HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN YANG MENJALANI PERAWATAN DI RUANG ICU RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Ijab Arwadi*) Umi Aniroh, S.Kep., Ns., M.Kes.**), Eko Susilo, S.Kep., M.Kep.**) *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK
Proses selama perawatan di ruang ICU, kecemasan tidak hanya dirasakan oleh seorang pasien namun juga dialami oleh keluarga yang anggotanya dirawat di rumah sakit. Terapeutik perawat tidak hanya dalam tindakannya saja, tetapi dalam komunikasi perawat juga bersifat terapeutik yang mempunyai nilai yang bersifat pengobatan, yang dapat menurunkan tingkat kecemasan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. Desain penelitian menggunakan deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ungaran. Sampel penelitian berjumlah 31 orang dengan tehnik accidental sampling. Metode analisis data menggunakan uji korelasi kendal tau.Hasil penelitian menunjukkan bahwa p value 0,005< (0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. Dengan tingkat korelasi yang cukup kuat (0.492*)danarah negatif yang berarti semakin baik komunikasi terapeutik maka tingkat kecemasan akan menurun. Kesimpulan bahwa semakin baik komunikasi terapeutik perawat maka tingkat kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. Ilmu keperawatan, perawat RSUD Ungaran, keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU, dan peneliti lainnya, dapat mengaplikasikan komunikasi terapeutik yang efektif agar dapat menurunkan tingkat kecemasan.
Kata Kunci
: komunikasi terapeutik, kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU
Ijab Arwadi |STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN, 2016
Page 1
ABSTRACT Process for care in the ICU , not only the anxiety felt by a patient namu also experienced by family members hospitalized.Therapeutic nurse not only in his actions , but the nurse also is therapeutic communication that has a value that is treatment , which can reduce the level of anxiety.The purpose of this study was to analyze the therapeutic nurse communication links with the family anxiety level of patients treated in the ICU Hospital Ungaran Semarang District. The study design using a descriptive correlative with cross sectional approach.The study population are families of patients undergoing treatment in the ICU Hospital Ungaran.These samples included 31 people with accidental sampling technique . Methods of data analysis using correlation Kendal tau. The results showed that the p value 0,005< ( 0.05 ) which means there is a significant relationship between the level of therapeutic communication nurse with families of patients undergoing treatment in the ICU Hospital Ungaran Semarang District. With a fairly strong degree of correlation ( -0492 * ) and a negative direction , which means the better the therapeutic communication , the level of anxiety will decrease.
Keywords
: therapeutic communication , anxiety families of patients undergoing treatment in the ICU
Ijab Arwadi |STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN, 2016
Page 2
PENDAHULUAN Rumah sakit adalah tempat pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat. Rumah sakit tidak membedakan pelayanan terhadap orang sakit dengan tanpa melihat status sosial ekonomi (Widayat, 2009). Rumah sakit menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Barbara (2012) menyatakan bahwa rumah sakit adalah salah satu organisasi kesehatan yang dengan segala fasilitas kesehatannya diharapkan dapat membantu pasien dalam meningkatkan kesehatan dan mencapai kesembuhan baik fisik, psikis, maupun sosial. Intensif Care Unit ( ICU ) adalah salah satu unit di rumah sakit yang berfungsi untuk perawatan pasien kritis. Unit ini berbeda dari unit-unit lainnya karena selain pasien dirawat oleh perawat terlatih atau tim medis khusus untuk pasien di ICU, juga dalam merawat pasien perawat untuk satu atau dua pasien dalam satu waktu setiap shiftnya. ICU untuk peraturan kunjungan ke pasien dibatasi dan berbeda dengan unit lain sehingga keluarga akan mengalami suatu keadaan depresi, kecemasan bahkan gejala trauma setelah anggota keluarganya dirawat di ruang ICU menurut McAdam dan Puntillo dalam Bailey (2009). Perawatan keluarga di rumah sakit akan menimbulkan stress, cemas dan depresi bagi keluarga, terutama di ruang ICU yang berfungsi merawat pasien kritis. Lingkungan keluarga, dokter, dan perawat merupakan bagian yang asing, bahasa medis yang sulit di pahami, dan anggota keluarga terpisah satu sama lain (Potter dan Perry, 2009) Proses selama perawatan di ruang ICU, kecemasan tidak hanya Ijab Arwadi |STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN, 2016
dirasakan oleh seorang pasien, namun dapat juga dialami oleh keluarga yang anggotanya dirawat di rumah sakit. Keadaan pasien yang kritis dan mendapatkan perawatan di ruang ICU memungkinkan terjadinya konflik atau kecemasan didalam diri keluarga pasien. Masalah-masalah kecemasan pada keluarga pasien penting sekali untuk di perhatikan karena dalam perawatan pasien dan keluarga merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan satu dengan yang lain( Friedman, 2006). Kondisi stres dan cemas dapat diturunkan dengan adanya komunikasi terapeutik. Tehnik komunikasi terapeutik yang dapat digunakan Perawat untuk menurunkan kecemasan adalah mendengarkan dan memberikan perhatian penuh (caring) sehingga efektif untuk menurunkan kecemasan dan mempercepat penyembuhan (Nursalam, 2006). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang terjadi antara perawat dengan klien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lainnya. Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan berfokus pada klien yang membutuhkan bantuan. Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada klien dengan cara menunjukkan sikap mau menerima dan mau memahami sehingga dapat mendorong klien untuk berbicara secara terbuka tentang dirinya. Selain itu membantu klien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak disadari sebelumnya (Sheila, 2008). Teraupetik perawat tidak hanya dalam tindakan keperawatan tetapi dalam komunikasi Perawat juga mempunyai nilai yang bersifat pengobatan seperti yang didefenisikan oleh (Stuart dan Sundeen tahun 1887 Page 3
dalam Hidayat 2009), bahwa komunikasi terapeutik adalah suatu cara untuk membina hubungan yang terapeutik yang di butuhkan untuk pertukaran informasi dan dapat digunakan untuk mempengaruhi perasaan orang lain. Komunikasi yang baik memang dituntut menjadi kompetensi di dunia keperawatan dimana peran Perawat mencakup pemberian informasi kepada Klien dan keluarga (Hidayat, 2009). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU pada tgl 19 April 2016 menunjukkan bahwa sebanyak 4 orang yang memiliki keluarga dirawat ICU 2 mengatakan komunikasi terapeutik perawat baik dan 2 mengatakan komunikasi terapeutik perawat tidak baik, terdapat 1 orang cemas berat, 2 orang cemas sedang, dan 1 orang cemas ringan. Kecemasan tersebut dirasakan oleh keluarga pasien berupa perasaan sedih, menangis, gelisah, susah tidur dan kuatir terhadap penyakit dan biaya perawatan yang akan ditanggung oleh keluarga. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional dan point time approach. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pasien yang memilik anggota keluarga di rawat di ruang ICU RSUD Ungaran. Besar sampel pada penelitian ini adalah 31 orang. Tehnik sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Ijab Arwadi |STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN, 2016
Ungaran pada tanggal 15 Juli sampai 5 Agustus 2016. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat ukur lembar kuesioner pada variabel komunikasi terapeutik yang dibuat sendiri oleh peneliti yang di uji validitas dan realibilitas di RSUD Ambarawa dan variabel kecemasan mengunakan Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRSA). Analisis bivariant menggunakan uji korelasi, yaitu uji kendal tau. HASIL A. Analisis Univariat 1. Gambaran Komunikasi Terapeutik Perawat Di RSUD Ungaran. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Komunikasi Terapeutik Perawat Di RSUD Ungaran. Komunikasi terapeutik Baik Tidak Baik Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
12 19 31
38,7 61,3 100,0
Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa sebagian besar komunikasi terapeutik perawat di RSUD Ungaran dalam kategori baik, yaitu sejumlah 19 orang (61,2%). 2. Tingkat Kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ungaran Tingkat Kecemasan Cemas Ringan Cemas Sedang Cemas Berat Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
15 12 4 33
48,4 38,7 13,0 100,0
Page 4
Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa sebagian besar kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ungaran, dalam kategori cemas ringan, yaitu sejumlah 15 orang (48,4%).
orang (9,6%) dan cemas ringan 2 orang (6,4%). Berdasarkan uji Kendall Thau diperoleh p-value 0,005 karna p-value lebih kecil dari pada 0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik dengan kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ungaran. Nilai korelasi sebesar 0.492* menunjukkan korelasi negatif dan hubungan yang cukup kuat, yang berarti semakin baik komunikasi terapeutik perawat maka tingkat kecemasan keluarga semakin menurun.
B. Analisis Bivariat 1. Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang menjalan perawatan di ruang ICU RSUD Ungaran Tabel 4.3 Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ungaran Kecemasan Cemas ringan
Komunikasi terapeutik
Total
Cemas sedang
Cemas berat
F
%
F
%
F
%
N
%
Tidak baik
2
6.4
7
22.5
3
9.3
12
100
Baik
13
41.9
5
16.1
1
3.2
19
100
Jumlah
15
48.3
12
38.7
4
12.9
31
100
p-value
0.005
Ʈ
-0.492**
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan komunikasi terapeutik baik sebanyak 19 orang (100%) dimana sebagian besar mengalami cemas ringan yaitu sebanyak 13 orang (41,9%) lebih banyak dari pada yang mengalami cemas sedang yaitu 5 orang (16,1%) dan cemas berat yaitu 1 orang (3,2%). Responden yang menyatakan komunikasi terpeutik perawat tidak baik sebanyak 12 orang (100%) dimana sebagian besar mengalami cemas sedang yaitu sebanyak 7 orang (22,5%) lebih banyak dari pada yang mengalami cemas berat yaitu 3 Ijab Arwadi |STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN, 2016
PEMBAHASAN A. Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik perawat di RSUD Ungaran. Komunikasi terapeutik perawat yang dilakukan di RSUD Ungaran adalah baik, di buktikan dengan hasil kuesioner dengan hasil 25 orang (80,6%) responden menyatakan bahwa perawat memberitahukan cara menurunkan kecemasan pada keluarga. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan komunikasi yang efektif, tepat waktu dengan sikap, intonasi, ekspresi wajah yang sesuai akan meningkatkan kepercayaan antara individu dalam membina hubungan saling percaya dan saling membutuhkan (Stuart & Sundeen, 2009). Dari aspek tahapan komunikasi di dapatkan bahwa 21 orang (67,7%) reponden yang menyatakan bahwa perawat memperkenalkan diri sebelum melakukan tindakan kepada pasien, yang artinya bahwa perawat terbuka untuk berinteraksi dengan pasien dan keluarga. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan meningkatkan kemampuan klien Page 5
dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon 2006). Ada beberapa faktor yang membuat komunikasi terapeutik perawat baik, salah satunya adalah latar belakang sosial dan kultural antara perawat dan keluarga yang sama, sehingga nilai, dan bahasa, antara keluarga dan perawat sama. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Potter dan Perry (2009) menyatakan bahwa latar belakang budaya dan bahasa mempengaruhi cara klien/keluarga dan perawat melakukan hubungan maupun berkomunikasi antara satu sama lain. B. Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Yang Menjalani Perawatan Di Ruang ICU Dari hasil penelitian di dapatkan hasil bahwa tingkat kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawtan di ruang ICU RSUD Ungran, yaitu sebanyak 15 orang (48,3%) mengalami cemas ringan, 12 orang (38,7%) mengalami cemas sedang dan 4 orang (12,9%) lainnya mengalami cemas berat. Dari hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga pasien mengalami kecemasan yang ringan. Keluarga pasien yang dirawat di Rumah Sakit cenderung mengalami kecemasan, hal ini sesuai yang diungkapkan Aziz (2009), bahwa perawatan di rumah sakit penyebab utama kecemasan. Dari hasil kuesioner di dapatkan bahwa rata-rata klien mngeluh merasa tegang, gelisah, dan tidak bisa konsentrasi karena anggota keluarga yang menjalani perawtan di ICU. Keluhan yang sering di kemukakan oleh orang ketika merasa cemas ringan adalah merasa tegang, gelisah, tidak bisa konsentrasi, firasat buruk dan muka tegang (Hawari 2006). Dari hasil penelitian di dapatkan hasil bahwa keluarga pasien yang mengalami cemas ringan rata-rata berusia 25-32 tahun, Ijab Arwadi |STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN, 2016
sedangkan cemas sedang dan cemas berat rata-rata berusia 33-40 tahun. Hasil ini sesuai dengan Haryanto (2006) umur menujukkan ukuran dan perkembangan seorang individu, umur berkolerasi dengan pengalaman, pengalaman berkorelasi dengan pengetahuan, pengetahuan berkorelasi dengan pandangan terhadap suatu peristiwa yang menentukan persepsi dan sikap. Stuart & Sundeen (2009), yang menyatakan bahwa, usia tua lebih rentan mengalami kecemasan dibandingkan usia muda. Dari hasil penelitian ini juga terdapat responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 21 orang dari 31 orang responden. Di dapatkan hasil 9 dari 12 orang yang mengalami cemas sedang dan semua yang mengalami cemas berat adalah berjenis kelamin perempuan karna perempuan menggunakan prasaan , ini sesuai dengan pendapat Potter dan Perry (2009) gangguan kecemasan bisa terjadi disemua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Dan dalam berbagai studi kecemasan secara umum, menyatakan bahwa perempuan lebih cemas daripada laki-laki dan perempuan memiliki skor yang lebih tinggi pada pengukuran ketakutan dalam situasi sosial dibanding laki-laki (Trismiati, 2006). C. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kecemasan Keluarga Pasien Yang Menjalani Perawatan Di Runag ICU Berdasarkan uji Kendall Tau diperoleh p-value 0,005 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik dengan kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU Nilai korelasi sebesar -0.492** menunjukkan korelasi negatif dan hubungan yang cukup kuat, yang berarti semakin baik komunikasi terapeutik perawat maka tingkat kecemasan keluarga akan menurun. Page 6
Hasil ini sesuai dengan pendapat Stuart dan Sundeen (1887) dalam Hidayat (2009) yang mengatakan Teraupetik perawat tidak hanya dalam tindakan keperawatan tetapi dalam komunikasi Perawat juga mempunyai nilai yang bersifat pengobatan seperti yang didefenisikan oleh (Stuart dan Sundeen tahun 1887 dalam Hidayat 2009).Komunikasi terapeutik perawat efektif dapat menjadi motivasi dan membuat pasien merasa nyaman, komunikasi terapeuti perawat yang efektif dan cukup juga dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien dan keluarga ( Sintana dan Siregar (2012). Hasil ini sesuai dengan pendapat Stuart dan Sundeen (1887) dalam Hidayat (2009) yang mengatakan Teraupetik perawat tidak hanya dalam tindakan keperawatan tetapi dalam komunikasi Perawat juga mempunyai nilai yang bersifat pengobatan seperti yang didefenisikan oleh (Stuart dan Sundeen tahun 1887 dalam Hidayat 2009). Komunikasi terapeutik perawat efektif dapat menjadi motivasi dan membuat pasien merasa nyaman, komunikasi terapeuti perawat yang efektif dan cukup juga dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien dan keluarga Sintana dan Siregar (2012). Menurut Keliat (2010) Komunikasi terapeutik merupakan salah satu tindakan yang dapat digunakan oleh seorang petugas kesehatan untuk membantu seseorang untuk dapat mengatasi dan juga sebagai sarana interaksi antara komunikasi perbuatan dan ekspresi yang mampu memfasilitasi seseorang menjadi lebih baik dari pada keadaan yang sekarang dialami. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian WHO (2007) mengenai Communication During Patient Hand-Overs. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa sangat diperlukan suatu komunikasi yang efektif dan efisien bukan hanya komunikasi antar petugas kesehatan dalam Ijab Arwadi |STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN, 2016
melakukan asuhan keperawatan, namun dibutuhkan suatu kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dengan pasien, serta keluarga pasien sehingga baik pasien maupun keluarga pasien mendapat informasi yang baik, dan pada akhirnya dapat mempercepat waktu sembuh pasien. Penelitian Sri Puji Rahayu tahun (2014) yang menunjukkan bahwa tingkat kecemasan keluarga pasien sebelum komunikasi terapeutik sebesar 26,50 sedangkan setelah komunikasi terapeutik sebesar 15,53. Hal ini menunjukkan ada penurunan tingkat kecemasan sebesar 10,97. Hasil uji Wilxocon menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik memberikan pengaruh terhadap tingkat kecemsan keluarga pasien yang dirawat di ruang PICU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Hasil penelitian Edi Mohtar tentang komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan keluarga pasien pra operasi laparotomi aparaskopi di Rumah sakit Labuang baji Makasar, bahwa komunikasi teraupetik sangat berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien dan keluarga. Dimana apabila komunikasi terapeutik perawat yang diberikan perawat efektif makan akan mampu mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh klien. Dan apabila komunikasi terapeutik perawat tidak efektif akan berdampak pada kecemasan keluarga. KESIMPULAN 1. Komunikasi terapeutik perawat di RSUD Ungaran dalam kategori baik, yaitu sejumlah 19 orang (61,2%) dan tidak baik berjumlah 12 orang (38,7%). 2. Kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ungaran, dalam kategori cemas ringan, yaitu sejumlah 15 orang (48,3%), cemas sedang 12 orang (38,7%) dan cemas berat 4 orang (12,9%) Page 7
3. Ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU. Dibuktikan dengan hasil P-value 0,005 < 0.05. dan nilai korelasi sebesar -0.492** menunjukkan korelasi negativ dan hubungan yang cukup kuat, yang berarti semakin baik komunikasi terapeutik perawat maka tingkat kecemasan keluarga pasien akan menurun.
Keliat,
BA dkk. (2006). Proses Keperawatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Kozier
dkk. (2010). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. (Alih Bahasa Oleh Pamilih Eko Karyuni). Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
SARAN Perawat RSUD Ungaran Hasil penelitian ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi RSUD Ungaran untuk memaksimalkan komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat.
Mohtar E. (2012). Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Ruang Bedah RSUD Kota Makasar. Di ambil dari http://Repository.USM.ac.id. Pada tanggal 19 Januari. Ungaran
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Asmadi.
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodolotgi penelitian ilmu keperawafan. Jakarta : Salemba Medika
(2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika.
Barbara MG dkk (2011). Keperawatan Kritis jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Gunarsa, S.D. (2008). Psikologi Perawatan. Jakarta: Gunung Mulia. Hawari, D. (2006). Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : FK UI. Hidayat,
Alimul A. (2010). Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, Alimul A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jilid 2. Jakarta: Salemba Medika
Ijab Arwadi |STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN, 2016
Potter
& Perry. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. 4th ed. Jakarta : EGC.
Rab, T. (2007). Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: PT Alumni Rahayu SP. (2014). Pengaruh Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Yang Memiliki Anaka Dirawat Di Ruang PICU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. . Diambil dari http: // www. Digilib, ltb. Ac. ld.Pada tanggal 16 Januari. Ungaran.
Page 8
Riyanto,
Agus. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogyakarta: Nuha Medika.
Bahasa Oleh Ramona P. Kapoh & Egi Komara Yudha). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sartika D, (2013). Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Pra Operasi Laparatomi Aparaskopi Di RS Labuang Baji Makasar. Di ambil dari Http://Repository.USM.Ac.Id. Pada tanggal 19 april 2016. Ungaran
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
Stuart & Sundeen. (2008). Prinsip dan Praktek Keperawatan Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC. Sheila L.V. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : ECG. Stuart, G.W. and Sunden, S.J. (2006). Buku saku keperawatan jiwa. Alih Bahasa, Achrir,Y.S. Jakarta : EGC. Stuart,
GW. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5 (Alih
Ijab Arwadi |STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN, 2016
Sugiono. (2006). Statistika untuk penelitian. Bandung: ALFABETA Sukoco, N. B. (2007). ldentifikasitingkat kecemasan klien yang diopname lebih dari satu minggudi ruang A dan D BRSD Kepanjen Malang. Diambil dari http: // www. Digilib, ltb. Ac. ld.Pada tanggal 18 November. Ungaran Suliswati. (2006). Konsep keperawatan kesehatan Jakarta: EGC
dasar jiwa.
Supartini, Y (2006). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC Tamsuri.A. (2006). Komunikasi Dalam Keperawatan.Jakarta. EGC.
Page 9