BAHAN DAN METODE
Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Serangga Uji Serangga yang digunakan dalam pengujian ini adalah larva Crocidolomia pavonana, yang diperoleh dari perbanyakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi IPB. Serangga tersebut dipelihara menurut cara seperti yang diuraikan oleh Prijono & Hassan (1992).
Bahan Tanaman Uji Bahan tanaman yang digunakan adalah daun ambalun (Dysoxylum acutangulum) tua tetapi masih berwarna hijau, yang berasal dari Hutan Penelitian Yan Lappa, Desa Tepos, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Untuk keperluan identifikasi tanaman, sampel tanaman dikirim ke Herbarium Bogoriense, Bogor. Hasil identififikasi tanaman ditunjukkan pada Lampiran 1. Pada tahap awal daun ambalun dibersihkan dengan air kemudian dikeringudarakan tanpa terkena cahaya matahari langsung. Setelah kering, daun dihaluskan dengan menggunakan mesin penghancur hingga diperoleh serbuk.
Penyiapan Tanaman Pakan Daun brokoli yang digunakan sebagai pakan berasal dari penanaman di polybag (kantung plastik hitam). Benih brokoli disemai pada nampan semai 50 lubang yang diisi media semai Super Metan. Pemupukan dengan pupuk majemuk pelepasan perlahan NPK 22-8-4 (“Dekastar”) dilakukan bersamaan dengan penyemaian, dengan dosis satu butir per lubang tanam. Bibit brokoli yang berumur 4 minggu setelah semai dipindahkan ke polybag kapasitas 5 liter yang diisi media tanam tanah dan pupuk kandang dengan nisbah 3:1. Tanaman dipelihara setiap hari dengan melakukan penyiraman, penyiangan, dan
8 pengendalian hama secara mekanis jika ditemukan hama pada tanaman. Tanaman yang berumur sekitar 2 bulan digunakan sebagai sumber pakan larva C. pavonana.
Penentuan Kadar Air Daun Ambalun Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105 °C dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g daun ambalun dimasukkan ke dalam cawan dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C selama 3 jam, kemudian cawan diangkat dan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit. Cawan dengan sampel ditimbang hingga diperoleh bobot konstan (AOAC 2006). Persentase kadar air ambalun dihitung dengan persamaan: Kadar air (%) =
× 100%
a = bobot sampel sebelum dikeringkan (g). b = bobot sampel setelah dikeringkan (g).
Uji Fitokimia Daun dan Ekstrak Ambalun Uji fitokimia dilakukan mengacu pada Harborne (1987). Kelompok senyawa yang ingin diketahui dalam pengujian ini ialah alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, kuinon, triterpenoid, dan steroid. Sampel yang diuji ialah serbuk daun, ekstrak daun, dan fraksi teraktif daun ambalun.
Uji Alkaloid Sebanyak 500 mg sampel dilarutkan dalam 5 mL kloroform dan dibasakan dengan beberapa tetes NH4OH, kemudian disaring ke dalam tabung reaksi. Ekstrak kloroform kemudian ditambahi 10 tetes H2SO4 2 M lalu dikocok sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam kemudian diteteskan pada pelat tetes dan diuji berturut-turut dengan pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, dan pereaksi Dragendrof. Uji positif bila didapat endapan berturut-turut putih, cokelat, dan merah jingga.
Uji Flavonoid Pada 500 mg sampel ditambahkan 10 mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Ke dalam 5 mL filtratnya ditambahkan 0.5 g serbuk
9 Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol kemudian dikocok dengan kuat. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
Uji Tanin Sebanyak 500 mg sampel ditambahkan ke dalam 50 mL air panas dan dididihkan selama 15 menit lalu disaring. Filtratnya ditambahi 10 mL FeCl3 1%. Uji positif ditandai dengan munculnya warna hijau kehitaman.
Uji Saponin Pada 500 mg sampel ditambahkan 10 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Sebanyak 10 mL fitrat dikocok dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil.
Uji Kuinon Sebanyak 500 mg sampel ditambahkan ke dalam 10 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Filtratnya ditambahi 3 tetes NaOH. Uji positif ditandai dengan munculnya endapan merah.
Uji Triterpenoid dan Steroid Uji ini menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Pada pengujian ini, sebanyak 500 mg sampel dimaserasi dengan 25 mL etanol panas selama 1 jam, disaring dan residunya ditambahi eter. Filtrat ditambahi 3 tetes asam asetatanhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat secara berurutan. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu untuk triterpenoid dan warna hijau atau biru untuk steroid. Diagram alir uji fitokimia ditampilkan pada Lampiran 2.
10 Ekstraksi Daun Ambalun Ekstraksi Bertingkat dengan Tiga Jenis Pelarut Ekstraksi daun ambalun dilakukan secara berurutan dengan tiga jenis pelarut berdasarkan perbedaan kepolaran, yaitu n-heksana, etil asetat, dan metanol. Pada tahap pertama, 1 kg serbuk daun ambalun diekstraksi dengan maserasi menggunakan pelarut n-heksana (1:10 b/v) selama 24 jam. Hasil rendaman disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Residu direndam kembali hingga larutan hasil penyaringan berwarna pudar (tidak berwarna). Seluruh filtrat hasil maserasi ditambahi natrium sulfat anhidrat, kemudian diuapkan sehingga didapatkan ekstrak n-heksana, sedangkan residunya diangin-anginkan agar terbebas dari n-heksana. Residu kering dimaserasi dengan etil asetat, kemudian disaring. Residu diekstraksi ulang dengan etil asetat hingga filtrat hasil penyaringan tidak berwarna. Filtrat yang dihasilkan ditambahi natrium sulfat anhidrat, kemudian diuapkan sehingga didapatkan ekstrak etil asetat, sedangkan residunya di angin-anginkan agar terbebas dari etil asetat. Pada tahap terakhir, residu kering dimaserasi dengan metanol. Hasil rendaman disaring, kemudian dimaserasi kembali hingga filtratnya tidak berwarna. Seluruh filtrat ditambah natrium sulfat anhidrat, kemudian diuapkan sehingga didapatkan ekstrak metanol. Diagram alir ekstraksi ditunjukkan pada Lampiran 3.
Ekstraksi Langsung dengan Metanol dan Partisi Sebanyak 300 g serbuk daun ambalun dimaserasi dalam pelarut metanol dengan nisbah 1:10 (%b/v) selama 24 jam. Hasil rendaman disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Residu direndam kembali hingga larutan hasil penyaringan berwarna pudar (tidak berwarna). Seluruh filtrat diuapkan sehingga didapatkan ekstrak metanol. Ekstrak pekat yang dihasilkan dipartisi dalam campuran pelarut n-heksana dan metanol 95% dalam labu pemisah. Fase metanol dan fase n-heksana dipisah kemudian masing-masing diuapkan sehingga didapatkan ekstrak n-heksana dan metanol hasil partisi. Diagram alir ekstraksi ditunjukkan pada Lampiran 4. Semua ekstrak yang didapatkan dari kedua teknik ekstraksi ini diuji fitokimia dan uji aktivitas insektisida awal. Rendemen ekstrak dihitung dengan persamaan:
11 Rendemen ekstrak (%) =
(
a
: bobot ekstrak (g).
b
: bobot sampel kering (g).
ka
: kadar air.
)
× 100 %
Uji Aktivitas Insektisida Pengujian Awal Metode pengujian yang digunakan adalah metode residu pada daun (Prijono et al. 2001). Pada tahap awal setiap ekstrak diuji pada konsentrasi 0.1% dan 0.5% dengan tiga ulangan, dan pada setiap ulangan digunakan 15 ekor larva instar II C. pavonana. Ekstrak n-heksana dan ekstrak etil asetat dilarutkan dalam pelarut aseton, sedangkan ekstrak metanol dilarutkan dalam pelarut aseton-metanol (3:1). Larutan ekstrak dioleskan pada kedua sisi permukaan potongan daun brokoli (diameter 3 cm) masing-masing sebanyak 25 µL dengan menggunakan mikrosemprit. Daun kontrol diolesi dengan pelarut saja dengan cara dan volume yang sama. Setelah kering, dua potong daun dimasukkan ke dalam cawan petri (diameter 9 cm) yang telah dialasi kertas tisu, kemudian 15 ekor larva C. pavonana yang baru ganti kulit dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut. Larva dibiarkan makan daun perlakuan selama 48 jam, selanjutnya daun diganti dengan daun segar yang bebas pestisida. Larva yang bertahan hidup dipelihara sampai instar IV, sementara jumlah larva yang mati dicatat setiap hari.
Pengujian Lanjutan Ekstrak yang paling aktif diuji lebih lanjut pada enam taraf konsentrasi yang diharapkan dapat mengakibatkan kematian antara 0% dan 100% (ditentukan berdasarkan uji pendahuluan). Konsentrasi yang digunakan adalah 0.1%, 0.18%, 0.26%, 0.34%, 0.42%, dan 0.5% untuk ekstrak dan 0.075%, 0.140%, 0.205%, 0.270%, 0.335%, dan 0.4% untuk fraksi. Cara pengujian dan pengamatan sama seperti pada uji pendahuluan. Setiap taraf konsentrasi dan kontrol dalam uji lanjutan terdiri atas enam ulangan, dan pada setiap ulangan digunakan 15 ekor larva C. pavonana. Larva yang mati dicatat setiap hari dan larva yang bertahan hidup diikuti perkembangannya setiap hari seperti pada pengujian awal.
12 Data mortalitas kumulatif sejak awal perlakuan diolah dengan analisis probit (Finney 1971) untuk menentukan hubungan antara konsentrasi ekstrak dan tingkat kematian larva. Analisis probit dilakukan dengan menggunakan program POLOPC (LeOra Software 1987). Data lama perkembangan larva diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Uji Pembanding Positif Minyak Mimba Minyak mimba yang digunakan sebagai uji pembanding positif merupakan formulasi insektisida botani berbentuk cair. Metabolit sekunder utama yang berfungsi sebagai insektisida pada minyak mimba ialah azadiraktin yang terbentuk secara alami dan tergolong dalam senyawa tetranotriterpenoid. Kadar azadiraktin dalam minyak mimba yang digunakan adalah 6200 ppm. Pengujian dilakukan melalui dua tahapan, yaitu uji pendahuluan dan uji lanjutan. Konsentrasi yang digunakan pada uji pendahuluan ialah 0.05%, 0.1%, dan 0.5%, sedangkan konsentrasi yang digunakan pada uji lanjutan ialah 0.1%, 0.18%, 0.26%, 0.34%, 0.42%, dan 0.5%. Cara pengujian dan pengamatan sama seperti pada uji aktivitas ekstrak ambalun. Data mortalitas kumulatif sejak awal perlakuan diolah dengan analisis probit (Finney 1971) untuk menentukan hubungan antara konsentrasi ekstrak dan tingkat kematian larva. Analisis probit dilakukan dengan menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987). Data lama perkembangan larva diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Fraksionasi Ekstrak Teraktif dan Pencirian Fraksi Terpilih Ekstrak
kasar
teraktif
sebanyak
4
g
difraksionasi
menggunakan
kromatografi kolom dengan fase diam silika gel. Fase gerak yang digunakan adalah eluen n-heksana, aseton, dan metanol dengan metode step gradient (peningkatan kepolaran) agar dengan peningkatan polaritas sistem eluen, semua komponen akan terbawa lebih cepat. Setiap eluat ditampung dalam tabung reaksi dengan volume masing-masing sebanyak 5 mL. Fraksi yang dihasilkan diuji dengan kromatografi lapis tipis untuk menentukan jumlah fraksi yang terbentuk. Fraksi hasil pemisahan kromatografi diuji aktivitas insektisidanya. Fraksi teraktif
13 diidentifikasi berdasarkan data spektroskopi GC-MS dan FTIR. Spektroskopi GCMS yang digunakan ialah spektrofotometer massa Agilent Technologies 5973 Auto Sampler GC dan 6890 MSD (GC-MS). Alat ini menggunakan HewlettPackard ultra 5 capilarry coloumn (0.25 mm × 30 m × 0.25 μm) sebagai fase diam dan gas helium sebagai fase gerak. Alat dikondisikan pada suhu awal 100 °C selama 5 menit kemudian dinaikkan sampai 330 °C dengan laju 4 °C/menit. Volume injeksi 1 μL dan nisbah celah 104:1. Spektroskopi FTIR yang digunakan FTIR jenis Perkin Elmer seri SpectrumOne dengan pelet KBr. Diagram alir fraksionasi dan identifikasi fraksi terpilih ditunjukkan pada Lampiran 5.