MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT
Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007
DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007
I. LATAR BELAKANG 1. Perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian akibat penurunan suplai dan stock 2. Penurunan stock sejumlah komoditas pertanian juga disebabkan oleh pemanfaatan sebagai bahan baku bioenergy 3. Akan terjadi kenaikan harga komoditas pertanian pada pasar internasional 4. Perubahan struktur perdagangan akan diarahkan untuk perbaikan kesejahteraan peternak
II. TREND KONSUMSI PANGAN HEWANI (ASAL TERNAK), MEMBAIK ATAU MEBURUK ? 1.
Masalah Gizi Masyarakat : KEP, GAKI, Anemi,dan Kurang Vit.A belum sepenuhnya teratasi.
2.
Kecenderungan yang terjadi : Perkotaan : Gizi Lebih dan Gizi Salah, Perdesaan :Gizi Kurang dan Gizi Salah
3.
Konsumsi masyarakat dari pangan hewani cenderung meningkat untuk kelompok berpendapatan tinggi.
4.
Saat ini konsumsi protein hewani 5,72 gr/kap/hari. Dan diperkirakan target konsumsi protein hewani akan segera tercapai. Pada tahun 2010 Konsumsi daging sapi 6,62 gr/kap/hari, telur : 2,03 gr/kap/hari dan susu : 0,73 gr/kap/hari permasalahannya adalah pola konsumsi yang masih bertumpu pada beras (Starchy Staple Ratio : 66,3 %).
5.
Di Peternakan telah terjadi evolusi terhadap konsumsi daging, yakni dari red meat ke white meat
III.
APAKAH PILIHAN STRATEGI SWASEMBADA DAGING, TELUR DAN SUSU DAPAT MENJADI KUNCI UTAMA PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT ?
1.
Kebijaksanaan yang ditempuh : peningkatan produksi dan produktivitas ternak, meningkatkan populasi dan menjamin suplai komoditas peternakan
2.
Untuk mencapai tingkat produksi yang diinginkan melalui optimalisasisegala potensi dan sumberdaya (lokal) yang dimiliki.
3.
Sawsembada merupakan upaya kemandirian dalam mempertahankan keamanan pangan hewani yang berbasis sumberdaya lokal, merata terjangkau dan menguntungkan peternak serta tetap mempertimbangkan keseimbangan mutu gizi, teknologi pangan, jaminan bebas pencemaran (ASUH)
IV.RESTRUKTURISASI PETERNAKAN SEBAGAI UPAYAPEMENUHAN GIZI MASYARAKAT
RESTRUK. INDUSTRI TERNAK POTONG BESAR
RESTRUKTURISASI
RESTRUK. INDUSTRI PERSUSUAN
PENINGKATAN PRODUKSI PENDAPATAN KESEJAHTERAAN
RESTRUK. INDUSTRI TERNAK RUMINANSIA KECIL
RESTRUK. INDUSTRI PERUNGGASAN
PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
Restrukturisasi peternakan adalah penataan ulang Industri Peternakan, baik dari aspek hulu, budidaya dan hilir. 1. Restrukturisasi Industri Ternak Potong Besar Industri ini diharapkan akan berbasiskan sumberdaya lokal. Dan tingkat swasembada akan tercapai secara sustainable.
• • • • • • •
Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah Peningkatan Populasi dan Produktivitas serta Perbaikan Kelembagaan, yaitu : Memacu kegiatan IB melalui optimalisasi akseptor. Penjaringan dan penyelamatan betina produktif. Pengamanan gangguan reproduksi dan kesehatan hewan. Perbaikan kawin alam melalui distribusi pejantan unggul dan sertifikasi pejantan pemacek. Pengembangan dan pemanfaatan pakan lokal. Pengembangan SDM dan kelembagaan. Penyediaan induk/bibit
2. Industri Ternak Ruminansia Kecil Saat ini walaupun potensi ekspor ada, peluang ekspor tsb belum dapat dimanfaatkan.
• Ternak ruminansia kecil (babi) selama ini telah dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ke depan didorong agar dapat melakukan ekspor untuk ternak kambing, domba dan babi • Ternak ruminansia kecil ini sudah berbasis sumberdaya lokal, sehingga secara langsung dapat memfasilitasi dan mendorong agribisnis peternakan yang berdaya saing • Upaya yang perlu dilaksanakan antara lain perluasan wilayah budidaya dan terus dicari teknologi budidaya, pengolahan, pemasaran dan standarisasinya.
3. REVITALISASI INDUSTRI PERSUSUAN
• Pada saat ini produksi baru memenuhi sepertiga, sedangkan dua pertiganya masih harus diimpor • Total permintaan susu (2006) 2,1 juta ton. Penyediaan 489 ribu ton • Revitalisasi Industri Persusuan akan dilakukan melalui penataan menyeluruh, terutama dari aspek perbibitan/ replacement ternak dan peneNtuan harga susu • Industri ini dipandang masih paling sulit dicapai, karena ketergantungan terhadap sektor/sub sektor lain, disamping preferensi masyarakat masih pada susu bubuk dan susu kental manis • Masalahnya adalah industri persusuan harus dilengkapi dengan berdirinya industri pengolahan susu
4. RESTRUKTURISASI PERUNGGASAN Penataan struktur hulu mulai dari pembangunan perbibitan, penyediaan alat pengolah ransum, dan penyediaan obat/vaksin. Penataan kawasan budidaya unggas yang meliputi penataan kawasan produksi dan non produksi. Penataan struktur hilir yang mencakup pembangunan penampungan unggas sebelum dipotong, RPU, lalulintas ternak, pasar, dan penanganan kotoran unggas. Aspek good farming practices sudah mulai dapat diterapkan di Indonesia, termasuk kompartementalisasi. Industri berkembang menjadi industri yang tidak sepenuhnya footloose tetapi sudah ke arah grass root Industri perunggasan, baik lokal maupun ras telah menemukan bentuknya dan menjadi faktor pemicu pertumbuhan pembangunan peternakan.
gxÜ|Åt ^tá|{ WASALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH
Bogor,21 Nopember 2007 DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
Dr. Ir. Tjeppy D. Soedjana, M Sc