BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009
TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG, Menimbang
: a. bahwa sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 1982 tentang Koordinasi Bagi Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Rabies di daerah serta meningkatnya kegemaran masyarakat untuk memelihara hewan penular rabies, maka meningkat pula kegiatan lalu lintas hewan tersebut sehingga perluasan penyakit anjing gila (Rabies) pada hewan ke daerah-daerah di Kabupaten Badung yang masih berstatus bebas penyakit rabies perlu dicegah; b. bahwa Kabupaten Badung sebagai salah satu tujuan wisata, sudah selayaknya jika hewan seperti anjing dipelihara dengan baik dan benar agar tidak berkeliaran di jalan-jalan serta tempat-tempat umum; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pengawasan Pemeliharaan dan Lalu Lintas Hewan Penular Rabies di Kabupaten Badung;
Mengingat
: 1. Ordonansi Anjing Gila (Hondsdolheids Ordonantie, Staatsblad Tahun 1926 Nomor 451 jo Staatsblad Tahun 1926 Nomor 452);
2. Undang–Undang
Nomor
69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan
Daerah–daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482);
6. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
9. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4723);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1973 tentang Pembuatan, Persediaan, Peredaran dan Pemakaian Vaksin, Sera dan Bahan-bahan Diagnostika Biologis untuk Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 23);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan,
Pemberantasan
dan
Pengobatan
Penyakit
Hewan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3101);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Vaternier (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253);
13. Peraturan Pemerintah nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3509);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4002);
15. Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
16. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan Menteri Dalam
Negeri
Republik
Indonesia
Nomor
279A/Men.Kes/SK/VIII/1978, Nomor 522/Kpts/UM/8/78 Nomor 143 Tahun 1978 tentang Peningkatan Pemberantasan dan Penanggulangan Rabies;
17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 487/Kpts/Um/6/1981 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan Menular;
18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 363/Kpts/1982 tentang Pedoman Khusus Pencegahan dan Pemberantasan Rabies.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN BUPATI TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Kabupaten adalah Kabupaten Badung. 2. Pemerintah adalah Pemerintah Kabupaten Badung. 3. Dinas adalah Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Badung. 4. Hewan Penular Rabies yang selanjutnya disingkat HPR adalah Hewan yang dapat berperan sebagai penyebar virus rabies yaitu anjing, kucing, monyet atau hewan lainnya berdasarkan bukti ilmiah yang sahih. 5. Vaksin adalah vaksin rabies untuk hewan. 6. Vaksinasi adalah tindakan memberikan vaksin pada hewan. 7. Vaksinator adalah orang yang melakukan vaksinasi. 8. Eliminasi adalah tindakan pemusnahan hewan. 9. Kartu Registrasi HPR atau kepemilikan hewan adalah kartu yang memuat identitas dan jumlah HPR yang dimiliki atau dipelihara. 10. Kartu vaksinasi adalah kartu yang digunakan untuk pencatatan dan sebagai bukti bahwa hewan tersebut telah divaksinasi. 11. Penning adalah tanda yang diberikan pada hewan dan ditetapkan karakteristiknya oleh Dinas.
BAB II OBYEK DAN SUBYEK PENGAWASAN PEMELIHARAAN/ LALU LINTAS HEWAN Pasal 2 Obyek pengawasan pemeliharaan/ lalu lintas hewan adalah semua hewan yang dapat berperan sebagai penyebar virus rabies, yang sebagian atau seluruh hidupnya berinteraksi dengan manusia yaitu anjing, kucing, monyet atau hewan lainnya berdasarkan bukti ilmiah yang sahih.
Pasal 3
Subyek pengawasan pemeliharaan / lalu lintas hewan adalah orang atau badan pemilik / pemelihara hewan penular rabies.
BAB III PEMELIHARAAN Pasal 4
Setiap orang atau badan pemilik / pemelihara HPR wajib : a. memiliki kartu kepemilikan Hewan dan Penning yang dikeluarkan oleh Dinas; b. memperhatikan
kesehatan
dan
kesejahteraan
(animal
welfare)
hewannya; c. melaporkan kepada Petugas Dinas apabila HPRnya memperlihatkan gejala klinis rabies; d. memvaksin hewannya dengan vaksin rabies secara berkala dan memiliki kartu vaksinasi; e. memelihara hewannya di dalam rumah atau didalam pekarangan rumah.
Pasal 5
Setiap orang atau badan pemilik / pemelihara HPR dilarang: a. menelantarkan hewannya; b. membiarkan HPR berkeliaran di jalan-jalan umum, tempat-tempat umum
seperti
sekolah,
Pura/tempat
beribadatan,
pasar,
Balai
Desa/Banjar, Pantai, Kantor atau tempat lain yang merupakan fasilitas umum;
c. membawa HPR keluar dari pekarangan rumah tanpa dilengkapi alat perlengkapan pengaman (tali / rantai pengikat dengan panjang maksimal satu meter).
Pasal 6
(1) HPR yang berkeliaran di luar pekarangan pemilik atau pemeliharanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) dapat ditangkap dan dimasukkan ke tempat penahanan Dinas. (2) HPR yang ditangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dapat dikembalikan kepada pemilik atau pemeliharanya dengan membayar biaya pemeliharaan selama dalam penahanan. (3) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sesudah hari penangkapan tidak ada permintaan dari pemilik atau pemeliharanya, maka HPR tersebut disita. (4) HPR sitaan dapat diadopsi oleh peminat setelah mengganti biaya-biaya: Pemeliharaan, makanan, perawatan kepada Dinas. (5) Jika tidak ada peminat yang mengadopsi HPR sitaan maka HPR sitaan tersebut dapat dieliminasi oleh Dinas sesuai Peraturan ini.
BAB IV LALU LINTAS Pasal 7
Setiap lalu lintas HPR ke dan dari Kabupaten di dalam wilayah Provinsi Bali wajib : a. mendapat rekomendasi dari Dinas bagi setiap usaha Perdagangan, Penitipan, Penampungan HPR; b. disertai Surat Keterangan Asal, Surat Keterangan Kesehatan Hewan dan Surat Keterangan Vaksinasi Rabies dari Pejabat Instansi yang Berwenang asal HPR tersebut; c. telah divaksinasi paling singkat 14 (Empat belas) hari sebelum dilakukan jual beli atau pemindah tanganan kepemilikan bagi setiap HPR yang diperjual belikan atau dipindah tangankan.
Pasal 8 (1) Persyaratan
dan
penetapan
tempat
perdagangan,
penitipan,
penampungan HPR serta tata cara untuk mendapatkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a ditetapkan oleh Dinas. (2) Persyaratan dan tata cara untuk mendapatkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf a diatur lebih lanjut oleh Dinas.
Pasal 9 Pengaturan lalu lintas HPR di Kabupaten Badung, dilarang : a. bagi HPR yang berasal dari Desa/Kelurahan tertular rabies; b. bagi HPR yang berasal dari Desa/Kelurahan terancam yaitu Desa/Kelurahan yang bertetangga dengan Desa/Kelurahan tertular rabies secara geografis.
BAB V VAKSINASI Pasal 10
(1) Vaksinasi dilakukan oleh: a. Petugas yang berwenang dari Dinas; b. Dokter Hewan atau; c. Mereka yang telah dilatih dan memiliki sertifikat serta surat ijin sebagai Vaksinator dari Dinas. (2) Tempat Pelaksanaan vaksinasi adalah : a. Rumah Sakit Hewan; b. Klinik Hewan; c. Dokter Hewan Praktek; dan d. Suatu tempat yang ditetapkan oleh Dinas pada saat Pemerintah menggerakkan Program Vaksinasi missal untuk penanggulangan rabies.
BAB VI ELIMINASI Pasal 11
(1) Tindakan eliminasi HPR dilakukan oleh Dinas dan jika dianggap perlu didampingi oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung.
(2) Eliminasi HPR dapat ditujukan terhadap : a. HPR yang menderita Rabies; b. HPR yang telah terekspos atau digigit oleh HPR penderita Rabies; c. HPR sitaan; d. HPR yang tidak berpemilik; atau e. HPR karena pemilik / pemeliharanya melanggar Peraturan ini. (3) Pelaksanaan eliminasi tetap memperhatikan Animal Welfare dengan mengutamakan keamanan manusia. (4) Pelaksanaan eliminasi dapat dilakukan dengan pembiusan (ketamin, xilasil) selanjutnya disuntik dengan zat kimia yang mematikan dengan meminimalkan rasa sakit.
BAB VII SANKSI Pasal 12
Dalam hal orang atau badan pemilik / pemelihara HPR tidak melaksanakan ketentuan Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 9, maka dapat dikenai sanksi, berupa: a. Penangkapan; b. Penyitaan; c. Eliminasi; dan/atau d. Ganti rugi berupa penggantian biaya-biaya; pemeliharaan, makanan, perawatan termasuk tindakan vaksinasi.
Pasal 13
Apabila HPR menggigit manusia yang dibawa di luar rumah/pekarangan maka seluruh biaya yang timbul akibat gigitan tersebut ditanggung oleh pemilik/pemelihara hewan.
BAB IX PENUTUP Pasal 14
Pedoman teknis mengenai pemeliharaan dan peredaran hewan, pelaksanaan vaksinasi, eliminasi, penahanan HPR dan sanksi berdasarkan Peraturan ini ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
Pasal 15 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Badung.
Ditetapkan di Badung pada tanggal 13 Mei 2009 BUPATI BADUNG, ttd. ANAK AGUNG GDE AGUNG Diundangkan di Badung pada tanggal 13 Mei 2009 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BADUNG, ttd. I WAYAN SUBAWA
BERITA DAERAH KABUPATEN BADUNG TAHUN 2009 NOMOR 14