PENURUNAN KADAR Pb2+ DALAM AIR YANG TERCEMAR Pb2+ DENGAN PENAMBAHAN KOMBINASI DAUN NANGKA DAN DAUN MAHONI
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH ULFIANA FIMMA LARASATI NIM 13.046
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG 2016
PENURUNAN KADAR Pb2+ DALAM AIR YANG TERCEMAR Pb2+ DENGAN PENAMBAHAN KOMBINASI DAUN NANGKA DAN DAUN MAHONI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D-3 bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH ULFIANA FIMMA LARASATI NIM 13.046
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG 2016
PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, NAMA
: ULFIANA FIMMA LARASATI
NIM
: 13.046
Di dalam Naskah Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya ilmiah yag pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain dan disebutkan dalam sumber kutipan dan pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah Karya Tulis Ilmiah ini dapat dibuktikan terdapat unnsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia Karya Tulis Ilmiah ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (A.Md.,Si) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 25 Ayat 2 dan Pasal 70).
Malang, 6 Juli 2016
Ulfiana Fimma L
PENURUNAN KADAR Pb2+ DALAM AIR YANG TERCEMAR Pb2+ DENGAN PENAMBAHAN KOMBINASI DAUN NANGKA DAN DAUN MAHONI THE REDUCE OF Pb2+ LEVEL IN THE WATER CONTAMINATED WITH Pb2+ BY THE ADDITION OF JACKFRUIT’S LEAF AND MAHOGANY’S LEAF ABSTRAK Perairan merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak pencemaran lingkungan. Air dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Limbah timbal merupakan salah satu sumber pencemaran yang sangat membahayakan, baik bagi kesehatan manusia maupun lingkungan, sehingga diperlukan cara untuk menanggulangi pencemaran logam dalam perairan, yaitu memanfaatkan tumbuhan sebagai adsorben. Salah satunya daun nangka dan daun mahoni yang diduga kandungan selulosanya mampu berikatan dengan Pb. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar logam berat Pb2+ pada air tercemar yang direndam dengan kombinasi daun nangka dan mahoni pada berbagai variasi perbandingan. Perbandingan daun nangka dan daun mahoni yang digunakan adalah 2:1, 1:1, dan 1:2 dengan konsentrasi 10% b/v. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penurunan kadar logam berat Pb2+ dilakukan dengan menghitung selisih kadar logam berat Pb sebelum dan sesudah proses perendaman. Kadar timbal diukur menggunakan metode spektrofotometri serapan atom pada maksimal 283.3 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan kadar Pb hasil perendaman daun nangka dan daun mahoni pada perbandingan 2:1, 1:1, dan 1:2 berturut-turut adalah 10.1707 ppm, 9.9955 ppm, dan 9.8890 ppm. Kata Kunci : air, daun nangka, daun mahoni, kadar, Pb2+ ABSTRACT
Aquatic is the most eastest ecosystem affected by the environmental pollution. Water can be easily contaminated by human activities. Timbale waste is one of the pollution source that are very dangerous, both to human health or the anvironment, so its needed a way to resolve the pollution of metal in water, for example using plants as adsorbent. One of them are jackfruit’s leaf and mahagony’s leaf that thoughted to had cellulose contents that able to bind with Pb2+. This research purpose is to know the reduce level of Pb2+ in contaminated Pb2+ water with addition of combination jackfruit’s leaf and mahagony’s leaf. The ratio of jackfruit’s leaf and mahagony’s leaf used is 2:1, 1:1, and 1:2 with concentratioin 10% b/v. This research is used to know the diminution level of heavy metals Pb2+ by calculating the difference level before and after the soaking process. Timbale levels measured using atomic absorption spectrophotometry method at max 283.3 nm. The results showed that the diminution level of Pb2+after soaking process with jackfruit’s leaf and mahagony’s leaf on the comparison of 2:1, 1:1, and 1:2 in a row is 10.1707 ppm,9.9955 ppm, and 9.8890 ppm. Keyword : water, jackfruit’s leaf, mahagony’s leaf, level, Pb2+
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Penurunan Kadar Pb Dalam Air yang Tercemar Pb dengan Penambahan Kombinasi Daun Nangka Dan Daun Mahoni” ini tepat pada waktunya. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program D-3 di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis. 2. Ibu Dra. Wigang Solandjari, M.Si. selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 3. Ibu Ayu Ristamaya Yusuf, Amd.,ST. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan pengarahan selama penulisan karya tulis ilmiah ini. 4. Ibu Dyah Ratna Wulan, S.Si.,M.Si. selaku dosen penguji. 5. Ibu Dra. Wahyu Wuryandari, M.Pd. selaku dosen penguji. 6. Kedua orangtua, Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril maupun material. 7. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia beserta staf. 8. Teman-teman seperjuangan dan semua pihak baik yang secara langsung maupun tak langsung telah memberikan doa, semangat, hiburan, serta motivasi kepada penulis.
ii
Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu adanya kritik dan saran akan membantu penulis. Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua.
Malang, 6 Juli 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv DAFTAR TABEL............................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................................. 5 1.5 Definisi Istilah ................................................................................................ 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7 2.1 Tanaman Nangka ........................................................................................... 7 2.2 Tanaman Mahoni ........................................................................................... 11 2.3 Air .................................................................................................................. 15 2.4 Timbal ............................................................................................................ 17 2.5 Analisa Spektrofotometri Serapan Atom ....................................................... 21 2.6 Selulosa .......................................................................................................... 31 2.7 Kerangka Teori............................................................................................... 33 2.8 Hipotesis ......................................................................................................... 34 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 35 3.1 Rancangan Penelitian ..................................................................................... 35
iv
3.2 Populasi dan Sampel ...................................................................................... 35 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 36 3.4 Definisi Operasional Variabel ........................................................................ 36 3.5 Instrumen Penelitian....................................................................................... 37 3.6 Pengumpulan Data ......................................................................................... 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 41 4.1 Hasil Determinasi Tanaman ........................................................................... 41 4.2 Hasil Pengujian Penurunan Kadar Pb2+ ......................................................... 42 BAB V PENUTUP .............................................................................................. 45 5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 45 5.2 Saran............................................................................................................... 45 DAFTAR RUJUKAN......................................................................................... 46 LAMPIRAN ........................................................................................................ 48
v
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 36 Tabel 4.1 Hasil Pengujian Penurunan kadar Pb2+ ................................................. 42
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tanaman nangka (A. Heterophyllus Lamk) ....................................... 8 Gambar 2.2 Tanaman Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq. ........................... 12 Gambar 2.3 Logam Timbal (Pb) ........................................................................... 17 Gambar 2.4 Skema Umum Komponen Alat AAS ................................................ 26 Gambar 2.5 Selulosa dengan logam Pb................................................................. 33 Gambar 4.3 Grafik Penurunan Kadar Pb2+ ........................................................... 43 Gambar 4.4 Reksi Selulosa dengan Logam Pb2+ .................................................. 44
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Nangka ................................................ 49 Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Mahoni ................................................ 50 Lampiran 3. Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus)........................................ 51 Lampiran 4. Daun Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq) ............................................. 52 Lampiran 5. Kombinasi Daun Setelah Penimbangan ........................................... 53 Lampiran 6. Proses Analisa .................................................................................. 54 Lampiran 7. Perhitungan Kurva Kalibrasi dan Larutan Uji .................................. 55 Lampiran 8. Kurva Kalibrasi................................................................................. 56 Lampiran 9. Hasil Uji AAS ................................................................................... 57
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dunia yang sangat cepat dan perkembangan industri yang makin pesat menyebabkan semakin banyak bahan buangan bersifat racun yang mencemari lingkungan. Bahan-bahan buangan ini yang nantinya menjadi limbah dan mampu mencemari lingkungan dalam jumlah yang sulit dikontrol secara tepat. Di Indonesia, sumber pencemar dapat berasal dari limbah rumah tangga, pertambangan, industri dan lain-lain. Wilayah perairan merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak pencemaran lingkungan. Walaupun air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermacam – macam sehingga dengan mudah dapat tercemar. (Darmono, 2001). Pencemaran air didefenisikan sebagai perubahan langsung atau tidak langsung terhadap keadaan air dari keadaan yang normal menjadi keadaan air yang berbahaya atau berpotensi menyebabkan penyakit atau gangguan bagi kehidupan makhluk hidup. Perubahan langsung dan tidak langsung ini dapat berupa perubahan fisik, kimia, termal, biologi, atau radioaktif. Kualitas air merupakan salah satu faktor dalam menentukan kesejahteraan manusia. Harus diingat bahwa air alamiah yang terdapat pada permukaan bumi sangat sulit ditemukan dalam keadaan murni, semuanya sudah mengandung senyawa kimia seperti mineral yang
1
2
terlarut didalamnya pada kadar bervariasi, namun demikian air tersebut tidak langsung disebut sebagai tercemar (Situmorang, 2007). Salah satu penyebab pencemaran air adalah bahan buangan anorganik berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit terdegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Bahan buangan anorganik biasanya berasal dari industri yang melibatkan penggunaan unsur – unsur logam seperti Timbal (Pb). Limbah timbal (Pb) merupakan salah satu sumber pencemaran yang sangat membahayakan, baik bagi kesehatan manusia maupun lingkungan. Umumnya logam berat ini lebih tahan dibandingan polusi zat organik, karena logam merupakan material yang tidak terdegradasi secara mudah, dan sangat beracun bagi manusia meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit (1,0 mg/kg). Salah satu cara untuk menanggulangi pencemaran logam berat di perairan adalah dengan memanfaatkan tumbuhan sebagai adsorben terhadap logam berat. Saat ini pemanfaatan adsorben alami (alternatif) yang berasal dari alam mulai dikembangkan karena kemampuan adsorpsi yang cukup baik dan juga sangat ekonomis. Beberapa jenis tumbuhan memiliki potensi dalam menyerap logam berat, karena memiliki daya dalam mentoleransi tingginya kadar suatu polutan pada daerah yang tercemar limbah, serta menyerap dan mengakumulasi logam dengan baik dalam waktu yang singkat. Menurut Seregeg, dkk., 1995 dalam Kohar, 2004 tanaman kangkung termasuk salah satu tanaman yang mudah menyerap logam berat dari media tumbuhnya, tanaman kangkung yang tumbuh atau ditanam di daerah yang
3
tercemar oleh Pb dapat menyerap Pb dan dibawa ke seluruh bagian tanaman. Dalam penelitian Ishak dkk., 2014 beberapa tanaman aquatik (air) dan semiaquatik seperti enceng gondok (Eichhornia crassipes), Hydrocotyle umbellata, Lemna minor, Azolla (Azolla pinnata), dan genjer (Limnocharis flava) mampu menyerap logam berat timbal (Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd), besi (Fe) dan merkuri (Hg) dari lingkungan tercemar. Selain beberapa tanaman aquatik (air) dan semiaquatik terdapat juga tanaman darat yang mampu menyerap logam berat seperti yang disebutkan oleh Abrar, dkk, 2015 dalam penelitiannya masker yang terbuat dari daun nangka dan daun daun mahoni memiliki kemampuan menyerap logam Pb dua kali lebih baik dari masker biasa. Hal tersebut dikarenakan daun mahoni dan daun nangka memiliki selulosa yang berperan aktif dalam proses adsorpsi logam berat timbal (Pb). Menurut Mohamad (2011), selulosa ini berpotensi untuk dijadikan sebagai adsorben karena gugus –OH. Adanya gugus –OH menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben. Dengan demikian selulosa lebih kuat menyerap zat yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar. Mekanisme serapan yang terjadi antara gugus –OH yang terikat pada permukaan dengan ion logam yang bermuatan positif merupakan mekanisme pertukaran ion. Interaksi antara gugus – OH dengan ion logam juga memungkinkan melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen pada gugus –OH mempunyai pasangan elektron bebas, Ion-ion Pb2+ akan berinteraksi kuat dengan anion yang bersifat basa kuat seperti –OH. Ikatan antara ion Pb2+ dengan –OH pada selulosa melalui pembentukan ikatan koordinasi, dimana pasangan elektron bebas dari O pada OH
4
akan berikatan dengan ion logam Pb2+ membentuk ikatan kompleks melalui ikatan kovalen. Dari beberapa uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian dalam upaya untuk mengetahui penurunan kadar logam Pb2+ pada air yang tercemar logam Pb2+ yang direndam dengan kombinasi daun nangka dan mahoni pada berbagai perbandingan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom. Pemilihan metode spektrofotometri serapan atom karena mempunyai sensitifitas tinggi, mudah, murah, sederhana, cepat dan cuplikan yang dibutuhkan sedikit. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk meningkatkan nilai guna daun nangka dan daun mahoni, sehingga dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai inovasi dalam mengurangi kadar logam berat timbal (Pb2+) dalam air yang nantinya dapat diaplikasikan oleh masyarakat dalam pengolahan makanan hasil laut seperti kerang yang banyak tercemar logam berat di perairan, sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pendahuluan di atas, maka masalah dalam penelitian ini : Berapakah penurunan kadar logam berat Pb2+ dalam air tercemar Pb2+ yang direndam dengan kombinasi daun nangka dan daun mahoni pada berbagai variasi perbandingan?
1.3 Tujuan Penelitian
5
Mengetahui penurunan kadar logam berat Pb2+ pada air tercemar Pb2+ yang direndam dengan kombinasi daun nangka dan mahoni pada berbagai variasi perbandingan.
1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini, yaitu: Perendaman air tercemar Pb2+ menggunakan daun nangka dan daun mahoni. Perbandingan daun nangka dan daun mahoni yang digunakan adalah 2:1, 1:1, dan 1:2 dengan konsentrasi 10% b/v. Penurunan kadar logam berat Pb2+ dilakukan dengan menghitung selisih kadar logam berat Pb2+ sebelum dan sesudah proses perendaman menggunakan metode spektrofotometri serapan atom. Keterbatasan dalam penelitian ini, meliputi: Daun nangka dan mahoni segar diambil dari perkebunan di daerah Malang Selatan. Air tercemar Pb 2+ diambil dari air yang ditambahkan dengan Pb(NO3)2 dengan kadar 10 ppm.
1.5 Definisi Istilah 1. Timbal (Pb) adalah senyawa logam yang lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat dan merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat karsinogenik. 2. Daun nangka adalah daun yang diperoleh dari tanaman nangka yang dapat tumbuh baik di iklim tropis dan merupakan tanaman musiman. Permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilap kaku, dan permukaan bawah daun berwarna hijau muda.
6
3. Daun mahoni adalah daun yang diperoleh dari tanaman mahoni yang dapat ditemukan tumbuh liar di hutan, pinggir pantai dan di jalan-jalan sebagai peneduh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Nangka Nangka memiliki nama latin Artocarpus heterophyllus sedangkan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Jackfruit. Dalam dunia botani, nangka termasuk Ordo Urticales atau Famili Moreceae (murbai-murbaian). Hampir semua spesies yang termasuk Famili Moreceae mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu: bergetah. Nangka dapat tumbuh baik di iklim tropis. Tanaman ini menyukai wilayah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm per tahun dimana musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka kurang toleran terhadap udara dingin, kekeringan dan penggenangan (Sudarma, 2012).
2.1.1
Taksonomi dan Morfologi
Tanaman nangka termasuk dalam jenis tanaman musiman. Dalam sistematika tumbuahan (taksonomi), tanaman nagka diklasifikasikan menjadi sebagai berikut: (Rukmana, 1997). Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Devisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Dicotyledonae (biji berkeping dua)
7
8
Ordo
: Morales
Family
: Moraceae
Genus
: Artocarpus
Spesies
: A. Heterophyllus Lamk. (Jackfruit = Nangka)
Gambar 2.1 Tanaman nangka (A. Heterophyllus Lamk) (Sumber: Anonim, 2013)
Nangka berdaun tunggal, tersebar, bertangkai 1–4 cm, helai daun agak tebal, kaku, bertepi rata, bulat telur sampai memanjang dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek meruncing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas berupa cincin, permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilap, kaku, dan permukaan bawah daun berwarna hijau muda. Tumbuhan nangka berumah satu, perbungaan muncul pada ketiak daun pada pucuk yang pendek dan khusus, yang tumbuh pada sisi batang atau cabang tua. Bunga jantan dalam bongkol berbentuk gelendong, 1–3 × 3–8 cm berwarna hijau tua dengan serbuk sari kekuningan dan berbau harum samar apabila masak. Bunga nangka disebut babal. Setelah melewati umur masaknya, babal akan membusuk (ditumbuhi kapang) dan menghitam di pohon sebelum akhirnya terjatuh. Bunga
9
betina dalam bongkol tunggal atau berpasangan, silindris atau lonjong dan berwarna hijau tua (Rukmana, 2008). Buah nangka relatif besar dan berbiji banyak. Kulitnya berduri lunak. Setiap biji dibalut oleh daging buah (endokarp) dan dami (eksokarp) yang mengandung gelatin. Buah nangka merupakan buah majemuk yakni berbunga banyak dan tersusun tegak lurus pada tangkai buah, membentuk bangunan besar yang kompak, dan bentuknya bulat hingga bulat lonjong. Kulit buah berwarna hijau hingga kuning kemerahan. Daging buah tipis hingga tebal. Setelah matang, daging buah berwarna kuning merah, lunak, manis dan aroma spesifik. Pohon nangka berakar tunggang dengan akar samping yang kuat dan dalam (Sunarjono, 2010).
2.1.2
Kandungan Tanaman Nangka
Daun nangka saat ini selain digunakan sebagai pakan ternak juga telah digunakan sebagai obat tradisional. Daun nangka mengandung flavonoid, saponin dan tannin. Flavonoid dan saponin merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri yang cara kerjanya dengan merusak membran sitoplasma dan mendenaturasi protein sel (Robinson, 1995). Senyawa flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Senyawa flavonoid tersebut terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, antiinflamasi, diuretik dan antihipertensi (Ersam 2001). Mekanisme kerja senyawa flavonoid dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel bakteri tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelczar dan Chan 1986). Selain itu, flavonoid bersifat
10
antiinflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan dan membantu mengurangi rasa sakit bila terjadi pendarahan atau pembengkakan pada luka, bersifat antibakteri dan antioksidan serta mampu meningkatkan kerja sistem imun karena leukosit sebagai pemakan benda asing lebih cepat bekerja dan sistem limpa lebih cepat diaktifkan (Angka, 2004). Saponin merupakan salah satu senyawa yang dihasilkan tumbuhan berfungsi sebagai antivirus, antibakteri, meningkatkan kekebalan tubuh. Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler bakteri akan keluar (Robinson 1995). Saponin sering digunakan untuk disinfeksi media budidaya sehingga peranannya sebagai antimikroba telah diuji. Namun saponin apabila digunakan dalam konsentrasi tinggi dapat menjadi racun kuat untuk ikan dan amfibi dan saponin sulit untuk diidentifikasi (Sugoro dkk. 2004). Tanin merupakan senyawa fenol yang larut dalam air dan tanin pada tanaman merupakan senyawa fenolik yang memiliki daya antiseptik (Pelczar dan Chan 1986). Penggunaan tanin sangat efektif untuk mencegah serangan bakteri di dareah tropis dan subtropis. Efek antibakteri tanin melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan inaktivasi fungsi materi genetik (Ajizah 2004). Selain kandungan metabolit sekunder tersebut daun nangka juga memiliki kandungan metabolit primer yang diantaranya adalah protein. Kandungan protein dalam daun nangka diatas 20%. Dilihat secara visual dari bentuk dan struktur daun nangka yang terlihat lebih tebal dan keras dapat menunjukkan bahwa daun nangka memiliki kandungan selulosa yang tinggi.
11
2.1.3
Manfaat Tanaman Nangka
Tanaman nangka tergolong serba guna. Buahnya yang muda dapat disayur dan buah yang telah matang enak dimakan serta dapat dijadikan berbagai macam olahan makanan. Beberapa daerah di Indonesia, penduduknya tidak hanya memanfaatkan buah nangka sebagai bahan pangan saja, tetapi juga sebagai obat tradisional untuk mengatasi demam, disentri atau malaria. Kulit batangnya yang berserat, dapat digunakan sebagai bahan tali serta memiliki fungsi sebagai antikanker, anti virus, antiinflamasi, diuretil dan antihipertensi (Ersam, 2001, dalam Darmawati, 2015). Getahnya digunakan dalam campuran untuk memerangkap burung, menambal perahu dan lain-lain. Daun nangka merupakan pakan ternak yang disukai kambing, domba maupun sapi. Daun tanaman ini juga direkomendasikan oleh pengobatan ayurveda sebagai obat antidiabetes karena ekstrak daun nangka memberi efek hipoglikemi yaitu menurunkan kadar gula darah (Chandrika dkk, 2006). Menurut Prakash, dkk., (2009) dalam Darmawati (2015),
daun nangka dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat
demam, bisul, luka dan penyakit kulit. Menurut Abrar, dkk (2015) daun nangka memiliki kemampuan menyerap logam Pb yang dalam penelitiannya dibuat dalam bentuk sediaan masker yang mampu bekerja dua kali lipat dalam penyerapan logam berat Pb diudara.
2.2 Tanaman Mahoni Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni Jack) merupakan salah satu tanaman yang dianjurkan untuk pengembangan HTI (Hutan Tanaman Industri). Mahoni dalam klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Ada dua spesies yang cukup
12
dikenal yaitu: S. macrophyla (mahoni daun lebar) dan S. mahagoni (mahoni daun sempit) (Khaeruddin, 1999).
2.2.1
Taksonomi dan Morfologi
Taksonomi tumbuhan mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Divisi
: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo
: Sapindales
Famili
: Meliaceae
Genus
: Swietenia
Spesies
: Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
Gambar 2.2 Tanaman Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq).
Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan tinggi ± 5-25 m, berakar tunggang, berbatang bulat, percabangan banyak dan kayunya bergetah. Daunnya majemuk menyirip genap, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung dan pangkalnya runcing, dan tulang daunnya menyirip. Daun muda berwarna merah, setelah tua berwarna hijau. Bunganya majemuk tersusun dalam karangan yang
13
keluar dari ketiak daun. Buahnya bulat telur, berlekuk lima, berwarna cokelat. Di dalam buah terdapat biji berbentuk pipih dengan ujung agak tebal dan warnanya coklat kehitaman.(Yuniarti, 2008).
2.2.2
Kandungan Tanaman Mahoni
Kandungan metabolit sekunder tanaman mahoni adalah flavonoid dan saponin. Kandungan flavonoidnya berguna untuk melancarkan peredaran darah, terutama untuk mencegah tersumbatnya saluran darah, mengurangi kadar kolesterol dan penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah, mengurangi rasa sakit, pendarahan, dan lebam, serta bertindak sebagai antioksidan untuk menyingkirkan radikal bebas. Biji mahoni dipakai oleh sebagian masyarakat Indonesia untuk mengobati penyakit hati. Kandungan kimia yang paling banyak ditemukan dalam biji mahoni adalah flavonoid dan saponin. Kandungan flavonoidnya berguna untuk melancarkan peredaran darah, terutama untuk mencegah tersumbatnya saluran darah, mengurangi kadar kolesterol dan penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah, membantu mengurangi rasa sakit, pendarahan, dan lebam, serta bertindak sebagai antioksidan untuk menyingkirkan radikal bebas. Saponin berguna mencegah penyakit sampar, mengurangi lemak tubuh, meningkatkan sistem kekebalan, memperbaiki tingkat gula darah, serta menguatkan fungsi hati dan memperlambat proses pembekuan darah (Anonim, 2008 dalam Kurniawan, 2013). Daun mahoni yang diekstrak dengan menggunakan pelarut etanol 10% pada minggu pertama, kemudian dinaikkan menjadi etanol 20% dan 30% pada minggu
14
kedua dan ketiga menunjukkan hasil yang bermakna untuk efek hepatoprotektor dengan dosis 250mg/kgBB dan kandungan tetranortriterpenoid berperan sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas yang didapatkan hewan uji yang diinduksi alkohol (Udem et al., 2011 dalam Kurniawan 2013). Menurut Haldar et al.,(2011) dalam Kurniawan (2013) dalam penelitiannya menggunakan kulit batang mahoni yang diekstraksi menggunakan pelarut methanol 80% dengan teknik sokhlet menujukkan efektivitas hepatoprotektif pada tikus yang diinduksi asetaminofen dan senyawa yang berperan dalam mekanisme hepatoprotektor yaitu flavonoid dan tannin. Kandungan saponin yang dimiliki tanaman mahoni berguna untuk penyakit sampar, mengurangi lemak tubuh, meningkatkan system kekenaln, memperbaiki tingkat gula darah, serta menguatkan fungsi hati dan memperlambat proses pembekuan darah. Selain kandungan metabolit sekunder tersebut daun nangka juga memiliki kandungan metabolit primer yang diantaranya adalah protein. Kandungan protein dalam daun mahoni diatas 20%.
2.2.3
Manfaat Tanaman Mahoni
Di tengah masyarakat, buah mahoni dikenal dapat menurunkan tekanan darah tinggi, antijamur, demam, kurang nafsu makan, rematik, dan masuk angin. Bijinya dikenal dapat menurunkan kadar gula darah. Kulit batangnya dikenal dapat mengobati demam, sebagai tonikum, dan astringent (Harianja, 2008 dalam Pasaribu, 2011). Pohon mahoni bisa mengurangi polusi udara sekitar 47%-69% sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus filter udara dan daerah tangkapan air.
15
Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan disekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen (O2) yang membuat udara di sekitarnya menjadi segar. Menurut Abrar, dkk (2015) daun mahoni yang dikombinasi dengan daun nangka memiliki kemampuan menyerap logam Pb yang dalam penelitiannya dibuat dalam bentuk sediaan masker mampu bekerja dua kali lipat dalam penyerapan logam berat Pb diudara.
2.3 Air Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air. Saat ini, masalah utama yang dihadapi sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain yang berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama (Achmad, 2004).
16
2.3.1 Pencemaran Air Walaupun air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermacam – macam sehingga dengan mudah dapat tercemar (Darmono, 2001). Pencemaran air didefenisikan sebagai perubahan langsung atau tidak langsung terhadap keadaan air dari keadaan yang normal menjadi keadaan air yang berbahaya atau berpotensi menyebabkan penyakit atau gangguan bagi kehidupan makhluk hidup. Perubahan langsung dan tidak langsung ini dapat berupa perubahan fisik, kimia, termal, biologi, atau radioaktif. Kualitas air merupakan salah satu faktor dalam menentukan kesejahteraan manusia. Harus diingat bahwa air alamiah yang terdapat pada permukaan bumi sangat sulit ditemukan dalam keadaan murni, semuanya sudah mengandung senyawa kimia seperti mineral yang terlarut didalamnya pada kadar bervariasi, namun demikian air tersebut tidak langsung disebut sebagai tercemar (Situmorang, 2007). Salah satu penyebab pencemaran air adalah bahan buangan anorganik berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit terdegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Bahan buangan anorganik biasanya berasal dari industri yang melibatkan penggunaan unsur – unsur logam seperti Timbal (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Air raksa (Hg), Krom (Cr), Nikel (Ni), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kobalt (Co), dan lain – lain. Indikator atau tanda bahwa air lingkingan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui :
17
1. Adanya perubahan suhu air. 2. Adanya perubahan pH atau kadar ion Hidrogen. 3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air. 4. Timbulnya endapan, kolodial, bahan terlarut. 5. Adanya mikroorganisme. 6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan (Arya, 2004).
2.4 Timbal Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang sering juga disebut dengan istilah timah hitam. Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga biasa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat dan memiliki bilangan oksidasi +2 (Sunarya, 2007 dalam Kurniawan, 2015).
Gambar 2.3 Logam Timbal (Pb) (Sumber: Temple, 2007)
Timbal atau Timah Hitam (Pb) adalah unsur yang bersifat logam, hal ini merupakan anomali karena unsur-unsur diatasnya (Gol IV) yakni Karbon dan Silikon bersifat non-logam. Di alam, timbal ditemukan dalam mineral Galena
18
(PbS), Anglesit (PbSO4) dan Kerusit (PbCO3,), juga dalam keadaan bebas. Memiliki sifat khusus seperti dibawah ini, yakni: 1. Berwarna putih kebiru-biruan dan mengkilap. 2. Lunak sehingga sangat mudah ditempa. 3. Tahan asam, karat dan bereaksi dengan basa kuat. 4. Daya hantar listrik kurang baik. (Konduktor yang buruk). 5. Massa atom relative 207,2. 6. Memiliki Valensi 2 dan 4. 7. Tahan Radiasi. Selain sifat khusus di atas, timbal memiliki sifat kimia dan fisika seperti berikut: Sifat Fisika 1. Fasa pada suhu kamar : padatan 2. Densitas : 11,34 g/cm3 3. Titik leleh : 327,5 oC 4. Titik didih : 1749 oC 5. Panas Fusi : 4,77 kJ/mol 6. Panas Penguapan : 179,5 kJ/mol 7. Kalor jenis : 26,650 J/molK Sifat Kimia 1. Bilangan oksidasi : 4,2,-4 2. Elektronegativitas : 2,33 (skala pauli) 3. Energi ionisasi 1 : 715,6 kJ/mol 4. Timbal larut dalam beberapa asam 5. Bereaksi secara cepat dengan halogen
19
6. Bereaksi lambat dengan alkali dingin tetapi bereaksi cepat dengan alkali panas menghasilkan plumbit. Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka waktu lama dan toksisistasnya tidak berubah (Brass & Strauss, 1981). Pb dapat mencemari udara, air, tanah, tumbuhan, hewan, bahkan manusia. Masuknya Pb ke tubuh manusia dapat melalui makanan dari tumbuhan yang biasa dikonsumsi manusia seperti padi, teh dan sayur-sayuran. Logam Pb terdapat di perairan baik secara alamiah maupun sebagai dampak dari aktivitas manusia. Logam ini masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Selain itu, proses korofikasi dari batuan mineral juga merupakan salah satu jalur masuknya sumber Pb ke perairan (Palar, 1994). Badan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion – ion Pb, sehingga jumlah Pb yang ada di dalam badan perairan melebihi kadar yang semestinya, dapat mengakibatkan kematian bagi biota perairan tersebut. Berdasarkan penelitian Yusuf, dkk. kandungan logam timbal (Pb) pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang dibudidayakan di Keramba Jaring Apung bagian tengah waduk Jatiluhur, Jawa Barat. Pada berbagai bobot ikan mas diperoleh kadar Pb yang melebihi ambang batas aman yang ditetapkan. Persyaratan SNI 7387-2009 kandungan Pb yang diperbolehkan pada ikan dan olahannya sebesar 0,3 mg/kg sedangkan pada pada ikan predator sekitar 0,4 mg/kg. Menurut A. Y. Retyoadhi, dkk., (2005) kandungan logam Pb dalam kerang darah di daerah Sidoarjo berkisar antara 0,0153-0,0523 mg/kg. Dibandingkan dengan standar menurut SNI 7387-2009 kandungan Pb yang diperbolehkan 1,5
20
mg/kg, kadar logam Pb dan total mikrobia dalam kerang darah masih di bawah ambang batas, sehingga masih dikatakan aman.
2.4.1 Toksisitas Timbal Toksisitas logam berat sangat dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi lingkungan. Beberapa kasus kondisi lingkungan tersebut dapat mengubah laju absorbsi logam dan mengubah kondisi fisiologis yang mengakibatkan berbahayanya pengaruh logam. Akumulasi logam berat Pb pada tubuh manusia yang terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan anemia, kemandulan, penyakit ginjal, kerusakan syaraf dan kematian. Timbal dalam bentuk anorganik dan organik memiliki toksitas yang sama pada manusia. Misalnya pada bentuk organik seperti tetraetil-timbal dan tetrametiltimbal (TEL dan TML). Timbal dalam tubuh dapat menghambat aktivitas kerja enzim. Namun yang paling berbahaya adalah toksitas timbal yang disebabkan oleh gangguan absorbsi kalsium Ca. Hal ini menyebabkan terjadinya penarikan deposit timbal dari tulang tersebut (Darmono, 2001). Timbal adalah logam toksik yang bersifat kumulatif sehingga mekanisme toksitasnya dibedakan menurut beberapa organ yang dipengaruhinya, yaitu sebagai berikut : a. Sistem hemopoeitik: timbal akan mengahambat sistem pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia. b. Sistem saraf pusat dan tepi: dapat menyebabkan gangguan enselfalopati dan gejala gangguan saraf perifer.
21
c. Sistem ginjal : dapat menyebabkan aminoasiduria, fostfaturia, gluksoria,\ nefropati, fibrosis dan atrofi glomerular. d. Sistem gastro-intestinal: dapat menyebabkan kolik dan konstipasi. e. Sistem kardiovaskular: menyebabkan peningkatan permeabelitas kapiler pembuluh darah. f. Sistem reproduksi: dapat menyebabkan kematian janin pada wanita dan hipospermi dan teratospermia (Darmono, 2001).
2.5 Analisa Spektrofotometri Serapan Atom Spektrometri
merupakan
suatu
metode
analisis
kuantitatif
yang
pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et. al., 2000 dalam Aprilia, 2015). Sejarah SSA berkaitan erat dengan observasi sinar matahari. Pada tahun 1802 Wollaston menemukan garis hitam pada spektrum cahaya matahari yang kemudian diselidiki lebih lanjut oleh Fraunhofer pada tahun 1820. Brewster mengemukakan pandangan bahwa garis Fraunhofer ini diakibatkan oleh proses absorpsi pada atmoser matahari. Prinsip absorpsi ini kemudian mendasari Kirchhoff dan Bunsen untuk melakukan penelitian yang sistematis mengenai spektrum dari logam alkali dan alkali tanah. Kemudian Planck mengemukakan hukum kuantum dari absorpsi dan emisi suatu cahaya. Menurutnya, suatu atom
22
hanya akan menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu (frekwensi), atau dengan kata lain ia hanya akan mengambil dan melepas suatu jumlah energi tertentu, (ε = hv = hc/λ). Kelahiran SSA sendiri pada tahun 1955, ketika publikasi yang ditulis oleh Walsh dan Alkemade & Milatz muncul. Dalam publikasi ini SSA direkomendasikan sebagai metode analisis yang dapat diaplikasikan secara umum (Weltz, 1976). Pengembangan metode spektrometri serapan atom (AAS) baru dimulai sejak tahun 1955, yaitu ketika seorang ilmuwan Australia, Walsh (1955) melaporkan hasil penelitiannya tentang penggunaan “hollow cathode lamp” sebagai sumber radiasi yang dapat menghasilkan radiasi panjang gelombang karakteristik yang sangat sesuai dengan AAS. Pada tahun yang sama Alkemade dan Milatz (1955) melaporkan bahwa beberapa jenis nyala dapat digunakan sebagai sarana untuk atomisasi sejumlah unsur. Oleh karena itu, para ilmuwan tersebut dapat dianggap sebagai “Bapak AAS “. Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) pertama kali dikembangkan oleh Walsh Alkamede, dan Metals (1995). SSA ditujukan untuk mengetahui unsur logam renik di dalam sampel yang dianalisis. Spektrofotometri Serapan Atom didasarkan pada penyerapan energy sinar oleh atom-atom netral dalam keadaan gas, untuk itu diperlukan kalor / panas. Alat ini umumnya digunakan untuk analisis logam sedangkan untuk non logam jarang sekali, mengingat unsure non logam dapat terionisasi dengan adanya kalor, sehingga setelah dipanaskan akan sukar didapat unsur yang terionisasi. Metode ini larutan sampel diubah menjadi bentuk aerosol didalam bagian pengkabutan (nebulizer) pada alat AAS selanjutnya diubah ke dalam bentuk atom atomnya berupa garis didalam nyala.
23
2.5.1 Prinsip dasar Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Spektrofotometer serapan atom (SSA) merupakan teknik analisis kuantitafif dari unsur-unsur yang pemakainnya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisisnya relatif murah, sensitivitasnya tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat dan mudah dilakukan. AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer absorpsi atom juga dikenal sistem single beam dan double beam layaknya Spektrofotometer UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat menganalisis unsur yang dapat memancarkan sinar terutama unsur golongan IA dan IIA.Umumnya lampu yang digunakan adalah lampu katoda cekung yang mana penggunaanya hanya untuk analisis satu unsur saja. Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom.Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan dan tidak bergantung pada temperatur. Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu unit teratomisasi, sumber radiasi, sistem pengukur fotometerik. Teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. AAS dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam. Sumber cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah teratomisasi, kemudia radiasi tersebut diteruskan ke
24
detector melalui monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi, dan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus (DC) dari emisi nyala dan hanya mengukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel. Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang lebih tinggi atau tereksitasi. Jika suatu atom diberi energi, maka energi tersebut akan mempercepat gerakan elektron sehingga elektron tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi dan dapat kembali ke keadaan semula. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut. Sampel analisis berupa liquid dihembuskan ke dalam nyala api burner dengan bantuan gas bakar yang digabungkan bersama oksidan ( bertujuan untuk menaikkan temperatur ) sehingga dihasilkan kabut halus. Atom-atom keadaan dasar yang berbentuk dalam kabut dilewatkan pada sinar dan panjang gelombang yang khas. Sinar sebagian diserap, yang disebut absorbansi dan sinar yang diteruskan emisi. Penyerapan yang terjadi berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Pada kurva absorpsi, terukur besarnya sinar yang diserap, sedangkan kurva emisi, terukur intensitas sinar yang dipancarkan. Sampel yang akan diselidiki ketika dihembus ke dalam nyala terjadi peristiwa berikut secara berurutan dengan cepat :
25
1. Pengisatan pelarut yang meninggalkan residu padat. 2. Penguapan zat padat dengan disosiasi menjadi atom-atom penyusunnya, yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar. 3. Atom-atom tereksitasi oleh energi termal (dari) nyala ketingkatan energi lebih tinggi.
2.5.2 Prinsip Kerja Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Atomic Absorption Spectrophotometry adalah metode analisis dengan prinsip dimana sampel yang berbentuk liquid diubah menjadi bentuk aerosol atau nebulae lalu bersama campuran gas bahan bakar masuk ke dalam nyala, disini unsur yang dianalisa tadi menjadi atom – atom dalam keadaan dasar (ground state). Lalu sinar yang berasal dari lampu katoda dengan panjang gelombang yang sesuai dengan unsur yang uji, akan dilewatkan kepada atom dalam nyala api sehingga elektron pada kulit terluar dari atom naik ke tingkat energi yang lebih tinggi atau tereksitasi. Penyerapan yang terjadi berbanding lurus dengan banyaknya atom ground state yang berada dalam nyala. Sinar yang tidak diserap oleh atom akan diteruskan dan dipancarkan pada detektor, kemudian diubah menjadi sinyal yang terukur.
26
Gambar 2.4 Skema Umum Komponen Alat AAS (Sumber: Anshori, 2005)
Sinar yang diserap disebut absorbansi dan sinar yang diteruskan disebut emisi. Adapun hubungan antara absorbansi dengan kadar diturunkan dari hokum Lambert-Beer yang menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secara AAS. Hubungan tersebut dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi. Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya kadar spesi yang menyerap sinar tersebut. Hubungan tersebut dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: I = Io . a.b.c Log = a.b.c A = a.b.c Keterangan : A = absorban
27
a = koefisien serapan, L2/M b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L c = konsentrasi, M/L Io = intensitas sinar mula-mula I = intensitas sinar yang diteruskan Pada persamaan tersebut menyatakan bahwa besarnya absorbansi berbanding lurus dengan kadar atom-atom pada tingkat energi dasar, dengan demikian, dari pemplotan serapan dan kadar unsur dalam larutan standar diperoleh kurva kalibrasi. Dengan menempatkan absorbansi dari suatu cuplikan pada kurva standar akan diperoleh kadar dalam larutan cuplikan.
2.5.3
Komponen Instrument Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
2.5.3.1 Sumber radiasi resonansi Sumber radiasi resonansi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp) atau Electrodeless Discharge Tube (EDT).Elektroda lampu katoda berongga biasanya terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapisi dengan unsur murni atau campuran dari unsur murni yang dikehendaki. Tanung lampu dan jendela (window) terbuat dari silika atau kuarsa, diisi dengan gas pengisi yang dapat menghasilkan proses ionisasi. Gas pengisi yang biasanya digunakan ialah Ne, Ar atau He. Pemancaran radiasi resonansi terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan, arus listrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion gas yang bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini
28
bersifat tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan melalui atom yang berada dalam nyala. 2.5.3.2 Atomizer Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray chamber dan burner (sistem pembakar) -
Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan ukuran partikel 15 – 20 μm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler (akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan
bakar
dan
oksidan,
disemprotkan
ke
ruang
pengabut.
Partikelpartikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan. -
Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan, bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh sebelum memasuki burner.
-
Burner merupakan sistem tepat terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut/uap garam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala.
2.5.3.3 Monokromator Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom di dalam nyala, energy radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan.Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator.
29
Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang telah mengalami absorpsi tersebut dari radiasi-radiasi lainnya.Radiasi lainnya berasal dari lampu katoda berongga, gas pengisi lampu katoda berongga atau logam pengotor dalam lampu katoda berongga. Monokromator terdiri atas sistem optic yaitu celah, cermin dan kisi. 2.5.3.4 Detektor Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi listrik. 2.5.3.5 Lampu Katoda Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS.Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu : Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa
logam
sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal. Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket pada AAS.Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya. Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar
30
dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar. Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu dilepas dari soket pada main unit AAS, dan lampu diletakkan pada tempat busanya di dalam kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali.Sebaiknya setelah selesai penggunaan, lamanya waktu pemakaian dicatat. 2.5.3.6 Rekorder Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.
2.5.4
Gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Gangguan secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu gangguan spectral dan gangguan kimia. Gangguan spectral disebabkan karena terjadi tumpang tindih absorpsi antara spesies pengganggu dengan spesies yang diukur, ini terjadi karena dua garis letaknya berdekatan seperti vanadium 308,211 dan aluminium 308,215 nm. Karena sempitnya garis emisi pada sumber hallow cathode maka ganguan garis spektrak atom jarang terjadi. Adanya hasil pembakaran pada nyala dapat menyebabkan gangguan spectral. Gangguan spectral ini dapat diamati dengan menggunakan blanko yang mengandung zat hasil pembakaran tersebut. Adanya gangguan spectral dapat dikoreksi dengan mudah pada suatu model berkas tunggal. Adanya peristiwa absorpsi (yang bukan resonansi atom) dan penghamburan juga akan menghasilkan kesalahan positif dalam pembacaan absorbansi. Koreksi latar belakang juga dilakukan dengan dua metode pilihan
31
yaitu koreksi sumber kontinyu dan metode efek Zeeman (Basset dkk, 1994. dalam Cahyadi, 2009). Gangguan kimia lebih umum dijumpai dari pada gangguan spectral. Gangguan kimia dapat berupa pembentukan senyawa volatilitas rendah, dan kesetimbangan disosiasi ionic dalam nyala. Biasanya anion membentuk senyawa dengan volatilitas rendah dan menurunkan laju atomisasi, misalnya ion pospat atau sulfat dapat mereduksi atomisasi kalsium. Kation juga dapat menimbulkan gangguan semacam ini, misalnya Al sebagai pengotor dapat mereduksi kecepatan atomisasi Mg. Pembentukan senyawa yang stabil menyebabkan tidak sempurnanya disosiasi zat yang akan dianalisi bila ditaruh dalam nyala, atau pembentukan itu mungkin timbul dari pembentukan senyawa-senyawa tahan api dalam nyala, yang tidak dapat berdisosiasi menjadi atom-atom penyusunnya. Gangguan tersebut dapat dieliminasi dengan meningkatkan temperature nyala, pemakaian „regensia pelepas‟ dan ekstraksi analit unsu-unsur pengganggu. Disamping efek pembentukan senyawa
dan pengionan, juga
perlu
dipertimbangkan efek-efek matriks. Ini terutama factor fisik yang akan mempengaruhi banyak contoh yang mencapai nyala, dan terutama dihubungkan dengan factor seperti viskositas, kerapatan, tegangan permukaan, dan keatsirian pelarut yang digunakan untuk membuat larutan uji (Khopkar, 1990 dalam Cahyadi, 2009).
2.6 Selulosa Selulosa
(C6H10O5)n
adalah
polimer
berantai
panjang
polisakarida
karbohidrat, dari β-glukosa. Selulosa merupakan karbohidrat utama yang
32
disintesis oleh tanaman dan menempati hampir 60% komponen penyusun struktur tanaman. Selulosa tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak larut dalam air dan pelarut organik, tetapi larut dalam larutan kuprik hidroksida berammonia (bahan uji Schweitzer), larutan zink klorida, asam hidroklorik. Selulosa tidak memberikan warna biru dengan iodin (Artati, 2009 dalam Handayani, 2010).
2.6.1 Mekanisme Penyerapan Ion Logam Timbal oleh Selulosa Selulosa, lignin dan polisakarida adalah merupakan penyusun dinding sel. Dinding sel adalah lapisan terluar tumbuhan. Selulosa ini berpotensi untuk dijadikan sebagai adsorben karena adanya gugus –OH. Adanya gugus –OH menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben. Dengan demikian selulosa lebih kuat menyerap zat yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar. Mekanisme serapan yang terjadi antara gugus –OH yang terikat pada permukaan dengan ion logam yang bermuatan positif merupakan mekanisme pertukaran ion. Interaksi antara gugus –OH dengan ion logam juga memungkinkan melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen pada gugus – OH mempunyai pasangan elektron bebas, Ion-ion Pb2+ akan berinteraksi kuat dengan anion yang bersifat basa kuat seperti –OH. Ikatan antara ion Pb2+ dengan – OH pada selulosa melalui pembentukan ikatan koordinasi, dimana pasangan elektron bebas dari O pada OH akan berikatan dengan ion logam Pb 2+ membentuk ikatan kompleks melalui ikatan kovalen (Mohamad, 2011). Reaksinya sebagai berikut ini :
33
n + 2H+
Gambar 2.5 Selulosa dengan logam Pb 2+ dalam membentuk khelat selulosa
2.7 Kerangka Teori Logam berat merupakan satu diantara jenis bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan logam berat timbal (Pb) merupakan satu di antara beberapa jenis logam berat yang memiliki sifat toksik tinggi. Umumnya timbal (Pb) lebih tahan dibandingkan polusi zat organik, karena logam merupakan material yang tidak terdegradasi secara mudah, dan sangat beracun bagi manusia meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar timbal (Pb), diantaranya adalah adsorpsi. Adsorpsi merupakan metode yang paling umum dipakai karena memiliki konsep yang sederhana dan juga ekonomis. Menurut (Ishak, dkk., 2014) metode adsorpsi dengan menggunakan beberapa tanaman aquatik (air) dan semiaquatic seperti eceng gondok, Hydrocotyle umbellata, lemna minor, Azolla pinnata, genjer, dan Mikania cordata mampu menyerap logam berat timbal (Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd), besi (Fe) dan merkuri (Hg) dari lingkungan tercemar. Penelitian
Haryani (2011) menunjukkan perendaman larutan jeruk nipis
(Citrus aurantifolia Swingle) kadar 25% mampu menurunkan kadar logam berat timbal (Pb) pada daging kerang hijau (Perna viridis)sebesar 98,26%. Abrar, dkk., (2015) dalam penelitiannya masker yang terbuat dari daun mahoni dan daun
34
nangka memiliki kemampuan menyerap logam Pb dua kali lebih baik dari masker biasa. Hal tersebut dikarenakan daun nangka dan mahoni memiliki selulosa berperan aktif dalam proses adsorpsi logam berat timbal. Selulosa ini berpotensi untuk dijadikan sebagai adsorben karena gugus –OH. Adanya gugus –OH menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben. Dengan demikian selulosa lebih kuat menyerap zat yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar, sehingga akan terbawa menuju jaringan tumbuhan dan dampak toksik logam berat dapat dihindarkan.
2.8 Hipotesis Ada atau terdapat penurunan kadar Pb2+ yang diberi perlakuan perendaman kombinasi daun nangka dan mahoni dalam air tercemar Pb2+.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Penelitan ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui selisih penurunan kadar Pb2+ sebelum dan sesudah dalam air tercemar yang direndam kombinasi daun nangka dan daun mahoni pada berbagai variasi perbandingan. Tahapan penelitian ini meliputi determinasi tumbuhan, penyiapan bahan daun nangka dan mahoni dengan cara penghalusan, air tercemar yang ditambahkan dengan Pb (10 ppm), persiapan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, pengujian penurunan kadar Pb2+ dalam air tercemar yang direndam kombinasi perbandingan
daun nangka dan mahoni pada berbagai variasi
menggunakan
spektrofotometer
serapan
atom,
selanjutnya
melakukan pengumpulan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
3.2 Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah daun nangka dan mahoni yang diambil dari perkebunan di Desa Kalipakem, Kecamatan Donomulyo, Malang, sedangkan sampel dari penelitian adalah sebagian daun nangka dan mahoni yang diambil dari perkebunan di Desa Kalipakem, Kecamatan Donomulyo, Malang.
35
36
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmakognosi Putra Indonesia Malang untuk penghalusan dan perendaman sampel dan analisis spektrofotometri serapan atom di laboratorium PT.Meiji Indonesian Pharmaceutical Industries. Waktu penelitian dimulai dari proses penyusunan proposal pada bulan November 2015 sampai terselesainya Karya Tulis Ilmiah ini.
3.4 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variable dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kombinasi daun nangka dan mahoni, variabel terikat adalah kemampuan penurunan kadar Pb2+ dalam air. Definisi operasional variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Variabel
Tabel 3.1 Definisi Operasional Definisi operasional Alat ukur
Kombinasi
Perbandingan jumlah daun
daun nangka
nangka (gram) dan mahoni (gram)
dan mahoni
yang digunakan dalam
Timbangan analitik
Skala ukur Nominal (gram)
perendaman air yang tercemar Pb (2:1, 1:1, dan 1:2) 2+
Penurunan
Selisih kadar Pb
kadar Pb
diberi perlakuan dan sesudah
(ppm) sebelum
diberi perlakuan perendaman yang diukur dengan alat spektrofotometer serapan atom
Spektrofotometer
Nominal
serapan atom
(ppm)
37
3.5 Instrumen Penelitian 3.5.1
Alat Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glassware,
seperangkat alat penghalus, spektrofotometer serapan atom shimadzu AA6300, kertas saring, seperangkat alat saring vakum, labu ukur, Erlenmeyer, pipet volume, corong gelas, gelas piala, kaca arloji, labu semprot, dan pemanas listrik. 3.5.2
Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
nangka, daun mahoni, aquades, larutan standar Pb, HNO3 pekat, HCl, gas etilen (C2H2) dan CaCO3.
3.6 Pengumpulan Data Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengumpulan data sebagai berikut : 3.6.1
Determinasi Tanaman Tujuan determinasi adalah menguji kebenaran sampel yang digunakan
dalam penelitian. Uji determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri morfologi pada masing-masing tanaman daun nangka dan daun mahoni terhadap kunci determinasi. 1. Disiapkan tanaman daun nangka dan daun mahoni yang masih segar. 2. Dilihat dan dicatat struktur serta bentuk tanaman daun nangka dan daun mahoni. 3. Dicocokkan data yang sudah diperoleh dengan kata kunci determinasi tumbuhan hingga diperoleh famili.
38
4. Diteruskan proses tersebut hingga diperoleh kingdom.
3.6.2
Persiapan bahan Daun nangka dan mahoni dipanen pada pagi hari bertujuan untuk
memperoleh daun yang masih segar. Daun nangka dan mahoni dipetik menggunakan tangan langsung dan diletakkan didalam keranjang. Setelah kedua daun dipanen kemudian dilakukan penyoritan segar, yaitu memisahkan daun nangka dan mahoni dari bahan-bahan asing. Kemudian daun nangka dan mahoni dicuci dengam air mengalir sebanyak dua kali, jika saat pencucian air bilasannya masih terlihat kotor maka diulangi pencucian sekali lagi. Proses selanjutnya adalah penghalusan daun nangka dan daun mahoni menggunakan blender dengan variasi perbandingan (2:1, 1:1, dan 1:2) dengan konsentrasi 10% b/v dan disimpan dalam wadah yang keirng dan bersih.
3.6.3
Preparasi larutan Pb 10 ppm (air tercemar Pb2+). 1) Dipipet larutan standar Pb 1000 mg/l sebanyak 20 ml. 2) Dimasukkan ke dalam labu ukur 200 ml. 3) Ditambahkan aquades, ad, homogenkan. 4) Dipipet larutan Pb 100 ppm sebanyak 50 ml. 5) Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml. 6) Ditambahkan aquades, ad. Kemudian homogenkan.
39
3.6.4
Preparasi sampel yang diberi perlakuan perendaman daun nangka dan mahoni. 1) Larutan Pb 10 ppm di direndam dengan daun nangka dan mahoni dengan variasi perbandingan 2:1, 1:1, dan 1:2 (10% b/v). 2) Diaduk hingga sempurna. 3) Didiamkan selama 1 jam.
3.6.5
Analisis Spektrofotometri Serapan Atom (SNI 6989.8:2009)
3.6.5.1 Preparasi sampel 1) Dihomogenkan sampel dan dipipet sebanyak 50 mL. 2) Dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL 3) Ditambahkan 5 mL HNO3 pekat, tutup dengan kaca arloji. 4) Dipanaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15mL-20mL. 5) Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka tambahkan lagi 5 mL HNO3 pekat, kemudian tutup gelas piala dengan kaca arloji dan panaskan lagi (tidak mendidih). 6) Dibilas kaca arloji dan masukkan air bilasannya ke dalam gelas piala. 7) Dipindahkan sampel ke dalam labu ukur 50 mL (saring bila perlu) dan tambahkan air bebas mineral sampai tepat tera dan homogenkan. 3.6.5.2 Pembuatan Larutan Baku Logam Timbal a. Larutan baku logam timbal 100 mg Pb/L 1) Ditimbang ±0,16 g Pb(NO2), masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, tambahkan sedikit HNO3 1:1 ( =100 mg Pb/L)
40
2) Ditambahkan 10 mL HNO3 pekat dan air bebas mineral hingga tanda tera kemudian homogenkan. 3) Dihitung
kembali
kadar
sesungguhnya
berdasarkan
hasil
penimbangan. b. Larutan baku logam timbal 10 mg Pb/L 1) Dipipet 10 mL larutan induk 100 mg Pb/L. 2) Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. 3) Ditepatkan dengan air bebas mineral sampai tanda tera dan homogenkan. 3.6.5.3 Pembuatan Larutan Kerja Logam Timbal (Pb) 1) Disiapkan larutan induk 100 ppm. 2) Dipipet sebanyak 5; 5; 15; 10; dan 25 mL yang masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 100; 50; 100; 50; dan 100 mL. 3) Di ad dengan aquades pada masing-masing larutan hingga tanda tara dan homogenkan. 3.6.5.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi 1) Disiapkan alat spektrofometer serapan atom. 2) Disiapkan larutan standar kerja masing-masing minimal 5 (lima) titik kadar. 3) Dibaca larutan standar kerja pada alat spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 283,3 nm.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang diinginkan. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus) dan mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq) yang digunakan untuk penelitian ini dideterminasi di UPT Materia Medica Batu. Hasil determinasi tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus) adalah sebagai berikut : 1b-2b-3b-4b-6b-7b-9b-10b-11b-12b-13b-14b-15a-109b-119b-120a-121b-124a1b-2. Berdasarkan hasil determinasi di atas dapat diperoleh kepastian bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Artocarpus heterophyllus Lam. Sedangkan hasil determinasi tanaman mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq) adalah sebagai berikut : 1b-2b-3b-4b-6b-7b-9b-10b-11b-12b-13b-14a-15b-197b-208b-219b-220b-224b225b-227b-229b-230b-234a-235a. Berdasarkan hasil determinasi diatas dapat diperoleh kepastian bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Swietenia mahagoni Jacq.
42
4.2 Hasil Pengujian Penurunan Kadar Pb2+ dalam air yang direndam Daun Nangka dan Daun Mahoni Daun nangka dan daun mahoni dapat dijadikan sebagai adsorben alami karena dapat mengadsorpsi logam Pb2+ pada air yang tercemar. Secara lengkapnya kemampuan daun nangka dan daun mahoni dalam mengadsorpsi logam Pb 2+ disajikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 4.1 Hasil Pengujian Penurunan kadar Pb 2+ dalam Air yang Direndam Daun Nangka dan Daun Mahoni Kadar Pb2+ (ppm) Penurunan kadar Kapasitas 𝑥 ± RSD (%)
Pb2+(ppm)
Absorbsi (%)
Kontrol (10ppm)
10.3 ± 3.93
-
-
Sampel :
2:1
0.2 ± 9.81
10.1
98.1
1:1
0.3 ± 7.5
9.9
96.1
1:2
0.5 ± 4.55
9.8
95.1
Data dari tabel diatas menunjukkan bahwa air tercemar Pb2+ yang telah diberi perlakuan perendaman dengan kombinasi perbandingan daun nangka dan daun mahoni (2:1, 1:1, 1:2) didapatkan hasil rata-rata dari sembilan kali pengulangan penurunan kadar Pb2+ pada perbandingan 2:1 (10% b/v) sebesar 10.1 ppm dengan nilai RSD sebesar 9.81%, pada perbandingan 1:1 (10% b/v) sebesar 9.9 ppm dengan nilai RSD sebesar 7.5% dan pada perbandingan 1:2 (10% b/v) sebesar 9.8 ppm dengan nilai RSD sebesar 4.55%.
43
Penurunan Kadar Pb2+ 10,15
10,1
10,1 10,05 10 9,95
9,9
9,9 9,85
9,8
9,8 9,75 9,7 9,65 P1
P2
P3
Ket : P1 = Daun Nangka : Daun Mahoni (2:1) P2 = Daun Nangka : Daun Mahoni (1:1) P3 = Daun Nangka : Daun Mahoni (1:2)
Gambar 4.1 Grafik Penurunan Kadar Pb2+ dalam Air yang Direndam Daun Nangka dan Daun Mahoni
Grafik diatas menggambarkan grafik penurunan kadar Pb 2+ diberbagai kombinasi perbandingan perlakuan perendaman daun nangka dan daun mahoni. Daun nangka dan daun mahoni dapat mengadsorpsi logam Pb dengan kadar tertinggi pada kombinasi perbandingan (2:1) sebesar 10.1 ppm dan terendah pada kombinasi perbandingan (1:2) sebesar 9.8 ppm. Hal tersebut diduga daun nangka dan daun daun mahoni mengandung selulosa yang memiliki kemampuan untuk berikatan dengan Pb2+. Adanya perbedaan kandungan selulosa yang terdapat dalam daun nangka dan daun mahoni mampu mempengaruhi dalam proses adsorbsi. Secara visual, bentuk daun nangka lebih keras dan tebal daripada daun mahoni, sehingga diduga daun nangka memiliki kandungan selulosa yang lebih tinggi dari daun mahoni. Meski demikian, menurut Hariana (2007) dalam Kurniawan (2013) biji mahoni ini memiliki sifat pahit, dingin, antipiretik
44
(penurun panas), antijamur, dan mampu mengatasi hipertensi, gangguan gula darah, kurang nafsu makan, demam, dan membantu menjaga daya tahan tubuh. Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa daun mahoni dapat meninggalkan rasa pahit pada makanan karena memiliki kandungan flavonoid, sehingga dikhawatrikan akan memberikan efek toksik pada makanan yang diolah dengan perendaman daun mahoni. Selulosa, lignin dan polisakarida merupakan penyusun dinding sel. Dinding sel adalah lapisan terluar tumbuhan. Selulosa ini berpotensi untuk dijadikan sebagai adsorben karena adanya gugus –OH. Adanya gugus –OH menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben. Dengan demikian selulosa lebih kuat menyerap zat yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar. Mekanisme serapan yang terjadi antara gugus –OH yang terikat pada permukaan dengan ion logam yang bermuatan positif merupakan mekanisme pertukaran ion. Interaksi antara gugus –OH dengan ion logam juga memungkinkan melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen pada gugus –OH mempunyai pasangan elektron bebas, Ion-ion Pb2+ akan berinteraksi kuat dengan anion yang bersifat basa kuat seperti –OH. Ikatan antara ion Pb2+ dengan –OH pada selulosa melalui pembentukan ikatan koordinasi, dimana pasangan elektron bebas dari O pada OH akan berikatan dengan ion logam Pb 2+ membentuk ikatan kompleks melalui ikatan kovalen (Mohamad, 2011). n +2H+
Gambar 4.4 Selulosa dengan Logam Pb2+ dalam membentuk Khelat Selulosa
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan kadar Pb2+ pada air yang tercemar Pb2+ dengan penambahan kombinasi daun nangka dan daun mahoni pada perbandingan 2:1 (10% b/v) sebesar 10.1 ppm, perbandingan 1:1 (10% b/v) sebesar 9.9 ppm dan perbandingan 1:2 (10% b/v) sebesar 9.8 ppm.
5.2 Saran 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kemampuan masingmasing daun nangka dan daun mahoni terhadap penurunan kadar Pb dalam air. 2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk penggunaan daun nangka terhadap penurunan kadar Pb2+ pada hasil laut yang tercemar logam timbal (Pb).
45
DAFTAR RUJUKAN
Abrar, dkk, 2015, Pollutants Leads Absorber Helm by Using Mahogany Leaf and Jackfruit Leaf. Artikel. Kompasiana. Anshori. 2005. Spektrofotometri Serapan Atom. Pelatihan Instrumetasi Analisa Kimia. Universitas Padjajaran. Aprilia et al. 2015. Makalah Spektrofotometer Serapan Atom. SI Farmasi Tingkat II Fakultas Farmasi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Cahyadi. 2009. Study tentang Kesensitifan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Teknik Vapour Hydride Generation Accessories (VHGA) dibandingkan dengan SSA Nyala pada Analisa Unsur Arsen (As) yang Terdapat dalam Air Minum. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Darmawati, A.A.S.K. 2015. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid pada Daun Nangka (Artocarpus Heterophyllus Lmk) dan Aktivitas Antibakteri terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus. Jurnal Kimia 9 (2), Juli 2015: 203-210. ISSN 1907-9850. Handayani, A.W. 2010. Penggunaan Selulosa Daun Nanas sebagai Adsorben Logam Berat Cd(II). Naskah Sripsi. Universitas Sebelas Maret.
Ishak, I., M. Jahja, dan M. Sakakibara., 2014. Potensi Tanaman Genjer Lamnchoris flava sebagai Akumulator Logam Pb dan Cu. Lembaga Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Gorontalo. Kohar et al. 2004. Studi Kandungan Logam Pb dalam Batang dan Daun Kangkung (Ipomoea Reptans) yang Direbus dengan Penambahan NaCl dan Asam Asetat. MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 3: 85-88. Kurniawan. 2015. Adsorpsi Pb(II) dalam Limbah Cair Artifisial Menggunakan Sistem Adsorpsi Kolom dengan Bahan Isian Abu Layang Batubara. Tugas Akhir. Universitas Negeri Semarang. Kurniawan I. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia Mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin Aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus Norvegicus ) yang Diinduksi Asetaminofen. Naskah Pulbikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
46
47
Mohamad E. 2012. Fitoremediasi Logam Berat Cadmium (cd) pada Tanah dengan Menggunakan Bayam Duri (Amaranathus spinosus L). Penelitian pengembangan IPTEK Dana PNBP Anggaran 2012. Universitas Negeri Gorontalo. Pasaribu, E. 2011. Isolasi Senyawa Terpenoida dari Kulit Buah Mahoni (Swietenia Mahagoni (L.) Jacq). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Pecsock, Robert. L, et al 1976. Modern Methods of Chemical Analysis. Edisi II. John Witey and Sonc Inc. New York.
Retyoadhi et al. 2005. Kajian Cemaran Logam Timbal (Pb), Total Mikrobia dan E. Coli pada Kerang Darah (Anadara Granosa Linn) Segar di Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 6 No. 3 : 203-211. Standar Nasional Indonesia. 2009. Air dan Limbah-Bagian 8: Cara Uji Timbale (Pb) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-Nyala. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Supriyanto, C., et al. 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd pada Ikan Air Tawar dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir. ISSN 1978-0176. Swantara, I.M.D. et al. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Kulit Batang Nangka. Jurnal Kimia 5 (1), Januari 2011 : 1-8. ISSN 1907-9850. Widowati, W. Sastiono, A. Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam, Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit: Andi.
Yusuf, et al, Tanpa Tahun. Analisa Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang dibudidayakan pada Keramba Jaring Apung Waduk Jatiluhur Jawa Barat. Jurnal Penelitian. UHAMKA, Jakarta.
LAMPIRAN
48
49
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Nangka
50
Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Mahoni
51
Lampiran 3. Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Daun Nangka
Daun Nangka yang sudah disortir dan dicuci
Potongan daun nangka sebelum di haluskan
Daun nangka yang telah halus
52
Lampiran 4. Daun Mahoni (S. mahagoni (L.) Jacq)
Daun Mahoni
Daun mahoni yang sudah disortir dan dicuci
Daun mahoni setelah dihaluskan
53
Lampiran 5. Kombinasi Daun Setelah Penimbangan
Kombinasi daun nangka dan daun mahoni (2:1)
Kombinasi daun nangka dan daun mahoni (1:1)
Kombinasi daun nangka dan daun mahoni (1:2)
54
Lampiran 6. Proses Analisa
Kombinasi daun nangka dan daun mahoni yang akan direndam dengan air tercemar Pb
Filtrat hasil perendaman daun nangka dan daun mahoni setelah direndam selama 1 jam
Larutan hasil destruksi yang siap untuk diujikan
Instrument penentuan kadar Pb
55
Lampiran 7. Perhitungan Kurva Kalibrasi dan Larutan Uji
Kurva Kalibrasi Larutan standar Pb 1000 ppm
Larutan baku induk 20 𝑚𝑙 200 𝑚𝑙
𝑥 1000 𝑝𝑝𝑚 = 100 𝑝𝑝𝑚
Larutan baku kerja 5𝑚𝑙
C1 = 100𝑚𝑙 𝑥 100 = 5 𝑝𝑝𝑚 5𝑚𝑙
C2 = 50𝑚𝑙 𝑥 100 = 10 𝑝𝑝𝑚 15𝑚𝑙
C3 = 100𝑚𝑙 𝑥 100 = 15 𝑝𝑝𝑚 10𝑚𝑙
C4 = 50𝑚𝑙 𝑥 100 = 20 𝑝𝑝𝑚 25𝑚𝑙
C5 = 100𝑚𝑙 𝑥 100 = 25 𝑝𝑝𝑚
Pembuatan larutan sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan (10 ppm) 50𝑚𝑙 𝑥 100 𝑝𝑝𝑚 = 10 𝑝𝑝𝑚 500𝑚𝑙 * larutan 50ml diambil dari larutan baku induk
56
Lampiran 8. Kurva Kalibrasi
57
Lampiran 9. Hasil Uji AAS
58
Lanjutan lampiran 9