dan mengapa memilih metode itu, mengapa memilih suatu istilah tertentu untuk menerjemahkan suatu konsep dan bukannya memilih istilah lain dengan makna yang sama, dan sebagainya. Hal terpenting dalam penerjemahan menurut penulis ada dua, yaitu: 1) Pengalaman, dan 2) Teori Terjemahan. Pengalaman yang baik dalam hal ini adalah pengalaman menerjemahkan yang menahun. Namun pertanyaannya adalah ”Apakah mahasiswa secara relatif memiliki pengalaman menahun itu?”
Tentu jawabnya adalah ”Tidak”.
Jawaban”tidak” tersebut tersebut sekaligus mempertegas peranan krusial dari hal terpenting ke dua, yaitu: Teori Terjemahan. Kenyataan itulah yang membuat penulis tergerak untuk membahas pengetahuan-pengetahuan dasar dalam menerjemahkan beserta contoh-contoh praktis yang aplikatif. Langkah penulis tersebut juga dimaksudkan untuk memperkaya teori-teori penerjemahan yang sudah ada selama ini.
~ 88 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
2
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Dalam hal ini, data-data tertulis dianalisis secara kualitatif untuk dikembangkan; teori dijabarkan secara lebih rinci dan diperkaya dengan contoh-contoh aplikatif yang terdekat dengan ragam teks yang terlibat. 3 3.1
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN HAKIKAT PENERJEMAHAN
Penerjemahan adalah upaya untuk mengungkapkan kembali pesan yang terkandung dalam teks suatu bahasa atau Teks Sumber (TSu) ke dalam bentuk teks dalam bahasa lain atau Teks Sasaran (TSa). Dengan demikian, teks adalah bahasa. Seperti kita ketahui, bahasa merupakan sistem tanda-tanda yang masing-masing terdiri atas aspek ‘bentuk’ (signifiant) dan aspek ‘makna’ (signifié) (de Saussure, 1916). Dalam bahasa yang berupa tulisan (teks), aspek bentuk adalah apa yang terbaca dan diserap oleh pikiran, dan aspek makna adalah apa yang berada di balik yang terbaca itu yang ditafsirkan oleh pembaca. Dalam teori penerjemahan, aspek makna dilihat secara lebih luas dan disebut ‘pesan’ (message). Pesan ditentukan oleh apa yang dimaksud oleh penulis teks. Masalahnya, apakah ‘pesan’ yang dimaksudkan oleh penulis teks dipahami sama oleh pembaca teks? Teks dalam penerjemahan tidak pernah steril dari penafsiran. Selalu ada yang disebut de Saussure dengan signifiant dan signifié, atau yang disebut Bühler (2004:11) dengan form dan function, atau yang disebut awam dengan ‘bentuk’ dan ‘makna’. TSu
“Ini punya kamu?”
Analisis Teks
TSa
1. Pertanyaan
1.
“Is this yours?”
2. Penegasan
2.
“Is this really yours?”
3. Penyanggahan
3.
“This can’t be yours!”
TSu di atas merupakan sebuah kalimat ujaran yang tentu saja pemaknaannya tidak semata bergantung pada unsur gramatika. Ada unsur non gramatika, yaitu prosodi(irama, tekanan, dan intonasi), yang terlibat di dalamnya. Dengan mengubah irama, tekanan, dan intonasi pengujaran sebuah kalimat, kita bisa dengan mudah mengubah makna atau pesan yang
~ 89 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
disampaikan melalui kalimat tersebut tanpa perlu mengubah struktur gramatikanya. Namun perlu kita ingat kembali jika dalam sebuah teks tertulis, prosodi hanya memiliki fungsi, prosodi tidak pernah memiliki bentuk lahiriah. Oleh karena itu, dalam hal ini kita harus mengubah struktur gramatika TSa untuk membedakan makna yang diakibatkan oleh fungsi prosodi tadi. Jika hanya dilihat dari bentuknya, maka TSu di atas ditafsirkan sebagai sebuah ‘pertanyaan’ yang sepadan dengan TSa (1). Namun dengan adanya prosodi yang terlibat (meskipun tentunya tidak terlihat), maka TSu di atas dapat ditafsirkan sebagai sebuah ‘penegasan’ yang sepadan dengan TSa (2) atau dapat ditafsirkan sebagai sebuah ‘penyanggahan’ yang sepadan dengan TSa (3). TSu A: “Naik
apa
Analisis Teks
Indonesia
B: “Ya, naik kereta lah Bang”.
Nasional 1. A: “How did you get here?”
kau 1. Budaya
kemari?”
TSa
2. Budaya Batak
B: “Of course by train”. 2. A: “How did you get here?” B: “Of
course
by
motorcycle”.
TSu di atas ditafsirkan penerjemah melibatkan dua budaya, yaitu: budaya Nasional Indonesia dan
budaya Batak. Kecermatan penerjemah dalam menafsirkan sangat
menentukan keberterimaan makna dalam TSa. Dalam konteks budaya Nasional Indonesia, kereta artinya adalah ‘kereta api’, yang tentunya dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan train. Namun dalam konteks budaya Batak, kereta artinya adalah ‘sepeda motor’, yang tentunya dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi motorcycle. Bisa dibayangkan jika dalam hal ini kita sebagai penerjemah gagal menafsirkan kata yang secara semantis menjadi kata kunci, yaitu kereta. Nida dan Taber (1969:2) menggambarkan penerjemahan sebagai suatu proses komunikasi. Penerjemah berdiri di antara dua bahasa. Ia menjadi penerima TSu dan kemudian menjadi pengirim dalam TSa. Dalam hal ini, Hoed (2006: 29) menambahkan bahwa penerjemah juga berada di antara dua kebudayaan. Pada bagian ini saya akan menerjemahkan teks dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris dan sebaliknya, dengan memperhatikan faktorfaktor di luar teks seperti yang termaktub dalam bagan The Dynamics of Translation yang
~ 90 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dikemukakan Newmark di atas. Masing-masing faktor tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk menganalisis Teks Sumber (TSu) dalam pencarian makna sebenarnya sebelum dituangkan kembali dalambentuk Teks Sasaran (TSa). The Dynamics of Translation (Dinamika Penerjemahan) selalu melahirkan dynamic equivalence (kesepadanan dinamis). Kesepadanan dinamis itu penulis artikan sebagai padanan bersyarat, artinya baik dan benar manakala tepat guna. Oleh karena itu, dalam analisis penulis sengaja memberikan beberapa TSa (termasuk TSa yang kurang tepat atau bahkan salah) untuk sebuah TSa dengan tujuan pembaca dapat dengan jelas membedakan langkah-langkah strategi pemaknaan teks dan hasilnya. 3.2
HAKIKAT TEKS
Sebuah teks yang akan kita terjemahkan pada hakikatnya tidak “steril”. Teks harus dilihat sebagai sesuatu yang dinamis. Newmark (1988:4) menyebutkan sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi proses penerjemahan sebuah teks. Apa yang dikemukakan Newmark dapat kita jabarkan sebagai berikut: a. Penulis TSu & Pembaca TSa Penulis atau pemroduksi teks biasanya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Dalam hal ini penulis TSu sangat dipengaruhi oleh idioleknya dalam menyampaikan pesan. Newmark (1988:5) menegaskan bahwa penerjemah dihadapkan dua pilihan, mempertahankan atau menghilangkan idiolek penulis TSu dalam TSa.
TSu “Talk
to
Analisis Teks the
1.
hand!”
TSa
Penghilangan idiolek melalui 1. “Tutup mulutmu!” metode
penerjemahan
idiomatik 2.
Pemertahanan idiolek melalui 2. “Ngomong ama tangan!” metode penerjemahan harafiah
3.
Pemertahanan idiolek melalui 3. “Ngomong ama ember!” metode
penerjemahan
idiomatik
~ 91 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), idiolek adalah keseluruhan ciri perseorangan dl berbahasa. Setiap individu memiliki ciri khas dalam berbahasa atau menyampaikan pesan. Nida dan Taber (1974:12) mendefinisikan bahwa penerjemahan merupakan pengungkapan kembali di dalam bahasa penerima padanan yang terdekat dan wajar dari pesan dalam bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua dalam hal gaya. Berdasarkan definisi tersebut, terutama berkenaan dengan ‘gaya’, TSa (1) menjadi kurang berterima karena ada gaya atau idiolek yang dihilangkan, walau kemaknawiannya tetap sama. Sedangkan berkenaan dengan ‘terdekat’ dan ‘wajar’, TSa (2) menjadi salah terutama pada pemadanan hand dengan ‘tangan’. Seperti kita ketahui talk to the hand merupakan salah satu ungkapan rasa marah atau kesal masyarakat TSu. Mereka mengatakan itu karena tidak mau mendengarkan lawan bicaranya. Di samping itu, kita juga tahu benar bahwa dengan kondisi yang sama, yaitu: marah, kesal, dan tidak mau dengar, masyarakat TSa yang notabene orang Indonesia tidak mengungkapkannya dengan mengatakan “Ngomong ama tangan”. Mereka cenderung mengungkapkannya dengan mengatakan seperti TSa (3), “Ngomong ama ember!” atau “Ngomong ama tembok!” b. Norma TSu dan TSa Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:787), norma adalah 1 aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dl masyarakat, dipakai sbg panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan berterima; 2 aturan, ukuran atau kaidah yg dipakai sbg tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu. Norma TSu adalah kaidah gramatikal, tekstual, dan sosial bahasa yang bersangkutan. Penggunaan gramatika dan kosa kata dalam hal ini sangat bergantung pada topik dan situasinya. TSu “Lagu
Analisis Teks
Kebangsaan 1. Situasi informal atau 1. “Indonesian Anthem. Ladies
Indonesia Raya. Para hadirin
TSa
semi formal
Gentlemen,
please
stand up”.
sekalian
dimohon berdiri”.
and
2. Situasi formal
2. “Indonesian Anthem. Ladies and rise”.
~ 92 ~
Gentlemen,
please
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Melalui intuisinya, seorang penerjemah yang baik akan langsung bisa menangkap konteks TSu di atas, yakni dalam sebuah upacara resmi kenegaraan. Secara sintaktis, klausa please stand up sepadandengan please rise. Namun, secara semantis keduanya berbeda. Bahasa yang digunakan dalam upacara resmi kenegaraan dikategorikan ke dalam laras bahasa beku (frozen). Penggunaan frasa please stand up dalam konteks ini tidaklah tepat karena bisa bermakna kurang sopan. c. Budaya TSu dan TSa Implikasi budaya dalam terjemahan bisa muncul dalam berbagai bentuk berkisar dari lexical content dan sintaksis sampai ideologi dan pandangan hidup (way of life) dalam budaya tertentu. Oleh karena itu penerjemah harus menentukan tingkat kepentingan yang diberikan pada aspek-aspek budaya tertentu dan sampai sejauh mana aspek-aspek tersebut perlu atau diinginkan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain sangat penting bagi penerjemah untuk mempertimbangkan tidak saja dampak leksikal pada pembaca bahasa sasaran tetapi juga cara bagaimana aspek budaya tersebut dipahami sehingga akhirnya menerjemahkan merupakan suatu keputusan yang harus diambil penerjemah.Sejatinya penerjemah tidak sekadar menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran, tetapi juga hendaknya memahami dengan baik budaya yang melekat pada keduanya. Dengan kata lain, penerjemah idealnya adalah seorang dwibahasawan sekaligus juga seorang dwibudayawan, sebab ia tidak saja memainkan peran sebagai pengalih bahasa, tetapi juga sebagai pengalih budaya. TSu
Analisis Teks
Di pondok kami yang 1. Kesejajaran bentuk
TSa 1.
In our tiny cabin, I usually
mungil itu, saya biasa
sleep
tidur dengan adik laki-
brother.
laki saya.
2. Kesejajaran semantik
2.
with
my
little
In our tiny cabin, I usually share a bed (room) with my little brother.
Keunikan bahasa membuat penerjemah harus mengubah sudut pandang TSu ke dalam sudut pandang TSa yang berterima. Penerjemah tidak boleh melihat kesejajaran bentuk
~ 93 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
antara TSu dan TSa saja tetapi juga harus melihat kesejajaran semantiknya. Kesalahan menganalisis teks bisa sangat berbahaya karena akan menghasilkan makna yang berbeda. Frasa ‘tidur dengan’ dan frasa sleep with memiliki yang sejajar berdasarkan bentuknya, namun tidak semantiknya. Makna frasa verbal ‘tidur dengan’ dalam bahasa Indonesia ditentukan oleh objeknya. Jika objek yang melekatinya berkonotasi seksual maka artinya dalam bahasa Inggris adalah sleep with (atau to have sex with), yang jika diterjemahkan balik (back translation) menjadi ‘bercinta dengan’ atau ‘bersetubuh dengan’. Namun, jika berkonotasi aseksual maka artinya to share a bed (room) with, yang jika diterjemahkan balik menjadi ‘berbagi kamar’ atau ‘berbagi tempat tidur’. Maka jelas, ‘tidur dengan’ dalam konteks ini tidak sepadan dengan sleep with tetapi share a bed (room) with.
TSu
Analisis Teks
Jari saya terpotong saat 1. Kesejajaran bentuk mengiris salada kemarin
TSa 1. My finger was cut when chopping salad yesterday.
2. Kesejajaran semantik
2. I cut my finger when chopping salad yesterday.
Pengubahan sudut pandang teks dari pasif ke aktif dengan teknik modulasi juga terjadi pada TSu dan TSa di atas. Dengan terjemahan balik, My finger was cut artinya adalah ‘Jari saya dipotong’, yang tentunya tidak sepadan dengan TSu.
TSu Dia
asyik
Analisis Teks menonton 1. Metode
Kuda Lumping
makan
TSa
penerjemahan 1. He
harafiah
enjoyed
himself
watching Kuda Lumping
gabah.
eating rice. 2. Culture word Ketidakterjemahan Teknik penerjemahan deskriptif
~ 94 ~
2. He
enjoyed
himself
watching Kuda Lumping eating unhulled rice.
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Ada beberapa masalah dalam penerjemahan TSu di atas. Pertama adalah masalah kata budaya (culture word). Gabah menurut KBBI (2002:324) artinya adalah butir padi yg sudah lepas dr tangkainya dan masih berkulit. Jika diterjemahkan secara harafiah maka artinya adalah rice. Padahal rice bermakna polisemis jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia; rice artinya adalah ‘nasi’, ‘beras’, ‘gabah’, atau ‘padi’. Itu artinya, ‘gabah’ dalam TSu merupakan kata budaya yang tidak ada padananya dalam TSa. Oleh karena itu, penerjemah menyiasatinya dengan melakukan teknik penerjemahan deskriptif, yakni melakukan uraian yang berisi makna kata yang bersangkutan; ‘Gabah’ dipadankan dengan unhulled rice (terjemahan baliknya adalah ‘beras yang belum dikupas kulitnya’). Kedua adalah masalah ketidakterjemahan. Kata ‘dia’, yang sebenarnya juga merupakan kata budaya, tidak mendeskripsikan jenis kelamin seperti he atau she dalam bahasa Inggris. Pemadanan ‘dia’ dengan he pada konteks di atas merupakan salah satu bentuk ketidakterjemahan dalam penerjemahan karena terdapat redundansi jenis kelamin. Bentuk ketidakterjemahan menjadi wajar asalkan usaha-usaha penerjemahan telah dilakukan sampai batas-batas tertentu. d. Latar TSu dan TSa Latar TSu dalam hal ini berhubungan dengan tempat dan waktu produksi, dan format teks yang khas pada TSu. Format teks tentunya berbeda-beda berdasarkan ragamnya; format ragam teks hukum akan berbeda dengan ragam teks jurnalistik, ragam fiksi, dan lain-lain. TSu “Stay bitch!”
away
Analisis Teks from
TSa
that 1. Latar temporal 1980-1990
1. “Jauhin tuh perek!”
2. Latar temporal 1990-1996
2. “Jauhin tuh bispak!”
3. Latar temporal 1996-2006
3. “Jauhin tuh pecun!”
4. Latar
temporal
2006- 4. “Jauhin tuh jablay!”
sekarang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:264), diksi adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dl penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (spt yg diharapkan). Diksi dalam konteks ini sangat dipengaruhi oleh latar tempat
~ 95 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dan latar waktu. Jarak waktu kerap berujung pada jarak budaya antara TSu dan TSa. Oleh karena itu, jarak waktu perlu mendapat perhatian khusus dari penerjemah. Padanan kata bitch dalam “Stay away from that bitch!” sangat beragam bergantung latarnya, terutama latar waktu atau latar temporal. Untuk latar temporal 1980-1990, bitch sepadan dengan ‘perek’, yang artinyamenurutKamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1332) adalah perempuan eksperimen ‘wanita tuna susila’; untuk latar temporal 1990-1996, bitch sepadan dengan ‘bispak’ yang merupakan singkatan dari ‘bisa (di)pakai’ atau ‘bisa diajak tidur’; untuk latar temporal 1996-2006, bitch sepadan dengan ‘pecun’yang merupakan singkatan dari ‘perek cuma-cuma’; dan untuk latar temporal 2006-sekarang, bitch sepadan dengan ‘jablay’ yang merupakan singkatan dari ‘jarang dibelai’ atau ‘wanita haus seks’. TSu The
contract
Analisis Teks has 1. Metode
been signed, sealed, and
delivered
both parties.
TSa
penerjemahan 1. Kontraknya
harafiah
ditandatangani,
telah distempel,
dan dikirimkan.
by 2. Metode
penerjemahan 2. Kontraknya
setia untuk teks hukum
ditandatangani
(legalese)
belah pihak.
dengan
telah oleh
kedua
penerapan transposisi
TSu di atas merupakan ragam teks hukum. Teks hukum memiliki kekhasan karena banyak dipengaruhi oleh struktur, gramatika, dan kosa kata bahasa Prancis, Belanda, dan Latin. Kalimat TSu di atas sangatlah sederhana untuk diterjemahkan. Namun, jika seorang penerjemah gagal menganalisis TSu untuk memperoleh makna yang sesungguhnya, maka ia bisa saja menerjemahkan seperti TSa (1). Dalam analisis (1), penerjemah menganggap tidak ada format atau bentuk khusus yang harus dicermati. Padahal ada frasa signed, sealed, and delivered yang sebenarnya merupakan sebuah istilah dalam bahasa hukum. Penerjemah yang berhasil dengan analisisnya akan menerjemahkan seperti TSa (2), di mana signed, sealed, and delivered diterjemahkan dengan teknik transposisi menjadi ‘ditandatangani’. Kata ‘ditandatangani’, yang sudah menjadi istilah dalam budaya masyarakat TSa, merupakan dynamic equivalence (kesepadanan dinamis) untuk signed, sealed, and delivered. Kesepadanan dinamis dalam konteks ini melibatkan pergeseran
~ 96 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
sudut pandang. Budaya masyarakat TSu, Inggris, masih menganggap ‘stempel’ dan ‘pengiriman’ sangatlah penting untuk dimunculkan bersama ‘tanda tangan’ sebagai satu paket istilah. Masyarakat TSu melihat surat yang sudah ditandatangani tetap menjadi tak berarti jika tidak distempel dan dikirimkan. Sedangkan masyarakat TSa melihat surat yang distempel dan dikirimkan tetapi tak berarti apa-apa tanpa tanda tangan. Dengan demikian masyarakat TSa hanya memadankan TSu dengan ‘ditandatangani’. TSu
Analisis Teks
TSa
1. Ragam teks umum.
1.
2. Ragam teks jurnalistik.
2.
Tsunami meluluhlantakkan Aceh.
Tsunami
devastated
Aceh. Tsunami
devastates
Aceh.
Format penulisan teks memiliki kekhasan berdasarkan ragamnya. Pada analisis (1), penerjemah menangkap TSu sebagai teks umum. Dalam penerjemahan teks umum, gramatika berperan absolut. Kata ‘meluluhlantakkan’ dipadankan dengan kata devastated karena berdasarkan prinsip umum penandaan waktu, Tsunami tersebut dipahami sebagai sesuatu yang telah terjadi sehingga kala atau tenses yang digunakan adalah bentuk lampau atau simple past tense. Sedangkan pada analisis (2), penerjemah menangkap TSu sebagai teks jurnalistik, yakni sebagai salah satu judul artikel dalam sebuahsurat kabar. Penulisan judul artikel surat kabar memiliki format sendiri; gramatika tidak berperan absolut. Yang paling unik dari penulisan judul artikel ragam teks jurnalistik adalah semua bentuk kala atau tenses dibuat dalam bentuk kala kini atau simple present. Jadi, meskipun Tsunami di Aceh telah terjadi, penerjemah tetap menggunakan bentuk kala kini atau simple present untuk kata kerjanya, yakni devastates. 3.3
METODE PENERJEMAHAN
Sebelum menerjemahkan, seorang penerjemah menemukan dulu siapa calon pembaca terjemahannya dan/atau akan digunakan untuk keperluan apa terjemahan itu. Oleh karena itu, penerjemahan sering didasari oleh audience design dan/atau need analysis. Dalam praktiknya, penerjemah memilih salah satu metode yang sesuai dengan untuk siapa dan dan untuk tujuan apa penerjemahan dilakukan. Dalam hal ini, ada sejumlah metode yang
~ 97 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dipilih yang jumlahnya ada delapan (Newmark, 1988: 45-88). Secara garis besar kedelapan metode itu dapat digolongkan menjadi dua golongan, yakni yang empat berorientasi kepada BSu (SL Emphasis) dan yang empat lagi berorientasi kepada BSa (TL Emphasis). Pemilihan metode menghasilkan “jenis terjemahan”. Apa yang dikemukakan itu dapat dilihat pada gambar berikut ini:
SL Emphasis
TL Emphasis
Word-for-word translation
Adaptation
Literal translation
Free translation
Faithful translation
Idiomatic translation
Semantic translation
Communicative translation
Berikut ini adalah metode penerjemahan menurut Newmark (1988: 45-88) mulai dari yang terdekat hingga yang terjauh dari Bahasa Sumber (BSu):
a. Word-for-word translation (penerjemahan kata demi kata) Word-for-word translation (penerjemahan kata demi kata) dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan membiarkan susunan kalimat seperti dalam TSu. Ini biasanya tidak dianggap sebagai penerjemahan yang baik, tetapi ada gunanya sebagai proses awal dalam penerjemahan (pre-translation) dari bahasa tertentu. Misalnya, penerjemahan dari bahasa Jepang, yang struktur kalimatnya sangat berbeda daripada bahasa Indonesia. Untuk memudahkan penerjemah “melacak” makna yang ada dalam kalimat-kalimat atau gabungan kalimat dalam teks bahasa Jepang dilakukan dulu penerjemahan kata demi kata. Sebenarnya pada saat kita membaca Teks Sumber (TSu) dan menggarisbawahi sejumlah kata yang sukar atau yang berpotensi remang makna dalam penafsiran, kita sudah melakukan penerjemahan kata demi kata. Kata-kata tersebut dilepaskan dari ikatan struktur dan tatabahasanya untuk kemudian dilihat gradasi maknanya.
b. Literal translation (penerjemahan harfiah)
~ 98 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Literal translation (penejemahan harfiah) juga dapat dilakukan dengan sengaja dalam penerjemahan awal. Kalimat-kalimat yang panjang dan sulit diterjemahkan secara harfiah dulu untuk kemudian disempurnakan. Dalam penerjemahan harfiah, penerjemah sudah mengubah struktur BSu menjadi struktur BSa. Namun, kata-kata dan gaya bahasa dalam TSu masih dipertahankan dalam TSa. Dengan sendirinya terjemahan seperti ini masih memperlihatkan model teks dari TSu dan belum dapat dikatakan sebagai terjemahan yang betul. Metode ini juga dipilih untuk menjaga agar tidak terjadi “kebocoran” dalam mengalihkan pesan.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
I want to lay you down on a bed of Aku ingin membaringkanmu di ranjang penuh roses.
bunga mawar.
Pada contoh di atas, TSa sudah memperhatikan struktur dan tatabahasanya sesuai dengan definisi metode penerjemahan harafiah. Namun, TSa belum menerjemahkan ungkapan dalam frasa bed of roses, yang arti idiomatiknya adalah “pelaminan”. Berdasarkan konsep correctness, terjemahan di atas sudah “betul”, tetapi belum “baik”. Jadi, apabila diterjemahkan secara utuh dengan metode yang tepat, yakni penerjemahan idiomatik, maka akan seperti berikut ini. Teks Sumber (TSu) I want to lay you down on a bed of roses.
Teks Sasaran (TSa) Aku ingin mempersuntingmu.
Dari contoh kasus di atas, sebenarnya sudah terlihat jelas bahwa pemilihan metode penerjemahan sangat menentukan keberterimaan pesan yang disampaikan.
c. Faithful translation (penerjemahan setia) Faithful translation (penerjemahan setia) adalah penerjemahan yang mempertahankan sejauh mungkin aspek format (dalam teks hukum) atau aspek bentuk (dalam teks puisi) sehingga kita masih secara lengkap melihat kesetiaan pada segi bentuknya. Dalam penerjemahan setia juga bisa terjadi metafora (dalam penerjemahan teks sastra) atau
~ 99 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
ungkapan (dalam penerjemahan teks hukum) atau istilah (dalam penerjemahn teks hukum atau teks tentang informatika) diterjemahkan ke dalam BSa meskipun tidak lazim dikenal sehingga menjadi apa yang disebut “translationese”. Pada teks hukum format teks disesuaikan dengan yang sudah lazim berlaku di dalam sistem perundangan BSu. Dalam penerjemahan puisi penerjemah
berusaha mengikuti model puisi TSu. Dalam
penerjemahan teknologi, kesetiaan berada pada penggunaan padanan baru (neologisme dan “translationese”) atau pemertahanan istilah dari TSu. Tujuan melakukan penerjemahan dengan metode ini ada bermacam-macam, misalnya untuk memperkenalkan metafora asing, untuk memperkenalkan ungkapan dan istilah baru guna mengisi kekosongan ungkapan dan istilah dalam BSa. Bahasa hukum (legalese) merupakan suatu variasi bahasa yang khas digunakan oleh para pengacara dan hakim. Bahasa hukum merupakan ciri-ciri tersendiri yang tidak terdapat dalam ragam bahasa profesi lainnya. Ciri-ciri itu bukan saja terlihat dari kosa katanya saja, tetapi juga dari struktur bahasanya (Rahayuningsih, 2006: 4). Ciri-ciri bahasa hukum antara lain: kalimat panjang-panjang dan/atau kompleks; banyak menggunakan generalisasi seperti barang siapa dan setiap orang; banyak menggunakan kalimat pasif; banyak menggunakan kalimat negatif ganda; banyak menggunakan bahasa Prancis dan Latin. Bahasa Inggris yang sekarang digunakan berasal dari bahasa lingua franca (bahasa pergaulan/perdagangan) yang berasal dari berbagai bahasa (bahasa Nordik, Old and Middle English, Latin, Normandia dan Anglo-French) dan karenanya dianggap tidak layak untuk digunakan dalam bahasa keilmuan. Oleh karena itu dalam persidangan digunakan bahasa Latin dan bahasa Prancis sebagai bahasa yang dianggap baku dan lebih berbudaya. Selain itu, ketika Henry III menikah dengan Eleanor de Provence dari Prancis, ia membawa ribuan pengikut dan mereka diberi jabatan-jabatan yang penting antara lain sebagai penegak hukum. Pada perkembangan selanjutnya, hanya pengacara yang memahami bahasa Prancis yang digunakan di pengadilan. Ketika pada tahun 1732 parlemen Inggris mengeluarkan peraturan bahawa bahasa Inggris harus digunakan dalam proses persidamgan dan dokumen-dokumen hukum, istilah bahasa Latin dan bahasa Prancis sudah terlanjur diserap ke dalam bahasa Inggris hukum, misalnya: “prima facie” (on its face: prima facie evidence adalah alat bukti yang kuat), “mens rea” (percobaan, niat berbuat kejahatan) dan “res judicata” (larangan untuk
~ 100 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
mengajukan gugatan yang kedua kalinya untuk perkara yang sama (nebis idem) dari bahasa Latin, dan “in lieu of” (= instead of), “lien” (gadai) dan “tort” (perbuatan melawan hukum) dari bahasa Prancis. Tak jarang dalam teks hukum dua istilah dalam bahasa Latin atau Prancis digunakan bersama-sama dengan bahasa Inggris dengan makna sama.
Teks Sumber (TSu) 1. 2. 3. 4.
Teks Sasaran (TSa)
goods (Inggris) and chattel (Prancis) cease (Prancis) and desist (Inggris) null (Latin) and void (Inggris) give (Inggris), devise (Latin) and bequeth (Prancis)
1. 2. 3. 4.
benda bergerak menghentikan batal demi hukum memberikan atau mewariskan
Kadang-kadang struktur kata bahasa Prancis (yang mirip bahasa Indonesia) yang digunakan, yaitu adjektiva mengikuti benda yang diterangkan, padahal dalam struktur bahasa Inggris, adjektiva diletakkan di depan benda yang diterangkan.
Kaidah Bahasa Inggris Hukum (Diterangkan + Menerangkan = DM) 1. accounts payable/receivables 2. attorney general 3. condition precedent/subsequent 4. notary public 5. court martial
Kaidah Bahasa Inggris Umum (Menerangkan + Diterangkan = MD) 1. payable/receivables accounts 2. general attorney 3. precedent/subsequent condition 4. public notary 5. martial court
Karena Burgelijk Wetboek didasarkan pada Civil Code yang berasal dari Code Napoleon, dalam sistem hukum kita pun banyak dipakai istilah-istilah dalam bahasa Prancis atau Latin seperti legitieme portie (bagian warisan ahli waris yang tidak dapat dihapuskan oleh surat wasiat), nebis idem dan actio pauliana. Kadang-kadang para praktisi hukum menggunakan bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa Latin, misalnya untuk menyatakan “perkara ini” para ahli hukum sering menyatakan “perkara aquo” (Rahayuningsih, 2006: 8). Bahasa adalah alat utama bagi seorang praktisi hukum. Bahasa adalah alat yang utama bagi profesi hukum. Bahasa hukum mempunyai fungsi performatif di mana menurut John Austin kata itu sendiri mewujudkan suatu tindakan (Renkema, 2004: 13). Bahasa hukum
~ 101 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
memberikan akibat hukum seperti undang-undang. Seseorang yang dinyatakan “bersalah” oleh pengadilan akan dianggap “bersalah” terlepas dari apakah sesungguhnya ia bersalah atau tidak (Rahayuningsih, 2006: 8). Sistem hukum Common Law yang berlaku di Inggris dan bekas jajahan Inggris (termasuk Amerika) dibentuk oleh preseden. Di dalam hukum, istilah, frasa, wacana (discourse) mempunyai arti sebagaimana ditetapkan oleh pengadilan. Istilah “heir” misalnya dalam bahasa awam akan dipahami sebagai pewaris. Tetapi di dalam hukum istilah itu mempunyai arti yang lebih khusus, yaitu “seseorang yang berdasarkan undang-undang mewarisi tanah dari seseorang yang meninggal tanpa meninggalkan surat wasiat (intestate). Jadi seorang yang mewarisi tanah berdasarkan surat wasiat bukanlah seorang ‘heir”. Para pengacara dilatih di dalam sistem magang di mana mereka harus mengikuti konvensi dan contoh yang diberikan oleh pengacara senior. Pengacara muda diperkenalkan kepada “rahasia” pembuatan kontrak oleh pengacara senior. Karena pengacara terikat kepada preseden, kasus serta dokumen yang telah dibuat sebelumnya, maka kalimat yang kompleks dan panjang itu seakan menjadi sesuatu yang sakral atau memang harus demikian (“sudah dari sananya”). Di samping itu, para pengacara pada waktu itu dibayar berdasarkan panjang pendeknya dokumen, oleh karena itu makin panjang isinya makin mahal pula biayanya. Walaupun para pengacara sekarang dibayar per jam atau per kasus, tetapi kebiasaan menulis kalimat yang panjang itu tidak mudah hilang. Selain itu, sering kali para klien juga lebih menyukai bahasa yang panjang, kompleks dan resmi dan yang tidak mereka pahami karena merasa lebih mantap, yaitu bahwa karena itulah mereka mempekerjakan para pengacara. Contoh kata-kata yang sering digunakan padahal tidak mempunyai arti tambahan atau arti tambahan yang penting adalah: wheresoever, howsoever, whatsoever, hereinafter dan witnesseth. Perjanjian yang digunakan oleh para investor di Indonesia pada umumnya disiapkan atau diajukan oleh pengacara asing yang berlatar belakang sistem hukum Common Law sedangkan sistem hukum yang dianut di Indonesia adalah sistem hukum Civil Law. Dengan demikian istilah-istilah yang digunakan dalam perjanjian tersebut seringkali tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia, misalnya gugatan yang membedakan antara “equity and law”. Sebaliknya, istilah hukum dalam bahasa Indonesia tertentu mungkin
~ 102 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
tidak ada padanannya dalam bahasa Inggris, misalnya istilah “novasi” dan “turut tergugat” (Rahayuningsih, 2006: 10). Beberapa istilah dalam bahasa Inggris sehari-hari mempunyai arti yang berbeda di bidang hukum
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Teks Sumber
Teks Sasaran
(TSu)
(TSa)
action construction fail party receiver strike
1. 2. 3. 4. 5. 6.
gugatan penafsiran wanprestasi pihak kurator mencoret
Kesulitan lain dalam penerjemahan teks hukum dari bahasa Inggris adalah karena ternyata struktur bahasa Inggris hukum seringkali berbeda dengan struktur bahasa Inggris pada umumnya yang pernah kita pelajari di sekolah. Selama di sekolah misalnya, kita belajar bahwa kata “shall” menunjukkan kala mendatang (yaitu “akan: dalam bahasa Indonesia). Dalam bahasa hukum, istilah “shall” menunjukkan “future obligation” atau “promise” sehingga harus diterjemahkan sebagai “wajib” (atau dalam bahasa Inggris sehari-hari adalah “must”). Semasa sekolah kita juga belajar bahwa “money” adalah uncounable nouns (kata benda yang tidak dapat dihitung) sehingga tdak dapat dijamakkan. Namun, dalam bahasa Inggris hukum kita mengenal “monies” yang merupakan bentuk jamak dari “money”. Dalam bahasa Inggris hukum, kata ganti “it” dapat digunakan untuk merujuk orang dan dirasakan lebih baik dari “he/she” karena sifatnya yang impersonal. Misalnya, the seller menjadi it meskipun jenis kelamin the seller sudah diketahui dengan jelas. Berdasarkan tinjauan sejarah, bahasa hukum (legalese) dalam bahasa Inggris memang banyak dipengaruhi oleh bahasa Latin, Prancis, dan Belanda. Semua itu pada prinsipnya dilakukan untuk menjaga kesakralan (teks) bahasa hukum; bahwa (teks) bahasa hukum berbeda dengan bahasa sehari-hari atau bahasa pasaran. Para praktisi hukum di Inggris pada saat itu percaya bahwa hukum adalah kepanjangan tangan Tuhan, sehingga baik disadari atau tidak nuansa ketuhanan hadir di dalam bahasa hukum. d. Semantic translation (penerjemahan semantis)
~ 103 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Semantic translation (penerjemahan semantis) adalah penerjemahan yang sangat menekankan pada penggunaan istilah, kata kunci, ataupun ungkapan yang harus dihadirkan dalam terjemahannya. Hal ini biasanya dilakukan dalam penerjemahan karya ilmiah atau teks hukum sesuai dengan “untuk siapa” terjemahan itu dibuat dan “untuk tujuan apa”. Dalam karya ilmiah ada sejumlah istilah yang sudah terdefinisi dan harus diterjemahkan secara tepat dari segi semantisnya agar tidak terjadi salah paham. Dalam penerjemahan teks hukum istilah-istilah hukum harus diterjemahkan secara tepat pula semantiknya agar tidak terjadi salah tafsir. Teks Sumber (TSu) Input necessary
is
Teks Sasaran (TSa)
deemed 1. Masukan sangat dibutuhkan saat ini (= umum). 2. Asupan sangat dibutuhkan saat ini (= kedokteran). at the 3. Input sangat dibutuhkan saat ini (= ekonomi, teknik)
moment.
Kata “input” pada terjemahan di atas merupakan kata kunci yang harus dihadirkan berdasarkan konteksnya. Itu tak lain karena kata tersebut memiliki aspek semantik yang mampu membedakan makna. Jika kita bericara dalam konteks kedokteran, maka padanan yang dimunculkan untuk kata “input” adalah “asupan” bukan “masukan” atau “input (*dipinjam/borowwing). Itulah sebabnya kita mendengan istilah “asupan gizi”, bukan “masukan gizi”. Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
1. “Bisakah anda berdiri sebentar, Pak?” 2. “Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Hadirin sekalian dimohon berdiri”.
1. “Could you please stand up, Sir?” 2. “Indonesian anthem. Ladies and gentlemen please rise”.
Konteks situasi formal atau informal juga menentukan kata kunci yang menganduk aspek semantis dari masing-masing kalimat di atas. Pada kalimat nomor 1 yang bersituasi informal (atau mungkin juga semiformal), kata “berdiri” dipadankan dengan kata “stand up”. Sedangkan pada kalimat nomor 2 yang bersituasi formal, kata “berdiri” dipadankan dengan kata “rise”. Berdasarkan beberapa contoh di atas dapat kita simpulkan bahwa Teks Sumber (TSu) dalam penerjemahan tidak pernah steril. Itu artinya, teks tersebut membutuhkan penafsiran (secara semantis) sebelum diterjemahkan.
~ 104 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
e. Communicative translation (penerjemahan komunikatif) Communicative translation (penerjemahan komunikatif) adalah penerjemahan yang lebih mementingkan pada pesannya, tetapi tanpa harus menerjemahkan secara bebas. Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya dapat dipahami dengan baik oleh pembaca BSu. Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu pembaca dan tujuan penerjemahan. Hoed (2006:58) menambahkan, metode ini biasanya dilakukan dalam penerjemahan brosur, pengumuman, ataupun tulisan populer. Penerjemahan komunikatif biasanya dianggap terjemahan yang ideal.
Teks Sumber (TSu) Awas anjing galak!
Teks Sasaran (TSa) 1. Beware of vicious dog! 2. Beware of dog!
Saat kita menerjemahkan bentuk pengumuman seperti contoh di atas, yang terpenting adalah efektivitas penyampaian pesannya, bukan bentuknya. Penerjemahan komunikatif menitikberatkan pada kesepadanan pesan/makna (equivalence), bukan pada kesejajaran bentuk (formal correspondence). Oleh karena itu, Teks Sasaran (TSa) yang betul dan baik (baca konsep correctness) untuk metode terjemahan jenis ini pada contoh di atas adalah Teks Sasaran (TSa) nomor 2. Kita tidak perlu menerjemahkan pesan pada kata “galak” secara harafiah menjadi “vicious” seperti pada nomor 1, sebab berdasarkan sosial budaya bahasanya—dan dipertegas oleh kata “awas”—, pesan yang termaktub dalam kata “galak” sudah dimengerti konteksnya. Anjing di sini adalah bukan anjing yang ramah, atau anjing yang akan mengajak kita bermain; anjing di sini adalah anjing galak, anjing yang akan menggigit orang asing yang ditemuinya. Selama pesan tersampaikan dengan baik dan tidak terjadi deviasi makna, bentuk dapat diabaikan. f. Idiomatic translation (penerjemahan idiomatis) Menurut Kamus Linguistik (Kridalaksana, 1993:81), idiom (idiom) adalah
“1. (a)
Konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain, (b) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Contoh: kambing hitam dalam kalimat
~ 105 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
“Dalam peristiwa kebakaran itu Hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa”. Di sini makna “kambing hitam” secara keseluruhan tidak sama dengan “kambing” maupun dengan “hitam”; 2. … Idiomatic translation (penerjemahan idiomatis) mengupayakan penemuan padanan istilah, ungkapan, dan idiom dari apa yang tersedia dalam BSa. Dalam penerjemahan teks hukum dapat terjadi penerjemahan idiomatis bila dalam beberapa hal merujuk pada peraturan perundangan pada masyarakat sasaran. Upaya semacam ini tentunya bagus, tetapi juga sulit bila kedua bahasa yang terlibat dalam proses penerjemahan memiliki latar sosial budaya yang berbeda. Teks Sumber (TSu) Sedia payung sebelum hujan. Throwing two birds with one stone.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur.
Teks Sasaran (TSa) 1. Prevention is better than cure. 2. Saving up your money for rainy days. 1. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. 2. Sambil menyelam minum air. 1. Don’t cry over the spilled milk. 2. Let by gone be by gone.
Ungkapan atau peribahasa dalam TSu di atas sudah mendapatkan padanan ungkapan atau peribahasanya dalam TSa. Itu artinya antara TSu dan TSa memiliki unsur budaya yang sama meskipun dengan sudut pandang yang berbeda. Namun, dalam penerjemahan idiomatis TSu yang berupa istilah, ungkapan, dan/atau idiom tidak selalu mendapatkan padanan yang juga berupa istilah, ungkapan, dan/atau idiom.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
Dia sudah mati kutu sekarang
He (or she) is helpless now.
Pada contoh di atas, frasa “mati kutu” yang merupakan istilah diterjemahkan atau dipadankan dengan kata “helpless” yang hanyalah kata biasa, bukan istilah. Pemadanan istilah dengan istilah dilakukan hanya jika memang memungkinkan. Pada akhirnya, kesepadanan pesanlah yang diutamakan. g. Free translation (penerjemahan bebas) Free translation (penerjemahan bebas) menekankan pada pengalihan pesan, sedangkan pengungkapannya dalam TSa dilakukan sesuai dengan kebutuhan calon pembaca. Bedanya
~ 106 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dengan adaptation adalah bahwa dalam penerjemahan bebas penerjemah tidak melakukan penyesuaian budaya. Biasanya free translation dilakukan untuk memenuhi permintaan klien. Metode ini seringkali berbentuk suatu parafrase, yang dapat lebih panjang ataupun lebih pendek dari aslinya, sehingga dapat disebut penerjemahan “intra-lingual”. Misalnya, saat klien meminta kita menerjemahkan untuk menerangkan pesan dalam sebuah puisi yang panjangnya tak lebih dari satu lembar, maka keterangan yang kita buat bisa jadi jauh lebih panjang dari puisi tersebut. Atau, saat klien meminta kita menerjemahkan untuk menerangkan jalan cerita dari sebuah novel yang terdiri dari ratusan halaman, maka keterangan kita bisa jadi tak lebih dari selembar kertas panjangnya. h. Adaptation (saduran) Adaptation (saduran) yang lebih menekankan pada “isi” pesan, sedangkan bentuknya disesuaikan dengan kebutuhan pembaca dalam BSa (Hoed, 2006:56). Dalam adaptation biasanya tokoh, latar belakang, dan konteks sosial disesuaikan dengan “kebudayaan” BSa. Ini pernah dilakukan dalam adaptation teks cerita binatang dari bahasa Perancis ke bahasa Indonesia. Binatang dari Eropa diganti dengan binatang dari Indonesia (rubah menjadi kancil meskipun sifat liciknya berbeda), makanan dari Eropa diganti dengan makanan dari Indonesia (keju pada cerita burung gagak ditipu oleh Kancil). Saduran ini banyak dimanfaatkan untuk menerjemahkan drama dan puisi. Salah satunya adalah drama Romeo and Juliet karya Shakespeare yang telah disadur ke berbagai bahasa di dunia. Saat drama tersebut dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) tahun 2002 lalu, Teater Koma mengubah judulnya menjadi ‘Roman dan Yulia’ dan latar ceritanya, Verona, menjadi ‘Kampung Dalam’. Saat Romeo and Juliet diangkat ke layar lebar dan diperankan oleh Leonardo DiCaprio, kebudayaan material berubah drastis; pisau diubah menjadi pistol, kuda tunggangan diubah menjadi mobil, dan lain-lain. 3.4
TEKNIK PENERJEMAHAN
Cara menanggulangi kesulitan menerjemahkan pada tataran kata, kalimat, atau paragraf. Cara penanggulangan ini disebut teknik. Ada banyak teknik yang dapat ditawarkan, tetapi hanya beberapa yang dianggap umum yang akan dikemukakan di sini. a. Transposisi Kita mengubah struktur kalimat agar dapat memperoleh terjemahan yang betul. Contohnya adalah sebagai berikut.
~ 107 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
No.
Teks Sumber (TSu)
1.
a. He was unconscious when he arrived at the hospital.
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Teks Sasaran (TSa) b. Ia sudah berada dalam keadaan tidak sadar saat tiba di rumah sakit. c. Setibanya di rumah sakit, ia sudah dalam keadaan tidak sadar.
Meskipun struktur kalimatnya tidak sejajar dengan (1a), terjemahan (1b) dapat kita terima, tetapi kelihatannya (1c) lebih baik. Intinya, pesan berbunyi “ia tidak sadar”, “ia dibawa ke rumah sakit”, dan “setiba di rumah sakit ia pun masih belum sadar”. Terjemahan (1d), meskipun struktur kalimatnya sejajar dengan (1a), dapat menimbulkan salah paham karena seakan-akan keadaan tidak sadar terjadi saat ia tiba di rumah sakit. Ini disebabkan oleh semantik kala lampau yang tidak ditambahkan dalam (1d). Padahal (1d) secara formal yang paling sejajar dengan aslinya. Jadi, dalam hal (1a) dan (1b) penerjemah melakukan perubahan struktur kalimat dengan teknik transposisi. Contoh lain dapat kita lihat dalam sebuah teks hukum seperti berikut ini. No. 2.
Teks Sumber (TSu) a. trade secrets confidential
Teks Sasaran (TSa) and b. rahasia dagang
Dalam contoh di atas, secrets and confidential dianggap bermakna sama sehingga diterjemahkan dengan rahasia saja. Ini merupakan teknik transposisi karena mengubah struktur dari yang panjang menjadi pendek. Contoh lain memperlihatkan perubahan, tidak hanya struktur, tetapi sudut pandang maknanya. No. 3.
Teks Sumber (TSu) a. Hak-hak dan kewajiban yang tercantum pada Pasal 2, 5, (...) pada Perjanjian ini akan tetap berlaku meskipun Perjanjian ini telah diakhiri.
Teks Sasaran (TSa) b. Hak-hak dan kewajiban yang tercantum pada Pasal 2, 5, (...) pada Perjanjian ini akan tetap berlaku meskipun Perjanjian ini telah diakhiri. c. Hak-hak dan kewajiban yang tercantum pada Pasal 2, 5, (...) pada Perjanjian ini akan tetap berlaku setelah pengakhiran Perjanjian ini.
Pada (3b) dan (3c) terjadi perubahan struktur dari (3a) (shall V 1, the N1, of this N2) menjadi (3b) (akan tetap V, meskipun N2 ini telah V2) dan (3c) (akan tetap V setelah N1, N2 ini). Dalam contoh ini, kita juga melihat kata termination of this agreement (V1, of the N1)
~ 108 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dalam (3b) berubah menjadi meskipun Perjanjian ini telah diakhiri (meskipun N2, telah V2). Di sini juga terjadi modulasi yang akan dibicarakan di bawah ini.
b. Modulasi Penerjemah memberikan padanan yang secara semantik berbeda sudut pandang artinya atau cakupan maknanya, tetapi dalam konteks yang bersangkutan memberikan pesan/maksud yang sama. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh-contoh berikut ini: No. 4.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
a. The laws of Germany govern this Agreement.
b. Perjanjian ini diatur oleh hukum jerman.
Dalam contoh (4b) kita melihat makna pasif menerjemahkan makna aktif (4a) atau sudut pandang aktif (4a) diterjemahkan menjadi pasif (4b). No. 5.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
a. XYZ liability is mandatory b. Tanggung jawab XYZ merupakan under the applicable law, eg. kewajiban berdasarkan undang-undang according to Product Liability yang berlaku, misalnya Undang-undang Law. Perlindungan Konsumen (dalam konteks ini).
Dalam contoh (5b) dan dalam konteks yang bersangkutan, kita melihat terjemahan yang sudut pandangnya pada konsumen, sedangkan dalam BSu (5a) sudut pandangnya pada produk. c. Penerjemahan Deskriptif Karena tidak dapat menemukan terjemahan/padanan kata BSu (baik karena tidak tahu maupun karena tidak/belum ada dalam BSa), penerjemah terpaksa melakukan “uraian” yang berisi makna kata yang bersangkutan. Hal itu dapat kita lihat dalam contoh berikut ini: No. 6.
Teks Sumber (TSu) a. Licensed software.
Teks Sasaran (TSa) b. Perangkat lunak yang dilisensikan.
Dalam (6b) sebenarnya kita tidak melihat suatu istilah, tetapi suatu uraian yang
~ 109 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
memberikan makna yang sama dari istilah Inggrisnya (6a).
d. Penjelasan Tambahan (Contextual Conditioning) Agar suatu kata dipahami (misalnya nama makanan atau minuman yang masih dianggap asing oleh khalayak pembaca BSa), biasanya penerjemah memberikan kata(-kata) khusus untuk menjelaskannya. Kita dapat melihat gejala ini pada contoh berikut. No. 7.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
a. She prefers the Black Label
b. Ia lebih suka wiski Johnny
rather than the ordinary
Walker Black Label daripada
Johnny Walker.
yang biasa.
Pada (7b) kita melihat penerjemah menambahkan kata wiski agar pernbaca memahami bahwa yang dimaksud dengan Johnny Walker adalah merek minuman wiski dan bahwa Black Label (yang juga tidak dapat diterjemahkan) adalah salah satu jenis wiski yang bermerek Johnny Walker itu. Contoh lain dapat kita lihat berikut ini. No. 8.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
a. He is fond of sushi with
b. Ia suka sekali sushi dengan bumbu (?)
wasabi.
e.
wasabi.
Catatan Kaki
Penerjemah memberikan keterangan dalam bentuk catatan kaki untuk memperjelas makna kata terjemahan yang dimaksud karena tanpa penjelasan tambahan itu kata terjemahan diperkirakan tidak akan dipahami secara baik oleh pembaca. Hal ini dilakukan apabila catatan itu panjang sehingga kalau ditempatkan dalam teks akan mengganggu pembacaan. Ini dapat kita lihat pada contoh berikut ini. No. 9.
Teks Sumber (TSu) a. All the software in your phone.
Teks Sasaran (TSa) b. Semua perangkat lunak dalam telepon seluler* Anda.
* Ini adalah teks tentang Perjanjian Lisensi yang di dalamnya mengandung pengertian bahwa perangkat lunak itu dimasukkan ke dalam telepon seluler dan bukan telepon
~ 110 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
biasa. Kalau ini tidak dijelaskan, kemungkinan ditafsirkan sebagai telepon biasa.
f. Penerjemahan Fonologis Penerjemah tidak dapat menemukan padanan yang sesuai dalam bahasa Indonesia (BSa) sehingga ia memutuskan untuk membuat kata baru yang diambil dari bunyi kata itu dalam BSu untuk disesuaikan dengan sistem bunyi (fonologi) dan ejaan (grafologi) BSa. Contohnya adalah sebagai berikut. No.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
10.
a. emitent
b. emiten
11.
a. cryptographic software
b. perangkat lunak kriptografis
12.
a. democratic (Belanda)
b. demokrasi
g.
Penerjemahan Baku
Ada sejumlah istilah, nama, dan ungkapan yang sudah baku atau resmi dalam BSa sehinga penerjemah langsung menggunakannya sebagai padanan. Biasanya istilah sudah ada dalam undang-undang, glosari di bidang tertentu, atau berupa nama orang, kota, atau wilayah. Beberapa contoh dapat kita lihat di bawah ini. No.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
13.
a. receiver (hukum)
b. kurator
14. 15.
a. jointly and severally [liable] (hukum) a. input
16.
a. Munich
b. [bertanggung jawab secara] tanggung renteng b. masukan (umum) c. asupan (kedokteran) d. input (ekonomi, teknik listrik) b. Munchen
17.
a. Falkland
b. Malvinas
18.
a. New Zealand
b. Selandia Baru
19.
a. Newcastle
b. Newcastle
~ 111 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
h. Tidak Diberikan Padanan (Borrowing) Penerjemah tidak dapat menemukan terjemahannya dalam BSa sehingga untuk sementara ia mengutip saja bahasa aslinya. Biasanya, cara ini dilengkapi dengan catatan kaki. Contohnya sebagai berikut. No.
Teks Sumber (TSu)
20.
a. Some products of XYZ may require you to agree to additional terms through an on-line “click-wrap” license.
i.
Teks Sasaran (TSa) b. Beberapa produk XYZ dapat mewajibkan anda untuk menyetujui ketentuan-ketentuan tambahan melalui suatu lisensi “on-line click-wrap”.
Padanan Budaya
Menerjemahkan dengan memberikan padanan berupa unsur kebudayaan yang ada dalam BSa. Contohnya:
No.
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
21.
a. “A” level exam (Inggris)
b. Ujian SPMB
22.
a. Diplôme de baccalauréat (Prancis)
b. Ijazah SMA
23
a. Summer Session
b. Semester Pendek
Contoh (21a) yang sebenarnya adalah nama ujian masuk perguruan tinggi dalam sistem pendidikan di Inggris yang diterjemahkan dengan (21b) yang juga adalah nama ujian masuk perguruan tinggi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Contoh (22a) berasal dari budaya pendidikan Prancis dan (22b) dari Indonesia; hal yang sama juga terjadi pada contoh (23a) dan (23b). Dari contoh di atas terlihat bahwa kata dalam TSu dicari “padanan budayanya” yang terdapat dalam BSa. Prosedur ini memang bukan penerjemahan yang akurat, tetapi dapat membantu pembaca memahami secara cepat kata atau istilah budaya dalam BSa. 3. Penilaian Penerjemahan
~ 112 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Menurut Hoed et. al. (1993: 9), penilaian atas sebuah terjemahan didasarkan pada beberapa kriteria dasar antara lain sebagai berikut: (1) menempatkan BSu dan BSa dalam konteks komunikasi masing-masing; (2) melihat jenis teks (berdasarkan fungsi serta sifatnya) sebagai sarana penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima (BSu) dan dari penerjemah sebagai pengirim kepada penerima (BSa) dalam setting yang berbeda; (3) memperhatikan reaksi (baca: pembaca) penerima dalam BSa apakah memahami pesan yang serupa dengan yang dimaksud dalam Bsu; (4) memperhatikan maksud penerjemah (cf. Nida dan Taber 1974:1, 12-24; Newmark 1988:184-192). Penerjemah dengan segala pandangan dan prasangkanya sangat mungkin bertindak memihak dan subjektif. Namun terlepas dari semua itu, penerjemah harus bisa mengungkapkan kebenaran (baca: keberterimaan) dalam terjemahannya. Menurut Newmark (1988:189), keberhasilan penerjemah dapat dinilai dengan 4 cara: a. Translation as a Science (Terjemahan sebagai Ilmu) Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat kebahasaan murni. Gramatika berperan sangat dominan dan menentukan. Kesalahan pada tahap ini sifatnya mutlak sehingga mengakibatkan terjemahan menjadi ‘salah’. TSu
TSa
Keterangan
Awalnya,
Tommy 1. At first, Tommy works very deligently. bekerja sangat rajin. 2. At first, Tommy worked very deligently.
1. Bentuk verba salah, tidak
sesuai penanda waktu At first (= lampau). 2. Bentuk verba betul, sesuai penanda waktu At first (= lampau).
b. Translation as a Craft (Terjemahan sebagai Kiat) Kebenaran dalam hal ini dipandang sebagai suatu kiat atau usaha untuk mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam TSa. Rekayasa penerjemah sangat penting perannya. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan baikburuk. TSu Domba-domba Allah
TSa The lambs of God. 2. The seals of 1.
~ 113 ~
Keterangan 1.
Penerjemahan betul tetapi buruk, diksi berdasarkan konteks/latar kurang tepat.
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
(*dalam Kitab Injil; latar
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
God.
2.
teks adalah orang Eskimo
Penerjemahan betul dan baik, diksi berdasarkan konteks/latar tepat.
di Antartika)
c.
Translation as an Art (Terjemahan sebagai Seni)
Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat estetis. Penerjemah tidak hanya menyampaikan pesan tetapi juga gaya penulisan. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan baik-buruk. TSu
TSa
Jauh di mata namun dekat 1. Far from the sight but near by the heart. di hati. 2. Out of sight but near by the heart.
d.
Keterangan Penerjemahan betul tetapi buruk, pemadanan idiomatik tidak tepat. 2. Penerjemahan betul dan baik, pemadanan idiomatis tepat. 1.
Translation as a Taste (Terjemahan sebagai Selera)
Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat pribadi atau berdasarkan selera masing-masing penerjemah. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan baik-buruk; pilihan bersifat sangat subjektif.
TSu Wanita tetapi cerewet.
itu
TSa cantik 1. The lady is pretty but very talkative. 2. The lady is pretty yet very talkative. sangat 3. The lady is pretty. However, she is very talkative
Keterangan Ketiga TSa betul dan
baik
berdasarkan selera atau pilihan.
4.
Kesimpulan
Terjemahan antarbahasa pada dasarnya merupakan perbandingan dinamis yang melibatkan dua bahasa dan dua budaya sekaligus. Perbandingan ini pada kenyataanya malah seringkali mempertegas perbedaan yang ada di antara keduanya. Cluver dalam Osimo (2004) mengatakan bahwa sebuah teks terjemahan sudah barang tentu tidak ekuivalen dengan teks
~ 114 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
aslinya. Bisa dipastikan, sebuah teks terjemahan mengandung sesuatu yang kurang (loss) atau sesuatu yang berlebih (redundant) bila dibandingkan dengan teks sumber. Dalam kaitan inilah penerjemah yang baik pada akhirnya harus menentukan bagian mana yang harus ‘dibongkar’ dari sebuah teks sumber. Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang penerjemah yang baik dibutuhkan lebih dari sekadar pengalaman. Pertama, seorang penerjemah harus menguasai ‘dunia’ dua bahasa yang terlibat dalam penerjemahan—yang notabene di dalamnya berkaitan erat dengan penggunaan ungkapan. Kedua, seorang penerjemah harus mengutamakan hakikat penerjemahan sebagai proses pengalihan pesan yang murni. Artinya ia harus menempatkan diri sebagai seorang profesional di bidangnya yang tidak ditentukan oleh sikap emosionalnya. Ketiga, seorang penerjemah harus memahami teori penerjemahan yang mencakup sekurang-kurangnya metode, prosedur, dan teknik. Hal itu tak lain karena teori penerjemahan menawarkan cara cepat dan akurat dalam mengatasi masalah penerjemahan, terutama bagi para penerjemah muda yang umumnya minim pengalaman. Teori penerjemahan dapat memberikan batasan tegas hingga sejauh mana seorang penerjemah dapat menerjemahkan suatu teks. Urgensi teori penerjemahan itu sejalan dengan pendapat Prof. Anton M. Moeliono dalam kata pengantar yang dituliskannya untuk Kencanawati Taniran (Larson, 1989:XIII), yang mengatakan bahwa “penerjemah yang mahir harus yakin bahwa penerjemahan itu bukan suatu kiat atau seni belaka, melainkan juga suatu kegiatan yang berdasarkan teori yang menjelaskan proses penerjemahan itu.” Keempat, seorang penerjemah harus senantiasa mencermati dan mengkaji penggunaan istilah-istilah baru dalam berbagai laras bahasa. 4
DAFTAR PUSTAKA
Catford, J.C. 1974. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press. Garner, Bryan A. 1999. Black’s Law Dictionary. New Pocket Edition. Texas: West Law Publishing. Good, C. Edward. 1989. Mightier Than the Sword. Charlottesville. Hatim, Basil dan Ian Mason. 1992. Discourse and the Translator. London: Longman. ____. 1997. The Translator as Communicator. London: Routledge. Hatim, Basil. 2001. Teaching and Researching Translation. London: Longman. Hervey, Sándor dan Ian Higgins. 1992. Thinking Translation. New York: Routledge.
~ 115 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Hoed, Benny H., Tresnati S. Solichin, dan Rochayah M. 1993. Pengetahuan Dasar Tentang Penerjemahan. Jakarta: Pusat Penerjemahan FSUI. Hoed, Benny. Semiotika & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu. Hornby, Marry Snell. 1995. Translation Studies. An Integrated Approach. Amsterdam: Jon Benjamin Publishing Co. Larson, Mildred L. 1989. Meaning Based Translation, A Guide to Cross-language Equivalence. Terj. Kencanawati Taniran. Jakarta: Penerbit Arcan. Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: Mizan Pustaka. Mann, Richard A. dan Barry S. Roberts. 1999. Business Law and the Regulation of Business. Boston: West Publisher. Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. New York: Pergamon. ____. 1988. A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall. Nida, E.A. dan Charles R. Taber. 1974. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill. Sarcevic, Susan. Legal Translation and Translation Theory: A Receiver-Oriented Approach, www.tradulex.com/Actes2000/sarcevic.pdf. Diakses 11 Januari 2013. Stephen,
Cheryl.
1990.
What
is
Really
Wrong
with
Legal
Language?,
http://www.plainlanguagenetwork.org/legal/wills.html. Diakses 11 Januari 2013. Tiersma, Peter M. 1999. Legal Language. London: The University of Chicago Press. Venuti, Lawrence. 2004. The Translation Studies Reader. New York: Routledge. Williams, Henny dan Andrew Chesterman. 2002. The MAP. A beginner’s Guide to Doing Research in Translation Studies. Manchester: St. Jerome Publishing
~ 116 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PENGAJARAN BAHASA JEPANG DENGAN METODE KUMON PADA MAHASISWA PROG. STUDI CINA DAN PROG. STUDI INGGRIS DI UNIVERSITAS DARMA PERSADA Irawati Agustine, Metty Suwandany, Tia Martia, Zainur Fitri, Syamsul Bahri Sastra Jepang – Fakultas Sastra ABSTRAK Pada semester genap tahun akademik 2013/2014, Lembaga Kumon Tokyo Jepang mengadakan uji coba pengajaran bahasa Jepang dengan metode kumon di Universitas Darma Persada. Tujuan pengajaran dengan metode kumon adalah untuk mempersiapkan siswa mengikuti ujian kemampuan bahasa jepang (JLPT) yang diselenggarakan oleh The Japan Foundation tanggal 6 Juli 2014. Adapun peserta yang mengikuti program ini adalah 5 orang dari program studi Jepang, 4 orang dari program studi Inggris, dan 3 orang dari program studi Cina. Fokus penelitian adalah pada peserta dari program studi Cina dan Inggris. Peserta program belajar mulai dari awal dan dipersiapkan untuk dapat mengikuti ujian tingkat N5. Program ini diadakan 2 kali dalam seminggu, yaitu pada hari selasa dan kamis pukul 15.00 – 18.00. Di luar waktu yang telah ditetapkan, para siswa diwajibkan mengerjakan PR minimal 20 lembar setiap hari sehingga dalam 1 minggu mereka rata-rata menyelesaikan 140 lembar kerja dan dalam waktu tiga bulan diharapkan dapat menyelesaikan level C (setara dengan N5). Kata kunci : kumon, JLPT, uji coba, metode
1 1.1
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH
Di dalam suatu kegiatan belajar mengajar, diperlukan adanya metode pengajaran agar dapat tercapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Demikian pula di dalam kegiatan belajar mengajar bahasa asing, diperlukan adanya metode pengajaran bahasa. Pada dasarnya, manusia selalu mencari metode-metode penyajian materi pengajaran yang lebih baik untuk memudahkan pekerjaan atau tugas pemelajar. Adapun perubahan penyajian dalam metode pengajaran bahasa mencerminkan penekanan ketrampilan apa yang dianggap penting dan yang harus dikuasai oleh pemelajar. Seperti halnya pengajaran bahasa asing, pengajaran bahasa Jepang juga menggunakan beragam metode di mana metode-metode yang digunakan bertujuan untuk memudahkan pemelajar memahami materi yang disampaikan oleh pengajar.
~ 117 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Salah satu metode yang digunakan dalam pengajaran bahasa Jepang adalah Metode Kumon. Yang dimaksud dengan Metode Kumon adalah metode belajar mandiri atau perseorangan. Dilingkungan Universitas Darma Persada saat ini sedang diadakan uji coba program pengajaran bahasa Jepang dengan Metode Kumon yang akan berlangsung selama tiga setengah bulan terhitung mulai bulan Maret sampai bulan Juni. Program ini diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan Kumon yang berada di Tokyo bekerja sama dengan UniversitasDarma Persada. Peserta program ini adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Darma Persada sebanyak 12 orang dengan rincian 5 orang mahasiswa program studi Jepang semester II, 4 orang mahasiswa program studi Inggris semester Vl , dan 3 orang mahasiswa program studi Cina semester Vl. Adapun tujuan dilaksanakannya program ini adalah agar mahasiswa peserta program ini dapat lulus dalam ujian kemampuan bahasa Jepang (Noryoku Shiken) N4/N5. Dari hal tersebut di atas, kami bermaksud melakukan penelitian terhadap mahasiswa program studi Inggris dan program studi Cina selaku peserta program kumon tingkat pemula. 2
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, sejauh manakah pembelajaran dengan metode kumon meningkatkan kemampuan pemelajar tingkat pemula dalam kesiapannya mengikuti ujian kemampuan bahasa Jepang N5. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam proses belajar bahasa, umumnya melibatkan guru, pengajaran bahasa, metode pengajaran, dan materi ajar. (Sri Utari,1993:5). Guru merupakan faktor yang penting dalam proses pemudahan belajar. Dalam pengajaran bahasa ada tiga hal yang dilibatkan yaitu linguistik, psikologi dan ilmu pendidikan. Metode dapat diinterpretasikan ke dalam kata “cara”,” teknik”, atau dapat diinterpretasikan dengan “ pendekatan”. Istilah-istilah tersebut mengandung makna yang sangat signifikan dalam proses belajar mengajar. Berbicara tentang Metode Pengajaran, adalah bukan semata-mata terpusat pada teknik-teknik pengajaran, namun meliputi berbagai aspek baik teori dasar pengajaran bahasa asing pada umumnya maupun pengajaran bahasa Jepang pada khususnya. Sebagaian besar orang
~ 118 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
menganggap bahwa mempelajari bahasa Jepang sangatlah kompleks dan sulit dipahami. Kesuksesan pembelajaran bahasa Jepang tidak bisa dilepaskan dari kesuksesan proses pengajarannya sendiri. Untuk para pemelajar tingkat pemula, umumnya mereka merasakan kesulitan dalam menerapkan struktur tata bahasa Jepang yang berbeda dengan struktur bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang lebih dahulu dipelajari. Pada tahap pemula inilah pengajaran tata bahasa ditekankan sungguh-sungguh agar pada tingkat pembelajaran selanjutnya, pemelajar bisa mencapai penguasaan aspek mendengar, berbicara,membaca, dan menulis dengan baik. Bagi pemelajar,
tata bahasa menjadi semacam kompas dalam pemakaian bahasa.
Bagaimanapun juga, penguasaan tata bahasa tidak bisa dinomor duakan. Walaupun sekarang ini ada juga yang berpendapat bahwa orientasi pada latihan percakapan harus lebih diutamakan dari pada orientasi tata bahasa. Seorang pengajar yang baik haruslah bisa menyeimbangkan hal tersebut. Sehingga, pada pengaplikasiannya pemelajar bisa memiliki aspek keterampilan mendengar, berbicara,membaca, dan menulis yang semakin seimbang dan baik karena ditunjang penguasaan tata bahasa yang baik pula. Pada dasarnya metode pengajaran tata bahasa memiliki pengertian bagaimana sebaiknya cara mengajarkan suatu bahasa. Dalam pengajaran bahasa asing, dahulu sering digunakan metode terjemahan tata bahasa. Tapi sekarang, sesuai dengan perkembangan system pengajaran, metode tersebut memiliki cukup banyak kelemahan. Suatu metode dikatakan baik apabila digunakan sesuai dengan tujuan masing-masing. Pembimbing kumon/instruktur memberikan dukungan kepada setiap pemelajar
dalam
mengembangkan
2012).
Pembelajaran
kemampuan
dengan
belajar
system
mandiri.
kumon
(Kumon
menitik
Shiki
beratkan
Nihongo, pada
ketrampilan
mendengar,membaca dan menulis.(Kimura Muneo : 132) Metode kumon adalah metode belajar perseorangan. Setiap pemelajar maju dengan kemampuannya membaca dan menulis yang berorientasi pada tata bahasa. Metode Kumon menggunakan bahan pelajaran berupa lembar kerja yang disusun sedemikian rupa secara sistematis. Dalam metode Kumon siswa yang sudah punya kemampuan cukup, bisa maju ke tingkat lebih tinggi. Bagi yang belum cukup akan terus mendapat pengulangan, sehingga nantinya ia tidak mendapat kesulitan saat mengerjakan materi ajar yang lebih tinggi.
~ 119 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Selain itu dalam metode Kumon memberlakukan sistem nilai 100, artinya tiap latihan harus benar dikerjakan semua sebelum bisa berganti lembar kerja. Siswa yang melakukan kesalahan harus memperbaiki sendiri sampai mendapat nilai 100. Cara ini dinilai efektif agar siswa tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut. Penilaian dapat dilakukan dengan mengadakan test. Test adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri. 4
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran dengan
metode kumon dapat meningkatkan kemampuan pemelajar tingkat pemula dalam kesiapannya untuk mengikuti ujian kemampuan bahasa Jepang N5. 5
MANFAAT HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian diharapkan bagi para pengajar bahasa asing pada umumnya dan bahasa Jepang pada khususnya mendapatkan pengetahuan baru mengenai pengajaran bahasa dengan metode kumon. 6
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersumber pada mahasiswa fakultas sastra Unsada Program Studi Cina (3 orang) dan mahasiswa Program Studi Inggris (4 orang) yang sedang mengikuti program
~ 120 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
pembelajaran bahasa Jepang dengan metode kumon selama tiga setengah bulan (Maret – Juni 2014). Setiap siswa harus melewati 4 tahapan/tingkatan. Setiap hari masing-masing siswa diharuskan menyelesaikan minimal 20 lembar kertas kerja. Dalam hal ini siswa diberikan kebebasan untuk mengerjakan lembar kerja lebih dari 20 lembar sesuai dengan kesanggupan mereka. Seluruh lembar kerja diberi terjemahannya dalam bahasa Inggris. Selain itu, setiap siswa juga diwajibkan untuk mendengarkan CD yang telah dibagikan kepada setiap siswa. Setiap siswa diharuskan mencapai nilai 100 pada tiap lembar kerjanya. Setelah menyelesaikan satu tingkatan, siswa diharuskan mengikuti test untuk maju ke tingkatan selanjutnya. Proses ini akan berlangsung selama 3½ bulan dengan tujuan untuk mempersiapkan para siswa mengikuti ujian kemampuan bahasa Jepang tingkat/N5 yang akan diadakan awal bulan Juli 2014. 6.1
METODE KUMON
Awalnya metode kumon dicetuskan oleh seorang guru SMA bernama Toru Kumon pada tahun 1954. Beliau menemukan metode ini berawal dari hasil belajar matematika anak sulungnya yang bernama Takeshi yang masih duduk di kelas 2 SD sangat buruk. Dari hal tersebut, kemudian Toru Kumon berusaha menciptakan sekumpulan soal yang dapat dikerjakan oleh Takeshi secara bertahap dengan system mandiri yang kemudian memungkinkan si anak dapat mengembangkan kemampuannya melalui soal-soal tersebut. Setelah melalui uji coba berulang-kali, ia kemudian membuat serangkaian materi ajar yang ditulis dengan tangan pada kertas ukuran A5. Fitur dasar dari materi ini adalah memusatkan pada pengembangan kemampuan berhitung yang kuat yang memungkinkan Takeshi maju secepat mungkin ke materi matematika tingkat SMA. Pada bulan Juli 1954 Takeshi mulai menggunakan materi buatan ayahnya. Ia mulai dengan soal-soal penjumlahan dan maju secara cepat sampai mencapai materi kalkulus diferensial dan integral untuk tingkat kelas 2 SMA ketika ia di kelas 6 SD. Toru Kumon terus membuat materi ajar setiap harinya. Melalui proses inilah kemudian muncul filosofi kumon, yaitu pengembangan secara optimal dari kemampuan setiap individu, tak bergantung pada usia atau tingkatan kelas untuk menggali potensi. Toru Kumon percaya bahwa apa yang mungkin bagi seorang anak adalah mungkin juga bagi anak-anak yang lain. Oleh karena itu ia kemudian mulai menawarkan kesempatan untuk belajar dengan metode ini kepada anakanak lainnya.
~ 121 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Metode Kumon adalah metode belajar yang memberikan program belajar secara perseorangan sesuai dengan kemampuan masing-masing, yang memungkinkan siswa menggali potensi dirinya dan mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Metode Kumon menggunakan materi ajar berupa lembar kerja yang disusun sedemikian rupa secara sistematis yang berisi materi ajar dari tingkat prasekolah sampai dengan tingkat SMA. Materi ajar dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat mengerjakan dengan kemampuannya sendiri, juga memungkinkan siswa untuk mempelajari materi ajar di atas tingkatan kelasnya di sekolah. Dengan demikian, siswa mempunyai potensi yang tidak terbatas. Untuk mengembangkan potensi ini secara maksimal, diperlukan bimbingan dan lingkungan yang mendukung tanpa membatasi usia siswa. Dalam program kumon, pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan masing-masing siswa. Kumon menilai kunci keberhasilan belajar adalah dengan banyak berlatih. Tak heran bila selama belajar dengan metode kumon, siswa akan mendapat banyak porsi latihan. Di dalam metode ini, siswa yang sudah mempunyai kemampuan cukuplah yang bisa maju ke tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan bagi yang belum cukup akan terus mendapat pengulangan, sehingga nantinya ia tidak menemukan kesulitan saat mengerjakan materi yang lebih tinggi. Metode Kumon memberlakukan sistem nilai 100, artinya tiap latihan harus dikerjakan semua dengan benar sebelum berganti lembar kerja selanjutnya. Siswa yang melakukan kesalahan harus memperbaiki sendiri sampai mendapat nilai 100. Cara ini dinilai efektif agar siswa tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Metode ini tidak hanya mengajarkan cara berhitung/matematika, tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu sehingga mampu meningkatkan kepercayaan diri siswa. Kemampuan tersebut akan terlihat dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dengan cara mereka sendiri. Peserta program akan diajarkan dasardasar soal untuk bisa menyelesaikan materi yang lebih sulit. Metode ini juga bermanfaat untuk mempelajari matematika secara luas, misalnya aljabar, trigonometri, atau matematika tingkat lanjut. Selain bidang matematika, metode kumon juga sudah dikembangkan untuk materi ajar lain yaitu untuk pelajaran bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Jepang, bahasa Jerman, bahasa Perancis, dan sebagainya. Metode Kumon yang diberikan secara perorangan pada
~ 122 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
tingkatan dan porsi yang tepat akan mengembangkan kemampuan belajar siswa. Selain itu sistem belajar dalam waktu singkat dan rutin setiap harinya, akan membentuk kemampuan siswa dalam berkonsentrasi, ketangkasan dalam bekerja, kemampuan berpikir, kebiasaan belajar, dan rasa percaya diri yang merupakan dasar untuk mempelajari hal-hal lainnya. Dalam pembelajaran bahasa dengan metode kumon, fokusnya adalah pada kemahiran membaca dan menulis, bukan untuk kemahiran berbicara. 7
HASIL PENELITAN
Peserta pelatihan bahasa Jepang dengan metode kumon terdiri dari 4 orang siswa dari Program Studi Inggris semester 6 dan 3 orang siswa Program Studi Cina semester 4. Selain itu ada juga peserta yang berasal dari Program Studi Jepang sebanyak 4 orang yang semuanya sedang duduk di semester 2. Penelitian yang dilakukan kali ini adalah memfokuskan pada mahasiswa Program Studi Inggris dan Cina. Para siswa dibimbing oleh instruktur selama program ini berjalan. Program ini dimulai dari awal semester genap 2013 ( 11 Maret 2014 -
26 Juni 2014 ). Adapun tujuan diadakannya program ini adalah
merupakan uji coba apakah para siswa tersebut dapat mengikuti ujian kemampuan bahasa Jepang (JLPT) yang diadakan pada tanggal 6 Juli 2014. Untuk siswa non Jepang targetnya adalah mengikuti JLPT N5, dan siswa Jepang JLPT N4. Penerapan Metode Kumon : 1.
Seluruh siswa ditest kemampuan bahasa Jepang untuk menentukan titik awal mereka belajar.
2.
Titik awal belajar seluruh siswa yang berasal dari Program Studi Inggris dan Cina adalah dari dasar yaitu dimulai dengan mempelajari huruf hiragana/katakana.
3.
Tatap muka dilakukan dalam 1 minggu sebanyak 2 X dari pukul 15.00 – 18.00
4.
Setiap hari mereka diwajibkan untuk menyelesaikan lembar kerja sekurang-kurangnya sebanyak 20 lembar kerja. Dengan kata lain, dalam 1 minggu siswa harus menyelesaikan sekurang-kurangnya 140 lembar kerja.Setiap lembar kerja terdapat terjemahan dalam bahasa Inggris. Mereka juga wajib untuk mendengarkan CD yang telah mereka terima masing-masing.
5.
Lembar kerja yang telah selesai dikerjakan harus diperlihatkan kepada instruktur untuk diperiksa.
6.
Setelah lembar kerja selesai diperiksa dan diberi nilai, instruktur kemudian mencatat hasil belajar hari itu pada daftar nilai. Hasil ini kemudian dianalisis untuk penyusunan
~ 123 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
program belajar berikutnya. Dalam daftar nilai juga dicantumkan berapa lama waktu yang digunakan untuk mengerjakan soal-soal dalam lembar kerja per 5 lembar. 7.
Bila ada bagian yang salah, siswa diminta untuk memperbaiki bagian yang salah tersebut hingga semua lembar kerjanya memperoleh nilai 100. Adapun tujuannya adalah agar siswa menguasai benar materi ajar dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
8.
Siswa diberikan kesempatan memperbaiki kesalahan maksimal sebanyak 5 kali. Apabila masih terdapat kesalahan, maka instruktur melakukan pendekatan kepada siswa dan menanyakan tentang kesulitan yang dihadapi.
9.
Sebelum pulang, instruktur memberikan evaluasi terhadap pekerjaan siswa hari itu dan memberitahu materi yang akan dikerjakan siswa pada hari berikutnya.
10. Masing-masing siswa mempunyai kotak yang berisi materi ajar, daftar nilai dan berita acara belajar. Setiap siswa mengambil sendiri materi ajar yang ada dikotak masingmasing sebanyak yang dibutuhkan untuk kemudian dikerjakan. 11. Test diadakan pada setiap akhir level untuk menuju ke level yang selanjutnya.
Peran Instruktur : 1. Instruktur terdiri dari 6 orang dosen program studi Jepang. 2. Melihat / mengetahui motivasi dari para siswa. 3. Menentukan titik awal dari rencana belajar tiap siswa. 4. Memberikan pengarahan di saat tatap muka dan mencek lembar kerja yang sudah dikerjakan siswa dan mengatur kembali rencana belajar. 5. Mencatat tanggal dan berapa lama waktu yang dihabiskan oleh siswa untuk mengerjakan lembar kerja, mencatat kesalahan, mencatat nilai yang diperoleh siswa. (Semuanya dicatat dalam berita acara siswa per 5 lembar kerja) 6. Diharapkan agar instruktur bisa menjaga siswanya berada pada level yang sesuai dengan kemampuan siswa tersebut. 7. Harus bisa memotivasi siswa supaya tetap semangat dengan cara memuji kemampuan siswa. 8. Instruktur harus bisa mengarahkan siswa untuk belajar setiap hari tanpa berhenti.
Untuk bisa mengikuti N5, siswa harus melampaui 6 tingkatan/level, yaitu, 4A, 3A, 2A, A, B,dan C. Dengan melihat data kehadiran dan tingkat yang telah dicapai siswa, maka
~ 124 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dikhawatirkan apakah seluruh siswa benar-benar siap untuk mengikuti ujian JLPT karena hanya ada dua siswa yang telah melampaui tingkat/level C. Adapun isi dari materi untuk level 4A – C mencakup ucapan, huruf/tulisan, tata bahasa, pemahaman kalimat, dan pemahaman kosa kata. Untuk tingkatan/level 4A – C ( N5 ), siswa diharapkan dapat menguasai 185 huruf kanji dan 1000 kosa kata.
Tingkat kehadiran siswa dan level yang telah dicapai :
Program Studi
Siswa A/Level
Siswa B/Level
Siswa C/Level
Inggris
58%/A
58%/A
44%/A
Cina
87%/C
79%/C
45%/B
Siswa D/Level 26%/4A
Keterangan : Siswa A/Inggris : Miftachus S. Aieni
Siswa A/Cina : Marcellia M
Siswa B/Inggris : Sifa Fauziah
Siswa B/Cina : Dara Nur Aisyah
Siswa C/Inggris : Abdullah Sukandar
Siswa C/Cina : Anastasia Mentari
Siswa D/Inggris : Lamria Margaretha
Penilaian terhadap sikap ilmiah : No Nama
Keterb
Objektif Teliti Kedisi
ukaan
Kerja Kejuju
Tanggun total
plinan
sama
g jawab
ran
1
Miftachus
2
3
3
2
2
3
2
17/48,5
2
Sifa F
2
3
2
2
2
3
2
16/46
3
Abdullah
3
3
3
2
3
3
2
19/54
4
Lamria
2
2
2
2
2
2
2
14/40
5
Marcellia
4
3
3
4
4
4
4
26/74
6
Dara
4
3
3
4
4
4
4
26/74
7
Mentari
2
3
3
2
3
3
2
18/51
~ 125 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Keterangan :5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 = sangat kurang Pengajaran Bahasa Jepang dengan metode kumon adalah bentuk pengajaran tanpa pengajar. Dalam metode ini, hanya ada instruktur yang bertugas memeriksa hasil kerja siswa. Semua petunjuk telah tertulis dalam lembar kerja. Setiap siswa diwajibkan membaca dengan teliti keterangan yang
tercantum, kemudian mengerjakan soal-soal
sesuai dengan petunjuk dan contoh. Selain membaca petunjuk yang ada dalam lembar kerja, siswa juga diminta untuk mendengarkan CD dan mengucapkan kembali sesuai dengan apa yang didengar dalam CD tersebut. Baik dalam berlatih melalui CD dan berlatih melalui lembar kerja semuanya dilakukan sendiri oleh siswa tanpa bimbingan ataupun arahan dari instruktur. Itu sebabnya metode kumon dikatakan sebagai metode belajar perseorangan yang bersifat mandiri. Instruktur hanya berkewajiban memberikan penjelasan apabila kesalahan telah dilakukan sebanyak 5 kali oleh siswa untuk materi yang sama. Apabila kesalahan dilakukan kurang dari 5 kali, siswa diminta untuk membaca petunjuk atau contoh yang tercantum dalam lembar kerja. Dari program kumon yang telah berjalan, hasil yang diperoleh dari para siswa kurang maksimal, karena hanya 2 orang siswa yang mencapai tingkat akhir (level C) sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya.
Hal ini disebabkan karena para siswa tidak
maksimal dalam mengikuti program ini. Selain itu, para siswa juga masih belum menguasai dengan baik tulisan hiragana dan katakana sehingga dalam proses mengerjakan latihan yang ada dalam lembar kerja para siswa menemukan hambatan. 8
KESIMPULAN
Dalam program kumon yang telah berjalan selama kurang lebih 4 bulan ini, terlihat bahwa program ini berjalan kurang maksimal karena tingkat kehadiran siswa yang minim, sehingga proses belajarpun tidak berjalan dengan lancar. Tingkat kehadiran siswa yang minim dikarenakan kurangnya motivasi siswa untuk mengikuti program ini dengan sungguh-sungguh. Berbeda dengan para siswa yang berasal dari program studi Jepang, tingkat kehadiran mereka yang tinggi menyebabkan proses belajar berjalan dengan lancar dan umumnya mereka mengalami kemajuan yang pesat. Adapun pelaksanaan ujian JLPT akan diadakan pada tanggal 6 Juli 2014, dan hasilnya baru akan keluar sekitar awal bulan Oktober 2014.
~ 126 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
9
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
DAFTAR PUSTAKA
Kimura,
Muneo.
Dasar-Dasar
Metodologi
Pengajaran
Bahasa
Jepang.
Bandung : Percetakan Ekonomi, 1993 ------------------------, Kumon Shiki Nihongo, Tokyo: Nihongo Jigyobu, 2012 -----------------------, Kumon Institute of Education, Tokyo, 2011 Subyakto, Sri Utari. Metodologi Pengajaran Bahasa,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993 Suwandi, Sarwiji. Model-Model Asesmen Dalam Pembelajaran, Surakarta: Yuma Pustaka, 2011 Taketoki, Yoshikawa. Nihongo Goyou Bunseki , Tokyo : Meiji Shoin, 1997
~ 127 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 128 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
ANALISIS PERGESERAN UNIT (CATEGORY SHIFT) KALIMAT MAJEMUK (複文) DALAM HASILTERJEMAHAN MAHASISWA SEMESTER VI PADA MATA KULIAH PENERJEMAHAN INDONESIAJEPANG II Dinny Fujiyanti Fakultas Sastra Jepang Universitas Darma Persada [email protected] ABSTRAK Penerjemahan adalah pencarian kesepadanan makna dari Bsu (Bahasa Sumber) ke Bsa (Bahasa Sasaran). Untuk mendapatkan kesepadanan makna dibutuhkan suatu tehnik penerjemahan. Salah satunya adalah translation shift khususnya category shift yang menekankan pergeseran penerjemahan pada tataran kalimat. Pergeseran dalam tataran ini sangat mungkin terjadi di dalam penerjemahan teks bahasa Jepang-Indonesia ataupun Indonesia-Jepang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan analisis isi (content analysis).Dalam penelitian ini, peneliti menganalisa hasil terjemahan mahasiswa dalam kalimat-kalimat majemuk (複文) dan melihat pergeseran-pergeseran terjemahan yang dilakukan mahasiswa agar kesepadanan makna dan tingkat keterbacaan dapat diperoleh dengan baik. Keywords : Bsu- Bsa, Kesepadanan makna, category shift, fukubun, analisis isi
1
PENDAHULUAN
Menjadi seorang penerjemah adalah salah satu tujuan dari para mahasiswa yang mengambil jurusan bahasa dan sastra Jepang di Universitas Darma Persada. Banyak alasan mengapa mereka ingin menjadi penerjemah. Salah satu alasan utama mereka adalah untuk
mengaplikasikan pengetahuan bahasa Jepang yang sudah mereka peroleh di
Universitas dan mendapatkan penghasilan sesuai dengan ketrampilan yang mereka kuasai. Salah satu bukti bahwa penerjemahan merupakan salah satu cara untuk mengaplikasikan ketrampilan bagi mahasiswa bahasa Jepang adalah cukup banyaknya ditemukan hasil-hasil terjemahan dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia. Sebut saja, Princess Masako, Madogiwa no Totto-chan, Botchan dan lain sebagainya. Terjemahan-terjemahan ini merupakan hasil karya para penerjemah yang sudah terlatih. Dibutuhkan modal dasar untuk menjadi penerjemah yang baik yaitu mereka harus memiliki perangkat intelektual dan perangkat praktis (Rochayah Machali,2009:33). Agar para mahasiswa lulusan Universitas Darma Persada dapat menjadi penerjemah yang memiliki perangkat intelektual yang baik, mereka perlu dilatih. Pelatihan ini dapat dilihat dari kurikulum yang diberikan
~ 129 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
yaitu dengan diberikannya mata kuliah penerjemahan baik penerjemahan Jepang-Indonesia maupun Indonesia-Jepang sebagai mata kuliah wajib. Pemahaman tentang penerjemahan baik mengenai teori, cara dan tehnik penerjemahan perlu disampaikan kepada mahasiswa. Berdasarkan pengalaman penulis mengajarkan mata kuliah penerjemahan, terdapat kesalahan-kesalahan yang muncul akibat ketidakpahaman mahasiswa tentang bagaimana seharusnya mereka menerjemahkan Tsu ke dalam Tsa agar memperoleh kesepadanan makna (formal correspondence) . Pada umumnya, mahasiswa menerjemahkan kata per kata (word-for-word translation) atau literal translation sehingga tingkat keterbacaannya menjadi kurang
baik. Salah satu tehnik penerjemahan yang sering dilakukan oleh
penerjemah agar kesepadanan makna dan tingkat keterbacaan dapat diperoleh dengan baik yaitu dengan melakukan tehnik pergeseran dalam penerjemahan (shift translation). Penelitian ini difokuskan pada pergeseran penerjemahan pada Unit Level , khususnya Category shift, yaitu pergeseran yang menghasilkan padanan dalam Bsa yang memiliki tingkat gramatikal berbeda dari tingkat gramatikal Bsu. 2
PERUMUSAN MASALAH
Setiap bahasa memiliki kekhususan yang bersifat sui generis (bawaan) dari bahasa itu sendiri. Salah satu kekhususan bahasa jepang adalah kayanya bahasa Jepang dengan polapola kalimat yang menjadi dasar pembentukan kalimat-kalimat baik kalimat tunggal, majemuk setara, bertingkat ataupun campuran. Keberadaan kalimat-kalimat majemuk dalam penerjemahan memungkinkan munculnya masalah mencari kesepadanan makna dan tingkat keterbacaan Tsa. Oleh karena itu, dibutuhkan pemahamahan tentang tehnik-tehnik penerjemahan Salah satu tehnik yang dapat digunakan untuk mencapai kesepadanan dalam hal penerjemahan kalimat-kalimat majemuk dalam bahasa Jepang adalah dengan menggunakan tehnik shift translation dan bagaimana mahasiswa universitas Darma Persada dapat menerjemahkan kalimat-kalimat majemuk dari Bsu ke Bsa dengan pemahaman tehnik shift translation ini. 3 3.1
TINJAUAN PUSTAKA HAKIKAT PENERJEMAHAN
Penerjemahan adalah suatu upaya “mengganti” teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran ; dan yang diterjemahkan adalah makna yang sebagaimana dimaksud oleh pengarang (Rochayah Machali,2009). Definisi ini sesuai dengan apa yang
~ 130 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dikatakan Catford (1965) dalam bukunya A linguistic Theory of Translation : “the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)” (mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran). Kesepadanan (formal correspondence) antara teks yang diterjemahkan dan terjemahannya adalah hal yang utama yang harus diusahakan oleh penerjemah. Kesepadanan adalah kesesuaian isi pesan teks sumber (Tsu) dengan teks sasaran (Tsa). Dalam mencari kesepadanan, penerjemah akan menemukan perbedaan-perbedaan atau kendala-kendala yang dapat disesuaikan dengan melakukan penyesuaian. Penyesuaian ini memerlukan suatu strategi yang sangat ditentukan oleh kompetensi penerjemah, metode penerjemahan, dan sasaran penerjemahan. Strategi penerjemahan berkenaan dengan keseluruhan teks sedangkan prosedur berlaku untuk kalimat dan satuan-satuan bahasa yang lebih kecil (seperti klausa, frasa dan kata). Oleh karena itu, Baker menilai pilihan padanan selalu tergantung tidak hanya pada sistem bahasa atau sistem yang sedang ditangani oleh seorang penerjemah tetapi juga pada bagaimana cara, baik bagi penulis teks sumber dan penerjemah, memanipulasi sistim bahasa bersangkutan. 3.2
PERGESERAN
Untuk memperoleh kesepadanan dalam penerjemahan diperlukan tehnik penerjemahan. Pergeseran ( Translational Shift) adalah salah satu cara untuk memecahkan masalah kesepadanan. Sedangkan Catford (1965) membagi lagi pergeseran ke dalam dua bentuk yang lebih spesifik yaitu : 1. Pergeseran tataran (level shift) 2. Pergeseran Kategori (category shift)
Pergeseran kategori terjadi apabila transposisi menghasilkan BSa yang berbeda dari segi struktur, kelas kata, unit, dan intrasistem, sehingga disebut dengan: a. Pergeseran struktur b. Pergeseran kelas kata c. Pergeseran unit
~ 131 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
d. Pergeseran intrasistem Pergeseran kalimat termasuk ke dalam pergeseran unit. Pergeseran yang menghasilkan padanan dalam BSa yang memiliki tingkat gramatikal berbeda dari tingkat gramatikal BSu. Tingkat gramatikal yang dimaksud adalah kata, frase, klausa dan kalimat. 3.3
KALIMAT
Terjemahan seorang penerjemah dituangkan dalam kalimat-kalimat yang termuat makna yang sepadan yang terdapat dalam Bsu dan Bsa. Dalam linguistik, kalimat adalah satuan dari bahasa atau arus ujaran yang berisikan kata yang memiliki pesan atau tujuan dan diakhiri dengan intonasi final (Soetarno,1979) Jenis kalimat dalam bahasa Indonesia, yaitu : 1. Kalimat tunggal yaitu kalimat yang mempunyai satu pola kalimat. 2. Kalimat majemuk yaitu kalimat yang mempunyai dua pola kalimat atau lebih. Setiap kalimat majemuk mempunyai kata penghubung yang berbeda, sehingga jenis kalimat tersebut dapat diketahui dengan cara melihat kata penghubung yang digunakannya. Jenis-jenis kalimat majemuk adalah : Kalimat Majemuk Setara, Kalimat majemuk setara yaitu penggabungan dua kalimat atau lebih kalimat tunggal yang kedudukannya sejajar atau sederajat; Kalimat Majemuk Bertingkat, kalimat majemuk bertingkat yaitu penggabungan dua kalimat atau lebih kalimat tunggal yang kedudukannya berbeda; dan Kalimat Majemuk Campuran, kalimat majemuk campuran yaitu gabungan antara kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat, sekurang-kurangnya terdiri dari tiga kalimat. Contoh : Toni bermain dengan Kevin, dan Rina membaca buku di kamar, ketika aku datang ke rumahnya. 4
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai tehnik penerjemahan shift translation khususnya category unit dalam menerjemahkan kalimatkalimat majemuk dan bagaimana mahasiswa melakukan tehnik pergeseran ini dalam menerjemahkan kalimat-kalimat majemuk (複文 ) dalam bahasa Indonesia sebagai Tsu ke dalam bahasa Jepang sebagai Tsa agar kesepandanan makna (formal correspondence) dan tingkat keterbacaan (readability) dapat diperoleh dengan baik.
~ 132 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
5
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan positif terutama bagi para mahasiwa yang mengikuti mata kuliah penerjemahan baik penerjemahan Jepang-Indonesia maupun Indonesia-Jepang. Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa dapat memahami teori penerjemahan khususnya tehnik shift translation agar tujuan utama dalam penerjemahan yaitu kesepadan makna dapat diperoleh dengan baik. Selain itu, penelitian ini dapat membuka cakrawala mahasiswa tentang manfaat dari pemahaman kalimat , khususnya kalimat-kalimat majemuk dalam teks terjemahan; bagaimana teks-teks tersebut diterjemahkan dan kecenderungan penerjemahan teks-teks yang mengandung kalimatkalimat majemuk. Untuk para dosen diharapkan dapat menyiapkan mahasiswa untuk memperoleh perangkat intelektual mereka dalam penerjemahan sehingga mahasiswa dapat memiliki ketrampilan penerjemahan sebagai bekal setelah mereka lulus dari Universitas Darma Persada. 6
METODOLOGI PENELITIAN
Sasaran penelitian adalah mahasiswa semester VI yang berjumlah 50(lima puluh) mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah penerjemahan karena mereka sudah mempelajari pola-pola kalimat kompleks yang membentuk kalimat-kalimat majemuk. Cara penelitian yaitu dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis data (content analysis) dengan cara meneliti hasil-hasil terjemahan mahasiswa sebagai data penelitian dan bagaimana mereka menerjemahkan kalimat-kalimat majemuk dalam Bsu ke Bsa. Karena mata kuliah yang diberikan pada semester VI ini adalah terjemahan IndonesiaJepang II, maka bahasa Indonesia menjadi Bsu dan bahasa Jepang menjadi Bsa. Data yang dianalisa adalah hasil-hasil terjemahan mahasiswa sebelum mendapatkan pemahaman tentang tehnik penerjemahan (pretest) dan hasil-hasil terjemahan setelah mendapatkan pemahaman tentang tehnik terjemahan (posttest). Penilaian hasil terjemahan didasarkan atas kriteria penilaian terjemahan berdasarkan : a. ketepatan reproduksi makna dimana aspek linguistis khususnya transposisi menjadi salah satu aspek penilaian; b. kewajaran ungkapan; c. peristilahan; d. ejaan (Machali,2009:153)
~ 133 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
7
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
HASIL PENELITIAN
Pergeseran terjemahan atau translation shift khususnya dalam category unit adalah tehnik yang dipakai dalam penelitian analisis isi dari hasil-hasil terjemahan mahasiswa semester VI pada mata kuliah penerjemahan bahasa Indonesia-Jepang. Pemahaman pola-pola kalimat mahasiswa pada semester ini diasumsikan sudah baik, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Tehnik adalah suatu metode,keahlian, atau seni praktis yang diterapkan pada suatu tugas tertentu (Machali,2009). Tehnik pergeseran adalah suatu metode yang diterapkan dalam penelitian ini agar mahasiswa dapat memperoleh kesepadanan makna dan tingkat keterbacaan yang baik dalam hasil terjemahan mereka. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan tugas terjemahan sebagai tugas pretest dimana mahasiswa belum memiliki pemahaman yang baik tentang penerjemahan seperti teori penerjemahan, tehnik-tehnik penerjemahan dan penilaian penerjemahan. Selain itu, mahasiswa belum juga memiliki pemahaman yang baik tentang kalimat yaitu mahasiswa belum mampu membedakan dengan baik jenis-jenis kalimat yang ada di dalam Bsu maupun di dalam Bsa. Mahasiswa masih kesulitan untuk membedakan kalimat majemuk bertingkat dan campuran serta kata penghubung tertentu yang biasanya berfungsi sebagai subordinate conjunctions (konjungsi) untuk menghubungkan klausa-klausa dalam kalimat majemuk. Selama proses penelitian, peneliti memberikan penjelasan mengenai teori penerjemahan, tehnik penerjemahan dan pemahaman tentang jenis-jenis kalimat. Setelah mahasiswa memahami teori penerjemahan dan pemahaman kalimat, peneliti memberikan tugas penerjemahan
sebagai
posttest
dengan
menganalisa
apakah
mahasiswa
dapat
mengaplikasikan tehnik ini dengan baik dan bagaimana pergeseran kalimat-kalimat majemuk dalam Bsu dialihkan ke Bsa dengan tetap mempertahankan kesepadanan makna dan tingkat keterbacaan yang baik. A. Tugas terjemahan (pretest) Terdapat beberapa kesalahan dalam contoh penerjemahan yang dilakukan mahasiswa : a. Kebanyakan dalam menerjemahkan judul, mahasiswa menerjemahkan sangat literal dan berlebihan makna (redundansi):平泳ぎすいえいの学ぶ ( hiraoyogisuieinomanabu) hiraoyogi sudah bermakna berenang gaya dada, tidak perlu ditambah lagi dengan suiei
~ 134 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
yang artinya berenang, kemudian untuk manabu yang berfungsi sebagai kata kerja seharusnya dibendakan dengan menghilangkan partikel no diubah menjadi wo kemudian manabu menjadi manabukoto. Terjemahan judul itu menjadi hiraoyogi wo manabu koto. b. Selain itu, kesalahan penggunaan partikel dan pemilihan kata (diksi) atau pola-pola kalimat (bunkei) yang sesuai. c. Dalam hal penerjemahan kalimat-kalimat majemuk, mahasiswa pada umumnya cenderung menerjemahkan sesuai dengan jumlah klausa yang ada di Bsu. Kecuali kalau kalimat itu termasuk ke dalam kalimat majemuk dimana terdapat kalimat majemuk setara atau bertingkat dalam satu kalimat dalam Tsu yang memiliki keterangan yang cukup panjang (dengan menggunakan frase) maka dalam penerjemahan Tsa, mahasiswa membagi ke dalam dua kalimat yang berbeda.
Contoh Tsu : (dua kalimat terpisah terdiri dari majemuk setara dan tunggal) Nama ayah saya Muhammad, dan umurnya 50 tahun. ( kalimat majemuk setara). Beliau bekerja di kantor dagang selama 25 tahun (kalimat tunggal) Tsa : (dijadikan satu kalimat setara dengan tiga klausa mandiri) 父の名前はムハマドで 50歳で 貿易会社で25年に働いています。 (chichi no namae wa muhamado de, gojuusai de, bouekigaisha de 25nen ni hataraite imasu).
A. Tugas terjemahan (posttest) Hasil penelitian yang ditemukan adalah : 1.
Mahasiswa masih memiliki kecenderungan menerjemahkan sesuai dengan jumlah klausa yang ada, dan menerjemahkannya secara literal. Meskipun demikian, mahasiswa mulai memperhatikan pilihan kata dan tingkat keterbacaan hasil terjemahan mereka.
2.
Kesalahan
atau
kekurangan
penggunaan
kata
bantu
(joushi)
atau
kata
penghubung(setsuzokushi), ejaan masih ditemukan, juga kesalahan pola-pola kalimat yang berpengaruh terhadap makna dari terjemahan. 3.
Pergeseran kalimat ditemukan beberapa tehnik pergeseran : 3.1 Pergeseran dari dua kalimat tunggal menjadi satu kalimat majemuk bertingkat. 3.2 Pergeseran dari satu kalimat tunggal menjadi satu kalimat setara.
~ 135 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
3.3. Pergeseran kalimat dari satu kalimat tunggal menjadi satu kalimat majemuk campuran. 3.4 Pergeseran dari kalimat majemuk yang memiliki klausa yang banyak ( bertingkat atau campuran) menjadi dua atau tiga kalimat (terjadinya pengurangan jumlah klausa yang ada). Contoh Tsu : (Dari tugas “Industri”) Industri minyak, sabun, rokok dsb.sudah lama ada. Tetapi hasil industri dalam negeri belum mencukupi. Tsa : (kalimat majemuk bertingkat) 油やせっけんやタバコなどの工業が昔からありましたのに、内国の工業の結果が まだ十分ではありません。 (Abura ya sekken ya tabako nado no kougyou ga mukashi kara arimashita noni, naikoku no kougyou no kekka ga juubun dewa arimasen)
Contoh Tsu (dari Botchan) Seorang kerabat keluarga pernah memberiku pisau pena buatan luar negeri, dan aku sedang mengangkat
pisau
indah
itu,
memamerkannya
kepada
teman-temanku
betapa
permukaannya kemilau terkena sinar matahari, ketika salah satu dari mereka berkata, “Mengilap sih, memang, tapi pasti tidak tajam.” Tsa (keterbacaan penerjemahan masih kurang baik) 私の親類は外国製のペンナイフをくれたことがあります。そして、今そのきれい なペンナイフを持ち上げていて、太陽の下でどのような表面の光を友達に見せび らかしました。一つの友達は「キラキラでしょう、確かにとがったではたいそう です」と言いました。 (Watashi no shinrui wa gaikokusei no pennaifu wo kureta koto ga arimasu. Soshite,ima sono kirei na pennaifu wo mochiageteite, taiyou no shita de dono you na hyoumen no hikari wo tomodachi ni misebirakashimashita. Hitotsu no tomodachi wa [kirakira deshou, tashika ni togatta dewa nai sou desu] to iimashita. 8
KESIMPULAN DAN SARAN
Tehnik pergeseran adalah salah satu tehnik penerjemahan yang dapat dipergunakan untuk memperoleh kesepadanan makna. Dengan memahami tehnik ini, mahasiswa menjadi
~ 136 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
paham bahwa penerjemahan bukanlah menerjemahkan kata per kata (word-to-word correspondence) melainkan mendapatkan makna yang sesuai yang ada di Bsu. Pergeseran dalam tataran kalimat (category shift) pasti akan terjadi dalam penerjemahan seperti bergesernya kalimat majemuk setara dalam tsu menjadi kalimat majemuk bertingkat dalam tsa. Dengan pemahaman seperti ini, mahasiswa dapat menghasilkan terjemahan dengan tingkat keterbacaannya yang lebih baik. Sebaiknya mahasiswa lebih diberikan pemahaman tentang teori terjemahan sejak awal mereka mendapatkan mata kuliah penerjemahan yaitu terjemahan Jepang-Indonesia I, sehingga mahasiswa akan selalu berpegang kepada pemahaman yang mereka miliki pada waktu menerjemahkan teks-teks bacaan. Dari pihak universitas, sebaiknya disediakan buku-buku tentang penerjemahan bahasa Jepang karena sangat minimnya koleksi perpustakaan tentang ilmu penerjemahan. 9
DAFTAR PUSTAKA
Alwi Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 2003. Catford,J.C. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press, 1965. Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta : Rajawali Pers,2010 Funada, Kyouko. やさしい初歩インドネシア語. Japan:1995 Machali, Rochaya. Pedoman bagi Penerjemah. Jakarta : Grasindo,2000. Newmark, Peter. A textbook of Translation. London : Routledge, 1988. Natsume, Soseki. Botchan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,2009. Sudjianto. Dan Dahidi, Ahmad. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc, 2009
~ 137 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 138 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PERBANDINGAN PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA (1) Ari Artadi, Chonan Kazuhide, Hermansyah Djaya Universitas Darma Persada Sastra Jepang [email protected] ABSTRAK Dalam bahasa Jepang, partikel akhir kalimat yang frekuensinya sering digunakan dalam percakapan adalah「ね= ne」dan「よ= yo」. Dalam bahasa Indonesia padanan dari「 ね」dan「よ」adalah “ya” dan “lho”. Dengan mengunakan metodologi perbandingan bahasa dan mengunakan contoh kalimat yang ada pada komik bahasa Jepang yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai sumber data, penelitian ini menelaah lebih dalam lagi penggunaan dan fungsi dari partikel akhir kalimat「ね」,「よ」 ,“ya”dan “lho”. Membandingkannya dan berusaha menyimpulkan fungsi dan penggunaannya. Hasilnya adalah「ね」berfungsi menunjukkan 確認“kakunin = konfirmasi”, dan「よ」menunjukkan 推論“suiron=inferensi”. Baik “konfirmasi” dan “inferensi” adalah upaya pembicara menarik perhatian. Sedangkan “ya” menunjukkan “solidaritas” dan “lho” menunjukkan “bantahan halus”. Baik “solidaritas” dan “bantahan halus” merupakan cermin pertimbangan terhadap lawan bicara. Sehingga dapat disimpulkan fungsi「ね」dan「よ」ini menunjukkan bahwa bahasa Jepang adalah bahasa yang berpusat pada pembicara 話し手中心(hanashitechushin).Sebaliknya bahasa Indonesia adalah bahasa yang berpusat pada lawan bicara聞き手中心 (kikitechusin). Oleh sebab itu pada kenyataan,「ね」tidak selalu diterjemahkan “ya” dan「よ」tidak selalu diterjemahkan “lho”. Kata kunci : Perbandingan Bahasa, Pragmatik, Modalitas, Partikel Akhir Kalimat
1
PENDAHULUAN
Bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki perbedaan besar dalam hal bahasa tulisan dan bahasa percakapan. Dalam percakapan banyak menggunakan partikel akhir kalimat yang tidak terdapat dalam bahasa tulisan. Sebagai contoh kalimat「この料理はおいしい」, kalimat ini dalam percakapan menjadi「この料理はおいしいね」atau「この料理はお いしいよ」. Dalam bahasa Jepang, situasi percakapan penggunaan partikel akhir kalimat seperti「ね= ne」atau「よ= yo」menjadikan hal yang biasa. Sebaliknya jika tidak mengunakan pertikel akhir kalimat percakapan menjadi terasa kurang alami.
Menurut Masuoka Takashi (1991:21) salah satu kekhususan Bahasa Jepang adalah dimana ketika berbicara kepada lawan bicara bentuk kalimat / ungkapan bahasa yang digunakan
~ 139 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
merupakan gambaran perasaan pembicara terhadap lawan bicara. Tingkat pertimbangan memilih bentuk kalimat/ungkapan bahasa terhadap lawan bicara pada tiap bahasa berbeda, namun pada bahasa Jepang tingkat pertimbangan ini tinggi. Salah satu bentuk kalimat / ungkapan adalah pengggunan partikel akhir kalimat 「よ」dan 「ね」 di bawah ini. (1) a. 雨が降って来たね。 b. 雨が降って来たよ。
Pada kalimat di atas 「ね」dan「よ」adalah partikel akhir kalimat yang merupakan modalitas yang berguna untuk menunjukan cara penyampaian. Kedua partikel ini menunjukan bagaimana pembicara menyampaikan pesan kepada lawan bicara, namun tidak ada hubungannya dengan isi dalam pesan tersebut. Menurut Masuoka, bentuk pengunaan partikel akhir kalimat seperti ini sulit ditemui pada bahasa lain di dunia. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia ternyata ada bentuk yang sama dengan partikel akhir kalimat dalam bahasa Jepang. (2) a. Hujan, ya. b. Hujan, lho. Kalimat 2a dan 2b di atas, adalah terjemahan dari 1a dan1b. Kalimat 1a 「雨が降ってき たね」diartikan
“Hujan,ya.”,
dan
kalimat
1b「雨が降って来たよ」diartikan
“ Hujan,lho.”. Dari 2 pasangan kalimat ini didapat kesimpulan awal bahwa「ね」sama dengan “ya” dan 「よ」sama dengan “lho”. Namun, apakah selalu demikian ? Bagaimana fungsi dan pengggunaan dari「ね」,「よ」, “ya” dan “lho” ? Telah banyak penelitian mengenai partikel akhir kalimat bahasa Jepang 「ね」dan 「よ」, dan hasil analisa dari berbagai sudut juga telah dipublikasikan. Sebaliknya “ya” dan “lho” yang merupakan partikel akhir kalimat bahasa Indonesia belum banyak diteliti, sehingga banyak dari fungsinya yang belum jelas. Oleh sebab itu dengan metode perbandingan bahasa kami menganalisis lebih dalam lagi fungsi dan kegunaan partikel akhir kalimat bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, lalu membandingkannya. Metode perbandingan bahasa tidak hanya melihat persamaan dan perbedaan, namun juga dapat menghasilkan kesimpulan baru tentang esensi dari masalah yang dianalisis.
~ 140 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Merujuk pada paparan di atas, susunan pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab 2 adalah penjelasan mengenai depkirpsi dan penelitian acuan mengenai partikel akhir kalimat bahasa Jepang「ね」dan 「よ」. Bab 3 adalah penjelasan mengenai depkirpsi dan penelitian acuan mengenai partikel akhir kalimat bahasa Indonesia “ya” dan “lho”. Bab 4 adalah penjelasan mengenai hasil perbandingan secara teori partikel akhir kalimat 「ね」vs “ya” dan「よ」vs “lho”. Dan analisis hasil analisis data penerjemahan「ね」 dan 「よ」dalam bahasa Indonesia dari beberapa komik Jepang yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Bab 5 adalah kesimpulan hasil analisis fungsi dan pengunaan partikel akhir kalimat bahasa Jepang「ね」「よ」, dan bahasa Indonesia “ya” “lho”. Dan hakikat dari masing-masing partikel akhir kalimat. 2
PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA JEPANG「ね」 DAN「よ」
2.1
PENJELASAN UMUM 「ね」 DAN 「よ」
Menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:256), 「ね」yang ditambahkan pada akhir kalimat, selain sebagai konfirmasi isi kalimat, juga berfungsi menyampaikan kepada lawan bicara kesadaran pembicara akan isi dari kalimat tersebut. Penggunaan「ね」sebagai wujud kesadaran pembicara dan menunjukannya kepada lawan bicara ini dibagi menjadi 3 yaitu:
1. 認識提示(Ninshikiteiji)= Menunjukan kesadaran pembicara akan suatu hal kepada lawan bicara contohnya seperti no.3 di bawah ini. (3)「これ、おいしいね」 「お口に合ったのなら、うれしいです」(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:256) Kemudian baik pembicara maupun lawan bicara tersadar akan suatu hal secara bersamaan, maka jawaban lawan bicara pun wajib ditambahkan「ね」. (4) 「今日は暑いねえ」 「そうだ{ねえ/*⏀}」
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:256)
Pada cara pengunaan ini, sering terlihat partikel「ね」digunakan bersamaan dengan modalitas yang menunjukan kesadaran seperti 「だろう」「ようだ」「みたいだ」dan sebagainya. perhatikanlah contoh nomer (7) di bawah ini.
~ 141 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
(5) 「何かわかりましたか」 「犯人はここには立ち寄らなかったみたいですね」 (Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:257) Pada contoh nomer (5) , kalimat dimana predikatnya berupa penilaian ataupun ungkapan perasaan, dan isi kalimatnya merupakan pandangan subjektif dari pembicara, penambahan partikel akhir kalimat「ね」sering terlihat. Selain itu, pada kalimat yang merupakan pandangan objektif dari pembicara pun penambahan 「ね」juga dapat dilakukan seperti pada nomer (6). Pada penggunaan seperti nomer (6), pembicara, sambil melakukan konfirmasi, juga menunjukan proses “perhitungan” dan “mengingat kembali”. Penggunaan seperti ini disebut 計算・想起(keisan souki)= “penghitungan dan mengingat kembali”. (6) 「今何時」 「ええと、3時20分ですね」 (Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:257)
2. 認識確認(Ninshiki kakunin)= Konfirmasi lawan bicara terhadap hal yang disadari oleh pembicara. Pada cara penggunaan ini lawan bicara dianggap lebih memiliki pengetahuan dan kesadaran akan hal yang sedang dibicarakan dibanding pembicara. Seperti contoh kalimat di bawah ini. (7) 「佐藤さんご存じですね」 「ええ、大学時代の友人です」
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:258)
Pada bentuk kalimat tidak langsung penambahan「ね」juga dapat dilakukan sebagai upaya mengkonfirmasi berita yang telah diterima oleh pembicara. 3. 聞き手の配慮(Kikite no hairyou) = Pembicara membuat lawan bicara memperhatikan. Pada cara penggunaan ini, bila pembicara membicarakan beberapa hal secara berlanjut, maka sebelum masuk pada hal yang merupakan informasi penting, kalimat di depannya yang tidak begitu penting ditambahkan「ね」sebagai upaya agar lawan bicara memperhatikan. Seperti contoh (13) di bawah ini. (8)「昨日、デパートに買い物に行ったんですね。そうしたら、中学校時代の先 生とばったり会って、少し立ち話をしたんですよ」 (Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:261) Selanjutnya, menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:256,「よ」menunjukan bahwa isi berita yang disampaikan dalam suatu kalimat harus diketahui oleh lawan bicara, disebut
~ 142 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
当然提示(touzenteiji). Fungsi ini muncul sebagai upaya peringatan kepada lawan bicara yang tidak menyadari hal yang seharusnya dia ketahui. Sebagai contoh nomer (8), dalam kondisi ini penggunaan「よ」merupakan keharusan. (8) 「あ、切符が落ちました{よ/⏀}」(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:242) Kemudian, hal yang seharusnya diketahui oleh pendengar, namun dia tidak mengetahuinya dapat merupakan kalimat sindiran ataupun kecaman, dan penambahan「よ」pada kalimat seperti ini memperkuat nuasa tersebut. (9) 「君、こんなスピードでつっこんでくるなんて、自殺行為だよ。」 (Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:243) Lalu, ketika lawan bicara tidak mengetahui bahwa kita mampu melakukan suatu hal dengan benar, maka penambahan「よ」dapat dipergunakan untuk menguatkan nuasa protes atau bantahan terhadap lawan bicara. (10) 「君、株のことなんかわかるの?」 「わかるわよ」
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:244)
Nihongokijutsubunpokenkyukai
2003
hanya
memberikan
fungsi「よ」sebagai
tozenteiji. Namun selain fungsi tersebut, menurut Masuoka (1991)「よ」juga berfungsi memberikan tanda bahwa pembicara memiliki pemikiran berbeda dengan lawan bicara. Fungsi ini disebut fungsi pendebat 反論(hanron) dan kritik 非難(hinan). (11) 「アメリカ人はあまり働きませんね」 「いや、よく働きますよ」
(Masuoka1991:95)
Selain fungsi di atas「よ」juga dapat dipakai pada kalimat perintah ataupun larangan, yang berfungsi memperlunak perintah ataupun larangan disebut 命令緩和(meireikanwa). (12) a. 病院に行けよ。b. 変なこというなよ。
(Masuoka 1991:99)
Cara penggunaan「よ」sebagai penguat nuansa pendebat dan sebagai pelunak dalam kalimat perintah atau larangan, tidak dijelaskan oleh Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003. 2.2
PENELITIAN ACUAN「ね」DAN「よ」
Ketika menganalisis fungsi dan penggunaan「ね」dan「よ」ada dua teori utama yang menjadi acuan yaitu : Teori Pertentangan 対立説(tairitsusetsu) dan Non Teori Pertentangan 非対立説(hitairitsusetsu). Penganut teori pertentangan dalam menganalisis 「ね」dan「よ」, antara lain adalah Kamio (1990), Masuoka (1991) dan Ohama (1996).
~ 143 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Sedangkan Non Teori Pertentangan (hitairitsusetsu) diwakili oleh teori dari Takubo dan Kinsui (1997) dan Hirose dan Hasegawa (2010) . Berikut penjelasan singkat isi penelitian acuan tersebut. Penjelasan dari Kamio(1990) merupakan sebuah terobosan baru dan memiliki pengaruh dalam pemahaman mengenai「ね」dan「よ」. Kamio menggunakan teori teritori なわ張 り理論(nawabari riron) sebagai landasan untuk menganalisa partikel akhir kalimat bahasa Jepang. Menurut Kamio (1990:21), Pembicara dan lawan bicara masing-masing memiliki teritori informasi. Jika “dekat” maka informasi tersebut ada dalam teritori, sebaliknya jika “jauh” maka informasi tersebut diluar teritori. Jadi “bila informasi itu ada dalam teritori lawan bicara”, maka「ね」dapat digunakan. Sebaliknya bila informasi itu berada diluar teritori lawan bicara atau dalam teritori sipembicara, maka digunakan「よ」. Berikutnya, Masuoka (1991:96) menjelaskan, jika pembicara mengetahui bahwa lawan bicara memiliki kesamaan pengetahuan maka partikel「ね」digunakan, sebaliknya jika pada sisi lawan bicara diketahui bahwa ada “gap” informasi maka digunakan「よ」. Masuoka menyimpulkan,「ね」berfungsi menunjukkan kesamaan 一致型(icchigata) dan 「よ」menunjukkan saling pertentang対立型(tairitsugata). Terakhir adalah Ohama (1996) menganalisa 「ね」dan 「よ」dengan menggunakan teori saling keterkaitan関連性理論(kanrensei riron). Menurut Ohama (1996 ) : Fungsi dari 「よ」adalah rangkaian percakapan tidak memunculkan rangkaian yang diinginkan. Hal itu bertentangan dengan apa yang rencanakan oleh pembicara. Fungsi dari「ね」rangkaian percakapan tidak memunculkan rangkaian yang diinginkan. Hal itu sesuai dengan apa yang direncana oleh pembicara. Ketiga penelitian di atas melandaskan analisisnya berdasarkan teori pertentangan, berikutnya adalah non teori pertentangan. Takubo dan Kinsui (1997) dan Hirose dan Hasegawa (2010). Kedua penelitian ini menyatakan bahwa「ね」berfungsi menunjukkan proses
penyesuaian
atauマッチング(matching)
inferensi 推論(suiron).
~ 144 ~
dan「よ」berfungsi
menunjukkan
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
2.3
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA INDONESIA “YA” DAN “LHO”
Bagian ini kami akan menjelaskan partikel bahasa Indonesia. Khususnya partikel “ya” dan “lho”. Disini kami menjelaskan fungsi dan penggunaan “ya” dan “lho” berdasarkan penjelasan Kridalaksana (1989) dan Stevens and Schmidgall-Tellings (2010). Pertama “ya” merupakan partikel akhir kalimat yang paling banyak digunakan dalam bahasa Indonesia. Partikel “ya” memiliki berbagai cara penggunaan. Kridalaksana (1989) mengatakan termasuk kata “yah”, partikel “ya” memiliki 3 cara penggunaan. Stevens and Schmidgall-Tellings (2010) menuliskan 6 cara penggunaan “ya”, yang di dalamnya termasuk jawaban afirmatif dari sebuah pertanyaan, dan ini bukanlah termasuk dalam kategori partikel akhir kalimat. Kridalaksana (1989) mengatakan bahwa “ya” disini berfungsi untuk “meminta konfirmasi dan menunjukan kalimat perintah yang lembut” ( to request confirmation or to express a mild order ). (13) a. ke mana, ya ? b. Jangan pergi, ya ?
(Kridalaksana 1989 :80 )
Stevens and Schmidgall-Tellings (2010) menjelaskan fungsi “ya” sebagai “ melembutkan penegasan dan perintah, atau pertanyaan” ( make statement, command or question less blunt or more polite) , contoh: (14) a. Sebentar, ya? b. Terima kasih, ya? (Stevens and Schmidgall-Tellings 2010:1098) Selain nomer (47), pada kalimat pertanyaan dan kalimat perintah pun bisa dipakai, dari segi penjelasan Stevens and Schmidgall-Tellings (2010) lebih jelas dari Krisdalaksana. Namun, penjelasan Kridalaksana (1989) “konfirmasi” dan penjelasan Stevens and Schmidgall-Tellings (2010) “ membuat kalimat penegasan menjadi lebih baik” mengenai penggunaan “ya” adalah ide yang berbeda. Kedua adalah penjelasan mengenai “lho”. Kridalaksana (1989) menjelaskan fungsi “lho” adalah “ mengkonfirmasi isi kalimat” (to conform a proposition) seperti dibawah ini. (15) a. Aku juga mau, lho ! b. Ini lho, apa yang kudengar. ( Kridalaksana 1989:78 ) Stevens and Schmidgall-Tellings (2010) menjelaskan fungsi “lho” adalah “mengingatkan kenyataan yang ada bukanlah seperti yang pikirkan” ( to remind s.o that the actual situation is not as he/she might have axpeted or believed) seperti contoh (16) di bawah ini. (16) Saya tidak bawa uang, lho!
(Stevens and Schmidgall-Tellings 2010:582)
~ 145 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Dari penjelasan di atas, Kridalaksana (1989) “lho” =“ mengkonfirmasi isi kalimat” dan “ya” = “meminta konfirmasi” belum jelas perbedaannya. Sehingga kami berpikir penjelasan Stevens and Schmidgall-Tellings (2010) lebih baik.
3
HASIL PERBANDINGAN「ね」「よ」DENGAN “YA” “LHO” DAN HASIL ANALISIS DATA
Melihat penjelasan dari fungsi dan membandingkan secara teori fungsi dan penggunaan 「ね」「よ」dengan “ya” “lho”, berikut kesimpulan yang kami dapat : 1.
Fungsi「ね」yang “Menunjukan kesadaran pembicara akan suatu hal kepada lawan bicara 認識提示(ninshikiteiji), dan Menunjukan konfirmasi lawan bicara terhadap hal yang disadari oleh pembicara認識確認(ninshikikakunin) dapat diterjemahkan menjadi “ya” . Tetapi 「ね」yang menunjukan 計算・想起(keisan・souki) “perhitungan dan pemikiran ulang” dan “membuat lawan bicara memperhatikan” 聞き手の配慮 (kikitenohairyou) sulit untuk diterjemahkan menjadi “ya”.
2.
Fungsi「よ」yang menunjukan isi berita yang disampaikan dalam harus diketahui oleh lawan bicara当然提示 (tozenteiji) dapat diterjemahkan menjadi “lho”. Tetapi, 「よ」yang menunjukan 反論・非難(hanron dan hinan) “nuansa pendebat dan kritik” dan sebagai pelunak dalam kalimat perintah atau larangan命令緩和 (meireikanwa), sulit diterjemahkan menjadi “lho”.
Melihat kesimpulan di atas terbesit pertanyaan, bagaimana「ね」yang tidak dapat diterjemahkan menjadi “ya” dan「よ」yang tidak dapat diterjemahkan menjadi “lho”? Sebenarnya dalam bahasa Indonesia selain “ya” dan “lho” , ada partikel akhir kalimat yang lain seperti “kok”, “sih”, “deh”, “kan” dan lain-lain, sehingga ada kemungkinan「ね」dan 「よ」yang tidak dapat diterjemahkan menjadi “ya” dan “lho” dapat diterjemahkan menjadi partikel akhir kalimat yang lain. Untuk menguatkan hasil perbandingan secara teori ini, marilah kita lihat hasil analisis data dari komik. Berikut daftar komik dan tabel hasil analisis data. A. Nakajima Yuka(2011), Ferdani Scortiva(訳), My Myserious Neighbor, PT Gramedia.
~ 146 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
B. Saki Haruki(2010), Lidwina Leung(訳), After School with Princess, PT Gramedia. C. Konno Risa(2012), Andhity Crista(訳), Love Peak, PT Gramedia. D. Kayoru(2011), Frisian Y(訳), Kaname Étoiles, PT Gramedia. 1. data「ね」 日本語
インドネシア語
「ね」
ya
deh
kok
kan
φ(tidak diterjemahkan)
A
26
5 (19%)
0
0
0
21(81%)
B
27
5 (19%)
2
1(4%)
0
19(70%)
(7%) C
20
6 (30%)
0
1(5%)
1(5%)
12(60%)
D
22
1(5%)
0
0
0
21(95%)
2. data「よ」 日本
インドネシア語
語 「よ
loh
ya
kan
kok
sih
dong
deh
-lah
nih
φ
0
1
0
2
1
3
0
1
0
45
」 A
53
(2%) B
61
1 (2%)
C
D
81
78
3
(4%) (2%) (6%) 1
(5%) (2%)
1
4
(1%)
(5%)
0
2
0
3
2
(5%) (3%) (3%) 2
0
(2%) 3
(3%) (4%)
2
1
1
(2%) 1
(1%)
0
0
(2%) 0
(1%) 0
0
(84%)
0
48 (78%)
2
1
70
(2%)
(1%)
(88%)
0
0
72 (92%)
~ 147 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Hasil analisis data di atas menunjukan bahwa seluruh komik menunjukan kecenderungan yang sama, dimana baik「ね」dan「よ」sebagian besar tidak diterjemahkan menjadi “ya” dan “lho”. Persentase「ね」yang diterjemahkan “ya” berkisar 20%, sedangkan 「よ」yang diterjemahkan “lho” hanya berkisar di bawah 1%. 4
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan fungsi, hasil analisis perbandingan bahasa dan melihat hasil analisis data, maka ada beberapa kesimpulan mengenai partikel 「ね」,「よ」,“ya” dan “lho”. 1.
「ね」yang dapat diterjemahkan “ya” adalah yang berfungsi “menunjukan kesadaran pembicara akan suatu hal kepada lawan bicara (ninshiki teiji), dan menunjukan konfirmasi lawan bicara terhadap hal yang disadari oleh pembicara (ninshiki kakunin). Pada kalimat yang menunjukkan fungsi tersebut penambahan「ね」bersifat wajib, sebaliknya penambahan “ya” tidak wajib. Lalu,「ね」yang menunjukan “perhitungan dan pemikiran ulang” (keisan・souki) dan “membuat lawan bicara memperhatikan” (kikitenohairyou), tidak diterjemahkan menjadi “ya”.
2.
「よ」yang menunjukan “isi berita yang disampaikan dalam harus diketahui oleh lawan bicara (tozenteiji) sebagian kecil diterjemahkan menjadi “lho”. Sedangkan 「よ」yang menunjukkan “nuansa pendebat dan kritik” (hanron dan hinan) bisa diterjemahkan menjadi “kok” dan “sih”. dan sebagai pelunak dalam kalimat perintah atau larangan(meirei kanwa) bisa diterjemahkan “dong”.
3.
Fungsi dan penggunaan「ね」yang terdiri dari 1.“menunjukan kesadaran pembicara akan suatu hal kepada lawan bicara (ninshiki teiji), 2. menunjukan konfirmasi lawan bicara terhadap hal yang disadari oleh pembicara (ninshiki kakunin) 3.“membuat lawan bicara memperhatikan” (kikitenohairyou), pada hakikatnya merupakan proses “konfirmasi (kakunin)”. Kemudian, Fungsi dan penggunaan「よ」yang terdiri dari 1.“isi berita yang disampaikan dalam harus diketahui oleh lawan bicara (tozenteiji), 2.“nuansa pendebat dan kritik” (hanron dan hinan), 3.sebagai pelunak dalam kalimat perintah atau larangan(meirei kanwa), pada hakikatnya adalah proses “inferensi (suiron).
4.
Fungsi dan pengunaan “ya” baik itu, 1.“meminta konfirmasi dan menunjukan kalimat perintah yang lembut” dan 2.“melembutkan penegasan dan perintah, atau pertanyaan”
~ 148 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
pada hakikatnya adalah menujukkan rasa “solidaritas” dari pembicara. Kemudian, fungsi dan kegunaan “lho” adalah 1.“mengkonfirmasi isi kalimat” dan, 2. “mengingatkan kenyataan yang ada bukanlah seperti yang pikirkan”. Dari kedua fungsi ini fungsi nomer 2 adalah hakikat dari penggunaan “lho”. 5.
Melihat kesimpulan 1 – 4, kami berpendapat bahwa 「ね」dan「よ」dengan “ya” dan “lho” adalah entitas yang berbeda. Fungsi dan penggunaan 「ね」dan「よ」yang menunjukkan “konfirmasi” dan “inferensi” adalah proses bahasa yang berpusat pada pembicara話し手中心(hanasitechushin).
Sebaliknya
“ya”
dan
“lho”
yang
menunjukan “solidaritas” dan “mengingatkan kenyataan yang ada bukanlah seperti yang pikirkan/bantahan halus” adalah proses yang bahasa yang berpusat pada lawan bicara聞き手中心( kikitechushin) . Karena secara hakikat berbeda, pada kenyataan, 「ね」tidak selalu diterjemahkan “ya” dan「よ」tidak selalu diterjemahkan “lho”.
5
DAFTAR PUSTAKA
A. M. Stevens and A. Ed Schmidgall-Tellings (2010) A Comprehensive IndonesianEnglish Dictionary (2nd edition), Ohio Unversity Press. 日本語記述文法研究会(2003)『現代日本語文法4第8部・モダリティ』くろしお出 版. 廣瀬幸生・長谷川葉子 (2010)『日本語から見た日本人』開拓社. 神尾昭雄 (1990)『情報のなわ張り理論』 大修館書店. Kridalaksana, Harimurti (1989) Introduction to Word Formation and Word Classes in Indonesian, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. 大浜るい子 (1996)「関連性理論から見た終助詞『よ』『ね』の機能」広島大学教 育学部紀要
第二部45: 273-281.
益岡隆志 (1991)『モダリティの文法』くろしお出版. Takubo, Y. and S. Kinsui (1997) “Discourse Management in Terms of Mental Spaces,” “ Journal of Pragmatics 28, 741-758. Wouk, Fay (2001) ‘Solidality in Indonesian Conversation: The Discourse Marker ya’ Journal of Pragmatics 33:171-191
~ 149 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 150 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
ANALISIS MAKNA ONOMATOPAE PADA IKLAN DI MAJALAH JEPANG Riri Hendriati, Juariah, Kun M. Permatasari Sastra Jepang – Fakultas Sastra E-mail : [email protected] ABSTRAK Iklan adalah salah satu bentuk komunikasi yang masuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Iklan juga mempunyai unsur agar publik percaya dan biasanya iklan dimasukkan ke dalam ranah bisnis atau niaga. Dalam Bahasa Jepang anomatopea sering kali digunakan dalam iklan. Anomatopea dalam Bahasa Jepang terditi atas giongo dan gitaigo. giongo adalah kata yang menerangkan bunyi, dan gitaigo adalah kata yang menerangkan perubahan kondisi atau keadaan. Untuk memperkaya pemahaman bahasa Jepang pemelajar bahasa Jepang perlu memehami giongo dan gitaigo Bahasa iklan diperlukan pengetahuan yang cukup tentang giongo dan gitaigo yang digunakan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dianalisis onomatopae bahasa Jepang pada iklan. Pendekatan yang penulis lakukan untuk menganalisis penulisan makalah ini adalah analisis deskriptif, definisi dari deskriptif yaitu, menjelaskan dan menggambarkan apa yang nyata terjadi dalam suatu organisasi atau keadaan. Satuan analisis iklan yang akan diteliti akan difokuskan pada salah satu unsur iklan yang dianggap paling menonjol yaitu jargon iklan. Iklan yang dianalisi diambil dari 10 majalah wanita Jepang namun karena jumlah iklan yang sama cukup banyak maka kami menganalisis 8 buah iklan. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa sebagian besar jargon iklan yang menggunakan onomatopae adalah yang termasuk ke dalam golongan gitaigo. Gitaigo adalah sebuah kata yang menggambarkan sebuah situasi dan keadaan. Sebuah kata yang mengungkapkan secara simbolis dan mendeskripsikan suatu keadaan dengan suara, serta mendeskripsikan situasi seperti pertumbuhan, gerakan, perubahan kejadian alam, keadaan alam sekitar, dan benda tak bernyawa termasuk manusia.
1
PENDAHULUAN
Sekarang ini masyarakat tidak dapat menghindarkan diri dari adanya iklan. Iklan adalah salah satu bentuk komunikasi yang masuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Menurut ilmu komunikasi, iklan mempunyai pengertian sebagai penyampaian pesan dari komunikator atau penyampai pesan kepada komunikan atau penerima pesan melalui suatu media dengan tujuan agar komunikan tertarik, memilih dan membeli. Iklan merupakan promosi barang atau jasa melalui media publik dengan tujuan agar dibeli (Hoed, 2008). Selain itu iklan juga mempunyai unsur agar publik percaya dan biasanya iklan dimasukkan ke dalam ranah bisnis atau niaga.
~ 151 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Iklan dan konteksnya dalam komunikasi menurut Cook (1992:6).
Iklan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
peserta komunikasi
masyarakat
fungsi
parabahasa
material
Iklan
bahasa
gambar
situasi tertentu musik
iklan lain wacana lain
Iklan adalah suatu wacana bersifat kompleks yang tidak hanya terdiri dari bahasa, tetapi dalam iklan juga terdapat gambar, suara (sound effect) dan musik. Dalam iklan, baik warna, ukuran, letak tulisan, atau gambar dan volume serta warna dan musik, semua saling berkaitan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Bereiter dan Scardamalia (1987 mengenai Knowledge-telling model yaitu; menceritakan kembali pengalamannya dan Knowledgetransforming model yaitu menceritakan pengalamannya, tetapi tidak hanya itu melainkan juga mengandungi unsur promosi atau ajakan, maka iklan dapat dikategorikan sebagai knowledge-transforming model. Saat Transforming-telling berproses, terjadi upaya “problem
solving”.
Saat
Transforming-Telling
berproses,
Knowledge-Telling
tersemat/terimplikasi dalam proses “problem solving”. Penulis yang berpengalaman mencari dasar untuk mengungkapkan apa yang harus diungkapkannya. Dalam proses ini terjadi proses bolak-balik antara”content” dan “rhetorics”. dapat dilihat pada gambar berikut;
~ 152 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
mental representation of assignment
problem analysis and goal setting content knowledge
discourse knowledge
content problem space
rhetorical problem space
problem translation problem translation
knowledgetelling process
The knowledge-transforming model (Bereiter and Scardamalia, 1987)
Sebagai media komunikasi komersial, iklan merupakan wahana bagi konsumen untuk menggugah kesadaran dan mempengaruhi perilaku calon konsumen agar bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan. Iklan dirancang untuk menarik kesadaran, menanamkan informasi, mengembangkan sikap, serta mengharapkan adanya suatu tindakan dari calon konsumennya yang menguntungkan produsen (pengiklan). Dalam perkembangannya terdapat berbagai macam bentuk iklan di berbagai media massa, baik iklan visual, audio maupun iklan audio-visual yang semuanya mempunyai tujuan memaksimalkan keuntungan bagi pemilik faktor produksi. Iklan adalah suatu istilah yang rumit, karena menggunakan kata-kata yang tidak mempunyai makna kecuali jika diisi dengan makna. Para pengiklan memikirkan dan
~ 153 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
mempertimbangkan kata-kata untuk menjadi pemicu, dan ternyata mereka memilih katakata yang memicu kesan positif, perasaan dan pikiran, walaupun hal itu bukanlah sesuatu yang mudah. Orang-orang yang bekerja untuk membuat suatu iklan seringkali menghabiskan waktunya tanpa tidur untuk mencoba menemukan cara diantara lautan katakata dan bahasa yang berbeda agar mendapatkan pelanggan yang potensial (Vardar, N. 1992). Dilihat dari cara iklan itu disampaikan kepada publik, dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu, ada iklan statis dan ada iklan bergerak. Media atau sarana yang digunakan dalam iklan adalah; media cetak, media elektonik, bahasa dan nonbahasa. Produk yang diiklankan bisa berupa barang atau jasa. Atau ada juga iklan yang tidak menjual tetapi mengajak seperti misalnya iklan politik atau sosial. Penelitian ini kami fokuskan pada penggunaan onomatopae yang terdapat pada jargon iklan di majalah Jepang. Onomatope berasal dari Bahasa Yunani yang berarti kata-kata atau sekelompok kata yang menirukan bunyi-bunyi dari sumber yang digambarkannya. Onomatope dapat dikaitkan dengan bidang bahasa karena onomatope merupakan tiruan bunyi yang diubah ke dalam bentuk kata-kata. Kata-kata tersebut dapat dicari makna dan hubungan maknanya sehingga pencarian makna kata-kata onomatope pada jargon iklan menarik untuk dijadikan objek penelitian dalam hal ini penelitian bidang linguistik.
Berikut ini adalah contoh jargon iklan yang mengandung unsur onomatope:
~ 154 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
2
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PERUMUSAN MASALAH
Iklan mempunyai empat unsur yang menjadi pembangun dalam wacana iklan, yaitu: pengiklan, barang atau jasa yang diiklankan, iklan dan sasaran iklan. Satuan analisis iklan yang akan diteliti akan difokuskan pada salah satu unsur iklan yang dianggap paling menonjol yaitu penggunaan onomatopae pada jargon iklan yang ada di majalah.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk menganalisis data, kami akan memakai teori-teori onomatope yang terdapat dalam Bahasa Jepang. Pengertian Onomatope dalam Bahasa Jepang atau yang disebut dengan Giongo dan Gitaigo menurut buku A Practical Guide To Japanese-English Onomatopoeia & Mimesis (1959: v) giongo dan gitaigo dijabarkan sebagai berikut: “Onomatopoiea are the words which imitate the sounds made by animate or inanimate objects, such a person’s laughter, an animal’s cry, an object breaking or striking.” Terjemahan : “Onomatope atau disebut juga giongo adalah kata yang menirukan benda hidup ataupun tidak hidup, seperti suara tawa manusia, suara hewan, benda yang pecah atau saling bertabrakan dan lain-lain” “Mimesis are words which express in descriptive and symbolic terms the state or conditions of both animate and inanimate object, and of change, phenomena, movement, growth ect. in nature.” Terjemahan : “Mimesis atau gitaigo adalah kata tiruan keadaan dari mahkluk hidup atau pun tidak hidup, yang menggambarkan suatu perubahan, terjadinya sebuah fenomena, gerakan, pertumbuhan dan kejadian lainnya di alam.”
Hampir senada dengan penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya, Amanuma Yasushi dalam Giongo, Gitaigo Jiten (hal. 7-8) menjelaskan pengertian giongo dan gitaigo seperti berikut.
~ 155 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
『出る音響を音声で表現するのは擬音語ということである。擬音語とは人間 ひらて
の笑い声、泣き声、つばを吐いたり、ものを飲んだり、平手でたたいたりす る時などに発する音、人間以外の生物の発する声や音、また、自然界に自然 に発する音響や、無生物が、いわば自然に、あるいは外力の作用を受けて発 する音響を、語声で表現した言葉である』。
Terjemahan : “Giongo adalah kata yang digunakan untuk menggungkapkan suara yang keluar. Giongo adalah kata yang mengungkapkan suara tawa manusia, suara tangis, suara saat meludah, memimum sesuatu, atau pun saat menggosok-gosokan tangan, serta mengungkapkan bunyi yang muncul dari mahkluk hidup selain manusia, yang muncul secara alami dari alam atau pun juga bunyi dari mahkluk tidak hidup karena menerima pengaruh dari luar.” 『擬態語というのは状態 • 様子を描写した言葉である。擬態語とは、我々人 間を含む生物、無生物、自然界の事物の有様 • 現象 • 変化 • 動き• 成長などの びょうしゃてき
しょうちょうてき
状態 • 様子を描 写 的 • 象 徴 的 に音声で表現したのである』。 Terjemahan : “Gitaigo adalah sebuah kata yang menggambarkan sebuah situasi dan keadaan. Sebuah kata yang mengungkapkan secara simbolis dan mendeskripsikan suatu keadaan dengan suara, serta mendeskripsikan situasi seperti pertumbuhan, gerakan, perubahan kejadian alam, keadaan alam sekitar, dan benda tak bernyawa termasuk manusia.”
Jadi dari penjabaran giongo dan gitaigo menurut buku A Practical Guide To JapaneseEnglish Omatopoeia & Mimesis dan Giongo – Gitaigo Jiten karya Amanuma Yasushi yang telah diungkapkan diatas, bisa disimpulkan bahwa giongo adalah kata yang menerangkan bunyi, dan gitaigo adalah kata yang menerangkan perubahan kondisi atau keadaan. Kindaichi Haruhiko dalam Giongo, Gitaigo Jiten (1990 : 6 – 9), kemudian menjelaskan mengenai giongo dan gitaigo serta membaginya menjadi beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut:
~ 156 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
や
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
ぎ
「めうめう」の山羊の鳴き声とか「ころころ」の蛙の飲む鳴き声とか、この がいかい
おと
うつ
がいかい
ような外界の音を写した言葉を擬音語と呼ぶ。我々人間は外界の音をまねし て面白がるが、そういう音をまねすれば、それがすべて擬音語というわけで わない。 Terjemahan : “Suara dari dunia yang asing bagi manusia, seperti suara mengembik kambing gunung dan suara katak yang sedang minum bisa digambarkan menggunakan katakata yang disebut ‘giongo’. Akan tetapi meskipun menirukan suara seperti itu terasa sangat menarik, tidak semua suara tiruan bunyi tersebut bisa disebut giongo.” 擬音語という言葉はもともとこう云う言葉を表すにふさわしい。「めうめう ぎ せ い ご
」や「ころころ」は擬声語ということができる。 Terjemahan : “Yang dimaksud dengan giongo adalah sebuah kata yang menggambarkan dengan cocok sebuah bunyi sesuai dengan yang ditangkap oleh pengindraan. Kata “meumeu” dan “korokoro” bisa disebut sebagai giseigo.”
Maka dari paparan mengenai giongo yang dijelaskan di atas, Kindaichi Haruhiko kemudian membagi giongo menjadi dua yaitu; giongo dan giseigo 1) Giongo, suatu kata yang menyatakan bunyi dari benda mati atau suara alam. Contoh : a. 暗闇にドアがギギーッと開けてきこえる Ditengah kegelapan, terdengar suara pintu berderit terbuka. 2) Giseigo yaitu suatu kata yang menyatakan suara dari makhluk hidup. Contoh: a.
ネズミはチュウチュウと鳴いて る
b.
ハトはクーと鳴いてる
: Tikus bersuara chuuchuu atau “cit-cit” dalam bahasa Indonesia : Merpati bersuara “kuu” atau kukku dalam bahasa Indonesia
Berikutnya, Kindaichi Haruhiko menjelaskan mengenai gitaigo sebagai berikut:
~ 157 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
『音をたてないものを音によって像徴的に表す言葉で、これは擬態語と呼ぶ 。擬態語に、生物を表すものと、無生物の音を表すものとがあるように、擬 態語にも、生物の動作容態を表すものと、無生物の状態を表すものとがある 。 擬態語で生物の状態を表すものは擬容語とでも言うべきものだ。そして、擬 態語の中に人間の心の状態を表す言葉は擬情語と呼ぶ。』 Terjemahan : “Gitaigo adalah kata yang menyatakan sesuatu yang tidak berbunyi tetapi secara simbolis berbunyi. Gitaigo juga digunakan untuk mejelaskan suara yang berasal dari benda hidup dan tak hidup. Gitaigo juga digunakan untuk menggambarkan pergerakan makhluk hidup dan juga menggambarkan perasaan manusia. Gitaigo terdiri atas : Gitaigo yaitu kata yang menyatakan keadaan dari sesuatu yang sebenarnya tidak berbunyi. Giyogo, suatu kata yang menyatakan keadaan (keadaan tingkah laku) makhluk hidup, dan
gijogo. kata yang seolah-olah menyatakan
keadaan hati (perasaan).” 1) Gitaigo yaitu suatu kata yang menyatakan keadaan dari sesuatu yang sebenarnya tidak berbunyi. Contoh: a. お母さんがミルクをあげてくれてから、赤ちゃんがすやすや寝ている。 Setelah diberi susu oleh ibunya, bayi itu tertidur dengan lelap 2) Giyogo yaitu suatu kata yang menyatakan keadaan (keadaan tingkah laku) makhluk hidup. Contoh: a. がつがつ
: Rakus atau serakah
b. おどおど
: bingung dan salah tingkah
3) Gijogo yaitu suatu kata yang seolah-olah menyatakan keadaan hati (perasaan). Contoh : a. びくびく : perasaan ketakutan b. わくわく : perasaan berdebar-debar
~ 158 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
4
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
TUJUAN PENELITIAN Dengan pengertian onomatopae yang ada dalam bahasa Jepang diatas maka kami
memaknai onomatopae yaitu sebuah kajian bahasa yang dapat menjadi media komunikasi komersial untuk menggugah kesadaran dan mempengaruhi perilaku calon konsumen agar bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan. Penelitian ini mempunyai tujuan utama, Menganalisis onomatopae bahasa Jepang pada iklan agar memperkaya pemahaman bahasa Jepang pemelajar bahasa Jepang. 5
MANFAAT HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa dan membantu mahasiswa menguasai bahasa yang sedang dipelajari. 6
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan yang penulis lakukan untuk penelitian ini adalah metode penelitian kajian kepustakaan dan analisis deskriptif, definisi dari deskriptif yaitu, menjelaskan dan menggambarkan apa yang nyata terjadi dalam suatu organisasi atau keadaan. Selain itu kajian kepustakaan juga digunakan untuk menemukan kaitan dengan teori-teori yang digunakan. Langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan adalah dengan memilih data-data yang akan dianalisis satuan analisis iklan yang akan diteliti akan difokuskan pada salah satu unsur iklan yang dianggap paling menonjol yaitu jargon iklan. Melalui metode analisis deskriptif penulis akan menjabarkan kaitan antara data dengan teori. 7 7.1
HASIL DAN PEMBAHASAN OBJEK PENELITIAN
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah Majalah Jepang; MORE terbitan bulan Februari tahun 2014; Majalah SPRING terbitan bulan Februari tahun 2014; Majalah FRAU terbitan bulan Februari 2014; Majalah Seventeen bulan Maret 2013; dan Majalah MONO terbitan bulan Aprl 2011. 7.2 1.
II. HASIL ANALISIS Iklan Free Plus, mild moisture soap (majalah MORE, bulan Februari tahun 2014)
~ 159 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
あら
あ
ふ り
ぷ ら す
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
あわせんがんりょう
かんそう
ふゆ
はだ
しっとり洗 い上げるフリープラスの 泡 洗 顔 料 なら、乾 燥 しやすい冬 の肌 もつ あら
あ
っぱりにくく、しっとりなめらかな洗 い上がり。 Pada jargon iklan di atas terdapat kata しっとり(shittori), shittori termasuk dalam golongan Gitaigo, yaitu sebuah kata yang menggambarkan sebuah situasi dan keadaan. Sebuah kata yang mengungkapkan secara simbolis dan mendeskripsikan suatu keadaan dengan suara. Dalam iklan ini Shittori mendeskripsikan kelembaban wajah bila menggunakan sabun Free Plus. 2. Iklan Essential – Damage care shampoo (majalah MORE, bulan Februari tahun 2014) キシキシして髪をいじめちゃうなんて Pada jargon iklan di atas terdapat kata キシキシ (kishikishi), kishikishi termasuk dalam golongan Gitaigo, kishikishi secara simbolis menggambarkan rambut kusut karena rusak, yang apabila menggunakan shampoo Essential tidak kusut lagi. きしもと
3. Iklan
岸本セシル – dictionary (majalah MORE, bulan Februari tahun 2014)
これからどうぞよろしく。キラキラの可愛い新星
Pada jargon iklan di atas terdapat kata キラキラ(kirakira), kirakira termasuk dalam golongan gitaigo, secara simbolis kirakira menggambarkan sesuatu yang yang bersinar. Dalam hal ini yang bersinar adalah bintang baru yang manis. Maksudnya anak-anak muda yang bersinar pengetahuannya karena adanya kamus ini.
4. Iklan Kyu-pi – Mayonaise (majalah MORE bulan Februari tahun 2014) カリカリに焼く。
Pada jargon iklan di atas terdapat kata カリカリ(karikari), karikari termasuk dalam golongan gitaigo yang secara simbolis menggambarkan mayonnaise Kyu-pi akan membuat makanan yang dipanggang akan menjadi crispy atau renyah.
~ 160 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
5. Iklan Minon, Amino Moist (Majalah SPRING bulan Februari tahun 2014) ぷるぷるしっとり肌マスク Iklan tersebut adalah iklan masker kecantikan kulit wajah. Pada jargon iklan di atas terdapat kata ぷるぷる (purupuru), purupuru merupakan gitaigo yang menggambarkan kulit lembab dan kencang. 6. Iklan Signs SHOT、POLA – (Majalah FRAU bulan Februari 2014) ぐぐっと浸透し、ぴたりとフィットする濃密なクリームタイプです。 Signs Shot adalah suatu produk kecantikan yang berfungsi untuk menutupi kerutan pada wajah. ぐぐっと(gugutto) yang muncul pada jargon iklan tersebut menggambarkan cream Signs Shot yang padat akan menembus keriput pada kulit sehingga kulit akan kembali muda. ぐぐっと(gugutto) termasuk ke dalam gitaigo.
7. Iklan HONEY BEE, Smart Phone Soft Bank 201K (Majalah Seventeen bulan Maret 2013) かわいくデコって女子力アップ!シュシュをつければキュートなスマホ大変身。 シュシュ (shushu)
pada jargon iklan di atas merupakan gitaigo yang menggambarkan
gantungan handphone lucu. Honey Bee adalah handphone keluaran Soft Bank yang mana target handphone tersebut adalah anak-anak perempuan. Apabila diberi gantungan yang lucu-lucu akan menambah daya pikat handphone tersebut menjadi lebih girly.
8. Iklan LĔKUĔ (Majalah MONO bulan April 2011) 電子レンジで新食感。そとはパリッと。中はふっくら! Iklan wadah ikan untuk microwave, apabila memakai wadah tersebut maka hasil masakannya akan renyah di luar dan empuk di dalam. パリッと(paritto) termasuk gitaigo yang menggambarkan kerenyahan. 8
KESIMPULAN
Dari hasil analisis di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar jargon iklan yang menggunakan onomatopae adalah yang termasuk ke dalam golongan gitaigo. Gitaigo adalah sebuah kata yang menggambarkan sebuah situasi dan keadaan. Sebuah kata yang
~ 161 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
mengungkapkan secara simbolis dan mendeskripsikan suatu keadaan dengan suara, serta mendeskripsikan situasi seperti pertumbuhan, gerakan, perubahan kejadian alam, keadaan alam sekitar, dan benda tak bernyawa termasuk manusia.” 9
REFERENSI:
Abdurrahman & Soejono.2005. Metode Penelitian-Suatu pemikiran dan penerapan. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul. (2003). Psikolinguistik, Kajian Teoritik, Jakarta : Rineka Cipta. Cook,G.(1992)2001. The Discourse of Advertising. Second Edition. London/New York: Routledge. Dahidi, Ahmad & Sudjianto. (2004). Pengantar Bahasa dan Linguistik, Bekasi : Kesaint Blanc. Eriyanto.2001.Analisis Wacana-Pengantar analisis teks media. Yogyakarta: LkiS. Kindaichi Haruhiko (1990) Giongo, Gitaigo Jiten : Hokuseido Press, Tokyo.: Amanuma Yasushi. Giongo – Gitaigo Jiten. A Practical Guide to Japanese-English Onomatopoiea & Mimesis. Tokyo : Hokuseido Press,Tokyo. Renkema, Jan.2004. Introduction to Discourse Studies. Second Edition. Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins. Sugiyono. 2008.Wacana Iklan Bahasa Indonesia. [email protected]. dikutip 19 Desember 2008: Pusat Bahasa Depdiknas. Vardar, Nükhet. 1992.Global Advertising-Rhyme or Reason?London: Paul Chapman Publishing
Ltd.
~ 162 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) DALAM PEMBELAJARAN MATAKULIAH DOKKAI II JURUSAN BAHASA JEPANG UNIVERSITAS DARMA PERSADA Yessy Harun Universitas Darma Persada ABSTRAK Dokkai (Membaca) adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang agar terampil berbahasa. Dalam memahami bacaan bahasa jepang dalam pembelajaran dokkai , Terkadang mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam memahami isi bacaan karena terfokus pada metode penerjemahan. Dibutuhkan metode yang efektif yang diharapkan mampu membantu pemahaman bacaan dalam pembelajaran dokkai. Karena dengan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) bertujuan membangun kemampuan peserta didik untuk membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang dibacanya.
1
PENDAHULUAN
Bahasa adalah suatu sistem simbol bunyi yang bermakna yang berarti kualisi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbiter dan konfisional yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok orang untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Wibowo, 2009 : 3). Bahasa dapat disampaikan baik lisan maupun tulisan. Bagi penulis yang ingin menyampaikan perasaan dan pemikirannya melalui tulisan dengan tujuan tertentu kepada pembaca tidak akan terlepas dari bahasa. Salah satu bidang ketrampilan berbahasa yaitu kemampuan membaca (Dokkai). Membaca merupakan pentafsiran perkataan dan pemahaman bahasa. Manakala Kenedy (1981) pula mendefinisikan bacaan sebagai keupayaan seseorang untuk mengecam bentuk visual, menghubungkan bentuk itu dengan bunyi atau makna yang telah diketahui, dah seterusnya berasaskan pengalaman lalu, memahami dan mentafsirkan maksudnya. Membaca adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang agar terampil berbahasa. Keterampilan membaca dianggap penting untuk mencapai kesuksesan dalam hidup seseorang. Yorkey mengatakan, “Reading is probably the most important skill you will need for success in your studies.
Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa
kemampuan membaca bukanlah sekedar alat bantu belajar untuk mencapai kesuksesan
~ 163 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
belaka, tetapi kemampuan membaca dibutuhkan sebagai instrument dalam perkembangan pria dan wanita sebagai bagian dari masyarakat sataupun individu. Dalam memahami bacaan bahasa jepang dalam pembelajaran dokka, Terkadang mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam memahami isi bacaan karena terfokus pada metode penerjemahan. Selain itu juga metode pengajaran yang salah dan mengizinkan siswa menerjemahkan membuat siswa lamban dalam proses pemahaman. Untuk mengatasi masalah – masalah tersebut , dibutuhkan metode yang efektif dan mampu mengatasi masalah mahasiswa dalam memahami bacaan khususnya dalam pembelajaran dokkai II. Salah satu metode yang sesuai adalah metode pembelajaran kooperatif. Dengan metode pembelajaran seraca berkelompok, mahasiswa memiliki kesempatan untuk berbagi informasi yang didapat dari bacaan dan mendiskusikannya dengan mahasiswa lain. Salah satu metode cooperative learning yaitu tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), merupakan metode yang diharapkan mampu membantu pemahaman bacaan dalam pembelajaran dokkai. Karena dengan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) bertujuan membangun kemampuan peserta didik untuk membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang dibacanya. Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka penulis ingin menulis sebuah penelitian mengenai strategi yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran dokkai yang dilaksanakan melalui penelitian dengan judul “Efektifitas Penggunaan Metode Cooperative
Learning
tipe
Cooperative
Integrated
Reading
and
Composition
(CIRC) Dalam pembelajaran MataKuliah Dokkai II Jurusan Bahasa Jepang Universitas Darma Persada”
Menurut Kindaichi Haruhiko dalam Dai Jiten mengemukakan, “読解は文章の意味,内容を読む鳥ことと文章を読んで理解すること”. Dokkai yaitu memahami isi karangan , membaca, dan mengerti tulisan. Pada The Great Japanese Dictionary (1995 :2258) , “文字や図,記号などを見て,そこ に書かれていることの意味内容を取る” . didalamnya. Dokkai sangat erat kaitannya dengan kegiatan membaca. Tampubolon (dalam http:www.KumpulBloger.com) menjelaskan bahwa pada hakekatnya “membaca adalah
~ 164 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi proses pengenalan huruf” Jadi dapat disimpulkan bahwa Dokkai adalah kegiatan membaca dengan memahami isinya, dalam hal ini membaca pemahaman teks Bahasa Jepang. 2
METODE PEMBELAJARAN CICR
Dalam pembelajaran, salah satu instrumen pembelajaran yang penting ialah metode pembelajaran. Dengan metode pembelajaran yang tepat maka akan membantu proses pemahaman siswa pada materi yang dipelajari. Menurut Nana Sudjana (2005: 76), “Metode pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”. Metode mengajar banyak macam-macam dan jenisnya, setiap jenis metode mengajar mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing, tidak menggunakan satu macam metode saja, mengkombinasikan penggunaan beberapa metode yang sampai saat ini masih banyak digunakan dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membacabermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran.
~ 165 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis. Adapun Langkah CIRC adalah, sbb: a. Membaca berpasangan Para peserta didik membaca ceritanya dalam hati dan kemudian secara bergantian membaca cerita tersebut dengan keras bersama pasangannya bergiliran untuk tiap paragraf. Si pendengar mengoreksi tiap kesalahan yang dibuat oleh si pembaca. Dosen memberikan penilaian kepada kinerja peserta didik dengan cara berkeliling dan mendengarkan saat para peserta didik saling membaca satu sama lain. b. Menulis cerita yang bersangkutan dan tata bahasa cerita Para peserta didik diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan tiap cerita yang menekankan tata bahasa cerita struktur yang digunakan pada semua narasi. Setelah mencapai setengah dari cerita, mereka diminta untuk menghentikan bacaan dan diminta untuk mengidentifikasikan karakter latar belakang kejadian dan masalah dalam cerita tersebut dan untuk memprediksikan bagaimana masalah dalah cerita tersebut dan bagaimana masalah tersebut akan diselesaikan. Pada akhir cerita mahasiswa merespon cerita secara keseluruhan dan menulis beberapa paragraf mengenai topik yang berkaitan dengan itu. c. Mengucapkan kata-kata dengan suara keras, mahasiswa diberikan daftar kata-kata baru yang ada dalam wacana tersebut dan berlatih mengucapkan daftar kata-kata tsb bersama-sama. d. Makna kata Mahasiswa diberikan kosakata baru dalam wacana dan diminta untuk mencari arti dan makna. e. Menceritakan kembalicerita Setelah membaca wacana dan mendiskusikannya dalam kelompok , mahasiswa membuat rangkuman secara bersama-sama. f. Tes Tes dilakukan secara individu, hasil tes dan evaluasi dijadikan sebagai nilai mingguan mahasiswa. 3
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukann di fakultas sastra program studi Bahasa dan Sastra Jepang, pada mata kuliah Dokkai II, tahun akademik 2013/2014. Data akhir yang di gunakan adalah data
~ 166 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan peneliti dan data hasil belajar mahasiswa yaitu tes akhir.
3.1
POPULASI DAN SAMPEL
Pengertian sampel dikemukakan oleh Nana Sudjana (2001: 85) bahwa, sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yangsama dengan populasi. Berdasarkan pengertian tersebut, sampel yang diambil harus dapat memiliki karakteristik yang sama dengan populasi, sehingga apa yang diteliti tersebut benar-benar mewakili populasi penelitian. Agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka diambil sampel dari populasi yang dapat mewakili. Pengambilan sampel ini dirasa cukup baik dan mewakili populasi yang ada. Penelitian dilakukan pada mahasiswa yang mengikuti matakuliah Dokkai II tahun akademik 2013/2014 sebanyak 7 kelas, akan tetapi yang menjadi sampel penelitian adalah mahasiswa semester II, A, C, F sebanyak 60 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel purposive. 3.2
METODE PENGUMPULAN DATA a. Metode Observasi Dalam metode ini diamati proses pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan Metode pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) . b. Metode Tes Untuk mengetahui tingkat pemahaman materi yang dapat dikuasai mahasiswa dengan melalui post test. Bentuk tes yang digunakan adalah pilihan berganda dengan jumlah soal 20.
4 4.1
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN DATA PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain penelitian ini yaitu “posttest only control design” yaitu dengan membandingkan nilai posttest kelompok pertama yang diberi perlakuan (kelas eksperimen) dan kelompok kedua yang tidak mendapat perlakuan
~ 167 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
(kelas kontrol). (Sugiono ; 2006:84) . Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap hasil belajar. Pada desain penelitian ini hanya dilakukan posttest pada kedua kelas, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Fungsi kelas kontrol adalah sebagai kelas pembanding untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara kelas yang diberikan treatment dan yang tidak diberikan treatment. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa yang mengikuti matakuliah Dokkai II tahun akademik 2013/2014 sebanyak 7 kelas, akan tetapi yang menjadi sampel penelitian adalah mahasiswa semester II, A, C, F sebanyak 58 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel purposive. 1. Analisis Butir Soal Analisis butir soal pada umunya dimaksudkan untuk mengetahui besar kecilnya indeks tingkat kesukaran serta indeks daya pembeda. 1. a.
Tingkat Kesukaran TK
Keterangan
0,01-0,30
Sukar
0,30-0,70
Sedang
0,70-1,00
Mudah
Tabel Persentase tingkat kesukaran No
Kriteria
No butir soal
Jumlah
Persentase
1
sukar
9,14
2
15
2
sedang
1,4,5,8,10,11,12,15
8
50
3
mudah
2,3,6,7,13,
5
35
15
100
Jumlah
2. Daya Pembeda Butir soal yang baik adalah yang bias membedakan kelompok atas dan kelompok bawah.
~ 168 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
DP 0,00 0,26 0,76
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Keterangan 0,25 0,75 1,00
Berdasarkan hasil perrhitungan daya beda butir soal pada lampiran, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel persentase daya beda No
Kriteria
No butir soal
Jumlah
Persentase
1
jelek
2,3,6,7,13,15
6
30
2
cukup
1,4,5,8,9,10,12,14
7
55
3
baik
1,11
2
15
15
100
Jumlah
3. Data Nilai Tes Berdasarkan data yang diperoleh secara keseluruhan hasil kelas eksperimen diperoleh nilai tertinggi 15, dan nilai terendah 8, dengan rentang 7. Rata-rata skor yang diperoleh sebesar 71,00, modus 68, median 71,00, dan standar deviasi 6,071. Distribusi frekuensi siswa dibagi menjadi 5 kelas dan 2 kelas interval yang meliputi:
Tabel Distribusi frekuensi Hasil belajar kelas eksperimen Kls 1. 2. 3. 4. 5.
Kelas Interval 7–8 9 – 10 11 – 12 13 – 14 15 – 16 Jumlah
Frekuensi absolut 4 6 7 9 4 30
Frekuensi relatif (%) 18,18 22,73 31,82 18,18 9,09 100
Dengan menggunakan grafis distribusi frekuensi Hasil belajar kelas eksperimen digambarkan seperti berikut ini: Histogram Hasil Belajar Kelas Eksperimen
~ 169 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
10 9 8 7 6 5 4
3 2 1 0 7-8
9-10
11-12
13-14
14-15
Berdasarkan data yang diperoleh secara keseluruhan hasil nilai kelas control dapat diperoleh adalah 8, dan nilai terendah 4,dengan rentang 5, dengan banyak kelas 5 dan panjang interval 2. Dari hasil pengelompokan dapat diketahui bahwa rentang nilai yang diperoleh adalah; 11-12 sebanyak 3 orang, 9-10 sebanyak 3 orang, 7-8 sebanyak 12 orang, 5-6 sebanyak 3 orang, 3-4 sebanyak 3 orang . Rata-rata skor yang diperoleh sebesar 68,45, modus 72, median 68,00, dan standar deviasi 6,17. Distribusi frekuensi kelas kontrol tiga kelas interval yang dilihat pada tabel berikut ini
Tabel . Distribusi frekuensi skor Hasil belajar kelas Kontrol
Kls 1. 2. 3. 4. 5.
Kelas Interval 3–4 5–6 7–8 9 – 10 11 – 12 Jumlah
Frekuensi absolut
Frekuensi relatif (%)
6 5 12 3 4 30
22,73 18,19 40,91 22,73 9,09 100
Dengan menggunakan grafis distribusi frekuensi Hasil belajar kelas Kontrol dengan menggunakan metode ekspositori digambarkan seperti di bawah ini:
Histogram Hasil Belajar Kelas Kontrol
~ 170 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
14 12 10 8 6 4 2 0 3-4
5-6
7-8
9-10
11-12
A. Pengujian Analisis Data 1) Uji Normalitas Dalam penelitian ini, uji analisis yang digunakan adalah analisis varians dua jalur (ANAVA). Adanya interaksi yang muncul maka dilanjutkan dengan uji perbedaan nilai rata-rata dua kelompok pelakuan, yaitu kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan strategi pembelajaran CIRC sedangkan kelompok kontrol mendapat perlakuan strategi pembelajaran konvensional. Beberapa persyaratan untuk menganalisis data meliputi: keacakan sampel, populasi data yang berdistribusi normal, dan data populasi yang homogen dari kelompok-kelompok perlakuan. Pengujian normalitas data dengan menggunakan uji Liliefors dan uji Barlett untuk menguji homogenitas populasi seluruh kelompok perlakuan.
Hasil Uji Normalitas Distribusi Populasi Data Penelitian No.
Kelas
Kemampuan
X2hitung
X2tabel
Kesimpulan
1.
Eksperimen
Hasil Tes
6,25
14,057
Normal
2.
Kontrol
Hasil Tes
1,96
14,057
Normal
~ 171 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
2)
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Pengujian Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui bahwa data dari skor berasal dari populasi yang memounyai varians sama. Pengujian homogenitas varians menggunakan rumus Uji Bartlett. Hasil perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel . Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians Uji Bartlett
Kelas
Kemampuan
Varians
Eksperimen
Hasil tes
10,7
Kontrol
Hasil tes
N
Fhitung
Ft
Kesimpulan
30
7,26
-59,317
3,48
homogen
-59,317
3,48
homogen
30
Tabel di atas menunjukkan hasil perhitungan semua kelompok yang diuji dengan uji Bartlett hasilnya X2
hitung
< X2tabel. Dengan demikian disimpulkan bahwa semua kelompok
data dalam penelitian ini adalah populasi homogen.
4.2
PEMBAHASAN DATA HASIL TES
Uji t satu sample digunakan membandingkan rerata hasil pengamatan dengan suatu nilai standar tertentu. Uji t sample bebas diterapkan untuk membandingkan rerata hasil pengamatan berdasarkan kategori variabel yang tidak saling berkaitan. Uji t sample berpasangan diterapkan untuk membandingkan rerata dua sample yang saling terkait. Uji ini cocok untuk disain penelitian one group pre test – post test design. adanya H
hipotesis 0:
μ1 =
μ
2
H 1 : μ1 ≠ μ 2 dengan μ1= rata-rata sebelum perlakuan μ 2= rata-rata sesudah perlakuan μ1= μ 2 ,berarti bahwa tidak ada perbedaan dari objek penelitian dengan perlakukan yang kita berikan dengan, atau dengan kata lain perlakuan penelitian tidak menunjukkan perubahan respon dari objek penetiian.Sedangkan untuk μ1 ≠ μ 2 adalah kebalikannya.
~ 172 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Uji T dilakukan saat data berdistribusi normal, sehingga uji normalitas data terlebih dahulu itu perlu dilakukan misalnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov atau Anderson darling dan lain-lain menurut (Arikunto
2006:311)
persamaan
uji
T
sebagai
berikut:
jika -t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel maka akan menerima H0 dengan kata lain tidak ada perbedaaan sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan.sedang untuk t yang lainnya maka menolak H 0 Hasil perhitungan analisis varians dua jalur antar kolom diperoleh harga F hitung = 1,607 lebih besar
dari Ft abel = 4,08 pada taraf signifikansi α = 0,05. Ini berarti menerima
H0 dengan kata lain tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kelas eksperimen yang diberi perlakuan strategi CIRC dan sesudah perlakuan.sedang untuk t yang lainnya maka menolak H0
5
KESIMPULAN
Tidak terdapat pengaruh antara strategi pembelajaran dengan hasil belajar Dokkai. Strategi pembelajaran kooperatif tipe circ secara kurang efektif dapat meningkatkan hasil belajar dokkai mahasiswa baik secara individual maupun kelas 6
DAFTAR PUSTAKA
Gagne, M Robert, 1984. Essential of Learning for Instructioun. Illinois : The Dryden Press.,p.5
~ 173 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Kindaichi, Haruhiko. (1995). Nihonggo Dai Jiten. By Kodansha. P.2258 Slameto. 2003. Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rinneka Cipta.Jakarta.,p.2 Sudjana, Nana. (2005). Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.,p.76 Yorkey, (1970). Study skills for students of English as a second language. New York : Mc Graw-Hill Book Co. p. 75 Yoshida, Yasuo. (2008). Bahasa Jepang Sehari-hari, 6th Edition. PT. Grasindo, Indonesia. 3A Corporation.(2000). Minna no Nihongo Terjemahan dan Keterangan Tata Bahasa. PT. Pustaka Lintas Budaya, Surabaya. Sumber:
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2139258-langkah-langkahmetode-circ/#ixzz2xafNtuvv
~ 174 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
INDUSTRIALISASI MEIJI DAN MIGRASI ORANG ORANG JEPANG(KARAYUKI-SAN) KE ASIA TENGGARA PADA AKHIR ABAD 19 HINGGA TAHUN 1920 Erni Puspitasari Fakultas Sastra/Jurusan Sastra Jepang Email :[email protected] ABSTRAK Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan dan wawancara.Kebijakan Kaikoku atau pembukaan Negara terhadap Negara-negara asing yang dilakukan oleh pemerintahan Bakufu di Jepang , membuat perubahan yang sangat besar bagi Jepang. Dengan slogan Fukoku Kyouhei, Jepang melakukan modernisasi di segala bidang. Modernisasi yang dilakukan Jepang ternyata tidak secara otomatis meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, terutama masyarakat miskin. Kebijkan reformasi pajak yang dilakukan pemerintahan Meiji malah berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan di kalangan petani. Industrialisasi yang dilakukan pemerintah Meiji, juga tidak berdampak pada peningkatan kesejahteraan para pekerjanya. Dengan keadaan yang seperti ini, maka banyak orang-orang Jepang yang melakukan migrasi ke berbagai Negara, tidak terkecuali Asia Tenggara. Migrasi orangorang Jepang ke Asia Tenggara pada akhir abad 19, didominasi oleh kaum perempuan. Mereka dikenal sebagai karayuki-san. Para perempuan ini melakukan praktek prostitusi, karena seiring berkembangnya Asia Tenggara menjadi kota perdagangan internasional, maka kebutuhan akan wanita penghibur semakin meningkat. Para perempuan ini kebanyakan bekerja di rumah-rumah bordil. Mereka setiap bulannya mengirim uang kepada keluarganya di Jepang. Hal ini tentu saja menyumbangkan devisa bagi Jepang. Menjelang tahun 1920, ketika diterapkannya pelarangan terhadap kegiatan prostitusi oleh pemerintahan colonial, maka banyak dari para karayuki-san ini memilih kembali ke Jepang, tetapi ada sebagian kecil yang memilih menetap di Asia Tenggara, dengan menikahi orang asing atau orang pribumi. Kata kunci : Industrialisasi, migrasi, karayuki-san 1 1.1
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
Salah satu dari kesuksesan Restorasi Meiji, adalah berkembangnya industri. Melalui Revolusi Industri Jepang mampu menjadi negara industri baru yang mengasilkan berbagai produk mulai dari industri ringan yang berpusat pada industri tekstil hingga industry berat seperti industri logam dan kapal laut2.
Seiring terjadinya industrialisasi, terjadi pula
migrasi yang dilakukan 0rang-orang Jepang. Walaupun migrasi orang-orang Jepang telah berlangsung lama, jauh sebelum Restorasi Meiji , tetapi pada era Meiji jumlah ini terus 2
Yamakawa Suppansha, Ryugaseino Ryugakuseino Tameno Nihonshi ( Tokyo: Tokyo University of Foreign Studies, 1990),p. 123
~ 175 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
meningkat. Selain, Amerika, Meksiko, dan Brazil, tujuan para imigran ini adalah Asia Tenggara. Hubungan Jepang dengan Asia Tenggara sebenarnya telah dimulai pada jaman Shogun Toyotomi Hideyoshi yaitu kira kira abad ke 16. 3 Dampak lain dari revolusi industri di Jepang adalah eksploitasi manusia. Para pekerja bekerja dalam waktu kerja yang panjang, tetapi dengan gaji yang rendah, hal ini tentu saja membuat kehidupan mereka semakin sulit, ditambah lagi harga barang-barang yang semakin mahal, sehingga daya beli mereka menjadi rendah. Ketidakmampuan mereka bertahan hidup dalam kondisi ekstrim seperti ini memaksa mereka ke luar dari Jepang. Para petani dan nelayan miskin yang umumnya berasal dari Kyushu bagian Utara dan Selatan, pulau Amakusa dan Semenanjung Shimabara banyak yang ke luar dari Jepang untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Para petani dan nelayan miskin yang memiliki anak perempuan, terpaksa menjual anak mereka sebagai pekerja seks komersial kepada pelaut pelaut kulit putih atau mengirimkan anak perempuan mereka untuk bekerja di luar negeri. Tujuan para perempuan ini terutama adalah Asia Tenggara. Di negara tujuan, mereka kebanyakan melakukan kegiatan prostitusi dan perempuan ini disebut dengan karayukisan. Para karayukisan ini antara lain tersebar di Hindia Belanda, Singapura, dan Malaya dan Indo China. Selain Asia Tenggara, destinasi para karayukisan antara lain adalah Siberia, Kanada, Amerika, Seoul dan Australia. Menurut laporan dari konsul Jenderal Jepang di Singapura bahwa pada tahun 1909, di pulau Jawa terdapat 125 orang Jepang, yang terdiri dari 25 orang laki-laki dan 100 orang perempuan. Diperkirakan bahwa kebanyakan dari perempuan ini adalah karayukisan. 4 Di Medan jumlah orang Jepang pada tahun 1909 adalah 5 laki-laki dan 1 orang perempuan, tetapi jumlah ini meningkat tajam pada tahun berikutnya yaitu : 278 orang dengan rincian 57 laki-laki dan 221 orang perempuan5. Di wilayah Asia Tenggara lainnya, Singapura
yang pada awal abad ke 20 sudah
merupakan sebuah kota perdagangan internasional, maka kebutuhan akan wanita penghibur juga tinggi. Kebutuhan ini dipenuhi oleh para perempuan yang didatangkan dari Jepang, dan para perempuan yang didatangkan dari China. 3
George Kahin, Saya Shiraishi, The Japanese in Colonial Southeast Asia ( Tokyo: Southeast Asia Program, 1993), p.86 4 Ibid.,p.89 5 Ibid.,p.98
~ 176 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
2
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar Belakang Permasalahan, maka rumusan masalah yang dapat disampaikan adalah : 1.
Apakah industrialisasi pasca Restorasi menjadi penyebab migrasi besar-besaran orang-orang Jepang ke berbagai Negara, khususnya ke Asia Tenggara ?
2.
Apakah ada faktor kemiskinan dan dan eksploitasi manusia di bidang industry yang mendukung, terjadinya migrasi para perempuan Jepang atau karayuki-san ke berbagai Negara di Asia Tenggara?
3.
Kenapa Asia Tenggara menjadi destinasi para karayuki-san dan bagaimana aktifitas mereka di Asia Tenggara
3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
MIGRASI ORANG-ORANG JEPANG
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain. Melewati batasan administratif. Agak sedikit berbeda dengan definisi di atas Menurut Bakers dalam Hugh migrasi adalah tindakan bergerak dari satu spasial ke spasial yang lain. 6 Orang Jepang adalah orang yang tinggal di seluruh kepulauan Jepang dan memiliki bahasa ibu bahasa Jepang. Orang Jepang sekarang berasal dari percampuran antara orang-orang Jomon yang berasal dari Asia Tenggara Australia dan Papua New Gunea dan hidup 10.000 tahun yang lalu dengan Orang Yayoi yang berasal dari Semenanjung Korea dan hidup pada 2300 tahun yang lalu.7
Dengan demikian Migrasi orang-orang Jepang adalah perpindahan orang-orang Jepang dari Jepang ke tempat lain atau di luar Jepang. Migrasi ini dikenal dengan migrasi internasional, yaitu : perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. Dalam
6
Davis Hugh, The Biology of Live on the Move,( Oxfor : Oxford University Press, Inc 1996),p.26
7
Steve Olson, Terj.Mapping Human History, Gen, Ras, dan Asal Usul Manusia (Jakarta : Serambi Ilmu Semesta. 2006),p.189
~ 177 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
penelitian ini migrasi yang dilakukan oleh orang Jepang yaitu dari Jepang menuju negaranegara yang berada di kawasan Asia Tenggara. 3.2
KARAYUKI-SAN
Karayuki –san berasal dari dua kata, yaitu dari kata kara yang bermakna China dan dari kata yuki yang bermakna berpergian, sedangkan san adalah sebutan untuk orang lain. Dengan demikian karayuki-san bermakna orang yang bepergian ke China 8. Menurut Yamazaki Istilah karayuki juga merupakan kontraksi dari istilah yang lebih dahulu ada yaitu kata karabitoyuki yang berarti pergi dengan atau pergi ke orang-orang China dan kontraksi dari kata karankuniyuki yang berarti pergi ke negeri China.9 Seiring berjalannya waktu, karayuki-san berubah makna menjadi sebuah istilah yang menggambarkan secara khusus perempuan dan perempuan muda dari Kyushu, yang pergi ke luar negeri sebagai pekerja seks komersial. Dengan demikian istilah karayuki-san memiliki 2 makna, yaitu : orang Jepang baik laki-laki dan perempuan yang pergi ke luar negeri untuk bekerja, dan para perempuan Jepang yang pergi ke luar negeri untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial antara 1870 hingga tahun 1940 3.3
INDUSTRIALISASI MEIJI
Industrialisasi adalah suatu perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem mata pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga diikuti dengan beragamnya bidang pekerjaan yang tersedia. Meiji adalah nama jaman yang mengacu kepada nama kaisar yang saat itu sedang memerintah Jepang yaitu kaisar Meiji. Jaman Meiji berlangsung antara tahun 1868 hingga tahun 1912.
Dengan demikian Industrialisasi Meiji adalah terjadinya sebuah perubahan sistem mata pencaharian masyarakat Jepang yang sebagaian besar pada awalnya bergerak dalam
8
Kazuhiro Oharazaki, Japanese Prostitutes in the Pacific Northwest 1887-1920 ( Kyoto :Kyoto University of foreign Studies 2011),.p.22 9 Tomoko Yamazaki,Terj. Karen Colligan, Sandakan Brothel No.8 an Episode in the History of Lower Class Japanese Women. ( USA :An East Gate Book,1999),p. XV
~ 178 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
bidang agraris, berubah menjadi masyarakat industri. Industrialisasi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi Jepang untuk menjadi sebuah negara modern. 10
4
TUJUAN PENELITIAN
a. Untuk membuktikan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara industrialisasi di Jepang dengan migrasi orang-orang Jepang ke luar negeri, terutama para karayuki-san b. Untuk mengetahui apakah kemiskinan dan buruknya kesejahteraan para pekerja pabrik tekstil mendukung terjadinya migrasi para karayuki-san ke luar Jepang c. Untuk mengetahui alasan para karayuki-san memilih Negara Negara di Asia Tenggara sebagai Negara tujuan dan bagaimana aktifitas mereka di Asia Tenggara
5
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan dan wawancara. Wawancara dilakukan kepada narasumber yang berkompeten yaitu ibu Susy Ong. Beliau adalah pakar dalam bidang sejarah kontemporer termasuk sejarah Meiji. 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebijakan industrialisasi yang ditujukan untuk peningkatan kekuatan ekonomi Jepang, membuat Jepang melakukan efisiensi dalam rangka memproduksi produk dengan harga kompetitif, karena Jepang bukan negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga Jepang harus melakukan impor berbagai bahan baku industri dan juga mesinmesin pendukung industrinya. Efisiensi yang dilakukan Jepang adalah dalam bentuk pemanfaatan sumber daya manusia. Banyak industri yang melakukan eksploitasi manusia. Industri ringan Jepang yang terpusat pada industri tekstil banyak memnafaatkan tenaga kerja wanita. Jam kerja yang panjang dan berat, upah yang rendah, dan kesejahteraan yang rendah membuat mereka bagai terpenjara.Keadaan ini memaksa para wanita tersebut untuk mencari pekerjaan lain, kebanyakan mereka memilih menjadi pelacur, karena imbalan yang diterima lebih memungkinkan mereka untuk dapat hidup layak. Banyak dari mereka 10
Francis V. Moulder, Japan China and the Modern World Economy, Toward a Reinterpretation of East ( Cambridge : Cambridge University Press, 1977),p. 15
~ 179 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
bahkan bekerja sebagai pelacur di luar negeri. Asia Tenggara menjadi salah satu tujuan para wanita tersebut. Asia Tenggara menjadi destinasi para wanita tersebut bukan tanpa alasan. Pada awal abad ke 20, banyak wanita Jepang yang datang ke Philipina, sebagian besar dari mereka datang dengan bekerja di bidang prostitusi. Hal ini disebabkan adanya pengambil alihan Philipina dari Spanyol kepada Amerika, sehingga Amerika banyak menempatkan tentaranya di Philipina. Dengan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan biologis para tentara Amerika, maka pemerintah kolonial Amerika
mengijinkan berdirinya banyak
rumah bordil. Kesempatan ini tidak disiasiakan para wanita Jepang, sehingga banyak berdiri rumah bordil Jepang. Seiring berjalannya waktu, kebijakan ini kemudian dicabut, karena merebaknya penyakit kelamin dan untuk menjaga moral para tentara Amerika. Pemerintahan kolonial Amerika menutup rumah rumah bordil baik rumah bordil lokal maupun rumah bordil Jepang. Selain Philipina, Singapura juga menjadi tujuan para karayuki san, karena Singapura merupakan kota pelabuhan dan perdagangan internasional yang ramai, banyak warga asing terutama warga Eropa dan Amerika, di samping India dan China. Akibatnya terjadi ketimpangan antara jumlah penduduk wanita dengan pria. Pada awal abad ke 20 perbandingan antara wanita dan pria adalah 4 dibanding 11. Dengan ketimpangan ini, menyebabkan kebutuhan perempuan dalam rangka memenuhi kebutuhan biologis para pelaut, pedagang, bahkan buruh asing sangat tinggi, sehingga banyak wanita yang berdatangan ke Singapura, salah satunya dari Jepang. Mereka di tempatkan di rumah bordil yang terletak di Malay Street, terus meluas hingga Hylam, dan Bugis street. Para Karayuki san ini pada umumnya melayani laki-laki kulit putih, dan China. Merebaknya bisnis prostitusi di Singapura disebabkan adanya ijin yang diberikan pemerintahan kolonial Inggris. Pemerintah kolonoial Inggris hanya mengawasi para karayuki-san ini dalam bidang kesehatan dan keimigrasian. Aktifitas karayuki-san ini berhenti setelah adanya kebijakan pemerintah Jepang melalui konsulat Jepang di Singapura yang melarang warga Jepang melakukan praktek prostitusi. Akibat dari kebijakan ini sebagian besar karayukisan kembali ke Jepang, tetapi ada yang menetap di Singapura karena menikah dengan warga setempat, dan ada juga pergi ke Malaya, terutama Sandakan dan ke Hindia Belanda untuk melanjutkan prakteknya.
~ 180 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Sandakan adalah wilayah jajahan pemerintahan kolonial Inggris yang berada di Kalimantan Utara. Wilayah ini terkenal sebagai kota perdagangan, dan pelabuhan, di samping itu banyak terdapat perkebunan-perkebunan dalam skala besar. Sebagian besar bisnis yang dijalankan di Sandakan dikelola oleh orang asing, yaitu orang orang Eropa, disamping China. Orang-orang asing ini biasanya datang seorang diri, tidak disertai oleh anak dan istrinya, atau laki-laki lajang. Dengan besarnya jumlahnya orang asing, maka jumlah permintaan akan pekerja seks wanita, semakin tinggi, sehingga dibukalah rumahrumah bordil yang terpusat di Sandakan dan Tawau. Pemerintah kolonial Inggris melarang perempuan Inggris menjadi pelacur di Sandakan, karena akan menurunkan harga diri dan wibawa kerajaan Inggris Di Sandakan para karayuki-san berpraktek di rumah-rumah bordil yang diberi nomor, misalnya Rumah Bordil Sandakan Nomer 1,2,3 dan seterusnya. Rumah rumah bordil ini dikelola oleh orang Jepang. Sama seperti di Singapura pelanggan dari para karayuki-san ini adalah laki-laki kulit putih dan China. Ada semacam keengganan di kalangan para pelacur Jepang untuk melayani laki-laki pribumi, padahal dengan tarif yang sama. Di antara rumah bordil tersebut sering terjadi perpindahan karayuki-san. Para karayki-san di Sandakan didominasi oleh perempuan-perempuan yang berasal dari Amakusa, dan Shimabara. Setelah terjadi banyak penutupan rumah bordil, Sebagian besar para karayuki-san kembali ke Jepang, tetapi banyak dari mereka yang menikah dengan orang pribumi, atau yang menjadi gundik laki-laki kulit putih dan China. Hindia Belanda pada awal abad ke 20 sudah memiliki pelabuhan pelabuhan yang ramai, antara lain Batavia, Surabaya, Medan, Makasar, bahkan Papua. Pada masa itu sudah banyak terjadi transaksi ekonomi di bidang ekspor impor barang yang banyak melibatkan bangsa asing. Di Hindia Belanda banyak dibuka perkebunan perkebunan, sehingga banyak tenaga kerja yang diperlukan, selain tenaga kerja lokal, maka perkebunan juga mendatangkan tenaga kerja dari luar negeri. Orang-orang asing tersebut biasanya masih lajang, atau sudah beristri tetapi tidak membawa serta anak istrinya ke Hindia Belanda. Keberadaan orang asing ini tentu saja menjadi lahan yang baik untuk bisnis prostitusi Jepang. Para karayuki-san di Hindia Belanda biasanya beroperasi di kota kota besar. Mereka berpraktek di rumah-rumah Bordil yang dikelola orang Jepang. Tetapi tidak semua karayuki-san berpraktek sebagai pelacur dengan menempati rumah-rumah bordil, atau
~ 181 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
rumah-rumah bordil yang berkedok kedai-kedai kopi,ada yang menjadi gundik dari lakilaki kulit putih dan China. Mereka biasanya dikontrak untuk jangka waktu tertentu. Pemerintah kolonial Belanda memperlakukan para karayuki-san ini dengan baik, hal ini disebabkan adanya ketetapan pada tahun 1899 yang menetapkan bahwa orang Jepang setara dengan ras kaukasian yang lain, yakni ras kulit putih. Para karayuki-san selektif dalam memilihi pelanggan, mereka biasanya lebih menyukai laki-laki kulit putih atau China, ketimbang pria pribumi. Tarif yang dikenakan para karayuki-san adalah 10 gulden permalam, sedangkan pelacur lokal dan China hanya 7gulden 50 sen. Di Hindia Belanda selain pelacur Jepang, ada juga pelacur Eropa dan China, tetapi para laki-laki pribumi tidak diperkenankan untuk menyewa pelacur Eropa. Para karayuki-san yang berpraktek di Asia Tenggara pada umumnya mengirimkan uang ke Jepang pada setiap bulannya. Dengan jumlah karayuki-san yang ribuan, bahkan mungkin puluhan ribu, otomatis devisa yang dihasilkan banyak. Melalui devisa ini, para karayukisan turut membangun Jepang menjadi sebuah negara yang modern, dengan militer yang kuat. 7
KESIMPULAN
Melalui Industrialisasi yang dikembangkan pada jaman Meiji, membuat Jepang menjadi sebuah negara modern yang setara dengan bangsa kulit putih lainnya, tetapi di sisi lain meningkatnya kemiskinan di kalangan petani penggarap dan para samurai yang tidak memiliki pekerjaan. Industrialisasi salah satunya adalah industri tekstil yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan ternyata hanya tempat eksploitasi manusia yang menyedihkan. Dengan keadaan seperti ini banyak dari mereka memilih untuk bermigrasi luar negeri dengan tujuan untuk memperbaiki nasib. Mereka tersebar mulai dari China, Asia Tenggara hingga Amerika. Para imigran Jepang yang datang ke Asia Tenggara pada akhir abad ke 19 didominasi oleh kaum perempuan. Mereka adalah korban kemiskinan dan eksploitasi manusia yang merupakan dampak dari kebijakan pemerintah Meiji. Mereka kebanyakan bekerja di bidang prostitusi. Hasil kerja yang mereka peroleh, dikirim ke Jepang guna membiayai keluarga.
~ 182 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Alasana para Karayuki-san menjadikan Asia Tenggara sebagai destinasi, adalah berkembangnya Asia Tenggara menjadi pusat perdagangan internasional, sehingga banyak oarng asing yang melakukan kegiatan ekonomi. Pada umumnya orang-orang asing ini tidak membawa serta istrinya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, maka diperlukan banyak wanita pekerja seks komersial. Tarif pekerja seks komersial asal Jepang adalah tertinggi dibandingkan dengan pekerja seks lokal maupun asing lainnya. Hal ini disebabkan diakuinya Jepang sebagai negara modern dan setara dengan orang kulit putih. Para karayuki-san ini berpraktek secara resmi di rumah rumah bordil, maupun secara terselubung dengan berkedok kedai kopi. Rumah-rumah bordil ini adalah milik para mucikari Jepang. Ada beberapa kasus para karayuki-san ini tidak berpraktek sebagai pekerja seks komersial di rumah rumah bordil mapun kedai kopi, tapi menjadi istri simpanan pria-pria asing untuk jangka waktu tertentu. Praktek prostitusi ini berhenti setelah adanya larangan yang dikeluarkan pemerintahan kolonial di Asia Tenggara, dan semakin membaiknya perekonomian Jepang, sehingga keanyakan dari mereka kembali ke Jepang. 8
DAFTAR PUSTAKA
Bernstein, , Gail Lee
1991,Recreating Japanese Women Barkeley : University of
California Press, B. Levin ,Salomon, Hisashi Kawada, 1980,Human Resources in Japanese Industrial Development London : Princeton University Press Christopher, Emma, 2007Midle Passage: forced Migration and the Making of the Modern World London: California University Press, Haines, David, W, Keiko Amanaka, Shinji Yamashita. 2012, Wind Over Water Migration in an East Asian Conext, Oxford : Bergahn Books, Hirschman Charles, Kesnitz Philip, Dewin Josh, 1999,The Handbook of International Migration The American Experience, New York : Russel Sage Foundation, Hugh, Davis , 1996 ,The Biology of Live on the Move, Oxford, Oxford University Press, Inc Kahin George, Shiraishi, Saya , 1993,“ The Japanese in Colonial Southeast Asia” Tokyo : Southeast Asia Program. Marks, Lara,. Worboys, Michael. 1997Migrants Minorities and Healt Historical Contemporary Studies, London : Routledge 11 New Fetter Lane, 1997
~ 183 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Oharazaki ,Kazuhiro. 2011,Japanese Prostitutes in the Pacific Northwest 18871920,Kyoto: Kyoto University of foreign Studies Olson, Steve, 2006,Terj.Mapping Human History, Gen, Ras, dan Asal Usul Manusia. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta. Park Kyeung-eun, 20113 A Study on Relationship Between Modern Japan and Southeast Asia Nagasaki : Nagasaki University Pangastuti, Sri, 2009 dari Kyushu ke Ran’in : karayuki san dan Prostitusi Jepang di Indonesia (1885 – 1920 ) Jurnal Humaniora, UGM , Post P., 1999Caracteristics of Japanese Entrepreneurship in the Pre War Indonesian Economy Netherlands : Royal Netherlands Academy of Arts and Sciences, Sugiyono, 2006 ,Metode Penelitian Kuatitatif, Kualitatif, dan R &D Jakarta : Alfabetha, Terami, Motoe ,– Wada, 1986, Karayukisan of Manila 1890 - 1920 Jurnal Philipina Stuies vol.34 Manila : Ataneo de Manila University Yamazaki, Tomoko , 1999 Terj. Karen Colligan, Sandakan Brothel No.8 an Episode in the History of Lower Class Japanese Women. USA : An East Gate Book, Yamakawa Shuppansha, 1990Ryuugaseino Tameno Nihonshi, Tokyo : Tokyo University of Foreign Studies
~ 184 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PENERAPAN STRATEGI PROCESS-BASED PADA PENGAJARAN KOMPOSISI BAHASA MANDARIN 1 Apriliya Dwi Prihatiningtyas Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Cina [email protected] ABSTRAK Penerapan ancangan berbasis proses ini dilakukan untuk membuktikan tingkat efektivitas strategi ini dalam membantu mahasiswa mengembangkan gagasan saat menulis komposisi, dalam hal ini sebuah tulisan narasi sederhana yang mampu dipahami khalayak pembacanya. Strategi ini juga untuk melihat perkembangan kemampuan menulis mahasiswa sesuai dengan karakternya masing-masing. Strategi ini pernah diujicobakan pada pengajaran komposisi lanjut, dan sekarang diterapkan pada komposisi awal. Sebelum evaluasi berjangka pertama (Ujian Tengah Semester), sebagian mahasiswa masih kesulitan menemukan gagasan yang akan ditulisnya dalam mind-map sehingga mereka juga kesulitan mengembangkan gagasan, namun sebagian yang lain mampu menuliskan gagasan yang akan dikembangkannnya. Setelah evaluasi berjangka yang pertama (Ujian Tengah Semester), sebagian mahasiswa mulai dapat menentukan gagasan-gagasan yang akan dikembangkannya menjadi tulisan narasi sederhana. Sebagian yang lain telah mampu mengembangkan tulisannya dengan baik. Dari hasil evaluasi berjangka yang kedua (Ujian Akhir Semester) terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa dapat menghasilkan sebuah tulisan narasi sederhana yang layak baca. Strategi berbasis proses sangat efektif digunakan dalam pengajaran komposisi 1. Tulisan mereka menjadi fokus dan cermat. Mereka juga menjadi leluasa mengembangkan gagasannya dalam menulis. Dari hasil analisis daftar tanyaan terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa mendapat pengetahuan lebih dan merasa terbantu dalam mengembangkan gagasan saat menggunakan strategi berbasis proses. Meskipun masih ada mahasiswa yang belum terbiasa menggunakan strategi ini, namun diakuinya dapat memberinya inspirasi saat harus menemukan gagasan yang akan dikembangkannya. Kata kunci:
1
process-based, mind-map, strategi, efektif, komposisi
PENDAHULUAN
Menulis adalah salah satu keterampilan yang disasar dalam pengajaran bahasa asing. Dalam pengajaran bahasa Cina dikenal pelajaran menulis aksara, menulis surat dan menulis sebuah komposisi. Pada pengajaran menulis komposisi atau xiezuo pengalaman pembelajaran sebelumnya menunjukkan pembelajar kesulitan mengembangkan gagasan yang dipilihnya berdasarkan tema yang diberikan pengajar atau bahkan yang dipilihnya sendiri. Sebagian pembelajar mampu menyampaikan gagasannya dalam bentuk tulisan yang baik, namun sebagian yang lain selalu merasa tak ada lagi yang mampu
~ 185 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
disampaikannya. Penjelasan pengajar mengenai strategi menulis komposisi terkadang dapat dipahami beberapa pembelajar, sebagian lagi tetap saja menemui kesulitan bahkan dalam menyusun sebuah kerangka gagasan sederhana. Perlu strategi yang efektif yang dapat
diterapkan dalam pengajaran menulis
komposisi agar pembelajar dapat
mengembangkan gagasannya sehingga mampu menulis sebuah komposisi sederhana yang layak baca. 2
TINJAUAN PUSTAKA
Jordan (2003:167) mendefinisikan process approach atau ancangan proses sebagai ancangan
yang
membuat
pembelajar
lebih
bertanggungjawab
terhadap
proses
pembelajaran mereka sendiri. Melalui proses diskusi, berlatih, membuat buram (draft), umpan balik, perbaikan dan memberikan pilihan-pilihan, pembelajar dapat menentukan sendiri tujuan atau isi tulisan mereka dengan cermat dan terarah. Masih menurut Jordan, strategi ini lebih learner-centered karena dapat membangkitkan rasa tanggung jawab pembelajar terhadap tulisannya. Dengan kata lain, pembelajar dapat mengontrol perkembangannya sendiri berdasarkan tahapan yang telah dilakukannya.
Sementara
Tribble (1996:37) mendefinisikan ancangan process-based sebagai strategi menghasilkan tulisan dengan menitikberatkan kemampuan menulis komposisi pada proses menulisnya. Tribble menekankan pada prinsip membangun kreativitas dan tulisan yang tak terduga. Menurutnya, strategi ini mampu membuat pembelajar lebih mengenali karakternya sehingga mampu menggali gagasan-gagasan rinci yang dapat disampaikan dalam tulisan yang dipahami khalayak. Tribble juga menyampaikan penahapan yang dapat membantu penulis pemula dalam menuangkan dan mengembangkan gagasannya, yakni prewriting, composing/drafting, revising, dan editing. Penulis pemula selayaknya memiliki pengetahuan mengenai gagasan yang akan ditulisnya, pengetahuan konteks, pengetahuan mengenai sistem kebahasaan, dan pengetahuan mengenai proses atau penahapan menulis. Harmer (2001:257) bahkan merinci kegiatan yang mungkin terjadi pada saat proses menulis dilakukan oleh pembelajar seperti mengecek penggunaan sistem kebahasaan, mengecek ejaan, menuliskan beragam gagasan atau menentukan gagasan pembuka, isi dan penutup. Perbaikan berupa penambahan atau pengurangan dapat dilakukan di setiap tahap sehingga gagasan dapat semakin rinci dan fokus.
~ 186 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
3
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
TUJUAN PENELITIAN
Melalui penelitian kecil berbasis kelas ini diharapkan pembelajar dapat membuat kerangka gagasan sesuai topik, mengembangkan gagasannya dengan cermat kemudian menyusun sebuah komposisis jenis narasi sederhana yang layak baca. Penelitian ini juga membuat pembelajar dapat meningkatkan kemampuan menulisnya sesuai dengan karakternya masing-masing. 4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yakni dengan memberikan panduan kepada pembelajar mengenai proses menulis kemudian memberikan mereka kesempatan memilih topiknya sendiri sesuai tema yang telah ditentukan. Dengan mind-map, pembelajar dipandu untuk dapat merinci dan mengembangkan gagasan yang ditulisnya. Pengajar memberikan umpan balik dan masukan kepada pembelajar sehingga mereka dapat mencermati gagasangagasan rinci yang mungkin tak terpikirkan sebelumnya. Hasil evaluasi berjangka (Ujian Tengah dan Akhir Semester) akan dijadikan acuan perkembangan kemampuan menulis mereka. Daftar tanyaan digunakan untuk melihat manfaat yang dirasakan pembelajar sehingga mereka dapat menghasilkan tulisan narasi yang layak baca. 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa kelas komposisi bahasa Mandarin semester tiga universitas ini sebanyak 21 orang dengan rincian 18 orang mahasiswa reguler dan tiga orang mahasiswa lanjutan. Pada awal pertemuan pengajar memberikan penjelasan definisi komposisi dan curah pendapat pembelajar mengenai pemahaman dan pengalaman mereka akan komposisi. Berdasarkan pengalaman, sebagian besar mahasiswa kurang menyukai mata kuliah komposisi. Selain mereka kesulitan menemukan topik yang telah diarahkan temanya, mereka juga kesulitan mengembangkan gagasan-gagasan besar yang berhasil mereka tentukan menjadi gagasan rinci yang terarah, fokus, dan berkesinambungan. Faktor kekhawatiran akan ketidakmampuan mereka mengembangkan gagasan, mengaitkan gagasan antarkalimat maupun antarparagraf hingga menerjemahkan ke dalam bahasa Cina yang baik menjadi dominan saat kelas komposisi berlangsung. Panduan melalui strategi mind-map atau pemetaan gagasan sedikit demi sedikit membantu mahasiswa mengenali karakter dan minatnya sendiri serta menggali kemampuan mengembangkan gagasan besar menjadi gagasan rinci. Setelah mereka membuat pemetaan gagasan, pengajar memberi
~ 187 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
masukan saat mereka melengkapi kerangka gagasan hingga menyusun sebuah komposisi yang layak baca. Dalam prosesnya, pengajar menilai perkembangan kemampuan menulis mereka melalui tulisan yang mereka hasilkan sebelum evaluasi berjangka pertama, tulisan pada Ujian Tengah Semester, tulisan setelah Ujian Tengah Semester dan tulisan pada Ujian Akhir Semester. Pengajar menggali opini mahasiswa melalui isian daftar tanyaan yang diberikan kepada mahasiswa setelah masa perkuliahan selesai. Hasil penilaian ini kemudian dianalisis untuk mengetahui seberapa efektif strategi ini apabila diterapkan pada kelas komposisi tingkat awal. dan pendapat mereka mengenai terbantu atau tidaknya mereka dalam menulis sebuah komposisi yang layak baca dengan menerapkan strategi ini dalam proses menulis. Dari hasil penilaian tulisan yang mereka hasilkan dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Masa Pra-Ujian Tengah Semester: 1) Sebagian besar mahasiswa masih kesulitan memetakan kerangka gagasan berdasarkan topik yang dipilihnya. 2) Sebagian mahasiswa mampu memetakan kerangka gagasan berdasarkan topik yang dipilihnya, sebagian lagi masih perlu panduan khusus. 3) Sebagian mahasiswa mampu menyampaikan gagasan secara umum, sebagian lagi masih kesulitan menyampaikan gagasannya. 2. Hasil Ujian Tengah Semester: 1) Sebagian mahasiswa mampu menyampaikan gagasannya secara singkat. 2) Sebagian mahasiswa mampu menuangkan gagasan dengan jelas, namun belum mampu menunjukkan keterkaitan gagasan antarkalimat. 3. Masa Pasca-Ujian Tengah Semester: 1) Sebagian besar mahasiswa mampu mengembangkan pemetaan gagasannya menjadi kerangka gagasan yang lebih fokus sehingga mereka dapat menghasilkan sebuah komposisi. 2) Sebagian mahasiswa mampu menuangkan gagasan dengan jelas, namun belum mampu menunjukkan keterkaitan gagasan antarkalimat. 4. Hasil Ujian Akhir Semester: 1) Sebagian besar mahasiswa mampu menuangkan gagasannya dengan baik meskipun sederhana;
~ 188 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
2) Sebagian besar tulisan mereka semakin terarah dan berpotensi menuangkan informasi yang berkesinambungan; 3) Sebagian besar mahasiswa telah mampu menunjukkan keterkaitan gagasan antarkalimat bahkan antarparagraf. 5. Dari hasil isian daftar tanyaan dapat dilihat bahwa bagi mahasiswa: 1) Strategi ini membantu mereka memilih topik sesuai karakter sehingga mempermudah mereka menyusun sebuah komposisi karena penahapannya membantu mengembangkan gagasan yang akan ditulisnya. Meskipun mereka tetap merasa terbebani karena untuk mereka ini sulit, namun mereka puas karena memahami proses menulis yang benar. 2) Strategi ini disukai mahasiswa karena membantu mereka mencermati informasi rinci yang mereka pilih sendiri topiknya berdasarkan tema yang diberikan pengajar. 3) Strategi ini menginspirasi mereka untuk membuat tulisan yang layak baca meskipun sederhana. 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Mahasiswa cenderung terbantu dalam menyusun sebuah komposisi karena terlebih dahulu mengetahui proses menulis secara rinci. Membuat kerangka gagasan melalui mind-map membuat
mahasiswa
dapat
mengeksplorasi
gagasan-gagasan
rinci
sebelum
mengembangkannya dalam sebuah komposisi narasi. Meskipun awalnya sulit bagi mereka menentukan topik berdasarkan tema yang diberikan pengajar, namun lambat laun mereka terbiasa untuk menemukan gagasan rinci setelah mendapat masukan dari pengajar. Melalui diskusi terarah, mahasiswa dapat menemukan gagasan-gagasan rinci berdasarkan petunjukpetunjuk yang diberikan oleh pengajar maupun mahasiswa yang lain. Dari hasil evaluasi berjangka, terlihat bahwa tulisan narasi mahasiswa semakin baik dan semakin menunjukkan potensi mereka dalam menulis. Pilihan kata dan konjungsi yang tepat membuat tulisan mereka pantas dibaca meskipun masih sangat sederhana. Dari penelitian ini terlihat bahwa ancangan berbasis proses membantu mahasiswa meningkatkan kemampuan menulisnya karena penahapannya membuat mahasiswa lebih fokus, cermat dan terarah dalam menulis serta lebih leluasa mengembangkan gagasan. Pengajar yang kompeten, dapat membantu mahasiswa dengan dukungan yang sesuai kebutuhan mereka saat menerapkan ancangan ini. Pada ancangan berbasis proses, pengajar dapat membantu mahasiswa memetakan gagasan berdasarkan tema dan memberi masukan
~ 189 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
yang terkait dengan tema. Dalam prosesnya, pengajar dapat terus memberi masukan dan arahan agar mereka terbiasa cermat dalam mengembangkan gagasannya sehingga mampu menyusun komposisi yang layak baca.
7
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Douglas H. 2000. Principles of Language Learning and Teaching, Fourth Edition. New York: Longman Inc. Hedge, Tricia. 2002. Teaching and Learning in the Language Classroom. New York: Oxford University Press. Jordan, R.R. 1997. English for Academic Purposes: A Guide and Resources book for Teachers. Cambridge: Cambridge University Press. Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Nunan David. 1992. Research Methods in Language Learning. Cambridge: Cambridge University Press. Tarigan, Henry Guntur. 1993. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:Angkasa. Tribble, Christopher. 1996. Writing. Language Teaching, A Scheme for Teacher Education.Oxford: Oxford University Press. Wishon, George E & Julia M.Burks. 1968. Let’s Write English. Filipina:Litton Educational Publishing.
~ 190 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
KOHESI DAN KOHERENSI ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN YANG BERJUDUL “WATASHI NO KUNI” Hargo Saptaji, Hani Wahyuningtias, Julia Pane Fakultas Sastra Jurusan Sastra Jepang Universitas Darma Persada [email protected] ABSTRAK Karangan yang baik diharapkan memenuhi syarat kohesi (hubungan bentuk) dan koherensi (hubungan makna). Dalam penelitian ini akan dikaji apakah karangan bahasa Jepang yang berjudul “Watashi no Kuni” menyatakan suatu hal atau tema tertentu. Selain itu apakah kalimat-kalimat yang terbangun di dalamnya mempunyai hubungan yang logis atau tidak rancu. Karangan yang berjudul “Watashi no Kuni” dipilih berdasarkan atas pertimbangan isi dan pola kalimat yang bersifat sederhana. Namun, karangan tersebut memiliki makna yang cukup dalam sehingga membuat peneliti ingin mencari makna apa yang tersirat di dalamnya. Sebagai pemelajar bahasa Jepang sekaligus pembelajar bahasa jepang yang bukan merupakan seorang penutur asli, kita dituntut untuk mampu menghasilkan kalimat yang benar dan memenuhi segi koheresi dan kohesi. Oleh karena itu mengkaji karangan bahasa Jepang yang ditulis oleh bukan penutur asli juga dianggap sangat penting dalam rangka meningkatkan kemampuan sebagai seorang pengajar bahasa asing yang sewajarnya selalu memperkaya dan mengasah dirinya dengan kemampuan bahasa yang dimilikinya. Teks pada karangan “Watashi no Kuni” dapat disebut cerita, karena di dalamnya dikemukakan serangkaian peristiwa yang merupakan kesatuan tindakan. Semua rangkaian peristiwa yang ada di dalamnya merupakan suatu proses dari situasi awal (gambaran negara asal penutur) sampai ke situasi akhir (rasa cinta penutur terhadap tanah airnya Portugal). Hubungan kausal antarsatuan isi cerita terjalin dengan baik, dan semua keterangan pendukung bersifat relevan, sehingga karangan ini dapat dianggap koheren Kata Kunci: wacana, koherensi, kohesi, referensi, substitusi, elipsis, konjungsi 1
PENDAHULUAN
Wacana yang baik adalah wacana yang harus memperhatikan hubungan antarkalimat. Sejalan dengan pandangan bahwa bahasa itu terdiri atas bentuk (form) dan makna (meaning), maka hubungan dalam wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi, dan hubungan makna atau semantis yang disebut dengan koherensi. Wacana dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu lisan dan tulis. Salah satu wujud wacana tulis yang berasal dari media seperti: surat kabar ataupun majalah dapat dikaji, baik dari segi gramatikalnya maupun konteksnya. Dalam penelitian ini akan dikaji apakah karangan
~ 191 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
bahasa Jepang yang berjudul “Watashi no Kuni” sudah memenuhi syarat keutuhan wacana dari segi koherensi dan kohesi gramatikal.
2
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: bagaimana keutuhan karangan bahasa Jepang yang berjudul “Watashi no Kuni” ditinjau dari segi koherensi dan kohesi gramatikal. 3
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran umum apakah karangan bahasa Jepang yang digunakan sebagai data menyatakan suatu hal atau tema tertentu. Selain itu apakah kalimat-kalimat yang terbangun di dalamnya mempunyai hubungan yang logis atau tidak rancu. 4
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi. Menurut Krippendorff (1991:15) analisis isi adalah suatu teknik untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (repicable) dan sahih, dengan memperhatikan konteksnya. Model analisis isi bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi bagaimana pesan itu disampaikan hingga bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks. Analisis ini adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi yang terdokumentasi misalnya dalam bentuk buku, surat kabar, peraturan, rekaman, film, manuskrip, dan lain-lain. Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik analisis isi (content analysis) dengan langkah-langkah penelitian sebagai berikut: (a) penentuan fokus, (b) pengajuan pertanyaan penelitian, (c) pengumpulan data, (d) keabsahan data, dan (e) penganalisisan, pembahasan/penginterpretasian temuan penelitian. Menurut Neuendorf (2002) analisis isi adalah suatu teknik analisis untuk membuat kesimpulan melalui pengidentifikasian secara sistematis dan objektif tentang ciri-ciri
~ 192 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
khusus dalam teks. Jenis metode kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini adalah content analysis atau analisis isi yang dikemukan oleh Mayring. Mayring (2004) menjelaskan delapan langkah penerapan metode penelitian yaitu sebagai berikut: menentukan objek atau fokus penelitian, mengajukan pertanyaan penelitian, menjelaskan atau mengemukakan definisi tiap-tiap kategori yang diteliti berdasarkan teoriteori relevan, membuat kategori-kategori atau parameter dari tiap-tiap subfokus penelitian berdasarkan teori, melakukan pengkodean dari data berupa teks wacana yang terkumpul berdasarkan subfokus penelitian, merevisi kategori dan melakukan cek formatif tentang keabsahan data, menganalisis data penelitian sambil melakukan keabsahan data, mengintegrasikan hasil analisis penelitian. 5
TINJAUAN PUSTAKA
Kesatuan bahasa yang lengkap bukanlah kata atau kalimat, melainkan wacana (discourse). Schiffrin (1995: 20) mendefinisikan wacana sebagai suatu unit di atas kalimat, dan sebagai penggunaan bahasa. Menurut Beaugrande (1981: 3), suatu wacana mempunyai ciri-ciri berupa koherensi, kohesi, maksud pengirim, keberterimaan, memberikan informasi, situasi pengujaran, dan intertekstualitas. Beaugrande (1981:4) menjelaskan bahwa:”Coherence concerns the ways in which components of textual world; the configuration of concepts and relations which underlie the surface text are mutually accessible and relevant”. Kutipan ini menunjukkan arti bahwa koherensi mengacu pada bagaimana komponen tekstual, seperti konfigurasi konsep dan hubungan yang mendasari sebuah teks, saling berterima dan berkaitan. Kohesi dan koherensi dalam wacana merupakan salah satu unsur pembangun wacana selain tema, konteks, unsur bahasa, dan maksud. Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana, sehingga tercipta pengertian yang baik (Djajasudarma, 1994: 47). Kohesi dan koherensi juga merupakan syarat terbentuknya suatu wacana selain syarat lain, yaitu topik. Brown dan Yule (1986: 224) menegaskan bahwa koherensi berarti kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. Dalam stuktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menata pertalian batinantara proposisi yang satu dengan lainnya untuk mendapatkan keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut
~ 193 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dijabarkan oleh adanya hubungan-hubungan makna yang terjadi antarunsur secara semantik. Hubungan tersebut kadang kala terjadi dengan alat batu kohesi, namun kadangkadang dapat terjadi tanpa bantuan alat kohesi, secara keseluruhan hubungan makna yang bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi semantis.
Halliday (1976: 2) menegaskan bahwa pada dasarnya struktur wacana bukanlah struktur sintaksis, melainkan struktur semantik yakni semantik kalimat yang di dalamnya mengandung proposisi-proposisi. Beberapa kalimat akan menjadi wacana karena adanya hubungan makna atau arti antarkalimat itu sendiri. Pada dasarnya, hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interpretasi. Harimurti (1984: 69) mengemukakan bahwa hubungan koherensi wacana sebenarnya adalah hubungan makna atau maksud. Artinya, antara kalimat bagian yang satu dengan kalimat lainnya secara semantis memiliki hubungan makna. Kajian mengenai koherensi dalam tataran analisis wacana merupakan hal mendasar dan relatif paling penting karena permasalahan pokok dalam analisis wacana adalah bagaimana mengungkapkan hubungan-hubungan yang rasional dan kaidah-kaidah tentang cara terbentuknya tuturan-tuturan yang koheren. 6
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Koherensi yang ada di dalam karangan “Watashi no Kuni” dipaparkan pada data di bawah ini. Tabel 1: Naskah Karangan yang Berjudul “Watashi no Kuni” 私の国 1)私の国はポルトガルです。2)地方が七つあります。3)そして、マデイラなどの島がありま す。4)ポルトガルには海や山がたくさんあります。5)私の地方はミーニョです。6)ポルトガル の北です。7)春、みどりが多いです。8)花がたくさんあります。9)4月25日は祝日ですか ら、だれも働きません。10)1975年4月25日に革命がありました。 11)この革命は平穏で、カーネーションがありましたから、この日はカーネーションの記念 日です。12)夏、とても暑くて楽しいです。13)夏にぶとうかいがありますから、夏の晩が大好 きです。14)そして、8月に移民はポルトガルへ遊びに帰りますから、とてもにぎやかです。
~ 194 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
15)秋の始まり、私の町はきれいな祭りがありますから、人が多いです。16)そして、ポルト ガルの北にぶどうの木がありますから、9月の終わりにしゅうかくです。17)その地方のワイン はおいしいです。18)冬、とても寒いですが、雪をいただいた山はきれいです。19)そして、ク リスマスの時は祭りがあります。20)ポルトガルに宗教はとても大事ですから、クリスマスは大 事です。 21)ポルトガルには小さい町がたくさんあります。22)ポルトガルの首都はリスボンです。 23)リスボンは古くてきれいな町です。24)人が多いですから、にぎやかです。25)高いビルがあ りませんが、色々な家があります。26)ポルトガルの北はみどりが多いですが、南はかさかさで す。 27)ポルトガルはとてもいい国です。28)いろいろな町があります。29)私はポルトガルが大 好きです。30)私はフランス人とポルトガル人のハーフです。
Sumber data: http://lang-8.com/91628/journals/377075
Terjemahan karangan yang terdapat pada tabel 1, dipaparkan pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2: Terjemahan karangan yang berjudul “Watashi no Kuni” Negara saya 1) Negara saya adalah Portugal. 2)Portugal terbagi dalam tujuh wilayah. 3) Di Portugal terdapat pulau seperti: Madeira dan lain-lain.4)Di Portugal ada banyak gunung dan laut. 5)Daerah asal saya adalah Minyo. 6)Minyo terdapat di bagian utara Portugal. 7)Musim semi didominasi dengan warna hijau. 8)Ada banyak bunga. 9)Tanggal 25 April adalah hari libur nasional, sehingga tidak seorangpun bekerja. 10)Pada 25 April 1975 terjadi revolusi. 11)Revolusi ini berjalan dengan damai, dan karena ada bunga carnation, hari ini diperingati sebagai hari carnation. 12)Musim panas, sangat panas dan menyenangkan. 13)Karena ada festival anggur di musim panas, saya sangat menyukai malam hari di musim panas. 14)Kemudian, karena pada bulan Agustus imigran pulang ke Portugal untuk bermain, sehingga sangat ramai. 15)Pada awal musim gugur, di kota saya karena ada pesta yang indah, sangat banyak orang yang datang. 16)Kemudian, karena di Utara Portugal memiliki pohon anggur, di akhir September, masanya panen anggur. 17)Minuman anggur di daerah itu sangat enak. 18)Musim dingin, sangat dingin namun, gunung yang bersalju sangat indah. 19)Selanjutnya, ketika Natal diadakan festival. 20)Di Portugal agama sangat penting oleh karena itu Natal adalah hal yang sangat penting. 21)Di Portugal, kota kecil ada sangat banyak. 22)Ibu kota Portugal adalah Lisbon. 23)Lisbon adalah kota tua yang indah. 24)Penduduknya banyak, sehingga sangat ramai. 25)Gedung tinggi tidak ada, tetapi ada bermacam-macam rumah. 26)Di bagian Utara Portugal sangat banyak penghijauan tetapi, di Selatan daerahnya kering. 27)Portugal adalah kota yang sangat baik. 28)Ada bermacam-macam kota. 29)Saya sangat cinta Portugal. 30)Saya adalah blasteran Prancis dan Portugal.
Penterjemah: Peneliti
~ 195 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Berdasarkan isinya, karangan di atas berjenis naratif. Ini ditunjukkan dengan adanya hubungan kausal antarsatuan isi cerita yang merupakan fungsi utama. Hubungan ini merupakan kerangka cerita. Teks naratif ditandai oleh adanya hubungan waktu. Unsur cerita adalah subjek (tokoh yang melakukan tindakan), predikat (tindakan) dan temporalitas (hubungan waktu). Semua peristiwa tergabung dalam kesatuan tindakan yang berada dalam suatu proses, yaitu situasi awal, transformasi, dan situasi akhir. Ketiganya dikenal dengan juga dengan nama: eksposisi, pengembangan, dan peleraian. Analisa data karangan berjudul ”Watashi no Kuni” dipaparkan pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3: Analisa Data Karangan “Watashi no Kuni” Situasi awal Transformasi
Situasi akhir
Penjelasan umum tentang negara penulis yaitu Portugal - Penjelasan tentang hari libur nasional pada tanggal 25 April - Gambaran tentang revolusi damai yang berjalan di Portugal - Kondisi di bagian Utara Portugal yang menonjolkan karakteristik buah anggur yang memikat - Musim dingin dan Natal - Suasana dan gambaran umum di Portugal Rasa cinta penulis terhadap negara asalnya, sekalipun dia seorang blasteran Perancis dan Portugal.
Teks pada karangan “Watashi no Kuni” dapat disebut cerita, karena di dalamnya dikemukakan serangkaian peristiwa yang merupakan kesatuan tindakan. Semua rangkaian peristiwa yang ada di dalamnya merupakan suatu proses dari situasi awal (gambaran negara asal penutur) sampai ke situasi akhir (rasa cinta penutur terhadap tanah airnya Portugal). Hubungan kausal antarsatuan isi cerita terjalin dengan baik, dan semua keterangan pendukung bersifat relevan, sehingga karangan ini dapat dianggap koheren. Selanjutnya, pada bagian ini akan dibahas kohesi yang ada terdapat di dalamnya. Kohesi terjadi apabila interpretasi salah satu unsur teks tergantung dari unsur lainnya. Unsur yang satu berkaitan dengan yang lain, sehingga unsur tersebut tidak benar-benar dipahami tanpa yang lain. Kaitan makna ini yang disebut dengan kohesi. Konsep kohesi mengacu pada serangkaian kemungkinan makna yang ada untuk menghubungkan suatu unsur teks dengan apa yang telah disebutkan sebelumnya, dengan apa yang akan disebutkan sesudahnya, bahkan dengan hal-hal yang ada dalam situasi
~ 196 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
komunikasi. Kohesi menampilkan kontinuitas makna antara satu bagian teks dengan bagian lainnya. Berikut ini akan dirangkum analisa dari karangan tersebut di atas berkaitan dengan kohesi gramatikal yang terbangun di dalamnya. Tabel 4 Kohesi Gramatikal pada Karangan “Watashi no Kuni” Kategori
Jenis Hubungan
Ada () Tidak ada(X)
Referensi Situasional (Eksofora) Referensi Tekstual (Endofora)
X Hubungan Anafora
Hubungan Katafora
X
Substitusi (Penyulihan)
Elipsis (Pelesapan)
Konjungsi
Hubungan Penambahan
(Penghubung)
Hubungan Peningkatan
X
Hubungan Pertentangan
Hubungan Pemilihan
X
Hubungan Waktu
Hubungan Syarat
X
Hubungan Pengandaian
X
Hubungan Tujuan
X
Hubungan Konsesif
X
HubunganPemiripan
X
Hubungan kausal/ sebab
Hubungan akibat
Hubungan penjelasan (bahwa)
X
Hubungan
yang X
memperlihatkan cara (dengan) Hubungan pengecualian
X
Hubungan posisional
X
Di bagian paling akhir ini, akan dibahas tentang kohesi gramatikal yang disebut konjungsi. Sesuai dengan namanya, konjungsi bersifat menghubungkan dua unsur bahasa atau lebih.
~ 197 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Berikut ini akan dibahas tentang hubungan-hubungan konjungsi yang terdapat pada karangan “Watashi no Kuni” 1. Hubungan penambahan Contoh: 14)夏、とても暑くて楽しいです。 Musim panas, sangat panas dan menyenangkan. Pada contoh 14) kata sambung ~kute, menunjukkan hubungan penambahan, yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan ‘dan’. Berkat konjungsi tersebut kalimat di atas menjadi kohesif. 2. Hubungan pertentangan Contoh: 25)高いビルがありませんが、色々な家があります。 Gedung tinggi tidak ada, tetapi ada bermacam-macam rumah. 26)ポルトガルの北はみどりが多いですが、南はかさかさです。
Di bagian Utara Portugal sangat banyak penghijauan tetapi, di Selatan daerahnya kering. Contoh 25, 26 menunjukkan pertentangan yang disertai dengan penegasan. Semua contoh di atas terdiri dari dua klausa yang mempunyai hubungan pertentangan. Setiap klausa tersebut dihubungkan dengan konjungsi:‘ga’ yang menunjukkan hubungan pertentangan. 3. Hubungan waktu Contoh : 13)夏にぶどうかいがありますから、夏の晩が大好きです。 Karena ada festival anggur di musim panas, saya sangat menyukai malam hari di musim panas. Dalam kalimat tersebut, penutur menyampaikan bahwa pada musim panas ada festival anggur, jadi setiap malam di musim panas sangat menyenangkan. 4. Hubungan kausal sebab akibat Contoh: 15)秋の始まり、私の町はきれいな祭りがありますから、人が多いです。 Pada awal musim gugur, di kota saya karena ada pesta yang indah, sangat banyak orang yang datang. 16)そして、ポルトガルの北にぶどうの木がありますから、9月の終わりにしゅうかくで す。
Kemudian, karena di Utara Portugal memiliki pohon anggur, di akhir September, masanya panen anggur.
~ 198 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Pada contoh kalimat di atas, klausa kedua pada kalimat mempuyai hubungan akibat dengan klausa pertamanya. Hubungan ini ditandai dengan kehadiran konjungsi kausal ‘sehingga’. Di bagian awal klausa merupakan faktor penyebab yang mendorong terbentuknya klausa di belakangnya. Karangan yang berjudul “Watashi no Kuni”, telah memenuhi persyaratan aspek koherensi karena memiliki pertalian makna yang jelas. Topik yang dibicarakan adalah “Negara saya”. Penggambaran konteks yang jelas di setiap kalimatnya, didukung oleh pemakaian pemarkah kohesi yaitu berupa: referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. 7
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan dan pembahasan data di atas dapat disimpulkan hal-hal di bawah ini. 1.
Secara umum karangan yang berjudul “Watashi no Kuni” telah memenuhi syarat keutuhan wacana dari aspek koherensi. Aspek koherensi disebabkan oleh alur dan penggambaran konteks yang jelas.
2.
Aspek kohesi juga terjadi karena pemanfaatan pemarkah kohesi yaitu berupa: referensi, subtitusi, elipsis dan konjungsi.
3.
Karangan yang berjudul “Watashi no Kuni” selain bersifat naratif juga mengandung latar belakang historis dari revolusi Carnation yang berjalan damai di Portugal.
8
DAFTAR PUSTAKA
Beaugrgande, R. De dan W. Dessler. 1981. Introduction top Text Linguistic. London: Longman. Brown, Gillian and Yule, Gorge. 1996. Analisis Wacana. Diterjemahkan oleh I. Soetikno. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Jakarta: Refika Aditama. Halliday, MAK dan Ruqaiya Hasan. 1976. Cohesion in English. London: Longman. Schiffrin, Deborah. Approaches to Discourse. 1995. Cambridge. MA&Oxford: Blackwell. “Watashi no Kazoku”. http://lang-8.com/91628/journals/377075 (Diunduh 1 Maret 2014) Zaimar, Okke Kusuma Sumantri, dk. Telaah Wacana.2009. Jakarta: The Intercultural Institute
~ 199 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 200 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
MORFEM –ISME DAN –ISASI (-ASI) DALAM BAHASA MANDARIN: TELAAH KONTRASTIF TERHADAP BAHASA INDONESIA DAN INGGRIS Yulie Neila Chandra, Gustini Wijayanti Sastra Cina, Fakultas Sastra [email protected] ABSTRAK Bila dipandang dari segi topiknya, penelitian ini sangat sederhana. Namun, ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Kehadiran morfem sufiks serapan bahasa asing –isme (ism) dan –isasi/-asi (-ization/-isation/-ation) di dalam trilingual, bahasa Indonesia, Inggris, dan Mandarin sangat menarik untuk dicermati. Persamaan tentu ada, tetapi perbedaan juga ada, teristimewa dalam bahasa Mandarin yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Hal itu disebabkan banyaknya kata di dalam bahasa Mandarin yang dapat menyulihkan morfem sufiks –isme (-ism) sehingga mengakibatkan kesulitan dalam penerjemahkannya, begitu pula dengan morfem sufiks –isasi/-asi (-ization/-isation/-ation) yang juga memiliki perbedaan di dalam bahasa Mandarin. Penelitian ini berusaha mengupas perbedaan penggunaan sufiks tersebut di dalam bahasa Mandarin, yang dikontraskan dengan bahasa Indonesia dan Inggris. Dalam bahasa Mandarin, sufiks –isme (-ism) memiliki banyak padanannya, antara lain adalah 主义, 论, 说, 学, 中毒, 病, 症, 作
用, 语风, dan lain-lain yang umumnya merupakan kata, bukan morfem sufiks. Sebaliknya, -isasi/-asi dalam bahasa Mandarin hanya dapat disulihkan dengan 化yang juga merupakan sufiks, namun bukan sufiks pembentuk nomina, melainkan verba. Kata Kunci: morfem, sufiks, kata, pembentuk nomina, pembentuk verba, {-isme} dan {-isasi/-asi}
1
PENDAHULUAN
Kasus heboh yang melibatkan seorang artis penyanyi dangdut--Zaskia Gothik dan tunangannya--Vicky Prasetyo, membuat bahasa Indonesia dan bahasa Inggris seakan teraniaya. Bukan saja menyangkut kesalahan gramatikal, tetapi juga secara leksikal. Penggunaan kosakata yang sewenang-wenang membuatnya menjadi tidak bermakna, seperti akhiran –isasi (-asi) dengan serta-merta ditempelkan pada kata status sehingga menjadi statusisasi. Kemudian, kata harmoni menjadi harmonisisasi. Akibat dari kata-kata yang diucapkan oleh Vicky tersebut, maka muncullah istilah vickynisasi yang merujuk pada cara orang yang bertutur seperti Vicky itu.
~ 201 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Kasus di atas hanyalah contoh kecil. Di dalam bahasa Mandarin juga sering ditemukan kasus serupa. Misalnya penggunaan morfem -主义 –zhŭyì ‘-isme’ atau ‘-ism’ dalam bahasa Inggris, dan -化 -huà ‘-isasi (-asi)’ atau –ization/isation (-ation) dalam bahasa Inggris, yang sering membingungkan. Contohnya kata imperialisme (imperialism) diterjemahkan dalam bahasa Mandarin menjadi 帝国主义dìguózhŭyì (menggunakan -主义 –zhŭyì sebagai –isme/-ism). Sebaliknya, kata pluralisme (pluralism) dapat diterjemahkan menjadi 多元论duōyuánlùn (menggunakan论lùn sebagai –isme/-ism); serta kata antagonisme (antagonism) menjadi 对抗作用duìkàngzuòyòng (menggunakan 作用 zuòyòng sebagai –isme/-ism). Sementara itu, morfem –化 -huà ‘-isasi/-asi’ (-ization/-ation) seakan tidak ada perubahan di dalam penggunaannya, seperti kata urbanisasi (urbanization)
diterjemahkan
menjadi
城市化chéngshìhuà;
kata
modernisasi
(modernization) diterjemahkan menjadi 现代化 xiàndàihuà. Berdasarkan proses morfologis, kata-kata yang disebutkan di atas itu dapat menunjukkan kelas kata yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia dan Inggris, morfem terikat –isasi/-asi (ization/-isation/-ation) merupakan morfem pembentuk nomina. Sebaliknya, di dalam bahasa Mandarin, morfem –化huà yang merupakan terjemahan dari –isasi/-asi (-ization/ation) tersebut merupakan morfem pembentuk verba. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia dan Inggris morfem terikat –isme (-ism) merupakan pembentuk nomina yang memiliki makna ‘kepercayaan berdasarkan politik, sosial, atau ekonomi’. Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui adanya beberapa perbedaan dalam penggunaan morfem –isme (-ism) dan –isasi/-asi (-ization/-isation/-ation) dalam bahasa Mandarin, Indonesia, dan Inggris. Walaupun persoalan tersebut terlihat sangat sederhana, dampak yang ditimbulkan apabila salah menggunakan amatlah kompleks. Oleh karena itu, penulis ini tertarik untuk mencermati hal tersebut. 2
PERUMUSAN MASALAH
Dalam bahasa Mandarin, persoalannya bukanlah sekadar apakah keduanya tergolong sufiks atau bukan, melainkan penggunaannya yang cukup beranekaragam. Yang akan dicermati di dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan morfem -isme (-ism) dan –
~ 202 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
isasi/-asi (-ization/-ation) di antara bahasa Mandarin, Indonesia, dan Inggris. Selain itu, apakah -isme (-ism) selalu diterjemahkan menjadi -主义-zhŭyì dan –isasi/-asi (-ization/ation) diterjemahkan menjadi –化 -huà dalam bahasa Mandarin. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Bauer (1988) mengemukakan bahwa secara tradisional morfologi dibagi menjadi dua cabang, yaitu infleksi dan derivasi. Infleksi dianggap merupakan bagian dari stuktur; sedangkan derivasi merupakan bagian dari leksikon. Infleksi menghasilkan bentuk-bentuk leksem; sebaliknya derivasi menghasilkan leksem baru. Oleh karena itu, kaidah untuk morfologi infleksional dianggap sama seperti di dalam kaidah sintaksis; sedangkan kaidah derivasional sama seperti di dalam kaidah leksikon. Hal yang sama juga dipaparkan oleh Katamba (1993). Ia mengungkapkan bahwa morfemmorfem afiks dapat dibagi menjadi dua kategori fungsional, yaitu morfem infleksional dan morfem derivasional. Keduanya merujuk pada dua proses morfologis, yakni infleksi dan derivasi. Oleh karena itu, kedua morfem tersebut membentuk kata-kata dengan cara yang berbeda. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia/TBBI (2000) dijelaskan mengenai morfem bebas dan morfem terikat dalam bahasa Indonesia. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar; sedangkan morfem terikat adalah morfem yang melekat pada bentuk lain, seperti mem-. Karena itu, morfem dapat berupa kata (seperti besar). Namun, sebuah kata dapat terdiri atas satu morfem atau lebih, contoh kata memperbesar, terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per-, serta satu morfem bebas besar. Selanjutnya, di dalam buku yang sama juga dipaparkan mengenai empat macam afiks, yakni prefiks, prefiks, infiks, dan konfiks. Dalam buku TBBI (2000) juga dipaparkan mengenai macam-macam nomina, yang antara lain dibentuk oleh –isme, -(is)asi, -logi, dan –tas. Pada mulanya, nomina dengan sufiks – isme dan –tas dipungut dari bahasa asing. Akan tetapi, lambat laun afiks itu menjadi produktif sehingga bentuk –isme, -(is)asi, -logi, dianggap layak diterapkan juga pada dasar kata dalam bahasa Indonesia. Contoh: liberalisme, kolonialisasi, teknologi, realitas, dan lain-lain. Selama afiks asing itu bermanfaat dan bahasa Indonesia tidak memiliki padanannya yang tepat, afiks itu dapat diterima seperti sufiks –wan/-man. Jika imbuhan
~ 203 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dalam bahasa Indonesia dapat mengungkapkan konsep yang sama, maka afiks asing itu tidak perlu dipakai. Misalnya sufiks –(is)asi berpadanan dengan konfiks peng-an, seperti pada kata ionisasi yang berpadanan dengan pengionan. Telaah mengenai afiks dalam bahasa Mandarin awalnya dikemukakan oleh Zhao Yuanren (1968). Ia mengungkapkan bahwa pada dasarnya afiks dalam bahasa Mandarin merupakan afiks yang dipaksakan dengan menggunakan teori barat. Hal itu disebabkan sistem tulisan dalam bahasa Mandarin tidak menggunakan ortografi, melainkan berbentuk silabis atau dapat dikatakan sebagai aksara morfemis. Menurut Zhao Yuanren (1968), prefiks bahasa Mandarin terdiri atas dua macam, yaitu prefiks yang merupakan terjemahan bahasa asing dan prefiks yang bukan merupakan terjemahan bahasa asing. Jumlah prefiks dalam bahasa Mandarin tidak banyak, sebaliknya sufiks lebih banyak. Zhao Yuanren memaparkan sufiks berdasarkan maknanya. Fang Yuqing (1996) mengawali kajian morfem dengan membahas tiga jenis morfem bahasa Mandarin, yaitu (1) berdasarkan berdasarkan kesanggupan gerak dari morfem (berdasarkan bentuknya), yaitu morfem bebas, morfem terikat, dan morfem setengah bebas; (2) berdasarkan maknanya, yakni morfem leksikal dan morfem gramatikal; dan (3) berdasarkan silabel atau jumlah sukukatanya, yakni morfem monosilabis dan morfem polisilabis. Fang Yuqing (1996) juga mengemukakan adanya dua macam afiks dalam bahasa Mandarin, yaitu prefiks dan sufiks. Sejalan dengan pemaparan Fang Yuqing, Sun Dejin (2002) juga memaparkan kedua macam afiks tersebut. Namun, ia membagi sufiks menjadi tiga macam, yakni (1) sufiks pembentuk nomina, seperti -者-zhě, -性-xìng, -家-jiā, -员-yuán, -观-guān, dan –手 -shŏu; (2) sufiks pembentuk adjektiva, sepert –式 -shì, -型 -xíng; dan (3) sufiks pembentuk verba, seperti –化 -huà, -于 -yú. Sementara itu, karya yang dianggap lebih komprehensif adalah Lü Shuxiang (2010), karena pemaparan mengenai prefiks dan sufiks lebih jelas, yakni dengan cara menjelaskan setiap prefiks dan sufiks tersebut. Penulis ini (2012) juga pernah mencermati morfem dalam bahasa Mandarin, khususnya morfem afiks derivasional. Menurut penulis ini, morfem infleksional dalam bahasa Mandarin hanya ada dua, yaitu sufiks pemarkah jamak –们 –men dan prefiks 初- chūuntuk menunjukkan urutan yang merujuk pada bilangan satu sampai sepuluh. Sebaliknya,
~ 204 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
morfem afiks derivasional cukup banyak, dan masing-masing dapat menunjukkan maknanya. Misalnya sufiks -者-zhě dapat melekat pada verba, nomina, dan adjektiva, dan menghasilkan kata berkelas nomina. Makna sufiks tersebut umumnya mengacu kepada pelaku atau orang yang bekerja di bidang tertentu (profesi), contoh: 译yì ‘menerjemahkan’ (verba) dilekatkan sufiks –者-zhě sehingga menjadi 译者yìzhě ‘penerjemah’.Beberapa tinjauan pustaka di atas bertalian dengan morfem, khususnya morfem afiks, serta proses morfologisnya. Sementara itu, Huang Bangjie (1988) lebih menyikapi pada bentuk –isme semata. Menurutnya, padanan untuk –isme (-ism) dalam bahasa Mandarin sangat beragam. Hal itu bergantung pada makna dari bentuk dasarnya. 4
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memahami perbedaan morfem -isme (-ism) dan –isasi/-asi (ization/-ation) di antara bahasa Mandarin, Indonesia, dan Inggris; serta memahami terjemahkan –isme (-ism) dan –isasi/-asi (-ization/-ation) dalam bahasa Mandarin. Dengan mencermati kedua morfem tersebut, para pemelajar dan penerjemah bahasa Mandarin tidak akan salah dalam penggunaannya. 5
MANFAAT HASIL PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai morfologi bahasa Mandarin khususnya, bahasa Indonesia dan Inggris pada umumnya. Selain itu, kemaknawian penelitian ini juga diharapkan dapat memberi sumbangan dalam bidang penerjemahan, terutama di bidang leksikon atau pemilihan kata dalam penerjemahan bahasa Indonesia – Mandarin, atau sebaliknya. 6
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif dengan menggunakan telaah (analisis) kontrastif sehingga dapat diketahui perbedaannya. Telaah kontrastif dilakukan dengan menempatkan korpus dalam oposisi atau pertentangan, yang bertujuan untuk memperlihatkan ketidaksamaan, dan memperbandingkan dengan cara mencermati perbedaan-perbedaan. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yakni (1) pengumpulan dan pengamatan data; (2) analisis data: pada tahap ini, data yang telah diidentifikasi dan diklasifikasi,
~ 205 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
ditelaah dengan menggunakan metode analisis kontrastif untuk melihat perbedaannya, dan (3) penyajian data. 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan –isme (-ism) dan –isasi/-asi (-ization/-isation/-ation) banyak ditemukan baik di dalam media cetak maupun elektronik, seperti di dalam surat kabar, majalah, televisi, dan radio, bahkan di media-media sosial. Penggunaan morfem tersebut terutama berkaitan dengan ragam ekonomi, sosial, hukum, dan politik. Contohnya: terorisme, nepotisme, kapitalisme, individualisme, strukturalisme, idealisme, sosialisasi, stabilisasi, aktualisasi, liberalisasi, lokalisasi, legalisasi, reboisasi, harmonisasi, dan sebagainya. Dilihat dari sudut pandang satuan gramatikal, dua bahasa (bahasa Indonesia dan Inggris) sepakat bahwa -isme (-ism) merupakan morfem terikat. Morfem tersebut juga dapat digolongkan sebagai sufiks. Berbeda dengan keduanya, dalam bahasa Mandarin terjemahan dari morfem sufiks tersebut bukanlah berbentuk morfem sufiks, melainkan kata yang kebanyakan berkelas nomina. Kata bentukan dari –isme (-ism)
tersebut adalah
nomina. Namun, untuk morfem –isasi/-asi (–zation/-isation/-ation), ketiga bahasa sepakat morfem tersebut adalah morfem sufiks. Akan tetapi, dalam hal pembentukan kata dari kedua sufiks tersebut menunjukkan bahwa -isasi (-asi) dalam bahasa Indonesia dan – zation/-isation (-ation) dalam bahasa Inggris sama-sama merupakan sufiks pembentuk nomina. –isasi (-asi) dalam bahasa Indonesia adalah sufiks pembentuk nomina proses, cara, perbuatan, yang kadang dapat ditukarkan dengan konfiks {pe-an/peng-an}. Kemudian, isme dalam bahasa Indonesia adalah sufiks pembentuk nomina sistem kepercayaan berdasarkan politik, sosial, atau ekonomi. Sementara itu, -zation/-isation (-ation) dalam bahasa Inggris juga merupakan sufiks pembentuk nomina, yang menunjukkan proses, hasil perbuatan yang dilakukan atau dibuat oleh orang (manusia). Sufiks –isation dibentuk dari sufiks –ize + -ation sehingga menjadi –ization (-isation). –ism dalam bahasa Inggris yang merupakan serapan dari bahasa Yunani kuno (-ismos). Sebaliknya, -isme yang dalam bahasa Mandarin pada umumnya diterjemahkan menjadi 主 义 atau 论, keduanya memiliki kedudukan yang berbeda. 主义merupakan kata berkelas nomina yang bermakna ‘doktrin’, ‘ideologi’, atau ‘ajaran’; sedangkan 论 merupakan morfem sekaligus kata (dapat berkelas verba, nomina, atau adjektiva), yang memiliki
~ 206 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
makna ‘diskusi’, ‘opini’, ‘debat’, dan lain-lain. Kemudian, 化 yang merupakan terjemahan dari -isasi (-asi) juga merupakan morfem sufiks, tetapi bukan sufiks pembentuk nomina, melainkan pembentuk verba. Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat jelas bahwa penggunaan morfem –isme dan –isasi (-asi) dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Akan tetapi, dalam bahasa Mandarin sangat jelas perbedaannya. Pada kenyataannya, penulis ini menemukan banyak penggunaan –isme dan –isasi (-asi) dalam bahasa Mandarin. –isme dalam bahasa Mandarin dapat diterjemahkan ke berbagai bentuk. Bentuk satuan tersebut bukanlah morfem sufiks, melainkan ada yang berbentuk morfem terikat bukan afiks, morfem bebas, dan juga kata. Terjemahan –isme dalam bahasa Mandarin, antara lain adalah 主义, 论, 说, 学, 中毒, 病, 症, 性能, 作用, 现象, 语风, 习语, 方式, dan lain-lain. Sebaliknya, -isasi (-asi) hanya diterjemahkan menjadi 化yang juga merupakan morfem sufiks yang umumnya merupakan pembentuk verba. Dalam bahasa Mandarin semua kata-kata asing yang menggunakan morfem sufiks –isme (ism) pada umumnya dapat diterjemahkan dengan –主义. Namun, banyak juga ditemukan tidak menggunakan –主义. Hal tersebut bergantung pada makna katanya, khususnya makna dasar kata di depannya. Berikut kata-kata yang menggunakan –isme (-ism), yang dikategorikan berdasarkan maknanya sehingga dapat dilihat terjemahannya, yakni 1. Kata-kata yang menunjukkan makna ‘teori’, ‘ajaran’, ‘paham’, ‘doktrin’, ‘kelas sosial’, dan lain-lain, khususnya ‘filsafat, agama/religi’, selain diterjemahkan dengan “主义”, sebagian besar dapat diterjemahkan dengan “论” , nasionalisme
(nationalism):
民族主义,
kapitalisme
“说”, atau “教” , seperti: (capitalism):
资本主义,
imperialisme (imperialism): 帝国主义, liberalisme (liberalism): 自由主义, terorisme (terorism): 恐怖主义, feminisme (feminism): 女权主义, idealisme (idealism): 唯心论, relativisme (relativism): 相对论, pluralisme (pluralism): 多元论, heliosentrisme (heliocentricism): 日心说, Budhisme (buddhism): 佛教, dan lain-lain. 2. Kata-kata yang menunjukkan makna ‘penyakit’, ‘ilmu kedokteran’, pada umumnya menggunakan “中毒”, “病”, dan “症”, contoh: ekshibisionisme (exhibitionism): 裸体病 态, alkoholisme (alcoholism): 酒精中毒, negativisme (negativism): 违拗症, dan lainlain.
~ 207 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
3. Kata-kata yang menunjukkan makna ‘flora fauna’, ‘fisika’, ‘kimia’, pada umumnya menggunakan “性能”, “作用”, dan “现象”, seperti: hidrotropisme (hydrotropism): 向水 性, superparasitisme (superparasitism): 复寄生现象, dan lain-lain. 4. Kata-kata yang menunjukkan makna ‘bahasa’ pada umumnya menggunakan “语风” , “习语”, “特色”, atau “风格”, seperti: Latinisme (latinism): 拉丁语语风, eufemisme (euphemism): 委婉的说法, Amerikanisme (Americanism): 美语特色atau 美国腔调, dan sebagainya. 5. Kata-kata yang mengandung makna bidang lainnya menggunakan berbagai macam, seperti:
antagonisme (antagonism): 光化作用, fanatisme (fanaticism): 狂热,
paternalisme (paternalism): 家长式统治, turisme (tourism): 旅游, dan sebagainya. Selain kelima kategori di atas, sufiks –isme (-ism) juga dapat melekat di belakang nama tokoh, yang maknanya juga menunjukkan ‘ajaran’, ‘’teori’, seperti: Marxisme (Marxism) 马克思主义; darwinisme (Darvinism): 达尔文主义. Berdasarkan kategori di atas, bahasa Mandarin berbeda dengan bahasa Indonesia dan Inggris dalam penggunaan sufiks –isme (-ism). Walaupun bila dilihat dari segi makna penggunaan sufiks tersebut sama, dalam bahasa Mandarin terdapat beragam kata untuk menyatakan isme (ism). Namun, pada umumnya isme (-ism) ini melekat pada nomina dan membentuk nomina baru. Selanjutnya, morfem sufiks –isasi/-asi (-ization/-isation/-ation) dapat dipadankan dengan 化. 化 ini juga merupakan morfem sufiks dalam bahasa Mandarin. Berdasarkan maknanya, 化menyatakan perubahan menjadi suatu kualitas, karakter/sifat, kondisi/keadaan. Namun, bila diterjemahkan sufiks –化 tidak selalu memunculkan morfem –isasi/-asi (-ization/isation/-ation). Berdasarkan strukturnya, sufiks 化 yang merupakan sufiks pembentuk verba memiliki beberapa pola, yakni 1.
Diletakkan di belakang morfem atau kata untuk membentuk verba: a.
Adjektiva (形容词) + 化 = verba transitif (及物动词), contoh: 丑化别人 ‘menjelekkan (memfitnah) orang lain’, 美化校园 ‘mempercantik taman sekolah’, 绿化祖国 ‘menghijaukan (reboisasi) tanah air’, dan lain-lain.
~ 208 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
b.
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Nomina (名词) / adjektiva (形容词) / verba (动词) + 化 = verba intransitif (不 及物动词), contoh: 现代化 ‘modernisasi’, 工业化 ‘industrialisasi’, 水利化 ‘mengairi/irigasi’,
自动化
‘otomatisasi’,
标准化’standardisasi’,电脑
化’komputerisasi’, 国有化 ‘nasionalisasi’, dan lain-lain. 2.
Diletakkan di belakang morfem atau kata, serta dapat diikuti nomina untuk membentuk nomina: a.
Nomina (名词) / verba (动词) / adjektiva (形容词) + 化 + nomina (名词) = nomina (名词), contoh: 硫化氢’hidrogen sulfida’, 硫化橡’karet vulkanis’, dan lain-lain.
Berdasarkan struktur morfem sufiks 化 di atas, terlihat bahwa pembentukan kata dengan sufiks tersebut menghasilkan kata berkelas verba, namun bila dilihat dari segi maknanya, khususnya dalam terjemahannya baik bahasa Indonesia maupun Inggris, memunculkan makna nomina. Selain itu, pembentukan kata dengan sufiks 化 tidak selalu berbentuk morfem sufiks –isasi/-asi (-ization/-isation/-ation) seperti pada contoh butir 1.b di atas.
Tabel berikut memperlihatkan kontras Morfem –isme (-ism) dan –isasi /-asi (ization/-isation/-ation) dalam tiga bahasa, yakni Indonesia, Inggris, dan Mandarin. Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris
Bahasa Mandarin
-isme dan –isasi (asi), keduanya merupakan sufiks serapan bahasa asing, pembentuk nomina. -isme: sufiks pembentuk nomina yang memiliki makna kepercayaan berdasarkan politik, sosial, atau ekonomi. -isasi (-asi): sufiks pembentuk nomina yang memiliki makna proses, cara, perbuatan.
-ism dan (-ization/isation/-ation), keduanya merupakan sufiks serapan bahasa asing, pembentuk nomina. Ism dapat menjadi kata berkelas nomina. -ism: sufiks pembentuk nomina yang memiliki banyak rmakna, antara lain ‘act’, ‘practice’, ‘proses’, ‘manner’, ‘condition’, ‘state’ ‘quality’, ‘doctrine’, ‘theory’, dan lainlain. ism juga dapat
-isme (-ism) dalam bahasa Mandarin bukan merupakan sufiks, melainkan kata, yang dapat diterjemahkan ke berbagai bentuk seperti 主义, 论, 学, 说, 中毒, 病, 症, 性能, 作用, 现象, 语风, 方式,dan lain-lain; Kata-kata tersebut memiliki kelas kata masing-masing, dan penggunaannya bergantung pada makna kata yang melekat di depannya. –isasi (-asi) dalam bahasa Mandarin diterjemahkan menjadi 化yang merupakan morfem sufiks. 化merupakan morfem sufiks pembentuk verba, yang dapat
~ 209 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
Sufiks –isasi (-asi) berpadanan dengan konfiks pean/peng-an Kedua morfem sufiks tersebut dapat melekat di belakang nomina, adjektiva, dan verba yang menghasilkan kata berkelas nomina.
8
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
menjadi kata berkelas nomina yang bermakna ‘a distinctive doctrine or theory; an oppressive and especially discriminatory attitude or belief.’ -ization/-isation/ation: sufiks pembentuk nomina yang memiliki makna ‘proses’, ‘tindakan’, atau ‘hasil dari suatu perbuatan’. Kedua morfem sufiks tersebut dapat melekat di belakang nomina, adjektiva, dan verba yang menghasilkan kata berkelas nomina.
diterjemahkan menjadi –isasi/asi ataupun tidak, tetapi dapat diterjermahkan berdasarkan kata atau morfem di depannya sehingga menghasilkan verba juga. -isme yang dapat diterjemahkan ke berbagai bentuk (yang terbanyak adalah 主义), dapat melekat di belakang nomina, adjektiva, dan verba yang menghasilkan kata berkelas nomina. -isasi/-asi yang diterjemahkan menjadi sufiks 化 juga dapat melekat di belakang nomina, adjektiva, dan verba yang menghasilkan kata berkelas verba.
KESIMPULAN
morfem sufiks serapan bahasa asing –isme (-ism) dan –isasi/-asi (-ization/-isation/-ation) baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris secara umum tidak berbeda, yakni sama-sama sebagai sufiks pembentuk nomina, dan dapat mengikuti kata atau morfem berkelas nomina, adjektiva, atau verba. Perbedaan jelas tampak dalam bahasa Mandarin. Dalam bahasa Mandarin, –isme (-ism) dapat diterjemahkan ke dalam berbagai bentuk yang umumnya berbentuk kata (nomina). Penggunaannya bergantung pada kata yang melekat di depannya. Penggunaan yang paling banyak adalah 主义. Makna nomina 主义tersebut secara umum sama dengan makna di dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Kemudian, –isasi/-asi (-ization/-isation/-ation) dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Mandarin sama-sama merupakan morfem sufiks. Dalam bahasa Indonesia dan Inggris, sufiks tersebut adalah sufiks pembentuk nomina; sedangkan dalam bahasa Mandarin yang diterjemahkan dengan 化, sufiks ini merupakan sufiks pembentuk verba.
~ 210 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
9
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, Anton M. Moeliono, Hans Lapoliwa, dan Soenjono Dardjowidjojo. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Bauer, Laurie. 1988. Introducing Linguistic Morphology. London: Edinburg University Press. Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chandra, Yulie Neila. 2012. “Morfem Derivasional dalam Bahasa Mandarin.” Paradigma Jurnal Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Vol. 3 No. 1, 78-88. Chen Xinxiong, et.al. 1989/2005. Yuyanxue Cidian. Taipei: Sanmin Shuju. Fang Yuqing. 1992. Shiyong Hanyu Yufa. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe Fu Zhunqing. 1985. Xiandai Hanyu Cihui. Beijing: Beijing Daxue Chubanshe. Gu Yande. 1999. Hanyu Yuyixue. Beijing: Beijing Daxue Chubanshe. Huang Bangjie. 1988. Yi yi Tan. Taibei: Shulin Chuban Youxian Gongsi. Li, Charles N. dan Sandra A. Thompson. 1981. Mandarin Chinese: A Functional Reference Grammar. Berkeley: University of California Press. Lü Shuxiang. 2010. Xiandai Hanyu Babai Ci. Beijing: Shangwu Yinshuguan. Katamba, Francis. 1993. Morphology. London: Macmillan Press Ltd. Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. ________. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. ________. 1998. Introduction to Word Formation and Word Classes in Indonesian. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT Lauder (penyunting). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia. Parera, Jos Daniel. 1988. Morfologi Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Qian Nairong. 1995. Hanyu Yuyanxue. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe. Zhang Wu. 2000. Jianming Xiandai Hanyu. Beijing: Zhongyang Guangbo Dianshi Daxue Chubanshe. Zhao Yuanren. 1968. A Grammar of Spoken Chinese. Berkeley: University of California Press.
~ 211 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 212 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
UPAYA PEMBAURAN ORANG CINA BEKASI SEBAGAI STRATEGI ADAPTASI SOSIAL BUDAYA C. DEWI HARTATI SASTRA CINA – FAKULTAS SASTRA Email : [email protected]
ABSTRAK Keanekaragaman suku-bangsa dan golongan sosial, telah memunculkan terjadinya berbagai strategi adaptasi. Pemahaman terhadap strategi adaptasi yang diterapkan mencerminkan bentuk kognitif yang dipelajari melalui sosialisasi dari pendukung suatu budaya, yang kemudian diharapkan mampu memberikan penjelasan terhadap fenomena sosial yang dihadapi. Adaptasi diartikan sebagai proses yang menghubungkan sistem budaya dengan lingkungannya. Orang Tionghoa Bekasi sudah beradaptasi selama beberapa generasi dan tetap mempertahankan tradisi budayanya. Strategi adaptasi orang Tionghoa Bekasi di satu sisi berusaha mempertahankan tradisi sebagai ikatan dengan leluhur, budaya, di sisi lain berbaur dengan masyarakat setempat. Penelitian ini bersifat eksploratif yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu atau mendapat ide-ide baru mengenai gejala itu sehingga dapat merumuskan masalah secara lebih terperinci. Penelitian ini juga bersifat deskriptif karena penelitian ini akan memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu kedaan, gejala atau kelompok tertentu Kata kunci : strategi adaptasi, kognitif,eksploratif 1
PENDAHULUAN
Fenomena migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, selain faktor lainnya yaitu kelahiran dan kematian. Migrasi cenderung dilakukan orang dengan berbagai alasan, baik faktor ekonomi, sosial dan budaya. Tempat yang biasa dijadikan untuk daerah migrasi oleh para migran adalah daerah perkotaan. Akan tetapi dalam kasus orang Tionghoa, fenomena migrasi tidak lepas dari unsur politik. Masyarakat Tionghoa di Indonesia banyak menjadi korban pembantaianpembantaian akibat politik diskriminatif yang berlangsung pada Zaman Belanda (VOC,1740), era Orde Lama dan Orde Baru. Beberapa kali kelompok etnis Tionghoa menjadi korban pembunuhan massal atau penjarahan pada masa Penjajahan Belanda. Akibat dari pembantaian-pembantaian ini, banyak kelompok etnis Tionghoa yang tinggal di kota-kota besar seperti Batavia pindah ke tempat yang lebih aman, dan memilih Bekasi sebagai tempat menetap. Migrasi yang biasanya terjadi adalah dari desa ke kota namun dalam kasus Orang Tionghoa, mereka memilih meninggalkan Batavia sebagai suatu pusat atau kota ke luar kota yang dianggap lebih aman.
~ 213 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Pada awalnya, mereka hanya mengungsi untuk menghindari pembantaian-pembantaian yang terjadi. Namun, lama kelamaan mereka menetap di wilayah ini dan menjadi penduduk Kota Bekasi. Ada beberapa hal yang memghambat dan memperlancar adaptasi. Yang menghambat proses adaptasi adalah perbedaan ras dan keterpisahan sosial budaya. Kemudian faktor-faktor yang memperlancar integrasi adalah lama menetap, pendidikan, namun yang paling berpengaruh adalah peraturan pemerintah terutama produk Orde Baru, terutama peraturan tentang ganti nama, agama dan kepercayaan serta adat istiadat orang Tionghoa, yang mendorong orang-orang Tionghoa berintegrasi dengan masyarakat pribumi. Adapun dampak integrasi adalah terjadinya asimilasi budaya antara budaya Tionghoa dengan budaya masyarakat
pribumi,
juga
terjadinya kawin campur
(amalgamasi). Proses adaptasi budaya yangterjadi pada setiap suku bangsa ada beberapa model adaptasi yang dilakukan oleh pendatang terhadap penduduk asli, adaptasi yang dilakukan penduduk asli terhadap pendatang dan adaptasi yang tidak dilakukan oleh pihak manapun,dimana masing-masing etnik berdiam diri tanpa melakukan adapatasi. Pada umumnya adaptasi yang paling sering terjadi adalah adaptasi yang dilakukan oleh penduduk pendatang terhadap penduduk asli. Keberadaan pendatang tersebut dengan membawa budaya asalnya dengan mudah dapat ditemui dan dikenali misalnya dari logat maupun bahasa yang digunakan. Hal ini menjadikan mereka “berbeda” dengan masyarakat host culture. Keadaan “berbeda” ini akan menyebabkan suatu perasaan “asing”bagi para “perantau” ketika berada dilingkungan yang baru. Inilah yang disebut dengan gegar budaya. Ketika pertama kali berada di sebuah lingkungan yang baru berbagai macam ketidakpastian (uncertainty) dan kecemasan (anxiety) dialami oleh hampir semua individu. Ternasuk pendatang tersebut ketika berada di daerah baru. Namun pada umumnya orang Cina Bekasi lebih bisa diterima dalam lingkungan sosial masyarakat di Bekasi. Mereka dapat menjalin hubungan dengan baik dengan penduduk setempat. Masyarakat Cina di Indonesia adalah keturunan dari wilayah Tiongkok Tenggara yang sebagian tiba di salah satu wilayah di Indonesia(Hindia Belanda atau Nusantara) sebelum abad XVII dan sebagian besar sesudahnya, yaitu masa awal, pertengahan, dan akhir abad XVII,
XVIII,
XIX,
dan
awal
abad
XX
(Gondomono,2002:5)
~ 214 ~
sampai
kira-kira
tahun
1930-an.
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Imigran yang berasal dari Tiongkok Tenggara pada waktu itu kemudian datang lebih banyak lagi pada awal abad ketujuh belas sebagai pekerja dan pedagang, sebagai pekerja pada mulanya sebagian dipaksa oleh Belanda dan sebagian besar lagi secara sukarela mencari nafkah di Batavia yang baru saja didirikan oleh Belanda. Belanda mengadakan penggabungan lebih lanjut masyarakat Tionghoa kota ini ke dalam jaringan perdagangan Belanda yang berpusat di Batavia (Blusse, 1987:12) Kehidupan di Nusantara terbukti lebih baik dan memberi harapan yang
lebih cerah
dibandingkan di tanah airnya di Tiongkok Tenggara, hal itu menyebabkan makin banyaknya arus imigrasi dalam jumlah besar keIndonesia. Pada kedatangan mereka yang pertama mereka datang tanpa membawa kaum perempuannya. Awalnya mereka masih berencana untuk kembali ke tanah airnya jika telah mengumpulkan kekayaan, namun lamakelamaan mereka malah kemudian hidup dengan perempuan setempat dan menetap di Indonesia untuk selama-lamanya. Mereka membentuk komunitas sendiri yang makin lama makin berbeda secara budaya dengan masyarakat Tionghoa di Tiongkok sendiri. Keturunan perkawinan campur antara pria Tionghoa dengan perempuan penduduk setempat yang manapun di Indonesia masih menyebut dirinya orang Tionghoa karena sistem kekerabatan yang masih menjadi tradisi adalah patrilineal yaitu mengikuti garis keturunan pria. Setelah beberapa abad dan beberapa generasi terbentuklah sebuah golongan yang dinamakan golongan TionghoaIndonesia. Golongan ini banyak dikenal dengan sebutan golongan “peranakan”. Dari sinilah terbentuk apa yang dinamakan golongan Tionghoa “peranakan” (terutama di pulau Jawa). Keturunan perkawinan campur itu menggunakan salah satu bahasa Nusantara yaitu bahasa ibunya dan tidak dapat berbahasa Tionghoa apapun, seperti Hokkian, Teociu, Hinghua dan lain-lain, kecuali penggunanaan beberapa istilah sehari-hari yang sering digunakan ayahnya seperti istilah kekerabatan, istilah keagamaan, dan istilah pedagangan termasuk hitung-menghitung. Kebudayaan kaum “Tionghoa Peranakan” tidak sepenuhnya bercirikan pribumi seperti golongan sukubangsa ibunya misalnya yang berasal dari Jawa, Sunda, Bugis, dan lain sebagainya dan tidak juga sepenuhnya bercirikan Tionghoa, misalnya Hokkian, Teociu, Hinghua, dan lain-lain. Keturunan perkawinan campur antara pria Cina dengan perempuan penduduk setempat yang mana pun di Indonesia, masih disebut dan menyebut dirinya orang Cina karena tradisi kekerabatan mereka yang patrilineal. Beberapa generasi
~ 215 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
sesudahnya dan beberapa abad kemudian terbentuklah yang disebut dengan kaum Cina Peranakan terutama di Pulau Jawa. Orang Cina Bekasi , di mana Bekasi merupakan bagian dalam Pulau Jawa tentu saja juga merupakan kaum peranakan. Karena sejak lahir anakanak dari kaum peranakan pada umumnya lebih dekat dengan ibunya yang merupakan kaum perempuan setempat maka tentu saja keturunan perkawinan campur menggunakan bahasa ibu yaitu bahasa-bahasa di Nusantara. Biasanya kaum peranakan tidak lagi dapat berbahasa Mandarin, kecuali beberapa istilah yang sering digunakan terutama istilah kekerabatan, keagamaan, perdagangan khususnya istilah hitung-menghitung. Kebudayaan kaum peranakan ini pun berbeda dari satu keluarga ke keluarga lain tergantung dari leluhur dan tempat asalnya.Masa sesudahnya yaitu kaum imigran yang datang pada awal abad kesembilan belas sampai awal tahun 1930-an banyak yang membawa istri atau keluarganya sehingga mereka membentuk komunitas sendiri yang berbeda dengan golongan Tionghoa-Indonesia dan secara budaya lebih akrab dengan budaya leluhur mereka di negeri Tiongkok. Golongan ini yang dikenal dengan golongan Tionghoa Totok. Kebudayaan mereka termasuk bahasanya berbeda dengan kaum “Tionghoa Peranakan”, walaupun dalam golongan “Tionghoa Totok” sendiri kebudayaan dan bahasanya pun bermacam-macam menurut subsukubangsanya seperti Hokkian, Teociu, Kanton, Hakka, dan lain-lain. Orang-orang Tionghoa di Jakarta sangat beragam atau dengan kata lain masyarakat Tionghoa adalah suatu kelompok yang heterogen hal ini terlihat dari banyaknya sub-sub etnis Tionghoa di Jakarta. Sub-sub etnis Tionghoa ini ada yang menyebutnya sebagai kelompok dialek atau kelompok bahasa (lihat Gondomono, 1996:11) Di Jakarta dan Bekasi umumnya terdapat kelompok Hokkian (yang dibedakan lagi dalam sub-kelompok Ciangciu, Cuanciu, dan Hokcia), Kanton, Hakka, Teochiu, Hai Lu Hong, Hinghua, Hainan, Shantung, Hunan, dan lain sebagainya. Sub-subetnis ini biasanya berkaitan dengan sistem mata pencaharian hidup. Seperti dikemukakan oleh Thomas T.W. Tan dalam Chinese Dialect Groups: Traits and Trades, di Singapura ia menunjukkan kalau orang-orang Hokkien bergerak dalam bidang usaha pertokoan, orang-orang Kanton dan Hakka di bidang obat-obatan, orang-orang Hainan di bidang usaha restauran, orang-orang Fuchou dalam bidang usaha kedai kopi. Sementara di Indonesia khususnya Jakarta subsubetnis memang menunjukkan adanya spesialisasi dalam bidang usaha mereka akan tetapi tidak mutlak seperti yang telah dikhususkan sebagaimana yang digambarkan dengan
~ 216 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
keadaan di Singapura. Jika orang Hokkien di Singapura hanya dalam bidang usaha pertokoan saja, di Jakarta tidak selalu usaha-usaha bidang tertentu dilakukan oleh sub etnis tertentu. Penelitian etnis Cina di Indonesia telah banyak dilakukan seperti Gondomono yang meneliti tentang etnis Cina di Tangerang juga Melly G. Tan di Sukabumi, Hari Purwanto masyarakat Cina di Singkawang yang semuanya melihat identitas kesukubangsaan atau etnisitas mereka. Dalam penelitian masyarakat Cina Bekasi ini, saya berupaya untuk melihat strategi adaptasi mereka, atau tingkah laku yang adaptive yang dilakukan oleh orang Cina Bekasi. 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian penulis, ada beberapa bentuk strategi adaptasi yang dilakukan orang Cina Bekasi yaitu melakukan 1. Akulturasi antara kebudayaan Cina dan Bekasi , akulturasi antara dua kebudayaan tersebut terjadi dalam bentuk sebagai berikut : Akulturasi Bahasa. Menurut Profesor Kong Yuanzhi dalam Silang Budaya Tiongkok Indonesia terdapat 1046 kata pinjaman bahasa Cina yang memperkaya bahasa Melayu / Indonesia dan 233 kata pinjaman Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Tionghoa. Misalnya anglo (洪爐) bakiak(木屐), bakmi (肉麵), cangklong, cawan(茶碗), cukong(主公), giwang (耳環) jamu (草藥 ),jok, kecap
(茄汁, kecoa,kongkalikong
(串謀), kongko (講座), kongsi(公司),
koyo, kuli (苦力), langseng, lihai (厲害),loak, loteng, lonceng, mangkok (碗鍋), misoa ( 碗鍋), pisau(匕首), pengki, sampan (舢舨), singkek, sinse (診師), suhu, sumpit, sempoa, taifun, teko (茶壶), toko,tukang (土工), dan lain-lain。
Selain itu ada kata-kata lain seperti untuk memasak di dapur ada langseng (lang-sng) 'dandang', anglo (hang-lou) 'perapian dengan arang'. Meja bisa dibersihkan dengan topo' (toh-pou) 'lap meja', bisa juga pakai kemoceng (ke-mo cheng) 'bulu ayam' untuk menghilangkan debunya. Lantas tesi (te-si) 'sendok teh' tentunya untuk menyendok. Untuk mengumpulkan sampah yang sudah disapu ada pengki (pun-ki). Di tempattempat becek doeloe orang suka memakai bakiak (bak-kiah) yang tahan air. Dalam kosa kata sehari-hari banyak istilah Tiongkok yang sudah dianggap punyanya
~ 217 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
orang Betawi. Sebut saja cepek (seratus), engkong (kakek), gua (saya), lu (kamu), cabo (pelacur), centeng (penjaga malam), toko (tempat bertransaksi), sekoteng (minuman sejenis wedang jahe), cincau (minuman ringan dari sari daun), dan bakiak (sandal dari kayu). Istilah ubin, lonceng, pangkeng (kamar tidur), kongkow, teh, kuaci, tapang (bermakna balai-balai), langseng, anglo, topo, kemoceng, dan pengki, juga berasal dari dialek Hokkian.
Mengenai istilah kekerabatan orang Betawi menyebut kakenya
ngkong (ng-kong), ibunya enya' (ng-nia), paman dan bibinya encing (ng-cim). Dari ketiga istilah kekerabatan ini ngkong-lah yang paling jelas dipinjam dari istilah kekerabatan Hokkian Selatan.
Kesenian.
Pertukaran musik dan tari telah dilangsungkan sejak jaman Dinasti Tang (618-907). Alat musik seperti Gong dan Canang, Erhu (rebab Cina senar dua), suling, kecapi telah masuk dan menjadi alat musik daerah di Indonesia.
Gambang Kromong merupakan salah satu jenis perangkat musik yang berasal dari DKI Jakarta. Perangkat musik ini dapat digolongkan ke dalam perangkat gamelan. Sebutan Gambang Kromong di ambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Bilahan Gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Perangkat musik ini merupakan sebuah produk hasil akulturasi dari budaya Tionghoa dengan pribumi. Hal ini bisa dilihat pada instrumeninstrumen yang digunakan pada perangkat musik Gambang Kromong.
Secara umum, Gambang Kromong disajikan pada pesta-pesta rakyat, perkawinan, pesta tahun baru Cina, serta pada acara Tapekong (tempat peribadatan Cina). Jumlah pemain Gambang Kromong terdiri dari 8 sampai 12 orang pemusik ditambah beberapa penyanyi, penari, bahkan pemain lenong. Gambang Kromong telah mengalami banyak perkembangan pada repertoir lagunya. Hingga sekarang terdapat tiga jenis lagu yang disajikan pada musik Gambang Kromong, yakni lagu Pobin, lagu Dalem, dan lagu sayur.
Lagu-lagu yang dibawakan oleh Gambang Kromong pada awalnya hanya lagu-lagu instrumentalia yang disebut lagu-lagu Pobin. Lagu-lagu Pobin dapat ditelusuri
~ 218 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
kepada lagu-lagu tradisional Tionghoa di bagian barat propinsi Hokkian (Fujian) di Cina Selatan. Lagu-lagu pobin inilah yang kini merupakan lagu tertua dalam repertoar Gambang Kromong. Di antara lagu-lagu Pobin yang kini masih ada yang mampu memainkannya, meskipun sudah sangat langka, adalah Pobin Khong Ji Liok, Peh Pan Thau, Cu Te Pan, Cai Cu Siu, Cai Cu Teng, Seng Kiok, serta beberapa Pobin lain yang khusus dimainkan untuk mengiringi berbagai upacara dalam pernikahan dan kematian Tionghoa tradisional.
Setelah lagu-lagu Pobin, mulai diciptakan lagu-lagu yang dinyanyikan. Lagu-lagu ini disebut lagu Dalem. Lagu-lagu Dalem ini dinyanyikan dalam bentuk pantunpantun dalam bahasa Melayu Betawi. Di antara lagu-lagu Dalem yang ada, tinggal Masnah dan Ating (sebagian) yang masih mampu menyanyikannya antara lain: Poa Si Li Tan, Peca Piring, Semar Gunem, Mawar Tumpa, Mas Nona, Gula Ganting, dan Tanjung Burung. Setelah generasi lagu Dalem yang kini telah menjadi lagu klasik Gambang Kromong, generasi selanjutnya adalah lagu-lagu yang disebut lagu sayur. Berbeda dengan lagu Dalem, lagu sayur memang diciptakan untuk ngibing (menari). Beberapa contoh lagu sayur di antaranya adalah: Kramat Karem (Pantun dan Biasa), Ondé-ondé, Glatik Ngunguk, Surilang, Jali-jali (dalam berbagai versi: Ujung Mèntèng, Kembang Siantan, Pasar Malem, Kacang Buncis, Cengkarèng, dan Jago), Stambul (Satu, Dua, Serè Wangi, Rusak, dan Jalan), Pèrsi (Rusak, Jalan, dan Kocok), Centè Manis, Kodèhèl, Balo-balo, Rènggong Manis, Kakang Haji, Rènggong Buyut, Jeprèt Payung, Lènggang Kangkung, Kicir-kicir, dan Siri Kuning.
Laras Gambang Kromong Sistem laras dari Gambang Kromong akan dianalisis dengan mempergunakan contoh repertoir lagu yang terdapat pada Volume 1 no. 3 pada buku Musik Tradisi Nusantara: Musik-Musik yang Belum Banyak Dikenal. Perangkat Gambang Kromong ini dimainkan oleh grup Gambang Kromong Harapan Jaya, dari Cibubur Jakarta di bawah pimpinan Mamit Repertoar. Mendengarkan rekaman tersebut dapat didengarkan secara jelas bahwa Gambang Kromong mempergunakan lima nada (pentatonis) dan bukan tujuh nada (diatonis). Dalam permainannya juga terdengar adanya dua gembyangan. Hal ini juga bisa dibuktikan dengan jumlah pencon pada instrumen Kromong
~ 219 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
yang berjumlah 10 buah. Jika dalam satu gembyangan terdapat lima nada, maka secara jelas instrumen Kromong memiliki dua gembyangan. Lima nada pada Gambang Kromong semuanya mempunyai nama dalam bahasa Tionghoa yaitu: sol (liuh), la (u), do (siang), re (che) dan mi (kong). Tidak ada nada fa dan si seperti dalam musik diatonis. Sedangkan larasnya adalah slèndro yang khas Tionghoa yang disebut Slèndro Cina atau ada pula yang menyebutnya Slèndro Mandalungan. Dengan demikian semua instrumen dalam orkestra Gambang Kromong dilaras sesuai dengan laras musik Tionghoa, mengikuti laras Slèndro Cina tadi. Para pemain (panjak) gambang kromong bisa dari etnik Tionghoa peranakan, bisa dari etnik Betawi, atau campuran antara keduanya. Selain memainkan lagulagu pobin, gambang kromong juga mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan wayang cokek. Wayang adalah 'anak wayang' (aktor atau aktris), sedangkan cokek dari kata chioun-khek yang artinya 'menyanyi' (to sing a song). Wayang cokek menyanyi sambil menari (ngibing) bersama pasangan laki-laki. Selendang untuk menari bersama wayang cokek disebut cukin (chiu-kin) atau soder. Di Bekasi setiap acara-acara seperti pesta pernikahan selalu menampilkan music gambang kromong. Bentuk akulturasi juga nampak pada kesenian Lenong, dimana gambang kromong sebagai orkes pengiringnya terdapat alat-alat musik seperti kecrek, gendang, kempul dan gong yang merupakan unsur pribumi, sedangkan sebagian lagi berupa alat musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, dan skong. Lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut juga ada yang merupakan pengadopsian lagu-lagu Cina yang disebut pobin, seperti pobin mano Kongjilok, Bankinhwa, Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan secara instrumental. Contoh lain adalah Tarian Cokek, tarian tersebut merupakan bentuk interaksi dari kebudayaan Cina dan Betawi. Tarian Cukok berasal dari bahasa Cina yaitu Cio Kek, dalam sejarah kesenian Betawi, Tari Cukok merupakan tari unggulan yang diselenggarakan untuk pesta hiburan, baik perayaan jamuan perkawinan hingga pesta pengantin sunat. Pada zaman dulu, Tari Cukok dibina dan dimiliki oleh cukong-cukong peranakan Cina yang kaya raya. Alat musik Tanjidor selain mendapat pengaruh dari budaya Cina, kesenian Betawi dipengaruhi oleh beragam budaya dari Eropa. Orkes Tanjidor, misalnya,
~ 220 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
mulai ada sejak abad ke-18. Konon salah seorang Gubernur Jenderal Belanda, Valckenier menggabungkan rombongan 15 orang pemain alat musik tiup Belanda dengan pemain gamelan, pesuling Cina, dan penabuh tambur Turki untuk memeriahkan pesta.
Makanan
Menurut Dennys Lombard, dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya, asal mula Soto adalah makanan Cina bernama Caudo, pertama kali populer di wilayah Semarang. Dari Caudo lambat laun menjadi Soto, orang Makassar menyebutnya Coto, dan orang Pekalongan menyebutnya Tauto. Antropolog dari Universitas Gadjah Mada, Dr Lono Simatupang, mengemukakan bahwa, soto merupakan campuran dari berbagai macam tradisi. Di dalamnya ada pengaruh lokal dan budaya lain. Mi atau soun pada soto, misalnya, berasal dari tradisi China. Budaya Cina yang hadir di bumi nusantara sejak ratusan tahun lalu terus berjejalin dan berkelindan dengan budaya lokal sehingga menciptakan aneka budaya baru yang merupakan perpaduan dari keduanya dan sering disebut dengan istilah budaya peranakan.
Lumpia. Makanan tersebut mula-mula berasal dari daratan Tiongkok kemudian mengalami proses penyesuaian dengan lidah masyarakat lokal. Lunpia Semarang, isi utamanya adalah irisan kulit rebung sedangkan lunpia yang dari China isi utamanya mihun.
Tahu pong.
Bakpao yang semula isinya daging babi, kemudian oleh orang Jawa diganti isi daging sapi atau kacang ijo.
Bolang-baling dan Cakue adalah kue goreng dengan rasa manis dan asin juga merupakan bentuk akulturasi.
Capjay yang semula berupa campuran sayur, oleh orang Jawa dimodifikasi dengan sayur dan bahan sesuai selera orang Jawa.
Mie Titee adalah masakan khas Cina berupa masakan berupa mie yang dicampur sayur bayam dan daging babi bagian kaki. Kemudian berkembang dengan bentuk
~ 221 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
mie kopyok yang berupa mie direbus dengan taoge dan krupuk yang diremuk dengan saus bawang putih.
Bacang. Dahulu bacang diyakini orang China adalah makanan untuk menghormati seorang pahlawan yang mati akibat difitnah orang bentuk peringatan adalah makan bakcang (Hanzi: 肉粽, hanyu pinyin: rouzong) Penganan ini terdiri dari daging cacah sebagai isi dari beras ketan dibungkus daun bambu dan diikat tali bambu.
Di
beberapa
tempat
Indonesia,diadakan
festival
memperingati
sembahyang bacang
Dalam sistem religi ada persamaan kebudayaan masyarakat Cina – Jawa, seperti sesajen jajan pasar, yang dilakukan saat satu suro (Jawa) dan hari raya Imlek (Cina).Sajian khas seperti -
Kue Mangkok atau Kue Moho, yang melambangkan sumber rejeki atau permohonan karunia sumber rejeki.
-
Kue Kura atau Kuweh Ku, yang melambangkan panjang umur seperti binatang kura-kura yang hidupnya beribu-ribu tahun.
-
Tumpeng dan makanan lainnya, yang melambangkan ucapan syukur atas berkat Tuhan.
Di bidang makanan kecap (ke-ciap) Benteng (Tangerang) memang sudah bekend en tersohor sejak jeman doeloe. Manisan tangkue (tang-koa atau tang-koe) 'beligo' atau 'kundur' memang enak buat dinikmati sembari minum teh. Mi (mi), bihun (bi-hun), tahu (tau-hu), toge (tau-ge), tauco (tau-cioun), kucai (ku-chai), lokio (lou-kio), juhi (jiu- hi), ebi (he-bi), dan tepung hunkwee (hun-koe) tak terpisahkan lagi dengan culinary Betawi. Selain itu kue mangkok (hoat-koe), kue ku (ang-kukoe), kue sengkulun (sang-ko-lun) telah menjadi kue-kue khas Betawi.
lumpia (lun-pian) yang tak kalah sedapnya. Sudah pernah mencoba makan ngohiang (ngou-hiang) alias gohiong? ikan cuwe (choe) dan nasi tim (tim), kecap, mi, bihun, tahu, toge, tauco, kucai, lokio, juhi, ebi, dan tepung hunkue.
2.
Pemertahanan identitas budaya dapat dilihat pada sistem religi dan tradisi yang senantiasa dilakukan oleh orang Cina di mana pun mereka berada.
~ 222 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
3
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PENUTUP
Adaptasi adalah strategi bertahan hidup. Daya tahan hidup populasi tidak bekerja secara pasif dalam menghadapai kondisi lingkungan tertentu, melainkan memberikan ruang bagi individu dan populasi untuk bekerja secara aktif memodifikasi perilaku mereka dalam rangka memelihar kondisi tertentu, menanggulangi resiko tertentu pada suatu kondisi yang baru, atau mengimprovisiasi kondisi yang ada. Beberapa adaptasi juga adalah kesempatan, efek dari sosial dan praktek kulturalyang secara tidak sadar mempengaruhinya. Sehingga adaptasi bisa kita sebut sebagai sebuah strategi aktif manusia dalam menghadapi lingkungannya. Adaptasi dapat dilihat sebagai usaha untuk memelihara kondisi kehidupan dalam menghadapi perubahan. Menurut Hardestry,ada 2 macam perilaku yang adaptif, yaitu perilaku yang bersifat idiosyncratic (cara-cara unik individu dalam mengatasi permasalahan lingkungan) dan adaptasi budaya yang bersifat dipolakan, dibagi rata sesama anggota kelompok, dan tradisi. Bagi hardestry, adaptasi dilihat sebagai suatu proses pengambilan ruang perubahan, dimana perubahan tersebut ada di dalam perilaku kultural yang bersifat teknologikal (technological), organisasional, dan ideological. Sifat-sifat kultural mempunyai koefisiensi seleksi seperti layaknya seleksi alam, sejak tedapat unsur variasi, perbedaan tingkat kematian dan kelahiran, dan sifat kultural yang bekerja melalui sistem biologi. Proses adaptif yang aktual sedapat mungkin merupakaa kombinasi dari beberapa mekanisme biologis dan modifikasi budaya tersebut diatas. Sehingga adaptasi dapatlah disebut sebagai sebuah strategi aktif manusia (Hardestry, 238-240). Adaptasi dapat dilihat sebagai usaha untuk memelihara kondisi kehidupan dalam menghadapi perubahan. Konsep kunci adaptasi pada tingkat sosial individu kemudian menjadi perilaku adaptif, tindakan strategik dan sistensis dari keduanya yang disebut strategi adaptif. Perilaku adaptif merupakan term yang lebih umum dan mengacu pada bentuk perilaku yang menyesuaikan pada tujuan, pencapaian kepuasan, danputusan. Tindakan strategik, dianggap lebih spesifik dan mengacu pada kepentingan khusus yang dipunyai sang aktor. Dalam tindakan stratejik sendiri terdapat konsep yang meliputinya seperti rasionalitas, maksimalisasi, orientasi pencapaian, Homo faber dll. Term ke-3, yaitu strategi adaptif, adalah komponen dari tindakan strategi atau tindakan spesifik dengan tingkatan prediksi
~ 223 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
keberhasilan,
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dimana diseleksi oleh individu dalam
menentukan keputusannya
(Hardestry,271-272). 4
DAFTAR PUSTAKA
Donald L. Hardesty
Rethinking Cultural The Professional Geographer Volume 38, Issue
1, pages 11–18, February 1986 Article first published online: 23 FEB 2005
Giok, Lan Tan 1963 The Chinese of Sukabumi: A Study in Social and Cultural Accomodation Gondomono 1996
Ithaca, New York : Cornell University
Membanting Tulang, Menyembah Arwah,, Kehidupan Kekotaan
Masyarakat Cina, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus ------- 2002 Pelangi Cina Indonesia, Jakarta: PT. Intisari Mediatama John W Bennet, 1976 The Ecological Transsition Cultural Anthropology and Human Adaptation Leonard, Blusse 1988 Persekutuan Aneh Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan Belanda di Batavia VOC (Terj) Jakarta : Penerbit Pustazet Perkasa Lohanda, Mona Nio, Joe Lan
2009 Unsur Lokal Dalam Ritual Peranakan Intisari 1961 Peradaban Tionghoa Selajang Pandang Djakarta : Keng po
Prasetijo.
2009.
Adaptasi
Dalam
Anthropologi.
http://prasetijo.wordpress.com/2008/01/28/adaptasi-dalam-anthropologi/
diakses
tanggal 24 Maret 2014 Purnomo, Widjil
1996 “Cina Benteng” Bekasi Hidup Bersahaja Suara Pembaruan
Tan, Thomas TW 1989Your Chinese Roots : The Overseas Chinese Story, Singapore : Times Books ----------- 1990 Chinese Dialect Groups : Traits and Trades, ORC Pte. Ltd, Singapore
~ 224 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Analisis Keselamatan & Keamanan Transportasi Penyeberangan Laut di Indonesia Studi Kasus: Penyeberangan antar Negara di Pulau Sumatera (Batam-Singapura) Danny Faturachman Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada [email protected] ABSTRAK Sebagai perbatasan di pulau Sumatera, kota Batam menjadi penghubung antara Indonesia dengan Singapura. Untuk kesemuanya itu diperlukan pengamanan terutama terhadap pelayaran di wilayah Indonesia karena keselamatan maritim sangat mempengaruhi usaha pembangunan kelanjutan terutama aktivitas transportasi laut. Kota Batam masuk dalam provinsi Kepulauan Riau. Provinsi Kepulauan Riau terletak pada lokasi yang sangat strategis mengingat berada di wilayah perbatasan antar negara, bertetangga dengan salah satu pusat bisnis dunia (Singapura) serta didukung oleh adanya jaringantransportasi laut internasional dengan lalu lintas yang ramai. Transportasi Laut memegang peranan yang sangat penting di negara maritim seperti halnya Indonesia yang wilayahnya merupakan kepulauan. Terkait transportasi laut, terdapat 3 aspek yang saling terkait satu sama lain, yaitu lalu lintas dan sarana angkutan laut, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran. UU Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, dalam ketentuan umum dinyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut di perairan, kepelabuhanan dan lingkungan maritim. Oleh karena itu semua pihak yang berkaitan dengan kegiatan pelayaran harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Melalui langkah kongkrit, pemenuhan atas peraturan keselamatan dan keamanan pelayaran akan mewujudkan tingkat keselamatan dan keamanan yang tinggi. Oleh karena itu diharapkan jaminan keselamatan dan keamanan di bidang transportasi laut dapat mensinergikan pola pengawasan secara berkala terhadap pemenuhan aspek keselamatan dan keamanan yang telah ditetapkan. Kata kunci: Batam, ferry, keselamatan & keamanan penyeberangan laut, Singapura 1
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai sebuah Negara Kepulauan terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang luas sehingga moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan laut sebagai sarana mobilitas dan penggerak pembangunan ekonomi nasional. Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia. Aktivitas perkembangan transportasi di Indonesia, khususnya transportasi laut semakin meningkat.
~ 225 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Hal ini merupakan dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial budaya dan masyarakat. Di samping itu, perairan Indonesia selain sebagai penghubung antar kota dan pulau, juga antar Negara. Sebagai perbatasan di pulau Sumatera, kota Batam menjadi penghubung antara Indonesia dengan Singapura. Secara geografis, Provinsi Kepulauan Riau terletak antara 0˚40’ Lintang Selatan dan 07˚19’Lintang Utara serta antara 103˚3’ sampai dengan 110˚00’ Bujur Timur, dengan batas wilayah sebagai berikut. Sebelah Utara : Negara Vietnam dan Negara Kamboja Sebelah Selatan : Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Jambi Sebelah Barat : Negara Singapura, Negara Malaysia dan Provinsi Riau Sebelah Timur : Negara Malaysia dan Provinsi Kalimantan Barat Wilayah Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan kecil yang letak satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan perairan. Beberapa pulau yang relatif besar diantaranya adalah Pulau Bintan dimana lokasi kedudukan Ibukota Provinsi (Tanjung Pinang), Pulau Batam yang merupakan Pusat Pengembangan Industri dan Perdagangan, Pulau Rempang dan Galang yang merupakan kawasan perluasan wilayah industri Batam, Pulau Karimun, Pulau Kundur, Pulau Lingga, Pulau Bunguran di Natuna, serta Gugusan Pulau Anambas. Selain itu Provinsi Kepulauan Riau memiliki pulau-pulau kecil yang hampir tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada,termasuk diantaranya pulau-pulau kecil yang terletak di wilayah perbatasan Negara Indonesia. 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
TINJAUAN PERATURAN Dalam UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dinyatakan bahwa:
a) Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. b) Kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal,
~ 226 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu. c) Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan, alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Untuk mengendalikan keselamatan pelayaran secara internasional diatur dengan ketentuanketentuan sebagai berikut: a International Convention for the Safety of Live at Sea (SOLAS), 1974, sebagaimana yang telah disempurnakan dan aturan internasional ini menyangkut ketentuanketentuan sebagai berikut: Konstruksi (struktur, stabilitas, permesinan dan instalasi listrik, perlindungan api, detektor api dan pemadam kebakaran); Komunikasi radio, keselamatan navigasi; Perangkat penolong, seperti pelampung, sekoci, rakit penolong; Penerapan ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk di dalamnya penerapan International Safety Management (ISM) Code, dan International Ship and Port facility Security (ISPS) Code. b International Convention on Standards of Training, Certification, and Watch keeping for Seafarers, tahun 1978 dan terakhir diubah tahun 1995. c International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979. d International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual (IAMSAR).
2.2
TINJAUAN KOTA BATAM
Kota Batam adalah salah satu kotamadya yang berada di provinsi Kepulauan Riau yang terletak pada 0º 25’9’’ - 1º15’00‟ Lintang Utara dan 103º34’35‟ - 104º26’4‟ Bujur Timur. Kota Batam memiliki luas wilayah perairan mencapai 1.570 km². Luas wilayah daratan tersebut dihuni oleh 988.55 penduduk2, sehingga kepadatan penduduk di kota tersebut sebanyak 38.661 jiwa/km². Populasi ini merupakan populasi ketiga terpadat di Pulau Sumatera setelah kota Medan dan kota Padang. Kota Batam terdiri dari 12 kecamatan, diantaranya adalah Batu Ampar, Belakang Padang, Bulang, Galang, Lubuk Baja, Sei Beduk, Batu Aji, Segulung, Bengkong, Batam Kota dan Sekupang. Kota Batam merupakan
~ 227 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
sebuah pulau yang terletak sangat strategis karena terletak di jalur pelayaran internasional dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara Singapura dan Malaysia Selatan Kabupaten Lingga Barat Kabupaten Karimun Timur Pulau Bintan dan Tanjung Pinang (Sumber: Batam dalam angka 2010)
Gambar 1. Peta Kepulauan Riau Sumber: http://www.indonesiatravelling.com
Kota Batam tidak memiliki sumber daya alam yang berlimpah, oleh karena itu kegiatan ekonomi Kota Batam mayoritas tergantung pada sektor sekunder dan tersier. Hal ini tercermin dari target pertumbuhan ekonomi pemerintah kota Batam yang didorong oleh pertumbuhan di sektor industri dan pariwisata. Batam yang dianggap sebagai daerah tropis, dengan suhu rata-rata berkisar dari 24 hingga 35 derajat Celcius (77 ke 95 derajat Fahrenheit). Kelembaban di wilayah ini berkisar dari 73% menjadi 96%. Secara umum musim hujan dimulai dari November hingga April dan musim kering dari Mei hingga Oktober. Rata-rata curah hujan tahunan sekitar 2600 mm.
Transportasi merupakan sarana penunjang mobilitas, dimana masyarakat Batam dapat menggunakan fasilitas kendaraan umum seperti taksi, bis, ojek. Selain transportasi darat, Batam yang merupakan daerah kepulauan, transportasi laut merupakan salah satu sarana yang penting. Penggunaan jalur laut yang menghubungkan Batam dengan pulau-pulau
~ 228 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
disekitar maupun dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, membuat pembangunan dan sarana transportasi laut cukup lengkap, seperti kapal ferry (kapal penyebrangan).
2.3
TINJAUAN UMUM TENTANG PELABUHAN
Pengertian Pelabuhan: Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebgai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi (PP RI No. 70 tahun 1996 tentang kepelabuhan, Dephub RI, hal 2) dan Menurut Bambang Triatmodjo, pelabuhan adalah Bandar yang dilengkapi dengan bangunan-bangunan untuk pelayanan penumpang dan muatan seperti dermaga, tambatan dan segala perlengkapannya (Bambang Triadmodjo, Pelabuhan, Beta Offset,1996, hal 13).
Klasifikasi Pelabuhan:
Pelabuhan mempunyai beberapa cara pengklasifikasian, yaitu: 1. Klasifikasi dari segi teknis:
Pelabuhan yang terjadi dari kondisi geografis yaitu daerah yang menjorok ke dalam (berupa teluk).
Suatu daerah perairan yang dibuat oleh manusia sedemikian rupa sehingga terlindung terhadap gangguan alam yang berasal dari laut. 2. Pengklasifikasian dari segi pelayanan jasa:
Pelabuhan yang berada dalam pembinaan pemerintah yang disesuaikan dengan kondisi, potensi, serta kemampuan pengembangannya.
~ 229 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Pelabuhan yang diberi wewenang untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
Merupakan pelabuhan untuk pelayaran rakyat seperti daerah penangkapan ikan dan lain-lain. 3. Klasifikasi menurut jenis perdagangan
Pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri dan dalam negeri
Pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan dalam negeri. 4. Klasifikasi jenis kapal dan muatannya
Merupakan pelabuhan pengirim dan pengumpul yang melayani kapal besar. feeder) Merupakan pelabuhan pengumpul bagi pelabuhan utama yang melayani kapalkapal sedang dan daerah sekitarnya merupakan daerah potensial industri Ferry Pelabuhan yang sebenarnya merupakan pelabuhan ferry tetapi ada juga aktifitas kargo tradisional. (Kramadibrata, Soedjono, Perencanaan Pelabuhan, ITB, Bandung)
Fasilitas Pelabuhan: Fasilitas pelabuhan terbagi atas dua, yaitu : 1. Fasilitas pokok pelabuhan yang meliputi : Perairan tempat labuh Kolam labuh Alih muat antar kapal Dermaga Terminal penumpang Pergudangan Lapangan penumpukan Terminal peti kemas Perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa
~ 230 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Fasilitas bunker Instalasi air, listrik, dan telekomunikasi Jaringan jalan dan rek kereta api Fasilitas pemadam kebakaran Tempat tunggu kenderaan bermotor 2. Fasilitas penunjang pelabuhan yang meliputi Kawasan perkantoran untuk pengguna jasa pelabuhan Sarana umum Tempat penampungan limbah Fasilitas pariwisata, pos dan telekomunikasi Fasilitas perhotelan dan restoran Areal pengembangan pelabuhan Kawasan perdagangan Kawasan industri
2.4
TINJAUAN UMUM TENTANG TERMINAL FERRY
Pengertian Terminal Ferry: Terminal ferry terdiri dari dua kata yaitu terminal dan ferry. Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk dan keluar dari sistem dan merupakan komponen penting dalam sistem transportasi (Morlok,Edward K, Pengantar Teknik dan Perancangan Transportasi, Erlangga, Jakarta 1991, Hal 269). Sedangkan ferry merupakan sebuah kapal transportasi jarak dekat. Jadi, terminal ferry yaitu wadah yang dapat menampung aktifitas keluar masuk penumpang dari angkutan kapal jarak dekat atau kapal penyeberangan. Terminal juga sebagai wadah bagi aktifitas proses perpindahan penumpang dari sub sistem angkutan ke sub sistem angkutan lain yang berbeda karakteristik. Dengan kata lain berarti dari angkutan laut ke sarana angkutan darat. Dilihat dari sudut sistem lingkup pelabuhan, terminal penumpang feri adalah sebagai suatu komponen sub system pelabuhan yang berfungsi mewadahi kegiatan pelayanan bagi penumpang antar pulau dengan sarana kapal laut.
Komponen Terminal Ferry:
~ 231 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Komponen terminal penumpang kapal laut antara lain terdiri dari:
1. Area Dermaga Dermaga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang. Bentuk dermaga tergantung kegunaan pelabuhan dan kedalaman alur pelayaran, yaitu: Memanjang : dermaga yang posisinya sejajar atau paralel dengan garis pantai terutama untuk alur pelayaran yang cukup dalam untuk kapal-kapal oleh gerak (maneuvering ship). Wharf : dermaga yang posisinya menjorok ke tengah laut atau tegak lurus garis pantai. Hal ini dibuat bilamana kedalaman alur perairan pelabuhan kurang dalam untuk kapal-kapal masuk dan melakukan maneuvering ship. Pier : antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung sebagai penerus dari pergerakan barang.
Klasifikasi dermaga menurut jenis sandar kapal yang terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
1. Dermaga plengsengan adalah jenis dermaga yang paling sederhana,menggunakan landasan beton berbentuk parabolik. 2. Dermaga ponton adalah jenis dermaga yang menggunakan pontoon sebagai landasan bagi pintu akses muatan. Ponton tersebut bergerak mengikuti naik-turunnya permukaan air laut. 3. Dermaga dengan moveable bridges adalah jenis dermaga yang paling modern. Dermaga ini menggunakan jembatan beton yang digerakkan secara elektronis-hidraulis disesuaikan dengan ketinggian dasar penutup akses muatan yang telah dibuka. Proses loading dan unloading dengan menggunakan moveable bridge dapat dilakukan dengan cepat. Kriteria pemilihan dermaga: - Manuver dari feri - Kecepatan dan kenyamanan pelayanan Persyaratan dermaga:
~ 232 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
1. Dermaga harus dapat bergerak vertikal sebagai jawaban atas pasang surutnya air laut. 2. Dermaga harus dapat menahan beban horizontal yang diakibatkan oleh tumbukan kapal. Sehingga untuk mengetahui dimensi dermaga, perlu diketahui : 1. Kedalaman alur pelayaran 2. Tinggi lantai dermaga terhadap laut normal 3. Perbedaan pasang surut permukaan air 2. Area Pelayanan Umum Area pelayanan umum mencakup antara lain:
3. Dimensi Dermarga
bertambat.
ukuran kapal. Secara teknis minimal lebar dermaga adalah 3-25 meter. pavement) tergantung daya dukung yang harus dipikul karena beban konstruksi dan beban hidup yang bergerak di atasnya. 4. Fasilitas Dermaga Terutama untuk kepentingan kelangsungan perjalan kapal antara lain : saluran air minum/air bersih, fuel/bahan bakar kapal, dan lain-lain. 5. Bangunan Terminal Merupakan wadah prosessing penumpang dan barang bawaan yang akan embarkasi atau debarkasi dari kapal penumpang. Sebagaimana telah diuraikan bahwa terminal penumpang kapal laut adalah komponen dari sub sistem pelabuhan, maka aktifitas pokoknya disini adalah pelayanan kepada masyarakat pemakai jasa angkutan laut. Fasilitas wadah kegiatan tersebut meliputi : Pelayanan pra dan pasca perjalanan penumpang.
prossesing penumpang dan barang bawaan.
6. Area Parkir Kendaraan Penumpang
~ 233 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Untuk mewadahi kendaraan penumpang sebagai penunjang terminal ferry antara lain: taxi, mobil pribadi, ojek, angkutan umum dan lain-lain. Parkir kendaraan dibedakan menjadi: 1. Dari tempat yang dipergunakan
2. Dari yang memakai/menggunakan
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
1. PELABUHAN SEKUPANG, BATAM
Pelabuhan Sekupang adalah pelabuhan nasional dan internasinal yang berada di pantai barat pulau Batam, provinsi Kepulauan Riau. Pelabuhan ini menghubungkan kota Batam dengan pelabuhan-pelabuhan di kepulauan sebelah barat, seperti pelabuhan Tanjung Balai Karimun (pulau Kundur) dan pelabuhan Dumai (pulau Burung) serta kepulauan di selatan seperti pulau Bangka, Belitung dan juga dengan kota Palembang dan Jakarta. Untuk pelayaran ke luar negeri, pelabuhan Sekupang mempunyai jalur perhubungan dengan Singapura (Harbor Front) dan Malaysia (Kukup). Pelabuhan Sekupang terletak di pulau Batam pada posisi 01 o10’24” BT dan 104o00’06” LS. Dasar kolam pada umumnya terdiri dari lempung berpasir halus. Di beberapa tempat ditemukan lempung organik. Kedalaman air paling rendah di dermaga ferry 6 meter. Hasil ramalan gelombang menunjukkan bahwa untuk sepanjang tahun gelombang lebih banyak dari arah selatan dengan tinggi gelombang rata-rata berkisar antara 0,1-0,4 meter. Pada periode Januari s/d Maret umumnya gelombang berkisar antara 0,5-0,8 meter, sedangkan pada periode April s/d September gelombang banyak datang dari arah selatan dengan tinggi gelombang 0,1-0,4 meter.
Fasilitas dan peralatan pelabuhan: 1) Alur pelayaran
: 1 mil
~ 234 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
2) Kedalaman laut 3) Lebar alur
: 10-12 m : 400 m
4) Kapasitas sandar kapal
: 10.000 DWT
5) Panjang dermaga
: 117 m
6) Kedalaman pada sisi dermaga : 9 m LWS 7) Gudang terbuka
: 116.100 m2
8) Gudang tertutup
: 42.240 m2
Pelabuhan Sekupang dalam fungsinya sebagai sarana keberangkatan dan kedatangan bagi para pengunjungnya, haruslah mencerminkan kebudayaan masyarakat sekitarnya dalam arti luas, baik aktif maupun pasif, diharapkan ini akan dapat berintegrasi dengan masyarakat secara positif. Selain itu pelabuhan Sekupang diharapkan dapat memberikan pelayanan bagi masyarakat secara lengkap, berupa pelayanan pembelian tiket, restaurant, tempat penjualan produk-produk bermutu dan fasilitas lainnya. Dari pelayanan tersebut pelabuhan Sekupang diharapkan mendapatkan imbalan jasa yang bersifat komersial dari penyewaan tempat perdagangan, media iklan dan areal parkir. Fasilitas pelabuhan Sekupang terdiri atas terminal, area parkir, fasilitas gedung, dan fasilitas layanan termasuk fasilitas khusus untuk penyandang cacat. 3.2
KLASIFIKASI KAPAL FERRY
Kapal ferry memiliki beberapa jenis dan diklasifikasikan berdasarkan cara pendaratan dan juga cara bongkar muat sebuah kapal ferry. 1. Berdasarkan cara pendaratan. Cara pendaratan terdiri dari dua macam: 1) Kapal ferry yang langsung mendarat di pasir yang dinamakan dengan LCM (Landing Craft Manual) atau LST (Landing Site Tank). Akses muatan kapal berada di bagian hulu dan buritan serta memiliki kapsitas angkut yang lebih besar. 2) Kapal ferry yang mendarat di dermaga. Kapal ini memerlukan dermaga untuk sandar. Akses muatan terdapat di lambung,hulu, dan buritan tetapi akses di lambung jarang dipergunakan karena memakan tempat pada saat merapat di dermaga. Akses penumpang berada di samping,langsung menuju dek samping. 2. Berdasarkan cara bongkar muat.
~ 235 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Secara garis besar teknologi bongkar muat pada kapal feri dapat dibedakan sebagai berikut : a. Lo/Lo (Lift On/ Lift Off), yaitu kapal dengan pemindahan muatan secara vertical; b. Ro/Ro (Roll On/ Roll Off), yaitu kapal dengan pemindahan muatan secara horizontal; c Hisap (suction), yaitu jenis kapal curah yang penenganan muatannya dengan cara menghisap/memompa melalui pipa, biasanya dikombinasikan dengan peralatan ban berjalan (conveyor belt); d Khusus, yaitu jenis kapal yang menangani satu jenis muatan. Untuk kapal ferry, karena jenis muatannya yang berupa orang dan kendaraan sehingga tidak membutuhkan peralatan bongkar muat khusus, tipe yang cocok adalah Ro/Ro. Yang termasuk dalam kapal jenis Ro/Ro : 1. Short Distance Vessel 2. Intermediate Distance Vessel 3. Long Distance Vessel
Jenis kapal yang berlayar antara Batam-Singapura adalah short distance vessel atau disebut juga fast ferry (ferry cepat). Kapal ini bisa disebut fast ferry karena kecepatannya dalam membelah pantai dan selat. Biasanya kapal-kapal jenis ini dipakai di daerah perairan atau laut yang tidak bergelombang tinggi. Sehingga sangat cocok untuk transportasi pantai sungai dan danau yang tak bergelombang kuat. Kapal-kapal jenis ini banyak dipakai oleh maskapai-maskapai kapal penumpang yang menghubungkan pulau-pulau kecil. Seperti halnya Batam-Singapura, Batam-Malaysia, Batam-Tanjung Pinang, dan Batam-Riau daratan.
Gambar 2. Contoh Fast Ferry
~ 236 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
3. PELABUHAN FERRY INTERNASIONAL SEKUPANG
Lokasi : Pulau Batam, Indonesia. Pelabuhan ferry Sekupang merupakan terminal ferry yang baru direnovasi pemerintah. Pelabuhan ini juga dijadikan sebagai salah satu pelabuhan pariwisata yang ada di kota Batam. Pelabuhan ini melayani penyebrangan internasional kepelabuhan Habour Front di Singapura.
Gambar 3. Pelabuhan Ferry Internasional Sekupang
Pelabuhan ini terdiri dari 2 lantai: 1. Pemakaian struktur baja pada komponen kolom penyangga, penyangga kaca & atap; 2. Pemisahan sirkulasi penumpang (kedatangan dan keberangkatan) pada lantai satu dengan pintu masuk yang berbeda; 3. Menciptakan ruang ruang yang kontinyu; 4. Menggunakan struktur ruang bentang lebar.
~ 237 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Gambar 4. Alur Sirkulasi Penumpang Berangkat di Pelabuhan Sekupang
Gambar 5. Alur Sirkulasi Penumpang Datang di pelabuhan Sekupang
3.3
PELABUHAN FERRY HARBOUR FRONT, SINGAPURA
Pelabuhan ini adalah Pelabuhan laut tersibuk di Singapura, karena di sini kebanyakan penumpang dari Batam, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pinang dan dari kapal pesiar turun, sebelum memasuki Singapura. Letaknya di depan pulau Sentosa, dimana pulau Sentosa sendiri adalah pulau wisata, dimana tersedia berbagai macam hiburan wisata mulai dari resort, hotel, lapangan golf, aquarium bawah laut, pantai dan banyak lagi termasuk Universal Studios.
~ 238 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Di sebelah Harbour Front adalah pelabuhan barang kontainer tersibuk di Singapura. Di dekat sini juga ada Masjid dari peninggalan kerajaan Johor, yg terdapat makam makam keturunan Raja Johor yg satu ketika dulu Singapura adalah bekas wilayah kerajaan mereka.
Harbour Front ini sendiri adalah mal yg menjual berbagai macam pernak pernik, mulai dari pakaian, elektronik, makanan halal dan lain sebagainya, sehingga pelabuhan Harbour Front adalah pelabuhan yang menyatu dan berada di dalam sebuah mal.
Gambar 6. Pelabuhan Harbour Front, Singapura
Gambar 7. Tempat Peletakan Life jacket di Kapal Ferry Batam Fast
Gambar 8. Papan peraga pemakaian Life jacket
~ 239 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
3.4
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
JADWAL KEBERANGKATAN FERRY DAN HARGA TIKET
Gambar 9. Jadwal Pelayaran Ferry dari Semua Pelabuhan Batam-Singapura Jadwal keberangkatan kapal Ferry Batam Fast dari pelabuhan Sekupang menuju Harbour Front, Singapura: Ferry Batam Fast Jadwal dapat dilihat pada table 1. dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan
terlebih
dahulu.
Info
selengkapnya
dapat
diakses
www.batamfast.com.
Tabel 1. Jadwal Ferry Batam Fast Sekupang-Harbour Front Harbourfront to Sekupang Singapore Time 07:50 08:20 09:20 11:10 15:10 17:30 19:30 21:45
Sekupang to Harbourfront Batam Time 06:00 07:10 08:30 10:30 15:00 16:10 17:10 19:00
Tabel 2. Ticket Fare To / From: Harbourfront Centre, Sekupang, Waterfront City,
~ 240 ~
di
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Batam Centre Type
Ticket Fare
Surcharge
ADULT – 2 Way
$22.00
$14.00 (bayar di Sing) dan $ 12.00 di Batam
$48.00
ADULT – 1 Way
$18.00
$7.00 (di Batam) dan $6.00 di Sing
$31.00
$19.00
$14.00 (bayar di Sing) dan $ 12.00 di Batam
$45.00
CHILD / INFANT – 2 Way
Total
$7.00 di Batam dan $28.00 $6.00 di Sing All published fares exclude Departure Fee / Terminal Fee. Batam Terminal Fee
CHILD / INFANT – 1 Way
$15.00
will be payable by passengers prior to departure. Only 2-way Tickets available for HarbourFront Centre (HFC) <-> Waterfront City (WFC). 4
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Kota Batam pada umumnya dan pelabuhan Sekupang pada khususnya memiliki sarana dan fasilitas fisik berstandar internasional, penguasaan teknologi dan jarak yang lebih dekat ke Singapura sebagai kekuatan yang dimiliki agar dapat dioptimalkan penggunaannya dalam meningkatkan jumlah penumpang yang dapat dilayani sehingga akan menambah pendapatan daerah. 2. Fasilitas keselamatan di kapal pada dasarnya cukup tersedia dimana baju keselamatan (life jacket) tersedia cukup dan diletakkan di bawah kursi penumpang sehingga dapat segera digunakan bila terjadi kecelakaan. 3. Untuk kapal-kapal cepat yang melayari rute Batam – Singapura pp khususnya di pelabuhan Sekupang telah tertata dengan baik dan beroperasi sesuai jadwal. Banyaknya pilihan pelabuhan di Batam (5 pelabuhan penyeberangan) tidak menyebabkan kepadatan dan kekacauan jadwal maupun penumpukan di tempat-tempat penambtan (berth) baik di Batam maupun Singapura. Hal ini disebabkan karena semua kapal mematuhi jadwal yang telah ditentukan dan penyeberangan ke Singapura pun relative tidak lama hanya sekitar 45 menit satu kali perjalanan.
~ 241 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
4. Pelabuhan Sekupang memiliki fasilitas yang layak sebagai terminal ferry internasional dimana telah memisahkan antara keberangkatan dan kedatangan penumpang dan juga telah memiliki prosedur keamanan yang cukup baik dimana pada lantai 1 merupakan zona umum, kedatangan penumpang dan zona pengelola dengan pintu masuk yang berbeda. Pada lantai 2 merupakan zona keberangkatan penumpang. 5. Pelabuhan Harbour Front di Singapura adalah pelabuhan modern yang telah menyatu dengan mal dan merupakan tempat gerbang memasuki pulau Sentosa yang merupakan kawasan wisata terkenal dan tersibuk di Singapura. 5
DAFTAR PUSTAKA
Batam Industrial Development Authority, 2010. Development Progress of Batam, First Semester of 2010, Batam. ICT Expo Langkah Menuju Batam Digital Island, Tribun Batam - Senin, 18 Oktober 2010, diakses dari http://batam.tribunnews.com. Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan. Rusda Irawati, SE., 2011. Analisis SWOT Pelabuhan Ferry Internasional Sekupang. Surat
Perjanjian
kerjasama
Nomor
12/PERJ-KA/VIII/2004
dan
111/IDC-
OB/SP/BOTSKP/VIII/2004: Untuk Membangun, Mengelola dan Memelihara Terminal Ferry Internasional Sekupang UU RI Nomor 44 Tahun 2007 YJ Naim, 2011. Batam Layak Dapat Insentif Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, Antara News Kepulauan Riau, 6 Januari 2011, diambil dari http://kepri.antaranews.com.
~ 242 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Kajian Pemenuhan Persyaratan Penerimaan Klas BKI: Studi kasus pembelian kapal Self Unloading Vessel dari China Muswar Muslim, Danny Faturachman Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada ABSTRAK The implementation of the principle of cabotage (presidential instruction number 5 in 2005) about the empowerment of the cruise industry nationwide, the Government issued new rules for the shipping industry operating in Indonesia, is causing an increase in the number of national fleets where it takes the role of the institutions associated with ship classification safety and security of the cruise. The instruction is for all vessels operating in the region of Indonesia and obliged to use the flag of Indonesia, its consequences to be classed in the domestic ship classification and, in this case is the Bureau of classification of Indonesia (BKI). In addition to this mandatory ship classification is done for the sake of safety and as one of the tools to measure the worth or not to sail. Requirements classification more focus to the technical requirements and calculations of a hull construction, stability, electrical machinery, and the supporting system of the vessel operating systems such as boilers, steering system, and others KATA KUNCI: BKI,kapal asing, pemenuhan klas, reparasi
1
PENDAHULUAN
Seiring dengan pelaksanaan azas cabotage (INPRES Nomor 5 Tahun 2005) menyebabkan peningkatan jumlah armada nasional dimana diperlukan peran lembaga klasifikasi kapal terkait dengan keselamatan dan keamanan pelayaran. Dan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 20 Tahun 2006 tentang Kewajiban bagi kapal berbendera Indonesia untuk masuk klas pada Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) menyatakan bahwa Kapal berbendera Indonesia dengan ukuran panjang antar garis tegak depan dan belakang 20 meter atau lebih atau tonase kotor GT. 100 atau lebih atau yang digerakkan dengan tenaga penggerak utama 250 PK atau lebih wajib diklaskan pada Biro Klasifikasi Indonesia. Dalam pasal 3 UU N. 17 tahun 2008 dijelaskan bahwa pelayaran diselenggarakan dengan tujuan antara lain: -
Memperlancar arus perpindahan orang dan/ atau barang melalui perairan denga mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional.
~ 243 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
-
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan nasional.
Dengan aturan ini Pemerintah terus berupaya untuk terus mengangkat dan menguatkan peran armada nasional. Hal ini dibuktikan dengan adanya penerapan asas cabotage dengan tujuan agar dapat mengupayakan untuk mengangkat/membangkitkan pelayaran nasional akibat keterpurukan dan perannya yang masih kecil dalam angkutan luar negeri (hanya berkisar 3%) maupun angkutan dalam negeri (hanya berkisar 46%), sedangkan sisanya diangkut oleh kapal-kapal asing. Hal mana menunjukkan bahwa kapal-kapal asing mendominasi baik angkutan dalam negeri maupun angkutan laut luar negeri Oleh karena itu pemenuhan persyaratan penerimaan klas bagi kapal asing yang telah dibeli dan beroperasi di wilayah Indonesia menjadi concern penting sehingga semua kapal yang berlayar di dalam wilayah Negara Indonesia sudah terdaftar klasnya di Biro Klasifikasi Indonesia. 2
METODOLOGI PENELITIAN
Menggunakan metode kajian literatur berupa data-data yang diambil di kantor pusat pemilik kapal di Jakarta dan kajian data lapangan. Metode pengumpulan data dilakukan di lapangan dengan melakukan peninjauan langsung ke 3 tempat yaitu Merak, Pelabuhan Ratu dan Bengkulu. Di Merak adalah pengecekan kapal dengan melihat reparasi perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan untuk memenuhi persyaratan klas, di Pelabuhan Ratu adalah tempat di mana kapal melakukan operasi awal setelah dilakukan reparasi dan terakhir di Bengkulu adalah tempat operasi kapal dan merupakan wilayah dimana kapal beroperasi melakukan pekerjaan setiap hari sampai sekarang. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui prosedur pemenuhan klas BKI bagi kapal asing yang beroperasi di wilayah Indonesia. 3
PERMASALAHAN
Kegiatan klasifikasi adalah pengklasifikasian kapal sesuai dengan konstruksi lambung, mesin dan listrik kapal dengan tujuan untuk memberikan penilaian terhadap laik tidaknya suatu kapal dapat berlayar. Kapal secara teknis terikat oleh banyaknya peraturan yang tujuannya adalah untuk menjaga tingkat kelaiklautan kapal tersebut dan diharapkan kapal akan berada dalam kondisi tingkat keselamatan yang layak sesuai dengan batasan teknis operasional kapal.
~ 244 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Klasifikasi kapal adalah salah satu elemen di dalam jaringan maritim sebagai partner dalam keselamatan kapal. Elemen-elemen lain, seperti pemilik kapal. Awak kapal, galangan kapal, Flag State, Port State, Penjamin (asuransi), institusi finansial dan pencharter adalah pihak-pihak terlibat dan memiliki andil dalam jaminan keselamatan kapal. Dasar hukum kegiatan klasifikasi kapal 1. Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, pasal 124 dan 129: - Pasal 124 menjelaskan: Setiap
pengadaan,
pembangunan
dan
pengerjaan
kapal
termasuk
perlengkapannya serta pengoperasian kapal di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal. Persyaratan keselamatan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat
di atas
meliputi: material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan alat penolong dan radio, dan elektronika kapal. - Pasal 129 menjelaskan: Kapal berdasarkan jenis dan ukuran tertentu wajib diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk keperluan persyaratan keselamatan kapal. Badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing yang diakui dapat ditunjuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadp kapal untuk memenuhi persyaratan keselamatan kapal. Pengakuan dan penunjukan badan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas dilakukan oleh Menteri. Badan klasifikasi yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas wajib melaporkan kegiatannya kepada Menteri. 2. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan. Bagian ketiga tentang Klasifikasi Kapal, pasal 59 menyatakan bahwa: - Untuk keperluan persyaratan kapal, kapal berdasarkan jenis dan ukuran tertentu, wajib diklasifikasikan pada badan klasifikasi. - Badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing yang diakui dapat ditunjuk untuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadap kapal dengan jenis dan ukuran tertentu yang berkenaan dengan pemenuhan persyaratan keselamatan kapal.
~ 245 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
- Penunjukan dan pengakuan badan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas dilakukan oleh Menteri, - Menteri dapat menggunakan hasil pemeriksaan tersebut dalam proses penerbitan sertifikat keselamatan kapal. - Badan klasifikasi yang melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan keselamatan kapal wajib melaporkan kegiatannya kepada Menteri. - Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan ukuran kapal yang wajib diklasifikasikan, tata cara pemanfaatan hasil pengujian dan pemerikasaan yang dilakukan oleh badan klasifikasi dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas diatur dengan Keputusan Menteri. 3. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 20 tahun 2006 tanggal 2 Mei 2006 tentang Kewajiban Bagi Kapal Berbendera Indonesia Untuk Masuk Klas Pada Biro Klasifikasi Indonesia.
Klasifikasi kapal merupakan kewajiban para pemilik kapal berbendera Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan yang menyatakan bahwa kapal yang wajib klas mengikuti ketentuan sebagai berikut: Panjang > 20 m, Tonase > 100 m3, Mesin Penggerak > 100 PK, Yang melakukan pelayaran Internasional meskipun telah memiliki Sertifikat dari Biro Klasifikasi Asing wajib mengganti dengan klasifikasi Indonesia. Lingkup klasifikasi kapal meliputi : Lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik, perlengkapan jangkar,Instalasi pendingin yang terpasang permanen dan merupakan bagian dari kapal, Semua perlengkapan dan permesinan yang di pakai dalam operasi kapal, Sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe kapal. Kelaiklautan kapal menurut UU 19.2008 adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, pemuatan, kesehatan dan kesejahteraan awak kapal, serta penumpang dan status hukum kapal untuk berlayar di perairan tertentu. Peraturan-peraturan teknis yang mengikat kapal antara lain adalah peraturan badan klasifikasi dan peraturan pemerintah flag state administration yang biasanya adalah adopsi dari konvensi internasional seperti Safety of Live At Sea (SOLAS), Mrine Pollution Prevention (MARPOL), International Convention on Collision Prevention (COLREG), dan banyak lagi konvensi internasional yang diadopsi dalam konvensi tersebut, sehingga perlu pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah atau
~ 246 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
lembaga klasifikasi kapal yang ditunjuk baik nasional maupun internasional untuk melaksanakan pengklasifikasian kapal. Sejak kapal mulai dibangun hingga dioperasikan, selalu ada aturan yang harus dipatuhi, dan dalam proses pembangunannya ada badan independen yang melakukan pengawasan. Pada
saat
kapal
dirancang
kemudian
pemilihan
bahan,
dan
selama
proses
pembangunannya, selain pemikil kapal, pihak galangan kapal, dan pihak pemerintah selaku administrator ada pihak klasifikasi yang akan melakukan pengawasan dalam rangka pemberian klas bagi kapal jika selesai dibangun. Ketika kapal beroperasi mereka juga akan melalkukan survey dan audit atas pelaksanaan semua aturan keselamatan yang perlu dipenuhi karena semuanya mesti dapat meyakinkan bahwa kapal tetap dalam kondisi laik laut (seaworthiness). Klasifikasi kapal wajib dilakukan untuk kepentingan keselamatan pelayaran dan sebagai salah satu alat ukur kapal layak atau tidak untuk berlayar. Persyaratan klasifikasi lebih fokus kepada persyaratan dan kalkulasi teknis terhadap suatu konstruksi lambung kapal, stabilitas, permesinan, kelistrikan, dan sistem penunjang operasi kapal yang lain, seperti sistem boiler, system kemudi, dan lain-lain. Peraturan IMO sendiri lebih bertitik berat kepada peraturan tentang keselamatan jiwa di laut atau Safety of Life At Sea (SOLAS) dan pencegahan pencemaran di laut yang mengacu kepada Marine Pollution Prevention (MARPOL) dan beberpa peraturan internasional lain yang diadopsi, seperti peraturan garis muat (International Load Line Convention/ ILLC), pencegahan tabrakan di laut (Convention on the International Regulation for Preventing Collisions at Sea/ COLREG). Dan peraturan yang secara spesifik berlaku untuk tipe kapal tertentu, seperti IGG Code (International Gas Carrier Code) untuk kapal-kapal pengangkut gas,dalam bentuk cair (liquefied gas). IBC Code (International Bulk Carrier Code) untuk kapal curah, International Safety Management Code (ISM Code) dan International Ship and Port facility Security Code (ISPS Code). 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
DATA KAPAL:
Kapal awalnya bernama Yue Jian Hang 03 berasal dari China, dibuat tahun 1997 dengan klasifikasi China Classification Society (CCS), setelah dibeli di Indonesia berubah nama menjadi MV MSE 42.
~ 247 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
SHIP PARTICULAR MV.MSE 42 NAME OF SHIP
: MSE 42 (EX.TITAN 42)
TYPE OF SHIP
: BULK CARRIER WITH CONVEYOR & SUCTION / SELF UN-LOADING VESSEL
OWNER & OPERATOR
: PT.NUSANTARA TERMINAL TERPADU
FLAG
: INDONESIA
SHIP CLASS
: BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (BKI)
PORT OF REGISTRY
: JAKARTA
TANDA SELAR
: GT. 1393 NO.3743 / Ba
IMO NUMBER
: 8664474
CALL SIGN
: JZOR
DWT
: 2796 T
GRT / NRT
: 1393 GT / 784 GT
LENGTH (LBP)
: 64.80 METER
LENGTH (LOA)
: 67.80 METER
BREADTH
: 14.60 METER
DEPTH
: 3.98 METER
TOTAL CREW
: 9 CREWS INCLUDE MASTER
SHIP YARD
: GALANGAN
BAIMIAO,
FUNCHENG
KOTA
QINGYUAN YEAR BUILD
: 2007
LAUNCHING DATE
: 26 SEPTEMBER 2007
KEEL LAYING DATE
: 04 MARET 2007
MAIN ENGINE
: CUMMINS KTA 19-M 375 KW /1744 RPM 2 UNITS (502 HP x2)
AUXILIARY ENGINE
: MARINE GENSET TFX-280S4-H 90 KW X 2 UNITS
PROPELLER
: 3 BLADE MANGANESE BRONZE FIXED PROPELLER DIAMETER 1854 MM X 2 UNITS
MARINE GEARBOX
: 2 UNITS RATIO 6 : 1
RUDDER & BLADE
:
RUDDER STOCK STREAMLINE x 2 SETS
STEARING GEAR
:
STERN RUDDER ELECTRO HYDROULIC
~ 248 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
STEERING HAIKEWEI YD-1-50/20 SHAFT
: DIAMETER 140 MM
OWS
: HUAN SHUI CYF-0.25 CAPACITY 0.25 M3/H
ANCHOR WINDLASS
: 1 UNIT RCQMJ-26A DAYA 11 KW DI HALUAN, 1 UNIT ELEKTRIK DAYA 7,5 KW DI BURITAN
ANCHOR
: 2 UNITS 800 KG DOUBLE FLUKE DI HALUAN, 1 UNIT J S 270 KG DOUBLE FLUKE DI BURITAN
COMMUNICATION
:
ICOM VHF-RT FM TRANCEIVER, SSB RADIO MARINE TYPE
NAVIGATION
: MAGNETIC COMPASS CPT-130 D, NAVIGATION RADAR MR-1000RII, CLINOMETER QB55-200, SEARCHLIGHT
CTGQ3
DECK EQUIPMENT
:
ECHO SOUNDER DS606A, LIFE RAFT 6 PERSONS
FRESH WATER TANK
: CAPACITY
24,99
m3
FUEL OIL TANK
: CAPACITY
41,113
m2
BOTTOM PLATE
: 10
KEEL PLATE
:
10
MM
MAIN DECK PLATE
:
10
MM
SIDE SHELL PLATE
:
10
MM
BULKHEAD PLATE
:
10
MM
MM
HATCH GRAIN CAPACITY
: 1650 CBM OF SAND
CONVEYOR DISCHARGE CAPACITY
: 1000 CBM PER-HOURS
LENGTH OF BOOM
: 28 METER
ANGLE OF ELEVATION
: 30 DEGREE
BREADTH OF BELT
: 120 CM
THICKNES OF BELT
: 150 MM
MAXIMUM HIGHT
: APPROXIMATELY 12 METER FROM WATER LINE
ENGINE CONVEYOR
: 150 KW (200 HP)
GENSET CONVEYOR
: 115 KW (154 HP)
~ 249 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
SUCTION PIPE SUCTION CAPACITY
: 800 CBM PER-HOURS
LENGTH OF PIPE
: 25 METER
MAXIMUM DEPTH
: APPROXIMATELY 12 METER FROM WATER LINE
ENGINE SUCTION
: 600 KW (804 HP)
4.2
PROSEDUR PENERIMAAN KLAS BANGUNAN KAPAL SUDAH JADI DI BKI:
Pemilik mengajukan permohonan klasifikasi dan permohonan survey ke BKI cabang terdekat. Mengirim dokumen pendukung dan gambar-gambar (rangkap 3) sebagai berikut:
Kapal berbendera asing: o Tonnage Measurement Certificate 1969, Bill of Sale/ Nationality registry, Builder Certificate. IMO Number o Copy certificate klas terdahulu.
Lambung: o General Arrangements, Capacity Plan, Hydrostatic Curves and Cross Curve, loading manual untuk kapal yang mempunyai panjang lebih besar atau sama dengan 65 m, Midship section, Longitudinal and Transverse Bulkheads, Profile and Deck, Shell Expansion, Engine and Steam Foundations, Stem and stern frames, Rudder and rudder stock, Hatch Covers, Fore and Aft End Structures o Loading Instrument (bila ada) user manual and test conditions
Mesin o Machinery Arrangements, Intermediate Thrust and Screw shafts, Stern Tube and Glands, Propeller, Main Engines, Propulsion Gears and clutch systems, Compressed air piping system, Starting Air Receivers, Main Boiler, Super heaters, Economizers and Steam Piping, Fuel Oil Burning System, Cooling Water and Lubricating Oil Systems, Turbines, Bilge and Ballast Piping Diagram, Fire Fighting System, Fuel Oil and Starting Air Systems, Air and Sounding Pipes Systems, Wiring Diagram, Electric Power Balance Calculation, Steering Gear Systems, Piping System and Arrangements. o Torsional Vibration Calculations untuk kapal yang berumur kurang dari 2 tahun.
~ 250 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Melaksanakan survey di atas dok dengan lingkup pemeriksaan sesuai dengan survey pembaruan klas keempat (pengukuran ketebalan pelat, overhaul seluruh instalasi mesin, pencabutan poros propeller, dan lain-lain). Item-item survey yang dilaksanakan sesuai dengan survey pembaharuan klas yang disesuaikan dengan umur kapal. Setelah semua pelaksanaan survey selesai maka diadakan sea trial. Bila hasil sea trial memuaskan, maka kapal diterbitkan sertifikat klas dalam huruf timbul. Sertifikat klas sementara berlaku maksimum 1 tahun, sertifikat lambung timbul (ILLC 1966) berlaku 3 bulan maksimum 5 bulan. Kapal yang pernah mempunyai klasifikasi asing yang diakui internasional, maka BKI dapat melanjutkan pemeriksaan dalam rangka penerimaan klas sesuai survey status kapal tersebut dengan melaksanakan pemeriksaan tertentu dari lambung, instalasi mesin dan listrik. Setelah kapal memenuhi persyaratan BKI maka sertifikat klasifikasi dapat dikeluarkan dan selanjutnya berlaku ketentuan yang sama seperti kapal yang dibangun di bawah pengawasan BKI.
Surveyor BKI menerbitkan Sertifikat Klasifikasi Sementara yang berlaku satu tahun dan Sertifikat Garis Muat Sementara yang berlaku tiga bulan.
Hasil yang didapat di lapangan: Sudah ada Sertifikat Klasifikasi Sementara dan Sertifikat Garis Muat Sementara dari kapal MSE-42.
4.3
PROSEDUR GANTI BENDERA KE RI:
Permohonan Nota Dinas ke Direktur Perkapalan dan Pelayaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut: - Deletion certificate - Bill of Sale (dilegalisir Notaris) - Builder Certificate - Protocol and Delivery Certificate - General Arrangement (drawing) - Class Certificate - Registry Kapal
~ 251 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Hasil yang didapat di lapangan: Sudah ada Surat Laut dan Surat Ukur Internasional, beserta Surat Penggantian Bendera, Penggantian Nama, Pengukuran, Pemeriksaan dan Call Sign Kapal serta Surat Pengesahan Gambar Kapal.
4.
REPARASI YANG DILAKUKAN DALAM RANGKA PEMENUHAN KLAS:
Berdasarkan hasil rekomendasi dari surveyor BKI terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi berupa reparasi bagian-bagian kapal dan untuk memenuhi persyaratan maka dilakukanlah reparasi sesuai rekomendasi dari BKI.
Hasil yang didapat di lapangan: Ada rekomendasi dari BKI berupa perbaikan yang harus dilakukan. 5
KESIMPULAN
Setelah mengerjakan penelitian ini dapat diambil suatu kesimpulan mengenai penelitian ini sebagai berikut: 1.
Klasifikasi kapal merupakan kewajiban bagi para pemilik kapal berbendera Indonesia sesuai dengan UU NO. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan, Inpres No. 5 tahun 2005 tentang Peningkatan Peran Lembaga
Klasifikasi Indonesia
dan Peraturan
Menteri Perhubungan No.
KM.20/2006 yang mengatur tentang Lembaga Klasifikasi Indonesia. 2.
Karena penelitian ini objeknya adalah kapal asing yang dibeli dari China, dalam hal klasifikasi kapal asing yang dibeli dan kemudian dioperasikan di wilayah Indonesia, maka wajib melakukan klasifikasi di Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan memenuhi persyaratan prosedur penerimaan klas bangunan kapal yang sudah jadi, dan kemudian BKI mengeluarkan Sertifikast Klasifikasi Sementara dan Sertifikat Garis Muat Sementara.
3.
Selain itu kapal asing juga wajib melakukan ganti bendera dengan mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementrian Perhubungan dan mendapat Surat Laut dan Surat Ukur Internasional, beserta Surat Penggantian Bendera, Penggantian Nama, Pengukuran, Pemerikasaan dan Call Sign Kapal serta Surat Pengesahan Kapal.
~ 252 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
4.
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Pada penelitian terhadap kapal MSE 42 ternyata banyak hal yang harus dilakukan reparasi perbaikan dalam hal pemenuhan klas BKI, hasil dari penelitian ini telah didapatkan data-data perbaikan dan sekarang kapal telah beroperasi di Bengkulu.
6
DAFTAR PUSTAKA
INPRES Nomor 5 tahun 2005, tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. Khafendi, Kajian Pemenuhan Persyaratan Klasifikasi Kapal Berbendera Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut, Kementrian Perhubungan, 2012. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1964, tentang BKI. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM.20 tahun 2006 tanggal 2 Mei 2006 tentang Kewajiban Bagi Kapal Berbendera Indonesia untuk Masuk Klas pada Biro Klasifikasi Indonesia. Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.Biro Hukum dan KSLN Dephub, Jakarta, 2008.
~ 253 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 254 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PENGARUH PEMAKAIAN MULTI LAYER MATERIAL PADA CASING PEREDAM SUARA MESIN DIESEL Shahrin Febrian S.T, M.Si Fakultas Teknologi Kelautan – Program Studi Teknik Sistem Perkapalan Universitas Darma Persada E-Mail: [email protected] ABSTRAK Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan, menjadikan kapal sebagai satu-satunya pilihan bagi masyarakat untuk bepergian keluar wilayahnya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rute kapal yang beroperasi biasanya dari pagi hingga petang dengan lama pelayaran rata-rata 2 - 3 jam sekali jalan dimana kapal-kapal tersebut umumnya berukuran kecil sehingga mesin dan penumpang seakan berada dalam satu ruangan yang sama. Akibatnya mau tidak mau kebisingan yang ditimbulkan suara mesin tidak dapat dihindari dan kebisingan yang timbul ini tentunya akan sangat berpengaruh pada kesehatan orang jika kebisingan ini melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan jika terjadi terus menerus pada waktu yang lama. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan (yang disebabkan oleh suara mesin dll) telah ditetapkan oleh standar lokal yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja dan Standar Nasional Indonesia (SNI 16-7063-2004) Tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan Dan Radiasi Sinar Ultra Ungu Di Tempat Kerja serta The Maritime International Organization Resoultion sebesar 85 decibel A (dBA). Berdasarkan ketentuan di atas maka dilakukan eksperimen untuk membuat Casing mesin Diesel dari bahan Plywood dan Polyurethane serta Glasswool mampu memenuhi standar dengan penurunan total kebisingan rata-rata sebesar 5,5 dBA dari sebelumnya namun terjadi kenaikan suhu rata-rata 2,3 0C. Kata kunci: Nilai Ambang Batas, Casing, Kebisingan, Polyurethane, Glasswool
1
LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan, dimana jarak antar wilayah kepulauan terpencil yang sulit diakses, menjadikan kapal sebagai satu-satunya pilihan bagi masyarakat untuk bepergian keluar wilayahnya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rute kapal yang beroperasi biasanya dari pagi hingga petang dengan lama pelayaran ratarata 2 s/d 3 jam sekali jalan dimana kapal-kapal tersebut umumnya berukuran kecil sehingga mesin dan penumpang seakan berada dalam satu ruangan yang sama. Akibatnya mau tidak mau kebisingan yang ditimbulkan suara mesin tidak dapat dihindari dan kebisingan yang timbul ini tentunya akan sangat berpengaruh pada kesehatan orang jika
~ 255 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
kebisingan ini melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan jika terjadi terus menerus pada waktu yang cukup lama. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan (yang disebabkan oleh suara mesin dll) telah ditetapkan oleh standar lokal yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja dan Standar Nasional Indonesia (SNI 16-7063-2004) Tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan Dan Radiasi Sinar Ultra Ungu Di Tempat Kerja adalah sebesar 85 decibel A (dBA). Sedangkan dari standar internasional yaitu The Maritime International Organization Resoultion MSC.337(91) Adoption of the Code On Noise Levels On Board Ships untuk kapal-kapal yang mempunya bobot 1.600 s/d 10.000 GT dan melebihi 10.000 GT batasannya adalah 110 dBA, namun karena ukuran mesin yang dipakai pada kapalkapal kecil setara dengan mesin Diesel pada Workshop maka standar yang dipakai adalah standar mesin pada Workshop yaitu sebesar 85 dBA. Berdasarkan ketentuan di atas dan pengalaman yang didapat maka diduga kebisingan yang terjadi pada ruangan penumpang kapal motor angkutan ini melebihi ketentuan, sehingga perlu diadakan penelitian guna mengetahui lebih lanjut tingkat kebisingan agar masalah polusi suara yang ditimbulkan akibat bisingnya suara mesin Diesel ini dapat diminialisir agar sesuai dengan syarat keamanan dan kesehatan. 2
PERUMUSAN MASALAH
Dalam menyempurnakan persoalan ini perlu diperhatikan beberapa hal seperti desain casing, efektifitas casing dalam meredam / mereduksi suara dan biaya pembuatan casing yang terjangkau. Material yang mungkin bisa digunakan adalah Fiberglass board, Sprayed Cellulose Fiber, Asbes, Plywood, Glasswool, dan Polyurethane (PU). 3
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang hendak dicapai penulis adalah: 1. Mengetahui tingkat peredaman suara setelah penambahan Glasswool pada lapisan Polyurethane. 2. Mengetahui kenaikan temperatur operasi mesin Diesel setelah modifikasi selesai diaplikasikan.
~ 256 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
4
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
BATASAN MASALAH
Karena keterbatasan waktu dan sumber daya, maka penulis memberi batasan atasan masalah pada laporan ini sebagai berikut: 1. Pengambilan sampel suara atau SPL (Sound Pressure Level) dilakukan secara general tanpa menghiraukan rentang frekuensi yang ada. 2. Tidak dilakukan perhitungan secara teoritis terlebih dahulu tentang kemampuan material peredam suara yang dipakai.
5 5.1
TINJAUAN PUSTAKA TEORI SUARA
Definisi dari gelombang suara adalah gangguan yang dirambatkan pada medium elastik, yang berupa gas, cair, atau padat dimana seseorang menerima suara berupa getaran pada gendang telinga dalam daerah frekuensi pendengaran manusia. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik dan ketika suara menabrak suatu batas dari medium yang dilewatinya, maka energi dalam gelombang bunyi dapat diteruskan, diserap atau dipantulkan oleh batas tersebut. Pada umumnya ketiganya terjadi pada derajat tingkat yang berbeda, tergantung pada jenis batas yang dilewatinya (S Lord, H. W., Gatley, W. S., Evensen, H. A., 1980). Fenomena gelombang suara yang terjadi berupa suara yang diserap (absorb), dipantulkan (reflected) dan diteruskan (transmitted) dapat dilihat pada gambar berikut:
Gbr. 2.1 Fenomena gelombang suara oleh suatu bahan (FTI ITB)
~ 257 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Sound Absorbtion atau penyerapan suara merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas. Pada umumnya, kayu menyerap suara yang diarahkan kepadanya. Kecepatan suara di kayu lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan suara di besi ataupun kaca, hal ini dikarenakan kayu memiliki pori-pori (Jailani M, Nor M, Jamaludin N, Tamiri FM. 2004). Menurut Tsoumis. G (1991), bagian dari energi akustik yang masuk ke dalam kayu diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi termal atau lebih tepat disebut absorp sound. Kemampuan dari kayu untuk menyerap suara biasa diukur dengan coefficient of sound absorbtion. Material akustik dapat dibagi ke dalam tiga kategori dasar, yaitu material penyerap (absorbing material), material penghalang (barrier material), material peredam (damping material) (Lewis & Dougals 1993). Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resitif, berserat (fibrous) dan berpori (porous). Besarnya energi suara yang dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung pada jenis dan sifat dari bahan atau material tersebut. Pada umumnya bahan yang berpori (porous material) akan menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya, karena dengan adanya pori-pori tersebut maka gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi suara
yang diserap oleh bahan akan
dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor (Lucky 2011). Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai koefisien absorbsi (α):
Pemahaman masyarakat umum tentang bahan peredam suara adalah bahan yang dapat mengurangi kebocoran suara di sebuah ruangan. Bahan peredam suara tersebut dapat juga mengurangi pantulan suara di dalam ruangan. Material peredam suara yang umum digunakan untuk keperluan tersebut adalah: rockwool, glasswool, karet busa, gabus, foam dan sebagainya dimana material bisa berwujud sebagai material yang berdiri sendiri atau
~ 258 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
digabungkan menjadi sistem absorber. Sehingga kesalahan pemahaman tersebut menyebabkan permasalahan kegagalan pekerjaan dalam mengatasi kebocoran suara ataupun penyerapan pantulan suara. Kemampuan sebuah material peredam suara untuk menginsulasi suara ditentukan dengan nilai STC (Sound Transmission Class) yang mana adalah nilai tunggal yang dinyatakan dalam besaran dBA (decibel). Metode tes standar yang paling umum digunakan untuk mengklasifikasikan sifat transmisi suara penghalang adalah ASTM E 90 dan ASTM E 413. Semakin tinggi rating STC, semakin efektif penghalang adalah untuk mengurangi transmisi frekuensi suara yang paling umum.
Material penyerap suara (Sound Absorption Material) adalah material yang mampu menyerap energi suara seperti pada gambar berikut:
Gbr. 2.4 Material Penyerap Suara
Material penyerap suara umumnya dipakai untuk meredam suara yang memantul dalam sebuah ruangan seperti gambar di bawah ini: Kemampuan sebuah material peredam suara untuk menyerap suara ditentukan dengan nilai NRC (Noise Reduction Coefficient) atau Sound Absorption Coefficient yang mana semakin tinggi rating NRC maka semakin baik mengurangi kebisingan. 5.2
URAIAN POLYURETHANE (PU)
Polyurethane merupakan polymeric material yang mengandung grup urethane dengan rumus kimia -NH-CO-O- yang dihasilkan dari campuran 2 jenis bahan kimia yaitu A (Polyol) dan B (Isocyanate) yang diaduk secara bersama-sama sehingga terjadi reaksi dan membentuk Foam. Fungsi dari Polyurethane adalah sebagai bahan isolasi temperatur dan
~ 259 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
juga memiliki kelebihan sebagai bahan penyerap suara, ringan serta rigrid sebagai bahan konstruksi.
Polyurethane juga terdapat dalam berbagai bentuk, seperti busa lentur, busa keras, pelapis anti bahan kimia, bahan perekat, dan penyekat, serta elastomers.
Busa keras polyurethane digunakan sebagai bahan penyekat pada gedung, pemanas air, alat transport berpendingin, serta pendingin untuk industri maupun rumah tangga. Busa ini juga digunakan untuk flotation dan pengaturan energi. Busa lentur polyurethane digunakan sebagai bahan pelembut pada karpet dan kain pelapis furniture, kasur, dan mobil. Busa tersebut juga digunakan sebagai pengepak barang. Perekat dan penyekat polyurethane digunakan dalam konstruksi, transportasi, kapal, dan kegunaan lain yang membutuhkan kekuatan, tahan lembab, serta sifat tahan lama dari polyurethane tersebut. Istilah “polyurethane elastomer” meliputi produk turunannya antara lain, thermoplastic polyurethane, cast elastomer, dan produk-produk Reaction Injection Molded (RIM). Bahan-bahan ini meliputi banyak ragam kegunaan, dari sepatu dan roda skate sampai perlengkapan rumah, lintasan atletik, serta alat-alat elektronik. Kelebihan utama polyurethane adalah bentuknya yang cair. Untuk pengaplikasiannya, cairan tersebut disemprotkan ke media aplikasi yang diinginkan. Misalnya: dinding, ruang Karaoke, tangki(untuk pelapisan), dan dak beton. Setelah disemprotkan, cairan tadi akan mengering dalam hitungan detik. bereaksi dengan membentuk foam. Gelembung itu lalu menempel erat di permukaan bangunan. Gelembung/foam itulah yang lalu bekerja sebagai penahan rambatan panas, penahan bocor, dan peredam suara. Gelembung tersebut pun cocok menjadi pengganti bahan insulator lain yang sudah ada. Perihal beban massa yang dimiliki, polyurethane juga mempunyai berat jenis yang tidak membebani suatu bangunan. Sebab, polyurethane sangat ringan. Berat jenis yang dimilikinya hanya sekitar 36 Kg/m3. Hasil pengujian oleh produsen menunjukkan bahwa nilai koefisien rambatan panas yang dihasilkan oleh polyurethane hanya sekitar 0,017. Itu pertanda bahwa setelah ditempeli polyurethane, kapasitas panas yang diteruskan ke suatu bangunan sangat sedikit.
~ 260 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Pemilihan Polyurethane sebagai material absopsi dikarenakan mempunyai sifat porous, dimana sifat ini berfungsi sebagai penyerap energi suara menjadi energi lain. Jadi ada energi suara yang diubah menjadi energi panas, dan hal ini mengakibatkan suara yang dipantulkan menjadi berkurang. Karakteristiknya antara lain adalah pada frekuensi rendah, Koefisien Absorpsi (α) kecil dan semakin tinggi frekuensinya, α juga semkain bersar seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel. 2.1 Koefisien Absorbsi Beberapa Bahan Dasar (Polyurethane) Material Fibrous glass
Fekuensi 125
250
500
1000
2000
4000
0.07
0.23
0.48
0.83
0.88
0.8
0.2
0.55
0.89
0.97
0.83
0.79
0.39
0.91
0.99
0.97
0.94
0.89
1/4-inch thick
0.05
0.07
0.1
0.2
0.45
0.81
1/2-inch thick
0.05
0.12
0.25
0.57
0.89
0.98
1 inch thick
0.14
0.3
0.63
0.91
0.98
0.91
2 inches thick
0.35
0.51
0.82
0.98
0.97
0.95
1/2-inch thick
0.05
0.07
0.29
0.63
0.83
0.87
1 inch thick
0.06
0.31
0.8
0.88
0.87
0.87
(typically 4 lb/cu ft ) hard backing) 1 inch thick 2 inches 4 inches thick Polyurethane foam (open cell)
Hairfelt
5.3
URAIAN GLASSWOOL
Glasswool adalah material insulasi yang terbuat dari serat fiberglass yang melalui proses tertentu sehingga bertekstur seperti wol / bulu domba. Glasswool masih banyak digunakan karena kemampuannya sebagai insulasi panas dan insulasi suara yang baik tetapi dengan harga yang terjangkau. Meski sebenarnya glasswool
~ 261 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
juga memiliki beberapa kekurangan seperti : kontak fisik langsung dengan glasswool akan menimbulkan iritasi kulit yang menyebabkan gatal-gatal selain itu glasswool bersifat karsinogen bagi manusia jika terhirup (melalui sistem pernafasan) dalam jangka waktu lama. Fungsi glasswool adalah mengurangi intensitas suara dari resonansi panel yang sampai ke telinga. Prinsip kerjanya adalah mengubah energi gerak (getaran) menjadi energi panas akibat tumbukan molekul-molekul dalam bidang peredam suara. Bahan peredam suara umumnya adalah material yang bersifat lembut dan berpori seperti busa, glasswool, rockwool dan sejenisnya.Karena selain sangat efektif menurunkan instensitas suara,juga elastis dan tidak menyerap air (umumnya peredam suara yang lain menyerap air). Berikut adalah nilai Koefisien Absorpsi (α) untuk bahan Glasswool:
Tabel. 2.2 Koefisien Absorbsi Beberapa Bahan Dasar (Glasswool)
~ 262 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
6
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
METODOLOGI PENELITIAN
START
Studi Literatur tentang
Material Tambahan
Penambahan Material Baru Pada Casing Existing
Pengujian Tingkat Peredaman Suara
Analisa dan Kesimpulan
FINISH
~ 263 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
7
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
HASIL DAN ANALISA
Pada pengambilan sampel sumber kebisingan ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar sesuai dengan standar yang berlaku: 1. Pengukuran dilakukan dengan jarak antara 1-3 meter dari mesin. 2. Ketinggian pengukuran adalah 1,2-1,6 m dari permukaan. 3. Interval waktu pengukuran adalah 60 detik dengan batas akhir pengukuran adalah menit ke 5.
Pada pengukuran jarak 1 Meter dimana kondisi 1 (mesin berjalan dengan casing Polyurethane) terlihat bahwa perbedaan rata-rata dengan kondisi 2 (casing sudah ditambahi Glasswool ketika mesin berjalan) adalah sebesar 5,1 dBA, sedangkan pada jarak 2 Meter perbedaannya 5,3 dBA dan pada jarak 3 M perbedaanya 5,7 dBA sehingga total rata-rata penurunan kebisingan secara keseluruhan adalah 5,33 dBA. Sedangkan perbedaan suhu operasi mesin Diesel hanya naik cukup signifikan yaitu sebesar 2,2 0C sehingga perlu diperhitungkan. 8
KESIMPULAN
Dari eksperimen yang dilakukan terlihat bahwa terjadi penurunan tingkat kebisingan ratarata secara keseluruhan tidak terlalu signifikan, sementara kenaikan suhu operasi mesin Diesel meningkat cukup signifikan yaitu 2,2 0C sehingga penggunaan lapisan tambahan berupa Glasswool pada lapisan Polyurethane yang telah terpasang perlu dicermati karena tidak cocok untuk dipakai dalam pengoperasian mesin yang cukup lama. Selain itu dengan pemakaian Polyurethane telah dirasa cukup untuk memenuhi standar yang ada tanpa resiko panas terhadap mesin.
9
SARAN
Ada beberapa hal yang menjadi bahan pemikiran untuk perbaikan dari eksperimen ini:
~ 264 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
1. Jika masih ingin menggunakan lapisan tambahan berupa Glasswool, maka perlu dipikirkan mengenai ventilasi dari Casing. 2. Perlu dipikirkan kembali penggunaan material peredam suara lain yang lebih ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Asfahl, C. Ray, (1999), Industrial Safety and Health Management, Prentice Hall, New Jersey. Doelle, L. Lesley (1993) Akustik Lingkungan, Erlangga, Jakarta. F. Alton Everest & Ken Pohlman (2009) Master Handbook of Acoustics, 5th Edition Digital Edition Hewlett Packard (1968) Acoustics Handbook. Digital Edition. Jailani M, Nor M, Jamaludin N, Tamiri FM. 2004. A Preliminary Study of Sound Absorption Using Multi-Layer Coconut Coir Fibers. Electronic Journal "Technical Acoustics" Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, 1991, Jakarta. Lawrence E. Kinsler, Austin R. Frey, Alan B, Coppens and James V. Sanders (1982) Fundamentals of Acoustics, 3rd Edition. John Wiley & Sons. Lewis H. Bell, Dougals H. Bell., 1994, Industrial Noise Control Fundamentals and Applications, New York. Manga, J.B (1993) Pemilihan Mesin Utama Untuk Pendorong Kapal Penangkap Ikan. Majalah Ilmiah UNHAS LONTARA XXIX S Lord, H. W., Gatley, W. S., Evensen, H. A., (1980), Noise Control for Engineers, Mc Graw Hill Bo. Co., New York. Satwoko, Prasasto (2008) Fisika Bangunan, CV. Andi, Jogjakarta. Standar Nasional Indonesia, SNI (2004) Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan dan Radiasi Sinar Ultra Ungu Di Tempat Kerja (SNI 16-7063-2004), Jakarta. Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Utilization). New York : Van Nostrand
~ 265 ~
Wood (Structure, Properties,
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 266 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PALABUHAN RATU Shanty Manullang *) T.D. Novita *) * Dosen pada Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan [email protected]
ABSTRAK Longline merupakan salah satu alat tangkap yang efektif dan khusus ditujukan untuk menangkap ikan tuna. Kapal tuna longline sebagai salah satu armada penangkapan, saat ini masih menjadi andalan bagi unit usaha penangkapan Tuna Kabupaten Sukabumi. Pengetahuan tentang keragaan teknis kapal di suatu perairan diharapkan dapat memberikan gambaran kecenderungan dimensi dan bentuk dari keragaan kapal di daerah palabuhanratu. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan sehingga dapat dikaji nilai keragaan teknis kapal tuna Longline di Kabupaten Sukabumi. Nilai tersebut kemudian digunakan untuk menganalisis keragaan kapal berdasarkan dimensi utamanya. Metode yang dilakukan pada saat mengumpulkan data adalah metode survey menggunakan data kapal longline yang bersandar di Palabuhanratu sedangkan untuk pengolahan datanya menggunakan simulasi numeric untuk memeroleh dimensi dan bentuk kapal longline. Kapal longline yang diteliti memiliki nilai L/B dibawah nilai acuan sedangkan nilai L/D dan B/D berada diatas nilai acuan berdasarkan standar Inamura sedangkan menurut Iskandar dan Pujiati kapal longline yang diteliti L/B antara 2,8 - 4,18 (untuk panjang kapal antara 15 - 20 m) dan Nilai ini berada di bawah nilai acuan, Kata kunci : kapal longline,Kajian teknis dan Dimensi Utama.
1
PENDAHULUAN
Sifat oseanografi dari setiap perairan berbeda-beda, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhinya di antaranya angin muson (monsoon) dan dari pengaruh samudera-samudera di sekitarnya (Nontji, A. 1987). Dalam usaha penangkapan, pengetahuan tentang parameter oseanografi yang menggambarkan sifat lingkungan fisik atau dinamik perairan seperti sirkulasi air atau arus, pasang surut dan gelombang adalah sangat penting.
Parameter oseanografi terutama gelombang sangat mempengaruhi
keragaan kapal di setiap perairan berbeda sehingga keberhasilan usaha penangkapan akan sangat ditentukan oleh kemampuan kapal dalam menahan pengaruh gelombang dan beban cuaca.
~ 267 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Kapal longline adalah Kapal yang menggunakan longline sebagai alat untuk menangkap ikan. Kapal longline dibangun sesuai dengan kontruksi yang diserasikan dengan bentuk, cara penggunaan alat tangkap dan daerah penangkapan dimana kapal tersebut akan dioperasikan. Kapal ini mudah dikenali dari bentuknya yang mirip kapal perang, ditandai dengan gudang tempat alat tangkap di bagian buritan, mempunyai dek bawah di bagian depan dari bagian tengah (Simorangkir diacu dalam Ardani 1995). Kapal longline umumnya dipakai untuk menangkap ikan Tuna, sehingga kapal ini sering disebut dengan kapal tuna longline. Desain merupakan hal yang penting dalam pembangunan kapal ikan (Fyson, 1985). Sesuai dengan perbedaan jenis kapal ikan, maka desain dan konstruksi kapal dibuat berbeda-beda dengan memperhatikan persyaratan teknis pengoperasian setiap jenis kapal berdasarkan alat tangkap yang dioperasi-kan. Bentuk badan kapal bergantung pada ukuran utama, perbandingan ukuran utama dan koefisien bentuk kapal (Fyson, 1985). Ukuran utama kapal terdiri dari panjang kapal (L), lebar kapal (B), tinggi/dalam kapal (D) dan draft/sarat air kapal (d). Kesesuaian rasio dimensi sangat menentukan kemampuan suatu kapal ikan, karena akan mempengaruhi resistensi kapal (nilai L/B), kekuatan memanjang kapal (nilai L/D) dan stabilitas kapal (nilai B/D) (Fyson, 1985). Longline merupakan salah satu alat tangkap yang efektif dan khusus ditujukan untuk menangkap
ikan
tuna,
karena
konstruksinya
mampu
menjangkau
kedalaman
renang (Swimming layer) dan sangat sesuai untuk dioperasikan di perairan ZEEI 200 mil. Potensi lestari sumberdaya hayati perikanan tuna di perairan teritorial dan ZEEI diperkirakan 258,8 ribu ton per tahun (Anonymus,1983 ). Bertambahnya potensi perikanan tuna dari ZEEI merupakan tantangan bagi kita untuk dapat mengelola dan memanfaatkannya secara rasional. Kapal Tuna Longline sebagai salah satu armada penangkapan, saat ini masih menjadi andalan bagi unit usaha penangkapan Tuna Kabupaten Sukabumi.
Informasi tentang
keragaan teknis kapal di suatu daerah diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kecenderungan dimensi dan bentuk dari kelompok kapal daerah tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian yang terkait dengan jumlah dan karakter teknis sebuah kapal di suatu daerah tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan sehingga
~ 268 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Kajian Teknis dan Karakteristik Kapal Longline di Perairan Palabuhanratu dapat diketahui. Kajian tersebut kemudian digunakan untuk mengkaji dan mengidentifikasi keragaan kapal berdasarkan dimensi utamanya, dan bermanfaat sebagai bahan informasi umum yang dierlukan bagi ara enentu kebijakan pengembangan kapal perikanan dalam standarisasi ukuran kapal longline di perairan palabuhanratu.
Gambar 1. Peta Wilayah pengeloaan perikanan Republik Indonesia (Statistik DITJEN KKP 2011)
Gambar 2. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu
~ 269 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
2 2.1
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
METODOLOGI PENELITIAN DATA YANG DIGUNAKAN
Kajian ini menggunakan 2 (dua) data yaitu data Perairan merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil Quisioner, sedangkan data kapal (data primer) yang diperoleh dari syahbandar Palabuhanratu spesifikasi kapal diteliti yang diperoleh diterakan pada Tabel 1. 2.2
ANALISI DATA
Data Kapal dikumpulkan dan diolah dengan metode simulasi berdasarkan perhitungan Naval architecture (parameter hidrostatis) dengan memakai program exel sedangkan untuk data kapal dipakai software Autocad. Ananlisis data dibandingkan dengan nilai-niali acuan yang diambil dari standar Namuara (1968) serta Iskandar & Pujiati (1995) 3
HASIL DAN PEMBAHASA
Inamura (1968) menyatakan perbandingan nilai dimensi kapal yang dapat mempengaruhi karakteristik bentuk kapal itu sendiri seperti : 1. Nilai rasio L/B berpengaruh terhadap tahanan gerak kapal, semakin kecil nilai rasio ini akan berakibat buruk terhadap kecepatan 2. Nilai rasio L/D berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal, semakin besar nilai rasio ini mengakibatkan kekuatan memanjang akan melemah 3. Nilai rasio B/D berpengaruh terhadap stabilitas kapal, semakin besar nilai rasio ini mengakibatkan stabilitas kapal lebih baik tetapi propulsive abilitynya akan memburuk.
Gambar 3. Kapal Longline 30 GT yang sedang bersandar di PPN Palabuhanratu (sumber : Shanty pic.)
~ 270 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
3.1
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
SPESIFIKASI TEKNIS KAPAL LONGLINE YANG DITELITI
DIMENSI
UTAMA Keragaan (performance) kapal dapat dilihat dari beberapa parameter teknis dari kapal tersebut, diantaranya dimensi utama, parameter hidrostatis, gambar rancangan umum dan gambar rencana garis kapal.
Kapal longline yang digunakan nelayan di Kabupaten
Sukabumi untuk menangkap ikan Tuna memiliki spesifikasi yang disajikan pada Tabel 1. Dari hasil perhitungan rasio dimensi utama yang terdiri dari L/B, L/D dan D/B diperoleh nilai-nilai seperti yang disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 1. Dimensi Utama Kapal yang diteliti No
Nama Kapal
L (m)
B (m)
D (m)
GT
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20 21. 22. 23.
Lingsar_06 Margo Abadi Mitra Jaya_V Cahaya Bahari_01 KM Cakra Bahari Gunawan 28 Jaya-1 Hasil Laut_32 Mahkota Abadi_39 Koyong Jaya_V Kawi Jaya Arabika Jaya_1 Puspita_1 Restu Segara_22 KM Bintang Selatan Senang Hati_III KM Bahari_03 Berkah Sahabat Anita Jaya_XI Trans Bahari_3 Anna Rizky_7 Ateria Daya Mulia Maju Jaya Maju Jaya I
23.80 18.30 20,48 19,14 18,85 17.00 18.14 20.20 20.54 19.85 18.80 18.13 17.85 17.43 17.25 16.06 22.48 18.50 17.60 17.40 18.00 18.80 18.70
6.80 4.90 5,62 5,72 5.21 4.60 5.90 4.28 5.21 5.10 4.60 4.60 3.77 4.34 4.52 4.10 6.34 4.80 6.20* 4.40 5.00 4.50 4.50
2.10 1.60 1.86 1.31 1.52 1.65 2.22 2.07 1.10 1.15 1.50 1.25 1.72 1.60 1.40 1.79 2.68 2.00 1.75 1.80 1.60 1.60 1.70
69 40 48 30 30 30 58 82 30 35 29 28 31 30 28 30 87 40 38 30 30 30 30
~ 271 ~
Mesin penggerak/PK Motor, 380 PK Mesin, 280 PK Mesin, 220 PK Mesin, 280 PK Mesin, 280 PK Mesin, 120 PK Motor, 220 PK Motor, 600 PK Mesin, 295 PK Mesin, 160 PK Mesin, 120 PK Mesin, 84 PK Motor, 220 PK Mesin, 180 PK Mesin, 120 PK Motor, 90 PK Mesin, 370 PK Mesin, 180 PK Mesin, 320 PK Mesin, 120 PK Mesin, 100 PK Mesin, 220 PK Mesin, 220 PK
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 2. Perbandingan Dimensi Utama Longline yang diteliti pada Panjang Kapal 15 -20 m No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Kapal Margo Abadi Cahaya bahari_01 KM Cakra Bahari Gunawan 28 Jaya_1 Hasil Laut_32 Anita Jaya_XI Trans Bahari_3 Anna Rizky_7 Ateria Daya Mulia Maju Jaya Maju Jaya 1
L/B 3,73 3,35 3,62 3,70 3,07 3,85 2,84 3,95 3,60 4,18 4,16
Dimensi Utama L/D 11,44 14,61 12,40 10,30 8,17 9,25 10,06 9,67 11,25 11,75 11,00
B/D 3,06 4,37 3,43 2,79 2,66 2,40 3,54 2,44 3,13 2,81 2,65
Tabel 3. Perbandingan Dimensi Utama Longline yang diteliti pada Panjang Kapal 20 -25 m Dimensi Utama No
Nama Kapal
L/B
L/D
B/D
1
Lingsar _06
3,50
11,33
3,24
2
Mitra jaya _V
3,64
11,01
3,02
3
Mahkota Abadi_39
4,72
9,76
2,07
4
Koyong Jaya_V
3,94
18,67
4,74
5
Berkah Sahabat
3,55
8,39
2,37
Rasio dimensi utama kapal perlu diketahui dengan jelas karena besaran rasio ini berpengaruh terhadap stabilitas maupun ketahanan kapal. Menurut Iskandar dan Pujiati (1995) nilai rasio L/B dan L/D untuk kapal sejenis longline (static gear) lebih besar dibandingkan dengan kapal-kapal yang lain sehingga membutuhkan stabilitas yang cukup tinggi karena kondisi ini dibutuhkan pada saat melakukan operasi penangkapan baik itu pada saat setting maupun hauling karena kapal beroperasi dengan kecepatan v = 0 sedangkan menurut Ayodyoa (1972) khusus untuk kapal-kapal Tuna longline umumnya mempunyai nilai L dan D yang besar.
~ 272 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
3.2
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE YANG DITELITI
3.2.1 Nilai Acuan Iskandar dan Pujiati (1995) Tabel 4. Perbandingan Dimensi Utama kapal Longline yang diteliti dengan Panjang 15 -20 No
Nama Kapal
1 2 3
Margo Abadi Cahaya bahari_01 KM Cakra Bahari Gunawan 28 Jaya_1 Hasil Laut_32 Anita Jaya_XI Trans Bahari_3 Anna Rizky_7 Ateria Daya Mulia Maju Jaya Maju Jaya I
4 5 6 7 8 9 10 11
Longline yang diteliti L/B L/D B/D 3.73 11.44 3.06 3.35 14.61 4.37 3.62 12.40 3.43 3.70 3.07 3.85 2.84 3.95
10.30 8.17 9.25 10.06 9.67
2.79 2.66 2.40 3.54 2.44
3.60 4.18 4.16
11.25 11.75 11.00
3.13 2.81 2.65
Dimensi Longline Acuan L/B L/D B/D
2.83 - 11
4.5817.28
0.96 - 4.68
m berdasarkan metode operasi di beberapa daerah di Indonesia (Iskandar dan Pujiati, 1995) untuk kapal static gear.
Tabel 5. Perbandingan Dimensi Utama kapal Longline yang diteliti dengan Panjang 20- 25 m berdasarkan metode operasi di beberapa daerah di Indonesia (Iskandar dan ujiati, 1995) untuk kapal static gear.
No 1 2 3 4 5
Nama Kapal Lingsar _06 Mitra jaya _V Mahkota Abadi_39 Koyong Jaya_V Berkah Sahabat
Dimensi Longline yang diteliti L/B L/D B/D 3.50 11.33 3.24 3.64 11.01 3.02 4.72 9.76 2.07 3.94 18.67 4.74 3.55 8.39 2.37
Dimensi Longline Acuan L/B L/D B/D
2.83 - 11
4.58 17.28
0.96 - 4.68
Dari Tabel 4 terlihat bahwa nilai L/B pada kapal longline yang dikaji untuk panjang kapal (L) antara 15 - 20 m adalah antara 2.84 - 4,18. Nilai ini sudah sesuai dengan nilai acuan sehingga kapal ini memiliki tahanan gerak yang baik,yang mengakibatkan kecepatannya stabil. Nilai L/D juga sesuai dengan nilai acuan (8.17 – 14.61) kapal ini memiliki kekuatan
~ 273 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
memanjang yang baik yang berpengaruh terhadap olah gerak dan stabilitasnya (B/D 2.40 – 4.37) Sedangkan pada table 5 terlihat ada 2 nilai yang tidak sesuai dengan standart yaitu nilai L/D (18,67) yang berada diatas nilai acuan. Nilai ini akan berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal, Lebih kecilnya ukuran D kapal mengakibatkan kapal longline tersebut diduga memiliki kekuatan longitudinal yang tidak sebaik kapal acuan. Dikhawatirkan apabila kapal tersebut berada di atas dua puncak gelombang, risiko patah secara longitudinal menjadi lebih besar. B/ D (4.74) yang berada diatas nilai acuan Kondisi ini menunjukkan ukuran D kapal terlalu kecil untuk kapal dengan L dan B kapal yang diacu atau ukuran B kapal terlalu besar untuk D kapal yang diacu. Akan tetapi, mengecilnya ukuran D kapal pada ukuran B kapal yang diacu, memberikan dampak yang positif terhadap stabilitas kapal. Dimana dalam kondisi tersebut ABK dapat bekerja dengan baik karena kurangnya sentakansentakan yang diakibatkan gelombang laut pada waktu setting dan hauling 3.2.2 Nilai Acuan Nomura dan Yamazaki (1975)
Tabel 6. Perbandingan Dimensi Utama kapal Longline yang diteliti dengan Panjang 15 20m berdasarkan Nomura dan Yamazaki (1975) No
Nama Kapal
Longline yang diteliti L/B
L/D
B/D
3.73
11.44
3.06
3.35
14.61
4.37
3.62
12.40
3.43
4
Margo Abadi Cahaya bahari_01 KM Cakra Bahari Gunawan 28 Jaya_1
3.70
10.30
2.79
5
Hasil Laut_32
3.07
8.17
2.66
6
Anita Jaya_XI
3.85
9.25
2.40
7
Trans Bahari_3
2.84
10.06
3.54
8
3.95
9.67
2.44
9
Anna Rizky_7 Ateria Daya Mulia
3.60
11.25
3.13
10
Maju Jaya
4.18
11.75
2.81
11
Maju Jaya 1
4.16
11.00
2.65
1 2 3
~ 274 ~
Dimensi Longline Acuan L/D B/D L/B
4.10 - 4.70
8.50 9.50
1.90- 2.30
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 7. Perbandingan Dimensi Utama kapal Longline yang diteliti dengan Panjang 20- 25 m dengan niali Acuan dari INamura
No 1 2 3 4 5
Nama Kapal Lingsar _06 Mitra jaya _V Mahkota Abadi_39 Koyong Jaya_V Berkah Sahabat
Dimensi Longline yang diteliti L/B L/D B/D 3.50 11.33 3.24 3.64 11.01 3.02
L/B
4.72
9.76
2.07
4.30 - 4.90
3.94 3.55
18.67 8.39
4.74 2.37
Dimensi Longline Acuan L/D B/D
8.50 - 9.50
1.90 - 2.30
Dari tabel 6 dan 7 Kondisi ini menunjukkan bahwa kapal longline yang diteliti memiliki lebar kapal (B) yang lebih besar jika dibandingkan dengan panjang kapal (L) yang diacu. B yang lebih besar mengakibatkan kapal tersebut mendapat hambatan gerak yang lebih besar yang pada akhirnya akan mengurangi laju kecepatan gerak kapal tetapi sebaliknya besarnya nilai B/D kapal longline menunjukkan ukuran D kapal terlalu kecil untuk kapal dengan L dan B kapal yang diacu atau ukuran B kapal terlalu besar untuk D kapal yang diacu. Akan tetapi, mengecilnya ukuran D kapal pada ukuran B kapal yang diacu, memberikan dampak yang positif terhadap stabilitas kapal. Dimana dalam kondisi tersebut ABK dapat bekerja dengan baik karena kurangnya sentakan-sentakan yang diakibatkan gelombang laut pada waktu setting dan hauling. Sedangkan nilai L/D kapal longline yang diteliti berada jauh diatas nilai acuan yang berlaku, menurut Herlina (1993) kapal longline umumnya memerlukan panjang (L) dan (D) yang besar, karena diperlukan gerakan kelincahan dan stailitas yang baik sewaktu menarik alat tangkap. Susanto et all (2011) menyatakan bahwa kapal penangkap ikan static gear yang beroperasi di perairan Indonesia memiliki keragaman dimensi yang tinggi. 4
KESIMPULAN
4.1
KESIMPULAN
1.
Kapal Longline yang diteliti memiliki nilai L/B dibawah nilai acuan sedangkan nilai L/D dan B/D berada diatas nilai acuan berdasarkan standar Inamura
2.
Berdasarkan penelitian dari Iskandar dan Pujiati kapal Longline yang diteliti L/B
~ 275 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Kapal yang diteliti untuk panjang kapal (L) antara 15 - 20 m adalah antara 2,8 - 4,18 dan Nilai ini berada di bawah nilai acuan, 4.2
SARAN
Sebaiknya untuk kapal longline panjang kapal harus seimbang dengan lebarnya, sehingga kapal tidak mengalami hambatan yang besar dalam melakukan olah geraknya
5
DAFTAR PUSTAKA
Ardani. 1995. Efisiensi Pengoperasian unit Penangkapan Longline untuk produk tuna segar: studi kasus di PT. Kraminabana Bina Artha, Muara Baru, Jakarta. Skripsi pada Fakultas Perikanan IPB (tidak dipublikasikan). Bogor. 90 hal. Ayodhyoa. 1972. Suatu pengenalan Fishing Gear. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor DITJEN KKP. 2011,. Statistik Perikanan Tangkap di Indonesia (Laporan Tahunan 20102011) Fyson, J. 1985. Desingn of Small Fishing Vessel. Fishing News Books Ltd. England. Herlina, R., 1993. Rawai Tuna. Laporan Praktek Lapang (tidak dipublikasikan). Bogor. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan, Jususan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hal 34-90. Inamura, K. 1968. Gysenron. Suppasha Publishing Company, Tokyo, Japan. Iskandar, B.H. dan Pujiati Sri. 1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Perairan Indonesia. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan IPB.Bogor. Nomura, N. dan T. Yamazaki. 1975. Fishing Tecnique I. Japan International Cooperation Agency. Tokyo. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit djambatan. Jakarta 368 hal Susanto. A, B.H.Iskandar dan M.Imron. 2011. Stabilitas Statis Kapal Static Gear di Palabuhanratu (Studi Kasus KM PSP 01). Marine Fisheries- Jurnal Teknologi Dan Manajemen Perikanan Laut. Vol.2, No.1, Mei 2011. ISSN : 2087 -4235. http://www.afma.gov.au/wp-content/uploads/2010/06/pelagic_longline.jpg
~ 276 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
KAJIAN EMISI GAS BUANG DARI KAPAL DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK Arif Fadillah Jurusan Teknik Perkapalan, Fak. Teknologi Kelautan [email protected] ABSTRAK Indonesia merupakan negara kepulauan dimana penggunaan kapal sebagai transportasi laut tidak dapat dihindarkan. Transportasi laut, terutama yang menggunakan kapal motor sebagai penggerak, merupakan salah satu sumber pencemar udara. Kapal motor mulai dari ukuran yang kecil sampai yang besar umumnya menggunakan minyak diesel sebagai bahan bakar motor. Minyak diesel yang dibakar di mesin kapal mengeluarkan sejumlah gas seperti NOx, SOx, CO2. Semua gas tersebut menjadi penyebab pemanasan global yang memicu perubahan iklim dan dapat berdampak pada kualitas kesehatan manusia yang berada di pelabuhan. Dalam penelitian ini dilakukan kajian emisi gas buang dari kapal di Pelabuhan Tanjung Priok. Pengolahan data dan analisa dilakukan terkait dengan peraturan daan perundangan, pelayanan kapal, fasilitas pelabuhan dan data kapal yang berkunjung. Hasil perhitungan yang dilakukan terhadap emisi dari kapal di Pelabuhan Tanjung Priok memperlihatkan bahwa dari tahun ke tahun, baik untuk kapal luar negeri dan dalam negeri mengalami kenaikan total emisi gas buang dari kapal. Untuk studi selanjutnya terkait dengan gas emisi buang perlu dilakukan strategi penurunan emisi gas buang dari kegiatan kapal di pelabuhan. Kata kunci : emisi gas buang, transportasi laut, pelabuhan Tanjung Priok
1
PENDAHULUAN
Perkembangan perdagangan dunia baik nasional maupun internasional setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dimana hampir lebih dari 85% nya diangkut melalui laut. Kondisi ini mengakibatkan bertambah banyaknya kunjungan kapal dan semakin ramainya kegiatan bongkar dan muat di pelabuhan. Seiring dengan meningkatnya komoditas angkutan laut, maka fungsi dan peranan pelabuhan menjadi sangat penting terutama sebagai mata rantai transportasi logistik angkutan laut, mengingat penggunaan moda angkutan laut ternyata jauh lebih efektif dan efisien dari moda angkutan
lainnya.
Dilihat dari jenis maupun muatan yang dapat
diangkut, maka angkutan barang melalui kapal adalah pilihan yang paling tepat. Dengan kapal laut, segala macam type dan bentuk barang dengan volume yang lebih banyak dapat
~ 277 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
diangkut, sehingga ditinjau dari sisi biaya per ton barang yang diangkut akan menjadi jauh lebih murah bila dibandingkan dengan angkutan lainnya.
Tingginya mobilisasi barang dengan menggunakan transportasi laut, berdampak pada tingginya emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan ke atmosfir. Meski kapal mengeluarkan emisi gas buang di tengah laut, seolah-olah tidak mencemari lingkungan, padahal polutan yang keluar dari cerobong seperti SOx, NOX dan CO2 tetap masuk ke atmosfir dan mencemari lingkungan. Selain memacu percepatan pemanasan global, polutan dari kapal di laut juga bisa menimbulkan hujan asam (acid rain). Ketika kapal mendekati pelabuhan, kapal motor mencemari udara di sekitar pelabuhan. Bahkan selama kapal berada di kawasan pelabuhan, kapal motor tetap menyalakan mesin untuk memenuhi beberapa kebutuhan terutama listrik. Selama mesin beroperasi, berarti selama itu pula kapal mengeluarkan polutan ke udara. Setiap liter bahan bakar yang dibakarkan menghasilkan emisi sekitar 100 gram Carbon Monoksida, 30 gram Oksida Nitrogen, 2,5 kg Carbon Dioksida dan berbagai senyawa lainnya termasuk senyawa sulfur. Polusi yang dikeluarkan dari mesin kapal menyebabkan permasalahan yang serius terhadap ekologi lingkungan seperti perusakan lapisan ozon, peningkatan efek rumah kaca, hujan asam dan lain-lain. Emisi gas buang dari mesin kapal telah di ketahui dapat menyebabkan masalah kesehatan manusia. Dampaknya bagi kesehatan manusia, substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan. Pencemaran lingkungan laut dari kapal di pelabuhan merupakan isu nasional yang perlu segera ditangani, karena diperkirakan pencemaran laut akan lebih meningkat dimasa yang akan datang. Kontribusi emisi gas buang dari kegiatan kapal terhadap pencemaran udara perlu dianalisa secara cermat. Hal ini dibutuhkan untuk menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk kebijakan pengendalian pencemaran udara melalui strategi penurunan emisi gas buang di pelabuhan. 2
TUJUAN PENELITIAN
Pada tahap awal kajian ini dimaksudkan untuk menganalisa dan mengevaluasi perhitungan emisi gas buang dari kegiatan kapal di pelabuhan. Sedangkan tujuan dari studi ini adalah
~ 278 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
alternatif optimalisasi penurunan emisi gas buang secara komprehensif dan terpadu pada kegiatan selanjutnya.
3
MANFAAT HASIL PENELITIAN
Selain bermanfaat bagi pengembangan transportasi laut pada kapal luar dan dalam negeri yang beroperasi, secara khusus penelitian ini juga bermanfaat sebagai landasan penyusunan program kerja, acuan serta arahan bagi stakeholder dan instansi terkait seperti pelabuhan, angkutan laut dan pemerintah. 4
METODOLOGI
4.1
PERHITUNGAN EMISI
Dalam rangka pengukuran emisi gas buang dari kegiatan kapal di pelabuhan dilakukan, baik untuk mesin utama dan mesin bantu kapal dengan memperhitungkan sejak kedatangan kapal (time arrival), kegiatan bongkar muat termasuk didalamnya waktu tunggu kapal sampai dengan waktu keberangkatan kapal (time departure) pada pintu pelabuhan atau dikenal dengan TRT (Time Round Time) kapal di pelabuhan, seperti terlihat dalam Gambar 1. Pandu turun
Pandu naik ke kapal Kapal tunda siap
Kapal Tiba
Pandu naik ke kapal
Kapal tunda selesai
Kapal tunda siap
Pandu turun Kapal tunda selesai
Kegiatan Bongkar / Muat
Waktu tunggu
Approach Time
Kapal Berangk at
Waktu Tambat
Approach Time
Turn a Round Time
Gambar 1. Turn Round Time Kapal di Pelabuhan (1)
Kegiatan kapal di pelabuhan adalah sebagai berikut:
~ 279 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
1. Approach Time (AT)
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
: Waktu pelayanan pemanduan adalah jumlah waktu terpakai
untuk kapal bergerak dari lokasi lego jangkar sampai ikat tali di tambatan dermaga pelabuhan atau sebaliknya. 2. Berth Time (BT) : Waktu tambat sejak first line sampai dengan last line. 3. Turn Round Time (TRT): Waktu sejak kedatangan kapal berlabuh jangkar di kolam pelabuhan, dilanjutkan bongkar muat dermaga serta waktu keberangkatan kapal atau Time arrival sampai dengan Time departure.
Sedangkan estimasi gas emisi buang dari kapal di pelabuhan juga dengan memperhitungkan dari jenis kapal, dimana: a. Olah Gerak Kapal di Pelabuhan dengan Sistim Propulsi Sendiri Untuk perhitungan gas emisi buang dari kegiatan kapal di pelabuhan dengan memperhitungan seluruh emisi yang ditimbulkan dari mesin utama kapal (MU/ME) dan mesin bantu kapal (MB/AE) selama beroperasi di pelabuhan, termasuk kegiatan manuver kapal dari kolam pelabuhan, kegiatan bongkar muat kapal sampai dengan kapal meninggalkan pelabuhan tanpa memperhitungkan emisi dari tug boat dan kapal bantu lainnya. Jenis kapal ini adalah: kapal barang, tanker, bulk carrier dan sejenisnya. b. Olah Gerak Kapal di Pelabuhan Tidak dengan Sistim Propulsi Sendiri Untuk perhitungan gas emisi buang dari kegiatan kapal di pelabuhan dengan memperhitungan seluruh emisi yang ditimbulkan dari mesin utama kapal (MU/ME) dan mesin bantu kapal (MB/AE) selama beroperasi di pelabuhan, termasuk didalamnya kegiatan manuver kapal dari kolam pelabuhan dengan bantuan tug boat, pilot boat, kegiatan bongkar muat kapal sampai dengan kapal meninggalkan pelabuhan dengan memperhitungkan emisi dari tug boat dan kapal bantu lainnya. Jenis kapal ini adalah ferry, kapal tunda, supply boat dan sejenisnya.
Estimasi emisi gas buang dari mesin utama kapal mengikuti persamaan berikut ini dari Trozzi,et al, = jklmEijklm
(1)
Eijklm = Sjkm(GT)tjklmFijklm
(2)
Ei
dimana, i j k
Polutan : Jenis: bahan bakar Pengelompokan : kapal
~ 280 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
l m Ei
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tipe: mesin Mode : operasi kapal Total: emisi polutan i Total emisi polutan i saat menggunakan bahan bakar j dengan tipe kapal k : dan jenis mesin l pada m Rata-rata emisi faktor polutan i dari bahan bakar j dengan tipe kapal k dan : mesin I dalam m Konsumsi harian bahan bakar j oleh jenis kapal k saat m dengan : menggunakan fungsi GT
Eijklm Fijklm Sjkm (GT)
Perhitungan konsumsi bahan bakar dari mesin bantu dilakukan melalui persamaan dari Ishida, et.al. f = 0,2 x O x L
(3)
dimana : f : konsumsi bahan bakar (kg/kapal/jam) O : rated output (PS/engine) L : faktor beban (crusing :30%, hotelling (tanker) : 60%, (other ship) : 40% dan maneuvering : 50%) Sedangkan estimasi emisi gas buang kapal dihitung berdasarkan Trozzi, et.al, dimana dalam penelitiannya menggunakan perhitungan konsumsi bahan bakar mesin dari setiap jenis kapal diperoleh dari analisis regresi linier konsumsi bahan bakar terhadap tonase kotor seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis Kapal dan Konsumsi Bahan Bakar
Jenis Kapal
Sel
Konsumsi Bahan Bakar (ton/day) Dengan Menggunakan Fungsi Gross Tonnage (GT)
Solid Bulk Liquid Bulk /Tanker General Cargo Container Ro-Ro Cargo Passenger High Speed Ferry Inland Cargo Sail Ship Tugs Fishing Other Ships
Cjk = 20.1860 + 0.00049 × GT Cjk = 14.6850 + 0.00079 × GT Cjk = 9.8197 + 0.00143 × GT Cjk = 8.0552 + 0.00235 × GT Cjk = 12.8340 + 0.00156 × GT Cjk = 16.9040 + 0.00198 × GT Cjk = 39.4830 + 0.00972 × GT Cjk = 9.8197 + 0.00143 × GT Cjk = 0.4268 + 0.00100 × GT Cjk = 5.6511 + 0.01048 × GT Cjk = 1.9387 + 0.00448 × GT Cjk = 9.7126 + 0.00091 × GT
~ 281 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
ain itu, emisi gas buang dihitung dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti mesin dan jenis bahan bakar serta mode operasi dari kapal seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Faktor Emisi Pada Kapal (kg/ton) Engine / Bahan NOx Bakar SSD/BFO 87 Cruising MSD/BFO 57 HSD/MDO 70 SSD/BFO 78 Manoeu MSD/BFO 51 vering HSD/MDO 63 SSD/BFO 35 Hotelling MSD/BFO 23 HSD/MDO 28 SSD = Slow Speed Diesel Engine Particulate Matter MDO = Marine Diesel Oil MSD = Medium Speed Diesel Engine Mode
4.2
CO
CO2
VOC
PM
SOx
7.4 3200 2.4 1.2 60 7.4 3200 2.4 1.2 60 9 3200 3 1.5 20 28 3200 3.6 1.2 60 28 3200 3.6 1.2 60 34 3200 4.5 1.5 20 99 3200 23.1 1.2 60 99 3200 23.1 1.2 60 120 3200 28.9 1.5 20 BFO = Bunker Fuel Oil PM = VOC = Volatile Organic Compound HSD = High Speed Diesel Engine
PELABUHAN TANJUNG PRIOK
Pelabuhan Tanjung Priok tergolong pelabuhan umum merupakan pelabuhan yang relatif lengkap dengan disediakan terminal penumpang, terminal peti kemas maupun terminalterminl curah. Pelabuhan Tanjung Priok berada di Kotamadya Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta dengan posisi koordinat antara 06º - 06' - 00'' LS dan 106º - 53' - 00 BT dengan kedalaman alur -5 sampai dengan -14 mLWS dan kedalaman kolam PLB antara -5 sampai dengan -14 mLWS. Gambar 2. Memperlihatkan dan lokasi dan layout Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. LAYOUT PELABUHAN EKSISTING 2010
KOMPLEK TNI-AL
JL. ALOR
PT. BSA EX KSJ
CK
PT. DKB
Terminal Peti Kemas KOJA
EX PT PERINTIS ASPALINDO
CAR TERMINAL CURAH CAIR
DOCK B&C
EX AKR
ADHIGUNA
DERMAGA CURAH CAIR/
Ex PT Jelajah Laut Nusantara
PT. GRAHA SEGARA
Ex Roro Sam
JL. ALAS
Ex. PT UCL
CURAH CAIR
JL. BITUNG
Ex. PT PRIMANATA
JL. PANAITAN
JL. PADAMARANG
JL. TEMBUS
PT MTI
JL. BANGKA
JL. KALIMANTAN
Ex. PT AGUNG RAMA
Ex. B & C
KBN
KARANTINA
KANTOR
MASJID
EX. GESSU RY LLOYD
JL. AYUNG
Ex. PMK EX. R UMAH MAKAN
EX. VTP
TKBM
PT. LBS KANTOR
KANTOR
PT. PUL KANTOR
POOL
PMK
KANTOR ARSIP
II JL. NUSANTARA
Ex PT. Djasa
LAP Sum atera
Ex PT. Enggano Samosir
LAPANGAN PENUMPUKAN LAPANGAN PENUMPUKAN INDUSTRI POLYMER
MASAJI KARGOSENTRA TAMA
PT. SABINDO VEEM
GUDANG CDC
LAPANGAN
KARANTINA IKAN
GD LAP
PERKANTORAN
PERKANTORAN JL. ENGGANO
KANTOR
PMC
KANTOR
API
AIR YON
DOCK
ETA . KER STA
PT HARAPAN JAYA
PT.
PKL
INSTA NSI
MULTIPURPOSE
PT MBL
N& UKA RI NU UMPA . PEN EK ANG LAP PT. GUD
CURAH CAIR
CURAH KERING
JL. NUSANTARA
YACHT CLUB
EX. PRIMANATA
DLN
TA ADINA MART . RE LAKS JL.
EX PT INGGOM
PT. DKB
CURAH KERING
LAHAN REKLAMASI
PEME RINT AH
I
Ex. PT. J as a Nurani Serv ice
luas ± 106.215,13 m2
U
JL. PALIAT
LAP .EX. PT GLORIUS/ 003 X
DEPO
DOCK
PT PELINDO II
PT ADIPURUSA
JL. BANGKA
GUPER KANTIN
KARANTINA HEWAN
PLTU
EX PT. TSJ
E X PT JBY
JL. AMBON SELATAN
EX AD MIRA L LINES
JL. KALIMANTAN SELATAN
ORGANDA
KANTOR
EX PT DAHAN
DM SWEATER
KANTOR
JL. PABEAN
KANTOR
PT DHU / BCA PT.DJAKARTA LLOYD
PT. SARI JASA
TERMINAL
LAP. PENUMPUKAN & GUDANG
PENUMPUKAN CURAH CAIR (BBM)
KESEHATAN
KANTOR CABANG
BANK BUMI PUTRA
EX PT DAHAN
GD LAP PT. R AMA ADI PUTRA
PT TJETOT
GD
PT. DKP
DOCK
0
JL. PENJALAI
LAP . EX OFFICE CENTRE Office Area
JL. PANAITAN
KANTOR
PT. SARI JASA
JL. PADAMARANG
KANTOR SAMUDRA
Ex. PT PELOPOR / 005 X
DOCK
JL. DIGUL
KOLINLAMIL
JL. PALMAS
PT. PELNI KANTOR
GRAHA
INDUSTRI
PLTU
CURAH CAIR DOCK
JL. SINDANG LAUT
LAPANGAN
JL. ACEH
CC
JL. AMBON
PT. PBI
JL. POMBO
EX PT Dwipahasta Utamaduta
ALAM
JL. ALAS
JL. PANAMBANGAN
GD LAP
LAP. PENUMPUKAN
KOMPLEK AIRUD
DOCK
INDUSTRI LAP. PENUMPUKAN & GUDANG DOCK
ANCOL
KANTOR INSTANSI PEMERINTAH
N
TERMINAL KONVENSIONAL / MULTI PURPOSE TERMINAL PETI KEMAS
JAKARTA INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL AREA KANTOR / DAGANG (PORT BUSSINESS AREA)
TERMINAL MOBIL (CAR TERMINAL)
AREA PEMERINTAHAN (GOVERMENT RELATED AREA) OTHER AREA DOCK YARD
PENGOLAHA INDUSTRI
GAN PERGUDAN
TERMINAL CURAH KERING TERMINAL CURAH CAIR TERMINAL PENUMPANG
50 km
Gambar 2. Posisi dan Layout Pelabuhan Tanjung Priok (1)
~ 282 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Fasilitas terminal peti kemas yang dimiliki pelabuhan Tanjung Priok terdiri atas terminal konvensional yang memiliki fasilitas pelayanan petikemas yang terdiri atas fasilitas gudang yang memiliki luas 169.956 M2 dan lapangan penumpukan seluas 423.678 M2.Terminal peti kemas yang ada terdiri atas CFS seluas 8.096 M2 dan lapangan container seluas 60.92 M2. Sedangkan lalulintas kapal, baik untuk kapal dari luar dan dalam negeri mulai tahun 2009 sampai dengan 2012 ditunjukan dalam Tabel 3.
Total lalulintas kapal di Pelabuhan
Tanjung Priok memperlihatkan kenaikan lebih dari 10% setiap tahunnya untuk Gross Tonage kapal, demikian pula dengan kenaikan unit kapal yang berkunjung, baik lalulintas kapal luar dan dalam negeri rata-rata diatas 1000 unit setiap tahunnya kecuali pada tahun 2012.
Tabel 3 Lalulintas Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok U R A I A N Pelayaran
Luar
Nageri :
Pelayaran Negeri
Dalam
SATUA N Unit
TAHUN 2009 4.508
TAHUN 2011 4.489
TAHUN 2012 4.588
61.465.03 GT
2
67.953.098
73.145.580
78.206.546
Unit
12.162
12.770
14.425
14.244
30.113.86 GT
8
34.549.270
40.107.597
41.402.044
Unit
16.670
17.457
18.914
18.832
91.578.90
102.502.36
113.253.17
119.608.59
0
8
7
0
Total GT
5
TAHUN 2010 4.687
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Gambar 3. Memperlihatkan arus barang untuk kapal luar dan dalam negeri, statistik arus barang, baik luar dan dalam negeri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2012 arus barang asal dari luar negeri hampir 23.000 Ton, untuk arus barang berasal dari dalam negeri mencapai lebih dari 37.000 Ton. Total arus barang mecapai lebih dari 61.000 Ton, baik arus barang luar dan dalam negeri.
~ 283 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Gambar 3. Kegiatan Arus Barang Luar dan Dalam Negeri di Pelabuhan Tanjung Priok
Sedangkan berdasarkan kemasan angkutan yang digunakan untuk arus angkutan barang, baik angkutan luar dan dalam negeri umumnya menggunakan peti kemas, diikuti kemasan general cargo, curah kering, curah cair dan bag cargo.
Gambar 4. Total Gross Tonage dan Unit Kunjungan Kapal Luar dan Dalam Negeri
Gambar 4. Menunjukkan total kunjungan kapal ke Pelabuhan Tanjung Priok dalam Gross Tonage (GT) dan unit kapal. Statistik lalulintas kapal di Tanjung Priok memperlihatkan bahwa lalu lintas kapal dalam negeri dalam hal unit kapal mempunyai frekwensi kedatangan lebih tinggi dibandingkan angkutan luar negeri, namun sebaliknya angkutan luar negeri mempunyai nilai gross tonage melebihi angkutan dalam negeri. Kinerja pelayanan kapal atau Turn Round Time (TRT), baik angkutan luar dan dalam negeri terlihat pada Gambar 5. Statistik mengenai kinerja pelayanan kapal untuk angkutan luar negeri pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 adalah 36.7 jam, 40.4 jam 42 dan 42.2 jam. Sedangkan untuk angkutan dalam negeri dalam hal kinerja pelayanan kapal dari
~ 284 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 adalah sebesarn 41.1 jam, 39.1 jam, 42,4 jam dan 36.4 jam.
Gambar 5. Turn Round Time Kapal Luar dan Dalam Negeri di Pelabuhan Tanjung Priok
Pemakaian bahan bakar dalam kajian ini tidak memperhitungkan kapal penumpang karena sedikitnya kapal tersebut mengunjungi Pelabuhan Tanjung Priok. Kajian ini juga hanya memperhitungkan lalu lintas kapal di pelabuhan dengan operator Pelindo II. Gambar 6 memperlihatkan total pemakaian bahan bakar baik untuk angkutan luar dan dalam negeri. Pemakaian BBM kapal dalam kajian ini meliputi kegiatan pelayanan kapal dengan menggunakan kapal pandu, kapal tunda dan kapal kepil untuk kegiatan pelayanan kapal yang datang dan masuk kedalam dermaga dan kapal keluar dari dermaga untuk selanjutnya meninggalkan pelabuhan.
Pemakaian BBM untuk angkutan luar dan dalam negeri
diperlihatkan dalam Gambar 6.
Gambar 6. Pemakaian BBM Kapal Luar dan Dalam Negeri di Pelabuhan Tanjung Priok
~ 285 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Sedangkan selama berada di dermaga pemakaian BBM yang diperhitungkan adalah penggunaan BBM untuk mesin bantu selama kapal berlabuh di dermaga untuk kegiatan bongkar muat. Pada Gambar 6 terlihat bahwa konsumsi BBM untuk kapal angkutan luar negeri lebih besar dibandingka total konsumsi BBM untuk kapal angkutan dalam negeri. Total pemakaian BBM untuk mesin bantu untuk angkutan luar dan dalam negeri naik berkisar 3%-5% setiap tahunnya.
Gambar 6. Emisi Gas Buang Kapal Luar dan Dalam Negeri di Pelabuhan Tanjung Priok Gambar 6 memperlihatkan emisi gas buang kapal untuk angkutan luar dan dalam negeri. Emisi yang dihitung adalah berdasarkan pelayanan kapal di pelabuhan dan penggunaan mesin bantu selama kapal berada di dermaga untuk proses bongkar muat. Total emisi gas buang dari kapal angkutan luar negeri secara general lebih besar dari total emisi gas buang kapal dari angkutan dalam negeri.
Perhitungan emisi yang dilakukan adalah untuk polutan NOx, CO, CO2, VOC, PM dan SOx. Kontribusi emisi gas buang dari kegiatan kapal terhadap pencemaran udara perlu dianalisa secara cermat. Hal ini dibutuhkan untuk menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk kebijakan pengendalian pencemaran udara melalui strategi penurunan emisi gas buang di pelabuhan, sehingga dampak yang ditimbulkan oleh emisi gas buang terhadap tidak menurunkan kualitas kesehatan manusia di kapal dan pelabuhan serta ekologi lingkungan pelabuhan dapat terjaga dengan baik.
~ 286 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
6
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PENUTUP
Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisa data dan pembahasan kajian emisi gas buang dari kapal di Pelabuhan Tanjung Priok pada penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 6.1 1.
KESIMPULAN Total kunjungan kapal luar negeri ke Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan trend yang fluktuatif dan kedatangan kapal pada dua tahun terakhir diatas 4.000 Unit kapal asal luar negeri. Sedangkan kapal dalam negeri adalah sebesar 10.000 Unit.
2.
Rata-rata waktu TRT kapal asal luar dan dalam negeri dari tahun ke tahun meningkat dan pada saat ini TRT di Pelabuhan Tanjung Priok berkisar diatas 40 jam atau kurang lebih sejak kedatangan kapal sampai dengan kapal berangkat selama 2 (dua) hari.
3.
Total pemakaian BBM untuk kapal mengalami trend kenaikan dari tahun ketahun dan dari perhitungan terlihat bahwa konsumsi BBM terbesar adalah untuk kapal angkutan luar negeri.
4.
Perhitungan emisi yang dilakukan adalah untuk polutan NO x, CO, CO2, VOC, PM dan SOx.. Hasil kajian memperlihatkan kenaikan emisi gas buang dari kapal yang cukup besar sehingga hal ini dapat mengganggu kesehatan manusia dan ekologi lingkungan pelabuhan
6.2
SARAN
Diperlukan penelitian lanjutan untuk melakukan strategi penurunan gas emisi buang kapal di pelabuhan. 7
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Perhubungan, Informasi Geo-Spasial Transportasi, 2011 Ishida,T. (2003): Emission of Estimate Methods of Air Pollution and Green House Gases from Ships, J. Jap. Inst. Mar. Eng., 37(1). Trozzi,C., Vaccaro,R.(1998): Methodologies For Estimating Air Pollutant Emission From Ships, Techne Report MEET RF98b.. UNECE/EMEP, (2002): Group 8, Other Mobile Sources and Machinery, in EMEP/CORINAIR Emission Inventory Guidebook-third ed., Update (Technical Report no.30)
~ 287 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
A Report on Research Concerning the Reduction of CO2 Emission from Vessels, Ship and Ocean Foundation, Japan, 2000. Marpol 73/78 Annex VI: NOX and SOX Control, International Maritime Organization (IMO), The United Nation, 2004. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Guidelines for National Greenhouse Gas
Inventories:
Reference
~ 288 ~
Manual,
1996.
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
ERGONOMI GERAKAN PENGRAJIN FURNITURE DI DESA BOJONG Ade Supriatna, Atik Kurnianto Teknik Industri – Fakultas Teknik [email protected], [email protected] ABSTRAK Proses yang dikerjakan dengan cara manual seperti mengagkat, mendorong, maupun menyusun, sering sekali menyebabkan keluhan oleh para pekerja mengenai cidera yang sering dialami oleh para pekerja. Hal tersebut bisa berdampak buruk terhadap para pekerja dan tidak menutup kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Guna melakukan upaya perbaikan dalam pekerjaan manual material handling dan untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja seperti tangan terkena alat potong kayu terhadap karyawan di area pekerjaan, maka dilakukan suatu penelitian terhadap pekerjaan manual material handling guna mengetahui bahaya secara jelas dan melakukan perbaikan – perbaikan yang tepat dan efisien. Jenis penelitian ini kualitatif deskriptif (case studies) atau studi kasus di Desa Bojong Kecamatan Pondok Kelapa Jakarta Timur. Metode pengumpulan data menggunakan metode observasi, interview/wawancara dan dokumentasi. Sedangkan untuk analisisnya, peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Data-data ini dijadikan parameter yang akan digunakan NIOSH, yaitu analisa terhadap konsumsi energi yang dikeluarkan oleh karyawan, pengaruh beban yang direkomendasikan. Hasil perhitungan konsumsi energi pekerja sebelum adanya perbaikan, yaitu pekerja 1 pada proses pemotongan : 1,1081 kkal/menit, pekerja 2 pada proses pengamplasan : 1,1535 kkal/menit dan pekerja 3 pada proses pengecatan : 1,1734 kkal/menit dan hasil perhitungan konsumsi energi pekerja setelah adanya perbaikan yaitu pekerja 1 pada proses pemotongan : 0,665 kkal/menit, pekerja 2 pada proses pengamplasan : 0,7096 kkal/menit dan pekerja 3 pada proses pengecatan : 0,6082 kkal/menit Kata Kunci :Ergonomi,, Material Handling, niosh
1
PENDAHULUAN
Pada proses produksi kerajinan kayu hampir semua area kerja dikerjakan dengan cara MMH (Manual Material Handling) seperti mengagkat, mendorong, maupun menyusun. Sehingga sering sekali adanya keluhan oleh para pekerja mengenai cidera yang sering dialami oleh para pekerja. Hal tersebut bisa berdampak buruk terhadap para pekerja dan tidak menutup kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
~ 289 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Untuk menghadapi resiko tersebut perlu adanya perbaikan sistem kerja termasuk dalam perbaikan posisi kerja. Salah satu metode untuk perbaikan gerakan kerja adalah NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health). Dengan perbaikan gerakan kerja diharapkan operator dapat lebih efsien dan efektif dalam melakukan aktivitas kerjanya.
2 2.1
HASIL DAN PEMBAHASAN DISTRIBUSI KECELAKAAN KERJA
Berdasarkan tabel data kecelakaan diatas, maka jumlah kecelakaan kerja yang terjadi pada UD. BERKAH FURNITURE dapat disederhanakan sebagai berikut.
Tabel 1. Jumlah Kecelakaan Kerja
Gambar 1. Grafik tingkat kecelakaan kerja
2.2
PROSES KERJA
2.2.1 Proses pemotongan kayu pekerja mengangkat kayu multiplek tersebut dengan berat 20kg dari loading kayu menuju meja kerja pemotongan yang mempunyai tinggi 80cm dimana pada saat mengangkat terjadi proses membungkuk.
~ 290 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Jarak horizontal multiplier ketika memegang beban diawal pengangkatan berjarak 20cm dan di akhir tempat tujuan berjarak 25cm, jarak vertical multiplier ketika memegang dan mengangkat di awal setinggi 30cm dan di akhir tempat tujuan setinggi 90cm, sedangkan jarak distance multiplier kayu pada tempat asal 20cm dan pada tujuan berjarak 80cm dengan asymmetric putaran yang dibentuk 0º karena posisi mengangkat kayu berada di depan tubuh. Durasi pengangkatan kayu sebanyak 1 kali/menit dengan struktur kayu multiplek yang berbentuk persegi panjang dan tidak mudah diraih karena tidak terdapat pegangan khusus.
Gambar 2 Posisi awal mengangkat kayu pada proses pemotongan Keterangan : A : Kayu Multiplek B : Palet
2.2.2 Proses pengamplasan kayu Setelah selesai proses pemotongan, proses berikutnya adalah pengamplasan kayu. Pekerja akan mengangkat kayu yang telah dipotong dari meja pemotongan menuju ke meja kerja pengamplasan, tinggi meja kerja pengamplasan 80cm dengan posisi pekerja berdiri dan jarak meja kerja pemotongan kayu dengan meja kerja pengamplasan adalah 1m.
Jarak horizontal multiplier diawal pengangkatan berjarak 20cm dan di akhir pengangkatan berjarak 20cm, jarak vertical multiplier diawal setinggi 90cm dan di akhir setinggi 90cm, sedangkan jarak distance multiplier secara vertical benda di awal setinggi 80cm dan di tempat tujuan setinggi 80cm dan membentuk asymetric multiplier diawal 45º dan diakhir 45º. Sedangkan durasi pengangkatan kayu sebanyak 1 kali/menit dengan struktur kayu multiplek yang berbentuk persegi panjang dan tidak mudah diraih karena tidak terdapat pegangan khusus
~ 291 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
2.2.3 Proses pengecatan kayu Setelah selesai proses pengamplasan, proses berikutnya adalah pengecatan kayu. Pada proses ini belum mempunyai meja kerja khusus untuk pengecatan Pekerja akan meletakan kayu yang sudah di amplas kebawah lantai dan kayu tersebut akan disenderkan atau diletakan di dinding dengan posisi miring, lalu pekerja akan memulai proses pengecatan.
Gambar 3 Posisi awal meletakan kayu yang akan dicat dan posisi saat mengecat
Keterangan : A : Kayu Multiplek B : Dinding
Jarak horizontal multiplier diawal berjarak 20cm dan diakhir 30cm dimana terdapat proses membungkuk pada saat menaruh kayu ke lantai. Jarak vertical multiplier diawal 90cm dan diakhir 50cm sedangkan jarak distance multiplier secara vertical benda di awal setinggi 80cm dan di tempat tujuan setinggi 20 cm dan membentuk asymetric multiplier diawal 45º dan diakhir 45º. Sedangkan durasi pengangkatan kayu sebanyak 1 kali/menit dengan struktur kayu multiplek yang berbentuk persegi panjang dan tidak mudah diraih karena tidak terdapat pegangan khusus. Setelah proses pengecatan selesai, proses terakhir yang akan pekerja lakukan adalah proses perakitan sesuai dengan pesanan konsumen.
2.3
DENYUT JANTUNG/NADI PARA PEKERJA
Kondisi : Pengambilan data denyut nadi awal dilakukan ketika pekerja akan melakukan pekerjaan dan denyut nadi akhir diambil ketika pekerja selesai melakukan proses pekerjaan.Denyut nadi/jantung sebelum perbaikan.
~ 292 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 2. Jumlah denyut nadi sebelum perbaikan Denyut Nadi / Menit Sebelum Perbaikan Pekerja 1 Pekerja 2 Pekerja 3 Area Pemotongan Area Pengamplasan Area Pengecatan Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir 73 92 71 92 73 94 74 94 71 92 75 93 71 92 72 93 72 92 72 93 71 94 71 92 73 95 72 94 72 94 71 91 75 92 72 95 74 93 72 92 74 97 72 93 73 93 71 92 73 95 73 93 72 94 72 92 72 94 73 93 Ẍ = 73 Ẍ = 93 Ẍ = 72 Ẍ = 93 Ẍ = 73 Ẍ = 94
2.4
MENGHITUNG KONSUMSI ENERGI
Perhitungan konsumsi energy dilakukan guna mengetahui secara pasti jumlah energy yang dikeluarkan oleh pekerja, sehingga dapat diketahui pula energy expenditure dan jumlah energy yang dikeluarkan oleh masing-masing pekerja. Denyut nadi yang dihitung konsumsi energinya diambil dari data rata-rata denyut nadi yang diperoleh dari 30 data sample. Konsumsi energi sebelum perbaikan
Tabel 3 Denyut jantung/nadi rata-rata karyawan sebelum perbaikan Rata-rata denyut nadi/menit Awal Akhir
Nama karyawan 1
73
93
karyawan 2
72
93
karyawan 3
73
94
Adapun perhitungan konsumsi energi dan denyut nadi menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :
~ 293 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Dimana : Y = Energi (kkal/menit) X = Kecepatan denyut jantung/nadi (denyut/menit)
Dan setelah diperoleh perhitungan kecepatan denyut jantung / nadi, maka selanjutnya disetarakan dalam bentuk konsumsi energy akhir yang dikeluarkan oleh masing-masing pekerja setelah melakukan aktivitas kerja. Untuk menentukan besaran konsumsi energy digunakan rumus perhitungan sebagai berikut : KE = Et – Ei Dimana : KE = Konsumsi energi (kkal/menit) Et = Energi saat bekerja (kkal/menit) Ei = Energi tidak bekerja (kkal/menit)
Adapun perhitungan denyut nadi awal dan akhir serta konsumsi energy dari masingmasing pekerja dijabarkan sebagai berikut :
a. Konsumsi energi awal dan akhir sebelum perbaikan -
Karyawan 1 Energi awal 4 Y = 1,80411 – 0,0229038 (73) + 4,71733.10ˉ (73)² 4 = 1,80411 – 0,0229038 (73) + 4,71733.10ˉ (5329)
= 1,80411 - 1,6719774 + 2,513865157 = 0,1321326 + 2,513865157 = 2,6459 kkal/menit
Energi akhir 4 Y = 1,80411 – 0,0229038 (93) + 4,71733.10ˉ (93)² 4 = 1,80411 – 0,0229038 (93) + 4,71733.10ˉ (8649)
= 1,80411 – 2,1300534 + 4,080018717 = - 0,3259434 + 4,080018717 = 3,7540 kkal/menit
~ 294 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Konsumsi energi KE = Et – Ei = 3,7540 - 2,6459 = 1,1081 kkal/menit
Hasil perhitungan konsumsi energy untuk semua karyawan yang sudah diperoleh dijabarkan dalam tabel 4.6 Hasil perhitungan konsumsi energi sebagai berikut : Tabel 4 Konsumsi energi sebelum perbaikan
konsumsi energi dari masing-masing pekerja juga mempunyai nilai yang lebih besar setelah melakukan pekerjaan dibandingkan dengan konsumsi energi sebelum melakukan pekerjaan, seperti contoh pekerja 1 pada area pemotongan, ketika sebelum melakukan pekerjaan mempunyai nilai rata-rata denyut jantung / nadi awal 73 pulse/menit dengan energi expenditure 2,6459 pulse/menit dan setelah melakukan pekerjaan, nilai rata-rata denyut jantung / nadi akhir 93 pulse/menit dengan nilai energi expenditure 3,7540 pulse/menit, sehingga diperoleh nilai konsumsi energi sebanyak 1,1081 kkal/menit. Nilai konsumsi energi dari masing-masing pekerja dapat dikatagorikan dalam kriteria beban kerja ringan, karena nilai konsumsi energy pekerja termasuk dalam skala kurang dari 100 kalori/jam. Seperti contoh pekerja 1 pada area proses pemotongan, nilai konsumsi energi sebanyak 1,1081 kkal/menit atau 66,486 kkall/jam. 3
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil perhitungan konsumsi energi pekerja sebelum adanya perbaikan, yaitu pekerja 1 pada proses pemotongan : 1,1081 kkal/menit, pekerja 2 pada proses pengamplasan : 1,1535 kkal/menit dan pekerja 3 pada proses pengecatan : 1,1734 kkal/menit dan hasil perhitungan konsumsi energi pekerja setelah adanya perbaikan yaitu pekerja 1 pada proses pemotongan
~ 295 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
: 0,665 kkal/menit, pekerja 2 pada proses pengamplasan : 0,7096 kkal/menit dan pekerja 3 pada proses pengecatan : 0,6082 kkal/menit. 4
DAFTAR PUSTAKA
Averill, 2007, Simulation Modeling & Analyssis, Edisi Empat, LAW Muslim, Erlinda, 2009, Analisis Ergonomi Sepeda Lipat Terhadap Pengendara Pria Dengan Posture E valuation Index Dalam Virtual Environment M odeling, Prosiding Seminar Nasional TIMP IV , ITS, Surabaya Nurmianto, Eko, , 2003, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi Pertama, Guna Widya, Surabaya. Sutalaksana., 2006, Teknik Tata Cara Kerja, Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung, Guna Widaya, Surabaya,. Wigjosoebroto, Sritomo, 2003, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Edisi Pertama, PT. Gunawidya. KHE, HB Kroemer, Ergonomics, How to Design for Ease and Efficiency, Second Edition, Prentice Hall. Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Penerbit Guna Widya. RS Bridger, Introduction to Ergonomics, Mc Graw Hill.
~ 296 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PENERAPAN TEKNOLOGI BERBASIS SUMBER ENERGI TERBARUKAN SETEMPAT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN SEKTOR PERIKANAN DI DESA TABLOLONG, NTT Kamaruddin Abdullah, Aep Saepul Uyun, Herman Noer Rahman dan Eri Suherman Sekolah Pascasarjana, Universitas Darma Persada Email:[email protected] ABSTRAK Dalam rangka penelitian MP3EI tahun ke 3 telah dipilih desa Tablolong, di NTT sebagai obyek penelitian. Desa ini mempunyai penduduk 1116 jiwa dengan sebaran penduduk berpendidikan SMA 21.8%, SMP 25.3% dan SD 50.5%. Dari hasil analisis Table I/O diketahui bahwa sektor penghela ekonomi desa adalah sektor rumput laut yang memberi sumbangan sebesar 32.8% terhadap PDRB yang diikuti oleh sektor perikanan 27.9%. Potensi hasil rumput laut dengan 4 kali panen dalam setahun mencapai 548 ton. Selama ini para petani rumput laut menjemur rumput laut mereka diterik matahari, yang hasilnya sering tercampur kotoran dan debu sehingga kualitasnya kurang baik. Untuk mengatasi masalah di desa Tablolong dibangun mesin pengering hibrid surya dan angin dengan ukuran 4 m x 6 m dengan kapasitas pengeringan sebesar 300 kg. Hasil analisis aliran dana menunjukkan bahwa dengan sistem sewa dengan pinjaman bunga bank sebesar 14%, pengelola mesin pengering surya hibrid ini mampu mendapat keuntungan dengan nilai ROI sebesar 21.26%, titik impas 4 tahun, dengan nilai NPV sebesar Rp.59,716,142 selama 10 tahun operasi. Kata kunci: rumput laut, pengering surya hibrid, analisis aliran dana, Tabel I/O
1
PENDAHULUAN
Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang diluncurkan pada tahun 2011, merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan termasuk 10 (sepuluh) negara besar di dunia pada tahun 2025 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mencapai hal tersebut, diharapkan pertumbuhan ekonomi riil rata-rata sekitar 7-9 persen per tahun secara berkelanjutan. Strategi pelaksanaan MP3EI dilakukan dengan mengintegrasikan 3 (tiga) elemen utama yaitu: (1) mengembangkan potensi ekonomi wilayah di 6 (enam) Koridor Ekonomi Indonesia, yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara, dan Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku; (2) memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan terhubung secara global (locally integrated, globally connected); (3) memperkuat kemampuan SDM dan
~ 297 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
IPTEK nasional untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi (MP3EI,2011). 2
PERUMUSAN MASALAH
Penelitian ini dilakukan di koridor ekonomi 5, yaitu di Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, dimana prioritas pembangunannya ditujukan untuk membangun sektor wisata dan perikanan dan peternakan. Untuk sektor perikanan salah satu masalah pembangunan di koridor 5 adalah pengembangan budidaya laut berupa rumput laut. Pengolahan rumput laut di koridor ekonomi 5 ini masih bersifat tradisional yaitu dengan menjemur di terik matahari dimana produknya sering tercampur kotoran dan debu sehingga mempunyai kualitas rendah. Untuk itu dikoridor 5 ini perlu terapkan mesin pengering hibrid surya dan angin sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas produk rumput laut. 3
TUJUAN PENELITIAN
a) Menyusun Table I/O Desa Tablolong b) Menentukan PDRB desa Tablolong c) Menentukan keekonomian mesin pengering surya hibrid untuk rumput laut serta pengaruhnya terhadap PDRB 4 4.1
TINJAUAN PUSTAKA BUDIDAYA RUMPUT LAUT
Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil. Rumput laut berbentuk koloni, hidupnya bersifat bentik di daerah perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah pasut, jernih. Ciri utamanya, tidak mempunyai alat berupa akar, batang, dan daun yang dinding selnya dilapisi lendir. Alga jenis rumput laut ini bersifat autotrof, yaitu dapat hidup sendiri tanpa tergantung makhluk lain. Proses pertumbuhan rumput laut sangat bergantung pada sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis. Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat bergantung dari factor-faktor osenografi (fisika, kimia, dan pergerakan atau dinamika air laut) serta jenis substrat dasarnya. Untuk pertumbuhannya, rumput laut mengambil nutrisi dari sekitarnya secara difusi melalui dinding thallusnya. (Anggadiredja,dkk, 2008).
~ 298 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Rumput laut banyak dibudidayakan di berbagai wilayah perairan laut Indonesia, seperti Karimun Jawa, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa, NTT dan Papua. Rumput Laut banyak dibudidayakan dan diperdagangkan karena rumput laut merupakan bahan baku berbagai produk olahan bernilai ekonomi tinggi untuk tujuan pangan maupun non pangan. Karaginan sebagai hasil olahan rumput laut selanjutnya diolah lagi menjadi bahan makanan minuman, pet-food, bahan baku industri farmasi dan kosmetik. Selain itu rumput laut diproses menjadi bahan emulsi, pembentuk gel, bahan film dan pembentuk busa pada sabun. Karena luasnya potensi pasar dan pengembangan ke depan maka budidaya rumput laut, dijadikan program primadona oleh pemerintah dalam revitalisasi pertanian. Menurut Giat Sunarto (1985), upaya pemasyarakatan budidaya rumput laut sudah lama dilakukan. Pada dekade 1960-an di Labuan Haji Kabupaten Lombok Timur budidaya dan pemrosesan rumput laut mulai disosialisasikan. Salah satu bentuk sosialisasi itu adalah penanaman dan pengolahan rumput laut menjadi bahan makanan siap pakai yaitu agar-agar. Pada tahun 1984 dilakukan budidaya rumput laut Eucheuma sp di Desa Batu Nampar, Teluk Ekas, Lombok, dengan luas areal 1,08 Ha. Metoda budidaya yang diterapkan adalah rakit apung dengan ukuran 4,0 × 8,0 m2 setiap rakit. Bibit jenis unggul didatangkan dari Bali dan sebagian dipenuhi dari daerah sekitar lokasi. Sebuah rakit memerlukan bibit 10 kg dan dengan pemeliharaan selama 4 bulan diperoleh hasil panen ± 640 kg berat basah atau ± 100 kg setelah menjadi kering. Saat ini jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah rumput laut jenis Eucheuma sp. Alasan dibudidayakannya rumput laut jenis ini secara luas adalah mengikuti arah perkembangan permintaan pasar. Eucheuma sp diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1984 di Nusa Dua, Nusa Penida, Nusa Celingan Bali dan Lombok Timur. Bibit rumput laut ini didatangkan dari Filipina. (Anggadireja, 2005). Rumput laut jenis Eucheuma Cottonii sangat baik pertumbuhannya pada wilayah yang memikiki ciri : arus kuat, pantai berkarang serta, air laur jernih dan tingkat penyinaran yang tinggi. (Dwi Yahya, 2013). 4.2
METODA PENANAMAN (YUNIAS DAO, 2013)
Terdapat berbagai metodapenanaman antara lain metoda dasar, metoda lepas dasar (Off bottom method), metoda floating rack method dan metoda long line. Untuk metoda long yang merupakan cara yang paling banyak diminati petani rumput laut karena di samping
~ 299 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
fleksibel dalam pemlihan lokasi, juga biaya yang di keluarkan lebih murah. adapun teknik budidaya rumput laut Eucheuma sp. dengan metode ini adalah sebagai berikut:
Bibit rumput laut diikat pada tali ris dengan jarak antar bibit 25 cm dan panjang tali ris mencapai 50 – 75 cm atau sesuai keinginan petani rumput laut.
Jangkar diikat pada kedua tali utama yang di bawahnya sudah diikatkan pada jangkar, batu karang atau pemberat.
Untuk mengapungkan rumput laut pelampung diikatkan dari Styrofoam,atau dari botol plastik atau jika ada pelampung khusus, upayakan jarak bibit dengan permukaan laut berkisar 10 – 15 cm, dengan penetapan posisi pelampung yang tepat.
Pada satu bentangkan tali ris utama dapat diikat beberapa tali ris dengan jarak antara tali ris 1 meter. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi beradunya tali ris akibat ombak atau arus laut.
Tabel 1. Menunjukkan potesni rumput laut di provinsi NTB. Terlihat jelas potensinya cukupbesar Tabel 1. Potensi rumput laut di NTB No
Komoditas
Potensi
Nilai
Relaisasi
Nila
Tingkat
produksi
Potensi
Produksi
Produksi
Pemanfaatan (%)
(ton)
(Rp Juta) (ton)
(Rp Juta)
1 Rumput laut 209480 633000 31162.8 19476,75 14,8 2 Mutiara 1,5 300000 1,217 304250 80 3 Kerapu,kakap,dll 11680 140000 211,4 47277,2 2 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTB (2003). 4.3
PASCA PANEN
Rumput laut setelah dipanen dibersihkan dicuci dengan air laut, dibersihkan dari kotoran dan dari tanaman lain, kemudian dijemur diatas para-para bambu atau diatas plastik atau jaing sehingga tidak terkontaminasi dengan pasir. Pada kondisi matahari terik pengeringan dapat berlangsung selama 2 - 3 hari. (Yunias Dao, 2013). Kamaruddin, dkk (2013), menggunakan mesin pengering surya hibrid untuk mengeringkan rumput laut selama satau hari dari 45%bb. menjadi 35 %bb. Umumnya di daerah produsen rumput laut proses pengolahannya berhenti di proses pengeringan dan belum ada upaya untuk melakukan
~ 300 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
pengolahan lebih lanjut seperti pemuatan bahan baku untuk pangan , kosmetik, atau bahan farmasi (Kamaruddin, dkk, 2012). 4.4
PEMASARAN
Pemasaran rumput laut untuk ekspor umumnya masih berbentuk rumput laut kering Hasil eksport menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan seperti ditunjukkan pada Table 2. Tabel 2. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Rumput Laut, 2001 – 2005 (Sumber Ditjen Perikanan Tangkap, DKP,RI,, 2006) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 5
volume Jumlah ( ton ) Perkembangan 27.874 28.560 2,46% 40.162 40,62% 51.011 27,01% 63.020 23,54%
Nilai (US$ 1000) jumlah 17.230 15.785 20.511 25.296 39.970
Harga Perkembangan US$ / kg. 0,618139 -8,39% 0,552696 29,94% 0,510707 23,33% 0,495893 58,01% 0,634243
METODOLOGI
Hal yang pertama dilakukan adalah melakukan survai potensi sumber energi terbarukan dan kondisi sosial ekonomi desa untuk menyusun Tabel I/O. Dari hasil penyusunan Table I/O ini akan terlihat sektor ekonomi mana yang menjadi sektor penghela ekonomi desa. Dengan mengetahui sektor ekonomi penghela ini kemudian diterapkan teknologi energi terbarukan untuk meningkatkan nilai tambah dari sektor ekonomi penghela tadi. Pada penelitian ini teknologi energi yang diterapkan adalah berupa teknologi pengering surya hibrid dengan energi angin. Setelah mesin pengering surya hibrid dibangun maka dilakukan analisis aliran dana dari pengering surya hibrid yang dijadikan Pusat Pengolahan Skala Kecil (PPSK) desa. Dari hasil analisis aliran dana ini kemudian dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap PDRB yang dihitung dari Tabel I/O. LEAP model kemudian diterapkan untuk menentukan skenario pembangunan ekonomi desa untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang. 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Tablolong dapat dicapai melauui jalur darat dari Kota Kupang memakai kendaraan roda empat ,dengan jarak tempuh sekitar 30 km ke arah barat , kondisi jalan secara umum
~ 301 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
beraspal, namun dengan alur tanjakan dan berbelok, sehingga kecepatan yang aman tidak dapat melebih rata-rata 20 km/ jam. Letak geografis desa Tablolong sebelah utara berbatasan denagn desa Tesabela, di selatan berbatasan dengan desa Lifuleo, di Timur berbatasan dengan desa Tesabela dan desa Lifuleo, sebelah barat berbatasan laut (lautan Hindia). Jumlah Penduduk 1116 jiwa, laki-laki 569 jiwa, dan perempuan 547 jiwa dan terdiri dari 278 KK. Desa Tablolong mempunyai luas wilayah keseluruhan sekitar 18 km2 , dengan panjang pesisir atau garis pantai sekitar 3.5 km.
6.1
SEBARAN PENDUDUK MENURUT MATA PENCAHARIAN
Tabel 3 berikut menyajikan sebaran mata pencaharian penduduk desa Tablolong, dimana terlihat mayoritas adalah bekerja sebagai nelayan dan petani rumput laut dan sebagian menjadi petani. Sisanya bekerja sebagai peternak, wiraswasta dan PNS. Tabel 3. Sebaran penduduk berdasarkan mata pencaharian No 1 2 3 4 5
Mata Pencaharian Junlah KK Petani 30 Peternak 11 Nelayan dan Petani Rumput laut 274 Wiraswasta/Pedagang 10 PNS 11
Pada Tabel 4 ditunjukkan tingkat pendidikan penduduk desa Tablolong. Tabel 4. Distribusi pendudukn berdasarkan tingkat Pendidikan: No 1 2 3 4 5 6 7
6.2
Tingkat Pendidikan S3 S2 S1 D3 SMA SMP SD
Jumlah 3 17 6 232 269 537
BUDI DAYA RUMPUT LAUT.
Lokasi rumput laut, terletak sepanjang pantai sebelah barat desa Tablolong, berjarak sekitar 500 meter dari pantai , sepanjang 2 s/d 3km. Jenis rumput laut yang ditanam adala
~ 302 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Euchema cottoni (warna hijau), Saleacea gocem (hijau). Gracelaria (coklat), rumput laut local (merah). Cara yang dilakukan adalah dengan memakai sistem longline, dengan memakai jangkar berupa karung pasir, dan pelampung dari botol air mineral 1600 ml. Tali yang dipakai adalah tali tambang plastic dengan jarak sekitar 25 cm , sepanjang 25 meter. Jarak tanam Antara 25 cm disepanjang tali, dengan berat bibit 250 gr . Harga bibit sekitar Rp 4000/kg. Panen dilakukan dengan memakai perahu kecil, diangkut ke pantai , dibersihkan, dijemur di atas para-para yang berukuran sekitar 3 x 4 m2. Ada petani yang sudah punya gudang untuk penyimpanan hasil panen yang sudah dijemur. Letak gudang berdampingan dengan rumah tinggal. Hasil untuk sekali panen adalah untuk tiap kk rata-rata 500 kg, dengan frekwensi tanam/panen raya 4 kali dalam setahun harga jual kering adalah Rp 15.000 sd 20.000/kg. 6.3
POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN
Pada Gbr.1. terlihat potensi energi angin dimana 90.7% berada pada kisaran 0-5m/detik, dimana untuk kisaran 0-2.5 m/detik berada frekuansi 49.5%.
Gambar 1. Distribusi frekuensi energi angin di Kupang 6.4
TABEL I/O
Tabel I/O untuk desaTablolong dapat dilihat pada Table 5 berikut. Disni terlihat bahwa sektor rumput
~ 303 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 5. Table I/O untuk desa Tablolong (dalam Juta Rp)
Laut merupakan sektor penghela ekonomi desa tablolong dengan pangsa sebesar 45.7%terhadap total output, diikuti oleh sektor perikanan sebesar 38.9%. Dari Tabel 5 dan Sektor
Intermediate
Final
Total
Demand
Demand
Demand
1. Rumput Laut
2. Perikanan
3. Peternakan
4. Komersil/Warung
5. Transportasi+energi
Total
Import
Total
Total
Output
Supply
695,00
2200,00
2895,00
0,00
2895,00
895,00
31,52%
33,22%
32,80%
0,00%
45,69%
32,80%
0,00
2464,00
2464,00
0,00
2464,00
2464,00
0,00%
37,21%
27,91%
0,00%
38,89%
27,91%
13,60
436,21
449,80
223,64
226,16
449,80
0,62%
6,59%
5,10%
8,98%
3,57%
5,10%
447,09
1522,05
1969,14
1408,20
560,94
1969,14
20,28%
22,98%
22,31%
56,52%
8,85%
22,31%
1049,00
0,00
1049,00
859,45
189,55
1049,00
47,58%
0,00%
11,88%
34,50%
2,99%
11,88%
2204,69
6.622,26
8826,94
2491,29
6335,65
8826,94
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
hasil eksport dapat dihitung PDRB desa seperti ditunjukkan oleh Table 6 berikut.
Tabel 6. Nilai PDRB desa Tablolong (dalam Juta Rp) Sektor
Nilai
Persentage
Persentase dari
of Final
PDRB
Demand
~ 304 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Konsumsi rumah tangga
3851,69
58%
Eksport
2770,57
42% (Net Export-Import)= 7%
Total permintaan akhir
6622,26
100%
(2491,29)
-38%
Import
4130,96
PDRB
6.5
(Konsumsi) 93%
ANALISIS ALIRAN DANA MESIN PENGERING SURYA HIBRID
Mesin pengering yang dibangun berukuran 4 m x 6 m dengan tinggi 2.4 m. Pengering ini mempunyai kapasitas 300 kg basah dan mampunmengeringkan dalam waktu 2.5 hari. Dengan biaya seperti pada Tabel 7 dapat dihitung parameter keekonomian dari mesin pengering surya hibrid. Disini diasumsikan bahwa skim pengoperasikan menerapkan sistem sewa yaitu sebesar 1000/kg rumput laut basah dengan menggunakan kredit sebesar 14%/tahun. Dari analisis aliran dana dapat diketahui nilai ROI sebesar 21.26%, titik impas 4 tahun dan nilai NPV selama 10 tahun sebesar Rp. 59716141.86. Gambar 2 menunjukkan pembayaran pinjaman pokok tiap tahun dimana terlihat bahwa pada tahun ke 4, pinjaman pokok tadi dapat dilunasi.
Pembayaran pokok (Rp)
1.50E+08
1.00E+08
5.00E+07 0.00E+00 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-5.00E+07
-1.00E+08
Tahun
Gambar 2. Hasil pembayaran biaya pinjaman pokok investasi.
~ 305 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
6.6
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
4DAMPAK OPERASI MESIN PENGERING HIBRID TERHADAP PDRB DESA TABLOLONG
Bila dihitung dampak operasi mesin pengering hibrid terhadap PDRB hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. Disni terlihat bahawa pada masa 10 tahun besarnya dampak penggunaan mesin pengering dapat menambahkan PDRB sebesar 5%.
Tabel 7.Dampak pengoperasian mesin pengering hibrid terhadap PDRB Tahun
Pendapatan
Ke-
dari
PDB
Income
%
HH/Bulan Kenaikan
Instalasi Pengering 0
7
4130964000
1,256,376
0%
1
-52200000
4078764000
1,240,500
-1,26%
2
-31261752
4099702248
1,246,868
-0,76%
3
-16060949
4114903051
1,251,491
-0,39%
4
-5229372
4125734628
1,254,785
-0,13%
5
2297795
4133261795
1,257,075
0,06%
6
10133770
4141097770
1,259,458
0,25%
7
15151416
4146115416
1,260,984
0,37%
8
18098114
4149062114
1,261,880
0,44%
9
19545807
4150509807
1,262,321
0,47%
10
19929544
4150893544
1,262.437
0,48%
KESIMPIULAN a) Penduduk Dusun Tablolong merupakan penghasil rumput laut dengan kapasitas produksi 548 Ton/tahun b) Pangsa produksi sektor rumput laut 46% diikuti oleh sektor perikanan sebesar 38.9% c) Desa Tablolong mempunyai PDB sebesar Rp 4,130,964,000.d) Kontribusi PPSK (berupa pengering surya) terhadap PDB adalah 0.5% dalam 10 tahun.
Ucapan terima kasih
~ 306 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan hibah Dikti No.251/SP2H/PI/DITLITABMAS/VII/2013
8
KEPUSTAKAAN
Anggadiredja, dkk,2008.. Rumput laut,Jakarta:Penebar Swadaya Dwi Yahya, 2013. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Budidaya Rumput Laut (Metode Tali Letak Dasar).BNI. Ditjen Perikanan Tangkap, DKP, RI, 2006. 8.1
DIAN, W, 2012.ANALISA USAHA BIDANG PERIKANAN “ USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT (SEAWEED CULTURE) METODA RAKIT APUNG “. HTTP://DIAN-W-FPK11.WEB.UNAIR.AC.ID/ARTIKEL_DETAIL
8.2
WISMAN INDRA ANGKASA, HERI PURWOTO, JANA ANGGADIREDJA. TEKNIK BUDIDAYA RUMPUT LAUT. DIREKTORAT PENGKAJIAN ILMU KEHIDUPAN-BPPT.
8.3
HTTP://KENSHUSEIDESU.TRIPOD.COM/ID49.HTML
.DIKUNJUNGI,
AGUSTUS 201 9
YUNIAS DAO, 2013. BUDIDAYA RUMPUT LAUT EUCHEUMA SP.
10 HTTP://DENDIHIDAYAT12030.BLOG.TEKNIKINDUSTRI.FT.MERCUBUANA. AC.ID/
~ 307 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
‘
~ 308 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN PO. MAJU LANCAR JURUSAN JAKARTA-WONOSARI Sukardi Jurusan Majemen - Fakultas Ekonomi [email protected] ABSTRAK Memberikan pelayanan kepada pelanggan merupakan hal penting bagi setiap peruahaan khususnya yang bergerak dalam bidang jasa seperti layanan transportasi PO. Maju Lancar. Kepuasan pelanggan merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam mengelola pelayanan dengan baik. Semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan maka semakin tinggi pula ekpektasi perusahaan dalam menggaet pelanggan agar semakin loyal. Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan langsung dengan memberikan kuesioner kepada pelanggan yang telah menggunakan jasa layanan PO. Maju Lancar sebanyak tiga kali pulang pergi. Alat analisa yang digunakan adalah menggunakan tingkat kesesuaian (Tki = Xi/Yi)*100% antara kinerja dengan harapan yang diterima pelanggan. Kedua menggunakan diagram kartesius empat kuadran yang berguna untuk melihat penyebaran indikator layanan seperti : Tangible, Reliability, Responsiveness, Insurance dan Emphaty menujukkan rata-rata sudah mencapai harapan pelanggan atau puas. Simpulan dari hasil penelitian ini adalah : Kinerja PO. Maju Lancar telah memenuhi apa yang diharapkan pelanggan. Namun ada dua indikator yang perlu diperbaiki atau di tingkatkan pelayanannya seperti : Kondisi fisik ruang tunggu, toilet. Selain itu juga perlu ditingkatkan pelayanan seperti memahami keinginan pelanggan seperti : informasi penting kepada setiap pelanggan, jam keberangkatan, informasi keterlambatan. Kata kunci : Pelanggan, Kepuasan, Persepsi, Harapan, Kinerja
1
PENDAHULUAN
Kegiatan organisasi perusahaan memiliki tujuan utama yaitu Laba, karena laba merupakan tolok ukur dapat
perusahaan berhasil atau tidaknya dalam menjalankan kegiatannya. Laba
diperoleh
dari
selisih antara pendapatan setelah dikurangi biaya operasional
perusahaan. Sumber penerimaan perusahaan tidak lepas dari para pelanggan
atau
konsumen, maka muncullah alasan mengapa konsumen memilih barang/jasa tertentu selalu memilih-milih yang dianggap baik, berkualitas serta memberikan kenyamanan dan kepuasan. Usaha setiap perusahaan selalu ingin memberikan kepuasan pelanggannya dengan berbagai bentuk seperti, memberikan fasilitas lebih baik, pelayanan prima, memberikan harga yang pantas dan lain sebagainya. Oleh karena itu perusahaan selalu
~ 309 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
6 menyediakan kebutuhan yang bisa membuat para konsumen merasa puas, maka sahaan tersebut akan lebih
mudah dalam mencapai keuntungan yang diinginkan.
Pelayanan adalah faktor penting dan utama dalam sebuah usaha di bidang jasa, di mana para pelanggan akan merasa puas apabila mereka memperoleh pelayanan yang baik Akan tetapi para pelanggan akan pergi apabila pelayanan yang diberikan tidaklah memuaskan. Selain itu dengan didukung
fasilitas
yang
lengkap
dan
memenuhi syarat serta harga yang terjangkau, maka tentulah hal tersebut akan membuat konsumen merasa terpuaskan. Dengan adanya integrasi unsur-unsur tersebut tentu akan menjadi kunci keberhasilan
perusahaan
jas
untuk
meningkatkan
informasi, membangun kepuasan pelanggan melalui kualitas pelayanan Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian yang berjudul: Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan
Po. Maju Lancar Jurusan Jakarta-
Wonosari (Studi Kasus : Pelanggan Agen Larangan) 2
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan gambaran latar belakang di atas maka dapat di rumuskan permasalahannya sebagai berikut : Bagaimana tingkat kepuasan pelanggan Bus PO. Maju Lancar Jurusan Jakarta-Wonosari ? 3
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui t ingkat kepuasan pelanggan Bus PO. MAJU LANCAR. 4
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian yang ingin dicapai berkaitan dengan penelitian ini adalah: a.
Bagi Pimpinan Perusahaan, Dapat dijadikan dasar dalam memantau kepuasan pelanggan.
b.
Peneliti Lain
Sebagai informasi tambahan dan referensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya bidang manajemen pelayanan.
~ 310 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
5
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
LANDASAN TEORI
5.1
PENGERTIAN JASA, KUALITAS JASA DAN KEPUASAN KONSUMEN
Banyak para pakar mendefisikan pengertian jasa seperti yang dikutip menurut Kotler (1992:229) memberikan definisi jasa sebagai berikut : A sevice is any activity or performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in ther ownership of anytihing. Its production may or may not be tied to a physical product. Artinya : Suatu jasa adalah berbagai tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada yang lain yang pada dasarnya tidak dapat dilihat dan tidak menghasilkan hak milik terhadap sesuatu. Produksinya dapat berkenan dengan sebuah produk fisik ataupun tidak. Selanjutnya menurut Gronroos dalam Lupiyoadi (2001:5) pengertian jasa adalah : A service is an activity or series of activities of more or less intangible nature that normally, but not necessarile, take place in interactions between the customer and service employees and or physical resources or good and or system of the service provider, which are provided as solutions to customer problems. Artinya : Jasa adalah suatu aktivitas atau rangkaian aktivitas yang biasanya bersifat lebih kurang, tempat interaksi antara konsumen dengan pelayanan karyawan melalui sumber daya fisik atau menyediakan sistem serta menyediakan penyelesaian masalah konsumen. Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan produk yang tidak berujud dan tidak dapat dimiliki secara hak milik serta digunakan bersamaan waktu dengan nilai tambah manfaat yang dirasakan. Oleh karena itu jasa merupapan produk yang tidak berwujud dan langsung dirasakan bersamaan saat mengkonsumsinya karena jasa tidak dapat disimpan atau digudangkan. 5.2
PENGERTIAN KUALITAS JASA
Menurut Zeithaml dan Bitner (1996:36), definisi kualitas jasa adalah : “Tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”. Oleh karena itu ada dua hal yang dapat mempengaruhi kualitas jasa, yaitu Expected Service dan Perceived Service. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (Perceved Service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa diharapkan baik dan memuaskan. Namun jika jasa yang diterima melebihi harapan pelanggan, maka kualitas jasa harapan sebagai kualitas jasa ideal. Jika jasa yang diterima
~ 311 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Sehingga baik buruknya kualitas jasa tergantung dari penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Menurut Olson dan Dover dalam Zeithaml (1996:65), kualitas pelayanan menurut harapan pelanggan adalah : “Keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut” Jadi menurut Olson kualitas pelayanan merupakan acuan standar konsumen dalam menilai kinerja yang pernah dilakukan oleh orang lain. Adapun menurut Fandy Tjiptono (1997:130), yang dimaksud dengan kualitas ada tiga pendekatan yaitu : 1)
Harapan pelanggan yang paling sederhana dan berbentuk asumsi (must have, atau take it for granted), contoh pelanggan mengaharapkan universitas agar menyediakan dosen dengan kualitas yang baik dengan menguasai ilmu di bidangnya.
2)
Harapan yang lebih tinggi dibanding dengan harapan sederhana, misalkan jika suatu saat pelanggan menghadapi permasalahan, seorang dosen dapat memberikan perhatian yang lebih dengan membantu memecahkan masalah tersebut.
3)
Harapan yang lebih tinggi lagi dibanding dengan harapan pertama dan kedua, yaitu mendapat kesenangan tersendiri (delightfulness) dengan sempurna sehingga pelanggan lebih tertatik.
Adapun dimensi-dimensi kualitas layanan menurut
Fandy Tjiptono (2002:131)
sebagaimana berikut : Table 1. Dimensi-dimensi Kualitas Layanan No. 1.
Dimensi Tangibles
Variabel-variabelnya Fasilitas fisik, Perlengkapan, Pegawai Sarana komunikasi informasi 2. Reliability Kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3. Responsiveness Keinginan para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tangap 4. Assurance Pengetahuan, Kemampuan, Kesopanan Sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf Bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan 5. Empathy Kemudahan dalam melakukan hubungan Komunikasi yang baik, Perhatian pribadi Memahami kebutuan Para pelanggan Sumber : Fandy Tjiptono, (2002)
~ 312 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Salah satu faktor yang dapat menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam melayani pelanggan dengan mutu yang baik memiliki dampak terhadap peningkatan pangsa pasar, benefit perusahaan maupun meningkatkan volumen penjualan serta peningkatan jumlah pelanggan. Berikut ini pendekatan kualitas pelayanan yang dijadikan acuan risert pemasaran model servqual (Service Quality) yang dikembangkan oleh : Rambat Lupiyoadi, Parasuraman, dalam Zeithaml dan Berry (2001:148) dimensi kualitas pelayanan sebagai berikut : Tangible (Bukti Fisik) Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensisnya kepada pihak eksternal. Penampulan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Contoh berupa fisik ( Gedung, Teknologi yang digunakan, Penampilan Pegawai. Realibility (Keandalan) Yaitu : Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan. Contoh berupa keandalan (Sikap pegawai yang simpatik, akurasi pegawai yang tinggi) Responsiveness (Daya Tanggap) Yaitu : suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelangga, dengan penyampaian informasi yang jelas. Jika terjadi dengan membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. Assurance (Jaminan/kepastian) Yaitu : Pengetahuan, kesopanan dan santun dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Contoh : Beberapa
komponen
antara
lain
komunikasi
(Communication),
kredibilitas
(Credibility), keamanan (Security) kompetensi (Competence) dan sopan santun (Courtesy)
~ 313 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Empathy (Perhatian/keramahan) Yaitu : Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat infividual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
5.3
KEPUASAN KONSUMEN/PELANGGAN
Menurut Kotler dalam Buchari Alma (2003:34), ada beberapa metode mengukur kepuasan pelanggan yaitu :
1) Sistem Keluhan dan Saran (Complaint and suggestion system) Banyak perusahaan yang berhubungan dengan langganan dengan cara membuka kotak saran dan menerima keluhan-keluhan yang dialami oleh lpelanggan. Ada juga perusahaan memberi amplop yang telah ditulis alamat perusahaan untuk digunakan menyampaikan saran keluhan serta kritik setelah mereka sampai di tempat tujuan. Saran-saran tersebut dapat juga disampaikan melalui kartu komentar, customer hot line informasi ini dapat memberikan ide-ide dan masukan kepada perusahaan yang memungkinakan perusahaan mengantisipasi dan cepat tanggap terhadap kirtik dan saran tersebut.
2) Survey kepuasan pelanggan (Customer satisfaction surveys) Tingkat keluhan yang disampaikan oleh konsumen tidak bisa disimpulkan secara umum untuk mengukur kepuasan konsumen pada umumnya. Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan melalui survey, melalui pos telepon, atau wawancara pribadi. Atau ada perusahaan mengirimkan angket ke orang-orang tertentu.
3) Pembeli bayangan (Ghost shopping) Dalam hal ini perusahaan minta kepada orang-orang tertentu sebagai pembeli ke perusahaan lain atau ke perusahaannya sendiri. Pembeli bayangan atau misteri ini merupakan mata-mata untuk mengetahui segalanya dan melaporkan kepada perusahaan untuk memberikan masukan dalam pengambilan keputusan. Selain itu dimungkinkan
~ 314 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
juga seorang manajer untuk terjun langsung ke lapangan sehingga data yang didapat lebih akurat yang langsung di alami.
4) Analisis pelanggan yang beralih (Lost customer analysis) Bagi perusahaan yang mulai kehilangan pelanggan, maka pihak manajemen mencoba menghubungi langsung kepada pelanggannya untuk mendapatkan informasi secara langsung, kenapa mereka pindah langganan. Sehingga setelah diperoleh informasi, maka perusahaan dapat menentukan strategi dalam mempengaruhi pelanggan untuk kembali ke perusahaan tersebut. 6 6.1
METODOLOGI PENELITIAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di agen larangan Jl Ciledug Raya. Kec. Larangan. Alasan memilih Agen wilayah Larangan karena lokasi mudah dijangkau dan sangat relevan untuk diteliti secara ilmiah dan sekaligus menghemat waktu dan biaya serta dekat dengan tempat tinggal. Penelitian dilakukan selama bulan April sampai dengan juni 2014. 6.2
METODE PENGUMPULAN DATA
Penelitian Kepustakaan (Library Research). Metode kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data sekunder yang bersumber dari berbagai literatur, seperti buku-buku teks Manajemen Pemasaran, jumlah Pelanggan agen larangan.
Penelitian Lapangan (Field
Research). Penelitian lapangan adalah suatu metode pengumpulan data primer dengan cara mengajukan daftar pertanyaan (Kuesioner) kepada para pelanggan Bus Po. Maju Lancar sebagai responden selama kurun waktu satu bulan. 6.3
POPULASI
Populasi dalam penelitian ini adalah orang yang pernah menggunakan jasa layanan Bus PO. Maju Lancar Jurusan Jakarta -Wonosari Yogyakarta. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah Jumlah sampel yang diinginkan oleh peneliti adalah sebanyak 100 responden dengan pertimbangan jumlah populasi tidak dapat diketahui dengan pasti, sehingga untuk menentukan ukuran jumlah sampel digunakan pendekatan pendugaan proporsi. Rumus : Pendugaan Proporsi atau Proporsi Tak Terduga :
~ 315 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
Z / 2 n e
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
2
Dimana : n = Jumlah konsumen yang akan dijadikan responden Z = Nilai z dari tingkat keyakinan p = Proporsi konsumen e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan
sampel yang masih dapat ditolelir diinginkan (error sampling) 5% Berdasarkan rumus di atas, menggunakan kaidah P = ½ atau 0,5 tingkat keyakinan Z = 95%, dan e = 5%, maka diperoleh 97 responden atau pembulatan 100 responden. 6.4
METODE PENGAMBILAN SAMPEL
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah secara purposive sampling yaitu : pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu pelanggan yang telah menggunakan jasa transportasi PO. Maju Lancar Jurusan Jakarta-Wonosari sebanyak 3 kali PP selama tiga bulan terakhir. 6.5
METODE ANALISIS DATA
Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistik deskriptif dengan distribusi frekuensi serta menggunakan diagram kartesius. Selanjutnya untuk mengukur digunakan Servqual score yaitu responden dengan memberikan penilaian yang didasarkan pada kuesioner pertanyaan yang bersifat tertutup karena disetiap pertanyaan yang diajukan sudah terdapat jawaban, dengan demikian responden lebih mudah dalam memberikan jawaban yang dianggap sesuai. Pertanyaan yang diajukan didasarkan pada 5 (lima) dimensi jasa pelayanan yaitu : Untuk menghitung total skor tingkat pelaksanaan dan tingkat harapan digunakan rumus :
∑X, ∑Y = (1xa1) + (2xa2) + (3xa3) + (4xa4) + (5xa5) ∑X, ∑Y
= Nilai skor ( X= pelaksanaan, Y= harapan)
a1 …a5
= Jumlah responden yang memilih skor 1-5
~ 316 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Sedangkan untuk menghitung tingkat kesesuaian antara pelaksanan/persepsi (X) dan tingkat kepentingan/harapan (Y) maka digunakan rumus menurut J. Supranto (2001:241) adalah : Xi Tki =
--------
x
100% Keterangan : Tki
= Tingkat kesesuain responden
Xi = Skor penilaian kinerja perusahaan/kenyataan layanan yang diberikan Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan/harapan yang diinginkan.
7
HASIL PENELITIAN
7.1
ANALISIS KARAKTERISTIK RESPONDEN
Karakteristik responden ini menggambarkan kondisi responden dilihat dari profilnya mulai jenis kelamin, umur, pekerjaan, penghasilan dan seterusnya.
Gambaran pada profil
responden pengguna jasa bus PO. Maju lancar dapat dilihat dari hasil analisis diskriptif statistic sebagai berikut : Table 2. Jenis Kelamin Pilihan Jawaban Frequency Percent Laki-laki 59 59.0 Perempuan 31 31.0 Total 100 100.0 Sumber : Kuesioner diolah 2014
Valid Percent 59.0 31.0 100.0
Cumulative Percent 69.0 100.0
Dari 100 responden, ternyata bahwa jumlah responden pria sebanyak 59 orang atau 59% %., sedangkan responden perempuan sebanyak 31 orang atau 31%. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penumpang bus PO. Maju Lancar adalah laki-laki.
~ 317 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Table 3. Umur Responden Pilihan Jawaban
Frequency
Percent
17-22 tahun 18 23-28 tahun 25 Valid 29-34 tahun 12 >35 tahun 45 Total 100 Sumber : Kuesioner diolah 2014
18.0 25.0 12.0 45.0 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 18.0 18.0 25.0 43.0 12.0 55.0 45.0 100.0 100.0
Dari 100 responden, ternyata bahwa responden yang berumur antara 17 – 22 tahun sebanyak 18 orang atau 18%, responden yang berumur antara 23-28 tahun sebanyak 25 Orang atau 25%, kemudian responden yang berumur antara 29 tahun – 34 tahun sebanyak 12 orang atau 12%, sedangkan responden yang berumur di atas 35 tahun sebanyak 45 Orang atau 45%. Hal ini menunjukkan bahwa penumpang Bus PO. Maju Lancar mayoritas yang berusia di atas 35 tahun. Table 4. Pendapatan responden Pilihan jawaban
Frequency
Percent
<1 JT 28 28.0 1-2.9 JT 24 24.0 Valid 3-4.9 JT 23 23.0 >4 JT 25 25.0 Total 100 100.0 Sumber : Kuesioner diolah 2014
Valid Percent 28.0 24.0 23.0 25.0 100.0
Cumulative Percent 28.0 52.0 75.0 100.0
Dari 100 responden, ternyata responden yang memiliki pendapatan kurang dari 1 Juta sebanyak 28 orang atau 28%, sedangkan responden yang memiliki pendapatan per bulan 12.9 Juta sebanyak 24 responden atau 24%, responden yang pendapatannya antara 3-4.9 Juta sebanyak 23 responden atau 23%, kemudian responden yang memiliki pendapatan di atas 4 Juta sebanysk 25 responden atau 25%. Table 5. Frekuensi Menggunakan Jasa Transportasi Pilihan Jawaban Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent <3 kali 44 44.0 44.0 44.0 4-6 kali 15 15.0 15.0 59.0 Valid 7-8 kali 25 25.0 25.0 84.0 >9 kali 16 16.0 16.0 100.0 Total 100 100.0 100.0 Sumber : Kuesioner diolah 2014
~ 318 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Responden yang menggunakan jasa umumnya rata-rata kurang dari tiga kali sebanyak 44 responden atau sebesara 44%, sedangkah yang menggunakan jasa transportasi PO. Maju Lancar 4-6 kali sebanyak 15 responden atau sebesar 15%, sedangkah responden frekuensi penggunaan jasa transportasi 7-8 kali sebanyak 25 responden atau sebesar 25%, responden yang menggunakan di atas 9 kali sebanyak 16 orang atau sebesar 16%.
Table 6. Tempat Tinggal Responden Tempat tinggal responden Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Gaga 7 6.8 7.0 7.0 Larangan Utara 22 21.4 22.0 29.0 Larangan selatan 20 19.4 20.0 49.0 Kreo 20 19.4 20.0 69.0 Valid Larangan Indah 19 18.4 19.0 88.0 Mencong 10 9.7 10.0 98.0 Lainnya 2 1.9 2.0 100.0 Total 100 97.1 100.0 Sumber : Kuesioner diolah 2014
Tempat tinggal responden yang berlangganan di Agen PO. Maju Lancar Larangan menunjukkan sebanyak 7 orang atau 6,8% tinggal di Gaga, sedangkan sebanyak 22 Orang atau sebanyak 21.4% tinggal di Larangan Utara, sebanyak 20 orang atau sebesar 19.4% tinggal di Larangan Selatan, sedangkan yang tinggal di Kreo sebanyak 20 orang atau sebesar 19.4%, responden yang tinggal di Larangan indah sebanyak 19 orang atau sebesar 18.%, responden yang tinggal di wilayah Mencong sebanyak 10 orang atau sebesar 9.7%, dan pelanggan yang tinddal di wilayah lain sebanyak 2 orang atau sebesar 1,9%. 7.2
ANALISIS TINGKAT KESESUAIAN FAKTOR-FAKTOR KUALITAS JASA PELAYANAN
AGEN
PO.
MAJU
LANCAR
TERHADAP
KEPUASAN
PELANGGAN Berdasarkan
hasil
penilaian
tingkat
kepentingan/harapan
dan
hasil
penilaian
pelaksanaan/persepsi maka dihasilkan suatu perhitungan tingkat kesesuaian antara tingkat harapan dan tingkat pelaksanaan/kenyataan yang dilakukan oleh Agen PO. Maju Lancar Larangan. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor pelaksanaan/persepsi dengan tingkat harapan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
~ 319 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Table 7. Nilai Kesesuaian antara Harapan dan Pelaksanaan Terhadap Tingkat Kepuasan Pelanggan
No.
BUTIR INSTRUMEN
Jumlah ratarata Nilai setiap Instrumen
Gap Xi Tki= --- x 100% Yi
Harapan Kinerja A 1 2
BUKTI FISIK (TANGIBLE) Kenyamanan/kebersihan ruang tunggu agen Kebersihan toilet tunggu
4.5 3.97 4.2 4.1 Rata-rata B KEANDALAN PELAYANAN (RELIABILITY) 3 Perhatian serius dalam melayani pelanggan 4.58 4.6 Membantu setiap masalah yang dihadapi 4 4.49 4.71 pelanggan Rata-rata C DAYA TANGGAP PELAYANAN (RESPONSIVENESS) Kesediaan melayani keperluan pelanggan 5 4.45 4.56 dengan cepat Kesediaan menanggapi setiap keluhan 6 4.67 4.66 pelanggan Rata-rata D JAMINAN KEPERCAYAAN PELANGGAN (ASSURANCE) 7 Sikap yang ramah dalam melayani pelanggan 4.53 4.55 Kemampuan dalam melayani pelanggan 8 4.46 4.52 dengan profesional Rata-rata E MEMAHAMI KEINGINAN PELANGGAN (EMPHATY) Memberikan kemudahan kepada pelanggan 9 4.41 4.39 dalam komunikasi Memberikan perhatian kepada setiap 10 4.62 4.6 pelanggan Rata-rata Sumber : Hasil Analisis Kuesioner, diolah, 2014
88.22 97.62 92.92 100.44 104.90 102.67 102.47 99.79 101.13 100.44 101.35 100.89 99.55 99.57 99.56
1. Bukti Fisik Nilai sekor rata-rata tingkat kesesuaian antara harapan dan kinerja berupa fisik sebesar 92.92%, Artinya bukti fisik atau fasilitas pendukung yang diberikan oleh Po. Maju Lancar memiliki kategori mendekati harapan pelanggan. Oleh karena itu perlu dipertahankan dengan memperbaiki hal-hal yang dianggap pelanggan penting. 2. Keandalan Pelayanan
~ 320 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Nilai sekor rata-rata tingkat nilai kesesuaian antara harapan dan kinerja berupa pelayanan sebesar
102.67%, artinya pelayanan yang diberikan oleh Po. Maju
Lancar memiliki kategori pelanggan sangat puas. Oleh karena itu pelayanan yang telah diberikan perlu dipertahankan. 3. Daya Tanggap Pelayanan Nilai sekor rata-rata tingkat kesesuaian antara harapan dan kinerja berupa daya tanggap pelayanan sebesar 101.13%, artinya daya tanggap pelayanan Crew Po. Maju Lancar bagi pelanggan sangat memuaskan. Hal ini perlu dipertahankan. 4. Jaminan Kepercayaan Kepada Pelanggan Nilai sekor rata-rata tingkat kesesuaian antara harapan dan kinerja berupa jaminan kepercayaan terhadap pelanggan menunjukkan mendekati harapan dengan nilai 100.89 %, artinya bahwa harapan pelanggan tentang jaminan yang diberikan Po. Maju Lancar menunjukkan pelanggan puas. 5. Memahami Keinginan Pelanggan Nilai rata-rata tingkat kesesuaian antara harapan dan kinerja dalam memahami keinginan pelanggan menunjukkan mendekatai harapan pelanggan dengan nilai 99.56%, yang artinya Crew Po. Maju Lancar perlu meningkatkan dalam memahami keinginan pelanggan yang lebih baik lagi.
7.3
ANALISIS DIAGRAM KARTESIUS Berikut ini hasil hitung rata-rata variabel kinerja dan harapan yang digunakan sebagai dasar menentukan tingkat kesesuaian ke dalam empat kuadran diagram kartesius.
No 1 2 3 4 5 6
Instrumen Harapan dan Kinerja
Kinerja X
Harapan Y
3.14
4.78
3.08
4.66
3.41
4.58
3.40
4.49
3.56
4.63
3.62
4.67
Kenyamanan/kebersihan ruang tunggu agen Kebersihan toilet tunggu Perhatian serius dalam melayani pelanggan Membantu setiap masalah yang dihadapi pelanggan Kesediaan melayani keperluan pelanggan dengan cepat Kesediaan menanggapi setiap keluhan pelanggan
~ 321 ~
Analisis tingkat kesesuaian Pertahankan Pertahankan Pertahankan Berlebihan Pertahankan Pertahankan
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Sikap yang ramah dalam melayani Berlebihan pelanggan 3.64 4.53 Kemampuan dalam melayani Pertahankan 8 pelanggan dengan profesional 3.58 4.46 Memberikan kemudahan kepada Pertahankan 9 pelanggan dalam komunikasi 3.58 4.60 Memberikan perhatian kepada setiap Pertahankan 10 pelanggan 3.39 4.62 Rata-rata 3.00 4.51 Table 8. Analisa instrument berdasarkan penyebaran dalam empat kuadran 7
Gambar 1. Diagram Kartesius Dari hasil analisis dengan diagram kartesius tersebut di atas memberikan gambaran secara keseluruhan instrumen yang menentukan kepuasan pelanggan pengguna jasa PO. Maju lancar, tersebut dapat di analisis sebagai berikut :
1.
Kuadran A (Prioritas Tinggi)
Faktor-faktor dalam kuadran ini merupakan faktor yang mempengaruhi terhadap kepuasan pelanggan dengan prioritas tinggi, sehingga pelaksanaannya harus ditangani secara serius oleh PO. Maju Lancar karena jika diabaikan dapat menimbulkan dampak ketidakpuasan bagi pelanggan atau kecewa. Dalam kasus ini tidak terdapat instrumen yang masuk ke dalam kuadran A, artinya bahwa responden dan penyedia jasa transportasi memiliki persepsi tidak ada hal-hal yang menjadi prioritas tinggi bagi responden dan penyedia jasa telah memberikan layanan dengan maksimal.
~ 322 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
2.
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Kuadran B (Pertahankan Prestasi)
Faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini adalah faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dalam harapan posisi tinggi, sehingga perlu dipertahankan, karena antara pelaksanaan dengan harapan telah mencapai kondisi yang baik. Faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini adalah : 1. Kenyamanan/kebersihan ruang tunggu agen 2. Kebersihan toilet tunggu 3. Perhatian serius dalam melayani pelanggan 4. Kesediaan melayani keperluan pelanggan dengan cepat 5. Kesediaan menanggapi setiap keluhan pelanggan 6. Kemampuan dalam melayani pelanggan dengan profesional 7. Memberikan kemudahan kepada pelanggan dalam komunikasi 8. Memberikan perhatian kepada setiap pelanggan
Dalam kuadran pertahankan ini terdapat delapan factor, artinya bahwa jasa pelayanan PO. Maju Lancar Jurusan Jakarta-Jogya Wonosari telah memberikan kepuasan bagi pelanggannya secara maksimal hal ini menunjukkan bahwa kinerja telah sesuai dengan yang diinginkan pelanggan.
3.
Kuadran C (Prioritas rendah)
Faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini, menunjukkan tingkat pelaksanaan dengan harapan pelanggan berada pada tingkat rendah sehingga perlu diperbaiki dengan prioritas rendah. Dalam studi kasus ini tidak terdapat jawaban responden yang menunjukkan masuk dalam kuadran prioritas rendah. Artinya antara kinerja dengan harapan tidak terdapat perbedaan antara persepsi pelanggan dengan pelayanan yang diberikan crew PO. Maju Lancar.
4.
Kuadran D (Berlebihan)
Faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini, menunjukkan bahwa pelaksanaan telah melebihi dari harapan pelanggan, walaupun faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini tidak terlalu penting. Faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini adalah : 1. Membantu setiap masalah yang dihadapi pelanggan 2. Sikap yang ramah dalam melayani pelanggan
~ 323 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Kedua faktor ini menurut pelanggan dianggap tidak terlalu penting karena harapannya di bawah rata-rata, namun perusahaan jasa PO.
Maju Lancar telah memberikan secara
maksimal sehingga melebihi yang diharapkan pelanggan. Hal ini artinya bahwa crew PO. Maju Lancar lebih mengutamakan bahwa setiap pelanggan sudah dianggap sebagai keluarga besar. 8 8.1
KESIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kinerja pelayanan PO. Maju Lancar jurusan Jakarta-Yogyakarta Wonosari sudah sangat baik. Hal ini berdasarkan pada hasil penelitian dapat dilihat bahwa variabel jasa layanan paling banyak terdapat pada kuadran B yang dikategorikan sebagai tingkat pelayanan pertahankan. Penilaian responden terhadap kinerja PO. Maju Lancar dalam melayani pelangganya dibagi menjadi lima dimensi yaitu : Bukti fisik (Tangibles), Keandalan (reliability), Daya tanggap (keresponsifan), Jaminan (assurance), Memahami keinginan (empati).
Dari
dimensi bukti fisik seperti : Kebersihan dan kenyamanan ruang tunggu, kebersihan toilet jawaban responden mendekati puas dengan nilai rata-rata 92.92%. Artinya harapan pelanggan setelah membandingkan dengan kinerja belum terpenuhi. Dimensi keandalan pelayanan seperti : Perhatian serius dalam melayani pelanggan dan membantu setiap masalah yang dihadapi pelanggan, jawaban sangat puas dengan nilai rata-rata 102.67%. Artinya kinerja melebihi daripada harapan pelanggan. Dimensi daya tanggap seperti : Kesediaan melayani keperluan pelanggan dengan cepat, Kesediaan menanggapi keluhan pelanggan, responden memberikan penilaian dengan rata-rata 101.13% artinya pelanggan sangat puas bahwa setelah membandingkan harapan dengan kinerja ternyata kinerja melebihi harapan pelanggan. Dimensi jaminan kepercayaan seperti : Sikap yang ramah dalam melayani pelanggan dalam ketepatan waktu berangkat dan tiba, jaminan pelayanan kepada pelanggan secara professional responden memberikan penilaian denan nilai ratarata 100.89%. Artinya pelanggan merasa puas karena harapan sebanding dengan kinerja yang diberikan. Dimensi Emphaty seperti : Memberikan kemudahan kepada pelanggan dalam komunikasi, memberikan perhatian penuh kepada setiap pelanggan, responden memberikan jawaban dengan nilai rata-rata 99.56% yang artinya belum puas. Hal ini menunjukkan bahwa antara harapan dengan kinerja belum dapat terpenuhi.
~ 324 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Hasil analisa dengan pendekatan diagram kartesius menunjukkan bahwa dari 10 variabel ternyata 8 variabel masuk ke dalam kuadran B yaitu pertahankan. Artinya variabel-variabel ini antara harapan pelanggan dengan kinerja yang diberikan PO. Maju Lancar kategori tinggi sesuai yang diinginkan oleh pelanggan. Oleh karena itu variabel-variabel ini perlu dipertahankan, seperti : Kenyamanan/kebersihan ruang tunggu agen, Kebersihan toilet tunggu, Perhatian serius dalam melayani pelanggan, Kesediaan melayani keperluan pelanggan dengan cepat, Kesediaan menanggapi setiap keluhan pelanggan, Kemampuan dalam melayani pelanggan dengan professional, Memberikan kemudahan kepada pelanggan dalam komunikasi, Memberikan perhatian kepada setiap pelanggan. Sedangkan factor yang termasuk dalam kuadran D adalah Faktor-faktor seperti : Membantu setiap masalah yang dihadapi pelanggan, Sikap yang ramah dalam melayani pelanggan. Bagi pelanggan pelayanan dalam menyelesaikan masalah dan sikap yang ramah dianggap hal yang biasa, namun perusahaan telah memberikan melebihi harapan pelanggan. 8.2
SARAN
Pihak PO. Maju Lancar perlu meningkatkan pelayanan yang belum dapat memenuhi harapan pelanggan seperti halnya, ketepatan waktu berangkat dan tiba, fasilitas fisik yang baik seprti toilet, ruang tunggu. PO. Maju Lancar perlu mempertahankan hal-hal yang telah dicapai sesuai yang diinginkan oleh pelanggan seperti : Melayani dengan sepenuh hati, sikap yang ramah dalam melayani pelanggan, melayani secara professional dan lain sebagainya. 9
REFFERENSI
Angel, James F. Roger D. Black Well, Paviw, Miniard,1994. Perilaku Konsumen, Edisi Keenam, Jilid I. Jakarta. PT. Bina Rupa Aksara. Basu Swastha dan Irawan. 2001. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: FE UGM. Cecep Hidayat. 1998. Manajemen Pemasaran. Jakarta: IPWL. Djarwanto, PS. Dan Pangestu Subagyo, 1997. Statistik Induktif. Yogyakarta: BPFE. Fandy Tjiptono, 1997. Strategi Pemasaran. Edisi 11. Yogyakarta: Andi Offset. J. Supranto, 1997. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Jakarta: PT. RinekaCipta. Kotler, Philip, 1996.
Manajemen Perusahaan. Jilid I. Edisi Keenam,Jakarta:
~ 325 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Erlangga. Kotler Philip Dan Gary Amstrong, 1997.
Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi
ketiga. Jakarta; Erlangga. Peter, Paul danJerry C. Olson. 2000. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran.(Alih Bahasa Damos Sihombiing).Jakarta: Elrlangga. Singgih Santoso, 2000.Statistik Parametrik (Buku Latihan SPSS). Jakarta: elek Media Komputindo. Sofyan, Assauri, 2003. Usahawan Indonesia. Costomer Satisfaction. Januari. Tim Kamus Pusat Pembinaan Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Teguh
Budiarto,
dan
Fandy
Tjiptono,
1997.
Pemasaran
Internasional.
Edisi
Pertama. Yogyakarta: BPFE. William
J.
Stantono
Y.
Lamarto,1985.
Erlanga
~ 326 ~
Prisip-prinsip
Pemasaran.
Jakarta:
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN (SPT) PAJAK PENGHASILAN TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK DI KANWIL JAWA BARAT I PERIODE TAHUN 2011-2013 Ahmad Basid Hasibuan, Hariyanto Jurusan Akuntansi – Fakultas Ekonomi ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang pengaruh kepatuhan wajib pajak dan penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan terhadap peningkatan penerimaan pajak untuk orang pribadi/badan di Kanwil I Jawa Barat periode tahun 2011- 2013. Sampel penelitian ini berjumlah n = 31, merupakan gabungan dari pajak penghasilan (PPh) untuk orang pribadi dan badan dari 16 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Kanwil I Jawa Barat yang menjadi objek penelitian ini. Metode penelitian ini dengan menggunakan metode kuantitatif, dengan pengolahan data mengunakan SPSS. Kepatuhan wajib pajak meliputi tentang penghitungan, pembayaran jumlah pajak, pelaporan yang disampaikan oleh wajib pajak ke KPP (self assessment) Penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak merupakan kewajiban segenap wajib pajak, yang dilakukan pada waktu yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan undangundang yang berlaku. Berdasarkan koefisien kolerasi Pearson tidak terjadi multikolinieritas. Sedangkan untuk uji autokorelasi Durbin Watson, korelasi ditunjukkan dengan nilai adjusted R square (R²) sebesar 0,647 dimana ada hubungan yang kuat antara kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan dan penyampaian SPT tahunan.Uji hipotesis atas kepatuhan wajib pajak yang terdaftar yang memiliki NPWP tidak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak untuk orang pribadi/badan, sedangkan untuk penyampaian SPT tahunan pajak penghasilan (PPh) berpengaruh terhadap peningkatan pajak penghasilan secara signifikan (sign t adalah 0,156 berarti hipotesis alternatifnya di terima. Kata kunci : Kepatuhan pajak, Pajak penghasilan (PPh), Surat Pemberitahuan (SPT), Penerimaan pajak, Wajib Pajak (WP) orang pribadi dan badan.
1 1.1
PENDAHULAAN LATAR BELAKANG
Saat ini Negara Republik Indonesia lagi gencar-gencarnya menggalakkan penerimaan sektor pajak kepada seluruh masyarakat. Negara mengandalkan sektor ini karena penerimaan pajak sebagai andalan untuk salah satu sumber dana
APBN. Target
penerimaan sektor perpajakan terus menjadi sumber utama penerimaan Negara sehingga dari tahun ke tahun terus meningkat sumber penerimaan Negara berupa pajak. Sehubungan
~ 327 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dengan menurunnya tingkat produksi minyak bumi dan gas di Indonesia maka potensi pajaklah merupakan andalan utama untuk penerimaan Negara saat ini. Potensi penerimaan Negara dalam bidang perpajakan sangat besar bilamana dikelola dengan baik oleh pihak pemerintah dalam hal Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Perlu ada terobosan untuk menyadarkan masyarakat untuk melaksanakan kewajibannya sebagai wajib pajak yang taat baik dalam hal membayar pajak maupun melaporkan pajaknya. Jumlah wajib pajak dari tahun ke tahun terus meningkat, baik wajib pajak perorangan maupun badan.Namun seiring dengan peningkatan jumlah orang pribadi yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tidak serta merta bisa meningkatkan penerimaan pajak, jikalau pemerintah tidak terus menerus melakukan suatu terobosan untuk menyadarkan masyarakat betapa pentingnya membayar pajak. Hanya umumnya wajib pajak orang pribadi ini melakukan pembayaran pajak kebanyakan dipungut oleh pemberi kerja, bukan atas kesadaran warga negara sendiri. Padahal kalau ditelusuri penerimaan pajak orang pribadi dengan melakukan pekerjaan sendiri jauh lebih banyak dan lebih potensial untuk menjadi andalan penerimaan pajak orang pribadi. Sosialiasi pajak yang dilakukan oleh Dirjen Pajak untuk menjaring wajib pajak baru agar terus meningkat. Penyulurhan dan sosialisasi perpajakan terus menerus dilakukan kepada calon dan wajib pajak. Diharapkan dengan metode pemungutan pajak dengan self assessment diharapkan dengan sistem ini memberikan wewenang kepada wajib pajak memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk sadar akan kewajibannya menghitung, membayar pajaknya, menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayarkan (Waluyo : 2013) . Sudah barang tentu kedala di lapangan untuk memberikan kesadaran pentingnya membayar pajak merupakan bukan hal yang mudah bagi Direktorat Jenderal Pajak. Kesadaran akan melakukan kewajibannya sebagai wajib pajak yang sadar akan melakukan membayar pajak dan menyetornya dengan membandingkan pengguna wajib pajak bisa dibuktikan dengan jumlah tiap tahun bisa dibuktikan. Kesadaran wajib pajak ini diperlukan untuk membuktikan apakah sadar akan kewajibannya melakukan penyetoran pajak setiap bulannya. Mungkin yang menjadi masalah pokok utama adalah golongan masyarakat yang bekerja secara bebas dengan melakukan kegiatan usaha atau aktivitasnya misalnya pedagang, dan unit-unit usaha kecil lainnya. Umumnya tidak selama bisa diketahui aktivitasnya karena dilakukan dengan sendiri- sendiri. Dibandingkan dengan wajib pajak
~ 328 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dengan status sebagai karyawan atau bekerja pada suatu unit usaha, maka kewajibannya untuk membayar pajak penghasilannya biasanya langsung dilakukan oleh pihak pembari kerja dan menyetorkan ke kas Negara melalu bank yang ditunjuk oleh pemerintah, dan melaporkannnya kepada Kantor Pelayan Pajak secara rutin baik dengan penyampaian SPT masa maupun tahunan. Dirjen Pajak setiap KPP diberikan target penerimaan setiap tahunnya, baik dari segi jumlah penerimaan pajak maupun dari segi penyampaian dan pelaporan SPT oleh wajib pajak. Wajib pajak bilamana
sudah memiliki Nomor pokok wajib pajak (NPWP) wajib
menyampaikan dan pelaporkan SPT Tahunan PPh pasal 26. Dengan demikian oleh Kantor Pelayanan Pajak bisa menetapkan mana sajan WP yang dikaterogikan aktif atau tidak aktif. Apakah wajib pajak patuh akan melaporkan SPT nya setiap tahun atau tidak. Nomor Pokok Wajib Pajak (Resmi, 2013) suatu sarana administrasi dalam perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri wajib pajak. Dirjen Pajak setiap tahunnya melakukan analisa wajib pajak yang melaporkan penyampaian SPT tahunan Pajak Penghasilan (WP orang pribadi). Kontrol atas kepatuhan wajib pajak setiap tahunnya melaporkan dan menyampaikan SPT tahunan. Namun tidak sedikit jumlah wajib pajak yang tidak melaporkan kewajibannya dengan berbagi faktor dan alasannya. Disamping itu banyak wajib pajak yang memiliki NPWP untuk perusahan badan yang tidak juga melakukan pelaporan kewajibannya untuk menyampaikan SPT tahunan pajak penghasilan badan. Setidaknya wajib pajak orang pribadi dan badan yang memilik NPWP diwajibkan untuk menyampaikan dan melaporankan SPT tahunan pajak penghasilan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau ke tempat-tempat yang disediakan oleh Dirjen Pajak untuk memberikan kemudahan kepada wajib pajak. Kesadaran ini perlu di tumbuhkan agar masyarakat sadar akan kewajibannya sebagai warga Negara. Maka untuk itulah penulis ingin melakukan penelitian tentang “PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK DI KANWIL JAWA BARAT I PERIODE TAHUN 2011-2013” 2
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis merumuskan permasalahannya adalah
~ 329 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
a.
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Apakah kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan yang sudah mempunyai NPWP taat dalam memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak
berpengaruh terhadap
peningkatan penerimaan pajak di Kantor Wilayah Jawa Barat I Direktorat Jenderal Pajak ? b.
Apakah penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi/badan berpengaruh terhadap optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Wilayah Jawa Barat I Direktorat Jenderal Pajak ?
3
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah 1. Mengetahui kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan yang memiliki NPWP taat dalam memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak di Kantor Wilayah Jawa Barat I Direktorat Jenderal Pajak ? 2. Untuk mengetahui bahwa penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi/badan berpengaruh terhadap optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Wilayah Jawa Barat I Direktorat Jenderal Pajak ? 4 4.1
LANDASAN TEORI PENGERTIAN PAJAK
Pengertian perpajakan menurut Soemitro sebagaimana dikutip oleh Waluyo. 2013 menyebutkan bahwa pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan mendapat jasa timbal balik (kontraprestrasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dengan de mikian pajak merupakan kewajiban bagi wajib pajak untuk melakukan menghitung, menyetor, membayar dan melaporkan sesuai dengan undang-undang. Pajak menurut UU No. 5 tahun 2008 pasal 1 menyubutkan pajak adalah kontribusi kewajiban kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarakn Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari penjelasan diatas diketahui pajak merupakan bagian dari kontribusi orang pribadi atau badan usaha yang sifatnya memaksa untuk membayar pajak kepada Negara. Jenis-jenis pajak (Resmi 2013) dikelompokkan menjadi dua , yaitu:
~ 330 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
a.
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Pajak langsung pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain, dan merupakan beban bagi yang bersangkutan contohnya adalah Pajak penghasilan (PPh).
b.
Pajak tidak langsung pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga contohnya pajak pertambahan nilai (PPN).
Sistem pemungutan pajak adalah sistem self assessment yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang. Sedangkan fungsi Direkterot Jenderal Pajak melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksaaan self assessment tersebut (Ilyas, 2013). Kewajiban wajib pajak atau Penghasilan kena pajak setelah menghitung dan menyetor adalah melaporkan pajak tersebut. Menurut Pasal 1 angka 11 UU No.6 1983 UU No. 28 tahun 2007 (UU KUP) yang menyebutkan Surat pemberitahuan pajak adalah surat yang oleh wajib pajak dipergunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Ilyas; 2013) Kita tahu bahwa penyampaian pelaporan surat pemberiathuan pajak sangatlah penting untuk mengetahui perhitungan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi atau badan untuk periode tersebut apakah terjadi kurang bayar atau lebih bayat atau nihil karena sudah melakukan pembayaran dan penyetoran selama masa periode tahun yang bersangkutan. Saat ini penyampaian surat pemberitahuan pajak (SPT) tahunan untuk pajak penghasilan bisa melalui e filling yaitu dengan melakukan pelaporan melalui dunia maya atau dikenal dengan internet. Hal sama masih diperkenankan dengan metode-metode kompensional dengan melaporkan SPT tersebut ke KPP dimana wajib pajak tersebut terdapat. Sebelumnya pihak Dirjen Pajak sudah melakukan dengan menyediakan drop box diberbagi tempat-tempat staregis yang mudah dijangkau oleh wajib pajak, agar wajib tidak perlu lagi repot-repot antri melaporkan dan menyampaikan SPT Tahunan untuk PPh pasal 26 dan pasal 29. Setiap wajib pajak yang sudah memiliki identitas diri berupa nomor pokok wajib wajib diwajibkan untuk menyampaikan surat pemberitahuan pajak. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
~ 331 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan (KUP). 4.2
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
Undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang No.6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir Undang-undang No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan dan tata cara perpajakan (KUP).. Nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam admintrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Fungsi NPWP adalah: 1.
Untuk mengetahui identitas wajib pajak
2.
Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengwasan administrasi perpajakan.
3.
Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan, sehingga semua yang berhubungan dengan dokumen perpajakan misalnya semua yang berhubungan dengan perpajakan harus mencantumkan NPWP.
4.
Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan misalnya dalam surat setoran pajak (SSP).
5.
Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertantu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang diajukan, misalnya: - dokumen Import (PPUD?PIUD). - Dokumen Eksport (PEB) - Untuk Keperluan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa atau tahunan. - Dan lain- lain
4.3
PAJAK PENGHASILAN
Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap
subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. (Resmi, 2013). Penghasilan yang dimaksudkan adalah penerimaan yang diperoleh orang pribadi ataupun penghasilan yang diperoleh perusahaan berupa laba. Pajak penghasilan untuk badan
~ 332 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
didasarkan berdasarkan penerimaan pendapatan dikurangi beban atau biaya yang diperkenankan sesuai dengan ketentuan dengan aturan perpajakan. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah PPh yang harus dipotong oleh setiap pemberi kerja terhadap imbalan berupa gaji, upah, hopnorarium, tunjangan, penghargaan, maupun pembayaran lainnya, yang mereka bayar atau terutang kepada orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan orang pribadi tersebut. (Sari, 2014). Lebih lanjut lagi disebutkan yang menjadi objek PPh Pasal 21 adalah imbalan kepada orang pribadi dalam negeri yang berupa active income. Sementara yang bersifat passiva income ( imbalan atas penggunaan modal, seperti bunga, dividen, royalti dan sewa) bukan objek pajak PPh pasal 21. Sesuai dengan UU No, 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 1 Subjek pajak adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan mejadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Subjek dikelompokkan sebagai berikut: a.
Subjek pajak orang pribadi Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
b.
Subjek pajak warisan Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
c.
Subjek pajak badan Badan adalah sekumpulan orang dan/modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melalukan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan bentuk apapun termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Pelunasan pajak penghasilan oleh wajib pajak dapat dilakukan dengan dua cara (Diana, 2014). 1.
Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berajalan.
~ 333 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Pelunasan pajak penghasilan dala tahun berjalan dilakukan oleh wajib pajak melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain dan melalui pembayaran pajak yang dilakukan sendiri wajib pajak. Penulasan dalam tahun berajalan merupakan anggsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk pajak yang pengenaan pajak penghasilan bersifat final. 2.
Pelunasan Pajak Penghasilan pada akhir tahun pajak Pelunasan pajak penghasilan pada akhir tahun pajak dilakukan melalui mekanisme menyampaikan surat pemberitahuan tahunan yang merupakan penghitungan pajak. Penghasilan yang terutang, yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain maupun yang telah dibayar sendiri, dan jumlah pajak penghasilan yang masih dibayar untuk tahun pajak yang bersangkutan.
2.4. Surat Pemberitahuan (SPT) Pasal 1 angka 11 UU No,5 Tahun 2008 menyatakan bahwa surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan.atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Saat ini penyampaian surat pemberitahuan pajak (SPT) tahunan untuk pajak penghasilan bisa melalui e filling yaitu dengan melakukan pelaporan melalui dunia maya atau dikenal dengan internet. Hal sama masih diperkenankan dengan metode-metode kompensional dengan melaporkan SPT tersebut ke KPP dimana wajib pajak tersebut terdapat. Sebelumnya pihak Dirjen Pajak sudah melakukan dengan menyediakan drop box diberbagi tempat-tempat staregis yang mudah dijangkau oleh wajib pajak, agar wajib tidak perlu lagi repot-repot antri melaporkan dan menyampaikan SPT Tahunan untuk PPh pasal 26 dan pasal 29. Setiap wajib pajak yang sudah memiliki identitas diri berupa nomor pokok wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan surat pemberitahuan pajak. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan (KUP). Dalam pasal 3 dijelaskan tentang dijelaskam dalam UU KUP dijelaskan bahwa setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan lengkap,
~ 334 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
benar, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan menandatangi serta penyampaina ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak mendaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini Dirjen Pajak juga telah mengantisipasi penyampaian SPT tahunan dengan e SPT yang mana bisa dilaporkan melalui on line sistem yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal pajak, Dengan demikian kemudahan bagi seluruh wajib pajak untuk melaporkan kewajiban setiap tahun. Tidak perlu antri ke kantor pajak dimana wajib pajak terdaftar. Sebelumnya juga Dirjen Pajak melakukan terobasan baru dengan pelaporan SPT tahunan dengan menyediakan banyak tempat untuk melayani pelaporan kepada wajib pajak dengan Drop Box. Semuanya ini untuk memberikan segala upaya dan kemudahan kedapa setiap wajib pajak. Surat pemberitahuan (SPT) terdiri dari: -
Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) yaitu surat Pemberitahuan untuk masa pajak.
-
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) yaitu surat Pemberitahuan untuk satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
Fungsi SPT 1.
Bagi wajib pajak PPh adalah untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: -
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotong atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak.
-
Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
-
Harta dan kewajiban
-
Penyetoran dari pemotongan atau pemungut pajak orang orang pribadi atau badan lain dalam 1 masa pajak.
2.
Mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah PPN atau PPn BM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: -
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
~ 335 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
-
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Pembayaran atau Pelunasan Pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak.
3.
Bagi pemotong atau pemungutan pajak, sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. (KUP dikutip oleh Sutanto, 2013).
4.4
ISI SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
Menurut Waluyo (2013; 35) suatu SPT terdiri dari SPT induk dan lampirannya suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk data dasar (formal) SPT paling sedikit memuat: 1.
Nama wajib pajak, Nomor pokok wajib pajak dan alamat wajib pajak.
2.
Masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan dan alamat wajib pajak.
3.
Tanda tangan wajib pajak.
Disamping data dasar (data formal) juga terdapat/memuat data materiil menganai masalah: 1.
Jumlah peredaran usaha
2.
Jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3.
Jumlah penghasilan kena pajak
4.
Jumlah pajak terutang
5.
Jumlah kredit pajak
6.
Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak
7.
Jumlah harta dan kewajiban
8.
Tanggal pembayaran Pajak penghasilan pasal 29 atau
Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha 5 5.1
METODOLOGI PENELITIAN POPULASI DAN SAMPEL
Penelitian ini menggunakan populasi berupa penerimaan pajak penghasilan pasal 21 (orang pribadi) pasal 25 badan berupa penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan orang pribadi dan badan dilingkungan Kanwil I Jawa Barat Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI. pada periode waktu 2011-2013. Alasan penggunaan sampel pada tahun 2011 - 2013 adalah untuk memberikan gambaran terkini perihal kepatuhan wajib pajak yang
~ 336 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
terdaftar memiliki NPWP dan penyampaian SPT tahunan pajak penghasilan baik orang pribadi maupun badan kaitannya dengan peningkatan penerimaan pajak di wilayah Jawa Barat I. Adapun jumlah Kantor pajak di lingkungan Wilayah Jawa Barat I sebanyak 15 (lima belas)
Kantor Pelayanan Pajak Pratama, dan 1 (satu) Kantor Pelayanan Pajak
Madya. Berkaitan dengan data mengenai variabel penelitian harus tersedia dengan lengkap dalam laporan SPT tahunan baik badan maupun orang pribadi. Juga melihat kepatuhan terhadap wajib pajak baik badan maupun orang pribadi yang memiliki NPWP
yang
melaporkan SPT tahunan untuk periode masa 2011 – 2013. 5.2
JENIS DAN SUMBER DATA
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan jumlah wajib pajak dengan laporan jumlah yang menyampaikan SPT tahunan wajib pajak orang pribadi/ wajib pajak badan periode 2011 – 2013. Data tersebut diperoleh dari Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan (lihat lampiran). 5.3
OPERASIONALISASI VARIABEL
Kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan dan penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan.Untuk menganalisa kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan dalam menyampaikan surat pemberitahuan Pajak Penghasilan yang dalam penelitian ini berlaku sebagai variable independen. Analisa kepatuhan wajib pajak yang memiliki nomor pokok wajib yang dikategorikan masih aktif selama periode masa penelitian ini. Semakin banyak jumlah wajib pajak yang melaporkan dan menyampaikan surat pemberitahuan pajak sebagai ukuran dapat meningkatkan pnerimaan pajak di Wilayah Kanwil Jawa Barat I. Sebab untuk potensi pajak yang tinggi diharapkan diperoleh dari pajak penghasilan mengingat jumlah wajib pajak juga meningkat. Adapun ukuran ini diharapkan melihat tingkat signikfikansi terhadap penerimaan kepatuhan wajib pajak melaporkan SPT tahunan pajak penghasilan berpengaruh terhadap penerimaan pajak.. 5.4
METODE ANALISA DATA
Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. (Sugiyono, 2009).
~ 337 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Analisis ini memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji
hipotesis. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan dan
menganalisis data disertai dengan perhitungan agar dapat memperoleh keadaan dan karakteristik data yang
bersangkutan. Mean menunjukan nilai rata-rata data yang
bersangkutan. Maksimum menunjukkan nilai terbesar, sedangkan minimum menunjukkan nilai terkecil. Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata. 5.5
UJI ASUMSI KLASIK
5.5.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, vartibale dependen dan variable independen terdistribusi secara normal/tidak, variabel penggangu
atau
residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011). Model yang baik adalah model yang memiliki distribusi normal.Normaliatas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan: 1.
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2.
Jika data menyebar jauh dari diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi klasik.
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan apabila tidak hati-hati secara visual. Oleh sebab itu, uji grafik juga dilengkapi dengan uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov
(K-S)
dengan
membuat
hipotesis: H0 : Data residual berdistribusi normal HA : Data residual tidak berdistribusi normal Jika nilai signifikansi ( asymp sign) > 0,05 maka data residual berdistribusi normal. Jika nilai signifikansi (asymp sign) < 0,05 maka data residual tidak berdistribusi normal berarti Ha di tolak.
~ 338 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Jika angka probabilitas kurang dari 0,05, maka variabel ini tidak terdistribusi secara normal. Sebaliknya, jika angka probabilitas lebih dari 0,05 berarti HA alternatif ditolak yang berarti variabel tidak terdistribusi secara normal. 5.5.2 Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Menurut Ghozali (2011), untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas di dalam model dapat dilakukan dengan memperhatikan: 1. Nilai R yang dihasilkan sangat tinggi, tetapi secara individual variabelvariabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antara variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. 3. Melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance ≤ 0.01
atau sama dengan
nilai
VIF
≥ 10, maka model regresi terdapat
multikolonieritas 5.5.3 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t-1 (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan uji Run Test. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (Ghozali, 2011). 5.5.4 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan
yang lain
(Ghozali, 2011). Bila uji pengganggu dari konstan maka terjadi homekedasitas, sedangkan bila menganggu tidak konstan maka terjadi heterokedastisitas. Deteksi terjadi tidaknya heterokedastisitas bisa dengan metode grafis. Ada tidaknya heteroskedastisitas di dalam
~ 339 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
model regresi dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplot.Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.Sebaliknya, jika tidak ada pola yang jelas, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 5.5.5 Uji Hipotesis Dalam penelitian ini, uji hipotesis dilakukan menggunakan analisis regresi berganda. Alasannya, karena penelitian ini menggunakan lebih dari satu variabel independen. Analisis ini digunakan untuk menentukan hubungan antara manajemen laba dengan variabel -variabel independennya. Model
regresi yang digunakan dapat dirumuskan
dengan persamaan sebagai berikut: Penerimaan pajak ( Y) = 26.483 -0.0215X1+0.001X2 +e Dimana : Y
: Penerimaan pajak
X1
: Wajib pajak yang terdaftar (miliki NPWP) orang pribadi/ badan.
X2
: Wajib pajak yang menyampaikan SPT tahunan orang pribadi dan badan.
e
: error
Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji hipotesis yang ada dalam penelitian ini. Pengujian yang digunakan adalah uji koefisien determinasi (R2 (angka 2 itu kuadrat)), uji statistik F, dan uji statistik t. 5.5.6
Uji Statistik R2 Koefisien
Koefisien determinasi (R2) dalam regresi linier berganda untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variable dependen (Y). Koefesien ini menunjukkan sebesara besar persentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelasakan variasi dependen (Y). Koefisien determinasi (R²) berguna mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Nilai determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai yang kecil menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen terbatas, sedangkan nilai yang mendekati satu menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen.
~ 340 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan nilai Adjusted R2 seperti yang banyak dianjurkan oleh para peneliti. 5.5.7 Uji Statistik t Uji statistik t digunakan untuk melihat signifikansi dari variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Pengujian dilakukan dengan tingkat signifikansi α = 0,05 (5%). Pengujian hipotesis penelitian didasarkan pada kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: 1. Jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05, maka hipotesis diterima. Artinya wajib pajak yang terdaftar dan wajib pajak yang menyampaikan SPT tahunan berpengaruh terhadap peneimaan pajak. 2.
Jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05, maka hipotesis ditolak. Artinya, wajib pajak yang terdaftar dan wajib pajak yang menyampaikan SPT tahunan berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
6 6.1
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN JENIS DAN SUMBER DATA
Berdasarakan jenisnya, data yang disajikan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaiut dalam bentu atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2006). Sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Direktorat Pengolahan data informasi Direktorat Jenderal Pajak. 6.2
POPULASI SAMPEL PENELITIAN
Sifat populasi dalam penelitian ini populasi area (Bungin,2006) merupakan suatu daerah tertentu yang dijadikan penelitian ini adalah Kantor wilayah Jawa Barat I merupakan seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) wilayah kerja Direktorat Jenderal Pajak, periode tahun 2011 – 2013, jumlah KPP 15 dengan data wajib pajak orang pribadi, dan 16 KPP wajib pajak badan yang termasuk wilayah kerja Kantor Wilayah Jawa Barat I Direktorat Jenderal Pajak.
~ 341 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
6.3
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
DATA PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh kepautuhan wajib pajak orang pribadi dan badan yang terdaftar dalam menyampaikan laporan SPT pajak tahunan pajak penghasilan orang pribadi dan badan terhadap penerimaan pajak. Data penelitian ini bersumber dari data wajib pajak yang terdaftar orang pribadi dan badan yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) di seluruh Kantor Pelayanan Pajak di Wilayah Kanwil Jawa Barat I. Data terebut berupa jumlah wajib pajak yang memiliki NPWP (yang terfdaftar sebagai wajib pajak) baik orang pribadi dan badan badan, dan jumlah yang menyampaikan SPT pajak tahunan pajak penghasilan untuk orang pribadi dan badan selama periode 2011-2013.. 6.4
DESKRIPSI STATISTIK a. Deskripsi Statistik Berikut ini adalah data statistik yang diolah SPSS (Mean dan Standar Deviasi) dari variabel yang dijadikan penelitian ini yaitu kepatuhan wajib pajak dan penyampaiaan SPT tahunan Pajak Penghasilan dan penerimaan pajak. Tabel 4.1: Deskripsi Statistik Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
Y
2.53871E1
1.542237
31
X1
5.70968E1
56.265653
31
X2
7.40000E1
213.764200
31
Sumber laporan penerimaan SPT tahunan Pajak penghasilan Hasil pengujian menunjukkan jumlah sampel n dalam penelitian ini adalah 31 yang merupakan jumlah wajib pajak yang terdaftar orang pribadi /badan yang terdaftar di KPP Kantor Wilayah Jawa Barat I Dirjen Pajak selama tahun 20112013. Hasil rata- rata penerimaan pajak 2,53871E1 dengan standar deviasi ratarata 1,542237. Hasil rata-rata kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan badan 5,70968E1 dengan standar deviasi 56,265653. Hasil rata-rata penyampaian SPT tahunan pajak penghasilan orang pribadi dan badan 7,40000E1 dengan standar deviasi sebesar 213,764200
~ 342 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
b. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk memastikan apakah model yang digunakan benar memenuhi asumsi dasar dalam analisis regresi, yaitu dengan melakukan beberapa pengujian sebagai berikut:
c.
Uji Normalitas
Gambar 4.1 Histogram Dari hasil uji normalitas tabel diatas tabel histogram dengan dependent varibale penerimaan pajak, diperoleh 6 tabung yang membujur ke atas. Hasil tabung pertama dan kedua -2 sampai -1, tingginya melebihi mencapai titik frekuensi 2. Tabung selanjutnya -1 sampai 0 tingginya mencapai titik frekuensi 10, tabung selanjutnya hanya di titik frekuensi melebihi 2 sampai 8 tabung 0 – 1 . Tabung 1 tingginya di frekuensi kurang dari 2 dan tabung 2 berada di frekuensi 2.
~ 343 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Gambar 4.2 Normal P-Plot Berdasarkan tabel normal P-P Plot di dapatkan kondisi titik pada nampak berada pada sekitar garis regresi yang melalui nol dan tidak memiliki pola tertentu. Dari P plot gambar pada gambar tersebut terlihat titiknya tersebar disekitar garis lurus. Dengan demikian asumsi kenormalan P Plot dalam penelitian ini terpenuhi. Sampel data yang digunakan untuk model analisis karena sampel data menyebar disekitar garis diagonal sehingga syarat normalitas terpenuhi. 6.5
ANALISIS MULTIVARIATE
Dalam melakukan pengujian hipotesis terhadap Kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan dan Pelaksanaan penyampaian SPT pajak tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi/badan akan digunakan analisis regresi linear berganda dimana dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer SPSS Versi 21. Hasil yang diperoleh dari penghitungan selanjutnya akan dibahas 6.6
UJI MULTIKOLINIERITAS
Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan uji korelasi antar variabel bebas. Hasil pengujian diperoleh sebagai berikut :
~ 344 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 4. 2 Tabel Korelasi Correlations Y Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Y X1 X2 Y X1 X2 Y X1 X2
1.000 -.788 .306 . .000 .047 31 31 31
X1
X2
-.788 1.000 -.184 .000 . .161 31 31 31
.306 -.184 1.000 .047 .161 . 31 31 31
Dari tabel 4.2 diatas menunjukkan koefisien korelasi berdasarkan Pearson Correlation antara variable bebas x1, x2 (varibale bebas) rendah yaitu < 0,5 sehingga tidak terjadi multikolinearitas, model regresi linier berganda dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini. Uji ini diperkuat oleh besarnya angka tolerance dan VIF mendekati angka 1. 6.7
UJI AUTOKORELASI
Angka Durbin Watson yang terdapat dalam tabel 4.3 dibawah menunjukkan nilai 1,959, angka tersebut berada pada angka rentang 1,55 – 2,46 yang berarti dalam hal ini diasumsikan bahwa tidak ada autokorelasi. Sedangkan besarnya korelasi ditunjukkan dengan nilai Adjusted R square (R²) = 0,647 (64,7%) yang berarti hubungan yang kuat antara kepatuhan wajib pajak yang terdaftar orang pribadi/badan (X₁) dan penyampaian SPT tahunan PPh orang pribadi/badan (X₂) sisanya sebesar 0,353 (35,3%) dipengaruhi oleh faktor lain di luar dari variabel independen. Tabel 4.3 Hasil Analisis Korelasi Berganda (R) Model Summaryb
Model
1
R
.804a
Change Statistics Adjuste R Std. Error of DurbinR dR Square the Estimate Square F Change df1 df2 Sig. F Watson Square Change Change .647
.622
.948526
.647
a. Predictors: (Constant), X2, X1
~ 345 ~
25.655
2
28
.000
1.959
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Model Summaryb
Model
Change Statistics Adjuste R Std. Error of DurbinR dR Square the Estimate Square F Change df1 df2 Sig. F Watson Square Change Change
R
.804a
1
.647
.622
.948526
.647
25.655
2
28
.000
1.959
b. Dependent Variable: Y 6.8
ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA .
Dalam analisis ini didapatkan hasil bahwa pengaruh X₁ dan X₂
terhadap Y dapat
ditunjukkan pada table berikut : Tabel 4.4. Hasil Analisis Uji T Coefficientsa Standard ized Unstandardized Coefficie Coefficients nts Model
B
1 (Const ant)
Std. Error
95% Confidence Interval for B
Beta
T
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
26.483
.262
101.01 9
.000
25.946
27.020
X1
-.021
.003
-.757 -6.625
.000
-.027
-.014
X2
.001
.001
.156
.000
.003
.166
1.456
Collinearity Statistics
Correlations
Zero- Partia Tolera order l Part nce VIF
-.788 -.781 -.744 .306
.265
.164
.966 1.035 .966 1.035
a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan tabel 4.4 diatas diperoleh informasi angka VIF 1,035 dan tolerance angka 0,966 angka tersebut mendekati angka 1, sehingga tidak terjadi multikolinieritas, dengan demikian
regresi linier berganda dapat digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian
ini : Y = 26,483 – 0,0215 X1 + 0,001 X2 + e Y
= Peningkatan penerimaan pajak
X1
= Kepatuhan wajib pajak yang terdaftar orang pribadi/badan
X2
= Penyampaian SPT tahun pajak penghasilan orang pribadi/badan.
e
= error
~ 346 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Dalam hal ini dapat diartikan bahwa jika tidak ada kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan badan (X₁) maka peningkatan penerimaan pajak (Y) hanya sebesar 26,483. Jika kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan badan ditingkatkan 1 (satu) satuan maka peningkatan penerimaan pajak (Y) berkurang sebesar -0.0215. Sedangkan jika penyampaian SPT tahunan pajak penghasilan (X₂) ditingkatkan 1 (satu) satuan maka peningkatan penerimaan pajak (Y) meningkat sebesar 0,001. 6.9
UJI HIPOTESIS
H0 : bahwa kepatuhan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak Ha : Kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak. Berdasarkan tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa kepatuhan wajib pajak yang terdaftar sebesar 0,000 < 0,05 artinya bahwa kepatuhan wajib pajak yang terdaftar orang pribadi/ badan tidak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan. Sedangkan untuk penyampaian SPT tahunan Pajak penghasilan nilai sign t 0,156 > 0,05 hipotesis pokok dalam hal ini diterima . Hubungan antara kepatuhan wajib pajak yang terdaftar orang pribadi/badan dan penyampaikan SPT tahunan PPh orang pribadi/badan dapat ditunjukkan dengan tabel 4.4 di atas. Diketahui bahwa hubungan X₁ dan X₂ terhadap Y sebesar 0,804. Hal ini dapat diartikan adanya hubungan yang kuat yaitu sebesar 0,804 sisanya 0,196 dimana peningkatan penerimaan pajak dapat dipengaruhi oleh faktor lain di luar variabel penelitian ini. 6.10 PENGUJIAN HIPOTESIS 6.10.1 Uji koefisien regresi secara bersama-sama (Uji F) Uji F bertujuan untuk melihat tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, serta untuk mengetahui apakah persamaan regresi yang akan dibuat dapat digunakan atau tidak untuk memprediksi variabel dependennya, makan digunakan uji Anova.
~ 347 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Koefisiensi Regresi (Uji F) ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
Df
46.163 25.192 71.355
Mean Square 2 28 30
23.082 .900
F 25.655
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), X2, X1 b. Dependent Variable: Y Hipotesis: Ho : Variabel kepatuhan wajib pajak dan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan tidak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak. Ha : Variabel kepatuhan wajib pajak dan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak. Dari tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa F table 5% adalah 5,39 dan F hitung sebesar 25,655. Karena F hitung > F tabel maka Ha diterima dimana hubungan variabel kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan dan penyampaian SPT tahunan pajak penghasilan mempunyai hubungan signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak 6.11 PEMBAHASAN HASIL HIPOTESIS. Pengaruh kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan terhadap peningkatan penerimaan pajak di Kanwil Jawa Barat I Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan adalah a.
Koefisien korelasi berdasarkan Pearson Correlation antara variabel bebas X1 dan X2 dengan varibale terikat (Y) yaitu -0,184 < 0,5 rendah yang artinya dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
b.
Uji autokolerasi menunjukkan angka 1,959 merupakan output tersebut merupakan tidak terdapatnya autokorelasi atas model yang dianalisi dalam penelitian ini.
c.
R² = 62,2% dan R sebesar 80,4% menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan dengan peningkatan penerimaan pajak.
d.
Berdasarkan hipotesi kepatuhan wajib pajak terdaftar nilainya sebesar 0,000 < 0,05 artinya bahwa kepatuhan wajib pajak yang terdaftar (memiliki NPWP) orang pribadi/ badan tidak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan di kantor wilayah Jawa Barat I Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Sedangkan untuk
~ 348 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
penyampaian SPT tahunan berpengaruh secara signifikan Pajak penghasilan nilai sign t 0,156 > 0,05 hipotesis diterima . e. Berdasarkan uji F table 5% adalah 5,39 dan F hitung sebesar 25,655. Karena F hitung > F tabel maka Ha diterima dimana hubungan variabel kepatuhan wajib pajak yang terdaftar orang pribadi/badan dan penyampaian SPT tahunan pajak penghasilan mempunyai hubungan signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak
7 7.1
KESIMPULAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, selanjutnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Bahwa kepatuhan wajib pajak ornng pribadi/badan yang yang terdaftar NPWP mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap penerimaan pajak dilingkungan Kantor Wilayah Jawa Barat I Direktorat jenderal Pajak Departemen Keuangan RI. Korelasi ditunjukkan dengan nilai R² = 0,647 (64,7%) yang berarti hubungan yang kuat antara kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan (X₁) dan penyampaian SPT tahunan PPh orang pribadi/badan (X₂) sisanya sebesar 0,353 (35,3%) dipengaruhi oleh faktor lain di luar dari variabel independen.
2.
Berdasarkan hipotesis Kepatuhan wajib pajak nilainya sebesar 0,000 < 0,05 artinya bahwa kepatuhan wajib pajak yang memiliki NPWP orang pribadi/ badan tidak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak. Sedangkan untuk penyampaian SPT tahunan berpengaruh secara signifikan Pajak penghasilan nilai sign t 0,156 > 0,05 hipotesis diterima .
3.
Berdasarkan uji F table 5% adalah 5,39 dan F hitung sebesar 25,655. Karena F hitung > F tabel maka Ha diterima dimana hubungan variabel kepatuhan wajib pajak orang pribadi/badan dan penyampaian SPT tahunan pajak penghasilan mempunyai hubungan signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak
~ 349 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
7.2
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
. SARAN
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah menggabungankan wajib pajak orang pribadi dan badan yang terdapat variable bebasnya pada kantor pelayanan Pajak Kantor Wilayah Jawa Barat I Direktorat Jenderal Pajak yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Bagi peneliti serupa berikutnya disarankan untuk menggunakan variable dipisahkan antara wajib pajak orang pribadi dengan wajib pajak badan sehingga bisa memperoleh gambaran tentang pengaruh antara wajib pajak yang memiliki NPWP dengan kepatuhan penyampaian SPT tahunan PPh, dengan wilayah yang lebih luas di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk dijadikan sampel relatif sama. 8
DAFTAR PUSTAKA
Widarjono, Agus, 2010, Analisis Statistik Multivariat Terapan, Yogyakarta, UPP STIM YKPN. ----------------, Undang-Undang pajak Lengkap 2013, Jakarta, Mitra Wacana Media. Bungin, Burhan ,2006, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta, Kencana Media Group. Sari, Diana , 2014, Perpajakan, Konsep,Teori dan Aplikasi Pajak Penghasilan, Jakarta, Mitra Wacana Media. Gozali, Imam, (2011), Aplikasi Analisis Multivariat dengan SPSS, Semarang Santoso, Singgih , 2009, Aplikasi SPSS pada Statistika Parametrik, Jakarta, Elex Media Komputindo Gramedia. Resmi, Siti, Perpajakan,2013, Teori dan Kasus, buku 1 Edisi 7 , Jakarta, Penerbit Salemba Empat. Sutanto, Paojan Mas”ud, 2013, Perpajakan Indonesia (Teori dan Aplikasi), Jakarta, Mitra Wacana Media Sugiono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif dan R & D, Cetakan ke 8, Bandung, lfabet. Waluyo, 2013, Perpajakan Indonesia, Edisi 11, Jakarta, Salemba Empat. Ilyas, Wiratama B, dan Rudy Suhartono, 2013
Perpajakan, Pembahasan Lengkap
Berdasarkan Undang-Undang dan Aturan pelaksaan Terbaru, edisi 2, Jakarta, Mitra Wacana Media. Undang-Undang Pajak Tahun 2013, Jakarta, Mitra Wacana Media
~ 350 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
LAMPIRAN 1 DAFTAR WAJIB PAJAK BADAN PERIODE TAHUN 2011 KANTOR WILAYAH JAWA BARAT 1
TAHUN 2011 2011 2011 2011 2011 2011 2011 2011 2011 2011 2011 2011 2011 2011 2011 2011 TOTAL
KODE KPP 405 406 409 421 422 423 424 425 428 429 441 442 443 444 445 446
DAFTAR WP BADAN 11,462 5,475 4,560 7,771 5,769 11,766 12,854 7,142 7,333 9,198 1,038 5,363 8,212 4,856 6,198 2,881 111,878
LAPOR SPT BADAN 1,587 1,001 967 1,234 1,876 2,715 3,052 1,562 2,179 2,748 962 799 909 1,235 1,299 743 24,868
JUMLAH PENERIMAAN 360,341,178,742 160,607,095,687 572,250,641,727 443,642,375,476 256,029,941,217 389,985,019,163 375,168,511,235 230,307,644,596 237,182,568,303 388,247,297,010 5,805,257,109,500 106,777,311,511 121,738,796,939 149,413,704,469 343,042,347,186 116,940,902,291 10,056,932,445,052
Sumber : Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan Informasi Dirjen Pajak Data diolah kembali
~ 351 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
DAFTAR WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERIODE TAHUN 2011 KANTOR WILAYAH JAWA BARAT
TAHUN KODE KPP 2011 405 2011 406 2011 409 2011 421 2011 422 2011 423 2011 424 2011 425 2011 428 2011 429 2011 441 2011 442 2011 443 2011 444 2011 445 2011 446 TOTAL
DAFTAR WP OP 143,169 75,956 83,089 166,535 73,244 88,279 95,855 96,559 84,752 104,741 0 76,311 89,031 100,200 121,440 66,686 1,465,847
LAPOR SPT OP 30,806 20,246 32,408 44,981 26,688 29,285 33,736 33,787 30,682 35,280 0 31,371 29,306 36,281 36,331 30,190 481,378
JUMLAH PENERIMAAN 21,110,031,432 14,554,955,591 8,268,630,556 33,351,076,296 59,336,430,993 130,491,530,458 75,927,071,989 23,886,544,762 81,369,140,740 29,742,802,546 8,198,945,925 7,335,394,688 13,584,202,310 19,726,955,256 12,572,166,032 539,455,879,574
Sumber : Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan Informasi Dirjen Pajak Data diolah kembali
~ 352 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
DAFTAR WAJIB PAJAK BADAN PERIODE TAHUN 2012 KANTOR WILAYAH JAWA BARAT 1
TAHUN KODE DAFTAR KPP WP BADAN 2012 405 13,363 2012 406 6,285 2012 409 5,069 2012 421 9,573 2012 422 6,641 2012 423 12,521 2012 424 13,912 2012 425 8,244 2012 428 7,914 2012 429 10,606 2012 441 1,047 2012 442 6,297 2012 443 10,160 2012 444 5,650 2012 445 6,843 2012 446 3,376 TOTAL 127,501
LAPOR JUMLAH SPT PENERIMAAN BADAN 1,478 404,275,606,135 931 186,484,732,495 1,114 769,123,392,399 1,956 585,763,522,268 2,204 329,973,102,497 2,743 600,992,681,877 2,815 415,241,979,939 1,667 270,403,264,483 2,114 292,358,010,982 2,189 430,715,523,076 810 5,797,626,645,536 1,150 121,215,678,080 2,546 161,760,523,547 1,055 195,846,197,657 1,544 459,313,035,528 764 151,272,039,284 27,080 11,172,365,935,783
Sumber : Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan Informasi Dirjen Pajak Data diolah kembali
~ 353 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
DAFTAR WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERIODE TAHUN 2012 KANTOR WILAYAH JAWA BARAT KODE DAFTAR LAPOR TAHUN KPP WP OP SPT OP 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 TOTAL
405 406 409 421 422 423 424 425 428 429 441 442 443 444 445 446
167,517 91,711 94,717 187,838 80,742 95,087 103,639 106,400 91,927 115,673 0 88,000 109,310 114,255 136,463 78,747 1,662,026
36,803 26,692 34,326 67,595 28,291 36,133 34,727 36,395 31,432 34,102 0 34,969 40,639 48,834 43,283 33,378 567,599
JUMLAH PENERIMAAN 24,267,565,363 14,199,296,948 10,715,807,704 29,151,739,968 67,380,503,044 127,890,817,282 88,800,928,755 30,857,995,639 111,746,543,406 39,039,689,748 9,045,858,702 9,429,100,055 16,264,486,447 27,935,311,252 15,620,198,305 622,345,842,618
Sumber : Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan Informasi Dirjen Pajak Data diolah kembali
~ 354 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
DAFTAR WAJIB PAJAK BADAN PERIODE TAHUN 2013 KANTOR WILAYAH JAWA BARAT 1
TAHUN 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 TOTAL
KPP CODE 405 406 409 421 422 423 424 425 428 429 441 442 443 444 445 446
DAFTAR WP BADAN 14.520 6.779 5.580 10.977 7.136 13.170 14.560 9.002 8.362 11.676 1.278 7.212 11.938 6.438 7.768 3.945 140.341
LAPOR SPT BADAN 2.787 1.208 1.120 2.031 2.298 3.133 3.353 1.432 2.002 3.057 878 1.333 2.319 1.449 1.652 1.075 31.127
JUMLAH PENERIMAAN 420.804.334.137 197.441.289.810 781.301.852.857 699.182.449.818 372.280.067.948 805.125.300.522 474.818.816.687 292.730.126.147 338.124.184.568 491.108.263.291 7.441.893.791.223 137.869.679.671 186.889.051.579 242.406.263.854 582.210.283.579 169.669.804.517 13.633.855.560.208
Sumber : Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan Informasi Dirjen Pajak Data diolah kembali
~ 355 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
DAFTAR WAJIB PAJAK ORANG PRIADI PERIODE TAHUN 2013 KANTOR WILAYAH JAWA BARAT 1 TAHUN KPP KODE
DAFTAR
WP
JUMLAH
WP OP
LAPOR
PENERIMAAN
SPT 2013
405
188.678
37.238
26.532.221.457
2013
406
105.615
33.542
19.596.561.278
2013
409
107.474
38.974
14.835.802.329
2013
421
208.144
64.920
30.789.164.961
2013
422
88.071
28.714
99.795.520.275
2013
423
100.702
33.792
149.566.631.421
2013
424
110.902
34.650
87.704.101.839
2013
425
117.980
31.340
27.497.174.904
2013
428
96.940
29.155
124.074.108.769
2013
429
124.702
34.744
40.465.348.586
2013
441
0
0
2013
442
98.737
36.859
8.672.948.041
2013
443
125.775
44.308
9.309.692.287
2013
444
128.516
43.319
19.259.778.860
2013
445
149.248
38.025
34.420.172.008
2013
446
89.826
34.127
14.510.613.711
1.841.310
563.707
707.029.840.726
TOTAL
Sumber : Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan Informasi Dirjen Pajak Data diolah kembali
~ 356 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
PENGARUH YANG SIGNIFIKAN ANTARA REAL EARNING MANAGEMENT TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN VARIABLE CONTROL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2010-2013” Atik Isniawati, Sri Ari Wahyuningsih Jurusan Akuntansi - Fakultas Ekonomi Unsada ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh Real Earning Management Terhadap kualitas audit dengan variable kontrol Control Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013. Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan manufaktur terdaftar di BEI pada periode waktu 2010-2013 dengan sampel sejumlah 92 perusahaan yang dipilih dengan menggunakan metode purposive. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh Real Earning Management Terhadap Kualitas Audit , CFO berpengaruh terhadap kualitas audit tetapi tidak signifikan, Expt/A t-1 tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, CGS t/At-1 berpengaruh terhadap kualitas audit secara signifikan dan pengaruh ∆Inv.t/At-1 terhadap kualitas audit dapat dilihat pada Adj R2 sangat kecil bahkan negative yaitu- 0.16%. Kata kunci : kualitas audit, real earning manajemen, cash flow from operation, expense, cost of goods sold, inventory
1
PENDAHULUAN
Akuntan publik telah dikritik secara luas sepanjang dekade terakhir ini, karena gagal dalam melindungi kepentingan investor, khususnya sejak skandal korporasi Enron (Levitt, 1998; Jenkins et al., Informasi yang diberikan pada pemilik oleh manajemen belum dapat dijamin bahwa informasi tersebut mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan manajemen untuk dapat memenuhi
kepentingan
mereka sendiri.
Pihak
manajemen
memiliki
kepentingan dengan pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan sebagai
perbedaan
pemilik modal
menginginkan manajemen dapat menjamin adanya peningkatan laba sebagai indikasi adanya
pengembalian modal
yang
telah
ditanamkan,
sementara
manajemen
menginginkan penilaian kinerja yang baik yang ditunjukkan dengan perolehan laba yang terus meningkat, sehingga dapat meningkatkan insentif mereka. Salah satu hal yang dapat dilakukan manajemen untuk mempengaruhi angka laba perusahaan yang dikelolanya, adalah melakukan manajemen laba (earnings management). Manajemen
~ 357 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
laba dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu: fraudalent accounting, accruals management dan real earnings management (Gunny, 2005). Fraudalent accounting merupakan pilihan akuntansi yang melanggar General Accepted Accounting Principles (GAAP). Sedangkan accrual earnings management meliputi aneka pilihan dalam GAAP yang
menutupi
kinerja
ekonomi
yang
sebenarnya.
Sementara
Real
earnings
management terjadi ketika manajer melakukan tindakan yang menyimpang dari praktek yang sebenarnya untuk meningkatkan laba yang dilaporkan, sehingga kualitas audit merupakan faktor utama yang mempengaruhi kredibilitas informasi keuangan. Hal ini menjadikan motivasi yang kuat bagi penelitian atas kualitas audit dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini diperkuat dalam penelitian yang dilakukan Roychowdhury (2003) dimana manajemen laba dapat dilakukan dengan cara manipulasi akrual murni (accrual earnings management). Dalam studi Graham et al. (2005) memberikan bukti bahwa manajer menyukai aktivitas manajemen laba riil dibandingkan manajemen laba akrual. Didukung penelitian Cohen et al. (2008) yang menyimpulkan bahwa didalam periode post-SOX sangat banyak skandal akuntansi yang dipublikasikan, sehingga kebutuhan untuk menghindari pendeteksian manajemen laba akrual menjadi lebih besar dari periode-periode sebelumnya. Audit yang berkualitas akan berdampak pada peningkatan kepercayaan pengguna laporan keuangan bahwa laporan keuangan merupakan laporan keuangan yang berkualitas, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Hal ini didukung Becker et al. (1998) yang meneliti pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba. Para peneliti menyatakan bahwa tidak ada satu ukuran karakteristik tertentu yang dapat mewakili kualitas audit secara utuh karena kualitas audit memiliki sifat multidimensi
(Bamber dan Bamber, 2009; Francis, 2004). Studi
ini
mengembangkan sebuah pengukuran kualitas audit multidimensi yang diyakini lebih valid dengan menggunakan composite measures dalam bentuk skor dari beberapa pengukuran kualitas audit yang telah diuji dalam penelitian sebelumnya. 2
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari populasi perusahaan manufaktur terdaftar di BEI pada periode waktu 2010-2013. Alasan penggunaan sampel pada tahun 2010 – 2013
adalah untuk memberikan gambaran terkini perihal keuangan dari suatu
perusahaan.Dasar penentuan sampel ini adalah perusahaan yang memiliki kelengkapan
~ 358 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
data yang dibutuhkan dalam analisis penelitian ini, dan didapatkkan 92 perusahaan dari total populasi. 2.1 a.
OPERASIONALISASI VARIABEL Real Earning Management (REM)
Pada penelitian sebelumnya dalam menghitung REM (Roychowdhury 2006; Gunny 2010; Zang 2007), Penulis menguji aktivitas manipulasi riil sebagai berikut : manipulasi penjualan, pengurangan pengeluaran discretionary, dan overproduction. Penulis mengukur tingkat abnormal dari REM sebagai nilai residu dari model estimasi yang relevan. Roychowdhury (2006) mendefinisikan manipulasi penjualan sebagai upaya manager menaikkan penjualan sementara selama tahun tertentu dengan menawarkan harga diskon atau memperlunak jangka waktu kredit. Sehingga manipulasi penjualan diekspektasikan akan menimbulkan CFO yang lebih rendah pada periode tersebut. Kami menggunakan model Roychowdhury (2006) untuk mengestimasi tingkat CFO yang normal:
CFOt/At−1=α0+α1 (1/At−1) + β1 (St/At−1) + β2 (ΔSt/At−1) +εt Dimana CFO= Cash flow from operations; S = Net sales; A= Total assets. ΔSt merupakan pertumbuhan penjualan . b.
Kualitas Audit
Laporan keuangan yang berkualitas merupakan salah satu elemen penting dari corporate governance untuk mewujudkan transparansi. Behn et al. (2008) dan Kwon et al. (2007) telah menunjukkan bahwa salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi praktik earnings management melalui auditor eksternal yang berkualitas. Krishnan
(2003)
danBalsam et al. (2003) menemukan bahwa KAP dengan spesialisasi industri memiliki akrual diskresioner yang lebih rendah dibandingkan dengan auditor tanpa spesialisasi industri.
Tabel 1.1 Pengukuran Kualitas Audit Variabel Independent AudSIZE
Pengukuran Variabel dummy, 1 jika perusahaan diaudit oleh KAP Big 4,dan 0 lainnya
~ 359 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
SPEC
TENURE
Client Importance (CI)
Reporting Quality Audit (RQA)
Kualitas Audit dengan Pengukuran Multidimensi (AQMS)
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Variabel dummy, 1 jika MS > 10 persen, dan 0 lainnya. dimana: MS= m-firm sales ratio = Σ = Sij/s1 (Sij = firm i's sales, sementara I adalah perusahaan yang diaudit oleh auditor j dan S1 = jumlah penjualan Mengikuti Francis dan Yu (2009), Johnson et al. (2002), Gul et al. (2009), maka pengukuran masa penugasan audit > 3 tahun dan < 9 tahun TENURE diberi angka 1 jika masa penugasan KAP berada dalam interval > 3 tahun dan < 9 tahun yang menandakan kualitas audit yang tinggi dan diberi 0 jika lainnya. ukuran dari kualitas audit untuk menguji kecenderungan auditor memiliki economic dependence sehingga dapat mengurangi independensi auditor (Reynolds dan Francis, 2001; Francis dan Yu, 2009; Chen et al., 2010). C Iit = SIZEit / ∑ SIZEit]i Agar dapat diperhitungkan dalam perhitungan skor AQMS, studi ini mengajukan pengukuran proksi CI sebagai ukuran kualitas audit yang tinggi, apabila rasio CI berada dalam interval μ-σ ≤ CI ≤ μ+ σ , dimana μ adalah rerata dari nilai CI, dan σ adalah standar deviasinya. Jika nilai rasio CI dari perusahaan i yang diaudit KAP tertentu memenuhi kriteria ini, akan diberi angka 1, dan 0 jika lainnya diberi skor 1, jika KAP memberikan opini GC pada tahun berjalan, dan pada 1 (satu) tahun mendatang klien mengalami kondisi financial distress; diberi skor 0 jika sebaliknya (reporting error tipe 1); atau (ii) diberi skor 1, jika KAP tidak memberikan opini GC pada tahun berjalan, dan klien pada 1 (satu) tahun mendatang tidak mengalami kondisi financial distress; diberi skor 0 jika sebaliknya (reporting error tipe 2). Kondisi financial distress dari klien harus memenuhi minimal salah satu kondisi berikut, yaitu: (i) mengalami arus kas operasi (CFO) negatif; atau (ii) rugi bersih (Reynold dan Francis, 2001). Variabel AQMS merupakan penjumlahan skor dari 5 proksi tersebut di atas, meliputi dimensi “kompetensi” (ukuran KAP, spesialisasi industri, dan masa penugasan audit), dan dimensi “independensi” (client importance, serta kesediaan dan keakuratan opini audit going concern)
Dalam penelitian ini, uji hipotesis dilakukan menggunakan analisis regresi berganda. Alasannya, karena penelitian ini menggunakan lebih dari satu variabel independen. Analisis ini digunakan untuk menentukan hubungan antara manajemen laba dengan variabel -variabel independennya.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Pengaruh Real Earning Management Terhadap Kualitas Audit
~ 360 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Persamaan regresi linear berganda untuk hubungan REM dan kualitas audit adalah sebagai berikuit : REM =8.743E17 +1.126E20 Audit Size -1.671E18Spect/At-1+e Hal ini dapat diartikan bahwa jika tidak ada Audit Size, Spec maka Real Earning Manajemen hanya sebesar 8.743E17 dan jika Audit Size ditingkatkan 1 satuan maka REM akan meningkat sebesar 1.126E20 dan apabila Spec ditingkatkan 1 satuan maka REM akan berkurang sebesar 1.671E18. Hasil pengujian pengaruh real earning management terhadap kualitas audit yang diproksiikan dengan auditor size menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan yang ditunjukkan dari besarnya nilai Sig. Audit Size sebesar 0.036 < dari 0.05. Hal yang sama juga dihasilkan dari pengujian pengaruh real earning management terhadap spesialisasi industry auditor, yang mana ditunjukkan oleh besarnya Sig > 0.05. Besarnya kontribusi
Audit Size
dan Spec terhadap Real Earning Management ditunjukkan oleh besarnya Adj R 2 =0.027 . Berarti kedua variable bebas tersebut mempengaruhi REM hanya 2,7% sangat kecil .
b.
Pengaruh CFO terhadap kualitas audit Untuk menguji pengaruh CFO terhadap kualitas audit, maka dilakukan analisis regresi linear berganda yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependennya. Hasil regresi linear berganda untuk
hipotesis kedua ini adalah CFOt/At-1 = 2.981E18 +4.234E16 1/At-1 - 181.376 St/At1+0.374
∆St/At-1+e. Arti dari persamaan tersebut bahwa jika 1/At-1;St/At-1 ; ∆St/At-
1 ditiadakan maka CFO sebesar 2.981E18 dan jika Aset titingkatkan 1 satuan maka CFO akan meningkat 4.234E16 , dan apabila Net Sales ditingkatkan 1 satuan maka CFO akan menurun sebesar 181.376 satuan demikian juga jika pertumbuhan Net Sales meningkat 1 satuan maka CFO akan meningkat 0.374 satuan. Hasil perhitungan didapatkan bahwa CFOt/At-1 besarnya AdjR2 adalah 0.956 , berarti Variabel CFO mempengaruhi kualitas audit sebesar 96.7%,sisanya 3.3% dipengaruhi oleh variable lain diluar variable yang digunakan dalam penelitian. c.
Pengaruh Exp terhadap kualitas audit Hasil uji regresi menunjukkan bahwa hubungan antara variable bebas terhadap variabelo terikat sangat rendah , yaitu sebesar 0.411 dibawah 0.5 , sedangkan
~ 361 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
kontribusi variable bebas sebesar 14.1% terhadap variable terikat . Uji ini dapat diperkuat dengan uji F pada table 4.12 dimana F hitung sig 0.001 < 0.05 berarti Ha diterima atau Variable bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variable terikat secara signifikan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa AdjR2 sebesar 0.141 terhadap kualitas audit , berarti bahwa Expense mempengaruhi kualitas audit hanya 14.1%, sisanya 85.9% dipengaruhi oleh factor lain diluar variable penelitian ini . d.
Pengaruh CGS terhadap kualitas audit Uji hipotesis masing-masing variable bebas terhadap CGSt/At-1 dapat dilihat pada besarnya nilai signifikan , dimana nilai tersebut semua > 0.05 , berarti hipotesis pokok diterima tetapi tidak signifikan. Persamaan regresi untuk CGS adalah sebagi berikut : CGSt/At-1 = 1.403E19 -1.419E27(1/At-1) + .0.121 ( St/At−1) -.0.272(ΔSt/At-1 +e Arti dari persamaan tersebut bahwa jika 1/At-1;St/At-1 ; ∆St/At-1 ditiadakan maka regresi
CGSt/At-1 sebesar 1.403E19 dan jika Aset titingkatkan 1 satuan maka
regresi
CGSt/At-1 akan berkurang sebesar 1.419E27, dan apabila
ditingkatkan 1 satuan maka regresi
Net Sales
CGSt/At-1 akan bertambah sebesar .0.121
satuan demikian juga jika pertumbuhan Net Sales meningat 1 satuan maka CGSt/At1 akan berkurang -.0.272 satuan. Uji hipotesis dari persamaan tersebut dapat dilakukan dengan melihat besarnya nilai t , bahwa Sig > 0.05 untuk 1/At-1; St/At-1 berarti bahwa Ho pokok 1/At-1dan St/At-1 diterima yang artinya bahwa variable ini berpengaruh terhadap REM tetapi tidak signifikan dan untuk ∆St/At-1 sig = 0.000 berarti Ha diterima maksudnya Sales Growt tidak mempengaruhi REM secara signifikan. Adj R2 hasil pengujian adalah 0.803 , berarti bahwa CGSt/At-1 mempengaruhi kualitas audit sebesar 80.3 %,19.7% sisanya diengaruhi oleh factor lain . e.
∆Inv.t/At-1 tidak berpengaruh terhadap kualitas audit Berikut ini persamaan regresi untuk inventory : ∆Inv.t/At-1= 5.689E7-7.660E15 (1/At-1) +185227.908 (St/At−1) -15121.474 (ΔSt/At-1) + εt Persamaan tersebut dapat diartikan bahwa jika 1/At-1 St/At−1) ΔSt/At-1 dianggap tidak ada, maka ∆Inv.t/At-1
sebesar 5.689E7, jika 1/At-1 ditingkatkan 1 satuan maka
∆Inv.t/At-1 akan menurun sebesar 7.660E15 satuan. Jika St/At−1 meningkat 1 satuan
~ 362 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
maka ∆Inv.t/At-1 akan meningkat sebesar 185227.908 satuan dan jika (ΔSt/At-1) meningkat 1 satuan maka ∆Inv.t/At-1 akan menurun sebesar 15121.474satuan . Uji hipotesis masing-masing variable bebas terhadap variable terikat dapat dilihat dari besarnya sig. dimana ketiga variable besarnya > 0.05 , berarti bahwa Ho diterima artinya masing-masing variable bebas berpengaruh terhadap ∆Inv.t/At-1 tetapi tidak signifikan Hubungan antara variabel bebas terhadap variable terikat secara bersama-sama adalah lemah dimana besarnya hanya 0.134 jauh dibawah 0.5 dan kontribusi variavel bebas terhadap variable terikat sebesar 1,06% sangat kecil, sedangkan 98.084 % sisanya dipengaruhi oleh factor lain diluar variable dalam penelitian ini . Selanjutnya pernyataan ini diuji dalam table Anova dimana nilai F hitung adalah 126.057 > dari F table sebesar 2.56 , sehingga Ha diterima yang berarti bahwa variable bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variable terikat tetapi tidak sig. . Hal tersebut juga dapat dilihat dari besarnya Signifikan yaitu 0.000 < 0.;05 berarti bahwa Ha diterima . Dari hasil Adj R2 dapat dilihat bahwa CFOt/At-1 nilainya paling besar , berarti bahwa Cost Of Gods Sold yang berperanan dalam menentukankualitas Audit , yaitu sebesar 95.6% . 4
KESIMPULAN
a.
Berikut ini kesimpulan hasil penelitian mengenai pengaruh real earning management terhadap kualitas audit : 1.
Hasil pengujian menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara real earning management terhadap kualitas audit yang diproksiikan dengan auditor size. Hal yang sama juga dihasilkan dari pengujian pengaruh real earning management terhadap spesialisasi industry auditor.
2.
Hasil perhitungan didapatkan bahwa besarnya AdjR2 untuk CFO adalah 0.956 , berarti Variabel CFO mempengaruhi kualitas audit sebesar 96.7%,sisanya 3.3% dipengaruhi oleh variable lain diluar variable yang digunakan dalam penelitian.
3.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa AdjR2 sebesar 0.141, berarti bahwa Expense mempengaruhi kualitas audit hanya 14.1%, sisanya 85.9% dipengaruhi oleh factor lain diluar variable penelitian ini .
~ 363 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
4.
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Adj R2 hasil pengujian pengaruh real earning management yang diukur dengan cost of goods sold adalah 0.803 , berarti bahwa CGSt/At-1 mempengaruhi kualitas audit sebesar 80.3 %,19.7% sisanya diengaruhi oleh factor lain .
5.
∆Inv.t/At-1 tidak berpengaruh terhadap
kualitas audit
pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010-2013. Dari hasil Adj R2 dapat dilihat bahwa CFOt/At-1 nilainya paling besar , berarti bahwa Cost Of Gods Sold yang berperanan dalam menentukankualitas Audit , yaitu sebesar 95.6% . b.
Peneliti dalam melakukan penelitian ini tidak membedakan perusahaan manufaktur yang
laporan keuangan
tergolong besar dan kecil , sehingga hal ini menjadi
kendala dalam analisis penelitian. c.
Bagi peneliti serupa berikutnya hendaknya dibedakan antara perusahaan yang tergolong besar dan kecil , agar hasil analisis dapat sesuai dengan harapan investor dan pemilik perusahaan
5
DAFTAR PUSTAKA
Balsam, S., Krishnan, J. & Yang, J.S. 2003. Auditor Industry Specialization and Earnings Quality. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 22. 2, 71-97. Becker, C.L., DeFond, M.L., Jiambalvo, J. and Subramanyam, K.R., 1998. The effect of audit quality on earnings management. Contemporary Accounting Research, 15(1), 1-24.Cengage Learning Asia. Chen, Han Wen, Jeff Zeyun Chen, Gerald J. Lobo dan Yanyang Wang. 2011. Effects on Audit Quality on Earnings Management and Cost of Equity Capital: Evidence from China. Contemporary Accounting Research, Vol. 28, No.3. www. papers.ssrn.com (Diakses 5 Maret 2012). Cohen, D., and Zarowin, P., 2010. Accrual-based and real earnings management activities around seasoned equity offering. Journal of Accounting and Economics, 50, 219. Cohen, D.A., Dey, A. & Lys, T.Z. (2008). Real and Accrual Based Earnings Management in the Pre- and Earnings
Cohen, Daniel A. dan Paul Zarowin. 2008. Accrual-Real
Management
Around
Seasoned
papers.ssrn.com (Diakses 25 Februari 2011)
~ 364 ~
Equity
Offerings.
www.
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
DeAngelo, L.E, 1981. Auditor size and audit quality. Journal of Accounting and Economics, 3 (3), 183-199. Dechow, P.M., Kothari, S.P., and Watts, R.L. 1998. The relation between earnings and cash flows. Journal of Accounting and Economics, 25 (2), 133-168.Economics , ISSN 1450-2887 Issue 66.doi:10.1016/j.jacceco.2010.01. Frankel, R.M., Johnson, M.F. & Nelson, K.K. 2002. The Relation between Auditors’s Fee for Nonaudit Geiger, M.A. & Rama,
D.V. 2006. Audit Firm Size and Going Concern Reporting
Accuracy. Accounting Ghosh, A. & Moon, D. 2005. Auditor Tenure and Perceptions of Audit Quality. The Accounting Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Graham, J.R., Harvey, C.R. & Rajgopal, S. 2005. The Economic Implications of Corporate Financial Jensen M, Meckling, W., 1976, Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. J. Finan. Econ., 3005-360. Johnson, V.E., Khurana, I.K. & Reynolds, K. 2002. Audit- Firm Tenure and The Quality of Financial Journal of Accounting and Economics, 30, 421-452. Knechel, W.R. & Vanstraelen, A. 2007. The Relationship Between Auditor Tenure and Audit Quality Kothari, S.P., Leone, A.J. & Wasley, C.E. 2005. Performance Matched Discretionary Accrual Measures. Krishnan, G.V. 2003. Audit Quality and The pricing of Discretionary Accruals. Auditing: A Journal of Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba dan Kandungan Informasi Laba. Disertasi. Program Levitt, A. 1998. The Number Game. A Speech delivered at The NYU Center for Law of Business, New Lin, J. W., & Hwang, M. I. (2010). Audit Quality, Corporate Governance, and Earnings McNichols, M. 2000. Research Design Issues in Earnings Management Studies. Journal of Accounting Tenure and Auditors’s Industry Expertise. Journal of Accounting and Economics, 47, 265287.
~ 365 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 366 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
ANALISIS PENGARUH PELATIHAN : WORKSHOP DAN PENYULUHAN TERHADAP KEMAMPUAN APLIKASI OLEH MASYARAKAT DUSUN TANGSI JAYA Jombrik Jurusan Manajemen - Fakultas Ekonomi ABSTRAK Tujuan penelitian Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Pelatihan. Workshop, Penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat Tangsi Jaya terhadap kemampuan penerapannya, seberapa besar pengaruh Workshop, dan Penyuluhan terhadap kemampuan aplikasi, mendapatkan umpan balik terhadap metode pelatihan, (workshop, penyuluhan) yang dilakukan. Hasil penelitian; persepsi responden terhadap pelaksanaan workshop adalah 18% menyatakan sangat sesuai, 51% menyatakan sesuai, 25% menyatakan cukup sesuai dan 5% menyatakan kurang sesuau, sedangkan 0% menyatakan sangat tidak sesuai. Persepsi responden terhadap penyuluhan adalah 16% sangat sesuai, 61% sesuai, dan 20% cukup sesuai dan 2% kurang sesuai dan 1% sangat tidak sesuai. Pengaruh variabel X1 dan X2 atau workshop dan penyuluhan terhadap Y atau kemampuan penerapan oleh masyarakat adalah 83,5% dengan adjusted R Square 67,5% yang berarti peribahan kemampuan penerapan dapat dijelaskan oleh pelaksanaan workshop dan penyuluhan sebesar 67,5% dan sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya diluar variabel yang digunakan. Uji regresi menghasilkan persamaan regresi Y=0.072 + 0.298X1 + 0,653X2, artinya kedua variabel daftaindependen berpengaruh secara positif terhadap variabel dependen, dengan nilai signifikansi F 0,000 <0,05 yang berarti sangat signifikan. Secara parsial (ujit) menunjukkan tingkat signifikansi X1 = 0,023< 0,05 yang berarti signifikan dan X2 =0,00>0,05 juga sifnifika. Kesimpulan: Workshop dan penyuluhan yang diikuti oleh masyarakat Tangsi Jaya mampu diterapkan dengan baik. Kendala: penerapan hasil workshop dan penyuluhan tidak dapat langsung diakukan karena keterbatasan sarana yang dimiliki. Halaman: 25 tabel: 33 Kata kunci: Workshop, Penyuluhan, Penerapan
1 1.1
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
Pelatihan masyarakat merupakan salah satu kegiatan penyuluhan dalam rangka memberdayakan masyarakat khususnya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
~ 367 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
keterampilan. Keberadaan masyarakat yang memiliki sikap, penegtahuan dan keterampilan yang memadai dalam bidang yang relevan dengan pembenunan pertanian, diharapkan akan dapat mendukung dan berperan serta dalam pembangunan pertanian. Oleh karena itu pelatihan masyarakat perlu dilaksanakan dan dikembangkan dengan memeperhatikan faktor efisiensi, efektifitas dan relevansi. Berbeda dengan pendidikan umum yang diselenggarakan di sekolah-sekolah, pelatihan masyarakat berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi di masyarakat. Pada dasarnya pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pelatihan dapat dimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan pelatihan pada prinsipnya harus digali dari masyarakat itu sendiri, tidak terkecuali pelatihan masyarakat
dalam rangka menumbuhkan penyuluh=penyuluh swadaya
masyarakat yang diperlukan untuk mewujudkan penyuluh dari dan olehmasyarakat dimasa yang akan datang. Hasil yang diharapkan dari setiap pelatihan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan kemampuan peserta pelatihan baik secara manajerial, maupun kemampuan penerapannya di lapangan.Pelatihan masyarakat umumnya dirancang sedemikian rupa mengingat pesertanya pada umumnya adalahorang dewasa, petani atau orang yang berprofesi selain petani yang kegiatannya berkaitan denganpembangunan pertanian. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya
harus
memperhatikan prinsip-prinsip
pembelajaran
bagi
peserta
diantaranya bersifat partisipatif, reflektif, dan memberikan umpan balik. Permasalahan yang menjadi pertanyaan adalah dari sekian banyak pelatihan,penyuluhan atau workshop yang diberikan kepada masyarakat selama ini khususnya masyarakat Tangsi Jaya adalah apakah mereka menerima, dan selanjutnya mampu menerapkan secara baik hasil pelatihan-pelatihan yang mereka ikuti selama ini.baik yang diselenggarakan diluar maupun di wilayah Tangsi Jaya..
2
RUMUSAN MASALAH
a. Apakah Pelatihan.(Workshop, Penyuluhan) yang diberikan kepada masyarakat Tangsi Jaya berpengaruh terhadap kemampuan penerapannya b. Seberapa besar pengaruh Pelatihan (Workshop, dan Penyuluhan) terhadap kemampuan
~ 368 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
aplikasi c. Apa yang menjadi kendala bagi masyarakat dalam mengaplikasikan hasi hasil Workshop, dan Penyuluhan 3
TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Pelatihan. Workshop, Penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat Tangsi Jaya terhadap kemampuan penerapannya 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Workshop, dan Penyuluhan terhadap kemampuan aplikasi 3. Untuk mendapatkan umpan balik terhadap metode pelatihan, (workshop, penyuluhan) yang dilakukan 4 4.1
TINJAUAN PUSTAKA PENGERTIAN
Kegiatan workshop atau sering juga diistilakan dengan lokakarya adalah suatu acara di mana beberapa orang berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan mencari solusinya. Sebuah lokakarya atau workshop adalah pertemuan ilmiah yang kecil, dimana sekelompok orang yang memiliki perhatian yang sama berkumpul bersama di bawah kepemimpinan beberapa orang ahli untuk menggali satu atau beberapa aspek khusus suatu topik. Sub-sub kelompok dibentuk untuk tujuan mendengarkan ceramah-ceramah, melihat demonstrasi-demonstrasi, mendiskusikan berbagai aspek topik, mempelajari, mengerjakan, mempraktekkan, dan mengevaluasinya. Sebuah workshop biasanya terdiri dari Pimpinan workshop, Anggota, dan Manusia Sumber. Tujuan dari workshop ialah untuk memperoleh informasi melalui pengalaman langsung dan saling menyampaikan informasi. Beberapa ciri-ciri workshop antara lain : a. Masalah yang dibahas bersifat “life centered” dan muncul dari peserta sendiri b. Cara yang digunakan ialah metode pemecahan masalah “musyawarah dan penyelidikan”. c. Menggunakan resource person dan resource materials yang memberi bantuan yang besar sekali dalam mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
~ 369 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Sedangkan Menurut Mardikanto, Totok (1993) penyuluhan pembangunan adalah proses penyebaran ide-ide baru kepada masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat itu sendiri melalui penambahan pengetahuan, keterampilan baru dan perubahan perilaku yang didapat karena ada kesadaran untuk mengubah diri pada kondisi yang lebih baik. Wiriatmadja, Soekandar (1978) mengemukakan bahwa penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan luar sekolah untuk keluarga tani di pedesaan, dimana mereka belajar sambil berbuat agar menjadi mau, tahu dan dapat menyelesaikan masalah-masalah sendiri yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Menurut Margono Slamet, penyuluhan adalah suatu sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu dan sanggup berswadaya untuk memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakat (Sudradjat dan Ida Yustina, 2003).Adjid, Dudung Abdul (2001) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan non formal untuk masyarakat perdesaan dengan implikasi pada perubahan perilaku yang didasarkan pada pengalaman belajar dengan tujuan peningkatan kesejahteraan.Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UU SP3K), arti penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, dapat ditarik suatu hal yang mendasar tentang penyuluhan pembangunan, yaitu : (1) Penyuluhan adalah proses pendidikan, (2) Proses penyuluhan adalah untuk mencapai perubahan perilaku, dan (3) Tujuan penyuluhan adalah
meningkatkan
kesejahteraan
(rismajayantiwordpress.com/2012/01/15/penyuluhan)
sasaran
penyuluhan.
Kegiatan
pelatihan/Training,
Workshop dan penyuluhan merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh lembaga atau institusi tertentu, baik secara internal dilingkungan sendiri maupun dalam rangka share dengan pihak lain yang yang diselenggarakan oleh pihak eksternal dari luar institusi dari luar kelompok masyarakat, dan berkompeten dalam memberikan suatu pelatihan. Kegiatan
~ 370 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
pelatihan umumnya ditujukan kepada pihak lain yang dinilai membutuhkan guna melakukan perbaikan, perubahan agar dapat meningkatkan kinerja atau untuk merubah halhal yang selama ini dipandang tidak sesuai dengan standar yang ada. Metode yang digunakan juga bermacam-macam dan dirancang sesuai dengan sasaran yang di inginkan. Pelatihan bertujuan yntuk mempersiapkan peserta latihan untuk mengambil tindakan tertentu yang dilukiskan oleh organisasi, dan membantu peserta memperbaiki prestasi dalam kegiatannya terutama mengenai pengertian dan ketrampilan. (Rolf P. Lynton $ Udai Pareek). Menurut Mathis (2002) pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu proses ini terkait dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Srcara terbatas pelatihan menyediakan para pegawai/orang-orang dengan pengetahuan spesifik dan dapat diketahui serta ketrampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun dimasa yang akan datang. Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurukulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan ketrampilan kerja. Beberapa pendapat para ahli mendefinisikan tentang pelatihan sebagimana dikutip dari penelitian Cut Zurbali (2004) sebagai berikut: 1. Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2005; 251) mengemukakan Training is a planed effprt to facilitate the learning of job-related knowledge, skill, and behavior by employee. Yang berarti bahwa pelatihan merupakan suatu usahan yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian, dan perilaku oleh pegawai. 2. Menurut Robbins, Stephen P (2001; 282) Training meant formal training that’s planed in advanced and has a structured format. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang dimaksudkan adalah pelatihan formal yang direncanakan secara matang dan mempunyai suatu format pelatihan yang terstruktur.
~ 371 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
3. Menurut Bernardin & Russel (1998; 172) Training is difined as any attemt to impreve employee performance an a currently held job or one related to it, this usully means changes in specific knawledge, skills, attitute, or behaviors, to be effective, tarining should involved learning experience, be a planed organizational activity, and be designed in responce ti identifield needs. Jadi pelatihan didefinisikan sebagai barbagai usahan pengenalan untuk mengembangkan kinerja tenaga kerja pada pekerjaan yang dipikulnya atau juga sesuatu berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini berarti melakukan perubahan perilaku, sikap, keahlian dan pengetahuan yang khusus atau spesifik. Agar pelatihan menjadi efektif maka didalam pelatihan harus mencakup suatu pembelajaran atas pengalaman-pengalaman. Pelatihan harus menjadi kegiatan keorganisasian yang direncanakan dan dirancang didalam
menanggapi kebutuhan-kebutuhan yang
teridentifikasi. 4. Menurut Gomez_Mejia, Balkin & Cardy (2001; 259) Training is usully conductrd mhen employees have a skills deficid or when an organization changes system and employeses need to learn new skill. Hal ini mengartikan bahwa pelatihan dilakukan pada saat para pekerja memiliki keahlian yang kurang atau pada saat orgnisasi mengubah suatu system para pekerja perlu belajar tentang keahlian baru.
Pelatihan yang baik adalah pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tidak ada manfaatnya jika pelatihan yang dilaksanakan tidak atau kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk itu sebagai langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Afa beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu: a. Menggali informasi langsung dari masyarakat melalui diskusi kelompok yang terfokus. Dalam hal ini perlu diadakan suatu pertemuan/diskusi khusus antara kelompok masyarakat sasaran dengan fasilitator/penyuluh. Dalam diskusi ini ditanyakan apa masalah yang dihadapi oleh kelompok masyarakat tersebut, pelatihan atau ketrampilan apa yang dibutuhkan oleh mereka dan apa perlu ada pelatihan bagi mereka. Perlunya pelatihan biasanya terkait dengan permasalahan yang dihaadapi oleh kelompok dalam melaksanakan kegiatannya. Usul perlunya pelatihan datang dari kelompok masyarakat itu sendiri, demikian pula dengan jenis pelatihannya. b. Menggali informasi melalui kegiatan Desa secara Partisipatif/participatory Rural Appraisal (PRA) c.
Menggali informasi melalui wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat/anggota
~ 372 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
kelompok tani/masyarakat, disertai dengan pengamatan langsung terhadap kondisi masyarakat/kelompok tersebut. d. Penelitian konvensional yang dilakukan oleh ahli. Melalui penelitian terhadap masyarakat yang bersangkutan yang mencakup tingkat pengetahuan dan tingkat keterampilan masyarakat dalam melakukan usahanya, dapat diperoleh informasi mengenai kebutuhan pelatihan. Informasi dari hasil penelitian ini masih perlu dikonsultasikan
lagi
dengan
pemuka/kelompok
masyarakat
tersebut
untuk
memperoleh kepastian pelatihan yang diperlukan.
Secara garis besar jenis pelatihan dapat digolongkan kedalam 2 kelompok yaitu: 1. Pelatihan teknis yakni pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang usaha tertentu. Contoh-contoh pelatihan yang termasuk kategori ini antara lain; pelatihan budidaya madu, pelatihan budidaya ualt sutera, pelatihan agroforestry 2. Pelatihan Manajemen; yakni pelatihan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kemampauan dalam bidang pengelolaan organisasi, administrasi, pemasaran/tata niaga produk atau peningkatan kesadaran atas norma tertentu. Contoh-contoh pelatihan yang termasuk kategori ini antara lain adalah; pelatihan kepemimpinan dalam organisasi, pelatihan manajemen produk usaha tani, pelatihan penyuluhan dari masyarakat kepada masyarakat, pelatihan gender, dan lain lain.
5 5.1
METODOLOGI WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan pada Juni 2014 di Dususn Tangsi Jaya Gunung Halu Jawa Barat.
5.2
POPULASI DAN SAMPEL
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dan pengurus koperasi Rimba Lestari Dusun Tangsi Jaya berdasarkan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 74 kepala keluarga. Sample diambil dengan metode purposes sample atau dengan pertimbangan tertentu yaitu seluruh pengurus Koperasi dan kepala Keluaraga yang pernah mengikuti pelatihan, workshop atau penyuluhan.dengan jumlah 31 orang tanpa membedakan jenis kelamin,penghasilan.
~ 373 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
5.3
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
JENIS DATA DAN METODE PENGUMPULAN DATA
Jenis data adalah data primer yang dioleh dari hasil kuesioner yang diberikan kepada responden sebanyak sampel yang diambil. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk kuesioner tertutup yaitu kuessioner yang jawabannya disediakan dalam bentuk pilihan. Pilihan tersebut sebagai instrumen pengukuran jawaban dari sikap, pendapat, persepsi, pengukuran menggunakan skala Likert yaitu 5,4,3,2,1 dengan penjelasan: 5.4
IDENTIFIKASI VARIABEL
Secara konsepsual variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu Workshop (X1) dan Penyuluhan (X2) dan kemampuan Penerapan sebagai variabel tidak bebas (Y) .sehingga secara matematis dinotasikan sebagi berikut: Y = a+βx1 + βX2 + e 5.5
HIPOTESIS
Berdasarkan konsepsual variabel dan persamaan matematis yang terbentuk maka hipotesis penelitian adalah pelatihan dalam bentuk Workshop dan Penyuluhan
berpengaruh
terhadap kemampuan menerapkan/kesesuaian, atau ada kesesuaian antara worlshop, penyuluhan yang diberikan dengan kebutuhan responden. 5.6
METODE ANALISIS DATA
Analisis data dilakukan dengan metode regresi linier menggunakan SPSS dan analisis faktor menggunakan statistik deskriptif dengan distribusi frekuensi. Dimana akan dihitung faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kemampuan penerapkan berdasarkan jawaban responden berdasarkan pilihan jawaban pada skala Likert. a. Analisis Regresi dan Korelasi Regresi dan korelasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh maupun hubungan sehingga dapat menggambarkan hubungan sebab akibat antara variabel X1 (workshop) dan X2 (penyuluhan) terhadap variabel Y (kemampuan penerapan). Pedoman pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya pengaruh adalah koefisien Pearson dengan ukuran
~ 374 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 3.2 Ukuran Koefisien Korelasi
Kefisien Korelasi
Hubungan
0,00 - 0,19
Sangat rendah
0,20 - 0,39
Rendah
0,40 - 0,59
Sedang
0,60 - 0,79
Kuat
0,80 - 1,00
Sangat kuat
b. Uji t Untuk mengetahui pengaruh satu variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen dengan keputusan - Bila t hitung > t tabel berarti H0 ditolak dan H1 diterima, atau ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. - Bila t hiting < t tabel berarti H0 diterima atau tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. c. Uji F Untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen secara bersamaan terhadap variabel tidak bebas. Dengan taraf signifikansi 5% maka - Bila F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima atau koefisien korelasi berganda yang didapatkan adalah Workshop (X1) dan Penyuluhan (X2) berpengaruh secara simultan terhadap kemampuan menerapkan. - Bila F hiitung < F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak atau koefisien korelasi berganda yang didapatkan adalah Workshop (X1) dan Penyuluhan (X2) tidak berpengaruh secara simultan terhadap kemampuan mmenerapkan. d. Uji Validitas dan reliabilitas - Uji validitas Untuk mengetahui valid tidaknya intrumen penelitian yang dilakukan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur Jika r positif dan > dari 0,3 maka item pertanyaan tersebut valid untuk digunakan
~ 375 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Jika r negatif dan < 0,3 maka itenm pertanyanan tersebut valid untuk digunakan - Uji reliabilitas Untuk mengetahui apakah jawaban responden terhadap kuesioner konsisten atau tidak. Dikatakan reliabel apabila jawaban kuesioner tersebut konsisten. 5.7
INDIKATOR VARIABEL
Variabel independen workshop (X1) dan penyuluhan (X2) merupakan dimensi dari Tujuan, Sasaran, Materi, dan Metode yang menjadi indikator variabel. 6 6.1
PEMBAHASAN DATA RESPONDEN
Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 31 orang yang dipilih dari penduduk Tangsi Jaya dengan ketentuan pernah mengikuti Pelatihan (Workshop dan Penyuluhan) dan pengurus Koperasi. Adapun ringkasan data responden adalah: Tabel 4.1 Data Responden Jumlah Responden Jenis Kelamin
Pekerjaan
31
100%
Laki-laki
31
100%
Perempuan
0
0%
Petani
20
65%
Pedagang
6
19%
Pengurus Koperasi
5
16%
Sumber: data diolah 6.2
PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP WORKSHOP
Dari kuesioner yang diberikan sebanyak 10 pernyataan kepada 31 responden didapatkan hasil rata-rata persepsi terhadak pelaksanaan workshop yang pernah di ikuti oleh responden sebagai berikut: 6.2.1 Dimensi Tujuan Penilaian responden dalam hubungannya dengan dimensi tujuan dilakukannya workshop dengan kemampuan mengatasi masalah dan meningkatkan ketrampilan yang dihadapi adalah: persepsi masyarakat tentang tujuan dilakukannya workshop cukup besar yaitu 23% menyatakan sangat sesuai den 52% menyatakan sesuai, sedangkan yang menyatakan
~ 376 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
sangat tidak sesuai adalah 0%.sedangkan persepsi masyarakat terhadap workshop dapat meningkatkan ketrampilan diperoleh hasil 29% menyatakan sangat sesuai dan 58% menyatakan sesuai, sedangkan yang sangat tidak sesuai 0% yang berarti persepsi tentang tujuan workshop meningkatkan ketrampilan besar. 6.2.2 Dimensi Sasaran Penilaian responden terhadap workshop dalam hubungannya dengan sasaran; mencapai hasil, memberi manfaat, sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang jelas dapat dijelaskan bahwa persepsi terhadap workshop yang diikuti dinilai mencapai hasil mencapai hasil, 19% sangat sesuai, 52% sesuai dan 26% menyatakan cukup sesuai
sedangan yang
menyatakan sangat tidak sesuai 0%. Hal ini menggambarkan pula bahwa persepsi tentang dimensi sasaran mencapai hasil. Untuk dimensi sasaran dengan ukuran memberi manfaat yang menyatakan sangat sesuai adalah 19%, sesuai 48% dan cukup sesuai 32% sedangkan kurang sesuai dan sangat tidak sesuai 0%. Artinya bahwa persepsi masyarakat terhadap workshop memberi manfaat dapat dikategorikan baik. Selanjutnya masalah kesesuaian dengan kebutuhan dari workshop yang diikuti, persepsi masuarakat adalah 16% sangat sesuai, 48% sesuai dan 29% cukup sesuai, ada 6% yang menyatakan kurang sesuai sedangkan 0% yang menyatakan sangat tidak sesuai. Jadi dari segi kesesuaian dengan kebutuhan mayoritas
masyarakat memberi persepsi yang sesuaiPersepsi masyarakat
terhadap sasaran workshop, pada tabel 4.8 di atas masyarakat memberi persepsi terhadap sasaran adalah 10% sangat sesuai, 52% sesuai dan 35% cukup sesuai, 5% kurang sesuai serta 0% sangat tidak sesuai. Hal ini secara keseluruhan bahwa sasaran dari workshop dipersepsikan oleh rata-rata masyarakat tepat sasaran. 6.2.3 Dimensi Materi Penilaian responden terhadap workshop dalam hubungannya dengan materi yang diberikan yang meliputi mudah dimengerti, mudah dipraktekkan dengan hasil sangat sesuai 16%, sesuai 55%, cukup sesuai 29% yang berarti secara umum materi yang diberikan mudah dimengerti. Adapun tentang apakah materi mudah dipraktekkan hasilnya adalah 16% sangat sesuai, 48% sesuai, dan 32% cukup sesuai sedangkan 3% menyatakan kurang sesuai. 6.2.4 Dimensi Metode Metode yang digunakan dalam suatu pelatihan sangat mempengaruhi pencapaian dari suatu pelatiohan. Dalam penelitian ini penilaian responden terhadap workshop dalam
~ 377 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
hubungannya dengan kemampuan trainner merupakan proksi dari kompetensi traiiner, dan kemampuan trainer menyesuaikan dengan profesi peserta adalah Persepsi terhadap metode dengan ukuran kemampuan trainner pada saat memberikan pelatihan, oleh masyarakat dipersepsikan 13% sangat sesuai, 45% sesuai dan 32% cukup sesuai namun ada 10% menyatakan kurang sesuai, demikian pula dengan persepsi terhadap kemampuan trainner menyesuaikan dengan profesi peserta dipersepsikan 13% sangat sesuai, 52% sesuia dan 26% cukup sesuai. Secara keseluruhan persepsi responden terhadap workshop dari dimensi tujuan, sasaran, materi dan metode adalah baik sebagaimana tabel 4.2 dibawah ini Tabel 4.2. Rata-rata persepsi responden terhadap workshop menurut dimensi Jawaban
Tujuan
Sasaran
Materi
Metode
Rata-rata
Sangat Sesuai
26%
18%
16%
13%
18%
Sesuai
55%
51%
52%
48%
51%
Cukup sesuai
13%
29%
31%
29%
25%
Kurang sesuai
6%
2%
2%
10%
5%
Sangat Tidak Sesuai
0%
0
0%
0%
0%
Sumber: data diolah 6.3
ANALISIS PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP PENYULUHAN
Penyuluhan adalah bentuk kegiatan yang dilakukan biasanya pada objeknya dengan memberikan contoh, cara penggunaan, penerapan, metode oleh penyuluh yang memiliki keahlian dalam bidangnya kepada masyarakat atau kelompok masyarakat 6.3.1 Dimensi Tujuan Penilaian responden terhadap tujuan penyuluhan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan ketrampilan; Persepsi terhadap penyuluhan, dengan dimensi tujuan bahwa dapat mengatasi masalah adalah; Responden memberi persepsi 23% sangat sesuiai, 52% sesuai dan 23% cukup sesuai, sedangkan 3% menyatakan sangat tidak sesuai. Hal ini memngambarkan
bahwa
tujaun
untuk
mengatasi
masalah
dinilai
baik
oleh
responden.Indikator kedua dari dimensi tujuan adalah meningkatkan ketrampilan, persepsi
~ 378 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
responden adalah 19% sangat sesuai, 61% sesuai dan 19% cukup sesuai. Yang berarti penyuluhan yang diberikan dinilai baik dan mampu meningkatkan ketrampilan 6.3.2 Dimensi Sasaran Penilaian responden terhadap sasaran penyuluhan mencapai hasil,
memberi manfaat,
sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang jelas sebagai berikut dimensi sasaran dengan indikator bahwa penyuluhan mencapai sasaran oleh responden dinilai 19% sangat sesuai, 65% sesuai dan 13% cukup sesuai yang berarti persepsi responden bahwa penyuluhan mencapai hasil adalah baik. Dari tabel 4.16 tentan penyuluhan memberi manfaat juga dinilai oleh responden baik yaitu 10% sangat sesuai 61% sesuai dan 26% cukup sesuai hanya 3% yang menyatakan kurang sesuai dan 0% sangat tidak sesuai. Persepsi tentang penyuluhan dengan kesesuaian dengan kebutuhan responden sebagaimanan tabel 4.16 adalah 19% menyatakan sangat sesuai, 61% sesuai dan 19% cukup sesuai. Hal ini menggambarkanb persepsi bahwa penyuluhan yang diterima sesuai dengan kebutuhan responden. Demikian pula dengan kejelasan sasaran yang jelas yaitu 10% menyatakan sangat sesuai, 61% sesuai, 26% cukup sesuai dan hanya 3% menyatakan kurang sesuai. 6.3.3 Dimensi Materi Dimensi materi untuk mempersepsikan tentang materi penyukuhan yang meliputi mudah dimengerti, mudah dipraktekkan adalah persepsi terhadap materi penyuluhan dan kemudahan mempraktekhan, hasil penyuluhan menggambarkan persepsi responden yang mayoritas menyatakan sesuai yaitu 65% mudah dimengerti, dan 61% mudah dipraktekkan. 6.3.4 Dimensi Metode Penilaian responden terhadap metode penyuluhan yang meliputi kemampuan penyuluh, metodenya disesuaikan dengan profesi peserta penyuluhan adalah: Gambaran pada tabel 4.21 dan 4.22 oleh responden memberi persepsi bahwa penyuluh memiliki kemampuan adalah baik yang berarsi sesuai yaitu 61%, dan untuk kesesuaian dengan profesi juga 61% , sedangakan yang menyatakan sangat sesuai 13% untuk penyuluh memiliki kemampuan dan 16% sesuai dengan profesi Secara keseluruhan persepsi responden terhadap workshop dari dimensi tujuan, sasaran, materi dan metode adalah baik sebagaimana tabel 4.3 dibawah ini
~ 379 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 4.3. Rata-rata persepsi responden terhadap penyuluhan menurut dimensi Jawaban
Tujuan
Sasaran
Materi
Metode
Rata-rata
Sangat Sesuai
21%
15%
13%
15%
16%
Sesuai
56%
63%
63%
61%
61%
Cukup sesuai
21%
19%
21%
19%
20%
Kurang sesuai
0%
3%
3%
3%
2%
Sangat Tidak Sesuai
2%
0%
0%
2%
1%
Sumber: data diolah Dari tabel 4.3 secara rata-rata persespri responden dengan dimensi Tujuan, Sasaran, Materi, dan Metode dalam penyuluhan adalah 16% sangat sesuai 61% menilai sesuai 20% cukup sesuai, 2% kurang sesuai.dan 1% rata rata sangat tidak sesuai. 6.4
UJI STATISTIK
6.4.1 Uji Multikolenioritas Tabel 4.4. Uji Multikolenioritas Coefficientsa Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) 1 x1 .567 1.765 x2 .567 1.765 a. Dependent Variable: y Nilai VIF adalah 1.765 yang berarti berada dibawah nilai 10, 000 sehingga data yang ada dikategorikan tidak terjadi multikolenioritas, yang berarti data layak untuk diolah. 6.4.2 Uji Autokorelasi Tabel 4.27 Uji Autokorelasi Model Summaryb Change Statistics Durbin-Watson R Square Change F Change .696 32.092 1.582 a. Predictors: (Constant), x2, x1 b. Dependent Variable: y
~ 380 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson dengan hitung 1,582 yang berarti berada pada batas nilai toleransi yang berarti tidak terdapat autokorelasi dari variabel yang dipakai. 6.4.3
Koefisien Determinasi Berganda
Uji regresi lionier berganda untuk melihat sejauhmana pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y serta sejauhmana perubahan variabel Y mampu dijelaskan olehg kedua variabel independen X1, X2 Tebel 4.28 Koefisien Determinasi Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Std. Error of Square the Estimate a 1 .834 .696 .675 .23519 a. Predictors: (Constant), x2, x1
DurbinWatson 1.582
b. Dependent Variable: y Hasil uji statistik diperoleh hasil nilai R = 0,834 yang berarti bahwa pengaruh variabel X1 dan X2 yaitu workshop dan penyuluhan terhadap Y yaitu kemampuan penerapan sangat kuat dan positif. Karena berada pada skala 0,80 - 1,00. Adapun nilai R square atau nilai koefisien determinasinya adalah 0,675. Hal ini mengartikan bahwa kemampuan penerapan oleh masyarakat Tangsi jaya dapat dijelaskan oleh pemberian pelatihan berupa workshop dan penyuluhan sebesar 67,5% sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor lainnya. 6.4.4 Uji Regresi linier berganda
~ 381 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 4. 2. Uji Regresi Linier Berganda
Coefficientsa Model
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B
1
Std. Error
t
Sig.
Correlations
Beta
Zero-order
Partial
Part
(Const ant)
.072
.465
.154 .879
x1
.298
.124
.333 2.403 .023
.712
.414
.250
x2
.653
.157
.577 4.171 .000
.796
.619
.434
a. Dependent Variable: y Hasil uji statistik pada tabel diatas diperoleh persamaan regresi dari pengaruh variabel Workshop dan penyuluhan (X1, X2) terhada kemampuan menerapkan diperoleh persamaan regresi linier yaitu Y=0.072 + 0.298X1 + 0,653X2. Nilai tersebut menggambarkan bahwa variabel independen
workshop dan penyuluhan berpengaruh
secara positif terhadap kemampuan penerapan, dengan nilai konstanta 0,072 atau bila Petani, Pengurus Koperasi dan Pedagang di Tangsi Jaya tidak mendapatkan pelatihan berupa workshop dan penyuluhan maka kemampuan/keahliannya tidak bertambah. 6.4.5 Uji F Tabel 4.30. Uji statisti F (Anova)
Model
1
Sum of Squares
ANOVAa df
Mean Square
Regression
3.550
2
1.775
Residual
1.549
28
.055
Total
5.099
30
F 32.092
Sig. .000b
a. Dependent Variable: y b. Predictors: (Constant), x2, x1
Untuk mengetahui apakah variabel workshop (X1) dan penyuluhan (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan penerapannya.Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai signifikansinya 0,000 < 0,05 yang berarti workshop dan penyuluhan secara bersama
~ 382 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
sama berpengaruh signifikan terhadap kemampuan penerapan oleh masyarakat Petani, pengurus koperasi dan pedagang di Tangsi Jaya. Gunung Halu. 6.4.6 Uji t Tabel 4.31. Uji t (parsial) Coefficientsa Unstandardized t Coefficients B Std. Error
Model
Sig.
Correlations Zero-order Partial Part
(Constant)
.072
.465
.154
.879
x1
.298
.124 2.403
.023
.712
.414 .250
x2 .653 a. Dependent Variable: y
.157 4.171
.000
.796
.619 .434
1
Uji t dilakukan untuk mengetahui secara parsial pengaruh satu variabel independen terhadap variabel dependen. Dari tabel uji t diatas deketahui bahwa signifikansi variabel workshop (X1) adalah 0,023 yang berarti 0,023<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel workshop berpengaruh signifikan terhadap kemampuan penerapan oleh masyarakat Tangsi Jaya, sedangakan nilai signifikansi variabel penyuluhan (X2) adalah 0,000 yang berarti 0,000<0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel penyuluhan berpengaruh signifikan terhadap kemampuan penerapan oleh masyarakay tangsi Jaya.
7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
KESIMPULAN
Dari hasil analisis dapat diambil beberapa kesimpulan tentang pengaruh pelatihan dalam bentuk workshop dan penyuluhan terhadap kemampuan masyarakat menerapkannya adalah: 1. Persepsi masyarakat terhadap dialkukannya workshop adalah baik yang berarti workshop yang diberikan dapat diterapkan oleh masyarakat yaitu 18% sangat sesuai, 51% sesuai dan 25% cukup sesuai, sedangkan 5% menyatakan kurang sesuai dan 0% sangat tidak sesuai, demikina pula dengan penyuluhan, persepsi masyarakat adalah baik.dengan hasil 16% sangat sesuai, 61% sesuai, 20% cukup sesuai dan 2%
~ 383 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
menyatakan kurang sesuai dan 1% sangat tidak sesuai. 2. Uji koefisien determinasi berganda menggambarkan bahwa pengaruh workshop, penyuluhan terhadap kemampuan penerapan adalah kuat dan positif yaitu 83,4% sedangkan perubahan kemampuan penerapan oleh masyarakat mampu dijelaskan oleh kedua variabel sebesar67,5%. 3. Hasil uji regresi linier berganda diperoleh persamaan linier Y=0.072+0.298X1+0,653X2 yang berarti kedua variabel workshop dan penyuluhan berpengaruh positif dan kuat terhadap kemampuan penerapan oleh masyarakat Tangsi Jaya 4. Hasil Uji F adalah 0,00 < 0,05 yang berarti secara simultan pengaruh variabel workshop (X1) dan variabel penyuluhan (X2) memiliki berpengaruh yang signifikan terhadap kemampuan penerapan oleh masyarakat.
7.2
SARAN
1. Agar kemampuan penerapan oleh masyarakat semakin baik, maka perlu dilakukan workshop dan penyuluhan secara berkala dan berkelanjutan. 2. Kelemahan utama dalam usaha menerapkan adalah kurangnya modal masyarakat untuk mengadakan peralatan/perlengkapan sesuai dengan yang diperoleh dalam workshop dan penyuluhan karena itu bagi institusi yang terkait perlu memikirkan penanggulangan kesulitan modal agar workshop dan penyuluhan tidak sia-sia. 8
DAFTAR PUSTAKA
Adi, R S; Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003 Agusta, I Aneka Metode Partisipasi untuk Pembangunan Desa; Blogspot http:/iagusta.blogspot.com/ Sosiolog PedesaanInstitut Pertanian Bogor.; 2007 . Diakses Mei 2014 Anomim, Participatory Rural Appraisal (PRA) 2002, Website Perkumpulan Masyarakat Penanggulangan Bencana. Http//pmpbencana.org. Diakses Mei 2014 Aristo. DA Rejuvinasi Peran Perencana dalam Menghadapi Era Perencanaan Partisifatif’ Sebuah tahapan awal dalam Pembangunan Kultur Masyarakat Partisifatif’. Seminar Tahunan ASPI (asosiasi Sekolah Perencana Indonesia) Universitas Brawijaya,Malang 2004. Teknik Planologi ITB http://anasaff.blogspot.com/2012/08/workshop-danjenisnya.html#sthash.O2fMeAWj.dpuf di akses 04 September 2014 Khairuddin Pembangunan Masyarakat; tinjauan aspek; sosiologi, ekonomi dan Perencanaan: Liberty Yogyakarta 1992
~ 384 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASANANGGOTA KOPERASI X Endang Tri Pujiastuti Jurusan Majemen – Fakultas Ekonomi ABSTRAK Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kepuasan, diantaranya yang berkaitan dengan kualitas pelayanan, kualitas produk, managerial serta tingkat pencapaian Sisa Hasil Usaha (SHU) dan pembagian SHU, demikian halnya dengan Koperasi X. Untuk mengetahui lebih lanjut apakah koperasi X mampu memberikan kepuasan terhadap anggotanya, maka dalam penelitian ini bertujuan mengkaji faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi kepuasan anggota Koperasi X. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor, dengan jumlah sampel 139 orang dan data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Hasil analisis faktor menggambarkan bahwa seluruh variabel yang diteliti mengelompok menjadi 4 faktor yaitu manajerial, kinerja, kualitas pelayanan, kualitas produk. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kepuasan anggota koperasi adalah faktor manajerial dengan nilai engginevalue sebesar 8,509 terdiri dari faktor pengendalian, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan kesan kualitas. Oleh karena itu disarankan agar manajemen Koperasi X melakukan sosialisasi terhadap program kegiatan terkait dengan kegiatan koperasi sebagai perwujutan dan peningkatan pelaksanaan fungsi manajerial dan peningkatan kualitas pelayanan dengan menambah sarana dan prasarana terutama peralatan dan media komunikasi yang memadai agar informasi atas produk dapat meningkatkan permintaan efektif anggota sehingga tingkat pencapaian SHU yang diharapkan anggota tercapai. Kata Kunci : Kualitas Pelayanan, Kualitas Produk, Manajerial, Kinerja, Kepuasan 1
PENDAHULUAN
Kata koperasi berasal dari bahasa Inggris co-operation, cooperative, atau bahasa Latin coopere, atau dalam bahasa Belanda cooperatie, cooperatieve, yang artinya bekerja bersama-sama, atau kerja sama, atau usaha bersama atau yang bersifat kerja sama. Menurut UU No 17 Tahun 2012, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, untuk dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.
~ 385 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan didasarkan atas kepentingan bersama sebagai pelaku ekonomi. Melalui koperasi, para anggota ikut aktif memperbaiki kehidupannya dan kehidupan masyarakat. Dalam usahanya, koperasi akan lebih menekankan pada pelayanan terhadap kepentingan anggota, baik sebagai produsen maupun konsumen. Kegiatan koperasi akan lebih banyak dilakukan kepada anggota dibandingkan dengan pihak luar, maka
anggota dalam koperasi bertindak sebagai pemilik sekaligus pelanggan. Oleh
karena itu tujuan utama koperasi adalah mengembangkan kesejahteraan anggota, namun manfaat yang diterima anggota lebih diutamakan dari pada laba. Meskipun demikian harus diusahakan agar koperasi tidak rugi. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan peran atau partisipasi aktif anggota dalam kegiatan ekonomi koperasi, karena keberlangsungan koperasi tidak terlepas dari peran dan keberadaan anggota baik sebagai produsen maupun
konsumen. Sebagai
konsumen anggota koperasi merupakan pihak eksternal yang menentukan keberhasilan suatu usaha, sehingga anggota koperasi harus diperhatikan oleh pengurus koperasi. Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian adalah kepuasan anggota. Kepuasan menurut Kotler (2003 : 138) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesan terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Sedangkan menurut Budiarto dan Dolly (2001: 1217) “Ada tiga tingkat kepuasan pelanggan yaitu, pelanggan sangat puas, pelanggan puas dan pelanggan tidak puas” yaitu pelanggan sangat puas jika layanan yang diterima dari layanan yang diharapkan, pelanggan puas jika layanan yag diterima sama dengan layanan yang diharapkan dan pelanggan tidak puas jika layanan yang diterima tidak sebagus layanan yang diharapkan. Dengan demikian koperasi akan berhasil dalam kegiatan usaha dan mampu memberikan kepuasan kepada konsumen dalam hal ini anggota koperasi adalah kemampuan manajemen koperasi dalam memberikan pelayanan yang bermutu, kualitas managerial dan produk atau jasa yang ada. Hal ini dikarenakan pelanggan selalu mencari nilai yang dianggap paling tinggi dari beberapa produk atau jasa yang ada. Seperti yang dikemukakan Tjiptono (2005:43) bahwa berkualitas saja yang
”Hanya perusahaan yang benar-benar
mampu bersaing dalam pasar global” . Untuk memenangkan
persaingan perusahaan harus mampu memberikan kepuasan kepada konsumen atau nasabah, misalnya dengan memberikan atau menawarkan produk bermutu tinggi dan berkualitas, harga lebih murah, penyerahan produk lebih cepat, dan pelayanan lebih baik
~ 386 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
dari pada pesaingnya. Demikian halnya badan usaha koperasi harus selalu berusaha menawarkan dan mengembangkan produknya agar konsumen menjadi pelanggan setia dan tidak beralih ke produk atau badan usaha lain. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kepuasan.
Faktor-faktor tersebut dapat
dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan (1) kualitas pelayanan (2) kualitas produk dan (3) faktor-faktor yang berhubungan dengan managerial. Menurut Kotler (2004 : 23) “Kualitas pelayanan merupakan bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat pelayanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat pelayanan yang diharapkan (expected service)”. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Kepuasan yang telah terbentuk dapat mendorong konsumen melakukan pembelian ulang dan nantinya akan menjadi pelanggan setia. Sedangkan menurut (Kotler, 2004 : 51) terdapat lima determinan kualitas pelayanan yaitu (1) kepercayaan atau kehandalan (reliability), (2) daya tanggap (responsiveness), (3) keyakinan (assurance), (4) empati (empaty), (5) berwujud (tangibles). Sedangkan kualitas produk menurut Kotler dan Amrstrong (2010 : 229 – 230 ) menyatakan bahwa kualitas produk adalah karakteristik sebuah produk atau jasa yang memberikan kemampuan untuk mencukupi kebutuhan pelanggan. Disamping itu bila ingin mempertahankan keunggulan kompetitifnya, harus dapat mengerti aspek–aspek dimensi yang digunakan oleh konsumen untuk membedakan produk yang dijual dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk tersebut meliputi (1) kinerja (performance), (2) daya tahan (durability), (3) kesesuaian (conformance), (4) fitur (features), (5) reliabilitas (reliability), (6) estetika (aesthetics), (7) kesan kualitas (perceived quality).
Oleh karena itu koperasi harus selalu memperhatikan kualitas pelayanan dan produk, dalam usaha mempertahankan konsumen untuk melakukan pembelian ulang dan nantinya akan menjadi pelanggan setia perlu pula memperhatikan kualitas atau kemampuan manajerial dalam pengelolaan koperasi. Kemampuan manajerial dalam mengurus koperasi diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam mencapai tujuannya. Faktor kemampuan manajerial sangat penting dan menentukan, karena faktor tersebut berkaitan dengan aktivitas pokok suatu organisasi yaitu memimpin organisasi yang bersangkutan dalam
~ 387 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
usahanya mencapai tujuan sebagaimana yang dikemukakan oleh Siagian (2006 : 36), bahwa kemampuan manajerial adalah suatu kemampuan pimpinan untuk menggunakan sumber daya (manusia dan bukan manusia), dan alat-alat sehingga penggunaannya berjalan efisien, ekonomis dan efektif, sangat menentukan bagi suksesnya pencapaian tujuan organisasi yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Flippo dalam Hasibuan (2010:11) kemampuan manajerial dalam menjalankan fungsi-fungsi meliputi
(1) perencanaan
(planning),
(directing),
(2)
pengorganisasian
(organizing),
(3)
pengarahan
dan
pengendalian (controlling) Disamping faktor
kualitas pelayanan,
kualitas produk dan faktor-faktor yang
berhubungan managerial, kepuasan anggota koperasi dapat dipengaruhi juga oleh tingkat pencapaian untuk SHU dan pembagian SHU sebagai bagian dari hasil aktivitas koperasi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Hal-hal tersebut terjadi pula pada Koperasi X dimana kepuasan anggota dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya faktor kualitas pelayatnan, kualitas produk dan manjerial termasi tingkat capaain SHU dan pembangian SHU yang saat ini sedang menghadapi permasalahan antara lain menurunya jumlah anggota satu tahun terakhir dari 2013 sampai 2014 sebesar 4 % dan keterbatasan modal yang mengharuskan melaksanakan kewajiban dana talangan pada pihak ketiga yang
menyebabkan
dana untuk SHU tidak dapat
dibagikan pada tahun 2014, sulitnya mendapatkan anggota yang bersedia dijadikan pengurus dan keterbatasan pengetahuan dalam bidang majerial pengelolaan koperasi serta kurangnya partisipasi anggota koperasi untuk membeli produk perdagangan yang disediakan toko koperasi. Oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut apakah koperasi X mampu memberikan kepuasan kepada anggota nya dengan menganalisis faktor-faktor apakah yang paling dominan mempengaruhi kepuasan anggota Koperasi X. 2
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota koperasi sebanyak 214 orang. Sedangkan sampel ditentukan dengan mengunakan rumus slovin, maka jumlah sampel sebanyak 139 orang. Sedangkan teknik pengambilan sampel menggunakan random sampling
~ 388 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Data terdiri dari data perimer dan sekundair. Data primer diperoleh dengan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang dibagikan kepada responden. Dari data tersebut ditransformasikan menjadi skala interval agar dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut dengan menggunakan skala dengan gradasi sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju dengan skor 4,3,2,1. Sedangkan untuk mengukur kualitas data dari instrumen yang dugunakan dilakukan uji validitas dan uji reabilitas. Data sekunder diperoleh dari studi dokumentasi
dengan cara mengumpulkan dan
mempelajari data pendukung serta buku referensi, makalah, dan hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, buku AD (Anggaran Dasar) dan ART (Anggaran Ruma Tangga) serta Laporan Tahunan Koperasi X Tahun Anggaran 2013. Metode analisis data untuk menguji fenomena kuantitatif menggunakan program SPSS Statistics 20 dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode : analisa data (uji validitas) dan analisis faktor (Factor Analysis) 3
HASIL DAN PEMBAHASAN.
Koperasi X merupakan koperasi berbadan hukum yang merupakan Koperasi Karyawan sebuah institusi. Kegiatan usaha terdiri dari unit usaha simpan pinjam baik dalam bentuk uang maupuan barang, kegiatan usaha kerjasama berupa rental mobil, pengadaan jasa cleaning service dan jasa pemelihaan taman. Kegiatan usaha lain adalah perdagangan berupa penyewaan kios kantin dan tempat fotocopy dengan ruang terbuka serta unit usaha toko sebanyak 2 (dua) toko namun yang masih beroperasi hanya 1 (satu) toko. Usaha perdagangan lainnya adalah pengadaan ATK (Alat Tulis Kantor), pengadaan toga wisuda untuk wisudawan dan jaket almamater. Pengurus Koperasi X terdiri dari : Rapat Umum anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan pengurus koperasi terdiri dari ketua, sekretaris, bendara dan ketua bidang unit usaha disamping itu untuk kepentingan koperasi diangkat dewan pembina dan penasehat. 3.1
ANALISIS DESKRPTIF
Hasil analisa deskriptif berdasarkan profil responden menggambarkan bahwa anggota koperasi X didominasi oleh anggota berusia dalam rentang 41 – 50 tahun sebanyak 48,20 %, berpendidikan sarjana sebesar 61,15 % dengan tingkat pendapatan dalam rentang 2,1
~ 389 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
– 4 juta per bulan. Dengan demikian anggota koperasi merupakan anggota dalam kategori usia produktif dengan sifat permintaannya efektif.
Hasil analisa deskriptif terhadap persepsi responden pada 18 variabel yang dijadikan indikator menunjukan bahwa : 1. Responden memberikan penilaian mengarah pada angka 3 atau setuju
terhadap
pernyataan yang berkaitan dengan tingkat kepercayaan atau keandalan (reliability), keyakinan (assurance), empati (empaty), kinerja (performance), daya tahan (durability), kesesuaian (conformance), fitur (features), reliabilitas (reliability), estetika (aesthetics) artinya pelayanan kegiatan koperasi dilaksanakan dengan tepat dan konsisten, sopan danpeduli, sabar dan perhatian. Demikian pula produk yang dijual merupakan produk sebagai pemenuhan kebutuhan, memperhatikan tingkat daya tahan (umur produk) , karakteristik produksnya memberikan keterkaitan anggota dengan produk yang dijual serta dilihat dari tampak, rasa, bau dan bentuk memberikan daya tarik untuk membeli. 2. Responden memberikan penilaian mengarah pada angka 2 artinya tidak setuju terhadap pernyataan yang berkaitan dengan daya tanggap (responsiveness), berwujud (tangibles), kesan kualitas (perceived
quality),
perencanaan
(planning),
pengorganisasian
(organizing), pengarahan (directing), pengendalian (controlling), tingkat pencapaian SHU, pembagian SHU artinya
pelayanan kegiatan koperasi
tidak dilaksanakan
dengan cepat dan tanggap serta dalam memberikan pelayanan tidak dilengkapi dengan sarana prasarana, peralatan dan media komunikasi yang memadai, demikian pula dalam pemberian infromasi atas produk termasuk harga, merek, reputasi dan asal produk tidak disampaikan kepada anggota. Disamping itu dalam melaksanakan fungsi perencanaan, pengorganisasian , pengarahan, pengendalian terhadap seluruh kegiatan koperasi tidak diinformasikan kepada anggota koperasi, demikian pula tingkat pencapaian hasil SHU dan pembagian SHU tidah sesuai dengan harapan anggota.
Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi kepuasan anggota Koperasi X menggunakan alat analisis factor (Factor Analysis) dengan bantuan program SPSS release 20.00 yang hasilnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
~ 390 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
1. Hasil Uji validitas dan reabilitas dengan menggunakan Pearson Correlation, dilakukan berdasarkan jawaban responden dari setiap item instrumen berupa pernyataan, kemudian dilakukan tabulasi data, dinyatakan valid jika nilai R hitung di atas 0.16. Signifikansi model dinyatakan signifikan jika nilai alpha dibawah < 0,05 menunjukkan secara keseluruhan 100 % responden menjawab tiap pertanyaan. Hasil uji validitas menjelaskan bahwa seluruh
variabel dalam kategori valid artinya variabel yang
digunakan sudah benar dan analisis data selanjutnya dapat dilakukan. 2. Hasil Uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) and Bartlett’s pada tabel 1 menunjukkan bahwa nilai KMO sebesar 0,878 dengan tingkat signifikansi 0,000 dibawah nilai alpha 0,5 (0,000 < 0,5) dengan derajad keabsaan 153 dan nilai korelasi antar variable independen melalui uji anti-image matrices pada tabel 2 > 0,5 menunjukkan bahwa seluruh variabel dan sampel yang digunakan dapat dilanjutkan untuk dianalisis dengan menggunakan analisis factor
Tabel 1. KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Approx. Chi-Square Bartlett's Test of Sphericity
.873 1684.395
df
153
Sig.
.000
Data diolah Juli 2014
Tabel 2.Anti-Image Matrices (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
Kepercayaan atau Kehandalan (Reliability) Daya Tanggap (Responsiveness) 0,5 Keyakinan (Assurance) Empati (Empaty) 0,5 Berwujud (Tangibles) Kinerja (Performance) Daya Tahan (Durability) 0,5 Kesesuaian (Conformance) Fitur (Features) Reliabilitas (Reliability) 0,5 Estetika (Aesthetics) Kesan kualitas (Perceived quality) Perencanaan (Planning) > 0,5
~ 391 ~
: 0,884 > 0,5 : 0,852 > : 0,888 > 0,5 : 0,799 > : 0,924 > 0,5 : 0,850 > 0,5 : 0,684 > : 0,747 > 0,5 : 0,893 > 0,5 : 0,923 > : 0,851 > 0,5 : 0,932 > 0,5 : 0,992
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
(14) (15) (16) (17)
Pengorganisasian (Organizing) Pengarahan (Directing) Pengendalian (Controlling) Tingkat pencapaian SHU > 0,5 (18) Pembagian SHU > 0,5
: 0,912 > 0,5 : 0,895 > 0,5 : 0,865 > 0,5 : 0,888 : 0,893
Data diolah Juli 2014
3. Hasil uji Communalities pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai faktor yang menjelaskan varian variabel yang ada seluruhnya adalah positif dan diatas 0,5 (50 %) artinya seluruh variabel
akan membentuk beberapa faktor. Disamping itu hasil
extraction dari masing-masing varian menjelaskan prosentase faktor yang terbentuk. Tabel 3. Communalities Initial
Extraction
Kepercayaan atau Kehandalan (Reliability)
1.000
.750
Daya Tanggap (Responsiveness)
1.000
.808
Keyakinan (Assurance)
1.000
.656
Empati (Empaty)
1.000
.738
Berwujud (Tangibles)
1.000
.695
Kinerja (Performance)
1.000
.697
Daya Tahan (Durability)
1.000
.787
Kesesuaian (Conformance)
1.000
.642
Fitur (Features)
1.000
.623
Reliabilitas (Reliability)
1.000
.679
Estetika (Aesthetics)
1.000
.614
Kesan kualitas (Perceived quality)
1.000
.640
Perencanaan (Planning)
1.000
.723
Pengorganisasian (Organizing)
1.000
.729
Pengarahan (Directing)
1.000
.773
Pengendalian (Controlling)
1.000
.750
Tingkat Pencapaian SHU
1.000
.716
Pembagian SHU
1.000
.724
Extraction Method: Principal Component Analysis Data diolah Juli 2014
~ 392 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
4. Hasil uji Total Variance Explained pada tabel 4 menunjukkan nilai masing-masing variabel yang dianalisis yaitu 18 komponen variabel membentuk factor yang dijelaskan dengan dua pendekatan, yaitu Initial Eigenvalues dan Extraction sum of Squared Loading. Pada Initial Eigenvalues menunjukkan seberapa besar pengaruh suatu variabel terhadap pembentukan karakter sebuat matriks. Sedangkan pada Extraction Sums of Squared Loading menunjukkan jumlah varian yang diperoleh dan pada hasil output ada 4 (empat) varian. Karena 4 (empat) varian pada eigen value diatas 1 (satu), maka hasil analisis mengelompokan 18 varian menjadi 4 varian. Hasil SPPS Statistic 20 nilai Eigenvalues dan Rotation Sums of Squared Loading adalah sebagai berikut : Tabel 4.Nilai Eigenvalues dan Rotation Sums of Squared Loading Initial Eigenvalues Rotation Sums of Squared Loadings 8.509
7.519
1.787
2.251
1.336
1.754
1.112
1.220
Extraction Method: Principal Component Analysis Data diolah Juli 2014
5. Hasil uji Scree Plots pada gambar 1 menjelaskan 4 garis yang memiliki kemiringan yang berbeda atau nilainya lebih besar dari 1. Dari 18 variabel pada Scree Plots menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) faktor yang nilai eigen value diatas 1 (satu) dan selebihnya berada dibawah 1 (satu), hal ini terlihat dengan semakin mendatarnya garis pada component number. 6. Hasil uji melalui Component Matrix pada tabel 5 menunjukkan nilai korelasi antara suatu variabel dengan faktor yang terbentuk tidak beraturan dalam membentuk kelompok, sehingga sulit untuk di jelaskan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian selanjutnya dengan menggunakan rotated component matrix.
~ 393 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Gambar 1.Scree Plot
7. Hasil uji Rotated Component Matrix pada tabel 6 menunjukkan hasil dari proses rotasi dengan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata yaitu dari 18 variabel mengelompok berdasarkan nilai tertinggi yang terbagi dalam 4 (empat) faktor. Faktor 1 terdiri dari variabel pengendalian (controlling), perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing) dan kesan kualitas (perceived quality). Faktor 2 terdiri dari tingkat pencapaian SHU, pembagian SHU, berwujud (tangibles), kinerja (performance) dan reabiltas (reliability). Faktor 3 terdiri dari daya tanggap (responsiveness), kepercayaan (relisbility), empati (empaty) dan keyakinan (assurance). Faktor 4 terdiri dari daya tahan (durability), kesesuaian (conformance), estetika (asthetics) dan fitur (features). 8. Hasil uji Component Plot in Rotated Space pada gambar 2 menunjukkan bahwa semua variabel berada juah dari titik 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa keempat kelompok faktor yaitu faktor 1, 2, 3 dan 4 membentuk suatu kelompok menjadi satu satuan yang artinya bahwa semua variabel mempengaruhi variabel kepuasan.
~ 394 ~
tersebut relevan untuk
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 5 Component Matrixa
Pengarahan (Directing) Pengendalian (Controlling) Reliabilitas (Reliability) Perencanaan (Planning) Berwujud (Tangibles) Pengorganisasian (Organizing) Pembagian SHU Fitur (Features) Keyakinan (Assurance) Tingkat Pencapaian SHU Kesan Kualitas (Perceived quality) Kepercayaan atau Kehandalan (Reliability) Daya Tanggap (Responsiveness) Kinerja (Performance) Empati (Empaty) Estetika (Aesthetics) Daya Tahan (Durability) Kesesuaian (Conformance) Data diolah Juli 2014
1 .817 .769 .753 .753 .752 .742 .727 .707 .704 .691 .688
Component 2 3 -.229 -.128 -.124 -.152 .215 -.112 -.177 -.160 -.046 .024 -.281 -.232 -.246 -.124 .282 -.131 -.103 .366 -.225 -.225 -.344 -.130
4 .191 .347 -.232 .315 -.357 .211 -.346 -.164 .123 -.371 .175
.673
-.110
.507
-.164
.670 .654 .638 .630 .485 .394
-.103 .347 .063 .307 .727 .686
.568 -.274 .490 -.247 .010 .115
-.163 -.271 .293 .247 .151 .060
10. Hasil Uji Component Transformation Matrix pada tabel 7 menjelaskan bahwa terdapat 3 faktor yang mempunyai korelasi positif dan 1 faktor yang mempunyai nilai negative. Faktor yang mempunyai nilai positif dari factor 3 dengan tingkat korelasi 0,860 artinya mempunyai hubungan yang sangat kuat, factor 1 dengan nilai korelasi 0,568 artinya mempunyai hubungan yang cukup kuat dan factor 4 dengan nilai korelasi 0,150 artinya mempunyai hubungan yang kurang kuat. Sedangkan factor 2 mempunyai
nilai korelasi negative
sebesar – 0,099 hal ini bukan berarti tidak memiliki korelasi antar variable namun lebih disebabkan karena adanya jawaban reaponden yang berbeda-beda.
~ 395 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Data diolah Juli 2014 Gambar 2.Component Plot Ratated Space Tabel 6.Rotated Component Matrixa Component 2 3 .194 .229 .219 .221 .327 .169 .344 .288 .302 .243 .157 .748 .264 .719 .380 .674 .022 .609
4 .237 .177 .066 .133 -.023 .006 -.001 .180 .533
Pengendalian (Controlling) Perencanaan (Planning) Pengorganisasian (Organizing) Pengarahan (Directing) Kesan Kualitas (Perceived quality) Tingkat Pencapaian SHU Pembagian SHU Berwujud (Tangibles) Kinerja (Performance)
1 .777 .771 .767 .744 .700 .363 .371 .252 .204
Reliabilitas (Reliability)
.279
.593
.225
.446
.273 .145 .171 .365 .409 .109 -.023 .505
.514 .316 .338 -.050 .173 .063 .058 .185
.178 .824 .773 .710 .656 .136 .193 .028
.502 .096 .095 .313 .166 .868 .775 .568
Fitur (Features) Daya Tanggap (Responsiveness) Kepercayaan atau Kehandalan (Reliability) Empati (Empaty) Keyakinan (Assurance) Daya tahan (Durability) Kesesuaian (Conformance) Estetika (Aesthetics) Data diolah Juli 2014.
~ 396 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 7.Component Transformation Matrix Component
1
2
3
4
1
.609
.529
.460
.372
2
-.375
-.099
-.128
.913
3
-.358
-.310
.879
-.058
4
.600
-.784
-.021
.158
Data diolah Juli 2014 3.2
ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
KEPUASAN
ANGGOTA KOPERASI Setelah dilakukan analisis faktor dengan proses faktoring , maka faktor-faktor yang dijadikan variabel untuk dianalisis sebagai faktor yang mempengaruhi kepuasan anggota direduksi menjadi 4 (empat) faktor yaitu faktor 1, Faktor 2, faktor 3, dan faktor 4. Penamaan keempat faktor tersebut tergantung pada
nama-nama varabel yang
mengelompok menjadi satu kelompok. Pemberian nama kelompok sangat subyektif dan tidak ada ketentuan atau acuan yang baku mengenai pemberian nama kelompok. Oleh karena itu dalam pemberian nama kelompok masing-masing faktor disesuaikan dengan faktor-faktor yang terbentuk yang dapat dideskripsikan kedalam 4 penamaan faktor yaitu : Faktor 1 sebagai faktor kemampuan manajerial, faktor 2 sebagai faktor kinerja, faktor 3 sebagai
faktor kualitas pelayanan dan faktor 4 sebagai kualitas produk yang dapat
dijelaskan melalui tabel 8. sebagai berikut : Tabel 8 menjelaskan penamaan masing-masing faktor berikut komponen variabel yang membentuk kelompok dan tingkat pengaruhnya terhadap kepuasan anggota koperasi yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Faktor 1 sebagai faktor manajerial dengan eigen value sebesar 8,509, terdiri dari beberapa variabel dengan loading factor yaitu faktor pengendalian (controlling) 0,777, perencanaan (planning) 0,771, pengorganisasian (organizing) 0,767, pengarahan (directing) 0,744 dan kesan kualitas (perceived quality) 0,700. Makna hasil analisa tersebut menjelaskan bahwa kepuasan anggota koperasi sangat dipengaruhi faktor
~ 397 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
yang sifatnya mengarah pada kemampuan manajemen koperasi dalam dalam mengelola aktivitas atau kegiatan koperasi.
2) Faktor 2 sebagai faktor kinerja dengan eigen value sebesar 1,787 terdiri dari beberapa variabel dengan loading factor yaitu tingkat pencapaian SHU 0,748, pembagian SHU 0,719, berwujud (tangibles) 0,674, kinerja (performance) 0,609, reliabilitas (reliability) 0,593, fitur (features) 0,514. Makna hasil analisa tersebut menjelaskan bahwa kepuasan anggota koperasi dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya mengarah pada hasil kinerja manajemen koperasi dalam mengelola aktivitas atau kegiatan koperasi.
3) Faktor 3 sebagai kualitas pelayanan dengan eigen value sebesar 1,336 terdiri dari beberapa variable dengan loading factor yaitu daya tanggap (responsiveness) 0,824, kepercayaan atau kehandalan (reliability) 0,773, empati (empaty) 0,710, keyakinan (assurance) 0,656. Makna hasil analisa tersebut menjelaskan bahwa kepuasan anggota koperasi dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya pemberian pelayanan terhadap pelayanan terhadap anggota koperasi dalam memenuhi kebutuhan yang disediakan oleh koperasi.
4) Faktor 4 sebagai kualitas produk
dengan eigen value sebesar 1,112 terdiri dari
beberapa variable dengan loading factor yaitu
daya tahan (durability) 0,868,
kesesuaian (conformance) 0,775, dan estetika (aesthetics) 0,568. Makna hasil analisa tersebut menjelaskan bahwa kepuasan anggota koperasi dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya berkaitan dengan kualitas barang yang ditawarkan koperasi.
~ 398 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Tabel 8 Pembentukan Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan anggota koperasi
No Komponen Variabel 1
Pengendalian (Controlling)
2
Perencanaan (Planning)
Penamaan
Eigen
Loading
Faktor
Value
Factor 0,777 0,771
Faktor 1 3
Pengorganisasian (Organizing)
8,509
0,767
Manajerial 4
Pengarahan (Directing)
0,744
5
Kesan kualitas (Perceived quality)
0,700
6
Tingkat Pencapaian SHU
0,748
7
Pembagian SHU
0,719
8
Berwujud (Tangibles)
0,674
Faktor 2 1,787
9
Kinerja
Kinerja (Performance)
0,609
10 Reliabilitas (Reliability)
0,593
11 Fitur (Features)
0,514
12 Daya Tanggap (Responsiveness)
0,824
13
Kepercayaan/Kehandalan
Faktor 3
(Reliability)
Kualitas
14 Empati (Empaty)
0,773 1,336 0,710
Pelayanan
15 Keyakinan (Assurance)
0,656
16 Daya tahan (Durability)
Faktor 4
18 Kesesuaian (Conformance)
Kualitas
18 Estetika (Aesthetics)
Produk
Data diolah juli 2014
~ 399 ~
0,868 1,112
0,775 0,568
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
4 4.1
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis factor, maka dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa seluruh variabel yang diteliti sebanyak 18 variabel yang dijadikan indikator kepuasan terbentuk 4 (empat) faktor inti dengan penamaan : Faktor 1 (Manajerial), Faktor 2 (Kinerja), Faktor 3 (Kualitas Pelayan) dan Faktor 4 (Kualitas Produk). Sedangkan faktor yang paling dominan mempengaruhi kepuasan anggota koperasi adalah
faktor 4 (Manajerial) dengan nilai
engginevalue sebesar 8,509 terdiri dari faktor pengendalian (controlling), perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing) dan kesan kualitas (perceived quality). 4.2
SARAN
Berdasarkan hasil analisis, maka saran yang dapat diberikan peneliti untuk pengurus koperasi X yaitu perlunya melakukan konsolidasi dalam pengurusan koperasi dan mengadakan sosialisasi terhadap program kegiatan dalam pengaturan dan pelaksanaan terkait dengan kegiatan koperasi dan setiap kebijakan yang akan ditetapkan serta telah ditetapkan disosialikan kepada anggota sebagai perwujutan dan peningkatan pelaksanaan fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), pengendalian (controlling). Disamping itu untuk meningkatkan pencapaian SHU, diperlukan peningkatan pelayanan yang cepat dan tanggap dan menambah sarana prasarana, peralatan dan media komunikasi yang memadai agar anggota koperasi mendapatkan pelayanan dan infromasi atas produk termasuk harga, merek, reputasi dan asal produk sebagai usaha meningkatkan permintaan efektif dari anggota koperasi. 5
DAFTAR PUSTAKA
Gomes, Faustino Cardoso, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta. Handoko, Hani, 2000, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, BPFE, UGM Hasibuan, Malayu, 2006,. Manajemen Sumber daya manusia. PT. Bumi Akasara. Jakarta .
~ 400 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
Hendar & Kusnadi, 2005, Ekonomi Koperasi, Lembaga Penerbit FEUI Kotler, Philip and Gary Amstrong, 2010, Principles of Marketing, New Jerssey, Person Education, Inc. Miner, John B,2000, Organization Behavior Performent and Productivity, Random Univercity House, Inc Nitisemito, Alex. S.2002. Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia), Ghalia Indonesia, Jakarta. Robert L. Malthis, John H. Jackson, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta Santoso, Singgih. Seri Solusi Bisnis Berbasis TI: Menggunakan SPSS untuk Statistik Multivariat. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006. Saydam Gouzali,2005, Manjemen Sumber Daya Manusia : Suatu Pendekatan Mikro, Edisi Ketiga, BPFE Sondang P Siagian, 2006, Fungsi-Fungsi Manajerial, Cetakan Ketiga, Bumi Aksara Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan keduabelas. Penerbit Alfabeta. Bandung Sukardi, Endang Tri Pujiastuti, (2013), Analisis Faktor-Faktor Yang Menjadi Acuan Siswa SLTA Dalam memilih Perguruan Tinggi Swasta (Studi 10 SLTA) Di Jakarta Timur, Laporan Hasil Penelitian, Fakultas Ekonomi , Universitas Darma Persada. Tjiptono, Fandy, 2005, Pemasaran Jasa, Edisi Pertama, Banyumedia Publishing, Malang. Veithzal Rivai, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Jakarta: Grafindo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian www.kajianpustaka.com/2013/06/koperasi.html http://setabasri01.blogspot.com/2012/04/analisis-faktor-dengan-spss.html https://jasaspssanalysis.wordpress.com/2013/08/20/analisis-faktor-dengan-spss/
~ 401 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 402 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~ 403 ~
Prosiding Hasil Penelitian Genap 2013/2014
ISSN:2337-7976 TAHUN II / NO. 2 / AGUSTUS 2014
~1~