AKSES PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN EKS HAK GUNA USAHA PASIR MADANG KABUPATEN BOGOR
AHMAD ARIEF HILMAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pasir Madang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Ahmad Arief Hilman NRP E14090106
ABSTRAK AHMAD ARIEF HILMAN. Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pasir Madang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh Hariadi Kartodihardjo. Hutan Rakyat di Pasir Madang sudah berkembang, namun kejelasan status lahan hingga saat ini tidak dapat diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi : i) sejarah pemanfaatan lahan eks Hak Guna usaha. ii) bagaimana cara akses dapat diperoleh masyarakat. iii) apa saja penggunaan akses yang ada pada lahan eks Hak Guna Usaha. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode pendekatan sejarah (Historical aproach) dan pendekatan teori akses (Teory of access). Sejarah pemanfaatan lahan di Desa Pasir Madang diawali dari masa pra kemerdekaan hingga saat ini. Pasca kemerdekaan ditandai dengan adanya kebijakan penguasaan lahan oleh swasta, yang melahirkan bentuk kepemilikan korporasi. Lahan perkebunan di Desa Pasir Madang dimiliki oleh perusahaanperusahaan yang memiliki izin hak guna usaha dari pemerintah. Menjelang berlangsungnya era reformasi, semua lahan perkebunan diambil alih oleh masyarakat meskipun mereka mengetahui bahwa lahan itu bukan miliknya. Budidaya tanaman kayu diawali oleh salah satu pemilik HGU di tahun 1990-an dengan memanfaatkan lahan miring atau “girang”. Untuk masyarakat, budidaya tanaman keras mulai populer dibudidayakan di tahun 2007-an. Kekuatan masyarakat Pasir Madang untuk mengambil manfaat dari lahan sangat besar. Mereka melakukan berbagai cara untuk melanjutkan hidup, mulai dari bekerja menjadi buruh tani hingga bekerja secara mandiri sesuai kemampuannya. Menjelang aset-aset perkebunan ditinggalkan oleh pemiliknya disertai dengan pasca runtuhnya Orde Baru, masyarakat mulai dengan leluasa melakukan penggarapan secara besar-besaran. Sekitar tahun 2007, banyak masyarakat yang menjual lahan garapannya ke investor. Masuknya investor ini, merubah jenis tanaman komoditas yang dibudidayakan oleh masyarakat. Seluruh lahan yang digarap oleh masyarakat, berubah menjadi tanaman kayu yang menjadi komoditas utama. Budidaya tanaman kehutanan ini begitu berkembang, sehingga mendorong pemerintah beserta organisasi mahasiswa melakukan program pembangunan kehutanan. Pada masa izin HGU berlangsung, masyarakat dapat mengakses lahan dibantu oleh oknum perusahaan yang peduli terhadap mereka dengan sifat saling menguntungkan. Pada era reformasi, pemerintah desa mulai melakukan pendataan lahan yang digarap oleh masyarakat hingga terjadi instruksi bupati di tahun 2013 yang menyatakan agar setiap warga diberikan surat keterangan garapan. Hal ini sebenarnya tidak menguntungkan masyarakat, karena surat keterangan tersebut menandakan masyarakat hanya mengolah lahan sebagai penggarap dan apabila dikemudian hari Pemerintah/Negara/Pemilik sertifikat HGU yang sah memerlukan kembali maka lahan garapan harus siap dikembalikan. Saat ini status lahan di Desa Pasir Madang menjadi tidak jelas. Kata kunci: akses , hak guna usaha, lahan
ABSTRACT
AHMAD ARIEF HILMAN. Access For Community Forest Development in Rights for Land Use Pasir Madang Bogor Regency. Guided by Hariadi Kartodihardjo. Pasir Madang’s Community Forest has developed, but the clarity of the land status until now is unknown. This study ain are to determine: i) the history of rights of land use (HGU). ii) how does each access be obtained by the people iii) The utilization of the access . This research is a qualitative study, using historical approach and access theory approach. The history of land use in Pasir Madang village begun from the preindependence period until this day. Post-independence was marked by a private land tenure policy, which gave birth to the form of corporate ownership. The plantation land is owned by private companies through land use right given by government. Around reform era, all the estates were taken over by the community even though they knew that the land was not theirs. Wood cultivation was started by one of the owners of the concession in the 1990s, which utilized slope land or "girang". Wood cultivation is became popular in the 2007' among the community. Community in Pasir Madang has great power to utilize the land. They had done various way to continue living, ranging from working as farm laborers to work independently within its capabilities. Towards the leaving of assets by the owner, along with the collapse of the New Order, the communit began to freely do large scale cultivation. Around 2007, a lot of people sell their lands to investors. The entry of these investors, changing the type of commodity crops cultivated by the community. The whole land is tilled by the community, turned into timber as major commodity. Forestry is developed, so as to encourage student organizations and their governments do forestry programs. During the land use right period, comunity can access the land aided by unscrupulous from companies who care for them with mutually beneficial nature. In the reform era, the village government began to collect data on land farmed by the community until the governor decree instruction was made which states that every citizen need to given by certificate of claim. However this is actually doesnt benefit the community, because the claim letter indicates that they only cultivate state owned land so when someday government or land use right holder need that land then community need to return the land. Nowadays, the state of land ownership in Pasir Madang village still unclear. Keywords: access, cultivation right on land, land
AKSES PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN EKS HAK GUNA USAHA PASIR MADANG KABUPATEN BOGOR
AHMAD ARIEF HILMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pasir Madang Kabupaten Bogor. Nama : Ahmad Arief Hilman NRP : E14090106
Disetujui Dosen Pembimbing
Prof Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MS NIP. 19580424 198303 1 005
Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop NIP. 19651010 199002 1 001
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pasir Madang Kabupaten Bogor. Penulisan karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah ini, terutama kepada Prof Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pandangan dan arahan, bimbingan serta saran dalam pembuatan karya ilmiah ini. Tak lupa juga penulis berterima kasih disertai salam bakti kepada ayah Drs. Baban Sobandi (Alm), ibu Iis Sari Hayati, Anggun R. Melyanti beserta keluarga yang telah setia mencurahkan kasih sayangnya, sahabat Rinjani, Fahutan angkatan 46, keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan motivasi dan segala bantuannya, serta sahabat KPM FEMA IPB dan Sylva Indonesia yang bersedia menjadi teman diskusi dalam pembuatan karya ilmiah ini. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam pembuatan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, masukan, kritik, serta saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan karya tulis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Ahmad Arief Hilman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODELOGI PENELITIAN
2
Lokasi dan Waktu
2
Jenis Penelitian
2
Teknik Pengumpulan Data
3
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5
Sejarah Pemanfaatan Lahan Pasir Madang
8
Analisis Hak dan Cara Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pada Periode 1998-2014 12 Analisis Penggunaan Akses pada Lahan Eks Hak Guna Usaha SIMPULAN DAN SARAN
14 21
Simpulan
21
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Kebutuhan data, metode pengumpulan data, pengolahan data dan hasil dalam penelitian Luas Wilayah Desa Jenis Pekerjaan Data Pendidikan Peristiwa yang terjadi di Desa Pasir Madang Perbandingan kekuasaan dan cara mendapatkan akses di Pasir Madang
3 5 7 7 9 13
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Bagan Alir Analisis Data Sketsa Peta Desa Pasir Madang Pola Hutan Rakyat di Pasir Madang Sketsa Peta Lokasi Perkebunan Batas-batas lahan Senjata milik Jawara Pasir Madang
4 6 8 11 18 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 Surat Keterangan Garapan 2 Data Responden 3 Dokumentasi Lapang
24 25 26
1 1
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rakyat dapat dikatakan sejak lama telah memberikan sumbangan ekonomi maupun ekologis baik pada pemiliknya maupun kepada masyarakat sekitar. Namun demikian pada awalnya perhatian para birokrat, pelaku bisnis, pemerhati lingkungan maupun peniliti sangat terbatas. Berbeda halnya dengan sekarang, dimana kalangan birokrat di pemerintahan, pengusaha, ataupun lembaga lainnya kerap memasukkan agenda pengelolaan berbasis masyarakat sebagai program untuk menjamin kelestarian lingkungan. Menurut Suharjito (2005) di Pulau Jawa hutan rakyat sudah tersebar luas dan berhasil mensuplai bahan baku lokal maupun ekspor pada industri hasil hutan skala kecil dan besar. Hutan rakyat dan industri hasil hutan telah berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi pedesaan. Di Jawa Barat, lahan-lahan terlantar eks perkebunan banyak sekali dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyambung hidup, salah satunya di Desa Pasir Madang Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor yang penulis teliti. Bentuk pengelolaan hutan rakyat Pasir Madang berada di atas lahan negara yang sejatinya tidak boleh digarap bahkan dimiliki tanpa melalui proses perizinan. Menurut Hanna et all (1996) dalam Kartodihardjo dan Jhamtani (2006) diketahui bahwa, kepemilikan sumberdaya alam bersifat kompleks. Disatu pihak, ada bagian dari suatu ekosistem yang dapat memberi manfaat atau mendatangkan kerugian bagi masyarakat banyak (public benefit/cost), dipihak lain sumberdaya alam dapat berupa komoditi (private goods) yang manfaatnya hanya dinikmati oleh perorangan. Oleh karena itu, tersedia pilihan-pilihan bentuk hak-hak (right) lazim disebut rejim hak (regimes of property right) terhadap sumberdaya alam, berkisar dari yang dikuasai negara (state property), diatur bersama didalam suatu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu (common property). Lebih lanjut Bromley (1991) dalam Kartodihardjo dan Jhamtani (2006) mengatakan bahwa rejim hak merupakan alat untuk mengendalikan penggunaan sumberdaya alam dan menentukan keterkaitan serta ketergantungan antara kelompok masyarakat tertentu dengan lainnya. Kemudian yang terjadi di desa yang diteliti ini adalah akses masyarakat untuk menduduki lahan negara sudah marak sejak periode 1995. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti terkait perkembangan pemanfaatan lahan eks Hak Guna Usaha tersebut, dilihat berdasarkan pendekatan sejarahnya. Masyarakat Pasir Madang sangat bergantung pada pemanfaatan sumberdaya lahan, baik dengan menanam padi, palawija, bahkan tanaman keras (pohon) yang populer disebut dengan hutan rakyat. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan di atas, pertanyaan yang kemudian muncul dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana sejarah pemanfaatan lahan eks Hak Guna Usaha di Desa Pasir Madang? 2. Bagaimana akses-akses tersebut dapat diperoleh dan siapa saja pihakpihaknya?
2 3. Bagaimana penggunaan akses yang ada pada lahan eks Hak Guna Usaha di Desa Pasir Madang? Untuk apa lahan tersebut dimanfaatkan? Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ragam pemanfaatan yang ada dilahan eks hak guna usaha yang dijabarkan menjadi 3 subtujuan, yaitu : 1. 2. 3.
Identifikasi sejarah pemanfaatan lahan eks Hak Guna Usaha, Identifikasi hak dan cara akses diperoleh oleh masyarakat dalam pembangunan hutan rakyat Identifikasi penggunaan akses yang terjadi di lahan eks Hak Guna Usaha. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak lainnya terkait sejarah pemanfaatan, bentuk-bentuk akses dan cara setiap akses diperoleh di lahan eks hak guna usaha Desa Pasir Madang. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi terkait tipe hak kepemilikan lahan yang akan diterapkan pemerintah di lahan eks hak guna usaha di Desa Pasir Madang.
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Pengambilan dan pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor pada bulan Mei hingga Juni 2014. Sedangkan untuk pengolahan dan analisis data dilakukan di Lab. Kebijakan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB pada bulan Juni hingga Agustus 2014.
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pertama dan sebagai syarat dalam tugas akhir program studi sarjana dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan pada kondisi alamiah (Sugiono 2007). Penelitian yang berupaya untuk memahami, memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya. Penelitian ini melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris seperti studi kasus, pengalaman pribadi, instrospeksi, riwayat hidup, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksional dan visual ; yang menggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya dalam kehidupan individual dan kolektif (Denzin and Lincoln 2009 dalam Fajrin 2011).
3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data mengunakan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui teknik observasi ; yaitu data dikumpulkan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, dan teknik wawancara mendalam (in-dept interview) untuk mendapatkan sebuah deskripsi penelitian yang bertemu secara langsung dengan narasumber, dengan atau tanpa menggunakan panduan. Data sekunder didapatkan dari instansi-instansi terkait seperti Pemerintah Desa, Kecamatan, dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor terkait konfirmasi status kawasan yang diteliti. Data sekunder ini berupa ; jurnal, laporan akademik, catatan, foto, atau artikel. Peneliti merupakan mahasiswa tingkat akhir di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah (historical approach), yang bertujuan untuk melacak kronologis kejadian penting yang dialami oleh masyarakat berdasar urutan tahun kejadian. Proses analisis peneliti fokuskan pada era transisi Orde Baru ke era Reformasi hingga saat ini antara tahun 1998-2014. Karena keterbatasan sumber-sumber tulisan, maka pendekatan sejarah lisan (oral history) dijadikan sebagai salah satu pilihan penting dalam upaya pengumpulan data. Peneliti mendapatkan data dengan mengikuti kehidupan sosial narasumber selama tiga minggu yang diawali dengan bertemu salah satu informan yang sudah peneliti kenal sebelumnya. Informan pertama merupakan salah satu anggota kelompok tani yang dibentuk oleh organisasi peneliti dan pada saat penelitian peneliti tinggal dirumah informan tersebut. Kemudian narasumber selanjutnya ditentukan melalui metode snowball, narasumber pertama menentukan narasumber-narasumber selanjutnya. Informasi yang didapat peneliti merupakan informasi yang dikemukakan langsung oleh para informan melalui forum diskusi kecil. Setiap informan menerima kedatangan peneliti dengan terbuka, dikarenakan sebelumnya peneliti pernah melaksanakan program pembangunan di Pasir Madang serta mengenali beberapa penduduk yang tergabung dalam kelompok tani binaan. Data para informan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Tabel 1 Kebutuhan data, metode pengumpulan data, pengolahan data dan hasil dalam penelitian NTujuan No
1
Identifikasi 1 sejarah pemanfaatan lahan eks Hak Guna Usaha
Kebutuhan Data
Variabel Cara yang diteliti Pengumpula n data Studi Gambaran Subjek dokumen, umum Agraria wawancara lokasi Objek mendalam penelitian Agraria (daftar Sejarah tata Hubungan pertanyaan) guna, Agraria penguasaan, Perkembadan ngan pemilikan Hubungan lahan. Serta Agraria hubungan agraria yang ada pada lahan
Olah data
Hasil
Pendekatan sejarah naratif (Deskriptif naratif)
Sejarah pemanfaatan lahan eks Hak Guna Usaha
4
Tabel 1 (Lanjutan) NTujuan
No
2
3
Identifikasi 2 bentukbentuk akses yang terjadi di lahan eks Hak Guna Usaha Identifikasi 3 bagaimana cara setiap akses tersebut diperoleh
Kebutuhan Data
Variabel Cara yang diteliti Pengumpula n data
tersebut Bentuk akses-akses bagaimana yang masyarakat dimiliki memanfaatkan oleh subjek lahan tersebut agraria Pihak-pihak cara yang terlibat bagaimana beserta subjek hubungannya agraria dengan lahan tersebut tersebut mendapatkan akses
Olah data
Hasil
Studi dokumen, wawancara mendalam (daftar pertanyaan)
Penjelasan deskriptif
Studi dokumen, wawancara mendalam (daftar pertanyaan)
Pendekata n Teori akses
Bentukbentuk bagaimana masyarakat memanfaatkan lahan tersebut Cara masyarakat memperoleh akses
Prosedur Analisis Data Teknik analisis data terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut. Pertama, data dikumpulkan dengan cara observasi langsung, interview, dan mengumpulkan data dari kepustakaan, arsip, ataupun berita pers. Kedua, melakukan penilaian dan pengamatan terhadap data primer dan sekunder yang selanjutnya disesuaikan dengan keadaan lapangan. Ketiga, melakukan interpretasi data untuk dikaji berdasar kerangka dasar teori. Keempat, pencapaian kesimpulan dari penelitian. (Surakhmad 1994). Bagan alir analisis data sebagai berikut. Peneliti
Masyarakat petani dan investor
Pemerintah Kecamatan dan Desa
Badan Pertanahan Bogor
Observasi, study Dokumen dan wawancara mendalam
Pendekatan sejarah naratif
Sejarah pemanfaatan lahan
Penjelasan Deskriptif
Pendekatan teori akses
Bentuk Akses yang terjadi
Cara akses diperoleh
Analisis
Rekomendasi tipe hak kepemilikan yang akan diterapkan
Gambar 1 Bagan Alir Analisis Data.
5 Pada teknik ketiga, pendekatan sejarah (historical approach) dilakukan dalam penyusunan data dengan tujuan untuk melacak kronologis kejadian penting yang dialami oleh masyarakat berdasarkan urutan tahun kejadian yang disajikan berdasar periode waktu (Kartodirdjo 1992). Teori akses digunakan untuk mengetahui bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan lahan tersebut. Kemudian untuk mendefinisikannya, dilihat dengan cara menganalisis siapa yang berbuat apa, dengan cara apa, kapan, dan dalam situasi seperti apa. Analisis akses ini dilakukan untuk proses mengidentifikasi dan memetakan mekanisme bagaimana akses didapatkan, dipertahankan dan dikontrol. Teori akses sendiri yaitu kemampuan untuk mengambil manfaat dari sesuatu (materi, orang, lembaga atau symbol) konsep ini berkaitan dengan web of power (Ribot dan Peluso 2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak dan Luas Desa Pasir Madang secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 1 651.264 ha. Tabel 2 Luas Wilayah Desa Pasir Madang Tahun 2014 Luas wilayah Lahan sawah Lahan ladang/pemukiman Lahan perkebunan - Rakyat - Negara Hutan Negara Situ Lahan lainnya Tanah bersertifikat Tanah kas desa Total Luas
Luas (ha) 200 100 240 919 150 3 14.5 2 22 1 651.264
Sumber : Data Pokok Desa Pasir Madang, 2014.
Batas wilayah Desa Pasir Madang secara administratif dapat dirinci sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pangradin Kecamatan Jasinga. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukamulih, Desa Jaya Raharja, dan Desa Kiara Pandak Kecamatan Sukajaya. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cisarua Kecamatan Sukajaya. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cileuksa Kecamatan Sukajaya. Desa Pasir Madang terdiri dari 3 dusun dengan 6 rukun warga (RW) dan 27 rukun tetangga (RT).
6 Aksesibilitas Desa Pasir Madang terletak di Kecamatan Sukajaya. Kecamatan ini berjarak ± 51 km dari Kota Bogor, sedangkan jarak antara Desa Pasir Madang ke Kecamatan ± 9 Km dengan lama jarak tempuh 20 menit menggunakan kendaraan bermotor dan 2,5 jam berjalan kaki. Kendaraan untuk menuju Desa Pasir Madang dari Bogor dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua atau lebih, seperti angkutan kota/desa dan ojeg. Angkutan desa yang melayani rute ini tersedia dalam jumlah yang minim dan waktu yang terbatas yakni hanya 3 unit mobil dengan rute Pasar Cigudeg-Pasirmadang. Kondisi jalan menuju Desa Pasirmadang pada saat ini relatif cukup bagus setelah ada program pembangunan jalan oleh pemerintah Kabupaten Bogor pada tahun 2013 sehingga semuanya sudah beraspal, sedangkan ketika sebelum tahun 2013 kondisi jalannya hampir sebagian besar jalan berbatu/sirtu. Sketsa peta Pasir Madang dapat dilihat pada Gambar 2.
Sumber : Data Pokok Desa Pasir Madang 2014.
Gambar 2 Sketsa Peta Desa Pasir Madang. Sosial, Ekonomi dan Budaya Penduduk Pasir Madang berjumlah 4.167 jiwa dengan perincian 2.142 penduduk laki-laki dan 2.025 penduduk perempuan. Jumlah kepala keluarga tercatat sebanyak 1.149 kepala keluarga dengan klasifikasi keluarga pra sejahtera 649 kk, keluarga sejahtera I 450 kk dan keluarga sejahtera II sebanyak 50 kk, dengan rata-rata satu keluarga beranggotakan 3 - 4 orang. (Data Pokok Desa Pasir Madang 2014) Kepadatan penduduk di Desa Pasir Madang masih sangat rendah yakni 3 orang setiap satu hektar. Desa Pasir Madang dihuni oleh 3 etnis yakni Sunda, Betawi dan Jawa. Mayoritas penduduk adalah suku Sunda yang mayoritas memeluk agama Islam serta 5 orang lainnya Kristen. Sebagian besar penduduk
7 Desa Pasir Madang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Profesi masyarakat di Desa Pasir Madang cukup beragam, mulai dari petani, buruh tani, pegawai, karyawan, pedagang, sopir, pengrajin, dan lain-lain dengan klasifikasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Pasir Madang Tahun 2014 Jenis Pekerjaan/Mata Pencaharian Jumlah/Orang a. Karyawan 230 b. Pegawai Negeri Sipil 7 c. Wiraswasta/pedagang 503 d. Petani 481 e. Buruh Tani 1.100 f. Tidak bekerja 200 Total angkatan kerja 2172 Sumber : Data Pokok Desa Pasir Madang 2014.
Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Pasir Madang bervariasi mulai dari tidak pernah sekolah, pernah sekolah rakyat, sekolah dasar hingga Perguruan Tinggi. Berdasarkan data Potensi Desa Pasir Madang tahun 2010, hampir 30% penduduk Desa Pasir Madang belum pernah bersekolah bahkan masih terdapat beberapa penduduk yang buta huruf yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Data Pendidikan Masyarakat Desa Pasir Madang Tahun 2014 Tingkat Pendidikan Usia 3-6 thn yg masuk TK Usia 3-6 thn yg sedang TK/paud Usia 7-18 thn yg tidak pernah sekolah Usia 7-8 Thn yang sedang sekolah Usia 18-56 thn yg tidak pernah sekolah Usia 18-56 thn pernah SD tapi tidak tamat Tamat SD Sederajat Jumlah Usia 12-56 thn tidak tamat SMP Jumlah Usia 18-56 thn tidak tamat SMA Tamat SMP/Sederajat Tamat SMA/Sederajat Tamat D1 Tamat D2 Tamat D3 Tamat S-1 Jumlah Total
Laki-laki (org) Perempuan (org) 260 351 38 30 20 22 442 418 290 308 18 22 860 727 25 15 6 4 86 53 50 39 4 0 4 4 0 0 2 2 2105 1995
Sumber : Data Pokok Desa Pasir Madang 2014.
8 Kondisi Umum Hutan Rakyat Hutan Rakyat di wilayah penelitian pada umumnya didominasi oleh tanaman dari jenis sengon (Falcataria mollucana) dan kayu afrika (Maesopsis eminii). Pada saat ini kayu afrika ditanam lebih banyak dibandingkan sengon karena hama sengon sulit dihindari1. Tanaman ini dipilih karena memiliki waktu panen yang relatif singkat dan murah dalam pemeliharannya. Jenis-jenis tanaman lainnya yang sering dibudidayakan oleh masyarakat antara lain jabon (Anthocephalus cadamba), akasia (Acaccia Mangium), puspa (Schima wallichii) dan baru-baru ini mulai ujicoba menanam Jati (Tectona grandis), dan tanaman buah seperti durian (Durio zibethinus), mangga (Mangifera indica), alpukat (Persea americana), dan pisang (Musa acuminata)2. Secara umum, bentuk pengolahan lahan di Pasir Madang terdiri dari dua model seperti yang terlihat pada Gambar 3. Model pertama adalah dengan pengolahan hutan rakyat campuran atau agroforestry berupa menanam tanaman palawija seperti jagung, ubi, singkong dan lainnya disaat tajuk pohon belum menutupi lahan. Kedua, hanya dengan melakukan penanaman palawija, tanaman kayu-kayuan hanya dijadikan sebagai tanaman pembatas lahan.
Gambar 3 Pola Hutan Rakyat di Pasir Madang.
Sejarah Pemanfaatan Lahan Pasir Madang3 Desa Pasir Madang Pasir Madang sebelum kemerdekaan adalah kampung yang subur sehingga Meneer Belanda tergiur untuk tinggal dan membuka lahan perkebunan dengan komoditas tanaman teh. Meneer Belanda tersebut di kenal dengan VOC, mereka adalah pengusaha yang tergabung dalam VOC yang kemudian mendirikan perkebunan. Lapisan atas struktur organisasi perusahaan perkebunan terdapat seorang administratuer dan beberapa opzichter yang diisi oleh orang – orang Eropa. Administratuer ialah pimpinan umum yang merupakan suatu jabatan 1
Menurut penuturan kang Yusuf saat diskusi pada tanggal 12 Juni 2014. Hasil petikan diskusi pada tanggal 12 Juni 2014 pukul 10.00 wib bersama para petani : Pak Asmin, Pak Jain, Kang Yusuf dan Kang Pulung di kebun milik Pak Sasmita (Investor). 3 Berdasarkan hasil diskusi dengan tokoh tetua desa, Bapak Darip (72 thn) pada hari Rabu 11 Juni 2014 pukul 20.00 Wib serta studi dokumen dalam lembaran Desa Pasir Madang. 2
9 puncak yang ada di perusahaan perkebunan. Opzicher merupakan pembantu pemimpin umum yang mengepalai beberapa mandor dan bertugas mengawasi kinerja perkebunan. Pada lapisan bawah, terdapat buruh – buruh yang dikelompokan ke dalam beberapa regu (ploeg) dan dipimpin oleh seorang kepala regu (ploeg baas) (Kartodirdjo 1991). Kepala Desa/kampung yang dibentuk Belanda dijadikan salah satu mandor di perkebunan. Agar dapat memudahkan pengelolaan dan pengawasan, ditunjuk seorang warga pribumi untuk menjadi kepala kampung. Abah Salamah tercatat sebagai kepala kampung pertama dilanjutkan dengan Abah Unus, lalu Abah Ci’ing, kemudian Abah Moehi yang meliputi wilayah kampung Ciberani, Gunung Kembang, dan Babakan Handarusa. Hingga saat ini, tercatat Pasir Madang telah berganti pemimpin kampung/desa sebanyak delapan kali. Periode Kemerdekaan hingga Reformasi Nasionalisasi aset perkebunan Belanda oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1949 menjadikan lahan perkebunan dibebankan hak izin guna usaha kepada perusahaan dalam negeri. Sebelum nasionalisasi aset dijalankan, status perkebunan adalah akses terbuka dimana masyarakat Pasir Madang dengan leluasa memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam dan mendirikan rumah tinggal. Nasionalisasi dan privatisasi lahan perkebunan hingga berbagai bentuk pemanfaatan lahan di Pasir Madang berjalan hingga saat ini dengan beragam aktor di dalamnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Pasir Madang yang disajikan dalam periode waktu dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut. Tabel 5 Peristiwa yang terjadi di Desa Pasir Madang berdasar periode waktu Waktu <1945 1945 <1950 1950-an
1951
1960-an
1965
1970-an
Peristiwa Sebagian besar kawasan Kampung Pasir Madang merupakan areal perkebunan teh Belanda. Aset bangunan perkebunan hancur, diduduki oleh gerilyawan perang kemerdekaan. Lahan-lahan perkebunan menjadi akses terbuka dan dikuasai oleh masyarakat. Aset perkebunan Belanda di nasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia yang menjadikan lahan-lahan perkebunan bekas Belanda dikuasai Negara. Hal ini mempengaruhi status perkebunan di Pasir Madang. Pengesahan Desa Pasir Madang oleh Pemerintah Republik Indonesia serta asal mula pembentukan struktur desa. Pemberian izin Hak Guna Usaha oleh Pemerintah kepada PT. Firma Tawakal. Proses ganti rugi garapan masyarakat oleh perusahaan Penggantian tanaman dari teh ke cengkeh Tukar guling kepemilikan dari PT. Firma Tawakal ke PT. Gentong Gotri, lalu ke PT. Djarum Cokelat , beralih lagi ke PT. Gudang Garam dan terakhir ke PT. Yayasan Cengkeh Indonesia (YCI) Kepemilikan perkebunan beralih ke PT. Sancibar milik Prof. Toyib Hadiwidjaya. Penanaman cengkeh di perluas berdasar hasil penelitian Pemberian lahan perkebunan sebesar 75 ha untuk perluasan 3 kampung ; Pasir Madang, Cileuksa dan Cisarua Kepemilikan HGU kembali beralih ke PT. YPPT anak perusahaan dari PT. YCI. Namun tidak lama dialihkan lagi ke PT. PC Pembuatan pabrik penyulingan cengkeh Awal mula sebagian masyarakat mengolah lahan perkebunan yang hanya
10
Tabel 5 (Lanjutan) Waktu
1972 1977 1979
Peristiwa dan
1985, 1987 dan 1989 1992
1993 1994 1995 1999
2000 2005 2006 2012 2013
dan
diketahui mandor perusahaan dengan sifat bagi hasil Puncak kejayaan panen cengkeh di PT. PC
PT. PC mengalihkan kepemilikan HGU nya ke PT. Intan Hepta Penambahan lapangan pekerjaan untuk pabrik serbuk minuman Nutrisari Puncak kejayaan panen cengkeh di PT. Intan Hepta
Kepemilikan perkebunan dialihkan ke PT. Winu Kencana dan tidak lama ke PT. Suryalaya Buana Pengembangan kembali tanaman teh Penanaman tanaman keras (pohon) di pinggiran lahan. Perusahaan mengalami kemunduran pendapatan Aset-aset perusahaan mulai ditinggalkan Masyarakat mengolah lahan secara tertutup Masyarakat mengolah lahan secara terbuka, melakukan reklaiming lahan di masing-masing garapan. Sekitar tahun ini, informasi izin HGU PT. Suryalaya Buana diagunkan ke ASABRI/Oknum TNI. Pemekaran Kecamatan Jasinga menjadi Jasinga, Cigudeg dan Sukajaya, sehingga Desa Pasir Madang masuk wilayah administratif Kecamatan Sukajaya. Informasi izin HGU berakhir di 31 Desember 2005 Investor mulai masuk ke Pasir Madang membeli lahan garapan masyarakat dan melakukan budidaya tanaman keras Pembentukan Kelompok Tani Hutan Program Kebun Bibit Rakyat Program Rehabilitasi Lahan berbasis Pengembangan Masyarakat Pelatihan Budidaya Pemetaan lahan kelompok tani secara partisipatif Instruksi pemerintah Kabupaten Bogor untuk pendataan lahan garapan masyarakat
Pada tahun 1950-an, terdapat dua kejadian penting ditingkat nasional yang cukup mempengaruhi kondisi perkebunan di Kabupaten Bogor menurut Fajrin (2011). Pertama, yaitu pasca Perundingan Meja Bundar di tahun 1949, seluruh perkebunan milik asing harus dikembalikan sedangkan perkebunan milik Pemerintah Kolonial diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kedua, yaitu nasionalisasi seluruh aset terutama aset perkebunan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Perkebunan – perkebunan yang ada pada saat itu akan berdiri di bawah Pusat Perkebunan Negara Baru (PPN – Baru) dan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) yang semuanya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. kemudian pada tahun 1951 PT. Firma Tawakal mendapatkan izin pengelolaan perkebunan dari pemerintah melalui pemberian izin hak guna usaha dengan teh sebagai komoditasnya. Petak-petak perkebunan peninggalan Belanda dapat dilihat pada Gambar 4. Pada tahun yang sama Desa Pasir Madang mulai melakukan pemilihan kepala desa yang dipilih langsung oleh warga Desa Pasir Madang. Bapak Soekari terpilih menjadi kepala desa dan disahkan oleh Negara Republik Indonesia. Pada masa ini, Desa Pasir Madang mulai menata pemerintahan desa dari dusun, RT/RW, Linmas, dan perangkat desa lainnya. Pasca izin HGU ditelantarkan pada tahun 1994, konflik pun belum mengemuka di lahan perkebunan karena
11 masyarakat belum merasakan adanya kerugian ketika pihak-pihak yang lain datang seperti investor, TNI, ataupun pemerintah Kehadiran investor lebih menguntungkan masyarakat dengan adanya proses jual beli lahan garapan, kemudian masyarakat juga mengetahui lebih banyak ragam budidaya yang dapat dilakukan. Sebelum datangnya investor, masyarakat Pasir Madang hanya menanam pohon sebagai pembatas antar lahan bukan sebagai tanaman yang dibudidayakan. Budidaya tanaman hutan ini berkembang pesat sehingga pemerintah menyalurkan program Kebun Bibit Rakyat ke Desa Pasir Madang yang diawali dengan pembentukan dua kelompok tani hutan pada tahun 2012. Pada tahun yang sama, salah satu organisasi mahasiswa kehutanan melakukan hal yang serupa dengan membentuk dua kelompok hutan untuk melakukan program rehabilitasi lahan berbasis pengembangan masyarakat dengan menanam 30.000 bibit pohon serta inventarisasi luas lahan dari masing-masing kelompok tani. Berikut sketsa peta perkebunan Pasir Madang.
Sumber : Data Pokok Desa 2014
Gambar 4 Sketsa Peta Lokasi Perkebunan Pasir Madang Tahun 1951 .
12 Kepemilikan izin HGU di Pasir Madang sering berpindah-pindah, namun selama perjalanannya belum pernah menimbulkan konflik yang merugikan masyarakat. Dari awal proses nasionalisasi hingga bentuk privatisasi sebagian masyarakat selalu dilibatkan dalam kegiatan perkebunan, terlebih sebagian masyarakat yang dituakan dijadikan orang kepercayaan perusahaan. Hal ini sudah terjadi dari jaman pra kemerdekaan, dimana jawara Pasir Madang selalu dijadikan kepala desa oleh pihak Belanda dan pada saat periode HGU dijadikan mandor. Informasi yang diketahui masyarakat, bahwa ASABRI/TNI memiliki keseluruhan lahan perkebunan namun pada saat ini belum menyebabkan tergusurnya lahan yang digarap masyarakat. Hal ini dikarenakan informasi yang belum jelas dan oknum TNI yang menggarap hanya 2 orang serta tercatat di kantor desa sama seperti masyarakat lainnya. Kondisi ini berbeda dengan Desa Cisarua dan Cileuksa, dimana Oknum TNI penggarap lebih dari 2 orang. Pihak pemerintah desa tidak melarang penggunaan lahan Pasir Madang justru mengeluarkan surat keterangan garapan yang memudahkan proses jual beli garapan dengan memperjelas luas kepemilikan lahan garapan. Surat keterangan ini sebenarnya hanya bersifat tercatat dalam pemerintahan desa dan hanya berlaku dikalangan desa saja, tidak berlaku seperti sertifikat hak milik sesuai aturan perundangan. Saat ini Desa Pasir Madang dipimpin oleh Bapak Encep Sunarya sebagai Kepala Desa. Kegiatan pemangunan infrastruktur di Desa Pasir Madang tercatat dimulai pada tahun 1982 hingga saat ini (Data Pokok Desa Pasir Madang 2014). Pembangunan kehutanan dalam hal ini hutan rakyat diawali sekitar tahun 2006. Analisis Hak dan Cara Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pada Periode 1998-2014 Aktor yang terlibat dalam penggunan lahan perkebunan Menurut Ribot dan Peluso (2003), akses diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengambil manfaat dari sesuatu (materi, orang, lembaga atau simbol). Lahan eks pasir madang dapat diakses oleh beragam aktor diantaranya : Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa Pasir Madang, Kementerian Kehutanan, Perusahaan pemegang izin HGU, masyarakat Pasir Madang, warga luar/investor, serta organisasi mahasiswa. Aktor-aktor yang terlibat di Pasir Madang menggunakan hak ataupun cara akses yang berbeda. Hak sendiri dalam penelitian ini adalah hak negara untuk menguasai sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat seperti yang termaktub dalam UUPA No. 5 1960. Pemerintah pusat dengan haknya sesuai amanat undang-undang dapat menasionalisasi aset perkebunan dan menjadikan perkebunan dikelola oleh perusahaan dengan izin HGU. Masyarakat beserta aktor lainya dapat mengolah lahan dikarenakan ada akses yang dapat membuat mereka dapat mengolah lahan. Pembagian aktor, perbandingan kekuasaan serta cara akses didapatkan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
1
Tabel 6 Perbandingan kekuasaan dan cara mendapatkan akses di Pasir Madang <1945 Belum ada karena masih dijajah
1945 Tidak ada, karena akses terbuka
1950 Nasionalisasi seluruh aset perkebunan
Pemerintah Daerah
-
-
-
Perusahaan
Perkebunan milik Belanda
-
-
Masyarakat
-
Mulai mengolah lahan
Mengolah lahan
Investor
-
-
-
Kedalaman Kekuasaan dan cara mendapatkan akses 1951 1994 1999 2005 Memberikan izin HGU ke PT Firma Tawakal Membangun infrastruktur pemerintaha n desa Mendapat Berangsur Kemungkinan Izin HGU izin HGU menigggalkan menjaminkan Berakhir4 untuk aset HGU ke TNI mengelola perkebunan perkebunan Lahan nya Mengolah Mengolah Mengolah diambil alih lahan lahan terbuka, lahan PT Firma kerjasama mulai Tawakal dengan reklaiming mandor lahan -
Oknum TNI
-
-
-
-
-
Organisasi Mahasiswa
-
-
-
-
-
Aktor Pemerintah Pusat
Mengolah lahan -
Mengolah lahan -
2006 -
2012 Pelaksanaan Program KBR (Kemenhut)
2013 -
Mendirikan kantor desa baru
-
Pendataan lahan garapan
-
-
-
Mengolah lahan
Mengolah lahan
Mengolah lahan
Membeli lahan dari masyarakat untuk diolah Mengolah lahan -
Mengolah lahan
Mengolah lahan
Mengolah lahan Melaksanakan Program CSR
Mengolah lahan Melaksanakan Program CSR
4 Informasi dari wawancara pada tanggal 9 juni 2014 bersama pak Sofian staff Desa Pasir Madang, serta salah satu staf BPN Kabupaten Bogor pada tanggal 16 Juni 2014.
13
14
Tabel di atas menunjukkan bahwa setiap aktor memiliki kekuasaan yang berbeda ditiap periodenya.. Berikut penjabaran menurut masing-masing aktor. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pemerintah Pusat berperan dalam pemberian izin Hak Guna Usaha kepada pihak swasta, perusahaan pemegang izin terakhir adalah PT. Suryalaya Buana. Izin HGU berakhir tahun 2005, kemudian kepala Desa Pasir Madang mengeluarkan kebijakan pendataan segenap masyarakat yang menggarap lahan eks perkebunan. Pada tahun 2012, Kementerian Kehutanan melalui BPDAS Citarum-Ciliwung melaksanakan program yang diawali dengan pembentukan dua kelompok tani hutan untuk pertama kalinya. Pada tahun 2013, pemerintah Kabupaten Bogor melalui Bupati menginstruksikan Pemerintah Desa Pasir Madang untuk mengeluarkan surat keterangan garapan bagi setiap masyarakat yang menggarap, dengan penekanan bahwa masyarakat tersebut hanya sebagai penggarap tanah negara dan apabila dikemudian hari diperlukan oleh Pemerintah/Negara/Pemilik sertifikat HGU yang sah maka siap dikembalikan. Pemerintahan Desa sendiri melakukan pembangunan di lahan perkebunan dimulai sejak tahun 1951. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor memiliki data terkait kawasan-kawasan Kabupaten Bogor yang menjadi Hak Guna Usaha atau lainnya. Namun pada saat ini, terkait informasi seputar perkebunan di Pasir Madang pihak BPN Kabupaten Bogor tidak mengatahui. Berkas-berkas terkait perkebunan Pasir Madang tidak ada di BPN Kabupaten Bogor. Perusahaan Perusahaan terakhir yang memegang izin hak guna usaha perkebunan Pasir Madang adalah PT. Suryalaya Buana. Perusahaan ini mendapatkan izin HGU beserta pekerjanya dari PT. Winu Kencana di tahun 1992 yang berakhir di tahun 2005. Pada tahun 1994 perkebunan mengalami kemunduran sehingga aset-aset berangsur ditinggalkan sebelum izin HGU berakhir. Menurut informasi yang didapat, pihak perusahaan menjaminkan izin HGU nya ke pihak ASABRI/TNI. Namun informasi ini belum dapat dipastikan kebenarannya dikarenakan keterbatasan sumber data dan informasi. Masyarakat Desa Pasir Madang Masyarakat Pasir Madang sudah menggarap lahan sejak 1994 tanpa diketahui pihak perusahaan, mereka mendapatkan akses dari mandor dengan sifat bagi hasil. Penggarapan meluas pasca jatuhnya Orde Baru, mereka melakukan proses reklaiming setiap lahan yang kosong dengan cara menanam tanaman kayu keras sebagai pembatas atau dengan tanaman lainnya. Seiring berjalannya waktu sekitar tahun 2006-an, karena desakan ekonomi serta kebutuhan lainnya sebagian masyarakat menjual lahan garapannya ke pihak investor dan lebih memilih menjadi buruh tani dilahan garapan tersebut. Pada tahun yang sama masyarakat lainnya mulai menjadikan tanaman kayu keras sebagai komoditas yang di budidayakan. Masyarakat mulai menjadi objek penerima program pemerintah terkait pembangunan kehutanan. Pada tahun 2012 diawali dengan adanya program Kebun Bibit Rakyat dari BPDAS Citarum-Ciliwung. Selanjutnya program
15 bantuan pembibitan, penanaman serta pemeliharaan dari salah satu organisasi mahasiswa kehutanan di tahun 2012 hingga tahun 2013. Oknum TNI Berdasarkan informasi yang didapat, oknum TNI mulai mengolah lahan pada awal tahun 2000-an 5 dan tersebar di 3 desa yang mencakup wilayah eks perkebunan yaitu Cisarua, Cileuksa, dan Pasir Madang. Namun untuk Pasir Madang sendiri jumlah oknum TNI yang mengolah lahan hanya tinggal 1 orang dengan luasan 2 ha dan telah mendapatkan surat keterangan garapan dari desa, selebihnya banyak mengolah lahan di Desa Cisarua dan Desa Cileuksa. Investor Investor dalam hal ini adalah masyarakat pendatang. Mereka membeli lahan garapan masyarakat kemudian ditanami dengan tanaman kayu keras dan pertanian. Penanaman kayu keras ini membuat masyarakat Pasir Madang yang tidak menjual lahan melakukan hal yang sama, menjadikan tanaman kayu keras sebagai komoditas budidaya yang disertai tanaman sela lainnya. Proses pembelian lahan garapan ini tidak terlalu sulit, dimana asal mempunyai uang dan terjadi proses negosiasi jual beli dengan petani yang ingin menjual lahan garapan maka investor sudah dapat mengakses lahan. Kemudian investor melaporkan luas lahan garapannnya ke pihak desa untuk dicatat dan diberikan surat keterangan garapan dari desa. Adanya surat keterangan garapan ini, memudahkan proses jual beli dikemudian hari dan membuat kegiatan investasi menjadi lebih aman. Organisasi Mahasiswa Organisasi mahasiswa berperan dalam pembentukan kelompok tani hutan di Desa Pasir Madang serta berperan dalam penyediaan bibit pohon, penanaman dan pemeliharaan dalam rangka program rehabilitasi lahan berbasis pengembangan masyarakat. Mereka bermaksud untuk melakukan pelatihan pembibitan, kelembagaan dan kapasitas kerja petani kepada masyarakat. Selanjutnya organisasi ini berperan dalam pengadaan bibit, penanaman serta kebutuhan dalam pemeliharannya. Kegiatan ini memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bibit dari persemaiannya sendiri tanpa harus membeli. Terbentuknya kelembagaan petani, yakni dua kelompok tani hutan yang beranggotakan 30 orang. Masyarakat yang bergabung dalam kelompok tani dapat mengetahui luas lahan garapannya karena sebelumnya dilakukan proses pemetaan lahan secara partisipatif. Analisis Penggunaan Akses pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Penggunaan akses yang terjadi di lahan Pasir Madang sangat beragam. Permulaan pengelolaan ditandai dengan hadirnya VOC atau Hindia Belanda kemuadian era pasca kemerdekaan yang diakhiri masa Orde Baru menuju era Reformasi. Bentuk dari penggunaan lahan tersebut berupa perkebunan, bercocok tanam padi, palawija, kayu keras hingga mendirikan bangunan yang dijabarkan dengan periodisasi sebagai berikut. 5
Informasi dari wawancara pada tanggal 9 juni 2014 bersama pak Sofian staff Desa Pasir Madang, serta salah satu staf BPN Kabupaten Bogor pada tanggal 16 Juni 2014.
16 Periode tahun 1940-1950 sebelum HGU Pada periode ini, perkebunan bekas Belanda tidak dimiliki oleh perusahaan manapun sehingga bersifat akses terbuka. Warga menggunakan dengan bebas untuk bercocok tanam, bahkan tempat ini digunakan oleh gerilyawan pejuang kemerdekaan sebagai markas perbekalan perang. Pasir Madang sempat dijadikan markas perbekalan untuk para gerilyawan pejuang kemerdekaan diwilayah Bogor bagian barat. Periode tahun 1950-1960-an awal HGU Pada periode ini PT. Firma Tawakal merupakan pengguna lahan resmi atas izin hak guna usaha yang diberikan oleh pemerintah dan kemudian menanam cengkeh sebagai komoditas. PT. Firma Tawakal memberi ganti rugi kepada warga atas garapan yang masuk kedalam izin hak guna usaha sebelum memulai kegiatan perkebunan, karena masyarakat telah lebih dulu menduduki lahan pada masa transisi kemerdekaan. Kepemilikan izin HGU dan para pekerjanya berpindahpindah dengan cara jual beli izin HGU, para pemilik izin secara berurutan adalah PT. Firma Tawakal ke PT. Gentong Gotri lalu ke PT. Djarum dan kemudian dijual lagi ke PT. Gudang Garam. Penggunaan akses yang terjadi pada lahan di periode ini ditentukan oleh PT. Firma Tawakal bersama warga. PT. Firma Tawakal memberi ganti rugi kepada masyarakat karena sebelumnya masyarakat sudah mengelola lahan tersebut. Akhirnya warga kehilangan hak untuk bercocok tanam lagi di lahan perkebunan, namun sebagian warga ada yang menjadi bagian dari PT. Firma Tawakal sebagai pekerja. Periode tahun 1960-1990 Pada tahun 1965 diketahui bahwa lahan perkebunan di Pasir Madang dimiliki oleh PT. Sancibar pimpinan Prof. Toyib Hadiwidjaya mantan Rektor IPB. Berdasarkan penelitian IPB, tanah di Pasir Madang sangat cocok untuk tanaman jenis cengkeh yang kemudian lahan perkebunan dibuka lebih luas untuk menanam cengkeh. Bentuk akses pada masa itu ditentukan oleh PT. Sancibar, warga mendapat lahan seluas 25 Ha dari perusahaan untuk masing-masing Desa yakni Cisarua, Pasir Madang dan Cileuksa sebagai bahan perluasan kampung. Hal ini dilakukan karena areal pemukiman warga sudah sempit, sehingga pihak perusahaan menghibahkan 75 Ha kawasan perkebunan untuk dijadikan pemukiman warga. Semua perusahaan setelah PT. Sancibar cenderung memakai pola-pola yang sudah dijalankan oleh PT. Sancibar sebelumnya, namun bedanya mereka tidak memberikan lahan perkebunan untuk perluasan kampung. Periode tahun 1990-1998 Pada periode ini kepemilikan izin HGU berada pada PT. Winu Kencana kemudian dialihkan ke PT. Suryalaya Buana. Perusahaan ini gagal bertahan karena dinilai tidak produktif sekalipun pada periode ini perkebunan Pasir Madang sempat mendapat perhatian pemerintah pusat Menteri Penerangan RI Harmoko pernah mengunjungi perkebunan di tahun 1994. Perusahaan mengalami kesulitan ekonomi yang mengakibatkan perusahan menjaminkan hak izinnya kepada pihak lain dan secara berangsur perkebunan tersebut ditinggalkan.
17 Bentuk akses dimiliki oleh staf pegawai perkebunan. Beberapa pegawai ada yang mengolah lahan perkebunan untuk ditanami padi. Proses masyarakat mendapatkan lahan garapan didapatkan melalui mandor perkebunan diawal tahun 1995-an. Masyarakat yang tidak berinteraksi dengan pegawai perkebunan menggarap lahan secara sembunyi-sembunyi dimana letak lahannya jauh dari pos pemantauan keamanan. Hal ini sesuai dengan penuturan pak Asmin yang menyatakan bahwa, “saya menggarap lahan perkebunan sejak 1995, tapi ada izin dulu ke mandor namun tidak boleh diketahui pimpinan. Banyak masyarakat hampir satu desa pun menggarap lahan-lahan yang didalam perkebunan, jaraknya jauh dari pos. Menggarap sebelum tahun 1995 itu dilarang, diusir-usir, tetapi setelah tahun 1995 hampir dibiarkan. Begitulah awal mula masyarakat banyak yang “akuan” atau proses reklaiming lahan6. Periode tahun 1998-2014 Kejatuhan rezim Orde Baru menciptakan momentum yang memudahkan lahirnya gerakan-gerakan petani di seluruh Indonesia tidak terkecuali Desa Pasir Madang. Perbedaannya berada pada bentuk perlawanan masih dilakukan secara individual belum terorganisir. Perlawanan petani ini merupakan reaksi terhadap perampasan tanah oleh kapital swasta yang didukung negara melalui pemberian izin hak kelola tanah. Sebelum jatuhnya era Orde Baru di tahun 1998, perlawanan petani Desa Pasir Madang dilakukan dengan penanaman di kawasan perkebunan tanpa diketahui pihak pimpinan perusahaan. Namun tidak sedikit pula para pekerja dan warga masyarakat yang melakukan perlawanan dengan cara kerjasama dengan mandor perkebunan agar warga bisa melakukan kegiatan bercocok tanam dengan sifat saling menguntungkan, dimana para petani harus menyetor sebagian hasil panen kepada mandor perusahaan7. Perlawanan ini terjadi disebabkan kehidupan petani yang semakin terpuruk karena menghadapi krisis subsistensi. Akhir dari kekuasaan rezim Orde Baru memunculkan terbukanya kesempatan bagi para petani untuk melakukan proses “akuan tanah” atau lebih dikenal dengan proses reklaiming lahan. Hal ini terjadi karena sifat lahan perkebunan seolah menjadi akses terbuka, karena aset perusahaan beserta pemiliknya sudah berangsur pergi sebelum 1998. Warga dengan leluasa melakukan kegiatan bercocok tanam untuk menyambung hidup. Kegiatan reklaiming ini menyebar diseluruh areal perkebunan. Ketika individu warga menemukan lahan kosong yang tidak ada tanamannya maka dengan segera setiap individu ini melakukan penanaman untuk membatasi lahan satu dengan lainnya. Lahan itu sendiri biasanya dibatasi dengan jalan setapak, tanaman kayu, hanjuang, patok, atau tanaman singkong dan pisang yang dapat dilihat pada Gambar 5.
6
Diskusi dengan Pak Asmin (48 thn) mantan petugas keamanan perkebunan pada hari selasa 10 Juni 2014 dirumahnya, beliau menceritakan terkait asal muasal masyarakat menggarap lahan perkebunan. 7 sekitar tahun 1994-1997 sempat ada pungutan dari perkebunan terhadap hasil panen warga yang menggarap lahan perkebunan. Pungutan padi sebesar 4 pocong ± 7,5 kg/pocong. Satu pocong untuk 1 patok, 1 patok sawah ± 500 m”. Diskusi bersama Pak Jain (60 thn) di lahan garapan pada tanggal 12 Juni 2014.
18
Gambar 5 Batas-batas lahan garapan di Pasir Madang Pasca reklaiming lahan, kehidupan di Desa Pasir Madang menjadi lebih kompleks. Kegiatan pertanian warga tidak hanya dengan menanam tanaman pangan seperti padi dan singkong, melainkan juga tanaman holtikultura seperti; jagung, caisim/sawi hijau, dan cabe, serta tanaman buah-buahan seperti durian, alpukat dan rambutan. Selain itu ada tanaman kayu keras seperti sengon, kayu afrika, mindi, dan jabon. Pembangunan infrastuktur dilaksanakan di Pasir Madang seperti; jalan, saluran irigasi, tempat ibadah, puskesmas pembantu, posyandu, sekolah, madrasah, sarana olahraga, kantor desa, bahkan pemukiman warga pun semakin bertambah di lahan eks hak guna usaha tersebut. Pasca izin HGU berakhir, sekitar tahun 2006 pemerintah desa mengeluarkan kebijakan pendataan lahan garapan yang dimiliki masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari penertiban aset sumberdaya yang ada di Desa Pasir Madang. Surat keterangan garapan diberikan kepada para petani penggarap yang hanya bersifat tercatat di desa, di dalamnya terdapat keterangan luasan, batas-batas tanah, serta penjelasan penekanan bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara. Bahkan di tahun 2013, Bupati Kabupaten Bogor pernah menginstruksikan pendataan lahan garapan warga. Hal ini mengindikasikan apabila dikemudian hari negara menginginkan lahan tersebut, maka pemilik surat garapan harus mengembalikan lahan garapannya. Kejadian tersebut terlihat sebagai indikasi bentuk intervensi pemerintah kabupaten melalui pemerintahan desa untuk menyalamatkan aset negara. Status lahan eks hak guna usaha menjadi semakin tidak jelas, karena BPN Kabupaten Bogor tidak mengetahui keberadaan berkas-berkas lahan perkebunan. Informasi awal dari desa, izin HGU perusahaan berakhir pada tanggal 31 Desember 2005 sama seperti yang diungkapkan salah satu staf BPN yang tidak bisa disebutkan namanya. Kemudian semua berkas-berkasnya tidak ada di BPN Bogor, dan kemungkinan berkas ada di Kantor wilayah BPN di Bandung 8 . Seharusnya pemberian ataupun pencabutan izin hak guna usaha itu wajib tercatat di kantor pertanahan seperti yang tercantum dalam PP No. 40 tahun 1996. Dalam pasal 7 dikatakan “Pemberian HGU wajib di daftar dalam buku tanah pada 8
Wawancara dengan salah satu staf BPN Kab. Bogor pada tanggal 16 Juni 2014 di Kantor BPN Bogor. Beliau pun sempat mengatakan bahwa “dulu pemilik Perkebunan menjaminkan Izin Hak guna Usahanya ke ASABRI/TNI sehingga ada kemungkinan berkas-berkas itu sudah di Departemen Pertahanan Nasional”
19 kantor pertanahan” sedangkan dipasal 16 terkait “peralihan HGU baik itu jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan harus didaftarkan di kantor pertanahan”. Artinya, sekalipun pada saat sebelum izin HGU habis diketahui bahwa Izin HGU dijaminkan ke pihak ASABRI/TNI seharusnya tercatat dalam buku tanah di BPN Kabupaten Bogor karena berada diareal Kabupaten Bogor. Masyarakat membuat surat keterangan garapan hanya untuk keperluan jual beli tanah garapan kepihak luar. Hal ini terjadi karena kebutuhan dasar faktor ekonomi yang mengharuskan sebagian masyarakat menjual lahan garapannya dan lebih memilih menjadi buruh tani di lahan tersebut. Hingga saat ini, sudah tercatat ada 30 orang warga luar/investor yang membeli tanah garapan masyarakat dengan total luasan ± 350 ha dari total luas keseluruhan. Seperti masyarakat Pasir Madang lainnya dengan bermotif ekonomi, investor mulai berdatangan ke Desa Pasir Madang sekitar tahun 2006 untuk berinvestasi. Mereka melakukan kegiatan pengolahan lahan dengan sistem agroforestry dimana tanaman kayu digabungkan dengan tanaman palawija. Kegiatan masyarakat dalam mengolah lahan dengan menanam tanaman kayu ini dikenal dengan sebutan hutan rakyat. Kegiatan pengolahan lahan yang dilakukan masyarakat petani Pasir Madang selaras dengan apa yang gencar dilakukan oleh pemerintah. Salah satu sasaran dari program revitalisasi kehutanan adalah pembangunan dan pengembangan hutan tanaman dan hutan rakyat untuk penyediaan bahan baku kayu dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat domestik dan global. Rencana kerja kementerian kehutanan (2014) mengatakan bahwa selama periode 2010-2012, pengembangan HR kemitraan mencapai 158.492 ha. Salah satu Program Kebun Bibit Rakyat dari Kementerian Kehutanan pernah dilaksanakan di Pasir Madang. Hal serupa juga dilakukan oleh Organisasi Mahasiswa Kehutanan yang melakukan program pembibitan dan penanaman dilahan tersebut. Legalitas penggunaan lahan Perkebunan Pasir Madang secara faktual telah ditelantarkan oleh pemegang izin hak guna usaha dari tahun 1994, hal ini menyebabkan hapusnya hak guna usaha dan menjadikannya kembali menjadi tanah negara sesuai peraturan perundangan dalam pasal 27 UUPA no 5 1960 dan pasal 17 PP no. 40 1996. Sekalipun sempat diketahui bahwa perusahaan menjaminkan hak nya kepada salah satu oknum TNI, namun prosesnya tidak sesuai dengan peraturan perundangan maka dikatakan tidak sah seperti yang termaktub dalam Pasal 16 ayat 3 PP no.40 1996 yang menyatakan “peralihan hak guna usaha harus didaftarkan di kantor pertanahan”. Namun yang terjadi, berkas HGU perkebunan Pasir Madang sudah tidak terdaftar di BPN Kabupaten Bogor. Hal ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kelalaian dari pemerintah dan kecurangan dari oknum perusahaan, serta ada kekuatan politik besar yang belum dapat terungkap. Kembalinya tanah menjadi milik negara tentunya melekat aturan secara hukum terhadap tanah dan dalam bentuk pemanfaatannya harus diketahui secara hukum. Oleh karena itu, meskipun secara de facto antara tahun 1999 hingga sekarang lahan perkebunan merupakan akses terbuka, namun secara de jure merupakan milik negara sehingga segala bentuk pemanfaatan yang terjadi saat ini di Desa Pasir Madang secara hukum adalah ilegal dan didalamnya melekat aturan pidana dalam pelanggarannya sesuai pasal 52 UUPA No.5 1990 dimana ayat ke 2
20 menyatakan bahwa “peraturan pemerintah dan peraturan perundangan yang dimaksud pasal 19, 22, 24, 26, ayat 1, 46,47, 49 ayat 3 dan 50 ayat 2 dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10 000,-“. Namun yang terjadi masyarakat dapat mengelola dengan leluasa, melakukan proses reklaiming lahan dari tahun 1999 hingga sebagian masyarakat dapat menjual lahan (garapan) tersebut kepada pihak luar (investor). Hal ini tidak lepas dari faktor pengaruh sesepuh yang dihormati dan faktor dari kepala desa, dimana setiap kepala desa yang memimpin Pasir Madang didukung oleh sesepuh tersebut salah satunya adalah Abah Darip yang merupakan cucu Abah Moehi pemimpin terakhir Pasir Madang.
Gambar 6 Senjata milik Jawara Pasir Madang Para sesepuh Pasir Madang sendiri merupakan mantan mandor dijaman perusahaan pemegang izin HGU. Kekuatan jaringan kekuasaan yang dikemukakan dalam teori Ribot dan Peluso 2003 nyata terlihat pada kondisi di Pasir Madang, segala bentuk kebijakan yang dilakukan pemerintah Desa haruslah bermanfaat bagi masyarakat Pasir Madang dan di kontrol oleh para sesepuh. Hal ini tercermin pada tahun 2006, kepala desa sempat menginstrukan untuk membuat surat keterangan garapan bagi masyarakat yang menggarap. Hal ini juga memudahkan para masyarakat untuk menjual lahan garapan ke pihak luar. Ribot dan Peluso (2003) mengatakan bahwa web of power atau kekuatan jaringan kekuasaan merupakan material, budaya dan ekonomi politik pada suatu kumpulan dan jaringan yang mengatur akses sumberdaya. Berbagai macam mekanisme, proses dan jaringan sosial itu mampu mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengambil manfaat dari sumberdaya. Dalam hal di Pasir madang, jaringan kekuasaan yang dimiliki masyarakat pada jaman perusahaan didapatkan dari mandor perkebunan, sedangkan pasca akses terbuka kekuatan sesepuh (seseorang yang dicontoh yang beberapa diantaranya adalah mantan mandor) dan kepala desa yang melindungi kepentingan masyarakat menjadikan masyarakat dapat
21 mengakses lahan. Adapun di tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Bogor menginstruksikan agar pendataan lahan garapan tercatat dan dilaporkan ke kabupaten dapat diartikan sebagai upaya pengamanan pemerintah terhadap sumberdaya tersebut melalui kepala daerah. Ketenangan investor dalam melakukan usaha budidaya di lahan perkebunan dapat diamankan oleh pihak desa, karena pengusahaan tersebut tercatat di kantor desa dan diketahui oleh Kepala Desa. Kepala Desa dalam hal ini memiliki peranan dengan kekuasaannya untuk mengatur bentuk-bentuk kepemilikan dengan sifat hak garapan dengan waktu yang tidak ditentukan. Namun apabila sesepuh telah tiada, akan terjadi ketidakpastian terhadap kekuatan jaringan kekuasaan yang membuat kenyamanan dan ketentraman dalam pengolahan lahan. Masyarakat Pasir Madang dalam hal ini sebenarnya dapat memohonkan hak nya kepada pemerintah seperti yang tercantum dalam PP No. 24 tahun 1997 dimana objek dalam pendaftaran tanah dapat berupa tanah negara seperti yang telah dikuasi masyarakat saat ini. Kemudian dalam pasal 24 di Peraturan Pemerintah yang sama dikatakan mengenai pembuktian hak lama bahwa pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah selama dua puluh tahun. Apabila dalam hitungan penilitian ini masyarakat telah menguasai lahan sejak tahun 1994 pasca mulai ditelantarkannya aset perkebunan maka tahun 2014 ini telah dapat dimohonkan hak nya, namun apabila berdasar perhitungan habis masa iin HGU di 2005 maka baru dapat didaftarkan hak nya pada tahun 2025.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lahan perkebunan Pasir Madang yang saat ini menjadi Desa Pasir Madang telah digunakan sejak jaman pra kemerdekaan hingga sekarang. Lahan ini menjadi izin HGU pada tahun 1951 dan berakhir menjadi eks HGU pada tanggal 31 Desember 2005. Menjelang berlangsungnya era reformasi, semua lahan perkebunan diambil alih oleh masyarakat meskipun mereka mengetahui bahwa lahan itu bukan miliknya. Budidaya tanaman kayu sendiri diawali oleh salah satu pemilik HGU di tahun 1990-an, dengan memanfaatkan lahan miring atau “girang” untuk menanam pohon. Budidaya tanaman keras oleh masyarakat populer di tahun 2007-an. Secara de jure status lahan kembali menjadi milik negara, namun secara de facto status lahan adalah akses terbuka hingga saat ini. Cara akses diperoleh masyarakat untuk menanam pada era perusahaan diperoleh dari oknum perusahaan dengan sifat yang saling menguntungkan, setelah perkebunan ditinggalkan kondisi lahan menjadi akses terbuka. Oknum TNI tidak dapat diketahui mendapatkan akses darimana, namun ada kemungkinan diberikan dari atasannya, investor memperoleh akses dari pembelian lahan yang dilakukan dengan masyarakat penggarap, organisasi mahasiswa mendapat akses melaksanakan program dari masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani yang mereka bentuk. Bentuk akses pada Lahan eks HGU ini berupa pemanfaaatan lahan yang dilakukan dengan menanam tanaman keras disertai tanaman palawija oleh masyarakat, oknum TNI, investor, dan organisasi mahasiswa, bentuk lainnya
22 dari masyarakat dan pemerintah desa berupa berdirinya bangunan tempat tinggal, tempat ibadah, kantor pemerintahan, sekolah, puskesmas hingga sarana olahraga. Semua kejadian tersebut seharusnya tidak terjadi, karena manakala ada HGU yang belum habis seharusnya perusahaan dan pemerintah dapat menjaga dan menjalankan peraturan yang melekat pada izin HGU tersebut. Tetapi pada kenyataannya pemerintah dan pemegang izin hak guna usaha lalai dalam menaati UUPA no 5 tahun 1960 dan PP No. 40 tahun 1996 yang seharusnya segala bentuk pemanfaatan lahan tercatat dalam buku tanah. Saran Ketidakjelasan lahan eks HGU ini terjadi hampir di seluruh Indonesia, tidak hanya di Pasir Madang tetapi juga di wilayah izin HGU lainnya. Kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi petani yang menggarap lahan, karena suatu waktu garapan mereka akan digusur sehingga lahan bekerja mereka hilang. Untuk itu, perlu adanya kejelasan status lahan ataupun kepastian hak akses terhadap lahan di Desa Pasir Madang yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini menjadi penting sebagai upaya antisipasi agar tidak terjadi konflik dikemudian hari. Kemudian, pejabat pemerintah harus tegas menjalankan peraturan perundang-undangan terutama yang berkaitan dengan izin pemanfaatan lahan negara. BPN harus mencatat semua bentuk pemanfaatan lahan negara dengan tidak memihak pada siapapun. Pemanfaatan lahan dengan pengelolaan hutan rakyat perlu didorong dengan proses pendampingan serta fasilitas penunjang lainnya dalam rangka pengembangan hutan rakyat.
23
DAFTAR PUSTAKA Data Pokok Desa. 2014. Data Pokok Desa Pasir Madang. Bogor: Pemerintah Desa Pasir Madang Data Potensi Desa. 2010. Data Potensi Desa Pasir Madang. Bogor: Badan Pemberdayaan Desa dan Masyarakat Kabupaten Bogor Fajrin M. 2011. [skripsi]. Dinamika Gerakan Petani : Kemunculan dan Kelangsungannya (Desa Banjaranyar Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis). Bogor. [ID]: Fakultas Ekologi Manusia IPB Kartodihardjo H. dan Jhamtani H. (2006) Politik Lingkungan dan Kekuasaan Indonesia. Jakarta: Equinox Publishing Kartodirdjo S. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia, Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media ----------. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Kementerian Kehutanan. 2013. Rencana Kerja Kementerian Kehutanan Tahun 2014 dalam Permenhut No. 44/Menhut/2013. Jakarta: Kementerian Kehutanan. [diunduh 20 Jun 2014]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/uploads/files/117a26769777eef1a99d8f97b1c9d f51.pdf Ribot dan Peluso. 2003. A Theory of Access. Rural Sociology 68(2): 153˗˗181. [Research paper]. dalam kuliah Kajian Agraria 2013. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia IPB Sugiono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Suharjito D. 2005. Paradigma Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia di Masa Mendatang. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB Surakhmad W. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah dan Dasar. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
24
LAMPIRAN Lampiran 1 Contoh Surat Keterangan Garapan Masyarakat Pasir Madang
25 Lampiran 2 Data Responden pada saat wawancara pada bulan Mei s.d Juni 2014 Desa Pasir Madang No
Nama responden
Umur (th)
1
M. Yusuf
28
SD
Jumlah Anggota keluarga 3
Kepemilikan lahan HR (Ha) 0.4
Kepemilikan lahan Non HR (Ha) 0,01
2
Asmin
58
SD
2
0.0135
1
0.17
Petani
hansip Buruh Tani RT
3
Jain
60
4
Apung
1
0.05
5
2
Petani
Buruh
0.4
0.06
SR
2
Wiraswasta
-
1
0.08
47
SD
4
Petani
0.04
0.015
Emuh
54
SD
7
Petani
0.5
0.165
9
Sapri
43
SD
6
Petani
2
0.5
10
Agus
45
SD
3
Petani
0.2
0.01
11
Engkus
52
SD
3
Petani
2
0.15
12
Adung
48
SMP
3
Petani
0.4
0.15
13
Apip
50
SD
1
Petani
1
0.02
14
Odang
43
SD
3
Petani
0.8
0.1
15
Jamsuri
51
SD
6
Petani
0.5
0.01
16
Anim
53
SD
5
Petani
0.8
0.015
17
Sarip
52
SD
4
Petani
1
-
18
Nyangsang
53
SD
3
Petani
0.5
0.015
19
Sofian
40
SMP
4
Bertani
0.1
-
20
Sarmin
50
SD
5
Pedagang
0.72
0.24
Pekerjaan pokok
Pekerjaan sampingan
Petani
Buruh
5
Petani
_
4
Petani
48
SD
4
Pulung
47
-
6
Darip
72
7
Ukar
8
Pendidikan
Aparat Desa Petani
Buruh Tani Buruh Tani Buruh Tani Buruh Tani Buruh Tani Penjaga Sekolah Buruh Tani Buruh Tani Buruh Tani Buruh Tani Buruh Tani Buruh Tani
26
Lampiran 3 Dokumentasi Lapang pada bulan Mei s.d Juni 2014
Jalan menuju lokasi penelitian
Topografi Desa Pasir Madang
Lokasi Perkampungan
Situs bekas bangunan pekebunan
27
Bentuk pengelolaan agroforestry
Hutan rakyat masyarakat
Hutan rakyat investor
28
Pemanenan hasil kayu yang dikenal dengan sistem tebang butuh
Pembibitan warga hasil program
Peternakan dan kehidupan anak petani
29
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 05 Juni 1990 dari ayah Drs. Baban Sobandi (Alm) dan ibu Iis Sari Hayati. Penulis adalah putra ke-empat dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 2003 di SDN Sukarasa I Sumedang, dan lulus SMP Negeri 1 Tomo Sumedang tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sumedang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan serta mendapatkan Beasiswa Satu Siklus Provinsi Jawa Barat 2009-2014. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi internal dan eksternal kampus yakni, UKM Bola Voli IPB tahun 2009-2011, Wakil Ketua OMDA Wapemala Sumedang 2009-2010, Wakil Ketua Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB 2010-2011, Anggota Forest Managemen Sudent Club (FMSC) 2010-2011, Anggota Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Kehutanan IPB 2011, Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB 2011-2012, Koordinator Forum Regional III Sylva Indonesia wilayah Jawa Barat dan Kalimantan Barat 2012, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Sylva Indonesia 2012-2014. Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitian kegiatan mahasiswa diantaranya : panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) 2011,2012, dan 2013 sebagai anggota divisi acara, kepala divisi Sponshorship, dan Steering Commite Sponsorship. Kegiatan Temu Manager FMSC 2012 sebagai kepala divisi Humas, juri dalam lomba Karya Ilmiah Tingkat Nasional dalam rangka Semarak Dunia Kehutanan IPB 2013. Kepala divisi Acara Semiloka Nasional Sylva Indonesia 2011, Penanggungjawab Riset Aksi Sylva Indonesia regional III Jabar dan Kalbar bersama PT. Antam Tbk, pada tahun 2012. Aktif menjadi Penanggung Jawab dan penasehat kegiatan Nasional Sylva Indonesia diantaranya, Rapat Kerja Nasional di IPB 2012, Latihan Kepemimpinan Nasional Mahasiswa Kehutanan seIndonesia di Univ. Tanjungpura 2013, Lokakarya Nasional Mahasiswa Kehutanan se-Indonesia di Univ. Negeri Papua 2013, Seminar Nasional Mahasiswa Kehutanan se-Indonesia di Univ. Haluleo 2013, dan Pelatihan Mahasiswa Kehutanan se-Indonesia di Univ. Riau 2014. Penulis juga menjadi asisten Ekologi Hutan Departemen Silvikulur Fakultas Kehutanan IPB tahun ajaran 2011/2012. Dalam bidang olahraga beberapa prestasi pernah diraih oleh penulis antara lain ialah Juara I Bola Voli Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2010 dan 2014, Juara 2 Olimpiade Atletik IPB Cabang Lari Gawang 100 m, Juara 4 Bola Voli Putri sebagai pelatih pada OMI 2014. Penulis melaksanakan Praktek Magang mandiri di Perum Perhutani Unit III KPH Sumedang tahun 2011, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Timur dan Papandayan pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) tahun 2012 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, Cianjur dan Bandung. Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Perum Perhutani KPH Tasikmalaya pada bulan Juni s.d Juli tahun 2013 dan melaksanakan Kegiatan Penelitian pada bulan Mei-Juni 2014 di lahan eks Perkebunan Desa Pasir Madang Kecamatan Sukajaya, Bogor dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir Hariadi Kartodihardjo, MS.