Cerita Perubahan yang Paling Signifikan dari Kinerja USAID March 2016
Daftar Isi Pendahuluan........................................................................................................................................... 2 Proses MSC .............................................................................................................................................. 4 Perubahan Paling Signifikan .......................................................................................................... 11 Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat ............................................................................................ 11 Perubahan Mindset ..................................................................................................................................................11 Nilai Kemanusiaan ....................................................................................................................................................15 Persalinan Aman ......................................................................................................................................................17 Tidak Harus Menunggu Sampai Sore .......................................................................................................................20 Ada Petugas dari Pagi ...............................................................................................................................................20
Kota Singkawang, Kalimantan Barat ................................................................................................ 21 Hak Pasien ................................................................................................................................................................21 Petugas Sudah Lebih Ramah ....................................................................................................................................22 Demi Nyawa .............................................................................................................................................................23 Komunikasi Petugas Kesehatan dan Pasien .............................................................................................................26 Regulasi ASI Eksklusif ...............................................................................................................................................28
Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur ............................................................................................... 31 Peran Serta Masyarakat ...........................................................................................................................................31 Usulan Yang Dilaksanakan........................................................................................................................................33 Si Jempol Mancep, Pelayanan Cepat .......................................................................................................................35
Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur ................................................................................................ 37 Umi Persamida dan Bunda Kespro ...........................................................................................................................37 Alur Rujukan Yang Lebih Jelas ..................................................................................................................................39
Referensi dan sumber lain ......................................................................................................................... 40
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
1
Pendahuluan Desentralisasi di Indonesia telah membawa perubahan yang cukup besar bagi penyediaan pelayanan publik. Pemerintah daerah memiliki otoritas dan tanggungjawab yang lebih besar untuk mengelola sumber daya di daerah dan menyediakan pelayanan publik yang bermutu. Namun, masih banyak pemerintah daerah yang mengalami kendala untuk memberikan pelayanan, terutama di pelayanan dasar seperti kesehatan, yang berkualitas, sesuai standar dan kebutuhan masyarakat. Pembagian tugas yang tidak jelas diantara para petugas kesehatan, stok obat yang kurang, dan program sosialiasi kesehatan yang masih lemah merupakan beberapa contoh buruknya tata kelola layanan kesehatan. Untuk mengatasi tantangan ini, USAID Kinerja membantu meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, puskesmas dan sekolah sebagai penyedia layanan agar mereka dapat meningkatkan kualitas layanan publik. Pada saat yang sama, program ini mendorong masyarakat sebagai pengguna layanan untuk melakukan advokasi dan meminta pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan mereka dan memberikan umpan balik kepada penyedia layanan. Kinerja merupakan program lima tahun yang didanai oleh United States Agency for International Development (USAID) dan dilaksanakan oleh RTI International dan konsorsiumnya. Sejak 2011 hingga pertengahan tahun 2015, Kinerja bekerja di 20 kabupaten/ kota di lima provinsi: Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Selama periode tersebut, Kinerja meningkatkan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan penyederhanaan izin usaha. Saat ini, Kinerja mendapatkan dana tambahan untuk melanjutkan programnya di Papua, dan fokus pada layanan kesehatan dan pendidikan terutama manajemen berbasis sekolah. Pendekatan Kinerja berdasarkan empat prinsip tata kelola yang baik: keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), daya tanggap (responsiveness), dan keterlibatan masyarakat (public participation). Kinerja mendorong pemerintah daerah serta unit layanan kesehatan, pendidikan, dan perizinan usaha untuk mengadopsi prinsip-prinsip ini dalam upaya mereka untuk meningkatkan mutu pelayanan publik. Mengingat Kinerja bekerja di dua sisi, penyedia dan pengguna layanan, pendekatan perubahan yang paling signifikan (MSC) dapat menjadi metode yang cocok untuk mengetahui perubahan yang dihasilkan oleh program Kinerja. Selama ini, kerangka monitoring dan evaluasi yang digunakan Kinerja menekankan kuantitas hasil intervensi program. Tapi, metode kuantitatif ini tidak dapat memberikan gambaran praktis tentang bagaimana dampak dan perubahan dapat dicapai oleh program-program serupa di masa depan. Dalam metode MSC, pemangku kepentingan diminta untuk bercerita tentang perubahan-perubahan yang mereka lihat, atau alami. Cerita merupakan sebuah media yang ideal untuk membantu memahami dampak program dan mengerti nilai-nilai mitra – apa yang penting, dan mengapa? Kinerja memilih MSC untuk evaluasi akhir program karena metode ini partisipatif. Berbagai pemangku kepentingan dapat terlibat mulai dari pengumpulan data hingga analisis. Ketika para pemangku kepentingan memilih cerita perubahan yang paling signifikan, mereka berpartisipasi dalam proses musyawarah tentang nilai setiap hasil. Selain berfungsi dalam monitoring dan evaluasi, MSC juga Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
2
menyatukan visi serta menyediakan materi materi yang dapat digunakan untuk publikasi dan komunikasi Namun, MSC seharusnya tidak menjadi satu-satunya cara untuk menilai hasil dan dampak program. Metode ini seharusnya menjadi pelengkap evaluasi akhir program. Cerita-cerita yang muncul dari proses MSC dapat menjadi sumber yang kaya untuk membuat hipotesa tentang bagaimana perubahan terjadi. MSC juga dapat mengidentifikasikan perubahan yang tidak diharapkan atau tidak diprediksi tapi yang tetap berdampak positif. Menggunakan metode ini, Kinerja mendokumentasikan perspektif dan pendapat pemangku kepentingan tentang perubahan paling signifikan yang dihasilkan oleh program tersebut. Selanjutnya, MSC dipilih sebagai salah satu teknik untuk memonitor dan mengevaluasi dampak program Kinerja di Papua. Dengan demikian, studi MSC tahun 2015 menjadi sangat penting karena pembelajaran dari penerapan studi ini akan menentukan monitoring dan evaluasi program Kinerja di Papua. Studi MSC ini dilakukan oleh Isma Novitasari Yusadiregja dan Rika Setiawati pada Agustus dan September 2015. Laporan ini disusun oleh kedua peneliti tersebut serta Kate Walton dan Andri Pujikurniawati dari Kinerja pada bulan Desember 2015. Terima kasih atas keterlibatan semua kawan-kawan yang berbagi pengalaman dan ceritanya, dan juga kepada staf Kinerja yang mengikuti proses pemilihan cerita yang paling penting.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
3
Ringkasan temuan studi Studi ini menunjukkan bahwa perubahan positif dapat terjadi dalam pelayanan publik jika tiga unsur utama (unit penyedia layanan kesehatan, pemerintah, dan masyarakat) bekerjasama mencapai tujuan bersama, yaitu pelayanan publik yang lebih baik. Dengan mempertemukan sisi supply (unit penyedia layanan kesehatan dan pemerintah) dan sisi demand (masyarakat), dan meningkatkan kapasitas mereka, pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat lebih tersedia dan terjangkau oleh masyarakat. Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan kesehatan ini dapat dibuktikan dengan berkurangnya pengaduan masyarakat tentang mutu layanan, kepuasan pengguna layanan meningkat, dan frekuensi penggunaan layanana juga meningkat. Penyedia Layanan Kerelaan penyedia layanan di daerah mitra Kinerja untuk menggunakan alat dan inisiatif yang inovatif diidentifikasikan oleh responden studi sebagai metode kunci untuk meningkatkan mutu pelayanan. Komitmen penyedia layanan untuk meninjau kembali programnya, dan tidak lagi hanya melakukan kegiatan ‘seperti biasanya’ membawa perubahan-perubahan kecil yang berdampak besar. Misalnya, program kemitraan bidan dan dukun sudah lama dicanangkan oleh pemerintah pusat, namun selama ini hanya bersifat top-down sehingga tidak berjalan dengan baik. Namun, ketika penyedia pelayanan melibatkan dukun bayi sejak awal pelaksanaan program kemitraan bidan dan dukun, lebih banyak dukun bersedia terlibat dalam program, dan kemitraan menjadi lebih kuat. Hasilnya, lebih banyak ibu bersalin di fasilitas kesehatan. Jika semua unsur dan mitra merasa dihormati, didengarkan, dan dilibatkan dengan aktif, program kesehatan lebih mungkin berhasil dan berdampak positif pada indikator kesehatan. Sebagai contoh, dua puskesmas di Kalimantan Barat mengatakan bahwa sebelum mereka mempunyai program kemitraan bidan-dukun yang berprinsip tata kelola yang baik, sekitar 50% persalinan di wilayah tersebut ditolong oleh dukun; sekarang, hanya satu atau dua persalinan per tahun ditolong dukun, sisanya dtolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Anggota masyarakat yang diwawancarai dalam studi ini mengidentifikasikan empat perubahan utama yang terjadi oleh karena program Kinerja: 1) hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan menjadi lebih baik; 2) sumber daya dan pelayanan lebih tersedia dan memadai, termasuk menurunnya waktu menunggu layanan; 3) kenyamanan puskesmas meningkat; dan 4) mutu pelayanan kesehatan meningkat. Masyarakat menganggap bahwa tenaga kesehatan sudah menjadi pendengar yang lebih baik dan melayani pasien dengan lebih ramah dan hormat, serta lebih sering memberikan informasi terinci tentang kehamilan, pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan menyusui. Responden juga merasa bahwa sekarang tenaga kesehatan datang tepat waktu dan berada di puskesmas sampai sore. Tenaga kesehatan juga dianggap lebih semangat dan bekerja lebih keras agar bisa menangani lebih banyak pasien setiap hari; hal ini dapat mengurangi waktu menunggu pelayanan. Selain itu, responden juga mengidentifikasi banyak perubahan fisik yang terjadi di puskesmas setelah ada program Kinerja. Pasien mengatakan bahwa puskesmas sudah lebih bersih, nyaman, dan terawat. Mutu pelayanan kesehatan juga dianggap meningkat karena berbasis standar pelayanan. Kunci dalam semua perubahan ini adalah perubahan pola pikir (mindset). Kepala puskesmas dari wilayah mitra Kinerja mengatakan bahwa pola pikir staffnya sudah banyak berubah. Sejak diperkenalkan dengan Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
4
prinsip tata kelola yang baik seperti transparansi dan keterlibatan masyarakat, staff puskesmas sadar bahwa ternyata mereka bisa mendorong peningkatan mutu pelayanan dan mereka menjadi agen perubahan (agents of change) di puskesmas. Banyak staf sudah tidak menjalankan kegiatannya berdasarkan rutinitas biasa, dan mulai mengubahkan cara kerja mereka. Staf menjadi lebih semangat, senang dan ramah, sementara kepuasan pasien meningkat dan indikator kesehatan menjadi lebih baik. Pemerintah Komitmen pemerintah untuk mendukung penyedia layanan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan melibatkan anggota masyarakat juga sangat terlihat dalam hasil studi ini. Dengan memperkuat kebijakan dan peraturan yang sudah ada, dan membuat peraturan baru untuk memenuhi kesenjangan, pemerintah bisa memperlihatkan komitmennya untuk melaksanakan prinsip tata kelola yang baik. Ketika pemerintah benar-benar ingin mendengarkan masyarakat dan memenuhi haknya, persoalan lebih mudah diidentifikasi dan mutu pelayanan dapat ditingkatkan. Pasien, penyedia layanan, dan staf pemerintah yang terlibat dalam studi ini mengakui bahwa kebijakan dan peraturan setempat menjadi kunci terhadap perubahan yang terjadi di puskesmas. Sebagai contoh, peraturan (daerah/ Bupati) tentang ASI eksklusif dan inisiasi menyusu dini paling sering diidentifikasikan oleh staff pemerintah sebagai faktor terbesar yang mendorong fasilitas kesehatan melaksanakan program pro-ASI. Masyarakat Terakhir, di daerah mitra Kinerja, semangat masyarakat berperan sangat penting dalam perbaikan layanan kesehatan. Jika masyarakat melakukan pengawasan pelayanan publik melalui forum masyarakat, seperti forum multi-stakeholder (MSF) yang dikenalkan oleh Kinerja, mereka dapat mendorong perubahan dengan cara mengidentifikasi masalah, bersama dengan penyedia layanan mencari alternative solusi, dan melakukan advokasi perbaikan layanan. Jika masyarakat dilibatkan dalam pembuatan program layanan kesehatan, anggaran dan rencana kerja unit penyedia layanan akan leboh sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan mereka akan dapat mencari solusi masala yang dihadapi dengan lebih baik. Selain itu, jika pasien dan masyarakat mengetahui hak kesehatan mereka dan menuntut hak tersebut dipenuhi, unit penyedia layanan akan lebih termotivasi untuk menyediakan pelayanan sesuai standar. Anggota masyarakat di daerah mitra Kinerja mengatakan sekarang mereka lebih percaya bahwa pemerintah mendengarkan masukan dari masyarakat dan bahwa staf pemerintah sudah sadar tentang pentingnya kerjasama masyarakat, pemerintah, dan pemberi layanan untuk meningkatkan mutu pelayanan. Anggota MSF mengatakan bahwa mereka menjembatani penyedia layanan dan masyarakat, dan membantu menyelesaikan masalah yang sebelumnya mungkin tidak diatasi karena hubungan antarpihak yang kurang baik. Banyak anggota MSF juga mengatakan bahwa mereka sering ikut mensosialisaskan informasi kesehatan dari puskesmas. Menurut mereka, informasi yang disampaikan melalui MSF mampu mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat, terutama tentang persalinan aman dan ASI eksklusif.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
5
Kesimpulan Studi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan prinsip tata kelola yang baik – transparansi, akuntabilitas, responsiveness, dan keterlibatan masyarakat – dalam pelayanan publik dapat berdampak positif. Pasien lebih sadar pada haknya; tenaga kesehatan lebih sadar pada tanggungjawabnya; dan pemerintah lebih sadar pada apa yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi dan terpercaya. Dalam jangka panjang, perubahan ini akan menyebabkan perbaikan tingkat kesehatan. Perbaikan kecil sudah dapat dilihat di wilayah mitra Kinerja. Melalui tata kelola yang baik, kematian ibu dan bayi dapat ditekan, lebih banyak ibu akan mengalami persalinan aman, dan lebih banyak anak akan mulai kehidupannya dengan baik.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
6
Proses MSC 1.
Metode
Pada awalnya, metode MSC terdiri dari sepuluh langkah pelaksanaan: 1. Identifikasi mitra penting atau champion, dan membangun ketertarikan untuk menggunakan pendekatan MSC 2. Definisi domains of change (lokasi dan jenis perubahan) 3. Definisi periode untuk diteliti 4. Pengumpulan cerita perubahan 5. Review cerita dalam kerangka tertentu 6. Pemberian umpan balik dari proses review kepada para mitra 7. Identifikasi proses verifikasi cerita yang dikumpulkan 8. Kuantifikasi data 9. Analisis data sekunder 10. Revisi proses MSC Evaluator tidak wajib mengikuti seluruh langkah pelaksanaan MSC, meskipun semuanya penting. Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya manusia, Kinerja hanya melakukan tahap yang dianggap paling penting:
Identifikasi lokasi dan pemangku kepentingan Lokasi dan pemangku kepentingan diidentifikasi oleh evaluator dan manajemen program Kinerja. Berikut adalah lokasi yang dipilih untuk studi MSC: Provinsi Jawa Timur Kalimantan Barat
Kabupaten/Kota Probolinggo Bondowoso Sambas Kota Singkawang
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
7
Berdasarkan tujuan MSC Kinerja, cerita dikumpulkan dari responden terpilih. Secara umum, ada kriteria untuk responden: yaitu, responden harus terlibat sebagai pengguna layanan atau pemberi layanan baik sebelum dan sesudah program Kinerja. Berikut adalah kriteria responden yang dapat terlibat di studi MSC Kinerja: 1. Staf Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota: Kepala Dinas atau staf dari bidang kesehatan ibu dan anak yang sadar tentang program Kinerja dan sudah terlibat selama minimal dua tahun. 2. Staf Puskesmas: Kepala Puskesmas, bidan koordinator, atau bidan yang sadar tentang program Kinerja dan sudah terlibat selama minimal dua tahun. 3. Masyarakat: Ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan untuk kehamilan ini, dan juga pernah hamil sebelum kali ini. Ibu tersebut harus sudah mencari bantuan kesehatan selama kehamilan pertama atau saat persalinan pertama. Ibu dengan anak di bawah dua tahun juga boleh menjadi responden. Kriteria di atas juga berlaku untuk ibu dengan anak di bawah dua tahun. 4. Anggota Multi-Stakeholder Forum (MSF): Anggota yang sudah aktif selama minimal dua tahun. 5. Jurnalis warga: Orang yang sudah aktif sebagai jurnalis warga selama minimal dua tahun.
2. Identifikasi tempat dan jenis perubahan (domains of change) Domains of change adalah kategori umum yang dapat membantu analisis cerita perubahan. Sebelum mengumpulkan cerita dalam beberapa domains of change, staf Kinerja dan konsultan penelitian memutuskan bahwa cerita perubahan yang akan didokumentasi akan lebih banyak memotret perubahan di sisi penyedia layanan dan di tingkat Puskesmas. Diasumsikan bahwa cerita perubahan yang diceritakan oleh responden akan terkait isu aspek pelayanan publik, tata kelola, dan keterlibatan masyarakat.
3. Pengumpulan cerita Pengumpulan cerita perubahan dilakukan oleh dua konsultan penelitian. Keterlibatan konsultan eksternal (bukan staf Kinerja) bermanfaat karena cerita yang dikumpulkan akan menjadi netral dan obyektif. Hal ini terjadi karena responden yang berbagi cerita akan bercerita berdasarkan pengalaman yang sebenarnya. Agar memastikan konsistensi dalam informasi yang direkamkan di daerah yang berbeda, kedua konsultan menggunakan sebuah panduan wawancara saat pengumpulan cerita. Seperti dikatakan di atas, peneliti bertujuan untuk mengumpulkan cerita dengan tiga fokus: 1. Perubahan pelayanan publik; 2. Perubahan tata kelola; 3. Perubahan keterlibatan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan di empat daerah yang sebelumnya dipilih. Selama proses MSC, lebih dari 40 cerita dikumpulkan. Setelah proses pembersihan data, 30 cerita dipilih dari semua daerah. Cerita dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in-depth interviews) dengan responden terpilih. Sebelum interview, evaluator bertanya kepada responden apakah mereka bersedia dan setuju untuk mengikuti penelitian MSC, dan menjelaskan tujuan wawancara. Evaluator juga minta izin untuk merekam wawancara tersebut dengan alat perekam digital. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
8
Tiap wawancara didokumentasikan dengan menggunakan nama asli pencerita, baik di file audio maupun di file tertulis (transkript dan catatan). Semua file disimpan oleh peneliti dan tim Kinerja di komputer yang terkunci dengan kata sandi. Data tersebut akan disimpan selama sekitar lima tahun sejak awal studi. Setelah ditulis dalam transkript, semua transkripsi digunakan untuk menulis ringkasan 1-2 halaman per cerita.
4. Proses pemilihan cerita Pada tahap ini, Kinerja melakukan lokakarya mini untuk memilih cerita yang paling signifikan sebagai bahan pembelajaran ke depan. Lokakarya yang dihadiri oleh staff Kinerja ini bertujuan mendapatkan validasi dan verifikasi dari staff Kinerja. Para peserta mendapatkan 39 cerita dan ditugaskan untuk mendiskusikan dalam kelompok dan memilih lima cerita yang dianggap menunjukkan perubahan yang paling signifikan. Setiap kelompok membaca cerita yang mereka pilih dengan nyaring dan menjelaskan alasannya. Kemudian, semua peserta diminta untuk memberikan tanggapan dan mendiskusikan cerita tersebut, hingga akhirnya mereka dapat membuat kesepakatan tentang cerita-cerita perubahan yang paling signifikan. Cerita yang terpilih dapat dilihat di bab berikutnya, Perubahan yang Paling Penting. Setelah diskusi terakhir, semua peserta sepakat ada tiga cerita perubahan yang paling signifikan, yaitu: 1.
‘Demi nyawa’: Kota Singkawang, Kalimantan Barat Cerita ini berisi ringkasan informasi dari tiga pencerita yang berbeda. Setiap pencerita adalah anggota MSF di Kota Singkawang. Cerita ini dipilih karena menunjukkan informasi penting sebagai berikut:
Melalui Kinerja, anggota MSF di Kota Singkawang dapat mengakses informasi terkait kebijakan pemerintah. Pencerita (Mayuri) menjelaskan bahwa sebelum proram Kinerja, anggota masyarakat sering tertipu di unit pelayanan kesehatan, dan mereka bingung terhadap tarif dan prosedur rujukan. Setalah Kinerja bekerja di Kota Singkawang, masyarakat merasa lebih berdaya karena mereka mendapat informasi yang jelas. MSF berperan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Seluruh peserta lokakarya sepakat bahwa cerita ini menunjukkan perubahan, yaitu peningkatan transparansi dan keterbukaan informasi, yang diharapkan muncul karena program Kinerja. Peserta lokakarya setuju bahwa cerita ini menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan masyarakat. Pencerita (Alusia) menjelaskan bahwa dia menggunakan informasi tentang persalinan aman yang diperoleh dari pelatihan Kinerja untuk mendorong para suami memperhatikan istrinya yang sedang hamil. Selanjutnya, Alusia memberikan contoh tentang seorang suami yang tidak peduli terhadap istrinya yang sedang hamil anak pertama sehingga istri tersebut keguguran. Namun, setelah mendapat penjelasan dari Alusia, suami tersebut lebih peduli terhadap istrinya dan anak keduanya lahir selamat. Peserta lokakarya menganggap cerita ini sebagai bukti perubahan pendapat masyarakat dan sangat berdampak positif kepada kesehatan si ibu tersebut.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
9
2. ‘Perubahan mindset’: Sambas, Kalimantan Barat Cerita ini dipilih sebagai salah satu cerita terpenting oleh peserta lokakarya, dengan alassan sebagai berikut: Pencerita percaya bahwa program Kinerja merubahkan mindset (pola pikir) staf Puskesmas. Sekarang, staf tersebut menganggap diri mereka sebagai agents of change (agen perubahan) dalam peningkatan status kesehatan masyarakat setempat. Perubahan mindset juga terjadi di tingkat masyarakat. Perubahan ini dapat dilihat dengan keterlibatan masyarakat dalam MSF, melalui mengikuti survei pengaduan dan memberikan umpan balik kepada staf Puskesmas. 3. ‘Si Jempol Mancep, pelayanan cepet:’ Probolinggo, Jawa Timur Peserta lokakarya menyetujui bahwa tujuan utama program Kinerja adalah peningkatan pelayanan publik. Cerita dari Probolinggo ini menggambarkan inovasi lokal yang menggunakan sistem fingerprint (sidik jari) untuk menemukan data pasien. Sistem ini dianggap sebagai sistem yang berhasil karena berdampak sangat positif kepada kepuasan masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas. Inovasi ini juga dianggap dapat meningkatkan jumlah masyarakat yang menggunakan puskesmas.
4. Keterbatasan Pada awalnya, studi ini dilaksanakan untuk menjelaskan perubahan di sisi pengguna layanan yang fokus pada puskesmas sebagai unit analisis. Oleh karena ini, cerita di luar dua kriteria ini tidak dapat didokumentasikan. Selama periode pengumpulan cerita, sebagian pengguna layanan (anggota masyarakat) hanya diam dan malu karena mereka tidak nyaman bicara dengan orang yang baru mereka kenal. Karena wawancara dilakukan berdasarkan persetujuan sukarela, cerita yang dikumpulkan dapat menjadi bias dan lebih didominasi oleh pencerita yang lebih percaya diri dan suka bicara. Tantang lain dalam penggunaan MSC adalah kesulitan pemilihan cerita oleh peserta lokakarya karena hamper semua cerita dianggap penting. Selain itu, pencerita sering menceritakan pengalaman mereka dengan banyak detil, sehingga peserta lokakarya sering tidak yakin tentang poin yang ingin disampaikan oleh si pencerita. Terakhir, proses pemilihan cerita yang paling signifikan memakan cukup banyak waktu, dan perlu waktu panjang untuk mereview, menganalisis, dan memilih cerita.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
10
Perubahan Paling Signifikan Berikut adalah 15 cerita yang dianggap terpenting oleh peserta lokakarya pemilihan cerita perubahan paling signifikan.
Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat Perubahan Mindset (Marzini, Kepala Puskesmas Semparuk)
testimoni dalam acara berbagi ke kabupaten lain, bertempat di Pontianak. Dari kegiatan yang dia ikuti dengan aktif, Pak Marzini dapat merasakan banyak perubahan yang terkait dengan Kinerja pelayanan Puskesmas terhadap penyedia layanan. Menurutnya, dasar dari perubahan itu dan yang juga merupakan perubahan paling penting adalah perubahan mindset (cara berpikir). “...Karena apapun segala yang kita lakukan tindakan kita tuh berawal dari apa yang kita pikirkan. Nah kalau kita sebagai petugas sudah
Gambar 1. Marzini, Kepala Puskesmas Semparuk
Pak Marzini adalah Kepala Puskesmas Semparuk, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat, yang telah menjabat di fasilitas layanan kesehatan ini sejak satu tahun yang lalu (2014). Sebelumnya, dia menjabat menjadi Kepala Puskesmas Sungai Kelambu, masih di Kabupaten Sambas. Walaupun baru menjabat satu tahun di Semparuk, Pak Marzini telah mengetahui program Kinerja sesuai jabatannya di waktu itu dan aktif mengikuti kegiatan yang diselenggarakan. Kegiatankegiatan itu diantaranya adalah lokakarya janji layanan, berbagai pertemuan di berbagai tingkat, baik itu di tingkat kecamatan, kabupaten, sampai tingkat provinsi. Bahkan selama 1 tahun menjabat di Semparuk, dia sudah 3 kali menjadi narasumber untuk menyampaikan perubahan yang terjadi di puskesmas tersebut setelah ada program KINERJA. Salah satunya, dia menyampaikan Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
“Dengan adanya Kinerja yang di puskesmas perubahan signifikan yang dirasakan adalah perubahan pola pikir. Pertama, kita sebagai petugas tidak hanya mengerjakan rutin tapi kita ini sebagai agen perubahan yang membuat puskesmas itu semakin maju…” - Marzini Kepala Puskesmas Semparuk
mau merubah puskesmas jadi lebih baik, apapun yang kita lakukan ini kan juga mindsetting yang ada di masyarakat. Nah kalau dia menganggap yang memberi masukan ke puskesmas maka mereka akan memberi masukan sesuai alur. Jadi bukan dengan emosional. Ya jadi menurut saya yang terpenting dari sini dengan adanya Kinerja yang paling saya rasakan adanya perubahan pola 11
pikir mindset daripada semua elemen yang ada di masyarakat...” Dari perubahan mindset ini, Pak Marzini menyebutkan dampaknya. Dulu, fungsi perencanaan hanya menjadi tugas pimpinan puskesmas. Para petugas di bawah kepemimpinan kepala puskesmas hanya menjalankan tugas. Setelah cara berpikir berubah dari semua staf, mereka memiliki pemikiran bagaimana ingin memajukan puskesmas dan memiliki rasa tanggung jawab untuk bersama mengubah puskesmas menjadi lebih baik. Contoh dari ide-ide itu adalah masukan terkait tampilan fisik puskesmas, misalnya tampilan loket, ruang tunggu, dan tampilan poster, yang semuanya ditujukan agar orang yang datang berkunjung merasa nyaman. “..seperti hotel begitu...artinya 50% orang yang datang ke sini tuh sudah sembuh penyakitnya..”, begitu katanya. Pak Marzini dapat melihat ada petugas puskesmas yang betul-betul menjadi petugas di loket sebagai petugas yang menjalankan 3 S, Senyum Salam Sapa. Dalam hal ruang tunggu dan tampilan poster, para petugas di Puskesmas memberikan usulan ide dan modelnya, dan ide tersebut dilaksanakan. “Jadi, intinya kalau dulu mungkin dengan adanya kritikan puskesmas merasa ada perlawanan gitu kan, tapi dengan sekarang justru puskesmas ini ingin dikritik terus...” - Marzini Kepala Puskesmas Semparuk Selain perubahan cara berpikir dari para petugas puskesmas, Pak Marzini juga melihat adanya perubahan keterbukaan dari mereka untuk menerima masukan dari masyarakat. Sebelum ada program Kinerja, cara pandang puskesmas terhadap pengaduan dari masyarakat sebagai suatu kritik. Sekarang, setelah ada perubahan cara berpikir dan Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
keterbukaan, puskesmas memiliki kesiapan untuk memandangnya sebagai masukan dan saran.
Gambar 2. Tata Cara Pengaduan di Puskesmas Semparuk
Masukan dari masyarakat ditampung dalam sistem puskesmas ke dalam alur pengaduan. Saluran yang digunakan adalah call center, baik itu SMS atau telepon, dan formulir pengaduan apabila pasien langsung datang ke puskesmas. Puskesmas akan tanggap dalam menerima pengaduan itu selama pasien pun mengikuti alurnya. Adanya informasi mengenai hal tersebut yang disosialisasikan puskesmas kepada masyarakat, telah dirasakan manfaatnya. Misalnya ada keluhan dari pasien mengenai lamanya menunggu di puskesmas. Masukan ini dibahas agar pelayanan lebih cepat dan mudah. Para petugas membuat alur pelayanan. Alur 12
pelayanan itu dibuat sistematis sehingga tidak berbelit-belit. Pasien mendaftarkan diri di loket, dari loket langsung ke pemeriksaan fisik, dilanjutkan ke bagian pelayanan, ke apotik untuk mengambil obat, dan langsung pulang. Ketika ditanya perbedaannya dengan dulu, dia menyebutkan, dulu tidak ada alur yang ditentukan dan dipajang, sehingga tidak diketahui pasien. Pak Marzini menyebutkan contoh lainnya. Pernah menerima pengaduan tentang bidan desa dari masyarakat yang masuk melalui telepon. Pengaduan itu adalah mengenai pembayaran tarif yang di luar ketentuan. Tahapan yang dilakukan kemudian adalah mencatat pengaduan tersebut ke dalam formulir pengaduan yang ada di puskesmas. Kemudian, Pak Marzini memanggil bidan yang bersangkutan untuk ditanyakan kejadiannya. Ternyata, permasalahan tersebut disebabkan oleh kesalahan penyampaian dan pemahaman. Yang menurutnya juga, hal itu umum terjadi. Setelah itu, pihak puskesmas memanggil warga yang menyampaikan pengaduan dan menjelaskan permasalahannya. Saat itu, kata Pak Marzini, kedua belah pihak dapat menerima dan menyelesaikan masalahnya. Kepala puskesmas ini menambahkan, seandainya masalah tak dapat diselesaikan di puskesmas, maka akan dibahas di tingkat dinas. Namun, hal ini belum terjadi dan masalah yang ada dapat diselesaikan di puskesmas. Selain perubahan paling penting dan menjadi dasar dari perubahan yang telah disebutkan, Pak Marzini menyampaikan adanya perubahan dalam sistem pemantauan di pelayanan KIA, khususnya untuk peta ibu hamil dan kantung persalinan berkelanjutan. Perbaikan dalam peta ibu hamil memudahkan dan menjadi alarm untuk memantau masalah di desa. Dalam kantung persalinan, dia mengatakan dulu kantung persalinan itu hanya 1 dan tidak berkelanjutan. Sekarang, dibuat menjadi Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
kantung persalinan berkelanjutan. Hal ini memudahkan untuk melihat ibu hamil risiko tinggi. Setelah bersalin, datanya dipindahkan ke kantung IMD, kemudian setelah selesai dilanjutkan ke kantung ASI eksklusif, berpindah ke kantung BGM jika dibutuhkan setelah 6 bulan. Adanya warna yang berbeda pun memudahkan untuk dipantau. Warna tidak berisiko tinggi yang hijau, yang ringan berwarna biru, dan yang tinggi berwarna merah. Dengan demikian, pemantauan tidak hanya selesai pada saat masa bersalin. Para petugas KIA dapat mengetahui dan memantau sampai proses kelahiran dan pertumbuhan balitanya. Namun demikian, Pak Marzini menyadari, hal ini memerlukan pemantauan terus menerus. Kalau tidak dipantau, kartu-kartu itu kemungkinan tidak berpindah dari satu kantung ke kantung lainnya.
Gambar 3. Bupati Sambas melihat dokumentasi perbaikan layanan di Puskesmas Semparuk
Sementara untuk keberadaan dan partisipasi Multi Stakeholder Forum (MSF) dan Jurnalis Warga (JW), Pak Marzini menyebutkan, peran mereka sangat penting dan membantu. Pada awal keberadaan MSF dan JW, ketika belum ada keterbukaan dari pihak puskesmas, kedua institusi ini dianggap sebagai pihak yang mencari-cari kesalahan. Namun seiring waktu, pihak puskesmas menjadi lebih menerima dan para petugas bisa bersikap profesional, hal ini sudah tidak menjadi masalah. 13
Kehadiran MSF dan JW sangat membantu dalam menjadi saluran aspirasi antara masyarakat dan puskesmas. Mereka mempermudah koordinasi karena biasanya masyarakat sering emosional ketika menyampaikan keluhan-keluhannya. Namun demikian, masih ada beberapa dari anggota MSF yang masih belum paham, sehingga memperlambat proses komunikasi. Menurut Pak Marzini, pemahaman mereka perlu ditingkatkan terutama dalam memahami peran dan fungsi masing-masing lembaga. Selain itu, MSF dan JW belum memiliki wadah yang jelas setelah program Kinerja selesai.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Sehingga, yang sekarang terjadi, tingkat partisipasi mereka menurun. Ada beberapa anggota yang aktif, namun banyak juga yang menjadi pasif. Dalam hal ini, Pak Marzini sebagai Kepala Puskesmas, tetap mengundang mereka dan berupaya melibatkan jika ada pertemuan. Dengan cara itu, sampai sekarang, masih ada yang aktif mengikuti, walau tinggal dua orang. Pak Marzini berpikir, akan lebih baik jika keberadaan MSF dan JW diakui oleh pemerintah. Sehingga mereka memiliki wadah yang kuat yang menaungi mereka, walau program pendampingan Kinerja sudah selesai.
14
Nilai Kemanusiaan (Nurul Fauzah, MSF Sejangkung)
Gambar 1. Ibu Nurul Fauzah, MSF Sejangkung berpose bersama konsultan Kinerja.
Ibu Nurul Fauzah adalah salah seorang anggota Forum Multi-Stakeholder (MSF), bergabung sejak tahun 2011, di Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas. Selain sebagai anggota MSF, Bu Nurul juga adalah anggota Dewan Kesehatan Rakyat, kader posyandu, dan kader PAUD. Unsur-unsur MSF dan Jurnalis Warga di Kecamatan Sejangkung berasal dari KUA, PKK, Remaja Siaga, organisasi donor darah, Badan Penyantun Puskesmas, dan lain-lain. Anggota MSF ada 10 orang, dengan keaktifan 80% saat pendampingan dan sudah hanya tinggal setengahnya saat sekarang. Kegiatan yang diikuti oleh Bu Nurul adalah berbagai pelatihan, termasuk pelatihan jurnalisme warga, lokakarya mini, dan pertemuan di tingkat kabupaten. Dalam kegiatan jurnalisme warga, Bu Nurul mengatakan dia tidak terlalu aktif dan lebih fokus ke MSF. Namun, dia tahu apa yang dilakukan oleh jurnalisme warga adalah menyebarkan informasi tentang kejadian ibu dan anak, perkembangan posyandu, dan kegiatan di kecamatan dan desa. Informasi dikirimkan oleh JW kecamatan ke PKBI sebagai koordinatornya. Namun karena sarana terbatas, tanpa ada laptop dan kamera, maka informasi disampaikan via SMS/telepon. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Bu Nurul cukup memahami tugasnya sebagai anggota MSF. “....kita ini sebagai corong masyarakat juga sebagai corong dari pemerintah dan lembaga kesehatan. ..yang paling kami rasakan yah berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Ohhh.. aturan seperti ini ini, karena ini harus alurnya begini. Kemudian kita bisa menyampaikan ke masyarakat, ya paling tidak lingkungan kita pribadi kita termasuk posyandu, kemudian temen-temen dekat kita sampaikan. Ohhh alur kegiatan puskesmas gini ini... bayar kontribusi sumbangan itu disampaikan.. ketika itu kan jampersal masih ada. Jadi kita ikut sosialisasikan jampersal bahwa jangan sampai melahirkan tidak standar lah, kita arahkan ke puskesmas atau ke polindes. Itu yang kita inginkan...” Banyak perubahan yang dirasakan oleh Bu Nurul, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat setelah adanya MSF. Dia menjadi tahu berbagai jejaring yang terkait dengan pelayanan kesehatan publik. Dia melihat, jam pelayanan di puskesmas sudah lebih tepat waktu. Puskesmas menyampaikan alur pelayanan yang mempermudah masyarakat memeriksakan diri. Ada juga masyarakat yang merasa fasilitas di puskesmas berubah, contohnya dulu kursi kayu biasa saja, sekarang sudah lumayan bagus. Sehingga masyarakat merasa senang ketika berada di puskesmas. Dulu, masyarakat tidak memiliki akses informasi untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang berlaku termasuk transparansi dana. Saat ada MSF, informasi ini dapat diakses. Misalnya ketika ada Jampersal, MSF tahu aturannya dan disampaikan kepada masyarakat. Begitu juga saat ada perubahan, di mana Jampersal dihapuskan, diganti oleh BPJS, MSF menyampaikannya. Walau kemudian, menjadi tantangan bagi MSF ketika kebijakan berubah dari yang awalnya gratis menjadi tidak gratis. Ketika menyampaikan Jampersal, MSF merasa 15
mudah karena memang program itu memudahkan masyarakat dan mereka tinggal mengarahkan. Namun saat diubah menjadi BPJS, masyarakat mengeluh dan pernah ada yang kembali ke dukun kampung untuk melahirkan, khususnya bagi keluarga miskin. Untungnya, di Sejangkung, kemitraan bidan dan dukun kampung sudah dibuat. Sehingga, walaupun masyarakat datang ke dukun, tetap terarah untuk melahirkan dengan bidan. Perubahan lain yang dirasakan Bu Nurul adalah perubahan pengetahuan tentang pembuatan kebijakan, diantaranya memahami BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) dan cara menghitung pemasukan dan pengeluaran di puskesmas. Selain pengetahuan, dia merasa kepeduliannya makin bertambah. “Saya juga dulu kan ndak begitu perhatian yah dengan ibu hamil segala macam kan. Orang meninggal melahirkan dan meninggal karena kita anggap itu takdir Tuhan. Ya itu pemahaman kita. Ternyata itu banyak dipengaruhi oleh manusia. Kita mau peduli. Jadi itu udah menimbulkan semangat bahwa kita harus peduli dengan tetangga kita dengan siapa saja yang mengalami itu...” -
Nurul Fauzah MSF Sejangkung
Perubahan ini dirasakan karena saat menghadiri lokakarya yang dilakukan PKBI, mereka menyampaikan studi banding di wilayah lain, NTB dan NTT. Dari kasus 20 kematian bayi tiap tahun, menjadi nol. Informasi itu membuat Bu Nurul dapat melihat bahwa kondisi itu bisa diperbaiki, bayi dapat diselamatkan, dengan bekerja dengan semua stakeholder.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Pemahaman ini, membuat rasa kemanusiaannya semakin berkembang. Dia menjadi senang sebagai anggota MSF karena merasa memiliki teman seperjuangan. Selain itu, wadah ini membuatnya dapat mengakses berbagi informasi yang dia butuhkan dan untuk saling membantu sesuai kemampuan. Perubahan paling penting yang dirasakan Bu Nurul adalah perubahan pelayanan publik tadi dan yang mendasarinya adalah pengembangan rasa kemanusiaan. Rasa kepedulian sebagai bagian dari nilai kemanusiaan ini, menurutnya, merupakan dasar yang penting untuk melakukan perubahan. “...memang kita ini harus peduli dengan kaderkader sekitar terutama untuk penanganan ibuibu. Ini karena rawan masalah kematian ibu dan anak ini. Saat melahirkan ini yang perlu kita garis bawahi kalau menurut saya..” Selain berbagai perubahan positif ini, Bu Nurul menyayangkan tidak adanya pengukuhan MSF sebagai lembaga yang diakui. Menurutnya, jika MSF memiliki SK, MSF akan punya keleluasaan untuk bergerak dan setidaknya ada anggaran yang dialokasikan. MSF sebenarnya tidak menuntut harus ada gaji. Namun setidaknya, anggaran dapat digunakan untuk dana transportasi untuk pergi menghadiri pertemuan atau melakukan kunjungan ke desa-desa lain. Khususnya desa yang jauh ke arah pantai dan ke arah pedalaman. Ide lain yang disebutkan Bu Nurul adalah keanggotaan MSF sebaiknya menggunakan sistem perwakilan desa atau dikuatkan melalui lembaga di desa yang ada, misalnya PKK. Dengan sistem perwakilan, setiap anggota MSF di desa dapat meminta kepada pemerintah desa untuk mengalokasikan anggaran. Ketika keanggotaan MSF berbasis unsur di kecamatan, menurutnya, menjadi sulit karena tidak punya saluran pendanaan.
16
Persalinan Aman (Bu Narti & Bu Eliah, Bidan Puskesmas Semparuk)
yang diberikan kepada ibu dan pasien. Setiap bagian dari pelayanan dan petugasnya, ditanyakan kepada pasien dan mereka mengisi sendiri. Bidan kadang hanya memandu dalam penjelasan pertanyaannya. Setelah diisi, kuesioner itu dimasukkan ke dalam kotak saran. Namun, hak untuk membuka kuesioner itu adanya di bidan koordinator yang dilakukan sebulan sekali. Mereka tidak tahu hasilnya. Menampung aspirasi pasien tidak hanya dilakukan di puskesmas dengan cara menggunakan kuesioner. Menurut mereka, pentingnya partisipasi pengguna layanan ditanamkan untuk dijalankan di posyandu.
Gambar 1. Salah satu bidan Puskesmas Semparuk berpose di depan kantong persalinan
Ibu Narti dan Ibu Eliah adalah bidan dari Puskesmas Semparuk, Kabupaten Sambas dan bekerja di wilayah cakupannya. Mereka tidak mengikuti kegiatan pendampingan langsung yang dilakukan oleh staf dari Kinerja, namun mengikuti pertemuan bulanan yang difasilitasi kepala puskesmas. Dalam pertemuan itu, apa yang didapatkan dari Kinerja oleh kepala puskesmas dan bidan koordinator, disampaikan ke mereka. Sehingga, mereka turut merasakan pengaruh dan perubahan dari adanya Kinerja. Perubahan-perubahan yang dirasakan oleh kedua bidan ini sangat banyak. Perubahan itu diantaranya adalah kemitraan bidan dan dukun kampung yang terkait dengan persalinan aman, adanya pojok laktasi, kualitas IMD (Inisiasi Menyusui Dini), pentingnya ASI Eksklusif, peta ibu hamil dan kontrolnya, juga kepuasan pasien yang ditampung dengan kotak saran. Keberadaan MSF disebutkan juga oleh mereka sebagai bagian penting dari perubahan tersebut, walaupun mereka tidak terlalu paham dengan rinciannya. Kedua bidan ini menjelaskan lebih jauh dari masing-masing perubahan. Dalam hal kepuasan pasien, mereka menyebutkan ada kuesioner Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Puskesmas Semparuk pernah menerima masukan dan saran dari ibu balita dalam menjalankan pelayanan di posyandu. Misalnya, ibu balita meminta agar kegiatan penimbangan balita dan pemeriksaan kehamilan dilakukan terpisah, tidak digabung. Ide tersebut didengarkan oleh bidan dan langsung dijalankan.
Perubahan dalam persalinan aman sudah terasa juga. Persalinan aman ini adalah persalinan dengan tenaga kesehatan, bukan oleh dukun kampung. Sebelumnya, banyak sekali masyarakat yang masih melahirkan ke dukun kampung. Sekarang ini, dengan adanya kemitraan bidan dan dukun kampung, persalinan aman jadi meningkat. “...kadang masih ada dengan dukun juga. Kalau dulu kan sebelumnya kan mungkin dengan alasan katanya sih kepepet, ndak sempat dibawa kebanyakan kan gitu. Alasannya, jadi sekarang itu kan emang ditekankan supaya bersalin tu di fasilitas kesehatan. Itu banyak membantu. Membantu kami lah petugas yang di desa kenapa karena kita kalau ke rumah pasien tuh, kan belum tentu kita bisa bawa alat banyak-banyak kan, naaah itu biasanya jadi membantu sekali...” 17
Pertemuan-pertemuan dilakukan terlebih dahulu di tingkat dusun sampai kemudian ke tingkat desa untuk menjelaskan pentingnya persalinan oleh tenaga kesehatan. Dari pertemuan tersebut, dilakukan penandatanganan surat kesepakatan antara bidan dan dukun kampung. Setelah ada sosialisasi, para dukun kampung mau menandatangani surat kesepakatan dan saat ini peran mereka menjadi lebih sebagai pendamping saja. Dengan adanya kemitraan ini, tentunya ada konsekuensi menanggung intensif untuk dukun kampung saat mendampingi kelahiran oleh bidan. Mereka memberikan uang senilai Rp30.000 kepada dukun kampung. Sementara penghasilan lain, biasanya dukun kampung mendapatkannya dari pihak keluarga. Di acara selamatan bayi, biasa disebut dulangan, dukun kampung biasanya mendapatkan beras, kain, ikan, dll.
Kedua bidan mengakui bahwa program kemitraan bidan dan dukun kampung sudah ada dari dulu. Bedanya dengan program Kinerja ini, tahapannya dirinci dan sangat jelas.
dan para ibu menyusui menjadi merasa nyaman. IMD kini sudah menjadi bagian dari SOP pelayanan bidan untuk melahirkan. Dulu, setelah memotong tali pusat bayi, biasanya bayi langsung dibersihkan. Sekarang, tidak dibersihkan dulu tapi ditempel ke dada ibunya agar dapat mencari puting susu sendiri. Terkait ASI Eksklusif, sekarang ini, bidan lebih menekankan pentingnya menyusui dengan ASI saja selama 6 bulan kepada ibu bayi karena sudah mengerti alasannya. Rata-rata, ibu bayi paham dengan hal itu. Namun terkadang, nenek dari bayi atau keluarga besar lainnya menyuruh hal lain. Jadinya, ada saja yang tidak jujur. Ibu bayi mengatakan memberikan ASI Eksklusif, kenyataannya mereka memberikan makanan tambahan. Ketika menghadapi hal itu, bidan memperlihatkan atau menyebutkan bayi lain yang mendapatkan ASI Eksklusif termasuk pertumbuhannya. Biasanya, hal ini dapat mengubah pemikiran ibu bayi kembali. Adapun perubahan penempatan data di kantong persalinan berkelanjutan dan peta ibu hamil, kedua bidan menyebutkan pengaruh baiknya. Mereka dapat lebih mudah memantau kasus ibu dan bayi risiko tinggi. Dengan demikian, mereka bisa bersiap dan mengantisipasi risikonya. Data tersebut diperbaharui setiap satu bulan satu kali.
Dampak dari kemitraan ini, setidaknya di desa cakupan kedua bidan, persalinan oleh tenaga kesehatan sudah 100%. Tapi kadang memang terjadi kelahiran normal yang mudah dan tidak berisiko, disebut oleh bidan “langsung berojol”. Dukun kampung biasanya tetap menelepon dan menghubungi mereka untuk memberitahukan kejadian tersebut. Perubahan lainnya adalah adanya pojok laktasi. Dulu, tidak ada ruang khusus bagi ibu menyusui yang datang ke puskesmas untuk memeriksakan diri. Kini, di ruang ini, sudah dibuat pojok laktasi Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Gambar 2. Dukun menandatangani MoU Kemitraan Bidan dan Dukun
18
Dari semua perubahan tersebut, kedua bidan menyebutkan, yang paling penting adalah perubahan dalam persalinan aman. “....gini bu ya, kalo melahirkan sama dukun misalnya kita kan ndak tau, risiko itu pada ibu hamil, kapan-kapan aja bisa terjadi bu. Pendarahan misalnya, kalau dengan dukun. Tapi kalau dengan petugas kesehatan kan kita tau bu. Ooh ini kalau [persalinan] ndak majumaju aaah langsung kita rujuk. Nah makanya lebih penting dari yang semua-semua lah...”
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
19
Tidak Harus Menunggu Sampai Sore
Ada Petugas dari Pagi
(Ria, Ibu Hamil di Semparuk)
(Aster, Ibu Balita Sejangkung)
Ibu Ria (25 tahun) merupakan salah satu pengguna layanan dari Puskesmas di Semparuk. Ibu Ria sedang hamil anak kedua, dengan usia kandungan tujuh bulan. Beliau menikah pada tahun 2011, kemudian mengalami kehamilan pertama pada tahun 2012 dan kehamilan kedua pada tahun 2015. Selama kehamilannya, Ibu Ria selalu menggunakan jasa pelayanan dari Puskesmas Semparuk baik pada kehamilan pertama maupun yang kedua. Pemeriksaan yang dilalui oleh Ibu Ria diantaranya pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi badan, dan pemeriksaan detak jantung bayi. Berdasarkan pernyataan Ibu Ria, beliau juga diberi vitamin, obat penambah darah, dan susu. Selain itu, pihak Puskesmas memberikan beberapa saran untuk beristirahat yang cukup dan makan makanan yang bergizi untuk kesehatan anak.
Ibu Aster (38 tahun) merupakan ibu dari 4 orang anak, yaitu anak pertama berusia 13 tahun, anak kedua berusia 10 tahun, anak ketiga berusia 6 tahun, dan terakhir baru lahir pada tahun 2015. Ibu Aster sudah lama tinggal di Sejangkung dan dirinya menyatakan telah cukup tahu juga mengenai Puskesmas di Sejangkung. Selama beliau hamil, Ibu Aster selalu memeriksakan kandungannya secara rutin setiap bulannya di Puskesmas Sejangkung. Selama pemeriksaan beliau mengaku telah menerima pelayanan, walaupun tidak semua dia ikuti, misalnya dalam meminum obat/vitamin yang berbentuk tablet.
“Iya, kalau ada yang cepet mau itu [dilayani] kan jam 8 sudah ada [petugas] gitu kan. Jadi pagi-pagi kan bisa. Gak harus nunggu sore, siang.“ - Ria Ibu Hamil, Puskesmas Semparuk Ibu Ria memaparkan bahwa Puskesmas Semparuk ini telah mengalami perubahanperubahan selama beliau menggunakan jasa Puskesmas, diantaranya perubahan dari segi bangunan, penambahan jumlah pegawai, perubahan dalam hal ketepatan waktu dimana Puskesmas sudah mulai beroperasi dari jam 8 pagi (sebelumnya tidak), dan peningkatan kebersihan. Dari semua perubahan yang ada, beliau menyatakan bahwa yang paling penting dari perubahan itu adalah ketepatan waktu, sesuai dengan pemaparannya. Secara keseluruhan Ibu Ria menyatakan bahwa pelayanan di Puskesmas Semparuk memuaskan. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
“…biase lah tiap bulan perikse kan... pegang perut ini ape bunyi ini dug dug dug geye geye lah pegang pala… imunisasi ikut... keluhan kite lah yah kuncian berate kan diberi obat biase aku kan sakit pala, darah aga kurang, beri vitamin tapi aku terus terang ngomong si, aku takut makan obat pun minum obat ase leket aku hamil anakku seminggu suke muntah sampe ga di makan ape belum telan dah uoooo keluar lagi, tapi habis melahirkan ndak lagi…” Perubahan di Puskesmas Sejangkung sampai saat ini (2015) telah cukup dirasakan sendiri oleh Ibu Aster. Perubahan yang paling terlihat oleh Bu Aster adalah perubahan jam kerja petugas. Dia melihat dari pagi, sudah ada petugas yang jaga. Perawat dan bidan di Puskesmas yang awalnya hanya sampai jam 12; sekarang telah lebih lama. Saat dia perlu ke bidan, bidan dan perawat ada di tempat walau sudah sore hari (jam lima). “....berubahnya anu lah ba hari ade orang jage, dulu kan gak ade...” - Aster Ibu Balita, Puskesmas Semparuk 20
Kota Singkawang, Kalimantan Barat Hak Pasien
yang menahan diri dengan kondisi seperti itu. Mereka tidak berani mengutarakan permintaan untuk didekatkan dengan bayinya hanya karena pemisahan dilakukan oleh bidan. Setelah hak-
(Bidan Koordinator, Puskesmas Singkawang Utara)
Selama 25 tahun bekerja di Singkawang Utara, perubahan-perubahan yang terjadi pada saat program Kinerja dilaksanakan, dapat tergambarkan cukup baik oleh Bidan Koordinator yang satu ini. Program yang meliputi ASI, IMD, dan hal lainnya yang mencakup program KIA yang didampingi oleh Kinerja ini sudah termasuk dalam tupoksi para petugas kesehatan. Sehingga perubahan pertama yang dirasakan merupakan penyempurnaan dari program kesehatan baik dengan adanya pendampingan rutin, pertemuan, dan kunjungan ke fasilitas kesehatan di daerah Singkawang Utara. Sebelumnya, di puskesmas tidak terdapat ruang laktasi, setelah ada pendampingan dari KINERJA ruang laktasi tersedia. Sama halnya dengan ASI eksklusif dan IMD, perilakunya dapat terlihat pada saat setelah pendampingan KINERJA dilakukan. Begitu pula dengan pasien. Setelah pendampingan, hak-hak pasien tertempel di puskesmas, sehingga pada saat pasien ingin mengetahui mengenai urusan kehamilan, mereka mendapatkan penjelasan mengenai apa saja hak-hak mereka, dan apa saja yang harus mereka dapatkan, dari mulai pemeriksaan laboratorium, 10T, dan lain-lain.
“Ya perlu lah kita instropeksi kita bidan ya, pemberi pelayanan, kekurangan kita di mana, untuk meningkatkan mutu juga. Mutu pelayanan kita, kualitas pelayanan kita... nah, paling ndak itu merupakan bukan mengkritik kita, tapi kita bisa mengintropeksi kita kurangnya di mana gitu.” - Bidan Koordinator, Puskesmas Singkawang Utara
hak pasien disosialisasikan, mereka tahu bahwa pada kondisi tersebut, meminta untuk tidak dipisahkan dengan bayinya merupakan hak mereka. Pasien yang mengetahui hak nya, merupakan perubahan paling penting yang dirasakan oleh Bidan Koordinator dari Singkawang Utara ini. Beliau menegaskan alasannya dengan kalimat berikut.
Sebelum pendampingan dari Kinerja, pasien hanya menerima pelayanan saja. Tidak ada informasi terhadap pasien mengenai hal-hal apa saja yang seharusnya mereka dapatkan sebagai haknya. Pada saat pasien mengetahui haknya, contohnya dalam hal persalinan, salah satu contoh yang paling sering terjadi sebelumnya adalah pemisahan bayi dan ibunya ketika proses persalinan selesai dilakukan. Banyak pasien Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
21
Petugas Sudah Lebih Ramah (Lusi, Ibu Balita, Singkawang Selatan)
Ibu Lusi (35 tahun) adalah ibu balita, sekaligus kader posyandu. Beliau memiliki tiga orang anak, anaknya yang paling kecil berusia 3,5 tahun dan dilahirkan di Singkawang. Beliau jarang pergi ke puskesmas, alasannya karena pekerjaannya yang memang merupakan kader posyandu sehingga lebih terbiasa langsung datang ke posyandu daripada ke puskesmas. Beliau mengatakan bahwa pihak posyandu selalu siap melayani kapanpun. Di Posyandu sendiri, pelayanan yang telah diberikan diantaranya pemberian vitamin, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan kandungan, pemberian makanan tambahan, dan penyuluhan oleh petugas yang datang. Penyuluhan yang diberikan diantaranya tentang gizi, penggunaan air bersih, pemeriksaan ISPA, dan pemeriksaan deteksi dini. Menurut Ibu Lusi perubahan dari segi pelayanan di posyandu sudah lumayan. Perubahan yang terasa yaitu kecepatan dalam respon pelayanan, diistilahkan oleh beliau adalah “cepat tanggap” beliau menyatakan bahwa “… kini tidak ada istilah ‘ga bisa bu’ karena tetap langsung ada penggantinya, jadi tidak ada penundaan untuk pelayanan balita dan ibu hamil.” Kemudian beliau membedakan metode perlakaun bayi sesaat setelah melahirkan, di mana beliau alami sendiri. Anaknya yang pertama dan kedua (yang lahir di luar daerah Singkawang) setelah dilahirkan, langsung dibersihkan sebelum selanjutnya disusui pertama kalinya. Sedangkan anaknya yang lahir di Singkawang yaitu anak ketiganya, setelah dilahirkan tidak dibersihkan terlebih dahulu, langsung dibiarkan mencari puting susu ibunya. Sedangkan anak pertama dan kedua berbeda, dimana inisiasi menyusui dini diberi arahan dengan menggunakan kain saat mencari puting ibunya. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Saat pertama kali memiliki anak yang kedua, Ibu Lusi mengakui bahwa anaknya tidak diberikan ASI Eksklusif, beliau hanya sempat memberikan ASI selama satu bulan, “kebetulan anak ke 2 itu habis melahirkan saya sakit malaria jadi ga boleh nyusu terus,” begitu alasannya. Untuk anaknya yang ketiga beliau mengatakan bahwa anaknya diberi ASI Ekslusif selama 6 bulan. Perubahan secara fisik yang terlihat oleh Ibu Lusi yaitu kondisi lingkungan yang awalnya kurang tertata sekarang sudah lumayan. Ada peningkatan di mana disebutkan bahwa kondisi di dalam sudah lumayan nyaman dibandingkan di luar.
“…petugasnya lebih ramah bu sekarang sekarang…” - Lusi Ibu Balita, Puskesmas Singkawang Selatan
“…Kalau di dalam sudah bagus sedangkan kondisi di luar mungkin akan riskan saat hujan gerimis atau saat keadaan puskesmas penuh sepertinya lebih berantakan…” Perubahan yang paling penting menurut beliau adalah aspek pelayanan di puskesmas, terutama pelayanan oleh petugas. Menurutnya, keramahan sangat penting, karena ketika merasa sakit dan dilayani dengan ramah, sudah sedikit mengobati.
22
Demi Nyawa (Bu Hatijah, Bu Yeti, Bu Alusia, Pak Waldi, dan Pak Mayuri – MSF Singkawang)
Gambar 1. Suasana pertemuan MSF dan puskesmas
Kelima anggota MSF Singkawang ini ditemui setelah mereka mengikuti sesi sosialisasi rencana survey kepuasaan dari Dinas Kesehatan Kota Singkawang. Empat dari lima orang tersebut (dari MSF Singkawang Utara, Singkawang Selatan, dan Singkawang Barat) adalah orang yang aktif saat program pendampingan langsung dari Kinerja dilakukan dari sejak tahun 2012 sampai dengan 2014. Satu yang lain, yaitu Bu Alusia, adalah MSF dari Singkawang Timur yang baru dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kota Singkawang sebagai tindak lanjut untuk meneruskan program Kinerja secara mandiri. Kelima orang yang diwawancarai ini adalah juga kader dan tokoh masyarakat di tempat tinggalnya, sekaligus sebagai PSM (Petugas Sosial Masyarakat) yang dinaungi oleh Dinas Sosial. Sebelum MSF yang kemudian dinamai Forum Peduli Kesehatan Kota Singkawang, mereka sudah terbiasa berhadapan dengan masyarakat untuk mendukung berbagai penyelesaian kasus sosial dan kesehatan. Misalnya untuk kekerasan rumah tangga, kasus HIV/AIDS, TB, dan lain-lain. Dengan adanya MSF, kini cakupan pekerjaan mereka menjadi semakin luas ke arah KIA juga.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Perubahan yang mereka rasakan setelah adanya program Kinerja adalah terkait program pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), namun berdampak juga pada bidang kesehatan secara umum. Perubahan itu diantaranya adalah adanya janji perbaikan layanan. Pelayanan dari petugas yang awalnya banyak yang tidak ramah, sekarang menjadi banyak yang ramah. Alur pelayanan jelas, sehingga mempermudah pasien untuk berobat. Secara fisik, letak loket dan kursi, baik penempatan dan jumlahnya, menjadi lebih memudahkan dan teratur. Kemitraan bidan dan dukun kampung menjadi semakin menguat dan bertambahnya dukun kampung yang mau bermitra. Penyadaran IMD dan ASI Eksklusif menjadi semakin menyeluruh. Terkait ASI, di puskesmas pun sudah disediakan ruang menyusui khusus. Kesadaran masyarakat, khususnya ibu balita untuk mengikuti pelayanan posyandu, semakin meningkat. Selain itu, jejaring mereka sendiri semakin luas dan hal ini mempermudah mereka untuk berkoordinasi dengan puskesmas. Puskesmas menjadi lebih banyak memberikan dan kemudahan terhadap peranan MSF. Satu kejadian mengesankan lain disebutkan, mereka lebih dilibatkan lagi dalam membuat video mengenai Forum Peduli Kesehatan Kota Singkawang. Dari perubahan-perubahan yang dirasakan tersebut, beberapa diantaranya diperjelas oleh mereka. Pak Mayuri mengatakan, bahwa alur rujukan yang jelas mempermudah masyarakat. Mereka tahu kapan dan bagaimana ketika kasus dirujuk ke puskesmas sampai ke rumah sakit. Itu artinya, menurutnya, kehadiran MSF sudah menjalar ke rumah sakit juga. Sebagai forum, MSF dapat mengadukan hal tersebut kepada dinas kesehatan. Ibu Yeti menambahkan, alur pelayanan di puskesmas memperjelas pasien untuk tahu, setelah mendaftar ke loket, mereka harus ke mana. 23
Jejaring kemitraan para kader PSM(Petugas Sosial Masyarakat) ini, setelah masuk menjadi anggota MSF, meluas ke para pemangku kebijakan kesehatan terkait. “...dengan adanya MSF ini kami juga lebih kenal MSF itu karena dari Dinas Kesehatan ini sering mengundang kepala Puskesmas, nah, di sini kami dikenalkan oleh kepala dinas kesehatan, kami adalah MSF. Tetapi diluar sana kami juga adalah dikenal dari dinas-dinas tertentu sebagai PSM gitu. Jadi kami semakin semakin kuat gitu. Kami ini kan tidak dibayar... ya yang jelasnya kami semakin banyak orang yang peduli, kepada pekerjaan sosial ini, untuk membantu orang lain nah kami semakin seneng gitu. Mangkanya kami dari Timur, Barat, Selatan, Utara, itu akan kami jejaki semuanya agar semua dapat terbantu dengan baik...” Terkait perubahan kesadaran masyarakat tentang ASI Eksklusif, Bu Hatijah menyampaikan contoh kejadian. Dalam pemberian ASI Eksklusif, ada mitos-mitos yang diyakini oleh masyarakat. Misalnya, ketika puting susu belah, ibu tidak memberikan ASI. “...’kalau anak saya meninggal, lagi bagaimana?’ Katanya bu ya. ‘Ndak,’ kata saya, ‘Alhamdulillah terjamin. Dicoba.’ Saya bilang ‘Ibu, dibersihkan karena kalau ibu dah hamil empat bulan, kepala puting ini sudah kita bersihkan, setiap hari mandi, vitamin makan makanan yang ini bu. Untuk mengandung air susu, ibu hamil sekian makanannya. Kayak ini ada di dalam buku [buku KIA].’ Soalnya dia kan ndak sekolah juga, jadi kita liat di buku KIA, cara caranya... Buku KIA kan bergambar, kalau tanda-tanda ibu hamil, yang berisiko seperti ini cepat dikasihtahu. Lalu untuk ini, dia belum melahirkan. Masa hamilnya udah hampir sampai dia sembilan bulan, saya suruh, coba bu nanti ini setiap dia ke Posyandu saya liat bu, kepala putingnya, agaknya udah ndak ndak gitu lagi bu. Ndak berbelah. Itulah dicuci, dengan saya tadi dapet ilmu dari ibu bidan yang di itu, Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
saya turunkan ke ibu yang hamil. Jadi setiap ibu hamil, setiap bulannya saya kumpulkan, saya tanya hamil ke berapa, kalau sudah [kehamilan] ketiga itu, saya sarankan tidak boleh melahirkan lagi. Kesian dengan adek-adeknya yang lain nanti tidak bisa sekolah...”
Gambar 2. Bidan Puskesmas Singkawang berfoto bersama ibu dan balita pengguna layanan puskesmas.
Terkait dengan kelahiran oleh tenaga kesehatan, Bu Hatijah menyebutkan ada upaya yang dilakukan agar jumlahnya meningkat. Ibu hamil diajak olehnya untuk terus memeriksakan diri di posyandu. Bu Hatijah juga menyebutkan, khusus di desanya, karena ayahnya adalah kepala desa, dia memasukkan kelahiran oleh tenaga kesehatan ke dalam kebijakan desa. Kebijakan desa itu mencantumkan, jika kelahiran dibantu oleh dukun kampung, anak tidak akan mendapatkan akta kelahiran. Dengan cara itu, ibu-ibu memilih melahirkan oleh tenaga kesehatan dibandingkan oleh dukun kampung. Bu Hatijah pernah mengetahui kejadian menyedihkan di mana ada bayi meninggal karena sudah 3 hari bayi tidak lahirlahir dan sudah ada komplikasi. Ketika dibawa ke puskesmas, sudah terlambat dan tak dapat diselamatkan. Maka dari itu, kebijakan wajib lahir oleh tenaga kesehatan menurutnya sangat penting. Dari perubahan-perubahan tersebut, Bu Alusia menyebutkan, perubahan yang paling penting adalah pengetahuan tentang kesehatan ibu 24
hamil. Dia pernah berhasil mengubah keadaan keacuhan suami kepada istrinya yang tengah hamil. Ada seorang ibu hamil yang sering keguguran dan menanyakan apa yang menjadi masalahnya. Setelah ditelusuri, ternyata walau sedang hamil, suaminya tidak membantunya ketika harus mengerjakan pekerjaan fisik yang berat. “Bayangkan bu, [si suami] membeli beras, dia suruh istrinya yang bawa. Dipikul. Itu kita liat sendiri, makanya kita panggil suaminya...” Setelah dipanggil, mereka berikan penjelasan. Rupanya memang dia tidak tahu. Setelah diberitahu, akhirnya perilaku suaminya berubah. Sekarang kehamilan istrinya sudah menginjak usia sekitar 7 bulan. Suaminya tidak lagi membiarkannya melakukan pekerjaan berat. Dan perubahan yang dirasakan Bu Alusia ini tidak mungkin terjadi kalau dia tidak menjadi anggota MSF, yang memang diberikan informasi mengenai KIA.
Dibukanya informasi kepada masyarakat sangat menyadarkan masyarakat. Misalnya, mengenai jampersal, jamkesda, BPJS. Dulu, masyarakat sering dibodoh-bodohi oleh oknum mengenai tarif. Sekarang sudah tidak terjadi lagi karena tarif dan alur pelayanan sudah jelas dan disosialisasikan oleh MSF.
Perubahan paling penting menurut kelima orang ini berbeda-beda. Seperti yang ditekankan sebelumnya, Pak Mayuri melihat perubahan paling penting adalah kemudahan bagi MSF untuk mendapatkan informasi terkait kebijakan, contohnya soal tarif tadi. Sementara Bu Yeti melihat bahwa alur rujukan dan dukungan dinas terhadap ini sangatlah penting. Sehingga, dengan mudah dia dapat mendampingi pasien dan masalah cepat selesai. Hal ini sama dengan yang dilihat oleh Pak Waldi. Bu Alusia menyebutkan perubahan paling penting adalah perubahan pengetahuan mengenai KIA itu sendiri, seperti yang sudah dia sebutkan di kasus suami yang membiarkan dan menyuruh istrinya mengerjakan hal berat. Sementara Bu Hatijah, memilih yang paling penting adalah upaya peningkatan kesehatan KIA sendiri sampai tingkat masyarakat. Ketika ditanya alasan mengapa memilih pilihan tersebut, Bu Hatijah dengan nyaring langsung mengatakan, “...ya demi nyawa, bu! Apa lagi kan, kalau bukan itu alasannya?”. Pernyataan ini ditanggapi dengan senyuman oleh yang lain, yang juga setuju dengan pernyataannya.
Semua anggota MSF ini sepakat bahwa pengetahuan sangat penting. Mereka berupaya menambah pengetahuan masyarakat dengan berbagai penyuluhan. Namun, memang selalu ada saja yang tetap sulit berubah. Ketika menghadapi situasi ini, MSF biasanya melakukan pendekatan dan penyuluhan pintu ke pintu. Cara ini lumayan berhasil walau memang butuh waktu.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
25
Komunikasi Petugas Kesehatan dan Pasien (Ibu Sri Sumiati, Kepala Puskesmas Singkawang Utara)
“Dulu, sebelum dijalankan, Puskesmas Singkawang Barat sepi sekali dari pasien. Para petugas tidak ramah. Ruangan sangat buruk, kotor, dan jorok. Setelah SOP dijalankan dan janji perbaikan layanan ditandatangani, para petugas mulai berubah. Mereka sadar mereka harus ramah. Ruangan menjadi bagus, bersih, dan tidak jorok lagi”. - Sri Sumiati Kepala Puskesmas Singkawang Selatan
Gambar 1. Kepala Puskesmas dan staffnya berpose bersama
Ibu Sri Sumiati adalah Kepala Puskesmas Singkawang Utara yang menjabat di posisi tersebut sejak bulan April 2015. Sebelum menjadi kepala di puskesmas ini, dia menjabat sebagai Kepala Puskesmas Singkawang Barat dari sejak tahun 2013. Sehingga, Ibu Sri sudah tahu dan terlibat dalam program pendampingan dari Kinerja sejak beberapa tahun lalu. Selama pendampingan, Ibu Sri melihat bahwa program tersebut bagus dan dia menandatangi janji perbaikan layanan. Semua petugas patuh dengan apa yang dijalankan, ruangan diperbaiki sehingga lebih menyamankan, SOP sudah ada, alur dibuat, semuanya sudah siap. Jam kerja yang asalnya masuk jam 9 dan pulang jam 12, menjadi masuk jam 8 dan pulang jam 13.30. Di tengah perubahan yang menurut Ibu Sri positif, ada petugas baru yang dimutasi ke Singkawang Barat. Mungkin, karena dia terkejut, petugas baru tersebut tidak terbiasa dan menganggap pimpinan jelek. Dia memprovokasi dan langsung dipindahkan. Sehingga program tetap dijalankan dan sudah membawa perubahan.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Hal lain yang disebutkan Ibu Sri yang turut berpengaruh pada perubahan adalah kehadiran MSF. Mereka menyampaikan keluhan masyarakat. “...Aduan itu pun ndak kita terima mentah. Kita lihat dulu, kita dengar benar ndak. Ah siapa pelaksananya, akhirnya kita tatap langsung. Saya bertanya lagi dengan petugasnya, apa benar? Dia gak ngasih jawaban cuman alasannya banyak, biasa lah ya. Tapi kita udah paham yaa. Ya itulah...(tertawa)” Di Puskesmas Singkawang Barat, Ibu Sri memfokuskan pada program Ramah KIA. Dia memfasilitasi bagaimana agar pelayanan di KIA seramah mungkin. Dan menurutnya, hal ini sudah berubah. SOP sudah dibuat. Kantong persalinan sudah tersedia. Dibuat juga kebijakan PWS untuk persalinannya, dipajang di dalam satu dan di luar satu. Di dalam untuk persalinannya, di luar untuk publik. Hal ini telah diterapkan oleh kepala puskesmas Singkawang Utara dan dipertahankan oleh Ibu Sri. Menurut Ibu Sri, saat dia masuk ke Puskesmas Singkawang Utara, puskesmas ini sudah masuk daftar ISO untuk akreditasi. Dokumentasi dan administrasi sudah baik. SK-SK disempurnakan.
26
Ibu Sri menyebutkan, kotak kepuasan pelanggan ada di setiap ruangan bidang. Adapun perubahan yang paling penting dengan adanya program Kinerja ini, di kedua puskesmas, adalah komunikasi dua arah yang lebih baik antara bidan atau petugas kesehatan dengan pasien. Keterbukaan antara pasien dan bidan menurutnya sangat penting. Pasien bisa terbuka menyampaikan keluhan dan pertanyaan terkait kehamilan dan anaknya. Bidan pun dapat lebih proaktif. Ketika pasien merasa lebih terlayani, maka keluhan mereka akan berkurang. Hal ini, menurut Bu Sri, dapat membantu menaikkan akreditasi juga.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
27
Regulasi ASI Eksklusif (Ibu Muwati, Staff KIA Dinas Kesehatan Singkawang)
Ibu Haji Muwati adalah staff Dinas Kesehatan dari Seksi KIA di Kota Singakawang. Pada tahun 2012 hingga 2014, beliau menjabat sebagai staff di bidang kespro yang menangani KB, lansia, dan remaja. Lalu kemudian, pada saat evaluasi program Kinerja dilakukan di tahun 2015, Ibu Muwati menjabat sebagai staff di bidang KIA.
“..kemarin sebenarnya mau kita sandingkan dengan perwako IMD dan ASI eksklusif. Cuma kalau di daerah lain kan kalau Sambas kayaknya disatukan ya, disatukan dalam persalinan aman. Kalau kita di sini Singkawang, jatuhnya ASI ya ASI, jadi lebih fokus. Lebih fokus ke program itu.”
Pada akhir tahun 2011, sosialisasi program Kinerja mulai dilakukan. Menurut pengakuan Ibu Muwati, pada tahun tersebut beliau masih menjadi bagian dari staff KIA Dinas Kesehatan. Sehingga beliau sempat mengikuti beberapa kegiatan dalam program Kinerja dan dapat melihat beberapa perubahan yang menurutnya terasa signifikan. Ibu Muwati menyebutkan bahwa program Kinerja berpusat pada peningkatan mengenai IMD dan ASI Eksklusif terutama dalam hal regulasi dan pendampingan-pendampingan khususnya di tiap puskesmas Kota Singkawang. Regulasi yang disampaikan menurut beliau lebih kepada aturan tertulis yang diterapkan semenjak program Kinerja berjalan. Salah satunya adalah kemitraan bidan dan dukun. Pada dasarnya, kemitraan bidan dan dukun tersebut sudah berjalan jauh sebelum program Kinerja dilakukan, namun hal tersebut tidak berjalan dengan efektif terkait belum tersedianya legalitas kemitraan antara bidan dan dukun yang berlaku. Setelah program Kinerja diterapkan, masalah tersebut dapat diatasi dengan membentuk MoU di antara bidan dan dukun yang juga melibatkan pihakpihak lintas sektoral seperti pemerintah desa, tokoh masyarakat, hingga tingkat walikota yang langsung masuk dalam tahap finalisasi peraturan walikota mengenai persalinan aman. Kemitraan antara bidan dan dukun merupakan salah satu bagian di dalam peraturan tersebut. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Gambar: Bidan memberikan penyuluhan tentang ASI bagi ibu pengunjung puskesmas Pernyataan Ibu Muwati tersebut menunjukkan bahwa perubahan program Kinerja terkait adanya regulasi dapat mendorong kebijakan pemerintah Kota Singkawang untuk lebih mendukung hal terkait Kesehatan Ibu dan Anak. Ibu Muwati pun menambahkan, dengan adanya aturan walikota tersebut, proses kemitraan antara bidan dengan dukun memiliki dasar/pondasi untuk diberlakukan. Sedangkan pendampingan-pendampingan dalam program Kinerja, menurut beliau hal tersebut dikhususkan pada sistem manajemen pelayanan, seperti kantung-kantung persalinan di tiap puskesmas yang sebelumnya berjalan sendiri-sendiri. Setelah adanya pendampingan, kantung-kantung tersebut kini sudah terintegrasi satu sama lain dari mulai hari kelahiran, IMD, ASI eksklusif, hingga nilai gizi. Bagian dari pendampingan yang tak kalah pentingnya adalah pembentukkan MSF oleh Kinerja baik di tingkat kota maupun kecamatan 28
yang telah di-SK-kan dan disetujui oleh Bappeda. Bu Muwati menerangkan bahwa MSF ini dibentuk berdasarkan sistem perwakilan dari kota dan kecamatan. Perwakilan tersebut terdiri dari tokoh masyarakat, kader-kader, dan unsur masyarakat lainnya. Saat ini, MSF yang berjalan terdiri dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Singkawang Barat, Kecamatan Singkawang Utara, dan Kecamatan Singkawang Selatan. Bu Muwati pun menyebutkan bahwa dengan adanya MSF pihak petugas kesehatan sangat terbantu dan menjadi lebih leluasa terutama dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Sebelumnya hal tersebut terhalangi oleh beberapa faktor di antaranya keterbatasan tenaga dan waktu para petugas kesehatan. Semua hal banyak dibebankan kepada bidan desa. Setelah MSF terbentuk, komunikasi dua arah antara masyarakat dan petugas kesehatan dapat terjalin. Contohnya pada saat sosialisasi program, kebanyakan masyarakat sulit memahami terkait program kesehatan, sehingga diperlukan sosialisasi yang jelas dan efektif kepada masyarakat. Di sisi lain, tenaga para petugas kesehatan pun terbatas jumlahnya. Setelah adanya MSF, sosialisasi dapat tersampaikan dengan baik dan bahkan informasi dari masyarakat seperti keluhankeluhan yang dirasakan juga dapat tersampaikan kepada petugas kesehatan melalui mereka. Selain sosialisasi, kegiatan yang dilakukan oleh MSF juga salah satunya adalah pertemuan rutin yang dilaksanakan setiap bulan. Pertemuan rutin ini biasanya dilakukan pada hari Sabtu, tergantung dari MSF itu sendiri. Dalam pertemuan rutin itulah MSF mengundang pihak Dinas Kesehatan untuk menyampaikan informasi mengenai program-program terbaru terkait kesehatan yang perlu disampaikan kepada masyarakat. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Jika ada pasien yang memerlukan pertolongan, anggota MSF segera membawanya ke puskesmas. Kadang juga, ketika Dinas Kesehatan memerlukan donor darah, MSF langsung bergerak mencari pendonor. Posisi MSF benarbenar memediasi antara masyarakat dengan pihak petugas kesehatan. Masyarakat merasa terbantu dengan kehadiran mereka. Pada dasarnya, MSF merupakan sekumpulan unsur masyarakat multi-pihak yang peduli terhadap kerja-kerja sosial namun fokus pada bidang kesehatan. Melihat MSF dari tiga kecamatan yang sudah berjalan dengan baik, pihak Dinas Kesehatan memutuskan untuk mereplikasi sistem pembentukan MSF ini di dua kecamatan lain di Singkawang yang tidak mendapatkan pendampingan dari program Kinerja. Dua kecamatan tersebut adalah Singkawang Tengah dan Singkawang Timur. Dari sekian perubahan-perubahan yang terjadi setelah program Kinerja selesai dilaksanakan, Ibu Muwati menegaskan bahwa perubahan yang paling penting dan terasa signifikan menurutnya adalah regulasi terkait ASI eksklusif. Beliau menjelaskan bahwa, walaupun bidan memiliki pengetahuan terkait IMD pada saat pendidikan kebidanan, namun ilmu bisa saja berkembang menyesuaikan dengan kebutuhan. Sebelumnya, peraturan mengenai IMD hanya berlaku untuk setengah jam saja, saat ini sudah berubah menjadi minimal satu jam. Selain itu, sebelum terbentuknya regulasi mengenai ASI ini, banyak penggunaan susu formula yang masuk baik di klinik maupun di Rumah Sakit.
29
Setelah regulasi berjalan dan mulai diberlakukan, kualitas kesehatan mulai menunjukkan perubahan dengan beralih pada regulasi yang berlaku. Regulasi ASI eksklusif ini juga turut digalakan dan mendapat dukungan penuh dari Rumah Sakit-Rumah Sakit yang ada di Singkawang.
“Kalau IMD jelas tujuannya untuk keberhasilan ASI eksklusif ya, itu kelanjutannya tadi. Kalau IMDnya dilaksanakan dengan sesuai standar, atau sesuai prosedur, ASInya Insya Allah akan baik.” - Muwati Dinas Kesehatan Kota Singkawang
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
30
Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur Peran Serta Masyarakat (Dr Wahyu, Kepala Puskesmas Sumberasih)
Walau baru menjabat sebagai Kepala Puskesmas Sumberasih kurang dari satu tahun lamanya, Dr Wahyu dapat merasakan perubahan-perubahan dalam hal peningkatan kualitas layanan di Puskesmas maupun peran serta masyarakat, jika dibandingkan dengan tempat tugasnya yang terdahulu, yang kebetulan tidak menjadi puskesmas dampingan Kinerja. Narasumber mencatat bahwa di wilayah Puskesmas Sumberasih, partisipasi masyarakat sangat menonjol sekali. Kerjasama masyarakat yang diwakili oleh kader posyandu dan MSF sangat baik dan erat. Setiap tiga bulan sekali, ada pertemuan MSF dan puskesmas untuk berdiskusi mengenai masalah atau masukanmasukan dari masyarakat. MSF juga dinilai sudah melaksanakan fungsinya sebagai penjembatan antara Puskesmas dan masyarakat. Biasanya MSF sangat dilibatkan dalam kegiatan Puskesmas. Masyarakat juga dianggap berperan aktif dengan menyampaikan pendapat atau saran ke dalam kotak saran yang disediakan di puskesmas. MSF juga berperan dalam melakukan survei pengaduan kepada masyarakat. Survey ini bertujuan untuk mendapatkan masukanmasukan langsung dari masyarakat mengenai pelayanan puskesmas dan kesehatan pada umumnya. Mengenai aktifnya MSF di wilayahnya, narasumber mengaku tidak merasa diawasi atau diselidiki oleh MSF. “… kalau saya lihat MSF di sini berperan aktif sekali dan berkontribusi. Kami tidak merasa dihakimi kok, justru senang mendapat masukan-masukan, lagipula kerja MSF ndak
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
seperti LSM-LSM yang cuma mencari-cari kesalahan.” Untuk meningkatkan kinerja petugas kesehatan, Dr Wahyu mengatakan bahwa beberapa upaya telah dilakukan sebagai terobosan. Diantaranya menetapkan Manager on Duty (MoD) secara bergiliran yang bertugas untuk memastikan bahwa pelayanan puskesmas berlangsung optimal. Setiap Hari Jumat juga diadakan “Kelas Nakes” yang berfungsi sebagai tempat berbagi ilmu atau informasi-informasi terbaru diantara staf puskesmas. Seminggu sekali juga diadakan “hari refleksi bersama”, yaitu pemberian motivasi kepada petugas melalui cerita-cerita inspiratif yang dinamakan cerita ceria.
Gambar: Kotak Sumberasih
Pengaduan
di
Puskesmas
Terobosan hasil dari survei pengaduan yang dilaksanakan adalah diterapkannya sistem pendaftaran/loket menggunakan fingerprint (sidik jari). Sistem fingerprint ini bertujuan untuk mengurangi waktu tunggu pasien dalam pendaftaran dan mengantri obat. Dengan teknologi paperless (tanpa kertas) ini, Puskesmas Sumberasih juga merasa sudah banyak melakukan penghematan. Di masa mendatang puskesmas juga berencana mengguanakan teknlogi touch screen seperti di bank untuk alur pasien di Puskesmas.
31
Penguatan SOP dan standar layanan juga dilaksanakan dalam masa pendampingan Kinerja. Menurut Dr Wahyu, sekarang petugas kesehatan melakukan pemeriksaan selalu berdasarkan standar. Kartu kendali diakui sangat membantu didalam memastikan bahwa pelayanan telah diberikan sesuai standar. Apalagi pasien pun diminta untuk mengecek pemeriksaan-pemeriksaan yang mereka terima. Kelas ibu hamil pun menjadi semakin aktif pada saat pendampingan Kinerja. Pada saat kelas ibu hamil ini, ibu hamil diberikan informasiinformasi mengenai kesehatan pada saat hamil, tempat persalinan serta ASI ekslusif. Diakui juga banyak terjadi interaksi aktif antara ibu hamil dan petugas kesehatan adalah salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan pengetahun ibu hamil.
Ketika ditanyakan mengenai perubahan yang paling dianggap penting dan berdampak, Dr Wahyu menerangkan bahwa peningkatan partisipasi masyarakat merupakan perubahan yang ia rasakan memberikan dampak luar biasa terhadap peningkatan kesehatan di Sumberasih. Beliau menerangkan bahwa tidak mungkin petugas kesehatan bekerja dengan baik tanpa kerjsama efektif dengan masyarakat. Sejak pendampingan oleh Kinerja, dirasakan bahwa hubungan antara puskesmas dan masyarakat dan juga MSF sangat meningkat. Contohnya untuk menekan angka persalinan di dukun, puskesmas beserta MSF melakukan pendekatan-pendekatan persuasif kepada dukun sehingga mereka bersedia untuk tidak menolong persalinan lagi. Partsipasi masyarakat juga dirasakan dalam keaktifan mereka dalam mengisi kotak saran agar Kinerja puskesmas semakin meningkat dimasa mendatang.
Dampak dari terobosoan-terobosan tersebut yang diakui sejak pendampingan Kinerja adalah meningkatnya indikatorindikator kesehatan di Puskesmas Sumberasih. Sekarang, berdasarkan data dari Dr Wahyu, hampir tidak ada ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan.
Di samping karena puasnya pasien terhadap pelayanan Puskesmas, juga dikarenakan aktifnya kader untuk melakukan “penyisiran” terhadap ibu hamil diwilayahnya. Ditambah lagi dengan sudah bermitranya hampir seluruh dukun yang biasa menolong persalinan di wilayah Sumberasih, membuat juga cakupan persalinan di fasilitas kesehatan serta puskesmas meningkat dari waktu kewaktu, walau diakui penghapusan jampersal pada tahun 2014 memberikan sedikit pengaruh terhadap cakupan persalinan di tenaga kesehatan.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
32
Usulan Yang Dilaksanakan (Dewi, Anggota MSF Kab. Probolinggo)
Bu Dewi sudah lama sadar tentang program Kinerja, dan program yang terjadi sebelumnya, yaitu LGSP. LGSP adalah suatu program yang melibatkan CSO (Civil Society Organization) untuk berpartisipasi didalam pengawasan anggaran. Walaupun sempat rehat beberapa waktu karena berkeluarga, sejak anak Bu Dewi mulai besar, dia menjadi aktif lagi di CSO hingga membawa dia terlibat dengan Kinerja. Menurut Bu Dewi, telah terjadi perubahan di bidan kesehatan yang menuju ke arah yang lebih baik. Diantaranya adalah terbentuknya posisi Duta ASI sejak tahun 2014. Awalnya Duta ASI terbentuk di tingkat kabupaten, bahkan Ibu Bupati sendiri yang menjadi Duta ASI. Lalu Duta ASI juga dibentuk di tingkat kecamatan, jadi setiap Puskesmas memiliki Duta ASI dan Bu Dewi sendiri juga menjadi Duta ASI.
““… Duta ASI di tingkat kecamatan ini diberi tugas untuk membuat program di tingkat kecamatan. Di wilayah saya, saya mengusulkan pembuatan Kelompok Pendukung ASI, dan Alhamdulillah program ini masuk dalam pembahasan di APBD Perubahan. Sehingga saya menilai saat ini program-program usulan dari MSF mulai direspon [dengan baik] oleh Pemerintah Daerah.”
Dewi MSF, Kabupaten Probolinggo
Perubahan lain yang Bu Dewi melihat dan merasakan adalah berjalannya Survei Pengaduan. Menurut Bu Dewi, Survei Pengaduan telah berjalan dengan cukup baik dan menghasilkan pengaduan yang sangat
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
membantu dalam proses peningkatan mutu pelayanan. Di bidang pelayanan kesehatan, khususnya KIA, sekarang pelayanan dari petugas kesehatan menjadi lebih ramah karena sudah mengaplikasikan 3S (Senyum, Sapa, dan Salam). Hal lain dalam perubahan terkait dengan pelayanan kesehatan adalah staf puskesmas semakin sigapnya dalam melayani pasien. “Contohnya di loket pembayaran, saya melihat beberapa puskesmas sudah menerapkan finger print, sehingga mempercepat pelayanan. [Jadi] di Sumberasih, saat ini sangat jarang sekali warga yang mengeluh mengenai lamanya waktu tunggu di loket pendaftaran.” Sebagai anggota MSF, Bu Dewi merasakan bahwa pelatihan yang diberikan oleh Kinerja sangat bermanfaat. “Kami mendapatkan banyak pelatihan termasuk pelatihan mengenai teknik penulisan dan topik-topik apa saja yang harus ditulis. Pelatihan yang paling berkesan untuk saya adalah pelatihan mengenai gender. Setelah dilatih mengenai materi gender, kami menjadi lebih menyadari bahwa banyak hal yang terkait antara isu kesehatan dan gender. Ketimpangan yang banyak terjadi di bidang kesehatan terjadi karena masalah gender. Contohnya dalam pengambilan keputusan. Masih banyak ibu-ibu hamil di Probolinggo yang dalam pengambilan keputusan untuk tempat melahirkan ditentukan oleh suami atau ibu mertua.” Menurut Bu Dewa, salah satu perubahan lain yang sangat penting adalah saat ini pemerintah daerah cukup responsif mengenai usulan-usulan dari masyarakat. Contohnya, MSF di Kab. Probolinggo pernah menulis sebuah concept paper berisi dengan analisis dari kebijakankebijakan Dinas Kesehatan. Beberapa usulan yang tertuang di dalam concept paper tersebut ternyata banyak yang direspons oleh Dinas 33
Kesehatan. Salah satu dari usulan MSF adalah membuat sebuah gerakan yang dapat menyelamatkan ibu dan bayi di Probolinggo. Hal ini direspons pemerintah daerah dengan mendirikan GEMASIBA atau Gerakan Bersama Selamatkan Ibu dan Bayi. “Saya sangat senang dan bangga sekali sebagai anggota MSF dapat berkontribusi dalam bidang kesehatan ini. Dampaknya sekarang adalah, seolah bahwa kesehatan ibu dan bayi menjadi sangat diprioritaskan oleh pemkab Probolinggo. Kalau dulu hanya puskesmas dampingan Kinerja saja yang terlihat berusaha meningkat pelayanan, namun sekarang seolah seluruh puskesmas berlomba-lomba untuk memberikan layanan terbaik.”
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
34
Si Jempol Mancep, Pelayanan Cepat (H.Syukron, anggota MSF Kecamatan Sumberasih)
mencoba mengangkat masalah ini ke forum tingkat kabupaten, dan ketika bertemu temanteman sesama anggota MSF di kecamatan lain, ternyata mereka juga memiliki permasalahan yang sama. Lalu kami sama-sama mengangkat masalah [ADD] ini, sehingga akhirnya direspon…”
H.Syukron mulai terlibat di kegiatan Multi Stakeholder Forum (MSF) di Kec. Sumberasih sejak tahun 2012, namun lebih aktif lagi setelah pensiun dari Dinas Pendidikan pada tahun 2013. Banyak perubahan-perubahan yang dirasakan oleh H.Syukron khususnya dalam hal pelayanan kesehatan di Kecamatan Sumberasih dan Kab. Probolinggo pada umumnya.
Menurut H.Syukron, dengan keberadaan MSF ini Forum Kesehatan Desa yang sebelumnya kurang menonjol, saat ini menjadi aktif. Diawali dengan pembentukan Forum Kabupaten Sehat di tingkat Kabupaten, di desa forum ini bernama Forum Pokja Sehat. Banyak anggota MSF yang menjadi anggota forum ini. Dalam melaksanakan perannya, MSF kecamatan selalu bekerjasama dengan Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan). H.Syukron juga mencontohkan, ketika didapatkan informasi mengenai masih adanya dukun yang masih menolong persalinan, maka MSF dan unsur Muspika mendatangi rumah dukun tersebut dan diajak diskusi persuasif, sehingga pada akhirnya ibu dukun tersebut bersedia untuk tidak menolong persalinan lagi.
Sebagai anggota MSF, H.Syukron merasakan bahwa kini peran MSF sejak adanya program Kinerja menjadi lebih berperan dalam menjembatani antara masyarakat dan instansiinstansi terkait, misalnya dengan Dinas Kesehatan untuk bidang pelayanan kesehatan. Menurut H. Syukron, kemampuan anggota MSF untuk menjadi penghubung antara masyarakat dan instansi terkait tak lepas dari pelatihanpelatihan atau lokakarya yang diadakan oleh Kinerja, misalnya pelatihan mengenai cara menjembatani tentang kejadian-kejadian yang ada disekitar masyarakat dan disampaikan ke instansi yang bersangkutan dengan teknik advokasi. H. Syukron mencontohkan salah satu kejadian yang dipandangnya berhasil:
Perubahan lain yang menonjol menurut H.Syukron setelah pendampingan Kinerja adalah meningkatnya pelayanan Puskesmas kepada masyarakat. Karena berdasarkan hasil survei pengaduan pada awal program, banyak masyarakat yang mengeluh mengenai waktu tunggu, maka Puskesmas meresponsnya dengan menerapkan sistem finger print untuk pendafaran di loket. Hal ini menurut H.Syukron berdampak luas, karena sekarang dirinya hampir tidak pernah merasakan atau mendengar keluhan masyarakat mengenai waktu tunggu yang terlalu lama. Petugas kesehatan juga dirasakan menjadi lebih ramah dan menjelaskan dengan lebih terperinci kepada pasien.
“… Satu contoh di desa yang bermasalah itu tentang biaya ADD atau Anggaran Dana Desa, khususnya yang [untuk] Posyandu. Saya
Saat ini kemitraan bidan-dukun juga telah dirasakan berdampak besar dengan
Gambar: Puskesmas Sumberasih menggunakan finger print untuk mencari data pasien
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
35
menurunnya secara drastis angka persalinan yang ditolong oleh dukun. Bahkan di desanya sendiri, H.Syukron menuturkan hampir tidak ada ibu yang melahirkan ditolong oleh dukun. Penguatan Kemitraan Bidan dan Dukun serta didukung oleh aktifnya unsur MSF dan Muspika diakui memberikan kontribusi positif kepada penurunan angka persalinan non-nakes.
H.Syukron memilih meningkatnya pelayanan Puskesmas sebagai perubahan yang dirasakan paling penting dan berdampak. Menurut beliau, pelayanan terutama dengan diterapkannya sistem finger print di Puskesmas memiliki arti penting karena beliau sendiri melihat dan merasakan bahwa pelayanannya menjadi sangat cepat dan memuaskan pasien. “…..Iya jempol mancep, pelayanan cepat.. itu dirasakan sekali oleh masyarakat …“ Pada masa mendatang, H.Syukron sangat optimis bahwa MSF akan tetap berjalan di Kab. Probolinggo. Hal ini dikarenakan telah terbentuknya suatu wadah FP3KP (Forum Peduli Pelayanan Publik Kab. Probolinggo) dengan misi dan semangat yang sama dengan MSF yang telah dikuatkan selama pendampingan Kinerja. Forum ini dirasakan akan tetap berkembang dan berjalan sesuai fungsinya, terlebih saat ini FP3KP telah mendapakan SK dari Bupati, sehingga dianggap memberikan kepercayaan diri yang kuat untuk anggotanya untuk berkontribusi dalam meningkatkan layanan publik di Kab. Probolinggo.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
36
Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur Umi Persamida dan Bunda Kespro (Dr Titik, Kabid Kesga Dinkes Kab.Bondowoso)
Dr Titik telah bertugas di Dinas Kesehatan Kab. Bondowoso bagian Kesga sejak kurang lebih dua tahun yang lalu, sehingga sedikit banyaknya mengetahui mengenai program pendampingan Kinerja di Kab. Bondowoso. Sebelum bertugas di Dinas Kesehatan, Dr Titik adalah seorang Kepala Puskesmas di salah satu puskesmas di Bondowoso. Hal-hal yang ditekankannya adalah merupakan perubahan-perubahan yang telah terjadi di Kabupaten Bondowoso, khususnya yang berkaitan dengan Kesehatan Ibu dan Anak.
Gambar 1. Pengukuhan istri Bupati sebagai Umi Persamida
Perubahan pertama yang dirasakan oleh Dr Titik adalah terbentuknya janji perbaikan layanan di tiap Puskesmas. Pada awalnya janji perbaikan layanan hanya dilaksanakan di ke-empat puskesmas mitra Kinerja, sekarang janji layanan tersebut sudah direplikasikan ke 10 Puskesmas lain. Janji layanan ini dianggap oleh Dur Titik memang membantu atau merupakan sebuah langkah awal bagi akreditasi Puskesmas.
melaksanakannya. Sehingga adanya pendampingan dari Kinerja sangat membantu Pemerintah Daerah khususnya Dinas Kesehatan untuk melaksanakan peraturan pemerintah tersebut. Perubahan kedua yang dianggap penting adalah terbentuknya Umi Persamida dan Bunda Kespro. Umi Persamida dan Bunda Kespro bertujuan untuk menurunkan angka pernikahan dini maupun angka kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi di Bondowoso. Saat ini, Umi Persamida dan Bunda Kespro sudah ada hingga di tingkat kecamatan dan desa dengan harapan para tokoh masyarakat dapat membantu mensosialisasikan kepada masyarakat agar tidak terjadi lagi pernikahan di bawah umur.
Umi Persamida dan Bunda Kespro diharapkan akan memberi dampak positif untuk dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Untuk mendukung kegaiatan ini, Dinas Kesehatan sudah mengalokasikan dana yang diambil dari APBD agar terjadi peningkatan kapasitas Umi Persamida, sampai mereka dapat memberi penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi dan KIA sendiri dan tidak terlalu bergantung pada tenaga kesehatan. Sedikit demi sedikit manfaat dari Umi Persamida ini adalah meningkatnya angka cakupan, khususnya kunjungan K1 dan K4. Kegiatan yang menitikberatkan pada kesehatan reproduski ini juga melibatkan siswa SMP dan SMA sebagai pendidik sebaya.
Diakui oleh Dr Titik, meski aturan mengenai survei pengaduan telah tertuang didalam Peraturan Menteri, namun jika tidak diingatkan, jajaran pemerintah daerah mudah tidak Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
37
Adanya kartu kendali juga merupakan salah satu perubahan yang dirasakan sejak pendampingan oleh Kinerja. Dampaknya tenaga kesehatan mitra lebih dapat bertindak sesuai dengan prosedur dan standar.
Gambar 2. Pelatihan kesehatan reproduksi untuk remaja sebagai salah satu upaya memberantas pernikahan anak
MSF yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat setempat juga dianggap Dr Titik saat ini sudah bermitra baik dengan Puskesmas, khususnya MSF tingkat kecamatan. MSF ini sudah dapat memberikan masukan-masukan kepada Puskesmas terkait pelayanan.
Dari seluruh perubahan yang ada, Dr Titik memilih adanya Umi Persamida dan Bunda Kespro sebagai perubahan yang dirasa paling penting. Di tingkat kabupaten, adanya Umi Persamida dan Bunda Kespro dinilai memiliki dampak yang luas. Dengan adanya kegiatan ini tokoh-tokoh masyarakat dari istri Bupati hingga istri Kepala Desa dapat dirangkul, sehingga diharapkan masyarakat akan dapat mengikuti pesan-pesan yang disampaikan oleh tokoh masyarakat tersebut.
Untuk kemitraan bidan dan dukun juga dirasakan ada perubahan sejak pendampingan oleh Kinerja. Dahulu, menurut Dr Titik, mereka langsung melakukan pendekatan dengan cara mengumpulkan para dukun dan langsung diberi sosialiasi. Namun saat ini dengan dukungan narasumber yang difasilitasi oleh Kinerja, pendekatan kepada dukun menjadi lebih personal, relevan dan efektif. “Alhamdulillah dengan adanya gambarannya Bu Agnes [konsultan Kinerja], kan modelnya beda. Kalau kita dulu langsung ke dukunnya diomongin gini gini gini, tetapi kan kalau metodenya Bu Agnes sendiri-sendiri. Ya, apa kelebihannnya dukun, apa kelebihannya kita. Jadi kayaknya lebih mengena…” Efek dari kemitaran bidan dan dukun ini mulai dirasakan dengan menurunnya angka persalinan ditolong oleh tenaga dukun. Sebagian besar dukun di Kabupaten Bondowoso sudah bermitra. Kegiatan ini didukung oleh dana Bantuan Operasinal Kesehatan (BOK). Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
38
Alur Rujukan Yang Lebih Jelas (Dr Titi, Kepala Puskesmas Tegal Ampel)
Dr Titi telah bertugas di Bondowoso sejak lulus menjadi dokter, dan bertugas di Puskesmas Tegal Ampel, Bondowoso, sejak 2010. Dr Titi, yang menjabat sebagai Kepala Puskesmas, mengetahui program Kinerja sejak awal diimplementasikan di Bondowoso. Diakui oleh Dr Titi, apa yang ditawarkan oleh Kinerja adalah sebagai penguatan beberapa program yang sudah ada. Program-program tersebut adalah: 1) Survei layanan; 2) Diajarkan cara membuat SOP, standar, dan alur layanan yang baik; 3) kemitraan bidan dan dukun; serta 4) kantung persalinan continuum (kantung persalinan, IMD, ASI, dan gizi). Dr Titi berpendapat bahwa dengan survei pengaduan masyarakat yang dilaksanakan oleh MSF, ia dan jajarannya di Puskesmas dapat mengetahui kekuarangan Puskesmas ada di mana saja. Menurut pengakuan Dr Titi, dirinya berserta seluruh staf di Puskesmas Tegal Ampel tidak pernah merasa dihakimi dengan adanya survei pengaduan tersebut, karena mereka menyadari setiap pekerjaan pasti ada kekurangan nya. “Karena kita memang menyadari kerja ya mesti ada kekurangnnya, terus maunya masyarakat itu seperti apa.” - Dr. Titi Kepala Puskesmas Tegal Ampel
Setelah ada hasil survei, Kepala Puskesmas mengumpulkan seluruh stafnya dan mengajak berdiskusi untuk menindaklanjuti survei pengaduan ini. Langkah selanjutnya adalah mencari solusi untuk menjawab keluhan dari survei pengaduan, seperti contohnya pemasangan banner-banner untuk menjawab keluhan mengenai kebingungan masyarakat atas alur BPJS. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Untuk pembuatan SOP dan standar layanan, Dr Titi mengatakan bahwa sebenarnya puskesmas telah memiliki SOP dan standar, namun kebanyakan adalah tidak tertulis, sehingga seolah seperti berjalan otomatis. Dengan adanya pendampingan dari Kinerja ini, mereka merasa mendapatkan pelajaran bagaimana membuat SOP dan standar yang dapat diterapkan, atau dengan kata lain membuat adminsitrasi puskesmas yang lebih baik. Untuk kantung persalinan, Dr Titi mengatakan bahwa sebenarnya sebelum ada pendampingan dari Kinerja pun telah melaksanakan pembuatan kantung persalinan tersebut, namun saat ini kantung persalinannya lebih ditingkatkan lagi menjadi kantung kontinuum yang juga memantau IMD, ASI Eksklusif, dan gizi. Hal ini mengakibatkan cakupan ASI Ekslusif di wilayahnya meningkat dibanding tahuntahun sebelumnya. Ketika ditanyakan dari beberapa program yang telah diperkuat selama pendampingan Kinerja yang memberi dampak paling signifikan, Dr Titi mengemukakan bahwa survei pengaduan merupakan program yang dirasakanya paling memberikan pengaruh kepada layanan puskesmas. Untuk survei dirasakan bahwa hasilnya membuat dirinya beserta staf puskesmas lain untuk dapat segera merespon keluhan dan saran yang disampaikan masyarakat. Contohnya adalah dengan menempelkan alur layanan dan alur rujukan bagi pasien sehingga dampaknya keluhan pasien mengenai rujukan sudah berkurang drastis sejak alur rujukan ditempel di dinding puskesmas.
39
Referensi dan sumber lain Dart, J.J. 2000. Stories for Change: A Systematic Approach to Participatory Monitoring. Proceedings of Action Reseach and Process Management (ALARPM) and Participatory Action-Research (PAR) World Conference. Ballarat, Australia. Davies, R. and Dart, J. 2005. The ‘Most Significant Change’ Technique: A Guide to Its Use. Kinerja. 2014. Tata Kelola Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif [modul]. http://www.kinerja.or.id/pdf/889f4355-4828-4272-9612-e02d8d5e68eb.pdf Kinerja. 2014. Tata Kelola Persalinan Aman [modul]. http://www.kinerja.or.id/pdf/b583809b-15bf-40b3-9702-1f00804fa7f3.pdf Kinerja. 2015. Berbagi Praktik Baik Tata Kelola Kesehatan. http://www.kinerja.or.id/pdf/d50dbae5-31a4-4c9a-b081-f154366a75bc.pdf
Kinerja USAID Sampoerna Strategic Square South Tower, 18th Floor Jl. Jend. Sudirman Kav. 45-46, Jakarta 12930 email:
[email protected] www.kinerja.or.id
Kinerja USAID
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.kinerja.or.id
Kinerja is implemented by
41