ISSN 1907-8226
BAWAL WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP Volume 7 Nomor 3 Desember 2015 Nomor Akreditasi : 620/AU2/P2MI-LIPI/03/2015 (Periode: April 2015-April 2018) BAWAL, Widya Riset Perikanan Tangkap adalah wadah informasi perikanan, baik laut maupun perairan umum. Publikasi ini memuat hasil-hasil penelitian bidang “natural history” (parameter populasi, reproduksi, kebiasaan makan dan makanan), lingkungan sumberdaya ikan dan biota perairan.
Terbit pertama kali tahun 2006 dengan frekuensi penerbitan tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan: APRIL, AGUSTUS, DESEMBER. Ketua Redaksi: Drs. Bambang Sumiono, M.Si (Biologi Perikanan-Puslitbangkan) Anggota: Prof. Dr. Krismono, M.Si (Konservasi dan Lingkungan Sumberdaya Perairan-BP2KSI) Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal M.Sc (Ikhtiologi-IPB) Dra. Sri Turni Hartati, M.Si (Lingkungan Sumberdaya Perairan-Puslitbangkan) Dr. Agus Djoko Utomo, M.Si (Biologi Perikanan-BRPPU) Ir. Sulastri (Limnologi-LIPI) Mitra Bestari untuk Nomor ini: Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA. (Ekologi Ikan-IPB) Prof. Dr. Ali Suman. (Teknologi Penangkapan-BPPL) Dr. Haryono. (Limnologi-LIPI) Dr. Lukman, M.Si. (Kimia Lingkungan-Limnologi LIPI) Dr. Ir. Syahroma Husni Nasution, M.Sc. (Biologi Perikanan-Limnologi LIPI) Redaksi Pelaksana: Dra. Endang Sriyati Darwanto, S.Sos Desain Grafis: Amalia Setiasari, A.Md Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur Jakarta Utara 14430 Telp. (021) 64700928; Fax. (021) 64700929 Email:
[email protected]. Website: p4ksi.litbang.kkp.go.id. BAWAL-WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP diterbitkan oleh Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan - Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan - Kementerian Kelautan dan Perikanan.
KATAPENGANTAR Widya Riset Perikanan Tangkap “BAWAL” merupakan wadah untuk menyampaikan informasi hasil penelitian yang dilakukan para peneliti dari dalam maupun luar lingkup Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber daya Ikan. Informasi-informasi tersebut sangat berguna bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) terutama para pengambil kebijakan sebagai dasar dalam pengelolaan perikanan dan konservasi sumber daya ikan di laut maupun perairan umum daratan. Seiring dengan terbitnya Widya Riset Perikanan Tangkap Bawal Volume 7 Nomor 3 Desember 2015 ini, kami ucapkan terima kasih kepada para Mitra Bestari atas kesediaannya dalam menelaah beberapa naskah. Pada volume ini, Bawal menampilkan delapan artikel hasil penelitian perikanan di perairan umum daratan dan perairan laut. Delapan artikel tersebut meliputi: Distribusi ukuran dan parameter populasi lobster pasir (Panulirus homarus) di perairan Aceh Barat; Parameter populasi dan pola rekruitmen ikan tongkol lisong (Auxis rochei Risso 1810) di perairan Barat Sumatera; Aspek reproduksi ikan baung (Hemibagrus nemurus) di paparan Banjiran Lubuk Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir; Karakteristik habitat ikan kerapu di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah;Struktur tingkat trofik komunitas ikan di Waduk Wadaslintang Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah; Parameter populasi ikan bawal putih (Pampus argenteus) di perairan Tarakan, Kalimantan Timur; Sebaran ukuran panjang dan nisbah kelamin ikan madidihang (Thunnus albacares) di Samudera Hindia Bagian Timur; Sebaran dan hubungan parameter reproduksi ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) dengan suhu dan klorofil-a di Laut Banda. Semua artikel pada edisi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang perikanan tangkap di Indonesia. Redaksi mengucapkan terima kasih atas partisipasi aktif para penulis dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam edisi ini.
Redaksi
i
ISBN 1907-8226 BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Volume 7 Nomor 3 Desember 2015 DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR...................................................................................................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................................
iii
ABSTRAK....................................................................................................................................................................
v-vi
Distribusi Ukuran dan Parameter Populasi Lobster Pasir (Panulirus homarus) di Perairan Aceh Barat Oleh: Duranta D. Kembaren dan Erfind Nurdin...................................................................................................................
121-128
Parameter Populasi dan Pola Rekruitmen Ikan Tongkol Lisong (Auxis rochei Risso 1810) di Perairan Barat Sumatera Oleh: Tegoeh Noegroho dan Umi Chodrijah.........................................................................................................................
129-136
Aspek Reproduksi Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) di Paparan Banjiran Lubuk Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir Oleh: Eko Prianto, Mohammad Mukhlis Kamal, Ismudi Muchsin dan Endi Setiadi Kartamihardja...................................
137-146
Karakteristik Habitat Ikan Kerapu di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah Oleh: Mujiyanto dan Amran Ronny Syam...........................................................................................................................
147-154
Struktur Tingkat Trofik Komunitas Ikan di Waduk Wadaslintang Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah Oleh: Khoirul Fatah dan Susilo Adjie.....................................................................................................................................
155-163
Parameter Populasi Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus) di Perairan Tarakan, Kalimantan Timur Oleh: Prihatiningsih, Nurainun Mukhlis, Sri Turni Hartati.................................................................................................
165-174
Sebaran Ukuran Panjang dan Nisbah Kelamin Ikan Madidihang (Thunnus albacares) di Samudera Hindia Bagian Timur Oleh: Arief Wujdi, Bram Setyadji dan Budi Nugraha.............................................................................................................
175-182
Sebaran dan Hubungan Parameter Reproduksi Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) dengan Suhu dan Klorofil-a di Laut Banda Oleh: Karsono Wagiyo, Ali Suman dan Mufti Petala Patria...................................................................................................
183-191
INDEKS PENULIS..............................................................................................................................................................
193A
iii
BAWAL WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP Volume 7 Nomor 3 Desember 2015 KUMPULAN ABSTRAK DISTRIBUSI UKURANDANPARAMETERPOPULASI LOBSTER PASIR (Panulirus homarus) DI PERAIRAN ACEH BARAT Duranta D. Kembaren BAWAL, Vol.7 No.3, Hal: 121-128 ABSTRAK Penelitian tentang distribusi ukuran dan parameter populasi lobster pasir di perairan Aceh Barat dilakukan pada bulan April sampai November 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status lobster di perairan Aceh Barat dilihat dari aspek distribusi ukuran dan parameter populasinya. Pengamatan dan pengukuran lobster dilakukan di tempat pengumpul lobster dengan sistem sampling acak. Sebaran frekuensi panjang karapas selanjutnya ditabulasikan dan dianalisa dengan metode kurva logistik. Struktur ukuran lobster yang tertangkap menunjukkan bahwa lobster jantan dominan tertangkap dibawah ukuran nilai tengah 72,5 mm dan sebaliknya diatas ukuran nilai tengah 72,5 mm yang didominasi jenis kelamin betina. Lobster terlebih dahulu tertangkap sebelum mencapai ukuran matang gonad (Lc = 65,8 mm < Lm = 76,8 mm). Puncak musim pemijahan terjadi pada bulan Mei dan Agustus. Panjang asimtosis (CL ) sebesar 119,5 mm dengan laju pertumbuhan (K) 0,39/tahun serta laju kematian total (Z) 1,44/tahun, laju kematian alamiah (M) 0,67/tahun dan laju keamatian akibat penangkapan (F) 0,77/tahun. Laju eksploitasi sudah mengarah kepada penangkapan yang berlebih (E=0,54), oleh karena itu perlu dilakukan tindakan pengelolaan perikanan lobster yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang dapat di tempuh adalah dengan menerapkan sistem penutupan musim penangkapan lobster pada saat terjadinya puncak musim pemijahan. KATA KUNCI: Distribusi ukuran, parameter populasi, Panulirus homarus, Aceh Barat
PARAMETER POPULASI DAN POLAREKRUITMEN IKAN TONGKOL LISONG (Auxis rochei Risso, 1810) di PERAIRANBARATSUMATERA Tegoeh Noegroho BAWAL, Vol.7 No.3, Hal: 129-136 ABSTRAK Perikanan neritik tuna di perairan Barat Sumatera berkembang pesat beberapa dekade terakhir ini. Sementara belum banyak diperoleh hasil penelitian tentang populasi ikan tongkol lisong (Auxis rochei). Penelitian tentang parameter populasi dan pola rekruitmen ikan tongkol lisong dilakukan pada bulan Februari-Desember 2013 di beberapa lokasi pendaratan ikan di Barat Sumatera. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh laju pertumbuhan, panjang asimptotik, laju kematian, laju eksploitasi, dan pola rekruitmen ikan tongkol lisong (Auxis rochei). Estimasi parameter populasi menggunakan model
analitik berdasarkan program “Electronic Length Frequency Analysis (ELEFAN 1)”. Data frekuensi panjang dikumpulkan berkesinambungan di beberapa tempat pendaratan utama. Hasil penelitian menunjukkan panjang cagak ikan tongkol lisong yang tertangkap berada pada kisaran 11-42 cm FL. Parameter pertumbuhan Von Bertalanffy diperoleh nilai laju pertumbuhan (K) sebesar 0,54/tahun, panjang asimptotik (L ) sebesar 43,5 cm FL, dan umur ikan pada saat panjang ke-0 (-t0) sebesar 0,076/tahun. Laju mortalitas total (Z) sebesar 1,96/tahun. Laju kematian karena penangkapan (F) sebesar 1,07/tahun, dan laju kematian alami (M) 0,89/tahun. Laju eksploitasi (E) tongkol lisong di Barat Sumatera adalah 0,49/tahun atau berada pada tingkat eksploitasi moderat. Pola rekrutmen tongkol lisong terjadi dua kali dalam setahunnya, yaitu mencapai puncak pada bulan Maret dan Juni. KATA KUNCI: Auxis rochei, parameter populasi, Barat Sumatera
ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) DI PAPARAN BANJIRAN LUBUK LAMPAM KABUPATENOGANKOMERINGILIR Eko Prianto BAWAL, Vol.7 No.3, Hal: 137-146 ABSTRAK Ikan baung (Hemibagrus nemurus) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting di perairan umum daratan Indonesia khususnya Kabupaten Ogan Komering Ilir. Ikan ini memiliki nilai ekonomis penting untuk ikan konsumsi. Pada tahun 2004 hasil tangkapan ikan baung di Sumatera Selatan berjumlah 1.684,6 ton sedangkan pada tahun 2005 berjumlah 899,5 ton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek reproduksi ikan baung di paparan banjiran. Lokasi penelitian di Lubuk Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan dimulai bulan Nopember 2012-Nopember 2013. Ikan sampel dikumpulkan dari hasil tangkapan nelayandan hasil tangkapan percobaan dengan menggunakan alat tangkap jaring insang (gill net), pancing (pole and line), bubu dan bengkirai (traps). Analisis data meliputi: nibah kelamin, tingkat kematangan gonad, indek kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, potensi reproduksi dan pola reproduksi. Sampel ikan baung berjumlah 384 ekor terdiri dari jantan dan betina masing-masing sebanyak 118 dan 266 ekor. Hasil penelitian menunjukkan nisbah kelamin ikan baung yang ditemukan dalam penelitian baung 0,44:1, yang menunjukkan nibah kelamin tidak seimbang. Nilai IKG ikan baung betina berkisar 1,8-14.3% sedangkan ikan baung 1,3-3,9%. Ukuran pertama kali (Lm) ikan yang matang gonad untuk baung jantan (232 mm) dan betina (332 mm). Rata-rata fekunditas ikan baung berjumlah 47.882+13.624 dengan pola pemijahannya adalah serempak. KATA KUNCI: Aspek reproduksi, ikan baung, Lubuk Lampam
v
KARAKTERISTIK HABITAT IKAN KERAPU DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA,JAWATENGAH Mujiyanto BAWAL, Vol.7 No.3, Hal: 147-154 ABSTRAK Perairan Kepulauan Karimunjawa merupakan pemasok ikan kerapu bagi wilayah Pantai Utara Jawa. Permintaan dan harga pasar yang sangat tinggi mendorong nelayan lebih intensif dalam melakukan penangkapan ikan kerapu. Kegiatan penangkapan ikan kerapu selama ini dilakukan pada malam hari dengan alat bantu kompresor dan tembak. Kegiatan tersebut merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan jumlah tangkapan yang tinggi tanpa memperhatikan kelestarian habitat dasar perairannya. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan ikan kerapu dengan karakteristik habitatnya. Metode yang digunakan adalah deskriptif eksploratif. Penelitian dilaksanakan selama 3 tahun (2011; 2012 dan 2013), waktu sampling masing-masing tahun penelitian berdasarkan musim. Pengamatan visual sensus sepanjang garis transek pada dua kedalaman 5-6 m dan 10-11 m. Hasil penelitian menunjukkan habitat ikan kerapu pada kedalaman ±5-6 meter adalah non karang serta substrat mati lainnya. Selain itu, ikan-ikan kerapu cenderung bergerak ke perairan yang lebih dalam. Karakteristik habitat pada kedalaman ±10-11 meter menunjukkan ikan kerapu lebih menyukai dasar perairan dengan habitat karang keras yang didominasi oleh gundukan karang massive yang membentuk celah atau lubang-lubang. Perilaku ikan kerapu bergerak dan berpasangan di tempat yang agak gelap (rendah visibilitas) dengan intensitas cahaya yang rendah. Perbedaan habitat kehidupan ikan kerapu pada kedalaman 5-6 dan 10-11 meter adalah dominasi karang jenis Pavona sp dengan tingkat visibilitas perairan yang rendah. KATA KUNCI: Habitat, ikan Karimunjawa
kerapu,
kepulauan
STRUKTURTINGKATTROFIKKOMUNITASIKANDI WADUKWADASLINTANGKABUPATENWONOSOBO, JAWATENGAH Khoirul Fatah BAWAL, Vol.7 No.3, Hal: 155-163 ABSTRAK Waduk Wadaslintang memiliki potensi perikanan yang cukup besar baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Kegiatan penangkapan ikan di waduk Wadaslintang saat ini sudah cukup tinggi, yang akan berdampak langsung pada struktur komunitas ikan yang menyebabkan pergeseran pola hubungan antara pemangsa, mangsa atau pesaing pada berbagai tingkat trofik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola hubungan antar kelompok ikan berdasarkan tingkat trofik dari tingkat trofik terendah sampai kepada ikan karnivor, sehingga diperoleh gambaran peran kelompok ikan dalam komunitas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April, Juni, September dan Nopember 2013 di perairan waduk Wadaslintang. Analisa data mencakup komposisi hasil tangkapan dan kebiasaan makan ikan serta
vi
tingkat trofik komunitas ikan. Analisis sidik ragam untuk mengetahui perbedaan antar tingkat trofik. Ikan contoh diperoleh dari nelayan dengan alat tangkap jaring, mulai dari ukuran 0,75 – 4,5 inchi. Hasil penelitian diketemukan sebanyak 15 jenis ikan yang didominasi oleh ikan nila dengan persentase berat mencapai 56,45%. Struktur komunitas ikan di perairan waduk Wadaslintang tersusun atas tiga kelompok tingkat trofik yaitu ikan patin, nila, tawes dan melem mempunyai jenjang trofik terendah (<2,5), ikan bader dan brek mempunyai nilai jenjang trofik sedang (2,5 – 3,49) dan ikan beong, betutu, palung dan lele mempunyai nilai jenjang trofik tertinggi (>3,5). Kelompok ikan pada tingkat trofik rendah < 2,5 sangat penting dalam menyokong komunitas ikan di perairan waduk Wadaslintang karena akan mempengaruhi kelompok ikan dengan tingkat trofik tinggi. KATA KUNCI: Komposisi ikan, makanan ikan, tingkat trofik,waduk Wadaslintang.
PARAMETER POPULASI IKAN BAWAL PUTIH (Pampus argenteus) DI PERAIRAN TARAKAN, KALIMANTANTIMUR Prihatiningsih BAWAL, Vol.7 No.3, Hal: 165-174 ABSTRAK Ikan bawal putih (Pampus argenteus) mempunyai nilai ekonomis penting dan sebagai salah satu komoditas unggulan di perairan Tarakan. Informasi tentang biologi perikanan ikan tersebut masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi parameter populasi meliputi pertumbuhan, umur, mortalitas dan tingkat eksploitasi ikan bawal putih. Data frekuensi panjang bulanan dikumpulan pada Februari – Nopember 2013 dengan bantuan enumerator. Sebaran frekuensi panjang ikan dipisahkan kedalam sebaran normal menggunakan metode Bhattacharya pada progran FiSAT (FAO-ICLARM Stock Assessment Tools). Estimasi parameter populasi dengan aplikasi model analitik menggunakan program ELEFAN-1(Electronic Length Frequency Analysis). Hasil penelitian menunjukkan ukuran panjang ikan bawal putih berkisar antara 9,0 cm –35,0 cmFL. Hubungan panjang-berat ikan bawal putih yang tertangkap dengan jaring insang bersifat allometrik negatif mengikuti persamaan W = 0,187L2,374. Nilai rata-rata panjang ikan pada saat pertama kali tertangkap (Lc) sama dengan ukuran pertama kali matang gonad (Lm). Laju pertumbuhan (K) sebesar 0,52/ tahun dan panjang asimptotik (L ) sebesar 37,28 cmFL. Persamaan pertumbuhan dari Von Bertalanffy sebagai Lt = 37,28 (1 – e -0,52(t-+0,07)). Mortalitas alami (M) adalah 1,11/tahun, mortalitas karena penangkapan (F) = 1,65/tahun dan mortalitas total (Z) = 1,65/tahun. Laju pengusahaan (E) sebesar 0,60 berarti tingkat eksploitasinya sudah melebihi dari nilai optimal (E=0,5) atau populasi ikan bawal putih dalam keadaan lebih tangkap (over exploited). Untuk itu diperlukan kebijakan pengelolaan secara hati-hati dengan mempertimbangkan aspek biologi dan aspek penangkapan yang sedang berjalan. KATA KUNCI:
Pampus argenteus, parameter populasi, Tarakan
SEBARAN UKURAN PANJANG DAN NISBAH KELAMINIKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares)DI SAMUDERAHINDIABAGIANTIMUR Arief Wujdi BAWAL, Vol.7 No.3, Hal: 175-182
SEBARAN DAN HUBUNGAN PARAMETER REPRODUKSI IKAN TUNA MADIDIHANG (Thunnus albacares) DENGANSUHUDAN KLOROFIL-a DILAUT BANDA Karsono Wagiyo BAWAL, Vol.7 No.3, Hal: 183-191
ABSTRAK ABSTRAK Ikan madidihang atau tuna sirip kuning (Thunnus albacares) merupakan salah satu komoditas penting bagi industri perikanan di Indonesia dengan hasil tangkapan tertinggi dibandingkan jenis tuna lainnya. Sebagai dasar pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan, diperlukan data dan informasi tentang komposisi ukuran layak tangkap yaitu membandingkan proporsi rata-rata ikan tertangkap (Lc) dan matang gonad (Lm), serta nisbah kelamin sebagai indikator pendugaan kemampuan memijah. Pengumpulan data dilakukan melalui program observasi diatas kapal rawai tuna yang berbasis di Benoa, Pelabuhanratu dan Bungus dari bulan Agustus 2005 hingga November 2013. Penghitungan nisbah kelamin menggunakan uji Chi-Square (X 2) dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi ukuran panjang cagak ikan madidihang berkisar antara 30-179 cm, modus ukuran 106-110 cm dan rata-rata 101,65 cm. Sebanyak 81,03% madidihang yang tertangkap berukuran lebih besar daripada Lm yang berarti telah layak tangkap. Nisbah kelamin betina:jantan adalah 1:1,45 mengindikasikan dominansi ikan jantan. Hubungan antara nisbah kelamin dengan panjang ikan menunjukkan signifikansi dimana ikan betina semakin berkurang pada ukuran 120-180 cm, serta tidak ditemukan lagi pada ukuran lebih dari 170 cm. Korelasi nisbah kelamin dan panjang cagak dapat dideskripsikan dengan persamaan regresi sebagai berikut: 1,8013 - 0,0099 FL dengan nilai R2=0,8058.
Laut Banda diketahui mempunyai kondisi lingkungan yang mendukung sebagai daerah pemijahan ikan tuna madidihang (Thunnus albacares). Sebaran parameter reproduksi dan hubungannya dengan lingkungan perlu diketahui sebagai dasar pengelolaan sumberdaya yang lestari. Penelitian dilakukan tahun 2011-2012 dengan basis pendataan di Bandaneira. Pengamatan parameter reproduksi dilakukan terhadap ikan sampel melalui observasi dan enumerasi. Suhu dan klorofil-a diperoleh dari analisis citra satelit. Penelitian mendapatkan persentase gonad matang (100 %) dan indeks kematangan gonad tertinggi (3,75) serta nisbah kelamin seimbang, secara temporal ditemukan pada bulan antara September-Desember, secara spasial ditemukan di Perairan Gunung Api dan Selatan Kepulauan Lease. Tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad meningkat terjadi pada saat suhu mulai menghangat dan klorofil-a mulai menurun. Tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad menurun terjadi pada saat awal penurunan suhu dan awal kenaikan klorofil-a. KATA KUNCI: Ikan tuna madidihang, parameter reproduksi, suhu, klorofil-a dan Laut Banda
KATA KUNCI: Ikan madidihang, sebaran panjang, nisbah kelamin, Samudera Hindia bagian timur
vii
BAWAL Vol.7(3) Desember 2015: 175-182
SEBARAN UKURAN PANJANG DAN NISBAH KELAMIN IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) DI SAMUDERA HINDIA BAGIAN TIMUR LENGTH DISTRIBUTION AND SEX RATIO OF YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacares) IN THE EASTERN INDIAN OCEAN Arief Wujdi, Bram Setyadji dan Budi Nugraha Loka Penelitian Perikanan Tuna Teregistrasi I tanggal: 20 Agustus 2014; Diterima setelah perbaikan tanggal: 26 November 2015; Disetujui terbit tanggal: 01 Desember 2015 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Ikan madidihang atau tuna sirip kuning (Thunnus albacares) merupakan salah satu komoditas penting bagi industri perikanan di Indonesia dengan hasil tangkapan tertinggi dibandingkan jenis tuna lainnya. Sebagai dasar pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan, diperlukan data dan informasi tentang komposisi ukuran layak tangkap yaitu membandingkan proporsi rata-rata ikan tertangkap (Lc) dan matang gonad (Lm), serta nisbah kelamin sebagai indikator pendugaan kemampuan memijah. Pengumpulan data dilakukan melalui program observasi diatas kapal rawai tuna yang berbasis di Benoa, Pelabuhanratu dan Bungus dari bulan Agustus 2005 hingga November 2013. Penghitungan nisbah kelamin menggunakan uji Chi-Square (X2) dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi ukuran panjang cagak ikan madidihang berkisar antara 30-179 cm, modus ukuran 106-110 cm dan rata-rata 101,65 cm. Sebanyak 81,03% madidihang yang tertangkap berukuran lebih besar daripada Lm yang berarti telah layak tangkap. Nisbah kelamin betina:jantan adalah 1:1,45 mengindikasikan dominansi ikan jantan. Hubungan antara nisbah kelamin dengan panjang ikan menunjukkan signifikansi dimana ikan betina semakin berkurang pada ukuran 120-180 cm, serta tidak ditemukan lagi pada ukuran lebih dari 170 cm. Korelasi nisbah kelamin dan panjang cagak dapat dideskripsikan dengan persamaan regresi sebagai berikut: 1,8013 - 0,0099 FL dengan nilai R2=0,8058. KATA KUNCI: Ikan madidihang, sebaran panjang, nisbah kelamin, Samudera Hindia bagian timur ABSTRACT Yellowfin tuna or YFT (Thunnus albacares) is one of the important commodity for the fishing industry in Indonesia because it has the highest catches compared with other tunas. In order to fisheries resources management, it was necessary to monitor the size composition compared between proportion average size captured (Lc) and maturity size (Lm) to meets the size eligibility, as well as the sex ratio as an indicator to estimate the ability of spawn. Data collected by scientific observers program which was following tuna longline operation mainly based in Benoa, Palabuhanratu and Bungus Fishing Port, from August 2005 to November 2013. Chi-Square analysis with 95% confidence level also implemented to determine sex ratio between female and male. The result indicated that YFT were caught has size ranged between 30-179 cm, size mode ranged between 106-110 cm and the mean was 101,65 cm. Mostly YFT (81,03%) was greater than its maturity size (Lm) and that’s mean have been worthy to be captured. Sex ratio of (F:M) 1:1,45 was observed which indicates male was dominant. Correlation between sex ratio and length proved to be significant where the female was diminishing in size between 120-180 cm, even female was no longer found in size more than 170 cm. Correlation between sex ratio and length can described as a regression equation=1,8013 - 0,0099 FL; R2=0,8058. KEYWORDS: Yellowfin tuna, size distribution, sex ratio, eastern Indian Ocean
PENDAHULUAN Ikan madidihang atau tuna sirip kuning (Thunnus albacares) merupakan jenis komoditas tuna yang memiliki hasil tangkapan tertinggi dibandingkan dengan jenis tuna lainnya di Indonesia. Hasil tangkapan keempat jenis tuna di Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2004 hingga 2011 mencapai 1.297.062 ton, dimana persentase hasil tangkapan ikan madidihang mendominasi hingga 69% dari total hasil tangkapan. Selanjutnya hasil tangkapan diikuti
oleh tuna mata besar (Thunnus obesus) 24%, tuna albakora (Thunnus alalunga) 6% dan hasil tangkapan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) memiliki persentase kurang dari 1% (Anonimus, 2012). Ikan madidihang merupakan spesies yang bermigrasi jauh (highly migratory species) yang distribusinya berada di perairan tropis dan subtropis dan melimpah pada kolom permukaan dengan kisaran suhu 15-31° C (Collette & Nauen, 1983). Spesies ini dapat ditemukan di Samudera
Korespondensi penulis: Loka Penelitian Perikanan Tuna Jalan Mertasari No.140, Banjar Suwung Kangin, Sidakarya, Bali. 80223
175
Wujdi, A., et al/BAWAL Vol.7 (3) Desember 2015:175-182
Atlantik, Hindia dan Pasifik, namun tidak ditemukan di Laut Mediterania (Anonimus, 1994). Sedangkan penyebaran ikan madidihang di Indonesia meliputi perairan Samudera Hindia (barat Sumatera hingga selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara), Selat Makasar, Laut Flores, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Laut Arafura, Laut Banda, perairan sekitar Maluku dan Samudera Pasifik (Uktolseja et al., 1991; Wudianto & Nikijuluw, 2004). Kondisi stok ikan madidihang di Samudera Hindia dalam keadaan baik (Anonimus, 2013a,b). Meskipun demikian, tingginya permintaan di pasar dunia dalam beberapa tahun terakhir berdampak terhadap pemanfaatan yang makin internsif. Menurut Anonimus (2013a), laju tangkap ikan madidihang yang tertangkap oleh armada pukat cincin menunjukkan trend peningkatan, sedangkan disisi lain laju tangkap armada rawai tuna cenderung stabil. Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan tuna yang rasional dan berkelanjutan adalah dengan memperhatikan aspek biologinya (Andamari et al., 2012). Salah satunya dengan pemantauan komposisi ukuran yang layak tangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi ukuran dan nisbah jenis kelamin ikan madidihang yang tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia bagian timur. Informasi ini dapat digunakan sebagai pintu masuk (entry point) pendugaan status pemanfaatan ikan madidihang
dikaitkan dengan kesempatan melakukan regenerasi (pemijahan) untuk menjaga kelestariannya di alam. BAHANDANMETODE Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian diperoleh melalui program on-board scientific observer, yaitu kegiatan validasi terhadap teknik dan operasional kegiatan penangkapan ikan secara langsung dengan mengikuti kapal rawai tuna komersil yang beroperasi di Samudera Hindia bagian timur yang tersebar pada posisi geografis 0-34o LS dan 76-129o BT. Data dikumpulkan pada bulan Agustus 2005 sampai November 2013 dengan mengikuti kapal rawai tuna komersil yang berbasis di Pelabuhan Benoa, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, dan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus. Kapal rawai tuna yang berbasis di Benoa beroperasi di selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, kapal yang berbasis di PPN Palabuhanratu beroperasi di barat daya Selat Sunda, dan kapalyangberbasisdiPPSBungusberoperasidibaratKepulauan Mentawai (Gambar 1). Data yang dikumpulkan meliputi posisi pemasangan alat tangkap (setting), komposisi jenis hasil tangkapan, ukuran panjang cagak (fork length) dengan ketelitian 1 centimeter, dan jenis kelamin yang diamati berdasarkan pengamatan visual dengan cara pembedahan diatas kapal.
Gambar 1. Peta daerah penelitian periode 2005-2013 di Samudera Hindia bagian timur Figure 1. Map of research area from 2005 to 2013 in the eastern Indian Ocean Keterangan/Remarks: bulatan hitam menunjukkan lokasi penangkapan rawai tuna/the black dots showed as fishing ground of tuna longliner
176
BAWAL Vol.7(3) Desember 2015: 175-182
Analisis Data
Oi = frekuensi ikan jantan/betina hasil observasi ei = frekuensi yang diharapkan
Data ukuran panjang cagak, jenis kelamin dan posisi pemasangan alat tangkap hasil pengamatan ditabulasi dengan software Microsoft Excel, kemudian ditampilkan dalam bentuk peta tematik berdasarkan koordinat dengan ukuran grid 5x5° lintang dan bujur menggunakan aplikasi ArcGIS versi 10.1. Ukuran panjang cagak ikan yang diamati kemudian dibandingkan dengan panjang rata-rata matang gonad (Lm) yaitu 100 cm (Anonimus, 2013a) untuk memperoleh komposisi ikan madidihang yang layak tangkap. Nisbah kelamin ikan madidihang betina dan jantan ditabulasi dan dihitung dengan menggunakan uji chisquare (X2). Hipotesis (H0) dalam studi ini adalah nisbah kelamin betina dan jantan dalam kondisi seimbang (1:1) pada tingkat kepercayaan 95%. Analisis chi-square menggunakan rumus sebagai berikut (Hedianto & Purnamaningtyas, 2013): 2 2 (Oi ei ) ...................................................(1) X ei dimana: X2 = nilai chi-square Tabel 1. Table 1.
Tahun/ Year 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total
HASIL DAN BAHASAN Hasil Sebaran Ukuran Panjang Cagak Pencatatan data ikan madidihang yang tertangkap rawai tuna di Samudera Hindia pada tahun 2005-2013 sebanyak 2.254 ekor, dan diantaranya dapat diukur panjang cagaknya sejumlah 2.230 ekor. Ikan tersebut memiliki panjang cagak berkisar antara 30-179 cm dengan rata-rata 101,65 cm dan modus pada kelas panjang cagak antara 106-110 cm (Tabel 1 dan Gambar 2). Apabila dibandingkan dengan panjang rata-rata matang goand (Lm) menurut Anonimus (2013a) adalah 100 cm, maka sebanyak 81,03% madidihang telah layak tangkap yang tersebar merata di Samudera Hindia, sedangkan 423 ekor (18,97%) belum layak tangkap yang banyak tertangkap di Samudera Hindia bagian barat Bengkulu (posisi geografis antara 38° LS dan 95-100° BT) dan di tengah wilayah Samudera Hindia bagian timur , yaitu pada posisi geografis antara 18-23° LS dan 100-105° BT (Gambar 3).
Jumlah spesimen, rerata dan variasi sebaran panjang ikan madidihang Number of sample, mean, and variance of yellowfin length distribution
n 12 579 208 448 333 184 64 197 205 2.230
Min 69 54 53 45 56 30 45 61 30 30
Panjang/Length (cmFL) Mean Max SD 111.8 148 30.6 117.1 162 21.6 122.5 161 18.3 131.9 172 28.4 143.8 178 27.4 131.9 178 28.4 123.3 160 28.9 104.4 179 21.5 116.5 172 26.8 101,6 179 27,4
SE 8.8 0.9 1.3 1.3 1.5 2.1 2.8 1.5 1.9 0,6
Gambar 2. Sebaran panjang ikan madidihang yang tertangkap di Samudera Hindia bagian timur. Figure 2. Length distribution of yellowfin tuna caught in the eastern Indian Ocean. Keterangan/Remarks: Garis putus-putus menunjukkan ukuran pertama matang gonad 100 cm/the dash line showed as size at first maturity 100 cm (Anonimus, 2013a) 177
Wujdi, A., et al/BAWAL Vol.7 (3) Desember 2015:175-182
Gambar 3. Sebaran spasial panjang cagak ikan madidihang dibandingkan dengan panjang pertama kali matang gonad di Samudera Hindia bagian timur Figure 3. Spatially-size distribution of yellowfin tuna compared its length at first maturity in Eastern Indian Ocean Nisbah Kelamin Berdasarkan hasil pengamatan bahwa tidak semua ikan madidihang yang tertangkap rawai tuna dapat diidentifikasi perbedaan jenis kelaminnya. Madidihang berjenis kelamin jantan sebanyak 932 ekor (41,79%); betina 645 ekor (28,92%); dan 653 ekor (29,28%) tidak diketahui jenis kelaminnya (unknown). Ikan madidihang betina berukuran antara 30-170 cm sedangkan ukuran pejantan berkisar 43178 cm. Apabila dibandingkan dengan panjang rata-rata matang gonad (Lm) madidihang di Samudera Hindia menurut Anonimus (2013a) adalah 100 cm, maka sebanyak 94,11% betina dan 93,47% jantan memiliki ukuran yang
lebih besar daripada Lm. Secara keseluruhan 93,73% ikan madidihang yang tertangkap dengan rawai tuna diindikasikan sudah matang gonad. Perbandingan nisbah kelamin betina dan jantan adalah 1:1,45. Berdasarkan hasil uji chi-square pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dimana nilai x2hitung (52,89) lebih besar daripada x2tabel (3,84; á = 0,05; db=1). Secara statistik, nisbah kelamin betina dan jantan pada ukuran 86-105 cm dan 121-150 cm berada pada kondisi seimbang (1:1). Nisbah kelamin jantan lebih dominan daripada betina pada ukuran 106-110 cm, 116-120 cm dan ukuran lebih dari 150 cm (Gambar 4).
Gambar 4. Nisbah jenis kelamin ikan madidihang berdasarkan kelas panjang Figure 4. Sex ratio of YFT according to length class Keterangan/Remarks: Garis putus-putus menunjukkan ukuran pertama matang gonad (Lm) 100 cm/the dash line showed as size at first maturity (Lm) 100 cm (Anonimus, 2013a) 178
BAWAL Vol.7(3) Desember 2015: 175-182
Nilai nisbah kelamin berfluktuasi seiring dengan bertambahnya ukuran panjang dengan pola yang tidak beraturan pada ukuran kurang dari 120 cm, namun cenderung memiliki pola tertentu pada ukuran lebih dari 120 cm. Nisbah kelamin mengalami penurunan pada selang ukuran 120-180 cm. Hal ini berarti ikan betina akan semakin berkurang seiring bertambahnya ukuran. Penurunan nisbah kelamin membentuk persamaan regresi, yaitu nisbah kelamin = 1,8013 - 0,0099 FL dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,8058. Ikan betina tidak lagi ditemukan pada ukuran yang lebih besar, khususnya pada ukuran panjang lebih dari 170 cm (Gambar 5).
Ikan madidihang berukuran lebih dari 100 cm yang tertangkap di Samudera Hindia sekitar Indonesia (posisi geografis antara 2o LU – 13o LS dan 90-125o BT) didominasi oleh kelamin jantan (51,88%) dibandingkan betina (29,26%). Perbandingan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap oleh armada rawai tuna Indonesia mengalami penurunan terutama yang tertangkap diluar Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia yaitu pada posisi geografis antara 13-38o LS dan 75-120o BT. Jumlah ikan madidihang jantan yang tertangkap pada wilayah tersebut memiliki prosentase 31,40% dibandingkan ikan betina, yaitu 27,81% (Gambar 6).
Gambar 5. Hubungan antara nisbah kelamin betina dan panjang cagak ikan madidihang yang tertangkap rawai tuna di Samudera Hindia Bagian Timur. Figure 5. Relationship between female proportion and fork length of yellowfin tuna caught by tuna longline in Eastern Indian Ocean. Keterangan/Remarks: bulatan hitam menunjukkan batasan selang kelas 120d”FLd”180 yang digunakan dalam analisa regresi untuk mengetahui hubungan nibah kelamin dan panjang ikan/The black dots showed the limit of interval class used for regression analysis to determine correlation between sex ratio and length distribution (120d”FLd”180).
Gambar 6. Sebaran spasial nisbah kelamin ikan madidihang menurut ukuran panjang di Samudera Hindia bagian timur. Figure 6. Spatial distribution of sex ratio yellowfin tuna accordance with size in Eastern Indian Ocean. 179
Wujdi, A., et al/BAWAL Vol.7 (3) Desember 2015:175-182
Bahasan Lebih dari separuh madididang yang tertangkap memiliki ukuran yang lebih besar daripada ukuran matang gonad (Lm) sehingga nilai rata-rata ukuran yang tertangkap (Lc) pada penelitian ini lebih besar daripada Lm. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar madidihang yang tertangkap telah matang gonad dan berkesempatan untuk memijah. Besarnya ukuran hasil tangkapan madidihang pada penelitian ini dipengaruhi oleh jenis alat tangkap yang digunakan. Seluruh sampel madidihang ditangkap oleh rawai tuna yang merupakan alat tangkap pasif dan selektif (Barata et al., 2011; Nugraha & Setyadji, 2013; Hutauruk, 2013). Rohit et al. (2012) melaporkan bahwa madidihang yang tertangkap rawai tuna di sepanjang pantai timur India memiliki ukuran panjang antara 20-185 cmFL dengan rata-rata 101,9 cmFL dan tidak berbeda jauh dengan rata-rata pada penelitian ini (101,65 cmFL). Nootmorn et al. (2005) juga melaporkan bahwa madidihang yang tertangkap oleh rawai tuna dan didaratkan di Phuket, Thailand memiliki ukuran panjang berkisar antara 95 -157 cmFL. Muhammad & Barata (2012) melaporkan ikan madidihang hasil tangkapan pancing ulur yang didaratkan di Kedonganan-Bali berukuran antara 81-170 cm. Sedangkan madidihang yang tertangkap oleh alat tangkap jaring seperti pukat cincin memiliki ukuran panjang dengan kisaran yang lebih kecil. Madidihang yang tertangkap pukat cincin di Teluk Tomini memiliki ukuran panjang cagak yang relatif kecil yaitu 10-80 cm (Mardlijah & Rahmat, 2012). Sebaran ukuran ikan selain dipengaruhi oleh jenis alat tangkap juga dipengaruhi oleh daerah penangkapannya. Ikan yang ditangkap pada perairan permukaan dengan bantuan alat pengumpul ikan atau rumpon (fish aggregating device) memiliki ukuran panjang cagak yang lebih kecil. Merta et al. (2006) melaporkan ikan madidihang yang tertangkap oleh aktivitas perikanan yang beroperasi di kolom permukaan perairan dan berasosiasi dengan rumpon didominasi oleh yuwana (juvenile) dengan persentase mencapai 98% dan modus ukuran panjang cagak antara 45-48 cm. Menurut Mardlijah & Rahmat (2012), ikan madidihang yang tertangkap di sekitar rumpon di Teluk Tomini berukuran antara 11-190 cmFL dengan modus antara 30-40 cmFL. Ikan madidihang yang tertangkap rawai tuna memiliki ukuran lebih besar karena alat tangkap ini beroperasi pada kolom perairan yang lebih dalam untuk menjangkau swimming layer dengan sasaran ikan yang bergerombol bebas sehingga lebih banyak menggunakan taktik penangkapan berburu langsung di laut terbuka. Taktik penangkapan ini juga merupakan bentuk penyesuaian terhadap permintaan pasar yang menuntut ukuran ikan lebih besar sebagai bahan baku sashimi. Sedangkan tuna yang tertangkap di permukaan dengan menggunakan rumpon cenderung memiliki ukuran panjang yang lebih kecil sebagai bahan baku dalam industri pengalengan ikan (Nootmorn, et al., 2005). 180
Nisbah kelamin betina dan jantan berada pada kondisi yang tidak seimbang dimana jantan lebih dominan daripada betina. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Rohit & Rammohan (2009) yang melaporkan hasil tangkapan ikan madidihang di sekitar perairan Andhra (selatan India); Pradeep et al. (2014) di peraian Andaman dan Nicobar; Zhu et al. (2008) di Samudera Hindia bagian barat dan tengah; dan Marsac et al. (2006) yang melaporkan nisbah kelamin jantan lebih dominan daripada betina. Hasil pengamatan nisbah jenis kelamin pada penelitian ini berbeda dengan penelitian Zudaire et al. (2010) di Samudera Hindia bagian barat dan tengah yang melaporkan nisbah kelamin jantan dan betina adalah seimbang (1:1). Namun demikian, proporsi ikan madidihang jantan tetap mendominasi dengan tidak ditemukannya ikan madidihang betina pada ukuran panjang cagak diatas 155 cm. Nisbah kelamin jantan mendominasi pada ukuran panjang yang lebih besar, yaitu lebih dari 150 cm, bahkan tidak ditemukan nisbah kelamin betina pada madidihang yang tertangkap dengan ukuran lebih dari 170 cm. Menurut Marsac, et al., (2006), 65% madidihang yang tertangkap di Samudera Hindia bagian barat pada ukuran 144 cm adalah jantan. Fonteneau (2002) melaporkan bahwa jantan mulai dominan dibandingkan betina pada ukuran 154 cm. Dominasi madidihang jantan ini terjadi pada ukuran yang lebih besar dibandingkan dominasi jantan lainnya yang terjadi di Samudera Pasifik (134 cm) danAtlantik (146 cm). Dominasi nisbah kelamin jantan pada ukuran panjang yang lebih besar juga ditemukan di tiga samudera di dunia (Capisano, 1991; Schaefer, 1998; Timochina, 1992 dalam Marsac, et al., 2006). Dominasi jantan pada ukuran besar ini diduga merupakan konsekuensi dari perbedaan laju pertumbuhan antara jantan dan betina dan atau dipengaruhi oleh perbedaan laju kematian alami dan kematian akibat penangkapan, dimana jumlah biomassa antara kedua jenis kelamin terakumulasi pada ukuran yang berbeda (Fonteneau, 2002; Marsac, et al., 2006). Informasi tentang nisbah kelamin dapat digunakan untuk menduga kemampuan pemijahan suatu jenis ikan (Hamano & Matsuura, 1987). Oleh karena itu, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang aspek reproduksi dan pemijahan ikan madidihang, diperlukan informasi tentang pertumbuhan berbasis panjang ikan atau perkembangan harian/tahunan yang dapat diketahui melalui otolith dan tulang sirip. Selain itu, juga diperlukan data yang berkesinambungan (time series data) mengenai perkembangan tingkat kematangan gonad yang dapat diketahui melalui pendekatan histologi dan indeks kematangan gonad untuk memperoleh musim pemijahan ikan madidihang. Hal ini sangat penting dilakukan untuk menunjang pengelolaan perikanan sehingga dapat ditentukan ukuran dan waktu ikan saat memijah untuk mempertahankan kelestariannya di alam.
BAWAL Vol.7(3) Desember 2015: 175-182
KESIMPULAN Distribusi ukuran panjang cagak ikan madidihang (Thunnus albacares) yang tertangkap rawai tuna di Samudera Hindia bagian timur berkisar antara 30-179 cm dimana sebanyak 81,03% telah layak tangkap dengan ukuran lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm=100 cm). Nisbah kelamin madidihang yang tertangkap berada dalam kondisi tidak seimbang dengan perbandingan betina:jantan adalah 1:1,45. Jumlah ikan betina semakin berkurang bersamaan dengan pertambahan ukuran panjang cagaknya. Hubungan antara nisbah kelamin dan ukuran panjang dapat dideskripsikan dengan persamaan regresi yaitu nisbah kelamin betina = 1,8013 0,0099 FL; R2=0,8058. PERSANTUNAN Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan program scientific observer pada kapal tuna longline di Samudera Hindia tahun 2005-2010 terselenggara atas kerjasama antara Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan dengan ACIAR-Australia melalui ACIAR PROJECT FIS/2002/074. Tulisan ini juga merupakan kontribusi kegiatan penelitian sumberdaya perikanan tuna di Samudera Hindia tahun 2011-2013 yang dibiayai oleh DIPA Balai Penelitian Perikanan Laut dan Loka Penelitian Perikanan Tuna. UCAPANTERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh tenaga scientific observer di Loka Penelitian Perikanan Tuna yang telah membantu dalam proses pengumpulan data penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. Bambang Sumiono, M.Si dan Dra. Sri Turni Hartati, M.Si atas saran dalam penyusunan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Andamari, R., J.H. Hutapea, & B.I. Prisantoso. 2012. Aspek reproduksi ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 4 (1): 8996. Anonimus. 1994. World review of highly migratory species and straddling stocks. FAO Fisheries Department. Technical Paper No. 337. FAO. Rome: 70 p. Anonimus. 2012. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2011. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta: 190 p. Anonimus. 2013a. Report of the Sixteenth Session of the IOTC Scientific Committee. Indian Ocean Tuna
Commission. Busan, Republic of Korea 2-6 December 2013. IOTC–2013–SC16–R[E]: 312 pp. Anonimus. 2013b. ISSF Tuna Stock Status Update, 2013(2): Status of the world fisheries for tuna. ISSF Technical Report 2013-04A. International Seafood Sustainability Foundation, Washington, DC, USA: 88 pp. Barata,A., A.Bahtiar, & H.Hartaty. 2011. Pengaruh perbedaan umpan dan waktu setting rawai tuna terhadap hasil tangkapan tuna di Samudera Hindia. Jur.Lit.Perik.Ind 17 (2): 133-138 Collete, H.B. & C.E. Nauen. 1983. FAO Species Catalogue. Vol. 2. Scombrids of the world. An annonated and illustrated catalogue of tunas, mackerels, bonitos, and related species known to date. FAO Fisheries Synopsis. No. 125, Vol. 2. Rome, Italy: FAO Press: 137 pp. Fonteneau, A. 2002. Estimated sex ratio of large yellowfin taken by purse seiners in theIndian Ocean: comparison with other oceans. IOTC Proceedings 5: 279-281 Fonteneau, A. 2005. An overview of yellowfin tuna stocks, fisheries and stock status worldwide. IOTC 7th Working party on tropical tunas Phuket-Thailand, 18-22 July 2005: 37 p. Hamano, T. & S. Matsuura. 1987. Sex ratio of the Japanese mantis shrimp in Hakata Bay. Nippon Suisan Gakkaishi, 53 (12): 22-79. Hedianto, D.A & S.E.Purnamaningtyas. 2013. Biologi reproduksi ikan golsom (Hemichromis elongatus, Guichenot1861) di Waduk Cirata, Jawa Barat. BAWAL Wid.Ris.Perik.Tangkap 5 (3): 159-166. Hutauruk, R.M. 2013. Perhitungan stabilitas kapal perikanan melalui pendekatan ukuran utama dan koefisien bentuk kapal. J.Perik. dan Kel.18 (1): 4861. Mardlijah, S. & E. Rahmat. 2012. Penangkapan juvenile ikan madidihang (Thunnus albacares Bonnatere, 1788) di perairan Teluk Tomini. BAWAL Wid.Ris.Perik.Tangkap 4 (3): 169-176. Marsac F, Potier M, Peignon C, Lucas V, Dewals P, Fonteneau A, Pianet R, & Ménard F. 2006. Updated biological parameters for Indian Ocean yellowfin tuna and monitoring of forage fauna of the pelagic ecosystem, based on a routine sampling at the cannery in Seychelles. IOTC 8th Working party on tropical tuna, Seychelles, 24-28 July 2006: 15 p.
181
Wujdi, A., et al/BAWAL Vol.7 (3) Desember 2015:175-182
Merta, I.G.S., M. Nurhuda, & A. Nasrullah. 2006. Perkembangan perikanan tuna di Pelabuhanratu. J.Lit.Perik.Ind. 12 (2): 117-127. Muhammad, N. & A. Barata. 2012. Stuktur ukuran ikan madidihang (Thunnus albacares) yang tertangkap pancing ulur di sekitar rumpon Samudera Hindia selatan Bali dan Lombok. BAWAL Wid.Ris.Perik.Tangkap 4 (3): 161-167. Nootmorn, P.,A. Yakoh, & K. Kawises. 2005. Reproductive Biology of yellowfin tuna in the Eastern Indian Ocean. IOTC 7th Working Party on Tropical Tuna, PhuketThailand 18-22 July 2005: 8 p. Nugraha, B. & B. Setyadji. 2013. Kebijakan pengelolaan hasil tangkapan sampingan tuna longline di Samudera Hindia. J.Kebijak.Perik.Ind 5 (2): 67-71 Pradeep.H.D, S.S.Shirke, S.K.Dwivedi, S.Ramachandran & Premchand. 2014. Distribution, abundance and biology of yellowfin tuna, Thunnus albacares (Bonnaterre, 1788) in the Andaman and Nicobar waters. Journal of the Andaman Science Association 19 (2):191-200. Rohit, P. & K. Rammohan. 2009. Fishery and biological aspect of yellowfin tuna Thunnus albacares. Asian Fisheries Science 22: 235-244.
182
Rohit, P., G.S.Rao, & K.Rammohan. 2012.Age, growth and population structure of the yellowfin tuna Thunnus albacares (Bonnaterre, 1788) exploited along the east coast of India. Indian Journal Fisheries 59 (1): 1-6. Uktolseja J.C.B., B. Gafa & S. Bahar. 1991. Potensi dan penyebaran sumberdaya ikan tuna dan cakalang dalam: Martosubroto P., N. Naamin, B.B.A. Malik, (editor). Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Jakarta. Wudianto & V.P.H. Nikijuluw. 2004. Guide to Invest on Fisheries in Indonesia. Directorate of Capital and Investment System. Ministry of Marine Affair and Fisheries Republic of Indonesia: 17p. Zhu G, Xu L, Zhou Y, Song L. 2008. Reproductive biology of yellowfin tuna T.albacares in the west-central Indian Ocean. Journal of Ocean University of China (English Edition) 7: 327-332. Zudaire, I., H. Murua, M. Grande, M. Korta, H. Arrizabalaga, J. Areso, & D. Molina. 2010. Reproductive biology of yellowfin tuna (Thunnus albacares) in the western and central Indian Ocean. IOTC 12th Working party on tropical tuna, VictoriaSeychelles, 18-25 October 2010: 25p.