BAB VIII ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PERUSAHAAN HUTAN 8.1.
Unit Perusahaan Hutan/Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi Unit Perusahaan Hutan (Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi) dipandang
dari segi manajemen hutan secara nasional (makro) merupakan/sebagai unit kelestarian hutan atau sebagai unit manajemen hutan untuk mewujudkan kelestarian hutan menjadi kenyataan di lapangan. Didasarkan atas studi Pembentukan KPHP di areal PT Dwima Jaya Utama (Dwima Group) Propinsi Kalimantan Tengah (Anonim, 1998) dan ditambah dengan interpretasi penulis untuk penjelasannya sesuai dengan kepentingan pendalaman kuliah Pembelanjaan Perusahaan Hutan. Di dalam Unit Perusahaan harus diwujudkan ragam kelestarian. Beberapa kajian mengenai ragam kelestarian. 1.1. Kelestarian Hutan 1. Kelestarian Produksi Konsep ini berdasarkan tolok ukur kelestarian produksi yang diwujudkan dengan volume kayu (m3) yang dapat dipungut secara lestari. Volume kayu yang dipungut diharuskan seimbang dengan riapnya. Pengaturan hasil rebangan (etat tebangan) didasarkan atas riap dari suatu unit perusahaan hutan. Untuk mewujudkan konsep ini maka diperlukan peraturan jangka panjang untuk menyeimbangkan pemungutan dan pertumbuhan dengan tata waktu pemungutan dan penanaman serta organisasi pelaksana. Dalam konsep ini hutan diperlakukan sebagai modal dan yang dipungut adalah riapnya, atau diperlakukan sebagai bunga modal hutan. Apabila dikelola secara lestari maka modal akan memberikan bunga modal dan produksi sepanjang masa. Volume yang ditentukan dalam etat tersebut merupakan volume maksimum, sedangkan realisasi produksi dari KPHP dipengaruhi oleh banyak faktor. Dengan demikian kelestarian produksi akan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja produksi. Untuk di Jawa KPHP ini sudah diwujudkan dengan pembentukan KPH-KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang ada di wilayah Perum Perhutani misalnya: KPH Cepu, KPH Ngawi dsbnya. Dalam mekanisme kelestarian produksi pada hutan tanaman, dapat dijelaskan secara garis besar seperti berikut:
1. Model Pada Hutan Tanaman Yang Telah Menghasilkan (telah mencapai umur daur) Prosedur atau cara pengaturan kelestarian hutan seperti berikut: 1. Pekerjaan Tata Hutan 2. Menghitung Potensi Hutan (modal) dengan mengadakan inventarisasi hutan (timber cruising). 3. Dalam
menghitung
potensi
hutan
sekaligus
dilakukan
klasifikasi
hutan
berdasarkan: produktif, tak produktif, kelas hutan. 4. Menghitung Etat luas dan Etat Volume taksiran, dengan menghubungkan Potensi Hutan yang Produktif dengan daur yang telah ditetapkan. 5. Memilih petak-petak yang akan ditebang (umur tegakan, umur daur). 6. Petak-petak yang dipilih ditebang untuk jangka waktu setahun merupakan Rencana Teknik Tahunan Tebangan. 7. Petak-petak yang telah ditebang pada tahun berikutnya harus ditanam kembali, menjadi Rencana Teknik Tahunan Tanaman. 8. Dari petak-petak yang telah ditanam sampai dengan umur daurnya diperlukan kegiatan pemeliharaan/penjarangan sesuai dengan jadwal umur tanaman dan frekuensi penjarangan. Apabila dari hasil pengukuran petak coba dilapangan tegakan perlu dijarangi maka masuk Rencana Teknik Tahunan Pemeliharaan/ Penjarangan. 9. Hutan yang tidak produktif perlu dirombak menjadi hutan yang produktif dengan menebang dan mengadakan penanaman kembali. Dalam hutan tanaman lestari untuk keperluan belanja perusahaan telah dapat diindentifikasi jenis dan volume pekerjaan melalui RKT/RTT untuk setiap jenis pekerjaan. Setiap jenis pekerjaan telah direncanakan menurut volume dan tempat pekerjaannya (petak-petaknya) secara terperinci. Secara makro belanja tahunan apabila volume pekerjaan telah diketahui dari biaya satuan per kegiatan telah diketahui maka biaya keseluruhan adalah hasil perkalian antara volume dan biaya satuan. Dari segi perencanaan kelestarian produksi, model yang dipakai oleh Perum Perhutani dengan adanya Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) pada setiap Bagian Hutan selama jangka waktu 10 tahun dan selanjutnya dijabarkan dalam RTT sudah cukup akurat dan dapat dipakai sebagai dasar pembelanjaan perusahaan hutan (Formulasi dalam nilai rupiah/finansial)
Kegiatan-kegiatan
teknis
kehutanan
yang
merupakan
kegiatan
pokok
perusahaan hutan telah dapat diprediksi untuk setiap jenis kegiatan: a. Perencanaan b. Pemanenan Hasil Hutan c. Penanaman d. Pengadaan Bibit e. Pemeliharaan f.
Perlindungan Hutan
g. Pemasaran Hasil Hutan Kegiatan lain non teknis termasuk pelayanan kantor dll. Pembelanjaan perusahaan hutan sebenarnya mengikuti saja keperluan teknis dan non teknis yang secara
keseluruhan
sudah
dirumuskan
dalam
kelestarian
hutan
(produksi).
Pembelanjaan dari sisi biaya harus mencakup jumlah yang diperlukan dalam rangka mewujudkan kelestarian di lapangan, sedangkan dari sisi pendanaan selain bersumber dari penjualan kayu, masih terdapat peluang pendanaan dari berbagai sumber dana internal/eksternal perusahaan. Dinamika masalah pembelanjaan ini menjadi tanggung jawab Direktur/Manajer keuangan/Finansial untuk menyelesaikan. Selain di Perum Perhutani, sudah ada beberapa unit HTI di luar Jawa yang telah melaksanakan pengelolaan hutan tanaman secara lestari. Misalnya PT Musi Hutan Persada, PT Arara Abadi, PT RAPP, yang pada umumnya Perusahaan ini menanam jenis Acacia Mangium, dengan tujuan menghasilkan kayu bulat untuk bahan baku pulp untuk industri kertas. Daur tanaman berkisar kurang lebih 8 tahun. 2. Model Pada Hutan Alam yang telah menghasilkan Pada prinsipnya prosedur/ cara pengaturan kelestarian hutan alam dan hutan tanaman adalah sama, yang berbeda adalah terutama dalam konsepsi mengenai tebang pilih pada hutan alam dan konsepsi tebang habis pada hutan tanaman. Pada Hutan Alam konsep permudaannya adalah dengan permudaan alam, sedangkan pada hutan tanaman adalah dengan permudaan buatan. Cara pengaturan kelestarian hutan secara garis besar seperti berikut: 1. Pekerjaan Tata Hutan 2. Menghitung Potensi Hutan Alam (Modal) dengan inventarisasi hutan (timber cruising).
3. Dalam menghitung Potensi Hutan Alam sekaligus dilakukan klasifikasi hutan; berdasarkan : produktif, tak produktif, kelas diameter dan jenisnya. 4. Menghitung Potensi yang Produktif (kelas diameter 50 cm ke atas) 5. Menghitung AAC (Annual Allowable Cut) luas maupun Volume, dengan menghubungkan potensi hutan alam yang produktif dengan rotasi tebang (Cutting cycle). 6. Memilih petak-petak yang akan ditebang, Tebang Pilih dengan diameter 50 cm ke atas. 7. Petak-petak yang dipilih ditebang untuk jangka waktu setahun merupakan Rencana Karya Tahunan Tebangan. 8. Petak-petak yang sudah ditebang dilakukan kegiatan: a. Perkayaan Tanaman, apabila jumlah permudaan (sesuai) tidak mencukupi. b. Pembebasan,
untuk
membebaskan sempai, sapihan
dan tanaman
pengganggu. c. Penjarangan apabila diperlukan (tegakan terlalu rapat) 3. Model HTI Dalam Pembangunan Yang dimaksud HTI dalam pembangunan adalah HTI tersebut belum melaksanakan pemanenan dan kelestarian produksi terus menerus. Jenis dan volume pekerjaan HTI dalam pembangunan ditentukan oleh besarnya volume pekerjaan penanaman. Apabila pekerjaan tanaman telah ditentukan makan pekerjaan lainnya mengikuti misalnya: pengadaan bibit, pemeliharaan, perlindungan dll. Hal ini akan berlangsung terus sampai umur daur tanaman dan selanjutnya sesuai dengan daur akan dilaksanakan pemanenan hasil secara lestari. Sesudah ini maka mengikuti pengelolaan hutan secara lestari. 2. Kelestarian perusahaan/kelestarian usaha Kelestarian perusahaan/kelestarian usaha berhubungan adalah kelestarian yang berhubungan dengan pengusahaan dan macam keuntungan yang dapat diukur secara langsung. Dalam hal ini adalah keuntungan dan hasil produksi (penjualan hasil produksi). Dengan dasar ini maka suatu KPHP harus merupakan usaha yang mendapatkan keuntungan. Dengan mendapatkan keuntungan (tingkat keuntungan tertentu) maka pengusahaan hutan dapat lestari (kelestarian perusahaan). Dalam hal
ini terkait aspek ekonomi perusahaan (biaya, pendapatan), keuntungan, skala produksi dan lain-lainnya. Kelestarian perusahaan akan berhubungan langsung dengan kelestarian produksi. Dengan demikian maka faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian produksi juga akan mempengaruhi kelestarian usaha. Untuk suatu perusahaan hutan untuk medapatkan keuntungan secara maksimal, produksi tetap harus dikendalikan agar supaya tidak melebihi etat volume tebangannya. Analisis finansial dalam bentuk analisis BEP (Break Even Point) dapat dipakai dalam menentukan jumlah produksi berapa agar supaya untung akan tetapi tidak melebihi etat tebangan. Meskipun permintaan meningkat produksi harus lebih kecil dari etat. 3. Kelestarian Struktur Kelestarian-struktur berkaitan dengan kelestarian sumber daya hutan alam. ditujukan untuk stabilitas kepentingan masyarakat atau kebutuhan dasar manusia atas sumber tersebut. Dalam kaitannya dengan hutan alam maka diperlukan kelestarian sumber daya hutan alam yang dicerminkan dengan adanya kelestarian struktur. Konsep Kelestarian struktur khususnya pada hutan alam adalah berdasarkan asumsi bahwa hutan alam primer (virgin forest), sebagai hutan klimaks merupakan ideal potensi. Potensi ideal (struktur dan komposisi) dicirikan dengan penyebaran jenis, kelas diameter dan jumlah pohon pada berbagai tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang dan tingkat pohon). Potensi ideal akan menggambarkan kelestarian struktur dan selanjutnya akan mewujudkan kelestarian hutan sepanjang masa. Pengaturan tebangan untuk kelestarian hutan akan berpedoman kepada ideal potensi (struktur yang ideal). Pada hutan tanaman kelestarian struktur berkaitan dengan susunan kelas hutan yang mencakup penyebaran kelas hutan : luas, bonita, KBD, dllnya. Kelestarian struktur menghendaki adanya potensi hutan yang stabil, tidak mengalami penurunan bahkan ada peningkatan (modal hutannya meningkat). 4. Kelestarian Lingkungan Kelestarian lingkungan berdasarkan konsep manfaat atau pengaruh hutan yang tidak dapat diukur secara langsung, sehingga mempunyai aspek luas sesuai dengan kebutuhan manusia akan hutan. Untuk manfaat yang dapat diukur secara langsung telah dicakup dalam kelestarian produksi, kelestarian perusahaan atau kelestarian usaha dan kelestarian struktur.
Pada waktu sekarang ini pembangunan nasional harus berwawasan kepada lingkungan hidup. Demikian juga pengelolaan hutan tidak akan lepas dari pembangunan lingkungan. Salah satu fungsi hutan adalah memberikan lingkungan hidup yang baik bagi kehidupan manusia. Berdasarkan hal ini maka kelestarian hutan adalah berkaitan dengan kelestarian lingkungan. Aspek lingkungan merupakan tolok ukur yang penting dimasa mendatang, bahkan oleh masyarakat dunia produk hutan hams lobs didasarkan atas kriteria kelestarian lingkungan atau “Ekolabel”. Adanya Undang-Undang Lingkungan Hidup AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) dan sebagainya memberikan indikasi bahwa hutan memberikan dampak cukup luas terhadap lingkungan hidup manusia, hewan, flora dan sebagainya. 5. Kelestarian Sosial Kelestarian sosial sebenarnya merupakan akibat dari kelestarian usaha, yaitu mendapatkan kesempatan kerja, pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan dsbnya secara lestari. Seseorang yang bekerja diperusahaan hutan apabila dikelola dengan baik, mereka dapat bekerja sampai tua (pensiun). Sebagai contoh di Perum Perhutani, karyawan dapat bekerja secara terus menerus sampai pensiun. Demikian pula halnya apabila hutan dikelola secara lestari masyarakat sekitar hutan dapat bekerja sebagai penanam, blandong (penebang pohon) dsbnya. 1.2. Unit Perusahaan Dan Kegiatannya Untuk mewujudkan kelestarian hutan menjadi kenyataan diperlukan organisasi dan pembagian areal ke dalam unit-unit kerja/unit pengusahaan/unit manajemen. Unit manajemen sebagai unit perusahaan mempunyai kewajiban menghasilkan kayu bulat untuk mendapatkan keuntungan, kegiatan harus berkesinambungan untuk kelestarian produksi kayu bulat. Sebagai perusahaan hutan, unit manajemen akan dipengaruhi secara langsung oleh kondisi hutan itu sendiri dan juga oleh faktor di luar hutan. Unit manajemen berhubungan dengan unit organisasi perusahaan dan unit kerja atau unit organisasi dari kegiatan yang dilaksanakan di dalam areal hutan. Beberapa landasan konsep dapat dicatat seperti berikut: Konsep di atas apabila dihubungkan dengan KPHP akan mencakup beberapa aspek seperti berikut:
(a) aspek teknis kehutanan : tegakan, pertumbuhan, permudaan, pemeliharaan, perlindungan, pemungutan hasil, perencanaan dan lain-lainnya. (b) aspek ekonomis: permodalan, penjualan, keuangan. mesin, peralatan dan lainlain. (c) aspek administratif: tata usaha/administrasi. (d) aspek organisasi dan personalia. Dari hasil berbagai aspek di atas selanjutnya diperlukan organisasi untuk melaksanakan kegiatan (satuan-satuan organisasi). 3.1. Batasan/Lingkup Unit Perusahaan Hutan (KPHP) KPHP Menurut Peraturan Perundangan KPHP Menurut SK Menhut No. 320/Kpts-II/1986 Dalam SK tersebut KPHP adalah Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi yang merupakan unit pelestarian dan unit manajemen yang secara ekonomis dapat mandiri. Unit Hutan Tanaman Industri adalah KPHP Hutan Tanaman Industri. Pengelolaan Unit perusahaan, dengan tetap memperhatikan lingkungan. Maksud dan tujuan Pembangunan Hutan Tanaman Industri adalah untuk meningkatkan produktivitas kawasan hutan produksi tetap pada areal hutan produksi yang tidak dan atau produktif guna menghasilkan bahan baku industri kayu. Pembangunan Hutan Tanaman Industri bertujuan untuk : (a) menyediakan bahan baku dalam rangka menunjang pertumbuhan industri kayu, (b) memenuhi kebutuhan kayu dalam Negeri dan meningkatkan ekspor kayu olahan. KPHP Menurut SK Dirjen Pengusahaan Hutan No. 108/Kpts/IV-Prog/1987 Hutan produksi dikelola dengan azas kelestarian hasil yang progresif berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan. Azas kelestarian diwujudkan didalam unit-unit kelestarian
produksi.
Prinsip
kelestarian
perusahaan
diwujudkan
di
dalam
pembentukan Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi (KPHP). Areal yang ditetapkan sebagai KPI-IP adalah areal yang terletak di dalam wilayah hutan produksi. Dengan demikian telah mempunyai status hukum yang jelas sebagai kawasan hutan. Sam KPHP dapat terdiri dari satu unit kelestarian atau beberapa unit kelestarian. Pada satu unit kelestarian pada dasarnya diterapkan satu sistem silvikultur. Menurut bentuk hutannya satu KPHP dapat berupa hutan alam, hutan tanaman atau gabungan antara hutan alam dan hutan tanaman.
Untuk di Jawa, areal kerja Perum Perhutani dibagi menjadi 3 unit yaitu unit I Jawa Tengah, Unit II Jawa Timur dan Unit III Jawa Tengah, dan masing-masing unit terdiri dari KPH-KPH. Berkaitan dengan anggaran pendapatan dan belanja perusahaan, disini akan dibicarakan pada level KPH. Sedangkan pendekatan lain dapat pada level pusat (sentral) atau level Perum Perhutani secara keseluruhan sebagai “Profit Centre Organization “ . Untuk HPH luar Jawa identik dengan hal ini dibicarakan pada level unit HPH. Beberapa HPH dapat bergabug menjadi group “profit centre “. Unit Perusahaan Hutan (KPF/KPHP, HPH) dapat terdiri beberapa unit kelestarian (Bagian Hutan). Satu bagian Hutan biasanya merupakan sam kelas perusahaan. Contoh di KPH Kediri ada Bagian Hutan dengan Kelas Perusahaan Sengon, Bagian Hutan dengan Kelas Perusahaan Pinus, dllnya. Di HPH/KPHP juga dapat identik dengan ini misalnya BH (Bagian Hutan) Kelas Perusahaan Meranti, BH Kelas perusahaan sengon, dllnya. Ataupun dalam satu HPH/KPH terdiri dari beberapa Bagian Hutan dengan kelas Perusahaan Meranti semua (tebang pilih). Untuk KPHP HTI identik dengan hal di atas. 1.4. Rangkuman Kajian Konsep KPHP Berdasarkan kajian tersebut dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut merupakan ciri-ciri KPHP: 1. KPHP Sebagai/Merupakan Unit Kelestarian Hutan Dipandang dari segi manajemen hutan produksi secara nasional (makro). KPHP merupakan/sebagai unit kelestarian hutan atau sebagai unit untuk mewujudkan kelestarian hutan menjadi kenyataan di lapangan. Untuk
dapat
mewujudkan
kelestarian
tersebut
diperlukan
suatu
perencanaan kelestarian. Dalam hal ini maka KPHP merupakan unit perencanaan kelestarian. Dalam setiap KPHP diharuskan dibuat Rencana Kelestarian Hutan atau Rencana Karya Pengusahaan Hutan Produksi atau Bedrijplan yang mantap. Dipandang dari segi makro, berdasarkan pertimbangan: (1) fisik, (2) teknis, (3) ekonomi, (4) organisasi pelaksana pekerjaan di lapangan maka dalam satu KPI-IP tersebut dapat terdiri dari unit-unit kelestarian yang lebih kecil. Pada suatu sumber daya hutan apabila di dalamnya mampu diusahakan dengan prinsip kelestarian yang meliputi kelestarian produksi, kelestarian sumber dan kelestarian perusahaan maka sumber daya hutan tersebut merupakan suatu
unit perusahaan hutan. Besaran dan sumber daya hutan ini tergantung pada banyak hal, diantaranya adalah: 1. Struktur tegakan hutan yang terdapat didalamnya berhubungan dengan penetapan besamya riap/etat tebangan yang merupakan dasar perkiraan produksi hasil hutan yang dipungut. 2. Sistem eksploitasi yang dilakukan pada pengusahaan hutannya. 3. Sistem silvikultur yang dipilih dalam permudaannya. 4. Investasi yang ditanam, hubungannya dengan penggunaan untuk pembelian peralatan dan pembukaan wilayah hutannya. 5. Dan lain-lain. Dengan demikian besaran sumber daya hutan yang merupakan unit pengusahaan hutan akan bervariasi sesuai dengan variabel lain yang berpengaruh pada pencapaian kelestarian, khususnya pada kelestarian perusahaan. Pencirian
kelestarian
perusahaan
merupakan
prasyarat
dalam
pengusahaan hutan, diantaranya adalah KPHP. Dengan demikian KPHP adalah merupakan/sebagai unit kelestarian. Dengan dimasukkannya pertimbangan pertimbangan yang lain, dimana KPHP juga merupakan/sebagai unit manajemen, unit pengendalian maka pada satu KPHP dapat terdiri dari beberapa unit kelestarian perusahaan/unit produksi. Implikasi Pelaksanaan Kelestarian Hutan Pada KPHP Implikasi pengusahaan kawasan Hutan Pada KPHP yang berdasarkan pada kelestarian hutan yaitu kelestarian produksi dan kelestarian sumber adalah sebagai berikut: 1. Areal hutan yang diusahakan pada KPHP merupakan areal yang telah ditunjuk atau telah dikukuhkan sebagai kawasan hutan produksi tetap atau sebagai langkah lanjut dan rencana penatagunaan hutan/tataguna hutan kesepakatan/RTRWP. 2. Kawasan hutan telah dikukuhkan yaitu telah ada kepastian luas dari batasannya, dengan disertai pemancangan batas di lapangan hingga telah terdapat kepastian hukum mengenai status dan batas kawasan KPHP. Dalam hal ini berarti pada awalnya telah terdapat rencana pengukuhan kawasan KPHP, dan telah ada langkah lanjut rencana pengukuhan. 3. Pengusahaan hutan kawasan KPHP berjangka panjang dengan didasarkan pada suatu rencana karya.
4. Mendahului penyusunan rencana karya telah diadakan penataan hutan atau telah ada langkah lanjut dan rencana penataan. 5. Adanya jaminan perlindungan terhadap gangguan pengrusakan hutan, yaitu jaminan terhadap pencegahan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai fungsinya, yaitu penggunaan selain untuk pengusahaan hutan (misalnya untuk perladangan) maupun pencurian kayu dan unsur pengrusakan hutan yang lain. 6. Adanya jaminan terhadap keberhasilan permudaan pada sistim sivikultur yang dipakai. Implikasi Pelaksanaan Kelestarian Perusahaan Pada KPHP Implikasi pengusahaan hutan KPHP yang berdasarkan pada kelestarian perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan KPHP dan hasil pemasaran produksi yang dihasilkan dapat mengimbangi
besarnya
pengeluaran
pada
pengusahaan
KPFIP,
hingga
merupakan perusahaan hutan yang mandiri, yaitu perusahaan yang melaksanakan azas perusahaan. 2. Adanya jaminan bahwa perhitungan pada pelaksanaan prinsip kelestarian hutan itu sesuai dengan perhitungan keuntungan dan pandangan pengusaha, sehingga mereka tertarik untuk melakukan investasi pada KPHP. 3. Satu KPHP dapat terdiri dan sam atau Iebih unit kelestarian perusahaan/unit produksi mengikuti pola manajemen pada pengusahaan hutan. Implikasi Sebagai/Merupakan Unit Manajemen Lingkungan (Kelestarian Lingkungan) Meskipun KPHP mempunyai fungsi utama untuk menghasilkan produksi, akan tetapi tidak boleh lepas dan fungsi yang lain dalam memenuhi kebutuhan manusia sepanjang masa selain kebutuhan akan kayu. KPHP merupakan unit manajemen lingkungan dapat dikategorikan dalam manfaat hutan yang tidak dapat diukur secara langsung atau intangible benefits yang sangat luas (nilai-nilai yang diperlukan manusia dalam kehidupannya). Dalam masyarakat yang makin lama makin maju maka nilai-nilai ini akan semakin diperlukan oleh masyarakat. 2. KPHP Sebagai/Merupakan Unit Penawasan KPHP perlu dibentuk untuk memenuhi kebutuhan pemerintah (Negara) sebagai pemilik hutan dan untuk memenuhi kebutuhan pengusaha hutan yang oleh Pernerintah
di beri Hak Pengusahaan Hutan. Sebagai Pemilik Hutan Pemerintah berhak untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan pengusaha, pengusaha harus melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah, Peraturan dan Pedoman dan lain-lain yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Dalam melaksanakan pengawasan dengan berbagai tolok ukur maka sebagai unit pengawasan adalah KPHP. Dipandang dari segi kepentingan pengusaha hutan maka KPHP merupakan unit pengawasan secara internal yaitu pengawasan untuk seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan untuk pengusahaan untuk mewujudkan tujuan pengusahaan hutan produksi sesuai dengan keputusan pemilik hutan (Pemerintah). Dari segi pengawasan maka KPHP ada pembatasnya. 3. KPHP Sebagai/Merupakan Unit Produksi Sejalan dengan pandangan di atas maka secara makro dalam kaitannya hutan yang harus menghasilkan produksi secara nasional, maka KPHP merupakan unit produksi untuk menghasilkan produksi secara lestari (kelestarian produksi). Sama halnya dengan di atas, berdasarkan pertimbangan fisik, teknis, ekonomis dan organisasi, maka dalam satu KPHP dapat terdiri dari unit-unit produksi yang lebih kecil. 4. KPHP Merupakan Unit Usaha/Unit Perusahaan Dipandang dari azas perusahaan berdasarkan kelestarian usaha maka dalam KPHP sebagai unit usaha/unit perusahaan dituntut untuk mendapatkan keuntungan. Pendapatan dari unit usaha tersebut harus mampu untuk membiayai segala macam kegiatan yang harus dilakukan untuk menunjang kelestarian hutan (termasuk kelestarian produksi). Dengan pendapatan dan keuntungan yang cukup maka KPHP merupakan unit usaha yang secara ekonomis dapat mandiri. 5. KPHP Sebagai/Merupakan Unit Manajemen Untuk mewujudkan ciri-ciri profil ideal KPFIP sesuai dengan titik 1,2,3 tersebut di atas diperlukan suatu unit manajemen yang merupakan organisasi pelaksana pekerjaan. Organisasi merupakan alat untuk mencapai tujuan pengusahaan hutan produksi. Sebagai contoh misalnya dalam masyarakat perkotaan yang semakin padat maka melewati hutan saja sudah memeberikan kesejukan dan kedamaian. Nilai-nilai seperti ini sangat diperlukan di masa mendatang.
Lebih lanjut perlu dijelaskan apa yang dimaksud dengan aspek : (1) fisik, (2) teknis ekonomis, dan (3) organisasi. (1)
Aspek Fisik Aspek fisik adalah berdasarkan pertimbangan keadaan hutan secara
keseluruhan beserta Iingkungannya di mana KPHP itu berada. Aspek fisik akan mencakup faktor atau variabel antara lain: keadaan tegakan (jenis, volume, kelas diameter dan lain-lain), luas, topografi, keadaan lapangan, kondisi jalan angkutan, jarak angkutan, prasarana di lingkungan KPHP dan lain sebagainya. (2)
Aspek Teknis Aspek teknis adalah berdasarkan pertimbangan pekerjaan teknis kehutanan
yang mencakup kegiatan pokok: perencanaan, pemungutan, permudaan/perkayaan, pemeliharaan, perlindungan hutan dan kegiatan-kegiatan lain yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan pokok ini. (3)
Aspek Organisasi Aspek organisasi akan dipengaruhi oleh aspek fisik dan aspek teknis.
Organisasi pelaksanan pekerjaan di lapangan dan berbagai tolok ukur dalam organisasi akan menjadi pedoman dalam menyusun organisasi KPHP yang optimal. (4)
Aspek Ekonomi Aspek ekonomi akan dipengaruhi oleh ketiga macam aspek tersebut di atas
(fisik, teknis dan organisasi). Aspek ekonomi berkaitan dengan biaya dan pendapatan perusahaan untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu. Biaya dipengaruhi oleh faktor atau variabel dalam aspek fisik, teknis dan organisasi. Sedangkan pendapatan ditentukan oleh skala produksi dan harga. Harga selain dipengaruhi oleh keadaan fisik kayu juga oleh faktor-faktor lain dalam perekonomian. Faktor lain adalah modal/ investasi. (5)
Aspek Administratif. Aspek
ini
akan
berhubungan
dengan
administrasi
yang
menyangkut
pencatatan, pelaporan dan lain-lainnya sesuai dengan peraturan atau pedoman yang dikeluarkan oleh Pemerintah sebagai fungsi administrasi pengusahaan hutan produksi. Untuk menambah wawasan berikut ini beberapa hal yang berhubungan dengan kriteria dan indikator pengelolaan hutan secara lestari. 1. Kriterian 1 Prasyarat, mencakup: a. Kepastian kawasan hutan. Hal ini diperlukan untuk menjamin kepastian usaha dan pengelolaan hutan berkelanjutan.
b. Komitmen pengusaha hutan yang tertuang dalam visi, misi dan tujuan perusahaan yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh manajemen pada seluruh tingkatan mulai dan Direksi sampai tingkat paling bawah/pelaksana langsung di lapangan. c. Kesehatan perusahaan, mencakup kemampuan finansial perusahaan antara lain ketersediaan modal, kemampuan likuiditas dll d. Kesesuaian kerangka hukum dan potensi tegakan untuk pengelolaan hutan alam secara lestari. Dalam hal ini struktur dan komposisi hutan akan berhubungan dengan penerapan sistem silvikultur yang dipakai. e. Jumlah dan kecukupan tenaga profesional terlatih, dan tenaga teknis pada seluruh tingkatan untuk mendukung pemanfaatan, kemampuan pengembangan dangn ilmu dan teknologi. f.
Kapasitas dan mekanisme untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan penyajian umpan balik mengenai kemajuan pencapaian tujuan perusahaan. Implementasi pengelolaan hutan harus didukung oleh organisasi pengelola didasarkan atas organisasi fungsional untuk mendukung tiap jenis kegiatan kelestarian hutan, adanya pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas, adanya kejelasan dalam system perintah dari atasan kepada bawahan, sistem laporan dari bawahan kepada atasan, kejelasan dalam proses pengambilan keputusan adanya jenjang pengawasan yang memadai sehingga semua aspek dapat diawasi serta sop (standar operation procedure) pada jenis kegiatan pengelolaan hutan.
2. Kriteria 2 Produksi, mencakup: a. Rencana pemanfaatan hutan lestari, blok dan petak tebangan yang dipanen menurut rencana operasional yang sistematis. Penataan area! produksi ke dalam petak-petak tegakan (satu kesatuan tindakan pengelolaan terkecil dan administrasi) mekanisme/proyeksi kegiatan pengelolaan diatur dalam jadwal sesuai dengan kelestarian. b. Tingkat penanaman secara lestari pengaturan hasil ditentukan dengan besarnya
etat/JPT
(jatah
produksi
tebangan)
disesuaikan
dengan
riap/pertumbuhan hutan alam yang ada. c. Ketersediaan prosedur implementasi, dalam hal ini panduan kegiatan untuk pengelolaan hutan alam adalah peraturan TPTI yang berlaku, tiap kegiatan tentu ada pedoman pelaksanaanya.
d. Ketersediaan dan penerapan teknologi tepat guna untuk menjalankan PHPL secara efektif dan efisien, ketersediaan penanaman ramah lingkungan. Dalam penanaman perlu diterapkan RIL (reduce impact logging). e. Kuantitas (volume) hasil hutan dan luasan hutan yang dipanen setiap tahun harus sesuai dengan asas kelestarian hutan maupun kelestarian usaha. f.
Tingkat investasi dan reinvestasi yang memadai untuk kegiatan pemanfaatan hutan,
administrasi
penelitian
dan
pengembangan,
serta
peningkatan
kemampuan sumber daya manusia. 3. Kriteria 3 ekologi, mencakup: a. Penunjukan areal khusus untuk kawasan lindung, perlindungan terhadap flora/plasma nutfah. b. Ketersediaan prosedur dan implementasi terhadap pengendalian perambahan hutan, kebakaran, penggembalaan dan pembalakan illegal. c. Ketersediaan prosedur dan implementasi pedoman pengelolaan; pemadatan tanah akibat alat-alat mekanis/berat; erosi tanah selama dan setelah operasi penebangan/penanaman. d. Ketersediaan dan penerapan prosedur untuk mengidentifikasi species flora dan fauna langka ( endangered ), jarang ( rare ) dan terancam punah (threatened). e. Ketersediaan dan implementasi pedoman pengelolaan flora. f.
Ketersediaan dan implementasi pedoman pengelolaan fauna.
4. Kriteria 4 Sosial, mencakup: a. Luas dan batas yang jelas pada kawasan hukum adat. Hubungan keserasian dan keharmonisan antara unit manajemen dengan masyarakat setempat. b. Kesepakatan antara unit manajemen dan masyarakat dalam tanggung jawab bersama pengelolaan hutan. c. Mekanisme dan implementasi untuk pembagian manfaat pada masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan, adanya perasaan masyarakat untuk ikut memiliki sehingga mendukung pengelolaan hutan secara lestari. d. Adanya pengelolaan hutan partisipatif mulai dan perencanaan sampai operasional, sehingga melibatkan masyarakat setempat secara aktif bijaksana dan proporsional sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
8.2.
Lingkup Pendapatan dan Belanja Perusahaan
Budget-Fungsi Perencanaan Perencanaan menetapkan tujuan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan dan organisasinya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Perencanaan ini jika diterapkan dalam budget meliputi penyusunan rencana-rencana yang terperinci (budget-budget bagian), misalnya : budget penjualan, budget produksi, budget persediaan dan kebutuhan-kebutuhan bahan baku, budget upah langsung dan kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja, budget biaya-biaya tak langsung, budget investasi dan budget keuangan. Didalam suatu unit perusahaan hutan akan mencakup beberapa bagian kegiatan pokok, antara lain perencanaan, penanaman (termasuk persemaian), pembukaan
wilayah
hutan,
pemeliharaan,
pemungutan
hasil
(produksi),
pemasaran/penjualan kegiatan kantor atau pelayanan, dan lain-lain. Didalam masingmasing kegiatan diperlukan budget yang komponennya antara lain seperti diatas: biaya tenaga kerja, material, dan lain-lain. Pada setiap kegiatan juga akan dimuat rencana hasil kerja sesuai dengan budget yang diperlukan, sehingga ada hubungan antara biaya dan hasil kerja. Perumusan masalah ini di dalam budget merupakan tujuan yang harus dicapai oleh perusahaan. Pada suatu perusahaan hutan rencana kegiatan diatas harus diatur dalam tata waktu kegiatan (rencana kegiatan menurut waktu dan tempat) untuk setiap bulannya. Oleh sebab itu akan ada budget bulanan untuk masing-masing kegiatan. Salah sam sebab adanya variasi dalam budget bulanan dalam perusahaan hutan adalah kegiatannya dipengaruhi oleh musim. Misalnya kegiatan pemungutan hasil (produksi) akan meningkat pada bulan-bulan kering atau musim kemarau. Pada bulan-bulan musim hujan kegiatan penanaman akan lebih banyak. Dari rencana ini lebih lanjut dapat diperinci menjadi biaya per-unit kegiatan, biaya per-komponen, biaya (beban) per-komponen per-unit kegiatan, struktur biaya per-unit kegiatan, dan sebagainya. Rencana hasil kerja dan budget pencapaian untuk hasil kerja tersebut merupakan tujuan yang harus dicapai oleh perusahaan. Di dalam perusahaan hutan kegiatannya telah diatur dalam mekanisme kelestarian sehingga volume dan jenis pekerjaan telah dirumuskan dalam rencana tahunan, untuk di Perum Perhutani dikenal dengan Rencana Teknik Tahunan (Tebangan, Tanaman dllnya) di luar Jawa dengan Rencana Karya Tahunan. Untuk kegiatan non teknis kehutanan di Perum Perhutani
dikenal istilah nomor pekerjaan misalnya Pemeliharaan gedung/Rumah dsbnya, untuk perusahaan hutan di luar Jawa pada umumnya seluruh kegiatan teknis dan non teknis kehutanan dirumuskan dalam bentuk RO (Rencana Operasional) dalam bentuk fisik dan disertai dengan anggaran/bentuk rupiah. Misalnya penanaman dengan volume pekerjaan luas berapa Hektar dengan berapa rupiah per Ha maupun totalnya. Bentuk lain misalnya anggaran pendapatan perusahaan hasil penjualan kayu sesuai dengan volume produksi, perkiraan harga dsbnya, dilengkapi dengan tata waktu, cara penjualan dsbnya. Secara keseluruhan “budget” dapat berfungsi sebagai perencanaan keuntungan (profit planning) suatu unit perusahaan hutan. Segala usaha yang dilakukan oleh perusahaan harus diarahkan agar supaya tujuan tersebut akan tercapai. Dalam hal ini fungsi manajemen yang lain seperti pengorganisasian, penempatan tenaga, koordinasi dan lain-lain harus mendukung tujuan yang telah ditetapkan. Budget - Fungsi Koordinasi Koordinasi adalah suatu proses dimana tiap bagian yang ada dalam perusahaan bekerjasama untuk mencapai tujuan perusahaan dengan usaha-usaha yang disatukan. Jadi koordinasi mengembangkan dan memelihara hubungan yang baik antara bermacam-macam aktivitas yang ada dalam suatu perusahaan dengan menyusun rencana dan organisasi yang baik. Koordinasi yang baik sebagian besar tergantung dari komunikasi yang tepat. Oleh karena itu penting sekali, bahwa tiap anggota manajemen dari tingkat pimpinan sampai tingkat terendah mengetahui benar-benar apa yang direncanakan oleh perusahaan, cara bagaimana, kapan dan siapa yang harus melaksanakan rencanarencana itu. Organisasi suatu unit perusahaan akan mencakup jenjang organisasi (level of management) dan berbagai kegiatan yang satu sama lain saling berkaitan. Didalam budget akan dirumuskan rencana hasil kerja dan budget (rupiah) pada masing-masing kegiatan. Dengan mengetahui apa yang hams dilakukan oleh satuan organisasi pada masing-masing kegiatan, maka dapat diketahui pula hubungannya atau kaitannya satu sama lain sebagai contoh di dalam budget ditetapkan beberapa bibit yang harus ditanam (jumlah dan luas tanaman), maka kaitannya dengan kegiatan persemaian adalah jumlah bibit yang harus disediakan. Kaitannya dengan bidang lain misalnya penyiapan lahan adalah berapa luas yang hams dipersiapkan untuk tanaman dsbnya. Jumlah bibit yang harus disediakan akan menentukan jumlah pupuk, pot rays dsbnya yang harus disiapkan oleh Bagian Logistik jumlah/luas lahan akan menentukan
jumlah traktor penyiapan lahan yang harus disiapkan oleh Bagian Bengkel, sedangkan keperluan material untuk traktor tersebut (solar dllnya) harus disiapkan oleh Bagian Logistik, dana yang harus disediakan oleh Bagian keuangan dsbnya. Jenis kegiatan lainnya dapat dijelaskan identik dengan hal di atas. Dalam budget kepergian tersebut di atas akan dirumuskan dalam bentuk kualitatif (jenis, spesifikasi material) dan kuantitatif (volume) serta nilainya (rupiah). Dengan berpedoman pada jenjang organisasi yang ada, koordinasi kegiatan dapat dilaksanakan. Disamping itu dengan adanya budget untuk seluruh kegiatan perusahaan dimaksudkan agar supaya tidak terjadi pengkotakan wawasan dan setiap kegiatan yaitu bahwa bagiannya merupakan yang terpenting melebihi bagian lainnya. Koordinasi dimaksudkan adanya kerjasama yang erat bagian sehingga tujuan perusahaan secara keseluruhan dapat dicapai. Budget harus diketahui oleh semua aparat pemisahaan yang mempunyai tanggung jawab dalam mengkoordinasi kegiatan. Budget Fungsi Pengawasan Pengawasan ialah tindakan yang harus dilakukan untuk menjamin bahwa rencana-rencana dan tujuan-tujuan perusahaan telah dicapai. Kontrol jika diterapkan dalam budget ialah usaha-usaha yang sistematis agar pimpinan perusahaan diberitahukan, apakah pelaksanaan yang sebenamya sesuai atau menyimpang dan rencana-rencana,
tujuan-tujuan
dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang
telah
digariskan. Didalam proses pengawasan terdapat empat kegiatan, yaitu: 1. Penetapan standar untuk menilai. 2. Mengukur hasil kerja yang dicapai. 3. Membandingkan hasil yang dicapai dengan standar. 4. Mengambil tindakan apabila terjadi penyimpangan diantara hasil kerja dengan standar yang ada. Budget adalah standar karena dibuat berdasarkan standar hasil kerja dan standar biaya yang berasal dari komponen biaya untuk suatu kegiatan. Tiap-tiap komponen biaya dalam penyusunan didasarkan atas standar. Sebagai contoh, biaya material diadapatkan dan standar kebutuhan material untuk suatu jumlah produksi tertentu, selanjutnya diperhitungkan dengan harganya. Contoh lain adalah biaya
tenaga kerja didapatkan dan standar upah yang berlaku baik itu upah menurut waktu (antara lain, mingguan, bulanan), upah borongan maupun adanya bonus dan lain-lain. Sedangkan standar hasil kerja dibuat berdasarkan kemampuan tenaga kerja, peralatan dan sebagainya dihubungkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut. Sesuai dengan tujuan perusahaan pada umumnya maka budget ini dipakai sebagai standar untuk memperkirakan besarnya keuntungan perusahaan. Kegiatan operasional perusahaan harus didasarkan atas budget yang telah disusun. Penyusunan Budget Dan Penerapannya Budget Komprehensif untuk perencanaan, koordinasi dari kontrol. Komponen-komponen utama dari suatu budget komprehensif terdiri dari: A. Budget perencanaan: Yang terdiri dari: A.1. Budget Operasi: A.1.1. Daftar pendapatan yang diproyeksi a. Daftar Pendapatan Seluruhnya b. Daftar Pendapatan bulanan atau triwula c. Daftar Pendapatan menurut divisi-divisi penjualan dan/atau menurut macam-macamnya barang barang yang dijual A.1.2. Lampiran-lampiran dan Daftar Pendapatan. a. Rencana Penjualan a.1.
Diperinci menurut daerah penjualan, menurut bulan, triwulan atau tahun penjualan
a.2.
Diperinci
menurut
macam-macamnya
barang-barang
yang dijual tiap bulan, tiap triwulan atau tiap tahun. b. Rencana Produksi b.1. Daftar persediaan-persediaan b.2. Budget bahan-bahan baku b.3. Budget upah langsung b.4. Budget biaya-biaya produksi tak langsung untuk: b.4.1. Bagian-bagian pembantu b.4.2. Bagian-bagian produksi c. Budget biaya-biaya Administrasi c.1.Budget biaya-biaya Direksi c.2.Budget biaya-biaya Bagian Keuangan
c.3.Budget biaya-biaya Bagian Pegawai c.4.Budget biaya-biaya Bagian Teknik & Research c.5.Budget biaya-biaya lainnya d. Budget biaya-biaya Penjualan. Di dalam unit perusahaan hutan penjualan kayu bulat dapat dibedakan berdasarkan jenis kayu, kualitas (ukuran diameter, panjang, cacat-cacat kayu), sistem penjualan (lelang, kontrak dllnya, lokasi/daerah pemasaran/penyerahan ke Industri dllnya). Rencana Produksi yang dimaksud disini untuk perusahaan adalah kegiatan produksi hutan dalam arti luas termasuk penanaman, pengadaan bibit, pemeliharaan, pemanenan, perlindungan hutan, perencanaan dllnya. Untuk bahan baku dalam perusahaan hutan yang menghasilkan kayu bulat akan tetapi keperluan material dalam kegiatan produksi. Misalnya untuk kegiatan pemanenan hasil dengan menggunakan alat berat perlu bahan/material: Solar, pelumas, suku cadang, ban, sling, dsbnya. Kegiatan lain misalnya pengadaan bibit perlu ada “potrays”, pupuk, dsbnya. A.2. Budget Keuangan: Yang terdiri dari: A.2.1. Daftar neraca yang diproyeksi A.2.2. Lampiran-lampiran dan daftar neraca: a. Cash Budget b. Budget piutang-piutang c. Budget Investasi d. Daftar Penghapusan Aktiva-aktiva e. Lain-lain A.3. Budget Khusus Yang terdiri dari: A.3.1. Budget Advertensi A.3.2. Budget Research A.3.3. Budget lainnya B. Budget biaya-biaya variable Budget ini memberikan data-data untuk budget Perencanaan mengenai: B.1. Biaya-biaya Produksi tak langsung B.2. Biaya-biaya Administrasi
Budget ini memberikan data-data juga untuk kontrol biaya-biaya yang dinamis. Budget KAS diperlukan merencanakan keperluan KAS untuk belanja material, upah dsbnya (out flow). Budget piutang direncanakan apabila dilakukan penjualan dengan sistim kredit (diatur dalam bentuk kontrak penjualan/pembelian). Untuk perusahaan hutan Budget KAS harus diperinci dalam bulanan, hal ini disebabkan hanya variasi kegiatan pengusahaan hutan yang dipengaruhi oleh musim; tanaman, pemungutan hasilnya. Sedangkan Budget Kas (inflow) hasil penjualan kayu kemungkinannya juga tidak merata karena selain dipengaruhi oleh produksi (pemungutan hasil) juga dipengaruhi oleh penjualan/pasar. Penjualan sangat bervariasi dan sistem penjualan bebas, sistim kontrak dll. Sistim kontrak penjualan akan menjamin “inflow” karena telah diatur jadwal penyerahan, jadwal pembayaran dsbnya. Meskipun demikian dalam dunia bisnis ternyata selalu ada penyimpangan dalam kontrak. Penyimpangan telah diatur dalam bentuk denda/sanksi. Rencana Penjualan dan Pengawasan 1.
Konsep dan budget penjualan. Budget
penjualan
merupakan
bagian
pendapatan
dari
Budget
Perencanaan. Budget ini meliputi baik banyaknya barang-barang yang dijual maupun hasil penjualannya, dan dapat disusun baik untuk jangka panjang maupun untuk jangka pendek. Suatu budget penjualan yang lengkap disamping menunjukkan banyaknya barang-barang yang dijual dari hasil penjualannya, juga mengenai 1. Hasil penjualan tiap bulan atau tiap triwulan 2. Hasil penjualan menurut macam-macam barang yang dijual. 3. Hasil penjualan menurut daerah penjualannya. Sebelum disusun budget penjualan, terlebih dahulu harus disusun rencana penjualan, dimana harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Faktor-faktor intern yang ada dalam perusahaan, misalnya pengalaman historis dalam bidang penjualan, politik harga, harga pokok, konsidi keuangan dan kapasitas produksinya. 2. Kondisi Perekonomian secara umum, daerah penjualan, cabang industri dan kondisi dari perusahaan itu sendiri. 3. Sikap dan sifat dan para konsumen potensil. 4. Situasi politik nasional dan internasional yang dapat mempengaruhi pasar.
5. Tingkat pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah, sikap Pemerintah dan peraturan-peraturan Pemerintah yang berhubungan dengan industri yang bersangkutan. 6. Sikap dan luasnya persaingan yang ada dalam sektor industri itu. 7. Usaha-usaha sales promotion yang direncanakan. 8. Biaya-biaya penjualan yang berhubungan dengan rencana penjualan. Berdasarkan pengalaman yang ada khususnya pada pengelolaan hutan jati telah diatur secara tertib mengenai tata usaha kayu mulai dari kayu masih berdiri di hutan sampai dengan kayu sampai di tempat konsumen (penjualan). Secara umum untuk produk kayu bulat ada variasi disebabkan oleh: 1. Jenis kayu 2. Sortimen 3. Ukuran dan kualita tiap sortimen Cara penjualan dapat bermacam-macam di Perum Perhutani dengan cara: a. Lelang b. Penjualan di bawah tangan (langsung) c. Penjualan dengan sistem kontrak Tata waktu penjualan dapat diatur sesuai dengan permintaan pasar. Penjualan dapat diperinci untuk berbagai lokasi daerah berdasarkan variasi propinsi dsbnya, atau kota menurut letak pabriknya. Kayu-kayu bulat yang siap dijual ditempatkan di TPK (Tempat Penimbunan Kayu). Sebagai contoh di Perum Perhutani kayu yang akan dijual disusun dalam kapling-kapling kayu bulat berdasarkan kesamaan sortimen, kualitas dan ukuran untuk memudahkan pembeli memilih kayu sesuai dengan yang diinginkan. Masalah penetapan harga jual dipengaruhi banyak faktor harga pokok produksi, tingkat keuntungan, permintaan dan penawaran, bentuk pasar (monopoli, persaingan bebas dsbnya), biaya penjualan dsbnya. 2. Tanggung-jawab untuk budget penjualan Budget penjualan pertama-tama harus dipertanggung-jawabkan oleh Bagian Penjualan dan oleh para pejabat sebagai berikut: 1. Budget Director, yang harus bertanggung-jawab untuk memberikan saransaran teknis dan mechanical design untuk lampiran-lampiran dan budget penjualan yang sesuai dengan bagian budget-budget lainnya.
2. Bagian pembukuan bertanggung-jawab untuk memberikan data-data historis mengenai penjualan dalam waktu-waktu yang lalu, yang diperlukan untuk dijadikan dasar dalam menyusun rencana penjualan untuk waktu-waktu yang akan datang. 3. Beberapa bagian lainnya bertanggung-jawab untuk memberikan data-data statistik dan analisanya, ramalan-ramalan ekonomi dan keuangan. 4. Direksi dan Panitya Budget mengadakan evaluasi dan mempunyai wewenang untuk menyetujui, merubah atau menolak rencana budget penjualan. 3. Penggunaan dan penerapan dan budget penjualan. Pentingnya budget penjualan sebagai suatu alat yang berguna untuk langsung membantu perencanaan, koordinasi dan kontrol tidak dapat diabaikan. Dalam suatu perusahaan yang modern, aktivitas-aktivitas dari suatu bagian mempunyai pengaruh yang besar terhadap aktivitas-aktivitas dari bagian-bagian lainnya. Oleh karena itu penting sekali hubungan timbal balik dan interdependensi dari aktivitas-aktivitas bagian penjualan dan bagian lainnya dalam suatu perusahaan, sehingga perlu disusun suatu budget penjualan yang teliti dan cermat. 4. Fakor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode rencana penjualan. Pemilihan metode rencana-penjualan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Karakteristik dari perusahaan yang bersangkutan. 2. Biaya-biaya yang berhubungan dengan rencana penjualan. 3. Banyaknya pegawai dari bagian penjualan yang tersedia. 4. Status dan pendidikan budget. 5. Urutan tindakan-tindakan dalam menyusun rencana penjualan. Urutan tindakan-tindakan dalam menyusun rencana penjualan terdiri dari: 1. Analisa dan penjualan dalam waktu yang lalu, diperinci menurut tahunnya, triwulan dan bulan. Disamping itu juga analisa penjualan yang lalu menurut macamnya barang-barang, daerah penjualan, para langganan, para penjual, besarnya pesanan dan lain-lain. 2. Analisa pasar untuk menentukan potensi pasar.
3. Analisa dan ramalan dan kondisi perekonomian umum dan khusus untuk waktu yang akan datang dari daerah-daerah pemasaran. 4. Penelahan mengenai pembatasan dan perusahaan yang bersangkutan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan pengadaan dari produksi barangbarang. 6. Penetapan harga jual Walaupun potensi penjualan dinyatakan dalam kwantitas fisiknya, akan tetapi penting untuk menetapkan politik harga jual yang tetap, oleh karena: 1. Volume fisik dan barang-barang yang dapat dijual, sebagian besar tergantung dari harga jualnya. 2. Budget penjualan harus dinyatakan dalam satuan-satuan fisik maupun dalam uang. Untuk menetapkan politik harga jual ini diperlukan analisa pasar yang sangat mendalam. Hasil penjualan dalam bentuk uang kas masuk (inflow) produksi kayu bulat, apabila dihubungkan dengan keperluan uang kas keluar (outflow) setiap bulannya biasanya tidak seimbang, oleh sebab itu dapat terjadi tiap bulan Saldo Minus atau Saldo Plus, berdasarkan Saldo kumulatif pada setiap akhir bulan, apabila ada saldo minus dapat dicarikan jalan pemecahannya, apabila terjadi saldo plus berlebihan misalnya sebagian dapat dimasukkan Deposito jangka pendek. 7. Pengaruh dan batasan-batasan perusahaan terhadap budget penjualan Disamping faktor potensi penjualan dari pasar yang mempengaruhi penusunan dan budget penjualan, tidak boleh dilupakan juga faktor-faktor intern yang ada dalam perusahaan itu sendiri yang mempengaruhi penyusunan budget penjualan, yaitu kemampuan dan perusahaan itu sendiri. Kemampuan intern dan perusahaan yang dapat mempengaruhi budget penjualan ialah: 1. Kapasitas produksi untuk melaksanakan operasi-operasi yang ekonomis. 2. Tenaga Kerja yang tersedia 3. Bahan-bahan baku dan bahan-bahan penolong yang tersedia 4. Modal yang tersedia. Untuk perusahaan hutan kapasitas produksi dibatasi oleh besarnva etat volume tebangan tahunan dan mekanisme kelestarian telah diatur dalam pengaturan kelestarian hutan.
C. Daftar-daftar Statistik Yang terdiri dari: C.1. Analisa Break Even Point menurut: a. Bagian-bagian yang ada dalam perusahaan b. Macam-macam barang-barang yang dijual c. Untuk operasi-operasi secara keseluruhan. C.2. Perkembangan historis dan grafik-grafik biaya-biaya, volume dan laba. D. Laporan-laporan budget yang disampaikan kepada pimpinan perusahaan. Yang terdiri dari: D.1. Perbandingan antara biaya-biaya, pendapatan, aktiva, hutang dan modal yang sebenarnya dan menurut budget, untuk menetapkan sampai dimana rencana-rencana telah dicapai atau dilampaui. D.2. Perbandingan antara biaya-biaya tak langsung yang sebenarnya dan penutupan biaya tersbut menurut Budget Variable, untuk mengukur efektivitas yang dapat digunakan untuk mengontrol biaya-biaya ini. D.3. Analisa-analisa perbedaan antara yang sebenarnya dan budget untuk menetapkan selisih-selisih volume dan efisiensi yang berhubungan dengan selisih-selisih budget. Budget Produksi dan Persediaan (1) Pendahuluan Setelah Budget Penjualan disetujui untuk periode budget bulanan, dan triwulan, maka dapat ditetapkan kuantitas tiap macam barang yang hams diproduksi atau dibeli. Banyaknya tiap macam barang yang harus diprodusir atau dibeli ini tergantung dari: 1. Rencana penjualan 2. Persediaan yang dibutuhkan (2) Tanggung-jawab untuk budget produksi Budget produksi dupertanggungjawabkan kepada Kepala Bagian Produksi. Berdasarkan budget produksi ini Kepala Bagian Produksi menyusun program produksi, yang disesuaikan dengan kebijaksanaan management dan pembatasan-pembatasan yang ada dalam perusahaan.
(3) Urutan penyusunan budget produksi. Urutan penyusunan budget produksi dilakukan sebagai berikut: 1. Menetapkan
kebijaksanaan
mengenai
persediaan
barang-barang
hasil
produksi. 2. Menaksir banyaknya barang-barang yang harus diprodusir selama periode budget 3. Menyusun jadwal produksi selama periode budget, dibagi dalam mingguan, bulanan dan triwulan 4. Persetujuan dan budget produksi 5. Menetapkan prosedur-prosedur kontrol produksi 6. Merubah budget produksi, disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan jadwal produksi harian, bulanan dan triwulan. (4) Tata waktu Produksi. Dalam suatu perusahaan budget produksi berkaitan dengan kegiatan pemungutan hasil/Rencana produksi hasil hutan (kayu bulat) akan dibatasi oleh Etat Volume Tahunan. Selanjutnya Rencana produksi tahunan akan diperinci menjadi rencana produksi bulanan (tata waktu produksi). Dalam hal ini akan dipengaruhi oleh musim. Pada waktu musim hujan kegiatan produksi hasil hutan akan menurun. (5) Politik persediaan. Dalam menetapkan politik persediaan untuk barang-barang hasil produksi, perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Banyaknya barang-barang yang dibutuhkan dalam persedian untuk dapat melayani penjualan setiap waktu. 2. Sifat barang-barang yang lekas busuk atau lekas rusak. 3. Lamanya proses produksi. 4. Fasilitas penyimpanan. 5. Tersedianya modal untuk membiayai proses produksi dan persediaan, sebelum barang-barang itu terjual. 6. Biaya untuk menyediakan barang-barang di gudang 7. Pencegahan terhadap kekurangan bahan-bahan baku. 8. Pencegahan terhadap kekurangan tenaga kerja. 9. Pencegahan terhadap kenaikan harga. 10. Risiko untuk menyediakan barang-barang, akibat:
a. Turunnya harga b. Turunnya kualitas dan barang-barang yang disimpan. c. Kerugian karena pencurian dan sebagainya. d. Tidak adanya permintaan akan barang-barang yang disimpan. Untuk perusahaan hutan persediaan dapat mencakup hasil produksi kayu bulat, yang biasanya ada di TPK (Rempat Penimbunan Kayu). Sedangkan pada perusahaan hutan mekanis disamping persediaan kayu bulan, terdapat persediaan untuk bahanlmaterial untuk alat mekanis (traktor, truk dll) meliputi bahan bakar/pelumas, suku cadang, bau, sling dllnya yang jumlahnya cukup besar sehingga memerlukan perhatian secara khusus. (6) Stabilitas Produksi Stabilitas produksi dibutuhkan karena beberapa alasan yang mengakibatkan penurunan biaya-biaya yang tidak sedikit dari perbaikan-perbaikan dalam operasi. Kebaikan-kebaikan dari produksi yang stabil ialah: 1. Kestabilan pekerjaan, yang mengakibatkan: a. Memperbaiki moral dan efisiensi para buruh b. Kurangnya penggantian buruh c. Merangsang para buruh untuk bekerja lebih baik d. Pengurangan biaya untuk melatih buruh-buruh yang baru. 2. Dapat melakukan pembelian bahan-bahan baku yang lebih ekonomis sebagai hasil daripada: a. Tersedianya bahan-bahan baku b. Volume potongan pembelian c. Masalah-masalah penyimpangan yang disederhanakan d. Kebutuhan modal yang lebih sedikit e. Mengurangi risiko persediaan. 3. Fasilitas produksi yang lebih baik: a. Cenderung untuk mengurangi kebutuhan kapasitas untuk menghadapi musim yang sibuk b. Menghilangkan kapasitas yang menganggur. (7). Budget produksi sebagai alat perencanaan, koordinasi dan kontrol Fakta bahwa rencana produksi disusun secara terperinci menunjukkan bahwa para pelaksana yang bertanggung-jawab memperhatikan fungsi perencanaan.
Demikian juga agar budget produksi itu dapat dilaksanakan efektif, diperlukan koordinasi antara program produksi dan keuangan, penambahan barang-barang modal, pengembangan hasil produksi dan rencana penjualan. Akhirnya sistim kontrol produksi yang tepat harus diciptakan untuk dapat melakukan managerial control terhadap biaya-biaya, kualitas dan kuantitas. Budget produksi khususnya dalam perusahaan hutan akan sangat terkait dengan masalah penjualan,
penyediaan
pemeliharaan/perbaikan
bahan-bahan mesin-mesin
material suatu
(bagian
target
logistik)
dan
produksi/penjualan
bagian tertentu,
memerlukan sejumlah peralatan mesin, dari setiap mesin memerlukan bahan/material dan standar pemeliharaan/perbaikan tertentu (suku cadang) dllnya. Oleh sebab itu harus ada rencana, koordinasi dan standar yang dipakai sebagai dasar pengawasan. Budget bahan baku dan pembelian (1) Budget bahan baku Bahan baku yang digunakan dalam suatu perusahaan industri dibagi dalam: 1. Bahan baku langsung 2. Bahan baku tak langsung Bahan baku langsung atau bahan baku produktif ialah bahan baku yang merupakan bagian yang integral dari barang-barang hasil produksi, dan dapat diidentifikasikan langsung dengan harga pokok dari barang hasil produksi. Bahan baku langsung ini dianggap termasuk dalam biaya variable, ialah biaya yang berubah secara proporsional, sesuai dengan perubahan volume produksi. Bahan baku tak langsung ialah bahan baku yang digunakan dalam hubungannya dengan proses produksi, akan tetapi tidak dapat langsung dibebankan kepada barang hasil produksi tertentu. Bahan baku tak langsung ini biasanya disebut bahan bantu atau bahan penolong, yang terdiri misalnya, dari minyak pelumas dan bahan-bahan untuk mengadakan pemeliharaan. Budget bahan baku hanya rnengenai bahan baku langsung, sedangkan bahanbahan penolong dimasukkan dalam budget biaya-biaya produksi tak langsung. Tujuan utama dan penetapan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan secara terperinci dalam budget bahan baku ialah: 1. Untuk memberikan data kepada bagian pembelian, sehingga dapat direncanakan pembelian bahan baku yang tepat. 2. Untuk memberikan data kuantitas, sehingga dapat disusun budget pemakaian bahan baku (biaya bahan baku) untuk proses produksi.
3. Memberikan data untuk menetapkan kuantitas standar dan persediaan bahan baku, agar dapat melakukan kontrol yang efektif terhadap tingkat-tingkat persediaan bahan baku. 4. Memberikan data untuk menetapkan kebutuhan uang (Cash budget) untuk pembelian bahan baku. 5. Memberikan data untuk melakukan kontrol terhadap bahan baku. Di dalam suatu perusahaan hutan yang menghasilkan produksi kayu bulat bahan baku dan hasilnya adalah sama (kayu bulat). Oleh sebab itu dalam perusahaan hutan apabila didasarkan hal di atas maka bahan baku yang ada termasuk bahan baku tak langsung yaitu bahan atau material pendukung proses produksi yaitu bahanlmaterial yang diperlukan oleh mesin-mesin alat produksi seperti solar, pelumas, suku cadang, ban, sling dllnya untuk traktor, truck dllnya. (2) Menaksir kuantitas kebutuhan bahan baku Jika untuk tiap satuart barang yang akan diproduksi sudah diketahui banyaknya bahan baku yang dibutuhkan, maka kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi dapat dihitung dengan mengalikan banyaknya barang-barang yang akan diprodusir dengan kebutuhan bahan baku untuk tiap satuan produksi. Jika banyaknya bahan baku yang dibutuhkan untuk tiap satuan barang yang akan dprodusir tidak dapat ditetapkan dengan mudah, maka kebutuhan bahan baku untuk proses produksi dapat ditetapkan dengan 4 metode yaitu: 1. Ratio dari banyaknya barang-barang yang akan diprodusir terhadap kuantitas dan tiap macam bahan baku. Ratio untuk bulan yang lalu atau tahun yang lalu dapat dihitung dan data yang ada di pembukuan. Kemudian ratio ini dirubah disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang berubah untuk tahun yang akan datang. 2. Ratio dari bahan baku yang digunakan terhadap jam kerja langsung atau jam mesin langsung. 3. Ratio dari biaya pemakaian bahan-bahan baku terhadap upah langsung. 4. Ratio dari biaya pemakaian bahan-bahan baku terhadap jam kerja langsung atau jam mesin langsung. Untuk suatu perusahaan hutan yang di sini diambil contoh dari suatu perusahaan hutan mekanis maka ratio dapat dihubungkan dengan jam dan kuantitas produksi dalam m3. Sebagai contoh adalah bahan/material bahan bakar solar untuk traktor penyaradan. Dengan traktor sarad yang mempunyai HP sekitar 125, maka
kebutuhan solar perjam adalah ± 25 liter/jam atau per hari 8 jam kerja sekitar 200 liter per hari. Apabila prestasi kerja traktor sara per hari ± 50 m3 atau dengan ratio 4 l/M3 produksi. (3) Budget Pembelian dan budget persediaan bahan-bahan baku Jika budget pemakaian bahan baku sudah ditetapkan, maka budget pembelian dapat disusun secara terperinci. Budget pembelian menunjukkan: 1. Banyaknya tiap macam bahan baku yang hams dibeli. 2. Waktu pembelian 3. Taksiran harga dan bahan-bahan baku yang akan dibeli. Banyaknya bahan-bahan baku yang direncanakan untuk dibeli tidak selamanya sama dengan banyaknya bahan-bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi, oleh karena dalam rencana pembelian diperhatikan banyaknya bahan baku yang ada dalam persediaan awal dan taksiran persediaan bahan baku pada akhir periode. (4) Budget persediaan bahan-bahan baku Untuk menyusun budget persediaan bahan-bahan baku perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Waktu dan kuantitas bahan-bahan baku yang dibutuhkan oleh pabrik. 2. Pembelian-pembelian yang ekonomis dengan mendapat potongan kuantitas. 3. Tersedianya bahan-bahan baku. 4. Sifat lekas busuk atau lekas rusak dan bahan-bahan baku. 5. Fasilitas penyimpangan. 6. Kebutuhan modal untuk membiayai persediaan bahan-bahan baku. 7. Biaya penyimpanan. 8. Kemungkinan perubahan harga dan bahan-bahan baku. 9. Pencegahan terhadap kemungkinan kekurangan bahan-bahan baku. 10. Resiko untuk mengadakan persediaan bahan-bahan baku. (5) Menaksir harga satuan dan bahan-bahan baku Untuk menaksir harga satuan dan bahan-bahan baku perlu diperhatikan factorfaktor sebagai berikut: 1. Kondisi perekonomian secara umum. 2. Prospek dari cabang industri yang bersangkutan 3. Laporan hasil panen.
4. Permintaan terhadap bahan-bahan baku yang bersangkutan. 5. Kondisi pasar pada waktu sekarang. Harga dan bahan-bahan baku ini terdiri dari: 1. Harga menurut faktur pembelian 2. Dikurangi potongan pembelian 3. Ditambah dengan biaya pengangkutan dan handling cOst sampai bahan-bahan baku itu masuk di gudang. Masalah pembelian bahan baku bahan/material diperusahaan hutan khususnya di luar Jawa adalah lokasi areal hutan yang terpencil jauh dan supply bahan/material. Pengangkutan dan pusat supply (dikota) ke hutan kadang memerlukan beberapa hari dengan alat angkutan khusus (kapal tongkang) dllnya. Bahan/material peralatan pengusahaan hutan misalnya sling, ban “logging truck”, suku cadang traktor dll tidak selalu tersedia di setiap pusat supply karena merupakan bahan/material khusus. Untuk mendapatkannya harus melalui pemesanan pada pusat supply khusus dan memerlukan waktu untuk terpenuhinya. Beberapa bahan/material (misalnya solar) memerlukan penanganan khusus karena disamping masalah alat angkutan dan pusat suplai juga memerlukan gudang yang cukup besar di lokasi areal hutan (Bace Camp) dan selanjutnya dari gudang di Camp perlu disuplay ke lokasi kerja peralatan dengan truk tangki bahan bakar/solar. Sebagai gambaran apabila suatu perusahaan hutan mempunyai 5 traktor sarad dengan produksi 5000 m3 setiap bulan, maka untuk traktor sara saja harus tersedia 5000 x 4 1J1M3 atau 20.000 liter solar per bulan, belum lagi untuk alat lainnya misalnya truk akan jauh lebih banyak. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah bahan baku material dll dalam suatu unit perusahaan memerlukan penanganan yang intensif oleh bagian/departemen logistik dengan bekerjasama bagian
lain
produksi,
pemeliharaan/perbaikan
peralatan
mekanis,
dllnya.
Keterlambatan/kekurangan bahan/material dapat mengakibatkan kemacetan kerja, untuk alat-alat mekanis karena dengan investasi besar, maka setiap jam kerja peralatan dibebani biaya tetap total cukup tinggi. Oleh sebab itu alat-alat mekanis harus bekerja sehingga menghasilkan produksi. Biaya tetap per unit akan menurun apabila jumlah produksi tinggi, dengan perkataan lain untuk menghasilkan produksi harus didukung oleh persediaan bahan/material yang cukup dan tersedia secara lancar.