137
VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 7.1 Pendahuluan Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sumberdaya alam milik bersama atau Common pool resources (CPRs). Sebagai CPRs, DAS Ciliwung mengalami degradasi lingkungan. Pemanfaatan yang berlebihan atas sumberdaya (lahan) yang dimiliki DAS (terutama di bagian hulu), berpotensi memunculkan tragedi of the commons dan mengakibatkan kehancuran ekosistem DAS secara keseluruhan. Berbagai penyebab kerusakan sumberdaya dan degradasi lingkungan bukan semata disebabkan masalah ekonomi namun lebih pada masalah kelembagaan (Djogo et al. 2003; Dharmawan 2005; Rustiadi dan Viprijanti 2006). Dalam pengelolaan sumberdaya alam (lahan), kelembagaan adalah produk sosial yang muncul sebagai akibat proses-proses politik untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya alam tersebut (Dharmawan 2005). Lemahnya kelembagaan penatan ruang DAS Ciliwung tidak terlepas dari lemahnya kapasitas kontrol para pemegang otoritas kebijakan tata ruang, sehingga koordinasi antar sektor dan kerja sama antar wilayah tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, padahal bencana alam seperti banjir dan longsor tidak bersifat sektoral atau dibatasi oleh batas-batas administrasi. Lemahnya koordinasi antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan permukiman sebagai bagian dari penataan ruang, dicerminkan oleh tidak efektifnya implementasi kebijakan yang berkaitan dengan penataan, pengendalian maupun pengawasan pemanfaatan ruang. Lemahnya koordinasi berkaitan dengan tidak terbentuknya ruang-ruang dialog dan terbatasnya ruang komunikasi (Dharmawan 2005) Rencana tata ruang (spatial planning) merupakan alat untuk melaksanakan mengawasi
dan mengendalikan tata ruang (Brackhahn dan Kärkkäinen 2001;
Wirojanagud et al. 2005; UUPR No 26/2007). Di DAS Ciliwung hulu berbagai kebijakan dalam bentuk peraturan perundangan yang berkaitan dengan penataan ruang (termasuk di dalamnya permukiman), telah diberlakukan. Pemerintah pusat,
138
pemerintah Provinsi Jawa Barat, maupun pemerintah Kabupaten Bogor, telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di DAS Ciliwung hulu mulai tahun 1963 sampai 2008. Implementasi berbagai kebijakan tersebut tidak efektif, saat ini kawasan permukiman eksisting di DAS Ciliwung hulu berkembang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor, baik RTRW 2000-2010 maupun RTRW 2005-2025. Implementasi yang tidak efektif dari berbagai kebijakan penataan ruang di DAS Ciliwung hulu tersebut mencerminkan kelembagaan yang berkaitan dengan penataan ruang (termasuk permukiman) di DAS Ciliwung hulu kurang berfungsi. Hasil analisis bab VI menyimpulkan status keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu berdasarkan dimensi kelembagaan termasuk kategori kurang berkelanjutan. Penelitian yang pernah dilakukan Karyana (2005), tentang posisi, peran dan pengembangan kelembagaan DAS Ciliwung, belum secara spesifik membahas pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Oleh karena itu untuk mengetahui permasalahan kelembagaan berkaitan dengan keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu, perlu dilakukan analisis kelembagaan. Salah satu metode yang dapat dipakai untuk analisis kelembagaan adalah Interpretatif structural modelling (ISM), metode ini cukup efektif untuk menangani
sekaligus
menstrukturkan
issu-issu
kelembagaan pengelolaan permukiman, karena ISM
yang
kompleks
seperti
dapat digunakan untuk
mendefinisikan dan memperjelas persoalan, menilai dampak dan mengidentifikasi hubungan antar kebijakan. Kelebihan metoda ISM adalah dapat memberikan basis analisis program, dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna bagi formulasi kebijakan serta perencanaan strategis (Eriyatno 1999). Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian adalah mengetahui kondisi kelembagaan berkaitan dengan pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan analisis terhadap
139
institusi yang terlibat, kendala yang dihadapi, perubahan yang diharapkan dan kegiatan yang dibutuhkan untuk pengelolaan kawasan permukiman . 7. 2. Data Kelembagaan Pengelolaan Permukiman 7.2.1 Jenis dan Sumber Data Data yang dipakai dalam penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah pakar yang sesuai dengan kriteria sebagai berikut: bidang ilmu relevan dengan pengelolaan permukiman dan faham dengan kondisi DAS Ciliwung hulu, atau praktisi dalam hal pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Pakar ditentukan secara purposive sebanyak 9 pakar yang terdiri atas 7 praktisi dari Pemda Kabupaten Bogor dengan keahlian di bidang permukiman, penataan ruang, pengelolaan DAS, dan kelembagaan, serta
2
akademisi dengan keahlian pengelolaan DAS dan penataan ruang. Sumber data sekunder adalah Bapeda Kab. Bogor, Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kab. Bogor, Bagian Tata Bangunan dan Permukiman Dinas Cipta karya Kabupaten Bogor, perpustakaan dan media elektronik. 7.2.2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data primer untuk menggali
pendapat pakar tentang
kelembagaan yang relevan dengan pengelolaan permukiman dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan kuestioner (Lampiran 1). Pengumpulan data sekunder berupa dokumen dilakukan dengan cara kunjungan ke instansi, telaah dokumen dan literatur, serta mengunduh dari media elektronik.
Data yang
digunakan dalam penelitian diperlihatkan Tabel 39. Tabel 39 Data Kelembagaan, Sumber dan Kegunaan No 1
2
Data Data primer Elemen Kendala
Elemen Perubahan yang diharapkan
Sumber Data Wawancara pakar, dokumen berupa hasil penelitian terdahulu dari perpustakaan serta media elektronik Wawancara pakar, dokumen berupa hasil penelitian terdahulu dari perpustakaan serta media elektronik
Kegunaan Menganalisa kendala utama pengelolaan permukiman Menganalisa elemen kunci yg menjadi penggerak perubahan yang diharapkan dalam pengelolaan permukiman
140
No 3 4
5
6
Data Elemen Aktivitas /program yg dibutuhkan Elemen lembaga yang terlibat Data Sekunder UU, PP, Kepres, Perda, Kepmen, Renstra, SLHD, RTRW Kab. Bogor Tugas Pokok Fungsi instansi terkait penataan ruang &permukiman DAS Ciliwung
Sumber Data Wawancara pakar, dokumen dari perpustakaan serta media elektronik Wawancara pakar, dokumen dari media elektronik
Kegunaan Menganalisis aktivitas kunci yg dibutuhkan dalam pengelolaan permukiman Menganalisis lembaga kunci yg menjadi penggerak penge lolaan permukiman
Dokumen dari Bapeda Kab. Bogor, Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kab. Bogor, bagian Tata Bangunan dan Permukiman Dinas Cipta Karya Kab. Bogor serta media elektronik Diskusi, dokumen dari Bapeda Kab. Bogor, Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kab. Bogor, Dinas Cipta Karya Kab. Bogor serta media elektronik
Menganalisis elemen kendala, perubahan yg diharapkan, aktivitas/program yg dibutuh kan, lembaga yang terlibat. Menganalisa lembaga yang terlibat.
7.3.
Metode Analisis Kelembagaan Pengelolaan Permukiman
7.3.1
Parameter Analisis Kelembagaan Pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu bersifat kompleks,
oleh karena itu metode yang dipakai harus holistik dan sistematik. Salah satu metode yang dapat dipakai untuk menganalisis hal yang komplek secara sistematis adalah metoda Interpretative Stuctural Modelling (ISM). Metode ini berguna dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan strategis (Eriyatno 1999). Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan hasil analisa lapangan maupun studi literatur, dipilih 4 parameter yang dipakai untuk mengukur pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu yaitu: 1.
Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan permukiman
2.
Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan permukiman;
3.
Perubahan yang diharapkan dari pengelolaan permukiman;
4.
Aktivitas/program
yang
dibutuhkan
untuk
mendukung
pengelolaan
permukiman; Pengelolaan kawasan permukiman akan melibatkan berbagai lembaga baik pusat maupun daerah, namun pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu mengalami kendala, hal tersebut tercermin dari perkembangan kawasan
141
permukiman yang tidak terkendali. Untuk menghadapi berbagai kendala, lembaga yang terlibat membutuhkan aktivitas/program yang akan dipakai untuk menghilangkan kendala tersebut. Selanjutnya melalui aktivitas /program tersebut, perubahan yang diharapkan dari pengelolaan kawasan permukiman dapat dicapai (Gambar 34).
Gambar 34. Hubungan Keterkaitan Parameter Pengelolaan Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Selanjutnya ke empat parameter tersebut dianalisis untuk mendapatkan elemen kunci dan faktor yang menjadi penggerak keberhasilan pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu. 7.3.2. Teknik dan Tahapan Analisis Kelembagaan Analisa kelembagaan menggunakan teknik Interpretative Structural Modelling (ISM) dilakukan melalui 7 tahap yaitu: (1) Menguraikan setiap parameter menjadi beberapa elemen (Tabel 40) Tabel 40. Parameter dan Elemen Kelembagaan Parameter 1. Lembaga yang terlibat
Elemen 1. RT dan RW setempat 2. Desa/Kelurahan setempat 3. Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Megamendung 4. Bapeda Kabupaten Bogor 5. Dinas Cipta Karya (DCK) Kabupaten Bogor 6. Dinas Tata Ruang (DTR) Kabupaten Bogor 7. Dinas Polisi Pamong Praja Kabupaten (D Pol PP)Bogor 8. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 9. BPN (Kantor Pertanahan)Kabupaten Bogor 10. Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Bogor 11. Bappeda Provinsi Jawa Barat 12. BP DAS Citarum-Ciliwung
142
Parameter
Elemen 13. 14. 15. 16. 17.
2. Kendala yang diha dapi dalam pengengelolaan permu kiman
3. Aktivitas atau program yang dibutuhkan untuk mendukung pengelolaan permukiman
Ditjen Ciptakarya Dep PU Ditjen Penataan Ruang Dep PU BKPRN Lembaga Swadaya Masyarakat Perguruan Tinggi
1.
Koordinasi antar instansi yang terlibat dalam pengelolaan permukiman masih lemah. 2. Konsistensi pelaksanaan peraturan tata ruang masih lemah. 3. Pengawasan terhadap pelanggaran tata ruang masih lemah. 4. Pelaksanaan sanksi pidana bagi pelanggar tata ruang belum dijalankan. 5. Rencana tata ruang yang lebih terperinci belum ada. 6. Petunjuk teknis operasional (peraturan zonasi) tentang penataan permukiman belum tersedia 7. Partisipasi masyarakatdi DAS Ciliwung hulu dalam membangun permukiman agar sesuai ijin atau ketentuan tata ruang masih lemah. 8. Kesadaran masyarakat akan fungsi DAS Ciliwung hulu sebagai pengatur tata air (kawasan konservasi air dan tanah) masih kurang. 9. Tingkat kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat setempat masih rendah. 10. Tingginya nilai ekonomi lokasi DAS Ciliwung hulu sebagai kawasan wisata/rekreasi. 11. Tingginya minat masyarakat untuk membangun perumahan di DAS Ciliwung hulu. 1. Program penjabaran RTRW dalam rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi . 2. Program pendataan penggunaan lahan yang tidak sesuai penataan ruang permukiman /RTRW. 3. Program pembuatan pedoman teknis tentang pembangunan perumahan & permukiman di DAS bagian hulu 4. Program pengembangan sistem informasi yang berkaitan dengan penataan ruang (perencanaan, pelaksanaan, pengendalian) yang dapat diakses dengan mudah & murah oleh masyarakat luas. 5. Program pembuatan data dasar tentang karakteristik fisik, sosial dan ekonomi DAS Ciliwung hulu yang selalu up to date dan dapat diakses dengan mudah oleh instansi terkait pengelolaan permukiman. 6. Program peningkatan koordinasi antar instansi yang bertanggungjawab terhadap penataan ruang. 7. Program peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengawasan tata ruang. 8. Program peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam perizinan pemanfaatan ruang dan pendirian bangunan. 9. Program peningkatan konsistensi penerapan regulasi yang berkaitan dengan penataan ruang DAS Ciliwung.
143
Parameter 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
4. Perubahan yang diharapkan dari pengelolaan permukiman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
(2) Menetapkan
Elemen Program relokasi permukiman yang saat ini berada di kawasan yang tidak sesuai permukiman. Program pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan pengendalian tata ruang. Program pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan rencana tata ruang. Program peningkatkan kesadaran masyarakat terhadap fungsi DAS Ciliwung hulu sebagai kawasan resapan air. Program peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat melalui pemberdayaan ekonomi. Program peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat setempat melalui peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal. Program pembuatan sumur resapan di permukiman. Program kerjasama konservasi air dengan kabupaten/kota di DAS tengah dan hilir Ciliwung. Penurunan luas lahan permukiman yang berada di kawasan yang tidak sesuai untuk permukiman. Penurunan jumlah bangunan yang tidak mempunyai/ tidak sesuai dengan IMB. Penurunan jumlah pemanfaatan ruang permukiman yang tidak sesuai izin lokasi/IPPT. Penurunan luas lahan yang mengalami kerusakan(degradasi). Peningkatan kemampuan DAS Ciliwung hulu dalam meresapkan air (mengatur tata air). Peningkatan daya dukung lingkungan DAS Ciliwung hulu. Peningkatan koordinasi antar instansi terkait tata ruang dan permukiman. Peningkatan konsistensi dalam pelaksanaan peraturan perundangan yang terkait pengelolaan permukiman khususnya di DAS Ciliwung hulu. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan permukiman.
hubungan kontekstual antar elemen pada setiap parameter,
yang menunjukan perbandingan berpasangan ada/tidak ada keterkaitan antar elemen. Untuk mengetahui ada atau/tidak ada hubungan kontekstual digunakan pendapat pakar. (3) Menyusun matriks Structural Self Interaction (SSIM) menggunakan simbol V, A,X dan O (Eriyatno dan Sofyar 2006). Simbol tersebut adalah : V adalah eij =1 dan eji = 0
Dimana :
144
A adalah eij =0 dan eji = 1
Simbol 1, artinya ada hubungan
X adalah eij =1 dan eji = 1
kontekstual antara elemen i dan j
O adalah eij =0 dan eji = 0
(4) Membuat matriks Reachability (RM), mengganti simbol V,A,X dan O dengan bilangan 1 atau 0. (5) Melakukan perhitungan berdasarkan aturan transivity dimana matriks SSIM dikoreksi sampai terjadi matriks tertutup. (6) Menentukan level elemen pada setiap parameter menurut jenjang vertikal maupun horisontal. (7) Menyusun matriks Driver-Power-Dependence (DPD). Klasifikasi elemen dibagi menjadi empat yaitu: a. Kuadran I: Tidak berkaitan (Autonomous) terdiri dari elemen yang mempunyai nilai driver power (DP)≤0,5 X dan nilai dependence(D)≤ 0,5 X. X adalah jumlah elemen pada setiap parameter. Elemen yang berada pada kuadran I umumnya tidak berkaitan/hubungannya kecil dengan sistem. b. Kuadran II: Tidak bebas (Dependent) terdiri dari elemen yang mempunyai nilai driver power (DP)≤0,5 X dan nilai dependence(D)≥ 0,5 X. X adalah jumlah elemen pada setiap parameter . Elemen yang berada pada kuadran II ini merupakan elemen yang tergantung pada elemen di kuadran III. c. Kuadran III : Pengait (Linkage) terdiri dari elemen yang mempunyai nilai driver power (DP)≥ 0,5 X dan nilai dependence(D)≥ 0,5 X. X adalah jumlah elemen pada setiap parameter. Elemen yang masuk pada kuadran III ini perlu dikaji secara hati-hati, karena setiap tindakan pada satu elemen akan berpengaruh pada elemen lain yang berada pada kuadran II dan IV. d. Kuadran IV: Penggerak (Independent) terdiri dari elemen yang mempunyai nilai driver power (DP)≥ 0,5X dan nilai dependence(D)≤ 0,5 X. X adalah jumlah elemen pada setiap parameter.
145
7.4
Hasil dan Pembahasan
7.4.1
Hasil
7.4.1.1.Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan Permukiman Berdasarkan hasil analisis model ISM, terdapat 3 lembaga yang merupakan elemen kunci dalam pengelolaan permukiman DAS Ciliwung hulu yaitu: Bapeda Provinsi Jawa Barat(11); Ditjen Penataan Ruang Dep PU (14); dan BKPRN(15) Ketiga lembaga tersebut adalah lembaga di tingkat pusat dan provinsi (Tabel 41). Tabel 41. Reachability matrix final Lembaga yang Terlibat Dalam Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Elemen 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 3 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 5 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 7 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 8 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 9 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 10 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 11* 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 13 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 14* 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15* 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 17 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 D 5 8 5 10 14 8 14 3 14 8 3 3 17 14 17 17 10 L 1 1 3 5 4 5 3 2 4 2 6 2 4 6 6 1 2 Sumber: Hasil analisis ISM Keterangan: DP= Driver Power; R= ranks; *= Elemen kunci; D= Dependence; L= Level. Ele men
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
D P 3 3 9 14 12 14 9 7 12 7 17 7 12 17 17 3 7
R 6 6 4 2 3 2 4 5 3 5 1 5 2 1 1 6 5
Berdasarkan kekuatan penggerak dan tingkat ketergantungan, ke 17 elemen lembaga berada pada kuadran IV, III dan II.
Kuadran IV terdiri dari tiga
kelompok elemen dengan nilai kekuatan penggerak dan ketergantungan yang berbeda. Tiga kelompok tersebut pemerintah pusat dan provinsi, serta pemerintah kabupaten, dengan peran dan fungsi masing-masing. Kelompok tersebut adalah (a) Kelompok pertama terdiri dari 3 elemen yang merupakan elemen kunci keberhasilan pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu. yaitu: Bapeda
146
Provinsi Jawa Barat (11), Ditjen Penataan Ruang Dep. PU(14), BKPRN (15). merupakan lembaga pemerintah pusat dan provinsi yang mengatur perencanaan ruang di DAS Ciliwung hulu. (b) Kelompok kedua terdiri dari 2 elemen yaitu : Dinas Cipta Karya (DCK) Kabupaten Bogor(5); dan Dinas Tata Ruang (DTR) Kabupaten Bogor(6). (c) Kelompok ketiga terdiri dari 3 elemen yaitu : merupakan pelaksana teknis dalam pembangunan permukiman sehingga perannya dalam pengelolaan permukiman dipengaruhi kebijakan kelompok pertama dan kedua. Pada kuadran III ( linkage) terdapat 2 elemen yaitu : Kecamatan di DAS Ciliwung hulu (3), dan Dinas Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor(7). Dalam prakteknya instansi kecamatan dan Dinas Polisi
Pamong Praja merupakan
pelaksana teknis lapangan yang bekerja memberikan masukan dan melaksanakan hasil kajian instansi DTR dan DJCK kabupaten Bogor. Pada kuadran II (Dependence) terdapat 2 kelompok elemen dengan nilai kekuatan penggerak dan ketergantungan yang berbeda, yaitu: (a) Kelompok pertama terdiri dari 4 elemen, yaitu : Dinas Pertanian kehutanan(8), Bakorwil Bogor(10), BP-DAS Citarum-Ciliwung(12), dan Perguruan tinggi (17). Kelompok ini tidak berperan langsung dalam pengelolaan permukiman, akan tetapi memberikan masukan pada Bapeda, DTR, DCK, dan kantor pertanahan Kabupaten Bogor, berkaitan dengan informasi kehutan, pertanian, pengelolaan DAS, dan koordinasi wilayah. (b) Kelompok kedua terdiri dari 3 elemen ,yaitu: RT dan RW(1), Desa/kelurahan (2), dan LSM(16). Ketiga lembaga dipengaruhi oleh lembaga yang berada pada kuadran III (Gambar 35).
147
18 17 16 15 14 13 12 5, 9, 13 11 10 9 3, 7 8 8 9 10 11 12 13 7 6 5 4 II Dependent 3 2 1 0
11, 14, 15
D R I V E R P O E R
4, 6
IV Independent
0
1
2
3
4
5
6
7
I Autonomous
III Linkage
14
15 16 17 8, 10, 12, 17
18
1, 2, 16
Dependence
Gambar 35 Hubungan antara Driver Power dengan Dependence pada Lembaga yang Terlibat Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Peran setiap lembaga dalam pengelolaan permukiman
sesuai dengan
hierarkinya. Peran Bapeda Provinsi Jawa Barat(11); Ditjen Penataan Ruang Dep PU (14); dan BKPRN(15) pada jenjang 6, terhadap penataan ruang (termasuk permukiman) sangat besar dibandingkan Dinas Cipta Karya (DCK) Kabupaten Bogor(5); dan Dinas Tata Ruang (DTR) Kabupaten Bogor(6) yang berada pada jenjang 5 (Gambar 36). 1
8
2
10
12
3
5
11
17
9
13
6
14
Jenjang 2 Jenjang 3
7
4
Jenjang 1
16
Jenjang 4 Jenjang 5
15
Jenjang 6
Gambar 36 Struktur Hierarki Lembaga yang Terlibat Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu
148
(1) Kendala Pengelolaan Permukiman Terdapat tiga elemen dengan nilai
kekuatan penggerak (driver power )
tertinggi yaitu 11. Ketiga elemen tersebut merupakan elemen kunci dari kendala yang dihadapi penataan permukiman di DAS Ciliwung hulu yaitu: a. Elemen(1), koordinasi antar instansi yang terlibat dalam pengelolaan permukiman masih lemah; b. Elemen (5), rencana tata ruang yang lebih terperinci belum ada; c. Elemen (6), petunjuk teknis operasional (peraturan zonasi) tentang penataan permukiman belum tersedia (Tabel 42). Tabel 42. Reachability Matrix Final Kendala Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Elemen Elemen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Dependence Level
1
2 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 3 4
3 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 6 3
4 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 6 3
5 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 6 3
6 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 3 4
7 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 3 4
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 2
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 2
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1
Driver Power 11 8 8 8 11 11 5 5 5 2 2
Ranks 1 2 2 2 1 1 3 3 3 4 4
Sumber: Hasil analisis
Berdasarkan grafik hubungan antara kekuatan penggerak (driver power) dengan ketergantungan (dependence), ketiga elemen kunci tersebut terletak pada kuadran IV (Independent) mempunyai nilai penggerak yang tertinggi dan nilai ketergantungan terrendah. Artinya apabila koordinasi ditingkatkan, rencana tata ruang terperinci dan petunjuk teknis operasional/peraturan zonasi tersedia, maka akan menjadi penggerak positif (peningkatan) kualitas 3 elemen di kuadran III (linkage) yaitu:
konsistensi pelaksanaan peraturan (2); pengawasan terhadap
pelanggaran (3); dan pelaksanaan sanksi pidana (4). Ketiga elemen di kuadran III tersebut merupakan penghubung antara 3 elemen di kuadran IV dengan 5 elemen
149
di kuadran II. Artinya perbaikan/peningkatan konsistensi, kualitas pengawasan, pelaksanaan sanksi pidana akan mengurangi kendala pengelolaan permukiman yang diakibatkan oleh 5 elemen di kuadran II, yaitu: rendahnya partisipasi masyarakat(7); kurangnya kesadaran masyarakat akan fungsi DAS(8); rendahnya tingkat kesejahteraan sosial-ekonomi(9); tingginya nilai ekonomi lokasi(10); dan tingginya minat masyarakat mendirikan rumah(11) (Gambar 37). 12
D R I V E R P O E R
1, 5, 6
11
III Linkage
10 9
IV Independent
8
2, 3, 4
7 6 0
1
2
3
4
5
56
7
8
9 7, 8, 910
11
12
4 3
I Autonomous
II Dependent
2
10, 11
1 0
DEPENDENCE
Gambar 37 Hubungan Driver Power dengan Dependence pada Kendala Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan permukiman dapat diatasi secara bertahap sesuai dengan jenjang dalam hierarkinya. Artinya meningkatnya koordinasi yang di dukung oleh tersedianya rencana rinci tata ruang dan petunjuk teknisoperasional/peraturan zonasi (jenjang 4) akan mengatasi kendala pada jenjang 3 yaitu konsistensi, pengawasan terhadap pelanggaran dan pelaksanaan sanksi, selanjutnya perbaikan pada jenjang 3 akan mengatasi kendala pada jenjang 2 yaitu partisipasi masyarakat, kesadaran masyarakat dan kesejahteraan sosialekonomi. Serta memperbaiki kendala pada jenjang 1 yaitu nilai ekonomi lokasi dan minat masyarakat mendirikan rumah (Gambar 38).
150
10
11
jenjang 1 jenjang 2
7
8
9
2
3
4
jenjang 3
1
5
6
jenjang 4
Gambar 38 Struktur Hierarki Kendala Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu (2) Perubahan yang Diharapkan dari Pengelolaan Permukiman Hasil analisis dengan menggunakan ISM terhadap 9 elemen perubahan yang diharapkan dari pengelolaan permukiman, terdapat 3 elemen kunci perubahan yang diharapkan yaitu: (a) Elemen (7) peningkatan koordinasi antar instansi terkait tata ruang dan permukiman; (b) Elemen (8) peningkatan konsistensi dalan pelaksanaan peraturan perundangan yang terkait penataan permukiman khususnya di DAS Ciliwung hulu; (c) Elemen (9) peningkatan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan permukiman. Ketidaksesuaian antara RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 dengan tutupan lahan eksisting dan ketidaksesuaian antara RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 dengan izin lokasi yang dikeluarkan tahun 2005, secara tidak langsung menunjukkan peran yang lemah dari ketiga elemen kunci tersebut dalam pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Ketiga elemen kunci tersebut merupakan kesatuan karena peningkatan koordinasi antar instansi dalam bidang perencanaan, anggaran, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi akan meningkatkan konsistensi dalam pelaksanaan peraturan perundangan serta meningkatkan partisipasi masyarakat (Tabel 43).
151
Tabel 43 Reachability Matrix Final Perubahan yang Diharapkan dari Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Elemen
1 1 1 2 1 3 1 4 0 5 0 6 0 7 1 8 1 9 1 Dependence 6 Level 2 Sumber: Hasil analisis
2 1 1 1 0 0 0 1 1 1 6 2
3 1 1 1 0 0 0 1 1 1 6 2
Elemen 4 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 9 1 1
6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1
7 0 0 0 0 0 0 1 1 1 3 3
8 0 0 0 0 0 0 1 1 1 3 3
9 0 0 0 0 0 0 1 1 1 3 3
Ranks
Driver Power 6 6 6 3 3 3 9 9 9
2 2 2 3 3 3 1 1 1
Berdasarkan grafik hubungan antara kekuatan penggerak dengan ketergantungan, ketiga elemen kunci tersebut terletak di kuadran IV. Artinya ketiga elemen kunci merupakan elemen penggerak bagi perubahan yang diharapkan dari pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Ketiga elemen penggerak pada kuadran IV tersebut, akan mempengaruhi 3 elemen pada kuadran III, yaitu : penurunan luas permukiman di kawasan yang tidak sesuai(1); penurunan jumlah bangunan tidak sesuai/tidak memiliki IMB(2); dan penurunan luas lahan yang tidak sesuai izin lokasi/IPPT(3). Selanjutnya ketiga elemen pada kuadran III tersebut akan mempengaruhi 3 elemen di kuadran II yaitu: penurunan luas lahan yang mengalami degradasi (4); peningkatan kemampuan DAS Ciliwung hulu dalam meresapkan air (5); dan peningkatan daya dukung lingkungan DAS Ciliwung hulu(6) (Gambar 39). Secara hierarki perubahan yang diharapkan tersebut akan dimulai dari jenjang terbesar yaitu jenjang 3 ke jenjang 2 dan jenjang 1. Peningkatan koordinasi, konsistensi dan partisipasi masyarakat pada jenjang 3, akan menurunkan luas permukiman di kawasan yang tidak sesuai(1) menurunkan jumlah bangunan tidak sesuai/tidak memiliki IMB (2); dan menurunkan luas lahan yang tidak sesuai izin lokasi/IPPT (3). Selanjutnya elemen-elemen pada level 2 akan mempengaruhi elemen-elemen pada level 1 yaitu degradasi lahan
152
berkurang(4); kemampuan lahan meresapkan air meningkat(5); dan daya dukung lingkungan DAS meningkat(6) (Gambar 40). D R I V E R P O E R
10 7, 8, 9
9
III Linkage
8 7
IV Independent
1, 2, 3
6 5
0
1
2
3
4
4
5
6
7
8
9
10 4, 5, 6
3 2 1
I Autonomous
II Dependent
0
DEPENDENCE
Gambar 39 Hubungan Driver Power dengan Dependence pada Perubahan yang Diharapkan dari Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu
4
5
6
Jenjang 1
1
2
3
Jenjang 2
7
8
9
Jenjang 3
Gambar 40 Struktur Hierarki Perubahan yang Diharapkan dari PengelolaanPermukiman di DAS Ciliwung Hulu (3) Aktivitas /Program yang Dibutuhkan dalam Pengelolaan Permukiman Hasil analisis dengan menggunakan model ISM terhadap 17 elemen aktivitas /program
yang
dibutuhkan
untuk
mendukung
pengelolaan
permukiman,
menunjukkan terdapat 5 elemen kunci. Kelima elemen kunci tersebut adalah: (d) Elemen (1) program penjabaran RTRW dalam rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi; (e) Elemen (2) program pendataan penggunaan lahan yang tidak sesuai penataan ruang permukiman/RTRW;
153
(f) Elemen (3) program pembuatan pedoman teknis operasional tentang pembangunan perumahan & permukiman di DAS bagian hulu; (g) Elemen (4) program pengembangan sistem informasi yang berkaitan dengan penataan ruang (perencanaan, pelaksanaan, pengendalian) yang dapat diakses dengan mudah & murah oleh masyarakat luas; (h) Elemen (5) program pembuatan data dasar tentang karakteristik fisik, sosial dan ekonomi DAS Ciliwung hulu yang selalu up to date dan dapat diakses dengan mudah oleh instansi terkait pengelolaan permukiman . Kelima elemen kunci tersebut merupakan kesatuan yang akan mempengaruhi keberhasilan aktivitas/program yang dilakukan pada pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu (Tabel 44). Tabel 44 Reachability Matrix Final Aktivitas / Program yang Dibutuhkan dalam Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Ele me n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 D L
Elemen 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 5
2 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 5
3 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 5
4 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 5
5 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 5
6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 9 4
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 9 4
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 9 4
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 9 4
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 1
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 14 2
12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 14 2
13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 12 3
14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 12 3
15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 12 3
16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 1
17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 1
DP 17 17 17 17 17 12 12 12 12 3 5 5 8 8 8 3 3
Keterangan: DP = Driver Power; D = Dependence; L= level; R = Ranking; Sumber : hasil analisis
Grafik hubungan antara kekuatan penggerak dan ketergantungan menunjukkan kelima elemen kunci yaitu program: penjabaran RTRW menjadi rencana rinci, pendataan penggunaan lahan, pembuatan pedoman teknis,
R 1 1 1 1 1 2 2 2 2 5 4 4 3 3 3 5 5
154
pengembangan sistem informasi, pembuatan data dasar fisik, sosial, ekonomi, yang akan mendukung pengelolaan permukiman berada di kuadran IV. Artinya kelima elemen tersebut mempunyai kekuatan penggerak yang sangat besar dan secara bersama-sama menggerakan elemen-elemen di kuadran III dan II. Terdapat 4 elemen pada kuadran III (linkage) yaitu: program peningkatan koordinasi(6); program peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengawasan tata ruang(7); program peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam perizinan pemanfaatan ruang dan pendirian bangunan(8); program peningkatan
konsistensi
penerapan
regulasi
tata
ruang(9).
Keempatnya
mempengaruhi kelompok elemen dengan tingkat ketergantungan yang lebih tinggi yaitu 8 elemen di Kuadran II.
Artinya apabila koordinasi, transparansi dan
akuntabilitas dibidang pengawasan dan perizinan ditingkatkan, maka 8 elemen di kuadran II yaitu : program peningkatan kesadaran masyarakat terhadap fungsi DAS(13); program peningkatan kesejahteraan ekonomi(14); dan program peningkatan kesejahteraan sosial(15); program pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan pengendalian (11); program pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan rencana tata ruang. (12); program relokasi(10); program pembuatan sumur resapan(16); dan program kerjasama konservasi air dengan DAS tengah dan hilir (17), akan dapat dilaksanakan dengan lebih baik (Gambar 41). Keberhasilan akan dicapai apabila pelaksanaan kegiatan atau program dilakukan sesuai dengan hierarkinya. Artinya apabila program penjabaran RTRW menjadi rencana rinci, pendataan penggunaan lahan, pembuatan pedoman teknis, pengembangan sistem informasi, pembuatan data dasar fisik, sosial, dan ekonomi, (jenjang 5) yang mendukung pengelolaan permukiman telah tersedia, maka koordinasi, transparansi dan akuntabilitas dibidang pengawasan dan perizinan (jenjang 4) dapat ditingkatkan. Demikian pula apabila koordinasi, transparansi dan akuntabilitas dibidang pengawasan dan perizinan telah meningkat kearah yang lebih baik, maka program peningkatan kesadaran masyarakat terhadap fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat (jenjang 3) lebih mudah dilaksanakan. Selanjutnya peningkatan kesadaran masyarakat
155
terhadap fungsi DAS yang diikuti oleh program peningkatan sosial ekonomi sudah dirasakan manfaatnya dan melembaga dalam diri masyarakat, maka program pelibatan masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian tata ruang (jenjang 2) akan berjalan dengan lancar. Akhirnya apabila program pelibatan masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian tata ruang telah berhasil dilakukan maka program berikutnya yaitu relokasi, pembuatan sumur resapan dan kerjasama antar daerah (jenjang 1) akan berjalan lebih lancar (Gambar 42). D R I V E R P O E R
18 17 16 15 III . Linkage 14 13 6, 7, 8, 9 12 11 10 9 14, 15 8 8 9 10 11 12 13,13 14 15 16 7 6 5 11, 12 4 3 II . Dependent 2 1 0
1, 2, 3, 4, 5
IV . Independent
0
1
2
3
4
5
6
7
I . Autonomus
17
10, 16, 17
DEPENDENCE
Gambar 41 Hubungan Driver Power dengan Dependence pada Aktivitas / Program yang Dibutuhkan dalam Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu 10
16
11
13
6
1
12
14
7
2
Jenjang 1
17
Jenjang 2 15
Jenjang 3
9
Jenjang 4
8
3
4
5
18
Jenjang 5
Gambar 42 Struktur Hierarki Aktivitas / Program Yang Dibutuhkan dalam Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu
156
7.4.2
Pembahasan Keberhasilan pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu
dapat
dilakukan dengan menghilangkan kendala utama yaitu lemahnya koordinasi antar instansi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Karyana (2005) yang menyatakan bahwa koordinasi antar instansi di DAS Ciliwung masih lemah. Lemahnya koordinasi antar instansi berpengaruh terhadap konsistensi dalam menerapkan peraturan. Rencana tata ruang ( RTRW) merupakan alat yang dapat digunakan untuk koordinasi antar pemerintah lokal, pemerintah provinsi /wilayah dan antar provinsi, serta untuk berbagai sektor, dan para pemangku kepentingan (Brackhahn dan Kärkkäinen 2001; Wirojanagud et al. 2005). Mekanisme penyusunan Rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk lingkup Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat maupun Jabodetabekpunjur, secara teoritis maupun praktis akan melibatkan berbagai instansi terkait dari tingkat pusat sampai daerah serta masyarakat sebagai pemangku kepentingan. Interaksi berbagai aktor (pemerintah dan masyarakat) yang terlibat, resources( peraturan dan dana) yang dipunyai dan tujuan yang akan dicapai perlu dikoordinasikan jika hasil yang diharapkan ingin dicapai (Malone dan Crowstone 1994), Koordinasi antar instansi dilakukan antar instansi di pusat, provinsi dan di tingkat Kabupaten, maupun antara instansi tingkat pusat dengan tingkat provinsi dan kabupaten. Instansi pemerintah pusat yaitu BKPRN dan Ditjen Penataan Ruang Dep PU serta di tingkat provinsi adalah Bapeda Provinsi Jawa Barat , sangat dominan dalam penataan ruang DAS Ciliwung hulu termasuk dalam pengelolaan permukiman. Berdasarkan PP No 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, DAS Ciliwung hulu dalam lingkup nasional merupakan bagian dari Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur dan untuk lingkup Provinsi Jawa Barat merupakan bagian dari Kawasan Andalan Bopunjur. Sebagai turunan dari PP No 26/2008, telah dikeluarkan Perpres No 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Berdasarkan Perpres No54/2008 tersebut koordinasi teknis penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur dilakukan oleh
menteri
(Ps.63),
kegiatan
pemantauan,
pelaporan
dan
evaluasi
157
diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah (Ps.59). Berdasarkan hal itu, pemerintah pusat, dalam hal ini BKPRN sebagai perumus, pengkoordinasi dan penentu prioritas terhadap kawasan strategis nasional dan Ditjen Penataan Ruang Dep PU sebagai penyelenggara dan pelaksana koordinasi penataan ruang wilayah secara nasional, berperan sangat besar dalam hal koordinasi di kawasan Jabodetabekpunjur secara keseluruhan. Bapeda Provinsi Jawa Barat sebagai penyelenggara koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi perencanaan pembangunan antar kabupaten/kota di Jawa Barat serta penyusun RTRW provinsi Jawa Barat peranannya berada dibawah pemerintah pusat. Selain di tingkat pusat dan provinsi, koordinasi di tingkat kabupaten dilakukan oleh Bapeda dan Dinas Tata Ruang (DTR) Kabupaten Bogor. Kedua instansi tersebut berperan sebagai pelaksana kebijakan pemerintah pusat dan provinsi dalam hal penataan ruang DAS Ciliwung hulu. Berdasarkan lingkup tugas pokoknya, dua lembaga dibawah Pemda Kabupaten Bogor tersebut memegang peranan penting dalam keberhasilan pengelolaan permukiman di Kabupaten Bogor. Dalam prakteknya hal tersebut ditunjukkan oleh SK Bupati Bogor No 503/Kpts/Huk/1999 tentang Susunan Tim Pertimbangan Pemberian Izin Lokasi di Kabupaten Bogor, posisi Kepala Bappeda adalah Wakil ketua I, sedangkan Dinas Tata Ruang adalah anggota tetap. Selain itu, kedua lembaga tersebut juga memegang peranan penting dalam mekanisme perizinan. Izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) dan izin lokasi dikelola oleh Dinas Tata Ruang (DTR) Kabupaten Bogor, sedangkan izin mendirikan Bangunan (IMB) walaupun dikeluarkan oleh Dinas Cipta Karya(DCK) Kabupaten Bogor akan tetapi melalui pengesahan tim teknis yang terdiri dari unsur Bapeda dan DTR Kabupaten Bogor. Rencana tata ruang Kawasan Jabodetabekpunjur maupun rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten Bogor adalah alat koordinasi dalam penataan ruang (termasuk penataan permukiman), akan tetapi kedua rencana tersebut tidak dapat langsung diimplementasikan sebagai alat koordinasi karena secara teknis masih memerlukan rencana rinci dan pedoman teknis berupa peraturan zonasi. Rencana rinci dan peraturan zonasi terutama diperlukan dalam hal pemberian izin lokasi
158
dan ketentuan pembangunan permukiman. Belum dibuatnya rencana rinci dan peraturan zonasi di DAS Ciliwung hulu menyulitkan pemberian izin lokasi maupun evaluasi terhadap izin-izin yang sudah dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut dalam rangka meningkatkan koordinasi antar instansi,
maka RTRW
Kabupaten Bogor perlu dioperasionalisasikan melalui rencana rinci tata ruang yang dilengkapi dengan pedoman teknis operasional atau peraturan zonasi. Untuk membuat rencana rinci dan peraturan zonasi dibutuhkan data dasar yang berkaitan dengan penataan ruang dan permukiman. Koordinasi antara pemerintah pusat-provinsi-kabupaten selain memerlukan operasionalisasi RTRW menjadi rencana rinci dan peraturan zonasi, juga memerlukan sistem informasi. Sistem informasi dibutuhkan agar rencana tata ruang yang bersifat makro (tata ruang Jabodetabekpunjur dan RTRW Kabupaten Bogor) maupun rencana tata ruang yang bersifat mikro (rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi) serta data dasar yang berkaitan dengan penataan ruang dan permukiman dapat diakses oleh semua instansi yang berkepentingan dengan pembangunan di DAS Ciliwung hulu. Peningkatan koordinasi antara instansi akan meningkatkan konsistensi dalam melaksanakan peraturan yang berkaitan dengan pembangunan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Konsistensi dalam melaksanakan peraturan sebagai suatu kekuatan normatif akan meningkatkan partisipasi masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Etzioni (1961) yang menyatakan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat selain melalui kekuatan pemaksaan (Coercive) dan renumeratif, yang paling penting adalah melalui kekuatan normatif. Koordinasi antara instansi, konsistensi terhadap peraturan dan partisipasi yang meningkat akan menjadi dasar untuk aktivitas/program selanjutnya yaitu : peningkatan kesadaran masyarakat terhadap fungsi DAS bagian hulu; peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi; pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan rencana tata ruang;
relokasi permukiman;
pembuatan sumur resapan; dan
kerjasama konservasi air dengan kabupaten/kota di DAS tengah dan hilir.
159
7.5. Kesimpulan Pengelolaan permukiman akan melibatkan berbagai instansi yang terkait permukiman dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat 8 lembaga yang merupakan elemen kunci yang terdiri atas 3 lembaga dalam hal perencanaan, dan 5 lembaga dalam hal pelaksanaan dan pengendalian. Tiga lembaga yang merupakan elemen kunci dalam perencanaan tata ruang (termasuk permukiman ) di DAS Ciliwung hulu yaitu BKPRN, Ditjen Penataan Ruang Dep PU, dan Bapeda Provinsi Jawa Barat. Sebagai bagian dari Kawasan Strategis Nasional, Jabodetabekpunjur, maka perencanaan tata ruang dikoordinasikan oleh BKPRN, penyelenggara perencanaan tata ruang adalah Ditjen Penataan Ruang Dep PU, dan koordinasi perencanaan antar kabupaten/kota dilakukan oleh Provinsi Jawa Barat (untuk DAS Ciliwung yang berada di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor). Lima lembaga kunci dalam hal pelaksanaan dan pengendalian tata ruang (termasuk permukiman) di DAS Ciliwung hulu adalah Bapeda Kabupaten Bogor yang melaksanakan penyusunan RTRW dan merekomendasi perizinan lokasi;
Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor yang
menyusun rencana detail, peraturan zonasi dan merekomendasi perizinan lokasi; Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor yang melakukan pengendalian melalui IMB, Kantor pertanahan melakukan pengendalian melalui rekomendasi perizinan lokasi berdasarkan status lahan; dan Ditjen Cipta Karya Dep PU membuat standar teknis permukiman dan perumahan sebagai instrumen pengendali. Namun saat ini terjadi kendala dalam mengelola permukiman sehingga terjadi kerusakan lingkungan di DAS Ciliwung hulu Berbagai kendala dihadapi oleh pengelola permukiman di DAS Ciliwung hulu. Tiga elemen kunci yang menjadi kendala yang dihadapi, adalah: a) koordinasi yang lemah, b) rencana rinci tata ruang belum tersedia dan c) petunjuk operasional penataan permukiman/peraturan zonasi belum tersedia. Ketiga elemen kunci tersebut saling kait-mengait karena rencana rinci yang dilengkapi petunjuk operasional penataan permukiman/peraturan zonasi, merupakan media koordinasi antar instansi perencana, pelaksana, dan pengendali/pengawas. Koordinasi antar
160
instansi perencana, pelaksana dan pengendali/pengawas sulit dilakukan apabila hanya memakai RTRW yang sifatnya makro, oleh karena itu perlu dilakukan perubahan kearah yang lebih baik. Kebijakan pengelolaan kawasan permukiman diharapkan dapat melakukan perubahan kearah yang lebih baik dalam pengelolaan permukiman di masa depan. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat 3 elemen kunci dari perubahan yang diharapkan melalui pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu yaitu : a)koordinasi meningkat, b)konsistensi terhadap peraturan meningkat dan c)partisipasi masyarakat meningkat. Ketiga elemen kunci saling kait mengait, koordinasi antar instansi yang meningkat, mempengaruhi tingkat konsistensi dalam melaksanakan kebijakan, dan selanjutnya apabila pemerintah konsisten dalam melaksanakan kebijakan, maka masyarakat terpacu untuk berpartisipasi. Oleh karena itu ketiga elemen kunci tersebut merupakan modal dasar bagi pengelolaan permukiman yaitu dalam hal perencanaan,
pelaksanaan dan
pengendalian kawasan permukiman. Untuk menuju perubahan yang diharapkan,
pengelolaan permukiman
membutuhkan aktivitas/program. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat 5 elemen kunci aktivitas program yang dibutuhkan yaitu program penjabaran RTRW menjadi rencana rinci; program pendataan penggunaan lahan yang tidak sesuai RTRW; Program pembuatan pedoman teknis perumahan dan permukiman di DAS bagian hulu (peraturan zonasi); program pengembangan sistem informasi; program pembuatan data dasar sosial-ekonomi-fisik. Kelima program tersebut bertujuan memperkuat
koordinasi
antar
instansi,
meningkatkan
konsistensi
dalam
melaksanakan peraturan dan memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian tata ruang (termasuk permukiman).