DISTRIBUSI BIAYA DAN PENDAPATAN SERTA PERSEPSI PETANI TERHADAP PRAKTIK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI DESA PASIR MADANG KAB. BOGOR
HARITS AULIA AHMAD
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian berjudul Distribusi Biaya dan Pendapatan Serta Persepsi Petani terhadap Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Pasir Madang Kab. Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2017 Harits Aulia Ahmad NIM E141150074
ABSTRAK HARITS AULIA AHMAD. Distribusi Biaya dan Pendapatan Serta Persepsi Petani terhadap Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Pasir Madang Kab. Bogor. Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN. Keberadaan hutan rakyat sangatlah dibutuhkan karena dapat memberikan manfaat baik secara ekonomis, ekologis, dan sosial. Hutan rakyat juga terbukti dapat membantu dalam memenuhi permintaan kayu di Pulau Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pengelolaan hutan rakyat dari tahap prapenanaman sampai ke tahap pemasaran, distribusi biaya, dan pendapatan para pihak pengelola hutan rakyat, dan persepsi petani hutan rakyat tentang pendapatan, kelestarian hutan rakyat, dan perbaikan yang dapat mendukung hutan rakyat lestari kedepannya. Penelitian ini dilakukan dengan observasi lapang dan juga wawancara menggunakan kuisioner kepada responden serta dibantu dengan studi literatur untuk pengambilan data sekunder. Tahapan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan sangat sederhana yaitu pengadaan bibit, penanaman, pemanenan, dan pemasaran. Pengadaan bibit dilakukan dengan cara pemungutan biji dan anakan di lahan masing-masing petani. Tahapan kegiatan pemanenan yang dilakukan berupa penebangan, penyaradan, pemuatan, pengangkutan, dan pembongkaran. Distribusi biaya dan pendapatan sangat dipengaruhi oleh keberadaan isu pengaktifan lahan bekas Hak Guna Usaha (EKS-HGU). Persentase biaya yang dikeluarkan ketika ada isu pengaktifan lahan EKS-HGU oleh petani sebesar 3.61%, pekerja sebesar 9.81%, dan tengkulak sebesar 86.58%. Ketika tidak ada isu pihak petani akan mengeluarkan biaya sebesar 2.61%, pekerja sebesar 7.11%, tengkulak sebesar 90.28%. Persentase pendapatan yang diperoleh petani, pekerja dan tengkulak ketika tidak adanya isu tentang lahan berturut-turut adalah 63.62%, 31.86%, dan 4.52% dari total pendapatan bersih. Keberadaan isu pengaktifan lahan EKS-HGU akan merubah persentase pendapatan pihak petani dan tengkulak menjadi 30.23% dan 37.91%. Persepsi petani terhadap pendapatan dan perbaikan yang mendukung kelestarian hutan rakyat kedepannya pada skala Likert berada pada interval 3.21-4.20 yang berarti baik. Persepsi petani terhadap kelestarian hutan rakyat pada skala Likert berada pada interval 4.21-5.00 yang berarti sangat baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum pengelola hutan rakyat memiliki minat dan semangat dalam menjaga kelestarian hutan rakyat. Keberadaan isu pengaktifan lahan EKS-HGU berpotensi mengurangi minat dan semangat pihak pengelola dalam menjaga kelestarian hutan rakyat. Hal tersebut disebabkan isu pengaktifan lahan EKS-HGU memperngaruhi biaya dan pendapatan pihak pengelola hutan rakyat. Kata kunci: Distribusi Biaya dan Pendapatan, Hutan Rakyat, Isu Lahan, Lestari Persepsi.
ABSTRACT HARITS AULIA AHMAD. Cost and Income Distribution And Farmer Perception of Private Forest Management Practices in Pasir Madang Village, Bogor Regency. Supervised by DUDUNG DARUSMAN. The existence of private forests in Indonesia is especially needed because they incur numerous economic, ecological and social benefits. Private forests have also been proven to help meet demands for timber on the island of Java. This research aims to determine the various methods of current private forest management, from pre-planting to marketing, distribution of costs and income between the parties managing private forests, the perceptions of private forest farmers on income, the sustainability of private forests, and improvements that can sustain private forests in the future. This research employed field observations and formal interviews using questionnaires as research methods, complemented with research literature as secondary data. The management and harvesting of private forests involve mostly straight-forward and simple processes. These include planting, felling, skidding, loading, hauling, and dismantling. Planting is done by collecting seeds and saplings from the land of each farmer. Harvesting includes activities such as felling, skidding, loading, transporting, and demolition. Distribution of cost and income is strongly influenced by the existecy of issue of re-activation land leasehold. Cost variation for farmers, workers and middlemen in the presence of land-use rights issues amounted to 3.61%, 9.81% and 86.58% respectively. In the absence of land-use rights issues, these cost variations amounted to 2.61%, 7.11% and 90.28%. Income for farmers, workers and middlemen when there is no issue of land-use are 63.62%, 31.86%, and 4.52% respectively from total profit. The existence of these land-use issues will change incomes for farmers and middlemen by 30.23% and 37.91% respectively. The perception of farmers on income and improvements that support the preservation of private forests in the future on a Likert scale is in the interval 3-21 to 4-20: this indicates a good perception. The perception of farmers on private forest sustainability on the Likert scale is in the interval 4-21 to 5-00, which means a very good perception. The results of this study indicates that in general the private forest managers have an interest and passion in preserving private forests. Where issues of land-use rights potentially reduce the interest and enthusiasm of the manager in continuing to manage private forests. This is due to the re-issuing of leaseholds on EKS-HGU land that changes the costs and incomes for the manager of these private forests. Keywords: Cost and Income Distribution, Land Issues, Perception, Private Forest, Sustainable.
DISTRIBUSI BIAYA DAN PENDAPATAN SERTA PERSEPSI PETANI TERHADAP PRAKTIK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI DESA PASIR MADANG KAB. BOGOR
HARITS AULIA AHMAD
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini diajukan dalam rangka melaksanakan tugas akhir skripsi sebagai salah satu prasyarat kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan. Penelitian berjudul “Distribusi Biaya Dan Pendapatan Serta Persepsi Petani Terhadap Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Pasir Madang Kab. Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk praktik pengelolaan hutan rakyat di Desa Pasir Madang, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk pengelolaan lahan dan pemasaran kayu hutan rakyat serta mengetahui sebaran biaya dan pendapatan dari pemasaran kayu rakyat di Desa Pasir Madang. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pandangan dan arahan, bimbingan serta saran dalam pembuatan karya ilmiah ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi dan arahan mengenai teknik penulisan ilmiah sehingga penelitian ini terselesaikan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan kontribusi dibidang sosial, ekonomi dan ekologi sektor kehutanan.
Bogor, Maret 2017 Harits Aulia Ahmad
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
vi vi
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 Perumusan Masalah ............................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 3 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 3 METODOLOGI ...................................................................................................... 4 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................................. 4 Jenis dan Sumber data.......................................................................................... 4 Alat dan Bahan ..................................................................................................... 5 Metode Penentuan Responden ............................................................................. 5 Prosedur Analisis Data ......................................................................................... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 7 Kondisi Umum Lokasi ......................................................................................... 7 Pengelolaan Hutan Rakyat Desa Pasir Madang ................................................... 8 Distribusi Biaya Dan Pendapatan Hutan Rakyat ............................................... 12 Persepsi Petani Hutan Rakyat ............................................................................ 17 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 19 Simpulan ............................................................................................................ 19 Saran .................................................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21 LAMPIRAN .......................................................................................................... 23 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 26
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jenis data, klasifikasi dan rincian data yang harus dikumpulkan Tingkat persepsi berdasarkan Skala Likert Persentase rata-rata jumlah kayu afrika berdasarkan klasifikasi diameter Analisis pengeluaran Analisis persentase pengeluaran Harga kayu berdasarkan ukuran sortimen Distribusi pendapatan yang diterima oleh pihak pengelola hutan rakyat Persepsi terhadap penerimaan pendapatan Persepsi terhadap kelestarian hutan Persepsi Terhadap Perbaikan Hutan Rakyat Kedepannya
4 7 11 14 15 15 16 17 18 19
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5.
Ruang lingkup penelitian. Chainsaw yang digunakan untuk penebangan. Kegiatan penyaradan sortimen kayu afrika. Alur praktik pengelolaan hutan rakyat Bagan alur antar pihak pada proses pemasaran kayu.
3 10 11 12 13
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3.
Kuisioner persepsi petani Hutan Rakyat di Desa Pasir Madang .................... 23 Peta sosial Desa Pasir Madang Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor ...... 24 Dasar perhitungan penebangan Chainsaw ..................................................... 25
PENDAHULUAN Latar Belakang Pulau Jawa merupakan pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi. Permintaan kayu di Pulau Jawa mencapai 9 000 000 m3/tahun, sedangkan kemampuan Perum Perhutani untuk memenuhi permintaan tersebut hanya 1 500 000 m3/tahun dan sisanya dibantu dari hasil kayu hutan rakyat (Suryohadikusumo dalam Sukrianto et al. 2006). Hutan rakyat di Jawa Barat pada tahun 2012 mampu menyumbangkan hasil kayu sebesar 2 600 000 m3 (Dishut 2012). Hasil tersebut menggambarkan bahwa Jawa Barat memiliki potensi hutan rakyat yang tinggi. Hasil yang disumbangkan tersebut juga membuktikan bahwa hutan rakyat memiliki peran penting dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk pembangunan Jawa Barat. Pengusahaan hutan rakyat terdiri dari empat aspek yang meliputi kegiatan produksi, pengolahan hasil, pemasaran, dan kelembagaan. Empat aspek tersebut banyak melibatkan stakeholder dalam kegiatan usahanya. Keterlibatan stakeholder tersebut diantaranya adalah sebagai pemilik lahan, petani penggarap, buruh tani, pekerja kasar, pedagang, industri, dan pemerintah daerah. Jumlah stakeholder dalam suatu usaha berbanding lurus dengan tingkat permasalahan yang ada pada usaha tersebut, tingkat kompleksitas permasalahan akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah stakeholder yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat. Oleh karena itu, keempat aspek dalam kegiatan pengusahaan hutan rakyat tersebut adalah aspek-aspek yang sampai saat ini sering menimbulkan permasalahan (Darusman dan Hardjanto 2006). Pertumbuhan usaha hutan rakyat secara bersamaan akan membawa perkembangan pada industri pengolahan hasil. Peningkatan mutu pada hasil hutan rakyat baik yang berupa tegakan menjadi kayu gelondongan atau bahkan menjadi produk yang dibutuhkan konsumen rumah tangga seperti balok dan lain sebagainya akan membawa hasil tersebut ketingkat pasar yang lebih kompetitif dan dapat menciptakan pasar yang lebih efisien. Perubahan pada bentuk hasil yang dikeluarkan oleh produsen akan memberikan dampak yang cukup signifikan berbeda terhadap harga yang didapatkan konsumen. Hasil kayu yang semakin mendekati ke arah bentuk yang diinginkan konsumen maka harga yang didapatkan akan lebih mendekati harga ditingkat konsumen pula. Sumitro (1985) dalam Sumedi (2008) menyatakan bahwa tujuan akhir dari pemasaran adalah memperoleh efisiensi pasar yaitu dengan memperpendek rantai pasar dengan harapan harga akan menjadi lebih baik dan petani memperoleh harga yang lebih tinggi. Maka dengan mendapatkan harga yang lebih baik, pengusahaan hutan rakyat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani hutan rakyat. Perumusan Masalah Usaha hutan rakyat ini biasanya hanya menjadi sampingan bagi petani, hal ini karena masih kecilnya kontribusi pendapatan dari hutan rakyat. Kontribusi terhadap pendataan total rumah tangga petani yaitu tidak lebih dari 10% dan juga bersifat insidential (Hardjanto 2000). Penyebab dari rendahnya kontribusi
2 terhadap pendapatan hutan rakyat ada pada berbagai aspek dasar, baik produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran. Usaha hutan rakyat tidak lepas dari masalah lahan karena tempat produksi kayu langsung di lahan. Perbedaan luas lahan yang diusahakan untuk hutan rakyat akan berpengaruh pada hasil dan keuntungan yang diperoleh pengusaha (petani). Pola-pola bentuk penggunaan lahan juga akan memiliki pengaruh pada hasil ekonominya. Semakin besar luas lahan yang dijadikan hutan rakyat maka modal yang dikeluarkan juga akan semakin besar. Petani hutan rakyat cenderung hanya memiliki lahan yang kecil dan modal yang sedikit. Hal ini menimbulkan ketakutan pada petani untuk mencoba menggunakan lahan dengan pola yang baru. Jika petani mencoba dengan pola penggunaan lahan yang baru dan hasilnya gagal petani sudah tidak punya modal lagi untuk usaha selanjutnya. Hal ini mengakibatkan petani cenderung bertahan pada bentuk pengelolaan yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat sekitar. Pemasaran merupakan salah satu aspek penting dan memiliki pengaruh besar dalam pengusahaan hutan rakyat. Keberadaan aktor dalam saluran pemasaran juga perlu diperhitungkan. Pedagang perantara merupakan salah satu contoh dari aktor yang diperhitungkan walaupun tidak bersentuhan langsung dalam bentuk pengelolaan hutan rakyat. Fungsi pedagang perantara adalah menghubungkan petani kepada pihak pengelola kayu hasil hutan rakyat. Tetapi keberadaan dari pedagang perantara juga sering membuat kendala pada arus komoditas. Hal tersebut terjadi ketika saluran pemasaran sudah terlalu panjang maka akan mengakibatkan tidak efisien dan tidak adilnya dalam pembagian keuntungan (Heynes 1977 dalam Sumedi 2008). Ketika saluran pemasaran terlalu panjang juga dapat mengakibatkan menurunnya pendapatan petani, karena harga yang dibeli ke petani akan lebih murah serta harga jual hasil kayu kepada konsumen akan lebih mahal. Ketika hal ini terus berlanjut akan menjadikan petani hutan rakyat merubah profesinya kebidang usaha lain. Pemasaran kayu rakyat umumnya dilakukan dengan cara pemilik langsung menjual kayu yang masih berdiri kepada para pembeli. Pemilik jarang mengolah sendiri kayu-kayunya dan menjual langsung ke konsumen. Kemajuan teknologi informasi telah memberikan dampak positif bagi petani hutan rakyat di Desa Pasir Madang. Permasalahan pasar seperti yang disebutkan dalam Hardjanto (2003) bahwa sebagian besar petani masih sangat kurang pengetahuan dalam memasarkan hasil-hasil kayunya serta susahnya mencari informasi tentang pasar telah terbantu dengan adanya teknologi informasi. Pertimbangan di atas menjadi landasan peneliti untuk melaksanakan penelitian. Perlunya mengetahui bentuk saluran pemasaran serta faktor-faktor yang memengaruhi dalam pemilihan saluran pemasaran kayu hutan rakyat. Perlunya mengetahui sebaran pendapatan dan persepsi terhadap keberadaan hutan rakyat. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah : 1. Mengetahui bentuk pengelolaan dari pra-penanaman sampai ke pemasaran kayu hutan rakyat di Desa Pasir Madang. 2. Mengetahui distribusi biaya dan pendapatan serta distribusi margin harga dari setiap tahapan pengelolaan hutan rakyat.
3 3. Mengetahui persepsi petani tentang pendapatan petani dari hutan rakyat, kelestarian hutan rakyat, dan perbaikan yang dapat mendukung pengelolaan hutan rakyat lestari di Desa Pasir Madang. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan imformasi tentang bentuk saluran pemasaran, sebaran biaya dan pendapatan pada proses pemasaran kayu rakyat serta dapat mengetahui persepsi tentang keberadaan hutan rakyat di Desa Pasir Madang. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.
Lahan
Modal
Pola penggunaan lahan
Pengusahaan Hutan Rakyat
Pengolahan hasil
Hasil
Saluran pemasaran
Pemasaran
Distribusi biaya dan pendapatan pihak terkait
Pendapatan
Gambar 1 Ruang lingkup penelitian.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Bentuk modal
4
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pasir Madang Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. Pelaksanaannya dimulai dari bulan September sampai Oktober 2016. Obyek dari penelitian adalah petani pengelola hutan rakyat. Jenis dan Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber datanya melalui metode pengumpulan data tertentu untuk menjawab pertanyaan penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan berdasarkan hasil studi pustaka atau sumber yang telah ada dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran karya-karya ilmiah atau literatur dan data-data relevan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah dan instansi terkait guna membantu dan mendukung ketersedian data. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari instansi yang terkait yaitu dari buku, jurnal, artikel, internet, dan literatur lain yang terkait dengan topik penelitian. Kegiatan yang dilakukan membuat format wawancara sesuai dengan data yang dibutuhkan. Jenis data, klasifikasi dan rincian data yang harus dikumpulkan terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis data, klasifikasi dan rincian data yang harus dikumpulkan Jenis data Klasifikasi Rincian data Primer Nama Identitas responden Umur Jenis kelamin Potensi lahan
Luas lahan Jenis pohon Pola penanaman
Biaya yang dikeluarkan
Biaya produksi Biaya pemasaran
Harga jual
Sekunder
Harga di petani Harga di pemborong Harga di industri
Produktvitas
Volume Penerimaan pendapatan
Persepsi
Kelestarian hutan Perbaikan hutan rakyat
Data monografi desa
Luas desa Jumlah penduduk Jumlah petani hutan rakyat
5 Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah metode survey dengan melakukan observasi langsung dan wawancara yang dipandu oleh kuesioner kepada petani hutan rakyat, pedagang perantara, dan industri pengolahan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran sistem rantai pemasaran dari produsen sampai ke industri pengolahan, dan konsumen. Pengumpulan data dengan wawancara yang dipandu dengan kuesioner berisikan pertanyaan-pertanyaan relevan dengan tujuan penelitian. Kuesioner tidak diberikan kepada responden secara langsung, tetapi peneliti akan menggunakan kuesioner pada saat mewawancarai responden agar tidak terjadi kesalahan persepsi dan pertanyaan lebih tersusun dengan baik. Daftar pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner tersaji dalam Lampiran 1. Observasi lapang dilakukan dengan tujuan bisa langsung melihat aktivitas responden di lapangan sehingga dapat menunjang keakuratan data. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: alat survey lapangan dan alat analisis data. Alat survey lapangan terdiri atas meteran, kuisioner, dan alat dokumentasi baik gambar atau rekaman. Bahan yang digunakan meliputi microsoft office word 2010, microsoft excel, data primer hasil pengukuran tegakan kayu Afrika (maesopsis eminii), data hasil wawancara kepada para petani, pekerja dan tengkulak pada proses pengelolaan hutan rakyat dari pra-penanaman sampai ke tahapan pemasaran, serta data sekunder berupa data demografi. Metode Penentuan Responden Penentuan responden merupakan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian untuk mengambil responden yang dapat mewakili populasi sebenarnya dalam menentukan kesimpulan penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah petani, pedagang perantara, industri pengolahan di Desa Pasir Madang, Kec Sukajaya Kab Bogor Jawa Barat. Penentuan responden petani Hutan Rakyat dilakukan secara purposive sampling. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang petani hutan rakyat. Pengumpulan informasi saluran pemasaran menggunakan teknik snowball sampling dari produsen sampai industri pengolahan. Prosedur Analisis Data Analisis Biaya Pemanenan Biaya pemanenan merupakan besaran korbanan yang dibutuhkan supaya kegiatan pemanenan dapat terselenggara dan hasil yang diinginkan dapat tercapai. Perhitungan jumlah besaran biaya yang diperlukan untuk kegiatan pemanenan hutan rakyat di Pasir Madang mengacu pada formulasi yang dibuat oleh FAO (1992) dengan persamaan sebagai berikut : 1. Biaya Tetap a. Bunga Modal
(M-ban-R)(n+1)
= {(
2n
+R)} x0,0P (Rp/bulan)
6 b. Depresiasi (D) c. Pajak dan Asuransi (Y)
M-ban-R
= (Rp/bulan) n = Y% x M (Rp/bulan)
Keterangan :
2.
3.
M = Biaya modal (Rp/unit) = Ban ban R = Biaya Rongsok (Rp/tahun) n = Tahun 0,0 P = Bunga Bank (%) Biaya Tetap (Rp/m3) = Bunga Modal + Depresiasi + Pajak dan Asuransi Biaya Variabel a. Biaya Pemeliharaan/Perbaikan (Rp/m3) b. Biaya Bahan Bakar/Pelumas (Rp/bulan) c. Biaya variabel (Rp/bulan) = Biaya pemeliharaan/perbaikan + Biaya Bahan Bakar/Pelumas. Biaya Total (x) =
Biaya Tetap + Biaya Variabel (Rp/bulan) Volume Produksi (m3/bulan)
(Rp/m3)
Pendapatan Pendapatan merupakan ukuran imbalan yang diperoleh suatu usahatani dari penggunaan faktor produksi tenaga kerja, sarana produksi dan modal dalam usahatani. Pendapatan bersih merupakan selisih antara penerimaan (pendapatan kotor) dengan biaya (pengeluaran total) (Ethika et all. 2014 ). 1. Pendapatan bersih dihitung menggunakan rumus: NR=TR-TC Keterangan : NR = Net Return TR = Total Revenue TC = Total Cost 2. Perhitungan pendapatan bersih (Rp/m3) = Pendapatan kotor yang diterima – Biaya yang dikeluarkan (Rp/m3) Persepsi Petani Hutan Rakyat Penilaian persepsi petani terhadap pembangunan hutan rakyat di Desa Pasir Madang yang akan dilakukan mengacu pada 3 indikator sebagai berikut : a. Persepsi tentang penerimaan pendapatan terkait dengan kelestarian hutan rakyat. b. Persepsi tentang pentingnya kelestarian hutan rakyat. c. Persepsi tentang saran dan perbaikan yang dapat mendukung pengelolaan hutan rakyat lestari di Desa pasir madang. Tingkat persepsi diketahui dengan scoring (pemberian nilai) menggunakan skala Likert 5. Nilai tanggapan terdiri dari 5 kategori pemberian nilai dengan ketentuan 5 adalah nilai maksimun dan 1 adalah nilai minimum. Tabel 2 menjelaskan tingkat perspsi berdasarkan interval pemberian nilai tanggapan yaitu 5,4,3,2 dan 1. Nilai tersebut berturut-turut menjelaskan responden memberikan tanggapan yang sangat baik, baik, cukup baik, buruk dan sangat buruk.
7
Tabel 2 Tingkat persepsi berdasarkan Skala Likert No Interval Nilai Tanggapan Tingkat Persepsi 1 4.21-5.00 Sangat Baik 2 3.41-4.20 Baik 3 2.61-3.40 Cukup Baik 4 1.81-2.60 Buruk 5 1.00-1.80 Sangat Buruk Terdapat interval pada setiap kategori sebesar 0,8 Interval sebesar 0,8 merupakan hasil perhitungan nilai batas selang dengan mengacu kepada Slamet (1993) yang mengkategorikan data yang didapat dengan teknik scoring secara normatif kedalam beberapa kelas interval. Formulasi yang digunakan untuk pembagian kelas intervalnya adalah sebagai berikut : Max-Min n= ∑a Keterangan n = batas selang Max = nilai maksimum yang diperoleh dari skor = nilai minimum yang diperoleh dari skor Min ∑a = jumlah kategori
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Daerah tempat dilakukannya penelitian berada di wilayah administasi Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. Kecamatan Suka Jaya merupakan hasil pemekaran wilayah di Kabupaten Bogor pada tahun 2000 dengan luas administrasi sekitar 15 615,49 hektar. Wilayah administrasi Kecamatan Sukajaya terbagi kedalam sebelas desa yaitu Desa Jaya Raharja, Cileuksa, Sukamulih, Sukajaya, Kiara Pandak, Cisarua, Urug, Sipayung, Harkat Jaya, Kiara Asri dan Pasir Madang. Desa Pasir Madang merupakan desa yang terpilih untuk lokasi penelitian berdasarkan hasil pertimbangan dan diskusi dengan tokoh kecamatan. Sasaran daerah dan responden yang cocok yaitu petani hutan rakyat dan terdapat kegiatan yang dibutuhkan untuk data penelitian seperti pemanenan kayu rakyat menjadi dasar pemilihan desa ini. Kayu rakyat dari Desa Pasir Madang umumnya adalah jenis kayu afrika. Adapun batas wilayah administrasi Desa Pasir Madang adalah sebagai berikut : - Utara : Desa Pangrading Kecamatan Jasinga. - Selatan : Desa Cisarua. - Barat : Desa Cileuksa. - Timur : Desa Kiara Pandak, Jaya Raharja, dan Sukamulih. Wilayah Desa Pasir Madang sebahagian besar merupakan bekas areal Hak Guna Usaha atau yang biasa disebut areal EKS-HGU. Komoditas utama dari HGU di areal ini adalah teh karena cocok dengan topografi daerah perbukitan dan
8 berada di dataran yang cukup tinggi yaitu sekitar 700 mdpl dengan suhu rata-rata 23 – 24 oC. Pengelolaan yang kurang baik menyebabkan perusahaan mengganti komoditas dengan tanaman cengkeh pada tahun 1967. Pada tahun 2005 izin konsesi HGU telah berakhir, hal ini menjadikan warga yang mayoritasnya adalah buruh perkebunan kehilangan pekerjaan dan mulai membuka areal pertanian di EKS-HGU. Dewasa ini luas areal pertanian mencapai 200 ha dengan rincian 150 ha merupakan sawah irigasi dan 50 ha merupakan sawah tadah hujan. Luas ini merupakan 13% dari luas total wilayah administrasi Desa Pasir Madang. Desa Pasir Madang terbagi kedalam 3 dusun yaitu dusun I , dusun II, dan dusun III. Jumlah penduduk yang tinggal di Desa Pasir Madang ada sekitar 4 649 jiwa yang sebahagian besar penduduk bekerja sebagai buruh harian lepas dan berladang. Umumnya masyarakat Pasir Madang hanya memiliki tingkat pendidikan lulusan Sekolah Dasar. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di desa ini membuat masyarakat susah untuk pergi keluar daerah untuk mencari pekerjaan. Peta sosial masyarakat Desa Pasir Madang terlampir di Lampiran 2. Perjalanan menuju Desa Pasir Madang dapat ditempuh selama ± 3jam dari ibukota Kabupaten Bogor dengan jarak sejauh ± 65 km. Jarak Desa Pasir Madang ke Kecamatan Sukajaya berkisar ± 8.5 km. Jarak Desa Pasir Madang ke industri pengolahan kayu di daerah Cigudeg ± 25 km atau dapat ditempuh selama ±1.5 jam. Akses ke Kecamatan Sukajaya sampai ke Desa Pasir Madang sudah cukup mudah dikarenakan jalan sudah seluruhnya adalah aspal dan sekarang sudah dilakukan pelebaran jalan. Pengelolaan Hutan Rakyat Desa Pasir Madang Karakteristik Hutan Rakyat Hutan rakyat Desa Pasir Madang merupakan hutan rakyat tradisional. Hutan dibangun atau ditanam diatas tanah milik dan atas inisiatif pemiliknya sendiri tanpa subsidi atau bantuan dari pemerintah serta penyelenggaraannya dan semua bentuk pengorbanan berasal dari petani (Djamhuri 1983 dalam Hayono 1996). Departemen Kehutanan dalam Nurtjahdi (1997) mengkategorikan hutan rakyat berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya yaitu : 1) hutan rakyat murni, kategori ini merupakan hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau monokultur, 2) hutan rakyat campuran, kategori ini merupakan hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran ,3) hutan rakyat dengan sistem tumpangsari atau agroforestry pada kategori ini hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan usaha tani lainnya, seperti perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain secara terpadu pada satu lokasi. Merujuk pada kategori diatas maka petani hutan rakyat di Desa Pasir Madang merupakan petani yang mempraktikan pola agroforestri atau tumpangsari dilahannya. Komoditas yang ditanam yaitu gabungan komoditas kehutanan seperti kayu Afrika dengan pertanian musiman seperti pisang dan palawija seperti cabai, ketimun dan buncis. Sistem ini diterapkan oleh petani dengan harapan adanya pendapatan dalam bentuk mingguan, bulanan dan tahunan. Di samping pemanfaatan kayu dan komoditas pertanian dilahannya, petani juga memelihara ternak di sekitar rumahnya. Petani memanfaatkan daun kayu Afrika serta rumput yang ada dilahan sebagai sumber pakan ternak.
9
Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat Tanaman Afrika merupakan salah jenis dominan yang saat ini diusahakan oleh petani di Desa Pasir Madang. Petani beralih dari jenis Sengon dan Akasia ke jenis afrika karena terlalu banyak kendala yang dihadapi petani ketika mengusahakan sengon ataupun akasia sehingga sering menyebabkan kerugian pada petani. Jenis tersebut dipilih karena daerah Pasir Madang memiliki topografi sebagian besar perbukitan dan berada di dataran yang agak tinggi. Kondisi tersebut sesuai dengan kualitas tapak tumbuh jenis tanaman afrika. Daya tahannya yang kuat terhadap angin juga merupakan landasan petani memilih menanam jenis tersebut. Alasan pergantian jenis dari akasia dan sengon ke jenis afrika dikarenakan akasia merupakan jenis yang sangat rentan patah apabila terkena angin kencang dan kondisi topografi di Desa Pasir Madang kurang sesuai untuk pertumbuhan akasia. Krisnawati et all. (2011) menyatakan bahwa tanaman akasia (Acacia mangium) dapat tumbuh optimal jika ditanam di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 480 mdpl. Kemudian pergantian jenis sengon ke jenis afrika dikarenakan jenis sengon yang ditanam petani terserang penyakit karat tumor yang tidak bisa dikendalikan. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang sangat cocok untuk pertumbuhan karat tumor. Chairomaini dan Ismail (2008) menyatakan bahwa kelembapan yang tinggi serta banyaknya kabut menyebabkan sangat pesatnya pertumbuhan penyakit ini. Kegiatan budidaya yang dilakukan pada hutan rakyat di Desa Pasir Madang meliputi kegiatan pengadaan bibit, penanaman, pemanenan dan pemasaran. A. Pengadaan bibit Tanaman yang akan diusahakan harus dirancang sejak awal dan dalam memilih jenis harus dipenuhi beberapa hal agar jenis yang diusahakan/ dikembangkan mendapat hasil yang optimal, yaitu diantaranya harus memenuhi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi (Simon 1995). Petani hutan rakyat Desa Pasir Madang dalam memilih jenis tanaman yang diusahakan tidak melalui perencanaan yang matang, melainkan tergantung ketersediaan bibit yang didapat dari hasil pungutan. Proses pengadaan bibit yang dilakukan oleh petani hutan rakyat di Desa Pasir Madang berbeda dengan daerah lain pada umumnya. Petani daerah biasanya membeli bibit yang siap ditanam namun berbeda dengan petani daerah Desa Pasir Madang. Pemungutan anakan dan biji matang yang sudah jatuh ketanah sebelum kegiatan pemanenan dilakukan merupakan cara petani dalam mengadakan bibit untuk siklus selanjutnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani hal ini dilakukan karena dapat mengurangi biaya usaha hutan rakyat serta jauhnya akses untuk membeli anakan yang siap ditanam dari lokasi penanaman. Pemungutan biji dilakukan di lahan milik sendiri dan juga dilakukan di lahan milik saudara atau kerabat dekat jika biji yang dikumpulkan dirasa masih kurang. Biji yang telah dikumpulkan akan disemai di dekat lokasi penanaman. Pengumpulan anakan dan biji ini biasanya dilakukan 8 bulan sebelum dimulainya penanaman. Kegiatan pengadaan bibit dengan cara pemungutan biji dan anakan dilahan petani ini sejalan dengan pendapat dari Hardjanto (2000) bahwa bibit yang digunakan untuk mengembangkan hutan rakyat berasal dari daerah setempat
10 masing-masing dan minim bahkan tidak dilakukannya penyeleksian terhadap kwalitas bibit itu sendiri. B. Penanaman Kegiatan penanaman kayu Afrika dilakukan umumnya dimulai pada musim penghujan supaya mendapat pasokan air yang cukup karena pada masa awal penanaman pohon afrika cukup peka terhadap kekeringan. Pada kegiatan penanaman jarak tanam bervariasi, berdasarkan wawancara pemilik lahan dan pengamatan di lapangan jarak tanam yang umum dipraktikan adalah 3x3m² atau 3x4m² dari satu pohon ke pohon lainnya. Kegiatan persiapan lahan, pembebasan/pembersihan rumput tidak dilakukan bagi lahan yang sudah produktif, tetapi lebih ke pembersihan sisa bekas tebangan yang masih tersisa. Berbeda pada lahan yang baru, kegiatan pembabatan perlu dilakukan karena lahan biasanya dipenuhi oleh semak belukar. Teknik penanaman dan persiapan lapangan yang dilakukan petani pada prinsipnya tidak memerlukan pengolahan lahan yang intensif, karena tanaman kehutanan tidak memerlukan pengolahan yang intensif seperti pada lahan pertanian. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan petani hanya membiarkan pohon Afrika hidup mandiri. Tegakan Afrika akan ditawarkan oleh petani kepada tengkulak ketika sudah mulai masuk waktu tebang. C. Pemanenan Kayu Kegiatan pemanenan kayu menurut Wiradinata (1981) dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu penebangan, penyaradan, pemuatan, pengangkutan dan pembongkaran. Poses pemanenan di Desa Pasir Madang sejalan dengan teori diatas hanya saja setiap tahapannya dilakukan dengan cara yang lebih sederhana. 1. Penebangan Kegiatan penebangan kayu hasil hutan rakyat di Pasir Madang dilakukan dengan mengunakan alat chainsaw (Gambar 2). Dalam proses penebangan dan pembagian batang dilakukan oleh dua orang yaitu satu operator chainsaw dan satu orang helper. Penggunaan alat ini dianggap mempermudah proses penebangan dibandingkan gergaji karena fisik kayu afrika yang agak keras. Chainsaw yang digunakan biasanya merupakan chainsaw bekas industri yang diberikan kepada tengkulak karena kedekatan hubungan kerja.
Gambar 2 Chainsaw yang digunakan untuk penebangan
11 Pohon yang telah ditebang akan dibagi kedalam sortimen yang ukurannya menyesuaikan dengan kebutuhan industri yaitu 3-4 meter. Volume pohon yang didapat dalam sample penebangan adalah 7.68 m3 yang terbagi kedalam 156 sortimen. Berdasarkan pengamatan 1 pohon dapat dibagi menjadi 3-4 sortimen. Diameter sortimen terbanyak ada diselang 11-15 cm dengan jumlah 61 buah atau sebesar 39.10% dari keseluruhan jumlah sortimen. Diameter pohon yang ditebang berukuran sedang. Untuk menghasilkan 1 m3 kayu bulat dibutuhkan sekitar 5-6 pohon. Besaran diameter sortimen yang diamati pada pengamatan dalam penelitian disajikan lebih rinci pada Tabel 3. Tabel 3 Persentase rata-rata jumlah kayu afrika berdasarkan klasifikasi diameter Jenis Pohon Kayu Afrika Kayu Afrika Kayu Afrika Kayu Afrika Total
Diameter (cm) 8-10 cm 11-15 cm 16-19 cm 20 up
Jumlah (batang) 51 61 28 16 156
Persentase (%) 32.69 39.10 17.95 10.26 100.00
2. Penyaradan Kegiatan penyaradan dilakukan dengan cara memikul kayu yang sudah dibagi menjadi sortimen oleh operator chainsaw dari tunggak sampai ke tempat pengumpulan kayu. Penyaradan dengan cara dipikul dilakukan karena medan yang terlalu curam jika menggunakan alat bantu lain seperti sepeda motor. Kegiatan penyaradan (Gambar 3) dilakukan oleh 5-6 orang penyarad. Satu sortimen dipikul oleh satu penyarad, jika terdapat kayu dengan ukuran yang berat untuk dipikul maka penyarad akan meminta operator chainsaw untuk membagi 2. Hal ini lebih dipilih dibandingkan meminta bantuan penyarad lain untuk memikul bersama. Medan yang terjal membuat penyarad susah mendapatkan keseimbangan dan memiliki resiko kecelakaan kerja yang lebih besar jika dipikul secara bersama.
Gambar 3 Kegiatan penyaradan sortimen kayu afrika 3. Pemuatan, Pengangkutan dan Pembongkaran Kegiatan pemuatan dan pembongkaran kayu dilakukan oleh 2 orang pekerja harian lepas. Kayu yang telah ditumpuk akan dimuat ke dalam truk yang akan mengangkut ke industri/ pabrik. Mengingat medan yang umumnya curam kegiatan pemuatan kayu di Pasir Madang biasanya dibagi menjadi 2 bagian. Pertama truk akan dimuat setengah bak kayu dan dipindahkan untuk sementara ke tempat yang akses jalannya sudah bagus (biasa disebut lansir oleh orang lokal),
12 setelah itu truk kembali lagi ketempat pengumpulan kayu yang berada dekat lokasi penebangan dan memuat sisa kayu yang tersisa. Kayu yang sudah dibongkar pada tahap pertama akan dimuat lagi ketika truk akan berangkat menuju industri yang berlokasi di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor. Kegiatan pembongkaran dilakukan di industri/pabrik segera setelah kegiatan truk tiba di lokasi. Kegiatan praktik pengelolaan hutan rakyat yang terjadi di Desa Pasir Madang seluruhnya akan dijelaskan pada Gambar 4.
Petani
Tengkulak dan pekerja
Petani
Industri
Tengkulak dan pekerja
Tengkulak dan pekerja
Tengkulak dan pekerja
Gambar 4 Alur praktik pengelolaan hutan rakyat Distribusi Biaya Dan Pendapatan Hutan Rakyat Pihak Terkait Pihak yang terkait dalam tahapan praktik pengusahaan dan pemanfaatan hutan rakyat di Desa Pasir Madang yaitu petani, pekerja, dan tengkulak. Peran petani pada praktik pengusahaan hutan rakyat adalah sebagai penyedia lahan dan tegakan, ketika tegakan sudah sampai masak tebang maka petani akan menawarkan tegakan kepada tengkulak. Tegakan masak tebang biasanya ditawarkan oleh petani kepada minimal 2 orang tengkulak yaitu dari dalam daerah dengan dari luar daerah. Hal ini bertujuan supaya petani dapat membandingkan harga yang akan diterima. Tercapainya kesepakatan harga antara tengkulak dan petani merupakan peralihan kuasa atas tegakan. Tengkulak akan memulai kegiatan pemanenan kayu ketika terdapat kesepakatan pembelian. Semua korbanan dalam proses penebangan sampai dengan pembongkaran di industri dibebankan kepada tengkulak, petani sudah tidak berperan lagi sampai kegiatan pemanenan selesai. Korbanan yang ditanggung oleh tengkulak yaitu biaya tenaga kerja (upah), pemeliharaan alat, serta bensin pada tiap tahap pemanenan. Pada kegiatan pemanenan tengkulak dibantu oleh pekerja. Pekerja melakukan seluruh kegiatan pemanenan. Alat yang digunakan pada kegiatan
13 pemanenan disediakan oleh tengkulak, Sedangkan pada kegiatan pengangkutan tengkulak harus menyewa kendaraan truk. Jumlah pekerja pada tiap tahapan pemanenan bervariasi tergantung pada skala beban kerjanya. Pekerja terbanyak yaitu 6 orang pada tahap penyaradan. Pekerja secara langsung diupah oleh tengkulak. Pembayaran upah diberikan secara harian terkecuali tahap pengangkutan yang merupakan borongan per satu trip. Kayu
Kayu Tengkulak
Petani Uang
Industri Uang
Uang u
Jasa Pekerja
Gambar 5 Bagan alur antar pihak pada proses pemasaran kayu. Gambar 5 menunjukkan alur pemasaran kayu yang terjadi di Desa Pasir Madang. Sistem borongan lahan adalah cara yang dipakai untuk menjual kayu dari petani ke tengkulak, namun berbeda dengan penjualan kayu dari tengkulak ke industri yang memakai sistem perhitungan barang siap pakai. Ketika tengkulak membongkar kayu maka harus menunggu sampai industri selesai mengolah kayu tersebut barulah tengkulak mendapat bayaran. Proses untuk mengolah barang siap pakai biasanya memakan waktu paling cepat tiga hari, tetapi terkadang bisa berminggu-mingu jika terjadinya penumpukan barang di industri. Hal ini mengharuskan tengkulak menunggu antrian pengolahan untuk waktu yang lama. Sistem ini sering mengakibatkan penumpukan modal tengkulak sehingga menjadi masalah untuk perputaran modal usaha. Permasalahan lain yang sering timbul karena perbedaan sitem pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh tengkulak adalah terlalu jauhnya margin antara volume yang ditaksir ketika pembelian dengan hasil penjualan. Hasil akhir dari yang diperoleh juga sangat tergantung pada kemahiran operator belah di industri. Praktik Sistem ini telah banyak menyebabkan tengkulak merugi dan akhirnya berganti profesi menjadi petani. Distribusi Biaya Analisis terhadap distribusi biaya bertujuan untuk melihat besaran biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak pengelola hutan rakyat. Biaya yang dikeluarkan oleh petani meliputi biaya pembuatan tanaman dan pemeliharaan. Proses kegiatan pembuatan tanaman dan pemeliharaan bagi sebagian besar petani tidak diperhitungkan sebagai komponen biaya pengusahaan hutan rakyat sehingga biaya yang dikeluarkan dianggap bernilai nol. Biaya yang dikeluarkan oleh pekerja hanya biaya akomodasi makanan karena selain dari makanan, semua biaya yang dikeluarkan dalam proses pemanenan dibebankan kepada tengkulak. Biaya yang dikeluarkan oleh tengkulak dimulai dari tahap pemanenan awal (penebangan) hingga akhir (pemasaran). Pada kegiatan penebangan, penyaradan, pemuatan dan pembongkaran tengkulak
14 memberikan upah harian kepada pekerja, namun untuk pengangkutan tengkulak memborongkan kepada warga yang memiliki kendaraan truk. Pemasaran kayu rakyat di Desa Pasir Madang terbagi kedalam dua kondisi. Hal ini terjadi karena status lahan yang dikelola oleh petani adalah lahan EKSHGU. Keberadaan isu tentang pengaktifan kembali lahan EKS-HGU mengakibatkan dua kondisi yang sangat berbeda baik dari segi biaya ataupun pendapatan. Isu yang terjadi menibulkan ketakutan di pihak petani dan menjadi waktu yang baik bagi tengkulak untuk memborong kayu petani. Waktu terjadinya isu tengkulak memiliki kekuatan dalam menekan harga kayu petani. Rincian biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Analisis pengeluaran No 1 2 3 4 5 6
Modal Penebangan Penyaradan Muat-Bongkar Pengangkutan Operasional Jumlah (Rp/m3)
No 1 2 3 4 5 6
Biaya/Upah Yang Dikeluarkan
Biaya/Upah Yang Dikeluarkan
Modal Penebangan Penyaradan Muat-Bongkar Pengangkutan Operasional Jumlah (Rp/m3)
Kondisi Ketika Penjualan Tidak Ada Isu Tentang Lahan 3 Petani (Rp/m ) Pekerja (Rp/m3) Tengkulak (Rp/m3) 10 286 0 217 014 0 2 604 25 391 0 6 510 55.339 0 2 604 18.229 0 16 276 32.552 0 0 7.011 10 286 27 994 355 536 Kondisi Ketika Penjualan Ada Isu Tentang Lahan 3 Petani (Rp/m ) Pekerja (Rp/m3) Tengkulak (Rp/m3) 10 286 0 108 507 0 2 604 25 391 0 6 510 55 339 0 2 604 18 229 0 16 276 32 552 0 0 7 011 10 286 27 994 247 029
Tabel 4 menunjukkan ada atau tidaknya isu pengaktifan kembali lahan EKS-HGU yang dikelola petani oleh pemerintah tidak mempengaruhi biaya yang dikeluarkan oleh petani dan pekerja. Petani dan pekerja pada tahapan masing-masing mengeluarkan biaya sebesar Rp 10 286/m3 dan RP 27 994/m3. Pihak yang mengalami perubahan karena keberadaan isu lahan adalah tengkulak. Tengkulak mengeluarkan biaya sebesar Rp 355 536/m3 pada kondisi tidak adanya isu tentang pengaktifan lahan kembali dan sebasar 247 0289/m3 ketika adanya isu lahan. Perbedaan sebesar Rp 108 506/m3 didapat dari harga pembelian kayu kepada petani. Perbedaan pengeluaran tidak mempengaruhi status tengkulak sebagai pihak yang mengeluarkan biaya paling besar dalam pengelolaan hutan rakyat di desa Pasir Madang. Hal ini dikarenakan seluruh biaya pemanenan kayu dibebankan kepada tengkulak baik itu berupa upah pekerja maupun biaya yang dikeluarkan oleh
15 tengkulak sendiri.. Persentase Distribusi biaya yang dikeluarkan oleh masingmasing pihak lebih lengkap disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Analisis persentase pengeluaran Pihak terkait Petani Pekerja Tengkulak Total
Kondisi ketika penjualan Tidak ada isu lahan Ada isu tentang lahan Biaya/upah % Biaya/upah % 10 286 2.61 10 286 3.61 27 994 7.11 27 994 9.81 355 536 90.28 247 029 86.58 393 816 100.00 285 309 100.00
Petani merupakan pihak yang memiliki persentase terkecil pada kedua kondisi waktu penjualan yaitu sebesar 2.61% ketika tidak adanya isu dan 3,61% ketika ada isu pengaktifan lahan kembali. Pekerja memiliki persentase dalam dua kondisi waktu yang berbeda sebesar 7.11% ketika tidak ada isu lahan dan 9.81% ketika adanya isu lahan. Perbedaan persentase pengeluaran pada petani dan pekerja pada dua kondisi waktu yang berbeda dikarenakan biaya total dua kondisi waktu tersebut juga berbeda. Tengkulak mengeluarkan sebesar 90.28% ketika tidak adanya isu dan 86.58% ketika terjadi isu tentang pengaktifan lahan. Distribusi Pendapatan Pendapatan yang diterima oleh para pihak pengelola hutan rakyat terbagi kedalam dua jenis yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan yang diperoleh petani berasal dari tarif penjualan kayu ke tengkulak, pendapatan yang diterima oleh tengkulak adalah tarif penjualan kayu ke industri. Pekerja memperoleh pendapatan dari upah yang diberikan oleh tengkulak. Petani menjual kayu dengan sistem borongan sehingga kegiatan pemanenan dilakukan oleh tengkulak. Praktik pembelian kayu oleh industri berbeda yaitu dengan sistem perhitungan hasil produk siap pakai. Harga yang diterima tengkulakpun merupakan harga yang di dikte oleh pihak industri. Tarif kayu dari pihak industri dengan rincian perdimensi disajikan pada Tabel 6 Tabel 6 Harga kayu berdasarkan ukuran sortimen No Dimensi (cm) Harga (Rp) 1 6 x 12 x 400 (M) 34 000 2 4 x 6 x 400 (M) 8 000 3 6 x 12 x 400 (P) 23 000 4 5 x 7 x 400 (P) 8 000 5 5 x 10 x 400 (P) 14 000 6 4 x 6 x 400 (P) 5 000 7 2 x 8 x 300 (P) 7 000 8 2 x 6 x 300 (P) 3 000 9 4 x 6 x 300 (P) 2 800 10 10 x 10 x 300 (P) 14 000 Keterangan: merah (M), putih (P)
16 Kayu merahan merupakan sebutan oleh industri untuk jenis kayu alam. Kayu alam yang sering dipanen di Desa Pasir Madang biasanya kayu Rambutan dan Nangka. Kayu putihan merupakan sebutan untuk kayu cepat tumbuh. Komoditi kayu putih yang diusahakan petani hutan rakyat Desa Pasir Madang dewasa ini adalah kayu Afrika. Margin pendapatan yang didapatkan bisa dilihat dari pendapatan bersih yang didapatkan oleh masing-masing pihak pengelola hutan rakyat. Margin bertujuan untuk melihat seberapa besar keuntungan yang diterima dari hasil penjualan kayu hutan rakyat. Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan total dengan biaya total, bila hitungannya per satuan volume maka keuntungan merupakan selisih antara harga jual dengan biaya yang dikeluarkan per meter kubiknya. Distribusi pendapatan yang diterima oleh masing-masing pihak pengelola hutan rakyat dapat dilihat dari pendapatan kotor dan pendapatan bersih yang disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Distribusi pendapatan pihak pengelola hutan rakyat No 1. 2. 3. 4. 5. 6. No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pihak penerima Petani Pekerja (penebang) Pekerja (penyarad) Pekerja (muat-bongkar) Angkutan Tengkulak Pihak penerima Petani Pekerja (penebang) Pekerja (penyarad) Pekerja (muat-bongkar) Angkutan Tengkulak
Kondisi ketika penjualan tidak ada isu lahan Pendapatan kotor Pendapatan bersih 3 Rp/m % Rp/m3 % 217 014 58.62 206 727 63.62 25 391 6.86 22 786 7.01 55 338 14.95 48 828 15.03 18 229 4.92 15 625 4.81 32 552 8.79 16 276 5.01 370 234 100.00 14 698 4.52 Kondisi ketika penjualan ada isu tentang lahan Pendapatan kotor Pendapatan bersih 3 Rp/m % Rp/m3 % 108 506 29.31 98 220 30.23 25 391 6.86 22 786 7.01 55 338 14.95 48 828 15.03 18 229 4.92 15 625 4.81 32 552 8.79 16 276 5.01 370 234 100.00 123 205 37.92
Pendapatan kotor yang diterima petani ketika tidak ada isu dan adanya isu lahan berturut-turut sebesar Rp 217 014/m3 atau 58.62% dan Rp 108 506 /m3 atau 29.31% dari tarif kayu yang dibeli oleh insdustri kepada tengkulak. Perbedaan yang sangat signifikan terjadi karena posisi tawar tengkulak pada keadaan adanya isu pengaktifan lahan lebih kuat. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada tengkulak untuk menekan harga pembelian kayu petani menjadi jauh lebih rendah. Pendapatan kotor yang diterima pekerja dan tengkulak pada dua kondisi waktu sama besar yaitu Rp 131 510 /m3 atau 35,52% dan Rp 370 234/m3 atau 100% dari harga kayu yang dibeli industri. Pendapatan bersih yang diterima petani pada dua kondisi waktu penjualan berturutturut sebesar Rp 206,727/m3 atau 63.62% dan Rp 98,220/m3 atau 30.23%. kedua kondisi
17 waktu ini memberikan perbedaan pendapatan bersih petani sebesar Rp 108 506 /m3 atau 33,39%. Porsi pendaptan bersih yang diterima oleh pekerja sebesar Rp 103 515/m3 atau sebesar 31.86% pada kedua kondisi waktu penjualan. Perbedaan pendapatan bersih yang sangat signifikan diantara dua kondisi waktu juga terjadi pada pihak tengulak. Tengkulak menerima pendapatan yang paling besar ketika adanya isu tentang lahan yaitu sebesar Rp 123 205/m3 atau 37.92% karena tengkulak dapat menekan harga yang
diterima oleh petani. Berbanding terbalik dengan kondisi ketika tidak adanya isu tengkulak merupakan pihak yang menerima pendapatan bersih paling kecil yaitu sebesar Rp 14 698/m3 atau 4.52% dari total kuntungan bersih pengusahaan hutan rakyat di Desa Pasir Madang. Hal ini dikarenakan posisi tawar petani yang lebih kuat dan akan cenderung mempertahankan harga yang diinginkan. Bertahannya tengkulak pada waktu tidak adanya isu juga lebih kepada menjaga hubungan kerjasama dengan industri dan masih dapat memutarkan modal yang dimiliki walaupun memiliki resiko yang sangat besar dibandingkan dengan hasil yang didapatkan. Distribusi penerimaan pendapatan antar pihak pengelola hutan rakyat di Desa Pasir Madang masih belum seimbang. Terjadi perbedaan pendapatan yang signifikan antara para pihak pengelola. Hilminingtyas (2016) menunjukkan adanya keseimbangan yang diduga cukup adil antara biaya dan pendapatan para pihak pengelola hutan rakyat di daerah yang memiliki status lahan yang jelas. Petani, pekerja dan tengkulak secara berturut-turut menerima pendapatan bersih sebesar 37.40%, 28.06% dan 34.55%. Hal ini mengartikan bahwa status lahan dan waktu penjualan yaitu ketika ada isu tentang pengaktifan lahan dan tidak adanya isu juga sangat mempengaruhi dari pendapatan masing-masing pihak terutama pihak petani dan tengkulak. Persepsi Petani Hutan Rakyat Dyah (1983) menyatakkan bahwa persepsi merupakan suatu pandangan, pengertian dan interpretasi seseorang mengenai sesuatu yang diinformasikan kepadanya. Persepsi dapat menjelaskan bagaimana petani masih dapat mempertahankan hasil hutan rakyat sebagai penghasilannya. Persepsi juga akan menjelaskan bagaimana sikap petani terhadap praktik pengelolaan hutan rakyat yang terjadi. Persepsi terhadap Penerimaan Pendapatan Hasil analisis mengenai persepsi petani mengenai penerimaan pendapatan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Persepsi terhadap penerimaan pendapatan Tingkat persepsi skala likert n 0 Sangat buruk (1.00-1.80) 0 Buruk (1.81-2.60) 3 Sedang (2.61-3.40) 25 Baik (3.41-4.20) 2 Sangat baik (4.21-5.00) 30 Total
% 0.00 0.00 10.00 83.33 6.67 100.00
18
Tabel 8 menunjukkan bahwa 83.33 % petani hutan rakyat di Pasir Madang mengganggap bahwa pendapatan yang diterima sudah baik yaitu berada pada interval skor 3.41 – 4.20. Nilai persepsi dari petani terhadap penerimaan pendapatan adalah sebesar 3.80 yang mengartikan penerimaan pendapatan sebagian besar petani Desa Pasir Madang adalah baik. Hal ini mengartikan petani cukup puas pada harga yang ditawarkan oleh tengkulak. Perolehan nilai ini juga mengartikan bahwa petani masih tertarik dalam menyelenggarakan usaha hutan rakyat. Pengusahaan hutan rakyat sangatlah penting dalam penunjang perekonomian rumah tangga di Desa Pasir Madang. Pendapatan dari hasil hutan rakyat menjadi tabungan untuk memenuhan kebutuhan bagi petani. Kebutuhan tersebut umumnya mendesak dan memerlukan dana yang besar seperti dana sekolah anak, dana pesta pernikahan, maupun dana insidental lainnya. Darusman dan Hardjanto (2006) menyatakan peran pengusahaan hutan rakyat dalam perekenomian desa, minimal mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga pelaku hutan rakyat (secara mikro) dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan desa dan sekitarnya (secara makro). Persepsi Terhadap Kelestarian Hutan Hasil analisis mengenai persepsi petani mengenai kelestarian hutan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Persepsi terhadap kelestarian hutan Tingkat persepsi skala likert n 0 Sangat buruk (1.00-1.80) 0 Buruk (1.81-2.60) 0 Sedang (2.61-3.40) 10 Baik (3.41-4.20) 20 Sangat baik (4.21-5.00) 30 Total
% 0.00 0.00 0.00 33.33 66.67 100.00
Persepsi petani hutan rakyat di Pasir Madang terhadap kelestarian hutan berada pada persepsi baik dan sangat baik. Terlihat pada Tabel 9 yang menunjukkan bahwa 33.33% petani hutan rakyat mengganggap bahwa kelestarian hutan rakyat Desa Pasir Madang tergolong baik yaitu berada pada interval 3.41 – 4.20, sedangkan sebagian besarnya yaitu 66.67% mengganggap bahwa kelestarian hutan rakyat Desa Pasir Madang sudah sangat baik. Nilai persepsi petani terhadap kelestarian hutan sebesar 4.32 yaitu sangat baik. Hal ini mengartikan bahwa petani sadar dan tertarik mempertahankan hutan rakyat yang memiliki manfaat ekologis, ekonomis, dan sosial. Hutan rakyat membantu mempertahankan areal desa yang sebagian besar perbukitan dari bencana longsor serta selalu memberikan persediaan air bersih pada Desa Pasir Madang. Petani sadar bahwa keberadaan hutan rakyat di Desa Pasir Madang telah menjadi salah satu aspek penting dalam pemenuhan kebutuhan para petani. Hutan Rakyat juga merupakan investasi dalam jangka panjang dan sangat membantu bila
19 terdapat kebutuhan yang mendesak dibandingkan pendapatan sebagai buruh harian. Persepsi Terhadap Perbaikan Hutan Rakyat Hasil analisis mengenai persepsi petani mengenai perbaikan hutan rakyat kedepannya Tabel 10. Tabel 10 Persepsi Terhadap Perbaikan Hutan Rakyat Kedepannya Tingkat persepsi skala likert N % Sangat buruk (1.00-1.80) 0 0.00 Buruk (1.81-2.60) 0 0.00 Sedang (2.61-3.40) 0 0.00 Baik (3.41-4.20) 28 93.33 Sangat baik (4.21-5.00) 2 6.67 30 100.00 Total Persepsi petani hutan rakyat di Desa Pasir Madang terhadap perbaikan hutan rakyat kedepannya berada pada persepsi baik dan sangat baik. Tabel 10 menunjukkan bahwa 93.33 % petani hutan rakyat di Desa Pasir Madang menganggap perbaikan terhadap hutan rakyat di Desa Pasir Madang kedepannya tergolong baik yaitu berada pada interval 3.21-4.20, sedangkan selebihnya sebesar 6.67 % menggangap sangat baik. Nilai persepsi petani terhadap perbaikan hutan rakyat Desa Pasir Madang kedepannya sebesar 4.02 yaitu tergolong baik. Hal ini menunjukkan petani menginginkan pengembangan hutan rakyat itu sendiri, khususnya di dalam sistem pengelolaannya seperti bantuan modal untuk memperluas usaha hutan rakyat. Pada umumnya masyarakat masih belum mengelola semua lahan yang dimiliki serta kurangnya modal untuk membayar pekerja dalam membantu dalam tahap pengelolaan seperti penanaman. Hal ini menyebabkan tahap-tahap praktik pengelolaan yang seharunya bisa dipercepat jadi memakan waktu yang lebih lama. Perbaikan yang dinginkan dalam hal ini juga berupa pengetahuan lebih seperti program penyuluhan atau pelatihan tentang cara pengelolan hutan rakyat yang baik sehingga harapannya warga bisa meningkatkan hasil dari hutan rakyatnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Praktik pengelolaan hutan yang dilaksanakan sangat sederhana. Tahapan yang dilakukan mulai dari pengadaan bibit, penanaman dan pemanenan kayu hingga pemasaran. Tahapan pengadaan bibit dilakukan dengan cara pemungutan biji dan anakan di lahan masing-masing sebelum dilakukannya pemanenan. Pemanenan dilakukan setelah terdapat kesepakan tentang harga kayu antara petani yang menjual kayunya ke tengkulak. Tahapan praktik pemanenan yang dilakukan terdiri dari penebangan, penyaradan, pemuatan pengangkutan dan pembongkaran. Semua tahapan tersebut dilakukan oleh pekerja yang biaya atau upah kerjanya ditanggung oleh tengkulak.
20 2. Pendapatan bersih yang diterima petani ketika tidak adanya isu pengaktifan lahan HGU sebesar 63.62% dan menurun menjadi 30.23% ketika terdapat isu pengaktifan lahan. Pendapatan bersih pekerja di kedua kondisi waktu sama besar yaitu 31.86%. Hal ini dikarenakan pendapatan pekerja tidak dipengaruhi oleh harga kayu karena berupa gaji harian yang dibayarkan oleh tengkulak. Pendapatan bersih tengkulak pada kondisi adanya isu lahan sebesar 37.92% dan akan menurun menjadi 4.52% ketika tidak adanya isu pengaktifan lahan HGU. Besaran pendapatan yang didapatkan tengkulak ketika adanya isu pengaktifan lahan HGU dipengaruhi oleh kekhawatiran petani akan pembongkaran lahan oleh pemerintah. Ketakutan petani dimanfaatkan oleh tengkulak untuk memborong kayu dengan harga sangat rendah yatu setengah dari harga ketika tidak adanya isu. Distribusi biaya dan pendapatan bersih dalam pengusahaan hutan rakyat masih sangat timpang diantara para pihak. Keberadaan isu dan kejelasan status lahan sangat mempengaruhi biaya ataupun pendapatan pihak petani dan tengkulak. 3. Persepsi petani secara keseluruhan terhadap pengelolaan hutan rakyat di Desa Pasir Madang tergolong baik. Sebanyak 90% petani memberikan tanggapan baik terhadap penerimaan pendapatan, 100% petani memberikan tanggapan baik terhadap pentingnya kelestarian hutan rakyat dan 100% petani memberikan tanggapan baik terhadap perlunya perbaikan hutan rakyat di desa Pasir Madang. Hal ini mengartikan bahwa petani masih ingin mempertahankan usaha hutan rakyat dan menjaga kelesariannya. 4. Praktik pengusahaan hutan rakyat di Desa Pasir Madang merujuk pada point simpulan nomer 2 masih belum baik. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan pendapatan yang cukup besar antar pihak terkait ketika tidak adanya isu pengaktifan lahan EKS-HGU. Saran Petani yang menggarap lahan EKS-HGU menunjukan adanya minat dan semangat yang tinggi untuk kelestarian hutan rakyat. kejelasan status lahan yang tidak pasti menjadi kendala bagi petani dan sering menimbulkan permasalahan terutama pada waktu pemasaran. Pemerintah sebaiknya menyalurkan minat dan semangat ini kedalam program yang sudah dirangcang oleh pemerintah seperti hutan tanaman rakyat atau secepatnya bisa memastikan status lahan sehingga permasalahan yang menghantui masyarakat dapat terselesaikan. Pemerintah juga seharusnya memberi perhatian dan bantuan seperti bantuan modal pengembangan usaha kepada pihak tengkulak. keberadaan tengkulak sangatlah dibutuhkan oleh petani karena terbukti bersedia menerima margin keuntungan yang tidak terlalu besar karena dapat membantu menyalurkan minat petani serta pekerjanya dalam menjaga kelestarian hutan rakyat.
21
DAFTAR PUSTAKA Charomaini M, Ismali B. 2008. Indikasi awal ketahanan sengon (Falcataria moluccana) provenan papua terhadap jamur Uromycladium tepperianum penyebab penyakit karat tumor (gall rust). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 2(2):1-9. Darusman D, Hardjanto. 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan. hlm 4-13. Dyah AS. 1983. Persepsi Staf Pengajar dan Pimpinan Tiga Perguruan Tinggi tentang Pengabdian pada Masyarakat [Tesis]. Bogor (ID): Pascasarjana [Dishut]. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. 2012. Profil Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Bogor (ID): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Ethika D, Purwanto RS, Senawi, Masyhuri. 2014. Kontribusi Usaha Hutan Rakyat Di Bagian Hulu Sub Das Logawa Kabupaten Banyumas. Jurnal Agrin vol. 18. hal; 107-117 [FAO]. Food and Agriculture Organization. 1992. Cost Control in Forest Harvesting and Road Construction. Rome (RO): FAO of the UN. FAO Forestry Paper No. 99. Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Dalam Suharjito (penyunting). Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM) hlm. 7-11. Bogor. Hardjanto. 2003. Keragaan dan pengembangan usaha kayu rakyat di Pulau Jawa. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hayono, J. 1996. Analisis Pengembangan Pengusahaan Hutan Rakyat di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. (Tesis). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Program Pascasarjana. Hilminingtyas D. 2016. Distribusi Pendapatan Dan Persepsi Para Pihak Dalam Pengusahaan dan Pemanfaatan Hutan Rakyat di Desa Cilangkap, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Skripsi). Bogor : Institut Pertanian Bogor Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Accacia mangium Willd. Ekologi, Silvikultur dan Produktifitas. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Nurtjahdi. 1997. Analisis Ekonomi Pengelolaan Hutan Rakyat ke Arah Pemanfaatan Hutan Secara Ganda di Wilayah Krui Lampung Barat [Tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Simon, H. 1995. Srategi Pengembangan Pengelolaan Hutan Rakyat. Makalah Utama pada Lokakarya Pengembangan Hutan Rakyat di Bandung. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabara Publisher. Sukrianto T, Subarudi, Sudarmanto. 2006. Pengelolaan Supply-Demand Kayu Rakyat di Kabupaten Ciamis. Didalam: Aktualisasi Peran Litbang mendukung Hutan Rakyat Lestari. Prosiding Seminar Pekan Hutan Rakyat Nasional I; 2006 Sept 6, Ciamis, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. hal. 65-71.
22 Sumedi N. 2008. Mengelola hutan rakyat (silvikultural-pemasaran). Didalam Prosiding Dialog Stakeholder Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis berbasis Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan di Kabupaten Ciamis. Ciamis (ID): Litbang Hutan Monsoon Ciamis.hlm 60-96. Wiradinata S. 1981. Pengantar Analisis Biaya Pembalakan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
23
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner persepsi petani Hutan Rakyat di Desa Pasir Madang Kuisioner Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan dari Usaha Hutan Rakyat dan Kelestarian Hutan Rakyat Nama : Umur : 1 Pendapatan yang diterima oleh petani dari hutan rakyat sudah mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari 2 Petani hutan rakyat mengetahui harga pasaran dari kayu yang dijual ke pembeli dan harga yang dijual pembeli ke industry
( ) Sangat Baik ( ) Baik ( ) Cukup Baik ( ) Buruk ( ) Sangat Buruk ( ) Sangat Baik ( ) Baik ( ) Cukup Baik ( ) Buruk ( ) Sangat Buruk
3
Petani hutan rakyat merasa cukup dengan harga yang ditawarkan oleh pembeli kayu hutan rakyatnya
( ) Sangat Baik ( ) Baik ( ) Cukup Baik ( ) Buruk ( ) Sangat Buruk
4
Dengan pendapatan yang telah didapat dari hutan rakyat, petani hutan rakyat tertarik untuk terus melestarikan hutan rakyatnya
( ) Sangat Baik ( ) Baik ( ) Cukup Baik ( ) Buruk ( ) Sangat Buruk
5
Hutan rakyat dapat membantu meningkatkan perekenomian petani hutan rakyat
( ) Sangat Baik ( ) Baik ( ) Cukup Baik ( ) Buruk ( ) Sangat Buruk
6
Petani hutan rakyat mendukung akan keberlanjutan hutan rakyat di desa ini Perlu adanya perbaikan/bantuan/pengembangan dari keberadaan hutan rakyat di desa ini
( ( ( (
8
Jenis pohon yang ditanam di hutan rakyat merupakan tanaman yang cocok dan sesuai keinginan petani
( ) Sangat Baik ( ) Baik ( ) Cukup Baik ( ) Buruk ( ) Sangat Buruk
9
Proses pemanenan kayu hutan rakyat dari penebangan hingga pemasaran sudah cukup efektif
( ) Sangat Baik ( ) Baik ( ) Cukup Baik ( ) Buruk ( ) Sangat Buruk
7
) Sangat Baik ( ) Baik ( ) Cukup Baik ) Buruk ( ) Sangat Buruk ) Sangat Baik ( ) Baik ( ) Cukup Baik ) Buruk ( ) Sangat Buruk
24 Lampiran 2 Peta sosial Desa Pasir Madang Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor
25
Lampiran 3 Dasar perhitungan penebangan chainsaw No 1. 2. 3. 4. 6. 8. 9. 10.
Harga Komponen Chainsaw Baru Chainsaw Rongsok Umur Pakai Chainsaw Pemeliharaan Chainsaw Harga BBM & Oli Waktu Kerja Jam Kerja Hari Kerja
11.
Upah Chainsawman
12. 13.
Volume Produktifitas
Satuan Rp/unit Rp/unit Tahun Rp/hari Rp/hari Jam/tahun Jam/hari Hari/minggu Hari/tahun Rp/m3 Rp/jam m3 m3/jam
Nilai 3 3 846 50 000 1 560 6 6 260 25 391 32 500 7 68 1 28
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Taeh Kecamatan Payakumbuh Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat pada tanggal 30 Januari 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ahmad Imran dan Ibu Upik. Penulis menempuh pendidikan sekolah menengah atas dan diselesaikan pada tahun 2011 di SMA Negeri 1 Payakumbuh. Penulis diterima di IPB pada tahun 2011 melalui jalur Undangan SNMPTN. Selama masa perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah menjadi anggota divisi Kastrad (Kajian Strategi dan Advokasi) di organisasi PCSI IPB (Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB) tahun 2012-2013. Penulis juga mengikuti kegiatan Ecologycal Social Mapping dan menjabat sebagai koordinator tim pada tahun 2014. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum Ilmu Ukur Tanah dan Inventarisasi Sumber Daya Hutan pada tahun ajaran 2014/2015. Koordinator asisten Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) pada tahun 2016. Sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul Distribusi Biaya dan Pendapatan Serta Persepsi Petani terhadap Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus Desa Pasir Madang Kab. Bogor), di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA.