Evaluasi Kebijakan Pengendalian Malaria ... (Wiwik Trapsilowati, et. al)
Evaluasi Kebijakan Pengendalian Malaria di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014 Wiwik Trapsilowati*, Aryani Pujiyanti*, Wening Widjajanti*, Diana Andriyani Pratamawati*, Vivi Lisdawati**, Anggi Septia Irawan* * Balai Besar penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin No.123 Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia 50721 ** Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso Jalan Sunter Permai Raya, Jakarta Utara, Indonesia 14340 Email :
[email protected]
Evaluation of Malaria Control Policy in Donggala Regency, Central Sulawesi Province in 2014 Naskah masuk :05 Februari 2016 Revisi I : 19 Juli 2016 Revisi II : 28 April 2017 Naskah Diterima : 10 Mei 2017
Abstrak Eliminasi malaria merupakan komitmen yang harus dilakukan sebagai upaya menghentikan penularan malaria dalam wilayah geografis tertentu. Kebijakan pelaksanaan program pengendalian malaria yang dilakukan menjadi faktor penentu keberhasilannya. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan pelaksanaan program pengendalian malaria di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam pada pengelola Program Penanggulangan Malaria serta telaah dokumen dan data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian diketahui bahwa pedoman yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan program pengendalian malaria bersumber dari Kementerian Kesehatan RI dan secara operasional dituangkan dalam bentuk Petunjuk Teknis (Juknis). Penemuan penderita dilakukan secara pasif maupun aktif melalui mass blood survey (MBS), dengan pemeriksaan laboratorium secara mikroskopis dan menggunakan rapid diagnostic test (RDT), dan pengobatan penderita malaria dengan artemicinine combination therapy (ACT). Surveilans yang dilakukan adalah surveilans kasus dan belum dilakukan surveilans vektor malaria. Pengendalian vektor malaria yang dilakukan hanya dengan distribusi dan pemakaian kelambu berinsektisida. Kerjasama lintas program sudah berjalan dengan baik, namun kerjasama lintas sektor terutama pada tingkat kabupaten masih perlu dilakukan dan digalakkan. Pembiayaan program pengendalian malaria sebagian besar didukung oleh lembaga donor yaitu Global Fund, sedangkan dari pemerintah daerah setempat hanya untuk biaya pemeriksaan slide secara mikroskopis. Kondisi kasus malaria mengalami kecenderungan menurun dalam waktu empat tahun terakhir. Kata kunci : Kebijakan, Pengendalian, Malaria, Donggala Abstract The action of Malaria elimination is a priority commitment of stakeholders to stop malaria transmission in certain geographical regions. The implementation of malaria control program policy is the key factor to achieve the goal. The aim of this research was to describe the implementation of malaria control program policy applied in Donggala Regency, Central Sulawesi Province. Data collection was conducted by indepth interview and documents review. The data was analyzed using qualitative approach. The results showed that malaria control guidelines were sourced from the Indonesia Ministry of Health and it has been operationally implemented in the Technical Guidelines. Case detections of malaria were conducted passively and it also was carried out actively by mass blood survey, microscopic and rapid diagnostic tests. The malaria patients were treated using combination therapy of Artemisinin. Malaria surveillance was conducted by case surveillance and in the area where there was no report on vectors surveillance previsiously. The malaria vector control 17
Vektora Volume 9 Nomor 1, Juni 2017: 17 - 26
was focused on the distribution of insecticide-treated nets and insecticide-treated nets used. The analysis results demonstrated that the cross-program cooperation has been running well however, the cross-sector cooperation, particularly in the district level needed to be improved. The budget of the program was supported by the Global Fund sponshorship. The local government provided budget for microscopic tests. In addition, the result showed that malaria cases tended to decline within the last 4 years. Keywords: Policy, Control, Malaria, Donggala
PENDAHULUAN Kasus malaria di dunia pada tahun 2012 diperkirakan 207 juta kasus dan 627.000 kasus meninggal (Communicable Desease Control, 2014). Malaria di Indonesia sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Pada tahun 2009, KLB malaria dilaporkan terjadi di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nangroe Aceh Darusalam dan Sumatera, dengan jumlah penderita sebanyak 1869 kasus dan kematian sebanyak 11 kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan malaria adalah komitmen global yang mewajibkan setiap negara melakukan program eliminasi malaria. Hal tersebut merupakan hasil pertemuan World Health Assembly (WHA) ke 60 pada tahun 2007. Selain itu, salah satu tujuan Millenium Development Goal’s (MDG’s) adalah memerangi penyakit menular di antaranya adalah malaria (Kementerian Kesehatan RI, 2009; Stalker, 2008) Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah geografis tertentu, dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030 (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Hasil pencapaian program pengendalian malaria di Indonesia tahun 2014, sebanyak 213 kabupaten/kota telah menerima sertifikat eliminasi dan termasuk dalam tahap pemeliharaan/ bebas penularan malaria. Apabila dilihat dari penduduk berisiko, sebesar 14 % penduduk Indonesia tinggal di wilayah risiko rendah, 9 % di wilayah risiko sedang dan 3 % di wilayah risiko tinggi (Kementerian Kesehatan RI, 2015b). Berdasarkan laporan hasil pelaksanaan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007 dan 2010, terjadi penurunan prevalensi malaria dari 1,39 % menjadi 0,6 % (Departemen Kesehatan RI, 2008). Salah satu strategi dalam Eliminasi Malaria adalah meningkatkan komitmen pemerintah dan pemerintah daerah dengan menggalang kemitraan berbagai sektor terkait termasuk sektor swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan (Kementerian Kesehatan RI, 2009).
18
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, urusan pemerintahan yang terkait dengan pelayanan dasar antara lain adalah kesehatan. Program penanggulangan malaria termasuk dalam urusan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar di bawah tanggung jawab dinas kesehatan. Secara teknis kegiatan yang menjadi tanggung jawab dinas kesehatan di bawah pembinaan dan pengawasan Kementerian Kesehatan RI (Kementerian Sekretariat Negara RI, 2014; Kementerian Kesehatan RI, 2009). Pelaksanaan program kesehatan termasuk pelaksanaan program pengendalian malaria, sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Keberhasilan program kesehatan tergantung pada komitmen pemerintah daerah, baik dalam pembuatan kebijakan setempat maupun penyediaan sumber daya. Penelitian ini merupakan bagian dari Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit (Rikhus Vektora) yang dilakukan secara bertahap dengan sasaran seluruh provinsi di Indonesia. Riset khusus Vektora bertujuan melakukan pemutakhiran data vektor dan reservoir penyakit sebagai dasar pengendalian vektor dan reservoir (new-emerging maupun re-emerging diseases) di Indonesia. Pelaksanaan Rikhus Vektora dilakukan secara bertahap selama 3 (tiga) tahun dimulai tahun 2015 hingga 2017. Dalam rangka menjamin kualitas data yang dikumpulkan dari aspek metode pengumpulan data maupun instrumen yang digunakan, maka pada tahun 2014 dilakukan uji coba Rikhus Vektora. Uji coba Rikhus Vektora dilakukan di Kabupaten Donggala yang dipilih secara purposive, dengan alasan di antaranya adalah Sulawesi Tengah merupakan salah satu wilayah endemis malaria di atas rata-rata nasional tahun 2010. Berdasarkan pengelompokan dunia fauna, Sulawesi merupakan wilayah peralihan Asiatis dan Austrialis serta fauna asli Indonesia yang dikelompokkan menurut batas garis Weber dan Wallace (Mts Al-Inayah, 2011; Kemenkes RI, 2013). Penelitian ini merupakan hasil uji coba Rikhus Vektora tahun 2014 dengan fokus pada kebijakan dan pengendalian penyakit tular vektor dan reservoir. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan kebijakan yang
Evaluasi Kebijakan Pengendalian Malaria ... (Wiwik Trapsilowati, et. al)
diambil oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah dalam pelaksanaan program penanggulangan malaria terutama yang bersifat lokal spesifik, serta hasil yang telah dicapai dalam penurunan kasus malaria. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data evaluasi dan dimanfaatkan sebagai dasar dalam perbaikan perencanaan serta pelaksanaan program penanggulangan malaria pada tahun-tahun mendatang, baik di wilayah penelitian maupun di luar wilayah penelitian. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan bagian dari uji coba Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit (Rikhus Vektora) dengan skala nasional yang akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2015. Data yang dikumpulkan pada Rikhus Vektora adalah data
dinas kesehatan dan puskesmas dengan telaah dokumen. Wawancara mendalam ditujukan kepada informan yaitu pejabat struktural terkait dan petugas yang mengelola program penanggulangan malaria pada Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Validasi data dilakukan dengan triangulasi sumber, yaitu informan dari dinas kesehatan sebagai sumber data utama dan informan dari puskesmas sebagai sumber untuk validasi. Data dianalisis secara deskriptif baik secara kuantitatif maupun kualitatif. HASIL A. Karakteristik informan Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 12 orang, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 9 orang (75%) dan perempuan sebanyak 3 orang (25%). Karakteristik informan menurut kelompok umur dan pendidikan terakhir disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karekteristik informan menurut kelompok umur dan pendidikan terakhir tahun 2014 di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah Kelompok Umur 21 – 30 tahun 31 – 40 tahun 41 – 50 tahun > 51 tahun Total
Jumlah 1 5 4 2 12
% 8,33 41,67 33,33 16,67 100
vektor, data reservoir serta data kasus dan kebijakan penyakit tular vektor dan reservoir. Bidang penelitian tentang kebijakan dan kasus malaria pada Rikhus Vektora merupakan penelitian studi kasus (case study) terhadap unit organisasi yaitu dinas kesehatan dan puskesmas untuk memperoleh gambaran lengkap dan mendalam mengenai pelaksanaan penanggulangan malaria (Suryabrata, 2005). Pengumpulan data kasus dan kebijakan penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir dilakukan pada institusi Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala, Puskesmas Lembasada dan Puskesmas Wani. Puskesmas Lembasada merupakan wilayah puskesmas dengan kasus malaria tinggi dan Puskesmas Wani merupakan puskesmas dengan kasus malaria rendah. Pemilihan wilayah penelitian dilakukan secara purposive (Sugiyono, 2008) berdasarkan jumlah kasus malaria dan stratifikasi endemisitas malaria di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder mengenai pelaksanaan dan kebijakan penanggulangan malaria. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam pada petugas yang mengelola program penanggulangan malaria dan data sekunder diperoleh dengan memanfaatkan laporan yang ada di instansi
Pendidikan Terakhir SLTA S1 S2
Jumlah 3 6 3
% 25 50 25
Total
12
100
B. Pelaksanaan Program Penanggulangan Malaria 1. Pedoman dan kegiatan pelaksanaan program penanggulangan malaria Berdasarkan wawancara mendalam terhadap informan tentang acuan pelaksanaan program penanggulangan malaria di Kabupaten Donggala diperoleh informasi bahwa tidak ada kebijakan khusus yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan setempat, baik berupa standard operating procedures (SOP) maupun petunjuk pelaksanaan (Juklak). Pedoman yang digunakan sebagai acuan kegiatan penanggulangan malaria di Kabupaten Donggala secara umum bersumber dari pedoman penanggulangan malaria Kementerian Kesehatan RI dalam hal ini adalah Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP-PL). Namun demikian, dalam perencanaan dan pelaksanaan program penanggulangan malaria, dinas kesehatan menyusun petunjuk teknis (Juknis) yang berisi antara lain tentang tujuan program, indikator program, jenis kegiatan dan kegiatan yang dibiayai pada periode satu tahun. Petunjuk teknis yang disusun oleh dinas kesehatan menjadi acuan pelaksanaan program penanggulangan malaria di 19
Vektora Volume 9 Nomor 1, Juni 2017: 17 - 26
tingkat puskesmas maupun dinas kesehatan. Acuan yang digunakan untuk menyusun Juknis adalah pedoman program penanggulangan malaria dari pusat dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan RI. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut : “…..saya kira kita kan terbiasa dengan Juknis, Juknis berdasarkan pedoman dari pusat yang ada sama saya dulu, kalau SOP kita tidak punya, Juklak juga ndak ada, hanya juknis…”
melalui kegiatan MBS dilakukan terutama apabila terjadi peningkatan kasus yang signifikan atau kejadian luar biasa (KLB). Penemuan penderita malaria dilakukan secara aktif di lapangan atau active case detection (ACD). Penemuan penderita juga dilakukan secara passive case detection (PCD), yaitu penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan, dalam hal ini puskesmas, puskesmas pembantu (pustu) dan bidan desa. Diagnosis malaria dengan rapid diagnostics test (RDT) dilakukan pada pustu dan bidan desa, sedangkan penderita yang datang ke puskesmas dilakukan diagnosis secara mikroskopis. Hasil telaah dokumen pemeriksaan malaria di Kabupaten Donggala, diketahui bahwa pemeriksaan darah penderita klinis sejak tahun 2011 telah dilakukan dengan cakupan 100%, yang artinya semua penderita klinis malaria diambil darah dan diperiksa dengan mikroskopis dan RDT. Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui bahwa semua penderita malaria dengan hasil pemeriksaan positif diberikan obat malaria standar dengan ACT. Penanggulangan malaria secara umum di Kabupaten Donggala sudah cukup baik dengan adanya bantuan dari Global Fund (GF).
Informan 1
Petunjuk teknis disusun terkait dengan kegiatan penanggulangan malaria dengan sumber dana dari pemerintah daerah. Kegiatan yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala pada tahun 2013 adalah penemuan dan pengobatan penderita, mass blood survey (MBS), supervisi dan cross check pemeriksaan slide. Indikator yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala dalam program penanggulangan malaria adalah annual parasite incidence (API), slide positive rate (SPR) dan parasite rate (PR). Tujuan yang ditetapkan dalam penanggulangan malaria antara lain : 1) meningkatkan akses diagnosa dini terkonfirmasi (mikroskop/RDT) dan pengobatan dengan artemicinine combination therapy (ACT) sebesar 80% pada tahun 2014, 2) meningkatkan cakupan penggunaan long lasting insecticide nets (LLINs) pada ibu hamil dan anak-anak balita masingmasing 80% pada tahun 2014, 3) meningkatkan pelaporan dan surveilans, dukungan masyarakat dan pemerintah daerah, serta memperkuat dan meningkatkan pengelolaan program malaria di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten. 2. Penemuan dan Pengobatan Penderita Malaria Prioritas kegiatan pada tingkat dinas kesehatan ditekankan pada penurunan angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKABA) dan penurunan prevalensi gizi buruk. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa program malaria pada tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala bukan merupakan prioritas. Namun demikian, pada tingkat puskesmas terutama puskesmas yang termasuk dalam zona merah yang artinya kasus malaria tinggi, maka program penanggulangan malaria termasuk dalam program prioritas. Pada wilayah puskesmas dengan malaria sebagai prioritas, dilakukan kegiatan penapisan (screening) melalui kegiatan mass blood survey (MBS). Penemuan penderita
20
3. Surveilans malaria Pemantauan kasus malaria melalui kegiatan surveilans di dinas kesehatan maupun puskesmas telah berjalan dengan baik. Data yang masuk kepada petugas surveilans dilakukan analisis untuk mengetahui pola kejadian terutama menurut waktu kejadian, sehingga petugas dapat memberikan informasi dan rekomendasi kepada petugas penanggung jawab malaria. Pengolahan data surveilans sangat bermanfaat apabila seorang petugas terkait memahami hasil analisis data, akan tetapi apabila petugas terkait kurang memahaminya, maka hanya dianggap sebagai data pelengkap tanpa ada nilai yang lebih. Hal tersebut seperti disampaikan oleh salah satu informan sebagai berikut : “..jadi sementara surveilans ini bermanfaat sih ya, bagi yang mengerti data, tapi kalau yang nggak mengerti ya.. begitu-begitu saja, jadi perlu ditingkatkan mengenai manfaat analisis data…” Informan 2 Pelaksanaan program surveilans, khususnya surveilans malaria merupakan kegiatan yang membutuhkan kerjasama timbal balik antara petugas malaria dengan petugas surveilans. Data kasus
Evaluasi Kebijakan Pengendalian Malaria ... (Wiwik Trapsilowati, et. al)
malaria diinformasikan oleh pengelola program malaria untuk dianalisis secara epidemiologis oleh petugas surveilans. Hasil analisis diinformasikan kepada pengelola program untuk perencanaan kegiatan lebih lanjut sesuai pola penyakit hasil analisis data. Surveilans vektor malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala belum pernah dilakukan dan tidak ada data sekunder hasil kegiatannya.
4. Pengendalian vektor malaria Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui bahwa, dalam penanggulangan malaria terutama pada kegiatan pengendalian vektor adalah distribusi dan penggunaan kelambu berinsektisida. Kelambu tersebut diberikan pada keluarga dan diutamakan keluarga yang memiliki balita dan ibu hamil. Sumber dana pengadaan kelambu adalah dari Global Fund (GF), seperti disampaikan oleh informan, sebagai berikut : “… program malaria karena ini ada GF-nya sekarang ini kegiatannya bagus, tahun lalu pernah ada program pembagian kelambu dan tahun ini pembagian kelambu khusus ibu hamil…, dan kita berikan penyuluhan juga ke masyarakat…” Informan 3 dan 4 5. Kerjasama lintas program dan lintas sektor Berdasarkan hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa pelaksanaan program penanggulangan malaria, baik pada tingkat dinas kesehatan maupun puskesmas dilakukan melalui kerjasama lintas program. Program terkait yang melakukan kerjasama terutama adalah surveilans dan kesehatan lingkungan. Pada situasi terjadi kenaikan kasus malaria, program lain yang terlibat cukup kompleks, seperti program promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi dan bagian pengobatan. Kerjasama lintas sektor dalam pelaksanaan program penanggulangan malaria terutama pada tingkat puskesmas. Pada tingkat dinas kesehatan kerjasama antar instansi/sektor sebagian besar responden menjawab belum ada, akan tetapi
pada tingkat puskesmas, kerjasama dengan kecamatan, desa sampai tingkat RT (rukun tetangga) sudah terjalin dengan baik. Pada kondisi terjadi peningkatan kasus malaria, staf kelurahan memfasilitasi kebutuhan puskesmas terutama untuk kegiatan penyuluhan serta pendataan kasus dan keluarga kasus di lapangan. 6. Pembiayaan dalam pelaksanaan program penanggulangan malaria Kegiatan yang dibiayai dana alokasi umum (DAU) Kabupaten Donggala pada tahun 2013 hanya pemeriksaan slide secara mikroskopik oleh puskesmas endemis. Meskipun anggaran dari DAU kecil, salah satu informan menyampaikan bahwa pelaksanaan program malaria cukup baik, karena ada bantuan dana dari Global Fund (GF). Kegiatan yang didukung oleh biaya dari GF terutama untuk kegiatan penemuan dan pengobatan penderita serta distribusi kelambu berinsektisida. C. Situasi Malaria Kabupaten Donggala Kabupaten Donggala terdiri dari 16 kecamatan dan 14 puskesmas. Puskesmas yang dipilih sebagai tempat pengambilan data adalah Puskesmas Lembasada, Puskesmas Labuan dan Puskesmas Wani. Puskesmas Lembasada merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten Donggala dengan kasus malaria tinggi, sedangkan Puskesmas Wani merupakan puskesmas dengan kasus malaria rendah. Puskesmas Wani merupakan wilayah dengan kasus demam berdarah dengue (DBD) termasuk tinggi, sedangkan Puskesmas Labuan merupakan wilayah dengan kasus DBD rendah. Kasus malaria di Kabupaten Donggala dari tahun 2010 – 2014 jumlahnya fluktuatif, meskipun demikian terjadi kecenderungan semakin menurun. Pada tahun 2011 pemeriksaan sediaan darah semakin meningkat, hal tersebut terkait adanya kebijakan nasional tentang eliminasi malaria, bahwa semua penderita klinis harus diambil darahnya dan diperiksa secara laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu secara mikroskopis dan menggunakan rapid diagnostic test (RDT). Situasi malaria di Kabupaten Donggala tahun 2010 – 2014 dipaparkan pada Gambar 1.
21
Vektora Volume 9 Nomor 1, Juni 2017: 17 - 26
Gambar 1. Situasi malaria di Kabupaten Donggala Tahun 2010 - 2014 Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Donggala tiga tahun terakhir (2011 – 2013), diketahui bahwa Annual Parasite Incidence (API) cenderung menurun. Pada tahun 2011 API di Kabupaten Donggala sebesar 3,5‰, tahun 2012 sebesar 1,8‰ dan tahun 2013 sebesar 0,83‰. Demikian juga dengan wilayah puskesmas yang terjangkit, pada tahun 2011 dan 2012 terdapat 14 puskesmas yang mempunyai penderita malaria dan pada tahun 2013 sudah berkurang 2 puskesmas menjadi 12 puskesmas yang mempunyai penderita malaria. Puskesmas lokasi penelitian tentang malaria adalah Puskesmas Lembasada dan Puskesmas Wani. Puskesmas Lembasada merupakan puskesmas dengan kasus tertinggi di Kabupaten Donggala pada tahun 2011-2013. Puskesmas Wani merupakan puskesmas yang memiliki kasus malaria, akan tetapi dengan jumlah kasus yang relatif rendah di Kabupaten Donggala. Situasi malaria di Puskesmas Lembasada dan Puskesmas Wani tahun 2010-2014 dipaparkan pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa, secara umum kondisi malaria dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan, baik di Puskesmas dengan kasus tinggi maupun Puskesmas dengan kasus rendah. Penurunan tidak hanya terjadi pada penderita yang positif, akan tetapi juga pada penderita klinis. Salah satu informan juga menyampaikan bahwa kasus malaria sudah 1%, namun perlu pemantauan pada daerah-daerah endemis. PEMBAHASAN Sasaran eliminasi malaria di Pulau Sulawesi akan dicapai pada tahun 2020, sehingga pada tahun tersebut diharapkan telah terwujud masyarakat yang hidup sehat dan terbebas dari penularan malaria (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, dibutuhkan pedoman baku yang dijadikan dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pengendalian malaria. Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap para informan, diperoleh hasil bahwa pedoman dari pusat dalam hal ini Kementerian
Tabel 2. Situasi malaria di Puskesmas Lembasada dan Puskesmas Wani Kabupaten Donggala Tahun 2010 – 2014 Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 (sd Agust)
22
Klinis 673 1867 1855 953 114
Puskesmas Lembasada Mikroskopis RDT Positif 673 0 174 1081 786 165 149 1706 147 573 380 54 0 114 1
Klinis 159 376 348 278 151
Puskesmas Wani Mikroskopis RDT 159 0 194 182 110 238 177 101 74 77
Positif 4 11 6 3 0
Evaluasi Kebijakan Pengendalian Malaria ... (Wiwik Trapsilowati, et. al)
Kesehatan RI telah dijadikan acuan dalam pelaksanaan program penanggulangan malaria di Kabupaten Donggala. Berdasarkan pedoman dari Kementerian Kesehatan Dinas Kesehatan menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) sebagai pedoman operasional yang berisi tujuan, sasaran, indikator serta anggaran yang bersumber dari Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala untuk pengendalian malaria terutama di wilayah puskesmas yang mempunyai kasus malaria. Pelaksanaan kegiatan penemuan penderita malaria di Kabupaten Donggala dilakukan secara pasif (passive case detection/PCD) dan kegiatan survei. Penemuan kasus secara pasif dilakukan melalui pelayanan di puskesmas dan bidan desa dengan menunggu penderita yang datang untuk berobat. Penderita yang datang ke puskesmas dengan gejala klinis malaria, dilakukan pengambilan darah dan dilakukan pemeriksaan secara mikroskopis. Sedangkan penderita dengan gejala klinis malaria yang datang ke bidan desa diambil darahnya dan dilakukan pemeriksaan darah dengan menggunakan rapid diagnostic test (RDT). Penemuan penderita secara aktif dilakukan di wilayah dengan kasus yang masih tinggi dengan cara mass blood survey (MBS). Hal tersebut sudah sesuai dengan pedoman manajemen malaria, bahwa cara penemuan penderita diantaranya dapat dilakukan melalui kegiatan tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2015a). Kegiatan penemuan penderita di Kabupaten Donggala sama dengan kegiatan yang dilakukan di Kepulauan Principe, Taiwan yaitu dengan PCD dan MBS untuk mendukung upaya eliminasi malaria di Taiwan (Lee et al., 2010). Akan tetapi sedikit berbeda dengan kegiatan penemuan penderita malaria di Kabupaten Purworejo, selain secara PCD, kegiatan ACD dilakukan tidak hanya dengan MBS, akan tetapi melalui kegiatan pencarian secara aktif di masyarakat oleh Juru Malaria Desa (JMD) (Murhandarwati et al., 2015). Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan diagnosis malaria dilakukan secara mikroskopis dan dengan menggunakan RDT. Pemeriksaan laboratorium secara mikroskopis dilakukan apabila penderita datang ke puskesmas, sedangkan pemeriksaan laboratorium menggunakan RDT dilakukan apabila penderita dengan gejala klinis datang ke bidan desa. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di Kabupaten Donggala sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI, meskipun yang menjadi gold standard adalah pemeriksaan secara mikroskopis. Pedoman dalam melakukan standar diagnosis adalah bahwa setiap kasus yang diduga malaria harus diperiksa darah dengan mikroskop atau RDT (Kementerian Kesehatan RI, 2015a). Menurut hasil penelitian di kabupaten lain, ternyata hasilnya berbeda-beda.
Penelitian di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menunjukkan bahwa pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa pasti malaria terutama adalah secara mikroskopis. Namun demikian, hasil penelitian di Kota Tomohon, Sulawesi Utara menunjukkan bahwa pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis malaria adalah menggunakan RDT (Renwarin et al., 2014; Murhandarwati et al., 2015). Perbedaan tersebut bukan menjadi masalah, karena masing-masing wilayah memiliki keterampilan Sumber Daya Manusia (SDM) maupun logistik yang berbeda. Pengobatan malaria diberikan kepada semua penderita malaria dengan pemeriksaan laboratorium positif. Obat anti malaria yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala adalah Artemisinin based Combination Therapy (ACT), sesuai dengan standar pengobatan dari WHO dan Kementerian Kesehatan RI. Pemberian ACT bertujuan untuk meningkatkan efektifitas obat dan mencegah terjadinya resistensi (Kementerian Kesehatan RI, 2015a); WHO, 2015). Hasil penelitian terkait pelaksanaan program eliminasi malaria menunjukkan bahwa penggunaan ACT dilakukan secara global, baik di Indonesia maupun negara lain (Lee et al., 2010; Ughasoro et al., 2013; Renwarin et al., 2014; Murhandarwati et al., 2015). Surveilans malaria di Kabupaten Donggala telah berjalan dengan baik, dan dimanfaatkan oleh pemegang program dalam perencanaan kegiatan penanggulangan malaria. Permasalahan yang ada belum semua program terkait memahami tentang pentingnya surveilans, sehingga analisis data yang dihasilkan hanya dimanfaatkan program tertentu yang memahami dan membutuhkan data. Surveilans merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan secara terus menerus sebagai upaya untuk melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan pemantauan kasus untuk perencanaan tindakan penanggulangan yang efektif dan efisien (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Pada program pengendalian malaria kegiatan yang tidak kalah penting adalah surveilans vektor malaria dan pengendaliannya. Kondisi geografi dan demografi Indonesia dengan diversitas yang beragam menjadi masalah, khususnya terkait dengan keragaman dan perilaku vektor (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Hasil telaah dokumen di Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala diketahui bahwa tidak tersedia data hasil kegiatan surveilans vektor malaria. Dengan demikian belum ada data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk pengendalian vektor di wilayah endemis malaria di Kabupaten Donggala. Penelitian di China telah mengembangkan metode surveilans “1-3-7 strategy” yaitu penemuan kasus harus dilaporkan pada hari ke-1, 23
Vektora Volume 9 Nomor 1, Juni 2017: 17 - 26
investigasi kasus harus sudah dilakukan pada hari ke-3 dan penanggulangan fokus harus dilakukan pada hari ke-7. Hal tersebut bertujuan agar mudah dimengerti, definisi jelas dan periode waktu dapat diukur (Cao et al., 2014). Surveilans merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan pada setiap tahapan eliminasi, dan harus melibatkan lintas program maupun lintas sektor (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Kegiatan pengendalian vektor malaria yang ada di Kabupaten Donggala adalah distribusi dan penggunaan kelambu berinsektisida dengan sumber dana dari Global Fund. Hasil penelitian di Kota Tomohon, Sulawesi Utara dan di wilayah Maluku Utara menunjukkan hasil yang sama, bahwa pengendalian vektor dilakukan hanya dengan distribusi dan penggunaan kelambu (Renwarin et al., 2014; Lestari, 2012). Akan tetapi hasil penelitian di Purworejo, Jawa Tengah menunjukkan bahwa pengendalian vektor yang dilakukan tidak hanya penggunaan kelambu berinsektisida, tetapi juga menggunakan metode Indoor Residual Spraying (IRS) (Murhandarwati et al., 2015). Kabijakan Kementerian Kesehatan RI terkait dengan pengendalian vektor salah satunya adalah metode yang digunakan dalam pengendalian vektor lebih mengutamakan pendekatan pengendalian vektor terpadu (PVT) (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Begitu juga dalam strategi pengendalian malaria secara global, bahwa pengendalian vektor ditekankan pada penggunaan kelambu berinsektisida dan IRS (WHO, 2015a). Penelitian yang dilakukan di Tanzania menunjukkan bahwa pengendalian vektor yang dilakukan dengan metode kombinasi IRS dan kelambu berinsektisida lebih melindungi secara signifikan dibandingkan dengan hanya menggunakan metode kelambu berinsektisida (West et al., 2014). Ibu hamil dan balita merupakan kelompok rentan terhadap malaria dan memiliki kecenderungan lebih besar untuk menderita malaria berat yang dapat menimbulkan kematian. Sehingga kebijakan program malaria yang ditetapkan antara lain pelayanan terpadu program pengendalian malaria dengan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta imunisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2015a). Hasil penelitian di Kabupaten Donggala menunjukkan bahwa keterpaduan pelaksanaan program malaria dengan program promosi kesehatan, KIA, gizi dan pelayanan pengobatan telah berjalan dengan baik. Hal ini telah sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan dari Kementerian Kesehatan RI. Strategi dalam melaksanakan program eliminasi malaria salah satunya melalui upaya menggalang kemitraan dan sumber daya secara terkoordinasi dengan seluruh sektor terkait termasuk sektor swasta, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan (Kementerian 24
Kesehatan RI, 2009). Hasil penelitian di Kabupaten Donggala menunjukkan bahwa kerjasama lintas sektor pada level kabupaten masih belum terealisasi, meskipun demikian kerjasama pada level puskesmas dan desa sudah terwujud, yaitu kerjasama ketika terjadi peningkatan kasus, maka perangkat desa sampai Ketua RT memfasilitasi dalam pendataan kasus dan persiapan dalam kegiatan penyuluhan. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali menunjukkan hasil yang berbeda. Kabupaten Karangasem telah melakukan kerjasama dengan berbagai instansi, baik sektor kesehatan maupun lintas sektor. Sektor terkait telah melakukan kegiatan sesuai bidang masing-masing dalam mendukung program pengendalian malaria (Roosihermiatie & Rukmini, 2012). Peran pemerintah daerah kabupaten/kota dalam program eliminasi malaria antara lain menggerakkan potensi sumber daya termasuk diantaranya adalah dukungan pembiayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala untuk pelaksanaan program pengendalian malaria termasuk kecil dan anggaran yang disediakan hanya pemeriksaan slide mikroskopik oleh Puskesmas endemis. Sumber dana untuk kegiatan penemuan dan pengobatan penderita serta pengendalian vektor dengan penggunaan kelambu berinsektisida bersumber dari lembaga donor yaitu Global Fund (GF). Pembiayaan dari GF tidak hanya di Kabupaten Donggala saja, akan tetapi di Tomohon dan Maluku Utara pembiayaan program pengendalian malaria juga dari GF (Renwarin et al., 2014; Lestari, 2012). Penelitian di Pulau Principe, Taiwan juga menunjukkan bahwa di wilayah tersebut juga memperoleh bantuan dari lembaga donor yaitu Global Fund (Lee et al., 2010). Namun demikian, penelitian di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali menunjukkan hasil yang berbeda, bahwa pembiayaan program pengendalian malaria bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Provinsi Bali tidak termasuk daerah yang memperoleh bantuan dari Global Fund (Roosihermiatie & Rukmini, 2012). Annual Parasite Incidence (API) di Kabupaten Donggala cenderung menurun, pada tahun 2011 API sebesar 3,5‰, tahun 2012 sebesar 1,8‰ dan tahun 2013 sebesar 0,83‰. Demikian juga dengan wilayah puskesmas yang terjangkit, pada tahun 2011 dan 2012 terdapat 14 puskesmas yang mempunyai penderita malaria dan pada tahun 2013 sudah berkurang 2 puskesmas menjadi 12 puskesmas yang mempunyai penderita malaria. Pemeriksaan penderita klinis sejak tahun 2011 telah mencapai 100%, dengan pemeriksaan mikroskopis dan menggunakan RDT. Pulau Sulawesi
Evaluasi Kebijakan Pengendalian Malaria ... (Wiwik Trapsilowati, et. al)
merupakan wilayah dengan target pada tahun 2020 telah mencapai status eliminasi (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Target tersebut dapat tercapai apabila ada komitmen pemerintah daerah setempat, khususnya dalam pembiayaan program pengendalian malaria, karena proporsi pembiayaan dari GF untuk wilayah Indonesia tahun 2014 menunjukkan penurunan. Jumlah kasus malaria di Kabupaten Donggala sejalan dengan jumlah kasus malaria secara nasional, yaitu cenderung terjadi penurunan. Jumlah kasus malaria secara nasional pada tahun 2010 sebanyak 465.764 kasus dengan API sebesar 1,96‰ dan mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi 252.027 kasus dengan API sebesar 0,99‰ (Kementerian Kesehatan RI, 2015b). Demikian juga jumlah kasus maupun kematian karena kematian di dunia menurut WHO, terjadi penurunan dari tahun 2000 – 2015 terjadi penurunan kasus sebesar 60% dan penurunan kematian sebesar 37% (WHO, 2015b). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kebijakan pelaksanaan program pengendalian malaria di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah menggunakan pedoman Kementerian Kesehatan RI dan secara operasional dituangkan dalam bentuk Petunjuk Teknis (Juknis). Penemuan penderita dilakukan secara pasif maupun aktif melalui MBS, dengan pemeriksaan laboratorium secara mikroskopis dan menggunakan RDT, serta pengobatan penderita malaria dengan ACT. Surveilans yang dilakukan adalah surveilans kasus dan belum dilakukan surveilans vektor malaria. Pengendalian vektor malaria yang dilakukan hanya dengan distribusi dan pemakaian kelambu berinsektisida. Kerjasama lintas program sudah berjalan dengan baik, namun kerjasama lintas sektor terutama pada tingkat kabupaten masih perlu dilakukan dan ditingkatkan. Pembiayaan program pengendalian malaria sebagian besar didukung oleh lembaga donor yaitu Global Fund, sedangkan dari pemerintah daerah setempat hanya dialokasikan biaya pemeriksaan slide secara mikroskopis. Kondisi kasus malaria mengalami kecenderungan menurun dalam waktu 4 (empat) tahun terakhir. Saran Perlu dilakukan surveilans vektor sebagai dasar pengendalian malaria secara efektif dan efisisen. Kerjasama lintas sektor terutama pada tingkat kabupaten perlu ditingkatkan untuk memperoleh dukungan komitmen seluruh jajaran pemerintah daerah Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, sehingga semua sektor
terkait pelaksanaan program pengendalian malaria dapat berperan aktif baik dalam pelaksanaan maupun pembiayaannya. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada Kepala B2P2VRP yang telah mendukung dalam pelaksanaan uji coba Rikhus Vektora ini, serta Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala dan jajaran stafnya dan Kepala Puskesmas dan staf yang berperan sebagai informan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Cao J, Sturrock HJW, Cotter C, Zhou S, Zhou H, Liu Y, et al., 2014. Communicating and Monitoring Surveillance and Response Activities for Malaria Elimination : China ’ s “‘ 1-3-7 ’” Strategy. PLOS Medicine, 11(5), pp.1–6. Available at: www. plosmedicine.org. Communicable Desease Control, 2014. CDC and Malaria, Available at: www.cdc.gov/malaria. Departemen Kesehatan RI, 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar Riskesdas Tahun 2007, Jakarta: Depkes-RI. Kemenkes RI, 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman Tata Laksana Malaria. , pp.1–63. Kementerian Kesehatan RI, 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Triwulan 1. Kementerian Kesehatan RI, 2009. Kepmenkes RI No. 293/MENKES/SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia., Kemenkes RI. Kementerian Kesehatan RI, 2015a. Pedoman manajemen malaria, Jakarta: Kemenkes RI. Kementerian Kesehatan RI, 2014. Pedoman Pengendalian Vektor Malaria, Jakarta: Kemenkes RI. Kementerian Kesehatan RI, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 374/ MENKES/PER/III/2010 tentang Pengendalian Vektor, Jakarta: Kemenkes RI. Kementerian Kesehatan RI, 2015b. Situasi terkini perkembangan program pengendalian malaria di Indonesia tahun 2014 Kementerian Sekretariat Negara RI, 2014. UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH, Jakarta: Bidang PJDIH-Pusat Hukum dan Humas. Lee P, Liu C, Rampao HS, Rosario VE & Shaio M,
25
Vektora Volume 9 Nomor 1, Juni 2017: 17 - 26
2010. Pre-elimination of malaria on the island of Príncipe. Malaria journal, 9(26), pp.1–10. Available at: http://www.malariajournal.com/ content/9/1/26. Lestari TRP, 2012. Pengendalian Malaria dalam Upaya Percepatan Pencapaian Target Millennium Development Goals. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(1), pp.22–30. Mts Al-Inayah, 2011. Letak Geografis Indonesia, Available at: https://mtsalinayah.files.wordpress. com/2011/12/ips7letak-geo.pdf. Murhandarwati EEH, Fuad A, Wijayanti MA, Bia MB, Widartono BS, Lobo NF. 2015. Change of strategy is required for malaria elimination : a case study in Purworejo District ,Central Java Province , Indonesia. Malaria Journal, 14(318), pp.1–14. Renwarin VM V, Kandou JML & D UG, 2014. Analisis Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Kota Tomohon. JIKMU, 4(4), pp.634–643. Roosihermiatie B & Rukmini, 2012. Analisis Implementasi Kebijakan Eliminasi Malaria di Provinsi Bali. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 15(2), pp.143–153.
26
Stalker P, 2008. Millennium Development Goals Second., Jakarta. Available at: BAPPENAS dan UNDP. Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R & D ke Lima., Bandung: Alfabeta. Suryabrata S, 2005. Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ughasoro M, Okafor H & Okoli C, 2013. Malaria diagnosis and treatment amongst health workers in University of Nigeria Teaching Hospital Enugu, Nigeria. Nigerian Journal of Clinical Practice, 16(3), pp.329–333. West PA, Protopopoff N, Wright A, Kivaju Z, Tigererwa R, Mosha FW, et al., 2014. Indoor Residual Spraying in Combination with Insecticide-Treated Nets Compared to Insecticide- Treated Nets Alone for Protection against Malaria : A Cluster Randomised Trial in Tanzania. PLOS Medicine, 11(4), pp.1–12. Available at: www.plosmedicine.org. WHO, 2015a. Global Technical Strategy for Malaria 2016 - 2030, United Kingdom: WHO. WHO, 2015b. World Malaria Report 2015, France: WHO Press. Available at: www.who.int.