DAFT A R ISI Kata Pengantar Executive Summary Daftar isi Daftar Singkatan Bab 1 Pendahuluan A. Latar belakang masalah B. Maksud dan Tujuan Bab 2 Kegiatan Sosial Dalam P2KP A. Pemikiran Dasar P2KP B. Penguatan Modal Sosial Dalam P2KP C. Dasar Pemikiran Kajian Bab 3 Metodologi kajian Kegiatan Sosial Dalam P2KP A. Lingkup Kajian B. Lokasi Kajian C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Bab 4 Organisasi dan Manajemen A. Organisasi dan Staffing B. Distribusi Pekerjaan Bab 5 Hasil Pelaksanaan Kajian A. Deskripsi Wilayah 1. Kota Pasuruan 2. Kota Surabaya 3. Kota Gorontalo 4. Kota Makassar 5. Kota Bengkulu 6. Kota Medan B. Hasil Temuan Umum di Enam Lokasi Penelitian 1. Kegiatan Pelatihan Sebagai Trend Dalam Kegiatan Sosial 2. Pola Kegiatan Sosial: Dari Karitatif Menuju Program yang Berkelanjutan 3. Dominasi Elit Desa Dalam Inisiasi Program Sosial 4. Kerjawama dan Sinergi antar Stakeholder Sebagai Peluang Pengembangan Program Sosial 5. Hambatan Kegiatan Sosial: Desain Program dan Kualitas Pelaksana Program PNPM 6. Belum Tersentuhnya Kegiatan Pasca Pelatihan C. Hasil Analisis Kontekstual 1. Analisis Kontekstual Umum 2. Analisis Kontekstual Antar Kelurahan a. Kota Pasuruan b. Kota Surabaya c. Kota Gorontalo d. Kota Makassar e. Kota Bengkulu f . Kota Medan
i ii vii x 1 1 5 7 7 10 15 17 17 19 20 24 24 25 27 27 27 30 31 33 34 35 38 38 44 56 59 64 70 70 70 72 72 81 92 100 108 118 vii
D. Hasil Analisis Mikro Berjenjang, Deskripsi Kegiatan Sosial dan Potensi Keberlanjutan Program Di Masing-Masing Lokasi 1. Kota Pasuruan a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial b. Prospek Keberlanjutan c. Dukungan Program d. Hambatan e. Perubahan Rancangan Program 2. Kota Surabaya a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial b. Prospek Keberlanjutan c. Dukungan Program d. Hambatan e. Perubahan Rancangan Program 3. Kota Gorontalo a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial b. Prospek Keberlanjutan c. Dukungan Program d. Hambatan e. Perubahan Rancangan Program 4. Kota Makassar a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial b. Prospek Keberlanjutan c. Dukungan Program d. Hambatan e. Perubahan Rancangan Program 5. Bengkulu a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial b. Prospek Keberlanjutan c. Dukungan Program d. Hambatan e. Perubahan Rancangan Program 6. Kota Medan a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial b. Prospek Keberlanjutan c. Dukungan Program d. Hambatan e. Perubahan Rancangan Program E. Peran Stakeholder Di Enam Lokasi Kajian 1. Kota Pasuruan 2. Kota Surabaya 3. Kota Gorontalo 4. Kota Makassar 5. Kota Bengkulu 6. Kota Medan
127 127 127 131 133 136 141 142 142 143 144 146 147 147 147 148 150 151 152 152 152 154 155 157 160 160 160 162 164 164 166 166 166 168 171 172 173 174 174 178 180 182 184 186 viii
Bab 6
Kesimpulan dan Rekomendasi A. Kesimpulan B. Rekomendasi Daftar Pustaka Lampiran
190 190 192 196 197
ix
EXECUTIVE SUMMARY Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat adalah program pemerintah yang dirancang untuk melakukan percepatan pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan dengan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. PNPM pada dasarnya merupakan umbrella policy untuk mensinergikan berbagai program pemberdayaan masyarakat, yang diawali dengan menciptakan sinergi P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) dengan PPK (Program Pengembangan Kecamatan). yang dihasilkan maupun
Meskipun telah banyak capaian positif
program PNPM, tetapi program ini dihadapkan pada sejumlah hambatan
tantangan.
Hambatan
yang
seringkali
muncul
dalam
pelaksanaan
program
pembangunan adalah ketepatan sasaran. Sedangkan tantangan berkaitan dengan sinergitas program PNPM dengan program-program pembangunan yang lain. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu ada kajian untuk mengetahui kendalakendala yang mendasar dalam mencapai tujuan proyek secara keseluruhan. Apakah program yang direncanakan, secara konsisten telah menjangkau kelompok sasaran dari masyarakat miskin perkotaan, dan apakah kelompok miskin di dalamnya mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan
di tingkat
masyarakat. Kemudian, apakah
prinsip
perencanaan partisipatif yang menjadi basis dasar dari program ini sudah benar-benar dilaksanakan secara seutuhnya dan apakah prinsip akuntabilitas publik sudah dilaksanakan dari tahap perencanaan sampai tahap
pelaksanaan program. Selain itu,
apakah program
PNPM ini sudah mampu mewujudkan sinergi antar stakeholders (LSM, negara dan swasta) dalam proses pembangunan. Tidak semua kegiatan yang ada dalam program PNPM ini akan peneliti kaji. Namun demikian, peneliti akan memfokuskan pada kegiatan sosial. Meskipun alokasi anggaran dari BLM untuk kegiatan sosial ini relatif kecil dibandingkan kegiatan ekonomi dan kegiatan infrastuktur, akan tetapi kajian mengenai kegiatan sosial ini menjadi penting. Selama ini kegiatan sosial seringkali hanya dipandang sebagai pelengkap dari kegiatan-kegiatan yang ada dalam program PNPM, padahal kegiatan sosial punya peran penting dalam mendorong penguatan jaring pengaman sosial di tingkat lokal dan mendorong pembentukan modal sosial di masyarakat. Optimalisasi modal sosial maupun jaring pengaman sosial ini penting dalam upaya
mendukung keberlanjutan kegiatan-kegiatan pembangunan. Dikarenakan hanya
dipandang sebagai pelengkap maka kegiatan-kegiatan sosial ini pun akhirnya tidak dikerjakan secara baik, program-programnya hanya sekedar karitatif dan bagi-bagi sehingga esensi dan
ii
tujuan ideal dari kegiatan sosial ini pun tidak tercapai. Bertitik tolak dari persoalan inilah maka studi kegiatan sosial ini relevan untuk dilakukan. Dengan demikian, kajian mengenai kegiatan sosial PNPM ini ditujukan untuk mengidentifikasi pola kegiatan sosial yang ada saat ini di lokasi penelitian diprakarsai dan dilaksanakan oleh BKM, mengidentifikasi berbagai pelayanan sosial di masyarakat dapat berkelanjutan sebagai prakarsa awal menuju jaring pengaman lokal yang berkelanjutan atau tidak, mengidentifikasi pilihan dukungan yang ada di dalam dan sekitar masyarakat berhubungan untuk kegiatan jangka panjang yang lebih berkelanjutan, mengidentifikasi hambatan yang diduga obyektif dalam penggunaan pilihan dukungan yang tersedia dan merekomendasikan perubahan rancangan program di masa yang akan datang yang dapat mengurangi kekurangan-kekurangan yang ada pada pilihan dukungan menurut penggunaan saat ini yang tersedia dalam konteks masyarakat yang lebih luas. Kajian mengenai kegiatan sosial PNPM tersebut dilaksanakan di enam kota dengan merujuk pada kluster daerah sasaran program P2KP/PNPM. Enam kota tersebut adalah Bengkulu dan
Medan sebagai representasi daerah sasaran program P2KP 3, Makasar dan
Gorontalo, sebagai representasi daerah sasaran program P2KP 2 serta Surababaya dan Pasuruan, sebagai representasi daerah sasaran program PNPM 2007. Setiap daerah tersebut diambil 1 kelurahan yang paling aktif kegiatannya dan 1 kelurahan yang kurang aktif kegiatannya dengan mengacu pada data yang tersedia di Sistem Informasi Manajemen dengan rincian lokasi sasaran, Kota Pasuruan (Kelurahan Kepel Kecamatan Bugul Kidul dan Kelurahan Panggungrejo Kecamatan Bugul Kidul), Kota Surabaya (Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan dan Kelurahan Sawunggaling Kecamatan Wonokromo), Kota Gorontalo dengan sasaran (Kelurahan Limba B, Kecamatan Kota Selatan dan Kelurahan Lekobalo Kecamatan Kota Barat), Kota Maksasar (Kelurahan Bunga Eja Beru dan Kelurahan Rappokaling Kecamatan Bontoala), Kota Bengkulu (Kelurahan Panorama Kecamatan Gading Cempaka
dan Kelurahan Pasar
Melintang, Kecamatan Teluk Segara). Teknik Pengumpulan data dilakukan melalui Interview dengan semi structure interview dan interview biografis, Focus Group Discussion, data sekunder. Adapun informan
Observasi,
dan Dokumentasi atas data-
penelitian meliputi KMW, TA KMW,
Korkot, Faskel,
pemerintah kelurahan, PJOK kecamatan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Badan Pemberdayaan Masyarakat, KSM/Panitia, BKM, Unit Pengelola Sosial, masyarakat penerima manfaat, di masing-masing kelurahan yang menjadi sasaran program PNPM Perkotaan ini. Dari kajian di lapangan ditemukan berbagai kesimpulan. Kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan dalam program PNPM ini sudah mengarah pada kegiatan-kegiatan yang bersifat iii
pelatihan. Dominasi elite di komunitas bagi pengurus RT, RW, pengurus lingkungan dan BKM masih tampak mendominasi dalam berbagai inisiasi kegiatan sosial. Dilihat dari pola kegiatan sosial,
dapat dilihat dari aspek keberlanjutan dampak program dan keterkaitan kegiatan
sosial tersebut dengan kegiatan sosial yang sudah ada sebelumnya (existing activity). Dilihat dari aspek
keberlanjutan dampak program, kegiatan sosial BKM juga dapat dibedakan
menjadi dua yaitu pertama, Program kegiatan sosial yang bersifat sekali habis. Program ini pada umumnya berupa berbagai bentuk santunan dan bantuan. Kedua, Program kegiatan sosial yang dampaknya berkelanjutan. Jenis ini dapat dibedakan menjadi dua: (1) program yang berdampak pada pengembangan kapasitas penerima bantuan, sebagai contoh program pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan, (2) program yang dananya dikelola oleh kelompok (KSM) dan dimanfaatkan oleh warga miskin secara bergilir. Jenis (2) ini dapat dibedakan menjadi dua: (a) dana yang dikelola KSM dimanfaatkan secara bergulir oleh warga miskin, (b) program yang dikelola oleh KSM digunakan untuk usaha, dan hasilnya dapat digunakan untuk memberikan berbagai bentuk bantuan sosial kepada warga miskin. Sedangkan dilihat
dari
kaitannya dengan berbagai kegiatan sosial yang sudah ada sebelumnya (existing activity), pola kegiatan sosial oleh BKM juga dapat dibedakan menjadi pertama, Program yang diintegrasikan dengan kegiatan sosial yang sudah ada dan melembaga dalam masyarakat. Pada umumnya program BKM dalam bentuk ini diintegrasikan dengan kegiatan Posyandu atau PKK. Di salah satu kelurahan diintegrasikan dengan program kejar paket.Kedua, program yang merupakan kreasi baru oleh BKM. Program- program kegiatan sosial lebih banyak diinisiasi oleh para tokoh masyarakat, baik pengelola BKM, UPS, KSM maupun tokoh masyarakat lain. Sebetulnya secara prosedural, kegiatan perencanaan dan penentuan program sudah dilaksanakan menurut rekomendasi, sehingga terkesan bersifat bottom up. Walaupun demikian dalam realitanya warga miskin masih belum banyak menggunakan kesempatan dalam proses tersebut untuk menyampaikan aspirasi dan kepentingannya. Dilihat dari dari potensi keberlanjutan, ternyata sebagian besar kegiatan sosial yang ada masih bersifat karitatif. Namun demikian dari hasil penelitian di lapangan ditemukan bahwa kegiatan sosial yang diintegrasikan dengan kegiatan yang sudah ada lebih memiliki potensi untuk memiliki berkelanjutan. Kegiatan sosial yang memiliki potensi keberlanjutan ternyata adalah kegiatan-kegiatan sosial yang didukung oleh beberapa aspek yaitu partisipasi warga masyarakat,
dukungan dari berbagai lembaga sosial
keagamaan, pengusaha lokal,
fasilitator kelompok (faskel), sinergi dengan pemerintah desa dan dukungan dari pemerintah daerah. Namun demikian, dukungan-dukungan tersebut tidak ditemukan di semua lokasi
iv
penelitian sehingga kegiatan-kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh BKM ada yang dan ada yang tidak eksis. Beberapa faktor yang diidentifikasi menjadi hambatan dalam pelaksanan program PNPM Perkotaan adalah : kesesuaian pendekatan administrasi dengan kebutuhan orientasi program secara ideal (penyelenggaraan program masih terjebak pada pendekatan administratif semata dan bukan pada pendekatan proyek), fasilitator yang kurang mampu berinteraksi dengan masyarakat, rotasi fasilitator yang terlalu cepat. Di tingkat masyarakat faktor penghambat terletak pada rendahnya partisipasi masyarakat. Mereka lebih senang sekedar sebagai obyek penerima dari program dibandingkan sebagai subyek pelaksana program. Dukungan dari pemerintah desa, PJOK dan pemerintah daerah juga tidak optimal terbukti masih banyak program yang tumpang tindih di level desa sehingga menyebabkan program ini menjadi tidak maksimal. Dari hasil kajian juga dapat dihasilkan beberapa rekomendasi yang dapat ditawarkan untuk perbaikan kegiatan PNPM perkotaan dimasa mendatang yaitu : di tingkat manajemen pelaksanaan
proyek,
pendekatan
yang
digunakan
dalam
program
PNPM
semestinya
mengutamakan pendekatan proses daripada sekedar pendekatan administratif. Hal ini disebabkan tumbuhnya BKM menjadi lembaga yang mandiri hanya mungkin terwujud melalui proses belajar sosial sehingga terjadi proses institusionalisasi. BKM dalam jangka panjang bukan sekedar sebuah organisasi, melainkan organization that are institution. Dalam kenyataannya pendekatan proses ini ternyata tidak didukung oleh sistem administrasi dalam pelaksanaannya. Program ini harus mengikuti sistem administrasi reguler yang berorientasi target. Dengan demikian kegiatan yang dilakukan baik oleh fasilitator maupun masyarakat terikat oleh target waktu yang ketat. Kondisi seperti itu tidak memberikan iklim yang kondusif bagi pendekatan proses, sehingga program programnya dimunculkan sekedar untuk merespon turunnya BLM dengan sekedar mengikuti persyaratan proyek. Dalam pendekatan proses ini, juga penting untuk mengedepankan pemilihan sasaran program yang tepat. Indikatorindikator untuk menentukan siapa yang tepat menjadi sasaran perlu dirumuskan secara tepat sehingga sasaran program dapat benar-benar sesuai dengan apa yang menjadi target dalam program tersebut. Oleh karena itu, perlu misalnya menggeser indikator kemiskinan absolut menjadi kemiskinan relatif agar program PNPM dapat tepat sasaran. Dalam konteks pemilihan program pun demikian. Selain memperhatikan kebutuhan riil yang dihadapi oleh masyarakat juga harus memperhatikan aspek yang lebih luas sehingga keberlajutan kegiatan sosial dapat tercapai. Misalnya dalam memilih jenis kegiatan sosial harus mempertimbangkan aspek yang makro/luas. Hal ini banyak ditemukan dalam kegiatan-kegiatan pelatihan dimana kegiatan v
pasca pelatihan seperti bagaimana proses produksi, proses pemasaran belum tersentuh. Selaras dengan pendekatan proses yang dilakukan, pada tingkat manajemen proyek perlu ada pelurusan kembali tentang apa definisi dari kegiatan sosial yang berkelanjutan karena realitasnya masing-masing KMW/Korkot cenderung menerjemahkan dan memiliki interpretasi yang berbeda-beda. Dalam Konteks pengembangan Tri daya (Kegiatan sosial, kegiatan ekonomi dan kegiatan infrastruktur) perlu ada desain yang jelas agar ketiga sektor tersebut saling berkaitan sama lain. Selama ini,
diantara tiga kegiatan tersebut cenderung berjalan sendiri dan kurang
berjalan secara sinergis. Idealnya perlu ada sinergitas ketiga sektor tersebut yang terwujud dalam kegiatan-kegiatan. Sebagai contoh dalam kegiatan sosial yang berupa pelatihan misalnya perlu dilanjutkan dengan bantuan permodalan yang merupakan contoh bagian dari kegiatan ekonomi. Selain itu, penting juga dalam pengembangan Tri daya ini adalah adanya pembagian alokasi anggaran. Porsi untuk kegiatan-kegiatan tersebut tidak harus seragam antar daerah tergantung dengan potensi sumber daya dan permasalahan yang dihadapi oleh daerah sasaran karene di beberapa BKM sudah
terpatri bahwa alokasi anggaran untuk
kegiatan prasarana infrastruktur 70%, kegiatan ekonomi 20% dan kegiatan sosial 10%. Pola alokasi anggaran semacam ini seringkali terlalu kaku dalam implementasinya.
Ke depan
perlu ada pelurusan kembali tentang pola pembagian alokasi anggaran dari BLM tersebut sehingga lebih fleksibel dalam pelaksanaannya. Rekomendasi lain adadalah perlu ada upaya
secara sinergis untuk mengembangkan BKM
menjadi lebih mandiri dan melakukan institusionalisasi atas kegiatan-kegiatan sosial yang diselenggarakan
oleh
BKM.
Strategi
intervensi
yang
dilakukan
oleh
faskel
perlu
memperhatikan karakteristik dari masing-masing BKM sehingga pola intervensinya pun harus berbeda-beda. Dalam upaya menumbuhkan kemandirian masyarakat, BKM perlu mendorong potensi-potensi modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Pengembangan jaringan dengan kegiatan-kegiatan sosial yang sudah ada dan pengembangan channeling dengan programprogram dari pemerintah daerah
maupun program-program corporate social responsibility
dari perusahaan swasta perlu terus didorong sehingga kegiatan-kegiatan sosial yang ada benar-benar berorientasi pada keberlanjutan program. Selain itu BLM yang diperoleh harus didorong agar menjadi stimuli bagi pengembangan modal sosial yang ada di masyarakat. Dalam upaya mengentaskan kemiskinan di lingkungannya, BKM juga dapat melakukan pemanfaatan warga masyarakat yang tidak miskin dan potensi-potensi sosial dari organisasi sosial keagaaman seperti Lembaga Amal Zakat Infaq Sodaqoh (LAZIS).
vi
DAFTAR SINGKATAN
BKM
: Badan Keswadayaan Masyarakat
BLM
: Bantuan Langsung Masyarakat
BLT
: Bantuan Langsung Tunai
CBRM
: Community Based Resources Management
Faskel
: Fasilitator Kelurahan
FGD
: Focus Group Discussion
KSM
: Kelompok Swadaya Masyarakat
Korkot
: Koordinator Kota
KMW
: Konsultan Manajemen Wilayah
KMP
: Konsultan Manajemen Pusat
Lansia
: Lanjut Usia
LPM
: Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
LPMK
: Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota
NU
: Nahdlatul Ulama
Paket
: Program Penanggulangan Kemiskinan Terpadu
PAUD
: Pendidikan Anak Usia Dini
Posyandu
: Pos Pelayanan Terpadu
PJM
: Program Jangka Menengah
PJM Pronankis : Program Jangka Menengah Program Penanggunggulangan Kemiskinan PNPM
: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
P2KP
: Proyek Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan
PPK
: Program Pengembangan Kecamatan
RT
: Rukun Tetangga
RW
: Rukun Warga
x
UPS
: Unit Pengelola Sosial
UPK
: Unit Pengelola Keuangan
UPL
: Unit Pengelola Lingkungan
SIM
: Sistem Informasi Manajemen
xi