A. Perbedaan pengaruh kecepatan angin pendingin koil pengapian dan variasi putaran mesin terhadap konsumsi B. bahan bakar pada mesin suzuki C. carry 1000 cc Oleh : Budi Susilo K.2598025
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu faktor yang mempengaruhi kesempurnaan pembakaran agar bahan bakar menjadi lebih irit adalah sistem pengapian. Sistem pengapian harus dapat menghasilkan api pada saat yang tepat dan dengankualitas api yang bagus untuk membakar campuran bahan bakar dan udara Berkaitan dengan nyala api, ada satu permasalahn yang perlu diperhatikan yaitu pada saat mesin beroperasi cukup lam koil pengapian akan meaningkat temperaturnya. Hal ini disebabkan adanya pereubahan energi listrik menjadi energi panas didalam koil yang dialiri arus listrik. Panas ini akan mengakibatkan nilai tahanana koil meningkat, maka arus yang melewati lilitan primer akan menurun. Penurunan arus ini menyebabkan kuat medan magnet pada lilitan primer menurun sehingga tegangan induksi yang dihasilkan oleh kumparan sekunder juga menurun. Untuk itu agar nyala api yang bagus dapat dipenuhi maka koil pengapian harus didinginkan.
Pendinginan pada koil dilakukan dengan mengalirkan udara pada dinding luar koil. Aliran udara dengan kecepatan tinggi akan membantu proses perpindahan panas dari dinding luar koil menuju udara bebas. Semakin tinggi kecepatan udara , maka semakin besar pula panas yang dibebaskan dari dinding koil. Selain faktor-faktor di atas faktor lain yang uga dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar adalah putarn mesin. BPM Arends dan H Berenshot ( 1980 : 28) menjelaskan bahwa “... untuk mencapai bahan bakarspesifik yang terendah hanya bila motor berputar dengan putaran tertentu dengan pembebanan tertentu. Pada putaran stasioner konsumsi bahan bakar cukup tinggi, semakin ditambah putaran mesin konsumsi bahan bakar semakin hemat. Setelah kondisi ini putaran ditambah lagi maka konsumsi bahan bakar akan meningkat lagi. Dari uaian di atasa perlu dilakukan penelitian untuk menguji hal-hal secara nyata hal-hal yang telah dikemukakan. Adapun judul penelitian yang diambil adalah “PENGARUH PERBEDAAN KECEPATAN ANGIN ALAT PENDINGIN KOIL PENGAPIAN DAN VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN SUZUKI CARRY 1000 CC”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar adalaah : 1. Pemasangan kipaas udara sebelum intake manifold 2. Pemasangan kipas udara sebelum karburator 3. Pemasangan turbo charger atau super charger 4. Pemasangan intercooler 5. Kompresi mesin 6. Sistem pengapian 7. Kerapatan udara 8. Kecepatan angin alat pendingin koil pengapian 9. Putaran mesin
C. Pembatasan Masalah Agar permasalahan ini tidak menyimpang dari permasalahan yangditeliti, maka peneliti membatasi permasalahan pada kecepatan angin alat pendingin koil pengapain dan putaran mesinyang dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Adakah perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc ? 2. Adakah perbedaan pengaruh putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc ? 3. Adakah interaksi pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc? E.
Tujuan Penelitian
Tujuan darai penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc F.
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan mempunyai manfaat antar lain : 1. Manfaat Praktis a. Memperoleh secara langsung mengenai kelemahan dan kelebihan alat pendingin koil pengapian. b. Menemukan cara pnghematan bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc 2. Manfaat Teoritis
a. Menerapkan ilmu yang didapat di bangku kuliah untuk diaplikasikan dalam penelitian b. Sebagai gahan wacana dan acuan bagi penelitian sejenis
BAB II LANDASAN TEORI G. Tinjauan Pustaka 1. Koil Pengapian Koil pengapian adalah salah satu komponen utama dalam sistem pengapian. Koil pengapian tidak dapat bekerja sendiri dalam menjalankan tugasnya. Walaupun demikian kerja koil sangat menentukan kualitas hasil sistem pengapian, sebagaimana dijelaskan oleh Boentarto (2002 :51) “koil merupakan komponen pengapian yang menentukan baik atau tidaknya pembakaran. Dan pembakaran menentukan boros tidaknya konsumsi bahan bakar”. Walaupun semua komponen sistem pengapian bekerja dengan baik, tetapi jika koil pengapian tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka pembakaran didalam
silinder tidak dapat berjalan sempurna. Sebaliknya apabila kerja komponen yang baik didukung oleh kerja koil yang baik akan mendukung proses pembakaran sempurna. a. Fungsi Koil Pengapian Koil pengapian sebenarnya hanya mempunyai satu fungsi namun fungsi yang sangat penting. Koil adalah komponen sistem pengapian yang berfungsi sebagi transformator “yang berfungsi untuk menaikkan tegangan listrik dari baterai menjadi tegangan yang cukup tinggi ....” (Wardan Suyanto, 1989 : 269). Tegangan yang dimiliki baterai adalah 12 volt dan tegangan ini tidak mampu melewati celah elektroda busi, sehingga tidak akan terjadi percikan bunga api di dalam silinder yang mempunyai tekanan cukup tinggi. Tegangan yang dihasilkan oleh koil pengapian untuk melewati celah elektroda busi sangat tinggi. Wardan Suyanto (1989 : 98) menjelaskan “untuk menghasilkan tegangan tinggi, maka digunakanlah koil yang dapat menghasilkan tegangan listrik sampai sekitar 20 KV sampai 45 KV”. Sedangkan BM Surbhakty dan R Suhardjo (1978 : 78) yang menyebut tegangan tinggi dengan GGL (gaya gerak listrik) menyatakan bahwa gaya gerak listrik yang tinggi itu (mencapai 10.000 volt sampai20.000 volt) ....”. Toyota Astra Motor (TAM) (7-2) menjelaskan fungsi koil bahwa “... ignition koil berfungsi untuk memperbesar tegangan dari 12 volt menjadi 15.000 sampai 20.000 volt”. Dari ketiga sumber diatas dapat kita ketahui ada perbedaan mengenai berapa tegangan tinggi yang dapat dihasilkan oleh koil. Kemudian terdapat perbedaan dimensi dari koil yang mereka jadikan obyek dalam menerangkan tegangan tinggi dari suatu koil. Namun dapat diambil suatu titik temu bahwa besarnya tegangan tinggi itu lebih dari 10.000 volt. b. Konstruksi Koil Pengapian
Sebuah koil terdiri dari dua kumparan atau lilitan yaitu lilitan primer dan sekunder, yang mempunyai inti lilitan dari besi, inti besi atau core terbuat dari baja silikon tipis yang digulung ketat.
Lilitan sekunder terbuat dari kawat tembaga dengan diameter kecil (0,05 – 0,1 mm) digulung pada inti besi. Sedangkan lilitan primer terbuat dari kawat tembaga dengan diameter relatif lebih besar (0,5 – 1 mm) digulung mengelilingi lilitan sekunder. Lilitan primer mempunyai jumlah lilitan antara 150 - 300 lilitan sedangkan lilitan sekunder 150.000 – 300.000 lilitan. Walaupun lilitan keduanya berbeda akan tetapi “biasanya kedua kumparan itu mempunyai perbandingan 1:100 (primer : sekunder) “ (Yayat Supriyatna dan Sumarsono, 1998:56). Koil mempunyai tiga terminal yaitu terminal positif (terminal 15), terminal negatif (terminal 1) dan terminal tegangan tinggi (terminal 4). Terminal-terminal tersebut adalah ujung-ujung dari kedua lilitan yang dimiliki koil. Salah satu dari liitan primer dihubungakan denga terminal positif dan ujung yang lain dihubungakan dengan terminal negatif.
Sedangakan lilitan sekunder salah satu ujungnya
dihubungkan dengan terminal positif dan ujung yang lain dihubungakn dengan terminal tegangan tinggi melalui sebuah pegas. Kedua lilitan digulung pada arah yang sama. Untuk mencegah terjadinya hubungan singkat antara lapisan yang berdekatan maka lapisan yang satu dengan yang lain disekat dengan kertas yang mempunyai tahanan sekat tinggi. Seluruh ruangan kosong di dalam tabung koil diisi dengan minyak atau campuran penyekat untuk menambah daya tahan terhadap panas yang dapat mengurangi kinerja dari koil pengapian itu sendiri.
Gambar 1. Kontruksi Koil Pengapian (Yayat Supriatna dan Sumarsono, 1998:57) keterangan: 1. Terminal tegangan tinggi. 2. Isolasi pemisah kumparan. 3. Isolasi penutup. 4. Penghubung tegangan tinggi melalui kontak. 5. Rumah atau Body. 6. Pengikat.
7. Plate jacket (magnetic). 8. Kumparan primer 9. Kumparan sekunder. 10. Sealing Compound. 11. Insulator. 12. Inti besi.
2. Alat Pendingin Koil Pengapian a.
Konstruksi Alat Pendingin Koil Pengapian Sebuah tabung/silinder yang terbuat dari bahan plastik yang kedua ujungnya
terbuka. Tabung ini berfungsi untuk mengarahkan aliran udara agar sejajar dengan sisi memanjang koil pengapian. Hal ini dimaksudkan agar aliran udara hanya melewati dinding koil saja. Disamping itu dengan adanya tabung untuk mencegah adanya aliran udara yang dapat melemahkan atau memperlambat aliran udara yang berasal dari alat pendingin koil. Pada ujung yang satu dipasang klem untuk menjepit badan koil. Klem diikat pada rangka dengan sambungan mur dan baut. Pada klem ini juga ada mur pengatur yang berfungsi untuk mengatur posisi klem agar bisa bergeser menjauhi dan mendekati
terhadap dinding tabung agar posisi koil pengapian dapat berada
ditengah-tengah tabung. Sedangkan ujung tabung yang lain dipasang dudukan kipas. Pada dudukan kipas dibuat alur tempat baut pengikat agar bisa dipasang kipas dengan ukuran diameter yang berbeda-beda. Dudukan kipas di ikat pada rangka dengan sambungan las. Salah satu sisi rangka dipasang sebuah batang berbentuk siku untuk memasangkan alat pendingin pada bodi mesin atau bodi mobil. Batang tadi di ikat dengan sambungan las dan dibuat lubang untuk baut pengikat. Bagian-bagian utama dari alat pendingin koil adalah : 1. Tabung
4. Dudukan kipas udara
2. Rangka
5. Mur penyetel klem penjepit
3. Klem penjepit
6. Sambungan alat ke bodi mesin
Untuk lebih jelasnya, konstruksi alat pendingin koil pengapian dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
GAMBAR 2. PENAMPANG ALAT PENDINGIN KOIL PENGAPIAN
b. Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa semakin besar kecepatan angin alat pendingin koil pengapian, maka semakin besar perpindahana panas dari koil pengapian menuju ke udara bebas. Kecepatan angin pada alat pendingin koil pengapian ditimbulkan oleh sebuah kipas udara yang dipasang pada alat pendingin tersebut. Kipas udara digerakkan oleh motor dengan arus DC yang mengambil arus dari bateraimelalui terminal IG kunci kontak. Adapun data dari kipas udara serta kecepatan angin yang ditimbulkan adalah sebagai berikut : a. Kipas udara pada alat pendingin I Diameter sudu luar kipas
: 60 mm
Diameter sudu dalam kipas
: 30 mm
Sumber arus
: DC (12 volt - 0,20 A)
Kecepatan angin
: 0,8 m/det
b. Kipas udara pada alat pendingin II Diameter sudu luar kipas
: 80 mm
Diameter sudu dalam kipas
: 30 mm
Sumber arus
: DC (12 volt - 0,20 A)
Kecepatan angin
: 1,5 m/det
c. Kipas udara pada alat pendingin III Diameter sudu luar kipas
: 95 mm
Diameter sudu dalam kipas
: 30 mm
Sumber arus
: DC (12 volt - 0,20 A)
Kecepatan angin
: 2,2 m/det
c. Pendinginan Koil Pengapian Koil pengapian pada mobil akan menjadi panas setelah bekerja beberapa saat. PT. Indomobil Suzuki Internasional ( GDI-7) menjelaskan tentang pengukuran tahanan koil pada temperatur kerja bahwa “Pengukuran dilaksanakan pada temperatur panas kira-kira 80o C (176o F), karena kita bermaksud mengukur kemampuannya pada pada temperatur kerja normal... .” Apabila koil bekerja terlalu
lama, maka temperatur koil bisa mencapai lebih dari 80o C. Hal ini akan berakibat menurunnya kemampuan koil bahkan akibat paling fatal adalah koil bisa terbakar. Panas yang timbul pada koil akibat adanya perubahan energi listrik menjadi energi panas yang dilakukan oleh tahanan yang ada pada lilitan koil pengapian. Lilitan koil adalah penghantar dan setiap penghantar pada hakekatnya adalah tahanan. Penghantar adalah suatu materi atau zat yang terdiri dari atom-atom dan molekul-molekul. Atom-atom dan molekul-molekul ini aka menyusun diri menjadi miliaransistem pengambilan ruang bangun kotak persegi. Selanjutnya sistem pengambilan ruang bangun kotak persegi ini akan membentuk untaian ortogonal sehingga menjadi kristal-kristal dalam berbagai bentuk seperti kubus, belah ketupat, persegi panjang,segi enam dan sebagainya. Namun demikian masih ada ruang bebas dalam sistem pengambilan ruang tersebut dan ruang bebas inilah yang dialiri elektron bebas saat terjadinya aliran arus listrik. Panas yang terjadi pada suatu tahanan karena adanya benturan antara elektron bebas dengan atom-atom dan molekul-molekul dalam sistem pengambilan ruang. HM Rusli Harahap (1996 : 320) menjelaskan Benturan yang timbul antara kawanan elektron yang melaju cepat dalam kuat medan listrik (dalam arah berlawanan adalah aliran arus listrik) terhadap atom-atom dan molekul-molekul dari sistem pengambilan ruang bahan penghantar yang diam, menyebabkan atom-atom dan molekul-molekul terguncang dari tempatnya sehingga menimbulkan getaran. Semakin banyak kawanan elektron yang berpindah, semakin besar arus yang mengalir dan semakin giat pula atom-atom dan molekul-molekul dalam untaian sistem pengambilan ruang benda bergetar sehingga suhu yang ditimbulkannya pada penghantar semakin tinggi. Uraian diatas dapat di ilustrasikan melalui gambar tentang aliran elektron diantara atom dan molekul berikut ini.
Gambar 3. Aliran Elektron Dalam Suatu Penghantar (HM Rusli Harahap, 1996 :319) Panas yang ditimbulkan oleh lilitan koil akan merembet ke bagian-bagian lain dari koil dan akhirnya sampai pada dinding luar koil. Dari dinding luar koil inilah energi panas dilepas ke udara bebas. Pada koil sebenarnya sudah ada pendingin namun tetap saja koil mencapai temperatur yang tinggi saat bekerja. Oleh karena itu perlu adanya pendinginan dari luar koil. Pendinginan ini dilakukan pada dinding koil dengan maksud jika dinding koil didinginkan, maka pelepasan energi panas didalam koil akan lebih cepat. Prinsip pendinginan disini adalah mepercepat perpindahan energi panas dari dinding koil ke udara bebas. Hal ini dilakukan dengan konveksi paksa yaitu menimbulkan aliran udara disekitar dinding luar koil dengan kipas udara. Besarnya perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dengan fluida (dalam hal ini udara)dapat dihitung dengan rumus berikut ini : qc = hc . A. ∆T dimana : qc = laju perpindahan panas dengancara konveksi (Btu/h) hc = koefisien perpindahan panas konveksi (Btu/h.ft2.F) A = luas permukaan (ft2)
∆T = beda antar suhu permukaan Ts dan suhu fluida To dilokasi yang ditentukan. Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa laju perpindahan panas dipengaruhi oleh koefisien perpindahan panas. Harga koefisien perpindahan panas sangat sulit ditentukan (tergantung kondisi), bahkan harus dilakukan eksperimen untuk setiap kondisi yang berbeda. Namun yang perlu ditekankan disini bahwa “... harga angka hc dalam sebuah sistem tergantung pada geometri permukaannya dan kecepatannya maupun pada sifat-sifat fisik fluidanya dan acap kali bahkan pada beda suhu ∆T”. (Frank Kreith, 1986 : 13) Kecepatan aliran udara (kecepatan angin) sangat mempengaruhi koefisien perpindahan panas. Semakin besar kecepatan angin, maka semakin besar pula harga koefisien perpindahan panas. Oleh karena itu untuk melakukan pendinginan pada koil pengapian dapat dilakukan dengan cara mengalirkan udara pada dinding luar koil pengapian agar perpibdahan panas dari permukaan dinding koil pengapian ke udara bebas dapat berlangsung dengan lancar dan cepat. d. Pengaruh Pendinginan Koil Pengapian Terhadap Pembentukan Tegangan Tinggi Tegangan tinggi yang dikeluarkan oleh koil pengapian untuk diubah menjadi percikan bunga api pada busi adalah tegangan yang dihasilkan oleh lilitan sekunder. Tegangan lilitan sekunder merupakan hasil penaikan tegangan dari lilitan primer yang tidak cukup untuk menimbulkan percikan bunga api pada busi. Oleh karena itu besarnya tegangan sekunder sangat tergantung oleh tegangan yang dihasilkan lilitan primer. Disamping itu tegangan sekunder juga tergantung oleh perbandingan jumlah lilitan sekunder dan jumlah lilitan primer. Semakin besar perbandingan keduanya, maka semakin besar pula tegangan sekunder yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan rumus dibawah ini : Es Ep = Np Ns
Dimana : Ep = tegangan induksi pada lilitan primer Es = tegangan induksi pada lilitan sekunder
Np= jumlah lilitan primer Ns= jumlah lilitan sekunder (TAM :7-5) Sedangkan besarnya tegangan induksi pada lilitan primer dapat dicari dengan rumus : E=L
di dt
Dimana : E = GGL induksi / tegangan induksi lilitan primer (volt) di = besarnya penurunan arus (amper) dt = waktu yang dibutuhkan dalam penurunan arus (detik) L = induktansi diri (henry) (Kamajaya, 1996 :121) Sedangkan untuk mencari induktansi diri dengan rumus : L=
NΦ I
Dimana : N = jumlah lilitan Φ = flux magnet (weber) I = kuat arus (amper) (Kamajaya, 1996 :121) Flux magnet dapat dicari dengan rumus : Φ = B.A B = µo .I
N l
Dimana : B = induksi magnet (weber/meter) A = luas penampang kumparan (meter2) µo= 4π. 10-7 weber/amper meter l = panjang kawat (meter) (Kamajaya , 1996 :120) Untuk menggambarkan terjadinya induksi yang terjadi pada lilitan primer dan lilitan sekunder, perhatikan gambar berikut ini.
Gambar 4. Induksi Bersama (TAM : 7-2) Dari beberapa rumus diatas dapat diketahui bahwa tegangan induksi lilitan primer sangat dipengaruhi oleh kemagnetan yang terjadi pada lilitan primer. Pada suatu koil pengapian perbandingan antara jumlah lilitan sekunder dengan lilitan primer adalah tetap. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi besarnya tegangan tinggi pada suatu koil pengapian adalah besarnya kekuatan magnet yang terjadi pada lilitan primer. Besarnya kekuatan magnet pada lilitan primer dipengaruhi oleh beberapa hal sebagaimana dijelaskan oleh TAM (7-2) berikut : “Kekuatan magnetnya tergantung dari : banyaknya lilitan, harga tahanan dari lilitan dan lamanya titik kontak menutup”. Kekuatan magnet listrik dapat dinyatakan
dalam suatu perkalian antara
jumlah lilitan dengan besarnya arus yang mengalir dalam pada lilitan tersebut. Apabila lilitan banyak, maka kekuatan magnet listrik yang timbul juga besar begitu juga sebaliknya jika jumlah lilitan sedikit maka kekuatan magnet listriknya juga kecil. Di samping jumlah lilitan, besarnya tahanan pada lilitan juga mempengaruhi kekuatan magnet listrik. Harga tahanan yang besar akan mengakibatkan arus yang mengalir pada lilitan primer berkurang, sehingga kekuatan medan magnet yang terbentuk akan berkurang. Besarnya harga tahanan pada lilitan primer dipengaruhi
beberapa hal yaitu : panjang kawat lilitan, luas penampang kawat lilitan dan harga tahanan jenis bahan kawat lilitan sehingga dapat dirumuskan R=ρ
l q
Dimana : R = tahanan ( ohm ) ρ = tahanan jenis ( ohm. meter ) l = panjang penghantar ( meter ) q = luas penampang penghantar ( meter2 ) Disamping dipengaruhi oleh ketiga faktor diatas, besarnya harga tahanan kawat lilitan juga dipengaruhi oleh temperatur dari kawat lilitan tersebut. Sebagian besar bahan akan meningkat harga tahanan jika temperaturnya meningkat, begitu juga dengan kawat lilitan primer akan semakin besar harga tahanan jika temperaturnya meningkat sebagaimana rumus berikut ini. Rθ2 = Rθ1 [ 1+ε (θ2-θ1)] ohm. Dimana : Rθ2 = tahanan pada suhu akhir ( ohm ). Rθ1 = tahanan pada suhu awal ( ohm ). θ2 = suhu akhir penghantar ( 0C ) θ1 = suhu awal penghantar ( 0C ) ε
= koefisien panas jenis ( /0C )
Pengertian tentang kemagnetan dan kelistrikan diatas dapat diterapkan pada koil pengapian. Pada saat temperatur koil meningkat, maka tahanan pada lilitan primer meningkat juga meningkat. Arus yang mengalir pada lillitan primer menurun. Hal ini mengakibatkan pembentukan magnet (kekuatan magnet) menurun, akibatnya tegangan induksi lilitan primer menurun. Jika tegangan induksi lilitan primer menurun sementara perbandingan jumlah lilitan sekunder dan jumlah lilitan primer tetap, maka tegangan induksi yang dihasilkan oleh lilitan sekunder juga menurun. Jika ingin mempertahankan besarnya tegangan tinggi yang dihasilkan oleh lilitan sekunder, maka koil pengapian harus didinginkan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendinginan koil pengapian dapat mempengaruhi besar kecilnya tegangan tinggi yang dihasilkan koil pengapian.
e. Pengaruh Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dapat mempengaruhi efektifitas pendinginan pada koil pengapian. Pendinginan koil pengapian mempengaruhi tegangan induksi tinggi yang dihasilkan oleh koil pengapian. Tegangan induksi yang tinggi akan menghasilkan bunga api dengan kualitas bagus dan bunga api yang bagus akan membantu sempurnanya pembakaran didalam silinder. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Boentarto (2002 : 48) “Kualitas api busi harus baik agar pembakaran gas sempurna”. Boentarto (48) melanjutkan bahwa api yang baik adalah “Api busi yang berwarna biru”. Api yang berwarna biru dapat diperoleh apabila eleketroda busi bersih, celahnya berukuran standar dan tegangan listriknya cukup tinggi. Agar dapat terjadi percikan bunga api, maka tegangan induksi harus lebih besar daripada tegangan pembakaran. Tegangan pembakaran adalah tegangan yang dibutuhkan untuk memulai pembakaran. Apabila tegangan induksi lebih kecil dari tegangan pembakaran, maka percikan bunga api tidak akan terjadi. Sebaliknya jika tegangan induksi lebih besar, maka akan dapat terjadi percikan bunga api dan kelebihan tegangan akan tetap bermanfaat. Daryanto (2001 : 8) menjelaskan bahwa “Jika tingkat voltage tertentu dicapai maka pada celah elektroda, busi tiba-tiba terjadi konduktif dan bunga api akan dapat terloncat. Tegangan yang terjadi disebut tegangan pembakaran”. Sebagaimana diketahui bahwa sebelum terjadi percikan bunga api, celah elektroda busi tidak bersifat konduktif (tidak dapat menghantarkan arus). Setelah tegangan induksi cukup untuk melewati celah busi dan tahanan-tahanan lain (kabel busi, celah rotor distributor dan lain-lain), maka celah busi bersifat sebagai konduktor. Hal ini akan terjadi selama tegangan yang tersedia cukup untuk memenuhi tegangan pembakaran. Daryanto (2002 :8) menjelaskan bahwa “Setelah energi yang tersedia dari peralatan penyimpanan menurun sampai ke batas minimum tertentu maka percikan bunga api
tidak dapat lebih lam diperpanjang dan akan berhenti”, pada saat ini celah busi tidak bersifat konduktif. Lamanya percikan bunga api sekitar 1,4 milidetik. Yang dimaksud dengan energi yang tersedia dari peralatan penyimpan adalah tegangan induksi yang dihasilkan oleh koil pengapain, sebagaimana dijelaskan oleh Daryanto (2002 : 3) bahwa “Penyimpanan energi pada medan magnet didasarkan pada proses induksi sebagai akibat pengapian koil sebagai alat penyimpan induksi”. Dengan kata lain bahwa koil pengapian juga sebagai sumber arus listrik karena tegangan induksi pada sistem pengapian dihasilkan oleh koil pengapian Percikan bunga api yang bagus akan mempengaruhi pembakaran. Percikan bunga api merupakan awal dari proses pembakaran dan awal proses pembakaran sangat mempengaruhi tahap pembakaran berikutnya. Pembakaran sempurna bukan hanya dipengaruhi oleh percikan bunga api busi tetapi juga dipengaruhi oleh faktorfaktor lain yang secara umum dapat diringkas menjadi 3 yaitu pengapian (termasuk didalamnya kualitas percikan bunga api), kondisi campuran gas dan tekanan kompresi. Kondisi campuran harus bagus yaitu perbandingan campuran yang tepat, kerapatan campuran yang cukup tinggi, homogenitas campuran yang tinggi serta temperatur yang tepat. Disamping itu gerakan gas harus mempuat turbulensi agar perambatan api saat pembakaran lebih lancar. Tekanan kompresi tidak terlalu tinggi karena dapat menimbulkan detonasi tetapi juga tidak terlalu rendah karena tekanan akhir pembakaran akan rendah. Sedangkan pengapian harus tepat dan dengan bunga api yang besar atau berwarna biru. Pembakaran yang sempurna akan lebih menghemat bahan bakar karena dengan pembakaran sempurna tenaga yang dihasilkan dapat maksimal. Disamping itu dengan pembakaran sempurna tidak banyak bahan bakar yang terbuang percuma karena hampir semua bahan bakar dapat dibakar didalam silinder. Dari uraian diatas dapat diringkas bahwa kecepatan angin alat pendingin koil pengapian mempengaruhi efektifitas pendinginan. Pendinginan yang efektif pada koil pengapian mempengaruhi tegangan induksi tinggi dan tegangan induksi tinggi mempengaruhi percikan api busi. Percikan api busi mempengaruhi pembakaran dan
pembakaran mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar.
3. Variasi Putaran Mesin Putaran mesin adalah tenaga yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar di ruang bakar. Bentuk dari tenaga tersebut adalah putaran yang terjadi pada poros engkol. Kecepatan mesin yang dimaksud adalah kecepatan torak atau kecepatan putar dan dinyatakan dalam satuan rotation per minute (rpm). Kecepatan putaran mesin mempengaruhi daya spesifik yang dihasilkan karena mempertinggi frekuensi putarannya berarti lebih banyak langkah yang terjadi pada waktu yang sama. Dalam aplikasinya, putaran mesin dibedakan menjadi :
a. Putaran Stasioner/ Idle “... lalu stel kembali putaran stasoiner pada 800 rpm ....” (Indomobil Suzuki Internasional : 11-7). Penyetelan putaran stasioner mempengaruhi kenyamanan pengendaraan. Jika putaran stasioner terlalu mobil cenderung melompat saat kopling dibebaskan setelah start. Tetapi jika putaran stasioner terlalu rendah kopling cenderung mati jika dibebaskan setelah start.
b. Putaran Rendah “… putaran rendah dibawah 1000 rpm.” (Toyota Astra Motor, 1996 : 27 ). Putaran rendah adalah ketika mobil beroperasi diatas putaran stasionernya dan dibawah 1000 rpm. Pada putaran rendah ini, mesin tidak bekerja secara optimal.
c. Putaran Menengah “…mesin diset pada 1000 rpm atau putaran tengah…”(Toyota Astra Motor, 1995 : 58). Putaran menengah adalah putaran yang terjadi antara 1000 rpm sampai dengan 3000 rpm. Pada saat ini, mesin bekerja dengan optimal, namun masih dalam batas yang kondusif bagi karakteristik mesin.
d. Putaran Tinggi “…pada saat putaran tinggi/ 3000 rpm keatas, bodi terasa…….”(Toyota Astra Motor, 1995 : 97). Putaran tinggi adalah ketika di atas 3000 rpm.. Pada saat ini, mesin bekerja pada tingkat yang optimal dari mesin, sampai pada batas putaran yang dapat dicapai oleh sebuah mesin. e. Pengaruh Putaran Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Puatran mesin dapat mempengaruhi konsumsi
bahan bakar. Pada saat
putaran rendah tekanan vakum di dalam silinder besar. Hal ini akan menyebabkan penghisapan gas ke dalam silinder bagus sehingga efisiensi pengisian dapat maksimal. Namun kelancaran gas atau campuran bahan bakar kurang baik (karena katup gas tertutup). Hal ini dapat menyebabkan efisiensi pengisian berkurang. Sebaliknya pada saat putaran tinggi tekanan vakum di dalam silinder rendah, tetapi kelancaran gas masuk baik. Demikianlah bertambah dan berkurangnya tekanan vakum dan tingkat kelancaran gas masuk kedalam silinder. Pada putaran tertentu akan didapat kondisi yang sangat bagus dimana efisiensi pengisian pada tingkat yang tinggi. Efisiensi pengisian dapat mempengaruhi efisien total dari mesin. Jika efisiensi pengisiab tinggi maka efisiensi total mesin juga tinggi, begitu pula sebaliknya. Jika efisiensi mesintinggi berarti kerja mesin sangat efektif. Mesin yang mempunyai efisiensi tinggi akan lebih menghemat bahan bakar.Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa putaran mesin dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Adapun putaran mesin yang digunakan dalam penelitian ini adalah 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm dan 3000 rpm. Pada kenyataanya putaran mesin tidak akan bisa dipertahankan pada putaran-putaran tersebut. Putaran mesin akan selalu berfluktuasi, namun selama fluktuasinya tidak terlalu besar (masih dalam batas toleransi), maka dapat dikatakan putaran tersebut tetap. Adapun toleransinya sebesar ± 50 rpm. Toleransi sebesar ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Toyota Astra Motor (2-
21) yang menjelaskan putaran idle mesin Toyota Kijang seri - K bahwa “Putaran idle : 750
± 50 rpm”. Jadi walaupun putaran mesin idle berfluktasi disekitar 750 rpm,
namun bisa diasumsikan bahwa putaran mesin idle untuk Toyota Kijang seri-K adalah 750 rpm (demikian juga asumsi untuk putaran 1500, 2200 dan 3000 rpm)
4. Konsumsi Bahan Bakar Konsumsi bahan bakar adalah banyaknya bahan bakar yang dipakai selama proses pembakaran berlangsung. Secara umum, faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar adalah kecepatan. Pada kecepatan yang semakin meningkat maka pemakaian bensin makin tidak menguntungkan (semakin banyak bahan bakar yang dikonsumsi) (BPM. Arends & H. Berenschot 1980 : 27) Ada dua cara untuk menunjukkan pemakaian bahan bakar diantaranya adalah dengan cara memberitahukan bahwa sebuah mobil memakai bensin 1 dm3 untuk 12
dm3 tiap kilometer
km (BPM. Arends & H. Berenschot. 1980 : 28) 12 11 10 9 8 7 6 5 0
20
40
60
80
100 120
km/h
Gambar 9. Grafik Kecepatan dan Konsumsi Bahan Bakar (BPM. Arends & H. Barenschot. 1980 : 27) Cara lain adalah dengan pemberitahuan berapa banyak penggunaan bensin dalam dm3 untuk jarak sejauh 100 km. Untuk mobil dengan pemakaian 1 dm3 untuk 12 km dapat ditulis pemakaiannya adalah 100/12 x 1 dm3 = 8,5 dm3 tiap 100 km. Rumus yang mudah untuk menentukan bensin rata-rata kendaraan biasa 4 tak adalah sebagai berikut :
Pemakaian bensin sebanyak 1 dm3 tiap 100 km untuk berat kendaraan 100 kg. Jadi untuk kendaraan seberat 900 kg memakai 90 dm3 pada 100 km atau beroperasi 1 banding 11. Untuk motor yang tidak dipasang dalam keadaan berjalan, maka bahan bakarnya ditetapkan dalam kilogram tiap kilo watt jam. Inilah yang disebut dengan bahan bakar spesifik, dan untuk motor juga digunakan cara penghitungan bahan bakar yang sama, hal ini bertujuan untuk mengadakan perbandingan “penghematan” dari jenis motor sejenis dan untuk menentukan frekuensi putar yang paling ekonomis. Bila besarnya bahan bakar spesifik sebuah motor bensin adalah 0,4 Kg/kwj, ini berarti bahwa untuk motor itu diperlukan bahan bakar sebanyak 0,4 Kg untuk menghasilkan 1 kw selama 1 jam (BPM. Arends & H. Barenschot 1980 : 27).
H.
Kerangka Berfikir
dinding koil. Pendinginan akan semakin efektif apabila kecepatan aliran udara atau kecepatan anginsemakin besar. Dari uraian diatas dapatlah diringkas bahwa kecepatan angin menambah efektifitas pendinginan. Pendinginan pada koil pengapian meningkatkan tegangan induksi. Tegangan induksi tinggi dapat menimbulkan bunga api besar yang dapat menyempurnakan pembakaran. Pembakaran sempurna akan menghemat bahan bakar. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Putaran mesin juga dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Pada putaran mesin tertentu akan dicapai pengisian yang efisien. Pengisian yang efisien akan membantu kesempurnaan pembakaran. Pembakaran sempurna akan menimbulkan tenaga yang besar. Pada pembakaran sempurna semua bahan bakar dapat diubah menjadi tenaga, sehingga pada pembakaran sempurna akan didapat tingkat konsumsi bahan bakar yang rendah. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa putarn mesin dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar.
I.
Hipotesis
Dari uraian pada kerangka berfikir dapat dirumusakan hipotesis sementara : 1. Ada perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc 2. Ada perbedaan pengaruh putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc 3. Ada interaksi pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Program Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP dan Laboratorium Fakultas MIPA UNS. Dengan pertimbangan segi praktis dan ekonomis karena jarak yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal peneliti. Dari segi ilmiahnya, di Laboratorium Program Teknik Mesin dan Laboratorium Fakultas MIPA alat yang akan digunakan ada di sana. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2003 sampai dengan Agustus 2003. Adapun rencana jadual waktu penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 1. Waktu Penelitian Waktu
Kegiatan
Mar 03
Apr 03
Mei 03
Jun 03
Jul 03
Agst 03
Minggu Ke
Minggu Ke
Minggu Ke
Minggu Ke
Minggu ke
Minggu ke
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
3 4
3 4
3 4
Pengaj. Judul Proposal Seminar prop. Revisi prop. Perijinan Penelitian Penulisan laporan
Metode Penelitian
3 4
3 4
3 4
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen, yaitu suatu penelitian yang mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol sangat ketat (Sugiyono, 1997 : 4) Sedangkan desain eksperimen yang dipakai pada penelitian ini adalah desain faktoial 4x4. Ada dua faktor dalam penelitian ini yaitu faktor A dan faktor B. Faktor A adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian yang terdiri dari empat buah taraf faktor yaitu kecepatan angin 0 m/det (normal/tanpa pendingin, kecepatan angin 0,8 m/det (pendingin I), kecepatan angin 1,5 m/det (pendingin II) dan kecepatan angin 2,2 m/det (pendingin III). Sedangkan faktor B adalah variasi putaran mesin yang terdiri dari empat taraf faktor yaitu 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm dan 3000 rpm. Adapun sifat taraf faktor adalah tetap yaitu banyaknya taraf faktor tetap dan semua taraf faktor dipakai dalam eksperimen. Populasi Dan Sampel 1.
Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 1998;115). Pada penelitian ini digunakan populasi terbatas yaitu penelitian dilakukan pada mesin Suzuki Carry 1000 cc dengan pengapian konvensional. 2.
Sampel Penelitian
Jumlah sampel penelitian ini dilaksanakan pada motor bensin empat langkah empat silinder merk Suzuki Carry 1000 cc yang masih menggunakan pengapian konvensional tanpa alat pendingin (kecepatan angin 0 m/det) dan kemudian ditambah alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8 m/det, 1,5 m/det, 2,2 m/det masingmasing dengan variasi putaran 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm 3000 rpm, dengan replikasi data sebanyak 4 kali untuk tiap perlakuan sehingga didapatkan sampel sejumlah 64 buah.
Tabel 2. Rancangan Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar. Faktor A (Perbedaan kecepatan angin)
Faktor B (Variasi Putaran Mesin) 800 (rpm)
1500 (rpm)
2200
3000
(rpm)
(rpm)
0 m/det
4X
4X
4X
4X
0,8 m/det
4X
4X
4X
4X
1,5 m/det
4X
4X
4X
4X
2,2 m/det
4X
4X
4X
4X
J. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik “Purposive Sampling” (sampel bertujuan). Artinya adalah pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. (Suharsimi Arikunto; 1993:127) . Teknik Pengumpulan Data 1. Identifikasi Variabel Definisi Variabel Penelitian adalah sebagai obyek penelitian atau yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 1993:99). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel Bebas Variabel bebas adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki pula berbagai aspek atau unsur, yang berfungsi mempengaruhi atau menentukan munculnya variabel lain yang disebut variabel terikat. Yang dimaksud variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan variasi putaran mesin pada mesin Suzuki Carry 1000 cc. b. Variabel Terikat Variabel terikat adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki pula sejumlah aspek atau unsur di dalamnya yang berfungsi menyesuaikan diri dengan kondisi variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc. c. Variabel kontrol Variabel kontrol adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki berbagai aspek atau unsur didalamnya yang berfungsi untuk mengendalikan agar variabel terikat yang muncul bukan karena variabel lain, tetapi benar-benar karena variabel bebas yang tertentu. Adapun variabel kontrol dalam penelitian ini adalah: 1) mesin yang digunakan adalah mesin Suzuki Carry 1000 cc. 2) Suhu mesin yang sama tiap replikasi (± 80° C).
3) Mobil dalam kondisi tidak jalan/ tanpa beban. 4) Mesn dalam kondisi standar. 5) Suhu dinding koil yang sama (± 33° C). 6) Tegangan baterai yang sama K. Pelaksanaan Penelitian Peralatan dan Bahan Penelitian •
Alat Penelitian : Mesin Suzuki Carry 1000 cc Alat pendingin koil Tool set Tachometer AVO meter Gelas ukur Stop watch Selang bahan bakar Thermokopel
•
Bahan Penelitian : 1) Premium b. Tahapan Penelitian
Untuk memperjelas teknik pengambilan data, maka alur penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Persiapan 1) Menyiapkan sampel yang akan digunakan yaitu Mesin Suzuki Carry 1000 cc kondisi standar. 2) Menyiapkan alat-alat yang akan dipergunakan dalam penelitian. 3) Memasang alat pengukur bahan bakar dan mengisi bahan bakar untuk pemanasan mesin. 4) Menghidupkan mesin untuk mendapatkan suhu kerja mesin yang optimal.
5) Men-set stop watch pada posisis nol. 6) Mengukur tegangan accu 7) Menyiapkan alat ukur yang lain dan bahan percobaan : b. Pengujian 1) Mengisi alat ukur bahan bakar dengan premium. 2) Menghidupkan mesin dan menyetel putaran mesin pada 800 rpm. 3) Mencatat waktu habisnya bahan bakar sebanyak 50 ml. 4) Mematikan mesin dan menunggu agar mesin dan koil kembali pada suhu yang ditetapkan pada variabel kontrol 5) Mengulangi langkah 1 – 4 sampai ke-4 untuk tiga percobaan selanjutnya. 6) Melaksanakan langkah ke-1 sampai ke-5 untuk percobaan selanjutnya, dengan putaran 1500 rpm, 2200 rpm, 3000 rpm. 7) Menambahkan alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8 m/det 8) Melaksanakan langkah pengujian ke-1) sampai ke-6) kembali dengan alat pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det, dan 2,2 m/det
Diagram Alir Penelitian
Mesin Suzuki Carry 1000 cc
Kecepatan angin alat pendingin koil pengapian
Variasi putaran mesin
3000 rpm
2200 rpm
1500 rpm
800 rpm
2,2 m/det
/det
1,5m/det
0,8
0m/det
Pengukuran konsumsi bahan bakar
Analisis Data
Kesimpulan
7) Menambahkan alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8m/det 8) Melaksanakan langkah pengujian ke-1) sampai ke-6) kembali dengan alat pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det, dan 2,2 m/det L. Sumber Data Data yang diperoleh dengan cara melakukan eksperimen. Adapun data yang diambil adalah waktu yang diperlukan untuk mengkonsumsi bahan bakar sebanyak 50 mlpada mesin Suzuki Carry 1000 cc dengan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian 0 m/det (tanpa alat pendingin), 0,8 m/det (pendingin I), 1,5 m/det(pendingin II), 2,2 m/det (pendingin III) berturut-turut masing-masing dengan variasi putaran mesin 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm, 3000 rpm.
Data yang diperoleh dalam satuan menit/50 ml. Kemudian untuk mempermudah pengolahan data satuan ini diubah menjadi ml/detdengan langkah sebagai berilkut : 1. Satuan menit/50 ml diubah menjadi detik/ml 2. Stuan det/ml diubah menjadi ml/det. Data yang diperoleh ini bisa dilihat pada lampiran 1. H. Teknik Analisis Data Untuk menguji pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat dan untuk menguji interaksi dua variabel bebas terhadap variabel terikat, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitia ini adalah uji alisis varian dua jalan. Namun sebelum dilakukan uji anava dua jalan terlebih akan dilakukan uji analisis varian duajalanyang antara lainadalah uji normalitas dan uji homogenitas Rancangan analisis data pada desain ksperimen 4x4 adalah seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 3 Desain Eksperimen Faktorial axb FAKTOR B (RPM) 800
1500
2500
3000
(B1)
(B2)
(B3)
(B4)
Y111
Y121
Y131
Y141
Y112
Y122
Y132
Y142
(Tanpa alat
Y113
Y123
Y133
Y143
pendingin)
Y114
Y124
Y134
Y144
Jumlah
J110
J120
J140
J150
Faktor A (Perbedaan
Kec. Angin = 0 m/det
JUMLAH
J100
Ratarata
Rata-rata
Y110
Y120
Y130
Y140
Kec angin = 0,8 m/det
Y211
Y221
Y231
Y241
Y212
Y222
Y232
Y242
Y213
Y223
Y233
Y243
Y214
Y224
Y234
Y244
Jumlah
Y210
Y220
Y230
Y240
Rata-rata
Y210
Y220
Y230
Y240
Y311
Y321
Y331
Y341
Y312
Y322
Y332
Y342
Y313
Y323
Y333
Y343
Y314
Y324
Y334
Y344
Jumlah
J310
J320
J330
J340
Rata-rata
Y310
Y22.0
Y320
Y420
Y411
Y421
Y431
Y441
Y412
Y422
Y432
Y442
Y413
Y423
Y433
Y443
Y414
Y424
Y434
Y444
Jumlah
J410
J420
J430
J440
Rata-rata
Y410
Y420
Y430
Y440
Jumlah Besar
J010
J020
J030
J040
Rata-rata Besar
Y010
Y020
Y030
Y040
Pendingin I
Kec.angin = 1,5m/det Pendingin II
Kec. Angin = 2,2 m/det Pendingin III
Y100
J200 Y200
J300 Y300
J400 Y400 J000 Y000
1. Uji Persyaratan Analisis a. Uji Normalitas Untuk menguji normalitas dari data yang tidak dalam distribusi frekuensi data bergolong, maka digunakanlah uji normalitas dengan metode Liliefors (Budiyono, 2001 : 169). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : 1)
Menentukan hipotesis Ho: sample berasal dari populasi yang berdistribusi normal Ha: sample tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2)
Menentukan taraf nyata =0,01
3)
Setiap data Xi (data pengamatan dari yang terbesar sampai yang terkecil) diubah menjadi bilangan baku zi dengan transformasi:
z1 =
Xi − X S
dimana X =
ΣX i N
NΣX i − (ΣX i ) N ( N − 1) 2
S=
2
4)
Mencari peluang untuk setiap bilangan baku F(zi) = P(Z ≤ zi)
5)
Menghitung S(zi) yaitu proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh zi
6)
Statistik uji yang digunakan: L= Maks [F(zi) – S(zi)]
7)
Daerah kritis (daerah penolakan Ho) Ho ditolak apabila L > L(α:n) Ho diterima apabila L < L(α;n) (Budiyono, 2000 : 169)
b. Uji Homogenitas Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Bartlett dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1)
Menentukan hipotesis Ho: σ12=σ22=σ32=….=σk2 (Varian homogen) Ha: tidak semua variansi sama ( Varian tidak homogen)
2)
Menentukan taraf nyata α=0,01
3)
Uji Statistik : χ2
X2 =
k 2,303 f log RKG − ∑ f j log S 2j C j =1
k = banyaknya populasi = banyaknya sampel f = derajat kebebasan untuk RKG = N – K fj = derajat kebebasan untuk SJ2 = nj – 1 J = 1, 2, ...k N = banyaknya seluruh nilai (ukuran) nj = banyaknya nilai (ukuran ) sampel ke-j = ukuran sampai ke-j. 1 1 1 C=1+ ∑ − 3(k − 1) fj ∑ fj ∑ SSj RKG = ∑ fj
(∑ Xj ) = (nj − 1)sSj − 2
SSj =
∑X
2 j
2
nj
1) Daerah kritik (daerah penolakan Ho) DK = {X2 / X ≥ X2 α ; V} 2) Keputusan Uji Ho ditolak jika χ2 > DK Ho diterima jika χ2hitung < DK (Budiyono, 2000 : 176)
2. Uji Analisis Data
a. Uji Hipotesis dengan Anava Dua Jalan
Dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis setelah diperoleh data dengan metode eksperimen yang berdistribusi normal dan memiliki varian yang homogen. Maka digunakan analisis varian dua jalan. Adapun untuk keperluan anava dua jalan berdasarkan desain eksperimen factorial A X B diatas, maka perlu dihitung hargaharga :
∑Y
a
2
Ji00
=∑ i −1
b
n
∑ ∑Y j =1
2 ijk
k =1
dengan dk = abn
= Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke I faktor A b
=
∑ ∑Y j =1
ijk
k =1
J0J0 = Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke j factor B =
a
n
i =1
k =1
∑ ∑Y
ijk
Jij0 = Jumlah pengamatan yang ada dalam taraf ke I faktor A dalam taraf ke j faktor B. n
=
∑Y k =1
ijk
J000 = Jumlah nilai semua pengamatan. a
=
b
n
∑∑∑ Y i =1 j =1 k =1
Ry
=
2 ijk
2 J 000 , dengan dk = 1 abn
Ay
= Jumlah kuadrat (JK) untuk semua taraf faktor A a
= bn ∑ (Yi 00 − Y000 )
2
i =1
2 J 000 − Ry dengan dk = (a-1) ∑ bn i =1 a
= By
= Jumlah kuadrat (JK) untuk semua taraf faktor B a
∑ (Y
= an
100
i =1
a
=
∑ J
2 000
i =1
Jab
− Y000 )
2
− Ry dengan dk = (b-1) an
= Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk semua sel untuk daftar axb = n ∑∑ (Y0 j 0 − Y000 ) a
b
2
i =1 j =1
b
=
b
∑∑ J
2
0 j0
i =1 j =1
− Ry n
ABy = Jumlah kuadrat-kuadrat untuk interaksi antar faktor A dan faktor B.
∑∑ (Y a
=n
b
i =1 j =1
ij 0
− Y000 − Y0 j 0 − Y000 )
2
= Jab – Ay – By dengan dk = (a-1)(b-1)
∑Y
2
Ey
=
- Ry – Ay – By – ABy dengan dk = ab (n-1)
A
= Mean kuadrat untuk faktor A = Ay / (a-1)
B
= Mean kuadrat untuk faktor B = Ay / (b-1)
AB = Mean kuadrat untuk A dan B = ABy / (a-1)(b-1) E
= Ey / ab(n-1) (Sudjana, 1988:90)
Tabel 5. Rangkuman Anava Dua Jalan Sumber Variasi
dk
JK
RJK
Rata-rata perlakuan
1
Ry
R
Baris (A)
a–1
Ay
A
A/E
Kolom (B)
b–1
By
B
B/E
(a - b) – (b - 1)
ABy
AB
AB/E
ab(n-1)
Ey
E
abn
Σ Y2
-
Interaksi (AB) Kesalahan Total
F
-
(Sudjana, 1988:93)
Karena dalam penelitian ini ada 4 buah taraf faktor A dan 4 buah taraf faktor B, yang semuanya digunakan dalam eksperimen, maka untuk menghitung statistik F, digunakan model tetap, yaitu : Ha1 dipakai statistik FA
= A/E
Ha2 dipakai statistik FB
= B/E
Ha3 dipakai statistik FAB
= AB/E 3. Uji Lanjut
Untuk mengetahui perbedaan pengaruh dari masing-masing perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan metode Scheffe. Adapun langkah-langkah metode Scheffe adalah sebagai berikut : a.
Komparasi Rataan antar Baris dan Kolom
Fi-j =
(X
i
−Xj
)
2
1 1 RKG + n n j i
Dengan : Fi-j = nilai Fobs pada pembanding baris ke-i dan baris ke-j
X i = rataan pada baris ke-i X j = rataan pada baris ke-j RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi Ni = ukuran sampel baris ke-i Nj = ukuran sampel baris ke-j Sedangkan daerah kritiknya untuk uji itu adalah : DK = {F/ F > F (p – 1),(N – pq} b.
Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama dan Kolom yang Sama Uji Scheff untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama dan baris
yang sama :
Fij-ik =
(X
ij
− X ik
)
2
1 1 RKG + n ij nik
Dengan : Fi-j
= nilai Fobs pada pembanding rataan pada sel ij dan rataan pada sel kj
X ij
= rataan pada sel ij
X ik
= rataan pada sel ik
RKG
= rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi.
Nij
= ukuran sel ij
Nik
= ukuran sel ik
Sedangkan daerah kritiknya untuk uji itu adalah : DK = {F/ F > (pq – 1) Fα; pq – 1, N – pq} (Budiyono, 2002 : 209 – 210)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Program Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP dan Laboratorium Fakultas MIPA UNS. Dengan pertimbangan segi praktis dan ekonomis karena jarak yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal peneliti. Dari segi ilmiahnya, di Laboratorium Program Teknik Mesin dan Laboratorium Fakultas MIPA alat yang akan digunakan ada di sana. B. Faktor A adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian yang terdiri dari empat buah taraf faktor yaitu kecepatan angin 0 m/det (normal/tanpa pendingin, kecepatan angin 0,8 m/det (pendingin I), kecepatan angin 1,5 m/det (pendingin II) dan kecepatan angin 2,2 m/det (pendingin III). Sedangkan faktor B adalah variasi putaran mesin yang terdiri dari empat taraf faktor yaitu 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm dan 3000 rpm. Adapun sifat taraf faktor adalah tetap yaitu banyaknya taraf faktor tetap dan semua taraf faktor dipakai dalam eksperimen. pengapian konvensional tanpa alat pendingin (kecepatan angin 0 m/det) dan kemudian ditambah alat pendingin koil dengan kecepatan angin 0,8 m/det, 1,5 m/det, 2,2 m/det masing-masing dengan variasi putaran 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm 3000 rpm, dengan replikasi data sebanyak 4 kali untuk tiap perlakuan sehingga didapatkan sampel sejumlah 64 buah. bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan variasi putaran mesin pada mesin Suzuki Carry 1000 cc. Faktor A (Perbedaan kecepatan angin)
Faktor A (Perbedaan Kecepatan Angin) 800 (rpm)
0 m/det
0,8 m/det
1,5 m/det
1500 (rpm)
2200
3000
(rpm)
(rpm)
2,2 m/det
Faktor A Kecepatan Angin Faktor A Kecepatan Angin Ibu dan Nenekku Konsumsi Bahan Bakar Koil Pengapian Alat Pendingin Koil Variasi Putaran Mesin
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Data pengukuran konsumsi bahan bakar pada penelitian ini melibatkan dua faktor yaitu faktor A dan B. Faktor A adalah perbedaan kecepatan angin
alat
pendingin koil pengapian dan faktor B adalah variasi putaran mesin. Data hasil pengukuran konsumsi bahan bakar dapat dilihat pada tabel 5.
FAKTOR A (PEREBEDAAN KECEPATAN ANGIN PENDIGIN KOIL)
A LAT
Tabel 5. Data Konsumsi Bahan Bakar Pada Perbedaan Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian Dan Variasi Putaran Mesin (mL/detik)
Kec.Udar a 0 m/det (tanpa pend) Jumlah Rata-rata kec. Udara 0.8m/dt (Pend. I) Jumlah Rata-rata kec. Udara 1.5m/dt (Pend. II) Jumlah Rata-rata kec. Udara 2.2m/dt (Pend.III) Jumlah
FAKTOR B (VARIASI PUTARAN MESIN) (rpm) 800 1500 2200 3000 0.275 0.253 0.237 0.258 0.278 0.245 0.236 0.243 0.282 0.244 0.237 0.250 0.289 0.243 0.238 0.255
1.124 0.281 0.269 0.265 0.266 0.276 1.076 0.269 0.259 0.256 0.256 0.250 1.021 0.255 0.240 0.244 0.240 0.242 0.966
0.985 0.247 0.233 0.227 0.223 0.226 0.908 0.228 0.225 0.225 0.219 0.222 0.891 0.223 0.240 0.244 0.240 0.242 0.822
0.948 0.237 0.216 0.217 0.218 0.211 0.862 0.212 0.199 0.196 0.198 0.195 0.788 0.197 0.185 0.182 0.177 0.181 0.725
1.006 0.252 0.236 0.239 0.234 0.235 0.944 0.236 0.199 0.196 0.198 0.195 0.823 0.206 0.190 0.194 0.194 0.200 0.778
Rata
Jml
0.254 4.063
3.791 0.237
3.523 0.220
3.291
0.242
0.206
0.181
0.196
Jumlah besar Rata-rata besar
4.187
3.607
3.323
3.551
0.267
0.225
0.208
0.222
Konsumsi Bahan Bakar (ml/det)
Rata-rata
0.206 14.668
0.30 0.281 0.269 0.255 0.242
0.25 0.20
0.246 0.227 0.223 0.206
0.252 0.236
0.237 0.216 0.197 0.181
0.206 0.195
0 m/det 0.8 m/det
0.15
1.5 m/det 2.2 m/det
0.10 0.05 0.00 0
1000
2000
3000
4000
Putaran Mesin (rpm)
1500
2200
0.20
0.252 0.236 0.206 0.195
0.237 0.216 0.197 0.181
0.25
0.246 0.227 0.223 0.206
0.30
0.281 0.269 0.255 0.242
Konsumsi bahan bakar (ml/det)
Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Perbedaan Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian Dan Variasi Putaran Mesin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar
0.15 0.10
0 m/det 0.8 m/det 1.5 m/det 2.2 m/det
0.05 0.00 800
3000
Putaran mesin (rpm)
Gambar 20. Histogram Hubungan Antara Perbedaan Kecepatan Angin Alat Pendingn Koil Pengapian Dan Variasi Putaran Mesin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar
B. Uji Persyaratan Analisis Karena penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, maka data yang diperoleh sebelum dianalisis dengan uji Analisis Variasi dua jalan, maka dilakukan uji pendahuluan atau uji persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas dengan menggunakan uji normalitas Liliefors dan uji homogenitas dengan menggunakan Uji Bartlet. 1.Uji Normalitas Uji Normalitas dipakai untuk menguji apakah data yang didapatkan mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk uji ini dilakukan dengan menggunakan uji normalitas Liliefors, dengan taraf signifikasi 1 %. Selanjutnya mencari harga Lmaks { F ( Zi ) − S ( Zi ) } pada masing-masing kelompok perlakuan. Kemudian harga Lmaks dikonsultasikan dengan harga Ltabel yang didapatkan pada tabel. Jika hasil perhitungan mendapatkan harga Lmaks lebih kecil dari harga Ltabel, maka data berdistribusi normal. Adapun keputusan uji normalitas data selengkapnya adalah tersebut dalam Tabel 7 sebagai berikut :
Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Sumber Perlakuan
Data Hasil Uji
Keputusan
Baris A1 (0 m/det)
Lobs= 0.119 < L0.05;16 = 0.213
Normal
Baris A2 (0,8 m/det)
Lobs= 0.148 < L0.05;16 = 0.213
Normal
Baris A3 (1,5 m/det)
Lobs= 0.155 < L0.05;16 = 0.213
Normal
Baris A4 (2,2 m/det)
Lobs= 0.205 < L0.05;16 = 0.213
Normal
Kolom B1 (800 rpm)
Lobs= 0.195 < L0.05;16 = 0.213
Normal
Kolom B2 (1500 rpm)
Lobs= 0.210 < L0.05;16 = 0.213
Normal
Kolom B3 (2200 rpm)
Lobs= 0.202 < L0.05;16 = 0.213
Normal
Kolom B4 (3000 rpm)
Lobs= 0.194 < L0.05;16 = 0.213
Normal
Karena Lmaks atau L eksperimen tidak berada pada daerah kritik atau lebih kecil dari Ltabel maka Ho masing-masing perlakuan diterima. Jadi data hasil pengukuran tingkat konsumsi bahan bakar mesin Suzki Carry 1000 cc dalam penelitian ini secara keseluruhan berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya dapat diperiksa pada Lampiran 2.
1. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan beberapa buah rata-rata. Pada penelitian ini, digunakan metode Bartlett untuk uji homogenitas. Dan 2 pengambilan kesimpulan dengan taraf signifikasi 1 %. Jika didapatkan harga X hitung 2 lebih besar dari harga X tabel , berarti data yang didapatkan berasal dari sampel yang 2 2 tidak homogen. Namun bila didapatkan harga X hitung lebih kecil dari harga X tabel ,
berarti data yang didapatkan berasal dari sampel yag homogen. Data hasil pengujian homogenitas yang telah dilakukan adalah terlihat dalam tabel berikut: Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas Sumber Variasi
X2
Baris
4.42
11.3
Ho diterima
Kolom
1.48
11.3
Ho diterima
X (21−∝ )( k −1)
Keputusan Uji
Keputusan Uji Homogenitas Karena masing-masing sumber memenuhi kriteria X 2 < X (21−∝ )( k −1) sehingga 2 X hitung tidak terletak pada daerah kritik, maka Ho diterima. Jadi kedua sumber
tersebut (baris dan kolom) berasal dari populasi yang homogen. Perhitungan selengkapnya dapat diperiksa pada Lampiran 3.
C. Pengujian Hipotesis 1. Hasil Pengujian dengan Analisis Varian Dua Jalan Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengaruh dan interaksi yang terjadi pada dua faktor (variabel bebas) dengan masing-masing faktor mempunyai empat taraf taraf, maka pengujian hipotesis ini menggunakan analisis varian dua jalan. Dari hasil pengujian analisis varian dua jalan tersebut akan diketahui ada tidaknya pengaruh perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil dan variasi putaran mesin serta interaksi kedua variabel tersebut terhadap tingkat konsumsi bahan bakar. Kemudian untuk melihat besarnya pengaruh masing-masing variabel serta interaksi antara kedua variabel tersebut dapat ditunjukkan pada tabel 8, yaitu tabel ringkasan hasil uji F, untuk anava dua jalan sebagai berikut : Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji F Untuk Anava Dua Jalan Sumber Dk
Jk
RJK
F
Ftabel
1
3.361722
3.361722
-
-
A
3
0.020894
0.006965
446.04
4.22
0.01
B
3
0.025362
0.008454
541.42
4.22
0.01
Ab
9
0.001252
0.000139
8.91
2.80
0.01
Kekeliruan
48
0.00075
0.0000156
-
-
Jumlah
64
3.40998
Variasi Rata-rata
P
Perlakuan
Keterangan :
A : Perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin
koil
B : Perbedaan pengaruh putaran mesin AB
: Pengaruh bersama (interaksi) antara perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil dan variasi putaran mesin.
Berdasarkan rangkuman hasil Uji F untuk anava dua jalan pada tabel 8 dapat diambil keputusan uji sebagai berikut:
a. Perbedaan Pengaruh Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian Terhadap Konsumsi Bahan Bakar (Faktor A) Tabel 8 menunjukkan bahwa FA = 446.04 dan daridaftar distribusi F dengan taraf 0.01 dengan dk pembilang 3, dk penyebut 48 didapat F(0.01, 3,48) = 4.22 sehingga FA > F(0.01,
3,48)l.
Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap konsumsi bahan bakar mesin Suzuki Carry 1000 cc. Jadi hipotesis pertama dapat diterima. b. Perbedaan Pengaruh Putaran Mesin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar (Faktor B) Dari tabel 8 dapat terlihat bahwa FB = 541.42 sedangkan dari daftar distribusi F dengan taraf 0.01 dan dk pembilang 3, dk penyebut 48 didapat F(0.01, 3,48) = 4.22 sehingga FB > F(0.01,
3,48)l.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc. Jadi hipotesis kedua dapat diterima.
c. Pengaruh Bersama (Interaksi) Perbedaan Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian dan Variasi Putaran Mesin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar (Faktor AB) Dari tabel 8 dapat terlihat bahwa FAB = 8.92 sedangkan dari daftar distribusi F dengan taraf 0.01 dengan dk pembilang 9, dk penyebut 48 didapat F(0.01, 9,48) = 2.80 sehingga FAB > Ftabel. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat interaksi antara perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki carry 1000 cc. Jadi hipotesis ketiga dapat diterima. Perhitungan analisis varaian dua jalan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
2. Hasil Komparasi Ganda Pasca Anava Dua Jalan. Setelah melakukan analisis data dengan menggunakan analisis variansi dua jalan, maka untuk melihat perbedaan reratanya agar menjadi lebih jelas, dilanjutkan dengan uji komparasi ganda. Komparasi ganda setelah anava yang dilakukan disini
adalah dengan mempergunakan uji scheffe untuk analisis varian dua jalan. Rataan antar baris, antar kolom, antar sel pada kolom yang sama dan antar sel pada baris yang sama untuk komparasi ganda pasca anava dengan hasil sebagaimana terlihat dalam tabel-tabel berikut ini. Sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
a. Komparasi Rataan Antar Kolom Tabel 9. Ringkasan Hasil Perhitungan Komparasi Rataan Antar Kolom Sumber Perbedaan
Ho
Fobs
(q-1)Fα;q-1, N-pq
Kesimpulan
Kolom 1>
µ1= µ2
673.88
(3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Kolom 1>
µ1= µ3
1495.38
(3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Kolom 1>
µ1= µ4
810.29
(3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Kolom 2>
µ2= µ3
161.57
(3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Kolom 2>
µ2= µ4
6.28
(3)(4.22)=12.66 Ho diterima
Kolom 3>
µ3= µ4
104.13
(3)(4.22)=12.66 Ho ditolak
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa ada 5 hipotesis nol yang ditolak dan ada 1 hipotesis nol yang diterima yaitu antara baris 2 dan baris 4. Hal ini berarti bahwa antara 1500 rpm dengan 3000 rpm sama pengaruhnya terhadap konsumsi bahan bakar.
b. Komparasi Rataan Antar Baris Tabel 10. Ringkasan Hasil Perhitungan Komparasi Antar Baris Sumber Perlakuan
Ho
Fobs
(p-1)Fα;p-1,N-pq
Kesimpulan
Baris 1 >< Baris 2
µ1= µ2
148.21
(3)(4.22)=12.66
Ho ditolak
Baris 1 >< Baris 3
µ1= µ3
584.13
(3)(4.22)=12.66
Ho ditolak
Baris 1 >< Baris 4
µ1= µ4
1193.88
(3)(4.22)=12.66
Ho ditolak
Baris 2 >< Baris 3
µ2= µ3
143.88
(3)(4.22)=12.66
Ho ditolak
Baris 2 >< Baris 4
µ2= µ4
500.80
(3)(4.22)=12.66
Ho ditolak
Baris 3 >< Baris 4
µ3= µ4
107.82
(3)(4.22)=12.66
Ho ditolak
Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa semua hipotesis nol ditolak,sehingga dapat disimpulkan bahwa antara alat pendingin koil pengapian dengan kecepatan angin 0 m/det, 0,8 m/det, 1,5 m/det dan 2,2 m/det masing-masing mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap konsumsi bahan bakar.
c. Komparasi Rataan Antar Sel Pada Satu Kolom Tabel 11. Ringkasan Hasil Perhitungan Komparasi Antar Sel Pada Satu Kolom Ho
Fobs
(pq-1)Fα;pq-1,N-pq
Kesimpulan
µ11= µ21
18.46
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ11= µ31
85.00801282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ11= µ41
200.0320513
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ21= µ31
24.23878205
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ21= µ41
96.95512821
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ31= µ41
24.23878205
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ12= µ22
46.28205128
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ12= µ32
70.80128205
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ12= µ42
212.8926282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ22= µ32
2.596153846
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ22= µ42
60.64903846
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ32= µ42
38.14903846
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ13= µ23
59.26282051
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ13= µ33
205.1282051
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ13= µ43
398.4695513
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ23= µ33
43.87820513
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ23= µ43
150.3926282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ33= µ43
31.80288462
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ14= µ24
30.80128205
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ14= µ34
268.3413462
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ14= µ44
416.5384615
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ24= µ34
1173157051
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ24= µ44
220.8012821
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ34= µ44
16.22596154
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
d. Komparasi Rataan Antar Sel Pada Satu Baris Tabel 12. Ringkasan Hasil Perhitungan Komparasi Rataan Antar Sel Pada Satu Baris Ho Fobs (pq-1)Fα;pq-1,N-pq Kesimpulan µ11= µ12
154.8157051
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ11= µ13
248.205282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ11= µ14
111.5705128
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ12= µ13
10.96955128
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ12= µ14
3.533653846
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ13= µ14
26.95512821
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ21= µ22
223.4695513
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ21= µ23
366.9551282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ21= µ24
139.6153846
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ22= µ23
17.70032051
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ22= µ24
9.815705128
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ23= µ24
53.87820513
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ31= µ32
135.4166667
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ31= µ33
435.0080128
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ31= µ34
314.1346154
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ32= µ33
85.00801282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ32= µ34
37.05128205
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ33= µ34
9.815705128
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ41= µ42
166.1538462
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ41= µ43
465.3926282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ41= µ44
283.2051282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ42= µ43
75.39262821
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ42= µ44
15.51282051
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ43= µ44
22.50801282
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
Dari Tabel 11 dan 12dapat diketahui bahwa tidak semua Ho ditolak, ada beberapa Ho yang diterima artinya ada beberapa perlakuan yang tidak mempunyai perbedaan karena Fobs < (pq-1)Fα;pq-1,
N-pq.
Adapun beberapa perlakuan yang tidak
mempunyai perbedaan adalah : 1. Pada 800 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 800 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det. 2. Pada 800 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 800 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det. 3. Pada 800 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 800 rpm dengan kecepatan angin 2,2 m/det. 4. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 1500 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det. 5. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 2200 rpm dengan kecepatan angin 2,2 m/det. 6. Pada 3000 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 3000 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det. 7. Pada 3000 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan kecepatan angin 2,2 m/det.
8. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 2200 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det. 9. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 1500 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det. 10. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det dan 3000 rpm dengan kecepatan angin 0 m/det. 11. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 2200 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det. 12. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan 3000 rpm dengan kecepatan angin 0,8 m/det. 13. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det. 14. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det. 15. Pada 1500 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det dan 3000 rpm dengan kecepatan angin 1,5 m/det. 16. Pada 2200 rpm dengan kecepatan angin 2,2 m/det dan 3000 rpm dengan kecepatan angin 2,2 m/det.
D. Pembahasan Hasil Analisis Data Setelah dilakukan analisis data hasil eksperimen dapat dikemukakan faktafakta sebagai berikut : 1. Perbedaan Pengaruh Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Pada Mesin Suzuki Carry 1000 cc
Perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap konsumsi bahan bakar ditunjukkan oleh harga FA yaitu 446,04 yang lebih besar dari harga F0.01(3,48) yaitu 4.22 pada taraf signifikansi 0.01. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil terhadap konsumsi bahan bakar.
Kecepatan angin alat pendingin koil akan berpengaruh pada konsumsi bahan bakar. Angin yang bergerak di sekitar dinding luar koil akan membantu koil untuk melepaskan energi panas yang timbul didalam koil. Dengan berkurangnya panas pada koil, maka aliran arus primer akan tetap lancar (besar) karena hambatan yang ditimbulkan oleh adanya panas bisa dihilangkan atau dikurangi. Jika arus primer pada koil bisa dipertahankan kondisinya (tetap besar), maka koil akan menghasilkan tegangan induksi yang tinggi. Akan tetapi jika arus primer kecil, maka tegangan induksi yang ditimbulkan juga kecil. Tegangan induksi yang tinggi adalah salah satu jaminan terjadinya bunga api yang bagus pada celah elektroda busi. Jika api pada celah elektroda busi bagus, maka pembakaran didalam silinder akan semakin sempurna. Pembakaran sempurna berarti seluruh campuran bahan bakar dan udara terbakar pada saat dan kondisi yang tepat, sehingga tidak banyak bahan bakar yang terbuang percuma. Dari grafik
dapat dilihat bahwa pemakaian pendingin dengan kecepatan
angin 2,2 m/det (pada putaran mesin 800, 1500, 2200 dan 3000 rpm) lebih rendah konsumsi bahan bakarnya (lebih hemat) daripada pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det. Sedangkan pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det lebih rendah konsumsi bahan bakarnya daripada pendingin dengan kecepatan angin 0,8 m/det dan pendingin dengan kecepatan angin 0,8 m/det lebih rendah konsumsi bahan bakar daripada tanpa menggunakan pendingin (kecepatan angin 0 m/det). Dilihat dari data pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata konsumsi bahan bakar pada pemakaian pendingin dengan kecepatan angin 2,2 m/det (0,206 ml/det) lebih rendah daripada rata-rata konsumsi bahan bakar pada pemakaian pendingin dengan kecepatan 1,5 m/det (0,220 ml/det). Rata-rata pada pemakaian pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det (0,220 ml/det) lebih rendah konsumsi bahan bakar daripada pada pemakaian pendingin dengan kecepatan angin 0,8 m/det (0,237 ml/det) dan rata-rata konsumsi bahan bakar pada pemakaian pendingin dengan kecepatan angin 0,8 m/det (0,237 ml/det) lebih rendah daripada rata-rata konsumsi bahan bakar pada tanpa pemakaian pendingin atau kecepatan angin 0 m/det (0,254 ml/det). Dapat pula dijelaskan disini bahwa pendingin dengan kecepatan
angin lebih besar mempunyai efektifitas pendinginan yang lebih besar pula serta mempunyai pengaruh terhadap konsumsi bahan bakar yang lebih besar.
2. Perbedaan Pengaruh Putaran Mesin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Pada Mesin Suzuki Carry 1000 cc Perbedaan pengaruh putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar ditunjukkan dengan harga FB yaitu 541,42 yang lebih besar daripada harga F0.01(3,48) yaitu 4.22 pada taraf signifikansi 0,01. maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar. Putaran mesin dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Putaran mesin pada saat stasioner/rendah akan menyebabkan tekanan vakum yang tinggi pada ruang silinder, disamping itu waktu membukanya katup hisap lebih lama. Hal ini akan menyebabkan proses pengisian berlangsung dengan baik. Akan tetapi pada saat ini katup gas pada karburator tidak membuka dengan maksimal sehingga perjalanan gas yang masuk kedalam silinder mengalami gangguan. Hambatan inilah yang mengurangi tingkat pengisian atau efisiensi pengisian. Jika putaran mesin ditambah lagi, maka akan mengakibatkan tekanan vakum didalam silinder berkurang dan waktu membukanya katup hisap sebentar. Namun disisi lain pembukaan katup gas pada karburator lebih lebar sehingga memungkinkan lancarnya gas masuk kedalam silinder. Begitulah seterusnya faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengisian bertambah dan berkurang dan pada putaran mesin tertentu akan didapat harga efisiensi pengisian yang paling tinggi. Pada saat efisiensi pengisian yang paling tinggi inilah akan dihasilkan momen mesin yang maksimal. Momen mesin inilah sebagai hasil dari tekanan rata-rata hasil pembakaran sehingga jika tekanan rata-rata besar maka akan menghasilkan momen yang besar pula. Tekanan pembakaran yang besar dihasilkan oleh pembakaran yang sempurna. Sehingga dapat ditarik kesimpulan yaitu apabila efisiensi pengisian tinggi akan menghasilkan pembakaran sempurna (dan menghasilkan momen yang besar) sehingga konsumsi bahan bakar lebih hemat.
Dilihat dari grafik dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar (pada pemakaian pendingin dengan kecepatan angin 2,2 m/det, 1,5 m/det, 0,8 m/det dan tanpa pendingin) tertinggi terletak pada 800 rpm kemudian menurun sampai 2200 rpm. Mulai 2200 rpm sampai 3000 rpm konsumsi bahan bakar akan meningkat lagi. Dilihat dari Tabel 5 (rata-rata antara 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpmdan 3000 rpm) ternyata tingkat konsumsi bahan bakar paling hemat terletak pada 2200 rpm (0,222 ml/det). Konsumsi bahan bakar paling boros terletak pada 800 rpm (0,262 ml/det). Sedangkan antara 1500 rpm dan 3000 rpm walaupun rata-ratanya berbeda tetapi setelah dilakukan uji
komparasi ganda dengan metode Scheffe ternyata
keduanya mempunyai pengaruh yang sama terhadap konsumsi bahan bakar. Pada putaran mesin dari 2200 rpm menuju 3000 rpm konsumsi bahan bakar meningkat. Hal ini karena pada saat menuju 3000 rpm kevacuuman ruang silinder menurun sehingga efisiensi pengisian menurun (walaupun kelancaran gas masuk meningkat, tetapi peningkatannya lebih kecil pengaruhnya daripada penurunan kevacuuman ruang bakar di dalam
silinder. Sedangkan pada 2200 rpm terjadi
efisiensi pengisian yang tertinggi sehingga menghasilkan konsumsi bahan bakar paling hemat.
3. Interaksi Pengaruh Antara Perbedaan Kecepatan Angin Alat Pendingin Koil Pengapian Dan Variasi Putaran Mesin Pada Mesin Suzuki Carry 1000 cc Interaksi pengaruh antara perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dengan variasi putaran mesin ditunjukkan dengan harga FAB yaitu 8,91 lebih besar daripada F0,01(9,48) yaitu 2,80 dengan taraf signifikansi 0,01. Maka dapat disimpulkan bahwa ada interaksi pengaruh antara kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dengan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar. Pada grafik
dapat di jelaskan bahwa konsumsi bahan bakar paling hemat
terletak pada 2200 rpm dan dengan pendingin dengan kecepatan angin 2,2 m/det. Namun karena pengaruh pendingin dengan kecepatan angin 2,2 m/det dan pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det tidak terlalu besar selisihnya dan juga pengaruh dari variasi putaran mesin, maka konsumsi bahan bakar paling hemat terletak pada
2200 rpm dengan memakai pendingin yang mempunyai kecepatan angin 1,5 m/det dan 2,2 m/det serta pada 3000 rpm dengan pendingin yang mempunyai kecepatan angin 2,2 m/det. Hal ini berdasarkan hasil uji scheffe pada Tabel 10 yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara µ 43 dan µ 44 dan pada Tabel 11 antara µ 33 dan µ 43.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada BAB IV dengan mengacu pada perumusan masalah, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Ada perbedaan pengaruh kecepatan angin alat pendingin koil pengapian terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc. Hal ini ditunjukan dengan hasil uji hipotesis bahwa FA > F0.01(3,48) (446,04 > 4.22) pada taraf signifikansi 0,01. Kecepatan angin alat pendingin koil yang lebih besar akan menyebabkan konsumsi bahan bakar lebih hemat dengan rata-rata (pendingin dengan kecepatan angin 2,2 m/det – pendingin dengan kecepatan angin 1,5 m/det – pendingin dengan kecepatan angin 0,8 m/det – tanpa pendingin/ kecepatan angin 0 m/det) masing-masing adalah 0,206 – 0,220 – 0,237 – 0,254 (ml/detik). 2. Ada perbedaan pengaruh putaran mesin terhdap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc. hal ini ditunjukkan dengan hasil uji hipotesis bahwa FB > F0.01(3,48) (541,42 > 4.22) pada taraf signifikansi 0,01. Rata-rata konsumsi bahan bakar dari 800 rpm, 1500 rpm, 2200 rpm dan 3000 rpm berturut-turut
adalah 0,262 - 0,225 - 0,208 - 0,222 (ml/detik). Ternyata dari 800 rpm sampai 2200 rpm konsumsi bahan bakar menurun dan dari 2200 rpm sampai 3000 rpm konsumsi bahan bakar naik lagi. 3. Ada interaksi pengaruh antara perbedaan kecepatan angin alat pendingin koil pengapian dengan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc. hal ini ditunjukan dengan hasil uji hipotesis bahwa FAB > F0.01(9,48) (8,91 > 2,80) pada taraf signifikansi 0,01.
Implikasi Berdasarkan hasil penelitian dan didukung landasan teori yang telah dikemukakan tentang pengaruh perbedaan kecepatan angin alat
pendingin koil
pengapian dan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar, maka ada beberapa implikasi antara lain : 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan dasar pengembangan penelitian selanjutnya tentang variabel-variabel lain yang dapat mempengaf\ruhi konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc, karena masih banyak variabel-variabel lain yang perlu untuk diteliti. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan dasar untuk menciptakan alat pendingin koil model yang lain misalnya dengan membuat sirip pada dinding koil atau dengan membuat badan koil dari bahan yang lebih baik dalam menghantarkan panas, sehingga panas pada koil cepat hilang. 3. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan dasar pengembangan penelitian untuk mencari suhu kerja koil yang paling baik agar bisa menghasilkan tegangan induksi yang tinggi. Dengan demikian produsen koil akan memproduksi koil dengan pendinginan yang lebih baik lagi, sehingga koil tidak mengalami over heating selalu bekerja pada suhu yang paling baik dan menghasilkan tegangan induksi tinggi.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan implikasi yang ditmbulkan, maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut : 1. Usahakanlah koil pengapian selalu mendapatkan pendinginan, jika tidak memakai alat pendingin, maka usahakanlah koil mendapat pendinginan dari udara bebas. 2. Perlu dilakukan penelitian tentang berapa suhu kerja koil yang paling baik sehingga koil dapat menghasilkan tegangan tinggi sesuai dengan kebutuhan sistem pengapian.
DAFTAR PUSTAKA Arends, BPM. Dan Berenschot, H . 1980. Motor Bensin. Jakarta : Erlangga Boentarto. 2002. Menghemat Bensin Sepeda Motor. Semarang : Efhar. Budiyono. 2000. Statistik dasar untuk penelitian. Surakarta : UNS Press. Surbhakty, BM dan Suhardjo, R. 1978. Motor Bakar. Jakarta : Depdikbud Daryanto. 2001. Sistem Pengapian Mobil. Jakarta :Bumi Aksara. Kreith, Frank. 1986. Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas. Jakarta : Erlangga. Kamajaya. 1996. Fisika 3. Bandung : Ganeca Exact. Rusli Harahap, HM. 1996. Mesin Listrik : Mesin Arus Searah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Toyota Astra Motor. 1995. Step 1. Jakarta : Toyota Astra Motor. _______________. 1996. Pedoman Reparasi Mesin Seri – K. Jakarta : Toyota Astra Motor. _______________. Step 2. Jakarta : Toyota Astra Motor. Sudjana. 1991. Desain Dan Analisis Eksperimen. Bandung : Tarsito. ______. 2002. Metode Penelitian Administratif. Bandung : Tarsito. Sugiyono. 1997. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta. Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Indomobil Suzuki Internasional, Departemen Servis. Suzuki : SA 410 Servis Manual. Jakarta : PT Indomobil Suzuki Internasional. Wardan Suyanto. 1989. Teori Motor Bensin. Jakarta : Depdikbud Wiranto Arismunandar. 1998. Penggerak Mula : Motor Bakar Torak. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Yayat Supriatna dan Sumarsono. 1998. Listrik Otomotif. Bandung : Aksara.
Lampiran 1
Faktor B (Pemasangan Pendingin koil)
a. Data Hasil Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar (menit/50 ml)
Normal
Pendingin I
Pendingin II
Pendingin III
Faktor A ( Putaran Mesin dalam RPM ) 800 1500 2200 3 men 02.06 det 3 men 17.75 det 3 men 31.97 det 3 men 00.35 det 3 men 24.50 det 3 men 31.86 det 2 men 57.54 det 3 men 25.05 det 3 men 31.86 det 2 men 53.23 det 3 men 25.94 det 3 men 30.08 det 3 men 06.03 det 3 men 34.79 det 3 men 51.48 det 3 men 09.03 det 3 men 40.61 det 3 men 50.04 det 3 men 08.21 det 3 men 44.37 det 3 men 49.23 det 3 men 01.19 det 3 men 41.43 det 3 men 56.96 det 3 men 13.25 det 3 men 42.22 det 4 men 11.09 det 3 men 15.18 det 3 men 41.26 det 4 men 15.10 det 3 men 15.31 det 3 men 48.03 det 4 men 12.52 det 3 men 20.07 det 3 men 55.84 det 4 men 12.52 det 3 men 28.51 det 3 men 58.09 det 4 men 30.37 det 3 men 25.14 det 4 men 01.54 det 4 men 34.72 det 3 men 28.27 det 4 men 07.52 det 4 men 03.05 det 3 men 26.86 det 4 men 06.30 det 4 men 36.24 det
3000 3 men 19.78 det 3 men 25.76 det 3 men 20.04 det 3 men 16.07 det 3 men 31.86 det 3 men 29.30 det 3 men 33.02 det 3 men 32.76 det 4 men 00.38 det 4 men 02.03 det 3 men 59.23 det 4 men 76.86 det 4 men 23.15 det 4 men 17.23 det 4 men 17.86 det 4 men 10.07
b. Data Hasil Konversi Konsumsi Bahan Bakar ke dalam satuan mL/detik Faktor B (rpm) Rata
FAKTOR A (PEMASANGAN PENDIGIN KOIL)
Normal (tanpa pend)
Jumlah Rata-rata Pend. I (kec. Udara 0.8m/dt Jumlah Rata-rata Pend. II (kec. Udara 1.5m/dt) Jumlah Rata-rata Pend.III (kec. Udara 2.2m/dt)
800 0.275 0.278 0.282 0.289 1.124 0.281 0.269 0.265 0.266 0.276 1.076 0.269 0.259 0.256 0.256 0.250 1.021 0.25525 0.240 0.244 0.240
1500 0.253 0.245 0.244 0.243 0.985 0.2465 0.233 0.227 0.223 0.226 0.908 0.2725 0.225 0.225 0.219 0.222 0.891 0.22275 0.240 0.244 0.240
2200 0.237 0.236 0.237 0.238 0.948 0.237 0.216 0.217 0.218 0.211 0.862 0.2155 0.199 0.196 0.198 0.195 0.788 0.197 0.185 0.182 0.177
3000 0.258 0.243 0.25 0.255 1.006 0.2515 0.236 0.239 0.234 0.235 0.944 0.236 0.199 0.196 0.198 0.195 0.823 0.20575 0.190 0.194 0.194
Jml
4.063 0.253928
3.791 0.236938
3.523 0.220188
Jumlah Rata-rata
0.242 0.966 0.2415
0.242 0.822 0.2055
0.181 0.725 0.18125
0.200 0.778 0.1945
Jml besar
4.187
3.607
3.323
3.551
Rata-rata besar
0.261688
0.225438
0.207688
0.221938
3.291 0.205688 14.668
Lampiran 2 Uji Normalitas Baris1 (Konsumsi Bahan Bakar Dengan Pendingin I) 1. Hipotesis : Ho = Sampel berasal dari populasi normal H1 = Sampel berasal dari populasi tidak normal 2. Komputasi : Dari hasil perhitungan diperoleh nilai : X = 0.261688 SD = 0.015789 Tabel Uji Normalitas.
RY =
14.668 2 = 3.361722 64
AY = {
4.063 2 13.7912 3.523 2 3.2912 + + + } – 3.361722 16 16 16 16
= 0.020894 4.187 2 3.607 2 3.323 2 3.5512 BY = { + + + } – 3.361722 16 16 16 16 = 0.025362 Jab =
1 {1.1242 + 0.9852 + 0.9482 + 1.0062 + 1.0762 + 0.9092 + 0.8622 + 0.9442 + 4
1.0212 + 0.8912 + 0.7882 + 0.8232 + 0.9662 + 0.8222 + 0.7252 + 0.7782 } – 3.361722 = 0.047508 ABY= 0.047508 – 0.020894 – 0.025362 = 0.001252 EY = 3.40998 – 3.361722 – 0.020894 – 0.025362 – 0.001252 = 0.00075
Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat adalah : dk rata-rata = 1 dk A = 4 – 1 = 3 dk B = 4 – 1 = 3 dk AB = (4-1) (4-1) = 9 dk E = (4x4) (4-1) = 48
Rata-rata jumlah kuadrat masing-masing adalah : R =
3.361722 = 3.361722 1
A =
0.020894 = 0.006955 3
B =
0.020894 = 0.008454 3 0.001252 = 0.000139 9
AB =
0.00075 = 0.0000156 48
E =
Statistik Uji FA =
0.006965 = 446.036 0.0000156
FB =
0.008454 = 541.4169 0.0000156
FAB =
0.000139 = 8.910829 0.0000156
Ringkasan Anava Dua Jalan SV Rata-rata Perlakuan
dk 1
JK 3.361722
RJK 3.3617223
F
F tabel
Kesimpulan
A
3
0.020894
0.0069647
446.036
2.8
Ada Pengaruh
B
3
0.025362
0.008454
541.4169
2.8
AB E Jumlah
9 48 64
0.001252 0.00075 3.40998
0.0001391 0.0000156
8.910829
2.08
Ada Pengaruh Ada Interaksi
Kriteria Pengujian Ho1 ditolak apabila FA > Ftα(a-1), ab (n-1) Ho2 ditolak apabila FB > Ftα(b-1), ab (n-1) Ho3 ditolak apabila FAB > Ftα{(a-1) (b-1), ab (n-1)} Ft 0.05(3, 48) = 2.8 Ft 0.05(3, 48) = 2.8 Ft 0.05(9, 48) = 2.08 FA ( =446.036) > Ft 0.05(3, 48) (=2.8) FB (=541.4169 ) > Ft 0.05(3, 48) (=2.8) FAB (=8.910829 ) > Ft 0.05(9, 48) = 2.08 Kesimpulan a. Ada pengaruh pemasangan pendingin koil pengapian terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc a. Ada pengaruh variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc a. Ada interaksi pengaruh pemasangan pendingin koil pengapian dan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Suzuki Carry 1000 cc
Lampiran 5 Uji Scheffe Pasca Anava Dua Jalan Faktor B ( Putaran Mesin )
Faktor A Kecepatan
800
1500
2200
3000
Rataan
Angin
(rpm)
(rpm)
(rpm)
(rpm)
Marginal
0 m/det
0.281
0.24625
0.237
0.2515
0.253938
0,8 m/det
0.269
0.22725
0.2155
0.236
0.236938
1,5 m/det
0.25525
0.22275
0.197
0.20575
0.220188
2,2 m/det
0.2415
0.2055
0.18125
0.1945
0.205688
Rataan
0.261688
0.225438
0.207688
0.221938
marginal
Ho = Tidak ada perbedaan pengaruh antara keduanya. Ha = Ada perbedaan pengaruh antara keduanya . a. Uji Komparasi Rataan Antar Baris Fi-j
=
(X
i
−Xj
)
2
1 1 RKG + n n j i
Dengan DK = {F/ F > (p-1)Fα;p-1,N-pq }
F1-2 =
F1-3 =
F1-4 =
F2-3 =
F2-4 =
F3-4 =
(0.253938 − 0.236938)2 1 1 0.0000156 + 16 16
(0.253938 − 0.220188)2 1 1 0.0000156 + 16 16
(0.253938 − 205688)2 1 1 0.0000156 + 16 16
(0.253938 − 0.220188)2 1 1 0.0000156 + 16 16
(0.253938 − 0.205688)2 1 1 0.0000156 + 16 16
(0.253938 − 0.265688)2 1 1 0.0000156 + 16 16
= 148.2051282
= 584.1346154
= 1193.878205
= 143.878201
= 500.8012821
=107.8205128
DK = {F| F > (3)F0.05;3,48 }, maka {F| F > (3 x 2.8 = 8.4)}, sehingga semua Ho ditolak. Maka keputusan ujinya yaitu baris 1≠2 , 1≠3, 1≠3, 2≠3, 2≠4, 3≠4
Kesimpulan : Sumber Perlakuan
Ho
Fobs
(p-1)Fα;p-1,N-pq
Kesimpulan
Baris 1 >< Baris 2
µ1= µ2
148.2051283
(3)(2.8)= 8.4
Ho ditolak
Baris 1 >< Baris 3
µ1= µ3
584.1346154
(3)(2.8)= 8.4
Ho ditolak
Baris 1 >< Baris 4
µ1= µ4
1193.878205
(3)(2.8)= 8.4
Ho ditolak
Baris 2 >< Baris 3
µ2= µ3
143.8782051
(3)(2.8)= 8.4
Ho ditolak
Baris 2 >< Baris 4
µ2= µ4
500.801821
(3)(2.8)= 8.4
Ho ditolak
Baris 3 >< Baris 4
µ3= µ4
107.8205128
(3)(2.8)= 8.4
Ho ditolak
b. Uji Komparasi Rataan Antar Kolom Fi-j
=
(X
i
−Xj
)
2
1 1 RKG + n n j i
Dengan DK = {F/ F > (q-1)Fα;q-1,N-pq } F1-2
=
(0.261688 − 0.225438)2
F1-3
=
(0.261688 − 0.207688)2
F1-4
=
(0.261688 − 0.221938)2
F2-3
=
(0.225438 − 0.207688)2
F2-4
=
(0.225438 − 0.221938)2
F3-4
=
(0.207688 − 0.221938)2
1 1 0.0000156 + 16 16
1 1 0.0000156 + 16 16
1 1 0.0000156 + 16 16
1 1 0.0000156 + 16 16
1 1 0.0000156 + 16 16
1 1 0.0000156 + 16 16
= 673.8782051
= 1495.384615
= 810.2884615
= 161.5705128
= 6.282051285
= 104.1346154
DK = {F| F > (3)F0.05;3,48 }, maka {F| F > (3 x 2.8 = 8.4)}, sehingga Ho ditolak. Maka keputusan ujinya yaitu kolom 1≠2 , 1≠3, 1≠3, 2≠3, , 3≠4 Sedangkan F2-4 (= 6.282051285) < (3)F0.05;3,48 (3 x 2.8 = 8.4),sehingga Ho diterima. Maka keputusan ujinya kolom 2 = kolom 4. Kesimpulan Sumber Perbedaan Kolom 1>
Ho µ1= µ2 µ1= µ3
Fobs 673.8782051 1495.384615
(q-1)Fα;q-1, N-pq (3)(2.8)=8.40 (3)(2.8)=8.40
Kesimpulan Ho ditolak Ho ditolak
Kolom 1>
µ1= µ4 µ2= µ3 µ2= µ4 µ3= µ4
810.2884615 161.5705128 6.282051285 104.1346154
(3)(2.8)=8.40 (3)(2.8)=8.40 (3)(2.8)=8.40 (3)(2.8)=8.40
c. Uji Komparasi Rataan Antar Sel Pada Baris yang Sama Fij-ik =
(X
ij
− X ik
)
2
1 1 RKG + n ij nik
DK = {F|F > (pq – 1) Fα; pq – 1, N – pq} F11-12 =
F11-13 =
F11-14 =
F12-13 =
F12-14 =
F13-14 =
(0.281 − 0.24625)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.281 − 0.237 )2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.281 − 0.2515)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.24625 − 0.237)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.24625 − 0.2515)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.237 − 0.2515)2 1 1 0.0000156 + 4 4
= 154.8157051
= 248.2051282
= 111.5705128
= 10.96955128
= 3.33653846
= 26.95512821
Ho ditolak Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak
F21-22 =
F21-23 =
F21-24 =
F22-23 =
F22-24 =
F23-24 =
F31-32 =
F31-33 =
F31-34 =
(0.269 − 0.22725)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.269 − 0.2155)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.269 − 0.236)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.22725 − 0.2155)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.22725 − 0.236)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.2155 − 0.236)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.25525 − 0.22275)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.25525 − 0.197)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.25525 − 0.20575)2 1 1 0.0000156 + 4 4
= 223.4695513
= 366.9551282
= 139.6153846
= 17.70032051
= 9.815705128
= 53.87820513
= 135.4166667
=435.0080128
= 314.1346154
F32-33 =
F32-34 =
F33-34 =
F41-42 =
F41-43=
F41-44 =
F42-43 =
F42-44 =
F42-44 =
(0.22275 − 0.197)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.22275 − 0.20575)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.197 − 0.20575)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.2415 − 0.2055)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.2415 − 0.18125)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.2415 − 0.1945)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.2055 − 0.18125)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.2055 − 0.1945)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.18125 − 0.1945)2 1 1 0.0000156 + 4 4
= 85.00801282
= 37.05128205
= 9.815705128
= 166.1538462
= 465.3926282
= 283.2051282
= 75.39262821
= 15.51282051
= 22.50801285
DK = {F| F > (15) F0.05;
15,48}maka
{F|F> (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho ditolak.
Maka keputusan ujinya yaitu 11≠12, 11≠13 , 11≠14 , 21≠22 , 21≠23 , 21≠24 , 23≠24 31≠32 , 31≠33 , 31≠34 , 32≠33 , 32≠34 , 41≠42 , 41≠43 , 41≠44 , 42≠43 Sedangkan = {F| F < (15) F0.05;
15,48}maka
{F|F< (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho
diterima. Maka keputusan ujinya adalah 12≠13, 13≠14, 13≠14, 22≠23, 22≠24, 33≠34, 42≠44, 43≠44 Kesimpulan Ho
Fobs
(pq-1)Fα;pq-1,N-pq
Kesimpulan
µ11= µ12
154.8157051
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ11= µ13
248.205282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ11= µ14
111.5705128
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ12= µ13
10.96955128
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ12= µ14
3.533653846
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ13= µ14
26.95512821
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ21= µ22
223.4695513
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ21= µ23
366.9551282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ21= µ24
139.6153846
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ22= µ23
17.70032051
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ22= µ24
9.815705128
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ23= µ24
53.87820513
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ31= µ32
135.4166667
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ31= µ33
435.0080128
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ31= µ34
314.1346154
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ32= µ33
85.00801282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ32= µ34
37.05128205
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ33= µ34
9.815705128
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ41= µ42
166.1538462
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ41= µ43
465.3926282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ41= µ44
283.2051282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ42= µ43
75.39262821
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ42= µ44
15.51282051
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ43= µ44
22.50801282
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
,
d. Ui Komparasi Rataan Antar Sel Pada Kolom yang Sama Fij-ik =
(X
ij
− X ik
)
2
1 1 RKG + n ij nik
DK = {F|F > (pq – 1) Fα; pq – 1, N – pq} F11-21 =
F11-31 =
F11-41 =
F21-31 =
F21-41 =
F31-41 =
F12-22 =
(0.281 − 0.269)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.281 − 0.25525)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.281 − 0.2415)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.269 − 0.25525)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.269 − 0.2415)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.25525 − 0.2415)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.24625 − 0.22725)2 1 1 0.0000156 + 4 4
= 18.46153846
= 85.00801282
= 200.0320513
= 24.23878205
= 96.95512821
= 24.23878205
= 46.28205128
F12-32 =
F12-42 =
F22-32 =
F22-42 =
F32-42 =
F13-23 =
F13-33 =
F13-43 =
F23-33 =
(0.24625 − 0.22275)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.24625 − 0.2055)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.22725 − 0.22275)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.22725 − 0.2055)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.22275 − 0.2055)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.237 − 0.2155)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.237 − 0.197 )2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.237 − 0.18125)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.2155 − 0.197)2 1 1 0.0000156 + 4 4
= 70.80128205
= 212.8926282
= 2.596153846
= 60.64903846
= 38.14903846
= 59.26282051
= 205.1282051
= 398.4695513
= 43.87820513
F23-43 =
F33-43 =
F14-42 =
F14-43 =
F14-44 =
F24-34 =
F24-44 =
F34-44 =
(0.2155 − 0.18125)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.197 − 0.18125)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.2515 − 0.236)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.2515 − 0.20575)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.2515 − 0.1945)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.236 − 0.20575)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.236 − 0.1945)2 1 1 0.0000156 + 4 4
(0.20575 − 0.1945)2 1 1 0.0000156 + 4 4
DK = {F| F > (15) F0.05;
= 150.3926382
= 31.80288462
= 30.80128205
= 268.3413462
= 416.5384615
= 117.3157051
= 220.8012821
= 16.22596154
15,48}maka
{F|F> (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho ditolak.
Maka keputusan ujinya yaitu 11≠13 , 11≠14 , 12≠14 , 21≠22 , 21≠23 , 21≠24 , 22≠24 23≠24 , 31≠32 , 31≠33 , 31≠34 , 32≠33 , 32≠34 , 33≠34, 41≠42 , 41≠43 , 41≠44 42≠43 42≠43
,
Sedangkan = {F| F < (15) F0.05;
15,48}maka
{F|F< (15) (1.90)=28.5} sehingga Ho
diterima. Maka keputusan ujinya adalah 11≠1212≠13, 13≠14, 13≠14, 22≠23, 43≠44 Kesimpulan Ho
Fobs
(pq-1)Fα;pq-1,N-pq
Kesimpulan
µ11= µ21
18.46153846
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ11= µ31
85.00801282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ11= µ41
200.0320513
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ21= µ31
24.23878205
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ21= µ41
96.95512821
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ31= µ41
24.23878205
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ12= µ22
46.28205128
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ12= µ32
70.80128205
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ12= µ42
212.8926282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ22= µ32
2.596153846
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima
µ22= µ42
60.64903846
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ32= µ42
38.14903846
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ13= µ23
59.26282051
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ13= µ33
205.1282051
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ13= µ43
398.4695513
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ23= µ33
43.87820513
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ23= µ43
150.3926282
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ33= µ43
31.80288462
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ14= µ24
30.80128205
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ14= µ34
268.3413462
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ14= µ44
416.5384615
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ24= µ34
1173157051
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ24= µ44
220.8012821
(15)(1.90)=28.5
Ho ditolak
µ34= µ44
16.22596154
(15)(1.90)=28.5
Ho diterima