LAPORAN PENELITIAN
STUDI KOMPREHENSIF PENINGKATAN KASUS / KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN RESERVOIR
Wiwik Trapsilowati, dkk.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015
RINGKASAN EKSEKUTIF
Studi Komprehensif Peningkatan Kasus / Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Tular Vektor dan Reservoir Latar Belakang dan Tujuan
Eliminasi malaria di Indonesia dimulai sejak tahun 2004 dan khusus Jawa dan Bali eliminasi malaria ditargetkan tercapai pada tahun 2015. Upaya
pengendalian malaria dilakukan untuk mengurangi penularan serta pengendalian vektor penulamya. Pengendalian tersebut antara lain dilakukan melalui kegiatan surveilans migrasi, pengobatan penderita dan pengendalian vektor malaria. Pengendalian vektor malaria terutama di wilayah endemis dilakukan melalui kegiatan pembagian kelambu berinsektisida, penyemprotan rumah dengan insektisida (indoor residual spraying/IRS) (Badan Litbangkes, 2010).
Kabupaten Purworejo merupakan salah satu daerah endemis malaria di Jawa Tengah. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Purworejo tahun 2014 terdapat 298 kasus malaria yang tersebar di 9 (sembilan) puskesmas dari 21 puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Purworejo. Kasus malaria di daerah Purworejo merupakan kasus indegenous. Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan duajenis Plasmodium yaitu Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax dengan
presentase infeksi terbesar terjadi pada Plasmodium falciparum. Infeksi malaria presentase terbesar terjadi pada golongan umur 15-54 tahun dan >54 tahun. Akan tetapi sejumlah kasus juga terjadi pada golongan umur 0-11 bulan, 1-4 tahun, 5-9 tahun dan 10-14 tahun (Dinas Kesehatan Purworejo, 2014). Pada awal bulan
Januari 2015 terjadi peningkatan kasus malaria sebanyak 129 kasus di sembilan puskesmas dari 21 puskesmas yang terdapat di Kabupaten Purworejo (Dinas Kesehatan Purworejo, 2015), sehingga ada permintaan daerah untuk dilakukan penelitian di wilayah tersebut.
Salah satu penyakit tular reservoir yang masih menjadi masalah di Indonesia adalah leptospirosis. Meskipun secara teoritis pengobatannya sederhana, tetapi tingkat kematian akibat leptospirosis cukup tinggi. Itu disebabkan karena penanganan yang seringkali terlambat. Hal tersebut terjadi karena diagnosa leptospirosis di Puskesmas belum dapat dilakukan atau belum terpikirkan ke arah leptospirosis. Penderita pada umumnya tidak mengetahui bahwa mereka menderita leptospirosis dan berakibat penderita terlambat mendapatkan penanganan yang tepat.
Kasus leptospirosis di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten pada tahun 2015 terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun 2014. Jumlah penderita pada tahun 2014 sebanyak 18 kasus dan pada tahun 2015 sampai Mei 2015 sebanyak 31 kasus dengan kematian sebanyak 10 kasus, sehingga case fatality rate (CFR) pada peningkatan kasus ini sebesar 30,22%. Kasus leptospirosis pada tahun 2015 tersebar di 14 Puskesmas di Kabupaten Tangerang. Kasus terbanyak terjadi di Puskesmas Kronjo, sebanyak 6 kasus dengan 2 kematian dan Puskesmas Kemiri 5 kasus dengan 1 kematian. Kegiatan yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang adalah penyuluhan, clean up (kegiatan bersih-bersih IX
lingkungan) setelah terjadi banjir, surat edaran waspada terhadap leptospirosis pasca banjir, pembagian rapid diagnosis test (RDT) ke Puskesmas, pembagian buku dan roll banner. Tetapi hal tersebut masih memerlukan penelitian lebih lanjut sehingga ada permintaan daerah untuk dilakukan penelitian di wilayah tersebut.
Tujuan umum penelitian ini adalah mengukur besaran masalah penyakit tular vektor (malaria) dan reservoir (leptospirosis) dalam menentukan rekomendasi strategi pengendaliannya di Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Tujuan khusus penelitian adalah : a. Assessment faktor resiko dari aspek lingkungan, agen, vektor dan pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap peningkatan kasus malaria di Kab. Purworejo. b. Assessment faktor resiko dari aspek lingkungan, agen, reservoir dan pengetahuan masyarakat terhadap peningkatan kasus leptospirosis di Kab. Tangerang.
c. Melakukan intervensi pengendalian vektor dan reservoir serta peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap faktor resiko yang berperan di wilayah penelitian, baik pada malaria di Kab. Purworejo maupun leptospirosis di Kab. Tangerang leptospirosis d. Mengevaluasi hasil intervensi pengendalian vektor dan reservoir serta peningkatan pengetahuan masyarakat, sebagai dasar rekomendasi kebijakan terkait dengan penanggulangan kasus malaria dan leptospirosis. e. Melakukan pemeriksaan laboratorium dalam diagnosis penyakit tular vektor dan reservoir.
Jenis penelitian adalah penelitian terapan, dengan rancangan gabungan antara cross sectional study dan eksperimental semu (one group pretest posttest design). Sampel penelitian untuk penyakit tular vektor (malaria) adalah individu terpilih, nyamuk dan jentik Anopheles tertangkap di lokasi penelitian. Sampel penelitian penyakit tular reservoir (leptospirosis) adalah individu terpilih, lingkungan dan binatang reservoir leptospirosis. Besar sampel untuk hewan tertangkap, baik nyamuk maupun reservoir (tikus dan binatang piaraan) adalah total sampling, sedangkan jumlah responden dengan populasi yang tidak diketahui didapatkan besar sampel minimal sebanyak 81 responden. Hasil penelitian pengendalian malaria Penelitian pengendalian malaria dilakukan di Desa Sendangsari, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Lokasi tersebut diambil 1 (satu) wilayah RW sebagai pilot project dalam pengendalian malaria. Intervensi yang dilakukan
terkait dengan pengendalian malaria merupakan kegiatan kerjasama antara Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir (B2P2VRP), Dinas Kesehatan/Puskesmas dan masyarakat. Kegiatan tersebut adalah pengobatan penderita, penyuluhan, indoor residual spraying (IRS) dan distribusi kelambu. Hasil pemetaan kasus dan assessment menunjukkan bahwa, kasus malaria menyebar pada wilayah penelitian. Kondisi lingkungan yang berpotensi sebagai
tempat perkembangbiakan nyamuk adalah sawah, kobakan di sekitar sungai dan kobakan sumber mata air. Kondisi rumah responden 87,8% merupakan rumah tanpa plafon dengan celah yang memungkinkan nyamuk masuk rumah, serta 65,6% rumah dengan kondisi tidak semuanya terang. Pengetahuan masyarakat tetang malaria sebesar 54,4% tennasuk dalam kategori baik, 38,9 termasuk kategori cukup dan 6,7% termasuk kategori kurang. Sikap responden terhadap program dan kegiatan penanggulangan malaria sebesar 93,3% termasuk dalam kategori mendukung dan 6,7% teramsuk dalam kategori cukup mendukung. Sedangkan untuk praktik/tindakan responden sebesar 16,7% termasuk dalam kategori baik, 0% kategori cukup dan 83,3% termasuk dalam kategori kurang baik.
Mass blood survey (MBS) sebelum intervensi ditemukan penderita positif Plasmodium falsiparum sebanyak 16 orang dari 208 orang yang diambil darahnya, sedangkan setelah intervensi 2 penderita dari 140 orang yang diambil darahnya. Hasil pemeriksaan dilaporkan ke Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk ditindaklanjuti dengan pengobatan penderita. Penyuluhan tentang malaria diberikan kepada 54 peserta dari Desa Sendangsari. Nilai rata-rata sebelum penyuluhan 8,65 dan setelah penyuluhan nilai rata-rata 12,28 dari total pertanyaan 15 soal. Hasil survei entomologi dengan penangkapan nyamuk sepanjang malam diperoleh hasil bahwa, pada penangkapan ke-1 nyamuk Anopheles yang ditemukan adalah An.
barbirostris, An.
balabacencis dan An.
maculatus.
Sedangkan pada penangkapan ke-2 nyamuk Anopheles yang ditemukan adalah An. barbirostris, An. aconitus, An. kochi, An. indifinitus dan An. vagus. Nyamuk Anopheles barbirostris belum terkonfirmasi sebagai vektor di Jawa tetapi sudah terkonfirmasi sebagai vektor di luar Jawa. Nyamuk Anopheles balabacensis dan An. vagus berpotensi sebagai vektor di lokasi setempat karena istirahat di dalam rumah dan menghisap darah orang. Anopheles maculatus, An. aconitus, An. kochi, An. indifinitus perlu diwaspadai karena di Jawa sudah dilaporkan sebagai vektor.
Uji kerentanan An. maculatus terhadap insektisida permethrin 0,75% yang telah dilakukan menunjukkan hasil TOLERAN dengan kematian 83,75%. Uji efektivitas kelambu yang dilakukan setelah 1 (satu) bulan pemakaian menunjukkan hasil yang efektif dengan kematian antara 90 - 100%. Evaluasi penggunaan kelambu Long Lasting Insectiside Nets (LLIN) di masyarakat diperoleh infromasi 100% kelambu yang didistribusikan ke seluruh kepala keluarga yang ada di lokasi penelitian telah digunakan, namun distribusi tersebut hanya 1 kelambu untuk 1 keluarga. Uji bioassay untuk mengevaluasi IRS setelah satu bulan insektisida berbahan aktif bendiocarb menggunakan nyamuk uji An. maculatus succeptible menunjukkan hasil yang tidak efektif dengan kematian rata-rata 16,3%.
XI
Hasil penelitian pengendalian leptospirosis Hasil kegiatan assessment dan intervensi dalam penelitian pengendalian leptospirosis dilakukan di Desa Pagedangan Ilir, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang. Kondisi rumah warga di wilayah penelitian 80% berdinding tembok, 90% kamar mandi tidak ada plafon, tempat sampah yang dimiliki oleh warga 97,1% dan 88,6% saluran air limbah terbuka. Hasil pemeriksaan sampel air yang diperoleh dari tempat penampungan air dan badan air di sekitar rumah warga menunjukkan hasilnya negatif bakteri leptospira. Penangkapan tikus dilakukan selama 2 (dua) hari dengan pemasangan
perangkap sebanyak 178 buah di dalam rumah dan 22 buah di luar rumah. Jumlah hasil tangkapan sebanyak 64 ekor. Keberhasilan penangkapan (trap succes) tikus di dalam rumah sebesar 17,0% dan diluar rumah sebesar 14,0%. Pemeriksaan microscopic aglutination test (MAT) dinyatakan positif untuk tikus bila titer > 20 dan
hasil pemeriksaan menunjukkan 3 sampel positif dari 33 sampel yang diperiksa dengan serovar : bankinang, icterohaemorrhagiae dan hebdomadis. Pemeriksaan PCR menunjukkan bahwa 11 sampel positif dari 33 sampel yang diperiksa. Pengambilan darah pada binatang piaraan diperoleh 4 sampel dan hasil pemeriksaan
laboratorium dengan pemeriksaan dengan medtode MAT menunjukkan 1 sampel yang positif dengan titer 20 dan serovar robinsoni, akan tetapi pemeriksaan disimpulkan positif apabila titer > 80. Penangkapan tikus ke-2 pemasangan 90 buah di dalam rumah dan 10 buah di luar rumah. Trap succes pada penangkapan
ke-2 mengalami penurunan menjadi 20,0% di dalam rumah dan 10,0% di luar. Pada penangkapan yang ke-2 masyarakat turut berperan serta dalam penangkapan tikus dengan perangkap yang dimiliki warga. Hasil pemeriksaan serum darah tikus ke-2 secara MAT menunjukkan hasil semuanya segatif dari 19 sampel yang diperiksa dan secara PCR menunjukkan hasil 5 sampel positif dari 19 sampel yang diperiksa.
Pengetahuan warga tentang : a) penyebab leptospirosis 93% belum mengetahui, b) gejala leptospirosis 95% belum mengetahui, c) cara penularan 97% belum mengetahui dan d) cara pencegahan sebesar 83% belum mengetahui. Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi tersebut dilakukan penyuluhan tentang leptospirosis, namun penyuluhan tersebut belum dapat mencakup seluruh warga yang tinggal di wilayah penelitian. Hasil evaluasi antara sebelum dan sesudah penyuluhan menunjukkan perbedaan yang signifikan (0,032) dengan nilai rata-rata sebelum penyuluhan adalah 7,20 dan sesudah penyuluhan 8,09 dari jumlah pertanyaan sebanyak 10 soal. Evaluasi di masyarakat terhadap kegiatan intervensi yang telah dilakukan
diperoleh informasi bahwa sebesar 65,71% telah menggunakan perangkap sebanyak 2-5 kali, akan tetapi cara penanganan bangkai sebesar 77,14% dibuang ke sawah/sungai. Apabila diberi penyuluhan 88,57% masyarakat bersedia untuk mengikutinya dan media yang diminati adalah 45,71% berupa penyuluhan langsung dan 54,29% melalui media audio visual/film. Sebesar 97,14% warga setuju bila diberika penyemprotan disinfektan, akan tetapi hanya 17,14% yang mengetahui manfaat penyemprotan. Evaluasi terhadap kegiatan ceramah klinik
XII
dengan sasaran kepala/dokter Puskesmas telah dilakukan wawancara mendalam di 6 (enam) Puskesmas dan diperoleh informasi bahwa, sosialisasi kepada dokter atau tenaga paramedis di Puskesmas masih ada yang belum melakukan dan direncanakan akan dilakukan bersamaan dengan lokakarya mini (lokmin). Penyuluhan terhadap warga masyarakat di wilayah Puskesmas yang dikunjungi dikoordinir oleh pertugas surveilans pada semua Puskesmas. Pada prinsipnya Puskesmas dapat melakukan SOP deteksi dini/penemuan kasus yang disusun oleh B2P2VRP dengan mengacu pada kriteria Faine/Chennai. Kesimpulan Assessmen terhadap kondisi lingkungan, agen, vektor/reservoir serta kondisi masyarakat merupakan dasar untuk menentukan kegiatan intervensi dalam pengendalian peningkatan kasus/kejadian luar biasa (KLB) baik penyakit tular vektor maupun reservoir. Intervensi pada vektor dan reservoir, masyarakat, dan lingkungan dilakukan pada studi komprehensif peningkatan kasus/kejadian luar
biasa penyakit tular vektir dan reservoir pada tahun 2015 menunjukkan bahwa metode yang dikembangkan dapat diterima dan diaplikasikan secara langsung oleh masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan dan pemangku kepentingan di wilayah penelitian. Implikasi Kebijakan > Pengendalian Malaria
• Apabila terjadi peningkatan kasus baik mengarah pada KLB maupun tidak agar dilakukan MBS sebagai upaya pengobatan secara cepat dan tepat serta mengurangi penularan. • Penyuluhan pada masyarakat agar difokuskan pada cara perlindungan diri agar tidak digigit nyamuk dan penggunaan kelambu berinsektisida. • Pelaksanaan IRS agar diawasi oleh tenaga yang berkompeten untuk penentuan
dosis dan cara penyemprotan yang benar, sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisisen.
• Sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat tentang surveilans migrasi dan optimalisasi fungsi JMD dalam mendukung surveilans migrasi. > Pengendalian Leptospirosis
• Pencegahan leptospirosis oleh masyarakat dapat dilakukan dengan penggerakan dan pembinaan yang lebih intensif Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), khususnya pada komponen menggunakan air bersih dan mencuci tangan pakai sabun. • Tindakan kuratif dilakukan dengan deteksi/diagnosa dini leptospirosis,
pengobatan yang cepat dan tepat, serta pelayanan rujukan penderita leptospirosis yang berat dan perlu penanganan rumah sakit. • Peningkatan kapasitas Puskesmas dengan sosialisasi Kriteria Faine/Chennai Termodifikasi, serta pemenuhan sarana dan prasarana terutama berupa RDT.
xin
ABSTRAK
Pada Bulan Januari - Mei 2015 di Kabupaten Purworejo, terjadi kenaikan kasus malaria hampir dua kali lipat dibandingkan kasus pada tahun 2014. Peningkatan kasus leptospirosis telah terjadi di Kabupaten Tangerang, pada Bulan Januari Mei 2015 juga dengan peningkatan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2014. Tujuan penelitian adalah mengukur besaran masalah penyakit tular vektor (malaria) dan reservoir (leptospirosis) dalam menentukan rekomendasi strategi pengendaliannya. Penelitian ini adalah penelitian terapan, dengan rancangan gabungan antara cross sectional study dan eksperimental semu (one group pretest posttest design). Sampel penelitian malaria adalah individu terpilih, nyamuk dan jentik Anopheles tertangkap. Sampel penelitian leptospirosis adalah individu terpilih, lingkungan dan binatang reservoir leptospirosis. Besar sampel hasil perhitungan jumlah sampel minimal adalah 81 responden. Hasil penelitian pengendalian malaria menunjukkan bahwa lokasi penelitian berpotensi untuk perkembangbiakan nyamuk. Kondisi rumah responden 87,8% tidak rapat nyamuk. Pengetahuan masyarakat tetang malaria 54,4% baik, sikap 93,3% mendukung, akan tetapi untuk praktik/tindakan hanya 16,7% baik. Slide positivity rate (SPR) hasil Mass blood survey (MBS) menurun dari 7,69% menjadi 1,43%. Pengetahuan masyarakat antara sebelum dan sesudah penyuluhan meningkat secara signifikan (p = 0.000). Hasil survei entomologi ke-1 ditemukan An. barbirostris, An. balabacencis dan An. maculatus dan ke-2 ditemukan An. barbirostris, An.
aconitus, An. kochi, An. indifinitus dan An. vagus. Uji kerentanan terhadap An. maculatus terhadap insektisida permethrin menunjukkan hasil toleran dengan kematian 83,75%. Evaluasi IRS menggunakan nyamuk uji An. maculatus succeptible menunjukkan hasil tidak efektif dengan kematian rata-rata 16,3% pada permukaan kayu, tembok dan bambu. Hasil penelitian pengendalian leptospirosis menunjukkan bahwa 90% kamar mandi tidak ada plafon dan 88,6% saluran air limbah terbuka. Hasil pemeriksaan sampel air antara sebelum dan sesudah intervensi hasilnya negatif. Keberhasilan penangkapan (trap succes) tikus ke-ldi dalam rumah sebesar 17,0% dan diluar rumah sebesar 14,0% dengan pemeriksaan MAT 3 sampel positif dan 11 sampel positif dari 33 sampel yang diperiksa. Trap succes pada penangkapan ke-2 mengalami penurunan menjadi 20,0% di dalam rumah dan 10,0% di luar. Hasil pemeriksaan laboratorium ke-2 secara MAT menunjukkan hasil semuanya segatif dan PCR hasilnya 5 sampel positif dari 19 sampel yang diperiksa. Hasil evaluasi penyuluhan menunjukkan perbedaan yang signifikan (p = 0,032). Kesimpulannya bahwa pengendalian malaria maupun
leptospirosis secara komprehensif berhasil menurunkan faktor risiko dan metode yang digunakan dapat diacu untuk diterapkan di wilayah desa/kecamatan lainnya.
Kata Kunci: Pengendalian, malaria, leptospirosis, komprehensif.
xiv