DAFTAR ISI
Halaman ……………………………………………………………......
KATA PENGANTAR
………………………………………………………….…......
DAFTAR ISI BAB I
PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latarbelakang ………………………………………....... IdentifikasiMasalah …………………………………...... BatasanMasalah ……………………………………........ PerumusanMasalah ………………………………........... TujuandanManfaatPenelitian 1.5.1. TujuanPenelitian ……………………………....... 1.5.2. ManfaatPenelitian …………………………......... 1.6. SitematikaPenulisanPenelitian …………………............ BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TinjauanPustaka……………………………………....... 2.2. LandasanTeori ……………………………………........... a) TeoriDemokrasi ………………………………........ b) TeoriPolitik ………………………………………... c) TeoriKesadaranPolitik ………………………........ d) TeoriPartisipasiPolitik …………………………..... e) TeoriKesukarelaanPolitik……………………......... 2.3. Faktor Faktor Yang MempengaruhiPartisipasiWargaDalamBerpolitik……………………………......... ......... 2.4. Faktor Faktor Yang MempengaruhiKesukarelaanWargaDalamberpolitik……………………………..... ... 2.5. Motif dan bentuk kerelawanan 2.5.1. Motif kerelawanan ................................................. 2.5.2. Bentuk kerelawanan .............................................. 2.6. Peranan Partai Politik, Media dan Penyelenggara Pemilu 2.6.1. Peranan Partai Politik ........................................... 2.6.2. Peranan Media ...................................................... 2.6.3. Peranan Penyelenggara Pemilu .............................
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. SifatdanPendekatanPenelitian.......................................... 3.1.1. SifatPenelitian ......................................................... 3.1.2. PendekatanPenelitian .............................................. 3.2. RuangLingkupPenelitian 3.2.1. LokasiPenelitian ..................................................... 3.2.2. WaktuPenelitian ..................................................... 3.3. MetodePengumpulanData ................................................. 3.3.1. Sumber Data a) Data Primer b) Data Sekunder 3.3.2. TeknikPengumpulanData ...................................... a) Focus Group Discussion (FGD) danPenyebaran Questioner b) Questioner c) Dokumentasi 3.4. MetodeAnalisaData ..........................................................
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. SekilasGambaranUmumObjekPenelitian ……............... 4.2. AnalisadanPembahasan …………………………............ 4.2.1. Focus Group Discussion (FGD) …………….......... 4.2.2. Survey Lapangan ……………………………......... 4.2.3. Data Penelitian ………………………………......... 4.3. AnalisadanPembahasan………………………….............
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan ……………………………………………... 5.2. Rekomendasi ..................................................................... Lampiran – lampiran
Laporan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat.
Pengarah : Sunardi Sutrisno, SE, MM Saryono Noto, S.Kom H. Cucum Sumardi Ir. Abdullah Maryadi, S.Pd Drs. Rudi Ikhwan
Penyusun : Sunardi Sutrisno, SE, MM Saryono Noto, S.Kom Ike Arianti. AZ, SE,MM
Editor : SaryonoNoto, S.Kom Ramdhan Samudra, SH Ike Arianti AZ, SE, MM Keuangan : Suyanta NiningSumarni, A.Md
KATA PENGANTAR Denganmemanjatkanpujidansyukurkehadirat KomisiPemilihanUmum
Kota
Allah
SWT
Administrasi
atasizindanridhoNya, Jakarta
Barat
telahmenyelesaikanLaporanPenelitiantentang“KesukarelaanWargaDalamBerpolitik”di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat.Laporanpenelitian inidibuatsebagaisalahsatutugas KPU Kabupaten/Kota berdasarkan surat Komisi Pemilihan Umum Nomor 155/KPU/IV/2015 Tentang pedoman riset partisipasi dalam pemilu, yang hasil penelitian ini akan digunakan sebagai dasar untuk penyusunan kebijakan dalam merumuskan strategi peningkatan partisipasi masyarakat yang efektif pada pemilu selanjutnya. Disadaribahwameskipenyusunanlaporaninisudahdiusahakansecara
optimal,
namuntentusajamasihterdapatkekurangannya.Semogalaporaninidapatdijadikanacuandalam mengambil kebijakan ke depan. Akhirnyakamimenyampaikanterimakasihkepadasemuapihak
yang
telahberpartisipasiaktifdalammenyelesaikan laporan penelitian ini.
Jakarta,
Juli 2015
KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT Ketua,
SUNARDI SUTRISNO, SE, MM
DAFTAR TABEL
Halaman 1)
Tabel3.1
:
Data Responden Relawan Di Jakarta Barat …………………..
37
2)
Tabel3.2
:
PengukuranSkalaLikert ……………………..………………
38
3)
Tabel4.1
:
Data BerdasarkanJenisKelaminResponden…………………..
42
4)
Tabel 4.2
:
Data BerdasarkanUsiaResponden….…………………………
43
5)
Tabel 4.3
:
Data BerdasarkanPendidikanResponden……………………..
43
6)
Tabel4.4
:
Data BerdasarkanJenisPekerjaanResponden……………….
44
7)
Tabel4.5
:
HasilJawabanResponden…………………………………..
45
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan demokrasi Indonesia saat ini sedang berjalan menuju demokrasi yang dewasa, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tampak terlihat jelas.Partisipasi masyarakat dalam politik menunjukkan bahawa demokrasi semakin tampak di Indonesia. Partisipasi politik masyarakat merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari proses demokratisasi. Keinginan ini menjadi sangat penting bagi masyarakat dalam proses pembangunan politik bagi negara-negara berkembang seperti di Indonesia, karena di dalamnya ada hak dan kewajiban masyarakat yang dapat dilakukan salah satunya adalah berlangsung dimana proses pemilihan kepala negara sampai dengan pemilihan Walikota dan Bupati dilakukan secara langsung. Sistem ini membuka ruang dan membawa masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses tersebut. Demokrasi meniscayakan kesukarelaan masyarakat untuk terlibat di dalamnya.Tanpa kesukarelaan tak ada demokrasi, karena sesungguhnya mereka mengalami keterpaksaan dalam menentukan pilihan.Dalam tradisi masyarakat di Indonesia saat ini kesukarelaan dalam politik bisa dikatakan sangatlah rendah.Nampaknya, hal ini disebabkan oleh kesalahan dalam memahami makna politik.Politik dianggap sebagai arena yang kotor dan jahat yang dihuni oleh mereka yang hanya ingin memperkaya diri sendiri.Karena itu, rakyat menuntut imbalan secara langsung untuk
1
dukungan politik yang mereka berikan.Partisipasi politik yang lemah berakibat pada sebuah realitas politik yang kini menggejala di permukaan dan terkait dengan era otonomi daerah yaitu terjadinya kesenjangan politik antara masyarakat sipil dengan lembaga kekuasaan lokal, di mana aktor pelaksana kekuasaan lokal sering melakukan langkah pengambilan dan pelaksanaan kebijakan politik yang tidak selaras dengan aspirasi kolektif masyarakat sipil. Moment pemilu tahun 2014 ini dijadikan tolok ukur menilai partisipasi masyarakat sebagai bagian dari proses pendidikan politik yang baik. Kesadaran politik akan memunculkan peran aktif masyarakat dalam meningkatkan mutu kehidupan dengan melakukan pengawasan ketat atas kebijakan penguasa. Politik adalah pengaturan urusan masyarakat melalui kekuasaan.Kekuasaan diperoleh dari rakyat melalui pemilihan. Ini berarti yang akan menduduki tampuk kekuasaan ditentukan oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat juga merupakan lahan tempat lahirnya para pemimpin. Oleh karena itu, kualitas masyarakat akan menentukan kualitas penguasa yang terpilih. Di sinilah pentingnya mencerdaskan masyarakat dengan membangun kesadaran politik. Pemilihan
umum
(Pemilu)
merupakan
salah
satu
ciri
pokok
demokrasi.Sebuah negara tak bisa disebut demokratis, jika di dalamnya tidak terdapat pemilu yang diselenggarakan secara periodik dan berkala untuk melakukan sirkulasi elite politik.Indonesia merupakan negara yang telah berhasil menyelenggarakan Pemilu pada tahun 2004 sehingga dapat sebagai negara terdemokratis ketiga setelah Amerika dan India.Gelar
2
tersebut bukan saja karena Indonesia telah terbebas dari rezim birokratikotoritarian orde baru, tetapi juga karena pemilu dapat diselenggarakan dengan baik.Pemilu diperuntukkan untuk peralihan kekuasaan secara damai, dalam pemilu rakyat memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen dan memilih pemimpin di semua tingkatan tatanan politik, mulai dari pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah (Gubernur dan Walikota/Bupati) hingga pemilihan Kepala Desa.Demokrasi di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara, pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar negara Indonesia dan sebagai identitas nasional.Sebagai ideologi nasional, Pancasila sebagai cita–cita masyarakat dan sebagai pedoman dalam membuat keputusan politik, sekaligus sebagai pemersatu masyarakat yang menjadi prosedur penyelesaian konflik.Nilai-nilai demokrasi pada umumnya mencakup tentang kebebasan masyarakat dalam berpendapat, dimana demokrasi membangun
kondisi
agar
setiap
warga
mampu
menyuarakan
pendapatnya.Demokrasi juga menjunjung kebebasan berkelompok artinya demokrasi memberikan jalan bagi masyarakat untuk membentuk kelompok, bisa berupa partai politik maupun organisasi yang dapat memberikan dukungan kepada siapapun sesuai kepentingannya. Demokrasi juga mengandung nilai kesetaraan (egalitarianism), yang berupa kesetaraan antar warga dan kesetaraan gender, kesetaraan antar warga artinya setiap warga memiliki kesempatan yang sama. Kesetaraan gender dapat diartikan perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama di
3
depan hukum karena memiliki kodrat yang sama sebagai makhluk sosial. Nilai-nilai lainnya adalah menghormati orang atau kelompok lain, kerjasama, kompetisi, kompromi, kedaulatan rakyat, dan rasa percaya. Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh negara, tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Dan diatur secara jelas dalam dalam UndangUndang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai “Jaminan hak-hak sipil dan politik”, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan dan lain-lain. Dalam budaya demokrasi, setiap warga berhak ikut menentukan kebijakan publik seperti penentuan anggaran, peraturan-perauran dan kebijakan-kebijakan publik.Namun oleh karena secara praktis tidak mungkin melibatkan seluruh warga suatu negara terlibat dalam pengambilan keputusan maka digunakan prosedur untuk memilih wakilwakil mereka di pemerintahan. Para wakil inilah yang diserahi mandat untuk mengelolah masa depan bersama warga negara melalui berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Pemerintahan demokrasi diberi kewenangan membuat keputusan melalui mandat yang diperoleh lewat pemilihan umum.Pemilu yang regular memungkinkan partai-partai turut bersaing dan mengumumkan kebijakan-kebijakan alternatif mereka agar didukung masyarakat.Selanjutnya warga negara, melalui hak
4
memilihnya yang periodik, dapat terus menjaga agar pemerintahanya bertanggung jawab kepada masyarakat.Dan jika pertanggungjawaban itu tidak diberikan, maka warga negara dapat mengganti pemerintahan melalui mekanisme demokrasi yang tersedia. Salah satu bentuk nyata dari adanya partisipasi politik adalah dengan mengikuti pemilihan umum atau pemilu yang biasanya digelar untuk memilih calon legislatif dan calon presiden yang dilakukan setiap lima tahun sekali. Pesta rakyat tersebut diikuti oleh seluruh elemen masyarakat baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah. Bentuk-bentuk partisipasi politik seseorang tampak dalam aktifitas-aktifitas politiknya, bentuk partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (voting) untuk memilih para calon wakil rakyat dan untuk memilih kepala negara. Dalam buku (Michael Rush dan Philiph Althoff dalam Ravael Raga Maran, 2007:148) mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut ; menduduki jabatan politik atau administratif, mencari jabatan politik atau administratif, menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik, menjadi anggota pasif dalam suatu kompensasi politik, menjadi anggota aktif atau pasif dalam suatu organisasi semi politik, partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi dan lain-lain, partisipasi dalam diskusi politik informal, dan partisipasi dalam pemilihin suara (voting). (Rafael Raga Maran 2007;155). Pemilu merupakan salah satu bentuk demokrasi negara Indonesia, pemilu adalah media demokrasi masyarakat untuk menyalurkan partisipasinya
5
kepada negara. Hampir semua negara demokrasi melakukan sistem pemilu untuk menunjukan kedemokrasiannya, dalam negara yang demokratis, aktivitas memilih orang atau sekelompok orang untuk dijadikan seorang pemimpin dilakukan dengan sistem pemilu yang dilandasi dengan prinsip pemilu secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Penyelenggaraan pemilihan umum dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.Untuk meningkatkan
kualitas
penyelenggaraan
pemilihan
umum,
perlu
penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan.Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum mencakup seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu.Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan dan melaksanakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak manapun. KPU Kota Administrasi Jakarta Barat sebagai salah satu bagian dari Kabupaten/Kota yang telah melaksanakan proses tahapan pemilu 2014 dengan baik sesuai dengan azas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Walaupun dalam proses semua tahapan dapat berjalan dengan baik, namun demikian masih menunjukkan tingkat partisipasi dan kesukarelaan berpolitik masyarakat yang belum sesuai dengan yang
6
diharapkan.
Sikap
kesukarelaan
dapat
berwujud
dengan
adanya
kelompok/tim yang tergabung dalam satu tujuan untuk menyampaikan informasi
tentang
ide,
gagasan,
visi,
misi,
program
dan
harapan/tujuan.Keberadaan relawan juga menunjukan adanya kesadaran masyarakat terhadap keikutsertaan untuk menentukan pimpinan sebagai wakilnya dalam memperjuangkan aspirasinya, semakin besar tingkat keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pemilu akan menentukan kualitas dari demokrasi itu sendiri. Beberapa kelompok relawan tersebut antara lain: relawan Jokowi, relawan merah putih, relawan pelangi, Bara JP, Pro Jokowi (Projo), Jokowi center, Forum Jokowi For President (JKW4P), Kawan Jokowi, Relawan Pasopati dan Sahabat Prabowo. Ada beberapa relawan yang lainnya namun sulit untuk diidentifikasi keberadaannya.Dengan munculnya beberapa relawan tersebut menunjukan bahwa sikap ataupun respon masyarakat terhadap kesadaran politik untuk ikut berpartisipasi didalamnya sudah cukup baik, walaupun belum terkoordinasi dengan baik. Pada pelaksanaan pemilu legislatif 2014 munculnya relawan tidak seberapa semarak dibanding dengan pada pemilu presiden dan wakil presiden, hal ini mungkin disebabkan terpecahnya dukungan dimasingmasing partai politik ataupun calon anggota DPR/DPD/DPRD, sedangkan pada saat pemilu presiden dan wakil presiden terpokus pada 2 (dua) pasangan calon saja.
7
Untuk mendapatkan data yang pasti tentang tingkat kesukarelaan masyarakat dalam berpolitik, sekaligus untuk mengetahui faktor-faktorapa saja yang dapat meningkatkan kesukarelaan warga tersebut, maka perlu dilakukan penelitian. 1.2Identifikasi Masalah Yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Masih kurangnya pendidikan politik di masyarakat; 2) Tingkat partisipasi pemilih atau kesukarelaan warga dalam berpolitik yang masih rendah; 3) Pengelolaan relawan yang belum terorganisir dengan baik; 4) Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang kesadaran politik ; 5) Belum teridentifikasi kelompok relawan yang akurat. 1.3 Batasan masalah Mengingat luasnya masalah dalam penelitian ini maka yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Yang menjadi objek penelitian adalah para relawan dan tokoh masyarakat yang tergabung dalam organisasi relawan baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014; 2) Yang dimaksud pengertian kesukarelaan politik dalam penelitian ini adalah kemauan sendiri atau kehendak sendiri untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum dalam bentuk kelompok, organisasi dan relawan pendukung;
8
3) Yang dimaksud dengan relawan yaitu orang yang terlibat langsung ikut menjadi sukarelawan.Tokoh masyarakat yaitu orang yang dianggap mempunyai peran yang kuat dalam masyarakat untuk mempengaruhi keikutsertaan masyarakat dalam relawan pemilu; 4) Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat yang terdiri dari 8 (delapan) kecamatan dan 56 (lima puluh enam) kelurahan. Lokasi penelitian ini mencakup Kecamatan Cengkareng, Kalideres, Palmerah, Grogol Petamburan, Kebon Jeruk, Kembangan, Tambora dan Taman sari. 1.4.Perumusan Masalah Dari latar belakang diatas, kajian yang bertemakan "Kesukarelaan Warga Dalam Politik" maka dapat rumuskan beberapa permasalahan antara lain : a) Mengapa masyarakat ingin menjadi relawan? b) Faktor apa saja yang mempengaruhi dan menghambat munculnya menjadi kesukarelaan warga dalam berpolitik? c) Kebijakan seperti apa yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik? 1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian a) Untuk mengetahui tentang motivasi masyarakat menjadi relawan;
9
b) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dan menghambatmunculnya menjadi kesukarelaan warga dalam berpolitik; c) Untuk mengetahui kebijakan yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik. 1.2.2 Manfaat penelitian a) Hasil dari kajian ini bisa menjadi dasar penyusunan kebijakan serta perumusan strategi untuk peningkatan partisipasi masyarakat yang efektif dalam penyelenggaraan pemilu selanjutnya; b) Bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan umpan balik untuk meningkatkan jumlah partisipasi kesukarelaan masyarakat dalam berpolitik; c) Sebagai bahan evaluasi untuk lebih meningkatkan partisipasi politik masyarakat pada penyelenggaraan pemilu di Provinsi DKI Jakarta khususnya di Jakarta Barat dimasa mendatang. 1.6 Sistematika Penulisan Penelitian Penelitian ini disusun atas 5 (lima) bab agar mempunyai suatu susunan yang sistematis, dapat memudahkan untuk mengetahui dan memahami hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain sebagai suatu rangkaian yang konsisten. Adapun sistematika yang dimaksud adalah:
10
BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari tiaptiap variabel, ringkasan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sejenis.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN Bab
ini
menguraikan
tentang
deskripsi
sifat
dan
pendekatan, ruang lingkup,metode pengumpulan data, teknik pengumpulan data dan metode analisa data. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang deskripsi objek penelitian, analisis data, interpretasi hasil dan argumentasi terhadap hasil penelitian.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini penulis memberikan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan pustaka Kesadaran dan partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi.Setiap keputusan politik (Kebijakan Pemerintah) yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan masyarakat.Karena setiap keputusan politik akan berdampak kepada kehidupan masyarakat, maka setiap warga masyarakat berhak ikut serta dalam menentukan isi keputusan politik.Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam negara demokrasi seperti Indonesia, maka setiap keputusan politik yang dibuat oleh pemerintah/eksekutif (termasuk legislatif) harus melibatkan partisipasimasyarakat.Dengan demikian maka yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa (rakyat) dalam
menentukan
segala
keputusan
yang
menyangkut
atau
mempengaruhi hidupnya (Surbakti, 1992:140).Politik adalah sebuah keikhlasan untuk mendukung figure yang dianggap bisa membawa bangsa Indonesia pada kemajuan. Akan tetapi diberbagai negara-negara berkembang seperti Indonesia sulit untuk membedakan antara kegiatan yang benar-benar sukarela dengan kegiatan yang dipaksakan secara terselubung,
baik
oleh
pemerintah
maupun
oleh
kelompok
lainnya.Menurut Max Weber masyarakat melakukan aktivitas politik karena ; alasan rasional nilai yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan secara rasional akan niai-nilai suatu kelompok ; alasan emosional efektif
12
yaitu alasan didasarkan atas kebencian atau sukarela terhadap suatu ide, organisasi, partai atau individu ; alasan tradisional yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan norma tingkah laku individu atau tradisi tertentu dari suatu kelompok sosial ; alasan rasional instrumental yaitu alasan yang didasarkan atas kalkulasi untung rugi secara ekonomi. 2.2. Landasan teori a) Teori Demokrasi Demokrasi
menurut
asal
katanyaberarti
“rakyat
berkuasa”.Maknarakyat berkuasa disini yaitu rakyatyang menentukan sendiri segalabentuk kebijakan baik itu menyangkutharkat maupun martabat rakyat didaerah. Setiap kebijakan yang akandiambil oleh pemerintah harus didasarioleh keinginan rakyat atau sepertiistilah yang sering kita dengarataupun paksaan dari pihak manapun.Hak-hak sipil
dan
kebebasan
dihormatiserta
dijunjung
tinggi.Pemilu
merupakan salah satu bentuk demokrasi negara Indonesia,pemilu adalah mediademokrasi masyarakat untuk menyalurkan partisipasinya kepada negara.Dalam bentuk demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat sehingga kepentingan umum (kepentingan rakyat) lebih diutamakan.Beberapa pengertian teori demokrasi menurut beberapa ahli sebagai berikut : Menurut Joseph A. Schmeter berpendapat dalam teorinya bahwa demokrasi
merupakan
suatu
perencanaan
instutisional
untuk
mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh
13
kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Itu berarti bahwa semua keputusan, rakyat yang menentukan, para wakil rakyat hanya sebagai tempat mencurahkan aspirasi rakyat dan kemudian memperjuangkannya di hadapan wakil-wakil rakyat yang lainnya, kemudian merundingkan dengan wakil rakyat yang lainnya dan mengambil persetujuan untuk disepakati dan ditaati bersama. Menurut
H.
Harris
Soche
(Yogyakarta
:
Hanindita,
1985)
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekusaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat atau diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan
dan
melindungi
dirinya
dari
paksaan
dan
pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah; Menurut Hans Kelsen Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat.Yang melaksanakan kekuasaan negara ialah wakilwakil rakyat yang terpilih. Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak
dan
kepentingannya
akan
diperhatikan
di
dalam
melaksanakan kekuasaan negara. b) Teori Politik Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya
dalam
negara.
Pengertian
ini
merupakan
upaya
penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai
14
hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional. Ada beberapa pengertian politik menurut para ahli sebagai berikut : Andrew Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerjasama. Ramlan Surbakti, politik adalah proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat untuk menentukan kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Kartini Kartolo, politik adalah aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang sah berlaku ditengah masyarakat. Roger
F.
Soltau
dalam
Introduction
toPolitics:Ilmu
politik
mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga lembaga yang akan melaksanakan tujuan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: 1. politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles);
15
2. politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara; 3. politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat; 4. politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. c) Teori Kesadaran Politik Dalam hal ini kita dapat mengetahui bahwa peran masyarakat sangat penting untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia. Rakyat harus memiliki kesadaran berpolitik untuk membantu jalannya kebijakan-kebijakan
negara.Masyarakat
harus
memiliki
rasa
kepemilikan terhadap negara, pentingnya kesadaran berpolitik masyarakat untuk berpartisipasi dalam memilih pemimpin negara untuk masa depan negara Indonesia. Menurut Drs. M. Taophankesadaran politik adalah suatu proses batin yang menampakkan keinsyafan dari setiap warga negara akan urgensi urusan kenegaraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kesadaran politik atau keinsyafan bernegara menjadi penting dalam kehidupan kenegaraan, mengingat tugas-tugas negara bersifat menyeluruh dan kompleks. Karena itu tanpa dukungan positif dari seluruh warga masyarakat akan banyak tugas negara yang terbengkalai. Dari teori diatas dapat kita simpulkan bahwa sangat penting sekali memberikan pembelajaran politik terhadap masyarakat
16
agar tumbuhnya kesadaran berpolitik, menciptakan masyarakat madani, masyarakat yang tidak bersifat apatis dalam berpolitik serta untuk masa depan Negara Indonesia itu sendiri. d) Teori Partisipasi Politik Keikutsertaanmasyarakat dalam memilih pemimpin adalah upaya untuk menjalankan kehidupan berpolitik, yang secara tidak langsung juga upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah.Partisipasi politik adalah sebagai usaha terorganisir oleh para warga negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum. Usaha ini dilakukan berdasarkan kesadaran akan tangungjawab mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu negara. Ada beberapa pengertian partisipasi politik menurut para ahli antara lain : Menurut Bolgherini, partisipasi politik partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk memengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung - dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun memaksa. Hebert Miclosky mengemukakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, baik secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum (elly m setiady & usman kolip, 2013: 129).
17
Surbakti memberikan pengertian partisipasi politik ialah segala keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Menurut Budiardjo menyebutkan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain seperti memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Pengertian partisipasi politik menurut Habermas adalah kegiatan warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik, partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warganegara, bukan politikus atau pegawai negeri dan sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang berkuasa. Dalam studi klasik mengenai partisipasi politik yang dilakukan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam bukunya No Easy Choice,
Participation
in
Developing
Countries
menyebutkan
partisipasi yang dimobilisir juga termasuk dalam kajian partisipasi politik.Bagi Huntington dan Nelson, perbedaan partisipasi politik sukarela dan mobilisasi (diarahkan, hampir senada dengan dipaksa) hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan; intinya baik sukarela maupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik.
18
e) Teori Kesukarelaan Politik Menurut Herbert McClosky yang dikutip oleh damsar di dalam “pengantar sosiologi politik” partisipasi warga dapat diartikan sebagai sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. Dalam kamus besar definisi kesukarelaan adalah kemauan sendiri atau kehendak sendiri untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum. Menurut Kristin Samah dan Fransisca Ria dalam bukunya berpolitik tanpa partai “fenomena relawan dalam pilpres” bahwa kesukarelaan adalah rela membantu tanpa berharap balasan, kecuali kerja nyata untuk perbaikan bangsa dan negara. 2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi warga dalam berpolitik Dalam kaitan partisipasi dalam proses politik, terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi seseorang, yaitu kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Kesadaran politik, adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang dapat berupa pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, serta minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup. Sedangkan yang dimaksud dengan sikap dan kepercayaan kepada pemerintah, ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah, apakah ia menilai pemerintah
19
dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak (Ramlan Surbakti, 1999: 144). Dalam penelitian ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi warga dalam berpolitik antara lain : 1. Status sosial warga, dapat dilihat dari tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pekerjaan dan pengaruh keluarga; 2. Faktor psikologis, yang pada dasarnya dikelompok menjadi dua kategori yakni : a) Berkaitan dengan ciri kepribadian seseorang, melihat bahwa perilaku pemilih dalam berpartisipasi politik disebabkan oleh sikap yang tidak toleran, tak acuh, kurang mempunyai tanggungjawab secara pribadi. Warga yang memiliki sikap ini cenderung untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu karena merasa kegiatan pemilu tersebut tidak berhubungan dengan kepentingannya. b) Orientasi kepribadian, bahwa perilaku politik warga disebabkan oleh orientasi kepribadian warga, yang secara konseptual menunjukkan karakter apatis, anomi, dan alienasi. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya sosilalisasi atau rangsangan (stimulus) politik, atau adanya anggapan atau perasaan bahwa aktivitas politik tidak menyebabkan perasaan kepuasaan atau memberikan hasil secara langsung. 3. Faktor pilihan rasional, faktor ini melihat kegiatan berpartisipasi sebagai produk kalkulasi untung dan rugi. Yang dipertimbangkan
20
bukan hanya “ongkos” memilih atau berpartisipasi politik dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan. Tapi juga perbedaan dari alternatif berupa pilihan yang ada. 4. Faktor-faktor situasional, bahwa warga atau pemilih tidak terbelenggu oleh karakteristik sosiologi, melainkan bebas bertindak. Biasanya pemilih atau warga adalah seseorang yang aktif bukan pasif dengan melihat faktor-faktor situasional, berupa isu-isu politik dan pristiwaperistiwa politik tertentu yang bisa saja mengubah prefrensi pilihan politiknya dan atau melihat dari visi, misi, dan program kandidat atau partai yang dapat menyebabkan dia menggunakan hak pilihnya atau tidak. Berdasarkan pendekatan ini Him Helwit mendefinisikan bahwa perilaku warga atau pemilih dalam berpartisipasi politik adalah sebagai pengambilan keputusan yang bersifat instant, tergantung hanya pada situasi sosial politik yang terjadi. Ada empat tipe partisipasi yang berkaitan dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi dan rendahnya partisipasi seseorang dalam melihat suatu persoalan dalam lingkungannya (Jeffry M Paige, dalam Surbakti, 1999: 144) yaitu: a) Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintahyang tinggi, maka partisipasi politik cenderung aktif; b) Apabila seseorang tingkat kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah, maka partisipasi politik cenderung pasif-tertekan (apatis);
21
c) Apabila
kesadaran
politik
tinggi
tetapi
kepercayaan
kepada
pemerintah sangatrendah, maka akan melahirkan militan radikal; dan d) Apabilakesadaran politik sangat rendah tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat
tinggi, maka akan melahirkan partisipasi yang
tidak aktif (pasif). 2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesukarelaan warga dalam berpolitik Kesukarelaan warga dalam berpolitik dapat dilihat dari sikap-sikap dan tindakan yang dilakukan oleh warga.Kesukarelaan memiliki hubungan erat dengan perilaku politik warga. Sedangkan Kesukarelaan dan perilaku politik warga pada umumnya ditentukan oleh faktor internal dari individu sendiri seperti : idealisme, tingkat kecerdasan, kehendak hati dan faktorfaktor ekternal seperti : kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan seperti : kehidupan beragama, sosial , politik, ekonomi dan sebagainya yang mengelilinginya. Ada juga faktor-faktor situasional yang ikut berperan dalam mempengaruhi kesukarelaan warga dalam menggunakan hak politiknya di pemilu. Faktor-faktor situasional, bisa berupa isu-isu politik, dan isu-isu program kandidat yang meyakinkan akan dapat merubah keadaan. Faktor ini tidak terbelenggu oleh karakteristik sosiologi, melainkan bebas bertindak, dengan begitu pemilih ini bukan hanya pasif melainkan individu yang aktif.Pendekatan rasional melihat bahwa pemilih benar-benar secara sadar dan rasional dalam mengambil keputusan untuk menggunakan hak pilihnya.Pemilih ini melakuan penilaian secara valid terhadap visi, misi dan program kerja partai atau kandidat.Pemilih rasional
22
memiliki motivasi yang lebih untuk berpartisipasi, prinsip, pengetahuan, dan informasi yang cukup.Tindakan mereka bukanlah karena faktor kebetulan atau kebiasaan atau faktor uang atau barang lainnya, dan tidak semata-matauntuk kepentingan diri sendiri, melainkan untuk kepentingan umum, menurut pikiran dan pertimbangan yang logis. 2.5 Motif dan Bentuk Kerelawanan 2.5.1. Motif kerelawanan Huntington dan Nelson membagi landasan partisipasi politik -- baik individu maupun kelompok dalam melakukan kegiatan politik, berdasarkan: a) Kelas; individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa b) Kelompok atau komunal; individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa atau etnis yang serupa c) Lingkungan; individu yang berdomisilinya berdekatan d) Partai; individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha meraih atau mempertahankann kontrol atas eksekutif dan legistatif pemerintahan. e) Golongan atau faksi; individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron - client yang berlaku atas orangorang dengan tingkat status sosial, pendidikan dan ekonomi yang beragam.
23
Motif yang muncul di masyarakat untuk menjadi relawan juga didasarkan pada hal-hal tersebut.Motif yang paling dominan adalah karena
alasan
kesamaan
kelompok/komunal
dan
faktor
lingkungan.Faktor idenitas seperti asal usul, agama dan etnis masih menjadi
alasan
kuat
bagi
masyarakat
dalam
memberikan
dukungan.Hal tersebut ditunjang dengan faktor tempat tinggal yang saling berdekatan yang membangun intensitas kebersamaan yang sangat berpengaruh dalam menentukan keberpihakan mereka secara politik. Pada level tertentu di masyarakat, faktor kelas juga cukup mempengaruhi keterlibatan mereka sebagai relawan. Hal ini ditandai dengan kemunculan sekelompok masyarakat dengan mata pencaharian yang sama yang kemudian membuat paguyuban relawan untuk salah satu kandidat tertentu (misalnya tukang ojek). Sementara keberadaan partai belum menjadi alasan kuat bagi masyarakat untuk berpartisipasi sebagai relawan, karena sebagain besar masyarakat kita tidak terikat pada satu partai politik tertentu.Trendnya selalu berubah terkait dukungan masyarakat terhadap partai politik. Dengan kata lain, pola rekruitmen yang dilakukan untuk menjaring relawan dalam pelaksanaan pemilu lalu menggunakan jalur tradisional karena alasan identitas dan faktor lingkungan. Rekruitmen relawan belum digarap secara modern
24
dengan pola-pola yang tertata dengan menggarap isu-isu substantif sebagai perangsang orang untuk berpartisipasi. 2.5.2 Bentuk Kerelawan Huntington dan Nelson juga membagi bentuk-bentuk partisipasi politik ke dalamkegiatan pemilihan (pemberian suara), lobby untuk mempengaruhi keputusan tentang suatu isu, kegiatan organisasi, membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah untuk mempengaruhi keputusan mereka, dan bahkan dengan melakukan tindakan kekerasan untuk mempengaruhi keputusan. Masyarakat kita, khususnya yang berdomisili di wilayah Jakarta Barat, walaupun sempat mengalami euforia untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilu kemarin.Tindakan yang mereka lakukan masih dalam batas-batas kewajaran tanpa harus menimbulkan kerusuhan atau tindakan kekerasan yang mempengaruhi siatuasi keamanan. Walaupun faksi-faksi di masyarakat terbagi dengan sangat jelas, tapi upaya yang mereka lakukan untuk mempengaruhi pihak lain dengan menggalang kegiatan organisasi dan kerja-kerja jaringan tidak sampai menimbulkan konflik yang serius. Motif dan bentuk kerelawanan di tingkat masyarakat, di satu sisi dapat dilihat sebagai peningkatan kesadaran politik warga dalam berdemokrasi. Sementara disisi lain kerelawanan perlu ditunjang dengan kebijakan dan agenda yang jelas yang diusung oleh pemerintah dan partai politik untuk mendorong pelibatan
25
dalam konteks demokrasi secara substantif serta pengelolaan kerelawanan yang tertatat dengan baik agar tidak menjadi bahaya laten yang dapat memunculkan perpecahan dalam kehidupan bernegara. 2.6 Peranan Partai Politik , Media dan Penyelenggara Pemilu 2.6.1 Peranan Partai Politik Cara lain dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam pemilu melalui penguatan partai politik. Argumentasinya, bahwa partai politik diwajibkan melakukan pendidikan politik.Tidak lagi partai politik mengarahkan pemilih dengan metode politik instan, yaitu melalui pemberian uang. Ketika cara ini masih di reproduksi secara terus menerus, bisa dipastikan nilai dan pemahaman masyarakat terhadap partisipasi menjadi mengecil hanya dihargai dengan uang. Bukan karena kesadaran sendiri untuk memilih partai karena kinerja serta keberpihakan dalam momentum pemilu dengan menjadi relawan. Secara lebih tegas lagi mengenai pendidikan politik dapat dilihat dalam Pasal 31 UU Nomor 2 tahun 2008, yang menyatakan bahwa Partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dan tujuannya antara lain: Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif
26
masyarakat,
meningkatkan
kemandirian,
kedewasaan,
dan
membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Atas dasar ini pendidikan politik rakyat adalah hal yang strategis untuk menimbulkan efek Pemilu yang lebih berkualitas.Pasal ini menegaskan apa-apa saja yang harus menjadi agenda partai di masyarakat, namun hal tersebut tidak diikuti dengan pengelolaan isu yang baik serta manajemen kepartaian yang memadai.Hampir semua partai politik yang ada saat ini lebih disibukkan dengan ambisi-ambisi politik dalam penguasaan posisi-posisi strategis pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun tidak mengelola dengan baik basis dukungan massa sebagai penunjang legitimasi politik mereka. Termasuk pengelolaan terhadap relawan dalam mensuksseskan agenda politik mereka dalam pemilu. Hampir sebagian besar relawan yang ada bekerja untuk mendukung individu yang mencalaonkan diri dalam proses pemilu, baik untuk legislatif maupun presiden, bukan bekerja untuk partai. Karena pengelolaan relawan juga dilakukan secara individual oleh para kandidat tersebut. Sehingga kerap terjadi perselisihan antar relawan yang mendukung kandidat-kandidat yang notabene berasal dari partai yang sama. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya yang cukup kuat agar partai politik mulai menata mekanisme dalam manajemen partainya agar
27
fungsi-fungsi partai politik yang diharapkan bisa berjalan dengan baik.Perbaikan terhadap Undang-Undang partai politik menjadi sebuah kebutuhan. Selain untuk mendorong perbaikan pengelolaan internal partai secara baik yang berjenjang dari tingkat pusat hingga tingkat kecamatan (atau kelurahan tergantung kehendak partai) mulai dari pola rekruitmen hingga pengelolaan agenda partai, juga mendorong partai politik untuk mengelola serta melakukan pendidikan politik terhadap massa pendukungnya di tingkat masyarakat. Hal lain yang juga terkait peran partai politik adalah isu yang saat ini juga sedang hangat diberitakan di media massa, yakni terkait dengan keberadaan rumah aspirasi yang dikelola oleh para legislator. Terlepas dari perdebatan terkait penganggaran rumah aspirasi tersebut, keberadaannya dianggap cukup dibutuhkan karena bisa menjadi jembatan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat secara langsung diluar proses pemilihan umum. Serta diharapkan bisa menjadi sumber informasi untuk sosialisasi dan konsultasi kepada masyarakat terkait kebijakan serta perkembangan isu-isu lainnya. Mengingat keberadaan rumah aspirasi ini bisa dipastikan keberadaannya (mengacu pada UU no. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR-RI, dan DPRD sebagai landasan hukumnya), perlu dipastikan dalam pelaksanaan teknisnya rumah aspirasi tersebut memang difungsikan sebagai mana semestinya
28
dan ada mekanisme kontrol yang melekat dari masyarakat terhadap aktivitasnya. 2.6.2
Peranan Media Media memiliki peran yang cukup signifikan dalam membentuk karakter kerelawanan di masyarakat dalam perhelatan pemilu.Ada faktor psikologis yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk terlibat dalam partisipasi politik.Pertama, yang disebut dengan Political Disaffection istilah yang mengacu pada perilaku dan perasaan negatif individu terhadap suatu sistem politik. Penyebab utama dari perilaku ini adalah media massa, terutama televisi. Dengan banyaknya seseorang menyaksikan acara televisi, terutama berita-berita politik, mereka mengalami keterasingan politik.Hal ini terungkap dalam kajian yang dilakukan oleh Michael J. Robinson. Keterasingan ini akibat melemahnya dukungan terhadap strukturstruktur politik yang ada seperti parlemen, kepresidenan, kehakiman, partai politik, dan lainnya.Individu merasa bahwa struktur-struktur tersebut dianggap tidak lagi memperhatikan kepentingan mereka.Wujud keterasingan ini muncul dalam bentuk sinisme politik berupa protes, demonstrasi dan huru-hara.Kedua, yang disebut dengan Political Efficacy istilah yang mengacu pada perasaan bahwa tindakan politik seseorang dapat memiliki dampak terhadap proses-proses politik.Keterlibatan individu atau kelompok
29
dalam partisipasi politik tidak bersifat permanen melainkan berubah-ubah. Belajar dalam pengalaman pemilu yang lalu, di media tidak ada satu
mediapun
yang
dianggap
netral
dalam
memberikan
pemberitaannya selama proses pemilihan umum, dan tidak jalannya mekanisme hukuman terkait hal tersebut, kedepan, perlu dibangun pula upaya-upaya untuk penataan media massa agar lebih terfokus pada pendidikan politik dan bisa menyampaikan informasi secara baik yang perlu diketahui masyarakat luas, bukan sebagai provokator. Untuk itu, perlu ditunjang dengan pelaksanaan hukum terkait penyiaran yang ditegakkan dengan baik, di samping itikad baik dari para pemilik media dan tim redaktur untuk menjalankan profesinya sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalisme. 2.6.3 Peranan Penyelenggara Pemilu Penyelenggara
pemilu
baik
kabupaten/kota
memiliki
dari
tingkat
kepentingan
cukup
pusat
hingga
besar
dengan
keberadaan para relawan dalam pergelatan politik. Kepentingan tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek; Pertama, aspek kapasitas penyelenggara. Aspek kapasitas ini utamanya dilihat pada tingkatan kabupaten/kota sebagai entitas penyelenggara pemilu ditingkat
lokal
yang
paling
banyak
bersentuhan
dengan
masyarakat. Berdasarkan pengalaman pada pemilu yang lalu dengan
bermumculannya
30
kelompok-kelompok
relawan
di
masyarakat baik relawan peserta pemilu maupun pemantau independen, di satu sisi relawan-relawan tersebut cukup membantu tugas-tugas KPU Kabupaten/kota baik untuk melakukan verifikasi data pemilih, sosialisasi agenda pemilu dan informasi lainnya kepada masyarakat. Keterbatasan jumlah personel di KPU Kabupaten/Kota untuk menjangkau seluruh wilayahnya, serta pemahaman tugas yang masih belum sepenuhnya dipahami kemudian dalam beberapa situasi bisa dipenuhi oleh relawan. Namun disisi lain, keberadaan relawan yang sporadis dan tidak terorganisir dengan baik malah menambah beban kerja bagi KPU Kabupaten/Kota untuk mengawasi sepak terjang mereka agar tidak melanggar
kaidah-kaidah
yang
telah
ditentukan
dalam
penyelenggaraan pemilu. KPU Kabupaten/Kota, dalam hal ini KPU Kota Administrasi Jakarta Barat, sebenarnya cukup memahami keterbatasan yang mereka miliki untuk bisa memastikan seluruh penyelenggara pemilu yang berada dibawah koordinasi KPU Kota Administrasi Jakarta Barat (PPK, PPS, KPPS) memiliki pemahaman yang sama terkait tupoksi mereka, termasuk juga sosialisasi yang merata kepada seluruh warga. Hal ini tentu saja tidak lepas dari keterbatasan agenda kerja dan pendanaan yang harus dijalankan oleh mereka.Agenda kerja KPU di tingkat daerah ditentukan oleh tingkatan diatasnya (KPU Provinsi dan Pusat), mereka hanya
31
menjalankan
tugas-tugas
pendanaannya.Sayangnya,
yang
sudah
penyusunan
ditentukan agenda
kerja
berikut yang
dilakukan di tingkat Provinsi dan Pusat sering kali digeneralisir, sehingga agenda dan anggarannya tidak sesuai dengan kondisi riil dilapangan. Seperti misalnya untuk kegiatan sosialisasi kepada masyarakat pemilih yang jumlah kegiatannya sangat terbatas serta target pesertanya yang juga sangat terbatas, sehingga tidak semua pemilih dapat mengikuti kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh KPU. Contoh lainnya, bimbingan teknis yang diberikan kepada KPPS hanya diwakili oleh 1-2 orang anggota KPPS di tiap-tiap TPS, sehingga tidak semua anggota KPPS bisa memahami tupoksinya dengan baik. Demikian halnya dengan kinerja PPK dan PPS yang pada tahap-tahap tertentu agenda pemilu membutuhkan kapasitas dan ketrampilan tertentu serta dukungan logistik yang memadai (misalnya saat verifikasi data pemilih dan proses penghittungan suara). Sempitnya ruang inisiatif bagi KPU di daerah untuk berimprovisasi juga didudkung dengan pendanaan yang sangat terbatas. Sehingga banyak celah di masyarakat dalam tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilu yang kemudian diambil alih oleh para relawan yang cara kerjanya lebih fleksibel dan dinamis. Kedepannya, perlu upaya penyusunan agenda kerja dan penganggaran yang bersipat partisipatoris untuk menjawab hambatan-hambatan yang ada dilapangan.Hal tersebut untuk
32
menunjang pelaksanaan distribusi logistik yang lebih rapi, penyelenggaraan bimbingan teknis yang lebih merata untuk seluruh petugas penyelenggara pemilu dari tingkat kecamatan hingga TPS, sosialisasi terhadap pemilih yang lebih komunikatif dan tersebar secara merata yang pelaksanaannya melibatkan pihakpihak yang kompeten yang ada dimasyarakat. Sehingga semua pihak baik petugas pemilihan maupun masyarakat pemilih bisa ikut memperlancar proses penyelenggaraan pemilu tersebut. Hal penting yang belum tersedia dalam keterlibatan para relawan dalam penyelenggaraan pemilu adalah, perangkat kebijakan yang mengatur keberadaan relawan dalam pemilu.Baik UU Pemilu maupun Keputusan KPU dan kebijakan turunan terkait lainnya dalam
penyelenggaraan
tersebut.Sehingga
pemilu
perlu
belum
diperkuat
mengakomodir kerangka
hal
kebijakan
penyelenggaraan pemilu yang lebih baik lagi, utamanya untuk pengelolaan para relawan yang terlibat dalam pelaksanaan pemilu.Termasuk
didalamnya
mempersiapkan
mekanisme
pengawasan terkait keberadaan dan aktivitas para relawan tersebut, sebagai upaya pemerintah untuk mengakomodir geliat politik warganya kearah yang membangun untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam politik. BAB III METODELOGI PENELITIAN
33
3.1 Sifat dan Pendekatan Penelitian 3.1.1. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam menyusun riset ini adalah Empiris Analitik, yaitu suatu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan,
menjelaskan
dan
memaparkan
fakta-fakta
seadanya (fact finding) serta menemukan korelasi antara yang satu dengan
yang
lainnya,
yang
kemudian
dianalisis
dengan
menggunakan teori atau kaidah umum yang telah berlaku. 3.1.2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi politik, yaitu pendekatan yang lebih mengukur atau menilai sosial politik masyarakat Jakarta Barat dengan menggunakan bantuan teori yang sesuai atau berhubungan dengan penelitian ini; 3.2 Ruang Lingkup Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Survey lapangan dilaksanakan di semua kecamatan yang ada di Jakarta Barat (Cengkareng, Kalideres, Tambora, Taman Sari, Palmerah, Grogol Petamburan, Kebon Jeruk dan Kembangan) dengan cara membagikan questioner kepada para responden. Sedangkan FGD dilakukan diKantor KPU Kota Administrasi Jakarta Barat Jl. C No. 38 Kelapa dua raya Kebon Jeruk. 3.2.2. Waktu Penelitian
34
Penelitian inidimulai dari bulan April 2015hingga bulan Juli 2015. Penelitian ini dimulai secara bertahap diambil dari pra survey mulai dari pendahuluan, pengajuan proposal, pembuatan surat ijin riset ke kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Jakarta Barat, konsultasi dengan KPU DKI Jakarta, berdiskusi dengan para relawan dan tokoh masyarakat, membuat daftar pertanyaan dan mengolah data untuk disusun menjadi sebuah laporan penlitian. 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yang berkenaan dengan penelitian ini adalah : 3.3.1 Sumber Data a) Data primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumbernya, melalui Focus Group Discussion (FGD) dan penyebaran questioner melalui jawaban–jawaban responden atas pertanyaanpertanyaan yang diajukan b) Data sekunder Data sekunder merupakan data atau informasi kedua yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data sekunder lainnya dengan melakukan kajian pustaka, yang bersumber dari bukubuku, karya ilmiah, jurnal, koran, internet, dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian ini. 3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
35
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Untuk memperoleh data tersebut, teknik
pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah: a) Focus Group Discussion (FGD) dan penyebaran questioner Penelitian dilakukan dengan cara Focus Group Discussion (FGD) dan penyebaran questioner. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk memperoleh informasi secara cepat, mulai
dengan
mengidentifikasi
dan
menggali
informasi
mengenai kepercayaan, sikap dan perilaku kelompok tertentu, dan menghasilkan ide-ide untuk penelitian lebih mendalam serta untuk cross-check data dari sumber lain atau dengan metode lain.
FGD
juga
memungkinkan
peneliti
mengumpulkan
informasi secara cepat dan konstruktif dari peserta yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Selain itu FGD juga dapat digunakan untuk menyusun instrumen, menginventarisasi narasumber/responden, dan membahas hasil. b) Questioner Questioner atau angket merupakan cara mengumpulkan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi (Aoeratno dan Lincolin Arsyad, 1993 ; 96). Penelitian ini dilakukan dengan cara membagikan questioner kepada 120 (seratus dua puluh) relawan yang tersebar di wilayah Jakarta
36
Barat.Dari masing-masing kecamatan diambil sampling 15 (lima belas) orang relawan pada pemilu 2014. Penelitian dilakukan dengan cara membagikan questioner kepada relawan dan tokoh masyarakat yang mempunyai peran dalam menggerakan kesukarelaan berpolitik warga dalam pemilu 2014 . Adapun respondennya adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Data Responden Relawan Di Jakarta Barat NO.
1 2 3 4 5 6
UNSUR
JUMLAH RESPONDEN
Panwaslu Tokoh Relawan Pemilu 2014 : Jokowi – Jusuf Kalla Tokoh Relawan Pemilu 2014 : Prabowo - Hatta Relawan unsur tokoh ormas pemerhati kepemiluan Relawan unsur akademisi Relawan unsur tokoh masyarakat pemerhati pemilu atau politik lainnya
1 4 4 3 1
Jumlah Peserta
15
2
c) Dokumentasi Yaitu mengumpulkan data dengan melihat atau mencatat suatu laporan yang sudah tersedia. Dokumentasi yang digunakan peneliti terkait dalam pokok masalah yang diambil baik dari literatur yang sudah ada ataupun dalam bentuk buku laporan. 3.4 Metode analisa Data Dalam penelitian ini, analisa yang digunakan adalah Empiris Analitik, yaitu suatu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan, menjelaskan dan memaparkan fakta-fakta seadanya (fact finding) serta menemukan korelasi antara yang satu dengan yang lainnya, yang kemudian dianalisis
37
dengan menggunakan teori atau kaidah umum yang telah berlaku. Selain dengan metode kualitatif, juga digunakan metode kuantitatif untuk mengukur tentang sejauh mana tingkat hubungan yang terjadi diantara beberapa variabel. Metode
yang
gunakan
untuk
mengukur seberapa besar tingkat
kesukarelaan warga dalam berpolitik di Kota Administrasi Jakarta Barat adalah dengan menggunakan Metode Skala Likert (kuantifikasi yang besifat kualitatif) untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi para tokoh tentang kesukarelaan yang penilaiannya berjenjang yaitu : (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10). Jawaban disetiap item instrument yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, dengan penilaian sangat penting, penting, netral, tidak penting dan sangat tidak penting. Untuk keperluan analisis secara kualitatif, jawaban dari responden diberi skor sebagai berikut : Tabel 3.2 Pengukuran Skala Likert Penilaian
Skor
Sangat Penting/Tinggi/Paham/berpengaruh/memadai/ bermanfaat/kendala/responsif/berminat/puas Penting/Tinggi/Paham/berpengaruh/memadai/ bermanfaat/kendala/responsif/berminat/puas Netral Tidak Penting/Tinggi/Paham/berpengaruh/memadai/ bermanfaat/kendala/responsif/berminat/puas Sangat Tidak Penting/Tinggi/Paham/berpengaruh/memadai/ bermanfaat/kendala/responsif/berminat/puas Sumber : Data yang sudah diolah
38
10 dan 9 8 dan 7 6 dan 5 4 dan 3
2 dan 1
Responden dapat menjawab soal instrument penelitian menggunakan bentuk checklist (√). (Soegiyono, 2000:2).
39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian KPU Kota Administrasi Jakarta Barat adalah bagian dari penyelenggara Pemilu di tingkat daerah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan semua tahapan pemilu ditingkat Kabupaten/Kota, yang terbagi menjadi 8 (delapan)
kecamatan
(Kalideres,
Cengkareng,
Palmerah,
Grogol
Petamburan, Taman Sari, Tambora, Kembangan dan KebonJeruk) dan 56 (lima puluh enam) kelurahan. Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT, DPK, DPKTb) dalam pemilu legislatif sebanyak 1.684.043 dengan jumlah pengguna hak pilih sebanyak 1.105.541, sehingga partisipasi pemilih sebesar 66%, dengan jumlah TPS 3.818. Jumlah pemilih (DPT, DPK, DPKTb)
pada
pemilu
presiden
dan
wakil
presiden
sebanyak
1.746.826dengan jumlah pengguna hak pilih sebanyak 1.233.195 sehingga partisipasi pemilih sebesar 71%, dengan jumlah TPS 2.474 . Pada pemilu legislatif untuk anggota DPR RI Jakarta Barat termasuk dalam Dapil 3 (tiga), sedangkan untuk pemilu anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 2 (dua) dapil yaitu dapil 9 (Cengkareng, Kalideres dan Tambora) dan dapil 10 (Grogol Petamburan, Palmerah, Kebon Jeruk, Kembangan dan Taman Sari). Pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diikuti oleh dua pasangan calon yaitu Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dan Joko Widodo – Jusuf Kalla dengan jumlah pemilih untuk Jakarta Barat sebanyak 1.746.826.
40
4.2. Analisa dan Pembahasan 4.2.1. Focus Group Discussion (FGD) Pada tanggal 12 Mei 2015, KPU Kota Administrasi Jakarta Barat melaksanakan diskusi terfokus (Focus Group Discussion - FGD) terkait kajian partisipasi kesukarelawanan warga dalam pemilu di aula kantor KPU Jakarta Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk menggali informasi serta masukan dari berbagai pemangku kepentingan yang ada di masyarakat yang baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dan cukup memahami keikutsertaan warga sebagai sukarelawan dalam pelaksanaan Pemilihan Presiden 2014 lalu. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) ini dihadiri oleh 30 (tiga puluh) peserta yang terdiri dari; Unsur tokoh masyarakat se-Kota Administrasi Jakarta Barat, MUI Kota Administrasi Jakarta Barat, Relawan Tim Pemenangan Capres dan Cawapres Prabowo - Hatta dan Jokowi - JK, mantan Ketua Panwaslu Kota Administrasi Jakarta Barat, Forkabi Jakarta Barat, Karang Taruna, KIPP Jakarta, Universitas Mercu Buana Jakarta, serta Petugas Pelaksana Kecamatan dan Kelurahan (PPK dan PPS) Jakarta Barat. FGD ini difokuskan untuk menjawab 3 (tiga) pertanyaan besar yang diberikan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta, yakni; (1) Apa alasan masyarakat untuk terlibat menjadi relawan? (2) Faktorfaktor apa yang mendukung dan menghambat, serta tantangan
41
menjadi relawan? Dan (3) Tantangan kebijakan seperti apa terkait keberadaan relawan? 4.2.2. Survey lapangan Surveylapangan ini melalui questioner yang disebarkan kepada para relawan sebanyak 120 (seratus dua puluh) orang. Penyebaran questioner dilakukan pada tanggal 18 – 24 Mei 2015di 8 (delapan) kecamatan yang masing-masing kecamatan diwakilkan oleh 15 (lima belas) orang relawan pada pemilu 2014. 4.2.3. Data Penelitian Untuk mendapatkan gambaran mengenai relawan yang menjadi responden dalam penelitian ini, maka karakteristik responden dikelompokkan berdasarkan :jenis kelamin, pendidikan, usia dan pekerjaan. Setelah melakukan penyebaran,maka diperoleh data mengenai gambaran atau karakteristik responden yang menjadi relawan pada pemilu 2014 sebagai berikut : a) Data reponden berdasarkan jenis kelamin Tabel :4.1 Data Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan JUMLAH
Jumlah 82 38 120
Persentase 68,5 % 31,5% 100%
Sumber : Data Questioner
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebesar 68,5%,
sedangkan
perempuan
42
sebesar
31,5%.
Jumlah
responden wanita sudah mencukupi keterwakilan 30% perempuan (minimal 36 keterwakilan perempuan). b) Data responden berdasarkan usia Data responden yang berhasil didapatkan melalui hasil penelitian berdasarkan usia adalah : Tabel :4.2 Data Berdasarkan Usia Responden Usia Responden 20 s/d 30 tahun 31 s/d 40 tahun 41 s/d 50 tahun 51 s/d 60 tahun 61 s/d 70 tahun JUMLAH
Jumlah 10 30 49 22 9 120
Persentase 8% 25 % 41 % 18 % 8% 100 %
Sumber : Data Questioner
Usia responden yang dijadikan sample dalam penelitian ini terbagi 5 (lima) golongan tingkat usia, dimana usia antara 20 s/d 30 tahun sebesar 8%, usia 31s/d 40 tahun sebesar 25%, usia 51 s/d 60 tahun sebesar 18%, usia 61 s/d 70 tahun sebesar 8% sedangkan usia 41 s/d 50 tahun mendominasi dari total jumlah responden yaitu 41 %. c) Data responden berdasarkan tingkat pendidikan Pemberian kuesioner juga didasarkan pada tingkat pendidikan, melalui hasil penelitian dilihat dari tingkat pendidikan sebagai berikut: Tabel :4.3 Data Berdasarkan PendidikanResponden Pendidikan Responden SD SMP
43
Jumlah 0 3
Persentase 0 2,5 %
SLTA Sarjana (S1) Pasca Sarjana (S2) JUMLAH
71 44 2 120
59 % 37 % 1,5 % 100 %
Sumber : Data Questioner
Berdasarkan tabel 4.3
dapat diketahui bahwa tingkat
pendidikan responden terbanyak adalah SLTA yaitu 59 % atau 71 orang responden.Dimana tingkat pendidikan SD tidak ada (0%), SMP sebanyak 3 orang (2,5%), Sarjana (S1) sebanyak 44 orang (37%) dan Pasca sarjana sebanyak 2 orang (1,5%). d) Data responden berdasarkan pekerjaan Selain tingkat pendidikan, responden juga dilihat dari jenis pekerjaan. Dari hasil penelitian diperoleh data responden sebagai berikut : Tabel :4.4 Data Berdasarkan JenisPekerjaan Responden Jenis Pekerjaan Mahasiswa Bekerja Pensiunan JUMLAH
Jumlah 2 111 7 120
Persentase 1,5 % 93 % 5,5 % 100 %
Sumber : Data Questioner
Dari tabel diatas diperoleh data yang dilihat dari jenis pekerjaan responden sebagai berikut : mahasiswa sebanyak 2 orang (1,5%), bekerja sebanyak 111 orang (93%) dan pensiunan 7 orang (5,5%). Dari data tersebut responden yang bekerja mendominasi dari total responden yaitu sebesar 93 %.
44
4.3. Analisa dan Pembahasan Hasil jawaban dari 120 responden tentang kesukarelaan warga dalam berpolitik yang terdiri dari 13 pertanyaan, jawaban tersebut kemudian akan dianalisa oleh peneliti dengan menggunakan jumlah prosentase jawaban, semuanya itu tertuang dan dijelaskan hasil seperti pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.5 Hasil Jawaban Responden NO 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
PERTANYAAN Menurut saudara seberapa penting relawan dalam pelaksanaan pemilu Apakah tingkat partisipasi masyarakat cukup tinggi untuk menjadi relawan dalam pelaksanaan pemilu Sejauh pemahaman saudara apakah relawan dalam aktifitasnya cukup memahami tugasnya Menurut saudara apakah munculnya relawan/kelompok relawan pemilu 2014 berpengaruh dan termotivasi untuk melakukan perubahan Menurut saudara seberapa pentingkah peran relawan/kelompok relawan mendorong agar masyarakat berpartisipasi dalam pemilu Apakah dengan menjadi relawan dapat memperoleh manfaat Menurut saudara dalam menjalankan tugas kerelawanan apakah menemukan kendala Apakah lembaga yang menanungi relawan/kelompok relawan responsive terhadap kendalan yang dihadapi oleh relawan Menurut saudara apakah oeraturan terkait kesukarelawanan sudah cukup memadai Seberapa pentingkah pengelolaan relawan
SP
SP
P
P
N
N
TP
TP
STP
STP
28
20
22
16
15
8
4
3
1
3
15
17
19
22
15
15
8
6
1
2
8
13
17
20
24
24
6
4
3
1
23
12
26
18
15
9
8
5
2
2
29
21
19
22
11
10
4
3
1
0
22
20
22
26
11
11
2
3
3
0
5
8
10
21
7
9
16
20
12
12
11
16
20
12
19
20
9
10
3
0
6
9
13
18
11
10
12
22
15
4
30
25
17
19
6
12
5
2
3
1
45
atau kelompok relawan dalam pemilu Menurut saudara seberapa besar 11 pandangan masyarakat terhadap rumah aspirasi Menurut saudara masih pentingkah peran 12 lembaga dalam tugas relawan atau kelompok relawan dilapangan Menurut saudara apakah dimasa yang akan 13 datang masyarakat masih berminat menjadi relawan JUMLAH PROSENTASE PROSENTASE
9
12
22
19
18
15
10
9
5
1
28
26
17
21
10
9
3
3
2
1
24
28
13
27
10
8
6
2
2
0
238 15,26
227 14,55
237 15,19
261 16,73
172 11,03
160 10,26
93 5,96
92 5,90
53 3,40
27 1,73
29,81
31,92
21,28
11,86
5,13
Sumber :Data Questioner (diolah kembali)
Dari data tersebut diatas, maka dapat dianalisa dari masing-masing pertanyaan sebagai berikut : 1. Pentingnya keberadaan relawan Berdasarkan datatabel 4.5 diatas keberadaan relawan pada saat pemilu 2014 di Kota Administrasi Jakarta Barat dengan jumlah relawan sebanyak120 responden, untuk pertanyaan nomor 1 (satu) dengan hasilprosentase sebagai berikut yang menjawab “sangat penting” sebanyak 48responden atau 40%, yang memberi jawaban “penting” sebanyak 38 responden atau 31,67%, yang menjawab “netral” sebanyak 23 responden atau 19,17%, jawaban ‘tidak penting” sebanyak 7responden atau 5,83% dan responden yang menjawab “sangat tidak penting” sebanyak 4 responden atau 3,33%. Dari data tersebut, dapat dianalisa bahwa keberadaan relawan pada saat pemilu 2014 di Kota Administrasi
Jakarta
Barat
termasuk
dalam
kategori
sangat
pentingdengan prosentase tertinggi sebesar 40% , karena dengan adanya relawan sosialisasi tentang kepemiluan akan maksimal; relawan 46
adalah sumber informasi yang sangat dekat dengan masyarakat sehingga dapat memberikan motivasi kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu; relawan sebagai alat untuk menyampaikan maksud dan tujuan dari Pemilu kepada masyarakat karena sering terjadi diskomunikasi ; relawan juga dapat membantu pelaksanaan pemilu dalam sisi informasi dan faktualisasi ; selain itu relawan juga berfungsi sebagai kontrol kepada penyelenggara dan sebagai ujung tombak penggalang suara di tataran masyarakat non partisipan partai . 2. Tingkat partisipasi menjadi relawan Tingkat partisipasi masyarakat untuk menjadi relawan di Kota Administrasi Jakarta Barat pada Pemilu tahun 2014 berdasarkan tabel 4.5 untuk pertanyaan nomor 2 (dua) dengan jumlah responden 120 orang, hasil prosentasesebagai berikut : yang menjawab “sangat tinggi” sebanyak 32responden atau 26,67%, yang memberi jawaban “tinggi” sebanyak 41 responden atau 34,17%, yang menjawab “netral” sebanyak 30 responden atau 25%, jawaban ‘tidak tinggi” sebanyak 14responden atau 11,67% dan responden yang menjawab “sangat rendah” sebanyak 3 atau 2,50%. Dari data tersebut, dapat dianalisa bahwa tingkat partisipasi masyarakat menjadi relawan pemilu 2014 di Kota Admnistrasi Jakarta Barat termasuk dalam kategoritinggisebesar 34,17%, karena berkembangnya SDM sebagai masyarakat menjadikan pemilu sebagai era perubahan masa depan; masyarakat ingin membantu KPU dalam mensukseskan pemilu ; masyarakat sudah mulai sadar akan
47
pentingnya pemilu; relawan merasa mereka adalah bagian dari pelaksana pemilu dan merasa bertanggungjawab dengan negara; banyak masyarakat yang merasa mendapat prestise berpolitik dengan menjadi relawan sehingga mendapatkan partisipasi dari masyarakat yang berupa dukungan dalam pelaksanaan pemilu; dengan adanya relawan akan membantu
mengurangi
golput
dan
menumbuhkan
kesadaran
masyarakat dalam memahami pentingnya politik dalam bernegara ; masyarakat ingin banyak terlibat langsung dalam pemilu serta ingin aktif membela yang didukung dan mereka mengharapkan imbalan dan janji-janji para kandidat pada saat kampanye pemilu 2014. 3. Tingkat pemahaman relawan Dalam pemahaman tugas dan aktivitas relawan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat berdasarkan questioner yang disebarkan kepada 120 responden, yang menjawab pertanyaan nomor 3 (tiga) dengan hasil prosentase sebagai berikut yang menjawab “sangat paham” sebanyak 21responden atau 17,50%, yang memberi jawaban “paham” sebanyak 37 responden atau 30,83%, yang menjawab “netral” sebanyak 48 responden atau 40%, jawaban ‘tidak paham” sebanyak 10responden atau 8,33% dan responden yang menjawab “sangat tidak paham” sebanyak 4responden atau 3,33%. Dari data tersebut, dapat dianalisa bahwa tingkat pemahaman relawan akan tugas dan aktivitas relawan dilapangan pada pemilu 2014 di Kota Administrasi Jakarta Barat termasuk dalam kategorinetral (antara paham dan cukup
48
paham) sebesar 40% , karenakemampuan relawan berbeda-beda ; kurangnya pembekalan dan pengarahan yang diberikan kepada relawan sebelum menjalankan tugasnya; ada asumsi bahwa keberadaan relawan hanya untuk dirinya sendiri dan memeriahkan pemilu saja sehingga tingkat kepahaman tugas dan pengetahuan tentang relawan kurang memahami ; hanya koordinator relawan yang mendapat bekal tentang pemilu, sedangkan dibawahnya hanya sekedar berpartisipasi aktif ; bagi relawan yang diberikan bimbingan dan operasional sebelum turun lapangan akan lebih memahami tugas dan tanggungjawabnya dilapangan
sehingga
mampu
memberikan
pemahaman
kepada
masyarakat akan pentingnya berpartisipasi dan memberikan hak suaranya pada pemilu. 4. Tingkat perubahan dengan adanya relawan Keberadaan relawan mempengaruhi dan memotivasi untuk melakukan perubahan.Berdasarkan tabel 4.5 tentang tingkat perubahan dengan adanya relawan di Kota Administrasi Jakarta berdasarkan hasil questioner yang disebarkan kepada 120 responden untuk pertanyaan nomor 4 (empat) diperoleh hasil prosentase sebagai berikut :yang menjawab “sangat berpengaruh” sebanyak 35responden atau 29,17%, yang memberi jawaban “berpengaruh” sebanyak 44 responden atau 36,67%, yang menjawab “netral” sebanyak 24 responden atau 20%, jawaban ‘tidak berpengaruh” sebanyak 13responden atau 10,83% dan responden yang menjawab “sangat tidak berpengaruh” sebanyak
49
4responden atau 3,33%. Dari data tersebut, dapat dianalisa bahwa tingkat perubahan dengan adanya relawan pada pemilu 2014 di Kota Administrasi Jakarta Barat termasuk dalam kategoriberpengaruh sebesar 36,67% , karenadengan adanya relawan pelaksanaan pemilu tahun 2014 jauh lebih baik dimana masyarakat mengharapkan adanya perubahan ; banyak masyarakat di segala segmen yang berfikir buruk tentang Pemilu dengan adanya relawan dapat memberi pencerahan dalam hal tata cara dan lain-lain; relawan dapat memberikan pemahaman tentang pemilu sehingga semua aspirasi rakyat dapat disampaikan yang akhirnya akan memberikan perubahan ke arah yang lebih baik untuk kepentingan masing-masing kelompoknya. 5. Keberadaan relawan dengan tingkat partisipasi warga Peran relawan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu untuk Kota Administrasi Jakarta Barat berdasarkan tabel 4.5 dengan jumlah responden 120 responden untuk pertanyaan nomor 5 (lima) diperoleh hasil prosentase sebagai berikut : yang menjawab “sangat penting” sebanyak 50responden atau 41,67%, yang memberi jawaban “penting” sebanyak 41 responden atau 34,17%, yang menjawab “netral” sebanyak 21 responden atau 17,50%, jawaban ‘tidak penting” sebanyak 7responden atau 5,83% dan responden yang menjawab “sangat tidak penting” sebanyak 1responden atau 0,83%. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa seberapa penting peran relawan untuk mendorong partisipasi masyarakat pada pemilu 2014
50
termasuk dalam kategorisangat pentingsebesar 41,67%,karena tanpa relawan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu akan rendah ; relawan membantu pelaksanaan pemilu dalam mensosialisaikan pemilu kepada masyarakat diluar dari tugas penyelenggara ; relawan juga ikut serta membantu tugas penyelenggara dan mendorong masyarakat untuk tidak golput pada saat pelaksanaan pemilu; relawan dapat mendekati masyarakat secara personal sehingga dapat lebih mengerti pentingnya partisipasi mereka dalam pemilu ; relawan dapat bertemu langsung, memotivasi dan menjelaskan kepada masyarakat pentingnya ikut mensukseskan pemilu ; relawan dominan merangsang masyarakat Indonesia untuk berdemokrasi. 6. Manfaat menjadi relawan Salah satu manfaat dengan adanya relawan adalah dampaknya terhadap masyarakat.Kesukarelawanan memungkinkan untuk terhubung dengan masyarakat secara luas. Mendedikasikan waktu untuk seorang sukarelawan akan membantu memperluas jaringan, dan meningkatkan keterampilan sosial relawan itu sendiri. Berdasarkan tabel 4.5 dan questioner yang disebarkan kepada 120 responden diperoleh hasil prosentase untuk pertanyaan nomor 6 (enam) tentang manfaat menjadi relawan di Kota Administrasi Jakarta Barat sebagai berikut : yang menjawab “sangat bermanfaat” sebanyak 42responden atau 35%, yang memberi jawaban “bermanfaat” sebanyak 48 responden atau 40%, yang menjawab “netral” sebanyak 22 responden atau 18,33%, jawaban ‘tidak
51
bermanfaat” sebanyak 5responden atau 4,17% dan responden yang menjawab “sangat tidak bermanfaat” sebanyak 3responden atau 2,50%. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa keberadaan relawan untuk mempengaruhi masyarakat agar berpartisipasi pada pemilu termasuk dalam kategori bermanfaat sebesar 40%, karena dengan adanya relawan dapat membantu masyarakat untuk memahami kebijakan yang ada dan lebih memahami tentang kepemiluan serta menambah wawasan dan hubungan yang lebih erat dengan masyarakat ; supaya lebih mengetahui kondisi politik yang berkembang dimasyarakat ; dapat menambah relasi dan teman baru ; menjadi relawan membuat masyarakat
mengerti
dan
menyadari
pentingnya
pemilu
serta
bermanfaat bagi orang lain dan diri sendiri ; dengan menjadi relawan kita mendapat pengalaman dan pelajaran serta melaksanakan rasa persatuan dan kesatuan dimasyarakat. 7. Tantangan dan Hambatan Relawan Kendala menjadi relawan pemilu 2014 di Kota Administrasi Jakarta Barat berdasarkan questioner yang disebarkan kepada 120 responden untuk pertanyaan nomor 7 (tujuh) diperoleh hasil prosentase sebagai berikut : yang menjawab “sangat tidak berkendala” sebanyak 13responden atau 10,83%, yang memberi jawaban “tidak ada kendala” sebanyak 31 responden atau 25,83%, yang menjawab “netral” sebanyak 16 responden atau 13,33%, jawaban ‘ada kendala” sebanyak 36responden atau 30% dan responden yang menjawab “sangat banyak
52
kendala” sebanyak 24responden atau 20%. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa tugas kerelawanan menemukan masalah, tetapi masih bisa diselesaikan dengan baik, sehingga questioner ini termasuk dalam kategori ada kendalasebesar 30%karena stigma masyarakat yang menilai relawan sebagai salah satu partisipasi dari salah satu partai tertentu saja ; tidak semua masyarakat dapat memahami tugas dari relawan sehingga banyak masyarakat yang tidak perduli dengan pemilu; minimnya pemahaman masyarakat tentang hak politiknya sehingga menimbulkan rasa tidak percaya terhadap pelaksanaan pemilu. 8. Respon lembaga yang menaungi terkait kendala yang dihadapi relawan Respon lembaga yang menaungi terkait kendala yang dihadapi relawan di Kota Administrasi Jakarta Barat berdasarkan questioner yang disebarkan kepada 120 responden untuk pertanyaan nomor 8 (delapan) diperoleh hasil prosentase sebagai berikut : yang menjawab “sangat responsif” sebanyak 27responden atau 22,50%, yang memberi jawaban “responsif” sebanyak 39 responden atau 32,50%, yang menjawab “netral” sebanyak 32 responden atau 26,67 %, jawaban “tidak responsif” sebanyak 19responden atau 15,83% dan responden yang menjawab “sangat tidak responsif” sebanyak 3responden atau 2,50%. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa respon lembaga yang menaungi terkait kendala yang dihadapi relawan termasuk dalam kategoriresponsif sebesar 32,50%. Dikatakan netral karena evaluasi kinerja para relawan dilakukan setiap pekan dengan menanyakan hal-
53
hal apasaja yang terjadi dilapangan. Para relawan responsif dalam menjawab semua pertanyaan dan setiap ada permasalahan langsung ditangani dengan cepat karena menyangkut dengan kepentingan lembaga yang menaunginya, lembaga yang menaunginya cepat memberikan repon sehingga tidak ada kendala dilapangan . Hal ini dapat terjadi karena sudah tercipta komunikasi dan loyalitas yang baik antara relawan dan kelompok yang menaunginya . 9. Peraturan terkait tentang relawan Terkait dengan peraturan tentang keberadaan relawan berdasarkan hasil questioner yang disebarkan kepada relawan sebanyak 120 responden diwilayah Kota Administrasi Jakarta Barat untuk pertanyaan nomor 9 (sembilan) diperoleh hasil prosentase sebagai berikut yang menjawab “sangat memadai ” sebanyak 15 responden atau 12,50%, yang memberi jawaban “memadai” sebanyak 31 responden atau 25,83%, yang menjawab “netral” sebanyak 21 responden atau 17,50 %, jawaban “tidak memadai” sebanyak 34responden atau 28,33 % dan responden yang menjawab “sangat tidak memadai” sebanyak 19responden atau 15,83%. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa peraturan terkait tentang relawan termasuk dalam kategori tidak memadaisebesar 28,33%, karena belum ada peraturan yang mengatur secara jelas tugas dan tanggungjawab sebagai relawan, tugas yang dijalankan oleh relawan sangat berat tetapi belum ada peraturan yang melindungi relawan dalam pelaksanaan tugasnya dilapangan, tidak adanya bantuan
54
operasional kepada relawan, masyarakat tidak begitu perduli kepada relawan karena mereka menganggap kegiatan relawan hanya untuk kepentingan partai saja, keberadaan relawan tidak disosialisaikan kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak mengetahui pentingnya keberadaan relawan di lapangan. 10. Pengelolaan Relawan Terkait pengelolaan relawan di Kota Administrasi Jakarta Barat dalam pemilu berdasarkan hasil questioner yang disebarkan kepada 120 responden untuk pertanyaan nomor 10 (sepuluh) diperoleh hasil prosentase sebagai berikut ; yang menjawab “sangat penting ” sebanyak 55 responden atau 45,83%, yang memberi jawaban “penting” sebanyak 36 responden atau 30%, yang menjawab “netral” sebanyak 18 responden atau 15 %, jawaban “tidak penting” sebanyak 7responden atau 5,83 % dan responden yang menjawab “sangat tidak penting” sebanyak 4responden atau 3,33%. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa pengelolaan relawan termasuk dalam kategori sangat penting sebesar 45,83%, karena dengan pengelolaan relawan secara baik, maka tujuan kegiatan dari relawan pemilu akan mencapai target. Disamping itu agar pelaksanaan berjalan lancar, teratur dan terorganisir dengan baik maka relawan harus diberikan akomodasi dan pengelolaan manajemen yang baik agar melaksanakan tugas secara maksimal. Selain itu relawan juga harus diberikan pengarahan, pembinaan dan informasi yang akurat tentang kepemiluan baik berupa data maupun laporan
55
sehingga relawan mengetahui tugas-tugas dilapangan, fleksibel untuk masuk ke berbagai kalangan sehingga akan meminimalisir segala bentuk kecurangan pada saat pelaksanaan pemilu. 11. Peran Rumah Aspirasi Terkait keberadaan rumah aspirasi yang dianggap mampu menampung aspirasi masyarakat luas, menurut para relawan di Jakarta Barat berdasarkan questioner yang disebarkan kepada relawan sebanyak 120 responden untuk pertanyaan nomor 11 (sebelas) diperoleh hasil prosentase sebagai berikut : yang menjawab “sangat penting ” sebanyak 21 responden atau 17,50%, yang memberi jawaban “penting” sebanyak 41 responden atau 34,17%, yang menjawab “netral” sebanyak 33 responden atau 27,50 %, jawaban “tidak penting” sebanyak 19responden atau 15,83 % dan responden yang menjawab “sangat tidak penting” sebanyak 6responden atau 5%. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa peran rumah aspirasi termasuk dalam kategoripenting sebesar 34,17%, karena dengan adanya rumah aspirasi maka aspirasi atau usulan masyarakat akan tersalurkan ; rumah aspirasi dapat membentuk persatuan sesama relawan dan menghindari perpecahan relawan dalam tugasnya. Selain itu rumah aspirasi dapat membantu untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada dimasyarakat melalui informasi dari para relawan yang turun kelapangan.Saat ini masyarakat lebih kritis dengan rasa ingin tahu yang lebih besar terhadap orang atau organisasi yang mereka percaya sebagai satu pilihan, sehingga rumah
56
aspirasi dapat dianggap sebagai tempat pertukaran pandangan dan pendapat.Selain itu rumah aspirasi juga dapat dijadikan tempat naungan para relawan untuk berkoordinasi bersama dalam melakukan suatu kegiatan dilapangan yang berkaitan dengan pemilu.Rumah aspirasi juga digunakan untuk mensosialisasikan informasi dan program-program para kandidat yang menjadi peserta pemilu. 12. Pentingnya peranan lembaga yang menaungi relawan Peranan lembaga yang menaungi relawan dalam membantu KPU sebagai penyelenggara pemilu di Kota Administrasi Jakarta Barat berdasarkan questioner yang disebarkan kepada 120 responden untuk pertanyaan nomor 12 (dua belas) diperoleh hasil prosentase sebagai berikut : yang menjawab “sangat penting ” sebanyak 54 responden atau 45%, yang memberi jawaban “penting” sebanyak 38 responden atau 31,67%, yang menjawab “netral” sebanyak 19 responden atau 15,83 %, jawaban “tidak penting” sebanyak 6responden atau 5 % dan responden yang menjawab “sangat tidak penting” sebanyak 3responden atau 2,50%. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa peran lembaga dalam tugas relawan dilapangan termasuk dalam kategori sangatpenting sebesar 45%, karena dengan adanya relawan maka informasi tentang pelaksanaan pemilu cepat terekspose ke masyarakat melalui berbagai media,
sehingga
masyarakat
cenderung
lebih
cerdas
untuk
menyampaikan aspirasi. Relawan sangat membantu pelaksanaan tugas dilapangan, sehingga pemilu dapat berjalan lancar dan kondusif.
57
13. Minat sebagai relawan di masa depan Minat sebagai relawan dimasa depan untuk wilayah Jakarta Barat berdasarkan hasil questioner yang disebarkan kepada 120 responden untuk pertanyaan nomor 13 (tiga belas) diperoleh hasil prosentase sebagai berikut : yang menjawab “sangat berminat” sebanyak 52 responden atau 43,33%, yang memberi jawaban “berminat” sebanyak 40 responden atau 33,33%, yang menjawab “netral” sebanyak 18 responden atau 15 %, jawaban “tidak berminat” sebanyak 8responden atau 6,67 % dan responden yang menjawab “sangat tidak berminat” sebanyak 2responden atau 1,67%. Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa minat masyarakat sebagai relawan pada pemilu yang akan datang termasuk dalam kategori sangatberminatsebesar 43,33%, karena mengingat lapangan pekerjaan yang sangat sempit dan suksesnya pelaksanaan pemilu sehingga mendorong masyarakat untuk menjadi relawan demi kepentingan bangsa dan terciptanya demokrasi yang baik di Indonesia. Dari hasil prosentase dan analisa diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :keberadaan relawan pada pelaksanaan pemilu sangat
penting (40%),
sehingga partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pemilu menjadi tinggi (34,17%). Dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab relawan dilapangan cukup paham/netral (40%),dengan munculnya relawan pada pemilu akan berpengaruh (36,67%) terhadap motivasi masyarakat yang mengharapkan adanya perubahan kearah yang lebih baik. Selain itu peranan relawan untuk
58
mendorong partisipasi masyarakat pada saat pemilu sangat tinggi (41,67%), karena keberadaan relawan dilapangan dapat bermanfaat (40%)serta membantu masyarakat untuk lebih memahami akan pentingnya pemilu. Dalam melaksanakan tugas dilapangan, masih ada kendala (30%) karena tidak semua masyarakat memahami akan tugas relawan bahkan sebagian masyarakat menilai keberadaan relawan hanya untuk kepentingan partai saja. Dengan adanya kendala dilapangan, lembaga yang menaungi para relawan responsif (32,50%) dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dimasyarakat, sehingga kendala yang terjadi dapat ditangani dengan baik. Namun keberadaan relawan ternyata tidak memadai (28,33%) hal ini dikarenakan tidak adanya peraturan yang mengatur secara jelas tugas dan tanggungjawab sebagai relawan sehingga relawan tidak memiliki payung hukum yang kuat dalam melaksanakan tugasnya dilapangan. Untuk itu pengelolaan relawansangat penting (45,83%)dengan dikelolanya relawan secara baik maka tujuan dari lembaga yang menaungi para relawan akan tercapai dan dalam pelaksanaannya dapat berjalan lancar, teratur dan terorganisir dengan baik. Selain itu diperlukan juga peranan rumah aspirasi yang termasuk dalam kategori penting (34,17%), karena dengan adanya rumah aspirasi maka para relawan dapat berkumpul dan menyalurkan usulan masyarakat, selain itu rumah aspirasi juga dapat dijadikan tempat naungan relawan untuk berkoordinasi bersama dalam melakukan suatu kegiatan dilapangan yang berkaitan dengan pemilu. Peranan lembaga dalam menaungi relawan sangat penting (45%) dengan adanya lembaga yang
59
melindungi dan peraturan hukum tentang keberadaan relawan, maka para relawan dapat bekerja semaksimal mungkin sehingga pelaksanaan pemilu dapat berjalan lancar, kondusif dan sukses.Untuk masa yang akan datang, masyarakat yang sudah mengetahui pentingnya peranan relawan pada pemilu, mereka cenderung sangat berminat (43,33%)untuk menjadi relawan, mengingat keberadaan relawan dapat membantu suksesnya pelaksanaan pemilu tahun 2014 dan terciptanya demokrasi yang baik di Indonesia. Dari penjelasan hasil analisa data questioner diatas, maka dapat menjawab pokok permasalahan dari penelitian ini yaitu mengapa masyarakat ingin menjadi relawan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan menghambat munculnya menjadi kesukarelaan warga dalam berpolitik dan kebijakan seperti apa yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik. Adapun jawaban dari permasalahan sebagai berikut : a.
Alasan Menjadi Relawan Berdasarkan hasil analisa dan diskusi, maka alasan untuk menjadi relawan dilatarbelakangi oleh dua hal : yakni terkait alasan individual dan terkait dengan ideologi. Pertama, alasan terkait dengan individual dalam keterlibatan sebagai relawan didasari karena adanya kedekatan faktor spiritual (agama), persamaan suku atau etnis, ajakan dari lingkungan pergaulan (keluarga, organisasi dan perkawanan), adanya dorongan untuk menunjukkan eksistensi diri yang diaktualisasikan
60
dengan menjadi relawan, iming-iming uang serta distribusi logistik lainnya, serta kepuasan batin jika kandidat yang dijagokannya menang. Sementara alasan kedua yang terkait dengan ideologi, didasari oleh; Pelaksanaan pemilu sebagai momen politik dengan harapan perubahan eskalasi politik di tanah air, adanya persamaan visi dan misi dari kandidat yang didukungnya, merasa memiliki kewajiban untuk menyukseskan pemilu, adanya harapan terhadap tokoh yang didukung untuk melakukan perubahan, adanya keinginan perubahan format pemimpin baru, keinginan adanya peluang bagi masyarakat untuk bisa ikut mengawasi perubahan secara berkelanjutan dengan menjadi relawan, serta munculnya kesadaran untuk mewujudkan demokrasi yang lebih bersifat substansif. Disamping itu, keberadaan relawan merupakan salah satu daya tarik yang dianggap mampu melakukan pendekatan di masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam perhelatan politik ini. b) Faktor yang Mempengaruhi dan Menghambat Dengan Menjadi Relawan, Serta Tantangan Yang Di Hadapi Menjadi relawan dalam Pemilu Presiden 2014 lalu memberikan banyak pelajaran bagi warga, khususnya mereka yang terlibat sebagai relawaan maupun yang mengkoordinir para relawan. Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi relawan antara lain : dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang sistem politik dan kepemiluan, menambah perkawanan dan jejaring, serta dalam skala tertentu mendatangkan keuntungan secara 61
finansial.Sementara disisi lain, dengan menjadi relawan mereka akanmengalami banyak hambatan dalam melaksanakan aktivitasnya. Hambatan tersebut berupa: 1) Ada ketidakjelasan dalam konteks definisi antara relawan dan tim pemenangan di masyarakat sehingga sering terjadi bias di masyarakat; 2) Sifat kerelawanan yang bersifat instant yang terbentuk ketika menjelang pemilu, sehingga menjadikan pengorganisasiannya tidak solid dan hanya bersifat sementara. Tidak ada mekanisme rekruitmen yang jelas yang ditunjang oleh pendanaan yang baik serta pembekalan yang memadai; 3) Banyak relawan yang tidak dibekali pemahaman dan pengetahuan terkait proses /pemilu, seperti proses mudai dari pendaftaran pemilih sampai dengan pemungutan suara serta perkembangan perubahan peraturan yang cukup dinamis pada pemilu lalu. Sehingga sering memunculkan masalah atau perselisihan dengan pihak penyelenggara pemilu, dan ketidakmampuan menangani kendala-kendala
yang
dihadapi
masyarakat
terkait
proses
pemilihan; 4) Tidak adanya pengelolaan relawan yang baik dari institusi yang menaungi, sehingga sering ditemukan perselisihan diantara relawan itu sendiri. Kendala yang paling dominan terjadi adalah ketidakmerataan dan ketidakjelasan distribusi logistik bagi
62
relawan. 5) Terkait dengan keberadaan relawan demokrasi yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota, pengelolaannya juga dinilai kurang baik. Disamping kendala pendanaan yang terbatas, pola rekruitmen yang ternyata juga tidak mudah karena harus berebut massa dengan lembaga relawan lainnya, serta tidak disusunnya agenda kerja yang jelas terkait tugas relawan demokrasi; Dalam diskusi terkait tantangan yang dihadapi relawan dilapangan, meliputi: 1) Mekanisme rekruitmen yang dilakukan oleh institusi terkait dalam menjaring relawan tidak jelas, polarisasi rekruitmen relawan
lebih
didasari
oleh
kedekatan
kekerabatan
dan
kekeluargaan. Dan tidak dibarengi dengan pembekalan materi serta agenda yang jelas yang harus dilakukan oleh relawan; 2) Relawan yang telah direkruit atau menggabungkan diri dalam suatu institusi (baik itu dibawah partai politik dan kandidat peserta pemilu) tidak dikelola dengan baik, disamping motif keterlibatan warga sebagai relawan lebih banyak dimotivasi oleh distribusi logistik dan finansial sering kali mempengaruhi agenda aktivitas mereka yang bersifat dimobilisir oleh para koordinator relawan. Sementara untuk relawan independen cukup bisa mengkoordinasikan memanfaatkan
diri
sumber
63
mereka daya
yang
dengan mereka
baik miliki
dengan secara
mandiridengan agenda aktivitas mereka; 3) Partai Politik maupun kandidat individual peserta pemilu tidak semuanya memanfaatkan keberadaan relawan mereka dengan baik, termasuk mengkonsolidasikan agenda visi-misi mereka kepada
masyarakat
dan
ketrampilan
para
relawan
jika
menghadapi kendala dalam setiap proses tahapan pemilu. Ketidaktanggapan para peserta pemilu tersebut disebabkan karena tidak adanya aturan yang jelas tentang keberadaan relawan dalam pemilu yang diatur oleh penyelenggara pemilu, hal ini lebih banyak ditunjang oleh inisiatif kreatif dari para relawan tersebut; 4) Adanya kerancuan pemaknaan relawan politik dilapangan terutama relawan dari partai politik maupun kandidat individu peserta pemilu yang sering bermetamorfosa menjadi tim pemenangan
peserta
pemilu
tertentu.
Hal
ini
sering
membingungkan dilapangan. Karena untuk tim pemenangan sudah ada koridor-koridor aturannya dari penyelenggara pemilu dan tercatat di KPU; 5) Belum adanya aturan dari penyelenggara pemilu terkait keberadaan relawan yang muncul karena spontanitas warga dan bersifat sporadis, sehingga tidak ada mekanisme kontrol dari aktivitas para relawan tersebut.
64
c) Tantangan Kebijakan Undang-undang Pemilihan
tentang
Umum
Pemilu
terkait
maupun
Peraturan
penyelenggaraan
Komisi
pemilu,
tidak
menyebutkan secara spesifik tentang pelibatan masyarakat umum sebagai relawan dalam pelaksanaan pemilu.Demikian halnya dengan Undang-undang tentang Partai Politik juga tidak menyebutkan hal tersebut, dimana fenomena munculnya para sukarelawan banyak juga yang berafiliasi pada partai politik tertentu. Dengan kata lain, saat ini belum ada aturan atau kebijakan yang jelas terkait keberadaan relawan dalam pelaksanaan pemilu. Keberadaan relawan demokrasi yang dikelola oleh KPU tingkat Kabupaten/Kota juga belum dibekali mekanisme pengelolaan yang baik serta penganggaran yang memadai.Sehingga keberadaan mereka tidak memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum. Dalam
diskusi
juga
muncul
pertanyaan
terkait
kapasitas
penyelenggara pemilu di tingkat kabupaten/kota yang dianggap masih memiliki banyak kekurangan, baik dari segi personel, program kerja serta penganggaran yang cakupan keseluruhannya kurang menyentuh masyarakat di tingkat bawah.Sehingga perlu ada terobosan kebijakan untuk memperkuat keberadaan penyelenggara pemilu di KPU Kabupaten/Kota.
65
Peran media masa yang sangat kentara keberpihakannya dalam pemilu juga menjadi pembahasan dalam diskusi. Biasnya informasi yang disampaikan dan tidak adanya upaya dari pihak yang berwenang untuk melakukan teguran turut membentuk mental kerelawanan di masyarakat yang cenderung memposisikan dirinya sebagai tim sukses. Di satu sisi, pemberitaan media turut memperkuat faksi-faksi di masyarakat. Peserta diskusi juga berharap, kedepan dalam proses politik berikutnya, keberadaan rumah aspirasi yang dikelola oleh anggota parlemen bisa dimaksimalkan fungsinya dalam menjaring aspirasi warga. Termasuk sebagai jembatan bagi para relawan yang masih memiliki kepedulian yang tinggi terhadap proses demokratisasi di Republik ini.
66
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan Karena esensinya partisipasi berasal dari dalam diri sendiri dari masyarakat
tersebut.
Artinya,
meskipun
diberi
kesempatan
oleh
pemerintah atau negara tetapi jika kemauan ataupun kemampuan tidak ada maka partisipasi tidak akan terwujud. Kesempatan untuk berpartisipasi juga bisa berasal dari luar masyarakat.Walaupun adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan partisipasi.Selama ini kegiatan partisipasi masyarakat masih dipahami sebagai upaya mobilisasi masyarakat untuk kepentingan pemerintah atau negara.Sebenarnya, partisipasi idealnya masyarakat ikut serta dalam menentukan kebijakan pemerintah sebagai bentuk kontrol dari masyarakat
terhadap
kebijakan
pemerintah.Dengan
demikian,
implementasi partisipasi masyarakat dimana masyarakat tidak lagi merasa sebagai obyek dari kebijakan pemerintah tetapi harus dapat mewakili kepentingan masyarakat itu sendiri. Berdasarkan hasil analisa dan diskusi, maka alasan untuk menjadi relawan dilatarbelakangi oleh dua hal yakni : alasan terkait dengan individual karena adanya kedekatan spiritual, persamaan suku atau etnis, ajakan dari lingkungan pergaulan (keluarga, organisasi dan perkawanan), adanya dorongan untuk menunjukkan eksistensi diri yang diaktualisasikan dengan
67
menjadi relawan, iming-iming uang serta distribusi logistik lainnya, serta kepuasan batin jika kandidat yang dijagokannya menang ; alasan kedua yang terkait dengan ideologi, didasari oleh pelaksanaan pemilu sebagai momen politik dengan harapan perubahan eskalasi politik di tanah air, adanya persamaan visi dan misi dari kandidat yang didukungnya, merasa memiliki kewajiban untuk menyukseskan pemilu, serta munculnya kesadaran untuk mewujudkan demokrasi yang lebih bersifat substansif. Adapun permasalahan kedua yakni faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi relawan antara lain dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang
sistem
politik
dan
kepemiluan;sertadapat
mendatangkan keuntungan secara finansial. Sementara disisi lain, dengan menjadi relawan mereka akan mengalami banyak hambatan dalam melaksanakan aktivitasnya. Hambatan tersebut berupa ketidakjelasan dalam konteks definisi antara relawan dan tim pemenangan di masyarakat sehingga sering terjadi bias di masyarakat ; sifat kerelawanan yang bersifat instant yang terbentuk ketika menjelang pemilu; belum ada mekanisme rekruitmen yang jelas yang ditunjang oleh pendanaan yang baik serta pembekalan yang memadai ; banyak relawan yang belum dibekali pemahaman dan pengetahuan terkait proses/pemilu, sehingga sering memunculkan masalah atau perselisihan dengan pihak penyelenggara pemilu, dan ketidakmampuan menangani kendala-kendala yang dihadapi masyarakat terkait proses pemilihan ; belum adanya pengelolaan relawan yang baik dari institusi yang menaungi, sehingga sering ditemukan
68
perselisihan diantara relawan itu sendiri. Kendala yang paling dominan terjadi adalah ketidakmerataan dan ketidakjelasan distribusi logistik bagi relawan ; terkait dengan keberadaan relawan demokrasi yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota, pengelolaannya juga dinilai kurang baik. Disamping kendala pendanaan yang terbatas, pola rekruitmen yang ternyata juga tidak mudah karena harus berebut massa dengan lembaga relawan lainnya, serta tidak disusunnya agenda kerja yang jelas terkait tugas relawan demokrasi; Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan di Kantor KPU Kota Administrasi Jakarta Barat, terkait dengan tantangan/hambatan yang dihadapi relawan dilapangan, meliputi: 1) Mekanisme rekruitmen yang dilakukan oleh institusi terkait dalam menjaring relawan tidak jelas, polarisasi rekruitmen relawan lebih didasari oleh kedekatan kekerabatan dan kekeluargaan. Dan tidak dibarengi dengan pembekalan materi serta agenda yang jelas yang harus dilakukan oleh relawan ; 2) Relawan yang telah direkruit atau menggabungkan diri dalam suatu institusi (baik itu dibawah partai politik dan kandidat peserta pemilu) tidak dikelola dengan baik, disamping motif keterlibatan warga sebagai relawan lebih banyak dimotivasi oleh distribusi logistik dan finansial sering kali mempengaruhi agenda aktivitas mereka yang bersifat dimobilisir oleh para koordinator relawan. 3) Partai politik maupun kandidat individual peserta pemilu tidak
69
semuanya memanfaatkan keberadaan relawan mereka dengan baik, termasuk mengkonsolidasikan agenda visi-misi mereka kepada masyarakat dan ketrampilan para relawan jika menghadapi kendala dalam setiap proses tahapan pemilu. Ketidaktanggapan para peserta pemilu tersebut disebabkan karena tidak adanya aturan yang jelas tentang keberadaan relawan dalam pemilu yang diatur oleh penyelenggara pemilu, hal ini lebih banyak ditunjang oleh inisiatif kreatif dari para relawan tersebut; 4) Adanya kerancuan pemaknaan relawan politik dilapangan terutama relawan dari partai politik maupun kandidat individu peserta pemilu yang sering bermetamorfosa menjadi tim pemenangan peserta pemilu tertentu. Hal ini sering membingungkan dilapangan. Karena untuk tim pemenangan sudah ada koridor-koridor aturannya dari penyelenggara pemilu dan tercatat di KPU; 5) Belum adanya aturan dari penyelenggara pemilu terkait keberadaan relawan yang muncul karena spontanitas warga dan bersifat sporadis, sehingga tidak ada mekanisme kontrol dari aktivitas para relawan tersebut. Selanjutnya permasalahan ketiga adalah kebijakan yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik mengingat bahwa Undang-undang tentang Pemilu maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum terkait penyelenggaraan pemilu dan Undangundang tentang Partai Politik juga tidak menyebutkan secara spesifik
70
tentang pelibatan masyarakat umum sebagai relawan dalam pelaksanaan pemilu, dimana fenomena munculnya para sukarelawan banyak juga yang berafiliasi pada partai politik tertentu. Dengan kata lain, saat ini belum ada aturan atau kebijakan yang jelas terkait keberadaan relawan dalam pelaksanaan pemilu. Dalam diskusi juga muncul pertanyaan terkait kapasitas penyelenggara pemilu di tingkat daerah yang dianggap masih memiliki banyak kekurangan, baik dari segi personel, program kerja serta penganggaran yang cakupan keseluruhannya kurang menyentuh masyarakat di tingkat bawah.Sehingga perlu ada terobosan kebijakan untuk memperkuat keberadaan penyelenggara pemilu di daerah. Keberadaan relawan demokrasi yang dikelola oleh KPU tingkat Kabupaten/Kota juga belum dibekali mekanisme pengelolaan yang baik serta penganggaran yang memadai.Sehingga keberadaan mereka belum memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum. Meningkatnya
keterlibatan
masyarakat
sebagai
relawan
dalam
penyelenggaraan pemilu menunjukkan semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara.Demokrasi menghendaki adanya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan negara.Rakyat diposisikan sebagai aktor penting dalam tatanan demokrasi, karena pada hakekatnya demokrasi mendasarkan pada gagasan bahwa pemerintah memerlukan persetujuan dari yang diperintah.Keterlibatan masyarakat menjadi unsur mendasar
71
dalam demokrasi.Untuk itu, penyelenggaraan pemilu sebagai sarana untuk melaksanakan demokrasi tidak boleh dilepaskan dari keterlibatan masyarakat. Partisipasi akan berjalan selaras manakala proses politik berjalan stabil. Hambatan akan kerap muncul jika stabilitas politik belum terwujud, oleh sebab itu penting untuk dilakukan oleh para pemangku kekuasaan untuk melakukan stabilisasi politik. Bersamaan dengan itu perlunya melakukan upaya perbaikan pelembagaan politik. Strategi yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pemilu antara lain; Melakukan pendidikan politik kepada rakyat melalui proses dialogik agar masyarakat bisa mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan simbol-simbol politik dari berbagai pihak. Memaksimalkan fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, sarana rekruitmen politik, dan untuk mengatur konflik. Memaksimalkan sosialisasi oleh penyelenggara pemilu terkaitnya esensi pemilu dalam sebuah negara yang demokratis, bukan hanya sosialisasi teknis penyelenggaraan pemilu sehingga masyarakat bisa memahami partisipasi apa saja yang dapat dilakukan dan apa capaian dari partisipasi tersebut.Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi ada tiga komponen terkait, yakni Pemerintah sebagai penyelenggara pemilu, partai politik dan masyarakat yang harus berperan dalam memberikan
72
pemahaman dan kesadaran akan makna demokrasi melalui sosialisasi, pendidikan politik. 5.2 Rekomendasi 1) KPU sebagai penyelengara pemilu, sudah seharusnya memperhatikan hal-hal terkait kerelawanan yang muncul baik sebagai bentuk spontanitas dukungan individual maupun hasil dari bentukan oleh partai Politik. Sehingga perlu adanya pembenahan dan perbaikan berkaitan dengan pengelolaan relawan; 2) Pembentukan relawan hendaknya diikuti oleh pengelolaan yang baik oleh lembaga/institusi yang menaunginya, sehingga relawan bisa menjadi aset penggerak (mesin politik) yang bisa bekerja untuk periode waktu yang lebih lama; 3) Pola-pola kerelawan dilapangan perlu diatur dalam pasal yang mengikat, sehingga para relawan dilapangan bekerja mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Guna mendukung fungsi dan kinerja para relawan dilapangan, diperlukan adanya bimbingan atau pendidikan politik kepada para relawan. Upaya tersebut mendorong relawan untuk lebih memahami tugas-tugas, serta hak dan kewajibannya, khususnya pada saat hari pemilihan dan pada proses perhitungan suara; 4) Kerjasama antara penyelengara pemilu dengan berbagai pihak di masyarakat seperti LSM, Ormas, Akademisi dan aktor relevan lainnya perlu ditingkatkan. Hal ini guna menjawab persoalan terkait pendidikan politik kepada para relawan politik dan sosialisasi
73
kesadaran berpolitik kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa memahami partisipasi apa saja yang dapat dilakukan dan apa capaian dari partisipasi tersebut. Kondisi ini juga harus bisa dalam agenda internal partai politik kepada para relawan partai; 5) Terkait pelaksanaan mekanisme dilapangan, KPU harus menetapkan suatu prosedur/ sistem yang baku, yang tidak mudah berubah-ubah, kondisi yang berubah-ubah menyulitkan KPPS dan para relawan dalam memahami mekanisme pemilihan suara. Misalnya tata laksana pemilihan suara di TPS dan prosedur perhitungan suara di TPS. Hal ini untuk meminimalisir kesalahan yang sering terjadi saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS; 6) Memaksimalkan kerja sama antara KPU sebagai penyelengara pemilu dengan LSM independent atau kelompok masyarakat (Karang Taruna, dan lain sebagainya) untuk melakukan pengawasan dilapangan terkait pelaksanaan tahapan pemilu. Hal ini berguna untuk penguatan tenaga relawan Non Partai politik di lapangan.
74
DAFTAR PUSTAKA Budhiardjo, Meriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008) Budhiardjo, Meriam, Demokrasi, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008) Damsar, Penghantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010 ) Departemen Pendidikan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008) Huntington, Samuel P dan Nelson, Joan, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, ( Jakarta: Rineka Cipta,1990 ) Kaid, Lynda Lee and Holtz-Bacha, Chistina, Encyclopedia of Political Communication, (California: Sage Publication, 2008) Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara (Bandung: Nusa Media, 2008) Kristin, Samah dan Susan, Fransisca Ria, Berpolitik tanpa Partai “Fenomena Relawan Dalam Pilpres”, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014) Margan, Rafael Raga, Penghantar Sosiologi Politik, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2007) Refka, Partisipasi Politik, (Padang: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universtias Andalas, 2014) Saiful Mujadi, R. William Liddle, Kuskridho Ambardi,2012,Kuasa Rakyat : “Analisis Tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru, Jakarta : Mizan Publik Sugiyono, Statistik untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2010)
75
Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Memahami Ilmu Politik, ( Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999) . Perundang-Undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR-RI dan DPRD Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2011) . Internet Lenny Yuliana,2013, Faktor-Faktor yang mempengaruhi golongan putih di desa gunung agung kecamatan terusan nunyai http://lennyyuliani92.blogspot.com/2013/01/penelitian-sosial.html?m=1)
76