BAB.1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Industri manufaktur merupakan salah satu sektor pendorong pertumbuhan
ekonomi yang besar. Hal ini dibuktikan dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang disumbangkan, sektor industri manufaktur berhasi menyumbang sebesar 25,7%
terhadap pendapatan nasional pada tahun 2011 (BPS, 2012). Industri
manufaktur kerap dikaitkan dengan salah satu indikator yang mencerminkan kondisi perekonomian nasional. Industri manufaktur pada dasarnya memiliki peran yang positif terhadap kondisi ekonomi dan juga sosial. Namun, pertumbuhan industri manufaktur ini kerap kali menimbulkan permasalahan tersendiri yang berkaitan dengan aspek lingkungan. Industri kerap dikaitkan sebagai salah satu sumber terjadinya pencemaran. Pencemaran yang ditimbulkan dari suatu industri manufaktur terjadi akibat dari adanya proses operasional dari industri tersebut. Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pencemaran lingkungan tersebut meliputi pencemaran udara, air, maupun tanah. Pabrik Gula (PG) dan Pabrik Spiritus (PS) Madukismo merupakan salah satu industri manufaktur yang terletak di Dusun Padokan, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Industri ini bergerak di bidang pengolahan tebu dengan produk utama yaitu berupa gula Superiure Hoofd Suiker (SHS). Produksi gula pada industri ini mencapai 35.000 ton dari tahun 1974 hingga sekarang (Anantha, 2007). Pabrik Gula (PG) dan Pabrik Spiritus (PS) Madukismo ini dalam proses operasionalnya tentu menghasilkan limbah, hal ini seperti yang tercantum dalam Kep51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri yang menyatakan bahwa, setiap industri memiliki potensi mencemari lingkungan hidup
1
sehingga diperlukan upaya pengendalian terhadap proses pembuangan limbah. Limbah yang dihasilkan dari PG Madukismo sebesar 3000 ton dengan berbagai bentuk, baik padatan, cair ataupun gas buangan (Anantha, 2007). Limbah cair yang dihasilkan dari industri ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu limbah cair yang berasal dari pendingin kondensor pada pan masakan serta pendingin mesin pabrik, sedangkan limbah yang tercemar berat berasal dari air bekas pencucian peralatan (termasuk laboratorium), tumpahan nira, cucian tapisan, tetesan minyak dari peralatan yang rusak, air cucian evaporator, dan air dari kurasan ketel. Limbah tersebut kemudian dibuang melalui proses penyaringan terlebih dahulu dan sebagian lainnya ditampung. Namun, limbah dari olahan produk sekunder gula yaitu spiritus/alkohol menghasilkan limbah yang kemudian dibuang ke lingkungan melalui saluran irigasi. Limbah ini berasal dari proses penyulingan alkohol yang disebut dengan vinasse. Limbah vinasse berpotensi untuk mencemari lingkungan, termasuk mencemari airtanah. Masuknya bahan pencemar yang melebihi daya tampung beban pencemar mengakibatkan kondisi airtanah menurun atau terdegradasi. Vinasse merupakan salah satu limbah yang mengandung banyak garam dan bahan organik/anorganik. Besarnya kandungan garam dikarenakan limbah ini merupakan hasil pengolahan alkohol yang mengandung nitrogen (N) yang berasal dari pupuk urea serta phospor (P) yang berasal dari pupuk NPK dalam proses penambahan nutrisi untuk peragian tetes tebu (mollase) menjadi alkohol dan hasil sampingan lainnya (Anantha, 2007). Penambahan unsur-unsur ini pada air limbah sebenarnya memiliki dampak positif terhadap produktivitas lahan pertanian. Selain itu, penambahan unsur ini juga mampu menurunkan konsumsi pupuk untuk sawah, sehingga secara ekonomi tentu keberadaan limbah ini sangat menguntungkan terutama untuk petani (Dewayani, 2011; Astuti, 2011; dalam Arditama, 2015). Namun, karena limbah ini juga berimbas pada kualitas airtanah, keberadaan limbah menjadi mengganggu di beberapa wilayah terutama pada areal permukiman. Apabila pencemaran yang terjadi telah melebihi ambang batas baku mutu air, maka kondisi ini tentu akan berimbas pada terganggunya pengguna airtanah. Berdasarkan data yang diambil pada Mei 2011 (ditunjukan pada Tabel 1.1),
2
menunjukan bahwa kadar Total Suspended Solid (TSS), Total Dissolve Solid (TDS), Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan sulfida menunjukan nilai yang melebihi baku mutu Pergub DIY No. 07 Tahun 2010 (Hasil uji Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi 2011, dalam Astuty (2011)). Hasil uji tersebut diambil dari limbah vinasse yang disampling langsung dari bak penampungan awal setelah proses pendinginan, sehingga kondisinya masih murni. Kondisi tersebut menunjukan bahwa apabila tidak dilakukan pemrosesan secara khusus maka limbah ini akan berpotensi untuk mencemari lingkungan. Tabel 1.1 Hasil Uji Limbah Vinasse Mei 2011 Parameter
Suhu
Satuan
°C
pH
Baku Mutu Pergub DIY No. 07 Th. 2010
Hasil Pengujian
Deviasi 3°C
27
6.0-9.0
6,24
DHL
Μmhos / cm
15,625
14,22
TDS
mg/L
1000
73348
TSS
mg/L
100
576
BOD
mg/L
100
25002
COD
mg/L
300
38464
Minyak Lemak
mg/L
5
0
Sulfida
mg/L
0,5
3,1
Detergent
mg/L
5
0,2676
Metode Uji SNI 06-6989232005 SNI 06-698923.112004 SNI 06-698923.12004 SNI 06-69892.332004 SNI 06-698923.32004 SNI 06-698923.572008 SNI 06-698923.22009 SNI 06-698923.312005 SNI 06-698964.42003 SNI 06-698923.512005
Sumber : Hasil Uji Lab. Hidrologi dan Kualitas Air Fak. Geografi 2011 (Astuty, 2011) Berdasarkan Anantha (2007) dan Arditama (2015), limbah vinasse sebelum dibuang ke lingkungan terlebih dahulu dilakukan pengolahan dengan memanfaatkan sistem pengelolaan limbah yang dimiliki oleh PG/PS Madukismo yang disebut dengan Unit Pengolahan Limbah Cair (UPLC). Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan yang mungkin timbul akibat pembuangan limbah ke lingkungan.
3
Beberapa parameter perlu diperhatikan dalam mengurangi dampak lingkungan yaitu mencakup parameter, pH, BOD, dan COD. Ketiga parameter dari limbah ini perlu ditekan agar bisa memenuhi baku mutu. Pengolahan ketiga parameter ini melalui UPLC dapat dilihat pada Tabel 1.2. Sementara itu, sumber pencemar cair lainnya yang bersumber dari buangan air limbah PG/PS Madukismo seperti air kondensor, air blothong, dan air buangan campuran, sebelum dibuang ke lingkungan terlebih dahulu dilakukan pengolahan limbah pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang dimiliki PG/PS Madukismo. Secara umum jenis air buangan limbah dari PG/PS Madukismo dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.2 Hasil Analisa Lab untuk Limbah Vinasse Suhu
BOD
COD
(ppm)
(mg/l)
4
57.875
115.750
85
4
53.940
107.880
29
4,6
5.023
10.044
No.
Sumber Vinasse
1
Vinasse dari PS
95
2
Limbah masuk UPLC
3
Limbah keluar UPLC
(⁰C)
pH
Sumber : PG Madukismo dalam Anantha (2007) Tabel 1.3 Jenis Limbah Cair Buangan PG/PS Madukismo Jenis Buangan Air
Debit M3/j/100 ton tebu
pH
BOD
COD
mg/l
mg/l
374-614
6,6-7,6
13-90
60-224
5-10
6,5-7,4
200-2000
358-
kondensor Air buangan lain
6574
Air buangan
600-1000
6,6-7,5
42-751
86-1000
24
7,5
-
43054
campuran Air blothong
Sumber : PG/PS Madukismo dalam Anantha (2007)
4
Analisis kualitas airtanah dapat dilakukan dengan banyak metode, salah satunya yaitu geolistrik. Metode geolistrik adalah metode yang memanfaatkan sifat resistivitas listrik batuan untuk mendeteksi dan memetakan formasi bawah permukaan (Ngadimin & Handayani, 2001). Aplikasi geolistrik sendiri dapat diterapkan dengan berbagai metode, salah satunya yaitu Electrical Resistivity Tomography (ERT). Metode ERT merupakan metode geolistrik multi elektroda yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi material bawah permukaan bumi berdasarkan pola distribusi dari nilai resistivitas (Lowrie, 2007). Resisitivitas batuan dapat dikontrol oleh kondisi air yang berada di dalam tanah, termasuk kualitas dari air tersebut yang dapat dipengaruhi oleh formasi batuan maupun pengaruh dari luar lainnya (Todd, 1980). Metode geolistrik mampu digunakan sebagai metode identifikasi pencemaran. Hal ini terbukti dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti oleh Wijaya, dkk (2009) dengan metode Vertical Electrical Sounding (VES) untuk identifikasi pencemaran di daerah Ngringo Jaten, Karanganyar, kemudian juga Mansrudin (2005) yang menentukan letak aluvium terimbas rembesan polutan dari sampah di TPA Purwosari, Jember. Pengukuran pencemaran dalam penelitian ini dilakukan dengan metode ERT konfigurasi wenner α, dan masih banyak penelitian terkait lainnya. 1.2.
Perumusan Masalah Pabrik Gula (PG) dan Pabrik Spiritus (PS) Madukismo merupakan industri
pengolahan tebu yang yang memiliki luas areal industri berkisar antara 5000-6000 Ha (Anantha, 2007). Letak dari industri ini berbatasan langsung dengan areal pertanian dan permukiman. Suatu industri manufaktur tentu memiliki potensi menghasilkan buangan limbah akibat dari proses operasional dari industri tersebut. Industri manufaktur Madukismo melakukan pengolahan tebu dengan hasil produksi utama berupa gula SHS dan produk sekunder berupa alkohol/spiritus. Limbah yang dihasilkan dari produksi tersebut antara lain berupa limbah gas, padat, dan cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh industri ini berasal dari pencucian alat-alat operasional dan juga berasal dari proses pembuatan alkohol/spiritus yang dihasilkan oleh PS Madukismo. Limbah yang dihasilkan oleh PS Madukismo yaitu berupa cairan kuning/hitam yang disebut
5
dengan vinasse. Limbah ini dibuang ke Sungai Bedog lewat saluran irigasi. Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya perluasan pencemaran akibat limbah, baik pencemaran tanah, air permukaan, maupun airtanah. Pencemaran airtanah merupakan suatu fenomena yang tidak menguntungkan, apabila terjadi pencemaran hingga melampaui batas baku mutu air, maka hal ini tentu akan berpotensi mengganggu kesehatan dan juga merusak fungsi lingkungan yang ada di sekitarnya. Diperlukan upaya pemantauan untuk mengetahui sejauh mana distribusi airtanah tercemar. Aplikasi geolistrik metode Electrical Resistivity Tomography (ERT) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui pencemaran melalui nilai resistivitas atau tahanan jenis material bawah permukaan. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu : bagaimana distribusi pencemaran airtanah bebas di sekitar Pabrik Gula (PG) dan Pabrik Spiritus (PS) Madukismo melalui aplikasi geolistrik metode Electrical Resistivity Tomography (ERT)? 1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
distribusi pencemaran airtanah bebas di sekitar kawasan industri Pabrik Gula (PG) dan Pabrik Spiritus (PS) Madukismo dengan menggunakan aplikasi Geolistrik metode Electrical Resistivity Tomography (ERT). 1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam mengetahui persebaran pencemaran di sekitar PG Madukismo, sehingga pengelolaan dan pemanfaatan wilayah tercemar dan non tercemar dapat dilakukan dengan tepat. 2. Dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam identifikasi pencemaran di wilayah lain dengan memanfaatkan aplikasi geolistrik metode ERT sebagai instrument analisis alternatif.
6
1.5.
Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya
1.5.1.
Industri Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984, industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah atau bahan baku menjadi bahan setengah jadi, atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Menurut Hammond (1979), industri secara sempit diartikan sebagai kegiatan yang menghasilkan barangbarang yang berkaitan dengan manufaktur, sedangkan secara luas industri dapat diartikan sebagai aktivitas yang meliputi kegiatan ekstraksi konstruksi dan usaha jasa yang di dalamnya mencakup berbagai tingkatan dan jenis kegiatan ekonomi. Berbeda halnya dengan pengertian kawasan industri berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia, kawasan industri merupakan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri (Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 41 Tahun 1996). Kegiatan industri dalam pelaksanaannya bergantung pada beberapa syarat, antara lain yaitu adanya bahan baku sebagai bahan dasar usaha, adanya sumber tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang diperlukan dalam mengolah sumberdaya industri tersebut, tersedianya modal yang cukup untuk menunjang operasional usaha, dan proses transportasi yang baik untuk menunjang kegiatan industri tersebut (Bintarto, 1977). Menurut Kristanto (2002) secara garis besar industri dapat diklasifikasikan menjadi : 1.
Industri dasar atau hulu, memiliki sifat padat, modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji;
2.
Industri hilir, merupakan perpanjangan proses industri hulu, yaitu mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi;
3.
Industri kecil, banyak berekembang di pedesaan dan perkotaan dengan peralatan sederhana.
7
Menurut Kristanto (2002) secara konvensional Industri dapat diklasifikasikan menjadi : 1.
Industri primer, yaitu industri yang mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi;
2.
Industri sekunder, yaitu industri yang mengubah barang setengah jadi menjadi barang jadi;
3.
Industri tersier, yaitu industri yang sebagian besar meliputi industri jasa dan perdagangan atau industri yang mengolah bahan industri sekunder. Dampak positif dari perkembangan suatu industri dari suatu kawasan akan
berimbas pada tumbuhnya devisa suatu negara, sekaligus menghemat devisa dengan subtitusi produk impor, terjadinya laju pertukaran teknologi dan informasi yang lebih pesat, dan semakin besarnya penyerapan tenaga kerja, serta semakin besarnya penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat (Ravaie (1979) dalam Prihananto (2006) dan Effendi (2012)). Namun, disamping adanya dampak positif, dampak negatifpun juga dapat timbul dari adanya proses industri di suatu wilayah. Dampak negatif tersebut berkaitan dengan limbah yang dihasilkan dari proses industri. Limbah yang tidak diolah secara baik, akan berimbas pada berkurangnya kualitas lingkungan dan akan berimbas pada terganggunya ekosistem (Hamid & Pramudyanto (2007) dalam Effendi (2012)). 1.5.2.
Air Limbah Suatu kegiatan industri dalam proses operasionalnya tentu menghasilkan
limbah, menurut Kristanto (2002) limbah didefinisikan sebagai buangan yang keberadaannya pada suatu waktu dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi limbah padat, cair, dan gas. Limbah yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu limbah cair. Limbah cair atau air limbah, menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 Tahun 2001, didefinisikan sebagai sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
8
Keberadaan limbah yang terkadang tidak diinginkan ini kemudian mendasari dibuatnya suatu peraturan yang mengatur tentang limbah. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan pencemaran agar tidak membahayakan bagi lingkungan. Hal tersebut tertuang dalam baku mutu air limbah, yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 didefinisikan sebagai batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas dalam sumber ar dari suatu usaha dan atau kegiatan. Air limbah yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu akan mampu membahayakan kesehatan masyarakat, hal ini berkaitan dengan air sebagai perantara dalam penyebaran bibit penyakit (Nebel dan Wright, 1993) Limbah yang dihasilkan pada setiap industri tentu akan berbeda, sehingga kemudian pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 diatur mengenai baku mutu air pada setiap industri. Jenis limbah yang boleh dikeluarkan oleh pabrik gula, seperti PG Madukismo, mencakup BOD, COD, TSS, Sulfida (H2S), pH, juga telah diatur dalam Keputusan Menteri tersebut yang secara lengkap disajikan pada Gambar 1.1. BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI GULA KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMAR MAKSIMUM PARAMETER (mg/L) (kg/ton) BOD₃
100
4,0
COD
250
10,0
TSS
175
7,0
Sulfida (Sebagai H₂ S)
1,0
0,04
pH
6,0-9,0
Debit limbah maksimum
40 mᵌ/ton produk gula
Catatan : 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per Liter air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg per ton produk gula.
Gambar 1.1 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Gula Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/10/1995
9
1.5.3.
Airtanah Airtanah merupakan air yang berada pada zona jenuh (saturated zone),
mengisi rongga antar batuan atau pori tanah (Todd 1980). Airtanah masuk melalui celah antar batuan atau tanah akibat gaya gravitasi yang melintasi zona tidak jenuh (unsaturated zone). Sementara itu, pergerakannya pada zona jenuh lebih disebabkan oleh pengaruh konduktivitas di wilayah sekitarnya. Secara vertikal agihan zona air dalam tanah dapat dibedakan menjadi zona aerasi (aeration zone) dan zona saturasi (saturation zone) (lihat Gambar 1.2).
Gambar 1.2 Pembagian Zona Air dalam Tanah Sumber : Todd (1980) Airtanah merupakan bagian dari suatu proses hidrologi (lihat Gambar 1.3). Sumber airtanah dipasok dari recharge presipitasi, aliran permukaan, danau, ataupun dari suatu basin, sumber lainnya yaitu recharge buatan yang turut menyumbang kuantitas dari airtanah yang berasal dari luapan air irigasi, rembesan yang bersumber dari kanal,dan bangunan buatan lainnya yang diperuntukan sebagai penyuplai airtanah (Todd, 1980).
10
Airtanah dapat dibedakan berdasarkan formasi geologi penyusunnya, yaitu: a. Akuifer merupakan sebuah formasi
yang di dalamnya mengandung material
permeabel yang cukup jenuh sehingga mampu menyimpan serta menyalurkan sejumlah air dengan baik. Akuifer biasanya terdiri dari material pasiran hingga kerikil; b. Akuiklud merupakan sebuah formasi yang di dalamnya terdapat lapisan yang jenuh, namun relatif menyerupai lapisan impermeable, sehingga kemampuannya dalam menyalurkan air sangat buruk. Contoh material yang membentuk akuiklud adalah lempung; c. Akuifuge merupakan sebuah formasi yang terdiri dari material yang impermeable atau kedap sehingga tidak mampu meloloskan air. Contoh material yang membentuk akuifuge adalah batuan beku, metamorf, atau batuan sedimen yang kompak; d. Akuitard merupakan sebuah formasi yang di dalamnya terdapat lapisan jenuh karena memiliki lapisan permeabel yang buruk, sehingga tidak mampu menyalurkan airtanah dengan bebas. Contoh material yang membentuk akuitard yaitu lempung pasiran (Todd, 1980).
Gambar 1.3 Siklus Hidrologi Sumber : Fetter (1994)
11
Sebagai sistem akuifer, karakteristik airtanah
dapat dibedakan menjadi
beberapa tipe, yaitu airtanah bebas/ airtanah tidak tertekan (unconfined aquifer), merupakan airtanah yang dibatasi oleh muka freatik (water table) di bagian atas serta di bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap. Kemudian, airtanah tertekan yang terletak dibawah lapisan kedap sehingga memiliki tekanan lebih besar dibandingkan tekanan atmosfir, serta akuifer bocor (leaky aquifer) yang merupakan kombinasi antara akuifer bebas dengan tertekan, sehingga disebut airtanah semi tertekan (Purnama, 2010). 1.5.4.
Pencemaran Airtanah Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, atau energi,
atau komponen lain dalam air. Kualitas air dinyatakan sebagai parameter kualitas air, misalnya pH, warna, temperatur, hantaran listrik, konsentrasi zat kimia, konsentrasi bakteri dan sebagainya (Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990). Peraturan Gubernur
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
No.
20
Tahun
2008
Pasal
5,
mengklasifikasikan mutu air menjadi empat kelas, yaitu : 1. Air kelas satu adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2. Air kelas dua adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3. Air kelas tiga adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Air kelas empat adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
12
Pencemaran airtanah dapat didefinisikan sebagai bahan buatan yang mampu menyebabkan penurunan kondisi alami airtanah (Todd, 1980). Kondisi alami airtanah pada dasarnya memiliki kualitas yang baik, artinya mampu untuk dimanfaatkan makhluk hidup terutama manusia tanpa menimbulkan efek samping seperti menurunnya kesehatan. Pencemaran mampu mengurangi kualitas dari air serta juga mampu memicu timbulnya ancaman terhadap kesehatan dan juga mampu menyebarkan bibit penyakit (Todd, 1980). Persebaran pencemaran dipengaruhi oleh kondisi kimia, biologi, dan fisik. Pencemaran terjadi akibat adanya beban pencemar yang masuk dalam media tercemar yang jumlahnya melebihi daya tampung pencemaran. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah, sedangkan daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 Tahun 2001). Pencemaran airtanah ini terjadi tidak lepas dari aktivitas manusia dalam memanfaatkan air, baik imbas kegiatan aktivitas kota, pertanian, industri, pertambangan, dan lain sebagainya. Beberapa aktivitas tersebut memiliki potensi untuk menurunkan kualitas airtanah apabila tidak dikelola dengan baik. Aktivitas industri merupakan salah satu kegiatan yang kerap dianggap sebagai sumber dari pencemar akibat dari proses operasionalnya, baik pencemar dengan wujud padat,cair,dan gas yang mampu mempengaruhi kondisi lingkungan. Sumber dan penyebab pencemaran airtanah dari aktivitas industri menurut Todd (1980) antara lain akibat dari buangan limbah cair, seperti hasil dari mesin pendingin, sanitasi, dan dari operasional pabrik, akibat dari kebocoran tangki dan jalur pipa, aktivitas penambangan,dan tumpahan minyak. 1.5.5.
Geolistrik Geolistrik merupakan metode yang digunakan untuk memetakan struktur
bawah tanah dengan memanfaatkan nilai resistivitas, dengan cara pengukuran melalui injeksi arus dan beda potensial pada permukaan tanah (Lowrie, 2007) (lihat Gambar 1.4). Nilai resistivitas disajikan dalam ohm meter (Ωm). Nilai resistivitas ini memiliki
13
variasi yang berbeda-beda untuk formasi yang ada. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain, yaitu : jenis material, densitas, porositas ukuran dan bentuk pori dari material, kadar dan kualitas air yang terkandung, serta temperatur. Namun, meskipun demikian nilai resistivitas dari material dalam tanah lebih banyak dipengaruhi oleh kadar dan kualitas air yang terkandung dalam tanah dibanding dengan jenis batuan yang membentuknya (Todd, 1980).
Gambar 1.4 Konsep Pengukuran Geolistrik Sumber : Wrightman, et al (2003). Metode geolistrik dimanfaatkan untuk memetakan struktur resistivitas bawah tanah. Resistivitas batuan ini secara khusus dapat digunakan sebagai pendekatan dalam analisis kondisi hidrogeologi. Hal tersebut dikarenakan metode ini mampu menunjukan perbedaan antara air murni dengan air asin, akuifer bermaterial pasiran ataupun lempungan, akuifer berbatuan porus ataupun dengan batuan dengan permeabilitas rendah seperti batu lempung dan batu lanau, ataupun antara batuan solid dengan batuan yang tidak solid (Kirsch, 2009) 1.5.6.
Electrical Resistivity Tomography (ERT) Electrical Resistivity Tomography (ERT) merupakan salah satu metode
turunan dari metode investigasi geolistrik. Metode ini adalah hasil penggabungan dari beberapa metode dalam pengukuran geolistrik seperti geoelectrical sounding, spontaneous potential (SP), dan geoelectrical cross-section (Kielbasinki &
14
Mieszkowski, 2008). Metode ERT digunakan untuk mengetahui struktur bawah tanah yang dilakukan dengan memanfaatkan metode multi electrode (Lowrie, 2007). Metode ERT ini dapat diterapkan pada suatu investigasi dalam skala mikro dan makro, sebagai contoh untuk skala mikro dapat digunakan sebagai media untuk menyelesaikan masalah lingkungan dan rekayasa, sedangkan dalam skala besar dapat digunakan sebagai studi struktur geologi (Storz, et al, 2000); (Colella, et al, 2004, 386). Metode ERT ini juga merupakan salah satu metode yang efektif untuk dapat digunakan dalam analisis pencemaran airtanah karena mampu melacak zona-zona dengan nilai resistivitas rendah yang ada pada material bawah permukaan
(Metwaly et al,2014).
Nilai resistivitas rendah ini dimungkinkan terbentuk salah satunya karena adanya pengaruh penambahan ion-ion dalam airtanah akibat masuknya polutan dalam sistim airtanah (Metwaly et al, 2012, dalam Metwaly et al, 2014). 1.6.
Keaslian Penelitian Penelitian mengenai identifikasi pencemaran airtanah dengan memanfaatkan
aplikasi geolistrik baik ERT maupun VES sudah banyak dilakukan sebelumnya. Seperti yang dilakukan oleh Wibowo (2011a) yang memanfaatkan nilai resistivitas dari metode ERT konfigurasi dipole-dipole untuk identifikasi stratigrafi akuifer yang berair payau di Kabupaten Sukoharjo. Penelitian yang dilakukan ini menghasilkan lokasi-lokasi yang teridentifikasi memiliki akuifer berair payau dengan nilai resistivitas antara 9,2-5 Ωm. Identifikasi akuifer berair payau dalam penelitian ini juga diperkuat dengan data nilai DHL dan uji laboratorium dari sampel airtanah. Penelitian lainnya pernah dilakukan oleh Wibowo (2011b). Penelitian yang dilakukannya yaitu mengidentifikasi pencemaran airtanah bebas dengan metode ERT konfigurasi wenner α yang disebabkan oleh pengaruh dari industri penyamakan kulit di sebagian Desa Sitimulyo, Piyungan, Kabupaten Bantul. Pemetaan DHL dilakukan untuk menentukan titik pengukuran geolistrik dalam penelitian ini. Berdasarkan titik tersebut diperoleh pencemaran limbah penyamakan kulit, yaitu berupa kromium. Limbah ini terdapat pada kedalaman 5 m dengan nilai reistivitas sebesar 3,3-9,16 Ωm,
15
kemudian pada kedalaman 7 m dengan nilai resistivitas sebesar 3,05-7,81 Ωm, dan pada kedalaman 3,73 m dengan nilai resistivitas sebesar 1,33-8,61 Ωm. Selain
itu,
penelitian
yang
sama
juga
pernah
dilakukan
oleh
Srivnivasamoorthy, et al (2009) yang memanfaatkan aplikasi geolistrik metode ERT konfigurasi wenner untuk mengetahui pencemaran airtanah di sekitar kawasan industri konveksi dan garmen di Tamil Nandustate, India Selatan. Berdasarkan nilai resistivitas, dijumpai beberapa titik pencemaran yaitu pada lokasi 1 (Valipalayam) di kedalaman 8 m dengan resistivitas di bawah 10 Ωm. Di lokasi 2 Pethichettipuram, teridikasi pencemaran dengan nilai resistivitas 46,5 Ωm pada kedalaman 7,91 m, juga pada kedalaman 11,5 m dengan niai resistivitas 21,6 Ωm. Lokasi ketiga yaitu di Playakadu dengan letak pencemaran pada kedalaman 0-20 m dengan nilai dibawah 40 Ωm. Shevin, et al (2005) juga pernah melakukan penelitian serupa dengan memanfaatkan metode VES konfigurasi schlumberger untuk identifikasi pencemaran minyak di kawasan Tobasco, Mexico. Berdasarkan hasil penelitian, teridentifikasi daerah yang tercemar oleh minyak terakumulasi hanya di bagian pit. Berbeda dengan Silva & Filbo (2011) yang menilai sebaran pencemaran airtanah akibat dari kontaminasi areal pemakaman di Piracicaba, Sao Paulo, Brazil. Metode yang digunakan yaitu VES dengan konfigurasi schlumberger untuk mengetahui pencemaran yang berupa liquefaction atau putrefactive liquid pada areal pemakaman. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu area pemakaman memiliki nilai resistivitas antara 102.960 Ωm, dengan asumsi nilai terkecil merupakan perkiraan pencemaran oleh putrefactive liquid dan yang paling tinggi merupakan material lempung pasiran dengan kelembaban rendah. Penelitian mengenai pencemaran di kawasan industri gula Madukismo sebenarnya sudah banyak dilakukan sebelumnya. Seperti yang telah dilakukan oleh Astuty (2011) yang memiliki judul penelitian Pengaruh Pabrik Gula dan Pabrik Spiritus Madukismo Terhadap Kondisi Lingkungan di Desa Tirtonirmolo dan Pendowoharjo, Kabupaten Bantul. Penelitian yang dilakukan oleh Astuty (2011) lebih menekankan pada imbas yang disebabkan oleh pembuangan limbah pabrik yang dihitung lewat valuasi ekonomi. Selain penelitian ini, sudah banyak diangkat penelitian
16
terkait pencemaran yang mengambil lokasi di sekitar kawasan Pabrik Madukismo antara lain oleh Nafsiah (2010) dan Rasmadi (1988), yang menunjukan bahwa lokasi sekitar PG Madukismo memiliki kondisi wilayah tercemar yang cukup signifikan. Walaupun demikian, belum ada penelitian yang mengkaji pencemaran airtanah di sekitar kawasan PG Madukismo dengan memanfaatkan aplikasi geolistrik. Hal ini yang mendasari peneliti menjadikan lokasi sekitar PG Madukismo sebagai lokasi kajian. Perbandingan penelitian disajikan pada Tabel 1.4. 1.7.
Kerangka Pemikiran Industri merupakan suatu kegiatan mengolah bahan mentah menjadi barang
setengah jadi atau jadi, ataupun mengolah bahan jadi menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi yang lebih baik dari produk sebelumnya. Salah satu jenis industri yang ada di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu industri pengolahan tebu menjadi gula di Pabrik Gula (PG) dan Pabrik Spiritus (PS) Madukismo. Pabrik Gula (PG) dan Pabrik Spiritus (PS) Madukismo dalam proses produksinya menghasilkan beberapa macam limbah seperti limbah padat berupa blethong, limbah gas dari uap hasil pengolahan nira, dan juga limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan nira, pencucian peralatan, dan juga berasal dari limbah yang dihasilkan oleh pengolahan alkohol/spiritus yang disebut dengan vinasse. Limbah cair ini kemudian dibuang ke Sungai Bedog melalui saluran irigasi. Saluran irigasi memungkinkan limbah untuk masuk ke areal persawahan. Terjadinya kontak suatu zat cair terhadap tanah secara langsung akan memicu terjadinya infiltrasi zat ke dalam air. Infiltrasi merupakan suatu proses meresapnya air hujan atau air lainnya dari permukaan tanah menuju lengas tanah (Purnama, 2010). Kemudian air yang telah masuk ke dalam zona aerasi memungkinkan masuk ke dalam zona saturasi atau sering disebut zona airtanah melalui proses perkolasi. Melalui proses perkolasi inilah kemudian limbah cair memungkinkan masuk ke dalam airtanah, artinya apabila beban pencemar melebihi daya tampung beban pencemar maka kondisi tersebut mampu memicu pencemaran airtanah. Pencemaran airtanah akan memicu terjadinya penambahan ion-ion terlarut dalam tanah. Proses ini
17
kemudian yang memicu terjadinya peningkatan Daya Hantar Listrik (DHL) airtanah. Daya Hantar Listrik (DHL) yang meningkat akan berimbas pada terjadinya penurunan nilai resistivitas. Nilai resistivitas dapat diukur dengan menggunakan geolistrik. Geolistrik merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi material bawah tanah dengan memanfaatkan perbedaan sifat-sifat kelistrikan bumi dengan memanfaatkan elektroda yang dialiri arus dan potensial listrik, dengan memanfaatkan metode ini dapat diketahui nilai resistivitas. Salah satu metode pemetaan kondisi material bawah tanah menggunakan geolistrik yaitu metode Electrical Resistivity Tomography (ERT). Nilai resistivitas pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai aspek, antara lain seperti jenis material dan keberadaan air dalam tanah. Kondisi air yang tidak tercemar dan tercemar tentu memiliki nilai resistivitas yang berbeda, sehingga anomali nilai reistivitas ini dapat dijadikan dasar bahwa di suatu wilayah kondisi airtanahnya tercemar ataupun tidak. Secara umum kondisi pencemaran airtanah akan berimbas pada peningkatan ion dalam airtanah sehingga berimbas pada penurunan nilai resistivitas. Secara lebih detail kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada pada Gambar 1.1.
18
Tabel 1.4 Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang Peneliti dan Tahun Penelitian Wibowo, A., 2011
Wibowo D.A., 2011
Astuty, F.A., 2011
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian
Identifikasi Stratigrafi Akuifer Berair Payau dengan Electrical Resistivity Tomography (ERT) Konfigurasi Dipole-Dipole Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo Aplikasi Geolistrik Metode Elecrtrical Resistivity Tomography (ERT) untuk Identifikasi Pencemaran Airtanah Bebas oleh Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit Di Sebagian Desa Sitimulyo, Piyungan, Bantul
1. Menentukan jenis lapisan stratigrafi bagian atas daerah penelitian.
Pengaruh Pabrik Gula dan Pabrik Spiritus Madukismo Terhadap Kondisi Lingkungan di Desa Tirtonirmolo dan Pendowoharjo, Kabupaten Bantul
1. Memetakan pencemaran airtanah bebas oleh limbah cair industri penyamakan kulit berdasarkan persebaran nilai konduktivitas 2. Mengetahui dan Mengidentifikasi Pencemaran airtanah bebas di sekitar kawasan industri penyamakan kulit berdasarkan nilai tahanan jenis. 1. Mengidentifikasi Karakteristik Proses Produksi PG-PS Madukismo 2. Mengidentifikasi Pengaruh Keberadaan PG-PS Madukismo Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat dan Lingkungan Fisik 3. Menghitung Valuasi Ekonomi Limbah Cair
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
1. Pengamatan Peta dan Data Bor 2. Pemetaan Pola Aliran Airtanah 3. Pemetaan Persebaran Nilai Daya Hantar Listrik (DHL) Airtanah 4. Pengambilan Sampel Airtanah dan Uji Laboratorium 5. Pemetaan Stratigrafi Akuifer dengan ERT konfigurasi Dipole-dipole 1. Memetakan pencemaran airtanah bebas oleh limbah Cair Industri Penyamakan Kulit Berdasarkan Nilai Konduktivitas 2. Mengidentifikasi pencemaran Airtanah di Sekitar Kawasan Industri Penyamakan Kulit Berdasarkan Nilai Tahanan Jenis dengan menggunakan metode ERT Konfigurasi Wenner α. 3. Pengambilan sampel airtanah untuk diuji kandungan Krom (Cr)
Lokasi kajian memiliki kondisi stratigrafi secara beruntun yaitu lapisan non akuifer (10-800Ωm), lapisan akuifer berair payau (9.2-5 Ωm), lapisan, lapisan lempung(5-10 Ωm), lapisan akuifer berair tawar (10-100 Ωm), dan bongkahan batuan breksi.
1. Sampel diambil dengan metode purposive sampling 2. Dianalisis dengan analisis deskriptif kuantitatif (karakter produksi, serta pengaruhnya terhadap ekonomi lingkungan fisik) 3. Kemudian Membuat valuasi ekonomi dari pendapatan yang kemudian dianalisis secara kuantitatif. Valuasi Ekonomi mencakup valuasi ekonomi limbah cair sebagai peningkat produksi
1. Input da Proses menghasilkan output berupa produk dan limbah yang secara ekonomi mampu menyerap tenga kerja sebanyak 248 orang dari Desa Tirtonirmolo dan Pendowoharjo. Serta meningkatkan pendapatan perkapita menjadi Rp 1.277.419 di Desa Tirtonirmolo dan Rp 1.230.000 di Desa Pendowoharjo 2. Kualitas Airtanah tidak memenuhi Baku Mutu Kualitas air kelas 1 terutama pada parameter TSS, BOD, COD, dan Sulfida
1. Pencemaran limbah cair kulit berdasarkan nilai DHL dibagi menjadi 5 kelas, disekitar drainase sebesar 1613 μmhos/cm (sangat tinggi) dengan kadar Krom 0,1407 mg/L dan 1516 μmhos/cm dengan kadar Krom 0,0493 mg/L.. 2. Pencemaran dengan ERT terbagi menjadi 3 titik, secara berurutan yaitu, pada kedalaman 5m sebesar 3,3-9,16 Ωm, Kedalaman 7m 3,05-7,81 Ωm, dan kedalaman 3,73 dengan niai 1,33-8,61 Ωm
19
Peneliti dan Tahun Penelitian
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian yang Dihasilkan Oleh PGPS Madukismo.
Srivnivasamoorthy , K., Sarma,V.S., Vasantavigar M.P., Vijayaraghavan K., Chidambaram S., dan Rajivganthi R., 2009.
Electrical Imaging Technique For Groundwater Pollution Studies : A Case Study From Tamil Nadustate, South India
1. Membatasi zona pencemaran polutan dari kawsaan indutri konveksi dan garmen dengan menggunakan metode ERT.
Metode Penelitian pertanian, pengurang pupuk, dan pencemar airtanah.
1. Memetakan kondisi material bawah permukaan enggunakan metode ERT konfigurasi Wenner untuk mengetahui apparent resistivity dengan jarak spacing antar elektroda 5m dengan panjang lintasan bervariasi antara 0-50meter.
Hasil Penelitian 3. Valuasi ekonomi yang dihasilkan limbah untuk peningkat pertanian yaitu sebesar Rp 37.215.360, sebagai pengurang pupuk Rp 662.256.000, dan sebagai bahan pencemar sebesar Rp 254.676.252
1. Lokasi 1 pada Valipalayam, resistivitas antara 10-100Um menunjukan material batuan terlapuk, pada kedlaman 8m ditemukan dugaan pencemaran lapisan topsoil dengan nilai resistivitas dibawah 10Um. 2. Lokasi 2 pada Pethichettipuram, teridikasi pencemaran dengan nilai resistivitas 46.5 Um pada kedalaman 7.91m. Dan juga pada kedalaman 11.5m dengan niai resistivitas 21.6Um 3. Lokasi 3 pada Playakadu teridentifikasi pencemaran pada kedalaman 0-20m dengan nilai resistivitas kurang dari 40Um. 4. Lokasi 4, yaitu Chellapuram tidak terkontaminasi.
20
Peneliti dan Tahun Penelitian Shevin, V; Rodriguez, O.D; Linares, L.F; Martinez, H.Z; Mousatov, A; Ryjov, A., 2005.
Judul Penelitian Geoelectrical Characterization of An Oil-Contaminated Site in Tabasco, Mexico.
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui karakteristik kontaminasi polutan minyak.
Metode Penelitian 1. Mengetahui batasan zona tercemar oleh minyak, dan mengestimasi tingkat kontaminasi dengan Geolistrik Metode Vertical Electrical Sounding (VES) pada 246 yang terdistribusi sepanjang 11 lintasan. Spasi elektroda yaitu 2m dengan konfigurasi Schlumberger. 2. Melakukan pengambilan sampel airtanah dengan jumlah 44 sampel yang diambil secara purposive sampling. 3. Melakukan uji resistivitas pada 1 sampel tanah tidak terkontaminasi. untuk mengetahui rentang nilai anomali. 4. Pengumpulan 13 sampel yang berapa pada kedalaman antara 0-2m, untuk mengetahui kadar Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) menggunakan infrared spectroscopy.
Hasil Penelitian 1. Lokasi terkontaminasi berdasarkan nilai resistivitas dengan metode VES terpusat pada kawasan pit. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya korelasi antara anmali nilai resistivitas dengan konsentrasi kontaminan yaitu minyak.
21
Peneliti dan Tahun Penelitian
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Silva, R.W., & Filbo, W.M., 2011.
Geoelectrical mapping of contamination in the cemeteries: the case study in Piracicaba, Sao Paulo, Brazil
1. Mendelineasi kontaminasi pencemaran yang disebabkan oleh liquefaction atau putrefactive liquid pada areal pemakaman dengan memanfaatkan nilai resistivitas.
1. Metode yang digunakan yaitu vertical electrical sounding (VES) dengan konfigurasi sclumberger pada 16 titik dengan maximum spasi antar elektroda AB 200m kemudian diolah dengan software IXID ver 3.36. 2. Membuat peta potensiometric/ flownet airtanah dengan memanfaatkan data elevasi dan TMA yang kemudian diolah dengan software Surfer 8.0. 3. Electrical imaging (EI) dengan konfigurasi dipole-dipole, dengan spasi elektroda MN=AB 10m. 4. Teknik geostatistik untuk menjabarkan serta memodelkan pola spasial.
Suhana, S.N., Sekarang
Pendugaan Distribusi Pencemaran Airtanah Bebas Dengan Aplikasi Geolistrik Metode Electrical Resistivity Tomography (Ert) Di Sekitar Pabrik Gula (Pg) Madukismo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul
1. Mengidentifikasi distribusi pencemaran airtanah bebas disekitar Industri Pabrik Gula (PG) Madukismo dengan menggunakan aplikasi Geolistrik metode Electrical Resistivity Tomography (ERT).
1. Melakukan pemetaan pola aliran airtanah/flownets dengan menggunakan data tinggi muka airtanah/TMA 2. Melakukan pemetaan iso-conductivity dengan menggunakan interpolasi dari data daya hantar listrik/DHL. 3. Melakukan pengukuran resistivitas dengan geolistrik metode Electrical Resistivity Tomography (ERT) konfigurasi dipole-dipole pada lokasi pencemaran berdasar nilai DHL.
Hasil Penelitian 1. Area dalam pemakaman memiliki nilai resistivitas antara 10-2960 Ωm , dengan asumsi nilai terkecil merupakan perkiraan pencemaran oleh putrefactive liquid dan yang paling tinggi merupakan material lempung pasiran dengan kelembaban rendah, tanah urug dengan material berpasir, kerikil batuan gamping, limbah konstruksi, dan buangan limbah pembongkaran bangunan, pipa, dan sistem drainase permukaan. 2. Terdapat dua arah aliran airtanah yaitu South West (SW) dan South East (SE), dengan kedalaman muka airtanah bervariasi antara 35.5m. 3. Anomali resistivitas ditemukan pada profil EI-1antara 55-68m dibawah areal pemakaman blok-2 dan 110m dibawah blok1 yaitu dibawah 75 Ωm. Dibawah blok EI-2 di kedalaman 70-145m, dan pada beberapa titik lainnya.
Sumber : Telaah Pustaka 22
Industri Pabrik Gula dan Spiritus Madukismo
Produk sampingan (spiritus)
Produk utama (gula)
Limbah industri
Limbah padat
Limbah cair
Termanfaatkan
Limbah gas Tidak termanfaatkan
Dibuang melalui saluran irigasi Areal persawahan
Sungai Bedog Kontak dengan tanah Infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah Ion dalam airtanah meningkat
Genangan
Bercampur dalam sistem airtanah Anomali nilai resistivitas
DHL meningkat
Metode pengukuran geolistrik
Resistivitas menurun
Identifikasi pencemaran airtanah
Gambar 1.5 Diagram Alir Kerangka Pikir Gambar 1.5. Diagram Alir Kerangka Pikir
23