94
BAB VII KELEMBAGAAN DI KALANGAN PARA PEMULUNG DAN PROSES MUNCULNYA KELEMBAGAAN TERSEBUT
7.1 Kelembagaan Antar Pemulung Kelembagaan yang terdapat diantara pemulung pada satu lapak ini dapat terlihat dari interaksi-interaksi yang dibangun oleh mereka. Salah satu aturan yang terdapat di lapak ini adalah dilarang mencuri barang pulungan. Aturan ini menjadi kesepakatan bersama antara pemulung yang tinggal di lapak pemulung Kelurahan Beji. Fungsi aturan ini adalah untuk menjaga nama baik pemulung itu sendiri di mata masyarakat sekitar. Aturan ini dilatarbelakangi oleh terdapatnya pemulung beda bos yang mencuri dan akhirnya pemulung tersebut di amuk masyarakat. Peristiwa tersebut tentu saja membuat pemulung merasa perlu berhati-hati dan bersepakat untuk tidak mencuri. Berikut pernyataan Bapak Sdr :
“….saya kerja mulung udah hampir 10 tahun ya mba, jadi cerita tentang pemulung yang diamuk sama warga karena ketahuan nyuri juga saya udah tau. Makanya saya orang yang dianggap temen-temen ini mbah, bikin aturan ga boleh nyuri mba. Apalagi Bos juga udah kasih peringatan sama kita ga boleh nyuri mba. ya jadi kita harus nurut sama aturan kita itu.”
Bapak Sdr yang merupakan orang yang dipandang di lapak pemulung ini memiliki andil dalam menjaga teman-teman rekan sesama pemulung. Aturan yang dibuat para pemulung ini merupakan aturan yang tidak tertulis dan hanya menjadi sebuah kesepakatan bersama bagi mereka. Apabila diantara mereka ada yang tertangkap atau ketahuan mencuri maka konsekuensinya adalah diusir dari lapak
pemulung di Kelurahan Beji. Konsekuensi yang berat membuat para
pemulung ini tidak ada yang berani mencuri. Untuk menghindari diri dari tindakan mencuri mereka diharuskan meminta izin kepada pemilik rumah apabila barang pulungan yang ingin diambil mereka berada di lingkungan rumah warga. Bapak Sdr telah pula memberikan informasi mengenai aturan dilarang mencuri pada keluarga Bapak Swn yang tergolong pemulung baru di lapak ini. Sebagai anggota pemulung yang baru, Bapak Sdr telah memperkenalkan keluarga
95
Bapak Swn kepada teman-teman pemulung lainnya. Melalui perkenalan ini diharapkan Bapak Swn dan istri dapat mengenal tetangganya dan dapat bekerjasama dengan baik dengan pemulung lainnya. Bapak Sdr pula memberikan nasihat bahwa bekerja sebagai pemulung haruslah jujur dan mau bekerja keras. Bapak Sdr tidak segan-segan berbagi pengalamannya memulung kepada keluarga Bapak Swn. Bagi Bapak Sdr nasihat dan pengalamannya ini dapat menjadi pelajaran berharga sebelum Bapak Swn dan istrinya memulai memulung. Dilihat dari sudut perkembangannya kelembagaan yang terdapat diantara para pemulung termasuk kedalam kategori enacted institutions. Enacted institutions, yakni suatu kelembagaan yang sengaja dibentuk dan ditujukan untuk memenuhi tujuan tertentu. Aturan dilarang mencuri merupakan aturan yang sengaja dibentuk oleh para pemulung itu sendiri melalui proses interaksi diantara mereka dan menghasilkan suatu kesepakatan bersama. Pemulung yang berada di lapak pemulung ini tidak memiliki kesepakatan tentang aturan pembagian wilayah memulung. Bagi mereka setiap pemulung berhak memulung didaerah mana saja asalkan kaki mereka masih kuat untuk berjalan. Seperti yang diungkapkan Bapak Sdr :
“……kalo disini mba, ga ada pembagian wilayah atau tempat mulung mba. disini bebas kok mba. Kalo kakinya masih kuat buat jalan ya silahkan mau kemana aja mba. Kalaupun misalnya saya sama Bapak Swn tempat mulungnya sama juga ga jadi masalah buat kita mba. Saya sama tementemen juga bebas mau mulung jam berapa aja mba, semuanya tergantung kondisi badan masing-masing mba.”
Kasus Bapak Sdr memperlihatkan bahwa setiap pemulung memiliki kebebasan untuk memulung kapan saja dan di wilayah mana saja. Mereka memiliki hak untuk mencari dan mengumpulkan barang pulungan sebanyakbanyaknya guna mendapatkan penghasilan yang besar. Oleh karena itu, tidak dibuatnya kesepakatan tentang aturan pembagian wilayah dan waktu jam kerja diantara mereka. Namun terdapat pula keluarga pemulung yang membagi waktu kerja mulung diantara anggota keluarga. Hal ini terlihat pada kasus keluarga Bapak Drm yang membagi waktu kerja antara dirinya, istrinya dan anaknya. Seperti yang diungkapkan Bapak Drm :
96
“…..saya sama istri dan anak saya sama-sama punya waktu kerja mulung masing-masing mba. Kalo saya bagian malem mulungnya sampai pagi, istrinya sama anak saya mulung setelah saya pulang mba. Waktunya dibagibagi gini ya karena saya masih punya anak yang ga bisa ditinggal mba. Kalo dititipin kan malah ngerepotin orang lain toh mba. Sebelum istri saya berangkat mulung, dia masak dulu buat saya sama anak saya Td. Dari pertama saya mulung ya udah saya gini mba aturan waktu kerja saya sama keluarga”.
Kasus bapak Drm memperlihatkan bahwa aturan mengenai waktu kerja memulung di keluarganya dilatabelakangi oleh kondisi keluarga yang memiliki anak kecil yang tidak bisa ditinggal seorang diri di bedeng. Aturan ini dibuat berdasarkan kesepakatan bersama diantara anggota keluarganya.
7.2 Kelembagaan Antara Pemulung dengan Bos Pemulung Hubungan yang terjadi antara pemulung sebagai anak buah dan lapak dapat dikategorikan sebagai hubungan antara patron (bos pemulung) dan klien (pemulung). Untuk menjaga eksistensi antara patron dan klien ini terdapat aturanaturan yang disepakati bersama. Aturan-aturan tersebut antara lain adalah pemulung tidak boleh menjual hasil barang pulungannya ke lapak lain, harga ditentukan oleh bos pemulung, setiap pemulung melakukan penimbangan hasil memulung pada hari Kamis, penghasilan pemulung diberikan
pada malam
Kamis, cara memasukan kardus bekas dan barang pulungan lainnya, dilarang kumpul kebo, sopan terhadap warga masyarakat sekitar, dilarang bertikai dengan masyarakat setempat. Berbagai aturan tersebut pula dihasilkan melalui proses interaksi diantara mereka dan menghasilkan kesepakatan bersama
antar
pemulung dengan bos serta menjadi aturan yang mengikat perilaku pemulung. Anak buah yang bekerja dan menggunakan fasilitas yang diberikan Bos Mch tidak diperbolehkan untuk menjual hasil barang pulungannya kepada bos pemulung lain. Sebab Bos akan mengalami kerugian secara materi. Sampai saat ini tidak ada anak buah Bos Mch yang melakukan hal tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Snr :
97
“……saya sama suami saya engga akan ngejual barang pulungan saya ini ke bos lain mba. Wong bos kita sendiri aja udah baik banget sama saya dan keluarga. Fasilitas yang sudah dikasih ke keluarga saya juga baik, ga kaya bos pemulung lain yang ngasih tarif listrik sama sewa kamar ke anak buahnya. Bos juga udah bilang sama anak buahnya yang disini untuk engga ngejual barang pulungan ke bos lain.”
Kasus Ibu Snr memperlihatkan bahwa terdapat rasa kesetiaan yang dimiliki anak buah terhadap bosnya. Rasa kesetiaan ini dapat pula timbul karena adanya hubungan kekeluargaan antara pemulung dengan bos pemulung. Pemberian fasilitas yang memadai juga membuat anak buah segan untuk menjual barang pulungannya ke bos lain. Adanya aturan tersebut diharapkan bos dapat mengatur perilaku anak buahnya dalam rangka memenuhi kebutuhan bersama. Kelembagaan yang terdapat diantara bos dan anak buah dapat diidentifikasi pula sebagai enacted institutions. Tujuan dibuatnya berbagai aturan tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan menjaga nama baik pemulung dan bos pemulung merupakan tujuan dibuatnya aturan tersebut. Penimbangan barang pulungan di lapak pemulung ini dilakukan seminggu sekali yakni pada hari kamis pukul 10.00-14.00 wib. Pada waktu itu seluruh anak buah dianjurkan untuk menimbang barang hasil pulungannya. Apabila terdapat anak buahnya yang tidak ikut menimbang dengan alasan barang pulungan yang dikumpulkannya selama seminggu masih sedikit maka bos akan memberikan kelonggaran anak buah tersebut untuk tidak menimbang. Namun, pada hari Kamis depannya anak buah tersebut diwajibkan untuk menimbang barang hasil pulungannya. Hal ini terlihat pada kasus Ibu Msm yang beberapa kali menunda waktu menimbang barang pulungannya dengan alasan perolehan pulungannya masih sedikit. Bos Mch akan menuliskan barang-barang pulungan apa saja dijual pemulung dan berat setiap barang pulungan tersebut. Bon tersebut terdiri dari dua berkas, berkas pertama untuk pemulung dan berkas kedua untuk lapak. Setelah semua barang pulungan ditimbang semua maka lapak hanya akan tinggal menunggu CV Rahmat yang menjadi pemasok untuk mengangkut semua barang pulungan tersebut. Pada saat itu pula terjadi transaksi jual beli antara bos pemulung dengan pemasok. Ketika pemasok telah membayar uang seluruh barang
98
pulungan, bos akan menghitung pembagian uang kepada anak buahnya. Maka pada malam harinya Bos Mch akan datang ke lapak untuk memberikan penghasilan anak buahnya. Harga barang pulungan per kilogramnya ditentukan oleh bos. Bos Mch pula memberikan aturan-aturuan memasukan barang pulungan. Seperti pada kardus, ketika memasukan kardus ke karung, maka bagian bawah karung harus diisi dengan kardus yang kering, kemudian kardus yang lumayan basah, ditumpuk kardus kering lagi, kemudian kardus yang lumayan basah lagi sampai seterusnya, namun untuk bagian paling atas harus dimasukkan kardus kering. Seperti yang diungkapkan Ibu Snr :
“….begini mba masukin kardus bekas ke karung, sebelumnya kita basahin dulu kardusnya terus sedikit diinjek, nah baru dimasukin mba ke kardus. Yang bawah harus yang kering ntar diselipin sama yang basah, terus aja mba. Pokoknya pas bagian atas harus yang kering mba. Semua pemulung disini pake cara gini mba. wong dikasih tau karo lapak mba. Bisa nambah beberapa kg ntar mba.”
Hal ini membuat kardus menjadi lebih berat dibandingkan dengan kardus yang berisi kardus dalam kondisi kering semua. Aturan penimbangan yang ditetapkan lapak adalalah potongan berat sebesar 10 persen untuk total barang pulungan yang kering per jenisnya. Potongan berat sebesar 15 persen untuk total barang pulungan yang basah per jenisnya. Misalnya, menimbang kardus dalam keadaan kering adalah 100 kg, namun ketika dikurangi 10 persen maka beratnya menjadi 90 kg, 90 kg inilah yang dibayarkan lapak kepada pemulung. Lain lagi jika kondisi kardus dalam keadaan basah, misalnya dalam keadaan basah berat kardus adalah 110 kg, ketika dikurangi 15 persen maka beratnya menjadi 95 kg, 95 kg inilah yang dibayarkan bos ke pemulung. Apabila dibandingkan maka, penghasilan memulung dapat lebih besar apabila barang pulungan dalam keadaan basah. Bos pula memberikan aturan bagi setiap pemulung untuk memotong terlebih dahulu label barang pulungannya pada gelas aqua ataupun gelas kopi. Pada tahun 2008 awal berdirinya lapak pemulung ini, anak buahnya ada yang melakukan kumpul kebo. Pada saat itu, lapak merasa dibohongi oleh anak buahnya yang mengaku bahwa perempuan tersebut adalah adiknya. Tindakan yang dilakukan bos tersebut adalah menyuruh anak buahnya untuk menikah.
99
Namun perintah Bos Mch tidak dihiraukan oleh anak buah, maka tindakan tegas yang dilakukan bos adalah mengusir keduanya dari lapak pemulung. Peristiwa ini memperlihatkan bahwa hubungan antara patron dengan klien sewaktu-waktu bisa di putus. Patron dapat melepaskan kliennya yang kurang patuh atau yang tidak menunaikan kewajibannya dengan baik. Peristiwa ini pulalah yang membuat bos membuat aturan dilarang kumpul kebo terhadap siapa saja yang ingin menjadi anak buahnya. Bos pemulung menghimbau pula kepada seluruh anak buahnya untuk selalu sopan terhadap warga masyarakat sekitar dan melarang mereka bertikai dengan masyarakat setempat. Hal ini dilakukan dalam upaya menjaga nama baik pemulung itu sendiri dan bos pemulung di mata masyarakat sekitar.
7.3 Kelembagaan Antara Pemulung dengan Pemerintah Setempat Pemulung di lapak Kelurahan Beji ini tidak pernah berinteraksi dengan pemerintah setempat. Para pemulung menganggap bahwa dirinya tidak perlu berurusan dengan pemerintah setempat, karena mereka merasa bahwa kehidupan mereka dilindungi oleh bosnya sendiri. Pemulung pula merasa bahwa kehadiran mereka sudah diterima oleh pemerintah setempat karena keberadaan mereka selama ini tidak pernah dipermasalahkan pemerintah. Berikut pernyataan Bapak Sdr : “…..saya engga pernah sekalipun ke kelurahan mba, kalo ngelewatin saya pernah, wong itu wilayah saya mulung. Orang-orang kelurahan juga engga pernah dateng kok mba ke pemukiman pemulung disini. Tapi mereka pasti tau mba ada pemukiman pemulung, bukannya ada laporan RT ya mba. Kalo masalah KTP itu urusannya sama bos mba. Saya pengennya orang kelurahan tau kondisi kita disini mba. Seenggaknya bisa kasih bantuan mba ke kita-kita disini, bantuan sembako kali aja mba. Kita-kita disini juga secara ga langsung ngebantuin ngumpulin sampah yang ada Kelurahan Beji ya mba.”(sambil tertawa)
Pihak kelurahan Beji sendiri menyatakan bahwa tidak pernah ada pemulung yang datang ke Kelurahan Beji untuk mengurus izin menetap sementara atau sekedar melapor kedatangan mereka. Oleh karena itu, pembuatan KTP sementara yang seharusnya diurus oleh setiap pendatang yang bekerja di wilayah Kelurahan Beji, Kota Depok ke kantor kelurahan tidak dilakukan oleh para pemulung. Para
100
pemulung tidak menghiraukan permasalahan birokrasi kependudukan di Kelurahan Beji. Untuk membuat atau memperpanjang KTP, mereka akan mengurus dan menyelesaikannya di daerah asal masing-masing. Pada saat mencoblos Pemilu pun mereka melakukannya di daerah asalnya, namun apabila tidak sempat ke daerah asalnya maka mereka tidak ikut berpartisipasi dalam pencoblosan Pemilu tersebut. Tidak dimilikinya izin menetap sementara dan tempat tinggal mereka yang dapat berpindah-pindah membuat para pemulung yang berada di Kelurahan Beji ini tidak mendapatkan dana bantuan dari pemerintah berupa BLT (Bantuan langsung Tunai), Beras Raskin, maupun ASKESKIN (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin). Berikut pernyataan Bapak Mly selaku pihak Kelurahan Beji :
“……kami mengetahui bahwa terdapat lapak pemulung di sekitar kelurahan kami melalui laporan RT setempat mbak. Walaupun sudah ada laporan, tidak ada pemulung yang mengurus izin menetap sementara. Keberadaan mereka juga itu berpindah-pindah mbak. Bisa saja satu sampai tiga bulan mereka tinggal di Kelurahan Beji, terus mereka pindah ke Kelurahan Depok yang lain atau malah pulang kampung sehingga membuat kami sulit mendapatkan data pemulung yang berada di kelurahan Beji ini. Tidak adanya surat izin menetap dan tempat tinggal yang dapat berpindah sewaktu-waktu membuat bantuan-bantuan pemerintah seperti BLT, Beras Raskin, atau ASKESKIN tidak diterima oleh mereka. Kami sendiri menganggap keberadaan pemulung dapat mengurangi jumlah sampah yang berada di lingkungan kelurahan ini. Namun, keberadaan mereka memang identik dengan kumuh, sehingga bisa dibilang mengganggu kebersihan dan keindahan lingkungan kelurahan Beji ini.”
Pihak kelurahan setempat tidak keberatan apabila terdapat lapak pemulung di lingkungan kelurahan Beji. Pihak kelurahan hanya sekedar menghimbau kepada RT setempat agar para pemulung tetap menjaga kebersihan di lingkungan kelurahan Beji. Pada akhirnya, bos pemulung menerapkan himbauan pihak Kelurahan Beji tersebut dengan menginformasikan kepada anak buahnya untuk membakar sampah-sampah barang pulungan yang tidak memiliki nilai jual. Sehingga jumlah barang pulungan yang menumpuk dapat di kurangi jumlahnya.
101
7.4 Ikhtisar Kelembagaan yang terdapat diantara pemulung pada satu lapak ini dapat terlihat dari interaksi-interaksi yang dibangun oleh mereka. Dilihat dari sudut perkembangannya
kelembagaan
yang
terikat
dengan
pemulung
dapat
diidentifikasi sebagai enacted institutions yakni kelembagaan yang sengaja dibentuk dan ditujukan untuk memenuhi tujuan tertentu. Aturan-aturan yang terkait dengan pemulung diantaranya adalah dilarang mencuri barang pulungan. Aturan dilarang mencuri merupakan aturan yang sengaja dibentuk oleh para pemulung itu sendiri melalui proses interaksi diantara mereka dan menghasilkan suatu kesepakatan bersama. Fungsi aturan ini adalah untuk menjaga nama baik pemulung itu sendiri di mata masyarakat sekitar. Pemulung yang berada di lapak pemulung ini tidak memiliki kesepakatan tentang aturan pembagian wilayah memulung. Untuk menjaga eksistensi antara patron (bos pemulung) dengan klien (pemulung) terdapat aturan-aturan yang disepakati bersama, seperti pemulung tidak boleh menjual hasil barang pulungannya ke bos pemulung lain, harga ditentukan oleh bos, setiap pemulung melakukan penimbangan hasil memulung pada hari Kamis, penghasilan pemulung diberikan
pada malam Kamis, cara
memasukan kardus bekas dan barang pulungan lainnya, dilarang kumpul kebo, sopan terhadap warga masyarakat sekitar, dilarang bertikai dengan masyarakat setempat. Hubungan kerja antara patron dengan klien sewaktu-waktu dapat pula putus. Hal ini terjadi apabila kliennya kurang patuh atau yang tidak menunaikan kewajibannya dengan baik. Bagi mereka setiap pemulung berhak memulung di daerah mana saja asalkan kaki mereka masih kuat untuk berjalan. Pemulung di lapak Kelurahan Beji ini tidak pernah berinteraksi dengan pemerintah setempat. Untuk permasalahan birokrasi kependudukan para pemulung akan mengurus dan menyelesaikannya di daerah asal masing-masing seperti membuat atau memperpanjang KTP dan mencoblos Pemilu. Tidak dimilikinya izin menetap sementara dan tempat tinggal mereka yang dapat berpindah-pindah membuat para pemulung yang berada di Kelurahan Beji ini tidak mendapatkan dana bantuan dari pemerintah berupa BLT (Bantuan langsung Tunai), Beras Raskin, maupun ASKESKIN (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin). Pihak kelurahan sendiri tidak keberatan apabila terdapat lapak pemulung
102
di lingkungan kelurahan Beji. Pihak kelurahan hanya sekedar menghimbau kepada RT setempat untuk tetap menjaga kebersihan di lingkungan RT tersebut. Kemudian pihak RT setempat menyampaikan kepada bos pemulung untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan RT setempat agar terhindar dari berbagai macam penyakit.