BAB.1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah. Sumberdaya
alam dipandang sebagai modal utama dalam pembangunan dan harus dikelola secara optimal. Menurut Katili (1983) sumberdaya alam diartikan sebagai semua unsur tata lingkungan biofisik yang dapat memenuhi kebutuhan makhluk hidup khususnya manusia. Salah satu substansi sumberdaya alam yang keberadaannya sangat fundamental bagi kehidupan manusia adalah tanah. Fungsi tanah menyentuh hampir di seluruh aktivitas dalam kehidupan manusia. Kebutuhan dasar manusia mulai dari pangan, sandang, dan papan semua berasal dari produksi yang dilakukan di atas tanah. Tanah sebagai penyangga kehidupan mampu mendukung pertumbuhan tanaman dan menjaga tata air. Baja (2012) menyebutkan tanah memiliki variasi spasial dan temporal, baik secara vertikal maupun horizontal. Variasi tanah merupakan hasil pembentukan dari beragam proses geomorfologi yang bekerja pada bahan induk, sehingga tanah memiliki sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi, serta morfologi yang khas (Sartohadi dkk, 2012). Variasi karakteristik dan sifat tanah berpengaruh pada potensi, kualitas dan kesehatan tanahnya. Umumnya kualitas tanah dan kesehatan tanah merupakan dua istilah yang identik. Kualitas tanah dalam konteks ini terkait dengan fungsi alami tanah yang melekat, sementara kesehatan tanah menunjukkan fungsi tanah sebagai sumberdaya kehidupan yang dinamis. Riwandi (2010) menyatakan kesehatan tanah akan terjamin apabila fungsi tanah yang dinilai dari indikator kinerja tanah berjalan lancar. Tanah merupakan unsur penting dari ekosistem yang mampu mempengaruhi komponen ekosistem di alam. Kesehatan tanah pada akhirnya menentukan kesehatan dan keberlangsungan hidup manusia. Hubungan keduanya dituangkan dalam semboyan “healthy soil-clean air and water-healthy plants-healthy animals-healthy
1
people,” yang diungkapkan oleh Harris, dkk (1996 dalam Baja, 2012). Kondisi
kesehatan tanah terkait dengan pengelolaan termasuk aktivitas penggunaan lahan setempat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dapat menyebabkan degradasi lahan, sehingga mengakibatkan tanah menjadi tidak sehat. Implikasi dari tanah yang tidak sehat antara lain menurunnya produktivitas lahan. Artinya, potensi sumberdaya yang terkandung di suatu lahan tidak dapat dioptimalkan. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami pentingnya menjaga kesehatan tanah melalui upaya perencanaan pengelolaan yang tepat. Kompleks Gunungapi Ijen merupakan wilayah yang kaya akan sumberdaya alam. Sebagai daerah dengan dominasi bentuklahan vulkanik, tanahnya subur dan mendukung pertumbuhan sektor pertanian dan perkebunan seperti terlihat pada Gambar 1.1. Komoditas utama berupa kopi arabika dan cengkeh tumbuh subur disini. Sektor pariwisata didukung oleh kenampakan bentang lahan yang indah terutama pada Kawah Ijen seperti ditunjukkan Gambar 1.2. dengan fenomena blue fire yang terkenal. Adapun besarnya potensi panas bumi yang tersimpan di dalam kawah Ijen ditengarai dapat mencukupi kebutuhan listrik penduduk Pulau Jawa. Sementara, potensi mineral dengan hasil utama belerang merupakan yang terbesar di dunia. Jumlah minimum kapasitas belerang yang dihasilkan di kawasan ini dapat mencapai 103 ton/hari (Sumarti, dkk, 2006).
Gambar 1.1. Pemanfaatan Lahan DAS Bendo sebagai Areal Perkebunan (a) Biji Kopi (b) Pohon Cengkeh (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)
2
Gambar 1.2. Destinasi Wisata Utama di Banyuwangi, Kawah Ijen (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014) Pemanfaatan sumberdaya guna menunjang perekonomian wilayah sekitar Ijen diwujudkan dalam beragam bentuk pengembangan wilayah. Kecenderungan pengembangan wilayah Ijen terutama di sektor pariwisata saat ini sedang gencar dilaksanakan. Pengembangan wilayah sering mengarah ke eksploitasi berlebihan yang berdampak pada kondisi kesehatan tanah setempat. Tanah yang sudah terlanjur rusak, sulit dan mahal untuk dipulihkan. Berangkat dari vitalitas tanah ini, penelitian untuk mengidentifikasi kesehatan tanah di suatu wilayah menjadi penting untuk dilakukan. Identifikasi kesehatan tanah diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam perencanaan pengelolaan yang tepat agar didapatkan hasil optimal dan lestari sesuai potensi yang terkandung di alam. 1.2.
Rumusan Masalah Potensi sumberdaya alam menuntut pengelolaan yang tepat agar didapat hasil
optimal dan berkelanjutan. Tuntutan pengelolaan yang tepat didasarkan pada pemikiran bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang tidak tepat dapat meningkatkan ancaman bencana yang ada di suatu wilayah (Sartohadi dkk, 2014). Setiap pemanfaatan dan pengelolaan tanah merupakan contoh dari eksploitasi sumberdaya yang merubah keadaan tanah. Eksploitasi sumberdaya di Kompleks Gunungapi Ijen berpotensi merusak tanah merupakan fokus utama dari komponen pembangunan berkelanjutan. Contoh bentuk eksploitasi yang merusak yaitu pembukaan ladang pada areal hutan lindung oleh petani hutan yang merembet pada kebakaran hutan 3
konservasi Ijen pada tahun 2009. Pengembangan sektor wisata yang sedang gencar dilakukan juga berpotensi menekan ketersediaan tanah apabila tidak memperhatikan kaidah lingkungan. Tiap satuan bentuklahan vulkanik memiliki ciri khas tersendiri, terutama pada bagian relief. Relief yang bervariasi terbentuk oleh beragam proses geomorfologi yang berbeda pada tiap satuan bentuklahan. Ragam proses geomorfologi mengakibatkan perbedaan karakteristik dan sebaran tanah. Distribusi tanah yang berbeda berimplikasi pada pengelolaan yang berbeda pula pada setiap satuan bentuklahan. Karakteristik tanah dan iklim akan membatasi keadaan tanah dan menjadi faktor penentu potensi pengelolaannya (Darmawijaya, 1997). Manusia sebagai pengelola tidak dapat mengubah karakteristik tanah. Karakteristik tanah seperti tekstur, jenis lempung, kemiringan lereng, jeluk, kemampuan pengikat air, permeabilitas tanah lapisan bawah, dan sifat alami tanah lainnya tidak bisa diubah. Oleh karena itu, cara pengelolaan tanah yang harus disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan tanah. Karakteristik tanah mencakup seluruh sifat fisik, kimia, dan biologi, merupakan fungsi alami yang melekat pada tanah. Interaksi antara karakteristik tanah, pengelolaan dan keadaan lingkungannya merujuk pada tingkat kesehatan tanah. Tanah yang sehat adalah yang dapat menjalankan fungsinya secara optimal sebagai sumberdaya kehidupan. Penilaian kesehatan tanah tidak dapat dilakukan secara langsung, hanya bisa dinilai melalui karakteristik tanah. Indikator yang diamati mencakup karakteristik tanah yang dapat merepresentasikan kondisi perubahan fungsi tanah yang disebut indikator kinerja tanah. Penentuan kesehatan tanah perlu dilakukan secara komprehensif dan efisien dengan menyusun Minimum Data Set (MDS). MDS berisi sekumpulan indikator kinerja tanah minimum yang telah diseleksi atas dasar sensitivitas dan representasinya terhadap kondisi kesehatan tanah suatu wilayah. Daerah Aliran Sungai (DAS) Bendo terletak di Kompleks Gunungapi Ijen. DAS Bendo dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki variasi karakteristik geomorfologi yang dianggap dapat mewakili kondisi keseluruhan di Kompleks
4
Gunungapi Ijen. Kondisi geomorfologi terkait dengan pembentukan tanah yang mengandung potensi pengelolaan yang beragam. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, potensi pengelolaan yang kurang tepat dan terencana berdampak pada penurunan kesehatan tanah hingga kerusakan tanah. Variasi kondisi geomorfologi menjadi dasar penentuan indikator kinerja tanah yang mudah diamati dalam penilaian kesehatan tanah. Pemahaman mengenai persebaran tanah sehat dan tidak sehat dapat dijadikan acuan untuk melakukan upaya konservasi. Upaya konservasi tanah diharapkan mampu mengoptimalisasi pembangunan berkelanjutan yang mampu memenuhi kebutuhan sumberdaya masa kini dan melestarikan tanah untuk keperluan sumberdaya di masa depan. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pokok permasalahan utama dalam penelitian ini adalah apakah variasi bentuklahan berpengaruh terhadap kesehatan tanah suatu wilayah? Pokok permasalahan utama tersebut kemudian dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja indikator kinerja tanah yang diperlukan untuk menilai kesehatan tanah di DAS Bendo? 2. Berapa jumlah indikator kinerja tanah untuk menyusun Minimum Data Set (MDS) yang diperlukan untuk menggambarkan kondisi kesehatan tanah di DAS Bendo? 3. Berapa kelas tingkat kesehatan tanah yang ada di DAS Bendo? 4. Apa saja alternatif tindakan konservasi tanah secara umum yang dapat diterapkan untuk menjaga kesehatan tanah di DAS Bendo berdasarkan prioritas konservasinya? Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka penelitian yang dilakukan berjudul: “PENILAIAN KESEHATAN TANAH UNTUK PENENTUAN PRIORITAS KONSERVASI TANAH DI DAS BENDO, KOMPLEKS GUNUNGAPI IJEN, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR”
5
Tujuan Penelitian
1.3.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian antara lain: 1. Menentukan jenis indikator kinerja tanah untuk penilaian kesehatan tanah di DAS Bendo, 2. Menentukan Minimum Data Set (MDS) dari indikator kinerja tanah yang menggambarkan kondisi kesehatan tanah di DAS Bendo, 3. Mengidentifikasi kondisi kesehatan tanah pada tiap satuan bentuklahan di DAS Bendo, 4. Menyusun prioritas konservasi tanah berdasarkan kondisi kesehatan tanah di DAS Bendo. 1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian terbagi menjadi dua yaitu manfaat akademis dan manfaat
praktis. Secara akademis hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang kesehatan tanah. Penelitian diharapkan dapat mengungkap hubungan antara kesehatan tanah dan kelestarian sumberdaya alam. Identifikasi kesehatan tanah diharapkan dapat dijadikan rujukan dan model untuk menganalisis daya dukung lingkungan serta penerapan metode konservasi tanah bagi penelitian di wilayah lain. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan pada pemerintah terutama di wilayah Banyuwangi dalam menerapkan kebijakan. Data mengenai kesehatan tanah untuk keperluan konservasi tanah dan air masih tergolong langka. Sementara, pembangunan berkelanjutan memerlukan data kondisi wilayah secara keseluruhan sebagai dasar perencanaan pengembangan wilayah. Terutama dalam hal pengelolaan dan upaya konservasi tanah yang tepat melalui kebijakan pembangunan berkelanjutan di DAS Bendo. Pengembangan wilayah berdasarkan asas berkelanjutan diharapkan dapat menciptakan kondisi pemanfaatan tanah yang efisien dan produktif. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya secara ekonomis tanpa mengabaikan faktor kelestarian lingkungan dapat terwujud.
6
1.5.
Telaah Pustaka
1.5.1. Geografi dan Geografi Tanah Geografi adalah cabang ilmu yang mengkaji seluruh fenomena geosfer serta hubungan interaksi antara manusia dan lingkungan. Ciri utama dari ilmu geografi yaitu adanya tiga pendekatan yang digunakan untuk mengkaji objek kajiannya yaitu dengan pendekatan keruangan (spasial), ekologi, dan kompleks wilayah (Bintarto dan Surastopo, 1979). Pendekatan keruangan mengedepankan analisis objek dari sudut pandang penyebaran keruangannya. Pendekatan ekologi menganalisis keterkaitan manusia dengan lingkungan fisik maupun interaksinya dengan ruang sosial. Sementara, pendekatan kompleks wilayah menggabungkan unsur pendekatan keruangan dan ekologi. Melalui pendekatan ini fenomena geosfer dalam geografi tak hanya dipandang dari sisi penyebarannya semata namun juga interaksi antara manusia dengan wilayahnya. Berdasarkan sifat keilmuannya yang sangat luas geografi memiliki banyak cabang ilmu di bawahnya. Cabang ilmu geografi mencakup beragam fenomena sehingga memerlukan integrasi dengan berbagai disiplin ilmu dari ilmu pasti alam maupun terapan sebagai ilmu pendukungnya. Geografi tanah merupakan salah satu cabang ilmu geografi. Geografi tanah mengkaji aspek-aspek tanah mencakup persebaran, pemanfaatan, serta sifat dan karakteristik satuan-satuan tanah yang menyelimuti permukaan bumi. Sartohadi dkk (2012) menyebutkan aspek-aspek tanah yang dikaji dalam geografi tanah tidak cukup hanya dituangkan secara deskriptif sehingga perlu digambarkan pada sebuah media berupa peta. Metode dan teknik pemetaan tertentu digunakan secara konsisten untuk menggambarkan sebaran satuansatuan tanah di permukaan bumi. Langkah-langkah yang digunakan mencakup penentuan lokasi pengamatan, teknik pengamatan tanah, dan pengambilan contoh tanah. Tanah merupakan tubuh alam gembur yang menyelimuti permukaan bumi dengan sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi dan morfologi yang khas. Sifat dan karakteristik tanah yang khas dibentuk oleh serangkaian proses yang panjang (Sartohadi dkk, 2012). Proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh banyak faktor.
7
Tanah terbentuk dari hasil pelapukan batuan induk akibat adanya pengaruh dari faktor-faktor pembentuk tanah. Iklim, organisme tanah, bahan induk tanah, relief, dan waktu merupakan faktor-faktor utama dalam pembentukan tanah. Selain itu juga ada faktor tambahan pembentuk tanah berupa faktor lokal yang secara spesifik berbedabeda di setiap wilayah (Jenny, 1994). Secara keseluruhan, Arsyad (1989) menyatakan tanah terbentuk karena adanya interaksi antara iklim, aktivitas organisme, bahan induk, dan relief dalam kurun waktu tertentu. Morfologi setiap tanah mencerminkan pengaruh bersama sekelompok faktor yang mempengaruhi perkembangannya yang diperlihatkan oleh penampang horizon-horizon tanah. Interaksi yang terjadi dalam proses pembentukan tanah antara faktor-faktor tanah dengan kondisi lingkungan alami merupakan hal mendasar dalam kajian geografi tanah. Aktivitas manusia merupakan salah satu contoh faktor lokal yang sangat berpengaruh dalam pembentukan tanah. Karakteristik tanah dapat mengalami perubahan karena adanya pemanfaatan lahan oleh manusia yang bervariasi dari intensitas hingga aktivitasnya. Pemanfaatan tanah didasarkan pada fungsi utamanya yang menjadi penyangga kehidupan dan tata air. Fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan, tempat pertumbuhan akar, dan penyimpanan airtanah dapat hilang atau menurun apabila terjadi degradasi atau kerusakan tanah. Menurut Arsyad (1989), fungsi tanah yang hilang akan sulit untuk dikembalikan. Pemberian pupuk dapat memperbaharui penurunan unsur hara dalam tanah. Namun, butuh puluhan hingga ratusan tahun untuk mengembalikan fungsi tanah yang telah terlanjur rusak. Kerusakan tanah terutama dapat terjadi akibat adanya intensitas aktivitas manusia, kejadian bencana, kondisi iklim, dan faktor lain yang mengontrol pembentukan tanah. 1.5.2. Kualitas dan Kesehatan Tanah Degradasi dan kerusakan tanah berhubungan dengan kondisi kualitas dan kesehatan tanah di suatu wilayah. Hilang atau menurunnya fungsi tanah mengindikasikan penurunan kualitas dan kesehatan tanahnya. Kualitas dan kesehatan tanah secara umum diartikan sebagai kemampuan suatu tanah dalam memerankan fungsinya dalam batasan ekosistem alam maupun buatan untuk melestarikan
8
produktivitas tanaman dan hewan, meningkatkan kualitas air dan udara, serta menunjang kesehatan manusia dan habitat (USDA, 2001). NRCS (National Resources Conservation Service) menambahkan definisi kualitas tanah alami yang melekat dan kualitas tanah yang dinamis. Kualitas tanah yang melekat diartikan sebagai aspek tanah yang terkait dengan komposisi alami dan faktor-faktor pembentuknya tanpa adanya aktivitas manusia. Kualitas tanah yang dinamis berkaitan dengan sifat-sifat tanah yang berubah akibat pemanfaatan dan pengelolaan tanah tanah dalam skala waktu manusia (Gugino dkk, 2009). Fungsi alami tanah yang melekat maupun fungsinya sebagai sumberdaya yang dinamis berpengaruh pada kondisi kesehatan tanahnya. Tanah sehat diartikan sebagai tanah yang mampu menjalankan fungsinya secara berkesinambungan sebagai sistem kehidupan utama. Tanah yang sehat mampu mendukung kelangsungan hidup organisme yang ada di dalam maupun di atasnya. Kesehatan tanah terkait dengan potensi produksi tanah sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Saat fungsi tanah tidak terpenuhi akibat adanya faktor pembatas, maka produktivitas dan pendapatan petani dalam jangka panjang terancam. Menurut Gugino, dkk (2009), fungsi tanah yang penting terkait dengan tanaman produksi meliputi kemampuan infiltrasi dan penyimpanan air, retensi dan daur unsur hara, bebas hama dan gulma, detoksifikasi bahan kimia berbahaya, eksekusi karbon dan produksi pangan serat. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga kesehatan tanah. Tanah yang sehat dicirikan oleh beberapa karakteristik. Gugino, dkk (2009) merumuskan 10 karakteristik umum tanah sehat, antara lain: 1. tanah mudah diolah yang merujuk pada karakter fisik tanah secara keseluruhan untuk kepentingan produksi tanaman, 2. jeluk tanah cukup dalam, menunjukkan batas kemampuan tanah sebagai tempat akar tumbuhan berjangkar sehingga mampu tumbuh dan berfungsi. Tanah dangkal yang diakibatkan oleh pemadatan lapisan tanah atau tererosi lebih rentan terhadap fluktuasi cuaca, sehingga berpengaruh pada tanaman pada musim kemarau maupun musim penghujan,
9
3. unsur hara cukup dan tidak berlebihan. Ketercukupan dan ketersediaan unsur hara sangat penting untuk pertumbuhan tanaman yang optimal dan menjaga keseimbangan unsur hara dalam sistem. Namun, kelebihan unsur hara dapat menimbulkan pelarutan dan polusi pada airtanah serta beracun, 4. populasi hama dan penyakit tanaman kecil sehingga tanaman menjadi sehat. Tanaman yang sehat memiliki peluang yang lebih tinggi untuk dapat menghadapi beragam serangan hama. Fungsinya hampir sama seperti sistem antibodi pada tubuh manusia, 5. drainase sangat baik. Tanah yang sehat sistem drainasenya akan lebih cepat bahkan setelah tanah terkena hujan lebat. Drainase yang baik dikarenakan struktur tanah baik. Terdapat pula beragam ukuran pori-pori yang tersebar merata dan juga mampu menahan cukup air untuk tanaman, 6. banyaknya populasi organisme yang menguntungkan untuk menjaga fungsi tanah. Keberadaan organisme dalam tanah diibaratkan sebagai pengaduk tanah yang efektif dalam perputaran unsur hara. Organisme mampu mengurai material organik, memelihara struktur tanah, dan menekan jumlah hama, 7. jumlah gulma kecil. Gulma merupakan salah satu pembatas dalam produksi tanaman. Gulma dan tanaman produksi akan bersaing untuk memenuhi kebutuhan air dan nutrien yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh. Keberadaan gulma dapat mengganggu kestabilan, menghambat cahaya matahari, mengganggu pemanenan dan proses pengelolaan, serta dapat menyembunyikan potensi penyakit dan hama, 8. bebas bahan kimia dan toksin. Tanah yang sehat adalah yang sama sekali tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan racun. Kalaupun ada, tanah harus mampu menetralkan unsur kimia tersebut dengan meningkatkan bahan organik dan variasi populasi organisme mikro tanah, 9. tahan degradasi. Tanah yang sehat dengan daya ikat yang baik lebih tahan terhadap keadaan yang tidak menguntungkan termasuk oleh angin dan hujan berlebihan, kekeringan ekstrim, dan pemadatan oleh kendaraan, 10. tanah yang sehat bersifat lentur dan akan kembali ke sifat awalnya setelah terjadi kondisi buruk, contohnya seperti pemanenan saat kondisi tanah basah.
10
1.5.3. Indikator Kinerja Tanah Kesehatan tanah tidak dapat diukur secara langsung, namun dapat dinilai berdasarkan indikator kinerja tanah. Penilaian kesehatan tanah menggunakan indikator kinerja tanah terkait hubungannya dengan sifat-sifat tanah tertentu dengan kualitas tanah. Penentuan indikator kinerja tanah didasarkan pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang dapat diukur untuk memantau berbagai perubahan dalam tanah. Contohnya, indikator bahan organik tanah dapat memberikan informasi mengenai kesuburan, struktur, stabilitas tanah dan retensi unsur hara. Informasi tentang pemadatan tanah dapat diperoleh dari indikator tanaman seperti dari kondisi kedalaman perakaran pada tanah (USDA, 2001). Indikator kinerja tanah juga dapat ditentukan berdasarkan ciri morfologi serta kenampakan vegetasi. Penelitian yang pernah dilakukan oleh tim kesehatan tanah dari Cornell University menghasilkan total 39 indikator kinerja tanah potensial dasar yang dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi kesehatan tanah (Gugino dkk, 2009). Tabel 1.1. memuat seluruh indikator kinerja tanah untuk penilaian kesehatan tanah yang bisa digunakan untuk penilaian kesehatan tanah standar. Tabel 1.1. Indikator Dasar Penilaian Kesehatan Tanah oleh Cornell University No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Sifat Fisika Bulk Density Macro-porosity Meso-porosity Micro-porosity Available water capacity Residual porosity Penetration resistance at 10 kPa Saturated hydraulic conductivity Dry aggregate size (<0.25 mm) Dry aggregate size (0.25-2 mm) Dry aggregate size (2-8 mm) Wet aggregate stability (0.25-2 mm) Wet aggregate stability (2-8 mm) Surface hardness with penetrometer Subsurface hardness with penetrometer Field infiltrability
Sifat Kimia Phosporous Nitrate nitrogen Potassium pH Magnesium Calcium Iron Aluminum Manganese Zinc Copper Exchangeable acidity
Sifat Biologi Root health assessment Beneficial nematode population Parasitic nematode population Potential mineralizable nitrogen Decomposition rate Particulate organic matter Active carbon Weed seed bank Microbial repiration rate Glomalin Organic matter content
(Sumber: Gugino dkk, 2009)
11
Namun, indikator yang mencakup sifat fisik, kimia, dan biologi tanah oleh Cornell University tidak secara mutlak harus digunakan seluruhnya dalam penilaian kesehatan tanah. Pengembangan indikator dilakukan untuk mengatasi permasalahan degradasi tanah yang dapat menurunkan kualitas tanah, produktivitas tanaman, dan keuntungan secara finansial. Diantara berbagai penyebab degradasi tanah seperti pemadatan tanah, retakan permukaan, peningkatan tekanan hama penyakit, serangga, gulma, rendahnya berat jenis dan keanekaragaman organisme menguntungkan dalam tanah. Penilaian kesehatan tanah dengan mengukur seluruh karakteristik tanah atau ekosistem dinilai menyita waktu dan kurang efisien. Alasan efisiensi membuat banyak peneliti menyusun sebuah Minimum Data Set (MDS). MDS merupakan sekumpulan indikator terkecil yang diperlukan untuk mengukur sifat-sifat dan kualitas tanah. MDS disusun dengan mengidentifikasi indikator kunci dari sifat-sifat tanah atau atribut yang sensitif terhadap perubahan fungsi tanah. Perubahan indikator tanah berguna dalam penentuan perlu tidaknya upaya konservasi tanah dalam pemeliharaan kesehatan tanah. Penentuan MDS berguna untuk mendapatkan pemahaman komprehensif tentang tanah yang dievaluasi secara efektif dan efisien. Setiap MDS ditentukan dengan menyesuaikan kondisi wilayah tertentu dan tidak mencakup seluruh sifat yang ada. MDS hanya menyertakan karakteristik paling utama dari tipe tanah, sistem pertanian, dan penggunaan lahan wilayah kajian. Contohnya MDS untuk evaluasi kesehatan tanah pada wilayah pegunungan mungkin tidak memerlukan indikator salinitas atau daya hantar listrik, sedangkan MDS di daerah beriklim kering perlu menyertakan kedua indikator. Kompilasi MDS membantu dalam mengidentifikasi indikator yang relevan dengan daerah lokal dan hubungan antara indikator yang dipilih dengan sifat tanah yang signifikan dan sifat tanaman di setiap wilayah (USDA, 2001). Pemilihan indikator kinerja tanah oleh USDA (2001) tidaklah sembarangan dan harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain: (1) mudah diukur, (2) peka terhadap perubahan fungsi tanah, (3) penilaian dapat dilakukan dalam periode waktu
12
yang wajar, (4) dapat diterapkan di berbagai kondisi lapangan dan oleh banyak orang, (5) mewakili sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, dan (6) dapat dinilai secara kualitatif maupun kuantitatif. 1.5.4. Konservasi Tanah Tanah bersama air merupakan komponen sumberdaya alam yang mudah mengalami keusakan atau degradasi. Degradasi tanah dapat terjadi karena banyak faktor. Faktor umum penyebab degradasi tanah antara lain: (1) hilangnya unsur hara dan bahan organik di daerah perakaran, (2) proses salinisasi dan akumulasi zat-zat racun di daerah perakaran, (3) penjenuhan tanah oleh air, dan (4) erosi. Degradasi tanah diakibatkan oleh fungsi tanah yang tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya karena dipengaruhi faktor penyebab degradasi. Akibatnya, kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tumbuhan berkurang (Riquier, 1997 dalam Arsyad, 1989). Implikasi utama yang ditimbulkan yaitu tanah tak lagi dapat menyangga keberlangsungan hidup makhluk hidup di atasnya. Fungsi tanah yang tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya mencerminkan tanah yang tidak sehat. Tanah yang tidak sehat perlu dikonservasi agar fungsi tanah dapat diperbaiki dan dikembalikan. Tujuan utama upaya konservasi tanah yaitu untuk mencegah kerusakan tanah, memperbaiki tanah rusak, dan memelihara produktivitas tanah agar lestari. Konservasi tanah sendiri diartikan sebagai penyesuaian pemanfaatan tanah sesuai dengan kemampuannya dan mengelolanya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tanah dapat berfungsi secara lestari (Arsyad, 1989). Konservasi tanah umumnya didasarkan pada upaya untuk memperlambat laju erosi. Erosi terutama menjadi ancaman serius pada kelestarian lingkungan terutama di wilayah bergunung (Prasannakumar dkk, 2012). Erosi dipercepat akibat adanya aktivitas manusia ditandai dengan hilangnya tanah melebihi kecepatan perkembangan tanah yang terbentuk. Erosi apabila dibiarkan berimplikasi pada degradasi lahan yang pada akhirnya menurunkan produktivitas dari segi ekonomi. Dampak negatif erosi hanya bisa diatasi dengan melakukan tindakan konservasi tanah. Penentuan tingkat konservasi tanah biasanya dilakukan dengan pendekatan tingkat bahaya erosi. Lokasi
13
dengan tingkat bahaya erosi paling tinggi diutamakan penanganannya. Metode paling populer yang digunakan untuk analisis tingkat bahaya erosi yaitu Universal Soil Loss Method (USLE). Metode USLE yang sering digunakan sebagai dasar konservasi tanah selain dapat menghitung prediksi laju erosi di suatu wilayah, modelnya juga relatif sederhana dengan parameter yang tidak terlalu banyak dan mudah dikelola. Namun, metode USLE kurang cocok diterapkan di luar lingkungan dengan kondisi berbeda dari tempat metode ini dikembangkan yaitu di Amerika. Metode USLE dapat diterapkan dengan baik di wilayah berlereng homogen berkisar 3-18% dengan curah hujan rata-rata tahunan berdistribusi probabilitas normal, dan pengelolaan lahan yang serupa di Amerika. Modifikasi parameter untuk mengakomodir karakteristik lokal perlu dilakukan saat menerapkan metode USLE di wilayah dengan karakteristik berbeda (Zhu dan Zhu, 2014). Nearing dkk (2005) menyebutkan modifikasi pemodelan USLE di lingkungan baru memerlukan investasi sumberdaya serta waktu yang tidak sedikit untuk pengembangan database yang diperlukan. Konservasi tanah adalah tentang menjaga struktur tanah serta mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan. Setiap pemanfaatan tanah mempunyai pengaruh dan potensi tersendiri terhadap kerusakan tanah. Arsyad (1989) menyebutkan ada tiga pendekatan konservasi tanah yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan metode vegetatif, mekanik, maupun kimia. Beberapa contoh upaya konservasi yang biasa dilakukan antara lain: (1) menutup tanah dengan tumbuh-tumbuhan atau seresah agar terlindung dari daya perusak hujan yang jatuh; (2) memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap penghancuran agregat dan permukaan tanah; (3) mengatur aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah. Konservasi tanah dalam kaitannya dengan kesehatan tanah adalah tentang bagaimana menjaga fungsi-fungsi tanah tetap optimal berdasarkan sifat fisik, kimia, dan biologinya. Tanah yang tidak sehat perlu dikelola dan dikonservasi agar dapat menjalankan fungsinya kembali sebagai sistem kehidupan utama. Secara umum
14
kesehatan tanah dikelola untuk menjaga kualitas kimia, fisik, dan biologi tanah. Ketidakseimbangan unsur kimia dalam tanah dapat diatasi dengan penambahan unsur kimia dengan cara pemupukan atau pengapuran. Pada dasarnya hanya ada empat strategi utama untuk meningkatkan kesehatan tanah secara fisik dan biologis. Peningkatan kesehatan tanah dapat dilakukan dengan pengolahan tanah, vegetasi penutup, penambahan bahan organik, dan rotasi tanaman (Gugino dkk, 2009). Pengolahan tanah dengan pola strip untuk pencegahan erosi (Arsyad, 1989). Penerapan vegetasi penutup mampu menyediakan kanopi yang dapat melindungi tanah dan meningkatkan produksi. Penambahan bahan organik dapat menjaga struktur tanah, dan meningkatkan kecepatan infiltrasi seperti halnya kapasitas penyimpan air. Rotasi tanaman merupakan cara untuk mencegah habisnya unsur hara tertentu dalam tanah. Saat ini rotasi tanaman juga berguna dalam menekan jumlah hama tertentu. Setiap strategi memiliki pilihan tak terbatas dalam pelaksanaannya dan dapat dikombinasikan satu sama lain (Gugino dkk, 2009). Pelaksanaan pengelolaan tanah perlu modifikasi dan penyesuaian dengan kebutuhan lokasi setempat. 1.5.5. Pendekatan Geomorfologi dan Survei Tanah Geomorfologi
menurut
Verstappen
(1983)
merupakan
ilmu
yang
mendeskripsikan bentuklahan secara genetis dimana terdapat hubungan dengan proses-proses pembentukannya dalam susunan keruangan. Analisis bentuklahan dapat menjadi dasar analisis potensi sumberdaya maupun bencana di suatu daerah. Informasi geomorfologi didapatkan dari interpretasi bentuklahan atas dasar morfologi,
morfogenesa,
morfokronologi,
dan
morfostruktur.
Pendekatan
geomorfologi dapat memisahkan satuan tanah dengan batas-batas karakteristik yang spesifik dan tingkat homogenitas. Teori yang ada didasarkan pada variasi batuan yang merupakan bahan induk tanah dicerminkan oleh morfologi bentuklahan. Perbedaan morfologi membedakan satuan tanah di atasnya. Tiap satuan morfologi yang ditunjukkan relief tertentu selalu berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya alam yang berhubungan dengan potensi pembangunan. Hasil dari pemetaan geomorfologi
15
dapat dijadikan masukan pembangunan wilayah terkait pemanfaatan sumberdaya lahan (Sartohadi dkk, 2014). 1.6.
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai kesehatan tanah dan konservasi tanah telah dilakukan
oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitan terdahulu lebih menekankan pada penilaian kesehatan tanah secara komprehensif di suatu wilayah. Tidak banyak penelitian tentang kesehatan tanah yang dilakukan di wilayah kompleks gunungapi sebagai daerah kajian untuk tujuan penentuan prioritas konservasi. Penelitian yang dilakukan oleh Riwandi pada tahun mengkaji kondisi kesehatan tanah di tanah mineral dan tanah gambut dan membandingkan kondisi kesehatan tanah di dua lokasi tersebut. Penelitian BI Chun-Juan, dkk pada tahun 2013 mencoba menilai kesehatan tanah di 3 lokasi yang memiliki pola penanaman dan tipe tanah berbeda. Pada penelitian ini BI Chun-Juan juga menyusun MDS untuk evaluasi kesehatan tanah menggunakan metode statistik. Agak berbeda dengan yang dilakukan Weiping Chen, dkk pada tahun 2014 dimana kajian utamanya tentang kondisi kesehatan tanah yang diberi pengairan dengan sumber air yang berbeda. Efek dari pemberian air dimonitor dari perbedaan perlakuan pada masing-masing sampel lokasi yang dievaluasi dengan indikator yang sama yang mencerminkan kesehatan tanah. Penelitian Govaerts dkk pada tahun 2005 mencoba membandingkan kesehatan tanah pada penggunaan lahan gandum dan jagung yang dimonitor dalam jangka waktu 12 tahun. Penelitian sekarang mencoba untuk melakukan hal yang berbeda dari penelitian sebelumnya, peneliti menggunakan evaluasi kesehatan tanah tidak hanya sekedar untuk mengetahui kondisi kesehatan tanah di lokasi penelitian tapi juga untuk kemudian dijadikan dasar penentu lokasi prioritas konservasi tanahnya. Selain itu penelitian sekarang juga menghasilkan susunan parameter kunci yang dapat dijadikan dasar penilaian kesehatan tanah di lokasi kajian yang dapat dijadikan acuan penelitian lanjutan di lokasi yang sama. Perbedaan yang terdapat pada setiap penelitian terdahulu dan sekarang terutama ada pada lokasi kajian, parameter yang digunakan, tujuan, dan hasil penelitian seperti yang tertera pada Tabel 1.1 berikut.
16
Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dan Penelitian yang Dilakukan No. 1
Peneliti Riwandi
Tempat/tahun Kabupaten Muko-Muko, Bengkulu/2011
Judul Penelitian Metode Cepat Penilaian Kesehatan Tanah dengan Indikator Kinerja Tanah
Tujuan Mengukur sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap kesehatan tanah dan mengidentifikasi kelas kesehatan tanah pada Kabupaten Muko-Muko, Bengkulu
Metode Penyelidikan tanah di lapangan dengan pengambilan sampel tanah komposit menggunakan metode soil random sampling dan memberi skor pada setiap indikator kinerja tanah, penentuan kelas kesehatan tanah dilakukan berdasarkan total skor indikator kinerja tanah pada masing-masing sampel
Hasil Penelitian Hasilnya terbukti bahwa sifat-sifat tanah dapat dijadikan sebagai acuan untuk menilai kesehatan tanah di lapangan dengan mudah, murah dan cepat. Kelas kesehatan tanah pada Kabupaten Muko-Muko untuk tanah mineral yang terbagi atas tanah tidak sehat, kurang sehat, dan cukup sehat. Untuk tanah gambut terbagi atas tanah cukup sehat dan sehat.
2
BI ChunJuan, Chen Zhen-Lou, Wang Jun, & Zhou Dong
Chongming Island, China/2013
Quantitative Assesment of Soil Health Under Different Planting Patterns and Soil Types
Weiping Chen, Sidan Lu, Neng Pan, Yanchun Wang, & Laosheng Wu
Beijing, China/ 2014
Impact of Reclaimed Water Irrigation on Soil Health in Urban Green Areas
Pengambilan sampel tanah berdasarkan grid, penentuan MDS menggunakan SMAF & PCA dan diolah secara statistik menggunakan program SPSS 11.5 kemudian indeks kesehatan tanah (SHI) di tiga lokasi dengan pola penanaman dan tipe tanah berbeda dibandingkan perbedaan statistik dan interaksinya dengan metode ANOVA dan GLM lalu SHI yang diperoleh dipetakan dengan metode interpolasi IDW menggunakan program ArcGIS 9.3 untuk dilakukan analisis spasial Analisis sampel tanah dengan kondisi lama jenis pengairan yang berbeda diukur berdasarkan 20 indikator yang mencerminkan kesehatan tanah dan dibandingkan antara tanah yang diberi air bekas pakai dan air keran yang dianalisis menggunakan metode ANOVA dan post hoc Turkey's multiple comparison test pada tingkat ketelitian 0,05 serta analisis statistik menggunakan program SPSS 13.0
10 indikator terpilih untuk MDS penentuan SHI dari 19 indikator yang ada, nilai SHI pada 3 lokasi dengan pola penanaman dan tipe tanah berbeda dan peta distribusi spasial kesehatan tanah.
3
Menentukan Minimum Data Set (MDS) untuk evaluasi kesehatan tanah berdasarkan sifat fisik, kimia, biologi dan polutan di tanah pertanian dan menyusun model diagnosis untuk menentukan kesehatan tanah pada wilayah dengan perbedaan pola penanaman dan tipe tanah Mengevaluasi secara komprehensif dampak penggunaan air bekas pakai untuk pengairan pada kondisi kesehatan tanah di daerah area hijau perkotaan mencakup kondisi nutrisi, salinitas, polusi logam berat dan aktivitas mikroba
Hasilnya yaitu air bekas pakai mampu meningkatkan nutrien dalam tanah, tidak terdeteksi adanya salinitas tanah dan hanya terdeteksi sedikit alkali, akumulasi logam berat tidak terlalu signifikan, dan terdapat peningkatan aktivitas mikroba. Secara keseluruhan air bekas pakai mampu meningkatkan kondisi kesehatan tanah, bahkan pengairan dengan periode yang lebih lama kondisi kesehatan tanahnya meningkat lebih tinggi.
17
4
Bram Govaerts, Ken D. Sayre, Jozef Deckers
Meksiko/ 2005
A Minimum Data Set for Soil Quality Assessment of Wheat and Maize Cropping in the Highlands of Mexico
5
Al Fidiashtry
DAS Bendo, Banyuwangi, Jawa Timur/ 2015
Penilaian Kesehatan Tanah untuk Penentuan Prioritas Konservasi Tanah di DAS Bendo, Kompleks Gunungapi Ijen, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur
Lanjutan Tabel 1.1 Menyusun Minimum Penelitian komparatif jangka Soil Quality Data Set panjang dari tahun 1991 pada 16 untuk pertanian macam pengelolaan pertanian jangka panjang, yang berbeda yang meliputi rotasi pengelolaan residu tanaman, pengolahan tanah, dan serta percobaan pengelolaan residu tanaman untuk pergiliran membandingkan sistem TOT dan pertanaman pada konvensional. Penyusunan sistem produksi minimum data set menggunakan tanaman gandum dan indikator fisik, kimia, biologi pada jagung. lapisan atas tanah dipilih secara spesifik menyesuaikan lokasi. Analisis secara statistik dilakukan menggunakan multivariate analysis dalam pengelompokan klaster pengolahan tanah. Menyusun Minimum Data Set (MDS) berdasarkan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah di wilayah Gunungapi, mengukur tingkat kesehatan tanahnya, dan menentukan tingkat prioritas konservasi tanah di DAS Bendo, Kompleks Gunungapi Ijen, Banyuwangi
Pengambilan sampel tanah berdasarkan purposive sampling dengan dasar utama bentuklahan dan penggunaan lahan dan memberi skor pada setiap indikator kinerja tanah, mereduksi indikator kinerja tanah menjadi MDS dengan mempertimbangkan kondisi lapangan skor kesehatan tanah, melakukan klasifikasi kesehatan tanah dan prioritas konservasi tanah dengan metode skoring dan rumus sturgess kemudian dibuat distribusi spasialnya menggunakan ArcGIS 10.2.
Hasilnya menunnjukkan adanya efek positif selama 12 tahun pembenihan sistem TOT yang dilakukan dengan rotasi tanaman dan pengelolaan residu yang sesuai dimana mampu meningkatkan kondisi fisik dan kimia ke arah yang positif dibandingkan pengolahan tanah secara konvensional.
Hasilnya ada 13 indikator utama yang terpilih menjadi MDS. Kelas kesehatan tanah di DAS Bendo tergolong pada klasifikasi sehat dan cukup sehat. Ada tiga tingkatan prioritas konservasi tanah di DAS Bendo berdasarkan kelas kesehatan tanah, fungsi produksi, faktor pembatas, dan fungsi ekologisnya.
18
1.7.
Kerangka Pemikiran Teoritik Tingginya potensi sumberdaya alam yang terkandung di wilayah gunungapi
memicu intervensi manusia untuk memaksimalkan pemanfaatannya. Salah satu potensi utama yang ada di wilayah gunungapi yaitu tanahnya yang subur. Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Manusia memenuhi kebutuhan dasar dari mulai sandang, pangan, papan, melalui aktivitas pemanfaatan tanah. Pemanfaatan tanah merupakan salah satu bentuk intervensi manusia yang didorong oleh tuntutan memenuhi kebutuhan hidup. Namun, pemanfaatan yang tidak sesuai kaidah lingkungan justru menimbulkan bencana yang dapat merusak fungsi tanah. Ditambah lagi, pertambahan populasi manusia tiap tahun yang makin menekan ketersediaan ruang tanah di alam. Tanah memiliki karakteristik yang khas berupa sifat fisik, kimia, biologi, dan morfologi. Morfologi yang menyusun bentuklahan vulkanik sangat beragam. Tanah yang terdapat di setiap morfologi memiliki sifat dan karakteristiknya masing-masing. Ragam karakteristik tanah memunculkan potensi dan pengelolaan yang juga beragam. Tanah sebagai komponen utama dalam ekosistem dapat rusak karena pola pemanfaatan tanpa memperhatikan aspek kemampuannya. Kerusakan tanah ditandai oleh kondisi ketidaksehatan tanah, sehingga tanah tidak mampu berfungsi optimal. Kondisi tanah yang tidak sehat bila dibiarkan akan menjadi benar-benar rusak. Tanah yang sudah terlanjur rusak bila tidak segera ditangani akan menimbulkan bencana yang lebih besar. Upaya konservasi tanah perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian tanah. Identifikasi kesehatan tanah berguna dalam penyusunan tindakan konservasi yang tepat. Identifikasi kesehatan tanah dilakukan dengan mengamati indikator kinerja tanah yang merujuk pada tanah sehat. Sifat fisik, kimia, dan biologi tanah menjadi dasar indikator kinerja tanah yang dapat diamati. Kerangka teori ini digambarkan dalam Gambar 1.3.
19
Bentuklahan Gunungapi
Potensi Sumberdaya
Morfologi
Karakteristik Tanah
Intervensi Manusia
Sifat Fisik Tanah
Sifat Kimia Tanah
Bencana Alam
Sifat Biologi Tanah
Indikator Kinerja Tanah
Tujuan 1
Minimum Data Set (MDS)
Tujuan 2 Klasifikasi Kesehatan Tanah
Prioritas Konservasi Tanah
Tujuan 3
Tujuan 4
Kelestarian Sumberdaya Tanah dan Lingkungan
Gambar 1.3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Teoritik 1.8.
Batasan Operasional
Bentuklahan adalah kenampakan di permukaan bumi yang mempunyai bentuk khusus hasil pengaruh proses, struktur geologi dan batuan selama periode tertentu (Verstappen, 1983). DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah suatu kesatuan sistem wilayah daratan yang dipisahkan oleh igir yang secara alami berfungsi menerima, menampung dan mengalirkan air melalui sistem sungai utama (Baja, 2012). Geomorfologi adalah ilmu yang mendeskripsikan bentuklahan secara genetis dimana terdapat hubungan dengan proses-proses dalam susunan keruangan (Verstappen, 1983).
20
Indikator Kinerja Tanah adalah sifat tanah yang dapat diukur dan memberi informasi bahwa tanah menjalankan fungsinya dengan baik (USDA, 2001). Karakteristik Tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diukur dan diamati (Darmawijaya, 1997). Kesehatan Tanah adalah kemampuan suatu tanah dalam memerankan fungsinya dalam batasan ekosistem alam maupun buatan untuk melestarikan produktivitas tanaman dan hewan, meningkatkan kualitas air dan udara, serta menunjang kesehatan manusia dan habitat (USDA, 2001). Konservasi Tanah adalah penyesuaian pemanfaatan tanah sesuai dengan kemampuannya dan mengelolanya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tanah dapat berfungsi secara lestari (Arsyad, 1989). Satuan Lahan adalah kompleks wilayah atas asosiasi karakteristik tertentu yaitu kelompok lokasi yang saling berhubungan dengan bentuklahan tertentu dalam sistem lahan dan seluruh satuan lahan yang sama (Sitorus, 1995). Tanah adalah tubuh alam gembur yang menyelimuti permukaan bumi dengan sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi dan morfologi yang khas (Sartohadi dkk, 2012).
21