BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman IPB, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM IPB, Pusat Laboratorium Forensik Mabes POLRI Jakarta, dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dilaksanakan dari Desember 2010 sampai dengan Juli 2011.
Bahan Tanaman Uji Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah sirih hutan yang diperoleh dari areal kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga, kemudian dilakukan determinasi di Herbarium Bogoriense, Bogor. Hasil penentuan sampel tumbuhan sirih hutan ditunjukkan pada Lampiran 1. Buah sirih hutan dibersihkan dan dipotong kecil-kecil (± 3 cm), kemudian dikeringudarakan tanpa terkena cahaya matahari langsung. Setelah kering, buah tersebut dihaluskan dengan menggunakan mesin penghancur hingga diperoleh serbuk, kemudian diayak menggunakan pengayak kawat kasa berjalinan 0.5 mm.
Serangga Uji Serangga uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva instar II Crocidolomia pavonana yang diperoleh dari perbanyakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Pemeliharaan serangga dilakukan mengikuti prosedur yang digunakan oleh Prijono & Hassan (1992).
Uji Proksimat Uji proksimat yang dilakukan mengacu pada AOAC (1984). Pengujian ini meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat (by difference), yang dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM IPB.
Penyiapan Ekstrak Kasar Ekstraksi dilakukan dengan metode yang dimodifikasi dari Silva et al. (2009). Ekstraksi menggunakan tiga jenis pelarut berdasarkan perbedaan kepolaran, yaitu n-heksana, etil asetat, dan metanol secara bertahap. Pada tahap pertama, 1 kg serbuk diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut nheksana (1:10 w/v). Hasil rendaman disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan penguap putar sehingga didapat ekstrak pekat n-heksana. Perendaman diulang sampai filtratnya tidak berwarna. Residunya diangin-anginkan di kamar asam (fume hood) agar terbebas dari n-heksana. Residu kering direndam kembali dengan menggunakan pelarut etil asetat sampai filtratnya tidak berwarna. Hasil rendaman disaring dan filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan penguap putar sehingga didapat ekstrak pekat etil asetat. Residunya diangin-anginkan di kamar asam (fume hood) agar terbebas dari etil asetat. Residu kering direndam kembali dengan menggunakan pelarut metanol sampai filtratnya tidak berwarna. Hasil rendaman disaring dan filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan penguap putar sehingga didapat ekstrak pekat metanol. Hasil ketiga ekstrak pekat tersebut dapat langsung digunakan atau disimpan dalam lemari es (≤ 4 °C) hingga saat digunakan. Diagram alir ekstraksi buah sirih hutan ditunjukkan pada Lampiran 2.
Uji Fitokimia Uji fitokimia yang dilakukan mengacu pada Harborne (1987). Pengujian dilakukan pada serbuk dan ekstrak buah sirih hutan. Kelompok senyawa yang ingin diketahui dalam analisis kualitatif ialah alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, hidrokuinon, triterpenoid, dan steroid. Pada pengujian alkaloid digunakan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dilarutkan dalam 2 mL kloroform, dibasakan dengan 5 tetes NH4OH, ditambahi 10 tetes H2SO4 2 M lalu dikocok dengan menggunakan vorteks. Lapisan asam yang terbentuk diteteskan (3 tetes) pada pelat tetes menggunakan pipet. Keberadaan alkaloid ditunjukkan
dengan terbentuknya endapan merah jingga dengan pereaksi Dragendorf, endapan putih dengan pereaksi Meyer, dan endapan cokelat dengan pereaksi Wagner. Uji flavonoid dilakukan dengan menambahkan 3 mL air panas pada sampel, kemudian dididihkan selama 5 menit. Sebanyak 3 tetes larutan diteteskan pada pelat tetes menggunakan pipet, selanjutnya ditambahi serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol kemudian dikocok menggunakan vorteks. Terbentuknya warna merah/kuning/jingga menunjukkan adanya flavonoid. Uji saponin dilakukan dengan menambahkan 3 mL air panas pada sampel, selanjutnya dipanaskan selama 5 menit dan dikocok 10 detik menggunakan vorteks, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Terbentuknya busa yang stabil menunjukkan adanya senyawa saponin. Prosedur uji tanin hampir sama dengan uji saponin. Sampel dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit, selanjutnya larutan yang terbentuk ditambahi beberapa tetes larutan FeCl3 1%. Terbentuknya larutan berwarna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin. Uji hidrokuinon dilakukan dengan menambahkan 3 mL air panas pada sampel, kemudian dididihkan selama 5 menit. Sebanyak 3 tetes larutan diteteskan pada pelat tetes menggunakan pipet, selanjutnya ditambahi 1 mL NaOH. Terbentuknya endapan warna merah menunjukkan adanya hidrokuinon. Penentuan adanya senyawa triterpenoid dan steroid dilakukan dengan menambahkan 2 mL eter pada sampel. Lapisan eter yang terbentuk diteteskan pada pelat tetes kemudian ditambahi 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Adanya triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu, sedangkan adanya steroid ditandai terbentuknya warna hijau atau biru.
Uji Aktivitas Insektisida Pengujian aktivitas insektisida dilakukan dengan metode residu pada daun (Prijono et al. 2001). Pengujian dilakukan pada ekstrak dan fraksi-fraksi buah sirih hutan. Pengujian melalui dua tahap, yaitu uji pendahuluan dan uji lanjutan.
Uji Pendahuluan Ekstrak kasar diuji pada konsentrasi 0.1% dan 0.5%, sedangkan fraksi-fraksi diuji pada konsentrasi 0.05% dan 0.1% untuk fraksi 1 dan 2, dan fraksi lainnya
pada konsentrasi 0.08% dan 0.15%. Pengujian dilakukan dengan tiga ulangan, dan pada setiap ulangan digunakan 15 ekor larva instar II C. pavonana. Ekstrak nheksana, ekstrak etil asetat, dan fraksi-fraksi dilarutkan dalam pelarut aseton, sedangkan ekstrak metanol dilarutkan dalam pelarut metanol. Semua larutan sampel kemudian dioleskan pada kedua sisi permukaan potongan daun brokoli (diameter 3 cm) sebanyak 25 µL per sisi dengan menggunakan mikrosemprit (microsyringe). Daun kontrol pada ekstrak kasar diolesi dengan pelarut aseton dan metanol, sedangkan fraksi-fraksi dengan pelarut aseton. Setelah pelarutnya menguap, dua potong daun perlakuan diletakkan dalam cawan petri (diameter 9 cm) yang telah dialasi tisu, kemudian 15 ekor larva instar II C. pavonana yang baru ganti kulit dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut. Pemberian makan daun perlakuan dilakukan selama 48 jam, kemudian larva diberi makan daun segar tanpa perlakuan. Larva yang bertahan hidup dipelihara sampai instar IV, sementara jumlah larva yang mati dicatat setiap hari. Perkembangan larva yang bertahan hidup diikuti setiap hari dan dihitung lama perkembangannya hingga mencapai instar IV.
Uji Lanjutan Ekstrak dan fraksi teraktif diuji lebih lanjut pada enam taraf konsentrasi yang diharapkan dapat mengakibatkan kematian serangga uji antara >0% dan <100% yang ditentukan berdasarkan hasil uji pendahuluan. Formulasi insektisida komersial Agrimec 18 EC (b.a. abamektin 18.4 g/l) juga diuji sebagai kontrol positif. Setiap perlakuan dan kontrol pada uji lanjutan terdiri atas enam ulangan, pada setiap ulangan digunakan 15 ekor larva instar II C. pavonana. Cara pengujian dan pengamatan sama seperti pada uji pendahuluan. Larva yang mati dicatat setiap hari dan larva yang bertahan hidup diikuti perkembangannya setiap hari seperti pada pengujian awal. Data mortalitas kumulatif diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987). Data lama perkembangan larva dari instar II ke instar IV diolah dengan sidik ragam, yang dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan.
Pencarian Eluen Terbaik Pencarian eluen terbaik dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). KLT yang digunakan adalah pelat aluminium dengan adsorben Silica Gel 60 F254 dari Merck. KLT diaktifkan terlebih dahulu pada suhu 105 °C selama 30 menit. Ekstrak pekat ditotolkan pada KLT dengan menggunakan pipa kapiler. Setelah kering KLT tersebut langsung dielusi dalam ruang elusi yang telah dijenuhkan dengan uap eluen pengembang. Eluen yang digunakan dalam pemisahan awal adalah metanol, etanol, aseton, diklorometana, kloroform, etil asetat, dan n-heksana. Eluen dengan pemisahan terbaik kemudian dikombinasikan satu dengan yang lainnya dengan berbagai perbandingan. Bila eluen telah mencapai batas yang ditentukan, pelat diangkat dan dikeringudarakan. Noda hasil elusi diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm.
Fraksinasi Ekstrak Teraktif dan Identifikasi Fraksi Teraktif Ekstrak yang paling aktif terhadap larva instar II C. pavonana difraksinasi menggunakan kromatografi kolom dengan metode step gradient. Fase diam yang digunakan adalah Silica Gel 60 (0.063-0.200 mm) dari Merck, sedangkan fase gerak menggunakan eluen terbaik hasil KLT. Setiap eluat ditampung dalam tabung reaksi dengan volume masing-masing sebanyak 5 mL dan dipantau dengan KLT untuk menentukan jumlah fraksi yang terbentuk. Fraksi hasil pemisahan tersebut masing-masing diuji aktivitasnya terhadap larva C. pavonana. Fraksi yang paling aktif selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) Agilent GC-MSD 5975s dan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) Perkin Elmer seri SpectrumOne. Diagram alir fraksinasi ekstrak teraktif dan identifikasi fraksi teraktif ditunjukkan pada Lampiran 3.