KAJIAN KLASIFIKASI USAHATANI UBI JALAR PADA PETANI KECIL BERDASARKAN UU No. 20 TAHUN 2008 (Studi Kasus di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
AHMAD HILMAN DZUL ILMII
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Klasifikasi Usahatani Ubi Jalar pada Petani Kecil Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 (Studi Kasus di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disesuaikan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Ahmad Hilman Dzul Ilmii H34124019
iii
ABSTRAK AHMAD HILMAN DZUL ILMII. Kajian Klasifikasi Usahatani Ubi Jalar pada Petani Kecil berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 (Studi kasus di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Dibawah bimbingan SUHARNO. Ubi jalar berpotensi sebagai diversifikasi sumber pangan berkarbohidrat tinggi, dapat digunakan sebagai bagan pangan, pakanm dan bahan baku industri. Meninjau ukuran usaha pada komoditi ubi jalar dalam pespektif umkm dinilai penting, usahatani ubi jalar dalam perspektif UMKM diukur berdasarkan kekayaan bersih dan nilai penerimaan pertahun, tetapi dalam studi ekonomi pengukuran suatu usaha dapat dihitung berdasarkan kinerja usahanya. Dengan menggunakan ukuran kinerja tersebut pemerintah jauh lebih mudah mengklasifikasi suatu usaha dalam kelompok-kelompok tertentu sesuai esensi kebijakan yang membantu yang berpotensi lemah. Maka untuk mengetahui keadaan yang terjadi penelitian ini mencoba untuk meninjau kondisi aktual yang dialami usaha tani ubi jalar pada petani kecil sebagai salah satu agen ekonomi di Indonesia. Pemilihan lokasi penelitian dan responden dilakukan secara purposive. Data yang dibutuhkan adalah data primer dan data skunder,kemudian diolah secara kuantitatif menggunakan microsoft office exel lalu hasilnya dianalisis secara kualitatif. hasil analisis menunjukkan kinerja usahatani pada “petani kecil” dengan luas lahan rata-rata sebesar 0.21 ha dilokasi penelitain, menunjukkan bahwasanya usahatani yang dilakukan “petani kecil” merupakan usaha yang produktif dengan nilai R/C 1.34 terhadap biaya tunai atau nilai R/C 1.10 terhadap biaya total dan menguntungkan dengan penerimaan tunai sebesar Rp 2 384 578.34 pertahun atau penerimaan total sebesar Rp 769 262,95 pertahun. Dan dalam perspektif klasifiaksi UMKM nilai penjualan bersih dan kekayaan bersih selama satu tahun petani kecil dalam penelitain ini masuk dalam skala “usaha mikro”. Usaha mikro memiliki jumlah usaha yang besar, tetapi memiliki struktur ekonomi yang lemah dimana nilai produk yang rendah, bentuk usaha yang belum legal, dan tingkat pendidikan pelaku bisnis yang rendah.Maka untuk mencapai esensi kebijakan yang membantu mereka yang secara struktural lemah, pemerintah perlu meninjau kembali perspektif dari klasifikasi UMKM (usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) pada Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2008 agar dapat disesuaikan pada kondisi aktualnya, atau definisi yang ada dapat ditambah menjadi UGMKM (Usaha Gurem, Mikro, Kecil dan menengah). Kata kunci: Petani kecil, ukuran UMKM, kebijakan, kinerja usaha.
ABSTRACT AHMAD HILMAN DZUL ILMII . Study Classification Sweet Potato Farming pada Small Farmers under Law No. 20 , 2008 ( Case Study in Cikarawang Village , District Dramaga , Bogor Regency , West Java Province ). Under the guidance of SUHARNO. Sweet potato has potential as a diversified source of high carbohydrate food, can be used as a food chart, pakanm and industrial raw materials. Reviewing the size of the business in commodity sweet potatoes in pespektif SMEs considered important, sweet potato farming in the perspective of SMEs is measured by net worth and the value of revenues per year, but in the measurement of economic studies of a business can be calculated based on the performance of its business. By using the performance measures the government is much easier to classify a business in specific groups according essence helps policies potentially weak. So to know the circumstances of this research attempts to review the actual conditions experienced sweet potato farming on small farmers as one economic agent in Indonesia. Selection of study sites and respondents were purposively. The required data are the primary data and secondary data, and then analyzed quantitatively using microsoft office exel and the results were analyzed qualitatively. analysis shows the performance of farms in the "small farmers" with an average land area of 0:21 ha penelitain location, shows that farming is done "small farmers" is a productive business with the R / C 1.34 against cash cost or value of R / C 1:10 of the total costs and benefits with cash receipts amounted to USD 2 384 578.34 per year or total revenues of Rp 769 262.95 per year. And in the perspective of SMEs klasifiaksi net sales and net assets for the year in the small farmers of the research included in the scale "micro-enterprises". Microenterprises have a great amount of effort, but it has a weak economic structure in which a low value product, which is not a legal form of business, and education level were rendah.Maka businesses to achieve the essence of policies that help those who are structurally weak, the government needs to review back perspective of classification MSMEs (Micro, Small, and Medium Enterprises) in Article 6 of Law No. 20 of 2008 in order to adapt to the actual conditions, or existing definitions can be added into UGMKM (landless Enterprises, Micro, Small and medium enterprises). Keywords: Small farmers, the size of SMEs, policy, business performance.
v
KAJIAN KLASIFIKASI USAHATANI UBI JALAR PADA PETANI KECIL BERDASARKAN UU No. 20 TAHUN 2008 (Studi Kasus di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
AHMAD HILMAN DZUL ILMII
Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi
Kajian Klasifikasi Usahatani
Ubi Jalar
pada
Petani
Kecil
Berdasarkan UU No.20 Tahun 2008, (Studi Kasus di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogar, Provinsi Jawa Barat) Nama
Ahmad Hilman Dzul Ilmii
NIM
H34124019
Disetujui oleh
Dr Ir Suhamo, MA. Dev Pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
1 0 MAR 2015'
vii
PRAKATA
Puji dam syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Kajian Klasifikasi Usahatani Ubi Jalar pada Petani Kecil berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 (Studi kasus di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” ini berhasil diselesaikan dengan baik. Penelitian yang dilakukan di Desa Cikarawang, Kec. Dermaga, Kab. Bogor ini mengangkat tema keberadaan usaha petani kecil dalam agribisnis dan dilaksanakan sejak pertengahan bulan Juli 2014 sampai dengan bulan Januari 2015. Penyusunan dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, rasa terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Suharno selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak dan ibu petani kecil di lokasi penelitian yang telah bersedia membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga ingin penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman atas doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Ahmad Hilman Dzul Ilmii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN
viii ix x x 1
Latar Belakang
1
Peru musan Masalah
2
Tujuan Penelit ian
4
Manfaat Penelit ian
4
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
Pembangunan dan Pengembangan Skala Usaha Kecil dan Mikro
5
Peran Usaha Mikro dalam Ekonomi Nasional
7
Keragaan Ubi Jalar
9
KERANGKA PEMIKIRAN
11
Kerangka Teoritis
11
Usaha Mikro Skala Usaha Konsep Usahatani Konsep Pendapatan Usahatani Akuntansi Kerangka Pemikiran Operasional
11 12 12 15 16 17
METODE PENELITIAN
18
Lokasi dan Objek Penelitian
18
Penentuan Responden
18
Jenis dan Sumber Data
19
Metode Pengolahan dan Analisis Data
19
Analisis Kinerja Usahatani Ukuran Kriteria usaha berdasarkan penjualan bersih dan kekayaan bersih
19 20
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
21
Gambaran Umu m Desa Cikarawang
21
Karakteristik Petani Responden
22
Jenis Pekerjaan Samp ingan Umur Tingkatan Pendidikan Pengalaman Usahatani Keikut Sertaan dalam Kelo mpok Tani Kepemilikan Lahan ANALISIS KERA GAAN “PETANI KECIL” UBI JA LAR
22 23 23 24 24 25 25
Penggunaan Lahan dan Pola Tanam Ubi Jalar
25
ix
Kebutuhan Input Produksi Ubi Jalar Kebutuhan Tenaga Kerja Ubi Jalar Produksi Ub i Jalar
ANALISIS KINERJA USAHATANI UBI JALAR PETANI KECIL DI DESA CIKARAWANG
26 27 28
29 29
Analisis Biaya/Cost Usahatani
29
Biaya Operasional Biaya Kebutuhan Input Produksi Rekap itulasi Biaya /cost Usahatani Ubi Jalar pada petani kecil
30 30 32
Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar pada Petani Kecil
34
Analisis Batasan Kriteria UMKM Pada Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang
36 36
Analisis Hasil Penjualan Tahunan berdasarkan UU No 20 Tahun 2008
36
Analisis Kekayaan Bersih berdasarkan UU No 20 Tahun 2008
37
IMPLIKASI KEBIJAKAN SIMPULAN DAN SARAN
39 40
SIMPULAN
40
SARAN
40
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
41 43
DAFTAR TABEL No Halaman 1 Produksi, luas panen, produktivitas dan pertumbuhan prouktivitas tanaman Ubi Jalar di Indonesia tahun 2003-2013 1 2 Trend penurunan luas panen dan pertumbuhan Luas panen tanaman Ubi Jalar di Indonesia tahun 2003-2013 2 3 Peranan UMKM dalam Perekonomian Nasional tahun 2011-2012 7 4 Kriteria Usha UMKM 9 5 Penggolongan usia penduduk di Desa Cikarawang tahun 2013 20 6 Mata pencaharian penduduk di Desa Cikarawang tahun 2013 21 7 Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sampingan 22 8 Karakteristik petani respendon berdasarkan umur 22 9 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan 23 23 10 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani 11 Sebaran Jumlah dan Presentase Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kelompok Tani 24 12 Sebaran Jumlah dan Presentase Petani Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan 24 13 Rata-rata Penggunaan Input Bahan Produksi untuk 0,2 Hektar Tanaman Ubi Jalar Pada Uasahatani petani kecil di Desa Cikarawang per musim tanam 26
14 Kebutuhan Tenaga Kerja untuk 0,2 Hektar Tanaman Ubi Jalar Pada Uasahatani petani kecil di Desa Cikarawang 15 Produksi 1 Tahun untuk 0,21 Hektar Tanaman Ubi Jalar Pada Uasahatani petani kecil di Desa Cikarawang 16 Rekapitulasi Biaya Untuk 0,21 Hektar Tanaman Ubi Jalar Pada petani kecil di Desa Cikarawang 17 Pendapatan Bersih Untuk 0,21 Hektar Tanaman Ubi Jalar Pada Uasahatani petani “Gurem” di Desa Cikarawang 18 Pendapatan Usahatani untuk 0,21 Hektar Tanaman Ubi Jalar Pada petani kecil di Desa Cikarawang per Tahun 19 Penjualan Bersih untuk 0,21 Hektar Tanaman Ubi Jalar per Tahun Pada Uasahatani petani “Gurem” di Desa Cikarawang 20 Kriteria Penerimaan bersih berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 21 Kekayaan Bersih untuk 0,21 Hektar per Tahun Tanaman Ubi Jalar Pada Uasahatani Petani Kecil di Desa Cikarawang 22 Kriteria Kekayaan Bersih berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008
27 28 32 34 35 37 37 38 39
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram kemiskinan (Robinson 2000) 2 Bagan Pemikiran Penelitian 3 Diagram periode tanaman Ubi Jalar di Desa Cikarawang
9 14 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabel Produksi, Luas panen, dan Produktivitas Ubi Jalar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten 2012-2013 2 Sebaran Biaya Penyusutan Peralatan dan Sebaran Hutang Usaha yang milik Petani Kecil di Desa Cikarawang 3 Rekapitulasi Penerimaan per-responden di Desa Cikarawang Tahun 2014 4 Dokumentasi Penelitian pada “Petani Kecil” beberapa aktivitas usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang Tahun 2014
44 45 46 48
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kesuksesan ekonomi industri sangat dipengaruhi oleh daya saing yang dibutuhkan peran banyak sektor, salah satunya adalah UMKM yang berperan penting dalam perekonomian industri suatu negara. UMKM juga bertanggung jawab untuk mendorong Inovasi untuk mencapai daya saing. Upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesempatan, kemampuan, dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, telah ditetapkan berbagai kebijakan yang tertuang pada UU RI No 20 Tahun 2008. Pertumbuhan unit UMKM di Indonesia terus meningkat khususnya pada usaha mikro sebesar 1,2 persen dikarenakan biaya modal yang rendah. Struktur UMKM berdasarkan sektornya, pertanian pada skala mikro sebesar 55 jutaan unit sekitar 54 persen merupakan usaha yang bergerak dibidang pertanian dalam arti luas atau agribisnis. Ditinjau dari pertumbuhan UMKM di Indonesia tidak terlepas dari bidang agribisnis. Maka dilihat dari peranan agribisnis dalam pembangunan nasional salah satunya adalah mencukupi sumber konsumsi bahan pangan dan serat penduduk Indonesia yang terus tumbuh memiliki persoalan yang penting. Tabel 1. Perkembangan unit usaha umkm dari tahun 2008-2012. INDIKATOR Unit Usaha
SATUAN
TUHAN 2008
2009
2010
2011
2012
1
Mikro
unit
50 847 771
52 176 771
53 504 416
54 559 969
55 856 176
2
Kecil
unit
522 124
546 643
568 997
602 195
629 418
3
Menengah
unit
39 717
41 336
42 008
44 280
48 997
4
Besar
unit
4 650
4 676
5 150
4 952
4 968
Jumlah unit 51 414 262 Sumber: Kementrian KUMKM
52 769 426
54 120 571
55 211 396
56 539 559
Dalam bidang agribisnis terdapat banyak sub bidang didalamnya yaitu sub bidang input, sub bidang prosesing atau pengolahan, sub bidang pemasaran, sub bidang pendukung, dan yang tidak kalah penting adalah sub bidang pertanian yang menghasilkan produk-produk primer atau produk segar. Sub bidang pertanian menyediakan produk-produk primer sumber konsumsi bahan pangan di Indonesia sumber bahan pangan berkarbohidrat dibagi dalam 2 kategori besar yaitu padi dan non padi. Dalam mencukupi kebutuhan sumber konsusmsi bahan pangan untuk 250 juta jiwa di Indonesia produk non padi menajadi salah satu bahan diversifikasi untuk tercapainya swasembada sumber bahan pangan berkarbohidrat salah satunya adalah ubi jalar. Ubi jalar merupakan sumber bahan pangan berkarbohidrat tinggi, yaitu 45 persen lebih tinggi dari pada padi (De Vries et al. 1976 diacu dalam Zuraida, 2009) sehingga berpotensi menjadi bahan diversifikasi untuk bahan pangan berkarbohidrat. Ubi jalar dapat digunakan sebagai sumber bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Sehingga selama tahun 2010-2014 komoditas tersebut menjadi perhatian pemerintah dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
2
Minami (1996) dalam Maudi (2010) mengutarakan bahwa peningkatan jumlah penduduk akan mendorong pengelolaan lahan pertanian secara intensif sehingga akan meningkatkan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu pengelolaan pertanian secara berkelanjutan menjadi sangat penting untuk menjaga kelestarian kegiatan pertanian dan menjaga kestabilan produksi pertanian. Tabel 1 Produksi, luas panen, produktivitas dan pertumbuhan produktivitas tanaman ubi jalar di Indonesia tahun 2003-2012. Thn
Produksi (ton)
Luas Panen (ha)
Produktivitas (ton/ha)
Pertumbuhan Produktivitas (%)
2003
1 991 478
197 455
10.09
-
2004
1 901 802
184 546
10.31
2.18
2005
1 856 969
178 336
10.41
1.04
2006
1 854 238
176 507
10.51
0.89
2007
1 886 852
176 932
10.66
1.51
2008
1 880 977
174 561
10.78
1.04
2009
2 057 913
183 874
11.19
3.87
2010
2 051 046
181 073
11.33
1.21
2011
2 196 033
178 121
12.33
8.84
2012
2 483 460
178 295
13.93
12.98
Sumber Data: basis data
Pertumbuhan Rata-Rata (%)
3.73
pertanian Kementrian Pertanian2014.
Trend positif pertumbuhan produktivitas rata-rata absolut adalah sebesar 11.15 ton/ha atau sebesar 3.73 persen menunjukkan dorongan pengelolaan lahan pertanian yang semakin intensif dalam memenuhi tuntutan produksi. Sehingga dalam peningkatan pertumbuhan produktivitas per tahun di tuntut mampu menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Bila melihat dari kondisi aktualnya dengan terus menurunnya luas panen dan tuntutan terus meningkatnya kebutuhan produksi ubi jalar maka menjadi perhatian dalam diri peneliti untuk mengkaji kembali apakah usahatani pada petani ubi jalar masih memiliki kinerja usaha yang baik terlebih pada petani kecil. Perumusan Masalah Pelaksanaan kebijakan tentang ukuran usaha mikro, kecil, dan menengah yang tertuang dalam UU RI No 20 Tahun 2008 serasa nampak tidak menyeluruh pada pelaku ekonomi. Dewasa ini usaha mikro menjadi perhatian bagi pemerintah dalam penerapan kebijakannya, karena usaha mikro dianggap sebagai ekonomi rakyat. Usaha mikro sejak 2008-2012 memiliki jumlah yang besar dan terus tumbuh 2.8 persen per tahunnya (1.2 juta unit per tahun). Bertumbuhan usaha mikro dikarenakan biaya modal yang rendah dan bantuan pembiayaan baik dari pemerintah maupun institusi non pemerintah dalam menumbuhkan ekonomi rakyat tersebut. Usaha mikro memiliki pangsa usaha terbesar tetapi besarnya pangsa usaha tidak serta merta menunjukkan kondisi yang baik pada kelas usaha mikro. Kebijakan yang dibuat pemerintah akan semakin tidak tepat sasaran pada pelaku
3
usaha mikro yang lemah karena tidak adanya ukuran kinerja pada pengklasifikasian yang di buat pemerintah. Berdasarkan sektornya terdapat peran sektor pertanian yang begitu besar yaitu 54 persen dari jumlah usaha yang ada. Salah satu komoditi yang memiliki peran dalam usaha nasional adalah ubi jalar merupakan yang merupakan salah satu dari tujuh komoditas yang menjadi unggulan nasional. Untuk itu, selama tahun 2010-2014 komoditas tersebut menjadi perhatian pemerintah dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011). Hal ini akan dapat terlaksana dengan baik jika komoditas tersebut dapat memberikan keuntungan bagi petani sehingga petani mau untuk mengusahakan komoditas tersebut. Sentra produksi ubi jalar Nasional berada di Jawa Barat, yang berpusat di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Bogor. Salah satu wilayah penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor adalah Desa Cikarawang. Desa Cikarawang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tabel 2. Produksi, Luas panen, dan Produktivitas Ubi Jalar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten 2012-2013 2012 Luas No. Kecamatan Pnen (ha) 1. Tenjolaya 8.857 291 2. Cibungbulang 244 655 3. Ciampea 2.540 122 4. Dermaga 2.040 135 5. Megamendung 2.604 152 Sumber: BPS Kabupaten Bogor 2013 Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha) 14,59 14,53 14,61 14,57 13,71
Produksi (ton) 8.732 8.822 8.576 2720 3.644
2013 Luas Produktivitas Pnen (ton/ha) (ha) 603 14,48 601 14,68 586 14,63 190 14,32 269 13,55
Luas kepemilikan lahan pertanian ubi jalar di Desa cikarawang kurang dari 0,5 ha lebih dominan dibandingkan luas kepemilikan lahan lebih dari 0,5 ha dalam penelitian farah (2012). Serta kemilikan aset yang kecil berupa peralatan pertanian yang sederhana berupa alat senprot, cangkul, gunting, garu, dan lain sebagainya menjadi aset milik petani dalam mengusahakan ubi jalar. Penentuan kepemilikan aset yang dimiliki petani merupakan syarat dari klasifikasi dari UU No. 20 tahun 2008 yang memberikan batasan pada penjualan bersih pertahun dan kekayaan bersih pertahun. Maka dari kepemilikan aset yang kecil dan luas kepemilikan lahan yang sempit jika dihubungkan dengan pespektif UMKM maka usaha yang dilakukan petani kecil masuk dalam kelompok mana. Meninjau ukuran usaha pada komoditi ubi jalar dinilai strategis untuk dilaksanakan, agar dapat diperoleh manfaat besar berupa informasi mengenai sumberdaya yang dimiliki dan digunakan oleh petani untuk berproduksi berdasarkan keadaan ukuran usaha yang dimiliki. Sebagai upaya yang telah dan sedang di lakukan selama ini lebih tertuju kepada usaha-usaha peningkatan kapasitas produksi yang bisa dilaksanakan oleh usaha yang struktur modalnya cukup. Hal ini sangat bertentangan dengan usaha yang terbatas terhadap sumberdaya yang dimiliki dan struktur modal yang kecil. Upaya-upaya pembaharuan kebijakan untuk meningkatkan informasi yang lebih baik terkait klasifikasi ukuran usaha kurang mendapat perhatian. Seolaholah klasifikasi yang pemerintah tetapkan sudah memberikan informasi yang
4
ideal. Dalam studi ekonomi pengukuran suatu usaha tidak hanya berdasarkan kekayaan bersih yang dimiliki dan nilai penerimaan pertahun saja, melainkan juga dapat mengukur suatu usha berdasarkan kinerja usaha yang dioprasikan baik berupa penerimaan bersih pertahun dan rasio dari biaya terhadap penerimaan untuk mengukur efisiensi. Dengan menggunakan ukuran kinerja tersebut pemerintah jauh lebih mudah mengklasifikasi suatu usaha dalam kelompokkelompok tertentu. Sehingga komoditi dan lokasi penelitian sesuai sebagai objek kajian dalam tema “Skala Usaha dalam Agribisnis” kususnya keberadaan skala usaha petani kecil pada usahatani ubi jalar. Dari permasalah yang diuraikan diatas dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kinerja Usahatani ubi jalar pada agribisnis “petani kecil” ? 2. Bagaimana Kesuaikah perspektif UMKM dalam mencakup Usaha “petani kecil” ? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kinerja Usahatani pada petani kecil di daerah peneltian. 2. Menganalisis ukuran usaha dalam perspektif klasifikasi UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) pada agribisnis petani kecil di lokasi penelitian. Manfaat Penelitian Dengan tujuan yang ditetapkan maka penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Dapat memberikan bahan ferifikasi kriteria kebijakan pemerintah dalam UU no 20 tahun 2008 tentang usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mewadahi batasan Usaha yang ada di Indonesia. 2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Batasan atau asumsi yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Wilayah penelitian adalah dibatasi sebagai daerah yang dianggap memanfaatkan secara khusus yang dikaji dari lokasi penelitian. 2. Petani berlahan sempit adalah seseorang yang matapencaharian utama sebagai petani dengan luas lahan pengusahaan kurang dari 0,5Ha; 3. Agribisnis merupakan rangkaian aktivitas bisnis yang merentang dari “pintu gerbang usahtani hingga meja makan”, meliputi usaha memasuk sarana produksi pertanian, produksi , dan transformasi hasil panen, dan distribusi (pemasaran) hingga ke konsumen akhir, di dunia aktivitas rangkainnya menjadi sumber penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan.
5
4.
5.
6.
Menurut peraturan Mentri Keuangan Nomor 12/PMK.06/2005 tentang pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil, kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut : (1) Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia, secara individu atau tegabung dalam koperasi, (2) Memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp 100 juta per tahun. Menurut definisi BPS, usaha mikro merupakan kegiatan usaha (industri) dikategorikan sebagai usaha (industri) mikro jika tenaga kerja yang di pekerjakan berjumlah antara 1-4 orang. pada undang-undang no 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mengatur batasan dan kriteria UKM dilihat dari omset dan aset: (1) Usaha mikro memiliki aset maksimal Rp 50 juta dan omset maksimal Rp 300 juta/tahun; (2) Usaha Kecil memiliki aset > Rp 50 juta –Rp 500juta dengan omset > Rp 300 juta-Rp 2.5 miliar / tahun; (3) Usaha menengah memiliki aset > Rp 500 juta –Rp 10 miliar dengan omset > Rp 2.5 miliar – Rp 50 miliar/tahun.
TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan dan Pengembangan Skala Usaha Kecil dan Mikro Pembangunan dan pengembangan pertanian dalam usaha kecil dan Mikro di suatu daerah memiliki makna yang berbeda. Pembangunan pertanian skala kecil diindentikkan dengan aktivitas memulai sebuah pertanian dimana sebelumnya sama sekali masih belum ada. Sejak sebelum kemerdekaan ekonomi Indonesia telah dilihat sebagai suatu perekonomian yang dualistik. Penjajahan Belanda yang panjang telah mengukuhkan keadaan tersebut dengan dualisme pendekatan pembangunan yang memperkenalkan kegiatan onderneming yang dipisahkan dari perekonomian rakyat sehingga enclave economy hadir, dari perkebunan kemudian meluas sampai pada perusahaan perminyakan dan mastchapai lainnya. Setelah kemerdekaan kita mengenal kegiatan perekonomian rakyat, usaha milik Negara dan usaha swasta dengan keinginan kuat mengembangkan koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai untuk menjadi wadah perekonomian rakyat. Tidak banyak hasil studi tentang bagaimana pembangunan skala usaha kecil dan mikro yang terus tumbuh sebesar 1.3 juta unit dari tahun 2011-2012. Skala usaha kecil dan mikro pada tahun krisis 1997-2001 memberikan perkembangan yang semakin besar sumbangannya terhadap pertumbuhan PDB. Hal ini seolaholah mengesankan bahwa kedudukan usaha kecil dan mikro di indonesia semakin kokoh. Kesimpulan ini pada saat itu memang memperkuat kesadaran baru akan posisi penting pengembangan UKM di tanah air. Namun barangkali perlu dikaji lebih mendalam agar tidak menyesatkan kita dalam merumuskan strategi pengembangan dalam perspektif jangka waktu yang panjang. Kompleksitas ini akan semakin terlihat lagi bila dikaitkan dengan konteks dukungan yang semakin kuat terhadap perlunya mempertahankan usaha kecil dan mikro.
6
Menurut Urata1 kedudukan UKM dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari : (a). Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor; (b). Penyedia lapangan kerja yang terbesar; (c). Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat; (d). Pencipta pasar baru dan inovasi; serta (e). Sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor. Posisi penting ini sejak dilanda krisis tidak semuanya berhasil dipertahankan sehingga pemulihan ekonomi belum optimal. Pada aktifitas pengembangan pertanian skala kecil dan mikro lebih ditekankan pada pembenahan pola pengusahaan atau penambahan aktivitas produksi pada pertanian skala usaha kecil dan mikro yang telah diterapkan dengan pemberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) berasal dari bahasa inggris dengan kata dasar to empower. Menurut Marriam-Webster Online Dictionary (2014)2 to empower diartikan sebagai to promote the salf-actualization or influence of (mempromosikan aktualisasi diri atau pengaruh terhadap sesuatu). sedangkan (Naraya, 2002 dalam kusmuljono, 2007) mengartikan pemberdayaan sebagai “ peningkatan modal dan kemampuan dari rakyat yang lemah untuk berpartisipasi dalam, bernegosiasi dengan, mempengaruhi, mengawasi, dan mengendalikan tanggung jawabkelembagaan yang mempengaruhi hidupnya”. Menurut Parijono dan Pranarka (1996), pemberdayaan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar menawan masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatankekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Disamping itu, juga mengandung arti melindungi (protecting) dan membela dengan berpihak (targetting) pada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak berimbang dan eksplorasi atas yang lemah (Sumodiningrat 1999). Pemberdayaan/pengembangan masyarakat petani berarti menciptakan kondisi hingga petani (yang lemah) dapat menyumbangkan kemampuannya secara maksimal untuk tujuannya. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu (Wibowo, 2002). Djohani (1996) juga mengertikan pemberdayaan masyarakat sebagai pengembangan kemampuan masyarakat agar secara berdiri sendiri memiliki ketrampilan untuk mengataasi masalah-masalah mereka sendiri. Menunjukkan sendiri. Menunjukkan pada penjulasan tersebut, maka pemberdayaan merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada manusia, dengan mengedepankan azas partisipasi (participacy), musyawarah dan keadilan (equity), yang dalam prosesnya memberikan sesuatu kemudahaan (akses) sehingga pada akhirnya diciptakan kemajuan dan kemandirian. Pemberdayaan merupakan proses belajar produktif dan reproduktif. Menurut kusmuljono (2007)“Reproduktif artinya mampu mendayagunakan potensi diri dan lingkungannya, sedangkan reproduktif berarti mampu mewarisi nilai-nilai kearifan”. Sehingga setiap generansi yang berdaya harus mampu mewarisi dan mewariskan nilai kearifan yang memiliki kaidah-kaidah 1
Urata, Shujiro, Prof : Policy Recommendation for SME Promotion in the Republic of Indonesia, JICAReport, Jakarta, 2000. 2 Deffinisi to empower. http://www.merriam-webster.com/dictionary/empower [Feb 2014]
7
keberlanjutan, sehingga nilai-nilai pembebasan diri dari keterbelakangan pengetahuan dan belenggu kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat dapat dikembangkan dalam konteks pembangunan masyarakat dan pengembangan dari sistem Tiga-P (pendampingan, penyuluhan, dan pelayanan) menurut Vitayala dalam Pambudya dan Adhi (2000). Pendampingan memiliki tujuan agar dapat mennggerakkan peran total masyarakat, penyuluhan berfungsi merespon dan memonitoring perubahan yang terjadi di masyarakat, dan pelayanan bertujuan agar dapat mengontrol efektif dan efisien distribusi aset sumberdaya fisik dan non fisik yang diperlukan masyarakat. Semangat baru dunia yang menggeluti usaha kecil dan menengah (SME) juga telah berketetapan hati untuk menjadikan UKM sebagai motor pertumbuhan ekonomi di masadepan. Pernyataan ini paling tidak telah menjadi kesadaran baru bagi kalangan pelakuUKM di kawasan Asia Pacific sebagai mana mereka kemukakan di depan para Menteri yang membidangi UKM forum APEC yang bertemu di kota Christchurch New Zealandtahun 1999. Pengalaman, keyakinan dan harapan inilah yang kemudian menggeloramenjadi semangat yang terus didengungkan hingga saat ini. Di Indonesia sendiri pada masa awal orde baru hingga akhir Repelita I dilahirkan Instruksi Presiden No. 4/1973 tentang Badan Usaha Unit Usahayang meskipun formatnya luas tetapi pada dasarnya tetap memecahkan masalah ekonomi Keadaan ini berjalan dan untuk menampung perluasan dan pengembangan industrialisasi pedesaan dan mengkaitkan dengan pembangunan pertanian, maka lahirlah Inpres N0. 9/1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi yang menjadi cikal bakal model kemitraan agribisnis pertama dalam industri gula di Jawa. Dengan pengembangan padi dan tebu dalam program nasional, maka praktis dukungan industri dan distribusi input pertanian juga dikembangkan. Namun tetap format kelembagaannya adalah tunggal berorientasi stabilitas dan oleh karena itu di atur melalui koperasi. Dukungan lain adalah sistem perkreditan yang dikelola secara tertutup dalam sistem tata niaga yang dikaitkan dengan Bulog. Peran Usaha Mikro dalam Ekonomi Nasional Peran pengusaha mikro sangat penting dan strategis di negara-negara maju, lebih-lebih di negara berkembang seperti Indonesia. Data empiris dari pengalaman pola pembangunan nasional negara-negara maju yang relatif stabil, berkeadilan dan berkesinambungan disebabkan terutama oleh adanya kebijakan (political will/commitment) dan pemberdayaan (empowerment) yang tinggi oleh pemerintah kepada usah mikro (sanim 2004 dalam kusmuljono 2007). Menurut Meredith et al. dalam Sanim (2004) peranan UM diantaranya sebagai berikut : (1) alat distribusi untuk bisnis besar (distribution butlets for big business), (2) sumber pendapatan dan perolehan devisa, (3) menciptakan kompetisi (creation of competition), (4) medan bagi inovasi independen dan bakat kewirausahaan (avenues for independent innovation and entrepreneurial talent), dan (5) kontribusi bagi desentralisasi (contribution to decentralization). Secara sektoral, sekitar 60% dari total usaha mikro dan kecil adalah usaha mikro yang bergerak di sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Kemudian sebanyak 23% bergerak di sektor perdagangan, hotel, dan restoran,
8
sekitar 7% di industri pengolahan dan konsumsi, serta sisanya tersebar di sektor pertambangan dan penggalian, jasa keuangan, bangunan, listrik, gas dan air bersih (BPS 2014). Data Kementrian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa perkembangan UMKM terus meningkat. Jumlah unit UMKM tahun 2011 sebesar 54.5 juta kemudian meningkat menjadi 55.8 juta unit pada tahun 2012. Dari jumlah tersebut, usaha mikro dan kecil sebanyak 99.90 persen pada tahun 2012. Tabel mengenai peranan UMKM dalam perekonomian nassional tahun 2011-2012 dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Peranan UMKM dalam Perekonomian Nasional tahun 2011-2012 Indikator Jumlah total UMKM (unit) Total UMKM/ Total Usaha (% ) Tenaga kerja UMKM (orang) Tenaga kerja UMKM terhadap Total TK (% ) Investasi UMKM (Rp Miliar) PDB dari UMKM (Rp Miliar) PDB UMKM terhadap Total PDB (% ) Ekspor Non Migas UMKM (Rp Miliar) Ekspor Non Migas UMKM terhadap Total Ekspor (% )
2011 55 206 444 99.99 101 722 458 97.24 260 934.8 1 369 326,0 57.60 187 441.8 16.44
2012 56 534 592 99.99 107 657 509 97.16 300 175.7 1451 460.2 57.48 166 626.5 14.06
Sumber: Kementrian Koperasi dan UKM. Peran UMKM dalam perekonomian Indonesia pada tahun 2011-2012, mengindikasikan pula bahwa jumlah usaha mikro sekitar 55 juta unit usaha atau 98.80% total UMKM, menyerap hampir 107 juta orang atau 96.77% dari total tenaga kerja, namun sumbangan ekspornya hanya sekitar 14.06 % dari total ekspor non migas pada tahun 2012. Dengan demikian, usaha mikro, cukup berperan dalam perekonomian nasional. Guna mempercepat pemulihan pertumbuhan ekonomi dan terutama untuk lebih mensejahterakan rakyat, pada awal tahun 2005 Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan triple track strategi ekonomi nasional yaitu: (1) mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dan ekspor (pro growth); dan (2) menggerakkan sektor riil, Khususnya UMKM dalam rangka menciptakan lapangan kerja baru (pro job); dan (3) revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan untuk berkontribusi pada penanggulangan kemiskinan (pro poor). Dan semakin diperkuat pada pertengahan 2011 yaitu Perpres RI No 32 Tahun 2011, keinginan dari pemerintah Indonesia untuk dapat mempercepat realisasi perluasan pembangunan ekonomi dan pemerataan kemakmuran agar dapat dinikmati secara merata di kalangan masyarakat. Sehingga dibentuklah MP3EI (Masterplan Perencanaan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dimana percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi didukung berdasarkan potensi demografi dan kekayaan sumberdaya alam, dandengan keuntungan geografis masing- masing daerah. Dari strategi ini diharapkan akan tercipta dinamika ekonomi pedesaan yang secara gradual meningkatkan investasi masyarakat (community investment) di segala sektor ekonomi, termasuk sektor pertanian. Lambatnya investasi masyarakat selama ini salah satunya disebabkan ketidaksanggupan lembaga keuangan khususnya perbankkan sebagai lembaga intermediasi untuk meneruskan dana masyarakat kepada pengusaha mikro sehingga banyak dana masyarakat yang
9
mengendap di lembaga keuangan. Pemanfaatan sumberdana dari dana program juga belum optimal bagi pengembangan Usaha Mikro. Upaya pemerintah untuk membantuk UMKM misalnya dengan menghubungkan dengan pengusaha besar untuk bermitra belum cukup efektif untuk mengatasi masalah mengingat jumlahnya yang banyak dan tersebar di seluruh Indonesia. UMK masih menghadapi kendala dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya, seperti (1) keterbatasan kemampuan manajemen; serta (2) kualitas dan konsistensi produk. Dibeberapa kasus, inkonsistensi produk UMK lebih disebabkan oleh ketergantungan pada pasokan bahan baku. Ini mengindikasikan bahwa UMK belum cukup mandiri dan memiliki kontrol untuk bersaing. Permasalahan lain juga akan muncul ketika UMK melakukan perdagangan luar negeri (ekspor) produksinya, Seringkali terjadi penolakan oleh pihak pembeli di luar negeri terjadi akibat UMK tidak Confrom dengan persyaratan global. Keragaan Ubi Jalar Ubi Jalar berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan diversifikasi pangan. Karena pada suatu lahan dengan produktivitas 35 ton/ha umbi, mampu menghasilkan 48 x 106 kalori/ha sedangkan padi sebagai makanan berkarbohidrat yang sering di konsumsi masyarakat Indonesia kususnya jawa dan sumatra menghasilkan 33 x 106 kalori/ha atau dengan kata lain ubi jalar menghasilkan kalori 45 persen lebih tinggi daipada padi (DeVries et al. 1976 diacu dalam Zuraida, 2009). Selain itu ubi jalar juga merupakan produk pertanian yang di ekspor dari Indonesia ke negara-negara Impor dan Re-Ekspor seperti Singapura, Amerika Serikat, Belanda, Jepang, dan Malaysia. Ubijalar dapat digunakan sebagai sumber bahan pangan, pakan, dan bahan baku bagi industri. Selain itu bercocok tanam ubi jalar dapat mengisi potensi lahan kering di Indonesia dan pemenuhan kebutuhan pangan pada masa datang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan komoditi dilakukan secara purposive karena lokasi tersebut merupakan sentra produksi contohnya pada ubi jalar (Khotimah, 2010; Herdiman, 2010; Defri, 2011). Dikatakan sebagai sentra produksi ubi jalar karena baik dari Aspek teknis luas areal, produksi, produktivitasnya tinggi dan pengalaman petani sebagai manager land sudah tidak perlu di ragukan keahliannya. Input yang digunakan dalam usahatani ubi jalar antara lain bibit, pupuk, obat-obatan, lahan, tenaga kerja, dan modal. Ubi jalar termasuk salah satu tanaman pangan yang mudah dibudidayakan bahkan di lahan kering masam. Usahatani ubi jalar di lahan kering masam mempunyai tingkat keuntungan, efisiensi ekonomi, dan daya kompetitif yang tinggi daripada usahatani kacang hijau, kacang tanah dan kedelai tetapi lebih rendah dari jagung (Krisdiana dan Heriyanto, 2011). Indikator yang penting untuk diperhatikan dalam budidaya ubi jalar adalah penggunaan sarana produksi, teknik budidaya, dan pemasaran (Herdiman 2010). Namun, selama ini budidaya ubi jalar masih dilakukan secara tradisional dan belum menerapkan teknik budidaya yang sesuai dengan teori dan anjuran penyuluh serta pola tanam yang dilakukan dalam usahatani ubi jalar adalah sistem monokultur (Khotimah 2010; Defri 2011). Budidaya yang dilakukan hanya
10
berdasarkan pengalaman usahatani pada masing-masing petani. Budidaya ubi jalar dapat dilakukan secara organik ataupun konvensional seperti pada umumnya. Kelebihan budidaya ubi jalar secara organik adalah umbi lebih keras sehingga lebih cocok jika disalurkan ke pabrik keripik dan masa panennya pun dapat ditunda sampai usia tujuh bulan tanpa kebusukan pada umbi. Sedangkan budidaya ubi jalar secara konvensional dengan menggunakan pupuk kimia kelebihannya adalah umbi cepat besar dan masa panen lebih cepat namun umbi cepat membusuk jika tidak segera dipanen (Herdiman, 2010). Bibit yang digunakan dalam usahatani ubi jalar dapat berasal dari hasil produksi sebelumnya, produksi petani lain, dan hasil pembibitan sendiri. Penentuan varietas tertentu yang ditanam di daerah penelitian karena varietas tersebut memiliki rasa yang manis, produktivitas tinggi, tahan terhadap hama penyakit, harga jual tinggi, dan permintaannya di pasar selalu ada sepanjang tahun (Khotimah 2010; Defri 2011). Ubi jalar dapat dipanen saat umur tanaman 4,5-6 bulan. Umur panen ubi jalar dipengaruhi oleh kebutuhan petani, harga jual, dan orientasi usahatani. Di Kabupaten Kuningan yang merupakan sentra ubi jalar terbesar di Jawa Barat, ratarata produksi total ubi jalar sebesar 20.117,23 kg/ha (Khotimah 2010). Hasil panen petani berupa ubi jalar segar langsung dijual kepada pedagang pengumpul, industri yang membutuhkan bahan baku ubi jalar atau dipasarkan langsung ke pasar induk setempat (Khotimah 2010; Defri 2011) dan juga kepada tengkulak seperti di Desa Gunung Malang (Defri 2011). Hal ini dikarenakan produk turunan dari ubi jalar belum banyak dilakukan oleh petani. Sistem penjualan ubi jalar terdiri atas dua jenis yaitu sistem borongan dan sistem bukti (Herdiman, 2010; Defri, 2011). Sistem borongan merupakan sistem penjualan per luas lahan, seperti yang dilakukan di Desa Purwasari sedangkan sistem bukti merupakan sistem penjualan dimana pembeli yang melakukan pemanenan seperti di Desa Gunung Malang. Biaya terbesar yang dikeluarkan dalam usahatani ubi jalar adalah biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) seperti usahatani di Kecamatan Cilimus sebesar 49.40 persen dari biaya total (Khotimah 2010) dan sebesar 54.65 persen di Desa Purwasari (Defri, 2011). Jumlah HOK yang digunakan dalam usahatani ubi jalar terdiri dari 54.75 HOK Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan 235.02 HOK Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) (Khotimah, 2010). Hasil analisis pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus menunjukkan bahwa pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol. Selain itu, nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 1,67 dan rasio R/C atas biaya total 1.24 (Khotimah, 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di lokasi penelitian menguntungkan. Hal yang sama juga ditunjukkan pada pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga dan di Desa Gunung Malang yang menguntungkan dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai ataupun biaya total lebih dari satu (Herdiman, 2010, Defri, 2011).
11
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Usaha Mikro Menurut Peraturan Mentri keuangan Nomor 12/PMK.06/2005 tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil, Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut: (1) usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga Negara Indonesia, secara individu atau tergabung dalam koperasi, (2) Memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp 100 juta per tahun. Menurut definisi BPS, usaha mikro merupakan kegiatan usaha (industri) dikategorikan sebagai usaha (industri) mikro jika tenaga kerja yang dipekerjakan berjumlah antara 1-4 orang. Sedangkan menurut MoU antara Mentri Perekonomian Kesejahteraan Rakyat dan Bank Indonesia tentang Kredit UMKM, kredit usaha mikro adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro baik langsung maupun tidak langsung yang dimiliki, dan dijelaskan oleh penduduk miskin atau mendekati miskin dengan kriteria BPS, dengan plafon maksimal Rp 50 juta. Usaha mikro (UM) merupakan jenis usaha skala kecil yang umumnya merupakan sektor informal, seperti pedagang kaki lima, penjual sayuran, petani kecil, dan usaha rumah tangga. Menurut Robinson (2000), UM didefinisikan sebagai “economically active poor” (masyarakat miskin yang masih aktif secara ekonomi) yaitu masyarakat yang bekerja namun kekurangan pangan, masyarakat yang mempunyai tabungan dengan peningkatan yang kecil, dan masyarakat yang mampu membayar pinjaman kecil dengan bunga yang memungkinkan dari lembaga kredit yang menyediakan sendiri keuangannya.
The elder poor Economically Active poor The poorest Small scale business (usaha mikro) The younger poor Gambar 1 Diagram kemiskinan (Robinson 2000). Kelompok rakyat miskin yang masuk kategori fakir miskin (the poorest), berusia lanjut (the elder) dan anak-anak (the younger poor) adalah kelompok yang membutuhkan intervensi pelayanan kebutuhan dasar baik pangan, kesehatan, pendidikan, dan semacamnya. Sedangkan kelompok miskin yang aktif secara ekonomi (economically active poor) atau sering disebut sektor (pengusaha) mikro merupakan konstituen terbesar sebagai pelaku ekonomi nasional, mereka merupakan kelompok yang secara strategis potensial dan membutuhkan pelayanan serta pendampingan (Robinson 2000 dalam kusmuljono 2007). Menurut UU No. 20 Tahun 2008, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha Mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang adalah aset max 50 juta dan omzet max 300 juta. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usha yang bukan
12
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usah menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang adalah nilai aset lebih besar dari 50 jt sampai dengan max 500 juta dan nilai omzet lebih besar dari 300 juta sampai dengan max 2,5 Miliar. Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimilik, diakuisisi, atau menjadi bagaian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang yaitu nilai asset lebih besar dari 500 juta sampai dengan max 10 Miliar dan nilai omzet lebih besar dari 2,5 Miliar sampai dengan max 50 Miliar. Dalam kaitan ini, usaha mikro, kecil dan menengah selalu digabungkan dalam analisisnya sehingga gabungannya itu di sebut UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Tabel 4 Kriteria Usha UMKM Kriteria
Mikro
Jumlah Omzet
Max 300 jt
Jumlah Asset
Max Rp 50 jt
Kecil
Menegah
ket
>Rp 300jt – Rp 2.5 M >Rp 50 jt – Rp 500 jt
>Rp 2.5 M – Rp 50 M > Rp 500 jt – Rp 10 M
uu no. 20 thn 2008
Sumber: UU No. 20 Tahun 2008
Skala Usaha Jumlah luas lahan garapan merupakan salah satu ukuran besarnya usaha, di samping ukuran-ukuran lain seperti kepemilikat aset, jumlah tenaga kerja, penerimaan, keuntungan dan hal-hal lain yang dapat digunakan untuk mengukur suatu skala usaha (Kay dan Edwards, 1981). Penentuan skala usaha bertujuan agar petani ubi jalar dapat mengetahui sejauh mana dia harus berproduksi berdasarkan keadaan skala usaha yang dimilikinya. Soekartawi (2002) mengatakan bahwa maksud dari analisis usahatani adalah untuk mencari informasi tentang keragaan suatu usahatani yang dilihat dari berbagai aspek. Telaah seperti ini (kajian berbagai aspek) sangat penting karena tiap macam tipe usahatani pada tiap macam skala usaha dan pada tiap lokasi tertentu berbeda satu sama lain. Hal tersebut memang ada perbedaan dalam karakteristik yang dipunyai pada usahatani yang bersangkutan. Usahatani pada skala usaha yang besar umumnya bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemennya modern, lebih bersifat komersial. Sebaliknya, usahatani skala kecil umumnya bermodal pas-pasan, teknologinya tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat usahanya subsisten, serta lebih bersifat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Konsep Usahatani Usahatani dapat diartikan sebagai kegiatan onfarm dari sistem agribisnis. Mosher (1966) diacu dalam Soeharjo (1973) menggambarkan istilah farm sebagai bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, suatu keluarga tani atau badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara
13
ternak. Sejalan dengan hal tersebut, Rifai (1960) diacu dalam Soeharjo (1973) mendefinisikan ilmu usahatani sebagai ilmu yang mempelajari kesatuan organisasi dari alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan untuk mendapatkan produksi di lapangan pertanian. Ilmu usahatani menurut Hernanto (1989) adalah ilmu yang mempelajari dengan lebih terperinci tentang masalah-masalah yang relatif sempit. Sedangkan menurut Daniel (2001), usahatani merupakan kegiatan mengorganisasi (mengelola) aset dan cara dalam pertanian. Diartikan pula sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian. Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2009). Usahatani terbagi menjadi dua, yakni usahatani subsisten dan usahatani komersial. Usahatani subsisten hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan usahatani komersial sudah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak. Secara umum, sebagian besar petani masih menerapkan pola subsisten yakni usahatani dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau belum sepenuhnya ditujukan untuk dijual ke pasar (pola komersial). Soekartawi (1986) mengatakan pola subsisten ini biasanya dilakukan oleh petani kecil. Usahatani tersebut memiliki keterbatasan dalam hal sumberdaya seperti kekurangan modal, pendapatan yang rendah, namun cara kerjanya tidak sama. Tujuan petani kecil melakukan usahatani adalah menggunakan seefisien mungkin sumberdaya yang dimiliki. Soeharjo (1973) membuat klasifikasi usahatani menjadi empat hal yaitu: (1) Menurut bentuknya yaitu berdasarkan cara penguasaan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya, dibedakan atas penguasaan faktor-faktor produksi oleh petani seperti usahatani perorangan, kolektif, dan koperatif. Usahatani perorangan merupakan usahatani yang penyusunan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya dilakukan oleh seseorang. Usahatani kolektif merupakan suatu bentuk usahatani yang unur-unsur produksinya dimiliki organisasi secara kolektif baik dengan cara membeli, menyewa, menyatukan milik perseorangan, atau berasal dari pemberian pemerintah. Usahatani kooperatif merupakan bentuk peralihan antara usahatani perorangan dengan kolektif. Pada usahatani koperatif, tidak semua unsur-unsur produksi dikuasai bersama seperti lahan yang masih milik perseorangan. (2) Menurut coraknya yaitu berdasarkan tujuan ingin mencapai sesuatu dari hasil kegiatan usahanya, seperti usahatani yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (subsisten) dan untuk mendapatkan keuntungan sebesarbesarnya (komersil). (3) Menurut polanya yaitu pola usahatani ditentukan menurut banyaknya cabang usahatani yang diusahakan. Berdasarkan hal tersebut, maka usahatani dapat dibedakan menjadi usahatani khusus yaitu apabila usahatani hanya mempunyai satu cabang usaha, usahatani tidak khusus saat petani mengusahakan beragam cabang usahatani, dan usahatani campuran yaitu suatu bentuk usahatani yang diusahakan secara bercampur baik sesama
14
tanaman maupun tanaman dengan ternak. Usahatani campuran dikenal pula dengan istilah tumpang sari. (4) Menurut tipenya yaitu usahatani yang digolongkan dalam beberapa tipe jenis tanaman atau hewan yang diusahakan. Setiap daerah mempunyai kondisi yang berbeda satu sama lain baik perbedaan fisik, ekonomi, maupun perbedaan yang tidak termasuk pada keduanya. Ilmu usahatani pada dasarnya memerhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya atau faktor produksi yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Menurut Daniel (2001) faktor produksi merupakan persyaratan yang harus dipenuhi agar proses produksi dapat berjalan. Faktor produksi dalam usaha pertanian mencakup tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen. Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Jika salah satu faktor produksi tidak tersedia, maka proses produksi tidak dapat berjalan. Hernanto (1989) menyatakan empat unsur pokok atau faktor-faktor produksi dalam usahatani : 1) Tanah Tanah menjadi faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanah diartikan bukan hanya terbatas pada wujud nyata tanah saja, namun juga diartikan sebagai tempat dimana usahatani dijalankan. Lahan usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah, kandang, kolam, dan sebagainya. Dengan mengetahui keadaan mengenai tanah, usahatani dapat dilakukan dengan baik. Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya seperti air, udara, temperatur, sinar matahari, dan lainnya. Keberadaan faktor produksi ini tidak hanya dilihat dari segi luas atau sempitnya, namun juga dari segi jenis tanah, jenis pengunaan lahan, topografi, kepemilikan/penguasaan lahan, fragmentasi lahan, dan konsolidasi lahan. 3) Modal Modal menjadi faktor produksi yang mutlak diperlukan dalam usahatani. Modal merupakan aset berupa uang atau alat tukar yang akan digunakan untuk pengadaan sarana produksi. Modal dapat dibagi dua, yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah barang-barang yang digunakan dalam proses produksi yang dapat digunakan beberapa kali seperti mesin, pabrik, dan gedung. Modal bergerak adalah barang-barang yang digunakan untuk sekali pakai atau barang-barang yang habis digunakan dalam proses produksi seperti bahan mentah, pupuk, dan bahan bakar. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lainlain), warisan, usaha lain atau kontrak sewa. Keberadaan modal sangat menentukan tingkat atau jenis teknologi yang akan digunakan serta dapat berakibat positif dan negatif bagi usahatani. Penggunaan modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani. 4) Pengelolaan atau Manajemen Manajemen/pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani bertindak sebagai pengelola atau manajer dengan menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dari usahanya. Faktor manajemen berfungsi untuk mengelola faktor produksi lain seperti tanah, tenaga kerja, dan modal. Pengelolaan faktor produksi yang dimaksud adalah
15
memaksimalkan produk dengan mengombinasikan faktor produksi yang tersedia atau meminimal- kan faktor produksi tersebut dengan jumlah produk tertentu. Konsep Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani. Soeharjo (1973) menyebutkan terdapat dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani, analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Soekartawi et al. (1986) mendefinisikan beberapa ukuran arus uang tunai, diantaranya sebagai berikut: 1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. 2. Pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Nilai kerja yang dibayarkan dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani. 3. Selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani. Penerimaan usahatani merupakan hasil kali antara harga jual yang diterima petani per satuan dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Penerimaan usahatani meliputi dua hal yaitu penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai didapatkan dari hasil yang dijual sedangkan penerimaan tidak tunai adalah hasil yang dikonsumsi sendiri oleh petani. Penerimaan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Soeharjo (1973) menjelaskan penerimaan usahatani berwujud tiga hal, yaitu hasil penjualan tanaman, ternak, ikan, atau produk yang akan dijual, produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan, dan kenaikan nilai inventaris. Istilah lainnya dalam penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani. Pendapatan kotor usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual, mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit ataupun makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, dan disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun (Soekartawi et al. 1986). Pengeluaran atau biaya dalam usahatani terdiri atas dua hal yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan atau tidak tunai (Soekartawi et al. 1986). Biaya tunai merupakan pengeluaran uang tunai yang dikeluarkan secara langsung oleh petani. Biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran petani berupa faktor produksi tanpa mengeluarkan uang tunai. Soekartawi et al. (1986) juga menyatakan bahwa apabila dalam usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran. Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan karena hilang, rusak, dan pengaruh umur atau karena digunakan (Soeharjo 1973). Untuk menghitung penyusutan didasarkan pada harga perolehan (cost)
16
sampai dengan modal tersebut dapat memberikan manfaat (Suratiyah 2009). Soeharjo (1973) menyebutkan terdapat empat cara untuk menghitung penyusutan, yaitu (1) menghitung selisih antara nilai penjualan pada awal tahun dengan nilai penjualan pada akhir tahun, (2) menggunakan sistem garis lurus dimana penyusutan dianggap sama besarnya untuk setiap saat. Besarnya penyusutan sama dengan harga pembelian dikurangi harga tidak terpakai dibagi dengan lamanya pemakaian, (3) menggunakan sistem penyusutan yang menurun, yaitu dengan menentukan persentase tertentu terhadap nilai pembelian yang telah dipotong penyusutan tahun sebelumnya, (4) menggunakan sistem sebanding dengan jumlah angka-angka tahun. Menurut Soekartawi et al. (1986), pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga. Pengeluaran total usahatani dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap. Pengeluaran tetap merupakan pengeluaran usahatani yang besarnya tidak bergantung kepada besarnya produksi. Pengeluaran tidak tetap atau variabel merupakan pengeluaran yang digunakan untuk tanaman atau ternak dan jumlahnya berubah sebanding dengan besarnya produksi tanaman atau ternak tersebut. Soekartawi et al. (1986) menyatakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani. Soekartawi et al. (1986) mendefinisikan pendapatan usahatani sebagai kelebihan uang tunai usahatani ditambah dengan penerimaan tunai rumah tangga seperti upah kerja yang diperoleh dari luar usahatani. Pendapatan bersih usahatani juga dapat diketahui melalui analisis R/C rasio. R/C rasio menunjukkan penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Semakin besar nilai R/C menunjukkan bahwa semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut menyimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. Kegiatan usahatani dikatakan layak jika nilai R/C rasio menunjukkan angka lebih dari satu, artinya setiap penambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa tambahan biaya setiap rupiahnya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Jika nilai R/C rasio sama dengan satu artinya usahatani memperoleh keuntungan normal. Akuntansi Warren, S, Carl (2006), menyatakan Akuntansi (accounting) merupakan sistem informasi yang mengukur bisnis, memproses data menjadi laporan, dan mengomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan.
17
Definisi akuntansi menurut Hidayat (2009) adalah bahasa bisnis yang dapat memberikan informasi mengenai kondisi ekonomi suatu bisnis dan hasil usahanya pada suatu waktu atau periode tertentu. Dari definisi tersebut, akuntansi dapat dilihat sebagai proses identifikasi, pencatatan dan komunikasi yang jelas dan tegas bagi yang menggunakan informasi tersebut. a. Identifikasi. Identifikasi terhadap transaksi yang terjadi untuk membedakan apakah transaksi tersebut merupakan transaksi bisnis atau non-bisnis. Transaksi bisnis adalah kejadian atau kondisi yang secara langsung mempengaruhi kondisi keuangan atau hasil operasi suatu entitas. b. Pencatatan. Pencatatan secara kronologis dan sistematis terhadap semua transaksi bisnis yang sudah diidentifikasi. c. Komunikasi. Pelaporan dan distribusi laporan keuangan yang sudah dicatat kepada pihak yang memerlukan dan berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut. Kerangka Pemikiran Operasional Dalam batasan penentuan klasifikasi oprasional penelitian ini menggunakan UU No. 20 Tahun 2008 karena batasan lebih kecil dibandingkan yang ditentukan oleh BI, Kementrian Perekonomian, BPS. Upaya pemerintah untuk memberikan kesejahteraan dan kesetaraan pada persaingan bisnis berdasarkan UU no 20 Tahun 2008 merupakan esensi kebijakan yang ditetapkan untuk pembangunan ekonomi rakyat. Tetapi definisi yang diberikan pemerintah terlalu luas hingga tidak dapat menyentuh skala usaha yang bergerak pada ekonomi rakyat kususnya di sektor pertanian. Dalam rangka mengkaji definisi skala usaha yang di berikan pemerintah terhadap kejadian nyata di lapangan merupakan pedoman dasar pemikiran untuk melakukan pembuktian keberadaan skala usaha selain yang didefinisikan pemerintah. Selain melakukan “pendekatan pada bukti” di lapangan juga dilakukan “Pendekatan Empiris” dalam mengkaji skala usaha yang ditemukan di lapangan kususnya dalam sektor pertanian dengan analisis kelayakan usaha. Pendekatan empiris bertujuan untuk menjelaskan performan finansial usaha yang di temukan di lapangan. Sehingga hasil temuan skala usaha dilapangan dapat di jelaskan berdasarkan Empiris untuk menjadi Kerangka dasar saran kebijakan untuk pemerintah demi kemakmuran rakyat Indonesia pada umumnya dan masyarakat petani pada kususnya. Kerangka pemikiran oprasional dapat di tunjukkan pada bagan dibawah ini.
18
Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Bagan alur pemikiran penelitian pada gambar 4 berikut :
Kebijakan UU No 20 Tahun 2008 -. Esensi kebijakan pemerintah adalah membantu mereka yang secara struktural lemah. -. Sementara ukuran usaha petani menunjukkan pola mengecil, pemerintah mendefinisikan ukuran mikro diluar ukuran sebenarnya. Pendekatan Empiris: -. Analisis Kinerja Usahatani dengan menggunakan keuntungan dan R/C. -. Analisis Ukuran Usaha dengan Nilai Penerimaan bersih pertahun dan Kekayaan bersih pertahun.
Saran Kebijakan Gambar 4 Bagan Pemikiran Penelitian
METODE PENELITIAN Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten Bogor dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi ketiga ubi jalar di Jawa Barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2012). Pemilihan Desa Cikarawang sebagai lokasi penelitian karena sebagian besar masyarakat di desa tersebut merupakan petani ubi jalar. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan April-Mei 2014. Penentuan Responden Responden dalam penelitian ini yaitu petani pemilik lahan, petani penyewa lahan, dan petani penggarap lahan (bagi hasil) yang memiliki lahan kurangdari 0.5 ha (petani kecil) dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 responden.
19
Responden usahatani tersebut dipilih secara purposive berdasarkan arahan dari dinas penyuluh pertanian Kabupaten Bogor dan ketua Gapoktan atau ketua kelompok tani, sehingga dapat memberikan gambaran yang aktual. Petani ubi jalar yang menjadi responden adalah petani ubi jalar yang telah memiliki pengalaman budidaya ubi jalar minimal selama dua tahun atau enam belas bulan. Petani yang menanam jenis ubi jalar yang banyak diusahakan pada saat periode penelitian dijadikan sebagai responden. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan responden dengan menggunakan kuisioner yang telah disusun sebelumnya. Data primer untuk aktivitas usahatani ubi jalar meliputi demografi responden, luas lahan usahatani ubi jalar, pola tanam, penggunaan input, tingkat output yang dihasilkan, ketersediaan dan pemakaian tenaga kerja, harga input output, serta upah tenaga kerja. Data sekunder merupakan data pelengkap yang bersumber dari literaturliteratur yang relevan. Sumber data sekunder ini dapat berupa publikasi instansiintansi dan perusahaan seperti Dinas pertanian, dan Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu data sekunder juga dapat juga diperoleh melalui jurnal, hasil penelitian, internet, dan buku yang dijadikan rujukan terkait dengan produk pertanian. Selanjutnya data-data tersebut digunakan sebagai instrumentasi untuk menyusun gambaran usahatani di Desa Cikarawang. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif data analisis kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mengolah data primer di Desa Cikarawang. Sedangkan analisis kualitatif dipergunakan untuk menginterpretasikan dan mendiskripsikan hasil analisis kuantitatif yang dihasilkan. Alat analisis data kuantitatif yang digunakan adalah berupa kalkulator, software microsoft exel, dan tabulasi data. Analisis Kinerja Usahatani Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan terdiri dari pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim dan Hastuti, 2007). Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya non tunai Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan biaya yang tidak termasuk ke dalam biaya tunai tetapi diperhitungkan dalam usahatani (Hernanto, 1991). π = TR-TC = (Py . Y) – (TVC + TFC) ..........................................(1) π = Keuntungan usahatani ubi jalar. TR = Total penerimaan usahatani dari total produk dikali harga. TC = Total biaya usahatani dari biaya variabel dan biaya tetap.
20
Selain itu, untuk melihat kinerja usahatani dapat dilakukan dengan analisis R/C rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan apabila R/C rasio lebih besar dari satu. Sebaliknya, apabila R/C rasio lebih kecil dari satu maka usahatani tersebut tidak menguntungkan. Semakin besar nilai R/C rasio maka usahatani tersebut semakin menguntungkan. Perhitungan R/C dirumuskan sebagai berikut:
Ukuran Kriteria usaha berdasarkan penjualan bersih dan kekayaan bersih Pemerintah menetapkan penentuan suatu usaha pada dua kriteria untuk penggolongan suatu usaha dalam ukurannya. Yaitu yang pertama adalah penjualan bersih pertahun dimana dalam penjelasannya adalah hasil penjualan bersih (netto) yang berasal dari penjualan barang dan jasa usahanya dalam satu tahun buku. Responden dalam penelitian ini dalam bentuk bisnisnya adalah usaha yang bergerak pada produksi barang. Maka metode yang dipergunakan untuk menghitung penjualan bersih pertahun adalah: ........................(2) TR = Total penerimaan usahatani dari total produk dikali harga.per tahun Py = Harga setiap unit Y Rp/pertahun Y = unit produk yang dijual (kg/tahun) Nilai penjualan bersih merupakan hubungan dari persamaan 2 dimana P mewakili harga dimana setiap unit Y dijual. Maka nilai penjualan bersih pertahun (variabel dependen) berkaitan dengan variabel harga dan unit (variabel independen) dapat dinyatakan dengan tepat. Sedangkan pada kriteria kedua yaitu kekayaan bersih pertahun yang dimaksud adalah hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Yang artinya Kekayaan bersih yang dimaksud dalam kriteria UMKM merupakan ekuitas pemilik (owner’s equity), atau juga disebut modal (capital) dalam akuntansi. Untuk memperoleh nilai kekayaan bersih dapat menggunakan metode persamaan akuntansi sederhana yang merupakan alat dasar dari akuntans dengan persamaan sebagai berikut:
............(3)
21
Persamaan ini menggunakan sumberdaya perusahaan dan klaim atas sumberdaya tersebut yaitu Liabilitas dan Ekuitas pemilik. Aktiva (assets) merupakan sumberdaya ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat kepada perusahaan dimasa depan. Sehingga persamaan 3 merupakan nilai hubungan spesifik dari modal (capital) pemilik denngan nilai Aktiva (asset) dikurangi dengan Liabilitas.
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Gambaran Umum Desa Cikarawang Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah desa yaitu 226.56 hektar (Ha). Desa Cikarawang terletak pada ketinggian 193 meter diatas permukaan laut dan memiliki suhu udara 25 o sampai 30o Celcius. Jarak dari pemerintahan Kecamatan Dramaga adalah 5 kilometer, sedangkan jarak dari Kabupaten Bogor adalah 35 kilometer. Batas-batas administratif pemerintahan Desa Cikarawang sebagai berikut: - Sebelah Utara : Sungai Cisadane - Sebelah Timur : Kelurahan Situ Gede - Sebelah Selatan : Sungai Ciapus - Sebelah Barat : Sungai Ciaduan (pertemuan Sungai Ciapus dan Cisadane) Wilayah Desa Cikarawang terdiri atas 3 Dusun dan 7 Rukun Warga (RW). Wilayah ini terbagi ke dalam wilayah kelompok masyarakat, yaitu 32 Rukun Tetangga (RT) yang menyebar di 11 kampung. Jumlah penduduk di Desa Cikarawang pada tahun 2013 adalah 8 228 jiwa yang terdiri atas 4 199 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 4 029 jiwa berjenis kelamin perempuan dengan jumlah kepala keluarga 2 144 KK. Penggolongan usia penduduk Desa Cikarawang tahun 2013 dapat dilihat di bawah ini. Tabel 5 Penggolongan usia penduduk di Desa Cikarawang tahun 2013 a No 1 2 3 4 5
Usia (tahun) Laki-laki Perempuan 0-14 1 295 1 316 15-29 1 157 1 120 30-44 870 820 45-59 552 490 60-74 325 283 Jumlah 4 199 4 029 Sumber: Profil Desa Cikarawang 2013.
Jumlah (orang) 2 611 2 277 1 690 1 042 608 8 228
Persentase (%) 31.73 27.67 20.54 12.66 7.40 100.00
Jumlah penduduk Desa Cikarawang yang pernah mengikuti pendidikan formal sebesar 4 395 orang atau 53.42% dan sebanyak 3 833 orang atau 46.58% adalah lulusan sekolah dasar dari total jumlah penduduk 8 227 orang. Sarana pendidikan yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta di wilayah Desa Cikarawang terdiri atas 4 PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), 2 TK, 4 Sekolah Dasar atau sederajat, dan 1 SMP sederajat. Tingkat pendidikan penduduk dengan mayoritas petani akan berpengaruh pada tingkat pemahaman petani dalam menjalankan usahatani ubi jalar, selain pengalaman dalam usahataninya. Sebagian
22
besar mata pencaharian penduduk Desa Cikarawang berada di sektor pertanian sebagai petani sebesar 310 orang dan buruh tani berjumlah 225 orang atau sekitar 32.94% dari jumlah keseluruhan penduduk yang bekerja. Selain itu, profesi penduduk di Desa Cikarawang yaitu adalah pedagang, PNS, TNI atau POLRI, dan karyawan swasta. Mata pencaharian penduduk Desa Cikarawang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6 Mata pencaharian penduduk di Desa Cikarawang tahun 2013 No 1 2 3 4 5 6
Mata Pencaharian Petani Buruh Tani Pedagang PNS TNI/POLRI Karyawan Swasta Jumlah Sumber: Profil Desa Cikarawang 2013.
Jumlah (orang) 310 225 435 175 2 477 1 624
Persentase (%) 19,09 13,85 26,79 10,78 0,12 29,37 100,00
Desa Cikarawang memiliki 4 kelompok tani dan 1 kelompok tani wanita yang aktif dalam kegiatan di bidang pertanian serta sering melakukan kerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Kelompok tani tersebut tersebar di empat kampung yang berbeda yaitu kelompok tani Hurip di kampung Carangpulang Bubulak, kelompok tani Mekar di kampung Carangpulang Kidul, kelompok tani Setia di kampung Cangkrang, kelompok tani Subur Jaya di Kampung Petapaan, dan kelompok wanita tani Melati di kampung Carangpulang Bubulak. Adapun beberapa pertanian yang diusahakan oleh penduduk Desa Cikarawang adalah padi, ubi jalar, jagung, kacang tanah, jambu kristal, dan pepaya. Komoditi unggulan petani di Desa Cikarawang adalah ubi jalar dan kacang tanah. Sedangkan untuk komoditi padi yang telah dipanen tidak dijual ke pasar atau tengkulak, melainkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan persediaan pangan bagi keluarga petani. Karakteristik Petani Responden Responden sistem pemasaran dalam penelitian ini adalah petani ubi jalar di Desa Cikarawang. Jumlah petani ubi jalar yang menjadi responden sebanyak 30 orang. Beberapa karakteristik petani responden yang dianggap penting mencakup:jenis pekerjaan sampingan, umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, keikut sertaan dalam kelompok tani, luas lahan yang ditanam ubi jalar, kepemilikan lahan dan jumlah tanggungan keluarga. Jenis Pekerjaan Sampingan Jenis pekerjaan sampingan yang dimaksudkan adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden selain bertani ubi jalar. Dari 30 responden, sebanyak 19 orang menganggap berusahatani ubi jalar sebagai pekerjaan utama. Selain itu, responden tersebut juga memiliki pekerjaan sampingan. Adapun pekerjaan sampingan responden tersebut antara lain berternak, buruh tani, bertani hortikultura, dan ibu rumah tangga seperti yang dijelaskan.
23
Tabel 7 Sebaran jumlah dan persentase petani responden berdasarkan jenis pekerjaan sampingan Pekerjaan Sampingan
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Berternak
8
26.67
Buruh tani
5
16.67
bertani holtikultura
3
10.00
Ibu rumah tangga
3
10.00
Tidak ada Pekerjaan sampingan
11
36.67
30
100.00
Total Sumber: Data Primer.
Tabel 7 memperlihatkan bahwa mayoritas reponden yaitu 26.67 persen bekerja sampingan sebagai peternak dan sebanyak 36.67 persen tidak memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di daerah penelitian menggantungkan diri pada bertani ubi jalar. Alasan responden memiliki pekerjaan sampingan sebagai peternak adalah agar memudahkan responden untuk memeroleh pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan ternak dimana pupuk kandang tersebut digunakan dalam usahatani ubi jalar. Selain itu, petani juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari hasil penjualan ternak. Sedangkan responden yang bekerja pula sebagai buruh tani adalah petani yang mencari tambahan penghasilan selain dari menggarap lahannya sendiri. Umur Secara umum, persentase penyebaran umur petani responden cukup beragam sehingga diharapkan dapat mewakili seluruh petani yang terdapat di Desa Cikarawang. persentase umur terbesar berada pada kelompok umur 41 sampai 50 tahun, sedangkan persentase umur terendah pada kelompok umur 21 sampai 30 tahun dan 71 sampai 80 tahun. Karakteristik petani responden berdasarkan umur dapat diidentifikasi bahwa sebagian besar (73.33%) dari petani responden masih berada pada usia produktif yaitu dengan rentang umur 21 sampai 60 tahun. Sebaran umur petani responden dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 8 Karakteristik petani respendon berdasarkan umur Kelompok Umur (tahun) 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 Total Sumber: Data Primer.
Jumlah Responden (orang) 2 3 10 7 6 2 30
Presentase (%) 6.67 10.00 33.33 23.33 20.00 6.67 100.00
Tingkatan Pendidikan Tingkat pendidikan sebagian besar petani responden masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan
24
hanya sampai Sekolah Dasar (SD) lebih dari setengah keseluruhan jumlah responden yaitu sebesar 56.67% dan responden yang tidak sekolah sebesar 6.67%. Tingkat pendidikan formal petani responden di Desa Cikarawang dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 9 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah (TS) Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah Atas (SMA) Total Sumber: Data Primer.
Jumlah Responden (orang) 2 17 3 8 30
Presentase (%) 6.67 56.67 10.00 26.66 100.00
Pengalaman Usahatani Pengalaman dalam bertani menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu usahatani. Petani yang berpengalaman dalam usahatani suatu komoditas seharusnya dapat lebih mampu untuk meningkatkan produktivitas dibandingkan dengan petani yang kurang berpengalaman. Usahatani ubi jalar telah dilakukan oleh petani responden sebagai usahatani turun-temurun. persentase pengalaman petani dalam usahatani ubi jalar terbesar pada 0 sampai 10 tahun yaitu sebesar 53.33%. Tabel 10 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani Pengalaman (tahun) 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 Total Sumber: Data Primer.
Jumlah Responden (orang) 16 6 3 2 3 30
Persentase (%) 53.33 20.00 10.00 6.67 10.00 100.00
Keikut Sertaan dalam Kelompok Tani Keikutsertaan dalam kelompok tani diduga akan memengaruhi produksi usahatani. Hal ini dikarenakan keikutsertaan petani dalam kelompok tani memungkinkan petani untuk dapat mengikuti pelatihan serta penyuluhan terkait usahatani. Selain itu juga dapat mempermudah pemerolehan input produksi baik dalam hal jumlah maupun harga. Adapun data keikutsertaan petani dalam kelompok tani ditampilkan pada tabel sebagai berikut. Tabel 11 Sebaran jumlah dan presentase keikutsertaan dalam kelompok tani Keikutsertaan dalam Kelompok Tani Hurip Setia KWT Tidak Ikut Total Sumber: Data Primer.
petani
Jumlah (orang) 10 7 9 4 30
responden
berdasarkan
Presentase (%) 33.33 23.33 30.00 13.33 100.00
25
Sebagian besar petani responden yaitu 86.67 persen sudah tergabung dalam kelompok tani dan hanya sebesar 13.33 persen saja yang belum tergabung dalam kelompok tani. Alasan tidak bergabungnya petani dalam kelompok tani karena petani merasa tidak memiliki waktu lebih untuk mengikuti kegiatan yang diadakan oleh kelompok tani. Selain itu, petani pun sudah merasa mampu untuk memenuhi kebutuhan input produksi ataupun bertani ubi jalar sendiri. Kepemilikan Lahan Berdasarkan status kepemilikan lahan, terdapat tiga tipe kepemilikan lahan yaitu lahan milik sendiri, bagi hasil, dan gadai. Petani dengan kepemilikan lahan bagi hasil artinya menggarap lahan orang lain dan hasil penjualan ubi nantinya dibagi dua dengan perbandingan 2:1 dengan pemilik lahan. Lahan gadai artinya petani menggarap lahan milik orang lain yang digadaikan kepadanya hingga pemilik lahan dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya kepada petani. Tabel 12 Sebaran Jumlah dan Kepemilikan Lahan Kepemilikan Lahan Pribadi Bagi Hasil Gadai Total Sember: Data Primer.
Presentase
Petani Responden
Jumlah (orang) 19 8 3 30
Berdasarkan
Presentase (%) 63.33 26.67 10.00 100.00
Sebanyak 19 orang petani responden (63.33 persen) memiliki sendiri lahan pertaniannya, dan sebesar 26.67 persen merupakan lahan bagi hasil serta lahan gadai sebesar 10.00 persen. ANALISIS KERAGAAN “PETANI KECIL” UBI JALAR Analisis keragaan aktivitas usahatani dilakukan secara deskriptif. Analisis tersebut meliputi ketersediaan sumberdaya lahan, sumberdaya tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga (sewa) di Desa Cikarawang, ketersediaan berbagai produk antara di lokasi penelitian, tingkat produksi per unit aktivitas produksi, kebutuhan input per unit aktivitas produksi dan harga setiap aktivitas yang dilakukan. Analisis keragaan usaha di lokasi penelitian sangat penting untuk menggambarkan kondisi aktual penyelenggaraan aktivitas usahatani kecil pada untuk memproduksi produk primer pertanian yaitu ubi jalar. Hasil analisis ini selanjutnya akan digunakan sebagai acuan dalam implikasi kebijakan pada. Penggunaan Lahan dan Pola Tanam Ubi Jalar Petani Ubi Jalar pada lahan kecil melakukan aktivitas bertani sepanjang tahun. Pemberaan (aktivitas mengistirahatkan lahan) lahan sangat jarang dilakukan karena untuk memberikan keuntungan yang lebih besar maka intensifikasi lahan untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki. Setiap akhir panen petani melakukan pemberaan lahan yakni paling lama satu minggu sejak pemanenan kemudian dilanjut dengan peneberan pupuk kandang kemudian dilakukan pendangiran. Tujuan pemberaan adalah selain untuk pembalikan dan
26
penggemburan tanah juga sebagai upaya mereduksi bahan anorganik yang masih tersisa di lahan garapan. Rotasi tanaman tidak dilakukan petani lahan sempit, karena lahan tersebut sudah menjadi rutinitas bagi petani kecil dilokasi penelitian untuk ditanami ubi jalar. Lama periode produksi ubi jalar di lokasi penelitian yaitu 3,5 bulan sampai 4 bulan. Banyak dari petani mempersingkat waktu produksi pada 3,5 bulan karena kebutuhan yang mendesak. Sehingga periode tanam ubi jalar di Desa Cikarawang sebanyak 2 kali produksi dengan waktu produksi 3,5 bulan.
Keterangan: = Musim Hujan bulan Nov-Feb = Musim Kering I bulan Mart-Jun = Musim Kering II bulan Jul-Okt
Gambar 3 Diagram periode tanaman Ubi Jalar di Desa Cikarawang Lahan yang dimiliki petani ubi jalar rata-rata dipergunakan untuk lahan garapan, pembuatan saung-saung untuk tempat beristirahat dan menaruh pupuk. Tidak semua lahan garapan memiliki saung, tetapi menurut pengamatan di lapangan, rata-rata luasan saung tersebut adalah sekitar 2.5 m2 . Kepemilikan luas lahan garapan setiap petani berbeda-beda. Rata-rata kepemilikan lahan garapan setiap petani ubi jalar adalah seluas 0.21 ha. Penggunaan lahan secara intensif yang dilakukan petani kecil memungkinkan untuk dilakukan karena luas area kerja rata-rata yang digarap hanya seluas 0,21 ha. Petani kecil ubi jalar yang ada di Desa Cikarawang dalam setahun menanam sebanyak dua kali musim tanam di lahan garapan. Kebutuhan Input Produksi Ubi Jalar Kebutuhan input produksi dalam aktivitas usahatani ubi jalar antara lain benih atau bibit, pupuk, pestisida, dan tenagakerja. Bibit yang digunakan berupa stek yang merupakan bantuan dari pemerintah melalui kelompok tani sehingga para petani memperoleh bibit secara gratis. Tetapi rata-rata petani menghargai harga bibit Rp 25 000/ per luasper musimnya atau Rp 75 000/luasan per tahun.
27
Tabel 13 Rata-rata penggunaan input bahan produksi untuk 0.21 hektar tanaman ubi jalar pada uasahatani petani kecil di Desa Cikarawang per musim tanam. Nama Input
Satuan
Penggunaan
Bibit
stek
2 0836.00
Pupuk Kandang Pupuk Urea Pupuk cair Pupuk Phonska Pupuk NPK Pestisida
kg kg ml kg kg liter
1 472.67 34.86 20.21 41.99 3.17 36.40
Sumber: Data Sekunder dan Primer yang di olah Pada penggunaan input bahan yang relatif besar biaya penggunaannya adalah pupuk kandang, hal ini disebabkan karena pada bahasan pola tanam yang di lakukan oleh petani kecil yang tidak memiliki masa “bera” (istirahat lahan) maka untuk menjaga kestabilan unsur nutrisi dan fisik pada lahan maka penggunaan pupuk lahan menjadi sangat penting peran penggunaannya bagi aktifitas usahatani kecil pada desa Cikarawang. Sedangkan komponen biaya yang relatif penting adalah bibit, bibit tidak digunakan hanya pada masa penanaman tetapi pada saat penyulaman kebutuhan akan komponen input bibit ini diperlukan. Kebutuhan Tenaga Kerja Ubi Jalar Kegiatan produksi ubi jalar dilakukan sendiri oleh pemilik lahan ataupun tenaga kerja dalam keluarga serta luar keluarga (sewa). Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan umumnya merupakan buruh tani di Desa Cikarawang. Pekerja bekerja mulai pukul 07.00-12.00 dengan upah yang diterima bergantung jenis kelamin dan pembagian kerjanya. Pekerja pria di pembuatan guludan dibayar dengan sistem tumbak dimana per tumbaknya (4 m) dihargai Rp 1 200-1 500 sedangkan untuk pekerjaan lainnya dibayar Rp. 100 000, Selain diberi bayaran berupa uang tunai, pekerja pria pun menerima natura berupa makanan ringan dan kopi. Pekerja wanita biasanya dipekerjakan dalam proses pembibitan dan penanaman dengan upah Rp 50 000 tanpa natura. Kegiatan bertani (proses budidaya) ubi jalar diawali dengan persiapan lahan berupa pembersihan lahan, penggemburan tanah, memupuk, pembibitan, menyiram, menyiangi gulma, menyulam, memanen umbi, dan membersihkan umbi yang di panen. Aktivitas usahatani ubi jalar memerlukan tenaga kerja yang berbeda-beda berdasarkan aktivitasnya. Aktivitas persiapan lahan dan penanaman memerlukan curahan tenaga kerja paling banyak disebabkan aktivitas pengolahan lahan dan pembuatan guludan memiliki proporsi serapan lebih besar. Dibawah ini disajikan curahan tenaga kerja pada usahatani ubi jalar.
28
Tabel 14 Kebutuhan tenaga kerja untuk 0.2 hektar tanaman ubi jalar pada usahatani petani kecil di Desa Cikarawang Kegiatan Kebutuhan Tenaga Kerja (HOK) Persiapan +Tanam Pembibitan 1.40 Pengolahan Lahan dan Pembuatan 4.00 Guludan Penanaman 1.75 Penyulaman 1.05 Pemeliharaan Pembongkaran Sementara dan 3.36 Pemupukan Penyiangan 1.11 Pengendalian Hama dan Penyakit 0.25 Pemanenan Memanen Umbi 1.09 Total Kebutuhan tenaga kerja 14.01 Sumber: Data Skunder dan Primer yang di olah
Dalam aktivitas budidaya ubi jalar, petani-petani seringkali membutuhkan bantuan tenaga kerja dari luar keluarga. Sebagian besar tenaga kerja yang disewa digunakan untuk membantu kegiatan pengolahan lahan, penanaman, dan pemanenan. Produksi Ubi Jalar Saat ini beberapa ubi yang dihasilkan petani di jual kepada Poktan setempat. Berdasarkan keterangan dari ketua Poktan Tani Hurip, cukup banyak perusahaan yang menawarkan kerjasama dengan para petani melalui Poktan di Desa Cikarawang. Bahkan ada salah satu pihak yang menawarkan kerjasama ekspor ubi jalar ke Singapura. Namun hal tersebut terkendala hasil produk yang sesuai kriteria yang ditentukan pihak pengekspor. Petani ubi jalur sangat memerlukan penyuluhan dan bantuan dalam hal distribusi produk turunan ubi. Kegiatan produksi ubi jalar di Desa Cikarawang dilakukan sesuai dengan permintaan Poktan, baik dalam waktu tanam, dan waktu panen tetapi dalam jumlah pengusahaan per luasan yang di usahakan petani memiliki kendala dalam mengaturnya hal ini karena semakin kecilnya penguasaan lahan per luasaan. Produksi ubi tiap panennya dapat dipanen pada umur 3.5-4 bulan oleh responden petani cukup besar yakni rata-rata dalam sekali panen memproduksi sebanyak 2 653.00 kg pada musim tanam pertama, dan pada musim tanam ke dua sebanyak 2 387.70 kg. Data penjualan tersebut dapat menggambarkan permintaan aktual pada ubi jalar per musimnya. Tabel dibawah ini akan menyajikan penjualan ubi jalar oleh responden petani kecil di Desa Cikarawang.
29
Tabel 15 Produksi satu tahun untuk 0.21 hektar tanaman ubi jalar pada uasahatani petani kecil di Desa Cikarawang Produksi Ubi Musim Satuan Tiap Hektar Jalar Kg Musim Tanam pertama 2 653.00 12 795.82 Kg Musim Tanam kedua 2 387.70 11 516.24 Total
5 040.70
24 312.06
Sumber: Data Sekunder dan Primer yang di olah Setiap ubi yang disetorkan kepada Poktan ataupun dijual ke tengkulak akan mengalami proses sortir sehingga terdapat limbah ubi. Selama ini limbah ubi sortasi tersebut sudah termanfaatkan yang di olah menjadi tepung ubi jalar.
ANALISIS KINERJA USAHATANI UBI JALAR PETANI KECIL DI DESA CIKARAWANG Analisis usahatani bertujuan untuk mengetahui hubungan teknis dan ekonomi antara faktor-faktor produksi (input/cost) dengan produksi (output/benefit). Analisis kinerja usahatani terdiri atas analisis biaya, , analisis penerimaan, analisis pendapatan, dan analisis R/C rasio. Di lokasi penelitian luas penguasaan lahan memiliki kecenderungan yang lebih dominan mengelompok pada bagian petani “gurem” (luas kepemilikan <0.5 Ha oleh Dinas Pertanian dalam farah, 2012). Penelitian ini mengkaji keberadaan usaha dibawah mikro yang melakukan pendekatan pada struktur pendapatan agar nantinya dapat digunakan untuk membandingkan batasan kriteria yang di tentukan pemerintah dengan keberadaan sebenarnya di masyarakat. Pada penelitian ini kasus usaha yang dikaji adalah dari usaha budidaya ubi jalar untuk petani kecil dengan batasan luas penguasaan lahan kurang dari 0.5 hektar yang berlokasi di desa cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Analisis Biaya/Cost Usahatani Usahatani memperhatikan cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu, pengolahan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya, Tiap petani memiliki kemampuan untuk mengaturan biaya produksi dalam usahataninya. Dalam mengatur biaya produksi petani memiliki beberapa biaya dimana berdasarkan sifatnya dapat digolongkan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Dimana biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak terpengaruh oleh tingkat kegiatan diatas jangkauan pengoperasian yang layak untuk kapasitas atau kemampuan yang tersedia. Tentu saja setiap jenis biaya dapat berubah, tetapi biaya-biaya tetap cenderung bertahan konstan sejauh batas-batas tertentu dari kondisi pengoperasian. Petani harus tetap membayarnya, berapapun jumlah komoditi yang dihasilkan usahataninya sebanyak kapasitas operasionalnya.
30
Biaya Operasional Biaya oprasional yang bersifat tetap merupakan biaya yang rutin dikeluarkan oleh petani dalam periode waktu tertentu selama pengusahaan. Yang termasuk biaya operasional yang bersifat tetap ini adalah biaya pajak lahan, biaya pengadaan air (irigasi), biaya transportasi dan biaya komunikasi untuk usahatani. 1. Biaya Pajak Lahan Biaya pajak lahan merupakan biaya yang dibebankan kepada tanaman selama satu tahun dimana dalam penelitian ini “petani kecil” membebankan pada tanaman ubi jalar dua musim tanam. Besarnya biaya tidak dipengaruhi oleh volume pekerjaan di lahan garapan. Besarnya pajak lahan tergantung dari letak dan jenis kesuburan tanahnya. Semakin strategis dan subur, maka tanah tersebut akan semakin mahal dan keterjangkauan terhadap akses jalan juga akan membuat pajak lahan tersebut menjadi mahal. Jadi, meskipun lahannya sama, besarnya pajak lahan yang dibebankan bisa berbeda. 2. Biaya Pengadaan Air Irigasi Pengadaan Air Irigasi terjadi pada saat perawatan tanaman ubi jalar selama proses budidaya ubi jalar di lahan. Biaya Pengadaan Air Irigasi muncul pada saat panen pertama dimana proporsi biaya berbeda-beda antar petani tergantung suka rela. Tetapi keberadaan biaya pengadaan air irigasi sering tidak di keluarkan oleh petani ubi jalar karena biaya ini muncul pada pengusahaan usahatani padi. 3. Biaya Transportasi Biaya transportasi terjadi pada proses pengangkutan hasil panen, maupun pengiriman pupuk ke lahan olah. Transportasi memberikan kemudahan petani dalam (ketepatan waktu) proses pengiriman barang yang diinginkan dengan kurun waktu yang cupuk singkat dibandingkan dengan dipanggul dengan berjalan kaki. Selain itu transportasi berguna dalam hal pengangkutan input berupa pupuk, benih, dan peralatan ataupun pada proses pengawasan tanaman. Besarnya transportasi tergantung dari tingkat besarnya beban dan jarak tempuh dan kemampuan masing- masing petani dalam memanfaatkan biaya transportasi. 4. Biaya Komunikasi Biaya Komunikasi muncul ketika petani ingin mengakses informasi baik untuk ketersediaan input maupun harga dan juga pada saat menjual hasil panen. Biaya komunikasi yang dimaksud disini adalah penggunaan telekomunikasi oleh petani untuk mengakses informasi. Dan Biaya variabel (variabel costs) adalah biaya-biaya yang dihubungkan terhadap pengoprasian yang secara total berubah-ubah sesuai dengan banyaknya keluaran (output) atau ukuran-ukuran tingkat kegiatan yang lain dalam rangkaian produksi. Biaya Kebutuhan Input Produksi Biaya berulang (recurring cost) adalah biaya-biaya yang bersifat respektif dan terjadi ketika suatu organisasi menghasilkan barang atau jasa yang sama secara kontinu. Biaya tidak berulang (non-recurring costs) adalah biaya yang tidak bersifat respektif, walaupun pengeluaran total dapat bersifat komulatif dalam periode waktu relatif pendek. Biaya variabel juga merupakan biaya berulang, karena biaya tersebut berulang terhadap tiap satuan keluaran. Yang termasuk biaya oprasional yang bersifat tidak tetap dan merupakan biaya berulang adalah
31
biaya sarana produksi pertanian (biaya untuk bibit, Pupuk dan pestisida, dan tenaga kerja). 1. Biaya Untuk Bibit Biaya bibit ubi jalar yang gratis atau dengan cuma-cuma diperoleh dari hasil panen sebelumnya atau bila bergabung dengan kelompok tani memperoleh bibit secara Cuma-Cuma dan ada juga yang mengeluarkan biaya untuk memperoleh bibit dengan membeli dari petani setempat dengan borongan seharga Rp 75 000/luasan. Bibit ubi jalar yang berupa stek daun berasal dari hasil panen sebelumnya. Daun dan tunas yang dinilai baik setelah panen digunakan ditempat teduh sehingga tidak mengering tetapi tidak tumbuh tunasnya. Setelah musim tanam tiba stek daun tersebut disemaikan dan di tanam. Kegiatan penanaman ubi jalar dilaksanakan dua kali rotasi penanaman sepanjang tahun karena selain ketersediaan air pada musim hujan dan pada saat musim kemarau dicukupi dari air irigasi. Selain itu pada petani kecil yang menjadi objek penelitian melakukan penanaman sepanjang tahun untuk memaksakan hasil produksi yang tinggi pada lahan olahannya, tetapi para petani sudah sesuai dengan anjuran dalam memperhitungkan tingkat efisiensi benih. Hanya saja penggunahan lahan dengan dua jenis tanaman tanpa ada pengaturan pola tanam dan masa istirahat lahan maka akan menurunkan tingkat kesuburan lahan yang di iringi dengan intensitas serangan hama penyakit yang lebih tinggi. 2. Biaya untuk Pupuk dan Pestisida Pupuk yang digunakan oleh petani meliputi pupuk kandang (kompos) dan pupuk kimia (urea, KCL, TSP, Phonska, NPK, dan cair). Pupuk kandang yang berupa sisa-sisa kotoran ternak yang dicampur dengan abu hasil pembakaran sersah diberikan oleh petani setiap tahun setelah persiapan lahan berlangsung. Pupuk kandang ini biasanya dibeli oleh petani dari penjual meskipun ada sebagian petani yang mengambil pupuk dari kandang ternak mereka sendiri. Sedangkan pupuk kimia dan pestisida harus dibeli petani dari toko saprotan setempat. Jumlah pupuk kimia dan pestisida yang dibeli masing-masing petani tidaklah sama meskipun jumlah yang ditanam sama. Pembelian pupuk ini disesuaikan dengan ketersediaan modal masing- masing petani. 3. Biaya untuk Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja untuk pengusahaan tanaman ubi jalar pada petani kecil di lokasi penelitian meliputi kegiatan persiapan lahan, penanaman, pendangiran, dan pemanenan. Masing-masing kegiatan membutuhkan tenaga kerja dari keluarga sendiri lebih sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan diatas kecuali untuk persiapan lahan. Karena biasanya pada kegiatan persiapan lahan jarang sekali kaum perempuan bisa melakukan, sehingga tenaga kerjanya yang dimiliki dari dalam keluarga terbatas jumlahnya. Initinya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga banyak dimanfaatkan pada kegiatan yang memiliki tingkat intensitas menegerial (kemampuan dalam optimalisasi hasil) tinggi yaitu penanaman, perawatan, sedangkan pada persiapan lahan dan pemanenan kebutuhan tenaga kerja luar keluarga dipergunakan untuk meringankan TKDK (tenaga kerja kasar)
32
Rekapitulasi Biaya /cost Usahatani Ubi Jalar pada petani kecil Biaya dalam usahatani terdiri atas dua hal yaitu biaya tunai dan diperhitungkan atau tidak tunai. Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan secara langsung oleh petani. Biaya diperhitungkan merupakan pengeluaran petani berupa faktor produksi mengeluarkan uang tunai.
biaya uang yang tanpa
Tabel 16 Rekapitulasi biaya untuk 0.21 hektar tanaman ubi jalar pada petani kecil di Desa Cikarawang Macam A. Biaya Tunai 1) Biaya Variabel Bibit Pupuk Kandang Pupuk Urea Pupuk cair Pupuk Phonska Pupuk NPK Pestisida TKLK Total Biaya Variabel b) Biaya Tetap Irigasi Pajak Lahan Total Biaya Tetap c) Biaya lain-lain Transportasi Komunikasi Hutang Usaha Total Biaya lain-lain Total Biaya tunai B. Biaya non-tunai Pupuk Kandang TKDK Penyusutan Sewa lahan Total Biaya non-tunai Total Biaya
Total (x Rp 1000)
225.00 2 209.00 209.18 404.10 293.96 19.02 1 557.76 285.35 5 203.37 123.11 130.23 253.33 50.94 14.55 1 393.33 1 458.82 6 915.51 352.38 94.61 55.42 1 119.97 1 622.38 8 537.91
Sumber: Data Sekunder dan Primer yang di olah
Tiap hektar (x Rp 1000)
Presentase (%)
25 096.62
2.64 25.87 2.45 4.73 3.44 0.22 18.25 3.34 60.94
1 221.86
1.44 1.53 2.97
7 036.09 33 354.57
0.60 0.17 16.32 17.09 81.00
7 790.91 41 145.50
4.13 1.11 0.65 13.12 19.00 100.00
33
Pada tabel rekapitulasi biaya pada petani kecil diketahui bahwa total biaya yang dikeluarkan petani kecil adalah sebesar Rp 8 537 912.49 dimana proporsi biaya total berasal dari biaya tunai sebesar Rp 6 915 513.16 dan biaya yang dipehitungkan atau biaya tidak tunai adalah sebesar Rp 1 622 382.15. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya mengenai usahatani ubi jalar oleh farah 2012 di lokasi yang sama yaitu Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga. Total biaya yang dikeluarkan pada penelitian ini lebih besar daripada penelitian sebelum. Hal ini dikarenakan memang jumlah input yang digunakan pada penelitian ini lebih banyak. Pada komponen biaya tunai, biaya terbesar dikeluarkan petani kecil adalah biaya pupuk kandang dengan presentase sebesar 25.89 persen. Ini menunjukkan bahwa petani masih lebih menyukai menggunakan pupuk organik daipada pupuk kimia. Pupuk organik yang digunakan berasar dari sisa umbi yang membusuk dan dibiarkan di lahan serta kotoran hewan seperti kotoran kambing dan kerbau. Pupuk kandang merupakan pupuk dasar yang kandungannya dapat menggantikan beberapa jenis pupuk kimia, maka dari itu petani kecil memperbanyak penggunaan pupuk kandangn. Petani menyadari bahwa penggunaan pupuk kimia terlalu banyak menyebabkan kesuburan lahan yang dimiliki menjadi menurun dan lahan semakin keras dan sulit di olah. Kemudahan lahan untuk di olah akan mempengaruhi pada biaya tenaga kerja. Biaya pestisida memiliki presentasi yang besar dalam komponen biaya tunai petani sama halnya pada penelitian sebelumnya. Biaya pestisida muncul tegantung pada intensitas serangan hama. Para petani dalam masa perawatan sering melakukan penyemprotan rata-rata 2-3 kali untuk satu jenis pestisida. Hal ini menya babkan kemunculan biaya tunai pada pestisida yang proporsinya besar pada biaya produksi. Selain itu Biaya tenaga kerja luar keluarga pada petani kecil memiliki presentasi yang cukup besar. Hampir setiap kegiatan seperti pengolahan lahan, penanaman, dan pembongkaran untuk diberi pupuk menggunakan jasa TKLK(Tenaga Kerja Luar Keluarga) atau buruh tani. Para pekerja biasanya di abyar langsung setelah selesai jenis pekerjaan. Untuk pekerja pria dibayar sekitar Rp 75 000 - Rp 100 000 ditambah dengan natura berupa makanan dan rokok sedangkan pekerja wanita dibayar sekitar Rp 35 000 – Rp 45 000 tanpa natura. Pada komponen biaya diperhitungkan, persentase terbesar adalah biaya lahan. Ini merupakan oportuniy cost jika lahannya disewakan kepada orang lain. Biaya terbesar berikutnya adalah Pupuk kandang dimana seabgian besar petani kecil memiliki hewan ternak yang kotorannya dimanfaatkan untuk pupuk kandang. Proporsinya tidak terlalu cukup untuk kebutuhan lahan sehingga petani kecil mengeluarkan biaya tunai yang di tunjukkan pada tabel di atas. Kemudian biaya tenaga kerja dalam keluarga memiliki proporsi yang cukup besar dalam kegiatan budidaya. Proporsinya cukup kecil karena sebagian besar petani kecil telah menggunakan jasa buruh tani untuk mengerjakan lahan ubinya. Kemudian pada komponen diperhitungkan juga muncul biaya penyusutan, karena petani memiliki alat-alat pertanian untuk menunjang oprasional budidaya. Dimana biaya penyusutan dianggap sebagai pengeluaran. Komponen biaya penyusutan cukup kecil nilainya karena peralatan yang dimiliki petani hanya berupa peralatan sederhana seperti cangkul, sabit, parang, garpu, dan gunting.
34
Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar pada Petani Kecil Analisis Pendapatan /benefit bertujuan untuk menghitung seluruh pendapatan petani, dalam penelitian ini pendapatan yang dimaksud dari melakukan mengusahakan ubi jalar adalah hasil kali antara harga jual yang diterima petani per kilogram dengan jumlah produksi yang dihasilkan dalam satu musim. Pendapatan ubi jalar pada petani “gurem” diperoleh 2 (dua) kali musim per tahun. Seluruh pendapatan dihitung baik berupa peroduk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani atau digunakan dalam modal usahatani berikutnya (misalnya untuk bibit). Pendapatan tanaman semusim diperoleh dengan mengalikan output dengan harga jual setiap komoditi. Penerimaan usahatani meliputi dua hal yaitu penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai didapatkan dari hasil yang dijual sedangkan penerimaan tidak tunai adalah hasil yang dikonsumsi sendiri oleh petani baik konsumsi untuk ternak, bibit, ataupun pangan. Penjumlahan antara penerimaan tunai dan tidak tunai disebut penerimaan total usahatani. Penerimaan usahatani merupakan hasil kali antara harga jual yang diterima petani per kilogram dengan jumlah produksi yang dihasilkan dalam satu musim. Tabel 17
Pendapatan bersih untuk 0.21 hektar tanaman ubi jalar pada usahatani petani kecil di Desa Cikarawang Macam
Penerimaan A. Penerimaan Tunai Penjualan Umbi dalam setahun a) Musim Tanam pertama, 2 653.00 kg b) Musim Tanam kedua, 2 387.70 kg Total penjualan Umbi (a) Total Penerimaan tunai B. Penerimaan non-tunai Daun dan umbi untuk Konsumsi oleh RT Total Penerimaan non-tunai Total Penerimaan
Total (x Rp 1000)
4 894.79 4 405.31 9 300.09 9 300.09
90.86 90.86 9 390.95
Tiap hektar (x Rp 1000)
Presentase (%)
44 855.75
52.12 46.91 99.03 99.03
438.25 45 293.99
0.97 0.97 100.00
Sumber: Data Skunder dan Primer yang di olah
Luas garap petani dengan luas 0.21 Ha rata-rata hasil produksi dalam satu tahun produksi pada musim tanam pertama adalah 2 653.00 kg sedangkan pada musim tanam ke dua adalah sebesar 2 387.70 kg. Selisih hasil produksi pada lahan dialami rata-rata petani karena dipengaruhi oleh musim yang menyebabkan kelangkaan sumber daya air pada musim kemarau dan intensitas serangan hama. Penerimaan petani kecil dengan luas garap 0.21 Ha merupakan perolehan dari perkalian produksi ubi jalar dikali harga jual ubi jalar di tingkat petani. Harga jual ditingkat petani sebesar Rp. 1 845/kg, harga yang diterima oleh petani
35
tersebut merupakan rata-rata harga jual yang diterima oleh petani responden. Petani responden menjual hasil produknya tidak hanya ke satu tempat yang sama melainkan ke tiga tempat yang berbeda yaitu poktan, tengkulak, dan pasar sehingga harga yang diterima pun bervariasi. Sebagian Petani responden mengkonsumsi secara pribadi hasil produksinya yang untuk makanan sebagi camilan maupun sayuran baik untuk umbi maupun daunnya, dan untuk makanan ternak. Besarnya nilai konsumsi pribadi adalah sebesar adalah Rp 90 863.21/ tahun. Penerimaan total petani dengan luas garap 0.21 Ha dalam satu tahun adalah sebesar Rp 9 390 954.71/tahun atau Rp 22 427 873.39/ha/musim. Hasil ini berbeda lebih kecil dari penelitian Farah 2012 di lokasi penelitian yang sama yaitu sebesar Rp 24 592 816/ha/musim. Hal ini memang dipengaruhi oleh hasil poroduksi permusimnya. Pendapatan total (total revenue) yang dihasilkan dari suatu usaha bisnis selama periode waktu tertentu adalah hasil perkalian dari harga jual per unit, dengan banyaknya unit yang terjual. Pendapatan atas biaya tunai petani kecil dengan luas lahan 0,21 Ha adalah sebesar Rp 2 384 578.34. Dan nilai pendapatan atas biaya total petani kecil dengan luas lahan 0,21 Ha adalah sebesar Rp. 769.262,95. Dengan demikian, pendapatan uasahatani pada petani kecil masih memberi keuntungan pada petani. Tabel 18 Pendapatan usahatani untuk 0,21 hektar tanaman ubi jalar pada petani kecil di Desa Cikarawang per Tahun Macam Penerimaan Penerimaan tunai Penerimaan non-tunai (diperhitunkan) Total Penerimaan Biaya A. Biaya Tunai Biaya Tidak Tetap Biaya Tetap Biaya lain-lain Biaya tunai B. Biaya non-tunai Biaya non-tunai (diperhitungkan) Total Biaya Penerimaan Tunai Penerimaan Total R/C rasio atas Biaya Tunai R/C rasio atas Biaya Total
Total (x Rp 1000)
Tiap hektar (x Rp 1000)
9 300.09 90.86 9 390.95
44 855.75 438.25 45 293.99
5 203.37 253.33 1 458.82 6 915.51
25 096.62 1 221.86 7 036.09 33 354.57
1.622,38 8.537,91 2.384.58 769.26 1.34 1.10
7 790.91 41 145.48 11 501.18 4 148.52
Sumber: Data Primer yang di olah
Analisis R/C rasio juga menunjukka penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Semakin besar nilai
36
R/C rasio maka semakin besar juga penerimaan usahatani yang diperoleh. Hal tersebut menunjukkan kegiatan usahatani menguntungkan untuk dilaksanakan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai petani kecil dengan luas lahan 0.21 Ha adalah sebesar 1.34 artinya adalah setiap seribu rupiah biaya yang dikeluarkan petani kecil maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1 340. Sedangkan untuk R/C rasio atas biaya total pada luas lahan 0.21 Ha yang dimiliki petani kecil di Desa Cikarawang adalah sebesar 1.10 yang artinya setiap seribu rupiah biaya yang dikeluarkan petani kecil maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1 100. hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar menguntungkan bagi petani kecil dengan luas lahan 0.21 Ha. Hasil ini pun tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya mengenai usahatani ubi jalar oleh Farah, 2012 di desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga dengan nilai R/C Rasio atas biaya tunai sebesar 1.63 dan R/C atas biaya total sebesar 1.07. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan usahatani ubi jalar di daerah penelitian tersebut juga menguntungkan. Karena nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari satu. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan usaha ubi jalar pada lahan kecil dengan rata-rata luas pengusahaan sebesar 0.21 Ha di Desa Cikarawang tersebut dalam mengoprasikan sumberdaya yang dapat diaksesnya untuk mencapai tujuan oprasional dengan memproduksi hasil pertanian primer yaitu berupa Ubi Jalar segar yang akan di manfaatkan oleh industri pengolahan merupakan bagian dari agen ekonomi yang penting dan perlu mendapat perhatian pemerintah. Dengan hasil analisis penerimaan yang di tunjukkan pada hasil tabel di atas dapat di sampaikan pada pemerintah bahwa usaha yang di lakukan petai kecil ini layak diusahakan. Artinya usaha yang di kerjakan oleh petani kecil ini merupakan bagian dari usaha yang produktif dan agen yang menjalankan usaha ini bukan satu atau dua individu saja melainkan lebih.
Analisis Batasan Kriteria UMKM Pada Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang Mengenal “agen ekonomi” dalam batas kelas tertentu merupakan sikap objektif dari pemerintah, untuk memberikan kesempatan “petani kecil” tersebut dapat tumbuh dan berkembang pada kelas usahannya. Pemerintah mengeluarkan ketetapannya berupa Undang-undang untuk ukuran usaha yang ada di Negara Republik Indonesia diantaranya adalah usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam UU No 20 Tahun 2008. Dalam undangundang tersebut pada bab IV pasal 6 diterangkan mengenai kriteria dalam pengelompokan masing-masing kelas usaha, dimana kriteria tersebut ditetapkan pada dua hal yaitu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan atau omzet. Analisis Hasil Penjualan Tahunan berdasarkan UU No 20 Tahun 2008 Berdasarkan penjelasan UU No 20 tahun 2008 yang dimaksud dengan ”hasil penjualan tahunan/Omzet” adalah hasil penjualan bersih (netto) yang berasal dari penjualan barang dan jasa usahanya dalam satu tahun buku. Maka dapat dilihat pada tabel dibawah ini dengan kriteria ukuran usaha berdasarkan omset “petani kecil” yang mengusahakan ubi jalar di lokasi penelitian memiliki hasil penjualan
37
tahunan sebesar Rp 9 300 090/tahun dimana hasil tersebut merupakan penerimaan dari dua musim tanam. Tabel 19 Penjualan bersih untuk 0.21 hektar tanaman ubi jalar per tahun pada usahatani petani kecil di Desa Cikarawang Omzet
Satuan
Produksi
Penjualan Umbi dalam setahun a) Musim Tanam pertama b) Musim Tanam kedua Total penjualan Umbi
kg kg
2 653.00 2 387.70
Harga Satuan (x Rp 000,-)
Total (x Rp 000,-)
Rp Rp
Rp 4 894.79 Rp 4 405.31 Rp 9 300.09
1.85 1.85
Sumber: Data Skunder dan Primer yang di olah
Harga satuan yang diperoleh petani merupakan rata-rata dari harga yang diperoleh petani di lokasi penelitian dari menjual produk diantaranya ke tengkulak, gapoktan dan ke pasar. Petani sebagai produsen tidak memiliki banyak alternatif saluran pemasaran dalam menjual produknya yaitu berupa ubi segar. Dari beberapa saluran yang memiliki proporsi harga yang tinggi adalah dari gapoktan, namun pembayarannya tidak selalu tepat pada hari penyetoran umbi. Sebagain kecil petani yang memerlukan penerimaan lebih cepat memilih menjual kepada tengkulak, yang biasanya memiliki kesepakatan dagang karena petani memiliki pinjaman modal atau pinjaman pribadi. Maka berdasarkan kriteria berdasarkan UU No 20 Tahun 2008 seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini maka usahatani ubi jalar yang diusahakan oleh petani kecil dilokasi penelitain masuk dalam ukuran usaha mikro. Tabel 20 Kriteria Penerimaan bersih berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 Kriteria Penerimaan bersih
Mikro
Kecil
Menegah
Ket
Max 300 jt
>Rp 300jt – Rp 2.5 M
>Rp 2.5 M – Rp 50 M
uu no. 20 thn 2008
Sumber: UU No. 20 Tahun 2008
Tetapi, dengan total penerimaan dari penjualan tahunan usahatani ubi jalar yang dioprasionalkan oleh “petani kecil” maka batas pendapatan bersih yang diperoleh kurang dari 10 juta rupiah per tahun (yaitu 9.3 juta rupiah/tahun), atau hanya memperoleh penerimaan bulanan kurang dari 1 juta per rupiah (yaitu 775 ribu rupiah/bulan) atau penerimaan harian kurang dari 50 ribu rupiah (yaitu 25 ribu rupiah/hari) yang artinya agen ekonomi dari sektor pertanian tersebut tidak termasuk golongan masyarat miskin karena pendapatannya diatas garis kemiskinan yang sebesar 312 ribu rupiah/kapita/bulan (BPS, September 2014). Analisis Kekayaan Bersih berdasarkan UU No 20 Tahun 2008 Pada kriteri kekayaan bersih dapat di dekati dengan Persamaan Akuntansi. Persamaan akuntansi (accounting equation) adalah alat dasar akuntasi. Persamaan
38
ini menggunakan sumber daya perusahaan dan klaim atas sumberdaya tersebut. Aktiva (assets) merupakan sumber daya ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat kepada perusahaan di masa depan, dimana yang termasuk aktiva adalah kas, persediaan barang dagang, perabotan, dan tanah. Dalam kriteria kekayaan bersih dalam UU No.20 Tahun 2008 memberikan pengecualian untuk tanah dan bangunan tempat usaha agar tidak dimasukkan dalam kekayaan bersih, maka nantinya dalam penelitan ini perhitungan aktiva tanah dan bangunan tempat usaha akan di keluarkan. Klaim terhadap aktiva tersebut berasal dari dua sumber. Kewajiban (liabilities) adalah utang yang harus dibayar kepada pihak luar, yang disebut kreditor. Dan Klaim pemilik terhadap aktiva perusahaan disebut ekuitas pemilik (owner’s equity), atau modal (capital). Klaim pihak internal ini sudah ada sejak pemilik menginvestasikan aktiva dalam perusahaan. Dengan persamaan akuntansi dapat menunjukkan bagaimana aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik saling berhubungan. Berdasarkan penjelasan UU No 20 tahun 2008 pada bab IV Pasa 6 yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” adalah hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Yang artinya Kekayaan bersih yang dimaksud dalam kriteria merupakan ekuitas pemilik (owner’s equity), atau juga disebut modal (capital). Sehingga pada tabel dibawah ini dapat dilihat besarnya nilai Aktiva (asset) total adalah Rp 9 636 729.50 yang artinya sumberdaya yang dapat di klaim oleh petani kecil untuk usaha budidaya ubi jalar sebagai modal sendiri, laba dan modal dari luar (meminjam), sehingga besarnya kekayaan bersih yang disebut juga ekuitas pemilik atau modal ditambah dengan laba pertahun maka nilai kekayaan bersihnya adalah sebesar Rp. 8 243 729.50. Tabel 21 Kekayaan bersih untuk 0.21 hektar per tahun tanaman ubi jalar pada uasahatani petani Kecil di Desa Cikarawang Total Jenis (Rp 000.-) Aktiva A. Aktiva Lancar Kas
Rp
8 270.21
Rp
8 270.21
Peralatan Budidaya
Rp
507.71
peny. Peralatan Produksi
Rp
(55.42)
Total Aktiva tidak lancar (b)
Rp
452.28
Total Aktiva (c)=(a)+(b)
Rp
8 722.49
Rp
1 393.00
Total Kewajiban (d)
Rp
1 393.00
Kekayaan Bersih (f)=(c)-(d)
Rp
Total Aktiva Lancar (a) B. Aktiva Tidak Lancar
Pasiva Kewajiban (Liabilitas) Hutang Usaha
Sumber: Data Skunder dan Primer yang di olah
7 329.49
39
Sehingga berdasarkan batas kriteria dengan kekayaan bersih yang ditentukan pemerintah dalam UU No.20 tahun 2008 yang dapat dilihat pada tabel 22 dibawah ini, Maka usahatani ubi jalar yang oprasikan oleh petani kecil masuk dalam skala usaha mikro. Tabel 22 Kriteria Kekayaan Bersih berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 Kriteria Kekayaan Bersih
Mikro
Kecil
Menegah
Max Rp 50 jt
>Rp 50 jt – Rp 500 jt
> Rp 500 jt – Rp 10 M
ket uu no. 20 thn 2008
Sumber: UU No. 20 Tahun 2008
Jadi berdasarkan prespektif pertumbuhan dua batasan kriteria yaitu Kekayaan bersih dan Hasil Penjualan Tahunan yang ditetapkan pemerintah maka usahatani ubi jalar yang di oprasikan petani kecil di Desa Cikarawang masuk dalam skala usaha mikro dengan nilai kekayaan bersih sebesar Rp 7 329 489.52/tahun dan Hasil penjualan tahunan sebesar Rp 9 300 091.50 /tahun dengan luas pengusahaan lahan rata-rata sebesar 0.21 Ha.
IMPLIKASI KEBIJAKAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang membentuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Kususnya sub bidang tanaman pangan pada komoditi ubi jalar. Sayangnya pada komoditi ubi jalar ini terjadi fenomena penurunan luasan produksi pertahunnya, dan didominasi luas kepemilikan lahan yang kecil3 . Dari kejadian diatas petani kecil dilokasi penelitian bertindak mengintensifikasikan lahannya untuk memperoleh keuntungan yang tinggi, tetapi daritindakan tersebut mengakibatkan masalah lingkungan berupa penurunan kesuburan dan penurunan sifat fisik lahan yang sulit di olah sehingga akan meningkatkan biaya tenaga kerja dan penggunaan pupuk tetapi petani kecil di lokasi penelitian melakukan tindakan pengendalian dengan menginputkan pupuk kandang untuk mengurangi penurunan dampak lingkungan pada lahan yang diolah. Selain itu dari hasil peninjauan di lapangan kondisi petani kecil masih menunjukkan ekonomi produktif dengan nilai R/C lebih dari 1 tetapi memiliki struktur modal yang rendah. Struktur modal yang rendah tidak banyak memberikan kesempatan petani kecil dalam mengembangkan usha terlebih sebagai usaha yang memiliki daya saing. Keterlibatan para petani kecil dilokasi pertanian dalam kelembagaan tidak terlalu memobilitas para petani untuk saling berinteraksi dalam memecahkan permasalahan atau berbagi solusi, serta memanfaatkan fungsi kelembagaan dalam kelompok tani atau gapoktan untuk memperoleh barganing power. Petani kecil hanya mengikuti arahan dari ketua. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang pendidikan petani yang membuat para petani tidak termotivasi untuk tumbuh dan 3
Sensus pertanian 2013 http://st2013.bps.go.id/dev2/index.php
40
berkembang baik dalam mengusahakan bisnisnya ataupun berkelompok. Dari hasil peninjauan di lokasi penelitian pada tingkat gapoktan mendapatkan saran dari dinas perindustrian dan koperasi untuk segera dilegalitas kelembagaan tersebut, tetapi terjadi penolakan dari petani dengan alasan siapa yang menjadi ketuanya, dimana kantornya, dan sebagainya yang semua alasan tersebut hanya bersifat administratif. Tetapi hal yang lebih disayangkan adalah pentingnya para petani memahami fungsi legalitas tersebut, dan koperasi sebagai bentuk kelembagaan yang legal minimal mampu memberikan pendidikan yang dibutuhkan petani agar lebih cerdas agar mampu memobilisasi para petani untuk giat berkelompok dan meningkatkan bisnisnya. Sementara ukuran usaha petani kecil sebagai agen ekonomi menunjukkan pola panen yang mengecil, struktur modal yang rendah dan lemahnya pengetahuan dalam legalitas usaha, pemerintah mendefinisikan usaha mikro tersebut di luar ukuran sebenarnya. Sehingga akan berpotensi tidak terjangkau oleh pemerintah. Padahal esensi kebijakan pemerintah adalah membantu mereka yang secara struktural lemah. Maka perlunya pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan yang telah dibuat dalam UU No 20 Tahun 2008 agar definisi yang ada untuk disesuaikan atau di tambah sesuai kondisi yang sebenarnya.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Ukuran penampilan usahatani ubi jalar oleh petani kecil di lokasi penelitian menunjukkan bahawa usaha yang dilakukan petani kecil merupakan usaha produktif dan menguntungkan dengan nilai R/C 1.34 terhadap biaya tunai atau R/C 1.10 terhadap biaya total dengan penerimaan tunai sebesar Rp 2 384 578.34 pertahun atau penerimaan Total sebesar Rp 769 262.95 pertahun. 2. Berdasarkan batas klasifikasi UMKM (usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) pada UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 6 yang menentukan klasifikasi pada Penjualan Bersih dan Kekayaan Bersih maka usahatani ubi jalar yang dilakukan oleh petani kecil di lokasi penelitian masuk dalam skala “Usaha Mikro”. SARAN Berdasarkan dari hasil implikasi kebijakan maka dapat dirmuskan beberapa saran antara lain: 1. Petani kecil merupakan agen ekonomi yang produktif tetapi dalam bisnisnya memiliki struktur modal yang rendah sehingga memiliki keterbatasan dalam mengembangkan usahanya maka keberadaannya memerlukan perhatian pemerintah. 2. Dari hasil peninjauan di lapangan keberadaan kelembagaan bagi petani kususnya petani kecil tidak menunjukkan fungsi kelembagaan berupa kelompoktani dan gapoktan memberikan banyak pengetahuan bagi para
41
3.
pelaku dalam kelembagaan tersebut, terlebih dalam pemahaman legalitas sebagai fungsi pelindung suatu usaha kurang dipahami oleh petani kecil dalam berlembaga, sehingga pemerintah perlu meninjau kondisi usaha petani kecil yang memerlukan pendidikan dan pengenalan tentang berbagai bentuk legalitas badan usaha kususnya koperasi sebagai bentuk kelembagaan yang dilindungi. Berdasarkan hasil kesesuaian klasifikasi yang dikeluarkan pemerintah usaha yang dilakukan petani kecil masuk dalam usaha mikro tetapi batasan tersebut sangat jauh dari kondisi aktualnya karena petani ubi jalar menunjukkan kondisi pola panen yang mengecil, petani kecil memiliki struktur modal yang rendah dan lemahnya pengetahuan dalam legalitas usaha, kebijakan pemerintah mendefinisikan diluar kondisi aktualnya maka kebijakan yang dibuat pemerintah tidak dapat menjangkau bentuk usaha yang dialami petani kecil di lokasi penelitian. Sehingga pemerintah perlu meninjau ulang definisi klasifikasi usaha yang dibuat dalam UU No 20 Tahun 2008 agar nantinya definisi yang ada dapat disesuaikan pada kondisi yang di alami petani kecil atau definisi dapat ditambah menjadi UGMKM (Usaha Gurem, Mikro, Kecil, dan Menengah). Bentuk Usaha Gurem nantinya dapat mengakomodasi kondisi usaha-usaha yang dialami seperti petani kecil di lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Defri K. 2011. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar (Studi Kasus Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen,InstitutPertanian Bogor. Djohani, R. (Editor). 1996. Berbuat Bersama Berperan Setara: Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal. Driyamedia. Bandung. Handoko T. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE.Yogyakarta. Herdiman F. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabuaten Bogor. [skripsi]. Bogor:Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hidayat, T. 2009. Teori dan Praktik membuat Aplikasi Akuntansi dengan Ms. Excel. Mediakita. Jakarta. Kay RD dan Edwards. 1981. Farm Management; Planning, Control and Implementation. Mc Graw-Hill International Book Company, Sao Paulo,Singapore, Sydney, Tokyo. Khotimah H. 2010. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten kuningan Jawa Barat; Pendekatan StochasticProduction Frontier.[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Krisdiana R dan Heriyanto. 2011. Prospek Pengembangan dan Kendala Usahatani Ubi Jalar di Lahan Kering Masam. http://www.puslittan.bogor.net.[5Maret 2014].
42
Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangandan Akuntansi Biaya. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Mosher. 1987. Menggerak dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta. Maudi, Firza. Model Usahatani Terpadu Sayuran Organik-Hewan Ternak (studi kasus: Gapoktan Pandan Wangi, Desa Karehkel, Kecamatan Leuwiling, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pambudy, R. dan A. K. Andhi. 2000. Prosiding Seminar Nasional Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani. Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan-Program Pascasarjana IPB dan Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia. Bogor. Pappas, James.,L dan Mark Hirschey, 1995, Ekonomi Managerial, TerjemahanDaniel Wirajaya, Binarupa Aksara. Partomo, T S dan Abdul. 2002. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Prijono, O.S. dan A. M. W. Pranarka. 1996. Pemberdayaan –Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Centre for Strategic and International Studies. Jakarta. Robinson, M. S. 2000. The Micro Finance Revolution, Sustainable Finance for The Poor. The World Bank. Washington, DC. S. Kusmuljono B,. 2007. Sistem Pengembangan Usaha Pertanian Berbasis Lingkungan Didukung Lembaga Keuangan Mikro [Desertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sanim, B. 2004. Pengembangan dan Pembinaan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKM & K) Berbasis Daerah Dalam Upaya Mengatasi Krisis Nasional Indonesia. [Ceramah Umum]. Departemen Sosek Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Penerbit UI-Press. Jakarta. Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Pempertajam Upaya Pemulihan Ekonomi. Pengembangan Perbankan 80: 37-41. Wibowo, R. 2002. Pemberdayaan Masyarakat. Makalah pada Pelatiahan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari bagi Penyuluhan dan Petugas Rehabilitasi Hutan Mangrove. Sanur, Bali. (18 Desember 2002). Warren, S, Carl. 2006. Accounting: Pengantar Akuntansi. Salemba empat, Jakarta. Zuraida N. 2009. Status Ubi Jalar sebagai Bahan Diversifikasi Pangan Sumber Karbohidrat. Iptek Tanaman Pangan 4 (1):69-80.
43
LAMPIRAN
44
45
46
47
48
49
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ahmad Hilman Dzul Ilmii, dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1990 di Tuban, Jawa Timur. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, anak dari Bapak Suprapto dan ibu Lilik Chumaidah. Penulis menyelesaikan sekolah di MA Negeri 1 Bojonegoro pada tahun 2008 dan melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Penulis diterima di Jurusan Pengelolaan Hutan, Sekolah Vokasi Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun yang sama melalui ujian mandiri Seleksi Masuk Vokasi UGM. Penulis menempuh pendidikan diploma selama enam semester dan telah melaksanakan Praktik Lapangan di PT Tri Setia Intiga (KORINDO Grup). Karya tulis ilmiah yang dihasilkan dari penelitian di Desa giri sekar tersebut berjudul Analisis Usahatani Pola Hutan Rakyat, Studi kasus di Desa Girisekar, Kec. Panggang, Kab. Gunung Kidul. Penulis berhasil lulus diploma pada tahun 2012 dengan predikat “Memuaskan” serta membawa gelar Ahli Madya (A.Md) dan pada tahun tersebut juga penulis lulus seleksi masuk IPB Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama masa studi sarjana, penulis telah menyelesaikan serangkaian proses perkuliahan selama empat semester. Pada bulan Juli – Agustus 2014, penulis melaksanakan penelitian di desa cikarawang dengan mengangkat tema keberadaan usaha di bawah mikro sebagai objek penelitiannya. Judul skripsi yang dihasilkan yaitu Kajian Klasifikasi Usahatani Ubi Jalar pada Petani Kecil berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 (Studi Kasus di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat).