EFEKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK DAUN TURI (Sesbania grandiflora L.)
TERHADAP Candida albicans
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH
INEKE RATNA DEWI
NIM 10.030
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG JULI 2013
1
EFEKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK DAUN TURI (Sesbania grandiflora L.) TERHADAP Candida albicans
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan kepada Diajukan kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D III bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH INEKE RATNA DEWI NIM 10.030
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG JULI 2013 2
Karya Tulis Ilmiah Oleh Ineke Ratna Dewi Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan
Malang, Senin 22 Juli 2013 Pembimbing,
Endang Susilowati, M.Farm-Klin.,Apt
3
Karya Tulis Ilmiah Oleh INEKE RATNA DEWI Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 22 Juli 2013
Dewan penguji
Endang Susilowati, M.Farm-Klin.,Apt
Penguji I
Sugeng Wijiono.,S.Si.,Apt.
Penguji II
Dra.Nurkhulaila.,Apt
Penguji III
Mengetahui
Mengesahkan,
Pembantu Direktur Bidang Akademik
Direktur
Akademi Analis Farmasi dan Makanan
Akademi Analis Farmasi dan Makanan
Ayu Ristamaya Y., A.Md, ST S.Si
Hendyk Krisna Dani,
4
Persembahan .......... “ Ya Allah aku bersyukur kepada-Mu atas rahmat dan nikmat yang engkau berikan kepadaku dan keluargaku. Ya Allah jangan jadikan aku orang yang sombong, orang yang iri hati dan orang yang dengki, jadikanlah hambamu ini orang-orang yang selalu bersyukur kepada-Mu. Tuntunlah aku tetap pada jalan yang engkau ridhoi Ya Allah agar aku dapat menggapai mimpi dan cita-cita ku, sehingga aku dapat membuat orang tuaku bangga....” ALHAMDULLILLAH HIROBBIL ALAMIN..... Akhirnya proses pembuatan KTI ini dapat selesai juga. Perjalanan belum berhenti samapai disini. Ini adalah awal dari perjalanan hidup. Tetap semangat........... ^-^
Karya Tulis Ilmiah ini tidak hanya hasil kerja kerasku seorang dan untuk orang-orang yang telah membantu, ku ucapkan banyak terima kasih.... Keluargaku yang tidak henti-hentinya memberi semangat.... Teman – teman ku yang telah membantuku praktek di lab.mikrobiologi sampai malam.... {ilham n fina} Dan semua temanku (maaf) belum kusebut... semangat dan sukses ya buat kalian... Bapak dan ibu dosen yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu ku dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.... Buat cak yan laboran di lab.Mikrobiologi masih banyak sudah boleh praktek di labnya..... TERIMA KASIH SEMUA......... Jangan pikirkan kegagalan kemarin, hari ini sudah lain, sukses pasti diraih selama semangat masih menyengat. “Mario Teguh”
5
ABSTRAK
Dewi, Ineke Ratna. 2013. Efektivitas antifungi ekstrak daun turi (Sesbania grandiflora L.) terhadap Candida albicans. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang, Pembimbing Endang Susilowati, M.Farm-Klin.,Apt. Kata kunci: Efektivitas, Ekstrak daun turi, Candida albicans. Turi (Sesbania grandiflora L.) adalah salah satu tanaman yang digunakan masyarakat untuk mengobati keputihan. Berdasarkan data empiris inilah maka dilakukan penelitian tentang Efektivitas antifungi ekstrak daun turi (Sesbania grandiflora L.) terhadap Candida albicans. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas daya hambat dan daya bunuh ekstrak daun turi terhadap jamur Candida albicans. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Putra Indonesia, Malang pada bulan Juli 2013. Pengujian dilakukan dengan metode dilusi pada variasi konsentrasi ekstrak 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Tahap pengujian meliputi penentuan konsentrasi hambat minimal (KHM) dengan menginkubasi suspensi Candida albicans dalam media cair Sabourd Dekstrosa Broth (SDB) pada tabung reaksi yang telah diberi variasi konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Pengamatan dilakukan dengan melihat tingkat kekeruhan pada masing-masing konsentrasi setelah diinkubasi 2×24 jam menggunakan spektrofotometer visible. Tahap berikutnya menentukan konsentrasi bunuh minimal (KBM) dengan menginkubasi 1mL hasil dilusi tabung pada pengujian KHM kedalam media padat Sabourd Dekstrosa Agar (SDA), kemudian diamati jumlah koloni yang tumbuh setelah diinkubasikan selama 2×24 jam. Hasil pengujian KHM diperoleh konsentrasi terkecil ekstrak yang mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans adalah 20%. Hasil pengujian KBM menunjukan bahwa konsentrasi 50% ekstrak daun turi terbukti mampu membunuh jamur Candida albicans. Berdasarkan hasil pengujian ini diharapkan ada penelitian lebih lanjut tentang efektivitas antifungi ekstrak daun turi terhadap Candida albicans. Dengan cara menggunakan metode ekstraksi yang lebih efektif.
6
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah yang bejudul “Efektivitas antifungi ekstrak daun turi (Sesbania grandiflora L.) terhadap Candida albicans” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program D III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan“Putra Indonesia” Malang. Sehubungan dengan terselesainya penulisan Karya Tulis Ilmiah, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak, yaitu: 1. Bapak Hendyk Krisna Dani S.Si selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan “Putra Indonesia” Malang. 2. Ibu Endang Susilowati, M.Farm-Klin.,Apt., selaku dosen pembimbing. 3. Bapak Sugeng Wijiono.,S.Si.,Apt., selaku dosen penguji. 4. Ibu Kartini, ST, M Biomed, selaku dosen penguji. 5. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan serta semua staf. 6. Kedua orang tua dan adikku yang memberikan doa serta motivasi. 7. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun tak langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada saya. Saya menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Malang, Juli 2013
Penulis
7
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .................................................................................
ii
DAFTAR ISI ................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
viii
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................
2
1.4 Kegunaan Penelitian.................................................................
3
1.5 Asumsi Penelitian.....................................................................
3
1.6 Ruang Lingkup dan Ketebatasan Penelitian ............................
4
1.7 Definisi Istilah ..........................................................................
4
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Turi ............................................................
6
2.2 Senyawa Tanin .........................................................................
9
2.3 Maserasi ...................................................................................
10
2.4 Ciri dan Klasifikasi Jamur........................................................
13
2.5 Tinjauan Fungi Candida albicans ............................................
19
2.6 Penyakit keputihan ...................................................................
23
2.7 Metode Pengenceran (Dilution Methode) ................................
25
2.8 Kerangka Konsep ....................................................................
25
BAB III METODEOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ...............................................................
27
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................
28
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................
38
3.4 Definisi Operasional.................................................................
39
3.5 Instrumen Penelitian.................................................................
30
3.6 Pengumpulan Data ...................................................................
30
3.7 Analisis Data..............................................................................
33
9
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Determinasi Tanaman ..............................................................
35
4.2 Hasil Ekstrak Daun Turi...........................................................
35
4.3 Hasil Uji Pendahuluan Senyawa Tanin ....................................
35
4.4 Hasil Efektivitas Antifungi Ekstrak Daun Turi Terhadap Candida albicans .....................................................................
36
BAB V PEMBAHASAN .............................................................................
39
BAB VI PENUTUP .....................................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
44
LAMPIRAN .................................................................................................
45
10
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional Variabel ............................
29
Tabel 4.1 Hasil Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Turi terhadap Candida albicans ........................................................................................
36
Tabel 4.2 Hasil Uji Daya Bunuh Ekstrak Daun Turi terhadap Candida albicans ........................................................................................
11
37
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) ...................................
6
Gambar 2. Reaksi Glukosa menjadi Alkohol............................................
15
Gambar 3. Contoh Jamur Golongan Ascomycota ...................................
16
Gambar 4. Reproduksi Ascomycota ..........................................................
17
Gambar 5. Fungi Candida albicans..............................................................
19
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Determinasi Tanaman ..........................................................
46
Lampiran 2. Perhitungan Kebutuhan Daun Turi ....................................
47
Lampiran 3. Uji Pendahuluan ..................................................................
48
Lampiran 4.
Biakan Murni Candida albicans dan Transmitan
Suspensi Candida albicans..........................................................
49
Lampiran 5. Dilusi Tabung pada Pengujian KHM...................................
50
Lampiran 6. Hasil Pengujian KBM............................................................
52
Lampiran 7. Tabel Hasil Analisa Daya Hambat Daun Turi terhadap Candida albicans dengan menggunakan Metode One Way Anova......................................................................................
53
Lampiran 8. Tabel Hasil Uji Lanjutan Daya Hambat Ekstrak Daun Turi terhadap Candida albicans menggunakan metode Tukey..........................................................................................
13
55
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman turi dengan nama latin Sesbania grandiflora (L.) Pers. (familia Papilionaceae), adalah tanaman yang biasanya ditanam di pekarangan rumah sebagai tanaman hias, sebagai pohon pelindung di tepi jalan atau ditanam sebagai tanaman pembatas pekarangan. Bunga tanaman turi banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi sebagai sayuran. Berdasarkan pengalaman empiris ternyata daun turi dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit keputihan (Setiawan Dalimartha:165, 2009). Pada tanaman turi, terutama bagian daunnya mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu saponin, tanin, peroksidase, vitamin A dan vitamin B. Diduga adanya tanin yang merupakan senyawa polifenol inilah yang mempunyai khasiat antiseptik sehingga dapat menyembuhkan keputihan. Penggunaannya adalah dengan cara merebus segenggam daun turi ditambah ¾ cangkir air minum, lalu disaring dan diiminum 2 kali sehari (Setiawan Dalimartha:165, 2009). Keputihan merupakan penyakit yang sering dialami banyak kaum wanita, dapat menyebabkan gatal dan bau tidak enak pada bagian kewanitaan. Jika keputihan ini tidak diobati dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius seperti infeksi, kanker serviks dan pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau malformasi organ pada janin. Keputihan ada 2 macam yaitu keputihan bersifat fisiologis dan keputihan bersifat patologis. Keputihan yang bersifat patologis harus diobati antara lain dengan obat antifungi seperti itraconazole, fluconazole, ketoconazole, dan griseofulvin. Selain itu juga bisa digunakan obat herbal yang selama ini sudah banyak digunakan yaitu daun sirih. Salah satu penyebab keputihan adalah infeksi Candida albicans, suatu spesies fungi patogen dari golongan Deuteromycota. Spesies fungi ini merupakan penyebab infeksi oportunistik yang menyebabkan kandidiasis pada kulit, mukosa, dan organ dalam pada manusia.
14
Untuk membuktikan khasiat daun turi dalam menyembuhkan keputihan patologis, maka perlu dilakukan suatu penelitian mikrobiologi yakni melakukan pengamatan efektivitas antifungi ekstrak daun turi terhadap Candida albicans. Daun turi yang diteliti adalah daun yang berasal dari tanaman turi varietas bunga putih, karena kajian terhadap varietas ini masih sedikit sekali. Aktivitas antifungi berdasarkan kemampuan daya hambat ekstrak daun turi terhadap pertumbuhan fungi. Uji yang dilakukan dengan metode dilusi yaitu membandingkan kekeruhan larutan tiap konsentrasi. Besar konsentrasi yang digunakan dalam pengujian adalah berdasarkan penggunaan empiris yaitu sebanyak satu genggam daun turi yang mempunyai berat lebih kurang 10g. Apabila dari hasil penelitian terbukti bahwa daun turi menunjukkan daya hambat pertumbuhan fungi, maka diharapkan dapat menjadi informasi penting bagi masyarakat tentang pemanfaatan daun turi sebagai alternatif pengobatan keputihan yang berasal dari bahan alam.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah ekstrak daun turi dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%,
mempunyai
efektivitas
menghambat
pertumbuhan
Candida
albicans? 2. Apakah ekstrak daun turi dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%, mempunyai efektivitas daya bunuh terhadap Candida albicans?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui efektivitas daya hambat ekstrak daun turi dengan variasi konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%,
terhadap pertumbuhan
Candida albicans. 2. Mengetahui efektivitas daya bunuh ekstrak daun turi dengan variasi konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%, terhadap Candida albicans.
15
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Bagi masyarakat Mendapatkan informasi tentang manfaat daun turi untuk kesehatan, khususnya sebagai alternatif pengobatan penyakit keputihan 1.4.2 Bagi peneliti 1. Untuk menerapkan ilmu yang didapatkan selama mengikuti proses perkuliahan. 2. Mendapatkan informasi baru tentang manfaat tanaman untuk dunia kesehatan.
1.4.3 Bagi institusi Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan referensi tentang pemanfaatan bahan
alam
dalam
pengobatan, serta
dapat
digunakan
sebagai
dasar
pengembangan penelitian selanjutnya.
1.5 Asumsi Penelitian 1. Candida albicans adalah salah satu fungi yang dapat menyebabkan keputihan. 2. Senyawa tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada tanaman dan mempunyai efek anti mikroba. 3. Metode maserasi menggunakan pelarut etanol dapat digunakan untuk menarik senyawa tanin yang ada pada daun turi. 4. Dilusi adalah uji yang mampu dengan tepat mengukur konsentrasi antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan suatu inokulum terstandarisasi di bawah kondisi yang ditentukan. (Jawetz et.al.,1996)
16
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1.6.1 Ruang lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah pengujian antifungi ekstrak daun turi dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% terhadap pertumbuhan Candida albicans. Penilaian daya hambat membandingkan kekeruhan larutan yang dihasilkan dari interaksi antara ekstrak daun turi dengan Candida albicans. Dan penilaian daya bunuh dengan menghitung pertumbuhan koloni. 1.6.2 Keterbatasan penelitian 1. Pengujian efek antifungi dari daun turi tidak menggunakan isolat senyawa tanin melainkan ekstrak kasar. 2. Identifikasi senyawa tanin dalam ekstrak hanya berdasarkan reaksi pendahuluan meliputi reaksi FeCl3 dan reaksi pengendapan menggunakan gelatin.
1.7 Definisi Istilah Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap beberapa istilah penelitian ini, maka diuraikan maksud dari beberapa istilah sebagai berikut: 1. Tanin adalah senyawa golongan polifenol yang memiliki khasiat sebagai anti mikroba. 2. Efek antifungi adalah pengaruh suatu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan fungi. 3. Infeksi oportunistik adalah penyakit yang jarang terjadi pada orang sehat, tetapi menyebabkan infeksi pada individu yang sistem kekebalannya terganggu, termasuk infeksi HIV. Organisme-organisme penyakit ini sering hadir dalam tubuh tetapi umumnya dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh yang sehat. Ketika seseorang terinfeksi HIV mengembangkan infeksi oportunistik, tahapannya masuk ke diagnosis AIDS. (sumber: kamus kesehatan.com)
17
4. Menurut Mahsun (2006:182) menjelaskan bahwa efektivitas (hasil guna) merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tanaman turi
Gambar 1. Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) KLASIFIKASI Kingdom:Plantae(Tumbuhan) Subkingdom:Tracheobionta(Tumbuhanberpembuluh) SuperDivisi:Spermatophyta(Menghasilkanbiji) Divisi:Magnoliophyta(Tumbuhanberbunga) Kelas:Magnoliopsida(berkepingdua/dikotil) SubKelas:Rosidae Ordo:Fabales Famili:Fabaceae(sukupolong-polongan) Genus:Sesbania Spesies: Sesbania grandiflora Pers
19
Turi umumnya ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias, di tepi jalan sebagai pohon pelindung, atau ditanam sebagai tanaman pembatas pekarangan. Tanaman ini dapat ditemukan di bawah 1.200 m dpl. Pohon „kurus‟ berumur pendek, tinggi 5-12 m, ranting kerapkali menggantung. Kulit luar berwarna kelabu hingga kecoklatan, tidak rata, dengan alur membujur dan melintang tidak beraturan, lapisan gabus mudah terkelupas. Di bagian dalam berair dan sedikit berlendir. Percabangan baru keluar setelah tinggi tanaman sekitar 5 m. Berdaun majemuk yang letaknya tersebar, dengan daun penumpu yang panjangnya 0,5-1 cm. Panjang daun 20-30 cm, menyirip genap, dengan 20-40 pasang anak daun yang bertangkai pendek. Helaian anak daun berbentuk jorong memanjang, tepi rata, panjang 3-4 cm, lebar 0,8-1,5 cm. Bunganya besar dalam tandan yang keluar dari ketiak daun, letaknya menggantung dengan 2-4 bunga yang bertangkai, kuncupnya berbentuk sabit, panjangnya 7-9 cm. Bila mekar, bunganya berbentuk kupu-kupu. Ada 2 varietas, yang berbunga putih dan berbunga merah. Buah bentuk polong yang menggantung, berbentuk pita dengan sekat antara, panjang 20-55 cm, lebar 7-8 mm. Biji 15-50, letak melintang di dalam polong. Akarnya berbintil-bintil, berisi bakteri yang dapat memanfaatkan nitrogen, sehingga bisa menyuburkan tanah. Daun, bunga dan polong muda dapat dimakan sebagai sayur atau dipecel. Daun muda setelah dikukus kadang dimakan oleh ibu yang sedang menyusui anaknya untuk menambah produksi asi, walaupun baunya tidak enak dan berlendir. Bunganya gurih dan manis, biasanya bunga berwarna putih yang dikukus dan dimakan sebagai pecel. Daun dan ranting muda juga merupakan makanan ternak yang kaya protein. Turi juga dipakai sebagai pupuk hijau. Daunnya mengandung saponin sehingga dapat digunakan sebagai pengganti sabun setelah diremas-remas dalam air untuk mencuci pakaian. Sari kulit batang pohon turi digunakan untuk menguatkan dan mewarnai jala ikan. Kulit batang turi merah kadang dijual dengan nama kayu timor. Turi berbunga merah lebih banyak dipakai dalam pengobatan, karena memang lebih berkhasiat. Mungkin kadar taninnya lebih tinggi, sehingga lebih manjur untuk pengobatan luka ataupun disentri. Perbanyakan dengan biji atau stek batang.
20
NAMA LOKAL : Turi, toroy, (Jawa). turi (Sumatera). tuli, turi, turing, ulingalo,; suri, gongo gua, kaju jawa (Sulawesi). tuwi, palawu, kalala; gala-gala, tanumu, ghunga, ngganggala (Nusa tenggara). SIFAT KIMIAWI dan EFEK FARMAKOLOGIS : Bunga: Pelembut kulit, pencahar, penyejuk. Kulit batang: Mengurangi rasa sakit (analgetik), penurun panas (anti piretik), pencahar, pengelat (astringen), perangsang muntah, tonik. Daun: Mencairkan gumpalan darah, menghilangkan sakit, pencahar ringan, peluruh kencing (diuretik). KANDUNGAN KIMIA : Kulit batang: Tanin, egatin, zantoagetin, basorin, resin, calsium oksalat, sulfur, peroksidase, zat warna. Daun: Saponin, tanin, glikoside, peroksidase, vitamin A dan B. Bunga: Kalsium, zat besi, zat gula, vitamin A dan B. Penyakit Yang Dapat Diobati : Sariawan, disentri, diare, scabies, cacar air, keseleo, terpukul, ; Keputihan, batuk, beri-beri, sakit kepala, radang tenggorokan; Demam nifas, produksi ASI, hidung berlendir, batuk, rematik, luka. KEGUNAAN : 1.
Bunga : Memperbanyak dan memperlancar pengeluaran ASI dan Hidung berlendir.
2.
Kulit batang (terutama bagian pangkalnya): Sariawan, Disentri, diare, Scabies, Cacar air, dan Demam dengan erupsi kulit.
3.
Daun: Keseleo, Memar akibat terpukul (hematoma), Luka, Keputihan (fluor abus), Batuk, Hidung berlendir, sakit kepala, Memperbanyak produksi ASI, Beriberi, Demam nifas, dan Radang tenggorokan.
4.
Akar: Pegal linu (rheumatism), dan Batuk berdahak
21
2.2 Senyawa Tanin Senyawa tanin termasuk kedalam senyawa poli fenol yang artinya senyawa yangmemiliki bagian berupa fenolik. Klasifikasi senyawa poli fenol telah dibahas pada babyang lain jadi untuk bab ini hanya difokuskan pada klasifikasi senyawa tanin.Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu yaitu tani yang terhidrolisis dan tanin yangterkondensasi. Jenis-jenis senyawa diatas akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut : Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tannins).Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis denganmenggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin iniadalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari krbohidrat dengan asam galat .Selain
membentuk
gallotanin,
dua
asam
galat
akan
membentuk
taninterhidrolisis yang bisa disebut Ellagitanins.Ellagitanin sederhana disebut jugaester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadiasam galic jika dilarutkan dalam air. Tanin terkondensasi (condensed tannins).Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasimeghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimerflafonoid yang merupakan senyawa fenol dan telah dibahas pada bab yang lain.Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakanpolimer dari flavonoid yang dihubungan dengan melalui C 8 dengan C4. Salahsatu contohnya adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimeryang tersusun dari epiccatechin dan catechin. Sifat umum tanin Sifat Fisika dari tanin adalah sebagai berikut : a.jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat. b.jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan c.Tidak dapat mengkristal.
22
d.Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik. Sifat kimia a.Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal. b.Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi. c.Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan pemberi warna.(Najebb, 2009).
2.3 Maserasi Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam) adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Farmakope Indonesia, 1995). Apa yang disebut “bahan nabati”, dalam dunia farmasi lebih dikenal dengan istilah “simplisia nabati”. Langkah kerjanya adalah merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentuk selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik). Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya
23
akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (nol%) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya “jenuh”). Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing 50%. Keuntungan dari metode ini : 1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam. 2. Biaya operasionalnya relatif rendah. 3. Prosesnya relatif hemat penyari. 4. Tanpa pemanasan. Kelemahan dari metode ini : 1. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi sebesar 50% saja 2. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian. Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya : 1.
Digesti Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 400C – 500C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk
24
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain: 1. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas. 2. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan. 3. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik
dengan
kekentalan,
sehingga
kenaikan
suhu
akan
berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan. 4. Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke dalam
2.
bejana.
Maserasi dengan Mesin Pengaduk Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam. 3.
Remaserasi Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi dengan
cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua. 4. Maserasi Melingkar Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
25
5. Maserasi Melingkar Bertingkat Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B), yang akan didapatkan : 1. Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan. 2. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan penyarian.dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil penyarian yang maksimal. 3. Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk simplisia yang baru,hingga memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal. 4. Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang lebih baek daripada yang dilakukan sekalidengan jimlah pelarut yang sama.
2.4 Ciri dan Klasifikasi Jamur A. CIRI – CIRI JAMUR Umumnya bersel banyak (multiseluler), bersifat eukariotik (memiliki membran inti sel), tidak memiliki klorofil, sehingga bersifat heterotrof ( tidak mampu membuat makanan sendiri), ada yang bersifat parasit, ada yang bersifat saprofit, dan ada yang bersimbiosis (mutualisme) membentuk lichenes. Dinding sel dari bahan selulose dan ada yang dari bahan kitin. Tubuh terdiri dari benang – benang halus yang disebut Hifa. Struktur hifa yang bercabang membentuk suatu anyaman di sebut dengan Miselium, yang berfungsi menyerap zat – zat organik pada subtrat / medium. Bagian yang terletak antara kumpulan
26
hifa dinamakan stolon. Jamur yang bersifat parasit memiliki houstorium, yaitu hifa khusus yang langsung menyerap makanan pada sel inangnya. Reproduksi ada yang secara vegetatif / aseksual dan ada yang secara generatif / seksual. Secara vegetatif dengan spora, tunas, konidia, maupun fragmentasi. Secara generatif dengan konjugasi membentuk zygospora, askospora, dan basidiospora. Memiliki keturunan diploid yang singkat (berumur pendek). Habitat di tempat lembab, mengandung zat organik, sedikit asam, dan kurang cahaya matahari. B. KLASIFIKASI JAMUR 1.
Zygomycota
Zygomycota dikenal sebagai jamur zigospora (bentuk spora berdinding tebal a.
Ciri-ciri Zygomycota
Hifa tidak bersekat dan bersifat koenositik (mempunyai beberapa inti).
Dinding sel tersusun dari kitin.
Reproduksi aseksual dan seksual.
Hifa berfungsi untuk menyerap makanan, yang disebut rhizoid.
Contoh :
Rhizophus stolonifer, Tumbuh pada roti
Rhizophus oryzae, Jamur tempe
Rhizophus nigricans, Menghasilkan asam fumarat
Mucor mucedo, Saprofit pada kotoran ternak dan makanan
2. Ascomycota a. Ciri-ciri Ascomycota 1. Hifa bersekat-sekat dan di tiap sel biasanya berinti satu. 2. Bersel satu atau bersel banyak.
27
3. Ada yang brsifat parasit, saprofit, dan ada yang bersimbiosis dengan ganggang hijau dan ganggang biru membentuk lumut kerak. 4. Mempunyai alat pembentuk spora yang disebut askus, yaitu suatu sel yang berupa gelembung atau tabung tempat terbentuknya askospora. Askospora merupakan hasil dari reproduksi generatif. 5. Dinding sel dari zat kitin. 6. Reproduksi seksual dan aseksual. b. Contoh:
Sacharomyces cereviceae (ragi/khamir), untuk pembuatan roti sehingga roti dapat mengembang, dan mengubah glukosa menjadi alkohol (pada pembuatan tape).
Gambar 2. Reaksi Glukosa menjadi Alkohol
Penicilium o
Penicillium chrysogenum, untuk pembuatan antibiotik penisilin.
o
Penicillium notatum, untuk pembuatan antibiotik penisilin.
o
Penicillium notatum, untuk menambah cita rasa (pembuatan keju)
o
Penicillium camemberti, untuk menambah cita rasa (pembuatan keju)
Aspergilus o
Aspergillus wentii, untuk Pembuatan kecap dan Tauco
o
Aspergillus niger, untuk Menghilangkan O2 pada sari buah
o
Aspergillus flavus, menghasilkan racun Aflatoksin yang menyebabkan kanker hati (hepatitis)
Aspergillus fumigatus, penyebab Penyakit paru-paru pada aves
Neurospora sitophilla, untuk pembuatan oncom.
28
Neurospora crassa, untuk pembuatan oncom dan penelitian genetika, karena daur hidup seksualnya hanya sebentar.
Candida albicans, bersifat parasit, menyebabkan penyakit pada vagina
Gambar 3. Contoh Jamur Golongan Ascomycota
29
Gambar 4. Reproduksi Ascomycota 3. Basidiomycota Sering dikenal dengan jamur gada karena memiliki organ penghasil spora berbentuk gada (basidia) a. Ciri-ciri Basidiomycota 1. Hifanya bersekat, mengandung inti haploid. 2. Mempunyai tubuh buah yang bentuknya seperti payung yang terdiri dari bagian batang dan tudung. Pada bagian bawah tudung tampak adanya lembaran-lembaran
(bilah)
yang
merupakan
tempat
terbentuknya
basidium. Tubuh buah disebut basidiokarp. 3. Ada yang brsifat parasit, saprofit, dan ada yang bersimbiosis dengan ganggang hijau dan ganggang biru membentuk lumut kerak. 4. Reproduksi secara seksual (dengan askospora) dan aseksual (konidia).
30
b. Contoh Basidiomycota
Volvariela volvacea (jamur merang)
Auricularia polytricha (jamur kuping)
Pleurotus sp (jamur tiram)
Polyporus giganteus (jamur papan)
Amanita phaloides hidup pada kotoran ternak dan menghasilkan racun yang mematikan
Puccinia graminis (jamur karat) parasit pada tumbuhan graminae (jagung)
Ustilago maydis parasit pada tanaman jagung
Ganoderma aplanatum (jamur kayu)
Jamur Shitake
4. Deuteromycota Sering dikenal sebagai fungi imperfecti (jamur yang tak sebenarnya), karena belum diketahui perkembangbiakannya secara seksual a.
Ciri-ciri Deuteromycota
Hifa bersekat, tubuh berukuran mikroskopis
Bersifat parasit pada ternak dan ada yang hidup saprofit pada sampah
Reproduksi aseksual dengan konidium dan seksual belum diketahui.
Banyak yang bersifat merusak atau menyebabkan penyakit pada hewanhewan ternak, manusia, dan tanaman budidaya
b. Contoh Deuteromycota
Epidermophyton floocosum, menyebabkan kutu air.
Epidermophyton, Microsporum, penyebab penyakit kurap.
Melazasia fur-fur, penyebab panu.
Altenaria Sp. hidup pada tanaman kentang.
Fusarium, hidup pada tanaman tomat.
Trychophyton tonsurans, menimbulkan ketombe di kepala.
31
2.5 Tinjauan Fungi candida albicans
Gambar 5. Fungi Candida albicans KLASIFIKASI Kingdom : Fungi Phylum : Ascomycota Subphylum : Saccharomycotina Class : Saccharomycetes Ordo : Saccharomycetales Family : Saccharomycetaceae Genus : Candida Spesies : Candida albicans (C.P. Robin) Berkhout 1923 Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans
2.5.1 MORFOLOGI Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 μ x 3-6 μ hingga 2-5,5 μ x 5-28 μ . C. albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit.
32
Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah sekitar 8-12 µ. Morfologi koloni C. albicans pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua. Umur biakan Pada medium agar eosin metilen biru dengan suasana CO 2 tinggi, dalam waktu 24-48 jam terbentuk pertumbuhan khas menyerupai kaki laba-laba atau pohon cemara. Pada medium yang mengandung faktor protein, misalnya putih telur, serum atau plasma darah dalam waktu 1-2 jam pada suhu 37oC terjadi pembentukan kecambah dari blastospora. C. albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh o
o
dalam perbenihan pada suhu 28 C - 37 C. C. albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat. Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada C. albicans dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam suasana aerob. Sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO2. Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat dipakai oleh C. albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel. C. albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan 33
adanya pertumbuhan pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak menunjukkan pertumbuhan pada laktosa. Dinding sel C. albicans berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya. C. albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm. Komposisi primer terdiri dari glukan, manan dan khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 % dari berat kering dinding sel, -1,3-D-glukan dan *1,6-D-glukan sekitar 47-60 %, khitin sekitar 0,6-9 %, protein 6-25 % dan lipid 1-7 %. Dalam bentuk ragi, kecambah dan miselium, komponen-komponen ini menunjukkan proporsi yang serupa tetapi bentuk miselium memiliki khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel ragi. Dinding sel C. albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Segal dan Bavin (1994) memperlihatkan bahwa dinding sel C. albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Membran sel C. albicans seperti sel eukariotik lainnya terdiri dari lapisan fosfolipid ganda. Membran protein ini memiliki aktifitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase, glukan sintase, ATPase dan protein yang mentransport fosfat. Terdapatnya membran sterol pada dinding sel memegang peranan penting sebagai target antimikotik dan kemungkinan merupakan tempat bekerjanya enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dinding sel. Mitokondria pada C. albicans merupakan pembangkit daya sel. Dengan menggunakan energi yang diperoleh dari penggabungan oksigen dengan molekul-molekul makanan, organel ini memproduksi ATP. Seperti halnya pada eukariot lain, nukleus C. albicans merupakan organel paling menonjol dalam sel. Organ ini dipisahkan dari sitoplasma oleh membran yang terdiri dari 2 lapisan. Semua DNA kromosom disimpan dalam nukleus, terkemas dalam serat-serat kromatin. Isi nukleus berhubungan dengan sitosol melalui pori-pori nucleus. Vakuola berperan dalam sistem pencernaan sel, sebagai tempat penyimpanan lipid dan granula polifosfat. Mikrotubul dan mikrofilamen berada dalam sitoplasma. Pada C. albicans mikrofilamen berperan penting dalam terbentuknya perpanjangan hifa.C. albicans mempunyai genom diploid.
34
Kandungan DNA yang berasal dari sel ragi pada fase stasioner ditemukan mencapai 3,55 μg/108sel. Ukuran kromosom Candida albicans sampai 10diperkirakan berkisar antara 0,95-5,7 Mbp. Beberapa metode menggunakan Alternating Field Gel Electrophoresis telah digunakan untuk membedakan strain C. albicans. Perbedaan strain ini dapat dilihat pada pola pita yang dihasilkan dan metode yang digunakan. Strain yang sama memiliki pola pita kromosom yang sama berdasarkan jumlah dan ukurannya. Steven dkk (1990) mempelajari 17 strain isolat C. albicans dari kasus kandidosis. Dengan metode elektroforesis, 17 isolat C. albicans tersebut dikelompokkan menjadi 6 tipe. Adanya variasi dalam jumlah kromosom kemungkinan besar adalah hasil dari chromosome rearrangement yang dapat terjadi akibat delesi, adisi atau variasi dari pasangan yang homolog. Peristiwa ini merupakan hal yang sering terjadi dan merupakan bagian dari daur hidup normal berbagai macam organisme. Hal ini juga seringkali menjadi dasar perubahan sifat fisiologis, serologis maupun virulensi. Pada C. albicans, frekuensi terjadinya variasi morfologi koloni dilaporkan sekitar 10
-2 -4
dalam koloni abnormal. Frekuensi meningkat oleh
mutagenesis akibat penyinaran UV dosis rendah yang dapat membunuh populasi kurang dari 10%. Terjadinya mutasi dapat dikaitkan dengan perubahan fenotip, berupa perubahan morfologi koloni menjadi putih smooth, gelap smooth, berbentuk bintang, lingkaran, berkerut tidak beraturan, berbentuk seperti topi, berbulu, berbentuk seperti roda, berkerut dan bertekstur lunak. 2.5.2 Media Pertumbuhan Candida albicans 1. Media padat SDA (Sodium Dektrosa Agar) Komposisi Peptone
:10g
Glukose
:40g
Agar
:15g
Aquadest
: 1000 ml
2. Media cair SDB (Sodium Dekstrosa Broth) Komposisi Dektrosa
: 20g
35
Pepton
: 10g
Aquades
: 1000 ml
2.6 Penyakit keputihan Keputihan adalah penyakit kelamin pada perempuan (vagina) di mana terdapat cairan putih kekuningan atau kekelabuan baik encer maupun kental, berbau tidak sedap dan bisa menyebabkan rasa gatal, Hampir semua wanita pernah mengalami keputihan atau pektay dalam bahasa cina. 2.6.1
Ada 2 macam jenis keputihan yaitu :
Keputihan bersifat Fisiologis adalah keputihan yang terjadi menjelang dan sesudah menstruasi, pada saat terangsang seksual atau mengalami stres emosional. Keputihan seperti ini wajar terjadi pada wanita. Keputihan bersifat Patologis (penyakit keputihan) adalah gejala keluarnya lendir secara berlebihan, berwarna putih atau kekuningan dan berbau, gatal, jarang terjadi rasa nyeri tetapi beberapa wanita merasakan nyeri pada saat berhubungan intim dan daerah yang terinfeksi menjadi bengkak. Jadi keputihan selain mengganggu kenyamanan aktivitas juga mengurangi keharmonisan hubungan suami isteri. 2.6.2
Gejala Penyakit Keputihan
Bacterial Vaginosis merupakan keputihan akibat meningkatnya bakteri patogen, sehingga Lactobacillus menurun, pH vagina meningkat, menjadi bersifat basa. Biasanya gangguan ini ditandai gejala klinis seperti lendir vagina sedikit, homogen, putih keabu-abuan, bau tidak sedap, tetapi tidak menyebabkan iritasi. Jika keadaan ini dialami oleh ibu hamil, akan berisiko pada kelahiran prematur. Risiko lainnya adalah kehamilan di luar rahim dan kadang menyebabkan radang panggul.
36
Keputihan Candidiasis, yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Gejala klinis yang dialami penderita berupa rasa gatal, lendir vagina berbentuk seperti kepala susu, dan berbau. Keluhan lain yang sering muncul adalah nyeri vagina, rasa terbakar di bagian luar vagina (vulva), serta nyeri saat sanggama dan berkemih. 2.6.3
Penyebab penyakit keputihan
a. Jamur Candidas atau Monilia Warnanya putih susu, kental, berbau agak keras, disertai rasa gatal pada kemaluan. Akibatnya, mulut vagina menjadi kemerahan dan meradang. Biasanya, kehamilan, penyakit kencing manis, pemakaian pil KB, dan rendahnya daya tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru lahir juga bisa tertular keputihan akibat Candida karena saat persalinan tanpa sengaja menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut. b. Parasit Trichomonas Vaginalia Ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, atau bibir kloset. Cairan keputihan sangat kental, berbuih, berwarna kuning atau kehijauan dengan bau anyir. Keputihan karena parasit tidak menyebabkan gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan. c. Bakteri Gardnella Infeksi ini menyebabkan rasa gatal dan mengganggu. Warna cairan keabuan, berair, berbuih, dan berbau amis. Beberapa jenis bakteri lain juga memicu munculnya penyakit kelamin seperti sifilis dan gonorrhoea. d. Virus Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit kelamin, seperti condyloma, herpes, HIV/AIDS. Condyloma ditandai tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak disertai cairan berbau. Ini sering pula menjangkiti wanita hamil.
37
Sedang virus herpes ditularkan lewat hubungan badan. Bentuknya seperti luka melepuh, terdapat di sekeliling liang vagina, mengeluarkan cairan gatal, dan terasa panas. Gejala keputihan akibat virus juga bisa menjadi faktor pemicu kanker rahim.
2.7 Metode Pengenceran (Dilution Methode) Uji ini mampu dengan tepat mengukur konsentrasi antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan suatu inokulum terstandarisasi di bawah kondisi yang ditentukan (Jawetz et al.,1996). Metode pengenceran dapat dilakukan dengan pengenceran dalam tabung maupun pengenceran agar. Cara pengeceran dalam tabung dilakukan dengan mengencerkan bahan uji dengan media cair menjadi kelipatan dua secara bertahap sehingga didapatkan konsentrasi dengan kelipatan setengahnya. Sedangkan pada pengenceran agar digunakan satu seri lempeng agar dengan konsentrasi bahan uji yang berbeda. Selanjutnya di inokulasi dengan suspensi bakteri dan di inkubasi selama 24 jam pada temperatur 360C – 370C dan kemudian diamati hambatan pertumbuhan mikroba dengan membandingkan kekeruhan atau pertumbuhannya dengan kontrol yang mengandung media. KHM didapatkan pada tabung yang jernih pada pengenceran tertinggi.
2.8 Kerangka Konsep Keputihan adalah penyakit kelamin pada perempuan yang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah infeksi Candida albicans. Penyakit keputihan dapat diobati dengan beberapa obat antifungi seperti lain itraconazole, fluconazole, ketoconazole, dan griseofulvin. Adanya berbagai macam efek samping akibat penggunaan obat tersebut mendorong masyarakat untuk mulai menggunakan produk alami karena lebih aman dan memiliki risiko efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat modern. Tanaman yang digunakan adalah 38
tanaman yang dipercaya memiliki khasiat antifungi salah satunya adalah daun turi. Berdasarkan pengalaman empiris, rebusan daun turi dapat menyembuhkan keputihan. Daun turi mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder yaitu saponin, tanin, peroksidase, vitamin A dan vitamin B. Dari literatur senyawa yang diduga memiliki khasiat antifungi adalah senyawa tanin. Sifat antifungi dari senyawa tanin dapat dimanfaatkan sebagai pengobatan alternatif bagi keputihan karena diduga dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans penyebab keputihan. Untuk mendapatkan senyawa tanin dalam daun turi dilakukan proses ekstraksi. Ekstrasi daun turi dilakukan dengan cara maserasi, karena proses penyarian yang mudah, sederhana, dan maserat yang dihasilkan lebih banyak. Pelarut yang digunakan untuk proses maserasi daun turi adalah alkohol 70%, karena pertimbangan terdapat beberapa zat aktif yang larut dalam alkohol dan air. Maserat yang diperoleh selanjutnya diuapkan dengan evaporasi untuk memisahkan pelarut dan ekstrak murni. Setelah itu dilakukan pengujian. Pengujian dilakukan dengan membuat biakan murni dari candida albicans yang nantinya akan disuspensikan dalam larutan NaCl 0,85%. Suspensi harus memiliki transmitan 25% pada panjang gelombang 530 nm yang diukur dengan menggunakan spektrofotometri visible. Suspensi bakteri kemudian di inkubasikan dalam media cair CYG bersama beberapa konsentrasi ekstrak daun turi selama 2 × 24 jam pada suhu 370C. Setelah masa inkubasi dilihat kekeruhan masing – masing tabung dengan pembanding kontrol positif dan kontrol negatif untuk mendapatkan nilai KHM dari ekstrak daun turi. Kemudian dilanjutkan uji KBM yang dilakukan dengan cara penanaman hasil dilusi tabung pada media padat selektif SDA (Sabouroud Dextrose Agar) dengan memindahkan suspensi sebanyak 1mL, yang akan diinkubasi lagi selama 2 × 24 jam pada suhu 370C, kemudian dilakukan perhitungan jumlah koloni. Dari perhitungan cawan tersebut maka akan diperoleh nilai KBM. Data yang diperoleh dari uji KHM dan KBM akan dianalisa dengan menggunakan metode statistik analisa varian (ANAVA) satu arah.
39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Rancangan penelitian Berdasarkan
tujuannya
penelitian
ini
termasuk
dalam
penelitian
eksperimental, yaitu mengamati efek daya hambat ekstrak daun turi terhadap pertumbuhan Candida albicans. Pengamatan dilakukan terhadap 7 kelompok uji terdiri dari 5 kelompok uji dengan konsentrasi ekstrak daun turi: kelompok I yaitu konsentrasi ekstrak daun turi sebesar 10%, kelompok II konsentrasi ekstrak daun turi sebesar 20%, kelompok III konsentrasi ekstrak daun turi sebesar 30%, kelompok IV konsentrasi ekstrak daun turi sebesar 40%, dan kelompok V konsentrasi ekstrak daun turi sebesar 50%, serta dua kelompok digunakan sebagai kontrol media dan kontrol fungi. Pada kelompok I sampai V tabung reaksi berisi media cair SDB, suspensi Candida albicans, dan ekstrak daun turi, sedangkan pada kontrol media tabung reaksi hanya berisi media cair SDB dan pada kontrol fungi tabung reaksi berisi 9mL media cair SDB dan 1mL suspensi Candida albicans. Penelitian dilaksanakan secara invitro dengan melihat kekeruhan larutan dari tiap-tiap konsentrasi yang dihasilkan dari interaksi antara ekstrak daun turi dengan Candida albicans yang ditanam pada media cair SDB dengan metode dilusi (pengeceran). Metode ini dilakukan dengan dua cara pengujian yaitu pengujian KHM dan KBM ekstrak daun turi terhadap Candida albicans. Pengujian KHM dilakukan dengan cara meyiapkan dalam tabung reaksi media cair SDB dan ekstrak daun turi sebayak yang diperlukan sesuai dengan besar konsentrasi kemudian dipipet 1mL suspensi fungi. Selanjutnya diinkubasi selama 2×24 jam, sedangkan untuk pengujian KBM dilakukan dengan cara meyiapkan media padat SDA kedalam cawan petri. Kemudian dipipet 1mL hasil dilusi kedalam cawan petri yang berisi media padat. Inkubasi selama 2×24 jam. Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 3 tahap yaitu : Tahap pertama adalah tahap persiapan meliputi sterilisasi alat, pembuatan media, penyiapan sampel yaitu ekstrak daun turi. Ekstrak daun turi didapatkan
40
dari proses ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut alkohol 70%. Tahap kedua adalah tahap pelaksanaan meliputi identifikasi senyawa tanin menggunakan uji tabung dengan reagen FeCl 3 dan reaksi pengedapan dengan gelatin. Uji daya hambat dan daya bunuh ekstrak daun turi dengan variasi konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% terhadap Candida Albicans. Tahap akhir penelitian adalah pengolahan dan analisis data serta membuat kesimpulan dari hasil penelitian.
3.2
Populasi dan sampel
3.2.1 Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun turi Sesbania grandiflora (L.) Pers.yang termasuk dalam familia Papilionaceae. 3.2.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah daun turi Sesbania grandiflora (L.) Pers.yang diambil dari jalan Mayor Riamur, Abdurahman Saleh, Malang sejumlah 140 g. Kriteria sampel:
3.3
1.
Daun turi diambil dari tanaman turi yang berbunga putih.
2.
Daun yang digunakan adalah daun yang sudah tua dan mengkilat.
3.
Sampel yang digunakan adalah daun turi yang masih segar.
Lokasi dan waktu penelitian
3.3.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi AKAFARMA Putra Indonesia Malang. 3.3.2
Waktu penelitian Penelitian akan dilaksanakan selama bulan Februari sampai Juni 2013.
41
3.4
Definisi operasional Definisi operasional variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas
dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah efektivitas antifungi ekstrak daun turi dan variabel terikatnya adalah efektivitas antifungi terhadap Candida albicans. Uraian tentang variabel dan definisi operasional variabel disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional Variabel Variabel
Definisi
Alat Ukur
Hasil ukur
Skala ukur
operasional 1. Efektivitas Kemampuan antifungi
Spektrometer
Nilai absorbansi
Nominal
ekstrak daun turi visibel
ekstrak daun untuk menghambat turi
pertumbuhan
atau
bahkan membunuh fungi dengan cara mengganggu metabolisme mikroba
yang
merugikan 2. Efektivitas Penentuan
KHM
yang
berupa Ordinal
antifungi
konsentrsi
terhadap
secara efektif dapat
yang
Candida
menghambat
dan
mengalami
albicans
membunuh Candida
penurunan
nilai absorbansi
KBM
albicans
daerah
berupa yang
tidak ditumbuhi koloni
42
3.5
Instrumen penelitian Instrumen adalah semua bahan atau alat yang digunakan dalam penelitian.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, botol berwarna gelap, rotary evaporator, tabung reaksi, cawan petri, autoklaf, batang pengaduk, erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, sendok tanduk, kawat nikrom, dan alat spektrofotometer Visibel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun turi, alkohol 70%, aquades, FeCl3, gelatin, media agar Sabouraud Dekstrosa Agar (SDA) dan media cair Sabouraud Dekstrosa Broth (SDB).
3.6
Pengumpulan data
3.6.1 Perhitungan bahan Berdasarkan data empiris daun turi yang dibutuhkan adalah segenggam, setelah dilakukan penimbangan didapatkan segenggam daun turi lebih kurang 10g kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan metode maserasi dan dievaporasi sehingga menghasilkan ekstrak kental lebih kurang 5 mL. Perhitungan bahan yang dibutuhan pada penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1.
3.6.2 Pembuatan ekstrak daun turi 1. Dirajang daun turi segar. 2. Ditimbang sebanyak lebih kurang 140g daun turi yang masih segar. 3. Dimasukkan daun turi kedalam botol berwarna gelap. 4. Dituangkan pelarut alkohol 70% sebanyak 250 ml atau sampai daun terendam sempurna. 5. Didiamkan selama 5 hari dan setiap hari diaduk. 6. Hasil maserasi di evaporator dengan suhu 700C sampai pelarut alkohol terpisah sempurna dengan ekstrak daun turi.
43
3.6.3 Identifikasi senyawa tanin dalam ekstrak daun turi dengan reaksi pendahuluan 1. Disiapkan 2 tabung reaksi yang berisi ekstrak kasar daun turi sebanyak kurang lebih 0,5 mL. 2. Tabung 1 diberi 1-2 tetes larutan FeCl3. Positif jika terbentuk warna biru tua atau hitam kehijauan. 3. Tabung 2 diberi 1-2 tetes larutan gelatin. Positif jika terbentuk endapan putih.
3.6.4 Sterilisasi alat dan bahan . Sterilisasi alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan. Cara sterilisasi adalah dengan membungkus alat – alat dengan menggunakan kertas berwarna coklat kemudian dimasukan ke dalam autoklaf dengan suhu 121 0 C selama 1 jam.
3.6.5 Membuat Biakan Fungi Candida Albican 3.6.5.1 Persiapan fungi uji Fungi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Candida albicans yang diperoleh dari biakan murni di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. 3.6.5.2 Pembuatan Media 1. Disiapkan bahan media, lalu ditimbang sesuai dengan kebutuhan. 2. Dimasukkan bahan ke beaker glass lalu ditambahkan aquades, diaduk kemudian dipanaskan hingga larut. 3. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10-15mL, ditutup dengan kapas kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. 3.6.5.3 Pembiakan murni Candida albicans 1. Didiamkan dan dimiringkan media Sabouroud Dekstrosa Agar (SDA) steril agar menjadi padat pada tabung reaksi. 2. Diinokulasi biakan murni Candida albicans secara aseptis.
44
3. Kemudian diinkubasi dengan suhu 370C selama 24 jam. 3.6.5.4 Persiapan suspensi Candida albicans 1. Disiapkan biakan jamur Candida albicans. 2. Disiapkan larutan NaCl 0,85% yang telah disterilkan. 3. Tuangkan larutan NaCl 0,85% kedalam biakan murni Candida albicans. 4. Ukur
serapan
suspensi
Candida
albicans
dengan
menggunakan
spektrofotometer visibel, pada panjang gelombang 580nm sedemikian rupa sehingga pengenceran tertentu diperoleh % transmitan 25. 3.6.6 Pembuatan control
Kontrol fungi : media cair yang sudah disterilkan sebanyak 9mL dalam tabung, diberi suspensi Candida albicans dengan cara dipipet 1mL suspensi fungi dan dimasukkan kedalam tabung. Kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 2×24 jam.
Kontrol media : : media cair yang sudah disterilkan sebanyak 10mL dalam tabung kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 2×24 jam.
3.6.7 Prosedur pengujian Konsentrasi Hambat Minimum ekstrak daun turi pada Candida albicans 1. Siapkan suspensi Candida albicans. 2. Siapkan media cair SDB dan ekstrak daun turi pada masing-masing tabung sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. 3. Dipipet 1mL suspensi fungi kedalam masing-masing tabung. 4. Kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 2×24 jam. 5. Lakukan replikasi sebanyak 3×. 6. Setelah 2×24 jam amati perbedaan kekeruhan pada masing-masing tabung, dan dibandingkan dengan kontrol fungi dan kontrol media. 7. Lihat tingkat kekeruhan pada masing-masing konsentrasi. 8. Catat data yang telah diperoleh.
45
3.6.8 Prosedur pengujian Konsentrasi Bunuh Minimum ekstrak daun turi pada Candida albicans 1. Siapkan media padat SDA yang telah disterilkan. 2. Pipet 1mL hasil pada pengujian daya hambat dan dituang kedalam cawan petri. 3. Kemudian masukkan lebih kurang 15mL media padat SDA secara aseptis, tunggu hingga padat. Setelah itu Inkubasi pada suhu 370C selama 2×24 jam. 4. Lakukan replikasi sebanyak 3×. 5. Setelah diinkubasi selama 2×24 jam, hitung jumlah koloni jamur yang tumbuh dalam media selektif SDA. 6. Catat data yang diperoleh.
3.7 Analisis data Dalam penelitian ini daya hambat ekstrak daun turi diukur menggunakan spektrofotomer yang ditunjukkan dengan nilai absorbansi. Jika nilai absorbansi semakin kecil maka daya hambat ekstrak daun turi terhadap Candida albicans semakin besar. Selanjutnya nilai absorbansi tiap kelompok dilihat perbedaannya dengan menggunakan analisis statistik one way anova. Data kemudian diolah dengan menggunakan analisa varian sebagai berikut : 1. Hipotesis Ho = µ1 = µ2 = µ3 = tidak terdapat perbedaan secara bermakna nilai absorbansi antar tiap kelompok. Ha ≠ µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 = terdapat perbedaan secara bermakna nilai absorbansi antar tiap kelompok.
2. Level of Significant (a) dan Degree of Freedom (df)
Tingkat signifikansi (a) : 0,05
Tingkat kebebasan (df) o Numerator : 4 – 1 o Denumerator : 32 – 4
46
Ftabel : 2,950
3. Penyimpulan
Jika Fhitung ≥ F tabel maka terdapat perbedaan secara bermakna nilai absorbansi antar tiap kelompok, H0 ditolak. Jika H0 ditolak maka dilakukan pengujian hipotesa dengan menggunakan uji Tukey.
Jika F Hitung ≤ F Tabel maka tidak terdapat perbedaan secara bermakna nilai absorbansi antar tiap kelompok, H0 diterima.
47
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Determinasi Tanaman Sampel daun turi diperoleh dari jalan Mayor Riamur, Abdurahman Saleh, Malang. Determinasi dilakukan di UPT Materia Medica Batu. Hasilnya daun turi berasal dari suku Papilionaceae dari jenis Sesbania grandiflora Pers. Var alba. Hasil determinasi daun turi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1. 4.2 Hasil ekstrak daun turi Daun turi yang masih segar sebanyak 140 g di maserasi menggunakan alkohol 70% sebanyak 250mL. Setelah disaring maserat yang dihasilkan sebanyak 310mL. Kemudian dilakukan proses evaporator dan menghasilkan ekstrak kental sebanyak 167mL. 4.3 Hasil uji pendahuluan senyawa tanin pada ekstrak daun turi Ekstrak kental yang didapatkan dari proses evaporator dilakukan uji pendahuluan meliputi uji warna dan uji pengendapan. Pengujiannya dilakukan sebagai berikut : 1. Uji warna 3 tetes ekstrak daun turi + 2-3 tetes pereaksi FeCl3 terjadi perubahan warna dari hijau kekuningan menjadi hijau tua. Artinya ekstrak daun turi positif mengandung senyawa tanin. Gambar dilihat pada lampiran 3.
2. Uji pengendapan 3 tetes ekstrak daun turi + 2-3 tetes gelatin terbentuk sedikit endapan putih. Artinya ekstrak daun turi positif mengandung senyawa tanin.Gambar dilihat pada lampiran 3.
48
4.4 Hasil uji efektivitas antifungi ekstrak daun turi terhadap Candida albicans 4.4.1 Hasil uji daya hambat ekstrak daun turi Hasil pengujian daya hambat ekstrak daun turi pada Candida albicans adalah positif. Ekstrak daun turi dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Pengamatan dilakukan dengan melihat tingkat kekeruhan pada masing – masing konsentrasi dengan menggunakan spektrofotometer visibel. Hasil uji daya hambat dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Turi terhadap Candida albicans Replikasi Perlakuan sampel
Perlakuan kontrol
I
Kons.10%
Kons.20%
Kons.30%
Kons.40%
Kons.50%
K.F
K.M
A: 0,8239
A: 0,5376
A: 0,3872
A: 0,1611
A: 0,1426
A:
A:
0,8860 0,2518 II
A: 0,8239
A: 0,5229
A: 0,3872
A: 0,1580
A: 0,1366
A:
A:
0,8860 0,2518 III
A: 0,8239
A: 0,5157
A: 0,3767
A: 0,1675
A: 0,1337
A:
A:
0,8860 0,2518
Keterangan : K.F
= Kontrol Fungi
K.M
= Kontrol Media
A
= Absorbansi
Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan kekeruhan yang menunjukkan adanya perbedaan efektivitas antifungi ekstrak daun turi dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans, pada masing – masing konsentrasi. Setelah itu dilanjutkan dengan menanamkan 1mL hasil dilusi tabung ke dalam media padat, kemudian dihitung jumlah koloni fungi yang tumbuh dalam media padat tersebut.
49
4.4.2 Hasil uji daya bunuh ekstrak daun turi Pengujian daya bunuh ekstrak daun turi adalah kelanjutan dari pengujian daya hambat ekstrak daun turi, dimana 1mL hasil dilusi tabung pada pengujian daya hamabat ditanamkan pada media padat steril. Ekstrak daun turi dinyatakan efektif dapat membunuh Candida albicans apabila tidak terdapat koloni yang tumbuh pada media padat. Hasil uji daya bunuh dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Hasil Uji Daya Bunuh Ekstrak Daun Turi terhadap Candida albicans Replikasi Perlakuan sampel
Perlakuan kontrol
I
Kons.10%
Kons.20%
Kons.30%
Kons.40%
Kons.50%
K.F
K.M
> 300
> 300
> 200
±100
± 50 koloni
> 300
Tdk
koloni
koloni
koloni
koloni
koloni
ada koloni
II
> 300
> 300
> 200
± 100
koloni
koloni
koloni
koloni
± 50 koloni
> 300
Tdk
koloni
ada koloni
III
> 300
> 300
> 200
± 100
koloni
koloni
koloni
koloni
± 50 koloni
> 300
Tdk
koloni
ada koloni
Pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan jumlah koloni tetapi hal tersebut menunjukkan kemampuan menghambat ekstrak daun turi terhadap Candida albicans. Gambar dapat dilihat pada lampiran 6.
4.4.3 Hasil Analisa Daya Hambat Daun Turi terhadap Candida albicans dengan menggunakan Metode One Way Anova Pada hasil analisa statistik menggunakan metode one way anova diketahui nilai F hitung (8980,111 ) ≥ F tabel (2,950) atau probabilitas kesalahan (0,000) <
50
0,05, maka H0 ditolak. Jika H0 ditolak, maka terdapat perbedaan rata – rata yang signifikan antara nilai absorbansi kontrol fungi, kons.10%, kons.20%, kons.30%, kons.40%, dan kons.50%, maka dilakukan pengujian hipotesa dengan menggunakan uji tukey. Hasil dapat dilihat pada lampiran 8.
51
BAB V PEMBAHASAN
Pada penelitian ini digunakan daun turi karena secara empiris daun turi diketahui berkhasiat sebagai obat keputihan. Keputihan merupakan penyakit pada bagian kewanitaan yang disebabkan oleh fungi. Untuk lebih mengoptimalkan pemakaian daun turi pada pengobatan keputihan maka perlu dilakukan pengujian secara ilmiah. Oleh karena itu untuk membuktikan khasiatnya dilakukan uji efektivitas antifungi ekstrak daun turi terhadap Candida albicans. Candida albicans inilah jamur yang menyebabkan keputihan. Daun turi diperoleh dari jalan Mayor Riamur, Abdurahman Saleh, Malang. Untuk memastikan keaslian tanaman ini maka dilakukan determinasi tanaman di UPT Materia Medica Batu. Hasil yang diperoleh adalah tanaman turi berasal dari suku Papilionaceae, jenis tanamannya adalah Sesbania grandiflora Pers.var alba, dan nama simplisianya Sesbaniae grandiflorae folium. Dari hasil determinasi ini dapat dipastikan bahwa daun yang didapatkan dari jalan Mayor Riamur adalah daun dari tanaman turi. Tahap selanjutnya yaitu pengambilan ekstrak daun turi dengan menggunakan metode maserasi. Proses maserasi menggunakan pelarut alkohol 70%. Manfaat penggunaan alkohol 70% sebagai pelarut karena pada penelitian ini bertujuan untuk mengambil senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak daun turi. Tanin ini merupakan senyawa polifenol yang bersifat polar dan dapat larut dalam senyawa polar juga. Sementara alkohol 70% terdiri dari campuran alkohol dan air yang bersifat polar. Hasil maserasi disaring dan maserat yang dihasilkan di evaporator tujuannya untuk memisahkan pelarut dengan ekstraknya. Suhu pengevapan 68 0C 700C, menggunakan kisaran suhu ini karena pelarut yang digunakan akan menguap pada suhu tersebut. Setelah didapatkan ekstraknya dilakukan uji organoleptis meliputi warna, bau dan bentuk tujuannya untuk meyakini bahwa ekstrak yang telah didapatkan sudah benar – benar terpisah dari pelarutnya. Ekstrak yang diperoleh bertekstur kental berwarna hijau kekuningan dan memiliki baun khas daun turi.
52
Setelah diperoleh ekstrak kental dilakukan uji pendahuluan yaitu uji warna dan uji pengendapan. Uji warna dilakukan dengan pereaksi FeCl 3. Perubahan warna yang terjadi dari hijau kekuningan menjadi hijau kehitaman. Terjadinya perubahan warna menjadi hijau kehitaman karena senyawa tanin membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+. Uji ini digunakan untuk menentukan senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga jika memberikan hasil yang positif dimungkinkan dalam ekstrak daun turi terdapat senyawa fenol. Dimungkinkan salah satunya adalah tanin, karena tanin merupakan golongan polifenol. Selanjutnya uji pengendapan menggunakan pereaksi gelatin, pada ekstrak daun turi terbentuk endapan putih. Reaksi ini melibatkan terjadinya ikatan hidrogen, ikatan hidrogen terjadi apabila atom hidrogen terikat oleh dua atau lebih atom lain yang memiliki keelektronegatifan tinggi seperti atom N, O, dan F (Sa‟adah 2010). Ikatan hidrogen yang terjadi diatas adalah ikatan hidrogen jenis intermolekul, karena atom H yang terikat dengan atom O dan N berasal dari dua molekul. Atom H dari molekul tanin terikat dengan atom O pada gelatin dan atom H pada molekul gelatin terikat dengan atom O pada tanin. Setelah ekstrak daun turi positif mengandung senyawa tanin kemudian digunakan untuk pengujian efektivitas antifungi. Pengujian efektivitas antifungi dalam penelitian ini menggunakan metode dilusi, karena dengan metode ini akan diperoleh konsentrasi hambat minimal dan konsentrasi bunuh minimal ekstrak daun turi terhadap Candida albicans. Tahap awal pengujian efektivitas antifungi adalah menentukan konsentrasi hambat minimal (KHM) dengan menginkubasi suspensi Candida albicans dalam media cair Sabouroud Dekstrosa Broth dalam tabung reaksi dengan masing-masing konsentrasi ekstrak daun turi. Daya hambat ekstrak daun turi dapat diketahui dengan adanya perbedaan tingkat kekeruhan pada masing-masing konsentrasi ekstrak yang diberikan. Fungi disuspensikan pada larutan NaCl 0,85% karena larutan ini mengandung garam dan air yang bukan merupakan nutrisi penting fungi, sehingga fungi tidak akan tumbuh dengan baik akan tetapi masih tetap bisa hidup. Fungi yang disuspensikan berada dalam intensitas yang diharapkan yaitu dengan % transmitan 25.
53
Setelah masa inkubasi 2×24 jam, dilakukan pengamatan menggunakan alat spektrofotometer, terdapat perbedaan tingkat kekeruhan pada masing-masing konsentrasi ekstrak. Apabila nilai absorbansinya tinggi maka semakin banyak jumlah fungi yang tumbuh. Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi 20% mulai menunjukkan penurunan nilai absorbansi dibandingkan dengan kontrol fungi. Hal ini dapat diartikan bahwa pada konsentrasi 20% ekstrak daun turi mulai dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Diduga senyawa taninlah yang menghambat pertumbuhan fungi. Mekanisme kerjanya yaitu tanin merupakan senyawa yang bersifat lipofilik sehingga mudah terikat pada dinding sel dan mengakibatkan kerusakan dinding sel. Selain itu, tanin dapat menghambat sintesis kitin yang merupakan komponen penting dinding sel jamur (Najib, 2009). Selanjutnya dilakukan uji penentuan konsentrasi bunuh minimal (KBM), dengan cara menginkubasikan 1mL hasil KHM tabung yang ditanam pada media padat Sabouroud Dekstrosa Agar (SDA). Media SDA merupakan media selektif untuk fungi karena pada media ini mengandung dekstrosa atau gula yang merupakan nutrisi fungi. Sehingga diharapkan fungi dapat tumbuh dengan baik pada media ini. Konsentrasi bunuh minimal dapat ditentukan apabila dalam media padat tidak terdapat koloni fungi yang tumbuh sama sekali. Pada proses ini dilakukan pengamatan setelah masa inkubasi 2×24 jam. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung jumlah koloni fungi yang tumbuh. Hasil dalam penelitian ini pada variasi konsentrasi permukaan media padat masih ditumbuhi koloni fungi, tetapi pada konsentrasi 30%, 40%, dan 50% terjadi penurunan jumlah koloni fungi. Hal ini dapat diartikan bahwa semua konsentrasi pengujian hanya dapat menghambat belum terbukti mampu membunuh Candida albicans. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak daun turi terhadap nilai hambat fungi, maka dilakukan analisa statistik. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Anova satu arah, karena pada penelitian ini terdapat satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Hasil analisa data menunjukkan bahwa harga F hitung lebih besar dari pada F tabel 1 % maka ada perbedaan nilai tengah perlakuan atau pengaruh
54
perlakuan yang dikatakan sangat nyata dan pada hasil F hitung diberi tanda (**). Artinya H0 ditolak dan akan dilakukan uji selanjutnya yaitu uji tukey. Pada hasil uji tukey dapat dilihat
55
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan 1. Terbukti bahwa ekstrak daun turi pada konsentrasi 20% dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. 2. Ekstrak daun turi tidak terbukti dapat membunuh Candida albicans.
6.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang efektivitas ekstrak daun turi sebagai antifungi dengan menggunakan metode ekstrasi yang berbeda.
56
Daftar Pustaka
Harbone J.B. 1987. Metode fitokimia penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang soediro, Bandung: penerbit ITB. pratiwi, Sylviat. mikrobiologi farmasi. Fakultas farmasi UGM. jakarta: Erlangga. Sirait,M. 2007. Penuntun fitokimia dalam farmasi, Bandung: penerbit ITB. Sentra Informasi IPTEK.2012.Tanaman Obat Indonesia, (online), http//www.turi merah.html, diakses 12 September 2012. Seputra, Yulius Eka Agung St.msi. 2008. Artikel kesehatan alternatif, (online), http//www.manfaat-turi.html, diakses 5 Januari 2012. http://fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kebidanan/Majalah%20ELYA%20DEVI %20MIA%20DWI%20HARNAS.pdf yang diakses pada tanggal 10 Juli 2013. Wordpress.com/materi/biologi-kelas-x/fungi/ciri-dan-klasifikasi-jamur diakses pada tanggal 23 juli 2013
57
yang
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. Determinasi Tanaman
59
Lampiran 2. Perhitungan Kebutuhan Daun Turi
Kebutuhan ekstrak yang diperlukan sebagai berikut : 1. Uji pendahuluan Ada 3 uji pendahuluan masing-masing ketiga tabung reaksi berisi 1 mL ekstrak, jadi jika 3 tabung membutuhkan 3 mL ekstrak untuk uji pendahuluan. 2. Uji daya hambat jamur Candida albican dengan metode difusi agar dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. -
10% artinya 2,5 mL ekstrak daun turi dilarutkan dengan aquades sebanyak 25 mL.
-
30% artinya 7,5 mL ekstrak daun turi dilarutkan dengan aquades sebanyak 25 mL.
-
50% artinya 12,5 mL ekstrak daun turi dilarutkan dengan aquades sebanyak 25 mL.
-
70% artinya 17,5 mL ekstrak daun turi dilarutkan dengan aquades sebanyak 25 mL.
-
90% artinya 22,5 mL ekstrak daun turi dilarutkan dengan aquades sebanyak 25 mL.
Sehingga ekstrak daun turi yang dibutuhkan untuk uji pendahuluan dan uji daya hambat dengan metode difusi ± 70 mL. Daun turi yang dibutuhkan sebanyak : Jika, 10 g daun turi menghasilkan 5 mL ekstrak kental Maka, x g daun turi menghasilkan 70 mL ekstrak kental
Jadi, 10g ~ 5 mL X g ~ 70 mL 70mL × 10 g = X g × 5mL X
= 140 g daun turi
60
Lampiran 3. Uji Pendahuluan
Ekstrak Kental
Ekstrak Kental + FeCl3
Ekstrak Kental +Gelatin
61
Lampiran 4. Biakan Murni Candida albicans dan Transmitan Suspensi Candida albicans
Biakan murni Candida albicans
Transmitan suspensi fungi
62
Lampiran 5. Dilusi Tabung pada Pengujian KHM
Kontrol Fungi
Konsentrasi 10%
Konsentrasi 20%
Konsentrasi 30%
Kontrol Media
63
Konsentrasi 40%
Konsentrasi 50%
64
Lampiran 6. Hasil Pengujian KBM
Kontrol Fungi
Kontrol Media
Konsentrasi 10%
Konsentrasi 20%
Konsentrasi 30%
Konsentrasi 40%
Konsentrasi 50%
65
Lampiran 7. Tabel Hasil Analisa Daya Hambat Daun Turi terhadap Candida albicans dengan menggunakan Metode One Way Anova
Oneway
Descriptives
Dayahambat Std.
Std.
95% Confidence
Minim
Maxi
um
mum
N
Mean
Deviation
Error
Interval for Mean
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
Upper
Bound
Bound
Bound
Bound
Bound
Bound
Bound
Bound
3
,8860
,00000 ,00000
,8860
,8860
,89
,89
10%
3
,8239
,00000 ,00000
,8239
,8239
,82
,82
20%
3
,5254
,01116 ,00644
,4977
,5531
,52
,54
30%
3
,3837
,00606 ,00350
,3686
,3988
,38
,39
40%
3
,1622
,00484 ,00280
,1502
,1742
,16
,17
50%
3
,1376
,00454 ,00262
,1264
,1489
,13
,14
Total
18
,4865
,30074 ,07089
,3369
,6360
,13
,89
kontrol fungi
Test of Homogeneity of Variances
Dayahambat Levene Statistic 4,418
df1
df2 5
Sig. 12
,016
66
ANOVA
Dayahambat Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Mean Df
Square
1,537
5
,307
,000
12
,000
1,538
17
67
F
Sig.
8980,11 1
,000
Lampiran 8. Tabel Hasil Uji Lanjutan Daya Hambat Ekstrak Daun Turi terhadap Candida albicans menggunakan metode Tukey Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Dayahambat Tukey HSD Mean (I)
(J)
konsentrasi
konsentrasi
Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
Bound
Bound
Bound
Bound
Bound
kontrol fungi 10%
,06210(*)
,00478
,000
,0461
,0781
20%
,36060(*)
,00478
,000
,3446
,3766
30%
,50230(*)
,00478
,000
,4863
,5183
40%
,72380(*)
,00478
,000
,7078
,7398
50%
,74837(*)
,00478
,000
,7323
,7644
-,06210(*)
,00478
,000
-,0781
-,0461
20%
,29850(*)
,00478
,000
,2825
,3145
30%
,44020(*)
,00478
,000
,4242
,4562
40%
,66170(*)
,00478
,000
,6457
,6777
50%
,68627(*)
,00478
,000
,6702
,7023
kontrol fungi
-,36060(*)
,00478
,000
-,3766
-,3446
10%
-,29850(*)
,00478
,000
-,3145
-,2825
30%
,14170(*)
,00478
,000
,1257
,1577
40%
,36320(*)
,00478
,000
,3472
,3792
50%
,38777(*)
,00478
,000
,3717
,4038
kontrol fungi
-,50230(*)
,00478
,000
-,5183
-,4863
10%
-,44020(*)
,00478
,000
-,4562
-,4242
20%
-,14170(*)
,00478
,000
-,1577
-,1257
10%
20%
30%
kontrol fungi
68
40%
50%
40%
,22150(*)
,00478
,000
,2055
,2375
50%
,24607(*)
,00478
,000
,2300
,2621
kontrol fungi
-,72380(*)
,00478
,000
-,7398
-,7078
10%
-,66170(*)
,00478
,000
-,6777
-,6457
20%
-,36320(*)
,00478
,000
-,3792
-,3472
30%
-,22150(*)
,00478
,000
-,2375
-,2055
50%
,02457(*)
,00478
,003
,0085
,0406
kontrol fungi
-,74837(*)
,00478
,000
-,7644
-,7323
10%
-,68627(*)
,00478
,000
-,7023
-,6702
20%
-,38777(*)
,00478
,000
-,4038
-,3717
30%
-,24607(*)
,00478
,000
-,2621
-,2300
40%
-,02457(*)
,00478
,003
-,0406
-,0085
* The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets
Dayahambat
Tukey HSD N konsentrasi
Subset for alpha = .05
1
2
50%
3
40%
3
30%
3
20%
3
10%
3
kontrol fungi Sig.
3
4
5
6
1
,1376 ,1622 ,3837 ,5254 ,8239
3
,8860 1,000
1,000
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
69
1,000
1,000
1,000