BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Lokasi Penelitian Rumah sakit paru dr. Ario Wirawan beralamat di jalan Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK mentri kesehatan RI. Nomor 1208/Menkes/SK/IX/2002, Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan (RSPAW) atau yang lebih dikenal masyarakat sekitar dengan istila sanatorium menjadi satu-satunya rumah sakit paru di Provinsi Jawa Tengah. Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan merupakan rumah sakit di Salatiga yang berkembang dengan baik. Selain memberikan pelayanan kesehatan paru. Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan juga mampu memberikan pelayanan kesehatan umum, dan oleh karena standar mutu menejemen yang baik, rumah sakit paru dr. Ario Wirawan mendapatkan sertifikat ISO 9001-2008. Rumah sakit paru dr. Ario Wirawan ini terdapat beberapa ruang inap, salah satunya ruang Dahlia I yang dijadikan tempat penelitian. Ruang dahlia I memiliki 14 tenaga perawat. Di ruang dahlia I juga ada terdapat 3 kamar, 2 kamar untuk pasien laki-laki dan 1 kamar untuk pasien perempuan. Adapun jenis penyakit yang ditangani di ruang dahlia I yaitu PPOK, CHF, Asma, Dispepsia, Hipertensi, Febris, bekas TB, Efusi Pleura, Sirosis dan Anemia.
42
4.2
Gambaran Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap yang penderita penyakit asma di Ruang Dahlia I Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Jumlah seluruh responden dalam penelitian ini adalah 27 orang yang menderita penyakit asma. Responden yang diteliti dalam penelitian ini memiliki karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat menderita asma, riwayat keluarga, kekambuhan asma dalam 3 bulan terakhir, tanda dan gejala serangan asma, obat yang digunakan, status merokok
4.2.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1 Distribusi Data Berdasarkan Jenis Kelamin ( n = 27 ) Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase %
Perempuan
16
59,3
Laki-laki
11
40,7
Jumlah
27
100
Diagram 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Frekuensi 20 10
Frekuensi
0 Perempuan
Laki-laki
43
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dari pasien asma yang dirawat di Ruang Dahlia I RSPAW yang terbanyak adalah perempuan dengan jumlah 16 orang (59,3 %) dan laki-laki 11 orang (40,7 %). 4.2.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Tabel 4.2
Distribusi Data Berdasarkan Usia (n = 27 )
Usia
Frekuensi
Persentase (%)
17-30 tahun
6
22,2
31-50 tahun
13
48,1
51-70 tahun
8
29,7
Jumlah
27
100
Diagram 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Frekuensi 15 10 5 0
Frekuensi 17-30 tahun
31-50 tahun
51-70 tahun
Karakteristik responden berdasarkan usia dari pasien asma yang dirawat diruang dahlia I RSPAW adalah
usia 31-50 tahun
sebanyak 13 orang (48,1 %), usia 51-70 tahun sebanyak 8 orang (29,7 %), dan usia 17-30 tahun sebanyak 6 orang (22,2 %).
44
4.2.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.3
Distribusi Data Berdasarkan Tingkat Pendidikan ( n = 27) Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Sekolah
3
11,2
SD
9
33,3
SMP
7
25,9
SMA
7
25,9
SPG
1
3,7
Jumlah
27
100
Diagram 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Frekuensi 10 8 6 4
Frekuensi
2 0 Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
SPG
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dari pasien asma yang dirawat di Ruang Dahlia I RSPAW yang paling banyak yaitu SD
sebanyak 9 orang (33,3 %), SMP dan SMA
dengan jumlah yang sama yaitu sebanyak 7 orang (25,9 %), tidak sekolah sebanyak 3 orang (11, 2 %) dan SPG 1 orang (3,7 %).
45
4.2.4
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 4.4
Distribusi Data Berdasarkan Pekerjaan ( n = 27 )
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
Tani
6
22,2
Buruh
2
7,4
Wiraswasta
14
51,8
Guru
1
3,7
Tidak Kerja
4
14,9
Jumlah
27
100
Diagram 4.4. Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan
Frekuensi 15 10 5
Frekuensi
0
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dari pasien asma yang dirawat di ruang dahlia I RSPAW, yang paling banyak yaitu wiraswasta dengan jumlah 14 orang (51,8 %), yang bekerja sebagai tani 6 orang
(22,2 %), buruh 2 orang (7,4 %) guru 1 orang
(3,7 %) dan yang tidak kerja sebanyak 4 orang (14,9 %).
46
4.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia mulai Menderita Penyakit Asma Tabel 4.5 Distribusi Data Berdasarkan Usia Mulai Menderita Penyakit Asma (n = 27 %) Usia
mulai
menderita
Frekuensi
Persentase (%)
penyakit asma Dari usia SD (7-12 tahun)
9
33,3
13-20 tahun
5
18,5
21-30 tahun
3
11,1
31-40 tahun
4
14,9
41-50 tahun
6
22,2
Jumlah
27
100
Diagram 4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia mulai Menderita Penyakit Asma
Frekuensi 10 8 6 Frekuensi
4 2 0 Usia SD (usia13-20 7-12 21-30 tahun) tahun31-40 tahun41-50 tahuntahun
Karakteristik responden berdasarkan Usia mulai menderita penyakit asma pada pasien asma yang dirawat di ruang dahlia I RSPAW yang paling banyak yaitu dari usia SD (7-12 tahun) sebanyak 9 orang (33,3 %), dan usia 41-50 tahun sebanyak 6 orang (22,2 %), usia 13-20 tahun sebanyak 5 orang (18,5 %), usia 31-40
47
tahun sebanyak 4 orang (14,9 %), dan usia 21-30 tahun sebanyak 3 orang (11,1 %). 4.2.6
Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga
Tabel 4.6 Distribusi Data Berdasarkan Riwayat Keluarga (n = 27 %) Riwayat Keluarga
Frekuensi
Persentase (%)
Ada
15
55,6
Tidak ada
12
44,4
Jumlah
27
100
Diagram 4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga
Frekuensi 20 15 10
Frekuensi
5 0 Ada
Tidak ada
Berdasarkan karakteristik riwayat keluarga pada pasian yang dirawat di ruang dahlia I RSPAW, dari sebanyak 27 pasien, terdapat 15 orang pasien (55,6 %) yang memiliki keluarga dengan riwayat asma, sedangkan 12 orang pasien (44,4 %) lainnya tidak memiliki keluarga yang menderita penyakit asma.
48
4.2.7
Karakterisitik Responden Berdasarkan Tingkat Kekambuhan Asma Dalam 3 Bulan Terakhir Tabel 4.7 Distribusi Data Berdasarkan Tingkat Kekambuhan Asma (n = 27) Tingkat Kekambuhan Asma
Frekuensi
Persentase (%)
Sering (1-9 kali/3bulan)
3
11,1
Jarang (1-5 kali/3bulan)
2
7,4
Sangat jarang (1-3kali/3bulan)
22
81,5
Jumlah
27
100
Diagram 4.7. Karakterisitik Responden Berdasarkan Tingkat Kekambuhan Asma Dalam 3 Bulan Terakhir
Frekuensi 30 20 10 0
Frekuensi Sering (1-9 Jarang (1-5 Sangat jarang kali/3bulan) kali/3bulan) (1-3 kali/3bulan)
Untuk mempermudah peneliti dalam menggambarkan tingkat kekambuhan asma, peneliti menggunakan standar sering (1-9 kali dalam 3 bulan terakhir) sebanyak 3 orang pasien (11,1 %), jarang (1-5 kali dalam 3 bulan terakhi ) sebanyak 2 orang pasien (7,4 %) dan sangat jarang (1-3 kali dalam tiga bulan terakhir) sebanyak 22 orang pasien (81,5 %).
49
4.2.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Obat yang digunakan Tabel 4.8 Distribusi Data Berdasarkan Obat yang Digunakan (n = 27) Obat Yang Digunakan
Frekuensi
Persentase (%)
Pil dan Inhaler
15
55,6
Pil
10
37,0
Pil, Inhaler, Suntikan
2
7,4
Jumlah
27
100
Diagram 4.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Obat yang digunakan
Frekuensi 20 15 10 5
Frekuensi
0 Pil dan inhaler
Pil
Pil, inhaler dan suntikan
Karakteristik responden berdasarkan obat yang digunakan pada pasien asma yang dirawat di Ruang Dahlia I RSPAW, sebanyak 15 orang pasien (55,6 %) menggunakan obat pil dan inhaler, sebanyak 10 orang pasien (37,0 %) yang menggunakan obat pil, dan 2 orang pasien (7,4 %) menggunakan obat pil, inhaler dan suntikan.
50
4.2.9
Karakteristik Responden Berdasarkan Status Merokok Tabel 4.9 Distribusi Data Berdasarkan Status Merokok (n = 27) Status Merokok
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
5
18,5
Tidak
22
81,5
Jumlah
27
100
Diagram 4.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Merokok
Frekuensi 30 20 Frekuensi
10 0 Ya
Tidak
Karakteristik responden berdasarkan status merokok pada pasien yang dirawat di ruang dahlia I RSPAW, dari 27 orang pasien terdapat 5 orang pasien (18,5 %) yang merokok, dan sebanyak 22 orang pasien (81,5 %) tidak merokok. 4.2.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Tanda dan Gejala Saat Serangan Asma Tabel 4.10 Distribusi Data Berdasarkan Tanda dan Gejala Saat Serangan Asma (n = 27) Tanda dan Gejala Wheezing, Sulit bernapas, Dada terasa berat, Batuk Total
Frekuensi 27
Persentase (%) 100
27
100
51
Diagram 4.10. Karakteristik Responden Berdasarkan Tanda dan Gejala
Frekuensi 30 20 10
0 Wheezing
Sulit bernapas dada terasa berat
batuk
Tanda dan gejala pada penderita asma seperti yang telah ditulis pada bab sebelumnya yaitu Wheezing, sulit bernapas, dada terasa berat (dada sesak) dan batuk, semuanya itu juga dialami oleh ke 27 orang pasien yang menjadi responden dalam penelitian ini 4.3
Hasil Penelitian
4.3.1 Analisa Data 4.3.1.1 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor udara Faktor Kondisi Udara
Jumlah (N=27)
Saat malam hari Saat siang hari Saat pagi hari Subuh Musim hujan
Tidak pernah
Persentase (%) Sering
13
Jarang/ kadangkadang 10
22
5
0
Tot al
4
Tidak pernah
Sering
48,1
Jarang/ kadangkadang 37,0
81,5
18,5
0
14,8
27
100
13
13
1
48,1
48,1
3,7
0
10
17
0
37,0
63,0
0
11
16
0
40,7
59,3
52
Tot al
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa sebanyak 63,0 % reponden sering mengalami kekambuhan pada waktu subuh, dan sebanyak 59,3 % responden sering mengalami kekambuhan asma pada saat musim hujan sedangkan sebanyak 14,8 % responden sering mengalami kekambuhan asma saat malam hari. 4.3.1.2 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Aktivitas fisik / Kerja Faktor aktivitas fisik/kerja
Jumlah (N=27)
Aktivitas kerja Olahraga
Tidak pernah
Persentase (%) Sering
4
Jarang/ kadangkadang 15
21
6
0
Tot al
8
27
Tidak pernah
Sering
14,8
Jarang/ kadangkadang 55,6
77,8
22,2
0
100,0
0
0
29,6
Kuliah
27
0
0
Aktivitas sehari-hari Hubungan seks
2
24
1
7,4
88,9
3,7
22
5
0
81,5
18,5
0
Berdasarkan tabel diatas terdapat sebanyak
Tot al
100
29,6 %
responden asma sering kambuh yang disebabkan karena aktivitas kerja, dan sebanyak 3,7 % disebabkan karena aktivitas sehari-hari. 4.3.1.3 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Psikologi Faktor Psikologi
Jumlah (N=29) Tidak Pernah
Tertawa Ketakutan
15 16
Jarang/ kadangkadang 12 10
Marah
5
18
Sering
0 1 4
53
Persentase (%) To tal
Tidak Pernah
Sering
55,6 59,0
Jarang/ kadangkadang 44,4 37,0
18,5
66,7
14,8
0 3,7
Tot al
Panik
3
22
2
11,1
81,5
7,4
Menangis
18
8
1
27
66,7
29,6
3,7
Cemas
2
19
6
7,4
70,4
22,2
Stres
0
9
18
0
33,3
66,7
Sedih
12
13
2
44,4
48,1
7,4
Berdasarkan tabel diatas terdapat
100
sebanyak 66,7 %
responden asma sering kambuh karena stress, sebanyak 22,2 % responden disebabkan karena cemas, sebanyak 14,8 % responde disebabkan karena marah, dan sebanyak 7,4 % responden disebabkan karena panik dan sedih. 4.3.1.4 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Polusi Udara Faktor Udara
Asap rokok Asap kendaraan Asap dan bau dari pabrik Bau yang mengiritasi Asap didalam ruangan
Jumlah (N=27) Tidak Jarang/ pernah kadangkadang 2 4 2 18 20
4
Sering
Tot al
21 7 3
Persentase (%) Tidak Jarang/ pernah kadangkadang 7,4 14,8 7,4 66,7 74,1
14,8
Sering
77,8 25,9 11,1
27
100
4
19
4
14,8
70,4
14,8
4
16
7
14,8
59,3
25,9
Berdasarkan tabel diatas terdapat sebanyak
77,8 %
responden asma sering kambuh yang disebabkan oleh asap rokok, sebanyak 25,9 % responden disebabkan karena asap kendaraan dan asap didalam ruangan, dan sebanyak 14,8 % responden asma sering kambuh karena bau yang mengiritasi.
54
Tot al
4.3.1.5
Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Faktor Allergen Alergi
Tungau Debu
2
Jumlah (N=29) Jarang/ Sering kadangkadang 5 20
7,4
Persentase (%) Jarang/ Sering kadangkadang 18,5 74,1
Debu dalam Ruangan
0
4
23
0
14,8
85,2
Debu luar ruangan Parfum Badan Parfum Luar ruangan
1
6
20
3,7
22,2
74,1
17
9
1
63,3
33,3
3,7
18
9
0
66,7
33,3
0
Bulu binatang Makanan
16
8
3
59,3
29,6
11,1
14
10
3
51,9
37,0
11,1
tabel
diatas
Tidak Pernah
Tot al
27
Tidak pernah
100
Berdasarkan
terdapat
sebanyak
85,2%
responden asma sering kambuh karena debu dalam ruangan, sebanyak 74,1 % responden asma sering kambuh yang disebabkan oleh tungau debu dan debu luar ruangan, dan sebanyak 3,7 % responden asam sering kambuh karena parfum badan. 4.4
Tot al
Pembahasan 4.4.1 Deskripsi pengaruh faktor udara terhadap tingkat kejadian penyakit asma Berdasarkan hasil analisa data, pada faktor udara sebanyak 63,0 % responden asma sering kambuh pada waktu subuh, dan sebanyak 59,3 % responden asma sering kambuh pada saat musim hujan, sedangkan sebanyak 14,8 % responden asma sering kambuh pada waktu malam hari.
55
Penelitian ini sesuai dengan teori menurut (Rengganis, 2008), perubahan cuaca dan hawa pegunungan yang dingin sering menyebabkan serangan asma.
Atmosfer yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim seperti musim hujan, musim kemarau,
musim panas dan musim bunga seperti serbuk
sari berterbangan. Penelitian menurut (Hasma dkk, 2012) dari hasil analisis bivariat menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara cuaca (udara) dengan serangan asma, terdapat sebanyak 53,3 % asmanya karena cuaca (udara). Hasil ini juga didukung pula oleh Purnomo (2008), bahwa kejadian risikonya terjadi kekambuhan asma karena perubahan cuaca (udara) (p=0,008) variabel ini berpengaruh sehingga hipotesis terbukti. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian menurut Herdi (2011) dari hasil penelitian terdapan insiden asma yang meningkat pada saat musim (cuaca) dingin dan menurun pada masa udara yang hangat saat musim kering. Terdapa 47 orang (48,9 %) pasien asma yang memiliki faktor pencetus serangan asma berupa perubahan cuaca.
56
4.4.2 Deskripsi pengaruh faktor aktivitas fisik / kerja terhadap tingkat kejadian penyakit asma. Berdasarkan hasil analisa data pada faktor kelelahan terdapat sebanyak 29,6 % responden asma sering kambuh disebabkan karena aktivitas kerja, sedangkan sebanyak 3,7 % responden asma sering kambuh karena aktivitas sehari-hari. Hal ini sesuai dengan teori menurut (Lewis, et al. 2007), asma akibat kerja merupakan keadaan yang umum pada penyakit paru dengan perkiraan 15 %-23 % kasus baru asma pada dewasa di Amerika
Serikat
disebabkan
oleh
pemaparan
akibat
kerja.
Pemaparan pada tempat kerja dapat memperparah keadaan asma. Asma akibat kerja terdapat 2 tipe asma yaitu, pertama yang paling umum sekitar (90 % kasus) adalah asma akibat kerja dengan periode laten tergantung pada agen penyebab. Tipe ini biasanya dimediasi oleh IgE, yang berarti bahwa pekerja sudah terpapar pada allergen ditempat kerja selama periode waktu sebelum berkembang menjadi alergi dan asma. Tipe yang kedua adalah asma akibat kerja tanpa adanya periode laten (sekitar 10 % kasus). Hal ini biasanya terjadi karena pemaparan tingkat tinggi oleh bahan kimia, udara atau bau yang mengiritasi. Pemaparan biasanya terjadi setelah terjadi kecelakaan atau kebocoran ditempat kerja (Bradshaw, 2010).
57
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice (2010), yang menyatakan bahwa pekerjaan membawa pengaruh terhadap penyakit dan kekambuhan asma dengan p value = 0,00. Dimana responden yang bekerja sebagai wiraswasta, petani, buruh, memiliki resiko 2,2 kali dibandingkan dengan responden swasta atau PNS. 4.4.3
Deskripsi pengaruh faktor Psikologi terhadap tingkat
kejadian penyakit asma Berdasarkan hasil analisa data pada faktor psikologi terdapat sebanyak 66,7 % responden asma sering kambuh disebabkan karena stress, sebanyak 22,2 % responden asma sering kambuh karena cemas, sebanyak 14,8 % responden asma sering kambuh karena marah, dan sebanyak 7,4 % responden asma sering kambuh yang disebabkan karena panik dan sedih. Teori menurut (Rengganis, 2008), stress atau emosional ini dapat menjadi pencetus serangan asma selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati, pasien asma mengalami stress atau gangguan emosional perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Jika stressnya belum diatasi, maka gejalan asmanya lebih sulit diatasi. Asma bukan penyakit psikomatik. Bagaimanapun faktor-faktor psikologi dapat berpengaruh terhadap respon asma dnegan memperburuk atau memperbaiki proses penyakit (Lewis, et al. 2007). 58
Penelitian menurut (Li, 2012), dari hasil univariat menunjukan rata-rata paparan kondisi psikologi (stress emosional) adalah 4,97, dengan nilai minimum dan maksimum 0-13. Hasil analisis bivariat menunjukan
ada
hubungan
antara
kondisi
psikologi
(stress
emosional) dengan terjadinya serangan asma. Terkait juga dengan penelitian Hasma, dkk (2012), berdasarkan hasil dari uji chi-square diperoleh nilai p= 0,003 yang berarti lebih kecil dari 0,005 dengan demikian dapat dikatakatan ada hubungan antara stress (psikologi) dengan serangan asma, sesuai dengan hasil penelitian yang dilaksanakan bahwa sebagian besar klien mengalami penyakit asma disebabkan oleh stress, karena stress dapat mengantarkan individu pada kecemasan sehingga memicu dilepaskan histamin yang menyebabkan
terjadi
kontraksi
otot
polos
dan
peningkatan
pembentukan lender. Keadaan ini membuat diameter saluran napas menyempit
(bronkokonstriksi).
Saat
bronkokonstriksi
terjadi
penderita sangat sulit bernapas sehingga memicu serangan asma. 4.4.4 Deskripsi pengaruh faktor polusi udara terhadap tingkat kejadian penyakit asma Berdasarkan hasil analisa data pada faktor polusi udara, terdapat sebanyak 77,8 % responden asma sering kambuh yang disebabkan karena asap rokok, sebanyak 25,9 % responden asma sering kambuh karena asap kendaraan dan asap dalam ruangan,
59
dan sebanyak 14,8 % responden asma sering kambuh disebabkan karena bau yang mengiritasi. Penelitian ini juga berkaitan dengan teori dari (Sundaru, 2007), penderita asma sangat peka terhadap zat-zat tadi apalagi asap yang mengandung hasil pembakaran yang berupa sulfur dioksida dan oksida fotokemikal. Asap rokok bisa saja merupakan polusi udara yang terjadi di dalam ruangan selain dari semprotan obat nyamuk dan semprotan rambut yang dapat memicu terjadinya serangan asma. Penderita yang tidak merokok bisa mendapat serangan asma karena berada didalam rungan yang penuh asap rokok. Penderita anak-anak lebih sering mendapatkan serangan asma bila di rumahnya ada yang merokok. Berbagai variasi polusi udara anatar lain, asap rokok, asap kendaraan, peningkatan ozon, zulfurdioksida, dan nitrogen dioksida dapat menjadi pencetus serangan asma (Lewis, et al., 2007). Penelitian ini selaras dengan penelitian Fitri, dkk (2011), berdasarkan hasil analisis didapatkan data responden yang sering mengalami kekambuhan asma dan merokok sebanyak 20 orang (76,9 %) dengan berpengaruh bermakna yakni p value=0,006. Hal tersebut menginformasikan bahwa terdapat hubungan kebiasaan merokok dengan kekambuhan asma. Studi lain menurut (Purnomo, 2008), menunjukan bahwa seseorang penderita yang terkena asap
60
rokok dalam satu jam maka akan mengalami sekitar 20% kerusakan fungsi paru dan kekambuhan asma yang berulanga. 4.4.5
Deskripsi pengaruh faktor allergen terhadap tingkat
kejadian penyakit asma Berdasarkan hasil analisa data faktor allergen, terdapat sebanyak 85,2 % responden asma sering kambuh yang disebabkan oleh debu dalam ruangan, dan sebanyak 74,1 % responden asma sering kambuh karena tungau debu dan debu luar ruangan, dan sebanyak 3,7 % responden asma sering kambuh karena parfum badan. Penelitian ini berkaitan dengan teori menurut (Sundaru, 2007), Allergen merupakan faktor pencetus atau pemicu yang sering dijumpai pada pasien. Tungau debu ruanga, spora jamur, serpihan bulu binatang seperti anjing, kucing dan lain-lain yang dapat menimbulkan serangan asma pada penderita yang peka. Allergen tersebut biasanya berupa allergen hirupan, meskipun kadangkadang makanan dan minuman dapat menimbulkan serangan. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Li (2012), Berdasarkan hasil penelitian paparan alergen, dilihat bahwa paparan debu dalam ruangan adalah yang paling besar, disusul paparan debu luar ruangan. Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa ada hubungan antara paparan alergen 61
dengan terjadinya serangan
asma (p value = 0,006 ). Adapun hasil penelitian dari Jeanne (1998) menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara alergen dengan kejadian serangan asma, dimana p value = 0,00. 4.5
Keterbatasan Penelitian 1.
Dalam penelitian ini hanya mengkhususkan pasien asma yang dirawat di ruang dahlia I rumah sakit paru dr. Ario Wirawan Salatiga.
2.
Dalam penelitian ini hanya mengetahui gambaran dari faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kejadian penyakit asma yaitu faktor kondisi udara, faktor kelelahan, faktor psikologi, faktor polusi udara dan faktor allergen. Belum ada uji analisis faktor yang menggunakan uji analitik.
62