64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan tujuan penelitian yang dikemukakan peneliti di bab pendahuluan, yaitu untuk mengetahui apakah model pembelajaran Think-alouds dapat berpengaruh positif terhadap perkembangan metakognitif dan kemampuan menulis dongeng siswa. Berdasarkan pada tujuan tersebut peneliti mencoba melakukan penelitian yang terkait. Penelaahan yang peneliti lakukan dilakukan pada dua kelas yang dianggap dapat mewakili keterujian hasil penelitian, yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas dimana model pembelajaran thinkalouds diterapkan, sedangkan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional, namun agar tidak terlalu timpang dalam penilaian, maka di kelas kontrol peneliti menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan strategi membaca senyap (membaca dalam hati). Strategi di kelas kontrol ini diakui oleh hampir seluruh ahli pendidikan memiliki hasil yang signifikan, namun demikian rasanya peneliti tidak salah jika ingin membandingkan kedua model pembelajaran yang sama-sama sudah dianggap relevan dalam dunia pendidikan khususnya dalam pembelajaran membaca pemahaman. Pelaksanaan penelitian yang peneliti lakukan diselenggarakan di Gugus Sekolah Dasar Negeri Kompleks Sukarahayu, dimana di gugus ini terdiri dari tiga sekolah yang akan dimerger pada beberapa tahun kedepan, terdiri dari SDN Sukarahayu, SDN Sukaasih dan SDN Sukamulya. Dari ketiga sekolah tersebut peneliti diberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di SDN Sukaasih Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
65
sebagai kelas eksperimen dan SDN Sukarahayu sebagai kelas kontrol. Tidak ada kriteria khusus yang digunakan dalam menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang dijadikan patokan adalah berdasarkan hasil pretest yang dilakukan, yaitu homogen dan normalitas untuk menunjukan bahwa tidak ada perbedaan objek data. Maka ditentukanlah SDN Sukaasih sebagai kelas eksperimen dan SDN Sukarahayu sebagai kelas kontrol. Pada bab ini akan diuraikan hasil analisis penelitian yang dilakukan selama proses penelitian berlangsung. Tiga pertemuan di awal sebagai penelitian kecil/pendahuluan dan akhir untuk mendapatkan hasil pretest dan posttest dan pertemuan lainnya peneliti lakukan untuk penerapan model pembelajaran. Dilanjutkan dengan analisis hasil angket dan wawancara yang peneliti lakukan pada guru dan murid yang mendapat perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Think-alouds. Namun sebelum peneliti melakukan penelitian pembelajaran dengan meggunakan model pembelajaran think-alouds, peneliti melakukan wawancara dan observasi kecil berkenaan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar pada guru kelas. Beberapa hal yang peneliti temukan berdasarkan dari hasil wawancara dan penelitian awal bahwa guru mengeluh berkenaan dengan kualitas dan kreatifitas siswa yang kurang dalam proses pembelajaran khususnya pelajaran bahasa di kelas V. Siswa dinilai kurang berkualitas berdasarkan pada sulitnya siswa memahami pembelajaran juga menentukan tema materi pelajaran, sedangkan kurangnya kreatifitas dinilai dari siswa kurang bisa mengembangkan materi pelajaran yang diberikan. Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
66
Hasil Penelitian dan Pembahasan 1.
Analisis Model Pembelajaran Think-alouds Sebuah model pembelajaran yang diungkapkan Davey (1983 dalam
Tierney, dkk., 1995:285) adalah Think-Alouds, Davey berpendapat bahwa the think-alouds modeling process is founded on the belief that if teachers describe their own thoughts about a text (so that students can see a mind responding to specific passage) the students will realize how and when to do the same. Dengan demikian model pembelajaran think-alouds ini sesuai untuk pembelajaran membaca pemahaman, dimana materi yang disajikan adalah berupa teks yang harus dapat difahami pembacanya, di sini pelaksanaan model dilaksanakan di kelas dengan bantuan guru model (guru kelas). Tahapan think-alouds yang diberikan oleh Richard T. dan Joanne L. Vacca sedikit disesuaikan dengan keperluan dan alokasi waktu, yaitu diawali dengan kegiatan awal yang dilakukan guru dimulai dari memberi salam, berdoa, memeriksa keadaan kelas dan siswa, juga melakukan motivasi dan apersepsi pelajaran dengan baik. Dan memberikan penjelasan berkenaan dengan model pembelajaran Think-alouds, dimana siswa berkelompok (setiap kelompok terdiri dari 5 orang), dan melakukan proses pembelajaran dengan baik. Peneliti dapat melihat keluwesan guru dalam memberikan penjelasan selama pembelajaran, mungkin karena latar belakang pendidikan guru model yaitu lulusan dari SPG yang dilanjutkan ke IKIP Bandung, juga sebagai guru kelas yang sudah terbiasa Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
67
dengan siswa yang biasa dihadapai sehari-hari, dan salah satu guru yang sudah tersertifikasi sehingga sudah faham bagaimana memperlakukan kelas dan siswa didiknya. Selanjutnya masuk pada bagian kegiatan inti, yaitu memberikan sebuah bagian dari dongeng yang kontradiksi, guru memulai dengan memberikan judul dongeng, yang mungkin tidak semua siswa pernah mendengar kisahnya; misalnya; „Ikan Polaman‟, „Petani yang Baik hati‟, „Si Kikir dan Si Miskin‟, dan „The Three Languages’. Judul dongeng tersebut membuat siswa sempat bertanya karena beberapa judul yang disajikan diantaranya belum diberikan guru. Kemudian guru model memberikan sedikit gambaran berkenaan dengan judul/materi yang diberikan. Pada tahap berikutnya, guru meminta siswa untuk membaca senyap selama beberapa saat, dilanjutkan dengan guru membaca nyaring bertujuan untuk verbalisasi pada siswa agar memiliki satu pandangan antar guru dan siswa terhadap dongeng yang sedang di bahas, disini proses model pembelajaran thinkalouds mulai dilakukan. Harapan guru dan peneliti adalah siswa mengetahui apa tema cerita;
bisa menggembangkan gambaran yang siswa miliki (skemata)
berkenaan dengan judul (making predictions), siapa saja tokoh yang berperan, dan bagaimana wataknya; untuk mengembangkan setiap informasi yang ada dalam dongeng (developing images), kemudian dilanjutkan dengan amanat; menemukan permasalahan yang muncul dalam dongeng sehingga dapat menarik kesimpulan atau manfaat yang terkandung di dalamnya, baik tersurat maupun tersirat (regulate comprehension), selain itu siswa juga diminta untuk Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
68
menentukan kalimat utama setiap paragraf (share analogies). Proses diskusi berlangsung dimana siswa satu dengan yang lain dapat berbagi pendapat dan menentukan jawaban yang tepat untuk setiap pertanyaan yang diajukan dalam lembar LKS. Namun sayangnya proses pembelajaran belum sesuai dengan harapan peneliti. Siswa dalam kelompok hanya mengandalkan seorang ketua kelompok, siswa pintar, sedangkan siswa yang lain melakukan kegiatan lain diluar diskusi kelompok; menggobrol, bercanda, dll. Guru model memberikan gambaran bahwa kemampuan siswa di daerah memang kurang tergali dalam proses pembelajaran, satu dari sekian banyak penyebabnya
adalah
kurangnya
peran
orang
tua
dalam
memberikan
motivasi/dukungan dan perhatian kepada anaknya. Khususnya bagi keluarga yang berasal dari status sosial dan ekonomi bawah, namun terpengaruh dengan pergaulan pinggiran kota. Sehingga bukan hanya kecerdasan yang rendah tapi juga sulitnya siswa diarahkan pada hal-hal bermanfaat (munculnya kenakalan). Solusi yang dilakukan guru dan sekolah adalah memberi peringatan tegas dan sangsi, namun ternyata hal ini masih belum ditanggapi serius oleh siswa. Dan yang terakhir adalah pemberian tugas individu siswa dengan menceritakan kembali cerita yang sudah di bacanya di akhir pertemuan. Dari sini peneliti dapat memberikan penilaian pada siswa sejauhmana kemampuan dan kemajuan siswa dalam menuliskan kembali dongeng yang difahami secara individu. 2.
Analisis Tes untuk Mengukur Kemampuan Menulis Dongeng Chandrasegaran (2002; Rochman, 2010; 51) menjabarkan dua prinsip pengajaran menulis bahwa menulis merupakan akivitas mental (kognitif),
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
69
maka belajar menulis merupakan kemampuan penulis dalam memutuskan mana yang tepat untuk dilaksanakan, sehingga berdasarkan keputusan tersebut pesan penulis dapat sampai kepada pembaca. Data kemampuan menulis teks dongeng diperoleh dari hasil pretest di kelas eksperimen dan kontrol sebelum dilakukan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran think-alouds dan hasil posttest diambil di kelas eksperimen dan kontrol setelah pelaksanaan model pembelajaran think-alouds di kelas ekperimen. Data tersebut kemudian diujikan untuk mengetahui normalitas dan homogentitas kemudian kedua data tersebut dianalisis untuk melihat adanya perbedaan peningkatan kemampuan menulis teks dongeng antara kelas ekperimen yang menggunakan model pembelajaran think-alouds dan kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional (membaca senyap). a.
Kemampuan Awal Kemampuan awal siswa dilihat berdasarkan skor pretest dari kedua
kelompok
berbeda,
yaitu
kelas
ekperimen
yang
menggunakan
model
pembelajaran think-alouds dan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Berikut ini nilai pretest kemampuan menulis teks dongeng anak dari kedua kelompok tersebut. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
KELAS EKSPERIMEN NAMA SISWA ADLIN KURNIATI AKBAR ALIEF RAMDHANI GALANG HAMDAN ISTIMA JANIAR KELVIN KOMALASARI LIDA M L M. MUGNI
NILAI 83 66 84 67 78 44 56 76 84 77 56
KELAS KONTROL NAMA SISWA ADINDA M.P. ADITYA AKMAL ALEJANDITO B.N. ARIYANTI AUDREY F. B. P. DEVI TRIYANI DILLA LIDYA GENSEN YOHANA LIDIA HENRI S. LINGGA
NILAI 54 44 52 44 84 63 79 87 72 53 44
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
70
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21
MELDA RESTI RIFAN RINA HARTINI RIO RISTA SITI H. SITI KARMILA W. SYIVA M. TIKA DWI NANDA
36 81 73 77 44 72 65 72 85
M. FARDAN RIZKI M. FIKRI HAYKAL M. KAFI M. SADDAM H.Z. NAUFAL A.Z. RAYBI JUNIOR RENDI LESMANA ROMI YANTI NUR ZEINA
54 51 48 79 53 75 58 84 58 79
Proses Pembelajaran Model Think-Alouds Penerapan I No. Tahap Pembelajaran 1. Tahap Persiapan (Kegiatan Pendahuluan)
Tahap Pelatihan (Kegiatan Inti)
Guru 1. Menyampaikan salam 2. Mengecek Kehadiran siswa 3. Menciptakan suasana kondusif 4. Membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pembelajaran yang akan berlangsung 5. Menyampaikan apersepsi 6. Menjelaskan langkahlangkah model pembelajaran think-alouds 7. Guru meminta siswa berkelompok masing-masing 5 orang 8. Memberikan gambaran cerita lewat judul 9. Membangun skemata anak tentang cerita yang akan dibahas, dengan cara mengajukan pertanyaan yang berkaitan degan judul cerita 10. Membagikan materi sumber belajar berupa teks kepada masing-masing kelompok 11. Meminta siswa membaca senyap 12. Membaca cerita/dongeng tersebut dan menjelaskan bagian yang sulit. 13. Diskusi kelompok untuk memahami cerita, dengan cara: Tanya jawab tentang latar,tema, dan amanat yang terdapat dalam cerita/dongeng
Siswa 1. Menjawab salam 2. Menyatakan kehadiran 3. Mempersiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran 4. Termotivasi dan mengikuti arahan untuk belajar secara optimal
5. Mendengarkan apersepsi 6. Mendengarkan penjelasan
7. Mengikuti perintah guru untuk berkelompok 8. Memperhatikan judul yang diperlihatkan guru 9. Merespon pertanyaan guru
10. Menerima materi sumber berupa teks 11. Menuruti permintaan guru untuk membaca senyap (di dalam hati) 12. Menyimak penjelasan guru
13. Bediskusi kelompok untuk memahami isi cerita/ dongeng dengan cara: mengungkapkan pendapat masing-masing sesuai dengan tema, latar, dan
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
71
Tahap Akhir (Kegiatan Akhir)
14. Membimbing siswa untuk menuliskan kembali isi cerita/dongeng dengan bahasa sendiri 15. Bersama-sama siswa menyimpulkan materi pelajaran 16. Memberikan pemantapan dengan mencontohkan nilainilai yang terkandung dalam cerita sesuai dengan kehidupan sehari-hari
amanat yang terdapat dalam cerita/dongeng 14. Menuliskan kembali cerita/dongeng dengan bahasa sendiri 15. Ikut menyimpulkan materi pelajaran 16. Menyimak penjelasan guru tentang nilai-nilai yang terkandung dalam cerita.
PETANI YANG BAIK HATI Di suatu desa, hiduplah seorang petani yang sudah tua. Petani ini hidup seorang diri dan sangat miskin, pakaiannya penuh dengan tambalan dan rumahnya terbuat dari gubuk kayu. Musim dingin sudah tiba, Pak Petani tidak punya makanan, juga tidak mempunyai kayu bakar untuk menghangatkan diri, jadi hari ini Pak Petani hendak pergi ke pasar untuk mencari pekerjaan. Ketika keluar dari rumah, dilihatnya ada sebutir telur tergeletak diatas tanah bersalju. Dengan hati-hati dipungutnya telur tersebut dan dibawanya ke dalam rumah. Pak Petani menyelimuti telur itu dengan kain lusuh dan meletakkannya di dalam kardus agar tetap hangat. Setelah itu dia pergi ke pasar untuk bekerja. Pak Petani membuat telur itu menjadi hangat setiap hari sampai telur itu menetas. Ternyata telur itu adalah telur Burung Camar, mungkin induknya menjatuhkannya ketika hendak pindah ke tempat yang lebih hangat. Pak Petani merawat Burung Camar kecil itu dengan penuh kasih sayang. Dia selalu membagi setiap makanan yang diperolehnya dari bekerja di pasar. Ketika harus meninggalkan Burung Camar itu sendirian, Pak Petani akan meletakkannya di dalam kardus dan menyalakan perapian agar Burung Camar tetap hangat. Hari-hari berlalu, Burung camar kecil tumbuh semakin besar. Pak Petani sadar, Burung Camar ini tidak selamanya akan tinggal bersama dirinya. Dengan berlinang air mata, Pak Petani melepaskan Burung Camar itu agar pergi ke selatan, ke tempat yang hangat. Suatu hari, Pak Petani terbaring sakit karena kedinginan, dia tidak punya uang untuk membeli obat, kayu bakar dan makanan. Tok…tok…..tok……., terdengar suara dari pintu rumah Pak Petani. Ternyata Burung Camar itu kembali, diparuhnya terdapat benih tanaman. Pak Petani heran Burung Camar itu masih mengingatnya, dibiarkannya Burung Camar itu masuk dan memberinya minum. Sambil memandang benih yang dibawa oleh burung Camar, Pak Petani bertanya-tanya… benih apakah ini? dapatkah aku menanamnya di tengah musim dingin ini? tanyanya dalam hati. Burung Camar keluar dari rumah Pak Petani, membuat lubang di halaman rumah Pak Petani lalu menanam benih itu . Ketika hari menjelang senja Burung Camar itu pergi meninggalkan Pak Petani. Esok harinya, keajaiban terjadi, benih yang ditanam Burung Camar tumbuh menjadi Pohon lengkap dengan buahnya hanya dalam sehari !!!! Pak Petani sangat terkejut melihatnya. Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
72
Karena lapar, Pak Petani memakan buah pohon itu. Ajaib, tubuhnya menjadi kuat dan dia tidak merasa sakit. Karena Keajaibannya, Pak Petani menamakan Pohon itu Pohon Dewa, karena buahnya dapat membuat Pak Petani menjadi sehat kembali. Pak Petani merawat pohon itu dengan baik. Meskipun musim dingin, pohon itu terus berbuah dan tidak menjadi kering. Pak Petani menjual buah itu dan mendapatkan banyak uang. Sekarang Pak Petani tidak lagi kedinginan dan kelaparan. Meskipun demikian, Pak Petani tetap murah hati, dia ingat bahwa apa yang diterimanya sekarang adalah buah dari ketulusannya menolong sesama makhluk hidup. Betty Veve [mami_veve10 @yahoo.com]
Tema
:
Tokoh
:
Watak
:
Latar
:
Amanat
:
Buatlah ringkasan dongeng tersebut! (Tugas Individu)
Proses Model Pembelajaran Think-alouds Penerapan II No. Tahap Pembelajaran Guru 1. Tahap Persiapan 1. Menyampaikan salam (Kegiatan Pendahuluan) 2. Mengecek Kehadiran siswa 3. Menciptakan suasana kondusif 4. Membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pembelajaran yang akan berlangsung 5. Menyampaikan apersepsi 6. Menjelaskan langkahlangkah model pembelajaran think-alouds Tahap Pelatihan 7. Guru meminta siswa (Kegiatan Inti) berkelompok masing-masing 5 orang 8. Memberikan gambaran cerita lewat judul 9. Membangun skemata anak tentang cerita yang akan
Siswa 1. Menjawab salam 2. Menyakatan kehadiran 3. Mempersiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran 4. Termotivasi dan mengikuti arahan untuk belajar secara optimal
5. Mendengarkan apersepsi 6. Mendengarkan penjelasan
7. Mengikuti perintah guru untuk berkelompok 8. Memperhatikan judul yang diperlihatkan guru 9. Merespon guru
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
73
dibahas, dengan cara mengajukan pertanyaan yang berkaitan degan judul cerita 10. Membagikan materi sumber belajar berupa teks kepada masing-masing kelompok 11. Meminta siswa membaca senyap (di dalam hati) 12. Membaca cerita/dongeng tersebut dan menjelaskan bagian yang sulit, dan menerangkan penulisan kerangka karangan dan pengembangannya. 13. Diskusi kelompok untuk memahami cerita, dengan cara: mengisi LKS kelompok
Tahap Akhir (Kegiatan Akhir)
14. Membimbing siswa untuk mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan utuh, sesuai dengan imaginasi masing-masing siswa 15. Bersama-sama siswa menyimpulkan materi pelajaran
10. Menerima materi sumber berupa teks 11. Menuruti permintaan guru untuk membaca senyap 12. Menyimak penjelasan guru
13. Bediskusi kelompok untuk memahami isi cerita/dongeng dengan cara: mengisi LKS kelompok 14. Menuliskan sebuah dongeng lain berdasarkan kerangka karangan yang telah disusun secara individu 15. Ikut menyimpulkan materi pelajaran
The Three Languanges Di Swiss pernah hidup seorang bangsawan tua. Dia hanya memiliki seorang putera yang tampaknya tidak bisa mempelajari apa pun. Sang ayah berkata: “dengar, anakku. Aku sudah berusaha sebisa mungkin, tetapi aku tidak bisa memasukkan apa pun ke dalam benakmu. Engkau harus pergi. Aku akan mengirim engkau kepada seorang guru yang cukup terkenal; biarkan dia cari tahu apa yang dapat dia lakukan padamu.” Anak itu dikirim ke sebuah kota asing, dan menghabiskan waktu satu tahun dengan guru tersebut. Kemudian ia kembali ke rumah, dan sang ayah pun bertanya kepadanya: “baik, puteraku. Apa yang tela engkau pelajari?” “Ayah” sahutnya “aku mempelajari apa yang anjing katakana saat menyalak.” “ya Tuhan!” teriak sang ayah “Cuma itu yang engkau pelajari?” “Aku harus mengirim engkau kepada guru lain. Setelah satu tahun, anak itu kembali ke rumah. “Baik, puteraku, apa yang telah engkau pelajari?” “Ayah, aku mempelajari apa yang burung katakan.” Sang ayah marah sekali. “Engkau sama sekali tak berguna!” teriaknya, “Menghabiskan waktu yang berharga dan tidak belajar apa-apa. Aku akan mengirim engkau kepada guru ketiga dan bila engkau tidak mempelajari sesuatu kali ini, aku bukan ayahmu lagi.” Ketika anak itu kembali lagi ke rumah, sang ayah bertanya kepadanya “Puteraku, apa yang telah engkau pelajari?” sahutnya “Ayah, tahun ini aku mempelajari apa yang kata katakana saat mereka berbunyi.” Sang ayah marah besar, melonjak, dan memanggil semua hambanya, dan berkata: “Si tolol ini bukan lagi puteraku. Aku tidak mengakui dia Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
74
sebagai puteraku. Bawa dia ke hhutan dan bunuh dia.” Mereka membawa dia ke hutan, tetapi ketika tiba waktu membunuhnya, mereka membiarkan dia pergi. Anak itu mengembara. Beberapa waktu kemudian ia tiba di sebuah istana dan minta menginap semalam. “Baiklah,” kata pemilik istana itu. “Jika kamu ingin menghabiskan mala mini di sebuah bunker tua, kamu boleh tinggal. Tetapi saya peringatkan, kamu akan menghadapi bahaya besar, karena tempat itu penuh dengan anjng liar yang menggonggong dan melolong siang dan malam. Pada jam-jam tertentu seseorang harus dibawa untuk mereka, dan mereka mengganyangnya.” Namun anak itu tidak takut. “Beri saja saya makanan secukupnya untuk anjing-anjingmu yang galak itu,” katanya, “dan bawa saya pada mereka. Mereka tidak akan melukai saya.” Karena dia sendiri begitu yakin, mereka memberi dia makanan untuk anjing-anjing liar itu dan menurunkan dia ke dalam bunker tersebut. Pagi berikutnya, ia mengherankan semua orang. Dia keluar dalam keadaan selamat dan berkata kepada pemilik istana itu: “Anjinganjing itu telah member tahu saya dengan bahasa mereka mengapa mereka tinggal di sana dan membawa malapetaka untuk negeri ini. Mereka ada diguna-gunai dan dipaksa untuk menjaga harta karun di dalam bunker itu. Mereka tidak akan damai sampaii ada orang yang menggalinya. Saya sudah mempelajari cara menggalinya dengan mendengarkan mereka.” Semua orang yang mendengarnya diliputi kegirangan, dan pemilik istana tersebut berjanji mengangkat dia sebagai anak jika dia berhasil melaksanakan tugas tersebut. Dia kembali lagi ke dalam dan membawa keluar sekotak penuh emas, dan sejak itu lolongan anjing-anjing liar itu tak pernah terdengar lagi. Beberapa waktu kemudian, anak itu, setelah menjadi seorang bangsawan muda, berniat pergi ke Roma. Di perjalanan, ia berkuda melewati sebuah payau di mana beberapa ekor katak sedang bernyanyi. Dia memasang telinga, dan tatkala dia mendengar apa yang sedang mereka katakan, dia merasa prihatin dan sedih. Akhirnya, ia tiba di Roma. Paus baru saja meninggal, dan para Cardinal tidak dapat memutuskan siapa yang akan dipilih sebagai penggantinya. Pada akhirnya mereka sepakat menunggu hingga Allah mengirimkan suatu tanda. Baru saja pangeran muda itu masuk ke gereja, dua merpati putih seputih salju terbang turun dan hinggap di pundaknya. Dengan ini para cardinal melihat suatu tanda dari surge dan segera bertanya kepadanya apakah dia ingin menjadi paus. Pada mulanya, dia tidak bisa memutuskan, karena dia tidak taghu apakah dia layak, tetapi pada akhirnya dia menyatakan, “Ya.” Kemudian dia harus memimpin misa. Dia tidak mengetahui satu kata pun, tetapi dua merpati itu, yang masih hingga di pundaknya, membisikkan semuanya ke telinganya. Mindful Learning. Ellen J Langer 35-37 The Three Languages Tentukanlah berdasarkan teks di atas!! Tema
:
Judul
:
Kerangka Karangan Paragraf I :
Kerangka Karangan Paragraf II :
Kerangka Karangan Paragraf III : Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
75
Kerangka Karangan Paragraf IV :
Kerangka Karangan Paragraf V :
Buatlah ringkasan dongeng tersebut! (Tugas Individu)
Proses pembelajaran model Think-alouds Penerapan III No. 1.
Tahap Pembelajaran Tahap Persiapan (Kegiatan Pendahuluan)
Tahap Pelatihan (Kegiatan Inti)
Guru 1. Menyampaikan salam 2. Mengecek Kehadiran siswa 3. Menciptakan suasana kondusif 4. Membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pembelajaran yang akan berlangsung 5. Menyampaikan apersepsi 6. Menjelaskan langkahlangkah model pembelajaran think-alouds 7. Guru meminta siswa berkelompok masing-masing 5 orang 8. Memberikan gambaran cerita lewat judul 9. Membangun skemata anak tentang cerita yang akan dibahas, dengan cara mengajukan pertanyaan yang berkaitan degan judul cerita 10. Membagikan materi sumber belajar berupa teks kepada masing-masing kelompok 11. Meminta siswa membaca senyap (di dalam hati) 12. Membaca cerita/dongeng tersebut dan menjelaskan bagian yang sulit, dan unsur tulisan, dengan cara: paragraph pembuka, isi
Siswa 1. Menjawab salam 2. Menyakatan kehadiran 3. Mempersiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran 4. Termotivasi dan mengikuti arahan untuk belajar secara optimal
5. Mendengarkan apersepsi 6. Mendengarkan penjelasan
7. Mengikuti perintah guru untuk berkelompok 8. Memperhatikan judul yang diperlihatkan guru 9. Merespon guru
10. Menerima materi sumber berupa teks 11. Menuruti permintaan guru untuk membaca senyap 12. Menyimak penjelasan guru
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
76
cerita/dongeng, dan paragraph penutup 13. Diskusi kelompok untuk memahami cerita dengan menentukan paragraf pembuka, isi cerita/dongeng, dan paragraf penutup
Tahap Akhir (Kegiatan Akhir)
14. Membimbing siswa untuk menuliskan cerita/dongeng sesuai dengan paragraph pembuka, isi, dan penutup 15. Bersama-sama siswa menyimpulkan materi pelajaran
13. Bediskusi kelompok untuk memahami isi cerita/dongeng dengan cara: menentukan paragraph pembuka, isi cerita/dongeng, dan paragraph penutup cerita yang diberikan 14. Menuliskan cerita/karangan sesuai dengan unsur tulisan: paragraph pembuka, isi, dan penutup 15. Ikut menyimpulkan materi pelajaran
IKAN POLAMAN Polaman dan isterinya mendirikan sebuah rumah di tepi danau. Setiap pagi ikan-ikan danau diberi makan nasi dan jagung. Kalau ikan-ikan itu melihat Polaman atau isterinya datang, dengan segera ia timbul ke atas air. Demikianlah dibuat mereka setiap hari. Akan pembalasan jasa, Polaman dan isterinya dikaruniai oleh ikan itu kekayaan dan kebahagiaan. Mendengar kabar itu, penduduk dari desa-desa yang lainnya datang pula ke danau itu memberi persembahan kepada ikan keramat itu. Mereka datang kebanyakan dari desa Purwodadi yang jauh letaknya dari danau itu. Oleh karena mereka datang dari jauh, mereka mendirikan saja pondok-pondok di tepi danau itu. Kian lama kian banyak orang datang. Lama kelamaan terjadilah sebuah desa yang besar. Polaman menjadi kepala dalem desa itu dan menamakannya desa Polaman. Dari desa Purwodadi datang pula seorang perempuan yang sedang mengandung dan amat tamak. Ia ingin pula kaya. Ikan yang jinak itu hendak ditangkapnya. Pada suatu hari pergilah Luhama, begitu nama perempuan itu, ke danau Polaman. Maksudnya tidak hendak member makanan pada ikan-ikan itu, tetapi hendak menangkapnya. Waktu subuh ia telah berangkat dari rumahnya, karena danau itu jauh letaknya dari desanya dan berharap akan lekas sampai ke sana. Kepayahan oleh panas dan terik sampailah ia di tepi danau itu. Sambil duduk di tepi danau melepaskan lelah, dilihatnya ikan-ikan yang jinak itu berenang-renang dalam air yang jernih itu. Nafsu jahatnya timbul hendak menangkap ikan itu. Baru saja ia hendak mengembangkan kain ke dalam air, ia terkejut mendengar suara, “Mengapa kamu, Lumaha? Kamu memberi makan ikan-ikan itu? Bagus-bagus ikan itu, ya? Tetapi, ketahuilah bahwa ikan-ikan itu keramat dan tak boleh ditangkap…” Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
77
Luhama terkejut menoleh ke belakang dan dilihatnya Nyai Tumila ke luar dari balik pohon kayu. Ia mengetahui maksud jahat Luhama dan mengintipnya sejak dari rumahnya. Luhama marah melihatnya dan berkta, “Apa pedulimu, boleh tak boleh ikan itu kutangkap, janda gila. Pergilah engkau pulang!!” Dengan tak menjawab Nyai Tumila balik kembali ke desanya. Luhama girang benar melihat Nyai Tumila pergi, karena sekarang ia dapat memenuhi maksud jahatnya itu. Ketika dilihatnya tak ada orang lagi di dekatnya, dibentangkan kembali kainnya dan ditangkapnya ikan-ikan jinak itu sekehendak hatinya. Setelah kainnya penuh, bergirang hati ia kembali ke Purwodadi. Sampai di rumahnya, tak tertahan lagi nafsunya. Ikan itu tidak dibunuh dan dibersihkan lagi. Dimasukannya hidup-hidup ke dalam bejana dan direbusnya. Ikan-ikan itu menggelepar-gelepar dalam air panas. Tatkala air itu mendidih, Luhama mendengar suara yang halus berkata kepadanya, “Ketahuilah bahwa kami ikan keramat. Barang siapa yang menagkap atau membunuh kami, akan dihukum oleh dewa-dewa.” Luhama tertawa saja mendengar perkataan itu. “bagaiaman dewa-dewa akan menghukum saya” katanya. “ikan-ikan itu gunanya untuk ditangkap dan dimakan!” Setelah rebus ikan masak, diletakannya di atas daun pisang dan sambil memikir-mikir hal kejadian itu, dimakannya dengan nasi sekenyang-kenyang perutnya. Tetapi habis dimakannya, perutnya berasa seakan-akan penuh dengan air yang beriak-riak. Di dalam air itu terasa pula olehnya ikan-ikan berenangrenang dan menggelepar-gelepar seperti dalam air danau. Kian lama perut Luhama kian penuh dengan air dan ikan-ikan bertambah banyak. Ia merasa tidak senang lagi dan ketakutan. Bergegaslah ia pergi menanyakan halnya kepada seorang tetangganya, tetapi hal ikan itu tidak diceritakannya. “Penyakitnya berat benar,” kata tetangganya, lalu berlari ke rumah Nyai Tumila mengabarkan hal Luhama itu. Setelah Nyai Tumila melihat perempuan yang tamak itu mengeluh kesakitan, mengertilah ia apa sebab penyakitnya itu dan berkata, “Kamu telah memakan ikan keramat, Luhama. Ikan itu tidak boleh dimakan. Sekarang kamu mesti mati, karena dewa-dewa akan menghukum barangsiapa yang melanggar larangannya…” “Betul,” keluh Luhama. “Saya telah memakan ikan itu. Tetapi, tolonglah saya Nyai, saya akan mati…” Sekonyong-konyong terdengar pula suara halus oleh Luhama, “Tidak, kamu tidak akan mati. Tetapi kamu akan dihukum oleh karena tamakmu. Berapa ekorkah ikan yang kamu makan, Luhama?” “Ah, tidak berapa ekor, hanya waktu saya memakannya sambil memikirmikir nasibku, cepat benar habisnya,” keluh perempuan tamak itu. “Sebagai hukuman, kamu dijadikan ikan, Luhama,” kata suara halus itu. “Dan namamu ikan Sembilang. Di kemudian hari ikan sembilang itu jadi ikan larangan. Apabila dimakan oleh perempuan yang sedang mengandung, akan menggugurkan kandungannya.” Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
78
Baru saja suara halus itu habis berkata, tubuh Luhama telah berubah menjadi ikan Sembilang. Sejurus kemudian Nyai Tumila membawa ikan sembilang itu ke sebuah muara sungai yang mengalir di desa Purwodadi. Menurut cerita orang, semenjak itu sering benar orang menangkap ikan sembilang itu, yang sebenarnya hidup di dalam air laut. Dan hingga sekarang ini, ikan sembilang itu jadi ikan pantangan/larangan.
Tema
:
Tokoh
:
Watak
:
Latar
:
Amanat
:
Buatlah ringkasan dongeng tersebut! (Tugas Individu)
b. Kemampuan Akhir Setelah dilakukan penerapan model pembelajaran think-alouds di kelas eksperimen kelas kontrol dan diperoleh hasil posttest sebagai berikut; No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
KELAS EKSPERIMEN NAMA SISWA NILAI ADLIN KURNIATI 92 AKBAR 69 ALIEF RAMDHANI 88 GALANG 65 HAMDAN 77 ISTIMA 53 JANIAR 57 KELVIN 72 KOMALASARI 77
KELAS KONTROL NAMA SISWA NILAI ADINDA M.P. 66 ADITYA 47 AKMAL 48 ALEJANDITO B.N. 46 ARYANTI 83 AUDREY F. B. P. 74 DEVI TRIYANI 82 DILLA LIDYA 83 GENSEN YOHANA 74
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
79
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
LIDA M L M. MUGNI MELDA RESTI RIFAN RINA HARTINI RIO RISTA SITI H. SITI KARMILA W. SYIVA M. TIKA DWI NANDA
75 91 44 78 83 85 44 87 71 58 97
LIDIA HENRI S. LINGGA M. FARDAN RIZKI M. FIKRI HAYKAL M. KAFI M. SADDAM H.Z. NAUFAL A.Z. RAYBI JUNIOR RENDI LESMANA ROMI YANTI NUR ZEINA
70 46 56 70 49 74 62 82 64 78 60 66
Penilaian Kelas Eksperimen NAMA SISWA ADLIN KURNIATI AKBAR ALIEF RAMDHANI GALANG HAMDAN ISTIMA JANIAR KELVIN KOMALASARI LIDA M L M. MUGNI MELDA RESTI RIFAN RINA HARTINI RIO RISTA SITI H. SITI KARMILA W. SYIVA M. TIKA DWI NANDA TOTAL RERATA/GAIN
PRETEST 83 66 84 67 78 44 56 76 84 77 56 36 81 73 77 44 72 65 72 85
POSTEST 92 69 88 65 77 53 57 72 77 75 91 44 78 83 85 44 87 71 58 97
GAIN 9 3 4 -2 -1 9 1 -6 -7 -2 35 9 -3 10 8 9 15 6 -14 12 94 4,7
Penilaian Kelas Kontrol NAMA SISWA ADINDA M.P. ADITYA AKMAL ALEJANDITO B.N. ARIYANTI
PRETEST 54 44 52 44 84
POSTEST 66 47 48 46 83
GAIN 8 3 -4 2 -1
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
80
AUDREY F. B. P. DEVI TRIYANI DILLA LIDYA GENSEN YOHANA LIDIA HENRI S. LINGGA M. FARDAN RIZKI M. FIKRI HAYKAL M. KAFI M. SADDAM H.Z. NAUFAL A.Z. RAYBI JUNIOR RENDI LESMANA ROMI YANTI NUR ZEINA TOTAL RERATA/GAIN
63 79 87 72 53 44 54 51 48 79 53 75 58 84 58 79
74 82 83 74 70 46 56 70 49 74 62 82 64 78 60 66
11 3 -4 2 17 2 2 19 1 -5 9 7 6 -6 2 -13 11 0,52
Selanjutnya skor pretest ini diuji dengan menggunakan program SPSS dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov untuk menguji normalitas. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat berikut ini. Uji Normalitas Skor Pretest Kemampuan Menulis Dongeng Case Processing Summary Cases Valid KELAS PRETEST POSTEST
N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Eksperimen
20
100.0%
0
.0%
20
100.0%
Kontrol
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
Eksperimen
20
100.0%
0
.0%
20
100.0%
Kontrol
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova KELAS PRETEST POSTEST
Statistic
df
Sig.
Eksperimen
.185
20
Kontrol
.193
Eksperimen
.124
Kontrol
.140
Shapiro-Wilk Statistic
Df
Sig.
.071
.887
20
.023
21
.059
.889
21
.021
20
.200*
.957
20
.493
21
*
.876
21
.013
.200
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
81
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Tabel di atas memperlihatkan bahwa hasil pretest kemampuan menulis dongeng siswa dari kelas eksperimen dengan nilai signifikansi memiliki P-value 0,071 berdasarkan uji Lilifors Sedangkan P-value di kelas kontrol sebesar 0,059 dengan uji Lilifors. P-value dari kelompok eksperimen dan kelas Kontrol lebih besar dari α = 0,05. Sehingga data pretest kemampuan menulis dongeng anak kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi berdistribusi normal, sehingga dapat diterima. Dapat dilihat dari tabel tersebut bahwa nilai signifikan posttest kelas ekperimen dan kelas kontrol untuk hasil kemampuan menulis dongeng sebagai berikut memiliki p-value 0,200 dengan uji Lilifors. Kedua p-value bernilai lebih besar dari α = 0,05 sehingga data posttest untuk kemampuan menulis dongeng berdistribusi normal, dapat diterima. Kemudian dilanjutkan dengan uji homogenitas varians terhadap data menulis pada pretest dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil perhitungan homogenitas varians skor pretest dan postest kemampuan menulis dongeng di kelas eksperimen dan kelas kontrol, sebagai berikut ini: Uji Homogenitas Pretest Kemampuan Menulis Dongeng Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
PRETEST
.522
1
39
.474
POSTEST
.722
1
39
.401
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
82
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai signifikan untuk kelas eksperimen dan kelas Kontrol untuk pretest kemampuan menulis dongeng memiliki sig (p = 0,474) untuk uji homogenitas maka dapat dianggap data tersebut memiliki variansi sama. Jadi, varians skor pretest pada variable kemampuan menulis dongeng di kelas eksperimen dan kontrol diperoleh lebih besar dari taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan varians skor pretest pada variable kemampuan menulis dongeng dari kedua kelompok tersebut adalah homogen. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan reraata antara kelas eksperimen dan kontrol dilakukan uji t dengan Compare Mean independent Samples Test dengan hasil perhitungan sebagai berikut: T-tes Sample Independent Kemampuan Menulis dongeng Group Statistics KELAS PRETEST
POSTEST
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Eksperimen
20
64.45
25.059
5.603
Kontrol
21
62.57
14.719
3.212
Eksperimen
20
68.25
26.386
5.900
Kontrol
21
64.24
20.530
4.480
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F PRETEST
Equal variances assumed
1.163
Sig. .287
Equal variances not assumed POSTEST
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.323
.573
t
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
.294
39
.770
1.879
6.380
-11.027
14.784
.291
30.418
.773
1.879
6.459
-11.304
15.061
.545
39
.589
4.012
7.363
-10.881
18.904
.542
35.891
.591
4.012
7.408
-11.014
19.038
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
83
Berdasarkan tabel di atas bahwa F = 1,163 dan (p = 0,287) karena nilai signifikan yang diperoleh dari hasil perhitungan lebih besar dari taraf signifikansi α = 0,05, hal ini menyatakan tidak terdapat perbedaan rerata skor pretest antara kelas eksperimen dan kontrol, diterima. Artinya, kemampuan siswa di kelas eksperimen dan kontrol tidak terdapat perbedaan sebelum diberi perlakukan. Karena data dianggap normal maka dapat dilihat pada lajur equal variances assumed nilai t = 0,294, df = 39, (p= 0,287). Maka nilai t hitung adalah 0,294 positif. Grafik 4.1 Uji Normalitas Skor Pretest Kelas Eksperimen
Hal tersebut dapat dilihat dari grafik Normal Q-Q tentang hasil pretest kelas eksperimen kemampuan menulis dongeng. Sedangkan di bawah ini merupakan grafik Normal Q-Q tentang hasil pretest kemampuan menulis dongeng di kelas kontrol. Grafik 4.2 Uji Normalitas Skor Pretest Kelas Kontrol
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
84
Berdasarkan grafik observe value dapat disimpulkan bahwa Normalitas Probabilitas Plot untuk skor kedua kelas menunjukkan bahwa titik-titik nilai data tersebar di sekitar garis lurus, sehingga skor untuk kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Maka hasil tersebut dapat diperoleh untuk pengolahan data selanjutnya secara non parametik. Berikut ini dari setiap item kemampuan menulis dongeng antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Akan terlihat tingkat kemampuan menulis dongeng siswa dalam memahami isi dongeng: 4.3 Grafik Memahami Isi Dongeng
12 10 8 6 4 2 0
sangat baik baik cukup pretest
postest
eksperimen
pretest
postest
kurang
kontrol
Grafik di atas menerangkan bahwa hasil pretest kemampuan siswa dalam pemahaman isi dongeng di kelas eksperimen yang diinterpretasikan siswa kurang Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
85
sebanyak 6 orang, siswa cukup sebanyak 6 orang, siswa baik sebanyak 7 orang dan siswa yang sangat baik dalam memahami isi dongeng sebanyak 1 orang. Setelah dikenai terapan model pembelajaran think-alouds ternyata kemampuan siswa dalam memahami isi dongeng termasuk kurang sebanyak 6 orang, cukup 2 orang, baik 10 orang dan sangat baik sebanyak 2 orang. Hal ini menunjukan peningkatan dari hasil pretest. Demikian halnya dengan kelas control dapat dilihat bahwa pada hasil pretest siswa kurang sebanyak 12 orang, cukup sebanyak 3 orang, baik sebanyak 6 orang dan sangat baik masih belum nampak. Setelah dilakukan tes kedua (posttest) didapati terjadi perubahan walaupun tidak signifikan, siswa dengan predikat kurang sebanyak 8 orang, cukup sebanyak 8 orang, siswa dengan peringkat baik sebanyak 3 orang dan siswa berpredikat sangat baik masih tetap tidak tampak. Grafik 4.4 Ketetapan Organisasi isi teks 12 10 8
sangat baik
6
baik
4
cukup
2
kurang
0 pretest
postest
pretest
postest
Dapat dilihat berdasarkan tabel di atas bahwa Ketetapan Organisasi isi teks pretest siswa di kelas eksperimen yang terlihat untuk siswa dengan predikat kurang sebanyak 5 orang, cukup sebanyak 7 orang, sebanyak 7 orang, dan sangat baik sebanyak 1 orang. Setelah dilakukan terapan model pembelajaran thinkRima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
86
alouds siswa dengan perdikat kurang sebanyak 4 orang, cukup sebanyak 4 orang, berpredikat baik sebanyak 9 orang dan sangat baik sebanyak 3 orang. Sedangkan untuk hasil pretest di kelas kontrol masih berdasarkan data di atas siswa berpredikat kurang sebanyak 11 orang, cukup sebanyak 3 orang, siswa dengan predikat baik sebanyak 7 orang, dan tidak ada siswa yang dianggap sangat baik dalam membuat organisasi isi teks.
Grafik 4.5 Ketepatan Diksi 12 10 8 6 4 2 0
sangat baik baik cukup pretest
postest
eksperimen
pretest
postest
kurang
Kontrol
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa Ketepatan diksi untuk hasil pretest siswa di kelas eksperimen dengan predikat kurang sebanyak 4 orang, untuk siswa cukup sebanyak 7 orang, siswa baik dalam memilih diksi sebanyak 7 orang, dan terdapat 2 orang siswa sangat baik dalam menentukan diksi untuk menulis dongeng. Kemudian setelah dilakukan terapan model pembelajaran think-alouds di kelas eksperimen mengalami kemajuan di predikat kurang sebanyak 2 orang, siswa dengan predikat cukup sebanyak 4 orang, baik sebanyak 11 orang, dan Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
87
siswa yang dianggap sangat baik dalam menentukan diksi sebanyak 3 orang. Sedangkan untuk hasil pretest dan posttest untuk siswa di kelas control, siswa dengan predikat kurang sebanyak 5 orang menjadi 6 orang, cukup sebanyak 8 orang menjadi 7 orang, di predikat baik sebanyak 8 orang siswa menjadi 6 orang dan siswa yang dianggap sangat baik di pretest tidak ada namun setelah dilakukan posttest muncul sebanyak 2 orang yang mampu memilih diksi yang tepat untuk dongeng yang ditulisnya.
Grafik 4.6 Ejaan dan Tata Tulis Dongeng 12 10 8 6 4 2 0
sangat baik
baik cukup pretest
postest
eksperimen
pretest
postest
kurang
Kontrol
Data pada tabel tersebut memberikan penjelasan bahwa kemampuan Menulis ejaan dan tata tulis dongeng hasil pretest di kelas eksperimen yang dinilai kurang sebanyak 3 orang, cukup sebanyak 11 orang, baik sebanyak 6 orang dan sangat baik sebanyak 1 orang, kemudian dilihat kembali setelah mengalami terapan dengan model pembelajaran think-alouds siswa yang di anggap kurang sebanyak 2 orang, cukup sebanyak 5 orang, dianggap baik sebanyak 11 orang, dan sangat baik sebanyak 4 orang. Sedangkan untuk siswa di kelas kontrol hasil yang Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
88
diperoleh setelah pretest dan posttest siswa dinilai kurang sebanyak 3 menjadi 4 orang, dinilai cukup 9 orang menjadi 7 orang, dinilai baik 8 orang menjadi 7 orang dan dinilai sangat baik dari 1 orang menjadi 3 orang. 3. Perkembangan Metakognitif Dilihat dari perkembangannya, berpikir sebagai bahasa dalam diri (inner language), merupakan prasyarat dasar dari metakognitif, yang biasanya mulai berkembang pada anak usia 5 tahun. Metakognitif ini merupakan kunci pokok yang menandai anak-anak yang memasuki tahap berpikir formal sekitar usia 11 tahun (Budiraharjo, 2010). Usia 11 tahun pendidikan penduduk Indonesia rata-rata berada di kelas V Sekolah Dasar, dengan demikian diharapkan perkembangan metakognitif siswa kelas V mengalami peningkatan yang berarti, Flavell (1979) yang sejalan dengan pendapat Perkins (1984) mengatakan, keterampilan berfikir yang terdapat dalam semua bidang kurikulum; pembelajar harus dilatih untuk memperoleh dan menyimpan pengetahuan (declarative knowledge), memahaminya dengan membangun
konsep
(procedural
knowledge),
kemudian
menerapkannya
(conditional knowledge) agar mereka bisa jadi seorang pemikir generatif (produktif), untuk mempermudah dan memfokuskan peneliti dalam melakukan penelitian, peneliti mengambil 6 sample siswa (2 siswa pintar, 2 siswa sedang, dan 2 siswa dengan kemampuan kurang). Pada awalnya peneliti dan guru kelas memberikan waktu sesuai dengan alokasi waktu pelajaran yaitu 2 X 35 menit, tetapi pada kenyataannya hanya beberapa siswa saja yang bisa menyelesaikan tulisan tepat waktu, selebihnya melebihi waktu yang ditentukan. Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
89
Peningkatan kemampuan metakognitif siswa dilihat dari declarative knowledge, pada siswa pintar nampak menjadi lebih berhati-hati dan memperhitungkan mulai dari penentuan ide cerita; dengan cara berkonsultasi dan bertanya kepada guru dan peneliti, kemudian mereka mencoba menggambarkan dongeng yang mereka miliki dengan sesuai dengan nalar dan pemahamannya, bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang, rata-rata tidak terlalu banyak berkonsultasi pada guru dan peneliti, baik itu berkenaan dengan materi maupun dengan cerita/dongeng yang dipilihnya. Mereka hanya memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan guru. Bahkan beberapa diantaranya kesulitan dengan bahan cerita/dongeng yang akan diceritakan. Dan untuk siswa dengan
kemampuan
metakognitif
kurang,
mereka
bahkan
tidak
mau
menampakkan diri, dengan terus menundukan kepala di atas kertasnya, atau tidak menunjukan keluhan apa pun pada guru dan peneliti, seolah-olah tidak ada masalah padahal ternyata mereka belum memiliki ide cerita/dongeng yang akan diceritakan, hal ini bisa terjadi salah satu penyebabnya adalah karena mereka kurang mendengarkan/membaca dongeng dari semasa kecil di lingkungan keluarga dan temannya. Dilihat dari procedural knowledge perkembangan metakognif siswa pintar SDN Sukaasih melalui dongeng terlihat mampu bahkan mahir, hal ini dapat terlihat dengan lancarnya siswa menceritakan dongeng yang dipilihnya, kemudian mengenal tahap-tahapan alur yang dilalui tokoh dalam dongengnya. Namun demikian ada beberapa penggunaan bahasa yang kurang tepat, menggunakan bahasa resapan dari daerah (sunda) tapi dengan banyak berkonsultasi dan bertanya Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
90
kepada guru dan peneliti siswa tersebut dapat menyelesaikan cerita dengan sangat baik. Bagi siswa dengan procedural knowledge kemampuan metakognitif sedang, bila dinilai dari keaktifan dan kemampuan verbal agak sulit diperoleh, karena mereka termasuk siswa yang tidak terlalu suka bertanya dan hanya mengandalkan kemampuan pribadi. Namun dilihat dari hasil dongeng yang tulis, mereka masih termasuk mampu. Hanya saja dongeng yang ditulis kurang dapat menggambarkan alur secara mengalir, bahkan terkadang dongeng yang ditulis langsung pada konfliks dan klimaks dongeng tanpa ada latar cerita, namun demikian cerita masih memiliki kohesi dan koherensi dengan baik. Dan siswa dengan metakognitif kurang, mereka sulit bertanya dan kurang bisa menggungkapkan dalam bentuk lisan, bahkan tulisan. Sehingga agak sulit peneliti mengetahui kesulitan dan solusi yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan mereka. Dengan demikian peneliti menarik kesimpulan perkembangan metakognitif siswa tersebut masih belum berkembang. Dan perkembangan metakognitif yang terakhir adalah conditional knowledge untuk siswa pintar, mereka lebih mudah menentukan pilihan untuk mulai menulis cerita/dongeng yang akan dihasilkan dibanding siswa kemampuan sedang dan kurang. Namun demikian tidak seluruhnya kegiatan berjalan dengan sangat baik dan lancar (tanpa kendala), terkadang justru karena teliti dan terlihat ingin sempurna siswa pintar lebih mempertimbangkan tulisannya, membaca ulang dan sekali-kali menghapus tulisannya yang pada akhirnya merasa waktu yang diberikan masih kurang mencukupi, sesuai dengan hipotesis Swain dan Lapkin (dalam Helmiyantriyani, 2005: 70) bahwa „when learners cannot work out a Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
91
solution, they may turn to input [in this case by repeating the words that have been mentioned before or rereding the outlines and words that have been written], searching for relevant input’, disinilah lebih terlihat perkembangan metakognitif siswa dalam menyelesaikan dongengnya. Sebaliknya siswa dengan perkembangan metakognitif yang sedang dan kurang lebih terlihat „anteng‟ (tenang-tenang) saja dan nyaman, bahkan lebih menunjukan hasil seadanya (ala kadarnya). Ketika siswa diminta guru mengumpulkan hasil tulisan karena waktu yang diberikan telah usai mereka dengan tanpa beban mengumpulkan dan jujur berkata “hanya sedikit, sudah tidak ada ide lagi.” Berbeda dengan pendapat Kellogg (dalam Helmiyantriyani, 2009: 70) bahwa orang yang kurang menggunakan waktunya dalam perencanaan (declarative knowledge) akan menghabiskan banyak waktu di akhir. Peneliti memperkirakan hal ini terjadi karena siswa sudah merasa jenuh dan bosan pada pelajaran bahasa, dan ingin segera mengakhiri pelajaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka benarlah pendapat Budiraharjo (2010) yang menyatakan perencanaan atas suatu strategi yang tepat akan membantu kita membuat penilaian temporal dan komparatif; mengukur kesediaan akan tindakan-tindakan selanjutnya; sekaligus untuk memonitor interpretasi, persepsi, keputusan, dan perilaku kita. Dalam artian perencanaan merupakan modal penting yang harus dimiliki guna mencapai target yang diharapkan, dengan perencanaan tersebut kita akan mengetahui perbekalan yang harus disiapkan, proses yang harus dilalui, hingga tindakan yang layak dilakukan untuk mencapai sasaran (goal) yang diharapkan. Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
92
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Model pembelajaran Thinkalouds dapat berpengaruh terhadap perkembangan metakognitif siswa SDN Sukaasih Subang dengan gain peningkatan sebesar 4,7 di kelas eksperimen dan gain 0,52 di kelas kontrol. Permasalahan yang peneliti temukan selama penelitian adalah batasan waktu yang pelaksanaan peneliti berkaitan dengan dekatannya waktu penelitian menjelang pelaksanaan UAS di Sekolah Dasar dan kegiatan sekolah lainnya. Sehingga hasil penelitian yang diperoleh masih belum maksimal, lebih terfokus pada siswa pintar. Namun demikian tidak mengurangi semangat peneliti untuk tetap melakukan penelitian. 4. Pembahasan hasil Observasi Setelah peneliti melakukan observasi lapangan yang ditujukan kepada siswa dan guru secara keseluruhan hasilnya memuaskan. Pembahasan hasil observasi akan dibahas tentang aktivitas guru kemudian dilanjutkan dengan aktivitas siswa. Aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan guru dinilai sudah sangat baik. Penilaian tersebut berdasarkan pada hasil observasi aktivitas guru yang dilakukan peneliti
selama
pembelajaran
berlangsung dengan
menggunakan
model
pembelajaran think-alouds dengan hasil 90%, peneliti menilai guru model masih kurang memberikan pujian dan keramahan pada siswanya, padahal jika di dunia bisnis siswa adalah raja yang layak diberi pujian dan senyuman Model pembelajaran think-alouds terdiri dari 3 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap proses pembelajaran dan tahap penutup sekaligus evaluasi. Pada Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
93
tahap persiapan, guru model melakukan pembelajaran dengan baik, sesuai dengan tahap-tahapan yang dianjurkan, dimulai dari mengecek kehadiran siswa, apersepsi materi, hingga penjelasan langkah-langkah pembelajaran think-alouds. Pada tahap proses pembelajaran guru sebagai fasillitator sudah berperan dengan baik, hal ini sesuai dengan pedoman model pembelajaran yang diberikan peneliti. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran pembelajaran adalah bahwa guru model merupakan salah satu guru muda dan lulusan IKIP Bandung, yang memiliki integritas pendidikan yang baik dalam kependidikan. Dalam proses pembelajaran, guru model menyampaikan materi juga memberikan aturan dan arahan yang jelas, sehingga memudahkan siswa dalam proses pembelajaran. Pengelompokan siswa dilakukan sudah tepat yaitu membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari lima orang setiap kelompoknya. Tak lupa pula guru model pun membagi rata siswa tergolong pintar ke dalam setiap kelompok, sehingga setiap kelompok memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan adanya salah satu siswa pintar di dalam kelompoknya. Pada tahap penutup merupakan tahapan dimana guru memberikan tugas individu pada siswa untuk mengetahui sejauhmana kemampuan siswa secara orang perorang. Kemudian guru model menyimpulkan materi pembelajaran, membahas hasil evaluasi dan memberikan pemantapan dengan memberikan contoh yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa. Namun demikian tidak ada yang sempurna, karena selama proses pembelajaran peneliti menilai bahwa guru model kurang memberikan pujian, bahkan terkesan jutek dan tegas, sehingga memudahkan siswa lebih akrab dengan guru lain yang datang ke Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
94
kelas. Namun hal ini tidak mengurangi penilaian peneliti pada guru model bahwa beliau sudah melaksanakan pembelajaran model think-alouds dengan baik dan membantu siswa memahami materi yang diberikan. Pembahasan hasil observasi selanjutnya adalah aktivitas siswa ketika melakukan pembelajaran dengan menggunakan model think-alouds. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, proses pembelajaran dilakukan siswa dengan baik, sesuai dengan harapan dan perkiraan peneliti, hal ini bernilai 80%, hanya sedikit kendala yang terjadi selama pembelajaran berlangsung, yaitu proses diskusi hanya dilakukan siswa pintar, sedangkan sebagian siswa lainnya berdiskusi materi lain, mengobrol. Namun demikian, tahapan pembelajaran thinkalouds masih dilaksanakan dengan baik. Ini menandakan bahwa aktivitas pembelajaran pada kelas eksperimen lebih baik. Sedangkan aktivitas pembelajaran di kelas kontrol sedikit lebih rendah dibandingkan di kelas eksperimen. Hal ini dikarenakan siswa di kelas kontrol tidak melakukan cooperative learning, namun hanya terbatas pada teman/kawan dekat. Pada saat presentasi individu siswa di kelas eksperimen lebih antusias dan berminat dibandingkan kelas kontrol untuk tampil di depan kelas, walaupun bukan materi pelajaran yang dibahas di kelas selama beberapa waktu sebelumnya. Namun antusiasme siswa di kelas eksperimen menunjukan bahwa mereka memiliki kreatifitas yang tinggi untuk tampil di depan teman-temannya.
5. Pembahasan hasil Wawancara dan Angket
Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
95
Hasil wawancara dan angket yang diberikan pada guru dan siswa tentang penerapan model pembelajaran think-alouds, menunjukan bahwa model pembelajran think-alouds merupakan model pembelajaran yang belum banyak dikenal namun demikian, dengan melihat proses pembelajaran mereka menilai model ini tidak asing dan biasa dilakukan dalam pembelajaran. Hanya yang membedakan adalah hasil yang dinilai pada model pembelajaran think-alouds adalah hasil individu, sedangkan yang biasa digunakan merupakan nilai kelompok, mungkin ini yang menjadikan alasan model pembelajaran think-alouds kurang diminati karena merepotkan guru untuk memeriksa hasil siswa. Namun demikian, dalam meningkatkan kualitas pendidikan harus ada upaya yang dilakukan kepala sekolah dan jajaran pendidikan salah satunya adalah dengan menerapkan model-model pembelajaran sehingga menjadikan siswa aktif dan kreatif di kelas, yang diantaranya adalah model pembelajran think-alouds. Model pembelajaran think-alouds ini sangat baik diterapkan dalam pembelajaran membaca pemahaman tidak hanya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia tapi juga dalam mata pelajaran yang lainnya, yang membutuhkan pemahaman dalam membaca teks pelajaran, diantaranya adalah Ilmu Pegetahuan Sosial (IPS). Hasil wawancara dan angket yang selanjutnya dilakukan pada siswa, menunjukan bahwa siswa cukup menyukai model pembelajaran think-alouds dikarenakan hal ini membuat siswa tidak bosan dalam belajar, selain itu siswa dapat bertukar pendapat antar teman dan kawan, memacu siswa untuk terus belajar dan banyak membaca sehingga bisa memudahkan siswa dalam membaca pemahaman. Rima Rikmasari, 2012 Pengaruh Model Pembelajaran Think-Alouds Terhadap Perkembangan Metakognitif Dan Kemampuan Menulis Dongeng Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu