BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN 9.1.
Pendapatan Perusahaan Hutan Tujuan perusahaan hutan adalah kelestarian hutan. Dalam hal ini dibatasi
dalam suatu model unit perusahaan hutan dengan tujuan menghasilkan produksi kayu bulat. Pendapatan perusahaan diperoleh dan penjualan kayu ini. Unit perusahaan hutan lainnya disamping produksi kayu bulat mungkin ada hasil non kayu atau memang hasil hutan non kayu menjadi tujuan utama. Misalnya pada perusahaan hutan pinus dengan tujuan utama menghasilkan getah pinus. Produksi kayu bulat secara lestari diatur dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan atau Rencana Karya Pengusahaan Hutan. Dalam rencana tersebut telah ditentukan ketat luas maupun ketat volumenya, produksi kayu bulat tidak boleh melebihi ketatnya. Dalam hal ini apabila permintaan kayu bulat oleh industri mengalami kenaikan, perusahaan hutan tersebut tetap harus memegang teguh prinsip kelestarian yaitu dibatasi oleh etatnya. Pada saat ini untuk pengusahaan hutan di Luar Jawa disamping Rencana Karya Pengusahaan Hutan untuk jangka waktu dua puluh tahun, terdapat Rencana Karya Lima Tahun dan Rencana Karya Tahunan. Untuk perusahaan di Jawa yang dikelola oleh Perum Perhutani Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan berlaku 10 tahun dan Rencana Teknik Tahunan untuk tahunannya. Pendapatan perusahaan hutan didasarkan atas rencana tebangan (produksi) yang ditetapkan dalam Rencana Karya Tahunan atau Rencana Teknis Tahunan. Rencana tebangan tersebut akan memuat : Rencana tebangan pada tiap-tiap petak, lokasinya ditunjukkan pada peta kerja yang bersangkutan. Volume tebangan dihitung petak per petak yang diperoleh dan hasil cruising atau inventarisasi tegakan pada petak yang bersangkutan, pada saat pohon masih berdiri (sebelum dilakukan penebangan). Pendapatan perusahaan secara umum merupakan hasil kali antara volume produksi dengan harga jual per unit. Harga jual per unit tidak dapat dirata-rata disebabkan oleh adanya variasi jenis kayu, tiap jenis kayu masih dibedakan lagi ke dalam sortimen yaitu berdasarkan kelas diameter dari tiap sortimen masih dibedakan lagi ke dalam kelas kualitas secara bertahap metode untuk menghitung pendapatan perusahaan seperti berikut:
Universitas Gadjah Mada
1.
Menghitung perkiraan hasil produksi kayu bulat setiap petak. Untuk menghitung volume tebangan setiap petak dilakukan inventarisasi hutan dengan intensitas sampling 100%, setiap pohon yang ada di dalam petak harus diukur seluruhnya. Di unit manajemen Perum Perhutani pekerjaan ini dikenal dengan istilah klem staat, dilaksanakan 2 (dua) tahun sebelum penebangan dilakukan. Semua pohon yang akan ditebang diberi nomor dan diukur keliling atau diameter pohon tersebut. Untuk menghitung volume pohon per pohon dengan menggunakan tabel tarif dengan pembuka kelas keliling atau kelas diameter. Dengan model tabel seperti ini maka pada setiap petak dapat ditaksir volume tebangan berdasarkan kemungkinan sortimen yang dihasilkan dan hasil rekapitulasi volume per kelas diameter. Hal ini diperlukan untuk memperoleh ketelitian dalam penentuan harga jual, menampung variasi disebabkan oleh sortimen. Sebagai contoh dalam sortimen kayu bulat jati dibagi menjadi 3 sortimen: Sortimen A1 : diameter 4 -19 cm Sortimen A2 : diameter 20-28 cm Sortimen A3 : diameter > 30 cm Perbedaan harga setiap sortimen cukup besar. Suatu petak dengan luas misalnya 20 ha, volume tebangan 3000 m3, nilai penjualan kayunya akan ditentukan oleh komposisi sortimennya. Tiap sortimen masih dibedakan harga jual berdasarkan kelas diameter, demikian pula kualitasnya. Untuk anggaran pendapatan perusahaan, volume tebangan ditaksir berdasarkan pohon masih berdiri, maka pasti ada perbedaan dengan realisasi volume sesudah dilakukan penebangan dengan menghitung volume batang per batang atau volume setiap sortimen. Dalam hal ini yang penting adalah perbedaan masih dalam batas-batas yang wajar berkisar ± 5-10%. Kecermatan ini sangat penting karena anggaran pendapatan di satu sisi akan menentukan keuntungan perusahaan di samping sisi lain belanja perusahaan. Pada kasus lain untuk pengusahaan hutan alam luar Jawa, inventarisasi hutan dengan intensitas sampling 100% dikenal dengan istilah ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan). Inventarisasi pohon per pohon, volume pohon ditaksir dengan tabel volume dengan pembuka diameter dan tinggi pohon bebas cabang. Untuk ini maka ada variasi jenis pohon, sortimen setiap jenis pohon yang akan menentukan harga jualnya.
Universitas Gadjah Mada
2.
Menghitung perkiraan pendapatan dalam rupiah setiap petak. Dari hasil klemstaat maupun ITSP dapat dibuat rekapitulasi seperti berikut: Rekapitulasi Perkiaraan Produksi Per Petak seperti pada model contoh berikut: (pada hutan jati) Kelas Keliling
Volume per
Jumlah
/Kelas φ
pohon
pohon
Volume
Volume per kelas diameter/kelas keliling akan mencerminkan sortimen yang dihasilkan. Harga jual kayu ditentukan oleh sortimen/diameter dan cacat-cacat kayu yang secara keseluruhan menentukan kelas kualit. Pendapatan perusahaan secara keseluruhan selama satu tahun adalah hasil rekapitulasi seluruh petak didasarkan atas kemungkinan sortimen dan perkiraan harga jual sesuai dengan sortimennya masing-masing. Contoh lain untuk luar Jawa karena hutannya sendiri dan banyak jenis maka perkiraan pendapatan perusahaan didasarkan atas hasil rekapitulasi volume seluruh petak sesuai dengan jenis kayu (meranti, kapur dan lain-lain) dan adanya sortimen pada masing-masing jenis. Bentuk tabel volume pohon per pohon (laporan hasil cruising Petak Per Petak) No Pohon
Jenis Pohon
φ
T
Volume
φ : diameter pohon dalam cm T : tinggi pohon bebas cabang dalam meter. Dari tabel ini dibuat Rekapitulasi per jenis dan kelas diameter. 3.
Menghitung pendapatan seluruh perusahaan (pendapatan tahunan) Untuk menghitung pendapatan perusahaan tahunan dalam satu unit perusahaan hutan misalnya Kesatuan Pemangkuan Hutan (Perum Perhutani) atau unit HPH, prosesnya adalah membuat rekapitulasi pendapatan untuk seluruh petak yang
Universitas Gadjah Mada
ditebang pada tahun yang bersangkutan. Proses perhitungan pendapatan ini melalui petak per petak, maka kecermatan dan ketelitian diharapkan sudah terjamin. Contoh model pendapatan perusahaan seperti pada tabel. Dari model tersebut masih dapat diperinci lebih lanjut berdasarkan sistem penjualan, daerah penjualan, nama perusahaan pembeli (misalnya dengan kontrak dan lain-lainnya). Dari pendapatan tahunan tersebut masih harus diperinci lagi ke dalam jadwal bulanan, dalam arti perkiraan realisasinya. Model pendapatan perusahaan diatas merupakan rencana pendapatan bersifat makro tahunan, fungsinya adalah untuk mengetahui sumber dana penjualan tahunan dan selanjutnya apabila dihubungkan dengan rencana belanja makro tahunan, dapat diketahui perkiraan laba/rugi perusahaan dalam tahun yang bersangkutan secara keseluruhan. Untuk kepentingan pengelolaan lebih lanjut, rencana makro harus dihubungkan dengan taksiran pendapatan berdasarkan realisasinya dalam bentuk kas, sehingga mempunyai kekuatan nyata untuk membayar belanja perusahaan. Realisasi pembayaran pendapatan berupa kas akan terjadi setelah kayu ditebang dan seterusnya disarad dan diangkut ke TPK (Tempat Penimbunan Kayu). Di TPK terjadi jual beli kayu dan realisasinya selesai setelah terjadinya pembayaran dalam bentuk kas. 4.
Menghitung pendapatan (kas) bulanan atau tata waktu aliran kas masuk. Perkiraan pendapatan (kas) bulanan atau tata waktu aliran kas masuk ditentukan oleh tata waktu penjualan, di samping ditentukan oleh faktor permintaan masyarakat atau konsumen, juga oleh faktor penawaran (supply) yang dalam hal ini adalah tata waktu produksi atau pemanenan hasil. Misalnya pada waktu bulan kering produksi akan meningkat, tetapi perlu dipertimbangkan apakah permintaan juga meningkat. Untuk itu, maka pengalaman perusahaan pada waktu yang lampau perlu diperhitungkan dalam menyususn tata waktu penjualan, di samping pertimbangan perkiraan di masa mendatang atau prospek untuk menciptakan pasar baru dan lain-lain. Sehubungan aliran kas masuk atau realisasi pendapatan berkaitan dengan aspek penjualan kayu, maka akan dijelaskan secukupnya beberapa hal yang berkaitan, meliputi tempat penimbunan kayu, sistem pengukuran dan pengujian kayu, kapling kayu, dan sistem penjualan kayu.
Universitas Gadjah Mada
a. Tempat penimbunan kayu Tempat penimbunan kayu berfungsi sebagai toko yaitu untuk mempertemukan penjual dengan pembeli. Pembeli dapat memilih kayu sesuai dengan keperluannya antara lain jenis kayu, sortimen, kualitas serta ukurannya dengan harga yang sesuai. Dalam hal ini dipengaruhi oleh pemanfaatan kayu tersebut. Sebagai contoh misalnya industri mebel yang memproduksi kursi kayu, maka karena untuk kursi kayu hanya diperlukan kayu dengan diameter kecil, maka dapat dibeli kayu bulat jati sortimen A1 (diameter 4-19 cm). Dan tentunya harganya lebih murah dibanding kalau membeli kayu dengan sortimen A2 apalagi sortimen A3. Untuk memenuhi kepentingan pembeli, di TPK kayu akan di kapling-kapling berdasarkan jenis, sortimen, kualitas dan ukuran yang sama. Harga kayu ditentukan berdasarkan pengelompokan dalam kapling-kapling. Untuk Perum Perhutani pembelian kayu dilakukan kapling per kapling yang volume per kapling diperkirakan 4-5 m3 untuk di luar Jawa tentunya ada semacam kapling Meranti, kapur, keruing dll dengan berbagai jenis pohon menurut ukuran dan kualitasnya. Volume kayu di TPK diukur dan diuji batang perbatang menurut sortimennya. Mengenai ketetapan sortimen kayu disamping dapat ditentukan oleh produsen juga dapat ditentukan berdasarkan permintaan pasar atau industri pengolahan kayu yang bersangkutan. Hal ini terkait dengan persyaratan bahan baku untuk tiap-tiap jenis industri berlainan formasi bahan baku mencakup jenis kayu, ukuran dan kualitas. Sebagai contoh industri pulp dan kertas tidak menyaratkan kayu dengan diameter besar, karena nantinya sebelum dibuat pulp dan kertas akan diproses menjadii dalam bentuk chips. Pada industri lain dengan produk tertentu memerlukan jenis kayu tertentu dan diameter tertentu misalnya untuk slice veneer b. Sistem pengukuran dan pengujian kayu Kayu-kayu yang ada di TPK harus diukur dan diuji lebih dulu berdasarkan peraturan pengukuran dan pengujian (scaling and grading rules). Untuk keperluan perdagangan kayu diperlukan standar kualitas termasuk cara pengukuran yang harus diketahui oleh pihak pembeli maupun penjual. Pihak pembeli karena sudah mengetahui standar kualitasnya (persyaratan kualitasnya), meskipun tidak langsung melihat barangnya percaya bahwa yang dibeli sesuai dengan keinginannya sebagai contoh dalam hal perdagangan
Universitas Gadjah Mada
ekspor ke luar negeri, pembeli tidak perlu melihat barangnya di Indonesia dan yang diperlukan adalah barang tersebut sesuai dengan standar perdagangan yang telah disepakati bersama antara pembeli dan penjual. Contoh lain pada kasus lelang besar kayu jati, lelangnya dilaksanakan di Yogyakarta dengan cukup mengetahui daftar kaplingnya (sortimen kualitas dan ukuranya), sedangkan barangnya ada di TPK. Hal ini berlaku selama dalam proses
pengukuran
dan
pengukuran
kayu
tidak
terjadi
manipulasi,
penyimpangan dan kesalahan. Standarisasi perdagangan kayu di atas juga diperlukan oleh pihak pemerintah dalam hal perpajakan (Provisi Sumber Saya Hutan dan sejenisnya) Untuk model pembelian/penjualan kayu jati di Perum Perhutani didasarkan atas satuan kapling yang berisi beberapa meter kubik kayu dengan satu kesatuan kelas kualita; diameter dan panjang kayu, sedangkan kayu ditentukan sesuai dengan kapling tersebut. Dari segi pembelanjaan perusahaan hutan anggaran pendapatan perusahaan hutan. kas masuk bulanan dapat diketahui berdasarkan perkiraan penjualan setiap bulannya dan ini dipengaruhi oleh banyak faktor internal perusahaan maupun faktor eksternal pembeli kayu. Berdasarkan pengalaman dan prediksi yang akan terjadi dapat dibuat tata waktu penjualan kayu. Untuk memberikan gambaran mengenai model pengukuran serta pengujian dan proses penjualan kayu bulat diberikan contoh berlaku di Perum Perhutani. Sudah barang tentu untuk jenis kayu lain berlainan akan tetapi secara prinsip tidak berbeda. Cara pengukuran dan pengujian untuk masing-masing jenis kayu berlainan contoh untuk kayu bulat jati seperti berikut: Umum 1. Sistem satuan pengukuran yang dipergunakan untuk mengukur kayu bulat jati adalah sistem satuan metrik. 2. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Kehutanan 3. Isi kayu bulat jati ditentukan dengan mempergunakan tabel isi kayu bulat jati Indonesia yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Kehutanan 4. Pengukuran dilakukan oleh pengukur kayu atau petugas lainnya yang diatur dan disyahkan oleh Direktorat Jenderal Kehutanan
Universitas Gadjah Mada
5. Pengukuran dilakukan di tempat penebangan, pengumpulan dan penimbunan kayu atau tempat lainnya yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Kehutanan Pembagian Sortimen 1. Menurut besamya diameter ujung terkecil, kayu bulat jati dibagi dalam 3 (tiga) golongan sortimen, yaitu: 1.1 Sortimen Al (Kayu pal jati) 1.2 Sortimen A2 (Kayu bulat kecil jati) 1.3 Sortimen A3 (Kayu bulat besar jati) 2. Golongan sortimen A1 dan A2 selanjutnya dibagi dalam kelas diameter ujung terkecil dari 3 (tiga) sentimeteran 3. Golongan Sortimen A3 meliputi kayu bulat besar yang diberi nomor dengan penentuan isi secara tersendiri untuk tiap batang, dibagi dalam kelas diameter ujung terkecil dari satuan centimeteran dan diukur dalam kelipatan satu sentimeteran. 4. Perincian kelas garis tengah kayu bulat jati adalah seperti daftar tersebut di bawah ini yang menunjukkan batas dan titik tengah dan kelas ujung terkecil, disamping dicantumkan batas dan kelas keliling ujung terkecil yang berpadaan dengan kelas diameter terkecil. Pendapatan Perusahaan Pendaptan perusahaan secara riil dalam bentuk kas terjadi setelah terjadi transaksi jual beli kayu dengan harga yang telah disepakati kedua belah pihak. Harga jual kayu di TPK dalam bentuk kapling, ataupun batang per batang setiap m3 ditentukan oleh variabel: a. jenis kayu b. diameter kayu c. panjang kayu d. kualitas kayu Dengan adanya variasi jenis, variasi diameter, panjang dan kualitas kayu maka matriks harga kayu per m3 sangat banyak. Pembeli dapat memilih sesuai dengan keperluannya atau pemanfaatannya lebih lanjut.
Universitas Gadjah Mada