KERUGIAN EKONOMI SEBAGAI DAMPAK EROSI DI KAWASAN HULU DAS Shanti Desima Simbolon1, Zulkifli Nasution2, Abdul Rauf3, Delvian4 e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Losses due to erosion upstream region subzone resulted in a decreased quality of agricultural land such as soil degradation. Declining soil fertility is due to loss of NPK nutrients that occur in the top soil. This situation leads to reduced land productivity accompanied by an increase in costs required to restore soil fertility. Farmers' income becomes lower due to increased expenditure for the purchase of fertilizers in order to refertilize the soil, causing farmers become more impoverished and prosperous. This paper discusses the results of research that shows the values of the losses suffered by farmers as the economic impact of erosion in upstream watershed area. To reduce the high levels of land degradation, the necessary rehabilitation activities by applying the techniques of soil and water conservation in the hope will be more effective in reducing runoff, erosion and loss of nutrients and policies that need to be taken by the government for farmers upstream so that the economic losses that farmers can reduced to a minimum. Key words : upstream region, the impact of erosion, nutrient loss, economic loss ABSTRAK Kerugian akibat erosi di kawasan hulu Sub DAS mengakibatkan menurunnya kualitas lahan pertanian seperti menurunnya kesuburan tanah. Penurunan kesuburan tanah ini akibat kehilangan unsur hara NPK yang terjadi di top soil. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya produktivitas lahan disertai terjadinya peningkatan biaya yang dibutuhkan untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah. Pendapatan petani menjadi semakin rendah karena bertambahnya pengeluaran untuk membeli pupuk dalam rangka menyuburkan kembali tanahnya sehingga menyebabkan petani menjadi semakin miskin dan tidak sejahtera. Makalah ini membahas hasil-hasil penelitian yang menunjukkan nilai-nilai kerugian yang dialami petani secara ekonomi sebagai dampak terjadinya erosi di Kawasan Hulu DAS. Untuk mengurangi tingginya tingkat degradasi lahan tersebut, diperlukan kegiatan rehabilitasi dengan menerapkan teknik konservasi tanah dan air dengan harapan akan lebih efektif dalam menekan aliran permukaan, erosi, dan kehilangan unsur hara serta kebijakan-kebijakan yang perlu diambil pemerintah bagi petani hulu sehingga kerugian ekonomi petani dapat ditekan seminimal mungkin. Kata kunci : kawasan hulu, dampak erosi, kehilangan hara, kerugian ekonomi PENDAHULUAN Lahan di kawasan hulu DAS memiliki potensi yang besar sebagai kawasan pertanian produktif. Sejak dahulu kala, banyak petani bermukim dan memanfaatkan kawasan ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menopang ekonomi keluarga.
Namun, kawasan ini memiliki faktor pembatas seperti lereng yang curam dan kepekaan tanah terhadap erosi. Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Mengapa erosi selalu menurunkan kesuburan tanah pada lahan memiliki kemiringan lereng tinggi seperti di kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS)? Karena erosi berlangsung pada lapisan tanah permukaan/atas yang mengakibatkan terkikis dan terhanyutkannya bagian tanah ini dan sekaligus menghanyutkan bahan organik serta unsur hara yang penting sebagai “bahan makanan” bagi tanaman, seperti fosfor, potassium dan nitrogen (Kartasapoetra, 1989). Oleh karena itu, bagian yang paling vital dari tanah adalah lapisan permukaannya (top soil). Top soil pada umumnya hanya mempunyai ketebalan sekitar 15 sampai 30 cm atau kurang lebih sejengkal. Namun, mempunyai arti yang sangat penting karena mengandung berbagai bahan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti bahan-bahan organik (humus) dan berbagai zat hara mineral. Selain itu, hidup mikroflora dan mikrofauna atau jasad renik biologis (seperti bakteri, cacing tanah, berbagai serangga tanah) yang masing-masing dapat menguntungkan dan menyuburkan tanah. Lapisan tanah atas ini perlu dilindungi dan dipertahankan kelestariannya. Hal ini disebabkan oleh karena lapisan atas tanah setebal 15 sampai 30 cm mempunyai sifat-sifat kimia dan fisik lebih baik dari lapisan lebih bawah (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Kesalahan dalam pengelolaan di kawasan hulu DAS ini dapat menimbulkan kerusakan atau cekaman biofisik berupa degradasi kesuburan tanah. Selain itu, secara spesifik kerugian akibat erosi di daerah hulu antara lain mengakibatkan menurunnya kualitas lahan pertanian. Pada akhirnya, keadaan ini menyebabkan berkurangnya produktivitas lahan pertanian tersebut yang berarti juga akan terjadi peningkatan biaya
yang dibutuhkan untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah (Rahim, 2006). Kesuburan tanah ialah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah berimbang untuk pertumbuhan dan produksi tanaman (Nyakpa, dkk., 1988). Penurunan tingkat kesuburan tanah ini sangat merugikan petani dari aspek ekonomi. petani terpaksa harus membeli pupuk untuk mengembalikan kesuburan tanahnya. Berdasarkan uraian-uraian di atas penulis ingin memaparkan kerugian ekonomi sebagai dampak erosi di lahan pertanian petani.
METODE PENELITIAN Menggunakan studi kepustakaan dengan pendekatan deskriptif, dimana penulis memberikan pemaparan umum sehingga permasalahan dapat digambarkan dengan jelas beserta solusi yang diperlukan.
PEMBAHASAN Kepekaan Tanah Berlereng Terhadap Pengikisan Kemiringan dan panjang lereng merupakan 2 faktor penting untuk terjadinya erosi Karena Faktor-faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan air larian. Kecepatan air larian yg besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yg tidak terputus dan panjang serta konsentrasi pada saluran-saluran sempit yg mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur & erosi parit. Kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi. Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi daripada lereng bagian atas karena Momentum air larian lebih besar & kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah (Arsyad, 1989).
Erosi Menyebabkan Penurunan Kesuburan Tanah
Penurunan atau hilangnya beberapa unsur hara dalam perakaran akibat erosi menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan tanah sehingga tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang normal sehingga produktivitas tanah menjadi rendah (Arsyad, 1989). Arsyad (1989) menjelaskan mengenai dampak langsung yang ditimbulkan oleh erosi adalah kehilangan lapisan tanah yang baik berjangkarnya akar tanaman, kehilangan unsur hara dan kerusakan struktur tanah, peningkatan penggunaan energy untuk produksi, kemerosotan produktivitas tanah atau bahkan menjadi tidak dapat digunakan untuk produksi, kerusakan bangunan konservasi dan bangunan linnya dan pemiskinan petani penggarap/ pemilik tanah. Lapisan tanah bawah (sub soil) akan muncul bila lapisan tanah atas (top soil) hilang. Secara kasar dapat dinyatakan bahwa sub soil ini tidak subur karena sebagian dari zat mineral yang tersisa hanyalah unsur-unsur mineral tertentu yang belum bisa dimanfaatkan oleh tanaman dan ketersediaannya masih terikat oleh koloida-koloida pembentuk tanah. Sub soil sering dinyatakan sebagai lapisan tanah yang kurus dan masih mentah, bahan-bahan organic (humus, sisa-sisa tanaman yang membusuk) tidak dimilikinya serta mikroflora dan mikrofauna tidak ada (Kartasapoetra, 1989). Agar subsoil ini dapat menjadi media bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang mulus serta menghasilkan harus memperoleh pengolahan dahulu atau dengan lain perkataan harus dimatangkan dahulu. Untuk hal ini akan memakan waktu yang lama dan lamanya tergantung pada jenis batuan induk pembentuk tanahnya. Biasanya pematangan sub soil akan memakan waktu 2 sampai 5 tahun, dan biayanya sangat besar, kalau tidak tetap akan merupakan tanah gersang (Kartasapoetra, 1989).
Pentingnya Pengendalian Erosi
Di bawah kondisi-kondisi alami, vegetasi yang rapat dapat memperlambat pemindahan-pemindahan partikel-partikel tanah. Berlangsungnya erosi di tanah pertanian yang disebabkan karena pengaruh alam biasanya dipercepat oleh tangan-tangan manusia sendiri
(accelerated
erosion). Karena itu
untuk mencegah
atau
mengurangi
keberlangsungannya diperlukan pengendalian serta usaha pencegahana, usaha perbaikan (rehabilitasi) oleh kita semua, terutama penduduk di sekitar tanah-tanah yang terkikis. Tanah-tanah yang terkikis itu menimbulkan masalah dan akibat yang luas (hambatan dan kegagalan usaha pertanian, bencana atau bahaya bagi penduduk di sekitarnya dan kekurangan/kelangkaan bahan pangan bagi penduduk umumnya) (Kartasapoetra, 1989). Menurut Kartasapoetra (1989), erosi tanah yang dipercepat (accelerated soil erosion) tidaklah hanya menimbulkan masalah fisik tanah kepada petani secara individu belaka, melainkan pula kepada masyarakat di negara terjadinya erosi tersebut terutama dalam hal kesejahteraannya yang selalu diperjuangkannya. Tanpa adanya usaha-usaha pengendalian dan perlindungan yang permanen terhadap tanah-tanah pertanian yang produktif, maka kegiatan-kegiatan pembudidayaan tanaman pangan dan tanaman industripun tidak dapat berlangsung secara permanen. Tanpa pembudidayaan tanaman yang permanen, maka masyarakat dari bangsa itu tidak dapat diharapkan melangsungkan eksistensinya dalam kegairahan, dalam semangat usaha yang sewajarnya. Lagipula, berkaitan dengan masalah-masalah tanah tersebut terdapat hubungan fisik yang erat sekali dari tanah yang tererosi dengan pengendapan deposit-deposit lumpur pada dataran dan lembah-lembah sungai yang memungkinkan terjadinya pendangkalan dan peluapan air sungai pembawa bencana yang lebih serius terhadap penduduk dan lingkungannya. Pengikisan-pengikisan yang kemudian diikuti dengan peluapan-peluapan air sungai, selain menghancurkan tanah-tanah pertanian,
menghancurkan pula kehidupan masyarakat sekitar kawasan tersebut. (Kartasapoetra, 1989).
Peranan Hara Bagi Tanaman Kandungan N tertinggi terdapat pada permukaan tanah, pada umumnya menurun dengan kedalaman tanah. Suplai Nitrogen di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah. Menurut Nyakpa, dkk (1988), bilamana terjadi kekurangan N yang hebat akan menghentikan proses pertumbuhan dan reproduksi. Kekurangan N adalah satu penyebab tanaman menjadi kerdil. Fosfor biasa disebut sebagai “kunci dari kehidupan” karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan. Ia merupakan penyusun komponen setiap sel hidup, dan cenderung lebih banyak pada biji dan titik tumbuh. Ada beberapa cara kehilangan P dari tanah yaitu : (1) terangkut tanaman, (2) tercuci dan (3) tererosi. Kehilangan hara P melalui erosi relative lebih besar dari kehilangan oleh faktor-faktor lain. P sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Terhadap produksi tanaman, P mempertinggi hasil serta berat bahan kering, bobot biji, memperbaiki kualitas hasil serta mempercepat masa kematangan. Sedangkan pengaruhnya terhadap resistensi penyakit dapat dikatakan bahwa P mempertinggi daya resistensi terhadap serangan penyakit, terutama oleh cendawan (Nyakpa, dkk., 1988). Selanjutnya Nyakpa dkk. (1988) menjelaskan bahwa kalium adalah unsur hara ketiga setelah nitrogen dan fosfor yang diserap tanaman. Kehilangan kalium dalam bentuk pencucian dan erosi cukup besar. Jika kalium dalam tanah tidak mencukupi untuk keperluan pertumbuhan tanaman maka tanaman akan menderita. Kalium di dalam tanaman dapat berfungsi untuk menguatkan jerami sehingga tanaman tidak mudah rebah.
Terhadap produksi tanaman akan mempertinggi produksi dan memperbaiki kualitas hasil. Selanjutnya kalium akan mempertinggi resistensi tanaman terhadap serangan penyakit.
Kehilangan Unsur Hara Akibat Erosi Erosi sangat merugikan produktivitas lahan karena dalam waktu relatif singkat, tanah lapisan atas yang subur hilang. Jika tanah yang hilang setebal 10 cm, maka produksi dapat menurun lebih dari 50% meskipun dilakukan pemupukan lengkap (Abdurachman dkk, 2003). Dalam proses erosi, tanah yang terkikis dan terangkut adalah lapisan tanah atas yang merupakan sumber kehidupan tanaman karena hanya pada lapisan ini tanaman dapat memperoleh hara yang cukup. Dengan terangkutnya bahan organik dan partikel tanah yang halus oleh erosi, maka terjadi perubahan sifat tanah (Arsyad, 2007). Selanjutnya, Arsyad (1989) mengemukakan bahwa jumlah hara yang hilang karena erosi sangat menarik. Kehilangan ini akan lebih besar dari jumlah yang diperkirakan karena zarah-zarah tanah halus yang mempunyai tingkat kesuburan lebih tinggi dari keseluruhan tanah yang terangkut oleh erosi. Ini berarti kehilangan yang dipercepat dari unsur kesuburan. Erosi terjadi pada lapisan atas tanah yang subur. Berdasarkan hasil penelitian Sihite (2001) menyebutkan bahwa potensi kehilangan hara pada penelitian ini adalah dengan menggunakan asumsi bahwa erosi yang terjadi turut serta membawa hara baik melalui aliran permukaan maupun tanah yang tererosi.
Jumlah Hara N, P Dan K yang Terbawa Oleh Erosi Adapun cara menghitung potensi kehilangan hara dengan mengkonversikan kandungan hara yang terdapat pada setiap plot sampling berdasarkan erosi total yang terjadi. Kehilangan hara N berkisar 35,2 – 374,4 kg, P berkisar 0,35 – 5,24 kg dan K
berkisar 0,7 – 29,3 kg. Potensi kehilangan hara pada lokasi penelitian secara rinci dapat terlihat pada Tabel 1 . Tabel 1. Potensi kehilangan hara akibat erosi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Lokasi BTa BTb TBM1a TBM1b TBM2a TBM2b TM1a TM1b TM2a TM2b Total
Erosi (t ha-1 th-1) 69,77 220,23 35,82 70,94 43,31 90,73 24,08 54,06 35,19 62,45
Jenis Hara Kehilangan hara (kg th-1) N total P tersedia K dd 132,6 1,69 11,5 374,4 5,24 29,3 39,4 0,83 2,4 99,3 1,63 3,6 77,9 0,79 1,2 181,5 1,59 3,9 40,9 0,51 0,7 118,9 1,17 2,1 35,2 0,35 1,1 81,2 0,64 2,2 1.181,3 14,4 58,0
Dampak erosi yang terjadi ternyata turut serta menyumbangkan penurunan produktivitas lahan khususnya keharaan tanah. Erosi yang terjadi menghilangkan lapisan tanah yang subur. Dimana hara yang diperlukan tanaman turut hilang bersamaan dengan kejadian erosi yaitu adanya kehilangan hara khususnya jumlah N yang relatif besar, diikuti jumlah P dan K yang lebih kecil. (Sutomo, 2008 dalam Sihite (2001) menyatakan sebaliknya bahwa kehilangan hara akibat erosi didominasi N khususnya N-organik karena hara ini termasuk memiliki mobilitas yang tinggi, selanjutnya K karena merupakan kation yang mudah tercuci, sementara P relatif sedikit hilang walaupun merupakan anion karena biasanya P terikat kuat dalam partikel tanah. Potensi kehilangan hara total berdasarkan erosi total terbesar adalah 374,4 kg th-1 untuk N setara dengan 831 kg Urea, untuk K adalah 29, 3 kg th-1 (K2O) setara dengan 33,4 kg 70,6 KCl, serta P sebesar 5,24 kg th-1 (P2O5) setara dengan 33,4 kg SP-36. Mengingat besarnya potensi kehilangan hara akibat erosi terhadap produktivitas lahan, maka perlu dilakukan upaya konservasi tanah dengan mekanik dan vegetatif tadi
serta menggunakan kembali sisa-sisa dari tanaman sawit sendiri seperti tandan kosong sawit, pelepah daun serta abu janjang kelapa sawit sebagai sumber hara dan bahan organik. Penggunaan pupuk sendiri tidak bisa dihindari dalam produksi kelapa sawit sehingga pemilihan jenis pupuk sebagai sumber hara bagi kelapa sawit sangat penting. Kondisi erosi yang menggerus hara bisa disikapi dengan penggunaan pupuk majemuk lambat tersedia. Erosi tanah dan aliran permukaan hara dan efektivitas
menyebabkan
terjadinya
pencucian
pupuk bagi tanaman lebih rendah yang pada akhirnya akan
menyebabkan penurunan produksi. Kehilangan hara yang disebabkan erosi pada lahan usahatani dikonversi dengan jumlah pupuk seperti urea, TSP dan KCl. Jumlah N yang terbawa erosi jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah P dan K. Hal ini disebabkan oleh N di dalam tanah merupakan unsur hara yang berasal dari bahan organik tanah dan peningkatan jumlah N di dalam tanah karena peningkatan kandungan bahan organik tanah dan karena adanya pemberian pupuk N seperti Urea dan ZA serta melalui air hujan. Namun bahan organik merupakan sumber N yang utama di dalam tanah (selain unsur hara lainnya seperti P dan S) dengan perbandingan C : N : P : S adalah 100 : 10 : 1 : 1 (Hardjowigeno 2010). Kehilangan N cukup besar akibat terbawa erosi. Kondisi ini menunjukkan bahwa usahatani kentang sebagai tanaman semusim pada wilayah berlereng akan mempercepat degradasi lahan terutama
akibat
erosi, penurunan kandungan dan kehilangan hara.
Namun, melalui penerapan teknik konservasi tanah yang memadai yang dapat mengendalikan erosi sekaligus juga dapat mengendalikan kehilangan unsur hara terutama N diharapkan dampak negative erosi dapat ditekan.
Dari hasil analisis data dan pembahasan pendugaan erosi dan potensi kehilangan hara pada sistem usahatani kelapa sawit di Kecamatan Manuhing Kabupaten Gunung Mas berdasarkan faktor-faktor yang diamati, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Berdasarkan prediksi erosi yang dilakukan, nilai erosi (A) terbesar adalah 135,11 t ha-1 thn-1 dengan erosi total 220,23 t th-1, sementara erosi terkecil adalah 9,26 t ha-1 thn-1 dengan erosi total 24,08 t ha-1 thn-1. b. Potensi kehilangan N terbesar adalah 374, 4 kg th-1 (setara 832 kg Urea), sementara 35,2 kg th-1 merupakan yang terkecil. Potensi kehilangan P terbesar adalah 5,24 kg th-1 (setara 33,4 kg SP-36), sementara terkecil 0,35 kg th-1. Potensi kehilangan K terbesar adalah 29,3 kg th-1 (setara 70,6 kg KCl) sementara terkecil sebesar 0,7 kg th-1.
Hasil Tanaman Dan Hubungannya Dengan Erosi Kualitas
penggunaan
lahan pada suatu tempat sangat tergantung
kombinasi penggunaan dengan keterbatasan fisik dari wilayah.
kepada
Dalam pengelolaan
DAS, upaya pengelolaan tanah harus sesuai dengan tingkat kemampuannya dan terhindari dari kerusakan (erosi) dengan mengatur penggunaan lahan sehingga terwujud penggunaan lahan yang optimal. Kehilangan tanah dipandang sebagai biaya kehilangan produksi akibat erosi dan dipandang sebagai biaya kehilangan di tapak (on site cost). Menggunakan informasi kandungan hara dapat digunakan juga sebagai mekanisme bagi pengembangan pengelolaan yang berdampak pada produksi. Ini juga berarti bahwa kondisi bio-fisik menggambarkan bagaimana dampak dari sistem produksi usahatani yang ada, baik pada lingkungan maupun ekonomis. Kehilangan tanah yang dikonversikan kedalam kehilangan hara dalam bentuk pupuk memperlihatkan
besar kerugian pada tapak (on site) yang cukup besar.
Kehilangan ini dapat berarti tambahan biaya oleh penduduk akibat harus memberikan hara tambahan atau tidak efisiennya pemberian pupuk atau dapat berarti kehilangan penghasilan. Total kerugian akibat erosi ini sangat dipengaruhi oleh harga pupuk di pasar atau yang diterima petani. Jika pupuk disubsidi maka kerugian petani dalam rupiah lebih rendah dibandingkan tanpa subsidi tetapi selisih ini berarti biaya yang ditanggung pemerintah atau biaya sosial. Sebagai contoh, hasil penelitian Sihite (2001) menjelaskan bahwa nilai kerugian pada Tapak di DAS Besai adalah seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Kerugian Pada Tapak (on site cost) Akibat Erosi Tanah Unit Lahan Urea
Kehilanga n TSP
Nilai KCL
Subsidi
Ton/tahun
Non-subsidi Rp/tahun
1
38.622
9.498
31.987
37,647,252
138,527,640
2
302.500
241.069
307.157
398,184,075
1,489,932,900
3
44.960
4.620
43.967
44,294,688
163,459,620
4
48.239
37.947
43.501
60,534,082
225,767,210
5
52.343
4.947
19.844
35,702,664
126,860,360
6
23.307
8.238
22.101
25,245,598
93,578,490
7
14.580
4.179
15.039
15,960,644
59,259,760
8
117.342
51.647
132.991
142,540,608
532,377,528
9
17.338
6.991
18.681
20,288,608
75,603,378
780,398,219
2,905,366,885
Total Kerugian di DAS Besai
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat kerugian ekonomi yang diderita oleh petani akibat kehilangan unsur hara NPK sebagai dampak erosi yang terjadi di lahan pertaniannya. Total Kerugian di DAS Besai apabila pupuk mendapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp. 780,389,219/tahun sedangkan jika pupuk tidak disubsidi maka
kerugian
ekonomi
yang
ditanggung
oleh
petani
adalah
sebesar
Rp.
2,905,366,885/tahun. Banyaknya unsur hara yang hilang tergantung pada besarnya kandungan unsur hara yang terbawa oleh sediment dan besarnya erosi yang terjadi. Secara kasar banyaknya unsur hara yang hilang dapat dihitung dengan mengalikan kandungan unsur hara tanah semula dengan banyaknya tanah tererosi. Suatu tanah Latosol Merah Citayam (Taksonomi USDA: Haplorthox) yang mengandung 0,17 persen Nitrogen, 0,042 persen P2O5 dan 0,008 persen K2O dengan erosi sebesar 121,1 ton/hektar dalam satu musim tanam jagung (Suwardjo, 1981), mengalami kehilangan unsur hara sebanyak 206 kg N, 52 kg P2O4 dan 10 kg K2O per hektar. Jumlah unsur-unsur hara yang hilang tersebut ekivalen dengan 4,3 kuintal Urea, 1,15 kuintal TSP dan 0,20 kuintal KCl (Arsyad, 1989). Pengaruh tingkat erosi terhadap besarnya kemerosotan produksi tergantung pada jenis tanaman dan perubahan sifat-sifat tanah menurut kedalaman lapisan atas. Dari hasil berbagai penelitian di daerah jalur jagung di Amerika Serikat hubungan antara besarnya erosi dan produksi jagung diringkaskan sebagai berikut: 5 cm lapisan atas hilang menyebabkan penurunan produksi sebesar 15 persen; 10 cm – 22 persen; 15 cm – 30 persen; 20 cm – 41 persen; 25 cm – 57 persen; dan 30 cm – 75 persen. Penelitian mengenai hal ini di Indonesia, belum banyak dilakukan secara khusus. Akan tetapi penelaahan terhadap hasil penelitian Suwardjo (1981) menunjukkan bahwa kehilangan 1,1 cm lapisan atas tanah menurunkan produksi kacang tanah dengan 2 persen dari tanpa erosi; kehilangan 2,2 cm lapisan olah menurunkan produksi kedelai sebesar 14 persen, kehilangan 3,5 cm lapisan olah menurunkan produksi jagung sebesar 28 persen dan kehilangan 3,7 cm lapisan olah menurunkan produksi ubi kayu sebesar 17 persen (Arsyad, 1989).
Harga Pupuk NPK di Pasaran dan Ketersediaannya Bagi Petani Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta menetapkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk 2016. HET untuk pupuk urea Rp 1.800 per kilogram (kg), pupuk SP-36 Rp 2.000 per kg, pupuk ZA Rp 1.400 per kg, pupuk NPK Rp 2.300 per kg, dan pupuk organik Rp 500 per kg. Ketetapan HET itu tertuang dalam Permentan No 60/SR.310/12/2015 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi untuk Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2016. HET tersebut berlaku untuk pupuk bersubsidi dalam kemasan 50 kg untuk pupuk urea, SP-36, ZA, dan NPK, serta kemasan 40 kg untuk pupuk organik. Pada 2016, pemerintah mengalokasikan pupuk bersubsidi sebanyak 9,55 juta ton. Rinciannya, pupuk urea 4,1 juta ton, pupuk SP-36 850 ribu ton, pupuk ZA 1,05 juta ton, pupuk NPK 2,55 juta ton, dan pupuk organik 1 juta ton. Daftar harga pupuk non subsidi lokasi gudang gresik indonesia dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Harga Pupuk Bersubsidi dan Pupuk Non Subsidi PT. Gresik Indonesia No. Jenis Pupuk Harga Pupuk Harga Pupuk Bersubsidi Non Subsidi 1. Pupuk Urea Rp. 2.000, – per kg Rp. 4.900/kg* 2. Pupuk SP-36 Rp. 1.700, – per kg Rp. 4.600/kg* 3. Pupuk KCl RP. 2.300. – per kg Rp. 4.900/kg* Catatan untuk harga non subsidi :
Harga include PPN, Pembayaran tunai, harga dapat berubah sewaktu waktu, melayani pengiriman seluruh Indonesia, minimal order 20 Ton.
Pada 2016, pemerintah mengalokasikan pupuk bersubsidi sebanyak 9,55 juta ton. Rinciannya, pupuk urea 4,1 juta ton, pupuk SP-36 850 ribu ton, pupuk ZA 1,05 juta ton pupuk NPK 2,55 juta ton. Apabila kita cermati pada kenyataan di atas, sangatlah membebankan petani untuk mendapatkan pupuk untuk mengembalikan kesuburan tanahnya sementara dengan penelitian ini diharapkan akan diketahui berapa kerugian
secara ekonomi yang di derita oleh petani sehingga petani dengan sukarela mau menjaga kesuburan tanahnya dengan melaksanakan tindakan-tindakan konservasi yang sangat diperlukan untuk kegiatan pertanian mereka dalam jangka panjang. Pada kenyataannya, petani tidak selalu mendapatkan pupuk dengan harga subsidi karena berbagai hal sehingga mau tidak mau petani harus membeli pupuk dengan harga non subsidi. Setelah ditelusuri, diperoleh daftar harga pupuk subsidi dan pupuk non subsidi PT. Gresik Indonesia yang dapat diperbandingkan yaitu harga pupuk urea bersubsidi Rp. 2.000,-per kg sedangkan harga pupuk urea non subsidi sebesar Rp. 4.900/kg, Pupuk ZA bersubsidi Rp. 1.400,- per kg sedangkan harga non subsidinya sebesar Rp. 2.900/kg, harga subsidi pupuk SP-36 Rp. 1.700,- per kg sedangkan harga non subsidi Rp. 4.600/kg dan harga subsidi Pupuk KCl sebesar Rp. 2.300,- per kg sedangkan harga pupuk non subsidinya adalah Rp. 4.900/kg. Hal ini ditambah dengan persyaratan untuk membeli pupuk non subsidi yang sulit dan sangat membebani petani di desa seperti pupuk yang dibeli dikenai biaya PPN, pembayaran harus tunai, harga dapat berubah sewaktu waktu, dan minimal order (jumlah pembelian) sebesar 20 ton. Berdasarkan kenyataan tersebut, petani sangat terbebani dalam usaha pengembalian kesuburan tanahnya untuk menunjang keberhasilan usahatani mereka. Hal ini menyebabakan petani di kawasan hulu DAS umumnya tergolong miskin. Sajogjyo & Pudjiwati Sajogyo (1990) membuat penggolongan atas tingkat penghasilan “miskin” dan “cukup/mampu” dan membandingkan tingkat pangan dua golongan itu. Untuk masyarakat pedesaan “garis kemiskinan” ditetapkan pada penghasilan senilai 240 kg ekuivalen beras per orang setahun dan untuk rumah tangga kota senilai 360 kg /orangtahun (50% lebih tinggi). Kemiskinan ini mengakibatkan petani tidak dapat melaksanakan tindakan-tindakan konservasi yang sangat diperlukan untuk kegiatan
pertanian mereka dalam jangka panjang bahkan permanen. Diperparah dengan tingkat pengetahun dan pendidikan yang rendah.
Teknik Konservasi Tanah Sebagai Solusi Bagi Pengendalian Erosi Arsyad (1989) menjelaskan bahwa masalah konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan. Setiap macam penggunaan tanah mempunyai pengaruh terhadap kerusakan tanah oleh erosi. Penggunaan tanah pertanian ditentukan oleh jenis tanaman dan vegetasi cara bercocok dan intensitas penggunaan tanah. Teknologi yan diterapkan pada setiap macam penggunaan tanah akan menentukan apakah akan didapat penggunaan dan produksi yang lestari dari sebidang tanah. Metoda konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu (1) Metoda vegetative Metoda vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa–sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan daya rusak aliran permukaan dan erosi. Dalam konservasi tanah dan air metoda vegetatif mempunyai fungsi : (a) melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (b) melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan tanah, dan (c) memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Berbagai jenis tanaman atau vegetasi dan penggunaan tanah mempunyai efisiensi ang berlainan dalam konservasi tanah. Efisiensi relatif tertinggi diberikan oleh vegetasi permanen kemudian berkurang berturut-turut pada padang rumput
campuran antara rumput dengan leguminosa, leguminosa berbiji halus dan seterusnya. (2) Metoda mekanik Metode makanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam metoda mekanik adalah (1) pengolahan atnah (tillage), (2) pengolahan tanah menurut kontur (contour cultivation), (3) guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, (4) terras, (5) dan penghambat (check dam), waduk (balong) (farm ponds), rorak, tanggul, dan (6) perbaikan drainase dan irigasi. (3) Metoda kimia. Metoda kimia dalam konservasi tanah dan air adalah penggunaan preparat kimia sintetis atau alami. Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan kepekaan tanah terhadap erosi. Dalam pembentukan struktur tanah butir-butir primer tanah terikat satu sama lain menjadi agregat. Menjelang tahun seribu sembilan ratus lima puluh telah dikembangkan preparat-preparat kimia yang dipergunakan untuk pembentukan struktur tanah yang stabil. Preparat kimia tersebut secara umum dinamai soil conditioner, yang di dalam Bahasa Indonesia dapat disebut pemantap struktur tanah. Popularitas soil conditioner ini tidak lazim dipergunakan oleh petani, disebabkan oleh mahalnya preparatpreparat yang dipasarkan. Biasanya hanya dimanfaatkan oleh peneliti-peneliti. Umumnya, petani hulu belum memiliki pengetahuan ke-3 metoda tersebut ditambah lagi biaya, tenaga dan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan teknik konservasi tanah dan air di lahan pertaniannya. Disinilah peranan pemerintah sangat diperlukan baik dalam penyediaan tenga penyuluh maupun bantuan-bantuan modal bagi petani miskin di
kawasan hulu DAS.
Kebijakan yang Dapat Diambil Pemerintah bagi Petani hulu Di kawasan hulu DAS, penduduk umumnya dicirikan dengan kondisi yang rawan dimana kegagalan panen dan kecelakaan
mudah terjadi kapan saja.
Dalam jangka pendek, kemampuan modal yang rendah sering menjadi penyebab aktivitas penurunan
kualitas lingkungan sehingga petani dan lingkungan terlibat
dalam proses yang saling memiskinkan. Pengelolaan lingkungan yang baik di hulu akan memberikan manfaat bagi penduduk di hilir. Adanya sebagian manfaat dari pengelolaan daerah hulu yang dinikmati oleh penduduk di hilir yang secara status ekonomi lebih baik dari penduduk hulu. Pemerintah seharusnya memperkenalkan dan
mengembangkan format
subsidy bagi konservasi di hulu sama seperti adanya program irigasi di daerah hilir. Disamping subsidi, pemerintah perlu mengembangkan program pembiayaan model kredit yang berbeda dengan model kredit umumnya. Struktur pasar uang untuk daerah hulu umumnya kurang mendukung program konservasi tanah dan air. Petani di hulu umumnya membutuhkan kredit atau pinjaman dengan syarat formal yang minimal disamping jaminan. Kelangkaan atau ketidakpastian pemilikan lahan yang umumnya bukan hak milik menjadi salah satu penghalang bagi terciptanya model kredit yang membutuhkan jaminan atau agunan. Kredit yang dikembangkan di daerah hulu harus digunakan sebagai investasi yang berkaitan dengan pelestarian sumberdaya.
Keberadaan sumber
pendanaan ini akan menjadi faktor penting dalam pencegahan kerusakan lingkungan dan pengentasan kemiskinan mengingat kemiskinan dan kerusakan lingkungan merupakan sebab akibat. Untuk itu, dalam managemen atau pengelolaan DAS, upaya
mengembangkan sektor keuangan di pedesaan menjadi penting. Manfaat yang diperoleh daerah hilir dengan adannya pengelolaan di hulu harus bisa dinikmati oleh penduduk hulu lewat upaya transfer manfaat yang dipelopori oleh pemerintah.
Pemerintah harus memfasilitasi transfer dan sharing
manfaat ini kepada penduduk di hulu. Transfer manfaat ini tidak boleh dilepaskan dari peran pemerintah dan harus dikembangkan menjadi kebijakan lingkungan. Peran ini harus dilakukan karena adanya perbedaan atau konflik kepentingan antara hulu dan hilir. Beberapa diantaranya adalah dengan memberikan pajak penggunaan air bagi penduduk hilir, manfaat penggunaan listrik dan pajak lainnya dimana nilai ini akan diberikan menjadi program pengelolaan di hulu atau membebaskan penduduk yang melakukan konservasi dari pembayaran pajak. Ini berarti penduduk hilir menjadi bagian penting bagi keberhasilan perlindungan lingkungan di hulu. Lahan di hulu DAS banyak diusahakan oleh penggarap. Oleh karena itu diperlukan penciptaan kondisi agar para penggarap turut merasakan pentingnya menjaga keberlanjutan sumberdaya lahan. Kesimpulan 1. Kerugian ekonomi sebagai dampak erosi di kawasan Sub DAS sangat besar. Contoh Studi Kasus mengenai total kerugian ekonomi di DAS Besai apabila pupuk mendapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp. 780,389,219/tahun sedangkan jika pupuk tidak disubsidi maka kerugian ekonomi yang ditanggung oleh petani adalah sebesar Rp. 2,905,366,885/tahun. 2. Penerapan teknik- teknik konservasi tanah dan air dan kebijakan yang seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi dalam pengelolaan lahan kawasan hulu yang tepat guna dan tepat sasaran sehingga memberikan
keuntungan ekonomi tetapi tetap melindungi lahan dan lingkungan secara simultan. Pada akhirnya, pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi secara berkelanjutan dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A., A.A. Id, dan Y. Soelaeman. 2003. Keragaan dan Dampak Penerapan Sistem Usaha Tani Konservasi Terhadap Tingkat Produktivitas Lahan Perbukitan Yogyakarta. Jurnal Litbang Pertanian 22 (2): 49-56. Arsyad, S. 2007. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi. Lembaga Sumberdaya Informasi – IPB. Bogor. Hardjowigeno, S.2010. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi kesesuaian Lahan & Perencanaan Tataguna Lahan. Penerbit Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Henny, H., Murtilaksono K., Sinukaban N., Tarigan S.D., 2011. Erosi Dan Kehilangan Hara Pada Pertanaman Kentang Dengan Beberapa Sistem Guludan Pada Andisol Di Hulu Das Merao, Kabupaten Kerinci, Jambi. Jurnal Solum. Volume : VIII No. 2 Juli 2011 : 43 – 52. ISSN : 1829-7994. Sihite J. 2001. Disertasi “Evaluasi Dampak Erosi Tanah Model Pendekatan Eonomi Lingkungan dalam Perlindungan DAS : Kasus Sub-DAS Besai DAS Tulang Bawang Lampung”. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kartasapoetra, A. G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Merehabilitasinya. Penerbit Bina Aksara. Jakarta. Nyakpa, M. Y., A. M. Lubis, Mamat Anwar Pulung, A. Ghaffar Amrah, Ali Munawar, Go Ban Hong, Nurhajati Hakim. 1988. Penerbit Universitas Lampung. Lampung. Permentan No 60/SR.310/12/2015 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi untuk Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2016. Jakarta. Rahim, S. E. 2006. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo. 1990. Sosiologi Pedesaan. Jilid 2. Cetakan kedelapan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. RIWAYAT HIDUP
Shanti Desima Simbolon, lahir di Medan, 10 Desember 1973. Sarjana Pertanian dari USU (1992) dengan konsentrasi Ilmu Tanah. Magister Sains dari IPB (1998) dengan konsentrasi Ilmu Tanah. Sejak tahun 2013 menjadi Mahasiswa Program Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan USU dan sampai saat ini masih dalam proses studi dan penelitian. Penulis aktif dalam menulis karya ilmiah di tingkat lokal maupun nasional.